daftar isi - lkpp.go.id · 2. bagaimana cara mengukur tingkat kematangan organisasi ulp? 3....

112

Upload: haminh

Post on 06-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................. i

RINGKASAN EKSEKUTIF .................................. iii

..................................

I PENDAHULUAN .................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................. 1

1.2 Rumusan Masalah .................................. 5

1.3 Maksud dan Tujuan .................................. 5

1.4 Ruang Lingkup .................................. 6

..................................

II KERANGKA TEORI .................................. 7

2.1 Pertumbuhan Organisasi .................................. 7

2.2 Karakteristik Organisasi Pengadaan

.................................. 16

2.3 Kematangan Organisasi .................................. 21

..................................

III INDIKATOR KEMATANGAN ORGANISASI ULP

.................................. 37

3.1 Variabel Ukuran Kematangan Organisasi

.................................. 37

3.2 Tata Cara Pengukuran Kematangan ULP

.................................. 53

..................................

IV PENYUSUNAN ROADMAP KEMATANGAN ORGANISASI ULP

.................................. 77

4.1 Pengertian .................................. 77

4.2 Prinsip Dasar .................................. 77

4.3 Sistematika Roadmap Peningkatan Kematangan Organisasi ULP

.................................. 78

A. Ringkasan Eksekutif .................................. 78

B. Pendahuluan .................................. 79

C. Konsolidasi Rencana Aksi Program dan Kegiatan Peningkatan Kematangan Organisasi ULP

.................................. 79

ii

D. Penutup .................................. 82

..................................

V PENUTUP .................................. 83

5.1 Kesimpulan .................................. 83

5.2 Saran .................................. 85

..................................

LAMPIRAN .................................. 86

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

iii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Dalam rangka pembentukan Unit Layanan Pengadaan (ULP) di

setiap Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi

(K/L/Pemda/I), Direktorat Pengembangan Profesi Lembaga Kebijakan

Pengadaan Barang/Jasa (LKPP) mencatat hingga akhir Februari

2015, jumlah ULP yang sudah terbentuk di K/L/I sebanyak 85 ULP

atau sekitar 52,1% dari total 165 K/L/I di Indonesia. Sedangkan

untuk Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten dan Kota), secara

keseluruhan sudah terbentuk 454 ULP atau sekitar 83,8% dari total

keseluruhan 542 Provinsi, Kabupaten dan Kota.

Meskipun ULP telah terbentuk di sebagian besar K/L/Pemda/I,

hingga saat ini kondisi ULP antar instansi masih sangat beragam.

Keragaman tersebut misalnya dari segi kelembagaan, sebagian ULP

telah dibentuk sebagai unit struktural tersendiri dan sebagian ULP

masih melekat (ex-officio) pada unit struktural yang ada. Selain itu,

dari segi status kepegawaian anggota pokja di ULP, sebagian ULP

telah memiliki anggota pokja yang berstatus permanen sebagai

pegawai ULP atau telah bekerja penuh waktu di ULP. Akan tetapi di

sisi lain masih terdapat anggota pokja pada sebagian ULP yang

merangkap tugas sebagai pegawai di unit/satuan kerja lain.

Keragaman kondisi antara satu ULP dengan yang lainnya

menyebabkan adanya perbedaan kapasitas ULP dalam menjalankan

tugas dan fungsinya.

Melihat kondisi tersebut, LKPP sebagai instansi pembina

menyusun kajian tentang pengukuran tingkat kematangan organisasi

ULP. Kajian ini bertujuan untuk menyusun variabel, sub variabel,

indikator, dan tata cara pengukuran tingkat kematangan ULP. Melalui

kegiatan pengukuran kematangan dapat dipetakan kondisi eksisting

kapasitas organisasi ULP. Selanjutnya berdasarkan pemetaan

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

iv

tersebut, dapat disusun sebuah peta jalan (road map) pengembangan

kapasitas ULP pada setiap K/L/Pemda/I.

Kematangan organisasi adalah kualitas proses manajemen

yang dilakukan untuk menghasilkan produk yang berkualitas tinggi.

Kematangan organisasi ULP dalam kajian ini dibagi menjadi 5 (lima)

tingkat. Kelima tingkatan tersebut adalah:

1. Initial;

2. Repeatable;

3. Defined;

4. Managed; dan

5. Optimized

Tingkatan-tingkatan yang ada disusun secara sekuensial, mulai

dari tingkat inisial sampai pada tingkat akhir (tingkat terakhir

merupakan tingkat kesempurnaan). Setiap tingkat kematangan

organisasi ditandai dengan karakteristik proses yang terjadi pada

suatu organisasi. Proses pencapaian setiap tingkat dilakukan secara

berjenjang, artinya setiap tingkat akan dicapai apabila karakteristik

proses organisasi tingkat dibawahnya sudah dilakukan. Selama

pengembangan, sang entitas (ULP) bergerak naik dari satu tingkatan

ke tingkatan berikutnya tanpa boleh melewati satu tingkatan,

melainkan secara bertahap berurutan.

Variabel yang diukur dalam pengukuran kematangan

organisasi adalah area proses manajemen yang menjadi aktivitas dari

organisasi tersebut. Pada organisasi ULP, teridentifikasi ada 4

(empat) area proses atau variabel dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya. Masing-masing variabel selanjutnya diuraikan menjadi

beberapa sub variabel yang meliputi:

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

v

Tabel 1 Variabel dan Sub Variabel Kematangan Organisasi Layanan

Pengadaan/ULP

No Variabel Sub Variabel

1. Organisasi 1. Struktur

2. Tugas dan Fungsi (Tusi)

3. Budaya (nilai organisasi)

2. Tatalaksana 1. Pemilihan Penyedia

2. Penyimpanan dokumen asli pemilihan

penyedia barang/jasa

3. Pelayanan pelaksanaan pemilihan penyedia

barang/jasa kepada unit kerja/SKPD

4. Penyusunan laporan pelaksanaan pemilihan

penyedia barang/jasa

3. Sumber Daya

Manusia

1. Status kepegawaian anggota ULP

2. Pengembangan kompetensi

3. Kinerja pegawai

4. Kinerja organisasi/ULP

4. Manajemen 1. Manajemen resiko

2. Manajemen informasi

3. Perencanaan kegiatan

4. Pengawasan kegiatan

5. Sarana dan prasana

Setiap sub variabel diuraikan ke dalam indikator yang

menunjukkan kematangan organisasi. Adapun tingkat kematangan

ULP berdasarkan variabel, sub variabel dan indikator dapat dilihat

pada tabel 2 (terlampir).

Proses pengukuran tingkat kematangan pada ULP dilakukan

dengan cara menilai kondisi setiap sub variabel berdasarkan

indikator-indikator tersebut. Untuk menjamin validitas pengukuran,

pencapaian tingkatan tertentu pada setiap sub variabel di pada ULP

harus dilengkapi dengan bukti dukung. Metode yang digunakan untuk

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

vi

mendapatkan bukti dukung adalah melalui studi dokumentasi,

wawancara dan atau observasi.

Berdasarkan hasil pengukuran , ULP diharapkan dapat

menyusun roadmap dan action plan untuk meningkatkan kematangan

sub-sub variabel hingga mencapai level akhir. Dalam proses

implementasi hasil kajian ini, diperlukan pendampingan, monitoring

evaluasi dari Pimpinan Kementerian/Lembaga/Pemerintah

Daerah/Institusi dalam mengembangkan organisasi ULP.

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

1

1.1. Latar Belakang

Untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi pemerintahan

berupa pembangunan, pemberdayaan, pelayanan dan

pengaturan seperti yang dikemukakan oleh Rosenbloom (1993

:14) dan Rasyid (1997 :14), pemerintah dituntut untuk

menyediakan anggaran yang setiap tahun semakin meningkat

sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kualitas yang diharapkan

oleh semua stakeholders. Anggaran tersebut dipergunakan untuk

berbagai keperluan guna mendukung dan melancarkan

pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan, salah satunya

adalah dalam rangka pengadaan barang/jasa pemerintah.

Pengadaan barang/jasa pemerintah yang optimal

berpengaruh positif terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi

pemerintahan. Oleh karena itu, tuntutan dan kebutuhan akan

peningkatan kualitas dan kuantitas dalam pengadaan barang/jasa

pemerintah pun semakin meningkat. Untuk memenuhi tuntutan

dan kebutuhan tersebut diperlukan suatu organisasi khusus yang

berfungsi untuk melayani dan menangani proses pengadaan

barang/jasa pemerintah.

Berkenaan dengan hal tersebut diatas, pemerintah melalui

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah jo Peraturan Presiden Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

2

Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan

Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah, telah mengatur dan menetapkan organisasi yang

khusus menangani proses pengadaan barang/jasa pemerintah

dalam bentuk Unit Layanan Pengadaan (ULP). ULP merupakan

unit yang berfungsi melaksanakan pengadaan barang/jasa di

Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dan Institusi

(K/L/Pemda/I) yang bersifat permanen. ULP dapat berdiri sendiri

atau melekat pada unit yang sudah ada. Dalam Pasal 14 dan 130

ayat (1) Peraturan Presiden tersebut dinyatakan bahwa ULP

bertugas untuk memberikan pelayanan/pembinaan di bidang

Pengadaan Barang/Jasa, sehingga wajib dibentuk pada

K/L/Pemda/I paling lambat pada Tahun Anggaran 2014.

Kemudian dalam Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 5 Tahun 2015 tentang

Unit Layanan Pengadaan, disebutkan tujuan pembentukan ULP,

yaitu:

1. Menjamin pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa lebih

terintegrasi atau terpadu sesuai dengan Tata Nilai Pengadaan;

dan

2. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan

tugas dan fungsi K/L/Pemda/I

Berdasarkan tujuan pembentukan ULP tersebut, diharapkan

ULP yang ideal adalah sebuah organisasi mandiri yang mampu

mencapai tujuan pembentukannya.

Pada saat ini kondisi ULP yang ada di K/L/Pemda/I sebagian

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

3

kecil masih pada tahap konsolidasi pembentukan dan sebagian

lainnya sudah ada yang dibentuk secara permanen. Bentuk

kelembagaan ULP belum mempunyai keseragaman selain itu masih

banyak anggota pokja yang tersebar baik di pemerintah pusat

maupun di pemerintah daerah. Bentuk kelembagaan ULP ini juga

ikut mempengaruhi peran dan kinerja ULP dalam mewujudkan

pengadaan barang/jasa pemerintah yang transparan, adil, efisien,

efektif dan profesional. Berikut data ULP yang sudah terbentuk di

K/L/Pemda/I sampai dengan akhir Februari 2015:

Gambar 1. Diagram Jumlah ULP yang Terbentuk di

K/L/Pemda/I

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

4

Dari gambar tersebut dapat terlihat bahwa jumlah ULP yang

sudah terbentuk di K/L/I sebanyak 85 ULP atau sekitar 52,1% dari

total 165 K/L/I di Indonesia. Sedangkan untuk Pemerintah Daerah

(Provinsi, Kabupaten dan Kota), secara keseluruhan sudah

terbentuk 454 ULP atau sekitar 83,8% dari total keseluruhan 542

Provinsi, Kabupaten dan Kota.

Melihat perkembangan dalam pengadaan barang/jasa

Pemerintah yang semakin kompleks dan mempunyai peran dan

fungsi yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan

yang efisien, bersih, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, maka

profesionalisme dan peningkatan kapasitas organisasi ULP

merupakan suatu keharusan yang mendesak untuk dilaksanakan.

Untuk meningkatkan kapasitas dan profesionalitas ULP, maka

perlu dilakukan pengembangan kapasitas ULP baik oleh ULP sendiri

maupun oleh LKPP. Pengembangan kapasitas dan profesionalitas

ULP harus dilakukan secara terarah/terfokus, sistematis dan sesuai

dengan kondisi nyata masing-masing ULP.

Dalam rangka mempercepat pengembangan kapasitas dan

profesionalitas ULP menuju pada kondisi yang ideal, maka perlu

diukur dan dipetakan tingkat kapasitas dan kematangan organisasi

masing-masing ULP, sehingga dapat disusun dan dirumuskan

program peningkatan kapasitas yang tepat dan terukur serta

sistematis sesuai dengan kondisi setiap ULP.

Pengukuran dan pemetaan kapasitas/kematangan ULP

memerlukan indikator dan tata cara pengukuran yang tepat sesuai

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

5

dengan tugas, fungsi dan karakteristik kelembagaan ULP sebagai

bagian dari lembaga pemerintah. Dengan indikator dan tata cara

yang tepat maka akan diperoleh gambaran dan informasi yang

akurat dan menyeluruh tentang kematangan dan kapasitas masing-

masing ULP. Dengan diketahuinya tingkat kematangan/kapasitas di

masing-masing ULP, maka langkah dan strategi peningkatan

kapasitas ULP dapat disusun dan dipetakan dengan cermat dan

tepat.

Kajian ini bertujuan untuk menyusun indikator, tata cara

pengukuran tingkat kematangan ULP serta tata penyusunan

rekomendasi program peningkatan kapasitas ULP di K/L/Pemda/I.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan dalam kajian pengukuran tingkat

kematangan organisasi ULP ini adalah :

1. Variabel (kriteria dan indikator) apa saja yang digunakan

untuk mengukur tingkat kematangan organisasi ULP?

2. Bagaimana cara mengukur tingkat kematangan organisasi

ULP?

3. Bagaimana cara menyusun roadmap kematangan organisasi

ULP?

1.3. Maksud dan Tujuan

Maksud dari kegiatan Penyusunan Kajian Pengukuran Tingkat

Kematangan Organisasi ULP ini adalah untuk mengetahui variabel-

variabel dan indikator yang mempengaruhi tingkat kematangan

organisasi ULP yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai tingkat

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

6

kematangan organisasi ULP yang ada.

Tujuannya adalah untuk menyusun dan menghasilkan tools

atau perangkat pengukuran yang dapat digunakan untuk menilai

tingkat kematangan organisasi ULP serta untuk membantu

organisasi ULP dalam menemukan area/variabel yang perlu

ditingkatkan dalam rangka pengembangannya.

1.4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kajian pengukuran tingkat kematangan

organisasi ULP ini meliputi :

1. Melakukan identifikasi variabel dan indikator yang berkaitan

dengan tingkat kematangan organisasi ULP berdasarkan

landasan teori melalui studi literatur dan diskusi atau FGD

(Focussed Group Discussion)

2. Menyusun instrumen pengukuran tingkat kematangan

organisasi ULP berdasarkan identifikasi variabel, kriteria dan

indikator tingkat kematangan organisasi ULP

3. Membuat pedoman penyusunan roadmap kematangan

organisasi ULP.

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

7

2.1 Pertumbuhan Organisasi

Sebuah organisasi dapat diibaratkan sebagai makhluk hidup,

yang dapat tumbuh berkembang, diakui keberadaannya, namun dapat

juga “mati” dan hilang eksistensinya. Demikian pula halnya dengan

organisasi pemerintah. Sepanjang sejarah penyelenggaraan

pemerintahan di Indonesia, organisasi pemerintah terus mengalami

perubahan. Ada organisasi pemerintah yang tetap eksis dan diakui

keberadaannya dari dulu sampai sekarang, sebagai contoh

Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertahanan dan

Kementerian Luar Negeri. Di sisi lain, ada kementerian yang hilang,

eksis pada sebuah rezim pemerintahan namun tidak diakui dalam

sebuah rezim pemerintahan yang lain, sebagai contoh yaitu

Kementerian Penerangan. Selain itu adapula sebuah kementerian

yang walaupun tetap ada tapi terus-menerus mengalami perubahan

baik nomenklatur maupun ruang lingkup kewenangannya.

Eksistensi atau keberadaan sebuah organisasi termasuk

organisasi pemerintah tidak terlepas dari kemampuan organisasi

tersebut beradaptasi dengan lingkungan internal dan eksternal.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan internal dan

eksternal akan berimplikasi pada bentuk dan pola kerja organisasi

tersebut.

BAB II KERANGKA TEORI

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

8

Siklus hidup organisasi adalah suatu tahapan perkembangan

yang dialami oleh setiap organisasi beserta kondisi, kesulitan dan

masalah-masalah transisi serta implikasi dari setiap perkembangan

tersebut. Seperti juga makhluk hidup, pertumbuhan dan kemunduran

setiap organisasi terutama disebabkan oleh dua faktor yaitu

fleksibilitas dalam merespon setiap perubahan lingkungan dan

”kekakuan” (controllability) dalam merespon setiap perubahan

(Adizes, 1996). Setiap tahapan-tahapan yang dilalui oleh organisasi

akan selalu memunculkan kesulitan atau masalah yang memerlukan

penanganan baik secara internal maupun eksternal (intervensi dari

pihak luar).

Tahapan perkembangan organisasi sendiri sebenarnya dapat

diprediksi dan bersifat repetitif (Adizes, 1999). Oleh karena itu,

pemahaman terhadap setiap perkembangan tahapan organisasi

memberikan kemampuan kepada pimpinan organisasi untuk proaktif

dan preventif dalam menghadapi persoalan-persoalan organisasi

dimasa datang, atau jika tidak mampu, sebisa mungkin menghindari

masalah-masalah tersebut.

1. Tahap-tahap Perkembangan (Siklus) Organisasi.

Ichak Adizes (1989) menguraikan tiga tahapan utama yaitu :

a. Tahap Pertumbuhan (growing stages), yang meliputi masa

pengenalan (courtship), masa bayi (infancy), dan masa kanak-

kanak (go-go);

b. Masa ”coming of age”, yang meliputi masa kedewasaan

(adolescence) dan masa puncak/ keemasan (prime); dan

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

9

c. Tahap Penurunan (aging organizations), yang meliputi masa

kemapanan (stable organizations), masa aristokrasi

(aristocracy), masa birokrasi awal (early bureaucracy) dan

masa birokrasi dan mati (bureaucracy and death).

