edisi april - juni 2015

40
INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN ISSN: 1411-9455 www.itjen.kemenkeu.go.id VOL VII No.42 | Edisi April - Juni 2015 HUJAN DANA DI NEGERI DESA LAPORAN UTAMA LIPUTAN KHUSUS RAGAM PENGAWASAN Antara Sepakbola Gajah dan Lelang Pengadaan Barang dan Jasa Dana Masuk Desa Public Procurement Audit Menyapa Sahabat di Perbatasan Mereka yang Gagah di Tapal Batas

Upload: lytuyen

Post on 09-Dec-2016

265 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Edisi April - Juni 2015

INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN ISSN: 1411-9455

www.itjen.kemenkeu.go.id VOL VII No.42 | Edisi April - Juni 2015

HUJAN DANA DI NEGERI DESA

LAPORAN UTAMA LIPUTAN KHUSUS RAGAM PENGAWASAN

Antara Sepakbola Gajah dan Lelang

Pengadaan Barang dan Jasa

Dana Masuk Desa

Public Procurement

Audit

Menyapa Sahabat di Perbatasan

Mereka yang Gagah di Tapal

Batas

Page 2: Edisi April - Juni 2015

AUDITORIAAPRIL - JUNI 2015 VOL. VII NO. 42

AUDITAMA

Dana Masuk DesaDana Desa, membangun Indonesia dari pinggiran. Diinisiasi oleh pemerintahan sebelumnya, program ini juga merupakan pengejawantahan dari janji Presiden Joko Widodo pada saat kampanye pilpres 2014 lalu, dimana setiap desa akan digelontorkan dana kurang lebih sebesar Rp1-1,4 miliar setiap tahunnya, tapi seperti apakah “hujan dana di negeri Desa” itu akan membasahi?

Public Procurement AuditPublic Procurement merupakan salah satu motor penggerak utama pembangunan terutama apabila dikaitkan dengan besarnya belanja pemerintah, baik belanja modal maupun belanja barang. Perkembangan nilai belanja pemerintah dalam kurun waktu satu dasawarsa terakhir menunjukkan tren kenaikan yang signifikan.

06

MEDIA INTERNAL INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN

ITJEN goes to campus, STAN Bintaro

Inspektorat Jenderal berpartisipasi dalam STAN Career Expo 2015

yang diselenggarakan di kampus STAN Bintaro. Lebih dari 300

mahasiswa antusias ingin mengenal itjen lebih dalam. Pada

kesempatan tersebut, Sekretaris Inspektorat Jenderal dan Kepala

Bagian Umum dan Komunikasi Pengawasan turut hadir untuk

menjelaskan tentang tugas dan fungsi Itjen.

foto putu chandra

18

LIPUTAN KHUSUS

Menyapa Sahabat di PerbatasanCerita tentang Entikong tak pernah bisa dilepaskan dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Entikong. Sebagai bagian strategis dari formasi CIQS (Customs, Imigration, Quarantine Security) di perbatasan, peran Bea dan Cukai terkait perbatasan tentulah sangat penting.

20

RAGAM PENGAWASAN

Sumber Kekuatan PemimpinKepemimpinan pada hakekatnya adalah bagaimana menggerakkan orang-orang. Para pemimpin menggerakkan para pengikut untuk mencapai tujuan bersama. Tetapi kekuatan apakah yang dapat membuat para pemimpin berhasil mampu menggerakkan orang-orang tersebut?

48

RESONANSI

KemungkinanBanyak sekali kemungkinan yang terjadi pada hidup dalam mewujudkan mimpi kita. Seberapa besar kemungkinan tersebut mewujudkan mimpi?

53

SPEAK OUT

Samapta16 peserta dari Sarjana penerimaan tahun 2015 telah kembali dari Samapta, Nah, bagaimana tanggapan mereka tentang kegiatan sampta? Apa saja yang telah mereka dapatkan?

59

HOBBITOR

Hobi MotorAuditor jadi anak motor? Sebuah pertanyaan yang meragukan, namun tidak untuk seorang Khairil Azmi

70

RESENSI

Mission Imposible 5Tom Cruise kembali beraksi bersama tim Impossible Mission Force (IMF) untuk misi yang paling mustahil sepanjang karir mereka. Misi apa saja yang dihadapi kali ini?

78

JALAN - JALAN

Seoul the Soul of KoreaSeorang traveler bertandang ke Seoul, Korea Selatan. Keseruan apa saja yang didapat di Kota dengan icon K-Pop ini?

62

Antara Sepakbola Gajah dan Lelang Pengadaan Barang dan JasaPersekongkolan jahat menyusup di berbagai macam sendi kehidupan untuk kepentingan masih-masing pihak. Dari jagad sepakbola hingga ranah birokrasi pemerintah. Salah satu yang patut menjadi perhatian ialah Lelang Pengadaan yang menjadi medan perang antara aparat melawan kongsi jahat.

Itjen dan Audit SyariahKementerian Keuangan memiliki Direktorat Pembiayaan Syariah dalam struktur DJPPR. Inspektorat Jenderal melakukan pengawasan terhadap DJPPR. Penerapan Audit Syariah bukan tidak mungkin, kan?

38

ALEXANDER ON LEADERSHIP

02 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 03

11

SUDUT KANTOR

Tangga KantorTangga darurat, sering luput perhatian namun mempunyai segudang manfaat yang kita belum paham dengan benar.

69

43

foto jimmy lapotulo

Page 3: Edisi April - Juni 2015

PUBLISHER

Pelindung Inspektur Jenderal

Penasihat Sekretaris Inspektur Jenderal

Inspektur IInspektur IIInspektur IIIInspektur IVInspektur VInspektur VIInspektur VII

Inspektur Bidang Investigasi

Penanggung Jawab C.M. Susetya

Pimpinan Redaksi Etti Dyah WidyatiM. Hisyam Haikal

Penyunting/EditorDedhi Suharto

Tito Juwono PradeksoM.C. Kinanti Raras Ayu

Desain Grafis/FotograferPutu Chandra AnggiantaraGuindra Pramudi Nugraha

Zakky Yoga Adhi P.Teuku Raja Irfan

Redaktur Pelaksana Dianita Wahyuningtyas

Rahmawati SetyaningsihPutra Kusumo Bekti

Arfan Sahrul RamadhanDwinanda Ardhi

SekretariatNur Imroatun

Eli Susiani Br. GintingZahro Fathoni

Novia Ramadhan

ISSN1411-9455

KANTORJl. Dr. Wahidin No. 1,

Gedung Juanda II Lantai IV-XIII, Jakarta 10710T: 021 3865430 F: 0213440907E: [email protected]

Redaksi menerima tulisan atau artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi. Artikel atau tulisan yang dimuat akan diberikan honor sesuai

Standar Biaya Umum (SBU).

Isi majalah tidak mencerminkan kebijakan Inspektorat Jenderal

COVER

Fotografi oleh Wenes Furqon

Perkataan "desa" berasal dari Bahasa Sansekerta, yaitu "deca" yang berarti tempat, daerah, atau lapangan. Kemudian pengertian itu berkembang lagi menjadi tanah air, tanah asal atau tanah kelahiran. Istilah "desa" tidak dipakai di seluruh daerah di Indonesia. Masing-masing daerah menggunakan istilah sendiri, sesuai dengan bahasa daerahnya. Sebagai contoh, orang Sumatera Selatan menamakan desa mereka dengan istilah "dusun" atau daerah gabungannya disebut "pendopo" atau "marga". Desa di Sumatera Barat disebut dengan istilah "nagari" dan daerah gabungannya disebut dengan istilah "luhak". Di Sumatera Timur (Melayu) disebut "kampung", di Aceh disebut dengan istilah "gampong" atau "meunasah". Di Minahasa disebut "wauna", dan di Maluku disebut "negeri" atau "dati".

INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN ISSN: 1411-9455

www.itjen.kemenkeu.go.id VOL VII No.42 | Edisi April - Juni 2015

HUJAN DANA DI NEGERI DESA

erbitnya Auditoria selalu diiringi dengan

Trasa syukur yang luar biasa dari segenap

punggawanya. Helaan nafas panjang tanda

lega selalu menjadi pertanda akhir sebuah

episode, sekaligus awal episode baru. Begitulah

hidup, akhir dari segala sesuatu adalah awal dari

sesuatu yang baru. Begitulah sebuah karya terlahir.

Ia ada karena kerja. Ia ada karena orang-orang

mendedikasikan tenaga, waktu dan segenap

kemampuan yang dimiliki. Lepas dari segala

kekurangan, ia tetaplah sebuah karya. Sebuah

karya yang layak mendapat apresiasi.

Begitupun majalah ini, Auditoria, majalah kita. Ia

bukanlah majalah kemarin sore. Ia adalah sejarah

panjang sebuah komitmen. Komitmen para

punggawanya untuk terus menjaga eksistensi

institusi melalui penerbitan. Bukan perkara mudah

tentu, tapi saat komitmen telah dicanangkan, tak

ada tempat untuk mengeluh, apalagi berhenti.

Maka ketika apresiasi –sekecil apapun- datang

menghampiri, berbunga rasanya hati kami. Saat

menatap seseorang membaca majalah ini, saat

orang memilih majalah ini sebagai sebuah topik

pembicaraan, saat seorang mahasiswa meminta

bantuan penyusunan skripsi, saat majalah ini

dijadikan sumber data mengemukakan pendapat,

itu membuat jerih payah tak lagi terasa. Apalagi

ada sedikit kontribusi majalah ini buat Institusi

tercinta, Inpektorat Jenderal Kementerian

Keuangan.

Kali ini kami datang menyapa kembali.

Menawarkan bacaan lengkap. Mulai dari yang

butuh konsentrasi untuk membacanya, hingga

yang sekedar bikin kita tersenyum.

Laporan Utama yang tersaji merupakan cermin

dari ekspresi kompetensi kawan-kawan

Inspektorat V. Dana Desa, membangun Indonesia

dari pinggiran. Diinisiasi oleh pemerintahan

sebelumnya, program ini juga merupakan

pengejawantahan dari janji Presiden Joko Widodo

pada saat kampanye pilpres 2014 lalu, dimana

setiap desa akan digelontorkan dana kurang lebih

sebesar Rp1-1,4 miliar setiap tahunnya. Tapi seperti

Auditorial

04 | auditoria 2014 vol. VII no. 42 | 05

AUDITORIA KITA...apakah “hujan dana di negeri Desa” itu akan

membasahi? Jelas bikin penasaran buat dibaca

bukan?

Di samping itu, Public Procurement juga disajikan

di Laporan Utama. Tentu saja, punggawa

Inspektorat V menjadi aktor utamanya. Public

Procurement merupakan salah satu motor

penggerak utama pembangunan terutama apabila

dikaitkan dengan besarnya belanja pemerintah,

baik belanja modal maupun belanja barang.

Perkembangan nilai belanja pemerintah dalam

kurun waktu satu dasawarsa terakhir menunjukkan

tren kenaikan yang signifikan.

Kepada para pembaca yang penasaran dengan

dua topik itu, pasti akan memperoleh banyak

manfaat dari laput kita kali ini.

Untuk Liputan Khusus, Auditoria kali ini

menurunkan tentang Entikong. Auditoria

menerjunkan awaknya untuk langsung menatap

Entikong dari dekat, sedekat-dekatnya. Mulai dari

lika-liku perjalanan ke tapal batas negeri itu,

hingga memotret duka lara para punggawa

Kemenkeu yang harus berpisah jauh dari keluarga,

berhadapan dengan situasi yang tak

menyenangkan, ancaman, hingga teror. Itu semua

mereka alami “hanya” karena mereka menegakkan

aturan sebagaimana mestinya.

Ragam pengawasan hadir seperti biasa,

menampung ekspresi para pegawai Itjen. Begitu

banyak artikel yang masuk, membuat redaksi

mesti sedikit tega menunda beberapa artikel

karena keterbatasan ruang di majalah ini. Ragam

pengawasan berusaha mendahulukan para penulis

baru, agar tak terkesan itu-itu saja.

Tulisan Bapak Alexander yang selalu memikat tak

lupa kami sajikan juga, di samping rubrik-rubrik lain

yang tak kalah menarik. Semua kami sajikan untuk

anda, para pembaca setia. Selamat membaca,

jayalah Itjen, jayalah Kemenkeu!... (cwl)

Page 4: Edisi April - Juni 2015

egitulah kira-kira sepenggal bait Bsenandung klasik Ebiet G. Ade pada

Lomba Cipta Lagu Pembangunan

Tingkat Nasional Tahun 1987 silam. Untaian

lirik karya Oding Arnaldi tersebut menjadi

istimewa manakala ternyata sejak era 80-an isu

pembangunan desa sudah sedemikian

menggeloranya di seantero negeri ini, sehingga

tidak cukup terkomunikasikan hanya dengan

tulisan, grafiti, aksi propaganda, dan/atau

pidato kenegaraan sang pemimpin waktu itu.

Dimulai dengan aksi simpatik ABRI (sekarang

TNI) Masuk Desa pada tahun 1978, berlanjut

dengan program Listrik Masuk Desa, Koran

Masuk Desa, Olahraga Masuk Desa, Sarjana

Masuk Desa, Telepon Masuk Desa, Internet

Masuk Desa bahkan sampai kepada program

Arsip Masuk Desa. Sepertinya desa selalu

menjadi objek yang atraktif bagi para kreator

dan pembangun di NKRI ini, sementara

kandungan deposit daya tariknya tidak pernah

habis tereksplorasi hingga saat ini. Dan

sekarang setelah lebih dari empat windu

berlalu, kebersahajaan dan keasrian Desa

kembali menjadi primadona pemberitaan

dimana-mana melalui tajuk program “Dana

Masuk Desa”. Diinisiasi oleh pemerintahan

sebelumnya, program ini juga merupakan

pengejawantahan dari janji Presiden Joko

Widodo pada saat kampanye pilpres 2014 lalu,

dimana setiap desa akan digelontorkan dana

kurang lebih sebesar Rp1-1,4 miliar setiap

tahunnya. Sebuah angka yang 'wah' bagi

lingkungan kehidupan yang selama ini

cenderung dikesankan mengalami

ketertinggalan dalam berbagai hal

dibandingkan dengan kehidupan

penyangganya. Tapi seperti apakah “hujan dana

di negeri Desa” itu akan berproses, dan

bagaimana gambaran episodenya? Mari kita

simak data dan fakta berikut ini.

Overview Sejarah Singkat Perkembangan Regulasi dan Pendanaan Desa

Dikutip dari pendapat pakar sejarah,

keberadaan desa disinyalir sudah eksis jauh

sebelum NKRI diproklamasikan oleh Soekarno-

Ha�a, yaitu sebagaimana terungkap dalam

penjelasan Pasal 18 UUD 1945 (sebelum

amandemen) yang antara lain menyatakan

bahwa ”Dalam territoir Indonesia terdapat lebih

kurang 250 Zel�esturende landschappen

(daerah swapraja) dan Volksgemeenschappen

(desa), seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di

Minangkabau, dusun dan marga di Palembang

dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai

susunan asli, dan oleh karenanya dapat

dianggap sebagai daerah yang bersifat

istimewa”.

Karena termasuk daerah istimewa, maka

pemerintah memandang perlu untuk membuat

suatu regulasi yang mengatur secara khusus

tentang tata kelola pemerintahan desa.

Pengaturan tersebut secara formal dimulai

pasca kemerdekaan RI dengan lahirnya

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang

Desapraja sebagai Bentuk Peralihan untuk

Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III

di Seluruh Wilayah Republik Indonesia. Terkait

konteks pendanaan, diatur bahwa Desapraja

berhak mendapat hasil dari perusahaan

Desapraja atau bagian hasil dari perusahaan

Daerah atasan, berhak melangsungkan

pemungutan pajak yang sudah ada pada saat

mulai berlakunya undang-undang ini

(sepanjang tidak bertentangan dengan

peraturan perundangan perpajakan yang

berlaku), dan berhak memungut retribusi.

Kepada Desapraja dapat pula diserahkan Pajak

Daerah, diberikan sebagian dari pungutan Pajak

Daerah, dan diberikan bantuan lain dari

instansi atasan dalam bentuk apapun. Selain

dari sumber-sumber penghasilan dimaksud,

AuditamaAuditama

… Surat kecil dari desaku, sahabat lama yang tinggal di Desa,

Rupanya sangatlah rindu padaku, sewindu tiada bertemu, …

…Dan suratnya menggugah hati, desaku yang anggun giat membangun,

Katanya “bilakah pulang ke Desa”, tak jumpa yang bermalasan …Dan suratnya menggugah hati, desaku yang anggun giat membangun,

Katanya “bilakah pulang ke Desa”, tak jumpa yang bermalasan …

vol. VII no. 42 | 07

Foto: Jimmy Lapotulo

Penulis: Muhaimin Zikri, Auditor Madya Inspektorat V

Page 5: Edisi April - Juni 2015

perubahan yang signifikan adalah mulai

didefinisikannya Keuangan Desa sebagai

“semua hak dan kewajiban desa yang dapat

dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik

berupa uang maupun berupa barang yang

dapat dijadikan milik desa berhubung dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban”, dimana hak

dan kewajiban dimaksud akan menimbulkan

adanya pendapatan, belanja, dan pengelolaan

keuangan desa. Definisi ini menjadi seirama

dengan definisi Keuangan Negara dan

Keuangan Daerah, dan secara tidak langsung

menyiratkan adanya tiga lapisan pemerintahan

di Indonesia yaitu Pemerintah (Pusat),

Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Desa

Setelah pola ini berjalan selama dua lustrum,

dan memperhatikan dinamika arti pentingya

desa dalam ketatanegaraan Republik Indonesia,

pemerintah kembali menata ulang struktur dan

pola pendanaan Desa melalui Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Untuk

mendukung implementasinya agar berjalan

efektif dan efisien, tak tanggung-tanggung

pemerintah menerbitkan sekaligus dua

Peraturan Pemerintah yaitu PP Nomor 43

Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang

Desa dan PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang

Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara s�dd PP

Nomor 22 Tahun 2015.

Beberapa 'Aturan Main' dalam Pendanaan Desa

Dalam paket regulasi terbaru ini, secara umum

desa didefinisikan menjadi “Desa adalah desa

dan desa adat atau yang disebut dengan nama

lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan

masyarakat hukum yang memiliki batas

wilayah yang berwenang untuk mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan, kepentingan

masyarakat setempat berdasarkan prakarsa

masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak

tradisional yang diakui dan dihormati dalam

sistem pemerintahan Negara Kesatuan

Republik Indonesia”. Selanjutnya dalam

regulasi ini juga diperkenalkan beberapa

terminologi dan pendefinisian baru antara lain

menyangkut Pembangunan Desa, Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa,

Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Desa, Dana

Desa, Alokasi Dana Desa, Aset Desa, Barang

Milik Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat

Desa. Terkait pengelolaan Keuangan Desa,

beberapa sumber pendapatan desa dan

pengelolaan keuangan desa dirumuskan

kembali dengan rambu-rambu sebagai berikut:

a. Pendapatan Desa bersumber dari:

Ÿ Pendapatan Asli Desa yang terdiri atas

hasil usaha, hasil aset, swadaya dan

partisipasi, gotong royong, dan lain-lain

pendapatan asli Desa;

Ÿ alokasi Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (yang selanjutnya

disebut Dana Desa), dengan batasan

paling sedikit 10% dari dan di luar

Anggaran Transfer ke Daerah;

Ÿ bagian dari hasil Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah (PDRD)

Kabupaten/Kota (paling sedikit 10%);

Ÿ Alokasi Dana Desa (ADD) yang

merupakan bagian dari dana

perimbangan yang diterima

Kabupaten/Kota (paling sedikit 10%);

Ÿ bantuan keuangan dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota;

Ÿ hibah dan sumbangan yang tidak

mengikat dari pihak ketiga; dan

Ÿ lain-lain pendapatan Desa yang sah.

b. Dana Desa didefinisikan sebagai dana

Desapraja dapat pula memperoleh penghasilan

dari pinjaman dan lain-lain hasil usaha yang

sesuai dengan kepribadian Indonesia. Secara

hakikat, substansi yang termuat dalam UU ini

telah mengarah pada konsep desentralisasi

fiskal, namun sayangnya undang-undang ini

tidak sempat dilaksanakan karena adanya

perubahan peta politik pada tahun 1966.

Melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969,

pemerintah menyatakan Undang-Undang

tentang Desapraja tidak berlaku.

Setelah vakum selama lebih dari satu dekade,

tata pemerintahan desa kembali diatur dalam

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang

Pemerintahan Desa. Dalam UU ini, terdapat

beberapa perubahan dalam definisi dan

terminologi terkait pengelolaan desa, serta

mulai diperkenalkan pola penganggaran pada

desa dimana setiap tahunnya Kepala Desa

menetapkan Anggaran Penerimaan dan

Pengeluaran Keuangan Desa setelah

dimufakatkan dengan Lembaga Musyawarah

Desa. Undang-undang ini cukup lama

dijalankan dengan segala macam bentuk

keberhasilan pembangunan desa yang

diagendakan dan dipropagandakan secara

masif oleh pemerintahan waktu itu, salah

satunya melalui program TVRI (1982) yang

bertajuk “Dari Desa ke Desa”.

Seiring dengan terjadinya perubahan haluan

politik pasca reformasi tahun 1998,

pemerintah kembali mengatur ulang tata

pemerintahan desa melalui Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah, dimana desa dan sumber

pendanaannya kembali didefinisikan ulang,

dan diperkenalkannya pula beberapa

terminologi baru seperti Kawasan Pedesaan,

Tugas Pembantuan, Anggaran Pendapatan

dan Belanja Desa (APBDesa), dan Badan

Usaha Milik Desa. Kemudian pasca

diterbitkannya Paket Undang-Undang

Keuangan Negara (UU Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1

Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,

dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung

Jawab Keuangan Negara), pemerintah

memandang perlu untuk mengatur kembali

rumusan tata kelola pemerintahan desa

melalui Undang Undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah. Salah satu

Pasca diterbitkannya Paket

Undang-Undang Keuangan Negara (UU Nomor 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,

dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara), pemerintah memandang perlu untuk mengatur kembali rumusan tata

kelola pemerintahan desa melalui Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah.

AuditamaAuditama

08 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 09

Page 6: Edisi April - Juni 2015

kabupaten/kota melalui mekanisme

pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD,

dalam tiga tahapan yaitu:

Ÿ Tahap I paling lambat minggu kedua

bulan April sebesar 40%;

Ÿ Tahap II paling lambat minggu kedua

bulan Agustus sebesar 40%; dan

Ÿ Tahap III paling lambat minggu kedua

bulan Oktober sebesar 20%.

Kemudian pemerintah daerah akan

menyalurkan kepada desa yang berada

dalam wilayah kabupaten/kotanya melalui

mekanisme pemindahbukuan dari RKUD ke

Rekening Kas Desa paling lambat 7 hari

kerja setelah Dana Desa diterima di RKUD.

Dalam hal bupati/walikota tidak

menyalurkan Dana Desa sesuai dengan

ketentuan, maka Menteri Keuangan selaku

Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah

dapat melakukan penundaan penyaluran

Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi

Hasil yang menjadi hak kabupaten/kota

yang bersangkutan.

i. Penggunaan Dana Desa yang bersumber

dari APBN diprioritaskan untuk dapat

mendanai pelaksanaan pembangunan desa

dan pemberdayaan masyarakat. Prioritas

yang terkait dengan pembangunan desa,

antara lain mencakup pembangunan dan

pemeliharaan:

(1) infrastruktur desa, seperti tambatan

perahu dan jalan permukiman;

(2) jalan desa antar permukiman ke wilayah

pertanian dan prasarana kesehatan desa

seperti air bersih, sanitasi lingkungan,

dan Posyandu;

(3) sarana dan prasarana pendidikan dan

kebudayaan, seperti taman bacaan

masyarakat, pendidikan usia dini dan

balai pelatihan/kegiatan belajar

masyarakat; serta

(4) sarana dan prasarana ekonomi/usaha

ekonomi produktif seperti pasar desa,

pembibitan tanaman pangan, lumbung

desa, pembukaan lahan pertanian, serta

pengembangan usaha ikan dan ternak.

Sedangkan prioritas untuk pemberdayaan

masyarakat, antara lain berupa:

(1) pelatihan usaha ekonomi, pertanian,

perikanan dan perdagangan;

(2) pelatihan teknologi tepat guna; serta

(3) peningkatan kapasitas masyarakat

termasuk kelompok usaha ekonomi,

kelompok tani, kelompok nelayan,

kelompok pengrajin, dan kelompok

perempuan.

