fiqh dakwah al-mudatsir

38
FIQH DAKWAH DALAM SURAT AL-MUDATSTSIR PENERANGAN UMUM SURAH AL-MUDATSTSIR 1. Di Sebalik Penamaan Surah. Hai orang-orang yang berkemul (berselimut) اَ ي اَ هُ ّ يَ ُ رِ ّ ثَ ّ دُ مْ ل Bagunlah! dan berikanlah peringatan ْ مُ قْ رِ دْ يَ اَ فDan Tuhanmu agungkanlah َ كَ ّ " بَ رَ وْ رِ ّ " بَ كَ فDan pakaianmu bersihkanlah َ كَ " ابَ يِ * ثَ وْ رِ ّ هَ طَ فDan perbuatan dosa tinggalkanlah َ زْ " جُ ّ ر ل َ وْ زُ " جْ ه اَ فDan janganlah kamu memberi (dengan maksud) لاَ وْ 9 نُ نْ مَ تُ رِ بْ كَ يْ سَ تmemperoleh (balasan) Dan untuk melaksanakan perintah (Tuhanmu) َ ك? ِ ّ " بَ رِ لَ و رِ " بْ ? ص اَ فْbersabarlah Kata ”Al-Mudatstsir” artinya orang yang berselimut atau orang yang berkemul. Terambil dari kata ر ثد (iddattsara). Kata ini apapun bentuknya tidak ditemukan dalam al-Qur’an kecuali hanya sekali yaitu pada ayat pertama surat ini. Iddatsara berarti menggunakan ditsar yaitu sejenis kain yang diletakkan di atas baju yang dipakai dengan tujuan menghangatkan dan atau dipakai sewaktu berbaring tidur atau (selimut). Para ulama tafsir sepakat bahwa yang dimaksud al- muddatsir disini adalah nabi Muhammad saw., yang merupakan mukhatab. (Kesepakatan ini mungkin yang mendorong Sayyid untuk tidak menulis dalam tafsirnya). Shihab menjelaskan bahwa panggilan kata ”al-muddatstsir” di sini adalah panggilan yang mengandung pengertian kasih sayang dan kedekatan Tuhan kepada yang diserunya yakni Muhammad saw., karena salah satu yang dikemukakan dan digunakan oleh bahasa untuk mengambarkan tersebut adalah dengan memanggil sesuai keadaanya sewaktu dipangil itu

Upload: khairul-amilin

Post on 25-Oct-2015

1.100 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

al-mudatsir

TRANSCRIPT

Page 1: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

FIQH DAKWAH DALAM SURAT AL-MUDATSTSIR

PENERANGAN UMUM SURAH AL-MUDATSTSIR

1. Di Sebalik Penamaan Surah.

Hai orang-orang yang berkemul (berselimut) ا� �ه�ا ي ي� ر� أ �م�د�ث ال

Bagunlah! dan berikanlah peringatan ذ�ر� ق�م�� ن� ف�أ

Dan Tuhanmu agungkanlah ك�� ب ر� و�ر� �ب ف�كDan pakaianmu bersihkanlah ك�� �اب �ي ف�ط�هر� و�ث Dan perbuatan dosa tinggalkanlah ز� ج� ف�اه�ج�ر� و�الر�Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) ن� و�ال� �م�ن �ر� ت �ث �ك ت �س� تmemperoleh (balasan) Dan untuk melaksanakan perintah (Tuhanmu) ك� ب,,, �ر� �ر و�ل ب ف�اص,,,� �bersabarlah

Kata ”Al-Mudatstsir” artinya orang yang berselimut atau orang yang berkemul. Terambil dari kata ادثر (iddattsara). Kata ini apapun bentuknya tidak ditemukan dalam al-Qur’an kecuali hanya sekali yaitu pada ayat pertama surat ini. Iddatsara berarti menggunakan ditsar yaitu sejenis kain yang diletakkan di atas baju yang dipakai dengan tujuan menghangatkan dan atau dipakai sewaktu berbaring tidur atau (selimut).

Para ulama tafsir sepakat bahwa yang dimaksud al-muddatsir disini adalah nabi Muhammad saw., yang merupakan mukhatab. (Kesepakatan ini mungkin yang mendorong Sayyid untuk tidak menulis dalam tafsirnya). Shihab menjelaskan bahwa panggilan kata ”al-muddatstsir” di sini adalah panggilan yang mengandung pengertian kasih sayang dan kedekatan Tuhan kepada yang diserunya yakni Muhammad saw., karena salah satu yang dikemukakan dan digunakan oleh bahasa untuk mengambarkan tersebut adalah dengan memanggil sesuai keadaanya sewaktu dipangil itu sendiri, bukan memanggilnya dengan ucapan Muhammad atau fulan.

Panggilan serupa juga terjadi pada sahabat nabi Muhamad saw., Hudzaefah ra. Ketika ditemui oleh Nabi sedang ia tertidur pada malam peperangn Khandaq. Beliau membangunkannya dengan menyerunya Qum yaa nauman (bangunlah wahai sang penidur/bangunlah wahai yang sedang tidur.)

Sedangkan perbezaan pendapat itu muncul ketika memahami tentang panggilan Nabi (al-Muddatstsir). Kenapa Nabi disebut dengan “al-muddatstsir.?” Tentang hal ini beberapa ulama berbeda pendapat. Sebagian berpendapat karena nabi memakai kain sebagi selimut, alasanya adalah karena beliau merasa takut setelah bertemu dengan malaikat Jibril, seperti dijelaskan oleh beberapa riwayat muttarid.

Page 2: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

Sebagian juga ada yang berpendapat dan memaknai bahwa nabi sedang tertidur dan nabi saat itu sedang berselimutkan kain. Jibril datang dan membangunkanya untuk diperintahkan melaksanakan dakwah. Pendapat ini juga diperkuat oleh Ibnu Abbas dalam tafsirnya yang menulis :

ونام تدثربثيابه قد وسلم عليه الله صلى النبى به يعنى المدثر ياأيها " ”“Yaa Ayyuhal Muddatstsir yakni Nabi Muhammad saw yang sedang memakai pakainnya dan dia tidur”.

Selain itu ada juga yang memahami secara majazi atau kiasan bahwa nabi disebut al-muddatstsir bukan berarti beliau berselimutkan kain disebabkan kedinginan tetapi, dipahami sebagai tangung jawab dan tugas nabi yang begitu berat berupa risalah kenabian yang wajib disampaikan kepada umatnya. Terutama kaumnya dan kerabat dekat dan mendapat predikat jahiliah dan kemusyrikan. Jadi al-muddatstsir disini adalah orang yang dibebani tangung jawab yang amat berat yakni tugas dakwah. Pendapat lain menyatakan bahwa al-muddatstsir disini adalah kiasan bagi orang yang memiliki ilmu banyak sehingga terselimuti oleh ilmunya itu.

Mengenahi turunnya surat al-muddatstsir mayoritas ulama (jumhur ’ulama) sepakat bahwa surat ini turun setelah nabi Muhammad berada di Gua Hira’, ketika itu Nabi menerima wahyu pertama yaitu surat al-’Alaq atau surat Iqra’. Dengan keterangan ini berarti ayat ini termasuk surat-surat makiyyah (diturunkan di Makkah. Mayoritas Ulama menegaskan bahwa seluruh ayat turun di Makkah kecuali ayat 31 yang berbunyi wa maa ja’alna ’iddatahum illa fitnah.

Diriwayatkan oleh Bukhori yang meriwayatkan dari hadis Yahya bin Abi Katsir dari Abi Salamah dari Jabir dia berkata bahwa wahyu yang pertama diturunkan adalah surat al-muddatstsir. (yaa Ayyuhal Muddatstsirr”). Yang bertanya meminta konfirmasi : ”Bukankah surat iqra’”?. Jabir menjawab : ”Aku tidak menyampaikan kepadamu kecuali apa yang diberitakan oleh Rasulullah saw. kepada kami”.

Dalam Shohih Bukhari Jabir menyampaikan apa yang menurutnya diberitakan oleh Rasul saw. Yaitu : ”Ketika aku sedang berjalan, aku mendengar suara dari atas. Maka aku arahkan pandanganku ke langit. Tiba-tiba (kulihat) malaikat yang datang kepadaku di Gua Hira’ duduk di atas kursi antara langit dan bumi. Maka aku bertekuk lutut dan jatuh ke tanah. Aku segera kembali kepada istriku dan berkata:” zammiluni....zammiluni.....zammiluni”. Maka turunlah ayat ”Yaa ayyuhal muddatstsir. Terkait dengan hadist ini Ibnu Katsir berkomentar bahwa redaksi diatas menunjukan adanya wahyu yang telah turun sebelum al-

Page 3: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

muddatstsir, karena Nabi dalam hadist di atas mengatakan: ”Tiba-tiba malaikat yang datang kepadaku di Gua Hira...dan seterusnya. Ini berarti malaikat tersebut (yakni Jibril) telah datang sebelumnya kesana membawa wahyu pertama iqro’bismi robbika” .

Memang benar bahwa dalam sejarah Islam sempat terjadi masa fatrah sebagian ulama menyatakan kurang lebih selama tiga tahun. Hal ini dipertegas oleh Al-Qosimi mengutip dari shahihaen hadits riwayat Zuhri bahwasannya dia berkata: ”Mengkhabarkan kepadaku Abu Salamah bin Abdirrahman dari Jabir bin Abdillah berkata :”Aku mendengar nabi Muhammad saw., dan beliau menceritakan tentang keterputusan wahyu, Beliau menjelaskan dalam haditsnya : ”Ketika itu aku sedang berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara dari langit, maka aku mendongakkan (menghadapkan) kepalaku ke langit. Tiba-tiba malaikat yang datang kepadaku di Gua Hira’, ia duduk di kursi antara langit dn bumi, kemudian aku jatuh karena takut, lalu aku pergi menuju istriku Khadijah dan aku berkata: ”Selimutilah aku...selimutilah aku...”. Kemudian ia menyelimutiku. Dan Allah menurunkan ”yaa ayuhal muddatstsir”). Pendapat lain mengatakan bahwa ketika dipahami bahwa surat al-muddatsir adalah surat yang pertama kali turun yang dimaksudkan adalah pertama kali turun setelah keterputusan wahyu itu bukan secara keseluruhan.

