dalil-dalil wajibnya khilafah

3
DALIL-DALIL WAJIBNYA KHILAFAH AL QURAN “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. an-Nisaa’, 4:59) “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan , dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. al-Baqarah, 2:208) “Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (QS. Al-Baqarah, 2:85) “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (QS. al-Maidah, 5:49) AS SUNNAH “Akan datang kepada kalian masa kenabian , dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Kemudian, Allah akan menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa Kekhilafahan ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah; dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang kepada kalian, masa raja menggigit (raja yang dzalim) , dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa raja diktator (pemaksa) ; dan atas kehendak Allah masa itu akan datang; lalu Allah akan menghapusnya jika berkehendak menghapusnya. Kemudian, datanglah masa Khilafah ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah (Khilafah yang berjalan di atas kenabian). Setelah itu, beliau diam.” (HR. Imam Ahmad) “Dahulu Bani Israel diurusi dan dipelihara oleh para nabi , setiap kali seorang nabi meninggal digantikan oleh nabi yang lain, dan sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku, dan akan ada para Khalifah, dan mereka banyak, para sahabat bertanya: “Lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Nabi bersabda: “Penuhilah baiat yang pertama dan yang pertama, berikanlah kepada mereka hak mereka, dan sesungguhnya Allah akan meminta pertanggung-jawaban mereka atas apa yang mereka diminta untuk mengatur dan memeliharanya.” (HR. Muslim) “Siapa saja yang melepaskan tangan dari ketaatan, ia akan menjumpai Allah pada hari kiamat kelak tanpa memiliki hujah, dan siapa saja yang mati sedang di pundaknya tidak terdapat baiat, maka ia mati seperti kematian jahiliyah.” (HR. Muslim) “Dan siapa saja yang telah membaiat seorang imam lalu ia telah memberikan genggaman tangannya dan buah hatinya, maka hendaklah ia mentaatinya sesuai dengan kemampuannya, dan jika datang orang lain yang hendak merebut kekuasaannya maka penggallah orang lain itu.” (HR. Muslim) “Jika dua orang khalifah dibai’at, maka bunuhlah yang terakhir (dibai’at) dari keduanya.” (HR. Muslim)

Upload: erwin-wahyu

Post on 14-Jul-2015

340 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dalil-Dalil Wajibnya Khilafah

DALIL-DALIL WAJIBNYA KHILAFAH

AL QURAN

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. an-Nisaa’, 4:59)

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. al-Baqarah, 2:208)

“Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (QS. Al-Baqarah, 2:85)

“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (QS. al-Maidah, 5:49)

AS SUNNAH

“Akan datang kepada kalian masa kenabian, dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Kemudian, Allah akan menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa Kekhilafahan ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah; dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang kepada kalian, masa raja menggigit (raja yang dzalim), dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa raja diktator (pemaksa); dan atas kehendak Allah masa itu akan datang; lalu Allah akan menghapusnya jika berkehendak menghapusnya. Kemudian, datanglah masa Khilafah ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah (Khilafah yang berjalan di atas kenabian). Setelah itu, beliau diam.” (HR. Imam Ahmad)

“Dahulu Bani Israel diurusi dan dipelihara oleh para nabi, setiap kali seorang nabi meninggal digantikan oleh nabi yang lain, dan sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku, dan akan ada para Khalifah, dan mereka banyak, para sahabat bertanya: “Lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Nabi bersabda: “Penuhilah baiat yang pertama dan yang pertama, berikanlah kepada mereka hak mereka, dan sesungguhnya Allah akan meminta pertanggung-jawaban mereka atas apa yang mereka diminta untuk mengatur dan memeliharanya.” (HR. Muslim)

“Siapa saja yang melepaskan tangan dari ketaatan, ia akan menjumpai Allah pada hari kiamat kelak tanpa memiliki hujah, dan siapa saja yang mati sedang di pundaknya tidak terdapat baiat, maka ia mati seperti kematian jahiliyah.” (HR. Muslim)

“Dan siapa saja yang telah membaiat seorang imam lalu ia telah memberikan genggaman tangannya dan buah hatinya, maka hendaklah ia mentaatinya sesuai dengan kemampuannya, dan jika datang orang lain yang hendak merebut kekuasaannya maka penggallah orang lain itu.” (HR. Muslim)

