faal praktikum a3-indera rasa kulit
DESCRIPTION
praktikum faal tentang indera rasa kulit, berisi tentang laporan yang dilakukan di universitas airlanggaTRANSCRIPT
INDERA RASA KULIT
Adinda Zuricha P. 021211131029
Aulia Agile F. 021211131030
Netty Sulis K. 021211131031
Mohd. Dwira W 021211131032
Sergio Santoso 021211131033
Anggreta Galuh A. 021211131034
Sheila Filia S 021211131035
Elva Puspitarini 021211131036
Fara Maulida I 021211131037
Agustina Restu N 021211131038
Dania Anggana D 021211131039
Annete Juwita Y 021211131041
Ledy Ana Z 021211131042
Firsta Maulidya Y 021211131043
Karissa Navita G 021211133064
Fauzi Sholeh 021211133071
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA
2013
1. PENDAHULUAN
KELOMPOK A3
1.1 Latar Belakang Teori
Mekanisme sensoris yang dapat dirasakan dapat dibagi dalam dua
golongan menurut pilogenesisnya, jalur saraf spinalnya dan daerah korteks
serebri tempat mekanisme ini diintegrasikan. Golongan pertama, paleo-
sensibilitas, yang meliputi rasa – rasa primitif atau rasa – rasa vital seperti rasa
raba, tekan sakit, dingin dan panas. Saraf aferen dari rasa-rasa ini bersinaps
dengan interneuron – interneuron yang bersinaps lagi dengan motor neuron –
motor neuron dari medula spinalis dan sentrum atasan (Thalamus dan Korteks
Serebri) melalui traktur Spino-Talamikus.
Golongan kedua, gnostik atau neo-sensibilitas, yang meliputi rasa-rasa
yang sangat di deferensiasikan, seperti pengenalan letak rasa tekan,
diskriminasi rasa tekan, diskriminasi kekuatan rangsang , diskriminasi
kekerasan, diskriminasi ukuran dan bentuk. Pada diskriminasi kekuatan
rangsang berlaku Hukum Weber-Fechner, yaitu kemampuan untuk
membedakan kekuatan rangsangan rasa-rasa pada umumnya tidak bergantung
pada kekuatan mutlak dari rangsangan tersebut, tetapi pada perbedaan
relatifnya. Saraf aferen dari rasa-rasa ini menghantarkan impuls-impuls yang
terutama dialirkan melalui traktus dorsospinalis ke arah sensoris di dalam
korteks serebri, setelah di integrasikan seperlunya pada pusat-pusat
dibawahnya
Ada anggapan bahwa reseptor hangat dan dingin dirangsang oleh
perubahan kecepatan metabolismenya, dan dari kenyataan terlihat bahwa
untuk setiap perubahan suhu 10oC akan mempengaruhi kecepatan reaksi
kimia intrasel sebanyak dua kali lipat.dengan kata lain, deteksi suhu mungkin
bukan hasil dari pengaruh fisik panas atau dingin pada ujung-ujung saraf
secara langsung tetapi dari perangsang kimia pada ujung serabut saraf yang
telah dimodifikasi oleh suhu.
Pada umumnya, sinyal suhu dijalarkan dalam jaras yang paralel dengan
jaras untuk sinyal nyeri. Sewaktu memasuki medula spinalis, sinyal akan
menjalar dalam traktus Lissauer sebanyak beberapa segmen di atas atau di
bawah, dan selanjutnya akan berakhir terutama pada lamina I, II, III radiks
dorsalis-sama seperti untuk rasa nyeri. Sesudah ada percabangan satu atau
lebih neuron dalam medula spinalis, sinyal akan dijalarkan ke serabut termal
asenden yang menyilang ke traktus sensorik anterolateral sisi berlawanan dan
akan berakhir di (1) area retikular batang otak dan (2) kompleks ventrobasal
talamus. Beberapa sinyal suhu dari kompleks ventrobasal akan dipancarkan
menuju korteks somatosensorik serebri.
Reseptor dingin dan hangat terletak tepat di bawah kulit, yaitu pada titik-
titik yang berbeda dan terpisah-pisah. Pada sebagian besar daerah tubuh,
jumlah titik dingin kira-kira 3 sampai 10 kali titik hangat, dan pada berbagai
daerah tubuh jumlah reseptor bervariasi, 15 sampai 25 titik dingin per
sentimeter persegi pada bibir, 3 sampai 5 titik dingin pada jari-jari, dan kurang
dari satu titik dingin per sentimeter persegi pada daerah permukaan badan
yang luas. Walaupun adanya ujung serabut saraf yang berbeda cukup
meyakinkan, berdasarkan uji psikologis, hal ini belum dapat diidentifikasi
secara histologik. Ujung serabut saraf ini dianggap ujung saraf bebas karena
sinyal terutama dijalarkan pada serabut saraf tipe C pada kecepatan penjalaran
hanya 0,4 sampai 2 m/detik. Sebaliknya, reseptor dingin telah dapat
diidentifikasi dengan pasti. Ujung saraf tipe Aδ yang bermielin, khusus, dan
kecil, yang bercabang beberapa kali, ujungnya menembus ke permukaan dasar
sel-sel epidermis basal. Sinyal dari reseptor-reseptor ini akan dijalarkan
melalui serabut saraf tipe C, yang diduga merupakan ujung serabut saraf bebas
yang mungkin juga berfungsi sebagai reseptor dingin.
Berdasarkan lamanya nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri
kronik. Nyeri akut dapat didefinisikan sebagai nyeri karena stimulus noksius
karena ada kerusakan jaringan, proses penyakit ataupun fungsi abnormal dari
otot atau organ dalam (viscera). Biasanya bersifat nosiseptif. Kebanyakan
nyeri akut bersifat terbatas atau akan sembuh dalam beberapa hari atau
minggu. Apabila nyeri gagal untuk sembuh karena atau akibat abnormal
penyembuhannya atau karena pengobatan yang tidak adekuat, nyeri menjadi
kronis. Nyeri kronis adalah nyeri yang menetap dialami lebih 3 bulan atau 6
bulan dari sejak mulai dari dirasakan nyeri. Dapat bersifat nosiseptiv atau
neuropatik ataupun gabungan keduanya.
