ibm subak sigaran · laporan akhir ipteks bagi masyarakat ... sawah. sri adalah teknik budidaya...

23
1 LAPORAN AKHIR IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM) JUDUL IbM SUBAK SIGARAN Oleh: Dr. SUMIYATI, S.TP., MP. Ir. I WAYAN TIKA, MP. I PUTU GEDE BUDISANJAYA, S.TP., MT UNIVERSITAS UDAYANA 2015

Upload: lenguyet

Post on 17-Jun-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

LAPORAN AKHIRIPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM)

JUDUL

IbM SUBAK SIGARAN

Oleh:Dr. SUMIYATI, S.TP., MP.Ir. I WAYAN TIKA, MP.

I PUTU GEDE BUDISANJAYA, S.TP., MT

UNIVERSITAS UDAYANA2015

222

3

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. 3

RINGKASAN ........................................................................................................................... 4

BAB 1. PENDAHULUAN........................................................................................................ 5

BAB 2. TARGET DAN LUARAN ........................................................................................ 10

BAB 3. METODE PELAKSANAAN ................................................................................... 12

BAB 4. HASIL KEGIATAN ................................................................................................. 16

BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 23

4

RINGKASAN

Selama ini sudah sering diwacanakan subak perlu dijaga kelestariannya. Hal ini

karena subak sebagai bentuk kearifan lokal yang dikhawatirkan kemampuannya untuk

bertahan. Kelestarian atau keberlanjutan subak akan dapat diwujudkan apabila dikembangkan

sistem subak yang mampu membangun income generating capacity. Untuk dapat

mewujudkan kapasitas tersebut disamping perlu upaya peningkatan produktivitas dari

kegiatan usaha taninya maka subak harus mempunyai peran dalam pariwisata. Hal ini

mengingat Bali masih menjadi tujuan wisata utama di Indonesia. Untuk itu sudah saatnya

dimulai upaya pengembangan pariwisata pada sistem subak dan diupayakan adanya

peningkatan produksi.

Demikian pula halnya dengan Subak Sigaran yang lokasinya berdekatan dengan

daerah pariwisata Air Panas Penatahan, sehingga konsep agro-ekowisata merupakan sebuah

alternatif strategi yang sangat potensial untuk pemberdayaan subak tersebut, disamping

senantiasa berusaha meningkatkan produktivitas hasil usaha taninya melalui aplikasi

teknologi tertentu seperti disebutkan di atas. Namun untuk pemberdayaan tersebut masih

terdapat beberapa kendala antara lain : (i) teknik budidaya yang diterapkan oleh petani saat ini

memiliki beberapa kelemahan terutama terkait dengan pelestarian lingkungan (ii) kondisi

sarana prasarana dan areal yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi aktivitas pariwisata

kurang bersih dan masih perlu dibangun kelengkapannya. Kendala pada butir (i) terjadi

karena petani pada subak tersebut belum mengenal teknik budidaya SRI(System of Rice

Intensification) yang diyakini lebih memperhatikan aspek pelestarian lingkungan. Sementara

penyebab terjadinya kendala pada butir (ii) karena kesadaran masyarakat setempat terkait

dengan kebersihan lingkungan masih rendah dan belum tersedianya biaya operasional

kegiatan kebersihan.

Metode pelaksanaan kegiatan sebagai langkah solusi dalam rangka peningkatan

produktivitas kegiatan usaha taninya dan pengembangan agro-ekowisata pada industri mitra

adalah pelaksanaan demplot teknik budidaya SRI, pembersihan saluran irigasi dan beberapa

bagian pada jalur trekking yang direncanakan, serta membangun satu unit toilet sebagai salah

satu upaya tahap awal untuk melengkapi prasarana penunjang. Kegitan pembersihan saluran

irigasi dan jalur trekking distimulan dengan menggunakan tenaga upahan. Untuk

menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat pada industri mitra terkait dengan kebersihan

juga dilakukan sosialisasi/penyuluhan.

5

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Analisis SituasiSecara administrasi Subak Sigaran satu dalam wilayah Dusun/Banjar Sigaran, Desa

Jegu, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Luas Subak Sigaran relatif kecil yaitu hanya

sekitar 25 ha dengan jumlah anggota (krama) 60 orang. Dari jumlah krama tersebut sekitar

80% merupakan warga masyarakat Banjar Sigaran, sisanya berasal dari banjar lain yang

masih termasuk dalam wilayah Desa Jegu. Secara fisik batas-batas wilayah Subak Sigaran

adalah sebagai berikut.

