field work in forest [praktek kerja lapang-hutan tanaman]
DESCRIPTION
Praktek Kuliah Lapanng Fakultas Kehutanan Institut Pertanina Bogor.Bogor Aagricultural University.TRANSCRIPT
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
KEGIATAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN
KELAS PERUSAHAAN Pinus merkusii
KPH BANYUMAS BARATPERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH
(PERIODE II TAHUN 2009)
Oleh:
SYAMPADZI NURROH
E14050515
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan merupakan kekayaan negara yang perlu dimanfaatkan dan dikelola
secara baik dan lestari untuk kepentingan bersama. Potensi hutan tidak terbatas
hanya pada satu jenis pemanfaatan hasil berupa kayu saja, tetapi juga berupa
pemanfaatan Hasil Hutan Non Kayu (HHNK) diantaranya berupa rotan, madu,
getah, jasa lingkungan, dan fungsi hidrologis serta fungsi HHNK lainnya.
Indonesia memiliki potensi hutan yang sangat besar peranannya baik untuk
keseimbangan ekosistem, peningkatan pendapatan negara, pemenuhan produksi,
maupun sebagai pendukung pembangunan di sektor lain. Oleh karena itu, perlu
dilaksanakan upaya untuk menjaga dan memanfaatkan hutan dan hasilnya dengan
bijaksana.
Perum Perhutani meiliki tugas dan wewenang sesuai dengan PP Nomor 30
Tahun 2003 Pasal 2 adalah menyelengarakan pengelolaan hutan berdasarkan
prinsip perusahaan dalam wilayah kerjanya. KPH Banyumas Barat Unit I jawa
tengah merupakan KPH terbesar dalam produksi getah pinus (Pinus merkusii)
dalam pemanfaatan hasil hutan bukan kayu.Perhutani ke depan akan penuh berisis perubahan-perubahan baik di
bidang sumber daya manusia, maupun orientasi bisnis yang ada. Hal ini untuk
mengantisipasi turunya potensi sumber daya hutan serta melaksanakan amanat
Meneg BUMN untuk lebih mengoptimalkan manfaat lingkungan yang dimiliki
perhutani. Oleh karena itu Perum Perhutani ke depan harus menggali manfaat Non
Kayu yang belum digali secara maksimal, dengan adanya keseimbangan
pemanfaatan antara hasil hutan non kayu, maka eksistensi Perhutani dapat terjaga
(Rosalina, 2009).
Implikasi orientasi kebijakan tersebut adanya perubahan kelas perusahaan
dari kayu menjadi kelas perusahaan getah dengan memperpanjang daur yang
semula 35 tahun menjadi 50 tahun (surat nomor: 476/056.5/Can/Dir tanggal 6
September 2001). Sehingga optimalisai produksi Getah Pinus menjadi semakin
mendesak dengan adanya perubhan kebijaksanaan Direksi tersebut (Hanafi 2003).
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
2
Upaya tersebut dapat dilakukan apabila didasari oleh pengalaman melihat,
mengamati, memahami, merumuskan dan memecahkan masalah secara praktis
maupun terkonsep secara teoritis dalam kegiatan-kegiatan kehutanan. Praktek
Kerja Profesi (PKP) merupakan salah satu upaya untuk senantiasa membekali
mahasiswa dengan ilmu pengetahuan, pengalaman serta peningkatan wawasan
dan aplikasi bidang keilmuan yang diperoleh di kuliah terhadap dunia kehutanan.
Pada kegiatan praktek ini, dilakukan proses pengumpulan data dan informasi,
identifikasi serta perumusan masalah, memilih alternatif pemecahan masalah,
rencana kerja serta evaluasi hasil kegiatan agar selanjutnya mampu memecahkan
masalah-masalah tersebut secara mandiri. Sehingga dapat menjadi suatu
pengalaman dalam mengelola potensi hutan baik dalam hal pelestarian maupun
pemanfaatan hasil dengan bijaksana peranan potensi hutan yang ada dapat secara
berkelanjutan dirasakan oleh masyarakat.
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di KPH Banyumas Barat Perum
Perhutani Unit I Jawa Tengah dilaksanakan pada tanggal 6 Juli sampai dengan 3
September 2009 dan terdiri atas kegiatan materi umum dan materi khusus.
Kegiatan materi umum terdiri atas aspek perencanaan, silvikultur, pemungutan
hasil, penelitian dan pengembangan, pengelolaan kawasan lindung, dan program
pemberdayaan masyarakat. Sedangkan pada aspek materi khusus lebih ditekankan
pada aspek pembangunan persemaian dan produksi bibit, penanaman, dan
perlindungan hutan. Pelaksanaan kegiatan PKL secara keseluruhan baik materi
umum maupun materi khusus dapat dijadikan sebagai masukan pengetahuan bagi
pelaksana. Permasalahan-permasalahan yang terdapat di lapangan dapat dianalisis
dan ditentukan solusi yang dapat direkomendasikan agar tercipta pengelolaan
hutan secara lestari (sustainable forest management).
B. Tujuan Praktek
Tujuan dari kegiatan Praktek Kerja Profesi di hutan tanaman antara lain:
1. Mahasiswa dapat mengenal dan memahami aktivitas dan sistem pengelolaanhutan tanaman secara menyeluruh yang dilakukan oleh perusahaan mencakup
perencanaan, pembinaan hutan, dan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
3
2. Mahasiswa mampu melakukan pengambilan keputusan dalam kegiatanpengelolaan hutan tanaman berdasarkan ilmu pengetahuan silvikultur
mencakup identifikasi masalah, perumusan masalah, pengumpulan data,
analisis dan sintesis
3. Mahasiswa dapat menghayati kehidupan dan suasana kerja dalam pengelolaanhutan tanaman
4. Menumbuhkan dan mengembangkan etos kerja mahasiswa dalam lingkunganpengelolaan hutan tanaman.
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
II. KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTEK
1. Letak dan Luas
Perum Perhutani KPH Banyumas Barat merupakan salah satu KPH di
wilayah Unit I Jawa Tengah yang memiliki hutan seluas 55.546,2 Ha. Secara
administrasi pemerintahan terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Banyumas
seluas 8.235,80 Ha (14,83%) dan Kabupaten Cilacap seluas 47.310,40 Ha
(85,17%). Berikut ini Batas wilayah KPH Banyumas Barat, antara lain
Batas Utara : KPH Pekalongan Barat
Batas Timur : KPH Pekalongan Timur dan KPH Banyumas Timur
Batas Selatan : Segara anakan, Samudra Indonesia
Batas Barat : KPH Ciamis Unit III Jawa Barat
Luas kawasan hutan yang dikelola KPH Banyumas Baratberdasarkan
wilayah kerja dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Luas hutan berdasarkan jenis kawasan hutan (ha) KPH Banyumas Barat
No Jenis Kawasan Hutan Luas (ha) Presentasi luasan (%)
1 Hutan Produksi 53.780,90 96,82
2 Hutan Lindung 114,10 0,21
3 LDTI 179 0,324
5
TBP
Alur
242,10
1.230,10
0,44
2,21
JUMLAH 55.546,2 100
Sumber: KPH Banyumas Barat (2009)
2. Wilayah Kerja dan Kelas Perusahaan
Wilayah kerja KPH Banyumas Barat dibagi menjadi satu Sub Kesatuan
Pemangkuan Hutan (SKPH) yang terdiri dari delapan wilayah Bagian Kesatuan
Pemangkuan Hutan (BKPH) antara lain:
a. BKPH Wanarejab. BKPH Majenangc. BKPH Lumbird. BKPH Siderejae. BKPH Kawungantenf. BKPH Bokolg. BKPH Rawa timurh.
BKPH Rawa Barat
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
4
Berdasarkan letak secara administrasi kehutanan, KPH Banyumas Barat di
bagi menjadi empat Bagian Hutan, antara lain :
a. Bagian hutan Dayeuhluhur
Terdiri dari satu BKPH yaitu BKPH Wanareja yang berkantor di
Kecamatan Wanareja, yang dibagi menjadi 2 RPH yaitu
- RPH Wanareja- RPH Dayeuhluhur
b. Bagian Hutan Majenang
Terdiri dari satu BKPH yaitu BKPH Majenang yang berkantor di
kecamatan Majenang, yang dibagi menjadi empat RPH yaitu
- RPH Majenang- RPH Cimanggu- RPH Pesahangan- RPH Surunsunda
c. Baguan Hutan Lumbir
Terdiri dari satu BKPH yaitu BKPH Lumbir yang berkantor di kecamatan
Wangon, yang dibagi menjadi empat RPH yaitu
- RPH Lumbir- RPH Banteran- RPH Samodra- RPH Karangpucung
d. Bagian Hutan Sidareja
Terdiri dari tiga BKPH yaitu BKPH Sidareja yang berkantor di kecamatan
Sidareja, BKPH Bokol yang berkantor di kecamatan Jeruklegi, BKPH
Kawunganten yang berkantor di kecamatan Kawunganten. Diantara BKPH
tersebut terbagi lagi menjadi RPH yaitu
a. BPKH Sidareja, terdiri dari empat RPH, antara lain :
- RPH Sidareja- RPH Ciporos- RPH Gandrungmangu- RPH Cidora
b. BKPH Bokol, terdiri dari tiga RPH, antara lain:
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
5
- RPH Mentasan- RPH Randegan- RPH Citepus
c. BKPH Kawunganten terdiri dari empat RPH, antara lain :
- RPH Julangmanggu- RPH Kubangkangkung- RPH Kalijeruk- RPH KedungwadasBerikut ini merupakan peta seluruh kawasan KPH Banyumas Barat
Gambar 1 Peta kelas hutanKPH Banyumas BaratPeta kelas perusahaan KPH Banyumas Barat dapat dilihat pada Lampiran 1
dan secara rinci luas KPH Banyumas Barat berdasarkan luas wilayah kerja.
Tabel 2 Luas hutan berdasarkan wilayah kerja (ha) KPH Banyumas Barat
No. BKPHLuas Wilayah Kerja (Ha)
HP ( Ha ) HL ( Ha ) Jumlah ( Ha )
1. Wanareja 9.723,81 9.723,81
2. Majenang 10.118,67 10.118,67
3. Lumbir 6.308,23 114,10 6.422,33
4. Sidareja 4.283,71 4.283,715. Kawunganten 5.163,37 5.163,37
6. Bokol 3.754,42 3.754,42
7. Rawa Timur 11.576,28 11.576,28
8. Rawa Barat 4.503,62 4.503,62
Jumlah : 55.432,10 114,10 55.546.20
Sumber: KPH Banyumas Barat (2009)
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
6
Kelas perusahaan di wilayah KPH Banyumas Barat berdasarkan
pertimbangan kesesuaian lahan dan jenis tanaman yaitu kelas perusahaan pinus,
berikuut ini luasan pada setiap Bagian hutan antara lain:
Tabel 3 Luas Kawasan Hutan KPH Banyumas Barat berdasarkan kelas
perusahaan pinus
Sumber: KPH Banyumas Barat (2009)
kelas perusahaan secara terperinci dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 4 Luas Kawasan Hutan KPH Banyumas Barat berdasarkan wilayah
administrasi pemerintahanNo Bagian Hutan Luas (ha) Wilayah Administratif
1 DayeuhLuhur 10.132,80 Kab. Cilacap
2 Majenang 7.896,70 Kab. Cilacap
3
4
Lumbir
Lumbir
1.968,60
6.266,70
Kab. Cilacap
Kab. Banyumas5
6
Sidareja
Sidareja
10.481,15
2.350,80
Kab. Cilacap
Kab. Banyumas
JUMLAH 49
Sumber: KPH Banyumas Barat (2009)
3. Topografi dan Iklim
Wilayah KPH Banyumas Barat pada kelas perusahaan pinus merupakan
deretan pegunungan yang bersambung. Diantara pegunungan tersebut terdapat
lembah-lembah sehingga terbentuk seungai yang merupakan daerah tangkapan air
yang membentuk daerah aliran sungai. Oleh karena itu, persentase wilayah
terbesar pada kategori bergelombang (tabel 5). Berikut ini tabel persentase
topografi.
