web viewbiasanya disitu berkumpul ikan lele. kami merogohnya dan dapat banyak. kadang-kadang ikan...

20
MAHYAYA, BARAKALLAH FI ‘UMURI MUHAMMAD SOLEH Pengantar Tulisan ini terinspirasi oleh WA seorang teman yang memuat do’a “barakallahu fi ‘umuri, hamdan wa syukron ‘ala ni’matillah”, Tulisan ini sebagai wujud syukurku atas karunia Allah swt dalam hidupku. Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang. Maha Pemelihara, Maha Luas Pemberiannya. Aku merasakan “tangan” Allah membimbingku dalam perjalanan hidup ini. Tujuan kedua, saya ingin mewariskan nilai-nilai kehidupan Islami, untuk keturunan dari kerabatku, atau siapa saja yang orangtuanya adalah sahabatku. Nilai-nilai itu antara lain: Masa kecil: Pengembangan diri dengan kreatif: membuat alat permainan sendiri. Bersahabat dengan alam. Alam pun membalas dengan keberkahan. Pergaulan sosial yang tulus, tolong menolong, gotong royong. Masa Sekolah Potensi diri dikembangkan secara terpadu: Intelektual, emosi dan akhlak Kepatuhan kepada orangtua dan guru membawa berkah kepandaian Keterbatasan biaya, tidak menjadi penghalang untuk maju Masa berkarya Bidang karir kita sudah diatur oleh Allah. Allah membukakan jalan, jika hambanya berusaha dan berdoa. Pertolongan Allah datang melalui orang-orang yang tak terduga Mensyukuri nikmat pekerjaan, bekerja dengan ikhlas, sungguh sungguh, dan tawakkal, akan meningkatkan karir Prestasi kerja tetap diupayakan secara profesional, dan tidak perlu dikejar dengan cara-cara tak terpuji.

Upload: duongngoc

Post on 30-Jan-2018

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Web viewBiasanya disitu berkumpul ikan Lele. Kami merogohnya dan dapat banyak. Kadang-kadang ikan Lele itu keluar berombongan mencari tempat berair

MAHYAYA, BARAKALLAH FI ‘UMURI

MUHAMMAD SOLEH

Pengantar

Tulisan ini terinspirasi oleh WA seorang teman yang memuat do’a “barakallahu fi ‘umuri, hamdan wa syukron ‘ala ni’matillah”, Tulisan ini sebagai wujud syukurku atas karunia Allah swt dalam hidupku. Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang. Maha Pemelihara, Maha Luas Pemberiannya. Aku merasakan “tangan” Allah membimbingku dalam perjalanan hidup ini.

Tujuan kedua, saya ingin mewariskan nilai-nilai kehidupan Islami, untuk keturunan dari kerabatku, atau siapa saja yang orangtuanya adalah sahabatku.

Nilai-nilai itu antara lain:Masa kecil:

Pengembangan diri dengan kreatif: membuat alat permainan sendiri. Bersahabat dengan alam. Alam pun membalas dengan keberkahan. Pergaulan sosial yang tulus, tolong menolong, gotong royong.

Masa Sekolah

Potensi diri dikembangkan secara terpadu: Intelektual, emosi dan akhlak Kepatuhan kepada orangtua dan guru membawa berkah kepandaian Keterbatasan biaya, tidak menjadi penghalang untuk maju

Masa berkarya

Bidang karir kita sudah diatur oleh Allah. Allah membukakan jalan, jika hambanya berusaha dan berdoa. Pertolongan Allah datang melalui orang-orang yang tak terduga Mensyukuri nikmat pekerjaan, bekerja dengan ikhlas, sungguh sungguh, dan

tawakkal, akan meningkatkan karir Prestasi kerja tetap diupayakan secara profesional, dan tidak perlu dikejar

dengan cara-cara tak terpuji.

Semua nilai-nilai itu saya hayati dan akhirnya saya nikmati hasilnya. Alhamdulillah. Semoga Allah swt memberkati keturunan kita. Amin

A.MASA KECIL

Page 2: Web viewBiasanya disitu berkumpul ikan Lele. Kami merogohnya dan dapat banyak. Kadang-kadang ikan Lele itu keluar berombongan mencari tempat berair

Kisah masa kecil diassosiasikan dengam masa bermain. Lokasi bermain dibatasi hanya di kampung halaman. Berturut-turut akan dikisahkan permainan kami di sungai, di dataran kampung, di sawah, dan di keramaian pesta pernikahan.

1. Bermain di Sungai.

Sungai di samping rumah kami telah menoreh sejarah pada masa kecilku. Aku masih

balita (kira-kira 4 tahun). Kebetulan sungai sedang sepi. Aku berjalan sendiri ke arah sungai.

Mungkin karena senangnya melihat air, aku terjatuh ke sungai dan terhanyut dibawa arus

sungai. Tak seorangpun tahu. Aku hanyut, dan pasti menangis, tapi tiada yang mendengar,

pasti ada malaikat yang mengambangkan aku, terus mengalir sampai akhirnya tersangkut di

akar pandan. Di sini tangisku mulai keras. Dan Allah mentakdirkan tetanggaku, Kong Tani,

mendengar tangisan itu, Ia bergegas ke arah suara dan melihat aku tersangkut di akar pandan.

Subhanallah, ia langsung menceburkan dirinya ke sungai dan mengangkatku. Orang ramai

berkumpul di pinggir sungai itu. Ibuku histeris tak tahu berbuat apa. Barulah ada yang tahu,

bahwa anak itu harus dijungkirbalikkan agar air dalam perutnya keluar. Benar saja,

mengelegaklah air dari dalam perutku. Alhamdulillah. Allah swt menyayangiku, dan memang

sudah menetapkan blue print hidupku, yang telah ku alami sampai saat ini. Aku akan selalu

bersyukur dan berdoa semoga rahmat Allah selalu menyertaiku

Banyak sekali kegiatan bermain di sungai. Kami sangat bergembira jika ramai-ramai menceburkan diri ke sungai. Berenang dengan berbagai gaya telah menjadi naluri, secara alamiah langsung bisa tanpa les privat. Tengkurep, miring, telentang, berdiri, jongkok, ngambang, nyelam, nganyut. Tidak kenal sebutan gaya. Berlomba pun jadi kesenangan sendiri: cepet-cepetan (renang), jauh-jauhan (renang), lama-lamaan (nyelam), bagus-bagusan (terjun/lompat). Permainan diciptakan secara kreatif.