Roadmap Pengalokasian Dana Desa

2015-2019

Walau bagaimanapun tingginya risiko dan

ketidakpastian outcome yang akan dicapai,

pembangunan berorientasi desa telah menjadi

visi dan misi presiden terpilih 2014,

sebagaimana termaktub dalam 'piagam

yang bersumber dari anggaran pendapatan dan

belanja negara yang diperuntukkan bagi Desa

yang ditransfer melalui anggaran pendapatan

dan belanja daerah kabupaten/kota dan

digunakan untuk membiayai penyelenggaraan

pemerintahan, pelaksanaan pembangunan,

pembinaan kemasyarakatan, dan

pemberdayaan masyarakat”. Sedangkan

Alokasi Dana Desa (ADD) didefinisikan sebagai

“dana perimbangan yang diterima

kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah kabupaten/kota setelah

dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK)”.

c. Dana Desa bersumber dari Belanja

Pemerintah (Pusat) dengan mengefekti�an

program yang berbasis Desa secara merata

dan berkeadilan, yang pengalokasiannya

setiap tahun dihitung berdasarkan jumlah

Desa dengan menggunakan alokasi yang

dibagi secara merata (alokasi dasar) dengan

bobot 90%, dan dialokasikan dengan

memperhatikan jumlah penduduk, angka

kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat

kesulitan geografis, dengan bobot 10%.

d. Bagi Kabupaten/Kota yang tidak

memberikan ADD, Pemerintah dapat

melakukan penundaan dan/atau

pemotongan sebesar alokasi dana

perimbangan setelah dikurangi Dana

Alokasi Khusus yang seharusnya disalurkan

ke Desa.

e. Pengalokasian ADD ditetapkan melalui

peraturan bupati/walikota dengan

mempertimbangkan kebutuhan penghasilan

tetap kepala Desa dan perangkat Desa; dan

jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan

Desa, luas wilayah Desa, dan tingkat

kesulitan geografis Desa.

f. Pengalokasian bagian dari hasil pajak dan

retribusi daerah ditetapkan melalui

peraturan bupati/walikota, dan dilakukan

berdasarkan ketentuan:

Ÿ 60% dibagi secara merata kepada seluruh

Desa; dan

Ÿ 40% dibagi secara proporsional realisasi

penerimaan hasil pajak dan retribusi dari

Desa masing-masing.

g. Belanja Desa yang ditetapkan dalam APB

Desa digunakan dengan ketentuan:

Ÿ paling sedikit 70% dari jumlah anggaran

belanja Desa digunakan untuk mendanai

penyelenggaraan Pemerintahan Desa,

pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan

kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan

masyarakat Desa; dan

Ÿ paling banyak 30% dari jumlah anggaran

belanja Desa digunakan untuk penghasilan

tetap dan tunjangan kepala Desa dan

perangkat Desa, operasional Pemerintah

Desa, tunjangan dan operasional Badan

Permusyawaratan Desa, dan insentif rukun

tetangga dan rukun warga.

h. Penyaluran Dana Desa setiap tahun

dilakukan pemerintah kepada

AuditamaAuditama

10 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 11

Page 7: Edisi April - Juni 2015

terpadu, air minum berskala Desa;

pengembangan dan pembinaan sanggar seni

dan belajar; dan pembuatan jalan Desa

antarpermukiman ke wilayah pertanian).

Sebagian pembiayaan program/kegiatan terkait

dengan kewenangan tersebut selama ini

dialokasikan pada belanja K/L (sektoral) dan

tugas pembantuan. Untuk TA 2015, sebagian

besar Dana Desa bersumber dari realokasi

belanja Kementerian Dalam Negeri

(Kemendagri) terkait Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan

(PNPM MPd), dan belanja Kementerian

Pekerjaan Umum terkait Sistem Penyediaan Air

Minum (SPAM) Pedesaan dan Program

Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP).

Adapun rincian alokasi selengkapnya mengenai

Dana Desa TA 2015 dapat dilihat pada Tabel 2.

Risiko Permasalahan dalam Pengelolaan

Dana Desa

Setiap program atau kegiatan yang melibatkan

aliran dana dalam jumlah relatif besar, tentunya

mengandung faktor inherent risk, tidak

terkecuali dengan euforia Dana Desa. Meskipun

untuk TA 2015, jumlah dana yang diperkirakan

akan disalurkan dan diterima sebuah desa rata-

rata baru mencapai Rp749,38 juta, namun

dengan melihat kekurangsiapan pemerintah

(baik pusat, daerah, maupun desa) dalam

mengimplementasikan amanat UU Desa, maka

faktor inherent risk-nya menjadi lebih tinggi.

Berbagai kendala dan permasalahan yang

terekam sejak awal peluncuran program

anggaran berbasis Desa tersebut pada dasarnya

dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu:

Aspek Kelembagaan

Beberapa waktu yang lalu pemberitaan

mengenai tarik ulur peran dan kewenangan

Ditjen Pemberdayaan Masyarakat Desa

(PMD) terkait pengelolaan Desa antara

Kemendagri dan Kementerian Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal dan

Transmigrasi (Kemendes dan PDTT) sempat

menimbulkan kekhawatiran akan menjadi

faktor penghambat kelancaran implementasi

UU Desa. Namun seiring dengan iktikad baik

kedua belah pihak untuk menyelesaikan

permasalahan tersebut, serta upaya

KemenPAN-RB untuk merestrukturisasi tugas

dan fungsi kedua kementerian, diharapkan

risiko kegagalan pembangunan dan

pemberdayaan desa dari sisi pemerintah dapat

termitigasi dengan baik. Namun di sisi lain,

struktur kelembagaan desa dan perangkat desa

sampai saat ini belum diatur secara jelas.

Melihat besarnya anggaran yang akan dikelola,

tidak tertutup kemungkinan sebuah desa akan

memerlukan struktur pengelolaan anggaran

tersendiri yang baku dan efisien. Pada level dan

bidang tertentu, mungkin beberapa desa perlu

membentuk semacam Unit Kerja Perangkat

Desa (UKPD) yang akan bertanggung jawab

untuk mengelola pembangunan desa beserta

anggarannya, seperti UKPD pertanian dan

irigasi (semacam Dinas Pertanian/Pekerjaan

Umum pada level kabupaten/kota), UKPD

Nawacita' yang antara lain menyebutkan bahwa

pembangunan Indonesia akan dimulai dari

pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah

dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan

melalui desentralisasi asimetris, defragmentasi

dan sinergi tata kelola pemerintahan, dan

reformasi pelayanan publik. Presiden juga

berjanji akan mengawal implementasi UU Desa

secara sistematis, konsisten dan berkelanjutan

dengan fasilitasi, supervisi, dan pendampingan.

Dalam rangka mewujudkan cita-cita tersebut,

pemerintah telah menggariskan strategi

pencapaiannya dalam Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019

yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden

(Perpres) Nomor 2 Tahun 2015. Berdasarkan

RPJMN dimaksud, sasaran pembangunan

perdesaan adalah menurunnya jumlah desa

tertinggal sampai 5.000 desa atau meningkatnya

desa mandiri sedikitnya 2.000 desa. Dalam

rangka mencapai sasaran tersebut, pemerintah

(c.q. Menteri Keuangan setelah berkoordinasi

dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal dan

Transmigrasi, menteri yang menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang perencanaan

pembangunan nasional, serta menteri

teknis/pimpinan lembaga pemerintah

nonkementerian terkait) sesuai amanat PP

Nomor 22 Tahun 2015 menyusun suatu roadmap

kebijakan yang akan memandu gerak langkah

untuk merealisasikan RPJMN, khususnya

terkait dengan pemenuhan dan pengelolaan

anggaran Dana Desa periode 2015-2019.

Gambaran Roadmap Dana Desa dimaksud

secara ringkas termuat dalam Tabel 1.

Berdasarkan tabel, terlihat bahwa janji presiden

untuk mengucurkan Dana Desa sebesar Rp1-1,4

miliar per desa diproyeksikan baru dapat

terealisasi pada TA 2017-2019.

Rencana tersebut tentunya dengan kualifikasi

ceteris paribus pada jumlah desa (tanpa adanya

pemekaran dan/atau penghapusan desa selama

periode 2015-2019) dan stabilitas asumsi makro

perekonomian. Di samping itu, ada suatu

'gentleman's agreement' dari pemerintah bahwa

pemenuhan dan pengalokasian anggaran Dana

Desa dalam APBN pada prinsipnya dilakukan

by-formula secara bertahap (yaitu: TA 2015

paling sedikit 3%, TA 2016 paling sedikit 6%,

serta TA 2017 dan seterusnya paling sedikit 10%,

yang dihitung dari dan di luar Anggaran

Transfer ke Daerah), namun tetap dengan

memperhatikan 'Kemampuan Keuangan

Negara'. Adapun gambaran mengenai peta

sebaran desa yang akan memperoleh kucuran

Dana Desa dimaksud adalah sebagaimana

terlihat pada Gambar 1.

Starting point implementasi Dana Desa dimulai

dengan pengalokasiannya dalam APBN TA 2015

sebesar Rp9.066,2 miliar. Namun dengan

memperhatikan kebutuhan dan realisasi

penerimaan dan pengeluaran pemerintah desa

seluruh Indonesia TA 2013 yang mencapai

hampir Rp20 triliun pada TA 2013 (sesuai data

dari Badan Pusat Statistik), maka pemerintah

bersama parlemen menyepakati perubahan

dalam pengalokasian Dana Desa yang berasal

dari APBN-P TA 2015 menjadi sebesar

Rp20.776,2 miliar.

Yang perlu digarisbawahi adalah pengalokasian

Dana Desa dari APBN pada dasarnya bukan

merupakan alokasi belanja baru, namun

merupakan realokasi belanja pemerintah pada

K/L dengan mengefekti�an “program berbasis

desa” secara merata dan berkeadilan. Yang

dimaksud dengan “program berbasis desa”

adalah program dalam rangka melaksanakan

kewenangan desa berdasarkan hak asal usul

(antara lain sistem organisasi masyarakat adat,

pembinaan kelembagaan masyarakat,

pembinaan lembaga dan hukum adat,

pengelolaan tanah kas Desa, pengembangan

peran masyarakat Desa), dan kewenangan lokal

berskala desa (antara lain pengelolaan tambatan

perahu, pasar Desa, tempat pemandian umum,

jaringan irigasi, lingkungan permukiman

masyarakat Desa, perpustakaan Desa dan taman

bacaan, embung Desa; pembinaan kesehatan

masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan

Tabel 1

Gambar 1

AuditamaAuditama

12 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 13

Page 8: Edisi April - Juni 2015

Program Kejar Paket B (melek huruf), dan

jarang tersentuh pembinaan dunia formal. Hal

ini tentu menjadi permasalahan serius jika

paham “the man behind the gun” diyakini akan

menjadi kunci keberhasilan suatu program.

Meskipun di sisi lain Kemendes & PDTT telah

mempersiapkan regulasi terkait pendampingan

desa beserta rekrutmen tenaga pendamping

desa sekitar 16.000 tenaga—untuk

menggantikan tenaga pendampingan PNPM

MPd yang berakhir April 2015 setelah hampir 8

tahun bertugas—namun kesiapan serta

kapasitas dan kapabilitas tenaga pendamping

tersebut masih menjadi tanda tanya. Di

samping akan membebani anggaran belanja gaji

dan operasional, keberadaan tenaga

pendamping desa yang unqualified

dikhawatirkan dapat menjadi kontraproduktif

dengan pencapaian tujuan, dan berpotensi

menimbulkan praktik percaloan anggaran.

Tentunya kita tidak mengharapkan bahwa

uncredible human factor menjadi pemicu

terjadinya penyimpangan (KKN) dalam

pengelolaan Dana Desa, sehingga menjadi

pintu masuk bagi para penegak hukum untuk

ikut berkiprah di dalamnya (dalam konteks law

enforcement).

Aspek Sistem Informasi

Manajemen dan

Akuntabilitas

Pengalokasian Dana Desa, ADD,

dan bagi hasil PDRD pada

prinsipnya mempersyaratkan

adanya perencanaan yang baik

oleh pemerintah desa.

Perencanaan pembangunan desa

yang dituangkan dalam

RPJMDes dan RKPDes, yang

kemudian akan dinominalkan

dalam bentuk RKA-Des,

RAPBDes, dan APBDes mutlak

memerlukan suatu sistem

informasi manajemen yang andal

namun tetap simpel (user

friendly). Hal ini akan menjadi

tantangan tersendiri manakala

fenomena yang ada

menunjukkan bahwa terdapat

beberapa desa pada suatu

kabupaten yang sudah

sedemikian majunya sehingga untuk

penyusunan suatu modul perencanaan dan

penyampaian laporan akuntabilitas pelaksanaan

program/anggaran telah memanfaatkan

teknologi informasi berbasis web dan aplikasi

berbantuan komputer. Namun di sisi lain,

beberapa desa tetangganya masih

menggunakan teknologi tradisional dimana

untuk mengantar suatu laporan saja masih

menggunakan sarana kuda dan kegiatan

operasional/administrasinya belum didukung

perangkat komputer sama sekali. Pendekatan

desentralisasi asimetris mungkin dapat

diterapkan terkait program/kegiatan yang akan

dilaksanakan suatu desa, namun untuk sarana

dan prasarana pendukungnya (termasuk sistem

informasi manajemen) seyogyanya

terstandardisasi dengan baik. Tantangan ini

tentu berkaitan erat pula dengan ketersediaan

operator (SDM) yang qualified dan kompeten.

Terkait akuntabilitas, mengingat pendanaan

desa sebagian besar akan bersumber dari

APBN/APBD, maka sesuai amanat Pasal 3 UU

Nomor 17 Tahun 2003, pengelolaan Dana Desa

dan ADD oleh pemerintah desa harus tetap

dilakukan secara tertib, taat pada peraturan

perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif,

kesehatan masyarakat, UKPD pengelola

keuangan dan aset desa, UKPD perencanaan

pembangunan desa (semacam Bappedes),

Inspektorat Desa dlsb. Tentunya pembentukan

struktur tersebut akan menimbulkan

konsekuensi pembiayaan dan permasalahan

birokrasi tersendiri.

Aspek Regulasi

Saat ini tak kurang dari selusin regulasi

teknis yang berlaku dari setidaknya tiga

kementerian (Kemendagri, Kemenkeu, dan

Kemendes & PDTT) yang menginduk pada UU

Nomor 6 Tahun 2014, PP Nomor 43 Tahun 2014,

dan PP Nomor 60 Tahun 2014 s�dd PP 22

Tahun 2015 terkait dengan pengelolaan

pemerintahan desa, pembangunan dan

pemberdayaan desa, serta pengelolaan

keuangan desa. Belum lagi nanti Pemda akan

menerbitkan berbagai regulasi teknis lainnya

yang akan mengatur lebih lanjut mengenai

pengelolaan keuangan desa di wilayah mereka

masing-masing. Dapat dibayangkan bagaimana

rumitnya tatanan pengaturan/pengurusan

tentang Desa, padahal implementasinya pada

daerah tertentu mungkin hanya akan di-

cascading oleh 3-4 personil pengurus desa saja.

Dan yang lebih ironis, belum tentu semua

pengurus desa tersebut 'melek hukum', karena

pada dasarnya selama ini mereka hidup dalam

pranata kearifan lokal yang penuh

kebersahajaan dan business as usual.

Penyederhanaan regulasi teknis dengan

mempertimbangkan kapasitas dan kapabilitas

sumber daya manusia yang akan

menjalankannya mutlak dilakukan. Demikian

halnya dengan kesiapan pemda dalam

menyusun Perbup/Perwako yang mengatur

mengenai tata cara pengelolaan dana desa di

wilayahnya masing-masing, sebagai salah satu

persyaratan dalam penyaluran dana desa.

Sampai berita ini diturunkan masih terdapat 51

daerah dari 434 daerah penerima Dana Desa TA

2015 yang belum memenuhi persyaratan dan

menerima penyaluran Dana Desa Tahap I.

Pada tataran yang lebih tinggi, revisi paket UU

Keuangan Negara—dengan memasukkan Desa

sebagai salah satu subjek pengelola anggaran

dan fungsi Menteri Keuangan sebagai Pengguna

Anggaran Transfer Dana Desa—serta revisi UU

Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan

Pemerintahan Daerah dan UU terkait Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah—dengan

memasukkan kemungkinan Desa sebagai bagian

tersendiri dalam pengelolaan dana perimbangan

dan pemungutan pajak/retribusi desa—menjadi

salah satu program legislasi nasional yang perlu

segera diselesaikan. Di samping itu, perlu

ketegasan dan klarifikasi dari pemerintah untuk

pemberlakuan regulasi mengenai tugas

pembantuan pada level desa dan pemberlakuan

regulasi terkait pengadaan barang/jasa

pemerintah dalam proses pengadaan

barang/jasa pada pemerintahan desa.

Aspek Sumber Daya Manusia

“Jika suatu urusan diserahkan bukan

kepada ahlinya, maka tunggulah

kehancuran itu”, demikian sebuah Hadist Nabi.

Tentunya kita semua berharap bahwa proses

pengucuran Dana Desa yang cukup deras

tersebut telah dan akan senantiasa melibatkan

para ahlinya. Sebagaimana dimaklumi, sebagian

besar kepala desa dan perangkat desa

kemungkinan tidak memiliki latar belakang

pendidikan formal dan keahlian profesi yang

mendukung terkait pengelolaan anggaran desa

yang relatif besar itu. Bahkan beberapa desa

hanya memiliki SDM dengan kualifikasi lulusan

Tabel 2

AuditamaAuditama

14 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 15

Page 9: Edisi April - Juni 2015

pengelolaan Dana Desa, maka berbagai risiko

permasalahan tersebut di atas dapat bermula

dari dan/atau berdampak signifikan pada

Kementerian Keuangan. Sejak proses

penganggaran (indikasi kebutuhan dana),

pembahasan dengan DPR, pengalokasian dan

penghitungan, serta penyaluran Dana Desa

dimaksud tidak terlepas dari pelaksanaan

fungsi Menteri Keuangan selaku Pengguna

Anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa.

Apalagi karena sifatnya earmarked, maka

Menteri Keuangan sesuai dengan kuasa Pasal

132 PP Nomor 45 Tahun 2013 berwenang pula

untuk melakukan monitoring dan evaluasi

terhadap penyerapan dan pemanfaatan dana

desa. Hal ini tentu memerlukan dukungan,

koordinasi, dan kerja sama yang baik dari

semua pihak, khususnya dukungan dari unit

kerja terkait di lingkungan Kementerian

Keuangan (terutama DJA, DJPK, DJPB,

Sekretariat Jenderal, dan Inspektorat Jenderal)

Meskipun secara organisatoris maupun

fungsional Inspektorat Jenderal Kementerian

Keuangan tidak berkaitan langsung dengan

proses perencanaan, penganggaran,

pelaksanaan, maupun pertanggungjawaban

Dana Desa, namun sebagai Aparat Pengawasan

Intern Pemerintah yang ditetapkan Menteri

Keuangan untuk melakukan kegiatan

pengawasan intern terkait pelaksanaan tugas

dan fungsi Menteri Keuangan—termasuk

dalam hal ini fungsi terkait penyusunan

anggaran, pengalokasian, dan penyaluran Dana

Desa pada DJA dan DJPK—Inspektorat

Jenderal memegang peranan penting dalam

memberikan keyakinan yang memadai

(reasonable assurance) bahwa proses

penganggaran, pengalokasian, dan penyaluran

Dana Desa di Kementerian Keuangan telah

dilaksanakan secara akuntabel, efektif, dan

efisien sesuai dengan koridor peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan good

governance. Pengawasan terhadap proses ini

perlu dilakukan secara hati-hati dan

proporsional agar tidak menimbulkan konflik

pengawasan dengan unit-unit kerja

pengawasan lainnya (BPKP, APIP K/L, APIP

Daerah). Dengan pengawasan yang baik,

diharapkan dapat memberikan informasi dan

rekomendasi yang valid bagi pimpinan

Kementerian Keuangan dalam mengambil

kebijakan/keputusan yang tepat serta

menentukan standing position apabila terjadi

permasalahan dalam implementasi Dana Desa

tersebut. Permasalahan-permasalahan yang

sebelumnya pernah terjadi pada anggaran

transfer ke daerah seperti penganggaran dan

penyaluran DPPID, DPID, BOS, TPG, dll

tentunya akan menjadi pembelajaran untuk

tidak terulang kembali pada Dana Desa.

Pada akhirnya, program pembangunan

berorientasi desa dengan segala risiko dan

permasalahannya tersebut tetap harus

didukung oleh segenap lapisan masyarakat di

NKRI. Terlepas dari janji pemerintah dan

haluan pemerintahan yang dapat berganti, kita

semua patut menyadari bahwa hakikatnya

sebagian besar dari kita berasal dari desa, dan

tentu sudah selayaknya ikut berpartisipasi dan

concern terhadap isu pembangunan dan

pemberdayaan desa secara konsisten dan

sungguh-sungguh. Apapun pola, mekanisme,

dan pendekatan yang akan digunakan,

tentunya prinsip “cost and benefit” tetap menjadi

pertimbangan utama. Cita-cita untuk

membangun desa itupun tidak mesti lahir dari

seorang pemimpin, bahkan dari seorang

pemimpi-pun nawaitu itu bisa terpatri, seperti

untaian bait sang penyair EGA ini.

transparan, dan bertanggung jawab dengan

memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Merujuk pada pertanggungjawaban

APBN/APBD, tentunya pertanggungjawaban

terhadap APBDes versi UU Desa tidak cukup

hanya dengan penyampaian Laporan Realisasi

Pelaksanaan APBDes semata. Ke depannya,

pemerintah desa tentu perlu menyusun suatu

Laporan Keuangan Pemdes, yang akan diaudit

oleh lembaga yang berwenang sesuai ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.

Aspek Pengawasan

Dalam regulasi terkait implementasi UU

Desa, secara administratif pembinaan

dan pengawasan terhadap pengelolaan

Dana Desa pada dasarnya dilakukan oleh

pemda kabupaten/kota melalui camat atau

sebutan lain yang setara. Pengawasan tersebut

dapat pula didelegasikan kepada perangkat

daerah lainnya. Namun mengingat penggunaan

Dana Desa dan/atau ADD bersifat earmarked

berbasis kebijakan nasional, maka keterlibatan

pemerintah (pusat) dalam pengawasan tetap

diperlukan, setidaknya melalui suatu aktivitas

pemantauan dan evaluasi. Dengan banyaknya

institusi yang terkait dengan pengalokasian dan

pengawasan pengelolaan Dana Desa/ADD baik

di tingkat pemerintah pusat (antara lain

Kemendagri, Kemendes & PDTT, Bappenas,

Kemenkeu, K/L teknis, BPKP) maupun pemda

provinsi/kabupaten/kota (antara lain Bappeda,

SKPD teknis, APIP Daerah, Camat) maka

duplikasi pengawasan dan/atau pengawasan

berulang yang menjurus kepada excessive controls

menjadi isu sentral yang perlu dicarikan jalan

keluar terbaiknya. Dengan kemandirian desa,

dalam perkembangannya nanti tidak tertutup

pula kemungkinan sebuah desa akan memiliki

aparat pengawasan intern sendiri (APIPDes).

Untuk itu, kebijakan dan koordinasi

pengawasan yang baik menjadi salah satu syarat

mutlak untuk menghindari terjadinya konflik

pengawasan.

Aspek Nonteknis Lainnya

Pengalokasian Dana Desa dan/atau ADD

tidak terlepas dari proses politik

penganggaran oleh pemerintah dan

parlemen. Dalam situasi akan dilangsungkannya

pilkada dan/atau pilkades secara serentak, risiko

pemanfaatan Dana Desa/ADD tidak tepat

sasaran menjadi semakin tinggi. Di samping itu,

pesona desa sebagai objek propaganda/

kampanye, memberikan posisi tawar tersendiri

dalam proses penganggaran, sehingga

pengalokasian Dana Desa/ADD yang

seyogyanya dilakukan by-formula, sedikit

banyaknya dapat terkontaminasi dengan

kepentingan dari pihak-pihak tertentu.

Peran Inspektorat Jenderal (Kementerian Keuangan) Dalam Pengawasan Anggaran Transfer Berorientasi Desa

Menilik peran dan domain Kementerian

Keuangan yang cukup dominan dalam

...... Aku pernah punya cita-cita hidup jadi petani kecil,

tinggal di rumah desa dengan sawah di sekelilingku,

....... Siapa tau nanti aku 'kan terpilih jadi kepala desa,

'kan kubangkitkan semangat rakyatku dan kubangun desaku ......

AuditamaAuditama

16 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 17Foto: Putra Bekti Foto: Putra Bekti

Page 10: Edisi April - Juni 2015

Belanja pemerintah setidaknya memiliki dua

peran yang sangat penting dalam pencapaian

tujuan nasional, terutama tujuan yang terkait

dengan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Pertama, besaran dan komposisi belanja

pemerintah pusat dalam operasi fiskal.