Dari sembilan tahapan yang dirinci di atas, dalam tulisan ini

yang akan diuraikan hanya 7 (tujuh) tahap yang paling penting,

yaitu :

a. Masa Pengenalan (Courtship)

Ciri utama organisasi pada masa pengenalan adalah,

banyaknya ide atau gagasan yang ingin diwujudkan, meskipun

organisasi belum berdiri. Banyak sekali gagasan-gagasan

tentang masa depan tanpa adanya kegiatan yang nyata. Oleh

karena itu pada tahap ini antusiasme dan ketertarikan secara

emosional sangat tinggi. Antusiasme dan ketertarikan secara

emosional yang sangat tinggi itulah yang membangkitkan

komitmen. perkembangan dalam masa pengenalan

menunjukkan ciri-ciri normal yaitu apabila komitmen disertai

dengan uji kenyataan secara realistis dan risiko diperhitungkan

secara moderat.

Sedangkan ciri-ciri abnormal yaitu gagasan tidak diuji secara

realistis dan sesuai dengan kenyataan, serta risiko tidak

diperhitungkan secara moderat. Gagasan-gagasan yang tidak

realistis dan berisiko tinggi, memungkinkan organisasi hanya

berwujud dalam gagasan dan angan-angan. Dalam bahasa

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

10

yang lain, organisasi akan mengalami ”keguguran” sebelum

lahir.

b. Masa Bayi (Infant Periode)

Gagasan-gagasan dan ide yang dibangun pada tahap

pengenalan apabila disertai kemampuan untuk mewujudkannya

merupakan siklus awal dari kehidupan organisasi. Tentu saja

tidak semua gagasan dapat diwujudkan, karena hal tersebut

berkaitan langsung dengan ketersediaan dan kemampuan

sumber daya organisasi, baik Sumber Daya Manusia (SDM)

maupun sumber daya lainnya.

Meskipun risiko telah diperhitungkan secara moderat,

organisasi pada tahap awal membutuhkan kerja keras dan

aktivitas-aktivitas berkelanjutan yang dilakukan oleh pendiri

atau pelopor.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa pada tahap ini

aktivitas organisasi masih bertumpu pada pimpinan atau

pendiri (baik dalam komitmen maupun dalam pengambilan

keputusan). Oleh karenanya sistem dan prosedur masih

sederhana, pengelolaan serta struktur hirarkinya sempit.

Tanpa komitmen dari pendiri untuk memberikan ”kasih sayang”

kepada organisasi (dalam bentuk perhatian, tenaga, bahkan

uang), maka organisasi akan mati dikala masih bayi (infant

mortality).

c. Masa Anak-Anak (Go-Go)

Organisasi yang berhasil mewujudkan gagasan dalam bentuk

yang nyata dianggap telah melewati masa awal. Dalam jumlah

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

11

terbatas, ide-ide dapat dilaksanakan dan mulai menunjukkan

aktivitas. Keberhasilan dalam masa ini akan mendorong pendiri

untuk memperbanyak ide dan mencoba untuk mewujudkan

setiap ide yang muncul dalam angan-angan. Sehingga banyak

sekali ide yang ingin direalisasikan.

Karena semua adalah prioritas, setiap peluang dan kesempatan

“dihadapi” tanpa memperhitungkan kekuatan sumber daya

organisasi. Akibatnya banyak sekali pekerjaan yang harus

dikerjakan pada saat bersamaan. Sindrom ”go-go” adalah

semua ingin dikerjakan, persis seorang anak yang selalu

melahap apa saja yang ditemukan, tak peduli makanan atau

bukan. Organisasi dikendalikan oleh setiap ”temuan” peluang,

bukan organisasi yang mengendalikan peluang.

d. Masa Kedewasaan (Adolescence)

Organisasi yang berhasil melewati masa Go-Go yaitu yang

secara selektif memilih peluang bidang untuk dikerjakan,

apakah melalui penetapan skala prioritas secara seksama,

pilihan yang paling realistis atau secara radikal mengganti

tujuan, dan menetapkan kembali visi dan misi organisasi.

Organisasi yang berhasil melewati masa ini telah mencapai

kedewasaan yang dicirikan dengan berpikir dan bertindak

realistis serta bekerja dalam level risiko yang moderat.

Tentu saja penggantian tujuan ini membutuhkan perenungan,

pemikiran, waktu, dan memerlukan refleksi. Risikonya, pada

saat orang bertempur memperebutkan berbagai peluang untuk

dikerjakan, masuk dalam bidang-bidang yang dikerjakan,

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

12

organisasi ini masih bersenang-senang dengan program

rekayasa ulang atau jargon-jargon reformasi. Oleh karena itu,

refleksi dan perumusan penggantian tujuan harus dilaksanakan

secara seksama, agar momentum tidak hilang dan organisasi

mengalami penurunan atau ”penuaan dini” (premature aging).

Dengan kata lain organisasi belum sampai kepada visi dan misi

yang diimpikan, komitmen dan sumber daya sudah berkurang

dan tidak efektif lagi untuk berjuang, akhirnya organisasi

mengalami penuaan dini (premature aging).

e. Masa Puncak/Keemasan (Prime)

Organisasi yang berhasil melewati masa dewasa akan

mencapai masa puncak organisasi. Hal ini ditandai dengan

sasaran-sasaran yang secara realistis ditetapkan berhasil

dicapai dengan baik.

Organisasi dapat dikendalikan dengan baik karena sistem dan

prosedur, serta mekanisme pengambilan keputusan telah

tersusun dengan baik serta diterapkan secara konsekuen.

Kendati organisasi secara ketat menjalankan sistem dan

prosedur, organisasi tetap fleksibel dalam arti masih mampu

mengadopsi berbagai perubahan yang terjadi di lingkungan.

Oleh karena itu tahap ini disebut pula sebagai tahap Go-Go

kedua atau second birth new infant. Organisasi secara agresif

mencari berbagai peluang dan kesempatan untuk memperluas

usaha dan diversifikasi berbagai bidang usaha, yang secara

bersamaan diikuti dengan perhitungan dan prediksi secara

ketat dan pengendalian dalam implementasinya.

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

13

f. Masa Kemapanan (Stable Organizations)

Apabila organisasi secara konsisten mampu mempertahankan

masa puncak selama beberapa periode tertentu, maka dapat

dikatakan bahwa organisasi itu mengalami atau berada pada

posisi kestabilan. Tentu saja pada tahap ini banyak sekali

”godaan” dan tantangan yang muncul secara internal maupun

eksternal.

g. Masa Penurunan dan Kematian Organisasi

Secara internal godaan yang muncul adalah munculnya

rutinitas pekerjaan sehingga mematikan kreativitas dan inovasi.

Setiap gagasan atau inovasi yang muncul selalu akan

mengganggu kestabilan. Jargon ” jangan mengganggu suasana

yang sudah kondusif” merupakan senjata untuk mematikan

setiap inovasi dan kreativitas.

Jika situasi ini terus berlanjut, maka lama kelamaan akan

memunculkan kubu-kubu yang saling berseberangan, atau

bahkan saling bermusuhan secara terang-terangan maupun

sembunyi-sembunyi (konflik). Dari segi analisa struktur

organisasi, konflik merupakan suatu ciri dimana struktur yang

ada sudah tidak efektif atau deficiency (Daft, 1992) dan

manakala ini terjadi, maka suasana saling mencurigai akan

terjadi.

Setiap orang selalu bersiap untuk menjatuhkan lawan

konfrontasinya secara fisik (memecat, merumahkan) maupun

secara mental psikologis dengan memainkan berbagai kartu

truf masing-masing dengan mencari kelemahan pihak lainnya.

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

14

Semua upaya difokuskan kepada usaha untuk menjatuhkan

lawan. Sementara implementasi tujuan-tujuan organisasi

menjadi terbengkalai. Akhirnya ketika organisasi menghadapi

masalah, yang terjadi adalah saling menyalahkan, bukan

mencari penyebab dan solusi untuk memecahkan masalah.

Karena organisasi terus menerus dilanda konflik, sementara

pelayanan atau implementasi organisasi menjadi terabaikan,

maka yang muncul dalam organisasi adalah kepentingan-

kepentingan politik dari masing-masing pihak yang bertikai.

Komitmen yang semula dibangun pada tahap awal pendirian

organisasi, tidak ada lagi. Banyak anggota organisasi yang

keluar (exodus) atau mengundurkan diri (exit) (Hirschman,

1970). Jika komitmen sudah tidak ada lagi sebagai pemersatu

gerak langkah tujuan organisasi, bagi para anggota organisasi

yang keluar maupun bertahan, maka pada saat itu organisasi,

walaupun secara formal masih berdiri, secara riil sudah mati.

2. Mempertahankan Stabilitas Organisasi Pada Posisi Puncak (Prime)

Masa penurunan atau penuaan (aging) dan atau masa

kematian organisasi harus dihindari atau dengan kata lain

bagaimana caranya agar organisasi tetap berada pada posisi

puncak atau stabil.

Proses penurunan organisasi ditandai dengan

ketidakmampuan organisasi dalam menangani berbagai masalah

yang dihadapi. Oleh karena itu organisasi perlu melakukan

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

15

peremajaan (rejuvenation) untuk mengembalikan organisasi ke

posisi puncak dan tetap bertahan di sana.

Kunci sukses untuk mengatasi masalah tersebut bukan

dengan mengurangi masalah, tetapi memusatkan perhatian pada

masalah organisasi yang muncul saat itu. Oleh karena itu ketika

organisasi mencapai tahap perkembangan atau posisi puncak,

perhatian harus diberikan kepada hal-hal yang akan menyebabkan

organisasi mengalami penurunan atau penuaan (aging).

Kendati penurunan atau penuaan merupakan suatu proses

pada organisasi hal tersebut dapat dihindari, sehingga organisasi

dapat terus bertahan pada posisi puncak dan secara terus-

menerus meremajakan diri. Secara ringkas bagaimana cara

mempertahankan organisasi pada posisi puncak antara lain

sebagai berikut :

a. Dalam suatu organisasi senantiasa akan berhadapan dengan

masalah. Masalah dalam organisasi adalah hal yang normal.

Organisasi yang tidak mempunyai masalah adalah organisasi

yang tak mengalami perubahan, dan itu hanya jika organisasi

itu telah mati. Mengelola organisasi berarti secara terus

menerus memecahkan masalah;

b. Dalam organisasi dikenal masalah yang normal dan abnormal.

Masalah yang normal adalah masalah yang dapat dipecahkan

dengan mengunakan energi internal yang dimiliki organisasi.

Masalah menjadi abnormal, apabila energi internal tidak

mampu mengatasinya dan membutuhkan intervensi atau

energi dari luar;

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

16

c. Kenali dan waspadai ciri-ciri organisasi yang sedang mengalami

penurunan atau penuaan dengan mencermati ciri-ciri atau

tanda-tanda organisasi yang sedang mengalami hal tersebut;

d. Dengan mengenali dan menyadari tanda-tanda tersebut,

pimpinan organisasi harus segera melakukan spin off new

infant organizations yaitu dengan mengarahkan kembali

organisasi ke ciri masa-masa puncak; dan

e. Spin off ini dapat dilakukan dalam bentuk penyegaran

(refreshing) organisasi, peningkatan kemampuan (up-grading)

personal organisasi, membangun kembali visi baru organisasi

(rebuilding a new vision of organization), menegaskan kembali

komitmen anggota organisasi, dan lain-lain.

2.2 Karakteristik Organisasi Pengadaan

Karakteristik organisasi pengadaan dapat dilihat pada aspek-

aspek sebagai berikut :

1. Standarisasi

Standarisasi adalah bagaimana kegiatan pengadaan

barang/jasa pemerintah didefinisikan dan ditentukan baik

proses, produk maupun keahlian. Berdasarkan kebijakan

pengadaan barang/jasa pemerintah saat ini, standarisasi dalam

pengadaan barang/jasa pemerintah dilakukan dalam dua

bentuk yaitu standarisasi proses dan standarisasi skill.

Standarisasi proses dilakukan dengan mengatur secara rinci

dan jelas proses pengadaan barang/jasa pemerintah mulai dari

perencanaan pengadaan sampai serah terima hasil pekerjaan,

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

17

sehingga standarisasi proses dalam pengadaan barang/jasa

pemerintah sangat tinggi. Sementara itu, standarisasi skill juga

cukup tinggi dimana semua pejabat pengadaan, anggota pokja,

dan pejabat pembuat komitmen (kecuali eselon II) wajib lulus

ujian sertifikasi ahli pengadaan barang/jasa pemerintah.

Sehingga dalam pengadaan barang/jasa pemerintah derajat

pengaturan sangat tinggi dan derajat diskresi cukup rendah.

Dengan tingginya derajat standarisasi dan rendahnya derajat

diskresi maka pengawasan langsung (direct supervison)

menjadi rendah dan koordinasi yang terjadi adalah koordinasi

mutual adjusment dan koordinasi standarisasi.

2. Spesialisasi

Di dalam Pasal 7-15 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun

2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah jo Peraturan

Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang

Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun

2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah diatur

bahwa pembagian tugas antar organisasi pengadaan

didasarkan pada proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa

pemerintah dengan pembagian tugas sebagai berikut :

a. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran mempunyai

tugas menetapkan rencana umum pengadaan;

mengumumkan secara luas rencana umum pengadaan

paling kurang di website K/L/Pemda/I; menetapkan PPK,

pejabat pengadaan dan panitia/pejabat penerima hasil

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

18

pekerjaan; menetapkan pemenang lelang dengan nilai

diatas 100 milyar untuk pengadaan barang/pekerjaan

konstruksi/jasa lainnya; menetapkan pemenang pada

seleksi atau penyedia dengan nilai diatas 10 milyar untuk

jasa konsultansi; mengawasi pelaksanaan anggaran,

menyampaikan laporan keuangan; menyelesaikan

perselisihan antara PPK dengan ULP/Pejabat Pengadaan

(dalam hal terjadi perbedaan pendapat); dan mengawasi

penyimpanan dan pemeliharaan seluruh dokumen

pengadaan barang/jasa.

b. PPK mempunyai tugas menetapkan rencana pelaksanaan

pengadaan barang/jasa; menerbitkan Surat Penunjukkan

Penyedia Barang/Jasa; menandatangani, melaksanakan,

dan mengendalikan pelaksanaan kontrak; menerima hasil

pekerjaan; melaporkan dan menyerahkan kepada PA/KPA;

dan menyimpan seluruh dokumen pelaksanaan pengadaan

barang/jasa.

c. ULP melalui kelompok kerja (pokja) mempunyai tugas

melaksanakan seluruh proses pemilihan penyedia

barang/jasa mulai dari pengumuman sampai penetapan

pemenang, kecuali penetapan pemenang yang menjadi

kewenangan PA/KPA.

d. Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) bertugas

menerima dan memeriksa hasil pelaksanaan pekerjaan

sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

19

dan membuat serta menandatangani Berita Acara Serah

Terima Hasil Pekerjaan.

Dilihat dari pelaksanaan tugas tersebut, maka

spesialisasi tugas (core bussiness) yang ada pada ULP hanya

satu yaitu pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa yang

dilakukan oleh kelompok kerja (Pokja). Pemilihan penyedia

barang/jasa dilaksanakan oleh satu jenis keahlian yaitu ahli

pengadaan barang/jasa. Sertifikasi keahlian ahli pengadaan

barang/jasa ini hanya satu jenis sertifikasi sehingga tidak ada

spesialisasi tugas dalam pemilihan pengadaan barang/jasa

yang menjadi kewenangan ULP seperti spesialisasi berdasarkan

jenis pekerjaan, pengguna (satker/SKPD) maupun besaran nilai

pekerjaan. Spesialisasi lain adalah tugas manajerial yaitu

memimpin dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan organisasi

ULP serta tugas pelayanan administrasi atau dukungan

kesekretariatan yang memberikan dukungan dana, peralatan

dan administrasi personil terhadap pelaksanaan tugas pokok.

3. Konfigurasi

Struktur kewenangan dalam pelaksanaan tugas ULP

secara vertikal terbagi ke dalam dua bagian yaitu kewenangan

terkait pelaksanaan pemilihan yang berada pada pokja dan

kewenangan terkait dengan pelaksanaan fungsi manajemen

dalam pengelolaan sumberdaya yang digunakan oleh ULP yang

berada pada kepala ULP. Sedangkan struktur kewenangan

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

20

secara horizontal/lateral terbagi antar pokja yang ada pada

ULP.

4. Keterlibatan pihak lain

Dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa tidak ada

pihak secara horizontal maupun vertikal yang mempunyai

kewenangan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan

oleh pokja ULP, karena pokja dalam mengambil keputusan

tidak melibatkan pihak lain. Keterlibatan pihak lain secara

vertikal dalam pemilihan penyedia barang/jasa dilakukan oleh

Pengguna Anggaran (PA) dalam hal penetapan pemenang

lelang diatas 100 milyar rupiah untuk pengadaan

barang/konstruksi dan jasa lainnya; 10 milyar rupiah untuk

pengadaan konsultasi.

5. Formalisasi

Formalisasi terkait dengan proses pengambilan

keputusan dalam organisasi dan alur komunikasi saat

melaksanakan tugas dalam organisasi tersebut. Formalisasi

juga dapat didefinisikan sebagai formalisasi sikap setiap

pegawai dalam organisasi. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi

ULP sebagai pelaksana pemilihan penyedia barang/jasa, tidak

ada alur pengambilan keputusan antara pokja dengan kepala

ULP maupun sekretariat, Pokja mengambil keputusan secara

mandiri berdasarkan keahliannya (fungsional). Sedangkan sikap

atau perilaku anggota pokja telah diatur dalam etika

pengadaan dan kode etik pegawai negeri sipil yang mengatur

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

21

etika dalam bekerja baik etika kepada masyarakat, kepada

atasan maupun etika sesama pegawai. Dengan demikian

formalisasi pada ULP cukup tinggi.

