djpb.kemenkeu.go.idi segala puji kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa atas karunia dan limpahan...

170
PAPUA BARAT KAJIAN FISKAL REGIONAL Tahun 2020 KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

Upload: others

Post on 16-Mar-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

PAPUA BARAT

KAJIAN FISKAL REGIONAL Tahun 2020

KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

Page 2: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

...development is about transforming the lives of people, not just transforming economies.... (Joseph E. Stiglitz, 2006)

Page 3: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

i

Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan

Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan

rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal

Regional (KFR) Provinsi Papua Barat Tahun 2020.

Penyusunan KFR yang merupakan bagian dari

tugas pokok dan fungsi Kantor Wilayah Ditjen

Perbendaharaan (Treasury Regional Office) ini,

setidaknya melibatkan Development

Economics sebagai field study yang digunakan

dalam merekonstruksi metodologi sebagai

pendekatan akademik dalam melakukan

kajian kebijakan ekonomi pembangunan suatu

region.

Pengembangan budaya akademik dalam

memahami fenomena pembangunan, dengan

meletakkan basis research-based policy, pada

dasarnya merupakan bagian dari budaya kerja

organisasi modern. Dengan melakukan

pendalaman permasalahan melalui riset, akan

diperoleh suatu solusi yang seimbang, objective

dan komprehensif dalam pengambilan

putusan. Perkembangan pembangunan pada

negara-negara maju (developed countries)

mempengaruhi kajian akademik yang

direpresentasikan dengan kurikulum universitas

yang mengarah tema spesifik, semisal urban

economics, environment economics, industrial

economics, transportation economics, logistic

economics, regional economics, dll. Kajian

development economics kurang menjadi fokus

utama, karena era tersebut telah dilalui dan

menjadi bagian dari sejarah panjang dialektika

pembangunan (development dialectics)

negara-negara maju.

Kata Pengantar

Page 4: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

ii

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Kata Pengantar

Sebagai branch dari economics yang

melakukan studi proses pembangunan pada

negara-negara yang berpendapatan rendah

(low-income countries), development

economics memfokuskan pada studi economic

development, economic growth, dan structural

change, dan lebih jauh lagi, juga

menempatkan fokus studi pada kependudukan

dari sudut pandang kesehatan (health),

pendidikan (education), lapangan pekerjaan

(job opportunity), baik di sektor publik maupun

private dengan pendekatan quantitative

analysis, qualitative analysis dan mixed method

antara keduanya. Dalam prakteknya, untuk

merancang (to devise) pembangunan

ekonomi, development economics

mempertimbangkan faktor sosial, budaya,

legal, dan politik.

Kajian Fiskal Regional (Regional Fiscal Analysis)

ini merupakan studi perkembangan ekonomi

pembangunan dari sudut pandang kebijakan

fiskal untuk wilayah Provinsi Papua Barat.

Variabel utama yang digunakan untuk

melakukan analisis pembangunan adalah

dengan melakukan studi deskriptif kuantitatif

atas data penerimaan dan pengeluaran

negara. Dalam studi ini outlook pembangunan

dalam satu tahun dengan memperhatikan

indikator-indikator pertumbuhan ekonomi

(consumption, investment, government

expenditure, net export) dan dampak yang

timbul, seperti indeks pembangunan manusia

(human development index), pemerataan

pendapatan (income equality),

penanggulangan kemiskinan (poverty

alleviation), pengurangan pengangguran

(unemployment reduction) dan lain-lain. Pada

saat yang bersamaan, indikator makro ekonomi

tersebut disandingkan dengan beberapa

perspektif yang merupakan constraint

pembangunan, antara lain: 1). Aspek budaya

(culture aspect) sebagai contoh adalah

eksistensi hak ulayat dalam kehidupan sosial

kemasyarakatan, 2). Aspek sosial

kemasyarakatan (sosiological aspect), sebagai

contoh kerentanan sosial (social vulnerability)

yang membuat stabilitas masyarakat

terganggu, 3). Aspek politik (political aspect),

sebagai contoh pelaksanaan otonomi khusus

(special autonomy) yang belum menunjukkan

dampak positif terhadap pertumbuhan

pembangunan, 4). Aspek geografis

(geographical aspect), sebagai contoh kondisi

geografi yang belum terintegrasi secara

infrastruktur.

Dengan keterbatasan yang ada, kami

menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini

masih terdapat kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, kami

mengharapkan saran, masukan dan kritik yang

bersifat membangun untuk perbaikan ke arah

yang lebih baik. Akhirnya, kami berharap

semoga kajian ini dapat memberikan manfaat

kepada semua pihak serta dapat menjadi

tambahan pengetahuan dan wawasan bagi

pembaca semuanya.

Manokwari, 25 Februari 2021

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal

Perbendaharaan Provinsi Papua Barat

Moch. Ali Hanafiah

Page 5: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 6: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

iii Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................ i DAFTAR ISI ............................................................................................................................................. iii DAFTAR TABEL ...................................................................................................................................... vii DAFTAR GRAFIK .................................................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................................. xiii DAFTAR BOKS ..................................................................................................................................... xiv EXECUTIVE SUMMARY ........................................................................................................................ xv DASHBOARD REGIONAL ................................................................................................................. xviii

BAB I SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH ....................................................... 1 A. TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH ........................................................ 1

A.1 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah .......................................... 1 A.2 Rencana Kerja Pemerintah Daerah ......................................................................... 4

B. TANTANGAN DAERAH. ....................................................................................................... 5 B.1 Tantangan Ekonomi Daerah ...................................................................................... 6 B.2 Tantangan Sosial Kependudukan ............................................................................. 9 B.3 Tantangan Geografi Wilayah ................................................................................... 14 B.4 Tantangan Pandemi ................................................................................................. 17

BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL ..................................................... 19 A. INDIKATOR EKONOMI FUNDAMENTAL ............................................................................ 20

A.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)................................................................. 20 A.2 Inflasi ............................................................................................................................ 25 A.3 Suku Bunga ................................................................................................................. 27 A.4 Nilai Tukar .................................................................................................................... 28

B. INDIKATOR KESEJAHTERAAN. ........................................................................................... 29 B.1 Indikator Pembangunan Manusia (IPM) ................................................................. 29 B.2 Kemiskinan .................................................................................................................. 30 B.3 Ketimpangan .............................................................................................................. 32 B.4 Ketenagakerjaan ....................................................................................................... 32 B.5 Nilai Tukar Petani ........................................................................................................ 33

C. EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN PEMBANGUNAN REGIONAL ........... 34 C.1 Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan ......................................... 35 C.2 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan: Pendekatan Model Data Panel .............................................................................. 35

BAB III PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBN ............................................................................... 39 A. APBN TINGKAT PROVINSI ................................................................................................. 39 B. PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI ................................................. 40

B.1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat ........................................................... 41 B.2 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi ... 43 B.3 Analisis Kontribusi Penerimaan Perpajakan dan PNBP Terhadap

Perekonomian ............................................................................................................ 44

Page 7: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

iv Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

C. BELANJA PEMERINTAH PUSAT TINGKAT PROVINSI .......................................................... 45 C.1 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Organisasi (BA atau K/L) ..... 45 C.2 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Fungsi ..................................... 46 C.3 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Jenis Belanja ......................... 47 C.4 Analisis Belanja Pemerintah Pusat ........................................................................... 48

D. ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT ..................................................................... 48 E. TRANSFER KE DAERAH ....................................................................................................... 49 F. PENGELOLAAN BADAN LAYANAN (BLU) UMUM PUSAT ................................................. 50

F.1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat ............................................................... 50 F.2 Perkembangan Pengelolaan Aset, PNBP, RM, dan BLU Pusat ............................. 51 F.3 Kemandirian BLU ......................................................................................................... 51 F.4 Potensi Satker PNBP Menjai Satker BLU .................................................................... 52

G. PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI PUSAT ............................................................. 52 G.1 Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan Agreement/SLA) ..................................... 52 G.2 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) ................................................................... 53 G.3 Penyaluran Kredit Ultra Mikro (UMi) ......................................................................... 54

H. PROGRAM PEN, MANDATORY SPENDING, BELANJA INFRASTRUKTUR PUSAT DAN OUTPUT STRATEGIS LAINNYA ............................................................................................ 55 H.1 Belanja Program PEN ................................................................................................. 55 H.2 Output Strategis Bidang Infrastruktur ....................................................................... 56 H.3 Output Strategis Bidang Pendidikan ....................................................................... 56 H.4 Output Strategis Bidang Kesehatan ........................................................................ 57

BAB IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS APBD ............................................................................. 59 A. ANALISIS PENDAPATAN APBD .......................................................................................... 60

A.1 Analisis Ruang Fiskal Daerah .................................................................................... 61 A.2 Analisis Kemandirian Daerah .................................................................................... 61

B. ANALISIS BELANJA APBD .................................................................................................. 62 B.1 Analisis Belanja Derah Berdasarkan Klasifikasi Fungsi ............................................ 62 B.2 Analisis Belanja Daerah Menurut Jenis Belanja (Sifat Ekonomi) ........................... 63

C. PENGELOLAAN INVESTASI DEARAH ................................................................................ 63 C.1 Bentuk Investasi Daerah ........................................................................................... 63 C.2 Investasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) ......................................................... 64

D. SILPA DAN PEMBIAYAAN .................................................................................................. 64 D.1 Perkembangan Defisit APBD .................................................................................... 64 D.2 Pembiayaan Daerah ................................................................................................. 65

E. PENGELOLAAN BLU DAERAH ........................................................................................... 65 E.1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Daerah ........................................................... 65 E.2 Pengelolaan Aset BLU Daerah .................................................................................. 66 E.3 Analisis Legal ............................................................................................................... 67

F. ANALISIS APBD LAINNYA .................................................................................................. 67 F.1 Analisis Horizontal ........................................................................................................ 67 F.2 Analisis Vertikal ............................................................................................................ 67

Page 8: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

v Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

F.3 Analisis Kapasitas Fiskal Daerah ................................................................................ 69 G. INDEKS KESEHATAN KEUANGAN (FISCAL HEALTH INDEX) ............................................. 70

G.1 Solvabilitas Anggaran .............................................................................................. 72 G.2 Kemandirian Keuangan ........................................................................................... 73 G.3 Fleksibilitas Keuangan ............................................................................................... 74 G.4 Solvabilitas Layanan ................................................................................................. 75 G.5 Indeks Kesehatan Keuangan .................................................................................. 77

H. BELANJA WAJIB DAERAH ................................................................................................. 78 H.1 Belanja Daerah Bidang Pendidikan ........................................................................ 78 H.2 Belanja Daerah Bidang Kesehatan......................................................................... 79 H.3 Belanja Daerah Bidang Infrastruktur ....................................................................... 80

BAB V PERKEMBANGAN DAN ANALISIS ANGGARAN KONSOLIDASIAN .................................... 82 A. LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KONSOLIDASIAN ................................................ 82 B. PENDAPATAN KONSOLIDASIAN ...................................................................................... 82

B.1 Analisis Proporsi dan Perbandingan ........................................................................ 82 B.2 Analisis Perubahan ..................................................................................................... 83 B.3 Rasio Pajak (Tax Ratio) .............................................................................................. 83

C. BELANJA KONSOLIDASIAN ............................................................................................... 85 C.1 Analisis Proporsi dan Perbandingan ....................................................................... 86 C.2 Analisis Perubahan .................................................................................................... 86 C.3 Analisi Rasio Belanja Operasi Konsolidasian Terhadap Total Belanja Konsolidasian ............................................................................................................. 86 C.4 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Jumlah Penduduk .................................. 87 C.5 Analisis Belanja .......................................................................................................... 87

D. SURPLUS/ DEFISIT ................................................................................................................ 88 E. ANALISIS KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH TERHADAP PRODUK DOMESTIK

REGIONAL BRUTO (PDRB). ............................................................................................... 89

BAB VI ANALISIS POTENSI DAN TANTANGAN EKONOMI REGIONAL .............................................90 A. ANALISIS POTENSI PAJAK DEARAH:

Pendekatan Masfield-Wirasasmita Model ....................................................................90 A.1 Landasan Teori ............................................................................................................90

A.2 Hasil Estimasi ................................................................................................................91 A.3 Implikasi Kebijakan .....................................................................................................92

B. ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAERAH: Pendekatan Input-Output Model ...................................................................................93 B.1 Konsep dan Definisi ....................................................................................................93 B.2 Metodologi Pengukuran ............................................................................................94 B.3 Hasil dan Pembahasan .............................................................................................. 95 B.4 Implikasi Kebijakan ..................................................................................................... 97

C. POTENSI INVESTASI .............................................................................................................97 C.1 Kebijakan Investasi Hijau ...........................................................................................98

C.2 Investasi Sektor Industri ..............................................................................................99 C.3 Investasi Sektor Pariwisata ........................................................................................99

Page 9: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

vi Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

D. ANALISIS TANTANGAN EKONOMI REGIONAL .............................................................. 100 D.1 Kutukan Kepemilikan Sumber Daya Alam (Natural Resource Curse) .............. 100 D.2 Pengembangan Kapasitas SDM ........................................................................... 101 D.3 Pengembangan Potensi Pariwisata (Tourism) ..................................................... 101 D.4 Kondisi Geografis dan Sarana Infrastruktur .......................................................... 102 D.5 Stabilitas Sosial Politik ............................................................................................... 102 D.6 Penegakkan Hukum (Law Enforcement) ............................................................. 103 D.7 Pengembangan UMKM (Small dan Medium Enterprises) .................................. 103 D.8 Penanganan Pandemi ........................................................................................... 104

BAB VII ANALISIS TEMATIK .............................................................................................................. 105 A. PEN SEBAGAI RESPON KEBIJAKAN ................................................................................ 106 B. PENYESUAIAN ANGGARAN UNTUK PEN ....................................................................... 108 C. IMPLEMENTASI PROGRAM DI PAPUA BARAT ............................................................... 110

C.1 Kluster Kesehatan .................................................................................................... 110 C.2 Kluster Perlindungan Sosial ..................................................................................... 111 C.3 Kluster UMKM ............................................................................................................ 113

D. DAMPAK PROGRAM PEMULIHAN ................................................................................. 113 E. TANTANGAN UPAYA PENANGANAN DAN PEMULIHAN ............................................ 115

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .................................................................................... 116 A. KESIMPULAN .................................................................................................................... 116 B. REKOMENDASI ................................................................................................................. 118

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. xx

LAMPIRAN ............................................................................................................................................ xxi

Page 10: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

vii Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Tujuan dan Sasaran Pembangunan dalam RPJMD Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2021 ............................................................................................................. 3 Tabel 1.2 Misi dan Tujuan Pembangunan dalam RKPD Provinsi Papua Barat Tahun 2020 ...................................................................................................................... 4 Tabel 1.3 Target Indikator Makro dan Kesejahteraan dalam RKPD Provinsi Papua Barat ....................................................................................................................5 Tabel 1.4 PDRB per Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020 (miliar) ......6 Tabel 1.5 Rasio Elektrifikasi Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020 (persen) ..........................8 Tabel 1.6 Struktur Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat (jiwa) ....................................................9 Tabel 1.7 Tingkat Kriminalitas di Provinsi Papua Barat ..............................................................9 Tabel 1.8 Kepadatan Penduduk per Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun

2018-2020 (jiwa/km2) .................................................................................................. 10 Tabel 1.9 Rasio Dokter terhadap Penduduk di Provinsi Papua Barat .................................. 11 Tabel 1.10 AHH per Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat ............................................... 12 Tabel 1.11 Pendidikan Tertinggi Penduduk Usia >15 Tahun di Provinsi Papua Barat (persen) ................................................................................................ 12 Tabel 1.12 Pola Kepemilikan Tanah di Provinsi Papua Barat ................................................... 13 Tabel 1.13 Komposisi Luas Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2020 ............... 14 Tabel 1.14 Ketinggian Wilayah per Kabupaten/Kota di di Provinsi Papua Barat ................. 15 Tabel 1.15 Jumlah Kampung Berdasarkan Topografi Wilayah di Provinsi Papua Barat ...... 15 Tabel 1.16 Luas Wilayah Berdasarkan Kelerengan di Provinsi Papua Barat .......................... 16 Tabel 1.17 Penggunaan Lahan Provinsi Papua Barat Tahun 2020 ......................................... 16 Tabel 1.18 Risiko Bencana per Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat ............................. 17 Tabel 1.19 Tantangan Pandemi di Provinsi Papua Barat Tahun 2020 .................................... 18 Tabel 2.1 Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran Provinsi Papua Barat Tahun 2020 (persen) .....................................................................................................26 Tabel 2.2 Nilai Tukar Petani (NTP) Menurut Subsektor Provinsi Papua Barat Tahun 2020 ....34 Tabel 2.3 Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan Provinsi Papua Barat Tahun 2020 ................................................................................................................... 35 Tabel 2.4 Ringkasan Hasil Ujian Hausman ................................................................................ 37 Tabel 2.5 Ringkasan Hasil Regresi Data Panel ......................................................................... 37 Tabel 3.1 Pagu dan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020 (miliah Rp, persen) ....................................................................................39 Tabel 3.2 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat Tahun 2018- 2020 (miliar Rp) .......................................................................................41 Tabel 3.3 Realisasi Insentif Pajak di Provinsi Papua Barat Tahun 2020 per Jenis Insentif .... 43 Tabel 3.4 Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2020 (miliar Rp) ....................................................................................... 44 Tabel 3.5 Tax Ratio dan PNBP Ratio Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2020 (persen) ....................................................................................................44 Tabel 3.6 Pajak dan PNBP Perkapita Provinsi Papua Barat Tahun 2020 (Rp) ...................... 45

Page 11: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

viii Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Tabel 3.7 Pagu dan Realisasi Belanja APBN Berdasarkan Fungsi di Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020 (miliar Rp) ....................................................................................... 46

Tabel 3.8 Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis di Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020 (miliar Rp) ................................................................ 47

Tabel 3.9 Cash Flow Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat Tahun 2020 (miliar Rp)................................................................................................. 49 Tabel 3.10 Pagu dan Realisasi Dana Transfer Tahun 2018-2020 Provinsi Papua Barat (miliar Rp) .............................................................................................. 49 Tabel 3.11 Perkembangan Nilai Aset dan Rasio Kemandirian Satker PNBP yang Berpotensi Menjadi Satker BLU .................................................................................. 52 Tabel 3.12 Profil Penerusan Pinjaman Provinsi Papua Barat ..................................................... 52 Tabel 3.13 Kewajiban Pembayaran Pokok Debitur Penerusan Pinjaman di Provinsi Papua Barat (Rupiah) ................................................................................................. 53 Tabel 3.14 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Penyalur Tahun 2020 ................................................................................................................... 53 Tabel 3.15 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Skema Tahun 2020 ................................................................................................................... 54 Tabel 3.16 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Sektor Lapangan Usaha Tahun 2020 ....................................................................................................... 54 Tabel 3.17 Output Program PEN di Provinsi Papua Barat Tahun 2020 .................................... 55 Tabel 3.18 Output Strategis Bidang Infrastruktur di Provinsi Papua Barat Tahun 2020 .......... 56 Tabel 3.19 Output Strategis Bidang Pendidikan di Provinsi Papua Barat Tahun 2020 .......... 57 Tabel 3.20 Output Strategis Bidang Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2019 ........... 57 Tabel 4.1 Profil APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020 (miliar Rp) ....................................................................................... 59 Tabel 4.2 Pendapatan APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat Tahun 2020 (miliar Rp) ................................................................................................ 61 Tabel 4.3 Ruang Fiskal Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020 (miliar Rp) ....................................................................................... 61 Tabel 4.4 Belanja APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat Tahun 2020 Berdasarkan Jenisnya (miliar Rp) ......................................................... 63 Tabel 4.5 Realisasi Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah se- Provinsi Papua

Barat Tahun 2020 (Rupiah) ......................................................................................... 64 Tabel 4.6 SLA BUMD di Propinsi Papua Barat per Tahun 2020 (Rupiah) ................................ 64 Tabel 4.7 Rasio Defisit APBD Provinsi Papua Barat ................................................................... 64 Tabel 4.8 Rasio Keseimbangan Umum & Primer Provinsi Papua Barat ................................. 65 Tabel 4.9 Profil Anggaran RSUD Manokwari ............................................................................. 66 Tabel 4.10 Jumlah Pasien RSUD Manokwari Tahun 2020 Berdasarkan Jenis Perawatan ..... 66 Tabel 4.11 Profil Aset RSUD Manokwari Tahun 2020 .................................................................. 67 Tabel 4.12 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah RSUD Manokwari ........................ 67 Tabel 4.13 Analisis Horizontal APBD 2020 Provinsi Papua Barat (miliar Rp) ............................. 68 Tabel 4.14 Analisis Vertikal Pendapatan APBD Tahun 2020 Provinsi Papua Barat (persen) . 68 Tabel 4.15 Analisis Vertikal Belanja APBD 2020 Provinsi Papua Barat (persen) ...................... 69

Page 12: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

ix Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Tabel 4.16 Analisis Fiskal APBD 2020 Provinsi Papua Barat (miliar Rp) ..................................... 69 Tabel 4.17 Kuadran Kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat Tahun 2020 ................................................................................................................... 70 Tabel 4.18 Rasio Solvabilitas Anggaran .......................................................................................72 Tabel 4.19 Rasio Solvabilitas Anggaran Kabupaten/ Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020 ..........................................................................................................73 Tabel 4.20 Rasio Kemandirian Keuangan .................................................................................. 73 Tabel 4.21 Kriteria Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah Menurut Tim KKD FE UGM ..........................................................................................................................73 Tabel 4.22 Rasio Kemandirian Keuangan Kabupaten/ Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020 ..........................................................................................................74 Tabel 4.23 Rasio Fleksibilitas Keuangan .......................................................................................75 Tabel 4.24 Rasio Fleksibilitas Keuangan Kabupaten/ Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020 ..........................................................................................................75 Tabel 4.25 Rasio Solvabilitas Layanan ........................................................................................ 76 Tabel 4.26 Rasio Solvabilitas Layanan Kabupaten/ Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020 (juta Rp) ..........................................................................................76 Tabel 4.27 Bobot Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan ........................................ 77 Tabel 4.28 Kuadran Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal health index) Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2020 ................................................................78 Tabel 4.29 Output Prioritas Bidang Pendidikan pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2020 ....................................................................................................................79 Tabel 4.30 Output Prioritas Bidang Kesehatan (Non Covid-19) pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2020 ...........................................................................................80 Tabel 4.31 Output Prioritas Bidang Infrastruktur pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2020 ....................................................................................................................81 Tabel 5.1 Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020 (miliar Rp, persen) ..........................................................................82 Tabel 5.2 Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Konsolidasian Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020 (miliar Rp) ............................................................... 83 Tabel 5.3 Rasio Pajak Konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020 ......................................................................................................... 84 Tabel 5.4 Realisasi Penerimaan Perpajakan per Kabupaten/ Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2020 (miliar Rp) ..........................................................................84 Tabel 5.5 Realisasi Penerimaan Perpajakan perkapita per Kabupaten/ Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2020 (miliar Rp) ............................................................85 Tabel 5.6 Realisasi Pendapatan Konsolidasian di Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020 ..........................................................................................................85 Tabel 5.7 Rasio Belanja Operasi Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020 ............................. 87 Tabel 5.8 Belanja Pemerintah Konsolidasian Per Jiwa Tahun 2020 (miliar Rp) .................... 87 Tabel 5.9 Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2020 (miliar Rp) ................... 88 Tabel 5.10 Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal Tahun 2020 ................................................. 88 Tabel 5.11 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi Provinsi Papau Barat

Page 13: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

x Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Tahun 2020 ................................................................................................................... 88 Tabel 5.12 Rasio Surplus/ Defisit Konsolidaian terhadap PDRB pada Provinsi Papua Barat

Tahun 2020 ................................................................................................................... 89 Tabel 5.13 Kontribusi Pemerintah terhadap PDRB Provinsi Papua Barat Tahun 2020 ........... 90 Tabel 6.1 Pajak Daerah dan PDRB per Kapita Kab/Kota se-Provinsi Papua Barat Tahun 2020 (juta Rp) .................................................................................................. 91 Tabel 6.2 Struktur Permintaan dan Penawaran Berdasarkan Sektor Ekonomi Terbesar Provinsi Papua Barat Tahun 2014 (juta Rp) .............................................................. 95 Tabel 6.3 Angka Pengganda (Multiplier) Sepuluh Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat

Tahun 2019 Metode Modified RAS ........................................................................... 95 Tabel 6.4 Nilai keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2020 Metode Modified RAS ................................................................................................ 97 Tabel 6.5 Perkembangan Realisasi Nilai Investasi di Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020................................................................................... 98 Tabel 7.1 Penyesuaian Pagu APBD Provinsi Papua Barat Tahun 2020 (miliar Rp) ............. 109 Tabel 7.2 Program PEN Kluster Kesehatan pada APBD Provinsi Papua Barat Tahun 2020 ................................................................................................................. 110 Tabel 7.3 Program PEN Kluster Perlindungan Sosial Tahun 2020 di Provinsi Papua Barat

Kegiatan Bantuan Bahan Pokok (Bapok) .............................................................. 111 Tabel 7.4 Program PEN Kluster Perlindungan Sosial Tahun 2020 di Provinsi Papua Barat

Kegiatan Bantuan Tangan Kasih ........................................................................... 112 Tabel 7.5 Program PEN Kluster UMKM Tahun 2020 di Provinsi Papua Barat Kegiatan

Stimulus UMKM ........................................................................................................... 113 Tabel 7.6 Realisasi Program PEN pada APBD Provinsi Papua Barat Tahun 2020 ............... 114

Page 14: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

xi Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 Kondisi Jalan di Provinsi Papua Barat (km) ............................................................... 7 Grafik 1.2 Struktur Jalan di Provinsi Papua Barat (km) .............................................................. 7 Grafik 1.3 Penyakit Endemik di Provinsi Papua Barat Tahun 2020 ......................................... 11 Grafik 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Beberapa Negara di Dunia 2019-2020 (persen) ..................................................................................... 19 Grafik 2.2 Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Papua Barat Tahun 2017-2020 (persen) ......................................................................................... 20 Grafik 2.3 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua Barat Tahun 2020 Menurut

Lapangan Usaha (persen) ........................................................................................ 20 Grafik 2.4 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua Barat Tahun 2020 Menurut

Pengeluaran (yoy, persen) ....................................................................................... 21 Grafik 2.5 Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Sisi Permintaan Provinsi Papua Barat

Tahun 2020 (persen) ................................................................................................... 21 Grafik 2.6 Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat 2016-2020 ......................................... 22 Grafik 2.7 Perkembangan Ekspor Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020 (US$ juta) .......... 23 Grafik 2.8 Perkembangan Impor Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020 (US$ juta) .......... 24 Grafik 2.9 Kontribusi Sektoral Terhadap PDRB Provinsi Papua Barat Tahun 2020 (persen) ................................................................................................... 24 Grafik 2.10 Perkembangan PDRB per Kapita Provinsi Papua Barat Tahun 2016-2020 (juta Rp/tahun) ............................................................................. 25 Grafik 2.11 Pergerakan Laju Inflasi Provinsi Papua Barat dan Nasional Tahun 2015-2020 ......................................................................................................... 25 Grafik 2.12 Perkembangan BI 7-Day Repo Rate Tahun 2018-2020 (persen) .......................... 27 Grafik 2.13 Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Pinjaman Pada Lembaga Keuangan Tahun 2020 (persen) ................................................................................................... 27 Grafik 2.14 Perkembangan Jumlah Pinjaman pada Lembaga Keuangan Tahun 2020 (triliun Rp) ............................................................................................... 28 Grafik 2.15 Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Simpanan pada Lembaga Tahun 2018-2020 (persen) ......................................................................................... 28 Grafik 2.16 Tren Pergerakan Kurs Tengah Rupiah per US$ 1 Tahun 2018-2020 ...................... 29 Grafik 2.17 Perkembangan Nilai IPM (Metode Baru) Provinsi Papua Barat dan Nasional

Tahun 2016-2020 ......................................................................................................... 30 Grafik 2.18 Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional Tahun 2017-2020 (persen) ........ 31 Grafik 2.19 Tingkat Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan Tahun 2017- 2020 (persen) ........ 31 Grafik 2.20 Tingkat Kemiskinan Kab/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2020 ..................... 31 Grafik 2.21 Perkembangan Gini Ratio Provinsi Papua Barat dan Nasional Tahun 2017-2020 ......................................................................................................... 32 Grafik 2.22 TPAK Provinsi Papua Barat Tahun 2017 - 2020 ......................................................... 33 Grafik 2.23 Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka Papua Barat Tahun 2017-2020 (jiwa, persen) ................................................................................ 33

Page 15: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

xii Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Grafik 2.24 Nilai Tukar Petani Provinsi Papua Barat tahun 2018-2020 (jiwa, persen) ............. 34 Grafik 3.1 Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2020 per Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat (miliar Rp) ............................................................................................. 42 Grafik 3.2 Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2020 per Sektor di Provinsi Papua Barat (miliar Rp) .............................................................................................. 42 Grafik 3.3 Perkembangan Tax Ratio Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2020 (persen) ....... 43 Grafik 3.4 Realisasi Insentif Pajak di Provinsi Papua Barat Tahun 2020 per Sektor ............... 43 Grafik 3.5 10 K/L di Provinsi Papua Barat dengan Alokasi APBN Terbesar TA 2020 (miliar Rp) ....................................................................................................... 46 Grafik 3.6 Komposisi TKDD Provinsi Papua Barat Tahun 2020.................................................. 50 Grafik 3.7 Perkembangan Nilai Aset Satker Poltekpel Sorong Tahun 2017-2020 (miliar Rp) ....................................................................................... 51 Grafik 3.8 Perkembangan Realisasi PNBP BLU Satker Poltekpel Sorong Tahun 2017-2020 (miliar Rp) ....................................................................................... 51 Grafik 3.9 Perkembangan Rasio Kemandirian Poltekpel Sorong Tahun 2017-2020 ............ 51 Grafik 3.10 Jumlah Debitur dan Penyaluran KUR per Kab/Kota Provinsi Papua Barat Tahun 2020 (orang, miliar Rp) .................................................................................... 53 Grafik 4.1 Rasio Kemandirian Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat Tahun 2020 (persen) ................................................................................................... 62 Grafik 4.2 Alokasi APBD Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat Tahun 2020 per Fungsi (miliar Rp) ............................................................................. 63 Grafik 4.3 Indeks Kesehatan Keuangan (Fisccal Health Index) Kab/Kota se-Provinisi

Papua Barat Tahun 2018-2020 .................................................................................. 77 Grafik 5.1 Perbandingan Penerimaan Pemerintah Pusat dan Daerah terhadap

Penerimaan Konsolidasian Provinsi Papua Barat Tahun 2020 .............................. 83 Grafik 5.2 Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat Tahun 2020 (miliar Rp) ....................................................... 86 Grafik 5.3 Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020 (miliar Rp) ....................................................................................... 86 Grafik 6.1 Perkembangan Jumlah Kriminalitas Provinsi Papua Barat Tahun 2016-2020 ............................................................................................................ 102 Grafik 7.1 Perkembangan Kasus Covid-19 di Provinsi Papua Barat Tahun 2020 (orang, persen) .................................................................................... 105

Page 16: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

xiii Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Penjabaran Visi RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021 ................................. 2 Gambar 2.1 Komponen Pembentuk IPM dan Klasifikasi Capaian ..................................... 29 Gambar 2.2 IPM Kab/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2020 Berdasarkan Klasifikasi UNDP ...................................................................................................... 30 Gambar 2.3 Lingkaran Kemiskinan Nurkse .............................................................................. 36 Gambar 4.1 Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan .............................................. 72 Gambar 5.1 Pengaruh Kenaikan Pengeluaran Pemerintah terhadap Output Menurut

Perpotongan Keynesian ...................................................................................... 68 Gambar 6.1 Technological Discontinuity Curve ..................................................................... 103 Gambar 7.1 Skema Program PEN pada APBN Tahun 2020 .................................................. 107 Gambar 7.2 Skema Program PEN pada APBD Provinsi Papua Barat Tahun 2020 ............. 108

Page 17: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

xiv Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

DAFTAR BOKS

Boks 3.1 Persepsi Masyarakat terhadap Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) .... 58

Page 18: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 19: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

xv

Executive Summary

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah Pembangunan Provinsi Papua Barat yang memiliki 13 Kabupaten/Kota dengan wilayah seluas 102.955,15 km² dan menjadi tempat tinggal bagi 1.134.074 jiwa dijalankan dengan visi “Menuju Papua Barat yang Aman, Sejahtera dan Bermartabat“sebagaimana tertuang dalam RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021. Visi pembangunan ini dijiwai oleh semangat Otonomi Khusus yang menjadi roh sekaligus paradigma pembangunan dalam mewujudkan perencanaan. Semangat tersebut didasari oleh 4 (empat) nilai yang tertuang dalam ketentuan Otonomi Khusus, meliputi Perlindungan, Penghormatan, Keberpihakan dan Pemberdayaan Orang Asli Papua (OAP).

Pembangunan Papua Barat sebagai wilayah otonomi khusus, didominasi oleh pengaruh faktor ekonomi dengan kekayaan alam (minyak bumi dan gas alam) yang melimpah menjadi modal utama. Keberadaan faktor ekonomi ini membuat perekonomian terpusat dan didominasi oleh Kota Sorong, Kab. Manokwari dan Kab. Teluk Bintuni sebagai lokasi pertambangan dan perindustrian. Kesenjangan ekonomi yang terjadi menyebabkan tidak meratanya kapasitas dan kualitas infrastruktur baik itu jalan, listrik, fasilitas perdagangan, fasilitas kesehatan, maupun fasilitas pendidikan dan membuat tingginya biaya koleksi dan distribusi.

Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat bervariasi, terletak pada ketinggian 0-2.940 mdpl membuat wilayah ini sangat berpotensi (kelas risiko tinggi) terhadap bencana kebakaran lahan dan hutan, gempa tektonik serta gelombang tsunami, namun dengan kapasitas penanggulangan yang sedang. Berbagai keterbatasan fasilitas infrastruktur, kapasitas kesehatan, kesenjangan, kondisi alam, serta faktor sosial budaya masyarakat Provinsi Papua Barat menyebabkan penanganan pandemi Covid-19 yang terjadi sepanjang tahun 2020 menjadi permasalahan yang kompleks dan tantangan besar bagi proses pemulihan ekonomi.

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional Perekonomian Provinsi Papua Barat pada tahun 2020 sangat dipengaruhi pandemi sehingga mengalami kontraksi dan tertekan pada level -0,77 persen setelah sempat diawali optimisme karena tumbuh 2,66 persen pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi regional tersebut masih lebih baik dari pertumbuhan nasional yang jauh tertekan hingga berada pada level -2,07 persen. Sebagian besar sektor lapangan usaha mencatatkan pertumbuhan negatif, kecuali sektor informasi dan komunikasi, serta jasa keuangan dan asuransi yang tetap mampu tumbuh sebesar 8,9 persen dan 8,12 persen diantara pembatasan mobilitas manusia yang terjadi.

Pada komponen net ekspor, nilai mencapai US$1,73 miliar sehingga berkontribusi 24,79 persen terhadap PDRB atau menurun dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 29,32 persen. Sementara itu, laju inflasi mencapai 0,71 persen, jauh lebih rendah dari inflasi tahun sebelumnya sebesar 1,93 persen dan inflasi nasional sebesar 1,68 persen. Meskipun didorong oleh turunnya permintaan dan produktivitas, namun pencapaian tersebut berada di atas target inflasi yang ditetapkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2021 yang ditetapkan pada angka 3,67 persen.

Dari sisi kesejahteraan, terjadi penurunan kualitas hidup masyarakat di Provinsi Papua Barat yang tercermin dari peningkatan nilai gini ratio menjadi 0,385, tingkat kemiskinan yang naik menjadi sebesar 21,7 persen, serta pengangguran yang turut meningkat menjadi 6,8 persen atau bertambah ±5000 orang. Namun demikian, seiring turunnya volume perekonomian dengan belanja pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan yang masih menjadi prioritas, nilai IPM mampu meningkat menjadi 65,09.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat memiliki tingkat sensitifitas yang rendah terhadap tingkat kemiskinan. Hal ini terlihat dari nilai elastisitas seluruh pengeluaran tersebut di bawah satu persen atau bersifat inelastis. Artinya jika terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar satu

EXECUTIVE SUMMARY

Page 20: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

xvi

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Executive Summary

persen, maka penurunan tingkat kemiskinan di bawah satu persen. Sebagai komponen utama pemulihan dan pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah di Provinsi Papua Barat harus lebih fokus ke daerah pedesaan dan remote area. Hal ini didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat sebagian besar berada di daerah pedesaan.

Perkembangan dan Analisis APBN Target pendapatan negara tahun 2020 di Provinsi Papua Barat mengalami penurunan sebesar 11,6 persen dibandingkan target tahun 2019, yaitu dari Rp3.032,05 miliar menjadi Rp2.068,42 miliar. Penurunan target tersebut sebagai penyesuaian terhadap turunnya volume jual-beli, kegiatan produksi, distribusi dan kegiatan operasional lainnya akibat pandemi yang membatasi mobilitas manusia dan barang. Tantangan dan dinamika yang berat mengingat volatilitas harga dan permintaan komoditas internasional seperti minyak dan gas bumi dalam tren yang menurun turut mempengaruhi target penerimaan pajak di Papua Barat.

Pada aspek belanja negara terjadi kondisi yang serupa, dengan turunnya alokasi belanja tahun 2020 sebesar 19,87 persen, yaitu dari Rp33.638,51 miliar menjadi Rp26.954,67 miliar. Penurunan yang cukup signifikan terjadi pada pagu TKDD sebesar 21,11 persen dari Rp24.941,69 miliar menjadi Rp19.676,53 miliar. Pada komponen belanja pemerintah pusat, hampir semua jenis belanja mengalami penurunan alokasi, kecuali belanja pegawai. Pagu belanja pegawai naik 13,7 persen dari tahun sebelumnya menjadi Rp2.131,06 miliar. Sementara itu, belanja barang turun 10 persen menjadi Rp2.947,68 miliar dari sebelumnya Rp3.275,4 miliar. Terdapat penurunan besaran yang cukup signifikan pada pagu belanja modal dari Rp3.518,07 miliar menjadi Rp2.181,68 miliar pada tahun 2020 atau turun 37,99 persen.

Sampai dengan berakhirnya tahun 2020, realisasi pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat mencapai 98,8 persen, sedangkan realisasi belanja APBN mencapai 97,62 persen. Dengan membandingkan antara realisasi penerimaaan dan belanja APBN tahun 2019, terdapat defisit anggaran sebesar Rp23.597,54 miliar. Hal ini disebabkan oleh realisasi penerimaan yang belum optimal tercapai karena pandemi yang mengganggu ekonomi, meskipun tingkat ketercapaian target penerimaan tahun 2020 lebih besar dari tahun sebelumnya sebesar 97,33 persen.

Pemerintah pusat berupaya mendorong laju perekonomian masyarakat Provinsi Papua Barat melalui penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Jumlah penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat tahun 2020 sebesar Rp511,36 miliar yang diberikan kepada 12.878 debitur atau meningkat 16,13 persen dari tahun sebelumnya (11.089 debitur). Kenaikan ini didorong oleh keberadaan KUR Super Mikro (Supermi)sebagai skema kredit yang diluncurkan pada September 2020 mancatatkan jumlah yang besar dalam 3 bulan senilai Rp15,25 miliar dengan debitur sebanyak 1.705 nasabah. Kota Sorong menjadi daerah dengan jumlah penyaluran KUR terbesar senilai Rp570,02 milar kepada 16.903 nasabah. Sementara itu, sektor perdagangan menjadi sektor dengan jumlah penyaluran KUR terbesar (Rp1.194,05 miliar) dengan jumlah debitur sebanyak 35.551 nasabah.

Perkembangan dan Analisis APBD Dari sisi pelaksanaan APBD, hingga akhir tahun 2020, total pendapatan APBD seluruh pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat mencapai Rp22.766,98 miliar atau turun 13,48 persen dibandingkan tahun sebelumnya. yang mencapai Rp20.100 miliar. Namun demikian, di tengah keterbatasan ekonomi pendapatan dari komponen PAD mengalami peningkatan 4,15 persen menjadi Rp888,44 miliar. Sementara itu, dari aspek belanja terdapat kenaikan realisasi sebesar 1,12 persen yaitu dari Rp23.803,87 miliar pada tahun 2019 menjadi Rp24.070,88 miliar. Banyak faktor yang mempengaruhi pencapaian realisasi pendapatan dan belanja tersebut. Diantara faktornya yaitu belanja pemerintah yang terakselerasi dan masif agar mampu memberikan dampak pengganda yang cepat terhadap berjalannya kegiatan ekonomi regional yang mengalami gangguan akibat pandemi.

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian Total realisasi pendapatan konsolidasian pemerintah pusat dan pemerintah daerah tahun 2020 adalah sebesar Rp3.889,08 atau turun 34,27 persen. Dari jumlah tersebut 67,43 persen merupakan pendapatan pemerintah pusat dan 32,57 persen sisanya berasal dari pendapatan pemerintah

Page 21: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

xvii Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Executive Summary

daerah. Hingga akhir tahun 2020, realisasi pendapatan perpajakan konsolidasian di Provinsi Papua Barat sebesar Rp2.818,88 miliar, sedangkan pada pendapatan transfer tidak terdapat realisasi. Pada belanja dan transfer konsolidasian realisasi mencapai Rp31.692,57 miliar dimana 75 persen bersumber dari anggaran pemerintah daerah dan sisanya dari anggaran pemerintah pusat. Dari realisasi tersebut, komponen belanja konsolidasian tercatat mencapai Rp24.768,13 miliar, sementara transfer konsolidasian memiliki realisasi sebesar Rp4.022,41 miliar.

Keunggulan dan Potensi Ekonomi serta Tantangan Fiskal Regional Dengan menggunakan pendekatan Mansfield – Wirasasmita Model, ditemukan bahwa elastisitas penerimaan pajak daerah di Provinsi Papua Barat terhadap PDRB per kapita bersifat elastis. Selain itu didapatkan nilai koefisien bouyancy pajak daerah relatif kecil yang menunjukan tingkat kesulitan pemungutan pajak daerah relatif tinggi.

Berdasarkan tabel I-O Provinsi Papua Barat tahun 2013 yang kemudian dilakukan updating menggunakan metode modified RAS (Ratio Allocation System) model Miller dan Blair (1985), diperoleh hasil bahwa sektor dengan nilai pengganda output terbesar yaitu industri pengolahan migas dan perikanan. Adapun sektor dengan pengganda pendapatan tertinggi yaitu sektor jasa pendidikan dan sektor administrasi pemerintahan & jaminan sosial. Sementara itu, sektor dengan pengganda tenaga kerja tertinggi yaitu industri lainnya dan industri makanan & minuman.

Dari sisi keterkaitan antar sektor, sektor yang memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage) terbesar yaitu industri lainnya dan industri makanan-minuman. Adapun sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) terbesar yaitu industri pengolahan migas dan perikanan. Sebagaimana hasil tabel I-O, potensi investasi pada sektor unggulan di Provinsi Papua Barat diantaranya adalah industri yang berada di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong, jasa pariwisata, akomodasi, serta restoran di Kepulauan Raja Ampat dan Taman Nasional Teluk Cenderawasih,

Analisis Tematik Sepanjang tahun 2020 di Provinsi Papua Barat, tercatat jumlah kasus positif Covid-19 mencapai 5.979 orang, tingkat kematian sebesar 1,68 persen (102 orang), dan tingkat kesembuhan 92,23 persen. Dengan tingkat kasus terkonfirmasi mencapai 0,54 persen dari populasi dan positivity rate 19,42 persen, ditambah dengan keterbatasan kapasitas kesehatan dan permasalahan non kesehatan lainnya, maka pandemi menjadi sebuah tantangan yang besar.

Pandemi telah membawa Provinsi Papua Barat pada penurunan secara ekonomi dan sosial jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Volume dan besaran transaksi jual beli yang jauh berkurang, pertumbuhan ekonomi negatif, permintaan ekspor turun, jumlah pengangguran bertambah, serta jumlah penduduk miskin yang meningkat. Permasalahan ini juga berdampak lanjutan pada masalah sosial masyarakat lainnya, seperti diskriminasi pada penderita, rawannya keamanan dan terjadinya konflik sosial. Sebagai upaya penanganan pandemi, pemulihan ekonomi, dan pencegahan dampak sosial pemerintah mengeluarkan kebijakan stimulus dalam bentuk program khusus.

Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada Provinsi Papua Barat terhitung efektif sejak bulan April 2020. Program terbagi dalam tiga kluster yaitu penanganan Covid-19, pemberian jaring pengaman sosial dan penyelamatan dunia usaha (UMKM) dengan pembiayaan berasal dari penyesuaian APBD Provinsi Papua Barat Tahun 2020 dan pembebanan pada alokasi belanja tidak terduga. Realisasi program pada ketiga kluster yang terbagi dalam 6 kegiatan utama mencapai Rp407,07 miliar. Berdasarkan proporsi realisasi, penyaluran bantuan tangan kasih menjadi yang tertinggi sebesar 69,47 persen (Rp282,8 miliar) kemudian belanja penanganan Covid-19 dan penyaluran bantuan bahan pokok masing-masing sebesar 12,48 persen (Rp50,78 miliar) dan 12,47 persen (Rp50,66 miliar).

Page 22: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Ringkasan

TAXRATIO 2,94%

Perkembangan

APBD

INDIKATOREkonomi Regional

Inflasi

0,71

Pengangguran

6,8

Gini Ratio

0,376

PertumbuhanEkonomi

-0,77

Poverty

21,7

Suku BungaPinjaman

9,15

IPM

65,09

Perkembangan

APBNPendapatanNegara

Pajak

PNBP

2,34 T

0,28 TBelanjaNegara

19,58 TTransfer ke Daerah

dan Dana Desa

6,63 TBelanja

Pemerintah Pusat

PendapatanPendapatan lain-lainyang sah

Pendapatan AsliDaerah

PendapatanTransfer

384,65 M888,44 M

21,49 TBelanjaPegawai

Barang

Modal

3,91 T

6,03 T

5,65 T

BantuanKeuangan3,31 T

IN

OUT

ANGGARANKonsolidasian

PenerimaanPendapatan

3,89 TPenapatanPerpajakan

PendapatanNon Perpajakan

2,82 T

1,07 T

BelanjaPengeluaran

28,79 T 24,77 T

4,02 T

BelanjaPemerintah

Transfer

Defisit24,9 T

#DJPbKawalAPBN

INSENTIFPAJAK 30,84 M

Page 23: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

InvestasiSektor Pariwisata

#DJPbKawalAPBN

POTENSIINVESTASI

KebijakanInvestasi Hijau

InvestasiSektor Industri

REALISASIPROGRAM PEN

Kesehatan Perlindungan Sosial UMKMBelanja PenangananCvid-19

Insentif TenagaMedis

Satuan TugasCovid-19

Penyaluran BantuanBahan Pokok (Bapok)

Penyaluran BantuanTangan Kasih

Penyaluran StimulusPelaku Usaha Mikrodan Kecil

50,78 M

12,08 M

400 JT

50,65 M

282,8 M

10,33 M

InvestasiSektor Perkebunan

Page 24: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

SASARANPembangunan Daerah

"Jalan Trans Papua Lintas Manokwari-Manokwari Selatan"

#DJPbKawalAPBN

Page 25: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

1

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

embangunan Provinsi Papua Barat

berhubungan erat dengan capaian

sasaran pembangunan nasional

sehingga memiliki tingkat urgensi

yang tinggi untuk segera diwujudkan, serta

memiliki daya ungkit yang tinggi bagi

pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan di

wilayah bagian timur Indonesia. Terlepas dari

pandemi Covid-19 yang sedang terjadi,

adanya perubahan ke arah positif akan

memberikan stigma keberhasilan bagi

Pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan

yang merata. Pelaksanaan pembangungan

Papua Barat didasarkan pada prioritas tertentu

yang menjadi fokus atau objek utama

pembangunan dan tersinkronisasi dengan

prioritas nasional sebagai kerangka kebijakan

fiskal terintegrasi antara pusat dan daerah.

Prioritas pembangunan menjadi bagian dari

perencanaan pembangunan yang akan

menetapkan kegiatan pembangunan bidang

sosial-ekonomi, fisik (infrastruktur), untuk

dilaksanakan secara terpadu oleh sektoral,

publik, dan swasta (Mahi dan Trigunarso, 2017).

Perumusan prioritas pembangunan di Provinsi

Papua Barat secara teknis dilakukan dengan

mengevaluasi pelaksanaan program, kegiatan

dan capaian kinerja pembangunan, serta

identifikasi atas permasalahan-permasalahan

yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.

Selanjutnya, dihubungkan dengan visi, misi,

tujuan dan sasaran pembangunan daerah

yang tercantum dalam Rancangan

Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) pada tahun rencana, serta

mempertimbangkan prioritas yang tertuang

dalam Rancangan Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN).

A. TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN

DAERAH

Tujuan dan sasaran pembangunan dirumuskan

untuk memberikan arah pada program

pembangunan daerah serta dalam rangka

memberikan kepastian operasionalisasi dan

keterkaitan antara misi dengan program yang

dijalankan sehingga memberikan gambaran

yang jelas tentang ukuran-ukuran

terlaksananya misi dan tercapainya visi. Tujuan

dan sasaran pembangunan menunjukkan

tingkat prioritas tertinggi dalam perencanaan

pembangunan jangka menengah yang

selanjutnya akan menjadi dasar dalam

mengukur kinerja pembangunan secara

keseluruhan.

A.1 Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah

Tahun 2020 merupakan tahun keempat dari

pelaksanaan RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-

2021. Dokumen RPJMD merupakan jangkar

P

BAB I

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

Page 26: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

2

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

bagi pemerintah daerah lingkup Provinsi Papua

Barat untuk menetapkan kebijakan-kebijakan

dalam mencapai sasaran atau target

pembangunan selama lima tahun ke depan

dan dijabarkan setiap tahunnya dalam

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)

sebagai penyesuaian terhadap perubahan

kondisi yang terjadi. Sebagai satu kesatuan

perencanaan yang utuh, penetapan arah

pembangunan dalam RPJMD selalu dilakukan

dengan memperhatikan berbagai prioritas

pembangunan nasional dalam RPJMN

sekaligus RPJMD daerah sekitar (Provinsi Papua

dan Provinsi Maluku). Hal ini untuk menjamin

terciptanya sinkronisasi dan sinergi kebijakan,

program dan kegiatan pembangunan daerah

dengan kebijakan pembangunan kewilayahan

dan nasional.

Hasil sinkronisasi dan sinergi tersebut pada

akhinya membentuk sebuah visi pembangunan

Pemerintah Provinsi Papua Barat yaitu “Menuju

Papua Barat yang Aman, Sejahtera dan

Bermartabat“ dan diwujudkan dalam 8

(delapan) misi pembangunan.

Misi 1: Menciptakan tata kelola pemerintahan

yang baik berbasis aparatur yang bersih

dan berwibawa serta otonomi khusus

yang efektif.

Misi 2: Mewujudkan pengelolaan lingkungan

dan sumber daya alam yang

berkeadilan dan berkelanjutan.

Misi 3: Meningkatkan kualitas pelayanan dasar

pendidikan dan kesehatan.

Misi 4: Meningkatkan kapasitas infrastruktur

wilayah.

Misi 5: Meningkatkan daya saing

perekonomian dan investasi daerah

berbasis pariwisata.

Misi 6: Membangun pertanian yang mandiri

dan berdaualat.

Misi 7: Memperkuat pemberdayaan

masyarakat, perempuan dan

perlindungan anak berbasis masyarakat

berketahanan sosial.

Misi 8: Memperkuat Kerukunan umat

beragama dan Kondusivitas Daerah.

Misi yang tertuang dalam RPJMD secara nyata

dijabarkan dalam berbagai strategi dan arah

kebijakan dalam rangka pencapaian target

kinerja yang direncanakan untuk tercapai

dalam jangka waktu lima tahun. Perencanaan

jangka menengah ini ditetapkan dalam

Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 4

Tahun 2017 tentang RPJMD Provinsi Papua Barat

tahun 2017-2021 dan menjadi sebuah

ketentuan bagi Organisasi Perangkat Daerah

(OPD) lingkup Provinsi Papua Barat dalam

penyusunan rencana dan pelaksanaan

pembangunan.

Setiap tahun, dilakukan penentuan prioritas

pembangunan Provinsi Papua Barat yang

diselaraskan dengan RPJMD untuk

menghasilkan perencanaan yang akan

menjadi acuan bagi pemerintah daerah.

Prioritas pembangunan tersebut membentuk

target kinerja dengan fokus pada penyelesaian

beberapa isu strategis, sebagai berikut:

Gambar 1.1 Penjabaran Visi RPJMD Provinsi Papua Barat 2017-2021

Visi

Misi 1

Misi 2

Misi 3

Misi 4

Misi 5

Misi 6

Misi 7

Misi 8

Page 27: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

3 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

a. Rendahnya persentase angka partisipasi

sekolah jenjang pendidikan menengah.

b. Rendahnya angka rata-rata lama sekolah.

c. Tingginya angka kemiskinan.

d. Masih rentannya ketahanan pangan.

e. Masih tingginya kesenjangan pendapatan/

penghasilan masyarakat.

Tabel 1.1 Tujuan dan Sasaran Pembangunan dalam RPJMD Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2021

Misi Tujuan Sasaran

Misi 1 Meningkatkan kinerja penyelenggaraan otonomi khusus

Meningkatnya kinerja penyelenggaraan otonomi khusus

Meningkatnya kualitas Manajemen penyelenggaraan pemerintahan, sinergitas kebijakan pembangunan, dan pelayanan publik serta efektivitas

Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan serta koordinasi kebijakan daerah

Meningkatnya kualitas perencanaan pembangunan daerah Optimalnya sistem pengawasan daerah Meningkatnya kualitas sumberdaya aparatur Meningkatnya kreativitas dan inovasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan daerah Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah Terwujudnya pengelolaan data dan informasi

layanan publik yang terintegrasi dan berbasis IT Terwujudnya koneksitas jaringan komunikasi dan pelayanan informasi publik berbasis IT

Meningkatnya ketersediaan data sebagai basis kebijakan pembangunan daerah

Optimalnya pemanfaatan dan pengelolaan persandian daerah Meningkatnya budaya baca masyarakat Meningkatnya tata kelola administrasi kearsipan daerah Misi 2 Terwujudnya pengembangan dan

pembangunan daerah yang berwawasan lingkungan

Meningkatnya pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan serta pengendalian pembangunan berwawasan lingkungan yang berkelanjutan

Meningkatnya kelestarian pengelolaan hutan secara terpadu Meningkatnya koordinasi dan penyelenggaraan tertib administrasi

pertanahan wilayah dan penataan wilayah Meningkatnya konservasi sumber daya alam Misi 3 Terwujudnya sumberdaya manusia yang

cerdas, sehat,dan berdaya saing Meningkatnya aksesibilitas, kualitas dan manajemen pendidikan

Meningkatnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan Meningkatnya prestasi dan kreativitas pemuda dan olahraga Misi 4 Terwujudnya pemerataan pembangunan

infrastruktur dasar dan layanan publik Meningkatnya interkoneksi antar wilayah, ketersediaan layanan dasar infrastruktur daerah dan kualitas pengelolaan tata ruang daerah

Meningkatnya layanan kebutuhan dasar perumahan dan kawasan permukiman wilayah perkotaan dan perdesaan

Optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam dan ketersediaan energi baru dan terbarukan

Misi 5 Meningkatnya perekonomian daerah yang didukung oleh pemanfaatan potensi sumberdaya lokal lintas sektor

Meningkatnya daya saing investasi daerah Meningkatnya daya saing tenaga kerja serta kesempatan dan

perluasan kesempatan kerja Meningkatnya ekonomi kerakyatan berbasis industri kreatif dan potensi

daerah Meningkatnya akses, tata niaga, dan infrastruktur perdagangan antar

wilayah dan antar daerah Meningkatnya pengembangan dan daya saing industri pengolahan

berbasis potensi daerah Optimalnya sinergitas pengembangan dan penataan kawasan terpadu

di wilayah transmigrasi Terwujudnya daya dukung dan daya tarik

pariwisata terpadu berskala internasional Meningkatnya keterpaduan dan daya saing pariwisata daerah

Meningkatnya pengembangan seni budaya dan kelestarian tradisi kehidupan masyarakat dalam mendukung pariwisata daerah

Misi 6 Terwujudnya kedaulatan pangan dan revolusi pembangunan pertanian dalam arti luas sebagai daya ungkit pertumbuhan ekonomi daerah

Meningkatnya produktivitas, tata kelola, dan dan pertumbuhan sektor pertanian dalam arti luas

Misi 7 Terwujudnya masyarakat berketahanan sosial Menurunnya penyandang masalah kesejahteraan sosial Meningkatnya kapasitas masyarakat kampung Meningkatnya partisipasi perempuan dalam membangun, kualitas

kesetaraan gender, dan perlindungan perempuan dan anak Meningkatnya kinerja penataan penduduk dan

pelayanan hak kependudukan masyarakat Optimalnya pengendalian penduduk dan pelayanan keluarga berencana

Meningkatnya tertib administrasi kependudukan masyarakat Misi 8 Meningkatnya stabilitas wilayah dan daya

tahan masyarakat Optimalnya kerjasama pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum

Sumber: RPJMD Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 28: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

4

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

f. Belum optimalnya upaya pengentasan

kemiskinan.

g. Kurangnya pemerataan fasilitas kesehatan

di kabupaten/kota.

h. Kurangnya pemerataan dan kualitas

sumber daya manusia bidang kesehatan.

i. Kurangnya ketersediaan air bersih.

j. Rendahnya rasio elektrifikasi.

k. Kurang optimalnya reformasi birokrasi dan

pelaksanaan otsus.

l. Masih rendahnya daya saing daerah

A.2 Rencana Kerja Pemerintah Daerah

Prioritas pembangunan pada tahun 2020,

disusun dengan mengacu pada kebijakan

mandatory dalam Rencana Kerja Pemerintah

(RKP) 2020, tujuan dan sasaran dalam RPJMD

(tahun keempat), tanpa melupakan filosofi

otonomi khusus yang menjadi dasar.

Perencanaan ditekankan pada penyelesaian

permasalahan dan isu-isu strategis yang

berkembang di tingkat provinsi, wilayah dan

nasional dengan tetap memperhatikan

pokok-pokok pikiran Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (DPRD). Prioritas pembangunan

Papua Barat tahun 2020 menjadi sebuah

arahan dan acuan dalam melaksanakan

program dan kegiatan, dengan rincian

sebagai berikut:

a. Peningkatan kesejahteraan dan kualitas

sumber daya manusia. (P1)

b. Peningkatan nilai tambah ekonomi dan

penyerapan tenaga kerja yang

berkelanjutan. (P2)

c. Pemantapan konektivitas wilayah. (P3)

d. Pengoptimalan pelaksanaan otonomi

khusus. (P4)

Dari empat prioritas pembangunan Provinsi

Papua Barat tersebut, di trajectory-kan dalam

10 misi yang mengarah pada 12 tujuan yang

akan dicapai melalui berbagai macam

sasaran-sasaran pembangunan dengan

beragam indikator sebagai ukuran. Selain itu,

sebagai gambaran pencapaian sasaran

pembangunan dan efektivitas kebijakan fiskal

secara umum, dalam RKPD tahun 2020 juga

ditetapkan target indikator-indikator ekonomi

dan kesejahteraan sebagai ukuran

Tabel 1.2 Misi dan Tujuan Pembangunan dalam RKPD Provinsi Papua Barat

Tahun 2020

Prioritas Misi Tujuan

P1 Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik berbasis aparatur yang bersih dan berwibawa (good and clean governance) serta otonomi khusus yang efektif

Meningkatnya kualitas manajemen penyelenggaraan pemerintahan, sinergitas kebijakan pembangunan, dan pelayanan publik serta efektivitas pelaksanaan kebijakan otonomi khusus Terwujudnya pengelolaan data dan informasi layanan publik yang terintegrasi dan berbasis IT

Meningkatkan kualitas pelayanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan

Terwujudnya sumberdaya manusia yang cerdas, sehat, dan berdaya saing

Meningkatkan kapasitas infrastruktur dasar

Terwujudnya pemerataan pembangunan infrastruktur dasar dan layanan publik di wilayah Provinsi Papua Barat

Memperkuat pemberdayaan masyarakat, perempuan dan perlindungan anak berbasis masyarakat berketahanan sosial

Terwujudnya masyarakat berketahanan sosial

Memperkuat kerukunan umat beragama dan kondusivitas daerah

Meningkatnya stabilitas wilayah dan daya tahan masyarakat Provinsi Papua Barat

P2 Mewujudkan pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan

Mewujudkan pengembangan dan pembangunan daerah yang berwawasan lingkungan

Meningkatkan daya saing perekonomian dan investasi daerah berbasis pariwisata

Meningkatkan perekonomian daerah yang didukung oleh pemanfaatan potensial sumberdaya lokal lintas sektor Terwujudnya daya dukung dan daya tarik pariwisata terpadu berskala internasional

Membangun pertanian yang mandiri dan berdaulat

Terwujudnya kedaulatan pangan dan revolusi pembangunan pertanian dalam arti luas sebagai daya ungkit pertumbuhan ekonomi daerah

P3 Meningkatkan kapasitas infrastruktur dasar

Terwujudnya pemerataan pembangunan infrastruktur dasar dan layanan publik

P4 Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik berbasis aparatur yang bersihdan berwibawa (good and clean governance) serta otonomi khusus yang efektif

Meningkatkan kinerja penyelenggaraan otonomi khusus

Sumber: RKPD Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 29: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

5 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

keberhasilan sebagaiman tahun-tahun

sebelumnya. Penggunaan indikator tersebut

setidaknya mampu memberi gambaran sejauh

mana pembangunan di Provinsi Papua Barat

berhasil dilaksanakan dan memberi pengaruh

bagi perekonomian masyarakat.

RKPD yang telah ditetapkan melalui Peraturan

Gubernur (Pergub) menjadi dokumen dasar

dari Kebijakan Umum APBD (KUA) dan

penentuan Prioritas dan Pagu Anggaran

Sementara (PPAS) dalam membiayai

pembangunan daerah dalam satu tahun.

Melalui pembiayaan pembangunan yang

bersumber dari APBD dan didukung oleh APBN

dengan kewenangan Dekonsentrasi (DK) dan

Tugas Pembantuan (TP), program dan kegiatan

dapat dilaksanakan dan sasaran/target

pembangunan daerah diupayakan untuk

dicapai.

Pemanfaatan anggaran dalam pelaksanaan

program dan kegiatan oleh OPD, tertuang

dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)

sebagai penjabaran teknis, serta pedoman

kegiatan yang harus dilaksanakan. Atas dasar

RKA, OPD mendapatkan anggaran yang

ditetapkan batasan alokasinya dalam

Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)

sebagai dasar optimalisasi sumber daya yang

dimiliki dalam mencapai output yang

ditargetkan.

B. TANTANGAN DAERAH Pembangunan berkelanjutan adalah

pembangunan yang memenuhi kebutuhan

masa kini dengan memperhitungkan

kemampuan generasi mendatang untuk

memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri

(World Commission on Environment and

Development, 1990). Prinsip pembangunan

berkelanjutan adalah prinsip keseimbangan

pembangunan aspek sosial, ekonomi dan

lingkungan (Kates, et al. 2005). Ide

pembangunan berkelanjutan mengandung

tiga tujuan, yaitu kekuatan ekonomi, tanggung

jawab terhadap ekologi, dan keadilan sosial

untuk mencapai tujuan pembangunan jangka

pendek dengan tidak mengorbankan tujuan

pembangunan jangka panjang.

Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan

dalam wujud implementasi RKPD (jangka

pendek) dan RPJMD (jangka menengah) oleh

pemerintah daerah dalam bingkai otonomi

daerah harus disesuaikan dengan kebutuhan

dan kondisi daerah pada saat pembuatan dan

pengembangan kebijakan. Kebijakan

pembangunan harus peka terhadap potensi

dan hambatan daerah dalam hal kondisi

perekonomian, sosial kependudukan dan

geografi wilayah (Zumaeroh, 2011). Sejak tahun

2020, terdapat tantangan baru yang dihadapi

semua daerah di Indonesia yaitu pandemi

Covid-19 yang telah menjadi guncangan besar

bagi kondisi sosial-ekonomi, namun demikian

Tabel 1.3 Target Indikator Makro dan Kesejahteraan dalam

RKPD Provinsi Papua Barat

Indikator Target 2018 2019 2020

Laju Pertumbuhan Ekonomi (%)

7,00 7,00 7,00

Laju Inflasi Tahunan (%) 4,08 3,66 3,67

Indeks Pembangunan Manusia (Angka)

63,21, 63,64 64,09

Rasio Gini (Angka) 0,38 0,37 0,36

Persentase Tingkat Kemiskinan (%)

24,27 23,29 22,42

Tingkat Pengangguran Terbuka (%)

6,45 6,42 7,00

Indeks Kesenjangan Wilayah/Indeks Williamson (Angka)

0,43 0,42 0,41

Pengeluaran per kapita per bulan (Rp juta)

1,20 1,30 1,40

Produktivitas total daerah (Rp juta)

167,50 170,00 172,50

Sumber: RKPD Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 30: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

6

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

pembangunan berkelanjutan tetap dilanjutkan

dengan berbagai penyesuaian yang dilakukan.

B.1 Tantangan Ekonomi Daerah

Pembangunan Provinsi Papua Barat sebagai

wilayah otonomi khusus, selama ini didominasi

oleh pengaruh faktor ekonomi. Kekayaan alam

yang melimpah berupa hutan, mineral

tambang, maupun kelautan ditambah dengan

tenaga kerja menjadi sumber daya yang

tersedia untuk dapat dimanfaatkan menjadi

modal utama perekonomian. Menurut Sukirno

(2011), ketersediaan tenaga kerja mampu

mempengaruhi pembangunan ekonomi

daerah dalam mengembangkan kegiatan

ekonomi sehingga infrastuktur lebih banyak

tersedia, perusahaan semakin banyak, dan

semakin berkembang, taraf pendidikan

semakin tinggi dan teknologi semakin

meningkat.

B.1.1 Kesenjangan

Perekonomian Provinsi Papua Barat sangat

bertumpu pada sektor pertambangan, dengan

dua kabupaten/kota yang menjadi penggerak

utama yaitu Kota Sorong dan Kab. Manokwari.

Kota Sorong merupakan pusat kegiatan bagi

regional Papua Barat karena memiliki simpul

transportasi yang sangat strategis sebagai

gerbang tranportasi Provinsi Papua Barat,

sekaligus menjadi pusat kegiatan jasa dan

perdagangan. Kondisi ini telah ada sejak zaman

pendudukan Belanda akibat adanya kegiatan

pengolahan dan perdagangan bahan hasil

pertambangan. Wilayah lainnya yang

tergolong memiliki jenis layanan lengkap

kepada masyarakat adalah Kabupaten

Manokwari sebagai ibukota provinsi. Sementara

wilayah lainnya sebagai daerah otonomi baru,

fungsi-fungsi layanan yang semestinya ada

masih belum didirikan. Pola struktur ruang

wilayah-wilayah tersebut saat ini masih linier

yaitu mengikuti pola jaringan jalan arteri, belum

berkembang dan melebar seperti halnya Kota

Sorong dan Kab. Manokwari.

Kesenjangan yang terjadi antara Kota Sorong

dan Kab. Manokwari dengan kabupaten

lainnya dipengaruhi oleh beberapa sektor, yaitu

konstruksi, informasi dan komunikasi, serta

transportasi dan pergudangan yang menjadi

engine growth, selain pertambangan dan

industri yang telah memajukan Kota Sorong.

Sedangkan sektor real estate, konstruksi,

administrasi pemerintahan, pertahanan, dan

jaminan sosial wajib menjadi pendorong Kab.

Manokwari. Pada kabupaten/kota lainnya,

didorong oleh sektor pertanian, kehutanan,

perikanan, dan kelautan dengan nilai produksi

yang relatif kecil. Secara keseluruhan,

pergerakan perekonomian Provinsi Papua Barat

masih didominasi oleh sektor migas,

dibandingkan industri pengolahan non-migas.

Pemeran utama sektor pertambangan adalah

industri minyak bumi yang berada di Kota

Tabel 1.4 PDRB per Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2020 (miliar Rp)

Kabupaten/Kota 2018 2019 2020

Kab. Fakfak 4,903.56 5,303.71 5,252.36 Kab. Kaimana 2,586,74 2,791.43 2,764.40 Kab. Teluk Wondama 1,450.84 1,580.39 1,565.09

Kab. Teluk Bintuni 28,867.28 30,465.84 30,170.89 Kab. Manokwari 9,235.82 9,948.72 9,852.40 Kab. Sorong Selatan 1,762.76 1,922.66 1,904.04 Kab. Sorong 10,489.54 11,130.59 11,022.83 Kab. Raja Ampat 2,676.16 2,913.39 2,885.19 Kab. Tambraw 212.36 228.51 226.30 Kab. Maybrat 677.02 718.35 711.39 Kab. Manokwari Selatan 758.94 823.36 815.39

Kab. Pegunungan Arfak 189.39 201.07 199.12

Kota Sorong 15,114.12 16,317.30 16,159.32 Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 31: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

7 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

Sorong dan Kab. Sorong, serta industri Liquid

Natural Gas (LNG) di Kab. Teluk Bintuni.

Meskipun dominan, kontribusi sektor industri

pengolahan (migas) terus mengalami

penurunan dalam beberapa tahun terakhir

disebabkan oleh menurunnya harga minyak

bumi dan gas di pasar internasional.

Berdasarkan kontribusi terbesar terhadap PDRB,

terlihat bahwa setiap tahunnya didominasi oleh

kabupaten/kota yang sama yaitu Kab. Teluk

Bintuni, Kab. Sorong, dan Kota Sorong sebagai

lokasi pertambangan. Perekonomian Provinsi

Papua Barat berada di sekitaran sektor migas

(pertambangan dan penggalian, industri

pengolahan, konstruksi, transportasi dan

telekomunikasi, perdagangan) sementara

sektor pertanian, kehutanan, perikanan, dan

kelautan belum mampu memberikan kontribusi

yang besar meskipun Provinsi Papua Barat

memiliki lahan non-pemukiman dan non-industri

yang luas mencapai 98,65 persen dari total

wilayah.

B.1.2 Infrastruktur

Kebijakan Pemerintah Provinsi Papua Barat

yang memprioritaskan pembangunan dengan

berawal dari peningkatan infrastruktur

diharapkan dapat mengurangi kesenjangan

antar wilayah dan antar sektor. Melalui

infrastruktur yang baik dan memadari dapat

memberikan aksesibilitas antar wilayah serta

memberikan kesempatan masuknya investasi

yang akan mendorong peningkatan

produktivitas. Peningkatan investasi di sektor

pertanian, kehutanan, perikanan, dan

kelautan, serta transportasi dan telekomunikasi

akan mendorong wilayah lain yang tidak

memiliki pertambangan.

Selama tahun 2020 kondisi jalan di Provinsi

Papua Barat hanya 27,62 persen dari 4.702,71

km yang berada dalam kondisi baik, sisanya

dalam kondisi sedang (35,11 persen), rusak

(10,35 persen) dan rusak berat (26,92 persen).

Ditambah dengan kontur jalan yang hanya

52,94 persen telah diaspal, sedangkan sisanya

masih berupa tanah, batu/kerikil, dan

rerumputan. Kondisi tersebut menghambat

perekonomian karena jalan telah menjadi

tulang punggung pergerakan/perpindahan

barang dan manusia, serta menjadi

penghubung utama antar wilayah di Provinsi

Papua Barat yang memiliki jarak antar

kabupaten/kota yang sangat jauh. Bahkan dari

Kota Sorong menuju Kab. Manokwari via jalur

darat ditempuh selama 16-18 jam tergantung

1298.68 1002.85 630.732

1651.30 1011.02446.05

486.72595.78 939.89

1266.01 980.47292.97

0%

20%

40%

60%

80%

100%

2020 2019 2018

Grafik 1.1Kondisi Jalan di Provinsi Papua Barat (km)

Baik Sedang Rusak Rusak BeratSumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

2489.68 1723.98912.98

1991.62 1732.75 1334.12

221.42 133.42 57.53

0%

20%

40%

60%

80%

100%

2020 2019 2018

Grafik 1.2Struktur Jalan di Provinsi Papua Barat (km)

Aspal Tidak Aspal LainnyaSumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 32: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

8

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

cuaca, dan hanya bisa dilalui dengan

kendaraan penggerak empat roda (4WD).

Selain jalan, pembangunan infrastruktur untuk

mengurangi kesenjangan antar wilayah dan

antar sektor adalah dengan mengatasi defisit

pasokan energi listrik. Sistem kelistrikan di Provinsi

Papua Barat saat ini dapat dikatakan masih

belum merata, karena unit pembangkit listrik

yang ada masih belum merata atau cenderung

terpusat di Kota Sorong, Kab. Sorong, Kab. Teluk

Bintuni dan Kab. Manokwari, serta Fakfak.

Wilayah Provinsi Papua Barat secara

keseluruhan memiliki masih rasio elektrifikasi

yang rendah karena luas wilayahnya dan jarak

antar rumah tangga cukup jauh sehingga

masih banyak rumah tangga dengan sumber

penerangan listrik non PLN. Padahal dorongan

terhadap perekonomian sudah seharusnya

diselaraskan dengan angka rasio elektrifikasi

yang lebih tinggi dari nasional (≥98,86 persen).

Keterbatasan kapasitas infrastruktur Provinsi

Papua Barat berpengaruh pada peningkatan

biaya produksi, koleksi dan distribusi yang pada

gilirannya memperburuk daya saing produk

yang dihasilkan. Keterbatasan dan rendahnya

kualitas infrastruktur jalan dan listrik merupakan

faktor penyebab utama tingginya biaya

ekonomi. Ditambah lagi dengan terbatasnya

infrastruktur pelabuhan laut (pelabuhan besar

hanya berada di Kab. Fakfak, Kab. Manokwari

dan Kota Sorong) dan pelabuhan udara

(bandara besar hanya berada di kab.

Manokwari dan Kota Sorong). Biaya-biaya

ekonomi yang membebani ini harus

ditanggung oleh para pelaku ekonomi

sehingga secara langsung berpengaruh pada

tingginya harga barang, serta kurangnya minat

berinvestasi.

Meski demikian, adanya berbagai kendala dan

keterbatasan di Provinsi Papua Barat tetap

mampu memberikan jalan bagi masuknya

investasi pada tahun 2020. Realisasi investasi

tercatat mengalami peningkatan bersumber

dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

senilai Rp792,97 miliar pada 183 proyek, yang

sebagian besar berada di sektor transportasi,

gudang dan telekomunikasi serta sektor

perikanan. Sementara Penanaman Modal

Asing (PMA) yang lebih banyak berkutat di

sektor pariwisata (Hotel dan Restoran) di Kab.

Raja Ampat dan perindustrian di Kawasan

Ekonomi Khusus (KEK) Sorong menurun selama

tahun 2020 menjadi sebesar US$ 5,61 juta atau

lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya

(US$ 46,2 juta).

B.1.3 Ketenagakerjaan

Selain upaya untuk mengoptimalkan SDA

melalui peningkatan kapasitas infrastruktur,

pembangunan Provinsi Papua Barat juga

memperhatikan SDM sebagai bagian dari

faktor ekonomi. Salah satu permasalahan yang

dihadapi dalam ketenagakerjaan adalah

rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki

Tabel 1.5 Rasio Elektrifikasi Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2020 (persen)

Kabupaten/Kota 2018 2019 2020

Kab. Fakfak 95.32 98.13 90.95 Kab. Kaimana 74.53 77.10 95.08 Kab. Teluk Wondama 83.42 79.72 87.91 Kab. Teluk Bintuni 93.70 95.67 97.31 Kab. Manokwari 93.32 99.70 99.74 Kab. Sorong Selatan 86.76 86.92 91.67 Kab. Sorong 90.03 96.24 97.84 Kab. Raja Ampat 88.90 86.86 88.70 Kab. Tambraw 92.82 88.99 75.09 Kab. Maybrat 93.97 88.60 80.59 Kab. Manokwari Selatan 89.03 88.04 97.05 Kab. Pegunungan Arfak 27.21 31.30 56.76 Kota Sorong 99.57 99.83 99.92

Papua Barat 85.28 85.93 89.12

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 33: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

9 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

angkatan kerja, khususnya Orang Asli Papua

(OAP). Dari keseluruhan penduduk yang

bekerja, sebagian besar memiliki kualifikasi

tamatan SD sebanyak 30,17 persen (138.589

jiwa), sedangkan 24,03 persen (110.359 jiwa)

memiliki ijazah SMA, dan 16,61 persen (76.313

jiwa) telah tamat SMP. Tenaga kerja tersebut

banyak bekerja di sektor pertanian, kehutanan,

perikanan, dan kelautan. Sektor ini merupakan

tulang punggung utama perekonomian

masyarakat, serta menjadi sumber pangan

utama Provinsi Papua Barat.

Pada tenaga kerja dengan kualifikasi tamat

Universitas sebagian besar adalah pendatang

yang bermigrasi. Para tenaga kerja ini lebih

banyak bekerja di sektor pertambangan dan

industri kabupaten/kota besar yang ada di

Provinsi Papua Barat. Kondisi ini menunjukkan

bahwa kualitas dan produktivitas tenaga kerja

di Provinsi Papua Barat perlu untuk ditingkatkan

baik itu melalui peningkatan akses pendidikan

maupun pemberian pelatihan agar dapat

berpartisipasi penuh dalam perekonomian.

B.1.4 Keamanan

Ketenteraman, ketertiban umum dan

perlindungan masyarakat merupakan salah

satu hal penting yang perlu dijaga untuk

memperlancar pembangunan (UU No. 32

Tahun 2004). Untuk menciptakan kondisi

tersebut maka perkembangan angka

kriminalitas dan risiko tindak pidana kriminalitas

harus terus dipantau. Angka kriminalitas

merupakan angka yang biasa digunakan untuk

menukur tindak kejahatan pidana. Secara

umum angka kriminalitas di Provinsi Papua Barat

cenderung fluktuatif. Setelah sempat turun

pada tahun 2019 dengan angka kriminalitas

sebesar 2.835 kasus, namun pada tahun 2020

meningkat menjadi 3.804 kasus. Jumlah ini

termasuk dengan gangguan keamanan yang

diberikan oleh kelompok separatis atau

Kelompok Kekerasan Bersenjata (KKB).

Berdasarkan data tersebut, maka rasio

kriminilaitas atau risiko penduduk terkena tindak

pidana sebesar 3,35 persen. Hal ini berarti setiap

100.000 penduduk di Provinsi Papua Barat

sekitar 335 orang berisiko terkena tindak pidana.

B.2 Tantangan Sosial Kependudukan

Persoalan sosial kependudukan dan

ketenagakerjaan seperti perubahan struktur

umur dan juga pola distribusi serta mobilitas

diikuti dengan dinamika kualitas membutuhkan

penanganan yang serius. Tanpa adanya sikap

keseriusan maka potensi penduduk sebagai

modal pembangunan akan tinggal sebagai

jargon semata (Tjiptoherijanto, 2017).

Tabel 1.7 Tingkat Kriminalitas di Provinsi Papua Barat

Tahun Penduduk

(Jiwa) Tindak Pidana

%

2015 871.510 2.281 0.38%

2016 893.966 3.621 0.25% 2017 915.318 3.753 0.24%

2018 937.405 3.419 0.36% 2019 969.617 2.835 0.29% 2020 1.134.074 3.804 0.33%

Sumber: Polda Papua Barat (data diolah)

Tabel 1.6 Struktur Tenaga Kerja Provinsi Papua Barat (jiwa)

Kategori 2018 2019 2020

Penduduk Usia Kerja (>15th) 656,517 667,110 708,669

Angkatan Kerja 445,630 461,061 492,851

Bekerja 417,544 436,739 459,350

Tamat SD Kebawah 146,368 150,680 138,589

Tamat SMP 61,916 68,066 76,313

Tamat SMA 99,220 107,420 110,359

Tamat SMK 34,622 32,127 44,523

Tamat Diploma I/II/III 13,945 16,364 16,844

Tamat Universitas 61,473 62,082 72,713

Pengangguran 28,086 28,086 33,501

Bukan Angkatan Kerja 210,887 206,049 215,818 Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 34: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

10

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

B.2.1 Kependudukan

Sebagai provinsi di timur Indonesia Papua Barat

yang memiliki tingkat pertumbuhan cukup

tinggi yang salah satunya disebabkan oleh

banyaknya migrasi penduduk. Kondisi Provinsi

Papua Barat dengan infrastruktur yang masih

terbatas akan menyulitkan jika jumlah

penduduk meningkat pesat, meskipun jumlah

penduduk tersebut masih relatif sedikit jika

dibandingkan dengan luas wilayahnya. Hal ini

dapat terjadi ketika kebutuhan layanan dan

fasilitas kesehatan, pendidikan, serta penunjang

kehidupan lainnya tidak mencukupi kebutuhan

sehingga akan semakin mempersulit kehidupan

masyarakat.

Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat tercatat

sebanyak 1.134.074 jiwa dengan wilayah seluas

102.946,15 km² sehingga membentuk

kepadatan penduduk sebanyak 11 jiwa per

km². Wilayah yang memiliki tingkat kepadatan

penduduk tertinggi adalah Kota Sorong (433,13

jiwa/km²) dan Kab. Manokwari (60,47 jiwa/km²),

jauh di atas Kabupaten lainnya. Tingginya

kepadatan penduduk di wilayah ini disebabkan

karena keduanya memiliki sarana transportasi

dan aksesibilitas yang paling memadai,

infrastruktur yang cukup bagus, memiliki variasi

aktivitas ekonomi yang cukup tinggi, serta

keadaan ekonomi yang lebih baik. Selama ini,

Kota Sorong dikenal sebagai pelabuhan ramai

di kawasan Indonesia timur yang menjadi pintu

masuk arus barang dan jasa di Provinsi Papua

Barat sehingga terjadi arus migrasi penduduk

yang tinggi. Sedangkan pada Kab. Manokwari,

posisi sebagai ibukota provinsi mendorong

peningkatan migrasi penduduk yang didorong

meningkatnya perdagangan dan administrasi

kegiatan pemerintahan.

B.2.2 Kesehatan

Tersedianya fasilitas kesehatan dan pelayanan

yang mampu menjangkau dan dijangkau oleh

seluruh lapisan masyarakat merupakan prioritas

utama dalam pembangunan kesehatan. Salah

satu fasilitasnya adalah rumah sakit. Semakin

meratanya distribusi rumah sakit di

kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat

diharapkan mampu meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat. Pada tahun 2020

terdapat 21 rumah sakit di Provinsi Papua Barat,

yang terdiri dari 7 rumah sakit di Kota Sorong, 5

rumah sakit di Kab. Manokwari, dan masing-

masing 1 rumah sakit di 9 kabupaten lainnya.

Terdapat 2 Kabupaten yang tidak memiliki

fasilitas rumah sakit sama sekali, yaitu Kab.

Pegunungan Arfak dan Kab. Manokwari

Selatan karena kondisinya sebagai kabupaten

yang baru dimekarkan. Berbeda dengan

rumah sakit, puskesmas sudah menyebar di

seluruh kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat

dengan total 159 puskemas dan terbanyak

berada di Kab. Teluk Bintuni (20 puskesmas).

Ketersediaan tenaga kesehatan atau tenaga

medis merupakan salah satu indikator penting,

setelah tersedianya fasilitas kesehatan. Namun

Tabel 1.8 Kepadatan Penduduk per Kabupaten/Kota di

Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020 (jiwa/km²)

Kabupaten/Kota 2018 2019 2020

Kab. Fakfak 5.40 5.49 5.95

Kab. Kaimana 3.60 3.71 3.83

Kab. Teluk Wondama 8.02 8.23 10.52

Kab. Teluk Bintuni 3.03 3.09 4.18

Kab. Manokwari 53.64 55.66 60.47

Kab. Sorong Selatan 6.98 7.12 7.96

Kab. Sorong 13.29 13.59 18.14

Kab. Raja Ampat 5.96 6.04 7.98

Kab. Tambraw 1.20 1.20 2.46

Kab. Maybrat 7.34 7.49 7.87

Kab. Manokwari Selatan 8.40 8.61 12.78

Kab. Pegunungan Arfak 10.96 10.39 13.78

Kota Sorong 376.29 387.27 433.13

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 35: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

11 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

penyebaran tenaga medis ini belum merata di

Provinsi Papua Barat, terutama di kabupaten

baru hasil pemerakaran. Tercatat sebanyak 370

dokter di Provinsi Papua Barat, sebagian besar

berada di Kab. Manokwari (65 dokter) dan Kota

Sorong (139 dokter). Kondisi ini menyebabkan

pelayanan kesehatan menjadi tidak optimal

karena tenaga medis cenderung lebih

terkonsentrasi di daerah yang sudah ramai dan

memiliki fasilitas yang lebih memadai.

Sedangkan untuk daerah yang memiliki akses

yang relatif lebih sulit jarang sekali tersedia

tenaga medis walaupun fasilitas seperti

puskesmas sudah tersedia.

Rendahnya jumlah dokter di Provinsi Papua

Barat ini mencerminkan rendahnya tingkat

pelayanan kesehatan yang ada. Pada tahun

2020 terlihat bahwa rasio jumlah penduduk

terhadap dokter sangat tinggi. Secara umum,

rasio di Provinsi Papua Barat pada tahun 2020

sebesar 3.065,1 atau berarti bahwa sekitar 3.065

penduduk akan diobati oleh 1 dokter. Rasio

terbesar berada di Kabupaten Maybrat yaitu

42.984 penduduk per dokter. Keadaan ini

membuat banyak penduduk harus menuju

kabupaten yang memiliki fasilitas tenaga medis

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Indikator lain yang mempengaruhi kualitas

kesehatan masyarakat Provinsi Papua Barat

selain fasilitas dan pelayanan kesehatan

adalah jenis penyakit yang ada. Terdapat 5

jenis penyakit endemik di Provinsi Papua Barat,

yaitu malaria, TB paru, kusta, DBD dan HIV-AIDS.

Kasus penyakit terbanyak yang terjadi di Provinsi

Papua Barat adalah malaria sebanyak 5779

kasus, kemudian kusta 933 kasus, TB Paru

sebanyak 2566 kasus, dan DBD sebanyak 354

kasus pada tahun 2020. Sedangkan untuk kasus

HIV-AIDS, terdapat 591 kasus baru di Provinsi

Papua Barat sepanjang tahun 2020 dengan

kasus kumulatif sebesar 6.712 kasus (ODHA).

Adanya tenaga medis yang disertai dengan

ketersediaan fasilitas kesehatan memadai

dapat membawa pada peningkatan kualitas

kesehatan. Kualitas kesehatan masyarakat ini

dapat terlihat dari besaran angka harapan

hidup. Secara umum, angka harapan hidup di

kabupaten/kota di Papua Barat mengalami

peningkatan. Pada tahun 2020 angka harapan

hidup Provinsi Papua Barat mencapai 65,4

tahun, yang artinya rata-rata penduduk Provinsi

Papua Barat dapat menjalani hidup hingga 65

Tabel 1.9 Rasio Dokter terhadap Penduduk di Provinsi Papua Barat

Kabupaten/Kota 2018 2019 2020

Kab. Fakfak 2416.5 7861.7 4260.2

Kab. Kaimana 7308.8 8608.2 1829.6

Kab. Teluk Wondama 2646.3 4655.3 2450.3

Kab. Teluk Bintuni 1578.7 2927.2 6222.5

Kab. Manokwari 6573.5 7710.8 2964.2

Kab. Sorong Selatan 1394.8 4695.1 3087.7

Kab. Sorong 3478.9 2868.9 2967.8

Kab. Raja Ampat 3192.4 6066.0 6411.5

Kab. Tambraw 2305.8 2305.8 4727.0

Kab. Maybrat 40088.8 40908.1 42983.5

Kab. Manokwari Selatan 3937.4 4035.9 7188.6

Kab. Pegunungan Arfak 3800.0 3602.4 19111.1

Kota Sorong 1563.8 9418.4 2046.1

Sumber: BPS dan Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)

Malaria5779

Kusta902

TB Paru2566DBD

354AIDS (kasus baru) 591

Grafik 1.3Penyakit Endemik di Provinsi Papua Barat

Tahun 2020

Sumber: Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 36: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

12

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

tahun. Angka harapan hidup tertinggi tertinggi

berada di Kota Sorong sebesar 70,6 tahun dan

angka harapan terendah berada di Kab. Teluk

Wondama sebesar 60,11 tahun.

Penambahan AHH per tahun di Papua Barat

tercatat tidak lebih dari satu tahun umur dalam

satu periode perhitungan. Hal ini berarti dalam

waktu satu tahun penurunan angka kematian

bayi yang besar sulit terjadi, implikasinya adalah

angka harapan hidup yang dihitung

berdasarkan harapan hidup dari waktu lahir

menjadi sulit untuk mengalami kemajuan.

B.2.3 Pendidikan

Salah satu indikator keberhasilan pemerintah

daerah dalam pembangunan pendidikan

adalah berkurangnya penduduk yang buta

huruf. Angka melek huruf (literacy rate) adalah

persentase penduduk usia 15 tahun ke atas

yang dapat membaca dan menulis huruf latin

dan atau huruf lainnya. Sampai dengan tahun

2020, perkembangan penduduk yang melek

huruf menunjukkan perubahan yang positif

dengan persentase sebesar 97,72 persen, atau

meningkat dari tahun sebelumnya (97,37

persen). Besaran angka tersebut didorong oleh

persentase angka melek huruf penduduk

perkotaan (99,41 persen) yang lebih besar

dibandingkan pedesaan (96,46 persen).

Meski demikian, masih terdapat penduduk

Provinsi Papua Barat yang masih belum/tidak

dapat membaca dan menulis (2,28 persen)

yang didominasi penduduk berusia tua (>45

tahun), penduduk tinggal di daerah terpencil,

komunitas-komunitas khusus, dan penyandang

cacat. Kelompok tersebut sulit untuk dijangkau

layanan pendidikan disebabkan baik itu oleh

faktor internal seperti kemampuan dan

keinginan belajar yang sudah menurun

maupun faktor eksternal seperti terbatasnya

ketersediaan akses pendidikan keaksaraan

bagi mereka.

Selain angka melek huruf, gambaran mengenai

pembangunan pendidikan dapat dilihat dari

tingkat pendidikan yang ditamatkan (ijazah

tertinggi yang dimiliki) oleh penduduk usia ≥15

tahun. Semakin tinggi tingkat pendidikan

tertinggi yang ditamatkan maka semakin baik

pula kualitas manusianya. Meskipun terdapat

kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat

pendidikan yang ditamatkan maka semakin

kecil jumlah penduduk yang lulus pada level

pendidikan tersebut.

Dengan masih besarnya persentase penduduk

Tabel 1.10 AHH per Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat

Kabupaten/Kota 2018 2019 2020

Kab. Fakfak 68.00 68.26 68.40

Kab. Kaimana 64.00 64.48 64.71

Kab. Teluk Wondama 59.60 59.82 60.11

Kab. Teluk Bintuni 60.60 60.49 60.83

Kab. Manokwari 68.00 68.41 68.60

Kab. Sorong Selatan 65.70 66.00 66.17

Kab. Sorong 65.60 65.87 66.03

Kab. Raja Ampat 64.30 64.55 64.68

Kab. Tambraw 59.70 59.76 59.96

Kab. Maybrat 64.70 65.03 65.13

Kab. Manokwari Selatan 66.90 67.33 67.50

Kab. Pegunungan Arfak 66.70 67.03 67.17

Kota Sorong 69.80 70.32 70.65

Sumber: Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 1.11 Pendidikan Tertinggi Penduduk Usia >15 Tahun

di Provinsi Papua Barat (persen)

Jenjang Tertinggi 2018 2019 2020

Tidak punya ijazah 24.70 23.20 14.40

SD/MI 23.46 22.05 19.23

SMP 18.33 18.08 20.13

SMA 19.65 20.34 27.11

SMK 4.61 5.42 4.19

Diploma I/II 0.5 0.56 0.47

Akademi Diploma III 1.85 1.64 2.70

Diploma IV/S-1/S-2/S-3 6.9 8.69 11.77

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 37: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

13 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

yang tidak memiliki ijazah atau hanya

bersekolah SD/MI, maka peningkatan ilmu

pengetahuan dan pendidikan lanjut di

perguruan tinggi menjadi sebuah kebutuhan

yang mutlak di Provinsi Papua Barat. Jumlah

lulusan perguruan tinggi yang ada sekarang

dirasakan masih belum cukup memadai

dibandingkan dengan besarnya sumber daya

alam yang dimiliki. Ditambah dengan sebaran

lulusan tersebut yang berada di kabupaten/

kota besar (Kab. Manokwari, Kab. Fakfak, Kab.

Sorong, dan Kota Sorong). Sebagai wilayah

dengan potensi pariwisata yang tinggi, Provinsi

Papua Barat membutuhkan kualitas sumber

daya manusia yang baik, sehingga ke

depannya, penduduk yang memiliki ijazah

pendidikan tinggi diharapkan mampu menjadi

backbone pembangunan ekonomi daerah.

B.2.4 Pertanahan

Berbeda dengan pulau-pulau lainnya, pola

kepemilikan lahan di Provinsi Papua Barat

adalah tanah hak negara dan tanah hak

ulayat. Tanah hak ulayat merupakan status

tanah secara adat dan dikuasai oleh kepala

adat atau ondoafi. Pada umumnya di wilayah

lingkaran hukum adat Papua dikenal dua sistem

penguasaaan/ kepemilikan tanah yaitu

kepemilikan komunal dan kepemilikan individu.

Kepemilikan komunal masih dibedakan lagi

menjadi hak kepemilikan berbasis marga kecil,

yaitu klan atau marga tertentu dan hak

kepemilikan berbasis marga besar, yaitu hak

kepemilikan kampung. Sedangkan kepemilikan

individu bukan perorangan melainkan berdasar

keturunan. Secara internal ada tata aturan

yang mengatur ke dalam keluarga tentang

pembagian hak dari penguasaan maupun

pengelolaan tanah dan di sana diakui bagian

setiap anggota sesuai dengan marganya.

Namun kekuasaan kepemimpinan atas tanah

secara sosial religi berada pada orang tertentu

yang berasal dari garis keturunan tertua.

Pada umumnya tanah milik dan tanah milik

dengan hak pakai tidak dapat diperjualbelikan

dan dipindah tangankan secara bebas pada

masyarakat luar. Setiap keluarga akan selalu

mempertahankan tanah dan kampung mereka

masing-masing karena tanah dan kampung

merupakan bagian penting dari kehidupan

masyarakat mereka. Hal ini dikarenakan cara

hidup masyarakat yang masih berharap dan

menggantungkan diri pada persediaan sumber

daya alam di lingkungan sekitarnya. Di samping

itu juga, mengingat besarnya pengorbanan

nenek moyang atau leluhur saat memperoleh

tanah tersebut pada zaman dahulu. Oleh

sebab itu, tanah ulayat ini tidak mudah dengan

begitu saja untuk dilepas tanpa seizin kepala

adat.

Seringkali terjadi permasalahan ketika tanah

telah dikuasai (dijual) kepada suatu pihak lain

(bahkan Negara), masih terdapat anggota

keluarga (marga/turunan) yang berupaya

mempertahankan tanah tersebut atau

meminta ganti rugi kembali. Padahal status

kepemilikan dan pengelolaan sudah berpindah

dari kepala adat atau keturunan tertua melalui

proses jual beli yang sah secara hukum dengan

adanya sertifikat pelepasan hak tanah adat.

Anggota keluarga tersebut melakukan

Tabel 1.12 Pola Kepemilikan Tanah di Provinsi Papua Barat

Jenis Status Kuasa Hak Milik Hak Kuasa/ Kelola

Tanah Negara Pemerintah Pusat/

Daerah

Pemerintah Pusat/

Daerah

Pemerintah Pusat/

Daerah Tanah Ulayat Kepala Adat Komunal Marga Kecil

Marga Besar Individu Keturunan

Sumber: ATR/BPN Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 38: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

14

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

pemalangan (penutupan akses) dengan

alasan tidak/belum mendapatkan bagian dari

hasil penjualan.

B.3 Tantangan Geografi Wilayah

Menurut Soleh (2017) potensi wilayah sebagai

wujud daya, kekuatan, kesanggupan dan

kemampuan yang dimiliki oleh suatu wilayah

yang mempunyai kemungkinan untuk dapat

dikembangkan, berbentuk potensi fisik. Lebih

lanjut dijelaskan bahwa potensi fisik adalah

berupa tanah, air, iklim, lingkungan geografis,

binatang ternak, dan sumber daya manusia

sudah sehausnya dimanfaatkan dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pembentukan Provinsi Papua Barat sebagai

daerah otonom memiliki tujuan untuk

memperpendek rentang kendali pemerintahan

dalam rangka memberikan pelayanan publik

yang lebih baik kepada masyarakat. Selain itu,

pertimbangan penting lainnya adalah untuk

mempercepat pelaksanaan pembangunan

dengan menggunakan tanah, air, iklim,

lingkungan, hewan, atau semua kekayaan

alam, serta sumber daya manusia yang dimiliki

guna meningkatkan taraf hidup dan

kesejahteraan masyarakat Papua Barat.

B.3.1 Letak Wilayah

Secara geografis, Provinsi Papua Barat terletak

di antara 0º-4.3º Lintang Selatan dan 129.2º-

135.2º Bujur Timur. Dengan luas wilayah daratan

mencapai 102.955,15 km² dan beribukota di

Kab. Manokwari, Provinsi Papua Barat memiliki

13 kabupaten/kota yang terdiri dari Kab.

Fakfak, Kab. Kaimana, Kab. Teluk Wondama,

Kab. Teluk Bintuni, Kab. Manokwari, Kab. Sorong

Selatan, Kab. Sorong, Kab. Raja Ampat, Kab.

Tambrauw, Kab. Maybrat, Kab. Manokwari

Selatan, dan Kab. Pegunungan Arfak, serta

Kota Sorong. Kabupaten dengan wilayah

terluas di Provinsi Papua Barat adalah Kab. Teluk

Bintuni dengan luasan mencapai 20,24 persen

dari luas wilayah provinsi (20.840,83 km²)

sedangkan Kota Sorong menjadi wilayah

dengan luasan terkecil 0,68 persen (656,64 km²).

Provinsi Papua Barat merupakan wilayah

pemekaran dengan posisi geografis yang

strategis di Indonesia bahkan di dunia. Posisi

penting ini dalam konteks kekayaan

keanekaragaman hayati laut dunia. Wilayah

Provinsi Papua Barat khususnya Kab. Raja

Ampat terletak di pusat segitiga karang dunia

(coral triangle) yang merupakan lokasi dengan

keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia

dengan berbagai jenis kekayaan laut baik

spesies ikan, moluska, dan hewan karang. Selain

posisi tersebut, letak Provinsi Papua Barat yang

berbatasan langsung dengan negara di

wilayah pasifik menjadi penting sebagai

penanda kedaulatan Indonesia baik dalam

aspek pertahanan maupun pemanfaatan

sumberdaya kelautan di Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia.

Tabel 1.13 Komposisi Luas Kabupaten/Kota di

Provinsi Papua Barat Tahun 2020

Kabupaten/Kota Luas (km²) % Luas

Kab. Fakfak 14.320,00 13.91%

Kab. Kaimana 16.241,84 15.78%

Kab. Teluk Wondama 3.959,53 3.85%

Kab. Teluk Bintuni 20.840,83 20.24%

Kab. Manokwari 3.186,28 3.09%

Kab. Sorong Selatan 6.594,31 6.41%

Kab. Sorong 6.544,23 6.36%

Kab. Raja Ampat 8.034,44 7.80%

Kab. Tambraw 11.529,18 11.20%

Kab. Maybrat 5.461,69 5.30%

Kab. Manokwari Selatan 2.812,44 2.73%

Kab. Pegunungan Arfak 2.773,74 2.69%

Kota Sorong 656,64 0.64%

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 39: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

15 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

B.3.2 Kondisi Geografis

Kondisi wilayah Provinsi Papua Barat secara

umum meliputi wilayah pedalaman/terpencil

(pegunungan), pesisir, dan kepulauan. Wilayah

pedalaman/terpencil diantaranya berada di

Kab. Pegunungan Arfak, Kab. Manokwari, Kab.

Manokwari Selatan, Kab. Maybrat, Kab. Teluk

Bintuni, dan Kab. Tambrauw, sedangkan

wilayah yang memiliki kawasan pesisir adalah

Kab. Sorong, Kab. Sorong Selatan, Kab. Fakfak,

Kab. Kaimana, Kab. Teluk Bintuni, Kab. Teluk

Wondama, Kab. Manokwari Selatan, Kab.

Manokwari, Kab. Tambrauw, Kab. Raja Ampat,

dan Kota Sorong. Sementara itu, wilayah

dengan kondisi berupa kepulauan di Provinsi

Papua Barat adalah Kab. Raja Ampat.

Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat

bervariasi, dari wilayah dataran rendah hingga

pegunungan. Provinsi Papua Barat terletak

pada ketinggian 0-2.940 mdpl dengan

sebagian besar merupakan wilayah perbukitan

(kelas ketinggian 100-1.000 m) mencapai

50.664,23 km² (49,21%), dan daerah dataran

rendah (0-100m) seluas 40.914,38 km² (39,74%),

serta daerah pegunungan (>1.000 m) seluas

11.376,54 km² (11,05%).

Titik tertinggi di Provinsi Papua Barat berada di

Kab. Manokwari dengan ketinggian 2.940 mdpl.

Sementara wilayah dengan dataran rendah

yang cukup luas tersebar di beberapa

kabupaten/kota seperti Kab. Fakfak, Kab. Teluk

Bintuni, Kab. Sorong, Kota Sorong, dan Kab.

Sorong Selatan. Daerah perbukitan pada

umumnya tersebar di Kab. Kaimana, Kab. Teluk

Wondama, Kab. Raja Ampat, dan Kab.

Maybrat.

Secara keseluruhan terdapat 218 distrik yang

terdiri dari 1.742 kampung dan 106 kelurahan di

Provinsi Papua Barat. Wilayah dengan jumlah

distrik terbanyak adalah Kab. Sorong (30 Distrik),

Kab. Tambraw (29 Distrik), serta Kab. Maybrat

(24 Distrik), Kab. Raja Ampat (24 Distrik), Kab.

Teluk Bintuni (24 Distrik), sedangkan kabupaten

dengan jumlah distrik terkecil adalah Kab.

Manokwari Selatan (6 Distrik).

Ditinjau dari segi kelerengan, sebagian besar

wilayah Provinsi Papua Barat memiliki kelas

lereng >40% (bergunung curam dan bergunung

sangat curam). Kondisi tersebut menjadi

Tabel 1.14 Ketinggian Wilayah per Kabupaten/Kota di

Provinsi Papua Barat

Kabupaten/Kota Ketinggian (mdpl)

Kab. Fakfak 0 - 1.444

Kab. Kaimana 0 - 1.663

Kab. Teluk Wondama 0 - 2.172

Kab. Teluk Bintuni 0 - 2.389

Kab. Manokwari 0 - 2.940

Kab. Sorong Selatan 0 - 540

Kab. Sorong 0 - 921

Kab. Raja Ampat 0 - 1.173

Kab. Tambraw 0 - 2.483

Kab. Maybrat 5 - 1.772

Kab. Manokwari Selatan 0 - 2.682

Kab. Pegunungan Arfak 135 - 2.882

Kota Sorong 0 - 439

Sumber: RTRW Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 1.15 Jumlah Kampung Berdasarkan Topografi Wilayah di

Provinsi Papua Barat

Kabupaten/Kota Topografi

Lereng/Puncak Lembah Dataran

Kab. Fakfak 82 4 37

Kab. Kaimana 29 15 42

Kab. Teluk Wondama 67 7 3

Kab. Teluk Bintuni 37 5 196

Kab. Manokwari 18 3 139

Kab. Sorong Selatan 10 13 98

Kab. Sorong 14 21 106

Kab. Raja Ampat - 1 120

Kab. Tambraw 15 19 42

Kab. Maybrat 16 39 102

Kab. Manokwari Selatan 5 12 40

Kab. Pegunungan Arfak 142 16 21

Kota Sorong 6 - 25

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 40: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

16

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

kendala utama bagi pemanfaatan lahan baik

untuk pengembangan sarana dan prasarana

fisik, sistem transportasi darat maupun bagi

pengembangan budidaya pertanian terutama

untuk tanaman pangan. Sehingga dominasi

pemanfaatan lahan diarahkan pada hutan

konservasi di samping untuk mencegah

terjadinya bahaya erosi dan longsor.

Berdasarkan data penggunaan lahan pada

tahun 2020, luas areal terbangun/permukiman

di Provinsi Papua Barat sekitar 32.222 Ha atau 0,3

persen dari luas wilayah. Kab. Sorong, Kab.

Manokwari dan Kota Sorong merupakan

wilayah-wilayah yang memiliki fungsi guna

lahan kampung/perumahan yang tertinggi.

Wilayah-wilayah tersebut selama ini memang

telah tumbuh menjadi sentra-sentra kegiatan

perkotaan di Provinsi Papua Barat terutama

untuk Kota Sorong. Kota Sorong menjadi pintu

gerbang bagi Provinsi Papua Barat sehingga

kegiatan jasa, perdagangan dan kegiatan-

kegiatan masyarakat lainnya yang bersifat

perkotaan terkonsentrasi pada wilayah ini.

B.3.3 Risiko Bencana

Dengan sebagian besar wilayah yang berupa

kawasan hutan, maka kelas risiko bencana

kebakaran lahan dan hutan di seluruh

kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat

termasuk ke dalam kategori tinggi. Pembukaan

lahan hutan untuk kegiatan pertanian menjadi

salah satu penyebab bencana karena

pembukaan tersebut dilakukan dengan

pembakaran untuk meminimalisasi biaya dan

hasilnya sangat cepat. Pada kasus bencana

kebakaran risiko tinggi ditempati Kab.

Manokwari dan Kota Sorong, sedangkan

bencana kekeringan, kelas risiko tinggi berada

di Kab. Teluk Wondama, Teluk Bintuni,

Manokwari, Sorong Selatan, dan Raja Ampat.

Pada kasus bencana banjir, wilayah dengan

kelas risiko tinggi adalah Kabupaten Fakfak,

Kaimana, Teluk Wondama, Teluk Bintuni,

Manokwari, Sorong Selatan, Sorong, Raja

Ampat, dan Kota Sorong sebagai daerah yang

berada dekat dengan aliran Sungai.

Wilayah Provinsi Papua Barat juga sangat

berpotensi terhadap gempa tektonik dan

kemungkinan diikuti oleh gelombang tsunami.

Terdapat sejumlah lipatan dan sesar naik

sebagai akibat dari interaksi (tubrukan) antara

kedua lempeng tektonik, seperti Sesar Sorong

(SFZ), Sesar Ransiki (RFZ), Sesar Lungguru (LFZ)

dan Sesar Tarera Aiduna (TAFZ). Kenyataan

menunjukkan pula, bahwa hampir setiap bulan

Tabel 1.16 Luas Wilayah Berdasarkan Kelerengan di

Provinsi Papua Barat

Tingkat Kelerengan

(%) Deskripsi Luas

(km²) %

Luas

< 3 Datar 21.950,04 21,3

3 - 8 Bergelombang/agak landai

7.824,59 7,6

8 - 15 Bergelombang/landai 720,69 0,7

15 - 25 Berbukit 5.765,49 5,6

25 - 40 Bergunung 6.486,17 6,3

40 - 60 Bergunung curam 33.151,56 32.2

> 60 Bergunung sangat curam 27.128,68 26,3

Sumber: RTRW Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 1.17 Penggunaan Lahan Provinsi Papua Barat Tahun 2020

Penggunaan Luas (km²) %

Hutan Kering 91,215.92 88.60%

Hutan Basah 5,176.59 5.03%

Perkebunan 1,120.91 1.09%

Rumput dan Semak Belukar 2,275.99 2.21%

Ladang 573.10 0.56%

Tanaman Campuran 515.67 0.50%

Permukiman 341.92 0.33%

Danau 214.59 0.21%

Lahan Terbuka 1,253.65 1.22%

Pertambangan 22.49 0.02%

Rawa dan Rumput Rawa 116.10 0.11%

Sawah 128.23 0.12%

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 41: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

17 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

terjadi beberapa kali gempa di Provinsi Papua

Barat dan sekitarnya. Kabupaten/kota dengan

risiko tinggi untuk gempa bumi adalah Kab.

Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Manokwari,

Sorong Selatan, Sorong, Raja Ampat,

Tambrauw, dan Kota Sorong. Sementara itu,

wilayah dengan kelas risiko bencana tsunami

tinggi adalah Kab. Teluk Wondama,

Manokwari, dan Sorong. Menurut Indeks

Risiko Bencana Indonesia (BNPB, 2014),

Provinsi Papua Barat secara keseluruhan

termasuk provinsi dengan kelas risiko

bencana multi ancaman kategori tinggi.

Dengan kelas risiko bencana yang tinggi,

kapasitas daerah dalam penanggulangan

bencana masih dalam kapasitas sedang

(BNPB, 2016).

B.4 Tantangan Pandemi

Terjadinya pandemi Covid-19 pada tahun

2020 secara merata, menjadi tantangan

baru yang harus dihadapi oleh semua

daerah. Pandemi tersebut harus dapat

ditangani dan diminimalisasi dampaknya

agar tidak memperburuk kondisi sosial

ekonomi. Dengan jumlah kasus positif (per

31 Desember 2020) yang mencapai 5.979

orang, tingkat kematian sebesar 1,68 persen

(102 orang), dan tingkat kesembuhan 92,23

persen, ancaman Covid-19 di Papua Barat

secara angka menunjukkan situasi yang

terkendali. Akan tetapi, dengan tingkat

kasus terkonfirmasi yang mencapai 0,54

persen dari populasi dan positivity rate 19,42

persen, ditambah dengan keterbatasan

ruang perawatan dan tenaga medis dari 21

RS dan 370 Dokter yang sebagian besar

berada di Kab. Manokwari (5 RS dan 65

Dokter) dan Kota Sorong (7 RS dan 139

Dokter), serta fasilitas laboratorium yang

hanya 2 unit dan berada di Kota Sorong dan

Kab. Manokwari, maka pandemi di Papua

Barat menjadi sebuah tantangan yang besar.

Permasalahan pandemi di Papua Barat tidak

sekedar permasalahan aspek kesehatan,

karena kompleksitas penanganan Covid-19

diperparah dengan masih tingginya tingkat

Tabel 1.18 Risiko Bencana per Kabupaten/Kota di

Provinsi Papua Barat

Kabupaten/Kota Risiko Jenis Bencana

Kab. Fakfak Sedang Banjir, Tanah Longsor, Gelombang Ekstrim, Abrasi, Kebakaran Hutan dan Lahan

Kab. Kaimana Sedang Banjir, Tanah Longsor, Gelombang Ekstrim, Abrasi, Kebakaran Hutan dan Lahan

Kab. Teluk Wondama

Tinggi Banjir, Gempa Bumi, Tsunami, Tanah Longsor, Gelombang Ekstrim, Abrasi, Kebakaran Hutan dan Lahan, Kekeringan

Kab. Teluk Bintuni Tinggi Banjir, Gempa Bumi, Tanah Longsor, Gelombang Ekstrim, Abrasi, Kebakaran Hutan dan Lahan, Kekeringan

Kab. Manokwari Tinggi Banjir, Gempa Bumi, Tsunami, Tanah Longsor, Gelombang Ekstrim, Abrasi, Kebakaran Hutan dan Lahan, Kekeringan

Kab. Sorong Selatan

Tinggi Banjir, Gempa Bumi, Tanah Longsor, Gelombang Ekstrim, Abrasi, Kebakaran Hutan dan Lahan, Kekeringan

Kab. Sorong Tinggi Banjir, Gempa Bumi, Tsunami, Tanah Longsor, Gelombang Ekstrim, Abrasi, Kebakaran Hutan dan Lahan, Kekeringan

Kab. Raja Ampat Tinggi Banjir, Gempa Bumi, Tanah Longsor, Gelombang Ekstrim, Abrasi, Kebakaran Hutan dan Lahan, Kekeringan

Kab. Tambraw Sedang Gempa Bumi, Tanah Longsor, Gelombang Ekstrim, Abrasi, Kebakaran Hutan dan Lahan

Kab. Maybrat Sedang Tanah Longsor, Kebakaran Hutan dan Lahan

Kab. Manokwari Selatan

Sedang Banjir, Gempa Bumi, Tsunami, Gelombang Ekstrim, Abrasi, Kebakaran Hutan dan Lahan, Kekeringan

Kab. Pegunungan Arfak

Sedang Tanah Longsor, Gempa Bumi, Kebakaran Hutan dan Lahan

Kota Sorong Tinggi Banjir, Gempa Bumi, Tanah Longsor, Gelombang Ekstrim, Abrasi, Kebakaran Hutan dan Lahan

Sumber: BNPB, BPBD Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 42: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

18

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah

kemiskinan dan tingkat pengangguran, tingkat

pendidikan yang rendah, pola hidup yang

kurang bersih, serta keberadaan penyakit

endemik yang selalui mengancam bahkan

sebelum pendemi terjadi.

Selain dari sisi kesehatan dan kesejahteraan,

tantangan pandemi juga merambah aspek

sosial khususnya keadilan yang berkaitan

dengan fobia OAP terhadap pendatang. Hal ini

disebabkan oleh pemahaman OAP yang

merasa adanya diskriminasi dan ketimpangan

secara ekonomi jika dibandingkan dengan

pendatang yang berbeda etnis dan agama.

Akibat dari polarisasi tersebut muncul tuduhan

bahwa masyarakat pendatang menjadi

sumber penyebar Covid-19. Pemahaman

masyarakat terhadap Covid-19 juga masih

rendah, terlihat dari besarnya keengganan

untuk mengakui adanya gejala dan melakukan

tes. Banyak masyarakat (OAP) menganggap

Covid-19 sebagai “kutukan Tuhan” sehingga

enggan mengakui dan takut jika diketahui

orang lain ketika tertular, karena stigma

masyarakat yang buruk terhadap penderita.

Sementara dari aspek budaya, komunalisme

masyarakat Papua Barat menjadi tantangan

tersendiri karena berkontradiksi dengan

protokol kesehatan seperti physical distancing

dan isolasi/karantina RS, sehingga pelaksanaan

protokol kesehatan harus disesuaikan dengan

perilaku masyarakat agar mampu memiliki

manfaat yang optimal.

Hingga berakhirnya tahun 2020 pandemi di

Papua Barat masih jauh dari kata usai, dan akan

terus menjadi ancaman. Oleh karena itu,

penanganan pandemi harus selalu dijalankan

dengan mempertimbangkan berbagai aspek

diluar kesehatan dan ekonomi. Secara khusus,

keberhasilan penanganan membutuhkan

kepercayaan dan legitimasi dari masyarakat

terhadap pemerintah pusat dan daerah, yang

diperoleh melalui pendekatan sesuai dengan

konteks sosial-budaya. Adanya kepercayaan

dan legitimasi tersebut dapat mendorong

masyarakat untuk patuh pada berbagai

pembatasan dan skema aturan penanganan

Covid-19.

Tabel 1.19 Tantangan Pandemi di Provinsi Papua Barat Tahun 2020

Aspek Masalah Status

Kesehatan Positivity rate (19,42%) Tenaga Kesehatan (370 Dokter) Rasio Dokter (1:3065) Faskes Rawat (21 RS) Faskes Covid-19(570 Bed) Penyakit endemik (10.192 Kasus) Fasilitas Laboratorium PCR (2 Unit)

Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah

Tinggi Rendah

Kependudukan Penduduk pedesaan/pedalaman sulit dijangkau

Tinggi

Kesejahteraan Tingkat kemiskinan (21,37%) Tingkat pengangguran (6,78 %) Tingkat pendidikan (IPM 64,7) Pola hidup bersih

Tinggi Tinggi

Sedang Rendah

Sosial Pemahaman Covid-19 salah Penolakan pendatang Stigma “Kutukan Tuhan”

Tinggi Tinggi Tinggi

Budaya Penolakan protokol kesehatan Penolakan karantina/isolasi Berkumpul sebagai kebiasaan

Tinggi Tinggi Tinggi

Sumber: BNPB, BPBD dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 43: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 44: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

INDIKATOREkonomi Regional

#DJPbKawalAPBN

"Keadaan jual-beli di Pasar di Arfai, Manokwari"

Page 45: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

19

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

andemi Covid-19 telah menjadi

kejadian yang paling mempengaruhi

kehidupan pada tahun 2020.

Peristiwa ini telah menciptakan

kondisi luar biasa yang sulit diperkirakan karena

belum pernah terjadi sebelumnya dan

berdampak signifikan terhadap perekonomian

global dan kondisi sosial masyarakat. Sejak

pandemi yang bermula di Tiongkok pada

kisaran Desember 2019, Covid-19 telah

menyebar ke seluruh dunia hingga dinyatakan

menjadi pandemi pada bulan Maret 2020.

Praktis kegiatan manusia mendadak terhenti

demi mencegah penularan yang meluas.

Akibatnya, pada triwulan kedua tahun 2020

perekonomian dunia mengalami guncangan,

setelah sempat diawali optimisme dengan

adanya kesepakatan dagang antara AS dan

Tiongkok serta dimulainya masa transisi Brexit.

Penerapan ketentuan yang membatasi

mobilitas manusia menyebabkan rendahnya

volume permintaan agregat sehingga

menekan konsumsi dan membuat harga

komoditas khususnya migas turut rendah.

Demikian halnya dengan inflasi yang berada

pada tingkat yang rendah dan nilai tukar

beberapa mata uang berpengaruh yang

stagnan berakibat pada tertekannya

pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu,

berbagai negara berupaya memulihkan

perekonomiannya dengan mengeluarkan

kebijakan stimulus. Implikasinya, pada triwulan

ketiga tahun 2020 pertumbuhan ekonomi

mengalami rebound didorong oleh masifnya

pengeluaran pemerintah dan peningkatan

transaksi jual-beli di masyarakat seiring

melonggarnya pembatasan pergerakan.

Dengan masih tingginya jumlah kematian

dan positivity rate, beragam penyesuaian

terhadap keseharian dilakukan agar

masyarakat tetap bertahan dan

perekonomian berjalan. Perlahan tapi

pasti, melalui upaya pemulihan kinerja

perekonomian mulai bergeliat hingga

mampu kembali positif dibanding triwulan

sebelumnya, meskipun belum mampu

berada pada tingkat seperti sediakala.

Seiring hal tersebut, perekonomian negara

maju dan negara berkembang pada tahun

P

BAB II

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

-28.00

-21.00

-14.00

-7.00

0.00

7.00

14.00

21.00

28.00

2019-I 2019-II 2019-III 2019-IV 2020-I 2020-II 2020-III 2020-IV

Grafik 2.1Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq)

Beberapa Negara di Dunia 2019-2020 (persen)

Australia Japan Korea ASEropa Tiongkok India IndonesiaSumber: www.stats.oecd.org (data diolah)

Page 46: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

20

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

2020 masih mengarah kepada upaya

pemulihan dengan kemungkinan terjadinya

guncangan kembali pada tahun berikutnya

apabila penanganan pandemi dan vaksinasi

tidak juga berhasil dalam menekan

penyebaran Covid-19.

A. INDIKATOR EKONOMI FUNDAMENTAL Indikator ekonomi diperlukan untuk mengetahui

arah pergerakan perekonomian suatu daerah

dan sebagai tolak ukur pencapaian

pembangunan (Bernard Baumohl, 2012).

Diantara indikator makroekonomi yang

digunakan untuk mengetahui perkembangan

perekonomian suatu daerah yaitu Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB), Inflasi,

Perdagangan Internasional, Suku Bunga dan

Nilai tukar.

A.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product)

merupakan nilai pasar dari semua barang dan

jasa yang dihasilkan dalam suatu

perekonomian selama periode waktu tertentu.

Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sering

dijadikan ukuran terbaik untuk mengukur kinerja

perekonomian. Terdapat tiga cara untuk

menghitung PDB yaitu pendekatan produksi,

pengeluaran dan pendapatan (Krugman &

Wells, 2011). Selanjutnya PDB pada suatu

region/ wilayah tertentu disebut dengan Produk

Domestik Regional Bruto (Gross Domestic

Regional Bruto).

A.1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)

Laju pertumbuhan ekonomi (economic growth)

merupakan proses perubahan kondisi

perekonomian suatu daerah pada periode

waktu tertentu. Untuk menghitungnya,

digunakan perubahan nilai PDRB atas dasar

harga konstan/riil dari tahun sebelumnya.

Perekonomian Provinsi Papua Barat pada tahun

2020 sangat dipengaruhi oleh pandemi yang

terjadi sehingga kontraksi pada level -0,77

persen atau turun signifikan dari tahun

sebelumnya yang mencapai level 2,66 persen.

Tidak seperti pertumbuhan tahun sebelumnya

yang lebih tinggi, pertumbuhan nasional tahun

2020 justru lebih rendah pada level -2,07 persen.

Bila dirinci lebih lanjut, beberapa sektor

lapangan usaha tetap mampu mencatatkan

pertumbuhan positif dimana pertumbuhan

tertinggi terjadi pada sektor informasi dan

-0.17-7.62-3.98-7.1

-2.575.58

4.06-8.85-5.68-16.5-7.68

-12.61-2.16-3.85

7.528.12

8.9

-18 -12 -6 0 6

Industri PengolahanPertambangan dan Penggalian

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan…Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Jasa LainnyaJasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,…Jasa PerusahaanJasa Pendidikan

KonstruksiPenyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Transportasi dan PergudanganPerdagangan Besar dan Eceran, Reparasi…

Real EstatePengadaan Listrik dan Gas

Jasa Keuangan dan AsuransiInformasi dan Komuniksi

Grafik 2.3Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Tahun 2020

Menurut Lapangan Usaha (persen)

Sumber: BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

5.07 5.17 5.02

-2.07

4.01

6.24

2.66

-0.77

-3.5

-1.75

0

1.75

3.5

5.25

7

2017 2018 2019

Grafik 2.2Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Papua Barat

Tahun 2017-2020 (persen)

Nasional Pabar

Sumber: BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 47: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

21 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

komunikasi sebesar 8,9 persen, serta jasa

keuangan dan asuransi mencapai 8,12 persen.

Kedua sektor tersebut menjadi sektor yang

tetap dibutuhkan masyarakat di kala pandemi

yang membatasi mobilitas. Sebaliknya sektor

sektor industri pengolahan, serta sektor

pertambangan dan penggalian mencatatkan

pertumbuhan yang tertekan sebesar -0,17 dan -

7,62 persen akibat turunnya volume kegiatan

jual-beli dan permintaan global, meskipun

masih menjadi sektor dengan kontribusi tertinggi

terhadap PDRB Provinsi Papua Barat.

Dari sisi pengeluaran, laju pertumbuhan

ekonomi yang positif di Provinsi Papua Barat

hanya terjadi pada komponen pengeluaran

pemerintah sebesar 3,25 persen. Pada masa

pandemi, pengeluaran pemerintah yang masif

dalam bentuk program pemulihan ekonomi

(PEN) menjadi satu-satunya motor penggerak

ekonomi ketika turunnya volume transaksi jual-

beli domestik dan permintaan global

menyebabkan guncangan sosial-ekonomi.

Sementara itu komponen lainnya memiliki laju

pertumbuhan yang negatif dibandingkan

tahun 2019, seperti net ekspor (-11,45 persen),

investasi (-6,0 persen), serta konsumsi rumah

tangga dan LNPRT (-1,35 persen).

A.1.2 Nominal PDRB

Nilai PDRB dapat dilihat baik dari sisi permintaan

maupun penawaran. Untuk menghitungnya

digunakan PDRB atas harga berlaku. Nilai PDRB

Provinsi Papua Barat tahun 2020 Atas Dasar

Harga Berlaku sebesar Rp82,89 triliun.

A.1.2.1 PDRB Sisi Permintaan

PDRB sisi permintaan dapat ditunjukkan melalui

persamaan sebagai berikut:

𝒀𝒀𝒓𝒓 = 𝑪𝑪𝒓𝒓 + 𝑰𝑰𝒓𝒓 + 𝑮𝑮𝒓𝒓 + (𝑿𝑿𝒓𝒓 −𝑴𝑴𝒓𝒓)

Dari persamaan di atas, PDRB sisi ini dihitung

berdasarkan pendekatan pengeluaran yaitu

dengan menjumlahkan pengeluaran aggregat

seluruh pelaku ekonomi berupa konsumsi rumah

tangga, investasi, pembelian pemerintah untuk

barang dan jasa, serta ekspor dikurangi impor

(net export). Kontribusi dari masing-masing

komponen pembentuk PDRB Provinsi Papua

Barat adalah sebagai berikut:

A.1.2.1.1 Konsumsi (Consumption)

Konsumsi merupakan pembelian yang

dilakukan oleh rumah tangga konsumen baik

berupa barang tidak tahan lama (non durable

goods) seperti makanan dan pakaian; barang

tahan lama (durable goods) seperti mobil, dan

alat elektronik maupun jasa seperti jasa potong

rambut dan jasa dokter (Mankiw, 2013).

-1.35

3.25

-6.00

-11.45-12

-9

-6

-3

0

3

Konsumsi RT +LNPRT

PengeluaranPemerintah

PMTB /Investasi

Net Ekspor

Grafik 2.4Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Provinsi Papua

Barat Tahun 2020 Menurut Pengeluaran (yoy, persen)

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Konsumsi RT + LNPRT,

30.77

Pengeluaran Pemerintah,

20.51

PMTB / Investasi,

22.01

Perubahan Inventori,

1.93

Net Ekspor, 24.79

Grafik 2.5Kontribusi Komponen Pembentuk PDRB Sisi Permintaan

Provinsi Papua Barat Tahun 2020 (persen)

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 48: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

22

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Perekonomian Provinsi Papua Barat tahun 2020

masih didominasi oleh pengeluaran konsumsi

yang dilakukan oleh rumah tangga maupun

lembaga non profit rumah tangga dan net

ekspor. Namun demikian, pandemi yang

membatasi pergerakan manusia sebagai

langkah pencegahan perluasan memberikan

tekanan yang besar pada konsumsi dan ekspor.

Nilai konsumsi Provinsi Papua Barat sebesar

Rp25,51 triliun mampu memberikan kontribusi

30,77 persen terhadap PDRB. Adapun nilai net

ekspor sebesar Rp20,55 triliun memiliki kontribusi

terhadap PDRB sebesar 24,79 persen.

A.1.2.1.2 Investasi (Investment)

Investasi dalam teori ekonomi didefinisikan

sebagai pengeluaran untuk membeli barang-

barang modal dan peralatan-peralatan

produksi dengan tujuan untuk mengganti dan

terutama menambah barang-barang modal

yang akan digunakan untuk memproduksi

barang dan jasa di masa yang akan datang.

Pembelian dalam rangka investasi dapat

dilakukan oleh individu atau perusahaan untuk

menambah persedian modal (Mankiw, 2013).

