bab ii tinjauan pustaka 2.1 ikan lele dumbo 2.1.1 ...repository.ump.ac.id/3392/3/bab ii_kun annisaul...
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Lele Dumbo
2.1.1 Taksonomi atau Klasifikasi Ikan Lele Dumbo
Klasifikasi ikan lele dumbo menurut Saanin (1968, 1984) adalah sebagai
berikut:
Phyllum : Chordata
Classis : Pisces
Sub classis : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub ordo : Siluroidea
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Species : Clarias gariepinus
2.1.2 Morfologi Ikan Lele Dumbo
Lele dumbo merupakan ikan air tawar hasil persilangan antara induk betina
Clarias fuscus yang berasal dari Taiwan dengan induk jantan Clarias
mossambicus dari Kenya. Lele dumbo memiliki morfologi tubuh memanjang,
tidak bersisik tetapi memiliki kulit yang berlendir, warna tubuh bagian atas gelap,
daerah perut dan sisi bawah kepala terang, kadang-kadang terdapat garis bintik-
bintik terang pada sisi badan, jika terkena sinar matahari, warna tubuh lele
berubah menjadi pucat dan jika terkejut atau stres warna tubuhnya menjadi loren
Pengaruh Pakan Bervaksin..., Kun Annisaul Latifah, FKIP UMP, 2015
8
seperti mozaik hitam putih. Ukuran mulut lele dumbo sekitar seperempat dari
panjang total tubuhnya. Di sekitar mulut terdapat empat pasang kumis yaitu satu
pasang sungut hidung, satu pasang sungut maksilar dan dua pasang sungut
mandibula yang berfungsi sebagai alat peraba. Insangnya berukuran kecil dan
terletak pada kepala bagian belakang. Siripnya terdiri atas lima jenis, yaitu sirip
dada, sirip punggung, sirip perut, sirip dubur, dan sirip ekor (Najiyanti, 1992).
Perbedaan yang sangat mencolok antara lele dumbo dengan lele lokal
terletak pada ukuran tubuh, warna, dan sungutnya. Tubuh lele dumbo dumbo
cenderung lebih panjang dan lebih gemuk, sedangkan lele lokal kurus dan pendek.
Lele lokal berwarna hijau tua kehitaman atau hitam merata dengan perut yang
agak kepituhan. Kepala lele dumbo berwarna hitam keabuan pada bagian tengah
sampai leher terdapat bercak-bercak agak putih kusam. Badan lele dumbo
berwarna kehitaman dengan bercak-bercak agak putih kusam tidak beraturan
seperti panu (Najiyanti, 1992). Lele dumbo memiliki patil yang tidak tajam dan
bergigi tumpul (Khairuman & Khairul, 2005).
Lele dumbo memiliki organ ephibranchial atau organ arborescent yaitu
organ yang berfungsi sebagai alat pernafasan tambahan untuk mengatasi perairan
dengan kadar oksigen rendah (Mulia, 2012). Alat pernapasan ini berwarna
kemerahan dan berbentuk seperti tajuk pohon rimbun yang penuh kapiler-kapiler
darah (Najiyati, 1992). Oleh sebab itu, dalam pemeliharaannya lele dumbo tidak
memerlukan pergantian air yang terlalu sering (Mulia, 2012).
Pengaruh Pakan Bervaksin..., Kun Annisaul Latifah, FKIP UMP, 2015
9
2.1.3 Habitat Ikan Lele Dumbo
Habitat lele dumbo berada di semua perairan tawar, yaitu di sungai yang
alirannya tidak terlalu deras, danau, waduk, telaga, rawa, kolam atau pun di bak
tanpa inlet dan outlet dan bak terpal seperti yang dilakukan oleh para
pembudidaya. Parameter kualitas air yang disukai oleh lele dumbo adalah bersuhu
sedang (22–25 0C), keasaman (pH) normal (6,5-7,5). Namun, kondisi yang ideal
bagi hidup lele dumbo adalah air yang mempunyai pH 6,5-9 dan bersuhu 24–26
0C. Kandungan O2 yang terlalu tinggi akan menyebabkan timbulnya gelembung-
gelembung dalam jaringan tubuhnya. Sebaliknya penurunan kandungan O2 secara
tiba-tiba, dapat menyebabkan kematian lele dumbo (Najiyati, 1992).