Tabel 5 Persentase wilayah berdasarkan kelerengan KPH Banyumas Barat
No KategoriPersen Kelerangan
(%)Persen Wilayah (%)
1 Datar 0-8 23.78
2 Landai 8-15 27.613
4
Bergelombang
Agak Curam
15-25
25-40
43.71
4.45
5 Curam >40 0.46
Sumber: KPH Banyumas Barat (2009)
No Bagian Hutan KelasPerusahaan
Luas (Ha)
1 DayeuhLuhur Pinus 10.132,80
2 Majenang Pinus 7.896,70
3 Lumbir Pinus 8.235,30
4
5
Sidareja
Cilacap
Pinus
Payau
13.201,30
16.079.90
Jumlah 55.546,20
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
7
Dalam wilayah kelas perusahaan pinus terdapat gunung dan bukit dengan
ketinggian tempat yang berbeda mulai dari ketinggian 25 m dpl sampa 1300 m dpl
berikut ini luas hutan KPH Banyumas Barat berdasarkan ketinggian tempat
dengan luas perusahaan pinus 39.466,30 ha, dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 6 Persentase wilayah berdasarkan ketinggian di KPH Banyumas Barat
No Kategori Ketinggian ( m dpl) Luas Wilayah Persen Wilayah (%)
1 0-100 13.389,25 33.9
2 101-500 16.364,25 41.5
3
4
501-1000
1001-2000
9.712,40
-
24.6
-Jumlah 39.466,30 100
Sumber: KPH Banyumas Barat (2009)
Keadaan geologi khsusnya keadaan tanah di KPH Banyumas Barat terdiri
dari berbagai jenis tanah sesuai dengan jenis batuan induk yang menyususnnya
serta di pengaruhi oleh proses pembnetukan tanah itu sendiri. Geologi (Jenis
Batuan) yang seperti Batu kapur, Batu Vulkan, Naval sedangkan Jenis Tanah
seperti Latosol, Litosol, Gromosol, Regosol, Aluvial, Mediteran, dan Planosol.
Berikut ini data mengenai jenis tanah pada bagian hutan di KPH Banyumas Barat,
antara lain :
Tabel 7 Kondisi bagian hutan berdasarkan jenis tanah di KPH Banyumas Barat
Jenis Tanah Bahan Induk Fisiografi
BH Dayeuluhur
- Komplek latosolmerah
kekuningan,
latosol coklat
podsolik merah
dan litosol
- Latosol coklattua kemerahan
- Litosol coklatBH Sidareja- Grumosol
Kelabu
- Komplekgrumusol dan
Refosol serta
mediteran
- Litosol coklat- Latosol coklat
tua kemerahan
BH Lumbir
- Komplekgrumusol danRefosol serta
Tuf dan batuan vulkan
masam, intermedier
dan basis
Tuf culkan intermedier
Tuf vulkan intermedier
Endapan liat
Batu kapur dan napal
Tuf bulkan intermedier
Tuf vulkan intermedier
Batu kapur dan napal
Vulkan dan batuan lipatan
Vulkan
Vulkan
Dataran bukit lipatan
Vulkan
Vulkan dan bukit lipatan
Vulkan
Vulkan dan bukit lipatan
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
8
mediteran
- Komplek latosolmerah
Kekuningan dan
latosol
BH Majenang
- Aluvial kelabukekuningan
- Litosol
- Komplekgrumusol dan
Refosol serta
mediteran
Batuan endapan danvulkan
Endapan liat
campuran batuan
endapan tuf dan batuan
vulkan
batu kapur dan napal
Dataran bukit lipatan
Bukit lipatan
Bukit lipatan
Bukit lipatan
Sumber: KPH Banyumas Barat (2009)
Iklim wilayah KPH Banyumas Barat diklasifikasikan berdasarkan Sistem
Klasifikasi Iklim Schmidt dan Fergusson. Sistem Schmidt dan Fergusson
menentukan iklim berdasarkan persentase perbandingan jumlah rata-rata bulan
kering dengan jumlah rata-rata bulan basah.
Bulan basah tertinggi terdapat pada bulan nopember dan bulan basah
terendah terdapat pada bulan april. Wilayah KPH Banyumas Barat memiliki rata-
rata curah hujan pertahun sebesar 3500 mm/tahun.
Berdasarkan sistem Schmidt dan Fergusson, dengan perbandingan jumlah
rata-rata bulan kering dengan jumlah rata-rata bulan basah sebesar 60.20 %,
wilayah KPH Kedu Utara termasuk ke dalam tipe iklim B.
4. Sosial Ekonomi Masyarakat
Masyarakat desa hutan BKPH Kawasan hutan KPH Banyumas Barat
berdekatan dengan desa-desa yang masyarakatnya memiliki ketergantungan yang
kuat terhadap hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Jumlah
desa yang berada di dalam dan di sekitar kawasan hutan di KPH Banyumas Barat
sebanyak 124 desa, dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 132.548 KK (tidak
ada data pendukung untuk jumlah total penduduk). Jarak rata-rata desa dengan
kawasan hutan berkisar antara 1 - 5 Km. Sebagian besar penduduk merupakan
masyarakat Jawa dan sunda yang kental dengan tradisi dan adat istiadat Jawa dan
sunda.
Sebagai besar penduduk sekitar hutan memiliki mata pencaharian sebagai
petani dan buruh. Pada saat musim hujan masyarakat desa hutan bertani di sawah
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
9
maupun perladangan, sedangkan pada musim kemarau masyarakat desa hutan
menjadi pesanggem atau penyadap getah pinus ke Perhutani. Adapun warga yang
mencari keberutungan pergi ke kota menjadi tenaga kerja bangunan pada saat
musim pembangunan kota.
Masyarakat desa hutan di KPH Banyumas Barat termasuk kedalam
kebudayaan yang unik karena mewakili kebudayaan jawa dan sunda. Wilayah
yang dipangku oleh KPH bayak terdapat di perbatasan wilayah Jawa Barat dan
Jawa Tengah, sehingga banyak terjadi akuluturasi budaya sunda dan jawa.
Masyarakat desa hutan di wilayah KPH Banyumas Barat masih kental dan
memegang teguh adat-istiadat yang telah berlangsung secara turun temurun, baik
pada kawasan sunda maupun jawa seperti dalam bidang kesenian dan penggunaan
bahasa daerah dalam komunikasi sehari-hari serta keunikan dalam menentukan
hari penebangan kayu harus memiliki hari yang baik dan melakukan syukuran
terlebih dahulu serta setipa hari jumat seluruh masyarakat desa hutan tidak
melakukan aktifitas seperti biasanya.
Perum Perhutani KPH Banyumas Barat telah malakukan pemberdayaan
Masyarakat Desa Hutan/PHBM. Dari 12 Desa PHBM yang telah dibina,
semuanya sudah melalui Tahapan Kegiatan Implementasi PHBM yang meliputi :Sosialisasi Dialog Multi Stake Holder, Pemberdayaan Lembaga Masyarakat Desa
Hutan (LMDH), Pemberdayaan Forum Komunikasi Desa, Pemberdayaan Forum
Komunikasi Kecamatan, Pemberdayaan Forum Komunikasi Kabupaten dan
Penyusunan Strategi PHBM.
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
10
BAB III
MATERI DAN METODE PRAKTEK
1. Waktu dan Tempat Praktek Kerja Lapang
Dalam Praktek Kerja Lapang ini dilakukan pada :
Waktu : 5 juli -5 September 2009
Tempat : Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah
Kesatuan Pemangkuan Hutan
Banyumas Barat
Alamat : Alamat Kantor Perhutani KPH Banyumas Barat
Jln. Laksda Yos Soedarso No.1 Purwokerto
Telp.(0281) 632884 - 631417
Fax: (0281) 635208
2. Alat dan Bahan
Praktek Kerja Lapang (PKL) dilaksanakan selama 2 bulan, tempat
dilaksanakanya Praktek Kerja Lapang adalah di wilayah KPH Banyumas Barat
Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah yang terdiri dari lima Bagian Kesatuan
Pemangkuan Hutan (BKPH) yaitu BKPH Wanareja, BKPH Majenang, BKPH
Lumbir, BKPH Sidereja, BKPH Kawunganten, BKPH Bokol, BKPH Rawa timur,
dan BKPH Rawa Barat. Alat dan bahan yang digunakan untuk praktek kerja
lapang selama 2 bulan di KPH Banyumas Barat antara lain,
1. Tally Sheet2. Alat tulis dan alat hitung3. Laptop4. Software Arcview5. Tali rafia6. Meteran
3. Materi Praktek
Adapun materi kegiatan praktek kerja lapang dalam bidang kehutanan
mencakup tujuh aspek,yaitu :
1. Perencanaan Hutana. Penataan dan pengorganisasian kawasan hutan.
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
11
b. Inventarisasi hutan.c. Perhitungan etat, uji jangka waktu penebangan dan pembuatan
bagan tebang habis selama jangka.
d. Rencana pengaturan kelestarian hutan (RPKH).2. Pembinaan Hutan
a. Pengadaan benih, meliputi kebu benih dan tegakan benih, seleksidan penyimpanan benih, kebutuhan benih dan perlakuan benih.
b. Persemaian seperti luas dan lokasi, layout persemaian, pembutanunit persemaian, bedeng tabur, bendeng sapih, kontainer, selokan
dan jalan pemeriksaan, penaburan, dan penyapihan bibit,
pemeliharaan serta administrasi persemaian.
c. Sistem pembuatan tanaman seperti tumpang sari, banjar harian dan
borongan, cemplongan, sistem komplangan..
d. Teknik penanaman, dan pengaturan pola tanam (1) tanaman pokok,
(2) tanaman sela, (3) tanaman tepi, (4) tanaman pengisi dan (5)
tanaman peneduh, tanaman agroforestri.
3. Perlindungan hutana. Pengendalian hama dan penyakit.
b. Pengendalian kebakaran.c. Pengendalian perladangan berpindah.d. Pencegahan perambahan hutan.e. Pencegahan penggembalaan.f. Pencegahan pencurian kayu.
4. Konservasi Sumber Daya Hutan1.
Inventarisasi jenis-jenis kawasan lindung yang ada di tempat
praktek baik kawasan lindung yang berfungsi melindungi sumber
alam.
2. Mengenal dan mencatat ciri-ciri dari masing-masing jenis kawasanlindung.
3. Inventarisasi keanekaragaman hayati (flora dan fauna).4. Mengatahui dan mancatat upaya-upaya pengelolaan jenis-jenis
kawasan lindung.
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
12
5. Upaya-upaya pelestarian spesies tumbuhan langka.6. Mengenal dan mencatat spesies fauna yang di lindungi serta upaya
pelestarian yang telah dilakukan.
7. Mengenal dan mencatat jenis dampak linkungan kegiatan-kegiatanlingkungan.
5. Pemanenan Hasil Hutan1. Rencana dan pelaksanaan PWH.2. Teknik pemanenan kayu.3. Majemen pemanfaatan hasil hutan kayu.4. Pemanenan hasil hutan bukan kayu (HHBK).
6. Pembangunan Masyarakat Desa Hutan1. Identifikasi dan pendataan kondisi potensi dan masalah sosial
ekonomi masyarakat.
2. Kebijakan dan program pemberdayaan masyarakat oleh pemerintahdesa.
3. Persepsi dan harapan pemerintahan desa tentang Perum Perhutanidan program kehutanan yang ada di Perum Perhutani.
4. Kelembagaan Kelompok Tani.7. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Rehabilitasi Lahan & Hutan
1. Mengamati lahan kritis.2. Memahami konsep rehabilitasi lahan dan hutan (RHL).3. Menganalisis aspek-aspek konservasi tanah dan air (KTA).4. Memahami dinamika sosial masyarakat tentang lahan.5. Mengamati problema sosial yang terkait dengan DAS.6.
Mengetahui pemantauan DAS.
8. Kajian Pelaksanaan Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (PHL)
1. Pengelolaan keanekargaman hayati (Manajemen Biodiversity) Identifikasi kawasan manajemen biodervisity. Identifikasi lokasi hutan alam (minimal 10% kawasan). Survey hutan alam (flora).
2. Pengelolaan HCVF Identifikasi HCVF
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
13
Flora di lindungi. Situs budaya. Obyek-obyek yang menjadi gantungan hidup masyrakat.
a. Musyawarah pengelolaan HCVF dengan stakeholder (situs, hutanlidung, obyek-obyek khusus).
