bab iv analisis sedimentasi -...

14
65 BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis perkembangan urutan vertikal lapisan batuan berdasarkan data singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis perkembangan urutan vertikal lapisan batuan ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan Prinsip Hyulstrom, Hukum Walther dan analogi berdasarkan Model Fasies yang sudah ada. Prinsip Hyulstrom membahas mengenai hubungan erosi, transportasi dan sedimentasi batuan sedimen klastik melalui mekanisme arus traksi. Namun prinsip ini tidak berlaku pada keadaan arus gravitasi, walaupun kedua mekanisme tersebut sulit untuk dibedakan. Hukum Walther menyatakan bahwa urutan-urutan vertikal dalam sedimentasi mencerminkan urutan lateralnya. Hal ini didasarkan pada paradigma bahwa lingkungan pengendapan yang pada suatu waktu berdampingan, diwaktu yang berikutnya dapat terletak di atasnya sebagai dinamika sedimentasi. Untuk melakukan interpretasi terhadap sistem lingkungan pengendapannya, dilakukan dengan cara mengidentifikasi fasies pembentuknya berdasarkan pemodelan dari Walker dan James (1992). Konsep identifikasi fasies merujuk pada sejumlah karakteristik primer dari batuan sedimen yang menunjukkan proses pengendapan di suatu sistem lingkungan pengendapan tertentu. Dalam konsep analisis fasies, dinyatakan bahwa suatu hasil pengukuran penampang stratigrafi dapat dipisahkan menjadi unit-unit fasies yang berbeda, dimana masing-masing unit tersebut dapat berbeda karakteristik maupun tebalnya. Perbedaan karakteristik bersifat deskriptif, meliputi jenis litologi, struktur sedimen ataupun aspek biologinya (Walker dan James, 1992). Kombinasi fasies yang memiliki hubungan satu sama lain, kemudian membentuk asosiasi fasies. Dengan mengidentifikasi fasies dan asosiasi fasiesnya maka dapat diinterpretasikan lingkungan pengendapannya. 4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi Pembuatan kolom stratigrafi (Lampiran F) dilakukan berdasarkan atas

Upload: hadang

Post on 05-Jun-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-ivanbarus-22620-8... · berdasarkan Model Fasies yang sudah ada. Prinsip Hyulstrom membahas

65

BAB IV

ANALISIS SEDIMENTASI

4.1 Pendahuluan

Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis perkembangan urutan vertikal

lapisan batuan berdasarkan data singkapan batuan pada lokasi yang dianggap

mewakili. Analisis perkembangan urutan vertikal lapisan batuan ini dilakukan dengan

menggunakan pendekatan Prinsip Hyulstrom, Hukum Walther dan analogi

berdasarkan Model Fasies yang sudah ada.

Prinsip Hyulstrom membahas mengenai hubungan erosi, transportasi dan

sedimentasi batuan sedimen klastik melalui mekanisme arus traksi. Namun prinsip ini

tidak berlaku pada keadaan arus gravitasi, walaupun kedua mekanisme tersebut sulit

untuk dibedakan.

Hukum Walther menyatakan bahwa urutan-urutan vertikal dalam sedimentasi

mencerminkan urutan lateralnya. Hal ini didasarkan pada paradigma bahwa

lingkungan pengendapan yang pada suatu waktu berdampingan, diwaktu yang

berikutnya dapat terletak di atasnya sebagai dinamika sedimentasi.

Untuk melakukan interpretasi terhadap sistem lingkungan pengendapannya,

dilakukan dengan cara mengidentifikasi fasies pembentuknya berdasarkan pemodelan

dari Walker dan James (1992). Konsep identifikasi fasies merujuk pada sejumlah

karakteristik primer dari batuan sedimen yang menunjukkan proses pengendapan di

suatu sistem lingkungan pengendapan tertentu.

