ii.1 gempa bumi dan seismologi -...

42
II-1 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Gempa Bumi dan Seismologi Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain dengan arah dan kecepatan yang berbeda mengakibatkan penumpukan tegangan geser (shear stress) pada lempeng-lempeng tersebut. Ketika tegangan geser yang terkumpul melebihi kuat geser (shear strength) batuan, maka keruntuhan akan terjadi dan akumulasi energi regangan elastik yang tersimpan dalam material lempeng tektonik akan terlepas. Sebagian energi dilepaskan dalam bentuk panas dan sebagian dalam bentuk gelombang seismik yang dirasakan sebagai gempa bumi (Gambar I-1). Boen (1976) menyebutkan batas penimbunan tegangan geser agar terjadi gempa bumi adalah sebesar 10 20 hingga 10 50 erg. Gambar II-1Riwayat terjadinya gempa bumi (Tarbuck & Lutgens, 2001)

Upload: donhu

Post on 22-Feb-2018

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-1

Bab II Tinjauan Pustaka

II.1 Gempa Bumi dan Seismologi

Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain dengan arah dan

kecepatan yang berbeda mengakibatkan penumpukan tegangan geser (shear

stress) pada lempeng-lempeng tersebut. Ketika tegangan geser yang terkumpul

melebihi kuat geser (shear strength) batuan, maka keruntuhan akan terjadi dan

akumulasi energi regangan elastik yang tersimpan dalam material lempeng

tektonik akan terlepas. Sebagian energi dilepaskan dalam bentuk panas dan

sebagian dalam bentuk gelombang seismik yang dirasakan sebagai gempa bumi

(Gambar I-1). Boen (1976) menyebutkan batas penimbunan tegangan geser agar

terjadi gempa bumi adalah sebesar 1020 hingga 1050 erg.

Gambar II-1Riwayat terjadinya gempa bumi (Tarbuck & Lutgens, 2001)

Page 2: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-2

II.1.1 Gelombang Seismik

Gelombang seismik yang timbul ketika energi regangan terlepas terdiri dari

gelombang badan (body waves) dan gelombang permukaan (surface waves).

Gelombang badan merupakan gelombang seismik yang merambat ke dalam bumi

dalam bentuk gelombang-p dan gelombang-s (Gambar II-2). Gelombang-p yang

dikenal juga dengan gelombang primer, gelombang tekan atau gelombang

longitudinal dapat merambat melalui material padat dan cair, menimbulkan

tekanan dan penipisan yang berurutan pada material yang dilewatinya. Serupa

dengan gelombang bunyi, gerakan partikel yang dilewati oleh gelombang-p akan

sejajar dengan arah gelombang. Gelombang-s yang dikenal juga dengan

gelombang sekunder, gelombang geser atau gelombang transversal merambat

tegak lurus terhadap arah gerakan partikel. Gerakan partikel ini dapat digunakan

untuk membagi komponen gelombang-s ke dalam arah vertikal (SV) dan arah

horisontal (SH). Perambatan gelombang-s akan menimbulkan deformasi geser

pada material yang dilewatinya. Kecepatan rambat gelombang badan tergantung

kepada kekakuan material yang dilewati gelombang tersebut. Semakin kaku

material maka kecepatan tersebut akan semakin besar. Oleh sebab itu gelombang-

p atau gelombang tekan merambat lebih cepat daripada gelombang lainnya karena

material geologis yang dilewatinya menjadi lebih kaku ketika ditekan.

Gambar II-2 Gelombang seismik berupa gelombang badan (USGS, 2007)

Page 3: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-3

Gelombang permukaan merupakan hasil interaksi antara gelombang badan dengan

permukaan dan lapisan permukaan bumi. Gelombang ini merambat di permukaan

bumi dengan amplitudo tertentu yang akan berkurang seiring bertambahnya

kedalaman (Gambar II-3). Karena pengaruh interaksi, gelombang permukaan akan

semakin dominan pada jarak yang semakin jauh dari sumber gempa. Sebagai

ilustrasi, pada jarak yang lebih besar dari dua kali ketebalan kerak bumi, peak

ground motion akan ditentukan oleh gelombang permukaan dibandingkan dengan

gelombang badan.

Dalam rekayasa gempa, gelombang permukaan dibedakan atas gelombang

Rayleigh dan gelombang Love. Gelombang Rayleigh merupakan hasil interaksi

antara gelombang-p dan gelombang-SV dengan dengan permukaan bumi.

Gelombang ini menyebabkan gerakan dalam arah horisontal dan vertikal pada

partikel yang serupa dengan gelombang yang ditimbulkan saat sebuah batu

dilemparkan ke dalam kolam. Gelombang Love dihasilkan dari interaksi antara

gelombang-SH dengan lapisan permukaan yang lunak, menimbulkan gerakan

partikel dalam arah horisontal.

Gambar II-3 Gelombang seismik berupa gelombang permukaan (USGS, 2007)

Page 4: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-4

II.1.2 Continental Drift dan Plate Tectonic

Konsep pergerakan lempeng awalnya telah dipelajari oleh beberapa peneliti sejak

abad ke-17 (dalam Glen 1975; Kearey dan Vine 1990) yang menemukan

kesamaan bentuk garis pantai dan kondisi geologi antara bagian timur Amerika

Selatan dan bagian barat Afrika serta bagian selatan India dan bagian utara

Australia. Wegener pada awal abad ke-20 mengajukan teori Continental Drift

yang menyebutkan bahwa sekitar 200 juta tahun yang lalu bumi hanya terdiri dari

satu benua besar yang bernama Pangaea. Benua Pangaea ini kemudian terpecah

menjadi benua-benua yang lebih kecil dan perlahan hanyut hingga membentuk

konfigurasi benua seperti saat ini (Gambar II-4).

Gambar II-4 Teori continental drift (Wegener, 1912)

Page 5: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-5

II.1.2.1 Plate Tectonic

Teori plate tectonics dikembangkan berdasarkan teori continental drift. Teori ini

menyebutkan bahwa permukaan bumi tersusun atas segmen-segmen besar yang

menyatu dan saling berkaitan yang dinamakan plate atau lempeng. Lempeng-

lempeng tersebut bergerak relatif satu sama lain dengan arah dan kecepatan

tertentu. Terdapat enam lempeng benua (Afrika, Amerika, Antartika, India-

Australia, Eurasia dan Pasifik) dan empat belas lempeng sub benua (Karibia,

Kokos, Nazca, dll) seperti terlihat dalam Gambar II-5 berikut.

Gambar II-5 Major tectonic plates, mid-oceanic ridges, trenches, dan transform fault

pada permukaan bumi, tanda panah menunjukkan arah pergerakan lempeng (Fowler, 1990)

Deformasi relatif antar lempeng terjadi pada zona-zona sempit yang berada dekat

dengan batas pertemuan lempeng. Deformasi ini dapat berlangsung dengan lambat

dan menerus (aseismic deformation) atau berlangsung cepat dan tidak tetap

(seismic deformation). Apabila seismic deformation yang terjadi, maka akan

timbul gempa bumi. Karena seismic deformation ini sebagian besar hanya terjadi

di daerah batas pertemuan lempeng, maka gempa bumi pun sebagian besar terjadi

pada daerah-daerah tersebut seperti terlihat dalam Gambar II-6.