3. Desain kawasan lindung Kawasan Perlindungan Setempat (KPS). HCVF. Manajemen Biodiversity.
4. Kajian manfaat hutan bagi masyarakat Tumpang sari. Penggunaan Lahan Di bawah Tegakan (PLDT). Rencek. Kayu bakar. Sumber air.
5. Identifikasi jenis tanaman eksotik : Penyebaran di kawasan produksi. Penyebaran di hutan alam.
9 Pengelolaan Daerah konflik tenurial:
7. Mengidentifikasi kronologis permasalahan.8. Mengidentifikasi lokasi petak-petak, jumlah pelaku konflik,
kendala yang dihadapi, dan menentukan target waktu penyelesaian
konflik tenurial
9. Merumuskan stategi atau solusi tindak lanjut yang berpeluangmemberikan kontribusi dalam penyelesaian kasus konflik tenurial
di kawasan hutan
4. Metodologi Praktek Kerja Lapang
1. Perencanaan Hutan
Pengumpulan informasi dan data mengenai materi perencanaan dilakukan
dengan cara observasi lapang, pengamatan dan wawancara dengan pihak-pihak
yang terkait.
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
14
2. Pembinaan Hutan
Praktek Kerja Lapang pembinaan hutan dilakukan dengan mengumpulkan
informasi mengenaimasing-masing aspek dengan observasi lapang dan
wawancara mendalam dengan pihak-pihak yang terkait dalam masin-masing
kegiatan tersebut.
3. Perlindungan Hutan
Informasi mengenai materi perlindungan hutan diperoleh dengan cara
observasi lapang dan wawancara mendalam dengan pihak-pihak yang terkait
dalam masin-masing kegiatan tersebut.
4. Konservasi Sumberdaya Hutan
Untuk memeperoleh data dan informasi inventarisasi keaneka ragaman
hayati dilakukan Analisis Vegetasi dengan menggunakan metode jalur. Informasi
lain di peroleh denga cara pengamatan langsung di lapangan dan wawancara
pihak-pihak terkait.
5. Pemanenen Hasil Hutan
Data dan informasi mengenai materi pemanenan hasil hutan dilakukan
dengan cara observasi lapang, wawancara dengan pihak-pihak terkait, dan
pengambilan dan pencatatan data sekunder yang diperlukan.
6. Pengembangan Masyarakat Desa hutan
Informasi mengenai materi pengembangan masyarakat desa hutan
diperoleh melalui kegiatan Focus Group Discusion (FGD) dan interview
wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada masyarakat desa hutan di
wilayah KPH Banyumas Barat.
7. Pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Lahan dan Hutan
Praktek Kerja lapang mengenai pengelolaan Daerah Aliran Sungaidilakukan dengan cara melakukan pengukuran debit aliran sungai. Adapun tahap-
tahap dalam pengukuran debit air sebagai berikut:
1. Mengukur lebar sungai menggunakan meteran.2. Mengukur sudut elevasi dan ketinggian tempat dilakukanya pengukuran
debit sungai.
3. Membagi sungai menjadi tiga bagian yaitu pada bagian tepi 1, tengah, dantepi 2 masing-masing di ukur kedalamnya dan dihitung kecepatan aliran
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
15
airnya dengan panjang lintasan masing-masing 2 meter. Masing-masing
bagian kedalaman di ukur dengan tiga kali pengulangan.
4. Menghitung kecepatan rata-rata pada masing-masing bagian kedalamanyaitu pada bagian tepi 1, bagian tengah, dan bagian tepi 2.
5. Menghitung luas penampang masing masing bagian kedalamanLuas penampang (m2) = X Panjang Lintasan (m) X Kedalamam (m)
6. Menghitung debit sungaiDebit sungai (Q) = Luas penampang total (A) X Kecepatan (V) dengansatuan m3/s
8. Pengelolaan Daerah konflik tenurial:1. Mengidentifikasi kronologis permasalahan.2. Mengidentifikasi lokasi petak-petak, jumlah pelaku konflik,
kendala yang dihadapi, dan menentukan target waktu penyelesaian
konflik tenurial
3. Merumuskan stategi atau solusi tindak lanjut yang berpeluangmemberikan kontribusi dalam penyelesaian kasus konflik tenurial
di kawasan hutan
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
16
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan Pembahasan Materi Perencanaan
1. Perencanaan HutanDalam pengelolaan hutan tahap awal adalah perencaaan hutan yang
merupakan kegiatan analisis utama dan sebagai dasar pengambilan keputusan
untuk mencapai tujuan yang berdaya guna, berhasil guna dan tepat waktu.
Perencanaan adalah penyusunan pola tentang peruntukan, penyediaan pengadaan
dan kelola lestari serta menyusun pola kegiatannya menurut ruang dan waktu.
Kegiatan perencanaan yang dilakukan di Perum Perhutani dilakukan oleh
Biro Perencanaan Sumberdaya Hutan yang terdiri atas Seksi Pengukuran,
Perpetaan, dan Pengukuran Prasarana Hutan (SP4H) dan Seksi Perencanaan
Hutan (SPH). Dalam kegiatan perencanaan, SP4H bertugas melakukan
pengukuran dan pemetaan serta penentuan titik-titik batas kawasan yang
selanjutnya akan dilakukan tata batas oleh SPH. Mekanisme kegiatan penataan
hutan yang dilakukan oleh SPH terdiri atas kegiatan tata batas, pembagian hutan,
inventarisasi hutan, sampai dengan penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian
Hutan dengan pengolahan data elektronik (RPKH-PDE).
Gambar 2 Mekanisme kegiatan tata hutan Perum Perhutani.
Pada aspek perencanaan, KPH Banyumas Barat hanya menyusun rencana
pelaksanaan secara teknis berdasarkan Rencana Pengaturan Kelestarian Hasil
(RPKH) yang telah disusun oleh Seksi Perencanaan Hutan I Semarang Perum
Perhutani Unit I Jawa Tengah . Dalam perencanaan ini, kelas perusahaan dari
setiap bagian hutan serta teknis pengelolaannya juga ditentukan oleh KPH
Banyumas Barat dengan berdasarkan RPKH yang telah disusun oleh SPH I
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
17
Semarang. Rencana teknis tersebut disusun dalam Rencana Teknik Tahunan
(RTT) yang dinilai oleh SPH I Semarang.
KPH Banyumas barat Merupakan pelaksana teknis yang merupakan
organisasi yang berkesinambungan, berikut ini susunan organisasi di KPH
Banyumas Barat dan nama penjabat secara lengkap di lampiran.
Gambar 3. Susunan Oraganisasi KPH Banyumas Barat
a. Penataan batas kawasan hutanPenataan batas kawasan dilaksanakan untuk memastikan batas hutan yang
definitif yang sesuai dengan dasar hukumnya. Tujuan penataan batas kawasan
adalah untuk mengembalikan kondisi garis batas kawasan ke posisi semula (batas
yang tertera dalam dokumen penguasaan kawasan hutan). Selain itu penataan
batas kawasan dilaksanakan dalam rangka pemantapan kawasan hutan berkaitan
dengan kemungkinan terjadinya perubahan garis batas dan perubahan karena
pengukuhan hutan yang terjadi dalam jangka perusahaan yang lalu. Kegiatan
penataan batas kawasan di Perum Perhutani yang dilakukan oleh Seksi
Perencanaan Hutan sehingga penataan batas kawasan KPH Banyumas Barat
dilakukan oleh SPH I Semarang.
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
18
Penataan batas kawasan terdiri atas dua jenis, yaitu penetapan status
kawasan hutan dan rekonstruksi batas (penataan hutan). Penetapan status kawasan
hutan dilaksanakan untuk tujuan pengukuhan kawasan hutan, sedangkan
rekonstruksi batas dilaksanakan dalam rangka pemeliharaan.
Rekonstruksi batas merupakan kegiatan monitoring, evaluasi dan penegasan
ulang terhadap batas-batas kawasan hutan di lapangan yang telah ditetapkan
berdasarkan Berita Acara Tata Batas (BATB). Rekonstruksi batas dilaksanakan
langsung oleh SPH setiap lima tahun sekali. Sebelum rekonstruksi batas
dilaksanakan, dilakukan pengukuran kawasan hutan dari suatu kelas perusahaan
oleh SP4H dan pemasangan patok bernomor sebagai titik-titik batas kawasan.
Rekonstruksi batas dilaksanakan melalui beberapa tahap, yaitu pengadaan pal,
angkut pikul, tanam, cat, dan letter.
Batas-batas kawasan hutan ditandai dengan tanda batas yang disebut dengan
pal batas. Pal batas terbuat dari besi dan cor semen dengan berat 30-35 kg. Bentuk
pal Perhutani (Gambar 3) berbeda dengan bentuk pal Taman Nasional yang
berbentuk persegi. Adapun yang dimaksud dengan pal batas adalah:
a. Pal batas kawasan hutan, yang terdiri dari pal batas luar (pal B) dan batasenclave(pal E),
b. Pal batas tanah perusahaan (pal DK),c. Pal batas antar KPH,d. Pal batas Lapangan Dengan Tujuan Istimewa (LDTI) antara lain kuburan (KB),
mata air (MA), cagar alam (CA), wana wisata (WW), tambang (TB), SUTT
(ST), waduk (WD), dan lain-lain.
Gambar 4 Bentuk, ukuran, dan letter pada pal batas.
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
19
Pada kegiatan Praktek Kerja Lapang ini, dilaksanakan praktek pemeriksaan
pal batas kawasan, yaitu pal batas luar (pal B) dan pal batas enclave (pal E).
Pemeriksaan pal batas luar dilaksanakan di petak 27E RPH Cikonde BKPH Rawa
Timur, pemeriksaan dilapangan hampir seluruh kawasan petak tersebut menjadi
kawasan pertanian yaitu persawahan, keadaan di lapangan pal batas ada overlap
dengan pal pihak PU (perencanan umum) terlihat pada gambar 5. Konversi lahan
hutan menjadi lahan pertanian menjadi konflik sosial antara pihak Perhutani,
masyrakat dan pemerintahan setempat. Daya dukung lingkungan terhadap
konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian dengan adanya agraria cilacap
dengan di dukung dengan kebijakan mentri pertanian, seperti adanya saluran
irigasi di kawasan lahan basah seperti rawa. Kondisi pal dan kegiatan
pemeriksaan pal batas dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Kegiatan pemeriksaan dan kondisi pal batas di RPH Cikonde.
Pada Gambar 5 dapat dilihat kondisi pal batas yang ditemukan di RPH
Cikonde, sebagian besar sudah tidak jelas penomoran dan catnya. Hal itu dapat
terjadi karena kualitas cat yang tidak tahan lama, mudah luntur dan mengelupas,
yang diakibatkan oleh kondisi cuaca yang panas. Selain itu juga dapat terjadi
akibat terlewatnya peletteran pal tersebut, namun kejadian seperti kemungkinan
kecil terjadi.
b. Pembagian hutan
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
20
Pembagian hutan berujuan untuk penataan kawasan hutan antara lain untuk
pelaksanaan rehabilitasi kawasan hutan dan untuk pelaksanaan eksploitasi.
Pembagian blok atau peta kerja digunakan untuk membagi areal sesuai dengan
kesesuaian lahannya. Kawasan hutan Perum Perhutani dibagi ke dalam beberapa
satuan unit pengelolaan secara berjenjang yakni bagian hutan, petak, dan anak
petak. Antara petak yang satu dengan yang lain dipisahkan oleh alur induk atau
anak alur, sedangkan antara anak petak dipisahkan oleh tanda markir pada pohon
batas.
Kegiatan yang dilakukan dalam rangka pembagian hutan, antara lain:
1. Orientasi lapangan, yaitu pembuatan peta proyeksi keadaan lapangan2. Trase alur, yaitu dilakukan pengukuran di lapangan.3. Babat alur
Untuk alur induk dibabat selebar 5 meter, sedangkan anak alur dibabat selebar
3 meter. Alur yang membatasi antar KPH dibabat selebar 7 meter.
4. Pemancangan pal HM dan pal petakKegiatan pemancangan pal HM dan pal petak pada prinsipnya sama dengan
kegiatan pemancangan pal batas. Namun ukuran dan teknik letternya berbeda
(Gambar 6).
5. Pengecatan, peleteran dan penomoran pal HM dan pal petak.
Gambar 6 Bentuk, ukuran, dan letter pada pal petak dan pal HM.
c. Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH)]Rencana pengaturan kelestarian hutan (RPKH) merupakan rencana yang
berupa buku teks/naskah. RPKH terdiri atas bab I sampai dengan Bab V.
