genealogi petilasan sunan kudus - uin-suka.ac.id

24
79 Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013 GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS: Representasi Masjid Wali Sebagai Ruang Dakwah Sunan Kudus di Desa Jepang, Mejobo, Kudus Mas’udi Jurusan Dakwah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus surel: [email protected] Abstrak Dalam usaha memasyarakatkan Islam ke seluruh pelosok Ku- dus, Sunan Kudus tidak hanya menempakkan sentralitas penyiaran agama di kawasan Kauman tempat berdirinya Masjid al-Aqsha atau Masjid Menara Kudus. Salah satu tempat didirikannya masjid luar dari kawasan Kauman adalah Masjid Wali Al-Ma’mur Desa Jepang, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus, yang masih memiliki keterhubungan sejarah dengan Masjid Menara Kudus, yang pembangunannya bertarikh tahun 956 H (1549 M). Realitas ini tampak dari kesamaan tata ruang yang mengitari Masjid Wali Al-Ma’mur Desa Jepang. Peletakan kuburan orang-orang berpengaruh di

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS - uin-suka.ac.id

79Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013

GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS:Representasi Masjid Wali Sebagai Ruang Dakwah

Sunan Kudus di Desa Jepang, Mejobo, Kudus

Mas’udiJurusan Dakwah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus

surel: [email protected]

Abstrak

Dalam usaha memasyarakatkan Islam ke seluruh pelosok Ku-dus, Sunan Kudus tidak hanya menempakkan sentralitaspenyiaran agama di kawasan Kauman tempat berdirinyaMasjid al-Aqsha atau Masjid Menara Kudus. Salah satutempat didirikannya masjid luar dari kawasan Kauman adalahMasjid Wali Al-Ma’mur Desa Jepang, Kecamatan Mejobo,Kabupaten Kudus, yang masih memiliki keterhubungansejarah dengan Masjid Menara Kudus, yang pembangunannyabertarikh tahun 956 H (1549 M). Realitas ini tampak darikesamaan tata ruang yang mengitari Masjid Wali Al-Ma’murDesa Jepang. Peletakan kuburan orang-orang berpengaruh di

Page 2: GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS - uin-suka.ac.id

80

Mas’udi, Genealogi Petilasan Sunan Kudus:

Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013

zamannya diletakkan di belakang masjid serupa denganditempatkannya makam Sunan Kudus di belakang MasjidMenara Kudus.

Kata Kunci: Islam Jawa, tata ruang masjid, masjid al-Ma’mur, masjidMenara Kudus

A. Pendahuluan

Sejarah pertumbuhan agama Islam di Kudus merupakan salahsatu unsur yang mengisi keberislaman masyarakat Jawa. Pertumbuh-an agama Islam yang pesat dan harmoni masyarakat yang terciptamenunjukkan keramahan penyebaran agama Islam di wilayah Ku-dus. Bukti lain yang dapat dianalisa sebagai kekuatan pertumbuhanagama Islam di wilayah Kudus adalah bangunan Masjid Menara Ku-dus yang telah dibangun pada abad ke-16 tepatnya tahun 1549 M.Harmoni daerah Kudus dengan pertumbuhan budaya keislamanmasyarakatnya diapresiasi sepenuhnya oleh Lombard. Dalam karya-nya ditegaskan bahwa Kota Kudus yang namanya mengacu kepadaal-Quds (nama Arab untuk Yerussalem) merupakan kota keagamaan,kota suci, dan mempunyai masjid yang besar lagi indah.1

Penyebutan Kota Kudus dengan istilah al-Quds, kota sucisebagaimana disampaikan oleh Lombard terikat pula dengan guru-guru rohaniah yang membantu penguasa-penguasa Demak dalamusaha mereka menyebarkan agama Islam. Sunan Kudus merupakantokoh sentral pengembangan keagaamaan masyarakat Kudus. SunanKudus bermukim di Kudus tepatnya di daerah Kauman dan mendiri-kan Masjid al-Aqsa atau Masjid al-Manar dan terkenal dengan namaMasjid Menara Kudus pada tahun 1549 M. Masjid ini berbentuk unik,karena memiliki menara yang serupa bangunan candi.

Dalam pertumbuhan ajaran Islam di Kudus, kawasan MasjidMenara Kudus senantiasa dihadirkan sebagai fokus utama penelitianpara ahli. Hal ini tampak pada beberapa penelitian yang telahdilakukan di daerah Kudus fokus kajiannya lebih mengarah kepada

1 Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya Jaringan Asia, Jilid, II, terj.,Winarsih Partaningrat Arifin, dkk., (Jakarta: Gramedia, 2005), hal. 54.

Page 3: GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS - uin-suka.ac.id

81

Mas’udi, Genealogi Petilasan Sunan Kudus:

Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013

deskripsi Islam Kudus ditinjau dari Masjid Menara Kudus.2 Kenyataanini tentunya bukanlah fakta yang negatif untuk direspon demi melihatpertumbuhan Islam di wilayah Kudus. Akan tetapi, pertumbuhanIslam di wilayah Kudus tidak bisa dinafikkan dari pertumbuhan kawas-an lain di luar Kudus, utamanya di luar wilayah Kauman tempat ber-domisilinya Sunan Kudus.

Merespon kenyataan di atas, pertumbuhan keberislamanmasyarakat di sekitar Kauman Kudus (letak Masjid Menara Kudus)sangat tampak keberadaannya dengan pembangunan masjid-masjidsekitar Kabupaten Kudus yang memiliki corak yang sama denganMasjid Menara Kudus. Salah satu masjid yang bisa dilihat memilikikesamaan corak dengan Masjid Menara Kudus adalah Masjid Walidi Desa Jepang Kecamamatan Mejobo Kabupaten Kudus. Keberadaanmasjid ini di tengah-tengah kehidupan masyarakat Desa JepangMejobo Kudus tidak bisa dinafikkan dari usaha besar Sunan Kudusuntuk menyebarkan Islam di wilayah-wilayah sekitar Kudus. Adopsibeberapa bangunan masjid berbentuk bangunan masyarakat Hindudan Budha merupakan usaha Sunan Kudus mengadopsi budaya awalmasyarakat di wilayah Kudus. Hal ini senada dengan pernyataan Keesvan Dijk dan P. Nas3 bahwa umumnya penyebaran ajaran Islam diIndonesia dijalankan di atas sinkretisme4 budaya baru dengan budaya

2 Lihat, Sri Sari Windarti, “Peran Masjid Menara Kudus Bagi Wisatawan,Masyarakat Sekitar dan Pendidikan Generasi Muda”, Skripsi, Jurusan SejarahFakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang, 2010. Selanjutnya lihat juga,Bambang Supriyadi, “Kajian Ornamen pada Masjid Bersejarah Kawasan PanturaJawa Tengah”, Skripsi, UNDIP, 2010.

3 Kees van Dijk dan P. Nas, “Dakwah and Indigenous Culture; The Dissemi-nation of Islam”, dalam Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, Globaliza-tion, Localization and Indonesia, volume. 154. No. 2. (1998), hal. 233.

4 Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa sinkretisme adalahpaham (aliran) baru yg merupakan perpaduan dari beberapa paham (aliran) yangberbeda untuk mencari keserasian, dan keseimbangan. Tim Penyusun, KamusBahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hlm. 1463. Sementara itu, MarkWoodward menyebutkan bahwa slametan yang berjalan dalam tradisi Islam Jawamerupakan perpaduan dari prinsip tekstual Islam dengan tradisi Jawa Kuno yangmenganut kepercayaan Hindu dan Budha. Mark Woodward, Java, Indonesia, andIslam, (New York: Springer Dordrecht Heidelberg, 2011), hal. 135.

Page 4: GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS - uin-suka.ac.id

82

Mas’udi, Genealogi Petilasan Sunan Kudus:

Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013

lama yang telah berkembang. Kenyataan ini diwujudkan di atas latarbelakang paradigma konservatif5 masyarakat.