Pemerintah memiliki dampak yang signifikan

pada permintaan agregat yang merupakan

penentu output nasional pemerintah sebab

sebagai pembeli terbesar (the biggest buyer) dapat

mempengaruhi alokasi dan efisiensi sumber

daya ekonomi dalam perekonomian. Kedua,

berkaitan dengan ketersediaan dana untuk

melaksanakan ketiga fungsi ekonomi

pemerintah, yaitu fungsi alokasi, fungsi

distribusi, dan fungsi stabilisasi. Oleh karena itu,

kualitas kebijakan dan alokasi anggaran belanja

pemerintah menempati posisi yang sangat

strategis dalam mendukung pencapaian tujuan

nasional, sebagaimana digariskan dalam RPJP,

RPJM, dan rencana kerja pemerintah tahunan.

Lebih lanjut, kualitas kebijakan dan alokasi yang

representatif juga mendorong persepsi positif

dari para pengambil keputusan bisnis, yang

berarti akan dapat berdampak positif terhadap

perekonomian secara umum.

Anggaran yang besar dengan tujuan yang besar

dan mulia adalah amanah/tanggung jawab berat

yang harus dilaksanakan, namun pada

kenyataannya banyak ditemukan penyimpangan

dalam praktik pelaksanaan anggaran belanja

negara dimaksud, khususnya dalam pengadaan

barang/jasa pemerintah. Data perkara tindak

pidana korupsi yang ditangani Komisi

Pemberantasan Korupsi dari tahun 2011 sampai

dengan Januari 2015 menunjukkan bahwa kasus

PBJ masih mendominasi dengan jumlah kasus

tertinggi kedua setelah penyuapan.

Di samping permasalahan-permasalahan terkait

adanya kebocoran anggaran ataupun korupsi,

praktik pelaksanaan anggaran juga dihadapkan

pada lambatnya tingkat penyerapan belanja

akibat adanya bo�leneck/hambatan dalam proses

PBJ. Hal ini ditandai dengan adanya

kecenderungan pencairan anggaran yang selalu

menumpuk di akhir tahun anggaran (terutama

pada November dan Desember), sehingga

dengan kondisi target waktu yang sempit di

mana pelaksanaan PBJ harus selesai di akhir

tahun berpotensi mendorong para penyedia

barang/jasa untuk cenderung mengabaikan

kualitas hasil pengadaan dan bahkan

melanggar ketentuan/peraturan yang berlaku.

Di sisi lain, pelaksanaan PBJ juga dihadapkan

dengan terbatas dan tidak meratanya sumber

daya manusia yang memiliki kompetensi dan

integritas serta kurangnya minat untuk menjadi

pelaksana/pengelola pengadaan barang/jasa

pemerintah. Alasan klasik sulitnya mencari

pelaksana pengelola pengadaan disebabkan

beberapa hal yaitu 1) adanya ketakutan risiko :

terseret dalam kasus pidana pengadaan; 2)

tidak adanya perlindungan hukum yang

memadai terhadap pelaksana pengadaan; 3)

peraturan pengadaan yang ketat dan rinci

namun kadangkala membingungkan karena

terdapat kerancuan/disharmoni dengan

peraturan lain; dan 4) kurangnya

penghargaan/reward terhadap prestasi dan

beban kerja para pelaksana pengadaan.

Melihat peran vital dan strategis PBJ yang

mengalami banyak tantangan, sudah

sewajarnya permasalahan PBJ menjadi

perhatian pertama dan utama Presiden Jokowi

melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2015

tentang Percepatan Pelaksanaan Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah. Oleh sebab itu,

Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan

(Itjen Kemenkeu) selaku Aparat Pengawasan

Intern Pemerintah (APIP) yang memiliki tugas

dan fungsi pengawasan internal di lingkungan

Kemenkeu perlu memberikan dukungan dan

perhatian khusus untuk melakukan perbaikan

sistem pengadaan barang/jasa pemerintah

sebagaimana instruksi presiden dimaksud,

antara lain melalui public procurement audit.

Pelaksanaan audit terhadap PBJ memiliki

karakteristik khusus yang berbeda dengan

audit pada umumnya. Dalam audit PBJ, auditor

akan menghadapi beberapa tantangan dan

Perkembangan Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah

engadaan arang/ asa pemerintah P B J (PBJ)

atau biasa disebut public procurement

merupakan salah satu motor penggerak

utama pembangunan terutama jika dikaitkan ,

dengan besarnya belanja pemerintah baik ,

belanja modal maupun belanja barang.

Perkembangan nilai belanja pemerintah dalam

kurun waktu satu dasawarsa terakhir

menunjukkan tren kenaikan yang signifikan

(lihat grafik 1 dan grafik 2) erdasarkan data . B

sebagaimana Nota termuat dalam Keuangan

pengantar -Perubahan RAPBN Tahun Anggaran

2015 terlihat Belanja , bahwa

Kementerian Lembaga direncanakan meningkat /

sebesar 20,4% dari APBN Tahun 2014 atau

menjadi sebesar Rp779.5 T (lihat tabel 1). riliun

Sedangkan untuk Kementerian Keuangan,

anggaran b dalam RAPBN P 2015 elanja - TA

diperkirakan sebesar Rp25.686,3 miliar, atau

meningkat Rp6.959,1 miliar dari pagu yang

ditetapkan sebelumnya TAdalam APBN 2015.

Peningkatan tersebut disebabkan adanya

tambahan anggaran prioritas terkait dengan

upaya peningkatan pendapatan negara sebesar

Rp5.270,5 miliar dan perubahan alokasi yang

berasal dari realokasi BA BUN terkait reformasi

birokrasi sebesar Rp1.688,6 miliar.

AuditamaAuditama

18 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 19

Foto: Putra Bekti

Penulis: Riza Faiz Ahmad Auditor Pertama Inspektorat V

Page 11: Edisi April - Juni 2015

risiko terkait fraud, etika, dan khususnya faktor

sosio ekonomi. yang membedakan Hal unik

antara bidang PBJ dengan bidang pengawasan

lainnya adalah pengadaan barang/jasa

pemerintah akan bersinggungan dengan tiga

area aturan hukum, yaitu hukum Pidana,

hukum Perdata, dan hukum Tata Usaha Negara

Tanggung jawab pengawasan APIP terkait PBJ

tidak terbatas pada kegiatan audit semata, APIP

juga diharapkan terlibat aktif melalui beberapa

kegiatan sebagai berikut.

Ÿ Pemberian konsultasi.

Ÿ Pemberian rekomendasi jawaban sanggahan

banding.

Ÿ Pemberian rekomendasi atas usulan

pengenaan sanksi kepada penyedia

barang/jasa untuk dicantumkan ke dalam

daftar hitam (black-list).

Ÿ Penanganan terhadap pengaduan terkait

penyimpangan dalam proses PBJ.

Ÿ Reviu terhadap Rencana Kerja dan

Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-

K/L).

Ÿ Reviu terhadap Rencana Kebutuhan Barang

Milik Negara (RK-BMN), yang saat ini

masih dalam proses penyusunan RPMK.

Ÿ Monitoring dan evaluasi terhadap

penyerapan anggaran K/L.

Titik Rawan Pengadaan Barang/Jasa

Berdasarkan data konsultasi dan temuan hasil

audit PBJ, khususnya audit terhadap PBJ yang

dibiayai dari Anggaran Belanja Modal di

lingkungan Kementerian Keuangan yang

dilaksanakan Inspektorat V, permasalahan/titik

rawan yang ditemukan pada dasarnya ada

pada tiap fase proses pengadaan dan bahkan

telah dimulai sejak saat perencanaan pengadaan

dan/atau anggaran. Beberapa permasalahan

yang sering terjadi antara lain:

1. Tahap Perencanaan Pengadaan dan/atau

Anggaran

Ÿ Perencanaan pengadaan dan/atau

anggaran tidak berdasarkan identifikasi

kebutuhan yang tepat;

Ÿ Kerangka Acuan Kerja (KAK)/Terms of

Reference (TOR) dan Rincian Anggaran

Biaya (RAB) tidak disusun secara rinci

dan/atau tidak dikalkulasikan secara

keahlian, serta tidak dilengkapi dengan

data pendukung yang memadai;

Ÿ Perencanaan anggaran PBJ tidak

memperhatikan kebutuhan anggaran

yang terkait dengan pemeliharaan

dan/atau kesiapan sarana/prasarana

pendukung lain yang dibutuhkan,

misalnya pengadaan kendaraan bermotor

tanpa memperhatikan ketersediaan biaya

pemeliharaan, pengadaan kapal tanpa

memperhatikan kesiapan prasarana

dermaga dan Anak Buah Kapal, dsb;

Ÿ Pembangunan/renovasi gedung belum

dilengkapi dokumen pendukung dari

pejabat/instansi yang berwenang seperti

dokumen pembebasan lahan dan/atau

sertifikat kepemilikan lahan, Ijin

Mendirikan Bangunan, hasil studi

kelayakan/AMDAL, persetujuan

penghapusan/pertukaran BMN, d . sb

2. Tahap Persiapan Lelang

Ÿ Tidak seluruh pengadaan diumumkan

dalam Rencana Umum Pengadaan;

Ÿ Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri

(HPS) yang tidak wajar; dan

Ÿ Penyusunan spesifikasi teknis yang

mengarah pada merek tertentu.

3. Tahap Pelaksanaan Lelang

Ÿ Adanya indikasi pengaturan lelang

dan/atau persaingan tidak sehat antar

penyedia;

Ÿ Penyimpangan dalam prosedur

pelelangan; dan

Ÿ Adanya sanggahan, sanggahan banding,

dan pengaduan.

4. Tahap Pelaksanaan Kontrak

Ÿ ;Pekerjaan disubkontraktorkan

Ÿ Duplikasi pekerjaan pada proyek

tahapan;

Ÿ Pembayaran uang muka tidak sesuai

ketentuan;

Ÿ Pembayaran yang tidak sesuai realisasi

fisik di lapangan;

Ÿ Addendum kontrak tidak sesuai dengan

ketentuan; dan

Ÿ Serah terima pekerjaan tidak sesuai

kontrak (volume, mutu dan waktu).

5. Tahap Pemanfaatan Hasil Pengadaan

Ÿ Hasil pengadaan tidak

dimanfaatkan/idle; dan

Ÿ Hasil pengadaan tidak diadministrasikan

dengan baik pada SIMAK BMN.

Fokus Perbaikan Audit Pengadaan

Barang/Jasa (Procurement Audit)

Walaupun setiap tahun Itjen telah melakukan

audit secara rutin, namun dari tahun ke tahun

masih sering dijumpai adanya temuan berulang

atas permasalahan yang sama dalam PBJ. Hal

ini harus menjadi perhatian dalam perbaikan

sistem pengawasan (audit), khususnya terkait

audit PBJ di masa mendatang. Beberapa hal

yang perlu menjadi fokus perbaikan ke depan

antara lain:

1. Pembentukan Unit Kerja Pengawasan yang

khusus mengawasi Pengadaan Barang/Jasa

secara utuh dan terpadu

Dalam melaksanakan tugas pengawasan

terhadap pelaksanaan PBJ di lingkungan

Kementerian Keuangan, Itjen membagi

penugasan pengawasan sesuai dengan jenis

belanja, di mana kegiatan pengawasan atas

PBJ yang dibiayai atau menggunakan

Anggaran Belanja Modal (Akun 53)

dilaksanakan oleh Inspektorat V, sedangkan

pengawasan atas PBJ yang menggunakan

Anggaran Belanja Barang (Akun 52)

dilaksanakan oleh Inspektorat I s.d. VII

sesuai dengan mitra kerja pengawasan

masing-masing (unit eselon I pelaksana

pengadaan yang menjadi bidang tugas dan

fungsi pengawasan masing-masing

inspektorat).

Pola pengawasan yang telah dijalankan Itjen

tersebut masih memiliki beberapa

kelemahan terutama terkait sinergi antar

unit pengawasan (inspektorat), salah satu

contoh terkait paket pengadaan sistem dan

perangkat Teknologi Informasi Komunikasi

(TIK), di mana pembelian awal sistem dan

perangkat TIK dibiayai dari Anggaran

Belanja Modal (tugas pengawasan dari

Inspektorat V), sedangkan paket

perpanjangan lisensi perangkat maupun

dukungan pemeliharaan Annual Technical

Support (ATS) dibiayai dari akun belanja

barang (tugas pengawasan inspektorat

terkait). Padahal, kedua paket pengadaan

tersebut (baik pengadaan awal maupun

dukungan pemeliharaan) memiliki

keterkaitan yang sangat erat, terutama

terkait penentuan spesifikasi dan harga,

yang pada akhirnya akan mempengaruhi

tingkat efisiensi dan efektivitas suatu

pengadaan. Akan menjadi lebih bermasalah

apabila terdapat perbedaan Program Kerja

Pengawasan Tahunan (PKPT) antar

inspektorat terkait sehingga dimungkinkan

terjadinya gap/celah pengawasan atas paket

pengadaan dimaksud.

Untuk itu, perlu kiranya dilakukan kajian

terhadap restrukturisasi unit kerja

Auditama

20 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 21

Page 12: Edisi April - Juni 2015

pengawasan dengan mempertimbangkan

opsi untuk membentuk suatu unit kerja

pengawasan yang khusus mengawasi

pelaksanaan PBJ secara utuh dan terpadu.

2. Pendekatan Probity Audit Untuk

Pengadaan Strategis

Probity diartikan sebagai integritas (integrity),

kebenaran (uprightness), dan kejujuran

(honesty). Probity audit dapat diartikan

sebagai “kegiatan penilaian (independen)

untuk memastikan bahwa proses PBJ telah

dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan

prinsip penegakan integritas, kebenaran,

dan kejujuran, dan memenuhi ketentuan

perundangan yang berlaku yang bertujuan

meningkatkan akuntabilitas penggunaan

dana sektor publik ” (Perka BPKP Nomor ,

Per-362/K/D4/2012).

Dengan dilaksanakannya probity audit, peran

dan fungsi APIP dalamakan lebih dominan

upaya pencegahan berupa tindakan Prevent,

Deter dan Detec Early Warning t sebagai

System atas proses PBJ, sehingga potensi

terjadinya kerugian negara dapat dimitigasi

sedini mungkin.

3. Sinergi Tim Audit dengan Tim Reviu

RKA-K/L dan Tim Reviu RK-BMN

Seperti slogan “If you fail to plan, It mean s

you plan to fail” sangatlah penting untuk

membuat perencanaan yang baik apabila

kita mengharapkan sebuah pengadaan

bermanfaat sesuai kebutuhan. Tahap

perencanaan pengadaan barang/jasa

sejatinya telah dimulai sejak tahap

perencanaan kebutuhan BMN dan

perencanaan anggaran agar perencanaan

menjadi baik dan tidak mengulangi

kesalahan pada masa-masa sebelumnya,

serta dalam upaya perbaikan sistem yang

berkelanjutan (continuous improvement),

perlu ada masukan informasi kepada Tim

Reviu RKA-K/L dan Tim Reviu RK-BMN

terutama terkait temuan-temuan hasil audit

pada tahap sebelumnya. Hal sebaliknya

juga perlu dilakukan apabila Tim Reviu

RKA-K/L maupun RK-BMN menilai ada

beberapa hal yang perlu menjadi perhatian

oleh Tim Audit dalam rangka mengawal

agar pengadaan tercapai sesuai kebutuhan

dan tujuan yang direncanakan.

4. Peningkatan Kompetensi dan Pemahaman

Auditor atas Proses Bisnis dan Risiko

Pengadaan Barang/Jasa

Acapkali laporan hasil temuan audit hanya

menjadi tumpukan buku yang memenuhi

gudang arsip tetapi tidak memberikan

kontribusi nilai tambah bagi perbaikan

terhadap proses PBJ. Hal ini salah satunya

disebabkan pemberian rekomendasi oleh

auditor tidak mempertimbangkan proses

bisnis yang ada, sehingga rekomendasi tidak

dapat ditindaklanjuti oleh auditi. Risiko lain

akan muncul apabila auditor tidak cermat

dalam mengidentifikasi permasalahan dan

memberikan rekomendasi yang tidak tepat

sehingga dapat berakibat secara hukum,

baik dalam lingkup Tata Usaha Negara

(TUN), perdata dan bahkan pidana.

Untuk mengantisipasi kondisi tersebut di

atas, maka perlu didorong adanya penguatan

kompetensi dan pemahaman auditor atas

proses bisnis PBJ secara berkelanjutan

melalui diklat, diskusi antar auditor,

kerjasama dengan organisasi/ asosiasi

profesional dan forum sharing knowledge yang

banyak tersedia di media sosial, mengingat

perkembangan sistem PBJ yang sangat

dinamis.

Melihat peran penting dari pengadaan barang/jasa pemerintah tersebut, maka jangan sampai Itjen Kemenkeu kehilangan momentum untuk dapat mengambil peran strategis sebagai Agent of Change dan katalisator terkait perbaikan dan/atau penyempurnaan sistem pengadaan barang/jasa di lingkungan Kementerian Keuangan, yang pada gilirannya diharapkan dapat menjadi Benchmark bagi Kementerian/Lembaga lain.

AuditamaAuditama

Inspektorat Jenderal. Layanan ini

juga menjadi salah satu layanan yang diikutsertakan dalam 'Survei

Kepuasan Pengguna Layanan'

yang dilakukan secara rutin oleh Kementerian Keuangan setiap tahunnya dengan melibatkan pihak independen (Universitas

Indonesia dan Institut Pertanian Bogor) sebagai surveyor. Hasil survei independen terhadap

PU ini sifatnya berulang T(multi-years) dan sudah

dilaksanakan sejak hampir

5 tahun yang lalu, seiring dengan ditetapkannya Layanan

Konsultasi Pengadaan Barang/Jasa (Helpdesk) kepada

satuan kerja (satker) di lingkungan Kementerian Keuangan sebagai salah satu Layanan Unggulan (quick wins) di

Peningkatan Efektivitas PengadaanBarang/Jasa melalui Konsultasi(Helpdesk)Outcome yang hendak dicapai salah satu Tema Pengawasan Unggulan (TPU) Inspektorat V Tahun 2015 ini pada dasarnya bukan hanya terbatas pada sisi efektivitas semata, namun mencakup pula peningkatan terhadap tata kelola dan proses Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) yang lebih efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku.

22 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 23

Foto: Irma

Penulis: Irma Auditor Pertama Inspektorat V

Page 13: Edisi April - Juni 2015

kurun waktu 5 tahun tersebut relatif cukup baik, dengan pencapaian terakhir pada Tahun

2014 pada level 4,2 dari skala likert 1-5 atau termasuk kategori “Sangat Puas”.

Tema ini menjadi salah satu isu sentral di

Inspektorat Jenderal sejak ditetapkannya layanan helpdesk tersebut sebagai salah satu fungsi Inspektorat V sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 184/PMK.01/2010 yaitu pelaksanaan

peran konsultasi belanja modal di lingkungan

Kementerian Keuangan. Peran yang hanya ada

di Inspektorat V ini, hakikatnya

digagas oleh Inspektur Jenderal kala

itu sebagai salah satu bentuk

perubahan paradigma pengawasan Inspektorat Jenderal dari pola lama yang cenderung hard-controlling (represif) ke pola baru yang lebih soft-controlling (konsultatif/

preventif). Dengan paradigma baru tersebut, layanan helpdesk

diharapkan dapat menjadi bagian dari early

warning system terhadap proses PBJ, sehingga

tindakan fire-fighting terhadap suatu

permasalahan PBJ yang selama ini sering terjadi dapat diminimalisasi. Peran ini semakin

bermakna seiring dengan perubahan regulasi

yang cukup mendasar dalam proses PBJ di

lingkungan pemerintahan dengan

diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah menggantikan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 yang dirasakan sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.

Pada awalnya, layanan ini memang ditujukan

untuk membantu para pengelola satker dalam

proses PBJ yang dibiayai dari Anggaran Belanja Modal (ABM). Pertimbangan

sederhananya adalah risiko dan kompleksitas kegiatan, di mana PBJ yang dibiayai dari ABM

cenderung bernilai signifikan serta lebih

kompleks proses dan ouput PBJ-nya dibandingkan dengan PBJ yang dibiayai dari

Anggaran Belanja Barang (ABB). Namun, pada

praktiknya pihak satker tidak hanya

berkonsultasi terkait PBJ yang dibiayai dari ABM saja, sebagian malah lebih sering berkonsultasi terkait PBJ yang dibiayai dari

ABB. Hasil survei independen pun menunjukkan bahwa stakeholders, khususnya

pengguna layanan helpdesk, mengharapkan

peran konsultasi tersebut tidak

hanya terbatas PBJ yang dibiayai dari ABM, tetapi meliputi PBJ

secara keseluruhan, baik yang

biayai dari ABM maupun dari ABB. Seiring dengan perkembangan/ dinamika serta tuntutan kebutuhan dan ekspektasi stakeholders,

Inspektorat Jenderal memandang

perlu untuk melakukan reposisi

dan refining peran konsultasi

(helpdesk) dimaksud.

Pada akhirnya, dalam PMK Nomor

206/PMK.01/2014, salah satu fungsi

Inspektorat V terkait konsultasi

berkembang menjadi “pelaksanaan

peran konsultasi pengadaan

barang/jasa di lingkungan

Kementerian Keuangan”. Dengan

demikian, apapun bentuk

pertanyaan/permasalahan dan

sumber pembiayaan yang akan dikonsultasikan oleh para satker, Tim Helpdesk Inspektorat V akan senantiasa siap membantu dan memberikan pertimbangan/solusi penyelesaian terhadap permasalahan yang dihadapi satker

dimaksud sesuai dengan koridor

peraturan perundang-undangan

dan prosedur yang berlaku.

Pola dan mekanisme Layanan Helpdesk juga mengalami perkembangan yang signifikan.

Pada awalnya, layanan hanya dilakukan dengan proses tatap muka dan peninjauan langsung ke lokasi, baik secara aktif dilakukan Inspektorat V dengan mendatangi para satker tertentu berdasarkan risk-based consulting, maupun

melalui kunjungan para satker ke

Gedung Djuanda II Lt. IX

Kementerian Keuangan. Namun, sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, layanan helpdesk sekarang juga dilakukan melalui sosialisasi, coaching clinic, telepon, e-mail, SMS, dan mekanisme persuratan lainnya. Waktu layanan di kantor yang semula terpatri selama 5 hari kerja dalam seminggu dari jam 07.30 s.d. 17.00 (sesuai jam kerja Kementerian Keuangan) sekarang menjadi hampir 7x24 jam seperti layaknya salah satu layanan pada DJBC. Berdasarkan data 2 tahun terakhir (2013 dan 2014), jumlah layanan helpdesk yang dilakukan cenderung melampaui target kinerja yang telah ditentukan. Pada tahun 2013, dari target 100 kali kegiatan konsultasi, realisasi kegiatan dimaksud adalah sebanyak 168 kali kegiatan (dengan rincian: via tatap muka sebanyak 115 kali; via telepon sebanyak 40 kali; dan via SMS, surat, e-mail dsb sebanyak 13 kali).

Capaian tersebut tetap tinggi pada tahun 2014, di mana dari

target 100 kali kegiatan konsultasi, realisasi kegiatan dimaksud

adalah sebanyak 91 kali kegiatan dengan rincian: via tatap muka

sebanyak 62 kali; via telepon sebanyak 18 kali; dan via SMS,

surat, e-mail sebanyak 11 kali. Sedangkan untuk tahun 2015,

sampai dengan 31 Mei 2015 sudah dilakukan 56 kali kegiatan

konsultasi dengan rincian: via tatap muka sebanyak 44 kali; via

telepon sebanyak 9 kali; dan via SMS, surat, e-mail dlsb

sebanyak 3 kali. Dengan memperhatikan frekuensi layanan dan

kebutuhan stakeholders, tidak tertutup kemungkinan layanan

helpdesk nantinya akan memanfaatkan saluran hotline

tersendiri, aplikasi berbasis web, dan jejaring media sosial.

Inspektur V tidak hanya mengarahkan dan mendorong Tim Helpdesk untuk memberikan layanan terbaik kepada stakeholders, namun tidak jarang pula ikut terjun langsung ke lapangan memimpin dan mengawasi pelaksanaan layanan konsultasi dimaksud. Antara lain melalui sosialisasi helpdesk kepada stakeholders dan melakukan monitoring dan evaluasi berupa peninjauan lapangan terhadap proses PBJ yang strategis, berisiko, dan memiliki kompleksitas tinggi, bernilai signifikan, dan menjadi concern pimpinan Kementerian Keuangan.

Pada bulan Mei 2015, Inspektorat V melaksanakan kegiatan sosialisasi helpdesk dengan tema “Peningkatan Efektivitas dan Percepatan Pengadaan Barang/Jasa serta Upaya Pencegahan Fraud di Lingkungan Kementerian Keuangan Tahun Anggaran 2015” di dua kota, yaitu Serang dan Bandung. Antusiasme dan minat para peserta sosialisasi di kedua kota tersebut cukup tinggi. Hal ini tercermin dari tingkat kehadiran peserta pada acara sosialisasi di Serang yang dihadiri oleh 50 orang dari 28 satker setingkat Eselon II dan Eselon III (tingkat kehadiran di atas 90% dari jumlah undangan) sedangkan acara sosialisasi di Bandung dihadiri oleh 53 orang dari 28 satker setingkat Eselon II dan Eselon III (tingkat kehadiran di atas 90% dari jumlah undangan). Pada bulan Juni 2015, juga dilaksanakan sosialisasi di dua kota besar lainya yaitu Semarang dan Yogyakarta.

