hw dan emosional remaja

38
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gerakan kepanduan Hizbul Wathan sebagai organisasi otonom, mempunyai visi dan mengemban misi Muhammadiyah dalam pendidikan anak, remaja, dan pemuda, sehingga mereka menjadi muslim yang sebenar-benarnya dan siap menjadi kader Persyarikatan, Umat, dan Bangsa. Kepanduan Hizbul Wathan adalah sistem pendidikan di luar keluarga dan sekolah untuk anak, remaja, dan pemuda dilakukan di alam terbuka dengan metode yang menarik, menyenangkan dan menantang, dalam rangka membentuk warga negara yang berguna dan mandiri. Dalam mewujudkan cita-cita di atas, pada tanggal 10 Sya’ban 1420 H bertepatan dengan 18 November 1999 M, Persyarikatan Muhammadiyah membangkitkan kembali Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan, yang dalam seluruh kegiatannya bersemboyan fastabiqul khairat (berlomba- lombalah dalam berbuat kebaikan). Seluruh kegiatan HW ini bertujuan untuk menggali agar semua pandunya menjadi kreatif dan mandiri. Berdasarkan alasan inilah penyusun mencoba menguraikan HW sebagai pilihan Kreativitas siswa. 1

Upload: wahyudin

Post on 25-Jun-2015

353 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: HW dan emosional remaja

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gerakan kepanduan Hizbul Wathan sebagai organisasi otonom,

mempunyai visi dan mengemban misi Muhammadiyah dalam pendidikan anak,

remaja, dan pemuda, sehingga mereka menjadi muslim yang sebenar-benarnya

dan siap menjadi kader Persyarikatan, Umat, dan Bangsa.

Kepanduan Hizbul Wathan adalah sistem pendidikan di luar keluarga dan

sekolah untuk anak, remaja, dan pemuda dilakukan di alam terbuka dengan

metode yang menarik, menyenangkan dan menantang, dalam rangka membentuk

warga negara yang berguna dan mandiri.

Dalam mewujudkan cita-cita di atas, pada tanggal 10 Sya’ban 1420 H

bertepatan dengan 18 November 1999 M, Persyarikatan Muhammadiyah

membangkitkan kembali Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan, yang dalam seluruh

kegiatannya bersemboyan fastabiqul khairat (berlomba-lombalah dalam berbuat

kebaikan).

Seluruh kegiatan HW ini bertujuan untuk menggali agar semua pandunya

menjadi kreatif dan mandiri. Berdasarkan alasan inilah penyusun mencoba

menguraikan HW sebagai pilihan Kreativitas siswa.

“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap

kepada - Nya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan! Di

mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari

kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu“ [Q.S.Al-

Baqarah (2):148].

Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan

perilaku yang diinginkan. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana

dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Melalui sekolah, siswa

1

Page 2: HW dan emosional remaja

belajar berbagai macam hal. Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan

adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat

keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut

tercermin dalam prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar

yang memuaskan dibutuhkan proses belajar.

Proses belajar yang terjadi pada individu memang merupakan sesuatu

yang penting, karena melalui belajar individu mengenal lingkungannya dan

menyesuaikan diri dengan lingkungan disekitarnya. Menurut Irwanto (1997 :105)

belajar merupakan proses perubahan dari belum mampu menjadi mampu dan

terjadi dalam jangka waktu tertentu. Dengan belajar, siswa dapat mewujudkan

cita-cita yang diharapkan.

Belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam diri seseorang.

Untuk mengetahui sampai seberapa jauh perubahan yang terjadi, perlu adanya

penilaian. Begitu juga dengan yang terjadi pada seorang siswa yang mengikuti

suatu pendidikan selalu diadakan penilaian dari hasil belajarnya. Penilaian

terhadap hasil belajar seorang siswa untuk mengetahui sejauh mana telah

mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai prestasi belajar.

Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya kompleks dan

menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang

tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang

tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan

dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan prestasi belajar yang

optimal. Menurut Binet dalam buku Winkel (1997:529) hakikat inteligensi adalah

kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk

mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu, dan untuk menilai

keadaan diri secara kritis dan objektif.