Page 6: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-6

Gambar II-6 Titik-titik merah menunjukkan sebaran episenter gempa yang

menggambarkan aktifitas seismik. Gempa terjadi pada batas pertemuan lempeng (dimodifikasi dari IISE BRI Tsukuba, 2002)

Pergerakan lempeng tektonik disebabkan oleh suatu gaya dorong yang sangat

besar yang bersumber pada terciptanya kondisi keseimbangan termomekanik

material bumi. Bagian atas dari selimut bumi bersinggungan dengan kerak (crust)

bumi yang relatif lebih dingin dan bagian bawahnya bersinggungan dengan inti

luar (outer core) bumi yang panas. Fenomena ini menghasilkan variasi temperatur

pada selimut (mantle) bumi dan menimbulkan kondisi yang tidak stabil, dimana

material yang lebih rapat dan lebih dingin berada di atas material yang lebih

renggang dan temperatur lebih hangat. Akibat gaya gravitasi, material yang lebih

rapat tersebut lama-lama akan tenggelam dan mendesak material yang lebih

renggang untuk naik ke atas. Karena bersinggungan dengan inti luar bumi yang

panas, material yang tenggelam ini perlahan akan menghangat dan kerapatannya

menjadi lebih renggang, kemudian bergerak ke arah lateral dan naik kembali.

Sebaliknya, material di atas yang dingin akan tenggelam karena gravitasi. Proses

yang terjadi berulang-ulang ini dinamakan dengan konveksi (Gambar II-7).

Page 7: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-7

Innercore

Outercore

HOT

Mantle(solid)

Gambar II-7 Struktur bumi dan arus konveksi dalam selimut bumi (Noson,dkk.,

1988)

Hager (1978) menyebutkan bahwa arus konveksi akan menimbulkan tegangan

geser di bagian bawah lempeng dan mengakibatkan pergerakan lempeng di

permukaan bumi. Pergerakan inilah yang menyebabkan lempeng dapat bergerak

saling menjauh di suatu tempat dan mendekat di tempat lainnya.

II.1.2.2 Batas Pertemuan Lempeng

Pergerakan lempeng-lempeng relatif satu sama lain menghasilkan tiga bentuk

pertemuan lempeng. Karakteristik dari tiap bentuk pertemuan lempeng akan

mempengaruhi perilaku gempa bumi yang terjadi di sepanjang daerah tersebut.

a. Spreading Ridge

Spreading ridge terjadi pada batas pertemuan lempeng yang bergerak saling

menjauh (Gambar II-8). Celah yang terbentuk pada daerah ini akan diisi oleh

lelehan batuan (molten rock) dari selimut yang naik ke permukaan bumi yang

Page 8: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-8

dingin dan membentuk lempeng baru. Kecepatan dari lempeng yang menjauh ini

diperkirakan sebesar 2 cm/tahun hingga 18 cm/tahun.

Gambar II-8 Spreading ridge pada kerak samudera (dimodifikasi dari

www.gasd.k12.pa.us, 2005)

b. Zona Subduksi

Akibat terbentuknya spreading ridge di suatu daerah, maka pada daerah lainnya

akan terbentuk zona subduksi atau zona penunjaman (Gambar II-9).

Keseimbangan ini terjadi karena ukuran bumi yang konstan. Zona subduksi

terbentuk pada batas pertemuan lempeng yang saling mendekat satu sama lain

(konvergen). Pada titik pertemuan tersebut, salah satu lempeng akan menumpang

pada lempeng lainnya yang menunjam ke bawahnya dengan kemiringan tertentu.

Zona subduksi umumnya ditemukan dekat ujung benua, yaitu pada pertemuan

kerak benua (continental crust) dan kerak samudera (oceanic crust), antar kerak

samudera, dan antar kerak benua. Gempa bumi terjadi pada lajur

megathrust/interplate dan lajur Benioff/intraplate. Lajur megathrust adalah

bagian dangkal zona subduksi yang mempunyai sudut penunjaman yang landai.

Sedangkan lajur Benioff adalah bagian dalam zona subduksi mempunyai sudut

penunjaman yang curam. Kecepatan penunjaman yang cepat akan membentuk

palung pada batas pertemuan lempeng. Sebaliknya, kecepatan penunjaman yang

lambat akan memicu pembentukan sedimen di atas kerak batuan.

Page 9: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-9

Gambar II-9 Zona subduksi, kerak samudera menunjam ke bawah kerak benua

(dimodifikasi dari www.gasd.k12.pa.us, 2005)

c. Patahan Transformasi

Patahan transformasi merupakan sesar geser yang terjadi ketika lempeng-lempeng

bergerak horizontal saling berpapasan satu sama lain tanpa disertai pembentukan

kerak baru atau penelanan kerak lama (Gambar II-10).

Gambar II-10 Zona patahan transformasi pada kerak benua (dimodifikasi dari

www.gasd.k12.pa.us, 2005)

Page 10: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-10

II.1.3 Patahan

Patahan terjadi akibat pergerakan diantara lempeng pada suatu struktur kerak

geologi yang baru atau eksisting. Panjang patahan dapat bervariasi dari beberapa

meter hingga ratusan kilometer dengan kedalaman dari permukaan tanah hingga

beberapa puluh kilometer. Patahan merupakan tempat terjadinya gempa bumi

kerak dangkal atau shallow crustal fault zone.

II.1.3.1 Geometri Patahan

Notasi geologi digunakan untuk menjelaskan orientasi suatu patahan , yaitu strike

dan dip. Strike dari suatu patahan adalah garis horisontal yang dibuat oleh

perpotongan bidang patahan dengan bidang horisontal. Sudut strike

menggambarkan arah patahan relatif terhadap arah utara (contoh N60°E).

Kemiringan bidang patahan dinyatakan dengan sudut dip, yaitu sudut antara

bidang patahan dan bidang horisontal yang diukur tegak lurus terhadap strike.

Patahan vertikal memiliki sudut dip sebesar 90°.

II.1.3.2 Gerakan Patahan

Terdapat dua jenis gerakan patahan berdasarkan komponen strike dan sudut dip –

nya.

a. Dip Slip

Gerakan patahan yang sebagian besar terjadi pada arah dip –nya (tegak lurus

strike) disebut sebagai gerakan dip slip. Gerakan dip slip ini dibedakan atas

patahan normal (normal fault) dan patahan terbalik (reverse fault) seperti terlihat

dalam Gambar II-11. Patahan normal terjadi ketika komponen horisontal dip slip

tertarik dan material di atas patahan miring (hanging wall) bergerak relatif turun

terhadap material di bawah patahan miring (foot wall). Patahan terbalik terjadi

ketika komponen komponen horisontal dip slip tertekan dan material di atas

Page 11: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-11

patahan miring (hanging wall) bergerak relatif naik terhadap material di bawah

patahan miring (foot wall). Patahan dorong (thrust fault) terjadi ketika bidang

patahan memiliki sudut dip yang kecil.

Gambar II-11 Gerakan patahan dengan mekanisme dip slip (dimodifikasi dari

www.hp1039.jishin.go.jp, 2007)

b. Strike Slip

Strike slip terjadi ketika patahan bergerak sejajar terhadap strike-nya. Strike slip

terdiri dari dua jenis yang dibedakan berdasarkan arah relatif pergerakan material

di kedua sisi patahan, yaitu right lateral strike slip dan left lateral strike slip

seperti terlihat dalam Gambar II-12.

Gambar II-12 Gerakan patahan dengan mekanisme strike slip (dimodifikasi dari

www.hp1039.jishin.go.jp, 2007)

Page 12: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-12

Selain kedua jenis gerakan di atas, patahan juga dapat bergerak baik dalam

komponen strike maupun dip. Gerakan ini dinamakan dengan patahan miring

(oblique fault) seperti terlihat dalam Gambar II-13.