Saling mencipratkan air ke muka pun mengasyikkan. Masing-masing berusaha mencari teknik mencipratkan air. Ada lagi keasyikan lain, berebut bola atau apa saja yang ngambang yang terhanyut dari hulu, tetapi harus hati-hati, jangan sampe dapet gituan.

Kendaraan air pun diciptakan. Batang pisang (gedebong) dapat digunakan, baik satu batang maupun beberapa batang yang dirakit, yang disebut getek. Ada juga batang bambu yang dirakit menjadi getek.

Tambah menyenangkan, jika ada perahu yang lewat yang dikayuh oleh orang dewasa, dari Sawah Baru atau menuju Sawah Baru. Kadang-kadang ada rangkaian bibit padi yang

Page 3: Web viewBiasanya disitu berkumpul ikan Lele. Kami merogohnya dan dapat banyak. Kadang-kadang ikan Lele itu keluar berombongan mencari tempat berair

dirakit berbaris dan dihanyutkan, dari sawah atas menuju sawah bawah. Ada juga rakitan bambu batang yang baru ditebang di kampung atas untuk bangunan di kampung bawah.

Keasyikan berikutnya adalah mencari ikan. Memancing menjadi hobby kami. Betapa senangnya jika tali kail (kenur) ditarik ikan, apalagi jika ikannya besar. Yang paling sering didapat adalah ikan Lundu, ikan Betok atau Betik, ikan Tawes, ikan Lele, ikan Kocolan atau Gabus, ikan Baung. Untuk ikan kecil, seperti Cecere, Udang, Sepat, kami menggunakan Tanggok (jaring yang diberi pegangan). Pada musim kemarau, air sepak surut dan alirannya tidak deras. Kami turun ke sungai mencari gohok (cegokan tepi sungai yang menjorok ke dalam). Biasanya disitu berkumpul ikan Lele. Kami merogohnya dan dapat banyak. Kadang-kadang ikan Lele itu keluar berombongan mencari tempat berair. Maka kami tinggal menggiring saja ke jaring. Kalau ada bagian sungai yang dalam, sementara ditepiannya sudah tidak berair, maka kami melakukan nimba, yaitu menimba air keluar sehingga celuk itu berkurang airnya dan mulai kelihatan banyak ikan yang tinggal disitu. Asyik sekali menangkapinya. Jika air pasang dan sungai seperti mengalir berbalik arah, beberapa orang menebarkan tuba (racun ikan), dan tak lama kenudian banyak ikan yang mabok ngegot-ngegot. Ini perbuatan tidak bersahabat dengan alam, merusak alam. Kasihan ikan yang kecil-kecil atau makhluk sungai lainnya yang tidak termasuk kebutuhan manusia, ikut mati sia-sia.

Di tepi sungai juga banyak tumbuh-tumbuhan perdu yang bermanfaat. Kami biasanya membantu ibu-ibu untuk memetik daunnya. Misalnya Pakis, untuk sayuran, Pandan untuk pengharum makanan. Sungguh, sungai memberikan keberkahan, rezeki dari Allah swt.

2. Bermain di Daratan Kampung

Rumah kami memiliki halaman, di bagian depan (Selatan) menghadap ke jalan, dan di bagian samping kiri (Timur) menghadap ke sungai. Bagian belakang (Utara) dan samping kanan (Barat) adalah kebun yang penuh dengan pepohonan. Halaman depan, kami tanami dengan tamanam bunga (kembang). Ada kembang Matahari, kembangnya berbentuk matahari, dan menghadap ke Matahari pagi. Ada kembang Kacapiring berwarna putih berlapis-lapis dan harum aromanya. Ada pohon Puring yang daunnya kuning bergaris hijau. Ada kembang (pagi-sore), yang merambat di tanah, berdaun kecil-kecil, dan berwarna merah. Ada kembang Melati yang tumbuh merambat di Jaro (pagar pembatas jalan). Serasi sekali kombinasi warna dan keharuman aromanya. Halaman samping kiri rumah dibiarkan kosong, untuk Jerambe, Jemuran dan ruang ngerumpi ibu-ibu yang setiap pagi atau sore mendatangi sungai untuk mencuci, atau mandi.

Di samping kanan dan belakang rumah, rimbun dengan pepohonan. Sebagian besar pohon Kelapa dan Pisang. Ada 2 jenis kelapa yang khas, Kelapa Manis yang sabut Bungsil dan Cengkirnya saja sudah manis, dan Kelapa Puan yang isinya kopyor. Berkah pula dengan pohon buah-buahan : Jambu Klutuk, Jambu Air, Jambu Bol, Mede, Nangkelande, Mangga, (ada mangga yang khas yaitu Mangga Ubi), Ketapang, Gatep. Ada pohon yang buahnya kecil, dan manis, menjadi kesukaan kami, antara lain: Seri, Ciplukan, Klingkit, Ceremai, Jiwet. Ada pohon Aren yang menghasilkan Tuak yang manis. Berkah pula dengan pohon

Page 4: Web viewBiasanya disitu berkumpul ikan Lele. Kami merogohnya dan dapat banyak. Kadang-kadang ikan Lele itu keluar berombongan mencari tempat berair

sayuran: Pohon Kelor. Pohon Katuk, Bayam, Mengkudu. Ada pohon bunga Kenanga yang menebarkan harum bunganya yang kuning selembar-selembar berjatuhan. Berkah sekali.