Kenyataannya, dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ditemukan

siswa yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara dengan kemampuan

inteligensinya. Ada siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi tetapi

memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah, namun ada siswa yang walaupun

2

Page 3: HW dan emosional remaja

kemampuan inteligensinya relatif rendah, dapat meraih prestasi belajar yang

relatif tinggi. Itu sebabnya taraf inteligensi bukan merupakan satu-satunya faktor

yang menentukan keberhasilan seseorang, karena ada faktor lain yang

mempengaruhi. Menurut Goleman (2000 : 44), kecerdasan intelektual (IQ) hanya

menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor

kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional

Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi,

mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta

kemampuan bekerja sama.

Dalam proses belajar siswa, kedua inteligensi itu sangat diperlukan. IQ

tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional

terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah. Namun biasanya kedua

inteligensi itu saling melengkapi. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan

kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah (Goleman, 2002). Pendidikan di

sekolah bukan hanya perlu mengembangkan rational intelligence yaitu model

pemahaman yang lazimnya dipahami siswa saja, melainkan juga perlu

mengembangkan emotional intelligence siswa .

Hasil beberapa penelitian di University of Vermont mengenai analisis

struktur neurologis otak manusia dan penelitian perilaku oleh LeDoux (1970)

menunjukkan bahwa dalam peristiwa penting kehidupan seseorang, EQ selalu

mendahului intelegensi rasional. EQ yang baik dapat menentukan keberhasilan

individu dalam prestasi belajar membangun kesuksesan karir, mengembangkan

hubungan suami-istri yang harmonis dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya

dalam kalangan remaja (Goleman, 2002 : 17).

Memang harus diakui bahwa mereka yang memiliki IQ rendah dan

mengalami keterbelakangan mental akan mengalami kesulitan, bahkan mungkin

tidak mampu mengikuti pendidikan formal yang seharusnya sesuai dengan usia

mereka. Namun fenomena yang ada menunjukan bahwa tidak sedikit orang

dengan IQ tinggi yang berprestasi rendah, dan ada banyak orang dengan IQ

sedang yang dapat mengungguli prestasi belajar orang dengan IQ tinggi. Hal ini

3

Page 4: HW dan emosional remaja

menunjukan bahwa IQ tidak selalu dapat memperkirakan prestasi belajar

seseorang.

Kemunculan istilah kecerdasan emosional dalam pendidikan, bagi

sebagian orang mungkin dianggap sebagai jawaban atas kejanggalan tersebut.

Teori Daniel Goleman, sesuai dengan judul bukunya, memberikan definisi baru

terhadap kata cerdas. Walaupun EQ merupakan hal yang relatif baru dibandingkan

IQ, namun beberapa penelitian telah mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosional

tidak kalah penting dengan IQ (Goleman, 2002:44).

Menurut Goleman (2002 : 512), kecerdasan emosional adalah kemampuan

seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our

emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan

pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui

keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan

keterampilan sosial.

Menurut Goleman, khusus pada orang-orang yang murni hanya memiliki

kecerdasan akademis tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak

beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan

cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila

didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-orang

seperti ini sering menjadi sumber masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila

seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka

cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah

frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi

lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stress. Kondisi sebaliknya,

dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki

kecerdasan emosional yang tinggi.

4

Page 5: HW dan emosional remaja

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini penyusun dasarkan

pada beberapa hal berikut ini;

1. Apa pengertian dari Hizbul Wathan?

2. Apa arti, identitas dan ciri dari Hizbul Wathan?

3. Apa yang dimaksuud dengan Kecerdasan Emosional?

4. Apa saja faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional?

5. Apa yang dimaksud dengan remaja?

6. Apa hubungan HW dengan kecerdasan emosional Remaja?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk;

1 Mengetahui pengertian dari Hizbul Wathan

2 Mengetahui arti, identitas dan ciri dari Hizbul Wathan

3 Memahami tentang Kecerdasan Emosional

4 Mengetahui faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional

5 Mengetahui tentang remaja

6. Mengetahui hubungan HW dengan kecerdasan emosional Remaja

1.4 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan cara

mengkaji teori yang berkaitan dengan materi yang dibahas dalam makalah ini.

Adapun yang dijadikan sumber rujukan dalam pembuatannya yaitu buku-buku

tentang Hizbul Wathan serta mencari informasi di internet tentang Hizbul Wathan.