Dalam konsep analisis fasies, dinyatakan bahwa suatu hasil pengukuran

penampang stratigrafi dapat dipisahkan menjadi unit-unit fasies yang berbeda, dimana

masing-masing unit tersebut dapat berbeda karakteristik maupun tebalnya. Perbedaan

karakteristik bersifat deskriptif, meliputi jenis litologi, struktur sedimen ataupun

aspek biologinya (Walker dan James, 1992). Kombinasi fasies yang memiliki

hubungan satu sama lain, kemudian membentuk asosiasi fasies. Dengan

mengidentifikasi fasies dan asosiasi fasiesnya maka dapat diinterpretasikan

lingkungan pengendapannya.

4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi

Pembuatan kolom stratigrafi (Lampiran F) dilakukan berdasarkan atas

Page 2: BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-ivanbarus-22620-8... · berdasarkan Model Fasies yang sudah ada. Prinsip Hyulstrom membahas

66

pengukuran penampang stratigrafi. Pengukuran penampang stratigrafi dilakukan pada

4 (empat) lintasan yang berbeda yaitu: pada Lintasan Pasirpogor 1 (PP 1), Lintasan

Pasirpogor 6 (PP6), Lintasan Cicantayan 1 (CC 1) dan Lintasan Selagombong 6 ( SG

6).

Keempat lintasan tersebut dilakukan secara vertikal memanjang dari utara

sampai ke selatan daerah penelitian ( Lampiran G.3), namun tidak berhubungan

secara langsung karena singkapan yang ideal di daerah penelitian sangat terbatas

sehingga jarak antar lokasi pengukuran penampang tiap lokasi sangat renggang.

Pengukuran penampang dilakukan pada formasi dan satuan batuan yang sama,

yaitu satuan batupasir konglomeratan pada Formasi Walat.

Kolom Stratigrafi yang disusun dari hasil pengukuran penampang stratigrafi

untuk masing – masing lintasan dapat dilihat dalam Lampiran F.

4.3 Analisis Fasies dan Lingkungan Pengendapan

Studi khusus pada daerah penelitian diutamakan hanya pada analisis

sedimentasi untuk Satuan Batupasir Konglomeratan dari Formasi Walat, karena

sebagian besar litologi di daerah penelitian termasuk Satuan Batupasir Konglomeratan

dan sebagian dari singkapan tersebut adalah ideal untuk melakukan studi sedimentasi

dilhat dari ciri litologi beserta struktur sedimennya.

Berdasarkan pengamatan ciri litologi di lapangan yaitu struktur sedimen yang

ada, mineralogi kuarsa yang dominan, sisipan karbon, sifat batuan yang tidak

karbonatan, adanya jejak tumbuhan dan didukung dari analisis stratigrafi beserta hasil

analisis data - data sekunder berupa analisis petrografi, analisis granulometri dan

didukung adanya bukti fosilisasi, maka interval yang diteliti secara sedimentasi

termasuk ke dalam sistem pengendapan daerah fluvial, seperti yang telah dibahas

lebih detail dalam stratigrafi daerah penelitian yang terdapat pada bab sebelumnya.

Kemudian dari hasil analisa dari kolom stratigrafi, merujuk dari pemodelan

sungai teranyam Miall, 1978 op.cit. Walker, 1984 (Gambar 4.1) dan tabel litofasies

(tabel 4.1) diperoleh beberapa fasies diantaranya fasies channel dan fasies floodplain.

Fasies channel dicirikan oleh konglomerat masif dengan butiran saling dukung (Gm),

konglomerat berlapis tipis dengan butiran didukung matrik (Gmst), batupasir

berlaminasi riple (Sr), dan batupasir masif (Sm). Kemudian terdapat litofasies yang

menunjukkan batulempung karbonan (Fc), batulanau berlapis (Fl) dan batulempung

masif berlapis (Fm) yang mencirikan endapan floodplain. Berdasarkan asosiasi

Page 3: BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-ivanbarus-22620-8... · berdasarkan Model Fasies yang sudah ada. Prinsip Hyulstrom membahas