Masukan penyempurnaan dan peningkatan layanan helpdesk PBJ Inspektorat Jenderal

Kegiatan sosialisasi helpdesk diharapkan perlu diadakan secara rutin dan berkala, mengingat pegawai/pejabat yang terkait PBJ pada satker sering mengalami pergantian dan mutasi.

Perlu diadakan semacam

''bedah kasus'' sebagai

pembelajaran bagi

semua pihak terkait agar

tidak mengulang

kesalahan yang sama.

Harapan stakeholders

tersebut tentunya akan

menjadi tantangan

tersendiri bagi Inspektorat V

untuk terus meningkatkan

kinerja pelayanan dan

tingkat kepuasan layanan

yang optimal kepada

stakeholders terkait proses

PBJ di lingkungan

Kementerian Keuangan.

Pada masa yang akan

datang, kegiatan sosialisasi

ini direncanakan akan

dilaksanakan secara

berkelanjutan dan rutin

setiap tahunnya dalam

rangka mengenalkan lebih

jauh mengenai fungsi

konsultasi PBJ pada

Inspektorat Jenderal kepada

seluruh satker.

AuditamaAuditama

24 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 25

Page 14: Edisi April - Juni 2015

Menyapa Sahabat

di Perbatasan“Para penumpang pesawat udara dengan

nomor penerbangan GA 514 tujuan

Pontianak dipersilakan segera naik ke

pesawat udara melalui pintu…. “.

ara calon penumpang beringsut Pmendekati pintu. Buyar sudah lamunan

di kepala mereka. Satu dua penumpang

–termasuk awak Auditoria- memilih tetap

duduk, pasrah. Pesawat kan bukan KRL, tak

guna juga terburu-buru. Lamunan tentang

Entikong masih enggan dilepaskan. Lamunan

tentang negeri antah berantah nun jauh di sana.

Lamunan tentang penugasan ke sebuah tempat,

Entikong. Entikong, ia hanyalah sebuah

kecamatan. Ia menjadi istimewa, karena di

sanalah wajah negeri kita tercinta berhadapan

langsung dengan wajah tetangga negeri

serumpun.

Pesawat Garuda –maskapai kebanggaan negeri,

yang logonya terpamer gagah di Stadion

Anfield Livepool- yang membawa kami terbang

dengan tenangnya. Sesekali berguncang ringan

membelah gumpalan awan. Cuaca lumayan

kondusif buat para pelamun yang gemar

melemparkan pandangannya, menerawang jauh

menembus awan. Lamunan demi lamunan, baik

yang nostalgic maupun yang futuristic, habis

sudah. Memori tua yang mulai terisi penuh

sebagian mulai bermunculan.

Satu setengah jam berlalu, burung besi ini

mendarat mulus di Bandar Udara Supadio,

Pontianak. Tak banyak orang tahu, siapa

pemilik nama bandara ini. Hawa panas

menyengat menyambut kami di bandara yang

dulu dikenal dengan Bandara Sei Durian ini.

Tak banyak catatan tentang Supadio, meski sang

pahlawan ini namanya diabadikan sebagai

nama bandara yang cukup sibuk ini. Pada

zamannya, ialah satu-satunya pilot penerbang

pesawat tempur di Kalimantan. Besar jasanya

saat menumpas pemberontakan PKI, membuat

namanya diabadikan sebagai nama bandara.

Bandara Supadio bukanlah tujuan kami, ia

hanya mewakili seperdelapan waktu perjalanan

yang harus ditempuh menuju Entikong. Demi

Ibu Pertiwi, letih dan lelah mesti dilupakan,

segera. Perjalanan darat segera dimulai.

Terminal Antar Negara, dari sinilah perjalanan

darat diawali. Terminal yang gagah, modern,

dan penuh gengsi nampaknya. Paling tidak

begitulah mungkin maksud dibangunnya.

Namun semua persepsi itu buyar saat kita

memasukinya. Kemegahan hanya ada dalam

tataran fisik. Suasana yang sepi, kurang dari

lima bus terparkir di sana. Bus-bus jurusan

Kuching, Malaysia, juga Brunei Darussalam.

Keramaian hanya milik para calo, jasa angkut

barang penumpang, dan sopir taksi gelap.

Mereka bagaikan preman yang siap memangsa

para penumpang yang bingung. Ketertiban di

sini tinggal cerita. Kenyamanan musnahlah

sudah. Tak lama kemudian, bus Damri tujuan

Kuching meluncur perlahan. Bus yang lumayan

nyaman, meski masih kelasnya jauh di bawah

bus Jakarta - Jawa Tengah atau Jawa Timur.

Mata yang lelah tak mau kompromi, segera

terpejam. Jalanan di kota Pontianak hingga

beberapa kilometer keluar kota begitu mulus,

membuai kami dalam istirahat yang melenakan.

Tapi itu tak lama. Tak sampai dua jam

perjalanan, semuanya berubah. Memasuki

Simpang Ampar, bus Damri yang membawa

kami terguncang-guncang bagai pesawat dalam

cuaca buruk. Demikian keras guncangan itu

sehingga kami harus menahan tubuh baik-baik

agar tak terlempar dari kursi penumpang. Saat

melongok keluar jendela, terasa betul betapa

menyedihkannya kondisi jalanan. Jalan rusak

dan bergelombang bahkan berlumpur. Aspal

yang sebagian mengelupas menjadi bukti

bahwa jalan ini pernah ada. Membantah

tuduhan dalam hati kami bahwa ini bukan jalan

tanah.

Bayangkan, jarak Pontianak - Entikong kira-kira

tak lebih jauh dari Jakarta ke Cirebon. Orang

Jakarta biasa menempuh perjalanan ke Cirebon

dalam waktu tak lebih dari 3 jam. Sang sopir

cuma tertawa ringan waktu kami katakan

kepadanya tentang Jakarta - Cirebon. Katanya,

untuk sampai ke Entikong, paling tidak kita

perlu waktu 7 jam perjalanan. Sudah terlambat

untuk mengeluh bukan? Ah, tapi memang tak

adil membandingkan kondisi jalan di

Kalimantan dengan di Jawa.

Tapi sungguh tak pernah kami duga kalau

perjalanan ke Entikong membutuhkan

perjuangan yang luar biasa. Kondisi jalan yang

sebagian besar bagai belum tersentuh

pembangunan membuat waktu tempuh jadi

berlipat kali lamanya. Bayangkan energi yang

terbuang. Belum lagi waktu dan tenaga.

26 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 27

liputankhususliputankhusus

Foto: Hisyam Haikal, Putra Bekti

Penulis: Hisyam HaikalAuditor Muda Inspektorat II

Page 15: Edisi April - Juni 2015

Satu-satunya hiburan pejalanan adalah

pemandangan di luar sana.

Pemandangan berbeda dengan yang kita

saksikan sehari-hari. Bentangan hutan tropis

wujud kasih sayang Tuhan kepada bangsa ini,

yang makin hari makin menyempit, habis kita

babat. Lahan gambut yang lapang, khas daratan

Borneo. Selebihnya, perkebunan kelapa sawit

luas membentang, seakan tak ada ujung. Sawit,

lambang kekayaan para pengusaha, sekaligus

kemiskinan para pekerja.

Semakin mendekati Entikong, jalan bukan

semakin bagus. Tanah berlumpur, berbatu

cadas pasti menyulitkan kendaraan melaluinya

dan efeknya biaya pemeliharaan kendaraan

pasti bakal membengkak. Satu lagi dampak

yang berujung pada inefisiensi. Belum lagi

gundukan tanah yang sangat mengganggu

lancarnya perjalanan.

Para penumpang mencengkeram kursi masing-

masing, menahan guncangan yang semakin

keras saja, bagai perahu kecil dihantam ombak

besar. Di kanan kiri tak nampak lampu

penenerangan jalan, entah apa jadinya kalau

perjalanan dilakkan malam hari. Cuma naluri

dan pengalaman sopir saja yang bisa

diandalkan, selebihnya tentu berdoa untuk

keselamatan.

Sesekali tentu saja ada pemandangan berbeda.

Rumah-rumah penduduk yang kebanyakan

sederhana dan dibangun bagai panggung tak

menyentuh tanah. Beberapa rumah nampak

berkelompok, kemudian diakhiri dengan hutan

dan perkebunan sawit. Sekolah-sekolah milik

pemerintah beberapa kali bisa dijumpai.

Hampir 6 jam berlalu, guncangan mulai tak

terasa. Kondisi jalan mendekati Entikong sudah

lumayan bagus. Lumayan bagus dalam arti sisa-

sisa aspal masih lebih dominan ketimbang batu

dan tanah. Memasuki Balai Karangan, jalan

yang dilalui relatif mulus, meski tidak terlalu

lebar. Balai Karangan adalah kota terakhir yang

mesti dilalui sebelum kami sampai di Entikong.

Kelak nanti setelah sampai di Entikong, saat

kesepian adalah perasaan sehari-hari, kami akan

sangat merindukan Balai Karangan. Sebuah kota

kecil dengan beragam etnis, beberapa rumah

makan yang lumayan mengundang selera, para

penjual makan kecil di sisi jalan dan beberapa

bank dan ATM tentu saja.

Balai Karangan adalah sebuah kota kecil di

Kecamatan Sekayam, suatu kecamatan lain di

luar Entikong yang berbatasan langsung dengan

Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Dua

kecamatan itu merupakan bagian dari

Kabupaten Sanggau di samping 13 kecamatan

lainnya. Luas wilayah Sanggau kira-kira

seperdelapan dari luas wilayah provinsi

Kalimantan Barat secara keseluruhan. Satu hal

yang penting dicatat, garis batas wilayah

Sanggau yang bersinggungan langsung dengan

Malaysia sepanjang hampir 130 km. Sebuah

garis batas yang strategis, sekaligus rawan baik

dari sisi sosial, ekonomi, hukum maupun

kedaulatan negara. Setengah jam berlalu, tak

ada lagi persimpangan jalan, tak akan ada pula

lampu lalu lintas. Satu-satunya jalan adalah jalan

menuju perbatasan. Rumah-rumah penduduk

mulai rapat. Kondisi jalan cukup lumayan,

hanya berlubang di beberapa bagiannya. Geliat

hidup masyarakat Entikong nampak dari

banyaknya mobil-mobil yang membawa barang

kebutuhan sehari-hari.

Geliat kehidupan yang menyimpan masalah, kelak setelah beberapa kilometer kami hirup udara

Entikong. Serawak membentang di depan mata “Kantor Bea Cukai…!!!!”, Sang sopir berteriak. Di

sinilah kami turun, di depan satu-satunya kantor Kementerian Keuangan yang ada di sini.

Menyapa sahabat, di perbatasan…. (cwl, Juni 2015)

28 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 29

liputankhususliputankhusus

Foto: Google Map

Page 16: Edisi April - Juni 2015

KEPADA MEREKA YANG BERDIRI TEGAR DI TAPAL BATAS, KEHOR MATAN ITU PANTAS DISAN DANGKAN

Cerita tentang Entikong tak pernah bisa

dilepaskan dari Kantor Pengawasan dan

Pelayanan Bea dan Cukai Entikong.

Sebagai bagian strategis dari formasi

CIQS (Customs, Imigration,

Quarantine Security) di perbatasan,

peran Bea dan Cukai terkait perbatasan

tentu sangatlah penting.

egitulah pemandangan yang nampak Bdi Pos Pemeriksaan Lintas Batas

(PPLB). Kesibukan yang dilakukan

kawan-kawan Bea Cukai nampak dominan.

Sebagian mencolok karena berseragam biru-

biru kebanggaan, sebagian lagi berpakaian

kerja biasa. Memeriksa barang yang keluar

masuk, mengecek Kartu Identitas Lintas Batas

(KILB), membuka dan menutup rantai,

adalah bagian dari rutinitas keseharian

mereka. Ooopss, tunggu dulu,…. Jam kerja

para abdi negara di perbatasan tak seperti

kita para pegawai Kemenkeu di Jakarta. Jam

05:00 subuh, saat matahari-pun asih

bermalasan, mereka sudah harus stand by,

karena saat itulah pintu perbatasan dibuka.

Jangan tanya pula hari libur Sabtu Minggu

seperti kita. Mereka tak bisa berhenti bekerja

meski itu secara resmi hari libur pegawai

Kemenkeu. Mereka harus tetap berdiri,

menjalankan tugas, menjaga kehormatan

negeri dan institusi. Sekilas, situasi di Pos

Lintas Batas biasa saja, tenang tanpa gejolak,

bagai laut tanpa ombak. Rutin seperti angin.

Tapi siapa sangka, begitu banyak peristiwa

terjadi di sini. Peristiwa yang membuat kita

faham betul, bahwa masalah Entikong

bukanlah sekedar masalah Bea Cukai, tapi

masalah nasional.

KPPBC Tipe Madya C Entikong punya cerita

yang tak menyenangkan di masa lalu.

Peristiwa yang mencederai integritas

sekaligus menodai reformasi.

Saat itu, beberapa tahun lalu, beberapa

oknum pegawai BC terlibat dalam perilaku

tak elok. Menengok kembali masa itu

memang menyakitkan. Menyakitkan bagi kita

yang mencintai negeri ini, bagi kita produk

reformasi birokrasi. Sekaligus menyakitkan

bagi kita keluarga besar Kementerian

Keuangan yang sedang giat-giatnya

membenahi diri dan institusi. Tapi bukankah

Bung Karno pernah berpesan “Jangan sekali-

sekali meluakan sejarah (Jasmerah)”.

Nampaknya pesan itu menemukan

relevansinya ketika kita berdiri di perbatasan

negeri. Noda itu harus kita hapus, tapi tak

boleh kita lupakan. Kita ingat terus hingga

keinginan untuk berbuat semacam itu benar-

benar hilang dari benak kita. Benar-benar

punah tak bersisa.

30 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 31

liputankhusus

Foto: Hisyam Haikal, Abgo HM.

Penulis: Hisyam HaikalAuditor Muda Inspektorat II

Page 17: Edisi April - Juni 2015

Maka ketika kami datang menyapa sahabat di

Entikong, situasinya sudah jauh berbeda

dengan era sebelumnya yang lebih pas bila

disebut “Zaman Jahiliyah”. Para pejabat dan

pegawai yang baru menggantikan generasi

lama. Generasi muda Kemenkeu mendominasi

formasi SDM di KPPBC Entikong. Generasi

yang relatif bersih dari masa lalu, sekaligus

bebas dari beban dosa “zaman jahiliyah”.

Perubahan menuju perbaikan dilakukan

meliputi hampir semua aspek, tak hanya

menyangkut SDM. Kebijakan baru yang lebih

reformis dan penegakan peraturan-pun secara

bertahap mulai dilakukan. Perubahan yang tak

mudah tentu saja, tapi tetap harus dilakukan.

KPPBC Entikong dengan dukungan Kanwil

DJBC Kalbar dan Kantor Pusat DJBC terus

berupaya membenahi sistem, prosedur

pelayanan, dan pengawasan yang menjadi

bidang tugasnya.

Perubahan semacam ini tentu saja membuat

gerah pihak-pihak yang dulu begitu mudah

menjalankan bisnis “kotor” dengan

memanfaatkan perilaku menyimpang aparat

BC. Perubahan yang membuat ruang gerak

mereka menjadi sempit tak lagi leluasa.

Akibatnya tak terbayangkan. Awan kelabu di

atas langit Entikong menjadi saksi atas upaya

teror terhadap para abdi negara DJBC.

Senin, 13 Oktober 2014, satu jam menjelang

ditutupnya pintu perbatasan. Aparat Bea Cukai

menahan sebuah mobil yang mengangkut

minuman keras. Mobil tersebut masuk dari

Malaysia. Peristiwa yang biasa saja bila kita

bayangkan terjadi di bagian lain negeri ini. Di

mana hukum memang harus tegak dan semua

orang faham itu. Tapi ini Entikong Bung! Lain

cerita. Keesokan harinya, seorang pegawai kita,

Kasubsi Hanggar, dikeroyok, dipukuli di ruang

Kepala Seksi. Pegawai kita dikeroyok, dipukuli

karena menegakkan peraturan, karena

menjalankan tugas sebagai abdi negara sesuai

dengan sumpah yang diucapkannya. Apa yang

dilakukanpun tak lepas dari tugas DJBC dalam

melindungi masyarakat. Tak heran, kalau salah

seorang pegawai berujar, “Negara tak hadir di

Entikong, saat kami dipukuli...”. Miris…..

Selasa, 6 Januari 2015, saat siang sedang terik-

teriknya, puluhan orang meneror Pos Bea Cukai

di perbatasan dengan membawa pemotong besi.

Mereka memaksa petugas BC mengeluarkan

barang yang sehari sebelumnya ditegah dan

diamankan. Sambil berorasi, mereka berusaha

meloloskan sebuah mobil dari pemeriksaan

petugas BC. Terjadi kericuhan karena petugas

BC berusaha menghalangi. Mereka memotong

gembok dan rantai pagar, lalu memaksa masuk

dan membuka paksa portal yang terkunci.

Tak sampai di situ, massa yang semakin banyak

kemudian bergerak menuju Kantor Bea Cukai

yang terletak tak jauh dari pos perbatasan. Di

KPPBC, massa semakin beringas dan memaksa

masuk dengan memotong gembok pagar serta

membuka gerbang kantor. Kemudian massa

masuk ke halaman kantor dan berorasi. Orang

yang membawa pemotong besi bergerak menuju

gudang penyimpanan barang hasil penindakan

(BHP) dan berusaha masuk ke dalam gudang

dengan cara memotong gembok teralis dan

rantai pintu gudang. Namun dihalangi oleh

petugas BC dan aparat penegak hukum (Polisi)

dibantu TNI. Siang itu, massa massa yang

membawa senjata tajam berupa mandau, linggis

dan pipa besi, merusak beberapa motor dinas

dan mengancam petugas BC. Satu hari lagi

kelabu dalam sejarah Kemenkeu, betapa hukum

tak berdaya menghadapi kekerasan. Sekali lagi,

kawan-kawan kita ragu, “Hadirkah negara di

sini? Saat kami menegakkan aturan negara,

diteror tanpa perlindungan atas jiwa dan raga

kami…..”

Jumat, 27 Maret 2015, sehari setelah aparat Bea

Cukai menahan minuman beralkohol yang coba

dimasukkan dari Malaysia, peristiwa itu

terulang kembali. Beberapa orang pegawai BC

diserang secara fisik oleh oknum anggota

masyarakat. Pemukulan terjadi di pos lintas

batas, tepat saat adzan Jumat berkumandang.

Keadaan menjadi ricuh karena pegawai kita

menyerah begitu saja saat dipukuli. Mereka

melawan, sesuatu yang boleh dibilang

keberanian langka alias nekat.

Seperti kejadian sebelumnya, rombongan

perusuh kemudian mendatangi Kantor Bea

Cukai dan kembali melakukan pemukulan

terhadap beberapa pegawai Bea Cukai. Tiga

peristiwa itu sungguh menghentak kita semua,

khususnya pegawai Kemenkeu. Bayangkan,

mereka –kawan-kawan kita itu- berada di sana,

berdiri di perbatasan, bukanlah atas kemauan

sendiri. Negara yang mereka cintai

menyuruhnya berjaga. Negara yang hukumnya

ia tegakkan memintanya mengabdi di

perbatasan. Negara “memaksa” mereka

meninggalkan anak istri, keluaraga nun jauh di

sana atas nama pengabdian. Negara juga yang

meminta mereka tetap berdiri meski adzan

Jumat sudah berkumandang, karena jumlah

petugas terbatas, dan pos tak mungkin

ditinggalkan. Negara tak menggaji mereka

melebihi kita yang bekerja nyaman di Jakarta.

Maka, berdirilah kami di sana, memberi hormat

kepada mereka, simpati dan empati lebur

dalam haru.

Buat mereka, yang berdiri gagah di tapal batas,

menjunjung tinggi integritas….. kehormatan itu

pantas disandangkan. (cwl, Juni 2015)

ENTIKONGTAK MELULU URUSAN

BEA CUKAIPeristiwa penyerangan secara fisik

terhadap Kantor dan Pegawai KPPBC Entikong terjadi sebanyak 3 (tiga) kali hanya dalam kurun waktu kurang dari

6 bulan. Penyerangan non fisik tak terhitung lagi.

al seperti ini jelas menimbulkan Hkeprihatinan sekaligus pertanyaan

buat kita. Prihatin karena aparat Bea

Cukai berdiri di sana bukan atas keinginan

sendiri. Mereka di sana karena negara, untuk

menegakkan hukum negara. Pertanyaan yang

bikin miris adalah, di mana negara saat mereka

dianiaya. Sempat terbersit dalam benak mereka,

negara tak hadir saat kami dipukuli. Wajar

sekaligus memprihatinkan.

Sebetulnya, peristiwa –yang semoga tak

terulang lagi- ini tidaklah berdiri sendiri. Ia

merupakan bagian dari sebuah rangkaian

panjang gerbong sebab akibat.

32 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 33

liputankhususliputankhusus

Page 18: Edisi April - Juni 2015

Entikong adalah sebuah cerita panjang tentang

pengabaian. Puluhan tahun ia dianggap hanya

sebagai “halaman belakang” republik tercinta

ini. Seperti halaman belakang rumah, ia jarang

dianggap penting. Bila perlu ia harus

disembunyikan, agar orang tak perlu

melihatnya. Halaman depan, ruang tamu,

adalah tempat favorit yang harus dipercantik

terlebih dahulu. Jadilah Entikong terabaikan.

Bayangkan, bila kita susuri jalan raya –satu-

satunya- yang ada di kota kecamatan itu,

hampir semua barang kebutuhan sehari

bertajuk negeri jiran. Semua warung, kedai dan

toko tak ragu memamerkan tabung gas

Petronas, sia-sia mata ini mencari tabung biru 12

kg atau tabung melon kebanggaan tukang mie

ayam di Jakarta. Beras, kebutuhan mutlak

mulut-mulut manusia Indonesia, pun

didatangkan dari seberang. Tak terlihat bareh

solok yang ambooi nikmatnya, atau beras

Cianjur yang pulennya alaamaak.

Bukan salah mereka bila harus “bergantung

hidup” kepada orang lain. Bukan salah mereka

pula bila setiap hari –dari ujung rambut hingga

ujung kaki- semua kebutuhan dipenuhi dari

Malaysia. Bukan, bukan salah mereka. Bukan

salah mereka juga bila nasionalisme mereka

tergerus sedikit-sedikit, generasi demi generasi.

Bahkan untuk berobatpun mereka memilih

“menyeberang”, karena di sana lebih “hospital”

ketimbang Puskesmas. Lebih murah, lebih

lengkap dan tentu saja lebih meyakinkan.

Sulitnya transportasi dari Ibukota Provinsi ke

sini sudah kita ekspos habis-habisan di artikel

sebelumnya. Dengan kondisi jalan yang “luar

biasa” seperti itu, hampir mustahil ada

pengusaha yang mampu “mengalahkan”

murahnya produk tetangga. Dalam kondisi

semacam ini, hukum ekonomi yang berbicara.

Harga murah, barang berkualitas tentu tak

terhingga pangsa pasarnya. Celakanya, kondisi

semacam ini dimanfaatkan dengan sempurna

oleh para pengusaha yang semata hanya

mencari keuntungan, tanpa peduli segala

macam aturan lalu lintas barang melalui

perbatasan.

Mereka berusaha memasukkan barang lewat

berbagai jalur. Mulai dari yang legal melalui

pintu perbatasan, menerobos pagar perbatasan,

hingga melalui hutan-hutan sepanjang garis

perbatasan. Hasil pemantauan Auditoria

menunjukkan, betapa panjangnya garis yang

membatasi wilayah kita dengan negeri jiran.

Mustahil diawasi “hanya” oleh petugas Bea

Cukai, 24 jam sehari, tujuh hari seminggu. Maka

mengalirlah produk tetangga dengan derasnya.

Menembus batas-batas terjaga, yang “terjaga”

dan tak terjaga. Diperlukan “kehadiran” semua

pihak dalam menjaga perbatasan. TNI, Polri,

Imigrasi, Karantina dan Bea Cukai harus berdiri

bersama dalam irama yang senada. Satu saja

irama sumbang tercipta, rusak pagar sepanjang

mata.

Cobalah tengok kondisi Pos Lintas Batas (PLB),

sekilas saja, tak usah berlama-lama. Dengan

mudah kita bisa menilai, di sana indah, di sini

gundah. Di sini semrawut, di sana tertib. Di sana

rapi, di sini kumuh. Tapi mengutuki kegelapan

bukanlah watak mulia bangsa kita. Pancasila tak

mengatur sila tentang mengeluh. Kita harus

tetap memandang positif semua kekurangan ini.

