faktor risiko kejadian yang berhubungan dengan …

13
41 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik FAKTOR RISIKO KEJADIAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM TIFOID PADA ANAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUI KAKAP DAN PUSKESMAS SUI DURIAN Bagus Fendi Kusuma 1 , Ismael Saleh 2 , Selviana 3 1 Peminatan Epidemiologi Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak tahun 2014 ([email protected] ) 2 Peminatan Epidemiologi Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak ([email protected] ) 3 Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak ( [email protected] ) ABSTRAK Latar Belakang : Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi, penyakit ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau minuman yang tercemar oleh tinja atau urin orang yang terinfeksi. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid. Puskesmas Sui Kakap merupakan puskesmas tertinggi peningkatan kasus tifoid pada tahun 2014 bulan Januari Mei sebesar 118 kasus. Puskesmas Sui Durian merupakan puskesmas tertinggi ke 3 pada tahun 2014 bulan Januari Mei sebesar 49 kasus. Tujuan : Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian demam tifoid pada anak di wilayah kerja Puskesmas Sui Kakap dan Puskesmas Sui Durian. Metode : Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol. Sampel penelitian sebanyak 50 responden (25 kasus dan 25 kontrol) diambil menggunakan teknik simple random sampling. Menggunakan uji Chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara cuci tangan setelah BAB ( p value = 0,015; OR = 4,846), kebiasaan memanaskan makanan (p value = 0,024; OR = 3,77) dan kebiasaan membeli makanan jadi di luar rumah (p value = 0,031; OR = 4,12) dengan kejadian tifoid pada anak. Variabel yang tidak berhubungan yaitu cara mengkonsumsi lalapan dan buah (p value = 0,771) , cara penyajian makanan (p value = 0,702), dan cara memasak air minum (p value = 0,744). Saran : Disarankan hendaknya membiasakan anak dalam mencuci tangan dengan benar, mengawasi dan memberi arahan kepada anak tentang memilih jajanan yang baik dan sehat dan membiasakan memanaskan makanan sebelum dikonsumsi maksimal 6 jam setelah pengolahan awal akan mencegah penyakit tifoid. Kata kunci : Tifoid, anak, cuci tangan.

Upload: others

Post on 03-Nov-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FAKTOR RISIKO KEJADIAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN …

41 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik

FAKTOR RISIKO KEJADIAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KEJADIAN DEMAM TIFOID PADA ANAK DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS SUI KAKAP DAN PUSKESMAS SUI DURIAN

Bagus Fendi Kusuma1, Ismael Saleh

2, Selviana

3

1Peminatan Epidemiologi Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak

tahun 2014 ([email protected]) 2Peminatan Epidemiologi Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak

([email protected]) 3Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pontianak (

[email protected] )

ABSTRAK

Latar Belakang : Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi, penyakit ini

ditularkan melalui konsumsi makanan atau minuman yang tercemar oleh tinja atau urin orang

yang terinfeksi. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid. Puskesmas Sui

Kakap merupakan puskesmas tertinggi peningkatan kasus tifoid pada tahun 2014 bulan Januari

– Mei sebesar 118 kasus. Puskesmas Sui Durian merupakan puskesmas tertinggi ke 3 pada

tahun 2014 bulan Januari – Mei sebesar 49 kasus.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan

kejadian demam tifoid pada anak di wilayah kerja Puskesmas Sui Kakap dan Puskesmas Sui

Durian.

Metode : Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol. Sampel penelitian sebanyak

50 responden (25 kasus dan 25 kontrol) diambil menggunakan teknik simple random sampling.

Menggunakan uji Chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%.

Hasil : Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara cuci

tangan setelah BAB ( p value = 0,015; OR = 4,846), kebiasaan memanaskan makanan (p value

= 0,024; OR = 3,77) dan kebiasaan membeli makanan jadi di luar rumah (p value = 0,031; OR

= 4,12) dengan kejadian tifoid pada anak. Variabel yang tidak berhubungan yaitu cara

mengkonsumsi lalapan dan buah (p value = 0,771) , cara penyajian makanan (p value = 0,702),

dan cara memasak air minum (p value = 0,744).

Saran : Disarankan hendaknya membiasakan anak dalam mencuci tangan dengan

benar, mengawasi dan memberi arahan kepada anak tentang memilih jajanan yang baik dan

sehat dan membiasakan memanaskan makanan sebelum dikonsumsi maksimal 6 jam setelah

pengolahan awal akan mencegah penyakit tifoid.

Kata kunci : Tifoid, anak, cuci tangan.

