karya: k.h bisri mustofa skripsie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2620/1/skripsi.pdfb. bila...
TRANSCRIPT
i
Kemiskinan Dalam Perspektif Kitab Tafsir Al- Ibriz Li
Ma’rifat Tafsir Al- Qur’an Al- ‘Aziz
Karya: K.H Bisri Mustofa
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
RANGGA PRADIKTA
NIM 215-13-006
JURUSAN ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
v
HALAMAN MOTTO
إ ن مع إلعس يس إ
Sesungguhnya bersama
kesulitan terdapat
kemudahan.
(QS. Al-Insyirāh [94]: 6)
BERMIMPILAH !
KARENA TUHAN AKAN MEMELUK
MIMPI-MIMPIMU
(Edensor : Andrea Hirata)
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan untuk ;
***
Ayahanda Suprapto dan Ibunda Puji Astuti
Ananda Fathan Fathurrochim
Mbah Sururi dan Mbah Tunsiyah
Om Agus Widodo dan Bulek Nur Kholidah
***
Teman-teman Jurusan Ilmu Al- Qur‘an dan Tafsir IAIN Salatiga
Angkatan 2013
***
Teman-teman Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora IAIN
Salatiga
Dan
Rima Nur Sa‘diyah
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan Skripsi ini
berpedoman padaSurat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan
0543b/U/1987.
A. Konsonan Tunggal
Huruf
Arab Nama Huruf Latin Nama
Alif اtidak
dilambangkan tidak dilambangkan
ba‘ B be ب
ta‘ T te ت
ṡa ṡ es (dengan titik di atas) ث
Jim J je ج
ḥa‘ ḥ حha (dengan titik di
bawah(
kha‘ Kh ka dan ha خ
Dal D de د
Żal Ż zet (dengan titik di atas) ذ
ra‘ R er ر
viii
Zal Z zet ز
Sin S es س
Syin Sy es dan ye ش
ṣad ṣ صes (dengan titik di
bawah)
ḍad ḍ ضde (dengan titik di
bawah)
ṭa‘ ṭ te (dengan titik di bawah) ط
ẓa‘ ẓ ظzet (dengan titik di
bawah)
ain ‗ koma terbalik (di atas)‗ ع
Gain G ge غ
fa‘ F ef ف
Qaf Q qi ق
Kaf K ka ك
Lam L el ل
Mim M em م
ix
Nun N en ن
Wawu W we و
ha‘ H ha ه
Hamzah ` apostrof ء
ya‘ Y ye ي
B. Konsonan Rangkap Tunggal karena Syaddah Ditulis Rangkap
Ditulis Muta‟addidah متعددة
Ditulis „iddah عدة
C. Ta’ Marbuṭah di akhir kata ditulis h
a. Bila dimatikan ditulis h
Ditulis Ḥikmah حكمة
Ditulis Jizyah جزية
(ketentuan ini tidak diperlukan kata-kata Arab yang sudah terserap ke dalam
bahasa Indonesia, seperti zakat, shalat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki
lafal aslinya)
b. Bila diikuti kata sandang ―al‖ serta bacaan kedua itu terpisah, maka ditulis h.
`Ditulis Karâmah al-auliyā كرمة االولياء
x
c. Bila Ta‟ Marbuṭah hidup dengan harakat, fatḥah, kasrah, atau ḍammah
ditulis t.
Ditulis Zakat al-fiṭrah زكاة الفطرة
D. Vokal Pendek
___ Fatḥah Ditulis A
___ Kasrah Ditulis I
___ Ḍammah Ditulis U
xi
E. Vokal Panjang
Fatḥah bertemu Alif
جاهليةDitulis
Ā
Jahiliyyah
Fatḥah bertemu Alif Layyinah
Ditulis تنسىĀ
Tansa
Kasrah bertemu ya‟ mati
كرميDitulis
Ī
Karīm
Ḍammah bertemu wawu mati
Ditulis فروضŪ
Furūḍ
F. Vokal Rangkap
Fatḥah bertemu Ya‟ Mati
Ditulis بينكمAi
Bainakum
Fatḥah bertemu Wawu Mati
Ditulis قولAu
Qaul
G. Vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof
Ditulis A`antum أأنتم
xii
Ditulis U‟iddat أعدت
Ditulis La‟in syakartum لئن شكرمت
H. Kata sandang alif lam yang diikuti huruf Qamariyyah maupun Syamsyiyyah
ditulis dengan menggunkan “al”
Ditulis Al-Qur`ān القران
Ditulis Al-Qiyās القياس
`Ditulis Al-Samā السماء
Ditulis Al-Syams الشمس
I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat ditulis menurut bunyi atau
pengucapannya
Ditulis Żawi al-furūḍ ذوى الفروض
Ditulis Ahl al-sunnah اهل السنة
xiii
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرمحن الرحيمSyukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah swt. yang telah
mencurahkan nikmat-Nya yang tak terhingga, yang tak dapat penulis sebutkan
satu persatu, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
―Kemiskinan Dalam Perspektif Kitab Tafsir Al- Ibriz Li Ma‟rifat Tafsir Al-
Qur‟an Al- „Aziz (Karya: K.H Bisri Mustofa)‖ ini. Sholawat serta salam
senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasulullah saw. beserta keluarga, sahabat
serta pengikut-pengikutnya sampai di yaumul qiyāmah. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak,
penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan. Untuk itu, pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Kedua orangtua (Ayahanda Suprapto dan Ibunda Puji Astuti) yang
dengan ikhlas menerima dan memperjuangkan kami sebagai anak, untuk
terus bersekolah dan menjadi hamba yang di ridhoi oleh Allah Swt, di
dunia dan di akhirat kelak. Berkat kesabaran ibunda, yang ibunda
tanamkan dalam hati ananda, menjadikan ananda selalu tabah atas
berbagai ujian yang menjadi jalan untuk mencapai keridhaan yang lebih
tinggi dihadapan Allah dan manusia. Juga tidak lupa, bagaimana
ayahanda menanamkan bahwa memandang kehidupan tidaklah melulu
melalui satu sudut saja, sebab terdapat berbagai macam sudut pandang,
dan hal tersebut hanya akan diperoleh dengan memperluas wawasan dan
xiv
keilmuan. Lalu kemudian, tidak lupa ananda ucapkan terimakasih yang
teramat sangat kepada Mbah Sururi dan Mbah Tunsiyah, yang telah
dengan rela mencukupkan kebutuhan ananda sebagai cucu, untuk dapat
tetap melanjutkan jenjang pendidikan sampai saat ini. Selanjutnya
terimakasih pula kepada Om Agus dan Bulek Nur, yang juga telah
banyak sekali membantu penghidupan ananda di rantauan.
2. Bapak Mahfudz Fawzi (yang saat skripsi ini sudah selesai dicetak, bisa
ditambahkan S.Ag setelah nama beliau), selaku guru sekaligus orangtua
dirantauan. Terimakasih karena telah menjadi jalan bagi Tuhan untuk
memberikan pengetahuan dan pendidikan kepada ananda. Lalu
kemudian terimakasih kepada Husain Imaduddin dan M. Choirurrohman
karena telah bersedia menjadi teman tidur (bukan dengan tanda kutip),
dan juga memberi hutang yang semoga dengan namanya saya
cantumkan disini, hutang sudah diangggap lunas. Lalu kemudian kepada
Afifah, Shopi Syarifah, Nurul Hakim Al- Azmi, Farikhatul Ulya sebagai
teman yang menjadi rekan mencari dragon ball, untuk memanggil dewa
Shenlong. Serta kepada adinda Rima Nur Sa‘diyah sebagai seseorang
yang saya amin-kan dalam doa-doa paling dalam, karena telah dengan
penuh pengertian mendampingi dan mendorong saya untuk
menyelesaikan skripsi ini.
3. Teman-teman seperjuangan, Muhammad Sarifuddin, M Abdul Fatah,
Wahyu Kurniawan, Husain Imaduddin, Laila Alfiyanti, M
xv
Choirurrohman, Mahfudz Fawzie dan Triyanah, terimakasih atas empat
tahun perjuangan yang telah kita lewati bersama ini.
4. Dr. Benny Ridwan, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab,
dan Humaniora IAIN Salatiga.
5. Ibu Tri Wahyu Hidayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur`an
dan Tafsir beserta staff-staffnya yang tak pernah menyerah memotivasi
kami sebagai angkatan pertama untuk menyelesaikan skripsi kami.
Terimakasih juga atsa fasilitas Lab FUADAH yang telah dibuka
beberapa saat sebelum penulis memulai skripsi ini, sehingga fasilitas
tersebut sangat membantu proses penulisan skripsi ini.
6. Dr. Muh. Irfan Helmy, M.Ag. selaku dosen pembimbing akademik yang
dengan kesabarannya berkenan memberikan petunjuk dan bimbingan
kepada ananda dalam proses akademik
7. Keluarga Simpul Maiyah Kidung Syafaat Salatiga, dan juga Bapak
Ilyas, yang oleh karna beliau dan seluruh bagian dari keluarga Kidung
Syafaat telah memberikan pengetahuan-pengetahua yang baru.
8. Keluarga Besar Pondok Pesantren Pancasila, Salatiga.
9. Keluarga Besar Pondok Pesantren An- Nida, Salatiga.
10. Dan tak lupa pada pihak-pihak terkait yang lain yang tak sempat untuk
disebutkan di sini.
Teriring do‘a, semoga segala kebaikan semua pihak yang membantu penulis
dalam penulisan skripsi ini diterima di sisi Allah swt. dan mendapat pahala yang
dilipat gandakan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
xvi
Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun selalu diharapkan demi
kebaikan dan kesempurnaan skipsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Amin.
Salatiga, 15 Maret
2017
Penulis,
Rangga Pradikta
NIM. 215-13-006
xvii
ABSTRAK
Kata Kunci: Kemiskinan dan Tafsir Al- Ibriz
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang patut menjadi fokus perhatian
banyak kalangan mulai dari ekonom, sosiolog, dan budayawan, tidak terkecuali
penafsir al- Quran yang berupaya untuk memberikan tawaran atas solusi terhadap
problem kemiskinan yang terjadi dengan menggali makna yang terkandung dalam
al- Qur‘an dengan menggunakan jalan penafsiran. Banyaknya mufassir yang telah
merumuskan penafsirannya untuk dapat membantu umat dalam menyelami makna
yang terkandung di dalam al- Qur‘an, terdapat beberapa mufassir yang berasal
dari Indonesia, salah satunya adalah K.H Bisri Mustofa (1915-1977 M) dengan
kitab tafsirnya yang diberi nama ―al- Ibriz li Ma‟rifat Tafsir al- Qur‟an al- „Aziz‖.
Tafsir ini memiliki karakter tersendiri menyangkut penafsirannya yang
menggunakan bahasa Jawa, yang memiliki hierarki bahasa/unggah ungguh (tata
krama, seperti bahasa Krama (halus), Krama Inggil, dan Ngoko (kasar), Madya
(biasa).
Penelitian ini berusaha menemukan bagaimana konsep kemiskinan dalam
perspektif kitab tafsir al- Ibriz dan solusi-solusi yang ditawarkan melalui
penafsiran ayat-ayat yang berbicara tentang kemiskinan untuk mengatasi
permasalah kemiskinan yang terjadi di Indonesia. pertanyaan yang ingin dijawab
oleh penelitian ini adalah (1) bagaimana penafsiran ayat-ayat tentang kemiskinan
dalam tafsir al- Ibriz, (2) bagaimana signifikansi dan relevansi penafsiran ayat-
ayat kemiskinan dalam kitab tafsir al- Ibriz terhadap konteks ke-Indonesia-an.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif yang bersumber dari data-data kepustakaan (library
research) dengan metode penafsiran tematik-kontekstual.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa, dalam tafsir al- Ibriz
dijelaskan bahwasanya terdapat 2 macam tipe dari orang miskin yaitu, orang
miskin yang meminta-minta dan orang miskin yang tidak mau meminta-minta,
keterangan ini terdapat pada penafsiran surat Al- Haj ayat 36, Adz- Dzariyat ayat
19. Cara mengatasi kemiskinan menurut kitab tafsir al- Ibriz ialah sebagai berikut:
(1) menumbuhkan etos kerja pada setiap individu, (2) bantuan tidak langsung,
misalnya berupa pekerjaan, (3) bantuan berupa pemberian makanan, (3)
menjalankan hukum kafarat, baik berupa kafarat sumpah, kafarat pembunuhan,
kafarat berjima‘ dalam bulan ramadhan, kafarat zihar, kafarat pengganti puasa,
dan denda dalam ibadah haji (4) zakat, (5) infaq, (6) sedekah, (7) qurban, (8)
fidyah, (9) pemberian saat pembagian waris, (10) fa‘i, dan (11) ghanimah.
xviii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN KEASLIAN TULISAN ........................................................... iv
HALAMAN MOTTO .................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... vi
HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI .............................................. vii
KATA PENGANTAR .................................................................................. xiii
ABSTRAK ..................................................................................................... xvii
DAFTAR ISI .................................................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
D. Kajian Pustaka .............................................................................. 5
E. Kerangka Teori............................................................................. 8
F. Metode Penelitian......................................................................... 14
G. Sistematika Penelitian ................................................................. 15
BAB II MENGENAL TAFSIR AL- IBRIZ................................................... 17
A. Biografi K.H Bisri Mustofa ........................................................ 17
xix
B. Karakteristik dan Sistematika Kitab Tafsir Al- Ibriz ................... 31
BAB III KAJIAN TENTANG KEMISKINAN ............................................. 38
A. Kemiskinan Dalam Perspektif Konvensional ............................. 38
B. Kemiskinan Dalam Perspektif Kitab Tafsir Al- Ibriz ................. 46
1. Al- Isra Ayat 26 ... .................................................................. 49
2. Ar- Rum Ayat 38 ... ................................................................ 51
3. Al- Muddatsir Ayat 44 .. ........................................................ 52
4. Al- Haqqah Ayat 34 ... ........................................................... 53
5. Al- Fajr Ayat 18 ... ................................................................. 54
6. Al- Ma‘un Ayat 3 ... ............................................................... 55
7. Al- Qalam Ayat 24 ... ............................................................. 57
8. Al- Baqarah Ayat 184 ... ........................................................ 58
9. Al- Mujadilah Ayat 4 ... ......................................................... 60
10. Al- Insan Ayat 8 ... ................................................................. 61
11. Al- Balad Ayat 16 ... .............................................................. 62
12. Al- Baqarah Ayat 177 ... ........................................................ 63
13. Al- Maidah Ayat 89 ... ........................................................... 65
14. Al- Maidah Ayat 95 ... ........................................................... 66
15. Al- Kahfi Ayat 79 .................................................................. 68
16. An- Nur Ayat 22 .................................................................... 69
17. Al- Baqarah Ayat 83 ... .......................................................... 70
18. Al- Baqarah Ayat 215 ... ........................................................ 71
19. An- Nisa Ayat 36 ... ............................................................... 72
xx
20. Al- Anfal Ayat 41 .................................................................. 73
21. At- Taubah Ayat 60 ... ............................................................ 75
22. Al- Hasr Ayat 7 ... .................................................................. 77
23. An- Nisa Ayat 8 ... ................................................................. 79
24. Al- Haj Ayat 28 ... .................................................................. 80
25. Al- Haj Ayat 36 ... .................................................................. 81
26. Al- Ma‘arij Ayat 24-25 ... ...................................................... 82
27. Al- Isra Ayat 31 ... .................................................................. 83
BAB IV SIGNIFIKANSI DAN RELEVANSI PENAFSIRAN AYAT TENTANG
KEMISKINAN DALAM TAFSIR AL- IBRIZ TERHADAP KONTEKS KE-
INDONESIA-AN ........................................................................................... 87
A. Relevansi Konsep Tentang Kemiskinan Dalam Tafsir Al- Ibriz Dengan
Konteks Ke-Indonesia-an ............................................................ 87
B. Tawaran Solusi Tafsir Al- Ibriz Dalam Menyelesaikan Masalah
Kemiskinan Di Indonesia ............................................................ 93
1. Kewajiban Setiap Individu ... ................................................. 94
2. Kewajiban Orang Lain/Masyarakat ... ................................... 98
3. Kewajiban Pemerintah ... ....................................................... 112
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 118
A. Kesimpulan ................................................................................. 118
B. Saran ............................................................................................ 119
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 120
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... ......................................................................... 124
xxi
LEMBAR KONSULTASI ... ......................................................................... 125
CURRICULUM VITAE ............................................................................... 126
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al- Qur‘an merupakan kitab suci bagi agama Islam, dan juga dijadikan
sebagai pedoman hidup bagi pemeluknya. Pemberdayaan atau keadilan menjadi
salah satu visi misi al- Qur‘an sebagai kitab suci dan juga pedoman hidup. Hal itu
terlihat dari penyebutan kata keadilan atau pemberdayaan di dalam al- Qur‘an
mencapai lebih dari seribu kali, yang berarti; kata urutan ketiga yang banyak
disebut al-Qur‘an setelah kata Allah dan al- „ilm.
Masalah kemiskinan dianggap sebagai bagian dari masalah penting yang
memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan individu dan sosial. Kemiskinan
menjadi problematika hidup yang sejak dahulu dihadapi manusia. Berbagai aturan
dan sistem sosial, tidak mampu memberikan jalan keluar dari permasalahan
tersebut dan inilah penyebab maraknya berbagai kejahatan dan pertikaian antara
sesama manusia ditengah-tengah kehidupan kita.
Pada lingkungan masyarakat miskin, semua ideologi yang ekstrim banyak
diminati dan semua perbuatan keji pun dihalalkan untuk memenuhi keinginan-
keinginan.1 Perkara ini pernah terjadi pada masa Jahiliyah. Saat itu, orang orang
tega membunuh anakanak mereka (darah daging mereka) karena perasaan takut
terhina oleh kemiskinan sebagaimana mereka melihat sebagian pengaruh
kemiskinan yang membahayakan kehidupan seseorang.
1 Alif Thabarah, Ruh ad-Din as-Islami, Cet. Ke-27 (Beirut: Dar al- Ilmi li al-Malayin, 1988), hlm.
343.
2
Di Indonesia, kemiskinan seolah menjadi suatu keniscayaan bagi
masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam. Ironi memang, kemiskinan tetap
ada di negeri yang konon kaya akan berbagai sumber daya alam. Sebagian orang
memahami kemiskinan secara komparatif, sementara yang lain melihatnya dari
perspektif moral dan evaluatif, dan yang lain lagi memahaminya dari sudut ilmiah
yang telah mapan. Namun, ekonomi Islam bisa dijadikan tools dalam
menyelamatkan umat Islam dari kemiskinan. Ekonomi islam bukan hanya sebatas
alternatif, melainkan solusi dari sistem kapitalisme atau sistem ekonomi manapun
yang selama ini diagung-agungkan oleh Barat.
و ي مٱلذ ػي ذ حق ل ن انو٢٤فأ حروموىيصذ ٢٥ٱل
dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang
(miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak
mau meminta.(QS al- Ma‟arij :24-25).
Berdasarkan prinsip ini, maka konsep pertumbuhan ekonomi dalam Islam
berbeda dengan konsep pertumbuhan ekonomi kepitalisme yang selalu
menggunakan indikator PDB(Produk Dosmetik Bruto) dan perkapita. Pada Maret
2016, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per
bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,01 juta orang (10,86
persen).2 Dalam Islam, pertumbuhan harus seiring dengan pemerataan. Tujuan
kegiatan ekonomi, bukanlah meningkatkan pertumbuhan sebagaimana dalam
konsep ekonomi kapitalisme, melainkan menekankan keseimbangan antara
petumbuhan dan pemerataan seperti pada konsep ekonomi dalam Islam.
2 Berita Resmi Statistik, Badan Pusat Statistik Indonesia, No. 66/07/Th. XIX, 18 Juli 2016
3
Fakta tentang hasil survei diatas menunjukkan kenyataan sosial masyarakat
bahwa kemiskinan merupakan masalah sosial yang patut menjadi fokus perhatian
banyak kalangan mulai dari ekonom, sosiolog, dan budayawan, tidak terkecuali
penafsir al-Quran yang berupaya untuk memberikan solusi terhadap problem
sosial ini.
Banyaknya mufassir yang telah membukukan tafsirnya untuk dapat
membantu umat dalam menyelami makna yang terkandung di dalam al- Qur‘an,
terdapat beberapa mufassir yang berasal dari Indonesia, salah satunya adalah K.H
Bisri Mustofa (1915-1977 M) dengan kitab tafsirnya yang diberi nama ―al- Ibriz li
Ma‟rifat Tafsir al- Qur‟an al- „Aziz”.
Ada yang menarik dari cara beliau menafsirkan ayat al- Qur‘an, jika pada
umumnya tafsir ditulis menggunakan bahasa arab, maka K.H Bisri Mustofa
menulis tafsirnya dengan menggunakan bahasa Jawa ngoko dengan menggunakan
penulisan huruf Arab Pegon.
Secara teknis, pilihan menggunakan bahasa ngoko mungkin demi
fleksibilitas dan mudah dipahami, karena dengan cara ngoko, pembicara dan
audiennya menghilangkan jarak psikologis dalam berkomunikasi. Keduanya
berdiri satu level, sehingga tidak perlu mengusung sekian basa-basi seperti ketika
menggunakan kromo madyo atau kromo inggil.
Dengan alasan tersebut sehingga menghadirkan kegelisahan akademik bagi
penulis untuk meneliti kitab tafsir al- Ibriz li Ma‟rifat Tafsir al- Qur‟an al- „Aziz
yang ditulis dengan pertimbangan yang sangat mendalam sehingga menjadikan
kitab tafsir tersebut menjadi ―merakyat‖ khususnya bagai masyarakat Jawa,
4
umumnya bagi masyarakat Indonesia. Namun, dengan karakteristik tersebut,
apakah kitab tafsir al- Ibriz masih relevan jika digunakan sebagai rujukan dalam
mencari solusi atas permasalah kemiskinan yang terjadi pada masa ini. Untuk
itulah penulis mencoba meneliti tentang bagaimana signifikansi dan relevansi
tafsir al- Ibriz terhadap problematik tentang kemiskinan yang terjadi di Indonesia
dengan menggunakan pendekatan tematik kontekstual.3 Maka dari itu skripsi ini
diberi judul ―Kemiskinan Dalam Perspektif Kitab Tafsir Al- Ibriz Li Ma‟rifat
Tafsir Al- Qur‟an Al- „Aziz (Karya: K.H Bisri Mustofa)”.
B. Rumusan Masalah
Dengan adanya latar belakang di atas, penulis membatasi diri pada kajian
tentang konsep miskin dalam perspektif kitab tafsir al- Ibriz li Ma‟rifat Tafsir al-
Qur‟an al- „Aziz karya K.H Bisri Mustofa. Oleh karena itu, penulis mengajukan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana penafsiran ayat-ayat tentang kemiskinan dalam kitab tafsir al-
Ibriz ?
2. Bagaimana signifikansi dan relevansi penafsiran ayat-ayat tentang
kemiskinan dalam kitab tafsir al- Ibriz terhadap konteks ke-Indonesiaan ?
3 Tafsir Tematik (Tafsir maudhu‟i) maksudnya adalah membahas ayat-ayat al-Quran sesuai dengan
tema dan judul yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, penafsir yang memakai metode ini akan
meneliti ayat-ayat al-Quran dan melakukan analisis berdasar ilmu yang benar, yang digunakan
oleh pembahas untuk menjelaskan pokok permasalahan tersebut dengan mudah dan betul-betul
menguasainya, sehingga kemungkinan baginya untuk memahami maksud yang terdalam dan dapat
menolak segala kritik. Lihat Abdul Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu‟i: suatu
pengantar, Suryan A. Jamrah (penerj.), (Jakarta: Raja Grafindo, 1994), hal. 36-37
5
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana kitab tafsir tafsir al- Ibriz li Ma‟rifat Tafsir
al- Qur‟an al- „Aziz karya K.H Bisri Mustofa mengurai ayat tentang
kemiskinan.
2. Untuk mengetahui bagaimana kitab tafsir tafsir al- Ibriz li Ma‟rifat Tafsir
al- Qur‟an al- „Aziz menjawab dan memberikan solusi terhadap
problematika kemiskinan.
Disamping itu, hasil penelitian ini diharapkan mampu memiliki kegunaan
yang bersifat akademis. Yang mana penelitian ini merupakan satu sumbangan
sederhana bagi pengembangan studi al-Qur‘an dan untuk kepentingan studi
lanjutan diharapkan sebagai bahan acuan, referensi dan lainnya bagi penulis lain
yang ingin memperdalam penelitian yang telah penulis lakukan.
D. Kajian Pustaka
Sebelum dilakukan penelitian ini, penulis telah membaca beberapa sumber-
sumber rujukan baik yang primer maupun sekunder, seperti (1) Kitab Tafsir al-
Ibriz li Ma‟rifat Tafsir al- Qur‟an al- „Aziz (Kudus: Maktabah wa Matb‘ah
Menara Kudus, 1995), (2) buku M. Quraish Shihab, Wawasan Al- Qur‟an: Tafsir
Maudhu‟i atas Pelbagai Persoalan Umat. (Bandung: Mizan, Cetakan ke 13.
1996), yang berisi tentang penafsiran tematik atas berbagai permasalahan umat
terkini. (3) Achmad Zainal Huda. 2005. Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah
KH Bisri Mustofa. Yogyakarta: PT. LkiS Pelangi Aksara. Serta buku lainnya.
6
Adapun skripsi terdahulu yang ditulis oleh Hidayatul Fitriah, dengan judul
Studi Kritik Karakteristik Kedaerahan Tafsir Al- Ibriz Karya Bisri Mustofa
Rembang. Yang membahas tentang karakteristik dari kitab tafsir al- Ibriz.
Penulis juga telah membaca beberapa jurnal yang berhubungan dengan
tema yang penulis angkat, beberapa diantaranya yaitu:
(1). Mochamad Syawie. 2011. Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial. Jurnal
Informasi, Vol. 16 No. 03,4 yang berisi tentang bagaimana kemiskinan telah
menjadi masalah sosial yang sangat serius sehingga kemiskinan bukan saja
diartikan sebagai suatu kondisi diamana seseorang kekurangan makanan sebagai
kebutuhan hidup sehari-hari, melainkan kemiskinan sudah mencapai pada level
ketiadaan makanan atau kehabisan makanan bagi seseorang. Mochamad Syawie
menyimpulkan bahwa usaha penanggulangan kemiskinan tidak selalu berarti
pengurangan ketimpangan sosial, ia berharap bahwa penanggulangan kemiskinan
juga harus dibarenngi dengan pengurangan ketimpangan sosial dengan cara
menumbuhkan kebersamaan antar manusia. (2). Maslukhin. 2015. Kosmologi
Budaya Jawa dalam Tafsir al- Ibriz Karya K.H Bisri Mustofa. Mutawâtir: Jurnal
Keilmuan Tafsir Hadis Volume 5, Nomor 1. Institut Keislaman Abdullah Faqih
Gresik, Indonesia., yang menyimpulkan bahwa kitab tafsir al- Ibriz ditulis pada
saat sastra dan budaya jawa meredup dari kejayaanya, hal ini dilakukan oleh K.H
Bisri Mustofa dikarenakan sebagai totalitas pemikirannya sebagai orang yang
besar dalam budaya pesantren Jawa dengan realitas sosial pembaca kitab tafsirnya
sehingga al- Ibriz ditulis dengan bahasa yang dekat dengan masyarakat yang
4 Mochamad Syawie. Alumnus Fakultas Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakrta,
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Trisakri, Jakarta. Pernah menjadi sebagai Peneliti Madya di
Puslitbang kessos pada tahun 2011.
7
menjadi audiens bagi kitab tafsir al- Ibriz. (3). Tri Wahyu Hidayati, Sistem Jaring
Pengaman Sosial(The Social Safety Net) Dalam Al- Qur‟an (Kajian Sosio
Historis), (Laporan Penelitian Unggulan; Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Salatiga, Salatiga, 2014), yang menyimpulkan bahwa, mengatasi problem
kemiskinan adalah tanggung jawab kesadaran pribadi, masyarakat, dan pemimpin
(Negara), Negara harus lebih bijak dalam menjalankan aturan-aturan yang yang
memihak kepada masyarakat miskin, setiap individu dalam masyarakat harus
memiliki kesadaran untuk memperbaiki taraf hidupnya dan kesadaran untuk
saling memberi kepada yang sangat membutuhkan, bantuan yang diberikan
kepada masyarakat miskin tidak cukup pada hal-hal yang bersifat konsumtif,
namun juga harus memberikan bantuan yang bersifat produktif. (4). Budiharjo.
Kemiskinan Dalam Perspektif Al- Qur‘an. Hermenia Jurnal Kajian Islam
Interdesipliner, vol. 6, no. 2 Juli – Desember 2007, Cara menanggulangi
kemiskinan adalah dengan memberikan makanan, berbuat baik, fidyah, bantuan
negara, warisan, kifarat, infak, zakat dan bantuan rutin. Bantuan yang tidak rutin
perlu membina agar orang-orang miskin agar mampu hidup sendiri, bahkan
menjadi kaya dan membantu yang miskin berikutnya. Bantuan rutin diberikan
kepada orang yang tidsak mampu lagi bekerja. (5) Hidayatul Fitriah. 1999. Studi
Kritik Karakteristik Kedaerahan Tafsir Al-Ibriz karya Bisyri Mustafa Rembang.
Yogyakarta: Skripsi Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga. Yang
menjelaskan tentang bagaimana karakteristik tafsir al- Ibriz dengan penulisannya
yang menggunakan bahasa daerah, yaitu Bahasa Jawa. Dan lain sebagainya.
8
E. Kerangka Teori
Berdasarkan pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945, negara mempunyai tanggung jawab untuk memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan mulia tersebut diuraikan dalam
pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
diantaranya: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (2), Pasal 28 ayat (1), dan ayat (2),
Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4), dan pasal 34 ayat (1). Negara bertanggung jawab
untuk memelihara fakir miskin guna memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi
kemanusiaan; bahwa untuk melaksanakan tanggung jawab negara diperlukan
kebijakan pembangunan nasional yang berpihak kepada masyarakat secara,
terencana, terarah, dan berkelanjutan.