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
21
menguraikan tentang pendahuluan, risalah umum dan sejarah, evaluasi RPKH
jangka yang lalu. Tindakan-tindakan yang akan datang serta rencan kegiatan
selama sepuluh tahun.
Pada prinsipnya dalam penyususnan RPKH kata kunci yang harus dipegang
adalah kelestarian. Jadi dalam RPKH semua perencanaan yang di susun harus
memperhatikan prinsip hutan lestari. RPKH di Banyumas Barat yang berlaku
disusun oleh biro perenacaan hutan di Semarang.
RPKH Banyumas Barat dengan kelas perusahaan pinus untuk pelaksanaan
pembuatan tanamannya mengacu pada surat keputusan direksi Perum Perhutani
nomor 834/Perum/pPerhutani/X/1974 tentang pedoman penyelenggaran
pembuatan tanaman hutan pinus yang di kenal beberapa sistem kerja, tingkat
kesuburan tanah, konfigurasi lapangan, dan pertimbangan-pertimbangan sosial.
Sistem tersenut natara lain sistem tumpang sari dan sistem banjar harian
(cemplongan)
Kegiatan pemeliharaan tanaman dilaksanakan dalam masa kontrak tumpang
sari dengan penjarangan terkahir sebelum penebangan. Selama masa kontrak
tumpang sari, pesanggem berkewajiban untuk menyulam semua tnaman hutan
andilnya, mengatur kembali jalur-jalur tanaman hutan, sisa-sisa tanaman pertanian
diatur rapi.
Mengatur kembali anggelan, trutuk dan lain-lain sarana pengendalian erosi
dan membersihkan lapangan tanaman dari semua jenis tanaman pertanian yang
masih ada masa kontrak berkahir, berhubung tanman pinus pada umur 3-5 tahun
masih amat peka terhadap segala gangguan, maka dipandang perlu untuk
melanjutkan pemeliharaan itu sampai umur 5 tahun, tanpa sistem tumpang sari.
Pemungutan haasil hutan pada kelas perusahaan pinus berupa pemungutan kayu
dan non kayu.
Pemungutan kayu menghasilkan log pinus sebagai bahan baku industru.
Pedoman persyaratan sortasi kayu bulat pinus diatur dalam SK direksi Perum
Perhutani nomor 0572/Kpts/Dir/1993. Pemungutan non kayu menghasilkan getah
pinus sebagai bahan baku industri gondorukem dan terpentin. Penydapan getah
pinus diatur dalam SK. Direksi Perum Perhutani nomor 688/Kpts/Dir/1985 dan
suplemen I/1990 pedoman penydap getah pinus (PHT 45- seri Produksi 24) yang
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
22
merupakan pedoman penyadapan getah pinus dengan sistem quare. Unutk
pedoman sortasi mutu dan pengukuran berat getah pinus siatur sengan SK. Direksi
Perum Perhutani nomor 2574//Kpts/Dir/1994 (PHT 16-seri produksi 85).
Perum perhutani yang selama ini menitik beratkan pada hasil hutan kayu
sebgai produk unggulan, kini seiring dengan dinamika sosial politik serta kondisi
ekonomi perusahaan, mengalami pengalihan produk unggulan dari kayu ke
gondorukem serta derivatnya. Oleh karena itu biro perencanaan dan
pengembangan perusahaan memberakukan kebijakan baru terhadap daur pinus
untuk kelas perusahaan pinus seperti di KPH Banyumas Barat. Daur yang selama
ini ditetapkan 25 tahun adalah lebih bersifat ekonomis.
Kebijkan baru yang diambil perusahaan saat ini adalah menetapkan daur
pinus menjadi 50 tahun dengan surat kepala biro renbang perusahaan no
1372/041.6/SPPU/Can/I tanggal 7 desembaer 2001, dengan pertimbangan bahwa
secara biologis, pohon pinus mempunyai daur 60 tahun.
Diharapkan apabila teknis penyadapan dilaksanakan dengan baik. Disiplin,
dan penuh rasa tanggung jawab oleh pihak-pihak terkait. Maka diharapakan
samapi umur 50 tahun, tegakan masih relatif aman salam arti tidak mengalami
kerusakan akibat kesalahan teknis penyadapan seperti yang terjadi sekarang ini.
Untuk mengantisipasi tingkat resiko kerusakan pohon, akibat penyadapan awal.,
maka sadap buka di mulai pada umur 15 tahun.
Kegiatan penebangan, jenis-jenis tebangan mengacu pada surat keputusan
direksi Perum Perhutani No. 142/kpts/Dir/1980 tanggal 8 April 1980 dibedakan
bentuk-bentuk tebangan pinus yaitu tebangan A (AI, AII, dan AIII), tebangan B
(BI, BII, dan BIII), tebangan C, tebangan D (DI dan DII) dan tebangan E. bentuk
tebangan A sampai dengan D merupkan tebngan eksploitasi dalam pemungutan
hasil akhir dari satu bidang hutan, sedangkan tebangan E merupkan tebangan
pemeliharaan atau istilah lainnya penjarangan.
Penyusunan RPKH diawali dengan dilakukannya inventarisasi hutan yaitu
menghimpun data potensi hutan. Metode inventarisasi hutan yang digunakan ialah
Systematic sampling with random start. Objek yang diinventarisasi yaitu tegakan,
kondisi tanah, topografi, fisik lapangan, tumbuhan bawah, interaksi masyarakat,
dan potensi lainnya. Dari hasil inventarisasi tegakan dapat ditentukan luas rencana
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
23
tanaman dan luas rencana tebangan, serta dapat digunakan sebagai evaluasi
penanaman. Kegiatan risalah ulang (inventarisasi hutan) dilakukan dalam jangka
waktu yang berbeda-beda setiap kelas perusahaan. Untuk kelas perusahaan
dengan daur pendek (fast growing species), risalah ulang dilakukan setiap 5 tahun
sekali. Untuk kelas perusahaan dengan daur menengah dan panjang, risalah ulang
dilakukan setiap 10 tahun sekali.
Penyusunan RPKH terdiri atas proses validasi data risalah dan tahapan
penyusunan (register). Tahapan penyusunan RPKH antara lain:
- PDE-2 Register Risalah Hutan- PDE-3 Ikhtisar Register Kelas Hutan- PDE-3A Susunan Kelas Hutan Produktif (Ikhtisar PDE-3)- PDE-5 Register Tanah Perusahaan Dalam Kawasan Hutan- PDE-6 Volume pada UTR Sebelum Uji Etat- PDE-7 Volume pada UTR pada Pengujian Terakhir- PDE-8 Daftar Perhitungan Jangka Waktu Penebangan Komulatif dari
Hasil Pengujian Terakhir
- PDE-9 Bagan Tebang Habis Selama Daur- PDE-10 Ikhtisar Register Tebang Habis Menurut Waktu dan Tempat- PDE-10A Rekapitulasi Ikhtisar Pembagian Tebang Habis- PDE-11 Rencana Teresan- PDE-11A Rekapitulasi Rencana Teresan- PDE-12 Rencana Tanaman Umum- PDE-12A Rekapitulasi Rencana Tanaman Umum- PDE-13 Rencana Pemeliharaan dan Penjarangan- PDE-13A Rekapitulasi Rencana Pemeliharaan dan Penjarangan- PDE-14 Rencana Sadapan- PDE-14A Rekapitulasi Rencana Sadapan- PDE-14B Rencana Produksi Non Kayu LainnyaBagan alur penyusunan RPKH disajikan pada Gambar 7 sedangkan tata waktu
penyusunan RPKH dapat dilihat pada Lampiran 6.
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
24
Gambar 7 Bagan alur penyusunan RPKH.
d. Penyusunan Rencana Teknik Tahunan (RTT)Mempelajari rencana teknik tahunan bertujuan Mengetahui jenis dan volume
pekerjaan teknis kehutanan sebagai penjabaralebih rinci pelaksanaan opersional
RPKH yang berlaku (pada bagian hutan).
Sarana yang digunakan adalah Buku RTT (rencana teknik tahunan) berlaku
pad tahun pelaksanaan praktek pekerjaan kehutanan seperti tanaman, tebangan, dll
Pelaksanaa/petunjuk kerja (juklak dan juklis) semua pekerjaan teknis kehutanan
Dalam pelaksanaan tersebut harus mempelajari dokumen tersebut di atas yang
berlaku satu bagian hutan, rencana teknis tahunan secara terperinci ke dalam
BKPH, RPH, petak anak sesuai dengan jenis pekerjaan masing-masing.
Secara Prosedur penyusunan RTT disusun oleh administratur/kepala kesatuan
pemangkuan hutan (ADM/KKPH), dalam penyusunan dibantu oleh kepala seksi
perencanaan hutan (KSPH) dan si sahkan oleh kepala biro perencanaan atas nama
kepala unit, berikut ini tabel prosuder awal dalam penyusunan RTT. Berikut ini
beberapa hal yang dalam prosuderal dalam pembuatan RTT:
a) Adanya suplisi yang dapat dibagi dalam kategori sebagai berikut,1. Suplisi dalam masa perencanaan
Suplisi RTT di dalam masa perencanaan adalah perubhan RTT yang
meliputi penambahan dan pengurangan serta pergeseran lokasi RTT termasuk
perubhan jenis tanaman yang di usulkansebelum tahun pelaksanaan. Siplisi RTT
dalam masa perencanaan diproses sesuai dengan prosedur.
2. Suplisi dalam tahun pelaksanaan
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
25
Suplisi dalam tahun pelaksanaan adalah perubahan rencana meliputi
penambahan dan pengurangan dan penggeseran lokasi termasuk perubahan jenis
tanaman dalam tahun pelasanaan
Pada dasarnya suplisi tidak di ijinkan, apabila terjadi perubahan rencana
yang telah di sahkan oleh pihak unit yang pertanggung jawabkan terhadap biro.
Namun apabila ada perubahan tersebut terdapat prosedur diantaranya sebagai
berikut :
a. Dalam rencana tanaman dan pemeliharaan
1. Apabila pengurangan luas karena kesalahan rencana akibat penguasanlapangan tidak di suplisikan, akan tetapi dilaporkan oleh Adm/KKPH ke
biro perencanaan dan biro pembinaan hutan untuk dibuatkan BAP
2. Apabila pengurangan/penambahan luas karena force majerur (bencanaalam atau masalah agraria) dan perhutanan sosial dapat di usulkan dengan
prosedur suplisi RTT oleh Adm/KKPH
3. Apabila perubahan jenis yang di usulkan ke direksi oleh biro perencanaanatas nama kepala unit dengan rekomendasi biro perencanaan hutan
4. Apabila perubahan sistem tanaman di rekomendasikan dengan persetujuanoleh biro pembinaan hutan sepanjang anggaran yang memungkinkan
b. Dalam tebagan/pemungutan hasil hutan
1. Apabila penambahan atau pengurangan karena salah hitung, tidak perluuntuk disuplisikan
2. Apabila pengurangan kaarena jalan belum siap atau pergeseran ke tahunyang kan datang dengan dibuatkan BAP oleh KKPH pad kahir tahun untuk
kemudian di rimkan ke biro perencanaan dan biro produksi
3. Apabila penambahan atau pengurangan karena kondisi pasar yangdiusulkan oleh jepala unit direksi dengan persetujuan yang diproses suplisi
RTT sesuai dengan prosedur
4. Apabila penambahan atau pengurangan kaena force majerur disusulkanperubahannya dengan prosedur suplisi RTT oleh KKPH
b) Gabungan RTT
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
26
Gabungan RTT di usulkan oleh kepala biro perencanaan dan dikirm ke
direksi produksi. Dalam tahuna berjalan gabungan RTT tiap triwulan yang
memuat perubahan-perubhan rencan sesuai dengan ketentuan-ketentuan butir 2.