67

litofasies yang terdapat pada satuan ini dan suksesi vertikal yang menunjukkan

lapisan yang saling beramalgamasi dengan kontak erosional, dapat disimpulkan

bahwa lingkungan pengendapan pada satuan ini berada pada endapan sungai teranyam

(Gambar 4.1),

(a) Model Suksesi Vertikal Sungai Teranyam (b) Model Sungai Teranyam

Gambar 4.1 Model Sungai Teranyam (Miall, 1978 op.cit. Walker, 1984)

Tabel 4.1 Tabel Litofasies (Miall, 1978 op.cit. Walker, 1984)

Litofasies berbutir sangat kasar Litofasies berbutir halus

Gms Konglomerat masif (butiran didukung matriks) Fm Batulempung masif-berlapis

Gmst Konglomerat berlapis tipis (buitran didukung matrik) Fl Batulempung (lanau) berlapis

Gm Konglomerat masif (butiran saling dukung) Fc Batulempung karbonan

C Batubara

Litofasies berbutir kasar

Sh Batupasir berlaminasi sejajar

Sr Batupasir berlaminasi ripple

Sp Batupasir planar cross bedding

Sm Batupasir masif

(a) (b)

Page 4: BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-ivanbarus-22620-8... · berdasarkan Model Fasies yang sudah ada. Prinsip Hyulstrom membahas

68

Gambar 4.2 Penampang Stratigrafi Umum Lintasan Pasir Pogor 1

4.3.1 Penampang Stratigrafi Pasirpogor 1 ( PP 1)

Penampang stratigrafi PP 1 merupakan lintasan yang paling utara,

pengukuran penampang stratigrafi dilakukan di daerah penambangan di Pasirpogor

(PP 1) . Singkapan batuan di Lintasan PP 1 terdiri dari batupasir konglomeratan

dengan matriks pasir kasar (Foto 4.2) bewarna

putih sampai abu – abu setempat kemerahan

dengan sisipan lempung pada bagian bawah

setebal 15 cm dari ketebalan total singkapan

yang dapat terukur adalah kurang lebih 16,4 m.

Suksesi vertikal dan siklus sedimentasi

pada lokasi PP 1 dapat diamati pada kolom

stratigrafi dari Gambar 4.2. Pada gambar

terdapat tiga siklus sedimentasi, dimana pada

siklus di bagian paling bawah terdapat suksesi

yang menghalus ke atas. Namun pada siklus

bagian tengah dan atas penampang startigarfi ini

memperlihatkan suksesi yang relatif stabil

(aggrading).

Di bagian bawah kolom stratigrafi ini

diendapkan batupasir konglomeratan (Foto 4.1

a). Batupasir ini diendapkan oleh sistem arus

kuat atau mekanisme pengendapan arus traksi,

hal ini dapat dilihat dari struktur sedimen planar

cross bedding (Foto 4.1 d). Sehingga

diinterpretasikan merupakan endapan channel.

Terdapatnya struktur ripple (Foto 4.1 c) dan

jejak kaki burung (Foto 4.1 b) menandakan telah

terjadi pendangkalan dasar sungai dan

berkurangnya kekuatan arus dan terjadi

penyusutan air. Kemudian mulai ada arus yang

relatif tenang sehingga terndapkan batulempung

sebagai sisipan dengan mekanisme suspensi yang menandakan waktu pengendapan

yang terjadi relatif sesaat. Selanjutnya pada siklus sedimentasi kedua terjadi

peningkatan kekuatan arus secara drastis yang mengendapkan batupasir

Page 5: BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-ivanbarus-22620-8... · berdasarkan Model Fasies yang sudah ada. Prinsip Hyulstrom membahas

69

konglomeratan sehingga mengerosi sisipan batulempung di bawahnya. Struktur

sedimen yang berkembang yaitu planar cross bedding. Pada siklus sedimentasi

ketiga terjadi mekanisme pengendapan batupasir konglomeratan yang sama dengan

sebelumnya., struktur sedimen yang berkembang yaitu planar cross bedding.