Memang benar, pepatah “rumput tetangga lebih

segar” kali ini ada benarnya. Karena halaman

kita tak berumput, dan kita tak mau menanam

rumput di sana. Kita lebih suka menatap

rumput di rumah tetangga.

Maka rasa optimisme itu kembali mencuat

ketika Presiden kita menyambangi PLB

Entikong. Meski tak melalui jalan darat, itu

sudahlah cukup. Beliau pasti tahu, transportasi

ke sana mesti diperbaiki total.

Infrastruktur mesti dibenahi. Visi beliau

mengubah “halaman belakang” menjadi “etalase

negeri” sungguh sangat pantas didukung semua

pihak. Gelontoran dana trilyunan pasti bisa

mengubah wajah PLB Entikong.

Tapi jangan lupa, berbicara tentang Entikong

tak melulu soal infrastruktur. Mempercantik

Pos perbatasan tentu baik, asal bukan hanya

mengganti casing saja. Memperbaiki jalan,

jembatan, pos perbatasan tentu mendesak.

Namun yang jauh lebih penting adalah

meningkatkan taraf hidup masyarakat,

menanamkan budaya taat hukum, sekaligus

menanamkan kembali nasionalisme yang

mulai pudar. Banyak pihak menengarai,

inilah sejatinya akar masalah di perbatasan.

Sudah saatnya Badan Nasional Pengelola

Perbatasan (BNPP), Bea Cukai, TNI, Polri,

Imigrasi, Karantina, Pemda setempat, Pers

dan Dewan Adat bergandeng tangan.

Permasalahan Entikong terlalu kompleks jika

hanya diletakkan di bahu Bea Cukai saja.

(cwl, Juni 2015)

34 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 35

liputankhususliputankhusus

Foto: Fanpage Entikong

Page 19: Edisi April - Juni 2015

liputankhusus

Bentuk komitmen pengendalian

gratifikasi pihak Kemenkeu berupa

penandatanganan komitmen antara

Menteri Keuangan dengan KPK diikuti

dengan penandatanganan kertas kanvas

besar oleh para pejabat eselon I di

lingkungan Kemenkeu. “Kegiatan ini

diselenggarakan sebagai wujud dari

komitmen Kementerian Keuangan dalam

pengendalian gratifikasi dan sarana

sosialisasi bagi para pejabat, pegawai, serta

para stakeholders eksternal terkait dengan

penanganan gratifikasi”, ujar Inspektur

Jenderal, Sonny Loho, saat membuka acara.

Sonny Loho juga menjelaskan bahwa untuk

menunjang efektivitas pengendalian

gratifikasi, maka dibentuklah suatu Unit

Pengendali Gratifikasi (UPG) sebagai unit

pelayanan dan informasi gratifikasi. Unit ini

ditempatkan di unit kerja yang berfungsi

sebagai Unit Kepatuhan Internal pada

kantor pusat, kantor wilayah, dan kantor

pelayanan di seluruh eselon I Kemenkeu.

Adapun Inspektorat Jenderal akan menjadi

UPG koordinator yang akan menjalankan

tugas-tugas koordinatif terkait gratifikasi,

baik terhadap unit internal maupun

eksternal Kemenkeu.

Menteri Keuangan, Bambang P.S.

Brodjonegoro, menjabarkan beberapa poin

penting di pidato sambutannya pada pagi

hari itu. "Kita mengetahui bersama, bahwa

terdapat kebiasaan di masyarakat berupa

pemberian tanda terima kasih kepada

aparat atau petugas atas jasa yang telah

diberikan, baik berupa barang atau uang,

yang mana jasa tersebut merupakan

kewajiban aparat bersangkutan. Pemberian

kepada aparat inilah yang merupakan

bentuk gratifikasi. Ini kebiasaan negatif dan

memicu perilaku koruptif di kemudian hari.

Potensi inilah yang ingin kita cegah", tegas

Menteri Bambang.

Fakta menunjukkan bahwa masyarakat

masih belum memahami makna dari

gratifikasi. Hal ini terbukti kala KPK

melakukan survei tentang pemahaman

gratifikasi di Kementerian ESDM pada

tahun 2011, yang hasilnya adalah 31%

masyarakat belum tahu jika gratifikasi itu masuk

dalam ranah korupsi. “Untuk menunjang

efektivitas pengendalian gratifikasi, diperlukan

pemahaman dan partisipasi aktif dari masyarakat

dan stakeholders. Di sinilah peran aparatur dengan

menolak atau melaporkan pemberian hadiah bila

berhubungan dengan jabatan. Kita juga harus

sosialisasi seluas-luasnya”, jelas Bambang.

Dia juga memuji sikap Presiden Joko Widodo

yang melarang segala pemberian pada resepsi

pernikahan putra sulungnya, Gibran Rakabumi

Raka, belum lama ini. "Sebagai aparatur negara

kita harus contoh beliau sebagai teladan", ujarnya.

Pelaksana tugas KPK, Taufiequrachman Ruqi,

dalam sambutannya mencoba mengaitkan

aktivitas puasa dengan komitmen anti gratifikasi.

Menurutnya, puasa itu adalah suatu pengendalian

diri. Untuk pengendalian diri ini, dibutuhkan

sebuah komitmen. Komitmen itulah yang harus

kita pegang teguh untuk menanggulangi

gratifikasi di lingkungan aparat negara.

Rabu (24/6), bertempat di Aula Mezzanine Gedung Djuanda I, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepakat untuk menandatangani komitmen pengendalian gratifikasi di lingkungan Kemenkeu. Kegiatan ini merupakan implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 83/PMK.01/2015 tentang Pengendalian Gratifikasi.

PENANDATANGANANKOMITMENPENGENDALIAN GRATIFIKASI

36 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 37

Foto: Panji Pradana Putra

Penulis: Panji Pradana Putra Pelaksana Bagian Umum & Komunikasi Pengawasan

Page 20: Edisi April - Juni 2015

ari berita tersebut ada satu kata yang Dsering kita dengar terutama bagi

auditor yang melakukan pengawasan

terhadap pengadaan barang/jasa yaitu kata

”Persekongkolan lelang/tender”,

sesungguhnya sepakbola gajah yang

dimainkan oleh PSS Sleman dengan PSIS

Semarang dalam laga tersebut merupakan

cerminan pola pikir sebagian pelaku usaha

maupun pejabat/pelaksana pengadaan

barang/jasa di Indonesia dalam pelaksanaan

lelang. Adapun modus persekongkolan lelang

sangat bervariasi dan tidak hanya terjadi pada

tahap pelaksanaan lelang saja, namun juga

pada tahap inisiasi kebutuhan pengadaan,

penyusunan anggaran, perencanaan

pengadaan, penyusunan spesifikasi dan pagu

HPS (Harga Perkiraan Sementara) serta

pelaksanaan lelang.

Umumnya masyarakat baru mengetahui

adanya indikasi persekongkolan dalam lelang

pengadaan barang/jasa setelah pemenang

lelang menyatakan (tidak mampu wanprestasi

menyelesaikan pekerjaan) dan setelah digali

lebih dalam ternyata pemenang lelang tersebut

hanyalah pelaku/perantara/makelar dari

pelaksana kegiatan yang sebenarnya sehingga

baik dari aspek pemenuhan kualitas maupun

pencapaian target waktu penyelesaian jauh

dari persyaratan yang telah ditetapkan dalam

dokumen lelang/kontrak. Adakalanya

masyarakat mengetahui secara kasat mata

bahwa terdapat calon yang secara kualifikasi

maupun teknis tidak mampu melaksanakan

pengadaan barang/jasa tetapi justru menjadi

pemenang lelang.

Dalam praktiknya, terjadinya persekongkolan

dapat terjadi melalui kesepakatan-kesepakatan

antar pelaku usaha, antar pemilik pekerjaan

(Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat

Komitmen dan/atau Panitia Pengadaan)

maupun antara kedua pihak tersebut.

Persekongkolan tender ini bertujuan untuk

membatasi pesaing lain yang berpotensi untuk

berusaha dalam pasar bersangkutan dengan

cara menentukan pemenang lelang. Secara

umum persekongkolan dalam lelang dapat

digolongkan dalam tiga jenis yaitu:

1 Persekongkolan Horizontal. , yaitu

persekongkolan yang terjadi antara pelaku

usaha (penyedia barang/jasa) dengan

sesama pelaku usaha saingannya.

Persekongkolan ini dapat dikategorikan

sebagai persekongkolan dengan

menciptakan persaingan semu di antara

peserta tender.

2. , yaitu Persekongkolan Vertikal

persekongkolan yang terjadi antara salah

satu atau beberapa pelaku usaha dengan

panitia pengadaan (pengguna barang dan

jasa) atau pemilik/pemberi pekerjaan.

Persekongkolan ini dapat terjadi dalam

bentuk kerjasama antara panitia

pengadaan (pengguna barang/jasa) atau

pemilik pekerjaan dengan salah satu atau

beberapa peserta lelang.

3. Persekongkolan Horizontal dan Vertikal,

yaitu persekongkolan antara panitia

pengadaan (pengguna barang/jasa) atau

pemilik/pemberi pekerjaan dengan pelaku

usaha. Persekongkolan ini adalah lelang

fiktif di mana panitia pengadaan, pemberi

pekerjaan, maupun para pelaku usaha

melakukan proses lelang hanya secara

administratif dan tertutup.

Sebenarnya persekongkolan dan setiap

perbuatan pelaku usaha yang bertujuan

menghambat atau bertentangan dengan

prinsip usaha yang sehat (termasuk di

dalamnya pembatasan akses pasar, kolusi dan

tindakan lain yang bertujuan menghilangkan

persaingan dalam pengadaan barang dan jasa)

secara tegas dilarang melalui beberapa

ketentuan dan aturan, diantaranya adalah

sebagai berikut:

1. Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan

Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat dalam pasal 22 disebutkan

bahwa Pelaku usaha dilarang

bersekongkol dengan pihak lain untuk

mengatur dan atau menentukan

pemenang tender sehingga dapat

mengakibatkan terjadinya persaingan

usaha tidak sehat.

2. Pasal 83 ayat (1) huruf e Peraturan

Presiden nomor 54 Tahun 2010 jo.

Peraturan Presiden nomor 70 Tahun 2012

antara lain menyebutkan bahwa ULP

menyatakan bahwa pelelangan gagal

apabila dalam evaluasi penawaran

ditemukan bukti/indikasi terjadi

persaingan tidak sehat.

3. Penjelasan pasal 83 ayat 1 huruf e

Peraturan Presiden nomor 54 Tahun 2010

jo. Peraturan Presiden nomor 70 Tahun

2012 antara lain menyebutkan bahwa

Indikasi persekongkolan antar Penyedia

Barang/Jasa harus dipenuhi sekurang-

kurangnya 2 (dua) indikasi di bawah ini:

a) Terdapat kesamaan dokumen teknis,

antara lain: metode kerja, bahan, alat,

analisa pendekatan teknis, harga

satuan, dan/atau spesi�asi barang

yang ditawarkan (merk/tipe/jenis)

dan/atau dukungan teknis;

b) Seluruh penawaran dari Penyedia

mendekati HPS;

c) Adanya keikutsertaan beberapa

Penyedia Barang/Jasa yang berada

dalam 1 (satu) kendali;

SEPAK BOLAGAJAH

&LELANG

PENGADAAN

Masih lekat dalam memori kita kasus yang mencoreng muka persepakbolaan Indonesia dengan adanya laga PSS Sleman dan PSIS Semarang pada babak delapan besar Divisi Utama tanggal 26 Oktober 2014, dimana kedua tim secara memalukan memamerkan “sepak bola gajah”. Dalam laga tersebut, kedua tim sengaja membuat persekongkolan dengan mengatur 5 gol bunuh diri di 10 menit akhir pertandingan.

KPA/PPK/PANITIA PENGADAAN

PENYEDIABARANG/JASA

PENYEDIABARANG/JASA

PENYEDIABARANG/JASA

PENYEDIABARANG/JASA

Gambar 1. Persekongkolan horizontal

KPA/PPK/PANITIA PENGADAAN

PENYEDIABARANG/JASA

PENYEDIABARANG/JASA

PENYEDIABARANG/JASA

PENYEDIABARANG/JASA

Gambar 2. Persekongkolan vertikal

KPA/PPK/PANITIA PENGADAAN

PENYEDIABARANG/JASA

PENYEDIABARANG/JASA

PENYEDIABARANG/JASA

PENYEDIABARANG/JASA

Gambar 3. Persekongkolan horizontal dan vertikal

ragampengawasan ragampengawasan

38 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 39

Penulis: Riza Faiz Ahmad Auditor Pertama Inspektorat V

Page 21: Edisi April - Juni 2015

d) Adanya kesamaan/kesalahan isi dokumen

penawaran, antara lain

kesamaan/kesalahan pengetikan, susunan,

dan format penulisan;

e) Jaminan penawaran dikeluarkan dari

penjamin yang sama dengan nomor seri

yang berurutan.

4. Pasal 118 ayat (1) a Peraturan Presiden

nomor 54 Tahun 2010 jo. Peraturan

Presiden nomor 70 Tahun 2012

menyebutkan bahwa Perbuatan atau

tindakan Penyedia Barang/Jasa yang dapat

dikenakan sanksi adalah berusaha

mempengaruhi ULP/Pejabat Pengadaan/pihak

lain yang berwenang dalam bentuk dan cara

apapun, baik langsung maupun tidak

langsung guna memenuhi keinginannya yang

bertentangan dengan ketentuan dan prosedur

yang telah ditetapkan dalam Dokumen

Pengadaan/Kontrak, dan/atau ketentuan

peraturan perundang-undangan.

5. Pasal 118 ayat (1) b Peraturan Presiden

nomor 54 Tahun 2010 jo. Peraturan

Presiden nomor 70 Tahun 2012

menyebutkan bahwa perbuatan atau

tindakan Penyedia Barang/Jasa yang dapat

dikenakan sanksi adalah: melakukan

persekongkolan dengan Penyedia Barang/Jasa

lain untuk mengatur Harga Penawaran diluar

prosedur pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa,

sehingga

mengurangi/menghambat/memperkecil

dan/atau meniadakan persaingan yang sehat

dan/atau merugikan orang lain;

B erikut ini beberapa contoh modus

persekongkolan yang sering ditemukan tim

audit Inspektorat Jenderal Kemenkeu saat

melaksanakan audit pengadaan barang dan

jasa di lingkungan Kementerian Keuangan,

yaitu:

1. Modus dan indikasi persekongkolan dalam

beberapa kasus telah dimulai sejak tahap

perencanaan kebutuhan barang dan jasa.

Kebutuhan barang dan jasa tidak disusun

secara memadai pada saat penyusunan

anggaran. Hal ini dapat ditunjukkan melalui

nilai anggaran yang diajukan oleh KPA

tidak diuraikan secara rinci sesuai dengan

jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan.

2. Modus dan indikasi persekongkolan dalam

tahap pelaksanaan pengadaan barang dan

jasa, diantaranya:

1) Indikasi dalam tahap persiapan lelang,

diantaranya:

a. Penggabungan dan pemecahan paket

yang tidak sesuai ketentuan;

b. Penyusunan dokumen lelang yang

tidak memadai (tidak semua

informasi yang dibutuhkan dalam

lelang dituangkan dalam dokumen

pengadaan);

c. Ruang lingkup pekerjaan tidak

dijelaskan secara rinci dalam KAK;

d. Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri

(HPS) yang tidak sesuai ketentuan

dan cenderung terjadi kemahalan dan

bahkan dalam kasus tertentu HPS

disusun hanya berdasarkan usulan

harga dari penyedia jasa tertentu

yang terkait atau berafiliasi dengan

pemenang lelang;

e. Penyusunan persyaratan spesifikasi

yang diskriminatif dan mengarah

pada merek/produk tertentu serta

tambahan persyaratan berupa surat

dukungan dari pemegang principal/

merek.

2) Indikasi pengaturan dalam pelaksanaan

lelang.

D eksternalari faktor , ditemukan

indikasi pengaturan lelang dilakukan

oleh penyedia barang/jasa yang dapat

ditunjukkan sebagai berikut:

a. Pemberian dukungan oleh

principal/pemilik merek/agen

pemegang merek yang diskriminatif

(dukungan hanya diberikan kepada

penyedia tertentu saja). Hal ini

mengakibatkan tidak terbukanya

persaingan antar peserta dalam

proses pelelangan.

b Internet . Adanya penggunaan alamat

Protocol (IP Address) yang sama

berulang kali terhadap paket-paket

lelang di lingkungan Kementerian

Keuangan. Hal ini mengindikasikan

bahwa proses penawaran lelang

dilakukan dari sumber/lokasi yang

sama dalam waktu yang hampir

bersamaan untuk kepentingan

sekelompok perusahaan penyedia;

c. Adanya kemiripan gaya bahasa dan

kesalahan yang sama pada bagian

dokumen penawaran dari para

peserta lelang. Hal ini menunjukkan

dugaan bahwa dokumen penawaran

dikerjakan oleh pihak yang sama;

d. Adanya kesamaan/hubungan sejarah

antar pemilik perusahaan/satu

kelompok usaha yang diketahui dari

akta notaris atas pendirian

perusahaan-perusahaan tersebut.

Hal ini mengindikasikan hubungan

kepemilikan diantara perusahaan

penyedia terkait.

S internaledangkan dari faktor ,

ditemukan indikasi pengaturan lelang

dilakukan oleh pelaksana pengadaan

yang dapat ditunjukkan sebagai

berikut:

a. Pemberian penjelasan yang tidak

memadai dan/atau perubahan

dokumen yang bertujuan

memenangkan peserta tertentu;

b. Evaluasi kualifikasi, administrasi

dan/atau teknis tidak sesuai

ketentuan (meluluskan peserta yang

tidak memenuhi persyaratan).

3) Secara umum apabila dalam

pelaksanaan lelang telah ditemukan

indikasi pengaturan lelang, maka

biasanya dalam tahap pelaksanaan

kontrak juga ditemukan beberapa

kelemahan, antara lain:

a. Pekerjaan yang tidak terealisasi

dan/atau tidak sesuai dengan

kontrak;

b. Jangka waktu pelaksanaan

pekerjaan tidak sesuai dengan

realisasi;

c. Lingkup pelaksanaan pekerjaan

tidak sesuai dengan kontrak.

Berdasarkan beberapa hasil pengawasan

pengadaan barang dan jasa yang dilakukan

Inspektorat Jenderal Kemenkeu, pada paket-

paket pengadaan yang diindikasikan terjadi

persekongkolan lelang seringkali dijumpai

pula adanya temuan kemahalan harga/harga

pengadaan yang tidak wajar, mark

up/penggelembungan volume pekerjaan,

ketidaksesuaian spesifikasi barang/jasa dan

keterlambatan penyelesaian pekerjaan yang

berpotensi merugikan keuangan negara.

Adapun beberapa faktor yang mendorong

terjadinya persekongkolan dan pengaturan

lelang, diantaranya:

ragampengawasan ragampengawasan

40 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 41

Page 22: Edisi April - Juni 2015

1. Faktor eksternal

a. Adanya kartel pengadaan/asosiasi yang

mengatur persaingan antarpelaku usaha

di luar;

b. Terbatasnya penyedia barang dan jasa

yang bergerak dalam bidang tertentu.

2. Faktor Internal

a favoritism. Adanya /kecenderungan dari

KPA/PPK/Panitia Pengadaan untuk

memenangkan penyedia tertentu;

b. Keinginan Panitia Pengadaan

menghindari adanya lelang ulang

(biasanya untuk pengadaan dengan

peserta lelang yang berminat

terbatas/sedikit);

c. Keraguan PPK/Panitia Pengadaan akan

kualitas penyedia barang/jasa apabila

dilakukan lelang secara terbuka;

d. Adanya kolusi, korupsi, suap, dan

nepotisme.

Mengingat persekongkolan lelang dalam

pengadaan barang dan jasa pemerintah dapat

menghambat terciptanya persaingan usaha

sehat dan tidak diperolehnya barang dan jasa

dengan harga wajar, tidak tercapainya target

kualitas barang/jasa yang diharapkan dan

pada akhirnya berujung pada terjadinya

Kerugian Negara, maka dalam hal ini peran

aktif Itjen menjadi sangat dibutuhkan baik

secara preventif melalui kegiatan sosialisasi,

monitoring, evaluasi, konsultasi dan probity

audit (on going process audit) maupun secara

kuratif melalui post-audit (audit pasca

penyelesaian pekerjaan) dan untuk

mendukung pelaksanaan peran Itjen tersebut

perlu ada sinergi dan kerjasama yang

konstruktif dan berkesinambungan dengan

pihak-pihak terkait seperti Komisi Pengawas

Persaingan Usaha (KPPU) terkait dengan

adanya keterlibatan pihak eksternal di luar

kewenangan Itjen dalam mengatur pelelangan.

Dan perlu kita ketahui bersama bahwa modus

pengaturan lelang terus berkembang seiring

dengan semakin kerasnya tingkat persaingan

antar pelaku usaha, maka untuk mendorong

dan mendukung terciptanya pengadaan

barang dan jasa yang sehat dan menghindari

adanya tindakan persekongkolan ataupun

kecurangan dalam lelang di lingkungan

Kementerian Keuangan, kita sebagai auditor

internal harus semakin meningkatkan wawasan

dan pengembangan diri terutama terkait pola

modus kecurangan dan/atau persaingan tidak

sehat antar pelaku usaha yang terus

berkembang di luar.

Akhir kata mari kita kembangkan wawasan

kita dan jangan berpuas diri karena tantangan

ke depan yang akan kita hadapi juga akan

semakin kompleks dan berkembang.

ungguh menarik tulisan Saudari Analis

SIndriatun dalam majalah Auditoria Vol

VII No.41 Edisi Januari-Maret 2015 yang

berjudul “Menerapkan Prinsip Audit Syariah

di Itjen, Mungkinkah?”. Perkembangan

Ekonomi Syariah di Indonesia pasca lahirnya

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah memang cukup

pesat. Saat ini, istilah ekonomi syariah atau

perbankan syariah bukan lagi menjadi hal

yang asing bagi kita. Apalagi, hampir setiap

bank besar yang ada di Indonesia memiliki

minimal unit perbankan syariah. Penerapan

prinsip syariah dalam ekonomi Indonesia juga

memasuki sektor keuangan publik dengan

terbitnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.

Inspektorat Jenderal sebagai unit Aparat

Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

melaksanakan pengawasan intern atas

pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian

Keuangan, tentu saja memiliki kemungkinan

dalam melaksanakan prinsip audit syariah,

khususnya dalam melakukan pengawasan

Perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memang

cukup pesat. Saat ini, istilah ekonomi syariah atau perbankan syariah bukan lagi menjadi hal yang asing bagi kita. Apalagi, hampir setiap

bank besar yang ada di Indonesia memiliki minimal unit perbankan syariah. Penerapan prinsip syariah dalam ekonomi Indonesia juga

memasuki sektor keuangan publik dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.

ragampengawasan

42 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 43

Penulis: Wira Jeffris O.Pelaksana Bagian SDM

Page 23: Edisi April - Juni 2015

ragampengawasan

terhadap pengelolaan Surat Berharga Syariah

Negara oleh Direktorat Jenderal Pembiayaan

dan Pengelolaan Resiko (DJPPR) sebagai salah

satu unit eselon I di lingkungan Kementerian

Keuangan.

Sebelum mengulas lebih jauh tentang

kemungkinan penerapan prinsip audit syariah

di lingkungan Inspektorat Jenderal dengan

segala peluang dan tantangannya, penulis

ingin menyampaikan kembali mengenai

prinsip audit yang sudah ada dan

membandingkan dengan prinsip audit syariah

yang diungkapkan dalam tulisan Saudara

Analis Indriatun.

Dalam Standar Audit Intern Pemerintah

Indonesia (2013 : 3) disebutkan bahwa Audit

Intern adalah kegiatan yang independen dan

obyektif dalam bentuk pemberian keyakinan

( ) dan konsultansi (assurance activities consulting

activities cang untuk memberi ), yang diran

nilai tambah dan meningkatkan operasional

sebuah organisasi. Sedangkan Haniffa (2010)

dan Sultan (2007) dalam Analis (2015)

menyatakan bahwa audit syariah adalah

pemeriksaan kepatuhan suatu lembaga

keuangan slam terhadap syariah, dalam I

semua kegiatannya yang tidak hanya terbatas

pada produk, tetapi juga teknologi yang

mendukung operasi, proses operasional,

orang-orang yang terlibat dalam area utama

risiko dan aktivitas lain yang membutuhkan

kepatuhan terhadap prinsip syariah. Menurut

penulis, kegiatan audit intern dalam bentuk

pemberian keyakinan ( ) assurance activities

mencakup kegiatan pengujian kepatuhan

terhadap sebuah pedoman atau kriteria.