Maka gabungan RTT triwulan dalam tahun berjalan tersbut harus dikirimkan
kepada direksi direktur produksi.
a) Tata waktuBerikut ini tata waktu yang menjadi bahan pertimbangan dalam pembentukan
RTT maupun dalam perubahan,
1. Selambat-lambatnya 19 (sembilan belas) bulan sebelum tahuna anggaranKKPH mengirimkan konsep RTT rangkap 2 (dua) dengan dilmpiri petak-
petak (Vakaart) skala 1: 10.000 juga dalam rangkap 2 (dua) kepada kepala
seksi perencanaan hutan
2. Selambat-lambatnya 17 bulan sebelum thaun anggaran kepala seksiperencanaan hutan mengembalikan 1 (satu) lembar konsep RTT dan 1
lembar peta petak yang telah selesai di koreksi kepada KKPH
3. Selambat-lambatnya 15 bulan sebelum tahun anggaran KKPHmengirimkan net RTT rangkap 4 kepada kepala seksi perencanaan hutan
4. Selambat-lambatnya 14 bulan sebelum tahun anggaran kepala seksiperencanaan hutan mengirim net RTT dan pertimbangan rangkap 4 kepada
kepala biro perencanan
5. Selambat-lambatnya 12 bulan sebelum tahun anggaran kepala biroperencanaan atas nama kepala unit mengesahkan RTT
6. Selambat-lambatnya 11 bulan sebelum tahun anggaran kepala biroperencanaan atas nama kepala unit mengirimkan gabungan RTT kepada
direksi perum perhutani Cq Direktorat prosuksi dan segenap kepala biro.
Pelaksanaan RTT perjenis kegiatan di KPH Banyumas Barat tahun 2009
Meliputi RTT persemaian pinus merkusii, RTT tanaman, RTT pemeliharaan ,
RTT tebangan, RTT penydapan getah pinus dapat dilihat pada lampiran
Rencana taknik tahunan (RTT) merupkan rencana terperinci dalam
pengelolaan hutan unutk jangja waktu setahun. Rencana teknik tahunan
merupakan salah satu bahan penyusun rencana kerjadan anggaran perusahaan
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
27
(RKAP). Dalam RKAP tersusun rencana perusahaan (coorporate plan) unutk
jangka waktu setahun . rencana teknik tahunan dapat menjelaskan seluruh rencana
pengaturan kelestrian hutan (RPKH) dab rencana-rencana pengurusan hutan
lainnya.
Rencana taknik tahunan disusun berdasarkan data RPKH dengan
memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi di lapangan seperti tanaman
mati, pencurian, bencana lam, penundaan tebangan dll denganketersediaan tenaga
kerja. Sarana dan prasarana
Dalam penyusunan rencan taknik tahunan dikenal dengan istilah suplisi .
pengertian suplisi adalah pengurangan atau penambahan jenis pekerjaan atau
pergeseran lokasi. Suplisi RTT hanya di ijinkan di dlaam masa erencanaan
sebelum tahun pelaksanaan.
Di dalam RTT dibuat perencanaan kegiatan teknis kehutanan yang akan di
lakukan semala tahun berjalan. Adapun penyususnan rencan ini berdasarkan pada
survei evaluaasi seumber daya hutan yang dilakukan oleh pihka KPH dan
berdasarkan pada data-data yang ada dalam RPKH. Berikut ini dokumentasi
dalam mempelajari RPKH dan RTT
e. Rencana PelaksanaanPelaksanaan pengelolaan direncanakan oleh KPH Banyumas Barat dalam
bentuk Rencana Teknik Tahunan (RTT). RTT adalah penjabaran RPKH yang
memuat rencana rinci pengurusan hutan untuk jangka waktu satu tahun. RTT
merupakan output dari inventarisasi hutan yang merupakan input dan penyusunan
RPKH yang merupakan proses yang dilaksanakan SPH I Banyumas Barat
(Lampiran 5). RTT tersebut terdiri atas RTT tebangan, RTT teresan, RTT tanam,
RTT persemaian, RTT pemeliharaan atau tebangan E, RTT sadapan, dan lain-lain
disesuaikan dengan kelas perusahaan yang dikelola.
Lingkup kerja pengelolaan KPH Banyumas Barat yaitu mulai dari kegiatan
penanaman sampai dengan pemanenan. Dalam penyusunan RTT terdiri dari
bidang kegiatan antara lain:
- Pembuatan persemaian- Persiapan pelaksanaan tanaman yang terbagi menjadi dua sistem tanam:
1. Sistem tanam Tumpang Sari (TS)
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
28
2. Sistem tanam Banjar Harian (BH)- Pelaksanaan tanaman- Pemeliharaan tanaman yang tebagi menjadi Pemeliharaan I, Pemeliharaan II,
dan Pemeliharaan IV-V tahun
- Pemeliharaan Penjarangan1. Penjarangan menghasilkan2. Penjarangan tanpa hasil
- Rencana tebangan terdiri dari:1. Rencana tebangan hutan produktif sesuai etat
(Tebangan habis dalam jangka berjalan/Tebangan A)
2. Rencana persiapan tebangan(Tebangan habis pada lapang tidak produktif/Tebangan B)
3. Penjarangan (Tebangan silvikultur yang dilaksanakan secara periodikuntuk memberikan tempat dan ruang tumbuh yang optimal).
- Rencana sadapan- Rencana inkonvensional
f.
Rencana pengelolaanManajemen perencanaan yang terdapat di Perum Perhutani, antara lain:
- RUP (Rencana Umum Perusahaan), adalah rencana jangka panjang yangbersifat menyeluruh.
- RPKH (Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan), adalah rencana-rencanapedoman pengusahaan suatu kelas perusahaan yang telah ditata pada suatu
KPH guna manajemen azas ekonomis dan kelestarian hutan, hasil hutan serta
pemanfaatan hutan.
- RLTP (Rencana Lima Tahun Perusahaan)- RKTP (Rencana Kerja Tahunan Perusahaan), yaitu rencana terrinci dalam satu
tahun sebagai dasar penyusunan Rencana Anggaran Perusahaan (RAP)
- RTT (Rencana Teknik Tahunan) adalah rencana fisik kegiatan yang akandilaksanakan yang disusun oleh Administratur.
RPKH disusun oleh Seksi Perencanaan Hutan (SPH), RTT disusun oleh
Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) yang dinilai oleh SPH, RKL disusun oleh
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
29
Biro Perencanaan Sumberdaya Hutan di tiap unit, dan RJP disusun oleh Direksi
Perum Perhutani.
Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) Kelas Perusahaan Pinus
merkusii disusun oleh Seksi Perencanaan Hutan I Semarang. Pelaksanaannya oleh
KPH Banyumas Barat, berdasarkan Rencana Teknik Tahunan (RTT) yang telah
dinilai oleh SPH I Semarang. Penilaian RPKH dilaksanakan oleh Kepala Biro
Perencanaan dan Pengembangan Perusahaan, disetujui oleh Kepala Perum
Perhutani Unit I Jawa Tengah , dan disahkan oleh Direktur Utama Perum
Perhutani.
Berikut ini hasil pengaturan kelestarian hutan KPH Banyumas Barat kelas
perusahan pinus. Dengan perhitungan etat, uji jangka waktu penebangan dan
pembuatan bagan tebang habis selama jangka merupakan salah satu materi yang
menjadi bahan dsar dalam ragka pengelolaan hutan secara lestari.
Berikut ini ini hasil risalah sumber daya hutan yang dimiliki oleh KPH
Banyumas Barat pada awal tahun 2009,
Tabel 8 Susunan Kelas hutan pada Kelas perusahaan Pinus
N0.
BH BH BH BH TOTAL
Kelas Hutan
DY.LUH
UR
MAJENA
NG LUMBIR SIDAREJA KP PINUS
(Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha)
Untuk Produksi
1 KU I 448,8 205,8 712,6 115,4 1.482,6
2 KU II 287,3 447,6 792,3 23,9 1.551,1
3 KU III 110,9 436,2 697,7 62,1 1.306,9
4 KU IV 542,0 356,1 132,8 654,5 1.685,4
5 KU V 382,3 978,1 699,9 469,3 2.529,6
6 KU VI 787,7 1.351,2 601,6 336,9 3.077,4
7 KU VII 1.389,4 2.021,5 3.383,1 1.532,9 8.326,9
8 KU VIII 91,9 8,0 443,1 - 543,0
9 KU IX 43,6 - 125,2 - 168,810 KU X - - - - -
11 Masak Tebang (MT) - - - - -
12 Miskin Riap (MR) - - - - -
13
Tak Baik Untuk Tebang Habis
(TBPTH) - - - - -
14
Tanah Kosong Tak Baik Untuk Jati
(TKTBJ) - - - - -
15
Tan. Kayu Lain Tak Baik Utk Jati
(TKLTBJ) - - - - -
16 Tan. Jenis Kayu Lain (TJKL) - - - - -
Jumlah Untuk Produksi 4.083,9 5.804,5 7.588,3 3.195,0 20.671,7
Bukan untuk Produksi 4.083,9 5.804,5 7.588,3 3.195,0 20.671,717 Tanaman Jati Bertumbuhan Kurang - - - - -
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
30
(TJBK)
18
Lapangan Tebang Habis Jangka
Lampau (LTJL) - - - - -
19 Tanah Kosong ( TK ) 53,6 12,0 - 12,7 78,3
Tanah Kosong Sengketa 338,9 6,2 23,4 441,5 810,0Jumlah TK 392,5 18,2 23,4 454,2 888,3
20 Tanaman Kayu lain (TKL) 96,7 626,5 263,4 9.205,9 10.192,5
21 Hutan Alam Kayu Lain (HAKL)
22 Hutan Lindung Terbatas (HLT) 5.479,4 1.255,6 98,2 168,8 7.002,0
23 Lapangan Dengan Tujuan Istimewa
(LDTI) 13,90 57,7 31,1 43,1 145,8
24 Hutan Lindung (HL) - - 114,1 - 114,1
25 Tak Baik Untuk Produksi (TBP) 50,20 102,0 61,2 35,7 249,1
26 Suaka Alam/Hutan Wisata
(SA/HW)
-
-
Jumlah Bukan Untuk Produksi 6.032,7 2.060,0 591,4 9.907,7 18.591,8
Jml Utk Prod + Bukan Utk Prod. 10.116,6 7.864,5 8.179,7 13.102,7 39.263,5
27 Alur 16,2 32,2 55,6 98,8 202,8
Total KP PINUS 10.132,8 7.896,7 8.235,3 13.201,5 39.466,3
Sumber: KPH Banyumas Barat (2009)
Pada tabel berikut ini mengenai susunan kelas hutan mangrove yang dimiliki oleh
KPH Banyumas Barat pada periode tahun 2009
Tabel 9 Susunan Kelas hutan mangrove tahun 2009
Kelas BKPH BKPH Hasil Audit
Hutan Rawa Barat Rawa Timur 20071 2 3 4
Untuk produksi
KU I - 1.348,8 1.348,8
KU II - 1.542,8 1.542,8
KU III -
KU IV - 246,5 246,5
KU V - 344,5 344,5
KU VI - 30,0 30,0
KU VII - - -
KU VIII - - -
KU IX - - -
KU X - - -
MT - - -
HMR - 1.067,5 1.067,5
HMBK - 204,5 204,5
HLMC - - -
TK 3.673,6 1.781,9 5.447,1
TKL - 44,8 44,8
HAKL - - -
TBP - - -
TJKL 466,4 2.457,1 2.931,9
HLT - - -
HAMC - 1.813,3 1.813,3
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
31
HL - - -
Jumlah Utk Prod. 4.140,0 10.881,7 15.021,7
Bukan Utk Prod.
LDTI 10,9 20,0 30,9Jml Bkn Utk Prod 10,9 20,0 30,9
Jumlah 4.150,9 10.901,7 15.052,6
Alur 1.027,3
Total KP Mangrove 16.079,9
Sumber: KPH Banyumas Barat (2009)
Pengelolaan hutan lestari harus memiliki perencanaan hutan yang baik
sehingga dalam perhitungan etat, uji jangka waktu penebangan dan pembuatan
bagan tebang habis selama jangka harus lestari sesuai dengan kemampuan etatnya.
Berikut ini tabel rekapitulasi KBD, bonita, dan kelas hutan KPH Banyumas Baratdalam menentukan etat.