Secara keseluruhan paling tidak terjadi tiga siklus sedimentasi dengan

mekanisme yang sama yaitu arus traksi dengan energi relatif kuat sehingga ditafsirkan

lingkungan pada penampang lintasan ini terjadi endapan channel yang berulang –

ulang atau saling bertumpuk. Oleh karena itu dapat dikatakan sebagai endapan

stacking channel dari lingkungan pengendapan pada sungai teranyam (braided river).

a) Batupasir Konglomeratan dengan matriks pasir kasar dan fragmen berukuran kerikil - kerakal

b) Jejak Kaki Burung dan Rain Mark pada Batupasir Konglomeratan

Page 6: BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-ivanbarus-22620-8... · berdasarkan Model Fasies yang sudah ada. Prinsip Hyulstrom membahas

70

4.3.2 Penampang Stratigrafi Pasirpogor 6 ( PP 6)

Penampang Stratigrafi Pasirpogor 6 (PP 6) terletak pada salah satu daerah

penambangan pasir kuarsa di Pasirpogor, berada disebelah selatan dari lokasi PP1.

Singkapannya terletak pada sisi – sisi tebing, terdiri dari batupasir konglomeratan

dengan matriks pasir sedang bewarna putih sampai abu – abu, setempat kemerahan

dengan fragmen berukuran kerikil pada bagian bawah. Kemudian di bagian tengah

dan atas kolom terdapat batulanau, batulempung karbonan dengan sisipan batubara

dan batupasir ukuran pasir halus bewarna putih. Ketebalan total dari singkapan yang

diukur adalah kurang lebih 37,2 m.

Suksesi vertikal dan siklus sedimentasi pada lokasi PP 6 dapat diamati pada

kolom stratigrafi dari Gambar 4.3 .Secara keseluruhan lintasan ini memperlihatkan

tiga siklus sedimentasi, dimana pada siklus di bagian paling bawah memperlihatkan

suksesi yang relatif stabil (aggrading) dan pada bagian tengah dan atas penampang

terlihat adanya suksesi yang menghalus ke atas (fining upward).

Di bagian bawah kolom stratigrafi ini diendapkan batupasir konglomeratan (

Gms) yang diendapkan oleh sistem arus kuat atau mekanisme pengendapan arus traksi

dengan struktur sedimen yang berkembang berupa planar cross bedding adanya

sisipan lempung diatasnya menandakan lemahnya kekuatan arus secara sesaat, setelah

itu kekuatan arus meningkat drastis ditandai dengan pengendapan batupasir

konglomeratan yang berlapis relatif tipis (Gmst) sehingga menyebabkan kontak

erosional pada sisipan batulempung dibawahnya (foto 4.3). Ditafsirkan merupakan

c) Struktur Sedimen Ripple d) Struktur Sedimen Planar Cross Bedding

Foto 4.1 Singkapan dari Satuan Batupasir Konglomeratan di Lintasan PP 1

Page 7: BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-ivanbarus-22620-8... · berdasarkan Model Fasies yang sudah ada. Prinsip Hyulstrom membahas

71

Gambar 4.2 Penampang Stratigrafi Umum Lintasan Pasir Pogor 6

endapan channel. Setelah itu kekuatan arus mulai berkurang secara perlahan

diendapkan batupasir berukuran butir halus

bewarna putih sampai abu-abu

Kemudian kekuatan arus semakin

melemah ditandai dengan pengendapan

batulempung karbonan ( Fc) dan terdapatnya

sisipan batubara yang mengindikasikan

merupakan endapan flood plain. Lalu kekuatan

arus semakin meningkat ditandai dari

pengendapan batulanau (Fl) sampai

terendapkannya batupasir ukuran pasir halus (Sm)

bewarna putih sampai abu – abu, setempat

kemerahan dengan sisipan – sipan batulempung,

menandakan kekuatan arus relatif stabil yang juga

terkadang terjadi mekanisme suspensi untuk

mengendapkan sisipan lempung, dinterpretasikan

merupakan endapan channel. Setelah itu kembali

diendapkan batupasir ukuran pasir halus. Di

atasnya diendapkan batulanau (Fl) dan

batulempung karbonan (Fc) dengan sisipan

batubara yang menunjukkan kekuatan arus

kembali melemah secara bertahap,

diinterpretasikan merupakan endapan flood plain.