Kebun kami, masih alamiah, tidak digarap secara budi daya. Di sebelah kebun kami, ada kebun Wa’ H. Beki yang digarap secara budi daya. Kebun itu ditanami pohon Jeruk yang dirawat dengan rapi sehingga menghasilkan panen Jeruk.

Ada pohon yang bergetah keluar dari batangnya. Kami memanfaatkaannya dengan mengambil getah itu pada sebatang kayu, lalu digunakan untuk menangkap Capung. Capung itu diikat ekornya dengan benang, lalu Capung itu disuruh terbang seperti layangan. Kami juga bermain dengan Kupu-Kupu, kami menyaksikan metamorfosa dari Ulat menjadi Kepompong dan menjadi Kupu-Kupu. Kami mengganggu Undur-Undur dengan memancingnya keluar dari pusarannya di pasir pinggiran rumah, dan menyaksikannya berjalan mundur. Kami mengejar Kunang-Kunang yang bersinar di waktu malam. Kami juga menangkap Jangkrik, lalu dimasukkan ke bumbung bambu, untuk diadu dengan Jangkrik teman. Seru sekali.

Kami juga bermain dengan alat-alat permainan yang dibuat sendiri. Permainan yang populer antara lain: main Gundu, main Tombok Karet Gelang, adu Gangsing, main Dampu / Demprak dengan berjingkrak melompati petak-petak di tanah, main Congklak, dan main Bola Bekel. Adalagi main Gatrik, yaitu menjentik potongan kayu pendek dengan kayu yang panjang lalu memukulnya agar terlempar jauh. Kami membuat alat Jangkungan, untuk berjalan di ketinggian jangkungan (Engrang).

Kreativitas kami berkembang. Bikin mobil-mobilan dari kulit jeruk Bali, bikin selancar dari pelepah pinang, bikin senapan dan kuda-kudaan dari pelepah daun pisang, bikin selepetan dari kayu bercagak, bikin meriam karbit dengan batang pepaya, bikin layangan dari bilah bambu, bikin pletokan dan selumpitan dari bambu kecil.

Perahu Kulit Jeruk Layangan Kuda2an Pelepah Pisang Bola Kasti

Jangkungan Gundu Gatrik Dampu Congklak

Page 5: Web viewBiasanya disitu berkumpul ikan Lele. Kami merogohnya dan dapat banyak. Kadang-kadang ikan Lele itu keluar berombongan mencari tempat berair

3. Bermain di Sawah

Sawah di kampung kami hanya digarap dalam dua kali setahun. Kalau musim basah, sawah ditanami padi, kalau musim kering, sawah ditanami tanaman Palawija (sayur mayur).

Kalau musim tanam padi, asyik juga menyaksikan kerbau membajak tanah, atau ibu-ibu menanam pohon padi, berjalan mundur (nandur). Bila padi sudah mulai bertangkai, kami menikmati umbut padi yang masih sangat muda. Kalau sudah mulai menguning asyik juga memainkan orang-orangan sawah, batang kayu yang dipakaikan baju dan tudung saji, diikat dan talinya di perpanjang sampai ke gubuk sehingga bisa ditarik-tarik untuk menghalau burung. Pemandangannya sangat indah, hijau kuning bergelombang ditiup angin sepoi.

Kalau tiba waktu panen, warga bergotong royong memotong padi dengan Ani-Ani, dengan sistem komisi. Misalnya mendapat 5 ikat, satu ikatnya untuk yang memotong. Suasana orang berduyun-duyun menuju sawah atau pulang dari sawah dengan menggendong atau memikul padi, sangat mengesankan. Kami memanfaatkan batang padi yang masih tertinggal untuk membuat Gogolio, semacam suling dari batang padi. Bersahut-sahutan suara Gogolio menyemarakkan pesta panen.

Nandur Orang2an sawah Panen Pikulan padi

Ketika sawah masih mengandung air, ada orang-orang yang menyisir sawah dengan alat penangkap ikan (Susuk) berupa jejari bambu yang dirangkai melingkar dengan ikatan mengumpul ke atas sebagai pegangan. Alat itu ditubrukkan ke air dan dirasakan. Kalau ada ikan yang bergerak menyentuhnya, maka dirogoh untuk menangkapnya. Kalau tidak ada ikan, maka diangkat sambil berjalan lagi menyisir sawah. Ada juga yang membuat Teger, semacam pancing besar dengan tangkai kuat untuk ditinggalkan saja, besok pagi dilihat, ada ikan yang terkait menggerak-gerakkan tangkai Teger.

Kami juga mencari Keong Gondang yang bermunculan di sawah. Keong Gondang ini enak dimakan seperti Kerang. Kami juga memetik daun Semanggi dan Bunga Tunjung yang tumbuh di air sawah. Sayur daun semanggi rasanya manis, apalagi bila dimasak dengan air kelapa muda beserta kelapanya. Nikmat sekali.

Selesai masa panen, sisa jerami disabit untuk makanan kerbau atau dibakar untuk ditanami tanaman Palawija. Pada saat tenggang waktu itu, kami memanfaatkan sawah untuk bermain Sepak Bola, atau Bola Kasti, atau main Layangan. Di sela-sela tanah tumbuh rumput Teki yang berumbi. Kami menggalinya dan mengambil umbinya, untuk direbus.

Page 6: Web viewBiasanya disitu berkumpul ikan Lele. Kami merogohnya dan dapat banyak. Kadang-kadang ikan Lele itu keluar berombongan mencari tempat berair

Ada struktur tanah yang unik. Di tengah sawah ada unggukan daratan yang dikelilingi

sawah. Tampak seperti pulau. Pulau ini dimiliki dan didiami oleh Kong Peri. Jika kami lelah bermain di sawah, kami mendarat di pulau ini, dan mencari sisa sisa ubi jalar yang masih tertanam di tanah, kemudian membakarnya. Ubi tambus lebih nikmat daripada ubi rebus.