Menurut BPS, ada 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/
rumah tangga yang termasuk dalam kategori miskin. Apabila ada 9 dari 14 tersebut,
sebuah keluarga dikategorikan miskin. Adapun 14 kriteria tersebut adalah:
1. Luas lantai bangunan rumah kurang dari 8 m2
per orang
2. Jenis lantai rumah dari tanah, kayu/bambu
3. Dinsing rumah dari bambu/rumbia/kayu kualitas rendah/ tembok tanpa plester
4. Tidak memiliki fasilitas MCK yang memadai (masih numpang tetangga)
5. Penerangan rumah tidak menggunakan listrik
6. Sumber air minum dari mata air tak terlindungi seperti sungai
7. Memasak dengan kayu bakar/arang/minyak tanah
8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam seminggu sekali
9. Hanya mampu membeli baju setahun sekali
9
10. Hanya mampu menyediakan makan sehari satu atau dua kali sehari
11. Tidak mampu membayar pengobatan di puskesmas atau poliklinik
12. Sember penghasilan kepala keluarga: petani (luas lahan 500m2), buruh
tani,nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan atau pekerjaan lain dengan
pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala keluarga adalah: tidak sekolah atau hanya SD
14. Tidak memiliki tabungan/barang berharga yang mudah dijual minimal Rp.
500.000,-.5
Problematik kemiskinan ini menjadi masalah yang sangat krusial baik bagi
bangsa dan negara, maupun bagi individu yang menderita akibat kemiskinan itu
sendiri. Berbagai kebijakan untuk mengentaskan kemiskinan khususnya di
Indonesia sudah dibuat disetiap masa pemerintahan, namun kebijakan-kebijakan
pemerintah tersebut dirasa belum dapat menghasilkan perbedaan yang signifikan
terhadap masalah ini. Menurut Asghar Ali Engineer hal ini terjadi karena umat
Islam sudah tidak lagi mempedulikan masalah keadilan sosial ekonomi, umat
Islam menurutnya hanya menyisakan sedikit rasa peduli terhadap golongan lemah
sehingga lenyaplah keadilan Islam yang distributif.6
Kata miskiin dalam al- Qur‘an ditemukan dengan berbagai macam bentuk.
Kata al- miskiin disebut 8 kali, yaitu pada; Al- Isra‘: 26, Ar- Rum: 38, Al-
Mutdatstsir: 44, Al- Baqarah: 184, Al- Haqqah: 34, Al- Fajr: 18, Al- Ma‘un: 3,
Al- Qalam: 24.
5Tri Wahyu Hidayati, Sistem Jaring Pengaman Sosial(The Social Safety Net) Dalam Al- Qur’an
(Kajian Sosio Historis), (Laporan Penelitian Unggulan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. 2014)., hlm. 44-45. 6 Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, terj. Agung Prihantoro (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2000), hlm. 10
10
Sedangkan kata miskiinan ditemukan dalam tiga tempat yaitu pada; Al-
Mujadilah: 4, Al- Insan: 8, Al- Balad: 16. 7 bentuk jamak miskiin adalah
masaakiin, terdapat dalam 12 tempat, yaitu; Al- Baqarah: 177, Al- Maidah: 89 &
95, Al- Kahfi: 79, An- Nur: 22, Al- Baqarah: 83 & 215, An- Nisa: 36, Al- Anfal:
41, At- Taubah: 60, Al- Hasr: 7, An- Nisa: 8.8 Kata miskiin dalam bahasa Arab
hampir bersamaan artinya dengan al- baais al- faqiir dalam surat Al- Hajj: 28, al-
fuqaraa‟ dalam surat At- Taubah: 60, al- qaani dalam Al- Hajj: 36, dan al- imlaaq
dalam surat Al- Isra‘: 31.
Problem tentang kemiskinan juga telah di sebutkan dalam beberapa ayat al-
Qur‘an yang menandakan bahwa, kemiskinan memang merupakan sebuah
masalah yang perlu mendapat perhatian lebih dari berbagai dimensi, tak lepas dari
dimensi keagamaan, kultural dan pemerintahan. Maka, sebagai penduduk Negara
Republik Indonesia yang beragama Islam dengan kitab sucinya berupa al- Qur‘an
yang didalamnya juga terdapat pembahasan tentang kemiskinan, kita harus
kembali kepada ayat-ayat al- Qur‘an untuk menggali makna yang terdapat
didalamnya sehingga mampu memunculkan berbagai penawaran atas solusi-solusi
terhadap masalah kemiskinan.
Dalam rangka memahami pesan-pesan al- Qur‘an maka diperlukan ilmu
yang disebut ilmu tafsir. Dalam pengertiannya ilmu tafsir adalah suatu ilmu yang
digunakan untuk menjelaskan atau menampakkan makna yang terkandung
didalam ayat-ayat al- Qur‘an.
7 Ali Audah. Konkordansi Qur‟an, (Bogor: Litera Antar Nusa. 1996), hlm. 410.
8 Ibid.
11
Pasca Nabi Muhammad meninggal dunia, al-Qur‘an sudah tidak akan turun
lagi dan telah selesai dibukukan, namun kandungan maknanya dipercaya tidak
akan penah habis (salih li kull zaman wa al-makan), konsekuensinya disusunlah
kitab-kitab tafsir sebagai ―kepanjangan tangan‖ dari firman Allah yang sudah
resmi dibukukan itu. Bagi orang beragama Islam, utusan Allah boleh saja mati,
firman Allah boleh saja terhenti, namun kandungan maknanya tidak boleh ikut
ikutan selesai. Bagaikan pelita, ia harus selalu memancarkan cahaya. Kandungan
makna firman Allah itulah yang dieksplorasi seluas-luasnya oleh kitab-kitab tafsir.
Keragaman dalam penafsiran al- Qur‘an merupakan suatu keniscayaan yang
tidak bisa dihindari. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan ilmu yang
dipandang sebagai ilmu bantu bagi Ulumul Qur‟an, seperti linguistik,
hermeneutika, sosiologi, antropologi, ilmu komunikasi, dan lainnya.9
Karena itu, upaya di kalangan umat Islam untuk memahami dan
mengungkap makna al- Qur‘an selalu muncul ke permukaan selaras dengan
kebutuhan dan tantangan yang mereka hadapi pada zaman masing-masing.
Muncullah denga demikian berbagai bentuk tafsir yang baragam dengan metode
penafsiran yang berbeda pula sesuai orientasi dan urgensinya sehingga hal ini juga
tidak pernah lepas dari konteks kebudayaan setempat yang melingkupi lahirnya
sebuah karya tafsir.10
Karena itulah tafsir dapat dikatakan sebagai renspon sosial
masyarakat yang berkembang saat itu.
9 Sahiron Syamsuddin, Ranah-Ranah Penelitian Dalam Studi Al-Qur‟an dan Hadis, Kata
Pengantar dalam Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis, (Yogyakarta: TH-Press, 2007).
hlm. xi. 10
Hidayatul Fitriah, Studi Kritik Karakteristik Kedaerahan Tafsir Al-Ibriz karya Bisyri Mustafa
Rembang, (Skripsi Fakultas Ushuluddin IAIN Suna Kalijaga, Yogyakarta, 1999), hlm. 1
12
Semua tafsir dipandang sebagai produk akal manusia yang relatif,
kontekstual, temporal, dan personal.11
Kebutuhan akan pemahaman kandungan al-
Qur‘an sesuai lokalitas masing-masing menyebabkan lahirnya karya-karya tafsir
berbahasa daerah. Hal tersebut merupakan sebuah langkah para penyusun tafsir al-
Qur‘an agar ajaran-ajaran al- Qur‘an dapat dipahami dengan lebih mudah oleh
umat Islam Indonesia. Muncullah kemudian beberapa tafsir berbahasa Jawa,
Melayu, Sunda, Jawa, Minang, dan lainya.
Mayoritas penduduk Indonesia berbahasa Jawa. Mulanya, masyarakat Jawa
yang banyak mengkaji tafsir berasal dari kalangan pesantren. Ini tidak
mengherankan sebab pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang
mengkaji ilmu-ilmu agama seperti tafsir, akidah, fikih, akhlak-tasawuf, dan
sebagainya. Dalam kajian tafsir, pada awalnya pesantren-pesantren di Jawa lebih
banyak menggunakan tafsir berbahasa Arab seperti Tafsir al-Jalalain, Marah
Labid, dan Tafsir al-Munir. Pada perkembangannya, kajian tafsir di pesantren-
pesantren Jawa sedikit demi sedikit mengalami pergeseran. Hal tersebut terbukti
adanya kitab-kitab tafsir lokal yang dikaji seperti Tafsir Al-Ibriz.
Tafsir ini pada awalnya hanya dikaji oleh masyarakat pesisir utara Jawa,
tempat Bisri Musthofa lahir dan dibesarkan. Pada perjalanannya, Tafsir Al-Ibriz
dikaji dan diajarkan secara luas di majelis-majelis pengajian umum, tidak sebatas
masyarakat pesisir utara Jawa.
Salah satu teori tafsir menyatakan bahwa taghayyur al- tafsir bi taghayyur
azman wal amkan, bahwa perubahan penafsiran dipengaruhi oleh perubahan
11
Adian Husaini dan Abdurrahman al-Baghdadi, Hermeneutika dan Tafsir AlQuran, (Jakarta:
Gema Insani, 2007), hlm. 17.
13
zaman dan tempat.12
Berangkat dari pernyataan ini, maka tafsir sebagai sebuah
produk dialektika antara taks al- Qur‘an dengan konteks (realitas) sesungguhnya
selalu harus mengalami perkembangan, sesuai dengan gerak perkembangan waktu
dan tempat bahkan juga perubahan lingkungan. Jika dahulu tafsir hanya berkutat
pada pola deduktif- normatif dalam memaknai ayat, maka saat ini produk tafsir
harus sudah mampu produktif dan kreatif dalam menjawab problem sosial
keagamaan.13
Ada beberapa alasan yang membuat tafsir ini menarik untuk dikaji.
Pertama, tafsir ini memiliki karakter tersendiri menyangkut penafsirannya yang
menggunakan bahasa Jawa, yang memiliki hierarki bahasa/unggah ungguh (tata
krama, seperti bahasa Krama (halus), Krama Inggil, dan Ngoko (kasar), Madya
(biasa). Kedua, Bisri Musthofa merupakan tokoh Jawa yang memiliki kredibilitas
dalam pendidikan, juga ahli dalam penggunaan bahasa Jawa sehingga sastra Jawa
pada karya tafsirnya memperindah bahasa Jawa yang digunakan. Ketiga,
kedudukan beliau sebagai seorang kiai pesantren, birokrat, dan ulama, membuat
karyanya sangat layak dikaji dan diulas lebih dalam. Keempat, beliau juga
merupakan salah satu mufassir Indonesia, yang telah mengalami sendiri
bagaimana kultur sosial budaya yang berlangsung di Indonesia.
12
Muhamad Syahrur, Nahwa Ushul Jadidah Li al- Fiqhi al- Islami: Fiqh al- Mar‟ah, al-
Washiyyah, al- Irts, al- Qiwamah, al- Ta‟addudiyah, al- Libas. (al- Ahali li ath- Thiba‘ah wa al-
Nasyr wa al- Tauzi. Damaskus. 2000). Lihat lebih lanjut pada Abdul Mustaqim, Metode Penelitian
Al- Qur‘an Dan Tafsir, (Idea Press. Yogyakarta. 2015). Hlm. 76. 13
Lihat lebih lanjut pada, Abdul Mustaqim, Epistimologi Tafsir Kontemporer.(Yogyakarta: Lkis,
2010)
14
F. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat
deskriptif-analisis, yang akan mencoba menjawab pertanyaan di dalam rumusan
masalah berdasarkan model penelitian tematik (al- dirasah al- mawdhu‘iyyah),
yang merupakan salah satu metode penelitian al- Qur‘an. Adapun jenis riset yang
dipakai dalam penelitian ini adalah riset tematik kontekstual, yakni cara
memahami al- Qur‘an dengan mengumpulkan ayat-ayat yang setema untuk
mendapat gambaran yang utuh, holistik, dan komperehensif mengenai tema yang
dikaji, kemudian mencari makna yang relevan dan aktual untuk konteks kekinian.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi terhadap data primer
dan data sekunder. Data primer merupakan data kepustakaan berupa kitab tafsir
al- Ibriz li Ma‘rifat Tafsir al- Qur‘an al- ‗Aziz karya K.H Bisri Mustofa.
Sedangkan data sekunder merupakan bahan-bahan kepustakaan yang memiliki
kaitan langsung maupun tidak langsung dengan data primer.
Data-data yang telah terkumpul akan dianalisis yaitu dengan metode tafsir
tematik kontekstual, adapun langkah-langkah metode tematik kontekstual dengan
modifikasi seperlunya adalah sebagai berikut: Pertama, menetapkan tema yang
akan dibahas, yakni tema tentang konsep kemiskinan. Kedua, menghimpun ayat-
ayat yang berkaitan dengan tema tentang konsep kemiskinan. Ketiga, menafsirkan
ayat-ayat tersebut dengan menggunakan tafsir al- Ibriz, lalu penulis akan mencari
korelasi dari ayat-ayat yang hendak di bahas untuk menemukan akurasi makna
yang hendak dicari. Keempat, menyusun pembahasan dalam kerangka yang
sempurna sesuai dengan problem akademis dalam penelitian ini. Kelima,
15
melengkapi dengan hadits-hadits yang relevan dan penjelasan dari para ahli.
Keenam, mencermati kembali penafsiran ayat-ayat tentang kemiskinan tersebut
secara keseluruhan dan mencari pemaknaan yang relevan dan aktual untuk
konteks ke Indonesiaan terkait masalah kemiskinan, kemudian membuat
kesimpulan-kesimpulan.
G. Sistematika Penelitian
Mengacu pada metode penelitian di atas, selanjutnya untuk memudahkan
dan demi runtutnya penalaran dalam penelitian, kajian dalam penelitian ini akan
di bagi dalam tiga bagian utama, yakni pendahuluan, isi dan penutup dengan
sistematika sebagai berikut:
Bab I berisi pendahuluan yang menguraikan argumentasi seputar
signifikansi penelitian ini. Sebagai landasan awal dalam melakukan penelitian,
bab I ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
metode penelitian, kajian pustaka, kerangka teori, sistematika pembahasan.
Bab II akan membicarakan biografi tokoh yang dikaji, meliputi latar
belakang kehidupan maupun biografi intelektual termasuk karya-karya
intelektualnya. Sub bab berikutnya berbicara lebih dalam tentang karakteristik
yang terdapat dalam kitab tafsir al- Ibriz li Ma‟rifat Tafsir al- Qur‟an al- „Aziz
karya K.H Bisri Mustofa, dan juga metodologi yang digunakan oleh K.H Bisri
Mustofa dalam menyusun kitab tafsir al- Ibriz.
Bab III Pada sub bab pertama berisi tentang konsep kemiskinan dalam
perspektif konvensional, dengan mengurai beberapa pengertian dan data tentang
16
kemiskinan, sedangkan pada sub bab kedua berisi tentang konsep kemiskinan
dalam al- Qur‘an menggunakan perspektif kitab tafsir al- Ibriz.
Bab IV, pada bab ini pembahasan berisi tentang hasil analisi yang
difokuskan untuk mengurai bagaimana signifikansi dan relevansi penafsiran ayat
kemiskinan dan solusi yang ditawarkan dalam tafsir al- Ibriz terhadap
problematik kemiskinan dalam konteks ke-Indonesiaan.
Bab V merupakan bab penutup yang akan memberikan kesimpulan
terhadap hasil penelitian dan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.
17
BAB II
MENGENAL TAFSIR AL- IBRIZ
A. Biografi K.H Bisri Mustofa
KH. Bisri Musthofa dilahirkan di desa Pesawahan, Rembang, Jawa Tengah,
pada tahun 1915 dengan nama asli Masyhadi. Nama Bisri ia pilih sendiri setelah
kembali menunaikan ibadah haji di kota suci Mekah. Ia adalah putra pertama dari
empat bersaudara pasangan H. Zaenal Musthofa dengan isteri keduanya yang
bernama Hj. Khatijah. Tidak diketahui jelas silsilah kedua orangtua KH. Bisri
Musthofa ini, kecuali dari catatannya yang menyatakan bahwa kedua orangtuanya
tersebut sama-sama cucu dari Mbah Syuro, seorang tokoh yang disebut-sebut
sebagai tokoh kharismatik di Kecamatan Sarang. Namun, sayang sekali, mengenai
Mbah Syuro inipun tidak ada informasi yang pasti dari mana asal usulnya.14
Pada 17 Rajab 1354 H/Juni 1935 beliau menikahi Ma‘rufah binti K. H.
Cholil dari pernikahan ini beliau dikaruniai delapan anak, yaitu; Cholil (lahir
1941), Mustofa (lahir 1943), Adieb (lahir 1950), Faridah (lahir 1952), Najichah
(lahir 1955), Labib (lahir 1956), Nihayah dan Atikah (lahir 1964). Pada sekitar
tahun 1967, K.H. Bisri kemudian menikah lagi dengan seorang wanita asal Tegal
bernama Umi Atiyah. Dari pernikahan ini beliau dikaruniai seorang putra
bernama Maimun. Bisri Musthofa meninggal di Semarang pada 16 Februari 1977
akibat serangan jantung, tekanan darah tinggi, dan gangguan paru-paru.15
14
Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di
Indonesia (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 85. 15
Risalah NU, In Memorian: KH. Bisri Musthofa, (Semarang: PWNU Jateng, Edisi No. 2, Tahun
II 1399/1979 M), hlm. 7.
18
KH. Bisri Musthofa lahir dalam lingkungan pesantren, karena memang
ayahnya seorang kiai. Sejak umur tujuh tahun, ia belajar di sekolah Jawa ―Ongko
Loro‖ di Rembang. Di sekolah ini, Bisri tidak sampai selesai, karena ketika
hampir naik kelas dua ia terpaksa meninggalkan sekolah, tepatnya diajak oleh
orangtuanya menunaikan ibadah haji di Mekah. Rupanya, inilah masa di mana
beliau harus merasakan kesedihan mendalam karena dalam perjalanan pulang di
pelabuhan Jedah, ayahnya yang tercinta wafat setelah sebelumnya menderita sakit
di sepanjang pelaksanaan ibadah haji.16
Sejak ayahandanya wafat pada tahun 1923 merupakan babak kehidupan
baru bagi Bisri Mustofa. Sebelumnya ketika bapaknya masih hidup seluruh
tanggung jawab dan urusan-urusan serta keperluan keluarga termasuk keperluan
Bisri menjadi tanggung jawabnya. Oleh karena itu sepeninggal H. Zainal Mustofa
(bapaknya), keluarga Bisri merasakan ada perubahan yang besar dari kehidupan
sebelumnya. Sepeninggal itu, tanggung jawab keluarga termasuk Bisri berada di
tangan H. Zuhdi.17
H. Zuhdi kemudian mendaftarkan Bisri ke sekolah HIS (Hollans Inlands
School) di Rembang. Pada waktu itu di Rembang terdapat tiga macam sekolah,
yaitu:
1. Eropese School; di mana muridnya terdiri dari anak-anak priyayi tinggi,
seperti anak-anak Bupati, asisten residen dan lain-lain.
16
Saifuddin Zuhri, PPP, NU, dan MI: Gejolak Wadah Politik Islam (t.tp: Integrita Press, 1983),
hlm, 24. 17
H Zuhdi merupakan kakak tiri Bisri, anak dari pasangan H Zainal Mustofa dengan H Dakilah.
Dengan kata lain H Zuhdi dengan Bisri seayah tapi beda ibu. Lihat Achmad Zainal Huda, Mutiara
Pesantren Perjalanan Khidmah KH Bisri Mustofa, cet. I (Yogyakarta: PT. LkiS Pelangi Aksara,
2005), hlm. 9.
19
2. HIS (Hollans Inlands School); di mana muridnya terdiri dari anka-anak
pegawai negeri yang penghasilannya tetap. Uang sekolahnya sekitar Rp. 3,-
sampai Rp. 7,- .
3. Sekolah Jawa (Sekolah Ongko loro); di mana muridnya terdiri anak-anak
kampung; anak pedagang, anak tukang. Biaya sekolahnya sekitar Rp. 0,1,-
samapi Rp. 1,25,-.18
Bisri Mustofa di terima di sekolah HIS, sebab beliau diakui sebagai
keluarga Raden Sudjono, Mantri guru HIS yang bertempat tinggal di Sawahan
Rembang Jawa Tengah dan merupakan tetangga keluarga Bisri Mustofa. Akan
tetapi setelah Kyai Cholil Kasingan mengetahui bahwa Bisri Mustofa sekolah di
HIS, maka beliau langsung datang ke rumah H. Zuhdi di Sawahan dan memberi
nasehat untuk membatalkan dan mencabut dari pendaftaran masuk sekolah di
HIS. Hal ini dilakukan karena Kyai Cholil mempunyai alasan bahwa HIS adalah
sekolah milik penjajah Belanda yang dikhususkan bagi para anak pegawai negeri
yang berpenghasilan tetap. Sedangkan Bisri Mustofa sendiri hanya anak seorang
pedagang dan tidak boleh mengaku atau diakui sebagai keluarga orang lain hanya
bisa untuk belajar di sana.
Kebencian kyai Cholil dengan penjajah Belanda mempengaruhi dalam
keputusan ini. Beliau sangat khawatir kelak Bisri Mustofa nantinya memiliki
watak seperti penjajah Belanda jika beliau masuk sekolah di HIS. Selain itu kyai
Cholil juga menganggap bahwa masuk sekolah di sekolahan penjajah Belanda
adalah haram hukumnya. Kemudian Bisri Mustofa kembali melanjutkan
18
Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH Bisri Mustofa, cet.I
(Yogyakarta: PT. LkiS Pelangi Aksara, 2005), hlm. 10-11.
20
sekolahnya di sekolah ―Ongko Loro‖ sampai mendapatkan sertifikat dengan masa
pendidikan selama empat tahun. Pada usia 10 tahun (tepatnya pada tahun 1925),
Bisri melanjutkan pendidikannya ke pesantren Kajen, Rembang. Pada tahun 1930,
Bisri belajar di pesantren Kasingan (tetangga desa Pesawahan) pimpinan Kiai
Cholil.19
Pada awalnya Bisri Mustofa tidak minat belajar di Pesantren. Sehingga hasil
yang dicapai dalam awal-awal mondok di Pesantren Kasingan sangat tidak
memuaskan.20
Hal itu disebabkan oleh :
1. Kemauan belajar di Pesantren tidak ada, karena beliau merasa pelajaran
yang di ajarkan di Pesantren sangat sulit, seperti; nahwu, sorof dan lain-lain.
2. Bisri Mustofa menganggap kyai Cholil adalah sosok yang galak dan keras.
Sehingga beliau merasa takut apabila tidak dapat menghafal atau memahami
apa yang diajarkan pasti akan mendapat hukuman.
3. Kurang mendapat tanggapan yang baik dari teman-teman pondok.
4. Bekal uang Rp. 1,- setiap minggunya dirasa kurang cukup.21
Setelah tidak kerasan maka Bisri Mustofa berhenti mondok dan selalu main-
main dengan teman-teman sekampungnya. Kemudian beliau tidak mondok
beberapa bulan, maka pada permulaan tahun 1930 Bisri Mustofa diperintahkan
untuk kembali lagi ke Kasingan untuk belajar mengaji dan mondok pada kyai
Cholil. Bisri Mustofa kemudian dipasrahkan oleh ipar kyai Cholil yang bernama
Suja‘i. Di Pesantren itu, Bisri Mustofa tidak langsung mengaji kepada kyai Cholil.
19
Maslukhin, Kosmologi Budaya Jawa dalam Tafsir al- Ibriz Karya K.H Bisri Mustofa.
Mutawatir: Jurnal Keilmuan Tafsir Hadis Volume 5, Nomor 1. (Institut Keislaman Abdullah Faqih
Gresik, Indonesia. 2015), hlm. 42. 20
Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH Bisri Mustofa,... hlm. 11. 21
Ibid, hlm. 11-13.
21
Akan tetapi beliau terlebih dahulu belajar mengaji kepada Suja‘i. hal ini dilakukan
selain Bisri Mustofa belum siap mengaji langsung kepada kyai Cholil juga untuk
membuktikan kepada teman-temannya bahwa beliau akan mampu dan untuk
mempersiapkan diri nantinya mengaji secara langsung kepada kyai Cholil. Bisri
Mustofa tidak diajarkan kitab-kitab yang macam-macam, tetapi beliau hanya
diajarkan kitab Alfiyah Ibnu Malik. Sehingga setiap hari yang dipelajari hanya
satu kitab itu saja. Pada akhirnya Bisri Mustofa menjadi santri yang sangat
menguasai kitab tersebut.
Setelah selama dua tahun beliau mempelajari kitab Alfiyah maka ketika ada
pengajian kitab Alfiyah oleh kyai Cholil sendiri, maka Suja‘i mengizinkan Bisri
Mustofa untuk ikut serta dalam pengajian tersebut dan diharuskan untuk duduk
paling depan agar lebih paham serta dapat dengan cepat menjawab seluruh
pertanyaan yang diajukan oleh kyai Cholil. Setiap ada pertanyaan dari kyai Cholil,
maka Bisri Mustofa lah santri pertama yang ditanya dan dengan mudah beliau
menjawab pertanyaan. Sehingga mulai saat itu teman-teman santri mulai
memperhitungkan seorang Bisri Mustofa dan selalu menjadi tempat rujukan
teman-temannya apabila mendapat kesulitan pelajaran.22
Satu tahun kemudian Bisri Mustofa mulai ikut mengaji kitab Fathul
Mu‟in23
, beliau mempelajarinya secara sungguh-sungguh sebagai mana beliau
mempelajari Alfiyah. Setelah selesai belajar kedua kitab tersebut (Alfiyah dan
22
Ibid, hlm. 14. 23
Kitab Fathul Mu‟in adalah kitab yang membahas tentang hukum-hukum fiqih, kitab ini sangat
populer di kalangan Pesantren. Pengarang kitab ini adalah Syekh al-‗Alim al-‗allamah Zainuddin
bin ‗Abdul Aziz al-Malibari.
22
Fathul Mu‟in), maka barulah beliau mempelajari kitab-kitab yang lain, Seperti;
Fathul Wahhab, Iqna‘, Jami‘ul Jawami‘, Uqudul Juman dan lain-lain.24
Sejak tahun 1933 Bisri Mustofa sudah dipandang sebagai santri yang
memiliki kelebihan. Sehingga teman-temannya yang lain selalu menjadikan
sebagai rujukan. Pada tahun itu pula adiknya (Misbah) dimasukkan juga di
pondok Kasingan. Sehingga biaya hidup pun menjadi bertambah. Oleh H. Zuhdi
beliau diberi uang Rp. 1,75,- untuk biaya hidup dua orang. Karena merasa kurang
cukup maka Bisri Mustofa nyambi jualan kitab yang beliau ambil dari toko
kakaknya H. Zuhdi, keuntungan dari penjualan tersebut dijadikan tambahan untuk
biaya di pondok.25
Pada tahun 1932 Bisri Mustofa minta restu kepada kyai Cholil untuk pindah
ke Pesantren Termas yang diasuh oleh kyai Dimyati. Pada tahun itu kebanyakan
temen-temen Bisri Mustofa melanjutkan mengaji ke Termas, seperti Thoyib,
Fatchur Rachman dan Anwar. Permintaan tersebut tidak dikabulkan oleh sang
kyai. Bahkan kyai Cholil dengan nada lantang dan keras melarang Bisri Mustofa
untuk ke Termas. Beliau mengatakan bahwa di Kasingan pun Bisri Mustofa tidak
akan bisa menghabiskan ilmu yang diajarkan. Bisri Mustofa tidak boleh ikut-
ikutan dan meniru teman-temannya yang mau mengaji ke Termas. Kyai Cholil
tidak meridhoi Bisri Mustofa untuk pergi ke Termas. Akhirnya Bisri Mustofa
menuruti titah sang kyai dengan tidak jadi pergi ke Termas. Beliau tidak berani
melanggar titah kyai Cholil. Kemudian Bisri Mustofa tetap tinggal di Kasingan.26
24
Maslukhin, Kosmologi Budaya Jawa dalam Tafsir al- Ibriz Karya K.H Bisri Mustofa... hlm. 44. 25
Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH Bisri Mustofa,... hlm. 14. 26
Ibid., hlm. 14.
23
Akhirnya pada bulan Sya‘ban tahun 1934 Bisri Mustofa diajak oleh kyai
Cholil ke Tuban Jawa Timur. Kepergian tersebut tidak jelas dan kenapa Bisri
Mustofa diajak. Setelah sampai di Jenu, di rumah kyai Husain, kyai Cholil berkata
kepada Bisri Mustofa: ”Engkau mau tidak saya akui sebagai anak saya dunia
akhirat?”, tentu saja Bisri Mustofa langsung menjawab; “Ya mau Syaikhuna”.
Kyai Cholil terus berkata: ―Kalau begitu engkau harus patuh kepadaku”. Bisri
Mustofa pun diam sebagai tanda tidak menolak. Kemudian kyai Cholil berkata
lagi: “Engkau akan saya nikahkan dengan putri kyai Murtadho Makam Agung
Tuban. Putrinya itu ayu, manis dan bapaknya kyai Murtadho adalah seorang kyai
yang alim, beruntung engkau menjadi menantunya”. Akan tetapi Bisri Mustofa
memberanikan diri untuk menolak perintah untuk menikah itu. Beliau merasa
belum pantas untuk menikah, karena ilmu yang beliau dipelajari masih sangat
kurang. Kyai Cholil kemudian menjawab bahwa justru itu sebabnya Bisri Mustofa
akan dikawinkan dengan putri seorang kyai besar dan alim agar nantinya beliau
menjadi seorang alim juga.27
Tanpa diberikan kesempatan menjawab, Bisri Mustofa langsung diajak ke
rumah kayai Murtadho Tuban. Di tempat situ sepertinya sudah dipersiapkan
segala hal untuk menerima tamu kyai Cholil dan Bisri Mustofa yang akan
melakukan khitbah kepada kyai Murtadho. sesampai di rumah tujuan, Bisri
Mustofa merasa beruntung karena sang putri yang akan dikhitbah ternyata lari dan
bersembunyi ketika melihatnya. Hal ini yang dijadikan alasan Bisri Mustofa untuk
menolak perintah menikah. Tetapi kyai Cholil sudah melakukan perundingan
27
Ibid., hlm. 18.
24
dengan kyai Murtadho bahwa keputusan menikahkan Bisri Mustofa dengan putri
kyai Murtadho sudah bulat. Telah diputuskan juga pada tanggal 7 bulan Syawwal
tahun 1934, kyai Murtadho akan bertandang ke Rembang bersama putrinya untuk
Khitbah dan dilangsungkan dengan pernikahan.
Pada tanggal 3 Syawwal 1934 Bisri Mustofa dengan ditemani Mabrur
meninggalkan Rembang tanpa pamit kepada siapa pun. Hal ini dilakukan sebagai
bentuk penolakan dari perintah nikah. Keduanya merantau ke Demak, Sayung,
Semarang, Kaliwungu, Kendal dengan berbekal uang pas-pasan. Setiap mereka
mampir ke tempat teman atau orang tua teman, mereka diberi tambahan bekal.
Hal ini dilakukan selama satu bulan lebih. Rantauan yang paling lama mereka
tempati adalah daerah kampung Donosari Pegandon Kendal. Setelah satu bulan
lebih lamanya mereka pulang ke Rembang. Bisri Mustofa langsung menghadap
kyai Cholil dan meminta maaf atas perlakuannya tersebut. Dijabatnya tangan kyai
Cholil, tetapi tanpa sepatah kata pun yang terucap dari mulut kyai Cholil. Waktu
Bisri Mustofa mau pamit kembali, beliau pun menjabat tangan kyai Cholil. Tetapi
sang kyai masih saja berdiam diri. Seperti biasanya Bisri Mustofa mengikuti
kembali pelajaran-pelajaran di Pesantren dan dalam setiap pertemuan itu Bisri
Mustofa sama sekali tidak ditanya oleh kyai Cholil sebagai mana biasanya.28
Hal ini membuat Bisri Mustofa merasa dikucilkan oleh kyai Cholil.