2.1.4 Perilaku Lele Dumbo
Lele dumbo suka meloncat bila tidak merasa aman (Khairuman & Khairul,
2005). Dalam situasi istirahat, biasanya lele dumbo menggerombol, dan sesekali
meloncat dari permukaan air atau naik ke dinding kolam. Hal tersebut dilakukan
oleh lele dumbo untuk mengambil oksigen (O2) dari udara bebas (Soetomo,
2007). Pada siang hari, lele dumbo cenderung diam dan berlindung di tempat yang
gelap, kebiasaan yang dilakukan lele dumbo yaitu membuat atau menempati
lubang-lubang di tepi sungai atau kolam sebagai sarangnya dan mengaduk lumpur
di dasar air untuk mencari makanan (Najiyanti, 1992).
Lele dumbo merupakan hewan yang aktif bergerak dan mencari makan
pada malam hari atau disebut hewan nokturnal. Lele dumbo sering digolongkan
dalam jenis omnivora yaitu hewan pemakan segala, tetapi di alam bebas makanan
alami lele dumbo berupa zooplankton dan fitoplankton seperti jentik-jentik
Pengaruh Pakan Bervaksin..., Kun Annisaul Latifah, FKIP UMP, 2015
10
nyamuk, anak ikan, dan sisa-sisa bahan organik yang masih segar (Najiyanti,
1992). Menurut Khairuman & Khairul (2008) lele dumbo tergolong hewan yang
rakus sebab mampu menyantap makanan alami dasar perairan dan makanan
buatan bahkan saat jumlah makananya kurang tersedia, ikan lele dapat bersifat
kanibal. Namun, jika dibudidayakan, lele dumbo memakan pakan buatan pabrik
(pelet) yang kandungan nutrisinya telah disesuaikan dengan kebutuhan hidup
lele dumbo.
2.2 Pakan Ikan
Menurut Djarijah (1996) pakan ikan dibedakan menjadi dua macam yaitu
pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami adalah pakan yang berasal dari alam
tanpa campur tangan manusia contonhnya plankton dan tumbuhan air lainnya.
Pakan buatan adalah pakan yang dibuat secara sengaja dari campuran berbagai
macam bahan alami atau olah yang diolah sedemikian rupa sehingga ikan tertarik
untuk memakanya dengan mudah dan lahap.
Pakan berkualitas adalah pakan yang mengandung nutrisi yang lengkap
dengan komposisi yang tepat. Nutrisi yang dibutuhkan ikan antara lain protein,
karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Selanjutnya, komposisi pakan yang
tepat harus didasarkan pada bahan baku yang digunakan untuk pakan, umur, ikan,
jenis ikan, dan ukuran ikan serta menentukan kandungan protein yang sesuai
dengan kebutuhan ikan (Buwono, 2000). Untuk mendapat pakan yang berkualitas,
perlu diperhatikan pemilihan bahan baku yang memenuhi persyaratan sebagai
berikut : (1) mempunyai nilai gizi yang tinggi, (2) mudah diperoleh, (3) mudah
Pengaruh Pakan Bervaksin..., Kun Annisaul Latifah, FKIP UMP, 2015
11
diolah, (4) harga relatif murah, (5) tidak merupakan makanan pokok bagi manusia
(Mudjiman, 2001).
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mendapat pakan buatan yang
tepat bagi ikan hasil budidaya. NRC (1983) mengemukakan bahwa umumnya
ikan air tawar dapat tumbuh dengan baik dengan pakan buatan yang mengandung
kadar protein antara 25%-35% rasio energi berbanding protein adalah sekirat 8
kkal/gram protein.