6. (De) Sentralisasi

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah jo Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan

Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010

Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintahmenyatakan

bahwa pada setiap K/L/Pemda/I wajib dibentuk ULP yang

bertugas melaksanakan pengadaan barang/jasa. Dengan

demikian maka proses pemilihan penyedia barang/jasa

berdasarkan ketentuan tersebut bersifat sentralisasi pada satu

unit kerja yang secara khusus bertugas melakukan pemilihan

penyedia barang/jasa untuk masing-masing K/L/Pemda/I.

Namun untuk pengadaan langsung masih dapat dilakukan oleh

pejabat pengadaan yang dibentuk oleh masing-masing PA/KPA

pada setiap satuan kerja

2.3 Kematangan Organisasi

1. Model Kematangan Kemampuan (Capability Maturity Model).

Kematangan organisasi adalah gambaran tentang

tingkat kematangan proses pelaksanaan aktivitas dalam

organisasi yang pada dasarnya bertujuan untuk mengukur

kemampuan suatu organisasi dalam melaksanakan proses

produksi. Pengukuran kematangan organisasi pertama kali

dikenal dengan istilah Capability Maturity Model (CMM). Model

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

22

ini pertama kali dikembangkan oleh Software Engineering

Institute atas permintaan Departement of Defense (DOD)

Amerika Serikat dengan tujuan membuat ujian saringan masuk

bagi kontraktor yang mendaftarkan diri untuk menjadi

konsultan DOD.

Capability diterjemahkan menjadi kapabilitas yang

berarti kemampuan yang bersifat laten. Capability lebih

mengarah kepada integritas daripada kapabilitas itu sendiri.

Definisi integritas adalah kemampuan untuk menepati janji.

Maturity berarti kematangan atau kedewasaan. Kematangan

merupakan hasil proses, sedangkan dewasa merupakan hasil

pertumbuhan.

Model didefinisikan sebagai suatu penyederhanaan yang

representatif terhadap keadaan di dunia nyata. Jadi secara

keseluruhan CMM dapat didefinisikan sebagai sebuah

penyederhanaan yang representatif (model) yang digunakan

untuk mengukur tingkat kematangan (maturity) sebuah

kumpulan perangkat lunak (software development house)

dalam menyajikan/membuat/mengembangkan perangkat lunak

yang teridentifikasi.

Pengertian model kematangan kemampuan mengacu

kepada suatu peta jalan atau kerangka kerja yang menjadi

acuan, guna mencapai suatu tujuan, dalam pengembangan

perangkat lunak. Dalam melakukan kegiatan pengembangan,

tingkat kemampuan kematangan sistem bisa diukur melalui

model ini.

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

23

Cornegie Mellon University seperti yang dikutip oleh

Selena Rezvani, M.S.W. merumuskan maturity model sebagai:

a. A collection of reliable, proven processes focused on a

specific discipline.

b. Five-step framework ranges from basic to sophisticated

practices.

c. Organizations are objectively rated on a scale of 1-5 and

given a score

Ukuran kematangan juga dapat dianggap sebagai suatu

ukuran pengembangan sistem. Berdasarkan pengertian itu

maka pada dasarnya maturity model adalah “A roadmap for

organizational improvement’, melalui pengukuran proses-proses

dalam organisasi. Pengukuran proses-proses dalam organisasi

ini penting dan harus dapat dilakukan, karena jika tidak dapat

diukur maka kita tidak dapat memahami proses-proses

tersebut, dan jika kita tidak memahaminya maka kita tidak

dapat mengontrolnya, dan jika kita tidak dapat mengontrolnya

maka kita tidak dapat meningkatkannya. Hal tersebut disebut

oleh James Harrington sebagai Improvement Process yang

digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2. Improvement Process

Measure

Understand

Control

Improve

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

24

If you can’t measure it, you can’t understand it

If you can’t understand it, you can’t control it

If you can’t control it, you can’t improve it.

CMM dapat dibedakan ke dalam dua model yaitu model

bertingkat (staged model) dan model berkesinambungan

(continuous model). Model bertingkat menekankan pengukuran

pada kumpulan proses organisasi yang menunjukkan tingkat

“kematangan” organisasi, sedangkan model berkesinambungan

menekankan pendekatan dengan menentukan titik awal dan

kemudian menentukan titik perubahan proses berikutnya,

pendekatan ini lebih menekankan pada “kemampuan”

organisasi pada setiap proses organisasi.

CMM model bertingkat menyediakan peta jalan bagi

organisasi untuk membangun kematangan organisasi dengan

menentukan area proses organisasi yang harus dibangun pada

setiap tingkatan. CMM model bertingkat ini merupakan

pendekatan untuk meningkatkan proses di dalam organisasi

dalam rangka meningkatkan kualitas, kuantitas, efisiensi, dan

efektivitas organisasi dalam mencapai tujuan. Keyword dari

CMM adalah mengukur. Mengukur didefinisikan sebagai suatu

proses untuk memetakan sebuah kondisi ke dalam sebuah

skala/ukuran.

Penyajian bertingkat merupakan metode yang

sistematis dan terukur dengan menyediakan langkah demi

langkah dan mendefinisikan setiap kondisi yang harus

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

25

diwujudkan dalam setiap langkah tersebut. Dalam model

bertingkat, setiap langkah dilakukan secara berjenjang, artinya

setiap tingkat akan dicapai apabila karakteristik proses

organisasi tingkat dibawahnya sudah dilakukan. Terdapat 5

tingkat kematangan organisasi yang pernah dikembangkan

oleh Software Engineering Institute yaitu :

1. Initial;

2. Repeatable;

3. Defined;

4. Managed; dan

5. Optimized.

Setiap tingkatan kematangan organisasi tersebut

ditandai dengan ciri-ciri atau karakteristik proses organisasi

yang terjadi pada suatu organisasi. Adapun ciri-ciri atau

karakteristik pada setiap tingkatan sebagai berikut :

1. Level initial, bercirikan sebagai berikut :

a. Tidak adanya manajemen proyek;

b. Tidak adanya quality assurance;

c. Tidak adanya mekanisme manajemen perubahan

(change management);

d. Tidak adanya dokumentasi;

e. Adanya seorang guru/”dewa” yang tahu segalanya

tentang perangkat lunak yang dikembangkan, proses

bergantung pada petunjuk oleh orang yang

dipandang paling paham/senior;dan

f. Sangat bergantung pada kemampuan individual.

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

26

Level ini biasa disebut anarchy atau chaos. Pada

pengembangan sistem ini masing-masing organisasi

menggunakan peralatan dan metode sendiri. Berhasil atau

tidaknya tergantung dari project team-nya. Kegiatan

seringkali menemukan saat-saat krisis, kadang kelebihan

anggaran atau kekurangan anggaran karena tidak adanya

manajemen proyek. Dokumen sering tersebar dan tidak

konsisten dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya.

2. Level Repeatable, bercirikan sebagai berikut :

a. Kualitas perangkat lunak mulai bergantung pada

proses bukan pada orang;

b. Adanya manajemen proyek sederhana;

c. Adanya quality assurance sederhana;

d. Adanya dokumentasi sederhana;

e. Adanya perangkat lunak manajemen sederhana;

f. Tidak adanya knowledge management;

g. Tidak adanya komitmen untuk selalu mengikuti

standar pengembangan dan sistem kontrol dalam

kondisi apapun;

h. Tidak adanya kontrol secara statistik untuk estimasi

proyek; dan

i. Rentan terhadap perubahan struktur organisasi.

Proses manajemen proyek dalam prakteknya telah

memiliki aturan tentang biaya kegiatan, jadwal, dan fungsi

manajemen proyek. Fokusnya adalah pada manajemen

proyek bukan pada pengembangan sistem. Proses

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

27

pengembangan sistem selalu diikuti, tetapi akan berubah

dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya. Sebuah konsep dan

upaya dibuat untuk memperoleh kesuksesan kegiatan

dengan lebih cepat.

3. Level Defined, bercirikan sebagai berikut :

a. Standar proses pengembangan sistem sudah dibuat

dan dibakukan;

b. Adanya komitmen untuk mengikuti standar proses

pengembangan sistem dalam keadaan apapun;

c. Kualitas proses dan produk masih bersifat kualitatif

bukan kuantitatif (tidak terukur hanya kira-kira saja);

d. Tidak menerapkan Activity Based Costing; dan

e. Tidak adanya mekanisme umpan balik yang baku.

Standar proses pengembangan sistem telah dibuat

dan dikembangkan serta telah digabungkan dengan unit

sistem informasi dari organisasi. Dari hasil penggunaan

proses standar, masing-masing kegiatan akan

mendapatkan hasil yang konsisten dan terdokumentasi

dengan baik. Proses akan bersifat stabil, terprediksi, dan

dapat diulang.

4. Level Managed, bercirikan berikut :

a. Sudah adanya Activity Based Costing dan digunakan

sebagai estimasi untuk proyek berikutnya;

b. Proses penilaian kualitas perangkat lunak dan

kegiatan bersifat kuantitatif;

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

28

c. Terjadi pemborosan biaya untuk pengumpulan data

karena proses pengumpulan data masih dilakukan

secara manual;

d. Cenderung bias.;

e. Tidak adanya mekanisme kontrol kualitas (quality

control); dan

f. Adanya mekanisme umpan balik.

Tujuan yang terukur untuk kualitas dan produktivitas

telah disusun. Perhitungan yang rinci dari standar proses

pengembangan sistem dan kualitas produk secara rutin

akan dikumpulkan dan disimpan dalam database. Terdapat

suatu usaha untuk mengembangkan individual project

management yang didasari dari data yang telah

terkumpul.

5. Level Optimized, bercirikan sebagai berikut :

a. Pengumpulan data secara otomatis;

b. Adanya mekanisme pencegahan

kerusakan/kecacatan;

c. Adanya mekanisme umpan balik yang sangat baik;dan

d. Adanya peningkatan kualitas dari SDM dan

peningkatan kualitas proses.

Standar proses pengembangan sistem akan terus

dimonitor dan dikembangkan berdasarkan perhitungan dan

analisis data yang diperoleh pada level 4, termasuk

perubahan teknologi dan praktek-praktek terbaik yang

digunakan untuk menunjukkan aktivitas yang diperlukan.

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

29

2. Capability Maturity Model Integration (CMMI) sebagai Standar

Ukuran Kematangan.

CMMI merupakan pengembangan lebih lanjut dari CMM.

CMMI adalah model kematangan kemampuan (kapabilitas)

yang dapat membantu mendefinisikan dan kompromi proses-

proses suatu organisasi. Sebelum diterima secara global, CMMI

sebagai ukuran standar kematangan pengembangan perangkat

lunak memiliki sejarah yang panjang. Diawali oleh Walter

Shewart di Tahun 1930, yang memulai penelitian tentang

perbaikan proses dengan metode kontrol kualitas statistik, yang

kemudian semakin diperluas oleh W. Edwards Deming, Philip

Rosby dan Joseph Juran di era 80-an, Watts Humprey, Ron

Radice dan lainnya. Melalui serangkaian implementasi di IBM

dan Software Engineering Institute (SEI), CMM kemudian mulai

dikembangkan hingga akhirnya diakui sebagai salah satu

standar ukuran kematangan kapabilitas pengembangan

perangkat lunak. Terlebih lagi sejak Departement of Defense

(DOD) Pemerintah Amerika Serikat, mensyaratkan bahwa

setiap pengembang perangkat lunak yang mendapatkan proyek

dalam lingkungan DOD, harus memiliki tingkat kematangan

CMM level 3, perkembangan CMM semakin mendunia. Jadi,

CMM pada awalnya ditujukan sebagai suatu alat yang secara

objektif menilai kemampuan kontraktor pemerintah untuk

menangani proyek perangkat lunak yang diberikan.

Dalam perkembangan selanjutnya, selama kurang lebih

20 tahun, semakin banyak perusahaan pengembang perangkat

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

30

lunak yang menunjukkan hasil yang signifikan akibat

penggunaan CMM, sehingga semakin banyak pula perusahaan

yang mencoba menerapkan skema CMM dalam mendukung

proses bisnis perusahaan. Walaupun berasal dari bidang

pengembangan perangkat lunak, model ini dapat juga

diterapkan sebagai suatu model umum yang membantu

pemahaman kematangan kapabilitas proses organisasi di

berbagai bidang. Misalnya rekayasa perangkat lunak, rekayasa

sistem, manajemen proyek, manajemen risiko, teknologi

informasi, serta manajemen sumber daya manusia. Oleh

karena itu, penggunaan CMM semakin meluas pada industri

lainnya. Sehingga SEI pun mulai mengembangkan suatu model

standar ukuran kematangan yang baru, yang bisa diterapkan

kepada seluruh industri, maka lahirlah yang dinamakan CMMI

atau Capability Maturity Model Integration, sebagai hasil

peleburan CMM pada tahun 2000. Peleburan ini disebabkan

karena adanya kritik bahwa pengaplikasian CMM di

pengembangan perangkat lunak khususnya bisa menimbulkan

masalah karena model CMM yang belum terintegrasi di dalam

organisasi. Hal ini kemudian memunculkan beban biaya dalam

hal pelatihan, prediksi kinerja, dan aktivitas perbaikan. Namun

CMM masih tetap digunakan sebagai model acuan teoritis di

ranah publik untuk konteks yang berbeda. CMM sendiri telah

diganti namanya menjadi SE-CMM (Software Engineering

CMM).

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

31

CMMI pada dasarnya merupakan sebuah konstelasi yang

terdiri atas CMMI for Development (CMMI-DEV), CMMI for

Acquisition (CMI-ACQ) dan CMMI for Services (CMMI-SVC).

Dalam perkembangan selanjutnya, ketiga konstelasi ini

kemudian digabungkan menjadi CMMI saja, dengan 5 tahap

kematangan dan mengadopsi 22 area kunci proses. Lima tahap

kematangan CMMI adalah tahap 0 disebut incomplete, tahap 1

disebut performed, tahap 2 disebut managed, tahap 3 disebut

defined, tahap 4 disebut quantitatively managed, tahap 5

disebut optimizing.

Dalam perkembangan selanjutnya CMM/CMMI dijadikan

model acuan teoritis dalam mengukur kematangan proses-

proses dalam organisasi. Sekarang ini sudah banyak model

kematangan yang dikembangkan berdasarkan CMM/CMMI

dengan berbagai level model kematangan, baik di organisasi

privat maupun publik.

Secara umum, maturity model biasanya memiliki ciri sebagai

berikut:

1. Proses pengembangan dari suatu organisasi

disederhanakan dan dideskripsikan dalam wujud

tingkatan kematangan dalam jumlah tertentu (biasanya

empat hingga enam tingkatan);

2. Tingkatan kematangan tersebut dicirikan dengan

beberapa persyaratan tertentu yang harus diraih;

3. Tingkatan-tingkatan yang ada disusun secara sekuensial,

mulai dari tingkat inisial sampai pada tingkat akhir

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

32

(tingkat terakhir merupakan tingkat kesempurnaan);

dan

4. Selama pengembangan, sang entitas bergerak naik dari

satu tingkatan ke tingkatan berikutnya tanpa boleh

melewati salah satu tingkatan, melainkan secara

bertahap berurutan.

Telah banyak pihak yang mengembangkan model

kematangan untuk berbagai keperluan, seperti model

kematangan versi Control Objectives for Information and

related Technology (COBIT). COBIT merupakan salah satu

standar audit SI yang memadukan pandangan bisnis dan TI

dalam kerangka kerjanya. Sebagai model untuk organisasi

sistem informasi, maka COBIT memuat kendali yang sifatnya

generik. COBIT dikembangkan oleh Information Systems Audit

and Control Association (ISACA). Kerangka kerja COBIT secara

keseluruhan memiliki empat domain (area kunci proses) yaitu

Planning & Organization (PO), Acquisilion & Implementition

(AI), Delivery & Support (DS) dan Monitoring (M). Dari 4

domain tersebut terdapat 34 proses. Tingkat kematangan dlam

COBIT dibagi kedalam 6 (enam) level (dari 0-5, yaitu level 0

non-existing, level 1 ad-hoc, level 2 repeatable, level 3 defined,

level 4 managed dan level 5 optimizing.

Model kematangan lain yang digunakan untuk mengukur

kematangan suatu organisasi (Organization Maturity Model)

dikembangkan oleh International Public Management

Association Assessment Council, dengan 5 (lima) level

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

33

kematangan, yaitu, level 1 informal, level 2 documented, level

3 integrated, level 4 strategic dan level 5 optimized.

Sementara itu model kematangan yang dikembangkan

sesuai dengan pelevelan dalam CMM adalah model kematangan

yang dikembangkan Siemens untuk mengukur kematangan

manajemen pengetahuan (Knowledge Management Maturity

Model).

Model kematangan lain, dikembangkan oleh

International Organizational for Standardization dan

International Electrotechnical Commission adalah Software

Process Improvement and Capability Determination (SPICE),

dengan 5 (lima) level kematangan yaitu level 1 Performed,

level 2 Managed, level 3 established, level 4 Predictable, dan

level 5 Optimizing. SPICE pertama kali dikembangkan untuk

mengukur proses-proses dalam pengembangan perangkat

lunak, kemudian dikembangkan lagi pada proses-proses di area

yang berkaitan dengan bisnis perangkat lunak.