Kejadian tersebut berlangsung selama setahun lebih dan berakhir dengan berita
yang menurut Bisri Mustofa sungguh di luar dugaan. Berita itu adalah keinginan
kyai Cholil untuk mengambil Bisri Mustofa sebagai menantunya. Bisri Mustofa
28
Ibid, hlm. 20.
25
akan dijodohkan dengan putrinya yang bernama Ma‘rufah. Berita tersebut beliau
dapat dari ibunya ketika beliau pulang ke rumah Sawahan. Ibunya menceritakan
bahwa kyai Cholil telah datang kepadanya dan meminta Bisri Mustofa untuk
dijadikan sebagai menantunya.
Bisri Mustofa kemudian mengalami sebuah kebingungan serta kebimbangan
mendengar berita tersebut. Akan tetapi setelah melihat Ibu dan keluarganya,
termasuk kakaknya H. Zuhdi menyetujuinya maka hati Bisri Mustofa menjadi
mantap dan setuju untuk menikah. Sehingga setelah segala sesuatunya
dipersiapkan maka pada tanggal 7 Rajab 1354 H. atau bertepatan dengan bulan
Juni 1935 dilaksanakan sebuah akad nikah antara Bisri Mustofa dengan Ma‘rufah
binti kyai Cholil. Pada waktu itu Bisri Mustofa berusia 20 tahun dan Ma‘rufah
berusia 10 tahun.
Setahun setelah menikah, Bisri berangkat lagi ke Mekah untuk menunaikan
ibadah haji bersama-sama dengan beberapa anggota keluarga dari Rembang.
Namun, seusai haji, Bisri tidak pulang ke tanah air, melainkan memilih bermukim
di Mekah dengan tujuan menuntut ilmu di sana.
Di Mekah, pendidikan yang dijalani Bisri bersifat non-formal. Ia belajar dari
satu guru ke guru lain secara langsung dan privat. Di antara guru-gurunya terdapat
ulama-ulama asal Indonesia yang telah lama mukim di Mekah. Secara
keseluruhan, guru-gurunya di Mekah adalah: (1) Shaykh Baqir, asal Yogyakarta.
Kepadanya, Bisri belajar kitab Lubb al- Usûl Umdât al-Abrâr, Tafsîr al-Kashshâf;
(2) Syeikh Umar Hamdan al- Maghribî. Kepadanya, Bisri belajar kitab hadis
Sahîh Bukhârî dan Sahîh Muslim; (3) Syeikh Alî Malîkî. Kepadanya, Bisri belajar
26
kitab al-Ashbah wa al-Nadâir dan al-Aqwâl al-Sunan al-Sittah; (4) Sayyid Amin.
Kepadanya, Bisri belajar kitab Ibn Aqîl; (5) Shaykh Hassan Massat. Kepadanya,
Bisri belajar kitab Minhaj Dzaw al-Nadar; (6) Sayid Alwi, Kepada beliau Bisri
belajar tafsir al- Qur‘an al-Jalalain; (7) KH. Abdullah Muhaimin. Kepada beliau,
Bisri belajar kitab Jam al-Jawâmi.29
Dua tahun lebih Bisri menuntut ilmu di Mekah. Bisri pulang ke Kasingan
tepatnya pada tahun 1938 atas permintaan mertuanya. Setahun kemudian,
mertuanya (Kiai Cholil) meninggal dunia. Sejak itulah Bisri menggantikan posisi
guru dan mertuanya itu sebagai pemimpin pesantren.30
Oleh karena pendudukan Jepang pondok pesantren tersebut dihanguskan,
kemudian KH. Bisri Mustofa melanjutkan estafet perjuangan gurunya dengan
mendirikan pesantren di Leteh Rembang tahun 1950 dengan nama Pesantren
Raudhatut Thalibin atau dalam terjemahan bahasa Indonesia disebut Taman
Pelajar Islam (TPI) dan berkembang pesat hingga sekarang.31
Sebagai anggota
MPRS ia ikut terlibat dalam pengangkatan Letjen Soeharto sebagai Presiden,
menggantikan Soekarno dan memimpin do‘a waktu pelantikan.32
Di tengah kesibukannya dalam mengajar di pesantren dengan menjadi
penceramah bahkan politisi. KH. Bisri Mustofa tetap menyempatkan diri untuk
menulis sehingga luangnya tidak dilewatkan begitu saja, bahkan di kereta, di bus,
dimana saja ia sempatkan untuk menulis. Banyak kitab, baik bertema berat,
maupun ringan sebagai karya tulisnya. Hal ini, bisa dilatarbelakangi salah satunya
29
Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren..., hlm. 17. 30
Ibid., hlm. 10-22. 31
Ibid., hlm. 21. 32
A. Aziz Masyhuri, 99 Kiai Kharismatik Indonesia: Biografi, Perjuangan, Ajaran, dan Doa-doa
Utama yang Diajarkan, (Yogyakarta: Kutub, 2008), cet.II, hlm. 89.
27
oleh kondisi semakin membludaknya jumlah santri, sementara pada saat itu sulit
sekali ditemukan kitab-kitab atau buku-buku pelajaran untuk para santri. Berkat
kemampuan, inisiatif dan kreatiftas yang dimilikinya, KH. Bisri Mustofa berhasil
menyusun dan mengarang buku. Selain ditujukan untuk kalangan santri sebagai
bahan pelajaran di pesantren yang dipimpinnya, karyakarya tersebut juga
ditujukan untuk kalangan masyarakat luas di pedesaan yang aktif mengaji di
surau-surau masjid di mana ia sering memberikan ceramah. Sehingga KH. Bisri
Mustofa dalam karya-karyanya menyesuaikan dengan bahasa yang digunakan
para santri dan masyarakat pedesaan, tepatnya menggunakan bahasa daerah (Jawa
pegon), dengan tulisan Arab pegon (Arab Jawa),33
di samping ada beberapa karya
yang menggunakan bahasa Indonesia.34
Adapun karya mengenai keagamaan kurang lebihnya berjumlah 176 judul.35
Di antaranya karya-karyanya yang paling terkenal adalah, Pertama, dalam bidang
Tafsir, yaitu tafsir alIbriz, yang disusun kembali dari penjelasan pengajian beliau
oleh tiga orang santri, yaitu : Munsarif, Magfur dan Safwan, disusun selama
empat tahun mulai tahun 1956-1960. Kemudian al-Iklil fi Tarjamati „Ilmi al-
Tafsir karya Syaikh Abdul Malik al-Zamzami al-Makki, ditulis pada tahun 1950,
dan Tafsir Yasin, kitab tafsir ini merupakan tafsir saku yang ditulis pada tahun
1970, Kitab al-Iksir yang berarti “pengantar ilmu tafsir”.
33
Jawa pegon adalah bahasa yang ditulis bahasa Jawa huruf Arab atau bahasa Indonesia/Latin
yang ditulis Arab. Kaedah penulisannya agak berbeda sedikit dengan bahasa Arab. Terdapat
karekteristik penulisan seperti, ditambah titik tiga huruf jim, untuk melambangkan huruf c, huruf
ya‟ dengan titik tiga melambangkan bunyi ‗ny‘. dan sebagainya. 34
A. Aziz Masyhuri, 99 Kiai Kharismatik Indonesia…., hlm. 181. 35
Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren..., hlm. 72.
28
Kedua, bidang Teologi yaitu Nazam Sullam al-Munawwaraq fi al-Mantiq,
kitab ini merupakan terjemah dari kitab al-Sullam al-Munawwaraq karya Syaikh
Abdurrahman al-Munawwaraq al-Akhdari yang ditulis pada tahun 1962,
kemudian kitab Sullam al-Afham terjemah Aqidah al-Awam karya Syaikh Ahmad
al-Marzuki, ditulis pada tahun 1966, selanjutnya kitab Durar al-Bayan fi
Tarjamati Sya‟bi al-Imam, terjemah karya Syaikh Zainuddin dan kitab Risalah
Ahl al Sunnah wa al-Jama‟ah ditulis pada tahun 1966 untuk seminar Ahl al-
Sunnah wa al-Jama‟ah.36
Ketiga, bidang Fiqh yaitu Terjemah Fath al-Mu‟in karya al-Malibary,
Tuntunan Ringkas Manasik Haji, terjemah al-Faraid al-Bahiyah karya Sayid Abi
Bakar al-Ahdaki. Keempat, bidang Bahasa Arab yaitu Kitab Al-Usyuty,
terjemahan kitab al-Imrity, dan kitab Ausatul Masalik terjemah kitab Alfiyah Ibnu
Malik, al-Nibrasyiyah tejemah al-Jurumiyyah. Kelima, bidang yang lain-lain yaitu
Primbon Imaduddin, merupakan tuntunan bagi para modin dalam menjalankan
tugas, kemudian Tahlil dan Talqin tentang tata cara tahlil. Tema-tema yang
ringanpun juga beliau tulis, seperti buku kumpulan Anekdot Kaskul, Abu Nawas,
Novel berbahasa Jawa Qahar lan Sholihah, naskah drama Nabi Yusuf lan Siti
Zulaikha, Syi‘iran Ngudi Susilo, dan lain sebagainya.37
Diluar kitab-kitab dan buku-buku tersebut, masih banyak karya-karya lain
yang berhasil ditulisnya. Dalam menulis, KH. Bisri Mustofa mempunyai
―falsafah‖ yang menarik, yakni ketika membuat sebuah karya tulis KH. Bisri
Mustofa niati dengan nyambut gawe (bekerja) untuk menafkahi keluarganya.
36
A. Aziz Masyhuri, 99 Kiai Kharismatik Indonesia …, hlm. 184. 37
Ibid., hlm. 185-186.
29
Ketika karya tersebut sudah selesai dan diserahkan ke penerbit, maka baru diniati
dengan yang mulia-mulia, seperti niatan Lillahi Ta‟ala, menyebarkan ilmu dan
sebagainya.38
Keterpengaruhan KH. Bisri Mustofa dengan keagamaan tradisional
yang ada pada dirinya memang tidak dapat dilepaskan dari corak pemikirannya.
Meskipun ia seorang yang berlatar belakang salafyyah, namun ia terkenal sebagai
seorang yang moderat. Sifat moderat tersebut yang diambil dengan menggunakan
pendekatan usul fiqih yang mengedepankan kemaslahatan dan kebaikan umat
Islam yang disesuaikan dengan situasi kondisi zaman serta masyarakatnya.39
Pemikiran KH. Bisri Mustofa bisa disebut kontekstual, pada bidang fqih,
dibuktikan mengenai masalah KB (Keluarga Berencara) tahun 1968. Pada waktu
itu sebagian ulama NU belum menerima KB, namun beliau sudah menerima KB
dengan melontarkan beberapa ide-idenya. Bahkan, ia menyusun buku yang
38
Sebagaimana dikisahkan oleh Gus Mus, salah seorang putranya, bahwa pernah suatu ketika,
beliau berbincang-bincang dengan salah seorang sahabatnya, yakni Kiai Ali Maksum Krapyak,
tentang tulis-menulis ini.‖Kalau soal kealiman, barangkali saya tidak kalah dari sampeyan, bahkan
mungkin saya lebih alim,‖kata Kiai Ali Maksum ketika itu, dengan nada kelakar, seperti
biasanya,‖Tapi mengapa sampeyan bisa begitu produktif menulis, sementara saya selalu gagal di
tengah jalan. Baru separo atau sepertiga, sudah macet tak bisa melanjutkan.‖Dengan gaya khasnya,
masih cerita Gus Mus, mbah Bisri menjawab : ―Lha soalnya sampeyan menulis lillahi Ta‘ala sih !‖
Tentu saja jawaban ini mengejutkan Kiai Ali.‖Lho Kiai menulis kok tidak lillahi Ta‘ala, lalu
dengan niat apa ?‖ Mbah Bisri menjawab : ―Kalau saya, menulis dengan niat nyambut gawe
(bekerja). Etos saya (KH. Bisri Mustofa) dalam menulis sama dengan menjahit. Lihatlah penjahit
itu, walaupun ada tamu, penjahit tidak akan berhenti menjahit. Dia menemui tamunya sambil terus
bekerja, soalnya bila dia berhenti menjahit, periuknya bisa ngguling, saya juga begitu, kalau
belum-belum, sampeyan sudah niat yang mulia-mulia, setan akan mengganggu sampeyan dan
pekerjaan sampeyan tidak akan selesai.. ―kata Mbah Bisri‖…Lha nanti kalau tulisan sudah jadi,
dan akan diserahkan kepada penerbit, baru kita niati yang mulia-mulia, linasyril ilmi atau apa.
Setan perlu kita Tipu.‖Lanjut Mbah Bisri sambil tertawa.‖Gus Mus dalam Taqdim buku Achmad
Zainal Huda, Mutiara Pesantren…, hlm. xxi-xxii. 39
Lilik Faiqoh. Tafsir Kultural Jawa: Studi Penafsiran Surat Luqman Menurut K.H. Bisri Mustofa.
Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam. Volume 10, Nomor 1, Juni 2016. (Program
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), hlm. 77-78.
30
berjudul Islam dan Keluarga Berencana, yang diterbitkan oleh BKKBN Jawa
Tengah tahun 1970.40
Bukti selain itu pandangan KH. Bisri Mustofa terhadap drumband. Pada
tahun 1965 situasi politik nasional sedang kacau balau karena terjadinya
pemberontakan G.30S PKI maka di daerah-daerah terjadi gerakan melawan PKI.
Dalam perjuangan melawan PKI banyak santri yang menabuh drumband karena
untuk semangat dan solidaritas. Kebanyakan waktu itu ulama yang menyatakan
bahwa drumband itu bid‟ah, namun KH. Bisri Mustofa membolehkan karena
untuk mengingat darah juang dan semangat seseorang untuk berjuang pada waktu
itu, selain itu juga untuk menakutnakuti lawan (PKI).41
Selain pemikirannya yang moderat, KH. Bisri Mustofa adalah seorang
ulama yang sunni yang gigih memperjuangkan konsep Ahlu al-Sunnah wa al
Jama‟ah dalam setiap aspek kehidupan manusia. Sikap yang diambil dengan
menggunakan pendekatan usul fiqih yang mengedepankan kemaslahatan dan
kebaikan umat Islam yang disuaikan dengan kebutuhan zaman dan
masyarakatnya.
Terobosan-terobosan pemikiran KH. Bisri Mustofa antara lain adalah
obsesinya ingin menjadikan konsep amar ma‟ruf nahi munkar (memerintahkan
yang baik dan melarang perbuatan keji) sejajar dengan rukun rukun Islam lainnya.
40
Buku kecil (Islam dan keluarga Berencana) tersebut ditulis dalam dua bahasa, yaitu bahasa
Indonesia dan bahasa unsur ikhtiyar (usaha) manusia itu merupakan sesuatu yang dominan
dibandingkan dengan kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan. KH. Bisri Mustofa berpendapat
bahwa kalau jatah makan sebagai setiap kepala keluarga hanya mampu untuk empat piring nasi,
maka hendaknya setiap kepala keluarga tidak menambah lagi anggota keluarganya. Penambahan
keluarga tanpa terencana berarti mengurangi jatah anggota keluarga lainnya. Lihat Achmad Zainal
Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan..., hlm. 61. 41
Ibid., hlm. 62.
31
Ia pernah mengatakan seandainya boleh menambahkan rukun Islam yang ada lima
itu, maka ia akan menambahkan rukun Islam yang keenam yaitu amar ma‟ruf
nahi munkar, konsep tersebut dimaksud menambah semangat solidaritas dan
kepedulian sosial. Jika umat Islam memiliki semangat ini maka sendirinya akan
menjalankan amar ma‟ruf nahi munkar secara benar, bagi sendiri maupun orang
lain. Pemikiran tersebut yang menjadikan obsesi terbesar sebagai pegangan setiap
lingkup tindakannya.42
Berdasarkan hal-hal di atas, bisa dikatakan bahwa corak pemikiran KH.
Bisri Mustofa dalam hal perbuatan manusia lebih condong pada Qodariyah.
Beliau tidak hanya menyerahkan sepenuhnya pada kehendak dan kekuasaan
mutlak Tuhan, melainkan ada unsur usaha manusia.43
B. Karakteristik dan Sistematika Kitab Tafsir Al- Ibriz
Tidak ada data akurat yang menyebutkan kapan sebenarnya tafsir al-Ibriz
mulai ditulis. Tetapi tafsir ini diselesaikan pada tanggal 29 Rajab 1379, bertepatan
dengan tanggal 28 Januari 1960. Menurut keterangan Ny. Ma‘rufah, tafsir al-Ibriz
selesai ditulis setelah kelahiran putrinya yang terakhir (Atikah) sekitar tahun
1964. Pada tahun ini pula, tafsir al-Ibriz untuk pertama kalinya dicetak oleh
penerbit Menara Kudus. Penerbitan tafsir ini tidak disertai perjanjian yang jelas,
apakah dengan sistem royalti atau borongan.44
Tafsir al-Ibriz dicetak tiga puluh jilid, sama dengan jumlah juz dalam al-
Qur‘an. Kalau mengandalkan bentuk cetakannya, mungkin kita bisa tertipu
42
Ibid., hlm. 63. 43
Ibid., hlm. 62. 44
Abu Rokhmad. Telaah Karakteristik Tafsir Arab Pegon al- Ibriz. (Jurnal Analisa Volume
XVIII, No. 01, Januari - Juni 2011)., hlm, 32
32
dengan tampilannya. Bentuknya agak berbeda dengan kebanyakan kitab tafsir
atau kitab kuning.45
Orang yang biasa membaca kitab tafsir boleh jadi tidak akan percaya kalau
al-Ibriz adalah kitab tafsir. Belum lagi dengan memperhatikan format halamannya
yang agak nyeleneh. Ayat al-Qur‘an yang diberi makna gandul46
Bagi pembaca
tafsir yang berlatar santri maupun non-santri, penyajian makna khas pesantren dan
unik seperti ini sangat membantu seorang pembaca saat mengenali dan memahami
makna dan fungsi kata per-kata. Hal ini sangat berbeda dengan model penyajian
yang utuh, di mana satu ayat diterjemahkan seluruhnya dan pembaca yang kurang
akrab dengan gramatika bahasa Arab sangat kesulitan jika diminta menguraikan
kedudukan dan fungsi kata perkata.
Bagian pinggirnya (biasanya disebut hâmish) disajikan kandungan al-
Qur‘an (tafsir) dengan menggunakan tulisan Arab pegon dengan bahasa Jawa
ngoko. Kadang-kadang, penafsir mengulas ayat per-ayat atau gabungan dari
beberapa ayat, tergantung dari apakah ayat itu bersambung atau berhubungan
dengan ayat ayat sebelum dan sesudahnya atau tidak.
Kadang-kadang, penafsir tidak memberikan keterangan tambahan apapun
saat menafsirkan ayat tertentu, nyaris seperti terjemahan biasa. Hal ini disebabkan
karena ayat-ayat tersebut cukup mudah dipahami, sehingga penafsir merasa tidak
perlu berpanjang-panjang kata. Berbeda jika ayat tersebut memerlukan penjelasan
cukup panjang karena kandungan maknanya tidak mudah dipahami. Tafsir dalam
45
Dalam tradisi pondok pesantren, istilah kitab kuning itu merujuk pada kitab-kitab yang ditulis
dalam bahasa Arab dan biasanya tanpa ada tanda shakl. 46
Makna yang ditulis dibawah kata perkata ayat al-Qur‘an, lengkap dengan kedudukan dan fungsi
kalimatnya, sebagai subyek, predikat atau obyek dan lain sebagainya.
33
bentuk terjemahan itu sebenarnya diakui sendiri oleh penafsirnya. Dengan
merendah, penafsir merasa hanya njawaake (menjawakan atau menerjemahkan)
dan mengumpulkan keterangan-keterangan dari beragam tempat.47
Pada ayat-ayat tertentu, penafsir merasa perlu memberikan catatan
tambahan, selain tafsirnya, dalam bentuk asbab al-nuzul sebuah ayat, penafsir
memberikan keterangan secukupnya. Kemudian adapula yang berupa faedah atau
tanbih (warning). Bentuk pertama mengindikasikan suatu dorongan atau hal
positif yang perlu dilakukan. Sedang yang kedua berupa peringatan atau hal-hal
yang seharusnya tidak disalahpahami atau dilakukan oleh manusia. Tanbih juga
kadang berisi keterangan bahwa ayat tertentu telah dihapus (mansukh) dengan
ayat yang lain. Keterangan ini tentu sangat berharga bagi pembaca awam sehingga
tidak terjebak pada pemahaman kaku ayat tertentu padahal ayat tersebut sudah
dihapus oleh ayat sesudahnya
Sistematika tafsir al-Ibriz mengikuti urutan ayat-ayatnya, dimulai dari surat
al-Fatihah sampai surat al-Nash. Setelah satu ayat ditafsirkan selesai, diikuti ayat-
ayat berikutnya sampai selesai. Namun, Apakah al-Ibriz ditulis secara kronologis
dari surat al-Fatihah sampai surat al-Nas ataukah tidak, tidak diperoleh data yang
memadai. Begitu pula dengan waktunya, apakah ditulis tanpa putus selama
bertahun-tahun ataukah putus-sambung. Kebiasaan selalu membawa alat tulis dan
kertas, ditambah banyaknya tulisan dalam bentuk terjemahan atau yang lainnya,
sangat menyulitkan keluarga dekat untuk mengetahui apakah ia sedang menyusun
tafsir atau menulis buku yang lain.
47
Abu Rokhmad. Telaah Karakteristik Tafsir Arab Pegon al- Ibriz..., hlm. 33.
34
Kemudian meskipun kitab ini dibuat dalam tiga puluh jilid, tapi penomeran
halamannya selalu bersambung pada setiap jilidnya. Halaman pertama jilid ketiga
dimulai dengan nomor 100 sebab jilid kedua selesai dengan 99 halaman, begitu
pula seterusnya sampai jilid ke tigapuluh, yang diahiri dengan nomer 2347.48
Tafsir ini memang menggunakan bahasa Jawa ngoko, walau kadang-kadang
dicampur sedikit dengan istilah Indonesia, seperti kata ―nenek moyang‖,
―pembesar‖49
, ―terpukul‖50
, atau kata ―berangkat‖ dan ―mempelajari‖51
. Padahal
kalimat tersebut tidaklah sulit ditemukan padanannya dalam bahasa Jawa.52
Secara teknis, pilihan menggunakan bahasa ngoko mungkin demi fleksibilitas dan
mudah dipahami, karena dengan cara ngoko, pembicara dan audiennya
menghilangkan jarak psikologis dalam berkomunikasi. Keduanya berdiri satu
level, sehingga tidak perlu mengusung sekian basa-basi seperti ketika
menggunakan kromo madyo atau kromo inggil.
Namun pada tingkat teoritis, pilihan bahasa Jawa ngoko adalah pilihan yang
tidak main-main, sebab lewat cara itu penulis harus mempertaruhkan wibawa
dalam mengekspresikan totalitas karyanya. Secara tidak langsung, cara itu adalah
refleksi dari tanggung jawab terhadap dunia sosial masyarakatnya, sehingga KH.
Bisri Musthofa tidak ingin terlalu unggah-ungguh (bersopan-santun) dan elitis
48
Maslukhin. Kosmologi Budaya Jawa dalam Tafsir al- Ibriz Karya K.H Bisri Mustofa...,hlm. 81. 49
Bisri Musthofa, al-Ibriz li Ma‟rifat Tafsir al-Qur‟an al- Aziz, Juz. 3 (Kudus: Maktabah wa
Matba‘ah Menara Kudus, t.th). hlm. 128. 50
Ibid., Juz. 4, hlm. 168. 51
Ibid. Juz. 11, hlm. 576. 52
Kalimat seperti itu masih mudah dicari persamaannya. Nenek-moyang bisa digantikan tedhak
turun, pembesar bisa diganti punggawa atau pengarep, terpukul bisa dengan kawon, berangkat
dengan tindhak atau jengkar dan mempelajari dengan bibinahu.
35
untuk menyampaikan maksudnya. Sederhana dan polos saja, seperti cara
berkomunikasi orang-orang biasa.
Kemudian berbicara tentang metodologi penafsiran, yang merujuk kepada
metode penafsiran al- Qur‘an yang di kemukakan oleh al- Farmawi dalam
karyanya al-Bidayah fi al-Tafsir al-Mawdu‟i: Dirasah Manhajiyah Muwdu‟iyah,
yang di dalamnya al- Farmawi membagi metode penafsiran al- Qur‘an menjadi
empat bagian yaitu; Ijmali,53
Tahlili,54
Muqarin,55
Mawdhu‟i.56
Jika melihat
klasifikasi metode penafsiran oleh al-Farmawi, al-Ibriz dapat digolongkan pada
jenis yang pertama, yaitu ijmali. Melihat al-Ibriz ditulis untuk menjelaskan
makna-makna al-Qur‘an dengan uraian singkat dan bahasa yang mudah sehingga
dapat dipahami oleh semua orang, baik yang berpengetahuan luas sampai yang
berpengetahuan sekedarnya.
53
Suatu metode analisis al- Qur‘an dengan cara mengemukakan makna global, tanpa penjelasan
panjang lebar dan terperinci tehadap ayat-ayatnya. Abd al-Hayy al-Farmawî, Metode Tafsir
Maudhu‟i dan Cara Penerapannya, terj. Rosihon Anwar (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm. 38.
Bandingkan dengan Salâh Abd al-Fattâh al-Khalidî, al-Tafsîr al-Mawdû‟î bayn al-Nazarîyah wa
al-Tatbîq (t.tp: Dâr al-Nafâ‘is, 1997), hlm. 27 54
Metode analitis merupakan metode yang bermaksud menjelaskan kandungan al- Qur‘an dari
seluruh aspeknya secara terperinci dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat al- Qur‘an
sebagaimana tercantum dalam mushaf. al-Farmâwî, Metode Tafsir, hlm. 23-24. Al-Khalidi, al-
Tafsir al Mawdu‟i, hlm. 27. 55
Metode ini didefinisikan sebagai metode pemahaman yang bersifat: [1] membandingkan antar
teks-teks al-Qur‘an, [2] membandingkan teks al-Qur‟an dengan teks hadis, dan [3]
membandingkan penafsiran seorang penafsir dengan penafsir yang lain. al-Farmawî, Metode
Tafsir , hlm. 39. 56
Secara umum, metode tematik memiliki tiga bentuk kajian, yaitu: Pertama, penafsiran
menyangkut salah satu term dalam al-Qur‘an al-mustlah al-Qur‟ani. Kedua, mengkorelasikan
sejumlah ayat dari berbagai surat yang membahas satu persoalan tertentu yang sama, lalu ayat ayat
itu ditata sedemikian rupa dan diletakkan di bawah satu topik bahasan, dan selanjutnya ditafsirkan
secara tematik. Ketiga, menganalisa surah al-Qur‘an secara utuh dan menyeluruh dengan
menjelaskan maksudnya yang umum dan spesifik, menerangkan kaitan antara berbagai persoalan
yang dimuat sehingga surah itu tampak dalam bentuknya yang utuh. Artinya, dalam proses
interpretasinya semua ayat atau kelompok ayat yang termaktub dalam satu surah diusahakan untuk
dikaitkan dengan tema pokok yang dikandung suatu surah. Mustafâ Muslim, Mabahith fî al-Tafsir
al-Mawdhu‟i, (Bairut: Dar al-Qalam, 1989),hlm. 23.
36
Namun kitab tafsir al-Ibriz juga dapat digolongkan kedalam jenis yang
kedua yaitu Tahlili, dengan alasan bahwa Makna kata per-kata disusun dengan
sistem makna gandul, sedang penjelasannya (tafsirnya) diletakkan di bagian
luarnya. Dengan cara ini, kedudukan dan fungsi kalimat dijelaskan detail,
sehingga siapapun yang membacanya akan mengetahui bahwa lafadz ini
kedudukan sebagai fi‟il, fa‟il, maf‟ul dan lain sebagainya.
Dari perspektif Yunan Yusuf, metode yang digunakan dalam tafsir al- Ibriz
adalah tafsir yang bersumber dari al- Qur‘an itu sendiri. Artinya, ayat al- Qur‘an
ditafsirkan menurut bunyi ayat tersebut—bukan ayat dengan ayat. Seperti telah
dijelaskan sebelumnya, al-Ibriz adalah tafsir yang sangat sederhana. Ayat-ayat
yang sudah jelas maksudnya, ditafsirkan mirip dengan terjemahannya. Sedang
ayat-ayat yang memerlukan penjelasan lebih dalam, diberikan keterangan
secukupnya. Kadang-kadang dijumpai tafsir berdasarkan ayat al- Qur‘an yang
lain, hadits atau bahkan ra‟yu, tetapi tidaklah dominan dan terjadi dengan makna
sangat sederhana. Sedang dari pemetaan Baidan, tafsir al- Ibriz menggunakan
metode analitis dalam kategori komponen eksternal. Artinya, penafsiran dilakukan
melalui makna kata per-kata, selanjutnya dijelaskan makna satu ayat seutuhnya.57
Dalam al-Ibriz, sulit ditemukan sumber rujukan penafsiran yang
tergolong bi al ma‟thur, bahkan cenderung tidak ada. Sehingga al-Ibriz bisa
digolongkan dalam kategori bi ra‟yi. Penafsiran al-Ibriz juga ―keluar‖ dari
kebiasaan tafsir yang berbahasa Arab, di mana ketergantungannya terhadap teks
jadi melonggar. Meski demikian, Martin van Bruinessen merasa kurang legowo,
57
Abu Rokhmad. Telaah Karakteristik Tafsir Arab Pegon al- Ibriz...,hlm. 36.
37
bahkan pesimis untuk menggolongkan kitab ini dalam jajaran kitab tafsir. Secara
sarkastis ia menilai kitab ini sebagai ―yang lebih merupakan terjemahan dari
penafsiran atas al-Qur‘an‖.58
Kemudian mengenai pendekatan dan corak yang terdapat didalam kitab
tafsir al- Ibriz sejauh penelitian penulis, pendekatan atau corak tafsir al- Ibriz
tidak memiliki kecenderungan dominan pada satu corak tertentu. Al- Ibriz
cenderung bercorak kombinasi antara fiqih, sosial-kemasyarakatan dan shufi.
Dalam arti, penafsir akan memberikan tekanan khusus pada ayat-ayat tertentu
yang bernuansa hukum, tasawuf atau sosial kemasyarakatan. Corak kombinasi
antara fiqih, sosial kemasyarakatan dan shufi ini harus diletakkan dalam artian
yang sangat sederhana.
58
Martin van Bruinessen, Kitab Kuning... hlm. 144.
38
BAB III
KAJIAN TENTANG KEMISKINAN
A. Kemiskinan Dalam Perspektif Konvensional
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata miskin memiliki arti tidak
berharta; serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah), kata kemiskinan berarti;
situasi penduduk atau sebagian penduduk yang hanya dapat memenuhi makanan,
pakaian, dan perumahan yang sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat
kehidupan yang minimum.59
Kemiskinan juga berarti; keadaan dimana terjadi ketidak mampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung,
pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat
pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan
pekerjaan.60
Pengertian kemiskinan telah berkembang sedemikian rupa seiring dengan
semakin kompleksnya faktor penyebab, indikator, maupun permasalahan lain yang
melingkupinya. Kemiskinan tidak lagi hanya dianggap sebagai dimensi ekonomi
melainkan telah meluas hingga ke dimensi sosial, kesehatan, pendidikan dan
bahkan politik.61
Terdapat dua perkara yang hampir sama ditekankan oleh Bank Dunia (2010)
dan UNDP62
(2004). Dua perkara tersebut ialah kepenggunaan dan pendapatan.