Page 2: FAKTOR RISIKO KEJADIAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN …

42 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik

RISK FACTORS ASSOCIATED WITH CHILDREN INCIDENCE OF

TYPHOID FEVER WORK IN THE HEALTH SUI KAKAP AND

HEALTH SUI DURIAN

ABTRACT

Background: Typhoid fever is a life-threatening illness caused by the bacterium

Salmonella Typhi. Typhoid and paratyphoid germs are passed in the faeces and urine of

infected people. Children are the most vulnerable groups affected by typhoid fever. In 2014

(January-May), as many as 118 cases of typhoid fever occurred at work area of Puskesmas Sui

Kakap. It was the highest rate of typhoid cases. Meanwhile, Puskesmas Sui Durian ranked the

third of typhoid fever case. As many as 49 cases took place in 2014 (January-May).

Aim: This study aimed to find out the correlation of typhoid fever cases in children at

work area of Sui Kakap and Sui Durian public health centers.

Method: A case control design was carried out in this study. The respondents were 50

children; 25 case group and 25 control group. They were selected by using simple random

sampling. Then the data were statistically analyzed by using chi square test with the validity

level of 95%.

Result: The study revealed two findings. First, there were significant correlation of

hand washing after defecation (p value= 0,024; OR=4,846), heating food habits (p value=

0,024; OR =3,77), instant food consumption (p value= 0,031; OR= 4,12), and typhoid fever in

children. Second, there were no correlation of vegetables and fruits intake (p value =0,771),

food presentation (p value= 0,702), and drinking water boiling method (p value=0,744).

Suggestion: As a result, to avoid typhoid fever in children, parents should ask their

children to wash their hands properly, direct them to pick healthy snacks, and heat the food

before consumption (max. 6 hours after the initial cooking).

Keywords: Typhoid, children, hand washing.

Page 3: FAKTOR RISIKO KEJADIAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN …

43 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik

PENDAHULUAN

Foodborne diseases atau penyakit

yang ditularkan oleh makanan merupakan

masalah kesehatan masyarakat di negara

berkembang. Penyebabnya adalah

mengkonsumsi bahan makanan yang

terkontaminasi mikroorganisme maupun

zat kimia. Kontaminasi makanan terjadi

pada tahap proses pembuatan makanan

dan pencemaran lingkungan baik air,

tanah, maupun udara.1

Salah satu penyakit foodborne

adalah demam Tifoid. Demam Tifoid

disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi.

Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi

makanan atau minuman yang tercemar

oleh tinja atau urin orang yang terinfeksi. 1

WHO memperkirakan kejadian

tifoid mencapai 16,6 juta kasus dan

600.000 kematian di seluruh dunia setiap

tahun. Salah satu benua yang tinggi

kejadian tifoid adalah Asia. Lebih dari

90% dari morbiditas dan mortalitas ini

terjadi di benua ini. Resiko tinggi terjadi

di negara atau daerah dengan standar

kebersihan rendah. 1

Di Indonesia outbreak yang

disebabkan oleh Salmonella typhi belum

dilaporkan secara terperinci. Namun dari

hasil telaah kasus di rumah sakit besar di

Indonesia, menunjukkan adanya

kecenderungan meningkat dari tahun ke

tahun dengan rata-rata angka kesakitan

1.500 per 100.000 penduduk dan kematian

antara 0,6%-5%.

Di Kalimantan Barat kejadian

insidensi demam tifoid dari tahun ke tahun

mengalami peningkatan terutama di tahun

2013. Pada tahun 2011 inciden rate

mencapai 19,97/10 ribu penduduk, dan di

tahun 2012 mengalami penurunan yaitu

15,39/10 ribu penduduk. Di tahun 2013

terjadi peningkatan kasus sebesar

16,31/10 ribu penduduk. 2

Di Kabupaten Kubu Raya kejadian

tifoid pada anak mencapai proporsi 20%

pada tahun 2011. Pada tahun 2012, terjadi

penurunan kasus sebesar 17,16%,

sedangkan pada tahun 2013 terjadi

peningkatan kasus kembali sebesar

17,24%.2

Kabupaten Kubu Raya memiliki 19

puskesmas diantaranya 9 puskesmas

perawatan dan 10 puskesmas non-

perawatan. Diantara 9 puskesmas

perawatan, Puskesmas Sui Kakap

merupakan puskesmas tertinggi

peningkatan kasus tifoid. Pada tahun 2012

dari bulan Januari – Mei di Puskesmas Sui

Kakap terdapat 56 kasus. Pada tahun 2013

pada bulan yang sama mengalami

penurunan kasus yaitu 35 kasus.