Waktunya untuk menanam Palawija, Tanah digemburkan lagi, Bibit ditanam. Bikin selokan untuk menampung air penyiram. Cerek alat penyiram mulai dipikul sambil menyiram. Tanamannya umumnya Tomat, Labu, Ketimun, Kacang panjang, Kacang Tanah, Kacang Kedelai, Ubi Jalar, Singkong, Jagung. Bila mulai berbuah, kami mulai mencoba ketimun muda, kacang panjang muda, Tomat muda. Kalau buahnya sudah matang, kami bebas memetik dan memakannya di tempat. Nikmatnya anugerah Allah melalui alam.

Satu lagi, yang menyenangkan adalah suasana menjelang Iedul Fitri atau Iedul Adha. Menjelang Ramadhan, sungai lebih ramai lagi, karena ibu-ibu juga mencuci Kordeng, Kelambu, Alat Masak memasak. Bapak-bapak mencuci kursi, atau perabot lainnya. Ziarah kubur juga ramai, banyak yang mengoret, membersihkan kubur dari rumput atau pohon-pohon kecil yang tumbuh liar. Baik ke sungai maupun ke kubur, semua melewati rumah kami. Semarak sekali.

Iedul Fitri disemarakkan dengan banyaknya makanan betawi buatan sendiri. Warga saling berkunjung mengantarkan kue buatanya, saling berbagi. Kue Betawi antara lain: Opak, Rengginang, Dodol, Wajik, Kue Satu, Kue Sagon, Geplak, Kue Cina, Uli dan Tape. Masakan: Ketupat, Pesor, Lepet, sayur Sambal Godok, Semur Daging, Opor Ayam.

Iedul Adha diramaikan dengan pemotongan kerbau. Jauh-jauh hari warga sudah patungan untuk membeli kerbau. Malam takbir, sering kami mengarak beduk sambil bertakbir. Meriem Karbit juga bersahut-sahutan.

4. Di keramaian Pesta Pernikahan

Pesta pernikahan di kampung juga mengembirakan kami. Asyik menyaksikan iringan pengantin lelaki yang memakai gamis dan sorban putih dengan rantai leontin emas palsu. Kagum melihat iring-iringan bawaan yang banyak dan yang paling besar adalah sepasang Roti Buaya, yang katanya melambangkan kesetiaan lelaki kepada istrinya, sebagaimana buaya hanya kawin dengan 1 betina saja. Suara rebana ketimpring mengiringi lantunan salawat Nabi, cukup sahdu. Di tempat perhentian yang ditentukan, pengantin disambut dengan ledakan petasan bertubi-tubi, dan diakhiri dengan petasan besar yang suaranya seperti meriam. Sejenak sepi. Mulailah pimpinan rombongan pengantin lelaki mengucapkan salam dan dijawab dengan salam juga oleh pihak pengantin perempuan disertai rangkaian pantun menanyakan maksud kedatangannya. Pantun dibalas pantun, terjadilah sahut-sahutan, seolah-olah pihak perempuan enggan kedatangan tamu. Dan akhirnya dibuat persyaratan untuk bisa melewati palang pintu. Syarat itu adalah mengalahkan jagoan kampung ini, kalau

Page 7: Web viewBiasanya disitu berkumpul ikan Lele. Kami merogohnya dan dapat banyak. Kadang-kadang ikan Lele itu keluar berombongan mencari tempat berair

menang, baru boleh masuk. Terjadilah adu silat dicampur adu mulut dengan pantun saling mengejek dan menantang. Tentunya sudah diatur, jagoan kampung perempuan kalah, maka pihak lelaki menanyakan sudah bolehkah masuk? Ternyata pihak perempuan membuat syarat lagi yaitu harus melantunkan syair arab (hadrah) sebagai pertanda bahwa mempelai lelaki bisa ngaji. Sungguh merdu sekali lantunan hadrah itu, semua terdiam dan puas. Maka dibukalah palang pintu, mempelai lelaki disambut calon mertua dengan kalungan bunga melati. Semarak sekali. Selanjutnya, inilah yang ditunggu anak-anak, tepat di depan pintu masuk, pembawa buah-buahan yang telah dibungkus kertas minyak warna warni, menghamburkan buah-buahan dan uang recehan, kami berebutan dengan ramai sekali.

Rumah sahibul hajat telah dihias dengan janur daun kelapa, dengan rangkaian manggar (bunga) kelapa dari kertas, dan kertas warna warni sekeliling pelampang (tenda). Plampang yang di belakang atau samping rumah dikelilingi dengan pagar daun kelapa tua, karena disinilah tukang masak mengerjakan pekerjaannya, membuat lauk pauk dan kue-kue. Tamu diterima dibagian depan, lengkap dengan meja kursi, yang diatasnya telah disediakan kue toples dan kue basah. Tamu ngobrol sambil ngeteh atau ngopi, tidak ada jamuan makan. Persiapan makan dan lauk pauk hanya untuk besan yang biasanya datang menjelang malam. Keasyikan kami adalah merapat ke pagar tempat masak, minta kue-kue. Keasyikan berikutnya adalah nonton pengantin, pakaiannya perpaduan antara Arab dan Cina. Mempelai laki pakaian Arab (Gamis dan Sorban), mempelai perempuan pakaian Cina (Siangko penutup wajah, dan kembang goyang). Kami juga nonton musik hiburan di panggung depan. Musiknya adalah Grup Rebana, atau Orkes Gambus atau Orkes Melayu. Kadang-kadang ada Lenong, atau Topeng atau Wayang Kulit, atau Wayang Golek. Ada juga yang menyediakan Film Layar Tancap.