Secara keseluruhan pada lintasan ini dapat

diamati telah terjadi tiga siklus sedimentasi

Berdasarkan elemen arsitektur beserta fasies –

fasies yang terdapat pada lintasan ini, maka dapat

ditafsirkan menunjukkan lingkungan pengendapan

sungai teranyam.

Page 8: BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-ivanbarus-22620-8... · berdasarkan Model Fasies yang sudah ada. Prinsip Hyulstrom membahas

72

4.3.3 Penampang Stratigrafi Cicantayan 1 ( CT 1)

Penampang stratigrafi Cicantayan 1 terletak di selatan lokasi PP 6 yang

merupakan salah satu daerah penambangan pasir kuarsa di Cicantayan yang berada di

tengah daerah penelitian. Singkapan batuan di Lintasan PP 6 terdiri dari batupasir

konglomeratan dengan matriks pasir kasar, fragmen berukuran kerikil – kerakal dan

konglomerat pada bagian bawah dan atas kolom, batulanau – batulempung karbonan

dengan sisipan batubara pada bagian tengah kolom. Ketebalan total dari singkapan

yang dapat terukur adalah kurang lebih 26 m.

a) Kontak Antara Batu lanau (Fl) dengan Batulempung Karbonan (Fc))

b) Kontak Erosional antara Batulanau (Fl) dengan Batupasir Diatasnya (Sg)

c) Singkapan Batupasir Konglomeratan (Gms)

Foto 4.2 Singkapan dari Satuan Batupasir Konglomeratan di Lintasan PP 6

Page 9: BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-ivanbarus-22620-8... · berdasarkan Model Fasies yang sudah ada. Prinsip Hyulstrom membahas

73

Gambar 4.4 Penampang Stratigrafi

Umum Lintasan Cicantayan 1

Suksesi vertikal dan siklus sedimentasi pada

lokasi Cicantayan dapat diamati pada kolom stratigrafi

dari Gambar 4.4. Secara keseluruhan lintasan ini

memperlihatkan empat siklus sedimentasi, dimana

pada masing – masing siklus tersebut adanya suksesi

yang menghalus ke atas.

Di bagian bawah kolom stratigrafi ini

diendapkan batupasir konglomeratan (Gms) yang

diendapkan oleh sistem arus kuat atau mekanisme

pengendapan arus traksi, terdapatnya bioturbasi

menunjukkan pada saat pengendapannya telah

mengalami pendangkalan dan ditafsirkan sebagai

endapan channel. Setelah itu kekuatan arus mulai

berkurang sampai relatif tenang dengan diendapkannya

batulanau (Fl) dan batulempung karbonan (Fc) dengan

sisipan batubara, pada bagian ini ditafsirkan sebagai

endapan flood plain. Kemudian kekuatan arus

meningkat secara tiba – tiba ditandai dengan

pengendapan konglomerat masif (Gm) yang

menunjukkan mekanisme arus traksi, hal tersebut

mengakibatkan kontak yang bersifat erosional pada

batulempung dibawahnya dan juga akibat pembebanan

dari pengendapan konglomerat tersebut memberikan

pembebanan terhadap batulempung yang belum

terkompaksi dengan baik sehingga membentuk struktur

loadcast pada konglomerat. Kemudian kekuatan arus

menajdi relatif stabil dengan kembali diendapkannya

batupasir konglomeratan dengan struktur sedimen

yang berkembang berupa planar cross bedding.

Terdapatnya sisipan konglomerat menunjukkan adanya arus kuat secara tiba – tiba

yang mengendapkan sisipan tersebut sehingga menyebabkan kontak yang erosional di

bawah sisipan tersebut. Pada kolom bagian atas, adanya sisipan lempung diatasnya

menandakan lemahnya kekuatan arus secara sesaat, setelah itu kekuatan arus

meningkat drastis ditandai dengan pengendapan batupasir konglomeratan (Gmst)

Page 10: BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-ivanbarus-22620-8... · berdasarkan Model Fasies yang sudah ada. Prinsip Hyulstrom membahas

74

yang menyebabkan kontak erosional pada sisipan batulempung dibawahnya. Tiga

siklus sedimentasi dari kolom bagian atas menunjukkan endapan cannel yang saling

beramalgamasi dengan kontak erosional membentuk suatu stacking channel.