Dari berbagai model-model kematangan yang

dikemukakan di atas, diperoleh perbandingan sebagai berikut:

36

Tabel 1. Berbagai Level Model Kematangan

Sumber : Diolah dari berbagai sumber

MODEL/Sumber Level 0 Level 1 Level 2 Level 3 Level 4 Level 5

CMM (Software

Engineering Institute)

Initial Repeatable Defined Managed Optimizing

KMMM (Siemens) Initial Repeatable Defined Managed Optimizing

OMM (international

Public Management

Association Assessment

council)

Informal Documented Integrated Strategic Optimized

SPICE (ISO and IEC

joint subcommittee)

Performed Managed Established Predictable Optimizing

MODEL/Sumber Level 0 Level 1 Level 2 Level 3 Level 4 Level 5

COBIT (ISACA) Non-

existing

Ad Hoc Repeatable Defined Managed Optimizing

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

37

3.1. Variabel Ukuran Kematangan Organisasi

Pengukuran kematangan organisasi merupakan pengukuran

terhadap kualitas proses pengelolaan organisasi. Variabel yang diukur

dalam pengukuran kematangan organisasi adalah area proses

manajemen yang menjadi aktivitas dari organisasi tersebut. Untuk

menentukan area proses aktivitas dalam organisasi harus diidentifikasi

terlebih dahulu layanan atau produk yang dihasilkan oleh organisasi

yang bersangkutan. Area proses adalah area kegiatan yang dilakukan

oleh organisasi untuk menghasilkan produknya.

Kematangan organisasi adalah kualitas aktivitas/proses

manajemen yang dilakukan untuk menghasilkan produk yang

paripurna atau berkualitas tinggi. Kematangan organisasi juga terkait

dengan kemampuan organisasi untuk mempertahankan eksistensi

dirinya dalam mengikuti perubahan lingkungan baik internal maupun

eksternal. Proses manajemen yang berkualitas dan produk yang prima

pada suatu waktu tidak menutup kemungkinan menjadi ketinggalan

pada waktu yang lain. Oleh karena itu, kemampuan organisasi

mengembangkan dirinya dalam menjawab perubahan tantangan

menjadi bagian penting dari kematangan organisasi.

Unit Layanan Pengadaan (ULP) merupakan organisasi yang

baru diperkenalkan melalui Peraturan Presiden No 54 Tahun 2010

BAB III INDIKATOR KEMATANGAN

ORGANISASI ULP

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

38

tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. ULP diharapkan menjadi

organisasi profesional yang mampu melaksanakan pengadaan

barang/jasa pemerintah secara efisien, transparan, akuntabel dan

proses yang sederhana.

Variabel-variabel yang merupakan inti proses dari ULP dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya meliputi :

1. Organisasi;

2. Tata laksana

3. Sumber Daya Manusia

4. Manajemen

Pertama, variabel Organisasi meliputi: (1) Struktur

Organisasi; (2) Tugas dan Fungsi dan (3) Budaya organisasi

Kedua, variabel Tata Laksana adalah area proses

manajemen, yang berdasarkan Permenpan Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pedoman Penataan Tatalaksana (Business Process) bagi

organisasi pemerintah disebut “tata laksana” (bussiness process) yang

meliputi tata laksana inti (core process) dan tata laksana pendukung

(supporting process). Tujuan akhir dari tata laksana adalah untuk

penurunan biaya, peningkatan kualitas output, peningkatan kualitas

layanan, dan peningkatan kecepatan delivery. Variabel tata laksana

inti (core process) pada ULP sesuai dengan tugas dan wewenangnya

adalah pemilihan penyedia barang/jasa yang meliputi:

1. Melaksanakan pemilihan penyedia;

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

39

2. Menyimpan dokumen asli pemilihan penyedia

barang/jasa;

3. Memberikan pelayanan pemilihan penyedia barang/jasa

kepada unit kerja/SKPD; dan

4. Menyusun laporan pemilihan penyedia barang/jasa

Ketiga, variabel Sumber Daya Manusia yang meliputi: (1)

status kepegawaian anggota ULP; (2) pengembangan kompetensi; (3)

kinerja pegawai; dan (4) kinerja organisasi ULP.

Keempat, variabel Manajemen yang meliputi: (1)

manajemen resiko; (2) manajemen informasi; (3) perencanaan

kegiatan; (4) pengawasan kegiatan; dan (5) sarana dan prasarana

Pengukuran kematangan organisasi ULP dalam kajian ini

mengacu pada teori Capability Maturity Model (CMM) dengan model

bertingkat (staged model) yang dibagi ke dalam 5 (lima) tingkatan

yaitu Initial, Repeatable, Defined, Managed and Optimized. Empat

variabel yang diukur dalam kematangan organisasi ULP dibagi

kedalam sub variabel yang selanjutnya setiap sub variabel diuraikan

ke dalam indikator yang menunjukkan kematangan organisasi pada

setiap tingkatan. Adapun tingkat kematangan organisasi ULP

berdasarkan variabel, sub variabel dan indikator dapat dilihat pada

tabel berikut:

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

40

Tabel 2.

Variabel, Sub Variabel dan Indikator Tingkat Kematangan Organisasi ULP

VARIABEL SUB

VARIABEL

TINGKAT KEMATANGAN

TINGKAT 1 (INITIAL)

TINGKAT 2 (REPEATABLE)

TINGKAT 3 (DEFINED)

TINGKAT 4 (MANAGED)

TINGKAT 5 (OPTIMIZED)

1. ORGANISASI

1. Struktur Panitia ULP berada pada masing-masing unit kerja K/L/I atau pada masing-masing SKPD Pemerintah Daerah (belum terintegrasi)

ULP terintegrasi (ex-officio) pada salah satu unit struktural

ULP sudah menjadi unit kerja struktural dan ditetapkan berdasarkan peraturan Menteri/Pimpinan K/L atau Perda namun struktur ULP masih berupa birokrasi mesin

ULP sudah menjadi unit kerja struktural dan ditetapkan berdasarkan peraturan Menteri/Pimpinan K/L atau Perda dan struktur ULP sudah menjadi organisasi profesional (operating core adalah Pejabat fungsional- Pejabat Pengelola Barang/Jasa- PPBJ)

2. Tugas dan Fungsi (Tusi)

Belum ada struktur dan uraian tugas

Tugas dan fungsi sudah didefinisikan, namun belum

Tugas dan fungsi sudah didefinisikan

Tugas dan fungsi sudah didefinisikan dan

Tugas dan fungsi sudah didefinisikan dan sudah

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

41

VARIABEL SUB

VARIABEL

TINGKAT KEMATANGAN

TINGKAT 1 (INITIAL)

TINGKAT 2 (REPEATABLE)

TINGKAT 3 (DEFINED)

TINGKAT 4 (MANAGED)

TINGKAT 5 (OPTIMIZED)

dan fungsi berbasis beban kerja dan belum sesuai peraturan. Sudah ada pembagian tugas dan fungsi antar unit kerja, namun belum seimbang.

dan sudah berbasis beban kerja serta sudah sesuai peraturan. Sudah ada pembagian tugas dan fungsi antar unit kerja secara seimbang. Akan tetapi pelaksanaan distribusi pekerjaan belum sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.

sudah berbasis beban kerja serta sudah sesuai peraturan. Sudah ada pembagian tugas dan fungsi antar unit kerja secara seimbang. Distribusi pekerjaan sudah sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Tetapi distribusi, monitoring evaluasi masih dilakukan secara manual (belum komputerisasi atau berbasis teknologi informasi).

berbasis beban kerja serta sudah sesuai peraturan. Sudah ada pembagian tugas dan fungsi antar unit kerja secara seimbang. pelaksanaan distribusi pekerjaan sudah sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Distribusi pekerjaan, monitoring evaluasi dilakukan secara komputerisasi atau berbasis teknologi informasi

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

42

VARIABEL SUB

VARIABEL

TINGKAT KEMATANGAN

TINGKAT 1 (INITIAL)

TINGKAT 2 (REPEATABLE)

TINGKAT 3 (DEFINED)

TINGKAT 4 (MANAGED)

TINGKAT 5 (OPTIMIZED)

3. Budaya organisasi

Belum terbentuk nilai-nilai organisasi

Sudah terbentuk nilai organisasi namun masih belum ada penetapan peraturan tentang nilai organisasi

Nilai organisasi sudah ditetapkan dan sudah ada program internalisasi, namun belum ada program evaluasi terukur dan tindak lanjut

Nilai organisasi sudah ditanamkan melalui program internalisasi. Selain itu telah dilakukan evaluasi terukur dan tindak lanjut (reward/punishment) namun belum menggunakan sistem berbasis teknologi informasi

Nilai organisasi sudah ditanamkan melalui program internalisasi. Selain itu telah dilakukan evaluasi terukur dan tindak lanjut (reward/punishment) yang dilakukan menggunakan sistem berbasis teknologi informasi

2. TATA LAKSANA

1. Pemilihan Penyedia

Belum ada dokumen yang mengatur tata laksana (Standard Operating Procedure/SO

Pedoman tata laksana pemilihan penyedia sudah disusun namun belum mengikuti notasi resmi atau belum ditetapkan menjadi SOP

Pedoman tata laksana pemilihan penyedia sudah disusun berdasarkan notasi resmi dan sudah

SOP pemilihan penyedia sudah disusun berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP yang isinya telah

SOP pemilihan penyedia sudah disusun berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP yang isinya telah sesuai

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

43

VARIABEL SUB

VARIABEL

TINGKAT KEMATANGAN

TINGKAT 1 (INITIAL)

TINGKAT 2 (REPEATABLE)

TINGKAT 3 (DEFINED)

TINGKAT 4 (MANAGED)

TINGKAT 5 (OPTIMIZED)

P) tentang pemilihan penyedia

ditetapkan menjadi SOP. Akan tetapi SOP yang telah ditetapkan belum sesuai dengan peraturan dan atau belum diimplementasikan seluruhnya

sesuai dengan peraturan. SOP telah dilaksanakan namun belum ada mekanisme monitoring terhadap SOP dan mekanisme tetap untuk penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak dilaksanakan.

dengan peraturan. SOP telah dilaksanakan dan telah ada mekanisme monitoring terhadap SOP serta mekanisme tetap untuk penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak dilaksanakan

2. Penyimpanan Dokumen Asli Pemilihan Penyedia Barang/Jasa

Belum ada dokumen yang mengatur tata laksana (SOP) tentang penyimpanan dokumen asli pemilihan

Pedoman tata laksana penyimpanan dokumen asli pemilihan penyedia barang/jasa sudah disusun namun belum mengikuti notasi resmi atau

Pedoman tata laksana penyimpanan dokumen asli pemilihan penyedia barang/jasa sudah disusun berdasarkan

SOP Penyimpanan Dokumen Asli Pemilihan Penyedia Barang/Jasa sudah disusun berdasarkan notasi resmi dan

SOP Penyimpanan Dokumen Asli Pemilihan Penyedia Barang/Jasa sudah disusun berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

44

VARIABEL SUB

VARIABEL

TINGKAT KEMATANGAN

TINGKAT 1 (INITIAL)

TINGKAT 2 (REPEATABLE)

TINGKAT 3 (DEFINED)

TINGKAT 4 (MANAGED)

TINGKAT 5 (OPTIMIZED)

penyedia barang/jasa

belum ditetapkan menjadi SOP

notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP. Akan tetapi SOP yang telah ditetapkan belum sesuai dengan peraturan dan atau belum diimplementasikan seluruhnya

sudah ditetapkan menjadi SOP yang isinya telah sesuai dengan peraturan. SOP telah dilaksanakan namun belum ada sistem monitoring terhadap SOP dan mekanisme tetap untuk penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak dilaksanakan.

menjadi SOP yang isinya telah sesuai dengan peraturan. SOP telah dilaksanakan dan telah ada sistem monitoring terhadap SOP serta mekanisme tetap untuk penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak dilaksanakan

3. Pelayanan Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa kepada Unit

Belum ada dokumen yang mengatur tata laksana (SOP) tentang

Pedoman tata laksana pelayanan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa kepada unit kerja/SKPD

Pedoman tata laksana pelayanan pelaksanaan pemilihan penyedia

SOP Pelayanan Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Kepada Unit

SOP Pelayanan Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Kepada Unit

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

45

VARIABEL SUB

VARIABEL

TINGKAT KEMATANGAN

TINGKAT 1 (INITIAL)

TINGKAT 2 (REPEATABLE)

TINGKAT 3 (DEFINED)

TINGKAT 4 (MANAGED)

TINGKAT 5 (OPTIMIZED)

Kerja/SKPD pelayanan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa kepada unit kerja/SKPD

sudah disusun namun belum mengikuti notasi resmi atau belum ditetapkan menjadi SOP

barang/jasa kepada unit kerja/SKPD sudah disusun berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP. Akan tetapi SOP yang telah ditetapkan belum sesuai dengan peraturan dan atau belum diimplementasikan seluruhnya

Kerja/SKPD sudah disusun berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP yang isinya telah sesuai dengan peraturan. SOP telah dilaksanakan namun belum ada sistem monitoring terhadap SOP dan mekanisme tetap untuk penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak dilaksanakan.

Kerja/SKPD sudah disusun berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP yang isinya telah sesuai dengan peraturan. SOP telah dilaksanakan dan telah ada sistem monitoring terhadap SOP serta mekanisme tetap untuk penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak dilaksanakan

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

46

VARIABEL SUB

VARIABEL

TINGKAT KEMATANGAN

TINGKAT 1 (INITIAL)

TINGKAT 2 (REPEATABLE)

TINGKAT 3 (DEFINED)

TINGKAT 4 (MANAGED)

TINGKAT 5 (OPTIMIZED)

4. Penyusunan Laporan Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa

Belum ada dokumen yang mengatur tata laksana (SOP) tentang penyusunan laporan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa

Pedoman tata laksana penyusunan laporan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa sudah disusun namun belum mengikuti notasi resmi atau belum ditetapkan menjadi SOP

Pedoman tata laksana penyusunan laporan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa sudah disusun berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP. Akan tetapi SOP yang telah ditetapkan belum sesuai dengan peraturan dan atau belum diimplementasikan seluruhnya

SOP Penyusunan Laporan Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa sudah disusun berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP yang isinya telah sesuai dengan peraturan. SOP telah dilaksanakan namun belum ada sistem monitoring terhadap SOP dan mekanisme tetap untuk penanganan apabila ada

SOP Penyusunan Laporan Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa sudah disusun berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP yang isinya telah sesuai dengan peraturan. SOP telah dilaksanakan dan telah ada sistem monitoring terhadap SOP serta mekanisme tetap untuk penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak dilaksanakan

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

47

VARIABEL SUB

VARIABEL

TINGKAT KEMATANGAN

TINGKAT 1 (INITIAL)

TINGKAT 2 (REPEATABLE)

TINGKAT 3 (DEFINED)

TINGKAT 4 (MANAGED)

TINGKAT 5 (OPTIMIZED)

bagian SOP yang tidak dilaksanakan.

3. SDM

1. Status Kepegawaian Anggota ULP

Sebagai panitia pengadaan yang ad-hoc

Sebagai anggota ULP tetapi masih menjadi pegawai satker/SKPD (belum penuh waktu)

Sebagian atau seluruh anggota Pokja ULP sudah menjadi pegawai tetap ULP tetapi belum menjadi pejabat fungsional PPBJ

Sudah ada anggota Pokja yang menjadi pejabat fungsional PPBJ namun jumlahnya belum sesuai formasi

Seluruh anggota Pokja sudah menjadi Pejabat Fungsional PPBJ dan jumlahnya sudah sesuai formasi

2. Pengembangan Kompetensi

Belum ada pengembangan kompetensi pegawai melalui diklat, magang ataupun metode reguler lainnya setiap tahun

Sudah ada pengembangan kompetensi pegawai misalnya melalui diklat, magang ataupun metode lainnya, namun tidak ada pola perencanaannya

Sudah ada pola perencanaan pengembangan kompetensi pegawai namun belum ada monitoring evaluasi pengembangan kompetensi.

Sudah disusun pola perencanaan pengembangan kompetensi dan Sudah ada monitoring evaluasi pelaksanaan pengembangan kompetensi,

Sudah disusun pola perencanaan pengembangan kompetensi pegawai dan sudah ada monitoring evaluasi serta tindak lanjut yang sistematis. Selain itu sistem

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

48

VARIABEL SUB

VARIABEL

TINGKAT KEMATANGAN

TINGKAT 1 (INITIAL)

TINGKAT 2 (REPEATABLE)

TINGKAT 3 (DEFINED)

TINGKAT 4 (MANAGED)

TINGKAT 5 (OPTIMIZED)

namun belum menggunakan sistem berbasis teknologi informasi.

pengembangan kompetensi telah terakomodasi dalam sistem berbasis teknologi informasi.

3. Kinerja Pegawai

Belum ada target kinerja pegawai

Sudah ada target kinerja pegawai namun belum dijadikan komitmen pencapaian yang disetujui pimpinan

Sudah ada target kinerja pegawai yang telah dijadikan komitmen pencapaian yang disetujui pimpinan namun belum ada mekanisme reward/punishment atas pencapaiannya

Sudah ada target kinerja pegawai yang telah dijadikan komitmen pencapaian yang disetujui pimpinan, ada mekanisme reward/punishment atas pencapaiannya namun masih manual belum berbasis teknologi informasi

Sudah ada target kinerja pegawai yang telah dijadikan komitmen pencapaian yang disetujui pimpinan, ada mekanisme reward/punishment atas pencapaiannya dan telah berbasis teknologi informasi

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

49

VARIABEL SUB

VARIABEL

TINGKAT KEMATANGAN

TINGKAT 1 (INITIAL)

TINGKAT 2 (REPEATABLE)

TINGKAT 3 (DEFINED)

TINGKAT 4 (MANAGED)

TINGKAT 5 (OPTIMIZED)

4. Kinerja organisasi/ ULP

Belum ada target kinerja organisasi ULP

Sudah ada target kinerja organisasi ULP namun belum mengacu dokumen perencanaan dan belum ada mekanisme monitoring evaluasi atas pencapaiannya

Sudah ada target kinerja organisasi ULP yang mengacu pada dokumen perencanaan dan sudah ada mekanisme monitoring evaluasi atas pencapaiannya namun belum ada rencana tindak lanjut perbaikan kinerja.