Gambar II-13 Oblique fault (Crystal Wicker, 2007)

II.1.4 Teori Elastic Rebound

Teori Elastic Rebound dari Reid (1911) menyebutkan bahwa tingkat kerusakan

batuan akibat proses pelepasan energi dipengaruhi oleh karakteristik batuan

tersebut. Jika batuan lemah dan bersifat ductile, maka energi regangan yang

tersimpan akan dilepaskan secara lambat dan pergerakannya terjadi secara

aseismik. Jika batuan kuat dan bersifat brittle, maka keruntuhan cepat akan terjadi

dan menimbulkan gempa. Setelah gempa terjadi proses penimbunan energi akan

berlangsung kembali sampai suatu saat gempa terjadi kembali (Gambar II-14).

Page 13: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-13

Gambar II-14 Teori elastic rebound (Reid, 1911)

II.1.5 Notasi Geometrik

Lokasi suatu gempa bumi dapat dijelaskan melalui notasi geometrik. Fokus atau

hiposenter adalah lokasi dimana keruntuhan (rupture) dimulai dan lokasi awal

dimana gelombang gempa terbentuk. Keruntuhan menyebar dari fokus ke

sepanjang patahan dengan kecepatan 2-3 km/detik. Meski keruntuhan pada

patahan dapat memanjang hingga ke permukaan tanah, fokus atau hiposenter

terletak pada kedalaman tertentu di bawah permukaan. Kedalaman ini dinamakan

dengan kedalaman fokus atau kedalaman hiposenter. Titik di permukaan tepat di

atas hiposenter dinamakan episenter. Jarak di permukaan dari lokasi pengamatan

ke episenter dinamakan dengan jarak episenter dan jarak dari lokasi pengamatan

ke fokus atau hiposenter dinamakan dengan jarak fokal atau jarak hiposenter.

Ilustrasi notasi geometrik ini dapat dilihat dalam Gambar II-15.

Page 14: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-14

Gambar II-15 Notasi geometrik untuk menggambarkan lokasi gempa (Shakal & Bernreuter , 1981; Boore & Joyner, 1982)

II.1.6 Lokasi Gempa

Lokasi gempa umumnya diidentifikasi sebagai lokasi episenter dimana lokasi

awal dari episenter ini diketahui dari pencatatan waktu tiba relatif gelombang-p

dan gelombang-s di sedikitnya tiga seismograf. Jarak seismograf dengan fokus

gempa dapat diketahui berdasarkan perbedaan waktu tiba gelombang-p dan

gelombang-s di seismograf dan perbedaan kecepatan rambat gelombang-p dan

gelombang-s. Di batuan dasar gelombang-p merambat dengan kecepatan 3 hingga

8 km/detik, sedangkan gelombang-s merambat dengan kecepatan 2 hingga 5

km/detik. Berdasarkan konsep ini, maka dari satu seismograf dapat ditentukan

besarnya jarak episenter. Untuk mengetahui arah episenter dilakukan analisis

grafis berupa penggambaran lingkaran dengan radius sebesar jarak episenter

seperti terlihat dalam Gambar II-16. Arah episenter adalah perpotongan tiga

lingkaran dari tiga seismograf yang berdekatan. Keakuratan metode ini tergantung

pada jumlah, kualitas, dan distribusi seismograf serta tingkat akurasi pemodelan

kecepatan gelombang gempa.

Page 15: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-15

Gambar II-16 Penentuan lokasi episenter dengan metode grafis (dimodifikasi dari

Foster, 1988)

II.1.7 Ukuran Gempa

Salah satu hal penting yang perlu diketahui dari suatu kejadian gempa adalah

informasi mengenai besarnya gempa yang terjadi yang dinyatakan dengan ukuran

gempa. Ukuran gempa tersebut dapat dinyatakan secara kualitatif atau kuantitatif.

II.1.7.1 Intensitas Gempa

Intensitas gempa menunjukkan ukuran gempa secara kualitatif berdasarkan

tingkatan pengaruh kejadian gempa terhadap fenomena alam di permukaan dan

dirasakan oleh manusia dan sarana infrastruktur. Intensitas gempa sangat berguna

dalam menentukan karakteristik pengulangan kejadian gempa dengan ukuran

yang berbeda di berbagai lokasi. Intensitas ini juga dapat digunakan untuk

p-s time shows that earthquake

occurred at this distance from

station C

C

BA

Epicenter

Seismograph

Station

Page 16: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-16

memperkirakan tingkat strong ground motion dan membandingkan pengaruh

gempa di wilayah geografis yang berbeda-beda.

Skala intensitas gempa Rossi-Forel (RF) diperkenalkan pertama kali pada tahun

1880. Pengembangan terhadap skala ini diperkenalkan oleh Mercalli pada tahun

1931 yang dikenal dengan Modified Mercalli Intensity (MMI). Intensitas gempa

dalam skala MMI terbagi atas 12 tingkatan seperti terlihat dalam Tabel II-1.

Skala-skala lainnya juga diperkenalkan oleh berbagai institusi di beberapa negara

seperti Japanese Meteorological Agency (JMA) dan Medvedev-Spoonheuer-

Karnik (MSK) di Eropa Timur dan Tengah. Perbandingan skala-skala intensitas

tersebut dapat dilihat dalam Gambar II-17.

Tabel II-1 Skala intensitas Modified Mercalli (dimodifikasi dari www.dnr.mo.gov,

2007)

Page 17: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-17

Gambar II-17 Perbandingan berbagai skala intensitas gempa (Richter, 1958;

Murphy & O’Brien, 1977)

II.1.7.2 Magnitude Gempa

Pengukuran gempa secara kuantitatif mulai diperkenalkan sejak ditemukannya

alat untuk mengukur ground motion yang timbul saat gempa terjadi. Dengan alat

ini pengukuran gempa menjadi lebih obyektif karena menggunakan skala

pengukuran yang lebih pasti dibandingkan dengan pengukuran secara kualitatif.

Ukuran gempa ini dikenal dengan dengan magnitude gempa.

a. Magnitude Lokal Richter (ML)

Magnitude Lokal Richter adalah skala magnitude yang iperkenalkan oleh Charles

Richter pada tahun 1933 berdasarkan pengukuran menggunakan seismometer

Wood-Anderson untuk gempa-gempa dangkal dan lokal (episenter kurang dari

600 km). Richter mendefisikan magnitude lokal sebagai logaritma (basis 10)

amplitudo maksimum (dalam mikrometer) yang terukur oleh seismometer Wood-

Anderson yang berada pada jarak 100 km dari episenter gempa (Gambar II-18).

Skala lokal Richter ini merupakan skala yang paling umum digunakan, tetapi

terbatas hanya untuk gempa-gempa lokal saja. Korelasi antara skala magnitude

Richter dengan skala intensitas Modified Mercalli dapat dilihat dalam Tabel II-2.

