edisi april - juni 2015
TRANSCRIPT
INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN ISSN: 1411-9455
www.itjen.kemenkeu.go.id VOL VII No.42 | Edisi April - Juni 2015
HUJAN DANA DI NEGERI DESA
LAPORAN UTAMA LIPUTAN KHUSUS RAGAM PENGAWASAN
Antara Sepakbola Gajah dan Lelang
Pengadaan Barang dan Jasa
Dana Masuk Desa
Public Procurement
Audit
Menyapa Sahabat di Perbatasan
Mereka yang Gagah di Tapal
Batas
AUDITORIAAPRIL - JUNI 2015 VOL. VII NO. 42
AUDITAMA
Dana Masuk DesaDana Desa, membangun Indonesia dari pinggiran. Diinisiasi oleh pemerintahan sebelumnya, program ini juga merupakan pengejawantahan dari janji Presiden Joko Widodo pada saat kampanye pilpres 2014 lalu, dimana setiap desa akan digelontorkan dana kurang lebih sebesar Rp1-1,4 miliar setiap tahunnya, tapi seperti apakah “hujan dana di negeri Desa” itu akan membasahi?
Public Procurement AuditPublic Procurement merupakan salah satu motor penggerak utama pembangunan terutama apabila dikaitkan dengan besarnya belanja pemerintah, baik belanja modal maupun belanja barang. Perkembangan nilai belanja pemerintah dalam kurun waktu satu dasawarsa terakhir menunjukkan tren kenaikan yang signifikan.
06
MEDIA INTERNAL INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN
ITJEN goes to campus, STAN Bintaro
Inspektorat Jenderal berpartisipasi dalam STAN Career Expo 2015
yang diselenggarakan di kampus STAN Bintaro. Lebih dari 300
mahasiswa antusias ingin mengenal itjen lebih dalam. Pada
kesempatan tersebut, Sekretaris Inspektorat Jenderal dan Kepala
Bagian Umum dan Komunikasi Pengawasan turut hadir untuk
menjelaskan tentang tugas dan fungsi Itjen.
foto putu chandra
18
LIPUTAN KHUSUS
Menyapa Sahabat di PerbatasanCerita tentang Entikong tak pernah bisa dilepaskan dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Entikong. Sebagai bagian strategis dari formasi CIQS (Customs, Imigration, Quarantine Security) di perbatasan, peran Bea dan Cukai terkait perbatasan tentulah sangat penting.
20
RAGAM PENGAWASAN
Sumber Kekuatan PemimpinKepemimpinan pada hakekatnya adalah bagaimana menggerakkan orang-orang. Para pemimpin menggerakkan para pengikut untuk mencapai tujuan bersama. Tetapi kekuatan apakah yang dapat membuat para pemimpin berhasil mampu menggerakkan orang-orang tersebut?
48
RESONANSI
KemungkinanBanyak sekali kemungkinan yang terjadi pada hidup dalam mewujudkan mimpi kita. Seberapa besar kemungkinan tersebut mewujudkan mimpi?
53
SPEAK OUT
Samapta16 peserta dari Sarjana penerimaan tahun 2015 telah kembali dari Samapta, Nah, bagaimana tanggapan mereka tentang kegiatan sampta? Apa saja yang telah mereka dapatkan?
59
HOBBITOR
Hobi MotorAuditor jadi anak motor? Sebuah pertanyaan yang meragukan, namun tidak untuk seorang Khairil Azmi
70
RESENSI
Mission Imposible 5Tom Cruise kembali beraksi bersama tim Impossible Mission Force (IMF) untuk misi yang paling mustahil sepanjang karir mereka. Misi apa saja yang dihadapi kali ini?
78
JALAN - JALAN
Seoul the Soul of KoreaSeorang traveler bertandang ke Seoul, Korea Selatan. Keseruan apa saja yang didapat di Kota dengan icon K-Pop ini?
62
Antara Sepakbola Gajah dan Lelang Pengadaan Barang dan JasaPersekongkolan jahat menyusup di berbagai macam sendi kehidupan untuk kepentingan masih-masing pihak. Dari jagad sepakbola hingga ranah birokrasi pemerintah. Salah satu yang patut menjadi perhatian ialah Lelang Pengadaan yang menjadi medan perang antara aparat melawan kongsi jahat.
Itjen dan Audit SyariahKementerian Keuangan memiliki Direktorat Pembiayaan Syariah dalam struktur DJPPR. Inspektorat Jenderal melakukan pengawasan terhadap DJPPR. Penerapan Audit Syariah bukan tidak mungkin, kan?
38
ALEXANDER ON LEADERSHIP
02 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 03
11
SUDUT KANTOR
Tangga KantorTangga darurat, sering luput perhatian namun mempunyai segudang manfaat yang kita belum paham dengan benar.
69
43
foto jimmy lapotulo
PUBLISHER
Pelindung Inspektur Jenderal
Penasihat Sekretaris Inspektur Jenderal
Inspektur IInspektur IIInspektur IIIInspektur IVInspektur VInspektur VIInspektur VII
Inspektur Bidang Investigasi
Penanggung Jawab C.M. Susetya
Pimpinan Redaksi Etti Dyah WidyatiM. Hisyam Haikal
Penyunting/EditorDedhi Suharto
Tito Juwono PradeksoM.C. Kinanti Raras Ayu
Desain Grafis/FotograferPutu Chandra AnggiantaraGuindra Pramudi Nugraha
Zakky Yoga Adhi P.Teuku Raja Irfan
Redaktur Pelaksana Dianita Wahyuningtyas
Rahmawati SetyaningsihPutra Kusumo Bekti
Arfan Sahrul RamadhanDwinanda Ardhi
SekretariatNur Imroatun
Eli Susiani Br. GintingZahro Fathoni
Novia Ramadhan
ISSN1411-9455
KANTORJl. Dr. Wahidin No. 1,
Gedung Juanda II Lantai IV-XIII, Jakarta 10710T: 021 3865430 F: 0213440907E: [email protected]
Redaksi menerima tulisan atau artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi. Artikel atau tulisan yang dimuat akan diberikan honor sesuai
Standar Biaya Umum (SBU).
Isi majalah tidak mencerminkan kebijakan Inspektorat Jenderal
COVER
Fotografi oleh Wenes Furqon
Perkataan "desa" berasal dari Bahasa Sansekerta, yaitu "deca" yang berarti tempat, daerah, atau lapangan. Kemudian pengertian itu berkembang lagi menjadi tanah air, tanah asal atau tanah kelahiran. Istilah "desa" tidak dipakai di seluruh daerah di Indonesia. Masing-masing daerah menggunakan istilah sendiri, sesuai dengan bahasa daerahnya. Sebagai contoh, orang Sumatera Selatan menamakan desa mereka dengan istilah "dusun" atau daerah gabungannya disebut "pendopo" atau "marga". Desa di Sumatera Barat disebut dengan istilah "nagari" dan daerah gabungannya disebut dengan istilah "luhak". Di Sumatera Timur (Melayu) disebut "kampung", di Aceh disebut dengan istilah "gampong" atau "meunasah". Di Minahasa disebut "wauna", dan di Maluku disebut "negeri" atau "dati".
INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN ISSN: 1411-9455
www.itjen.kemenkeu.go.id VOL VII No.42 | Edisi April - Juni 2015
HUJAN DANA DI NEGERI DESA
erbitnya Auditoria selalu diiringi dengan
Trasa syukur yang luar biasa dari segenap
punggawanya. Helaan nafas panjang tanda
lega selalu menjadi pertanda akhir sebuah
episode, sekaligus awal episode baru. Begitulah
hidup, akhir dari segala sesuatu adalah awal dari
sesuatu yang baru. Begitulah sebuah karya terlahir.
Ia ada karena kerja. Ia ada karena orang-orang
mendedikasikan tenaga, waktu dan segenap
kemampuan yang dimiliki. Lepas dari segala
kekurangan, ia tetaplah sebuah karya. Sebuah
karya yang layak mendapat apresiasi.
Begitupun majalah ini, Auditoria, majalah kita. Ia
bukanlah majalah kemarin sore. Ia adalah sejarah
panjang sebuah komitmen. Komitmen para
punggawanya untuk terus menjaga eksistensi
institusi melalui penerbitan. Bukan perkara mudah
tentu, tapi saat komitmen telah dicanangkan, tak
ada tempat untuk mengeluh, apalagi berhenti.
Maka ketika apresiasi –sekecil apapun- datang
menghampiri, berbunga rasanya hati kami. Saat
menatap seseorang membaca majalah ini, saat
orang memilih majalah ini sebagai sebuah topik
pembicaraan, saat seorang mahasiswa meminta
bantuan penyusunan skripsi, saat majalah ini
dijadikan sumber data mengemukakan pendapat,
itu membuat jerih payah tak lagi terasa. Apalagi
ada sedikit kontribusi majalah ini buat Institusi
tercinta, Inpektorat Jenderal Kementerian
Keuangan.
Kali ini kami datang menyapa kembali.
Menawarkan bacaan lengkap. Mulai dari yang
butuh konsentrasi untuk membacanya, hingga
yang sekedar bikin kita tersenyum.
Laporan Utama yang tersaji merupakan cermin
dari ekspresi kompetensi kawan-kawan
Inspektorat V. Dana Desa, membangun Indonesia
dari pinggiran. Diinisiasi oleh pemerintahan
sebelumnya, program ini juga merupakan
pengejawantahan dari janji Presiden Joko Widodo
pada saat kampanye pilpres 2014 lalu, dimana
setiap desa akan digelontorkan dana kurang lebih
sebesar Rp1-1,4 miliar setiap tahunnya. Tapi seperti
Auditorial
04 | auditoria 2014 vol. VII no. 42 | 05
AUDITORIA KITA...apakah “hujan dana di negeri Desa” itu akan
membasahi? Jelas bikin penasaran buat dibaca
bukan?
Di samping itu, Public Procurement juga disajikan
di Laporan Utama. Tentu saja, punggawa
Inspektorat V menjadi aktor utamanya. Public
Procurement merupakan salah satu motor
penggerak utama pembangunan terutama apabila
dikaitkan dengan besarnya belanja pemerintah,
baik belanja modal maupun belanja barang.
Perkembangan nilai belanja pemerintah dalam
kurun waktu satu dasawarsa terakhir menunjukkan
tren kenaikan yang signifikan.
Kepada para pembaca yang penasaran dengan
dua topik itu, pasti akan memperoleh banyak
manfaat dari laput kita kali ini.
Untuk Liputan Khusus, Auditoria kali ini
menurunkan tentang Entikong. Auditoria
menerjunkan awaknya untuk langsung menatap
Entikong dari dekat, sedekat-dekatnya. Mulai dari
lika-liku perjalanan ke tapal batas negeri itu,
hingga memotret duka lara para punggawa
Kemenkeu yang harus berpisah jauh dari keluarga,
berhadapan dengan situasi yang tak
menyenangkan, ancaman, hingga teror. Itu semua
mereka alami “hanya” karena mereka menegakkan
aturan sebagaimana mestinya.
Ragam pengawasan hadir seperti biasa,
menampung ekspresi para pegawai Itjen. Begitu
banyak artikel yang masuk, membuat redaksi
mesti sedikit tega menunda beberapa artikel
karena keterbatasan ruang di majalah ini. Ragam
pengawasan berusaha mendahulukan para penulis
baru, agar tak terkesan itu-itu saja.
Tulisan Bapak Alexander yang selalu memikat tak
lupa kami sajikan juga, di samping rubrik-rubrik lain
yang tak kalah menarik. Semua kami sajikan untuk
anda, para pembaca setia. Selamat membaca,
jayalah Itjen, jayalah Kemenkeu!... (cwl)
egitulah kira-kira sepenggal bait Bsenandung klasik Ebiet G. Ade pada
Lomba Cipta Lagu Pembangunan
Tingkat Nasional Tahun 1987 silam. Untaian
lirik karya Oding Arnaldi tersebut menjadi
istimewa manakala ternyata sejak era 80-an isu
pembangunan desa sudah sedemikian
menggeloranya di seantero negeri ini, sehingga
tidak cukup terkomunikasikan hanya dengan
tulisan, grafiti, aksi propaganda, dan/atau
pidato kenegaraan sang pemimpin waktu itu.
Dimulai dengan aksi simpatik ABRI (sekarang
TNI) Masuk Desa pada tahun 1978, berlanjut
dengan program Listrik Masuk Desa, Koran
Masuk Desa, Olahraga Masuk Desa, Sarjana
Masuk Desa, Telepon Masuk Desa, Internet
Masuk Desa bahkan sampai kepada program
Arsip Masuk Desa. Sepertinya desa selalu
menjadi objek yang atraktif bagi para kreator
dan pembangun di NKRI ini, sementara
kandungan deposit daya tariknya tidak pernah
habis tereksplorasi hingga saat ini. Dan
sekarang setelah lebih dari empat windu
berlalu, kebersahajaan dan keasrian Desa
kembali menjadi primadona pemberitaan
dimana-mana melalui tajuk program “Dana
Masuk Desa”. Diinisiasi oleh pemerintahan
sebelumnya, program ini juga merupakan
pengejawantahan dari janji Presiden Joko
Widodo pada saat kampanye pilpres 2014 lalu,
dimana setiap desa akan digelontorkan dana
kurang lebih sebesar Rp1-1,4 miliar setiap
tahunnya. Sebuah angka yang 'wah' bagi
lingkungan kehidupan yang selama ini
cenderung dikesankan mengalami
ketertinggalan dalam berbagai hal
dibandingkan dengan kehidupan
penyangganya. Tapi seperti apakah “hujan dana
di negeri Desa” itu akan berproses, dan
bagaimana gambaran episodenya? Mari kita
simak data dan fakta berikut ini.
Overview Sejarah Singkat Perkembangan Regulasi dan Pendanaan Desa
Dikutip dari pendapat pakar sejarah,
keberadaan desa disinyalir sudah eksis jauh
sebelum NKRI diproklamasikan oleh Soekarno-
Ha�a, yaitu sebagaimana terungkap dalam
penjelasan Pasal 18 UUD 1945 (sebelum
amandemen) yang antara lain menyatakan
bahwa ”Dalam territoir Indonesia terdapat lebih
kurang 250 Zel�esturende landschappen
(daerah swapraja) dan Volksgemeenschappen
(desa), seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di
Minangkabau, dusun dan marga di Palembang
dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai
susunan asli, dan oleh karenanya dapat
dianggap sebagai daerah yang bersifat
istimewa”.
Karena termasuk daerah istimewa, maka
pemerintah memandang perlu untuk membuat
suatu regulasi yang mengatur secara khusus
tentang tata kelola pemerintahan desa.
Pengaturan tersebut secara formal dimulai
pasca kemerdekaan RI dengan lahirnya
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang
Desapraja sebagai Bentuk Peralihan untuk
Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III
di Seluruh Wilayah Republik Indonesia. Terkait
konteks pendanaan, diatur bahwa Desapraja
berhak mendapat hasil dari perusahaan
Desapraja atau bagian hasil dari perusahaan
Daerah atasan, berhak melangsungkan
pemungutan pajak yang sudah ada pada saat
mulai berlakunya undang-undang ini
(sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan perundangan perpajakan yang
berlaku), dan berhak memungut retribusi.
Kepada Desapraja dapat pula diserahkan Pajak
Daerah, diberikan sebagian dari pungutan Pajak
Daerah, dan diberikan bantuan lain dari
instansi atasan dalam bentuk apapun. Selain
dari sumber-sumber penghasilan dimaksud,
AuditamaAuditama
… Surat kecil dari desaku, sahabat lama yang tinggal di Desa,
Rupanya sangatlah rindu padaku, sewindu tiada bertemu, …
…Dan suratnya menggugah hati, desaku yang anggun giat membangun,
Katanya “bilakah pulang ke Desa”, tak jumpa yang bermalasan …Dan suratnya menggugah hati, desaku yang anggun giat membangun,
Katanya “bilakah pulang ke Desa”, tak jumpa yang bermalasan …
vol. VII no. 42 | 07
Foto: Jimmy Lapotulo
Penulis: Muhaimin Zikri, Auditor Madya Inspektorat V
perubahan yang signifikan adalah mulai
didefinisikannya Keuangan Desa sebagai
“semua hak dan kewajiban desa yang dapat
dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik
berupa uang maupun berupa barang yang
dapat dijadikan milik desa berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban”, dimana hak
dan kewajiban dimaksud akan menimbulkan
adanya pendapatan, belanja, dan pengelolaan
keuangan desa. Definisi ini menjadi seirama
dengan definisi Keuangan Negara dan
Keuangan Daerah, dan secara tidak langsung
menyiratkan adanya tiga lapisan pemerintahan
di Indonesia yaitu Pemerintah (Pusat),
Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Desa
Setelah pola ini berjalan selama dua lustrum,
dan memperhatikan dinamika arti pentingya
desa dalam ketatanegaraan Republik Indonesia,
pemerintah kembali menata ulang struktur dan
pola pendanaan Desa melalui Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Untuk
mendukung implementasinya agar berjalan
efektif dan efisien, tak tanggung-tanggung
pemerintah menerbitkan sekaligus dua
Peraturan Pemerintah yaitu PP Nomor 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa dan PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang
Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara s�dd PP
Nomor 22 Tahun 2015.
Beberapa 'Aturan Main' dalam Pendanaan Desa
Dalam paket regulasi terbaru ini, secara umum
desa didefinisikan menjadi “Desa adalah desa
dan desa adat atau yang disebut dengan nama
lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam
sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia”. Selanjutnya dalam
regulasi ini juga diperkenalkan beberapa
terminologi dan pendefinisian baru antara lain
menyangkut Pembangunan Desa, Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa,
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Desa, Dana
Desa, Alokasi Dana Desa, Aset Desa, Barang
Milik Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa. Terkait pengelolaan Keuangan Desa,
beberapa sumber pendapatan desa dan
pengelolaan keuangan desa dirumuskan
kembali dengan rambu-rambu sebagai berikut:
a. Pendapatan Desa bersumber dari:
Ÿ Pendapatan Asli Desa yang terdiri atas
hasil usaha, hasil aset, swadaya dan
partisipasi, gotong royong, dan lain-lain
pendapatan asli Desa;
Ÿ alokasi Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (yang selanjutnya
disebut Dana Desa), dengan batasan
paling sedikit 10% dari dan di luar
Anggaran Transfer ke Daerah;
Ÿ bagian dari hasil Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (PDRD)
Kabupaten/Kota (paling sedikit 10%);
Ÿ Alokasi Dana Desa (ADD) yang
merupakan bagian dari dana
perimbangan yang diterima
Kabupaten/Kota (paling sedikit 10%);
Ÿ bantuan keuangan dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota;
Ÿ hibah dan sumbangan yang tidak
mengikat dari pihak ketiga; dan
Ÿ lain-lain pendapatan Desa yang sah.
b. Dana Desa didefinisikan sebagai dana
Desapraja dapat pula memperoleh penghasilan
dari pinjaman dan lain-lain hasil usaha yang
sesuai dengan kepribadian Indonesia. Secara
hakikat, substansi yang termuat dalam UU ini
telah mengarah pada konsep desentralisasi
fiskal, namun sayangnya undang-undang ini
tidak sempat dilaksanakan karena adanya
perubahan peta politik pada tahun 1966.
Melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969,
pemerintah menyatakan Undang-Undang
tentang Desapraja tidak berlaku.
Setelah vakum selama lebih dari satu dekade,
tata pemerintahan desa kembali diatur dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa. Dalam UU ini, terdapat
beberapa perubahan dalam definisi dan
terminologi terkait pengelolaan desa, serta
mulai diperkenalkan pola penganggaran pada
desa dimana setiap tahunnya Kepala Desa
menetapkan Anggaran Penerimaan dan
Pengeluaran Keuangan Desa setelah
dimufakatkan dengan Lembaga Musyawarah
Desa. Undang-undang ini cukup lama
dijalankan dengan segala macam bentuk
keberhasilan pembangunan desa yang
diagendakan dan dipropagandakan secara
masif oleh pemerintahan waktu itu, salah
satunya melalui program TVRI (1982) yang
bertajuk “Dari Desa ke Desa”.
Seiring dengan terjadinya perubahan haluan
politik pasca reformasi tahun 1998,
pemerintah kembali mengatur ulang tata
pemerintahan desa melalui Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, dimana desa dan sumber
pendanaannya kembali didefinisikan ulang,
dan diperkenalkannya pula beberapa
terminologi baru seperti Kawasan Pedesaan,
Tugas Pembantuan, Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa (APBDesa), dan Badan
Usaha Milik Desa. Kemudian pasca
diterbitkannya Paket Undang-Undang
Keuangan Negara (UU Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara), pemerintah
memandang perlu untuk mengatur kembali
rumusan tata kelola pemerintahan desa
melalui Undang Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Salah satu
Pasca diterbitkannya Paket
Undang-Undang Keuangan Negara (UU Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara), pemerintah memandang perlu untuk mengatur kembali rumusan tata
kelola pemerintahan desa melalui Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
AuditamaAuditama
08 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 09
kabupaten/kota melalui mekanisme
pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD,
dalam tiga tahapan yaitu:
Ÿ Tahap I paling lambat minggu kedua
bulan April sebesar 40%;
Ÿ Tahap II paling lambat minggu kedua
bulan Agustus sebesar 40%; dan
Ÿ Tahap III paling lambat minggu kedua
bulan Oktober sebesar 20%.
Kemudian pemerintah daerah akan
menyalurkan kepada desa yang berada
dalam wilayah kabupaten/kotanya melalui
mekanisme pemindahbukuan dari RKUD ke
Rekening Kas Desa paling lambat 7 hari
kerja setelah Dana Desa diterima di RKUD.
Dalam hal bupati/walikota tidak
menyalurkan Dana Desa sesuai dengan
ketentuan, maka Menteri Keuangan selaku
Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah
dapat melakukan penundaan penyaluran
Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi
Hasil yang menjadi hak kabupaten/kota
yang bersangkutan.
i. Penggunaan Dana Desa yang bersumber
dari APBN diprioritaskan untuk dapat
mendanai pelaksanaan pembangunan desa
dan pemberdayaan masyarakat. Prioritas
yang terkait dengan pembangunan desa,
antara lain mencakup pembangunan dan
pemeliharaan:
(1) infrastruktur desa, seperti tambatan
perahu dan jalan permukiman;
(2) jalan desa antar permukiman ke wilayah
pertanian dan prasarana kesehatan desa
seperti air bersih, sanitasi lingkungan,
dan Posyandu;
(3) sarana dan prasarana pendidikan dan
kebudayaan, seperti taman bacaan
masyarakat, pendidikan usia dini dan
balai pelatihan/kegiatan belajar
masyarakat; serta
(4) sarana dan prasarana ekonomi/usaha
ekonomi produktif seperti pasar desa,
pembibitan tanaman pangan, lumbung
desa, pembukaan lahan pertanian, serta
pengembangan usaha ikan dan ternak.
Sedangkan prioritas untuk pemberdayaan
masyarakat, antara lain berupa:
(1) pelatihan usaha ekonomi, pertanian,
perikanan dan perdagangan;
(2) pelatihan teknologi tepat guna; serta
(3) peningkatan kapasitas masyarakat
termasuk kelompok usaha ekonomi,
kelompok tani, kelompok nelayan,
kelompok pengrajin, dan kelompok
perempuan.
