Download - LAPORAN PENDAHULUAN anemia.docx
LAPORAN PENDAHULUAN
ANEMIA
Disusun Oleh:Nining Ratnasari
PROGRAM PROFESI NERS
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M/ 1434 H
ANATOMI DAN FISIOLOGI SYSTEM HEMANTOLOGI
System hemantologi tersusun atas darah dan tempat darah di produksi termasuk
sumsum tulang dan nodus limpa. Darah merupakan medium transport tubuh,
volume darah manusia sekitar 7%-10% berat badan normal dan berjumlah sekitar
5 liter. Keadaan jumlah darah ada tiap-tiap orang tidak sama, tergantung pada
usia, pekerjaan, serta keadaan jantung dan pembuluh darah. Darah terdiri atas dua
komponen utama, yaitu:
1. Plasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air,
elaktrolit dan protein darah.
2. Butir-butir darah, yang terdiri atas:
a. Eritrosit: sel darah merah
b. Leukosit: sel darah putih
c. Trombosit: keping darah
A. Sel darah merah
Sel darah merah merupakan cairan bikonkaf dengan diameter sekitar 7
mikron. Bikonkafitas memungkinkan gerakan oksigen masuk dan keluar sel
secara cepat dengan jarak yang pendek antara membrane dan inti sel. Warna
kuning kemerah-merahan, karena didalamnya mengandung suatu zat yang
disebut hemoglobin. Se darah merah tidak memiliki inti sel, mitokondria dan
ribosom, serta tidak dapat bergerak. Sel ini tidak dapat melakukan mitosis,
fosforilasi oksidatif sel, atau pembentukan protein
Komponen eritrosit adalah sebagai berikut:
1. Membrane eritrosit
2. System enzim: enzim G6PD (glucose 6-phosphatedehydrogenase)
3. Hemoglobin, yang komponenya terdiri atas:
a. Heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi
b. Globin: bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai
beta.
B. Produksi sel darah merah
Eritropoesis pada orang dewasa terutama terjadi didalam sumsum tulang,
dimana system eritrosit menempati 20%-30% bagian jaringan susmsum tulang
yang aktif membentuk sel darah. Sel eritrosit berinti berasal dari sel induk
multipotensial dalam sumsum tulang. Sel induk multipotensial ini mampu
berdiferensasi menjadi sel darah system eritrosit, myeloid, dan megakariosit
yang dirangsang oleh eritropoetin. Sel induk multipotensial akan berdifensiasi
menjadisel induk unipotensial. Sel induk unipotensial tidak mampu
berdiferensiasi lebih lanjut, sehingga sel induk unipotensial seri eritrosit hanya
akan berdiferensiasi menjadi menjadi sel pronormoblas. Sel pronormoblas
akan membentuk DNA yang diperlukan untuk iga sampai empat kali fase
mitosis. Melalui empak kali mitosis dari tiap sel pronormoblasakan terbentuk
16 eritrosit. Eritrosit matang kemudian akan dilepaskan kedalam system
sirkulasi. Pada produksi eritrosit normal sumsum tulang memerlukan besi,
vitamin B12, asam folat, piridoksin (vitamin B6), kobal, asam amino, dan
tembaga.
C. Karakteristik eritrosit
1. Lama hidup
Lama hidup eritrosit 74-154 hari. Pada usia ini system enzim mereka
gagal, membrane sel berhenti berfungsi dengan adekut, dan sel ini
dihancurkan oleh sel retikulo endothelial.
2. Jumlah eritrosit
Jumlah normal pada orang dewasa kira-kira 11,5-15 gram dalam 100 cc
darah. Normal Hb wanita 11,5mg% dan Hb laki-laki 13mg%.
3. Sifat-sifat sel darah merah
a. Normositik; sel yang ukurannya normal
b. Normokromik: sel dengan jumlah hemoglobin yang normal
c. Mikrositik: sel yang ukurannya terlalu kecil
d. Makrositik: sel yang ukuranya terlalu besar
e. Hipokromik: sel dengan jumlah hemoglobin yang sedikit
f. Hiperkromik: sel dengan jumlah hemoglobin yang banyak
ANEMIA
A. Definisi Anemia
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin
yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan tubuh (Handayani dan Haribowo, 2008).
Anemia dapat didefinisikan sebagai nilai hemoglobin, hematokrit, atau jumlah
eritrosit per milimeter kubik lebih rendah dari normal (Dallman dan Mentzer,
2006).