Nilai investasi Provinsi Papua Barat tahun 2020

sebagaimana tercermin dari nilai Pembentukan

Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar Rp18,25

triliun. Tingkat pertumbuhan ekonomi daerah

yang mantap dan berkesinambungan dalam

jangka panjang hanya dapat tercapai jika

masyarakat mampu mempertahankan proporsi

investasi yang cukup besar dan efisien

terhadap PDRB. Salah satu indikator untuk

mengukur tingkat efisiensi suatu perekonomian

adalah ICOR (Incremental Capital-Output

Ratio) sebagai sebuah rasio yang menunjukan

besarnya tambahan kapital (investasi) baru

yang dibutuhkan untuk menaikkan/menambah

satu unit output. Semakin tinggi rasio ICOR

menandakan bahwa tingkat efisiensi semakin

rendah. Rasio ICOR dihitung menggunakan

rumus sebagai berikut:

ICOR= I / ∆Y

dimana:

I = Nilai Investasi (PMTB)

∆Y = Perubahan PDRB

Nilai ICOR Provinsi Papua Barat selama 5 tahun

terakhir cenderung fluktuatif. Jika pada tahun

2016 sebesar 4,43 dan setahun berikutnya naik

menjadi 4,91 maka tahun 2018 kembali turun

menjadi 3,14 atau menunjukkan tingkat

kebocoran investasi yang semakin rendah.

Sayangnya pada tahun 2019 nilai ICOR Provinsi

Papua Barat kembali meningkat hingga

menjadi 7,4. Pada tahun 2020, angka ICOR

Provinsi Papua Barat turun menjadi -22,7 yang

disebabkan oleh nilai investasi jauh yang lebih

kecil dari tahun sebelumnya. Nilai investasi yang

rendah ini sebagai akibat dari pandemi yang

membuat investor lebih banyak menahan diri

hingga tingkat konsumsi kembali pulih.

A.1.2.1.3 Pembelian Pemerintah

Pembelian pemerintah (government purchase)

merupakan pengeluaran pemerintah terhadap

barang dan jasa yang terdiri dari konsumsi

pemerintah (government consumption) dan

investasi pemerintah (government investment).

4.43 4.913.14

7.40

-22.70-24.00

-20.00

-16.00

-12.00

-8.00

-4.00

0.00

4.00

8.00

2016 2017 2018 2019 2020

Garfik 2.6Perkembangan ICOR Provinsi Papua Barat Tahun

2016 - 2020

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 49: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

23 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Konsumsi pemerintah pada tahun 2020 menjadi

komponen utama dalam mendorong

produktivitas yang terhenti. Konsumsi

pemerintah mampu mengambil peran utama

melalui program PEN yang diakselerasi dalam

menggerakkan kegiatan ekonomi. Komponen

pengeluaran pemerintah Provinsi Papua Barat

pada tahun 2020 sebesar Rp11,01 triliun dengan

kontribusi sebesar 20,51 persen atau naik dari

tahun sebelumnya (18,98 persen). Dengan

peningkatan kontribusi terhadap PDRB Provinsi

Papua Barat, pembelian pemerintah menjadi

penopang pertumbuhan ekonomi yang

mampu kembali kearah yang lebih baik ketika

pandemi menyebabkan perlambatan konsumsi

masyarakat maupun investasi.

A.1.2.1.4 Ekspor Bersih (Net Export)

Perdagangan internasional adalah pertukaran

barang dan jasa lintas batas negara (cross-

border flow). Dengan adanya perdagangan

internasional, memungkinkan terjadinya

efisiensi yang timbul dari kompetisi antar

produsen dalam menjual produk dengan harga

yang terendah (competitive price) dalam suatu

proses supply and demand atau dalam suatu

mekanisme pasar (Seyoum, 2009). Komponen

perdagangan internasional terdiri dari ekspor

dan impor. Ekspor merupakan nilai barang dan

jasa yang dijual ke luar negeri, sedangkan

impor merupakan nilai barang dan jasa yang

disediakan untuk dalam negeri. Selisih

keduanya disebut sebagai net ekspor. Sebagai

salah satu komponen PDB, net ekspor

merupakan nilai bersih dari penjualan barang/

jasa ke luar negeri dikurangi pembelian dari luar

negeri yang menghasilkan pendapatan untuk

dalam negeri (Mankiw, 2013). Pada tahun 2020,

komponen net ekspor Provinsi Papua Barat

sebesar US$1,73 miliar dengan kontribusi

terhadap PDRB sebesar 24,79 persen atau

menurun jika dibandingkan dengan besaran

(US$1.96 miliar) dan kontribusi (29,32 persen)

pada tahun 2019 sebagai konsekuensi dari

penurunan permintaan global.

A.1.2.1.4.1 Ekspor

Ekspor merupakan nilai barang dan jasa yang

dijual ke negara lain (Mankiw, 2013). Komoditas

ekspor Provinsi Papua Barat terbesar yaitu raw

material resources berupa gas alam dan

minyak bumi, dengan kontribusi mencapai 98

persen dari total nilai ekspor yang ada. Adapun

sisanya berupa perhiasan/permata, kayu,

barang dari kayu, garam, belerang, kapur

(semen), ikan, udang, daging, ikan olahan,

sabun dan preparat pembersih.

Pada tahun 2020 total nilai ekspor Provinsi

Papua Barat mencapai US$1.795,85 juta atau

turun siginifikan sebesar 23,01 persen dari ekspor

tahun sebelumnya sebesar US$2.332,58 juta

disebabkan menurunnya permintaan global

akibat pandemi. Sementara harga komoditas

migas di pasar internasional yang lebih rendah

dibandingkan tahun 2019 juga turut

100.0

150.0

200.0

250.0

300.0

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des2020 181.0 157.0 119.6 176.9 169.5 135.5 120.4 123.7 130.3 156.6 131.1 194.32019 247.1 222.0 173.5 116.0 184.4 191.3 169.5 188.3 181.0 159.4 254.8 245.32018 279.9 165.2 205.1 184.2 232.0 226.0 298.5 241.8 184.5 271.7 251.3 283.7

Grafik 2.7 Perkembangan Ekspor Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2020 (US$ juta)

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 50: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

24

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

memberikan pengaruh pada besaran nilai

ekspor yang turun. Nilai ekspor tertinggi terjadi

pada bulan Desember sebesar US$194,33 juta

ketika volume ekonomi Tiongkok kembali

meningkat seiring pandemi yang berkurang

pesat dan kenaikan konsumsi akhir tahun,

sedangkan nilai ekspor terendah terjadi pada

bulan Maret sebesar US$119,6 juta.

Selama tahun 2020 terdapat 3 (tiga) negara

yang menjadi tujuan utama ekspor Provinsi

Papua Barat yaitu Tiongkok, Korea Selatan dan

Jepang dengan kontribusi total mencapai 90,5

persen. Nilai ekpor ke Tiongkok sebesar

US$1.136,25 juta (69 persen), Korea selatan

sebesar US$335,42 juta (20,64 persen) dan

Jepang sebesar US$153,62 juta (9,45 persen).

A.1.2.1.4.2 Impor

Impor merupakan nilai barang dan jasa yang

dibeli dari negara lain (Mankiw, 2013).

Komoditas impor Provinsi Papua Barat berupa

mesin-mesin/ pesawat mekanik; mesin/

peralatan listrik; benda-benda dari besi dan

baja; barang-barang rajutan; benda-benda

dari batu; gips dan semen; berbagai barang

logam dasar; garam; belerang dan kapur;

perkakas serta perangkat potong.

Pada tahun 2020 total nilai impor Provinsi Papua

Barat sebesar US$66,53 juta atau turun signifikan

sebesar 82,23 persen dari tahun sebelumnya

sebesar US$374,34 juta. Nilai impor yang rendah

terjadi selama pandemi ketika perdagangan

dan produktivitas industri di Papua Barat

menurun, serta konsumsi masyarakat tertahan

karena harus sering berada di rumah. Impor

dengan nilai tertinggi Provinsi Papua Barat

terjadi pada bulan Februari sebesar US$33,53

juta. Sementara itu pada bulan Desember, nilai

impor Provinsi Papua Barat berada pada angka

terkecil sebesar US$0,11 juta.

A.1.2.2 PDRB Sisi Penawaran

PDRB sisi ini dihitung berdasarkan pendekatan

produksi yaitu jumlah nilai tambah atas barang

dan jasa yang dihasilkan dari sektor-sektor

produksi. Dari keseluruhan sektor yang ada,

kontribusi tertinggi terhadap PDRB tahun 2020

berasal dari sektor industri pengolahan

mencapai 25,67 persen dengan nilai Rp21,47

triliun. Nilai tersebut turun dibanding tahun

sebelumnya (Rp21,71 triliun atau 25,74 persen)

dipengaruhi oleh pandemi yang mengganggu

perekonomian. Kemudian diikuti sektor

Industri Pengolahan

25.70%

Pertambangan/ Penggalian

17.33%

Konstruksi15.11%

Sektor Lainnya12.27%

Pertanian, dkk10.81%

Adm Pemerintahan

10.96%Perdagangan7.82%

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Grafik 2.9Kontribusi Sektoral Terhadap PDRB Provinsi

Papua Barat Tahun 2020 (Persen)

0

24

48

72

96

120

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des2020 10.03 33.53 2.72 3.00 0.35 3.49 0.48 3.27 5.89 0.52 3.14 0.112019 5.24 8.07 38.04 21.01 22.86 0.06 118.3 78.16 10.53 36.17 10.5 25.392018 0.96 0.00 1.45 2.06 7.81 0.00 0.46 2.39 4.75 0.51 4.53 32.45

Grafik 2.8 Perkembangan Impor Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2020 (US$ juta)

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 51: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

25 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

pertambangan dan penggalian sebesar 17,31

persen dengan nilai Rp14,48 triliun. Minyak bumi

dan gas alam merupakan sumber utama PDRB

pada kedua sektor tersebut.

A.1.3 PDRB per Kapita

Indikator ini menunjukan nilai kontribusi tiap

penduduk terhadap perekonomian suatu

daerah dalam menghasilkan barang dan jasa

pada periode waktu satu tahun. Setelah selama

periode 2016–2019 PDRB per Kapita Provinsi

Papua Barat mengalami peningkatan

walaupun dengan pertumbuhan yang

terbatas, tahun 2020 turun menjadi Rp73,66 juta.

Penurunan ini diakibatkan oleh pertumbuhan

ekonomi yang mengalami kontraksi.

A.2 Inflasi

Inflasi merupakan kenaikan harga secara

umum (Mankiw, 2013). Jika kenaikan harga

barang hanya berasal dari satu atau dua

barang saja, maka tidak dapat disebut sebagai

inflasi, kecuali bila kenaikan itu meluas dan

berimplikasi pada kenaikan harga barang

lainnya. Inflasi dihitung berdasarkan perubahan

Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK itu sendiri

merupakan rata-rata dari perubahan harga

suatu komoditas dalam suatu kurun waktu

tertentu. Perubahan IHK dari waktu ke waktu

menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi) atau

tingkat penurunan (deflasi) dari suatu

komoditas.

Secara umum, iInflasi digolongkan ke dalam

tiga jenis yaitu: inflasi inti, inflasi makanan yang

bergejolak (volatile food inflation) dan inflasi

harga yang diatur (administered price inflation).

Inflasi inti (core inflation) adalah inflasi yang

perkembangan harganya dipengaruhi oleh

perkembangan ekonomi secara umum, yaitu

faktor-faktor fundamental seperti ekspektasi

inflasi, nilai tukar, dan keseimbangan

permintaan dan penawaran agregat yang

akan berdampak pada perubahan harga-

harga secara umum. Sementara itu, volatile

food inflation adalah inflasi bahan makanan

yang perkembangan harganya sangat

bergejolak karena faktor-faktor tertentu yang

mempengaruhi kecukupan pasokan komoditas

yang bersangkutan seperti faktor musim panen,

gangguan distribusi, bencana alam dan hama.

Adapun administered price inflation adalah

inflasi yang perkembangan harganya diatur

oleh pemerintah.

Laju inflasi umum Provinsi Papua Barat tahun

2020 mencapai 0,71 persen, jauh lebih rendah

dari inflasi tahun sebelumnya sebesar 1,93

74.52

78.43

84.95

87.91

73.66

60

70

80

90

2016 2017 2018 2019 2020

Grafik 2.10Perkembangan PDRB per Kapita Provinsi Papua

Barat Tahun 2016 - 2020 (juta Rp/tahun)

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

5.34

3.62

1.44

5.21

1.93

0.71

3.35

3.02

3.61

3.13 2.72

1.68

0

2

4

6

2015 2016 2017 2018 2019 2020

Grafik 2.11Pergerakan Laju Inflasi Provinsi Papua Barat dan

Nasional Tahun 2015 – 2020

Pabar NasionalSumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 52: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

26

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

persen dan inflasi nasional sebesar 1,68 persen.

Pencapaian tersebut melebihi target inflasi

yang ditetapkan dalam dokumen Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun 2017-2021

dimana pada tahun 2020 target inflasi

ditetapkan sebesar 3,67 persen. Pandemi yang

terjadi sepanjang tahun 2020 telah menekan

laju pergerakan harga dengan adanya

penurunan volume transaksi jual beli.

Keberhasilan Tim Pengendali Inflasi Daerah

(TPID) dalam pengendalian tingkat inflasi

hingga mampu berada pada kisaran -0,87

sampai dengan 0,99 terdorong oleh pandemi

yang menurunkan konsumsi masyarakat.

Selama tahun 2020, perkembangan harga-

harga (bulanan) di Provinsi Papua Barat tidak

mengalami perubahan yang signifikan bahkan

cenderung tertekan (deflasi). Covid-19 telah

mempengaruhi komponen core inflation dan

volatile food pada sisi penawaran dan

permintaan. Peningkatan intensitas curah hujan

dan tingginya gelombang laut tidak menjadi

faktor utama terhadap perubahan harga

sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.

Berkurangnya hasil produksi dan pasokan

bahan makanan terjadi disebabkan oleh

pembatasan mobilitas manusia dan barang

dalam rangka pencegahan pandemi.

Disamping itu, komponen administered price

tidak mengalami tekanan, sebagai imbas dari

turunnya harga komoditas minyak mentah di

pasar internasional yang berdampak pada

stabilnya harga dan pasokan BBM.

Tekanan inflasi yang besar di Papua Barat

tercatat hanya terjadi di bulan November (0,79)

dan Desember (0,99). Pada kedua bulan ini

Papua Barat dihadapkan pada persiapan dan

momen liburan sekolah, natal dan tahun baru

sehingga harga-harga mengalami tekanan

inflasi, namun dengan tingkat yang cukup

terkendali. Kelompok volatile food seperti beras,

daging, ikan, telur, susu, sayur-sayuran serta

kacang-kacangan dan adanya kenaikan

harga tiket pada kelompok transportasi menjadi

penyumbang terbesar inflasi. Selain itu,

pembatasan mobilitas yang semakin longgar

dengan penerapan protokol kesehatan

mampu menggeliatkan kembali kegiatan

transaksi jual beli di momen libur panjang.

Tabel 2.1 Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran

Provinsi Papua Barat Tahun 2020 (persen)

Kelompok Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Umum -0.45 0.31 -0.35 0.24 -0.01 0.46 0.23 -0.15 -0.47 -0.87 0.79 0.99

Bahan Makanan 0.51 1.44 -0.18 1.46 0.15 0.80 -0.29 -0.33 -0.55 -1.55 1.26 1.08

Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 0.62 0.43 1.54 0.27 0.00 0.37 0.97 0.65 0.00 0.00 0.02 0.01

Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar -0.29 -0.10 0.03 0.20 -0.16 0.27 -0.02 -0.01 -0.01 -0.14 -0.06 -0.02

Sandang 0.17 -0.54 -0.27 -0.01 -1.14 -1.01 0.28 -0.28 -0.04 -1.03 0.26 0.07

Kesehatan 0.45 0.05 1.14 0.05 0.32 0.37 0.23 0.04 0.00 -0.01 1.10 1.24

Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 1.17 -0.33 1.14 0.00 0.09 -0.58 0.55 1.83 0.76 -0.02 -0.67 0.12

Transpor dan Komunikasi dan Jasa Keuangan 0.06 -2.33 -0.02 -3.71 0.00 1.04 2.21 -2.06 -2.85 -2.20 2.63 5.55

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 53: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

27 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

A.3 Suku Bunga

Suku bunga merupakan biaya dari suatu

pinjaman atau harga yang dibayar untuk sewa

dana (Mishkin, 2015). Kebijakan suku bunga

dilakukan oleh bank sentral selaku pemegang

otoritas moneter. Sebagai pemegang otoritas

moneter di Indonesia, Bank Indonesia

menetapkan BI Rate sebagai suku bunga

acuan yang mencerminkan sikap dari

kebijakan moneter apakah dovish (longgar)

atau hawkish (ketat). Selama tahun 2020, Bank

Indonesia selaku pemegang kewenangan atas

kebijakan moneter, menerapkan kebijakan

yang cenderung longgar, ditandai dengan

turunnya suku bunga acuan BI 7-Day Repo Rate

dibandingkan tahun sebelumnya sebagai

bagian dari upaya pemulihan ekonomi.

Setelah sempat ditetapkan sebesar 5,00 persen

pada awal tahun 2020 sebagai bentuk

optimisme akan kondisi perekonomian dan

melanjutkan kebijakan yang hawkish tahun

sebelumnya, suku bunga acuan perlahan

menurun hingga 4 kali menjadi 4.00 persen di

bulan Juli. Adanya penurunan tersebut

dilakukan untuk mendorong sektor riil agar

mampu mengatasi efek buruk pandemi yang

menjadi guncangan hebat sejak bulan Maret.

Kemudian pada bulan November, suku bunga

acuan BI 7-Day Repo Rate kembali turun

menjadi 3,75 persen dan bertahan sampai

dengan akhir tahun 2020. Kebijakan Bank

Indonesia yang menurunkan suku bunga

merupakan bentuk peran serta dalam

menggerakkan permintaan, konsumsi dan

investasi agar kembali seperti sediakala.

Pada tahapan selanjutnya, penetapan suku

bunga acuan yang rendah, diharapkan dapat

ditindaklanjuti oleh lembaga keuangan

dengan turut menurunkan suku bunga

pinjaman. Melalui penurunan suku bunga

pinjaman ini, kebijakan hawkish Bank Indonesia

dapat bertransmisi menjadi penambahan

modal kerja, investasi baru dan peningkatan

konsumsi yang bermuara pada kembali

tumbuhnya perekonomian. Secara umum,

pada tahun 2020 suku bunga pinjaman

konsumsi lebih besar dari suku bunga pinjaman

modal kerja dan investasi, berbeda dengan

tahun 2019 dengan kondisi sebaliknya.

Pada awal tahun, rata-rata suku bunga

pinjaman konsumsi sebesar 11,43 persen, lebih

besar dari rata-rata suku bunga pinjaman

modal kerja (10,08 persen) dan investasi (9,87

persen). Perlahan konsisten menurun hingga

pada akhir tahun 2020, suku bunga pinjaman

10.08 10.01 9.919.68

9.55 9.43 9.41 9.38 9.37 9.32 9.25 9.159.87 9.83

9.709.45

9.32 9.30 9.21 9.16 9.06 9.01 8.96 8.88

11.43 11.41 11.37 11.29 11.22 11.20 11.16 11.13 11.10 11.05 11.00 10.97

9

10

11

12

13

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 2.13Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Pinjaman pada

Lembaga Keuangan Tahun 2020 (persen)

Modal Kerja Investasi Konsumsi

Sumber: Bank Indonesia (data diolah)

5.004.75

4.50 4.50

4.504.25

4.00 4.00 4.00 4.00

3.753.75

6.00 6.00 6.00 6.00 6.00 6.005.75

5.505.25

5.00 5.00 5.00

4.25 4.25 4.25 4.25

4.75

5.255.25

5.50

5.75 5.756.00 6.00

3.0

3.5

4.0

4.5

5.0

5.5

6.0

6.5

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 2.12 Perkembangan BI 7-Day Repo Rate

Tahun 2018-2020 (persen)

2020 2019 2018

Sumber: Bank Indonesia (data diolah)

Page 54: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

28

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

konsumsi turun menjadi 11,00 persen, sementara

itu suku bunga pinjaman modal kerja dan

investasi mencapai tingkat single digit interest

rate of loans masing-masing menjadi 9,25

persen dan 8,96 persen. Tampaknya kebijakan

yang longgar dengan menurunkan suku bunga

acuan untuk mendorong pemulihan selama

tahun 2020 diikuti oleh penurunan suku bunga

pinjaman pada lembaga keuangan.

Dengan suku bunga ritel yang cenderung

menurun, jumlah pinjaman pada lembaga

keuangan di Papua Barat mengalami kenaikan

khususnya sejak bulan Agustus ketika

pemerintah pusat dan daerah semakin masif

mendorong pemulihan ekonomi melalui

program PEN. Selain itu, masyarakat yang sudah

mulai menjalankan kegiatan produksi, distribusi,

dan kegiatan operasional lainnya turut

menyebabkan kenaikan pada semua kategori

pinjaman.

Sementara itu, sebagai respon atas tren

penurunan suku bunga pinjaman, rata-rata suku

bunga simpanan pada lembaga perbankan

juga bergerak turun, bahkan menjadi yang

terkecil dalam kurun waktu 3 tahun terakhir.

Kondisi ini menunjukkan bahwa dengan spread

(selisih) yang cukup lebar dengan suku bunga

simpanan, margin bunga bersih atau Net

Interest Margin (NIM) yang masih cukup tinggi

lembaga keuangan masih enggan mengambil

risiko dikala pandemi masih belum akan usai. Di

sisi lain, lembaga keuangan juga turut

berupaya mendorong masyarakat untuk tetap

berinvestasi di sektor riil dan tidak

menempatkan uang hanya sebagai simpanan

agar perekonomian kembali bergeliat. Pada

awal tahun 2020, rata-rata suku bunga

simpanan sebesar 1,33 persen. Kemudian

konsisten bergerak turun sehingga pada akhir

tahun, rata-rata suku bunga simpanan berada

pada angka 0,82 persen.

A.4. Nilai Tukar

Nilai tukar mata uang suatu negara dibedakan

atas nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai

tukar nominal suatu mata uang atau kurs

merupakan harga relatif dari suatu mata uang

terhadap mata uang lainnya. Adapun nilai

tukar riil merupakan harga relatif dari barang/

jasa antar dua negara (Mishkin, 2015). Saat ini

hampir semua negara tidak bisa lepas dari

interaksi ekonomi dengan luar negeri. Sebagai

mata uang global, US$ banyak digunakan

untuk kegiatan perdagangan internasional. Tak

1.13 1.11 1.08 1.050.99 0.99

0.94 0.92 0.910.86

0.83 0.82

1.23 1.24 1.23 1.17 1.16 1.18 1.19 1.18 1.18 1.14 1.15 1.18

1.37 1.35 1.33 1.311.37

1.29 1.28 1.27 1.27 1.26 1.26 1.25

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 2.15Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Simpanan

pada Lembaga Tahun 2018-2020 (persen)

2020 2019 2018Sumber: Bank Indonesia (data diolah)

3.89 3.91 3.91 3.89 3.82 3.87 3.85 3.91 4.00 4.02 4.08 4.23

1.44 1.53 1.54 1.53 1.54 1.57 1.55 1.74 1.61 1.59 1.61 1.60

7.73 7.82 7.89 7.87 7.84 7.86 7.87 7.89 8.07 8.08 8.13 8.17

0.00

1.50

3.00

4.50

6.00

7.50

9.00

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Grafik 2.14Perkembangan Jumlah Pinjaman pada Lembaga

Keuangan Tahun 2020 (triliun Rp)

Modal Kerja Investasi KonsumsiSumber: Bank Indonesia (data diolah)

Page 55: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

29 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

terkecuali Indonesia, kegiatan ekspor impor

sebagian besar menggunakan US$ sebagai

alat pembayaran. Oleh karena itu pergerakan

kurs rupiah terhadap US$ dijadikan indikator

untuk menentukan kebijakan perekonomian

nasional.

Secara konseptual nilai tukar mata uang

memiliki hubungan negatif terhadap ekspor.

Ketika kurs rupiah terhadap US$ mengalami

apresiasi (penguatan), maka kinerja ekspor

akan tertekan karena harga barang/jasa yang

dijual ke luar negeri menjadi lebih murah, dan

sebaliknya. Selama tahun 2020, kurs rupiah

terhadap US$ secara umum mengalami

depresiasi disebabkan penguatan US$

terhadap seluruh mata uang dunia diikuti

penurunan harga minyak dunia. Di sisi lain,

pelemahan ekonomi dunia karena pandemi

turut andil terhadap pelemahan nilai tukar

rupiah. Dibuka pada awal Januari sebesar

Rp13.662,00 kurs rupiah cenderung bergerak

fluktuatif dengan kecenderungan melemah

ditutup pada angka Rp14.105,01 pada akhir

tahun 2020. Keadaan ini berdampak pada nilai

net ekspor Papua Barat yang masih mampu

berkontibusi terhadap PDRB meskipun

mengalami penurunan volume.

B. INDIKATOR KESEJAHTERAAN Indikator pembangunan yang digunakan untuk

mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat

diantaranya: Indeks Pembangunan Manusia

(IPM), Tingkat Kemiskinan, Tingkat Ketimpangan

(Gini Ratio), dan Kondisi Ketenagakerjaan.

B.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Pembangunan infrastruktur menjadi lebih

produktif jika memiliki sumber daya manusia

(human resources) yang berkualitas. Jika jumlah

SDM berkualitas tidak memadai, maka

pembangunan infrastruktur menjadi kurang

efisien dan efektif. Akibatnya proses produksi

membutuhkan input dengan ekonomi biaya

tinggi (high cost economy) dan kualitas output

yang dihasilkan rendah. Oleh karena itu, para

ekonom berpendapat bahwa rendahnya

investasi pada modal manusia (human capital

resources) merupakan penyebab lambatnya

pertumbuhan. Investasi yang rendah pada

sektor pendidikan, pengetahuan dan

keterampilan menyebabkan produktivitas

modal fisik menurun (Jhingan, 1983).

Untuk mengukur keberhasilan pembangunan

pada modal manusia, PBB (UNDP)

mengkombinasikan pencapaian di bidang

pendidikan, kesehatan dan pendapataan/

pengeluaran riil atau yang dikenal dengan

Human Development Index (HDI)/Indeks

Sumber: United Nations Development Programme (UNDP)

Gambar 2.1 Komponen Pembentuk IPM dan Klasifikasi Capaian

13,662.00

14,234.00

14,234.00

15,157.01

14,733.01

14,302.00

14,653.01

14,554.00

14,918.00

14,690.00

14,128.00

14,105.01

13,250

13,750

14,250

14,750

15,250

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik 2.16Tren Pergerakan Kurs Tengah Rupiah

per US$ 1 Tahun 2018-2020

2020 2019 2018Sumber: Bank Indonesia (data diolah)

Page 56: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

30

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Pembangunan Manusia (IPM). Menurut UNDP,

IPM suatu daerah dapat dikelompokkan ke

dalam empat kategori yaitu sangat tinggi (IPM

≥ 80), tinggi (70 ≤ IPM < 80), sedang (60 ≤ IPM <

70) dan rendah ( IPM < 60).

Walaupun masih tertinggal dari daerah lain dan

masuk kategori sedang, pencapaian IPM

Provinsi Papua Barat mengalami peningkatan

tiap tahun. Pada tahun 2020 IPM Provinsi Papua

Barat mencapai nilai 65,09 jauh di bawah IPM

nasional sebesar 71,94, namun mencatat

pertumbuhan yang positif sebesar 0.6 persen

dibanding tahun 2019 atau tertinggi diantara

seluruh provinsi. Kemudian sejak tahun 2010 IPM

Provinsi Papua Barat memiliki pertumbuhan

rata-rata per tahun sebesar 0,89 persen. Angka

pertumbuhan ini menjadikan Provinsi Papua

Barat sebagai salah satu Provinsi dengan

pertumbuhan IPM tercepat secara nasional.

Jika dilihat per daerah, pencapaian IPM di

Provinsi Papua Barat tidak ada yang masuk

dalam kategori sangat tinggi, bahkan masih

banyak daerah yang masuk kategori IPM

rendah diantaranya Sorong Selatan,

Tambrauw, Maybrat, Manokwari Selatan dan

Pegunungan Arfak. Sementara itu hanya 2

(dua) daerah yang masuk kategori IPM tinggi

yaitu Kab. Manokwari dan Kota Sorong.

Adapun daerah yang masuk kategori sedang

yaitu Fakfak, Kaimana, Teluk Bintuni, Sorong,

Raja Ampat, dan Teluk Wondama.

IPM Kota Sorong dan Kab Manokwari yang

tinggi menunjukan adanya korelasi antara

status suatu daerah sebagai pusat

perekonomian atau pemerintahan dengan

pencapaian nilai IPM. Sebaliknya, ketika suatu

daerah jauh dari pusat perekonomian/

pemerintahan, seperti Kab Pegunungan Arfak

yang merupakan daerah pemekaran baru

memiliki nilai IPM yang jauh tertinggal.

B.2. Kemiskinan

Konsep kemiskinan seringkali dihubungkan

antara tingkat pendapatan dan kebutuhan

seseorang. Jika pendapatan tidak mampu

memenuhi kebutuhan minimum, maka

seseorang dapat dikatakan miskin. Ravallion

(1995) menyebutkan ciri khas dari kemiskinan

diantaranya kelaparan, ketidakberdayaan,

terpinggirkan, tidak mempunyai tempat

tinggal, dan apabila sakit tidak memiliki dana

untuk berobat. Selain itu, orang miskin pada

umumnya tidak dapat membaca karena tidak

mampu untuk bersekolah dan tidak memiliki

pekerjaan.

-

Sangat Tinggi

Manokwari (72,01)

Kota Sorong (78,45)

TinggiFakfak (68,36)

Kaimana (65,00)

Teluk Bintuni (64,55)

Kab. Sorong (65,74)

Raja Ampat (63,89)

SedangPegunungan Arfak (56,33)

Sorong Selatan (62,42)

Tambrauw (53,45)

Maybrat (59,52)

Mansel (59,84)

Wondama (60,21)

Rendah

Gambar 2.2 IPM Kab/ Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2020

Berdasarkan Klasifikasi UNDP

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

62.21 62.99 63.7464.70 65.09

70.18 70.81 71.39 71.92 71.94

50

55

60

65

70

75

2016 2017 2018 2019 2020

Grafik 2.17Perkembangan Nilai IPM (Metode Baru) Provinsi

Papua Barat dan Nasional Tahun 2016-2020

Papua Barat NasionalSumber: BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 57: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

31 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Sebagaimana terjadi pada sebagian daerah,

Provinsi Papua Barat dihadapkan pada

masalah kemiskinan yang cukup pelik. Tingkat

kemiskinan Provinsi Papua Barat sangat tinggi,

hingga menduduki peringkat kedua secara

nasional setelah Provinsi Papua. Pada tahun

2020 tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat

mencapai 21,7 persen, lebih besar dari tahun

2019 sebesar 21.51 dan jauh lebih tinggi jika

dibandingkan dengan tingkat kemiskinan

nasional (10,19 persen). Keadaan tersebut

menunjukan bahwa upaya penurunan tingkat

kemiskinan yang selama beberapa tahun telah

menunjukkan keberhasilan dengan tren

menurun mengalami tekanan karena

pandemi. Selama pandemi, penduduk miskin

telah bertambah ±6600 jiwa disebabkan oleh

tertahannya perekonomian sehingga

menambah beban sehari-hari masyarakat.

Pembatasan sosial yang dilakukan membuat

mata pencaharian masyarakat di sektor

informal terganggu. Adanya kesulitan dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya, membuat

jumlah masyarakat miskin bertambah.

Berdasarkan tipologinya, tingkat kemiskinan

Provinsi Papua Barat di pedesaan sangat tinggi

bahkan stabil di atas level 30 persen, namun

sebaliknya tingkat kemiskinan di perkotaan

berada pada kisaran 5 persen. Pada tahun 2017

tingkat kemiskinan pedesaan Provinsi Papua

Barat mencapai 35,12 persen, kemudian terus

turun menjadi 33,2 persen pada tahun 2019,

dan tetap bertahan hingga tahun 2020. Melihat

kondisi tersebut, sudah seharusnya program

pemerintah lebih difokuskan ke pedesaan baik

dalam rangka investasi ekonomi yang bersifat

produktif maupun investasi manusia di bidang

pendidikan, kesehatan, perumahan dan

layanan sosial lainnya. Terlebih lagi, di masa

pandemi jaring pengaman sosial yang

disebarkan pemerintah melalui program PEN

harus bermula dari pedesaan agar masyarakat

khususnya masyarakat desa yang memiliki lebih

5.16 5.57 5.47 6.31

35.12 34.29 33.2 33.2

0

10

20

30

40

2017 2018 2019 2020

Grafik 2.19Tingkat Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan

Tahun 2017 - 2020 (persen)

Perkotaan Pedesaan

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

23.12 22.6621.51 21.7

10.12 9.66 9.2210.19

0

5

10

15

20

25

2017 2018 2019 2020

Grafik 2.18Tingkat Kemiskinan Papua Barat dan Nasional Tahun

2017 - 2020 (persen)

Pabar NasionalSumber: BPS RI dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

34.87%34.37%

32.38%32.08%

30.49%29.89%

29.35%23.80%

21.54%18.67%

17.53%16.04%

15.29%

10% 20% 30% 40%

Pegunungan Arfak

Tambrauw

Teluk Wondama

Maybrat

Teluk Bintuni

Manokwari Selatan

Sorong

Fakfak

Manokwari

Sorong Selatan

Raja Ampat

Kaimana

Kota Sorong

Grafik 2.20Tingkat Kemiskinan Kab/Kota di Provinsi Papua

Barat Tahun 2020

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 58: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

32

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

banyak keterbatasan dapat bertahan hidup.

Jika dilihat angka setiap daerah, pada tahun

2020 seluruh kabupaten/ kota di Provinsi Papua

Barat memiliki tingkat kemiskinan di atas

nasional dengan tingkat kemiskinan tertinggi

yaitu Kab. Pegunungan Arfak dan Tambraw

masing-masing sebesar 34,87 persen dan 34,37

persen. Adapun kemiskinan terendah dimiliki

Kota Sorong dan Kab Kaimana masing-masing

sebesar 15,29 persen dan 16,04 persen.

B.3. Ketimpangan

Sebuah keniscayaan bahwa pembangunan

mengharuskan adanya tingkat pendapatan

yang tinggi dan pertumbuhan berkelanjutan.

Namun demikian, tingkat pendapatan yang

tinggi perlu didukung oleh indikator lainnya

berupa pemerataan distribusi pendapatan.

Distribusi pendapatan yang timpang

menyebabkan terjadinya konflik sosial dalam

masyarakat meskipun hal tersebut bukan hanya

disebabkan oleh faktor ekonomi (Cramer,

2001). Jika peningkatan pendapatan hanya

melibatkan sebagian kecil orang kaya, maka

penanggulangan kemiskinan akan bergerak

melambat dan ketimpangan semakin tinggi.

Salah satu cara untuk mengukur tingkat

distribusi pendapatan adalah menggunakan

Rasio Gini (Gini Ratio) yang mampu

memberikan gambaran derajat ketimpangan

dalam suatu daerah dengan nilai yang terletak

antara 0 (kemerataan sempurna) hingga 1

(ketidakmerataan sempurna).

Tingkat distribusi pendapatan Provinsi Papua

Barat tahun 2017-2020 tercatat fluktuatif namun

masih timpang, ditandai dengan nilai gini ratio

yang turun dalam tiga tahun terakhir setelah

sebelumnya meningkat. Selama kurun waktu

tersebut, ketidakmerataan pendapatan di

Provinsi Papua Barat masuk dalam kategori

sedang. Pada tahun 2018 gini ratio Provinsi

Papua Barat sebesar 0,391 berada jauh di atas

angka nasional, kemudian turun menjadi

0,381pada tahun 2019 dengan kondisi yang

sama. Akan tetapi pada tahun 2020 gini ratio

yang kembali turun (0.376) akhirnya berada di

bawah angka nasional. Hal ini berarti bahwa

tingkat ketimpangan pada tahun pandemi

justru mampu turun karena pendapatan seluruh

lapisan masyarakat mengalami penurunan.

B.4. Ketenagakerjaan

Untuk melihat kondisi ketenagakerjaan di suatu

daerah diantaranya dapat tercermin pada

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan

tingkat pengangguran.

B.4.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Indikator ini menunjukan persentase jumlah

angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja.

Semakin tinggi TPAK menunjukkan semakin

tinggi pula pasokan tenaga kerja (labour

supply) yang tersedia untuk memproduksi

barang dan jasa pada suatu daerah. TPAK

Provinsi Papua Barat tahun 2020 mencapai

69,55 persen, mengalami kenaikan dari tahun

sebelumnya sebesar 68,27 persen. Hal ini

mengindikasikan bahwa jumlah angkatan kerja

yang siap untuk bekerja semakin bertambah.

0.390 0.391

0.381

0.376

0.393

0.384

0.38

0.385

0.360

0.370

0.380

0.390

0.400

2017 2018 2019 2020Papua Barat Nasional

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Grafik 2.21Perkembangan Gini Ratio Provinsi Papua Barat

dan Nasional Tahun 2017-2020

Page 59: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

33 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

B.4.2 Tingkat Pengangguran

Secara teoritis, pengangguran memiliki

hubungan negatif terhadap pertumbuhan

ekonomi. Ketika terjadi pertumbuhan ekonomi,

hal tersebut mencerminkan adanya

penambahan output yang membutuhkan

banyak tenaga kerja untuk memenuhi

kapasitas produksi. Arthur Okun melalui studinya

(Okun’s Law) menyebutkan bahwa semakin

tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi maka

tingkat pengangguran akan semakin berkurang

(Blanchard, 2006).

Di saat jumlah pengangguran dan tingkat

pengangguran nasional mengalami kenaikan,

jumlah pengangguran dan tingkat

pengangguran Provinsi Papua Barat juga ikut

bergerak naik. Pada tahun 2019 jumlah

pengangguran Provinsi Papua Barat mencapai

28.846 orang dengan tingkat pengangguran

sebesar 6,43 persen. Kemudian pada tahun

2020, jumlah pengangguran Provinsi Papua

Barat meningkat menjadi 33.501 orang dengan

tingkat pengangguran terseret naik menjadi

6,80 persen. Sebagai konsekuensi dari

penerapan kebijakan pembatasan fisik dan

sosial untuk memutus rantai penularan Covid-19

adalah banyaknya pelaku usaha yang

menutup usahanya secara sementara bahkan

permanen. Kondisi tersebut secara langsung

berdampak pada kehidupan pekerja di Papua

Barat yang mengalami PHK permanen (2.960

orang), PHK sementara (13.199 orang), atau

pengurangan jam kerja (108.578 orang)

sehingga berpengaruh terhadap peningkatan

jumlah penangguran.

B.5. Nilai Tukar Petani

Nilai tukar petani (NTP) adalah salah satu

indikator untuk melihat tingkat kemampuan/

daya beli petani di pedesaan. NTP juga

menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari

produk pertanian dengan barang dan jasa

yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.

Peningkatan NTP mengindikasikan terjadinya

peningkatan kesejahteraan petani, begitu juga

sebaliknya. Penentu terjadinya kenaikan dan

penurunan NTP adalah produktivitas,

permintaan, harga komoditas, harga barang

konsumsi, dan harga pupuk, serta biaya

produksi seperti upah dan modal kerja.

Sepanjang tahun 2020, NTP (bulanan) di Provinsi

Papua Barat sedikit terpengaruh adanya Covid-

19 dengan tercatat lebih rendah dibandingkan

tahun 2019 meskipun masih mengalami surplus

dengan NTP>100. Hanya di bulan Oktober

67.47

67.88

68.27

69.55

66

67

68

69

70

2017 2018 2019 2020

Grafik 2.22TPAK Provinsi Papua Barat Tahun 2017 - 2020 (persen)

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

33,214

26,129 28,846

33,501

7.52

6.45 6.43 6.80

4.00

6.00

8.00

2017 2018 2019 2020 -

10,000

20,000

30,000

40,000

Grafik 2.23Jumlah dan Tingkat Pengangguran Terbuka Papua

Barat Tahun 2017 – 2020 (jiwa, persen)

Jumlah Pengangguran (jiwa) Tingkat Pengangguran Terbuka (persen)

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 60: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

34

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

petani mengalami defisit (NTP sebesar 99,86).

Tren NTP yang cenderung turun di Papua Barat

tidak dipengaruhi oleh perubahan harga

gabah, namun turunnya permintaan utamanya

dari lapangan usaha penyediaan makanan

jadi/restoran yang terkendala pembatasan jam

usaha dan masyarakat yang berdiam di rumah,

mendorong NTP menjadi lebih rendah dari

tahun sebelumnya.

Berdasarkan subsektor, komoditas tanaman

pangan, peternakan dan holtikultura memiliki

rata-rata nilai tukar yang surplus (>100)

sepanjang tahun. Sementara itu, subsektor

perikanan, pembudidaya ikan, nelayan dan

tanaman perkebunan konsisten menjadi

subsektor dengan nilai tukar yang defisit (<100)

pada tahun 2020. Perbedaan nilai yang

signifikan pada dua kelompok subsektor ini

terjadi karena harga ikan budidaya dan

tanaman perkebunan yang rendah akibat

permintaan yang turun namun stok melimpah

karena mudah dikembangkan atau dihasilkan

oleh masyarakat. Demikian halnya dengan ikan

laut yang mudah didapatkan hampir oleh

semua masyarakat di wilayah pesisir sehingga

harga ikan laut cukup rendah dan membuat

tinggal nilai tukar nelayan selalu defisit.

C. EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKROEKONOMI

DAN PEMBANGUNAN REGIONAL

Efektivitas kebijakan makroekonomi dan

pembangunan Provinsi Papua Barat dapat

diketahui dengan melihat kinerja dari setiap

indikator yang ada dengan membandingkan

antara target dan pencapaian dari setiap

indikator yang ditetapkan oleh pemerintah

daerah dalam dokumen RPJMD. Selain itu,

efektivitas kebijakan makroekonomi juga dapat

diketahui dengan melihat pengaruh dari

sebuah indikator makroekonomi dan

pembangunan terhadap indikator lainnya.

99.00

100.00

101.00

102.00

103.00

104.00

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des2020 101.7 101.7 100.6 100.8 100.4 100.9 100.7 100.7 100.1 99.86 100.3 101.02019 101.2 101.7 101.4 100.7 100.6 101.4 103.0 103.5 103.2 102.5 102.6 101.42018 100.0 99.95 99.73 99.90 100.1 100.5 99.88 100.4 100.3 100.5 100.5 100.9

Grafik 2.24Nilai Tukar Petani Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 – 2020 (jiwa, persen)

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 2.2 Nilai Tukar Petani (NTP) Menurut Subsektor

Provinsi Papua Barat Tahun 2020

Subsektor Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

NTP 101.78 101.79 100.69 100.80 100.45 100.97 100.75 100.74 100.14 99.86 100.30 101.08

Tanaman Pangan (NTPP)

106.46 105.83 105.71 105.84 105.44 104.11 104.36 104.78 104.80 104.17 103.44 103.04

Holtikultura (NTPH) 102.90 103.28 99.99 100.64 99.68 101.21 100.70 100.25 99.09 98.04 99.53 101.41

Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR)

96.48 96.46 97.26 96.69 96.88 97.23 97.50 97.59 95.23 95.19 97.79 100.51

Peternakan (NTPT) 103.58 103.41 103.32 103.45 104.21 104.36 105.36 105.31 104.51 105.63 105.72 105.76

Perikanan (NTNP) 95.71 95.71 96.52 95.73 95.55 96.19 94.72 95.23 96.43 96.87 95.27 94.42

Pembudidaya Ikan (NTPi)

95.55 95.58 96.42 95.61 95.43 97.87 98.67 98.98 99.06 98.44 98.28 98.06

Nelayan (NTN) 99.13 98.45 98.61 98.11 98.27 96.12 94.54 95.05 96.30 96.80 95.13 94.25

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 61: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

35 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

C.1 Kinerja Indikator Makroekonomi dan

Pembangunan

Kinerja perekonomian daerah tercermin dari

pencapaian target indikator makroekonomi

dan pembangunan sebagaimana yang telah

ditetapkan pada dokumen RPJMD. Dokumen

RPJMD merupakan rencana pembangunan

daerah untuk periode 5 (lima) tahunan yang

merupakan penjabaran dari visi, misi, dan

program kepala daerah. Sebagai penjabaran

RPJMD tahun keempat, Pemerintah Daerah

Provinsi Papua Barat menetapkan RKPD Tahun

2020 yang memuat target indikator-indikator

makro dan kesejahteraan sebagai ukuran

keberhasilan selama satu tahun.

Tabel 2.3 Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan

Provinsi Papua Barat Tahun 2020

Indikator Target RKPD Kinerja

Pertumbuhan Ekonomi (persen) 7,0 -0,77

Inflasi (persen) 3,67 0,71

Tingkat Kemiskinan (persen) 22,42 21,70

Tingkat Pengangguran (persen) 7,00 6,80

Gini Ratio 0,360 0,376

IPM 64,09 65,09

Sumber: RPJMD, RKPD Provinsi Papua Barat dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah) Sejak ditetapkannya Instruksi Gubernur Provinsi

Papua Barat Nomor 03 Tahun 2020 tentang

Pencegahan Pengendalian Resiko Penularan

Infeksi Covid-19 di Papua Barat pada tanggal

27 Maret 2020 yang menandai awal pandemi

dan pemberlakuan masa tanggap darurat,

disertai dengan himbauan pembatasan

aktivitas, secara langsung berpengaruh

terhadap kondisi makroekonomi Papua Barat.

Volume dan besaran transaksi jual beli yang

seketika berkurang membawa perekonomian

pada arah negatif, serta berdampak lanjutan

pada permasalahan sosial masyarakat lainnya.

Meski demikian, jika membandingkan target

indikator makroekonomi dan pembangunan

Provinsi Papua Barat tahun 2020 dengan angka

capaiannya menunjukkan adanya tingkat

ketercapaian yang tinggi. Tingkat inflasi sebesar

0,99 dan tingkat kemiskinan sebesar 21,37

persen menunjukkan angka yang lebih baik dari

target. Demikian pula dengan IPM yang berhasil

meningkat pada angka 65,09 dan tingkat

pengangguran sebesar 6,80 persen, keduanya

menunjukkan keberhasilan pembangunan.

Sementara indikator lainnya, seperti gini ratio

(0,376) dan pertumbuhan (-0,77 persen) berada

pada angka yang lebih buruk dari target yang

ditetapkan. Tingkat ketercapaian target

indikator-indikator makro dan kesejahteraan

dalam RKPD yang tinggi disebabkan karena

penetapan target tidak memperkirakan

datangnya pandemi yang memang tidak

diduga dan memberikan guncangan terhadap

kondisi sosial-ekonomi.

C.2 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi

Terhadap Kemiskinan: Pendekatan

Model Panel Data

C.2.1 Landasan Teori

Salah satu masalah perekonomian yang cukup

rumit dan hampir terjadi di setiap negara yaitu

tingginya angka kemiskinan. Terdapat tiga

penyebab utama timbulnya masalah

kemiskinan. Pertama, prasarana dan sarana

pendidikan yang tidak memadai sehingga

menyebabkan tingginya jumlah penduduk

buta huruf dan tidak memiliki ketrampilan/

keahlian. Kedua, sarana kesehatan dan pola

konsumsi buruk sehingga hanya sebahagian

kecil penduduk yang bisa menjadi tenaga kerja

produktif. Ketiga, penduduk terkonsentrasi di

sektor pertanian dan pertambangan dengan

Page 62: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

36

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

metode produksi yang telah usang dan

ketinggalan zaman (Jhingan, 1983).

Sebagaimana dikatakan Nurkse, daerah yang

terbelakang pada umumnya terjerat ke dalam

lingkaran kemiskinan (vicious circle of poverty).

Menurut Nurkse, adanya lingkaran kemiskinan

disebakan oleh rendahnya tingkat pendapatan

sehingga menyebabkan tingkat permintaan

rendah. Dengan tingkat permintaan yang

rendah, mengakibatkan tingkat investasi pun

rendah. Tingkat investasi yang rendah kembali

menyebabkan modal kurang dan produktivitas

rendah. dan begitu seterusnya hingga

membentuk sebuah lingkaran sebab akibat dari

kemiskinan (Jhingan, 1983).

Dari berbagai teori pertumbuhan yang

dikemukakan oleh banyak ekonomi seperti Teori

Harold Domar, Teori Solow, Big Push Theory, dan

Teori Rostow maka dapat diambil kesimpulan

bahwa terdapat tiga faktor utama dalam

pertumbuhan ekonomi, yaitu: akumulasi modal

yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi

baru, pertumbuhan penduduk dan kemajuan

teknologi. Investasi melalui penyerapan tenaga

kerja baik oleh swasta maupun pemerintah,

perkembangan teknologi yang semakin inovatif

dan produktif, serta pertumbuhan penduduk

melalui peningkatan modal manusia (human

capital) diharapkan mampu mengurangi

jumlah kemiskinan yang ada. Sehingga ketika

terjadi pertumbuhan ekonomi berarti terjadi

pertumbuhan pendapatan atau produksi dari

barang-barang yang dihasilkan maka

diharapkan akan menurunkan kemiskinan

dengan memutus mata rantai lingkaran

kemiskinan. Dengan adanya pertumbuhan

ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

produktivitas yang ada, sehingga dengan

kenaikan produktivitas maka pendapatan per

kapita juga akan naik yang pada akhirnya

membawa pada penurunan tingkat

kemisikinan.

C.2.2 Metode dan Hasil Estimasi

Untuk mengukur pengaruh dari pertumbuhan

ekonomi terhadap kemiskinan di Provinsi Papua

Barat menggunakan model sebagai berikut:

Tingkat Kemiskinan = f (Pertumbuhan Ekonomi)

Dari model di atas, dituangkan dalam model

persamaan ekonometrika sebagai berikut:

Log(Poverty) = β0 + β1Log(Growth) + ε

dimana:

Poverty = Tingkat Kemiskinan (persen)

Growth = Pertumbuhan Ekonomi (persen)

β n = Parameter atau koefisien regresi

ε = Variabel ganggguan

Penggunaan log model pada persamaan di

atas bertujuan untuk mengetahui elastisitas

pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat

kemiskinan di mana koefisien β1, β2, dan β3

menunjukan persentase perubahan tingkat

kemiskinan akibat persentase perubahan

pengeluaran pemerintah (Gujarati, 2009).

Adapun data yang digunakan berupa data

panel yang merupakan gabungan antara data

lintas waktu (time series) dari tahun 2015 – 2020

dan data lintas individu (cross section) seluruh

kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat.

Gambar 2.3 Lingkaran Kemiskinan Nurkse

Page 63: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

37 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Metode yang digunakan untuk mengestimasi

model di atas yaitu metode regresi data panel

melalui program komputer Eviews 11. Ada

beberapa teknik yang digunakan diantaranya

metode ordinary least square, fixed effect dan

random effect. Untuk menentukan teknik mana

yang terbaik maka digunakan Uji Hausman.

Ringkasan hasil Uji Hausman dapat dilihat pada

tabel berikut (hasil lengkap Uji Hausman

terdapat pada bagian Lampiran).

Tabel 2.4 Ringkasan Hasil Uji Hausman

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random

0.013290 1 0.8263

Sumber: Hasil Olah Data Program Eviews 11

Berdasarkan Uji Hausman di atas diperoleh nilai

probabilitas Chi-Square di atas 5 persen yang

menunjukan bahwa metode random effect

merupakan pilihan terbaik untuk mengestimasi

model yang ada. Selanjutnya, ringkasan hasil

regresi dengan menggunakan teknik random

effect adalah sebagai berikut (hasil lengkap

estimasi terdapat pada bagian Lampiran).

Tabel 2.5 Ringkasan Hasil Regresi Data Panel

Sumber: Hasil Olah Data Program Eviews 11

Berdasarkan hasil regresi di atas, maka model

persamaan untuk mengukur pengaruh dari

pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di

Provinsi Papua Barat adalah:

Log(Poverty) = 32,21 - 0,816 Log(Growth) + ε

Selanjutnya hasil regresi dan persamaan di atas

dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai R-

Squared (R2) yang didapat sebesar 8,1

persen, atau berarti bahwa variasi

perubahan yang terjadi pada variabel

pengeluaran pemerintah sektor pendidikan,

kesehatan dan infrastruktur adalah sebesar

8,1 persen dapat menjelaskan variasi

perubahan variabel tingkat kemiskinan,

sedangkan sisanya sebesar 91,9 persen

dijelaskan di luar model.

2. Pada taraf signifikasi 5 persen (α = 0,05),

peningkatan yang terjadi pada

pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh

signifikan terhadap penurunan tingkat

kemiskinan. Hal ini disebabkan memiliki nilai

t-statistik (probabilitas) lebih besar dari α

(0,1434 > 0,05).

3. Koefisien (-0,816) menunjukan bahwa

elastisitas dari pertumbuhan ekonomi

terhadap tingkat kemiskinan sebesar 0,816

(inelastis). Artinya, jika pertumbuhan

ekonomi naik 1 persen, maka tingkat

kemiskinan hanya turun 0,816 persen.

C.2.3 Implikasi Kebijakan

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat

memiliki tingkat sensitifitas yang rendah

terhadap tingkat kemiskinan. Hal ini terlihat dari

nilai elastisitas seluruh pengeluaran tersebut di

bawah satu persen atau bersifat inelastis.

Artinya jika terjadi kenaikan pertumbuhan

ekonomi sebesar satu persen, maka penurunan

tingkat kemiskinan di bawah satu persen.

Dari hasil regresi dapat disimpulkan bahwa

pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat

tidak berpengaruh signifikan terhadap

penurunan tingkat kemiskinan. Hasil ini

berlawanan dengan penelitian David Dollar

dan Aart Kraay (2000) dimana pertumbuhan

ekonomi mampu mengakselerasi penurunan

Variabel Hasil Regresi

C growth Koefisien 32,21 - 0,8160

t-statistik (prob) 0,0000 0,1434

f-statistik (prob) 0,3911

R-square 0,081

Page 64: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

38

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

kemiskinan secara signifikan. Pengaruh yang

tidak signifikan tersebut disebabkan belum

meratanya hasil dari pertumbuhan ekonomi. Hal

ini juga terkonfirmasi dari nilai gini ratio Provinsi

Papua Barat yang masih terhitung tinggi atau

berarti bahwa distribusi pendapatan masih tidak

merata.

Selama ini manfaat pertumbuhan ekonomi

kurang menjangkau penduduk miskin. Berbagai

sektor yang memiliki andil besar terhadap

pertumbuhan ekonomi berada di perkotaan

sehingga manfaatnya hanya dinikmati oleh

penduduk di perkotaan saja walaupun

sebagian kecilnya dirasakan juga oleh

penduduk pedesaan. Padahal 90 persen jumlah

penduduk miskin di Provinsi Papua Barat

terkonsentrasi di daerah pedesaan (kampung).

Hal inilah yang menyebabkan pengaruh dari

pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat

tidak memiliki dampak yang besar terhadap

penurunan tingkat kemiskinan.

Demikian halnya yang terjadi pada masa

pandemi, kebijakan pemulihan yang digulirkan

dalam bentuk program PEN untuk masyarakat

pedesaan lebih banyak difokuskan pada kluster

perlindungan sosial yang ditujukan untuk

menjaga ketahanan pangan. Sementara itu,

kluster UMKM yang diharapkan mampu

berperan dalam mendorong perekonomian

lebih banyak menyasar masyarakat di

perkotaan sebagai pusat perdagangan.

Padahal dengan dorongan yang diawali dari

desa dapat memberikan dampak yang lebih

besar, karena selain memberikan jaring

pengaman sosial juga dapat meningkatkan

produktivitas pada sektor pertanian,

perkebunan rakyat, peternakan, dan perikanan

(nelayan) sebagai sektor dengan jumlah

tenaga kerja terbesar di Papua Barat.

Dari hasil di atas, kebijakan yang dapat diambil

pemerintah dalam rangka pemulihan dan

mendorong pertumbuhan ekonomi yang

mampu mengurangi tingkat kemiskinan yaitu:

1. Pengeluaran pemerintah harus lebih fokus

ke pedesaan (kampung) dan remote area

yang sulit dijangkau oleh sarana transportasi

yang memadai. Hal ini didasarkan fakta

bahwa 90 persen jumlah penduduk miskin di

Provinsi Papua Barat sebagian besar berada

di daerah pedesaan, pegunungan dan

pedalaman.

2. Tetap berupaya menyediakan sarana

infrastruktur yang layak dan memadai di

daerah pedesaan dan remote area

terutama sarana pendidikan, kesehatan

dan transportasi terlepas dari keberadaan

pandemi yang telah mengubah prioritas

anggaran.

3. Melaksanakan program perlindungan sosial

sebagai sebuah social safety net bagi

masyarakat miskin dan rentan miskin

Bantuan tunai yang diberikan secara

bersyarat (conditional cash transfer) yang

mewajibkan bagi penerima bantuan seperti

anak usia sekolah, balita, ibu hamil dan ibu

menyusui untuk berpartisipasi aktif pada

fasilitas pendidikan dan kesehatan.

4. Selain untuk menjaga ketahanan pangan,

anggaran dana desa juga dioptimalkan

untuk pemulihan ekonomi yang berawal

dari desa melalui pelaksanaan program

padat karya tunai (cash for work) yang

dapat menciptakan lapangan kerja,

memberikan penghasilan dan pemerataan

pendapatan bagi masyarakat desa, serta

pengembangan ekonomi desa secara

kolektif melalui bantuan kepada BUMDes

dan BUMDESMA.

Page 65: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 66: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan

APBN

#DJPbKawalAPBN

"Kegiatan bongkar muat peti di Pelabuhan Manokkwar"

Page 67: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

39

Perkembangan dan Analisis APBN

nggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) menggambarkan

kondisi keuangan pemerintah yang

berkaitan dengan sumber-sumber pendapatan

dan alokasi belanja pemerintah untuk satu

periode tahun anggaran yang ditetapkan

dalam Undang Undang.

A. APBN TINGKAT PROVINSI APBN tingkat provinsi menggambarkan potret

kondisi keuangan APBN di Provinsi Papua Barat

yang disajikan dalam bentuk tabel I-account.

Pada tabel tersebut terlihat bahwa target

pendapatan negara tahun 2020 di Provinsi

Papua Barat mengalami penurunan sebesar

2,85 persen dibandingkan tahun 2019, menjadi

Rp2.647,52 miliar. Penurunan target tersebut

terjadi sebagai hasil dari perubahan APBN yang

dilakukan melalui realokasi dan refocusing

untuk menghadapi risiko buruk pandemi.

Dinamika dan tantangan berat mengancam

perekonomian mengingat pandemi yang tiba-

tiba terjadi telah menyebabkan guncangan

yang luar biasa pada semua negara. Demikian

halnya dengan harga komoditas minyak dan

gas bumi yang menurun, dipengaruhi turunnya

permintaan karena pembatasan aktivitas

manusia untuk mencegah perluasan penularan

Covid-19 turut menurunkan target pendapatan

di Provinsi Papua Barat mengingat sektor

pertambangan dan penggalian menjadi salah

satu penopang utama ekonomi regional.

A

BAB III

Perkembangan dan Analisis APBN

Tabel 3.1 Pagu dan Realisasi APBN Lingkup Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020 (miliar Rp, persen)

Uraian 2018 2019 2020

Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi Growth Realisasi

PENDAPATAN NEGARA 3,032.05 2,493.63 2,725.13 2,652.48 2,654.10 2,622.29 (1.14)

Pendapatan Perpajakan 2,753.25 2,193.62 2,499.64 2,358.43 2,416.77 2,341.31 (0.73)

PNBP 278.80 300.01 225.49 294.04 237.33 280.97 (4.45)

Hibah - - - - - - -

BELANJA NEGARA 24,231.17 24,916.02 33,638.51 31,771.24 26,954.67 26,219.83 (17.47)

Belanja Pemerintah Pusat 7,229.53 6,816.62 8,696.82 7,889.05 7,278.14 6,635.11 (15.89)

Transfer ke Daerah dan Dana Desa 17,001.64 18,099.40 24,941.69 23,882.18 19,676.53 19,584.72 (17.99)

SURPLUS/ (DEFISIT) (21,199.12) (22,422.39) (30,913.38) (29,118.76) (24,300.57) (23,597.54) (18.96)

PEMBIAYAAN - - - - - - -

Pembiayaan DN - - - - - - -

Pembiayaan LN - - - - - - -

Sumber: OM-SPAN, KPP Pratama Manokwari dan Sorong, KPPBC TMP C Manokwari, Sorong dan Fakfak (data diolah)

Page 68: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

40

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Sementara itu, dari aspek belanja negara

terjadi kondisi yang serupa, dengan turunnya

alokasi belanja tahun 2020 sebesar 19,87 persen

dibandingkan pagu tahun 2019, yaitu dari

Rp33.638,51 miliar menjadi Rp26.954,67 miliar.

Penurunan Alokasi belanja APBN tahun 2020

dibandingkan dengan tahun sebelumnya

disebabkan oleh adanya penyesuaian pada

anggaran di daerah yang digunakan untuk

membiayai penanganan Covid-19 dan

pemulihan ekonomi. Hal ini tercermin dari

penurunan yang cukup signifikan pada pagu

TKDD sebesar 21,11 persen dari Rp24.941,69

miliar menjadi Rp19.676,53 miliar, serta belanja

pemerintah pusat sebesar 16,31 persen menjadi

Rp7.278,14 miliar.

Pada komponen belanja pemerintah pusat,

hampir semua jenis belanja mengalami

penurunan alokasi, kecuali belanja pegawai.

Peningkatan alokasi belanja pegawai sebesar

13,7 persen dari tahun sebelumnya menjadi

Rp2.131,06 miliar sebagai akibat dari reformasi

birokrasi pada Kementerian Negara/Lembaga

yang menghasilkan skema baru pembayaran

tunjangan ASN. Kenaikan belanja pegawai

tahun 2020 melanjutkan tren selama 5 tahun

terakhir yang selalu mengalami peningkatan.

Di sisi lain, penurunan besaran yang cukup

signifikan terjadi pada pagu belanja modal dari

Rp3.518,07 miliar pada tahun 2019 menjadi

Rp2.181,68 miliar pada tahun 2020 atau turun

37,99 persen. Hal ini disebabkan penyesuaian

program dan kegiatan yang dipandang perlu

untuk ditunda atau tidak menjadi prioritas

pembangunan agar memberikan keleluasaan

pada pembiayaan Program PEN. Sebab yang

sama juga menjadi dasar pada penurunan

pagu belanja barang sebesar 10 persen.

Sampai dengan berakhirnya tahun anggaran

2020, tingkat realisasi pendapatan dan hibah di

Provinsi Papua Barat mencapai 98,8 persen.

Sedangkan realisasi belanja APBN mencapai

97,62 persen. Dengan membandingkan antara

realisasi penerimaaan dengan belanja pada

APBN tahun ini, tercatat mengalami defisit

anggaran sebesar Rp23.597,54 miliar. Hal ini

disebabkan oleh realisasi penerimaan yang

belum optimal tercapai karena pandemi yang

mengganggu ekonomi, meskipun tingkat

ketercapaian target penerimaan tahun 2020

lebih besar dari tahun sebelumnya sebesar

97,33 persen.

B. PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT

TINGKAT PROVINSI Pendapatan pemerintah pusat di Provinsi

Papua Barat terdiri dari penerimaan perpajakan

dan penerimaan bukan pajak. Pada tahun

2020, realisasi pendapatan dan hibah

pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat

sebesar Rp2.622,29 miliar atau turun 1,14 persen

dari tahun sebelumnya. Beberapa faktor utama

yang mempengaruhi penurunan capaian

realisasi pendapatan tersebut diantaranya:

1. Kondisi perekonomian nasional dan regional

yang terpengaruh dampak buruk pandemi

sehingga mengalami tekanan yang besar,

ditambah dengan ketidakopastian akibat

penurunan permintaan dan penawaran

global pada hampir semua komoditas.