Roadmap Pengalokasian Dana Desa
2015-2019
Walau bagaimanapun tingginya risiko dan
ketidakpastian outcome yang akan dicapai,
pembangunan berorientasi desa telah menjadi
visi dan misi presiden terpilih 2014,
sebagaimana termaktub dalam 'piagam
yang bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara yang diperuntukkan bagi Desa
yang ditransfer melalui anggaran pendapatan
dan belanja daerah kabupaten/kota dan
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan, dan
pemberdayaan masyarakat”. Sedangkan
Alokasi Dana Desa (ADD) didefinisikan sebagai
“dana perimbangan yang diterima
kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah kabupaten/kota setelah
dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK)”.
c. Dana Desa bersumber dari Belanja
Pemerintah (Pusat) dengan mengefekti�an
program yang berbasis Desa secara merata
dan berkeadilan, yang pengalokasiannya
setiap tahun dihitung berdasarkan jumlah
Desa dengan menggunakan alokasi yang
dibagi secara merata (alokasi dasar) dengan
bobot 90%, dan dialokasikan dengan
memperhatikan jumlah penduduk, angka
kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat
kesulitan geografis, dengan bobot 10%.
d. Bagi Kabupaten/Kota yang tidak
memberikan ADD, Pemerintah dapat
melakukan penundaan dan/atau
pemotongan sebesar alokasi dana
perimbangan setelah dikurangi Dana
Alokasi Khusus yang seharusnya disalurkan
ke Desa.
e. Pengalokasian ADD ditetapkan melalui
peraturan bupati/walikota dengan
mempertimbangkan kebutuhan penghasilan
tetap kepala Desa dan perangkat Desa; dan
jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan
Desa, luas wilayah Desa, dan tingkat
kesulitan geografis Desa.
f. Pengalokasian bagian dari hasil pajak dan
retribusi daerah ditetapkan melalui
peraturan bupati/walikota, dan dilakukan
berdasarkan ketentuan:
Ÿ 60% dibagi secara merata kepada seluruh
Desa; dan
Ÿ 40% dibagi secara proporsional realisasi
penerimaan hasil pajak dan retribusi dari
Desa masing-masing.
g. Belanja Desa yang ditetapkan dalam APB
Desa digunakan dengan ketentuan:
Ÿ paling sedikit 70% dari jumlah anggaran
belanja Desa digunakan untuk mendanai
penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa; dan
Ÿ paling banyak 30% dari jumlah anggaran
belanja Desa digunakan untuk penghasilan
tetap dan tunjangan kepala Desa dan
perangkat Desa, operasional Pemerintah
Desa, tunjangan dan operasional Badan
Permusyawaratan Desa, dan insentif rukun
tetangga dan rukun warga.
h. Penyaluran Dana Desa setiap tahun
dilakukan pemerintah kepada
AuditamaAuditama
10 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 11
terpadu, air minum berskala Desa;
pengembangan dan pembinaan sanggar seni
dan belajar; dan pembuatan jalan Desa
antarpermukiman ke wilayah pertanian).
Sebagian pembiayaan program/kegiatan terkait
dengan kewenangan tersebut selama ini
dialokasikan pada belanja K/L (sektoral) dan
tugas pembantuan. Untuk TA 2015, sebagian
besar Dana Desa bersumber dari realokasi
belanja Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri) terkait Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan
(PNPM MPd), dan belanja Kementerian
Pekerjaan Umum terkait Sistem Penyediaan Air
Minum (SPAM) Pedesaan dan Program
Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP).
Adapun rincian alokasi selengkapnya mengenai
Dana Desa TA 2015 dapat dilihat pada Tabel 2.
Risiko Permasalahan dalam Pengelolaan
Dana Desa
Setiap program atau kegiatan yang melibatkan
aliran dana dalam jumlah relatif besar, tentunya
mengandung faktor inherent risk, tidak
terkecuali dengan euforia Dana Desa. Meskipun
untuk TA 2015, jumlah dana yang diperkirakan
akan disalurkan dan diterima sebuah desa rata-
rata baru mencapai Rp749,38 juta, namun
dengan melihat kekurangsiapan pemerintah
(baik pusat, daerah, maupun desa) dalam
mengimplementasikan amanat UU Desa, maka
faktor inherent risk-nya menjadi lebih tinggi.
Berbagai kendala dan permasalahan yang
terekam sejak awal peluncuran program
anggaran berbasis Desa tersebut pada dasarnya
dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu:
Aspek Kelembagaan
Beberapa waktu yang lalu pemberitaan
mengenai tarik ulur peran dan kewenangan
Ditjen Pemberdayaan Masyarakat Desa
(PMD) terkait pengelolaan Desa antara
Kemendagri dan Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi (Kemendes dan PDTT) sempat
menimbulkan kekhawatiran akan menjadi
faktor penghambat kelancaran implementasi
UU Desa. Namun seiring dengan iktikad baik
kedua belah pihak untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut, serta upaya
KemenPAN-RB untuk merestrukturisasi tugas
dan fungsi kedua kementerian, diharapkan
risiko kegagalan pembangunan dan
pemberdayaan desa dari sisi pemerintah dapat
termitigasi dengan baik. Namun di sisi lain,
struktur kelembagaan desa dan perangkat desa
sampai saat ini belum diatur secara jelas.
Melihat besarnya anggaran yang akan dikelola,
tidak tertutup kemungkinan sebuah desa akan
memerlukan struktur pengelolaan anggaran
tersendiri yang baku dan efisien. Pada level dan
bidang tertentu, mungkin beberapa desa perlu
membentuk semacam Unit Kerja Perangkat
Desa (UKPD) yang akan bertanggung jawab
untuk mengelola pembangunan desa beserta
anggarannya, seperti UKPD pertanian dan
irigasi (semacam Dinas Pertanian/Pekerjaan
Umum pada level kabupaten/kota), UKPD
Nawacita' yang antara lain menyebutkan bahwa
pembangunan Indonesia akan dimulai dari
pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah
dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan
melalui desentralisasi asimetris, defragmentasi
dan sinergi tata kelola pemerintahan, dan
reformasi pelayanan publik. Presiden juga
berjanji akan mengawal implementasi UU Desa
secara sistematis, konsisten dan berkelanjutan
dengan fasilitasi, supervisi, dan pendampingan.
Dalam rangka mewujudkan cita-cita tersebut,
pemerintah telah menggariskan strategi
pencapaiannya dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019
yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 2 Tahun 2015. Berdasarkan
RPJMN dimaksud, sasaran pembangunan
perdesaan adalah menurunnya jumlah desa
tertinggal sampai 5.000 desa atau meningkatnya
desa mandiri sedikitnya 2.000 desa. Dalam
rangka mencapai sasaran tersebut, pemerintah
(c.q. Menteri Keuangan setelah berkoordinasi
dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi, menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang perencanaan
pembangunan nasional, serta menteri
teknis/pimpinan lembaga pemerintah
nonkementerian terkait) sesuai amanat PP
Nomor 22 Tahun 2015 menyusun suatu roadmap
kebijakan yang akan memandu gerak langkah
untuk merealisasikan RPJMN, khususnya
terkait dengan pemenuhan dan pengelolaan
anggaran Dana Desa periode 2015-2019.
Gambaran Roadmap Dana Desa dimaksud
secara ringkas termuat dalam Tabel 1.
Berdasarkan tabel, terlihat bahwa janji presiden
untuk mengucurkan Dana Desa sebesar Rp1-1,4
miliar per desa diproyeksikan baru dapat
terealisasi pada TA 2017-2019.
Rencana tersebut tentunya dengan kualifikasi
ceteris paribus pada jumlah desa (tanpa adanya
pemekaran dan/atau penghapusan desa selama
periode 2015-2019) dan stabilitas asumsi makro
perekonomian. Di samping itu, ada suatu
'gentleman's agreement' dari pemerintah bahwa
pemenuhan dan pengalokasian anggaran Dana
Desa dalam APBN pada prinsipnya dilakukan
by-formula secara bertahap (yaitu: TA 2015
paling sedikit 3%, TA 2016 paling sedikit 6%,
serta TA 2017 dan seterusnya paling sedikit 10%,
yang dihitung dari dan di luar Anggaran
Transfer ke Daerah), namun tetap dengan
memperhatikan 'Kemampuan Keuangan
Negara'. Adapun gambaran mengenai peta
sebaran desa yang akan memperoleh kucuran
Dana Desa dimaksud adalah sebagaimana
terlihat pada Gambar 1.
Starting point implementasi Dana Desa dimulai
dengan pengalokasiannya dalam APBN TA 2015
sebesar Rp9.066,2 miliar. Namun dengan
memperhatikan kebutuhan dan realisasi
penerimaan dan pengeluaran pemerintah desa
seluruh Indonesia TA 2013 yang mencapai
hampir Rp20 triliun pada TA 2013 (sesuai data
dari Badan Pusat Statistik), maka pemerintah
bersama parlemen menyepakati perubahan
dalam pengalokasian Dana Desa yang berasal
dari APBN-P TA 2015 menjadi sebesar
Rp20.776,2 miliar.
Yang perlu digarisbawahi adalah pengalokasian
Dana Desa dari APBN pada dasarnya bukan
merupakan alokasi belanja baru, namun
merupakan realokasi belanja pemerintah pada
K/L dengan mengefekti�an “program berbasis
desa” secara merata dan berkeadilan. Yang
dimaksud dengan “program berbasis desa”
adalah program dalam rangka melaksanakan
kewenangan desa berdasarkan hak asal usul
(antara lain sistem organisasi masyarakat adat,
pembinaan kelembagaan masyarakat,
pembinaan lembaga dan hukum adat,
pengelolaan tanah kas Desa, pengembangan
peran masyarakat Desa), dan kewenangan lokal
berskala desa (antara lain pengelolaan tambatan
perahu, pasar Desa, tempat pemandian umum,
jaringan irigasi, lingkungan permukiman
masyarakat Desa, perpustakaan Desa dan taman
bacaan, embung Desa; pembinaan kesehatan
masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan
Tabel 1
Gambar 1
AuditamaAuditama
12 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 13
Program Kejar Paket B (melek huruf), dan
jarang tersentuh pembinaan dunia formal. Hal
ini tentu menjadi permasalahan serius jika
paham “the man behind the gun” diyakini akan
menjadi kunci keberhasilan suatu program.
Meskipun di sisi lain Kemendes & PDTT telah
mempersiapkan regulasi terkait pendampingan
desa beserta rekrutmen tenaga pendamping
desa sekitar 16.000 tenaga—untuk
menggantikan tenaga pendampingan PNPM
MPd yang berakhir April 2015 setelah hampir 8
tahun bertugas—namun kesiapan serta
kapasitas dan kapabilitas tenaga pendamping
tersebut masih menjadi tanda tanya. Di
samping akan membebani anggaran belanja gaji
dan operasional, keberadaan tenaga
pendamping desa yang unqualified
dikhawatirkan dapat menjadi kontraproduktif
dengan pencapaian tujuan, dan berpotensi
menimbulkan praktik percaloan anggaran.
Tentunya kita tidak mengharapkan bahwa
uncredible human factor menjadi pemicu
terjadinya penyimpangan (KKN) dalam
pengelolaan Dana Desa, sehingga menjadi
pintu masuk bagi para penegak hukum untuk
ikut berkiprah di dalamnya (dalam konteks law
enforcement).
Aspek Sistem Informasi
Manajemen dan
Akuntabilitas
Pengalokasian Dana Desa, ADD,
dan bagi hasil PDRD pada
prinsipnya mempersyaratkan
adanya perencanaan yang baik
oleh pemerintah desa.
Perencanaan pembangunan desa
yang dituangkan dalam
RPJMDes dan RKPDes, yang
kemudian akan dinominalkan
dalam bentuk RKA-Des,
RAPBDes, dan APBDes mutlak
memerlukan suatu sistem
informasi manajemen yang andal
namun tetap simpel (user
friendly). Hal ini akan menjadi
tantangan tersendiri manakala
fenomena yang ada
menunjukkan bahwa terdapat
beberapa desa pada suatu
kabupaten yang sudah
sedemikian majunya sehingga untuk
penyusunan suatu modul perencanaan dan
penyampaian laporan akuntabilitas pelaksanaan
program/anggaran telah memanfaatkan
teknologi informasi berbasis web dan aplikasi
berbantuan komputer. Namun di sisi lain,
beberapa desa tetangganya masih
menggunakan teknologi tradisional dimana
untuk mengantar suatu laporan saja masih
menggunakan sarana kuda dan kegiatan
operasional/administrasinya belum didukung
perangkat komputer sama sekali. Pendekatan
desentralisasi asimetris mungkin dapat
diterapkan terkait program/kegiatan yang akan
dilaksanakan suatu desa, namun untuk sarana
dan prasarana pendukungnya (termasuk sistem
informasi manajemen) seyogyanya
terstandardisasi dengan baik. Tantangan ini
tentu berkaitan erat pula dengan ketersediaan
operator (SDM) yang qualified dan kompeten.
Terkait akuntabilitas, mengingat pendanaan
desa sebagian besar akan bersumber dari
APBN/APBD, maka sesuai amanat Pasal 3 UU
Nomor 17 Tahun 2003, pengelolaan Dana Desa
dan ADD oleh pemerintah desa harus tetap
dilakukan secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif,
kesehatan masyarakat, UKPD pengelola
keuangan dan aset desa, UKPD perencanaan
pembangunan desa (semacam Bappedes),
Inspektorat Desa dlsb. Tentunya pembentukan
struktur tersebut akan menimbulkan
konsekuensi pembiayaan dan permasalahan
birokrasi tersendiri.
Aspek Regulasi
Saat ini tak kurang dari selusin regulasi
teknis yang berlaku dari setidaknya tiga
kementerian (Kemendagri, Kemenkeu, dan
Kemendes & PDTT) yang menginduk pada UU
Nomor 6 Tahun 2014, PP Nomor 43 Tahun 2014,
dan PP Nomor 60 Tahun 2014 s�dd PP 22
Tahun 2015 terkait dengan pengelolaan
pemerintahan desa, pembangunan dan
pemberdayaan desa, serta pengelolaan
keuangan desa. Belum lagi nanti Pemda akan
menerbitkan berbagai regulasi teknis lainnya
yang akan mengatur lebih lanjut mengenai
pengelolaan keuangan desa di wilayah mereka
masing-masing. Dapat dibayangkan bagaimana
rumitnya tatanan pengaturan/pengurusan
tentang Desa, padahal implementasinya pada
daerah tertentu mungkin hanya akan di-
cascading oleh 3-4 personil pengurus desa saja.
Dan yang lebih ironis, belum tentu semua
pengurus desa tersebut 'melek hukum', karena
pada dasarnya selama ini mereka hidup dalam
pranata kearifan lokal yang penuh
kebersahajaan dan business as usual.
Penyederhanaan regulasi teknis dengan
mempertimbangkan kapasitas dan kapabilitas
sumber daya manusia yang akan
menjalankannya mutlak dilakukan. Demikian
halnya dengan kesiapan pemda dalam
menyusun Perbup/Perwako yang mengatur
mengenai tata cara pengelolaan dana desa di
wilayahnya masing-masing, sebagai salah satu
persyaratan dalam penyaluran dana desa.
Sampai berita ini diturunkan masih terdapat 51
daerah dari 434 daerah penerima Dana Desa TA
2015 yang belum memenuhi persyaratan dan
menerima penyaluran Dana Desa Tahap I.
Pada tataran yang lebih tinggi, revisi paket UU
Keuangan Negara—dengan memasukkan Desa
sebagai salah satu subjek pengelola anggaran
dan fungsi Menteri Keuangan sebagai Pengguna
Anggaran Transfer Dana Desa—serta revisi UU
Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah dan UU terkait Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah—dengan
memasukkan kemungkinan Desa sebagai bagian
tersendiri dalam pengelolaan dana perimbangan
dan pemungutan pajak/retribusi desa—menjadi
salah satu program legislasi nasional yang perlu
segera diselesaikan. Di samping itu, perlu
ketegasan dan klarifikasi dari pemerintah untuk
pemberlakuan regulasi mengenai tugas
pembantuan pada level desa dan pemberlakuan
regulasi terkait pengadaan barang/jasa
pemerintah dalam proses pengadaan
barang/jasa pada pemerintahan desa.
Aspek Sumber Daya Manusia
“Jika suatu urusan diserahkan bukan
kepada ahlinya, maka tunggulah
kehancuran itu”, demikian sebuah Hadist Nabi.
Tentunya kita semua berharap bahwa proses
pengucuran Dana Desa yang cukup deras
tersebut telah dan akan senantiasa melibatkan
para ahlinya. Sebagaimana dimaklumi, sebagian
besar kepala desa dan perangkat desa
kemungkinan tidak memiliki latar belakang
pendidikan formal dan keahlian profesi yang
mendukung terkait pengelolaan anggaran desa
yang relatif besar itu. Bahkan beberapa desa
hanya memiliki SDM dengan kualifikasi lulusan
Tabel 2
AuditamaAuditama
14 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 15
pengelolaan Dana Desa, maka berbagai risiko
permasalahan tersebut di atas dapat bermula
dari dan/atau berdampak signifikan pada
Kementerian Keuangan. Sejak proses
penganggaran (indikasi kebutuhan dana),
pembahasan dengan DPR, pengalokasian dan
penghitungan, serta penyaluran Dana Desa
dimaksud tidak terlepas dari pelaksanaan
fungsi Menteri Keuangan selaku Pengguna
Anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
Apalagi karena sifatnya earmarked, maka
Menteri Keuangan sesuai dengan kuasa Pasal
132 PP Nomor 45 Tahun 2013 berwenang pula
untuk melakukan monitoring dan evaluasi
terhadap penyerapan dan pemanfaatan dana
desa. Hal ini tentu memerlukan dukungan,
koordinasi, dan kerja sama yang baik dari
semua pihak, khususnya dukungan dari unit
kerja terkait di lingkungan Kementerian
Keuangan (terutama DJA, DJPK, DJPB,
Sekretariat Jenderal, dan Inspektorat Jenderal)
Meskipun secara organisatoris maupun
fungsional Inspektorat Jenderal Kementerian
Keuangan tidak berkaitan langsung dengan
proses perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, maupun pertanggungjawaban
Dana Desa, namun sebagai Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah yang ditetapkan Menteri
Keuangan untuk melakukan kegiatan
pengawasan intern terkait pelaksanaan tugas
dan fungsi Menteri Keuangan—termasuk
dalam hal ini fungsi terkait penyusunan
anggaran, pengalokasian, dan penyaluran Dana
Desa pada DJA dan DJPK—Inspektorat
Jenderal memegang peranan penting dalam
memberikan keyakinan yang memadai
(reasonable assurance) bahwa proses
penganggaran, pengalokasian, dan penyaluran
Dana Desa di Kementerian Keuangan telah
dilaksanakan secara akuntabel, efektif, dan
efisien sesuai dengan koridor peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan good
governance. Pengawasan terhadap proses ini
perlu dilakukan secara hati-hati dan
proporsional agar tidak menimbulkan konflik
pengawasan dengan unit-unit kerja
pengawasan lainnya (BPKP, APIP K/L, APIP
Daerah). Dengan pengawasan yang baik,
diharapkan dapat memberikan informasi dan
rekomendasi yang valid bagi pimpinan
Kementerian Keuangan dalam mengambil
kebijakan/keputusan yang tepat serta
menentukan standing position apabila terjadi
permasalahan dalam implementasi Dana Desa
tersebut. Permasalahan-permasalahan yang
sebelumnya pernah terjadi pada anggaran
transfer ke daerah seperti penganggaran dan
penyaluran DPPID, DPID, BOS, TPG, dll
tentunya akan menjadi pembelajaran untuk
tidak terulang kembali pada Dana Desa.
Pada akhirnya, program pembangunan
berorientasi desa dengan segala risiko dan
permasalahannya tersebut tetap harus
didukung oleh segenap lapisan masyarakat di
NKRI. Terlepas dari janji pemerintah dan
haluan pemerintahan yang dapat berganti, kita
semua patut menyadari bahwa hakikatnya
sebagian besar dari kita berasal dari desa, dan
tentu sudah selayaknya ikut berpartisipasi dan
concern terhadap isu pembangunan dan
pemberdayaan desa secara konsisten dan
sungguh-sungguh. Apapun pola, mekanisme,
dan pendekatan yang akan digunakan,
tentunya prinsip “cost and benefit” tetap menjadi
pertimbangan utama. Cita-cita untuk
membangun desa itupun tidak mesti lahir dari
seorang pemimpin, bahkan dari seorang
pemimpi-pun nawaitu itu bisa terpatri, seperti
untaian bait sang penyair EGA ini.
transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Merujuk pada pertanggungjawaban
APBN/APBD, tentunya pertanggungjawaban
terhadap APBDes versi UU Desa tidak cukup
hanya dengan penyampaian Laporan Realisasi
Pelaksanaan APBDes semata. Ke depannya,
pemerintah desa tentu perlu menyusun suatu
Laporan Keuangan Pemdes, yang akan diaudit
oleh lembaga yang berwenang sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Aspek Pengawasan
Dalam regulasi terkait implementasi UU
Desa, secara administratif pembinaan
dan pengawasan terhadap pengelolaan
Dana Desa pada dasarnya dilakukan oleh
pemda kabupaten/kota melalui camat atau
sebutan lain yang setara. Pengawasan tersebut
dapat pula didelegasikan kepada perangkat
daerah lainnya. Namun mengingat penggunaan
Dana Desa dan/atau ADD bersifat earmarked
berbasis kebijakan nasional, maka keterlibatan
pemerintah (pusat) dalam pengawasan tetap
diperlukan, setidaknya melalui suatu aktivitas
pemantauan dan evaluasi. Dengan banyaknya
institusi yang terkait dengan pengalokasian dan
pengawasan pengelolaan Dana Desa/ADD baik
di tingkat pemerintah pusat (antara lain
Kemendagri, Kemendes & PDTT, Bappenas,
Kemenkeu, K/L teknis, BPKP) maupun pemda
provinsi/kabupaten/kota (antara lain Bappeda,
SKPD teknis, APIP Daerah, Camat) maka
duplikasi pengawasan dan/atau pengawasan
berulang yang menjurus kepada excessive controls
menjadi isu sentral yang perlu dicarikan jalan
keluar terbaiknya. Dengan kemandirian desa,
dalam perkembangannya nanti tidak tertutup
pula kemungkinan sebuah desa akan memiliki
aparat pengawasan intern sendiri (APIPDes).
Untuk itu, kebijakan dan koordinasi
pengawasan yang baik menjadi salah satu syarat
mutlak untuk menghindari terjadinya konflik
pengawasan.
Aspek Nonteknis Lainnya
Pengalokasian Dana Desa dan/atau ADD
tidak terlepas dari proses politik
penganggaran oleh pemerintah dan
parlemen. Dalam situasi akan dilangsungkannya
pilkada dan/atau pilkades secara serentak, risiko
pemanfaatan Dana Desa/ADD tidak tepat
sasaran menjadi semakin tinggi. Di samping itu,
pesona desa sebagai objek propaganda/
kampanye, memberikan posisi tawar tersendiri
dalam proses penganggaran, sehingga
pengalokasian Dana Desa/ADD yang
seyogyanya dilakukan by-formula, sedikit
banyaknya dapat terkontaminasi dengan
kepentingan dari pihak-pihak tertentu.
Peran Inspektorat Jenderal (Kementerian Keuangan) Dalam Pengawasan Anggaran Transfer Berorientasi Desa
Menilik peran dan domain Kementerian
Keuangan yang cukup dominan dalam
...... Aku pernah punya cita-cita hidup jadi petani kecil,
tinggal di rumah desa dengan sawah di sekelilingku,
....... Siapa tau nanti aku 'kan terpilih jadi kepala desa,
'kan kubangkitkan semangat rakyatku dan kubangun desaku ......
AuditamaAuditama
16 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 17Foto: Putra Bekti Foto: Putra Bekti
Belanja pemerintah setidaknya memiliki dua
peran yang sangat penting dalam pencapaian
tujuan nasional, terutama tujuan yang terkait
dengan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Pertama, besaran dan komposisi belanja
pemerintah pusat dalam operasi fiskal.
Pemerintah memiliki dampak yang signifikan
pada permintaan agregat yang merupakan
penentu output nasional pemerintah sebab
sebagai pembeli terbesar (the biggest buyer) dapat
mempengaruhi alokasi dan efisiensi sumber
daya ekonomi dalam perekonomian. Kedua,
berkaitan dengan ketersediaan dana untuk
melaksanakan ketiga fungsi ekonomi
pemerintah, yaitu fungsi alokasi, fungsi
distribusi, dan fungsi stabilisasi. Oleh karena itu,
kualitas kebijakan dan alokasi anggaran belanja
pemerintah menempati posisi yang sangat
strategis dalam mendukung pencapaian tujuan
nasional, sebagaimana digariskan dalam RPJP,
RPJM, dan rencana kerja pemerintah tahunan.
Lebih lanjut, kualitas kebijakan dan alokasi yang
representatif juga mendorong persepsi positif
dari para pengambil keputusan bisnis, yang
berarti akan dapat berdampak positif terhadap
perekonomian secara umum.
Anggaran yang besar dengan tujuan yang besar
dan mulia adalah amanah/tanggung jawab berat
yang harus dilaksanakan, namun pada
kenyataannya banyak ditemukan penyimpangan
dalam praktik pelaksanaan anggaran belanja
negara dimaksud, khususnya dalam pengadaan
barang/jasa pemerintah. Data perkara tindak
pidana korupsi yang ditangani Komisi
Pemberantasan Korupsi dari tahun 2011 sampai
dengan Januari 2015 menunjukkan bahwa kasus
PBJ masih mendominasi dengan jumlah kasus
tertinggi kedua setelah penyuapan.