Secara keseluruhan terjadi empat siklus sedimentasi menghalus ke atas (fining

upward). Berdasarkan elemen arsitektur beserta fasies – fasies yang terdapat pada

lintasan ini, maka dapat ditafsirkan menunjukkan lingkungan pengendapan sungai

teranyam.

a) Kontak Erosional Batupasir Konglomeratan dengan Sisipan batulempung

b) Cross Bedding pada Batupasir Konglomeratan (Sp)

c) Bioturbasi pada Batupasir Konglomeratan

Page 11: BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-ivanbarus-22620-8... · berdasarkan Model Fasies yang sudah ada. Prinsip Hyulstrom membahas

75

Gambar 4.5 Penampang Stratigrafi Umum

Lintasan Selagombong 6

4.3.4 Lintasan Selagombong 6 ( SG 6)

Lintasan SG 6 terletak di selatan lokasi CT 1 di

daerah selagombong yang tersingkap pada suatu tebing

tererosi yang berada di selatan daerah penelitian..

Singkapan batuan di Lintasan SG 6 terdiri dari batupasir

halus dengan sisipan batulanau dan batulempung karbonan

dengan sisipan batubara pada bagian bawah kolom.

Ketebalan total dari singkapan yang dapat terukur adalah

kurang lebih 3,2 m.

Suksesi vertikal dan siklus sedimentasi pada lokasi

Cicantayan dapat diamati pada kolom stratigrafi dari

Gambar 4.5 .Secara keseluruhan lintasan ini

memperlihatkan tiga siklus sedimentasi, dimana pada siklus

di bagian paling bawah terdapat suksesi vertikal yang relatif

stabil (aggrading), kemudian pada bagian tengah dan atas

penampang menunjukkan suksesi vertikal menghalus ke

atas (Fining Upward).

Di bagian bawah kolom stratigrafi ini diendapkan

batulempung karbonan dengan sisipan batubara dengan

mekanisme suspensi, yang ditafsirkan merupakan endapan

a) Sisipan Konglomerat Masif pada Batupasir Konglomeratan (Gm)

b) Struktur Sedimen Loadcast pada Konglomerat

Foto 4.3 Singkapan dari Satuan Batupasir Konglomeratan di Lintasan CT 1

Page 12: BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-ivanbarus-22620-8... · berdasarkan Model Fasies yang sudah ada. Prinsip Hyulstrom membahas

76

flood plain. Setelah itu terjadi peningkatan arus energi yang mengendapkan

perselingan antara batupasir halus dan batulanau dengan struktur sedimen yang

berkembang berupa planar cross lamination, Wavy, Flaser dan parallel lamination.

Diinterpretasikan merupakan endapan inter channel.

Secara keseluruhan paling tidak telah terjadi tiga siklus sedimentasi.

Berdasarkan elemen arsitektur beserta fasies – fasies yang terdapat pada lintasan ini,

maka dapat ditafsirkan menunjukkan lingkungan pengendapan sungai teranyam.

Foto 4.4 Singkapan dari Satuan Batupasir Konglomeratan di Lintasan CT 1

(a) Struktur Sedimen Planar Cross Lamination, Parallel Lamination, Wavy dan Flaser

(b) Struktur Sedimen Parallel Lamination , Wavy dan Flaser, Planar Cross Lamination

(a)

(b)

Page 13: BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-ivanbarus-22620-8... · berdasarkan Model Fasies yang sudah ada. Prinsip Hyulstrom membahas

