disposisi matematis
TRANSCRIPT
DISPOSISI MATEMATIS
A. Pendahuluan
Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang perlu
dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari
perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan
memajukan daya fikir manusia. Dengan belajar matematika siswa dapat berlatih
menggunakan fikirannya secara logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta memiliki
kemampuan bekerjasama dalam menghadapi berbagai masalah serta mampu
memanfaatkan informasi yang diterimanya. Menurut NCTM (2000), dalam belajar
matematika siswa dituntut untuk memiliki kemampuan: pemahaman, pemecahan masalah,
komunikasi, dan koneksi matematis.
Sejalan dengan pernyataan di atas Sumarmo (2000) mengatakan bahwa
pembelajaran matematika hendaknya mengutamakan pada pengembangan daya matematik
(mathematical power) siswa yang meliputi: kemampuan menggali, menyusun konjektur dan
menalar secara logik, menyelesaikan masalah yang tidak rutin, menyelesaikan masalah
(problem solving), berkomunikasi secara matematika dan mengaitkan ide matematika
dengan kegiatan intelektual lainnya (koneksi matematik).
Kemampuan pemahaman, komunikasi, dan disposisi matematis merupakan
kemampuan yang esensial untuk dikembangkan pada siswa sekolah menengah.
Pentingnya pemilikan kedua kemampuan matematis dan disposisi matematis di atas
termuat dalam tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) untuk Sekolah
Menengah Atas antara lain: siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika dan
kemampuan mengkomunikasikan gagasan atau idea matematika dengan menggunakan
simbol, tabel, diagram, atau media lain, serta memiliki sikap positip (diposisi) terhadap
kegunaan matematika dalam kehidupan, misalnya rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. KTSP
2006 menganjurkan agar pembelajaran matematika dimulai dengan pengenalan masalah
yang sesuai dengan situasi (contextual problem), kemudian secara bertahap siswa
dibimbing memahami konsep matematika secara komprehensif.
Pada dasarnya pencapaian pemahaman tersebut tidak sekadar untuk memenuhi
tujuan pembelajaran matematika saja namun diharapkan muncul efek iringan dari pembelajaran
tersebut. Efek iringan yang dimaksud antara lain adalah siswa lebih: (1) memahami
keterkaitan antar topik matematika; (2) menyadari akan penting dan strategisnya
matematika bagi bidang lain; (3) memahami peranan matematika dalam kehidupan
manusia; (4) mampu berfikir logis, kritis dan sistematis; (5) kreatif dan inovatif dalam mencari
solusi; dan (6) peduli pada lingkungan sekitarnya.
B. Pengertian Disposisi Matematis
NCTM (1989) menyatakan disposisi matematis adalah keterkaitan dan apresiasi
terhadap matematika yaitu suatu kecenderungan untuk berpikir dan bertindak dengan cara
yang positif. Disposisi siswa terhadap matematika terwujud melalui sikap dan tindakan dalam
memilih pendekatan menyelesaikan tugas. Apakah dilakukan dengan percaya diri,
keingintahuan mencari alternatif, tekun, dan tertantang serta kecendruangan siswa
merefleksi cara berpikir yang dilakukannya. Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang
baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu.
Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru
diterima (Irianto, 2007: 113 ). Refleksi siswa akan terlihat pada saat siswa berdiskusi,
pernyataan langsung tentang materi pelajaran yang diperolehnya pada hari ini, catatan, dan
hasil kerjanya.
Sejalan dengan hal di atas, Wardani (2008: 15) mendefinisikan disposisi matematis
adalah ketertarikan dan apresiasi terhadap matematika yaitu kecendrungan untuk berpikir
dan bertindak dengan positif, termasuk kepercayaan diri, keingintahuan, ketekunan, antusias
dalam belajar, gigih menghadapi permasalahan, fleksibel, mau berbagi dengan orang lain,
reflektif dalam kegiatan matematik (doing math). Sedangkan menurut Mulyana (2009:19)
disposisi terhadap matematika adalah perubahan kecendrungan siswa dalam memandang
dan bersikap terhadap matematika, serta bertindak ketika belajar matematika. Misalnya,
ketika siswa dapat menyelesaikan permasalahan non rutin, sikap dan keyakinannya
sebagai seorang pelajar menjadi lebih positif. Makin banyak konsep matematika dipahami, makin
yakinlah bahwa matematika itu dapat dikuasainya. Menurut Sumarmo (2006: 4), disposisi
matematis adalah keinginan, kesadaran, dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk
belajar matematika dan melaksanakan berbagai kegiatan matematika.