1.5 Sistematika Penelitian

5

Page 6: HW dan emosional remaja

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian

1.4 Metode Penelitian

1.5 Sistematika Penelitian

BAB II ISI

2.1 Dasar – dasar Teoritis Hizbul Wathan dan Kecerdasan Emosional

Remaja

2.2 Uraian atau analisis masalah

2.3 Hasil Penelitian

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran-saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB II

6

Page 7: HW dan emosional remaja

ISI

2.1 Dasar – dasar Teoritis Hizbul Wathan dan Kecerdasan Emosional

Remaja

2.1.1. Dasar Teoritis Hizbul Wathan

1. Pengertian HW

Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan (disingkat HW) adalah salah satu

organisasi otonom (ortom) di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah. Ortom

Muhammadiyah lainnya adalah: 'Aisyiyah, Nasyiatul 'Aisyiyah (NA), Pemuda

Muhammadiyah (PM), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Tapak Suci

Putera Muhammadiyah, dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM).

HW didirikan pertama kali di Yogyakarta pada 1336 H (1918 M) atas

prakarsa KH AHMAD DAHLAN, yang merupakan pendiri Muhammadiyah.

Prakarsa itu timbul saat beliau selesai memberi pengajian di Solo, dan melihat

latihan Pandu di alun-alun Mangkunegaran. Gerakan ini kemudian meleburkan

diri ke dalam Gerakan Pramuka pada 1961, dan dibangkitkan kembali oleh

Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan SK Nomor 92/SK-PP/VI-B/1.b/1999

tanggal 10 Sya'ban 1420 H (18 November 1999 M) dan dipertegas dengan SK

Nomor 10/Kep/I.O/B/2003 tanggal 1 Dzulhijjah 1423 H (2 Februari 2003).

HW berasaskan Islam. HW didirikan untuk menyiapkan dan membina

anak, remaja, dan pemuda yang memiliki aqidah, mental dan fisik, berilmu dan

berteknologi serta berakhlak karimah dengan tujuan terwujudnya pribadi muslim

yang sebenar-benarnya dan siap menjadi kader persyarikatan, umat, dan bangsa.

2. Sifat, Identitas, dan Ciri Khas HW

a. Sifat HW

HW adalah sistem pendidikan untuk anak, remaja, dan pemuda di luar

lingkungan keluarga dan sekolah

bersifat nasional, artinya ruang lingkup usaha HW meliputi seluruh wilayah

Negara Kesatuan Repulik Indonesia.

7

Page 8: HW dan emosional remaja

Bersifat terbuka, artinya keanggotaan HW terbuka untuk seluruh lapisan

masyarakat, tanpa membedakan gender, usia, profesi, atau latar belakang

pendidikan. Penggolongan keanggotaan HW menurut usia hanyalah untuk

membedakan status sebagai peserta didik atau anggota dewasa (pembina)

Bersifat sukarela, artinya dasar seseorang menjadi anggota HW adalah suka

dan rela, tanpa paksaan atau tekanan orang lain.

Tidak berorientasi pada partai politik, artinya secara organisatoris HW tidak

berafiliasi kepada salah satu partai politik dan HW tidak melakukan aktivitas

politik praktis. Induk organisasi HW hanyalah Persyarikatan

Muhammadiyah.

b. Identitas HW

HW adalah kepanduan islami, artinya pendidikan kepanduan yang dilakukan

oleh HW adalah untuk menanamkan aqidah Islam dan membentuk peserta

didik berakhlak mulia.

HW adalah organisasi otonom Muhammadiyah yang tugas utamanya

mendidik anak, remaja, dan pemuda dengan sistem kepanduan

c. Ciri Khas HW

Ciri khas HW adalah Prinsip Dasar Kepanduan dan Metode Kepanduan, yang

harus diterapkan dalam setiap kegiatan. Pelaksanaannya disesuaikan

kepentingan, kebutuhan, situasi, kondisi masyarakat, serta kepentingan

Persyarikatan Muhammadiyah.

Prinsip Dasar Kepanduan adalah

pengamalan akidah Islamiyah;

pembentukan dan pembinaan akhlak mulia menurut ajaran Islam;

pengamalan kode kehormatan pandu.

Metode Kepanduan

pemberdayaan anak didik lewat sistem beregu;

kegiatan dilakukan di alam terbuka;

pendidikan dengan metode yang menarik, menyenangkan, dan menantang;

penggunaan sistem kenaikan tingkat dan tanda kecakapan;

8

Page 9: HW dan emosional remaja

sistem satuan dan kegiatan terpisah antara pandu putera dan pandu puteri.