“Jika dua orang khalifah dibai’at, maka bunuhlah yang terakhir (dibai’at) dari keduanya.” (HR. Muslim)

Page 2: Dalil-Dalil Wajibnya Khilafah

IJMA’ SHAHABAT

Para sahabat adalah pihak yang berkewajiban mengurus jenazah Rasul saw dan mengebumikannya, sebagian dari mereka lebih menyibukkan diri untuk mengangkat Khalifah, sementara sebagian yang lain diam saja atas hal itu dan mereka ikut serta dalam penundaan pengebumian jenazah Rasul saw sampai dua malam. Padahal mereka mampu mengingkarinya dan mampu mengebumikan jenazah Rasul saw. Rasul saw wafat pada waktu dhuha hari Senin, lalu disemayamkan dan belum dikebumikan selama malam Selasa, dan Selasa siang saat Abu Bakar dibaiat. Kemudian jenazah Rasul dikebumikan pada tengah malam, malam Rabu. Jadi pengebumian itu ditunda selama dua malam dan Abu Bakar dibaiat terlebih dahulu sebelum pengebumian jenazah Rasul saw. Maka realita tersebut merupakan ijmak sahabat untuk lebih menyibukkkan diri mengangkat Khalifah dari pada mengebumikan jenazah. Hal itu tidak akan terjadi kecuali bahwa mengangkat Khalifah lebih wajib daripada mengebumikan jenazah.

Imam Ibn Hajar al-Haytsami, menegaskan: “Ketahuilah juga bahwa sesungguhnya para Sahabat radhiyalLah ‘anhum telah berijmak bahwa mengangkat imam (khalifah) setelah lewatnya zaman kenabian adalah wajib. Mereka bahkan menjadikan kewajiban ini sebagai salah satu kewajiban yang paling penting (min ahammi al-wâjibât). Buktinya, mereka lebih menyibukkan diri untuk memilih dan mengangkat khalifah daripada menguburkan jenazah Rasulullah saw. Perbedaan mereka dalam menentukan (siapa yang menjadi khalifah) tidak menodai ijmak yang telah disebutkan itu.” (Lihat, Ash-Shawâ’iq al-Muhriqah (i/25))

PENDAPAT ‘ULAMA

Imam Ibnu Taimiyyah berkata, “Harus dipahami bahwa wilayat al-naas (mengurus urusan masyarakat –tertegaknya Khilafah Islamiyyah) merupakan kewajiban teragung diantara kewajiban-kewajiban agama yang lain, bahkan agama ini tidak akan tegak tanpa adanya khilafah Islamiyyah.” (al-Siyaasat al-Syar’iyyah. Lihat pada Mauqif Bani al-Marjah, Shahwah al-Rajul al-Maridl, hal. 375)

Imam Mawardiy menyatakan, “Khilafah berkedudukan sebagai wakil nubuwwah….ia juga bertugas menjaga agama dan kehidupan dunia…..ia adalah sistem pemerintahan yang harus ditegakkan berdasarkan ijma’……mengangkat seorang khalifah hukumnya adalah wajib atas jama’ah al-Islamiyyah..” (Al-Hukumah al-Islamiyyah, al-Mukhtaar al-Islamiy, cet-I, tahun 1977, diterjemahkan dalam bahasa Arab oleh Ahmad Idris)

Imam Abu Zakaria an-Nawawi, seorang ulama Aswaja dari Mazhab Syafii, menyatakan: “Para ulama sepakat bahwa wajib atas kaum Muslim mengangkat seorang khalifah. Kewajiban ini ditetapkan berdasarkan syariah, bukan berdasarkan akal . Adapun apa yang diriwayatkan dari al-Asham bahwa ia berkata, “Tidak wajib,” juga selain Asham yang menyatakan bahwa mengangkat seorang khalifah wajib namun berdasarkan akal, bukan berdasarkan syariah, maka dua pendapat ini batil.” (Imam Abu Zakaria an-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, VI/291)