Perekonomian regional yang didorong

sektor migas tidak mampu memberikan

dorongan terhadap pertumbuhan karena

permintaan migas dan harga yang

menurun. Terjadi peningkatan persentase

realisasi penerimaan terhadap target yang

ditetapkan lebih disebabkan adanya

penyesuaian (turunnya) target;

Page 69: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

41 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

2. Meskipun ketergantungan

penerimaan negara terhadap

sumber daya alam (natural

resources) memberikan risiko

tingkat penerimaan yang

rendah, namun harga pasar

komoditas yang fluktuatif

dapat mempengaruhi naiknya

penerimaan pada kondisi yang

tidak terduga;

3. Proses produksi, distribusi jual-

beli dan kegiatan operasional

lainnya yang terganggu

pembatasan mobilitas manusia

menyebabkan bergesernya

sumber penerimaan pada

kegiatan usaha padat karya sehingga

sedikit memberikan kontribusi bagi kenaikan

penerimaan negara.

B.1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat

Penerimaan perpajakan pemerintah pusat di

tingkat provinsi terdiri atas penerimaan pajak

dalam negeri dan pajak perdagangan

internasional. Penerimaan pajak dalam negeri

di Provinsi Papua Barat terdiri dari PPh

Perseorangan, PPh Badan, PBB, PPN dan Pajak

Lainnya. Sementara itu, di Provinsi Papua Barat

tidak memiliki penerimaan negara berupa

pajak perdagangan internasional. Realisasi

penerimaan perpajakan pemerintah pusat di

Provinsi Papua Barat mengalami sedikit

penurunan sebesar 0,73 persen yaitu dari

Rp2.358,43 miliar menjadi Rp2.341,31 miliar

pada tahun 2020. Hal ini disebabkan oleh

turunnya realisasi PPh non migas dan bea

masuk. Penerimaan kedua jenis pajak tersebut

sangat ditentukan oleh kondisi perekonomian

dimana pada tahun 2020, produktivitas semua

sektor usaha terganggu dan impor yang turun

akibat permintaan atau konsumsi yang

mengalami kontraksi. Dari keseluruhan jenis

pajak pemerintah pusat yang ada di Provinsi

Papua Barat, PPN Dalam Negeri masih

mendominasi jumlah penerimaan pajak tahun

2020 mencapai 53,22 persen (Rp 1.315,63 miliar)

dari total penerimaan pajak pemerintah pusat.

Kemudian diikuti PPh Non Migas sebesar

Rp992,55 miliar atau 40,15 persen dari total

penerimaan pajak dengan kontribusi terbesar

berasal dari penerimaan PPh Pasal 21 dan PPh

Final.

Apabila dilihat pada setiap daerah lokasi wajib

pajak, realisasi penerimaan pajak tertinggi

pada tahun 2020 yaitu Kota Sorong dan Kab.

Manokwari masing-masing sebesar Rp741,99

miliar dan Rp703,36 miliar. Hal ini karena status

dan kondisi kedua daerah tersebut sebagai

pusat perekonomian di Provinsi Papua Barat

yang memiliki potensi penerimaan pajak yang

lebih besar dibandingkan daerah lainnya.

Adapun realisasi penerimaan pajak terendah

yaitu Kab. Pegunungan Arfak dan Kab.

Manokwari Selatan masing-masing sebesar

Tabel 3.2 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 – 2020 (miliar Rp)

Jenis Pajak 2018 2019 2020

Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi

PPh Non Migas 1,482.61 899.05 1,062.94 1,033.46 1,031.68 992.55

PPh Migas - 0.17 - 0.57 - (0.01)

PPN dan PPnBM 1,096.43 1,096.91 1,236.31 1,239.26 1,309.30 1,315.63

PBB dan BPHTB 132.85 121.82 125.03 155.78 52.52 133.16

Pendapatan PPh DTP - - - - - 3.74

Pajak Lainnya 40.35 21.17 29.60 16.42 16.70 17.07

Bea Masuk 2.05 35.26 42.65 44.90 5.58 6.33

Bea Keluar 3.04 3.51 3.12 3.29 1.01 3.28

Cukai - 0.20 - 0.38 - 0.18

TOTAL 2,753.25 2,193.62 2,499.64 2,358.43 2,416.77 2,341.31

Sumber: KPP Pratama Sorong dan Manokwari (data diolah)

Page 70: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

42

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Rp14,42 miliar dan Rp17,67 miliar disebabkan

kedua daerah tersebut masih menggali sumber-

sumber penerimaan perpajakan lainnya.

Jika dilihat berdasarkan sektor usaha, realisasi

penerimaan pajak terbesar Provinsi Papua

Barat pada tahun 2020 berasal dari sektor

konstruksi sebesar Rp983,08 miliar atau 39,38

persen dari realisasi seluruh penerimaan

pajak. Adapun dari 10 sektor penerimaan

pajak terbesar di Papua Barat, realisasi

penerimaan pajak terkecil berasal dari

lapangan usaha Jasa Profesional, Ilmiah dan

Teknis sebesar Rp35,44 miliar atau hanya 1,42

persen dari seluruh realisasi penerimaan

pajak.

Selanjutnya untuk melihat kinerja perpajakan

pada suatu daerah dapat digunakan tax

ratio sebagai perbandingan antara jumlah

penerimaan pajak di suatu daerah dengan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

daerah tersebut. Besaran angka tax ratio

menunjukkan kemampuan pemerintah dalam

mengumpulkan pendapatan dan kepatuhan

pembayaran pajak oleh masyarakat. Apabila

tax ratio suatu daerah semakin besar dapat

diartikan bahwa pemerintah lebih leluasa

dalam menyelenggarakan pemerintahan.

Tax ratio Provinsi Papua Barat tahun 2020

tercatat sebesar 2,94 persen atau mengalami

kenaikan dibandingkan tahun 2019 (2,9 persen).

Meski meningkat, namun nilai tax ratio tersebut

dapat dikategorikan rendah jika dibandingkan

dengan tax ratio nasional sebesar 7,9 persen.

Adanya peningkatan tersebut mengindikasikan

bahwa terlepas dari keberadaan pandemi,

potensi dan kemampuan pemerintah dalam

memungut pajak dapat mengalami perbaikan.

Beberapa hal lainnya yang turut menyumbang

naiknya tax ratio tahun 2020 diantaranya

adalah berbagai insentif usaha dari pemerintah

menjaga keberlangsungan dunia usaha

ditengah krisis, di sisi lain bermanfaat dalam

meningkatkan penerimaan pajak terutama PPN

dan PPnBM.

741.99

703.36

417.89

180.87

145.28

89.02

53.65

42.79

42.49

23.15

18.78

17.67

14.42

0.00 200.00 400.00 600.00 800.00

Kota Sorong

Manokwari

Teluk Bintuni

Sorong

Fak Fak

Kaimana

Raja Ampat

Teluk Wondama

Sorong Selatan

Maybrat

Tambrauw

Manokwari Selatan

Pegunungan Arfak

Grafik 3.1Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2020 per

Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Sumber: KPP Pratama Sorong dan Manokwari(data diolah)

983.08464.80

227.75

174.94

146.53

121.42

106.36

80.94

47.54

35.44

0.00 250.00 500.00 750.00 1,000.00

Konstruksi

Administrasi Pemerintahandan Jaminan Sosial Wajib

Pertambangan danPenggalian

Industri Pengolahan

Perdagangan Besar danEceran; Reparasi dan…

Transportasi danPergudangan

Jasa Keuangan danAsuransi

Pertanian, Kehutanan, danPerikanan

Jasa Persewaan,Ketenagakerjaan, Agen…

Jasa Profesional, Ilmiah danTeknis

Grafik 3.2Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2020 per Sektor di

Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Sumber: KPP Pratama Sorong dan Manokwari (data diolah)

Page 71: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

43 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

Rendahnya tax ratio di Papua Barat juga turut

dipengaruhi oleh pelaksanaan kluster insentif

usaha sebagai bagian dari Program PEN.

Insentif ini berlangsung selama 6 bulan terhitung

sejak bulan April sebagai bentuk respon

pemerintah pusat atas produktivitas para

pelaku usaha yang menurun. Perhitungannya,

penyampaian SPT Masa April sampai dengan

Masa September 2020 akan mulai diberlakukan

penerapan insentif kepada wajib pajak sesuai

ketentuan. Pemberian insentif ini tidak berlaku

sama untuk seluruh jenis pajak yang disesuaikan

dengan konsep penerapan masing-masing

pajak.

Selama tahun 2020, pemberlakuan insentif

pajak melalui KPP Manokwari dan KPP Sorong

sebagai kantor pelayanan pajak yang ada di

Provinsi Papua Barat, tercatat memiliki realisasi

sebesar Rp30,84 miliar untuk 844 Wajib Pajak.

Realisasi terbesar insentif pajak berdasarkan

jenisnya adalah Restitusi Dipercepat (Rp13,51

miliar)dan Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25

(Rp10,43 miliar). Sementara berdasarkan sektor,

pemberlakuan insentif paling besar

dimanfaatkan oleh pelaku usaha di sektor

perdagangan besar dan eceran dengan nilai

mencapai Rp9,36 miliar atau 30,34 persen dari

total realisasi insentif.

B.2 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi

Selain dari sektor perpajakan, penerimaan

negara yang bersumber dari bukan pajak saat

ini juga telah mulai diperhitungkan untuk

dijadikan andalan dalam memaksimalkan

1.38 1.26 1.23 1.19

1.80

1.53 1.47 1.58

0.03 0.03 0.02 0.02

0.20 0.17 0.18 0.16

-

0.40

0.80

1.20

1.60

2.00

2017 2018 2019 2020

Grafik 3.3Perkembangan Tax Ratio Provinsi Papua Barat

Tahun 2017 – 2020 (persen)

PPh Non Migas PPN dan PPnBM

Pendapatan atas PL dan PIB PBB dan BPHTB

Sumber: KPP Pratama Sorong dan Manokwari(data diolah)

Tabel 3.3 Realisasi Insentif Pajak di Provinsi Papua Barat

Tahun 2020 per Jenis Insentif

Jenis Insentif Wajib Pajak Nilai (miliar Rp)

PPh Pasal 21 DTP 285 4.82

PPh UMKM DTP 396 0.95

Pembebasan PPh Pasal 22 impor

3 0.02

Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25

106 10.43

Pembebasan PPH 23 - -

PPh Final PP23 7 1.06

Pembebasan PPH 22 DN 33 0.05

Restitusi Dipercepat 14 13.51

Jumlah 844 30.84

Sumber: KPP Pratama Sorong dan Manokwari(data diolah)

9.36

6.34

3.62

2.46

2.19

2.16

1.88

1.84

0.47

0.20

0.00 5.00 10.00

Perdagangan Besar danEceran; Reparasi dan…

Penyediaan Akomodasi danPenyediaan Makan Minum

Transportasi danPergudangan

Industri Pengolahan

Konstruksi

Pertambangan danPenggalian

Pengadaan Listrik, Gas,Uap/Air Panas dan Udara…

Pertanian, Kehutanan, danPerikanan

Jasa Kesehatan danKegiatan Sosial

Kegiatan Jasa Lainnya

Grafik 3.4Realisasi Insentif Pajak di Provinsi Papua Barat

Tahun 2020 per Sektor

Sumber: KPP Pratama Sorong dan Manokwari(data diolah)

Page 72: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

44

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

penerimaan negara. Penerimaan Negara

Bukan Pajak (PNBP) adalah semua penerimaan

pemerintah pusat yang diterima dalam bentuk

penerimaan dari sumber daya alam,

Penerimaan bagian laba BUMN, PNBP lainnya

serta Penerimaan BLU. Berdasarkan jenisnya,

PNBP dapat dibedakan menjadi empat yaitu:

penerimaan Sumber Daya Alam, Bagian

Pemerintah atas Laba BUMN, Penerimaan

Bukan Pajak Lainnya serta Pendapatan BLU.

Berdasarkan data realisasi, PNBP pemerintah

pusat di Provinsi Papua Barat tahun 2020

mencapai Rp280,97 miliar atau turun 4,45

persen dari realisasi PNBP tahun sebelumnya

yang berjumlah Rp294,04 miliar. PNBP Lainnya

menjadi kontributor tertinggi dengan nilai

Rp271,16 miliar atau 96,51 persen dari

keseluruhan realisasi. Adapun kontribusi terkecil

berasal dari Pendapatan BLU sebesar Rp9,81

miliar karena hanya berasal dari Penerimaan

jasa pelayanan pendidikan yang dihasilkan

oleh Politeknik Pelayaran Sorong (dh BP2IP).

B.3 Analisis Kontribusi Penerimaan Perpajakan

dan PNBP Terhadap Perekonomian

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui

kontribusi kemampuan fiskal pemerintah pusat

di Provinsi Papua Barat pada tahun 2020

terhadap perekonomian yaitu dengan cara

membandingkan penerimaan pajak

dan PNBP pemerintah pusat

terhadap PDRB dan jumlah populasi

tiap daerah.

Dari 13 Kabupaten/Kota yang ada

di Provinsi Papua Barat Sebagian

besar memiliki tax ratio yang kecil

yaitu di bawah angka 8 persen

kecuali Kab. Tambraw sebesar 8,30

persen. Daerah dengan nilai tax

ratio terkecil yaitu Kab. Teluk Bintuni

yang hanya mencapai 1,39 persen. Padahal

Kab. Teluk Bintuni merupakan daerah yang

memiliki PDRB terbesar di Provinsi Papua Barat

dengan keberadaan industri gas alam (LNG

Tangguh) namun sayangnya tidak berdampak

besar bagi penerimaan perpajakannya. Untuk

PNBP ratio, semua daerah di Provinsi Papua

Barat memiliki nilai di bawah 1 persen kecuali

Kab. Manokwari yang mencapai 1,8 persen.

Tabel 3.4 Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2020 (miliar Rp)

Penerimaan PNBP

2018 2019 2020

Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi

SDA - - - - - -

Bag. Pemerintah atas Laba BUMN - - - - - -

PNBP Lainnya 278.80 290.24 225.49 282.20 237.33 271.16

Pendapatan BLU - 9.77 - 11.84 - 9.81

Total 278.80 300.01 225.49 294.04 237.33 280.97

Sumber: OM SPAN (data diolah)

Tabel 3.5 Tax Ratio dan PNBP Ratio Kabupaten/ Kota di Provinsi

Papua Barat Tahun 2020 (persen)

Daerah Perpajakan /PDRB

PNBP /PDRB

Kab. Fakfak 2.77 0.14

Kab. Kaimana 3.22 0.07

Kab. Teluk Wondama 2.73 0.06

Kab. Teluk Bintuni 1.39 0.00

Kab. Manokwari 7.14 1.80

Kab. Sorong Selatan 2.23 0.04

Kab. Sorong 1.64 0.09

Kab. Raja Ampat 1.86 0.01

Kab. Tambraw 8.30 -

Kab. Maybrat 3.25 0.01

Kab. Manokwari Selatan 2.17 -

Kab. Pegunungan Arfak 7.24 0.35

Kota Sorong 4.59 0.44

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat, KPP Pratama Sorong dan Manokwari,(data diolah)

Page 73: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

45 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

Selanjutnya untuk melihat kontribusi masing-

masing penduduk terhadap penerimaan

digunakan rasio antara pajak dan PNBP

terhadap jumlah populasi pada tiap daerah.

Pada tahun 2020, penerimaan pajak perkapita

terbesar di Provinsi Papua Barat adalah Kab.

Teluk Bintuni dengan nilai Rp4,79 juta/orang.

Kemudian diikuti oleh Kab. Manokwari dan Kota

Sorong masing-masing sebesar Rp3,65 juta/

orang dan Rp2,61 juta/orang. Sementara itu,

daerah dengan PNBP per kapita tertinggi yaitu

Kab. Manokwari dan Kota Sorong masing-

masing sebesar Rp921,19 ribu/ orang dan

Rp248,76 ribu/ orang.

C. BELANJA PEMERINTAH PUSAT

TINGKAT PROVINSI Belanja pemerintah pusat merupakan bagian

dari belanja negara yang digunakan untuk

membiayai kegiatan pemerintah pusat baik

yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah.

Belanja pemerintah pusat dapat dibedakan

menjadi belanja pemerintah pusat menurut

organisasi, belanja pemerintah pusat menurut

fungsi, dan belanja pemerintah pusat menurut

jenis belanja. Belanja pemerintah merupakan

salah satu alat bagi pemerintah untuk

melakukan stimulus fiskal. Salah satunya yang

populer pada saat krisis ekonomi adalah

instrumen ekonomi berupa stimulus fiskal.

Secara garis besar, komposisi dari stimulus fiskal

adalah berupa pengurangan beban pajak dan

tambahan belanja pemerintah (increased

spending).

C.1 Perkembangan Pagu dan Realisasi

Berdasarkan Organisasi (BA atau K/L)

Belanja pemerintah pusat yang dikelompak

menurut organisasi adalah belanja pemerintah

pusat yang dialokasikan kepada kementerian

negara/lembaga dan bagian anggaran

bendahara umum negara. Penerima alokasi

APBN di Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran

2020 adalah 40 Kementerian Negara/Lembaga

(K/L) dan 1 Bagian Anggaran Bendahara Umum

Negara (BA-BUN) sehingga jumlah seluruhnya

adalah 41 Bagian Anggaran (data lengkap

pada lampiran). Jumlah ini lebih sedikit dari

tahun sebelumnya karena terdapat perubahan

nomenklatur atau penggabungan satuan kerja,

serta telah selesainya kegiatan prioritas di

Papua Barat sehingga tidak ada kegiatan baru.

Jumlah total Belanja K/L pada APBN yang

dialokasikan untuk Provinsi Papua Barat

mengalami penurunan 16,31 persen dari

Rp8.696,82 miliar menjadi Rp7.278,14 miliar

pada tahun 2020. Hal ini terjadi akibat adanya

realokasi dan refocusing pada belanja untuk

membiayai program penanganan Covid-19

dan pemulihan ekonomi. Penurunan alokasi

Tabel 3.6 Pajak dan PNBP Perkapita Provinsi Papua Barat

Tahun 2020 (Rp)

Daerah Pajak Perkapita

PNBP Perkapita

Kab. Fakfak 1,705,161.73 84,696.75

Kab. Kaimana 1,429,757.32 32,060.01

Kab. Teluk Wondama 1,027,687.19 23,674.80

Kab. Teluk Bintuni 4,798,888.05 14,316.05

Kab. Manokwari 3,650,771.87 921,193.55

Kab. Sorong Selatan 809,788.42 13,960.64

Kab. Sorong 1,524,000.72 80,923.92

Kab. Raja Ampat 836,442.19 6,297.36

Kab. Tambraw 661,692.76 -

Kab. Maybrat 538,586.13 1,282.16

Kab. Manokwari Selatan 491,650.28 -

Kab. Pegunungan Arfak 377,488.37 18,119.97

Kota Sorong 2,608,881.58 248,764.40

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat, KPP Pratama Sorong dan Manokwari,(data diolah)

Page 74: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

46

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

belanja yang cukup signifikan terjadi pada

alokasi belanja Kementerian PUPR (-47,82

persen) dan Kementerian Pertanian (-32,17

persen). Alokasi pagu Kementerian PUPR yang

mengalami penurunan cukup besar

disebabkan penyesuaian belanja

barang dan jasa, serta belanja

modal pada program dan

kegiatan yang dipandang perlu

untuk ditunda atau tidak menjadi

prioritas pembangunan untuk

memberikan keleluasaan pada

pembiayaan Program PEN.

Adapun pagu belanja APBN

terbesar pada tahun 2020 di

Provinsi Papua Barat dialokasikan

untuk Kementerian PUPR sebesar

Rp1.713,78 miliar dan Kementerian

Pertahanan sebesar Rp1.497.85

miliar. Anggaran tersebut

digunakan untuk melanjutkan

pembangunan infrastruktur di

Provinsi Papua Barat seperti

penyelesaian jalan trans papua,

jembatan, waduk dan irigasi, serta

pembangunan Rumah Prajurit TNI.

C.2 Perkembangan Pagu dan Realisasi

Berdasarkan Fungsi

Belanja pemerintah pusat dapat dibagi

menjadi 11 fungsi antara lain fungsi pelayanan

umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan,

ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan

fasilitas umum, kesehatan, pariwisata dan

budaya, agama, pendidikan dan perlindungan

sosial. Pada tahun 2020 secara keseluruhan

terjadi penurunan alokasi belanja APBN di

Provinsi Papua Barat yang dialami beberapa

fungsi diantaranya fungsi ekonomi, pendidikan,

perumahan & fasilitas umum, lingkungan hidup,

kesehatan, agama, perlindungan sosial dan

pariswisata & budaya. Sedangkan fungsi

pelayanan umum, ketertiban & keamanan,

serta pertahanan mengalami peningkatan

alokasi.

Tabel 3.7 Pagu dan Realisasi Belanja APBN Berdasarkan Fungsi di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2020 (miliar Rp)

Fungsi 2018 2019 2020

Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi

Ekonomi 3,158.43 2,976.70 3,686.64 3,174.86 2,423.25 2,300.85

Pertahanan 595.91 587.88 1,089.41 1,061.26 1,497.85 1,382.29

Pendidikan 778.95 703.10 1,026.29 955.92 788.01 621.39

Pelayanan Umum 789.55 739.64 939.74 840.71 4,031.78 3,853.43

Ketertiban dan Keamanan 836.73 851.48 911.00 912.07 931.55 886.10

Perumahan dan Fasilitas Umum 561.89 525.02 447.95 401.76 371.45 354.71

Lingkungan Hidup 197.62 170.66 244.81 228.22 220.18 198.77

Kesehatan 169.83 139.56 173.16 162.54 79.99 74.22

Agama 92.72 87.03 135.51 128.87 111.56 104.27

Perlindungan Sosial 34.74 33.49 23.82 21.68 8.53 7.91

Pariwisata dan Budaya 2.62 2.04 1.82 1.50 0.10 0.10

Sumber: OM SPAN (data diolah)

1,713.78

1,497.85

922.38

761.16

380.46

374.21

319.75

174.22

168.42

119.07

1,632.46

1,382.29

875.89

727.94

311.42

224.82

305.82

165.27

130.87

114.15

- 1,000.00 2,000.00

Kementerian PUPR

Kementerian Pertahanan

KementerianPerhubungan

Kepolisian NegaraRepublik Indonesia

Kementerian Pendidikandan Kebudayaan

Kementerian Agama

Kementerian LHK

Bawaslu

Kementerian Keuangan

Kementerian Pertanian

Grafik 3.510 K/L di Provinsi Papua Barat dengan Alokasi

APBN Terbesar TA 2020 (miliar Rp)

Realisasi PaguSumber: OM SPAN(data diolah)

Page 75: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

47 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

Alokasi belanja terbesar tahun 2020

berdasarkan fungsi berada pada fungsi

pelayanan umum sebesar Rp4.031,78 miliar. Hal

tersebut relevan, mengingat penanganan

Covid-19 sebagai sebuah bentuk pelayanan

Pemerintah kepada masyarakat membutuhan

alokasi yang besar. Sehingga alokasi belanja

pada fungsi tersebut harus sejalan dengan

besarnya upaya yang sedang dilaksanakan

oleh Pemerintah untuk mempercepat

penanganan pandemi.

Sedangkan pada fungsi pariwisata dan budaya

sebagai fungsi dengan alokasi belanja terkecil

selama tiga tahun terakhir. Keadaan ini

menggambarkan bahwa sektor pariwisata dan

budaya di Provinsi Papua Barat kurang

mendapat perhatian serius padahal banyak

potensi besar atas keaneragaman budaya dan

pariwisata di Provinsi Papua Barat semisal

Kepulauan Raja Ampat dan Taman Nasional

Teluk (TN) Cenderawasih. Padahal dengan

berbagai keunggulan dan potensi wisata di

Provinsi Papua Barat seharusnya mendorong

Pemerintah untuk lebih mengalokasikan

anggaran pada sektor pariwisata sehingga

dapat menjadi tumpuan dalam memulihkan

perekonomian dan menciptakan lapangan

pekerjaan yang hilang karena pandemi.

C.3 Perkembangan Pagu dan Realisasi

Berdasarkan Jenis Belanja

Menurut jenisnya, belanja pemerintah pusat

terdiri dari 8 (delapan) jenis belanja yaitu

belanja pegawai, belanja barang, belanja

modal, pembayaran bunga utang, subsidi,

belanja hibah, belanja bantuan sosial, dan

belanja lain-lain. Pada tahun 2020 terdapat

peningkatan alokasi belanja pegawai sebesar

19,05 persen disebabkan adanya skema baru

pembayaran tunjangan ASN sebagai hasil dari

pelaksanaan reformasi birokrasi pada

Kementerian Negara/Lembaga sehingga

meningkatkan jumlah tunjangan yang

dibayarkan.

Berbeda dengan belanja pegawai, pada jenis

belanja yang lain terjadi penurunan alokasi.

Belanja modal mengalami besaran penurunan

tertinggi hingga menjadi Rp2.181,68 miliar

setelah sebelumnya mencapai Rp3.518,07 miliar

pada tahun 2019. Setelah selama dua tahun

alokasi belanja modal selalu meningkat, khusus

tahun 2020 pandemi membuat Pemerintah

melakukan penyesuaian alokasi terhadap

program dan kegiatan yang dipandang perlu

untuk ditunda atau tidak lagi menjadi prioritas.

Meski menurun, pagu tertinggi pada belanja

modal tahun 2020 tetap diperuntukkan bagi

Tabel 3.8 Pagu dan Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Berdasarkan Jenis

di Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020 (miliar Rp)

Jenis Belanja 2018 2019 2020

Pagu Realisasi % Pagu Realisasi % Pagu Realisasi %

Belanja Pegawai 1,558.74 1,517.72 97.37 1,874.29 1,811.78 97.64 2,131.06 1,869.83 87.74

Belanja Barang 2,916.31 2,645.25 90.71 3,275.20 3,022.07 92.22 2,947.68 2,747.69 93.22

Belanja Modal 2,705.07 2,620.01 96.86 3,518.07 3,032.29 86.19 2,181.68 2,003.20 91.82

Belanja Bansos 24.89 24.66 99.07 13.38 12.69 94.81 5.11 4.93 96.44

Belanja Lain-lain 13.98 8.98 64.22 15.88 10.22 64.35 12.60 9.46 75.03

Belanja Transfer 2,841.23 2,746.35 96.66 2,909.29 2,862.97 98.41 3,335.08 3,226.72 96.75

Sumber: OM SPAN (data diolah)

Page 76: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

48

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Kementerian PUPR dan Kementerian

Perhubungan. Alokasi yang besar tersebut

digunakan untuk membiayai lanjutan

pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua

Barat yang merupakan salah satu wujud

komitmen dari Presiden Joko Widodo dalam

membuka konektivitas antar daerah di wilayah

paling timur Indonesia. Pembangunan

infrastruktur tetap dilaksanakan ditengah

pandemi untuk mengakselerasi program

pemulihan ekonomi sekaligus tetap

mewujudkan pemerataan pembangunan

wilayah perbatasan, pulau terluar, kawasan

tertinggal, dan kawasan pedesaan.

Berdasarkan realisasi, tingkat penyerapan

anggaran belanja terhadap total alokasi jenis

belanja yang dilakukan oleh seluruh K/L pada

tahun 2020 mengalami kenaikan. Jika pada

tahun 2019 tingkat penyerapan anggaran

belanja seluruh K/L sebesar 90,71 persen maka

tahun 2020 meningkat hingga mencapai 91,16

persen. Tingkat penyerapan anggaran tertinggi

terjadi pada belanja bantuan sosial serta

belanja barang dan jasa masing-masing

sebesar 96,44 persen dan 93,22 persen. Adapun

tingkat penyerapan terendah yaitu belanja lain-

lain sebesar 75,03 persen. Sementara itu,

sebagai belanja dengan alokasi terbesar,

belanja modal mengalami peningkatan

serapan yang cukup signifikan. Pada tahun

2020, tingkat realisasi belanja modal sebesar

91,82 persen jauh lebih tinggi dari tahun

sebelumnya (86,19 persen), didorong oleh

berbaaai kegiatan pembangunan infrasruktur

yang tetap terlaksana sesuai target yang

ditetapkan.

C.4 Analisis Belanja Pemerintah Pusat

Sepanjang tahun 2020, terdapat beberapa

faktor utama yang mempengaruhi pencapaian

realisasi belanja APBN di Provinsi Papua Barat,

yaitu:

1. Pandemi menyebabkan gangguan

terhadap pelaksanaan berbagai program

dan kegiatan yang harus disesuaikan dan

direalokasi. Akan tetapi, fokus pada

pemulihan ekonomi mampu mendorong

percepatan pelaksanaan belanja

pemerintah pusat.

2. Penanganan pandemi yang terhambat

keterbatasan fasilitas kesehatan dan

infrastruktur memberikan dampak pada

pertumbuhan investasi. Rendahnya tingkat

investasi merupakan permasalahan dasar

bagi penciptaan lapangan kerja yang

hilang dan penerimaan pajak pemerintah

yang berkurang selama pandemi;

3. Kondisi geografis yang belum diintegrasikan

oleh infrastruktur dan kapasitas SDM yang

relatif kurang memadai masih menjadi

masalah fundamental sehingga secara rutin

memberikan pengaruh pada capaian

realisasi penyerapan anggaran yang

kurang maksimal, baik diri sisi kuantitas dan

kualitas, yang berdampak pada akselerasi

pembangunan di Provinsi Papua Barat;

4. Kondisi budaya masyarakat yang masih

eksklusif terhadap dinamika ekonomi,

dalam hal ini adalah eksistensi hak ulayat,

memberikan implikasi ketidakpastian hukum

dalam pelaksanaan investasi dan

pembangunan secara umum. Hal-hal yang

terkait dengan penyelenggaraan proyek

yang berkaitan dengan hak ulayat sering

kali berdampak pada penyelesaian

pekerjaan.

D. ANALISIS CASH FLOW PEMERINTAH PUSAT

Cash flow pemerintah pusat menggambarkan

Page 77: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

49 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

kondisi arus kas masuk (cash in flow) dan arus

kas keluar (cash out flow) yang dilakukan oleh

pemerintah pusat pada suatu daerah dan

periode waktu tertentu. Arus kas masuk

pemerintah pusat adalah semua penerimaan

yang diterima oleh pemerintah pusat dari

pemerintah daerah provinsi tertentu sedangkan

arus kas keluar adalah semua pengeluaran

yang dilakukan oleh pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah provinsi tertentu. Yang

termasuk dalam arus kas masuk bagi

pemerintah pusat adalah semua penerimaan

negara yang diterima oleh pemerintah pusat

melalui pemerintah provinsi

tertentu seperti penerimaan

pajak, PNBP, dan hibah. Yang

termasuk dalam arus kas keluar

pemerintah pusat adalah

semua belanja pemerintah

pusat dalam APBN yang terdiri

dari belanja KP/KD/DK/TP/UB

dan dana transfer untuk provinsi

berkenaan.

Berdasarkan data pelaksanaan

APBN terlihat bahwa pada

tahun 2020 Cash in Flow

pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat

sebesar Rp2.622,29 miliar, sedangkan Cash in

Out sebesar Rp26.219,83 miliar. Sehingga dalam

hal ini di Provinsi Papua Barat mengalami defisit

yang cukup besar mencapai Rp23.597,54 miliar.

Hal ini mengindikasikan bahwa ketergantungan

Provinsi Papua Barat kepada pemerintah pusat

masih sangat tinggi, sehingga memerlukan

subsidi silang dari daerah lain yang mengalami

surplus.

E. TRANSFER KE DAERAH Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal,

pemerintah pusat memberikan dana Transfer ke

Daerah dan Dana Desa (TKDD) kepada

pemerintah daerah. Transfer ke Daerah terbagi

menjadi (1). Dana Perimbangan; (2). Dana

Insentif Daerah (DID) dan (3). Dana Otonomi

Khusus dan Dana Keistimewaan DIY. Adapun

dana perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil

(DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana

Alokasi Khusus (DAK). Setelah beberapa tahun

sebelumnya dalam tren peningkatan, dana

yang diberikan pemerintah pusat kepada

Provinsi Papua Barat dalam bentuk TKDD

jumlahnya mengalami penurunan pada tahun

2020. Pada tahun 2019, TKDD yang dialokasikan

Tabel 3.9 Cash Flow Pemerintah Pusat di Provinsi Papua Barat

Tahun 2020 (miliar Rp)

Uraian Realisasi

Cash in Flow 2,622.29

Penerimaan Perpajakan 2,341.31

Penerimaan Bukan Pajak 280.97

Hibah -

Cash in Out 26,219.83

Belanja Pemerintah Pusat 6,635.11

Transfer ke Daerah dan Dana Desa 19,584.72

Defisit (23,597.54)

Tabel 3.10 Pagu dan Realisasi Dana Transfer Tahun 2018 – 2020

Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Uraian 2018 2019 2020

Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi

DBH 1,323 2,581 8,422.94 7,529.63 4,133.01 4,116.50

DAU 8,025 8,025 8,311.50 8,310.94 7,571.53 7,544.51

DAK 2,253 2,098 2,679.24 2,481.72 2,161.93 2,114.52

Dana Otsus & DID 4,069 4,065 4,011.10 4,042.97 4,268.07 4,268.07

Dana Desa 1,331 1,331 1,516.92 1,516.91 1,541.98 1,541.12

Total 17,002 18,099 24,941.69 23,882.18 19,676.53 19,584.72

Sumber: OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Page 78: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

50

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

untuk Provinsi Papua Barat sebesar Rp24,94

triliun, kemudian jumlahnya turun menjadi

Rp19,68 triliun atau 21,11 persen lebih rendah.

Penurunan ini hanya terjadi pada tahun 2020,

sebagai hasil dari refocusing untuk memberikan

keleluasaan pelaksanaan Program PEN namun

tetap mempertahankan upaya penguatan

desentralisasi fiskal dan perwujudan program

percepatan pembangunan dan pencapaian

sasaran prioritas nasional.

Berdasarkan komposisinya, komponen terbesar

dari TKDD Provinsi Papua Barat berupa Dana

Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU).

Pada tahun 2020, komponen DAU

menyumbang 38,52 persen dari total

keseluruhan TKDD yang diterima Provinsi Papua

Barat. Komponen terbesar kedua yaitu DBH

sebesar 21,02 persen. Kondisi tersebut

mengindikasikan bahwa Provinsi Papua Barat

memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi

terhadap pemerintah pusat. Keadaan ini patut

diwaspadai mengingat pengalaman sebagian

besar daerah dengan ketergantungan tinggi

pada dana transfer akan lebih memilih status

quo terhadap penerimaan dari pemerintah

pusat (Inanga dan Wusu, 2004).

Pada komponen DBH terjadi penurunan

kontribusi yang cukup besar, dari sebelumnya

36,2 persen menjadi 21,02 persen pada tahun

2020. Turunnya dana bagi hasil tersebut,

sebagai akibat dari turunnya pendapatan

seiring ekspor gas alam yang mengalami

penurunan harga dan volume permintaan

sehingga realisasi yang setahun sebelumnya

mencapai Rp6,07 triliun turun menjadi Rp2.74

triliun pada tahun 2020.

F. PENGELOLAAN BADAN LAYANAN

UMUM (BLU) PUSAT Badan Layanan Umum merupakan instansi di

lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk

memberikan pelayanan kepada masyarakat

berupa penyediaan barang dan/ atau jasa

yang dijual tanpa mengutamakan mencari

keuntungan/ laba dan dalam melakukan

kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi

dan produktivitas.

F.1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat

Satker pemerintah pusat yang berstatus BLU di

Provinsi Papua Barat hanya Politeknik Pelayaran

(Poltekpel) Sorong atau dahulu bernama Balai

Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran

(BP2IP) Sorong, memberikan pelayanan untuk

mendidik dan melatih pemuda pemudi menjadi

perwira pelayaran menengah/dasar dan

tenaga kepelautan berdaya saing tinggi,

prima, profesional, dan beretika sesuai standar

nasional dan internasional. Poltekpel Sorong

juga menyelenggarakan fungsi perumusan

standarisasi kurikulum, silabus, metodik/didaktik,

persyaratan pengajar, peserta, bahan dan alat

pengajaran serta ujian-ujian, penyusunan

persyaratan akreditasi program dan lembaga

pendidikan dan pelatihan serta penyiapan

bahan dan sertifikasi lulusan pendidikan dan

pelatihan di bidang kepelautan.

DBH21.02%

DAU38.52%

DAK10.80%

Dana Otsus & DID21.79%

Dana Desa7.87%

Grafik 3.6Komposisi TKDD Provinsi Papua Barat Tahun 2020

Page 79: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

51 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

Penetapan satker Poltekpel Sorong sebagai

instansi pemerintah yang menerapkan

pengelolaan keuangan BLU secara penuh

berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 735/KMK.05/2016 tanggal 30 September

2016. Pemerintah pusat memberikan fleksibilitas

pengelolaan keuangan kepada Poltekpel

Sorong sesuai dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Badan Layanan Umum

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 dan

peraturan pelaksanaannya.

F.2 Perkembangan Pengelolaan Aset, PNBP,

RM, dan BLU Pusat

Sejak ditetapkan sebagai satker BLU, nilai aset

Poltekpel Sorong cenderung fluktuatif. Setelah

meningkat 21,1 persen pada tahun 2018, nilai

aset kembali menurun 14,33 persen dan 4,46

persen selama dua tahun terakhir hingga

menjadi Rp339,6 miliar pada tahun 2020. Untuk

tahun 2020, aset yang jauh berkurang

disebabkan oleh penyesuaian nilai tanah,

penyelesaian piutang BLU dan penjualan

peralatan mesin yang sudah habis masa

pakainya.

Sementara itu, untuk realisasi PNBP BLU satker

Poltekpel Sorong mengalami penurunan dari

Rp11,9 miliar pada tahun 2019 menjadi Rp9,91

miliar pada tahun 2020 atau turun sebesar 16,68

persen. Penurunan tersebut terjadi sebagai

konsekuensi dari berkurangnya jumlah

pelaksanaan diklat kepelautan yang diizinkan

dan tidak dapat diganti dengan pembelajaran

jarak jauh selama masa pandemi.

F.3 Kemandirian BLU

Salah satu tujuan diberikannya status BLU

adalah untuk mewiraswastakan pemerintah

(enterprising the government). Oleh karena itu,

satker BLU didorong untuk menciptakan

kemandirian terhadap dirinya sendiri. Sebagai

satu-satunya BLU di Provinsi Papua Barat,

Poltekpel Sorong yang menyediakan layanan

pendidikan dan pelatihan didorong untuk

memiliki kemandirian dalam mengelola

342.6

414.9

355.5 339.6

-

100.0

200.0

300.0

400.0

500.0

2017 2018 2019 2020

Grafik 3.7Perkembangan Nilai Aset Satker Poltekpel

Sorong Tahun 2017 - 2020 (miliar Rp)

Sumber: LK BP2IP Sorong (data diolah)

12.97

10.40

11.90

9.91

-

3.00

6.00

9.00

12.00

15.00

2017 2018 2019 2020

Grafik 3.8Perkembangan Realisasi PNBP BLU Satker

Poltekpel Sorong Tahun 2017 - 2020 (miliar Rp)

Sumber: LK BP2IP Sorong (data diolah)

0.143

0.054

0.086

0.114

0.000

0.030

0.060

0.090

0.120

0.150

2017 2018 2019 2020

Grafik 3.9Perkembangan Rasio Kemandirian Poltekpel

Sorong Tahun 2017 - 2020

Sumber: LK BP2IP Sorong (data diolah)

Page 80: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

52

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

usahanya. Kemandirian tersebut dapat dilihat

rasio PNBP BLU terhadap total realisasi. Rasio

kemandirian satker Poltekpel Sorong secara

konsisten mengalami peningkatan dari 0,054

menjadi 0,114 dalam tiga tahun terakhir.

F.4 Potensi Satker PNBP Menjadi Satker BLU

Tidak semua satker yang memiliki PNBP dapat

berubah menjadi satker BLU. Pada tahun 2020,

Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi

Papua Barat membina 104 satker PNBP dimana

terdapat 2 (dua) satker PNBP yang berpotensi

menjadi satker BLU yaitu Universitas Negeri

Papua (Unipa) dan Politeknik Kesehatan

(Poltekes) Sorong. Kedua satker layanan

pendidikan tersebut memiliki jumlah aset yang

semakin tinggi. Untuk Poltekes Sorong nilai

asetnya mengalami peningkatan dari Rp145,67

miliar pada tahun 2018 menjadi Rp170,45 miliar

pada tahun 2020. Begitu juga dengan Unipa

yang mengalami peningkatan aset dari

Rp433,09 miliar pada tahun 2018 menjadi

Rp1.338,36 miliar pada tahun 2020. Besarnya

kenaikan aset tersebut dipengaruhi oleh

penyesuaian nilai tanah yang dimiliki Unipa.

Sementara itu, jika dilihat rasio realisasi PNBP

terhadap total realisasi, Unipa memiliki rasio

kemandirian semakin naik dari 0,234 hingga

menjadi 0,244 pada tahun 2020. Hal ini

menunjukan tingkat kemandirian satker tersebut

semakin baik. Adapun rasio kemandirian

Poltekes Sorong, setelah sempat menurun pada

tahun 2019, berhasil kembali meningkat

menjadi 0,298 pada tahun 2020.

G. PENGELOLAAN MANAJEMEN INVESTASI

PUSAT

Selain membina satuan kerja Badan Layanan

Umum, Kanwil DJPb Provinsi Papua Barat juga

diberi tugas untuk melakukan monitoring dan

evaluasi pelaksanaan investasi pemerintah

pusat di daerah khususnya penerusan pinjaman

(Subsidiary Loan Agreement/ SLA) dan kredit

program. Kredit program yang dimaksud yaitu

penyaluran Kredit Usaha Rakyat kepada Usaha

Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

G.1 Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan

Agreement/ SLA)

Jumlah penerusan pinjaman (Subsidiary Loan

Agreement/ SLA) yang ditatausahakan oleh

Kanwil DJPb Provindi Papua Barat sebesar

Rp15.445.787.609 untuk dua debitur yaitu PDAM

Kab. Manokwari dan PDAM Kab. Sorong.

Berdasarkan monitoring dari aplikasi SLIM, PDAM

Kab. Manokwari dengan nomor SLA 2104101

dan nilai pinjaman sebesar Rp7.296.812.055

telah melunasi semua kewajibannya. Untuk

PDAM Kab. Sorong dengan nomor SLA

21042101 dan nilai pinjaman sebesar

Rp8.148.975.554 masih memiliki kewajiban

untuk membayar angsuran pokok

(outstanding) sebesar Rp7.848.975.555 dan

biaya administrasi.

Tabel 3.12 Profil Penerusan Pinjaman Provinsi Papua Barat

Nomor

SLA Nama

SLA Penerima

SLA Jumlah SLA

(Rp)

2104101 RDA-297/DP3/1997

PDAM Kab. Manokwari 7.296.812.055

2104201 RDA-233/DP3/1996

PDAM Kab. Sorong 8.148.975.554

Sumber: Aplikasi SLIMDJPb (data diolah)

Tabel 3.11 Perkembangan Nilai Aset dan Rasio Kemandirian Satker PNBP yang Berpotensi Menjadi Satker BLU

Nama Satker Aset

(miliar Rp) Rasio

Kemandirian

2018 2019 2020 2018 2019 2020 Poltekes Sorong 145.67 172.22 170.45 0.158 0.123 0.298

Universitas Papua (Unipa) 433.09 519.71 1,338.36 0.234 0.238 0.244

Sumber: LKPP Kanwil DJPb Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 81: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

53 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

Hingga akhir tahun 2020 status kewajiban PDAM

Kab. Manokwari sudah diselesaikan dengan

menghapus pinjaman melalui mekanisme

Hibah Non Kas. Adapun PDAM Kab. Sorong

masih mempunyai kewajiban membayar

angsuran pokok berikut kewajiban lainnya.

Status penyelesaian utang masih bersifat on

going melalui Panitia Urusan Piutang Negara

(PUPN) dikarenakan masuk dalam kategori

Kerjasama Operasional sehingga tidak dapat

diselesaikan dengan mekanisme Penghapusan

atau Hibah-PMD.

G.2 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Menurut data SIKP, jumlah penyaluran KUR di

Provinsi Papua Barat tahun 2020 sebesar

Rp511,36 miliar yang diberikan kepada 12.878

debitur atau meningkat 16,13 persen dari tahun

sebelumnya (11.089 debitur). Kenaikan ini

didorong oleh peran aktif perbankan dalam

mempromosikan manfaat dan kemudahan KUR

kepada masyarakat, serta keberadaan KUR

Super Mikro (Supermi) yang baru diluncurkan

Pemerintah. Daerah dengan jumlah penyaluran

KUR terbesar yaitu Kota Sorong sebesar

Rp163,76 milar dengan jumlah debitur yang

tumbuh 27,5 persen menjadi 4136 nasabah.

Selanjutnya, daerah dengan penyaluran KUR

terbesar kedua yaitu Kab. Manokwari sebesar

Rp131,07 miliar yang diberikan kepada 3079

debitur atau mengalami pertumbuhan jumlah

debitur sebesar 9,18 persen. Kondisi ini

mengindikasikan bahwa persebaran KUR di

Provinsi Papua Barat masih timpang dengan

sebagian besar berada di daerah yang kondisi

perekonomiannya relatif lebih maju.

Jika dilihat dari bank penyalur, terdapat tujuh

bank penyalur KUR di Provinsi Papua Barat yaitu

BRI, Mandiri, BNI, BRI Syariah, BPD Papua dan

BCA. BRI merupakan bank penyalur KUR

terbesar baik dari sisi jumlah debitur maupun

jumlah kredit yang disalurkan. Sampai dengan

Tabel 3.13 Kewajiban Pembayaran Pokok Debitur Penerusan Pinjaman di Provinsi Papua Barat (Rupiah)

Debitur Jumlah

Penarikan Pembayaran

Pokok Tunggakan

Pokok Tunggakan Non Pokok

Total Tunggakan

Outstanding Pokok

PDAM Sorong 8.148.975.554 299.999.999 7.848.975.555 8.290.958.668 16.139.934.223 7.848.975.555

Sumber: Aplikasi SLIM DJPb (data diolah)

Tabel 3.14 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat

Berdasarkan Penyalur Tahun 2020

Skema Akad Oustanding Jumlah Debitur

BRI 401,269,701,975 292,790,908,895 11,800

Mandiri 33,972,000,000 29,626,436,641 508

BNI 56,049,500,000 43,729,463,473 306

BPD Papua 17,941,200,001 14,207,331,249 255

Bukopin 1,950,000,000 1,801,277,001 4

BRI Syariah 36,000,000 25,608,577 3

BCA 150,000,000 115,104,244 2

Jumlah 511,368,401,976 382,296,130,080 12,878

Sumber: SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

4136

3079

1549

909

932

663

504

416

437

205

47

1

0

163.76131.07

60.88

38.42

35.03

21.48

16.05

21.89

14.65

6.00

2.12

0.01

0.00

0.00 100.00 200.00

0 1500 3000 4500

Kota Sorong

Manokwari

Sorong

Fakfak

Tl Bintuni

Sorong Selatan

Raja Ampat

Tl Wondama

Kaimana

Tambrauw

Maybrat

Peg. Arfak

Mkw Selatan

Grafik 3.10Jumlah Debitur dan Penyaluran KUR per Kab/ KotaProvinsi Papua Barat Tahun 2020 (orang, miliar Rp)

DebiturPenyaluran

Sumber: SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

Page 82: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

54

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

akhir tahun 2020, dana KUR yang

telah disalurkan oleh BRI sebesar

Rp401,27 miliar dengan jumlah

debitur sebanyak 11.800 orang.

Sementara dana KUR yang telah

disalurkan oleh Bank Mandiri sebesar

Rp33,97 miliar dengan jumlah debitur

sebanyak 3.884 orang. Adapun BNI

telah menyalurkan KUR senilai Rp56,05

miliar atau lebih besar dari Bank

Mandiri namun dengan jumlah

debitur lebih kecil sebanyak 306

orang.

Jika dilihat berdasarkan skema,

sampai dengan tahun 2020 jumlah

penyaluran KUR tertinggi di Provinsi

Papua Barat yaitu KUR Mikro sebesar

Rp323,28 miliar dengan jumlah

debitur sebanyak 10.393 nasabah. Sementara

itu untuk penyaluran KUR Ritel sebesar Rp172,84

miliar untuk 780 nasabah. Supermi sebagai

skema kredit yang diluncurkan pada

September 2020 mancatatkan jumlah yang

besar dalam 3 bulan senilai Rp15,25 miliar

dengan debitur sebanyak 1.705 nasabah.

Jika dilihat berdasarkan sektor, perdagangan

merupakan sektor yang memiliki jumlah

penyaluran KUR terbesar. Sampai dengan

tahun 2020, penyalurannya sebesar Rp243,35

miliar dengan debitur sebanyak 5.507 nasabah.

Kemudian diikuti sektor jasa kemasyarakatan,

sosial budaya, hiburan dan perorangan lainnya

sebesar Rp56,89 miliar untuk 1.405 nasabah.

Melihat kondisi terserbut, perlu perluasan

jangkauan ke sektor lainnya yang lebih

produktif seperti sektor perikanan dan industri

pengolahan agar lebih menggerakkan roda

perekonomian Provinsi Papua Barat.

G.3 Penyaluran Kredit Ultra Mikro (UMi)

Implementasi penyaluran KUR sampai dengan

saat ini belum mampu mencapai target yang

diharapkan karena banyaknya calon nasabah

potensial KUR yang tidak memenuhi studi

kelayakan perbankan (unbankable). Oleh

karena itu, pemerintah menggagas skema

penyaluran kredit kepada UMKM yang disebut

program Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) dengan

karakteristik nasabah unbankable tetapi

memiliki kelayakan usaha, dengan indikator

keuntungan dan kesinambungan usaha.

Pembiyaan UMi merupakan penyediaan dana

yang bersumber dari Pemerintah atau bersama

Tabel 3.15 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat

Berdasarkan Skema Tahun 2020

Skema Akad Oustanding Jumlah Debitur

Mikro 323,283,350,001 230,229,986,172 10,393

Ritel 172,835,551,975 137,983,447,888 780

Supermi 15,249,500,000 14,082,696,020 1,705

Jumlah 511,368,401,976 382,296,130,080 12,878

Sumber: SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

Tabel 3.16 Penyaluran KUR di Provinsi Papua Barat

Berdasarkan Sektor Lapangan Usaha Tahun 2020

Skema Akad Oustanding Jumlah Debitur

Perdagangan Besar, Eceran 243,352,974,739 179,548,372,340 5,507

Jasa Kemasyarakatan, Sosbud, Hiburan, Perorangan Lainnya

56,894,288,237 43,899,957,365 1,405

Pertanian, Perburuan, Kehutanan

48,112,100,000 36,464,270,322 1,667

Penyediaan Akomodasi, Makan Minum

43,079,500,000 32,529,893,635 1,011

Industri Pengolahan 46,376,289,000 33,380,821,494 1,306

Perikanan 29,641,000,000 22,823,851,954 870

Transportasi, Pergudangan, Komunikasi

21,421,750,000 15,935,126,557 697

Real Estate, Usaha Persewaan, Jasa Perusahaan

13,204,500,000 10,933,161,554 210

Konstruksi 3,342,000,000 2,225,044,729 36

Jasa Kesehatan, Kegiatan Sosial

5,927,000,000 4,545,562,545 168

Jasa Pendidikan 17,000,000 10,067,585 1

Adm Pemerintahan, Pertahanan, Jamsos Wajib

- - -

Jumlah 511,368,401,976 382,296,130,080 12,878

Sumber: SIKP Kementerian Keuangan (data diolah)

Page 83: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

55 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

pemerintah daerah atau pihak lain untuk

memberikan pembiayaan kepada UMKM.

Di Papua Barat penyaluran UMi yang dilakukan

melalui Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB),

seperti Pegadaian, PNM dan KSPPS Tamzis Bina

Utama bisa dikatakan belum maksimal. Hal ini

tercermin dari jumlah penyaluran UMi pada

tahun 2020 sebesar Rp5,05 miliar dengan jumlah

debitur sebanyak 958 orang. Meskipun jumlah

debitur dan penyaluran tumbuh pesat (58,87

persen dan 102,13 persen) dari tahun

sebelumnya yang hanya 603 debitur dengan

nilai Rp2,49 miiar program pembiayaan UMi di

Papua Barat ke depannya masih perlu

akselerasi yang melibatkan banyak pihak

terutama peran dari penyalur dan pemerintah

daerah. Lokasi debitur juga masih dominan

berada di Kab. Sorong (467 debitur), sedangkan

penyaluran terbanyak dilakukan oleh

Pegadaian (912 debitur).

H. PROGRAM PEN, MANDATORY

SPENDING, BELANJA INFRASTRUKTUR

PUSAT DAN OUTPUT STRATEGIS LAINNYA

Pada tahun 2020, Belanja Pemerintah Pusat

(Belanja K/L) berperan sebagai instrumen

utama untuk menstimulasi perekonomian

agar segera pulih. Sejalan dengan hal

tersebut, desain kebijakan belanja tahun

2020 didasarkan pada belanja yang dapat

segera meningkatkan konsumsi, produksi

dan volume jual beli dengan tetap

menjaga daya beli masyarakat miskin dan

rentan miskin. Khusus untuk belanja yang

dipandang perlu atau menjadi prioritas

pembangunan tetap diwujudkan agar

tetap menghasilkan output yang

berkualitas (strategis), serta mendorong

percepatan pembangunan dan

peningkatan kualitas SDM (pendidikan dan

kesehatan) meskipun dalam kondisi pandemi.

H.1 Belanja Program PEN

Pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan

stimulus dalam bentuk Program Pemulihan

Ekonomi Nasional (PEN) sebagai upaya

pemulihan bagi masyarakat dan dunia usaha

yang mengalami guncangan. Program PEN di

Provinsi Papua Barat terhitung efektif

dilaksanakan sejak bulan April 2020 yang

terbagi dalam beberapa kluster yaitu

perlindungan sosial, UMKM dan Sektoral K/L.

Realisasi program PEN pada tahun 2020 di

Papua Barat diantaranya, pada kluster

perlindungan sosial mencapai Rp738,5 miliar

yang dilaksanakan melalui 7 (tujuh) kegiatan.

Sementara yang diperuntukkan (kluster) bagi

pelaku usaha (UMKM) dan para pekerjanya

Tabel 3.17 Output Program PEN di Provinsi Papua Barat Tahun 2020

Kluster/Kegiatan Output

Realisasi (miliar Rp) Capaian

Perlindungan Sosial

Program Keluarga Harapan (PKH) 164.92 340.984 KPM

Kartu Sembako 135.04 703.730 KPM

Bantuan Sosial (non Jabodetabek) 61.17 101.952 KPM

Sembako non PKH 11.85 23.701 KPM

BLT Dana Desa 239.74 101.249 KPM

Kartu Pra Kerja 19.55 5.509 Orang

Bantuan Subsidi Upah 106.22 88.519 Orang

Kesehatan

Insentif Tenaga Medis Pusat 10.16 1.621 Orang

Bantuan Iuran JKN 6.57 398.493 Orang

Insentif Tenaga Medis Pemda 17.38 14 Pemda

Klaim Perawatan 8,54 397 Kasus

UMKM

Subsidi Bunga KUR 14,44 18.333 Debitur

Subsidi Bunga Non KUR 53,87 196.449 Debitur

Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM) 43,84 18.269 Orang

Sektoral K/L dan Pemda

Program Padat Karya Pertanian 7.85 24.372 Orang

Program Padat Karya Perhubungan 11.59 17.667 Orang

Program Padat Karya PUPR 234,60 8.600 Orang

Cadangan DAK Fisik 188,43 10.852 Orang Sumber: Pokja Belanja PEN, MEBE, dan OMSPAN (data diolah)

Page 84: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

56

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

dalam bentuk subsidi bunga (KUR dan Non KUR)

serta BPUM mampu terealisasi Rp112,15 miliar.

Selain dua kluster tersebut, terdapat juga

program PEN yang dilaksanakan melalui

Program Padat Karya (PKT) Kementerian

Negara/Lembaga dan Pemda (kluster sektoral)

yang mampu menyerap anggaran senilai

Rp442,49 miliar. Pada kluster kesehatan, insentif

nakes (pusat dan daerah), serta Iuran JKN dan

klaim perawatan Covid-19 menghabiskan

anggaran sebesar Rp42,65 miliar. Realisasi

masing-masing kluster dalam program PEN ini

yang secara total telah mencapai Rp1,25 triliun

H.2 Output Strategis Bidang Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur merupakan salah

satu prioritas utama dalam belanja pemerintah

pusat. Kebijakan ini didasari oleh keyakinan

bahwa untuk mendorong iklim investasi,

penyediaan infrastruktur dasar mempunyai

peranan yang sangat penting dalam

peningkatan daya saing dan efisiensi sistem

logistik, serta pemerataan pembangunan

Sebagai wilayah di Kawasan Timur Indonesia,

pembangunan infrastruktur terbukti masih

menjadi prioritas kebijakan pemerintah pada

tahun 2020. Hal ini ditunjukkan dengan

keberadaan alokasi belanja modal infrastruktur

meskipun telah dilakukan adanya realokasi dan

refocusing APBN. Alokasi ini digunakan agar

tetap dapat menghasilkan output strategis

infrastruktur Papua Barat dalam rangka

mendorong pertumbuhan ekonomi.

Pada tahun 2020, beberapa output strategis

tercatat memiliki realisasi yang cukup besar,

diantaranya pembangunan dan preservasi

±265 km jalan (Rp775,31 miliar), Jembatan

sepanjang ±382,5 meter (Rp135,53 miliar) dan

rehabilitasi sarana pendidikan sebanyak ±1040

ruang (Rp62,56 miliar). Namun demikian,

besarnya serapan belum menunjukkan adanya

optimalisasi pada capaian output. Masih

banyak kendala khas Papua Barat yang harus

dihadapi selain pandemi sehingga membuat

infrastruktur tertahan. Infrastruktur yang tidak

disertai pembebasan lahan dalam

pembangunannya menjadi output dengan

capaian lebih besar karena relatif lancar pada

pelaksanaannya.

H.3 Output Strategis Bidang Pendidikan

Pendidikan yang berkualitas diharapkan dapat

meningkatkan produktivitas, inovasi, dan daya

saing sumber daya manusia. Dalam jangka

panjang, pendidikan yang berkualitas juga

diharapkan dapat memutus rantai kemiskinan

antar-generasi serta meminimalkan social cost

dalam pembangunan yang dilaksanakan

Pemerintah. Oleh karena itu Pendidikan tetap

menjadi salah satu prioritas belanja pemerintah

pusat dalam kondisi apapun.

Sepanjang tahun 2020 realisasi PIP dan KIP di

Tabel 3.18 Output Strategis Bidang Infrastruktur di Provinsi Papua Barat Tahun 2020

Jenis Output Output

Realisasi (miliar Rp) Volume Capaian

(%) Jalan (Pembangunan dan Preservasi)

775.31 1410 km 89.98

Jembatan (Pembangunan dan Pemeliharaan)

135.53 2961 m 25.34

Rehabiliitasi Bendungan 25.13 10 unit 100.00

Jaringan Irigasi 123.54 314 km 100.00

Embung 18.25 47 unit 100.00

Revitalisasi Danau 119.93 3 buah 100.00

Kapasitas Bandara 185.63 2 lokasi 18.18

Sistem Pengelolaan Air Limbah

17.71 700 kk 100.00

SPAM Terfasilitasi 1.82 1 lokasi 100.00

SPAM Berbasis Masyarakat 31.00 2.38 SR 100.00

Pembangunan Rumah Susun/Khusus/Swadaya

46.71 76 unit 100.00

Rehab dan Renov Sarana Prasarana Pendidikan

62.56 1040 ruang 100.00

Pembangu dan Rehab Pasar

1.32 1 lokasi 100.00

Sumber: OMSPAN (data diolah)

Page 85: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

57 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBN

Provinsi Papua Barat secara bersama-sama

mampu mencapai nilai Rp11.87 miliar atau

telah disalurkan kepada 1432 siswa. Penyaluran

beasiswa Bidikmisi juga berhasil dilakukan

dengan tingkat serapan 100 persen pada 313

mahasiswa yang menjadi target. Sementara

pada alokasi BOS, sampai berakhirnya tahun

2020 terealisasi sebesar Rp14,99 miliar. Besaran

penyerapan ini disertai dengan capaian output

riil sebanyak 2880 siswa. Berdasarkan tingkat

capaian dari masing-masing output yang

rendah terlihat bahwa transformasi proses

belajar mengajar menjadi pembelajaran

jarak jauh mempengaruhi capain dari tiap-

tiap indikator dan output strategis bidang

pendidikan menjadi tidak optimal.

H.4 Output Strategis Bidang Kesehatan

Pembangunan kesehatan adalah upaya

yang dilaksanakan oleh semua komponen

untuk meningkatkan kemampuan hidup

sehat bagi setiap orang agar terwujud

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-

tingginya, sebagai investasi bagi

pembangunan sumber daya manusia yang

produktif secara sosial dan ekonomis. Akan

tetapi, pandemi Covid-19 yang terjadi telah

menjadi ancaman serius terhadap

pembangunan tersebut. Saat ini, fokus utama

bidang kesehatan adalah penanganan

Covid-19 secara khusus, sedangkan

peningkatan derajat kesehatan dan status gizi

masyarakat menjadi prioritas lanjutan. Meski

bukan yang utama, melalui berbagai upaya

kesehatan dan pemberdayaan masyarakat

yang didukung dengan perlindungan finansial,

serta pemeratan pelayanan kesehatan,

prioritas tersebut diwujudkan.

Beberapa sasaran non Covid-19 di Papua Barat

pada tahun 2020 mampu mencapai tingkat

realisasi yang besar. Pencegahan stunting yang

menyasar Baduta 1000 HPK mampu terlaksana

pada 14.878 keluarga. Sementara itu, kegiatan

lainnya berupa peningkatan kinerja sistem

kesehatan melalui penyediaan layanan

imunisasi alokon di Faskes dapat terlaksana

dengan baik pada 222 faskes di 13

kabupaten/kota. Capain output strategis yang

diarahkan untuk kegiatan pelayanan promotif

dan preventif tersebut merupakan upaya

pencegahan, pencarian dan pengobatan

penyakit sedini mungkin, terutama untuk

penyakit endemik dan kronis. Tabel 3.20

Output Strategis Bidang Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2020

Jenis Output Output

Realisasi (miliar Rp) Volume Capaian

(%) Baduta Terpapar 1000 HPK 1.03 14878 KK 100.00

Peningkatan akses dan kualitas pelayanan KBKR 0.71 10 kab/kota 76.92

Pengendalian Faktor Risiko Penyakit di Pintu Masuk 2.95 833 layanan 47.82

Ketersediaan Alokon di Faskes 5.15 222 faskes 100.00

Pembinaan Gizi Masyarakat 0.37 26 kab/kota 100.00

Pelayanan Kesehatan Primer 0.78 3 kab/kota 100.00

Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular 0.63 11 kab/kota 100.00

Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

0.08 1 kab/kota 100.00

Layanan Intensifikasi Eliminasi Malaria 0.99 20 layanan 11.49

Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat 0.50 3 kab/kota 100.00

Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) 0.77 30 kk 90.91

Sumber: OMSPAN (data diolah)

Tabel 3.19 Output Strategis Bidang Pendidikan di Provinsi Papua Barat Tahun 2020

Jenis Output Output

Realisasi (miliar Rp) Volume Capaian

(%) Penerima BOS 14.99 2880 siswa 18.16

Penerima KIP 1.20 527 orang 62.81

Penerima Bantuan PIP 10.67 905 siswa 73.16

Penerima Bidik Misi PTIK 3.41 313 orang 100.00

Guru Non-PNS Penerima Tunjangan Profesi 5.09 292 orang 42.14

Tunjangan Penyuluh/ Tenaga Teknis Non PNS 10.61 49 orang 3.48

Sumber: OMSPAN (data diolah)

Page 86: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

58

Perkembangan dan Analisis APBN

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Boks 3.1

Persepsi Masyarakat terhadap Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)

Melalui survei yang dibagikan kepada 300 responden dari berbagai jenis pekerjaan dan latar belakang yang berada di Kab. Manokwari dan Kota Sorong dapat diketahui persepsi masyarakat terhadap efektivitas program PEN bagi kehidupan mereka sehari-hari. Bekerja sama dengan Bank Indonesia, survei dilakukan bersamaan dengan kegiatan rutin pengambilan sampel IKK pada bulan November 2020. Skala nilai persepsi yang digunakan adalah 0-200 dengan batas persepsi efektif adalah di atas nilai 100, sementara nilai di bawah 100 berarti bahwa program relatif kurang memberikan manfaat. Responden juga diberikan pertanyaan pembuka terkait pengetahuan akan keberadaan program PEN, kemudian dilanjutkan dengan memberikan empat pertanyaan utama. Pertanyaan bersifat snowball dari pertanyaan utama dan tidak terikat, untuk mendapatkan persepsi yang mendalam.