Sebelah Utara : Subak Suwala

Sebelah Timur : Banjar Nyeleket dan Banjar Cepag

Sebelah Selatan : Subak Jegu

Sebelah Barat : Sungai(Tukad) Ho dan Obyek Wisata Air Panas (Desa Penatahan)

Subak Sigaran masih termasuk kategori subak tradisional yang dicirikan dengan

penggunaan empelan sebagai sarana pengambilan air irigasinya. Empelan adalah bendung

tradisional yang dibangun dari tumpukan batu dengan tujuan dapat berfungsi meninggikan

permukaan air sungai agar bisa dialirkan untuk air irigasi ke lahan sawah pada subak. Sumber

air irigasi untuk kegiatan usaha tani pada Subak Sigaran yang berasal dari Empelan Subak

Sigaran di Sungai Ho. Saluran primer (di subak diistilahkan Telabah Aya) pada Subak Sigaran

panjangnya sekitar dua kilometer. Pada akhir Telabah Aya terdapat bangunan bagi primer

yang di subak diistilahkan dengan nama Tembuku Aya. Tembuku Aya ini membagi air pada

Telabah Aya menjadi dua bagian yang dialirkan kepada dua tempek yang ada pada Subak

Sigaran. Tempek (kadang-kadang juga disebut tempekan) adalah sub organisasi pada subak

untuk kemudahan pengelolaan terkait dengan operasional organisasi. Dua tempek yang

terdapat pada Subak Sigaran adalah Tempek Lekawa (Tempek Barat) dan Tempek Lekangi

(Tempek Timur). Batas antara kedua tempek tersebut adalah jalan subak. Sebagai subak yang

terletak di hulu ketersediaan air irigasinya cendrung melimpah, sehingga efisiensi

penggunaannya cenderung rendah.

Secara organisasi, operasional kegiatan usaha tani Subak Sigaran dijalankan oleh

Pekaseh(Ketua organisasi subak) yang dibantu oleh Sekretaris (Penyarikan) dan Bendahara

(Juru Raksa) serta dua orang Juru Arah (penyebar informasi pada subak). Mengingat Subak

Sigaran merupakan subak yang kecil maka struktur organisasinya juga sederhana. Walaupun

pada subak tersebut terdapat dua tempek, tetapi tidak ada ketua tempek. Tempek dibentuk

6

hanya untuk kemudahan teknis dalam distribusi air irigasi pada subak tersebut dan identifikasi

lokasi sawah yang dimiliki krama. Struktur organisasi Subak Sigaran disajikan pada Gambar

1 berikut.

Gambar 1. Susunan organisasi Subak Sigaran

Ditinjau dari tingkat produksi usaha taninya Subak Sigaran memiliki peran yang

strategis untuk berkontribusi pada ketahanan pangan paling tidak di wilayah banjar tersebut.

Rata-rata produktivitas usaha tani pada subak tersebut berkisar 7 – 8 ton/ha gabah kering

panen. Tingkat produktivitas sebesar itu dicapai petani melalui suatu teknologi yang sifatnya

turun-temurun antar generasi dari para petani setempat dan sedikit dilengkapi dengan

teknologi panca usaha pertanian yang diperkenalkan sekitar 25 tahun yang lalu. Kelemahan

teknologi panca usaha tersebut adalah senantiasa berorientasi pada maksimalisasi produksi

dengan mengabaikan kelestarian lingkungan. Dengan demikian perlu diperkenalkan teknologi

usaha tani yang di satu sisi mampu meningkatkan produktivitas kegiatan tersebut tetapi tidak

mengabaikan upaya kelestarian lingkungan. Salah satu teknologi usaha tani tersebut adalah

metode budidaya SRI (System of Rice Intensification). Menurut Mutakin (2005), SRI adalah

cara budidaya tanaman padi yang intensif dan efisien dengan proses manajemen sistem

perakaran yang berbasis pada pengelolaan tanah, tanaman, dan air. Teknologi SRI berusaha

menekan penggunaan bahan kimia baik untuk pupuk maupun pestisida pada lahan, karena

bahan tersebut diduga merupakan ancaman terbesar bagi kelestarian lingkungan pada lahan

sawah. SRI adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktivitas padi

sampai 50%.

Seperti telah dijelaskan pada batasan wilayah fisik di atas, Subak Sigaran

keberadaannya dekat dengan obyek pariwisata Air Panas yang termasuk wilayah Desa

Pekaseh

Penyarikan, Juru Raksa

Juru Arah

Anggota

7

Penatahan. Lokasi tersebut masih berada dalam kawasan Catur Angga Batukaru, yang yang

telah ditetapkan oleh Unesco (PBB) sebagai salah satu warisan budaya dunia. Disamping itu

dengan bentangan alam persawahan yang dilatarbelakangi deretan pegunungan yang tertata

rapi pada wilayah subak ini menyajikan pemandangan yang cukup menawan. Kondisi

demikian menyebabkan aktivitas agro-ekowisata juga merupakan alternatif strategi lain yang

sangat potensial untuk pemberdayaan subak tersebut, selain upaya peningkatan produktivitas

usaha tani seperti telah dijelaskan sebelumnya. Dalam konsep operasional agro-ekowisata,

sistem subak dikembangkan menjadi pengelola agro-ekowisata dengan melibatkan

sepenuhnya oleh kelompok tani. Dengan demikian subak sebagai pemilik obyek wisata dapat

mengelola asetnya sendiri dan memperoleh keuntungan dari kegiatan pengelolaan tesebut