Rebana Biang Rebana Ketimpring Gambus Topeng

Page 8: Web viewBiasanya disitu berkumpul ikan Lele. Kami merogohnya dan dapat banyak. Kadang-kadang ikan Lele itu keluar berombongan mencari tempat berair

Berbalas pantun Silat Roti buaye Pengantin

Ada lagi satu hiburan melalui radio, yaitu Sahibul Hikayat (dongeng), yang dibawakan semalam suntuk oleh Bang Jahid. Malam itu warga berkumpul di depan radio. Demikianlah masa kecil di kampung. Kini semuanya menjadi kenangan indah, dan membangkitkan kerinduan. Miris rasanya, kampungku telah hilang.

B. MASA SEKOLAH

Tahun 1955. Perubahan suasana dari suasana rumah ke suasana sekolah, aku rasakan sangat berat. Biasanya selalu dekat dengan Ibu, kini harus terpisah dan bertemu dengan ibu guru dan teman-teman baru yang sebaya. Hari pertama, masih menurut saja dibawa ke sekolah, karena belum tahu apa yang akan terjadi. Hari kedua, aku mogok nggak mau ke sekolah. Payah juga ibu membujukku, dan terpaksa mengantar dan menungguiku di sekolah. Akhirnya terbiasa juga.

Setelah mendapat pelajaran, ternyata aku mampu menangkap yang diajarkan guru dengan cepat. Sampailah duduk di kelas 4. Guruku tahu aku pandai. Suatu ketika aku dibawa ke kelas 5. Guru bertanya sesuatu kepada kelas 5, tak satupun yang menjawabnya. Tiba-tiba pak guru menanyaiku. Aku menjawabnya dengan benar. Guruku membanggakanku di depan murid kelas 5.

Ada hal yang mengesankan ketika kami diajar oleh Pak Ibnu Hajar secara kontekstual. Kami dibawa keluar kelas, memperhatikan kerbau yang sedang mengunyah makanan. Yang mau dipahamkan adalah bagaimana kerbau menyimpan makanan ketika merumput, kemudian dikunyah lagi pada waktu istirahat (memamah biak). Lalu masuklah nilai hemat, bertahap dan memanfaatkan waktu senggang. Di kala lain, kami diajak mengamati pohon jambu, bagaimana ia berkembang biak dengan biji, dan cara lain adalah stek dan cangkok. Kami melakukan praktik stek dan cangkok. Masuklah nilai menyayangi alam ciptaan Allah swt. Pak Ibnu Hajar juga membuka ranting Pandu Islam. Kami mulai berorganisasi kepanduan, antara lain berseragam pandu (kacu), berkemah, lintas alam dan berbahasa Morse (isyarat).

Mampu membaca Al-Qur’an merupakan suatu tuntutan mutlak bagi anak Betawi. Aku mulai berkenalan dengan huruf Hijaiyyah sejak kelas 1. Mulai kelas 4 aku sudah mulai mengaji Al-Qur’an, di luar jam sekolah. Guru Agamaku (Pak Mahfud) mengajar ngaji Qur’an di sore hari. Kemudian aku dipindahkan ke pengajian di Masjid Ar-Ruhama’ dengan Mu’alim Muhammad Husain Ali. Dari kelas 4 SR sampai kelas 3 SMP aku dibimbing membaca Al-Qur’an dengan aturan yang ketat: makhroj, tajwid dan terjemah. Alhamdulillah, aku adalah murid kesayangan Mu’alim. Aku sering menjadi assistennya untuk membimbing teman-temanku.

Grafik banyak murid dari kelas rendah ke kelas tinggi tampak merosot. Banyak yang putus sekolah, karena kesadaran orangtua akan pentingnya sekolah masih rendah. Aku ingat ketika kelas 5, masih ada belasan murid, tetapi naik ke kelas 6 hanya beberapa orang dan menjelang ujian nasional hanya tinggal 2 orang saja yaitu aku dan Latief anaknya pak Guru.

Page 9: Web viewBiasanya disitu berkumpul ikan Lele. Kami merogohnya dan dapat banyak. Kadang-kadang ikan Lele itu keluar berombongan mencari tempat berair

Kami berdua didaftarkan sebagai peserta ujian nasional SD dengan menumpang legalitas sebagai murid SDN Menteng. Ternyata kami berdua lulus ujian nasional. Mungkin inilah murid SD Unwanus Saadah yang pertama kali lulus ujian nasional.

Tahun 1961. Bagaimana cerita selanjutnya. Aku tidak mengerti harus berbuat apa. Ternyata Bapak menyerahkan sepenuhnya kepada Pak Guru tentang kelanjutan sekolahku. Inilah berkah bertetangga dengan Pak Guru, yang sudah seperti sanak saudara. Kami berdua didaftarkan ke SMP Negeri 30 yang memang baru saja dibuka. Pak Guru dikenal di kalangan pendidikan sebagai Guru Agama atau Penilik Sekolah Agama. Jadi mudah saja kami masuk SMP 30. Tadinya kami ditempatkan di kelas sore, lagi-lagi Pak Guru berupaya memohon dipindahkan ke kelas pagi, Alhamdulillah berhasil. Selanjutnya, setiap pagi kami berdua jalan kaki dari rumah ke sekolah. Kami melewati Jalan Plumpang-Sindang menyusuri pinggir Kali Sindang. Jalan Jakarta By Pass sedang dibangun. Kadang-kadang kami diajak sopir truk pasir naik kendaraannya dari Plumpang ke Permai. Kadang-kadang kami memotong jalan dengan menyeberangi sungai dengan perahu, sehingga mengurangi jarak jalan kaki ke sekolah.

Tahun 1964. Kami mengikuti Ujian Nasional SMP dan aku lulus dengan peringkat 3 besar se-Jakarta Utara. Aku mendapat hadiah dari BNI. Kebetulan salah seorang guru SMP 30, turut menjadi panitia pendirian SMA Negeri dengan berfilial ke SMA Negeri 1 Budi Utomo. Kami secara kolektif didaftarkan sebagai siswa SMA Negeri Filial SMA 1 Jakarta.