Menurut Maxwell (2001), disposisi terdiri dari (1) inclination (kecenderungan), yaitu
bagaimana sikap siswa terhadap tugas-tugas; (2) sensitivity (kepekaan), yaitu bagaimana
kesiapan siswa dalam menghadapi tugas; dan (3) ability (kemampuan), yaitu bagaimana
siswa fokus untuk menyelesaikan tugas secara lengkap; dan (4) enjoyment (kesenangan),
yaitu bagaimana tingkah laku siswa dalam menyelesaikan tugas.
Disposisi matematis siswa dikatakan baik jika siswa tersebut menyukai masalah-
masalah yang merupakan tantangan serta melibatkan dirinya secara langsung dalam
menemukan/menyelesaikan masalah. Selain itu siswa merasakan dirinya mengalami proses
belajar saat menyelesaikan tantangan tersebut. Dalam prosesnya siswa merasakan
munculnya kepercayaan diri, pengharapan dan kesadaran untuk melihat kembali hasil
berpikirnya. Polking (Syaban, 2008: 32) menyatakan disposisi matematis meliputi: (1)
kepercayaan dalam menggunakan matematika untuk memecahkan permasalahan, untuk
mengkomunikasikan gagasan, dan untuk memberikan alasan; (2) fleksibilitas dalam
menyelidiki gagasan matematis dan berusaha mencari metoda alternatif dalam memecahkan
permasalahan; (3) tekun untuk mengerjakan tugas matematika; (4) mempunyai minat,
keingintahuan (curiosity), dan daya temu dalam melakukan pekerjaan matematika; (5)
kecenderungan untuk memonitor dan merefleksikan performance dan penalaran mereka
sendiri; (6) menilai aplikasi matematika ke situasi lain yang timbul dalam matematika dan
pengalaman sehari-hari; (7) penghargaan (appreciation) peran matematika dalam kultur
dan nilai, baik matematika sebagai alat, maupun matematika sebagai bahasa.
C. Indikator Disposisi Matematis
Untuk mengukur disposisi matematis siswa diperlukan beberapa indikator. Adapun
beberapa indikator yang dinyatakan oleh NCTM (1989: 233) adalah :
1. Kepercayaan diri dalam menyelesaikan masalah matematika, mengkomunikasikan ide-ide,
dan memberi alasan.
2. Fleksibilitas dalam mengeksplorasi ide-ide matematis dan mencoba berbagai metode
alternatif untuk memecahkan masalah.
3. Bertekad kuat untuk menyelesaikan tugas-tugas matematika.
4. Ketertarikan, keingintahuan, dan kemampuan untuk menemukan dalam mengerjakan
matematika.
5. Kecenderungan untuk memonitor dan merefleksi proses berpikir dan kinerja diri sendiri.
6. Menilai aplikasi matematika dalam bidang lain dan dalam kehidupan sehari-hari.
7. Penghargaan (appreciation) peran matematika dalam budaya dan nilainya, baik matematika
sebagai alat, maupun matematika sebagai bahasa.
Sedangkan menurut Syaban (2008: 33) menyatakan, untuk mengukur disposisi
matematis siswa indikator yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Menunjukkan gairah/antusias dalam belajar matematika.
2. Menunjukkan perhatian yang serius dalam belajar matematika.
3. Menunjukkan kegigihan dalam menghadapi permasalahan.
4. Menunjukkan rasa percaya diri dalam belajar dan menyelesaikan masalah.
5. Menunjukkan rasa ingin tahu yang tinggi.
6. Menujukkan kemampuan untuk berbagi dengan orang lain.
Sedangkan menurut Wardani (2008: 232), aspek-aspek yang diukur pada disposisi
matematis adalah (1) kepercayaan diri dengan indikator percaya diri terhadap
kemampuan/keyakinan; (2) keingintahuan terdiri dari empat indikator yaitu: sering
mengajukan pertanyaan, melakukan penyelidikan, antusias/semangat dalam belajar, banyak
membaca/mencari sumber lain; (3) ketekunan dengan indikator
gigih/tekun/perhatian/kesungguhan; (4) flesibilitas, yang terdiri dari tiga indikator yaitu:
kerjasama/berbagi pengetahuan, menghargai pendapat yang berbeda, berusaha mencari
solusi/strategi lain; (5) reflektif, terdiri dari dua indikator yaitu bertindak dan berhubungan
dengan matematika, menyukai/rasa senang terhadap matematika.