Pedoman atau kriteria dalam kegiatan

ekonomi syariah adalah fatwa Dewan Syariah

Nasional (DSN) sebagai lembaga yang

memiliki otoritas dalam menyatakan

kesesuaian suatu kegiatan ekonomi dengan

hukum syariah. Dengan adanya ketentuan

yang menjadi standar yang berlaku secara

nasional, akan membantu auditor untuk

melaksanakan audit syariah sebagai sebuah

proses perbandingan antara fakta dan kriteria

yang telah ditentukan dalam sebuah fatwa

lembaga yang diakui.

Dengan membandingkan pengertian audit

internal dan audit syariah, serta kondisi yang

ada dalam perkembangan keuangan syariah di

sektor publik, penulis berpendapat bahwa

Inspektorat Jenderal selaku Aparat Pengawasan

Intern Pemerintah (APIP) di lingkungan

Kementerian Keuangan diberikan kewenangan

untuk melakukan pengawasan terhadap

kegiatan yang dilaksanakan DJPPR melalui

kegiatan pemberian keyakinan berupa audit

kepatuhan ( ) dengan compliance audit

menggunakan kriteria berupa fatwa yang telah

ditetapkan DSN dalam proses penerbitan Surat

Berharga Syariah Negara (SBSN).

Sesuai dengan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 246 Tahun 2014

tentang Organisasi dan Tata Kerja

Kementerian Keuangan, Direktorat

Pembiayaan Syariah adalah salah satu unit

eselon II di lingkungan DJPPR yang

mempunyai tugas mulai dari melaksanakan

perumusan dan pelaksanaan kebijakan,

penyusunan norma, standar, prosedur dan

kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan

evaluasi di bidang pembiayaan syariah. Dalam

pelaksanaan tugasnya, Direktorat Pembiayaan

Syariah terdiri atas 5 Subdirektorat dan 1

Kelompok Jabatan Fungsional. Subdirektorat

Pengelolaan Transaksi Surat Berharga Syariah

Negara bertugas melakukan kegiatan yang

bersifat transaksi dan berhubungan dengan

pasar surat berharga. Subdirektorat

Pengembangan Pasar Surat Berharga Syariah

Negara bertugas melaksanakan kegiatan yang

bersifat pengembangan produk dan pasar.

Subdirektorat Analisis Keuangan dan Pasar

Surat Berharga Syariah Negara bertugas

melaksanakan kegiatan yang bersifat analisis

terkait pasar, harga, dan likuiditas.

Subdirektorat Peraturan Surat Berharga Syariah

Negara dan Evaluasi Kinerja bertugas

melaksanakan kegiatan terkait aspek hukum

dan pengelolaan aset yang menjadi jaminan

(underlying asset) dalam penerbitan SBSN.

Inspektorat Jenderal, khususnya Inspektorat III

mempunyai tugas melaksanakan penyiapan

perumusan kebijakan pengawasan intern,

pengawasan terhadap kinerja dan keuangan

serta pengawasan untuk tujuan tertentu

melalui audit, review, evaluasi, pemantauan,

dan kegiatan pengawasan lainnya atas

pelaksanaan tugas pada unit yang menangani

bidang perbendaharaan dan pengelolaan

pembiayaan dan risiko, serta penyusunan

laporan hasil pengawasan. Oleh karena itu,

Inspektorat Jenderal melalaui Inspektorat III

mempunyai kemungkinan, bahkan sebuah

tugas yang melekat untuk memberikan

keyakinan bahwa dalam pelaksanaan

pembiayaan melalui instrumen SBSN telah

sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang ada, termasuk

fatwa DSN sebagai landasan hukum

syariahnya.

Dalam menerapkan sebuah disiplin

ilmu yang masih dalam

perkembangan dan sudah digunakan

sebagai instrumen pembiayaan suatu negara,

pengawasan terhadap pengelolaan

pembiayaan syariah menjadi sebuah peluang

sekaligus tantangan. Sebagai sebuah negara

dengan jumlah penduduk muslim terbesar di

dunia, potensi pengembangan pasar dan

produk pembiayaan syariah sangat terbuka

lebar. Sebagai instrumen dengan tingkat risiko

yang bisa dikatakan cukup terkendali karena

menerapkan margin atau imbalan investasi

yang tetap dan dijamin dengan aset (underlying

assets) peluang pengembangan pasar SBSN

cukup menjanjikan, khususnya bagi para

investor dalam negeri yang menginginkan

portofolio yang relatif aman dengan imbalan

yang stabil.

Selain menguntungkan bagi investor, SBSN

juga memberikan keuntungan bagi pemerintah

dalam rangka peningkatan pembangunan

infrastruktur yang menjadi salah satu agenda

utama pemerintah saat ini melalui SBSN

dengan metode PBS (project-based sukuk), di

mana proyek infrastruktur yang telah

dicantumkan dalam APBN menjadi aset yang

dijaminkan dalam penerbitan SBSN. Menurut

Hariyanto (2015) peran SBSN sebagai

instrumen fiskal menunjukan tren

peningkatan, penerbitan SBSN dari hanya

senilai Rp 4,7 triliun pada tahun 2008 menjadi

sebesar Rp 75,54 triliun pada tahun 2014. Pada

tanggal 20 Februari 2015 lalu juga telah

dilaksanakan peluncuran SR 007 oleh Menteri

Keuangan di aula Mezzanine dengan

Pernyataan Kesesuaian Syariah DSN-MUI

Nomor: B-043/DSN-MUI/II/2015 tanggal 17

Februari 2015. Berbagai peluang yang ada

dalam pengelolaan SBSN tentu memerlukan

peran serta Inspektorat Jenderal untuk

melakukan pengawasan khususnya yang

bersifat assurances melalui pendekatan audit

kepatuhan terhadap fatwa DSN dan peraturan

perundang-undangan lain tentang keuangan

negara, khususnya pembiayaan.

Selain peluang yang terbuka lebar dalam

rangka pengembangan SBSN sebagai salah

satu instrumen fiskal, terdapat tantangan yang

cukup besar dalam pengawasan pengelolaan

pembiayaan syariah. Pertama, instrumen SBSN

merupakan salah satu instrumen dalam ranah

keuangan publik syariah yang masih terus

berkembang, baik dalam aspek hukum

syariah, produk serta pasar. Kedua,

dibutuhkan kompetensi lebih dalam

Direktorat Pembiayaan Syariah dan Inspektorat III

Implementasi: Peluang danTantangan

ragampengawasan ragampengawasan

44 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 45

Page 24: Edisi April - Juni 2015

ragampengawasan

sahurrr

sahurrr

sahurrr

sahurrr

zzz...zzzzzz...zzz

zzz...

zzz...zzz

((DUG..D

UG))((((

(DUG..D

UG))))

)

((DUG

..DUG

))

((DUG

..DUG

))

S P

pemahaman aspek hukum syariah dan juga

ekonomi syariah selain kompetensi di bidang

audit untuk menjamin pelaksanaan audit

berdasarkan due professional care. Ketiga,

sosialiasi yang lebih efektif kepada masyarakat

pada umumnya dan juga APIP secara khusus

tentang inklusivitas instrumen keuangan

syariah, sehingga dapat dimanfaatkan oleh

kaum muslim dan non muslim sebagai

perwujudan salah satu maqasid syariah, yaitu

mengembangkan harta manusia.

Penerapan prinsip syariah dalam

ekonomi Indonesia telah memasuki

sektor keuangan publik dengan

terbitnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.

Inspektorat Jenderal selaku Aparat

Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di

lingkungan Kementerian Keuangan diberikan

kewenangan melakukan pengawasan terhadap

pengelolaan Surat Berharga Syariah Negara

oleh Direktorat Jenderal Pembiayaan dan

Pengelolaan Resiko (DJPPR) sebagai salah satu

unit eselon I di lingkungan Kementerian

Keuangan yang dilaksanakan oleh Direktorat

Pembiayaan Syariah. Pengawasan yang

dilakukan dalam pengelolaan SBSN menurut

penulis lebih bersifat assurances melalui

pendekatan audit kepatuhan terhadap fatwa

DSN dan peraturan perundang-undangan lain

tentang keuangan negara, khususnya

pembiayaan.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan

AAIPI. 2013. . Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia diunduh dari situs http://aaipi.or.id/ pada tanggal 27 April 2015

Indriatun, Analis. 2015. “Menerapkan Prinsip Audit Syariah di Itjen, Mungkinkah?” dalam Auditoria Vol VII No.41 Edisi Januari-Maret 2015

Hariyanto, Eri. 2015. “Peran Sukuk Negara sebagai Instrumen Fiskal dan Moneter“ diunduh dari situs http://www.kemenkeu.go.id pada 30 April 2015

EPILOG

selamat menunaikan ibadah puasaBERSAMA MEMANEN PAHALATETAP SEHAT & TETAP SEMANGAT

46 | auditoria 2015 ilustrasi Ilafi Rani Yoasti

Page 25: Edisi April - Juni 2015

Dari Mana Pemimpin MemperolehKekuatan (I)

Menjelang pertengahan abad keenam “belas, ketika keshogunan Ashikaga

ambruk, Jepang menyerupai medan

pertempuran raksasa. Panglima-panglima

perang memperebutkan kekuasaan, tapi dari

tengah-tengah mereka tiga sosok besar

muncul, seperti meteor melintas di langit

malam. Ketiga laki-laki itu sama-sama bercita-

cita untuk menguasai dan mempersatukan

Jepang, namun sifat mereka berbeda secara

mencolok satu sama lain: Nobunaga, gegabah,

tegas, brutal; Hideyoshi, sederhana, halus,

cerdik, kompleks; Ieyasu, tenang, sabar, penuh

perhitungan. Falsafah-falsafah mereka yang

berlainan itu sejak dulu diabadikan oleh orang

Jepang dalam sebuah sajak yang diketahui

oleh setiap anak sekolah:

Apa yang membuat ketiga pemimpin Jepang

di abad keenam belas tersebut menjadi

pemimpin terkemuka?

Kepemimpinan pada hakekatnya adalah

bagaimana menggerakkan orang-orang. Para

pemimpin menggerakkan orang-orang

disekitarnya (para pengikut) untuk mencapai

sesuatu yang menjadi tujuan bersama. Tetapi

apakah kekuatan yang dapat membuat para

pemimpin yang berhasil mampu

menggerakkan orang-orang tersebut?

Penelitian di bidang kepemimpinan

mengidentifikasi setidaknya tujuh sumber

kekuatan (power) dari seorang pemimpin

yaitu legitimasi, penghargaan, koersif,

referen, keahlian, informasi, dan hubungan.

Bagaimana jika seekor burung tak

mau berkicau?

Nobunaga menjawab, "Bunuh

saja!"

Hideyoshi menjawab, "Buat

burung itu ingin berkicau."

Ieyasu menjawab, "Tunggu."

(Eiji Yoshikawa, Taiko)

Kekuatan legitimasi (legitimate power)

datang dari posisi pemimpin yang diberikan

dalam organisasi. Inilah jenis kekuatan formal

yang memaksa. Pemimpin yang memiliki

kekuatan yang bersumber dari legitimasi

ketentuan atau jabatan dapat mengalokasikan

sumber daya, memberikan akses kepada

pengikut, dan memberikan penghargaan.

Contoh nyata adalah pemimpin formal dalam

organisasi, pelatih sepakbola, dan guru.

Pemimpin formal secara resmi akan

menggunakan kekuatannya untuk

memberikan tugas, pelatih sepak bola

menggunakan kekuatannya untuk

menentukan pemain yang akan turun

bermain, dan guru memiliki kekuatan untuk

memberikan nilai pada muridnya tanpa

adanya kekuatan yang resmi, mereka semua

tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan

efektif.Bagaimana menggunakan kekuatan ini

dengan tepat? Kekuatan memaksa pemimpin

dengan otoritas resmi (legitimasi) kuat

sepanjang anggota organisasi masih

menginginkan menjadi bagian dari organisasi.

Oleh karena itu, penggunaan kekuatan

legitimasi terhadap bawahan akan efektif

hanya jika diterapkan pada bidang tugas yang

menjadi lingkup bawahan tersebut. Sebagian

besar tugas seorang manajer merupakan

cerminan penggunaan kekuatan ini. Teknik

yang tepat dalam mengeksekusi kekuatan

legitimasi adalah dengan taktik

mempengaruhi dengan konsultasi yaitu

bawahan diajak untuk memberikan masukan

tentang bagaimana cara terbaik untuk

mencapai tujuan bersama.

Bagaimana meningkatkan kekuatan legitimasi

ini?

Legitimate Power

Oda Nobunaga, Toyotomi Hideyoshi, and Tokugawa Ieyasu

alexanderonleadership alexanderonleadership

48 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 49

Page 26: Edisi April - Juni 2015

Selanjutnya, kekuatan penghargaan (reward

power) adalah kemampuan mempengaruhi

orang lain berdasarkan sesuatu yang berharga

bagi mereka. Kekuatan penghargaan akan

mempengaruhi pencapaian kinerja bawahan.

Manajemen memberikan penghargaan sebagai

rangsangan positif untuk mempengaruhi

perilaku bawahan. Penghargaan tidak semata

dalam bentuk penghargaan moneter, tetapi

juga dalam bentuk pujian, pengakuan,

penugasan khusus yang menantang, dan

promosi. Beberapa organisasi seperti KFC dan

Tupperware serta pada umumnya perusahaan

asuransi memberikan berbagai model

penghargaan untuk anggota organisasinya

dari pemberian gelar pegawai bulan ini

sampai liburan mewah ke luar negeri.

Bagian penting dari kekuatan ini adalah

kemampuan pemimpin mengendalikan

sumber daya terutama uang atau anggaran.

Biasanya pimpinan yang lebih tinggi memiliki

1. Aktiflah dalam kegiatan atau proyek

dalam organisasi. Jika ada sebuah

proyek, ambil tanggung jawab untuk

menyelesaikannya. Dengan demikian,

orang-orang akan mempersepsikan

Anda lah yang berwenang dalam

proyek tersebut.

2. Jalankan kekuasaan yang berasal dari

legitimasi ini secara teratur. Lakukan

pemantauan bahwa kebijakan,

prosedur, dan ketentuan dipatuhi dan

tujuan orgainsasi dapat tercapai.

3. Gunakan persuasi rasional terutama

jika kekuatan legitimasi Anda dirasa

kurang memadai.

4. Dukung kekuasaan legitimasi Anda

lah dengan penghargaan dan

hukuman yang merupakan dasar bagi

kekuatannya.

kekuatan penghargaan ini dibanding pimpinan

level rendah yang memiliki keterbatasan dalam

hal alokasi sumber daya.

Bagaimana menggunakan kekuatan ini dengan

tepat? Bob nelson dan Ken Blanchard menulis

buku “1001 Cara Menghargai karyawan”. Buku

tersebut berisi berbagai macam cara

menghargai karyawan dari penghargaan yang

dapat diberikan sehari-hari sampai program

penghargaan khusus. Penggunaan kekuatan ini

harus dilakukan dengan tepat. Penghargaan

hanya diberikan kepada karyawan atau

anggota organisasi yang melaksanakan tugas

dengan benar dan mencapai tujuan. Dengan

pemberian penghargaan ini, bawahan akan

memiliki motivasi yang tinggi dalam

melaksanakan kegiatan pencapaian tujuan.

Jadi, kekuatan penghargaan ini mendasarkan

pada kekuatan timbal balik- saya memberi

sesuatu dan Anda harus memberi sesuatu.

Kekuatan penghargaan akan meningkat

dengan:

Kekuatan koersif (coersif power). Kekuatan

koersif merupakan kekuatan untuk

menghukum atau menunda penghargaan

untuk mendapatkan kepatuhan. Kekuatan ini

ditunjukkan dengan adanya paksaan dengan

kekuatan sehingga bawahan secara cepat akan

mematuhi perintah pimpinan. Kekuatan

koersif juga ditunjukkan dengan penggunaan

kekerasan baik secara fisik atau pun verbal

untuk menundukkan bawahan.

Kekuatan ini bermanfaat untuk

mendisiplinkan bawahan. Bawahan yang sulit

1. Kuasai dan pelihara kendali atas

evaluasi kinerja pegawai dan dasar

pemberian penghargaannya.

2. Temukan nilai apa lagi yang dapat

Anda tawarkan kepada bawahan

sebagai penghargaan (baca buku Bob

Nelson di atas sebagai acuan). Pujian

kepada bawahan dapat dengan cepat

meningkatkan kekuatan penghargaan.

Bawahan yang merasa dihargai akan

mengembalikan penghargaan tersebut

dengan memberikan kekuasaan yang

lebih kepada Anda sebagai pemimpin.

3. Bawahan harus memahami bahwa

pemimpin adalah penentu

penghargaan dan tetapkan kriteria

yang jelas dalam pemberian

penghargaan. Meskipun demikian,

jangan menjanjikan apa yang tidak

akan dapat anda penuhi. Jangan

gunakan penghargaan untuk

memanipulasi untuk kepentingan

pribadi.

diatur dan tidak melaksanakan perintah sesuai

yang diharapkan harus didisplinkan dengan

kekuatan ini. Kekuatan ini efektif hanya jika

digunakan kepada sedikit bawahan dan

didasari dengan batasan yang telah disetujui

bersama. Jika pemimpin menggunakan

kekuatan ini secara meluas terhadap bawahan,

maka kekuasaan pemimpin tersebut mulai

dipertanyakan dan menimbulkan oposisi yang

masif. Bahkan pemimpin yang secara eksesif

menggunakan kekuatan ini dapat secara

bersama- sama dilengserkan. Secara umum,

perkembangan organisasi di dunia

menunjukkan penurunan penggunaan

kekuatan jenis ini. Oleh karena itu, gunakan

kekuatan koersif ini secara minimal dan

sebagai cara terakhir menunjukkan kekuasaan.

Untuk meningkatkan kekuatan koersif ini,

lakukan hal berikut.

Coersif Power

Reward Power

1. Dapatkan kewenangan untuk menggunakan hukuman dan menunda penghargaan.

Meskiun demikian, pastikan bawahan anda mengetahui ketentuan dan hukuman

yang dihadapi, berikan peringatan terlebih dahulu, pahami situasi, tetap tenang,

bangkitkan semangat, gunakan hukuman yang dibenarkan ketentuan, dan berikan

hukuman secara pribadi sehingga tidak mempermalukan bawahan.

2. Jangan gunakan kekuatan koersif untuk kepentingan pribadi.

3. Anda harus tetap tegas. Tetapkan tenggat waktu yang jelas dan selalu monitor

kemajuannya.

alexanderonleadership alexanderonleadership

50 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 51

Penulis: Dr. Alexander Zulkarnain, Ak., M.M., CIA, CCSA, CAInspektur III

Foto: Panji Pradana, pequenio suveniros

Page 27: Edisi April - Juni 2015

agat sepakbola tengah riuh rendah oleh Jkabar kemenangan Barcelona (Barca) di

Liga Champions. Jika ditarik mundur

setahun ke belakang, Barca mengalami nasib

sebaliknya. Tahun lalu, bukan tawa yang

tersemat di wajah para pemain seperti yang

kita lihat baru-baru ini melainkan kepala yang

tertunduk lesu. Rasanya belum hilang dari

ingatan momen ketika pecinta sepakbola

dikejutkan oleh fakta yang awalnya terdengar

seolah bualan belaka. Barcelona dipermalukan

di fase semifinal oleh Bayern Munich dengan

skor agregat 0-7. Saat itu, publik sekali lagi

tersadarkan bahwa tidak ada sesuatu yang

benar-benar pasti di dunia ini. Kala sebagian

besar orang percaya bahwa Barca dan Madrid

yang akan berada di puncak, Dormund and

Bayern justru menjadi tim yang bertanding di

gelaran tertinggi.

Barca dan Madrid adalah favorit pemenang di

Liga Champions tahun lalu. Terdengar ganjil

memang ketika tak satu pun tim unggulan

tersebut lolos ke babak final. Itulah yang

disebut dengan ketidakpastian. Meskipun

terdengar aneh tetapi kemungkinan apapun

bisa saja terpilih untuk terjadi. Sebagai sebuah

klub, Barcelona bisa saja menang di satu

waktu lalu kalah kemudian. Begitu juga

sebaliknya, Barca boleh saja kalah tahun lalu

tetapi selalu memiliki kesempatan untuk

membalik keadaan di lain waktu. Hasil

kontras Liga Champions 2 tahun terakhir

menjadi contoh nyata. Barca kalah tahun lalu

tetapi keluar sebagai juara tahun ini.

Tahun lalu, Borussia Dormund dan Bayern

Munich menghentak kesadaran saya tentang

kemungkinan. Kita semua menjadi saksi

Auditama

BANYAK SEKALI KEMUNGKINAN YANG TERJADI

PADA HIDUP DALAM MEWUJUDKAN MIMPI KITA.

SEBERAPA BESAR KEMUNGKINAN TERSEBUT

MEWUJUDKAN MIMPI?

KEMUNGKINAN

resonansi

vol. VII no. 42 | 53

Penulis: Nur Imroatun S.Pelaksana Bagian Sistem Informasi Pengawasan

Foto: feelgrafix, latotugaverde

Page 28: Edisi April - Juni 2015

bahwa segala sesuatu sesungguhnya mungkin

saja berlaku. Hal yang terdengar sangat tidak

mungkin pada awalnya ternyata selalu

mungkin untuk berlangsung. Pada akhirnya

benar adanya ungkapan “impossible is

nothing”. Kedua tim asal Jerman (Dormund

dan Bayern) telah membuktikan bahwa tidak

ada yang mustahil di dunia ini. Dalam setiap

pertandingan, tiap-tiap tim mengantongi

kemungkinan yang sama untuk menang dan

kalah. Berbekal kepercayaan terhadap

kemungkinan, mereka berusaha sekuat tenaga

mewujudkan cita-cita mereka. Mereka

membuktikan bahwa suara yang meragukan

mereka, tidak mampu menghalangi langkah

untuk memetik takdir manis mereka.

Tahun ini, Barca bangkit dan membuktikan

bahwa kesempatan untuk mendapatkan

sesuatu selalu terbuka. Jika mereka terpuruk

di periode sebelumnya, mereka berusaha

begitu keras untuk tidak kembali terpuruk.

Selalu ada kemungkinan bahwa takdir akan

memihak kita, kita harus memperjuangkannya

dan menyambutnya pada saat yang tepat.

Bayern menghiraukan segala prediksi yang

memihak pada Barca di pertandingan tahun

lalu. Tahun ini, Barca tidak menyerah dan

datang dengan hati yang telah siap bersua

dengan saat tepat untuk menang. Bukankah

ajang Liga Champions tahun lalu dan tahun

ini menyuguhkan gambaran manis tentang

memperjuangkan kemungkinan?

Saya selalu percaya akan kekuatan kata

possibility. Betapa besar energi yang kata itu

berikan kepada kita untuk meraih mimpi.

Dengan kata possibility inilah kita percaya

akan kekuatan diri sendiri dan berpikiran

positif akan hal-hal yang belum terjadi. Karena

esok belum terjadi, kita masih mungkin

mengusahakan apa-apa yang ingin kita

dapatkan. Oleh karena kata kemungkinan, kita

semua bekerja lebih keras untuk membuat hal

yang tidak mungkin menjelma mungkin. Sebab

kata kemungkinan ada di dalam kamus, kita

semua punya harapan dan mimpi. Sebab

semua masih mungkin, kita berhak

merindukan yang terbaik.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering

mengalami hal-hal yang sama sekali tidak

pernah terpikirkan maupun terbayangkan oleh

kita. Banyak orang menyebutnya keajaiban

tetapi kita bisa membumikannya dengan

menamainya kemungkinan. Kemungkinanlah

yang membuka banyak kisah tentang keajaiban

yang telah orang-orang raih di seluruh belahan

Energi dari kata possibility, membuat kita percaya akan kekuatan diri sendiri dan berjuang untuk meraih mimpi-mimpi.

dunia. Sekecil apapun peluang sebuah

kemungkinan, dia masih berhak untuk

terwujud. Ya, kita bisa mewujudkan keajaiban

bukan hanya dengan keberuntungan tetapi

juga dengan usaha.

Kemungkinan menyediakan kekuataan

kepada kita untuk meraih mimpi-mimpi kita.

Kemungkinan menuntun pikiran kita untuk

senantiasa berpikiran positif. Kemungkinan

menginspirasi kita untuk bekerja lebih keras

bahkan tatkala kita sulit mempercayainya.

Kemungkinan memberi harapan sekalipun

kita telah di ambang keputusasaan.

Kemungkinan mengetuk ribuan pintu untuk

menemui mimpi kita. Kemungkinan

menawarkan kesempatan terbaik, raihlah.

Kita akan berterima kasih pada

ketidakpastian—ketidakpastian membuka

kesempatan untuk segenap kemungkinan.

Ketidakmampuan kita untuk memastikan

sesuatu adalah jalan untuk sebuah kata

dashyat bernama kerja keras demi sebuah

tujuan. Ketidakmungkinan yang berubah

menjadi kenyataan adalah keajaiban yang

menjadi nyata. Sementara keajaiban adalah

milik orang yang bekerja keras dan percaya

pada kemungkinan.