Page 18: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-18

Gambar II-18 Penentuan skala lokal Richter berdasarkan amplitudo dan jarak

episenter atau waktu tiba gelombang p-s (Richter, 1933)

Tabel II-2 Hubungan antara skala intensitas Modified Mercalli dengan skala

magnitude Richter (dimodifikasi dari www.dnr.mo.gov, 2007)

Page 19: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-19

b. Magnitude Gelombang Permukaan (Ms)

Magnitude gelombang permukaan dikembangkan karena keterbatasan skala

magnitude lokal Richter yang tidak mendeskripsikan secara jelas jenis gelombang

gempa yang terukur. Skala magnitude gelombang permukaan sangat sesuai untuk

pengukuran gempa pada jarak yang jauh dimana perambatan gelombang gempa

didominasi oleh gelombang permukaan. Hal ini disebabkan karena gelombang

badan sudah tidak terdeteksi pada jarak yang jauh. Skala magnitude gelombang

permukaan diperkenalkan oleh Gutenberg-Richter 1936 berdasarkan amplitudo

gelombang permukaan Rayleigh pada periode 20 detik dengan persamaan sebagai

berikut :

0,2log66,1log +Δ+= AM s (II-1)

dimana A adalah perpindahan tanah maksimum (dalam mikrometer) dan ∆ adalah

jarak episenter dari seismometer yang diukur dalam derajat (cat : 360° adalah

keliling bumi). Magnitude ini umum digunakan untuk mengukur gempa-gempa

sedang hingga besar dengan kedalaman hiposenter kurang dari 70 km dan jarak

episenter lebih dari 1.000 km.

c. Magnitude Gelombang Badan (mb)

Untuk gempa-gempa dalam dengan kedalaman episenter lebih dari 70 km dimana

gelombang permukaan sudah tereduksi, ukuran gempa lebih seusai dinyatakan

dengan skala magnitude gelombang badan. Magntude gelombang badan yang

diperkenalkan oleh Gutenberg pada tahun 1945 mengukur gempa berdasarkan

amplitudo dari beberapa siklus gelombang-p yang tidak terpengaruh oleh

kedalaman fokus (Bolt, 1989). Skala magnitude gelombang permukaan dihitung

berdasarkan persamaan sebagai berikut :

9,501,0loglog +Δ+−= TAmb (II-2)

dimana A adalah amplitudo (dalam mikrometer) dan T adalah periode gelombang-

p (umumnya sebesar 1 detik). Nutili (1973) menyebutkan bahwa magnitude

Page 20: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-20

gelombang badan juga dapat ditentukan berdasarkan amplitudo gelombang

Rayleigh untuk periode 1 detik. Magnitude ini disimbolkan dengan mbLg dan

umumnya digunakan untuk mengukur gempa-gempa intraplate.

d. Magnitude Lainnya

Beberapa pengukuran skala magnitude menggunakan data pencatatan gempa yang

berbeda telah diperkenalkan oleh beberapa peneliti. Aki (1969) memperkenalkan

skala magnitude coda, Mc. Coda dari suatu gempa adalah gelombang

backscattered yang mengikuti arah gelombang badan dan gelombang permukaan

utama. Magnitude durasi, MD, mengukur gempa berdasarkan total durasi waktu

suatu kejadian gempa. Skala magnitude ini sesuai untuk mengukur gempa-gempa

kecil yang sering terjadi dimana skala ini lebih dibutuhkan dalam kajian

seismologi (Real dan Teng, 1973). Badan Meteorologi Jepang (Japanesse

Meteorological Agency/JMA) menggunakan gelombang periode panjang untuk

menentukan skala magnitude lokal, MJMA.

e. Magnitude Momen (Mw)

Skala-skala magnitude yang disebutkan sebelumnya merupakan ukuran kuantitas

gempa secara empiris berdasarkan pemgukuran karakteristik guncangan tanah

menggunakan berbagai macam peralatan. Namun kenaikan jumlah energi yang

dilepaskan saat gempa terjadi menyebabkan kenaikan karakteristik guncangan

tanah menjadi tidak sama. Untuk gempa-gempa kuat, karakteristik guncangan

tanah yang terukur menjadi tidak sensitif. Fenomena ini dikenal dengan saturasi.

Pada magnitude gelombang badan dan magnitude lokal Richter, saturasi akan

terjadi pada skala magnitude 6 hingga 7. Sedangkan pada magnitude gelombang

permukaan akan terjadi pada Ms=8. Untuk menghindari saturasi yang terjadi,

pengukuran gempa-gempa besar selanjutnya menggunakan skala magnitude yang

tidak tergantung pada derajat guncangan tanah. Magnitude ini dikenal dengan

magnitude momen. Magnitude momen diukur berdasarkan seismic moment yang

ditentukan oleh faktor yang menyebabkan keruntuhan di sepanjang patahan.

Magnitude momen dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Page 21: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-21

7,105,1

log−= o

wM

M (II-3)

DAM o μ= (II-4)

dimana Mo adalah seismic moment dalam dyne-cm, μ adalah kuat runtuh material

di sepanjang patahan, A adalah area keruntuhan, dan D adalah jumlah rata-rata

pergerakan.

Bolt (1989) mengusulkan penggunaan ML dan mb untuk gempa-gempa dangkal

dengan magnitude 3 hingga 7, Ms untuk gempa-gempa dengan magnitude 5

hingga 7,5, dan Mw untuk gempa-gempa dengan magnitude di atas 7,5.

II.2 Strong Ground Motion

Getaran yang terjadi di bumi akibat gempa berlansung secara terus-menerus

dengan variasi periode gelombang dari milidetik hingga hari dan amplitudo

gelombang dari nanometer hingga meter. Namun, getaran yang memberikan

pengaruh signifikan terhadap bangunan dan manusia serta lingkungannya

hanyalah strong ground motion. Pengukuran kuantitatif yang obyektif terhadap

strong ground motion ini dapat menggambarkan bagaimana suatu kejadian gempa

bumi berdampak pada suatu lokasi tertentu.

Besarnya ground motion yang ditimbulkan akibat gempa dapat diketahui dari data

yang tercatat pada alat instrumentasi. Data ini berbentuk data time histories

terhadap perpindahan, kecepatan, atau percepatan ground motion. Dalam rekayasa

kegempaan, perlu diketahui karakteristik dari data ground motion tersebut yang

meliputi: (1) amplitudo, (2) kandungan frekuensi, dan (3) durasi. Karakteristik ini

sangat mempengaruhi kerusakan yang akan ditimbulkan oleh gempa.

Page 22: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-22

II.2.1 Pengukuran Strong Ground Motion

Identifikasi dan evaluasi terhadap parameter ground motion dilakukan

berdasarkan hasil pengukuran strong ground motion akibat kejadian gempa.

National Research Council Committee on Earthquake Engineering Research

(Houston, 1992) menyebutkan bahwa pengukuran strong ground motion sangat

penting dalam analisis seismic hazard dan analisis seismik bangunan.

Meskipun deskripsi tertulis dari kejadian gempa bumi telah ada sejak tahun 780

SM, namun pengukuran secara akurat terhadap ground motion yang merusak baru

ditemukan pada tahun 1933, ketika terjadi gempa di Long Beach, California

(Hudson, 1984).

Ground motion diukur melalui berbagai peralatan instrumentasi berdasarkan besar

kecilnya ground motion yang terjadi. Seismograf (Gambar II-19) umumnya

digunakan untuk pengukuran weak ground motion dimana hasil pencatatannya

disebut seismogram. Untuk strong ground motion, pengukuran yang lebih akurat

dapat dilakukan dengan menggunakan akselerograf. Hasil dari pencatatan ini

dinamakan akselerogram.

Gambar II-19 Pencatatan ground motion dengan seismograf (dimodifikasi dari

http://earthsci.org, 2007)

Page 23: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-23

Seismograf didisain mengikuti prinsip kerja sistem satu derajat kebebasan (single

degree of freedom/SDOF) yang tersusun atas massa (mass), pegas (spring) dan

peredam (damper) seperti dalam Gambar II-20.

Gambar II-20 Prinsip kerja seismograf berdasarkan sistem derajat satu kebebasam

dengan massa (mass), pegas (spring), dan peredam (damper) (Kramer, 1996)

Seiring waktu, alat pencatatan ground motion menjadi sangat beragam

diantaranya adalah seismometer dan akselerometer dengan transducer elektronik,

servo atau force balance akselerometer, piezoelectric akselerometer, dan

seismoscope (Hudson, 1958).