2.2.1 Tepung Bulu Ayam
Aves tubuhnya dilindungi oleh bulu. Bulu ayam selain bermanfaat dalam
melindungi dan mempertahankan suhu tubuhnya, juga dapat dimanfaatkan oleh
manusia. Bulu ayam memiliki sifat yang lembut dan dapat menyerap panas
sehingga manusia dapat memanfaatkan sebagai bahan pembuatan sulak, selimut,
matras, baju musim dingin, dan lain-lain. Cara pemanfaatan tersebut tidak
sebanding dengan limbah bulu ayam yang ada, sehingga masih banyak bulu ayam
yang hanya dibuang begitu saja.
Di indonesia, produksi limbah bulu ayam pada tahun 2006 mencapai
57.300-85.950 ton/tahun. Dari limbah bulu ayam tersebut dapat diolah menjadi
tepung bulu ayam dengan penyusutan sekitar 48,9% dan produksi tepung bulu
ayam di Indonesia mencapai 28.000-42.000 ton/tahun atau setara dengan 76-115
ton/hari (Yunilas, 2009).
Menurut Lestari (2006), kandungan zat nutrisi bulu ayam berdasarkan hasil
uji proksimat yaitu air 14,18% ,abu 5,47%, protein kasar 65,88%, lemak 5,49%,
berat kasar 9,45%. Nilai kecernaan bahan kering hanya 5, 8% serta bahan organik
Pengaruh Pakan Bervaksin..., Kun Annisaul Latifah, FKIP UMP, 2015
12
secara in vitro hanya 0,7% (Wawo, 2002). Supratman (2010), senyawa terbesar
yang terkandung dalam bulu ayam adalah keratin. Keratin merupakan protein
yang kaya akan asam amino bersulfur sistin yang di dalamnya terdapat ikatan
sulfida. Ikatan ini menyebabkan bulu ayam sulit dicerna baik oleh mikrooganisme
maupun oleh rumen (Kent & Miller, 1997).
Manusia harus mencari alternatif lain dalam pengelolaan limbah bulu ayam
agar lebih bermanfaat, tidak mencemari lingkungan dan memiliki nilai ekonomis
yang tinggi. Salah satu pemanfaatan bulu ayam yang bernialai ekonomi tinggi
adalah sebagai pakan ikan. Bulu ayam dapat digunakan sebagai sumber protein
alternatif selain pakan ikan konvensional seperti bungkil kedelai dan tepung ikan
(Wawo, 2002). Bulu ayam harus diolah atau dijadikan tepung untuk mengurai
senyawa keratin sehingga mengkasilkan senyawa yang sederhana dan mudah
dicerna (Supratman, 2010). Menurut NRC (1994), komposisi nutrien dalam
tepung bulu ayam yaitu serat kasar 0,9%, protein kasar 85,8%, lemak 7,21%,
kadar abu 3,5%, Ca 1,19%, P 0,6%. Berdasarkan penelitian Sari et al. (2015),
menyatakan bahwa pemrosesan bulu ayam dengan mikrobiologis meningkatkan
nilai kecernaan protein bulu ayam sebesar 54,20%. Pada pemrosesan ini
menggunakan bantuan bakteri Bacillus liceniformis. Menurut Zerdani et al (2004)
B. liceniformis merupakan bakteri yang sangat efisien untuk menghidrolisis bulu
ayam. Bakteri ini akan menghasilkan enzim keratinase yang akan mendegradasi
protein yang terdapat di bulu ayam.
Pengaruh Pakan Bervaksin..., Kun Annisaul Latifah, FKIP UMP, 2015
13
2.2.2 Tepung Ikan Rucah
Ikan runcah merupakan limbah dari hasil tangkapan ikan laut, yaitu ikan-
ikan hasil tangkapan yang rusak dan tidak layak dikonsumsi manusia (Anonim,
2013). Para nelayan biasanya membuang ikan rucah begitu saja. Hal ini dapat
menyebabkan pencemaran pada lingkungan. Salah satu cara pemanfaatan limbah
ikan rucah sebagai bahan pembuatan pakan ikan. Ikan rucah dapat digunakan
sebagai pengganti tepung ikan impor yang mahal sebagai sumber protein hewani,
dapat diberikan solusi dengan memanfaatkan ikan rucah yang diolah terlebih
dahulu. Persentase protein tepung ikan rucah berkisar antara 40-65% (Napitu et
al., 2013). Hasil uji proksimat yang telah dilakukan didapat kandungan protein
tepung ikan rucah sebanyak 44% (Yolanda et al., 2013).