Berdasarkan hasil survei, 94,67% atau 285 orang mengetahui adanya program bantuan Pemerintah (sembako, subsidi upah, subsidi bunga, dan subsidi BPUM, dan lainnya), meski secara spesifik tidak dipahami dengan sebutan program PEN. Sedangkan sisanya tidak tahu adanya program bantuan, dan hanya mengetahui bantuan yang berhubungan dengan kesehatan seperti masker, hand sanitizer, dan lainnya. Pada pertanyaan tentang dampak program PEN terhadap penghasilan, didapatkan indeks sebesar 71,67. Nilai ini mencerminkan persepsi masyarakat bahwa program PEN tidak berdampak bagi penghasilan mereka, atau merasa bahwa penghasilan yang berkurang akibat pandemi belum dapat digantikan dengan bantuan dari Pemerintah. Pandemi bahkan membuat terjadinya pemangkasan pendapatan baik gaji dan honor maupun penurunan omset usaha.

Pada pertanyaan kedua, yaitu dampak program PEN bagi ketersediaan lapangan kerja, memiliki nilai indeks rata-rata sebesar 47. Indeks yang sangat rendah ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak merasa adanya manfaat program PEN bagi ketersediaan lapangan kerja. Masyarakat merasa bahwa pandemi yang terjadi dan disingkapi dengan pembatasan sosial telah mengurangi lapangan kerja yang tersedia bahkan menimbulkan pengangguran tetap atau sementara. Jam operasional yang berkurang membuat banyak usaha (UMKM dan Industri) tidak membutuhkan pekerja baru. Mesipun saat ini kegiatan usaha perlahan bergeliat seiring dibukanya kembali perekononomian dengan penerapan protokol kesehatan namun masyarakat masih merasa kesempatan kerja baru masih belum tersedia.

Sementara itu, pada pertanyaan ketiga yaitu dampak PEN bagi pemenuhan kebutuhan sehari-hari mendapatkan nilai indeks rata-rata sebesar 88,67. Nilai ini berarti bahwa

program PEN menurut masyarakat belum mampu memberikan kepastian terhadap pemenuhan kebutuhan harian. Bantuan kebutuhan pokok masih dianggap belum cukup memenuhi banyaknya kebutuhan. Harapan masyarakat adalah bantuan yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan dasar setiap harinya selama pandemi masih berlangsung. Bantuan dalam bentuk tunai lebih dipilih karena memiliki fleksibilitas dalam penggunaannya. Berbeda dengan tiga pertanyaan sebelumnya, pada pertanyaan ke empat persepsi masyarakat terhadap dampak PEN bagi keberlangsungan kegiatan usaha memiliki indeks rata-rata yang besar yaitu 110,57. Indeks yang di atas 100 ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap program PEN dianggap efektif dalam menjaga keberlangsungan usaha. Adanya subsidi bunga KUR, subsidi BPUM dan insentif perpajakan dianggap memberikan ruang bernafas bagi para pelaku usaha diantara proses produksi, distribusi, dan kegiatan operasional penjualan yang menurun. Dengan semakin longgarnya pembatasan sosial pada dasarnya transaksi barang dan jasa sudah bisa berjalan dengan penyesuaian protokol kesehatan, sehingga persepsi masyarakat terhadap dampak program PEN memiliki indeks yang tinggi dimata para pemilik usaha.

Pertanyaan Indeks Rata-Rata Dampak PEN bagi Penghasilan 71.67 Dampak PEN bagi Ketersediaan Lapangan Kerja 47

Dampak PEN bagi Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari 88.67

Dampak PEN bagi Keberlangsungan Kegiatan Usaha 110.57

Dari empat pertanyaan, persepsi masyarakat memilki indeks yang berbeda sesuai dengan jenis pekerjaan responden. Bagi para pelaku usaha, program PEN dipersepsikan dengan nilai yang tinggi karena manfaatnya yang terasa. Sedangkan bagi para pekerja dengan penghasilan di bawah upah minimum, program PEN belum/tidak dirasakan manfaatnya sebagaimana jawaban yang diberikan oleh sebagian besar responden. Masyarakat pada kategori tersebut merasa bahwa bantuan yang mereka dapat hanyalah untuk pemenuhan kebutuhan pokok sementara dan bukan bantuan untuk mengembalikan produktivitas. Berdasarkan rangkuman dari jawaban responden atas pertanyaan-pertanyaan lanjutan, harapan terbesar masyarakat adalah kembalinya kehidupan sehari-hari seperti sediakala agar perekonomian dapat pulih. Responden menyadari bahwa Pemerintah tidak akan sanggup menanggung kehidupan masyarakat sepenuhnya sehingga mereka berharap permasalahan kesehatan dapat segera diselesaikan, agar dapat kembali beraktivitas secara normal.

Page 87: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 88: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

#DJPbKawalAPBN

"Bapak, Ibu dan anaknya sedang berjualan Pinang di Pinggir JalanManokwari Selatan"

Perkembangan

APBD

Page 89: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

59

Perkembangan dan Analisis APBD

aerah dalam rangka pelaksanaan

pembangunan, pendanaan yang

bersumber dari penerimaan sangat

dibutuhkan. Terlebih pada masa

pandemi ketika sumber Pendapatan Asli

Daerah (PAD) mengalami penurunan sehingga

penerimaan daerah lebih didominasi oleh

pendapatan dana transfer dari Pemerintah

Pusat sebagai tumpuan utama. Semua

pengeluaran untuk pembangunan daerah dan

sumber dana yang diperlukan tertuang dalam

dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD). Dalam merencanakan sumber

pendapatan dan alokasi belanja, pemerintah

daerah harus melihat kondisi dan kebutuhan riil

masyarakat berdasarkan potensi daerah

dengan berorientasi pada kepentingan/skala

prioritas pembangunan. Selain itu, APBD

merupakan salah satu pendorong bagi

pertumbuhan dan pemulihan ekonomi daerah

D

BAB IV

Perkembangan dan Analisis APBD

Tabel 4.1 Profil APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020 (miliar Rp)

Uraian 2018 2019 2020

Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi PENDAPATAN 18,978.36 20,100.00 28,718.88 26,314.45 24,954.60 22,766.98

PAD 1,016.69 937.41 1,203.11 853.08 1,102.71 888.44

Pendapatan Transfer 11,601.68 12,703.82 26,218.34 24,231.10 21,672.85 21,493.88

Lain-lain PD yang sah 6,359.99 6,458.77 1,297.43 1,230.27 2,179.04 384.65

BELANJA 23,264.04 21,254.51 27,611.99 23,803.87 29,538.00 24,070.88

Belanja Pegawai 5,279.15 3,628.22 5,699.84 3,703.08 5,824.18 3,909.84

Belanja Barang 5,737.97 6,393.17 7,033.66 6,731.51 6,346.09 6,032.92

Belanja Bunga 9.20 8.55 41.90 26.98 69.90 67.72

Belanja Subsidi 21.13 19.60 13.34 15.34 26.88 23.94

Belanja Hibah 994.37 1,060.39 1,256.71 1,196.97 2,052.12 1,698.17

Belanja Bantuan Sosial 532.18 534.68 477.67 773.79 582.84 481.28

Belanja Bagi Hasil 704.23 362.44 1,880.50 1,846.66 2,684.71 2,621.79

Belanja Bantuan 3,969.60 3,942.92 4,301.77 4,011.19 4,411.53 3,309.78

Belanja Modal 5,990.50 5,297.01 6,877.00 5,489.82 6,551.32 5,650.50

Belanja Tidak Terduga 25.72 7.53 29.59 8.51 988.44 274.95

PEMBIAYAAN NETTO 2,193.08 1,905.54 2,143.42 849.65 4,558.23 3,051.59

Penerimaan Pembiayaan 2,455.78 2,207.40 2,676.73 1,824.16 5,032.71 3,524.47

Pengeluaran Pembiayaan 262.70 301.87 533.32 829.05 474.49 472.88

SiLPA/SiKPA (2,092.60) 751.03 3,250.31 3,360.23 (25.17) 1,747.68

Sumber: SIKD DJPK (data diolah)

Page 90: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

60

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera,

mandiri, dan berkeadilan. Selain itu, APBD juga

sebagai alat pendorong dan salah satu

penentu tercapainya target dan sasaran makro

ekonomi daerah yang diarahkan untuk

mengatasi berbagai kendala dan

permasalahan pokok yang merupakan

tantangan dalam mewujudkan agenda

masyarakat yang sejahtera dan mandiri.

Berdasarkan data APBD Tahun 2020, target

pendapatan seluruh pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat mengalami penurunan

13,11 persen dari Rp28.718,88 miliar menjadi

Rp24.954,6 miliar pada tahun 2020. Penuruanan

tersebut disebabkan adanya penyesuaian

dana transfer Pemerintah Pusat dan target

pendapatan daerah karena pandemi yang

menahan pergerakan roda ekonomi. Kondisi

berbeda terjadi pada alokasi belanja APBD

pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat

yang meningkat 6,98 persen menjadi Rp29.538,0

miliar dari sebelumnya Rp27.611,99 miliar.

Naiknya pagu belanja tersebut dikarenakan

kenaikan signifikan pada belanja tidak terduga

dengan merealokasi dan me-refocusing

program dan kegiatan yang tidak menjadi

prioritas. Alokasi pada belanja tidak terduga

menjadi pos pembebanan pelaksanaan

program pemulihan ekonomi.

Apabila dilihat dari angka realisasinya, hingga

akhir tahun 2020, total pendapatan APBD

seluruh pemerintah daerah se-Provinsi Papua

Barat mencapai Rp22.766,98 miliar atau turun

13,48 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Namun demikian, di tengah keterbatasan

ekonomi pendapatan dari komponen PAD

mengalami peningkatan 4,15 persen menjadi

Rp888,44 miliar. Sementara itu, dari aspek

belanja terdapat kenaikan realisasi sebesar 1,12

persen yaitu dari Rp23.803,87 miliar pada tahun

2019 menjadi Rp24.070,88 miliar. Faktor utama

yang mempengaruhi pencapaian realisasi

pendapatan dan belanja tersebut adalah

akselerasi belanja pemerintah agar mampu

memberikan dampak pengganda terhadap

berjalannya kegiatan ekonomi. Secara umum,

pelaksanaan kebijakan fiskal tahun 2020

memiliki beberapa tantangan khusus untuk

dapat mewujudkan pemulihan ekonomi Provinsi

Papua Barat diantaranya adalah:

1. Tingkat ketergantungan yang tinggi

terhadap sumber daya alam (raw material)

bernilai tambah rendah sehingga rentan

terhadap harga yang saat ini sangat

fluktuatif, terlebih lagi dengan permintaan

yang menurun;

2. Kebijakan daerah difokuskan pada

penganan pandemi dan pemulihan

ekonomi dari sisi permintaan sehingga upaya

mendatangkan investor tidak menjadi

prioritas padahal masuknya investasi akan

berdampak besar bagi masyarakat;

3. Tingkat ketergantungan yang tinggi

terhadap pemenuhan kebutuhan pokok dari

luar daerah sehingga adanya pembatasan

mobilitas manusia dan barang mengancam

pemenuhan kebutuhan masyarakat; dan

4. Kapasitas dan kualitas SDM masih lemah

sehingga mengakibatkan rendahnya daya

saing, serta ditambah dengan berbagai

ancaman dan gangguan sosial.

A. ANALISIS PENDAPATAN APBD Menurut Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah,

Pendapatan Daerah adalah hak pemerintah

daerah yang diakui sebagai penambah nilai

kekayaan bersih dalam periode tahun

Page 91: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

61 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

bersangkutan. Pendapatan daerah tersebut

terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana

Perimbangan dan Lain-lain pendapatan

daerah yang sah.

Berdasarkan data, realisasi pendapatan seluruh

pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat

pada tahun 2020 didominasi oleh pendapatan

transfer mencapai 90,9 persen dari total

pendapatan daerah. Sedangkan kontribusi PAD

terhadap total pendapatan daerah di Provinsi

Papua Barat berkisar diangka 3,9 persen dan

sisanya berasal dari Lain-lain Pendapatan

Daerah yang Sah (5,2 persen). Hal ini memberi

indikasi bahwat tingkat ketergantungan

pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

terhadap pemerintah pusat relatif tinggi.

A.1 Analisis Ruang Fiskal Daerah

Untuk mendukung program penanganan

pandemi dan pemulihan ekonomi dengan

tetap berupaya mewujudkan program

nawacita pemerintah, ketersediaan fiskal yang

cukup menjadi prasyarat utama. Dengan ruang

fiskal yang cukup lebar, pemerintah daerah

lebih leluasa dalam menggunakan alokasi

anggarannya untuk kegiatan yang mendorong

percepatan pemulihan regional sembari

menjaga ketahanan ekonomi masyarakatnya

tanpa diganggu belanja yang bersifat wajib

seperti membiayai belanja pegawai, serta

belanja berketentuan khusus yang mengikat.

Kemandirian pemerintah daerah dalam

menentukan arah pembangunan tergantung

dari besarnya ruang fiskal yang tersedia untuk

kegiatan pembangunan tersebut.

Ruang fiskal yang dimiliki pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat pada tahun 2020

mengalami penurunan dari Rp20.129,65 pada

tahun 2019 menjadi Rp17.197,92 miliar. Artinya,

pendapatan daerah yang turun seiring

pandemi namun di sisi lain terjadi kenaikan

belanja yang sifatnya mengikat. Hal tersebut

membuat pemerintah daerah kesulitan untuk

memiliki kelonggaran fiskal yang besar dalam

membiayai pembangunan daerah sesuai

dengan karakteristik regional.

A.2 Analisis Kemandirian Daerah

Rasio ini menggambarkan kontribusi PAD

terhadap total realisasi pendapatan daerah.

Rasio kemandirian daerah seluruh pemerintah

Tabel 4.2 Pendapatan APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat Tahun 2020 (miliar Rp)

Pendapatan Target Realisasi

PAD 1,102.71 888.44

Pajak Daerah 537.11 477.57

Retribusi Daerah 124.39 31.54

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 49.08 40.70

Lain-lain PAD yang Sah 392.14 338.63

PENDAPATAN TRANSFER 21,448.54 20,695.30

DBH Pajak dan Bukan Pajak 3,361.88 4,246.49

DAU 7,680.16 7,424.85

DAK 2,258.06 1,659.22

Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 7,333.73 6,739.49

Dana Desa 695.43 523.89

Dana Insentif Daerah (DID) 119.28 101.36

LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 2,403.35 1,183.24

Hibah 147.97 8.29

Lain-lain 2,255.38 1,174.95

TOTAL PENDAPATAN 24,954.61 22,766.98

Sumber: SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 4.3 Ruang Fiskal Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2018 - 2020 (miliar Rp)

Uraian Realisasi 2018

Realisasi 2019

Realisasi 2020

Pendapatan Daerah 20,100.00 26,314.45 22,766.98

DAK 2,098.06 2,481.72 1,659.22

Belanja Wajib 3,628.22 3,703.08 3,909.84

Ruang Fiskal 14,373.71 20,129.65 17,197.92

Sumber: SIKD DJPK (data diolah)

Page 92: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

62

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

daerah di Provinsi Papua Barat masuk dalam

kategori sangat rendah. Pada tahun 2020,

seluruh pemerintah daerah mempunyai rasio

kemandirian di bawah 20 persen bahkan ada

pemerintah daerah yang memiliki rasio

kemandirian di bawah 1 persen yaitu Kab

Tambrauw dan Pegunungan Arfak. Adapun

rasio kemandirian tertinggi dimiliki Kab.

Manokwari Selatan dan Manokwari masing-

masing sebesar 15,9 persen dan 6,2 persen. Hal

ini memberi indikasi bahwa keterbatasan

potensi pendapatan yang dimiliki membuat

tingkat ketergantungan seluruh pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat terhadap

pendanaan dari pemerintah pusat relatif tinggi.

B. ANALISIS BELANJA APBD Belanja Daerah adalah semua kewajiban

daerah yang diakui sebagai pengurang nilai

kekayaan bersih dalam periode tahun

anggaran yang bersangkutan. Belanja daerah

dapat diklasifikasi berdasarkan fungsi, jenis dan

lain sebagainya.

Sepanjang tahun 2020, terdapat beberapa

faktor utama yang mempengaruhi pencapaian

realisasi belanja APBD di Provinsi Papua Barat,

yaitu:

1. Kapasitas SDM yang relatif kurang memadai

memberikan pengaruh pada capaian

realisasi penyerapan anggaran yang kurang

maksimal, baik dari sisi kuantitas dan kualitas,

berdampak pada akselerasi penanganan

pandemi, pemulihan dan pembangunan

ekonomi di Provinsi Papua Barat;

2. Kondisi geografis yang belum diintegrasikan

oleh infrastruktur yang memadai secara

konsisten memberikan dampak pada

ekonomi dengan biaya tinggi (high cost

economy) sehingga hal ini menjadi beban

bagi pertumbuhan investasi. Rendahnya

tingkat investasi merupakan permasalahan

dasar bagi penciptaan lapangan kerja dan

penerimaan pajak pemerintah;

3. Kondisi budaya masyarakat yang masih

eksklusif terhadap setiap perubahan atau

dinamika ekonomi, dalam hal ini adalah

eksistensi hak ulayat, memberikan implikasi

ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan

investasi dan pembangunan secara umum.

B.1 Analisis Belanja Daerah Berdasarkan

Klasifikasi Fungsi

APBD dapat diklasifikasikan berdasarkan

fungsinya antara lain: pelayanan umum;

perumahan dan fasilitas umum; pendidikan;

ekonomi; kesehatan; perlindungan sosial;

ketertiban dan keamanan; lingkungan hidup

dan pariwisata dan budaya. Berdasarkan data

APBD tahun 2020 Provinsi Papua Barat, alokasi

terbesar digunakan untuk fungsi pelayanan

umum sebesar Rp2.917,83 miliar, kemudian

perumahan dan fasilitas umum sebesar

Rp1.256,66 miliar. Hal ini menunjukan fokus dari

belanja pemerintah daerah di Provinsi papua

Barat sudah tepat mengingat peran utama dari

0.5 0.7 1.0 1.0 1.5 1.6 2.02.9 3.1

3.84.5 5.0

6.2

15.9

0.0

4.0

8.0

12.0

16.0

Tambra

uw

Peg. Arfa

k

Maybrat

Sorong Selatan

Raja A

mpa

t

Teluk Bintuni

Sorong

Tl Wond

ama

Kaima

na

Fakfak

Kota Sorong

Pemprov

Manokw

ari

Mkw

Selatan

Grafik 4.1Rasio Kemandirian Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua barat Tahun 2020 (persen)

Sumber: SIKD DJPK (data diolah)

Page 93: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

63 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

lembaga eksekutif yaitu

memberikan pelayanan

kepada masyarakat. Namun

yang perlu digaris bawahi

adalah porsi alokasi untuk

fungsi pariwisata dan

budaya relatif masih sangat

kecil. Padahal terdapat

potensi pengembangan

pariwisata di Provinsi Papua

Barat sangat besar semisal

Taman Wisata Raja Ampat

dan Teluk Cendrawasih

yang telah diakui oleh dunia internasional.

B.2 Analisis Belanja Daerah Menurut Jenis

Belanja (Sifat Ekonomi)

Berdasarkan jenisnya, belanja dapat

dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu

belanja langsung berupa belanja barang dan

jasa, belanja modal serta belanja tidak

langsung berupa belanja pegawai, belanja

bunga, belanja hibah, dan belanja bantuan

sosial. Jika dilihat dari trennya, sebagian besar

jenis belanja mengalami kenaikan alokasi

dibandingkan tahun sebelumnya kecuali untuk

belanja barang dan jasa, serta belanja modal

yang mengalami penurunan sebagai

konsekuensi dari penyesuaian program dan

kegiatan prioritas. Meski demikian, keduanya

masih menjadi belanja dengan porsi terbesar di

Provinsi Papua Barat. Dilihat dari persentase

belanja, kebijakan pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat menitikberatkan pada

sektor produktif dengan porsi belanja langsung

yang lebih besar dibandingkan dengan belanja

tidak langsung.

C. PENGELOLAAN INVESTASI DAERAH

C.1 Bentuk Investasi Daerah

Sesuai Permendagri Nomor 52 Tahun 2012

tentang Pedoman Pengelolaan Investasi

Pemerintah Daerah, Investasi Pemerintah

Daerah adalah penempatan sejumlah dana

dan/atau barang milik daerah oleh pemerintah

daerah dalam jangka panjang untuk investasi

pembelian surat berharga dan investasi

langsung, yang mampu mengembalikan nilai

pokok ditambah dengan manfaat ekonomi,

sosial, dan/atau manfaat lainnya dalam jangka

waktu tertentu. Bentuk investasi daerah tersebut

2,917.831,256.66

507.58

496.22

263.33

90.18

56.85

41.61

21.16

0.00 2,000.00

Pelayanan Umum

Perumahan dan FasilitasUmum

Pendidikan

Ekonomi

Kesehatan

Perlindungan Sosial

Ketertiban dan Keamanan

Lingkungan Hidup

Pariwisata dan Budaya

Grafik 4.2Alokasi APBD Pemerintah Daerah se-Provinsi

Papua Barat Tahun 2020 per Fungsi (miliar Rp)

Sumber: SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 4.4 Belanja APBD Seluruh Pemerintah Daerah se-Provinsi Papua Barat

Tahun 2020 Berdasarkan Jenisnya (miliar Rp)

Jenis Belanja 2018 2019 2020

Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi Alokasi Realisasi

Pegawai 5,279.15 3,628.22 5,699.84 3,703.08 5,824.18 3,909.84

Barang & jasa 5,737.97 6,393.17 7,033.66 6,731.51 6,346.09 6,032.92

Bunga 9.20 8.55 41.90 26.98 69.90 67.72

Subsidi 21.13 19.60 13.34 15.34 26.88 23.94

Hibah 994.37 1,060.39 1,256.71 1,196.97 2,052.12 1,698.17

Bantuan Sosial 532.18 534.68 477.67 773.79 582.84 481.28

Bagi Hasil 704.23 362.44 1,880.50 1,846.66 2,684.71 2,621.79

Bantuan 3,969.60 3,942.92 4,301.77 4,011.19 4,411.53 3,309.78

Modal 5,990.50 5,297.01 6,877.00 5,489.82 6,551.32 5,650.50

Tidak Terduga 25.72 7.53 29.59 8.51 988.44 274.95

Sumber: SIKD DJPK (data diolah)

Page 94: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

64

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

dapat berupa investasi surat berharga

dan/atau investasi langsung.

Pada tahun 2020 total realisasi penyertaan

modal (investasi) pemerintah daerah se-Provinsi

Papua Barat tercatat sebesar Rp56,5 miliar yang

dilakukan oleh 8 pemerintah daerah. Realisasi

penyertaan modal (investasi) tertinggi yaitu

Kab. Teluk Bintuni sebesar Rp36 miliar yang

diperuntukkan untuk pembangunan kawasan

industri.

C.2 Investasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

Untuk memberikan gambaran terkait

perkembangan investasi BUMD, dapat dilihat

dari nilai SLA (Subsidary Loan Agreement) BUMD

yang ada di Provinsi Papua Barat. Sampai

dengan tahun 2020, nilai SLA PDAM Manokwari

sebesar Rp7,29 miliar dan tidak memiliki

tunggakan. Sementara itu SLA PDAM Sorong

mencapai Rp8,15 miliar dengan tunggakan

sebesar Rp16,14 miliar termasuk utang pokok

dan cicilan bunga.

D. SILPA DAN PEMBIAYAAN

D.1 Perkembangan Defisit APBD

Perkembangan surplus/ defisit APBD dapat

dilihat menggunakan empat rasio sebagai

berikut:

Dari tabel di atas, dapat dijelaskan sebagai

berikut:

a. Rasio surplus APBD terhadap total

pendapatan daerah mencerminkan

performa fiskal pemerintah daerah dalam

menghimpun pendapatan untuk menutup

belanja dalam kondisi pendapatan tertentu.

Rasio tersebut menunjukkan penurunan

pada tahun 2020 dibandingkan tahun

sebelumnya sehingga memberi gambaran

kinerja fiskal yang turun karena kemampuan

pendapatan untuk membiayai belanja

menurun, seiring pendapatan transfer yang

juga menurun.

b. Rasio surplus APBD terhadap dana transfer

digunakan untuk mengetahui proporsi

surplus terhadap salah satu sumber

pendapatan daerah yakni dana transfer. Di

Tabel 4.6 SLA BUMD di Propinsi Papua Barat per Tahun 2020 (Rupiah)

Nama BUMD Nilai SLA Total Tunggakan

PDAM Manokwari 7.296.812.055 -

PDAM Sorong 8.148.975.554 16.139.934.223

Sumber: SLIM (data diolah)

Tabel 4.5 Realisasi Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah

Daerah se- Provinsi Papua Barat Tahun 2020 (Rupiah)

Pemda Nilai

Pemerintah Provinsi -

Manokwari 1,500,000,000

Sorong 2,000,000,000 Fakfak 3,000,000,000

Sorong Selatan 3,000,000,000

Raja Ampat -

Teluk Bintuni 36,000,000,000

Teluk Wondama -

Kaimana -

Tambrauw 2,000,000,000

Maybrat 3,000,000,000

Pegunungan Arfak 2,000,000,000

Total 56,500,000,000

Sumber: SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 4.7 Rasio Defisit APBD Provinsi Papua Barat

Tahun Surplus

terhadap Pendapatan

Surplus terhadap Realisasi

Dana Transfer

Surplus terhadap

PDRB

SILPA Terhadap Alokasi Belanja

2020 0.0573 0.0607 0.0156 0.0726

2019 0.0954 0.1370 0.0298 0.1270

2018 0.0574 0,0540 0.0137 0.0323

2017 0,1354 0,1456 0,1747 0,1931

Sumber: SIKD DJPK (data diolah)

Page 95: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

65 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

tahun 2020 rasio ini mengalami penurunan

sehingga menunjukkan ketergantungan

pemerintah daerah terhadap dana transfer

sebagai penopang belanja daerah yang

semakin tinggi dibandingkan tahun lalu.

c. Rasio surplus APBD terhadap PDRB

menggambarkan kesehatan ekonomi

regional. Rasio ini pada tahun 2020

menunjukan adanya penurunan

yang berarti bahwa produksi barang

dan jasa yang dihasilkan semakin

menurun untuk membiayai hutang

akibat defisit anggaran.

d. Rasio SILPA terhadap alokasi belanja

APBD mencerminkan proporsi

belanja atau kegiatan yang tidak

digunakan dengan efektif oleh

pemerintah daerah. Rasio SILPA

tahun 2020 terhitung menurun sehingga

memperlihatkan bahwa Provinsi Papua

Barat dapat menggunakan anggarannya

secara lebih efektif.

D.2 Pembiayaan Daerah

Pembiayaan daerah merupakan transaksi

keuangan daerah yang dimaksudkan untuk

menutup selisih antara pendapatan daerah

dan belanja daerah. Pembiayaan pemerintah

daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan

dan pengeluaran pembiayaan. Keseimbangan

primer mencerminkan indikasi likuiditas tanpa

dipengaruhi belanja terkait hutang, semakin

besar surplus keseimbangan primer semakin

baik kemampuan dalam membiayai defisit.

Berdasarkan hasil perhitungan, keseimbangan

umum di Papua Barat pada tahun 2020

menunjukkan nilai negatif sebesar Rp1.303,91

miliar. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan

fiskal yang dilakukan bersifat kontraktif.

Sementara itu, keseimbangan primer APBD di

Papua Barat juga menunjukkan angka yang

negatif setelah mengeluarkan komponen

belanja bunga. Turunnya nilai pada

keseimbangan primer tahun 2020 disebabkan

pendapatan transfer dari pemerintah pusat

sebagai sumber utama pendapatan daerah

yang menurun jika dibandingkan dengan tahun

sebelumnya.

E. PENGELOLAAN BLU DAERAH

E.1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Daerah

BLUD yang ada di wilayah kerja Kanwil DJPb

Provinsi Papua Barat diantaranya Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Manokwari. Yang

melandasi penetapan RSUD Manokwari

sebagai BLUD bertahap yaitu Surat Keputusan

Bupati Manokwari Nomor 164 Tahun 2015

tanggal 8 April 2015. RSUD Manokwari adalah

rumah sakit Type C sesuai dengan Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:

531/MENKES/ SK/VI/1996 Tanggal 5 Juni 1996.

RSUD ini merupakan peninggalan Belanda yang

dibangun tahun 1950 dan berdiri di atas lahan

seluas ± 37.424 m2 dengan total luas bangunan

gedung ± 9.283 m2 dengan kapasitas tempat

tidur sebanyak 163 tempat tidur. Rumah Sakit

Umum Daerah Manokwari terletak di Kelurahan

Manokwari Timur, Distrik Manokwari Kabupaten

Manokwari Provinsi Papua Barat.

Tabel 4.8 Rasio Keseimbangan Umum & Primer Provinsi Papua Barat

Tahun Pendapatan

APBD Belanja APBD

Belanja Bunga

Keseimbangan Umum

Keseimbangan Primer

2020 22,766.98 24,070.88 67.72 -1,303.91 -1,236.19

2019 26,314.45 23,803.87 26.98 2,510.58 2,483.60

2018 20,100.00 21,254.51 8.55 -1,154.51 -1,163.06

2017 19.685,23 17.019,27 14,48 2.665,96 2.651,48

Sumber: SIKD DJPK (data diolah)

Page 96: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

66

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

RSUD Manokwari dipimpin oleh seorang Direktur

setingkat dengan Eselon IIA. Direktur

membawahi 1 (satu) orang Sekretaris dan 3

(tiga) orang Kepala Bidang, yaitu Bidang

Pelayanan Medik, Bidang Perawatan, Bidang

Perencanaan dan Pengembangan Sarana

Prasarana. Sementara itu, sekretaris

membawahi 3 ( tiga ) Sub Bagian yaitu Sub

Bidang Umum dan Kepegawaian, Sub Bidang

Program, Evaluasi dan Pelaporan dan Sub

Bidang Keuangan dan Aset, sedangkan Kepala

Bidang masing – masing membawahi 2 (dua)

Sub Bidang. Bidang Pelayanan Medik

membawahi Sub Bidang Pelayanan Medik dan

Sub Bidang Pelayanan Penunjang Medik,

Bidang Perawatan membawahi Sub Bidang

Peningkatan Mutu Asuhan Keperawatan dan

Sub Bidang Sumber Daya Keperawatan, sedang

Bidang Perencanaan dan Pengembangan

Sarana Prasarana membawahi Sub Bidang

Penyusunan Program dan Pengembangan, Sub

Bidang Monitoring dan Evaluasi.

Jenis layanan yang terdapat pada RSUD

Manokwari diantaranya: pelayanan medik,

pelayanan penunjang medik dan non medik,

pelayanan asuhan perawatan, pelayanan

rujukan, penyelenggaraan pendidikan dan

pelatihan, dan penyelenggaraan penelitian

dan pengembangan.

Sementara itu jumlah pasien RSUD Manokwari

sebesar 54.989 orang dengan rincian 43.554

orang menggunakan fasilitas Askes/BPJS/KIS

dan 11.345 orang merupakan pasien

mandiri/swasta.

E.2 Pengelolaan Aset BLU Daerah

Dalam menunjang Operasional RSUD

Manokwari, terdapat kegiatan-kegiatan

rutinitas guna menjalankan tugas pokok dan

fungsi, yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung

dan Belanja Langsung. Belanja Tidak Langsung

adalah belanja pegawai/personalia berupa

pembayaran gaji bulanan kepada Pegawai

Negeri Sipil (PNS) di lingkungan RSUD Manokwari.

Belanja Langsung adalah belanja kegiatan

rutin, antara lain belanja alat tulis kantor, belanja

makanan dan minuman, belanja pemeliharaan

rutin/berkala gedung kantor, pemeliharaan

rutin/berkala kendaraan dinas, pembayaran

rekening listrik, belanja perjalanan dinas dan

lain-lain. Dalam menunjang kegiatannya, RSUD

Tabel 4.10 Jumlah Pasien RSUD Manokwari Tahun 2020

Berdasarkan Jenis Perawatan

Jenis Pasien Jumlah Pasien

Askes/ BPJS/ KIS

Swasta / mandiri

Pasien Rawat Jalan 34,530 9,657

Pasien Rawat Inap 9,024 1,688

Total 43,554 11,345

Sumber: PPID RSUD Manokwari (data diolah)

Tabel 4.9 Profil Anggaran RSUD Manokwari

Uraian Alokasi Dana Sumber Dana

Rutin

Belanja Langsung 21,543,957,702

Belanja Tidak Langsung 17,880,608,199

Program-program -

Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Aparatur

906,990,000 Otonomi Khusus

Obat dan Perbekalan Kesehatan

6,411,007,419 Otonomi Khusus

Standarisasi Pelayanan Kesehatan

420,000,000 DAK

Peningkatan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit/ Rumah Sakit Jiwa/ Rumah Sakit Paru– Paru

708,750,000 Otonomi Khusus

Sumber: PPID RSUD Manokwari (data diolah)

Page 97: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

67 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

Manokwari mengelola aset baik aset tidak

bergerak maupun aset bergerak dengan

rincian sebagaimana pada tabel 4.11

E.3 Analisis legal

Dalam pengelolaan Badan Layanan Umum

Daerah terdapat beberapa peraturan yang

mengatur pengelolaan teknis maupun

pengelolaan keuangan bahkan peraturan

tersebut sampai ke tingkat peraturan

bupati/walikota. Analisis legal aspek

pengelolaan BLU Daerah RSUD Manokwari

sebagaimana pada tabel 4.12

F. ANALISIS APBD LAINNYA

Analisis ini terdiri dari analisis horizontal, analisis

vertikal serta kapasitas fiskal yang digunakan

untuk memberikan gambaran kinerja

pelaksanaan APBD di Provinsi Papua Barat.

F.1 Analisis Horizontal

Analisis ini membandingkan angka-angka

dalam laporan realisasi pemerintah daerah satu

dengan lainnya dalam satu provinsi. Selain itu,

analisis ini membandingkan perubahan

keuangan dalam satu pos APBD yang sama

pada satu Provinsi. Analisis ini bertujuan untuk

menyajikan informasi utuh terkait kinerja suatu

pos antar pemerintah daerah dan

perkembangannya dari waktu ke waktu.

Jika dilihat dari data pada tabel 4.13, daerah

dengan realisasi PAD terbesar berasal dari

Provinsi Papua Barat sebesar Rp405,01 miliar

sedangkan Kab. Pegunungan Arfak dan Kab.

Tambraw mempunyai realisasi terkecil dengan

nilai masing-masing Rp8,41 miliar dan Rp3,74

miliar. Sedangkan pada sisi belanja, daerah

dengan realisasi terbesar adalah Provinsi

sebesar Rp8.976,14 miliar sedangkan realisasi

terkecil adalah Kab. Manokwari Selatan dan

Kab. Tambraw masing-masing sebesar Rp575,36

miliar dan Rp835,19 miliar. Sementara itu, defisit

anggaran terjadi pada 5 pemerintah daerah

yaitu: Pemerintah Provinsi, Kab. Manokwari, Kab.

Teluk Bintuni, Kab. Kaimana dan Kab. Tambraw.

F.2 Analisis Vertikal

Analisis vertikal merupakan analisis yang

membandingkan setiap pos terhadap total

dalam satu komponen APBD yang sama.

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui

Tabel 4.12 Analisis Legal Aspek Pengelolaan BLU Daerah RSUD Manokwari

Aspek Uraian

Kelembagaan Keputusan Bupati Manokwari Nomor 164 Tahun 2015 tanggal 8 April 2015

Tata Kelola Peraturan daerah Nomor 13 tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Manokwari

Peraturan Bupati Manokwari Nomor 13 tahun 2009 tentang Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Jabatan Struktural pada Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Manokwari

SDM Jumlah Pegawai RSUD Manokwari per Maret 2020 sebanyak 406 orang, yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) Organik Pemerintah Kab. Manokwari sebanyak 223 orang dan PNS Titipan dari Provinsi / Kabupaten lain sebanyak 12 orang dan tenaga Honorer dan magang sebanyak 171 orang.

Sumber: PPID RSUD Manokwari (data diolah)

Tabel 4.11 Profil Aset RSUD Manokwari Tahun 2020

Uraian Kuantitas Keterangan

Aset Tidak Bergerak

Tanah 37.424 m2

Bangunan 9.283 m2

(32 unit) Terdiri dari gedung dan rumah dinas

Aset Bergerak

Kendaraan dinas (roda 4) 22 unit

Kendaraan dinas (roda 2) 3 unit

Inventaris kantor PC unit, meubelair, lemari arsip, lemari, dll

Sumber: PPID RSUD Manokwari (data diolah)

Page 98: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

68

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

besarnya kontribusi suatu pos sehingga

diketahui pengaruhnya.

Jika dilihat pada tabel 4.14, rata-rata kontribusi

PAD terhadap pendapatan daerah tiap

kabupaten/ kota di Papua Barat tahun 2020

tidak mencapai angka 6%, hanya Kabupaten

Manokwari dan Kabupaten Manokwari Selatan

yang memiliki PAD diatas 6 persen dimana

Kabupaten Manokwari menjadi yang terbesar

dengan kontribusi PAD mencapai 6,13 persen.

Bahkan di beberapa daerah seperti Kabupaten

Maybrat, Kabupaten Tambrauw dan

Kabupaten Pegunungan Arfak kontribusi PAD

hanya di bawah 1 persen. Angka ini sangat jauh

di bawah angka kontribusi pendapatan transfer

yang mencapai rata-rata sebesar 90 persen

pada tiap kabupaten/ kota. Hal ini

mengindikasikan bahwa pendapatan pemda

kabupaten/ kota di Papua Barat hampir

seluruhnya bergantung terhadap pendapatan

transfer dari pemerintah pusat. Pemda seperti

Kab. Fakfak, Kab. Kaimana, dan Pemerintah

Provinsi bahkan mempunyai persentase

pendapatan transfer sebagai pos utama

pendapatan mencapai angka lebih dari 96

persen.

Berdasarkan tabel 4.15, realisasi belanja tahun

2020 pada kabupaten /kota di Provinsi Papua

Barat menitikberatkan pada belanja barang/

jasa dan belanja modal selain belanja pegawai

Tabel 4.13 Analisis Horizontal APBD 2020 Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Uraian Provinsi Fakfak Manokwari Sorong Kota

Sorong Raja

Ampat Sorong Selatan

Tl Bintuni

Tl Wonda

ma

Kai mana

May brat

Tam brauw Mansel Peg

Arfak

Total Pendapatan

8,174.16 1,302.42 1,084.16 1,432.26 1,154.82 1,168.06 909.84 2,382.96 887.58 981.78 1,102.44 686.70 658.81 952.21

PAD 405.01 43.93 58.23 28.57 52.31 16.58 8.36 37.22 24.88 30.68 8.80 3.74 104.83 6.41 Pendapatan Transfer 7,768.92 1,002.22 879.29 1,330.22 846.31 1,057.21 717.56 2,310.75 764.82 946.47 734.87 675.83 523.93 673.49

LPDS 0.23 256.27 146.64 73.47 256.20 94.27 183.92 34.98 97.88 4.64 358.78 7.13 30.05 272.31

Total Belanja 8,976.14 1,294.57 1,105.09 1,411.78 975.15 1,157.86 849.23 2,907.89 872.79 1,088.23 1,021.43 835.19 575.36 951.54

Surplus/ Defisit

-801.98 7.85 -20.94 20.49 179.67 10.19 60.61 -524.93 14.79 -106.44 81.01 -148.50 83.45 0.67

Sumber: SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 4.14 Analisis Vertikal Pendapatan APBD Tahun 2020 Provinsi Papua Barat (persen)

Uraian Provinsi Fakfak Manokwari Sorong Kota Sorong

Raja Ampat

Sorong Selatan

Tl Bintuni

Tl Wonda

ma

Kai mana

May brat

Tam brauw Mansel Peg

Arfak

PAD 4.955 3.373 5.371 1.995 4.530 1.419 0.919 1.562 2.803 3.125 0.798 0.545 15.912 0.673 Pajak Daerah 3.495 0.492 3.617 0.781 3.087 0.297 0.065 1.221 0.555 0.403 0.000 0.103 0.039 0.008

Retribusi Daerah 0.027 0.175 0.214 0.118 0.410 0.352 0.009 0.021 0.866 0.826 0.006 0.037 0.098 0.000

HPKD 0.264 0.285 0.305 0.146 0.000 0.370 0.355 0.000 0.202 0.000 0.113 0.170 0.000 0.000

Lain-lain PD sah 1.168 2.421 1.235 0.948 1.034 0.400 0.489 0.321 1.180 1.896 0.679 0.234 15.776 0.665

Pendapatan Transfer 95.042 93.963 94.530 93.845 73.786 98.518 87.747 97.055 97.197 96.875 93.594 98.417 82.891 81.294 DBH 27.302 7.717 16.853 11.803 17.184 5.438 9.331 30.277 9.930 11.176 7.495 12.368 11.533 8.807

DAU 15.902 49.813 42.421 34.996 36.112 55.297 48.224 21.143 47.846 58.385 36.473 86.049 47.513 36.568

DAK 2.673 8.923 10.451 14.322 4.790 14.183 12.635 4.589 13.914 6.035 13.759 0.000 5.677 14.044 DBH Pemda lainnya 0.000 17.012 13.427 0.970 0.501 8.008 8.880 0.085 11.028 0.472 26.936 0.000 3.364 10.565

Dana Penyesuaian dan Otsus 49.165 10.498 11.379 31.755 15.198 15.593 8.676 40.962 14.479 20.807 8.931 0.000 14.804 11.310

LPDS 0.003 2.664 0.099 4.160 21.685 0.063 11.335 1.383 0.000 0.000 5.608 1.038 1.197 18.033 Hibah 0.003 0.000 0.000 0.000 0.000 0.063 0.000 0.043 0.000 0.000 0.000 0.000 0.956 0.000

Lain-lain 0.000 2.664 0.099 4.160 21.685 0.000 11.335 1.339 0.000 0.000 5.608 1.038 0.241 18.033

Sumber: SIKD DJPK (data diolah)

Page 99: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

69 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

sebagai yang merupakan kewajiban. Hal ini

terlihat dari 7 kabupaten/ kota yang persentase

pos kedua belanja tersebut lebih dari 50%.

Dengan besarnya porsi belanja barang/ jasa

dan modal, mengindikasikan kebijakan belanja

pemerintah daerah yang diarahkan pada

sektor produktif guna mendorong pemulihan

dan pertumbuhan ekonomi daerah, serta tetap

berupaya mengejar ketertinggalan dengan

daerah lain dalam ketersediaan infrastruktur.

F.3 Analisis Kapasitas Fiskal Daerah

Analisis kapasitas fiskal daerah adalah analisis

yang digunakan untuk mengukur kemampuan

keuangan daerah yang tercermin melalui

penerimaan umum APBD (tidak termasuk dana

alokasi khusus, dana darurat, dana pinjaman

lama dan penerimaan lain yang

penggunaannya terbatas hanya untuk

membiayai pengeluaran tertentu) yang

digunakan untuk pembiayaan tugas

pemerintahan daerah setelah

dikurangi belanja pegawai dan

dikaitkan dengan jumlah

penduduk miskin, sebagaimana

dimaksud dalam peraturan yang

mengatur tentang peta

kapasitas fiskal daerah.

Dengan mengetahui indeks

kapasitas fiskal masing-masing

kabupaten/ kota maka dapat

ditentukan besaran kemampuan

keuangan dari masing-masing

daerah. Berdasarkan Peraturan

Menteri Keuangan Nomor

54/PMK.07/2014 tentang Peta

Kapasitas Fiskal Daerah, indeks

Tabel 4.16 Analisis Fiskal APBD Tahun 2020 Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

Pemda PAD DBH DAU LP BP Penduduk Misikin

Kapasitas Fiskal Indeks

Provinsi Papua Barat 405.01 2,231.67 1,299.87 0.23 877.63 215,227 3059.15 1.4214

Fakfak 43.93 100.51 648.77 34.70 427.83 20,281 400.08 1.9727 Manokwari 58.23 182.71 459.91 1.07 402.16 41,496 299.76 0.7224

Sorong 28.57 169.05 501.24 59.58 464.93 34,833 293.51 0.8426 Kota Sorong 52.31 198.44 417.03 250.42 294.87 43,485 623.33 1.4334

Raja Ampat 16.58 63.51 645.90 0.73 395.15 11,243 331.57 2.9491 Sorong Selatan 8.36 84.90 438.76 0.00 292.59 9,796 239.43 2.4442

Teluk Bintuni 37.22 721.48 503.82 32.95 484.02 26,555 811.45 3.0557 Teluk Wondama 24.88 88.14 424.67 0.00 198.81 13,483 338.88 2.5134

Kaimana 30.68 109.72 573.21 0.00 283.76 9,988 429.85 4.3037 Maybrat 8.80 82.62 402.10 0.00 226.94 13,791 266.58 1.9330

Tambrauw 3.74 84.93 590.90 0.62 90.91 9,754 589.28 6.0414 Manokwari Selatan 104.83 75.98 313.02 7.89 88.15 10,746 413.57 3.8486

Pegunungan Arfak 6.41 83.86 348.21 171.71 148.80 13,322 461.39 3.4634

Jumlah 829.55 4,277.53 7,567.41 559.90 4,676.54

Rata-rata 611.27

Sumber: SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 4.15 Analisis Vertikal Belanja APBD Tahun 2020 Provinsi Papua Barat (persen)

Uraian Provinsi Fakfak Manokwari Sorong Kota

Sorong Raja

Ampat Sorong Selatan

Tl Bintuni

Tl Wondama

Kai mana

May brat

Tam brauw Mansel Peg

Arfak

Belanja Pegawai 9.777 33.048 36.391 32.932 30.239 34.128 34.453 16.645 22.778 26.076 22.218 10.885 15.321 15.638

Belanja Barang 14.159 25.319 20.809 23.260 32.019 28.592 25.599 24.863 32.444 20.002 18.893 38.014 35.617 27.435

Belanja Bunga 0.000 0.000 0.254 1.267 1.254 0.000 0.850 0.000 0.000 0.000 0.000 2.742 0.814 0.000

Belanja Subsidi 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.377 1.488 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

Belanja Hibah 9.293 6.128 10.209 5.511 1.526 6.175 6.782 3.980 7.228 8.728 1.169 0.971 14.449 7.677

Belanja BanSos 0.467 0.978 1.999 0.603 2.483 2.648 4.269 4.336 1.078 2.012 4.058 1.676 6.098 5.892 Belanja Bantuan Keuangan

19.863 16.892 8.919 9.331 0.091 11.247 9.403 4.272 8.092 7.791 29.323 5.629 6.813 21.244

Belanja bagi hasil 29.194 0.102 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

Belanja Tidak Terduga 0.000 0.128 0.022 0.004 0.037 0.000 0.189 0.000 0.167 0.001 0.011 0.000 0.031 0.307

Belanja Modal 17.009 17.532 15.574 27.061 32.167 16.785 18.179 44.836 20.562 31.049 23.421 35.911 19.674 21.733

Sumber: SIKD DJPK (data diolah)

Page 100: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

70

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

kapasitas fiskal daerah kabupaten/ kota di

Provinsi Papua Barat dapat dikelompokkan

menjadi empat kuadran sebagaimana pada

tabel 4.17.

Dari kabupaten/ kota di Papua Barat, terdapat

8 daerah memiliki kapasitas fiskal sangat tinggi

yang ditunjukkan dalam kuadran IV. Pada

kuadran I tidak terdapat daerah yang masuk

dalam kategori kapasitas fiskal sangat rendah.

Sedangkan pada kuadran II terdapat Kab.

Manokwari dan Kab. Sorong menjadi daerah

dengan kapasitas fiskal rendah. Apabila melihat

perbandingan jumlah daerah maka terlihat

sebagian besar kabupaten/kota di Provinsi

Papua Barat memiliki kapasitas fiskal yang besar.

Dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2020

ketimpangan kapasitas fiskal pada kabupaten/

kota di Provinsi Papua Barat mengalami

penurunan.

G. INDEKS KESEHATAN KEUANGAN (FISCAL

HEALTH INDEX) Sejak diberlakukannya Undang-Undang (UU)

Nomor 22 Tahun 1999 (sebagaimana diubah

menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004) tentang

Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun

1999 (sebagaimana diubah menjadi UU Nomor

33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah, terjadi perubahan mendasar dalam

sistem pemerintahan daerah di Indonesia

dengan titik berat pembangunan daerah

berada pada tingkat kabupaten/ kota. Salah

satu perubahan yang terjadi adalah

diimplementasikannya desentralisasi fiskal yang

lebih luas bagi daerah. Arah dari kebijakan

desentralisasi diharapkan dapat menghindari

inefisiensi dari perekonomian (Prud’homme,

1995).

Desentralisasi fiskal menurut Davey (2003)

merupakan pembagian kewenangan belanja

dan pendapatan antar tingkat pemerintahan.

Dari sisi belanja, kewenangan desentralisasi

didasarkan pada prinsip agar pengalokasian

sumber daya menjadi lebih efisien dan efektif.

Hal ini diasumsikan bahwa daerah lebih

mengerti kebutuhan masyarakat sehingga

pengalokasian sumber daya menjadi lebih

responsif dalam menjawab kebutuhan

masyarakat. Adapun dari sisi pendapatan,

diberikannya kewenangan desentralisasi

kepada daerah dimaksudkan agar partisipasi

masyarakat untuk mendanai pelayanan publik

menjadi lebih tinggi karena dapat merasakan

langsung manfaat yang dirasakan. Dalam

pelaksanaan desentralisasi fiskal, pemerintah

pusat mengatur prinsip-prinsip pengelolaan

keuangan daerah, bukan aturan secara

terperinci sehingga kondisi keuangan diantara

pemerintah daerah yang satu dan lainnya

menjadi bermacam-macam. Perbedaan

dalam kondisi keuangan tersebut menuntut

suatu kebutuhan akan tingkat kesehatan dalam

mengelola keuangan daerah. Sebagai pihak

yang bertanggung jawab terhadap pelayanan

publik, pemerintah daerah dituntut lebih

memahami kondisi kesehatan keuangannya.

Tabel 4.17 Kuadran Kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah

di Provinsi Papua Barat Tahun 2020

Kuadran I (Indeks Kapasitas Fiskal ≤0.5)

Kuadran III (1≤Indeks Kapasitas Fiskal <2)

Provinsi Papua Barat Kab. Fakfak Kota Sorong

Kab. Maybrat

Kuadran II (0,5<Indeks Kapasitas Fiskal <1)

Kuadran IV (Indeks Kapasitas Fiskal ≥ 2)

Kab. Manokwari Kab. Sorong

Kab. Pegunungan Arfak Kab. Teluk Wondama

Kab. Tambrauw Kab. Raja Ampat

Kab. Sorong Selatan Kab. Teluk Bintuni

Kab. Manokwari Selatan Kab. Kaimana

Sumber: SIKD DJPK (data diolah)

Page 101: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

71 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

Hal ini dikarenakan dalam kondisi kesehatan

keuangan yang buruk pemerintah daerah tidak

akan mampu memberikan layanan publik yang

baik kepada warganya (Carmeli, 2008).

Penelitian mengenai kondisi kesehatan

pemerintah daerah secara intensif mulai

dilakukan setelah terjadi masalah keuangan

yang melanda banyak pemerintah daerah di

seluruh dunia. Pada tahun 1980 di Amerika

Serikat terjadi permasalahan keuangan yang

melanda Kota New York, Cleveland, Miami,

Pittsburgh dan Philadelphia (Kloha et al., 2005).

Keadaan yang sama terjadi pada tahun 1980-

an dimana sebagian pemerintah daerah di

Belanda dan Inggris mengalami kondisi kesulitan

keuangan (Carmeli, 2008). Begitu juga yang

dialami pemerintah daerah di Australia (Dollery

et al., 2006) dan Jepang (Takahashi, 2009) yang

menghadapi permasalahan keuangan serupa.

Kondisi tersebut mendorong para ahli keuangan

publik dan banyak peneliti membuat suatu

model ataupun formula untuk mengevaluasi

kondisi keuangan pemerintah daerah sehingga

dapat mendeteksi sejak dini (early warning

system) gejala kesulitan keuangan.

Banyak pendapat yang dikemukakan para ahli

ataupun lembaga profesional untuk

mendifinisikan kondisi keuangan pemerintah.

The Canadian Institute of Chartered

Accountants (CICA, 1997) memberikan definisi

kondisi keuangan pemerintah daerah sebagai

kesehatan keuangan (fiscal health) yang diukur

melalui aspek keberlanjutan, kerentanan dan

fleksibiltas dalam lingkungan ekonomi maupun

keuangan. Aspek keberlanjutan merupakan

kemampuan pemerintah daerah untuk

mempertahankan program yang sudah ada

tanpa menimbulkan kewajiban baru pada

perekonomian. Sedangkan aspek kerentanan

merupakan kondisi ketergantungan pemerintah

daerah sehingga menjadi rentan terhadap

sumber pendanaan yang berasal di luar

kendali. Aspek fleksibilitas keuangan merupakan

kemampuan pemerintah daerah untuk

meningkatkan kapasitas keuangan seiring

adanya peningkatan komitmen, baik melalui

peningkatan pendapatan atau kapasitas

utang. Definisi lain dikemukakan Nollenberger et

al., (2003) yang menyebutkan kondisi keuangan

pemerintah daerah merupakan tingkat

solvabilitas keuangan pemerintah daerah yang

terdiri dari solvabilitas kas, solvabilitas anggaran,

solvabilitas jangka penjang dan solvabilitas

layanan. Adapun Kloha et al., (2005)

memberikan definisi kondisi keuangan

pemerintah daerah dalam konteks tekanan

keuangan (fiscal distress) yaitu kemampuan

pemerintah daerah untuk memenuhi standar

operasi, hutang dan kebutuhan masyarakat

selama beberapa tahun berturut-turut.

Kondisi kesehatan keuangan (fiscal health)

yang baik diantaranya ditunjukkan oleh

kemampuan pemerintah daerah untuk

menutup kewajiban operasional (solvabilitas

anggaran), kemampuan untuk melaksanakan

hak-hak keuangan secara efektif dan efisien

(kemandirian keuangan), kemampuan untuk

memberikan pelayanan sesuai standar dan

kualitas yang dibutuhkan masyarakat

(solvabilitas layanan), dan kemampuan untuk

mengantisipasi peristiwa tak terduga di masa

datang seperti bencana alam atau bencana

sosial (fleksibilitas keuangan). Oleh karena itu,

ada 4 (empat) dimensi untuk mengukur kondisi

kesehatan keuangan (fiscal helath) pemerintah

daerah yaitu solvabilitas anggaran, kemandirian

keuangan, solvabilitas layanan, dan fleksibilitas

keuangan.

Page 102: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

72

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Untuk mengetahui kondisi keuangan

pemerintah daerah yang ada di Papua Barat

digunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menghitung nilai rasio masing-masing

dimensi penyusun indeks kesehatan

keuangan (fiscal health index);

2. Menghitung indeks rasio dan indeks dimensi;

- Untuk menghitung indeks rasio digunakan

rumus :

(Nilai Aktual − Nilai Terendah)(Nilai Tertinggi − Nilai Terendah)

- Untuk menghitung indeks dimensi

digunakan rata-rata aritmatika dari seluruh

indeks rasio yang ada.

3. Menghitung indeks kesehatan keuangan

(fiscal health index) pemerintah daerah.

Indeks kondisi kesehatan keuangan (fiscal

health index) dihitung dengan

menggunakan rata-rata tertimbang dari

seluruh indeks dimensi yang ada.

G.1 Solvabilitas Anggaran

Solvabilitas anggaran menunjukan seberapa

besar kemampuan pemerintah daerah

memenuhi kegiatan operasi menggunakan

pendapatan yang diperoleh (Nollenberger et

al., 2003). Pendapatan yang dimaksud

merupakan pendapatan normal yang tiap

tahun senantiasa didapatkan pemerintah

daerah bukan pendapatan yang terkadang

diperoleh pada tahun-tahun tertentu saja. Oleh

karena itu rasio yang digunakan untuk

menunjukan solvabilitas anggaran suatu

pemerintah daerah adalah sebagai berikut.

Tabel 4.18 Rasio Solvabilitas Anggaran

Jenis Rasio Rumus Perhitungan

Rasio A (Total Pendapatan - DAK) / (Total Belanja - Belanja Modal)

Rasio B (Total Pendapatan - DAK) / Belanja Pegawai

Rasio C (Total Pendapatan / Total Belanja)

Pengurangan pendapatan DAK dari total

pendapatan karena pendapatan tersebut

bukan merupakan pendapatan yang bersifat

normal dan berada di luar kendali pemerintah

daerah. Untuk rasio A, pengurangan belanja

modal dikarenakan belanja tersebut bukan

merupakan kegiatan operasional pemerintah

daerah. Adapun untuk rasio B, penggunaan

belanja pegawai sebagai penyebut lebih

disebabkan karena porsi belanja tersebut saat

ini merupakan yang terbesar dari belanja

operasional pemerintah daerah. Semakin tinggi

nilai rasio yang ada menunjukan bahwa

semakin banyak pendapatan pemerintah

daerah untuk menutup belanja operasional. Hal

ini berarti semakin tinggi nilai rasio, maka

semakin baik solvabilitas anggaran yang dimiliki

oleh suatu pemerintah daerah.

Dari tabel rasio solvabilitas anggaran, jika dilihat

secara menyuluruh rasio kabupaten/ kota di

Provinsi Papua Barat menunjukan tren yang

fluktuatif. Artinya, semua daerah memiliki

solvabilitas anggaran yang menurun seteah

sempat meningkat. Pendapatan normal yang

diperoleh pemerintah daerah untuk meng-

Gambar 4.1 Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan

Page 103: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

73 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

cover kebutuhan belanja mengalami tekanan

pada tahun 2020. Dari seluruh daerah yang

ada, peningkatan rasio solvabilitas anggaran

terbaik dimiliki Kab. Manokwaris Selatan dan

Kota Sorong. Hal ini mengindikasikan bahwa

kedua pemerintah daerah tersebut semakin

giat untuk mencari sumber-sumber pendapatan

untuk menutup semua kebutuhan belanja.

G.2 Kemandirian Keuangan

Kemandirian keuangan menunjukan

kemampuan pemerintah daerah untuk

mendapatkan sumber pendanaan secara

mandiri dan tidak rentan terhadap sumber

pendanaan di luar kendalinya (CICA, 1997).

Kemandirian keuangan juga dapat diartikan

sebagai kemampuan pemerintah daerah untuk

memenuhi kebutuhannya dengan sumber

pendanaan yang mampu diperoleh secara

mandiri dan tidak tergantung pada pihak luar.

Berdasarkan pengertian tersebut, rasio yang

digunakan untuk menunjukan

kemandirian keuangan suatu

pemerintah daerah didapatkan

dengan cara membandingkan

pendapatan asli daerah dengan

keseluruhan pendapatan serta

terhadap total belanja yang telah

dilaksanakan.

Nilai rasio yang meningkat

menunjukan bahwa semakin

banyak pendapatan yang

diperoleh pemerintah daerah

secara mandiri untuk memenuhi

kebutuhannya. Dengan demikian,

semakin tinggi nilai rasio, maka

semakin baik kemandirian

keuangan yang dimiliki oleh suatu

pemerintah daerah. Menurut Tim

KKD FE UGM, untuk menentukan

tolak ukur kemandirian keuangan

daerah dapat menggunakan enam kategori.

Tabel 4.21 Kriteria Kemandirian Kuangan Pemerintah Daerah

Menurut Tim KKD FE UGM

- Kriteria

0 - 0,1 sangat lemah

0,1001 - 0,2 lemah

0,2001 - 0,3 sedang

0,3001 - 0,4 cukup

0,4001 - 0,5 baik

Rasio > 0,5 sangat baik

Tabel 4.19 Rasio Solvabilitas Anggaran Kabupaten/ Kota

di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 – 2020

Daerah Rasio A Rasio B Rasio C

2018 2019 2020 2018 2019 2020 2018 2019 2020

Sorong 1,16 1,24 1,19 2,90 3,53 2,64 0,96 0,93 1,01

Kota Sorong 1,52 1,91 1,66 2,38 3,28 3,73 1,21 1,67 1,18

Manokwari 1,26 0,98 0,89 2,51 2,86 2,06 1,18 0,95 0,85

Manokwari Selatan 1,05 1,14 1,34 3,34 8,02 7,05 0,97 0,96 1,15

Fakfak 1,00 1,17 0,98 1,91 3,33 2,45 0,98 1,00 0,90

Kaimana 1,47 3,31 1,23 4,28 7,21 3,25 1,34 3,61 0,90

Teluk Wondama 1,07 1,14 1,07 3,03 4,06 3,74 0,95 1,06 0,99

Teluk Bintuni 1,07 1,90 1,42 3,30 9,27 4,70 0,71 1,47 0,82

Pegunungan Arfak 1,40 2,05 1,10 5,57 8,13 5,50 1,15 2,45 1,00

Sorong Selatan 0,97 0,86 1,04 2,45 3,13 2,46 0,88 0,82 0,98

Raja Ampat 1,04 0,97 0,99 2,96 3,14 2,41 0,91 0,94 0,96

Maybrat 1,62 1,30 0,97 4,43 4,71 3,33 1,44 1,13 0,89

Tambrauw 1,07 1,03 1,28 5,21 7,64 7,55 0,97 0,87 0,82

Sumber: SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 4.20 Rasio Kemandirian Keuangan

Jenis Rasio Rumus Perhitungan

Rasio A Total Pendapatan Asli Daerah / Total Pendapatan

Rasio B Total Pendapatan Asli Daerah / Total Belanja

Page 104: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

74

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Dari data yang telah diolah, Secara umum,

Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat

memiliki rasio kemandirian keuangan yang

sangat lemah dengan rasio di bawah 0,1.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa pemerintah

daerah yang ada masih sangat tergantung

pada sumber pendanaan dari luar daerah

seperti pendapatan yang berasal dari

Pemerintah Pusat. Selain itu nilai rasio tersebut

menunjukan bahwa kebutuhan yang dapat

ditutup oleh pendapatan yang berada di

bawah kendali pemerintah daerah hanya di

bawah 10 persen.