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa
eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer yang disebut
penurunan oxygen carrying capacity. Secara praktis anemia ditunjukkan oleh
penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau hitung eritrosit. Anemia
bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity), tapi merupakan
gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying disease). Oleh karena itu,
dalam diagnosis anemia tidak cukup hanya sampai label anemia tapi harus
ditetapkan penyakit dasar penyebab anemia tersebut.
B. Klasifikasi Anemia
Anemia dapat di klasifikasikan dalam berbagai cara, yaitu: defek produksi sel
darah merah (anemia Hipoproliferatif) atau oleh destruksi sel darah merah
(anemia Hemolitik).
1. Anemia Hipoproliferatif
Pada anemia hipoproliferatif, sel darah merah biasanya bertahan dalam
jangka waktu yang normal, namun sumsum tulang tidak mampu
mengahasilkan jumlah sel yang adekuat; jadi jumlah retikulositnya
menurun. Hal ini mungkin di sebabkan oleh kerusakan sumsum tulang
akibat obat atau bahan kimia (mis: chloramphenicol, benzene) atau karena
kekurangan hemopoetin.
a. Anemia Aplastik
Anemia aplastik biasanya disebabkan oleh penurunan prekusor dalam
sumsum tulang dan penggantian sumsum tulang dengan lemak.
Anemia aplastik dapat konginetal, idiopatik (penyebabnya tidak
diketahui), atau sekunder akibat penyebab-penyebab industry atau
virus. Penyebab-penyebab sekunder anemia aplastik (sementara atau
permanen) meliputi berikut ini:
1) Lupus eritematosus sistemik yang berbasis autoimun
2) Agen antineoplatik atau sitotoksik
3) Terapi radiasi
4) Antibiotic tertentu
5) Berbagai obat seperti antikonvulsan, obat-obatab tiroid, senyawa
emas, dan fenilbutazone.
6) Zat-zat kimia seperti benzene, pelarut organic dan insektisida.
7) Penyakit-penyakit virus seperti mononukleosit infeksiosa, dan
HIV; anemia aplastik setelah hepatitis virus terutama berat dan
cenderung fatal
Manifestasi klinik. Tanda dan gejala anemia aplastik biasanya khas
yaitu bertahap. Tanda anemia: kelemahan, pucat, sesak napas pada
saat latihan dan manifestasi anemia lainnya. Tanda trombositopeni:
ekimosis dan petekie, epistaksis, perdarahan saluran cerna, perdarahan
saluran kemih dan kelamin, perdarahan system saraf pusat.
Pemeriksaan hitungan darah biasanya menunjukan pansitopeni
(kekurangan semua jenis sel-sel darah). Secara morfologis, SDM
terlihat normositik dan normokromik. Hepatosplenomegali &
limfoadenopati biasanya tidak tampak.
b. Anemia pada Penyakit Ginjal
Derajat anemia yang terjadi pada pasien dengan penyakit ginjal tahap
akhir sangat bervariasi, tetapi secara umum terjadi pada pasien dengan
nitrogen urea darah (BUN) yang lebih dari 10 mg/dl. Hematokrit
biasanya turun sampai antara 20%-30%, meskipun pada beberapa
kasus jarang mencapai dibawah 15%. Sel darah merah tampak normal
pada apusan darah tepi. Anemia ini disebabkan oleh menurunnya
ketahanan hidup sel darah merah maupun difisiensi eritropoetin.
Pasien yang menjalani hemodialisis jangka panjang akan kehilangan
darah kedalam dialiser (ginjal artifisial) sehingga dapat mengalami
defisiensi besi. Defisiensi asam folat terjadi karena vitamin dapat
terbuang kedalam dialisat.
c. Anemia pada Penyakit Kronis
Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan anemia
jenis normositik normokromik (sel darah merah dengan ukuran dan
warna yang normal). Kelainan ini meliputi artristis rematoid, abses
paru, osteomilitis, tuberkolosis dan berbagai keganasan. Kebanyakan
pasien tidak menunjukan gejala dan tidak memerlukan penanganan
untuk anemianya. Dengan keberhasilan penanganan yang
mendasarinya. Pasien dengan HIV-positif yang mendapatt zidovudin
(Retrovir) mempunyai resiko tinggi mengalami anemia akibat supresi
sumsum tulang.
d. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah keadaan dimana kandungan besi tubuh
total turun dibawah tingkat normal. Merupakan jenis anemia paling
sering diantara semua kelompok umur. Defisiensi besi paling sering
memberikan gambaran darah yang mikrositik, hipokromik. Sepanjang
tubuh manusia tidak memiliki metode aktif untuk eksresi besi,
kandungan besi sebagian besar dikontrol oleh absorbsinya.karenannya
kemampuan untuk mengabsorbsi besi terbatas dan cenderung
peningkatan hilangnya besi, akibat perdarahan, yang akan
mengakibatkan gangguan keseimbangan besi dan terjadi defisiensi
besi. Absorbs besi terjadi di duodenum dan jejunum proksimal. Secara
umum, yang mempengaruhi kecepatan adsorbs adalah total simpanan
besi tubuh dan kecepatan eritropoiesis. Dalam keadaan normal, paling
sedikit 60% dari kandungan besi tubuh berada didalam hemoglobin.
Sekitar 30% disimpan dalam system retikulo-endotelial, terutama pada
sumsum tulang, sebagai feritin dan hemosiderin.
e. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik (SDM besar) di klasifikasikan secara
morfologis sebagai anemia makrositik normokronik. Anemia
megaloblatik sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam
folat yang mengakibatkan gangguan sintesis DNA yang disertai
kegagalan maturasi dan pembelahan inti. Defisiensi-sefisiensi ini
dapat sekunder akibat malnutrisi, defisiensi asam folat, malabsorpsi,
kekurangan factor intrinsic (seperti pada anemia pernisiosa dan pasca
gastrektomi), infeksi parasit, penyakit usus dan keganasan serta
akibat-akibat agen-agen kemoterapi. Pada setiap kasus, terjadi
hyperplasia (peningkatan abnormal jumlah sel darah normal) sumsum
tulang dan prekusor eritroid dan myeloid besar dan aneh; beberapa
mengalami multi nukleasi. Tetapi beberapa sel ini mati dalam sumsum
tulang, sehingga jumlah sel matang yang meninggalkan sumsum
tulang menjadi sedikit, terjadilah pansitopenia. Pada keadaan lanjut
hemoglobin turun 4-5 g/dl, hitung sel darah putih 2000-3000 per
mm3, dan hitung trombosit kurang dari 50.000 per mm3. Seel darah
merah besar dan PMN hipersegmen.
2. Anemia Hemolitika
Pada anemia hemilitika, eritrosit memiliki rentang usia yang pendek.
Sumsum tulang biasanya mampu mengkompensasi sebagian dengan
memproduksi sel darah merah baru tiga kali atau lebih dibandingkan
kecepatan normal. Konsekuensinya anemia jenis ini memiliki gambaran
laboratories yang sama. Yaitu:
Jumlah retikulosit meningkat
Fraksi bilirubun indirect meningkat
Heptoglobin (protein yang mengikat hemoglobin bebas) biasanya
rendah. Sumsum tulang biasanya menjadi hiperseluler akibat
proliferasi eritrosit
a. Anemia Hemolitika Turunan
1) Sferositosis Turunan
Sfrerosis turunan merupakan suatu anemia hemolitika ditandai
dengan sel darah merah kecil berbentuk sferis dan pembesaran
limpa (splenomegali). Merupakan kelainan yang jarang,
diturunkan secara dominan. Kelainan ini biasanya tersiagnosa
pada anak-anak, namun dapat terlewat sampai dewasa karena
gejalanya sangat sedikit. Penanganannya berupa pengambilan
limpa secara bedah.
2) Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemilitika akibat adanya defek
pada molekul hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri.
Defeknya adalah suatu subtitusi asam amino pada rantai β
hemoglobin. Karena hemoglobin A normal mengandung dua
rentai α dan dua rantai β, maka terdapat dua gen untuk sintesa
setiap rantai. trait sel sabit, orang dengan trait sel sabit hanya
mendapat satu gen abnormal, sehingga sel darah merah mereka
masih mampu mensintesa kedua rentai β dan βs, jadi mereka
mempunyai hemoglobin A dan S. mereka tidak menderita anemia.
apabila dua orang dengan anemia sel sabit menikah, maka
beberapa dari anak-anak mereka akan membawa dua gen
abnormal dan hanya mempunyai dua rantai βs dan hanya
hemoglobin S. anak itu menderita anemia sel sabit.
3) Anemia karena Hemoglobinopati
a) Talasemia
Talasemia merupakan sekelompok kelainan turunan yang
berhubungan dengan defek sintesis rantai hemoglobin.