2. Asbabun Nuzul

Sebagaimana dijelaskan di atas tentang surat surat yang pertama kali diturunkan. Sekilas kita dapat memahami sabab nuzul surat al-mudatstsir. Kita juga bias melihat riwayat-riwayat yang dikutip kedua penafsir di atas erat kaitannya dan merupakan penjelasan tentang asbabun nuzul ayat. Agar lebih jelas kami kutipkan riwayat tentang asbabun nuzul surat al-muddatstsir seperti yang oleh Sayyid dan Shihab dari riwayat Imam Muslim berikut ini :

قض,,يت فلم,,ا شهرا جاورت وسلم عليه الله صلى الله رسول قال : قال جابر عن روي يمي,,نى وعن وخلفى أم,,امى فنظ,,رت فن,,وديت ال,,وادى بطن فاش,,تنبطنت نزلت جوارى

يعنى الهواء فى العرش على هو فاذا رأسى فرفعت نديت ثم أحدا أر فلم شمالى وعن على فص,,بوا دث,,رونى فقلت خديج,,ة ف,,أتيت شديدة رجفة تنى فأخذ السالم عليه جبريل

ام,,ام رواه )فطه,,ر وثيب,,اك فك,,بر ورب,,ك ف,أندر قم المدثر يأيها وجل عز الله فأنزل ماء (مسلم

Diriwayatkan dari Sahabat Nabi Jabir Ibnu Abdillah ra. Rasulullah saw., bersabda : “Setelah sebulan lamanya aku berada di Gua Hira’ (untuk bertahannust mencari kebenarn) dan aku bermaksud hendak meningalkannya, tiba-tba tedengar suara memanggilku. Aku melihat ke kiri dan ke kanan, namun aku tidak melihat apa-apa. Kemudian aku melihat ke belakang namun, aku tidak meliahat sesuatu apapun. Lalu aku menenggadahkan kepalaku ke atas, tiba-

Page 4: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

tiba aku menangkap bayangan dari mlaikat Jibril yang sedang duduk di kursi antara langit dan bumi, malaikat itu sedang berdoa kepada Allah. Aku begitu takut dan segera meninggalkan Gua Hira’. Karena itu aku buru-buru pulang dan segera menemui Khadijah dan mengatakan : “Selimutilah aku.. selimutilah aku, hai Khadijah dan tolong basahi tubuhku dengan air. Khadijah memnuhi permintaanku, ketika aku tertidur terselubung kain yang menutupi tubuh, turunlah ayat ini :”Yaa Ayyuhal Muddatstsir Sampai Farujza fahjur”.

Perlu digaris bawahi bahwa ada sisi perbedaan dan persamaan kedua penafsir ini dalam menjelaskan hadist mengenahi asbabun nuzul surat Perbedaan itu adalah :a. Sayyid mengutip hadist lengkap dengan perawinya, sanadnya dari awal hingga akhir, sedangkam Shihab mengutip hadist dengan langsung pada isi hadist.b. Bedasarkan urutan pengutipannya Sayyid sering mengawali dengan hadist shahihaen kemudian didukung dengan pendapat ulama untuk menguatkan dan akhirnya pada argumentasinya, sedangkan Shihab mengawali dengan kesepakatan ulama (jumhur ulama) di ikuti hadis shahihaen dan pendapat ulama.

Dalam tulisan ini untuk mendukung tentang asbabun nuzul surat kami kutipkan hadis riwayat Imam Turmudzi :Imam Turmudi meriwayatkan hadist menghabarkan kepada kami Abu Humaid, menghabarkan kepada kami Abdur Razak menghabarkan kepada kami Ma’mar dari Zuhri, dari Abi Salamah dari Jabir bin Abdillah, berkata : ”Aku mendengar Rasulullah saw, dan beliau menceritakan tentang sengang keterputusan wahyu dan berkata dalam ceitanya : ”Ketika aku berjalan aku mendengar suara dari langit, kemudian aku dongakkan kepalaku. Tiba-tiba malaikat yang mendatangiku di Gua Hira’ duduk di atas kursi antara langit dan bumi, dan aku terjatuh karena takut, lalu aku pulang dan aku berkata : ”Selimutilah aku... Selimutila aku”. Kemudian Istriku Khadijah menyelimuti aku, kemudian Allah menurunkan ”Yaa Ayyujhal Muddatstsir Qum Fa Andzir sampai firmannya wa-arrujza fa uhjur”.

Kedua penafsir juga menjelaskan riwayat lain yang menceritakan hadist tentang Al-Walid bin Mughirah bahwa Al-Walid adalah salah seorang pemuka Quraisy datang kepada Nabi SAW mendengarkan ayat Al-Qur'an, setelah mendengarkan ayat tersebut ia merasa tertarik dan belum pernah dengar sya'ir seindah itu. Berita ketertarikannya itu terdengar oleh Abu Jahal, kemudian Abu Jahal memerintahkan ia untuk tidak menyampaikan ketertarikannya itu kepada kafir Quraisy yang lain, sampai akhirnya keduanya bersepakat untuk memberikan pernyataan bahwa Al-Qur'an adalah merupakan sihir yang dipelajari oleh orang-orang terdahulu.

Page 5: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

Sikap Abu Jahal yang melarang Al-Walid bin Mughirah untuk menceritakan ketertarikannya terhadap Al-Qur'an kepada orang kafir Quraisy lain tentunya tidak lepas dari kekhawatirannya akan pengaruh cerita Al-Walid, karena jika penyair selevel Al-Walid sudah mengakui keindahan Al-Qur'an tentu akan berdampak besar bagi kafir Quraisy lainnya, jangan-jangan mereka akan segera mengakui kerasulan Muhammad. Sehingga keduanya bersepakat untuk memberikan pernyataan yang tidak akan membuat kagum kafir Quraisy terhadap Al-Qur'an, yaitu dengan mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah : "Lalu ia berkata (Al-Qur'an) ini tidak lain adalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang terdahulu". Al-Walid inilah yang ditunjuk oleh surat al-mudatstsir sebagai ancaman atas perlakuannya kepada nabi.

Teungku Muhammad Hasby mengambil kesimpulan bahwa selain sebab di atas ayat ini turun untuk mengancam Walid, seorang pemuka musyrik yang telah melontarkan pernyataan negatif bersama Abu Jahal kepada nabi. Begitu juga sikap kaum musyrik yang selalu memperolok-olok nabi Muhammad saw. Hal ini diriwaytkan oleh Hamka mengutip dari At-Thabari yang diterima dengan sanadnya dari Ibnu Abbas bahwa sebab turunya ayat ini ialah karena pada suatu hari seseorang diantara mereka yang terkemuka dalam kalangan kaum Qurasy, yang bernama Al-Walid bin Muhgirah menjamu beberapa orang terkemuka Quraisy nmakan di rumahnya. Sedang makan-makan itu sampailah pembicaraan memperkatakan Nabi Muhammad, siapa dia ini sebenarnya. Setengah mengatakan bahwa ia itu tukang sihir! Yang lain membantah, bukan tukang sihir. Yang lain mengatakan dia tukang tenung (kahin), tetapi sebagian lagi membantah, macam dia itu bukan tukang tenung. Lalu yang lain mengatakan bahwa dia itu seorang penyair. Tetapi yang lain membantah lagi, dia itu bukan ahli syair, lalu yang setengah lagi mengatakan bahwa dia itu memang mempunyai sihir yang diajarkan orang kepadanya turun temurun. Akhirnya samalah pendapat bahwa dia itu adalah menjalankan suatu sihir yang diajarkan orang lain.

Berita perbincangan tentang dirinya itu sampai kepada Nabi Muhmmad saw., maka sedihlah hati nabi mendengarkan penilaian kaumnya yang demikian, lalu ditekurkannya kepalanya dan dia berselubung dengan kainnya (atau serbannya). Maka turunlah ayat ini : ”Yaa ayyuhal muddatstsir,” sampai kepada ayat : ”walirabbika fashbir.”

Selain di atas juga bisa di ambil benang merah bahwa sebab turun ayat ini adalah untuk menghibur hati nabi yang sedih karena penilaian kaumnya, agar nabi tetap tabah dan kuat menghadapi rintangan-rintangan dalam melaksanakan tugas risalahnya.

Page 6: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

3. Kaitan Ayat dengan Surat Sebelumnya (al-Muzammil)

Baik Sayyid maupun Shihab pendiriannya sama bahwa mereka tidak tahu pasti mana yang lebih turun antara surat al-muzammil dan surat al-muddatstsir. Menurut Sayyid mengatakan bahwa riwayat-riwayat tentang turunnya surat al-muddatstsir adalah hampir sama dengan riwayat turunnya surat al-muzammil. Menurut penulis juga karena kata ”Al-muddatstsir” memiliki arti yang sama dengan al-muzammil yaitu orang yang berselimut atau berkemul, ini diperkuat dengan akhir lafadz hadist yang kadang menggunakan redaksi zammiluni...zammiluni..zammiluni dan juga lafadz datsiruni...datstsiruni.. datstsiruni.. Kedua penafsir memiliki pemahaman sama bahwa persesuaian antara surat al-muddatstsir dam al-muzammil tersebut adalah :

a. Surat ini isinya sangat serupa dengan surat yang telah lalu sedangkan surat yang telah lalu menjelaskan upaya mempersiapkan jiwa Nabi saw. Untuk menjadi petugas dakwah.

b. Surat ini memberikan beberapa petunjuk yang diperlukan nabi untuk kesuksesan dakwahnya dengan hasil yang gemilang

c. Baik surat yang telah lalu maupun surat ini sama-sama dimulai dengan seruan kepada Nabi. Permulaann kedua surat mengenahi masalah yang sama.

d. Surat yang telah lalu dimulai dengan perintah kepada Nabi supaya mengerjakan sembahyang malam untuk menyempurnakan kepribadiannya, sedangkan surat ini dimulai dengan membincangkan tentang tugas mewujudkan manusia-manusia yang berpribadi sempurna.

e. Kedua surat ini sama-sama dimulai dengan seruan kepada nabi Muhammad saw. Surat Al-Muzammil berisi perintah bangun dimalam hari bersembahyang tahajjud dan membaca al-qur’an untuk menguatkan jiwa seseorang. Sedang surat al-muddatstsir berisi perintah melakukan dakwah mensucikan diri dan bersabar.

4. Kaitan Ayat dengan Surat Sesudahnya (Al-Qiyamah)

Surat al-Qiyamah yang terdiri dari 40 ayat juga termasuk golongan surat makiah, dinamai demikian karena diambil dari perkataan al-Qiyamah yang terdapat pada ayat pertama surat ini. Surat ini juga memiliki hubungan yang erat denga surat al-Muddatstsir diantaranya adalah

a. Surat al-Muddatstsir menerangkan bahwa bagaimanapun keterangan-keterangan yang dikemukakan kepada orang kafir namun mereka tidak akan percaya. Mereka tidak

Page 7: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

merasa takut dan gentar sedikitpun dengan hari kebangkitan itu, karena mereka tidak mengimaninya maka, pada ayat ini (surat al-Qiyamah) dalil-dali tentang hari kiamat disebutkan lebih lengkap lagi guna menyempurnakan keterangan yang terdapat dalam surat al-Muddatstsir. Di sini disebutkan tentang sifat-sifat hari kiamat kehebatannya dan keadaan manusia dihari itu. Sebelumnya Allah swt. menerangkan tentang dicabutnya roh manusia pada saat ia meninggal dunia dan masalah asal mula kejadian manusia diciptakan Allah dari setets air yang kotor (mani’)

b. Surat al-Muddatstsir mengungkapklan bahwa orang-orang kafir mendustakan al-Qur’an dan menganggapnya sebagai perkataan manusia biasa sedang pada al-Qiyamah Allah swt menjamin al-Qur’an dalam ingatan Nabi dan mengajarka bacaanya.