2.2.3 Ampas Tahu
Ampas tahu merupakan limbah dari pengolahan kedelai menjadi tahu.
Limbah tahu biasanya tidak dimanfaatkan atau dibuang begitu saja oleh industri
pengolahan tahu. Pembuangan limbah hasil produksi secara terus-menerus akan
mencemari lingkungan sehingga dapat bersifat racun dan mengganggu kehidupan.
Pemanfaatan limbah ampas tahu masih jarang dilakukan oleh manusia. Padahal
jika ampas tahu dimanfaatkan sebagai bahan suatu produk yang bernilai ekonomis
akan dapat meningkatkan perekonomian sekaligus mengurangi pencemaran
lingkungan.
Ampas tahu biasanya berasal dari kacang kedelai yang telah dimasak,
sehingga ampas tahu mempunyai nilai biologis yang lebih tinggi daripada biji
kedelai itu sendiri (Winarno dalam Lestari, 2001). Ampas tahu disamping
Pengaruh Pakan Bervaksin..., Kun Annisaul Latifah, FKIP UMP, 2015
14
mengandung protein (21,3 –27%) dan lemak (4,5 – 17%), juga mengandung serat
kasar tinggi (sekitar 16 –23%) (Kompiang et al.,1997). Menurut Nuraini et al.
(2009) ampas tahu dapat dijadikan sebagai pakan sumber protein karena
mengandung protein kasar cukup tinggi yaitu 27,55% dan kandungan zat nutrien
lain adalah lemak 4,93%, serat kasar 7,11%, BETN 44,50%, selain itu harga
bahan, biaya produksi, dan proses produksinya terbilang murah. Pembuatan pakan
ikan dengan ampas tahu dapat dilakukan melalui proses fermentasi.
Ampas tahu dalam keadaan segar berkadar air sekitar 84,5% dari bobotnya.
Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan umur simpannya pendek. Ampas tahu
kering mengandung air sekitar 10,0-15,5%, sehingga umur simpannya lebih lama
dibandingkan dengan ampas tahu segar. Namun karena kandungan air dan serat
kasarnya yang tinggi, maka penggunaannya menjadi terbatas dan belum
memberikan hasil yang baik. Guna mengatasi tingginya kadar air dan serat kasar
pada ampas tahu maka dilakukan fermentasi. Lestari (2001) menyatakan bahwa
pada proses fermentasi terjadi proses yang menguntungkan, diantaranya
mengawetkan dapat menghilangkan bau yang tidak diinginkan, meningkatkan
daya cerna, menghilangkan daya racun yang terdapat pada bahan mentahnya dan
menghasilkan daya cerna yang diinginkan. Menurut Sustri (2012), bahan makanan
yang telah mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi
dari asalnya. Hasil fermentasi diharapkan terjadi peningkatan terhadap kualitas
bahan pakan yang akan digunakan sebagai campuran pakan ikan dan mampu
meningkatkan pertumbuhan ikan (Widiastuti et al.,2010). Komposisi ampas tahu
dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Pengaruh Pakan Bervaksin..., Kun Annisaul Latifah, FKIP UMP, 2015
15
Tabel 2.1. Komposisi ampas tahu hasil fermentasi
Zat makanan Jumlah (%)
Protein 27,45
Serat kasar 22,40
Lemak kasar 10,49
Abu 5,92
Ca 0,64
P 0,47
Sumber : Lestari (2001)
Berdasarkan kandungan nutrisi yang terdapat dalam ampas tahu, dapat
dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan pakan ikan. Pemilihan bahan dan
kompoisi bahan yang digunakan dalam pembuatan pakan sangat menentukan
kelengkapan dan keseimbangan antara asam amino esensial dan non esensial.