Karena segala sesuatu mungkin, mari

melakukan yang terbaik.

resonansiresonansi

54 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 55

Page 29: Edisi April - Juni 2015

Jenis musik yang didengarkan di sepanjang

perjalanan dapat mempengaruhi mood

pengemudi dan dapat berdampak pada

caranya mengemudikan kendaraan.

Issacsson (2007), lewat catutan penelitiannya,

mengungkapkan bahwa musik dimanfaatkan

oleh sebagian orang untuk mengatur kerja otak.

Semakin kompleks musik yang didengarkan,

semakin musik tersebut dapat meningkatkan

kemampuan otak dalam mengingat sesuatu.

Selain itu, bagi orang-orang yang cenderung

neurotik, musik-musik yang cenderung lembut

akan diproses di bagian otak yang mengatur

emosi, untuk menenangkannya sehingga

kecemasannya menurun.

Dengan pengaruh musik yang sedemikian

besar pada kerja otak, dapatkah musik

berdampak pada performa kerja?

Terkait hal ini, Mayfield dan Moss (1989)

melakukan penelitian mengenai pengaruh

tempo musik dengan performa individu dalam

mengerjakan tugas. Tempo musik yang

dipakai dalam penelitian ini adalah tempo

musik rock dan tempo musik heartbeat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

tempo musik berpengaruh pada kecepatan

individu mengerjakan tugas dan kualitas

tugas yang dihasilkan.

Tempo musik rock dapat meningkatkan

kecepatan penyelesaian tugas tetapi

menimbulkan banyak distraksi sehingga

kualitas tugas yang dihasilkan tidak

meningkat bahkan menurun. Sedangkan

tempo musik heartbeatdapat menaikkan

kualitas tugas yang dihasilkan, tetapi

memakan waktu lebih lama dalam proses

pengerjaannya.

Tidak hanya itu, Lesliuk (2005) melakukan

penelitian pada 56 orang karyawan swasta

yang bekerja di bidang sistem informasi. Ia

melakukan eksperimen dengan memutarkan

musik di waktu-waktu tertentu selama 5

minggu berturut-turut. Penelitian ini

menunjukkan bahwa selama eksperimen,

karyawan-karyawan tersebut merasakan emosi

yang positif selama bekerja. Semakin lama

waktu yang mereka habiskan untuk

mendengarkan musik, perasaan positif mereka Foto Putu Chandra

iapa yang tidak suka musik? Sebagian

Sbesar orang menyukai musik dalam

kehidupan sehari-hari mereka. Tanpa

disadari musik sudah banyak mempengaruhi

sendi-sendi kehidupan manusia.

Mendengarkan musik, adalah kategori hobi

yang banyak dipilih orang-orang saat ini.

Ketika di rumah, sambil bekerja, di jalan,

ataupun di kereta, banyak ditemukan

fenomena orang memasang headset di telinga

untuk menikmati musik. Mengisi waktu,

mencari hiburan, dan sebagai penyemangat

kerja adalah sekian alasan yang terus

mendekatkan manusia pada musik.

Musik memang tidak bisa dilepaskan dari

manusia. Sudah menjadi rahasia umum bahwa

musik diciptakan untuk berjuta manfaat. Bagi

individu, musik dapat sangat berpengaruh

pada perilaku dan mood. Musik yang diputar

di restoran dapat mempengaruhi kecepatan

makan pelanggannya tergantung dari tempo

musiknya.

vs

semakin meningkat. Perasaan positif yang

mereka rasakan berdampak pada proses

penyelesaikan tugas-tugas pekerjaan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa selama

karyawan mendengarkan musik, mereka

sanggup persisten pada pekerjaan mereka

dalam waktu yang lebih lama dibandingkan

ketika mereka tidak mendengarkan musik.

Lesliuk juga menemukan bahwa karyawan

yang rutin mendengarkan musik ini mampu

mengerjakan tugas-tugas mereka dengan cara

yang lebih kretaif.

Tidak semua tempo musik atau jenis musik

dapat berpengaruh pada peningkatan

konsentrasi dan produktivitas kerja karena

musik memiliki unsur distraksi yang justru

dapat memecah fokus seseorang ketika

didengarkan sambil melakukan kegiatan lain.

Hal tersebut juga tergantung pada persepsi

dan preferensi masing-masing karyawan

dalam memilih musik yang didengarkan.

1. Dengarkan musik yang tidak ada liriknya.

Ketika kita mendengarkan kata-kata, bagian

otak kita yang mengatur bahasa akan menjadi

aktif. Kita akan mencari arti kata, atau

merangkai kalimat, melalui bagian otak

tersebut. Jika musik yang kita dengarkan

memiliki lirik, kemungkinan lirik tersebut

mengintervensi konsentrasi kita mengerjakan

tugas makin besar. Terutama jika tugas yang

dikerjakan juga mengandung “kata-kata” yang

perlu mendapat fokus kita.

2. Diam/ketenangan juga adalah salah satu

jenis musik.

Seperti yang dikatakan sebelumnya, tidak

semua orang dapat tetap produktif ketika

bekerja menggunakan musik, meskipun musik

telah terbukti dapat meningkatkan

produktivitas. Jika Anda malah terganggu

ketika mendengarkan musik, maka cobalah

Produktivita�

tip� & tri�

konsultasipsikologi

56 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 57

Penulis: Widya NoviaPelaksana Bagian SDM

Foto: Putu Chandra

Page 30: Edisi April - Juni 2015

bekerja dalam diam. Beberapa orang memilih

untuk pindah sementara waktu dan mencari

ruangan yang lebih tenang agar dapat fokus

bekerja. Jika tidak, cobalah untuk

mendengarkan musik dengan volume suara

yang rendah atau mendengarkan musik-musik

yang berisi suara-suara alam.

3. Dengarkan musik yang kita sukai.

Seperti penelitian Lesliuk yang dibahas

sebelumnya, musik tidak hanya

mempengaruhi otak dalam hal bekerja, tetapi

juga mempengaruhi pengaturan emosi. Musik

dapat membuat kita bertahan dalam emosi

yang positif (senang, tenang) atau dapat juga

membuat kita jatuh ke dalam emosi negatif

(galau, sedih, marah). Semua itu tergantung

dari persepsi kita terhadap musik yang

diputar. Oleh karena itu, hanya kita yang tahu

musik seperti apa yang kita persepsikan enak

dan mengundang emosi positif. Biasanya itu

adalah musik yang kita sukai dan sering ada

di playlist kita. Dengarkanlah musik tersebut

sejauh kita menyukainya.

4. Cobalah dengarkan musik yang berbeda

genre atau tempo (buatlah variasi).

Tidak selamanya mendengarkan musik yang

sama di playlist kita terus-menerus akan

meningkatkan produktivitas kita. Karena efek

habituasi (kebiasaan), produktivitas malah

akan jadi menurun. Untuk menghindarinya,

perbanyaklah koleksi lagu dan musik kita

dengan lagu-lagu dengan jenis atau tempo

yang berbeda. Tetapi tetap pada prinsip,

musik yang kita sukai, musik yang membuat

kita berada di emosi yang positif.

5. Ambillah waktu break dari mendengarkan

musik.

Cobalah secara berkala berhenti mendengarkan

musik, kira-kira 5 menit saja. Hal ini dilakukan

untuk mengistirahatkan otak dari input yang

secara terus-meneurs masuk. Otak kita akan

fokus lebih baik jika kita secara berkala

mengubah input yang diterimanya. Itu dapat

dilakukan dengan cara menghentikan sejenak

musik yang kita dengarkan, dapat juga dengan

mengganti CD lagu yang diputar dengan CD

lagu lainnya.

Selain itu, karena musik dapat membuat kita

lebih persisten bekerja, dampak terlihatnya

adalah kita akan tetap setia duduk di kursi kita,

bekerja sambil mendengarkan musik. Berhati-

hatilah karena terlalu lama duduk juga tidak

berdampak baik bagi kesehatan. Oleh karena

itu, ketika kita mengambil waktu sejenak untuk

berhenti mendengarkan musik (seperti trik

nomor 5), sebaiknya kita manfaatkan waktu

yang singkat tersebut untuk meregangkan

tubuh dengan berjalan-jalan di sekitar ruangan

atau sekedar berinteraksi dengan rekan kerja

lainnya. Singkatnya, jika mendengarkan musik

dapat membantu kita bekerja dengan lebih baik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tempo musik berpengaruh pada kecepatan individu mengerjakan tugas dan kualitas tugas yang dihasilkan.

SPEA

K O

UTKegiatan Samapta atau Character Building Activity atau Kegiatan Internalisasi Nilai - Nilai Kementerian Keuangan selama 10 hari telah berakhir. Berbagai pengalaman dan pelajaran pun telah mereka dapatkan. 16 peserta dari Sarjana penerimaan tahun 2015 telah kembali, nah bagaimana tanggapan mereka tentang kegiatan sampta? Apa saja yang telah mereka dapatkan? Berikut liputan dari Tim Redaksi.SP

EAK

OUT

adakah

SAMAPTA di hatimu

SAMAPTA

SAMAPTA

?

“in

dah u

ntu

k d

iken

ang

tidak u

ntu

k d

iula

ng”

konsultasipsikologi

58 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 59

Penulis dan Foto: Yohana PutriPelaksana Bagian Umum dan Komunikasi Pengawasan

Page 31: Edisi April - Juni 2015

Samaptanya asik dan seru! Meskipun membutuhkan mental dan fisik yang kuat, tapi dengan adanya kebersamaan semua bisa terlewati dan bikin semakin kompak sama teman-teman. Selain itu, samapta juga menambah pengalaman baru yang sangat berkesan. Mulai dari pengalaman yang nggak enak sampai pengalaman yang seru banget bercampur jadi satu dan nggak bakalan terlupakan. Banyak pembelajaran yang bisa kita petik selama mengikuti samapta.

Samapta di mata saya merupakan kegiatan yang menyenangkan sekaligus menyedihkan. Menyenangkan karena selain mendapat kesempatan work out gratis dengan trainer yang berpengalaman, samapta juga dapat mempererat hubungan di antara satu angkatan. Selain itu, kita juga bisa belajar menjadi pribadi yang tidak manja dan mandiri, berkenalan dengan kolam sukun (tapi jangan sampai menyentuh Sungai Gangga yang legendaris itu). Menyedihkan karena badan jadi memar-memar, tidak bisa jajan keluar dan makan sembarangan, alat komunikasi disita, serta jadwal acara yang tergolong padat setiap hari.

Samapta itu seruuuuu!!! Buanyak banget kegiatan dan manfaat yang kami dapat. Latihan strategi perang dan karate, merayap, merangkak, jalan jongkok, guling-guling sampai badan lecet-lecet, makan enak 6 kali sehari, tidur di kuburan, berenang sama teman-teman dari Bea Cukai, dilatih para kopasus yang gagah-gagah, bikin lebih mandiri dan tanggung jawab, serta lebih mengakrabkan hubungan dengan teman-teman seangkatan. Tapiiiii samapta gak untuk diulang lagi yaaa... :p

Bagi saya, pengalaman samapta itu campur aduk. Campur aduk antara senang, sedih, kesal, lucu, dan haru jadi satu. Seabrek pengalaman itu antara lain: jadi ketua “Samin” di hari pertama; latihan bela negara; menyucikan diri di kolam sukun; belajar ganti baju kurang dari 2 menit; bolak-balik nabrak pelatih pas ada sirine malam; muka dirias ala tentara (yaah...walaupun ga ada bedanya sih sama muka asli); makan tradisi yang isinya ada pepaya asin, ayam goreng becek, dan nasi campur pasir (salut buat para chef). Those are the sweet moments I've ever had. KORSA!!!

Istilah bahwa Diklat Pembentukan Karakter dan Kesamaptaan itu indah untuk dikenang tetapi tidak untuk diulang adalah benar. Buat saya yang cukup berkesan adalah jadi ketua kelas selama dua hari, di mana setiap saya bikin kesalahan harus push-up. Lalu dipanggil tampil ke depan empat kali selama apel untuk memimpin lagu doa apel malam, lagu Bagimu Negeri, atau Mars Bea dan Cukai karena kebetulan waktu itu diklat kami bersamaan dengan Samapta Bea Cukai, DTSD, dan PDTT Bea Cukai.

Setelah diklat selesai, saya jadi memiliki kemampuan makan banyak dan cepat. Tapi dari semuanya paling berkesan adalah kebersamaan 16 pegawai Itjen dengan segala macam kepribadian dan tingkah laku yang aneh-aneh nan unik.

Lapor, siswi Mega siaaaap menghadap! Bagi aku sih samapta itu mengajarkan kecepatan. Makan cepat, jalan cepat, lari cepat, dan ganti baju cepat. Kalau lambat itu namanya mumet. :D Moment terbaik itu pas tidur di kuburan, berasa muhasabah bahwa manusia pasti akan kembali kepada-Nya. Bulan yang terang serta bintang bertebaran menjadi atap kami malam itu. #eaaa Mana semangatmu, siswaaa?! Jangan mati lampu terus. Laporan selesai! Kembali ke tempat.

PUTRI / Bag. UMUMDATU / Bag. OK

ANTO / Inspektorat IIANNISA / Inspektorat V

MEGA / Inspektorat IVANITA / Bag. PK

speakoutspeakout

60 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 61

Page 32: Edisi April - Juni 2015

the Soul of Korea

King Sejong Plaza dan Gyeongbokgung Palace

Ada sebab musabab kenapa debut

piknik ke luar negeri memilih Korea

Selatan. Pertama, karena tetiba saja

menemukan tiket KL-Seoul yang

affordable dan bahkan saat itu saya

belum punya paspor. Kedua, gegara

variety show Runningman yang

senantiasa meracuni penontonnya

dengan tempat-tempat bagus seantero

Korea. Jadilah saya berangkat ke Seoul

dengan persiapan cuma beberapa

pekan untuk bikin paspor dan visa.

Kenapa Korea?

spot berdekatan yang merupakan landmark Korea dan wajib hukumnya berfoto di Dua

sini untuk membuktikan Anda sudah datang ke Korea. Kedua spot tersebut berada

dalam komplek kerajaan yang dibangun era Dinasti Joseon pada tahun 1395. Saya

salut dengan pemerintah Korea dalam mempertahankan cagar budaya mereka. Bangunan

yang pernah hancur direstorasi kembali menjadi tempat yang luar biasa indah. Seoul sebagai

ibukota negara memiliki banyak palace yang bisa kita kunjungi.

62 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 63

Penulis & Foto: Arfan Sahrul R.Pelaksana Bagian Umum dan Komunikasi Pengawasan

Page 33: Edisi April - Juni 2015

elihat jajanan khas Negeri Ginseng

Mselalu bikin ngeces! Selain menambah

ensiklopedi kuliner sekaligus

menghemat budget. Haha. Makanan dan

minuman di Korea tergolong cukup mahal,

katanya karena bahan bakunya harus yang

kualitas wahid. Mencari tempat makan di Seoul

menjadi tantangan tersendiri, khususnya muslim

travellers. Pokoknya coba liat-liat dulu sebelum

masuk, tanya semampunya, dan yang terakhir

kita hanya bisa berdoa semoga halal. Amin.

Seoul: the soul of coffee

orea tidak muncul di jajaran pemasok Kkopi dunia, tapi kopi sudah menjadi

kultur yang tidak dapat dipisahkan

dari warga Korea jauh sebelum Starbucks

membawa frappuccino ke Seoul. Di pantry

kantor maupun dapur guesthouse tempat saya

menginap berjajar berbagai macam dripper

yang kalau di Jakarta hanya kita temui di

coffeeshop. Ada puluhan coffeeshop di

kawasan Hongdae dan saya cukup terkagum-

kagum karena semuanya memakai mesin

espresso high-end. Salah satu yang saya

kunjungi ialah Coffee Lab di kawasan

Hongdae. Warung kopi yang sudah termasuk

specialty coffee karena pemilihan biji kopi

dengan seleksi ketat. Hasilnya, enak!

The Coexist of Traditionaland Modern Market

atanglah ke pasar tradisionalnya jika

Dingin merasakan kearifan lokal

penduduk setempat. Sisihkan sehari

penuh untuk mengunjungi dua pasar terbesar

di Seoul, yaitu Dongdaemun Market dan

Namdaemun Market. Sungguh Dongdaemun

Market merupakan surganya para wanita

berburu make-up dengan harga jauh lebih

murah daripada di Jakarta. Ada Dongdaemun

Design Plaza semacam tempat exhibition karya-

karya mahasiswa dan seniman. Sebelum pulang

ke Jakarta pastikan Anda tidak pulang dengan

tangan hampa. Namdaemun sebagai pasar

tradisional terbesar di Korea menawarkan

segala macam souvenir khas Korea dari

gantungan kunci sampai kitchenware dengan

kualitas terbaik. Satu hal yang unik ialah

banyak pegadang ngerti bahasa indonesia! Apa

karena saking banyaknya turis indonesia yang

ke sini?

Streetfood is a must!

Subway dan Jalan Kaki

erpaduan keduanya membawa kami Pkeliling Seoul selama hampir satu pekan.

Subway yang mereka miliki mencakup

seluruh destinasi yang kami kunjungi di Seoul.

Cepat, tepat waktu dan nyaman. Kartu T-Money

menjadi lebih penting dari uang cash karena

hanya dengan kartu itu kita bisa naik turun

kereta sesuka hati. Badan harus selalu fit karena

jalan kaki kesana kemari seharian penuh seperti

orang Korea pada umumnya. Maka siapkan

sneaker terbaikmu!

Ps: dari anak-anak sampai kakek-nenek pakai

sepatu keren keren, bro!

The People of Korea

aat kita sopan mereka pun lebih sopan.

SMungkin default mereka terbilang cuek,

secara Seoul kota besar seperti Jakarta,

namun saat kita bertanya mereka akan

menjawab sebaik mungkin. Beberapa kali saya

diantar untuk menunjukkan jalan yang saya

tanya walaupun tidak paham bahasa satu sama

lain. Saya cuma bisa membalas gamsahamnida

sambil tersenyum.

I am sure that is worth Koreato visit! Spring is the best time

to visit because the Koreaweather still cool and mild but not too freeze for your nose. A week is the minimum time you

need to explore .Seoul

So...

64 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 65

Page 34: Edisi April - Juni 2015

“Kampung Sawah, Cilincing, Jakarta Timur. Serupa tapi tak sama. Serupa memerlukan perhatian lebih namun bentuk kebutuhan yang tak sama.”

TERIMAKASIH DARI SARMILI DAN CILINCING{ {

Penulis Suharso, Auditor Muda Inspektorat VII

“Perjalanan tim bakti sosial menuju lapak pemulung Sarmili. Jalanan berlubang tak menyurutkan semangat tim untuk turun ke lapangan.”

“Salah satu pekerja bangunan terlihat sedang menggali saluran air yang menjadi bagian dari renovasi sarana MCK dan pembuatan toren di lapak

pemulung Sarmili.”

“Tim Baksos Sarmili dipimpin oleh Renowidya, Kepala Bagian Perencanaan dan Keuangan selaku perwakilan dari Inspektorat

Jenderal Kementerian Keuangan.”

“Lingkungan tempat tinggal warga Sarmili. Keadaan yang kurang baik tidak mengurangi keramahan dan kehangatan yang senantiasa

menyambut kami Tim Baksos Sarmili.”

“Motor odong-odong yang mengangkut sembako, kasur busa, dan kelambu untuk para keluarga di Kampung Sawah.”

“Melihat wajah-wajah bahagia setelah selesainya pembuatan sumur air bersih membuat kami lupa akan peluh keringat pagi itu.”

“Penyerahan bahan bangunan secara simbolis oleh perwakilan Itjen kepada koordinator warga Sarmili yang nantinya akan digubakan

untuk pembangunan sarana MCK.”

“Penyerahan sembako kepada warga Sarmili yang dilaksanakan di Bendungan STAN tak lepas dari kerjasama dengan BEM STAN yang

juga melakukan pemantauan pembangunan sarana MCK.”

“Tim Baksos Cilincing yang dinahkodai oleh Syarifudin, Kepala Subbagian Perbendaharaan.”

adangkala kita terlalu asyik Kdengan pekerjaan sehari-

hari. Kadangkala kita

tenggelam dalam kegembiraan.

Kadangkala kita terjerembab dalam

kesedihan. Ingatlah di luar sana

sebagian orang lupa rasanya

bergembira. Sebagian orang

merasakan kesedihan yang lebih

dalam. Bulan Ramadhan di depan

mata datang untuk mengingatkan

kita bahwa kita adalah makhuk yang

peka. Makhluk yang peduli akan

sesama. Inspektorat Jenderal

bergerak untuk berbagi kepada

warga yang membutuhkan uluran

tangan dalam kemasan Bakti Sosial

yang bertajuk “Memberi Arti”. Maka

dipilihlah Sarmili dan Kampung

Sawah.

66 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 67

Penulis: Arfan Sahrul R.Pelaksana Bagian Umum dan Komunikasi Pengawasan

Foto: Zakky Yoga A.

Page 35: Edisi April - Juni 2015

TANGGA

angga darurat, sering luput perhatian namun Tmempunyai segudang manfaat yang kita belum

paham dengan benar.

Ancaman force majeure seperti kebakaran, gempa bumi,

kerusuhan dan keadaan lain yang bisa mengancam

korban jiwa, mungkin belum pernah kita alami di

kantor.

Namun, kalau hal itu sampai terjadi, tujuan pertama

yang harus kita cari saat sedang berada dalam gedung

perkantoran adalah tangga darurat.

Generasi kini kerap menggunakan tangga darurat

sebagai tempat 'nongkrong', makan/minum,

merokok...

Ganjal pintu dan membiarkannya dalam posisi

terbuka? Sudah biasa.

Apatis terhadap fungsi utama tangga darurat. Padahal,

bila kita menemukan kerusakan pada komponen jalur

keluar darurat, wajib dilaporkan kepada pihak

pengelola gedung.

Dalam Keputusan Menteri PU No. 10/KPTS/2000

tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap

Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan

Lingkungan, tangga darurat dirancang sedemikian

rupa agar tidak terjadi kecelakaan pada saat proses

evakuasi.

Adapun pintu darurat terbuat dari bahan tahan api

lebih kurang 2 jam, mudah dibuka dan tetap mengunci

walaupun dibuka dari luar untuk mencegah masuknya

asap bila terjadi kebakaran.

Rangka lain, seperti konstruksi dinding yang tahan

api, hand drail yang kuat dan tidak berbentuk tangga

spiral.

Ukuran tangga dan bordes, lebar anak tangga tidak

dibuat sembarangan. Syarat keamanan ini diatur juga

dalam Perda DKI Jakarta No. 7/1991.

Rahasia keunikan tangga darurat ini wajib kita ketahui

untuk menjadi perhatian ke depannya.

Agar kelak bila terjadi keadaan kahar, kita dapat

menyelamatkan diri dengan aman tanpa hambatan.

Tangga darurat, tanggap keberadaannya, tangkaslah

dalam penggunaannya!

DARAT

RU

sudutkantorsudutkantor

HappyWedding

1. Arfan Sahrul Ramadhan / Ratu Rembulan Ayuningtyas (10 Mei 2015)

2. Wahyu Pambudi / Widya Gita Yuliani (27 April 2015)

3. Maria Cicilia Kinanti Raras Ayu / Bonifasius July Bahi (31 Mei 2015)

1. Huda Sukmawan / Rahmawati Ekaputri (12 Juni 2015)

2. Danang Wahyu Pratomo / Pinta Hertinda (9 Mei 2015)

3. Sadhitya Pratomo / Dwi Ameilia (4 April 2015)1. Pradikta Lazuardi / Tina Safitri

(26 Mei 2015)

2. Rony Alfredo Rumapea / Tiara Dinar Gultom (30 Mei 2015)

3. Setiawan / Rahmania Wahyu Savitri Diyan Prasetyo / Hafizah Wiwik

Sofiyati (16 Mei 2015)

Maria Ulfa / Miftah Budi Setiawann (3 Mei 2015)

Bagian

Umum Komunikasi

Pengawasan

Bagian

Organisasi dan

Kinerja

Inspektorat I

Inspektorat VI

Bagian

Sumber Daya

Manusia

68 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 69

Penulis: Yopita Karo S.Pelaksana Bagian Umum

dan Komunikasi Pengawasan

Page 36: Edisi April - Juni 2015

uditor jadi anak motor?

ASebuah pertanyaan

yang meragukan namun

tidak untuk seorang Khairil Azmi.

Pria yang akrab disapa Aril ini

tergabung dalam klub motor

BIG BLACK JAKARTA, yang

bermarkas di Kota Tua Jakarta.

Sejak kapan Bang Aril bergabung dalam klub

motor dan menekuni hobi bermotor?

Kalau bergabung di klub motor semenjak kelas 1

SLTP (di Bireuen Atjeh Jeumpa tidak ada namanya

komunitas atau klub motor, hanya nongkrong di

bengkel aja, tapi ketika kelas 1 SLTP dikenalkan

sama klub motor pertama di Bireuen, cabang dari

klub motor Banda aceh) saat itu masih 13 tahun.