5. Kandungan Pokok Surat Al-Muddatstsir

Gaya tafsir yang berbeza dalam memahami ayat demi ayat nampaknya telah terlihat berawal dalam pembagian ayat. Sayyid Quthub menulis bahwa jumlah ayat surat al-muddattsir ini adalah 56 ayat, sedangkan Quraish Shihab menulis jumlah ayatnya adalah 55 ayat namun, terlepas dari khilafiyah tersebut yang menurut mayoritas ulama berjumlah 56 ayat, di sini dapat dipahami bahwa kedua tafsir hendak menunjukan eksistensi dan model pemahaman yang berbeda. Sejarah khilafiah menjelasakan bahwa hal ini sudah ada sejak awal keberadaan Islam. Hal ini, disebabkan banyaknya versi Qira’at yang mashur disebut Qira’at sab’at dan juga hadist rasul sendiri yang mengatakan bahwa al-qur’an diturunkan dalam tujuh huruf.

Disamping argumen di atas, kedua tafsir juga hendak menunjukan kredibilitas dan komitemen penafsirannya. Mereka memiliki pedoman penafsiran tersendiri sebagai seorang penafsir, walaupun sama-sama model penafsiran tahalli namun dengan cara yang berbeda sebagimana dijelaskan sebelumnya pada bab III.

Mengenai kandungan global dari surat al-muddatstsir, kedua tafsir berbeda. Sayyid menulis kandungan global dari awal surat hingga akhir surat sedangkan Shihab tidak menulisnya. Dalam muqoddimah tafsirnya Sayyid memberikan beberapa poin bahwa kandungan global surat ini adalah:

a. Ayat 1-7 adalah mempersiapkan jiwa Rasulullah saw. untuk mengemban tugas yang sangat besar yaitu dakwah secara terang-terangan dan totalitas menghadapi kaum kafir dan segala tantangannya

Page 8: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

b. Ayat 8-52 menerangkan tentang akibat orang-orang yang mendusatakan dakwah rasulNya, tempat kembali mereka yaitui neraka saqar, keadaan neraka Saqar dan hal ihwal keadaan kaum kafir besok di akhirat.

c. Ayat 53-56 yang menyatakan bahwa kedustaan mereka terhada Rasulullah adalah karena kedengkiannya, juga dalam ayat ini menyatakan bahwa pada akhirnya semua urusan dikembalikan kepada qadar Allah.

ETIKA BERDAKWAH MENURUT TAFSIR FI ZILAL AL-QURAN

Etika berdakwah dalam tafsir Fi Dzilal Al-Qur’an yaitu :

1. Tugas Dakwah adalah Panggilan dari Allah.

Menurut Quthub ayat pertama dan kedua adalah bimbingan dari Tuhan bahwa dakwah adalah tugas yang berat dan akan banyak resiko. Karena itu seruan yang tinggi dan luhur yang diberikan Allah kepada hambanya (nabi Muhammad saw.) sebagai didikan kepadanya bahwa dakwah adalah urusan berat kerena akan berhadapan dengan manusia yang dengan segala sifat buruknya berusaha untuk menggagalkan dakwah nabi.

Quthub menekankan bahwa tugas ini tidak bisa diberikan kepada sembarang orang. Ini menunjukan bahwa melaksanakan tugas tersebut berarti akan mengalami banyak resiko halangan dan tantangan. Oleh karena itu, berdakwah harus terlebih dahulu meyakini bahwa ini adala tugas kenabian, tugas agama yang suci. Quthub menulis :

وتحلصيها, ظيها وايقا البشرية هذه نذارة الثقيل العظيم لالمر, الجليل العلوى النداء انه ف,وات قب,ل الخالص طري,ق الى وتوجيهه,ا , األخيرة فى النار ومن, الدنيا فى الشر من

-ورس,,وال نبي,,ا يكن مهم,,ا- البش,,ر من يف,,رد ين,,اط حين, شاق ثقيل واجب وهو .. األوان من والتفصى لتواء واال واالصرار والعناد والعتو والتمرد والعصيان الضالل من فالبشرية

ه,ذا فى المهم من انس,ان يكلف,ه م,ا وأثق,ل أصعب الدعوة من تجعل بحيث: االمر هذا ! الوجود”Ini adalah seruan yang sangat tinggi dan luhur untuk urusan yang berat dan besar, memberi peringatan kepada manusia dan membangkitkan kesadarannya, melepaskannya dari keburukan di dunia, dan dari siksa neraka diakhirat, serta mengarahkan ke jalan keselamatan sebelum habis waktunya. Ini adalah kewajiban yang berat dan sulit ketika dinisbahkan kepada seorang manusia -meskipun dia seorang rasul sekalipun- manusia dengan kesesatannya, kedurhakaanya, kedurjanaannya, kesombongannya, kebandelannya, kesenangannya berbuat kekacauan, dan keengganannya dalam meninggalkan perkara-perkara ini. Semua itu menjadikan dakwah sulit dan lebih berat dibandingkan tugas-tugas manusia selainnya di alam wujud ini.

Page 9: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

2. Persiapan mental, intelektual dan spritual.

Persiapan segi mental adalah mempersiapkan diri secara kejiwaan bahwa dirinya adalah benar-benar memiliki tanggung jawab yang berat lagi besar. Tugas warisan dari nabi Muhammad yang tidak akan putus sampai datangnya kiamat. Dai akan menghadapi karakter dan kejiwaan mad’u yang berbeda pula maka, sebelum meladeni dan menarik jiwa orang ke dalam ajaran dakwahnya maka dipersiapkan terlebih dahulu jiwa seorang da’i.

Persiapan secara intelektual adalah pemahaman serta wawasan seorang da’i khususnya masalah keagaamaan. Al-Qur’an dan hadits adalah pijakannya. Apa yang akan disampaikan kepada mad’u harus dipahami terlebih dahulu. Jangan menganggap mad’u sempit pengetahuan dari pada kita.

Disamping alasan diatas adalah karena mengingat permasalahan umat sangatlah luas dan berkembang. Diperlukan pemahaman dan jawaban yang relevan dengan zaman sekarang. Disitulah peran da’i menggunakan intelektualnya karena umat menantikan jawaban dan gerakan dari seorang da’i. Persiapan secara sprituil adalah persiapan memperbanyak ibadah dan amalan-amalan untuk menguatkan hati dan tekad da’i. Sebagaimana kita ketahui bahwa manusia tidak baik semua, ada yang baik dan ada yang buruk ada yang setuju dan ada yang tidak setuju namun, ketika harus dipahami apabila seseorang melakukan sebuah perubahan dan melawan tradisi atau kepercayaan yang sudah mapan selama berabad-abad maka, pasti akan ada lawan dan kawan, pro dan kontra tidak hanya harta ataupun keluarga nyawapun yang akan jadi taruhanya.

Seperti kita baca dalam seri perjuangan awal penyeruan Islam kita temui bahwa umat Islam rela meninggalkan keluarga, jabatan harta benda, teman, disiksa oleh kafir Quraisy dan lain lain semuanya hanya untuk mempertahankan pijakan dakwah Islam. Mereka selalu berdakwah walau nyawa sebagai taruhannya. Mereka hadapi dengan sabar dan tawakal sampai akhirnya Islam jaya menyatukan bangsa. Karena itu Tuhan mengkhususkan panggilan kepada nabinya dengan penuh kasih sayang diperintahkan untuk berdiri menyingsingkan lengan baju dan semangat tidak takut ataupun gentar menghadapi kaum kafir musyrik. bergerak melaksanakan dakwah Islam.

3. Dakwah berasaskan tasawwur Iman dan Tauhid

Menurut Quthub ‘warabbaka fakabbir’ ini adalah tashawwur imani terhadap makna uluhiyyah maksudnya konsep berfikir/pola pikir yang dibangun atas dasar kepercayaan kepada Tuhan. Ketika dai mengagungkan Allah maka segala sesuatu selain Allah adalah kecil

Page 10: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

karena Allahlah yang maha besar dan yang berhak untuk disembah. Tertanam dalam jiwa hambanya/dai kekuatan berdakwah dan terlihat kecil segala tipu daya dan segala hambatan berdakwah.Disamping tashawwur imani terhadap makna uluhiyyah juga merupakan tshawwur imanai terhadap makna tauhid, yaitu Konsep berfikir atas dasar kepercayaan/keyakinann serta kerelaan mengesakan Allah sebagai yang memerintah tiada yang lain karena itu, tugas dakwah harus dilaksanakan dan diperjuangkan.

Menyatunya tashawwur terhadap makna uluhiyyah dan makna tauhid inilah yang harus dimiliki oleh seorang da’i. Dakwah yang sulit dan berat sangat membutuhkan konsep berfikir yang logis mapan. Sayyid menulis dalam tafsirnya :

التصور من نبا جا يقرر توجيه وهو, التكبير يستحق ألذى, ألكبير وحده فهو... وحده ربك التوحيد ومعنى األلوهية لمعنى االمانى

“Hanya Tuhanmu saja yang diagungkan karena hanya Dia sendiri yang maha agung dan yang berhak untuk diagungkan. Ini adalah makna pengarahan yang menetapkan satu segi dari tashawwur imani terhadap makna uluhiyah dan makna tauhid”.

Di sini dapat diambil benang merah bahwa mengagungkan Allah swt. seperti yang termaktub dalam ayat ini adalah menyakini dengan sebenarnya bahwa Allah yang menciptakan segala sesuatu pemilik (raja) segala sesuatu atau dalam istilah Qutub adalah Tasahawwur imani terhadap makna uluhiyah dalam ilmu akidah disebut tauhid uluhiyah sedangkan menyakini bahwa setelah makhluk diciptakan Tuhan tidak melepaskan begitu saja tetapi di rawat dan dibimbing, diculupi segala kebutuhannya dipeliharanya dengan baik maka inilah Tuhan sebagi rabbun pemelihara manusia, jadi, manusia dan makhuk Allah hidup di alam dunia ini tidak lepas dari tilikan Allah. Qutub menyebut ini sebagai Tashawwur Imani terhadap makna tauhid yakni tauhid rububiyyah.