Sudah ada target kinerja organisasi ULP yang mengacu pada dokumen perencanaan dan sudah ada mekanisme monitoring evaluasi atas pencapaiannya dan rencana tindak lanjut perbaikan kinerja namun belum berbasis teknologi informasi

Sudah ada target kinerja organisasi ULP yang mengacu pada dokumen perencanaan dan sudah memiliki mekanisme monitoring evaluasi disertai rencana tindak lanjut perbaikan kinerja berbasis teknologi informasi

4. MANAJEMEN 1. Manajemen Resiko

Belum ada manajemen resiko dalam proses seleksi penyedia barang/jasa

Sudah ada manajemen resiko dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa namun belum ada prosedur

ULP sudah menetapkan prosedur (SOP) pengelolaan resiko dalam pengadaan

ULP sudah menetapkan prosedur (SOP) pengelolaan resiko dalam pengadaan

ULP sudah menetapkan prosedur (SOP) pengelolaan resiko dalam pengadaan barang/jasa dan

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

50

VARIABEL SUB

VARIABEL

TINGKAT KEMATANGAN

TINGKAT 1 (INITIAL)

TINGKAT 2 (REPEATABLE)

TINGKAT 3 (DEFINED)

TINGKAT 4 (MANAGED)

TINGKAT 5 (OPTIMIZED)

-nya (SOP) barang/jasa namun belum dilakukan monitoring evaluasi pelaksanaannya

barang/jasa dan sudah dilakukan monitoring evaluasi pelaksanaannya namun belum berbasis teknologi informasi

sudah dilakukan monitoring evaluasi pelaksanaannya serta sudah berbasis teknologi informasi

2. Manajemen Informasi

Informasi dikelola oleh masing-masing unit atau petugas secara manual.

Data dan informasi sudah disimpan secara teratur oleh masing-masing perangkat kerja, namun masih bersifat manual.

Data dan informasi sudah dikelola secara terpadu pada satu unit pengolah dan penyimpan data, namun masih dilakukan secara manual.

Data sudah dikelola secara terpadu pada satu unit pengolah dan penyimpan data, secara komputerisasi, namun masih memerlukan pengolahan dan entry data secara manual pada setiap jenis data.

Data sudah dikelola secara terpadu pada satu unit pengolah dan penyimpan data, secara komputerisasi. Entry data dilakukan sekaligus pada saat pelaksanaan setiap proses pengadaan. Data hasil kerja otomatis masuk

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

51

VARIABEL SUB

VARIABEL

TINGKAT KEMATANGAN

TINGKAT 1 (INITIAL)

TINGKAT 2 (REPEATABLE)

TINGKAT 3 (DEFINED)

TINGKAT 4 (MANAGED)

TINGKAT 5 (OPTIMIZED)

dalam sistem informasi

3. Perencanaan Kegiatan

Belum ada perencanaan kegiatan ULP

Sudah ada perencanaan kegiatan namun belum terpola dan terdokumentasi

Sudah ada pola perencanaan yang terdokumentasi, namun belum ada monitoring evaluasi terhadap pelaksanaan perencanaan kegiatan ULP

Sudah ada pola perencanaan yang terdokumentasi, dan telah ada monitoring evaluasi pelaksanaan perencanaan namun belum berbasis teknologi informasi

Sudah ada pola perencanaan yang terdokumentasi dan telah ada sistem monitoring evaluasi dan berbasis teknologi informasi

4. Pengawasan Kegiatan

Belum ada pengawasan oleh pimpinan ULP

Sudah ada pengawasan oleh pimpinan ULP namun masih dilakukan secara insidental

Sudah ada pola pengawasan yang terstruktur oleh pimpinan ULP namun belum ada mekanisme tindak lanjutnya yang

Sudah ada pola pengawasan yang terstruktur oleh pimpinan ULP dan sudah ada mekanisme tindak lanjut yang ditetapkan dalam SOP

Sudah ada pola pengawasan yang terstruktur oleh pimpinan ULP dan sudah ada mekanisme tindak lanjut yang ditetapkan dalam SOP serta telah

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

52

VARIABEL SUB

VARIABEL

TINGKAT KEMATANGAN

TINGKAT 1 (INITIAL)

TINGKAT 2 (REPEATABLE)

TINGKAT 3 (DEFINED)

TINGKAT 4 (MANAGED)

TINGKAT 5 (OPTIMIZED)

ditetapkan dalam SOP

namun pelaksanaannya masih manual

berbasis teknologi informasi

5. Sarana dan Prasarana

Belum memiliki sarana dan prasarana sendiri untuk menunjang kegiatan ULP

Sudah memiliki sarana dan prasarana sendiri untuk kegiatan ULP, namun belum sesuai dengan standar gedung/ruangan kerja ULP

Sudah memiliki sarana dan prasarana sendiri untuk menunjang kegiatan ULP dan sudah sesuai standar akan tetapi belum berdasarkan analisis kebutuhan.

Sudah memiliki sarana dan prasarana sendiri untuk menunjang kegiatan ULP dan sudah sesuai standar serta sudah berdasarkan analisis kebutuhan namun inventarisasi-nya masih dilakukan secara manual

Sudah memiliki sarana dan prasarana sendiri untuk menunjang kegiatan ULP dan sudah sesuai standar serta sudah berdasarkan analisis kebutuhan dan telah dilakukan menggunakan berbasis teknologi informasi

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

53

3.2 Tata Cara Pengukuran Kematangan ULP

Berdasarkan indikator yang sudah disusun diatas, maka pengukuran terhadap

setiap indikator dilakukan sebagai berikut :

A. Variabel Organisasi

1. Struktur

Kematangan Tingkat I :

Apabila ULP Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Instansi

(K/L/Pemda/I) belum terbentuk dan pengadaan barang/jasa

pemerintah dilakukan oleh panitia. Indikator ini dibuktikan dengan

belum adanya pembentukan ULP pada K/L/Pemda/I.

Kematangan Tingkat II :

Sudah ada ULP, namun Pokja masih tersebar pada masing-masing

SKPD di pemerintah daerah atau masih pada masing-masing unit

kerja eselon I/eselon II di K/L/I. Indikator ini dbuktikan dengan cara

memeriksa Peraturan Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala

Daerah/Pimpinan Institusi tentang pembentukan ULP dimana

kedudukan pokja ULP dan ruang lingkup pelayanan pokja ULP.

Kematangan Tingkat III :

ULP sudah dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri/Pimpinan

Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Instansi dan melayani pengadaan

yang terintegrasi pada satu instansi. Akan tetapi masih ex-officio

pada unit struktural yang memiliki tugas dan fungsi relevan dengan

pengadaan. Indikator ini dibuktikan dengan adanya Peraturan

Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Institusi

tentang pembentukan ULP yang ex-officio.

Kematangan Tingkat IV :

ULP sudah dibentuk dengan Peraturan Daerah atau Peraturan

Menteri/Peraturan Pimpinan Lembaga/Institusi sebagai unit

struktural (tugas dan fungsi ULP telah tercantum dalam Susunan

Organisasi Tata Kerja - SOTK instansi). Indikator ini dibuktikan

dengan Peraturan Daerah atau Peraturan Menteri/Peraturan

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

54

Pimpinan Lembaga/Institusi tentang Pembentukan ULP Struktural.

Namun struktur yang ada di dalam Peraturan Daerah atau Peraturan

Menteri/Peraturan Pimpinan Lembaga/Institusi masih

menggambarkan birokrasi mesin yang bersifat mekanistik.

Kematangan Tingkat V :

Struktur Organisasi ULP sudah berbentuk organisasi profesional

dimana operating core atau kelompok jabatan fungsional

mendominasi disain organisasi. Sedangkan jabatan struktural hanya

untuk pimpinan ULP dan Sekretariat. Jabatan struktural puncak juga

diisi dari jabatan fungsional ahli pengadaan. Indikator ini dibuktikan

dengan memeriksa model struktur oganisasi ULP dan persyaratan

pengangkatan kepala ULP.

2. Tugas dan Fungsi

Kematangan Tingkat I :

Belum ada struktur organisasi dan belum ada uraian tugas dan

fungsi yang ditetapkan secara tetap. Organisasi bersifat adhoc.

Indikator ini dibuktikan dengan melihat struktur organisasi

pengadaan dan uraian tugas dan fungsi setiap jabatan unit

pengadaan.

Kematangan Tingkat II :

Sudah ada struktur organisasi ULP dan sudah ada uraian tugas

pokok dan fungsi ULP, namun belum sesuai peraturan. Selain itu

pendefinisian tugas dan fungsi tidak berdasarkan beban kerja antar

unit kerja pada ULP. Sehingga pembagian tugas dan fungsi antar

unit kerja belum seimbang. Indikator ini dapat dilihat dari ada atau

tidak adanya analisis yang sistematis dalam proses penyusunan

struktur organisasi dan uraian tugas setiap unit organisasi. Selain itu

bukti lain adalah uraian tugas dan fungsi yang ada belum sesuai

dengan peraturan.

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

55

Kematangan Tingkat III :

Struktur organisasi dan uraian tugas dan fungsi sudah disusun sesuai

dengan peraturan dan dilakukan berdasarkan analisis keseimbangan

beban kerja dan spesialisasi. Indikator ini dapat dilihat dengan

memeriksa uraian tugas dan fungsi apakah telah sesuai dengan

peraturan. Selain itu bukti lain adalah dengan memeriksa apakah

terdapat tumpang tindih pekerjaan (overlapping), beban pekerjaan

berlebih pada satu unit (overloading) atau masih terdapat pekerjaan

yang tidak masuk dalam pekerjaan salah satu unit kerja.

Kematangan Tingkat IV :

Struktur organisasi dan tugas dan fungsi ULP sudah disusun sesuai

dengan keseimbangan beban kerja dan spesialisasi dan pekerjaan

sudah dilaksanakan oleh unit kerja sesuai dengan uraian tugas dan

fungsi yang sudah ditetapkan. Selain itu pada tingkat ini, distribusi

pekerjaan, monitoring valuasi pelaksanaan tugas dan fungsi masih

dilakukan secara manual (belum komputerisasi atau berbasis

teknologi informasi). Indikator ini dapat dibuktikan dengan

melakukan uji petik pelaksanaan pekerjaan pada setiap unit ULP.

Selain itu dengan mengetahui bagaimana pola pendistribusian tugas

dan fungsi, monitoring evaluasi pelaksanaan pekerjaan apakah masih

dilakukan manual (belum komputerisasi atau berbasis teknologi

informasi).

Kematangan Tingkat V :

Pada tingkat ini struktur organisasi dan tugas dan fungsi ULP sudah

disusun sesuai dengan keseimbangan beban kerja dan spesialisasi

dan pekerjaan sudah dilaksanakan oleh unit kerja sesuai dengan

uraian tugas dan fungsi yang sudah ditetapkan. Distribusi pekerjaan,

monitoring evaluasi telah dilakukan secara komputerisasi atau

berbasis teknologi informasi. Indikator ini dapat dibuktikan dengan

mengetahui bagaimana pola pendistribusian, monitoring evaluasi

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

56

pelaksanaan tugas dan fungsi apakah sudah berbasis teknologi

informasi.

3. Budaya Organisasi

Kematangan Tingkat I :

Budaya organisasi yang dibentuk dari nilai-nilai organisasi belum

belum dirumuskan dan belum terlihat, sehingga yang muncul adalah

budaya setiap individu pada ULP. Indikator ini dapat dibuktikan

dengan belum terlihatnya nilai-nilai yang menggambarkan budaya

dan identitas organisasi ULP.

Kematangan Tingkat II :

Sudah ada nilai-nilai organisasi yang menggambarkan budaya dan

identitas organisasi ULP, namun belum ditetapkan dan

terdokumentasi dalam peraturan tentang nilai dan budaya organisasi

ULP. Indikator ini dapat dibuktikan dengan tidak adanya dokumen

resmi dari pimpinan ULP tentang budaya dan nilai organisasi ULP

yang bersangkutan.

Kematangan Tingkat III :

Sudah ada dokumen resmi tentang budaya organisasi atau nilai-nilai

yang harus diimplementasikan oleh pegawai ULP, dan sudah ada

program yang secara khusus dilakukan untuk menanamkan nilai

budaya organisasi tersebut melalui sosialisasi dan internalisasi,

namun belum dilakukan evaluasi terukur dan tindak lanjut hasil

evaluasianya. Indikator ini dapat dibuktikan dengan cara memeriksa

dokumen yang berisi nilai-nilai budaya organisasi ULP serta

dibuktikan dengan adanya dokumken tentang program penanaman

nilai budaya organisasi secara khusus.

KematanganTingkat IV :

Sudah ada dokumen resmi tentang budaya organisasi dan sudah

dilaksanakan program penanaman nilai-nilai budaya organisasi

secara sistematis yang dilakukan oleh ULP serta telah dilakukan

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

57

evaluasi terukur dan tindak lanjut (reward/punishment) namun

belum menggunakan sistem berbasis teknologi informasi. Indikator

ini dibuktikan dengan adanya dokumen yang berisi budaya organisasi

ULP dan adanya program penanaman nilai budaya tersebut bagi

semua pegawai ULP. Selain itu terdapat dokumen evaluasi yang

terukur dan tindak lanjut (reward/punishment) .

Kematangan Tingkat V :

Sudah ada dokumen resmi tentang budaya organisasi ULP serta

adanya evaluasi terhadap implementasi nilai-nilai tersebut terhadap

semua pegawai dalam menjalankan pekerjaan setiap hari serta

sudah ada mekanisme penanaman yang terus menerus pada

pegawai baru yang masuk ULP. Pada tingkat ini budaya organisasi

telah dievaluasi secara terukur dan ada tindak lanjut

(reward/punishment) menggunakan sistem berbasis teknologi

informasi. Indikator ini dibuktikan dengan adanya dokumen yang

berisi budaya organisasi ULP dan adanya program penanaman nilai

budaya tersebut bagi semua pegawai ULP. Selain itu ada sistem

berbasis teknologi informasi terkait evaluasi dan pemberlakuan

tindak lanjut pelaksanaan budaya organisasi (reward/punishment).

B. Tata Laksana

1. Pemilihan Penyedia Barang/Jasa

Kematangan Tingkat I :

Belum ada dokumen yang mengatur tata laksana berupa Standar

Operating Procedure (SOP) tentang pemilihan penyedia. Pemilihan

penyedia dilakukan belum sesuai SOP dan dilakukan dengan cara

yang beragam pada masing-masing pokja. Indikator ini dibuktikan

dari tidak adanya dokumen tata laksana (SOP) tentang pemilihan

penyedia barang/jasa

Kematangan Tingkat II :

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

58

Pedoman tata laksana pemilihan penyedia sudah disusun namun

belum mengikuti notasi resmi atau belum ditetapkan menjadi SOP.

Pelaksanaan pemilihan penyedia telah dilakukan dengan tahapan

yang sudah diseragamkan oleh Pokja melalui alur pekerjaan, namun

belum mengikuti notasi resmi SOP dan belum ditetapkan sebagai

SOP pemilihan penyedia barang/jasa. Indikator ini dibuktikan dengan

adanya dokumen tahapan alur pemilihan penyedia barang/jasa

namun belum disahkan/ditetapkan sebagai SOP.

Kematangan Tingkat III :

Pedoman tata laksana pemilihan penyedia sudah disusun

berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP. Akan

tetapi SOP yang telah ditetapkan belum sesuai dengan peraturan

dan atau belum diimplementasikan seluruhnya. Dokumen SOP

pemilihan penyedia barang/jasa telah ada tapi belum memenuhi

notasi resmi SOP/peraturan tentang tahapan pemilihan barang/jasa

dan implementasinya belum utuh karena penggunaan proses alur

SOP masih dilaksanakan sebagian saja. Indikator ini dibuktikan

dengan adanya dokumen SOP yang belum sempurna dan belum

diimplementasikan secara utuh.

Kematangan Tingkat IV :

Pedoman tata laksana pemilihan penyedia sudah disusun

berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP yang

isinya telah sesuai dengan peraturan walaupun pelaksanaannya

belum terstruktur dan atau belum secara komputerisasi/berbasis

teknologi informasi. Selain itu tidak ada mekanisme tetap

penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak dilaksanakan.

Indikator ini dibuktikan dengan adanya dokumen SOP yang resmi

ditetapkan oleh kepala ULP serta sudah dilaksanakan sesuai tugas

dan fungsinya. Selain itu ada kegiatan monitoring evaluasi

pelaksanaan SOP namun masih belum terstruktur, terdokumentasi

dan atau belum secara komputerisasi/berbasis teknologi informasi.

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

59

Kematangan Tingkat V :

Pedoman tata laksana pemilihan penyedia sudah disusun

berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP yang

isinya telah sesuai dengan peraturan. SOP telah dilaksanakan dan

telah ada mekanisme monitoring terhadap SOP serta mekanisme

tetap untuk penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak

dilaksanakan. Implementasi SOP telah berjalan dengan baik disertai

dengan mekanisme monitoring evaluasi. Indikator ini dibuktikan

dengan adanya dokumen SOP dan implementasinya disertai hasil

monitoring evaluasi yang dibuat oleh unit kerja pengendali mutu

(quality control unit) dan dilakukan secara berkala serta berbasis

teknologi informasi dimana hasilnya dijadikan tindak lanjut untuk

perbaikan.

2. Penyimpanan Dokumen Asli Pemilihan Penyedia

Barang/Jasa

Kematangan Tingkat I :

Belum ada pedoman tata laksana yang dijadikan sebagai panduan

dalam penyimpanan dokumen asli pemilihan penyedia barang/jasa.

Penyimpanan dokumen asli pemilihan penyedia barang/jasa

dilaksanakan menurut pilihan masing-masing pegawai. Indikator ini

dapat dilihat dari tidak adanya dokumen tata laksana kegiatan

penilaian kualifikasi.