Di samping permasalahan-permasalahan terkait
adanya kebocoran anggaran ataupun korupsi,
praktik pelaksanaan anggaran juga dihadapkan
pada lambatnya tingkat penyerapan belanja
akibat adanya bo�leneck/hambatan dalam proses
PBJ. Hal ini ditandai dengan adanya
kecenderungan pencairan anggaran yang selalu
menumpuk di akhir tahun anggaran (terutama
pada November dan Desember), sehingga
dengan kondisi target waktu yang sempit di
mana pelaksanaan PBJ harus selesai di akhir
tahun berpotensi mendorong para penyedia
barang/jasa untuk cenderung mengabaikan
kualitas hasil pengadaan dan bahkan
melanggar ketentuan/peraturan yang berlaku.
Di sisi lain, pelaksanaan PBJ juga dihadapkan
dengan terbatas dan tidak meratanya sumber
daya manusia yang memiliki kompetensi dan
integritas serta kurangnya minat untuk menjadi
pelaksana/pengelola pengadaan barang/jasa
pemerintah. Alasan klasik sulitnya mencari
pelaksana pengelola pengadaan disebabkan
beberapa hal yaitu 1) adanya ketakutan risiko :
terseret dalam kasus pidana pengadaan; 2)
tidak adanya perlindungan hukum yang
memadai terhadap pelaksana pengadaan; 3)
peraturan pengadaan yang ketat dan rinci
namun kadangkala membingungkan karena
terdapat kerancuan/disharmoni dengan
peraturan lain; dan 4) kurangnya
penghargaan/reward terhadap prestasi dan
beban kerja para pelaksana pengadaan.
Melihat peran vital dan strategis PBJ yang
mengalami banyak tantangan, sudah
sewajarnya permasalahan PBJ menjadi
perhatian pertama dan utama Presiden Jokowi
melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2015
tentang Percepatan Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah. Oleh sebab itu,
Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan
(Itjen Kemenkeu) selaku Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah (APIP) yang memiliki tugas
dan fungsi pengawasan internal di lingkungan
Kemenkeu perlu memberikan dukungan dan
perhatian khusus untuk melakukan perbaikan
sistem pengadaan barang/jasa pemerintah
sebagaimana instruksi presiden dimaksud,
antara lain melalui public procurement audit.
Pelaksanaan audit terhadap PBJ memiliki
karakteristik khusus yang berbeda dengan
audit pada umumnya. Dalam audit PBJ, auditor
akan menghadapi beberapa tantangan dan
Perkembangan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah
engadaan arang/ asa pemerintah P B J (PBJ)
atau biasa disebut public procurement
merupakan salah satu motor penggerak
utama pembangunan terutama jika dikaitkan ,
dengan besarnya belanja pemerintah baik ,
belanja modal maupun belanja barang.
Perkembangan nilai belanja pemerintah dalam
kurun waktu satu dasawarsa terakhir
menunjukkan tren kenaikan yang signifikan
(lihat grafik 1 dan grafik 2) erdasarkan data . B
sebagaimana Nota termuat dalam Keuangan
pengantar -Perubahan RAPBN Tahun Anggaran
2015 terlihat Belanja , bahwa
Kementerian Lembaga direncanakan meningkat /
sebesar 20,4% dari APBN Tahun 2014 atau
menjadi sebesar Rp779.5 T (lihat tabel 1). riliun
Sedangkan untuk Kementerian Keuangan,
anggaran b dalam RAPBN P 2015 elanja - TA
diperkirakan sebesar Rp25.686,3 miliar, atau
meningkat Rp6.959,1 miliar dari pagu yang
ditetapkan sebelumnya TAdalam APBN 2015.
Peningkatan tersebut disebabkan adanya
tambahan anggaran prioritas terkait dengan
upaya peningkatan pendapatan negara sebesar
Rp5.270,5 miliar dan perubahan alokasi yang
berasal dari realokasi BA BUN terkait reformasi
birokrasi sebesar Rp1.688,6 miliar.
AuditamaAuditama
18 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 19
Foto: Putra Bekti
Penulis: Riza Faiz Ahmad Auditor Pertama Inspektorat V
risiko terkait fraud, etika, dan khususnya faktor
sosio ekonomi. yang membedakan Hal unik
antara bidang PBJ dengan bidang pengawasan
lainnya adalah pengadaan barang/jasa
pemerintah akan bersinggungan dengan tiga
area aturan hukum, yaitu hukum Pidana,
hukum Perdata, dan hukum Tata Usaha Negara
Tanggung jawab pengawasan APIP terkait PBJ
tidak terbatas pada kegiatan audit semata, APIP
juga diharapkan terlibat aktif melalui beberapa
kegiatan sebagai berikut.
Ÿ Pemberian konsultasi.
Ÿ Pemberian rekomendasi jawaban sanggahan
banding.
Ÿ Pemberian rekomendasi atas usulan
pengenaan sanksi kepada penyedia
barang/jasa untuk dicantumkan ke dalam
daftar hitam (black-list).
Ÿ Penanganan terhadap pengaduan terkait
penyimpangan dalam proses PBJ.
Ÿ Reviu terhadap Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-
K/L).
Ÿ Reviu terhadap Rencana Kebutuhan Barang
Milik Negara (RK-BMN), yang saat ini
masih dalam proses penyusunan RPMK.
Ÿ Monitoring dan evaluasi terhadap
penyerapan anggaran K/L.
Titik Rawan Pengadaan Barang/Jasa
Berdasarkan data konsultasi dan temuan hasil
audit PBJ, khususnya audit terhadap PBJ yang
dibiayai dari Anggaran Belanja Modal di
lingkungan Kementerian Keuangan yang
dilaksanakan Inspektorat V, permasalahan/titik
rawan yang ditemukan pada dasarnya ada
pada tiap fase proses pengadaan dan bahkan
telah dimulai sejak saat perencanaan pengadaan
dan/atau anggaran. Beberapa permasalahan
yang sering terjadi antara lain:
1. Tahap Perencanaan Pengadaan dan/atau
Anggaran
Ÿ Perencanaan pengadaan dan/atau
anggaran tidak berdasarkan identifikasi
kebutuhan yang tepat;
Ÿ Kerangka Acuan Kerja (KAK)/Terms of
Reference (TOR) dan Rincian Anggaran
Biaya (RAB) tidak disusun secara rinci
dan/atau tidak dikalkulasikan secara
keahlian, serta tidak dilengkapi dengan
data pendukung yang memadai;
Ÿ Perencanaan anggaran PBJ tidak
memperhatikan kebutuhan anggaran
yang terkait dengan pemeliharaan
dan/atau kesiapan sarana/prasarana
pendukung lain yang dibutuhkan,
misalnya pengadaan kendaraan bermotor
tanpa memperhatikan ketersediaan biaya
pemeliharaan, pengadaan kapal tanpa
memperhatikan kesiapan prasarana
dermaga dan Anak Buah Kapal, dsb;
Ÿ Pembangunan/renovasi gedung belum
dilengkapi dokumen pendukung dari
pejabat/instansi yang berwenang seperti
dokumen pembebasan lahan dan/atau
sertifikat kepemilikan lahan, Ijin
Mendirikan Bangunan, hasil studi
kelayakan/AMDAL, persetujuan
penghapusan/pertukaran BMN, d . sb
2. Tahap Persiapan Lelang
Ÿ Tidak seluruh pengadaan diumumkan
dalam Rencana Umum Pengadaan;
Ÿ Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri
(HPS) yang tidak wajar; dan
Ÿ Penyusunan spesifikasi teknis yang
mengarah pada merek tertentu.
3. Tahap Pelaksanaan Lelang
Ÿ Adanya indikasi pengaturan lelang
dan/atau persaingan tidak sehat antar
penyedia;
Ÿ Penyimpangan dalam prosedur
pelelangan; dan
Ÿ Adanya sanggahan, sanggahan banding,
dan pengaduan.
4. Tahap Pelaksanaan Kontrak
Ÿ ;Pekerjaan disubkontraktorkan
Ÿ Duplikasi pekerjaan pada proyek
tahapan;
Ÿ Pembayaran uang muka tidak sesuai
ketentuan;
Ÿ Pembayaran yang tidak sesuai realisasi
fisik di lapangan;
Ÿ Addendum kontrak tidak sesuai dengan
ketentuan; dan
Ÿ Serah terima pekerjaan tidak sesuai
kontrak (volume, mutu dan waktu).
5. Tahap Pemanfaatan Hasil Pengadaan
Ÿ Hasil pengadaan tidak
dimanfaatkan/idle; dan
Ÿ Hasil pengadaan tidak diadministrasikan
dengan baik pada SIMAK BMN.
Fokus Perbaikan Audit Pengadaan
Barang/Jasa (Procurement Audit)
Walaupun setiap tahun Itjen telah melakukan
audit secara rutin, namun dari tahun ke tahun
masih sering dijumpai adanya temuan berulang
atas permasalahan yang sama dalam PBJ. Hal
ini harus menjadi perhatian dalam perbaikan
sistem pengawasan (audit), khususnya terkait
audit PBJ di masa mendatang. Beberapa hal
yang perlu menjadi fokus perbaikan ke depan
antara lain:
1. Pembentukan Unit Kerja Pengawasan yang
khusus mengawasi Pengadaan Barang/Jasa
secara utuh dan terpadu
Dalam melaksanakan tugas pengawasan
terhadap pelaksanaan PBJ di lingkungan
Kementerian Keuangan, Itjen membagi
penugasan pengawasan sesuai dengan jenis
belanja, di mana kegiatan pengawasan atas
PBJ yang dibiayai atau menggunakan
Anggaran Belanja Modal (Akun 53)
dilaksanakan oleh Inspektorat V, sedangkan
pengawasan atas PBJ yang menggunakan
Anggaran Belanja Barang (Akun 52)
dilaksanakan oleh Inspektorat I s.d. VII
sesuai dengan mitra kerja pengawasan
masing-masing (unit eselon I pelaksana
pengadaan yang menjadi bidang tugas dan
fungsi pengawasan masing-masing
inspektorat).
Pola pengawasan yang telah dijalankan Itjen
tersebut masih memiliki beberapa
kelemahan terutama terkait sinergi antar
unit pengawasan (inspektorat), salah satu
contoh terkait paket pengadaan sistem dan
perangkat Teknologi Informasi Komunikasi
(TIK), di mana pembelian awal sistem dan
perangkat TIK dibiayai dari Anggaran
Belanja Modal (tugas pengawasan dari
Inspektorat V), sedangkan paket
perpanjangan lisensi perangkat maupun
dukungan pemeliharaan Annual Technical
Support (ATS) dibiayai dari akun belanja
barang (tugas pengawasan inspektorat
terkait). Padahal, kedua paket pengadaan
tersebut (baik pengadaan awal maupun
dukungan pemeliharaan) memiliki
keterkaitan yang sangat erat, terutama
terkait penentuan spesifikasi dan harga,
yang pada akhirnya akan mempengaruhi
tingkat efisiensi dan efektivitas suatu
pengadaan. Akan menjadi lebih bermasalah
apabila terdapat perbedaan Program Kerja
Pengawasan Tahunan (PKPT) antar
inspektorat terkait sehingga dimungkinkan
terjadinya gap/celah pengawasan atas paket
pengadaan dimaksud.
Untuk itu, perlu kiranya dilakukan kajian
terhadap restrukturisasi unit kerja
Auditama
20 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 21
pengawasan dengan mempertimbangkan
opsi untuk membentuk suatu unit kerja
pengawasan yang khusus mengawasi
pelaksanaan PBJ secara utuh dan terpadu.
2. Pendekatan Probity Audit Untuk
Pengadaan Strategis
Probity diartikan sebagai integritas (integrity),
kebenaran (uprightness), dan kejujuran
(honesty). Probity audit dapat diartikan
sebagai “kegiatan penilaian (independen)
untuk memastikan bahwa proses PBJ telah
dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan
prinsip penegakan integritas, kebenaran,
dan kejujuran, dan memenuhi ketentuan
perundangan yang berlaku yang bertujuan
meningkatkan akuntabilitas penggunaan
dana sektor publik ” (Perka BPKP Nomor ,
Per-362/K/D4/2012).
Dengan dilaksanakannya probity audit, peran
dan fungsi APIP dalamakan lebih dominan
upaya pencegahan berupa tindakan Prevent,
Deter dan Detec Early Warning t sebagai
System atas proses PBJ, sehingga potensi
terjadinya kerugian negara dapat dimitigasi
sedini mungkin.
3. Sinergi Tim Audit dengan Tim Reviu
RKA-K/L dan Tim Reviu RK-BMN
Seperti slogan “If you fail to plan, It mean s
you plan to fail” sangatlah penting untuk
membuat perencanaan yang baik apabila
kita mengharapkan sebuah pengadaan
bermanfaat sesuai kebutuhan. Tahap
perencanaan pengadaan barang/jasa
sejatinya telah dimulai sejak tahap
perencanaan kebutuhan BMN dan
perencanaan anggaran agar perencanaan
menjadi baik dan tidak mengulangi
kesalahan pada masa-masa sebelumnya,
serta dalam upaya perbaikan sistem yang
berkelanjutan (continuous improvement),
perlu ada masukan informasi kepada Tim
Reviu RKA-K/L dan Tim Reviu RK-BMN
terutama terkait temuan-temuan hasil audit
pada tahap sebelumnya. Hal sebaliknya
juga perlu dilakukan apabila Tim Reviu
RKA-K/L maupun RK-BMN menilai ada
beberapa hal yang perlu menjadi perhatian
oleh Tim Audit dalam rangka mengawal
agar pengadaan tercapai sesuai kebutuhan
dan tujuan yang direncanakan.
4. Peningkatan Kompetensi dan Pemahaman
Auditor atas Proses Bisnis dan Risiko
Pengadaan Barang/Jasa
Acapkali laporan hasil temuan audit hanya
menjadi tumpukan buku yang memenuhi
gudang arsip tetapi tidak memberikan
kontribusi nilai tambah bagi perbaikan
terhadap proses PBJ. Hal ini salah satunya
disebabkan pemberian rekomendasi oleh
auditor tidak mempertimbangkan proses
bisnis yang ada, sehingga rekomendasi tidak
dapat ditindaklanjuti oleh auditi. Risiko lain
akan muncul apabila auditor tidak cermat
dalam mengidentifikasi permasalahan dan
memberikan rekomendasi yang tidak tepat
sehingga dapat berakibat secara hukum,
baik dalam lingkup Tata Usaha Negara
(TUN), perdata dan bahkan pidana.
Untuk mengantisipasi kondisi tersebut di
atas, maka perlu didorong adanya penguatan
kompetensi dan pemahaman auditor atas
proses bisnis PBJ secara berkelanjutan
melalui diklat, diskusi antar auditor,
kerjasama dengan organisasi/ asosiasi
profesional dan forum sharing knowledge yang
banyak tersedia di media sosial, mengingat
perkembangan sistem PBJ yang sangat
dinamis.
Melihat peran penting dari pengadaan barang/jasa pemerintah tersebut, maka jangan sampai Itjen Kemenkeu kehilangan momentum untuk dapat mengambil peran strategis sebagai Agent of Change dan katalisator terkait perbaikan dan/atau penyempurnaan sistem pengadaan barang/jasa di lingkungan Kementerian Keuangan, yang pada gilirannya diharapkan dapat menjadi Benchmark bagi Kementerian/Lembaga lain.
AuditamaAuditama
Inspektorat Jenderal. Layanan ini
juga menjadi salah satu layanan yang diikutsertakan dalam 'Survei
Kepuasan Pengguna Layanan'
yang dilakukan secara rutin oleh Kementerian Keuangan setiap tahunnya dengan melibatkan pihak independen (Universitas
Indonesia dan Institut Pertanian Bogor) sebagai surveyor. Hasil survei independen terhadap
PU ini sifatnya berulang T(multi-years) dan sudah
dilaksanakan sejak hampir
5 tahun yang lalu, seiring dengan ditetapkannya Layanan
Konsultasi Pengadaan Barang/Jasa (Helpdesk) kepada
satuan kerja (satker) di lingkungan Kementerian Keuangan sebagai salah satu Layanan Unggulan (quick wins) di
Peningkatan Efektivitas PengadaanBarang/Jasa melalui Konsultasi(Helpdesk)Outcome yang hendak dicapai salah satu Tema Pengawasan Unggulan (TPU) Inspektorat V Tahun 2015 ini pada dasarnya bukan hanya terbatas pada sisi efektivitas semata, namun mencakup pula peningkatan terhadap tata kelola dan proses Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) yang lebih efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku.
22 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 23
Foto: Irma
Penulis: Irma Auditor Pertama Inspektorat V
kurun waktu 5 tahun tersebut relatif cukup baik, dengan pencapaian terakhir pada Tahun
2014 pada level 4,2 dari skala likert 1-5 atau termasuk kategori “Sangat Puas”.
Tema ini menjadi salah satu isu sentral di
Inspektorat Jenderal sejak ditetapkannya layanan helpdesk tersebut sebagai salah satu fungsi Inspektorat V sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 184/PMK.01/2010 yaitu pelaksanaan
peran konsultasi belanja modal di lingkungan
Kementerian Keuangan. Peran yang hanya ada
di Inspektorat V ini, hakikatnya
digagas oleh Inspektur Jenderal kala
itu sebagai salah satu bentuk
perubahan paradigma pengawasan Inspektorat Jenderal dari pola lama yang cenderung hard-controlling (represif) ke pola baru yang lebih soft-controlling (konsultatif/
preventif). Dengan paradigma baru tersebut, layanan helpdesk
diharapkan dapat menjadi bagian dari early
warning system terhadap proses PBJ, sehingga
tindakan fire-fighting terhadap suatu
permasalahan PBJ yang selama ini sering terjadi dapat diminimalisasi. Peran ini semakin
bermakna seiring dengan perubahan regulasi
yang cukup mendasar dalam proses PBJ di
lingkungan pemerintahan dengan
diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah menggantikan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 yang dirasakan sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Pada awalnya, layanan ini memang ditujukan
untuk membantu para pengelola satker dalam
proses PBJ yang dibiayai dari Anggaran Belanja Modal (ABM). Pertimbangan
sederhananya adalah risiko dan kompleksitas kegiatan, di mana PBJ yang dibiayai dari ABM
cenderung bernilai signifikan serta lebih
kompleks proses dan ouput PBJ-nya dibandingkan dengan PBJ yang dibiayai dari
Anggaran Belanja Barang (ABB). Namun, pada
praktiknya pihak satker tidak hanya
berkonsultasi terkait PBJ yang dibiayai dari ABM saja, sebagian malah lebih sering berkonsultasi terkait PBJ yang dibiayai dari
ABB. Hasil survei independen pun menunjukkan bahwa stakeholders, khususnya
pengguna layanan helpdesk, mengharapkan
peran konsultasi tersebut tidak
hanya terbatas PBJ yang dibiayai dari ABM, tetapi meliputi PBJ
secara keseluruhan, baik yang
biayai dari ABM maupun dari ABB. Seiring dengan perkembangan/ dinamika serta tuntutan kebutuhan dan ekspektasi stakeholders,
Inspektorat Jenderal memandang
perlu untuk melakukan reposisi
dan refining peran konsultasi
(helpdesk) dimaksud.
Pada akhirnya, dalam PMK Nomor
206/PMK.01/2014, salah satu fungsi
Inspektorat V terkait konsultasi
berkembang menjadi “pelaksanaan
peran konsultasi pengadaan
barang/jasa di lingkungan
Kementerian Keuangan”. Dengan
demikian, apapun bentuk
pertanyaan/permasalahan dan
sumber pembiayaan yang akan dikonsultasikan oleh para satker, Tim Helpdesk Inspektorat V akan senantiasa siap membantu dan memberikan pertimbangan/solusi penyelesaian terhadap permasalahan yang dihadapi satker
dimaksud sesuai dengan koridor
peraturan perundang-undangan
dan prosedur yang berlaku.
Pola dan mekanisme Layanan Helpdesk juga mengalami perkembangan yang signifikan.
Pada awalnya, layanan hanya dilakukan dengan proses tatap muka dan peninjauan langsung ke lokasi, baik secara aktif dilakukan Inspektorat V dengan mendatangi para satker tertentu berdasarkan risk-based consulting, maupun
melalui kunjungan para satker ke
Gedung Djuanda II Lt. IX
“
Kementerian Keuangan. Namun, sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, layanan helpdesk sekarang juga dilakukan melalui sosialisasi, coaching clinic, telepon, e-mail, SMS, dan mekanisme persuratan lainnya. Waktu layanan di kantor yang semula terpatri selama 5 hari kerja dalam seminggu dari jam 07.30 s.d. 17.00 (sesuai jam kerja Kementerian Keuangan) sekarang menjadi hampir 7x24 jam seperti layaknya salah satu layanan pada DJBC. Berdasarkan data 2 tahun terakhir (2013 dan 2014), jumlah layanan helpdesk yang dilakukan cenderung melampaui target kinerja yang telah ditentukan. Pada tahun 2013, dari target 100 kali kegiatan konsultasi, realisasi kegiatan dimaksud adalah sebanyak 168 kali kegiatan (dengan rincian: via tatap muka sebanyak 115 kali; via telepon sebanyak 40 kali; dan via SMS, surat, e-mail dsb sebanyak 13 kali).
Capaian tersebut tetap tinggi pada tahun 2014, di mana dari
target 100 kali kegiatan konsultasi, realisasi kegiatan dimaksud
adalah sebanyak 91 kali kegiatan dengan rincian: via tatap muka
sebanyak 62 kali; via telepon sebanyak 18 kali; dan via SMS,
surat, e-mail sebanyak 11 kali. Sedangkan untuk tahun 2015,
sampai dengan 31 Mei 2015 sudah dilakukan 56 kali kegiatan
konsultasi dengan rincian: via tatap muka sebanyak 44 kali; via
telepon sebanyak 9 kali; dan via SMS, surat, e-mail dlsb
sebanyak 3 kali. Dengan memperhatikan frekuensi layanan dan
kebutuhan stakeholders, tidak tertutup kemungkinan layanan
helpdesk nantinya akan memanfaatkan saluran hotline
tersendiri, aplikasi berbasis web, dan jejaring media sosial.
Inspektur V tidak hanya mengarahkan dan mendorong Tim Helpdesk untuk memberikan layanan terbaik kepada stakeholders, namun tidak jarang pula ikut terjun langsung ke lapangan memimpin dan mengawasi pelaksanaan layanan konsultasi dimaksud. Antara lain melalui sosialisasi helpdesk kepada stakeholders dan melakukan monitoring dan evaluasi berupa peninjauan lapangan terhadap proses PBJ yang strategis, berisiko, dan memiliki kompleksitas tinggi, bernilai signifikan, dan menjadi concern pimpinan Kementerian Keuangan.
Pada bulan Mei 2015, Inspektorat V melaksanakan kegiatan sosialisasi helpdesk dengan tema “Peningkatan Efektivitas dan Percepatan Pengadaan Barang/Jasa serta Upaya Pencegahan Fraud di Lingkungan Kementerian Keuangan Tahun Anggaran 2015” di dua kota, yaitu Serang dan Bandung. Antusiasme dan minat para peserta sosialisasi di kedua kota tersebut cukup tinggi. Hal ini tercermin dari tingkat kehadiran peserta pada acara sosialisasi di Serang yang dihadiri oleh 50 orang dari 28 satker setingkat Eselon II dan Eselon III (tingkat kehadiran di atas 90% dari jumlah undangan) sedangkan acara sosialisasi di Bandung dihadiri oleh 53 orang dari 28 satker setingkat Eselon II dan Eselon III (tingkat kehadiran di atas 90% dari jumlah undangan). Pada bulan Juni 2015, juga dilaksanakan sosialisasi di dua kota besar lainya yaitu Semarang dan Yogyakarta.
Masukan penyempurnaan dan peningkatan layanan helpdesk PBJ Inspektorat Jenderal
Kegiatan sosialisasi helpdesk diharapkan perlu diadakan secara rutin dan berkala, mengingat pegawai/pejabat yang terkait PBJ pada satker sering mengalami pergantian dan mutasi.
Perlu diadakan semacam
''bedah kasus'' sebagai
pembelajaran bagi
semua pihak terkait agar
tidak mengulang
kesalahan yang sama.