Sedangkan pada tahun 2014 pada bulan

Januari - Mei mengalami peningkatan

kasus yang sangat tinggi dengan jumlah

118 kasus. 3

Puskesmas Sui Durian merupakan

puskesmas perawatan yang menduduki

peringkat ke tiga terbesar penyakit tifoid

dibulan Januari sampai bulan Mei sebesar

49 kasus. Puskesmas ini dipilih karena

memiliki persamaan tingginya persentase

keluarga menggunakan air sungai sebagai

akses air bersih sebesar 44,24% dan

rendahnya pesentase rumah tangga

berPHBS sebesar 48%. selain itu,

Puskesmas Sui Durian memiliki

kemiripan sosio demografi dengan

Puskesmas Sui Kakap. 4

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian

observasional bersifat analitik dengan

Page 4: FAKTOR RISIKO KEJADIAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN …

44 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik

yang mengkaji hubungan besarnya risiko

dengan kejadian tifoid pada anak. Desain

penelitian menggunakan Kasus Kontrol,

pengamatan didasarkan pada pengamatan

terhadap kejadian penyakit yang sudah

terjadi sehingga memungkinkan untuk

menganalisa dua kelompok tertentu.

Populasi kasus dalam penelitian ini

adalah seluruh anak yang menderita

demam tifoid dan telah dibuktikan dengan

tes widal pada bulan Januari sampai

September 2014 berjumlah 29 orang.

Sedangkan populasi kontrol dalam

penelitian ini adalah seluruh anak yang

tidak menderita demam tifoid dan telah

dibuktikan dengan tes widal pada bulan

Januari sampai September 2014 berjumlah

71 orang.

Data diperoleh melalui kuesioner,

wawancara langsung kepada ibu dan an

yang terpilih menjadi responden. Analisis

data dilakukan secara bertahap meliputi

analisis univariat dan bivariat diuji secara

statistik Chi Square dengan derajad

ketepatan 95% (α = 0,05).

Hasil Penelitian

Gambaran Umum

Puskesmas Sungai Kakap

merupakan salah satu dari tiga unit

puskesmas yang ada di wilayah

Kecamatan Sungai Kakap salah satu Unit

Pelaksanaan Teknis Dinas Kesehatan

Kabupaten Kubu Raya. Tingkat

pertumbuhan penduduk rata-rata 13,6 %.

Sedangkan perkiraan kepadatan penduduk

adalah 170 jiwa/Km2.

Puskesmas Sungai Durian

merupakan satu dari tiga puskesmas di

wilayah Kecamatan Sungai Raya

Kabupaten Kubu Raya. Luas wilayah

Puskesmas Sungai Durian sekitar 315.587

Km² dengan tingkat kepadatan Penduduk

sebesar 0,30/km2.

Distribusi Karakteristik Responden

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden

Variabel Kategori n

Kasus % Kontrol %

Umur 6-7 Tahun 7 28 6 24

8-9 Tahun 6 24 6 24

10-13 Tahun 12 48 13 52

Jenis Kelamin Laki-laki 16 64 16 64

Perempuan 9 36 9 36

Sumber : Data Primer 2014

Page 5: FAKTOR RISIKO KEJADIAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN …

45 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik

Berdasarkan tabel di atas dapat

diketahui bahwa sebagian besar responden

pada kelompok kasus berada pada

kelompok umur 10-13 tahun sebesar 48%.

Sedangkan responden pada kelompok

kontrol sebagian besar berada pada

kelompok umur 10-13 tahun sebesar 52%.

Dapat disimpulkan bahwa karakteristik

responden kelompok kasus dan kontrol

mempunyai kelompok umur yang hampir

sama yaitu kelompok umur 10-13 tahun.

Jenis kelamin responden sebagian

besar pada kelompok kasus dan kontrol

adalah laki-laki yaitu masing-masing

sebesar 64%. Dapat disimpulkan bahwa

karakteristik responden berdasarkan jenis

kelamin mempunyai proporsi yang sama

yaitu sebagian besar laki-laki.

Analisa Univariat

Tabel 2.

VARIABEL KASUS KONTROL

∑ % ∑ %

Pendidikan Ibu Rendah 17 68 15 60

Tinggi 8 32 10 40

Pendapatan

Rendah 8 32 11 44

Tinggi 17 68 14 56

Status Pekerjaan Ya 2 8 3 12

Tidak 23 92 22 88

Riwayat Keluarga

Ya 8 32 7 28

Tidak 17 68 18 72

Riwayat Sebelumnya Ya 5 20 4 16

Tidak 20 80 21 84

Cara cuci Tangan Setelah BAB Kurang Baik 21 84 13 52

Baik 4 16 12 48

Cara Mencuci lalapan dan Buah Kurang Baik 15 60 16 64

Baik 10 40 9 36

Kebiasaan Memanaskan Makanan > 6 Jam 16 64 8 32

≤ 6 Jam 9 36 17 68

Kebiasaan Membeli Makanan 4-6 Kali Seminggu 21 84 14 56

Jadi diluar rumah 0-3 Kali Seminggu 4 16 11 44

Cara Penyajian Makanan Kurang Baik 3 12 5 20

Baik 22 88 20 80

Cara Memasak Air Minum Kurang Baik 7 28 6 24

Baik 18 72 19 76

Page 6: FAKTOR RISIKO KEJADIAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN …

46 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik

Berdasarkan tabel 2 dapat

diketahui bahwa distribusi frekuensi

berdasarkan pendidikan responden pada

kelompok kasus dan kontrol sebagian

besar ibunya berpendidikan rendah

masing-masing sebesar 68% dan 60%.