(Windia, 2010). Terkait dengan konsep tersebut maka pengembangan kegiatan agro-

ekowisata pada Subak Sigaran secara teknis diarahkan baru sebagai pengembangan tahap

awal yang diarahkan pada perencanaan dan penyediaan sarana-prasarana penunjang, seperti

perencanaan jalur trekking, pembersihan saluran irigasi dan jalan subak yang telah ada yang

kemungkinan besar dapat dikembangkan sebagai jalur trekking. Penataan bangunan balai

subak yang telah ada dan penyediaan toilet karena saat ini belum tersedia.

1.2. Permasalahan Mitra

1.2.a. Aspek Produksi

Ditinjau dari aspek produksi, lahan sebagai sarana utama pada kegiatan usaha tani

tanaman padi pada Subak Sigaran termasuk lahan yang produktif. Klasifikasi lahan

berdasarkan tingkatan dalam klas kemampuan lahannya menempatkan sekitar 60% lahan

sawah di Subak Sigaran termasuk kelas satu, dan sisanya termasuk kelas dua. Ketersediaan

air irigasinya cukup melimpah, karena subak ini terletak pada daerah hulu dari aliran Sungai

Ho. Namun demikian masalah serius yang dihadapi para petani pada subak tersebut

belakangan ini adanya kecendrungan produktivitas lahan yang menurun sebagai akibat

menurunnya kualitas tanah. Pengalaman sekitar dua dasawarsa terakhir dari para petani yang

sekaligus sebagai anggota subak pada Subak Sigaran, hampir dapat memastikan bahwa tanah

sawah mereka “telah mati“, suatu istilah yang mereka gunakan untuk menggambarkan

rendahnya kesuburan tanah sawah mereka. Mereka juga mengeluhkan struktur tanah

sawahnya yang belakangan ini mereka istilahkan dengan “membatu”, dan hilangnya beberapa

jenis mikroorganisme tanah. Ada pandangan sederhana dari mereka bahwa semakin

beragamnya keberadaan mikroorganisme pada tanah menunjukkan semakin suburnya tanah

sawah mereka, dan manakala mikroorganisme tersebut telah mengalami perkembangbiakan

8

maka tanah sawah tersebut dianggap sudah siap untuk ditanami padi. Dugaan kuat penyebab

masalah tersebut karena petani masih menerapkan teknik budiadaya yang hanya berorientasi

pada peningkatan hasil sementara aspek pelestarian lingkungan terabaikan. Dalam praktek

kesehariannya petani cendrung menggunakan obat pemberantasan hama dan pupuk dari bahan

kimia secara berlebih dan sebagian lagi karena kekeliruan dalam teknik penyiapan lahan.

Tofografi dan ketinggian tempat dari permukaan air laut menjadikan pemandangan

sawah pada wilayah Subak Sigaran cukup indah dan hawanya sejuk. Di samping itu kegiatan

keseharian masyarakat sekitar subak baik terkait dengan kegiatan usaha taninya maupun

keagamaannya mempunyai daya tarik bagi pengunjung. Lokasi Subak Sigaran yang dekat

dengan daerah pariwisata Air Panas Penatahan juga merupakan peluang dalam pengembangan

agro-ekowisata. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Windia (2012) terkait dengan

pengembangan agro-ekowisata pada Kawasan Catur Angga Batukaru, diperlukan strategi

yang agresif sebagai upaya peningkatan aktivitas ekonomi termasuk wilayah subak pada

kawasan tersebut. Namun secara umum masih terdapat beberapa kendala di lapangan dalam

upaya realisasi strategi tersebut. Kendala-kendala tersebut antara lain : (1) masih adanya

bagian dari jalur trekking yang sulit dilalui dan kondisinya banyak sampah, (2) pengetahuan

dan fasilitas pendukung operasional agro-ekowisata masih terbatas, (3) kemampuan bahasa

asing dari sumberdaya manusianya masih belum memadai, dan (4) kegiatan usaha tani yang

belum dikembangkan menjadi atraksi wisata. Kendala demikian juga terdapat pada Subak

Sigaran sebagai bagian dari tepi Kawasan Catur Angga Batukaru.

1.2.b. Aspek Manajemen

Terkait dengan kegiatan persiapan lahan dalam manajemen subak tradisional

khususnya di Subak Sigaran sebenarnya sudah dikenal istilah ngrenyek atau nyarang.

Ngrenyek yaitu suatu kegiatan persiapan lahan yang dilakukan secara singkat artinya rentang

waktu antara kegiatan olah tanah dengan penanaman sangat singkat bisa saja hanya sehari.

Kondisi demikian terjadi biasanya karena kendala keterbatasan air atau alat pengolah tanah.