Secara umum tauhid terbagi menjadi tiga yaitu Tauhid uluhiyyah, Rububiyah dan, Mulkiyah. Ustadz Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibn Katsir, jilid 3, hal 696, menjelaskan, “Ayat satu sampai tiga dari surat An-Nas, yaitu Qul A’udzu birabbinnas, malikinnas, ilaahinnas, menegaskan tiga aspek ketauhidan yang paling fundamental, yaitu Tauhid Rububiyyah, Mulkiyyah, dan Uluhiyyah”.Tauhid Rububiyyah terambil dari kalimat Rabbinnas. Maknanya, yakin hanya Allah satu-satunya yang Maha Pencipta, Pemilik, Pengendali alam raya, dan dengan kekuasaan-Nya Ia menghidupkan dan mematikan. Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rizki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali)

Tauhid Mulkiyyah terambil dari kalimat Malikinnas. Maknanya,

Page 11: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

yakin hanya Allah swt. raja atau penguasa yang sesungguhnya, penguasa yang paling berhak menentukan aturan hidup. Aturan hidup-Nya termaktub dalam Al Qur’an dan sunah Rasul.

Kalau kita cermati, sesungguhnya kaum jahiliyyah yang menentang dakwah Rasul memiliki tauhid rububiyyah, mari simak ayat berikut, “Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi serta menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan menjawab “Allah”, maka bagaimana mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).

Menurut ayat ini, mereka yakin kalau Allah itu yang menciptakan langit dan bumi serta mengatur peredaran alam semesta. Ini indikator tauhid rububiyyah, namun mereka tidak memiliki tauhid uluhiyyah.

Orang yang punya tauhid rububiyyah belum tentu memiliki tauhid uluhiyyah. Mari kita proyeksikan analisis ini pada kehidupan kita. Kalau kita bertanya, “Apa kamu yakin Allah yang menciptakan dan memberi rizki serta kehidupan kepadamu?” Jawabnya, “Ya saya yakin.” Ini adalah tauhid rububiyyah. Tapi kenyataannya, yang disembah bukan Allah, tapi kedudukan dan harta. Artinya, tidak jarang orang meninggalkan shalat karena sibuk rapat, menyogok supaya dapat tender, menghalalkan segala cara demi kedudukan, dll. Kalau sudah begini, berarti yang menjadi Tuhannya bukan Allah, tapi harta dan kedudukan. Dahulu, Tuhan orang-orang jahiliah adalah berhala, dan orang sekarang Tuhannya adalah kedudukan dan harta. Ini merupakan gambaran bahwa banyak umat Islam yang memiliki tauhid rububiyyah namun tidak punya tauhid uluhiyyah.

Ayat satu sampai tiga dari surat An-Nas mengingatkan bahwa tauhid rububiyyah, mulkiyyah, dan uluhiyyah harus kita miliki seluruhnya agar ketauhidan itu sempurna. Tauhid Rububiyyah maknanya suatu keyakinan bahwa hanya Allah swt., satu-satunya Yang Maha Pencipta dan Pengatur. Tauhid mulkiyyah maknanya suatu keyakinan bahwa hanya Allah swt. yang memiliki hak untuk memberikan aturan atau hukum dalam hidup ini, aturan-Nya itu termaktub dalam Al Qur’an dan Sunah. Tauhid uluhiyyah maknanya suatu keyakinan bahwa hanya Allah swt. yang paling berhak diibadahi dan diberi loyalitas.

4. Membersihkan Hati dan Berakhlak al-Karimah

Menurut Sayyid Quthub maksud ayat watsiyabaka fathoihhir adalah kebersihan atau kesucian. Yang dimaksud dan bersih maksudnya dalam berdakwah hendaknya selalu mengupayakan dengan kebersihan hati yaitu berupa akhlak dan amal perbuatan.

Page 12: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

Sayyid Quthub menjelaskan bahwa kebersihan itu penting karena beberapa hal yaitu :

pertama : Karena kebersihan berarti suci/kesucian dan merupakan keadaan yang sesuai dengan kehadiran makhluk tertinggi.

Kedua : karena kesucian merupakan sesuatu yang paling lekat dengan risalah kenabian (nubuwwah).

Ketiga : merupakan sesuatu yang sangat vital di dalam melakukan indzar memberi peringatan dan tabligh melaksanakan dakwah diberbagai kalangan masyarakat dan lingkungan yang beragam.

5. Menjauhi Kemusyrikan dan Segala Perbuatan yang Mendatangkan Adzab/Siksa

“Dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah”. (al-Muddatsir ayat 5). Ayat ini dimaksudkan dalam dua hal yaitu

Pertama : agar rasulullah sendiri menjauhi kemusyrikan dan segala sesuatu yang mendatangkan adzab. Untuk yang pertama ini sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Nabi Muhammad saw sebelum diangkat menjadi rasul beliau dengan fitrahnya telah menjauhi kepercayaan-keparcayaan yang hina dina itu, menjauhi moralitas dan tradisi yang buruk itu, karena itu ia tidak pernah dikenal pernah ikut bergelimang dalam kejahiliaan.

Kedua ; untuk memberikan garis pemisah dan menyatakan keberbedaan yang tak kenal damai dan kompromi. Karena keduanya (Islam dan Jahiliah) merupakan dua jalan hidup yang bersimpangan dan tak mungkin bertemu sebagaimana dimaksudkan untuk berlindung dari kotoran dosa. Sayyid menulis :

.النب,,وة قبل حتى العذاب لموجيبات للشرك هاجرا كان وسلم عليه الله صلى والرسول ,ئه,,ة الش,,ا المعتث,,دات من الرك,,ام وه,,ذا, االنح,,راف ذال,,ك الس,,لمية فطرته عافت فقد

خ,ةض من ش,يء فى ش,ارك أن,ه عنه يعرف فلم, والعادات األخالق من الرجس وذالك وال في,,ه ص,,الح ال ال,,ذى التم,,يز والعالن ص,,لة المف,,ا يع,,نى التوجي,,ه ه,,ذا ولكن, الجاهلية

يلتقيان ال مفترقان طريقان فهما. هوادة . Rasululah saw sendiri sudah menjauhi kemusyrikan dan segala sesuatu yang mendatangkan adzab semenjak beliau belum diangkat menjadi rasul. Fitrahnya yang suci menjauhi peneyelewengan dan penyimpangan itu, menjauhi kepercayaan yang hina dina itu, moralitas buruk sehingga tidak dikenal dalam kehidupan rasul praktek jahiliah. Ini memberikan garis pemisah antara keduanya karena Islam dan Jahiliah adalah dua jalan yang sangat berbeda.

6. Ikhlas

Page 13: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

Arti ikhlas itu adalah murni, bersih. Suatu benda kalau hanya terdiri dari satu jenis saja, tidak dicampur dengan jenis lain maka benda tersebut dianggap bersih, murni, tidak dinodai oleh benda-benda lain. ternoda atau dinodai oleh benda yang lain. atau ia telah diwarnai oleh benda lain. Secara umum benda berpotensi dapat ternoda oleh benda lainnya. Jika benda itu bersih serta terhindar dari noda dan kotoran, maka disebut dengan Khalish (benda yang bersih) dan pekerjaan untuk membersihkannya disebut ikhlashan.

“Dan janganlah kamu (memberi dengan maksud ) memperoleh (balasan ) yang lebih banyak.” (Al-muddatstsir ; 6) Ayat ini adalah pengarahan rasulullah untuk melupakan dirinya dan tidak mengungkit-ungkit usaha dan perjuangan yang telah dilakukan atau menganggapnya banyak dan besar. Memang sebagai seorang nabi/aktifis dakwah pasti akan memberikan tenaga, mencurahkan pengorbanan dan menjumpai penderitaan yang banyak dan Tuhan menghendaki agar nabi tidak menganggapnya banyak dan besar dan tidak merasa berjasa dengan perjuangannya karena dakwah tidak akan berjala lurus di dalam jiwa yang selalu merasakan dan memikirkan apa yang telah dicurahkan dan dikorbankannya. Pengorbanan dan perjuangan yang besar tidak akan dapat dipikul dan dilaksanakan oleh jiwa kecuali jika ia telah melupakannya itu bahkan, ketika ia telah bersama Allah merasakan bahwa apa yang telah dilaksanakannya adalah berkat karunia dan anugrahNya.

Untuk itu Quthub menambahkan sebagai solusi agar dakwah bisa berjalan lancar. Ada bebrapa hal untuk mendukung proses dakwah tersebut tersebut:

1. Melupakan dirinya dan tidak mengungkit ungkit usaha yang telah dilakukannya dan tidak menganggap besar apa yang dicurahkannya dan tidak merasa telah berjasa besar dengan perjuangannya

2. Merasa bahwa segala sesuatu yang telah dilakukanya serta perjuanganya merupakan anugrah Allah dan karuniaNya semata maka, sepatutnmya dia bersukur atas anugrahnya.

Begitu juga dalam kita beramal, berusaha dan berjuang seperti bersembahyang, puasa, zakat, naik haji, membaca al-Quran, mengajar, berdakwah, memberi, menolong, motivasi, forum, ceramah dan belajar karena Allah Taala, karena suruhan-Nya, karena perintah-Nya, karena keredhaan-Nya, karena arahan-Nya, karena mentaati-Nya dan patuh kepada-Nya. Pamrih lawan kekihlasan jika pamrih ialah keinginan untuk dilihat orang dalam istilah agama disebut riya’. Jika keinginan untuk didengar orang misalnya agar namanya terkenal maka disebut sum’ah keduanya merupakan jenis kemunafikan karena, mengandung semangat

Page 14: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

bahwa kita berbuat tidak untuk tujuan sesungguhnya melainkan untuk tujuan lain yang tersembunyikan jadi, kita tidak tulus dalam amal perbuatan kita.

Al-Qur’an juga mengisyaratkan bahwa keinginan orang untuk mendapatkan pujian orang lain untuk sesuatu yang sebenarnya tidak ia kerjakan adalah suatu sikap menolak kebenaran. Sikap menolak kebenaran itu sudah sudah kita ketahui adalah satu makna dengan kufr bahkan, karena pamrih itu mengandung arti mengalihkan tujuan hakiki amal perbuatan kita kepada tujuan lain atau membagi-bagi. Tujuan itu yang semestinya secara tulus hanya untuk Allah (ridlaNya) dengan tujuan lain selain Allah juga mengandung unsur syirik.