Distribusi frekuensi berdasarkan

pendapatan pada kelompok kasus dan

kontrol sebagian besar kategori tingkat

pendapatan tinggi masing-masing sebesar

68% dan 56%. Distribusi frekuensi

berdasarkan pekerjaan pada kelompok

kasus dan kontrol sebagian besar tidak

bekerja masing-masing sebesar 92% dan

88%. Distribusi frekuensi berdasarkan

riwayat keluarga pada kelompok kasus

dan kontrol sebagian besar tidak ada

riwayat tifoid keluarga masing-masing

sebesar 68% dan 72%.

Distribusi frekuensi berdasarkan riwayat

sebelumnya pada kelompok kasus dan

kontrol sebagian besar tidak memiliki

riwayat sebelumnya masing-masing

sebesar 80% dan 84%.

Distribusi frekuensi berdasarkan

cara cuci tangan setelah BAB pada

kelompok kasus dan kontrol sebagian

besar cara cuci tangan setelah BAB

kurang baik masing-masing sebesar 84%

dan 52%. Distribusi frekuensi berdasarkan

cara mengkonsumsi lalapan dan buah

pada kelompok kasus dan kontrol

sebagian besar cara mengkonsumsi

lalapan dan buah kurang baik masing-

masing sebesar 60% dan 64%. Distribusi

frekuensi berdasarkan pada kelompok

kasus sebagian besar memiliki kebiasaan

memanaskan makanan > 6 jam sebelum

dikonsumsi sebesar 64%, sedangkan

responden pada kelompok kontrol

sebagian besar memiliki kebiasaan

memanaskan makanan sebesar 64%.

Distribusi frekuensi berdasarkan

kebiasaan membeli makanan jadi di luar

rumah pada kelompok kasus dan kontrol

sebagian besar memiliki kebiasaan

membeli makanan jadi diluar rumah 4-6

kali dalam seminggu masing-masing

sebesar 84% dan 56%. Distribusi

frekuensi berdasarkan cara penyajian

makanan pada kelompok kasus dan

kontrol sebagian besar menyajikan

makanan dengan baik yaitu masing-

masing sebesar 88% dan 20%. Distribusi

frekuensi berdasarkan cara memasak air

minum pada kelompok kasus dan kontrol

sebagian besar cara memasak air minum

dengan benar masing-masing sebesar

72% dan 76%.

Page 7: FAKTOR RISIKO KEJADIAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN …

47 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik

Tabel 3. Hasil Bivariat Beberapa Variabel Faktor Determinan

Variabel Kasus Kontrol P

value OR CI

∑ % ∑ %

Variabel

Pengganggu

Pendidikan Ibu Rendah 17 68 15 60 0,556 1,417 0,444 - 4,521

Tinggi 8 32 10 40

Pendapatan Rendah 8 32 11 44 0,382 0,599 0,189 - 1,898

Tinggi 17 68 14 56

Status Pekerjaan Ya 2 8 3 12 1,00 0,683 0,097 - 4,188

Tidak 23 92 22 88

Riwayat Keluarga Ya 8 32 7 28 0,544 1,446 0,438 - 4,781

tidak 17 68 18 72

Riwayat Sebelumnya Ya 5 20 4 16 1,00 1,313 0,308 - 5,598

tidak 20 80 21 84

Variabel Bebas

Cara cuci Tangan

Setelah Kurang Baik 21 84 13 52 0,015 4,846 1,287 - 18,255

BAB Baik 4 16 12 48

Cara Mencuci lalapan dan Kurang Baik 15 60 16 64 0,771 0,844 0,269 - 2,647

Buah Baik 10 40 9 36

Kebiasaan Memanaskan > 6 Jam 16 64 8 32 0,024 3,778 1,170 - 12,194

Makanan ≤ 6 Jam 9 36 17 68

Kebiasaan Membeli Makanan 4-6 Kali Seminggu 21 84 14 56 0,031 4,125 1,092 - 15,585

Jadi diluar rumah 0-3 Kali Seminggu 4 16 11 44

Cara Penyajian Makanan Kurang Baik 3 12 5 20 0,702 0,545 0,115 - 2,58

Baik 22 88 20 80

Cara Memasak Air Minum Kurang Baik 7 28 6 24 0,747 1,231 0,347 - 4,371

Baik 18 72 19 76

Sumber : Data Primer 2014

Analisa Bivariat

Pada tabel 3 dapat diketahui bahwa

semua variabel pengganggu tidak

memiliki hubungan yang signifikan

terhadap kejadian tifoid pada anak. Hal

tersebut dapat di lihat masing masing p

value tidak ada nilai di bawah 0,05.