Al-Imam Abu Ya’la al-Farra’ (458 H), mazhab Hambali, mengatakan: ”Mengangkat seorang Imam (Khalifah) hukumnya wajib. Imam Ahmad RA dalam riwayat Muhammad bin ‘Auf bin Sufyan al-Himshi berkata, “Adalah suatu ujian, jika tak ada seorang Imam (Khalifah) yang menegakkan urusan manusia.” (Lihat, Abu Ya’la Al Farra’, al-Ahkam as-Sulthaniyyah, hlm. 19)

Al-Imam al-Quthubi (w. 671 H), mazhab Maliki, mengatakan: ”Tidak ada perbedaan pendapat mengenai wajibnya hal itu (mengangkat Khalifah) di antara umat dan para imam [mazhab], kecuali apa yang diriwayatkan dari Al Asham, yang dia itu memang ‘asham’ (tuli) dari Syariat. Demikian pula setiap orang yang berkata dengan perkataannya serta mengikutinya dalam pendapat dan mazhabnya.” (Lihat, al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkami al-Qur`an, Juz I/264)

Page 3: Dalil-Dalil Wajibnya Khilafah

Al-Qahir al-Baghdadi (w. 469 H), mazhab Ahlussunnah, mengatakan: “Mereka [ulama Ahlus Sunnah] berkata mengenai rukun ke-13 yang disandarkan kepada Khilafah atau Imamah, bahwa Imamah atau Khilafah itu fardhu atau wajib atas umat Islam, agar Imam dapat mengangkat para hakim dan orang-orang yang diberi amanah, menjaga perbatasan mereka, menyiapkan tentara mereka, membagikan fai’ mereka, dan melindungi orang yang didzalimi dari orang-orang yang dzalim.” (Lihat, Abdul Qahir al-Baghdadi, al-Farqu Baina al-Firaq, Juz I/340)

Al-Imam al-Ghazali (w. 505 H), mazhab Ahlussunnah-Syafii, mengatakan: “Maka jelaslah, bahwa kekuasaan itu penting demi keteraturan agama dan keteraturan dunia . Keteraturan dunia penting demi keteraturan agama, sedang keteraturan agama penting demi keberhasilan mencapai kebahagiaan akhirat, dan itulah tujuan yang pasti dari para Nabi. Maka kewajiban adanya Imam (Khalifah) termasuk hal-hal yang penting dalam syariat yang tak ada jalan untuk meninggalkannya. Ketahuilah itu!” (Lihat, Imam Ghazali, al-Iqtishad fi al-I’tiqad, hal. 99)

Ibn Hajar (w. 852 H), mazhab Syafii, mengatakan: “Dan mereka [para ulama] telah sepakat bahwa wajib hukumnya mengangkat seorang khalifah dan bahwa kewajiban itu adalah berdasarkan syara’ bukan akal.” (Lihat, Ibn Hajar al-Asqalani, Fathu al-Bari, Juz XII/205)

Al-Imam ‘Ali as-Syaukani (w. 1250 H), mazhab Zaidiyyah, mengatakan: “Pasal: Wajib atas kaum Muslim mengangkat seorang Imam (Khalifah): Saya katakan sungguh para ulama telah membicarakan masalah ini dengan panjang lebar dalam perkara ushul dan furu’…” (Lihat,as-Syaukani, as-Sailu al-Jarar, Juz IV/hal. 503). Beliau juga mengatakan, “Mayorias ulama berpendapat Imamah itu wajib… maka menurut ‘Itrah (Ahlul Bait), mayoritas Mu’tazilah, dan Asy’ariyah, [Imamah/Khilafah] itu wajib menurut syara’.” (Lihat, as-Syaukani, Nailu al-Authar, Juz VIII/265)

Imam ‘Alauddin al-Kasani al-Hanafi menyatakan: “Mengangkat Al-Imam al-A’zham (khalifah) adalah fardhu tanpa ada perbedaan di antara ahlul-haq. Dalam hal ini, perbedaan sebagian kalangan Qadariyah tidak ada nilainya. Pasalnya, Sahabat radhiyalLah ‘anhum telah berijmak atas (kewajiban penegakan, red.) Khilafah…” (Lihat, Badâ’iu ash-Shanâ’i (xiv/406))