Tabel 10 Volume Pada Umur tebang Rata-Rata Sebelum Uji Etat KP Pinus BH Dayeuhluhur
Bagian Hutan : Dayeuhluhur
Daur : 50 tahun
Kelas
Hutan
Luas
(Ha)
Bonita
Rata-rata
KBD
Rata-rata
Umur
rata-Rata
Volume
per Ha
Volume
Total
KU VII 132.70 2.00 0.78 32 137 18.180
KU VI 794.10 3.00 0.82 26 156 123.880
KU V 1.481,60 3.00 0.91 24 173 256.317
KU IV 617.70 3.00 1.12 18 213 131.570
KU III 445.90 4.00 0.93 13 191 91.279
KU II 229.10 3.00 1.03 10 196 44.904
KU I 214.30 2.00 0.98 5 172 31.356
Total 3.915,40 697.486
Sumber: KPH Banyumas Barat (2009)
Umur Rata-Rata (Th) : 21 Umur tebang rata-rata (Th) : 46
Etat luas (Ha/Th) : 78.31 Etat volume (m3/ha) : 13.950 m3/thn
Tabel 11 Volume Pada Umur tebang Rata-Rata Sebelum Uji Etat KP PinusBagian Hutan : Majenang
Daur : 50 tahun
Kelas
Hutan
Luas
(Ha)
Bonita
Rata-rata
KBD
Rata-rata
Umur
rata-Rata
Volume
per Ha
Volume
Total
KU VI 1093,9 3 1,03 26 196 214404
KU V 1901 3 0,9 24 171 325071
KU IV 1241,3 3 1,09 18 20 258190
KU III 554,9 3 0,99 13 189 104879
KU II 281,7 2 1,16 7 203 54185
KU I 592,4 3 0,95 5 181 107224
Total 5.665.20 1.066.950
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
32
Sumber: KPH Banyumas Barat (2009)
Umur Rata-Rata (Th) : 19 Umur tebang rata-rata (Th) : 44
Etat luas (Ha/Th) : 113.30 Etat volume (m3/ha) : 21.339 m3/thn
Tabel 12 Volume Pada Umur tebang Rata-Rata Sebelum Uji Etat KP Pinus
Bagian Hutan : Lumbir
Daur : 50 tahun
Kelas
Hutan
Luas
(Ha)
Bonita
Rata-rata
KBD
Rata-rata
Umur
rata-Rata
Volume
per Ha
Volume
Total
KU VIII 15,3 2 0,63 37 110 1738
KU VII 536,8 2 0,88 32 151 54947
KU VI 1875,5 2 1,04 27 182 341341
KU V 2326,3 3 0,81 24 154 358250
KU IV 835 3 1,11 18 211 176185KU III 142,71 3 0,97 13 185 26399
KU II 478 2 1,29 7 226 108028
KU I 1333,7 2 0,98 5 172 229396
Total 7.543,80 1.296.284
Sumber: KPH Banyumas Barat (2009)
Umur Rata-Rata (Th) : 20 Umur tebang rata-rata (Th) : 45
Etat luas (Ha/Th) : 147.28 Etat volume (m3/thn) : 25.926 m3/thn
Tabel 13 Volume Pada Umur tebang Rata-Rata Sebelum Uji Etat KP PinusBagian Hutan : Sidareja
Daur : 50 tahun
Kelas
Hutan
Luas
(Ha)
Bonita
Rata-rata
KBD
Rata-rata
Umur
rata-Rata
Volume
per Ha
Volume
Total
KU VI 1120,4 3 0,96 28 183 205,033
KU V 659,2 3 0,89 25 169 111405
KU IV 22,2 3 1,03 18 196 16151
KU III 725 3 1,05 12 200 145000
KU II 60 2 2 7 351 21060
Total 3.386,80 643.649
Sumber: KPH Banyumas Barat (2009)
Umur Rata-Rata (Th) : 21 Umur tebang rata-rata (Th) : 46
Etat luas (Ha/Th) : 67.74 Etat volume (m3/ha) : 12.873 m3/thn
Berikut ini tabel volume pad umur tebang rat-arat pada pengujian terkahir kelas
perusahaan pinus KHPH Banyumas Barat
Tabel 14 Volume Pada Umur tebang Rata-Rata pada pengujian terakhir
Bagian Hutan : Dayeuhluhur
Daur : 50 tahun
Kelas Luas Bonita KBD Umur Volume Volume
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
33
Hutan (Ha) Rata-rata Rata-rata rata-Rata per Ha Total
KU VII 132.70 2.00 0.78 32 133 17.649
KU VI 794.10 3.00 0.82 26 149 118.312
KU V 1.481,60 3.00 0.91 24 173 256.317
KU IV 617.70 3.00 1.12 18 221 136.512KU III 445.90 4.00 0.93 13 200 95.580
KU II 229.10 3.00 1.03 10 204 46.736
KU I 214.30 2.00 0.98 5 180 32.814
Total 3.915,40 703.929
Sumber: KPH Banyumas Barat (2009)
Tabel 15 Volume Pada Umur tebang Rata-Rata pada pengujian terakhir
Bagian Hutan : Majenang
Daur : 50 tahun
KelasHutan
Luas(Ha)
BonitaRata-rata
KBDRata-rata
Umurrata-Rata
Volumeper Ha
VolumeTotal
KU VI 1093,9 3 1,03 31 187 204.559
KU V 1901 3 0,9 42 175 332.675
KU IV 1241,3 3 1,09 49 215 266.882
KU III 554,9 3 0,99 54 196 108.760
KU II 281,7 2 1,16 51 212 59.720
KU I 592,4 3 0,95 54 188 111.371
Total 5.665.20 1.083.965
Sumber: KPH Banyumas Barat (2009)
Tabel 16 Volume Pada Umur tebang Rata-Rata pada pengujian terakhir
Bagian Hutan : Lumbir
Daur : 50 tahun
Kelas
Hutan
Luas
(Ha)
Bonita
Rata-rata
KBD
Rata-rata
Umur
rata-Rata
Volume
per Ha
Volume
Total
KU VIII 15,3 2 0,63 37 111 1754
KU VII 536,8 2 0,88 33 515 53811
KU VI 1875,5 2 1,04 36 783 343217
KU V 2326,3 3 0,81 46 159 369.882
KU IV 835 3 1,11 52 219 182.865
KU III 142,71 3 0,97 51 191 27.256
KU II 478 2 1,29 47 235 112.330
KU I 1333,7 2 0,98 52 179 238.732Total 7.543,80 1.329.913
Sumber: KPH Banyumas Barat (2009)
Tabel 17 Volume Pada Umur tebang Rata-Rata pada pengujian terakhir
Bagian Hutan : Sidareja
Daur : 50 tahun
Kelas
Hutan
Luas
(Ha)
Bonita
Rata-rata
KBD
Rata-rata
Umur
rata-Rata
Volume
per Ha
Volume
Total
KU VI 1120,4 3 0,96 28 183 205,033
KU V 659,2 3 0,89 25 169 111405
KU IV 22,2 3 1,03 18 196 16151
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
34
KU III 725 3 1,05 12 200 145000
KU II 60 2 2 7 351 21060
Total 3.386,80 643.649
Sumber: KPH Banyumas Barat (2009)
Dalam perhitungan etat luas dan etat vlumedapat ditentukan dengan risalah
hasil tabel diatas, etat merupkan suatu angka yang menunjukan besarnya (luas dan
Volume) yang diperbolehkan ditebang atau dipungut hasil selama jangka waktu
tertentu untuk mendapatkan kelestarian hasil yang diperoleh.
Perhitungan etat luas dan etat volume sebagai berikut,
Etat Luas = Luas/daur dan Etat Volume = Volume /daur , berikut ini hasil
perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut bahwa didapat pada tabel di
bawah ini
Tabel 18 Perhitungan Etat Luas dan Etat Volume KPH Banyumas Barat
Bagian
Hutan
Luas
(Ha)
Total Volume
(m3)Etat Luas
(Ha/thn)
Etat Volume
(m3/thn)
Dayeuhluhur 3.915 697.486 78.31 13.950
Majenang 5.665,20 1.033.950 113.30 21.339
Lumbir 7.543,80 1.296.284 147.28 25.926
Sidareja 3.386.80 643.649 67.74 12.873
Total 3.386.80 643.649 67.74 12.873
Dalam tabel tersebut etat volume tersebar terdapat di baagian hutn Lumbir dan terkecilpada bagian hutan Sidareja. Sedangkan etat luas tersebar di bagian hutan Lumbir dan terkecil pada
bagian hutan Sidareja. Angka tersebut dapat menjelaskan bahwa luasan berbanding lurus dengan
hasil yang diperoleh, dengan perhitungan etat luas dan etat volume tersebut pemungutan hasil
seumber daya lam dapat lestari karena sesuai dengan kemampuan hutan itu sendiri.
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
B. Analisis Permasalahan dan Alternatif SolusiBerdasarkan hasil pengamatan di lapangan selama melaksanakan Praktek
Kerja Lapang (PKP) pengelolaan Kelas Perusahaan Pinus merkusii BKPH
CimangguKPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah , terdapat
beberapa permasalahan yang dapat dijadikan studi kasus untuk dicari cara untuk
mengatasi permasalahan tersebut.
1. Permasalahan hama dan penyakit persemaianPada persemaian Pinus merkusii, hama yang menyerang ialah hama
belalang (simeut) yang mengakibatkan daun-daun berlubang. Jika terjadi anginlada, biasanya semai akan terserang penyakit jamur karat (tumor daun) yang
ditandai dengan munculnya benjolan pada daun. Selain itu, masalah penyakit
fisiologis yaitu terjadinya defisiensi hara pada persemaian pun sering terjadi.
Upaya pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengendalikan hama
belalang ialah dengan diberikan insektisida secara rutin pada masa pemeliharaan
persemaian. Untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan akibat
penggunaan insektisida maka dapat digunakan insektisida nabati. Famili
tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensial insektisida nabati ialah
Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae, dan Rutaceae (Indiati 2009).
Penyakit karat daun banyak terjadi pada bibit akasia umur 3-9 bulan, baik di
pulau Jawa maupun di luar pulau Jawa. Di lapangan, tanaman akasia juga dapat
terserang karat daun sampai berumur 3 tahun, terutama di daerah yang beriklim
kering dan kondisi pertanaman yang kurang terawat (Suharti & Santoso 1984).
Penyakit karat daun dapat menular dengan bantuan angin dan serangga (hama).
Upaya pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan penyemprotan fungisida
Terraclor Super X atau Orthocide 50 WP dengan konsentrasi 0,35% (Suharti &
Santoso 1984).
Mimba (Azadirachta indicaA. Juss) merupakan salah satu tumbuhan dari
famili Meliaceae yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama. Bagian
tanaman mimba yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati adalah daun dan
bijinya yang mengandung senyawa aktif utama azadiraktin. Selain bersifat sebagai
insektisida, mimba juga memiliki sifat sebagai fungisida, virusida, nematisida,
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
bakterisida, maupun akarisida (Indiati 2009). Sehingga penggunaan daun atau biji
mimba dapat diaplikasikan tidak hanya untuk pengendalian hama belalang di
persemaian tetapi juga untuk pengendalian jamur karat yang timbul akibat
serangan angin lodoh.
Penyakit fisiologis pada persemaian Pinus merkusii (akasia) dan Melia
azedarach (mindi) diakibatkan terjadinya defisiensi hara yaitu Kalsium (Ca) dan
air pada semai akasia; Nitrogen (N) dan Kalium (K) pada semai mindi. Cara untuk
mengatasinya ialah penyiraman harus secara intensif dilakukan yaitu 2 kali/hari
pada pagi dan sore hari, pemberian tambahan kapur pada media semai akasia,
serta pemberian tambahan pupuk NPK pada media semai mindi.
Untuk menghasilkan bibit yang baik untuk penanaman dalam rangka
memenuhi target produksi, maka kegiatan pemeliharaan pada persemaian
terutama pengendalian hama dan penyakit harus dilakukan secara intensif.
2. Permasalahan sarana dan prasarana penunjang persemaianPermasalahan yang terjadi pada sarana dan prasarana penunjang persemaian
ialah instalasi air yang sudah tua sehingga proses penyedotan air dari situ
Cijantungeun untuk penyiraman sering terhambat. Oleh karena itu, perlu
dilakukan perbaikan terhadap instalasi air tersebut agar kegiatan pemeliharaan
terutama penyiraman tidak terhambat.
3. Permasalahan hama dan penyakit pada tegakan hutanHampir semua tegakan hutan tanaman Pinus merkusii di BKPH
Cimangguterserang hama ulat kantong (Pteroma plagiopelps) dari famili
Psychidae yang mengakibatkan daun-daun akasia berlubang. Jika satu pohon
terserang ulat kantong maka pohon-pohon lain di sekitarnya akan cepat tertular
diserang hama ulat kantong.