Kombinasi bangunan Masjid Wali Desa Jepang dengan MasjidMenara Kudus tidak terlepas dari adanya latar belakang sejarahMasjid Menara Kudus itu sendiri yang meliputi nilai-nilai budaya danpengetahuan yang terkandung dalam bangunan tersebut dan jugafigur pendirinya yaitu Sunan Kudus sebagai seorang tokoh ulamasekaligus wali yang merakyat, sederhana dan mempunyai kharismayang besar. Keberadaan Masjid Wali Desa Jepang menjadi kuncisederhana guna melihat usaha Sunan Kudus untuk menyebarkanajaran Islam di luar kawasan Kauman letak Masjid Menara Kudus.Umumnya kondisi masyarakat abangan menggerakkan Sunan Kudusuntuk melakukan sinkretisasi budaya terdahulu di masyarakat untukdipadukan dengan budaya Islam yang baru datang. Tanpa menafikkanbudaya lama yang menjadi pandangan masyarakat, Sunan Kudushadir di tengah-tengah masyarakat Desa Jepang dengan ajaran Is-lam yang dibawanya.

Kondisi masyarakat Desa Jepang yang masih awam denganparadigma konservatifnya menjadikan kehadiran Sunan Kuduspembuka baru ajaran Islam. Kenyataan ini bersinambung dialogisdengan pernyataan Supratikno Rahardjo bahwa data prasasti dariJawa Tengah mengindikasikan sumber awal pengakuan masyarakatterhadap seorang pemimpin adalah prestasi pribadinya dalam salahsatu atau kombinasi dari tiga kemungkinan; kemampuannya mem-bagi kekayaan dan meningkatkan kesejahteraan, prestasi di bidangkemiliteran, atau prestasi di bidang keagamaan.6 Fakta ini menjadibagian dari catatan publik tentang keterbukaan masyarakat DesaJepang untuk menerima kehadiran Sunan Kudus menyebarkan ajaranIslam di kawasan Masjid Wali Al-Ma’mur Desa Jepang.

5 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa dijelaskan sikapkonservatif sebagai sikap kolot, yakni bersikap mempertahankan keadaan,kebiasaan, dan tradisi yang berlaku (lihat, Departemen Pendidikan Nasional, KamusBesar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa; Edisi Keempat, (Jakarta: Gramedia, 2008),hal. 726.

6 Supratikno Rahardjo, Peradaban Jawa dari Mataram Kuno sampaiMajapahit Akhir (Depok: Komunitas Bambu, 2009), hal. 69.

Page 5: GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS - uin-suka.ac.id

83

Mas’udi, Genealogi Petilasan Sunan Kudus:

Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013

Kehadiran Sunan Kudus di Desa Jepang dengan usahanyamembangun Masjid Wali merupakan aspek genealogis yang bisadiamati terhadap keberadaan Masjid Menara Kudus. Genealogi initentunya tidaklah berjalan di atas ruang kosong. Sunan Kudus ber-keinginan untuk menghapus konservatisme masyarakat denganmelakukan sinkretisasi budaya antara Budha-Hindu dan Islam. Halini mutlak dilakukannya untuk menghindari penolakan masyarakatterhadap budaya Islam yang baru datang. Penghargaan demi peng-hargaan yang dilakukannya dengan membangun Menara Kudusserupa dengan bentuk candi-candi peninggalan Kerajaan Majapahitdi Jawa Timur, menjadi pembukti bahwa genealogi masjid iniberbanding mirip dengan Masjid Wali Al-Ma’mur Desa Jepang.Kemiripan tersebut dapat terlihat dari berdirinya Gapura Padureksayang terdapat di bagian depan masjid.

Keberadaan Gapura Padureksa di bagian depan bangunanMasjid Wali Al-Ma’mur Desa Jepang Mejobo Kudus menjadi pem-bukti untuk menguatkan usaha-usaha Sunan Kudus menyebarkanagama Islam di desa tersebut. Perpaduan budaya lama denganbudaya Islam dilakukan Sunan Kudus untuk menyebarkan ajaran Is-lam lebih harmonis dan ramah. Van Dijk dan P. Nas menjelaskanbahwa Sunan Kudus melarang penyembelihan hewan ternak (sapi)oleh para pengikutnya agar tiada menyinggung masyarakat Hinduyang terdapat di sekitarnya.7 Kenyataan ini menggambarkan upayastrategis Sunan Kudus menyebarkan agama Islam dengan penuhkasih sayang (rahmatan lil’alamin) bagi masyarakat Kudus secaraumum dan masyarakat Desa Jepang Mejobo Kudus secara khusus.

B. Masjid dan Penyebaran Islam

1. Genealogi sebagai Unsur Diseminasi Ajaran IslamPembahasan tentang genealogi dalam lintasan sejarah suatu

komunitas adalah kearifan bagi generasi di bawahnya. Dalam hal ini,

7 Kees van Dijk dan P. Nas, “Dakwah and Indigenous Culture; The Dissemi-nation of Islam”, Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, Globalization, Lo-calization and Indonesia, hal. 223.

Page 6: GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS - uin-suka.ac.id

84

Mas’udi, Genealogi Petilasan Sunan Kudus:

Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013

Kuntowijoyo8 menjelaskan bahwa untuk mengetahui masa tertentuorang dapat belajar dari paralelisme sejarah, yaitu kesejajaran antaramasa lalu dan masa tertentu yang sedang dibicarakan. Kenyataanini membuktikan bahwa hubungan antar hubungan dalam lintasansejarah mutlak dijumpai sebagai kesatuan yang tidak terpisahkanantara satu periode budaya di atas budaya lain.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa9 disebut-kan bahwa istilah genealogi mengurut kepada garis keturunanmanusia di hubungan keluarga sedarah. Menginduk kepada pe-nyebutan istilah di atas dapat dirumuskan bahwa penggunaan istilahgenealogi dalam penelitian ini mengarah kepada hubungankesejarahan antara perkembangan agama Islam di kawasan MasjidMenara Kudus dengan Masjid Wali Al-Ma’mur yang terdapat di DesaJepang Mejobo Kudus. Hubungan tersebut secara faktual dapatdilihat dari konstruk bangunan masing-masing masjid yang memilikigenealogi sinergis.

Sementara itu, Adam Kuper dan Jessica Kuper10 menyebutkangenealogi sebagai bahan studi penting yang telah berkembang lamadalam kajian antropologi. Istilah genealogi dalam pandangannyamengarah kepada pengutaraan secara verbal atau diagramatis darisuatu hubungan kekerabatan yang kadang-kadang dilengkapiafiliasinya. Adam Kuper dan Jessica Kuper menjelaskan bahwahubungan genealogi harus dibedakan dari hubungan biologis.

Sebagaimana dicatat oleh Badri Yatim11 periodisasi per-tumbuhan ajaran Islam dapat dirumuskan melalui tiga periode;pertama, periode klasik (650-1200); kedua, periode pertengahan(1250-1800), dan ketiga, periode modern (1800 sampai sekarang).Penyebaran agama Islam adalah sebuah realitas yang tidak bisa

8 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogayakarta: Bentang, 1995), hal.179.

9 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia EdisiKeempat, hal. 439.

10 Adam Kuper dan Jessica Kuper. Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial, terj., HarisMunandar, et.al., (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000), hal. 395.

11 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2001), hal. 60.