1. Kode Kehormatan

Kode kehormatan merupakan janji, semangat, dan akhlak Pandu HW baik

dalam kehidupan pribadi maupun bermasyarakat. Kode kehormatan Pandu HW

terdiri dari:

Janji Pandu HW

Diucapkan secara sukarela oleh calon anggota ketika dilantik menjadi

anggota dan merupakan komitmen awal untuk melibatkan diri dalam

menetapi dan menepati janji tersebut. Pengucapan janji selalu diawali

dengan basmalah disambung dua kalimat syahadat berikut artinya.

Undang-undang Pandu HW

Merupakan ketentuan moral untuk dijadikan kebiasaan diri dalam

bersikap dan berperilaku sebagai warga masyarakat yang berakhlak

mulia.

Kode Kehormatan Pandu HW diucapkan saat pelantikan anggota, pelatihan,

dan kegiatan lain yang diatur dalam Buku Peraturan Dasar.

Kode Kehormatan bagi Pandu Athfal

Janji Athfal

Mengingat harga perkataan saya, maka saya berjanji dengan sungguh-

sungguh :

Satu, setia mengerjakan kewajiban saya terhadap Allah.

Dua, selalu menurut Undang-undang Athfal dan setiap hari berbuat

kebajikan.

Undang-Undang Athfal

Satu, Athfal itu selalu setia dan berbakti pada ayah dan bunda.

Dua, Athfal itu selalu berani dan teguh hati.

9

Page 10: HW dan emosional remaja

Kode Kehormatan bagi Pandu Pengenal, Pandu Penghela, dan Penuntun

Janji Pandu HW

Mengingat harga perkataan saya, maka saya berjanji dengan sungguh-

sungguh:

Satu, setia mengerjakan kewajiban saya terhadap Allah, Undang-Undang,

dan Tanah Air.

Dua, menolong siapa saja semampu saya.

Tiga, setia menepati Undang-undang Pandu HW.

Undang-undang Pandu HW

Satu, Hizbul Wathan selamanya dapat dipercaya.

Dua, Hizbul Wathan setia dan teguh hati.

Tiga, Hizbul Wathan siap menolong dan wajib berjasa.

Empat, Hizbul Wathan cinta perdamaian persaudaraan.

Lima, Hizbul Wathan sopan santun dan perwira.

Enam, Hizbul Wathan menyayangi semua makhluk.

Tujuh, Hizbul Wathan siap melaksanakan perintah dengan ikhlas.

Delapan, Hizbul Wathan sabar dan bermuka manis.

Sembilan, Hizbul Wathan hemat dan cermat.

Sepuluh, Hizbul Wathan suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan.

2.1.2 Mengenal Kecerdasan Emosional Remaja

1. Pengertian emosi

Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak

menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan

hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk

pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis

dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah

dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan

10

Page 11: HW dan emosional remaja

dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong

perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi

sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.

Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi,

emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena

emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga

dapat mengganggu perilaku intensional manusia. (Prawitasari,1995)

Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain

Descrates. Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci),

Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan).

Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear (ketakutan),

Rage(kemarahan), Love (cinta). Daniel Goleman (2002 : 411) mengemukakan

beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu

:

a. Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati

b. Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri,

putus asa

c. Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali,

waspada, tidak tenang, ngeri

d. Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur,

bangga

e. Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati,

rasa dekat, bakti, hormat, kemesraan, kasih

11

Page 12: HW dan emosional remaja

f. Terkejut : terkesiap, terkejut

g. Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka

h. malu : malu hati, kesal

Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa semua emosi menurut

Goleman pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam

emosi itu mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku

terhadap stimulus yang ada. Dalam the Nicomachea Ethics pembahasan

Aristoteles secara filsafat tentang kebajikan, karakter dan hidup yang benar,

tantangannya adalah menguasai kehidupan emosional kita dengan kecerdasan.

Nafsu, apabila dilatih dengan baik akan memiliki kebijaksanaan; nafsu

membimbing pemikiran, nilai, dan kelangsungan hidup kita. Tetapi, nafsu dapat

dengan mudah menjadi tak terkendalikan, dan hal itu seringkali terjadi. Menurut

Aristoteles, masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas, melainkan mengenai

keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikan (Goleman, 2002 : xvi).

Menurut Mayer (Goleman, 2002 : 65) orang cenderung menganut gaya-

gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka, yaitu : sadar diri,

tenggelam dalam permasalahan, dan pasrah. Dengan melihat keadaan itu maka

penting bagi setiap individu memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan

hidup lebih bermakna dan tidak menjadikan hidup yang di jalani menjadi sia-sia.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu

perasaan (afek) yang mendorong individu untuk merespon atau bertingkah laku

terhadap stimulus, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya.