Sedangkan tipe nyeri dapat dibagi menjadi nyeri somatik, nyeri visceral,
dan nyeri neuropatik. Nyeri somatik dideskripsikan sebagai sakit,
menggerogoti, dan tajam dalam hal kualitas. Secara umum dapat dilokalisasi
dan diinisiasi oleh aktivasi nosiseptor di jaringan kulit dan jaringan dalam.
Contoh nyeri somatic termasuk nyeri akut pasca operasi dan patah tulang.
Nyeri visceral juga diasosiasikan dengan kerusakan jaringan, khususnya
infiltrasi, kompresi dan distensi dari organ dalam. Biasanya dideskripsikan
sebagai nyeri yang tumpul dan sukar dilokalisasi dan bisa menyebar ke tempat
lain. Misalnya nyeri perut yang disebabkan oleh konstipasi. Sedangkan nyeri
neuropati dihasilkan dari kerusakan terhadap sistem saraf baik pusat maupun
periferl. Tertembak, sengatan listrik, ataupun luka bakar sering bersamaan
dengan latar belakang timbulnya sensasi nyeri dan terbakar.
Nosiseptor adalah reseptor ujung saraf bebas yang ada di kulit, otot,
persendian, viseral dan vascular. Nosiseptor-nosiseptor ini bertanggung jawab
pada kehadiran stimulus noxious yang berasal dari kimia, suhu (panas,
dingin), atau perubahan mekanikal. Pada jaringan normal, nosiseptor tidakb
aktif sampai adanya stimulus yang memiliki energi yang cukup untuk
melampaui ambang batas stimulus (resting). Nosiseptor mencegah perambatan
sinyal acak (skrining fungsi) ke CNS untuk interpretasi nyeri.
Saraf nosiseptor bersinap di dorsal horn dari spinal cord dengan lokal
interneuron dan saraf projeksi yang membawa informasi nosiseptif ke pusat
yang lebih tinggi pada batang otak dan thalamus. Berbeda dengan reseptor
sensorik lainnya, reseptor nyeri tidak bisa beradaptasi. Kegagalan reseptor
nyeri beradaptasi adalah untuk proteksi karena hal tersebut bisa menyebabkan
individu untuk tetap awas pada kerusakan jaringan yang berkelanjutan.
Setelah kerusakan terjadi, nyeri biasanya menimal. Mula datang nyeri pada
jaringan karena iskemi akut berhubungan dengan kecepatan metabolisme.
Sebagai contoh, nyeri terjadi pada saat beraktifitas kerena iskemia otot
skeletal pada 15 sampai 20 detik tapi pada iskemi kulit 20 sampai 30 menit.
Ada empat proses yang terjadi pada perjalanan nyeri yaitu transduksi,
transmisi, modulasi, dan persepsi.
1. Transduksi merupakan proses perubahan rangsang nyeri menjadi suatu
aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Rangsang ini dapat
berupa stimulasi fisik, kimia, ataupun panas. Dan dapat terjadi di seluruh jalur
nyeri.
2. Transmisi adalah proses penyaluran impuls listrik yang dihasilkan oleh
proses transduksi sepanjang jalur nyeri, dimana molekul molekul di celah
sinaptik mentransmisi informasi dari satu neuron ke neuron berikutnya
3. Modulasi adalah proses modifikasi terhadap rangsang. Modifikasi ini dapat
terjadi pada sepanjang titik dari sejak transmisi pertama sampai ke korteks
serebri. Modifikasi ini dapat berupa augmentasi (peningkatan) ataupun
inhibisi (penghambatan).
4. Persepsi adalah proses terakhir saat stimulasi tersebut sudah mencapai
korteks sehingga mencapai tingkat kesadaran, selanjutnya diterjemahkan dan
ditindaklanjuti berupa tanggapan terhadap nyeri tlersebut.
2. METODE KERJA
A.1. Rasa Panas dingin
1. A. Menyediakan 3 buah bak yang telah diisi
- Air es
- Air panas 40ᵒC
- Air dengan suhu kamar
B. orang coba memasukkan telunjuk tangan kanan kedalam bak yang berisi air
es, dan telunjuk tangan kiri dimasukkan ke dalam bak yang berisi air panas.
C. setelah beberapa detik kemudian kedua telunjuk segera dimasukkan ke
dalam bak ketiga yang berisi air dengan suhu kamar.
2. A. Menempelkan punggung tangan orang coba di depan mulut kurang lebih
dengan jarak 10cm dan meniup kulit punggung tangan perlahan-lahan.
B. membasahi punggung tangan dengan air, dan meniup kembali kulit
punggung tangan.
C. mengolesi punggung tangan dengan alkohol, dan meniupnya kembali.
A.2. Reaksi-reaksi di kulit
Cara kerja :
1. Telapak tangan
a. Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan
b. Orang coba meletakkan telapak tangan kiri di atas meja, rekan kerja lain
memberi tanda 3x3cm pada telapak tangan orang coba dengan
menggunakan stempel yang telah disiapkan, dan menutup mata orang
coba.
c. Kerucut kuningan yang telah direndam dengan suhu air panas, dikeringkan
terlebih dahulu, kemudian diletakkan pada telapak tangan orang coba
untuk menyelidiki titik panas, kemudian memberi tanda pada titik-titik
tersebut dengan tinta hitam.
d. Setelah percobaan dengan air panas telah dilakukan, dilanjutkan dengan
menggunakan air es. Kerucut kuningan yang telah direndam dengan suhu
air es, dikeringkan terlebih dahulu, kemudian diletakkan pada telapak
tangan orang coba, kemudian diberi tanda pada titik-titik tersebut dengan
tinta merah.