59
(http://kbbi.web.id/miskin.html) di akses pada tanggal 2 April 2017. 60
(https://id.m.wikipedia.org/wiki/kemiskinan) di akses pada tanggal 2 April 2017. 61
Tri Wahyu Hidayati, Sistem Jaring Pengaman Sosial(The Social Safety Net) Dalam Al- Qur‟an
(Kajian Sosio Historis), (Laporan Penelitian Unggulan; Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Salatiga, Salatiga, 2014), hllm.40. 62
UNDP(United Nation Development Programme), atau Badan Program Pembangunan PBB.
39
Konsep kemiskinan yang dikemukakan dari sudut kepenggunaan merujuk kepada
keperluan hak asasi manusia untuk hidup seperti ketiadaan pakaian serta tempat
tinggal yang baik, buta huruf, kekurangan makanan, kesukaran memperoleh barang
atau perkhidmatan, infrastruktur yang tidak memuaskan, ketiadaan air bersih,
kekurangan pendidikan dan komunikasi.
Kemudian, yang dimaksud fakir miskin berdasarkan UU No. 13 tahun 2011
adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau
mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau
keluarganya (pasal 1 ayat 1).
Untuk memahami kemiskinan secara konseptual terdapat dua pengertian
tentang kemiskinan, yaitu;
1. Secara kualitatif, kemiskinan adalah suatu kondisi yang didalamnya hidup
manusia tidak layak sebagai manusia,
2. Secara kuantitatif, adalah suatu keadaan dimana hidup manusia serba
kekurangan atau dengan bahasa yang tidak lazim ―tidak berharta benda‖.63
Kemudian dalam membahas kemiskinan terdapat beberapa jenis kemiskinan,
yaitu;
1. Kemiskinan absolut. Seseorang dapat dikatakan miskin jika tidak mampu
memenuhi kebutuhan minimum hidupnya untuk memelihara fisiknya agar
dapat bekerja penuh dan efisien,
63
Yohanes Mardimin, Kritis Proses Pembangunan di Indonesia.( Yogyakarta: Kanisius, 1996),
hlm. 20.
40
2. Kemiskinan relatif, Kemiskinan relatif muncul jika kondisi seseorang atau
sekelompok orang dibandingkan dengan kondisi orang lain dalam suatu
daerah,
3. Kemiskinan Struktural, Kemiskinan struktural lebih menuju kepada orang
atau sekelompok orang yang tetap miskin atau menjadi miskin karena struktur
masyarakatnya yang timpang, yang tidak menguntungkan bagi golongan yang
lemah,
4. Kemiskinan Situsional atau kemiskinan natural. Kemiskinan situsional terjadi
di daerah-daerah yang kurang menguntungkan dan oleh karenanya menjadi
miskin,
5. Kemiskinan kultural. Kemiskinan penduduk terjadi karena kultur atau budaya
masyarakatnya yang sudah turun temurun yang membuat mereka menjadi
miskin.64
Dilihat dari beberapa jenis kemiskinan yang telah dikemukakan oleh Yohanes
Mardimin sebelumnya, Sharp, et al (1996) dalam Mudrajat Kuncoro (1997)
mencoba mengidentifikasikan penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi.
Pertama, secara mikro kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pada
kepemilikan sumberdaya yang menyebabkan distribusi pendapatan yang timpang.
Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan
kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas
sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia rendah berarti
produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas
64
Ibid., hlm. 24.
41
sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib kurang beruntung,
adanya diskriminasi atau karena keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat
perbedaan akses dalam modal.
Penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan
(Vicious circle of poverty). Teori ini ditemukan oleh Ragnar Nurkse (1953), yang
mengatakan: ‖a poor country is poor because it is poor‖ (Negara miskin itu miskin
karena dia miskin). Adanya keterbelakangan, ketidak-sempurnaan pasar, dan
kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas
mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan
akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi
berakibat pada keterbelakangan. Oleh karena itu, setiap usaha untuk mengurangi
kemiskinan seharusnya diarahkan untuk memotong lingkaran dan perangkap
kemiskinan ini.65
Berikut gambar lingkaran setan kemiskinan (Vicious circle of poverty),
65
Ari Widiastuti, Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun,
2004-2008, (Skripsi Fakultas Ekonomi Uniersitas Diponegoro, Semarang, 2010), hllm. 33.
42
Gambar A.1 lingkaran setan kemiskinan (Vicious circle of poverty).66
Adapun untuk mengukur kemiskinan, Indonesia melaluli BPS menggunakan
pendekatan kebutuhan dasar (basic needs) yang dapat diukur dengan angka atau
hitungan indeks perkepala (head count index), yakni jumlah dan presentase
penduduk miskin yang berada dibawah garis kemiskinan.67
Menurut BPS, ada 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/
rumah tangga yang termasuk dalam kategori miskin. Apabila ada 9 dari 14 tersebut,
sebuah keluarga dikategorikan miskin. Adapun 14 kriteria tersebut adalah:
15. Luas lantai bangunan rumah kurang dari 8 m2
per orang
16. Jenis lantai rumah dari tanah, kayu/bambu
17. Dinsing rumah dari bambu/rumbia/kayu kualitas rendah/ tembok tanpa plester
18. Tidak memiliki fasilitas MCK yang memadai (masih numpang tetangga)
19. Penerangan rumah tidak menggunakan listrik
66
Ibid,hlm. 33. 67
Tri Wahyu Hidayati, Sistem Jaring Pengaman Sosial(The Social Safety Net) Dalam Al- Qur‟an
(Kajian Sosio Historis)... hlm. 42.
43
20. Sumber air minum dari mata air tak terlindungi seperti sungai
21. Memasak dengan kayu bakar/arang/minyak tanah
22. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam seminggu sekali
23. Hanya mampu membeli baju setahun sekali
24. Hanya mampu menyediakan makan sehari satu atau dua kali sehari
25. Tidak mampu membayar pengobatan di puskesmas atau poliklinik
26. Sember penghasilan kepala keluarga: petani (luas lahan 500m2), buruh
tani,nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan atau pekerjaan lain dengan
pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.
27. Pendidikan tertinggi kepala keluarga adalah: tidak sekolah atau hanya SD
28. Tidak memiliki tabungan/barang berharga yang mudah dijual minimal Rp.
500.000,-.68
Fenomena kemiskinan memang sangatlah kasat mata sebagai realitas
berlapis-lapis yang terus menjerit-jerit, crying poverty. Kadar kemiskinan tidak lagi
sekedar masalah kekurangan makanan, tetapi bagi warga masyarakat tertentu
bahkan sudah mencapai tahap ekstrem sampai level kehabisan dan ketiadaan
makanan. Tidak sedikit orang terkapar karena tidak tahan menderita kelaparan dan
kekurangan gizi yang membuka jalan lebih cepat kearah kematian dini. Inilah
proses kematian secara pelan-pelan tetapi kejam.
Hal yang memperparah adanya kemiskinan pada suatu penduduk masyarakat
ialah langgeng budaya kemiskinan (kemiskinan kultural), budaya kemiskinan ini
mempunyai dampak yang sangat besar bagi penduduk masyarakat. budaya
68
Tri Wahyu Hidayati, “Sistem Jaring Pengaman Sosial(The Social Safety Net) Dalam Al- Qur’an (Kajian Sosio Historis)... hlm. 44-45.
44
kemiskinan merupakan suatu adaptasi atau penyesuaian dan reaksi kaum miskin
terhadap kedudukan marginal mereka dalam masyarakat yang berstrata kelas,
sangat individualistis berciri kapitalisme. Sehingga yang mempunyai kemungkinan
besar untuk memiliki kebudayaan kemiskinan adalah kelompok masyarakat yang
berstrata rendah, mengalami perubahan sosial yang drastis. Adapun dampak yang
terjadi akibat kemiskinan ialah:
1. Kurang efektifnya partisipasi dan integrasi kaum miskin kedalam lembaga-
lembaga utama masarakat, yang berakibat munculnya rasa ketakutan,
kecurigan tinggi, apatis dan perpecahan.
2. Pada tingkat komunitas local secara fisik ditemui rumah-rumah dan
pemukiman kumuh, penuh sesak, bergerombol, dan rendahnya tingkat
organisasi diluar keluarga inti dan keluarga luas.
3. Pada tingkat keluarga ditandai oleh masa kanak-kanak yang singkat dan
kurang pengasuhan oleh orang tua, cepat dewasa, atau perkawinan usia dini,
tingginya angka perpisahan keluarga, dan kecenderungan terbentuknya
keluarga matrilineal dan dominannya peran sanak keluarga ibu pada anak-
anaknya.
4. Pada tingkat individu dengan ciri yang menonjol adalah kuatnya perasaan
tidak berharga, tidak berdaya, ketergantungan yang tinggi dan rasa rendah
diri.
5. Tingginya tingkat kesengsaraan, karena beratnya penderitaan ibu, lemahnya
struktur pribadi, kurangnya kendali diri dan dorongan nafsu, kuatnya orientasi
masa kini, dan kekurang sabaran dalam hal menunda keinginan dan rencana
45
masa depan, perasaan pasrah/tidak berguna, tingginya anggapan terhadap
keunggulan lelaki, dan berbagai jenis penyakit kejiwaan lainnya.
6. Kemiskinan juga membentuk orientasi yang sempit dari kelompoknya,
mereka hanya mengetahui kesulitan-kesulitan, kondisi setempat, lingkungan
tetangga dan cara hidup mereka sendiri saja, tidak adanya kesadaran kelas
walau mereka sangat sensitif terhadap perbedaan-perbedaan status.69
Karena berbagai kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan para warga
kelompok tersebut dirasakan sebagai suatu hal yang biasa (sebagai fenomena biasa
dalam kehidupan keseharian mereka). Pada kondisi seperti itu tidak ada yang diacu
untuk bersaing, sehingga diantara mereka tidak ada perasaan saling berbeda, yang
dapat menimbulkan perasaan malu. Dalam keadaan demikian, maka kemiskinan
terwujud kedalam berbagai cara mereka memenuhi kebutuhan mereka untuk dapat
hidup. Di kalangan masyarakat/kelompok yang berada dalam kondisi miskin seperti
itu, berkembang suatu pedoman bagi kehidupan mereka yang diyakini kebenaran
dan kegunaannya yang dilandasi oleh kemiskinan yang mereka derita bersama.
Pedoman atau kiat-kiat untuk menghadapi fenomena miskin seperti itu kemudian
melahirkan model-model adaptasi mereka menghadapi kemiskinan.
Problematika kemiskinan ini menjadi masalah yang sangat krusial baik bagi
bangsa dan negara, maupun bagi individu yang menderita akibat kemiskinan itu
sendiri. Berbagai kebijakan untuk mengentaskan kemiskinan khususnya di
Indonesia sudah dibuat disetiap masa pemerintahan, namun kebijakan-kebijakan
69
Astika, KS. Budaya Kemiskinan di Masyarakat: Tinjauan Kondisi Kemiskinan dan Kesadaran
Budaya Miskin di Masyarakat: Jurnal Ilmiah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. (Universitas
Pendidikan Indonesia. Bandung). Hlm. 20.
46
pemerintah tersebut dirasa belum dapat menghasilkan perbedaan yang signifikan
terhadap masalah ini.
B. Kemiskinan Dalam Perspektif Kitab Tafsir Al- Ibriz
Kata miskin berasal dari bahasa Arab yang asal katanya adalah ―sakana‖
yang berarti diam atau tenang,70
atau berarti juga lawan dari goncangan dan gerak,
atau diamnya sesuatu setelah bergerak: bertempat tinggal.71
Kata sakana yaskunu
jika dihubungkan dengan al- dar berarti mendiami atau menempati. isim fa‟il dari
sakana adalah sakinun yang jamaknya adalah sukkanun dapat berarti yang tenang,
yang diam, atau penduduk.
Adapun kata-kata yang sepadan dengan kata miskin dalam bahasa Arab ialah:
al- ba‟sa‟, al- sa‟il, al- „ailah, al- faqr, al- qani‟ dan al- imlaq.
Kata al-ba'sa' adalah merupakan isim jamak yang mufradnya adalah al-bu's.72
kata al-bu's adalah bentuk isim mashdar berasal dari huruf ba', hamzah dan sin
berarti kesulitan, sedang al-bu's berarti kesulitan dalam kehidupan.73
Al-Raghib al-
Ashfahani menjelaskan bahwa kata al-bu's, al- ba'is dan al-ba'sa' semua berarti
kesulitan dan sesuatu yang dibenci; namun kata al-bu's lebih banyak digunakan
dalam kefakiran dan peperangan dan al-ba'sa' lebih banyak digunakan dalam
kekalahan.74
70
Ahmad Warson Munawwir, Al- Munawwir, (Yogyakarta. Tp. Tt.), Hlm. 689 71
Abu Husain Ahmad bin Faris bin Zakaria. Mu‟jam Maqayis al- Lughah. Juz 3 (Beirut; Dar al-
Kutub al- Ilmiah. 1999). Hlm. 88. 72
Ahmad Warson Munawwir, Al- Munawwir... hlm. 58. 73
Abu Husain Ahmad bin Faris bin Zakaria. Mu‟jam Maqayis al- Lughah. Juz 1... hlm. 328. 74
Al-Raghib al-Ashfahani. Mufradat Alfazh al-Qur'an, (Beirut: al-Dar al-Syamiyah. 1992). hlm.
153.
47
Kata al-sa'il adalah bentuk isim fa'il berasa dari huruf sin, hamzah dan lam
berarti mencari, meminta, menghendaki dan mengemis.75
Menurut Al-Raghib al-
Ashfahani sa'ala berarti menginginkan pengetahuan tentang harta atau sesuatu yang
menghasilkan harta. 76
Kata al- dha‟if merupakan isim shifah musyabbahah yang berasal dari huruf
dhad, 'ain, dan fa' berarti lawan dari kuat,77
atau dengan kata lain berarti lemah.
Kelemahan ini bisa pada jiwa, badan dan keadaan.78
Kata al- „ailah adalah bentuk isim mashdar berasal dari huruf „ain, ya', dan
lam berarti mengalami kemiskinan dan membutuhkan,79
karena orang yang miskin
membutuhkan bantuan di luar dirinya.
al-faqr adaIah bentuk i'sim mashdar berasal dari huruf fa‟, qaf, dan ra' berarti
hilangnya sesuatu dari anggota badan dan anggota lainnya. Kata itu digunakan
untuk orang fakir, karena seakan-akan orang fakir itu tulang belakangnya retak
disebabkan kerendahan dan kemiskinan.80
Jadi orang fakir di sini adalah orang yang
kekurangan harta diumpamakan anggota badannya ada yang hilang atau lepas
karena kesengsaraannya.81
Kata al-qani' adalah isim fa'il berasal dari huruf qaf, nun, dan 'ain mempunyai
dua arti dasar, pertama menuju pada sesuatu, dan kedua perputaran dalam sesuatu,
sedang kata qana'a dapat berarti sa‟ala atau meminta.82
Menurut Al-Raghib al-
75
Luwis Ma'luf, al-Munjid, (Beirut: Dar al-Masyriq. 1986). Hlm. 316. 76
Al-Raghib al-Ashfahani. Mufradat Alfazh al-Qur'an... hlm. 437. 77
Abu Husain Ahmad bin Faris bin Zakaria. Mu‟jam Maqayis al- Lughah. Juz 3... hlm. 362. 78
Al-Raghib al-Ashfahani. Mufradat Alfazh al-Qur'an... hlm. 507. 79
Abu Husain Ahmad bin Faris bin Zakaria. Mu‟jam Maqayis al- Lughah. Juz 4... hlm. 198. 80
Ibid. hlm. 443. 81
Budiharjo. Kemiskinan Dalam Perspektif Al- Qur‟an. (Hermenia Jurnal Kajian Islam
Interdesipliner, vol. 6, no. 2 Juli – Desember 2007)., hlm. 283. 82
Abu Husain Ahmad bin Faris bin Zakaria. Mu‟jam Maqayis al- Lughah. Juz 5... hlm. 32.
48
Ashfahani al-qani' adalah peminta yang tidak mendesak dan merasa ridha dengan
apa yang diperolehnya. Sedangkan menurut Budiharjo al-qdni 'adalah orang yang
tidak mampu, namun ia mencukupkan apa yang diperolehnya tanpa suka meminta-
minta.
Kata al-imlaq adalah isim mashdar dari amlaqa. Kata itu berasal
dari malaqa berarti ketiadaan sesuatu dan lemas.83
Ma'luf mengartikan amlaqa
dengan menafkahkan hartanya sehingga menjadi miskin.84
Jadi imlaq maksudnya
adalah kemiskinan harta dikarenakan yang dibelanjakan melebihi kemampuan yang
didapat.85
Kata miskiin dalam al- Qur‘an ditemukan dengan berbagai macam bentuk.
Kata al- miskiin disebut 8 kali, yaitu pada; Al- Isra‘: 26, Ar- Rum: 38, Al-
Mutdatstsir: 44, Al- Baqarah: 184, Al- Haqqah: 34, Al- Fajr: 18, Al- Ma‘un: 3, Al-
Qalam: 24.
Sedangkan kata miskiinan ditemukan dalam tiga tempat yaitu pada; Al-
Mujadilah: 4, Al- Insan: 8, Al- Balad: 16. 86
bentuk jamak miskiin adalah
masaakiin, terdapat dalam 12 tempat, yaitu; Al- Baqarah: 177, Al- Maidah: 89 &
95, Al- Kahfi: 79, An- Nur: 22, Al- Baqarah: 83 & 215, An- Nisa: 36, Al- Anfal:
41, At- Taubah: 60, Al- Hasr: 7, An- Nisa: 8.87
Kata miskiin dalam bahasa Arab
hampir bersamaan artinya dengan al- baais al- faqiir dalam surat Al- Hajj: 28, al-
fuqaraa‟ dalam surat At- Taubah: 60, al- qaani dalam Al- Hajj: 36, dan al- imlaaq
dalam surat Al- Isra‘: 31. Penggunaan kata miskiin dan sinonimnya dapat dilihat
83
Ibid, hlm. 351. 84
Luwis Ma'luf, al-Munjid... hlm. 774. 85
Budiharjo. Kemiskinan Dalam Perspektif Al- Qur‟an... hlm. 284. 86
Ali Audah. Konkordansi Qur‟an, (Bogor: Litera Antar Nusa. 1996), hlm. 410. 87
Ibid.
49
dalam ayat-ayat berikut yang disertai juga dengan tafsir bahasa Jawa dalam kitab
tafsir al- Ibriz;
1. Al- Isra’ ayat 26
ٱىلربذاوءات صهيوۥحلذ وٱل بيوٱب رتتذيراٱلصذ ٢٦ولتتذDan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada
orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.(QS Al- Isra‟: 26)
Surat Al- Isra‘ merupakan surat ke 17 dalam al- Qur‘an, terdiri dari
111 ayat. Surat ini digolongkan kedalam surat Makkiyah, sebab seluruh
ayatnya turun di Makkah, kecuali ayat 26, 32, 33, 57, 73, 74, 78, 77, 78, 79,
dan ayat 80, sebab ayat-ayat tersebut digolongkan dalam ayat Madaniyah.
Dalam tafsir al- Ibriz, ayat ini ditafsirkan sebagai berikut;
―Wong-wong kang anduweni hubungan famili, wenehono hak-hakke,
koyo nafkah, shodaqoh, utowo liyane. Lan ugo wong-wong miskin, lan
onok dalan. Lan siro ojo tabdziyr ceh-ceh duit kanggo infaq kang
tanpa guna.‖88
Maksudnya adalah bahwa, kita di anjurkan untuk menunaikan hak-hak
atas kerabat, kepada orang-orang miskin, dan kepada orang sedang dalam
perjalanan untuk mencari ridha Allah, dan melarang untuk berbuat boros
atas harta yang diberikan oleh Allah untuk dibelanjakan dengan tanpa
manfaat dan tanpa memperhatikan kesusahan orang disekitar.
Dalam keterangan awal, ayat ini merupakan salah satu ayat
Madaniyah yang terdapat didalam surat Al- Isra‘, dalam pembahsan
Makiyah dan Madaniyah terdapat 3 pendapat dalam menggolongkan ayat
kedalam golongan ayat Makiyah atau Madaniyah.
88
Bisri Musthofa, al-Ibriz li Ma‟rifat Tafsir al-Qur‟an al- Aziz, Juz 15...hlm. 840.
50
Pertama, penggolongan menurut waktu turunnya ayat atau surat. Ayat
atau surat yang tergolong Makiyah ialah yang diturunkan di Makkah
sebelum Rasulullah berhijrah. Sedangkan ayat dan surat yang tergolong
Madaniyah ialah ayat dan surat yang turun setelah Rasulullah berhijrah dari
Makkah ke Madinah, walaupun ayat atau surat tersebut turun di Makkah
ataupun ditempat lainnya.89
Kedua, penggolongan menurut objek yang diajak bicara. Ayat atau
surat yang menyeru kepada penduduk Makkah ialah Makiyah. Sedangkan
ayat atau surat yang menyeru kepada penduduk Madinah ialah
Madaniyah.90
Ketiga, penggolongan menurut tempat turunnya ayat atau surat. Ayat
atau surat yang tergolong Makiyah ialah ayat atau surat yang turun di
Makkah, baik sebelum hijrah maupun sesudah hijrah. Sedangkan ayat atau
surat yang tergolong kedalam Madaniyah ialah ayat atau surat yang turun di
Madinah.91
Dari ketiga pendapat diatas, yang paling mahsyur digunakan ialah
pendapat yang ketiga. Adapun ciri dari dari ayat atau surat makiyah ialah:
(1) Dimulai dengan nida‟ (panggilan): ya ayyuhaa an- nas dan selain ya
ayyuha al- ladzina amanu. (2) Didalamnya terdapat lafadz ―kalla”, lafadz
tersebut terdapat dalam al- Qur‘an sebanyak 33 kali dalam 25 surat dibagian
akhir Mushaf Utsmani. (3) Didalamnya terdapat ayat-ayat “sajadah”,
89
Musa Ibrahim al Ibrahim, Bakhus Minhajiyah fi Ulumil Qur’an al- Karim, (t.tp. Dar ‘Amar. 1996)., hlm. 39 90
Ibid. 91
Ibid.
51
didalam al- Qur‘an terdapat 15 ayat sajdah. (4) Di permulaannya terdapat
huruf-huruf muqhotho‟ah (huruf yang terpotong-potong) kecuali al-
Baqarah dan Ali- Imran. (5) Didalamnya terdapat cerita-cerita para Nabi dan
umat-umat terdahulu,selain surat al- Baqarah dan al- Maidah. (6)
Didalamnya dijelaskan tentang tauhid kepada Allah SWT. (7) Didalamnya
berisi ajaran prinsip-prinsip ahlak yang mulia. (8) Berisi nasihat, petunjuk,
dan pengibaratan. (9) Didalamnya terdapat aqsam (sumpah). (10)
Kebanyakan ayatnya pendek karena menggunakan bentuk ijaz (singkat
padat).92
Sedangkan ciri-ciri dari ayat atau surat madaniyah ialah: (1) Berisi
tentang ijin jihad fi sabilillah dan hukum-hukumnya. (2) Berisi keterangan
tentang orang-orang munafik beserta sifat-sifatnya. (3) Berisi hukum-hukum
kemasyarakatan dan kenegaraan. (4) Berisi seruan kepada ahlul kitab dan
penjelasan terhadap akidah-akidah mereka yang menyimpang. (5)
Kebanyakan ayat atau suratnya panjang karena ditujukan kepada penduduk
madinah. (6) Berisi hukum muamalah. (7) Berisi hukum faraid (waris-
mewaris). (8) Berisi hukum hudud (pidana).93
2. Ar- Rum: 38
اتف ٱىلربذا صهيوۥحلذ وٱل بيو ٱب ٱلصذ ي ىلذ خي لم ذ هيريدونوج ٱللذ ولهم
فيحنوأ ٣٨ٱل
Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian
(pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah
92
Bisri Musthofa, al-Ibriz li Ma’rifat Tafsir al-Qur’an al- Aziz, Juz 15...hlm. 39-40 93
Ibid., hlm. 40-42
52
yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan
mereka itulah orang-orang beruntung.(QS Ar- Rum: 38)
Surat Ar- Rum termasuk kedalam golongan surat makiyah, yang
terdiri dari 60 ayat, kecuali ayat ke 17 yang merupakan ayat madaniyah.
Dalam tafsir al- Ibriz, ayat ini ditafsirkan sebagai berikut:
“Mulo siro menehono wong-wong kang anduweni sambungan sanak
(wenehono) hak-hakke sanak –(ya iku mbeciki lan silaturrohim)- lan
ugo wong-wong miskin lan wong-wong musafir- (weneihono
shodaqoh sak murwate): mengkono kuwi – bagus tumerep wong-wong
kang podo karep ganjarane Allah ta‟ala – lan iyo wong-wong kang
mengkono iku wong-wong kang bejo kemayangan.”94
Maksudnya adalah bahwa hak atas sanak famili, tetangga, orang-orang
miskin dan musafir ialah berlaku baik atas mereka dan menyambung
silaturrohim atas mereka serta berikanlah kepada mereka shodaqoh
semampunya, dan orang-orang yang berlaku demikian adalah orang-orang
yang akan mendapat ganjaran dan keberuntungan dari Allah swt.
3. Al- Muddatsir: 44
مجػػ صهيول ٤٤ٱل
dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin.(QS Al- Muddatsir: 44)
Surat Al- Mudatsir terdiri dari 56 ayat dan tergolong kedalam surat
makiyah. Diturunkan sesudah surat Al- Muzammil. Dinamai Al- Mudatsir
(orang yang berkemul) diambil dari perkataan Al- Muddatsir yang terdapat
pada ayat pertama surat ini. Dalam tafsir al- Ibriz surat ini ditafsirkan sebagai
berikut:
94
Ibid, Juz 21., hlm, 1393.
53
“Lan ingsun ora tau meneihi mangan wong-wong miskin.”95
Maksudnya adalah bahwa ayat ini berisi tentang keterangan salah satu
perbuatan yang mengakibatkan seseorang masuk kedalam neraka, yaitu: tidak
memberi makan kepada orang-orang miskin. Adapun perbuatan apa saja yang
mengakibatkan seseorang akan masuk neraka yang dijelaskan didalam surat
Al- Muddatsir ialah karena semasa hidupnya ia tidak mengerjakan sholat,
tidak memberi makan kepada orang-orang miskin, dan orang-orang yang suka
membicarakan hal-hal yang bathil, tidak mempercayai adanya hari akhir
sampai kematian datang. Keterangan tersebut terdapat dalam surat Al-
Muddatsir pada ayat 42 sampai dengan ayat 47.
4. Al- Haqqah: 34
غػامول لع صهييض ٣٤ٱلDan juga dia tidak mendorong (orang lain) untuk memberi makan orang
miskin (QS Al- Haqqah: 34)
Surat ini terdiri atas 52 ayat, termasuk golongan surat-surat Makiyah,
diturunkan sesudah surat Al- Mulk. Nama Al- Haaqqah diambil dari kata
Al- Haaqqah yang terdapat pada ayat pertama surat ini yang artinya hari
kiamat. Dalam tafsir al- Ibriz ayat ini ditafsirkan sebagai berikut:
“Lan ora nganjurake awake dewe lan ugo ora nganjurake wong liyo,
tumerep aweh mangan marang wong miskin.”96
Jika di artikan kedalam bahasa Indonesia maka akan berbunyi ―dan
tidak menganjurkan kepada diri sendiri dan juga tidak menganjurkan kepada
orang lain untuk memberikan makan kepada orang miskin‖. Ayat ini tidak
95
Ibid, Juz 29, hlm, 2174. 96
Ibid., hlm, 2131.
54
dapat berdiri sendiri, maka untuk mencari makna apa yang terkandung
haruslah melihat kepada ayat sebelum dan sesudahnya.
Dilihat dari ayat sebelum dan sesudahnya, ayat ini menjelaskan salah
satu ciri orang yang mendapatkan hisab melalui tangan kirinya, dan hal itu
merupakan sesuatu yang sangatlah buruk. Menurut surat ini orang yang
mendapat hisab melalui tangan kirinya ialah orang yang pada semasa
hidupnya ia tidak beriman kepada Allah SWT, dan tidak menganjurkan
kepada diri sendiri maupun orang lain untuk memberi makan kepada orang
miskin.
Adapun keadaan yang digambarkan orang-orang yang melakukan hal
tersebut didalam neraka ialah, akan dibelenggu tangannya ke lehernya,97
kemudian ia akan dimasukkan kedalam api neraka yang menyala-nyala,98
kemudian ia akan dibelit dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta,99
dan didalam neraka ia tidak akan mempunyai seorang temanpun pada hari
itu,100
dan tiada pula makanan baginya selain dari darah dan nanah.101
5. Al- Fajr: 18
غػام نلع صهيولححظ ١٨ٱلDan kamu tidak pernah mengajak memberi makan oran miskin.(QS Al-
Fajr:18)
Surat ini terdiri atas 30 ayat, termasuk golongan surat-surat Makiyyah,
diturunkan sesudah surat Al- Lail. Nama Al- Fajr diambil dari kata Al- Fajr
97
QS Al- Haqqah: 30 98
QS Al- Haqqah: 31 99
QS Al- Haqqah: 32 100
QS Al- Haqqah: 35 101
QS Al- Haqqah: 36
55
yang terdapat pada ayat pertama surat ini yang artinya fajar. Dalam tafsir al-
Ibriz ayat ini ditafsirkan sebagai berikut:
“Mbok iyo ojo ngono ! (jeneng dimulyaake iku sejatine wong kang
keparingan biso taat. Lan kang jeneng di ino iku wong-wong ahli
ma‟siyat). Nanging wong-wong kafir makkah ora podo nggubris balik
malah ora podo mbeciki marang anak-anak yatim, ora podo
nganjurake awake dewe lan wong liyo supoyo aweh mangan wong-
wong miskin, kelakuane podo doyan mangan warisan kanti serakah (yo
iku mangan bondo warisan kang mestine tibo wong-wong wadon lan
bocah-bocah) lan podo demen bondo kelawan demen kang kebangeten
(nganthi ora gelem infaq babar pisan).”102
Jika di artikan kedalam bahasa Indonesia berarti: ―janganlah seperti itu !
yang dimuliakan itu sesungguhnya ialah orang yang mampu taat, dan yang
dihina itu adalah orang-orang yang membuat kerusakan/bermaksiat. Namun,
orang-orang kafir Makah tidak menggubris, dan tidak berbuat baik kepada
anak-anak yatim, tidak saling menganjurkan diri sendiri dan orang lain
supaya memberi makan kepada orang-orang miskin, mereka senang memakan
harta warisan dengan serakah, yaitu memakan harta warisan yang seharusnya
diberikan kepada para perempuan dan anak-anak kecil, dan mereka senang
kepada harta dengan berlebihan, sehingga tidak mau berinfaq sama sekali.