Harapan stakeholders
tersebut tentunya akan
menjadi tantangan
tersendiri bagi Inspektorat V
untuk terus meningkatkan
kinerja pelayanan dan
tingkat kepuasan layanan
yang optimal kepada
stakeholders terkait proses
PBJ di lingkungan
Kementerian Keuangan.
Pada masa yang akan
datang, kegiatan sosialisasi
ini direncanakan akan
dilaksanakan secara
berkelanjutan dan rutin
setiap tahunnya dalam
rangka mengenalkan lebih
jauh mengenai fungsi
konsultasi PBJ pada
Inspektorat Jenderal kepada
seluruh satker.
AuditamaAuditama
24 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 25
Menyapa Sahabat
di Perbatasan“Para penumpang pesawat udara dengan
nomor penerbangan GA 514 tujuan
Pontianak dipersilakan segera naik ke
pesawat udara melalui pintu…. “.
ara calon penumpang beringsut Pmendekati pintu. Buyar sudah lamunan
di kepala mereka. Satu dua penumpang
–termasuk awak Auditoria- memilih tetap
duduk, pasrah. Pesawat kan bukan KRL, tak
guna juga terburu-buru. Lamunan tentang
Entikong masih enggan dilepaskan. Lamunan
tentang negeri antah berantah nun jauh di sana.
Lamunan tentang penugasan ke sebuah tempat,
Entikong. Entikong, ia hanyalah sebuah
kecamatan. Ia menjadi istimewa, karena di
sanalah wajah negeri kita tercinta berhadapan
langsung dengan wajah tetangga negeri
serumpun.
Pesawat Garuda –maskapai kebanggaan negeri,
yang logonya terpamer gagah di Stadion
Anfield Livepool- yang membawa kami terbang
dengan tenangnya. Sesekali berguncang ringan
membelah gumpalan awan. Cuaca lumayan
kondusif buat para pelamun yang gemar
melemparkan pandangannya, menerawang jauh
menembus awan. Lamunan demi lamunan, baik
yang nostalgic maupun yang futuristic, habis
sudah. Memori tua yang mulai terisi penuh
sebagian mulai bermunculan.
Satu setengah jam berlalu, burung besi ini
mendarat mulus di Bandar Udara Supadio,
Pontianak. Tak banyak orang tahu, siapa
pemilik nama bandara ini. Hawa panas
menyengat menyambut kami di bandara yang
dulu dikenal dengan Bandara Sei Durian ini.
Tak banyak catatan tentang Supadio, meski sang
pahlawan ini namanya diabadikan sebagai
nama bandara yang cukup sibuk ini. Pada
zamannya, ialah satu-satunya pilot penerbang
pesawat tempur di Kalimantan. Besar jasanya
saat menumpas pemberontakan PKI, membuat
namanya diabadikan sebagai nama bandara.
Bandara Supadio bukanlah tujuan kami, ia
hanya mewakili seperdelapan waktu perjalanan
yang harus ditempuh menuju Entikong. Demi
Ibu Pertiwi, letih dan lelah mesti dilupakan,
segera. Perjalanan darat segera dimulai.
Terminal Antar Negara, dari sinilah perjalanan
darat diawali. Terminal yang gagah, modern,
dan penuh gengsi nampaknya. Paling tidak
begitulah mungkin maksud dibangunnya.
Namun semua persepsi itu buyar saat kita
memasukinya. Kemegahan hanya ada dalam
tataran fisik. Suasana yang sepi, kurang dari
lima bus terparkir di sana. Bus-bus jurusan
Kuching, Malaysia, juga Brunei Darussalam.
Keramaian hanya milik para calo, jasa angkut
barang penumpang, dan sopir taksi gelap.
Mereka bagaikan preman yang siap memangsa
para penumpang yang bingung. Ketertiban di
sini tinggal cerita. Kenyamanan musnahlah
sudah. Tak lama kemudian, bus Damri tujuan
Kuching meluncur perlahan. Bus yang lumayan
nyaman, meski masih kelasnya jauh di bawah
bus Jakarta - Jawa Tengah atau Jawa Timur.
Mata yang lelah tak mau kompromi, segera
terpejam. Jalanan di kota Pontianak hingga
beberapa kilometer keluar kota begitu mulus,
membuai kami dalam istirahat yang melenakan.
Tapi itu tak lama. Tak sampai dua jam
perjalanan, semuanya berubah. Memasuki
Simpang Ampar, bus Damri yang membawa
kami terguncang-guncang bagai pesawat dalam
cuaca buruk. Demikian keras guncangan itu
sehingga kami harus menahan tubuh baik-baik
agar tak terlempar dari kursi penumpang. Saat
melongok keluar jendela, terasa betul betapa
menyedihkannya kondisi jalanan. Jalan rusak
dan bergelombang bahkan berlumpur. Aspal
yang sebagian mengelupas menjadi bukti
bahwa jalan ini pernah ada. Membantah
tuduhan dalam hati kami bahwa ini bukan jalan
tanah.
Bayangkan, jarak Pontianak - Entikong kira-kira
tak lebih jauh dari Jakarta ke Cirebon. Orang
Jakarta biasa menempuh perjalanan ke Cirebon
dalam waktu tak lebih dari 3 jam. Sang sopir
cuma tertawa ringan waktu kami katakan
kepadanya tentang Jakarta - Cirebon. Katanya,
untuk sampai ke Entikong, paling tidak kita
perlu waktu 7 jam perjalanan. Sudah terlambat
untuk mengeluh bukan? Ah, tapi memang tak
adil membandingkan kondisi jalan di
Kalimantan dengan di Jawa.
Tapi sungguh tak pernah kami duga kalau
perjalanan ke Entikong membutuhkan
perjuangan yang luar biasa. Kondisi jalan yang
sebagian besar bagai belum tersentuh
pembangunan membuat waktu tempuh jadi
berlipat kali lamanya. Bayangkan energi yang
terbuang. Belum lagi waktu dan tenaga.
26 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 27
liputankhususliputankhusus
Foto: Hisyam Haikal, Putra Bekti
Penulis: Hisyam HaikalAuditor Muda Inspektorat II
Satu-satunya hiburan pejalanan adalah
pemandangan di luar sana.
Pemandangan berbeda dengan yang kita
saksikan sehari-hari. Bentangan hutan tropis
wujud kasih sayang Tuhan kepada bangsa ini,
yang makin hari makin menyempit, habis kita
babat. Lahan gambut yang lapang, khas daratan
Borneo. Selebihnya, perkebunan kelapa sawit
luas membentang, seakan tak ada ujung. Sawit,
lambang kekayaan para pengusaha, sekaligus
kemiskinan para pekerja.
Semakin mendekati Entikong, jalan bukan
semakin bagus. Tanah berlumpur, berbatu
cadas pasti menyulitkan kendaraan melaluinya
dan efeknya biaya pemeliharaan kendaraan
pasti bakal membengkak. Satu lagi dampak
yang berujung pada inefisiensi. Belum lagi
gundukan tanah yang sangat mengganggu
lancarnya perjalanan.
Para penumpang mencengkeram kursi masing-
masing, menahan guncangan yang semakin
keras saja, bagai perahu kecil dihantam ombak
besar. Di kanan kiri tak nampak lampu
penenerangan jalan, entah apa jadinya kalau
perjalanan dilakkan malam hari. Cuma naluri
dan pengalaman sopir saja yang bisa
diandalkan, selebihnya tentu berdoa untuk
keselamatan.
Sesekali tentu saja ada pemandangan berbeda.
Rumah-rumah penduduk yang kebanyakan
sederhana dan dibangun bagai panggung tak
menyentuh tanah. Beberapa rumah nampak
berkelompok, kemudian diakhiri dengan hutan
dan perkebunan sawit. Sekolah-sekolah milik
pemerintah beberapa kali bisa dijumpai.
Hampir 6 jam berlalu, guncangan mulai tak
terasa. Kondisi jalan mendekati Entikong sudah
lumayan bagus. Lumayan bagus dalam arti sisa-
sisa aspal masih lebih dominan ketimbang batu
dan tanah. Memasuki Balai Karangan, jalan
yang dilalui relatif mulus, meski tidak terlalu
lebar. Balai Karangan adalah kota terakhir yang
mesti dilalui sebelum kami sampai di Entikong.
Kelak nanti setelah sampai di Entikong, saat
kesepian adalah perasaan sehari-hari, kami akan
sangat merindukan Balai Karangan. Sebuah kota
kecil dengan beragam etnis, beberapa rumah
makan yang lumayan mengundang selera, para
penjual makan kecil di sisi jalan dan beberapa
bank dan ATM tentu saja.
Balai Karangan adalah sebuah kota kecil di
Kecamatan Sekayam, suatu kecamatan lain di
luar Entikong yang berbatasan langsung dengan
Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Dua
kecamatan itu merupakan bagian dari
Kabupaten Sanggau di samping 13 kecamatan
lainnya. Luas wilayah Sanggau kira-kira
seperdelapan dari luas wilayah provinsi
Kalimantan Barat secara keseluruhan. Satu hal
yang penting dicatat, garis batas wilayah
Sanggau yang bersinggungan langsung dengan
Malaysia sepanjang hampir 130 km. Sebuah
garis batas yang strategis, sekaligus rawan baik
dari sisi sosial, ekonomi, hukum maupun
kedaulatan negara. Setengah jam berlalu, tak
ada lagi persimpangan jalan, tak akan ada pula
lampu lalu lintas. Satu-satunya jalan adalah jalan
menuju perbatasan. Rumah-rumah penduduk
mulai rapat. Kondisi jalan cukup lumayan,
hanya berlubang di beberapa bagiannya. Geliat
hidup masyarakat Entikong nampak dari
banyaknya mobil-mobil yang membawa barang
kebutuhan sehari-hari.
Geliat kehidupan yang menyimpan masalah, kelak setelah beberapa kilometer kami hirup udara
Entikong. Serawak membentang di depan mata “Kantor Bea Cukai…!!!!”, Sang sopir berteriak. Di
sinilah kami turun, di depan satu-satunya kantor Kementerian Keuangan yang ada di sini.
Menyapa sahabat, di perbatasan…. (cwl, Juni 2015)
28 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 29
liputankhususliputankhusus
Foto: Google Map
KEPADA MEREKA YANG BERDIRI TEGAR DI TAPAL BATAS, KEHOR MATAN ITU PANTAS DISAN DANGKAN
Cerita tentang Entikong tak pernah bisa
dilepaskan dari Kantor Pengawasan dan
Pelayanan Bea dan Cukai Entikong.
Sebagai bagian strategis dari formasi
CIQS (Customs, Imigration,
Quarantine Security) di perbatasan,
peran Bea dan Cukai terkait perbatasan
tentu sangatlah penting.
egitulah pemandangan yang nampak Bdi Pos Pemeriksaan Lintas Batas
(PPLB). Kesibukan yang dilakukan
kawan-kawan Bea Cukai nampak dominan.
Sebagian mencolok karena berseragam biru-
biru kebanggaan, sebagian lagi berpakaian
kerja biasa. Memeriksa barang yang keluar
masuk, mengecek Kartu Identitas Lintas Batas
(KILB), membuka dan menutup rantai,
adalah bagian dari rutinitas keseharian
mereka. Ooopss, tunggu dulu,…. Jam kerja
para abdi negara di perbatasan tak seperti
kita para pegawai Kemenkeu di Jakarta. Jam
05:00 subuh, saat matahari-pun asih
bermalasan, mereka sudah harus stand by,
karena saat itulah pintu perbatasan dibuka.
Jangan tanya pula hari libur Sabtu Minggu
seperti kita. Mereka tak bisa berhenti bekerja
meski itu secara resmi hari libur pegawai
Kemenkeu. Mereka harus tetap berdiri,
menjalankan tugas, menjaga kehormatan
negeri dan institusi. Sekilas, situasi di Pos
Lintas Batas biasa saja, tenang tanpa gejolak,
bagai laut tanpa ombak. Rutin seperti angin.
Tapi siapa sangka, begitu banyak peristiwa
terjadi di sini. Peristiwa yang membuat kita
faham betul, bahwa masalah Entikong
bukanlah sekedar masalah Bea Cukai, tapi
masalah nasional.
KPPBC Tipe Madya C Entikong punya cerita
yang tak menyenangkan di masa lalu.
Peristiwa yang mencederai integritas
sekaligus menodai reformasi.
Saat itu, beberapa tahun lalu, beberapa
oknum pegawai BC terlibat dalam perilaku
tak elok. Menengok kembali masa itu
memang menyakitkan. Menyakitkan bagi kita
yang mencintai negeri ini, bagi kita produk
reformasi birokrasi. Sekaligus menyakitkan
bagi kita keluarga besar Kementerian
Keuangan yang sedang giat-giatnya
membenahi diri dan institusi. Tapi bukankah
Bung Karno pernah berpesan “Jangan sekali-
sekali meluakan sejarah (Jasmerah)”.
Nampaknya pesan itu menemukan
relevansinya ketika kita berdiri di perbatasan
negeri. Noda itu harus kita hapus, tapi tak
boleh kita lupakan. Kita ingat terus hingga
keinginan untuk berbuat semacam itu benar-
benar hilang dari benak kita. Benar-benar
punah tak bersisa.
30 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 31
liputankhusus
Foto: Hisyam Haikal, Abgo HM.
Penulis: Hisyam HaikalAuditor Muda Inspektorat II
Maka ketika kami datang menyapa sahabat di
Entikong, situasinya sudah jauh berbeda
dengan era sebelumnya yang lebih pas bila
disebut “Zaman Jahiliyah”. Para pejabat dan
pegawai yang baru menggantikan generasi
lama. Generasi muda Kemenkeu mendominasi
formasi SDM di KPPBC Entikong. Generasi
yang relatif bersih dari masa lalu, sekaligus
bebas dari beban dosa “zaman jahiliyah”.
Perubahan menuju perbaikan dilakukan
meliputi hampir semua aspek, tak hanya
menyangkut SDM. Kebijakan baru yang lebih
reformis dan penegakan peraturan-pun secara
bertahap mulai dilakukan. Perubahan yang tak
mudah tentu saja, tapi tetap harus dilakukan.
KPPBC Entikong dengan dukungan Kanwil
DJBC Kalbar dan Kantor Pusat DJBC terus
berupaya membenahi sistem, prosedur
pelayanan, dan pengawasan yang menjadi
bidang tugasnya.
Perubahan semacam ini tentu saja membuat
gerah pihak-pihak yang dulu begitu mudah
menjalankan bisnis “kotor” dengan
memanfaatkan perilaku menyimpang aparat
BC. Perubahan yang membuat ruang gerak
mereka menjadi sempit tak lagi leluasa.
Akibatnya tak terbayangkan. Awan kelabu di
atas langit Entikong menjadi saksi atas upaya
teror terhadap para abdi negara DJBC.
Senin, 13 Oktober 2014, satu jam menjelang
ditutupnya pintu perbatasan. Aparat Bea Cukai
menahan sebuah mobil yang mengangkut
minuman keras. Mobil tersebut masuk dari
Malaysia. Peristiwa yang biasa saja bila kita
bayangkan terjadi di bagian lain negeri ini. Di
mana hukum memang harus tegak dan semua
orang faham itu. Tapi ini Entikong Bung! Lain
cerita. Keesokan harinya, seorang pegawai kita,
Kasubsi Hanggar, dikeroyok, dipukuli di ruang
Kepala Seksi. Pegawai kita dikeroyok, dipukuli
karena menegakkan peraturan, karena
menjalankan tugas sebagai abdi negara sesuai
dengan sumpah yang diucapkannya. Apa yang
dilakukanpun tak lepas dari tugas DJBC dalam
melindungi masyarakat. Tak heran, kalau salah
seorang pegawai berujar, “Negara tak hadir di
Entikong, saat kami dipukuli...”. Miris…..
Selasa, 6 Januari 2015, saat siang sedang terik-
teriknya, puluhan orang meneror Pos Bea Cukai
di perbatasan dengan membawa pemotong besi.
Mereka memaksa petugas BC mengeluarkan
barang yang sehari sebelumnya ditegah dan
diamankan. Sambil berorasi, mereka berusaha
meloloskan sebuah mobil dari pemeriksaan
petugas BC. Terjadi kericuhan karena petugas
BC berusaha menghalangi. Mereka memotong
gembok dan rantai pagar, lalu memaksa masuk
dan membuka paksa portal yang terkunci.
Tak sampai di situ, massa yang semakin banyak
kemudian bergerak menuju Kantor Bea Cukai
yang terletak tak jauh dari pos perbatasan. Di
KPPBC, massa semakin beringas dan memaksa
masuk dengan memotong gembok pagar serta
membuka gerbang kantor. Kemudian massa
masuk ke halaman kantor dan berorasi. Orang
yang membawa pemotong besi bergerak menuju
gudang penyimpanan barang hasil penindakan
(BHP) dan berusaha masuk ke dalam gudang
dengan cara memotong gembok teralis dan
rantai pintu gudang. Namun dihalangi oleh
petugas BC dan aparat penegak hukum (Polisi)
dibantu TNI. Siang itu, massa massa yang
membawa senjata tajam berupa mandau, linggis
dan pipa besi, merusak beberapa motor dinas
dan mengancam petugas BC. Satu hari lagi
kelabu dalam sejarah Kemenkeu, betapa hukum
tak berdaya menghadapi kekerasan. Sekali lagi,
kawan-kawan kita ragu, “Hadirkah negara di
sini? Saat kami menegakkan aturan negara,
diteror tanpa perlindungan atas jiwa dan raga
kami…..”
Jumat, 27 Maret 2015, sehari setelah aparat Bea
Cukai menahan minuman beralkohol yang coba
dimasukkan dari Malaysia, peristiwa itu
terulang kembali. Beberapa orang pegawai BC
diserang secara fisik oleh oknum anggota
masyarakat. Pemukulan terjadi di pos lintas
batas, tepat saat adzan Jumat berkumandang.
Keadaan menjadi ricuh karena pegawai kita
menyerah begitu saja saat dipukuli. Mereka
melawan, sesuatu yang boleh dibilang
keberanian langka alias nekat.
Seperti kejadian sebelumnya, rombongan
perusuh kemudian mendatangi Kantor Bea
Cukai dan kembali melakukan pemukulan
terhadap beberapa pegawai Bea Cukai. Tiga
peristiwa itu sungguh menghentak kita semua,
khususnya pegawai Kemenkeu. Bayangkan,
mereka –kawan-kawan kita itu- berada di sana,
berdiri di perbatasan, bukanlah atas kemauan
sendiri. Negara yang mereka cintai
menyuruhnya berjaga. Negara yang hukumnya
ia tegakkan memintanya mengabdi di
perbatasan. Negara “memaksa” mereka
meninggalkan anak istri, keluaraga nun jauh di
sana atas nama pengabdian. Negara juga yang
meminta mereka tetap berdiri meski adzan
Jumat sudah berkumandang, karena jumlah
petugas terbatas, dan pos tak mungkin
ditinggalkan. Negara tak menggaji mereka
melebihi kita yang bekerja nyaman di Jakarta.
Maka, berdirilah kami di sana, memberi hormat
kepada mereka, simpati dan empati lebur
dalam haru.
Buat mereka, yang berdiri gagah di tapal batas,
menjunjung tinggi integritas….. kehormatan itu
pantas disandangkan. (cwl, Juni 2015)
ENTIKONGTAK MELULU URUSAN
BEA CUKAIPeristiwa penyerangan secara fisik
terhadap Kantor dan Pegawai KPPBC Entikong terjadi sebanyak 3 (tiga) kali hanya dalam kurun waktu kurang dari
6 bulan. Penyerangan non fisik tak terhitung lagi.
al seperti ini jelas menimbulkan Hkeprihatinan sekaligus pertanyaan
buat kita. Prihatin karena aparat Bea
Cukai berdiri di sana bukan atas keinginan
sendiri. Mereka di sana karena negara, untuk
menegakkan hukum negara. Pertanyaan yang
bikin miris adalah, di mana negara saat mereka
dianiaya. Sempat terbersit dalam benak mereka,
negara tak hadir saat kami dipukuli. Wajar
sekaligus memprihatinkan.
Sebetulnya, peristiwa –yang semoga tak
terulang lagi- ini tidaklah berdiri sendiri. Ia
merupakan bagian dari sebuah rangkaian
panjang gerbong sebab akibat.
32 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 33
liputankhususliputankhusus
Entikong adalah sebuah cerita panjang tentang
pengabaian. Puluhan tahun ia dianggap hanya
sebagai “halaman belakang” republik tercinta
ini. Seperti halaman belakang rumah, ia jarang
dianggap penting. Bila perlu ia harus
disembunyikan, agar orang tak perlu
melihatnya. Halaman depan, ruang tamu,
adalah tempat favorit yang harus dipercantik
terlebih dahulu. Jadilah Entikong terabaikan.
Bayangkan, bila kita susuri jalan raya –satu-
satunya- yang ada di kota kecamatan itu,
hampir semua barang kebutuhan sehari
bertajuk negeri jiran. Semua warung, kedai dan
toko tak ragu memamerkan tabung gas
Petronas, sia-sia mata ini mencari tabung biru 12
kg atau tabung melon kebanggaan tukang mie
ayam di Jakarta. Beras, kebutuhan mutlak
mulut-mulut manusia Indonesia, pun
didatangkan dari seberang. Tak terlihat bareh
solok yang ambooi nikmatnya, atau beras
Cianjur yang pulennya alaamaak.
Bukan salah mereka bila harus “bergantung
hidup” kepada orang lain. Bukan salah mereka
pula bila setiap hari –dari ujung rambut hingga
ujung kaki- semua kebutuhan dipenuhi dari
Malaysia. Bukan, bukan salah mereka. Bukan
salah mereka juga bila nasionalisme mereka
tergerus sedikit-sedikit, generasi demi generasi.
Bahkan untuk berobatpun mereka memilih
“menyeberang”, karena di sana lebih “hospital”
ketimbang Puskesmas. Lebih murah, lebih
lengkap dan tentu saja lebih meyakinkan.
Sulitnya transportasi dari Ibukota Provinsi ke
sini sudah kita ekspos habis-habisan di artikel
sebelumnya. Dengan kondisi jalan yang “luar
biasa” seperti itu, hampir mustahil ada
pengusaha yang mampu “mengalahkan”
murahnya produk tetangga. Dalam kondisi
semacam ini, hukum ekonomi yang berbicara.
Harga murah, barang berkualitas tentu tak
terhingga pangsa pasarnya. Celakanya, kondisi
semacam ini dimanfaatkan dengan sempurna
oleh para pengusaha yang semata hanya
mencari keuntungan, tanpa peduli segala
macam aturan lalu lintas barang melalui
perbatasan.
Mereka berusaha memasukkan barang lewat
berbagai jalur. Mulai dari yang legal melalui
pintu perbatasan, menerobos pagar perbatasan,
hingga melalui hutan-hutan sepanjang garis
perbatasan. Hasil pemantauan Auditoria
menunjukkan, betapa panjangnya garis yang
membatasi wilayah kita dengan negeri jiran.
Mustahil diawasi “hanya” oleh petugas Bea
Cukai, 24 jam sehari, tujuh hari seminggu. Maka
mengalirlah produk tetangga dengan derasnya.
Menembus batas-batas terjaga, yang “terjaga”
dan tak terjaga. Diperlukan “kehadiran” semua
pihak dalam menjaga perbatasan. TNI, Polri,
Imigrasi, Karantina dan Bea Cukai harus berdiri
bersama dalam irama yang senada. Satu saja
irama sumbang tercipta, rusak pagar sepanjang
mata.
Cobalah tengok kondisi Pos Lintas Batas (PLB),
sekilas saja, tak usah berlama-lama. Dengan
mudah kita bisa menilai, di sana indah, di sini
gundah. Di sini semrawut, di sana tertib. Di sana
rapi, di sini kumuh. Tapi mengutuki kegelapan
bukanlah watak mulia bangsa kita. Pancasila tak
mengatur sila tentang mengeluh. Kita harus
tetap memandang positif semua kekurangan ini.
Memang benar, pepatah “rumput tetangga lebih
segar” kali ini ada benarnya. Karena halaman
kita tak berumput, dan kita tak mau menanam
rumput di sana. Kita lebih suka menatap
rumput di rumah tetangga.
Maka rasa optimisme itu kembali mencuat
ketika Presiden kita menyambangi PLB
Entikong. Meski tak melalui jalan darat, itu
sudahlah cukup. Beliau pasti tahu, transportasi
ke sana mesti diperbaiki total.
Infrastruktur mesti dibenahi. Visi beliau
mengubah “halaman belakang” menjadi “etalase
negeri” sungguh sangat pantas didukung semua
pihak. Gelontoran dana trilyunan pasti bisa
mengubah wajah PLB Entikong.