Sedangkan nyarang adalah kebalikan ngrenyek. Pada nyarang rentang waktu antara kegiatan

olah tanah dengan penanaman cukup lama bisa mencapai satu bulan. Jelas secara teknik

budidaya persiapan lahan secara nyarang lebih baik dibandingkan dengan ngrenyek. Tetapi

tidak sedikit petani yang melakukan persiapan lahan secara ngrenyek karena dianggap praktis.

Demikian pula halnya dalam penggunaan pupuk dan obat-obatan pemberantasan hama dan

penyakit. Petani cendrung menggunakan pupuk dan obat-obatan berbahan kimia (anorganik)

9

dengan takaran overdosis, karena dianggap praktis dan efektif tanpa menyadari pengaruh

negatifnya terhadap lingkungan.

Dalam manajemen kebersihan saluran irigasi pada subak tradisional dikenal istilah

ngampad. Ngampad yaitu suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh sebagian atau seluruh

anggota (krama) subak untuk melakukan pembersihan pada saluran rigasi subak. Karena pada

kasus Subak Sigaran saluran irigasi pada subak menyatu dengan jalan subak, maka pada saat

kegiatan ngampad juga dilakukan pembersihan terhadap jalan subak. Pembersihan tersebut

diprioritaskan pada pembersihan tanaman liar yang tumbuh pada saluran yang sifatnya

menggangu aliran air irigasi kegiatan lalu lalang di jalan subak. Kegiatan ngampad biasanya

dilakukan oleh krama subak enam bulan sekali menjelang olah tanah (Anonim, 2008).

Belakangan ini dengan semakin banyaknya bahan plastik yang digunakan oleh

mayarakat dalam aktivitas sehari-harinya, maka semakin banyak pula limbah atau sampah

pastik yang dihasilkan dari aktivitas tersebut. Pada beberapa kasus, saluran irigasi subak

kadang-kadang melewati tempat pemukiman masyarakat sehingga jika kesadaran masyarakat

terhadap kebersihan lingkungan kurang maka saluran irigasi akan menjadi salah satu tempat

pembuangan sampah. Kondisi demikian menyebabkan belakangan ini saluran irigasi tidak

hanya harus dibersihkan dari tanaman liar saja, tetapi juga sampah plastik yang kadang-

kadang lebih banyak dari tanaman liar yang tumbuh. Kasus ini juga terjadi pada Subak

Sigaran khususnya pada wilayah yang terletak di hilir dusun. Dengan demikian kegiatan

ngampad akhirnya tidak hanya membersihkan tumbuhan liar saja tetapi juga membersihkan

sampah plastik.

Dari seluruh permasalahan yang dihadapi industri mitra, disepakati yang menjadi

prioritas dalam penyelesaian program IbM ini dalam bidang produksi adalah aplikasi metode

budidaya SRI dan penyediaan sarana prasarana dalam upaya persiapan awal aktivitas agro-

ekowisata. Aplikasi metode SRI dilakukan pada skala demplot, dengan luas demplot 50 –

100 are, sementara sarana prasarana agro-ekowisata yang disediakan untuk tahap awal ini

adalah bangunan kamar kecil (toilet) dan upaya kebersihan saluran irigasi dan jalur trekking

yang direncanakan. Jalur trekking yang direncanakan tersebut saat ini sebagian besar

merupakan jalan subak. Sementara dalam bidang manajemen perlu ditingkatkan kesadaran

masyarakat dan krama subak terhadap kebersihan lingkungan melalui kegiatan sosialisasi.

10

BAB 2. TARGET DAN LUARAN

Target luaran dalam kegiatan penerapan Iptek Bagi Masyakat (IbM) Subak Sigaran

secara umum berupa produk dan sistem. Produk yang ditargetkan menjadi luaran adalah

melalui demplot petani termotivasi untuk mengaplikasikan metode budidaya SRI (System of

Rice Intensification) pada lahan sawah mereka, dan terjaganya kebersihan saluran irigasi.

Pada jalur trekking disamping dilakukan kegiatan kebersihan juga dibangun kamar

kecil(toilet). Pada sistem manajemen yang dibangun sebagai target luaran adalah peningkatan

kapasitas sumberdaya manusia khususnya terkait dengan kebersihan lingkungan.

2.1. Pelaksanaan Demplot SRI

Lahan yang digunakan untuk pelaksanaan demplot SRI disewa dari satu atau dua

anggota subak dengan catatan telah dibuat kesepakatan sebelumnya dalam proses sewa

tersebut. Penekanan dalam kesepakatan sewa tersebut adalah petani yang dipinjam

lahannya minimal mendapatkan hasil yang sama dengan hasil yang diperoleh apabila

lahan tersebut dikelola secara konvensional oleh petani besangkutan.