2. Lengan bawah
a. Orang coba meletakkan tangan lengan bawah kanan di atas meja, rekan
kerja lain memberi tanda 3x3cm pada lengan bawah orang coba dengan
menggunakan stempel yang telah disiapkan, dan menutup mata orang
coba.
b. Kerucut kuningan yang telah direndam dengan suhu air panas, dikeringkan
terlebih dahulu, kemudian diletakkan pada lengan orang coba untuk
menyelidiki titik panas, kemudian memberi tanda pada titik-titik tersebut
dengan tinta hitam.
c. Setelah percobaan dengan air panas telah dilakukan, dilanjutkan dengan
menggunakan air es. Kerucut kuningan yang telah direndam dengan suhu
air es, dikeringkan terlebih dahulu, kemudian diletakkan pada lengan
bawah orang coba, kemudian diberi tanda pada titik-titik tersebut dengan
tinta merah.
3. Kuduk
a. Orang coba menghadap ke bawah dan posisi leher belakang menghadap ke
atas , rekan kerja lain memberi tanda 3x3cm pada lengan bawah orang
coba dengan menggunakan stempel yang telah disiapkan, dan menutup
mata orang coba.
b. Kerucut kuningan yang telah direndam dengan suhu air panas, dikeringkan
terlebih dahulu, kemudian diletakkan pada kuduk orang coba untuk
menyelidiki titik panas, kemudian memberi tanda pada titik-titik tersebut
dengan tinta hitam.
c. Setelah percobaan dengan air panas telah dilakukan, dilanjutkan dengan
menggunakan air es. Kerucut kuningan yang telah direndam dengan suhu
air es, dikeringkan terlebih dahulu, kemudian diletakkan pada kuduk
bawah orang coba, kemudian diberi tanda pada titik-titik tersebut dengan
tinta merah.
4. Pipi
a. Orang coba menghadap ke samping, dengan bagian pipi kiri menghadap
ke atas, rekan kerja lain memberi tanda 3x3cm pada lengan bawah orang
coba dengan menggunakan stempel yang telah disiapkan, dan menutup
mata orang coba.
b. Kerucut kuningan yang telah direndam dengan suhu air panas, dikeringkan
terlebih dahulu, kemudian diletakkan pada pipi orang coba untuk
menyelidiki titik panas, kemudian memberi tanda pada titik-titik tersebut
dengan tinta hitam.
c. Setelah percobaan dengan air panas telah dilakukan, dilanjutkan dengan
menggunakan air es. Kerucut kuningan yang telah direndam dengan suhu
air es, dikeringkan terlebih dahulu, kemudian diletakkan pada pipi bawah
orang coba, kemudian diberi tanda pada titik-titik tersebut dengan tinta
merah.
B.I Lokalisasi rasa tekan
1. Tutuplah mata orang percobaan, kemudian tekanlah ujung pensil dengan kuat
pada ujung jarinya.
2. Suruhlah orang percobaan menunjukkan dengan pensil tempat yang telah
dirangsang itu. Tentukanlah jarak antara titik rangsangan dengan titik yang
ditunjuk oleh orang coba dalam milimeter.
3. Ulangi percobaan tersebut tiga kali dan tentukan jarak rata-ratanya.
4. Lakukan percobaan tersebut untuk daerah-daerah telapak tangan, lengan
bawah, lengan atas, pipi, dan kuduk.
B.II Diskriminasi rasa tekan (Two points discrimination)
1. Tutuplah mata orang percobaan, kemudian tekanlah kedua ujung sebuah
jangka secara serentak (simultant) pada ujung jarinya.
2. Ambillah mula-mula jarak ujung jangka yang kecil sehingga orang percobaan
belum dapat membedakan dua titik; kemudian perbesarlah jarak kedua ujung
jangka setiap kali dengan 2 mm, sehingga tepat dapat dibedakan dua titik oleh
percobaan.
3. Ulangi percobaan ini dengan jarak ujung jangka yang besar dahulu, kemudian
dikecilkan setiap kali dengan 2 mm sampai ambang diskriminasi. Ambillah
jarak rata-rata dari tindakan no. 2 dan 3.
4. Lakukan percobaan no. 1 s/d 3, tetapi sekarang dengan menekankan kedua
ujung jangka secara berturut-turut (successif).
5. Tentukan dengan cara-cara tersebut di atas ambang diskriminasi dua titik
untuk daerah-daerah kuduk, bibir, dan pipi. Catatlah yang saudara alami.
B. III Diskriminasi kekuatan rangsangan (Hukum Weber-Fechner)
1. Kemampuan untuk membedakan kekuatan rangsangan rasa-rasa pada
umumnya tidak tergantung pada kekuatan mutlak dari rangsangan
tersebut, tetapi pada perbedaan relatifnya.
2. Tutuplah mata orang percobaan dan letakkan tangannya di atas meja dengan
telapak tangan menghadap ke atas.
3. Letakkan kotak timbangan dengan beban 5 gr di dalamnya pada ujung-ujung
jarinya.
4. Tambahkan setiap kali ke dalam kotak timbangan suatu beban sampai orang
percobaan tepat dapat membedakan tambahan berat. Catatlah berat permulaan
(+ kotak timbangan) dan berat terakhir itu.
5. Lakukan percobaan no. 2 dan 3 dengan beban mula-mula di dalam kotak
berturut-turut 10 gr, 50 gr, dan 100 gr.
B. IV Kemampuan diskriminasi
Dalam melakukan praktikum ini seringkali timbul kesulitan karena yang
dipakai adalah orang-orang yang sehat dan normal kemampuan diskriminasinya.
Oleh sebab itu sebaiknya dilakukan perbandingan kemampuan diskriminasinya
antara tangan (yang normal) dengan lengan bawah atau kuduk.
Kemampuan diskriminasi kekasaran.