Oleh itu karena Allah'nya sudah tidak bersih atau tidak murni lagi, niatnya telah bersekutu dengan yang lain. Niatnya telah menjadi syirik, yaitu syirik khafi yaitu syirik samar atau syirik kecil. Di Akhirat nanti Allah meminta orang itu, "Pergilah minta kepada orang yang awak karenakan itu". Allah Taala tidak akan membalas kebaikan apa-apa kepada orang itu karena tujuan dia beramal itu, tidak kepada Allah lagi atau tidak sepenuhnya karena Allah Taala, ada karena yang lain selain karena Allah Taala.

Rasuluulah saw bersabda :اذا للمراين القيامة يوم الله يقول الرياء وهو االصغر الشرك عليكم أخاف ما أخوف ان

تجدون هل أنظروا : الدنيا فى تراءون كنتم الذين الى اذهبوا بأعمالهم الناس الله جزى جزاء عندهم

“Sesungguhnya yang sangat aku khawatirkan atas kamu, ialah syirik yang kecil (samar) yaitu riya’. Kelak pada hari kiamat Allah akan berkata terhadap orang-orang riya dalam amal perbuatn mereka : “Pergilah kamu kepada orang-orang yang dahulu kamu riya ingin dipuji dan dilihat mereka) di dunia. lihatlah apakah kamu bisa mendapatkan balasan pahala dari mereka ?”

Artinya seolah-olah nabi hendak menegaskan bahwa mungkin kita tidak lagi menyembah berhala karena, sudah jelas kepalsuannya dan mudah dikontrol, tapi yang sulit bagaimana berteguh hati dalam tujuan perbuatan kita hanya kepada Allah semata. Sebab semua orang kiranya merasakan betapa mudahnya dan tanpa terasa menyelinap ke dalam lubuk hati kita keinginan untuk dilihat, didengar dan dipuji orang.

Sangat susah agar ikhlas di dalam perbuatan kita. Terutama kerja-kerja dan amalan yang berhubungan dengan kepentingan umum atau dengan orang ramai atau amalan yang berkaitan kepada pandangan umum seperti ceramah, dakwah, mengajar, belajar, gotong-royong, membaca Al-Quran di depan banyak orang, forum, wawancara, memberi hadiah, memberi bantuan di hadapan umum atau di hadapan orang ramai, lebih-lebih lagi bagi orang yang

Page 15: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

jarang memikirkan hati, kurang muhasabah hatinya, hati dibiarkan atau terbiar jarang diperhatikan. Seringkali lebih banyak terjebak kepada tidak ikhlas. Lebih sering nawaitunya (niatnya) tercampur dengan hal-hal huzuzunafsi, kepentingan atau tujuan diri baik disadari atau tidak disadari, karena kurang menyuluh hati.

Terkadang amalan itu dari awal nawaitunya telah rusak. Kalau tidak di awal, rusaknya di pertengahan jalan, kadang-kadang di awal-awal dan di pertengahan jalan hatinya masih karena Allah, tidak bercampur yang lain selain Allah Taala, tapi dia terjebak di ujung atau di akhir perbuatannya. Ibarat membuat rumah atau bangunan di atas lumpur maka awal-awal lagi rumah atau bangunan itu runtuh.

Ikhlas adalah salah satu sifat mahmudah yang paling tinggi setetah iman. Ikhlas merupakan rahasia Tuhan para malaikat juga tidak tahu. Diri kita sendiri-pun tidak dapat merasakannya. Ikhlas adalah penentu amalan seseorang itu diterima atau ditolak oleh Allah. Para Sahabat ketika mendengar tentang ikhlas dari Rasulullah SAW menangis. Karena mereka merasa tidak selamat. Mereka merasa tidak mungkin mereka memiliki sifat ikhlas yang begitu tinggi kedudukan dan nilainya itu.

Intisari kepada ikhlas adalah melakukan sesuatu karena Allah swt semata-mata tidak ada kepentingan lain. Kepentingan diri sendiri merupakan musuh ikhlas yang paling utama. Kepentingan diri lahir daripada nafsu. Nafsu inginkan kemewahan, kesererakahan, kedudukan, kemuliaan, puji-pujian dan sebagainya. Apa yang lahir daripada nafsu itulah yang sering menghalang atau merusakkan ikhlas.

7. Tetap Semangat dan Bersabar

“Dan untuk memenuhi perintah Tuhanmu, besabarlah !” (Al-Muddatstsir ; 7)Menurut Qutub ini adalah pesan yang diberikan secara berulang-ulang setiap kali memberikan tugas dakwah atau memantapkannya. Kesabaran merupakan bekal pokok di dalam perjuangan yang berat ini. Perjuangan dakwah ke jalan Allah. Perjuangan dan peperangan yang bercampur-campur untuk melawan syahwat dan nafsu, kemauan jiwa dan keinginan hati, juga menghadapi musuh-musuh dakwah yang dipandu oleh syetan-syetan syahwat dan dimotifasi oleh setan-setan hawa nafsu. Ini adalah peperangan yang panjang dan sengit yang tidak ada bekal yang cocok baginya kecuali kesabaran yang karenanya ia berjuang hanya untuk mencari keridlaan Allah dan mengharapkan pahala disisnya.

ETIKA BERDAKWAH MENURUT TAFSIR AL-MISBAH

Page 16: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

1. Semangat dan Waspada akan Risiko Dakwah

Quraish Shihab menjelaskan bahwa kata (قم) qum terambil dari kata (قوم) qawama yang mempunyai banyak bentuk. Secara umum, kata-kata yang dibentuk dari akar kata tersebut diartikan sebagai “melaksanakan sesuatu secara sempurna dalam berbagai seginya.” Karena itu, perintah di atas menuntut kebangkitan yang sempurna, penuh semangat dan percaya diri, sehingga yang diseru-dalam hal ini Nabi Muhammad saw. -harus membuka selimut, menyingsingkan lengan baju untuk berjuang menghadapi kaum musyirikin.

Kata andzir berasal dari kata nadzara yang mempunyai banyak arti, antara lain, sedikit, awal sesuatu dan janji untuk melaksanakan sesuatu bila terpenuhi syaratnya. Pada ayat di atas, kata ini biasa diterjemahkan dengan peringatkanlah. Peringatan didefinisikan sebagai “penyampaian yang mengandung unsur menakut-nakuti. ”Bila diperhatikan arti asal kosa kata tersebut maka, peringatan yang disampaikan itu merupakan sebagian kecil serta pendahuluan dari satu hal yang besar dan berkepanjangan, dan apa yang diperingatkan itu pasti akan terjadi selama syaratnya telah terpenuhi. Syarat tersebut adalah pengabaian kandungan peringatan.

Walaupun Shihab mencantumkan perbedaan pendapat dari para ulama tapi, pada akhirnya Shihab memilih dan menguatkan satu pendapat sebagai pendapat dirinya, seperti dalam ayat ini yang mengatakan bahwa ayat dua dari surat al-muddatstsir adalah perintah kepada nabi untuk melaksanakan peringatan yaitu dakwah. Perintah ini belum ditunjukan secara khusus kepada siapapun. Bagi Shihab yang terpenting adalah melaksanakan dakwah peringatan, kepada siapa saja, terserah kepada Rasulullah saw. Shihab mencontohkan seperti perintah minum. Setelah itu beliau menguatkan seperti dibawah ini :

....Agaknya pendapat inilah yang lebih tepat, karena sejarah memberitakan bahwa realita perintah itu dilaksanakan oleh Rasul SAW., dalam bentuk rahasia yang ditunjukan kepada orang-orang tertentu, baik keluarganya maupun teman-teman yang beliau anggap dapat menerima ajaran Islam, atau minimal tidak menimbulkan reaksi yang dapat menghalangi lajunya dakwah. Realisasi ini secara terbuka dimulai setelah berlalu tiga tahun dari turunnya wahyu pertama, yakni dengan turunnya QS. Asy-Syua’ram [26]: 214.

Menurut Shihab memberi peringatan itu bisa mengakibatkan kebencian dan gangguan yang diberi peringatan. Hal ini disebabkan karena perbedaan pemahaman antara sang pengingat

Page 17: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

dan yang diberi peringatan. Kita bisa ambil contoh kecil saja ketika kita mengingatkan seseorang kepada kebenaran kadang bukannya ia sadar dan mau malahan dia marah dan acuh terhadap kita. Memperingatkan yang kecil saja marah apalagi memperingatkan masalah yang besar seperti kemusyrikan, kejahiliahan dll., tentunya akan lebih bahaya dan lebih berhati-hati.

2. Mengagungkan Tuhan Sebelum Berdakwah

Oleh karena itu, bersamaan dengan melaksanakan dakwah ”agungkanlah” nama Tuhan. Di sinilah Shihab menjelaskan bahwa ayat 1-7 surat ini merupakan ayat tentang pembinaan terhadap Rasulullah dalam rangka melaksanakan tugas dakwah.

Menurut Shihab takbir terbagi atas tiga bentuk yaitu :

Pertama dengan bentuk ucapan adalah mengucapkan lafadz “Allahu Akbar”. Diriwayatkan bahwa ketika kalimat Allahu Akbar diturunkan kepada Rasulullah saw., maka nabi berdiri dan bersabda : “Allahu Akbar” maka, Istri beliau Khadijah merasa bahagia dan ikut bertakbir dan aku mengira itu wahyu”.

Kedua, Takbir dengan sikap batin adalah menyakini bahwa Dia Allah maha besar, kepadaNya tunduk segala makhluk dan kepadaNya kembali keputusan segala sesuatu. Ketika seorang dai melihat keagungan Tuhan maka, apapun yang dihadapannya adalah kecil dan tidak berarti sehingga, bila terjadi benturan dengan kehendak atau ketetapannya pasti Dia menentukan.

Ketiga adalah takbir dengan perbutan adalah pengejawantahan terhadap makna-makna yang dikandung “takbir sikap batin” tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Perintah bertakbir disini mencakup tiga hal di atas.

Ketika seseorang mengucapkan takbir maka, pada hakikatnya ada dua hal yang harus dicapai:

Pertama ; pernyataan yang keluar dari sikap batinnya tersebut.

Kedua ; mengatur sikap lahirnya sehingga setiap langkahnya berada dalam kerangka kalimat tersebut.

Dampak dari kedua hal ini adalah terhujamnya ke dalam jiwa, rasa memiliki serta kesediaan mempertahankan hakikat yang diucapkannya itu. Disamping tertanamnya kesadaran akan kecil dan remehnya segala sesuatu selainnya. Betapapun ia dinamai besar dan agung. Pada saat yang sama pengucapnya merasa takut serta mampu untuk mengahadapi segala tantangan karena ia telah menggantungkan jiwa raganya yang maha agung itu, hingga

Page 18: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

demikian ia tidak akan menerima perlindungan kecuali kepadanya. Ia akan melaksanakan perintahnya. Ini terjadi akibat rasa takut dan butuh kepadanya atau bahkan akibat rasa kagum yang menyentuh seluruh totalitas yang maha agung itu.