77

4.4 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa Satuan

Batupasir Konglomeratan ini merupakan lingkungan fluvial. Hal ini sesuai dengan

pendapat peneliti sebelumnya terutama dari hasil pengendapan Formasi Bayah oleh

Martodjojo (1984), namun penulis lebih merinci hasil penelitian dengan hanya

berfokus di daerah Gunung Walat, dimana menurut Effendi dkk. (1998) Satuan

Batupasir Konglomeratan termasuk ke dalam Formasi Walat yang berumur Oligosen

Awal. Untuk umur penulis sepakat kepada pendapat Effendi (1998) yang mengatakan

bahwa umur Formasi ini adalah Eosen Akhir – Oligosen Awal, dimana pendapat

tersebut berdasarkan penelitian terbaru yang dilakukan pada daerah Walat Sehingga

dinamakan Formasi Walat, sesuai dengan nama daerah tersebut.

Berdasarkan analisa proses sedimentasi masing – masing lintasan

menunjukkan lingkungan pengendapan yang sama yaitu sungai teranyam. Tidak

adanya perubahan lingkungan pengendapan satuan batupasir konglomeratan dari utara

sampai ke selatan daerah penelitian pengamatan menandakan bahwa rentang umur

pengendapan dari setiap lintasan relatif tidak berbeda jauh, dikarenakan elemen

arsitekturnya mempunyai ciri – ciri yang sama.

Hampir di setiap lintasan, urutan stratigrafi secara vertikal memperlihatkan

lapisan batupasir konglomeratan saling beramalgamasi dengan kontak erosional

membentuk suatu stacking channel. Hal ini menjadi ciri khusus pada lingkungan

sungai teranyam karena menunjukkan suatu lingkungan berenergi tinggi, yang juga

sesuai dengan pemodelan sungai teranyam oleh Selley, 1976 op. cit. Galloway dan

Hobday, 1983 (Gambar 4.6).

Adanya kehadiran lapisan tipis konglomerat mencerminkan suatu energi

pengendapan tinggi yg tidak berlangsung lama. Peningkatan arus yg sebentar ini

kemungkinan terjadi pada keadaan banjir. Untuk pengendapan batulanau dan

batulempung berada dalam sistem pengendapan energi rendah yang ditafsirkan

sebagai endapan floodplain.

Secara keseluruhan setiap lintasan yang ada mencerminkan suatu lingkungan

berenergi tinggi, ditandai dengan dominasi batupasir berukuran kasar sampai kerikil.

Kehadiran flood plain diperkirakan berada saat channel telah berpindah alur sehingga

menjadi lingkungan abandoned channel dimana pada perkembangannya menjadi

suatu floodplain. Namun hal tersebut tidak berlangsung lama sebagaimana pada

Page 14: BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-ivanbarus-22620-8... · berdasarkan Model Fasies yang sudah ada. Prinsip Hyulstrom membahas

78

(a) Penampang Vertikal Sungai Braided (b) Diagram Blok Sungai Braided

Gambar 4.6 Model Endapan Sungai Teranyam Menurut Selley, 1976 op. cit. Galloway dan Hobday,

1983

lingkungan meander yang dapat berkembang lebih lanjut menjadi marsh, hal tersebut

dikarenakan suplai sedimen dan kekuatan arus yang tinggi pada sungai teranyam akan

mengerosi secara lateral bars atau inter channel yang ada. Oleh karena itu floodplain

tidak berkembang dengan baik ditandai dengan kemunculan batubara yang hanya

sebagai sisipan.

Sumber sedimentasi satuan ini diperkirakan berasal dari utara, yaitu Paparan

Sunda di utara daerah penelitian pada Eosen Akhir – Oligosen awal. Hal tersebut

berdasarkan analisis petrografi (Lampiran A) memperlihatkan komposisi pada

batupasir yang bersifat granitis atau bersifat asam merupakan hasil dari perombakan

intrusi batuan granit pada paparan kontinen( Paparan Sunda), hal ini didukung dari

penelitian Martodjojo (1984) yang juga mengatakan arah pengendapan lapisan silang

siur pada formasi ini, yakni relatif dari arah utara yang bergerak ke selatan dan

mengendap pada Cekungan Bogor.

(a) (b)