Berdasarkan indikator-indikator disposisi matematis yang dikemukakan di atas, indikator
disposisi matematis dapatb disimpulkan sebagai (1) kepercayaan diri dalam menyelesaikan
masalah matematika, mengkomunikasikan ide-ide, dan memberi alasan; (2) fleksibel dalam
mengeksplorasi ide-ide matematis dan mencoba berbagai metode untuk memecahkan
masalah; (3) bertekad kuat untuk menyelesaikan tugas-tugas matematika; (4) ketertarikan dan
keingintahuan untuk menemukan sesuatu yang baru dalam mengerjakan matematika; (5)
kecenderungan untuk memonitor dan merefleksi proses berpikir dan kinerja; (6)
mengaplikasikan matematika dalam bidang lain dan dan dalam kehidupan sehari-hari; dan (7)
penghargaan peran matematika dalam kultur dan nilai, baik matematika sebagai alat,
maupun matematika sebagai bahasa.
Untuk mengungkapkan disposisi matematis siswa, dapat dilakukan dengan membuat
skala disposisi dan pengamatan. Skala disposisi memuat pernyataan-pernyataan masing-
masing komponen disposisi. Misalnya “untuk pemahaman lebih mendalam, saya mencoba
menyelesaikan soal matematika dengan cara lain”. Melalui pengamatan, disposisi siswa dapat
diketahui ada tidaknya perubahan pada saat siswa memperoleh atau mengerjakan tugas-tugas.
Misalnya pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung dapat dilihat apakah siswa
dalam menyelesaikan soal matematika yang sulit siswa terus berusaha sehingga
memperoleh jawaban yang benar.
D. Disposisi Matematika dalam pembelajaran
Terdapat hubungan yang kuat antara disposisi matematis dan pembelajaran.
Pembelajaran matematika selain untuk meningkatkan kemampuan berpikir matematis atau
aspek kognitif siswa, haruslah pula memperhatikan aspek afektif siswa, yaitu disposisi
matematis. Pembelajaran matematika di kelas harus dirancang khusus sehingga selain
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa juga dapat meningkatkan disposisi matematis.
Selanjutnya, NCTM (2000) menyatakan bahwa sikap siswa dalam menghadapi matematika dan
keyakinannya dapat mempengaruhi prestasi mereka dalam matematika.
Disposisi matematis merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan
keberhasilan belajar siswa. Siswa memerlukan disposisi yang akan menjadikan mereka
gigih menghadapi masalah yang lebih menantang, untuk bertanggung jawab terhadap
belajar mereka sendiri, dan untuk mengembangkan kebiasaan baik di matematika. Sayangnya,
guru cenderung mengurangi beban belajar matematika dengan maksud untuk membantu
siswa padahal itu merupakan sesuatu yang penting untuk siswa.
Pembelajaran matematika pada dasarnya menganut: prinsip belajar sepanjang ayat,
prinsip siswa belajar aktif, dan prinsip “learning how to learn”. Prinsip siswa lajar aktif, merujuk
pada pengertian belajar sebagai sesuatu yang dilakukan oleh siswa, dan bukan sesuatu yang
dilakukan terhadap siswa. Pernyataan tersebut menganut pandangan konstruktivisma bahwa
siswa sebagai individu yang aktif membangun pengetahuan dan bukan sekadar penerima
informasi yang sudah jadi. Dalam pandangan konstruktivisme belajarmerupakan suatu proses,
situasi, dan upaya yang dirancang guru sedemikian rupa sehingga membuat siswa belajar
sesuai dengan prinsip learning how to learn. Dengan kata lain, dalam pembelajaran guru
berperan sebagai fasilitator, motivator, dan manajer belajar bagi siswanya. Tugas guru adalah
memilih informasi/tugas/masalah baru yang berkaitan dengan pengetahuan awal siswa, dan
menciptakan lingkungan belajar (peran sebagai fasilitator) agar terjadi interaksi antara informasi
baru dengan pengetahuan awal (kondisi tak seimbang). Kemudian guru membantu siswa agar
melalui akomodasi dan asosiai terjadi keseimbangan baru (peran sebagai motivator) sehingga
terbentuk pengetahuan baru pada siswa. Kegiatan guru memilih informasi (tugas) baru,
menciptakan lingkungan, dan memotivasi mahasiswa secara keseluruhan menggambarkan
peran guru sebagai manager belajar UNESCO merinci prinsip learning how to learn pada empat
pilar pendidikan sebagai berikut.