Pengendalian ulat kantong dapat dilakukan dengan cara injeksi batang
dengan Manuver 400 WSC dengan bahan aktif dimehipo 400 gram/liter.
Teknologi injeksi batang ternyata ramah terhadap lingkungan sebab tidak
mencemari lingkungan dan tidak membunuh serangga non target, baik serangga
penyerbuk maupun serangga berguna lainnya. Cara ini pernah diaplikasikan pada
Perkebunan Kelapa Sawit di PT. Lonsum dan PT. Soffindo, Sumatera Utara.
Berdasarkan pengalaman pekebun dari PT. Lonsum dan PT. Soffindo
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
menunjukkan bahwa pengendalian ulat kantong dengan cara injeksi batang
dengan Manuver 400 WSC terbukti efektif dan efisien mengendalikan hama
tersebut (Rusmanto 2009). Selain itu dapat pula diaplikasikan insektisida nabati
dari daun dan biji mimba seperti pada upaya pengendalian hama dan penyakit
pada persemaian atau insektisida nabati dengan menggunakan air rebusan biji
mahoni (Swietenia macrophylla) untuk disemprotkan ke tanaman yang terkena
hama ulat kantung karena mahoni mengandung senyawa limonoid yang bersifat
menghambat makan dan perkembangan serangga (Hamdani 2009).
Selain serangan hama ulat kantong, terdapat pula serangan penyakit embun
jelaga pada tegakan Pinus merkusii lokal maupun tegakan Pinus merkusii MHP
walaupun penyerangan penyakit belum pada skala yang besar.
Pengendalian penyakit embun jelaga dapat dilakukan dengan cara sanitasi
kebun yaitu membersihkan gulma di sekitar pertanaman untuk menghilangkan
inang alternatif jamur embun hitam, mengurangi sumber inokulum potensila, dan
menekan populasi serangga yang menyebarkan penyakit ini. Penyakit embun
hitam atau embun jelaga disebabkan oleh jamur Meliola sp. yang merupakan
parasit obligat dan jamur Capmodium sp.yang tidak bersifat parasit tetapi cukup
mengganggu proses fotosintesis.
4. Pertumbuhan Melia azedarach (mindi) yang tidak optimal sebagaitanaman pengisi pada hutan tanaman Pinus merkusii
Pada hasil pengamatan pertumbuhan tegakan hutan tanaman Pinus merkusii
diketahui bahwa pertumbuhan Melia azedarach (mindi) sebagai tanaman pengisi
tidak optimal. Hal itu disebabkan karena pohon mindi kalah bersaing dengan
Pinus merkusii dalam proses penyerapan unsur hara yang dibutuhkan
pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, sebaiknya tanaman mindi diganti dengan
tanaman lain yang dapat membantu peningkatan hara yang dibutuhkan tanaman
baik tanaman pokok maupun pengisi, dapat tumbuh dengan baik atau mampu
bersaing dengan akasia tanpa merugikan tanaman akasia yang menjadi tanaman
pokok, serta tanaman yang tahan naungan.
5. Kebakaran hutan, bibrikan hutan, dan penggembalaan liar dalamkaitannya dengan perlindungan hutan
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
Kebakaran hutan cukup sering terjadi pada saat musim kemarau di BKPH
Cimangguyang diakibatkan oleh kesengajaan maupun ketidaksengajaan dari
masyarakat penggarap lahan yang berbatasan dengan kawasan hutan.
Bibrikan hutan pun terjadi di areal kawasan hutan yang berbatasan dengan
kawasan milik masyarakat desa walaupun dengan luasan yang cukup kecil. BKPH
Cimangguyang sebagian besar daerahnya berupa dataran dengan sebaran kawasan
hutan yang dikelilingi enclave mengakibatkan terciptanya interaksi sosial yang
sangat kompleks, terutama dalam hal penggarapan lahan di kawasan hutan.
Hampir seluruh lokasi enclave berupa sawah yang bentuknya menjari
mengelilingi hutan sehingga tuntutan masyarakat untuk ikut menggarap kawasan
hutan sukar untuk dikendalikan (SPH I Banyumas Barat 2005).
Kawasan hutan BKPH Cimangguyang dijadikan jalur transportasi
penggembalaan berpengaruh buruk terhadap kerusakan tanah dan pengurangan
jumlah produksi pohon.
Untuk mengatasi masalah-masalah yang terkait dengan perlindungan hutan
tersebut maka upaya pemberdayaan masyarakat desa hutan perlu lebih
dioptimalkan dan diintensifkan. Manajemen Lembaga Masyarakat Desa Hutan
(LMDH) perlu dikuatkan lagi.
Ide-ide usaha yang berasal dari hutan selain kerajinan kulit kayu akasia yang
telah dilaksanakan LMDH Flora Jaya juga dapat dirintis oleh pengelola kawasan
hutan yaitu BKPH CimangguKPH Banyumas Barat. Ide-ide usaha tersebut
misalnya dengan pengusahaan briket arang, pembuatan kompos bokashi dari
kotoran ternak gembala, dan pengusahaan kacang koro bukan melalui kerjasama
penggunaan lahan dengan investor tetapi oleh masyarakat yang dibantu sampai
dengan proses pemasarannya. Dengan adanya usaha-usaha tersebut, masyarakatdesa hutan akan terbantu perekonomiannya secara merata sehingga kegiatan
pengrusakan hutan seperti pembakaran hutan maupun bibrikan hutan tidak
dilakukan.
Selain itu, perlu dilakukan pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat
desa hutan mengenai dampak negatif yang dihasilkan dari adanya kebakaran
hutan, penggembalaan liar, maupun bibrikan hutan.
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
B. Hasil dan Pembahasan Materi Pembinaan Hutan Tanaman
1. Pembinaan Hutan TanamanPembinaan hutan tanaman yang dijelaskan pada Laporan Kegiatan Praktek
Kerja Lapang ini dikhususkan pada Kelas Perusahaan Pinus Merkusii BKPH
Cimanggu pada RPH Cimanggu di KPH Banyumas Barat.
a. Teknik dan manajemen pengadaan benihMateri pembinaan hutan pada Praktek Kerja Lapang dilakukan di BKPH
Ciamnggu pada kelas perusahaan pinus. BKPH Cimnaggu tidak memiliki Areal
Produksi Benih (APB) untuk memenuhi kebutuhan benih dalam rangka kegiatan
pengelolaan Kelas Perusahaan Pinus merkusii. BKPH Cimanggu mendapatkan
benih yang siap di semaikan, benih yang diperoleh dari Biro Perencanaan di
Semarang.
Lokasi persemaian berada di petak 25C dengan luas 3.70 ha. Namun pada
awal tahun 2009 yaitu bulan februari terjadi bencana alam longsor dan erosi maka
banyak persemaian pinus yang rusak. Saat ini, persemaian memaksimalkan yang
masih ada.
Penyediaan benih Pinus merkusii dalam rangka produksi bibit untuk
penanaman digunakan benih unggul dan benih lokal. Benih unggul yang
digunakan yaitu benih tersertifikasi dari Biro Perencanaan
Pengadaan benih dari benih lokal dilaksanakan hanya sampai tahun 2007.
Sampai dengan tahun 2006, sumber benih lokal berasal dari APB Cimanggu.
benih lokal yang digunakan yaitu benih yang diunduh dari Tegakan Benih
ProvenansPinus merkusii. Kelas sumber benih dari tegakan benih tersebut yaitu
Tegakan Benih Terseleksi.Metode pengunduhan benih yang dilakukan yaitu dengan cara memanjat
(manual). Kondisi buah pada saat diunduh ialah cokelat. Ekstraksi benih yang
dilakukan yaitu ekstraksi kering. Metode pengeringan yang digunakan ialah
dengan dijemur matahari. Benih yang sudah terseleksi lalu disimpan dalam
plastik.
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
36
b. Teknik dan manajemen persemaiana) Pembuatan bedeng dan lay-out persemaian
Praktek pembuatan bedeng dan lay-out persemaian dilaksanakan di
persemaian central yang terletak pada petak 25C RPH Cimanggu BKPH
Majenang pada tanggal 15 Juli 2009. Bedeng dibuat dari bambu yang telah
dipotong sesuai dengan ukuran 5 meter dan 1 meter sesuai dengan ukuran bedeng.
Gambar 8 Pembuatan bedeng dan bedeng yang dihasilkan.
Satu hektar persemaian terdiri atas 800 bedeng yang masing-masing terdiri
dari 1000 semai. Persemaian dibagi ke dalam beberapa blok, satu blok terdiri dari
10 bedeng. Ukuran bedeng, baik bedeng tabur maupun bedeng sapih, yaitu (5 x 1)
m2 dengan letak bedengan menghadap utara-selatan. Antar bedengan terdapat
jalan pemeriksaan selebar 50 cm yang bertujuan untuk memudahkan seleksi bibit
dan kegiatan pemeliharaan persemaian. Lay-out persemaian dapat dilihat pada
Gambar 19.
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
37
Gambar 9 Lay-out persemaian RPH Cimanggu.
b) Pembuatan Media PersemaianPraktek pembuatan media persemaian dilaksanakan di persemaian central
yang terletak pada petak 25C RPH Cimanggu BKPH Majenag pada tanggal 15Juli 2009 yaitu pada periode persiapan produksi bibit Pinus merkusii lokal dan
Hevea brasiliensis azedarach (Karet) sebagai tanaman pengisi.
Gambar 10 Persemaian Karet sebagai tanaman pengisi.
Jenis media yang digunakan untuk pengadaan bibit Pinus merkusii (Pinus)
dan Hevea brasiliensis azedarach (Karet) yaitu top soil dan kompos dengan
perbandingan 6 : 4. Pada pelaksanaan di lapangan, pencampuran media
dilakukan dengan mencampurkan 1 m3 top soil, 12 pengki kompos, dan 1 kg
Skala 1 : 1500
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
38
pupuk TSP dalam alat penakar campuran media yang kemudian diaduk rata
dengan menggunakan cangkul (Gambar 20).
Campuran media yang telah diaduk rata lalu dimasukkan ke dalam karung
plastik yang akan diantar ke masing-masing bedeng yang ada di persemaian.
Media yang telah berada di bedeng lalu dimasukkan kedalam kantong plastik
(polybag) ukuran 10 cm x 10 cm x 15 cm sampai hampir penuh dan dipadatkan
dengan tangan agar tanah tidak turun yang dapat menimbulkan lipatan plastik.
Setelah dipadatkan, sisa plastik bagian atas ialah 1 cm. Peletakan polybag yang
telah diisi media berdiri tegak dan diatur rapi pada bedeng sapih.
Gambar 11 Pengisian media pada polybag.
c) Pembuatan bibit dari benihProduksi bibit yang dilaksanakan pada tahun 2009 di BKPH Cimanggu
KPH Banyumas Barat yaitu produksi bibit Pinus merkusii (Pinus) sebagai
tanaman pokok dan Hevea brasiliensis azedarach (Karet) sebagai tanaman
pengisi.
Selain karet yang digunakan unutk tanaman pengisi tanaman mindi juga
menjadi tanaman samping. Dalam perlakuannya benih mindi harus diberi
perlakuan dahulu dalam rangka pematahan dormansi agar dapat dikecambahkan.
Perlakuan benih akasia yaitu direndam air panas dengan suhu 70-800C selama 30
menit, lalu direndam air dingin selama 1 hari. Perlakuan benih mindi dapat
dilaksanakan dengan cara disangrai atau dijemur matahari sampai benih pecah.
Aplikasi mindi sebagai tanaman samping ialah untuk tujuan insektisida
alami. Berdasarkan kandungan bahan aktifnya, biji dan daun mimba mengandung
azadirachtinmeliantriol, salanin, dan nimbin, yang merupakan hasil metabolit
sekunder dari tanaman mindi.
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
39
Senyawa aktif tanaman mindi tidak membunuh hama secara cepat, tapi
berpengaruh terhadap daya makan, pertumbuhan, daya reproduksi, proses ganti
kulit, menghambat perkawinan dan komunikasi seksual, penurunan daya tetas
telur, dan menghambat pembentukan kitin. Selain itu juga berperan sebagai
pemandul. Selain bersifat sebagai insektisida, tumbuhan tersebut juga memiliki
sifat sebagai fungisida, virusida, nematisida, bakterisida, mitisida dan rodentisida.