Pelaksanaan demplot SRI diharapkan mampu menanpilkan unjuk kerja yang

nantinya menggugah petani untuk melaksanakan teknik budidaya tersebut. Modal

psikologis dan kepercayaan dari kegiatan ini adalah “keberhasilan” yang pernah dilakukan

walaupun dalam skala penelitian pada wilayah yang sama.

2.2. Pembersihan Saluran Irigasi dan Penyediaan Prasarana Jalur Trekking

Jalur trekking dengan segala kelengkapan prasarana penunjangnya pada area agro-

ekowisata merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan agro-ekowisata. Dari jalur

trekking yang direncanakan belum tersedia kamar kecil (toilet) disamping itu beberapa

bagian kondisinya kurang bersih dan secara fisik perlu diperbaiki dan diperkuat

konstruksinya. Pada saluran irigasi yang posisinya hampir satu jalur dengan jalur

trekking, terdapat banyak sampah terutama sampah plastik yang perlu dibersihkan.

Kondisi saluran demikian disebabkan saluran irigasi dari subak tersebut melewati

pemukiman yang terletak di hulu. Ada beberapa masyarakat pada pemukiman tersebut

cendrung membuang sampah ke saluran irigasi. Maka target dan luaran yang akan dicapai

adalah terbangunnya kamar kecil (toilet) dan adanya perbaikan kebersihan pada saluran

irigasi dan beberapa jalur trekking dengan melakukan pembersihan secara rutin.

Pembersihan dilakukan dengan memotivasi anggota subak yang distimulus dengan

11

beberapa orang tenaga upahan. Sampah organik dan anorganik dari hasil pembersihan

tersebut dikumpulkan secara terpisah. Sampah organik sulusi utamanya adalah

dikomposkan, sementara sampah anorganik alternatif solusinya adalah dikirim kepada

pabrik yang menangani sampah khusus untuk itu.

2.3.Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Manusia

Sumberdaya manusia setempat merupakan faktor penting dalam operasional agro-

ekowisata. Target dan luaran dari peningkatan sumberdaya manusia terkait dengan target

luaran produk adalah peningkatan kesadaran pentingnya kebersihan terutama pada

sepanjang jalur trekking. Disamping itu diharapkan tumbuhkembangnya sumberdaya

manusia terkait dengan sistem manajemen keuangan yang diperlukan untuk operasional

kebersihan dan pemeliharaan saluran irigasi yang sekaligus sebagai bagian yang

berpotensi untuk dikembangkan sebagai jalur trekking. Dengan demikian akan terbentuk

kemampuan mandiri dari industri mitra dalam upaya menjaga kebersihan dan

pemeliharaan saluran irigasi dan juga sarana prasarana lainnya yang dimiliki.

12

BAB 3. METODE PELAKSANAAN

Berdasarkan hasil analisis permasalahan, maka ditawarkan metode pendekatan

dalam rangkaian mendapatkan solusi untuk memecahkan permasalahan di Industri Mitra.

Rencana pelaksanaan kegiatan sebagai langkah solusi untuk mengatasi permasalahan

kegiatan usaha tani dan pengusahaan agro-ekowisata di Subak Sigaran dijabarkan pada

Tabel 1. berikut.

Tabel 1.Permasalahan, metode pendekatan, dan solusi yang ditawarkan

No. Permasalahan MetodePendekatan

ProsedurKerja

RencanaKegiatan Partisipasi Mitra Jenis Luaran

1.Produktivitaslahan yangmenurunsebagai akibatmenurunnyakualitas tanah.

Mengurangipenggunaanbahan kimiadanmeningkatkanpenggunaanbahanorgaink.

- Partispatifdanstimulan

- Demplot

- Pembuatandemplotdenganaplikasimetode SRI

- Penyuluhantentangmetode SRI

- Sebagaitenagapelaksanademplot

- Penyediatempatdemplot

- Demplotmetode SRI

- Kesadaranpetani untukmenerapkanSRI

2. Saluran irigasisubak tercemarioleh sampahdan pada jalurtrekking yangdirencanakanbelum ada toilet(kamar kecil).

Pembersihansaluran irigasidanpembangunantoilet.

- Partispatifdanstimulan

- Pembangunan toilet

- Pembersihan saluranirigasi yangdistimulandengantenagaupahan

- Pembangunan satu unittoilet padajalurtrekkingdengangotongroyong.