Ayat ini mengandung hikmah tentang bagaimana kekayaan dan
kemiskinan merupakan ujian dari Allah SWT, dan pada ayat ini K.H Bisri
Mustofa menjelaskan tentang kemuliaan seorang hamba kepada Allah SWT,
dan juga kehinaan dari Allah, sebab ia tidak taat kepada Allah.
6. Al- Ma’un: 3
غػام لع صهيوليض ٣ٱل 102
Bisri Musthofa, al-Ibriz li Ma‟rifat Tafsir al-Qur‟an al- Aziz, Juz 30., hlm, 2235.
56
Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.(QS Al- Ma‟un: 3)
Surat ini terdiri dari 7 ayat, diturunkan sesudah surat At- Takatsur.
Nama Al- Ma'un diambil dari kata Al- Ma'un yang terdapat pada ayat 7,
artinya barang-barang yang berguna. Surat ini dalam beberapa keterangan
digolongkan kedalam surat makiyah namun, pada kitab tafsir al- Ibriz
diawal surat disebutkan bahwa,
―surat Al- Ma‟un iku sebagian surat makiyah, sebagian madaniyah‖,
Artinya bahwa surat Al- Ma‘un itu sebagian surat makiyah, sebagian
madaniyah. Namun, disana tidak terdapat keterangan bahwa ayat mana
saja yang merupakan ayat makiyah ataupun ayat madaniyah.
Dalam tafsir al- Ibriz ayat ini ditafsirkan sebagai berikut:
“Opo siro weruh wong kang anggorohake agomo? Anggorohake onone
hisab lan wewales? Yen ora weruh iyo iku lho, wong kang nolak
kanthi kasar marang anak yatim kang anjaluk bondone dewe, lan ora
gelem nganjurake aweh mangan wong miskin.”103
Maksudnya adalah bahwa dalam penafsirannya terdapat keterangan
yang menyebutkan tentang orang-orang yang mendustakan agama, dan
mendustai adanya hari hisab dan hari pembalasan ialah orang-orang yang
menolak dengan kasar kepada anak yatim yang meminta hartanya, dan tidak
menganjurkan memberi makan kepada orang miskin.
Adapun asbab an- nuzul dari ayat ini disebutakan dalam penafsiran
dengan label faidah. Ayat ini turun karena Abu Jahal, pada saat itu menjadi
berkuasa, ia menguasai harta dari anak yatim. Ketika anak yatim tersebut
sudah dewasa dan meminta haknya berupa harta dari Abu Jahal, tetapi Abu
103
Ibid., hlm. 2262-2263.
57
Jahal tidak mau memberikan hak anak yatim tersebut, dan Abu jahal
menghardiknya dengan kasar.104
Maksud dari surat Al- Muddatsir ayat 44, Al- Haqqah ayat 34, Al-
Fajr ayat 18 dan Al- Maa‘uun ayat 3 sangatlah senada. Dalam ayat-ayat ini
kita dianjurkan untuk mempunyai kesadaran diri untuk berlaku baik
terhadap orang-orang miskin dan anak yatim dan juga dianjurkan untuk
saling nasihat-menasihati untuk memberi makan kepada orang-orang miskin
dan para anak yatim.
7. Al- Qalam: 24
ناأ ذ يدخي ملذ ٱل صهي ٢٤غييس
Pada hari ini janganlah ada seorang miskinpun masuk ke dalam
kebunmu.(QS Al- Qalam: 24)
Surat ini terdiri atas 52 ayat, diturunkan sesudah surat Al Alaq. Nama
Al- Qalam diambil dari kata Al- Qalam yang terdapat pada ayat pertama surat
ini yang artinya pena. Surat ini dinamai pula dengan surat Nun (huruf nun)
karena pada ayat pertama dimulai dengan huruf Nun. Surat ini digolongkan
kedalam surat makiyah, namu ada sebagian ayatnya yang digolongkan dalam
ayat-ayat madaniyah, diantaranya adalah ayat 17 sampai dengan ayat 23 dan
ayat 48 sampai dengan ayat 50.105
Ayat ini tidak dapat berdiri sendiri sebab, ayat ini merupakan bagian
dari sebuah cerita tentang bagaimana Allah SWT menimpakan musibah adzab
kepada orang-orang kafir Makkah, yang merupakan para pemilik kebun yang
104
Ibid. 105
Ibid., Juz 29., hlm. 2114.
58
enggan menyisihkan hasil kebunnya untuk diberikan kepada orang-orang
miskin. Awal dari kisah ini diawali dengan ayat ke 17 sampai dengan ayat 33.
Didalam kisah tersebut, diceritakan bagaimana para pemilik kebun yang
enggan menyisihkan hartanya untuk diberikan kepada orang-orang miskin,
telah Allah timpakan kepada mereka suatu adzab yang dari adzab tersebut
mereka menjadi sadar bahwa mereka telah melakukan kesesatan. Adzab itu
berupa hangusnya perkebunan mereka hingga menjadi menghitam dan tidak
dapat dipetik hasilnya, dan Allah juga menjelaskan bahwa, adzab tersebut
adalah adzab yang tiada bandingannya dengan adzab di akhirat kelak.
8. Al- Baqarah: 184
ا يذاسأ كن ذ ػدودت يذامذ
أ ة ـػدذ شفر
لع وأ ريظا ذ
ولع خرأ ي ٱلذ ۥيػيل ذ ا عخي ذ تػ ذ غػاممصهي ـديث
لذ خي ۥ إننخ ىذس اخي نحصمن وأ ١٨٤تػي
Dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada
yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah
baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang
lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka
tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.
Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka
itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika
mengetahui.(QS Al- Baqarah: 184)
Surat Al- Baqarah yang terdiri dari 286 ayat itu turun di Madinah,
yang sebahagian besar diturunkan pada permulaan tahun Hijrah, kecuali
ayat 281 diturunkan di Mina pada Hajji wadaa' (hajji Nabi Muhammad
s.a.w. yang terakhir). Seluruh ayat dari surat Al- Baqarah termasuk
golongan madaniyah, merupakan surat yang terpanjang di antara surat-surat
dalam al- Quran, dan di dalamnya terdapat pula ayat yang terpanjang (ayat
59
282). Surat ini dinamai Al- Baqarah karena di dalamnya disebutkan kisah
penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil
(ayat 67 sampai dengan 74), dimana dijelaskan watak orang Yahudi pada
umumnya. Dinamai Fusthaatul-Quran (puncak al- Quran) karena memuat
beberapa hukum yang tidak disebutkan dalam surat yang lain. Dinamai juga
surat alif-laam-miim karena surat ini dimulai dengan Alif-laam-miim.
Dalam ayat ini dijelaskan tentang pada kondisi apa saja diperbolehkan
berbuka atau tidak berpuasa pada bulan ramadhan dan juga pengganti dari
puasa tersebut yang harus dilaksanakan. Dalam tafsir al- Ibriz, ayat ini
ditafsirkan sebagai berikut;
Seseorang diperbolehkan tidak berpuasa apabila dalam keadaan sakit,
dalam perjalanan, dan berusia tua. Pengganti tersebut ialah harus mengganti
(qodho) pada hari yang lain. Jika orang tersebut sangatlah tua, dan tidak
mampu untuk melakukan puasa, maka penggantinya harus dengan
membayar fidyah, yaitu memberi makan kepada fakir miskin dengan
takaran satu mud per-harinya. Namun, jika pada saat membayar fidyah
tersebut takarannya dilebihkan karena suatu kesunahan itu lebih baik.
Namun, apabila orang yang sangat tua tersebut ingin berpuasa saja, maka itu
lebih baik. 106
Namun, sebab-sebab diperkenankannya untuk tidak berpuasa tersebut
terdapat batasan-batasan sehingga sebab tersebut mampu memenuhi syarat
diperkenankannya tidak berpuasa, dan keterangan tentang batasan-batasan
106
Ibid, Juz 2., hlm, 63-64.
60
tersebut tidak di jelaskan di dalam al- Qur‘an secara merinci, maka dari itu
dalam tanbih-nya (kitab al- Ibriz) dijelaskan bahwa keterangan-keterangan
tersebut hanya akan diperoleh dari kitab-kitab fiqih yang sudah di saring
oleh para ulama mujtahidin.107
Keterangan ini terdapat pada kategori tanbih
dalam penafsiran surat Al- Baqarah ayat 184.
9. Al- Mujadilah ayat 4
ذ هذ ا اشذ حخ نأ رتو خخاةػي ري ش ـصيام يد
ىذ ىذ ة ا لؤ لم ذ ا مصهي شتي ـإغػام يصخػع ورشلٱللذ وحيمۦ
هحدود ٱللذ لغذابأ فري ٤وليك
Barang siapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya)
berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka
siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh
orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-
Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan
yang sangat pedih.(QS Al- Mujadilah: 4)
Surat Al- Mujadilah terdiri atas 22 ayat, termasuk golongan surat
madaniyah, diturunkan sesudah surat Al- Munafiqun. Surat ini dinamai
dengan Al Mujadilah (wanita yang mengajukan gugatan) karena pada awal
surat ini disebutkan bantahan seorang perempuan, menurut riwayat bernama
Khaulah binti Tsa'labah terhadap sikap suaminya yang telah menzhiharnya.
Hal ini diadukan kepada Rasulullah s.a.w. dan ia menuntut supaya beliau
memberikan putusan yang adil dalam persoalan itu. Dinamai juga Al-
Mujadalah yang berarti perbantahan.
107
Ibid.
61
Dalam ayat ini, yang perlu diperhatikan adalah bahwa merupakan
lanjutan atau keterangan atas ayat sebelumnya, atau ayat ini merupakan ayat
nasikh atas hukum yang terdapat pada surat Al- Mujadilah ayat 3 (yang
menjadi ayat yang di mansukh-kan. Hukum yang terdapat pada kedua ayat
tersebut ialah hukum bagi permasalahan zihar. Pada ayat sebelumnya
dijelaskan bahwa untuk menarik kembali kata-kata zihar dari seorang suami
kepada istri sebelum mereka dapat bercampur kembali ialah dengan jalan
memerdekakan seorang budak, lalu kemudian pada ayat keempat
ditawarkan hukuman lain apabila memerdekakan seorang budak terlalu
mberat untuk sang pelaku, maka hukum yang bisa ia pilih adalah (1) dengan
berpuasa selama 2 bulan berturut-turut tanpa putus, jikalau putus barang
sehari maka ia harus mengulang hitungannya kembali, jika hukuman ini
masih juga dirasa berat, maka ditawarkan lagi pilihan, (2) memberi makan
untuk 60 orang miskin, dengan setiap satu orang miskin diberikan makan
dengan jumlah 1 mud (satu per empat dari harta yang harus dikeluarkan
untuk menunaikan zakat fitrah). 108
10. Al- Insan ayat 8
ن ػامويػػ حتٱىػذ شياۦلعاوأ اويتي ٨مصهي
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin,
anak yatim dan orang yang ditawan.(QS Al- Insan: 8)
Surat Al- Insan terdiri atas 31 ayat, termasuk golongan surat-surat
madaniyah, diturunkan sesudah surat Ar- Rahman. Dinamai Al- Insan
108
Ibid, Juz 28., hlm, 2013-2014.
62
(manusia) diambil dari perkataan Al- Insaan yang terdapat pada ayat
pertama surat ini.
Pada ayat ini dijelaskan bahwa memberi makan kepada orang-orang
miskin, anak yatim dan orang yang ditawan ialah suatu perbuatan yang
sangat baik sehingga akan mendapat ganjaran berupa minuman dari air
kafur109
di surga nanti. Perihal makna dari ―makanan yang disukai‖ dalam
tafsir al- Ibriz terdapat keterangan dalam kategori tanbih dalam penafsiran
ayat ini bahwa, ketika kita mempunyai makanan dan kita membutuhkannya
untuk dimakan, namun kita memberikannya kepada orang lain walaupun
kita akan menjadi lapar karenanya. 110
11. Al- Balad ayat 16
بث ت اذا ومصهي ١٦أ
Atau kepada orang miskin yang sangat fakir.(QS Al- Balad: 16)
Surat Al- Balad terdiri atas 20 ayat, termasuk golongan surat-surat
makiyah, diturunkan sesudah surat Qaaf. Dinamai Al Balad, diambil dari
perkataan Al- Balad yang berarti negeri/kota, yangterdapat pada ayat
pertama surat ini. Yang dimaksud dengan kota di sini ialah kota Makkah.
Ayat ini menjelaskan salah satu jalan yang sukar lagi mendaki
menurut surat Al- Balad ayat 10, ialah jalan yang didalamnya terdapat
rahmat Allah untuk hamba-Nya. Surat Al Balad mengutarakan bahwa
manusia haruslah bersusah payah mencari kebahagiaan dan Allah sendiri
telah menunjukkan jalan yang membawa kepada kebaikan, dan jalan yang
109
Kafur ialah nama suatu mata air di surga yang airnya putih dan baunya sedap serta enak sekali
rasanya. 110
Bisri Musthofa, al-Ibriz li Ma‟rifat Tafsir al-Qur‟an al- Aziz, Juz 29., hlm, 2183.
63
membawa kepada kesengsaraan. Tuhan menggambarkan bahwa jalan yang
membawa kepada kebahagiaan itu lebih sulit menempuhnya daripada yang
membawa kepada kesengsaraan.
Salah satu jalan yang sukar tersebut menurut tafsi al- Ibriz ialah
memerdekakan budak, atau memberi makan pada anak-anak yatim yang
masih mempunyai hubungan kerabat dan juga kepada orang miskin yang
sangat membutuhkan disaat harga barang pangan sedang mahal. 111
12. Al- Baqarah ayat 177
ٱىبذ۞ىذيس كتو س وج ا ى نحشقأ ؾربوٱل ٱل ذ ٱىبذولس ة ءا موٱللذ لههثوٱألخرٱل وٱىهتبوٱل الوءاتٱنلذتي ٱلحت ۦلع سهيوٱلتموٱىلربذوي وٱل بيوٱب انييوٱلصذ ٱلصذ
ٱلركابوف كامةوأ ي ٱلصذ ةوءات ن ـنوٱلزذ ٱل ه دوا ع إذا د ةػ
و بي ٱىصذ شفاءواءٱلأ ذ ٱلضذ س وحي
ٱلأ ولهم
أ ي هصدٱلذ ا ك
ولهمخذلنوأ ١٧٧ٱل
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada
Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan
memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-
orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,
mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati
janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-
orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang
bertakwa.(QS Al- Baqarah: 177)
Penafsiran al- Ibriz pada ayat ini mengurai berbagai ciri-ciri orang
yang bertaqwa(muttaqin). Adapun ciri-cirinya yaitu: (1) orang yang beriman
111
Ibid, Juz 30., hlm, 2239.
64
kepada Allah SWT dan hari kiamat, (2) beriman kepada malaikat dan kitab-
kitab Allah, (3) beriman kepada nabi-nabi Allah, (4) mau memberi
pertolongan dengan memberikan harta yang masih disenangi kepada
keluarga, anak-anak yatim, orang-orang miskin, ibnu sabil, orang-orang
yang meminta-minta, dan memerdekakan budak, (5) melaksanakan sholat,
(6) menunaikan zakat, (7) menepati janji-janji yang telah di janjikan, (8) dan
orang-orang yang sabar ketika menjadi fakir miskin, menderita sakit, dan
berperang di jalan Allah. Berikut merupakan penafsiran dari ayat ini yang
dikutip langsung dari kitab tafsir al- Ibriz,
“Wong-wong yahudi lan wong-wong nasoro iku podo pasulayan.
Wong-wong nasoro duwe anggeban. Yayni peparek marang pangeran
iku kudu madep ngetan. Wong-wong yahudi duwe anggeban, yayni
peparek marang pangeran iku kudu madep ngulon. Gusti Allah ta‟ala
nurunaken ayat kang surasane: kabecikan iku ora namung cukup
madep ngetan utawi madep ngulon. nanging sejatine wongkang bagus
(becik) iya iku wongkang iman marang Allah ta‟ala lan dino kiamat,
iman malaikate Allah lan kitab-kitabe Allah, lan poro nabi-nabine
Allah, gelem tulung maringaken artane sartane deweke, dewe iseh
seneng arta mau di paringaken marang sanak familine, anak-anak
yatim, wong-wong miskin, ibnu sabil, wong-wong kang anjaluk, lan
kanggo merdekaaken budak, lan gelem ngelakoni sholat, mangaken
zakat, lan wong-wong kang podo nubuni janji yen janji-janji, lan
wong-wong kang podo sabar(tabah) nalikane bangete fakir lan nuju
loro lan nalikane bertempur perang sabil. Wong-wong kang koyo
ngunu sifate mau wong-wong kang arane muttaqin.
(Tanbih) Yen kita namung ningali dhohire ayat iki, rukun iman banjur
namung limo:
a. Iman billahi
b. Iman bilyaumil akhir
c. Iman bilmalaikat
d. Iman bilkitab
e. Iman binnabiyin
Ing mongko mestine nenem, kang nomer 6 ya iku iman bil qadr.
Mulone kanggo ngaweruhi rukun iman nenem iki, kudu gandeng karo
65
haditse rasulullah saw, kang antarane nerangaken : ي وبالقذرخيري وشر
‖.wallahu a‟lam. مه هللا تعالى112
13. Al- Maidah ayat 89
ل يؤاخذز ٱللذ ؾةاٱليذ ة يؤاخذز ولس س يم
أ ف
دت خلذ ه يمٱل رح اۥـهػذ وشع
أ سهي ة غش إغػام ىذ ررتث ذ ترير و
أ ت نص و
أ ييس
أ ن ـصياميد تػػ
و إذاحيفخ س يمأ رة لمنػذ يذام ذ
أ ثث ٱحفثل ا نذلمظ س يم
أ
يبي ءايخٱللذ تشهرونۦىس ٨٩ىػيذسAllah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak
dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan
sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah
itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang
biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada
mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup
melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang
demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan
kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan
kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).(QS Al-
Baqarah: 89)
“Allah ta‟ala ora nuntut siro kabeh jalaran kadelanjur sumpah(ora sejo)
tetapi Allah ta‟ala nuntut siro kabeh sebab sumpah kang siro kukuhake
(kanthi sejo sumpah) yen siro kabeh podo nerajang sumpah, kudu bayar
kifarat yaiku, menehi mangan wong miskin sepuluh, masing-masing sak
mud saking bahan makan kang biasa siro makan lan keluargo iro kang
cukupan utowo menehi sandangan sepuluh wong miskin utowo merdekaake
budak mukmin. Nuli sing sopo wonge ora bisa ngelakoni salah sijine kang
kasebut, kifarate poso telung dino, mengkono iku kifarate(pangelebure
dosone) sumpah iro kabeh. Ati-ati ojo podo nerajang sumpah koyo
mengkono iku Allah ta‟ala nerangake ayat-ayate marang siro kabeh supoyo
siro kabeh podo syukur.
(Tanbih) sumpah ninggal ngelakoni kabecikan, utawi sumpah ngelakoni
haram. Iku kudu di terjang, nuli bayar kifarat.”113
112
Ibid, Juz 2., hlm. 60-61. 113
Ibid, Juz 7., hlm. 312.
66
Ayat ini berbicara perkara sumpah. Berikut merupakan arti dari
penafsiran dalam tafsir al- Ibriz diatas, Allah SWT tidak akan memberikan
hukuman kepada orang yang tidak sengaja atau tidak dimaksudkan untuk
bersumpah, namun jika sumpah sengaja dilakukan dengan niat untuk
bersumpah kemudian mengingkari sumpah tersebut maka, akan dikenakan
kifarat berupa; (1) memberi makan 10 orang miskin, dengan ketentuan
setiap orang miskin tersebut mendapatkan jumlah sak mud(se-perempat dari
jumlah yang dikeluarkan untuk zakat fitrah) dengan ketentuan bahan
makanan yang diberi adalah bahan makanan yang kualitas dan harganya
sama dengan bahan makanan yang dikonsumsi si pelanggar sumpah. Atau
(2) memberikan sandang/pakaian untuk sepulu orang miskin, (3)
memerdekakan budak yang beriman, atau jikalau dari 3 pilihan kifarat yang
harus ditebus tersebut terasa berat untuk dibayarkan, maka Allah
memberikan pilihan hukuman terakhir yaitu berupa, puasa selama 3 hari
secara berturut-turut.
Pada tanbih dalam kitab tafsir al- Ibriz dijelaskan bahwa sumpah
untuk meninggalkan kebaikan dan sumpah untuk melakukan sesuatu hal
yang diharamkan maka, sumpah tersebut harus di langgar.
Maksud dari sumpah untuk meninggalkan kebaikan ialah seperti
halnya sumpah Siti Aisah anak dari Abu Bakar Siddiq kepada Mistoh,
dalam surat An- Nur ayat 22. Maka, sumpah yang seperti itu haruslah
dilanggar untuk kebaikan dan kemaslahatan diri dan umat.
67
14. Al- Maidah ayat 95
ا حأ ي ٱلذ ي ا تلخي ل ا يدءا ٱلصذ رخي و حرم خ
سۥوأ
رخو ا ثو ـجزاء دا خػ ةٱنلذػ ۦيس س غدل ذوا
بيؼ ا دي سٱىهػتث غػام رة نػذ وغدلهيأ و
اأ صيا لم ذ
مرهأ وبال ذوق ل ۦه خفا ٱللذ ذينخل عد و شيؿ ا ذ خ ٱللذ
و ٩٥ٱخلامغزيزذوٱللذ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang
buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu
membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan
binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut
putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-yad yang dibawa
sampai ke Ka´bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi
makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang
dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya.
Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali
mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi
mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.(QS Al- Maidah: 95)
Surat Al- Maidah terdiri dari 120 ayat; termasuk golongan surat
madaniyyah. Sekalipun ada ayatnya yang turun di Mekah, namun ayat ini
diturunkan sesudah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, yaitu di
waktu haji wada'. Surat ini dinamakan Al- Maidah (hidangan) karena
memuat kisah pengikut-pengikut setia Nabi Isa as meminta kepada Nabi Isa
agar Allah menurunkan untuk mereka Al- Maidah (hidangan makanan) dari
langit (ayat 112). Dan dinamakan Al- Uqud (perjanjian), karena kata itu
terdapat pada ayat pertama surat ini, dimana Allah menyuruh agar hamba-
68
hamba-Nya memenuhi janji prasetia terhadap Allah dan perjanjian-
perjanjian yang mereka buat sesamanya. Dinamakan juga Al- Munqidz
(yang menyelamatkan), karena akhir surat ini mengandung kisah tentang
Nabi Isa as penyelamat pengikut-pengikut setianya dari azab Allah.
Isi kandungan dari ayat ini menurut kitab tafsir al- Ibriz ialah tentang
hukuman bagi seseorang yang membunuh binatang buruan pada saat ihrom.
Adapun hukuman yang diberikan kepada yang melanggar larangan tersebut
ialah menyembelih binatang buruan yang setara dengan binatang buruan
yang dibunuhnya menurut putusan 2 orang laki-laki yang adil. Menurut Ibnu
Abbas dan Abu Ubaidah mereka menghukumi jika sapi liar dan keledai liar
maka setara dengan sapi yang di pelihara ataupun diternak dan yang setara
dengan kijang ialah kambing/domba. Menurut K.H Bisri Mustofa kifarat
menyembelih qurban tersebut itu harus disembelih tanah haram dan
dagingnya dibagikan kepada orang-orang miskin yang ada di tanah
haram.114
15. Al- Kahfi ayat 79
ا ذثأ في ٱلصذ ف ين حػ سهي ل اٱلحرـكج خيت
أ ن
أ ردت
ـأ
خذيأ يم ذ ثؽصتاوكنوراء شفي ٧٩كذ
Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di
laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka
ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.(QS Al- Kahfi: 79)
Surat ini terdiri atas 110 ayat, termasuk golongan surat-surat makiyah,
sebab seluruh ayatnya merupakan ayat makiyah kecuali pada ayat 28 yang
114
Ibid., hlm. 315.
69
merupakan ayat madaniyah. Dinamai Al- Kahfi artinya Gua dan Ashabul
Kahfi yang artinya Penghuni-Penghuni Gua. Kedua nama ini diambil dari
cerita yang terdapat dalam surat ini pada ayat 9 sampai dengan 26, tentang
beberapa orang pemuda yang tidur dalam gua bertahun-tahun lamanya.
Selain cerita tersebut, terdapat pula beberapa buah cerita dalam surat ini,
yang kesemuanya mengandung i'tibar dan pelajaran-pelajaran yang amat
berguna bagi kehidupan manusia. Dalam penafsiran ayat ini pada tafsir al-
Ibriz hanya menceritakan tentang bagaimana alasan Nabi Khidir
menghancurkan perahu-perahu milik orang-orang miskin supaya tidak
dirampas oleh raja yang kafir. 115
Dalam penafsiran ayat ini K.H Bisri
Mustofa menggunakan bahasa jawa yang sangat halus karena, ayat ini
merupakan perkataan Nabi Khidir as.
16. An- Nur ayat 22
ول ا ولأ حو
وٱىفظويأ ػثس ٱلصذ ول
أ ا يؤح ن
ٱىلربأ
سهيو وٱل هجري ٱل شبيو هف تتنٱللذ لأ ه ا ولصفح ا ولػف
نحؾفرأ وٱللذ ىس ٱللذ ٢٢دفررذحي
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di
antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan)
kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang
berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan
berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu?
Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS An- Nur:
22)
Surat An- Nur terdiri atas 64 ayat, dan termasuk golongan surat-surat
madaniyah. Dinamai An- Nur yang berarti Cahaya, diambil dari kata An-
115
Ibid, Juz 16., hlm. 919.
70
Nuur yang terdapat pada ayat ke 35. Dalam ayat ini, Allah SWT
menjelaskan tentang Nur Ilahi, yakni al- Quran yang mengandung petunjuk-
petunjuk. Petunjuk-petunjuk Allah itu, merupakan cahaya yang terang
benderang menerangi alam semesta. Surat ini sebagian besar isinya memuat
petunjuk- petunjuk Allah yang berhubungan dengan soal kemasyarakatan
dan rumah tangga.
“(nalika ayat kang nerangake kabersihan Siti Aisah tumurun sak kolo
sayyidina Abu Bakar Siddiq romone Siti Aisah banjur sumpah: ora
bakal nginguni pinuko wene kang aran Mistoh= mergo Mistoh di
anggep melu-melu ngerameake kabar bohong mau jalaran sumpahe
Abu Bakar Siddiq iku – nuli ayat nomer22 iki tumurun).
Wong-wong kang podo anduweni kacukupan, ojo banjur sumpah. Ora
maringi ingun sanak-sanake lan wong-wong miskin lan wong-wong
kang podo hijrah kerono bela agamane Allah ta‟ala- wong-wong mau
kudu aweh mangan lan ngapuro = opo siro kabeh ora podo demen
yen Allah ta‟ala ngapuro marang siro kabeh = Allah ta‟ala iku agung
ngapurone tur kang welase.”116
Asbab an nuzul dari ayat ini ditengarai oleh sumpah yang dikeluarkan
oleh Siti Aisah yang bersumpah untuk tidak akan lagi memelihara Mistoh,
karena Mistoh dianggap ikut menyebarkan kabar bohong atas Siti Aisah.
Ayat ini menasihati orang-orang yang memiliki kecukupan harta
untuk tidak bersumpah tidak akan memberi kepada sanak keluarganya,
orang-orang miskin, dan orang-orang yang sedang berhijrah dijalan Allah.
Orang-orang tersebut harus diberi makan dan diberi maaf atas kesalahan
mereka.
116
Ibid, Juz 18., hlm. 1137.
71
17. Al- Baqarah ayat 83
إوذ ءيولتػتدونإلذ إشر يثقةن خذاأ ٱللذ وب ي ل إحصاجاٱىنسهيوٱلتموٱىلربوذي ٱل ا ري
اوأ ذاسحص لي ا ةوكل ي ٱلصذ
ا وءاح ن إةٱلزذ خ لذ ح ذ ث ػرطنلذ خوأ س ٨٣كييل
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu):
Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada
ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta
ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan
tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali
sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.(QS Al-
Baqarah: 83)
“Gusti nabi Muhammad saw, den dawuhi ngandar-ngandarake
nalikane Allah ta‟ala mundut janji marang bani israil kang surasane
janji mau siro kabeh bani isroil ora pareng nyembah sak liyane Allah
ta‟ala, lan siro kudu beciki marang wong tuo loro. Mbeciki wong
kang anduweni hubungan sanak(kerabat) anak yatim, wong miskin,
lan siro kabeh supoyo guneman karo menungso sing bagus, lan siro
kabeh supoyo podo ngelakoni sembahyang lan ngawehake zakat,
wusono siro kabeh podo mengo saking janji-janji mau kejobo
golongan sitik saking siro kabeh – siro kabeh tetep podo mengo
saking janji-janji kang wus tinutur.”117
Adapun arti dari penafsiran di atas ialah, Nabi Muhammad SAW
diperingatkan ketika Allah mengambil janji dari Bani Israil yang berjanji
tidak akan menyembah selain Allah SWT, dan akan berlaku baik kepada
kedua orang tua, orang yang mempunyai hubungan kerabat, anak yatim,
orang miskin, dan berkata-kata yang baik kepada manusia lain, dan
melaksanakan ibadah serta membayar zakat. Kemudian mereka tidak
menepati janji-janji tersebut melainkan hanya sedikit saja yang
menepatinya.
117
Ibid, Juz 1., hlm. 26.
72
18. Al- Baqarah ayat 215
ويميس ي ل يينـ خي فلخ
أ ا كو يفلنه اذا كربي
ٱل
سهيوٱلتمو وٱل بيو ٱة ٱلصذ ـإنذ خي ا تفػي ا و ۦةٱللذ
٢١٥غييMereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja
harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang
sedang dalam perjalanan". Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka
sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.(QS Al- Baqarah: 225)
Sebab ayat ini turun ialah ketika ada seorang kaya bernama Ibnu
Jamukh yang bertanya kepada nabi Muhammad tentang berapa jumlah
pemberian yang harus diberikan dan siapakan orang yang seharusnya diberi.
Sebelum tanya jawab itu berlangsung nabi Muhammad telah diberi tahu
oleh Allah SWT: pemberian itu boleh diberikan dengan jumlah yang sedikit
maupun banyak, dan orang yang berhak menerima pemberian adalah kedua
orang tua, kerabat-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu
sabil. Seluruh kebaikan itu akan dibalas oleh Allah SWT. 118
19. An- Nisa ayat 36
و ٱختدوا ةٱللذ ا تشك شيۦول وب ه ا ي ل وبذيٱىن ا ٱىلربإحسسهيوٱلتمو ٱلاروٱل بٱلاروٱىلربذي احبوٱل ٱلصذ وٱلنبة بيوٱة سٱلصذ يم
اميهجأ هو إنذ كنٱللذ ليب
٣٦مخالـخراSembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan
118
Ibid, Juz 2., hlm. 78.