12

Page 13: HW dan emosional remaja

2. Pengertian kecerdasan emosional

Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990

oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari

University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional

yang tampaknya penting bagi keberhasilan.

Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering

disebut EQ sebagai :

“himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.” (Shapiro, 1998:8).

Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat

menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama

orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan

kecerdasan emosional.

Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan

kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan

konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh

faktor keturunan. (Shapiro, 1998-10).

Sebuah model pelopor lain yentang kecerdasan emosional diajukan

oleh Bar-On pada tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel, yang mendefinisikan

kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial

yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi

tututan dan tekanan lingkungan (Goleman, 2000 :180).

13

Page 14: HW dan emosional remaja

Gardner dalam bukunya yang berjudul Frame Of Mind (Goleman, 2000 :

50-53) mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis kecerdasan yang monolitik

yang penting untuk meraih sukses dalam kehidupan, melainkan ada spektrum

kecerdasan yang lebar dengan tujuh varietas utama yaitu linguistik,

matematika/logika, spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal.

Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan pribadi yang oleh

Daniel Goleman disebut sebagai kecerdasan emosional.

Menurut Gardner, kecerdasan pribadi terdiri dari :”kecerdasan antar

pribadi yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi

mereka, bagaimana mereka bekerja, bagaimana bekerja bahu membahu dengan

kecerdasan. Sedangkan kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan yang

korelatif, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah kemampuan

membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta

kemampuan untuk menggunakan modal tadi sebagai alat untuk menempuh

kehidupan secara efektif.” (Goleman, 2002 : 52).

Dalam rumusan lain, Gardner menyatakan bahwa inti kecerdasan antar

pribadi itu mencakup “kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan

tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain.” Dalam

kecerdasan antar pribadi yang merupakan kunci menuju pengetahuan diri, ia

mencantumkan “akses menuju perasaan-perasaan diri seseorang dan kemampuan

untuk membedakan perasaan-perasaan tersebut serta memanfaatkannya untuk

menuntun tingkah laku”. (Goleman, 2002 : 53).

Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey

(Goleman, 200:57) memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan

14

Page 15: HW dan emosional remaja

intrapersonal untuk dijadikan sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan

emosional pada diri individu. Menurutnya kecerdasan emosional adalah

kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi

diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina

hubungan (kerjasama) dengan orang lain.

Menurut Goleman (2002 : 512), kecerdasan emosional adalah kemampuan

seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our

emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan

pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui

keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan

keterampilan sosial.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah

kemampuan siswa untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi

diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina

hubungan (kerjasama) dengan orang lain.

3. Faktor Kecerdasan Emosional

Goleman mengutip Salovey (2002:58-59) menempatkan menempatkan

kecerdasan pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional

yang dicetuskannya dan memperluas kemapuan tersebut menjadi lima

kemampuan utama, yaitu :

a. Mengenali Emosi Diri

Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali

perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari

15

Page 16: HW dan emosional remaja

kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai

metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Menurut Mayer

(Goleman, 2002 : 64) kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati

maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu

menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran

diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah

satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah

menguasai emosi.

b. Mengelola Emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani

perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai

keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap

terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan,

yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan

kita (Goleman, 2002 : 77-78). Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk

menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau

ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan

untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.

c. Memotivasi Diri Sendiri

Presatasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang

berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan

mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang

positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.

16

Page 17: HW dan emosional remaja

d. Mengenali Emosi Orang Lain

Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut

Goleman (2002 :57) kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau

peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki

kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang

tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain

sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap

perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.

Rosenthal dalam penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang yang

mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu menyesuiakan

diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah beraul, dan lebih peka

(Goleman, 2002 : 136). Nowicki, ahli psikologi menjelaskan bahwa anak-anak

yang tidak mampu membaca atau mengungkapkan emosi dengan baik akan

terus menerus merasa frustasi (Goleman, 2002 : 172). Seseorang yang mampu

membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin

mampu terbuka pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui

emosinya sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk

membaca perasaan orang lain.

e. Membina Hubungan

Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang

menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi

(Goleman, 2002 : 59). Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan

kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit

17

Page 18: HW dan emosional remaja

untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami

keinginan serta kemauan orang lain.

Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan

sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu

berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam

lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena

kemampuannya berkomunikasi (Goleman, 2002 :59). Ramah tamah, baik hati,

hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana

siswa mampu membina hubungan dengan orang lain. Sejauhmana kepribadian

siswa berkembang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang

dilakukannya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis mengambil komponen-

komponen utama dan prinsip-prinsip dasar dari kecerdasan emosional sebagai

faktor untuk mengembangkan instrumen kecerdasan emosional.

2.1.3 Remaja

Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau

tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi

yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992).

Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk

golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Seperti yang

dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja

menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum

memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut Sri

Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak

dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk

memasuki masa dewasa.  Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai

18

Page 19: HW dan emosional remaja

dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.

Sedangkan menurut Zakiah Darajat (1990: 23) remaja adalah:

2.2 Uraian atau Analisis Masalah

Pandu HW dalam Membangun Kecerdasan Emosional Remaja

Seorang ibu, pebisnis, bercerita dengan sedih saat mengikuti kursus

kecerdasan emosional kami di Jakarta. "Pak Anthony, saya merasa ngeri dengan

anak saya sendiri". "Mengapa? Memangnya, anak Anda kayak monster?"

Si ibu itu tersenyum getir dan menjawab, "Bukan begitu, Pak. Begini. Awalnya

saya dan suami begitu bersyukur karena anak saya sangat pintar dan sangat cepat

menangkap apa pun yang diajarkan.

Namun sekarang, saya mulai takut karena dia lebih senang di rumah, dan

tidak mau ke manapun." Saya pun menyela, "Lho, sementara banyak orangtua

bingung karena anaknya keluyuran melulu, malahan Anda bingung dengan anak

Anda yang di rumah melulu".

Si ibu itu pun menyela, "Iya ya Pak. Jadi serba- salah. Anak keluyuran,

bingung. Akan tetapi kebanyakan di rumah, juga bingung. Namun, masalah saya

lebih dari itu. Saya lihat anak saya ini agak anti-sosial. Dia sama sekali tidak mau

bermain. Misalkan kalau sepupunya datang. Malahan dicuekin. Di sekolah pun,

gurunya pernah prihatin karena anak saya cenderung egois. Saya lihat semua

mainannya dan hobinya yang jenis solitair, yang main sendirian. Apakah anak

saya nggak mengalami gangguan?

Pada kejadian yang lain, seorang bapak merasa sedih dengan anak

remajanya. Pasalnya, putranya ini mengambil uang sekolah untuk dipakai traktir

teman-teman dan pacarnya. Enam bulan uang sekolah tidak disetorkan ke sekolah,

tetapi dipakainya sendiri.

Selama ini, anak ini berpikir bisa berkelit dengan berbagai alasan hingga

akhirnya sekolah menagih kepada si bapak tersebut yang terkaget-kaget.

Masalahnya, si bapak tersebut merasa sudah memberikan uang sekolah tersebut

lewat anaknya.

Saat dikonfirmasi, si anak remaja itu hanya bisa menangis sejadi-jadinya.

Si bapak ini begitu kecewa, bagaimana anak yang tergolong pintar ini bisa begitu

19

Page 20: HW dan emosional remaja

konyol berpikir bahwa tidak akan ketahuan dengan apa yang dilakukannya?

a. Kecerdasan emosional

Menjelang camp inspirasional kecerdasan emosional bagi kaum muda

yang akan kami adakan pada musim liburan Juli tahun ini, kami menerima banyak

sekali e-mail sejenis di atas yang menanyakan langkah-langkah penanganan bagi

para remaja.

Ada orangtua yang begitu bingungnya, sampai-sampai tidak tahu lagi apa

yang mesti mereka lakukan dengan anak mereka. Sebagian berharap dengan

mengikuti berbagai kursus dan pelatihan, anak mereka bisa berubah.

Memang, kita tidak berharap bahwa anak-anak remaja bisa berubah dalam sekejab

setelah pelatihan beberapa hari. Namun, optimistisnya, setelah dibekali dengan

berbagai metode dan cara, para remaja menjadi lebih siap memahami dirinya dan

berhadapan dengan dunia luar.

Itulah sebabnya, dalam berbagai pelatihan dan workshop kecerdasan

emosional bagi para remaja, penekanannya dilakukan pada empat tangga yang

penting untuk membangun kecerdasan emosional para remaja dengan model EQM

yang saya kembangkan kita yakni Awareness, Acceptance, Affection, dan

Affirmation.

b. Emotional awareness

Sebenarnya, saat ini ada banyak sekali alat-alat assessment psikologis yang

bisa dipakai sebagai alat bantu potret diri untuk para remaja kita. Dari hasil potret

ini, dapat dibicarakan mengenai perilaku serta kebiasaan mereka.