Page 7: GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS - uin-suka.ac.id

85

Mas’udi, Genealogi Petilasan Sunan Kudus:

Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013

ditepis dari lintasan kehidupan. Awal kemunculannya di tanah Arabmenjadi bukti hakiki bahwa penyebaran ajarannya telah sampai keluar dari wilayah kelahiran tersebut. Perkembangan tersebut tidakbisa lepas dari dinamika kehadirannya di setiap wilayah atau negara.Kehadirannya di masing-masing wilayah berpadu dengan budayayang mengitarinya tanpa mengubah satu aspek esensial ke-beradaannya.12

Peranan ajaran Islam di atas dinamika sosial masyarakatmerupakan kenyataan yang mendudukkannya sebagai pemersatu.Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Lapidus dalam Azyumardi Azra13

bahwa dalam ajaran Islam terdapat prinsip-prinsip pluralitas yangterbangun pada diri pemeluknya. Keberadaan mereka tersebar sejakdari pesisir Lautan Atlantik hingga Pasifik, dari Steppa Siberia sampaiKepulauan Nusantara. Eksistensi para pemeluk ajaran Islam men-cerminkan keragaman dalam berbagai segi, dari etnisitas, budaya,politik, hingga ekonomi. Tapi pada saat yang sama, Islam menyatukanpara pemeluknya. Bahkan lebih jauh, Lapidus dalam Azyumardi Azramenjelaskan bahwa Islam memberi dasar konsepsi diri, mengaturkehidupan sehari-hari, menyediakan ikatan kemasyarakatan, dantidak kurang pentingnya memenuhi pencarian ruhani menujukeselamatan.

Kesatuan genealogis penyebaran Islam di Nusantara jugatergambar dari adanya hubungan kedatangannya di bagian pantaiutara Jawa. Tjandrasasmita14 mencatat bahwa terjadinya kontak dan

12 Azyumardi Azra menjelaskan bahwa kehadiran Islam di tengah-tengahkehidupan manusia berbentuk modernisasi tanpa melemahkan asas-asaskeberagamaan ajaran lain di sekitarnya. Islam menganggap bahwa variankeberagamaan yang berada di sekitarnya merupakan bentuk penerimaanmasyarakat terhadap realitas yang transenden. Azyumardi menjelaskan bahwa padadasarnya setiap individu diciptakan melalui fitrah-Nya. Lebih lanjut baca, AzyumardiAzra, “Pluralism, Coexistence and Religious Harmony in Southeast Asia Indone-sian Experience in the “Middle Path”, dalam Abdul Aziz Said, dkk., (ed.), Contem-porary Islam, Dynamic not Static (New York: Routledge, 2006), hal. 227.

13 Azyumardi Azra, Historiografi Islam Kontemporer (Jakarta: Gramedia,2002), hal. 59.

14 Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara (Jakarta: KPG, 2009),hal. 16.

Page 8: GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS - uin-suka.ac.id

86

Mas’udi, Genealogi Petilasan Sunan Kudus:

Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013

kedatangan Islam di wilayah pantai utara Jawa ditemukan oleh temuanbatu nisan di Leran, Gresik. Keseluruhan karakter huruf di batu nisantersebut adalah huruf kufi dan mencantumkan nama Fatimah bintiMaimun bin Abdullah yang meninggal pada 495 H (1102 M).

Dalam catatan lebih lanjut, melihat genealogi penyebaranIslam di Nusantara, yakni adanya dua makam di Champa dan Lerandi Jawa Timur, Lombard dalam Tjandrasasmita15 menyimpulkanbahwa hubungan antara masyarakat muslim di Pantai SelatanTiongkok, India, dan Timur Tengah adalah sebagai “poros pelayaran”.Champa-Jawa Timur telah memerankan peran signifikan dalamekspedisi Yuan yang terkenal dan mencapai puncaknya pada abadke-14 dan 15 M. Hubungan antara Champa dan Jawa Timur dapatdikaitkan dengan sebuah legenda yang menyebutkan perkawinanantara putri Champa dengan Raja Majapahit. Kuburan putri Champadikatakan berada di kuburan muslim kuno di Trowulan yangbertanggal 1370 Caka (1448/9 M).

2. Sejarah Dakwah Islamiyah dari MasjidTjandrasasmita16 mengutip dari Sartono Kartodirdjo me-

nyebutkan bahwa sejarah dapat didefinisikan sebagai aneka bentukpenggambaran pengalaman kolektif di masa lampau. Setiap peng-ungkapannya dapat dipandang sebagai suatu aktualisasi ataupementasan pengalaman masa lampau. Menceritakan suatu kejadianialah cara membuat hadir kembali (dalam kesadaran) peristiwatersebut dengan pengungkapan verbal.

Berpijak kepada deskripsi di atas, analisa genealogis tentangMasjid Wali Al-Ma’mur Desa Jepang diorientasikan untuk melihatstruktur keterhubungannya dengan Masjid Menara Kudus. KebesaranSunan Kudus diakui eksistensinya oleh Ricklefs.17 Perjuangannyadalam menyebarkan agama Islam tidak pernah dilepaskan darikedudukannya sebagai seorang muslim yang terkait dengan masjid

15 Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam, hal. 17.16 Ibid, hlm. 224.17 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, terj., Satrio Wahono,

et.al., (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2001), hlm. 94.

Page 9: GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS - uin-suka.ac.id

87

Mas’udi, Genealogi Petilasan Sunan Kudus:

Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013

sebagai sarana dakwahnya. Ricklefs mencatat bahwa Sunan Kudusadalah imam Masjid Demak kelima dan pemimpin utamapenyerangan tahun 1527 M terhadap “Majapahit” sebelum pindahke Kudus. Keberadaan Masjid Menara Kudus dalam lintasan sejarahdakwah Islam tidak bisa dilepaskan dari eksistensinya yang tetapmempertahankan bentuk-bentuk arsitektur pra-Islam, seperti pintu-pintu Jawa Kuno yang berdaun pintu dua (Candi Bentar), maupunkarena namanya al-Manar atau al-Aqsa (seperti Masjid Yerussalem),bertarikh tahun 956 H (1549 M) yang dipahatkan di atas mihrab(relung yang menunjukkan arah Mekah bagi orang yang salat).

Pada lintasan sejarah kenabian Nabi Muhammad saw.,eksistensi masjid hadir sebagai bagian tidak terpisahkan dari dakwahIslam. Badri Yatim18 menjelaskan bahwa dalam perjalanan hijrahRasulullah saw., ke Yatsrib bersama Abu Bakar ash-Shiddiq ketikasampai di Quba, sebuah desa yang jaraknya sekitar lima kilometerdari Yatsrib, dibangunnya masjid pertama bagi kaum muslimin. Dalamkesimpulan tersebut Badri Yatim mengungkapkan bahwa masjidtersebut merupakan pusat dari peribadatan. Realitas lain dari catatansejarah kenabian Rasulullah Muhammad saw., adalah ketika dirinyatelah sampai di Madinah dan menjadi rasul serta kepala negara. Dasarpertama yang dilakukannya untuk mengokohkan stabilitas kaummuslimin adalah pembangunan masjid. Selain kenyataannya sebagaitempat shalat, masjid dihadirkan juga sebagai sarana penting untukmempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka,sekaligus kenyataannya juga diwujudkan sebagai tempat ber-musyawarah demi merundingkan masalah-masalah yang dihadapi.Pada zaman Rasulullah saw., masjid juga berfungsi sebagai pusatpemerintahan.19 Hal ini membuktikan eksistensi masjid dalamlintasan sejaran dakwah Islam berperan sangat signifikan.

Pada bagian lain, Soraya Adnani20 menjelaskan lima fungsipokok masjid, yaitu; pertama, sebagai tempat ibadah. Soraya Adnani

18 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 25.19 Ibid, hlm. 17.20 Soraya Adnani, “Fungsi Masjid dan Problematikanya bagi Masyarakat”,

Tsaqafiyyat, volume. 10, No. 2 Juli – Desember (2009), hlm. 308-310.