Kami menjadi siswa SMAN Filial SMAN 1 Jakarta, yang kemudian menjadi SMA Negeri 13 Jakarta. Tahun 1965 terjadi G 30 S PKI. Tahun 1966, menjadi tahun pergerakan mahasiswa dan pelajar menuntut 3 hal: bubarkan PKI, bubarkan kabinet yang masih berbau PKI, turunkan harga. Pelajar SMA se-Jakarta tergabung dalam KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia) bahu membahu bersama KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), berdemonstrasi menuntut Tritura (Tri Tuntutan Rakyat). Dengan peristiwa ini, praktis sekolah tidak berjalan lancar. Maka tahun ajaran diperpanjang ½ tahun, sehingga Ujian Nasional dilaksanakan pada akhir tahun 1967. Kami angkatan pertama SMA Negeri 13 menempuh ujian nasional, yang ketika itu ada 4 jurusan: Ilmu Pasti, Ilmu Pengetahuan Alam. Ilmu Pengetahuan Sosial dan Bahasa. Aku terdaftar pada jurusan PAL.

Tibalah saatnya pengumuman kelulusan.

Pagi itu ramai sekali di halaman sekolah. Anak-anak SMA itu bergerombol menatapi papan pengumuman kelulusan. Ada yang berteriak, ada yang menjerit, ada yang menangis tercampur baur. Betapa riuhnya. Tapi tidak, bagi anak itu. Ia berusaha mencari namanya, dan dengan wajah innocent, blank, lugu, biasa-biasa saja, ia keluar dari kerumunan itu. Tak tampak gembira, tak tampak sedih. Ia cuma ikut mendengarkan silang tanya antar siswa itu. ‘Kamu melanjutkan kemana?’. ‘Kamu kemana?’ ‘UI, ITB, IPB, UGM, IKIP,........’ Nama-nama perguruan tinggi itu, menghiasi riuhan suara mereka. Anak itu terdiam. Tidak bertanya dan tidak juga ditanya. Innocent, blank, kosong.

Anak itu adalah aku. Aku memang diam. Hanya Tuhan yang tahu. Hatiku, emosiku dan pikiranku sebenarnya bergetar gemuruh, dengan satu rintihan: Aku harus kerja, Aku harus kerja, Aku harus kerja.

Page 10: Web viewBiasanya disitu berkumpul ikan Lele. Kami merogohnya dan dapat banyak. Kadang-kadang ikan Lele itu keluar berombongan mencari tempat berair

Cukupah Bapak membiayaiku sampai SMA. Aku bertekad bekerja, dan berniat nanti sambil bekerja akan melanjutkan pendidikan. Alhamdulillah Allah swt mengabulkan.Tahun 1968, sambil menjadi guru SMP swasta, aku bersekolah lagi di PGSLP Jurusan Ilmu Pasti, 1 tahun di Bandengan Utara. Dengan ijazah ini aku diangkat menjadi PNS.Setelah PNS, aku melanjutkan kuliah di IKIP Jakarta, tahun 1976 dan lulus tahun 1980. Karirku pun meningkat, sampai akhirnya pemerintah menyekolahkan aku mengambil S2, Master of Education di University of Bristol, Inggris. Alhamdulillahi rabbil alamin.

C. MASA BERKARYA

Cruk, cruk, cruk, Itu suara cangkul mengolah tanah gembur di sawah yang hendak ditanami padi. Tugasku cuma meratakan tanah yang sudah gembur, yang sebelumnya sudah dicangkul Bapak. Kami berdua saja di sawah itu. Aku tahu, Bapak sebenarnya tidak tega mengajak anaknya ke sawah. Aku pun tidak keberatan dengan kerja itu, daripada diam di rumah saja. Memang, ragaku bekerja, tapi pikiran, emosi dan hatiku kembali menjerit: Aku harus kerja, aku harus kerja, aku harus kerja.

Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar. 1968, Billahittaufiq wal hidayah. Allah menghantarkan jeritan hati itu hinggap di SMP Al-Khairiyah, menyentuh pikiran kawanku yang menjadi guru disitu, menular ke pikiran Kepala Sekolah, dan Kepala Sekolah itu mempersilakan temanku mengajak aku menghadap. Rupanya Allah mentakdirkan aku menjadi guru.

Aku mulai bekerja sebagai guru Ilmu Ukur di SMP Al-Khairiyah, tanpa ilmu kependidikan. Aku mengajar, sebagaimana aku belajar. Tidak ada strategi, tidak ada metode, tidak ada alat bantu. Satu-satunya caraku: Jelaskan, berikan contoh, dan berikan latihan. Bergetar lagi pikiran, emosi dan hatiku, meneriakkan: Aku harus belajar, aku harus belajar.

Allah swt mengantarkan langkahku menuju Jl. Bandengan Utara 80, di sore hari itu. Aku menghadap Direktur PGSLP Ilmu Pasti 1 tahun. Aku ungkapkan keinginanku. Wajahku kembali blank, innocent, mendengar jawaban Direktur itu: “Sekolah ini hanya dalam 10 bulan. Sudah berjalan 1 bulan. Anda terlambat”.

Terlambat. Ya Allah, bimbinglah aku. Benar saja. Allah membimbing langkahku menuju Jl. Salemba 4 Jakarta Pusat. Aku sendiri menghadap Kepala Bidang Pendidikan Guru. Kiranya, hasrat di kepalaku bertemu dengan hasrat dari Bapak Kepala Bidang. Like attracts like. Kini wajahku tidak lagi blank, sedikit cerah, mendengar jawaban: “Sore ini datanglah ke Bandengan Utara. Saya nanti juga ada di sana. Temui saya”. Akhirnya aku menjadi siswa PGSLP Ilmu Pasti 1 tahun. Hasratku dipenuhi Allah swt. Terima kasih Pemeliharaku. Alhamdulillahi rabbil alamin.