Pada variabel bebas dapat diketahui

bahwa cara cuci tangan setelah BAB Hasil

analisis statistik dengan menggunakan uji

Page 8: FAKTOR RISIKO KEJADIAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN …

48 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik

Chi-square diperoleh nilai p value = 0,015

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

yang signifikan antara cara cuci tangan

setelah BAB dengan kejadian Tifoid pada

anak. Hasil analisis diperoleh nilai OR =

4,846 nilai kemaknaan 95% CI = 1,28 –

18,25 artinya cara cuci tangan setelah

BAB kurang baik merupakan faktor risiko

dari Tifoid dan responden yang

mempunyai cara cuci tangan setelah BAB

kurang baik berisiko 4,846 kali

mengalami tifoid dibandingkan dengan

responden yang mempunyai cara cuci

tangan setelah BAB baik.

Hasil analisis statistik pada variabel

cara mengkonsumsi lalapan diperoleh

nilai p value = 0,771; OR = 0,844; CI =

0,269 – 2,647 dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan

yang signifikan antara cara mengkonsumsi

lalapan dan buah dengan kejadian Tifoid

pada.

Hasil analisis statistik pada variabel

kebiasaan memanaskan makanan

diperoleh nilai p value = 0,024 dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara kebiasaan memanaskan

makanan dengan kejadian Tifoid pada

anak. Hasil analisis diperoleh nilai OR =

3,77 nilai kemaknaan 95% CI = 1,17 –

12,19 artinya tidak memanaskan makanan

sebelum dikonsumsi merupakan faktor

risiko dari Tifoid dan responden yang

tidak memanaskan makanan sebelum

dikonsumsi berisiko 3,77 kali mengalami

tifoid dibandingkan dengan responden

yang memanaskan makanan sebelum

dikonsumsi.

Hasil analisis statistik pada variabel

kebiasaan membeli makanan jadi di luar

rumah diperoleh nilai p value = 0,031

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

yang signifikan antara kebiasaan membeli

makanan jadi diluar rumah dengan

kejadian Tifoid pada anak. Hasil analisis

diperoleh nilai OR= 4,12 nilai kemaknaan

95% CI = 1,09 – 15,54 artinya kebiasaan

membeli makanan jadi diluar rumah

merupakan faktor risiko dari Tifoid dan

responden yang memiliki kebiasaaan

membeli makanan jadi diluar rumah

berisiko 4,12 kali mengalami Tifoid

dibandingkan dengan responden yang

tidak memiliki kebiasaan membeli

makanan jadi diluar

Hasil analisis statistik pada variabel

cara penyajian makanan diperoleh nilai p

value = 0,702; OR = 0,545; CI = 0,115 –

2,58 dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara cara

penyajian makanan dengan kejadian

Tifoid pada anak.

Hasil analisis statistik pada variabel

cara memasak air minum diperoleh nilai p

value = 0,747; OR = 1,231; CI = 0,347 –

4,371 dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara cara memasak air minum

dengan kejadian Tifoid pada anak.

PEMBAHASAN

Demam tifoid merupakan penyakit

yang disebabkan oleh Salmonella typhi

merupakan bakteri Gram-negatif,

mempunyai flagel, tidak berkapsul, tidak

membentuk spora, fakultatif aerob.

Mempunyai antigen somatic (O) yang

terdiri dari oligisakarida, flagel antigen

(H) yang terdiri dari protein dan envelope

antigen (K) yang terdiri dari polisakarida.5

Jalur penularan terjadi melalui fecal-oral.

Penularan penyakit ini adalah melalui air

dan makanan yang terinfeksi salmonella

typhi. Kuman salmonella dapat bertahan

Page 9: FAKTOR RISIKO KEJADIAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN …

49 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik

lama dalam makanan.6 Dengan adanya

penularan tersebut dapat dipastikan

higyene makanan dan higyene personal

sangat berperan dalam masuknya bakteri

ke dalam makanan.

Hubungan antara Cara Cuci Tangan

Setelah BAB dengan kejadian Tifoid

Pada Anak

Hasil uji statistik menunjukkan nilai

p value = 0,015 dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara cara cuci tangan setelah

BAB dengan kejadian Tifoid pada anak.

Selain itu, faktor pendidikan ibu

juga memberikan pengaruh terhadap

kebiasaan cuci tangan setelah BAB anak.

Dapat diketahui bahwa ibu dengan

pendidikan rendah lebih banyak anaknya

cuci tangan kurang baik sebesar 58,8%

dari pada ibu dengan pendidikan tinggi

sebesar 41,2%. Pendidikan merupakan hal

penting guna menunjang keterpaparan

informasi. Semakin tinggi pendidikan ibu

makan semakin mudah dan banyak

informasi yang didapatkan tentang cuci

tangan yang baik secara tidak langsung

akan melakukan upaya pencegahan tifoid.