Kesamaan jumlah asam amino esensial yang terdapat dalam pakan dengan tubuh
ikan akan mempengaruhi pertumbuhan ikan yang baik (Buwono, 2000). Menurut
Mulia et al. (2014), fermentasi ampas tahu menggunakan A. niger dapat
meningkatkan kadar protein kasar (27,00%) dibandingkan ampas tahu yang tidak
difermentasi (14,93%), dan mengandung nutrisi lain lemak kasar 9,85%, serat
kasar 0,16%, kadar abu 2,13%. Selanjutnya, menurut Nuraini et al. (2007),
fermentasi ampas tahu menghasilkan bahan pakan sumber protein kasar yang
cukup tinggi berdasarkan bahan kering, yaitu 28,36% dan kandungan nutrien
lainnya adalah lemak 5,52% serat kasar 17,06 dan BETN 45,44%.
2.3 Bakter i Aeromonas hydrophila
Menurut Holt et al. (1994), klasifikasi A. hydrophila sebagai berikut:
Phyllum : Protophyta
Classis : Schizomycetes
Ordo : Pseudomonadales
Pengaruh Pakan Bervaksin..., Kun Annisaul Latifah, FKIP UMP, 2015
16
Famili : Vibrionaceae
Genus : Aeromonas
Species : Aeromonas hydrophila
Bakteri A. hydrophila merupakan bakteri yang dapat menyerang dan
menginfeksi secara luas pada hewan, mamalia, tetapi yang banyak diketahui
menyebabkan penyakit pada ikan air tawar. Bakteri A. hydrophila menyerang
berbagai jenis ikan air tawar seperti nila, patin, gurami, ikan mas, koi, lele, tidak
terkecuali udang galah. Bakteri ini bersifat patogen oportunistik yang selalu
hidup di air dan berdampingan dengan organisme air. Biasanya, A. hydrophila
menginfeksi dan menimbulkan penyakit pada ikan yang setres dan lemah atau
sebagai penginfeksi sekunder yang bergabung dengan patogen lain (Mulia, 2012).
Menurut Irianto (2003), A. hydrophila muncul pada ikan akibat stress yang
berasal dari penanganan budidaya yang tidak tepat, perubahan suhu, padatnya
populasi ikan, dan kadar oksigen yang terlalu rendah dalam air.
Bakteri A. hydrophila akan berkembang baik pada perairan air tawar yang
mengandung banyak bahan organik. Bakteri ini mampu hidup pada kisaran suhu
yang lebar yaitu kisaran 4-450C dan tumbuh optimal pada suhu 37
0C (Mulia,
2012).
Koloni bakteri A. hydrophila berbentuk bulat dan cembung berwarna
keputih-putihan (krem), berdiameter 2-3 cm Morfologi bakteri berbentuk batang
dengan ukuran 0,7-0,8 µm, yang merupakan Gram negatif, tidak memiliki kapsul
dan endospora, bersifat anaaerob fakultatif, kemoorganotrof, fermentatif, sitokrom
Pengaruh Pakan Bervaksin..., Kun Annisaul Latifah, FKIP UMP, 2015
17
oksidase (+), bersifat motil, memiliki genetik, dan fenotip yang beragam (Mulia,
2012).
Bakeri A. hydrophila digolongkan dalam bakteri ganas yang memiliki
kemampuan untuk menimbulkan penyakitnya cukup tinggi yaitu berkisar antara
104 – 10
6 sel/ml yang diukur dengan LD50 (Mulia, 2012). Penyakit yang
disebabkan oleh bakeri A. hydrophila adalah penyakit MAS (Motil Aeromonas
Septicemia). Gejala penyakit yang ditimbulkan akibat terkena penyakit MAS
adalah hemorage pada kulit, insang, rongga mulut dan borok pada kulit yang
dapat meluas ke jaringan otot. Selain itu, juga ditunjukkan dengan terjadinya
pembengkakan pada limpa dan ginjal (Irianto, 2005).
Berbagai penanganan penyakit MAS telah dilakukan, baik dengan obat-
obatan maupun antibiotik, tetapi cara tersebut dapat menimbulkan dampak negatif
terhadap kualitas lingkungan, kesehatan konsumen, dan timbulnya
mikroorganisme resisten. Selain menggunakan obat-obatan dan antibiotik, telah
dillakukan juga penanganan penyakit MAS menggunakan vaksin.