Dengan ijazah PGSLP, aku diterima mengajar di SMP Negeri 30 filial di Warakas, yang kemudian menjadi SMP Negeri 95. Hasratku ingin sekali diangkat oleh pemerintah menjadi guru PNS. Kekuatan hasratku itu tidak sekuat hasrat bekerja dan belajar tadi, karena aku sudah sangat menikmati berbaur bersama anak-anak SMP. Menemaninya belajar. Tapi hasratku diperkuat oleh hasrat Kepala Sekolah. Sampai 3 tahun aku menunggu pemerintah menerima diriku sebagai abdi negara. 1973 aku baru diangkat PNS.

Page 11: Web viewBiasanya disitu berkumpul ikan Lele. Kami merogohnya dan dapat banyak. Kadang-kadang ikan Lele itu keluar berombongan mencari tempat berair

Aku percaya rencana Tuhan terhadap hidupku. Tuhan pun tidak hanya mendengarkan yang diucapkan hambanya. Ia Maha Mendengar suara jiwa seorang hamba-Nya. Aku bekerja saja dengan ikhlas, tanggung jawab, dan meningkatkan segenap daya. Tanpa hasrat yang mendesak, aku dibimbing terus oleh Allah dan karirku meningkat terus. Aku dijadikan wakil Kepala Sekolah, Aku diikutsertakan penataran Matematika Baru di Sangga Buana Cipanas, Aku terpilih sebagai 10 peserta terbaik. Sebagai kandidat penatar matematika baru tingkat provinsi, aku dikursuskan ke Yogyakarta. Resmilah aku menjadi tim penatar provinsi, sambil tetap mengajar di sekolah.

Sebagai penatar Matematika Baru, aku juga diminta menjadi guru SMA Negeri 13. Pikiran, emosi dan hatiku bergemuruh lagi, meneriakkan hasrat: Aku harus kuliah, aku harus kuliah. Aku datangi IKIP Jakarta mendaftarkan diri. Wajahku blank lagi, ketika dikatakan: “ijazah SMA ini sudah kadaluarsa. Yang diterima sebagai mahasiswa, harus berijazah SMA maksimal 4 tahun sebelumnya. Ini sudah 9 tahun yang lalu”.

Terima kasih Tuhan, Engkau memberikan jalan. Melalui seorang profesor IKIP yang sedang melaksanakan penelitian di sekolahku, aku diterima juga sebagai mahasiswa. Mahasiswa tua. Terpaksalah aku bertemu dengan mantan muridku, ada yang satu semester denganku, ada pula yang di atasku. Alhamdulillah aku sukses juga akhirnya menyandang gelar Drs. Bukan gelar itu kebangganku. Tetapi wawasan kependidikanku meningkatkan tanggung jawabku di bidang pendidikan anak bangsa. Istilah kerennya, profesional.

Nah, yang ini, tanpa hasratku yang menggebu. Aku biasa saja mengajar di SMP 95, di

SMA 13, dan menatar guru. Aku digiring oleh Allah swt, mengikuti tes calon instruktur nasional. Aku tidak tahu siapa yang mendaftarkan diriku. Sekarang aku menduga, mungkin ibu sesepuh kami, yang mengorbitkanku menjadi penatar tingkat provinsi. Salah satu unsur seleksi adalah penampilan mengajar di kelas. Gaya mengajarku mempengaruhi penguji dari Direktorat, dan konsultan asing dari Australia. Aku menduga ibu sesepuh kami yang turut mengantarkan penguji, mungkin juga memperkuatnya, dan aku dinyatakan lulus. Kami utusan dari berbagai provinsi dikursuskan ke RECSAM Penang Malaysia, dilanjutkan study trip ke Colombo dan Melbourne. Jadilah aku instruktur nasional Pemantapan Kerja Guru (PKG), menatar guru dari provinsi ke provinsi. Sebagai instruktur nasional, semakin pesat laju karirku. Aku dipercaya sebagai pembawa acara siaran matematika di TVRI dan TPI, kursus keluar negeri berkali-kali, dipercaya lagi menjadi deputy leader tim IMO (International Mathematical Olympiad), disekolahkan lagi menjadi Master of Education.

Kalau sudah berada pada lapisan ini, citra diriku sudah menyebar sendiri (effortless), hinggap sana, hinggap sini. Aku aktif di Direktorat Pembinaan SMP, Direktorat Pembinaan SMA. Direktorat Sarana Pendidikan, Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Pusat Kurikulum, Pusat Perbukuan, Pusat Sistem Pengujian, Pusat Teknologi dan Komunikasi Pendidikan, Pusat Pengembangan dan Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, bahkan Departemen Agama, dan terakhir Direktorat Pembinaan TK/SD.

Tak ada angan-anganku untuk terlibat di Direktorat PTK/SD. Tiba-tiba saja aku ditelepon seorang teman dosen UNJ Jakarta, Sore ini, kita diundang Dit. PTK/SD pk 17.00 di Wisma TK Pembina, Tangerang. Jemput saya ya di UNJ. Ini adalah momentum babak baru dari karirku. Aku diminta menjadi pembina siswa calon peserta Asean Primary Mathematics and Science Olympiad, yakni siswa-siswa pilihan dari berbagai daerah yang harus dibina menjadi peserta olimpiade internasional. APMSO kemudian menjadi IMSO (Internasional Mathematics and Science Olympiad). Kembali lagi aku melanglang buana, mengantar anak

Page 12: Web viewBiasanya disitu berkumpul ikan Lele. Kami merogohnya dan dapat banyak. Kadang-kadang ikan Lele itu keluar berombongan mencari tempat berair

cerdas Indonesia bertarung di ajang bergengsi olimpiade matematika internasioal. Gemerincing medali emas, perak dan perunggu dipersembahkan kepada Ibu Pertiwi. Bendera Merah Putih telah berkibar di panggung kehormatan juara di berbagai negara penyelenggara. Negara berterima kasih kepada putra putrinya yang telah mengharumkan nama bangsa. Presiden RI berkenan menyematkan Satyalancana Wirakarya kepada anak-anak cerdas Indonesia dan termasuk pembinanya.