Tapi jangan lupa, berbicara tentang Entikong
tak melulu soal infrastruktur. Mempercantik
Pos perbatasan tentu baik, asal bukan hanya
mengganti casing saja. Memperbaiki jalan,
jembatan, pos perbatasan tentu mendesak.
Namun yang jauh lebih penting adalah
meningkatkan taraf hidup masyarakat,
menanamkan budaya taat hukum, sekaligus
menanamkan kembali nasionalisme yang
mulai pudar. Banyak pihak menengarai,
inilah sejatinya akar masalah di perbatasan.
Sudah saatnya Badan Nasional Pengelola
Perbatasan (BNPP), Bea Cukai, TNI, Polri,
Imigrasi, Karantina, Pemda setempat, Pers
dan Dewan Adat bergandeng tangan.
Permasalahan Entikong terlalu kompleks jika
hanya diletakkan di bahu Bea Cukai saja.
(cwl, Juni 2015)
34 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 35
liputankhususliputankhusus
Foto: Fanpage Entikong
liputankhusus
Bentuk komitmen pengendalian
gratifikasi pihak Kemenkeu berupa
penandatanganan komitmen antara
Menteri Keuangan dengan KPK diikuti
dengan penandatanganan kertas kanvas
besar oleh para pejabat eselon I di
lingkungan Kemenkeu. “Kegiatan ini
diselenggarakan sebagai wujud dari
komitmen Kementerian Keuangan dalam
pengendalian gratifikasi dan sarana
sosialisasi bagi para pejabat, pegawai, serta
para stakeholders eksternal terkait dengan
penanganan gratifikasi”, ujar Inspektur
Jenderal, Sonny Loho, saat membuka acara.
Sonny Loho juga menjelaskan bahwa untuk
menunjang efektivitas pengendalian
gratifikasi, maka dibentuklah suatu Unit
Pengendali Gratifikasi (UPG) sebagai unit
pelayanan dan informasi gratifikasi. Unit ini
ditempatkan di unit kerja yang berfungsi
sebagai Unit Kepatuhan Internal pada
kantor pusat, kantor wilayah, dan kantor
pelayanan di seluruh eselon I Kemenkeu.
Adapun Inspektorat Jenderal akan menjadi
UPG koordinator yang akan menjalankan
tugas-tugas koordinatif terkait gratifikasi,
baik terhadap unit internal maupun
eksternal Kemenkeu.
Menteri Keuangan, Bambang P.S.
Brodjonegoro, menjabarkan beberapa poin
penting di pidato sambutannya pada pagi
hari itu. "Kita mengetahui bersama, bahwa
terdapat kebiasaan di masyarakat berupa
pemberian tanda terima kasih kepada
aparat atau petugas atas jasa yang telah
diberikan, baik berupa barang atau uang,
yang mana jasa tersebut merupakan
kewajiban aparat bersangkutan. Pemberian
kepada aparat inilah yang merupakan
bentuk gratifikasi. Ini kebiasaan negatif dan
memicu perilaku koruptif di kemudian hari.
Potensi inilah yang ingin kita cegah", tegas
Menteri Bambang.
Fakta menunjukkan bahwa masyarakat
masih belum memahami makna dari
gratifikasi. Hal ini terbukti kala KPK
melakukan survei tentang pemahaman
gratifikasi di Kementerian ESDM pada
tahun 2011, yang hasilnya adalah 31%
masyarakat belum tahu jika gratifikasi itu masuk
dalam ranah korupsi. “Untuk menunjang
efektivitas pengendalian gratifikasi, diperlukan
pemahaman dan partisipasi aktif dari masyarakat
dan stakeholders. Di sinilah peran aparatur dengan
menolak atau melaporkan pemberian hadiah bila
berhubungan dengan jabatan. Kita juga harus
sosialisasi seluas-luasnya”, jelas Bambang.
Dia juga memuji sikap Presiden Joko Widodo
yang melarang segala pemberian pada resepsi
pernikahan putra sulungnya, Gibran Rakabumi
Raka, belum lama ini. "Sebagai aparatur negara
kita harus contoh beliau sebagai teladan", ujarnya.
Pelaksana tugas KPK, Taufiequrachman Ruqi,
dalam sambutannya mencoba mengaitkan
aktivitas puasa dengan komitmen anti gratifikasi.
Menurutnya, puasa itu adalah suatu pengendalian
diri. Untuk pengendalian diri ini, dibutuhkan
sebuah komitmen. Komitmen itulah yang harus
kita pegang teguh untuk menanggulangi
gratifikasi di lingkungan aparat negara.
Rabu (24/6), bertempat di Aula Mezzanine Gedung Djuanda I, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepakat untuk menandatangani komitmen pengendalian gratifikasi di lingkungan Kemenkeu. Kegiatan ini merupakan implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 83/PMK.01/2015 tentang Pengendalian Gratifikasi.
PENANDATANGANANKOMITMENPENGENDALIAN GRATIFIKASI
36 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 37
Foto: Panji Pradana Putra
Penulis: Panji Pradana Putra Pelaksana Bagian Umum & Komunikasi Pengawasan
ari berita tersebut ada satu kata yang Dsering kita dengar terutama bagi
auditor yang melakukan pengawasan
terhadap pengadaan barang/jasa yaitu kata
”Persekongkolan lelang/tender”,
sesungguhnya sepakbola gajah yang
dimainkan oleh PSS Sleman dengan PSIS
Semarang dalam laga tersebut merupakan
cerminan pola pikir sebagian pelaku usaha
maupun pejabat/pelaksana pengadaan
barang/jasa di Indonesia dalam pelaksanaan
lelang. Adapun modus persekongkolan lelang
sangat bervariasi dan tidak hanya terjadi pada
tahap pelaksanaan lelang saja, namun juga
pada tahap inisiasi kebutuhan pengadaan,
penyusunan anggaran, perencanaan
pengadaan, penyusunan spesifikasi dan pagu
HPS (Harga Perkiraan Sementara) serta
pelaksanaan lelang.
Umumnya masyarakat baru mengetahui
adanya indikasi persekongkolan dalam lelang
pengadaan barang/jasa setelah pemenang
lelang menyatakan (tidak mampu wanprestasi
menyelesaikan pekerjaan) dan setelah digali
lebih dalam ternyata pemenang lelang tersebut
hanyalah pelaku/perantara/makelar dari
pelaksana kegiatan yang sebenarnya sehingga
baik dari aspek pemenuhan kualitas maupun
pencapaian target waktu penyelesaian jauh
dari persyaratan yang telah ditetapkan dalam
dokumen lelang/kontrak. Adakalanya
masyarakat mengetahui secara kasat mata
bahwa terdapat calon yang secara kualifikasi
maupun teknis tidak mampu melaksanakan
pengadaan barang/jasa tetapi justru menjadi
pemenang lelang.
Dalam praktiknya, terjadinya persekongkolan
dapat terjadi melalui kesepakatan-kesepakatan
antar pelaku usaha, antar pemilik pekerjaan
(Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat
Komitmen dan/atau Panitia Pengadaan)
maupun antara kedua pihak tersebut.
Persekongkolan tender ini bertujuan untuk
membatasi pesaing lain yang berpotensi untuk
berusaha dalam pasar bersangkutan dengan
cara menentukan pemenang lelang. Secara
umum persekongkolan dalam lelang dapat
digolongkan dalam tiga jenis yaitu:
1 Persekongkolan Horizontal. , yaitu
persekongkolan yang terjadi antara pelaku
usaha (penyedia barang/jasa) dengan
sesama pelaku usaha saingannya.
Persekongkolan ini dapat dikategorikan
sebagai persekongkolan dengan
menciptakan persaingan semu di antara
peserta tender.
2. , yaitu Persekongkolan Vertikal
persekongkolan yang terjadi antara salah
satu atau beberapa pelaku usaha dengan
panitia pengadaan (pengguna barang dan
jasa) atau pemilik/pemberi pekerjaan.
Persekongkolan ini dapat terjadi dalam
bentuk kerjasama antara panitia
pengadaan (pengguna barang/jasa) atau
pemilik pekerjaan dengan salah satu atau
beberapa peserta lelang.
3. Persekongkolan Horizontal dan Vertikal,
yaitu persekongkolan antara panitia
pengadaan (pengguna barang/jasa) atau
pemilik/pemberi pekerjaan dengan pelaku
usaha. Persekongkolan ini adalah lelang
fiktif di mana panitia pengadaan, pemberi
pekerjaan, maupun para pelaku usaha
melakukan proses lelang hanya secara
administratif dan tertutup.
Sebenarnya persekongkolan dan setiap
perbuatan pelaku usaha yang bertujuan
menghambat atau bertentangan dengan
prinsip usaha yang sehat (termasuk di
dalamnya pembatasan akses pasar, kolusi dan
tindakan lain yang bertujuan menghilangkan
persaingan dalam pengadaan barang dan jasa)
secara tegas dilarang melalui beberapa
ketentuan dan aturan, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat dalam pasal 22 disebutkan
bahwa Pelaku usaha dilarang
bersekongkol dengan pihak lain untuk
mengatur dan atau menentukan
pemenang tender sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan
usaha tidak sehat.
2. Pasal 83 ayat (1) huruf e Peraturan
Presiden nomor 54 Tahun 2010 jo.
Peraturan Presiden nomor 70 Tahun 2012
antara lain menyebutkan bahwa ULP
menyatakan bahwa pelelangan gagal
apabila dalam evaluasi penawaran
ditemukan bukti/indikasi terjadi
persaingan tidak sehat.
3. Penjelasan pasal 83 ayat 1 huruf e
Peraturan Presiden nomor 54 Tahun 2010
jo. Peraturan Presiden nomor 70 Tahun
2012 antara lain menyebutkan bahwa
Indikasi persekongkolan antar Penyedia
Barang/Jasa harus dipenuhi sekurang-
kurangnya 2 (dua) indikasi di bawah ini:
a) Terdapat kesamaan dokumen teknis,
antara lain: metode kerja, bahan, alat,
analisa pendekatan teknis, harga
satuan, dan/atau spesi�asi barang
yang ditawarkan (merk/tipe/jenis)
dan/atau dukungan teknis;
b) Seluruh penawaran dari Penyedia
mendekati HPS;
c) Adanya keikutsertaan beberapa
Penyedia Barang/Jasa yang berada
dalam 1 (satu) kendali;
SEPAK BOLAGAJAH
&LELANG
PENGADAAN
Masih lekat dalam memori kita kasus yang mencoreng muka persepakbolaan Indonesia dengan adanya laga PSS Sleman dan PSIS Semarang pada babak delapan besar Divisi Utama tanggal 26 Oktober 2014, dimana kedua tim secara memalukan memamerkan “sepak bola gajah”. Dalam laga tersebut, kedua tim sengaja membuat persekongkolan dengan mengatur 5 gol bunuh diri di 10 menit akhir pertandingan.
KPA/PPK/PANITIA PENGADAAN
PENYEDIABARANG/JASA
PENYEDIABARANG/JASA
PENYEDIABARANG/JASA
PENYEDIABARANG/JASA
Gambar 1. Persekongkolan horizontal
KPA/PPK/PANITIA PENGADAAN
PENYEDIABARANG/JASA
PENYEDIABARANG/JASA
PENYEDIABARANG/JASA
PENYEDIABARANG/JASA
Gambar 2. Persekongkolan vertikal
KPA/PPK/PANITIA PENGADAAN
PENYEDIABARANG/JASA
PENYEDIABARANG/JASA
PENYEDIABARANG/JASA
PENYEDIABARANG/JASA
Gambar 3. Persekongkolan horizontal dan vertikal
ragampengawasan ragampengawasan
38 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 39
Penulis: Riza Faiz Ahmad Auditor Pertama Inspektorat V
d) Adanya kesamaan/kesalahan isi dokumen
penawaran, antara lain
kesamaan/kesalahan pengetikan, susunan,
dan format penulisan;
e) Jaminan penawaran dikeluarkan dari
penjamin yang sama dengan nomor seri
yang berurutan.
4. Pasal 118 ayat (1) a Peraturan Presiden
nomor 54 Tahun 2010 jo. Peraturan
Presiden nomor 70 Tahun 2012
menyebutkan bahwa Perbuatan atau
tindakan Penyedia Barang/Jasa yang dapat
dikenakan sanksi adalah berusaha
mempengaruhi ULP/Pejabat Pengadaan/pihak
lain yang berwenang dalam bentuk dan cara
apapun, baik langsung maupun tidak
langsung guna memenuhi keinginannya yang
bertentangan dengan ketentuan dan prosedur
yang telah ditetapkan dalam Dokumen
Pengadaan/Kontrak, dan/atau ketentuan
peraturan perundang-undangan.
5. Pasal 118 ayat (1) b Peraturan Presiden
nomor 54 Tahun 2010 jo. Peraturan
Presiden nomor 70 Tahun 2012
menyebutkan bahwa perbuatan atau
tindakan Penyedia Barang/Jasa yang dapat
dikenakan sanksi adalah: melakukan
persekongkolan dengan Penyedia Barang/Jasa
lain untuk mengatur Harga Penawaran diluar
prosedur pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa,
sehingga
mengurangi/menghambat/memperkecil
dan/atau meniadakan persaingan yang sehat
dan/atau merugikan orang lain;
B erikut ini beberapa contoh modus
persekongkolan yang sering ditemukan tim
audit Inspektorat Jenderal Kemenkeu saat
melaksanakan audit pengadaan barang dan
jasa di lingkungan Kementerian Keuangan,
yaitu:
1. Modus dan indikasi persekongkolan dalam
beberapa kasus telah dimulai sejak tahap
perencanaan kebutuhan barang dan jasa.
Kebutuhan barang dan jasa tidak disusun
secara memadai pada saat penyusunan
anggaran. Hal ini dapat ditunjukkan melalui
nilai anggaran yang diajukan oleh KPA
tidak diuraikan secara rinci sesuai dengan
jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan.
2. Modus dan indikasi persekongkolan dalam
tahap pelaksanaan pengadaan barang dan
jasa, diantaranya:
1) Indikasi dalam tahap persiapan lelang,
diantaranya:
a. Penggabungan dan pemecahan paket
yang tidak sesuai ketentuan;
b. Penyusunan dokumen lelang yang
tidak memadai (tidak semua
informasi yang dibutuhkan dalam
lelang dituangkan dalam dokumen
pengadaan);
c. Ruang lingkup pekerjaan tidak
dijelaskan secara rinci dalam KAK;
d. Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri
(HPS) yang tidak sesuai ketentuan
dan cenderung terjadi kemahalan dan
bahkan dalam kasus tertentu HPS
disusun hanya berdasarkan usulan
harga dari penyedia jasa tertentu
yang terkait atau berafiliasi dengan
pemenang lelang;
e. Penyusunan persyaratan spesifikasi
yang diskriminatif dan mengarah
pada merek/produk tertentu serta
tambahan persyaratan berupa surat
dukungan dari pemegang principal/
merek.
2) Indikasi pengaturan dalam pelaksanaan
lelang.
D eksternalari faktor , ditemukan
indikasi pengaturan lelang dilakukan
oleh penyedia barang/jasa yang dapat
ditunjukkan sebagai berikut:
a. Pemberian dukungan oleh
principal/pemilik merek/agen
pemegang merek yang diskriminatif
(dukungan hanya diberikan kepada
penyedia tertentu saja). Hal ini
mengakibatkan tidak terbukanya
persaingan antar peserta dalam
proses pelelangan.
b Internet . Adanya penggunaan alamat
Protocol (IP Address) yang sama
berulang kali terhadap paket-paket
lelang di lingkungan Kementerian
Keuangan. Hal ini mengindikasikan
bahwa proses penawaran lelang
dilakukan dari sumber/lokasi yang
sama dalam waktu yang hampir
bersamaan untuk kepentingan
sekelompok perusahaan penyedia;
c. Adanya kemiripan gaya bahasa dan
kesalahan yang sama pada bagian
dokumen penawaran dari para
peserta lelang. Hal ini menunjukkan
dugaan bahwa dokumen penawaran
dikerjakan oleh pihak yang sama;
d. Adanya kesamaan/hubungan sejarah
antar pemilik perusahaan/satu
kelompok usaha yang diketahui dari
akta notaris atas pendirian
perusahaan-perusahaan tersebut.
Hal ini mengindikasikan hubungan
kepemilikan diantara perusahaan
penyedia terkait.
S internaledangkan dari faktor ,
ditemukan indikasi pengaturan lelang
dilakukan oleh pelaksana pengadaan
yang dapat ditunjukkan sebagai
berikut:
a. Pemberian penjelasan yang tidak
memadai dan/atau perubahan
dokumen yang bertujuan
memenangkan peserta tertentu;
b. Evaluasi kualifikasi, administrasi
dan/atau teknis tidak sesuai
ketentuan (meluluskan peserta yang
tidak memenuhi persyaratan).
3) Secara umum apabila dalam
pelaksanaan lelang telah ditemukan
indikasi pengaturan lelang, maka
biasanya dalam tahap pelaksanaan
kontrak juga ditemukan beberapa
kelemahan, antara lain:
a. Pekerjaan yang tidak terealisasi
dan/atau tidak sesuai dengan
kontrak;
b. Jangka waktu pelaksanaan
pekerjaan tidak sesuai dengan
realisasi;
c. Lingkup pelaksanaan pekerjaan
tidak sesuai dengan kontrak.
Berdasarkan beberapa hasil pengawasan
pengadaan barang dan jasa yang dilakukan
Inspektorat Jenderal Kemenkeu, pada paket-
paket pengadaan yang diindikasikan terjadi
persekongkolan lelang seringkali dijumpai
pula adanya temuan kemahalan harga/harga
pengadaan yang tidak wajar, mark
up/penggelembungan volume pekerjaan,
ketidaksesuaian spesifikasi barang/jasa dan
keterlambatan penyelesaian pekerjaan yang
berpotensi merugikan keuangan negara.
Adapun beberapa faktor yang mendorong
terjadinya persekongkolan dan pengaturan
lelang, diantaranya:
ragampengawasan ragampengawasan
40 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 41
1. Faktor eksternal
a. Adanya kartel pengadaan/asosiasi yang
mengatur persaingan antarpelaku usaha
di luar;
b. Terbatasnya penyedia barang dan jasa
yang bergerak dalam bidang tertentu.
2. Faktor Internal
a favoritism. Adanya /kecenderungan dari
KPA/PPK/Panitia Pengadaan untuk
memenangkan penyedia tertentu;
b. Keinginan Panitia Pengadaan
menghindari adanya lelang ulang
(biasanya untuk pengadaan dengan
peserta lelang yang berminat
terbatas/sedikit);
c. Keraguan PPK/Panitia Pengadaan akan
kualitas penyedia barang/jasa apabila
dilakukan lelang secara terbuka;
d. Adanya kolusi, korupsi, suap, dan
nepotisme.
Mengingat persekongkolan lelang dalam
pengadaan barang dan jasa pemerintah dapat
menghambat terciptanya persaingan usaha
sehat dan tidak diperolehnya barang dan jasa
dengan harga wajar, tidak tercapainya target
kualitas barang/jasa yang diharapkan dan
pada akhirnya berujung pada terjadinya
Kerugian Negara, maka dalam hal ini peran
aktif Itjen menjadi sangat dibutuhkan baik
secara preventif melalui kegiatan sosialisasi,
monitoring, evaluasi, konsultasi dan probity
audit (on going process audit) maupun secara
kuratif melalui post-audit (audit pasca
penyelesaian pekerjaan) dan untuk
mendukung pelaksanaan peran Itjen tersebut
perlu ada sinergi dan kerjasama yang
konstruktif dan berkesinambungan dengan
pihak-pihak terkait seperti Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) terkait dengan
adanya keterlibatan pihak eksternal di luar
kewenangan Itjen dalam mengatur pelelangan.
Dan perlu kita ketahui bersama bahwa modus
pengaturan lelang terus berkembang seiring
dengan semakin kerasnya tingkat persaingan
antar pelaku usaha, maka untuk mendorong
dan mendukung terciptanya pengadaan
barang dan jasa yang sehat dan menghindari
adanya tindakan persekongkolan ataupun
kecurangan dalam lelang di lingkungan
Kementerian Keuangan, kita sebagai auditor
internal harus semakin meningkatkan wawasan
dan pengembangan diri terutama terkait pola
modus kecurangan dan/atau persaingan tidak
sehat antar pelaku usaha yang terus
berkembang di luar.
Akhir kata mari kita kembangkan wawasan
kita dan jangan berpuas diri karena tantangan
ke depan yang akan kita hadapi juga akan
semakin kompleks dan berkembang.
ungguh menarik tulisan Saudari Analis
SIndriatun dalam majalah Auditoria Vol
VII No.41 Edisi Januari-Maret 2015 yang
berjudul “Menerapkan Prinsip Audit Syariah
di Itjen, Mungkinkah?”. Perkembangan
Ekonomi Syariah di Indonesia pasca lahirnya
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah memang cukup
pesat. Saat ini, istilah ekonomi syariah atau
perbankan syariah bukan lagi menjadi hal
yang asing bagi kita. Apalagi, hampir setiap
bank besar yang ada di Indonesia memiliki
minimal unit perbankan syariah. Penerapan
prinsip syariah dalam ekonomi Indonesia juga
memasuki sektor keuangan publik dengan
terbitnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.
Inspektorat Jenderal sebagai unit Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
melaksanakan pengawasan intern atas
pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian
Keuangan, tentu saja memiliki kemungkinan
dalam melaksanakan prinsip audit syariah,
khususnya dalam melakukan pengawasan
Perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memang
cukup pesat. Saat ini, istilah ekonomi syariah atau perbankan syariah bukan lagi menjadi hal yang asing bagi kita. Apalagi, hampir setiap
bank besar yang ada di Indonesia memiliki minimal unit perbankan syariah. Penerapan prinsip syariah dalam ekonomi Indonesia juga
memasuki sektor keuangan publik dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.
ragampengawasan
42 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 43
Penulis: Wira Jeffris O.Pelaksana Bagian SDM
ragampengawasan
terhadap pengelolaan Surat Berharga Syariah
Negara oleh Direktorat Jenderal Pembiayaan
dan Pengelolaan Resiko (DJPPR) sebagai salah
satu unit eselon I di lingkungan Kementerian
Keuangan.
Sebelum mengulas lebih jauh tentang
kemungkinan penerapan prinsip audit syariah
di lingkungan Inspektorat Jenderal dengan
segala peluang dan tantangannya, penulis
ingin menyampaikan kembali mengenai
prinsip audit yang sudah ada dan
membandingkan dengan prinsip audit syariah
yang diungkapkan dalam tulisan Saudara
Analis Indriatun.
Dalam Standar Audit Intern Pemerintah
Indonesia (2013 : 3) disebutkan bahwa Audit
Intern adalah kegiatan yang independen dan
obyektif dalam bentuk pemberian keyakinan
( ) dan konsultansi (assurance activities consulting
activities cang untuk memberi ), yang diran
nilai tambah dan meningkatkan operasional
sebuah organisasi. Sedangkan Haniffa (2010)
dan Sultan (2007) dalam Analis (2015)
menyatakan bahwa audit syariah adalah
pemeriksaan kepatuhan suatu lembaga
keuangan slam terhadap syariah, dalam I
semua kegiatannya yang tidak hanya terbatas
pada produk, tetapi juga teknologi yang
mendukung operasi, proses operasional,
orang-orang yang terlibat dalam area utama
risiko dan aktivitas lain yang membutuhkan
kepatuhan terhadap prinsip syariah. Menurut
penulis, kegiatan audit intern dalam bentuk
pemberian keyakinan ( ) assurance activities
mencakup kegiatan pengujian kepatuhan
terhadap sebuah pedoman atau kriteria.
Pedoman atau kriteria dalam kegiatan
ekonomi syariah adalah fatwa Dewan Syariah
Nasional (DSN) sebagai lembaga yang
memiliki otoritas dalam menyatakan
kesesuaian suatu kegiatan ekonomi dengan
hukum syariah. Dengan adanya ketentuan
yang menjadi standar yang berlaku secara
nasional, akan membantu auditor untuk
melaksanakan audit syariah sebagai sebuah
proses perbandingan antara fakta dan kriteria
yang telah ditentukan dalam sebuah fatwa
lembaga yang diakui.