2.4 Vaksinasi
Vaksinasi adalah salah satu upaya yang dilakukan dalam kegiatan budidaya
ikan untuk mendapatkan ikan yang sehat, bebas dari penyakit sehingga
memperoleh ikan yang berkualitas. Vaksinasi merupakan pemberian rangsangan
atau antigen secara sengaja agar ikan dapat memproduksi antibodi terhadap suatu
bibit penyakit atau patogen. Pemberian vaksin pada ikan akan merangsang
pembentukan kekebalan tubuh ikan, sehingga ikan akan tahan terhadap suatu
Pengaruh Pakan Bervaksin..., Kun Annisaul Latifah, FKIP UMP, 2015
18
penyakit tertentu yang menyerang tubuh ikan tersebut (Supriyadi & Rukyani,
1990).
Vaksin umumnya terdiri atas dua macam, yaitu vaksin hidup yang
merupakan patogen hidup dan tidak mempunyai tingkat keganasan yang rendah
dan vaksin mati adalah patogen yang telah diinaktifkan (Mulia, 2012). Vaksinasi
pada ikan dapat dilakukan dengan berbagsi cara yaitu, suntikan, rendaman, dan
oral. Pemberian vaksin pada ikan sehat tidak menimbulkan dampak negatif baik
pada ikan, lingkungan, maupun konsumen. Dengan demikian, penggunaan vaksin
tampaknya mempunyai harapan yang baik dalam kegiatan budidaya ikan
(Kamiso, 1990).
Beberapa jenis bakteri yang biasa digunakan untuk pembuatan vaksin yaitu,
A. hydrophila, Vibrio anguilarium, dan Yersinia ruckeri. Setiap vaksin yang
dibuat dari bakteri tersebut mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Bakteri V.
anguilarium digunakan dalam pembuatan vaksin untuk mencegah penyakit
vibriosis, bakteri Y. ruckeri digunakan dalam pembuatan vaksin untuk mencegah
penyakit mulut, sedangkan bakteri A. hydrophila digunakan dalam pembuatan
vaksin untuk mencegah penyakit MAS (Kamiso, 1990).
Vaksin yang terbuat dari A. hydrophila dapat berupa debris dan sitoplasma
dari sel A. hydrophila. Sitoplasma sel merupakan bagian dari sel A. hydrophila
yang berbentuk cairan. Sitoplasma sel dapat diperoleh dengan cara memecah sel
utuh A. hydrophila sehingga protein sel internal akan keluar dan berkumpul
menjadi supernatan yang berupa sitoplasma. Sedangkan vaksin yang berupa sel
utuh bakteri A. hydrophila dapat dilakukan dengan cara menambahkan formalin
Pengaruh Pakan Bervaksin..., Kun Annisaul Latifah, FKIP UMP, 2015
19
(Whole cell) pada sel A. hydrophila. Vaksinasi Whole cell efektif melindungi ikan
dari serangan bakteri A. hydrophila (Mulia, 2012).
Penggunaan vaksin dalam kegiatan budidaya ikan memiliki banyak
keuntungan yaitu; (1) tidak memiliki efek samping pada ikan maupun lingkungan
hidup, (2) tingkat kekebalan tubuh cukup tinggi, (3) melindungi ikan dari penyakit
selama 3-4 bulan pada masa pemelihraan ikan hanya dengan satu kali vaksin
(Kamiso, 1990). Selain itu, menurut Pasaribu (1996), beberapa keuntungan vaksin
yang dilakukan secara oral (penambahan vaksin pada pakan) yaitu; (1)
pemberianya mudah, (2) tidak menimbulkan setres karena dalam pemberian
vaksin ikan tidak perlu ditangkap, (3) tidak menimbulkan resistensi antibiotik, (4)
tidak mencemari lingkungan di sekitarnya jika dosis dan makanannya tepat.
Selain memiliki banyak keuntungan, vaksinasi juga memiliki kekurangan
salah satunya yaitu membutuhkan cara dan alat yang khusus untuk menjaga
vaksin, agar tidak rusak dan tidak semua bakteri patogen dapad dibuat vaksin,
sebab keanekaragaman serotipe, sifat antigenik lemah, tidak dapat meningkatkan
daya tahan tubuh ikan yang diberi vaksin atau sulit untuk mendapatkan dan
memperbanyak antigen yang menimbulkan respons produktif (Kamiso, 1990).