II.2.2 Parameter Ground Motion

Karakteristik dari strong ground motion dapat dikuntifikasi secara jelas apabila

diketahui parameter-parameter ground motion (ground motions parameters).

Terdapat beberapa parameter yang digunakan untuk menjelaskan karakteristik

dari amplitudo, kandungan frekuensi, serta durasi dari strong ground motion

tersebut. Karena karakteristik dari suatu ground motion pada suatu lokasi tertentu

tergantung kepada besarnya magnitude gempa dan jarak antara sumber gempa

dengan lokasi tinjau, maka parameter-parameter ground motion ini juga

dipengaruhi oleh magnitude gempa dan jarak dari sumber gempa ke lokasi tinjau.

Page 24: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-24

II.2.2.1 Parameter Amplitudo

Metode yang paling umum digunakan untuk menggambarkan ground motion

adalah dengan grafik time histories. Parameter dari gerakan tersebut dapat berupa

percepatan, kecepatan, atau perpindahan atau kombinasi dari ketiganya seperti

terlihat dalam Gambar II-21. Biasanya pengukuran hanya dilakukan untuk satu

parameter saja dan parameter lainnya diperoleh secara matematis melalui operasi

integrasi atau diferensiasi.

Gambar II-21 Data pencatatan ground motion berupa time histories terhadap

percepatan, kecepatan, dan perpindahan (Kramer, 1996)

Amplitudo dari hasil pengukuran ground motion umumnya adalah percepatan

horisontal puncak atau peak horizontal acceleration (PHA). PHA adalah nilai

mutlak terbesar dari percepatan horisontal yang terukur pada akselerogram.

Percepatan horisontal ini berkaitan langsung dengan gaya inersia dan gaya

dinamik yang akan bekerja pada bangunan. PHA memberikan indikasi yang

akurat pada ground motion dengan frekuensi-frekuensi tinggi.

Page 25: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-25

Selain PHA, karakterisasi ground motion dapat juga ditentukan dari kecepatan

horisontal puncak atau peak horizontal velocity (PHV). PHV sangat sesuai untuk

menggambarkan ground motion dengan frekuensi menengah. Pada bangunan

dengan frekuensi alami menengah, PHV dapat memberikan indikasi yang lebih

akurat dibandingkan dengan PHA terhadap potensi kerusakan yang dapat

ditimbulkan. Sedangkan untuk ground motion dengan frekuensi rendah,

karakteristik lebih mudah teridentifikasi dengan perpindahan horisontal

maksimum atau peak horizontal displacement (PHD).

II.2.2.2 Parameter Kandungan Frekuensi

Respon dinamik dari bangunan, baik alami maupun manusia seperti gedung,

jembatan, lereng dan timbunan tanah menunjukkan tingkat sensitifitas yang sangat

tinggi pada frekuensi dimana gempa terjadi. Gempa bumi menghasilkan

kombinasi beban yang rumit pada bangunan karena gerakan gempa memiliki

kisaran frekuensi yang sangat luas. Dengan kandungan frekuensi (frequency

content) dapat diketahui bagaimana amplitudo ground motion didistribusikan pada

frekuensi yang berbeda-beda. Oleh sebab itu untuk menghasilkan karakterisasi

yang akurat terhadap ground motion, maka perhitungan kandungan frekuensi

penting dilakukan mengingat kandungan frekuensi dari suatu gempa sangat

berpengaruh kepada efek gerakan yang dihasilkan.

Kandungan frekuensi dari suatu strong ground motion didefinisikan dalam bentuk

spectra. Terdapat beberapa tipe spectra untuk menggambarkan kandungan

frekuensi ini. Fourier spectra dan Power spectra dapat menggambarkan secara

jelas kandungan frekuensi dari ground motion itu sendiri. Sedangkan Response

spectra lebih menjelaskan pengaruh ground motion kepada bangunan dengan

periode alami yang beragam. Selain spectra, kandungan frekuensi dari gerakan

tganah kuat juga dapat digambarkan melalui berbagai spectral parameters.

Parameter-parameter tersebut adalah periode dominan (predominant period, Tp),

bandwidth, frekuensi tengah (central frequency), faktor bentuk (shape factor), dan

parameter Kanai-Tajimi.

Page 26: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-26

Gambar II-22 Kandungan frekuensi dalam respon spektra (Kramer, 1996)

II.2.2.3 Parameter Durasi

Durasi dari strong ground motion sangat mempengaruhi kerusakan yang

ditimbulkan oleh gempa. Proses-proses fisik seperti penurunan kekakuan dan

kekuatan bangunan tertentu serta epningkatan tekanan air pori dalam lapisan pasir

lepas jenuh sangat bergantung kepada jumlah beban atau tegangan yang terjadi

selama gempa. Semakin lama durasi gempa maka jumlah beban atau tegangan

yang terjadi akan semakin besar yang akhirnya akan menyebabkan kerusakan

yang lebih besar.

Durasi dari ground motion ini erat kaitannya dengan waktu yang dibutuhkan

untuk melepaskan akumulasi energi regangan dari keruntuhan di sepanjang

patahan. Durasi strong ground motion dapat dideskripsikan secara mutlak atau

relatif. Bracketed duration didefinisikan sebagai rentang waktu antara percepatan

batas awal dan akhir. Braceketed duration ini mengacu kepada pengukuran

mutalk percepatan ground motion. Selain itu, pengukuran durasi berdasarkan

Page 27: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-27

ground motion relatif dapat menggambarkan durasi yang sama panjang untuk

weak ground motion.

II.3 Analisis Seismic Hazard

Dalam perencanaan bangunan tahan gempa, bangunan didesain agar dapat

menahan guncangan tanah sampai tingkatan tertentu tanpa menimbulkan

kerusakan yang berlebihan. Besarnya tingkat guncangan tanah ditentukan

berdasarkan ground motion yang dihitung melalui analisis seismic hazard.

Terdapat dua metode analisis untuk menentukan seismic hazard, yaitu 1)metode

deterministik dimana skenario gempa tertentu diasumsikan 100% terjadi dan

2)metode probabilistik yang memperhitungkan faktor ketidakpastian terhadap

ukuran, lokasi, dan waktu kejadian gempa.

II.3.1 Identifikasi dan Evaluasi Sumber-sumber Gempa

Dalam analisis seismic hazard pada suatu lokasi, seluruh sumber gempa aktif di

sekitar lokasi tersebut serta kemungkinan sumber gempa tersebut menghasilkan

strong ground motion di masa datang harus diidentifikasi dan dievaluasi secara

jelas. Identifikasi dan evaluasi aktifitas gempa dapat dilakukan berdasarkan data

seismik dari instrumentasi seperti seismograf. Dari data tersebut dapat diketahui

besarnya magnitude gempa, lokasi keruntuhan di permukaan serta parameter-

parameter sumber. Apabila data seismik ini tidak tersedia, maka aktifitas gempa

dapat diketahui dari bukti-bukti geologis atau tektonis serta informasi seismisitas

historis. Wells & Coppersmith (1994) mengusulkan hubungan empiris antara

magnitude momen terhadap data geologis berupa panjang keruntuhan (L), luas

area keruntuhan (A), dan perpindahan maksimum di permukaan (D) seperti

terlihat dalam Tabel II-3.