- Berperanaktif dalamgotongroyong

- Berperanaktif dalamdiskusi untukkesepakatanjalur trekking

- Saluran irigasiyang bersihdari sampahterutamasampah plastik

- Jalur trekkingyang lebihnyaman

3. Kesadaranmasyarakatterkait dengankebersihanlingkunganmasih rendah.

Peningkatanpengetahuandan wawasan

- Pelatihan- Diskusi

- Penyuluhanpentingnyamenjagakebersihanlingkungan

- Diskusipengembanganmanajemenoperasional

- Sebagaipeserta

- Penyediatempatpelatihan

- Peningkatankapasitassumberdayamanusia

13

Uraian permasalahan utama di atas membutuhkan solusi yang simultan yaitu (1)

pembuatan demplot budidaya metode SRI, (2) pembersihan saluran irigasi dan pembangunan

toilet dan pembersihan pada jalur trekking, (3) peningkatan kapasitas sumberdaya manusia

terkait dengan kesadaran akan kebersihannlingkungan, dan (4) upaya pengumpulan dana

subak secara mandiri. Metode pelaksanaan kegiatan sebagai langkah solusi untuk mengatasi

permasalahan yang dihadapi industri mitra meliputi :

3.1. Pembuatan Demplot Budidaya Metode SRI

Dalam upaya meningkatkan produktivitas pada lahan subak di lokasi pengabdian

dibangun demplot budidaya usaha tanaman padi dengan metode SRI (System of Rice

Intensification). Demplot direncanakan dengan luasan sekitar 60 are yang dikelola oleh dua

orang petani.Penyiapan lahan demplot diawali dengan pembajakan lahan menggunakan

traktor tangan yang dialnjutkan dengan menggaru dan persiapan akhir Untuk selanjutnya

pelaksanaan metode SRI mengacu pada ketentuan seperti yang dikemukakan oleh (Gunawan,

2012) sebagai berikut:

1. Penanaman bibit muda yaitu umur 8-12 hari setelah berkecambah saat tanaman baru

berdaun dua helai dan tidak boleh melebihi dari 15 hari setelah berkecambah.

2. Menggunakan jarak tanam lebar, yaitu minimal 25cm x 25 cm, dan menanam tunggal (1

bibit per lubang).

3. Untuk menghindari trauma pada bibit saat penanaman, maka bibit ditanam segera secara

hati-hati maksimal 30 menit setelah bibit di ambil dari persemaian.

4. Penanaman bibit padi secara dangkal (1-2 cm) dengan arah akar horisontal.

5. Dilakukan pengaturan air, yaitu: tanah dijaga terairi dengan baik (lembab), tetapi tidak

terus menerus direndam.

6. Penggunaan pupuk dan pestisida organik untuk menjaga keseimbangan biologi tanah.

14

3.2. Pembersihan Saluran Irigasi dan Pembangunan Toilet serta Pembersihan Jalur

Trekking

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya saluran irigasi pada Subak Sigaran

khususnya yang terletakdi hilir pemukiman masyarakat banyak tercemari oleh banyaknya

sampah terutama sampah plastik. Saluran irigasi yang tercemar oleh sampah tentunya

merupakan pemandangan yang tidak indah bagi pengunjung jika melintasi lokasi tersebut.

Kondisi demikian juga mengganggu aliran air irigasi untuk kepentingan lahan pertanian.

Namun demikian pada beberapa tempat saluran irigasi tersebut menyatu dengan jalur

trekking yang direncanakan unuk menunjang pengembangan agro-ekowisata pada subak

tersebut. Pada jalur trekking yang direncanakan juga belum ada prasarana penunjang

seperti toilet (kamar kecil) yang merupakan kebutuhan mutlak bagi pengunjung.

Kondisi saluran irigasi dan jalur trekking yang tercemar tentunya mutlak untuk

dibersihkan. Pembersihan saluran irigasi dan jalur trekking pada tahap awalnya dilakukan

dengan menggunakan dua sampai tiga orang tenaga upahan sebagai upaya stimulan

terhadap partispasi anggota subak. Pada tahap selanjutnya upaya pembersihan saluran dan

perbaikan jalur trekking diharapkan melalui gotong royong dan kemampuan dana

mandiri dari anggota (krama) subak.

3.3. Peningkatan Pengetahuan dan Wawasan Masyarakat tentang Pentingnya

Kebersihan

Peningkatan kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan terutama

pada sepanjang saluran irigasi dan jalur trekking, diperlukan untuk memberikan

kenyamanan dan keindahan kepada pengunjung. Pada tahap awal dilakukan sosialisasi dan

penyuluhan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Selain itu, dilakukan juga diskusi

antara pengurus subak, anggota subak, dengan narasumber (dosen pelaksana IbM). Materi

diskusi meliputi (1) manajemen pengelolaan; (2) teknis operasional; dan (3) hal-hal lain

yang terkait dengan kebersihan dan pemeliharaan saluran irigasi dan jalur trekking.

15

3.4. Upaya Pengumpulan Dana Subak secara Mandiri

Kegiatan pembersihan saluran irigasi dan perbaikan konstruksi jalur trekking

memerlukan sarana prasarana dan biaya. Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk

pembersihan saluran irigasi adalah beberapa alat pengumpul sampah, alat pengangkut, dan

alat penampungan sementara. Semenatara untuk perbaikan konstruksi jalur trekking

diperlukan sarana dan prasarana berupa bahan beton, bata/batako untuk konstruksi,

peralatan kerja/pertukangan dan alat pengangkut. Biaya diperlukan untuk mengongkosi

tenaga upahan yang digunakan untuk stimulator serta biaya pemeliharaannya selanjutnya.