Seperti pada kasus pertama yang digambarkan di atas, bisa jadi anak tersebut

sebenarnya tergolong introvert dan sebenarnya tidaklah keliru amat kalau bisa

diarahkan.

Toh Bill Gates yang terkenal pun, dikatakan awalnya adalah pribadi yang

intorvert. Hanya saja, para remaja ini perlu didampingi untuk mengarahkan

perilaku mereka sehingga tidak berkembang menjadi antisosial.

Perlu seseorang dewasa yang bisa menjadi pegangannya, meski awalnya adalah

20

Page 21: HW dan emosional remaja

penolakan dari remaja itu. Misalkan saja seorang bapak bahwa "Kini, anak remaja

saya seolah-olah tidak membutuhkan saya lagi".

Akan tetapi kenyataannya justru menunjukkan bahwa anaknya sebenarnya

berpendapat lain. "Kami memang ingin independen, tapi kami sadar, justru kami

haus untuk didampingi".

Pendampingan yang juga penting di bagian awareness ini adalah orang tua

mengajarkan mengenai pilihan serta konsekuensinya. Para remaja perlu belajar

mengenai prinsip 'mengangkat ujung tongkat yang lain'.

Prinsip ini pernah diucapkan oleh Stephen R. Covey bahwa, "Kita bisa

memilih mau mengangkat tongkat yang mana pun. Namun setelah memilihnya,

kita tidak bisa mencegah bahwa selalu ada ujung lain dari tongkat yang akan ikut

terangkat".

Bahasa sederhananya, kita bisa membuat pilihan, tetapi setiap pilihan pasti

ada konsekuensinya. Seperti pada kasus kita, si remaja bisa memilih untuk tidak

membayarkan uang sekolahnya, tetapi akhirnya dia akan berhadapan dengan suatu

konsekuensi.

Konsekuensinya adalah ketahuan dan mungkin dihukum berat. Begitu pun

pada saat remaja ditawarkan pada pilihan seperti alkohol, narkoba, dll. Mereka

perlu dibekali bahwa mereka memiliki kekuatan pada saat 'memilih', tetapi

mereka tidak bisa lagi mencegah adanya konsekuensi pada saat pilihan sudah

dijatuhkan. Inilah hukum alam. Celakanya, banyak rekan muda kita ini terlalu

berpikir 'kesenangan sesaat' dan lupa akan adanya konsekuensi-konsekuensi.

c. Emotional acceptance

Krisis identitas terbesar pada kaum remaja adalah tatkala mereka merasa

kurang oke dengan dirinya dan mulai banyak membanding-bandingkan dengan

orang lain. Itulah sebabnya, dikatakan oleh hasil survei bahwa kebanyakan fan

yang menggandrungi pemusik atau artis/aktor biasanya berada pada usia-usia ini.

Intinya, di tahapan ini banyak kaum muda yang setelah menyadari hidupnya,

justru merasa kurang oke.

21

Page 22: HW dan emosional remaja

Mereka mengadopsi identitas. Bayangkan kalau identitas yang diadopsi ini

keliru! Itulah sebabnya, di tahapan ini pelajaran terpenting bagi remaja adalah

berdamai serta menerima diri mereka.

Pelajaran self esteem (harga diri) adalah dasar dari membangun potensi

mereka. Sebenarnya, kalau self esteem mereka bisa dipupuk sejak awal, potensi

mereka juga akan keluar lebih cepat!

d. Emotional affection

Pelajaran menjadi mandiri, memang penting bagi para remaja kita. Namun,

terlalu mandiri juga akan menjerumuskan mereka menjadi individu yang terlalu

egois serta tidak peduli dengan orang lain.

Karena itulah, semakin cepat mereka menyadari pentingnya networking,

semakin cepat remaja ini bisa membangun pondasi interpersonal skills yang akan

berguna kelak pada masa depannya.

Membangun 'affection' adalah penting dengan melibatkan diri dalam

berbagai kegiatan dan aktivitas yang bersinggungan dengan orang lain.

Sebenarnya, di sinilah dasar-dasar kepemimpinan tehadap orang lain dipupuk

sejak dini.