Talasemia di tandai dengan penurunan kadar hemoglobin
yang abnormal dalam eritrosit(hipokromia), eritrosit dengan
ukuran lebih kecil (mikrositosis), kerusakan elemen darah
(hemolisis). Talasemia diklaifikasidalam dua kelompok
utama sesuai rantai globin yang terkena: α-talasemia dan β-
talasemia, yang masing-masing berhubungan dengan
penurunan atau ketiadaan sintesis rantai α dan rantai β.
Talasemia Alfa (α) diklasifikasikan menjadi 4 klasifikasi
klinis, yaitu:
Satu mutasi gen α: "Trait" atau "Pembawa" (carrier):
tidak bergejala, Hgl normal, MCV normal.
Dua mutasi jen α; anemia mikrositosis ringan, mirip
dengan anemia kekurangan Fe
Tiga mutasi jen α: Penyakit Hemoglobin H
Anemia moderat sampai berat,
hipokromikmikrositosis.
Krisis hemolisis dapat terpicu dengan febris /
infeksi & Rx sufa, obat-obat oksidan (seperti Fe!)
"Hemoglobin H" (tetrameter ranting β: β4) pada
elektroforesis (>pada neonatus) 5% - 30%
"Hemoglobin Bart" (tetrameter ranting γ: γ4) pada
electroforesis neonatus dan talasemia α trait juga.
Empat mutasi jen α: (tidak ada α globulin) anemia
berat sekali & hidrops fetalis berat & sering lahirmati.
Talasemia Beta (β ) diklasifikasikan menjadi 3 klasifikasi
klinis, yaitu:
Talasemia Minor (talasemia β trait) tidak bergejala, ada
anemia hipokromik ringan
Talasemia Intermedia: homozigot, anemia hipokronik
ringan sampai moderat, penurunan stamina, jarang
butuh transfuse
Talasemia Mayor (Anemia Cooley), homozigot:
Anemia berat hipokromik mikrositosis (mirip
anemia defisiensi Fe)
Pucat, jaundis, lemah, hepatosplenomagali yang
hebat. Biasanya tampak sebelum umur 1 tahun.
Tanda hematopoiesis extramedular (diluar
sumsum) penebalan tulang kranium & molar,
hepatomegali
b. Anemia Hemolitika Didapat
Nama Penyebab Manifestasi Penanganan
Hemoglobinuria nocturnal paroksismal
Tidak diketahui—kadang-kadang disertai dengan anemia aplastik
Urin berwarna gelap (hemoglobinuria) terutama di pagi hari, pansitopenia, thrombosis vena multiple
Belum diketahui
Anemia hemolitika imunitas
Produksi antibody sebagai kaibat sekunder terhadap pengobatan (aldomet, penicilin)
Ikterik, sferosit Berespon terhadap pemberian kortiko steroid
Anemia hemolitik mikroangiopati
Kerusakan sel drah pada saat mengalir melalui pembuluh darah kecil yang abnormal, seperti pada hipertensi maligna
Fragmentasi sel darah merah
Penanganan penyakit utama
Hemolisis katup jantung
Kerusakan sel darah merah akibat regurgitasi melalui katup prosthesis yang inkompeten
Fragmentasi sel darah merah
Penggantian katub
Anemia sel spur Penyakit hati yang parah, hipertensi peningkatan lipid pada membrane sel darah merah
Sel spur berbentuk seperti sel darah merah
Tidak ada penanganan
Infeksi Malaria, Clostridium wechii, terutama setelah absorbs septic
Kemungkinana terjadi hemoglobinuria
Tangani infeksi
Hipersplenisme Pembesaran limpa oleh berbagai penyebab sirosis, limpoma.
Pansitopenia Splenektomi
C. Tanda-tanda Anemia
Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), tanda-tanda Anemia meliputi:
a. Lesu, Lemah, Letih, Lelah, Lalai (5L)
b. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
c. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak
tangan menjadi pucat.
Menurut Handayani dan Haribowo (2008), gejala anemia dibagi menjadi tiga
golongan besar yaitu sebagai berikut:
a. Gejala Umum anemia
Gejala anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau Anemic
syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala
yang timbul pada semua jenis Anemia pada kadar hemoglobin yang
sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik tertentu. Gejala ini
timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh
terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut apabila
diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah:
1. Sistem Kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak
napas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
2. Sistem Saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan
dingin pada ekstremitas.
3. Sistem Urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
4. Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit
menurun, serta rambut tipis dan halus.
b. Gejala Khas Masing-masing anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah
sebagai berikut:
1. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis.
2. Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)
3. Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
4. Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda
infeksi.
c. Gejala Akibat Penyakit Dasar
Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia. Gejala ini timbul
karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut. Misalnya
anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang
berat akan menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan telapak
tangan berwarna kuning seperti jerami.
Menurut Yayan Akhyar Israr (2008) anemia pada akhirnya
menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya.
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada
anemia jenis lain, seperti :
1) Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap
karena papil lidah menghilang
2) Glositis : iritasi lidah
3) Keilosis : bibir pecah-pecah
4) Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti
sendok.
D. Patofisiologi
Terlampir
E. Pemeriksaan fisik dan diagnostic
Riwayat penyakit
Beberapa komponen penting dalam riwayat penyakit yang berhubungan
dengan anemia1:
1. Riwayat atau kondisi medis yang menyebabkan anemia (misalnya,
melena pada penderita ulkus peptikum, artritis reumatoid,gagal ginjal).
2. Waktu terjadinya anemia: baru, subakut, atau lifelong. Anemia yang baru
terjadi pada umumnya disebabkan penyakit yang didapat, sedangkan
anemia yang berlangsung lifelong, terutama dengan adanya riwayat
keluarga, pada umumnya merupakan kelainan herediter
(hemoglobinopati, sferositosis herediter).
3. Etnis dan daerah asal penderita: talasemia dan hemoglobinopati terutama
didapatkan pada penderita dari Mediterania, Timur Tengah, Afrika sub-
Sahara, dan Asia Tenggara.
4. Obat-obatan. Obat-obatan harus dievaluasi dengan rinci. Obat-obat
tertentu, seperti alkohol, asam asetilsalisilat, dan antiinflamasi nonsteroid
harus dievaluasi dengan cermat.
5. Riwayat transfusi.
6. Penyakit hati.
7. Pengobatan dengan preparat Fe.
8. Paparan zat kimia dari pekerjaan atau lingkungan.
9. Penilaian status nutrisi.
Pemeriksaan fisik
Tujuan utamanya adalah menemukan tanda keterlibatan organ atau
multisistem dan untuk menilai beratnya kondisi penderita. Pemeriksaan fisik
perlu memperhatikan:
adanya takikardia, dispnea, hipotensi postural.
pucat: sensitivitas dan spesifi sitas untuk
pucat pada telapak tangan, kuku, wajah atau konjungtiva sebagai
prediktor anemia bervariasi antara 19-70% dan 70-100%.
ikterus: menunjukkan kemungkinan adanya anemia hemolitik. Ikterus
sering sulit dideteksi di ruangan dengan cahaya lampu artifi sial. Pada
penelitian 62 tenaga medis, ikterus ditemukan pada 58% penderita
dengan bilirubin >2,5 mg/dL dan pada 68% penderita dengan bilirubin
3,1 mg/dL.
penonjolan tulang frontoparietal, maksila (facies rodent/chipmunk) pada
talasemia.
lidah licin (atrofi papil) pada anemia defisiensi Fe.
limfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri tulang (terutama di sternum);
nyeri tulang dapat disebabkan oleh adanya ekspansi karena penyakit
infi ltratif (seperti pada leukemia mielositik kronik), lesi litik ( pada
myeloma multipel atau metastasis kanker).
petekhie, ekimosis, dan perdarahan lain.
kuku rapuh, cekung (spoon nail) pada anemiadefisiensi Fe.
Ulkus rekuren di kaki (penyakit sickle cell, sferositosis herediter,
anemia sideroblastik familial).
Infeksi rekuren karena neutropenia atau defisiensi imun.
Pemeriksaan laboratorium
Complete blood count (CBC)
CBC terdiri dari pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit,
ukuran eritrosit, dan hitung jumlah leukosit. Pada beberapa laboratorium,
pemeriksaan trombosit, hitung jenis, dan retikulosit harus ditambahkan
dalam permintaan pemeriksaan (tidak rutin diperiksa). Pada banyak
automated blood counter, didapatkan parameter RDW yang
menggambarkan variasi ukuran sel.
Pemeriksaan morfologi apusan darah tepi
Apusan darah tepi harus dievaluasi dengan baik. Beberapa kelainan darah
tidak dapat dideteksi dengan automated blood counter.
Sel darah merah berinti (normoblas)
Pada keadaan normal, normoblas tidak ditemukan dalam sirkulasi.