1. Suruhlah orang percobaan meraba kertas penggosok yang berbeda derajat
kekasarannya dengan ujung jarinya dalam keadaan mata tertutup.
2. Bagaimana daya pembedaannya?
Ulangi percobaan tersebut dengan lengan bawahnya.
Kemampuan diskriminasi bentuk.
1. Dengan mata tertutup suruhlah orang percobaan memegang benda-benda kecil
yang tersedia dalam berbagai bentuk dan suruhlah menyebutkan bentuk
benda-benda tersebut (lingkaran, empat persegi panjang, segitiga, bulat,
lonjong, dll).
2. Ulangi percobaan tersebut dengan lengan bawahnya.
Rasa nyeri kulit dan otot
Untuk Percobaan ini dipakai alat dari Hardy-Wolff, yaitu terdiri dari
lampu proyeksi yang dapat memusatkan sinar sinarnya untuk menembus suatu
lubang (diafragma). Kekuatan radiasi sinar ditentukan dengan sebuah rheostat
yang disusun seri dengan lampu. Lama penyinaran diukur dengan stopwatch.
1 Hitamkan (dengan tinta htam, sebagai tanda) suatu daerah kecil dikulit lengan
bawah kemudian tempatkan diafragma alat Hardy-Wolff 1cm dari daerah kulit
tersebut.
2 Lakukan penyinaran dengan kekuatan radiasi yang rendah selama 10 detik
(pada tiap tingkat radiasi). Untuk itu haruslah diatur dengan rheostat.
3 Lakukan tindakan nomer 3 dengan setiap kali menggeser tombol rheostat,
sampai orang percobaan merasa nyeri seperti ditusuk tusuk.
4 Catatlah angka yang ditunjuk rheostat dan lama penyinaran dalam detik. Ini
merupakan nilai mabang rasa nyeri orang percobaan.
A. Pengaruh mengalihakan perhatian
1 Ulangi tindakan nomer 1 s/d 4, tetapi sekarang dengan mengalihkan
perhatian orang percobaan menggaruk garuk kepalanya, mengajak bicara,
menggelitik, atau cara cara pengalih perhatian lain yang serupa.
2 Catatlah besarnya radiasi dan waktu radiasi yang didapat.
B. Pengaruh hiperaemia
1 Gosoklah kulit yang telah dihitamkan itu dengan balsem yang telah
tersedia, kemudian ulangi tindakan nomer 1 s/d 4 tersebut diatas.
2 Catatlah hasil hasil yang didapat.
C. Pengaruh anestetika topical
1 Gosoklah kulit yang telah dihitamkan itu dengan anestetika topical
(benzokain) yang telah tersedia, kemudian ulangi tindakan nomer 1 s/d 4
tersebut diatas.
2 Catatlah hasil hasil yang didapat.
3. HASIL PRAKTIKUM
A. PALEO-SENSIBILITIES
A.I Rasa – rasa panas dan dingin
1. Air panas Air suhu kamar = rasa panas pada telunjuk tangan kiri
hilang.
Air dingin Air suhu kamar = telunjuk tangan tetap terasa dingin
dan sedikit terasa nyeri
2. Ditiup perlahan : Udara terasa biasa sesuai dengan suhu ruang pada
punggung tangan.
Punggung tangan dibasahi air : Terasa dingin daripada percobaan
awal.
Punggung tangan dibasahi oleh alcohol: Terasa lebih dingin daripada
dibasahi dengan air biasa, kemudian menjadi lebih hangat daripada
keadaan normal setelah 30 detik.
A.II Reaksi-reaksi di kulit
1. Telapak Tangan
Rasa Panas : Rasa Dingin:
2. Lengan Bawah
Rasa Panas: Rasa Dingin:
3. Pipi
Rasa Panas: Rasa Dingin:
4. Kuduk
Rasa Panas: Rasa Dingin:
Tabel 1. Jumlah Kepadatan titik-titik Reseptor.
PERCOBAAN PANAS DINGIN
Telapak Tangan 32 titik 34 titik
Lengan Bawah 31 titik 33 titik
Kuduk 19 titik 30 titik
Pipi 24 titik 39 titik
A.III NEO SENSIBILITIES
1. Lokasi Tekana. Pensil
Daerah Percobaan Percobaan ke-. Hasil Rata-rata
Ujung jari
1. 5 mm
3 mm2. 2 mm
3. 2 mm
Telapak tangan
1. 1 mm
4,6 mm2. 13 mm
3. 0 mm
Lengan bawah
1. 10 mm
7,3 mm2. 3 mm
3. 9 mm
Lengan atas
1. 14 mm
12,6 mm2. 11 mm
3. 13 mm
Pipi
1. 2 mm
6,3 mm2. 8 mm
3. 9 mm
Kuduk
1. 4 mm
5 mm2. 6 mm
3. 5 mm
b. Ujung jangka
Daerah
Percobaa
n
Percobaan
simultant ke-.
Hasil
Rata-rata
simultan
t
Percobaan
successif ke-.