2.5 Kualitas Air
Keberlangsungan hidup lele dumbo dipengaruhi oleh kualitas air
pemeliharaan sebagai habitatnya. Parameter kualitas air meliputi fisika, kimia,
maupun biologi sangat berpengaruh dalam keberhasilan pemeliharaan lele dumbo.
Dalam pemeliharaan lele dumbo, sumber air didapatkan dari pengairan melalui
saluran irigasi, penyedotan menggunakan pompa, ataupun menggunakan air hujan
Pengaruh Pakan Bervaksin..., Kun Annisaul Latifah, FKIP UMP, 2015
20
yang sudah ditampung sebelumnya. Hal yang perlu diperhatikan agar kualitas air
tetap baik adalah ketersediaan buangan air kolam untuk menjaga air tetap bersih,
tidak berbau, dan tidak kotor (Khairuman & Khairul, 2005).
Menurut Djarijah (1996), faktor yang mempengaruhi kualitas air antara lain
suhu, pH, dan kandungan oksigen yang terlarut. Meskipun lele dumbo mampu
hidup dalam kondisi air yang kurang baik, pemeliharaan lele dumbo harus tetap
memperhatikan kualitas air. Kualitas air yang baik akan meningkatkan selera
makan ikan sehingga ikan dapat tumbuh dengan baik (Mudjiman, 2001).
Pemeliharaan lele dumbo harus memperhatikan kestabilan suhu air. Suhu
merupakan salah satu parameter penting yang harus diperhatikan terutama pada
saat peneberaan ikan. Suhu air yang optimal untuk pemeliharaan lele dumbo
berkisar antara 25-300C. Apabila suhu air berada di luar kisaran tersebut, maka
akan mempengaruhi kehidupan lele dumbo (Soetomo, 2007). Oleh karena itu, jika
suhu air melebiihi atau kurang dari suhu normal, harus segera dilakukan
penyesuaian. Kurangnya suhu dari batas optimal dapat disebabkan lokasi kolam
yang tertutup oleh pohon rimbun dan besar serta musim. Kedalaman air yang ada
dapat mempengaruhi suhu air (Khairuman et al., 2008).
Derajat keasaman (pH) air mempengaruhi kualitas air. Derajat keasaman
(pH) ditentukan oleh konsentrasi ion H yang terkandung di dalamnya. Derajat
keasaman (pH) memiliki nilai 1-14. Angka 7 menunjukkan bahwa air bersifat
netral, angka kurang dari 7 menunjukkan bahwa air besifat asam. Semakin kecil
angkanya, maka sifat air semakin asam sedangkan angka lebih dari 7
menunjukkan bahwa air bersifat basa. Semakin besar angkanya, maka sifat air
Pengaruh Pakan Bervaksin..., Kun Annisaul Latifah, FKIP UMP, 2015
21
semakin basa (Khairuman et al., 2008). Air yang memiliki pH lebih kecil dari 4
atau lebih besar dari 11 dapat menyebabkan kematian pada ikan lele dumbo
(Soetomo, 2007).
Faktor lain yang mempengaruhi kualitas air adalah kadar oksigen terlarut.
Soetomo (2007), menjelaskan bahwa oksigen yang terlarut di dalam air diikat
melalui insang, sedangkan oksigen bebas di udara diikat melalui alat pernapasan
tambahan yang disebut arborescent (lipatan kulit tipis yang menyerupai spons).
Khairuman & Khairul (2005) menjelaskan agar ikan dapat tumbuh dengan baik,
kandungan oksigen yang terlarut minimal 3 ppm.
Keberdaan organisme yang dapat menyebabkan penyakit pada ikan.
Organisme yang dapat menyebabkan penyakit adalah protozoa, metazoa,
crustacea, jamur, bakteri, maupun virus.
Pengaruh Pakan Bervaksin..., Kun Annisaul Latifah, FKIP UMP, 2015