Praktek pengagungan Nabi Muhammad saw kepada Allah adalah dengan bersembahyang atau bangun diwaktu malam untuk melaksanakan shalat tahajjud. Nabi sendiri mewajibkan pada dirinya dengan sholat Tahajjud ini. Tetapi setelah ayat 20 surat al-muzamil turun maka shalat tahajjud wajib berubah menjadi sunnah.

Al-Maraghi berkata agungkan Tuhamnu dan raja perkara kamu, dengan cara ibadah dan takut kepadamu tanpa menjadikan Tuhan selain dia dan mengadakan persekutuan maka, Takbir secara umum adalah sebagai berikut :

1. Takbir adalah dengan mengagungkan Allah dan menjauhi berhala-berhala.

2. Takbir juga bermakna mengucapkan Allahu Akbar seperti diriwayatkan Zamaskari dalam tasir al-Kasyaf.

3. Yang dimaksud takbir adalah bertakbir pada setiap mau melaksanakan shalat, walaupun dikatakan pada ayat ini diturunkan shalat belum diwajibkan (baca : shalat fardhu 5 waktu) tetapi, shalat nabi pada waktu itu adalah shalat-shalat sunnah.

4. Takbir bermakna agungkan Tuhanmu dengan meninggalkan kata-kata yang tidak bermanfaat dan sia-sia,

Bagaimana cara mengagungkan Allah ? menurut al-Maraghi mengagungkan Allah adalah dengan cara beribadah kepadanNya, bertekuk lutut karena takut kepadanya dan menyakini bahwa tidak menyekutukan dia serta tidak menjadikan lawan untuknya.

3. Berpakaian Bersih dan Menarik

Kata Tsiyab dan Thahhir yang ditekankan oleh Shihab. Kata tsiyab adalah jamak dari kata tasub/pakaian. Di samping makna tersebut ia digunakan juga sebagai majaz dengan makna-makna antara lain hati, jiwa, usaha, badan, budi pekerti keluarga dan istri.

Kata thahhir adalah bentuk perintah, dari kata thahhara yang berarti membersihkan dari kotoran. Kata ini dapat juga dipahami dalam arti majaz, yaitu menyucikan diri dari dosa atau pelanggaran. Gabungan kedua kata tersebut dengan kedua kemungkinan makna hakiki atau majaz itu mengakibatkan beragamnya pendapat ulama.

Perbedaan tersebut dicantumkan oleh Shihab yang pada akhirnya

Page 19: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

memilih satu pendapat yang kiranya sepakat dan setuju. Dalam penafsian ini terlihat pemahaman melalui konteks sosial historis turunnya ayat. Sabab Nuzul turunnya ayat ini adalah waktu itu nabi sangat ketakutan melihat Malaikat Jibril. Nabi bertekuk lutut dan terjatuh ke tanah sehingga mengakibatkan kotornya baju nabi. Shihab menulis :

.....tetapi juga karena memperhatikan konteks yang merupakan sabab nuzul ayat ini yang menjelaskan bahwa ketika turunnya, Nabi Muhammad SAW. yang ketakutan melihat Jibril, bertekuk lutut dan terjatuh ke tanah (sehingga tentu mengakibatkan kotoran pakaian beliau).

Al-Maraghi menambahkan bahwa menyempurnakan jiwa dan membersihkan diri dari kotor dan najis yaitu dengan cara beramal kebaikan, bertaqwa kepada Allah hingga mati serta berpegang teguh pada kitabNya dengan mengikuti ajaranNya dan berjalan dengan sunnah rasulNya disaat hawa nafsu menguasai mereka dan pendapat yang bertentangan.

Sikap agama terhadap kebersihan adalah sikap yang tiada bandingnya dengan agama manapun, karena didalam kebersihan terdapat ibadah dan taqarrub(mendekatkan diri kepada Allah) bahkan merupakan satu kewajiban dari berbagai kewajiban yang ada.

Sesungguhnya kitab-kitab syariat Islam selalu diawali oleh satu bab yang berjudul thaharah yaitu kebersihan. Hal itu tidak lain karena kebersihan (thaharah) merupakan kunci ibadah sehari-hari shalat, sebagaimana shalat juga merupakan kunci surga. Oleh karena itu dalam Islam memandang bahwa kebersihan adalah bagian dari pada iman.

االيمان من فة األنظ“Kebersiahn itu adalah satu sudut dari pada iman.”

Islam mengajarkan dua kebersihan, pertama; Kebersihan lahiriah atau jasadi, badani. Kebersihan ini meliputi kebersihan badan, pakaian, minuman, tempat, dan segala hal yang bersentuhan dengan badan dan melekat pada diri kita. Nampaknya kebersihan segi lahiriyah adalah kebersihan yang dimaksud dalam ayat ini, karena berdakwah adalah berhadapan dengan orang banyak, dengan pemuka-pemuka masyarakat atau dengan siapa saja. Kebersihan adalah salah satu pokok yang penting bagi menarik perhatian seseorang. Kebersihan pakaian besar pengaruhnya kepada sikap hidup sendiri. Kebersihan menimbulkan harga diri yaitu hal yang amat penting dijaga oleh orang-orang yang hendak menyampaikan tugas dakwah ke tengah-tengah masyarakat.

Pakaian yang kotorpun menyebabkan jiwa sendiri kusut masai.

Page 20: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

Tiap-tiap manusia yang budiman akan merasakan sendiri betapa besar pengaruh pakaian yang bersih itu. Setelah syariat Islam berdiri Nabi kita saw.-pun selalu menganjurkan kebersihan dan beliaupun selalu membersihkan giginya, menggosok dengan dengan semacam urat kayu, yang tekenal dengan nama kayu ‘irak yang harum baunya, dan beliaupun suka memakai yang harum-harum, terutama ketika akan pergi mengejakan shalat jum’at.

Kebersihan sangat membuka bagi pikiran dan kotoran atau bau busuk tak layak ditengah majlis. Sehingga beliau pandang makruh (tidak layak) memakan makanan yang baunya kurang enak jka akan pergi ke masjid jama’ah apalagi shalat jum’at.

Al-quran mengajarkan kita tentang mana makanan yang musti dimakan dan makanan yang musti ditinggalkan. Quraish Shihab menggunakan istilah tha’am untuk makanan yaitu segala sesuatu yang dimakan atau dicicipi, karena itu minuman-pun termasuk dalam pengertian tha’am, selain kata Tha’am al-qur’an juga menggunakan kata Syariba (minum) dan yath’am (makan) untuk objek yang berkaitan dengan air minum.

Menurut Quraish Shihab makanan yang halal adalah:1. Makanan yang sehat yaitu makanan yang memiliki zat dan gizi

yang cukup dan seimbang seperti ; padi-padian, pangan hewani, ikan, buah-buahan, lemak dan minyak, dan madu. Penyebutan aneka makanan macam jenis makanan ini menurut kearifan dalam memilih dan mengatur keseimbangannya.

2. Proporsional, dalam arti sesuai dengan kebutuhan pemakan, tidak berlebih, dan tidak berkurang.

3. Aman artinya makanan yang sedap, enak lagi baik akibatnya. Sebagaimana firman Allah.

�وه� �ل mا ف�ك �يئ mا ه�ن م�ر�يئ“Makanlah ia dengan sedap lagi baik akibatnya”.

Ayat ini walaupun tidak turun dalam konteks petunjuk makanan tatapi, pengunaan katab akala yang pada prinsipnya berarti makan dapat dijadikan petunjuk bahwa memakan sesuatu hendaknya yang sedap serta berakibat baik.Kedua; kebersihan batin, dalam hati. Kebersihan ini meliputi bersih hati, pikiran, perasaan, sikap ucapan kebersihan hati dari sifat tercela seperti sombong, ‘ujub, riya takabbur dengki/hasad dan segala perbuatan tercela atau dosaProses pembersihan hati ini disebut tazkiyyah an-nafs yaitu upaya dan proses membersihkan hati dari berbagai dosa. Syek Abdul Majdid mengatakan hukumnya wajib sebagaimana hadist nabi

واجبة الرذئل عن النفس تزكية“Membersihkan hati dari segala kotoran adalah wajib”

Page 21: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

Wajib di sini harus dipahami dengan cara terus menerus dibersihkan dan jangan sampai berhenti. Ali Mustafa Ya’kub menjelaskan dengan sebutan mencucikan hati yang berkarat. Karat berupa dosa yang telah mengkristal dan memfosil dikalbu. Dapat dibersihkan dengan bertasbih dan mendirikan shalat tasbih, kecuali dosa syirik (menyekutukan Allah).

Beliau mengibaratkan hati dengan besi bahwa besi baja yang telah termakan oleh karat akan hancur dan runtuh. Besi baja itu tidak memiliki kekuatan apap-pun, meskipun besi baja pada mulanya merupakan benda yang sangat kuat dan keras. Demikian pula, hati manusia memiliki kemampuan yang sangat dahsyat, melebihi kemampuan bumi menopang gunung dan bebatuannya, langit dan bintang gemintangnya sehingga hati manusia mampu menampung Allah, Namun hati yang termakan karat dosa jika tidak segera diselamatkan akan mati jika hati telah mati itu merupakan melapetaka abadi bagi manusia kelak disisi Allah ‘azza wajalla. Allah akan membakarnya dengan api neraka jahim bersama musuh Allah setiap manusia yakni iblis setan.

Oleh karena itu Islam memandang bahwa akhlaq dan penampilan dalam berdakwah itu sangat penting. Orang yang sadar akan senantiasa menselaraskan antara fisik, akal akhlak dan rohaninya. Etika berdakwah disini adalah seorang dai yang selalu memberikan contoh dengan akhlak mulia tampil dengan pakaian bersih bersih dan menarik sebagaimana dicontohkan nabi.

Selain memaknai yang mendatangkan adzab secara luas dan filosofis. Shihab menguatkan pula bahwa pelanggaran-pelanggaran kita terhadap tata aturan, undang-undang dan norma juga termasuk mendatangkan adzab. Di tulis oleh Shihab.......Kata ini thahhir dapat juga dipahami dalam arti majaz yaitu mensucikan diri dari dosa dan pelanggaran.