Akibat dari kegiatanku itu, aku jadi punya pengalaman melanglang buana.

Sebagai Instruktur, aku terbang ke: Penang (Malaysia), Hadyai ((Thailand), Colombo (Sri Lanka), Melbourne (Australia), Dundee (Scotland), London dan Bristol (England).

Sebagai Deputy Leader IMO (International Mathematical Olympiad) aku terbang ke: Moscow (Russia), Kow Loon (Hong Kong), Taipei (Taiwan), Toronto (Canada).

Sebagai Leader IMSO (International Mathematics and Science Olympiad) aku terbang ke: Bangkok (Thailand), Chiang May (Thailand), Lucknow (India), Bohol (Phillippine), Ilo Ilo (Phillippine), Nagacity (Phillippine). Kaoh Siung (Taiwan), Taipei (Taiwan), Incheon (South Korea), Durban (South Africa), Chang Chun (China), Po Leung Kuk (Hong Kong),

Sebagai senior MGMP kami terbang ke Singapore dan Kuala Lumpur (Malaysia)

Pada jalur Domestik, aku terbang ke: Banda Acah, Medan, Pekan Baru, Batam, Tanjung Pinang, Jambi, Bengkulu, Padang, Bukittinggi, Palembang, Bangka, Bandar Lampung, Bandung, Semarang, Purwokerto, Surakarta, Yogyakarta, Madiun, Surabaya, Sampang, Denpasar, Gianyar, Kuta, Sanur, Tampak Siring, Karang Anyar, Mataram, Kupang, Makassar, Pare Pare, Kendari, Palu, Gorontalo, Manado, Tobelo, Ambon, Dilli, Jayapura. Alhamdulillah.

Dari tadi aku selalu menyebutkan citra diriku yang mengantarkanku kepada kesuksesan. Tapi batinku bertanya: Siapa yang menciptakan citra itu? Tergetar hatiku, sambil mengucapkan Allahu Akbar.

Kalau aku rangkum perkembangan citraku, ada 5 jenis. Pertama, dorongan yang kuat sekali memancar dari benakku, yakni: 1) Aku harus

bekerja (ketika tamat SMA); 2) Aku harus belajar (ketika menjadi guru tanpa ilmu keguruan); 3) Aku harus kuliah (ketika jadi penatar provinsi dan guru SMA); dan tambahan lagi: 4) Aku harus nikah (ketika umurku 30).

Kedua, setelah nikah, dorongan yang kuat sekali terpancar dari kami berdua.yakni: 1) Kami harus punya rumah sendiri (1986); 2) Kami harus punya mobil sendiri (1996); 3) Kami harus menunaikan ibadah hajji (2004/2005)

Ketiga, dorongan dari benakku tidak begitu kuat, tapi diperkuat oleh pembimbingku, yakni: 1) jadi PNS (diperkuat Kepala Sekolahku); 2) jadi penatar provinsi (diperkuat oleh pejabat Kanwil (ibu sesepuh matematika); 3) jadi instruktur nasional (diperkuat oleh pejabat Kanwil (ibu sesepuh matematika); 4) Kuliah S2 (diperkuat oleh pejabat direktorat).

Keempat, effortless (tidak ada upaya) dari diriku, tetapi orang lain yang memberikan dorongan, yakni: 1) jadi pembawa acara siaran matematika di TVRI dan TPI; 2) jadi tim

Page 13: Web viewBiasanya disitu berkumpul ikan Lele. Kami merogohnya dan dapat banyak. Kadang-kadang ikan Lele itu keluar berombongan mencari tempat berair

teknis di berbagai direktorat, berbagai pusat, dan Dit. Perguruan Islam Departemen Agama; 3) Jadi nara sumber dari berbagai pelatihan dan seminar; 4) jadi Deputy Leader IMO; 5) jadi pembina IMSO, 6) menerima anugerah Satyalancana Wirakarya dari Presiden RI.

Kelima, ini adalah reaksi negatif dari diriku, yaitu menolak saran positif dari orang lain yang melamarku. 1) Kepala Sekolahku meminta kesediaanku untuk dicalonkan sebagai Kepala Sekolah; 2) Kepala Seksi Kurikulum Kanwil Pendidikan DKI Jakarta meminta kesediaanku untuk dicalonkan sebagai Kepala Seksi Kurikulum menggantikan posisinya; 3) Direktur Direktorat Pendidikan Menengah Umum meminta kesediaanku menjadi staf dulu, setahun kemudian menjadi Kasie Kurikulum. Aku tidak berminat. Aku mengenal diriku bukan tipe pejabat, tetapi pekerja profesional.

Perjalanan hidupku terasa indah. Aku ingin meneladani Ibunda Isa Al Masih, Maryam a.s. Ketika Nabi Zakaria a.s terkejut

melihat hidangan makanan di samping Maryam yang sedang berdoa di Mihrab, beliau menanyakan, dari mana makanan itu?. Maryam menjawab: Hua min ‘indillah. Makanan itu dari sisi Allah. QS Ali Imran:37

Demikian pula Nabi Sulaiman a.s. ketika melihat, istana ratu Balqis sudah di depan

matanya, sesuai dengan hasratnya, ia berkata: Hadza min fadhli Rabbi. Ini karunia dari Tuhanku. QS An-Naml:40

Atas karunia Tuhan kepadaku, Akupun berkata: Hua min ‘indillah, Hadza min fadhli Rabbi. Seketika itu juga nafasku tersendat, dadaku sesak, jantung berdebar, wajahku meregang dan air mataku menetes. Aku merasakan sejenis tangis yang tersendat, dari lubuk hati yang terdalam. Tanpa suara, hanya getar terasa.

=============alhamdulillahwasyukurillah==============================