Tangan yang tidak tercuci dengan baik

memungkinkan bakteri patogen masih ada

di jari anak. Hal tersebut secara langsung

akan mencemari makanan yang akan

dikonsumsi oleh anak, sehingga daya

tahan tubuh anak akan terganggu. Dengan

adanya daya tahan tubuh rendah maka

memudahkan anak terkena tifoid hal ini

berkaitan dengan kontaminasi Salmonella

typhi dari berbagai cara, terutama

kebiasaan jajan. Penggunaan sabun

merupakan hal penting dalam kegiatan

cuci tangan. Dengan menggunakan sabun

antiseptik secara berulang akan

mengurangi bakteri yang ada hingga

sedikit. 7

Hubungan antara Cara Cuci Lalapan

Dan Buah dengan kejadian Tifoid Pada

Anak

Hasil uji statistik menunjukkan

nilai p value = 0,771 dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara cara

mengkonsumsi lalapan dan buah dengan

kejadian Tifoid pada anak.

Pada penelitian ini masih terdapat

kecendrungan responden cara cuci lalapan

dan buah kurang baik lebih besar pada

kelompok kasus. Resonden dengan

kategori cuci lalapan kurang baik

diantaranya 52,5% tidak mencuci

menggunakan air mengalir. Hal ini

memungkinkan masih ada bakteri

Salmonella typhi menempel pada lalapan

dan buah. Adanya kontaminasi

Salmonella typhi di sayur-sayuran maupun

buah-buahan dikarenakan berbagai

macam cara, diantaranya penggunaan

pupuk kotoran manusia sehingga

memungkinkan adanya kontaminasi

bakteri tersebut. 8

Hubungan antara Kebiasaan

Memanaskan Makanan Sebelum

Dikonsumsi dengan kejadian Tifoid

Pada Anak

Hasil uji statistik menunjukkan

nilai p value = 0,024 dapat disimpulkan

bahwa ada hubungan yang signifikan

antara kebiasaan memanaskan makanan

dengan kejadian Tifoid pada anak.

Kebiasaan memanaskan makanan

merupakan hal yang penting guna

membunuh dan menghindari

Page 10: FAKTOR RISIKO KEJADIAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN …

50 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik

perkembangbiakan bakteri di dalam

makanan. Bakteri samlonella typhi akan

mati pada pemanasan suhu lebih dari 60

C.5 Oleh karena itu makanan dalam

keadaan panas akan membunuh bakteri

Salmonella typhi sehingga makanan yang

dikonsumsi anak akan terhindar dari

bakteri tersebut. Pemanasan yang

dilakukan ≤ 6 jam akan mencegah

perkembangbiakan bakteri lebih banyak.

Hubungan antara Kebiasaan Membeli

Makanan Jadi diluar Rumah dengan

kejadian Tifoid Pada Anak

Hasil uji statistik menunjukkan

nilai p value = 0,031 dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

yang signifikan antara kebiasaan membeli

makanan jadi diluar rumah dengan

kejadian Tifoid pada anak.

Selain itu faktor pendapatan

keluarga juga memberikan peran terhadap

kebiasaan jajan anak. Dapat diketahui

bahwa ada kecendrungan pendapatan

tinggi lebih banyak anak jajan 4 -6 kali

dalam seminggu sebesar 82,9% dari pada

ibu dengan pendapatan rendah sebesar

17,1%. Pendapatan sangat erat berkaitan

dengan pemberian uang saku kepada anak.

Semakin tinggi pendapatan orang tua

maka akan semakin banyak uang saku

yang diberikan sehingga berpengaruh

terhadap kemampuan anak dalam

membeli jajanan.

Infeksi Salmonella typhi pada

umumya dikarenakan penanganan

makanan/minuman yang tidak higienis.

Dengan adanya kebiasaan mengkonsumsi

makanan diluar rumah berarti telah

mengkonsumsi makanan dan minuman

bukan buatan sendiri. Sebagian besar kita

tidak mengetahui cara pembuatan

sehingga memungkinkan adanya

kontaminasi bakteri Salmonella typhi.

Hubungan antara Cara Penyajian

Makanan dengan kejadian Tifoid Pada

Anak

Hasil uji statistik menunjukkan

nilai p value =0,702 dapat disimpulkan

bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara cara penyajian makanan

dengan kejadian Tifoid pada anak. Dari

hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa

responden dengan cara penyajian

makanan tertutup sebesar 84%, namun

penyimpanan makanan 40,45% masih

kurang layak. Penyimpanan di tempat

tersebut dikhawatirkan masih ada ruang

terjadinya kontaminasi terlebih kebersihan

dapur tidak terjaga dengan baik.