Normoblas dapat ditemukan pada penderita dengan kelainan hematologis
(penyakit sickle cell, talasemia, anemia hemolitik lain) atau merupakan
bagian dari gambaran lekoeritroblastik pada penderita dengan bone
marrow replacement. Pada penderita tanpa kelainan hematologis
sebelumnya, adanya normoblas dapat menunjukkan adanya penyakit yang
mengancam jiwa, seperti sepsis atau gagal jantung berat
Hipersegmentasi neutrofil
Hipersegmentasi neutrofil merupakan abnormalitas yang ditandai dengan
lebih dari 5% neutrofi l berlobus >5 dan/atau 1 atau lebih neutrofil
berlobus >6. Adanya hipersegmentasi neutrofil dengan gambaran
makrositik berhubungan dengan gangguan sintesis DNA (defisiensi
vitamin B12 dan asam folat).
Hitung retikulosit
Retikulosit adalah sel darah merah imatur. Hitung retikulosit dapat berupa
persentasi dari sel darah merah, hitung retikulosit absolut, hitung
retikulosit absolut terkoreksi, atau reticulocyte production index. Produksi
sel darah merah efektif merupakan proses dinamik. Hitung retikulosit
harus dibandingkan dengan jumlah yang diproduksi pada penderita tanpa
anemia. Rumus hitung retikulosit terkoreksi adalah:
Faktor lain yang memengaruhi hitung retikulosit terkoreksi adalah adanya
pelepasan retikulosit prematur di sirkulasi pada penderita anemia.
Retikulosit biasanya berada di darah selama 24 jam sebelum mengeluarkan
sisa RNA dan menjadi sel darah merah. Apabila retikulosit dilepaskan
secara dini dari sumsum tulang, retikulosit imatur dapat berada di sirkulasi
selama 2-3 hari. Hal ini terutama terjadi pada anemia berat yang
menyebabkan peningkatan eritropoiesis. Perhitungan hitung retikulosit
dengan koreksi untuk retikulosit imatur disebut reticulocyte production
index (RPI).
RPI di bawah 2 merupakan indikasi adanya kegagalan sumsum tulang
dalam produksi sel darah merah atau anemia hipoproliferatif. RPA 3 atau
lebih merupakan indikasi adanya hiperproliferasi sumsum tulang atau
respons yang adekuat terhadap anemia.
F. Penatalaksanaan medis pada anemia
Setelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana pemberian terapi, terapi
terhadap anemia difesiensi besi dapat berupa :
1. Terapi kausal: tergantung penyebabnya, misalnya pengobatan cacing
tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal
harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh:
a. Besi per oral: merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah,
dan aman. preparat yang tersedia, yaitu:
Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah
dan efektif). Dosis: 3 x 200 mg.
Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous
succinate, harga lebih mahal, tetepi efektivitas dan efek samping
hampir sama.
b. Besi parenteral
Hanya dianjurkan pada penderita yang mengalami intoleransi
gastrointestinalberupa mual muntah. Preparat besi parenteral yang
lazim digunakan adalah interferon, jectofer, venofer.
Penatalaksanaan yang juga dapat dilakukan :
1. Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis
diberikan antelmintik yang sesuai.
2. Pemberian preparat Fe: Pemberian preparat besi
(ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kg
BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat
besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.
3. Bedah: Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti
perdarahan karena diverticulum Meckel.
4. Suportif: Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi
tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati
(bayam, kacang-kacangan).
Pengobatan lain
1. Diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama
yang berasal dari protein hewani.
2. Vitamin c: vitamin c diberikan 3x100 mg per hari untuk meningkatkan
absorbsi besi
3. Transfusi darah: ADB jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi
pemberian transfusi darah pada anemia kekurangan besi adalah:
Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung
Anemia yang sangat simptomatil, misalnya anemia dengan gejala
pusing yang sangat menyolok.
Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti
pada kehamilan trimester akhir atau preoperasi.
Jenis darah yang diberikanadalah PRC (packed reds cell) untuk
mengurangi bahaya overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan
pemberian furosemid intravena.
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit
Ed 6. Jakarta: EGC
Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistemik, Vol. 2 Ed 2. Jakarta :
EGC
Ganong, William F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran., Alih Bahasa
Widjajakusumah, H.M. Djauhari., Edisi 20. Jakarta: EGC (2002)
Smetzer, Buku Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa Waluyo, A., Edisi 8,
Vol. 2, Jakara: EGC (2001)
NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications
2012-2014. Jakarta : EGC
Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. Mccloskey.
2012.Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Iowa :
Mosby Elsavier.
Jhonson, Marion. 2012. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC).
St. Louis Missouri ; Mosby.