Page 10: GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS - uin-suka.ac.id

88

Mas’udi, Genealogi Petilasan Sunan Kudus:

Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013

menjelaskan sesuai dengan namanya, masjid adalah tempat sujud,maka fungsi utamanya sebagai tepat ibadah shalat dan juga sebagaitempat beribadah secara luas sesuai dengan ajaran Islam; kedua,sebagai tempat menuntut ilmu. Dalam analisa ini Soraya Adnanimengemukakan bahwa masjid berfungsi sebagai tempat untukbelajar mengajar khususnya ilmu agama yang merupakan bersifatfardlu ‘ain bagi umat Islam; ketiga, sebagai pusat politik.Mengemukakan pernyataan ini, Soraya Adnani menjelaskan bahwasejak keruntuhan Majapahit, masjid menjadi sentral pemerintahanKerajaan Demak, Cirebon, Gresik, dan kerajaan pesisir lainnya;keempat, sebagai tempat pembinaan jamaah. Eksistensi masjid padabagian ini dalam analisa Soraya Adnani secara otomatis didudukkansebagai media pembinaan umat dengan senantiasa mengajak merekauntuk duduk bersama guna melaksanakan ibadah; kelima, sebagaipusat kaderisasi umat. Pada bagian ini Soraya Adnani menyimpulkanbahwa eksistensi masjid sebagai tempat pembinaan jamaah secaraotomatis memerlukan para aktivis yang berjuang untuk menegakkanIslam secara kesinambungan.

Beberapa deskripsi tentang eksistensi masjid dalam lintasansejarah menyiratkan bahwa diseminasi ajaran Islam pada hakikatnyatiada bisa dilepaskan dari kehadiran masjid di tengah-tengahmasyarakat. Masjid memiliki peran sentral dalam memahamkanumat tentang kehidupan sosial, agama, politik, dan bahkan budayayang mengitari kehidupan mereka. Keutuhan masjid sebagai pusatpenyebaran ajaran Islam telah tampak sejak awal kemunculan ajaranIslam sampai masa kini.

3. Petilasan sebagai Peninggalan SejarahMengamati dari sudut pandang kebahasaan, petilasan

memiliki makna bekas peninggalan dan umumnya benda-benda yangbersejarah seperti istana, pekuburan. Petilasan ditinjau dari aspeketimologi berasal dari kata “tilas” yang bermakna bekas dari sesuatupada masa lampau baik berupa bangunan atau benda-bendalainnya.21 Dari landasan argumentatif ini dapat dirangkaikan bahwa

21 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia PusatBahasa; Edisi Keempat, hal. 1462.

Page 11: GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS - uin-suka.ac.id

89

Mas’udi, Genealogi Petilasan Sunan Kudus:

Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013

deskripsi tentang petilasan merupakan langkah analitis untukmenelusuri jejak-jejak sejarah yang telah lampau. Hal ini perludiupayakan dengan pertimbangan etis sosial terhadap tuntutan yangdimandatkan kepada para akademisi guna mendeskripsikan peristiwasejarah sebagai pembelajaran bagi masa yang akan datang.

Dalam lintasan sejarah manusia, berbagai peninggalankesejarahan sebagai bukti petilasan dapat dijumpai di banyak tempat.Fakta ini dapat dihubungkan dengan sejarah panjang hadirnya ajaranIslam di tanah Jawa yang bersandar kepada beberapa situs kesejarah-an yang telah ditinggalkan oleh para pendahulunya. Ditinjau darisudut pandang arkeologis sebagai bukti peninggalan tradisi keber-islaman di masa lalu, kedatangan Islam di tanah Jawa dapat dilihatdari beberapa peninggalan kesejarahan di dalamnya. Hal itu bisadilihat dari peninggalan berupa makam, masjid, ragam hias, dan tatakota. Sebagai bukti faktual peninggalan Islam di tanah Jawa dalamcatatan Anasom adalah ditemukannya Batu Nisan Kubur FatimahBinti Maemun di Leran Gresik yang berangka tahun 475 H (1082 M).22

Bukti peninggalan sejarah Islam lain sebagai dalil keberislamanmasyarakat Jawa di masa lampau adalah temuan arkeologis makamMalik Ibrahim tertanggal 822 H (1419 M) di Gresik dan lainnya diTroloyo, Trowulan, Jawa Timur yang mana salah satunya tertanggal1379 Saka (1457). Semua situs tersebut menunjukkan bahwa saatKerajaan Majapahit masih berkuasa, telah ada masyarakat Muslimdi dekat ibukota Majapahit dan sekitarnya. Menurut UkaTjandrasasmita, berdasarkan kemiripan jenis dan sistem penulisanserta bahan batu pualam yang sama, batu nisan Malik Ibrahim (822H), batu nisan tertanggal 822 H dan 831 H dari Samudera Pasai danjuga batu nisan Umar bin al-Kazurani tertanggal 754 H (1333 M) dariCambay, yang telah dianalisa oleh J.P. Moquette, diduga adalahbuatan pabrik yang sama di Cambay. Kemiripan batu nisan ini dapatjuga dihubungkan dengan perkembangan hubungan dagang antaraGujarat, Samudera Pasai, dan pantai utara Jawa Timur yang sudahmerupakan daerah sibuk pada saat itu. Kemajuan pedagang muslim

22 Anasom, “Sejarah Masuknya Islam di Jawa”, dalam Darori Amin, Islamdan Kebudayaan Jawa (Yogyakarta: Gama Media, 2002), hal. 28-29.

Page 12: GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS - uin-suka.ac.id

90

Mas’udi, Genealogi Petilasan Sunan Kudus:

Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013

yang didukung oleh muballigh berkaitan erat dengan perkembanganperdagangan internasional lewat Selat Malaka sejak abad ke-7 danke-8 M, sehingga sejumlah tempat di Semenanjung Malaya bolehjadi telah dikunjungi oleh pedagang-pedagang muslim.23

Sementara itu, pada bagian petilasan sejarah Islam di Jawamelalui masjid, terdapat beberapa Masjid Islam Kuno menjadi bagiankeberislamannya. Hal itu bisa disebutkan dengan berdirinya MasjidAgung Demak bersambung kuat dengan kebesaran Kerajaan IslamDemak pada akhir abad ke-15 sampai abad ke-16. 24 Untukselanjutnya, petilasan lain dari kebesaran Islam Jawa di masa laluadalah berdirinya Masjid Al-Aqsa atau Al-Manar yang terdapat dikawasan Kauman tepatnya daerah Kudus Kulon, Kota Kudus.Sebagaimana dijelaskan oleh Ricklefs, masjid tersebut bertarikhberdirinya pada tahun 956 H (1549 M) yang dipahatkan di atasmihrab.25 Sunan Kudus sebagai tokoh utama dalam pembangunanmasjid sebelum keberpindahannya ke Kota Kudus dijelaskan olehRicklefs sebagai imam Masjid Demak yang kelima dan pemimpinutama penyerangan tahun 1527 terhadap “Majapahit”.26

Analisa terhadap sejarah petilasan masa lalu juga terlihat darikeberadaan Masjid Wali Al-Ma’mur Desa Jepang. Sebagai salah satupeninggalan budaya masa lampau, keberadaan masjid ini diakuimemiliki keterhubungan kuat dengan keberadaan Masjid MenaraKudus. Dalam suatu hikayat diceritakan bahwa Adipati Jipang Panolanalias Raden Arya Penangsang salah seorang tokoh yang berperanutama atas pembangunan masjid tersebut.27 Arya Penangsang dalamcatatan sejarah disebutkan sebagai adipati yang berkuasa di sekitarkawasan Kerajaan Islam Demak. Di masa pemerintahan SunanPrawoto sepeninggal Sultan Trenggono setelah penyerbuannya keBlambangan pada tahun 1546, terjadi banyak pemberontakan yangdilakukan oleh adipati-adipati sekitar Kerajaan Demak. Sunan

23 Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam, hal. 16-17.24 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hal. 210-211.25 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, hal. 94.26 Ibid, hal. 94.27 Baca, Andrik, “Tolak Balak Melalui Ritual Rebo Wekasan”, Paradigma,

volume. 02, Tahun XIII/Edisi XXI/Juli 2012, hal. 63.