Pada tahap awal beberapa sarana dan prasarana serta biaya yang dibutuhkan untuk

kepentingan di atas dialokasikan dari anggaran kegiatan pengabdian ini. Untuk

selanjutnya upaya penggalian dana dilakukan melalui revitalisasi sistem pengampel pada

subak. Pengampel adalah sejenis pungutan retribusi pada krama subak untuk kepentingan

pendanaan oganisasi. Besarnya pengampel biasanya tergantung pada luasan lahan yang

dimiliki oleh krama subak dan dibayar dengan unit kilogram gabah kering hasih panen.

Bahkan jika agro-ekowisata berkembang maka pengampel akan dapat berubah bentuk dari

proporsional terhadap luasan lahan yang dimiliki oleh krama subak menjadi proporsi

terhadap pendapatan krama subak yang diperoleh dari jasa wisata.

16

BAB 4. HASIL KEGIATAN

4.1. Pembersihan Saluran Irigasi dan Perbaikan Konstruksi pada Jalur Trekking

Kondisi saluran irigasi pada Subak Sigaran yang pada beberapa titik terhambat oleh

tumbuhnya tanaman liar. Kondisi demikian tentunya merupakan pemandangan yang tidak

indah bagi pengunjung jika melintasi lokasi tersebut, disamping juga menyebabkan aliran air

irigasi untuk kepentingan lahan pertanian menjadi terganggu. Jalur kunjungan pariwisata

(trekking) yang direncanakan kebetulan berada pada posisi satu jalur dengan saluran irigasi

yang pada beberapa tempat konstruksinya ada yang jebol dan perlu diperkeras. Dengan

demikian saluran irigasi yang tercemar perlu dibersihkan, demikian juga pada beberapa jalur

trekking yang direncanakan perlu diperbaiki.

Upaya perbaikan dan pengerasan jalan dilakukan dengan cara gotong royong dari

segenap krama subak. Kegiatan ini disamping diinisiasi melalui aktivitas IbM ini, juga

dikomplementasi melalui dana partisipasi dari program desa.

Gambar 2. Krama Ngayah memperbaiki Jalur Trekking.

Pembersihan saluran irigasi di sepanjang jalur trekking dilakukan dengan gotong royong

dari krama subak, dalam bentuk partisipasi berupa tenaga kerja ataupun dana. Hasil kegiatan

tampak berupa bebasnya saluran irigasi dari sampah pencemar dan bersihnya jalur trekking

dari tanaman liar.

17

Gambar 3. Saluran Irigasi yang Telah Dibersihkan

4.2. Peningkatan Pengetahuan dan Wawasan Masyarakat tentang PentingnyaKebersihan

Peningkatan kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan terutama

pada sepanjang saluran irigasi dan jalur trekking, diperlukan untuk memberikan kenyamanan

dan keindahan kepada pengunjung. Langkah yang telah dilakukan adalah pleaksanaan

sosialisasi tentang upaya penanggulangan pembuangan sampah ke saluran pada wilayah hulu

subak melalui rapat (sangkep) krama subak yang dilaksanakan pada awal Juni 2015. Melalui

rapat di tingkat krama subak diharapkan ada solusi terhadap masalah sampah tersebut.

18

Gambar 4. Foto Sosialisasi

4.3. Penyediaan Sarana dan Prasarana

Sementara untuk kelengkapan sarana dan prasarana pada jalur trekking telah mulai

dibangun satu set toilet yang atas kesepakatan dengan krama subak dilokasikan di bagian hilir

(teben) Pura Subak. Konstruksi dan pembangunan diharapkan selesai pada akhir Bulan Juli

2015.

Gambar 5. Penetapan Lokasi Rencana Pembangunan Toilet

19

Gambar 6. Proses pembangunan toilet

Gambar 7. Toilet yang telah siap digunakan

20

4.4. Demplot SRI.

Demplot SRI direncanakan dilakukan pada lahan salah satu krama. Mengingat jadual

tanam pada subak sifatnya seragam dan memperhitungkan hari baik sesuai dengan

kepercayaan pada subak maka demplot baru dapat dilaksanakan pada awal Bulan Agustus

2015. Sebenarnya tim pengabdi telah melakukan uji coba demplot SRI yang dikombinasikan

dengan sistem tanam jajar legowo melalui partisipasi sukarela dari salah satu krama subak

pada jadual tanam sebelumnya. Hasil tanggapan beberapa petani cukup positif, terbukti

dengan diminatinya tanaman demplot untuk digunakan sebagai bibit pada jadual tanam

berikutnya. Ada anggapan di tingkat petani bahwa keberhasilan tanaman semata-mata karena

pengaruh bibit.

Gambar 8. Lokasi demplot SRI

Gambar 9. Demplot SRI-Legowo pada Lokasi Subak.