Hasil
Rata-
rata
successi
f
4 mm 3 mm
Ujung jari 2 mm 1,5 mm
0 mm 0 mm
Pipi
4 mm
5 mm
5 mm
2,5 mm
6 mm 0 mm
Kuduk 4 mm 3 mm 1 mm 0,5 mm
2 mm 0 mm
Bibir 0 mm 0 mm 1 mm 0,5
mm 0 mm 0 mm
1. Kekuatan Rangsangan a. Beban
Beban awal Beban Akhir
5 gr 40 gr
10 gr 40 gr
50 gr 50 gr
100 gr 90 gr
b. Kekasaran
Tempat Halus Kasar
Telapak tangan + +
Kuduk + +
Pipi + -
Ujung jari + +
Lengan bawah + +
Keterangan : (+) = terasa, (-) = tidak terasa
c. Bentuk
Tempat Persegi Lonjong Segi enam Elips
Telapak
tangan
- + + -
Lengan
bawah
- - + -
Kuduk - - + -
Keterangan: (+) : mampu merasakan bentuknya
(-) : tidak mampu merasakan bentuknya
A.IV Rasa nyeri kulit dan otot
Waktu Voltase
Normal 1 menit 45 detik 110
Mengalihkan Perhatian 2 menit 10 detik 140
Balsem 1 menit 46 detik 110
Anestetika Topikal 2 menit 45 detik 170
4. PEMBAHASAN
4.1 Paleo-sensibilitas4.1.1 Rasa Panas dan Dingin
1. Pada saat kedua jari ( telunjuk kanan dan kiri) dimasukkan kedalam
bak berisi air es dan air panas 40 C. Setelah itu kedua jari dipindahkan
dan dimasukkan ke dalam bak yang berisi air bersuhu kamar ( air
PDAM) Tangan kiri (air 40 C) terasa kembali ke suhu normal saat
dimasukkan ke dalam air suhu kamar. Reseptor dingin dan hangat
terletak tepat di bawah kulit yang dipisahkan oleh spot tertentu. Pada
banyak area pada tubuh, terdapat 3 sampai 10 titik –titik hangat yang
juga merupakan titik dingin, jumlahnya bervariasi pada tiap area
tubuh, mulai dari 15 sampai 25 cm per kubik titik dingin di bibir, 3
sampai 5 cm per kubik titik dingin di jari hingga kurang dari 1 cm per
kubik titik dingin di area permukaan trunkus. Meskipun letak warmth
nerve ending sudah pasti, berdasarkan tes secara psikologi, belum bisa
dipastikan secara histologis. Mereka diasumsikan sebagai free nerve
ending, karena sinyal hangat yang ditransmisikan melewati serabut
saraf tipe C dengan kecepatan transmisi 0,4 samapai 2 m/detik. Namun
untuk reseptor dingin sudah teridentifikasi. Sinyal yang
ditransmisikandari reseptor melalui serabut saraf dengan kecepatan
20m/detik (Guyton & Hall, 2006).
2. Tangan kanan ( air es ) sedikit sekali merasa nyeri. Saat telunjuk kanan
dimasukkan ke dalam air es, tubuh mengalami rasa dingin dengan
cepat dan terasa nyeri akibat hipotermia di ujung jari. Ujung bagian
tubuh (jauh dari jantung) mengalami efek hipotermia yang cepat. Saat
kedua jari dipindahkan ke air bersuhu normal, secara normal kulit akan
mempertahankan keseimbangan suhu dengan cara menstabilkan
pemasukan dan pengeluaran panas. Ketika reseptor dingin tiba-tiba
mengalami penurunan suhu yang mendadak, reseptor dingin sangat
terstimulasi pada awalnya, tetapi stimulasi ini memudar cepat selama
beberapa detik pertama dan semakin lebih lambat selama 30 menit
berikutnya atau lebih . Dengan kata lain, reseptor beradaptasi untuk
sebagian besar, tetapi tidak pernah 100 persen. Dengan demikian, jelas
bahwa indera rasa merespon nyata terhadap perubahan suhu, selain
mampu merespon kondisi suhu yang tetap. Ini berarti bahwa ketika
suhu kulit secara aktif jatuh, seseorang merasa jauh lebih dingin
daripada ketika suhu tetap dingin pada tingkat yang sama. Sebaliknya,
jika suhu secara aktif meningkat, orang merasa jauh lebih hangat
daripada ia akan pada suhu yang sama jika itu konstan (Guyton &
Hall, 2006).
3. Pada punggung tangan yang tidak diberi perlakuan apapun, saat ditiup
akan terasa biasa karena suhu tubuh hampir sama dengan suhu
ruangan.
4. Lalu pada percobaan ketiga yang menggunakan alkohol pada
punggung tangan akan timbul rasa dingin dibandingan percobaan
sebelumnya. Tetapi rasa dingin yang timbul tidak bertahan lama
karena alkohol meguap sehingga menimbulkan rasa hangat dan
kemudian kembali normal.
Perubahan suhu tubuh mengubah aktivitas sel-peningkatan suhu
mempercepat reaksi-reaksi kimia sel, sedangkan penurunan suhu
memperlambat reaksi-reaksi tersebut. Karena fungsi sel sensitif terhadap
fluktuasi suhu internal maka manusia secara homeostasis mempertahankan
suhu tubuh pada tingkat yang optimal agar metabolisma sel berlangsung
stabil. Panas berlebihan berakibat lebih serius darpada pendinginan.
Bahkan peningkatan moderat suhu tubuh mulai menyebabkan malfungsi
syaraf dan denaturasi protein ireversibel (Sherwood, Lauralee. 2001)
Berdasarkan hasil percobaan dapat menyimpukan bahwa sensasi titik
panas dan dingin dapat teraba jelas berada pada daerah tengah
tangan.Disini terlihat bahwa reseptor-reseptor panas dan dingin pada
daerah tangan terbanyak terletak pada daerah tengah, dan juga bukan
karena reseptor-resptor panas dingin saja yang banyak tetapi juga karena
di daerah tengah tangan sedikit lebih curam, ini menandakan disana lebih
sedikit jaringan lemaknya sehingga sensasi titik panas dan dingin lebih
terasa (Ganong WF. 2006)
4.1.2 Reaksi-reaksi di kulit
Setiap macam reseptor sangat peka terhadap salah satu salah satu
macam rangsangan yang dirancang untuknya, dan hampir tidak memberi
respon terhadap rangsangan sensorik jenis lain. Reseptor dingin dan panas
terletak tepat di bawah kulit, yakni pada titik-titik yang berbeda dan
terpisah-pisah. Kepadatan dari reseptor ini berbeda-beda pada berbagai
bagian dari kulit. (Guyton)
Menurut Guyton dan Hall (2006), pada sebagian besar daerah tubuh,
jumlah titik dingin kira-kira 3 sampai 10 kali titik panas. Teori ini sesuai
dengan percobaan kami bahwa kepadatan reseptor rasa dingin mempunyai
titik kepadatan yang lebih tinggi daripada reseptor rasa panas. Untuk
reseptor rasa dingin, kepadatan tertinggi terdapat pada bagian pipi (tercatat
39 titik) sedangkan reseptor rasa panas, kepadatan tertinggi terdapat pada
telapak tangan (tercatat 32 titik). Kepadatan reseptor menentukan
kepekaan bagian tubuh terhadap rangsang. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa pada bagian pipi merupakan bagian yang paling peka terhadap
rangsang dingin, sedangkan bagian telapak tangan merupakan bagian yang
paling peka terhadap rangsang panas. Hal-hal tersebut dapat terjadi karena
setiap bagian tubuh memiliki tingkat kepekaan yang berbeda-beda yang
disebabkan karena kepadatan titik-titik reseptor di setiap bagian kulit
tidaklah sama.