Page 13: GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS - uin-suka.ac.id

91

Mas’udi, Genealogi Petilasan Sunan Kudus:

Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013

Prawoto sendiri kemudian dibunuh oleh Arya Penangsang sebagaiAdipati Jipang Panolan pada tahun 1549.28 Berdasar titik sejarahinilah, maka dapat diungkap sepenuhnya bahwa petilasan MasjidWali Al-Ma’mur Desa Jepang sebagai salah satu kebanggaanmasyarakat Desa Jepang merupakan peninggalan Arya Penangsangsalah seorang murid kinasih dari Sunan Kudus. Kejadian ini berjalandi deretan sekitar tahun 1549 M atau di abad ke-16.

C. Ruang Dakwah Sunan Kudus di Masjid Wali Al-Ma’mur DesaJepang Mejobo Kudus

Mendeskripsikan secara detail tentang rentang waktuperjalanan sejarah di suatu komunitas tentunya sangatlah menyulit-kan. Hal ini berpijak kepada kenyataan sejarah yang selalu bergerakuntuk mendeskripsikan kejadian-kejadian masa lalu yang tidak ter-dokumentasi dengan baik. Kenyataan masa lalu yang masih berpijakkepada realitas tradisional masyarakatnya menjadi sebagian alasanuntuk menyajikan data sejarah dengan akurasi yang memadai. Diatas kenyataan tersebut, beberapa deskripsi berikut akan menjelas-kan reka sejarah dakwah Sunan Kudus dalam kehidupan masyarakatDesa Jepang Mejobo Kudus.

1. Akulturasi Budaya Jawa dan Islam melalui Gapura PadureksaMelihat keutuhan Masjid Wali Desa Jepang atau masyarakat

lebih mengenalnya dengan istilah Masjid Al-Ma’mur tidak bisadilepaskan dengan bangunan-bangunan yang terdapat di sekitarnya.Salah satu bangunan yang menjadi unsur kesatuan dari Masjid Waliadalah Gapura Padureksa. Gapura Padureksa pada dasarnya merupa-kan pagar depan yang memagari kawasan Masjid Wali Al-Ma’mur.Dari bentuk awalnya, Gapura Padureksa berbentuk memanjang daribatas selatan sampai utara masjid.

Keberadaan Gapura Padureksa dalam kaitannya denganMasjid Wali Al-Ma’mur Desa Jepang sangatlah berhubungan erat.Bentuknya yang memagari depan masjid membuktikan bahwa gapuratersebut menjadi bagian tidak terpisahkan dari berdirinya masjid.

28 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hal. 212.

Page 14: GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS - uin-suka.ac.id

92

Mas’udi, Genealogi Petilasan Sunan Kudus:

Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013

Hal ini secara niscaya dapat diamati secara mendasar dari beberapadesain masjid kuno di Jawa yang tiada menghilangkan unsur pagarmasjid sebagai struktur arsitekturalnya.29 Bentuk pagar yangmenyerupai candi-candi peninggalan masyarakat Hindu tampak jelaspada bangunan gapura. Hal ini menunjukkan akulturasi yangdilakukan oleh Sunan Kudus pada proses islamisasi di Desa JepangMejobo Kudus sangat kuat dan dipertaruhkan.

Struktur bangunan Gapura Padureksa yang terdapat di bagiandepan Masjid Wali Al-Ma’mur Desa Jepang menjadi bukti kuat bahwaakulturasi budaya masa lampau menjadi strategi yang baik untukmenarik kesadaran masyarakat atas agama Islam yang baru datangdi tengah kehidupan mereka. Menguatkan islamisasi yang terjadi diDesa Jepang Uka Tjandrasasmita merumuskan bahwa arkeologikewilayahan menjadi deskripsi yang bisa dijadikan tolak ukur dalampengungkapan realitas keberagamaan. 30 Dalam hal ini UkaTjandrasasmita menjelaskan bahwa menggunakan pendekatanarkeologis dalam penelitian sejarah keagamaan sangatlah penting.Eksplorasi bergambar atas Masjid Jepara pada abad ke-17 dan MasjidAgung Banten pada awal abad ke-19, mengukuhkan bahwa eksistensipagar masjid menjadi bagian tidak terpisahkan dari bangunan masjid.

Pada bagian yang berbeda, sebagaimana catatan Ricklefstentang Masjid Menara Kudus atau yang dikenal dengan sebutan al-Manar atau al-Aqsa (seperti Masjid Yerussalem) bertarikh tahun 956H (1549 M) yang dipahatkan di atas mihrab (relung yangmenunjukkan arah Mekah bagi orang yang salat), menunjukkankeutuhan masjid tersebut dengan pemagaran yang terdapat di depanmasjid.31 Di atas simbolisasi pemagaran masjid pada beberapa masjidkuno yang terdapat di Jawa, maka Gapura Padureksa sebagaikesatuan dari Masjid Wali Al-Ma’mur merupakan arsitekturkesatuannya.

29 Lihat eksplorasi bergambar masjid dalam, Uka Tjandrasasmita, ArkeologiIslam, hal. 7.

30 Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam, hal. 6.31 Lebih lanjut baca, M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004,

hal. 93-94.

Page 15: GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS - uin-suka.ac.id

93

Mas’udi, Genealogi Petilasan Sunan Kudus:

Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013

Keberadaan Gapura Padureksa sebagai kesatuan ornamentasiatas Masjid Wali Al-Ma’mur Desa Jepang mengukuhkan simbolisasibangunan masjid Islam kuno di Jawa. Beberapa masjid yang bisadijumpai di Jawa mengadopsi aneka arsitekturnya dengan tradisiHindu-Budha yang telah berkembang lama sebelum kedatangan Is-lam. Hal ini tentunya tidak dapat dinafikkan karena keberadaannyasebagai upaya besar untuk membangun harmoni lingkungan danditerimanya ajaran Islam yang baru datang tersebut dengan lapangtanpa penolakan.

2. Islamitas Tradisi Rebo WekasanMasyarakat Desa Jepang memiliki keyakinan kuat bahwa

Masjid Wali Al-Ma’mur memiliki keunikan tersendiri bagi orang-or-ang yang datang untuk mengunjunginya. Keunikan tersebut berdasarkepada kenyataan dari masjid tersebut yang masih memiliki ornamenkuno dan masih bisa dinikmati. Kenyataan tersebut juga berjalansecara berjajar dengan hikayat-hikayat mistis yang disampaikan olehpara penutur sejarah yang ada di dalamnya.32 “Dahulu kala, ketikasaya masih kanak-kanak, saya sering melempar uang koin ratusanguna meminta terkabulnya hajat.33

Beberapa argumentasi yang dinyatakan oleh para penutursejarah di atas menunjukkan bahwa eksistensi kekeramatan MasjidWali Al-Ma’mur dan Gapura Padureksa yang terdapat di bagian depanmasjid mengandung alasan yang saling menguatkan. KeangkeranMasjid Wali Al-Ma’mur yang banyak diyakini oleh masyarakat DesaJepang sangat berdasar dengan persepsi yang dibangun oleh JuruKunci Masjid. Letak kuburan yang terdapat di belakang masjid,semakin menambah daya mistis masjid ini dibandingkan denganbentuk masjid terkini. Sebagaimana juga dituturkan oleh parasesepuh masjid, pelebaran tempat di sekitar masjid memindah

32 Wawancara dengan Mbah Kamsin. Salah seorang pengurus Masjid WaliDesa Jepang, tangga, 19 Juli 2012, jam, 06.00-07-15.

33 Wawancara dengan Bapak Mastur, Ketua Ta’mir Masjid Wali Al-Ma’mur,tanggal , 19 Juli 2012, jam, 19.00-20.00 (data ini diperoleh setelah melakukan rapatbersama (Focus Group Discussion) tentang eksistensi Masjid Wali Al-Ma’mur DesaJepang.