Dengan membandingkan pengertian audit
internal dan audit syariah, serta kondisi yang
ada dalam perkembangan keuangan syariah di
sektor publik, penulis berpendapat bahwa
Inspektorat Jenderal selaku Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah (APIP) di lingkungan
Kementerian Keuangan diberikan kewenangan
untuk melakukan pengawasan terhadap
kegiatan yang dilaksanakan DJPPR melalui
kegiatan pemberian keyakinan berupa audit
kepatuhan ( ) dengan compliance audit
menggunakan kriteria berupa fatwa yang telah
ditetapkan DSN dalam proses penerbitan Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN).
Sesuai dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 246 Tahun 2014
tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Keuangan, Direktorat
Pembiayaan Syariah adalah salah satu unit
eselon II di lingkungan DJPPR yang
mempunyai tugas mulai dari melaksanakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur dan
kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang pembiayaan syariah. Dalam
pelaksanaan tugasnya, Direktorat Pembiayaan
Syariah terdiri atas 5 Subdirektorat dan 1
Kelompok Jabatan Fungsional. Subdirektorat
Pengelolaan Transaksi Surat Berharga Syariah
Negara bertugas melakukan kegiatan yang
bersifat transaksi dan berhubungan dengan
pasar surat berharga. Subdirektorat
Pengembangan Pasar Surat Berharga Syariah
Negara bertugas melaksanakan kegiatan yang
bersifat pengembangan produk dan pasar.
Subdirektorat Analisis Keuangan dan Pasar
Surat Berharga Syariah Negara bertugas
melaksanakan kegiatan yang bersifat analisis
terkait pasar, harga, dan likuiditas.
Subdirektorat Peraturan Surat Berharga Syariah
Negara dan Evaluasi Kinerja bertugas
melaksanakan kegiatan terkait aspek hukum
dan pengelolaan aset yang menjadi jaminan
(underlying asset) dalam penerbitan SBSN.
Inspektorat Jenderal, khususnya Inspektorat III
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
perumusan kebijakan pengawasan intern,
pengawasan terhadap kinerja dan keuangan
serta pengawasan untuk tujuan tertentu
melalui audit, review, evaluasi, pemantauan,
dan kegiatan pengawasan lainnya atas
pelaksanaan tugas pada unit yang menangani
bidang perbendaharaan dan pengelolaan
pembiayaan dan risiko, serta penyusunan
laporan hasil pengawasan. Oleh karena itu,
Inspektorat Jenderal melalaui Inspektorat III
mempunyai kemungkinan, bahkan sebuah
tugas yang melekat untuk memberikan
keyakinan bahwa dalam pelaksanaan
pembiayaan melalui instrumen SBSN telah
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang ada, termasuk
fatwa DSN sebagai landasan hukum
syariahnya.
Dalam menerapkan sebuah disiplin
ilmu yang masih dalam
perkembangan dan sudah digunakan
sebagai instrumen pembiayaan suatu negara,
pengawasan terhadap pengelolaan
pembiayaan syariah menjadi sebuah peluang
sekaligus tantangan. Sebagai sebuah negara
dengan jumlah penduduk muslim terbesar di
dunia, potensi pengembangan pasar dan
produk pembiayaan syariah sangat terbuka
lebar. Sebagai instrumen dengan tingkat risiko
yang bisa dikatakan cukup terkendali karena
menerapkan margin atau imbalan investasi
yang tetap dan dijamin dengan aset (underlying
assets) peluang pengembangan pasar SBSN
cukup menjanjikan, khususnya bagi para
investor dalam negeri yang menginginkan
portofolio yang relatif aman dengan imbalan
yang stabil.
Selain menguntungkan bagi investor, SBSN
juga memberikan keuntungan bagi pemerintah
dalam rangka peningkatan pembangunan
infrastruktur yang menjadi salah satu agenda
utama pemerintah saat ini melalui SBSN
dengan metode PBS (project-based sukuk), di
mana proyek infrastruktur yang telah
dicantumkan dalam APBN menjadi aset yang
dijaminkan dalam penerbitan SBSN. Menurut
Hariyanto (2015) peran SBSN sebagai
instrumen fiskal menunjukan tren
peningkatan, penerbitan SBSN dari hanya
senilai Rp 4,7 triliun pada tahun 2008 menjadi
sebesar Rp 75,54 triliun pada tahun 2014. Pada
tanggal 20 Februari 2015 lalu juga telah
dilaksanakan peluncuran SR 007 oleh Menteri
Keuangan di aula Mezzanine dengan
Pernyataan Kesesuaian Syariah DSN-MUI
Nomor: B-043/DSN-MUI/II/2015 tanggal 17
Februari 2015. Berbagai peluang yang ada
dalam pengelolaan SBSN tentu memerlukan
peran serta Inspektorat Jenderal untuk
melakukan pengawasan khususnya yang
bersifat assurances melalui pendekatan audit
kepatuhan terhadap fatwa DSN dan peraturan
perundang-undangan lain tentang keuangan
negara, khususnya pembiayaan.
Selain peluang yang terbuka lebar dalam
rangka pengembangan SBSN sebagai salah
satu instrumen fiskal, terdapat tantangan yang
cukup besar dalam pengawasan pengelolaan
pembiayaan syariah. Pertama, instrumen SBSN
merupakan salah satu instrumen dalam ranah
keuangan publik syariah yang masih terus
berkembang, baik dalam aspek hukum
syariah, produk serta pasar. Kedua,
dibutuhkan kompetensi lebih dalam
Direktorat Pembiayaan Syariah dan Inspektorat III
Implementasi: Peluang danTantangan
ragampengawasan ragampengawasan
44 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 45
ragampengawasan
sahurrr
sahurrr
sahurrr
sahurrr
zzz...zzzzzz...zzz
zzz...
zzz...zzz
((DUG..D
UG))((((
(DUG..D
UG))))
)
((DUG
..DUG
))
((DUG
..DUG
))
S P
pemahaman aspek hukum syariah dan juga
ekonomi syariah selain kompetensi di bidang
audit untuk menjamin pelaksanaan audit
berdasarkan due professional care. Ketiga,
sosialiasi yang lebih efektif kepada masyarakat
pada umumnya dan juga APIP secara khusus
tentang inklusivitas instrumen keuangan
syariah, sehingga dapat dimanfaatkan oleh
kaum muslim dan non muslim sebagai
perwujudan salah satu maqasid syariah, yaitu
mengembangkan harta manusia.
Penerapan prinsip syariah dalam
ekonomi Indonesia telah memasuki
sektor keuangan publik dengan
terbitnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.
Inspektorat Jenderal selaku Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di
lingkungan Kementerian Keuangan diberikan
kewenangan melakukan pengawasan terhadap
pengelolaan Surat Berharga Syariah Negara
oleh Direktorat Jenderal Pembiayaan dan
Pengelolaan Resiko (DJPPR) sebagai salah satu
unit eselon I di lingkungan Kementerian
Keuangan yang dilaksanakan oleh Direktorat
Pembiayaan Syariah. Pengawasan yang
dilakukan dalam pengelolaan SBSN menurut
penulis lebih bersifat assurances melalui
pendekatan audit kepatuhan terhadap fatwa
DSN dan peraturan perundang-undangan lain
tentang keuangan negara, khususnya
pembiayaan.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan
AAIPI. 2013. . Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia diunduh dari situs http://aaipi.or.id/ pada tanggal 27 April 2015
Indriatun, Analis. 2015. “Menerapkan Prinsip Audit Syariah di Itjen, Mungkinkah?” dalam Auditoria Vol VII No.41 Edisi Januari-Maret 2015
Hariyanto, Eri. 2015. “Peran Sukuk Negara sebagai Instrumen Fiskal dan Moneter“ diunduh dari situs http://www.kemenkeu.go.id pada 30 April 2015
EPILOG
selamat menunaikan ibadah puasaBERSAMA MEMANEN PAHALATETAP SEHAT & TETAP SEMANGAT
46 | auditoria 2015 ilustrasi Ilafi Rani Yoasti
Dari Mana Pemimpin MemperolehKekuatan (I)
Menjelang pertengahan abad keenam “belas, ketika keshogunan Ashikaga
ambruk, Jepang menyerupai medan
pertempuran raksasa. Panglima-panglima
perang memperebutkan kekuasaan, tapi dari
tengah-tengah mereka tiga sosok besar
muncul, seperti meteor melintas di langit
malam. Ketiga laki-laki itu sama-sama bercita-
cita untuk menguasai dan mempersatukan
Jepang, namun sifat mereka berbeda secara
mencolok satu sama lain: Nobunaga, gegabah,
tegas, brutal; Hideyoshi, sederhana, halus,
cerdik, kompleks; Ieyasu, tenang, sabar, penuh
perhitungan. Falsafah-falsafah mereka yang
berlainan itu sejak dulu diabadikan oleh orang
Jepang dalam sebuah sajak yang diketahui
oleh setiap anak sekolah:
Apa yang membuat ketiga pemimpin Jepang
di abad keenam belas tersebut menjadi
pemimpin terkemuka?
Kepemimpinan pada hakekatnya adalah
bagaimana menggerakkan orang-orang. Para
pemimpin menggerakkan orang-orang
disekitarnya (para pengikut) untuk mencapai
sesuatu yang menjadi tujuan bersama. Tetapi
apakah kekuatan yang dapat membuat para
pemimpin yang berhasil mampu
menggerakkan orang-orang tersebut?
Penelitian di bidang kepemimpinan
mengidentifikasi setidaknya tujuh sumber
kekuatan (power) dari seorang pemimpin
yaitu legitimasi, penghargaan, koersif,
referen, keahlian, informasi, dan hubungan.
Bagaimana jika seekor burung tak
mau berkicau?
Nobunaga menjawab, "Bunuh
saja!"
Hideyoshi menjawab, "Buat
burung itu ingin berkicau."
Ieyasu menjawab, "Tunggu."
(Eiji Yoshikawa, Taiko)
Kekuatan legitimasi (legitimate power)
datang dari posisi pemimpin yang diberikan
dalam organisasi. Inilah jenis kekuatan formal
yang memaksa. Pemimpin yang memiliki
kekuatan yang bersumber dari legitimasi
ketentuan atau jabatan dapat mengalokasikan
sumber daya, memberikan akses kepada
pengikut, dan memberikan penghargaan.
Contoh nyata adalah pemimpin formal dalam
organisasi, pelatih sepakbola, dan guru.
Pemimpin formal secara resmi akan
menggunakan kekuatannya untuk
memberikan tugas, pelatih sepak bola
menggunakan kekuatannya untuk
menentukan pemain yang akan turun
bermain, dan guru memiliki kekuatan untuk
memberikan nilai pada muridnya tanpa
adanya kekuatan yang resmi, mereka semua
tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan
efektif.Bagaimana menggunakan kekuatan ini
dengan tepat? Kekuatan memaksa pemimpin
dengan otoritas resmi (legitimasi) kuat
sepanjang anggota organisasi masih
menginginkan menjadi bagian dari organisasi.
Oleh karena itu, penggunaan kekuatan
legitimasi terhadap bawahan akan efektif
hanya jika diterapkan pada bidang tugas yang
menjadi lingkup bawahan tersebut. Sebagian
besar tugas seorang manajer merupakan
cerminan penggunaan kekuatan ini. Teknik
yang tepat dalam mengeksekusi kekuatan
legitimasi adalah dengan taktik
mempengaruhi dengan konsultasi yaitu
bawahan diajak untuk memberikan masukan
tentang bagaimana cara terbaik untuk
mencapai tujuan bersama.
Bagaimana meningkatkan kekuatan legitimasi
ini?
Legitimate Power
Oda Nobunaga, Toyotomi Hideyoshi, and Tokugawa Ieyasu
alexanderonleadership alexanderonleadership
48 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 49
Selanjutnya, kekuatan penghargaan (reward
power) adalah kemampuan mempengaruhi
orang lain berdasarkan sesuatu yang berharga
bagi mereka. Kekuatan penghargaan akan
mempengaruhi pencapaian kinerja bawahan.
Manajemen memberikan penghargaan sebagai
rangsangan positif untuk mempengaruhi
perilaku bawahan. Penghargaan tidak semata
dalam bentuk penghargaan moneter, tetapi
juga dalam bentuk pujian, pengakuan,
penugasan khusus yang menantang, dan
promosi. Beberapa organisasi seperti KFC dan
Tupperware serta pada umumnya perusahaan
asuransi memberikan berbagai model
penghargaan untuk anggota organisasinya
dari pemberian gelar pegawai bulan ini
sampai liburan mewah ke luar negeri.
Bagian penting dari kekuatan ini adalah
kemampuan pemimpin mengendalikan
sumber daya terutama uang atau anggaran.
Biasanya pimpinan yang lebih tinggi memiliki
1. Aktiflah dalam kegiatan atau proyek
dalam organisasi. Jika ada sebuah
proyek, ambil tanggung jawab untuk
menyelesaikannya. Dengan demikian,
orang-orang akan mempersepsikan
Anda lah yang berwenang dalam
proyek tersebut.
2. Jalankan kekuasaan yang berasal dari
legitimasi ini secara teratur. Lakukan
pemantauan bahwa kebijakan,
prosedur, dan ketentuan dipatuhi dan
tujuan orgainsasi dapat tercapai.
3. Gunakan persuasi rasional terutama
jika kekuatan legitimasi Anda dirasa
kurang memadai.
4. Dukung kekuasaan legitimasi Anda
lah dengan penghargaan dan
hukuman yang merupakan dasar bagi
kekuatannya.
kekuatan penghargaan ini dibanding pimpinan
level rendah yang memiliki keterbatasan dalam
hal alokasi sumber daya.
Bagaimana menggunakan kekuatan ini dengan
tepat? Bob nelson dan Ken Blanchard menulis
buku “1001 Cara Menghargai karyawan”. Buku
tersebut berisi berbagai macam cara
menghargai karyawan dari penghargaan yang
dapat diberikan sehari-hari sampai program
penghargaan khusus. Penggunaan kekuatan ini
harus dilakukan dengan tepat. Penghargaan
hanya diberikan kepada karyawan atau
anggota organisasi yang melaksanakan tugas
dengan benar dan mencapai tujuan. Dengan
pemberian penghargaan ini, bawahan akan
memiliki motivasi yang tinggi dalam
melaksanakan kegiatan pencapaian tujuan.
Jadi, kekuatan penghargaan ini mendasarkan
pada kekuatan timbal balik- saya memberi
sesuatu dan Anda harus memberi sesuatu.
Kekuatan penghargaan akan meningkat
dengan:
Kekuatan koersif (coersif power). Kekuatan
koersif merupakan kekuatan untuk
menghukum atau menunda penghargaan
untuk mendapatkan kepatuhan. Kekuatan ini
ditunjukkan dengan adanya paksaan dengan
kekuatan sehingga bawahan secara cepat akan
mematuhi perintah pimpinan. Kekuatan
koersif juga ditunjukkan dengan penggunaan
kekerasan baik secara fisik atau pun verbal
untuk menundukkan bawahan.
Kekuatan ini bermanfaat untuk
mendisiplinkan bawahan. Bawahan yang sulit
1. Kuasai dan pelihara kendali atas
evaluasi kinerja pegawai dan dasar
pemberian penghargaannya.
2. Temukan nilai apa lagi yang dapat
Anda tawarkan kepada bawahan
sebagai penghargaan (baca buku Bob
Nelson di atas sebagai acuan). Pujian
kepada bawahan dapat dengan cepat
meningkatkan kekuatan penghargaan.
Bawahan yang merasa dihargai akan
mengembalikan penghargaan tersebut
dengan memberikan kekuasaan yang
lebih kepada Anda sebagai pemimpin.
3. Bawahan harus memahami bahwa
pemimpin adalah penentu
penghargaan dan tetapkan kriteria
yang jelas dalam pemberian
penghargaan. Meskipun demikian,
jangan menjanjikan apa yang tidak
akan dapat anda penuhi. Jangan
gunakan penghargaan untuk
memanipulasi untuk kepentingan
pribadi.
diatur dan tidak melaksanakan perintah sesuai
yang diharapkan harus didisplinkan dengan
kekuatan ini. Kekuatan ini efektif hanya jika
digunakan kepada sedikit bawahan dan
didasari dengan batasan yang telah disetujui
bersama. Jika pemimpin menggunakan
kekuatan ini secara meluas terhadap bawahan,
maka kekuasaan pemimpin tersebut mulai
dipertanyakan dan menimbulkan oposisi yang
masif. Bahkan pemimpin yang secara eksesif
menggunakan kekuatan ini dapat secara
bersama- sama dilengserkan. Secara umum,
perkembangan organisasi di dunia
menunjukkan penurunan penggunaan
kekuatan jenis ini. Oleh karena itu, gunakan
kekuatan koersif ini secara minimal dan
sebagai cara terakhir menunjukkan kekuasaan.
Untuk meningkatkan kekuatan koersif ini,
lakukan hal berikut.
Coersif Power
Reward Power
1. Dapatkan kewenangan untuk menggunakan hukuman dan menunda penghargaan.
Meskiun demikian, pastikan bawahan anda mengetahui ketentuan dan hukuman
yang dihadapi, berikan peringatan terlebih dahulu, pahami situasi, tetap tenang,
bangkitkan semangat, gunakan hukuman yang dibenarkan ketentuan, dan berikan
hukuman secara pribadi sehingga tidak mempermalukan bawahan.
2. Jangan gunakan kekuatan koersif untuk kepentingan pribadi.
3. Anda harus tetap tegas. Tetapkan tenggat waktu yang jelas dan selalu monitor
kemajuannya.
alexanderonleadership alexanderonleadership
50 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 51
Penulis: Dr. Alexander Zulkarnain, Ak., M.M., CIA, CCSA, CAInspektur III
Foto: Panji Pradana, pequenio suveniros
agat sepakbola tengah riuh rendah oleh Jkabar kemenangan Barcelona (Barca) di
Liga Champions. Jika ditarik mundur
setahun ke belakang, Barca mengalami nasib
sebaliknya. Tahun lalu, bukan tawa yang
tersemat di wajah para pemain seperti yang
kita lihat baru-baru ini melainkan kepala yang
tertunduk lesu. Rasanya belum hilang dari
ingatan momen ketika pecinta sepakbola
dikejutkan oleh fakta yang awalnya terdengar
seolah bualan belaka. Barcelona dipermalukan
di fase semifinal oleh Bayern Munich dengan
skor agregat 0-7. Saat itu, publik sekali lagi
tersadarkan bahwa tidak ada sesuatu yang
benar-benar pasti di dunia ini. Kala sebagian
besar orang percaya bahwa Barca dan Madrid
yang akan berada di puncak, Dormund and
Bayern justru menjadi tim yang bertanding di
gelaran tertinggi.
Barca dan Madrid adalah favorit pemenang di
Liga Champions tahun lalu. Terdengar ganjil
memang ketika tak satu pun tim unggulan
tersebut lolos ke babak final. Itulah yang
disebut dengan ketidakpastian. Meskipun
terdengar aneh tetapi kemungkinan apapun
bisa saja terpilih untuk terjadi. Sebagai sebuah
klub, Barcelona bisa saja menang di satu
waktu lalu kalah kemudian. Begitu juga
sebaliknya, Barca boleh saja kalah tahun lalu
tetapi selalu memiliki kesempatan untuk
membalik keadaan di lain waktu. Hasil
kontras Liga Champions 2 tahun terakhir
menjadi contoh nyata. Barca kalah tahun lalu
tetapi keluar sebagai juara tahun ini.
Tahun lalu, Borussia Dormund dan Bayern
Munich menghentak kesadaran saya tentang
kemungkinan. Kita semua menjadi saksi
Auditama
BANYAK SEKALI KEMUNGKINAN YANG TERJADI
PADA HIDUP DALAM MEWUJUDKAN MIMPI KITA.
SEBERAPA BESAR KEMUNGKINAN TERSEBUT
MEWUJUDKAN MIMPI?
KEMUNGKINAN
resonansi
vol. VII no. 42 | 53
Penulis: Nur Imroatun S.Pelaksana Bagian Sistem Informasi Pengawasan
Foto: feelgrafix, latotugaverde
bahwa segala sesuatu sesungguhnya mungkin
saja berlaku. Hal yang terdengar sangat tidak
mungkin pada awalnya ternyata selalu
mungkin untuk berlangsung. Pada akhirnya
benar adanya ungkapan “impossible is
nothing”. Kedua tim asal Jerman (Dormund
dan Bayern) telah membuktikan bahwa tidak
ada yang mustahil di dunia ini. Dalam setiap
pertandingan, tiap-tiap tim mengantongi
kemungkinan yang sama untuk menang dan
kalah. Berbekal kepercayaan terhadap
kemungkinan, mereka berusaha sekuat tenaga
mewujudkan cita-cita mereka. Mereka
membuktikan bahwa suara yang meragukan
mereka, tidak mampu menghalangi langkah
untuk memetik takdir manis mereka.
Tahun ini, Barca bangkit dan membuktikan
bahwa kesempatan untuk mendapatkan
sesuatu selalu terbuka. Jika mereka terpuruk
di periode sebelumnya, mereka berusaha
begitu keras untuk tidak kembali terpuruk.
Selalu ada kemungkinan bahwa takdir akan
memihak kita, kita harus memperjuangkannya
dan menyambutnya pada saat yang tepat.
Bayern menghiraukan segala prediksi yang
memihak pada Barca di pertandingan tahun
lalu. Tahun ini, Barca tidak menyerah dan
datang dengan hati yang telah siap bersua
dengan saat tepat untuk menang. Bukankah
ajang Liga Champions tahun lalu dan tahun
ini menyuguhkan gambaran manis tentang
memperjuangkan kemungkinan?
Saya selalu percaya akan kekuatan kata
possibility. Betapa besar energi yang kata itu
berikan kepada kita untuk meraih mimpi.
Dengan kata possibility inilah kita percaya
akan kekuatan diri sendiri dan berpikiran
positif akan hal-hal yang belum terjadi. Karena
esok belum terjadi, kita masih mungkin
mengusahakan apa-apa yang ingin kita
dapatkan. Oleh karena kata kemungkinan, kita
semua bekerja lebih keras untuk membuat hal
yang tidak mungkin menjelma mungkin. Sebab
kata kemungkinan ada di dalam kamus, kita
semua punya harapan dan mimpi. Sebab
semua masih mungkin, kita berhak
merindukan yang terbaik.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering
mengalami hal-hal yang sama sekali tidak
pernah terpikirkan maupun terbayangkan oleh
kita. Banyak orang menyebutnya keajaiban
tetapi kita bisa membumikannya dengan
menamainya kemungkinan. Kemungkinanlah
yang membuka banyak kisah tentang keajaiban
yang telah orang-orang raih di seluruh belahan
Energi dari kata possibility, membuat kita percaya akan kekuatan diri sendiri dan berjuang untuk meraih mimpi-mimpi.
dunia. Sekecil apapun peluang sebuah
kemungkinan, dia masih berhak untuk
terwujud. Ya, kita bisa mewujudkan keajaiban
bukan hanya dengan keberuntungan tetapi
juga dengan usaha.
Kemungkinan menyediakan kekuataan
kepada kita untuk meraih mimpi-mimpi kita.
Kemungkinan menuntun pikiran kita untuk
senantiasa berpikiran positif. Kemungkinan
menginspirasi kita untuk bekerja lebih keras
bahkan tatkala kita sulit mempercayainya.
Kemungkinan memberi harapan sekalipun
kita telah di ambang keputusasaan.
Kemungkinan mengetuk ribuan pintu untuk
menemui mimpi kita. Kemungkinan
menawarkan kesempatan terbaik, raihlah.
Kita akan berterima kasih pada
ketidakpastian—ketidakpastian membuka
kesempatan untuk segenap kemungkinan.
Ketidakmampuan kita untuk memastikan
sesuatu adalah jalan untuk sebuah kata
dashyat bernama kerja keras demi sebuah
tujuan. Ketidakmungkinan yang berubah
menjadi kenyataan adalah keajaiban yang
menjadi nyata. Sementara keajaiban adalah
milik orang yang bekerja keras dan percaya
pada kemungkinan.
Karena segala sesuatu mungkin, mari
melakukan yang terbaik.
resonansiresonansi
54 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 55
Jenis musik yang didengarkan di sepanjang
perjalanan dapat mempengaruhi mood
pengemudi dan dapat berdampak pada
caranya mengemudikan kendaraan.
Issacsson (2007), lewat catutan penelitiannya,
mengungkapkan bahwa musik dimanfaatkan
oleh sebagian orang untuk mengatur kerja otak.
Semakin kompleks musik yang didengarkan,
semakin musik tersebut dapat meningkatkan
kemampuan otak dalam mengingat sesuatu.