1) Belajar memahami (Learning to know)
Belajar memahami pengetahuan matematika (konsep, prinsip, idea, teorema, dan hubungan di
antara mereka).
2) Belajar berbuat atau melaksanakan ( Learning to do)
Belajar melaksanakan proses matematika (sesuai dengan kemampuan dasar matematika
jenjang sekolah yang bersangkutan)
3) Belajar menjadi diri sendiri (Learning to be)
Belajar menjadi dirinya sendiri, belajar memahami dan menghargai produk dan proses
matematika dengan cara menunjukkan sikap kerja keras, ulet, disiplin, jujur, mempunyai motif
berprestasi dan disposisi matematik
4) Belajar hidup dalam kebersamaan (Learning to live together).
Belajar memahami orang lain, bekerja sama, menghargai dan memahami pendapat yang
berbeda, serta saling menyumbang pendapat.
Dari beberapa definisi sebtas disposisi matematis adalah keinginan, kesadaran, dan
dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk belajar matematika dan melaksanakan berbagai
kegiatan matematika. Memiliki disposisi matematis tidak cukup ditunjukkan hanya dengan
menyenangi belajar matematika. Sebagai contoh, seorang siswa senang belajar matematika dan
ia mempunyai keyakinan bahwa dalam menyelesaikan masalah matematika selalu hanya ada
satu cara dan jawaban yang benar. Padahal dalam matematika tidak hanya ada satu
cara penyelesaian dan satu jawaban yang benar. Hal ini menunjukkan bahwa senang
terhadap matematika saja tidak cukup.
Herman (2006: 131-132), dalam laporan hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) terbuka dan PBM terstruktur memberikan dampak
terhadap pembentukan disposisi positif siswa terhadap matematika. Skala disposisi matematis
siswa yang mendapatkan kedua pendekatan pembelajaran berbasis masalah tersebut
menunjukkan perbedaan yang signifikan. Dalam hal ini, siswa yang mendapatkan PBM
terbuka memiliki disposisi matematis lebih baik daripada yang mendapatkan PBM terstruktur.
Syaban (2008: 185) tentang disposisi matematis siswa kelas X SMA di kota Bandung,
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan disposisi matematis antara siswa
yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran investigasi dan pembelajaran
konvensional. Disposisi matematis siswa secara keseluruhan yang pembelajarannya
menggunakan model pembelajaran investigasi lebih baik daripada siswa yang
menggunakan pembelajarannya secara konvensional.
Hasil penelitian terhadap siswa SMA yang dilakukan Wardani (2009: 186),
menyimpulkan bahwa disposisi matematis siswa yang belajar dengan inkuiri model Silver
secara grup (ISG) dan inkuiri model Silver secara klasikal (ISK) positif. Respon siswa
dalam aspek kepercayaan diri, keingintahuan, ketekunan, fleksibilitas, dan reflektif sangat
positif. Respon siswa terbanyak diberikan pada aspek reflektif dan fleksibilitas atau keluwesan.
Studi Mulyana (2009) tentang pengaruh model pembelajaran matematika Knisley
terhadap peningkatan pemahaman dan disposisi matematis siswa SMA program IPA.
Hasil studi menunjukkan bahwa secara keseluruhan terdapat perbedaan peningkatan
pemahaman matematis dan disposisi matematis siswa kelas IX SMA IPA yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran matematika Knisley dengan siswa
yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran matematika konvensional.
contoh butir skala disposisi matematik (Wardani, 2009)
Pilihah jawaban paling sesuai dengan pendapatmu
SS : sangat setuju S: Setuju TS: Tidak setujku STS: sangat tidak setuju