Kemandirian keuangan yang lemah tersebut

disebabkan oleh kondisi daerah yang tidak

memungkinan untuk memperoleh pendapatan

yang tinggi sesuai dengan kewenangan

penerimaan daerah. Pada pasal 33 Undang-

Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa sumber

strategis penerimaan negara yang menguasasi

hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

Oleh karena itu, sumber strategis penerimaan

negara seperti pajak penghasilan, pajak

pertambahan nilai, sumber daya alam,

walaupun terletak di daerah namun menjadi

sumber penerimaan Pemerintah Pusat dan

bukan Pemerintah Daerah. Pemerintah daerah

hanya mengelola sumber sumber penerimaan

yang kurang signifikan pengaruhnya seperti

pajak hotel, pajak reklame, pajak restoran dan

pajak daerah lainnya.

Namun demikian, kedua rasio yang ada

menunjukan tren rasio yang meningkat.

Kemampuan pemerintah daerah untuk

menutupi kebutuhan melalui sumber

pendanaan yang diperoleh secara mandiri

menjadi semakin baik. Hal ini sejalan dengan

semangat dari UU Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 33

Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Pusat dan Daerah dimana pemerintah daerah

seharusnya dapat lebih berinovasi untuk

meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sesuai

dengan peraturan yang berlaku.

G.3 Fleksibilitas Keuangan

Fleksibilitas keuangan merupakan kemampuan

pemerintah daerah untuk membayar beban

utang (Chase dan Philips, 2004). Kondisi tersebut

menunjukan bagaimana Pemerintah daerah

dapat meningkatkan sumber pendapatan

dalam rangka menghadapi peningkatan

kewajibannya (CICA, 2007). Pendapatan

dimaksud merupakan pendapatan normal yang

tiap tahun senantiasa didapatkan pemerintah

daerah, dan bukan pendapatan yang sifatnya

terikat penggunaannya seperti pendapatan

yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK).

Selain itu, pendapatan tersebut juga merupakan

pendapatan setelah dikurangi belanja yang

sifatnya sangat wajib seperti belanja pegawai.

Tabel 4.22 Rasio Kemandirian Keuangan Kabupaten/ Kota

di Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020

Daerah Rasio A Rasio B

2018 2019 2020 2018 2019 2020 Kabupaten Sorong 0,044 0.018 0.020 0,042 0.016 0.020

Kota Sorong 0,128 0.051 0.045 0,156 0.085 0.054

Manokwari 0,074 0.067 0.062 0,088 0.063 0.053

Manokwari Selatan 0,171 0.061 0.159 0,167 0.059 0.182

Fakfak 0,031 0.027 0.038 0,030 0.027 0.034

Kaimana 0,037 0.019 0.031 0,049 0.068 0.028

Teluk Wondama 0,016 0.018 0.029 0,015 0.019 0.029

Teluk Bintuni 0,024 0.019 0.016 0,017 0.028 0.013

Pegunungan Arfak 0,008 0.009 0.007 0,009 0.022 0.007

Sorong Selatan 0,014 0.009 0.010 0,012 0.007 0.010

Raja Ampat 0,031 0.021 0.015 0,029 0.020 0.014

Maybrat 0,007 0.006 0.010 0,010 0.007 0.009

Tambrauw 0,004 0.007 0.005 0,004 0.006 0.004

Sumber: SIKD DJPK (data diolah)

Page 105: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

75 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

Adapun kewajiban dimaksud merupakan

kewajiban untuk membayar cicilan pokok utang

dan beban bunga yang menjadi tanggungan

pemerintah daerah. Semakin tinggi nilai rasio di

atas menunjukan bahwa semakin baik

fleksibilitas keuangan pemerintah daerah untuk

menghadapi peristiwa luar biasa baik yang

berasal dari dalam maupun yang berasal dari

luar lingkungan pemerintah daerah.

Berdasarkan hasil pengolahan data, untuk rasio

yang memiliki nilai sangat tinggi disebabkan

tidak adanya komponen pembayaran pokok

pinjaman, belanja bunga, dan kewajiban

jangka panjang pada pemerintah daerah yang

bersangkutan. Secara keseluruhan pemerintah

daerah di Papua Barat memiliki fleksibilitas

keuangan yang cukup memadai untuk

mengantisipasi kejadian luar biasa. Artinya

bahwa pemerintah daerah di Provinsi Papua

Barat dapat sewaktu-waktu datang ke pihak

ketiga untuk mengumpulkan dana dalam

rangka mengatasi kejadian yang datang tidak

terduga.

G.4 Solvabilitas Layanan

Solvabilitas layanan merupakan kemampuan

pemerintah daerah dalam memberikan

pelayanan publik yang dibutuhkan masyarakat

(Wang et al., 2007). Kemampuan tersebut

diwujudkan berupa sumber daya, fasilitas,

sarana dan prasarana yang dimiliki pemerintah

daerah untuk digunakan dalam rangka

memberikan pelayanan kepada publik. Untuk

mengukur tingkat solvabilitas layanan

pemerintah daerah digunakan total belanja

daerah perkapita (Wang et al, 2007). Rasio

Tabel 4.24 Rasio Fleksibilitas Keuangan Kabupaten/ Kota

di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 – 2020

Daerah Rasio A Rasio B

2018 2019 2020 2018 2019 2020

Kab Sorong 769,832,175,393 1,035,484,012,472 762,209,501,119 1,174,167,459,258 1,445,271,904,797 1,227,134,684,586

Kota Sorong 4 3 4 7 5 5

Manokwari 482,076,226,292 495,858,473,768 425,987,761,027 802,369,336,249 762,890,951,003 828,147,010,715 Manokwari Selatan 735 16 114 1,049 18 133

Fakfak 304,491,382,772 827,320,863,699 618,840,149,189 639,780,382,396 1,182,183,435,610 1,046,669,520,178

Kaimana 668,279,456,314 705,544,141,447 638,766,874,172 871,904,931,348 819,214,314,839 922,528,143,695 Teluk Wondama 434,599,458,495 611,138,814,319 544,134,920,453 648,798,589,997 810,840,420,412 742,941,188,642

Teluk Bintuni 21 11 - 31 13 - Pegunungan Arfak 487,685,057,078 507,003,610,307 669,686,256,934 594,313,768,074 578,106,098,796 818,484,062,650

Sorong Selatan 141 4 7 238 6 12

Raja Ampat 643,370,690,403 750,130,568,196 556,365,405,499 972,295,205,958 1,100,373,282,221 951,516,269,240

Maybrat 539,252,552,468 676,159,229,681 528,536,393,816 696,515,339,045 858,345,256,202 755,474,719,840

Tambrauw 686,177,984,338 855,819,480,885 595,790,058,148 849,218,499,477 984,795,810,243 686,697,468,179 Sumber: SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 4.23 Rasio Fleksibiltas Keuangan

Jenis Rasio Rumus Perhitungan

Rasio A (Total Pendapatan - DAK - Belanja Pegawai) / (Belanja Bunga + Pembayaran Pokok Utang)

Rasio B (Total Pendapatan - DAK) / (Belanja Bunga + Pembayaran Pokok Utang)

Page 106: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

76

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

tersebut menunjukan seberapa banyak

belanja pemerintah daerah yang dikeluarkan

untuk melayani setiap warganya. Selain itu,

untuk mengukur tingkat solvabilitas layanan

digunakan belanja modal perkapita.

Penggunaan belanja modal lebih ditekankan

kepada peningkatan pelayanan kepada

masyarakat. Pemerintah daerah yang telah

berhasil mempertahankan pelayanannya

kepada masyarakat, jika ingin meningkatkan

pelayanan tersebut dapat menggunakan pos

belanja modal.

Semakin tinggi nilai rasio di atas menunjukan

bahwa semakin baik solvabilitas layanan suatu

pemerintah daerah karena semakin banyak

layanan yang diberikan pemerintah daerah

kepada masyarakat. Dari data yang

diperoleh, terlihat bahwa rasio solvabilitas

layanan pemerintah daerah di Provinsi Papua

Barat menunjukan nilai yang bervariasi. Ada

beberapa pemerintah daerah yang mengalami

peningkatan rasio, namun tidak sedikit yang

mengalami penurunan rasio.

Untuk rasio A, pada tahun 2020 Kab. Manokwari

Selatan memiliki rasio terbesar dibandingkan

pemerintah daerah lainnya dengan nilai 237,56

meski menurun dari tahun sebelumnya dengan

nilai 337,47. Angka tersebut berarti bahwa

belanja yang dikeluarkan pemerintah daerah

Kab. Manokwari Selatan untuk melayani 1 (satu)

penduduk sebesar Rp237,56 juta. Besarnya nilai

rasio tersebut disebabkan jumlah penduduk Kab

Manokwari Selatan merupakan yang terkecil

dibandingkan daerah lainnya di Provinsi Papua

Barat sehingga belanja perkapita yang

dikeluarkan pemerintah daerah cukup besar

untuk meng-cover layanan yang dibutuhkan. Di

sisi lain, pemerintah daerah dengan rasio A

terkecil pada tahun 2020 yaitu Kota Sorong. Hal

ini disebabkan Kota Sorong merupakan daerah

dengan jumlah penduduk terbesar di Provinsi

Papua Barat namun belanja perkapita yang

dikeluarkan pemerintah Kota Sorong tidak cukup

besar untuk meng-cover layanan yang

dibutuhkan masyarakatnya. Nilai rasio tersebut

mengalami peningkatan jika dibandingkan

tahun 2019. Kemudian, untuk rasio B pada tahun

2020 cenderung bervariasi. Beberapa

pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

mengalami penurunan sementara lainnya

memiliki rasio yang meningkat dibandingkan

tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan

bahwa terdapat pemerintah daerah yang

berupaya meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat, sedangkan pemerintah daerah

Tabel 4.25 Rasio Solvabiltas Layanan

Jenis Rasio Rumus Perhitungan

Rasio A Total Belanja : Jumlah Penduduk

Rasio B Belanja Modal : Jumlah Penduduk

Tabel 4.26 Rasio Solvabilitas Layanan Kabupaten/ Kota

di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 – 2020 (juta Rp)

Daerah Rasio A Rasio B

2018 2019 2020 2018 2019 2020

Kab Sorong 18.14 20.70 15.88 5.60 7.63 4.30

Kota Sorong 2.86 2.33 3.83 0.79 0.54 1.23

Manokwari 4.82 5.71 6.31 0.81 1.24 0.98

Manokwari Selatan 31.62 337.47 237.56 7.23 85.03 46.74

Fakfak 10.87 16.47 16.45 2.19 3.59 2.88

Kaimana 12.48 4.11 18.07 1.54 0.00 5.61

Teluk Wondama 27.50 28.04 26.84 7.12 6.25 5.52

Teluk Bintuni 29.88 26.15 45.15 11.14 7.00 20.24

Pegunungan Arfak 21.66 9.11 30.72 6.60 0.00 6.68

Sorong Selatan 20.88 22.30 18.10 4.39 4.89 3.29

Raja Ampat 26.61 29.26 23.88 6.15 5.89 4.01

Maybrat 14.21 21.94 24.97 2.76 5.83 5.85

Tambrauw 77.30 97.69 60.18 19.13 28.66 21.61

Sumber: SIKD DJPK (data diolah)

Page 107: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

77 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

lainnya cenderung stagnan atau tidak

memberikan peningkatan pelayanan seiring

bertambahnya jumlah penduduk.

G.5 Indeks Kesehatan Keuangan

Nilai Indeks Kesehatan Keuangan berkisar antara

0 – 1. Semakin tinggi nilai indeks menunjukan

kondisi kesehatan keuangan pemerintah

daerah semakin baik. Untuk mengukur indeks

kesehatan keuangan digunakan bobot untuk

masing-masing dimensi. Hal ini perlu dilakukan

mengingat satu dimensi sangat mungkin lebih

penting dibandingkan dengan dimensi yang lain

(Brown, 1993). Salah satu cara yang digunakan

untuk menentukan bobot masing-masing

dimensi melalui teknik Analytical Hierarchy

Proces (AHP). Teknik ini digunakan untuk

menghasilkan skala prioritas dengan cara yang

teroganisir (Saaty, 2008). AHP ini tidak

memberikan keputusan secara mutlak, namun

dapat membantu pengambil kebijakan untuk

menentukan keputusan yang tepat sesuai

dengan tujuan dan masalah yang mereka

hadapi. Berdasarkan teknik AHP, dimensi yang

lebih penting akan diwujudkan dalam bobot

yang lebih besar.

Bobot terbesar dimensi penyusun indeks

kesehatan keuangan yaitu pada dimensi

solvabilitas layanan. Hal ini dikarenakan tujuan

utama dari setiap pemerintahan adalah

memberikan layanan kepada masyarakat.

Pemerintah daerah yang memiliki tingkat

kesehatan keuangan yang baik, akan semakin

optimal dalam melaksanakan pelayanan publik.

Selanjutnya, bobot terbesar kedua untuk

menyusun Indeks Kesehatan Keuangan yaitu

dimensi kemandirian keuangan. Untuk

memberikan layanan kepada masyarakat

secara optimal, pemerintah daerah dituntut

memiliki kemandirian keuangan yang memadai

sehingga tidak bergantung pendanaan dari

pihak luar.

Berdasarkan dimensi penyusunnya, jika dilihat

secara keseluruhan Indeks Kesehatan Keuangan

(fiscal health index)

pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat

pada tahun 2020 memiliki

tingkat yang bervariasi

dibandingkan dengan

periode sebelumnya.

Nilai rata-rata Indeks

Kesehatan Keuangan

seluruh pemerintah

daerah di Provinsi Papua

Barat tahun 2020

mencapai 0,293 atau

nilainya meningkat tipis

dari sebelumnya 0,289

0.270.29

0.25

0.49

0.16

0.57

0.25

0.68

0.39

0.19 0.200.28

0.360.330.25 0.22

0.74

0.27 0.30 0.29

0.19

0.31

0.08

0.240.21

0.36

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

Kab

Sor

ong

Kota

Sor

ong

Man

okw

ari

Man

okw

ari

Sela

tan

Fakf

ak

Kaim

ana

Telu

k W

ond

am

a

Telu

k Bi

ntun

i

Peg

unun

gan

Arfa

k

Soro

ng S

elat

an

Raja

Am

pa

t

May

bra

t

Tam

bra

uw

Grafik 4.3Indeks Kesehatan Keuangan (Fiscal Health Index)

Kab/Kota se-Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2020

2018 2019 2020Sumber: SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 4.27 Bobot Dimensi Penyusun Indeks Kesehatan Keuangan

Nama Dimensi Bobot

Solvabilitas Layanan 0.29

Kemandirian Keuangan 0.26

Solvabilitas Anggaran 0.24

Fleksibilitas Keuangan 0.21

Total 1,00

Page 108: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

78

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

pada tahun 2019. Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan pemerintah daerah di Provinsi

Papua Barat cenderung meningkat untuk

menutup kewajiban operasionalnya (solvabilitas

anggaran), kemampuan untuk melaksanakan

hak-hak keuangan secara efektif dan efisien

(kemandirian keuangan), kemampuan untuk

memberikan pelayanan sesuai standar dan

kualitas yang dibutuhkan masyarakat

(solvabilitas layanan), dan kemampuan untuk

mengantisipasi peristiwa tak terduga di masa

datang (fleksibilitas keuangan).

Sementara itu jika melihat masing-masing

daerah, pada tahun 2020 terdapat 7

pemerintah daerah mengalami penurunan

Indeks Kesehatan Keuangan (fiscal health

index). Indeks Kesehatan Keuangan tertinggi

dimiliki Kab. Manokwari Selatan sebesar 0,74

sedangkan pemilik indeks terendah adalah Kab.

Teluk Bintuni yang mengalami penurunan

terbesar (-0,48) hingga menjadi 0,19.

Jika dilihat klasifikasinya, Indeks kesehatan

keuangan (fiscal health index) dapat

dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori.

Pada tahun 2020 tidak ada pemerintah

kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat yang

masuk dalam kategori sangat baik dan hanya

Pemerintah Daerah Kab. Manokwari Selatan

yang masuk ke dalam kategori baik. Sementara

itu terdapat lima daerah yang masuk dalam

Kuadran I (buruk) dengan nilai antara 0 – 0,25

yaitu Kab. Manokwari, Kab. Sorong Selatan, Kab.

Teluk Bintuni, Kab. Raja Ampat dan Kab.

Maybrat. Adapun pemerintah daerah yang

memiliki indeks kesehatan keuangan cukup

(kuadran II) dengan nilai antara 0,26 – 0,50 yaitu

Kab. Sorong, Kota Sorong, Kab. Fakfak, Kab.

Kaimana, Kab. Teluk Wondama, Kab. Tambraw,

dan Kab. Pegunungan Arfak.

H. BELANJA WAJIB DAERAH Pendidikan dan kesehatan merupakan

pelayanan publik yang paling mendasar dan

vital untuk mengurangi kemiskinan (Keefer dan

Khemani, 2005). Dalam rangka meningkatkan

kualitas pelayanan publik, undang-undang

telah mewajibkan pemerintah pusat dan

daerah untuk mengalokasikan sejumlah

persentase tertentu dari total belanja untuk

bidang tertentu, yaitu pendidikan (UU Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional)

dan kesehatan (UU Nomor 39 Tahun 2009

tentang Kesehatan). Belanja wajib ini ditetapkan

dengan alokasi sebesar 20% dari total belanja

untuk bidang pendidikan (berlaku bagi belanja

pusat dan belanja daerah), serta 5% dari total

belanja pusat dan 10% dari total belanja daerah

untuk bidang kesehatan. Dengan adanya

ketentuan tersebut, maka dalam kondisi

apapun alokasi pada belanja daerah wajib

diupayakan ketersediaanya di masa pandemi

untuk bidang-bidang yang masih menjadi target

prioritas, yaitu pendidikan, kesehatan, dan

infrastruktur.

H.1 Belanja Daerah Bidang Pendidikan

Keberadaan belanja bidang pendidikan

sebagai salah satu dari belanja wajib,

Tabel 4.28 Kuadran Indeks Kesehatan Keuangan (Fiscal Health Index)

Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2020

Kuadran I (buruk) (0 – 0,25)

Kuadran II (cukup) (0,25 < Indeks < 0,5)

Kab. Manokwari, Kab. Sorong Selatan,

Kab. Raja Ampat, Kab. Teluk Bintuni, Kab. Maybrat,

Kab. Sorong, Kota Sorong, Kab. Fakfak, Kab. Kaimana, Kab. Teluk Wondama, Kab.

Tambraw, Kab. Pegunungan Arfak,

Kuadran III (baik) (0,5 < Indeks < 0,75)

Kuadran IV (sangat baik) (0,75 < Indeks < 1

Kab. Manokwari Selatan -

Page 109: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

79 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

berpengaruh terhadap ketersediaan anggaran

yang cukup besar untuk bidang pendidikan

menjadi lebih dapat dipastikan. Pendanaan

bidang tersebut bersumber antara lain dari

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan

pendapatan transfer (TKDD). Akan tetapi, tujuan

akhirnya bukanlah besarnya alokasi namun

penggunaan dana yang dapat memberikan

hasil nyata berupa penyediaan dan perbaikan

layanan, serta berkurangnya ketimpangan.

Pada tahun 2020, kebijakan belanja wajib

bidang pendidikan mengalami penyesuaian

dangan adanya pandemi Covid-19 di Provinsi

Papua Barat. Meski demikian, kebijakan tetap

didasarkan pada ketercapaian prioritas

pertama (P1) “Peningkatan kesejahteraan dan

kualitas sumber daya manusia” sebagai

perwujudan dari Misi 3 “Meningkatkan kualitas

pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan”

sebagaimana ditetapkan dalam RKPD dan

RPJMD. Ketercapaian sasaran sesuai prioritas

tersebut diharapkan mampu meningkatkan

persentase angka partisipasi sekolah pada

jenjang pendidikan menengah dan angka rata-

rata lama sekolah.

Belanja wajib bidang pendidikan di Provinsi

Papua Barat sebagian besar pelaksanaannya

diwujudkan dalam bentuk gaji dan tunjangan

bagi tenaga pendidik (PNS dan Non-PNS)

dengan pembiayaan yang bersumber dari DAU

dan PAD. Sedangkan penggunaan dana Otsus,

DBH, serta DAK (Fisik dan Non Fisik) berkontribusi

besar dalam pencapaian output priotitas

diantaranya dalam bentuk pemberian beasiswa

OAP, afirmasi OAP di Perguruan Tinggi,

pembangunan gedung sekolah, serta

penyiapan sistem dan pelaksanaan penerimaan

siswa baru online. Sementara output berupa

pembangunan prasarana dan sarana belajar

pendidikan dasar (PAUD, SD, SMP, SMA, SKB),

serta pembangunan dan rehabilitasi rumah

dinas guru diwujudkan melalui penggunaan DAK

Fisik bidang Pendidikan.

H.2 Belanja Daerah Bidang Kesehatan

Selain sektor pendidikan, untuk mendorong

pelayanan publik pemerintah daerah juga

memiliki kewajiban mengalokasikan 10% dari

belanja untuk anggaran bidang kesehatan.

Pada anggaran bidang pendidikan di Provinsi

Papua Barat tahun 2020, alokasi terbesar yang

berasal dari hasil realokasi dan refocusing

Tabel 4.29 Output Prioritas Bidang Pendidikan pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2020

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Beasiswa OAP ke Luar Negeri 30,140,000,000 95 Orang 80%

Afirmasi Anak Asli Papua di Perguruan Tinggi dan ADEM 13,703,100,000 220 Orang 100%

Kegiatan Dana BOS 48,660,244,000 111 Sekolah 100%

BOS Provinsi untuk SMA dan SMK Se- Papua Barat 3,907,640,789 181 Sekolah 100%

Pembangunan Gedung Sekolah 3,000,000,000 1 Gedung 48%

Pembangunan Sarana dan Prasarana SMA 1,460,993,600 48 Ruang 73%

Pembangunan Sarana dan Prasarana SMP 17,511,980,603 150 Ruang 62%

Pembangunan Sarana dan Prasarana SD 25,544,933,401 176 Ruang 35%

Pembangunan Sarana dan Prasarana PAUD 1,043,674,000 10 Paket 70%

Pembangunan Sarana dan Prasarana SKB 1,333,640,250 9 Ruang 80%

Pembangunan dan Rehabilitasi Rumah Dinas Guru 8,282,820,550 43 Unit 47%

Penerimaan Siswa Baru Online 2,500,000,000 176 Sekolah 100% Sumber: OMSPAN, Bappeda Kab/kota dan Bappeda Provinsi (data diolah)

Page 110: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

80

Perkembangan dan Analisis APBD

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

digunakan untuk membiayai penanganan

pandemi (detail pelaksanaan program pada

BAB VII). Diluar prioritas tersebut, belanja bidang

kesehatan masih berupaya mewujudkan

pemerataan fasilitas kesehatan di kabupaten/

kota dan kualitas sumber daya manusia bidang

kesehatan, serta penanganan stunting dan

pencegahan penyakit endemik sebagai

prioritas pembangunan tahun 2020 dan sasaran

Misi 3 RPJMD Provinsi Papua Barat.

Secara umum, realisasi anggaran bidang

kesehatan tahun 2020 diperuntukkan baik itu

untuk membiayai gaji dan tunjangan tenaga

kesehatan, pengadaan obat-obatan,

pembangunan rumah sakit rujukan, maupun

kegiatan-kegiatan lainnya dengan sumber

dana PAD, DAU, Otsus dan DAK. Capaian output

prioritas (Non Covid-19) dalam upaya

pemerataan fasilitas kesehatan diutamakan

pada daerah yang masuk dalam kategori

terpencil dan terisolir melalui penyediaan

makanan tambahan, obat, vaksin dan

perbekalan kesehatan serta pencegahan dan

pengendalian penyakit berbasis masyarakat.

Pada penyediaan sarana dan prasarana

kesehatan dilakukan secara menyeluruh pada

kabupaten/kota yang ditambah dengan

pembangunan Sistem Informasi Kesehatan

untuk mempermudah dan memperluas

pelayanan. Sementara itu, upaya peningkatan

kualitas tenaga kesehatan dilakukan melalui

pemberian beasiswa bagi dokter Orang Asli

Papua (OAP), sedangkan kegiatan pelatihan

tenaga medis untuk urusan non Covid-19

dilakukan refocusing.

H.3 Belanja Daerah Bidang Infrastruktur

Infrastruktur merupakan roda penggerak

perekonomian atau lokomotif pembangunan

nasional dan regional. Selain itu, infrastruktur juga

berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas

hidup dan kesejahteraan masyarakat, antara

lain dalam terwujudnya stabilisasi makro

Tabel 4.30 Output Prioritas Bidang Kesehatan (Non Covid-19) pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2020

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Penyediaan Obat, Vaksin, Perbekalan Kesehatan 3,852,800,000 13 Kab/kota 100% Disitribusi Obat, Vaksin BHMP, dan Bahan Lainnya dari Provinsi ke Kabupaten ( DAK) 221,524,000 1 Paket 100%

Jaminan Sosial bagi Lanjut Usia 800,000,000 100 Orang 100%

Penyediaan Makanan Tambahan BUMIL KEK ( DAK) 4,415,176,700 13 Kab/kota 85%

Penyediaan Makanan Tambahan Balita Kurus ( DAK) 5,179,317,300 2700 Orang 30%

Pelacakan kasus AFP dan pengambilan spesimen AFP 500,000,000 63 Unit 23%

Pendidikan Calon Dokter Spesialis (OAP) RS Rujukan Papua Barat 240,000,000 6 Orang 100% Penyediaan Obat dan BMHP 11,092,645,926 5 Paket 19% Pengadaan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) 1,081,554,000 78 Paket 57% Pengadaan BKB Kit Stunting 124,254,500 15 Paket 25% Pengadaan Alat Kesehatan 7,725,763,358 6 Paket 16% Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota 690,105,810 2 Paket 25% BMHP Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat 219,800,000 1099 Paket 8%

Alat dan Bahan pengendalian penyakit dan Kesehatan Lingkungan 352,370,000 734 Paket 69% Penyediaan Sarana dan Prasarana 47,686,471,058 26 Paket 32% Peralatan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat 1,467,584,048 22 Paket 16%

Sumber: OMSPAN, Bappeda Kab/kota dan Bappeda Provinsi (data diolah)

Page 111: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

81 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis APBD

ekonomi, peningkatan produktivitas tenaga

kerja dan akses kepada lapangan kerja, serta

peningkatan kemakmuran nyata. Melalui

infrastruktur, upaya pembentukan kapasitas

fiskal yang kuat, perdagangan dan industri yang

maju, serta tenaga kerja yang berkualitas dapat

terakselerasi. Oleh karena itu, belanja bidang

infrastruktur pada APBD memiliki porsi alokasi

yang sangat besar, sebagai kombinasi dari

berbagai sumber dana yang ada.

Belanja wajib infrastruktur di Provinsi Papua Barat

pada tahun 2020, dialokasikan dengan

memanfaatkan Dana Otsus, DTI, DAK (Fisik) dan

DBH sesuai RPJMD Misi 4, dengan tujuan

“Meningkatkan kapasitas infrastruktur wilayah”

dan sasaran peningkatan interkoneksi antar

wilayah, ketersediaan layanan dasar infrastruktur

daerah dan kualitas pengelolaan tata ruang

daerah, serta peningkatan layanan kebutuhan

dasar perumahan dan kawasan permukiman

wilayah perkotaan dan perdesaan. Pada upaya

pencapaian output tahun 2020, belanja

infrastruktur Papua Barat setelah realokasi dan

refocusing tercatat memiliki realisasi yang besar,

diantaranya pembangunan, pemeliharaan dan

preservasi jalan sepanjang ±1190,5 Km (Rp261,58

miliar), jembatan sepanjang ±596 meter (Rp24,22

miliar), serta pengembangan dan pemeliharaan

saluran irigasi seluas ±837 Ha (Rp8,45 miliar).

Selain itu juga tercapai output berupa

pelabuhan/dermaga rakyat di 4 lokasi, terminal

di 6 kabupaten/kota, bandara di 1 lokasi, Rumah

Rakyat (OAP) sebanyak 348 unit (Rp64,64 miliar)

serta SPAM di 10 lokasi kabupaten/kota. Namun

demikian, besarnya serapan belum

menunjukkan adanya optimalisasi pada

capaian output prioritas tahun 2020 yang

tercatat memiliki persentase yang rendah.

Sebagian besar disebabkan oleh kebijakan

pembatasan aktivitas manusia yang menunda

pelaksanaan pekerjaan.

Tabel 4.31 Output Prioritas Bidang Infrastruktur pada APBD di Provinsi Papua Barat Tahun 2020

Jenis Output Output

Realisasi (Rp) Volume Capaian

Jalan (Pembangunan dan Peningkatan) 261,578,363,100 1190.5 Km 37%

Jembatan (Pembangunan dan Preservasi) 24,222,359,760 596 Meter 76%

Jaringan Irigasi (Pembangunan dan Pemeliharaan) 8,447,905,477 837 Ha 31%

Normalisasi Sungai 13,345,000,000 2048 Meter 18%

Pembangunan SPAM 2,179,369,125 10 Kab/kota 15%

Pembangunan Rumah Rakyat (OAP) 64,459,719,750 348 unit 77%

Pembangunan Sumur Bor 7,800,000,000 3 Kab/kita 90%

Rehabilitasi Jaringan Irigasi 3,407,686,100 64 Hektar 24%

Pengadaan dan Pemasangan Perlengkapan Jalan 743,028,000 15 Unit 29% Pembangunan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Setempat (SPALD-S) 17,626,632,215 16 Unit 54%

Perluasan dan Pembangunan SPAM 12,538,929,667 184 SR 82% Pembangunan Rumah Khusus (ASN, Tenaga Pendidik, Petugas Kesehatan dan Veteran) 9,456,698,000 37 Unit 34%

Pembangunan dan Peningkatan Jalan Desa Strategis 19,312,894,547 12.65 Km 46%

Pengadaan Sarana Transportasi Darat 3,147,306,000 6 Unit 100%

Bantuan Pembangunan Baru Rumah Layak Huni 3,852,000,000 96 Unit 41%

Pembangunan Terminal 7,130,278,230 6 Kab/kota 25%

Pengembangan Bandara Anggi 2,800,000,000 1 Lokasi 80%

Pembangunan Dermaga dan Pelabuhan 7,475,000,000.00 4 Lokasi 65% Sumber: OMSPAN, Bappeda Kab/kota dan Bappeda Provinsi (data diolah)

Page 112: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 113: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

#DJPbKawalAPBN

"Keceriaan anak-anak Pulau Arborek, Raja AmpatPapua Barat"

ANGGARANKonsolidasian

Page 114: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

82

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

A. LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH

KONSOLIDASIAN

Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian

(LKPK) adalah laporan yang disusun

berdasarkan konsolidasi Laporan Keuangan

Pemerintah Pusat dengan Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah dalam periode waktu

tertentu. Sampai dengan berakhirnya tahun

anggaran 2020, pendapatan konsolidasian di

Papua Barat sebesar Rp3.889,08 miliar atau

turun 34,27 persen dari dibanding tahun 2019.

Sementara itu untuk realisasi belanja

konsolidasian sepanjang tahun 2020 tercatat

juga menurun sebesar 10,47 persen dibanding

periode yang sama tahun sebelumnya.

B. PENDAPATAN KONSOLIDASIAN

Pendapatan pemerintahan umum (General

Government Revenue) atau pendapatan

konsolidasian tingkat wilayah adalah

konsolidasian antara seluruh pendapatan

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

dalam satu periode pelaporan tertentu.

B.1 Analisis Proporsi dan Perbandingan

Pendapatan pemerintah konsolidasian terdiri

dari pendapatan perpajakan, PNBP, hibah dan

transfer. Dari total realisasi pendapatan

konsolidasian pemerintah pusat dan

pemerintah daerah sebesar Rp3.889,08 miliar,

sebagian besar atau 67,43 persen merupakan

BAB V

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

Tabel 5.1 Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020 (miliar Rp, persen)

Uraian 2018 2019 2020

Konsolidasi Proporsi Growth Konsolidasi Proporsi Growth Konsolidasi Proporsi Growth

Penerimaan/Pendapatan 5,455.09 42:58 41.93 5,917.15 48:52 8.47 3,889.08 67:33 (34.27)

Pendapatan Perpajakan 2,511.72 80:20 (2.06) 3,096.86 82:18 23.30 2,818.88 83:17 (8.98)

Pendapatan Bukan Pajak 2,943.37 10:90 130.14 2,820.29 10:90 (4.18) 1,070.20 0:100 (62.05)

Hibah 49.52 0:100 33.95 98.80 0:100 99.54 1.99 0:0 (97.98)

Transfer 1,149.22 0:100 - 1,911.10 0:100 66.30 - - (100.00)

Pengeluaran Belanja 27,854.14 24:76 (10.32) 32,158.17 25:75 15.45 28,790.53 32:68 (10.47)

Belanja Pemerintah 23,734.14 29:71 (2.10) 27,431.21 29:71 15.58 24,768.13 27:73 (9.71)

Transfer 4,120.00 0:100 (39.56) 4,726.96 0:100 14.73 4,022.41 62:38 (14.90)

Surplus / Defisit (22,399.04) 101:(1) (17.70) (26,241.02) 110:(10) 17.15 (24,901.45) 95:5 (5.10)

Pembiayaan 1,905.54 0:100 75.18 2,716.55 0:100 23.07 3,051.59 0:100 52.22

Penerimaan Pembiayaan 2,207.40 0:100 46.62 2,716.55 0:100 23.07 3,524.47 0:100 29.74

Pengeluaran Pembiayaan 301.87 0:100 (27.74) 711.76 0:100 135.79 472.88 0:100 (33.56)

SilKA (SiKPA) (20,493.51) 110:(10) (21.57) (24,236.23) 119:(19) 18.26 (21,849.86) 108:(8) (9.85) Sumber: OM SPAN, KPP Manokwari, KPP Sorong, LRA Pemda se-Papua Barat dan SIKD DJPK (data diolah)

Page 115: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

83 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

pendapatan pemerintah pusat, dan 32,57

persen sisanya berasal dari pendapatan

pemerintah daerah. Pendapatan pemerintah

pusat tersebut selanjutnya akan didistribusikan

kepada pemerintah daerah berupa dana

transfer maupun belanja pemerintah pusat di

daerah berupa belanja dekonsentrasi/ TP/ UB

pada tahun-tahun berikutnya.

Hingga akhir tahun 2020, realisasi pendapatan

perpajakan konsolidasian di Provinsi Papua

Barat sebesar Rp2.818,88 miliar. Dari jumlah

tersebut 83,06 persen merupakan pendapatan

perpajakan pemerintah pusat, sedangkan

pemerintah daerah memiliki sumbangsih

sebesar 16,94 persen. Pada pendapatan

transfer tidak terdapat realisasi, baik itu dari

pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.

Untuk pendapatan hibah, kontribusi hanya

berasal dari pendapatan hibah pada

pemerintah daerah, tidak terdapat

pendapatan dari pemerintah pusat. Adapun

untuk realisasi PNBP konsolidasian pada tahun

2020 terjadi penurunan signifikan dibandingkan

periode yang sama tahun sebelumnya dari

Rp2.820,29 miliar menjadi Rp1.070,2 miliar, atau

sebesar 62,05 persen. Penurunan PNBP ini

disebabkan oleh turunnya pendapatan bukan

pajak pemerintah pusat dan pendapatan

transfer pemerintah daerah di Provinsi Papua

Barat.

B.2 Analisis Perubahan

Target pendapatan perpajakan konsolidasian

tahun 2020 Provinsi Papua Barat sebesar

Rp2.953,88 miliar atau turun 3,67 persen dari

tahun 2019 disebabkan target pendapatan

perpajakan pemerintah pusat mengalami

penurunan sebagai hasil dari perubahan APBN

yang dilakukan melalui realokasi dan refocusing

untuk menghadapi risiko buruk pandemi. Pada

akhirnya, realisasi pendapatan perpajakan

konsolidasian Provinsi Papua Barat tahun 2020

tetap mampu mencapai 95,43 persen dari

target, meski persentase ini lebih rendah

dibandingkan dengan periode yang sama

tahun sebelumnya sebesar 101,0 persen.

Penurunan realisasi pendapatan perpajakan

konsolidasian dari Rp3.096,86 miliar menjadi

Rp2.818,88 miliar, atau sebesar -8,98 persen

dibandingkan periode

sebelumnya disebabkan

oleh realisasi PPN Dalam

Negeri dan PPh non migas

lainnya yang menurun.

Besaran penerimaan

kedua jenis pajak tersebut

sangat ditentukan oleh

kondisi ekonomi dimana

2,341.31miliar

280.97miliar 0.00

853.08miliar

789.23miliar

1.99miliar

0%

20%

40%

60%

80%

100%

PendapatanPerpajakan

PendapatanBukan Pajak

Hibah

Grafik 5.1Perbandingan Penerimaan Pemerintah Pusat dan

Daerah terhadap Penerimaan Konsolidasian Provinsi Papua Barat Tahun 2020

Pusat Daerah

Sumber: OMSPAN, KPP Manokwari dan Sorong (data diolah)

Tabel 5.2 Perbandingan Realisasi Pendapatan Perpajakan Konsolidasian

Provinsi Papua Barat Tahun 2018 – 2020 (miliar Rp)

Uraian 2018 2019 2020

Target Real % Target Real % Target Real %

Pemda 404.44 497.63 123.04 566.67 552.31 97.47 537.11 477.57 88.91

Pusat 2,753.25 2,014.09 73.15 2,499.64 2,544.55 101.80 2,416.77 2,341.31 96.88

Konsolidasian 3,157.69 2,511.72 79.54 3,066.31 3,096.86 101.00 2,953.88 2,818.88 95.43

Sumber: KPP Manokwari, KPP Sorong, dan LRA Pemda se-Papua Barat (data diolah)

Page 116: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

84 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

pada tahun 2020 mengalami perlambatan dan

guncangan secara global.

B.3 Rasio Pajak (Tax Ratio)

Rasio pajak merupakan perbandingan antara

jumlah penerimaan pajak suatu daerah

terhadap pendapatan suatu output

perekonomian atau Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB). Terkait dengan rasio pajak, PDRB

menggambarkan besaran pendapatan

potensial yang dapat dikenai pajak. PDRB

tersebut juga menggambarkan kegiatan

ekonomi masyarakat yang jika berkembang

dengan baik merupakan potensi yang baik

bagi pengenaan pajak di wilayah tersebut.

B.3.1 Rasio pajak Konsolidasian Provinsi

Papua Barat

Perkembangan rasio pajak terhadap PDRB di

wilayah Provinsi Papua Barat pada tahun 2020

mencapai 3.37 persen, jauh lebih rendah

dibanding rasio pajak nasional sebesar 7,9

persen. Dimana rasio pajak nasional hanya

memperhitungkan penerimaan pajak yang

diterima pemerintah pusat. Rasio pajak di

wilayah Provinsi Papua Barat tersebut sedikit

menurun apabila dibandingkan dengan tahun

sebelumnya yang mencapai 3,67 persen, seiring

pertumbuhan ekonomi yang negatif.

Secara umum, penurunan rasio pajak ini

menunjukkan bahwa penerimaan pajak di

wilayah Papua Barat lebih rendah dari potensi

perpajakan yang dapat diterima oleh

pemerintah. Dengan kondisi tersebut,

Pemerintah seharusnya dapat lebih

mengoptimalkan usaha intensifikasi dan

ekstensifikasi penerimaan perpajakan sehingga

dapat meningkatkan penerimaan perpajakan.

B.3.2 Pajak per Kabupaten/ Kota di Provinsi

Papua Barat

Berdasarkan penerimaan setiap daerah,

pendapatan perpajakan tahun 2020 milik Kota

Sorong dan Kab Manokwari merupakan yang

paling tinggi dibandingkan dengan daerah lain

di Provinsi Papua Barat. Hal ini dikarenakan

perekonomian di Provinsi Papua Barat terpusat

di kedua daerah tersebut dimana terdapat

banyak hotel, toko, pusat hiburan, pusat

perbelanjaan, dan pusat bisnis. Sementara itu

pajak terendah pada Kabupaten Pegunungan

Arfak.

Tabel 5.3 Rasio Pajak Konsolidasian terhadap PDRB

Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020

Uraian 2018 2019 2020

Penerimaan Perpajakan Konsolidasian (miliar Rp)

2,511.72 3,096.86 2,818.88

PDRB (Harga Berlaku) Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

78,926,66 84,347,69 83,528,71

Rasio Pajak (persen) 3.18 3.67 3.37

Sumber: KPP Manokwari, KPP Sorong, OM SPAN, SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 5.4 Realisasi Peneirmaan Perpajakan per Kabupaten/ Kota di

Provinsi Papua Barat Tahun 2020 (miliar Rp)

Kab/Kota Pajak Pusat

Pajak Daerah

Pajak Konsolidasian

Kota Sorong 741.99 35.64 777.63

Manokwari 703.36 39.22 742.58

Teluk Bintuni 417.89 29.09 446.98

Sorong 180.87 11.19 192.06

Fak-Fak 145.28 6.4 151.68

Kaimana 89.02 3.96 92.98

Raja Ampat 53.65 3.47 57.12

Teluk Wondama 42.79 4.93 47.72

Sorong Selatan 42.49 0.59 43.08

Maybrat 23.15 0.001 23.15

Tambrauw 18.78 0.7 19.48

Manokwari Selatan 17.67 0.25 17.92

Pegunungan Arfak 14.42 0.08 14.50

Sumber: KPP Manokwari, KPP Sorong, OM SPAN, SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 117: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

85 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

B.3.3 Rasio Pajak per Kapita Kabupaten/ Kota

di Provinsi Papua Barat

Pajak perkapita merupakan perbandingan

antara jumlah penerimaan pajak yang

dihasilkan suatu daerah dengan jumlah

penduduknya. Pajak perkapita menunjukkan

kontribusi setiap penduduk pada pendapatan

perpajakan suatu daerah. Kab Teluk Bintuni dan

Kab. Manokwari merupakan daerah dengan

pajak per kapita tertinggi yaitu masing-masing

sebesar Rp5,13 juta dan Rp3,85 juta.

Hal ini disebabkan Kab Manokwari

merupakan salah satu pusat

perekonomian di Provinsi Papua

Barat sehingga menimbulkan basis

pajak yang besar. Adapun Kab.

Teluk Bintuni merupakan salah satu

daerah penghasil gas alam terbesar

di Indonesia. Sementara itu daerah

dengan pajak perkapita paling

rendah adalah Kab. Pegunungan

Arfak sebesar Rp379,48 ribu.

B.3.4 Analisis Pertumbuhan Ekonomi terhadap

Kenaikan Realisasi Pendapatan

Konsolidasian

Pendapatan di suatu daerah dapat diperluas

tidak hanya pada PAD yang diterima

pemerintah daerah namun mencakup seluruh

penerimaan pemerintah pusat dan daerah di

wilayah tersebut yang terdiri: 1) Pendapatan

pajak daerah, 2) Retribusi daerah, 3) Hasil

pengelolaan kekayaan derah yang dipisahkan,

4) Lain-lain PAD yang sah, dan 5) Penerimaan

Perpajakan, PNBP dan Pendapatan BLU

Pemerintah Pusat. Pada tahun 2020 PDRB Harga

Berlaku Provinsi Papua Barat mencapai

Rp83.528,71 miliar atau turun 0,77 persen dari

tahun sebelumnya. Sementara itu pada

periode yang sama, pendapatan yang

diterima pemerintah daerah dan pemerintah

pusat mencapai sebesar Rp2.818,88 miliar atau

ikut menurun sebesar 8,98 persen. Kondisi ini

menunjukan penurunan PDRB Provinsi Papua

Barat pada tahun 2020 memiliki korelasi positif

terhadap pendapatan konsolidasian.

C. BELANJA KONSOLIDASIAN

Belanja pemerintahan umum (General

Government Spending) atau belanja

konsolidasian tingkat wilayah adalah

konsolidasian antara seluruh belanja

Tabel 5.5 Realisasi Peneirmaan Perpajakan per Kapita per

Kabupaten/ Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2020 (Rp)

Kab/Kota Pajak Konsolidasian Per Kapita

Kota Sorong 2,734,187

Manokwari 3,854,355

Teluk Bintuni 5,132,981

Sorong 1,618,301

Fak-Fak 1,780,282

Kaimana 1,493,415

Raja Ampat 890,552

Teluk Wondama 1,146,013

Sorong Selatan 821,041

Maybrat 538,521

Tambrauw 686,399

Manokwari Selatan 498,470

Pegunungan Arfak 379,482

Sumber: KPP Manokwari, KPP Sorong, OM SPAN, SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 5.6 Realisasi Pendapatan Konsolidaian di Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020

Uraian 2020 2019 2018

Realisasi (miliar)

Perubahan (persen)

Realisasi (miliar)

Perubahan (persen)

Realisasi (miliar)

Penerimaan Perpajakan 2,818.88 (8.98) 3,096.86 23.30 2,511.72

PNBP 1,070.20 (62.05) 2,820.29 (4.18) 2,943.37

Total Pendapatan Konsolidasian 3,889.08 (34.27) 5,917.15 8.47 5,455.09

PDRB AHB 83,528,71 (0.77) 84,347,69 2.66 78,926,66

Sumber: KPP Manokwari, KPP Sorong, OM SPAN, SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 118: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

86 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

dalam satu periode pelaporan tertentu.

C.1 Analisis Proporsi dan Perbandingan

Pada tahun 2020 realisasi belanja dan transfer

konsolidasian mencapai Rp31.692,57 miliar

dimana 75 persen bersumber dari anggaran

pemerintah daerah dan sisanya dari anggaran

pemerintah pusat. Realisasi Belanja pegawai

konsolidasian mencapai Rp5.779,67 miliar

dimana yang bersumber dari APBD sebesar

Rp3.909,84 miliar (67,65 persen) dan dari APBN

sebesar Rp1.869,83 miliar (32,35 persen). Belanja

barang konsolidasian mencapai Rp8.780,61

miliar dengan komposisi 68,71 persen dari

pemerintah daerah dan 31,29 persen dari

pemerintah pusat. Pada realisasi belanja

modal konsolidasian yang mencapai Rp7.653,7

miliar dengan komposisi 73,83 persen berasal

dari APBD dan 26,17 persen dari APBN. Hal ini

menunjukkan bahwa kontribusi pemerintah

daerah terhadap perekonomian Papua Barat

lebih besar dari pemerintah pusat.

C.2 Analisis Perubahan

Realisasi belanja konsolidasian tahun 2020

mengalami penurunan dibandingkan tahun

sebelumnya. Apabila dilihat per belanja,

realisasi terbesar adalah belanja barang

konsolidasian meski menurun dari Rp9.753,23

miliar di tahun 2019 menjadi Rp8.780,61 miliar di

tahun 2020. Demikian halnya dengan belanja

modal yang turun Namun tidak dengan realisasi

belanja pegawai yang meningkat

dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Kondisi tersebut telah sejalan dengan kebijakan

kenaikan porsi anggaran belanja pegawai

sesuai kebutuhan gaji dan tunjangan yang

selalu meningkat. Sedangkan belanja barang

dan belanja modal yang turun, sebagai akibat

dari penyesuaian APBN dan APBD dalam

menghadapi dampak buruk pandemi.

C.3 Analisis Rasio Belanja Operasi Konsolidasian

Terhadap Total Belanja Konsolidasian

Belanja operasi terdiri atas belanja pegawai

konsolidasian dengan belanja barang

konsolidasian. Rasio belanja operasi terhadap

total belanja konsolidasian menunjukan porsi

belanja pemerintah untuk mendukung

operasional pemerintahan. Rasio belanja

operasi terhadap total belanja konsolidasian di

Provinsi Papua Barat mengalami peningkatan

1,869.83

2,747.69

2,003.20

4.93

3,909.84

6,032.925,650.50

481.28

-

1,000.00

2,000.00

3,000.00

4,000.00

5,000.00

6,000.00

7,000.00

BelanjaPegawai

BelanjaBarang

BelanjaModal

BelanjaBansos

Grafik 5.2Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Provinsi Papua Barat

Tahun 2020 (miliar Rp)

Pusat DaerahSumber: OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

5,779.67

8,780.61

7,653.70

486.21

5,514.86

9,753.58

8,522.11

786.48

5,145.94

9,038.42

7,917.02

559.34

- 4,000.00 8,000.00 12,000.00

Belanja Pegawai

Belanja Barang dan Jasa

Belanja Modal

Belanja Bantuan Sosial

Grafik 5.3Perbandingan Realisasi Belanja Konsolidasian Provinsi

Papua Barat Tahun 2018-2020 (miliar Rp)

2018 2019 2020

Sumber: OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Page 119: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

87 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

dari 47,48 persen pada tahun 2019 menjadi

50,57 persen pada tahun 2020. Kondisi ini

mengindikasikan bahwa kegiatan rutin

pemerintah di Provinsi Papua Barat semakin

bertambah.

C.4 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap

Jumlah Penduduk

Rasio belanja konsolidasian terhadap jumlah

penduduk (belanja konsolidasian perkapita)

menunjukkan seberapa besar belanja

pemerintah pusat dan pemerintah daerah

yang digunakan untuk

mensejahterakan per

penduduk di suatu daerah.

Semakin besar nilainya,

semakin besar besar

belanja yang dikeluarkan

untuk mensejahterakan

satu orang penduduk di

wilayah tersebut. Sebaliknya, semakin kecil

angka rasionya, semakin kecil dana yang

disediakan pemerintah daerah untuk

mensejahterakan penduduknya.

Rasio total belanja konsolidasian terhadap

jumlah penduduk Provinsi Papua Barat tahun

2020 adalah 17,29 per kapita. Angka ini berarti

dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

penduduknya, selama tahun 2020 pemerintah

telah membelanjakan sebesar lebih dari Rp17

juta untuk setiap penduduk. Angka rasio

tertinggi tahun 2020 berada di Kab.

Tambrauw mencapai Rp36,18 juta per jiwa.

Sedangkan rasio terendah yaitu Kab.

Sorong yang mencapai Rp8,51 juta per jiwa.

Apabila dibandingkan antar regional,

terdapat kesenjangan/ perbedaan rasio

yang cukup tinggi. Hal ini antara lain karena

adanya kesenjangan jumlah belanja

pemerintah dan jumlah penduduk antara

kabupaten/kota. Kabupaten Tambrauw

dengan penduduk relatif sedikit (28.380

jiwa) namun jumlah belanja pemerintahnya

cukup tinggi (Rp1.026,68 miliar). Sebaliknya

pada Kab. Sorong, walaupun belanja

pemerintahannya mencapai Rp1.010,55

miliar namun memiliki penduduk relatif lebih

banyak (118.680 jiwa).

C.5 Analisis Belanja

Analisis ini untuk mengetahui arah dan

sensitivitas dari kebijakan fiskal pemerintah.

Tabel 5.7 Rasio Belanja Operasi Provinsi Papua Barat Tahun 2018-2020

Uraian 2018 2019 2020

Konsolidasian (miliar Rp)

Rasio (%)

Konsolidasian (miliar Rp)

Rasio (%)

Konsolidasian (miliar Rp)

Rasio (%)

Belanja Operasi (pegawai+barang) 14,184.36 50.92 15,268.44 47.48 14,560.28 50.57

Total Belanja dan Transfer 27,854.14 32,158.17 28,790.53

Sumber: OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 5.8 Belanja Pemerintah Konsolidasian Per Jiwa Tahun 2020 (miliar Rp)

Daerah Daerah Pusat Konsol Penduduk (Jiwa)

Belanja Perkapita (juta Rp)

Kota Sorong 945.00 1,754.87 2,699.87 284,410 9.49

Manokwari 826.31 2,222.35 3,048.66 192,660 15.82

Teluk Bintuni 2,636.86 342.49 2,979.35 87,080 34.21

Sorong 700.62 309.93 1,010.55 118,680 8.51

Fak-Fak 995.22 762.68 1,757.90 85,200 20.63

Kaimana 861.21 309.08 1,170.29 62,260 18.80

Raja Ampat 951.22 356.57 1,307.79 64,140 20.39

Teluk Wondama 670.84 279.81 950.65 41,640 22.83

Sorong Selatan 700.62 309.93 1,010.55 52,470 19.26

Maybrat 700.59 349.28 1,049.87 42,990 24.42

Tambrauw 722.32 304.36 1,026.68 28,380 36.18

Manokwari Selatan 441.36 182.31 623.67 35,950 17.35

Pegunungan Arfak 672.71 299.48 972.19 38,210 25.44

Sumber: OM SPAN, SIKD DJPK,BPS Provinsi Papua barat (data diolah)

Page 120: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

88 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Untuk itu analisis dilakukan dengan

memperbandingkan belanja APBN dan APBD

dengan beberapa indikator seperti di bawah

ini:

a. Perbandingan dengan Belanja APBN

1) Non belanja pegawai

Untuk mengetahui proporsi sumber dana

(non belanja pegawai) yang dikelola oleh

pemerintah daerah, maka dapat

diperbandingkan dana APBN yang

dilaksanakan oleh pemerintah daerah

dengan belanja non pegawai pada APBD

dengan rasio sebagaimana pada tabel 5.9.

Dari tabel 5.9 terlihat bahwa rasio dana

kelolaan belanja non pegawai di Provinsi

Papua Barat tahun 2020 sebesar 1,96 persen.

2) Belanja modal

Untuk membandingkan belanja modal yang

bersumber dari APBN dan APBD yang

merupakan motor pertumbuhan regional

maka digunakan rasio sebagaimana terlihat

pada tabel 5.10.

Dari tabel tersebut terlihat bahwa rasio dana

kelolaan belanja modal konsolidasian di

Provinsi Papua Barat tahun 2020 sebesar

55,24 persen.

b. Perbandingan dengan Populasi

Indikator ini berfungsi sebagai perbandingan

spasial antar wilayah, untuk mendapatkan

proporsi antara kebijakan fiskal yang tercermin

dari anggaran dengan indikator demografis

(populasi) sehingga dapat diperoleh

gambaran yang lebih fair besaran anggaran

pada suatu wilayah.

Dari tabel 5.11 terlihat bahwa rasio belanja

konsolidasian terhadap jumlah populasi di

Provinsi Papua Barat tahun 2020 sebesar 0,022.

Artinya, belanja pemerintah pusat dan daerah

di Provinsi Papua Barat yang dikeluarkan untuk

memberikan pelayanan kepada satu orang

penduduk sebesar Rp22 juta.

D. SURPLUS/ DEFISIT

Keseimbangan umum atau surplus/defisit

adalah selisih lebih/ kurang antara pendapatan

daerah dan belanja daerah dalam tahun

anggaran yang sama. Surplus/ defisit

merupakan gabungan surplus defisit APBD

ditambah dengan surplus/ defisit APBN Tingkat

Provinsi.

Pada tahun 2020, defisit pemerintah

konsolidasian di Provinsi Papua Barat mencapai

minus Rp24.901,45 miliar. Seluruh defisit tersebut

Sebagian besar (94,76 persen) berasal dari

Tabel 5.9 Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai Tahun 2020

Uraian Realisasi (miliar Rp)

Belanja APBN (DK+TP+UB) 125.89

Belanja APBD (Non Pegawai dan Non Bagi Hasil/Transfer)) 14,229.48

Rasio Dana Kelolaan Belanja Non Pegawai (persen) 0.88

Sumber: OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 5.10 Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal Tahun 2020

Uraian Realisasi (miliar Rp)

B. Modal APBN (KP+KD+DK+TP+UB) 3,032.38

B. Modal APBD 5,650.50

Rasio Dana Kelolaan Belanja Modal APBN – APBD (persen) 53,67

Sumber: OM SPAN dan SIKD DJPK (data diolah)

Tabel 5.11 Rasio Belanja Konsolidasian Terhadap Populasi

Provinsi Papua Barat Tahun 2020

Uraian Realisasi

Total Belanja APBN (milar Rp) 6,635.11

Total Belanja APBD (miliar Rp) 18,133.02

Jumlah Populasi Provinsi PB (jiwa) 1,134,070

Rasio Belanja Terhadap Populasi (miliar Rp)

0,022

Sumber: OM SPAN, SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 121: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Anggaran Konsolidasian

89 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

pemerintah pusat di wilayah Provinsi Papua

Barat dan sisanya (5,24 persen) merupakan

defisit dari gabungan pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat. Sedangkan pada angka

rasio defisit konsolidasian Provinsi Papua Barat

terhadap PDRB mencapai minus 29,81 persen,

jauh lebih besar dari defisit APBN terhadap PDB.

Besarnya defisit di tingkat regional harus sikapi

dengan upaya peningkatan pendapatan yang

lebih intensif dari potensi-potensi sumber

penerimaan (sektor unggulan) yang ada dan

belum dimanfaatkan secara optimal.

E. ANALISIS KONTRIBUSI BELANJA PEMERINTAH

TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL

BRUTO (PDRB)

Berdasarkan Teori Perpotongan Keynesian

(Keynesian Cross Theory), salah satu variabel

yang berpengaruh terhadap pencapaian

output (Y) yaitu belanja pemerintah

(government spending). Kenaikan belanja

pemerintah akan mendorong output menjadi

lebih besar (Mankiw, 2013). Nilai output dihitung

dengan menjumlahkan pengeluaran aggregat

yaitu pengeluaran konsumen, pengeluaran

investasi, pembelian pemerintah untuk barang

dan jasa, serta ekspor dikurangi impor (net

export) yang ditunjukan dengan persamaan

sebagai berikut:

Y = C + I + G + (X – M)

Nilai output suatu daerah diwujudkan dalam

bentuk PDRB. Kontribusi pemerintah terhadap

PDRB dilihat dari sisi belanja, dihitung dengan

cara membandingkan nilai pengeluaran

pemerintah terhadap PDRB. Sedangkan jika

dilihat dari sisi investasi, kontribusi pemerintah

terhadap PDRB dihitung dengan cara

membandingkan nilai PMTB terhadap PDRB.

Pada tahun 2020, kontribusi belanja pemerintah

konsolidasian terhadap PDRB Provinsi Papua

Barat mencapai 34,47 persen. Adapun

kontribusi investasi pemerintah (PMTB) terhadap

PDRB adalah sebesar 21,84 persen. Kondisi

tersebut menunjukan bahwa kontribusi belanja

pemerintah pusat dan daerah cukup signifikan

terhadap perekonomian Papua Barat hingga

mencapai sepertiga dari seluruh produktivitas di

Provinsi Papua Barat. Oleh karena itu, menjadi

wajar apabila upaya pemulihan ekonomi

ditopang oleh belanja pemerintah karena

memiliki angka pengganda besar yang besar

sehingga dapat mengakselerasi produktivitas

dalam jangka pendek. Selain itu, belanja

pemerintah juga memiliki time lag kebijakan

terhadap pertumbuhan yang pendek.

Tabel 5.12 Rasio Surplus/ Defisit Konsolidaian terhadap PDRB pada Provinsi

Papua Barat Tahun 2020

Uraian Surplus/Defisit Rasio

terhadap PDRB (persen) Realisasi

(miliar Rp) Komposisi (persen)

APBD seluruh Pemda (1,303.91) 5.24 (1.56)

APBN di Provinsi Papua Barat (miliar Rp)

(23,597.54) 94.76 (28.25)

Konsolidasian (24,901.45) 100.00 (29.81)

Sumber: Aplikasi OM SPAN, SIKD DJPK, BPS Provinsi Papua Barat, KPP Manokwari, KPP Sorong (data diolah)

Tabel 5.13 Kontribusi Pemerintah terhadap

PDRB Provinsi Papua Barat Tahun 2020

Uraian Realisasi

Belanja Konsolidasian (miliar Rp) 28,790.53

PMTB (miliar Rp) 18,245.56

PDRB Harga Berlaku (miliar Rp) 83,528,71

Kontribusi Belanja Konsolidasian terhadap PDRB (persen) 34,47

Kontribusi PMTB terhadap PDRB (persen) 21,84

Sumber: Aplikasi OM SPAN, SIKD DJPK, BPS Provinsi Papua Barat, KPP Manokwari, KPP Sorong (data diolah)

Page 122: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 123: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

POTENSIREGIONAL

"Mama-mama Papua sedang berjualan ikan asap di PasarArfai, Manokwari"

#DJPbKawalAPBN

Page 124: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

90

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

A. ANALISIS POTENSI PAJAK DAERAH :

Pendekatan Mansfield – Wirasasmita Model

Pembangunan ekonomi regional saat ini

menuntut pemerintah daerah untuk berinovasi

memanfaatkan dan mengembangkan potensi-

potensi yang dimiliki daerah terlebih di masa

pandemi. Titik berat pelaksanaan otonomi

daerah yang berada pada kabupaten/kota

diimplementasikan melalui penyerahan

kewenangan dari pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah untuk menggali sumber

pendapatan bagi daerah. Sebagai salah satu

komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD),

potensi pajak daerah lebih banyak memberikan

peluang bagi daerah untuk disesuaikan dan

dimobilisasi secara maksimal bila dibandingkan

dengan komponen-komponen penerimaan

lainnya dalam PAD. Hal ini disebabkan oleh

beberapa faktor, terutama karena potensi

pungutan pajak daerah mempunyai sifat dan

karakteristik yang jelas dan terukur, baik ditinjau

dari tataran teoritis, kebijakan, maupun dalam

tataran implementasinya.

A.1 Landasan Teori

Untuk mengestimasi potensi penerimaan pajak

daerah di Provinsi Papua Barat dapat digunakan

dua alat analisis keuangan daerah yaitu

elastisitas pajak dan bouyancy tax. Elastisitas

pajak menunjukan bagaimana seberapa cepat

respons dari pajak daerah terhadap perubahan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),

sedangkan bouyancy tax menggambarkan

kinerja dari pemungutan pajak daerah yang

dihitung dengan cara membagi pertumbuhan

penerimaan pajak daerah dengan

pertumbuhan PDRB.

Spesifikasi model yang dipakai untuk mengukur

elastisitas pajak daerah diantaranya dapat

menggunakan persamaan pajak Mansfield

(1972) dan Wirasasmita (1982) serta model

adjustment equation modifikasi Wirasasmita

(1994). Model persamaan pajak Mansfield dan

Wirasasmita memiliki kemiripan seperti dituliskan

sebagai berikut:

Ln T = Ln α + ε Ln Ykap

dimana:

T = Penerimaan Pajak Daerah

Ykap = PDRB per Kapita

α = Konstanta

ε = Koefisien Elastisitas

Indikator elastisitas pajak yang digunakan untuk

mengukur kemampuan fiskal daerah yait:

1. Jika ε > 1, artinya respons pajak daerah

terhadap perubahan PDRB per Kapita

bersifat elastis. Hal ini bermakna bahwa

tingkat ketergantungan daerah terhadap

pemerintah pusat relatif kecil.

2. Jika ε < 1, artinya respons pajak daerah.

BAB VI

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

Page 125: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

91 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

3. Jika ε < 1, artinya respons pajak daerah

4. terhadap perubahan PDRB per Kapita

bersifat inelastis. Hal ini bermakna bahwa

tingkat ketergantungan daerah terhadap

pemerintah pusat relatif besar.

5. Jika ε = 1, artinya respons pajak daerah

terhadap perubahan PDRB per Kapita

bersifat unitary. Hal ini bermakna bahwa

tingkat ketergantungan daerah terhadap

pemerintah pusat relatif tidak berubah.

Selanjutnya model adjustment equation

modifikasi Wirasasmita (1994) dapat diadaptasi

untuk mencari koefisien bouyancy tingkat

kesulitan penerimaan pajak daerah, dengan

model sebagai berikut:

Rt* = b1 + b2 Yt +Ut

dimana:

Rt* = Penerimaan Pajak Daerah

Yt = PDRB per kapita

Dalam persamaan (1) di atas, Rt* dianggap

fungsi linear dari Yt dan tidak dapat diobservasi

sehingga untuk mengatasi hal tersebut

digunakan penyesuaian/ adjustment equation

modifikasi Wirasasmita (1994) dengan hasil akhir

persamaannya sebagai berikut:

Rt = k bt Ytkb2 Rt-1 (1-k) ( k Ut + Vt )

dari persamaan di atas dapat ditransformasikan

ke dalam bentuk linear sebagai berikut:

Ln Rt = Ln α0 + α1 Ln Yt + α2 Ln Rt-1

Berdasarkan persamaan di atas maka dapat

diketahui:

α2 = 1 – k

k = 1 – α2

0 ≤ k ≤ 1

dimana:

k = Koefisien penyesuaian/ nilai adjustment

equation, menggambarkan tingkat

kesulitan pemungutan pajak daerah yang

diestimasi. Apabila mendekati atau sama

dengan satu, berarti tingkat kesulitan

pemungutan relatif rendah karena telah

merealisasikan target penerimaan pajak

daerah. Sebaliknya jika mendekati nol

berati tingkat kesulitan relatif tinggi karena

belum mampu mencapai target.