Selain itu Islam memandang bahwa dosa terbagi menjadi dua yaitu dosa besar dan dosa kecil. Al-Ghazali menyebutkan bahwa yng termasuk dosa besar adalah :1. Dosa yang paling besar adalah menyekutukan Allah . ”2. Berputus asa dari rahmat Allah 3. Merasa aman dari makar (siksa dan penaggujhan Allah 4. Durhaka menyakiti hati orang tua 5. Membunuh orang yang tidak berdosa” 6. Menuduh perempuan baik-baik berbuat. 7. Makan harta anak yatim. 8. Lari dari medan perang . 9. Makan riba. 10. Sihir 11. Zina,

Page 22: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

12. Sumpah bohong atau dusta demi sebuah dosa 13. Berhianat dalam hal rampasan perang 14. Tidak membayar zakat. 15. Meminum minuman keras 16. Selalu berbuat maksiat 17. Mengingkari janji dan memutuskan tali silaturrahmi.

Kemudian kata Fahjur yang diartikan sebagai meninggalkan sesuatu karena kebencian terhadapnya. Memiliki makna secara keseluruhan yaitu meninggalkan dan pindah dari perbuatan dosa seperti kemusrikan menyembah berhala dan berpindah karena benci kepadanya kesesuatu yang lebih baik dan diridloi Tuhan maka, dari sinilah kita memaknai ayat sebagai hijrah atau pindah.

Para ahli bahasa berbeda pendapat dalam mengartikan kata “hijrah” namun semuanya berkesimpulan bahwa hijrah adalah menghindari/menjauhi diri dari sesuatu baik dengan raga, lisan dan hati. Hijrah dengan raga berarti pindah dari suatu tempat menuju tempat lain, seperti firman Allah, Adapun makna hijrah menurut Al-Qur’an memiliki beberapa pengertian, dimana kata hijrah disebutkan dalam Al-Qur’an lebih 28 kali di dalam berbagai bentuk dan makna; ada dalam bentuk kata kerja untuk masa lampau yaitu sebanyak 12 kali, atau kata kerja untuk masa sekarang dan akan datang yaitu sebanyak 3 kali, atau dalam bentuk perintah sebanyak 6 kali, masdar (kata keterangan) yaitu sebanyak 1 kali, ataupun dalam bentuk subyek, yaitu sebanyak 6 kali, baik dalam bentuk singular 1 kali atau plural umum 4 kali atau khusus wanita 1 kali.

Dari makna hijrah di atas dan melihat perjalanan dakwah Rasulullah saw seperti yang terekam dalam ayat-ayat Al-Qur’an Al-Karim, dapat disimpulkan bahwa hakikat hijrah terbagi pada dua bagian:

1. Mensucikan diri

Hijrah dalam arti menjauhi kemaksiatan dan menyembah berhala, seperti dalam firman Allah, “Dan perbuatan dosa, maka jauhilah” dan firman-Nya, “Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik”

Kedua ayat di atas turun di masa Rasulullah saw memulai dakwah, pada saat itu nabi saw diperintahkan oleh Allah untuk menjauhi diri dari perbuatan keji dan mungkar dan dari mengikuti perbuatan syirik dan dosa seperti yang dilakukan oleh orang musyrik di kota Mekkah saat itu. Sehingga dengan hijrah; hati, perkataan dan perbuatan menjadi bersih dari segala maksiat, dosa dan syirik.Di samping itu Allah juga memerintahkan kepada Beliau untuk

Page 23: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

bersabar terhadap cacian, cercaan, makian, siksaan, intimidasi dan segala bentuk penolakan yang bersifat halus dan kasar, dan berusaha untuk menghindar dari mereka dengan cara yang baik.

Cara ini pula yang diterapkan oleh Rasulullah dalam berdakwah kepada para sahabatnya hingga pada akhirnya beliau berhasil mencetak generasi yang berjiwa bersih, berhati suci, bahkan membentuk generasi yang ideal, bersih dari kemusyrikan, kekufuran dan kemunafikan, kokoh dan tangguh, dan memiliki ikatan ukhuwah islamiyah yang erat. Padahal sebelumnya mereka tidak mengenal Islam bahkan phobi terhadapnya, namun setelah mengenal Islam dan hijrah ke dalamnya, justru menjadi pionir bagi tegaknya ajaran Islam. Hijrah secara umum artinya meninggalkan segala macam bentuk kemaksiatan dan kemungkaran, baik dalam perasaan (hati), perkataan dan perbuatan.Demikianlah hendaknya yang harus kita pahami akan makna dan hakikat hijrah, dimana krisis multidimensi sudah begitu menggejala dalam tubuh umat Islam, dan diperparah dengan terkikisnya norma-norma Islam dalam tubuh mereka; perlu adanya pembenahan diri sedini mungkin, diawali dari diri sendiri, lalu setelah itu anggota keluarga, lingkungan sekitar dan masyarakat luas.

2. Pindah Dari Suatu Tempat Ke Tempat Yang Lain

Dalam ayat-ayat yang berkenaan tentang hijrah banyak kita temukan bahwa mayoritas dari pengertian hijrah adalah pindah dari suatu tempat ke tempat yang lainnya, ataupun secara spesifik berarti pindah dari suatu tempat yang tidak memberikan jaminan akan perkembangan dan keberlangsungan dakwah Islam serta menjalankan syari’at Islam ke tempat yang memberikan keamanan, ketenangan dan kenyamanan dalam menjalankan syariat Islam tersebut.

Namun hijrah dalam artian pindah tempat tidak akan berjalan dan terealisir jika hijrah dalam artian yang pertama belum terwujud. Karena bagaimana mungkin seseorang atau kelompok sudi melakukan hijrah (pindah) dengan menempuh perjalanan yang sangat jauh, meninggalkan keluarga, harta dan tempat tinggal ke tempat yang sama sekali belum dikenal, tidak ada sanak famili dan harta menjanjikan di sana kecuali dengan keimanan yang mantap dan keyakinan yang matang terhadap Allah.

Dengan berhasilnya hijrah yang pertama secara otomatis mereka pun siap melakukan hijrah yang kedua, yang mana tujuannya adalah mempertahankan akidah walaupun taruhannya adalah nyawa. Siap meninggalkan segala apa yang mereka miliki dan cintai, siap berpisah dengan keluarga dan sanak famili, bahkan siap

Page 24: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

meninggalkan tanah kelahiran mereka.

Oleh karena beratnya perjalanan hijrah Allah memposisikannya sebagai jihad yang besar dan mensejajarkannya dengan iman yang kokoh. Kita bisa lihat dalam ayat-ayat Al-Qur’an, Allah menyebutkan kedudukan hijrah ini dan ganjaran bagi mereka yang melakukan hijrah.

Hijrah merupakan simbol akan iman yang hakiki (manifsetasi iman sejati), bahwa seorang yang berhijrah berarti telah mengikrarkan diri dengan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, sedangkan aplikasi dari keimanan tersebut adalah siap dan rela meninggalkan segala sesuatu yang akan terjadi seperti hijrah demi mempertahankan akidah yang diyakini. Karena hakikat iman itu sendiri adalah pengakuan melalui lisan, dibenarkan dalam hati dan diaplikasikan dalam perbuatan, sedangkan hijrah di sini merupakan salah satu dari wacana tersebut. Dan hijrah ini mengantarkan pada optimisme.

Hijrah merupakan ujian dan cobaan, karena setiap orang yang hidup pasti akan mendapatkan suatu cobaan, terutama bagi orang yang beriman, sebesar apa keimanan seseorang maka sebesar itu pula cobaan, ujian dan fitnah yang akan dihadapi. Meninggalkan harta, keluarga, sanak famili dan tanah air merupakan cobaan yang sangat berat, apalagi tempat yang dituju masih mengambang, sangat tidak bisa dibayangkan akan kerasnya ujian dan cobaan yang dihadapi saat manusia sudah mengikrarkan diri sebagai hamba Allah.

Hijrah sama derajatnya dengan jihad, karena hijrah merupakan salah satu cara mempertahankan akidah dan kehormatan diri maka Allah SWT mensejajarkannya dengan jihad dijalan-Nya yang tentunya ganjarannya pun akan sama dengan jihad.

4. Ikhlas

Menurut Shihab Kata tamnun terambil dari kata manana yang dari segi asal pengertiannya berarti memutus atau memotong. Sesuatu yang rapuh tali yang rapuh dinamai habl manin karena kerapuhannya menjadikan ia mudah putus asa. Pemberian yang banyak dinamai minnah, karena ia mangandung arti banyak sehingga seakan-akan ia tidak putus-putus. Makanan yang diturunkan kepada Bani Israil dinamai al-mann karena ia turun dalam bentuk kepingan terpotong-potong. Menyebut-nyebut pemberian dinamai mann karena memutuskan ganjaran yang sewajarnya akan diterima

Jangan menganggap usahamu (berdakwah) sebagai anugrah kepada manusia, karena dengan demikian engkau akan

Page 25: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

memperoleh yang banyak. Perolehan yang banyak ini bukan bersumber dari manusia, tetapi berupa ganjaran dari Allah.

Inilah beberapa pendapat yang diangkat oleh Shihab dalam memahami ayat ini. Selanjutnya Shihab mengambil kesimpulan bahwa maksud ayat ini adalah konsekuensi dari larangan ini adalah bahwa Nabi Muhammad SAW. tidak dibenarkan menuntut upah dari usaha-usaha beliau dalam berdakwah. Walaupun makna-makna di atas semuanya benar namun, Shihab cenderung memilih pendapat keempat sehingga, ayat ini meletakan beban tanggung jawab di atas pundak Nabi guna menyampaikan dakwahnya tanpa pamrih atau tidak menuntut suatu imbalan duniawi.

5. Sabar

Shihab merujuk pada kamus-kamus bahasa dalam mengartikan shabar. Sayangnya Shihab tidak menyebut kamus apa dan siapa pengarangnya tapi besar kemungkinan kamus tersebut adalah karangan Rahgib al-Isfahan karena dalam penafsirannya Shihab sering menyebut kamus ini. Shihab mengartikan shabar sebagai menahan, baik secara fisik material, seperti menahan seseorang dalam tahanan atau kurungan maupun non materil, seperti menahan diri daru jiwa dalam menghadapi susuatu yang inginkannya. Dari akar kara shabr diperoleh sekian bentuk kata dengan arti yang beraneka ragam, antra lain shabara bihi yang berarti menjamin juga shabir dengan arti pemuka masyarakat yang melindungi kaumnya.

Ada dua hal yang didapat ketika seorang bersabar yaitu : Dari akar kata itu terbentuk pula kata yang berarti gunung yang tegar dan kokoh atau awan yang berada di atas awan lainnya sehingga menaungi apa yang ada di bawahnya. Demikian juga batu-batu yang kokoh atau tanah yang gersang serta sesuatu yang pahit atau menjadi pahit, dan lain-lain. Dari arti-arti yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa kesabaran menuntut ketabahan mengahadapi sesuatu yang sulit, berat, pahit, yang harus diterima dan dihadapi dengan penuh tanggung jawab. Atas dasar makna yang Shihab simpulkan itu, agamawan merumuskan pengertian sabar sebagai menahan diri atau membatasi jiwa dari keinginannya demi mencapai sesuatu yang baik atau lebih baik.