Page 16: GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS - uin-suka.ac.id

94

Mas’udi, Genealogi Petilasan Sunan Kudus:

Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013

beberapa makam para leluhur desa yang terdapat di bagian utaramasjid.

Keunikan cerita lain yang disampaikan oleh para penutursejarah atas Masjid Wali Al-Ma’mur adalah ketakutan masyarakat dimasa lalu untuk menginap di dalam masjid. Fakta ini disampaikanoleh Bapak Kepala Desa bahwa dari cerita para sesepuh di masa lalumeneguhkan ketakutan masyarakat untuk berdiam di masjid padawaktu malam hari. Kenyataan ini pula diamini sepenuhnya oleh BapakSuparno bahwa keberadaan Mbah Kamsin sebagai Juru Kunci Masjidyang telah berjalan sebanyak tiga keturunan dari atasnya juga tiadaberkenan untuk diganti meskipun kondisi dirinya yang sudah tuarenta. Ketika pengurus pernah mengusulkan mengganti MbahKamsin sebagai Juru Kunci Masjid dan tetap diberi tunjangan, beliaumenjawab, “Siapa berani menggantikan saya, akan saya sampaikankepada leluhur yang telah membangun masjid”34

Kesungguhan yang disampaikan oleh Mbah Kamsin untuktetap menjadi Juru Kunci Masjid Wali Al-Ma’mur membuktikanbahwa kenyataan dirinya ingin diabdikan sepenuhnya untukkemakmuran masjid. Tidak tanggung-tanggung pula, hampir setiappagi hari, membersihkan makam yang terdapat di belakang masjiddilakukannya sebagai kesatuan pesan yang pernah disampaikan olehHabib Lutfi dari Pekalongan.

Keangkeran yang menjadi bagian tidak terpisahkan darikeunikan Masjid Wali Al-Ma’mur pada kenyataannya telah diper-juangkan penafiannya oleh salah seorang tokoh penting dariperwujudan masjid wali terkini. Sayyid Ndara Ali bernama lengkapHabib Syekh Ali Al-Idrus diyakini oleh masyarakat sebagai tokoh yangtelah mengubah paradigma mindset lama masyarakat dari kondisiangker masjid menjadi lebih makmur dan bermanfaat. Salah satuusaha yang dilakukan oleh Sayyid Ndara Ali adalah melakukanseremonial haflah Hari Rabu terakhir Rebo Wekasan dari Bulan Shafar

34 Wawancara dengan Bapak Suparno, salah seorang Pengurus Masjid WaliAl-Ma’mur, tanggal, 19 Juli 2012, jam 19.00-21.00 (Pernyataan ini disampaikanoleh Bapak Suparno setelah melakukan Focus Group Discussion yang dilaksanakandi pelataran masjid).

Page 17: GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS - uin-suka.ac.id

95

Mas’udi, Genealogi Petilasan Sunan Kudus:

Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013

tahun Hijriyah. Sebagaimana dinyatakan oleh Andrik bahwa istilahRebo Wekasan diambil dari Bahasa Jawa Rebo yang berarti hari Rabu,sedangkan Wekasan merupakan sinonim dari pungkasan yang dalamBahasa Indonesia berarti terakhir.35

Tradisi Rebo Wekasan tercatat sebagai bagian dari tradisi yangdilanjutkan oleh Sayyid Ndara Ali seraya melanjutkan perjuangandakwah di Masjid Wali Al-Ma’mur Desa Jepang. Sebagaimana tercatatdalam Buku Panduan Kegiatan Budaya Tradisi Rebo Wekasan dijelas-kan di dalamnya bahwa Sayyid Ndara Ali berdomisili di Desa Karang-malang, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus. Usaha untuk me-makmurkan Masjid Wali Al-Ma’mur Desa Jepang dilakukannyadengan senantiasa berkunjung ke masjid ini untuk mengajarkan ilmuagama (Al-Qur’an dan Ilmu Fikih) dan juga mengajarkan keseniandan tradisi (seperti musik lesung untuk perempuan dan rebana untuklaki-laki).36

Ditinjau dari asal dan usul tradisi Rebo Wekasan, masyarakatDesa Jepang sepakat bahwa ritual ini mulai semarak perkembangan-nya pada masa kehadiran Sayyid Ndara Ali. Kehadiran Sayyid NdaraAli untuk memakmurkan Masjid Wali Desa Jepang sama halnyadengan usaha yang dilakukan oleh Sunan Kudus dengan membangunmasjid ini sebagai salah satu tempat singgah selain Masjid MenaraKudus. Kehadiran Sayyid Ndara Ali di Desa Jepang tepatnya di MasjidWali Al-Ma’mur mengukuhkan dirinya sebagai dai yang ingin me-nyebarkan ajaran Islam di luar tempat tinggalnya. Domisili SayyidNdara Ali di Desa Karangmalang, Kecamatan Gebog, Kabupaten Ku-dus menjadi dasar petunjuk bahwa aktivitas berdakwah yangditeladani dari para ulama’ terdahulu mengilhami dirinya.

35 Andrik, “Tolak Balak Melalui Ritual Rebo Wekasan”, dalam Paradigma,hal. 61.

36 Pengurus Masjid Jami’ Al-Ma’mur bersama Pemerintah Desa Jepang sertaDinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus, Buku Panduan KegiatanBudaya Tradisi Rebo Wekasan di Masjid Jami’ Al-Ma’mur Desa Jepang KecamatanMejobo, Kabupaten Kudus 2011, hal. 10-11.

Page 18: GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS - uin-suka.ac.id

96

Mas’udi, Genealogi Petilasan Sunan Kudus:

Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013

Untuk selanjutnya, catatan masyarakat37 bahwa aktivitas ReboWekasan yang mulai dilakukan dengan ritual-ritual keberagamaan,seperti kirab jajanan yang terdiri dari kue apem, bikang, dan hasilbumi38 terjadi sejak awal abad ke-20. Hal ini menjadi dasar pembuktibahwa kehadiran Sayyid Ndara Ali di Masjid Wali Al-Ma’mur sejalurtahun dengan pemugaran masjid sebagaimana tercatat dalam PrasastiMasjid Wali Al-Ma’mur yang terpampang dengan jelas di sebelah kiriatas mihrab; “Iki Jenenge Masjid Al-Ma’mur. InsyaAllah sopo-sopowonge sodaqoh ring masjid iki selamet dunyu akherat. Dadine iki masjidtanggal 16 Muharram sanah/tahun 1336 H. tahun Wuulanda 1917M” (Ini masjid namanya Al-Ma’mur. InsyaAllah siapa saja yangbersedekah untuk masjid ini akan selamat dunia akhirat. Jadinya masjidini tanggal, 16 Muharram tahun 1336 H. tahun Belanda 1917 M).

3. Representasi Air Salamun (Keselamatan)Kehadiran tradisi Rebo Wekasan dalam keberagamaan masya-

rakat Desa Jepang tidak bisa dilepaskan dari pengakuan masyarakatakan eksistensi Sumur Masjid Wali Al-Ma’mur. Keberadaan SumurMasjid Wali Al-Ma’mur Desa Jepang diyakini oleh masyarakat sebagaisumur bertuah yang mengandung keberkahan bagi pribadi yangmeminumnya. Sebagaimana dicatat oleh Andrik bahwa awalkeberadaan sumur ini tercipta melalui penancapan tongkat SunanKudus. Andrik menjelaskan bahwa ketika hari Selasa malam Rabuterakhir di Bulan Shafar saat adzan Maghrib dikumandangkan, debitair sumur bertambah sehingga air terlihat melimpah. Pengambilanair dari Sumur Masjid Wali Al-Ma’mur Desa Jepang merupakan acarainti dari ritual Rebo Wekasan.39

Rangkaian kegiatan Rebo Wekasan yang diisi dengan acarainti pengambilan air Sumur Masjid Wali Al-Ma’mur Desa Jepang

37 Lihat, Pengurus Masjid Jami’ Al-Ma’mur bersama Pemerintah DesaJepang serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus, Buku PanduanKegiatan Budaya, hal. 10-11.