73
tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri.(QS An- Nisa: 36)
Surat An- Nisa yang terdiri dari 176 ayat itu, adalah surat madaniyah
yang terpanjang sesudah surat Al- Baqarah. Dinamakan An- Nisa karena
dalam surat ini banyak dibicarakan hal-hal yang berhubungan dengan
wanita serta merupakan surat yang paling membicarakan hal itu dibanding
dengan surat-surat yang lain. Surat yang lain banyak juga yang
membicarakan tentang hal wanita ialah surat Ath Thalaq. Dalam hubungan
ini biasa disebut surat An Nisaa' dengan sebutan: Surat An- Nisa Al- Kubra
(surat An- Nisa yang besar), sedang surat At- Thalaq disebut dengan
sebutan: Surat An- Nisa Ash Shughraa (surat An- Nisa yang kecil). Adapun
penafsiran ayat ini pada tafsir al- Ibriz adalah sebagai berikut:
“Siro kabeh podo hayawijiake ing Allah ojo podo nyekutuake opo-opo
lan ambagusono marang wong tuo loro, kerabat-kerabat, anak-anak
yatim, wong-wong miskin tonggo kang parek, tonggo adoh lan konco
ing lelungan utowo ono ing penggawean lan ibnu sabil lan budak-
budak kang siro miliki saktemene Allah ta‟ala iku ora demen
wongkang gumede lan kumalungkung.”119
Maksudnya adalah, kita harus mengesakan Allah, dan dilarang untuk
menyekutukan-Nya dengan apapun, serta berbuat baiklah kepada kedua
orang tua, kerabat-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga
yang dekat maupun yang jauh, teman bepergian/rantauan, atau teman dalam
satu pekerjaan, ibnu sabil, dan budak-budak yang dimiliki. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.
119
Ibid, Juz 5., hlm. 211-212.
74
20. Al- Anfal ayat 41
و ا ٱغي خص للذ نذـأ ء ش خ اؽ جذ
ٱىلربوليرذشلوليۥأ
وٱلتمو سهيٱل و بيوٱة ٱلصذ خة ءا إننخ ٱللذ زنلالعاأ و
م مٱىفركانختداي ػان قٱلي وٱل ء كديرٱللذ ش ك ٤١لع
Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai
rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul,
kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil, jika
kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada
hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua
pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Surat Al- Anfal terdiri atas 75 ayat dan termasuk golongan surat-surat
madaniyah kecuali ayat 20 sampai dengan 26 yang merupakan ayat
makiyah.120
Surat ini dinamakan Al- Anfal yang berarti harta rampasan
perang berhubung kata Al- Anfal terdapat pada permulaan surat ini dan juga
persoalan yang menonjol dalam surat ini ialah tentang harta rampasan
perang, hukum perang dan hal-hal yang berhubungan dengan peperangan
pada umumnya. Menurut riwayat Ibnu Abbas r.a. surat ini diturunkan
berkenaan dengan perang Badar Kubra yang terjadi pada tahun kedua
hijrah. Peperangan ini sangat penting artinya, karena dialah yang
menentukan jalan sejarah Perkembangan Islam. Pada waktu itu umat Islam
dengan berkekuatan kecil untuk pertama kali dapat mengalahkan kaum
musyrikin yang berjumlah besar, dan berperlengkapan yang cukup, dan
mereka dalam peperangan ini memperoleh harta rampasan perang yang
tidak sedikit. Oleh sebab itu timbullah masalah bagaimana membagi harta-
120
Ibid., Juz 9, hlm. 490.
75
harta rampasan perang itu, maka kemudian Allah menurunkan ayat pertama
dari surat ini. Adapun penafsirannya dalam tafsir al- Ibriz ialah sebagai
berikut:
“Wong-wong mukmin ! siro-siro podo ngertio ! saktemene opo-opo
kang podo siro jarah saking bondone wong-wong kafir iku sak
perlimane kagungane Allah ta‟ala den tasorrufake minurut perintahe
Allah ta‟ala lan kanggo kanjeng rasul lan kanggo kerabat-kerabate
bani hasyim lan bani mutholib lan kanggo bocah-bocah yatim, lan
kanggo wong-wong miskin lan kanggo wong-wong kang terlantar sak
jerone lelungan, dene kang patang perlima(80 persen) dadi hak e
prajurit-prajurit kang podo njarah. Menowo siro kabeh temen-temen
iman kudu ngerti aturan-aturan kang tinutur lan siro kabeh kudu podo
ta‟at, menowo siro kabeh podo iman lan percoyo marang anane ayat-
ayat lan malaikat-malaikat kang diturunake marang nabi muhammad
zamane perang badar zaman campuhe golongan loro golongan
muslimin lan golongan kufar, kemenangan-kemenangan kang ono ing
peperangan iku ora saking tenogo iro kabeh nanging saking pitulungi
Allah ta‟ala. Allah ta‟ala iku kuoso atas sekabehane perkoro.”121
Isi kandungan dari penafsiran diatas adalah, dalam pembagian
ghanimah(harta rampasan perang) seperlima dari harta yang didapat adalah
hak Allah SWT, rasul dan untuk kerabat-kerabat dari Bani Hasyim dan Bani
Mutholib, serta untuk anak-anak yatim, orang-orang miskin dan untuk
orang-orang yang terlantar didalam perjalanan. Dan empat perlima(80%)
dari harta yang didapat menjadi haknya para prajurit yang ikut berperang.
21. At- Taubah ayat 60
ا جإجذ دق سهيليفلراءوٱلصذ ييوٱل اوٱىع ؤىذفثغيي ٱل كيبيوٱلركابوف غر
وفشبيوٱى وٱللذ بيوٱة ٱلصذ هـريظث ٱللذو ٱللذ حهي ٦٠غيي
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk
121
Ibid, Juz 10., hlm. 506.
76
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk
jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai
suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana.(QS At- Taubah: 60)
Surat At- Taubah terdiri atas 129 ayat termasuk golongan surat-surat
Madaniyyah, kecuali pada ayat 128 dan 129 yang merupakan ayat makiyah.
Surat ini dinamakan At- Taubah yang berarti pengampunan, karena kata At-
Taubah berulang kali disebut dalam surat ini. Dinamakan juga dengan
Baraah yang berarti berlepas diri yang di sini maksudnya pernyataan
pemutusan perhubungan, disebabkan kebanyakan pokok pembicaraannya
tentang pernyataan pemutusan perjanjian damai dengan kaum musyrikin, di
samping kedua nama yang masyhur itu ada lagi beberapa nama yang lain
yang merupakan sifat dari surat ini. Berlainan dengan surat-surat yang lain,
maka pada permulaan surat ini tidak terdapat basmalah, karena surat ini
adalah pernyataan perang dengan arti bahwa segenap kaum muslimin
dikerahkan untuk memerangi seluruh kaum musyrikin, sedangkan basmalah
bernafaskan perdamaian dan cinta kasih Allah. Surat ini diturunkan sesudah
Nabi Muhammad SAW kembali dari peperangan Tabuk yang terjadi pada
tahun 9 H. Pengumuman ini disampaikan oleh Saidina 'Ali r.a. pada musim
haji tahun itu juga. Adapun penafsiran ayat ini dalam tafsir al- Ibriz ialah
sebagai berikut:
“Sejatine zakat-zakat iku kudu namung di tasorrufake marang (1)
wong-wong fakir (2) wong-wong miskin (3) wong-wong kang dadi
amil zakat (4) wong-wong kang den lulut-lulut atine (5) kanggo
merdekaake budak (6) wong-wong kang akeh utange ora iso mbayar
(7) prajurit-prajurit sukarela ono ing perang sabil (8) wong-wong
musafir kang melarat keentekkan sangu, Allah ta‟ala netepake
ketetapan mau Allah ta‟ala iku perso lan wicaksono.
77
(Faidah) dawuh wa fi sabilillah iku biasane cok di gawe geger sak
golongan duwe penemu yen wa fi sabilillah iku umum endi-endi
dalane Allah ta‟ala yaiku dalan-dalan kabecikan. Sejatine golongan
kang awal mau, manut madzhab syafii lan jumhur ulama golongan
kang kapindo manut tafsir al manar. Golongan kapindo mau podo
wani nasorufake duit zakat kanggo bangun utowo dandan masjid-
masjid, langgar, mushola-mushola, madrasah-madrasah, darul
aytham, lan liya-liyane. Golongan awal ora wani nasorufake koyo
mengkono-mengkono madzhab imam syafii kang kasebut mau
nganggo kekuatan hadits-hadits pirang-pirang kang setengahe hadits
mau yo iku haditse Abi Said.
ذ قة لغىي اال ان الىبي صلى هللا علي وسلم قل قال التحل الص
رواي احمذ وابوداود وابه )الحذيث اوغازفى سبيل هللا ، –لخمست الى ان قال
"ماج والحاكم وقال صحيح على شرط الشيخيه(. وهللا علم122
Ayat ini berisi tentang para mustahiq zakat. Kemudian dalam kitab
tafsir al- Ibriz pada ayat ini terdapat faidah yang berisi tentang keterangan
kata wa fi sabilillah dari dua sudut pandang. Secara umum, fi sabilillah
diartikan sebagai orang-orang yang melakukan sebuah tindakan dengan
maksud mencari ridha dari Allah, yaitu berupa jalan-jalan kebaikan dan
harta zakat hanya boleh diberikan kepada para mustahiq zakat. Sebenarnya
golongan yang mengartikan fi sabilillah dengan pengertian tersebut ialah
orang-orang yang mengikuti madzhab Syafi‘i dan Jumhur „ulama. Adapun
yang berbeda pendapat tentang arti dari fi sabilillah ialah orang-orang yang
merujuk kepada penafsiran menurut kitab tafsir al- Manar. Golongan orang-
orang ini beranggapan bahwa harta rampasan tersebut boleh men- tasorruf-
kan harta zakat untuk membangun atau memperbaikitempat-tempat ibadah,
sekolah-sekolah, panti asuhan anak-anak yatim, dan lain-lain. Orang-orang
122
Ibid., hlm. 547-548
78
yang mengikuti madzhab Syafi‘i tidak berani men- tasorruf –kan harta zakat
seperti golongan kedua.
22. Al- Hasr ayat 7
ا ذ ـاءأ رشلٱللذ وۦلع
أ وليٱىلرى وليرذشل ٱىلربـييذ
سهيوٱلتمو وٱل بيوٱة ٱلصذ بي دوىة يسن ل ؽياءكٱل
س ءاحى ا و ا ـخذوهرذشلٱلس ـو خ س ى ج ا وٱخ ٱتذلاه ٱللذ إنذ ٧ٱىػلابشديدٱللذ
Apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya
(dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah
untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan
beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang
diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.(QS Al- Hasr: 7)
Surat Al- Hasr terdiri atas 24 ayat, termasuk golongan surat-surat
madaniyah, diturunkan sesudah surat Al- Bayinah. Dinamai surat Al- Hasr
(pengusiran) diambil dari perkataan Al-Hasr yang terdapat pada ayat 2 surat
ini. Di dalam surat ini disebutkan kisah pengusiran suatu suku Yahudi yang
bernama Bani Nadhir yang berdiam di sekitar kota Madinah. Berikut
merupakan penafsiran terhadap ayat ini dalam kitab tafsir al- Ibriz:
Barang-barang kang Allah ta‟ala ambalekake marang utusane
sangking ahli-ahli deso (sekitar Madinah koyo Bani Quroidoh – Bani
Nadhir – Fadak – Khoybar „Uroynah – Yunbugh, lan sepadane). Iku
kagungane Allah ta‟ala lan utusane Allah ta‟ala – lan kang anduweni
sambungan sanak.(kerabat-kerabate, nabi Muhammad sangking Bani
Hasim lan Bani Mutholib) lan anak-anak yatim – lan wong-wong
miskin – lan ibnu sabil. (Mulane dibagi koyo mengkono mau) supaya
bondo fek ora namung mubeng silih berganti antarane wong-wong
kang podo sugeh sangking siro kabeh = opo kang utusane Allah
ta‟ala maringi marang siro kabeh. ( rupo fek utowo liyane ) siro alapo
79
(siro tanpo nono) lan opo kang utusane Allah ta‟ala nyegah marang
siro kabeh, siro narimo ho cegahane = lan siro kabeh podo wedi o
marang Allah ta‟ala, temenan Allah ta‟ala iku banget siksane.
(Muhimmah) bondo fek iku dining Allah ta‟ala di sewohake marang
kanjeng nabi – kepriye kang dadi kersane = nanging tumindake ing
zamane kanjeng nabi Muhammad – bondo fek mau di bagi limo – sing
separo liyane di bagi limo meneh – patang persen kanggo kerabat-
kerabat sangking Bani Hasim dan Mutholib – patang persen kanggo
anak yatim kang fakir – patang persen kanggo wong-wong miskin –
patang persen kanggo ibnu sabil = kekerine kagem kanjeng nabi
Muhammad saw.
(Tanbih) menungso ketitahake dining Allah ta‟ala supoyo podo
ngibadah marang pengeran = Allah ta‟ala nitahake bondo-bondo
keno kanggo sangune ngebadah marang pengeran = kanjeng nabi
Muhammad iku kepalane wong-wong kang ngibadah marang
pengeran = dadi bondo-bondo iki kabeh sakbenere hak kanjeng nabi
muhammad saw = dene bondo-bondo banjur di daku dining wong-
wong kafir – iku sakbenere ora hakke = mulo yen bondo-bondo kang
di daku wong-wong kafir iku biso hasil di rampas dining kanjeng nabi
iku ateges bali = mulane ono ing ayat di tembungake ا ـاءذأ ٱللذ لع
ۦرشل opo-opo kang Allah ta‟ala embalekake marang utusane.
Wallahu a‟alam.123
Inti dari penafsiran diatas menerangkan bahwa bagian orang-orang
miskin sama antara pembagian dalam harta rampasan yang melalui
pertempuran dan harta rampasan yang diperoleh tidak melalui peperangan.
Perbedaannya pada bagian empat perlimanya yaitu ghanimah dibagi-
bagikan atau diberikan kepada para serdadu yang berperang, sedangkan fa‟i
diberikan kepada Rasul selaku pemimpin negara dan pemimpin agama di
beri hak untuk membelanjakan empat perlima harta rampasan yang
diperoleh tanpa melalui peperangan itu menurut pertimbangannya dengan
hidayah dari Allah SWT. demi untuk kemaslahatan umat.
123
Ibid, Juz 28., hlm. 2030-2032.
80
23. An- Nisa ayat 8
إوذا ثحض ٱىلص ا ولسهيوٱلتموٱىلربأ ـٱل ٱرزك
ا ـ ػرو ذ ل ك ال ٨وكلDan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang
miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang baik.(An- Nisa: 8)
Ayat ini berisi tentang aturan ketika pembagian harta waris sedang
dilangsungkan dan dihadiri oleh kerabat, anak yatim, dan orang yang
miskin, maka berikanlah orang yang disebutkan itu sedikit dari harta yang
akan diwariskan. Apabila para pewaris masih anak-anak, dari tiga golongan
tersebut maka jelaskanlah kepada mereka dengan bahasa yang baik bahwa,
―kalian semua mendapat bagian, karena yang mendapat hak tersebut masih
anak-anak‖. 124
24. Al- Haj ayat 28
دوا ويذنرواىيش جفعل ٱش ٱللذ ارزر ػيمجلع ذ يذام فأ
ث ي ة عاٱل غػ
اوأ ا ٢٨ٱىفليٱلانسـك
supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya
mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki
yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka
makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk
dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.(QS Al- Haj: 28)
Surat Al- Haj berjumlah 78 ayat, seluruh ayatnya merupakan ayat
makiyah kecuali, ayat 11 dan 12. Pada riwayat lain ada yang mengatakan
kecuali ayat 19 sampai dengan ayat 24.125
124
Ibi.d, Juz 4., hlm. 196 125
Ibid,. juz 17, hlm. 1055
81
“Kabeh mau supaya wong-wong podo hadir, nekani kemanfaatan-
kemanfaatan tumerep wong-wong iku, lan podo nyebut-nyebut(dzikir)
asmane Allah ono ing dino-dino kang tertentu – (iya iku dino „arafah,
dino khor, tumeko dino-dino tasyriki = (anggone podo nyebut asmane
Allah ta‟ala iku) kerono rizki kang keparingake dining Allah ta‟ala
rupo rumangkang-rumangkang rojokoyo = (unto, sapi, wedus, kang di
sembelih kanggo qurban lan hadiyah) mulo siro kabeh podo mangano
sangking rojokoyo-rojokoyo mau – lan podo menehono mangan
marang wong kang banget fakire.126
Maksudnya adalah bahwa ayat ini menjelaskan tentang qurban,
keterangannya adalah bahwa kita di anjurkan berdizikir pada hari tasyrik,
sebab harta yang manusia miliki termasuk hewan yang di qurbankan
merupakan suatu rezeki yang berasal dari Allah SWT, dan yang
menyerahkan qurban tersebut boleh memakan bagian dari hewan qurban
yang telah disembelih, namun diperintahkan pula untuk memberi makan
orang yang sangat fakir.
25. Al- Hajj ayat 36
وٱلدن شعهر اىس جػيج ـٱللذ اخيه ذي ىس ٱذنروا ٱش ٱللذ ا غػ
وأ ا ا ـك ا ب ج وجتج ـإذا ه افذ ص ا ٱىلاعغيي
و ػتذ ٱل ىػيذس اىس رن نذلمشخذ ٣٦شهرونتDan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi´ar
Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah
olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri
(dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah
sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada
padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.
Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu, mudah-
mudahan kamu bersyukur.(Al- Haj: 36)
Berikut merupakan penafsiran atas ayat ini dalam kitab tafsir al- Ibriz:
126
Ibid, Juz 17., hlm. 1068.
82
“Unto-unto qurban kang di hadiahake menyang tanah haram iku,
tumerep siro kabeh – ingsun dadeake minongko dadi tondo
keagungane agamane Allah. Siro kabeh podo oleh kebagusanana ing
unto-unto hadiah iku (ono ing dunia lan akhirat) = mulo siro kabeh
podo nyebut asmane Allah naliko nyembelih hadiah-hadiah mau =
unto-unto di sembelih netepi tingkah podo ngadek sikil telu = mengko
arikala lambunge wus tibo ono ing bumi (tegese sak wus sembelih)
siro kabeh podo mangano sebagian sangking unto-unto mau, lan siro
kabeh podo aweh mangan marang wong-wong kang teriman, lan
wong ngemis, ora bedo karo anggon ingsun ngereh unto-unto mau
kanggo sembelihan, ugo ingsun ngereh unto-unto mau kanggo
kemanfaatan iro kabeh (koyo di tumpati lan liyo-liyone) kabeh mau
supaya siro kabeh podo sukur nyukuri nikmat-nikmate Allah ta‟ala.
(Faidah) (1) mangan daging qurbane dewe iku hukume ora wajib
balik sunnah, (2) nyembelih unto di dekake iku jarene mengkene:
sikile unto kang ngarep sisih kiwo di tekuk di taleni- sahinggo namung
ngadek sikil telu- nuli di tibani gaman gulune= aturan kang mengkene
iki ora wajib- namung sunnah= dadi upomo di sembelih koyo aturan
nyembelih sapi= ateges di gelimpangake miring iku iya keno. Wallahu
a‟lam. (3) القاوع lan المعتر iku karo-karone wong fakir – yen القاوع iku
wong fakir kang ora tau njaluk-njaluk – yen المعتر iku wong faqir
kang biasa jaluk-jaluk lan ngarep-arep.”127
Penjelasan tentang kata القانع المعتر menurut tafsir al- Ibriz dijelaskan
bahwa kedua kata tersebut mempunyai arti yang sama yaitu fakir. Namun
terdapat sedikit perbedaan diantara keduanya, القانع berarti orang fakir yang
tidak pernah meminta-minta sedangkan المعتر ialah orang fakir yang biasa
meminta-minta dan berharap.
26. Al- Ma’arij ayat 24-25
و ي مٱلذ ػي ذ حق ل ن انو٢٤فأ حروموىيصذ ٢٥ٱل
dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang
(miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang
tidak mau meminta).(QS Al- Ma‟arij: 24-25)
Surat ini terdiri atas 44 ayat, termasuk golongan surat-surat makiyah,
diturunkan sesudah surat Al- Haqah. Perkataan Al- Ma'arij yang menjadi
127
Ibid., hlm. 1072-1073.
83
nama bagi surat ini adalah kata jamak dari mi'raj, diambil dari perkataan Al-
Ma'arij yang terdapat pada ayat 3, yang artinya menurut bahasa tempat naik.
Sedang para ahli tafsir memberi arti bermacam-macam, di antaranya langit,
nikmat karunia dan derajat atau tingkatan yang diberikan Allah SWT
kepada ahli surga.
“kejobo wong-wong mu‟min kang dewekw iku atas sholat sembahyang
tansah ngajekaken, lan wong-wong kang ono ing sak njerone bondo-
bondone ono hak kang tertentu kanggo wong-wong kang anjaluk lan
wong wong melarat kang emoh anjaluk.”128
27. Al- Isra’ ayat 31
ول رخي إنذ إويذاز رزر نذ لق إ خشيث ولدزأ ا تلخي ٣١انتياكنخط
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.
Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.
Dalam penafsiran ayat ini, K.H Bisri Mustofa tidak begitu
menjelaskan secara mendalam maksud dan hikmah dari ayat ini, penafsiran
beliau pada ayat ini hanya berupa terjemah, hal tersebut dapat dilihat dalam
kutipan berikut:
“Siro kabeh ojo podo mateni anak-anak iro kerono wedi faqir. (ojo
kuwatir) ingsun(Allah ta‟ala) kang ngerezkeni anak-anak iro lan iyo
kang ngarezkeni siro kabeh, temenan mateni anak iku keluputan kang
gedi.”129
Karena pada dasarnya al- Qur‘an adalah kitab petunjuk yang bersifat
global. Sehingga jangankan persoalan kemasyarakatan, masalah-masalah
128
Ibid, Juz 29., hlm. 2137. 129
Ibid, Juz 15., hlm. 842.
84
yang berkaitan dengan ibadah mahdah (murni) sekalipun, hampir tidak
ditemukan rincian operasionalnya kecuali dalam As-Sunnah, seperti
misalnya rincian shalat dan haji. Sementara rincian petunjuk menyangkut
segi kehidupan bermasyarakat, kalaupun ditemukan dari Sunnah Nabi, maka
hal tersebut lebih banyak berkaitan dengan kondisi masyarakat yang beliau
temui, sehingga masyarakat sesudahnya perlu melakukan penyesuaian-
penyesuaian sesuai dengan kondisinya masing-masing, tanpa mengabaikan
nilai-nilai Ilahi itu,130
begitupun dengan tafsir al- Ibriz, didalamnya tidak
terdapat keterangan tentang ciri terhadap orang yang disebut miskin maupun
faqir.
Sebagai akibat dari tidak adanya definisi yang dikemukakan al-Qur‘an
untuk kedua istilah tersebut, para pakar Islam berbeda pendapat dalam
menetapkan tolok ukur kemiskinan dan kefakiran. Sebagian mereka
berpendapat bahwa fakir adalah orang yang berpenghasilan kurang dari
setengah kebutuhan pokoknya, sedang miskin adalah yang berpenghasilan
di atas itu, namun tidak cukup untuk menutupi kebutuhan pokoknya. Ada
juga yang mendefinisikan sebaliknya, sehingga menurut mereka keadaan si
fakir relatif lebih baik dari si miskin.
Al-Qur‘an dan hadis tidak menetapkan angka tertentu lagi pasti
sebagai ukuran kemiskinan, sehingga yang dikemukakan di atas dapat saja
berubah. Namun yang pasti, al- Qur‘an menjadikan setiap orang yang
memerlukan sesuatu sebagai fakir atau miskin yang harus dibantu.
130
M. Quraish Shihab, Wawasan Al- Qur‟an: Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Persoalan Umat.
(Bandung: Mizan, Cetakan ke 13. 1996)., hlm. 411.
85
Sama seperti keterangan diatas, didalam kitab tafsir al- Ibriz sama
sekali tidak terdapat keterangan yang menjelaskan batas dan kategori bagi
orang miskin. Namun, dalam tafsir al- Ibriz dijelaskan bahwasanya terdapat
2 macam tipe dari orang miskin yaitu, orang miskin yang meminta-minta
dan orang miskin yang tidak mau meminta-minta, keterangan ini terdapat
pada penafsiran surat Al- Haj ayat 36.
Kemudian, pada penafsiran surat Al- Hasr ayat 7, pada label tanbih
dalam tafsir al- Ibriz dijelaskan bahwa, kita diperintahkan untuk beribadah
kepada Allah, dan harta-harta yang dimiliki mampu menjadi bekal kita
untuk beribadah kepada Allah SWT. Jika harta mampu dijadikan bekal
untuk beribadah kepada Allah, maka dalam hal ini terdapat maksud bahwa,
kemiskinan bukanlah suatu ketetapan final dari Allah kepada hambanya,
dan jika seseorang jatuh dalam kemiskinan maka, ia haruslah tetap berusaha
agar tidak selamanya berada dalam kategori miskin tersebut, dan mampu
mendapatkan harta untuk menjadi salah satu jalan untuk beribadah kepada
Allah SWT.
Didalam penafsiran ayat-ayat kemiskinan terdapat sangat banyak
keterangan tentang anjuran untuk memberi makan kepada orang miskin.
sejak dahulu masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, sudah mempunyai
peradaban yang mengedepankan aspek sosial, terlebih dalam hal berbuat
baik terhadap sesama manusia. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya
tradisi-tradisi yang sangat mengedepankan kesejahteraan sosial. Sebagai
contoh adalah adanya budaya gotong royong, anter-anter, syukuran, dll.
86
Budaya tersebut dapat dikategorikan sebagai pengamalan al- Qur‘an
dalam perintah untuk berbuat amar ma‟ruf nahi mungkar, yang sangat di
kedepankan oleh K.H Bisri Mustofa dalam mengatasi problem sosial, dalam
hal ini adalah tentang kemiskinan.
Meskipun al- Qur‘an tidak mendefinisikan kemiskinan, namun
didalam al- Qur‘an, Allah SWT telah memberikan peringatan, perintah dan
larangan terhadap masalah kemiskinan, dan juga di dalam al- Qur‘an
terdapat berbagai macam cara untuk mengentaskan kemiskinan, adapun
cara-cara tersebut ialah sebagai berikut: (1) menumbuhkan etos kerja pada
setiap individu, (2) bantuan tidak langsung, misalnya berupa pekerjaan, (3)
bantuan berupa pemberian makanan, (3) menjalankan hukum kafarat, baik
berupa kafarat sumpah, kafarat pembunuhan, kafarat berjima‘ dalam bulan
ramadhan, kafarat zihar, kafarat pengganti puasa, dan denda dalam ibadah
haji (4) zakat, (5) infaq, (6) sedekah, (7) qurban, (8) fidyah, (9) pemberian
saat pembagian waris, (10) fa‟i, dan (11) ghanimah.
87
BAB IV
SIGNIFIKANSI DAN RELEVANSI PENAFSIRAN AYAT TENTANG
KEMISKINAN DALAM TAFSIR AL- IBRIZ TERHADAP KONTEKS KE-
INDONESIA-AN
A. Relevansi Konsep Tentang Kemiskinan Dalam Tafsir Al- Ibriz Dengan
Konteks Ke-Indonesia-an
Pada Maret 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran
per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,01
juta orang (10,86 persen). Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan
jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan,
sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan
terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2016 tercatat sebesar 73,50 persen. Jenis
komoditi makanan yang berpengaruh terbesar terhadap nilai Garis Kemiskinan di
perkotaan maupun di perdesaan, di antaranya adalah beras, rokok kretek filter,
telur ayam ras, gula pasir, mie instan, bawang merah dan roti. Sedangkan untuk
komoditi bukan makanan yang terbesar pengaruhnya adalah biaya perumahan,
listrik, bensin, pendidikan, dan perlengkapan mandi.131
Selama ini yang ditonjolkan hanyalah ―apa dan bagaimana serta dengan
hasil capaian berapa, secara makro, lalu dibagi dengan jumlah penduduk‖, tetapi
tak pernah ―oleh siapa dan untuk siapa, menurut jalur pelapisan sosial‖. Padahal
struktur masyarakat kita sangat berlapis dan bertingkat, bahkan cenderung
dualistic dan dikotomik. Celakanya, pelapisan dan dualisme ataupun dikotomi
131
Badan Pusat Statistik, Berita Resmi Statistik No. 66/07/Th. XIX, 18 Juli 2016. Profil
Kemiskinan di Indonesia Maret 2016.
88
sosial itu, seperti pada zaman kolonial dulu, cenderung etnosentrik dan etnobias
pula sifatnya. Artinya, kelompok terkecil masyarakat menurut jalur etnik itu, yang
umumnya adalah nonpribumi, mengusai bagian terbesar kekayaan nasional.
Sementara kelompok terbesar dari masyarakat pribumi yang merupakan pewaris
sah dari republik ini mendapatkan bagian dan porsi terkecil. Akibatnya, cita-cita
Pasal 34 UUD 1945, ―pembangunan itu adalah untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat‖, hanyalah isapan jempol belaka.
Dalam terapannya, hitungan garis kemiskinan absolut. Penduduk yang
memiliki rata-rata pengeluaran atau pendapatan per kapita per bulan di bawah
garis kemiskinan disebut penduduk miskin. Perhitungan penduduk miskin ini
didasarkan pada data sampel, bukan data sensus, sehingga hasilnya sebetulnya
hanyalah estimasi. Data yang dihasilakan biasa disebut data kemiskinan makro. Di
Indonesia, sumber data yang digunakan adalah Survei Sosial ekonomi Nasional.
BPS menyajikan data kemiskinan makro ini sejak tahun 1984 sehingga
perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin bisa diikuti dalam waktu
ke waktu.
Dapat dilihat dari data yang dikeluarkan oleh BPS diatas, bahwasanya faktor
terbesar yang mempengaruhi Garis Kemiskinan adalah komuditi makanan.
Sementara pemerintah selama ini hanya terfokus pada persoalan pembangunan
berupa sarana sandang dan papan. Persoalan pemenuhan kebutuhan komoditi
pangan ini menjadi masalah serius yang bukan hanya menjadi tugas pemerintah
sebagai pembuat kebijakan dalam suatu negara, melainkan juga menjadi tugas
bersama para penduduk/masyarakatnya.