Seseorang yang menghadapi rintangan dalam pekerjaanya terkadang hati kecilnya membisikan agar ia berhenti saja walaupun apa yang diharapkannya belum juga tercapai dan masih jauh. Dorongan hati kecil yang kemudian menjadi dorongan jiwa seseorang, bila ditahan, ditekan, tidak diikuti, merupakan pengejewantahan dari hakikat “sabar.” Ini berarti bahwa yang

Page 26: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

bersangkutan akan melanjutkan usahanya walaupun menghadapi rintangan-rintangan. Makna sabar di sini sama dengan tabah.

Seseorang yang ditimpa malapetaka, bila mengikuti kehendak nafsu-nafsunya ia akan meronta, menggerutu dalam berbagai bentuk serta terhadap berbagai pihak tetapi, bila ia menahan diri ia akan menerima dengan penuh kerelaan malapetaka yang telah terjadi itu sambil menghibur hatinya dengan berkata,” malapetaka tersebut dapat lebih buruk dari apa yang telah terjadi,” atau “pasti ada hikmah di balik apa yang telah terjadi itu,” sehingga sabar di sini diartikan sebagai “menerima ketetapan-ketetapan Tuhan yang tidak terelakan lagi dengan penuh kerelaan.”

Demikaianlah makna sabar dalam menghadapi tantangan-tantangan dakwah yang kian menghadang. Seorang dai harus senantiasa bersabar dan rela berkorban, menahan pahit da selalu ingat kepada Allah, sebab dengan kesabaran tersebut dakwah akan berjalan segala rintangan insya Allah akan hilang yang kemudian berhasil dan menuai kesuksesan.

ANALISIS PERBANDINGAN

Ilmu tafsir sebagai satu bagian dari ilmu-ilmu al-qur’an (’ulumul qur’an) telah berkembang pesat, sehingga beribu-ribu tafsir telah lahir dari dunia Islam dan barat. Kata tafsir diambil dari kata fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti keterangan atau uraian. jadi tafsir adalah upaya untuk menjelaskan dan menguraikan makna dan maksud ayat.

Seperti yang dilakukan oleh Sayyid Quthub dengan Tafsir Fi Dzilal Al-Qur’an dan Quraish Shihab dengan tafsir al-Misbah dalam memahami dan menafsirkan surat al-muddatstsir ayat 1-7 ini. Dari segi penafsirannya Sayyid Quthub lebih cenderung filosofis dari pada Shihab. Proses penafsiran Quthub adalah dengan cara berusaha untuk berfikir sedalam-dalamnya sampai dengan sendirinya mendapatkan petunjuk dari Tuhan. Kadang proses penafsirannya dengan cara mengulang-ulang ulang ayat. Quthub menekankan perlunya manusia mendekati iman secara intuitif.

Sedangkan Quraish Shihab lebih menekankan aspek linguistiknya. Ia memahami ayat melalui penelusuran ayat demi ayat di cari maknanya kemudian dikait-kaitkan sehingga menjadi satu pemahamaan yang utuh.Dalam tafsir surat al-mudatsir ayat 1-7 ini perbedaan pada ayat 1 dan empat sebagai contoh Quthub menafsirkan ayat warabbaka fakabbir dengan perlunya berdakwah dengan terlebih dahulu membangun polapikir yang baik dan utuh berdasarkan nilai-nilai iman dan takwa agar dakwah dilaksanakan secara totala sementara Shihab menafsirkan kata ”mengagungkan Tuhan” dengan

Page 27: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

mengucapkan takbir atau hanya mengakui keagunganNya. Kata ”suci” layaknya suci pakaian dan suci batin.

PERSAMAAN DAN PERBEZAANTAFSIR FI DZILAL AL-QUR’AN DAN TAFSIR AL-MISBAH

1 Tempat mengarang Penjara Kampus Al-Azhar Kairo dan PEJABAT dubes RI

2 Situasi Oposisi pemerintah Non oposisi pemerintah3 Referensi Diawali dengan hadits Shahih Bukhari, komentar ulama kemudian riwayat-riwayat lain seperti At-thabari Atha-ba’i sangat mendominasi, berangkat dari kesepekatan ulama, kemudian diikuti oeh shahihaen, komentar ulama

3 Jumlah ayat 56 ayat 55 Ayat4 Mukaddimah Dijelaskan globalnya secara keseluruhan Tidak di jelaskan global ayat sedang Asbabun nuzul surat lebih mendominasi dimukoddimah

5 Penafsiran • Filosofis lewat pemikiran mendalam• Intuitif• Menelusuri ayat dengan akal kemudian menyimpulkan• Membangun argumen penafsiran sendiri• Normatif• Linguisti/menelusuri ayat dengan arti kata satu persatu kemudian dikaitkan dan disimpulkan dengan kehidupan nyata dan masalah sosial.

• Mencamtumkan penafsiran lain kemudian memilih penafsiran yang mendekati ayat kemudian menguatkannya dengan pendapat sendiri

6 Metode Tahlili7 Munasabah ayat sebelumnya Keduanya sepakat bahwa tidak ada kepastian mana yang lebih awal turun karena riwayat yang sama dan arti yang sama al-muzammil dan al-muddtstsir

8 Isi Ayat1-7 merupakan ayat berupa bimbingan kepada rasul untuk mempersiapkan diri dalam melaksanakan dakwah

9 Ayat 1-2 Pangilan Alah terhadap nabinya untuk melaksanakan tugas yang berat dan mulia yaitu dakwah kepada Islam Perintah untuk bangun dan memberikan peringatan karena saat itu nabi memang sedang dalam keadaan berselimut

10 Ayat 3Etika Dakwah • Niat mengagungkan Tuhan • Memberi peringatan harus didasari oleh paradigma/pola pikir yang matang dan paradigma itu merupakan kelahiran dari makna Iman dan tauhid (Tasahhwur iman wa ta-tauhid)

• Orang akan memandang kecil segala rintangan dakwah ketika memandang dan mengagungkan tuhan • Cara bertakbir ada tiga dengan lisan dengan sikap bathin, dan dengan perbuatan

• Efek mengucapkan takbir yaitu keluarnya pernyataan sikap batin, Mengatur sikap lahirnya dan pengucap merasa kuat.

Page 28: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

11 Ayat 4 • Juru dakwah harus menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia sebagai contoh kepada ummatnya.

• Membersihkan hatinya dari perangai dan sifat buruk• Dakwah tidak akan berhasil apabila dilakukan dalam keadaan kotor dari dosa • Juru dakwah harus membersihkan pakainnya menjadi bersih dan menarik agar sedap di pandang mata.

• Menyarankan mencontoh rasul yaitu menggunakan pakaian putih• Menghindari makanan yang berbau tak sedap seperti bawang, jengkol dll

12 Ayat 5 • Meninggalkan dan menjauhi segala kemusyrikan • Menghindari kepercayaan-kepercayaan• Menhindari dan menjauhi akhlak dan moralitas rendah.• Memisahkan antara jahil dan Islam karena keduanya jalan yang menyimpang

• Jangan ridla dan mengkompromikan atas penembahan berhala.• Jangan lakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum dan aturan

14 Ayat 6 Jangan menganggap apa yang telah dilakukannya adalah besar dan merasa berjasa Juru dakwah tidak di benarkan menuntut upah dari uasaha-usaha dakwah

15 Ayat 7 Dakwah merupakan perjuangan panjang, melawan musuh-musuh, syetan, syahwat lawannya adalah kesabaran Konsekuensi orang yang sabar dalam menerima rintangan adalah tidak mengeluh dan menggerutu dan selalu mengharap rahmat Allah

PENUTUP

A. Kesimpulan.

Dari paparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa etika dakwah dalam surat al-mudatstsir adalah sebagai berikut :

1. Etika dakwah surat al-mudatstsir terdiri dari mengagungkan Allah, berpenampilan bersih dan menarik serta berakhlakul karimah, meninggalkan perbuatan dosa, berdakwah dengan ikhlas, dan bersabar tugas dakwah adalah panggilan dari allah, persiapan mental, intelektual dan spiritual, dakwah berbasis tashawwur iman dan tauhid membersihkan hati dan berakhlak al-karimah menjauhi Kemusyrikan dan Segala Perbuatan yang Mendatangkan Adzab/Siksa.

2. Quraish Shihab cenderung memahami ayat secara normatif. Hal ini dapat dilihat dari tema yang diangkat dalam penafsiran seperti memahami “mengagungkan Allah” dengan mengucapkan takbir, “kebersihan” dengan layaknya bersihnya pakaian, perbuatan dosa dengan makna melanggar undang-undang atau aturan.

3. Sedangkan Sayyid Qutub cenderung memahami ayat dengan

Page 29: Fiqh Dakwah Al-Mudatsir

pemahaman-pemahaman non-formatif. Hal ini dapat kita lihat dari penafsirannya yang menganggat makna “mengagungkan Allah” dengan arti konsep berfikir/tashawwur yang berdasarkan makna tauhid luhur yang mengalahkan segala rintangan-rintangan dakwah, kata “bersihkan” dengan arti membersihkan hati dan jiwa serta akhlakul karimah

B. Saran-saran

Salah satu kemunduran dakwah Islam adalah lemahnya perhatian masyarakat /para aktifis dakwah terhadap permasalahan-permasalahan etika berdakwah. Etika bukan hanya sebatas ajaran saja namun lebih jauh berupa penyebaran agama tanpa doktrinasi namun mereka telah tertari ke Islam dengan landasan etika. atas permasalahan tersebut maka dipandang perlu bahwa :

1. Etika dakwah disini adalah etika yang secara hukum belum ada dan belum dirumuskan karena itu, perlu adanya konsensus bersama para praktisi dakwah sebagai pedoman dalam berdakwah. Walaupun secara hukum belum ada namun para praktisi dakwah harus tetap berpegang teguh pada pedoman al-qur’an dan hadits

2. Etika dakwah di sini harus dipahami secara menyeluruh dan sempurna demi tercapainya keberhasilan dakwah yaitu diterimanya materi dakwah (ajaran Islam) disemua kalangan masyarakat.

3. Para praktisi dakwah diharapkan tidak selalu membawa simbol-simbol keagamaan berupa pakaian ‘ala Arab seperti jubah, serban, blangkon dll khususnya di daerah pedalaman tetapi, hendaklah intelektualitas yang diprioritaskan.

4. Menggunakan pakaian yang sesuai dengan tempat dan budaya sosialnya tanpa menghilangkan ketertarikan, kebersihan dan kesucian pakaian.