Pelajaran bergesekan, dan konflik dengan orang lain adalah pelajaran-

pelajaran penting yang berguna bagi para remaja. Saat mereka mampu mengatasi

konflik, masalah dengan orang lain, akan memupuk keyakinan diri yang semakin

tinggi dalam berinteraksi dengan orang lain.

Seorang remaja 'tercerahkan' menggambarkan dengan bagus dalam

diarynya tatkala ia mengatakan, "Awalnya aku merasa tidak terlalu butuh orang

lain. Aku pikir aku bisa usahakan semua sendirian. Tapi, aku ternyata bisa belajar

banyak dari teman-temanku, terutama bisa saling tukar informasi. Sebenarnya,

asyik juga punya teman yang sejalan. Tidak semua teman menjerumuskan kok,

asal bisa pilih teman".

e. Emotional affirmation

Pada bagian terakhir ini, remaja belajar untuk bisa membangun dan

menyemangati dirinya tatkala jatuh, berproblem dan gagal. Sangatlah penting

22

Page 23: HW dan emosional remaja

bahwa remaja berlatih untuk mengarahkan energi kehidupan yang positif. Jika

tidak, energi tersebut bisa dipakai untuk merugikan dirinya sendiri ataupun

dengan merugikan orang lain.

Berbagai kasus penembakan oleh remaja di Amerika adalah contoh

pengarahan energi yang keliru. Sebenarnya, untuk pengarahan energi ini dimulai

dari hal yang sederhana yakni self talk yang terjadi pada diri internal remaja ini

saat mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan. Di sinilah, pentingnya kaum

muda kita didampingi untuk belajar membuat self talk alternatif yang positif.

Akhirnya, sebagai orangtua yang sibuk, mestinya kita semakin menyadari

bahwa kenakalan para remaja kita sebenarnya adalah upaya teriakan minta tolong

dari remaja untuk didampingi.

2.3 Hasil Penelitian

Berdasarkan dari latar belakang penelitian ini dan dari teori yang

digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara hizbul wathan dan

kecerdasan emosional remaja, maka dapat dibuktikan bahwa ada hubungan antara

kecerdasan emosional dengan hizbul wathan.

Sebagai mana yang terdapat dalam sifat-sifat dan dasar-dasar Hizbul

Wathan bahwa dengan adanya kepanduan ini seruruh siswa akan dibina untuk bisa

mencapai tingkat kesetabilan emosional (keimanan kepada tuhan yang maha esa).

BAB III

23

Page 24: HW dan emosional remaja

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hizbul Wathan sebagai gerakan kepanduan memiliki fungsi sebagai sarana

untuk melatih dan mengolah potensi pandunya. Adapun yang dilatih salah satunya

ialah kecerdasan emosional siswa sebagai remaja yang berjiwa muda. Keberadaan

Hizbul Wathan ini akan menjadi sangat penting ketika seorang siswa sudah

merasa perlu adanya suatu wadah yang akan bisa mempasilitasi dirinya untuk bisa

mengolah seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

3.2 Saran

Selanjutnya sebagai penutup dalam penyusunan makalah ini penyusun

mengingatkan bahwa selama mengikuti kegiatan Hizbul Wathan harus bisa

merasakan adanya perubahan positif terhadap emosinya. Indikator yang harus

dicapai ialah; adanya kemandirian dalam segalahal, setabil emosi ketika

menghadapi seluruh masalah dan rintangan, istiqomah dalam menjalankan ibadah

kepada tuhannya (Allah SWT).

Kepada guru pembimbing saya harapkan memberikan keringanan kepada

siswa dalam pembuatan tugas – tugas.

Diharapkan bapak/ibu dapat memaklumi apabila dalam pembuatan

makalah ini ada beberapa kesalahan maupun ketidak lengkapan mengenai

materi yang telah ditugaskan.

DAFTAR PUSTAKA

24

Page 25: HW dan emosional remaja

Goleman, Daniel. (2000). Working With Emotional Intelligence (terjemahan). Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Saphiro, Lawrence E. (1998). Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak. Jakarta : Gramedia.

Sarlito Wirawan. (1997). Psikologi Remaja. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

Sia, Tjundjing. (2001). Hubungan Antara IQ, EQ, dan QA dengan Prestasi Studi Pada Siswa SMU. Jurnal Anima Vol.17 no.1

Sri, Lanawati. (1999). Hubungan Antara Emotional Intelligence dan Intelektual Quetion dengan Prestasi Belajar Siswa SMU.Tesis Master : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

25