Selain itu, bagi orang-orang yang cenderung
neurotik, musik-musik yang cenderung lembut
akan diproses di bagian otak yang mengatur
emosi, untuk menenangkannya sehingga
kecemasannya menurun.
Dengan pengaruh musik yang sedemikian
besar pada kerja otak, dapatkah musik
berdampak pada performa kerja?
Terkait hal ini, Mayfield dan Moss (1989)
melakukan penelitian mengenai pengaruh
tempo musik dengan performa individu dalam
mengerjakan tugas. Tempo musik yang
dipakai dalam penelitian ini adalah tempo
musik rock dan tempo musik heartbeat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tempo musik berpengaruh pada kecepatan
individu mengerjakan tugas dan kualitas
tugas yang dihasilkan.
Tempo musik rock dapat meningkatkan
kecepatan penyelesaian tugas tetapi
menimbulkan banyak distraksi sehingga
kualitas tugas yang dihasilkan tidak
meningkat bahkan menurun. Sedangkan
tempo musik heartbeatdapat menaikkan
kualitas tugas yang dihasilkan, tetapi
memakan waktu lebih lama dalam proses
pengerjaannya.
Tidak hanya itu, Lesliuk (2005) melakukan
penelitian pada 56 orang karyawan swasta
yang bekerja di bidang sistem informasi. Ia
melakukan eksperimen dengan memutarkan
musik di waktu-waktu tertentu selama 5
minggu berturut-turut. Penelitian ini
menunjukkan bahwa selama eksperimen,
karyawan-karyawan tersebut merasakan emosi
yang positif selama bekerja. Semakin lama
waktu yang mereka habiskan untuk
mendengarkan musik, perasaan positif mereka Foto Putu Chandra
iapa yang tidak suka musik? Sebagian
Sbesar orang menyukai musik dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Tanpa
disadari musik sudah banyak mempengaruhi
sendi-sendi kehidupan manusia.
Mendengarkan musik, adalah kategori hobi
yang banyak dipilih orang-orang saat ini.
Ketika di rumah, sambil bekerja, di jalan,
ataupun di kereta, banyak ditemukan
fenomena orang memasang headset di telinga
untuk menikmati musik. Mengisi waktu,
mencari hiburan, dan sebagai penyemangat
kerja adalah sekian alasan yang terus
mendekatkan manusia pada musik.
Musik memang tidak bisa dilepaskan dari
manusia. Sudah menjadi rahasia umum bahwa
musik diciptakan untuk berjuta manfaat. Bagi
individu, musik dapat sangat berpengaruh
pada perilaku dan mood. Musik yang diputar
di restoran dapat mempengaruhi kecepatan
makan pelanggannya tergantung dari tempo
musiknya.
vs
semakin meningkat. Perasaan positif yang
mereka rasakan berdampak pada proses
penyelesaikan tugas-tugas pekerjaan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa selama
karyawan mendengarkan musik, mereka
sanggup persisten pada pekerjaan mereka
dalam waktu yang lebih lama dibandingkan
ketika mereka tidak mendengarkan musik.
Lesliuk juga menemukan bahwa karyawan
yang rutin mendengarkan musik ini mampu
mengerjakan tugas-tugas mereka dengan cara
yang lebih kretaif.
Tidak semua tempo musik atau jenis musik
dapat berpengaruh pada peningkatan
konsentrasi dan produktivitas kerja karena
musik memiliki unsur distraksi yang justru
dapat memecah fokus seseorang ketika
didengarkan sambil melakukan kegiatan lain.
Hal tersebut juga tergantung pada persepsi
dan preferensi masing-masing karyawan
dalam memilih musik yang didengarkan.
1. Dengarkan musik yang tidak ada liriknya.
Ketika kita mendengarkan kata-kata, bagian
otak kita yang mengatur bahasa akan menjadi
aktif. Kita akan mencari arti kata, atau
merangkai kalimat, melalui bagian otak
tersebut. Jika musik yang kita dengarkan
memiliki lirik, kemungkinan lirik tersebut
mengintervensi konsentrasi kita mengerjakan
tugas makin besar. Terutama jika tugas yang
dikerjakan juga mengandung “kata-kata” yang
perlu mendapat fokus kita.
2. Diam/ketenangan juga adalah salah satu
jenis musik.
Seperti yang dikatakan sebelumnya, tidak
semua orang dapat tetap produktif ketika
bekerja menggunakan musik, meskipun musik
telah terbukti dapat meningkatkan
produktivitas. Jika Anda malah terganggu
ketika mendengarkan musik, maka cobalah
Produktivita�
tip� & tri�
konsultasipsikologi
56 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 57
Penulis: Widya NoviaPelaksana Bagian SDM
Foto: Putu Chandra
bekerja dalam diam. Beberapa orang memilih
untuk pindah sementara waktu dan mencari
ruangan yang lebih tenang agar dapat fokus
bekerja. Jika tidak, cobalah untuk
mendengarkan musik dengan volume suara
yang rendah atau mendengarkan musik-musik
yang berisi suara-suara alam.
3. Dengarkan musik yang kita sukai.
Seperti penelitian Lesliuk yang dibahas
sebelumnya, musik tidak hanya
mempengaruhi otak dalam hal bekerja, tetapi
juga mempengaruhi pengaturan emosi. Musik
dapat membuat kita bertahan dalam emosi
yang positif (senang, tenang) atau dapat juga
membuat kita jatuh ke dalam emosi negatif
(galau, sedih, marah). Semua itu tergantung
dari persepsi kita terhadap musik yang
diputar. Oleh karena itu, hanya kita yang tahu
musik seperti apa yang kita persepsikan enak
dan mengundang emosi positif. Biasanya itu
adalah musik yang kita sukai dan sering ada
di playlist kita. Dengarkanlah musik tersebut
sejauh kita menyukainya.
4. Cobalah dengarkan musik yang berbeda
genre atau tempo (buatlah variasi).
Tidak selamanya mendengarkan musik yang
sama di playlist kita terus-menerus akan
meningkatkan produktivitas kita. Karena efek
habituasi (kebiasaan), produktivitas malah
akan jadi menurun. Untuk menghindarinya,
perbanyaklah koleksi lagu dan musik kita
dengan lagu-lagu dengan jenis atau tempo
yang berbeda. Tetapi tetap pada prinsip,
musik yang kita sukai, musik yang membuat
kita berada di emosi yang positif.
5. Ambillah waktu break dari mendengarkan
musik.
Cobalah secara berkala berhenti mendengarkan
musik, kira-kira 5 menit saja. Hal ini dilakukan
untuk mengistirahatkan otak dari input yang
secara terus-meneurs masuk. Otak kita akan
fokus lebih baik jika kita secara berkala
mengubah input yang diterimanya. Itu dapat
dilakukan dengan cara menghentikan sejenak
musik yang kita dengarkan, dapat juga dengan
mengganti CD lagu yang diputar dengan CD
lagu lainnya.
Selain itu, karena musik dapat membuat kita
lebih persisten bekerja, dampak terlihatnya
adalah kita akan tetap setia duduk di kursi kita,
bekerja sambil mendengarkan musik. Berhati-
hatilah karena terlalu lama duduk juga tidak
berdampak baik bagi kesehatan. Oleh karena
itu, ketika kita mengambil waktu sejenak untuk
berhenti mendengarkan musik (seperti trik
nomor 5), sebaiknya kita manfaatkan waktu
yang singkat tersebut untuk meregangkan
tubuh dengan berjalan-jalan di sekitar ruangan
atau sekedar berinteraksi dengan rekan kerja
lainnya. Singkatnya, jika mendengarkan musik
dapat membantu kita bekerja dengan lebih baik
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tempo musik berpengaruh pada kecepatan individu mengerjakan tugas dan kualitas tugas yang dihasilkan.
SPEA
K O
UTKegiatan Samapta atau Character Building Activity atau Kegiatan Internalisasi Nilai - Nilai Kementerian Keuangan selama 10 hari telah berakhir. Berbagai pengalaman dan pelajaran pun telah mereka dapatkan. 16 peserta dari Sarjana penerimaan tahun 2015 telah kembali, nah bagaimana tanggapan mereka tentang kegiatan sampta? Apa saja yang telah mereka dapatkan? Berikut liputan dari Tim Redaksi.SP
EAK
OUT
adakah
SAMAPTA di hatimu
SAMAPTA
SAMAPTA
?
“in
dah u
ntu
k d
iken
ang
tidak u
ntu
k d
iula
ng”
konsultasipsikologi
58 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 59
Penulis dan Foto: Yohana PutriPelaksana Bagian Umum dan Komunikasi Pengawasan
Samaptanya asik dan seru! Meskipun membutuhkan mental dan fisik yang kuat, tapi dengan adanya kebersamaan semua bisa terlewati dan bikin semakin kompak sama teman-teman. Selain itu, samapta juga menambah pengalaman baru yang sangat berkesan. Mulai dari pengalaman yang nggak enak sampai pengalaman yang seru banget bercampur jadi satu dan nggak bakalan terlupakan. Banyak pembelajaran yang bisa kita petik selama mengikuti samapta.
Samapta di mata saya merupakan kegiatan yang menyenangkan sekaligus menyedihkan. Menyenangkan karena selain mendapat kesempatan work out gratis dengan trainer yang berpengalaman, samapta juga dapat mempererat hubungan di antara satu angkatan. Selain itu, kita juga bisa belajar menjadi pribadi yang tidak manja dan mandiri, berkenalan dengan kolam sukun (tapi jangan sampai menyentuh Sungai Gangga yang legendaris itu). Menyedihkan karena badan jadi memar-memar, tidak bisa jajan keluar dan makan sembarangan, alat komunikasi disita, serta jadwal acara yang tergolong padat setiap hari.
Samapta itu seruuuuu!!! Buanyak banget kegiatan dan manfaat yang kami dapat. Latihan strategi perang dan karate, merayap, merangkak, jalan jongkok, guling-guling sampai badan lecet-lecet, makan enak 6 kali sehari, tidur di kuburan, berenang sama teman-teman dari Bea Cukai, dilatih para kopasus yang gagah-gagah, bikin lebih mandiri dan tanggung jawab, serta lebih mengakrabkan hubungan dengan teman-teman seangkatan. Tapiiiii samapta gak untuk diulang lagi yaaa... :p
Bagi saya, pengalaman samapta itu campur aduk. Campur aduk antara senang, sedih, kesal, lucu, dan haru jadi satu. Seabrek pengalaman itu antara lain: jadi ketua “Samin” di hari pertama; latihan bela negara; menyucikan diri di kolam sukun; belajar ganti baju kurang dari 2 menit; bolak-balik nabrak pelatih pas ada sirine malam; muka dirias ala tentara (yaah...walaupun ga ada bedanya sih sama muka asli); makan tradisi yang isinya ada pepaya asin, ayam goreng becek, dan nasi campur pasir (salut buat para chef). Those are the sweet moments I've ever had. KORSA!!!
Istilah bahwa Diklat Pembentukan Karakter dan Kesamaptaan itu indah untuk dikenang tetapi tidak untuk diulang adalah benar. Buat saya yang cukup berkesan adalah jadi ketua kelas selama dua hari, di mana setiap saya bikin kesalahan harus push-up. Lalu dipanggil tampil ke depan empat kali selama apel untuk memimpin lagu doa apel malam, lagu Bagimu Negeri, atau Mars Bea dan Cukai karena kebetulan waktu itu diklat kami bersamaan dengan Samapta Bea Cukai, DTSD, dan PDTT Bea Cukai.
Setelah diklat selesai, saya jadi memiliki kemampuan makan banyak dan cepat. Tapi dari semuanya paling berkesan adalah kebersamaan 16 pegawai Itjen dengan segala macam kepribadian dan tingkah laku yang aneh-aneh nan unik.
Lapor, siswi Mega siaaaap menghadap! Bagi aku sih samapta itu mengajarkan kecepatan. Makan cepat, jalan cepat, lari cepat, dan ganti baju cepat. Kalau lambat itu namanya mumet. :D Moment terbaik itu pas tidur di kuburan, berasa muhasabah bahwa manusia pasti akan kembali kepada-Nya. Bulan yang terang serta bintang bertebaran menjadi atap kami malam itu. #eaaa Mana semangatmu, siswaaa?! Jangan mati lampu terus. Laporan selesai! Kembali ke tempat.
PUTRI / Bag. UMUMDATU / Bag. OK
ANTO / Inspektorat IIANNISA / Inspektorat V
MEGA / Inspektorat IVANITA / Bag. PK
speakoutspeakout
60 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 61
the Soul of Korea
King Sejong Plaza dan Gyeongbokgung Palace
Ada sebab musabab kenapa debut
piknik ke luar negeri memilih Korea
Selatan. Pertama, karena tetiba saja
menemukan tiket KL-Seoul yang
affordable dan bahkan saat itu saya
belum punya paspor. Kedua, gegara
variety show Runningman yang
senantiasa meracuni penontonnya
dengan tempat-tempat bagus seantero
Korea. Jadilah saya berangkat ke Seoul
dengan persiapan cuma beberapa
pekan untuk bikin paspor dan visa.
Kenapa Korea?
spot berdekatan yang merupakan landmark Korea dan wajib hukumnya berfoto di Dua
sini untuk membuktikan Anda sudah datang ke Korea. Kedua spot tersebut berada
dalam komplek kerajaan yang dibangun era Dinasti Joseon pada tahun 1395. Saya
salut dengan pemerintah Korea dalam mempertahankan cagar budaya mereka. Bangunan
yang pernah hancur direstorasi kembali menjadi tempat yang luar biasa indah. Seoul sebagai
ibukota negara memiliki banyak palace yang bisa kita kunjungi.
62 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 63
Penulis & Foto: Arfan Sahrul R.Pelaksana Bagian Umum dan Komunikasi Pengawasan
elihat jajanan khas Negeri Ginseng
Mselalu bikin ngeces! Selain menambah
ensiklopedi kuliner sekaligus
menghemat budget. Haha. Makanan dan
minuman di Korea tergolong cukup mahal,
katanya karena bahan bakunya harus yang
kualitas wahid. Mencari tempat makan di Seoul
menjadi tantangan tersendiri, khususnya muslim
travellers. Pokoknya coba liat-liat dulu sebelum
masuk, tanya semampunya, dan yang terakhir
kita hanya bisa berdoa semoga halal. Amin.
Seoul: the soul of coffee
orea tidak muncul di jajaran pemasok Kkopi dunia, tapi kopi sudah menjadi
kultur yang tidak dapat dipisahkan
dari warga Korea jauh sebelum Starbucks
membawa frappuccino ke Seoul. Di pantry
kantor maupun dapur guesthouse tempat saya
menginap berjajar berbagai macam dripper
yang kalau di Jakarta hanya kita temui di
coffeeshop. Ada puluhan coffeeshop di
kawasan Hongdae dan saya cukup terkagum-
kagum karena semuanya memakai mesin
espresso high-end. Salah satu yang saya
kunjungi ialah Coffee Lab di kawasan
Hongdae. Warung kopi yang sudah termasuk
specialty coffee karena pemilihan biji kopi
dengan seleksi ketat. Hasilnya, enak!
The Coexist of Traditionaland Modern Market
atanglah ke pasar tradisionalnya jika
Dingin merasakan kearifan lokal
penduduk setempat. Sisihkan sehari
penuh untuk mengunjungi dua pasar terbesar
di Seoul, yaitu Dongdaemun Market dan
Namdaemun Market. Sungguh Dongdaemun
Market merupakan surganya para wanita
berburu make-up dengan harga jauh lebih
murah daripada di Jakarta. Ada Dongdaemun
Design Plaza semacam tempat exhibition karya-
karya mahasiswa dan seniman. Sebelum pulang
ke Jakarta pastikan Anda tidak pulang dengan
tangan hampa. Namdaemun sebagai pasar
tradisional terbesar di Korea menawarkan
segala macam souvenir khas Korea dari
gantungan kunci sampai kitchenware dengan
kualitas terbaik. Satu hal yang unik ialah
banyak pegadang ngerti bahasa indonesia! Apa
karena saking banyaknya turis indonesia yang
ke sini?
Streetfood is a must!
Subway dan Jalan Kaki
erpaduan keduanya membawa kami Pkeliling Seoul selama hampir satu pekan.
Subway yang mereka miliki mencakup
seluruh destinasi yang kami kunjungi di Seoul.
Cepat, tepat waktu dan nyaman. Kartu T-Money
menjadi lebih penting dari uang cash karena
hanya dengan kartu itu kita bisa naik turun
kereta sesuka hati. Badan harus selalu fit karena
jalan kaki kesana kemari seharian penuh seperti
orang Korea pada umumnya. Maka siapkan
sneaker terbaikmu!
Ps: dari anak-anak sampai kakek-nenek pakai
sepatu keren keren, bro!
The People of Korea
aat kita sopan mereka pun lebih sopan.
SMungkin default mereka terbilang cuek,
secara Seoul kota besar seperti Jakarta,
namun saat kita bertanya mereka akan
menjawab sebaik mungkin. Beberapa kali saya
diantar untuk menunjukkan jalan yang saya
tanya walaupun tidak paham bahasa satu sama
lain. Saya cuma bisa membalas gamsahamnida
sambil tersenyum.
I am sure that is worth Koreato visit! Spring is the best time
to visit because the Koreaweather still cool and mild but not too freeze for your nose. A week is the minimum time you
need to explore .Seoul
So...
64 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 65
“Kampung Sawah, Cilincing, Jakarta Timur. Serupa tapi tak sama. Serupa memerlukan perhatian lebih namun bentuk kebutuhan yang tak sama.”
TERIMAKASIH DARI SARMILI DAN CILINCING{ {
Penulis Suharso, Auditor Muda Inspektorat VII
“Perjalanan tim bakti sosial menuju lapak pemulung Sarmili. Jalanan berlubang tak menyurutkan semangat tim untuk turun ke lapangan.”
“Salah satu pekerja bangunan terlihat sedang menggali saluran air yang menjadi bagian dari renovasi sarana MCK dan pembuatan toren di lapak
pemulung Sarmili.”
“Tim Baksos Sarmili dipimpin oleh Renowidya, Kepala Bagian Perencanaan dan Keuangan selaku perwakilan dari Inspektorat
Jenderal Kementerian Keuangan.”
“Lingkungan tempat tinggal warga Sarmili. Keadaan yang kurang baik tidak mengurangi keramahan dan kehangatan yang senantiasa
menyambut kami Tim Baksos Sarmili.”
“Motor odong-odong yang mengangkut sembako, kasur busa, dan kelambu untuk para keluarga di Kampung Sawah.”
“Melihat wajah-wajah bahagia setelah selesainya pembuatan sumur air bersih membuat kami lupa akan peluh keringat pagi itu.”
“Penyerahan bahan bangunan secara simbolis oleh perwakilan Itjen kepada koordinator warga Sarmili yang nantinya akan digubakan
untuk pembangunan sarana MCK.”
“Penyerahan sembako kepada warga Sarmili yang dilaksanakan di Bendungan STAN tak lepas dari kerjasama dengan BEM STAN yang
juga melakukan pemantauan pembangunan sarana MCK.”
“Tim Baksos Cilincing yang dinahkodai oleh Syarifudin, Kepala Subbagian Perbendaharaan.”
adangkala kita terlalu asyik Kdengan pekerjaan sehari-
hari. Kadangkala kita
tenggelam dalam kegembiraan.
Kadangkala kita terjerembab dalam
kesedihan. Ingatlah di luar sana
sebagian orang lupa rasanya
bergembira. Sebagian orang
merasakan kesedihan yang lebih
dalam. Bulan Ramadhan di depan
mata datang untuk mengingatkan
kita bahwa kita adalah makhuk yang
peka. Makhluk yang peduli akan
sesama. Inspektorat Jenderal
bergerak untuk berbagi kepada
warga yang membutuhkan uluran
tangan dalam kemasan Bakti Sosial
yang bertajuk “Memberi Arti”. Maka
dipilihlah Sarmili dan Kampung
Sawah.
66 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 67
Penulis: Arfan Sahrul R.Pelaksana Bagian Umum dan Komunikasi Pengawasan
Foto: Zakky Yoga A.
TANGGA
angga darurat, sering luput perhatian namun Tmempunyai segudang manfaat yang kita belum
paham dengan benar.
Ancaman force majeure seperti kebakaran, gempa bumi,
kerusuhan dan keadaan lain yang bisa mengancam
korban jiwa, mungkin belum pernah kita alami di
kantor.
Namun, kalau hal itu sampai terjadi, tujuan pertama
yang harus kita cari saat sedang berada dalam gedung
perkantoran adalah tangga darurat.
Generasi kini kerap menggunakan tangga darurat
sebagai tempat 'nongkrong', makan/minum,
merokok...
Ganjal pintu dan membiarkannya dalam posisi
terbuka? Sudah biasa.
Apatis terhadap fungsi utama tangga darurat. Padahal,
bila kita menemukan kerusakan pada komponen jalur
keluar darurat, wajib dilaporkan kepada pihak
pengelola gedung.
Dalam Keputusan Menteri PU No. 10/KPTS/2000
tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap
Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan, tangga darurat dirancang sedemikian
rupa agar tidak terjadi kecelakaan pada saat proses
evakuasi.
Adapun pintu darurat terbuat dari bahan tahan api
lebih kurang 2 jam, mudah dibuka dan tetap mengunci
walaupun dibuka dari luar untuk mencegah masuknya
asap bila terjadi kebakaran.
Rangka lain, seperti konstruksi dinding yang tahan
api, hand drail yang kuat dan tidak berbentuk tangga
spiral.
Ukuran tangga dan bordes, lebar anak tangga tidak
dibuat sembarangan. Syarat keamanan ini diatur juga
dalam Perda DKI Jakarta No. 7/1991.
Rahasia keunikan tangga darurat ini wajib kita ketahui
untuk menjadi perhatian ke depannya.
Agar kelak bila terjadi keadaan kahar, kita dapat
menyelamatkan diri dengan aman tanpa hambatan.
Tangga darurat, tanggap keberadaannya, tangkaslah
dalam penggunaannya!
DARAT
RU
sudutkantorsudutkantor
HappyWedding
1. Arfan Sahrul Ramadhan / Ratu Rembulan Ayuningtyas (10 Mei 2015)
2. Wahyu Pambudi / Widya Gita Yuliani (27 April 2015)
3. Maria Cicilia Kinanti Raras Ayu / Bonifasius July Bahi (31 Mei 2015)
1. Huda Sukmawan / Rahmawati Ekaputri (12 Juni 2015)
2. Danang Wahyu Pratomo / Pinta Hertinda (9 Mei 2015)
3. Sadhitya Pratomo / Dwi Ameilia (4 April 2015)1. Pradikta Lazuardi / Tina Safitri
(26 Mei 2015)
2. Rony Alfredo Rumapea / Tiara Dinar Gultom (30 Mei 2015)
3. Setiawan / Rahmania Wahyu Savitri Diyan Prasetyo / Hafizah Wiwik
Sofiyati (16 Mei 2015)
Maria Ulfa / Miftah Budi Setiawann (3 Mei 2015)
Bagian
Umum Komunikasi
Pengawasan
Bagian
Organisasi dan
Kinerja
Inspektorat I
Inspektorat VI
Bagian
Sumber Daya
Manusia
68 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 69
Penulis: Yopita Karo S.Pelaksana Bagian Umum
dan Komunikasi Pengawasan
uditor jadi anak motor?
ASebuah pertanyaan
yang meragukan namun
tidak untuk seorang Khairil Azmi.
Pria yang akrab disapa Aril ini
tergabung dalam klub motor
BIG BLACK JAKARTA, yang
bermarkas di Kota Tua Jakarta.
Sejak kapan Bang Aril bergabung dalam klub
motor dan menekuni hobi bermotor?
Kalau bergabung di klub motor semenjak kelas 1
SLTP (di Bireuen Atjeh Jeumpa tidak ada namanya
komunitas atau klub motor, hanya nongkrong di
bengkel aja, tapi ketika kelas 1 SLTP dikenalkan
sama klub motor pertama di Bireuen, cabang dari
klub motor Banda aceh) saat itu masih 13 tahun.
Kalau menekuni motor dari kelas 4 SD setelah
menang balapan iseng melawan tetangga yang
masa itu sudah SMU. Heheheheh anak SD bisa
ngalahin anak SMU .. Gasss polll ngeng ngeeeeng!
Mengapa Bang Aril tertarik untuk terjun
dalam bidang otomotif, khususnya motor?