Senyawa aktif tersebut telah dilaporkan berpengaruh terhadap lebih kurang 400
serangga sebagai senyawa aktif utama (Indiati 2009).
Gambar 12 Tanaman sampingMelia azedarach (mindi).
Selain mindi sebagai tanaman samping ada pula Calophyllum sp
(Nyamplung), berikut ini gamabr dilapangan nyamplung sebagai tanaman
samping.
Gambar 13 Tanaman samping Calophyllum sp(Nyamplung).
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
40
Pada benih mindi, penaburan dilakukan pada bedeng tabur dengan jarak
tanam 2 cm x 2 cm. Waktu penaburan ialah pada pagi hari. Apabila benih mindi
telah berkecambah dan sudah dalam kondisi yang kokoh, dilakukan penyapihan.
Gambar 14 Benih (a), semai (b), dan bedeng tabur (c)Melia azedarach (mindi).
d) Pemeliharaan persemaianPemeliharaan persemaian yang dilaksanakan di Persemaian RPH Cimanggu
ialah penyiraman, pemupukan, pengendalian gulma, dan pengendalian hama
penyakit. Penyiraman di persemaian dilaksanakan pada pagi hari yaitu sampai
dengan pukul 09.00 pagi atau sore hari setelah pukul 16.00 dengan cara disemprot
melalui selang air. Pengendalian gulma jika terdapat gulma dengan cara dicabut
sampai bersih.
Terdapat dua periode pemberian pupuk pada persemaian yaitu pemberian
pupuk TSP dan kompos yang diberikan pada saat pencampuran media dan
pemberian pupuk daun Gandasil yang diberikan pada pemeliharaan persemaian
sampai dengan siap tanam. Dosis pupuk TSP yang diberikan ialah 1 kg/m 3 top
soil, dosis kompos yaitu 40% dari jumlah top soil, dan dosis pupuk daun Gandasil
yaitu satu sendok ditambahkan 15 liter air. Pemberian pupuk TSP dan kompos
hanya diberikan satu kali pada proses penyiapan media, sedangkan pupuk daun
Gandasil dilakukan satu kali dalam dua minggu mulai ukuran tinggi semai 10 cm.
Namun pemberian pupuk daun jarang dilakukan pada pelaksanaan di lapangan
karena ketersediaan pupuk yang terbatas dan sumberdaya manusia yang kurang
memadai.
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
41
Dalam persemaian pinus untuk mendapatkan bibit yang siap tanam
dilapangan, biasanya ditandai dengan munculnya ekor banjing yang istilah ini
digunakan dilapangan.
Berikut ini gambar yang menunjukan bahwa bibit yang sudah siap ditanam
dilapangan dengan munculnya ekor banjing. Selain dari kriteria kondisi
pertumbuhan batang dan daun baik dan segar, daun berwarna hijau, daun ada 5
helai, ketinggian 25-30 cm dan batang lurus, batang berdiameter rata-rata 5 mm,
batang bibit kuat dan segar, dan akar kuat dan padat, tidak menembus kantong
plastik dan tumbuh ke tanah.
Gambar 15. Penanda ekor banjing sebagai bibit yang siap tanam
Untuk melindungi proses pengecambahan semai Pinus merkusii dari
pengaruh cuaca dan intensitas cahaya yang berlebih, maka diberikan naungan.
Naungan yang diberikan seharusnya dengan menggunakan paranet, namun karena
ketersediaan dana yang terbatas maka paranet yang tersedia hanya 50 meter
sehingga naungan lain yang digunakan ialah jerami dan pelepah daun.
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
42
Gambar 16. Naungan dengan menggunakan jerami dan pelepah daun.
e) Evaluasi persemaianDalam mengevaluasi persemaian, hal-hal yang perlu diperhatikan ialah
kualitas bibit baik fisik maupun fisiologis, intensitas hama dan penyakit, sarana
prasarana penunjang, dan permasalahan. Kualitas bibit secara fisik diketahui
melalui pengukuran tinggi dan diameter semai untuk menentukan indeks
kekekaran suatu bibit. Intensitas hama dan penyakit diketahui melalui
inventarisasi bibit yang terserang hama maupun penyakit. Sarana prasarana
penunjang diketahui dengan cara menginventarisasi sarana dan prasarana yang
terdapat di persemaian.
Intensitas hama dan penyakitPengamatan terhadap intensitas serangan hama dan penyakit persemaian
juga dilakukan pada semai Pinus merkusii. Pengamatan dilakukan dengan cara
menghitung jumlah bibit yang terkena serangan hama atau penyakit berdasarkan
gejala atau tanda yang berbeda.
Pada pemeriksaan semai Pinus merkusii, hama yang menyerang ialah
belalang yang menyebabkan daun berlubang. Penyakit yang menyerang
persemaian ini tidak disebabkan oleh patogen tetapi karena terjadinya defisiensi
hara. Pada semai Pinus merkusiimenunjukkan gejala daun berbintik cokelat dan
menunjukkan gejala kekeringan. Gejala daun berbintik cokelat disebabkan semai
kekurangan Kalsium (Ca) dalam proses pertumbuhannya. Gejala kekeringan
disebabkan oleh kurangnya pasokan air yang dibutuhkan semai.
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
43
Namun dari hasil pengamatan intensitas hama dan penyakit tersebut dapat
diketahui bahwa pada kondisi tidak dilakukan pemeliharaan dan dengan jangka
waktu yang sama. Semai Pinus merkusii tidak dapat tahan tanpa adanya
penyiraman secara intensif dan perlu penambahan zat kapur pada saat
pencampuran media semainya.
Sarana dan prasarana penunjangDalam rangka melaksanakan produksi bibit di persemaian maka diperlukan
sarana prasarana yang mendukung. Sarana prasarana persemaian yang tersedia di
persemaian central RPH Cimanggu BKPH Majenang, antara lain gubuk kerja,
kantor, saluran air, kolam tandon air, papan pengenal persemaian, papan mutasi
persemaian, papan pengenal blok, papan pengenal bedengan, serta perlengkapan
kerja yang terdiri atas cangkul, parang, golok, linggis, skop, garpu, palu gergaji,
gunting, dan ayakan (Gambar 26).
Gambar 17 Sarana dan prasarana persemaian.
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
44
Pembangunan persemaianDalam pengelolaan kelas perusahaan Pinus merkusii di BKPH Majenang,
produksi bibit generatif terkonsentrasi pada persemaian central yang terletak di
petak 25C RPH Cimanggu. Pemilihan lokasi persemaian central yang berada di
wilayah RPH Cimanggu ditentukan berdasarkan persyaratan berikut:
1. Dekat dengan sumber air sepanjang tahun dengan volume yang mencukupi.2. Dekat lokasi rencana tanaman3. Topografi datar dengan kemiringan maksimal 5%4. Aksesibilitas tinggi, terdapat akses jalan raya dan jalan masuk yang dapat
dilalui oleh truk
5. Drainase tanah baik6. Mudah dalam pengangkutan karena terdapat akses jalan yang sampai dengan
persemaian
7. Iklim dan ketinggian dari permukaan laut sesuai dengan persyaratan tumbuhjenis tanaman yang diproduksi.
Tipe persemaian yang dibangun ialah persemaian semi permanen dengan
luas 3.7 ha. Persemaian seluas 3.7 ha tersebut terdiri atas bedeng tabur, bedeng
sapih, gubug, kantor, akses jalan, dan penampungan air.
Pengadaan bibit dari benihJenis yang dikembangkan pada persemaian ini yaitu Pinus merkusii
(mangium) sebagai tanaman pokok dan Hevea brasiliensis (Karet) sebagai
tanaman pengisi. Pinus merkusii dipilih sebagai tanaman pokok karena
merupakan jenis kelas perusahan, sedangkan pemilihan jenis karet sebagai
tanaman pengisi karena metode pemanenan hampir sama dengan pinus yaitu
penyadapan getah.
Total kebutuhan bibit Pinus merkusii pada tahun 2009 yaitu 75.377 bibit
dengan total kebutuhan bibit pinus pada tahun 2009 sebesar 271.018. Potensi
kelas perusaahan pinus ini mencapai daur 50 tahun, sehingga kebutuhan bibit
untuk penanaman menjadi dilema karena mengalami penurunan kebutuhan bibit
dari tahun sebelum-sebelumnya.
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
45
Kelas perusahaan Pinus merkusii BKPH Cimanggu untuk memenuhi
kebutuhan bibit tanaman untuk. Kebutuhan bibit untuk tanaman Tahun II di
BKPH Cimanggu dapat dilihat pada Tabel 8 yang merupakan realisasi kebutuhan
bibit. Sedangkan tabel 9 merupkan rencana kebutuhan bibit pada tanaman tahun II
Tabel 19 Realisasi kebutuahan bibit untuk tanaman Tahun II BKPH Majenang
Sumber: BKPH Cimanggu(2009)
Tabel 20 Rencana bibit untuk tanaman Tahun II BKPH Majenang
No. BH / BKPH / RPH PetakLuas
Baku
Jenis Anak
Semai
Rencana
Jml
Bedeng
Luas Jml Anak
Semai
(Bd) (Ha) (Bt)
1 BKPH MAJENANG
RPH Cimanggu 25 C Pinus 75 3,70 75.377
Mindi 24 0,03 23.889
Sumber: BKPH Cimanggu(2009)
Untuk memenuhi kebutuhan bibit tersebut, maka perlu manajemen waktu
yang baik dalam pelaksanaannya. Tata waktu pelaksanaan pembuatan persemaian
Pinus merkusiidi BKPH Cimanggudapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 21 Tata waktu pembuatan persemaianPinus merkusii
No Jenis KegiatanTata Waktu (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Persiapan lapangan 50 100
2 Persiapan media 50 100
3 Pengadaan kantong plastik 50 100
4 Pengisian kantong plastik 50 1005 Pengadaan benih 50 100
6 Penaburan benih 50 100
7 Penyapihan 25 50 100
8 Pemeliharaan 25 50 100
9 Seleksi bibit 50 100
10 Penanaman 50 100
Sumber: Biro Pembinaan SDH (2001)
Manajemen persemaianSumberdaya manusia pelaksanaan persemaian di persemaian central RPH
Cimanggu BKPH Cimanggu terdiri atas 10-20 orang dengan mayoritas tingkat
No.BH / BKPH /
RPHPetak
Luas
Baku
Jenis
Anak
Semai
Realisasi
Jumlah
bedeng Luas Jumlah Semai
Jumlah % Luas % Jumlah %
(Bd) (9:6) (Ha) (11:7) (Bt) (13:8)
1BKPH
MAJENANGRPH
Cimanggu 25 C Pinus 75 3,70 100 75.377 100,0
Mindi 24 0,03 23.889 100
-
5/27/2018 Field Work in Forest [Praktek Kerja Lapang-Hutan Tanaman]
46
pendidikan yaitu SD dan SLTP, serta sedikit yang berpendidikan SMA. Pada
kualifikasi SDM persemaian yang dituntut adalah kinerjanya bukan tingkat
pendidikan dari SDM tersebut.
Agar pelaksanaan kegiatan produksi bibit di persemaian berjalan dengan
baik, maka kegiatan produksi bibit di persemaian central RPH Cimanggu BKPH
Cimanggu dilaksanakan dengan sistem manajerial seperti pada Gambar 11.
Gambar 18 Struktur organisasi persemaian BKPH Cimanggu.
Sistem upah yang berlaku ialah dengan sistem borongan atau harian. Upah
borongan yaitu Rp 16.000/bedeng. Upah harian yaitu Rp 12.000 per setengah hari
kerja atau Rp 22.500 per hari kerja bagi laki-laki dan Rp 10.000 per setengah hari
atau Rp 17.500 per hari kerja bagi wanita. Prestasi kerja tenaga harian persemaian
disajikan pada Tabel 10.
Tabel 22 Prestasi kerja persemaianNo Kegiatan Waktu Hasil Jumlah
pelaksana
Jenis
kelamin
HOK
1 Pembersihan lahan 8 jam 1 ha 5 orang Laki-laki 52 Pembuatan bedeng 20 menit 1 bedeng 6 orang Laki-laki 1/4
3 Pencampuran media 15 menit 1 m3media 4 orang Laki-laki 1/84 Pengisian media
kedalam polybag
4 jam