Menutup dan menyimpan

makanan merupakan hal penting untuk

menghindari kontaminasi bakteri yang

dibawa oleh vektor. Vektor yang dapat

membawa bakteri Salmonella tyhi adalah

lalat. 9

Hubungan antara Cara Memasak Air

Minum dengan kejadian Tifoid Pada

Anak

Hasil uji statistik menunjukkan

nilai p value = 0,747 dapat disimpulkan

bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara cara memasak air minum

dengan kejadian Tifoid pada anak. Dari

hasil penelitian ini dapat kita ketahui

bahwa ada kecendrungan cara memasak

air minum kurang baik lebih besar terkena

pada kelompok kasus sebesar 28%. hal

tersebut berkaitan dengan bakteri yang

masih hidup dikarenakan perebusan yang

tidak sempurna.

Page 11: FAKTOR RISIKO KEJADIAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN …

51 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik

SIMPULAN

1. Ada hubungan yang signifikan antara

cara cuci tangan setelah BAB dengan

kejadian Tifoid pada anak di

Puskesmas Sui Kakap dan Puskesmas

Sui Durian.

2. Ada hubungan yang signifikan antara

kebiasaan memanaskan makanan

dengan kejadian Tifoid pada anak di

Puskesmas Sui Kakap dan Puskesmas

Sui Durian.

3. Ada hubungan yang signifikan antara

kebiasaan membeli makanan jadi di

luar rumah dengan kejadian Tifoid

pada anak di Puskesmas Sui Kakap

dan Puskesmas Sui Durian.

SARAN

1. Hendaknya mengawasi dan

membiasakan cuci tangan anak sejak

dini, selalu mengawasi dan memberi

arahan kepada anak tentang memilih

jajanan yang baik dan sehat. Selain

itu, membawakan bekal dari rumah

dalam bentuk makanan ringan yang

disukai anak lebih baik dilakukan

oleh ibu untuk mencegah anak dalam

membeli makanan jajanan yang tidak

dijamin kebersihanya.

2. Setelah mengolah makanan sebaiknya

segera dikonsumsi. Penyajian

makanan dalam keadaan hangat

maupun panas sangat baik untuk

menghindari kontaminasi.

3. Pihak sekolah hendaknya selalu

memberikan edukasi tentang cara cuci

tangan dengan baik di lingkungan

sekolah diantaranya melalui poster

yang menarik.

4. Menyediakan fasilitas sabun dan air

bersih di dalam toilet sekolah dan

selalu menjaga kebersihan jamban

sekolah.

5. Selalu mengawasi kebersihan kantin

sekolah dan menyeleksi pedagang

keliling yang boleh berdagang di

lingkungan sekolah, sehingga murid

akan mendapatkan jajanan yang

bersih dan sehat.

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. 2013. Manual for the

Laboratory Identification and

Antimicrobial Susceptibility Testing of

Bacterial Pathogens of Public Health

Importance in the Developing World

2003. Geneva: WHO.

2. Depkes Kalbar. 2013. Laporan

Surveilens Tetap Penyakit (STP)

Depkes Kalbar 2014. Litbangkes

Depkes Kalbar.

3. Dinkes Kubu Raya. 2014. Laporan

Mingguan 2012-2014. Litbangkes

Dinkes Kubu Raya.

4. Profil Puskesmas Sui Durian. 2012.

Laporan Bulanan Program kesling.

Litbangkes Puskesmas Sui Durian.

5. Mubarak, W., dan Chayatin, N. 2009.

Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori

dan Aplikasi. Jakarta: Salemba.

6. Widoyono. 2008. Penyakit Tropis

(Epidemiologi, Penularan,

Pencegahan Dan Pemberantasanya).

Jakarta: Erlangga.

7. Brooker, C. 2009. Ensiklopedia

Keperawatan. Jakarta: EGC.

8. Widoyono. 2011. Penyakit Tropis

(Epidemiologi, Penularan,

Pencegahan Dan Pemberantasanya).

Jakarta: Erlangga. Chin, J. 2000.

Page 12: FAKTOR RISIKO KEJADIAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN …

52 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik

Manual Pemberantasan Penyakit

Menular. Edisi 17. American Public

Health Association (APHA).

9. Agustina, F., dkk. 2009. Higiene Dan

Sanitasi Pada Pedagang Makanan

Jajanan Tradisional Di Lingkungan

Sekolah Dasar Di Kelurahan Demang

Lebar Daun Palembang. Skripsi:

Universitas Sriwijaya.

10. Bustan, M.N,. 2006. Pengantar

Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.

11. Chandra, Budiman. 2007. Pengantar

Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC

12. Depkes RI. 2008. Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) 2007 Laporan

Nasional 2007. Litbangkes Depkes RI.

13. Ditjen PP dan PL. 2011. Profil

pengendalian penyakit dan

Penyehatan lingkungan. Litbangkes

Depkes RI.

14. Jacobs, Mark. 2012. Communicable

Disease Control Manual 2012.

Wellington: Ministry of Heath.