Page 28: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-28

Tabel II-3 Hubungan empiris antara magnitude momen (Mw), panjang keruntuhan, L (km), luas area keruntuhan, A (km2), dan perpindahan maksimum di permukaan,

D (m) (Wells & Coppersmith, 1994) Tipe

PatahanJumlah

Kejadian Persamaan σMw Persamaan σlog L, A, D

Strike Slip 43 Mw = 5.16 + 1.12 log L 0.28 Log L = 0.74 Mw – 3.55 0.23Reverse 19 Mw = 5.00 + 1.22 log L 0.28 Log L = 0.63 Mw – 2.86 0.2Normal 15 Mw = 4.86 + 1.32 log L 0.34 Log L = 0.50 Mw – 2.01 0.21

All 77 Mw = 5.08 + 1.16 log L 0.28 Log L = 0.69 Mw – 3.22 0.22Strike Slip 83 Mw = 3.98 + 1.02 log A 0.23 Log A = 0.90 Mw – 3.42 0.22Reverse 43 Mw = 4.33 + 0.90 log A 0.25 Log A = 0.98 Mw – 3.99 0.26Normal 22 Mw = 3.93 + 1.02 log A 0.25 Log A = 0.82 Mw – 2.87 0.22

All 148 Mw = 4.07 + 0.98 log A 0.24 Log A = 0.91 Mw – 3.49 0.24Strike Slip 43 Mw = 6.81 + 0.78 log D 0.29 Log D = 1.03 Mw – 7.03 0.34Reverse 21 Mw = 6.52 + 0.44 log D 0.52 Log D = 0.29 Mw – 1.84 0.42Normal 16 Mw = 6.61 + 0.71 log D 0.34 Log D = 0.89 Mw – 5.90 0.38

All 80 Mw = 6.69 + 0.74 log D 0.4 Log D = 0.82 Mw – 4.56 0.42

II.3.2 Analisis Seismic Hazard Probabilistik

Analisis seismic hazard dilakukan untuk mengetahui tingkat goncangan tanah

secara kuantitatif yang diakibatkan oleh suatu kejadian gempa pada suatu lokasi

tertentu. Analisis ini dapat dilakukan dengan dua metode perhitungan, yaitu

dengan metode deterministik (DSHA) dan metode probabilistik (PSHA). Analisis

dengan metode deterministik dilakukan dengan cara mengasumsikan suatu

skenario kejadian gempa dalam besaran tertentu yang terjadi pada suatu lokasi

tertentu. Sedangkan analisis seismic hazard dengan metode probabilistik

dilakukan dengan memperhitungkan seluruh ketidakpastian pada ukuran gempa,

lokasi gempa, pengulangan kejadian gempa serta variasi karakteristk ground

motion dengan ukuran dan lokasi gempa dimana dengan metode ini memberikan

ruang kerja yang memungkinkan identifikasi, pengukuran dan penggabungan

faktor ketidakpastian pada suatu hubungan yang rasional untuk menghasilkan

gambaran yang lebih detail dalam perhitungan analisis resiko gempa. Reiter

(1990) menyimpulkan empat tahapan umum dalam melakukan analisis seismic

hazard dengan metode probabilistik sebagai berikut :

1. Identifikasi dan karakterisasi sumber gempa serta probabilitas dari distribusi

lokasi keruntuhan yang mungkin terjadi di sekitar sumber gempa. Dengan

PSHA, probabilitas distribusi jarak sumber gempa-lokasi tinjau ditentukan

Page 29: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-29

dari gabungan distribusi gempa yang diasumsikan terjadi di setiap lokasi

dalam zona sumber gempa dengan geometri sumber gempa.

2. Karakterisasi seismisitas atau distribusi temporer pengulangan kejadian

gempa menggunakan hubungan pengulangan kejadian gempa (recurrence

relationship) dengan menentukan tingkat rata-rata suatu kejadian gempa

dengan ukuran terentu akan terlampaui.

3. Penentuan besarnya ground motion yang terjadi pada suatu lokasi akibat

suatu kejadian gempa dengan ukuran tertentu pada setiap lokasi dalam zona

sumber gempa menggunakan predictive relationship. Dalam tahapan ini,

diperhitungkan juga ketidakpastian yang ada pada predictive relationship.

4. Selanjutnya, probabilitas parameter ground motion akan terlampaui dalam

periode ulang tertentu ditentukan dari gabungan seluruh ketidakpastian pada

ukuran gempa, lokasi gempa serta prediksi parameter ground motion.

Ilustrasi dari tahapan dalam PSHA ini dapat dilihat dalam Gambar II-23.

Gambar II-23 Tahapan dalam analisis seismic hazard probabilistik (Kramer, 1996)

Page 30: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-30

Karakterisasi terhadap suatu sumber gempa perlu memperhitungkan karakteristik

jarak dan geometri sumber gempa serta distribusi gempa dalam sumber gempa,

distribusi ukuran gempa untuk setiap sumber gempa dan distribusi gempa

terhadap waktu. Karakteristik tersebut mengandung ketidakpastian yang perlu

diperhitungkan dalam analisis seismic hazard.

II.3.2.1 Ketidakpastian Jarak dan Geometri Sumber Gempa

Geometri suatu sumber gempa tergantung pada proses tektonik sumber gempa

tersebut. Karakterisasi terhadap geometri sumber gempa ini dapat berbentuk 1)

point source seperti pada patahan-patahan pendek atau gempa-gempa vulkanik

Gambar II-24 (a), 2) area source seperti pada bidang-bidang patahan yang

teridentifikasi dengan baik Gambar I-1Gambar II-24 (b), dan 3) 3-D volumetric

source seperti pada sistem patahan yang sangat luas Gambar II-24 (c).

Gambar II-24 Geometri model sumber gempa (a) patahan pendek yang dimodelkan sebagai point source (b) patahan dangkal yang dimodelkan sebagai linear source (c)

sumber gempa 3-dimensi (Kramer, 1996)

Ketidakpastian pada jarak sumber gempa dalam suatu zona sumber gempa

diperhitungkan dengan menggunakan probability density function berdasarkan

jarak dan geometri sumber gempa seperti terlihat dalam Gambar II-25.

Page 31: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-31

Gambar II-25 Distribusi probabilitas jarak untuk berbagai geometri sumber gempa

(Kramer, 1996)

II.3.2.2 Ketidakpastian Distribusi Ukuran Gempa

Distribusi ukuran gempa di zona sumber pada periode tertentu diperhitungkan

dengan hukum pengulangan kejadian (recurrence law). Terdapat beberapa metode

reccurence law yang digunakan dalam analisis seismic hazard, diantaranya adalah

Gutenberg-Richter recurrence law dan characteristic recurrence law.

Gutenberg-Richter recurrence law seperti terlihat dalam Gambar II-26 ditentukan

berdasarkan nilai rata-rata kejadian gempa tahunan (mean annual rate of

exceedance) dari suatu gempa dengan magnitude m, mλ yang ditentukan dari

pembagian jumlah kejadian gempa untuk setiap magnitude dengan periode

pengamatan. Gutenberg-Richter recurrence law dinyatakan dengan persamaan

sebagai berikut :

( )mbMam βαλ −== − exp10 (II-5)

dimana :

mλ = rata-rata kejadian gempa tahunan dari gempa dengan magnitude m

10a = rata-rata tahunan jumlah gempa dengan magnitude ≥ 0 b = b-value, distribusi relatif kejadian gempa besar dan kecil α = 2.303a β = 2.303b

Page 32: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-32

Gambar II-26 Gutenberg-Richter recurrence law (Kramer, 1996)

Persamaan (II-7) menunjukkan bahwa magnitude gempa dalam Gutenberg-

Richter recurrence law ini terdistribusi secara eksponensial.