Kebiasaan dan pergaulan yang mengarahkan saya
jadi pembalap amatir roda dua masa itu, tetangga
banyak yang menjadi pembalap dadakan (pinjam
motor orang tua buat balapan, biar dibilang gaol
kali yah??? hehehehe) tapi saya sudah dibekali
motor pribadi semenjak kelas 3 SD, walaupun
motor C-50 saja. Hingga akhirnya susah untuk
tertarik ke bidang yang lain.
Motor jenis apa yang menjadi andalan Bang
Aril?
Setiap masa berbeda juga andalan tunggangan
saya. Bermula dari SD sampai dengan sekarang.
SD kelas 3 punya Honda C-50 dan menjadi
andalan karena baru belajar. SD kelas 4 walaupun
masih punya Honda C-50 tapi sudah balapan
mengendarai Honda Grand. Semua berubah saat
jadi pembalap mewakili Kabupaten sewaktu SMP.
Motor Supra andalannya. SMU sudah pernah
menjadi pembalap mewakili Propinsi Banda Aceh.
Kawasaki Ninja lah andalannya.
Terakhir kelas 2 SMA merebut Juara Umum. Di
kelas 3, berhenti jadi pembalap, karena fokus biar
lulus dulu dari SMA. Andalannya masih Kawasaki
Ninja.
Lulus SMU ternyata semua berubah... Semenjak ke
Prodip STAN tanpa tunggangan kencang yang
merupakan motor 4 tak pertama, yaitu Honda
Tiger. Jadilah sampai sekarang menjadi BIKER
TOURING yang suka adventure dan mencari
saudara di seluruh Indonesia. Andalan saya
sekarang BMW MFX 400 Fighter.
Sudah touring ke mana sajakah selama
menekuni hobi bermotor?
Sudah pernah jelajah Sumatera dari KM 0 Sabang
sampai Lampung, jelajah Jawa dari Cilegon sampai
ke Banyuwangi, dilanjutkan ke Bali.
Namun Touring yang sangat dikenang dan paling
lama, yaitu saat ingin menaklukkan Pulau
Kalimantan ke perbatasan Malaysia.
Kegiatan apa saja yang biasa diadakan klub
motor Bang Aril?
Kegiatan sangat banyak jika kita ada di dalam
suatu wadah (komunitas) apapun komunitasnya.
Khusus di klub motor ini, selain touring, kita juga
suka mengadakan baksos, menghadiri acara2
otomotif, mengajarkan ke anak sekolahan
pentingnya safety riding, mengajarkan cara
membawa motor yang benar menurut apa yang
kami dapat dari pengalaman, acara ulang tahun
motor, konvoi, pameran.
Selain itu, kami juga membuat acara sosial seperti
Donor Darah Bersama Biker, Sahur On the Road,
bagi-bagi takjil, Buka Puasa Bersama Biker, serta
membantu kampung kaum dhuafa bersama biker.
Bagaimana tanggapan Bang Aril mengenai
geng motor begal yang marak akhir-akhir
ini?
Geng motor tersebut tidak dapat terdeteksi
keberadaannya. Mereka menyebabkan banyak
kerusakan dan keonaran. Kami sebagai klub motor
yang terdata resmi di kepolisian berharap agar geng
motor yang meresahkan warga dapat segera
dibubarkan oleh pihak yang berwajib.
Apa saran Bang Aril bagi siapapun yang
ingin menekuni hobi bermotor?
Sarannya jangan pernah menekuni hobbi motor,
karena terlalu mahal dan menyita banyak waktu.
Hehehehe… Cobalah cari hobi yang lain.
Jika ingin menekuni hobi motor, sayangilah dan
rawatlah terlebih dahulu motor yang telah ada,
yang menjadi tunggangan kamu sehari-hari. Jika
sudah bisa merawat motor dengan oke, sangat
mudah mencari teman sehobi di komunitas motor
dan akan membuat kita nyaman nantinya. Karena
bagi kami pecinta motor, motor itu adalah istri ke
dua.
INTERVIEW
KHAIRIL AZMIHOBI MOTORInterviu oleh: Yohana Putri
TTouring yang sangat dikenang dan paling lama, yaitu saat ingin menaklukkan Pulau Kalimantan ke perbatasan Malaysia.
70 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 71
Foto: Khairil Azmi
eperti kita ketahui, kamera mirrorless
Sadalah produk yang cukup hot saat ini
dan diperkirakan akan makin banyak
dipakai kedepannya. Produsen kamera
melihat peluang bahwa banyak juga penggila
fotografi yang menginginkan kualitas gambar
yang bagus namun tidak ingin menenteng
DSLR yang besar dan berat ke mana-mana,
lahirlah kelas kamera mirrorless.
Kamera mirrorless adalah kamera digital yang
mulai populer ditahun 2008, sebenarnya
kamera mirrorless ini adalah kamera yang
mirip DSLR namun kamera digital ini tidak
memakai cermin (mirror), sehingga bentuknya
lebih kecil dan ringan jika dibandingkan DSLR
serta memiliki jumlah se�ing-an yang lebih
sedikit.
Dalam perkembangannya, sistem mirrorless
secara umum telah meningkat cukup banyak.
Dari kecepatan autofokusnya, kualitas layar
LCD dan jendela bidik elektroniknya, dan
koleksi lensa-lensa juga meningkat kualitas
dan jumlahnya meski belum selengkap dan
secepat sistem kamera DSLR. Untuk kinerja
autofokusnya, kinerja sebagian besar kamera
mirrorless masih lebih lambat daripada sistem
autofokus DSLR yang sudah teruji. Berbagai
aksesoris pun kini telah disediakan seperti
ba�ery grip sebagai solusi kapasitas baterai yang
lebih rendah dibanding DSLR.
Cara kerja kamera DSLR membutuhkan cermin
untuk memunculkan gambar di viewfinder,
sedangkan kamera mirrorless memunculkan
gambar dengan membuang cermin yang ada di
DSLR inilah yang menghemat ukuran dan
berat kamera sehingga sebagian besar kamera
mirrorless tidak memiliki viewfinder optik
karena telah digantikan oleh viewfinder
elektronis.
Memilih kamera mirrorless yang terpenting
harus diperhatikan adalah sensor yang
digunakan kamera tersebut, sensor inilah yang
menentukan kualitas hasil foto. Saat ini
beragam sensor yang digunakan oleh produsen
kamera. Masing-masing produsen kamera
mempunyai beragam ukuran sensor yang
dipakai, mulai dari yang sebesar kamera DSLR
hingga sekecil kamera saku. Lalu
bagaimanakah memilih kamera mirrorless
yang bagus, jawabannya tergantung
kebutuhan kita. Ada orang yang
membutuhkan kualitas pembesaran foto yang
bisa dicetak besar tidak pecah, desain dan
bentuk kamera itu nomor dua, tetapi ada juga
orang yang membeli kamera mirrorless karena
kecilnya, ringkas dan terlihat trendy. Ada juga
yang membeli kamera mirrorless dari bentuk
kameranya yang vintage. Semua itu benar dan
tidak ada yang salah, kembali lagi memilih
kamera mirrorless disesuaikan dengan
kebutuhan kita sebagai pemakai.
Aneka ragam sensor di Kamera Mirrorles :
- sensor APS-C
- sensor Four Thirds
- sensor Nikon CX (1 inci)
- sensor kecil 1/2.3 inci (Pentax Q)
Dari semua sensor mirrorless saat ini
sebenarnya semuanya sudah memenuhi
kualitas stok foto untuk kebutuhan komersial,
semakin besar sensor yang dipakai semakin
bagus kualitas foto di kamera tersebut,
walaupun faktor lensa juga mempengaruhi
kualitas foto. Keuntungan memakai kamera
mirrorless adalah sebagai berikut:
1. Ukuran relatif lebih kecil dan ringkas
sehingga beratnya pun jauh lebih ringan
dibandingkan DSLR.
2. Kualitas foto yang sudah sama dengan
DSLR, dengan sensor yang besar dan
sama yang digunakan oleh kamera DSLR
membuat kualitas kamera mirrorless
sudah sama dengan DSLR.
3. Memotret human interest lebih mudah,
karena bentuk kamera mirrorless yang
mungil sehingga membuat mereka
cenderung cuek dan tidak canggung
dengan kehadiran kita. Berbeda jika kita
memakai kamera DSLR yang besar
mereka cenderung risih dan malu untuk
difoto.
4. Lebih mudah berbaur, memakai
kamera mirrorless menjauhkan kesan
kita adalah fotografer beneran, karena
terlihat low profile dan tidak mencolok.
Terkadang kita dianggap turis biasa
oleh masyarakat sekitar, sehingga
dengan mudah kita bisa berbaur dan
memotret dengan nyaman.
5. Sistem mirrorless mengandalkan live view
dan jendela bidik elektronik. Kita bisa
lihat dengan jelas apa fokus dan tidak,
juga bisa melihat terang gelap/exposure,
histogram, warna, efek khusus dengan
jelas. Apa yang dilihat adalah apa yang
akan didapatkan. Tidak ada tebak-
tebakan dan terkejut seperti di kamera
DSLR.
6. Teknologi ter-update, biasanya kamera
mirrorless sekarang sudah banyak update
teknologi, baik wifi, hdr dan fitur fitur yang
memudahkan kita untuk memotret.
Pertanyaan banyak orang saat ini adalah,
apakah saya membutuhkan kamera mirrorless?
Bila anda adalah fotografer yang banyak
memotret didalam studio dan model, anda
lebih membutuhkan kamera kelas atas untuk
bekerja. tetapi jika anda adalah travel
photographer atau travel blogger atau hobies yang
suka memotret dan jalan jalan, maka kamera
TipsMEMBELI KAMERAM I R R O R L E S S
72 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 73
74 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 75
Ada pilihan yang lebih baik
Direkomendasikan untuk fotografer pemula
Direkomendasikan untuk fotografer mahir
lensa kit – Kamera yang sangat mungil seperti
kamera compact dengan kinerja yang baik.
Baru-baru ini ada penurunan harga yang
cukup signifikan.
Panasonic GX7 – Harga Rp 8.85 juta
dengan lensa kit – Kamera yang cukup
komplit dari segi fitur dan kinerjanya. Kamera
satu-satunya dari Panasonic yang memiliki
teknologi sensor shift stabilization (meski tidak
sebaik teknologi 5 axis stabilization Olympus).
Di tahun 2015, ini Sony, Olympus, Fujifilm
termasuk tiga besar di kamera mirrorless.
Masing-masing memiliki kelebihan dan
kelemahan sendiri. Banyak kamera yang bagus
diantara 15-20 juta. Yang cukup berimbang
antara fitur dan kualitasnya seperti Fujifilm X-
T1 dan Olympus OMD EM5 mk II. Yang
menginginkan sensor full frame ada Sony A7.
Dibawah 10 juta, Sony A6000 merupakan
kamera yang lengkap fiturnya dengan kualitas
gambar yang bagus.
Dibawah 8 juta, Fujifilm X-M1 dan kit (7 juta)
cukup baik kualitas gambarnya. Kalau suka
yang semungil mungkin, Panasonic GM1
pilihan yang oke. Karena GM1 sekarang ini
hanya 5.85 jt, maka jika ada kelebihan dana,
bisa buat beli lensa dan baterai tambahan.
Nah demikianlah ulasan tentang tips membeli
kamera mirrorless. Jika anda sudah mengetahui
kebutuhan anda, tentunya akan lebih mudah
untuk menentukan jenis dan merk kamera
yang akan anda beli. Jangan lupa sesuaikan
budget ya, selamat berburu!
Guideline Warna
mirrorless cocok dengan anda.
Selain itu ada beberapa tips yang bisa jadi
faktor pertimbangan ketika akan membeli
kamera Mirrorless :
1. Pilihlah kamera mirrorless yang punya
megapixel diatas 16MP, karena lensa
mirrorless itu tidak sebagus lensa DSLR dan
pasti ada penurunan kualitas foto disitu,
sehingga sensor yang besar jika kualitas
foto turun masih bisa dimaklumi.
2. Jika anda membeli kamera mirrorless dengan
harapan lensa DSLR anda bisa dipasang di
kamera mirrorless tersebut, maka essensi
dari kamera mirrorless tersebut hilang.
Kenapa orang memilih mirrorless, kamera
ringan dan kecil bentuknya.
3. Carilah kamera mirrorless yang power
charge USB universal, jadi kalau kita
kehabisan baterai bisa di charge pakai
powerbank. Selain itu juga menghemat
dalam membawa charger ketika traveling.
4. Body ringan dan kecil itu mutlak, jika
membeli kamera mirrorless yang
berukuran hampir sama dengan DSLR.
lebih baik ya membeli DSLR aja.
Banyak faktor yang menyebabkan mengapa
sistem kamera DSLR belum tergantikan, tapi
yang paling penting yang harus diatasi sistem
kamera ini adalah masalah persepsi pembeli.
Di kacamata awam, mirrorless kualitasnya
masih dibawah sistem kamera DSLR, dan
memperparah keadaan, kamera mirrorless
kebanyakan dijual dengan harga yang diatas
kamera DSLR.
Lalu pertanyaan selanjutnya adakah kamera
mirrorless dibawah 10 Juta? Tentu ada. Berikut
ulasan singkat serta rekomendasi kamera yang
seimbang dari fitur, harga dan kinerjanya.
Merk yang dibahas disini adalah Sony,
Fujifilm, Olympus dan Panasonic. Untuk
Samsung, Canon, Nikon dan Leica akan kita
bahas di artikel selanjutnya.
Daftar kamera Sony, harga dan
rekomendasi
Kamera Sony terbagi menjadi dua format, yang
bersensor APS-C dan full frame (seri A7). Disini
hanya akan diulas yang APS-C saja.
Sony A5000 – Harga: Rp 5.5 juta dengan
lensa kit – Kamera Sony yang paling
terjangkau dan ringkas, tapi autofokusnya
pelan dan sulit fokus terutama saat di indoor
atau tempat gelap.
Sony A5100 – Harga 8 juta dengan lensa kit
– Ringkas, ringan, autofokus cepat, layar
bisa dilipat dan touchscreen, fiturnya oke,
kurangnya tidak ada hotshoe diatas kamera.
Bagus untuk traveler.
Sony A6000 – Harga 9.5 juta dengan kit lens
– Fiturnya komplit untuk amatir dan
bahkan untuk semi-profesional. Bahan kamera
dari logam, punya jendela bidik optik dan
hotshoe. Satu-satunya kelemahan adalah
layarnya tidak touchscreen.
Daftar kamera Fuji, harga dan
rekomendasi
Fujifilm X-A1 – Harga Rp 7 juta dengan
lensa kit – Kamera paling terjangkau tapi
dengan fitur yang sangat basic.
Fujifilm X-A2 – Harga Rp 8 juta dengan
lensa kit – Beberapa peningkatan dari X-A1
yaitu layar LCD bisa dilipat dan diputar keatas
untuk selfie. Lensa kit yang bisa fokus lebih
dekat (untuk close-up/makro), dan autofokus
yang lebih bagus. Resolusi foto tetap sama
yakni 16MP dengan sensor CMOS (bukan X-
Trans).
Fujifilm X-M1 – Harga Rp 7 juta dengan
lensa kit – Khas dari Fujifilm adalah sensor
X-Trans tanpa filter AA yang tajam. Fitur dan
kinerja X-M1 biasa saja, tapi punya hotshoe
untuk flash untuk foto studio.
Daftar kamera Olympus &
Panasonic, harga dan rekomendasi
Catatan: Olympus dan Panasonic termasuk
dalam konsorsium micro four thirds. Mount
yang digunakan sama sehingga lensa
Olympus bisa dipasang ke kamera Panasonic
dan sebaliknya.
Olympus PEN EPL6 -Harga Rp 5.85 juta
dengan lensa kit – Kamera ringkas yang
terjangkau. Kualitas gambarnya tidak berbeda
jauh dengan kamera yang lebih tinggi
harganya.
Olympus PEN EPL7 – Harga Rp 8.9 juta
dengan lensa kit – Punya fitur wifi dan
layar LCD yang lebih bagus dari EPL-6.
Olympus OMD EM5 – Harga Rp 8.8 juta
dengan lensa 12-50mm – Salah satu kamera
Olympus tersukses di dunia mirrorless dan
sekarang sudah ada penerusnya yaitu mk II.
Punya sensor shift stabilization 5 axis pertama di
dunia, dibandingkan EM5 generasi ke-2,
kinerjanya lebih pelan dan layar LCD-nya
kalah tajam/detail.
Panasonic GF7 – Harga Rp 7.3 juta dengan
lensa kit – Kamera dengan layar LCD yang
bisa dilipat ke atas untuk selfie. Ukurannya
sedikit lebih besar dari GM1.
Panasonic GM1 – Harga 5.85 juta dengan
anyak orang menyebut istilah “bermain Bsaham”, padahal sama seperti bisnis
lainnya, istilah yang tepat adalah
“berbisnis saham”. Layaknya sebuah bisnis,
Anda harus bertindak tepat dalam setiap
langkah.
Pasar saham adalah instrumen bisnis trading
jangka pendek ataupun investasi jangka
panjang yang memberikan potensi
keuntungan luar biasa. Namun sayang,
banyak orang yang belum menikmatinya
karena takut dan belum mengerti bagaimana
untuk memulai.
Pakar saham, Ellen May, yang sukses dengan
buku best seller Smart Traders Not Gamblers,
dalam buku ini menjelaskan setiap langkah
yang harus dipilih para pemula yang ingin
berbisnis saham.
Dalam buku ini dijelaskan secara detail
langkah demi langkahnya:
Ÿ memulai trading ataupun berinvestasi
saham dari membuka akun
Ÿ memilih strategi dari trading jangka
pendek atau investasi jangka panjang
Ÿ berapa modal yang dibutuhkan dan
bagaimana jika hanya punya modal minim
Ÿ bisakah memenuhi kebutuhan hidup hanya
dengan berbisnis saham
Ÿ bagaimana meminimalkan resiko dan
memaksimalkan keuntungan, dan berbagai
hal penting lainnya yang diperlukan
seorang pemula untuk mulai melangkah
berbisnis saham.
Perjalanan dalam belajar trading ataupun
investasi saham adalah perjalanan panjang
yang butuh ketekunan belajar, kesabaran, dan
kedisiplinan. Buku ini ditulis dengan motivasi
untuk memberi petunjuk, sebagai peta atau
kompas bagi para pemula dalam berinvestasi
saham.
Jika Anda ingin memulai berkecimpung dalam
dunia saham, buku ini adalah panduan yang
tepat untuk menuntun Anda menjadi trader
dan investor yang berhasil. Penyampaian
penulis dalam buku ini sangat menarik dan
mudah dipahami karena di setiap bab-nya di
jelaskan dengan ilustrasi-ilustrasi lucu berupa
komik dan penjelasan materi yang cukup
detail. Buku ini sangat membantu untuk
pemula yang baru memulai investasi saham.
Go, Indonesia 1 Juta investor saham!
“Jangan pernah menunggu sempurna untuk memulai sebuah hal yang baru dan positif, karena kita tidak akan pernah sempurna.”
Penulis : Ellen MayPenerbit : PT. Gramedia Pustaka UtamaNo. ISBN : 978-602-03-270-6
SMART TRADERRICH INVESTOR
resensi
72 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 77
Sumber artikel
www.infofotografi.com
www.smileindonesia.com
www.barrykusuma.com
www.belfot.com
www.tipsfotografi.com
foto
Arfan Sahrul R.
Nur Alfian Maruf
hasil jepretan kamera mirrorless
sebagaimana yang dikutip oleh laman
The Hollywood Reporter.
Menilik official trailer video film
adaptasi serial TV ini, tampak aksi
menengangkan Tom Cruise saat
mengendarai sepeda motor
berkecepatan tinggi, lolos dari
penyanderaan, terjebak dalam ruang
gas beracun, hingga bergelantungan di
pintu pesawat terbang saat pesawat
take off. Kepada USA Today, sang
aktor sempat mengungkapkan perihal
adegan bergelantungan tersebut, "Itu
saya sepanjang waktu. Saya berdiri
tepat di atas ban ketika kami
mendarat. Itu sangat menegangkan
bagi orang lain, tapi cukup menarik
bagi saya. Saya sering duduk di
pesawat terbang, melihat keluar dan
berpikir, 'Seperti apa jadinya berada di
luar sana di atas sayap?”
Film Panjang Tom Cruise ke-47 ini
mengambil lokasi shooting di beberapa
kota, seperti London (Inggris), Vienna
(Austria), serta Rabat dan Agadir
(Maroko). Proses pengambilan gambar
dimulai sejak 21 Agustus 2014,
berakhir pada 21 Maret 2015. Rebecca
Ferguson, Sean Harris, Alec Baldwin,
America Olivo, dan aktris Asia Zhang
Jingchu melengkapi daftar pemeran
pendukung di film ini (PPP).
This message will
self�destruct in five
seconds. Good luck!
Cast : Tom Cruise, Simon Pegg, Ving Rhames, Jeremy Renner, Alec Baldwin, Rebbeca FergusonSutradara : James McquarrieProduser : Tom Cruise, J. J. AbramsProduksi : Skydance Productions, Badrobot ProductionsNegara : Amerika SerikatRilis : 31 Juli 2015
gen terhebat Impossible Mission Force (IMF), AEthan Hunt, kembali beraksi bersama timnya
untuk misi yang paling mustahil sepanjang
karir mereka. Mission Impossible : Rogue Nation
menceritakan tentang petualangan Ethan Hunt (Tom
Cruise), Brandt (Jeremy Renner), Luther (Ving Rhames),
Benji (Simon Pegg) memberantas organisasi bawah tanah
internasional bernama “Syndicate” yang memiliki
rencana untuk menghancurkan IMF.
Film produksi Skydance dan Badrobot Productions ini
dijadwalkan akan tayang pada akhir Juli 2015 di seluruh
Bioskop di Amerika. Paramount Pictures selaku
distributor film menjelaskan bahwa salah satu franchise
film terlaris sepanjang masa ini awalnya akan rilis pada
Desember 2015. Akan tetapi, waktu yang mereka pilih
tersebut bertepatan dengan jadwal perilisan Star Wars :
Force Awaken dan James Bond : Spectre. Alasan utama
penjadwalan ulang MI : 5 ini tentu saja adalah untuk
menghindari kompetisi dengan kedua film tersebut,
3
23
1
5
10
8
6
13 14
12
18
17
19
22
26
24
21
20
16
25
2
11
9
7
4
15
3
23
1
5
10
8
6
13 14
12
18
17
19
22
26
24
21
20
16
25
2
11
9
7
4
15
1. Kota tempat festival film
internasional
3. Suku asal Myanmar
4. Horoskop
6. Nama Buah
7. Merk minuman ringan
8. Bandung
12. Cemilan kantor yang
ada di setiap lantai
14. Persamaan hak dalam
berbagai aspek di
masyarakat
20. Jenis Batu
22. Temannya Nobita
23. Wadah Bunga
DOWN
2. Abjad
5. Bandara di Kota Pahlawan
9. Kue bolong
10. Aplikasi
11. Nilai Kementerian
Keuangan
13. Band asal UK yang lahir
era 70-80'an
15. Search engine
16. Kantor
17. Bangunan bahasa inggris
18. Ayers Rock, Aussie
19. Makhluk hidup sangat
imut yang hanya bisa
dilihat dengan mikroskop
21. Salah satu album Camelia
Malik
24. Terima kasih; Mandarin
25. Hewan yang berasal dari
Amerika Selatan
26. Pakta Pertananan Atlantik
Utara
CROSS
Pemenang Vol VI No. 41
1. Khimaya Akun Qonita Inspektorat IV
2. Hafiz Azzam Azharani Inspektorat V
3. Misnem Bagian Perencanaan dan Keuangan
Jawaban:
1. Isno Mukidin
2. Triyono
3. Herlambang
4. Rianto
5. Mardi Wahyono
6. Budi Santoso
7. Setio Heri
8. Sumarno
Kirimkan jawaban Anda melalui email:
[email protected] Sertakan nama, unit, dan nomor telepon yang dapat
dihubungi. Keputusan pemenang menjadi hak redaksi
Auditoria. Hadiah dapat diambil di Subbag Komunikasi dan
Tata Usaha Pengawasan Itjen.
Bagaimana cara berpartisipasi?
78 | auditoria 2015 vol. VII no. 42 | 79
1 2 4 5 6
3
9
7810
111213
14
9. Marlisan Hakim
10. Patrick
11. Nyamat
12. Herman Matondang
13. Ismet Kamil
14. Supandi
15. Mujiono
15