15. Kemendagri, 2006. Intruksi Presiden

Republik Indonesia No 5 Tahun 2006.

Diakses dari

http://www.kemendagri.go.id/produk-

hukum/2006/06/09/instruksi-presiden-

no-5-tahun-2006 diakses tanggal 6 juli

2014 jam 16.00

16. Kemenkes. 2013. Sanitasi Total

Berbasis Masyarakat. Diakses dari

http://www.stbmindonesia.org/?page=

pustaka&command=detail&id1=7902

&id2=632 diakses tanggal 3 Juni 2014

jam 16.00

17. Loho, T. dan Utami, L. 2007. Uji

Efektivitas Antiseptik Triclosun l%

terhadap Stuphylococcas uulFerls, E

scherichia coli, Enterococcus fueculis,

dan Pseudomon&s ueruginosu.

Departemen Patologi Klinik Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Volum: 57, Nomor: 6, Juni 2007.

18. Lubis Rahayu. 2008. Faktor Resiko

Kejadian Penyakit Demam Tifoid

Penderita Yang dirawat di RSUD Dr.

Soetomo. USU Resopitory.

(Dipublikasikan).

19. Mandal, B.K., dkk. 2004. Penyakit

Infeksi. Jakarta: Erlangga.

20. Maryani, L., dan Muliani, R. 2010.

Epidemiologi Kesehatan. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

21. Murti, B. 1997. Prinsip dan Metode

Riset Epidemiologi. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

22. Noor, N.N. 2008. Epidemiologi.

Jakarta: Rineka Cipta.

23. Notoadmojo, S. 2003. Ilmu Prilaku

Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

24. _____________. 2005. Metodelogi

Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta.

25. _____________. 2010. Metodologi

Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta.

26. _____________. 2010. Ilmu Prilaku

Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

27. _____________. 2012. Metodologi

Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta.

28. Perry & Potter. 2005. Buku Ajar

Fundamental Keperawatan: Konsep,

Proses dan Praktek. Edisi ke 4.

Jakarta. EGC.

29. PMK, 2010. Peraturan Mentri

Kesehatan Republik Indonesia No

492/MENKES/Per/IV/2010. Diakses

dari http:// www.hukor.depkes.

go.id/up_prod_permenkes/PMK%20N

o.%20492%20ttg%20Persyaratan%20

Kualitas%20Air%20Minum.pdf

Page 13: FAKTOR RISIKO KEJADIAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN …

53 I Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan - JuMantik

diakses tanggal 15 Oktober 2014 jam

07.30

30. Pudiastuti, R.D. 2011. Waspadai

Penyakit Pada Anak. Jakarta: Indeks.

31. Sastroasmoro, S., dan Ismael, S. 1995.

Dasar – Dasar Metodologi Penelitian

Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara.

32. Siddiqui, F.J., dkk. 2008. Risk Factor

For Typhoid Fever In Children In

Squatter Settlements Of Karachi.

Journal of infection and Public Health

2008. ISSN 113-120.

33. Soedarmo, S.S.P. dkk. 2012. Buku

Ajar Infeksi & Pediatri Tropis.

Jakarta: IDAI.

34. Srikandi Fardiaz, 2001, Pangan dan

Gizi, Bogor: Sagung Seto.

35. Sulistyaningsih, 2011, Epidemiologi

Dalam Praktik Kebidanan,

Yogyakarta:Graha Ilmu.

36. Thompson, C.N., dkk. 2012.

Epidemiological Features And Risk

Factor Of Salmonella Gastroenteritris

In Children Resident In Ho Chi Minh

City Vietnam. Cambridge University

Press 2012. ISSN 1604-1613.

37. Wahyu Artati Nurvina. 2012.

Hubungan Antara Sanitasi

Lingkungan, Higiene Perorang, dan

Karakteristik Individu Dengan

Kejadian Demam Tifoid diwilayah

Kerja Puskesmas Kedungmundu kota

Semarang Tahun 2012. Universitas

Negeri Semarang. (Dipublikasikan).

38. Wasito, Bambang., dkk. 2009. Kajian

Faktor Pengaruh Terhadap Penyakit

Demam Tifoid Pada Balita Indonesia.

Buletin Penelitian Sistem Kesehatan.

Vol.12 No 4 Oktober 2009: 311-340.

39. WHO. 2005. Who Guidelines On

Hand Hygiene In Health Care.

Geneva: WHO.

40. ____________________. 2013. Trans

Fats. Di akses dari

http://www.who.int/topics/typhoid_fev

er/en/ di akses tanggal 27 Juni 2014

jam 12.20.

41. Yulius. 2011. Hubungan Antara

Sanitasi Lingkungan Rumah Dan

Personal Hygiene Dengan Kejadian

Tipus Di Kecamatan Pontianak Timur.

Universitas Muhammadiyah

Pontianak. (Tidak dipublikasikan).