38 Lihat pula, Andrik, “Tolak Balak Melalui Ritual Rebo Wekasan”, dalamParadigma, hal. 62.

39 Ibid, dalam Paradigma, hal. 62.

Page 19: GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS - uin-suka.ac.id

97

Mas’udi, Genealogi Petilasan Sunan Kudus:

Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013

dilangsungkan pada bulan Shafar. Agus Yusrun Nafi’ mencatat bahwaShafar (Sapar dalam bahasa Jawa) adalah bulan kedua dalampenanggalan Hijriyah. Dalam pandangan Agus Yusrun Nafi’ dikukuh-kan bahwa sebagian ulama menyebut bulan ini dengan istilahShofarul Khoir, artinya bulan Safar yang penuh kebaikan. Ada alasanmenamai seperti itu karena dulu banyak orang meyakini bahwa itubulan sial atau penuh bala (bencana).40

Dalam pandangan Agus Yusrun Nafi’, terkait bulan Shafar,sebagian masyarakat Jawa menganggap ada satu hari yang penuhmakna religi, yakni Rebo Wekasan, atau Rabu terakhir (wekasan,pungkasan) pada bulan itu. Masyarakat “mengistimewakannya”karena memercayai pada hari itu Tuhan menurunkan 320 musibahatau bencana sehingga orang harus lebih banyak memohon ampun,bertaubat, dan bersedekah. Selain memperbanyak doa, sebagianmasyarakat pada masa lalu menangkalnya dengan berbagai cara,misalnya membalikkan perkakas dapur, utamanya yang berbentukbejana atau panci agar tidak ’’kemasukan’’ bala.41

Kehadiran ritual Rebo Wekasan yang dilanjutkan denganpengambilan Air Keselamatan (Salamun) yang dilakukan olehmasyarakat Desa Jepang tidak berbeda jauh dengan tradisi-tradisilain yang terdapat di tengah-tengah kehidupan masyarakat Jawa padaumumnya. Hal ini dapat dilihat dari representasi tradisi Dandangandan Buka Luwur sebagai kesatuan tradisi yang melekat pada MasjidMenara Kudus.42 Di dua tradisi yang melekat dengan kebesaranMasjid Menara Kudus, masyarakat memiliki keyakinan kuat akan nilai-nilai luhur yang ada pada kedua tradisi tersebut. Sebagaimana puladengan keyakinan yang terbangun dalam diri masyarakat atas ke-

40 Baca, Agus Yusrun Nafi’, “Kearifan Rebo Wekasan” dalam http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/02/03/175875/Kearifan-Rebo-Wekasan, diakses, tanggal, 5 Mei 2012.

41Baca, Agus Yusrun Nafi’, “Kearifan Rebo Wekasan” dalam http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/02/03/175875/Kearifan-Rebo-Wekasan, diakses, tanggal, 5 Mei 2012.

42 Baca, Muhammad Nuruddin, “Tradisi Dandangan dan Buka Luwur diMasjid Al-Aqsa Menara Kudus”, dalam Tsaqafiyyat Jurnal Sejarah dan KebudayaanIslam, hal. 210-216.

Page 20: GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS - uin-suka.ac.id

98

Mas’udi, Genealogi Petilasan Sunan Kudus:

Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013

nyataan dua tradisi budaya tersebut, masyarakat Desa Jepangberkeyakinan penuh pula bahwa tradisi Rebo Wekasan yang diisi puladengan pengambilan Air Keselamatan (Salamun) bermuatan nilai-nilai luhur pendahulunya.

Dalam perkembangannya, warga Desa Jepang menyeleng-garakan acara Rebo Wekasan, mengisinya dengan khataman Al-Qur’an dan beberapa ritual lainnya, seperti doa, minum air azimat(Salamun), selamatan, dan salat sunat.43 Rangkaian dari beberaparitual yang melekat pada tradisi Rebo Wekasan tersebut merupakanupaya besar masyarakat untuk menghindari tertimpanya 320 ribumacam bencana yang diyakini oleh masyarakat Islam Jawa diturunkanpada Hari Rabu terakhir di bulan Shafar. Andrik mencatat, berdasardari keyakinan umum masyarakat Desa Jepang, pada malam Rabuterakhir bulan Shafar, Allah menurunkan 320 ribu bencana (balak).Untuk menghindari balak tersebut perlu diadakan doa agar setiappribadi bisa terhindar dari ketertimpaannya. Dalam keyakinanmasyarakat Desa Jepang, yakni mengadakan doa pada malam Rabuterakhir di bulan Shafar.44

Sebagai salah satu rangkaian acara dalam ritual ReboWekasan, minum Air Azimat/Keselamatan (Salamun) menjadi acarautama yang diikuti oleh masyarakat. Hal ini dilakukan setelahpelaksanaan kirab jajanan dan hasil bumi yang dilakukan pada saatsiang sampai menjelang malam. Agus Yusrun Nafi’ menegaskan,setelah Shalat Magrib, takmir membagikan Air Keselamatan(Salamun) kepada jamaah atau orang yang membutuhkan. Air yangdibagikan tahun ini adalah adalah air yang diberi doa pada tahunlalu. Air yang diberi doa oleh tokoh ulama pada 17 Januari 2012,akan dibagikan ke masyarakat pada 2013, atau setahun kemudian.Untuk selanjutnya, dalam catatan Agus Yusrun Nafi’ ditegaskanbahwa masyarakat kini memaknai secara cerdas peringatan Rebo

43 Pengurus Masjid Jami’ Al-Ma’mur bersama Pemerintah Desa Jepang sertaDinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus, Buku Panduan KegiatanBudaya Tradisi Rebo Wekasan di Masjid Jami’ Al-Ma’mur Desa Jepang KecamatanMejobo, Kabupaten Kudus 2011, hal. 4-5.

44 Andrik, “Tolak Balak Melalui Ritual Rebo Wekasan”, dalam Paradigma,hal. 62.

Page 21: GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS - uin-suka.ac.id

99

Mas’udi, Genealogi Petilasan Sunan Kudus:

Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013

Wekasan untuk kembali mengenang perjuangan para ulama yangmenyebarkan Islam di desa tersebut, sekaligus menggali nilai kearifanlokal.45 Menurut Agus, memanfaatkan budaya Rebo Wekasan denganmemformatnya sebagai tradisi haul46 adalah langkah ijtihad paraulama di Desa Jepang untuk menghadapi kekinian budaya. Hipotesayang dinyatakan oleh Agus Yusrun Nafi’ tersebut merupakan dasarberpijak bahwa secara eksistensial, kehadiran tradisi Rebo Wekasanmerupakan kearifan lokal yang niscaya lestari.

Pengambilan Air Keselamatan (Salamun) yang diberikankepada masyarakat sebagai rangkaian ritual dalam tradisi ReboWekasan memberi keyakinan tersendiri bagi masyarakat Desa Jepang.Penggunaan istilah “Air Keselamatan (Salamun)” dalam penyebutanAir Azimat tersebut bersandar kepada keyakinan masyarakat bahwakata Salamun adalah kenyataan yang akan memberikan keselamatandi atas turunnya 320 ribu bencana yang diturunkan oleh Allah swt.,pada Hari Rabu terakhir di Bulan Shafar. Pengurus Masjid Jami’ Al-Ma’mur bersama Pemerintah Desa Jepang serta Dinas Kebudayaandan Pariwisata Kabupaten Kudus dalam Buku Panduan KegiatanBudaya Tradisi Rebo Wekasan di Masjid Jami’ Al-Ma’mur Desa JepangKecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus 2011 menyimpulkan bahwatelah disebutkan dalam Kitab Nihayatuz Zain karya Imam NawawiAl-Jawi Al-Bantani sebagai penjelasan atas matan Kitab Fikih Qurratul‘Ain “Barangsiapa yang menulis tujuh ayat Salaamah, yaitu tujuh ayatal-Qur’an yang diawali dengan lafal Salaamun, maka baginyakeselamatan”.47 Adapun ketujuh ayat al-Qur’an tersebut adalah QS.,Yasin, 36:58; QS., Ash-Shaffat, 37:79; QS., Ash-Shaffat, 37:109; QS.,

45 Agus Yusrun Nafi’, “Kearifan Rebo Wekasan” dalam http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/02/03/175875/Kearifan-Rebo-Wekasan, diakses, tanggal, 5 Mei 2012.