4.2 Neo-Sensibilities
4.2.1 Lokalisasi rasa tekan
Dari percobaan didapatkan hasil bahwa daerah yang paling sensitif
adalah ujung jari. Hal ini dapat dilihat dari jarak antara titik rangsangan
dengan titik yang ditunjuk. Jarak titik pada ujung jari sebesar 3 mm. Jarak
titik pada telapak tangan sebesar 4,6 mm. Jarak pada lengan bawah sebesar
7,3 mm. Jarak pada lengan atas sebesar 12,6 mm. Jarak pada pipi sebesar
6,3 mm. Dan jarak pada kuduk sebesar 5 mm. Jadi berdasarkan hasil
percobaan didapatkan data bahwa daerah yang paling sensitif adalah ujung
jari, kemudian disusul telapak tangan, kuduk, pipi, lengan bawah, dan
terakhir lengan atas. Permukaan kulit yang mempunyai banyak ujung-
ujung saraf ialah ujung jari telunjuk, telapak tangan, telapak kaki, bibir,
dan daerah kemaluan. Oleh karena itu daerah-daerah ini sangat peka
terhadap rangsangan berupa sentuhan maupun rasa tekan. Rasa tekan pada
kulit diterima oleh reseptor khusus disebut mekanoreseptor, khususnya
oleh korpuskel pacini. Korpuskel pacini adalah reseptor yang peka akan
adanya getar dan tekanan. Pada ujung jari banyak terdapat reseptor ini,
sehingga membuat area ujung jari menjadi daerah yang sensitif. Makin
banyak reseptor maka makin sensitif daerah tersebut.
a. Diskriminasi Rasa Tekan Dua Titik Simultant
Percobaan ini dilakukan dengan cara menekan pada ujung jari, daerah
kuduk, bibir dan pipi dengan sebuah jangka secara bersamaan. Tiap
percobaan ukuran jangka diperbesar 2mm secara terus menerus hingga
orang coba berhasil merasakan 2 titik .Pada percobaan ini didapatkan
bahwa daerah yang paling peka pada orang coba dalam membedakan dua
titik ujung jangka yaitu pada bibir. Terbukti dengan rata-rata yang kecil
yaitu 2mm.
b. Diskriminasi Rasa Tekan Dua Titik secara successif
Pada percobaan ini dilakukan dengan cara menekan pada ujung jari,
daerah kuduk, bibir dan pipi dengan sebuah jangka secara berturut-turut.
Pada percobaan ini dapat kita ketahui bahwa daerah yang paling peka pada
orang coba dalam membedakan dua titik ujung jangka yaitu pada daerah
bibir. Hasil Praktikum kami membuktikannya dengan rata-rata terkecil
yaitu 2mm.
4.2.2 Diskriminasi Kekuatan Rangsang
Diskriminasi Kekuatan Rangsangan (Hukum Weber-Fechner) Pada
percobaan ini, mahasiswa coba tidak dapat membandingkan beban pada
tangan saat menggunakan berat 10 g. Namun semakin berat beban yang
digunakan, mahasiswa coba semakin dapat membandingkan dan
merasakan beban yang diletakkan pada jari tangan. Percobaan ini adalah
untuk membuktikan hukum Weber-Fechner yang berbunyi, “kemampuan
membedakan kekuatan rangsangan rasa-rasa pada umumnya tidak
tergantung pada kekuatan mutlak rangsangan tersebut, tetapi pada
perbedaan relatifnya.”
4.2.3 Kemampuan Diskriminasi
1) Kemampuan Diskriminasi Kekasaran
Pada percobaan diskriminasi kekasaran yang dilakukan adalah dengan
merasakan perbedaan kekasaran kertas gosok yang dicobakan pada ujung
jari, telapak tangan, lengan bawah, kuduk, dan pipi. Percobaan yang
dilakukan menggunakan kertas gosok dengan perbedaan tingkat
kekasaran, yaitu halus dan kasar. Pada hasil percobaan mahasiswa coba
dapat membedakan semua derajat kekasaran yang telah dicobakan. Ujung
jari memiliki kemampuan diskriminan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan bagian tubuh yang dicobakan lainnya. Hal ini disebabkan terdapat
banyak reseptor pada bagian ujung jari. Kemampuan diskriminasi
kekasaran berbeda pada setiap orang.
2) Kemampuan Diskriminasi Bentuk
Pada percobaan ini dilakukan pengukuran kemampuan merasakan
bentuk suatu benda dengan mata tertutup yang diberikan kepada orang
coba. Pengukuran kemampuan dilakukan dengan menggunakan beberapa
bentuk yaitu bentuk persegi, oval, dan heksagonal. Pada bagian telapak
tangan orang coba tidak dapat menebak seluruh bentukan dengan benar.
Begitu pula pada bagian lengan bawah, oang coba masih belumbisa
menebak dengan benar bentuk dari benda tersebut. Sedangkan pada
bagian kuduk, orang coba dapat menebak seluruh bentukan dengan benar.