Dalam perhitungan analisis seismic hazard, umumnya gempa-gempa kecil

diasumsikan tidak memberikan tingkat kerusakan yang berarti pada bangunan

sehingga diabaikan dalam recurrence law. McGuire dan Arabasz (1990)

persamaan untuk menghitung rata-rata kejadian gempa tahunan sebagai berikut :

( )[ ] oom mmmm >−−= βνλ exp (II-6)

dimana :

om = threshold magnitude (dalam PSHA diambil sebesar 5.0)

ν = ( )omβα −exp

Characteristic recurrence law dikembangkan mengingat PSHA umumnya

dilakukan untuk lokasi tertentu daripada wilayah yang luas sehingga

karakekteristik geologis dari patahan tunggal sangat menentukan hasil PSHA

tersebut. Studi paleoseismik menyebutkan bahwa setiap lokasi pada patahan atau

segmen patahan cenderung bergerak dengan jarak yang sama pada setiap gempa

yang terjadi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa patahan tunggal tersebut

Page 33: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-33

secara berulang-ulang akan menghasilkan gempa dengan ukuran sebesar 1.5 kali

magnitude maksimum di dekat atau pada magnitude maksimum tersebut. Gempa

ini dinamakan dengan gempa karakteristik (characteristic earthquake). Bukti-

bukti geologis menunjukkan bahwa gempa karakteristik ini lebih sering terjadi

dibandingkan dengan gempa yang diperkirakan dari ekstrapolasi Gutenberg-

Richter recurrence law (Gambar II-27).

Gambar II-27 Recurrence law berdasarkan data seismik (Gutenberg-Richter law)

dan data geologi (characteristic law ) (Kramer, 1996)

II.3.2.3 Teori Probabilitas Total

Teori probabilitas total McGuire (1976) dikembangkan berdasarkan konsep

probabilitas dari Cornell (1968) yang mengasumsikan magnitude gempa M dan

jarak hiposenter R sebagai variabel acak independen yang kontinyu. Teori

probabilitas total dinyatakan melalui persamaan sebagai berikut :

[ ] [ ] ( ) ( ).dm.drr.fmfm,riIPiIP Rr

Mm∫ ∫ ≥=≥ (II-7)

Page 34: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-34

dimana :

fM = fungsi probabilitas magnitude fR = fungsi probabilitas jarak hiposenter [ ]rm,iIP ≥ = probabilitas berkondisi dari intensitas I yang melampaui nilai i

pada lokasi yang ditinjau untuk kejadian gempa dengan mag- nitude M dan jarak hiposenter R

[ ]rm,iIP ≥ merupakan probability density function (PDF) untuk magnitude M

dan jarak hiposenter R yang diperoleh dari predictive relationship dengan fungsi

atenuasi tertentu dan fM(m) dan fR(r). PDF dengan variabel acak tersebut dapat

dinyatakan dalam cummulative distribution function (CDF) sebagai berikut :

[ ] ( )iFm,riIP I−=≥ 1 (II-8)

Nilai FI(i) ditentukan dari distribusi probabilitas yang digunakan untuk

menggambarkan distirbusi dari parameter ground motion sebagai fungsi dari

magnitude dan jarak. Distribusi probabilitas ini dapat berbentuk distirbusi

seragam (uniform distribution), disribusi normal (normal distirbution), atau

distribusi lognormal (lognormal distirbution).

Apabila magnitude maksimum, mmax, dapat ditentukan, McGuire & Arabasz

(1990) mengusulkan persamaan untuk menghitung rata-rata kejadian gempa

tahunan sebagai berikut :

( )[ ] ( )[ ]( )[ ] max

max

max

exp1expexp

mmmmm

mmmmo

o

oom ≤≤

−−−−−−−−

ββνλ (II-9)

Selanjutnya distribusi probabilitas magnitude fM dapat dinyatakan dalam

probability density function (PDF) sebagai berikut :

( ) ( )( )

( )o

o

mm

mm

MM eemF

dmdmf −−

−−

−==

max1 β

ββ (II-10)

atau dalam cummulative distribution function (CDF) sebagai berikut :

Page 35: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-35

( ) [ ] ( )o

o

o mm

mm

mmoM emMmMPmF −−−=

−=><= max

max

1 β

λλλλ

(II-11)

Distribusi probabilitas jarak fR ditentukan dari geometri sumber gempa, jarak

sumber serta arah relatifnya terhadap lokasi yang ditinjau. Apabila geometri zona

keruntuhan diperhitungkan dalam perhitungan jarak, maka distribusi jarak

ditentukan oleh magnitude gempa.

II.3.2.4 Logic Tree

Logic tree merupakan suatu metode yang dikembangkan oleh Power dkk., 1981;

Kulkarni dkk., 1984; Coppersmith & Youngs, 1986 untuk memperhitungkan

seluruh ketidakpastian dalam menentukan parameter-parameter dalam PSHA,

yaitu pemilihan recurrence model, fungsi atenuasi, recurrence rate, dan magnitude

maksimum. Dengan logic tree, setiap alternatif yang dipilih dalam menentukan

parameter-parameter di atas diberi suatu bobot yang menggambarkan tingkat

kepercayaan terhadap parameter yang digunakan. Jumlah faktor bobot dari semua

alternatif metode untuk parameter yang sama harus sama dengan satu seperti pada

contoh dalam Gambar II-28.

Gambar II-28 Contoh logic tree (Coppersmith & Youngs, 1986)

Page 36: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-36

II.3.2.5 Deagregasi

Deagregasi diperlukan dalam pemilihan data ground motion/akselerogram untuk

analisis respon dinamik tanah. Deagragasi menghasilkan controlling earthquake,

yaitu gempa yang memberikan kontribusi terbesar dalam analisis seismic hazard

probabilistik seperti pada contoh dalam Gambar II-29. Controlling earthquake

ditentukan dari controlling magnitude (Mcontrolling) dan controlling distance

(Rcontrolling) yang diperoleh berdasarkan konsep titik berat dari kurva deagregasi.

( )( )∑

∑=ahunkejadian/tkontribusi

ahunkejadian/tkontribusiMM i

gcontrollin (II-12)

( )( )∑

∑=ahunkejadian/tkontribusiahunkejadian/tkontribusiR

R igcontrollin (II-13)

545

8512516

520524

5285

5.0-

5.5

6.0-

6.5

7.0-

7.5

8.5-

9.0

0.000

0.002

0.004

0.006

0.008

0.010

0.012

0.014

0.016

Con

trib

utio

n to

Haz

ard

Distance (km)

Magnitude

5.0-5.5

5.5-6.0

6.0-6.5

6.5-7.0

7.0-7.5

7.5-8.0

8.5-9.0

Gambar II-29 Contoh kurva deagregasi untuk menentukan controlling earthquake

(Irsyam, dkk., 2006)

Page 37: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-37

II.3.3 Konsep Probabilistik Untuk Model Sumber Gempa Tiga Dimensi

Dalam Program Komputer EZ-FRISKTM

PSHA dalam program komputer EZ-FRISKTM dari Risk Engineering

dikembangkan dari persamaan (II-9) dan (II-10). [ ]m,riIP ≥ dalam persamaan

tersebut dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

( )214321 ,0lnln σεε NRCRCMCCI ≈++++= (II-14)

dimana R adalah jarak ke zona keruntuhan gempa, C1, C2, C3, dan C4 adalah

konstanta, dan σ1 adalah standar deviasi. Persamaan (II-10) di atas dapat ditulis

dalam bentuk sebagai berikut :

[ ] ( )1

,lnln*σ

φ rmIim,riIP −−=≥ (II-15)

dengan φ adalah normal complementary cumulative distribution function.