Kematangan Tingkat II :

Sudah ada alur kerja atau penataan tata laksana dalam penyimpanan

dokumen asli pemilihan penyedia barang/jasa namun dibuat tidak

berdasarkan pedoman penyusunan tata laksana yang resmi dan

belum ditetapkan menjadi SOP oleh kepala ULP. Indikator ini

dibuktikan dengan adanya bagan-bagan tata laksana yang dibuat

oleh masing-masing unit atau individu pegawai dan belum ada SOP

yang ditetapkan oleh dari kepala ULP.

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

60

Kematangan Tingkat III :

Sudah ada alur kerja atau penataan tata laksana yang disusun

berdasarkan notasi resmi dan ditetapkan menjadi SOP Penyimpanan

dokumen asli pemilihan penyedia barang/jasa, akan tetapi SOP yang

telah ditetapkan belum sesuai dengan peraturan dan atau belum

dilaksanakan seluruhnya. Indikator ini dibuktikan dengan adanya

dokumen tata laksana yang telah ditetapkan menjadi SOP namun

belum sesuai dengan peraturan dan atau belum dilaksanakan

seluruhnya.

Kematangan Tingkat IV :

Tata laksana sudah ditetapkan menjadi SOP penyimpanan dokumen

asli pemilihan penyedia barang/jasa. Isi dari SOP telah sesuai dengan

peraturan dan SOP telah dilaksanakan secara menyeluruh. Pada

tingkat ini belum ada sistem monitoring evaluasi pelaksanaan SOP,

walaupun pelaksanaannya belum terstruktur dan atau belum secara

komputerisasi/berbasis teknologi informasi. Selain itu tidak ada

mekanisme tetap penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak

dilaksanakan. Indikator ini dibuktikan dengan adanya dokumen SOP

yang resmi ditetapkan oleh kepala ULP serta sudah dilaksanakan

sesuai tugas dan fungsinya. Selain itu ada kegiatan monitoring

evaluasi pelaksanaan SOP namun masih belum terstruktur,

terdokumentasi dan atau belum secara komputerisasi/berbasis

teknologi informasi.

Kematangan Tingkat V :

Sudah ada sistem monitoring evaluasi penyimpangan terhadap SOP

yang terstruktur dan atau secara komputerisasi/berbasis sistem

infromasi. Selain itu telah ada mekanisme tetap penanganan apabila

ada bagian tata laksana atau SOP yang tidak dilaksanakan. Indikator

ini dibuktikan dengan adanya dokumen evaluasi penerapan SOP

yang dibuat oleh unit kerja pengendali mutu (quality control unit).

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

61

Selain itu dapat pula monitoring evaluasi dilakukan secara

komputerisasi/berbasis teknologi informasi.

3. Pelayanan Pelaksanaan Pemilihan Penyedia Barang/Jasa

kepada Satker/SKPD

Kematangan Tingkat I :

Belum ada pedoman tata laksana yang dijadikan sebagai panduan

dalam memberikan pelayanan pelaksanaan pemilihan penyedia

barang/jasa kepada satker/SKPD. Pelayanan pelaksanaan pemilihan

penyedia barang/jasa keapda satker/SKPD dilaksanakan menurut

pilihan masing-masing pegawai. Indikator ini dapat dilihat dari tidak

adanya dokumen tata laksana kegiatan penilaian kualifikasi.

Kematangan Tingkat II :

Sudah ada alur kerja atau penataan tata laksana dalam pelayanan

pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa keapda satker/SKPD

namun dibuat tidak berdasarkan pedoman penyusunan tata laksana

yang resmi dan belum ditetapkan menjadi Standar Operating

Procedure (SOP) oleh kepala ULP. Indikator ini dibuktikan dengan

adanya bagan-bagan tata laksana yang dibuat oleh masing-masing

unit atau individu pegawai dan belum ada SOP yang ditetapkan oleh

dari kepala ULP.

Kematangan Tingkat III :

Sudah ada alur kerja atau penataan tata laksana yang disusun

berdasarkan notasi resmi dan ditetapkan menjadi SOP. Akan tetapi

SOP yang telah ditetapkan belum sesuai dengan peraturan dan atau

belum dilaksanakan seluruhnya. Indikator ini dibuktikan dengan

adanya dokumen tata laksana yang telah ditetapkan menjadi SOP

namun belum sesuai dengan peraturan dan atau belum dilaksanakan

seluruhnya.

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

62

Kematangan Tingkat IV :

Pedoman tata laksana sudah ditetapkan menjadi SOP pelayanan

pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa keapda satker/SKPD.

Isi dari SOP telah sesuai dengan peraturan dan SOP telah

dilaksanakan secara menyeluruh. Pada tingkat ini belum ada sistem

monitoring evaluasi pelaksanaan SOP, walaupun pelaksanaannya

belum terstruktur dan atau belum secara komputerisasi/berbasis

teknologi informasi. Selain itu tidak ada mekanisme tetap

penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak dilaksanakan.

Indikator ini dibuktikan dengan adanya dokumen SOP yang resmi

ditetapkan oleh kepala ULP serta sudah dilaksanakan sesuai tugas

dan fungsinya. Selain itu ada kegiatan monitoring evaluasi

pelaksanaan SOP namun masih belum terstruktur, terdokumentasi

dan atau belum secara komputerisasi/berbasis teknologi informasi.

Kematangan Tingkat V :

Sudah ada sistem monitoring evaluasi penyimpangan terhadap SOP

yang terstruktur dan atau secara komputerisasi/berbasis sistem

infromasi. Selain itu telah ada mekanisme tetap penanganan apabila

ada bagian tata laksana atau SOP yang tidak dilaksanakan. Indikator

ini dibuktikan dengan adanya dokumen evaluasi penerapan SOP

yang dibuat oleh unit kerja pengendali mutu (quality control unit).

Selain itu dapat pula monitoring evaluasi dilakukan secara

komputerisasi/berbasis teknologi informasi.

4. Penyusunan Laporan Pelaksanaan Pemilihan Penyedia

Barang/Jasa

Kematangan Tingkat I :

Belum ada pedoman tata laksana yang dijadikan sebagai panduan

dalam penyusunan laporan pelaksanaan pemilihan penyedia

barang/jasa. Penyusunan laporan pelaksanaan pemilihan penyedia

barang/jasa dilaksanakan menurut pilihan masing-masing pegawai.

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

63

Indikator ini dapat dilihat dari tidak adanya dokumen tata laksana

kegiatan penilaian kualifikasi

Kematangan Tingkat II :

Sudah ada alur kerja atau penataan tata laksana dalam penyusunan

laporan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa namun dibuat

tidak berdasarkan pedoman penyusunan tata laksana yang resmi dan

belum ditetapkan menjadi Standar Operating Procedure (SOP) oleh

kepala ULP. Indikator ini dibuktikan dengan adanya bagan-bagan

tata laksana yang dibuat oleh masing-masing unit atau individu

pegawai dan belum ada SOP yang ditetapkan oleh kepala ULP.

Kematangan Tingkat III :

Sudah ada alur kerja atau penataan tata laksana yang disusun

berdasarkan notasi resmi dan ditetapkan menjadi SOP. Akan tetapi

SOP yang telah ditetapkan belum sesuai dengan peraturan dan atau

belum dilaksanakan seluruhnya. Indikator ini dibuktikan dengan

adanya dokumen tata laksana yang telah ditetapkan menjadi SOP

namun belum sesuai dengan peraturan dan atau belum dilaksanakan

seluruhnya.

Kematangan Tingkat IV :

Pedoman tata laksana sudah ditetapkan menjadi SOP penyusunan

laporan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa. Isi dari SOP

telah sesuai dengan peraturan dan SOP telah dilaksanakan secara

menyeluruh. Pada tingkat ini belum ada sistem monitoring evaluasi

pelaksanaan SOP, walaupun pelaksanaannya belum terstruktur dan

atau belum secara komputerisasi/berbasis teknologi informasi. Selain

itu tidak ada mekanisme tetap penanganan apabila ada bagian SOP

yang tidak dilaksanakan. Indikator ini dibuktikan dengan adanya

dokumen SOP yang resmi ditetapkan oleh kepala ULP serta sudah

dilaksanakan sesuai tugas dan fungsinya. Selain itu ada kegiatan

monitoring evaluasi pelaksanaan SOP namun masih belum

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

64

terstruktur, terdokumentasi dan atau belum secara

komputerisasi/berbasis teknologi informasi.

Kematangan Tingkat V :

Sudah ada sistem monitoring evaluasi penyimpangan terhadap SOP

yang terstruktur dan atau secara komputerisasi/berbasis sistem

infromasi. Selain itu telah ada mekanisme tetap penanganan apabila

ada bagian tata laksana atau SOP yang tidak dilaksanakan. Indikator

ini dibuktikan dengan adanya dokumen evaluasi penerapan SOP

yang dibuat oleh unit kerja pengendali mutu (quality control unit).

Selain itu dapat pula monitoring evaluasi dilakukan secara

komputerisasi/berbasis teknologi informasi.

C. Sumber Daya Manusia (SDM)

1. Status Kepegawaian Anggota Pokja

Kematangan Tingkat I

Sumber Daya Manusia sudah memiliki sertifikat namun masih

sebagai panitia yang bersifat ad-hoc. Indikator ini dibuktikan dengan

tidak ditemukannya dokumen penetapan sebagai anggota Pokja ULP.

Kematangan Tingkat II

SDM telah ditetapkan sebagai anggota Pokja ULP namun masih

merangkap tugas sebagai pegawai pada unit/satuan kerja/SKPD.

Indikator ini dibuktikan dengan belum adanya dokumen/surat

penetapan sebagai pegawai tetap di ULP.

Kematangan Tingkat III

Sebagian atau seluruh anggota Pokja ULP sudah menjadi pegawai

tetap ULP namun belum belum diangkat menjadi Pejabat Fungsional

Pengelola Pengadaan Barang/Jasa. Indikator ini dibuktikan dengan

adanya dokumen/surat penetapan sebagai pegawai tetap bagi

sebagian atau seluruh anggota pokja ULP.

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

65

Kematangan Tingkat IV

Sebagian atau semua anggota pokja sudah diangkat menjadi pejabat

fungsional pengadaan barang/jasa pemerintah namun belum sesuai

perhitungan formasi atau beban kerja. Indikator ini dibuktikan

dengan adanya Surat Keputusan Pengangkatan Pejabat Fungsional

Pengelola Pengadaan Barang/Jasa bagi sebagian atau semua

anggota Pokja ULP, namun jumlahnya belum sesuai perhitungan

formasi atau beban kerja.

Kematangan Tingkat V

Semua anggota ULP sudah diangkat sebagai pejabat fungsional

pengadaan, dan sudah sesuai perhitungan formasi atau beban

kerja. Indikator ini dibuktikan dengan adanya Surat Keputusan

Pengangkatan Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa

bagi semua anggota Pokja ULP dan jumlahnya sudah sesuai

perhitungan formasi atau beban kerja.

2. Pengembangan kompetensi

Kematangan Tingkat I :

Belum ada pengembangan kompetensi pegawai melalui diklat,

magang ataupun metode reguler lainnya setiap tahun. Indikator ini

dibuktikan dengan memeriksa ada atau tidaknya pegawai yang

dikirim mengikuti diklat, magang atau metode lainnya.

Kematangan Tingkat II :

Sudah ada pegawai yang dikirim mengikuti diklat, magang atau

metode lainnya setiap tahun, namun tidak ada kriteria dan pola

perencanaan pengembangan pegawai. Indikatornya dapat dilihat

dengan memeriksa data pegawai yang dikirim mengikuti diklat,

magang atau metode lainnya dan memeriksa dokumen pengiriman

pegawai tersebut. Jika pengiriman pegawai dilakukan secara acak

tanpa kriteria dan perencanaan, berarti tingkat kematangan berada

pada level ini.

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

66

Kematangan Tingkat III:

Sudah disusun pola dan sistem pengembangan pegawai yang berisi

kriteria, prosedur, jumlah, program, jadwal dan ketentuan lainnya

dalam pengembangan pegawai untuk mengikuti diklat, magang dan

kegiatan pengembangan lainnya, namun belum ada pola monitoring

evaluasi dari kegiatan pengembangan kompetensi. Indikator ini

dapat dilihat dengan memeriksa dokumen pengembangan pegawai

dan membandingkan dengan pelaksanaan pengembangan pegawai

pada ULP.

Kematangan Tingkat IV :

Pengembangan kompetensi pegawai sudah dilaksanakan sesuai

dengan pola yang sudah disusun secara sistematis. Selain itu telah

ada pola monitoring evaluasi serta tindak lanjut yang sistematis.

Namun pola pengembangan kompetensi ini belum terakomodasi

dalam sistem berbasis teknologi informasi. Indikator ini dibuktikan

dengan memeriksa dokumen pengembangan pegawai dan

membandingkan dengan pelaksanaan pengembangan pegawai pada

ULP.

Kematangan Tingkat V :

Pengembangan kompetensi pegawai sudah dilaksanakan sesuai

dengan pola dan sistem yang sudah disusun secara sistematis. Selain

itu telah ada pola monitoring evaluasi serta tindak lanjut yang

sistematis. Sistem pengembangan kompetensi telah terakomodasi

dalam sistem berbasis teknologi informasi. Indikator ini dibuktikan

dengan memeriksa dokumen pengembangan pegawai dan

membandingkan dengan pelaksanaan pengembangan pegawai pada

ULP.

3. Kinerja pegawai

Kematangan Tingkat I :

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

67

Belum ada penetapan target kinerja pegawai. Indikator ini dibuktikan

dengan memeriksa dokumen kinerja pegawai. Jika belum ada

dokumen penetapan kinerja pegawai, berarti ULP yang bersangkutan

berada pada level ini.

Kematangan Tingkat II :

Sudah ada target kinerja pegawai namun belum dijadikan komitmen

pencapaian yang disetujui pimpinan. Indikator ini dibuktikan dengan

pegawai sudah menyusun target kinerja namun belum ada

mekanisme persetujuan pimpinan yang berupa kontrak kerja.

Kematangan Tingkat III:

Sudah ada target kinerja pegawai yang telah dijadikan komitmen

pencapaian yang disetujui pimpinan namun belum ada mekanisme

reward/punishment atas pencapaiannya. Indikator ini dibuktikan

dengan cara memeriksa dokumen kinerja pegawai. Jika sudah ada

dokumen penetapan kinerja pegawai yang telah mendapat

persetujuan pimpinan namun belum ada mekanisme

reward/punishment berdasarkan hasil evaluasi pencapaiannya berarti

ULP yang bersangkutan berada pada level ini

Kematangan Tingkat IV :

Sudah ada target kinerja pegawai yang telah dijadikan komitmen

pencapaian yang disetujui pimpinan, ada mekanisme

reward/punishment atas pencapaiannya namun masih manual belum

berbasis teknologi informasi. Indikator ini dibuktikan dengan cara

memeriksa dokumen kinerja pegawai yang telah disetujui pimpinan.

Sudah ada mekanisme reward/punishment berdasarkan hasil

evaluasi pencapaiannya namun belum komputerisasi/berbasis

teknologi informasi.

Kematangan Tingkat V :

Sudah ada target kinerja pegawai yang telah dijadikan komitmen

pencapaian yang disetujui pimpinan, ada mekanisme

reward/punishment atas pencapaiannya dan telah dikelola berbasis

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

68

teknologi informasi. Selain itu ada upaya tindak lanjut perbaikan

kinerja. Indikator ini dibuktikan dengan cara memeriksa dokumen

kinerja pegawai yang telah disetujui atasan disertai dengan hasil

evaluasi dan pemberian reward/punishment pada pegawai disertai

dokumen yang menunjukkan adanya upaya tindak lanjut perbaikan

kinerja yang dikelola berbasis teknologi informasi maka ULP yang

bersangkutan berada pada level ini.

4. Kinerja ULP

Kematangan Tingkat I :

Belum ada penetapan target kinerja ULP. Indikator ini dibuktikan

dengan memeriksa dokumen kinerja instansi. Jika belum ada

dokumen penetapan kinerja, berarti ULP yang bersangkutan berada

pada level ini.

Kematangan Tingkat II :

Sudah ada target kinerja organisasi ULP, namun belum mengacu

dokumen perencanaan dan belum ada mekanisme monitoring

evaluasi atas pencapaiannya. Indikator ini dibuktikan dengan cara

memeriksa dokumen kinerja organisasi ULP. Jika sudah ada

dokumen penetapan kinerja organisasi ULP namun target yang

ditetapkan belum sama dengan target yang ditetapkan dalam

dokumen perencanaan (renja SKPD/renja kementerian/lembaga

pemerintah non kementerian) dan belum ada mekanisme monitoring

evaluasi atas pencapainnya berarti ULP yang bersangkutan berada

pada level ini.

Kematangan Tingkat III:

Sudah ada target kinerja organisasi ULP yang mengacu pada

dokumen perencanaan dan sudah ada mekanisme monitoring

evaluasi atas pencapaiannya namun belum ada rencana tindak lanjut

perbaikan kinerja. Indikator ini dibuktikan dengan cara memeriksa

dokumen kinerja instansi. Jika sudah ada dokumen penetapan

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

69

kinerja organisasi ULP dan target yang ditetapkan sudah sama

dengan target yang ditetapkan dalam dokumen perencanaan (renja

SKPD/renja kementerian/lembaga pemerintah non kementerian).

Selain itu bukti lain adalah telah adanya evaluasi pencapaian target

kinerja namun belum disertai rencana tindak lanjut hasil monitoring

evaluasi, maka ULP yang bersangkutan berada pada level ini.

Kematangan Tingkat IV :

Sudah ada target kinerja organisasi ULP yang mengacu pada

dokumen perencanaan dan sudah ada mekanisme monitoring

evaluasi atas pencapaiannya dan rencana tindak lanjut perbaikan

kinerja namun belum berbasis teknologi informasi. Indikator ini

dibuktikan dengan cara memeriksa dokumen kinerja organisasi ULP.