Berdasarkan percobaan tersebut bagian yang paling peka terhadap
kemampuan diskriminasi bentuk adalah kuduk. Hal ini agak bertentangan
dengan teori bahwa lebih banyak reseptor yang terdapat pada telapak
tangan, sehingga seharusnya telapak tangan dapat mendiskriminasikan
benda secara lebih baik.
Pertanyaan : jalur rasa sensoris : raba, tekan, nyeri, panas, dingin
Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi:
1. Exteroseptor ; perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri,
suhu, dan raba.
2. Proprioseptor ; perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan
tendon.
3. Interoseptor ; perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam,
seperti jantung, lambung, usus, dll.
Menurut tipe atau jenis stimulus, reseptor dibagi menjadi :
1. Mekanoreseptor ; kelompok reseptor sensorik untuk mendeteksi
perubahan tekanan, memonitor tegangan pada pembuluh darah,
mendeteksi rasa raba atau sentuhan. Letaknya di kulit, otot rangka,
persendn dna organ visceral. Contoh reseptornya : corpus Meissner (untuk
rasa raba ringan), corpus Merkel dan badan Paccini (untuk sentuhan kasar
dan tekanan).
2. Thermoreseptor ; reseptor sensoris unuk mendeteksi perubahan suhu.
Contohnya : bulbus Krause (untuk suhu dingin), dan akhiran Ruffini
(untuk suhu panas).
3. Nociseptor ; reseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan
merespon tekaan yang dihasilkan oleh adanya kerusakan jaringan akibat
trauma fisik maupun kimia. Contoh reseptornya berupa akhiran saraf
bebas (untuk rasa nyeri) dan corpusculum Golgi (untuk tekanan).
4. Chemoreseptor ; reseptor sensorik untuk mendeteksi rangsang kimiawi,
seperti : bau-bauan yang diterima sel reseptor olfaktorius dalam hidung,
rasa makanan yang diterima oleh sel reseptor pengecap di lidah, reseptor
kimiawi dalam pembuluh darah untuk mendeteksi oksigen, osmoreseptor
untuk mendeteksi perubahan osmolalitas cairan darah, glucoreseptor di
hipotalamus mendeteksi perubahan kadar gula darah.
5. Photoreseptor ; reseptor sensorik untuk mendeteksi perbahan cahaya,
dan dilakukan oleh sel photoreceptor (batang dan kesrucut) di retina mata.
Rasa Nyeri Kulit dan Otot
Kulit berfungsi sebagai alat pelindung bagian dalam, misalnya otot dan
tulang; sebagai alat peraba dengan dilengkapi bermacam reseptor yang peka
terhadap berbagai rangsangan; sebagai alat ekskresi; serta pengatur suhu
tubuh.
Sehubungan dengan fungsinya sebagai alat peraba, kulit dilengkapi
dengan reseptor reseptor khusus. Reseptor untuk rasa sakit ujungnya menjorok
masuk ke daerah epidermis. Reseptor untuk tekanan, ujungnya berada di
dermis yang jauh dari epidermis. Reseptor untuk rangsang sentuhan dan
panas, ujung reseptornya terletak di dekat epidermis.
Proses penghantaran transmisi nyeri yang disalurkan kesusunan syaraf
pusat oleh 2 (dua) sistem serat (serabut) antara lain:
1. Serabut A – delta (Aδ) Bermielin dengan garis tengah 2 – 5 (m yang
menghantar dengankecepatan 12 – 30 m/detik yang disebut juga nyeri
cepat (test pain) dan dirasakan dalam waktukurang dari satu detik, serta
memiliki lokalisasi yang dijelas dirasakan seperti ditusuk, tajam berada
dekat permukaan kulit.
2. Serabut C, merupakan serabut yang tidak bermielin dengan garis tengah
0,4 –1,2 m/detik disebut juga nyeri lambat di rasakan selama 1 (satu) detik
atau lebih, bersifat nyeri tumpul, berdenyut atau terbakar.
Rasa nyeri dapat dirasakan melalui tiga jenis stimulus yang
dikelompokkan sebagai rangsang nyeri mekanis, suhu, dan kimiawi. Pada
umumnya, nyeri cepat diperoleh melalui rangsangan jenis mekanis atau suhu,
sedangkan nyeri lambat diperoleh melalui ketiga jenis tersebut. Zat kimia
yang merangsang jenis nyeri kimiawi adalah bradikinin, serotin, histamin, ion
kalsium, asam, asetilkolin dan enzim proteolitik. Sedangkan, prostaglandia
dan substansi P meningkatkan sensitifitas ujung-ujung serabut nyeri tetapi
tidak secara langsung merangsangnya.
Intensitas rasa nyeri juga berhubungan erat dengan kecepatan kerusakan
jaringan yang disebabkan oleh pengaruh lain selain panas, seperti infeksi
bakteri, iskemia jaringan yang diduga akibat terkumpulnya sejumlah besar
asam laktat dalam jaringan (metabolisme tanpa oksigen), kontusio jaringan,
spasme otot akibat terangsangnya reseptor nyeri yang bersifat mekanosensitif,
namun mungkin juga rasa nyeri ini secara tidak langsung disebabkan oleh
pengaruh spasme otot yang menekan pembuluh darah.
Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan
maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya
(Tamsuri, 2007). Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan
mengakibatkan dilepasnya bahan – bahan yang dapat menstimulus reseptor
nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan
substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier,dkk). Nyeri juga
dapat disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan jaringan yang
menekan pada reseptor nyeri(Taylor C,dkk). Rasa nyeri dapat dibagi menjadi
dua jenis utama yaitu rasa nyeri cepat dan rasa nyeri lambat. Rasa nyeri cepat
bila diberikan stimulus dalam waktu kira-kira 0,1 detik, sedangkan rasa nyeri
lambat timbul setelah 1 detik atau lebih dan kemudian secara berlahan
bertambah selama beberapa detik bahkan beberapa menit.