Kalau menekuni motor dari kelas 4 SD setelah

menang balapan iseng melawan tetangga yang

masa itu sudah SMU. Heheheheh anak SD bisa

ngalahin anak SMU .. Gasss polll ngeng ngeeeeng!

Mengapa Bang Aril tertarik untuk terjun

dalam bidang otomotif, khususnya motor?

Kebiasaan dan pergaulan yang mengarahkan saya

jadi pembalap amatir roda dua masa itu, tetangga

banyak yang menjadi pembalap dadakan (pinjam

motor orang tua buat balapan, biar dibilang gaol

kali yah??? hehehehe) tapi saya sudah dibekali

motor pribadi semenjak kelas 3 SD, walaupun

motor C-50 saja. Hingga akhirnya susah untuk

tertarik ke bidang yang lain.

Motor jenis apa yang menjadi andalan Bang

Aril?

Setiap masa berbeda juga andalan tunggangan

saya. Bermula dari SD sampai dengan sekarang.

SD kelas 3 punya Honda C-50 dan menjadi

andalan karena baru belajar. SD kelas 4 walaupun

masih punya Honda C-50 tapi sudah balapan

mengendarai Honda Grand. Semua berubah saat

jadi pembalap mewakili Kabupaten sewaktu SMP.

Motor Supra andalannya. SMU sudah pernah

menjadi pembalap mewakili Propinsi Banda Aceh.

Kawasaki Ninja lah andalannya.

Terakhir kelas 2 SMA merebut Juara Umum. Di

kelas 3, berhenti jadi pembalap, karena fokus biar

lulus dulu dari SMA. Andalannya masih Kawasaki

Ninja.

Lulus SMU ternyata semua berubah... Semenjak ke

Prodip STAN tanpa tunggangan kencang yang

merupakan motor 4 tak pertama, yaitu Honda

Tiger. Jadilah sampai sekarang menjadi BIKER

TOURING yang suka adventure dan mencari

saudara di seluruh Indonesia. Andalan saya

sekarang BMW MFX 400 Fighter.

Sudah touring ke mana sajakah selama

menekuni hobi bermotor?

Sudah pernah jelajah Sumatera dari KM 0 Sabang

sampai Lampung, jelajah Jawa dari Cilegon sampai

ke Banyuwangi, dilanjutkan ke Bali.

Namun Touring yang sangat dikenang dan paling

lama, yaitu saat ingin menaklukkan Pulau

Kalimantan ke perbatasan Malaysia.

Kegiatan apa saja yang biasa diadakan klub

motor Bang Aril?

Kegiatan sangat banyak jika kita ada di dalam

suatu wadah (komunitas) apapun komunitasnya.

Khusus di klub motor ini, selain touring, kita juga

suka mengadakan baksos, menghadiri acara2

otomotif, mengajarkan ke anak sekolahan

pentingnya safety riding, mengajarkan cara

membawa motor yang benar menurut apa yang

kami dapat dari pengalaman, acara ulang tahun

motor, konvoi, pameran.

Selain itu, kami juga membuat acara sosial seperti

Donor Darah Bersama Biker, Sahur On the Road,

bagi-bagi takjil, Buka Puasa Bersama Biker, serta

membantu kampung kaum dhuafa bersama biker.

Bagaimana tanggapan Bang Aril mengenai

geng motor begal yang marak akhir-akhir

ini?

Geng motor tersebut tidak dapat terdeteksi

keberadaannya. Mereka menyebabkan banyak

kerusakan dan keonaran. Kami sebagai klub motor

yang terdata resmi di kepolisian berharap agar geng

motor yang meresahkan warga dapat segera

dibubarkan oleh pihak yang berwajib.

Apa saran Bang Aril bagi siapapun yang

ingin menekuni hobi bermotor?

Sarannya jangan pernah menekuni hobbi motor,

karena terlalu mahal dan menyita banyak waktu.

Hehehehe… Cobalah cari hobi yang lain.

Jika ingin menekuni hobi motor, sayangilah dan

rawatlah terlebih dahulu motor yang telah ada,

yang menjadi tunggangan kamu sehari-hari. Jika

sudah bisa merawat motor dengan oke, sangat

mudah mencari teman sehobi di komunitas motor

dan akan membuat kita nyaman nantinya. Karena

bagi kami pecinta motor, motor itu adalah istri ke

dua.

INTERVIEW

KHAIRIL AZMIHOBI MOTORInterviu oleh: Yohana Putri

TTouring yang sangat dikenang dan paling lama, yaitu saat ingin menaklukkan Pulau Kalimantan ke perbatasan Malaysia.

70 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 71

Foto: Khairil Azmi

Page 37: Edisi April - Juni 2015

eperti kita ketahui, kamera mirrorless

Sadalah produk yang cukup hot saat ini

dan diperkirakan akan makin banyak

dipakai kedepannya. Produsen kamera

melihat peluang bahwa banyak juga penggila

fotografi yang menginginkan kualitas gambar

yang bagus namun tidak ingin menenteng

DSLR yang besar dan berat ke mana-mana,

lahirlah kelas kamera mirrorless.

Kamera mirrorless adalah kamera digital yang

mulai populer ditahun 2008, sebenarnya

kamera mirrorless ini adalah kamera yang

mirip DSLR namun kamera digital ini tidak

memakai cermin (mirror), sehingga bentuknya

lebih kecil dan ringan jika dibandingkan DSLR

serta memiliki jumlah se�ing-an yang lebih

sedikit.

Dalam perkembangannya, sistem mirrorless

secara umum telah meningkat cukup banyak.

Dari kecepatan autofokusnya, kualitas layar

LCD dan jendela bidik elektroniknya, dan

koleksi lensa-lensa juga meningkat kualitas

dan jumlahnya meski belum selengkap dan

secepat sistem kamera DSLR. Untuk kinerja

autofokusnya, kinerja sebagian besar kamera

mirrorless masih lebih lambat daripada sistem

autofokus DSLR yang sudah teruji. Berbagai

aksesoris pun kini telah disediakan seperti

ba�ery grip sebagai solusi kapasitas baterai yang

lebih rendah dibanding DSLR.

Cara kerja kamera DSLR membutuhkan cermin

untuk memunculkan gambar di viewfinder,

sedangkan kamera mirrorless memunculkan

gambar dengan membuang cermin yang ada di

DSLR inilah yang menghemat ukuran dan

berat kamera sehingga sebagian besar kamera

mirrorless tidak memiliki viewfinder optik

karena telah digantikan oleh viewfinder

elektronis.

Memilih kamera mirrorless yang terpenting

harus diperhatikan adalah sensor yang

digunakan kamera tersebut, sensor inilah yang

menentukan kualitas hasil foto. Saat ini

beragam sensor yang digunakan oleh produsen

kamera. Masing-masing produsen kamera

mempunyai beragam ukuran sensor yang

dipakai, mulai dari yang sebesar kamera DSLR

hingga sekecil kamera saku. Lalu

bagaimanakah memilih kamera mirrorless

yang bagus, jawabannya tergantung

kebutuhan kita. Ada orang yang

membutuhkan kualitas pembesaran foto yang

bisa dicetak besar tidak pecah, desain dan

bentuk kamera itu nomor dua, tetapi ada juga

orang yang membeli kamera mirrorless karena

kecilnya, ringkas dan terlihat trendy. Ada juga

yang membeli kamera mirrorless dari bentuk

kameranya yang vintage. Semua itu benar dan

tidak ada yang salah, kembali lagi memilih

kamera mirrorless disesuaikan dengan

kebutuhan kita sebagai pemakai.

Aneka ragam sensor di Kamera Mirrorles :

- sensor APS-C

- sensor Four Thirds

- sensor Nikon CX (1 inci)

- sensor kecil 1/2.3 inci (Pentax Q)

Dari semua sensor mirrorless saat ini

sebenarnya semuanya sudah memenuhi

kualitas stok foto untuk kebutuhan komersial,

semakin besar sensor yang dipakai semakin

bagus kualitas foto di kamera tersebut,

walaupun faktor lensa juga mempengaruhi

kualitas foto. Keuntungan memakai kamera

mirrorless adalah sebagai berikut:

1. Ukuran relatif lebih kecil dan ringkas

sehingga beratnya pun jauh lebih ringan

dibandingkan DSLR.

2. Kualitas foto yang sudah sama dengan

DSLR, dengan sensor yang besar dan

sama yang digunakan oleh kamera DSLR

membuat kualitas kamera mirrorless

sudah sama dengan DSLR.

3. Memotret human interest lebih mudah,

karena bentuk kamera mirrorless yang

mungil sehingga membuat mereka

cenderung cuek dan tidak canggung

dengan kehadiran kita. Berbeda jika kita

memakai kamera DSLR yang besar

mereka cenderung risih dan malu untuk

difoto.

4. Lebih mudah berbaur, memakai

kamera mirrorless menjauhkan kesan

kita adalah fotografer beneran, karena

terlihat low profile dan tidak mencolok.

Terkadang kita dianggap turis biasa

oleh masyarakat sekitar, sehingga

dengan mudah kita bisa berbaur dan

memotret dengan nyaman.

5. Sistem mirrorless mengandalkan live view

dan jendela bidik elektronik. Kita bisa

lihat dengan jelas apa fokus dan tidak,

juga bisa melihat terang gelap/exposure,

histogram, warna, efek khusus dengan

jelas. Apa yang dilihat adalah apa yang

akan didapatkan. Tidak ada tebak-

tebakan dan terkejut seperti di kamera

DSLR.

6. Teknologi ter-update, biasanya kamera

mirrorless sekarang sudah banyak update

teknologi, baik wifi, hdr dan fitur fitur yang

memudahkan kita untuk memotret.

Pertanyaan banyak orang saat ini adalah,

apakah saya membutuhkan kamera mirrorless?

Bila anda adalah fotografer yang banyak

memotret didalam studio dan model, anda

lebih membutuhkan kamera kelas atas untuk

bekerja. tetapi jika anda adalah travel

photographer atau travel blogger atau hobies yang

suka memotret dan jalan jalan, maka kamera

TipsMEMBELI KAMERAM I R R O R L E S S

72 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 73

Page 38: Edisi April - Juni 2015

74 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 75

Ada pilihan yang lebih baik

Direkomendasikan untuk fotografer pemula

Direkomendasikan untuk fotografer mahir

lensa kit – Kamera yang sangat mungil seperti

kamera compact dengan kinerja yang baik.

Baru-baru ini ada penurunan harga yang

cukup signifikan.

Panasonic GX7 – Harga Rp 8.85 juta

dengan lensa kit – Kamera yang cukup

komplit dari segi fitur dan kinerjanya. Kamera

satu-satunya dari Panasonic yang memiliki

teknologi sensor shift stabilization (meski tidak

sebaik teknologi 5 axis stabilization Olympus).

Di tahun 2015, ini Sony, Olympus, Fujifilm

termasuk tiga besar di kamera mirrorless.

Masing-masing memiliki kelebihan dan

kelemahan sendiri. Banyak kamera yang bagus

diantara 15-20 juta. Yang cukup berimbang

antara fitur dan kualitasnya seperti Fujifilm X-

T1 dan Olympus OMD EM5 mk II. Yang

menginginkan sensor full frame ada Sony A7.

Dibawah 10 juta, Sony A6000 merupakan

kamera yang lengkap fiturnya dengan kualitas

gambar yang bagus.

Dibawah 8 juta, Fujifilm X-M1 dan kit (7 juta)

cukup baik kualitas gambarnya. Kalau suka

yang semungil mungkin, Panasonic GM1

pilihan yang oke. Karena GM1 sekarang ini

hanya 5.85 jt, maka jika ada kelebihan dana,

bisa buat beli lensa dan baterai tambahan.

Nah demikianlah ulasan tentang tips membeli

kamera mirrorless. Jika anda sudah mengetahui

kebutuhan anda, tentunya akan lebih mudah

untuk menentukan jenis dan merk kamera

yang akan anda beli. Jangan lupa sesuaikan

budget ya, selamat berburu!

Guideline Warna

mirrorless cocok dengan anda.

Selain itu ada beberapa tips yang bisa jadi

faktor pertimbangan ketika akan membeli

kamera Mirrorless :

1. Pilihlah kamera mirrorless yang punya

megapixel diatas 16MP, karena lensa

mirrorless itu tidak sebagus lensa DSLR dan

pasti ada penurunan kualitas foto disitu,

sehingga sensor yang besar jika kualitas

foto turun masih bisa dimaklumi.

2. Jika anda membeli kamera mirrorless dengan

harapan lensa DSLR anda bisa dipasang di

kamera mirrorless tersebut, maka essensi

dari kamera mirrorless tersebut hilang.

Kenapa orang memilih mirrorless, kamera

ringan dan kecil bentuknya.

3. Carilah kamera mirrorless yang power

charge USB universal, jadi kalau kita

kehabisan baterai bisa di charge pakai

powerbank. Selain itu juga menghemat

dalam membawa charger ketika traveling.

4. Body ringan dan kecil itu mutlak, jika

membeli kamera mirrorless yang

berukuran hampir sama dengan DSLR.

lebih baik ya membeli DSLR aja.

Banyak faktor yang menyebabkan mengapa

sistem kamera DSLR belum tergantikan, tapi

yang paling penting yang harus diatasi sistem

kamera ini adalah masalah persepsi pembeli.

Di kacamata awam, mirrorless kualitasnya

masih dibawah sistem kamera DSLR, dan

memperparah keadaan, kamera mirrorless

kebanyakan dijual dengan harga yang diatas

kamera DSLR.

Lalu pertanyaan selanjutnya adakah kamera

mirrorless dibawah 10 Juta? Tentu ada. Berikut

ulasan singkat serta rekomendasi kamera yang

seimbang dari fitur, harga dan kinerjanya.

Merk yang dibahas disini adalah Sony,

Fujifilm, Olympus dan Panasonic. Untuk

Samsung, Canon, Nikon dan Leica akan kita

bahas di artikel selanjutnya.

Daftar kamera Sony, harga dan

rekomendasi

Kamera Sony terbagi menjadi dua format, yang

bersensor APS-C dan full frame (seri A7). Disini

hanya akan diulas yang APS-C saja.

Sony A5000 – Harga: Rp 5.5 juta dengan

lensa kit – Kamera Sony yang paling

terjangkau dan ringkas, tapi autofokusnya

pelan dan sulit fokus terutama saat di indoor

atau tempat gelap.

Sony A5100 – Harga 8 juta dengan lensa kit

– Ringkas, ringan, autofokus cepat, layar

bisa dilipat dan touchscreen, fiturnya oke,

kurangnya tidak ada hotshoe diatas kamera.

Bagus untuk traveler.

Sony A6000 – Harga 9.5 juta dengan kit lens

– Fiturnya komplit untuk amatir dan

bahkan untuk semi-profesional. Bahan kamera

dari logam, punya jendela bidik optik dan

hotshoe. Satu-satunya kelemahan adalah

layarnya tidak touchscreen.

Daftar kamera Fuji, harga dan

rekomendasi

Fujifilm X-A1 – Harga Rp 7 juta dengan

lensa kit – Kamera paling terjangkau tapi

dengan fitur yang sangat basic.

Fujifilm X-A2 – Harga Rp 8 juta dengan

lensa kit – Beberapa peningkatan dari X-A1

yaitu layar LCD bisa dilipat dan diputar keatas

untuk selfie. Lensa kit yang bisa fokus lebih

dekat (untuk close-up/makro), dan autofokus

yang lebih bagus. Resolusi foto tetap sama

yakni 16MP dengan sensor CMOS (bukan X-

Trans).

Fujifilm X-M1 – Harga Rp 7 juta dengan

lensa kit – Khas dari Fujifilm adalah sensor

X-Trans tanpa filter AA yang tajam. Fitur dan

kinerja X-M1 biasa saja, tapi punya hotshoe

untuk flash untuk foto studio.

Daftar kamera Olympus &

Panasonic, harga dan rekomendasi

Catatan: Olympus dan Panasonic termasuk

dalam konsorsium micro four thirds. Mount

yang digunakan sama sehingga lensa

Olympus bisa dipasang ke kamera Panasonic

dan sebaliknya.

Olympus PEN EPL6 -Harga Rp 5.85 juta

dengan lensa kit – Kamera ringkas yang

terjangkau. Kualitas gambarnya tidak berbeda

jauh dengan kamera yang lebih tinggi

harganya.

Olympus PEN EPL7 – Harga Rp 8.9 juta

dengan lensa kit – Punya fitur wifi dan

layar LCD yang lebih bagus dari EPL-6.

Olympus OMD EM5 – Harga Rp 8.8 juta

dengan lensa 12-50mm – Salah satu kamera

Olympus tersukses di dunia mirrorless dan

sekarang sudah ada penerusnya yaitu mk II.

Punya sensor shift stabilization 5 axis pertama di

dunia, dibandingkan EM5 generasi ke-2,

kinerjanya lebih pelan dan layar LCD-nya

kalah tajam/detail.

Panasonic GF7 – Harga Rp 7.3 juta dengan

lensa kit – Kamera dengan layar LCD yang

bisa dilipat ke atas untuk selfie. Ukurannya

sedikit lebih besar dari GM1.

Panasonic GM1 – Harga 5.85 juta dengan

Page 39: Edisi April - Juni 2015

anyak orang menyebut istilah “bermain Bsaham”, padahal sama seperti bisnis

lainnya, istilah yang tepat adalah

“berbisnis saham”. Layaknya sebuah bisnis,

Anda harus bertindak tepat dalam setiap

langkah.

Pasar saham adalah instrumen bisnis trading

jangka pendek ataupun investasi jangka

panjang yang memberikan potensi

keuntungan luar biasa. Namun sayang,

banyak orang yang belum menikmatinya

karena takut dan belum mengerti bagaimana

untuk memulai.

Pakar saham, Ellen May, yang sukses dengan

buku best seller Smart Traders Not Gamblers,

dalam buku ini menjelaskan setiap langkah

yang harus dipilih para pemula yang ingin

berbisnis saham.

Dalam buku ini dijelaskan secara detail

langkah demi langkahnya:

Ÿ memulai trading ataupun berinvestasi

saham dari membuka akun

Ÿ memilih strategi dari trading jangka

pendek atau investasi jangka panjang

Ÿ berapa modal yang dibutuhkan dan

bagaimana jika hanya punya modal minim

Ÿ bisakah memenuhi kebutuhan hidup hanya

dengan berbisnis saham

Ÿ bagaimana meminimalkan resiko dan

memaksimalkan keuntungan, dan berbagai

hal penting lainnya yang diperlukan

seorang pemula untuk mulai melangkah

berbisnis saham.

Perjalanan dalam belajar trading ataupun

investasi saham adalah perjalanan panjang

yang butuh ketekunan belajar, kesabaran, dan

kedisiplinan. Buku ini ditulis dengan motivasi

untuk memberi petunjuk, sebagai peta atau

kompas bagi para pemula dalam berinvestasi

saham.

Jika Anda ingin memulai berkecimpung dalam

dunia saham, buku ini adalah panduan yang

tepat untuk menuntun Anda menjadi trader

dan investor yang berhasil. Penyampaian

penulis dalam buku ini sangat menarik dan

mudah dipahami karena di setiap bab-nya di

jelaskan dengan ilustrasi-ilustrasi lucu berupa

komik dan penjelasan materi yang cukup

detail. Buku ini sangat membantu untuk

pemula yang baru memulai investasi saham.

Go, Indonesia 1 Juta investor saham!

“Jangan pernah menunggu sempurna untuk memulai sebuah hal yang baru dan positif, karena kita tidak akan pernah sempurna.”

Penulis : Ellen MayPenerbit : PT. Gramedia Pustaka UtamaNo. ISBN : 978-602-03-270-6

SMART TRADERRICH INVESTOR

resensi

72 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 77

Sumber artikel

www.infofotografi.com

www.smileindonesia.com

www.barrykusuma.com

www.belfot.com

www.tipsfotografi.com

foto

Arfan Sahrul R.

Nur Alfian Maruf

hasil jepretan kamera mirrorless

Page 40: Edisi April - Juni 2015

sebagaimana yang dikutip oleh laman

The Hollywood Reporter.

Menilik official trailer video film

adaptasi serial TV ini, tampak aksi

menengangkan Tom Cruise saat

mengendarai sepeda motor

berkecepatan tinggi, lolos dari

penyanderaan, terjebak dalam ruang

gas beracun, hingga bergelantungan di

pintu pesawat terbang saat pesawat

take off. Kepada USA Today, sang

aktor sempat mengungkapkan perihal

adegan bergelantungan tersebut, "Itu

saya sepanjang waktu. Saya berdiri

tepat di atas ban ketika kami

mendarat. Itu sangat menegangkan

bagi orang lain, tapi cukup menarik

bagi saya. Saya sering duduk di

pesawat terbang, melihat keluar dan

berpikir, 'Seperti apa jadinya berada di

luar sana di atas sayap?”

Film Panjang Tom Cruise ke-47 ini

mengambil lokasi shooting di beberapa

kota, seperti London (Inggris), Vienna

(Austria), serta Rabat dan Agadir

(Maroko). Proses pengambilan gambar

dimulai sejak 21 Agustus 2014,

berakhir pada 21 Maret 2015. Rebecca

Ferguson, Sean Harris, Alec Baldwin,

America Olivo, dan aktris Asia Zhang

Jingchu melengkapi daftar pemeran

pendukung di film ini (PPP).

This message will

self�destruct in five

seconds. Good luck!

Cast : Tom Cruise, Simon Pegg, Ving Rhames, Jeremy Renner, Alec Baldwin, Rebbeca FergusonSutradara : James McquarrieProduser : Tom Cruise, J. J. AbramsProduksi : Skydance Productions, Badrobot ProductionsNegara : Amerika SerikatRilis : 31 Juli 2015

gen terhebat Impossible Mission Force (IMF), AEthan Hunt, kembali beraksi bersama timnya

untuk misi yang paling mustahil sepanjang

karir mereka. Mission Impossible : Rogue Nation

menceritakan tentang petualangan Ethan Hunt (Tom

Cruise), Brandt (Jeremy Renner), Luther (Ving Rhames),

Benji (Simon Pegg) memberantas organisasi bawah tanah

internasional bernama “Syndicate” yang memiliki

rencana untuk menghancurkan IMF.

Film produksi Skydance dan Badrobot Productions ini

dijadwalkan akan tayang pada akhir Juli 2015 di seluruh

Bioskop di Amerika. Paramount Pictures selaku

distributor film menjelaskan bahwa salah satu franchise

film terlaris sepanjang masa ini awalnya akan rilis pada

Desember 2015. Akan tetapi, waktu yang mereka pilih

tersebut bertepatan dengan jadwal perilisan Star Wars :

Force Awaken dan James Bond : Spectre. Alasan utama

penjadwalan ulang MI : 5 ini tentu saja adalah untuk

menghindari kompetisi dengan kedua film tersebut,

3

23

1

5

10

8

6

13 14

12

18

17

19

22

26

24

21

20

16

25

2

11

9

7

4

15

3

23

1

5

10

8

6

13 14

12

18

17

19

22

26

24

21

20

16

25

2

11

9

7

4

15

1. Kota tempat festival film

internasional

3. Suku asal Myanmar

4. Horoskop

6. Nama Buah

7. Merk minuman ringan

8. Bandung

12. Cemilan kantor yang

ada di setiap lantai

14. Persamaan hak dalam

berbagai aspek di

masyarakat

20. Jenis Batu

22. Temannya Nobita

23. Wadah Bunga

DOWN

2. Abjad

5. Bandara di Kota Pahlawan

9. Kue bolong

10. Aplikasi

11. Nilai Kementerian

Keuangan

13. Band asal UK yang lahir

era 70-80'an

15. Search engine

16. Kantor

17. Bangunan bahasa inggris

18. Ayers Rock, Aussie

19. Makhluk hidup sangat

imut yang hanya bisa

dilihat dengan mikroskop

21. Salah satu album Camelia

Malik

24. Terima kasih; Mandarin

25. Hewan yang berasal dari

Amerika Selatan

26. Pakta Pertananan Atlantik

Utara

CROSS

Pemenang Vol VI No. 41

1. Khimaya Akun Qonita Inspektorat IV

2. Hafiz Azzam Azharani Inspektorat V

3. Misnem Bagian Perencanaan dan Keuangan

Jawaban:

1. Isno Mukidin

2. Triyono

3. Herlambang

4. Rianto

5. Mardi Wahyono

6. Budi Santoso

7. Setio Heri

8. Sumarno

Kirimkan jawaban Anda melalui email:

[email protected] Sertakan nama, unit, dan nomor telepon yang dapat

dihubungi. Keputusan pemenang menjadi hak redaksi

Auditoria. Hadiah dapat diambil di Subbag Komunikasi dan

Tata Usaha Pengawasan Itjen.

Bagaimana cara berpartisipasi?

78 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 79

1 2 4 5 6

3

9

7810

111213

14

9. Marlisan Hakim

10. Patrick

11. Nyamat

12. Herman Matondang

13. Ismet Kamil

14. Supandi

15. Mujiono

15