Distribusi magnitude gempa ditentukan dengan model eksponensial atau model

karakteristik dari Young & Coppersmith (1985). Model eksponensial dinyatakan

dengan persamaan sebagai berikut :

( ) ( )( ),Mmβikimf oiM −−= maxoi MmM << (II-16)

dimana :

( )( )( ) 1Mmβiexp1ki oi −−−= = konstanta normalisir

Moi = magnitude minimum

Mmax = magnitude terbesar yang dapat terjadi di

sumber gempa

Model karakteristik dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

( ) ( )( ) 23exp max

' −≤≤=−= ioioiiiMi MmMMmkmf β (II-17)

Page 38: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-38

( ) ( )( )( ) iioiiiiMi MmMMMkmf maxmaxmax'

21

23exp ≤≤−−−−= β (II-18)

dimana 'ik adalah konstanta normalisir. Model karakteristik hanya sesuai untuk

sumber gempa berupa patahan.

EZ-FRISKTM menggunakan model tiga dimensi untuk menggambarkan sumber

gempa patahan. Karakteristik dari patahan ini ditentukan oleh jejak patahan di

permukaan dan potongan penampang vertikalnya. Jejak patahan di permukaan

dimodelkan dengan segmen-segmen berbentuk garis lurus yang bersambungan

dan potongan penampang vertikal patahan dimodelkan dengan sudut dip serta

kedalaman seperti terlihat dalam Gambar II-30. Pemodelan kedalaman meliputi

kedalaman minimum dimana energi dilepaskan, kedalaman dimana sudut

berubah, dan kedalaman maksimum dimana energi dilepaskan.

Gambar II-30 Karakteristik patahan dalam program komputer EZ-FRISKTM (Risk

Engineering, 2007)

Jarak sumber gempa dalam program ini ditentukan dengan memperhitungkan

dimensi zona keruntuhan dan hubungan antara ukuran keruntuhan dengan

Page 39: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-39

magnitude gempa. Panjang keruntuhan, LR, dan lebar keruntuhan, WR, bervariasi

terhadap magnitude gempa dan dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

( )21010 ,0loglog SIGLNBLALWL RR ≈++== δδ (II-19)

Konstanta AL dan BL umumnya diperoleh dari analisis regresi magnitude gempa

terhadap dimensi zona keruntuhan. SIGL merupakan standar deviasi dari analisis

regresi. Apabila untuk nilai δ tertentu, nilai LR yang dihitung dengan persamaan

(2-19) di atas lebih besar daripada panjang patahan, maka LR diasumsikan sama

dengan panjang patahan. Hal ini berlaku juga untuk lebar patahan, WR. Dalam

studi ini, konstanta AL dan BL diambil dari korelasi empiris oleh Wells &

Coppersmith (1994) dalam Tabel II-4 sebagai berikut :

Tabel II-4 Konstanta panjang zona keruntuhan (Wells & Coppersmith, 1994)

Mekanisme Gempa AL BL SIGL

Subduksi -3.22 0.69 0.22Shallow Crustal -3.55 0.74 0.23

EZ-FRISKTM mendefisikan jarak R sebagai :

• R0 : jarak terdekat dengan zona keruntuhan

• R1 : jarak terdekat dengan proyeksi horisontal zona keruntuhan

R1 = Rhorisontal

• R2 : jarak terdekat dengan proyeksi keruntuhan di permukaan (jarak terdekat

dengan bagian zona keruntuhan dari jalur patahan, jika zona keruntuhan

memanjang ke permukaan); termasuk kedalaman tetap yang didefinisikan

sebagai RZEROF.

R2 = R ekspresi ke permukaan

R1 = R2 untuk patahan vertikal

Ilustrasi dari definisi jarak di atas dapat dilihat dalam Gambar II-31 berikut :

Page 40: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-40

Gambar II-31 Definisi jarak pada patahan dalam program komputer

EZ-FRISKTM (Risk Engineering, 2007)

Jarak umumnya didefinsikan sebagai R0. Definisi jarak lainnya digunakan sesuai

dengan definisi jarak pada fungsi atenuasi tertentu. Dengan definisi jarak R di

atas, persamaan (II-9) untuk menghitung PSHA dimodifikasi menjadi persamaan

berikut :

[ ] ( ) ( ) [ ] ( ) ...,,, dmdl.drlmrfm,riIPlfmfiIPr

M,LRl

Lm

M RR ∫∫∫ ≥=≥ (II-20)

dimana :

fM = fungsi probabilitas magnitude

fR = fungsi probabilitas jarak hiposenter

[ ]rm,iIP ≥ = probabilitas berkondisi dari intensitas I yang melampaui nilai i

pada lokasi yang ditinjau untuk kejadian gempa dengan mag-

nitude M dan jarak hiposenter R

II.4 Pembuatan Ground Motion

Pada kasus-kasus tertentu seperti analisis nonlinear dalam perhitungan respon

struktur inelastis atau deformasi permanen dari suatu lereng yang tidak satabil,

parameter ground motion tidak dapat menggambarkan secara jelas pengaruh dari

Page 41: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-41

goncangan tanah akibat gempa. Hal ini disebabkan ground motion akibat gempa

bekerja sebagai beban dinamik pada struktur dan respon dinamik struktur terhadap

beban gempa ini tergantung pada besarnya beban dinamik dan durasi beban

dinamik tersebut. Selanjutnya, ground motion akan lebih tepat digambarkan

dalam bentuk acceleration time histories. Acceleration time histories dapat

digunakan untuk menentukan ground motion desain spesifik di lokasi studi (site-

specific design ground motion) yang menggambarkan respon tanah di permukaan

akibat perambatan gelombang gempa.

Acceleration time histories diperoleh dari pencatatan instrumentasi di lokasi

tinjau. Pada kenyataanya, data acceleration time histories di Indonesia masih

sangat kurang dan lebih banyak berupa informasi mengenai lokasi episenter

gempa, magnitude, kedalaman dan mekanisme gempa. Guna mengatasi hal ini,

acceleration time histories dapat diperoleh dari metode alternatif sebagai berikut :

a. menggunakan catatan time histories dari daerah yang memiliki kondisi

geologi dan seismologi serupa dengan lokasi studi.

b. menggunakan catatan time histories dari lokasi lain yang kemudian di-

match-kan dengan target spektra batuan dasar (percepatan maksimum dan

periode).

c. membuat motion gempa sintetik yang disesuaikan terhadap kondisi geologi

dan seismologi lokasi studi.

II.4.1 Spectral Matching Dalam Program Komputer EZ-FRISKTM

Pembuatan ground motion yang menggambarkan data m dapat dilakukan dengan

metode spectral matching yang tersedia dalam program komputer EZ-FRISKTM.

Dengan spectral matching, data akselerogram dari lokasi lain akan dimodifikasi

sedemikian rupa sehingga respon spektra dari data akselerogram tersebut sesuai

(matched) dengan respon spektra target. EZ-FRISKTM menggunakan algoritma

pemrograman RSPM99 dari Norm Abrahamson untuk menentukan spectral

Page 42: II.1 Gempa Bumi dan Seismologi - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/.../jbptitbpp-gdl-rakhindrop-31406-3-2008ts-2.pdf · Lempeng-lempeng tektonik yang bergerak relatif satu sama lain

II-42

matching. RSPM99 dikembangkan berdasarkan metode time domain dari Tseng

dan Linaland (1988).