Jika sudah ada dokumen penetapan kinerja organisasi ULP dan

target yang ditetapkan sudah sama dengan target yang ditetapkan

dalam dokumen perencanaan (Rencana Kerja/renja SKPD atau renja

kementerian/lembaga pemerintah non kementerian). Selain itu bukti

lain adalah telah adanya dokumen evaluasi pencapaian target kinerja

dan rencana tindak lanjut hasil monitoring evaluasi.

Kematangan Tingkat V :

Sudah ada target kinerja organisasi ULP yang mengacu pada

dokumen perencanaan dan sudah memiliki mekanisme monitoring

evaluasi disertai rencana tindak lanjut perbaikan kinerja berbasis

teknologi informasi. Indikator ini dibuktikan dengan cara memeriksa

dokumen kinerja organisasi ULP. Jika sudah ada dokumen penetapan

kinerja organisasi ULP dan sudah ada evaluasi pencapaiannya

dimana seluruh target telah tercapai. Selain itu telah ada sistem

monitoring evaluasi kinerja organisasi ULP yang sudah berbasis

teknologi informasi dan ada dokumen yang menunjukkan adanya

upaya tindak lanjut perbaikan kinerja.

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

70

D. Manajemen

1. Manajemen Resiko

Kematangan Tingkat I :

Belum ada manajemen resiko dalam proses pemilihan penyedia

barang/jasa. Indikator ini dibuktikan dengan memeriksa dokumen

analisis resiko pemilihan penyedia barang/jasa. Jika belum ada

dokumen analisis resiko, berarti ULP yang bersangkutan berada pada

level ini.

Kematangan Tingkat II :

Sudah ada sebagian anggota pokja yang melakukan analisis resiko

dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa, namun hanya bersifat

individu anggota. Indikator ini dibuktikan dengan mewawancarai

anggota pokja. Jika hasil wawancara menunjukan bahwa ada

anggota pokja yang mampu menjelaskan bagaimana mengelola

resiko berarti ULP yang bersangkutan berada pada level ini.

Kematangan Tingkat III:

ULP sudah menetapkan prosedur pengelolaan resiko dalam

pengadaan barang/jasa dalam bentuk SOP, namun belum dilakukan

monitoring evaluasi pelaksanaannya. Indikator ini dibuktikan dengan

memeriksa dokumen pengelolaan resiko yang ditetapkan oleh ULP

dan penerapannya. Jika sudah ada dokumen SOP namun belum

dilakukan monitoring evaluasi pelaksanaannya berarti ULP yang

bersangkutan berada pada level ini.

Kematangan Tingkat IV :

ULP sudah menetapkan prosedur pengelolaan resiko dalam

pengadaan barang/jasa (SOP), sudah ada mekanisme monitoring

evaluasi pelaksanaannya namun dilakukan secara manual. Indikator

ini dibuktikan dengan memeriksa dokumen pengelolaan resiko yang

ditetapkan oleh ULP dan penerapannya. Jika sudah ada SOP, sudah

ada bukti hasil monitoring evaluasi pelaksanannya berarti ULP yang

bersangkutan berada pada level ini.

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

71

Kematangan Tingkat V :

ULP sudah menetapkan prosedur pengelolaan resiko dalam

pengadaan barang/jasa (SOP) dan semua pokja sudah menerapkan,

sudah dilakukan monitoring evaluasi secara periodik sehingga dapat

dikendalikan kerugian baik bagi pegawai maupun instansi dan semua

prosesnya dilakukan berbasis teknologi informasi. Indikator ini

dibuktikan dengan memeriksa dokumen pengelolaan resiko yang

ditetapkan oleh ULP dan penerapannya. Jika sudah ada SOP

pengelolaan resiko yang sudah dimonitoring evaluasi dan

dilaksanakan dengan berbasis teknologi informasi berarti ULP yang

bersangkutan berada pada level ini.

2. Manajemen Informasi

Kematangan Tingkat I :

Informasi dikelola oleh masing-masing unit atau petugas secara

manual. Indikator ini dibuktikan dengan memeriksa proses

penyimpanan data pada ULP yang bersangkutan.

Kematangan Tingkat II :

Data dan informasi sudah disimpan secara teratur oleh unit masing-

masing unit kerja, namun masih bersifat manual. Indikator ini

dibuktikan dengan memeriksa proses penyimpanan data pada ULP

yang bersangkutan.

Kematangan Tingkat III:

Data dan informasi sudah dikelola secara terpadu pada satu unit

pengolah dan penyimpan data, namun masih dilakukan secara

manual. Indikator ini dibuktikan dengan memeriksa proses

penyimpanan data pada ULP yang bersangkutan.

Kematangan Tingkat IV :

Data sudah dikelola secara komputerisasi, namun masih memerlukan

pengolahan dan entry data secara manual pada setiap jenis data.

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

72

Kematangan Tingkat V :

Pengelolaan informasi dan data dilakukan secara otomatisasi dan

komputerisasi. Entri data dilakukan sekaligus pada saat pelaksanaan

setiap proses pengadaan. Data hasil kerja otomatis masuk dalam

sistem informasi (sistem telah terintegrasi).

3. Perencanaan Kegiatan

Kematangan Tingkat I :

Belum ada perencanaan kegiatan dalam organisasi ULP. Proses

perencanaan kegiatan dilaksanakan menurut pilihan masing-masing

pegawai. Indikator ini dapat dilihat dari tidak adanya dokumen

pelaksanaan perencanaan kegiatan.

Kematangan Tingkat II :

Sudah ada pelaksanaan perencanaan kegiatan pada ULP, namun

belum terpola dan terdokumentasi. Indikator ini dibuktikan dengan

adanya dokumen perencanaan kegiatan namun belum ada pola

pelaksanaannya, dilakukan secara tidak menentu baik dari segi

waktu maupun tahapannya.

Kematangan Tingkat III :

Sudah ada pola perencanaan yang terdokumentasi, namun belum

ada monitoring evaluasi terhadap pelaksanaan perencanaan kegiatan

ULP. Indikator ini dibuktikan dengan adanya dokumen perencanaan

kegiatan serta pelaksanaannya telah memiliki pola yang ditetapkan

menjadi SOP. Akan tetapi belum dilaksanakan secara menyeluruh

sesuai dengan SOP dan belum ada monitoring

evaluasi pelaksanaan perencanaan.

Kematangan Tingkat IV :

Sudah ada pola dalam perencanaan kegiatan yang terdokumentasi,

dan telah ditetapkan menjadi SOP yang sudah dilaksanakan secara

menyeluruh. Selain itu sudah ada monitoring evaluasi terhadap

pelaksanaan perencanaan namun belum berbasis teknologi

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

73

informasi. Indikator ini dibuktikan dengan adanya dokumen

perencanaan kegiatan serta pelaksanaannya telah memiliki pola yang

ditetapkan menjadi SOP. Selain itu pelaksanaan perencanaan

kegiatan telah sesuai dengan SOP dan ada monitoring evaluasi

pelaksanaan perencanaan.

Kematangan Tingkat V :

Pada tingkat ini, pola perencanaan kegiatan hingga monitoring

evaluasinya dilakukan dengan sistem berbasis teknologi informasi.

Selain itu pola perencanaan kegiatan pada tahap ini telah terlaksana

secara menyeluruh. Indikator ini dibuktikan dengan adanya sistem

informasi perencanaan kegiatan yang terlaksana secara menyeluruh.

4. Pengawasan Kegiatan ULP

Kematangan Tingkat I :

Belum ada pengawasan dari unsur pimpinan. Indikator ini dapat

dilihat dari tidak adanya kegiatan atau tugas pengawasan oleh unsur

pimpinan.

Kematangan Tingkat II :

Sudah ada pelaksanaan pengawasan oleh Kepala ULP namun masih

dilakukan secara insidental. Indikator ini dibuktikan dengan adanya

kegiatan pengawasan oleh pimpinan namun belum ada pola

pelaksanaannya. Dilakukan secara tidak menentu baik dari segi

waktu maupun metodenya.

Kematangan Tingkat III :

Sudah ada pola pengawasan yang terstruktur oleh pimpinan ULP

namun belum ada mekanisme tindak lanjutnya yang ditetapkan

dalam SOP. Indikator ini dibuktikan dengan adanya dokumen pola

pengawasan kegiatan namun mekanisme tindak lanjutnya belum

diatur.

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

74

Kematangan Tingkat IV :

Sudah ada pola pengawasan yang terstruktur oleh pimpinan ULP dan

sudah ada mekanisme tindak lanjut yang ditetapkan dalam SOP

namun pelaksanaannya masih manual. Indikator ini dibuktikan

dengan adanya SOP tentang pola pengawasan dan dokumen

pelaksanaan SOP tersebut. Selain itu terdapat bukti dokumen tindak

lanjut dari hasil kegiatan pengawasan.

Kematangan Tingkat V :

Sudah ada pola pengawasan yang terstruktur oleh pimpinan ULP dan

sudah ada mekanisme tindak lanjut yang ditetapkan dalam SOP serta

telah berbasis teknologi informasi. Indikator ini dibuktikan dengan

adanya sistem teknologi informasi pengawasan.

5. Sarana dan Prasarana

Kematangan Tingkat I :

Belum ada sarana prasarana khusus ULP. Indikator ini dibuktikan

dengan tidak tersedianya sarana prasarana yang dikhususkan untuk

ULP.

Kematangan Tingkat II :

Sudah ada sarana prasarana khusus yang digunakan oleh ULP. Akan

tetapi sarana prasarana tersebut belum sesuai dengan standar

gedung/ruangan ULP. Indikator ini dibuktikan dengan telah

tersedianya sarana prasarana yang digunakan khusus oleh ULP

namun saat diobservasi sarana prasarana belum memenuhi

kebutuhan standar ULP. Tidak ada spesialisasi area-area dalam

ruangan atau gedung sesuai kebutuhan ULP (ruang rapat Pokja,

ruang pertemuan dengan penyedia, ruang kepala dan sekretaris ULP,

ruang arsip, ruang kerja pegawai dan front office). Serta kurang

terpenuhinya standar sarana kerja ULP (meja kursi pegawai, meja

kursi rapat, LCD Projector, perangkat komputer, scanner, ATK,

jaringan internet, alat komunikasi, lemari arsip).

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

75

Kematangan Tingkat III :

Sudah ada sarana prasarana khusus yang digunakan oleh ULP dan

telah sesuai dengan standar namun belum sesuai analisis kebutuhan

baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Terdapat spesialisasi area-

area dalam ruangan atau gedung sesuai kebutuhan ULP (ruang rapat

Pokja, ruang pertemuan dengan penyedia, ruang kepala dan

sekretaris ULP, ruang arsip, ruang kerja pegawai dan front office).

Saat diobservasi sarana kerja telah sesuai dengan standar prasarana

kerja ULP (meja kursi pegawai, meja kursi rapat, LCD Projector,

perangkat komputer, scanner, ATK, jaringan internet, alat

komunikasi, lemari arsip) namun belum dilakukan analisis kebutuhan

secara kuantitatif dan kualitatif. Indikator dapat dilihat dari

kesesuaian dokumen standar dengan sarana prasana yang tersedia.

Kematangan Tingkat IV :

Sudah memiliki sarana dan prasarana sendiri untuk menunjang

kegiatan ULP dan sudah sesuai standar serta sudah berdasarkan

analisis kebutuhan namun inventarisasinya masih dilakukan secara

manual. Indikator ini dibuktikan dengan telah tersedianya ruangan

atau gedung yang digunakan khusus oleh ULP yang telah memenuhi

kebutuhan dan standar ULP. Ada spesialisasi area-area dalam

ruangan atau gedung sesuai kebutuhan ULP (ruang rapat Pokja,

ruang pertemuan dengan penyedia, ruang kepala dan sekretaris ULP,

ruang arsip, ruang kerja pegawai dan front office). Saat diobservasi

sarana kerja telah sesuai dengan standar dan kebutuhan prasarana

kerja ULP (meja-kursi pegawai, meja-kursi rapat, LCD Projector,

perangkat komputer, scanner, ATK, jaringan internet, alat

komunikasi, lemari arsip). Selain itu ada dokumen pengelolaan

ruangan/gedung dan prasarana kerja, namun pengelolaan

inventarisasi Barang Milik Negara (BMN) nya masih manual.

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

76

Kematangan Tingkat V :

Sudah memiliki sarana dan prasarana sendiri untuk menunjang

kegiatan ULP dan sudah sesuai standar serta sudah berdasarkan

analisis kebutuhan dan telah dilakukan menggunakan berbasis

teknologi informasi. Selain itu telah tersedia sarana prasarana kerja

yang sesuai dengan standar prasarana kerja ULP (meja-kursi

pegawai, meja kursi rapat, LCD Projector, perangkat komputer,

scanner, ATK, jaringan internet, alat komunikasi, lemari arsip).

Sarana dan prasarana yang tersedia sesuai dengan analisis

kebutuhan. Pengelolaan BMN (ruangan/gedung dan prasarana

kerja) telah dilaksanakan secara komputerisasi atau berbasis

teknologi informasi. Indikator ini dibuktikan dengan adanya teknologi

informasi pengelolaan ruangan/gedung dan sarana kerja.

Untuk mendapatkan bukti yang menunjukkan tingkat kematangan masing-

masing indikator digunakan berbagai metode/teknik, yaitu studi dokumen,

wawancara dan observasi. Instrumen pengumpulan bukti terlampir.

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

77

4.1 Pengertian

Saat ini kata roadmap sering kita baca atau dengar dalam berita

atau percakapan sehari-hari. Kata roadmap, blueprint dan grand

design sudah menjadi trend saat orang berbicara tentang

perencanaan. Menurut arti kamus, roadmap atau peta jalan adalah

rencana kerja rinci yang menggambarkan apa yang harus

dilakukan untuk mencapai tujuan.

Roadmap umumnya disusun sebagai bagian dari rencana strategis.

Substansi penulisannya dapat terdiri dari:

Keadaan saat ini (sebagai baseline);

Tujuan yang ingin dicapai;

Indikator pencapaian sasaran;

Uraian tahap pelaksanaan untuk mencapai tujuan;

Sasaran dari setiap tahap.

Roadmap dapat diterapkan untuk berbagai sektor/bidang, seperti

ekonomi, oganisasi, kesehatan, transportasi, reformasi birokrasi,

teknologi informasi, dan lain sebagainya. Pada dasarnya roadmap

adalah perencanaan tentang apa yang ingin kita capai pada kurun

waktu tertentu, bagamana cara mencapainya yang berisi langkah-

langkahnya dan apa indikator keberhasilannya.

4.2 Prinsip Dasar

Prinsip- dasar dalam menyusun roadmap adalah sebagai berikut:

BAB IV PENYUSUNAN ROADMAP

KEMATANGAN ORGANISASI ULP

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

78

1. Jelas. Roadmap harus mudah dipahami dan dapat

dilaksanakan, sehingga seluruh pihak yang terlibat dapat

melaksanakan dengan baik;

2. Ringkas. Roadmap harus disajikan secara ringkas dan padat

sesuai format yang ditentukan;

3. Terukur. Program, kegiatan, target, waktu, output dan

outcome harus dapat diukur;

4. Dapat disesuaikan. Roadmap dapat mengakomodasi umpan

balik dan perbaikan perbaikan yang diperlukan;

5. Terinci. Roadmap harus merupakan rincian dari pelaksanaan

kegiatan dan hasil dari kegiatan tersebut;

6. Komitmen. Roadmap harus merupakan kesepakatan bersama

yang memberikan gambaran kesadaran akan tanggungjawab

yang harus diselesaikan;

7. Dokumen resmi. Roadmap harus menjadi dokumen resmi

Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi yang

ditetapkan oleh pimpinan pimpinan

Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi

bersangkutan.

4.3 Sistematika Roadmap Peningkatan Kematangan

Organisasi ULP

Sistematika roadmap peningkatan kematangan organisasi ULP

Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi mencakup:

A. Ringkasan Eksekutif

Berisi uraian singkat substansi roadmap peningkatan

kematangan organisasi ULP

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

79

Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi, yang

mencakup gambaran kondisi/level kematangan organisasi

saat ini, kondisi yang diharapkan, program, kegiatan,

anggaran, rencana waktu pelaksanaan dan kriteria

keberhasilan yang ditetapkan.

B. Pendahuluan

Berisi paparan kondisi saat ini organisasi ULP pada

Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah/Institusi yang

mencakup masalah-masalah yang dihadapi dan langkah-

langkah pembenahan yang akan dilakukan. Hal ini dapat

dilakukan melalui pemetaan pemangku kepentingan baik dari

internal maupun eksternal yang terkait dengan

pengembangan organisasi ULP.

C. Konsolidasi Rencana Aksi Program dan Kegiatan

peningkatan kematangan organisasi ULP.

1. Pencapaian. Berisi paparan tentang basis level

kematangan organisasi ULP

Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi yang

sudah dicapai. Level kematangan organisasi ULP diukur

dengan menggunakan instrumen pengukuran yang telah

disusun yang terdiri dari 5 (lima) level kematangan

organisasi ULP dengan 4 (empat) variabel/key area yang

meliputi : Pertama, variabel Organisasi meliputi sub

variabel struktur organisasi, tugas dan fungsi dan budaya

organisasi. Kedua, variabel Tata Laksana. Berdasarkan

Permenpan Nomor 35 Tahun 2012 tentang Pedoman

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

80

Penyusunan Standar Operating Procedure Administrasi

Pemerintahan, “tata laksana” (bussiness process) meliputi

tata laksana inti (core process) dan tata laksana

pendukung (supporting prosess). Variabel ini meliputi sub

variabel pemilihan penyedia, penyimpanan dokumen asli

pemilihan penyedia barang/jasa, pelayanan pelaksanaan

pemilihan penyedia barang/jasa kepada satker/SKPD, dan

penyusunan laporan pelaksanaan hasil pemilihan

penyedia barang/jasa. Ketiga, variabel Sumber Daya

Manusia yang meliputi sub variabel status kepegawaian

anggota ULP, pengembangan kompetensi, kinerja

pegawai dan kinerja organisasi/ULP. Keempat, variabel

Manajemen yang meliputi sub variabel manajemen

resiko, manajemen informasi, perencanaan kegiatan,

pengawasan kegiatan, sarana dan prasarana.