Menurut Torrance & Serginson (1997), ada tiga jenis sel saraf dalam
proses penghantaran nyeri yaitu sel syaraf aferen atau neuron sensori, serabut
konektor atau interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motorik. Sel-sel
syaraf ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang menyebabkan impuls
nyeri dihantarkan ke sum-sum tulang belakang dan otak. Reseptor-reseptor ini
sangat khusus dan memulai impuls yang merespon perubahan fisik dan kimia
tubuh. Reseptor-reseptor yang berespon terhadap stimulus nyeri disebut
nosiseptor.
Reseptor rasa nyeri yang terdapat di kulit dan jaringan lain semuanya
merupakan ujung saraf bebas. Reseptor ini tersebar luas pada permukaan
superfisial kulit dan juga di jaringan dalam tertentu, misalnya periosteum,
dinding arteri, permukaan sendi, falks, dan tentorium tempurung kepala.
Sebagian besar jaringan lainnya hanya sedikit dioersarafi oleh ujung saraf rasa
nyeri; namun setiap kerusakan jaringan yang luas dapat bergabung sehingga
kebanyakan dareah tersebut akan timbul tipe raasa nyeri pegal lambat dan
kronik.
Rasa nyeri dapat dirasakan melalui tiga jenis stimulus yang
dikelompokkan sebagai rangsang nyeri mekanis, suhu, dan kimiawi. Pada
umumnya, nyeri cepat diperoleh melalui rangsangan jenis mekanis atau suhu,
sedangkan nyeri lambat diperoleh melalui ketiga jenis tersebut.
Zat kimia yang merangsang jenis nyeri kimiawi adalah bradikinin, serotin,
histamin, ion kalsium, asam, asetilkolin dan enzim proteolitik. Sedangkan,
prostaglandia dan substansi P meningkatkan sensitifitas ujung-ujung serabut
nyeri tetapi tidak secara langsung merangsangnya.
Intensitas rasa nyeri juga berhubungan erat dengan kecepatan kerusakan
jaringan yang disebabkan oleh pengaruh lain selain panas, seperti infeksi
bakteri, iskemia jaringan yang diduga akibat terkumpulnya sejumlah besar
asam laktat dalam jaringan (metabolisme tanpa oksigen), kontusio jaringan,
spasme otot akibat terangsangnya reseptor nyeri yang bersifat mekanosensitif,
namun mungkin juga rasa nyeri ini secara tidak langsung disebabkan oleh
pengaruh spasme otot yang menekan pembuluh darah.
Pada praktikum rasa nyeri ini dilakukan pengujian dengan menggunakan
alat Hardy-wolff yaitu terdiri dari lampu proyeksi yang dapat memusatkan
sinar-sinarnya untuk menembus suatu lubang diafragma. Kekuatan radiasi
sinar ditentukan dengan sebuah rheostat yang disusun seri dengan lampu.
Sinar tersebut akan mengenai objek (tangan orang coba) dengan jarak 1 cm.
Setelah penyinaran selama 10 detik, tegangan listrik dinaikkan dengan cara
menaikkan kekuatan sinar radiasi sinar rheostat. Setelah subjek merasa nyeri
seperti ditusuk – tusuk dan tidak dapat ditahan, maka alat uji dimatikan dan
mencatat angka yang ditunjuk rheostat dimana orang percobaan tidak dapat
menahan rasa sakit lagi, hal ini disebut nilai ambang rasa nyeri orang tersebut.
Percobaan ini dilakukan dengan 4 perlakuan, yaitu perlakuan normal,
perlakuan mengalihkan perhatian, perlakuan pemberian olesan balsam, dan
perlakuan anestetika topical.
Dari hasil praktikum, didapatkan bahwa nilai ambang rasa nyeri orang
coba dengan perlakuan normal yaitu 110 voltase dalam waktu 105 detik.
Untuk perlakuan mengalihkan perhatian 140 volt dalam waktu 130 detik.
Untuk perlakuan pemberian balsam 110 volt dalam waktu 106 detik.
Sedangkan perlakuan anestetika topical yaitu 170 volt dalam waktu 165 detik.
Dari praktikum ini dapat di buktikan bahwa mengalihkan perhatian dapat
mengubah persepsi nyeri pada orang coba, bisa dilihat dari nilai ambang rasa
nyeri pada perlakuan normal dan perlakuan mengalihkan perhatian yaitu pada
perlakuan mengalihkan perhatian di dapatkan 140 volt dalam waktu 130 detik,
sedangkan perlakuan normal 110 volt dalam waktu 105 detik. Penghambatan
rasa nyeri bisa dilakukan dengan cara mengalihkan fokus perhatian orang
coba, sehingga dia tidak terfokus untuk merasakan nyeri. Kemampuan
mengalihkan perhatian untuk meredakan nyeri didasarkarkan pada teori bahwa
apabila ada dua rangsangan yang tepisah, fokus pada salah satunya akan
menghilangkan fokus pada yang lain (price & Wilson, 2006).
Pada perlakuan pemberian balsam dan perlakuan anestetika topikal, juga
terbukti merupakan penghambat rasa nyeri. Bisa dilihat dari hasil nilai
ambang rasa nyeri pada perlakuan pemberian balsam dan perlakuan anestetika
topical pada hasil praktikum. Balsem dan benzokain meresap kedalam dengan
cara panas balsem dan benzokain membuat pori-pori kulit mengembang
sehingga dapat menyerap balsam dan benzokain bercampur dengan toksin
didalam tubuh di lokasi yang terasa nyeri sehingga dapat menghambat rasa
nyeri.
5. DAFTAR PUSTAKA
Ganong WF. 2006. Review of medical physiology. 22nd Ed. USA: The
McGraw-Hill companies
Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC. 2008. p. 635,636,637.
Guyton & Hall. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Elsevier,
Philadelpia. 2006: p 572-573, 607.
Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of medical physiology. 11th ed.
Philadelphia: Elsevier
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed.2.
Jakarta:EGC