αn = Koefisien elastisitas, yang berarti

perubahan penerimaan pajak daerah

yang berkaitan dengan perubahan PDRB.

Selanjutnya untuk mendapatkan tingkat

keterlambatan pemungutan pajak daerah

dihitung dengan cara (1-k) / k.

A.2 Hasil Estimasi

Data yang digunakan untuk menganalisis

potensi pajak daerah di Provinsi Papua Barat

berasal dari 13 kabupaten/kota dengan Kab.

Maybrat tercatat memiliki pendapatan pajak

daerah terkecil pada tahun 2020 sebesar

Rp830,5 ribu. Pendapatan asli daerah

kabupaten tersebut sebagian besar berasal dari

pos Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.

Tabel 6.1 Pajak Daerah dan PDRB per Kapita Kab/Kota se-

Provinsi Papua Barat Tahun 2020 (juta Rp)

Daerah Pajak Daerah

PDRB per kapita

Fakfak 6,403.96 61.65

Manokwari 39,216.66 51.14

Sorong 11,192.45 92.88

Kota Sorong 35,644.53 56.82

Raja Ampat 3,471.07 44.98

Sorong Selatan 593.51 36.29

Teluk Bintuni 29,094.73 346.47

Teluk Wondama 4,926.02 37.59

Kaimana 3,955.21 44.40

Maybrat 0.83 16.55

Tambrauw 704.81 7.97

Mansel 254.46 22.68

Peg. Arfak 75.05 5.21

Sumber: SIKD DJPK dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 126: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

92 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Dari data terlihat bahwa PDRB per kapita

tertinggi yaitu Kab. Teluk Bintuni sebesar Rp346,47

miliar dan pajak daerah tertinggi yaitu Kab.

Manokwari sebesar Rp39,22 miliar. Selanjutnya

hasil estimasi data menggunakan program

Eviews 11 diperoleh persamaan sebagai berikut

(hasil lengkap terdapat pada bagian Lampiran).

Ln Tt = 2,852 + 1,1133 Ln Ykap + 0,3140 Tt-1 Prob(F-statistic) = 0,0711 Prob(t-statistic) = 0,0615

dimana:

Tt = Pajak daerah

Ykap = PDRB per kapita

Tt-1 = Pajak daerah tahun sebelumnya

Secara statistik pada taraf signifikansi 10 persen,

model potensi penerimaan pajak daerah di atas

terindikasi signifikan baik secara parsial maupun

serentak dikarenakan nilai Prob(F-statistic) dan

Prob(t-statistic) <10 persen dengan penjelasan

masing-masing koefisien sebagai berikut:

1. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa

elastisitas penerimaan pajak daerah

terhadap PDRB per kapita bersifat elastis

yang mengindikasikan respon pajak daerah

terhadap perubahan PDRB per kapita relatif

cepat. Artinya, ketika PDRB per kapita

mengalami kenaikan sebesar 1 persen,

maka direspon peningkatan pajak daerah

sebesar 1,1133 persen. Dengan koefisien

yang kecil tersebut dapat digeneralisasikan

bahwa tingkat ketergantungan pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat terhadap

pemerintah pusat sangat tinggi.

2. Koefisien bouyancy pajak daerah diperoleh

sebesar :

k = 1 – α2

= 1 – 0,314

= 0,686

Koefisien tersebut nilainya relatif kecil yang

menunjukan bahwa:

a. Tingkat kesulitan pemungutan pajak

daerah relatif tinggi.

b. Meskipun realisasi penerimaan pajak

daerah cukup tinggi sebesar 93,45

persen dari target yang ditetapkan

namun nilai capaian tersebut terjadi

karena adanya realokasi atau

penyesuaian target.

c. Tingkat keterlambatan pemungutan

pajak daerah sebesar (1–k)/k=(1– 0,686)

/0,93 = 0,336. Artinya penerimaan pajak

daerah yang ditargetkan baru dapat

terealisasi pada 3,4 bulan mendatang.

A.3 Implikasi Kebijakan

Dari hasil estimasi di atas ditemukan bahwa

terlepas dari pandemi yang saat ini sedang

terjadi, permasalahan struktural menjadi faktor

penghambat pemerintah daerah dari tahun ke

tahun dalam upaya menaikkan pajak daerah

yaitu terbatasnya SDM perpajakan yang

berkualitas, lemahnya sistem perencanaan dan

pengawasan penerimaan pajak daerah,

pelaksanaan pemungutan yang tidak optimal,

potensi penerimaaan yang terbatas dan

lemahnya penegakkan hukum (law

enforcement) atas pelanggaran pajak daerah

yang terjadi. Oleh karena itu diantara kebijakan

dan strategi pemerintah daerah di Provinsi

Papua Barat untuk tetap dapat meningkatkan

penerimaan pajak daerah yaitu:

1. Meningkatkan basis data perpajakan

melalui: (1) pendataan ulang wajib pajak

dan objek pajak, (2) peningkatan koordinasi

internal terutama antar badan/dinas

perizinan daerah, dan (3) pemanfaatan

data pihak ketiga seperti Badan Pertanahan

setempat untuk menggali potensi

peningkatan penerimaan PBB;

2. Melakukan modernisasi sistem dan tata kola

Page 127: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

93 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

pajak daerah dengan: (1) memanfaatkan

teknologi informasi untuk mempermudah

pelayanan dan sebagai basis data

perpajakan (integrated database); (2)

menyusun Standar Operasional Prosedur

(SOP) pemungutan dan pelayanan

perpajakan yang sesuai dengan kondisi

(adaptable); dan (3) membangun organisasi

pemungutan pajak daerah yang handal;

3. Menyesuaikan dasar pengenaan pajak

dengan cara melakukan penelitian atas

dasar kemampuan wajib pajak;

4. Melakukan sinergi dalam bentuk kemitraan

atau kerjasama dengan Pemerintah Pusat

dan swasta dalam mengelola kawasan

wisata untuk memperluas potensi

penerimaan;

5. Melakukan kerjasama dan koordinasi

dengan kantor pelayanan pajak dan kantor

pelayanan kekayaan negara dan lelang

setempat dalam penilaian dan penagihan

pajak daerah;

6. Melakukan koordinasi dengan aparat

Kepolisan, Kejaksaan, BPK dan BPKP

setempat dalam pemeriksaan pajak daerah;

7. Meningkatkan kapasitas sumber daya

manusia melalui: (1) pelaksanaan diklat

penilaian, penagihan dan pemeriksaan; (2)

penambahan jumlah diklat terkait praktik

pemungutan perpajakan yang baik; dan (3)

pelaksanaan kerjasama dengan pemerintah

daerah lain yang sukses dalam pemungutan

pajak daerah.

B. ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAERAH:

Pendekatan Input-Output Model

Salah satu keberhasilan pembangunan ekonomi

suatu daerah diantaranya dengan adanya

integrasi ekonomi yang menyeluruh dan

berkesinambungan di antara semua sektor

produksi. Dalam sistem ekonomi pasar (market

economy system), integrasi ekonomi terlihat

ketika pelaku ekonomi melakukan jual beli input

produksi. Namun suatu sektor ekonomi tidak bisa

berkembang mengandalkan kekuatannya

sendiri tanpa dukungan dari sektor lainnya.

Sebagai contoh, seorang produsen roti

membutuhkan input tepung sebagai bahan

bakunya. Untuk itu produsen tersebut harus

membelinya dari pabrik tepung. Sementara itu,

pabrik tepung membutuhkan mesin-mesin untuk

memproduksi tepungnya dan begitu seterusnya

sehingga sulit menemukan akhir dari interaksi

ekonomi tersebut.

Salah satu model yang dapat menjelaskan

interaksi diantara pelaku ekonomi adalah model

input-output yang pertama kali dikenalkan oleh

Wassily Leontief pada tahun 1930-an yang

kemudian mendapatkan Nobel pada tahun

1973 (Miler dan Blair, 1985). Melalui input-output

model dapat diketahui aliran keterkaitan

antarsektor dalam suatu perekonomian.

Misalkan input produksi dari sektor A merupakan

output dari sektor B, dan sebaliknya input dari

sektor B merupakan output dari sektor A yang

pada akhirnya keterkaitan antarsektor akan

menyebabkan keseimbangan antara

penawaran dan permintaan dalam suatu

perekonomian.

B.1 Konsep dan Definisi

Beberapa konsep penting dari variabel yang

digunakan dalam analisis input output yaitu:

1. Output

Merupakan nilai dari seluruh faktor produksi yang

dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan

memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di

suatu wilayah

2. Input Antara

Page 128: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

94 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan

untuk barang dan jasa yang digunakan habis

dalam proses produksi. Contohnya: bahan baku,

bahan penolong, jasa perbankan dan

sebagainya.

3. Input Primer

Merupakan input atau biaya yang timbul

sebagai akibat dari pemakaian faktor produksi

dalam suatu kegiatan ekonomi. Contohnya:

upah/gaji, surplus usaha, penyusutan barang

modal dan pajak tak langsung netto.

4. Permintaan Akhir

Merupakan permintaan atas barang dan jasa

yang digunakan untuk konsumsi akhir, terdiri dari

konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah,

pembentukan modal tetap bruto, perubahan

stok dan ekspor-impor.

B.2 Metodologi Pengukuran

Menurut Badan Pusat Statistik, model input

output pada dasarnya merupakan uraian

statistik dalam bentuk matriks (tabel) yang

menyajikan informasi tentang transaksi barang

dan jasa serta saling keterkaitan antar satuan

kegiatan ekonomi (sektor) dalam suatu wilayah

pada suatu periode waktu tertentu. Isian

sepanjang baris dalam matriks menunjukan

bagaimana output suatu sektor ekonomi

dialokasikan ke sektor-sektor lainnya untuk

memenuhi permintaan antara dan permintaan

akhir, sedangkan isian dalam kolom menunjukan

pemakaian input antara dan input primer oleh

suatu sektor dalam proses produksinya.

Terdapat 2 (dua) metode untuk menyusun suatu

tabel Input-Output (I-O) yaitu metode panjang

(long-way) dan metode pendek (short-cut)

dengan penjelasan sebagai berikut.

1. Metode Panjang (Long-Way)

Metode ini biasanya dikenal sebagai metode

survei (survey method). Metode ini dimaksudkan

untuk membangun tabel I-O dari tahap nol

(tabel I-O belum ada) sampai tabel I-O tersebut

menjadi ada, dengan menggunakan data

secara lengkap, baik data yang sudah tersedia

atau pun data yang diperoleh melalui

penyelenggaraan berbagai survei, dan melalui

rekonsiliasi atau siklus iterasi yang dilakukan

berkali-kali. Oleh karena itu, metode ini disebut

sebagai metode panjang (long-way) karena

membutuhkan suatu proses yang lama dan

panjang yang membutuhkan data kompleks

hasil dari berbagai survei. Misalnya data

mengenai output, input antara yang dihasilkan

atau yang digunakan oleh berbagai kegiatan

ekonomi, data mengenai impor input antara,

data mengenai impor pengeluaran konsumsi

rumah tangga, data mengenai pengeluaran

pemerintah, data mengenai Anggaran

Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN), data

mengenai investasi, data struktur produksi dalam

menghasilkan output, data mengenai pajak

tidak langsung dan subsidi, dan sebagainya.

2. Metode Pendek (short-cut)

Metode kedua adalah metode pendek (short-

cut) atau biasa juga disebut sebagai metode

bukan-survei (non-survey method). Metode ini

tidak melakukan penyusunan tabel I-O seperti

metode panjang (long-way), tetapi

menggunakan tabel I-O yang telah tersedia

yaitu dengan cara melakukan proses updating

data terbaru namun sifatnya terbatas dengan

tetap menggunakan koefisien-koefisien input

yang sama karena diasumsikan bahwa tidak

terdapat perubahan teknologi selama periode

waktu tertentu atau dengan melakukan

perbaikan terhadap koefisien-koefisien input

berdasarkan data atau informasi terakhir yang

diterima. Persyaratan ini sesuai dengan kondisi

Provinsi Papua Barat yang relatif tertinggal

Page 129: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

95 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

dalam pemanfaatan teknologi dan kemajuan

wilayah yang cenderung lambat dibandingkan

provinsi lainnya di Indonesia.

Pada analisis ini yang digunakan sebagai dasar

perhitungan yaitu tabel I-O Provinsi Papua Barat

tahun 2014 dengan 40 klasifikasi sektor dari padi

sampai jasa lainnya. Kemudian dari tabel I-O

tersebut dilakukan updating menggunakan

metode modified RAS (Ratio Allocation System)

model Miller dan Blair (1985), yaitu dengan

memperbaharui satu atau beberapa koefisien

input kegiatan produksi tertentu berdasarkan

data yang diperoleh atau studi yang tersedia,

untuk selanjunya dilakukan proses iterasi

terhadap kuadran 1 dan kuadran 3 setelah data

kuadran 3 (permintaan akhir) diperbaharui. Dari

40 klasifikasi sektor pada tabel I-O Provinsi Papua

Barat kemudian dipilih 10 sektor terbesar yang

dapat memberikan gambaran perekonomian

wilayah dihitung dari transaksi total produsen.

B.3 Hasil dan Pembahasan

Aplikasi yang digunakan untuk memperoleh

tabel I-O updating dalam analisis ini yaitu Aplikasi

Input Output Regional kerjasama antara Pusat

Antar Universitas (PAU) Studi Ekonomi UGM,

Edocon dan Bappenas. Aplikasi tersebut

merupakan aplikasi yang dikembangkan dari

model I-O Miller dan Blair untuk perencanaan

ekonomi daerah secara sektoral.

B.3.1 Analisis Pengganda (Multiplier)

Analisis ini digunakan untuk menilai dampak

perubahan variabel eksogen (permintaan akhir)

suatu sektor terhadap penciptaan output atau

total nilai produksi dari semua sektor ekonomi

yang diperlukan untuk memenuhi permintaan.

Hasil perhitungan masing-masing pengganda

(multiplier) pada sektor-sektor terbesar dapat

dilihat pada tabel 6.3.

B.3.1.1 Pengganda Output

Berdasarkan hasil perhitungan terlihat bahwa

sektor dengan nilai pengganda output terbesar

Tabel 6.2 Struktur Permintaan dan Penawaran Berdasarkan Sektor

Ekonomi Terbesar Provinsi Papua Barat Tahun 2014 (juta Rp)

Kode I-O Sektor Permintaan /

Penawaran

15 Industri Pengolahan Migas 37.054.834

14 Pertambangan dan Penggalian 14.354.088

23 Konstruksi 8.346.502

21 Industri Lainnya 6.908.640

17 Industri Makanan dan Minuman 4.647.288

37 Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial 4.419.085

25 Perdagangan 4.102.431

11 Ikan 2.039.327

34 Keuangan 1.994.373

38 Jasa Pendidikan 1.968.256

Sumber : BPS dan Bappeda Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel 6.3 Angka Pengganda (Multiplier) Sepuluh Sektor Ekonomi Provinsi

Papua Barat Tahun 2020 Metode Modified RAS

Sektor Multiplier

Output Income Employment

Industri Pengolahan Migas 1.7085 0.2001 0.0010

Pertambangan dan Penggalian 1.1740 0.1675 0.0005

Konstruksi 1.1747 0.4002 0.0035

Industri Lainnya 1.1711 0.3232 0.1509

Industri Makanan dan Minuman 1.1185 0.2932 0.0773

Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial

1.0000 0.7160 0.0100

Perdagangan 1.3108 0.2851 0.0280

Ikan 1.4130 0.2118 0.0819

Keuangan 1.1052 0.3053 0.0022

Jasa Pendidikan 1.3490 0.8161 0.0171

Sumber: Hasil Olah Data Aplikasi I-O PAU UGM-Bappenas

Page 130: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

96 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

yaitu industri pengolahan migas dengan nilai

sebesar 1,7085. Nilai tersebut menunjukan

bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir

pada sektor ini sebesar Rp1 juta, sementara

sektor lain diasumsikan tetap, maka akan

meningkatkan output seluruh sektor di dalam

perekonomian sebesar Rp1,7085 juta. Setelah

industri pengolahan migas, sektor dengan

angka pengganda output terbesar yaitu sektor

ikan dengan nilai sebesar 1,4130.

B.3.1.2 Pengganda Pendapatan

Sesuai dengan perhitungan yang telah

dilakukan, terlihat bahwa sektor jasa pendidikan

memiliki angka pengganda pendapatan

tertinggi sebesar 0,8161. Hal ini berarti bahwa jika

permintaan akhir pada sektor ini meningkat

sebesar Rp1 juta, sementara sektor lain

diasumsikan tetap, maka pendapatan

masyarakat pada seluruh sektor di dalam

perekonomian akan turut naik sebesar Rp816

ribu. Setelah jasa pendidikan, sektor dengan

angka pengganda pendapatan terbesar yaitu

sektor administrasi pemerintahan dan jaminan

sosial dengan nilai sebesar 0,7160.

B.3.1.3 Pengganda Tenaga kerja

Pada angka pengganda tenaga kerja

sebagaimana hasil perhitungan, terlihat bahwa

sektor industri lainnya menjadi sektor dengan

pengganda tenaga kerja tertinggi yaitu sebesar

0,1509. Keadaan ini menunjukkan bahwa jika

terjadi peningkatan permintaan akhir pada

sektor ini sebesar Rp1 juta, sementara sektor lain

diasumsikan tetap, maka akan meningkatkan

kesempatan kerja seluruh sektor ekonomi

sebanyak 150 orang. Yang dimaksud industri

lainnya yaitu semua industri yang tidak termasuk

ke dalam industri pengolahan migas, industri

pengolahan ikan, industri makanan, industri

barang kayu, industri kertas dan industri semen.

Setelah industri lainnya, sektor dengan angka

pengganda tenaga kerja terbesar yaitu ikan

dengan nilai sebesar 0,0819.

B.3.2 Analisis Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi

Melalui model I-O dapat diidentifikasi sektor–

sektor yang mampu mendorong pertumbuhan

sektor lainnya dengan cepat atau sering juga

disebut sebagai sektor unggulan. Untuk

menentukan sektor unggulan tersebut dapat

menggunakan metode pengukuran keterkaitan

antar sektor (industrial linkage analysis) oleh

Chenery-Watanabe (1958) yang membagi ke

dalam dua bagian yaitu keterkaitan ke

belakang (backward linkage) dan keterkaitan

ke depan (forward linkage). Rasmussen

sebagaimana dalam Hirschman (1958)

berpendapat lain dimana keterkaitan antar

sektor terbagi menjadi dua yaitu dampak

langsung (direct effect) dan dampak tidak

langsung (indirect effect).

Keterkaitan ke belakang (backward linkage)

adalah dampak dari suatu kegiatan produksi

terhadap permintaan barang dan jasa sebagai

input yang diperoleh dari sektor lain atau dapat

disebut juga sebagai daya penyebaran.

Sedangkan keterkaitan ke depan (forward

linkage) adalah dampak yang ditimbulkan

karena penyediaan hasil produksi suatu sektor

terhadap penggunaan input oleh sektor lain

atau disebut juga sebagai derajat kepekaan.

Berdasarkan perhitungan keterkaitan antar

sektor di Provinsi Papua Barat, sektor dengan

keterkaitan ke depan (forward linkage) terbesar

yaitu industri lainnya dan industri makanan-

minuman dengan nilai masing-masing sebesar

2,1455 dan 1,7820. Sementara, sektor yang

memiliki keterkaitan ke belakang (backward

linkage) terbesar yaitu industri pengolahan

migas (1,7085) dan ikan (1,4130).

Page 131: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

97 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

B.4 Implikasi Kebijakan

Dari hasil perhitungan di atas kebijakan

pengembangan sektoral yang dapat ditempuh

pemerintah daerah Provinsi Papua Barat

diantaranya:

1. Apabila dalam proses pembangunan

ekonomi lebih mengutamakan pada

pertumbuhan yang mantap, khususnya

sebagai bagian dari upaya percepatan

pemulihan, sebaiknya pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat lebih fokus untuk

mendorong industri pengolahan migas dan

sektor perikanan dikarenakan memiliki

pengganda output terbesar. Namun

demikian, ketergantungan sektor tersebut

terhadap perekonomian global patut

diwaspadai karena saat ini masih belum

pulih dengan turunnya permintaan dan

harga di pasar internasional.

2. Apabila sasaran utama dari proses

pembangunan adalah peningkatan

pendapatan masyarakat yang pada tahun

2020 mengalami tekanan besar, maka

kebijakan pemerintah daerah di Provinsi

Papua Barat sebaiknya lebih fokus untuk

mendorong sektor jasa pendidikan

dikarenakan memiliki pengganda

pendapatan terbesar.

3. Apabila fokus pembangunan daerah

adalah peningkatan kesempatan kerja

untuk mengurangi angka pengangguran

yang bertambah selama pandemi terjadi,

maka kebijakan pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat sebaiknya lebih

mengutamakan industri lainnya dan industri

makanan-minuman dikarenakan memiliki

pengganda tenaga kerja terbesar.

4. Sektor kunci yang dapat dijadikan unggulan

oleh pemerintah daerah di Provinsi Papua

Barat yaitu industri lainnya dan industri

makanan-minuman dikarenakan memiliki

derajat kepekaan tertinggi. Oleh karena itu,

kabijakan pemulihan dapat difokuskan

pada kedua sektor tersebut agar dapat

segera mengakselerasi permintaan

sehingga mendorong kenaikan volume

kegiatan ekonomi. Sementara itu industri

pengolahan migas dan sektor ikan dapat

dijadikan sektor kunci karena memiliki daya

penyebaran terbesar.

C. POTENSI INVESTASI

Pembangunan Provinsi Papua Barat dilakukan

melalui pengembangan wilayah berbasis

sektoral yang mampu memberikan dampak

terhadap peningkatan kesejahteraan

masyarakat. Pengembangan ini dilakukan

dengan memanfaatkan investasi sebagai

sebuah inovasi pembiayaan daerah yang

dapat memberikan efek berantai dalam

Tabel 6.4 Nilai Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Provinsi Papua Barat

Tahun 2020 Metode Modified RAS

Sector Linkages

Backward Forward

Industri Pengolahan Migas 1.7085 1.1473

Pertambangan dan Penggalian 1.1740 1.5108

Konstruksi 1.1747 1.1622

Industri Lainnya 1.1711 2.1455

Industri Makanan dan Minuman 1.1185 1.7820

Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial 1.0000 1.2450

Perdagangan 1.3108 1.0000

Ikan 1.4130 1.2054

Keuangan 1.1052 1.4824

Jasa Pendidikan 1.3490 1.1832

Sumber: Hasil Olah Data Aplikasi I-O PAU UGM-Bappenas

Page 132: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

98 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

perekonomian. Terutama pada masa pandemi,

investasi tidak hanya bisa sekedar ditunggu

datangnya, namun upaya ekstra perlu

dilakukan dengan memacu investasi untuk

tetap masuk ke daerah sehingga dapat

mengakselerasi pertumbuhan ekonomi.

Kebijakan investasi di Provinsi Papua Barat

difokuskan pada beberapa

sektor tertentu sebagai kekuatan

atau potensi yang dimiliki. Sektor-

sektor tersebut sebagaimana

hasil perhitungan tabel I-O,

diperkirakan dapat memberikan

berbagai dampak positif bagi

ekonomi dan kesejahteraan.

Seperti sektor industri pengolahan

migas dan perikanan, yang

memiliki pengganda output

terbesar dan daya penyebaran

terbesar. Kemudian sektor jasa

pendidikan memiliki pengganda

pendapatan terbesar, sementara

sektor industri lainnya dan industri

makanan-minuman jadi (hotel-

restoran) memiliki pengganda

tenaga kerja terbesar dan

derajat kepekaan tertinggi.

C.1 Kebijakan Investasi Hijau

Sebagai wujud dari implementasi RKPD (jangka

pendek) dan RPJMD (jangka menengah) oleh

pemerintah daerah dalam bingkai otonomi

daerah, pengembangan wilayah berbasis

sektoral disesuaikan dengan kebutuhan dan

kondisi daerah agar memiliki aspek

keberlanjutan. Melalui sebuah kebijakan yang

disebut sebagai Investasi Hijau, masyarakat dan

investor didorong untuk mengelola dan

memanfaatkan potensi sumber daya dengan

prinsip kehati-hatian, keadilan dan nilai

ekonomi yang berkelanjutan untuk memastikan

kualitas dan kuantitas sumber daya alam tetap

tersedia di masa depan (lestari). Investasi hijau

secara khusus dilaksanakan sejak tahun 2020

dengan memanfaatkan peta jalan investasi

sebagai arahan bagi investor agar menjadi

mitra dan mendorong masyarakat terlibat aktif

mengelola sendiri potensi alam di sekelilingnya.

Tanpa mengesampingkan keberadaan

pandemi, melalui penerapan kebijakan

investasi hijau realisasi investasi di Provinsi Papua

Barat pada tahun 2020 tetap mampu

mengalami peningkatan bersumber dari

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

senilai Rp792,97 miliar pada 183 proyek, yang

sebagian besar berada di sektor transportasi,

gudang dan telekomunikasi serta sektor

perikanan. Sementara Penanaman Modal

Asing (PMA) yang lebih banyak berkutat di

sektor pariwisata (Hotel dan Restoran) di Kab.

Tabel 6.5 Perkembangan Realisasi Nilai Investasi di Provinsi Papua Barat

Tahun 2018-2020

Sektor 2018 2019 2020

PMA (ribu US$)

PMDN (juta Rp)

PMA (ribu US$)

PMDN (juta Rp)

PMA (ribu US$)

PMDN (juta Rp)

Tanaman Pangan, Perkebunan, Peternakan

32.526,9 47.903,7 32.122,0 255.458,3 - -

Perikanan - - 57,6 - - 142.195,6

Pertambangan 211.766,5 - 2.339,4 - 236,1 -

Industri (Non Migas)

17.503,6 2.501,6 2.312,0 14.255,0 398,0 4.124,8

Listrik, Gas dan Air

14.266,3 - 1,1 - 0,7 -

Konstruksi - - - 348,8 - 14.540,5

Perdagangan dan Reparasi

- 454,9 - 219,9 - 11.834,2

Hotel dan Restoran

1.102,3 - 58,1 300,0 332,3 -

Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi

354,5 - 316,7 98.876,5 - 494.467,1

Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran

- - - 10.610,4 - 26.753,5

Jasa Lainnya 9.340,9 - 8.996,7 180,0 4.641,1 99.051,6

Sumber: BKPM (data diolah)

Page 133: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

99 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Raja Ampat dan perindustrian di Kawasan

Ekonomi Khusus (KEK) Sorong menurun selama

tahun 2020 menjadi sebesar US$ 5,61 juta atau

lebih kecil dibandingkan tahun sebeumnya (US$

46,2 juta).

C.2 Investasi Sektor Industri

Selain potensi alam berupa kandungan minyak

dan gas, mineral logam (tembaga, emas,

mangan, aluminium, nikel, cobalt, corum dan

besi), serta mineral industri dan golongan C

(bahan konstruksi, batu gamping, marmer,

asbes, dan gypsum) yang berlimpah dan

menjadi objek utama investasi sektor

pertambangan, Provinsi Papua Barat tercatat

juga memiliki potensi investasi lainnya. Salah

satunya adalah industri pengolahan (non migas)

yang berada di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Sorong.

KEK Sorong dikelola oleh PT. Malamoi Olom

Wobok (MOW) KEK Sorong dengan kepemilikan

saham Pemerintah Kabupaten Sorong. Di dalam

KEK Sorong telah tersedia listrik yang berasal dari

PLTMG dengan kapasitas 100 MW dengan

sumber jaringan pipa gas serta didukung 2 unit

gardu listrik dan 5 BTS Telepon. Selain itu, pada

areal KEK Sorong juga tersedia fasilitas Jetty

untuk angkutan kapal curah kering serta sebuah

dermaga Kapal Ro-ro. Fasilitas pendukung

lainnya adalah Pelabuhan Arar seluas 4 Ha dan

memiliki dermaga beton sepanjang 100m yang

berlokasi di kawasan KEK Sorong atau berjarak <

50 km dari pelabuhan utama Sorong.

Industri yang dimungkinkan untuk dibangun dan

beroperasi di dalam KEK Sorong misalnya,

industri pengalengan ikan tuna dan cakalang.

Menurut perkiraan BKPM, dengan biaya produksi

pada industri ini yang diperkirakan tumbuh 5,1

persen per tahun akan didapatkan internal rate

of return (IRR) sebesar 27,58 persen dan payback

period 7 tahun. Melalui sistem produksi

pengalengan tuna yang bersifat make to order,

utilitas pabrik akan beroperasi selama 300 hari

dalam setahun dan tidak selalu berproduksi 100

persen, namun demikian industri ini dapat

menyerap tenaga kerja minimal sebanyak 149

orang. Adanya industri pengalengan ikan yang

memiliki angka pengganda output besar akan

mendorong pertumbuhan sektor usaha lain

seperti pabrik tepung tulang ikan, pabrik pakan

ternak, pabrik terasi, industri kaleng serta industri

garam.

C.3 Investasi Sektor Pariwisata

Setelah sektor industri, sektor lain dengan potensi

besar di Provinsi Papua Barat adalah pariwisata

yang terhitung memilki angka pengganda

tenaga kerja dan derajat kepekaan yang besar.

Wilayah utama pariwisata Papua Barat yang

telah dikenal masyarakat adalah Kepulauan

Raja Ampat, sebagai rumah bagi 75% spesies

koral yang ada di dunia dan 1.500 spesies ikan

termasuk beragam jenis hiu, serta memiki nilai

ekonomi yang tinggi. Realitas wilayah tersebut

memberikan konsekuensi pada besarnya

potensi sebagai aset pengembangan,

khususnya pariwisata kepualauan dan bahari

berbasis ekosistem (ecotourism).

Peluang investasi yang bisa diwujudkan di

Kepualauan Raja Ampat terletak pada luasnya

area yang dapat dibangun menjadi berbagai

fasilitas pendukung pariwisata seperti hotel (9

Ha), vila (42,2 Ha), komplek olahraga (3 Ha) dan

area komersial (1,8 Ha). Berdasarkan proyeksi

BKPM, nilai NPV akan positif, sedangkan IRR

dapat mencapai ± 50 persen atau lebih tinggi

dari discount rate, sehingga investasi menjadi

layak untuk dijalankan.

Selain pembangunan fasilitas, potensi investasi

lain adalah produk jasa pariwisata, misalnya,

Page 134: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

100 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Live on Board (LoB) yang dilakukan di atas kapal

pinisi tradisional atau kapal safari modern. LoB

adalah bentuk produk yang menawarkan

kesempatan kepada wisatawan untuk tinggal di

kapal dan memberikan berbagai pengalaman

dan petualangan dalam paket lengkap. Hampir

seluruh komponen pariwisata yaitu Attractions,

Activities, Accommodations, Amenities, dan

Accessibilities (5A) dapat terpenuhi oleh paket

wisata perjalanan sesuai dengan jarak jelajah

kapal. Menurut BKPM, investai dalam bentuk ini

diproyeksikan dapat memberikan IRR sebesar

12,68 persen dan payback period 9 tahun.

D. ANALISIS TANTANGAN EKONOMI REGIONAL

Pembangunan merupakan sebuah proses

transformasi masyarakat dari cara berfikir

tradisional menuju ke arah yang lebih modern

(Stiglitz, 1998). Adapun tujuan inti dari

pembangunan itu sendiri adalah peningkatan

ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai

barang kehidupan pokok seperti sandang,

pangan, papan, kesehatan dan perlindungan

keamanan. Selain itu, pembangunan juga

bertujuan untuk peningkatan standar hidup,

penyediaan lapangan pekerjaan, perbaikan

kualitas pendidikan serta perluasan pilihan-

pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu

secara keseluruhan (Todaro dan Smith, 2003).

Pada masa pandemi Covid-19 saat ini,

pemulihan ekonomi kawasan regional menjadi

pelaku utama dalam pemulihan ekonomi

nasional. Artinya, ketika mendiskusikan

kemajuan pemulihan ekonomi Tiongkok, maka

yang dimaksud adalah beberapa daerah yang

telah pulih dan kembali memiliki aktivitas

ekonomi dengan tingkat konsumsi dan

produktivitas seperti sedia kala. Begitu juga

ketika mendiskusikan pemulihan ekonomi

Indonesia, maka yang dimaksud adalah

kembalinya perekonomian di Jakarta, Surabaya,

Medan dan Makassar. Sebagai negara

kepulauan, Indonesia memiliki keadaan

geografis, sumber daya alam (natural

resources), dan SDM (human resources) yang

berbeda antar daerah. Sebagian daerah

memiliki sumber daya alam melimpah namun

sumber daya manusia kurang berkualitas,

sementara sebagian daerah lainnya sebaliknya.

Kondisi ini diantaranya yang menjadi sebab

terjadinya kesenjangan pembangunan.

Selama satu dasawarsa terakhir pelaksanaan

otonomi daerah, pembangunan di Provinsi

Papua Barat relatif masih tertinggal

dibandingkan daerah lainnya. Beberapa

tantangan yang dihadapi dalam mengejar

ketertinggalan tersebut diantaranya:

kepemilikan sumber daya alam (natural

resources) melimpah namun diekspor dalam

bentuk raw material, kapasitas SDM relatif

rendah, kondisi sosial politik belum stabil, potensi

pengembangan pariwisata belum memiliki

layanan pendukung memadai, kendala

pembangunan infrastruktur terkait hak ulayat

tanah, penegakkan hukum (law enforcement)

masih rendah dan pengembangan UMKM

belum memanfaatkan teknologi baik dari sisi

produksi maupun pemasaran. Diperparah

dengan penanganan pandemi yang

terkendala berbaagai keterbatasan, utamanya

kapasitas layanan kesehatan sehingga

menjadikanya tantangan baru yang

berpengaruh besar terhadap pembangunan

sebagaimana telah terbukti di beberapa

negara selama tahun 2020.

D.1 Kutukan Kepemilikan Sumber Daya Alam

(Natural Resource Curse)

Kepemilikan sumber daya alam (natural

resources) yang melimpah tidak selalu

Page 135: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

101 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

berbanding lurus dengan kemajuan

pembangunan. Fenomena tersebut dikenal

sebagai Natural Resource Curse (Kutukan

Sumber Daya Alam). Kutukan tersebut

merupakan paradoks antara kepemilikan

natural resources yang melimpah terhadap

rendahnya pertumbuhan ekonomi. Keadaan ini

umumnya terjadi pada daerah-daerah

berkembang yang mengandalkan sumber daya

alam sebagai sumber utama pendapatan.

Sumber daya alam dieksploitasi secara intensif

namun tidak diberikan nilai tambah (value

added) dimana hanya diekspor sebagai bahan

baku (raw materials). Kegiatan eksploitasi secara

berlebihan akan mengancam keberlanjutan

dari pembangunan ekonomi karena cepat atau

lambat sumber daya alam itu dapat habis sama

sekali (depletable resources).

Fenomena natural resource curse juga terjadi di

beberapa daerah di Indonesia seperti yang

terjadi di Provinsi Papua Barat. Provinsi ini memiliki

sumber daya alam melimpah namun dari segi

tingkat pertumbuhan dan pembangunan

ekonomi cenderung lebih rendah jika

dibandingkan dengan daerah lain yang tidak

memiliki sumber daya alam. Provinsi Papua Barat

memiliki cadangan gas terbesar yang diekspor

sebagai raw material ke berbagai negara. LNG

Tangguh merupakan mega proyek yang

membangun kilang LNG di Teluk Bintuni untuk

menampung gas alam yang berasal dari

beberapa Blok di sekitar Teluk Bintuni seperti Blok

Berau, Blok Wiriagar dan Blok Muturi. Mega

proyek tersebut merupakan kegiatan

pengeboran untuk menarik cadangan gas

sebesar 14,4 triliun kaki kubik.

D.2 Pengembangan Kapasitas SDM

Pembangunan fisik akan menjadi lebih produktif

jika memiliki sumber daya (modal) manusia yang

berkualitas. Adanya program pembangunan

seperti jalan raya, jembatan, bendungan, irigasi,

rumah sakit, pabrik, sekolah dan program

pembangunan lainnya membutuhkan SDM

yang ahli di bidangnya. Jika SDM yang

berkualitas jumlahnya tidak memadai, maka

pembangunan fisik akan berjalan menjadi

kurang efisien dan efektif dimana mesin-mesin

produksi yang ada menjadi cepat rusak, bahan-

bahan banyak yang terbuang dan kualitas dari

produksi yang dihasilkan sangat rendah. Para

ekonom berpendapat bahwa kekurangan

investasi modal manusia merupakan penyebab

lambatnya pembangunan. Dengan tidak

mengembangkan pendidikan, pengetahuan

dan ketrampilan maka produktivitas dari modal

fisik akan merosot (Jhingan, 1983).

Dari keseluruhan penduduk yang bekerja,

sebagian besar memiliki kualifikasi tamatan SD

sebanyak 30,17 persen (138.589 jiwa),

sedangkan 24,03 persen (110.359 jiwa) memiliki

ijazah SMA, dan 16,61 persen (76.313 jiwa) telah

tamat SMP. Meski demikian, sampai saat ini,

pengembangan kapasitas SDM di Provinsi

Papua Barat menunjukan peningkatan tiap

tahun walaupun masih tertinggal dari daerah

lainnya. Kondisi ini terlihat dari pencapaian nilai

IPM yang mengalami kenaikan dari 59,6 pada

tahun 2010 menjadi 71,94 pada tahun 2020.

D.3 Pengembangan Potensi Pariwisata (Tourism)

Pada umumnya, tantangan yang dihadapi

dalam pengembangan tourism di Provinsi Papua

Barat yaitu destinasi wisata belum memiliki

layanan pendukung yang baik, seperti air bersih,

pengolahan limbah, jaringan komunikasi dan

layanan keuangan. Padahal Provinsi Papua

Barat memiliki potensi pariwisata menakjubkan

dengan keanekaragaman budaya, keindahan

alam, dan keanekaragaman hayati. Selain

Page 136: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

102 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Kepulauan Raja Ampat sebagai destinasi wisata

terbaik, Provinsi Papua Barat juga memiliki

Taman Nasional (TN) Teluk Cenderawasih yang

tak kalah indah. Raja Ampat pernah dinobatkan

sebagai World’s Best Snorkeling Destination

berdasarkan survei CNN tahun 2015 dan The

Outstanding Liveaboard Diving Destination

dalam Diving and Resort Travel Expo Hong Kong

tahun 2016. Sementara TN Teluk Cenderawasih

merupakan taman nasional perairan laut terluas

di Indonesia. Terumbu karangnya tercatat lebih

dari 150 jenis dari 15 famili, dan tersebar di tepian

18 pulau besar dan kecil, serta kaya akan jenis

ikan yang mencapai kurang lebih 209 jenis.

Diantara strategi yang dapat dilakukan

pemerintah daerah dalam pengembangan

pariwisata yaitu dengan meningkatkan kualitas

pelayanan pada beberapa aspek yang

berhubungan dengan ketersediaan alat

transportasi berjadwal, jaringan telekomunikasi,

ketersediaan pengolahan limbah, peningkatan

atau sertifikasi SDM pariwisata, asuransi

perjalanan, ketersediaan layanan yang

berhubungan dengan perbankan, dan

keselamatan perjalanan.

D.4 Kondisi Geografis dan Sarana Infrastruktur

Provinsi Papua Barat terdiri dari 13

Kabupaten/Kota dengan luas wilayah

102.955,15 Km² (70% dari luas Pulau Jawa)

dimana kondisi topografi Provinsi Papua Barat

sangat bervariasi yang membentang mulai dari

dataran rendah, rawa sampai dataran tinggi,

dengan tipe tutupan lahan berupa hutan hujan

tropis, padang rumput dan padang alang-

alang. Ketinggian wilayah di Provinsi Papua

Barat bervariasi dari 0 s.d > 2.940 mdpl. Kondisi ini

merupakan salah satu elemen yang menjadi

barrier transportasi antar wilayah, terutama

transportasi darat, serta dasar bagi kebijakan

pemanfaatan lahan sehingga membuat

pembangunan infrastruktur di Papua Barat

terkendala.

Kendala lain dalam pembangunan infrastruktur

adalah terkait hak ulayat dalam pembebasan

lahan. Tanah ulayat dalam masyarakat Papua

Barat diyakini sebagai peninggalan alam nenek

moyang kepada masyarakat hukum adat

sehingga masyarakat memiliki hubungan

lahiriah dan batiniah serta berhak atas

pemanfaatan dari sumber daya alam termasuk

tanahnya. Hal inilah yang menyebabkan

terhambatnya pembangunan infrastruktur

karena terkadang pengembang yang sudah

membangun masih harus mengganti hak ulayat.

D.5 Stabilitas Sosial Politik

Sebagaimana dikatakan Drazen (2000), kondisi

sosial politik mempengaruhi kinerja dari

pembangunan dimana instabilitas politik

memiliki dampak negatif terhadap proses

pembangunan itu sendiri. Barro (1991)

berpendapat bahwa kondisi politik yang tidak

stabil diukur melalui revolusi, kudeta dan tingkat

kriminalitas. Aisen dan Veiga (2011)

menambahkan indikator stabilitas politik berupa

tingkat kebebasan ekonomi, tingkat

homogenitas etnis, dan perubahan kabinet.

3,621 3,753 3,419

2,835

3,804

44.82 43.96

45.72

47.52

50.34

40.00

42.00

44.00

46.00

48.00

50.00

52.00

-

1,500

3,000

4,500

2016 2017 2018 2019 2020

Grafik 6.1Perkembangan Jumlah Kriminalitas Provinsi Papua

Barat Tahun 2016 - 2020

Tindakan Krmininal % Penyelesaian KasusSumber: Polda Papua Barat (data diolah)

Page 137: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

103 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Tingkat stabilitas sosial politik Papua Barat

tercermin pada tingkat kriminalitas yang

cenderung semakin naik. Pada tahun 2016,

jumlah kriminalitas sebanyak 3.621 kasus.

Kemudian pada tahun 2020, jumlahnya

meningkat menjadi 3.804 kasus atau naik 34,18

persen.

D.6 Penegakkan Hukum (Law Enforcement)

Salah satu syarat dari keberhasilan

pembangunan yaitu adanya penegakkan

hukum (Law Enforcement) di semua aspek

kehidupan bermasyarakat. Berbeda dari daerah

lain, Provinsi Papua Barat memiliki dua sumber

hukum yang berbeda yaitu hukum positif dan

hukum adat. Hukum positif merupakan hukum

yang bersumber dari peraturan perundangan,

sedangkan hukum adat merupakan hukum

yang bersumber dari keputusan adat.

Penegakkan hukum positif di Provinsi Papua

Barat relatif masih rendah, meskipun

menunjukan peningkatan tiap tahunnya. Hal ini

terlihat dari persentase penyelesaian tingkat

kejahatan yang mengalami kemajuan. Pada

tahun 2016, penyelesaian tingkat kejahatan di

Provinsi Papua Barat sebesar 44,82 persen.

Namun pada tahun 2020, tingkat

penyelesaiannya naik menjadi 50,34 persen.

D.7 Pengembangan UMKM (Small and Medium

Enterprises)

Selain permasalahan pembiayaan, pelaku

UMKM dihadapkan pada masalah

ketidakmampuan untuk bersaing dari pelaku

industri yang lebih mapan. UMKM hanya

mengandalkan teknologi sederhana untuk

memproduksi barang sehingga menjadi kurang

efisien. Dari sisi pemasaran, UMKM hanya

mengandalkan pemasaran tradisional yang

belum memanfaatkan teknologi internet

sehingga penjualan hasil produksi menjadi tidak

maksimal. Padahal di masa pandemi, ketika

aktivitas manusia dibatasi untuk mencegah

meluasnya pandemi, pemanfaatan teknologi

menjadi unsur utama dalam mempertahankan

keberlangsungan usaha. Hal ini dapat

digambarkan melalui kurva Technological

Discontinuity sebagaimana dalam Foster (1986).

Pada kurva C1, UMKM yang tidak menggunakan

teknologi, menghasilkan performance yang

rendah sebesar P0. Setelah menggunakan

teknologi (TI1), perfomance akan meningkat

sebesar P1 dan seterusnya sampai menghasilkan

batas performance maksimal sebesar P2. Pada

kurva C2 menunjukan ditemukannya teknologi

baru yang semakin meningkatkan performance

UMKM sebesar P3.

Diantara peran pemerintah daerah di Provinsi

Papua Barat dapat membantu pengembangan

UMKM melalui pemanfaatan teknologi baik dari

sisi produksi maupun pemasaran. Sebagian

besar UMKM usahanya merubah bahan mentah

atau bahan baku (raw material) menjadi

barang setengah jadi/barang jadi. Pemerintah

daerah dapat memberikan pelatihan kepada

pelaku UMKM untuk meningkatkan nilai tambah

(value added) barang yang dihasilkan sehingga

menaikkan nilai jual barang tersebut. Selain itu

dengan memanfaatkan teknologi pemerintah

B

A

P3

C1

Performance

Time/ Technology

P1

P2

TI2 TI

C2

P0

TI1

C

Gambar 6.1 Technological Discontinuity

Page 138: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

Analisis Potensi dan Tantangan Ekonomi Regional

104 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

daerah juga dapat membantu pemasaran

produksi UMKM secara web based serta pelaku

UMKM diberikan pelatihan untuk memasarkan

produk yang dihasilkan secara online.

D.8 Penanganan Pandemi

Pandemi yang dialami oleh semua wilayah di

Indonesia selama tahun 2020, menjadi

tantangan baru yang harus dihadapi.

Pemberlakuan pembatasan aktivitas untuk

mengurangi penyebaran Covid-19 telah

memukul berbagai sektor ekonomi, di tengah

upaya semua pihak untuk meningkatkan

produktivitas. Oleh karena itu, sudah seharusnya

pandemi dapat ditangani dan diminimalisasi

dampaknya agar tidak semakin memperburuk

kondisi sosial ekonomi. Akan tetapi, perbedaan

kapasitas kesehatan dan faktor sosial

masyarakat yang ada memberikan tingkat

keberhasilan berbeda pada masing-masing

daerah.

Di Provinsi Papua Barat ancaman Covid-19

menunjukkan angka statistik yang relatif

terkendali. Namun demikian, keterbatasan

kapasitas kesehatan dan angka indikator

kesejahteraan yang rendah menjadi sebuah

tantangan yang kompleks dalam mengatasi

pandemi sembari tetap mewujudkan

pembangunan berkelanjutan. Pembangunan

Papua Barat yang diawali dengan penyediaan

infrastruktur semakin sukar diwujudkan dengan

berbagai penyesuaian anggaran untuk

penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi.

Demikian halnya dengan upaya penyediaan

sarana dan prasarana pendidikan dalam

rangka peningkatan kualitas SDM. Padahal,

sebagai modal utama dalam pembangunan

dan daya tarik investasi, faktor-faktor tersebut

harus ditingkatkan khususnya di Provinsi Papua

Barat dengan berbagai keterbatasan yang ada.

Hingga berakhirnya tahun 2020 pandemi di

Provinsi Papua Barat masih jauh dari kata usai,

dan akan tetap menjadi ancaman. Selama

penanganan pandemi belum menunjukkan

keberhasilan sehingga memunculkan

kekhawatiran bagi investor yang masuk atau

wisatawan yang berkunjung, sektor dengan

ketergantungan terhadap permintaan eksternal

(luar wilayah) yang tinggi akan terganggu.

Pembangunan di Provinsi Papua Barat hanya

akan ditopang oleh sektor pertanian, kehutanan

dan perikanan, sektor perdagangan skala besar

dan kecil, serta sektor konstruksi yang didorong

oleh pengeluaran pemerintah.

.

Page 139: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 140: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

ANALISISTEMATIK

"Keadaan Pasar pinggir jalan di Arfai, Manokwari"

#DJPbKawalAPBN

Page 141: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

105

Analisis Tematik

Pandemi Covid-19 menjadi kejadian yang

paling mempengaruhi kehidupan masyarakat

pada tahun 2020. Peristiwa ini telah

menciptakan kondisi luar biasa, sulit diperkirakan

karena belum pernah terjadi sebelumnya dan

berdampak signifikan terhadap kondisi sosial

ekonomi. Sebagai dampak buruknya,

pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan

kinerja hingga kontraksi pada beberapa

wilayah, pengangguran bertambah, dan

kehidupan masyarakat dirasa semakin sulit

karena pembatasan kegiatan yang diterapkan

demi menjaga keselamatan. Hingga

berakhirnya tahun 2020, pengaruh pandemi

terhadap perekonomian masih sulit diprediksi

kapan usainya karena tidak ada yang tahu pasti

kapan pandemi tersebut akan berakhir.

Adanya kondisi luar biasa tersebut juga turut

mempengaruhi kondisi sosial ekonomi regional di

Provinsi Papua Barat. Padahal, perekonomian

Papua Barat yang pada awal tahun

diperkirakan dapat terus tumbuh setelah

meningkat pada tahun sebelumnya didorong

kenaikan produktivitas sektor migas, bahkan

dengan angka pertumbuhan ekonomi yang

lebih besar dari nasional. Demikian pula dengan

indikator kesejahteraan yang menunjukkan

pergerakan ke arah positif pada kurun waktu

dua tahun terakhir. Sayangnya, pandemi yang

terjadi tanpa diduga menyebabkan perubahan

drastis pada perekonomian, dan berdampak

pada kondisi sosial masyarakat.

Sejak ditetapkannya Instruksi Gubernur Provinsi

Papua Barat Nomor 03 Tahun 2020 tentang

Pencegahan Pengendalian Resiko Penularan

Infeksi Covid-19 di Papua Barat pada tanggal 27

Maret 2020 yang menandai awal mula pandemi

dan pemberlakuan masa tanggap darurat

disertai dengan himbauan pembatasan

aktivitas, kasus Covid-19 menunjukkan tren

peningkatan hingga mencapai angka

tertingginya pada bulan Oktober.

BAB VII

Analisis Tematik Penanganan Pandemi dan Pemulihan Ekonomi oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat

16 152 71 194 3741328

20141127 703

18.18 17.55

4.918.58

23.1125.68

15.33

26.74

34.04

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

0

3500

7000

10500

14000

Ap

r

Mei

Jun

Jul

Agt

Sep

Okt

Nov

Des

Grafik 7.1Perkembangan Kasus Covid-19 di Provinsi Papua

Barat Tahun 2020 (orang, persen)

Kasus Baru Jumlah Tes Positivity Rate

Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 142: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

106

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Tercatat sampai dengan 31 Desember 2020

jumlah kasus positif mencapai 5.979 orang,

tingkat kematian sebesar 1,68 persen (102

orang), dan tingkat kesembuhan 92,23 persen.

Berdasarkan angka statistik, Covid-19 di Provinsi

Papua Barat menunjukkan situasi yang

terkendali, akan tetapi dengan tingkat kasus

terkonfirmasi mencapai 0,54 persen dari populasi

dan positivity rate 19,42 persen, ditambah

dengan keterbatasan kapasitas kesehatan dan

permasalahan non kesehatan lainnya, maka

pandemi di Provinsi Papua Barat pada

kenyataannya menjadi sebuah tantangan yang

besar.

Sepanjang tahun 2020, pandemi telah

membawa kondisi sosial ekonomi Papua Barat

pada penurunan jika dibandingkan dengan

tahun sebelumnya. Volume dan besaran

transaksi jual beli yang jauh berkurang,

pertumbuhan ekonomi minus, permintaan

ekspor turun, jumlah pengangguran bertambah,

serta jumlah penduduk miskin yang meningkat.

Permasalahan ini juga berdampak lanjutan

pada permasalahan sosial masyarakat lainnya,

seperti diskriminasi pada penderita, rawannya

keamanan dan terjadinya konflik sosial. Oleh

karena itu, dalam upaya memulihkan kembali

ekonomi dan mencegah dampak negatif

tersebut, Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah segera melakukan cara-cara khusus

dengan memanfaatkan sumber daya dan

kemampuan yang ada untuk membangkitkan

dan mendorong kembali kegiatan ekonomi

dalam suatu bentuk stimulus.

Melalui program khusus sebagai bentuk usaha

pemulihan, fungsi konsumsi dapat didorong

dengan tetap menjaga daya beli masyarakat

dan memberikan jaring pengaman sosial

khususnya bagi masyarakat miskin dan rentan

miskin dalam memenuhi kebutuhannya sehari-

hari. Di tengah pandemi yang masih belum usai,

pelaksanaan program pemulihan secara tepat

dan akurat diharapkan mampu menjaga

aktivitas ekonomi dan mencegahnya dari

pemburukan lebih lanjut serta meminimalkan

terjadinya dampak sosial akibat Covid-19.

A. PEN SEBAGAI RESPON KEBIJAKAN Sebagai upaya pemulihan perekonomian bagi

masyarakat dan dunia usaha yang mengalami

gangguan signifikan baik dalam proses produksi,

distribusi, dan kegiatan operasional lainnya

sebagai konsekuensi dari pandemi, Pemerintah

Pusat mengeluarkan kebijakan stimulus dalam

bentuk program khusus. Program Pemulihan

Ekonomi Nasional (PEN) adalah rangkaian

kegiatan untuk pemulihan perekonomian

nasional yang merupakan bagian dari kebijakan

keuangan negara yang dilaksanakan oleh

Pemerintah Pusat untuk mempercepat

penanganan pandemi Covid-19 dan/atau

menghadapi ancaman yang membahayakan

perekonomian nasional dan/atau stabilitas

sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi

nasional dengan dukungan APBN. Sebagai

bentuk legalitas dari program tersebut,

Pemerintah Pusat telah menetapkan Perppu

Nomor I Tahun 2020 yang pada perjalanannya

telah ditetapkan menjadi UU Nomor 2 Tahun

2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2020 tentang

Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas

Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi

Covid-19 dan/atau dalam rangka Menghadapi

Ancaman yang Membahayakan Perekonomian

Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Sejalan dengan penerbitan UU Nomor 2 Tahun

2020, Pemerintah Pusat telah mengundangkan

PP Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan

Page 143: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

107 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN),

yang antara lain mengatur mengenai program

PEN, salah satunya dengan menggunakan

modalitas Penempatan Dana kepada bank

peserta untuk disalurkan kepada bank

pelaksana yang telah melakukan restrukturisasi

kredit/pembiayaan dan/atau memberikan

tambahan kredit/ pembiayaan modal kerja

bagi pelaku Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan

Usaha Menengah serta Koperasi. Kemudian

dilanjutkan mengubah PP Nomor 23 tahun 2020

dengan PP Nomor 43 tahun 2020 sebagai bentuk

penyempurnaan aturan guna mengoptimalkan

penggunaan berbagai modalitas khususnya

modalitas penempatan dana, baik melalui

perluasan ruang lingkup maupun relaksasi

beberapa persyaratan.

Pada tataran tingkat daerah, Pemerintah Pusat

melalui penetapan Permendagri Nomor 20

Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan

Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di

Lingkungan Pemerintah Daerah, mendorong

Pemerintah Daerah untuk turut berkontribusi

dengan memprioritaskan penggunaan APBD

sebagai antisipasi dan penanganan dampak

penularan Covid-19. Atas dasar tersebut,

keterlibatan Pemerintah Daerah dalam upaya

pemulihan dilakukan dengan menyediakan

anggaran penanganan dan pemulihan

ekonomi dampak pandemi sesuai kemampuan

dan potensi yang dimiliki.

Pelaksanaan Program PEN Provinsi Papua Barat

dengan dukungan APBD sebagai sebuah

stimulus terhitung efektif sejak bulan April 2020.

Program dilaksanakan secara merata dan

menyeluruh, atau dengan asas keadilan sosial

bagi kemakmuran khususnya masyarakat asli

Papua Barat. Program tersebut juga dijalankan

dengan menerapkan

kaidah kebijakan yang

penuh kehati-hatian,

serta tata kelola yang

baik, transparan, adil,

dan akuntabel sesuai

dengan ketentuan

peraturan perundang-

undangan. Sebagai

usaha pemulihan

ekonomi regional,

Program PEN Provinsi

Papua Barat terbagi

dalam tiga kelompok

yaitu penanganan

Covid-19, pemberian

jaring pengaman sosial

dan penyelamatan

dunia usaha (UMKM).

Pelaksanaan program yang diwujudkan dalam

berbagai kegiatan tersebut secara nyata

memiliki tujuan untuk menangani pandemi,

dengan tetap menjaga pemenuhan kebutuhan

sehari-hari masyarakat melalui percepatan dan

Belanja Penanganan Covid-19 Insentif Tenaga Medis Santunan Kematian Bantuan Iuran JKN Gugus Tugas Covid-19 Insentif perpajakan Bidang

Kesehatan

Kesehatan

Program Keluarga Harapan (PKH) Sembako Bansos Jabodetabek Bansos Non-Jabodetabek Pra Kerja Diskon Listrik Logistik / Pangan / Sembako BLT Dana Desa

Perlindungan Sosial

Program Padat Karya K/L Insentif Perumahan Pariwisata DID Pemulihan Ekonomi Cadangan DAK Fisik Fasilitas Pinjaman Daerah Cadangan Perluasan

Sektoral K/L dan Pemda

Subsidi bunga Penempatan Dana untuk

Restrukturisasi Belanja IJP Penjaminan untuk Modal

Kerja (Stop Loss) PPh Final UMKM DTP Pembiayaan Investasi kepada

Koperasi melalui LPDB KUMKM

UMKM

Penempatan Dana untuk Restru Padat Karya PMN Talangan (Investasi) untuk

Modal Kerja

Pembiayaan Korporasi

PPh 21 DTP Pembebasan PPh 22 Impor Pengurangan Angsuran PPh

25 Pengembalian Pendahuluan

PPN Penurunan Tarif PPh Badan Stimulus Lainnya

Insenstif Usaha

Gambar 7.1 Skema Program PEN pada APBN Tahun 2020

Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN)

Sumber: Kementerian Keuangan RI (data diolah)

Page 144: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

108

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

penguatan subsidi dan bantuan sosial bagi

kelompok miskin dan rentan miskin. Di tengah

berlakunya pembatasan mobilitas, program PEN

juga diharapkan mampu mencegah aktivitas

usaha dari pemburukan lebih lanjut melalui

penyaluran dana stimulus sehingga

meminimalkan terjadinya dampak negatif

lanjutan.

Selain penyesuaian APBD untuk penyediaan

alokasi khusus bagi Program PEN, Pemerintah

Provinsi Papua Barat juga membentuk Satuan

Tugas Percepatan Penanganan Covid-19

sebagai wadah mempermudah sinergi dan

koordinasi dalam rangka percepatan

penanganan ekonomi dan sosial sesuai dengan

kebutuhan dan karakteristik Papua Barat. Satuan

tugas tersebut, selain memiliki tugas dan fungsi

utama untuk memberikan arahan, melakukan

pemantauan dan evaluasi, menetapkan dan

melaksanakan rencana, mengendalikan dan

melakukan koordinasi pelaksanaan kegiatan,

juga turut berperan mengerahkan sumber daya

bagi pelaksanaan kegiatan percepatan

penanganan dan pemulihan. Dalam struktur

organisasinya, melibatkan perwakilan dari

seluruh elemen pemerintah pusat dan daerah

yang memiliki kewenangan perumusan

kebijakan, implementasi program pemulihan

dan transformasi ekonomi, serta penanganan

Covid-19 di Provinsi Papua Barat.

B. PENYESUAIAN ANGGARAN UNTUK PEN Pada APBN Tahun 2020, Pemerintah Pusat

melakukan perubahan pada target

pendapatan dan belanja negara sebagai

kebijakan countercyclical dalam rangka

memastikan ketersediaan anggaran dengan

tetap mempertahankan kesinambungan dan

kesehatan keuangan negara. Melalui

penetapan Perpres

Nomor 72 Tahun 2020

tentang Perubahan atas

Perpres Nomor 54 Tahun

2020 tentang Perubahan

Postur dan Rincian

Anggaran Pendapatan

Belanja Negara Tahun

Anggaran (APBN) 2020,

Pemerintah melakukan

penyesuaian APBN dengan memprioritaskannya

untuk penanganan Covid-19 dan pelaksanaan

Program PEN. Alhasil, target pendapatan

negara, dan pagu belanja pemerintah pusat

mengalami penyesuaian. Selain itu, pada

anggaran belanja Transfer ke Daerah dan Dana

Desa (TKDD,) telah ditentukan peruntukan

penggunaannya sebagai dana jaring

pengaman sosial di desa berupa bantuan

langsung tunai kepada penduduk miskin di desa

dan kegiatan penanganan wabah Covid-19.

Hal yang sama juga terjadi pada APBD Provinsi

Papua Barat Tahun 2020 yang telah ditetapkan

pada tahun sebelumnya. Sebagai perwakilan

Pemerintah Pusat di daerah, Pemerintah Provinsi

Papua Barat memilki kemampuan keuangan

yang jauh lebih besar dibandingkan Pemerintah

Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, penyediaan

alokasi penanganan Covid-19 dan pemulihan

ekonomi sebagian besar dilakukan melalui

perubahan APBD Provinsi Papua Barat.

Belanja Penanganan Covid-19 Insentif Tenaga Medis Satuan Tugas Covid-19

Kesehatan

Penyaluran Bantuan Bahan Pokok (Bapok) Penyaluran Bantuan

Tangan Kasih

Perlindungan Sosial

Penyaluran Stimulus Pelaku Usaha Mikro dan Kecil

UMKM

Gambar 7.2 Skema Program PEN pada APBD Provinsi Papua Barat Tahun 2020

Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi

Sumber: Satgas Covid-19 dan Setda Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 145: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

109 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

Perubahan yang dilakukan tersebut secara legal

telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor

12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah. Sebagai dasar perlunya perubahan

adalah terjadinya perkembangan yang tidak

sesuai dengan asumsi kerangka ekonomi dan

keuangan daerah, rencana program dan

kegiatan, serta keadaan yang menyebabkan

perlunya penggunaan saldo anggaran lebih

tahun anggaran sebelumnya.

Selain itu, perubahan APBD menjadi kewajiban

yang ditetapkan Pemerintah Pusat sesuai

dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

35/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Transfer

ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran

2020 dalam rangka Penanganan Pandemi

Covid-19 dan/atau Menghadapi Ancaman

yang Membahayakan Perekonomian Nasional,

melalui pemberian sanksi penundaan

penyaluran sebagian DAU dan/atau DBH bagi

Pemerintah Daerah yang tidak berkomitmen

dalam pencegahan/ penanganan Covid-19.

Penyesuaian APBD Provinsi Papua Barat

dilakukan dengan membebankan langsung

pelaksanaan program pada alokasi belanja

tidak terduga dan melakukan penjadwalan

ulang capaian program dan kegiatan lainnya

serta pengeluaran pembiayaan dalam tahun

anggaran berjalan dalam APBD yang

sebelumnya telah ditetapkan. Pelaksanaan

realokasi dan refocusing tersebut sebagaimana

ketentuan dalam Permendagri Nomor 20 Tahun

2020 tentang Percepatan Penanganan Corona

Virus Disease 2019 di Lingkungan Pemerintah

Daerah dan Keputusan Bersama Menteri Dalam

Negeri dan Menteri Keuangan Nomor

119/2813/SJ dan 117/KMK.07/2020 tentang

Percepatan Penyesuaian APBD Tahun 2020

dalam rangka Penanganan COVID-19, serta

Pengamanan Daya Beli Masyarakat dan

Perekonomian Nasional.