89
Dalam perspektif ekonomi politik, ketimpangan pembangunan antar sektor
ekonomi akibat kegagalan strategi pembangunan. Dukungan kebijakan terhadap
pembangunan sektor industri tanpa menyertakan sektor pertanian di masa lampau
telah menciptakan banyak kantong-kantong orang miskin.132
ada tiga hal yang
perlu ditanyakan tentang pembangunan suatu Negara, yaitu apa yang tengah
terjadi dengan kemiskinan; apa yang tengah terjadi dengan pengangguran; dan apa
yang tengah terjadi dengan ketimpangan. Apabila jawaban atas ketiga hal tersebut
adalah ―penurunan secara substansial‖ maka tidak diragukan lagi bahwa negara
tersebut baru mengalami periode pembangunan.133
Politik ekonomi untuk kesejahteraan rakyat mendapat ujian yang cukup
serius pada saat ini ketika pertumbuhan ekonomi dinilai berhasil, tetapi
kesejahteraan untuk rakyat bawah dipertanyakan. Ada kontradiksi didalam
wacana kinerja dan kebijakan ekonomi, yakni klaim kinerja ekonomi yang
―kinclong‖ oleh pemerintah pada satu sisi, dan masalah kemiskinan serta sektor
informal yang masih luas dan buruk pada sisi lain.134
Dari uraian diatas, didapat dua faktor utama penyebab kemiskinan yang
terjadi di Indonesia, yaitu: distribusi komoditi pangan yang tidak merata dan
kegagalan strategi pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Dua hal
tersebut yang akan menjadi fokus penulis dalam menganalisis relevansi dan
132
Mochamad Syawie. Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial. Jurnal Informasi Vol. 16, No.3,
September – Desember, Tahun 2011. (Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial:
Kementrian Sosial Republik Indoneseia)., hlm. 215. 133
Teori ini dikemukakan oleh Dudley Seers sebagai teori pendukung untuk indikator
pembangunan non-ekonomi yang berbeda dari teori ekonomi klasik. Untuk mengetahui lebih
lanjut, baca Moeljarto T, Politik Pembangunan Sebuah Analisis Konsep, Arah, dan Strategi,
(Yogyakarta; Tiara Wacana. 1987) 134
Mochamad Syawie. Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial... hlm. 218.
90
signifikansi penafsiran tafsir al- Ibriz tentang ayat kemiskinan dalam konteks ke-
Indonesia-an. Dengan pertimbangan bahwa tafsir al- Ibriz adalah kitab tafsir yang
ditulis oleh ulama Indonesia.
Banyak pakar mensinyalir, salah satu penyebab ketertinggalan umat Islam
saat ini adalah karena meninggalkan dan menjauh dari ajaran al- Qur`an dan
hadis. Meninggalkan dimaksud berupa ketidaktahuan yang berakibat pada
kurangnya penghayatan dan pengamalan terhadap nilai-nilai yang terkandung
dalam kedua sumber ajaran Islam. Sikap seperti ini pernah dilakukan oleh umat
terdahulu yang kemudian membuahkan kecaman keras. QS. Al- Baqarah/2 : 78
menyebut mereka yang bersikap demikian sebagai ummiyyun (buta huruf), yang
tidak mengerti kitab suci dan sumber ajaran agama dengan baik. Kalaupun
mengerti, pemahaman mereka tidak didukung oleh bukti-bukti kuat, tetapi hanya
sekadar dugaan, sehingga timbul keengganan. Kebutaaksaraan (ummiyyah)
seperti ini tidak lagi hanya sebatas tidak bisa membaca dan menulis aksara, tetapi
tidak memahami ajaran agama dengan baik dan benar. Rajab al-Banna, kolumnis
Mesir terkemuka, menyebutnya dengan istilah ummiyyah diniyyah (buta aksara
agama). Menurutnya, wajah kusam Islam saat ini, selain karena propaganda
musuh-musuh Islam, juga disebabkan oleh sikap, prilaku dan pemikiran sebagian
komunitas Muslim yang tidak memahami ajaran agama secara utuh.
Tak dapat disangkal, dalam kehidupan seorang Muslim, al- Qur`an dan
hadis merupakan dua sumber ajaran yang mengatur banyal hal dan harus
dipedomani dalam hidup. Allah berfirman : "Dan Kami turunkan kepadamu Al-
Kitab (al- Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat
91
dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri" (QS. Al-Nahl/16 : 44).
Al-Qur`an tidak hanya berisikan persoalan akidah dan ibadah, tetapi mencakup
berbagai persoalan etika, moral, hukum dan sistem kehidupan lainnya.
Sedemikian lengkapnya ajaran al- Qur`an, sayyiduna Abu Bakar RA berujar;
"seandainya tambat untaku hilang pasti akan aku temukan dalam al- Qur`an".
Ajarannya berlaku sepanjang masa dan bersifat universal untuk semua umat
manusia. Ilmu pengetahuan modern membuktikan sekian banyak isyarat ilmiah
dalam al- Qur`an, bahkan juga hadis, yang sejalan dengan penemuan ilmiah para
ahli.
Meski menyatakan dirinya telah "menjelaskan segala sesuatu", namun tidak
berarti al- Qur`an tidak membutuhkan penjelasan. Jumlah ayatnya yang terbatas
(6236 ayat) dan karakteristik bahasanya yang ringkas dan padat serta
kandungannya yang bersifat umum menuntut adanya penjelasan atau penafsiran.
Otoritas tertinggi untuk itu dimiliki oleh Rasulullah yang diwujudkan dalam
bentuk ucapan, perbuatan dan ketetapan. Himpunan ketiganya disebut hadis atau
sunnah. Dengan demikian, sebagai sumber ajaran Islam al- Qur`an dan hadis tidak
dapat dipisahkan, karena jika al- Qur`an dipandang sebagai sebuah konstitusi
(dustûr) yang mengandung pokok-pokok ajaran ketuhanan yang diperlukan untuk
mengarahkan kehidupan manusia, maka hadis merupakan rincian penjelasannya.
al- Qur`an sendiri menyatakan, selain bertugas menyampaikan kitab suci,
Rasulullah diberi kewenangan untuk menjelaskan kitab tersebut (QS. An- Nahl :
44). Penjelasan itu tidak pernah keliru, sebab dalam menjalankan tugas tersebut
Rasulullah senantiasa berada dalam bimbingan wahyu (QS. An- Najm: 3).
92
Terlalu berpegang pada lahir teks dan mengesampingkan maslahat atau
maksud di balik teks berakibat pada kesan syariat Islam tidak sejalan dengan
perkembangan zaman dan jumud dalam menyikapi persoalan. Secara umum
ajaran Islam bercirikan moderat (wasath); dalam akidah, ibadah, akhlak dan
mu`amalah. Ciri ini disebut dalam al- Quran sebagai al-Shirath al-Mustaqim
(jalan lurus/ kebenaran), yang berbeda dengan jalan mereka yang dimurkai (al-
maghdhûbi `alaihim) dan yang sesat (ad- dhallun) karena melakukan banyak
penyimpangan.
Al- Syathibi menyebut metode ini sebagai jalan mereka yang mendalam
ilmunya (al- rasikhun fi al-`ilm), sedangkan al- Qardhawi menyebutnya dengan
manhaj wasathiy (metode tengahan/ moderat). Itu berarti bahwa, dalam
menafsirkan atau memaknai ayat-ayat al- Qur‘an pada saat ini harus disesuaikan
dengan problema yang terjadipada ummat, sehingga al- Qur‘an benar-benar
mengena bukan hanya dalam lingkup ritual keagamaan yang sakral melainkan
juga dapat mengena pada kehidupan yang sedang dijalani. Untuk itu, untuk
memahami permasalahan kemiskinan yang terjadi di Indonesia, maka menjadi
sangat penting untuk mengetahui terlebih dahulu bagaimana keadaan kemiskinan
yang terjadi di Indonesia, barulah kemudian akan di carikan solusi dengan
merujuk kepada al- Qur‘an melalui kitab tafsir al- Ibriz dengan pertimbangan
kultural yang berlaku di masyarakat Indonesia.
Masyarakat Indonesia sejak dahulu sudah mempunyai peradaban yang
mengedepankan aspek sosial, terlebih dalam hal berbuat baik terhadap sesama
manusia. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya tradisi-tradisi yang sangat
93
mengedepankan kesejahteraan sosial. Sebagai contoh adalah adanya budaya
gotong royong, anter-anter, syukuran, dll. Indonesia juga dikenal dengan
keramahan dan kebersahajaan penduduknya terhadap siapapun termasuk orang
yang tidak dikenal. Untuk menghadapi kemiskinan yang terjadi di Indonesia,
masyarakat harus kembali sadar akan sejarah dan tradisi yang sudah berlangsung
lama tersebut, sehingga masalah kemiskinan bukan lagi menjadi momok
menakutkan yang tiada habisnya dan tiada jalan keluarnya.
Kitab tafsir al- Ibriz dengan penafsirannya yang sangat Indonesia dan secara
tersirat menceritakan bagaimana keadaan masyarakat dan menyerukan masyarakat
untuk melakukan tindakan kepada orang miskin kala itu. Maka dengan begitu,
kitab tafsir ini masih relevan jika digunakan pada masa ini dan agar masyarakat
ataupun umat muslim khususnya, yang berada di Indonesia mampu kembali pada
jati diri dan tradisi yang luhur, agar masalah kemiskinan dapat diatasi.
B. Tawaran Solusi Tafsir Al- Ibriz Dalam Menyelesaikan Masalah Kemiskinan
Di Indonesia
Memperhatikan akar kata "miskin" yang disebut di atas sebagai berarti diam
atau tidak bergerak diperoleh kesan bahwa faktor utama penyebab kemiskinan
adalah sikap berdiam diri, enggan, atau tidak dapat bergerak dan berusaha.
Keengganan berusaha adalah penganiayaan terhadap diri sendiri, sedang
ketidakmampuan berusaha antara lain disebabkan oleh penganiyaan manusia 1ain.
Ketidakmampuan berusaha yang disebabkan oleh orang lain diistilahkan pula
dengan kemiskinan struktural.
94
Dalam rangka mengentaskan kemiskinan, al- Qur‘an menganjurkan banyak
cara yang harus ditempuh, yang secara garis besar dapat dibagi pada tiga hal
pokok. Pertama, kewajiban setiap individu. Kedua, kewajiban masyarakat/orang
lain. Ketiga, kewajiban pemerintah. 135
1. Kewajiban setiap individu
Kerja dan usaha merupakan cara pertama dan utama yang ditekankan
oleh Kitab Suci al- Qur‘an, karena hal inilah yang sejalan dengan naluri
manusia, sekaligus juga merupakan kehormatan dan harga dirinya.136
Islam tidak menganjurkan umatnya untuk hidup miskin. Bahkan ada
ungkapan yang mengecam kefakiran ―kaada al- falrqu an yakuuna kufran‖.
Oleh karena itu nabi sering berdoa ―allahumma inni a‟udzubika min al-
kufri wa al- faqri‖(HR Abu Dawud). Allahumma inni a‟udzubika min al-
faqri wa al- qillati wa al- dzillati wa a‟udzubika min an azhlima aw uzhlima
(ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari kefakiran, kekurangan dan
kehinaan, dan aku berlindung kepada-Mu dari menganiaya dan dianiaya,
(HR Ibnu Majah dan al- Hakim).dari do‘a tersebut nampak jelas bahwa fakir
bukanlah anjuran. Kalau itu dianjurkan maka Nabi tidak akan berdo‘a
untuk memohon perlindungan pada Allah dari kefakiran.137
Dari sini dapat disimpulkan bahwa jalan pertama dan utama yang
diajarkan al- Qur‘an untuk pengentasan kemiskinan adalah kerja dan usaha
yang diwajibkannya atas setiap individu yang mampu. Oleh karena itu untuk
135
M. Quraish Shihab, Wawasan Al- Qur‟an: Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Persoalan Umat...
hlm. 448. 136
Ibid,. 137
Tri Wahyu Hidayati, Sistem Jaring Pengaman Sosial(The Social Safety Net) Dalam Al- Qur‟an
(Kajian Sosio Historis)... hlm. 128.
95
dapat memenuhi anjuran al- Qur‘an dan sunnah Rasul, maka manusia
ditunutut agar dapat menumbuhkan kembali etos kerja, sehinga tidak
terjebak dalam kemiskinan (berhenti bergerak).
a. Menumbuhkan Etos Kerja
Untuk menumbuhkan etos kerja pada setiap individu, maka ummat
harus kembali kepada al- Qur‘an dengan mengerti dan menghayati maksud
dari surat Ar- Ra‘du ayat 11:
خيفلۥ يديو بي ػلبج ۦ مرۥيفظأ ه ٱللذ إنذ ٱللذ
رادإوذاأ ه فص
اةأ وا حؾي محتذ اةل لحؾي ءاـلٱللذ م ش ةل
ل مردذ ۥ ال ١١والوۦد وBagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran,
di muka dan dibelakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.(QS
Ar- Ra‟du: 11)
Bekerja adalah pekerjaan wajib seorang manusia. Kehidupan akan
semakin rumit jikalau hanya berdiam ditempat. Karena bekerja merupakan
suatu yang di wajibkan oleh Allah, maka bekerja merupakan suatu ibadah
bagi setiap individu, sebagai contoh, yakni seorang penjahit menjadikan
jarum sebagai tasbih atau tukang kayu menjadikan gergaji sebagai tasbihnya
pula. Sebab segala benda yang ada di dunia merupakan bagian dari ayat
kauniyah Allah SWT. Seperti pada penafsiran surat Alam Nasrah ayat 1-4
pada tafsir al- Ibriz disebutkan bahwa,
96
―....nuli yen wes rino, papan kang peteng dadi padang, poro
manungso nuli podo bergerak semangat nyambut gawe,...‖138
Maksudnya adalah bahwa jika pagi telah datang, maka bergeraklah
untuk bekerja mencari penghidupan dengan semangat. Maka dari itu bekerja
ialah suatu perbuatan dunia yang tidak terlepas dari suatu ibadah untuk tetap
mengingat Allah dalam setiap apa yang dilakukannya dan bukan merupakan
suatu yang dapat menjauhkan diri dari Allah SWT.
Islam sangat menganjurkan manusia untuk bekerja menghidupi
dirinya dan keluarganya, Rasulullah SAW bersabda:
―Telah menceritakan kepada kami Mu‟allaa bin Asad, telah
menceritakan kepada kami Wuhaib dari Hisyam dari bapaknya, dari
Az Zubair bin Al- „Awwam radliallahu „anhu, dari Nabi sallallahu
„alaihi wasallam bersabda; “sungguh seorang dari kalian yang
mengambil talinya lalu dia mencari seikat kayu bakar dan dibawa
dengan punggungnya kemudian dia menjualnya lalu Allah
mencukupkannya dengan kayu itu, lebih baik baginya dari pada dia
meminta-minta kepada manusia, baik manusia itu memberinya atau
menolaknya”.( HR Bukhori no. 2200).‖
Dalam hadits ini Rasulullah SAW menjelaskan bagaimana etos kerja
itu harus dibangun. Walaupun mencari kayu bakar merupakan hal kecil
yang berat serta keuntungan yang didapat itu kecil, tetapi itu lebih baik dan
mulia dari pada menjadi peminta-minta. Ini juga berarti apa yang di anggap
oleh Allah adalah kemuliaan juga dimata manusia.
Sebuah pekerjaan mengandung tiga aspek diantaranya: memiliki
dorongan/motivasi serta tanggung jawab, melakukan dengan sengaja,
memiliki arah dan tujuan yang luhur.139
138
Bisri Musthofa, al-Ibriz li Ma‟rifat Tafsir al-Qur‟an al- Aziz, Juz 30...hlm. 2246. 139
Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim. (Jakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995)., hlm. 40.
97
“Anas bin Malik meriwayatkan bahwa suatu ketika ada seorang
pengemis dari kalangan Anshar datang meminta-minta kepada
Rasulullah SAW. Lalu beliau bertanya kepada pengemis tersebut,
“Apakah kamu mempunyai sesuatu di rumahmu ?”, pengemis itu
menjawab, “Tentu, saya mempunyai pakaian yang biasa saya pakai
sehari-hari dan sebuah cangkir”, Rasul berkata, “Ambil dan
serahkan ke saya !”, lalu pengemis itu menyerahkannya kepada
Rasulullah, kemudian Rasulullah menawarkannya kepada para
sahabat, “Adakah diantara kalian yang ingin membeli ini ?”, seorang
sahabat menyahut, “saya beli dengan satu dirham”, Rasulullah
menawarkannya kembali”, adakah diantara kalian yang ingin
membayar lebih ?” lalu ada seorang sahabat yang sanggup
membelinya dengan dua dirham. Kemudian Rasulullah menyuruh
pengemis itu untuk membelikan makanan dengan uang tersebut untuk
keluarganya, dan selebihnya, Rasulullah menyuruhnya untuk membeli
kapak. Rasulullah bersabda, “carilah kayu sebanyak mungkin dan
juallah, selama dua minggu ini aku tidak ingin melihatmu”, sambil
melepas kepergiannya, Rasulullah pun memberinya uang untuk
ongkos. Setelah dua minggu, pengemis itu datang lagi dan
menghadap Rasulullah sambil membawa uang sepuluh dirham hasil
penjualan kayu. Lalu Rasulullah menyuruh untuk membeli pakaian
dan makanan untuk keluarganya, seraya bersabda; “Hal ini lebih
baik bagi kamu, karena meminta-minta hanya akan membuat noda di
wajahmu di akhirat nanti. Tidak layak bagi seseorang meminta-minta
kecuali dalam tiga hal, fakir miskin yang benar-brenar tidak
mempunyai sesuatu, utang yang tidak bisa terbayar, dan penyakit
yang membuat seseorang tidak bisa berusaha”.( HR Abu Daud ).”
Apa yang dilakukan Rasulullah ini adalah untuk mendidik umat Islam
agar mempunyai semangat bekerja. Dalam penyelesaiannya Nabi
Muhammad tidak langsung memberikan bahan makanan. Rasulullah sadar
betul jika beliau memberi bahan makanan atau uang, maka selamanya
selamanya ia akan menjadi peminta-minta.
Dari perbuatan Rasul yang tidak langsung memberi makanan/uang
kepada sang pengemis, tetapi menanyakan apa yang ia miliki untuk
selanjutnya dijadikan modal usahanya selanjutnya. Kemudian setelah
memiliki modal dari barang yang ia miliki, Rasulullah memerintahkan sang
98
pengemis untuk mencari kayu bakar untuk dijual, agar ia mendapat
keuntunga, maka dapat disimpulkan bahwa dalam mengindari kemiskinan,
maka selain harus memiliki semangat bekerja, ia harus memahami potensi
dirinya sendiri sehingga dapat dijadikan modalnya untuk mencari
penghidupan dengan bekerja.
Demikianlah salah satu teladan Rasulullah SAW dalam mengatasi
kemiskinan. Rasulullah SAW sangat menghargai sisi-sisi positif untuk
berkembang yang dimiliki individu. Jadi, jauh sebelum Adam Smith
terkagum-kagum dengan penemuannya sendiri dalam The Wealth of Nation,
yang menjadi asumsi dasar ideologi liberal klasik (cikal bakal kapitalisme
saat ini), bahwa manusia adalah aktor/ individu yang memiliki potensi
positif untuk berkembang dan berkreasi jika diberi kesempatan dan
kebebasan (dalam hal ini modal dan kebebasan berkreasi), Rasulullah telah
dengan sadar melakukannya. Namun, berbeda dengan kaum liberal klasik
yang cenderung mengabaikan moral dan nilai, jika moral dan nilai itu
ternyata menghambat, Raslullah tetap menggunakan prinsip-prinsip nilai
dan moral yang bersumber dari al- Qur‘an sebagai pembatas antara yang
haq dan yang batil.140
2. Kewajiban orang lain/masyarakat
Orang sering kali tidak merasa bahwa mereka mempunyai tanggung
jawab sosial, walaupun ia telah memiliki kelebihan harta kekayaan. Karena
itu diperlukan adanya penetapan hak dan kewajiban agar tanggung jawab
140
Tri Wahyu Hidayati, Sistem Jaring Pengaman Sosial(The Social Safety Net) Dalam Al- Qur‟an
(Kajian Sosio Historis)... hlm. 137-138.
99
keadilan sosial dapat terlaksana dengan baik. Dalam hal ini, al- Qur‘an
walaupun menganjurkan sumbangan sukarela dan menekankan keinsafan
pribadi, namun dalam beberapa hal Kitab Suci ini menekankan hak dan
kewajiban, baik melalui kewajiban zakat, yang merupakan hak delapan
kelompok yang ditetapkan (QS Al-Taubah: 60) maupun melalui sedekah
wajib yang merupakan hak bagi yang meminta atau yang tidak, namun
membutuhkan bantuan, dan melalui denda atas pelanggaran-pelanggaran
syariat tertentu yang disebutkan dalam al- Qur‘an.
انوووف ىيصذ حق ل ن حرومأ ١٩ٱل
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta
dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (QS. Adz Dzariyat: 19)
Pada tafsir al- Ibriz ayat ini ditafsirkan bahwa,
―lan ing bondo-bondone ana ketetapan kanggo wong kang anjaluk lan
wong mahrum”
Artinya, dan didalam harta-harta itu ada ketetapan untuk orang yang
meminta dan orang yang mahrum, maksud dari kata mahrum dijelaskan
kembali pada bagian faidah pada penafsiran ini, ―dene kang dimaksud
tembung mahrum: iya iku wong melarat kang ora gelem anjaluk-njaluk”
artinya; yang dimaksud kata mahrum ialah orang miskin yang enggan untuk
meminta-minta.141
Hak dan kewajiban tersebut mempunyai kekuatan tersendiri, karena
keduanya dapat melahirkan "paksaan" kepada yang berkewajiban untuk
melaksanakannya. Bukan hanya paksaan dan lubuk hatinya, tetapi juga atas
141
Bisri Musthofa, al-Ibriz li Ma‟rifat Tafsir al-Qur‟an al- Aziz, Juz 26...hlm. 1909.
100
dasar bahwa pemerintah dapat tampil memaksakan pelaksanaan kewajiban
tersebut untuk diserahkan kepada pemilik haknya. Dalam konteks inilah al-
Qur‘an menetapkan kewajiban membantu keluarga oleh rumpun
keluarganya, dan kewajiban setiap individu untuk membantu anggota
masyarakatnya.142
a. Jaminan Satu Rumpun Keluarga
Boleh jadi karena satu dan lain hal seseorang tidak mampu
memperoleh kecukupan untuk kebutuhan pokoknya, maka dalam hal ini al-
Qur‘an datang dengan konsep kewajiban memberi nafkah kepada keluarga,
atau dengan istilah lain jaminan antar satu rumpun keluarga sehingga setiap
keluarga harus saling menjamin dan mencukupi.143
ي ءوٱلذ س ولهمـأ ػس دوا وج اجروا و بػد ا ا
ا ولرحاموأ
فنتبٱل ةتػض ول
أ بػظ ٱللذ إنذ ءٱللذ ش ةسو
٧٥غييDan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta
berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga).
Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih
berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS Al-
Anfal; 75)
Didalam tafsir al- Ibriz ayat hubungan kerabat ialah orang-orang yang
berhak mendapatkan warisan dalam bab waris,
―...wong-wong kang anduweni hubungan kerabat iku, sebagian ono
kang luwih hak katimbang wenehe ing bab warisan, tegese hubungan
142
M. Quraish Shihab, Wawasan Al- Qur‟an: Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Persoalan Umat...
hlm. 449. 143
Ibid,.
101
kerabat iku ingdalem bab warisan luwih hak katimbang hubungan
iman lan hijrah...),144
Dan orang yang memiliki hubungan kerabat lebih berhak daripada
orang-orang yang mempunyai hubungan atas dasar iman dan hijrah. Pada
penafsiran ayat ini juga ditambahkan tanbih yang isinya adalah bahwa,
―pada ayat 72 dijelaskan bahwa orang yang memiliki hubungan atas
dasar hijrah itu lebih kuat daripada pada orang yang memiliki
hubungan kerabat, namun pada ayat 75 ini dijelaskan bahwa
hubungan kerabat itu lebih kuat dari pada hubungan atas dasar hijrah.
Sebab itu ayat 72 lebih dulu turun, yang kemudian di mansukh dengan
ayat 75 ini‖.145
Kemudian perintah ini jelaskan kembali dalam surat Al- Isra‘ ayat 26
yang berisi tentang anjuran memberikan hak-hak atas kerabat, orang miskin
dan orang yang dalam perjalanan. Ayat ini menggaris bawahi adanya hak
bagi keluarga yang tidak mampu terhadap yang mampu.
Dalam madzhab Abu Hanifah memberi nafkah kepada anak dan cucu,
atau ayah dan datuk merupak Kewajiban walaupun mereka bukan muslim.
Para ahli hukum menetapkan bahwa yang dimaksud dengan nafkah
mencakup sandang, pangan, papan dan perabotnya, pelayan (bagi yang
memerlukannya), mengawinkan anak bila tiba saatnya, serta belanja untuk
istri dan siapa saja yang menjadi tanggungannya.146
144
Bisri Musthofa, al-Ibriz li Ma‟rifat Tafsir al-Qur‟an al- Aziz, Juz 10...hlm. 521. 145
Ibid,. 146
M. Quraish Shihab, Wawasan Al- Qur‟an: Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Persoalan Umat...
hlm. 450.
102
شػخلفق شػث ذو ۦه رزك غيي كدر ۥو ءاحى ا ذ م ـييفق ليسيؿٱللذ شيجػوٱللذ ا اءاحى جفصاإلذ اٱللذ يس بػدغس ٧
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya.
Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari
harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban
kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya.
Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.(QS At
Thalaq; 7).
“Orang-orang yang mempunyai kelapangan/kemampuan harus
menafkahi (perempuan-perempuan yang ditalaq dan perempuan-
perempuan yang menyusui(setelah ditalaq) – menurut kadar
kemampuan, dan orang-orang yang ditakdirkan sempit rezekinya- kita
harus menafkahi menurut kadar kemampuan), Allah SWT tidak
membebani seseorang selain menurut kadar kemampuan yang Allah
berikan,”147
b. Zakat
Dari sekumpulan ayat-ayat al- Qur‘an dapat disimpulkan bahwa
kewajiban zakat dan kewajiban-kewajiban keuangan lainnya, ditetapkan
Allah berdasarkan pemilikan-Nya yang mutlak atas segala sesuatu, dan juga
berdasarkan istikhlaf (penugasan manusia sebagai khalifah) dan
persaudaraan semasyarakat, sebangsa, dan sekemanusiaan. Apa yang berada
dalam genggaman tangan seseorang atau sekelompok orang, pada
hakikatnya adalah milik Allah. Manusia diwajibkan menyerahkan kadar
tertentu dari kekayaannya untuk kepentingan saudara-saudara mereka
seperti yang Allah terangkan dalam surat Adz Dzariyat ayat 19.
147
Bisri Musthofa, al-Ibriz li Ma‟rifat Tafsir al-Qur‟an al- Aziz, Juz 28...hlm. 2091.
103
وفانووأ ىيصذ حق ل ن حروم ١٩ٱل
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta
dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.(QS Adz- Dzariyat: 19)
Allah berkata demikian karena, pada dasarnya apa yang membuat
orang lain kaya dan berlebih harta bukanlah merupakan hasil dari jerih
payah dan upayanya sendiri, melainkan juga melibatkan jerih payah dan
usaha orang lain, termasuk orang-orang yang berada dalam kekurangan,
seperti contoh; seorang pemilik modal menginginkan hartanya bertambah
dengan cara menjalankan bisnis, dalam usahanya menjalankan bisnis ia
pasti akan membutuhkan orang lain untuk menjadi rekan bisnisnya (entah
sebagai penyokong ataupun klien), sementara seorang klien juga pasti
membutuhkan konsumen dari apa yang ditawarkan oleh sang pemilik modal
tadi, agar bisnis tetap berjalan dan saling mendapat keuntungan baik bagi
produsen, distributor, maupun konsumen. Jika kita letakkan produsen
sebagai orang yang sangat kaya, sebab ia yang memiliki modal utama, maka
sang distributor merupakan orang yang kaya, dan konsumen adalah orang-
orang yang berada dibawah tingkatan kaya(atau disebut berada s/d miskin).
Kalau demikian, wajar jika Allah Swt. sebagai pemilik segala sesuatu,
mewajibkan kepada yang berkelebihan agar menyisihkan sebagian harta
mereka untuk orang yang memerlukan.
ا ةإجذ ي جياٱل ولٱل جركأ يؤحس ا وتخذل ا إونحؤ ول ىػب
يس ىس ن أ ويخريسإن ٣٦يس
ا تتخي ذيحفس ا جيه س طغ
٣٧أ
104
Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan
jika kamu beriman dan bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu
dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu. Jika Dia meminta harta
kepadamu lalu mendesak kamu (supaya memberikan semuanya) niscaya
kamu akan kikir dan Dia akan menampakkan kedengkianmu. (QS
Muhammad; 36-37)
Dalam tafsir al- Ibriz, kandungan ayat ke 36 ini ialah bahwa,
―sejatinya hidup di alam dunia hanyalah permainan dan berleha-
leha/bersantai ataupun (batal dan bujukan) dan bagaimana bisa
kehidupan dunia bisa menghalang-halangi kemuliaan kehidupan di
akhirat.‖
Kemudian dalam ayat 37,
―jikalau saja Allah SWT ingin mengambil seluruh harta setelah Ia
berikan kepada manusia, maka Ia mampu dengan mudahnya
mengambil seluruhnya. Namun, Allah tidak berlaku seperti itu. Sebab,
jika Allah meminta kepada manusia untuk memberikan seluruh
hartanya kepada Allah dan agamanya, maka manusia akan menjadi
kikir(sangat pelit), dan sifat kikir akan menimbulkan sifat dengki(akan
menimbulkan rasa dengki terhadap agama Islam)‖148
Menurut az- Zuhayli, dalam ayat-ayat Makkiyah maupun Madaniyah,
zakat selalu dikaitkan dengan shalat. Ini paling tidak terjadi dalam 82
tempat dalam al- Qur‘an. Hal ini menunjukkan bahwa antara zakat dan
shalat adalah saling berkaitan dan sama-sama wajib. Itulah makanya, Ibnu
Mas‘ud berkata: ―kalian diperintahkan mendirikan shalat dan membayar
zakat, siapa yang tidak membayar zakat berarti tidak ada shalat baginya‖.149
Di Indonesia, perihal zakat fitrah memang sudah berlangsung dengan
teratur dan terus berkelanjutan. Namun, untuk zakat perkebunan, zakat
penghasilan dan berbagai macam zakat lainnya masih perlu mendapat
148
Ibid, Juz 26. hlm. 1861-1862. 149
Tri Wahyu Hidayati, Sistem Jaring Pengaman Sosial(The Social Safety Net) Dalam Al- Qur‟an
(Kajian Sosio Historis)... hlm. 165.
105
perhatian serius. Banyak bagian dari umat Islam Indonesia hanya terfokus
untuk menunaikan shalat saja dan perihal zakat dirasa hanya sebagai
sunnah, padahal sesungguhnya zakat juga merupakan kewajiban yang harus
ditunaikan selain mendirikan shalat.
Apabila seluruh umat Islam lebih memperhatikan kembali perihal
perintah zakat ini, mungkin ada harapan besar dari pengelolaan zakat yang
baik dan benar untuk menjadi solusi utama dari proses panjang
mengentaskan kemiskinan yang terjadi di Indonesia.
Adapun pengelolaan zakat, dalam tafsir al- Ibriz dalam penafsirannya
terhadap surat At- Tawbah ayat 60 dijelaskan bahwa; ―ada dua golongan
yang berbeda tentang pengelolaan zakat, Pertama, ialah orang-orang yang
mengikuti madzhab Imam Syafi‘i, yang beranggapan bahwa harta zakat
hanya boleh di tasorrufkan kepada golongan-golongan yang disebutkan oleh
al- Qur‘an saja. Dan golongan yang kedua, ialah golongan yang mengikuti
tafsir al- Manar yang beranggapan bahwa harta zakat, dalam
pengelolaannya boleh di tasorruf-kan untuk pembangunan fasilitas-fasilitas
yang berguna bagi ummat, baik berupa tempat ibadah, maupun rumah sakit
untuk pengobatan‖.