21

4.5. Upaya Pengumpulan Dana Subak secara Mandiri

Untuk sementara upaya penggalian dana dilakukan melalui sistem pengampel pada

subak. Pengampel adalah sejenis pungutan retribusi pada krama subak untuk kepentingan

pendanaan oganisasi. Besarnya pengampel tergantung pada luasan lahan yang dimiliki oleh

krama subak dan dibayar dengan unit kilogram gabah kering hasih panen yang umumnya

dibayar dengan uang sesuai dengan harga kesetaraannya. Tahap berikutnya adalah

pengumpulan dana melalui retribusi pengembalaan itik, retribusi pemilik traktor yang

mengolah lahan pada subak, serta retribusi jasa dari aktivitas studi dan riset pada subak

tersebut.

Sesuai dengan laporan pada bab sebelumnya, akan diupayakan menggugah pemahaman

petani pada subak untuk mencari sumberdana baru melalui retribusi pengembalaan itik,

retribusi pemilik traktor yang mengolah lahan pada subak, serta retribusi jasa dari aktivitas

studi dan riset pada subak tersebut. Di samping itu, untuk jangka panjang perlu dipikirkan

pengelolaan dana dalam kelompok subak dengan sistem bergulir, yang tentunya akan dapat

terlaksana manakala diawali dengan pembentukan kelompok terlebih dahulu.

22

BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Secara umum dari semua program yang dilaksanakan dalam kegiatan IBM ini, dapat

dikatakan semuanya berjalan tanpa hambatan yang berarti. Aktivitas-aktivitas yang menjadi

prioritas awal dalam pelaksanaan IbM Subak Sigaran sebagai upaya mengarahkan subak

tersebut sebagai industri mitra menjadi kawasan agro-ekowisata. Aktivitas-aktivitas tersebut

adalah : Pembersihan Saluran Irigasi dan Perbaikan Konstruksi Jalur Trekking, Peningkatan

Pengetahuan dan Wawasan Masyarakat tentang Pentingnya Kebersihan, Penyediaan Sarana

Toilet pendukung aktivitas agro-ekowisata, pelaksanaan demplot budidaya tanaman padi

dengan metode SRI, serta upaya pengumpulan dana subak secara mandiri .

Berdasarkan hasil kegiatan yang telah dicapai sampai laporan ini ditulis maka secara

kuantitatif pelaksanaan kegiatan IbM pada Subak Lodtunduh telah mencapai 100% dari total

aktivitas yang direncanakan.

6.2. Saran

Untuk dapat terwujudnya industri mitra sebagai kawasan agro-ekowisata, maka selain

aktivitas awal yang harus dilakukan seperti yang dipaparkan dalam program kerja laporan ini

maka aktivitas lain yang merupakan kelanjutannya harus segera direncanakan dan

ditindaklanjuti. Perlu dilakukan evaluasi secara berkala terhadap aktivitas yang dilakukan

terkait dengan tujuan mulia yang ingin dicapai yaitu mempertahankan kelestarian dan

eksistensi subak. Perlu juga dilakukan pendampingan yang berkesinambungan kepada

pengurus subak dalam melakukan semua aktivitas tersebut di atas.

23

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Subak (irigasi) : Dari Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia Bebas BerbahasaIndonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Subak_(irigasi) [Oktober 2008]

Ginting, C.M. 2003. Melestarikan Subak sebagai Objek Wisata.http://www.sinarharapan.co.id/berita/0804/03/kesra06.html [Desember 2008].

Gunawan,T. 2012. Tanam Padi Metode SRI (System of Rice Intensification).http://epetani.deptan.go.id/budidaya/tanam-padi-metode-sri-system-rice-intensification-5422. Terakhir diakses tanggal 19 April 2013.

Lilik Sutiarso, Wayan Windia, Suprio Guntoro, Sumiyati, 2010, Pengembangan Model Agro-ekowisata Pada Sistem Usaha Tani Subak Untuk Meningkatkan KemampuanPendapatan (Income Generating Capacity) > Rp. 10.000.000,- Per Tahun Per Subak.Laporan Penelitian KKP3T. Yogyakarta.

Mutakin, J. 2005. Kehilangan Hasil Padi Sawah Akibat Kompetisi Gulma pada Kondisi SRI(System of Rice Intensification). Tesis. Pascasarjana. Unpad Bandung

Windia, W., dan K. Suamba. 2010. Model Pengembangan Agrowisata Berbasis Sistem Subakdi Bali (Pendekatan dari sisi konsumen). Laporan Penelitian. Universitas Udayana.Bali.

Windia, W., Sumiyati, I Wayan Tika, Ni Nyoman Sulastri, 2012, Pengusahaan Agro-ekowisata Sebagai Upaya Community Development dan Peningkatan KemampuanPendapatan Sistem Subak, Laporan Penelitian MP3EI. Denpasar.