Berdasarkan hasil pembahasan yang dilakukan

antara Pemerintah Provinsi dengan DPRD

Provinsi Papua Barat, perubahan APBD disetujui

dengan pengurangan target pendapatan

Tabel 7.1 Penyesuaian Pagu APBD Provinsi Papua Barat Tahun 2020

(miliar Rp)

Uraian APBD APBD-P % Δ

PENDAPATAN 9,120.61 7,766.33 -14.85

Pajak Daerah 396.38 272.45 -31.27

Retribusi Daerah 3.98 2.18 -45.27 Hasil PPKD yang Dipisahkan 17.98 21.60 20.15

Lain-lain PAD yang Sah 98.95 73.24 -25.98 Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 2,076.80 1,543.89 -25.66

DAU 1,461.17 1,301.32 -10.94

DAK 704.17 530.50 -24.66

Dana Otsus 4,338.45 4,001.48 -7.77

DID 19.91 17.92 -9.99

Pendapatan Hibah 2.82 1.76 -37.71

BELANJA 9,371.59 10,817.48 15.43

Belanja Pegawai 1,259.17 1,296.15 2.94 Belanja Barang dan Jasa 1,622.13 1,517.63 -6.44

Belanja Modal 2,184.13 1,713.08 -21.57

Belanja Hibah 864.41 1,130.89 30.83

Belanja Bantuan Sosial 36.45 62.53 71.54

Belanja Bagi HasiL 1,384.92 2,683.39 93.76 Belanja Bantuan Keuangan 2,010.38 1,784.46 -11.24

Belanja Tidak Terduga 10.00 629.34 6193.35

SURPLUS/DEFISIT -250.98 -3,051.15 1115.69 PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 250.98 3,051.15 1115.69

SILPA 2019 250.98 3,051.15 1115.69 PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH - - -

Penyertaan Modal Pemda - - -

PEMBIAYAAN NETTO 250.98 3,051.15 1115.69

SILPA 2020 - - - Sumber: BPKAD Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 146: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

110

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

sebesar 14,85 persen menjadi Rp7,77 triliun

(sebelumnya Rp9,12 triliun) dan kenaikan alokasi

belanja sebesar 15,43 persen menjadi Rp10,82

triliun (sebelumnya Rp9,37 triliun). Adanya

peningkatan besaran belanja, didapatkan

dengan melakukan realokasi dan refocusing

belanja barang dan jasa serta belanja modal

pada program dan kegiatan yang dipandang

perlu untuk ditunda atau tidak menjadi prioritas

pembangunan agar memberikan keleluasaan

pada pembiayaan Program PEN. Selain itu,

penggunaan SILPA tahun sebelumnya juga turut

dialokasikan pada belanja tidak terduga yang

meningkat 6193,35 persen dan belanja bantuan

sosial yang juga naik 71,54 persen sebagai pos

pembebanan program. Dari hasil perubahan

pada APBD Tahun 2020, Provinsi Papua Barat

mampu mengalokasikan Rp407,07 miliar

sebagai dana Program PEN.

C. IMPLEMENTASI

PROGRAM DI PAPUA

BARAT Pelaksanaan program PEN

dengan dukungan APBN

terbagi dalam enam kluster,

yaitu kesehatan, perlindungan

sosial, sektoral Kementerian/

Lembaga dan Pemda, dunia

usaha (UMKM), pembiayaan

korporasi, serta insentif usaha,

sesuai dengan kapasitas dan

jangkauan APBN untuk

nasional. Sementara itu, pada

pelaksanaan program

pemulihan ekonomi di Provinsi

Papua Barat yang didukung

APBD Tahun 2020, difokuskan

pada tiga kluster, yaitu

kesehatan, perlindungan

sosial, dan UMKM. Adanya perbedaan tersebut,

disebabkan karena ketersediaan alokasi yang

disesuaikan kemampuan dan karakteristik

Provinsi Papua Barat dengan segala tantangan

dan keterbatasannya. Selain itu, terdapat

perbedaan target dan sasaran pada kluster

yang sama agar tidak menimbulkan duplikasi.

C.1 Kluster Kesehatan

Program PEN kluster kesehatan adalah kluster

utama atau merupakan kunci dalam upaya

pemulihan ekonomi. Melalui penyelesaian

masalah kesehatan baik itu penanggulangan

maupun pencegahan perluasan Covid-19 maka

kehidupan masyarakat dapat pulih sepenuhnya

dan aktivitas kembali normal sehingga kegiatan

usaha yang berjalan lagi akan meningkatkan

perekonomian dengan sendirinya. Pada kluster

kesehatan program pemulihan di Provinsi Papua

Tabel 7.2 Program PEN Kluster Kesehatan pada APBD Provinsi Papua Barat Tahun 2020

Uraian Output

Realisasi (Rp) Volume

Pengadaan Pendukung Fasilitas Karantina

4,936,591,825.00 70 Pasien

Pengadaan Peralatan (Alat Kesehatan/Kedokteran/ Laboratorium)

6,047,208,404.00 1 Paket

Dukungan Operasional RSUD Provinsi (Pusat Penanganan dan Karantina)

5,713,571,282.00 1 Paket

Pembangunan dan Penyiapan Sarana (Penanganan dan Karantina)

27,089,227,883.00 11 Paket

Pengadaaan Obat dan Perbekalan Kesehatan

3,660,160,000.00 1 Paket

Distribusi Obat, Perbekalan Kesehatan dan Vaksin serta Logistik

1,436,400,000.00 13 Kab/Kota

Penemuan Kasus dan Identifikasi melalui Penyelidikan Epidemiologi

200,000,000.00 1 Kab

Pengadaan Alat Pelindung Diri 300,000,000.00 10 Paket

Penatalaksanaan Penderita 200,000,000.00 1 Paket

Edukasi Pengurangan Risiko 200,000,000.00 1 Paket

Penanganan Jenazah 100,000,000.00 1 Paket

Upaya Penanggulangan Lainnya 900,283,852.00 1 Paket

Penempatan Tenaga Kesehatan 9,897,480,000.00 30 Orang

Peningkatan Kualitas Tenaga Kesehatan 2,185,000,000.00 13 Kab/Kota

Tim Penanggulangan Krisis 400,000,000.00 52 Orang

Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 147: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

111 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

Barat dapat dikelompokkan dalam tiga

kegiatan utama yaitu, belanja penanganan

Covid-19, insentif tenaga medis, dan satuan

tugas Covid-19. Dari keseluruhan kegiatan yang

direncanakan, realisasi tercatat sebesar Rp63,25

miliar dengan tingkat ketercapaian berada

pada kisaran 80-90 persen.

Selama penanganan pandemi tahun 2020,

penggunaan dana terbesar sesuai dengan

prioritas yaitu belanja penanganan Covid-19

melalui kegiatan pembangunan dan penyiapan

sarana (Rp27,09 miliar) dan pengadaan

peralatan (Rp6,05 miliar) yang diwujudkan

dengan berfungsinya RSUD Provinsi dan

Faskarpie (Fasilitas Karantina Penyakit Infeksi

Emerging) sebagai pusat penanganan dan

karantina, serta laboratorium pengujian. Selain

itu, kegiatan lain dengan dana besar adalah

pengadaaan obat dan perbekalan kesehatan

disertai dengan proses distribusinya kepada

seluruh Kabupaten/Kota yang telah terealisasi

dengan total sebesar Rp5,09 miliar.

Kelompok lain yang juga menjadi

pengguna dana terbesar pada

kluster kesehatan adalah kelompok

insentif tenaga medis melalui

kegiatan penempatan tenaga

medis (Rp9,89 miliar) sebanyak 30

orang dan peningkatan kualitas

tenaga kesehatan (Rp2,19 miliar)

khususnya terhadap nakes yang

tidak termasuk dalam penerima

insentif Kementerian Kesehatan.

Kegiatan tersebut diwujudkan

dengan menempatkan tenaga

kesehatan pada daerah pedalaman

agar dapat memberikan layanan

kesehatan bagi masyarakat sebaaai

bentuk akselerasi penanganan serta

pemberian insentif bagi tenaga medis di

Kabupaten/Kota yang telah bekerja keras

dalam menangani pandemi menggunakan

Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).

C.2 Kluster Perlindungan Sosial

Sebagai sebuah bentuk upaya dalam menjaga

ketahanan masyarakat agar mampu bertahan

di tengah pandemi yang mengganggu

ekonomi, penyaluran bantuan menjadi hal yang

ditunggu oleh masyarakat. Hal ini karena selama

pandemi, adanya kebijakan pembatasan sosial

berdampak pada berhentinya aktivitas jual-beli

dan menurunnya kinerja ekonomi sehingga

usaha masyarakat dalam memenuhi kebutuhan

sehari-hari terganggu. Selain itu, dampak

lanjutan dari turunya volume kegiatan ekonomi

adalah naiknya pengangguran baik itu

permanen maupun sementara yang kehilangan

sumber pendapatan. Oleh karena itu,

pemerintah menyiapkan program pemulihan

yang menyasar peningkatan sisi konsumsi. Sisi

konsumsi ditingkatkan dengan berbagai

Tabel 7.3 Program PEN Kluster Perlindungan Sosial Tahun 2020

di Provinsi Papua Barat Kegiatan Bantuan Bahan Pokok (Bapok)

Kabupaten/ Kota

Tahap I (orang)

Tahap II (orang)

Tahap III (orang)

Jumlah Penerima

Fakfak 5649 5649 5931 17229

Kaimana 3951 3951 4149 12051

Teluk Wondama 3001 3001 3151 9153

Teluk Bintuni 5075 5075 5329 15479

Manokwari 13978 13978 14677 42633

Sorong Selatan 4011 4011 4212 12234

Sorong 8757 8757 9195 26709

Raja Ampat 4572 4572 4801 13945

Tambrauw 3463 3463 3636 10562

Maybrat 2811 2811 2952 8574

Manokwari Selatan 2553 2553 2681 7787

Pegunungan Arfak 3395 3395 3565 10355

Kota Sorong 21746 21746 22833 66325

Sumber: Disperindagkop dan UMKM Provinsi Papua Barat (data

Page 148: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

112

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

bantuan sosial yang akan menjaga daya beli

masyarakat miskin dan rentan miskin, terutama

kebutuhan sehari-hari yang merupakan

penopang terbesar perekonomian. Hingga

pada akhirnya, naiknya permintaan konsumsi

dapat mendorong sisi produksi (supply).

Pelaksanaan kluster perlindungan sosial oleh

Pemerintah Provinsi Papua Barat dilakukan

dengan dua kegiatan yaitu penyaluran banuan

bahan pokok (bapok) dan bantuan tangan

kasih. Kegiatan penyaluran bapok ditujukan

kepada masyarakat terdampak Covid-19 di 13

Kabupaten/Kota yang tidak termasuk anggota

TNI, Polri, PNS, pengusaha dan masyarakat

menengah ke atas. Distribusi bantuan dilakukan

menggunakan pihak ketiga (PT Irian Bhakti) dan

diserahkan kepada lembaga keagamaan baik

itu Kristen Protestan (melalui denominasi gereja),

Islam, Katolik, Hindu maupun Buddha untuk

selanjutnya dibagikan kepada masyarakat.

Dalam paket bantuan bapok berisikan 10 kg

beras, 1 kg gula, 1 lt minyak goreng dan 1 kg

tepung. Secara total, penyaluran bantuan

bapok dalam tiga tahap telah menelan dana

total sebesar Rp50,66 miliar, yang terbagi atas

Tahap I sebesar Rp12,57 miliar, serta Tahap II dan

Tahap III dengan jumlah Rp38,09 miliar.

Sementara itu, kegiatan bantuan tangan kasih

merupakan bantuan yang menyasar pekerja

formal dan non formal terdampak pandemi.

Tercatat sebanyak ± 6534 orang pekerja formal

(10,27 persen) kehilangan pekerjaan atau

dirumahkan, sedangkan seluruh pekerja mandiri

sektor informal merasakan guncangan ekonomi

secara langsung akibat pembatasan sosial.

Berdasarkan kondisi tersebut, kegiatan

meringankan beban pekerja dilakukan dengan

memberikan dana sebesar Rp600 ribu untuk 9

bulan terhitung sejak April dan disalurkan melalui

perbankan yang ditunjuk (Bank Papua, Bank BNI,

Bank Mandiri, dan Bank BRI).

Tabel 7.4 Program PEN Kluster Perlindungan Sosial Tahun 2020 di Provinsi Papua Barat

Kegiatan Bantuan Tangan Kasih

Kabupaten/ Kota

Tahap I (April-Jun) Tahap II (Jul-Des) Tahap III (Apr-Des) Jumlah

(miliar Rp) Penerima (orang)

Nilai (miliar Rp)

Penerima (orang)

Nilai (miliar Rp)

Penerima (orang)

Nilai (miliar Rp)

Fakfak 2034 3.66 2034 7.32 1000 5.40 16.38

Kaimana 3784 6.81 3784 13.62 1000 5.40 25.83

Teluk Wondama 1624 2.92 1624 5.85 1000 5.40 14.17

Teluk Bintuni 3715 6.69 3715 13.37 1000 5.40 25.46

Manokwari 4332 7.80 4332 15.60 5061 27.33 50.72

Sorong Selatan 1491 2.68 1491 5.37 1000 5.40 13.45

Sorong 3950 7.11 3950 14.22 2634 14.22 35.55

Raja Ampat 3454 6.22 3454 12.43 1000 5.40 24.05

Tambrauw 1304 2.35 1304 4.69 1000 5.40 12.44

Maybrat 1301 2.34 1301 4.68 1000 5.40 12.43

Manokwari Selatan 1300 2.34 1300 4.68 1000 5.40 12.42

Pegunungan Arfak 1248 2.25 1248 4.49 1000 5.40 12.14

Kota Sorong 2834 5.10 2834 10.20 2305 12.45 27.75

Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 149: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

113 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

Penyaluran bantuan tangan kasih kepada

32.317 orang penerima yang tersebar di 13

Kabupaten/Kota dilakukan dalam dua tahap,

Pembayaran tahap I untuk bulan April-Juni dan

tahap II untuk bulan Juli-Desember. Pada kedua

tahap tersebut, penerima bantuan disyaratkan

bukan sebagai penerima PKH, Kartu Sembako,

dan Kartu Pra Kerja, serta bukan merupakan ASN

(PNS, POLRI, TNI). Pada perkembangannya

terdapat tambahan 20.000 penerima sesuai

ketersediaan alokasi yang kemudian disalurkan

pada tahap III dengan pembayaran untuk 9

bulan (April-Desember). Untuk tahap III

sebagai penerima tambahan, bantuan

dikhususkan untuk Orang Asli Papua

(OAP). Dari keseluruhan tahap

penyaluran bantuan tangan kasih, total

anggaran yang terealisasi sebesar

Rp282,8 miliar.

C.3 Kluster UMKM

Kluster ketiga dari pelaksanaan

program PEN Provinsi Papua Barat

adalah perlindungan sosial. Pada kluster

ini kegiatan dilaksanakan dalam bentuk

penyaluran dana stimulus UMKM, yang

bertujuan untuk memberikan

perlindungan dan mempertahankan,

serta meningkatkan kemampuan

ekonomi para pelaku usaha, utamanya

kelompok UMKM milik masyarakat asli Papua

Barat (OAP) dalam menjalankan usahanya.

Semula bantuan stimulus direncanakan untuk

1003 penerima yang berada di Kab. Manokwari

(300 orang), Kab. Sorong Selatan (300 orang)

dan Kota Sorong (403 orang) sebesar Rp3 juta

untuk setiap penerima. Namun setelah adanya

refocusing APBD, target penerima ditambah

3665 orang yang tersebar di 10 Kabupaten

lainnya dengan bantuan senilai Rp2 juta untuk

masing-masing penerima. Penyaluran bantuan

dana stimulus dilakukan melalui perbankan yang

ditunjuk dan diberikan hanya sekali selama

tahun 2020. Secara total, bantuan stimulus yang

telah disalurkan kepada 4668 penerima sebesar

Rp10,34 miliar dengan penerima terbanyak

berada di Kota Sorong yang memiliki jumlah

UMKM paling banyak di Provinsi Papua Barat.

Selain Kota Sorong, Kab. Raja Ampat menjadi

penerima terbanyak kedua, karena banyak

UMKM sektor pariwisata terdampak pandemi

dengan sedikitnya jumlah kunjungan wisatawan.

D. DAMPAK PROGRAM PEMULIHAN Realisasi Program PEN Provinsi Papua Barat pada

ketiga kluster yang terbagi dalam 6 kegiatan

utama mencapai Rp407,07 miliar. Berdasarkan

proporsi besaran realisasi, penyaluran bantuan

tangan kasih memiliki nilai tertinggi (69,47

persen) sesuai dengan besarnya penyaluran

yang telah dilakukan. Sementara, proporsi

terendah adalah realisasi satuan tugas sebagai

koordinator dalam penanganan pandemi dan

Tabel 7.5 Program PEN Kluster UMKM Tahun 2020 di Provinsi Papua Barat

Kegiatan Stimulus UMKM

Kabupaten/ Kota

Penerima (Orang)

Besaran (Rp)

Jumlah (Rp)

Fakfak 450 2,000,000 900,000,000

Kaimana 350 2,000,000 700,000,000

Teluk Wondama 350 2,000,000 700,000,000

Teluk Bintuni 350 2,000,000 700,000,000

Manokwari 300 3,000,000 900,000,000

Sorong Selatan 300 3,000,000 900,000,000

Sorong 365 2,000,000 730,000,000

Raja Ampat 400 2,000,000 800,000,000

Tambrauw 350 2,000,000 700,000,000

Maybrat 350 2,000,000 700,000,000

Manokwari Selatan 350 2,000,000 700,000,000

Pegunungan Arfak 350 2,000,000 700,000,000

Kota Sorong 403 3,000,000 1,209,000,000

Sumber: Disperindagkop dan UMKM Provinsi Papua Barat (data

Page 150: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

114

Analisis Tematik

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

pemulihan ekonomi. Akan tetapi, jika diukur

berdasarkan dampak terhadap penyelesaian

krisis yang terjadi, maka belanja penanganan

kesehatan menjadi kunci. Hal ini karena awal

mula krisis adalah masalah kesehatan yang

menghalangi interaksi dan pergerakan

perekonomian. Oleh karena itu, apabila

masalah kesehatan tidak segera diselesaikan

maka sebanyak apapun bantuan yang

diberikan tidak akan membuahkan hasil.

Pelaksanaan Program PEN Provinsi Papua Barat

mampu mencapai angka realisasi yang besar,

meskipun angka tersebut jauh lebih kecil jika

dibandingkan dengan penyerapan program

pemulihan nasional yang dilaksanakan di

regional Papua Barat. Program pemulihan yang

berasal dari Pemerintah Daerah dapat

dianggap sebagai pendukung, pendamping,

atau pelengkap pelaksanaan Program PEN dari

Pemerintah Pusat. Meski demikian, pada

pelaksanaannya di masyarakat program

Pemerintah Daerah justru dapat menjadi kunci

keberhasilan pemulihan nasional. Hal ini karena

bentuk kegiatan yang dilaksanakan dapat lebih

tepat sasaran dan mampu menjangkau lebih

luas. Kegiatan juga disusun sesuai dengan

kondisi daerah dan karakteristik masyarakat

sehingga dapat mempunyai dampak

pengganda yang lebih besar.

Sebagai upaya untuk mengatasi krisis akibat

pandemi, program pemulihan tidak dapat

dijalankan hanya oleh Pemerintah Pusat sendiri.

Perlu adanya sinergi dengan Pemerintah

Daerah sesuai dengan kapasitas dan

kemampuan keuangan, serta potensi

yang dimiliki masing-masing daerah.

Kebijakan Pemerintah Pusat yang

lebih luas dan umum harus dibarengi

dengan kebijakan pemulihan

Pemerintah Daerah yang lebih khusus

dan terarah. Demikian halnya dengan

pelaksanaan penanganan pandemi

dan pemulihan di Provinsi Papua Barat

sebagai hasil sinergi dan koordinasi

antar tingkat pemerintahan. Pendemi

yang mendera terhitung bulan Maret

dan sangat terasa dampaknya di

sepanjang tahun 2020, pada

akhirnnya mengalami sedikit

perubahan kembali meningkatnya

proses produksi, distribusi, dan kegiatan

operasional lainnya, sehingga perekonomian

perlahan bergerak dengan berbagai adaptasi

kebiasaan baru yang dijalankan.

Pengeluaran Pemerintah Pusat dan Daerah

yang masif dalam bentuk program pemulihan

ekonomi (PEN) menjadi satu-satunya motor

penggerak ekonomi ketika turunnya volume

transaksi jual-beli domestik dan permintaan

global menyebabkan guncangan sosial-

ekonomi. Pelaksanaan program PEN yang

tercatat mulai disalurkan di bulan April

diperkirakan mampu mendorong perubahan

kedaan. Hal ini terlihat indikator-indikator

Tabel 7.6 Realisasi Program PEN pada APBD Provinsi Papua Barat Tahun 2020

Kegiatan Capaian Jumlah (Rp)

Kontribusi (persen)

Belanja Penanganan Covid-19 1 Keg 50,783,443,246 12.48

Insentif Tenaga Medis 1 Paket 12,082,480,000 2.97

Satuan Tugas Covid-19 1 Paket 400,000,000 0.10

Penyaluran Bantuan Bahan Pokok (Bapok)

87110 Orang 50,657,368,000 12.44

Penyaluran Bantuan Tangan Kasih

52317 Orang 282,803,400,000 69.47

Penyaluran Stimulus Pelaku Usaha Mikro dan Kecil

4668 Orang 10,339,000,000 2.54

Sumber: Disnakertrans, Disperindagkop dan UMKM, Dinkes Provinsi Papua Barat (data diolah)

Page 151: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

115 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Analisis Tematik

ekonomi dan kinerja perbankan, seperti laju

pertumbuhan, PDRB, ekspor dan impor, dana

pihak ketiga, kredit, dan aset perbankan yang

mengalami kenaikan di akhir tahun. Selain itu,

indikator kesejahteraan, seperti tingkat

kemiskinan dan tingkat pengangguran juga

turut bergerak positif.

E. TANTANGAN UPAYA PENANGANAN

DAN PEMULIHAN

Pelaksanaan Program PEN sejauh ini dapat

berjalan lancar meskipun dengan alokasi

anggaran yang relatif besar, melalui optimalisasi

penggunaan dana serta pelaksanaan kegiatan

yang efektif dan efisien untuk mencapai output

yang ditargetkan dan berdampak besar. Pada

masa mendatang, berbagai tantangan masih

harus dihadapi dalam pelaksanaan program

penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi,

diantaranya:

1. Adanya keterbatasan kemampuan dan

kapasitas kesehatan dalam penanganan

Covid-19 seperti ruang perawatan/karantina,

tenaga kesehatan, dan fasilitas laboratorium.

Ditambah dengan tingkat penularan yang

tinggi, jumlah kasus yang besar jika

dibandingkan dengan jumlah penduduk,

serta tingkat kematian yang juga tinggi.

Keadaan ini akan membawa pada upaya

percepatan penanganan yang sangat berat

untuk dilaksanakan.

2. Masih tingginya tingkat kemiskinan dan

tingkat pengangguran, serta rendahnya

tingkat pendidikan dan pola hidup yang

kurang bersih akan menyebabkan sulitnya

pemberian edukasi tentang Covid-19.

Padahal kurangnya pengetahuan akan

menimbulkan masalah sosial seperti,

diskriminasi dan stigma buruk pada

penderita, serta keengganan untuk

melakukan tes atau mengakui jika telah

tertular.

3. Koordinasi dan sinergi, baik itu antar

pemerintah kabupaten/kota, antara

pemerintah kabupaten/kota dan provinsi,

maupun antara pemerintah pusat dan

daerah yang masih perlu ditingkatkan.

Berbagai upaya penanganan pandemi dan

pemulihan masih memiliki sifat sektoral dan

kewilayahan sehingga perlu ditingkatkan

sinerginya agar dapat sepenuhnya saling

mendukung dalam akselerasi penanganan

pandemi Covid-19dan pemulihan ekonomi di

daerah secara keseluruhan.

4. Masih rendahnya capaian realisasi

disebabkan kendala administrasi dan

verifikasi data. Persyaratan penerima

bantuan masih dianggap terlalu rigid, dan

terdapat beberapa regulasi kependudukan

yang belum siap sehingga belum bisa

diaplikasikan. Selain itu, Data Terpadu

Kesejateraan Sosial (DTKS) penerima manfaat

bantuan sosial yang masih belum update,

infrastruktur teknologi dan informasi, serta

keengganan untuk mengajukan

permohonan mendapatkan bantuan.

5. Kualitas, cakupan, dan sasaran pelaksanaan

program yang masih perlu ditingkatkan.

Keterbatasan pelaksana program di

lapangan baik dalam hal kualitas maupun

kuantitas, sebaran penduduk yang luas,

belum adanya mekanisme untuk memastikan

ketercapaian output, serta lemahnya

monitoring dan evaluasi baik itu dari

Pemerintah Kabupaten/Kota, maupun

Pemerintah Provinsi menyebabkan

implementasi program menjadi tidak

maksimal.

Page 152: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 153: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

KESIMPULANREKOMENDASI

"Keceriaan anak-anak di pedesaan Manokwari"

#DJPbKawalAPBN

Page 154: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

116

Kesimpulan dan Rekomendasi

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dan analisis seperti

yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pembangunan Papua Barat sebagai

wilayah otonomi khusus, didominasi oleh

pengaruh faktor ekonomi dengan kekayaan

alam (minyak bumi dan gas alam) yang

melimpah menjadi modal utama.

2. Perekonomian Papua Barat didominasi oleh

Kota Sorong, Kab. Manokwari serta Kab.

Teluk Bintuni sebagai lokasi pertambangan

dan perindustrian, sehingga menyebabkan

kesenjangan dan tidak meratanya kapasitas

dan kualitas infrastruktur baik itu jalan, listrik,

fasilitas perdagangan, fasilitas kesehatan,

maupun fasilitas pendidikan.

3. Penanganan pandemi di Provinsi Papua

Barat terkendala keterbatasan kapasitas

kesehatan (rasio dokter rendah, jumlah RS

dan nakes terbatas) dan faktor sosial

budaya masyarakat yang antipati terhadap

Covid-19.

4. Topografi yang sangat bervariasi,

menyebabkan Provinsi Papua Barat menjadi

sangat berpotensi (kelas risiko tinggi)

terhadap bencana kebakaran lahan dan

hutan, gempa tektonik serta tsunami.

5. Kinerja perekonomian Provinsi Papua Barat

selama tahun 2020 mengalami tekanan

karena pandemi yang membatasi aktivitas

manusia. Tekanan ini berdampak pada

pertumbuhan ekonomi yang kontraksi pada

level -0,77 persen, PDRB per kapita turun

sebesar 16,2 persen menjadi Rp73,66 juta,

dan inflasi yang terkendali pada angka 0,71

persen, serta ekspor yang menurun sebesar

23,01 persen.

6. Tingkat kesejahteraan penduduk di Provinsi

Papua Barat pada tahun 2020 menunjukan

penurunan signifikan. Hal ini terlihat dari

tingkat kemiskinan yang naik menjadi 21,7

persen disertai dengan nilai gini ratio yang

turut naik menjadi 0,385. Sementara tingkat

pengangguran meningkat menjadi 6,8

persen atau bertambah ± 5000 orang.

7. Target pendapatan APBN tahun 2020 di

Provinsi Papua Barat menurun 2,85 persen

dibandingkan target tahun 2019, menjadi

Rp2.6654,1 miliar. Dari aspek belanja negara

terjadi kondisi serupa dengan pagu yang

ditetapkan seniliai Rp26.954,67 miliar atau

turun 19,87 persen dibandingkan tahun

sebelumnya. Turunnya belanja dipengaruhi

oleh penurunan pagu TKDD sebesar 21,11

persen menjadi Rp19.676,53 miliar.

8. Hingga berakhirnya tahun 2020, realisasi

pendapatan APBN di Provinsi Papua Barat

mencapai 98,8 persen, sedangkan realisasi

belanja APBN mencapai 97,62 persen.

BAB VIII

Kesimpulan dan Rekomendasi

Page 155: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

117 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Kesimpulan dan Rekomendasi

9. Pada pendapatan pemerintah pusat di

Provinsi Papua Barat realisasi sampai dengan

akhir tahun 2020 tercatat sebesar Rp2.662,29

miliar atau turun 1,14 persen dari tahun

sebelumnya.

10. Realisasi penerimaan perpajakan

pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat

turun 0,73 persen yaitu dari Rp2.358,43 miliar

menjadi Rp2.341,31 miliar pada tahun 2020.

Sedangkan realisasi pendapatan bukan

pajak tahun 2020 mencapai Rp280,97 miliar

atau turun 4,45 persen dari realisasi tahun

sebelumnya sebesar Rp294,04 miliar.

11. Sepanjang tahun 2020, pemberlakuan

insentif pajak di Provinsi Papua Barat,

tercatat memiliki realisasi sebesar Rp30,84

miliar untuk 844 Wajib Pajak

12. Berdasarkan komposisinya, komponen

terbesar dari Transfer ke Daerah dan Dana

Desa (TKDD) yang diterima Provinsi Papua

Barat tahun 2020 adalah DAU sebesar 38,52

persen dari total TKDD sebesar Rp19.584,72.

13. Jumlah penyaluran KUR di Provinsi Papua

Barat tahun 2020 mencapai Rp511,36 miliar

yang diberikan kepada 12.878 debitur atau

meningkat 16,13 persen dari tahun

sebelumnya. Kota Sorong menjadi daerah

dengan jumlah penyaluran KUR terbesar

senilai Rp570,02 milar kepada 16.903

nasabah. Sementara, sektor perdagangan

menjadi sektor dengan jumlah penyaluran

KUR terbesar (Rp1.194,05 miliar) dengan

jumlah debitur sebanyak 35.551 nasabah.

14. Pada tahun 2020, sebagai upaya pemulihan

bagi masyarakat dan dunia usaha, program

PEN telah terserap sebanyak Rp738,5 miliar

pada kluster perlindungan sosial, Rp112,15

miliar pada kluster UMKM, Rp442,49 miliar

pada kluster sektoral, dan Rp42,65 miliar

pada kluster Kesehatan.

15. Terlepas dari keberadaan pandemi,

beberapa output strategis APBN tercatat

memiliki realisasi yang cukup besar, seperti

pembangunan dan preservasi ±1.410 Km

jalan (Rp775,31 miliar), jembatan sepanjang

±2961 meter (Rp135,72 miliar). serta

rehabilitasi sarana pendidikan sebanyak

±1040 ruang (Rp62,56,8 miliar). Selain itu,

realisasi PIP dan KIP mampu mencapai nilai

Rp11.87 miliar kepada 1432 siswa, beasiswa

Bidikmisi sebanyak 313 mahasiswa.

Sementara pada bidang kesehatan,

pencegahan stunting mampu terlaksana

pada 14.878 KK, penyediaan layanan alokon

pada 222 faskes di 13 kabupaten/kota.

16. Target pendapatan APBD tahun 2020 seluruh

pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat

mengalami penurunan 13,11 persen dari

Rp28.718,88 miliar menjadi Rp24.954,6 miliar.

Sebaliknya, total pagu belanja APBD

pemerintah daerah se-Provinsi Papua Barat

meningkat 6,98 persen menjadi Rp29.538,0

miliar.

17. Total realisasi pendapatan APBD seluruh

pemerintah daerah se- Provinsi Papua Barat

mencapai Rp22.766,98 miliar atau turun

13,48 persen dibandingkan tahun 2019.

Adapun dari aspek belanja terdapat

kenaikan realisasi sebesar 1,12 persen yaitu

dari Rp23.803,87 miliar pada tahun

sebelumnya menjadi Rp24.070,88 miliar.

18. Realisasi pendapatan seluruh pemerintah

daerah se-Provinsi Papua Barat pada tahun

2020 didominasi oleh pendapatan transfer

yang mencapai 90,9 persen dari total

pendapatan daerah.

19. Pada tahun 2020, indeks kesehatan

keuangan pemerintah kabupaten/kota

tidak ada yang masuk dalam kategori

sangat baik dan hanya ada 1 pemerintah

Page 156: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

118

Kesimpulan dan Rekomendasi

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

daerah yang masuk ke dalam kategori baik

yaitu Kab. Manokwari Selatan. Sementara itu

terdapat 5 daerah yang masuk dalam

kategori buruk yaitu Kab. Manokwari, Kab.

Maybrat, Kab. Sorong Selatan, Kab. Teluk

Bintuni, dan Kab. Raja Ampat. Adapun 7

pemerintah daerah lainnya masuk dalam

kategori cukup.

20. Belanja wajib APBD tahun 2020 mengalami

penyesuaian pada semua bidang dangan

adanya pandemi Covid-19. Meski demikian,

pelaksanaannya pada bidang pendidikan

tetap mampu diwujudkan dalam bentuk gaji

dan tunjangan bagi tenaga pendidik (PNS

dan Non-PNS), pemberian beasiswa OAP,

afirmasi OAP di Perguruan Tinggi,

pembangunan prasarana dan sarana

belajar, serta pembangunan rumah dinas

guru. Pada bidang kesehatan, output

prioritas tetap diwujudkan melalui

penyediaan makanan tambahan, obat,

vaksin dan perbekalan kesehatan, serta

pencegahan dan pengendalian penyakit

berbasis masyarakat. Sementara, output

belanja infrastruktur telah realisasi pada

pembangunan dan peningkatan ±1190,5Km

jalan dan jembatan sepanjang ±596 meter,

pengembangan saluran irigasi seluas ±837

Ha, pembangunan pelabuhan/dermaga

rakyat di 4 lokasi, terminal di 6 lokasi, serta

SPAM di 10 kabupaten/kota.

21. Melalui pendekatan Mansfield – Wirasasmita

Model, ditemukan bahwa elastisitas

penerimaan pajak daerah di Provinsi Papua

Barat terhadap PDRB per kapita bersifat

elastis. Selain itu didapatkan nilai koefisien

bouyancy pajak daerah relatif kecil yang

menunjukan tingkat kesulitan pemungutan

pajak daerah relatif tinggi.

22. Berdasarkan tabel I-O Provinsi Papua Barat

tahun 2013 yang telah diupdating

menggunakan metode modified RAS,

diperoleh hasil bahwa sektor pengganda

output terbesar yaitu industri pengolahan

migas dan perikanan. Adapun sektor

pengganda pendapatan tertinggi yaitu

sektor jasa pendidikan dan sektor

administrasi pemerintahan & jaminan sosial.

Sementara itu sektor dengan pengganda

tenaga kerja tertinggi yaitu industri lainnya.

23. Dari sisi keterkaitan antar sektor, sektor yang

memiliki keterkaitan ke depan terbesar yaitu

industri lainnya dan industri makanan-

minuman. Adapun sektor yang memiliki

keterkaitan ke belakang terbesar yaitu

industri pengolahan migas dan perikanan.

24. Pelaksanaan Program PEN yang didukung

APBD Provinsi Papua Barat Tahun 2020,

difokuskan pada tiga kluster, yaitu

kesehatan, perlindungan sosial, dan UMKM.

Hingga akhir tahun 2020 pelaksanaan ketiga

kluster yang terbagi dalam 6 kegiatan utama

mencapai Rp407,07 miliar. Penyaluran

bantuan tangan kasih memiliki realisasi

tertinggi (Rp282,8 miliar), diikuti oleh belanja

penanganan Covid-19 menjadi terbesar

kedua (Rp50,78 miliar).

B. REKOMENDASI

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan di atas,

beberapa rekomendasi yang diajukan

diantaranya:

1. Pandemi masih jauh dari kata usai, sehingga

upaya pemulihan dari pemerintah pusat dan

pemerintah daerah perlu diawali dengan

penyelesaian masalah kesehatan baik itu

pencegahan perluasan, penanggulangan,

maupun pengobatan secara konsisten

terlebih dahulu agar memberikan keyakinan,

dan harapan kepada masyarakat untuk

Page 157: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

119 Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Kesimpulan dan Rekomendasi

tetap dapat menjalankan kesehariannya

dengan berbagai penyesuaian/adaptasi

yang dilakukan.

2. Sebagai komponen utama pemulihan

ekonomi, pengeluaran pemerintah di

Provinsi Papua Barat harus lebih difokuskan

ke daerah pedesaan dan remote area. Hal

ini didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah

penduduk miskin di Provinsi Papua Barat

sebagian besar berada di daerah pedesaan

yang terpencil. Berbagai sektor yang

mendapatkan stimulus pemulihan (non

bantuan sosial) sebagian besarnya tercurah

ke daerah perkotaan sehingga manfaatnya

belum banyak dinikmati oleh penduduk

pedesaan yang banyak bekerja di sektor

pertanian, perkebunan dan perikanan, serta

sektor-sektor informal lainnya.

3. Meskipun penanganan pandemi dan

pemulihan masih menjadi kebijakan utama,

namun pemerintah tetap perlu

memprioritaskan peningkatan kualitas

ekonomi melalui penyediaan sarana

infrastruktur yang layak dan memadai di

daerah pedesaan dan remote area

terutama sarana pendidikan, kesehatan dan

transportasi beserta tenaga pendidikan dan

kesehatan yang handal di bidangnya. Selain

akan memberikan dampak perekonomian

dalam jangka panjang, perwujudan prioritas

tersebut akan mengurangi pengangguran

dalam jangka pendek apabila proyek

dilaksanakan dengan skema padat karya.

4. Pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

perlu mengoptimalisasi anggaran belanja

wajib melalui pelaksanaan program yang

efektif dan efisien, serta memiliki sinergi

dengan pemerintah pusat berupa kegiatan

pengadaan, pembangunan dan

pemeliharaan sarana prasarana pendidikan

dan kesehatan yang saling melengkapi dan

tidak ada duplikasi, serta lebih awal

sehingga dapat selesai pada satu tahun

anggaran dan segera mengatasi segala

keterbatasan.

5. Dikarenakan hanya ada satu pemerintah

daerah yang masuk ke dalam indeks

kesehatan keuangan kategori baik,

pemerintah daerah harus meningkatkan

kualitas belanja daerah (quality of spending)

yang berorientasikan kepada hasil dan

manfaat yang dirasakan oleh publik.

Caranya dengan melakukan perencanaan

anggaran yang baik dan tepat waktu,

membuat prioritas belanja dan

melaksanakannya dengan disiplin yang

tinggi sesuai prinsip ekonomis, efektif dan

efisien. Untuk mendukung kualitas dari

belanja daerah, pengeluaran pemeritah

daerah juga harus dilakukan secara

transparan dan akuntabel.

6. Berdasarkan perhitungan potensi pajak

daerah, diantara kebijakan dan strategi

pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat

untuk meningkatkan penerimaan pajak

daerah yaitu:

a. Meningkatkan basis data melalui: (1)

pendataan ulang wajib pajak dan objek

pajak, (2) peningkatan koordinasi

internal pemerintah daerah terutama

kepada badan/dinas perizinan daerah

dan (3) pemanfaatan data pihak ketiga

seperti BPN setempat untuk penerimaan

PBB;

b. Melakukan kerjasama dan koordinasi

dengan kantor pelayanan pajak dan

kantor pelayanan kekayaan negara dan

lelang setempat dalam penilaian dan

penagihan pajak daerah;

c. Melakukan koordinasi dengan aparat

Page 158: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

120

Kesimpulan dan Rekomendasi

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

kepolisan, Kejaksaan, BPK dan BPKP

setempat dalam pemeriksaan pajak

daerah;

d. Melakukan modernisasi sistem dan tata

kola dengan cara: (1) memanfaatkan

teknologi informasi untuk basis data dan

pelayanan; (2) membangun organisasi

pemungutan pajak yang handal dan (3)

menyusun Standar Operasional Prosedur

(SOP) pemungutan dan pelayanan;

e. Meningkatkan kapasitas sumber daya

manusia melalui: (1) pelaksanaan dan

penambahan jumlah diklat penilaian,

penagihan dan pemeriksaan; (2)

pelaksanaan kerjasama dengan

pemerintah daerah lain yang sukses

dalam pemungutan pajak daerah.

7. Berdasarkan tabel I-O Provinsi Papua Barat,

diantara kebijakan dan strategi pemulihan

serta pengembangan sektoral yang dapat

ditempuh pemerintah daerah Provinsi Papua

Barat diantaranya:

a. Apabila dalam proses pemulihan lebih

mengutamakan pertumbuhan ekonomi

yang positif, sebaiknya pemerintah

daerah di Provinsi Papua Barat lebih

berfokus untuk mendorong industri

pengolahan migas dan sektor perikanan

dikarenakan memiliki pengganda output

terbesar.

b. Apabila sasaran utama dari proses

pemulihan adalah peningkatan

pendapatan masyarakat, maka

kebijakan pemerintah daerah di Provinsi

Papua Barat sebaiknya lebih fokus untuk

mendorong sektor jasa pendidikan

dikarenakan memiliki pengganda

pendapatan terbesar.

c. Apabila fokus pemulihan ekonomi

regional adalah peningkatan

kesempatan kerja, maka kebijakan

pemerintah daerah di Provinsi Papua

sebaiknya lebih mengutamakan industri

lainnya dan industri makanan-minuman

dikarenakan memiliki pengganda

tenaga kerja terbesar.

d. Sektor kunci yang dapat dijadikan

unggulan oleh pemerintah daerah di

Provinsi Papua Barat yaitu industri lainnya

dan industri makanan-minuman

dikarenakan memiliki derajat kepekaan

tertinggi. Sementara itu industri

pengolahan migas dan sektor ikan

dapat dijadikan sektor kunci karena

memiliki daya penyebaran terbesar.

8. Pemerintah daerah perlu untuk lebih terlibat

dalam program penanganan pandemi dan

pemulihan ekonomi sesuai dengan kapasitas

dan kemampuan keuangan, serta potensi

yang dimiliki. Hal ini karena kebijakan

pemerintah pusat yang lebih luas dan

umum, harus dibarengi dengan kebijakan

pemerintah daerah yang lebih khusus dan

terarah. Selain itu, pemerintah daerah perlu

mengoptimalisasi pelaksanaan program

melalui: (1) peningkatan koordinasi dan

sinergi, baik itu antar pemerintah

kabupaten/kota, antara pemerintah

kabupaten/kota dan provinsi, maupun

dengan pemerintah pusat; (2) peningkatan

kualitas, cakupan, dan sasaran pelaksanaan

program dengan menambah tenaga

kesehatan berbasis masyarakat di lapangan;

(3) pelaksanaan monitoring dan evaluasi

rutin baik itu dari tingkat kabupaten/kota,

pemerintah provinsi untuk menjaga tingkat

ketercapaian sasaran program, dampaknya

bagi masyarakat, serta tingkat

keberlanjutannya di masa depan.

Page 159: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 160: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

xx

Daftar Pustaka

Aisen, A., & Veiga, F.J. (2010). How Does Political Instability Affect Economic Growth? Washington: International Monetary Fund.

Altman, E.I. (1968). Financial Ratios, Discriminant Analysis and the Prediction of Corporate Bankruptcy. The Journal of Finance, Vol. 23, No. 4, pp. 589-609.

Baumohl, Bernard. (2012). The Secrets of Economic Indicators: Hidden Clues to Future Economic Trends and Investment Opportunity -Third Edition. New Jersey: Pearson Education Limited.

Barro, Robert J. (1991). Economic Growth in a Cross Section of Countries. Massachusetts: The MIT Press.

Beaver, W.H. (1966). Financial Ratios as Predictors of Failure. Journal of Accounting Research. Vol. 4, pp. 71-111.

Berry, A., Rodriguez, E., & Sandee, H. (2001). Small and Medium Enterprise Dynamics In Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies, Volume 37, Issue 3, 2001 . pp. 363-84.

Berry, A., Rodriguez, E., & Sandee, H. (2002). Firm and Group Dynamics in the Small and Medium Enterprise Sector in Indonesia. Small Business Economics, 18. Pp. 141-61.

Blanchard,Oliver. (2006). Macroeconomics –forth edition. New Jersey: Prentice Hall.

BNPB. (2014). Indeks Risiko Bencana Indonesia, Jakarta: Direktorat Pengurangan Risiko Bencana BNPB.

Bourletidis, K., & Triantafyllopoulos, Y. (2014). SMEs Survival in Time of Crisis: Strategies, Tactics and Commercial Success Stories. Procedia - Social and Behavioral Sciences. Vol. 148, pp. 639-644.

Brown, K.W. (1993). The 10-point Test of Financial Condition: Toward An Easy-to-use Assessment Tool for Smaller Cities. Government Finance Review, Vol. 9, pp. 21-26.

Carmeli, A. (2008). The fiscal distress of local governments in Israel. Administration & Society, 39, 984.

Chase, B.W., & Philips, R.H. (2004). GASB 34 and Government Financial Condition: An Analytical Toolbox. Government Finance Review, Vol. 20, no. 2, pp. 26-31.

Chenery, H.B. & and T. Watanabe (1958). International Comparisions of The Strructural of Production. Econometrica, 26(4): 487-521.

Chittithaworn, C., Islam, A., Keawchana, T. & Yusuf, D. H. (2011). Factors Affecting Business Success of Small & Medium Enterprises (SMEs) in Thailand. Asian Social Science. Vol. 7 No. 5, pp. 180-190.

CICA. (1997). Indicators of Government Financial Condition, Canadian Institute of Chartered Accountants, Toronto.

Corden, W.M., & Neary, J. P. (1982), Booming Sector and De-industrialisation in a Small Open Economy, Economic Journal 92 (December): 825-48.

Cramer, J.S. (2001). Measures of Fit of Multinominal Discrete Models. Tinbergen Institute Discussion Papers. Vol. 4: 01-082.

Davey, K. 2003. Fiscal Decentralization (dikutip secara online pada 12 Februari 2019 dari: http://unpan1.un.org/intradoc/groups/public/documents/UNTC/UNPAN017650.pdf.

Dollar, D. & A. Kraay. (2002). Growth is Good for the Poor. Journal of Economic Growth, 7: 195-225.

DAFTAR PUSTAKA

Page 161: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

xxi Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Daftar Pustaka

Dollery, B., Crase, L., & Byrens, J. (2006). Local Government Failure: Why does Australian Local Government Experience Permanent Financial Austerity?. Australian Journal of Political Science. Vol. 41, pp. 339-353.

Drazen, A. (2000). Political Economy in Macroeconomics. Pricenton: Princenton University Press.

Foster, R., N. (1986). Innovation: The Attacker’s Advantage. New York: Summit Books.

Funabashi, G. (2013). Small and Medium Enterprises under the Global Economic Crisis: Evidence from Indonesia. Asian Institute of Management Working Paper 14-012.

Gujarati, D.N., & Porter, D.C. (2009). Basic Econometrics -fifth edition. Boston: McGraw-Hill.

Heckman, J. J. (2008). The Case For Investing In Disadvantaged Young Children. CESifo DICE Report, 6(2), 3-8.

Hirschman, A.O. (1958). The Strategy of Economic Development. New York: Yale University Press.

Inanga, E. L. & Wusu, D. (2004). Financial Resource Base of Sub-national Governments and Fiscal Decentralization in Ghana. African Development Review. 16 (1): 72.

Jhingan, M.L. (1983). The Economics of Development and Planning. New Delhi: Vicas Publishing.

Keefer, P., & Khemani, S. (2004). Democracy, Public Expenditures and the Poor. Washington DC:The World Bank.

Khan, S. (2015). Impact of sources of finance on the growth of SMEs: evidence from Pakistan. Decision, Vol. 42 No. 1, pp. 3-10.

Kloha, P., Weissert, C.S., & Kleine, R. (2005). Developing and Testing A Composite Model to Predict Local Fiscal Distress, Public Administration Review. Vol. 65, No. 3, pp. 313-323.

Kloha, P., Weissert, C.S., & Kleine, R. (2005). Someone to Watch Over me: State Monitoring of Local Fiscal Conditions,The American Review of Public Administration, Vol. 35, no. 3, pp. 236-255.

Krugman, P., & Wells R. (2011). Economics-Second Edition. New York: Worth Publishers.

Mahi, Ali K. & Trigunarso, Sri I. (2017). Perencanaan Pembangunan Daerah: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Kencana

Mankiw, N. Gregory. (2013). Macroeconomics -eight edition, New York: Worth Publisher.

Mansfield, X.Y. (1972). Elasticity and Bouyancy of Tax System: A Method Applied to Paraguay. International Monetary Fund Staff Paper. Vol. XIX

Miller,R.E. dan P.D.Blair. (1985). Input-Output Analysis: Foundations and Extensions. New Jersey: Prentice-Hall.

Mishkin, Frederic S. (2015). Macroeconomics: Policy and Practice. New Jersey: Pearson Education Limited.

Nollenberger, K., Groves, S.M., & Valente, M.G. (2003). Evaluating Financial Condition: A Handbook for Local Government, Washington DC: International City/County Managers Association.

Pearce, J.A., & Richard B. Robinson, Jr. (1998). Strategic Management-third edition. USA: Richard D. Irwin, Illions.

Prud’homme, R. (1995). On the Dangers of Decentralization. Research Observer. 10th, 201-220.

Ravallion, Martin. (1995). Growth and Poverty: Evidence for Developing Countries in The 1990s. Economics Letters. Vol. 48 (June): 411-417.

Saaty, T.L., (2008). Decision Making with The Analytic Hierarchy Process. International Journal of Services Sciences, Vol. 1, no.1, pp. 83-98.

Samuelson, Paul A. & Nordhaus, William P. (2004). Macroeconomics. New York: Irwin/ McGraw-Hill

Seyoum, B. (2009). Export-Import Theory, Practices, and Procedures -Second Edition. New York: Routledge.

Soleh, Ahmad. (2017). Strategi Pengembangan Potensi Desa. Jurnal Sungkai Vol. 5 No. 1 pp 32-52.

Stiglitz, Joseph E. (1998). Towards A New Paradigm For Development. Geneva: United Nations Conference on Trade Development, 9th Raul Prebisch Lecture.

Sukirno, Sadono. (2011).Makroekokonomi: Teori Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Takashi, H. (1999). Fiscal Crises in Japan’s Prefectures and The Debate on

Page 162: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

xxii

Daftar Pustaka

Kajian Fiskal Regional Tahun 2020 Provinsi Papua Barat

Corporate Tax Reform. Japan Economic Institute of America.

Tjiptoherijanto, Prijono. (2017). Dinamika Kependudukan dan Ketenagakerjaan Indonesia. Jurnal Analis Kebijakan Vol 1 No.2.

Todaro, Michael P. & Stephen C. Smith. (2003). Economic Development- Eigth Edition, London: Pearson Education Limited.

Wang, X., Dennis, L. & Tu, Y.S.J. (2007). Measuring Financial Condition: A Study of US States. Public Budgeting & Finance. Vol. 27, No. 2, pp. 1-21.

Wirasasmita, Y. (1982). Elasticity of Tax System: A Model Applied to Indonesia for The Period 1974/1975 – 1979/1980. Pemberitaan No.13. Bandung: Universitas Padjadjaran.

Wengel, J., & Rodriguez, E. (2006). SME Export Performance in Indonesia After The Crisis. Small Business Economics. Vol. 26 No. 1, pp. 25-37.

WCED, S. W. S. (1990). World Commission On Environment and Development. Our Common Future, 17, 1-91.

Zumaeroh. (2011). Penduduk Dalam Proses Pembangunan. Majalah Ilmiah Ekonomi Vol 14 No. 1, pp. 15-19.

Peraturan UU No. 22 Tahun 1999 sebagaimana direvisi

menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

UU No. 25 Tahun 1999 sebagaimana direvisi menjadi UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara.

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2017 Tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2018.

PMK Nomor 247/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa

PMK Nomor 49/PMK.07/2016 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Penundaan dan/ atau Pemotongan Dana Perimbangan Terhadap Daerah Yang Tidak Memenuhi Alokasi Dana Desa.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.07/2017 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa.

Permendagri Nomor 20 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Lingkungan Pemerintah Daerah

Permendes Nomor 4 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2017.

Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 4 Tahun 2017 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Provinsi Papua Barat 2017-2021.

Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 55 Tahun 2019 tentang Rencana Kerja Pemerintah daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2020.

Page 163: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 164: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

LAMPIRAN

Page 165: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Hasil Olah Data Eviews 11

Uji Hausman Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test period random effects

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Period random 0.013290 1 0.8263

** WARNING: estimated period random effects variance is zero.

Period random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.

GROWTH -0.816025 -0.814014 0.003255 0.8263

Regresi Data Panel Period random effects test equation: Dependent Variable: POVERTY Method: Panel Least Squares Date: 02/06/21 Time: 16:39 Sample: 2016 2020 Periods included: 5 Cross-sections included: 13 Total panel (balanced) observations: 65

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 32.21243 3.027290 10.63408 0.0000

GROWTH -0.816025 0.539769 -1.496949 0.1434

Effects Specification

Period fixed (dummy variables)

R-squared 0.081450 Mean dependent var 28.05154 Adjusted R-squared 0.000534 S.D. dependent var 7.682391 S.E. of regression 7.680338 Akaike info criterion 7.012119 Sum squared resid 2064.566 Schwarz criterion 7.182741 Log likelihood -132.7363 Hannan-Quinn criter. 7.073336 F-statistic 1.006773 Durbin-Watson stat 0.043567 Prob(F-statistic) 0.391337

Dependent Variable: LOG(T) Method: Least Squares Date: 02/06/21 Time: 20:41 Sample: 1 13 Included observations: 13

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.851694 7.072044 0.446376 0.6572 LOG(Y) 1.113372 0.566079 2.201680 0.0615 LOG(T1) 0.314032 0.273317 1.317288 0.2165

R-squared 0.512364 Mean dependent var 22.11698 Adjusted R-squared 0.383719 S.D. dependent var 2.042810 S.E. of regression 1.603679 Akaike info criterion 4.009479 Sum squared resid 20.57430 Schwarz criterion 4.117996 Log likelihood -19.05213 Hannan-Quinn criter. 3.941074 F-statistic 4.113178 Durbin-Watson stat 2.399802 Prob(F-statistic) 0.071085

Page 166: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasarkan Bagian Anggran di Provinsi Papua Barat Tahun 2018 - 2020 (miliar Rp)

Kementerian/Lembaga 2018 2019 2020

Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi Badan Pemeriksa Keuangan 22.67 20.66 26.12 23.94 23.93 22.48

Mahkamah Agung 36.73 33.38 34.18 33.01 37.24 34.62

Kejaksaan Republik Indonesia 28.09 23.68 26.73 24.54 44.19 41.62

Kementerian Dalam Negeri 2.40 1.63 0.28 0.00 0.03 0.00

Kementerian Pertahanan 595.91 587.88 1,089.41 1,061.26 1,497.85 1,382.29

Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Ri 76.70 76.89 101.00 92.09 83.67 76.67

Kementerian Keuangan 107.44 99.34 101.25 97.84 119.07 114.15

Kementerian Pertanian 151.13 149.16 135.26 133.44 91.75 90.16

Kementerian Perindustrian 1.59 1.53 1.46 1.45 1.30 1.29

Kementerian Perhubungan 1,059.94 944.82 864.99 743.52 922.38 875.89

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 52.30 51.53 43.20 42.77 374.21 224.82

Kementerian Kesehatan 110.23 99.61 127.22 117.93 54.23 49.44

Kementerian Agama 323.50 297.28 356.02 344.47 319.75 305.82

Kementerian Ketenagakerjaan 28.00 26.64 89.05 76.75 47.72 42.89

Kementerian Sosial 33.74 33.02 22.82 20.82 8.15 7.81

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 205.69 172.31 202.64 197.61 174.22 165.27

Kementerian Kelautan dan Perikanan 61.31 55.17 62.98 60.17 53.36 50.56

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 2,392.90 2,326.57 3,284.24 2,837.54 1,713.78 1,632.46

Kementerian Pariwisata 2.47 1.89 1.67 1.35 - -

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 173.19 159.91 214.50 195.89 - -

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 3.99 3.47 3.04 2.80 1.55 1.24 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

1.00 0.47 1.00 0.86 0.38 0.10

Badan Pusat Statistik 81.37 74.37 86.66 83.18 84.41 80.89

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional 1.26 0.46 1.26 0.53 0.26 0.00

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Bpn 81.13 58.33 90.00 76.12 82.02 67.59

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia 1.05 1.01 0.59 0.52 0.63 0.61

Kementerian Komunikasi dan Informatika 8.01 7.12 6.48 6.28 7.28 6.89

Kepolisian Negara Republik Indonesia 690.13 712.73 743.91 757.32 761.16 727.94

Badan Pengawas Obat dan Makanan 27.24 24.15 30.11 28.18 14.98 14.78

Badan Koordinasi Penanaman Modal 0.45 0.38 0.45 0.43 0.34 0.29

Badan Narkotika Nasional 5.07 4.80 5.18 5.11 5.29 5.25 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi

121.88 96.67 87.01 76.39 43.54 42.00

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 52.01 30.91 28.87 26.82 21.43 19.44

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika 20.22 18.99 25.02 24.56 27.24 26.22

Komisi Pemilihan Umum 317.65 301.10 401.74 370.62 380.46 311.42

Arsip Nasional Republik Indonesia 0.18 0.17 0.47 0.40 - -

Badan Kepegawaian Negara 11.11 10.87 8.01 7.74 8.96 8.57

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan 18.45 18.33 27.75 24.42 23.32 22.75

Kementerian Perdagangan 37.92 33.35 22.41 21.25 6.07 3.94

Kementerian Pemuda dan Olah Raga 2.94 2.94 2.19 2.13 2.10 1.93

Badan SAR Nasional 42.98 40.37 36.81 35.31 34.65 30.77

Badan Pengawas Pemilihan Umum 178.63 172.32 239.57 194.56 168.42 130.87

Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia 34.39 31.42 30.74 27.26 29.00 25.02

Bendahara Umum Negara 71.40 68.00 76.36 67.59 3,193.91 3,137.27

Total 7,229.53 6,816.62 8,696.82 7,889.05 7,278.14 6,635.11

Sumber: OM SPAN (data diolah)

Page 167: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Tabel I-O Provinsi Papua Barat Tahun 2013 dengan Klasifikasi Sektor Terbesar

Tahun 2013/ Kode

15 14 23 21 17 37 25 11 34 38 301 302 303 304 305 306

15 4,107,217 433,527 18,834 1,243 83 - 239,432 78,928 156 26,809 588 356 1,574 1,631,269 32,547,079

14 10,702,043 494,469 37,530 - - - - - - - 7,572 4,177 86,022 465,347 13,790,814

23 212,528 145,112 945,679 93 275 - 560 451 607 420 38,508 339,898 7,507,228 15,371 445,497

21 1,154,283 790,085 51,891 15,773 301 - 178,953 46,786 377 53,341 60,818 28,496 64,684 10,271 85,782

17 515,297 - - 42 13,453 - 31,595 42,871 73 4,609 138,386 18,677 942 (7,642) 142,051

37 1,213,083 - - - - - - - 16,498 21,282 108,024 3,277,909 5,011 57,570 1,185,205

25 - - - - - - - - - - 486,372 108,732 230,952 (255,289) 3,501,664

11 - - - - 1,228 - - 416,857 - - 1,276,410 55,494 6,557 (132,259) 833,126

34 193,526 43,442 26,514 9,608 7,340 - 248,029 4,227 62,205 2,463 332,666 234,059 42,209 (3,025) 248,599

38 32,440 - 7,757 - - - - - 1,385 308,417 722,141 1,134,753 8,385 1,830 38,047

201 3,840,406 2,020,974 2,510,884 50,582 56,892 3,317,945 649,979 301,984 232,744 960,378

202 10,699,814 10,133,020 3,719,111 104,580 136,091 1,315,773 1,622,740 1,112,082 524,049 206,073

203 117,077 108,105 52,092 1,388 1,363 - 16,960 10,036 4,339 3,621

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat dan Bappeda Provinsi Papua Barat (data diolah)

Tabel I-O Provinsi Papua Barat Tahun 2020 dengan Klasifikasi Sektor Terbesar Updating menggunakan metode modified RAS (Ratio Allocation System) Model Miller dan Blair

Tahun 2020/ Kode

15 14 23 21 17 37 25 11 34 38 301 302 303 304 305 Tenaga Kerja ICOR

15 5,233,339 552,392 23,998 1,584 106 - 305,080 100,569 199 34,160 749 454 2,006 2,078,533 41,470,880 23,335 119.79

14 13,636,343 630,043 47,820 - - - - - - - 9,648 5,322 109,608 592,936 17,571,998 7,855 6.30

23 270,799 184,899 1,204,967 118 350 - 714 575 773 535 49,066 433,092 9,565,570 19,585 567,644 28,250 103.64

21 1,470,766 1,006,712 66,119 20,098 384 - 228,019 59,614 480 67,966 77,493 36,309 82,419 13,087 109,302 30,087 0.98

17 656,582 - - 54 17,142 - 40,258 54,625 93 5,873 176,329 23,798 1,200 (9,737) 180,999 19,109 3.17

37 1,545,688 - - - - - - - 21,021 27,117 137,642 4,176,650 6,385 73,355 1,510,166 59,026 -

25 - - - - - - - - - - 619,726 138,544 294,275 (325,284) 4,461,755 81,259 -

11 - - - - 1,565 - - 531,151 - - 1,626,378 70,709 8,355 (168,522) 1,061,554 148,829 142.68

34 246,587 55,353 33,784 12,242 9,352 - 316,034 5,386 79,260 3,138 423,877 298,234 53,782 (3,854) 316,760 2,159 14.90

38 41,334 - 9,884 - - - - - 1,765 392,979 920,139 1,445,881 10,684 2,332 48,479 25,678 126.10

201 4,893,374 2,575,087 3,199,322 64,451 72,491 4,227,664 828,191 384,782 296,558 1,223,696

202 13,633,503 12,911,305 4,738,822 133,254 173,405 1,676,533 2,067,665 1,416,994 667,733 262,574

203 149,177 137,745 66,375 1,769 1,737 - 21,610 12,788 5,529 4,614

Sumber: Aplikasi Input Output Regional Kerjasama antara Pusat Antar Universitas (PAU) Studi Ekonomi UGM, Edocon dan Bappenas

Kode I-O Sektor

15 Industri Pengolahan Migas 14 Pertambangan dan Penggalian 23 Konstruksi 21 Industri Lainnya 17 Industri Makanan dan Minuman 37 Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial 25 Perdagangan 11 Ikan 34 Keuangan 38 Jasa Pendidikan

Kode I-O Uraian

201 Upah & Gaji

202 Surplus usaha 203 Penyusutan 301 Konsumsi Rumah Tangga

302 Konsumsi Pemerintah 303 Pembentukan Modal Tetap Bruto 304 Inventori 305 Ekspor Barang 306 Ekspor Jasa

Page 168: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 169: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Executive Summary

Pengarah Moch. Ali Hanafiah

(Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Papua Barat)

Penanggung Jawab Ahmad Wiyoso

(Plt. Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)

Koordinator Rian Andriono

(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-C)

Anggota Posma Amando Siagian

(Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-A)

Alif Fahrudin (Kepala Seksi Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II-B)

Haryo Narendra Putra

(Pelaksana Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)

Achmad Zamroni (Pelaksana Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II)

Wahyu Fahrudin

(Pelaksana Bagian Umum)

Tim Penyusun

Page 170: djpb.kemenkeu.go.idi Segala puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyusun Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Papua Barat

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Papua Barat

Gedung Keuangan Negara (GKN) Manokwari Komplek Perkantoran Pemerintahan Provinsi Papua Barat

Jl. Brigjen Marinir (Purn) Abraham O. Atururi, Kelurahan Anday, Arfai, Kab. Manokwari Telepon (0986) 214122 - Faksimili (0986) 214124

website: djpbn.kemenkeu.go.id/kanwil/papuabarat