Kata zakat berakar kata dari huruf za, kaf, dan huruf mu'tal yang
berarti tumbuh dan bertambah, dapat juga berarti membersihkan. Ada
sebagian memberikan alasan, dengan zakat diharapkan hartanya dapat
bertambah dan berkembang. Ada sebagian yang lain beralasan, dengan
106
zakat seseorang dapat membersihkan atau mensucikan harta yang
dimilikinya.150
Keterangan di atas menunjukkanbahwa orang yang menunaikan zakat
itu untuk membersihkan dan mensucikan harta yang telah dianugerahkan
kepadanya dan tidak akan menjadikan miskin bagi orang yang menunaikan
zakat itu,namun justru hartanya dapat bertambah dan berkembang dengan
izin Allah SWT.
Dalam hal ini, penulis beranggapan bahwa memberikan harta zakat
kepada para mustahiq ialah suatu inti dari diadakannya zakat. Namun,
dalam pengembangannya harta zakat juga sekiranya tidak diberikan secara
langsung, dapat juga diberikan untuk pembangunan fasilitas umum yang
dapat berguna untuk umat.
Sebagai contoh, harta zakat yang tidak langsung diberikan kepada
mustahiq, dapat dikembangkan untuk membangun rumah sakit yang bebas
biaya bagi para orang-orang miskin yang sakit. Sepertihalnya yang ditulis
oleh Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan al- Qur‘an: yang perlu
digarisbawahi bahwa dalam pandangan hukum Islam, zakat harta yang
diberikan kepada fakir miskin hendaknya dapat memenuhi kebutuhannya
selama setahun, bahkan seumur hidup. Menutupi kebutuhan tersebut dapat
berupa modal kerja sesuai dengan keahlian dan keterampilan masing
masing, yang ditopang oleh peningkatan kualitasnya. Hal lain yang perlu
juga dicatat adalah bahwa pakar-pakar hukum Islam menetapkan kebutuhan
150
Abu Husain Ahmad bin Faris bin Zakaria. Mu‟jam Maqayis al- Lughah. Juz 3... hlm. 17.
107
pokok dimaksud mencakup kebutuhan sandang, pangan, papan, seks,
pendidikan dan kesehatan.151
c. Infaq
Infaq dapat menjadi salah satu solusi untuk mengentaskan
kemiskinan, ini sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT
dalam firman-Nya:
ن ػامويػػ حتٱىػذ شياۦلعاوأ اويتي ٨مصهي
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin,
anak yatim dan orang yang ditawan.(QS Al- Insan: 8)
Pada ayat ini dijelaskan bahwa memberi makan kepada orang-orang
miskin, anak yatim dan orang yang ditawan ialah suatu perbuatan yang
sangat baik sehingga akan mendapat ganjaran berupa minuman dari air
kafur di surga nanti. Perihal makna dari ―makanan yang disukai‖ dalam
beberapa riwayat dijelaskan bahwasanya maksud dari makanan yang disukai
ialah makanan yang benar-benar sangat disenangi oleh sang pemberi makan,
namun tidak menjadikan dirinya sendiri kelaparan. Namun pada kitab tafsir
al- Ibriz K.H Bisri Mustofa menjelaskan makna dari makanan yang disukai
ialah satu-satunya makanan yang sipemberi miliki dan diberikan dengan
ikhlas kepada orang miskin/anak yatim/orang yang ditawan, sehingga
menjadikan sang pemberi lapar.
Kata infaq berakar dari huruf nun, fa, dan qaf mempunyai dua arti
dasar, pertama adalah terputusnya dan hilangnya sesuatu, kedua
151
M. Quraish Shihab, Wawasan Al- Qur‟an: Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Persoalan Umat...
hlm. 451.
108
menyembunyikan dan tidak terangnya sesuatu.152
Menurut Al-Raghib al-
Ashfahani, kata anfaqa - yunfiqu berarti berlahi habis, binasa atau mati.153
Dengan demiklan kata infaq dapat berarti menghilangkan atau
menghabiskan sesuatu, karena orang yang infak adalah seorang yang
mendarmakan atau menyumbangkan hartanya berarti harta yang
disumbangkan menjadi hilang, atau sembunyi.
Sedangkan kata hubb pada ayat ini berasal dari huruf ha dan ba
bersyaddah yang mempunyai tiga arti dasar, yaitu, pertama berarti keadaan
yang perlu dan stabil, kedua biji dari sesuatu yang disenangi, dan ketiga
mensifati kependekan.154
Menurut Al-Raghib al-Ashfahani adalah keinginan
yang disenangi karena menurut penglihatan dan perkiraan baik.155
Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut di atas, menunjukkan
bahwa berinfak, secara umum berupa harta benda. Syarat-syarat yang
diinfakkan adalah: khair, hubb dan thayyibat, maksudnya adalah bahwa
harta benda yang diinfakkan itu harus sesuatu yang disenangi menurut
penglihatan dan perasaan, disenangi karena mulia dan baik serta dalam
keadaan halal.156
d. Fidyah
Membayar fidyah merupakan kewajiban bagi orang yang wajib
berpuasa di bulan suci Ramadhan tetapi tidak berkuasa menjalankan puasa
sehingga membayar fidyah itu menjadi salah satu alternatif untuk
152
Abu Husain Ahmad bin Faris bin Zakaria. Mu‟jam Maqayis al- Lughah. Juz 5... hlm. 454. 153
Al-Raghib al-Ashfahani. Mufradat Alfazh al-Qur'an... hlm. 819. 154
Abu Husain Ahmad bin Faris bin Zakaria. Mu‟jam Maqayis al- Lughah. Juz 5... hlm. 26. 155
Al-Raghib al-Ashfahani. Mufradat Alfazh al-Qur'an... hlm. 214. 156
Budiharjo. Kemiskinan Dalam Perspektif Al- Qur‟an...hlm. 288.
109
menganggulangi kemisikinan. Hal ini diwajibkan atas dasar surat Al-
Baqarah ayat 184, pada ayat ini dijelaskan tentang pada kondisi apa saja
diperbolehkan berbuka atau tidak berpuasa pada bulan ramadhan dan juga
pengganti dari puasa tersebut yang harus dilaksanakan.
ا يذايذامأ
أ ة ـػدذ شفر
لع وأ ريظا ذ س كن ذ ػدودت ذ
ولع خرأ ي ٱلذ ۥيػيل ذ ا عخي ذ تػ ذ غػاممصهي ـديث
لذ خي ۥ إننخ ىذس اخي نحصمن وأ ١٨٤تػي
(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara
kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada
hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat
menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu):
memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati
mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa
lebih baik bagimu jika mengetahui.(QS Al- Baqarah: 184)
Seseorang diperbolehkan tidak berpuasa apabila dalam keadaan sakit,
dalam perjalanan, dan berusia tua. Namun, sebab-sebab diperkenankannya
untuk tidak berpuasa tersebut terdapat batasan-batasan sehingga sebab
tersebut mampu memenuhi syarat diperkenankannya tidak berpuasa, dan
keterangan tentang batasan-batasan tersebut tidak di jelaskan di dalam al-
Qur‘an secara merinci, maka dari itu dalam tanbih-nya kitab al- Ibriz
dijelaskan bahwa keterangan-keterangan tersebut hanya akan diperoleh dari
kitab-kitab fiqih yang sudah di saring oleh para ulama mujtahidin.
Yang dimaksud orang yang tidak mampu dalam ayat tersebut,
menurut Muhammad Rasyid Ridha adalah orang-orang yang mengalami
kesulitan yang tidak dapat diatasi seperti: lanjut usia, kelemahan yang
dibawa sejak lahir, tugas-tugas berat yang berlangsung terus-menerus,
110
penyakit yang berat yang sulit untuk disembuhkan, dan termasuk dalam
kategori ini adalah wanita hamil dan menyusui. Mereka itu diperkenankan
untuk tidak melaksanakan puasa daIam bulan Ramadhan dan wajib memberi
makan kepada orang miskin.157
Para fuqaha kebanyakan menetapkan bahwa pemberian makanan itu
satu mud sehari. Satu mud berarti satu per empat dari harta yang harus
dikeluarkan untuk menunaikan zakat fitrah. Hal ini dalam tafsir al- Ibriz
dijelaskan dalam penafsiran surat Al- Mujadilah ayat 4.158
e. Kifarat
Kata kifarat berasal dari bahasa Arab kaffarah yangberakar kata dari
huruf kaf, fa dan ra yang berarti menabiri dan menutupi,159
Al- Raghib al-
Ashfahani mengartikan dengan perisai atau menutupi,160
sedang Kifarat
menurut syara' adalah denda atas pelanggaran dari sebagian perbuatan dosa
atau perbuatan yang salah. Adapun beberapa macam kifarat yaitu:
1) Kifarat zhihar, yaitu apabila seseorang mengatakan bahwa isterinya
seperti punggung ibunya atau semacam itu. Maka seseorang tersebut
tidak boleh menggauli isterinya, kecuali ia memerdekakan hamba, jika
tidak menemukannya maka ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut,
jika tidak mampu maka harus memberi makan sebanyak enam puluh
orang miskin dan setiap orang miskin mendapat bagian sejumlah satu
157
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Qur'an al-Hakim, (Beirut: Dar al- Ma'rifah, t.t), Juz 11,
hlm. 157-158. 158
Bisri Musthofa, al-Ibriz li Ma‟rifat Tafsir al-Qur‟an al- Aziz, Juz 2...hlm. 63-64. 159
Abu Husain Ahmad bin Faris bin Zakaria. Mu‟jam Maqayis al- Lughah. Juz 5... hlm. 191. 160
Al-Raghib al-Ashfahani. Mufradat Alfazh al-Qur'an... hlm. 714.
111
mud.161
Keterangan ini dijelaskan dalam tafsir al- Ibriz dalam
penafsiran surat Al- Mujadilah ayat 4.
2) Kifarat sumpah, yaitu kifarat karena melanggar sumpah. Dendanya
dengan memberi makan dan pakaian kepada sepuluh orang miskin
atau memerdekakan budak, jika tidak dapat maka harus berpuasa tiga
hari. Hal ini dijelaskan dalam tafsir al- Ibriz dalam penafsiran surat
Al- Maidah ayat 89, dalam penafsirannya pula terdapat tambahan
berupa tanbih yang berisi keterangan bahwa, bersumpah untuk
meninggalkan kebaikan dan atau bersumpah untuk melakukan
keburukan, maka sumpah tersebut harus di langgar dan tidak dikenai
kifarat.162
3) Kifarat karena membunuh binatang buruan pada saat ihrom.
Pembunuh tersebut wajib membayar kifarat. Kifarat-nya adalah
menyembelih binatang buruan yang setara dengan binatang buruan
yang dibunuhnya menurut putusan 2 orang laki-laki yang adil.
Menurut Ibnu Abbas dan Abu Ubaidah mereka menghukumi jika sapi
liar dan keledai liar maka setara dengan sapi yang di pelihara ataupun
diternak dan yang setara dengan kijang ialah kambing/domba, dan
dagingnya harus dibagikan kepada orang-orang miskin. Penjelasan ini
terdapat pada penafsiran surat Al- Maidah ayat 95 dalam tafsir al-
Ibriz.163
f. Pemberian Sebagian Warisan
161
Bisri Musthofa, al-Ibrîz li Ma‟rifat Tafsîr al-Qur‟ân al- Azîz, Juz 28...hlm. 2013-2014. 162
Ibid, juz 7., hlm. 312. 163
Ibid,. hlm. 315.
112
Pembagian warisan yang dimaksud di sini adalah jika terjadi
pembagian warisan diantara umat ada orang-orang miskin yang hadir,
dianjurkan untuk memberi kepada mereka sekedarnya. Dasarnya terdapat
pada surat An- Nisa ayat 8:
ا اوكل ـ ػرو ذ ل ك ٨لDan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang
miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang baik.(QS An- Nisa: 8)
Dalam tafsir al- Ibriz ayat ini ditafsirkan dengan menjelaskan bahwa;
―apabila ada kerabat yang tidak dapat menjadi maris(pewaris), atau
anak-anak yatim, atau orang-orang miskin yang ikut hadir dalam
waktu pembagian harta waris, orang-orang tersebut dianjurkan untuk
diberi sedikit dari harta warisan tersebut dengan sekedarnya sebelum
dibagikan, dan berilah penjelasan kepada orang-orang tersebut dengan
penjelasan yang baik‖.164
3. Kewajiban pemerintah
Pemerintah juga berkewajiban mencukupi setiap kebutuhan warga
negara, melalui sumber-sumber dana yang sah. Yang terpenting di antaranya
adalah pajak, baik dalam bentuk pajak perorangan, tanah, atau perdagangan,
maupun pajak tambahan lainnya yang ditetapkan pemerintah bila sumber-
sumber tersebut di atas belum mencukupi.165
Menurut penelitian penulis, kewajiban pemerintah dalam
menanggulangi masalah kemiskinan, tersirat melalui dua jalan kewenangan,
yaitu melalui hukum ghanimah dan hukum fa‟i.
164
Ibid,. Juz 3. hlm. 196. 165
M. Quraish Shihab, Wawasan Al- Qur‟an: Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Persoalan Umat...
hlm. 452.
113
a. Ghanimah Dan Fa’i
Kata ghanimah berasal dari huruf ghain, nun, dan mim yang
artinya memanfaatkan sesuatu yang belum dimiliki sebelumnya,
kemudian berarti khusus yaitu harta benda yang diambil dari orangorang
musyrik dengan menundukkan dan mengalahkan mereka.166
Jadi ghanimah
adalah harta rampasan yang diperoleh dari musuh-musuh Islam, baik dari
orang-orang kafir maupun orang-orang musyrik yang dikalahkan oleh
serdadu Islam dalam pertempuran. Hal ini didasarkan pada surat Al- Anfal
ayat 41:
و ا ٱغي خص للذ نذـأ ء ش خ اؽ جذ
ٱىلربوليرذشلوليۥأ
سهيوٱلتمو وٱل بيوٱة ٱلصذ خة ءا إننخ ٱللذ زنلالعاأ و
م مٱىفركانختداي ػان قٱلي وٱل ء كديرٱللذ ش ك ٤١لع
Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai
rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul,
kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika
kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada
hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua
pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(QS Al- Anfal; 41)
Dalam pembagian ghanimah(harta rampasan perang) seperlima dari
harta yang didapat adalah hak Allah SWT, rasul dan untuk kerabat-kerabat
dari Bani Hasyim dan Bani Mutholib, serta untuk anak-anak yatim, orang-
orang miskin dan untuk orang-orang yang terlantar didalam perjalanan. Dan
empat perlima(80%) dari harta yang didapat menjadi haknya para prajurit
yang ikut berperang.167
166
Abu Husain Ahmad bin Faris bin Zakaria. Mu‟jam Maqayis al- Lughah. Juz 4... hlm. 397. 167
Bisri Musthofa, al-Ibriz li Ma‟rifat Tafsir al-Qur‟an al- Aziz, Juz 10...hlm. 506.
114
Dikarenakan di Indonesia tidak ada perang fisik melawan orang-orang
kafir yang terjadi sepertimana pada masa Rasul, maka perang pada masa ini
di Indonesia dapat di qiyaskan dalam peperangan yang melibatkan seluruh
bangsa Indonesia, baik Islam maupun selainnya melawan tindakan korupsi
yang menutupi/menghalangi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat
luas, seperti arti kata kafara yang berarti menutupi/menghalangi.
Mungkin, jika memang dapat di qiyaskan sebagaimana pendapat
diatas, harta yang disita oleh pihak berwenang dari para koruptor dapat
dimasukan dalam kategori ghanimah, maka hal tersebut akan menjadi salah
satu solusi untuk membantu program dalam mengentaskan kemiskinan yang
sudah dicanangkan oleh pemerintahan saat ini.
Sedangkan fa‟i, kata fa‟i adalah isim mashdar dari kata fa‟a-yafi'u
berarti kembali, sehingga kata afa'a yang menjadi fi'il mazid berarti
mengembalikan. Menurut Al-Raghib al-Ashfahani al-fa'i berarti kembali
pada keadaan yang terpuji,168
yang dimaksud aI-fa‟i adalah harta rampasan
yang diperoleh dari musuh tanpa terjadinya pertempuran. Dasar keterangan
tentang fa‟i terdapat didalam surat Al- Hasyr ayat 7:
ا ذ ـاءأ رشلٱللذ وۦلع
أ وليٱىلرى وليرذشل ٱىلربـييذ
سهيوٱلتمو وٱل بيوٱة ٱلصذ بي دوىة يسن ل ؽياءكٱل
س ءاحى ا و ا ـخذوهٱلرذشلس ـو خ س ى ج ا وٱخ ٱتذلاه إنذٱللذ ٧ٱىػلابشديدٱللذ
168
Al-Raghib al-Ashfahani. Mufradat Alfazh al-Qur'an... hlm. 916.
115
Apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya
(dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah
untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan
beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang
diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.(QS Al- Hasyr: 7)
Yang termasuk al-fa'i adalah harta yang ditinggalkan oleh musuh
untuk jaminan keselamatan mereka, upeti, pajak bumi dan sejenisnya.169
Pada penafsiran ayat ini dalam tafsir al- Ibriz, menerangkan bahwa bagian
orang-orang miskin sama antara pembagian dalam harta rampasan yang
melalui pertempuran dan harta rampasan yang diperoleh tidak melalui
peperangan. Perbedaannya pada bagian empat perlimanya yaitu ghanimah
dibagi-bagikan atau diberikan kepada para serdadu yang berperang,
sedangkan fa‟i diberikan kepada Rasul selaku pemimpin negara dan
pemimpin agama di beri hak untuk membelanjakan empat perlima harta
rampasan yang diperoleh tanpa melalui peperangan itu menurut
pertimbangannya dengan hidayah dari Allah SWT. demi untuk
kemaslahatan umat.170
Dari uraian diatas penulis beranggapan bahwa, apa yang disebut dan
dimaksud dengan harta fa‟i, pada masa ini ialah apa yang disebut dengan
pajak. Sebab dari definisi Al- Raghib Al- Ashfahani, fa‟i ialah kembali pada
keadaan terpuji, dan dalam definisi lain yang terdapat dalam Maqayis al-
Lughoh diterangkan bahwasanya fa‟i ialah harta yang di ambil tanpa adanya
169
Budiharjo. Kemiskinan Dalam Perspektif Al- Qur‟an...Hlm. 294. 170
Bisri Musthofa, al-Ibriz li Ma‟rifat Tafsir al-Qur‟an al- Azîz, Juz 28...hlm. 2030-2032.
116
peperangan dan fa‟i juga merupakan harta jaminan keselamatan para
penduduk yang diserahkan kepada pemerintah.
Pembagian fa‟i hampir sama dengan pembagian ghanimah namun
yang 80% diserahkan kepada Nabi yang dalam hal ini merupakan kepala
negara dan pemimpin agama agar selanjutnya dibelanjakan untuk
kemaslahatan umat. Hal ini dapat di adopsi sebagai salah satu solusi untuk
mengentaskan kemiskinan yang terjadi.
Dari berbagai solusi yang ditawarkan dan diuraikan oleh tafsir al-
Ibriz, ini menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan suatu sunnatullah ada,
namun juga Allah memerintahkan manusia untuk berfikir agar kemiskinan
dapat dikurangi atau setidaknya dapat memelihara orang-orang yang
ditakdirkan miskin agar tidak terancam kehidupannya oleh kekurangan, dan
Allah juga berpesan kepada hambanya yang ditakdirkan miskin untuk tetap
berusaha, bersabar, dan bersyukur. Ujian yang Allah berikan tidaklah lepas
dari kadar kemampuan pada hambanya itu sendiri, yang pada dasarnya juga
merupakan pemberian dari Allah SWT.
Orang-orang yang berlapang harta, diuji untuk mampu tidak terikat
dengan hartanya melalui perintah memberikan hartanya kepada orang yang
sangat membutuhkan. Sedangkan orang yang bersempit harta, diuji untuk
mampu menerima dan bersyukur melalui jalan berusaha melepaskan diri
dari kesempitan. Seperti halnya firman Allah SWT dalam surat Al- Isra‘
ayat 31:
117
ول ولدزأ ا تلخي رخي إنذ إويذاز رزر نذ لق إ خشيث ٣١انتياكنخط
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.
Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.(QS Al-
Isra‟: 31)
Dalam ayat tersebut kita tidak boleh membunuh anak yang merupakan
anugerah dari Allah, hanya karena takut akan kemiskinan. Allah SWT telah
menjamin rezeki bagi setiap mahluk yang Dia ciptakan. Sebab setiap
mahluk yang Allah ciptakan, merupakan bagian dari ayat-ayat Qauniyah
Allah SWT, yang harus dibaca, diimani, dimaknai dan dipahami.
118
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam tafsir al- Ibriz dijelaskan bahwasanya terdapat 2 macam tipe dari
orang miskin yaitu, orang miskin yang meminta-minta dan orang miskin yang
tidak mau meminta-minta, keterangan ini terdapat pada penafsiran surat Al- Haj
ayat 36. hal ini terdapat pada penjelasan tentang kata القاوع, المعتر menurut tafsir al-
Ibriz dijelaskan bahwa kedua kata tersebut mempunyai arti yang sama yaitu fakir.
Namun terdapat sedikit perbedaan diantara keduanya, القاوع berarti orang fakir yang
tidak pernah meminta-minta sedangkan المعتر ialah orang fakir yang biasa
meminta-minta dan berharap dan pada penafsiran surat Adz- Dzariyat ayat 19,
yang didalamnya terdapat kata mahrum, ialah orang miskin yang enggan untuk
meminta-minta.
Kemudian, pada penafsiran surat Al- Hasr ayat 7, pada label tanbih dalam
tafsir al- Ibriz dijelaskan bahwa, kita diperintahkan untuk beribadah kepada Allah,
dan harta-harta yang dimiliki mampu menjadi bekal kita untuk beribadah kepada
Allah SWT.
Adapun cara mengatasi kemiskinan menurut kitab tafsir al- Ibriz ialah
sebagai berikut: (1) menumbuhkan etos kerja pada setiap individu, (2) bantuan
tidak langsung, misalnya berupa pekerjaan, (3) bantuan berupa pemberian
makanan, (3) menjalankan hukum kafarat, baik berupa kafarat sumpah, kafarat
pembunuhan, kafarat berjima‘ dalam bulan ramadhan, kafarat zihar, kafarat
pengganti puasa, dan denda dalam ibadah haji (4) zakat, (5) infaq, (6) sedekah, (7)
119
qurban, (8) fidyah, (9) pemberian saat pembagian waris, (10) fa‟i, dan (11)
ghanimah.
Adapun signifikansi dari penafsiran ayat-ayat tentang kemiskinan dalam
tafsir al- Ibriz pada konteks ke-Indonesiaan ialah bahwa penafsiran tersebut dapat
menjadi bahan pembelajaran yang mudah bagi sebagian besar umat muslim di
Indonesia yang tidak menguasai bahasa Arab untuk dapat mempelajari tafsiran
dari Al- Qur‘an. Penafsiran yang terdapat didalam tafsir ini sangatlah relevan
dengan konteks ke-Indonesiaan, sebab, penafsiran atas ayat-ayat tersebut dibuat
dengan melalui pengalaman hidup sang pengarangnya yang merupakan bagian
dari masyarakat Indonesia itu sendiri.
B. Saran-Saran
1. Pemerintah harus mengkaji ulang terhadap kebijakan moneter yang telah
berjalan, sehingga masyarakat miskin juga mendapat keberpihakan.
2. Pemerintah harus berusaha melakukan pemerataan pembangunan. Sehingga
pembangunan dan peningkatan taraf hidup masyarakat merata.
3. Umat Islam Indonesia harus mengembangkan pemikiran dan mengaktualisasi
ajaran Islam seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
120
DAFTAR PUSTAKA
Al- Ibrahim, Musa Ibrahim. 1996. Bukhusu Manhajiyyah fi „Ulumil Qur‟an al-
Karim. Tanpa Tempat. Dar ‗Amar.
Al-Ashfahani, Al-Raghib. 1992. Mufradat Alfazh al-Qur'an. Beirut: al-Dar al-
Syamiyah.
Al-Farmawi, Abdul Hayy. Tanpa Tahun. Metode Tafsir Maudhu‟i: suatu
pengantar. Terjemahan oleh Suryan A. Jamrah. 1994. Jakarta: Raja
Grafindo.
Al- Qur‟an al- Karim
Astika, KS. Tanpa Tahun. Budaya Kemiskinan di Masyarakat: Tinjauan Kondisi
Kemiskinan dan Kesadaran Budaya Miskin di Masyarakat. Ilmiah: Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Audah, Ali. 1996. Konkordansi Qur‟an. Bogor: Litera Antar Nusa.
Bakker, Anton dan Zubair, Achmad Charris. 1990. Metode Penelitian Filsafat.
Yogyakarta: Kanisius.
Budiharjo. Kemiskinan Dalam Perspektif Al- Qur‘an. Hermenia: Jurnal Kajian
Islam Interdesipliner, Vol. 6. No. 2. Juli – Desember 2007.
Engineer, Asghar Ali. 2000. Islam dan Teologi Pembebasan, terj. Agung
Prihantoro. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Faiqoh, Lilik. Tafsir Kultural Jawa: Studi Penafsiran Surat Luqman Menurut K.H.
Bisri Mustofa. Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam. Volume
10, Nomor 1, Juni 2016. Yogyakarta. Program Pascasarjana UIN Sunan
Kalijaga .
121
Fitriah, Hidayatul. 1999. Studi Kritik Karakteristik Kedaerahan Tafsir Al-Ibriz
karya Bisyri Mustafa Rembang. Yogyakarta: Skripsi Fakultas Ushuluddin
IAIN Sunan Kalijaga.
Hidayati, Tri Wahyu. 2014. Sistem Jaring Pengaman Sosial(The Social Safety
Net) Dalam Al- Qur‟an (Kajian Sosio Historis). Salatiga: Laporan
Penelitian Unggulan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga.
Huda, Achmad Zainal. 2005. Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH Bisri
Mustofa. Yogyakarta: PT. LkiS Pelangi Aksara.
Husaini, Adian dan Al-Baghdadi, Abdurrahman. 2007. Hermeneutika dan Tafsir
Al- Quran. Jakarta: Gema Insani.
Ibn Zakariya,, Ahmad bin Faris. 1999. Mu‟jam Maqayis al- Lughah. Juz 1, 3, 4, 5.
Beirut: Dar al- Kutub al- Ilmiah.
Mardimin, Yohanes. 1996. Kritis Proses Pembangunan di Indonesia. Yogyakarta:
Kanisius.
Maslukhin. 2015. Kosmologi Budaya Jawa dalam Tafsir al- Ibriz Karya K.H Bisri
Mustofa. Mutawatir: Jurnal Keilmuan Tafsir Hadis Volume 5. Nomor. 1.
Gresik: Institut Keislaman Abdullah Faqih.
Masyhuri, A. Aziz. 2008. 99 Kiai Kharismatik Indonesia: Biografi, Perjuangan,
Ajaran, dan Doa-doa Utama yang Diajarkan. Yogyakarta: Kutub.
Ma'luf, Luwis. 1986. al-Munjid. Beirut: Dar al-Masyriq.
Moeljarto T. 1987. Politik Pembangunan Sebuah Analisis Konsep, Arah, dan
Strategi,. Yogyakarta: Tiara Wacana.
122
Munawwir, Ahmad Warson. Tanpa Tahun . Al- Munawwir. Yogyakarta. Tanpa
Penerbit.
Muslim, Mustafa. 1989. Mabahith fî al-Tafsir al-Mawdhu‟i. Bairut: Dar al-
Qalam.
Mustaqim, Abdul. 2015. Metode Penelitian Al- Qur‟an Dan Tafsir. Yogyakarta:
Idea Press.
Musthofa, Bisri. Tanpa Tahun. al-Ibriz li Ma‟rifat Tafsir al-Qur‟an al- Aziz. Juz
1, 2, 3, 4, 5, 7, 10, 15, 16, 17, 18, 21, 26, 28, 29, 30. Kudus: Maktabah wa
Matba‘ah Menara Kudus.
Ridha, Muhammad Rasyid. Tanpa Tahun. Tafsir al-Qur'an al-Hakim. Juz 11.
Beirut: Dar al- Ma'rifah.
Risalah NU. 1979. In Memorian: KH. Bisri Musthofa, Edisi No. 2. Semarang:
PWNU Jateng.
Rokhmad, Abu. Telaah Karakteristik Tafsir Arab Pegon al- Ibriz. Analisa,
Volume XVIII, No. 01, Januari - Juni 2011.
Shihab, M. Quraish. 1996. Wawasan Al- Qur‟an: Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai
Persoalan Umat. Bandung: Mizan.
Syamsuddin,Sahiron. 2007. Ranah-Ranah Penelitian Dalam Studi Al-Qur‟an dan
Hadis.Kata Pengantar dalam Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan
Hadis. Yogyakarta: TH-Press.
Syawie, Mochamad. Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial. Informasi: Vol. 16,
No.3, September – Desember, Tahun 2011. Pusat Penelitian dan
123
Pengembangan Kesejahteraan Sosial: Kementrian Sosial Republik
Indoneseia.
Tasmara, Toto. 1995. Etos Kerja Pribadi Muslim. Jakarta: PT. Dana Bhakti
Wakaf.
Thabarah, Alif. 1988. Ruh ad-Din as-Islami. Beirut: Dar al- Ilmi li al- Malayin.
Van Bruinessen, Martin. 1999. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-
Tradisi Islam di Indonesia. Bandung: Mizan.
Widiastuti, Ari. 2010. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di
Jawa Tengah Tahun, 2004-2008. Semarang: Skripsi Fakultas Ekonomi
Uniersitas Diponegoro.
Zuhri, Saifuddin. 1983. PPP, NU, dan MI: Gejolak Wadah Politik Islam. Tanpa
Tempat: Integrita Press.
http://kbbi.web.id/miskin.html di akses pada tanggal 2 April 2017.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/kemiskinan di akses pada tanggal 2 April 2017.
https://www.bps.go.id: Badan Pusat Statistik, Berita Resmi Statistik No. 66/07/Th.
XIX, 18 Juli 2016. Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2016
https://www.bps.go.id: Berita Resmi Statistik, Badan Pusat Statistik Indonesia,
No. 66/07/Th. XIX, 18 Juli 2016
126
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Curriculum Vitae
Data Pribadi / Personal Details
Nama / Name : Rangga Pradikta
Alamat / Address : Perum Munjul Permai Blok B12a
No.37. Desa Munjul, Kecamatan
Solear, Kabupaten Tangerang,
Provinsi Banten
Kode Post / Postal Code : -
Nomor Telepon / Phone : 081335617399
Email : [email protected]
Jenis Kelamin / Gender : Laki-laki
Tanggal Kelahiran / Date of Birth : 08 Agustus 1995
Status Marital / Marital Status : Lajang
Warga Negara / Nationality : Indonesia
Agama / Religion : Islam
Riwayat Pendidikan
Jenjang Pendidikan :
Periode Sekolah / Institusi / Universitas
2002 - 2007 MIS Al- Husein Tigaraksa
2008 - 2010 MTSN Tigaraksa
2011 - 2013 MAN 1 Tigaraksa