46 Haul adalah peringatan hari wafat seseorang yang diadakan setahunsekali (biasanya disertai selamatan arwah): semua keluarga diundang untukmenghadiri haul mendiang leluhurnya. Baca, Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, hal. 488.

47 Pengurus Masjid Jami’ Al-Ma’mur bersama Pemerintah Desa Jepang sertaDinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus, Buku Panduan KegiatanBudaya Tradisi Rebo Wekasan di Masjid Jami’ Al-Ma’mur Desa Jepang KecamatanMejobo, Kabupaten Kudus 2011, hal. 4.

Page 22: GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS - uin-suka.ac.id

100

Mas’udi, Genealogi Petilasan Sunan Kudus:

Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013

48 Detail makna dalam beberapa ayat ini disandarkan kepada, DepartemenRepublik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: Al-Waah, 1993), hlm.712, 725, 726, 727, 756, dan 1082. Untuk selanjutnya, telusur ayat-ayat al-Qur’andi atas dilakukan dengan penelusuran, Al-Maktabah Asy-Syaamilah Al-Ishdaar Ats-Tsaani.

Ash-Shaffat, 37:120; QS., Ash-Shaffat, 37:130; QS., Az-Zumar,39:73dan QS., Al-Qadar, 97:4-5.48

Ketujuh ayat al-Qur’an di atas ditulis di atas kertas kemudiandirendam ke dalam air yang telah diambil dari Sumur Masjid WaliAl-Ma’mur Desa Jepang. Setelah terendamnya tulisan dalam airtersebut, maka air yang telah diambil dari Sumur Masjid Wali Al-Ma’mur Desa Jepang diyakini mengandung unsur keselamatan didalamnya.

D. Penutup

Masjid Wali Al-Ma’mur dapat dijelaskan pembangunannyasearah waktu berdirinya Masjid Menara Kudus dengan pelakusejarahnya Arya Penangsang Adipati Jipang Panolan. AryaPenangsang adalah salah seorang adipati yang melakukanpemberontakan terhadap Kerajaan Demak pada tahun 1549 M yangkala itu digantikan oleh Sunan Prawoto adik kandung dari SultanTrenggono. Arya Penangsang pada titik ini menjadi pijakan utamauntuk merunut sepenuhnya genealogi kesejarahan dari Masjid WaliAl-Ma’mur Desa Jepang.

Untuk selanjutnya, bentuk ruang dakwah Sunan Kudus di DesaJepang Mejobo Kudus dapat terlihat pada akulturasi budaya Jawadan Islam. Hal ini terlihat pada bangunan Gapura Padureksa yangterdapat di bagian depan pagar masjid. Gapura tersebut menyiratkanakulturasi budaya masyarakat Hindu Budha terhadap budaya Islam.Syiar ini dilakukan oleh Sunan Kudus untuk memasyarakatkan Islamdalam kehidupan sosial keagamaan masyarakat. Dari berdirinyaMasjid Wali Al-Ma’mur Desa Jepang, masyarakat memperolehbeberapa unsur budaya islami yang ditinggalkan oleh Sunan Kudus.Seremonial Rebo Wekasan Hari Rabu terakhir dari Bulan Shafardengan penyatuan seromial pengambilan air keselamatan (Air

Page 23: GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS - uin-suka.ac.id

101

Mas’udi, Genealogi Petilasan Sunan Kudus:

Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013

Salamun), adalah kearifan budaya yang ditinggalkan Sunan Kudus ditengah-tengah keberagamaan masyarakat Desa Jepang.

Daftar Pustaka

Agus Yusrun Nafi’, “Kearifan Rebo Wekasan” dalam http://suaramerdeka.com/ v1/index.php/read/cetak/2012/02/03/175875/Kearifan-Rebo-Wekasan, diakses, tanggal, 5 Mei 2012.

Anasom, “Sejarah Masuknya Islam di Jawa”, dalam Darori Amin, Is-lam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2002.

Andrik, “Tolak Balak Melalui Ritual Rebo Wekasan”, Paradigma, vol-ume. 02, Tahun XIII/Edisi XXI/Juli, (2012).

Azyumardi Azra, “Pluralism, Coexistence and Religious Harmony inSoutheast Asia Indonesian Experience in the “Middle Path”,dalam Abdul Aziz Said, dkk., (ed.), Contemporary Islam, Dy-namic not Static, New York: Routledge, 2006.

Azyumardi Azra, Historiografi Islam Kontemporer, Jakarta: Gramedia,2002.

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada,2001.

Bambang Supriyadi, “Kajian Ornamen pada Masjid BersejarahKawasan Pantura Jawa Tengah”, Skripsi, UNDIP, 2010.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa IndonesiaPusat Bahasa; Edisi Keempat, Jakarta: Gramedia, 2008.

Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah, Yogayakarta: Bentang, 1995.Kuper, Adam dan Jessica Kuper. Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial, terj.,

Haris Munandar, et.al., Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000.Lombard, Denys. Nusa Jawa: Silang Budaya Jaringan Asia, Jilid, II,

terj., Winarsih Partaningrat Arifin, dkk., Jakarta: Gramedia,2005.

Muhammad Nuruddin, “Tradisi Dandangan dan Buka Luwur di MasjidAl-Aqsa Menara Kudus”, dalam volume. 10, No. 2 Juli –Desember (2009).

Nagazumi, Akira, “Historical Studies”, Bijdragen tot de Taal-, Land-en Volkenkunde, volume. 144. No. 2/3., (1998).

Page 24: GENEALOGI PETILASAN SUNAN KUDUS - uin-suka.ac.id

102

Mas’udi, Genealogi Petilasan Sunan Kudus:

Jurnal Dakwah, Vol. XIV, No. 1 Tahun 2013

Pengurus Masjid Jami’ Al-Ma’mur bersama Pemerintah Desa Jepangserta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus,Buku Panduan Kegiatan Budaya Tradisi Rebo Wekasan diMasjid Jami’ Al-Ma’mur Desa Jepang Kecamatan Mejobo,Kabupaten Kudus (2011).

Ricklefs, M.C., Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, terj., SatrioWahono, et.al., Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2001.

Soraya Adnani, “Fungsi Masjid dan Problematikanya bagiMasyarakat”, Tsaqafiyyat, volume. 10, No. 2 Juli – Desember(2009).

Sri Sari Windarti, “Peran Masjid Menara Kudus Bagi Wisatawan,Masyarakat Sekitar dan Pendidikan Generasi Muda”, Skripsi,Universitas Negeri Semarang, 2010.

Supratikno Rahardjo, Peradaban Jawa dari Mataram Kuno sampaiMajapahit Akhir, Depok: Komunitas Bambu, 2009.

Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, Jakarta: KPG, 2009.Van Dijk, Kees dan P. Nas, “Dakwah and Indigenous Culture; The Dis-

semination of Islam”, dalam Bijdragen tot de Taal-, Land- enVolkenkunde, Globalization, Localization and Indonesia, vol-ume. 154. No. 2. (1998).

Woodward, Mark, Java, Indonesia, and Islam, New York: SpringerDordrecht Heidelberg, 2011.