2. Rencana. Level kematangan organisasi ULP saat ini,

menjadi dasar bagi penyusunan program dan kegiatan

peningkatan kematangan organisasi ULP yang sedang

dan akan dilaksanakan oleh

Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi.

Dalam perencanaan ini lebih dahulu ditentukan level

kematangan organisasi yang akan dituju disesuaikan

dengan kondisi nyata organisasi

Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi,

misalnya dari hasil pengukuran diketahui bahwa

Organisasi ULP berada pada level 3, maka dengan

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

81

mempertimbangkan kondisi saat ini

Kementerian/Lembaga/Pemerintahan Daerah/Institusi

ditentukan level kematangan yang akan dituju yaitu level

4 atau level 5. Pada dasarnya diharapkan semua

organisasi ULP bisa mencapai kematangan organisasi

level 5.

3. Kriteria Keberhasilan. Berisi paparan mengenai hasil

yang akan dicapai untuk setiap program dan kegiatan

peningkatan kematangan organisasi ULP masing-masing

Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi.

Kriteria keberhasilan ini mengacu pada kriteria/indikator

yang ada pada masing-masing variabel pada level

kematangan organisasi yang diharapkan.

4. Agenda Prioritas. Berisi paparan mengenai program

dan aktivitas peningkatan kematangan organisasi ULP

yang sedang dan akan dilaksanakan berdasarkan skala

prioritas masing-masing

Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi.

Agenda prioritas ini sebaiknya mempertimbangkan dan

diarahkan pada pencapaian kriteria/indikator pada

variabel di level paling bawah yang belum tercapai, dan

secara bertahap menuju kriteria/indikator pada variabel di

level yang lebih tinggi.

5. Waktu Pelaksanaan dan Tahapan Kerja. Berisi

paparan mengenai jangka waktu pelaksanaan program

dan kegiatan peningkatan kematangan organisasi ULP

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

82

yang sedang dan akan dilaksanakan oleh masing-masing

Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi

beserta tahap-tahap pelaksanaan program dan

kegiatannya.

6. Penanggung Jawab/Pelaksana. Berisi informasi

tentang unit kerja atau sumber daya manusia yang

menjadi penanggungjawab setiap pelaksanaan program

dan kegiatan peningkatan kematangan organisasi ULP

Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi

terkait.

7. Rencana anggaran. Berisi informasi mengenai rencana

besaran anggaran yang akan dialokasikan untuk

mendukung pelaksanaan setiap program dan kegiatan

peningkatan kematangan organisasi ULP. Konsolidasi

Rencana Aksi Program dan Kegiatan Peningkatan

Kematangan Organisasi ULP ini kemudian dituangkan

dalam bentuk tabel pada lampiran 1 dan 2.

D. Penutup.

Berisikan hal-hal yang menjadi penekanan dan harapan dalam

pelaksanaan roadmap peningkatan kematangan organisasi ULP.

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

83

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya berkaitan

dengan pengukuran kematangan organisasi Unit Layanan

Pengadaan (ULP) pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah

Daerah/Institusi (K/L/Pemda/I), dapat diperoleh beberapa

kesimpulan, yaitu:

1. ULP yang ideal adalah sebuah organisasi mandiri yang terus

tumbuh dan berkembang agar tujuan pembentukan yang

telah ditetapkan dapat dicapai. Melihat perkembangan dalam

pengadaan barang/jasa pemerintah yang semakin kompleks,

maka pengembangan organisasi ULP merupakan kebutuhan

yang mendesak untuk dilaksanakan. Berkaitan dengan

pengembangan organisasi ULP ini, perlu segera diketahui

tingkat kematangannya untuk menentukan posisi/level

kematangan organisasi ULP yang ada, sehingga kemudian

dapat disusun roadmap (peta jalan) bagi pengembangan

organisasi ULP yang didasarkan pada indikator kematangan.

2. Pengukuran kematangan organisasi ULP merupakan

pengukuran terhadap kualitas proses pengelolaan organisasi

ULP. Variabel yang diukur dalam pengukuran kematangan

BAB V PENUTUP

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

84

organisasi adalah area proses manajemen yang menjadi

aktivitas dari organisasi tersebut.

3. Dalam menyusun variabel dan indikator kematangan

organisasi ULP tidak bisa dilepaskan dari kedudukan ULP

sebagai organisasi pemerintah yang terikat oleh peraturan

perundang-undangan. Berdasarkan kajian teori dan

peraturan perundang-undangan tentang birokrasi

pemerintah, maka variabel dan sub variabel yang merupakan

inti dari area proses manajemen dari ULP dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya meliputi : Pertama,

variabel Organisasi meliputi struktur organisasi, tugas dan

fungsi dan budaya organisasi. Kedua, variabel Tata Laksana

meliputi pemilihan penyedia, penyimpanan dokumen asli

pemilihan penyedia barang/jasa, pelayanan pelaksanaan

pemilihan penyedia barang/jasa kepada satker/SKPD, dan

penyusunan laporan pelaksanaan hasil pemilihan penyedia

barang/jasa. Ketiga, variabel Sumber Daya Manusia yang

meliputi status kepegawaian anggota ULP, pengembangan

kompetensi, kinerja pegawai, kinerja organisasi ULP.

Keempat, variabel Manajemen yang meliputi manajemen

resiko, manajemen informasi, perencanaan kegiatan,

pengawasan kegiatan dan sarana dan prasarana.

4. Proses pengembangan organisasi ULP disederhanakan dan

dideskripsikan dalam wujud tingkatan kematangan organisasi

ULP yang dibagi ke dalam 5 (lima) tingkatan yaitu, tingkat I

Kajian Pengukuran Tingkat Kematangan Organisasi Unit Pelayanan Pengadaan (ULP)

85

(initial), tingkat II (repeatable), tingkat III (defined), tingkat

IV (managed) dan tingkat V (optimized). Tingkatan

kematangan tersebut dicirikan dengan beberapa persyaratan

tertentu yang harus diraih pada keempat variabel tersebut

yang dibagi kedalam sub variabel yang selanjutnya setiap

sub variabel diuraikan ke dalam indikator yang menunjukkan

kematangan organisasi pada setiap tingkatan.

5. Tingkatan-tingkatan yang ada dicapai secara sekuensial,

mulai dari tingkat initial sampai pada tingkat optimized

(tingkat terakhir).

6. Selama pengembangan, setiap organisasi ULP bergerak naik

dari satu tingkat ke tingkat berikutnya secara

bertahap/berurutan tanpa boleh melewati satu tingkat.

5.2 Saran

Beberapa saran/rekomendasi dari hasil kajian tentang

pengukuran tingkat kematangan organisasi Unit Layanan

Pengadaan (ULP) pada K/L/Pemda/I ini antara lain:

1. Agar pengukuran tingkat kematangan organisasi ULP

berdasarkan indikator kematangan dilakukan secara berkala.

2. Agar setiap ULP menyusun roadmap (peta jalan) dan action

plan (rencana tindak) untuk mempercepat pengembangan

organisasi ULP menuju organisasi yang ideal.

3. Diperlukan pendampingan, monitoring evaluasi Pimpinan

K/L/Pemda/I dalam mengembangkan organisasi ULPnya.

LAMPIRAN

1 2 3 4 5URAIAN BASIS LEVEL

KEMATANGAN1 2 3 4 5

URAIAN LEVEL

KEMATANGAN YANG

DITUJU

1. Struktur

2. Tugas dan Fungsi

3. Budaya

1. Pemilihan Penyedia

2. Penyimpanan dokumen asli

Pemilihan Penyedia

3. Pelayanan pelaksanaan

Pemilihan Penyedia Barang/Jasa

Kepada Unit kerja/SKPD

4. Penyusunan Laporan

Pelaksanaan Pemilihan Penyedia

Barang/Jasa

1. Status Kepegawaian Anggota

ULP

2. Pengembangan Kompetensi

3. Kinerja Pegawai

4. Kinerja Organisasi/ULP

1. Manajemen Resiko

2. Manajemen Informasi

3. Perencanaan Kegiatan

4. Pengawasan Kegiatan

5. Sarana dan Prasarana

Tahun : 2015

NO

AGENDA PRIORITASVARIABEL SUB VARIABEL

LEVEL KEMATANGAN YANG DITUJU (RENCANA) BASIS LEVEL KEMATANGAN ORGANISASI ULP (PENCAPAIAN)

KEADAAN ORGANISASI ULP

1 ORGANISASI

LAMPIRAN 1

4 MANAJEMEN

SDM3

TATA LAKSANA2

Asesmen Tingkat Kematangan Organisasi ULP K/L/Pemda/I

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

1. Struktur

2. Tugas dan Fungsi

3. Budaya

1. Pemilihan Penyedia

2. Penyimpanan dokumen asli

Pemilihan Penyedia3. Pelayanan pelaksanaan

Pemilihan Penyedia

Barang/Jasa Kepada Unit

kerja/SKPD4. Penyusunan Laporan

Pelaksanaan Pemilihan

Penyedia Barang/Jasa

1. Status Kepegawaian Anggota

ULP

2. Pengembangan Kompetensi

3. Kinerja Pegawai

4. Kinerja Organisasi/ULP

1. Manajemen Resiko

2. Manajemen Informasi

3. Perencanaan Kegiatan

4. Pengawasan Kegiatan

5. Sarana dan Prasarana

LAMPIRAN 2

RINGKASAN ROADMAP PENINGKATAN KAPASITAS/KEMATANGAN ORGANISASI ULP K/L/PEMDA/I

NO

PROGRAM PENINGKATAN KAPASITAS/KEMATANGAN ORGANISASI ULP

VARIABEL SUB VARIABEL KEGIATAN

KRITERIA KEBERHASILAN

(Indikator dan Bukti

Dukung)

WAKTU PELAKSANAAN DAN TAHAPAN KERJAPENANGGUNG

JAWAB/PELAKSANA

PIHAK

TERKAIT

RENCANA

ANGGARAN2015 2016 2017 2018 2019

4 MANAJEMEN

1 ORGANISASI

2 TATA LAKSANA

3 SDM

Lampiran 3

ALAT UKUR KEMATANGAN (MATURITY)

ORGANISASI UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP)

Direktorat Pengembangan Profesi

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

(LKPP)

2015

LAMPIRAN

LEVEL 1

INITIAL

LEVEL 2

REPEATABLE

LEVEL 3

DEFINED

LEVEL 4

MANAGED

LEVEL 5

OPTIMIZED

Panitia ULP berada pada masing-

masing unit kerja K/L/I atau pada masing-masing

SKPD Pemerintah Daerah

(belum terintegrasi)

ULP terintegrasi

(ex-officio) pada salah satu unit

struktural

ULP sudah menjadi unit

kerja struktural dan ditetapkan berdasarkan

peraturan Menteri/Pimpinan

K/L atau Perda namun struktur ULP masih berupa

birokrasi mesin

ULP sudah menjadi unit kerja struktural dan

ditetapkan berdasarkan peraturan Menteri/Pimpinnan K/L atau Perda dan

struktur ULP sudah menjadi organisasi

profesional (operating core adalah pejabat fungsional PPBJ)

LEVEL BUKTI DUKUNG INDIKATOR (V)

1 SK Panitia Pengadaan

2 Permen/Perka/Peraturan Kepala Daerah Tentang ULP namun pokja masih melayani masing-masing satker/SKPD

3 Ada Permen/perka/peraturan kepala daerah tentang pembentukan ULP yang ex-officio.

4 Perda atau permen/perka tentang pembentukan ULP yang permanen dan SK Pengangkatan Kepala ULP dan Pejabat struktural di bawahnya.

5 Perda atau Permen/Perka yang pada bagian struktur organisasi telah menunjukkan struktur organisasi birokrasi profesional

(tidak menggunakan pola struktur maksimal, pejabat struktural hanya pada Kepala dan Sekretaris)

VARIABEL : ORGANISASI

SUB VARIABEL : STRUKTUR

LEVEL 1 INITIAL

LEVEL 2 REPEATABLE

LEVEL 3 DEFINED

LEVEL 4 MANAGED

LEVEL 5 OPTIMIZED

Belum ada struktur dan uraian tugas dan

fungsi

Tugas dan fungsi sudah didefinisikan, namun

belum berbasis beban

kerja dan belum sesuai peraturan. Sudah ada

pembagian tugas dan fungsi antar unit kerja,

namun belum seimbang.

Tugas dan fungsi sudah didefinisikan dan sudah

berbasis beban kerja serta

sudah sesuai peraturan. Sudah ada pembagian tugas

dan fungsi antar unit kerja secara seimbang. Akan tetapi

pelaksanaan distribusi

pekerjaan belum sesuai dengan tugas dan fungsi

masing-masing.

Tugas dan fungsi sudah didefinisikan dan sudah berbasis

beban kerja serta sudah sesuai

peraturan. Sudah ada pembagian tugas dan fungsi

antar unit kerja secara seimbang. Distribusi pekerjaan

sudah sesuai dengan tugas dan

fungsi masing-masing. Tetapi distribusi, monitoring evaluasi

masih dilakukan secara manual (belum komputerisasi atau

berbasis teknologi informasi).

Tugas dan fungsi sudah didefinisikan dan sudah berbasis

beban kerja serta sudah sesuai

peraturan. Sudah ada pembagian tugas dan fungsi

antar unit kerja secara seimbang. Pelaksanaan

distribusi pekerjaan sudah

sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Distribusi

pekerjaan, monitoring evaluasi dilakukan secara komputerisasi

atau berbasis teknologi informasi

VARIABEL : ORGANISASI

SUB VARIABEL : TUGAS DAN FUNGSI

LEVEL BUKTI DUKUNG INDIKATOR (V)

1 Belum ada struktur organisasi pengadaan dan uraian tugas dan fungsi setiap perangkat organisasi ULP

2 Struktur organisasi pengadaan dan uraian tugas dan fungsi setiap jabatan unit pengadaan telah ada dalam peraturan

pembentukan ULP namun belum sesuai peraturan perundang-undangan

perbandingan jumlah paket terbanyak yang dikelola pokja/anggota pokja dengan jumlah paket tersedikit yang dikelola pokja 1,1

atau lebih

3 Sudah ada struktur organisasi dan tata kerja yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Tidak ada tumpang tindih tugas dan fungsi

4 perbandingan jumlah paket terbanyak yang dikelola pokja/anggota pokja dengan jumlah paket tersedikit yang dikelola pokja/anggota pokja dibawah 1,1

Tidak ada tumpang tindah tugas dan fungsi

5 Perbandingan jumlah paket terbanyak yang dikelola pokja/anggota pokja dengan jumlah paket tersedikit yang dikelola pokja/anggota dibawah 1,1

Tidak ada tumpang tindah tugas dan fungsi

Ada aplikasi atau computerized system dalam membagi dan memonitoring pelaksanaan pekerjaan.

LEVEL 1

INITIAL

LEVEL 2

REPEATABLE

LEVEL 3

DEFINED

LEVEL 4

MANAGED

LEVEL 5

OPTIMIZED

Belum terbentuk nilai-nilai organisasi

Sudah terbentuk nilai organisasi namun masih

belum ada penetapan peraturan tentang nilai/

budaya organisasi

Nilai organisasi sudah ditetapkan dan sudah ada

program internalisasi, namun belum ada program

evaluasi terukur dan tindak

lanjut

Nilai organisasi sudah ditanamkan melalui program

internalisasi. Selain itu telah dilakukan evaluasi terukur dan

tindak lanjut

(reward/punishment) namun belum menggunakan sistem

berbasis teknologi informasi

Nilai organisasi sudah ditanamkan melalui program internalisasi. Selain

itu telah dilakukan evaluasi terukur dan tindak lanjut

(reward/punishment) yang

dilakukan menggunakan sistem berbasis teknologi informasi

LEVEL BUKTI DUKUNG INDIKATOR (V)

1 Belum ada dokumen (pamflet/edaran/banner dll) tentang nilai-nilai organisasi

2 Sudah ada dokumen tentang nilai-nilai organisasi (pamflet/edaran/banner dll) tentang budaya (nilai/norma) organisasi

3 SK/SE tentang nilai-nilai/budaya (nilai/norma) organisasi dan pedoman prilaku (kode etik)

Dokumen program internalisasi

4 Pedoman evaluasi

Dokumen hasil pengukuran dan evaluasi

Dokumen tindak lanjut

5 Sistem budaya

VARIABEL : ORGANISASI

SUB VARIABEL : BUDAYA

LEVEL 1

INITIAL

LEVEL 2

REPEATABLE

LEVEL 3

DEFINED

LEVEL 4

MANAGED

LEVEL 5

OPTIMIZED

Belum ada dokumen yang mengatur tata

laksana (SOP) tentang pemilihan penyedia

Pedoman tata laksana pemilihan penyedia

sudah disusun namun belum mengikuti notasi

resmi atau belum

ditetapkan menjadi SOP

Pedoman tata laksana pemilihan penyedia sudah

disusun berdasarkan notasi resmi dan sudah

ditetapkan menjadi SOP.

Akan tetapi SOP yang telah ditetapkan belum

sesuai dengan peraturan dan atau belum

diimplementasikan

seluruhnya

Pedoman tata laksana pemilihan penyedia sudah disusun

berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP

yang isinya telah sesuai dengan

peraturan. SOP telah dilaksanakan namun belum ada mekanisme

monitoring terhadap SOP dan mekanisme tetap untuk

penanganan apabila ada bagian

SOP yang tidak dilaksanakan.

Pedoman tata laksana penyedia sudah disusun berdasarkan notasi

resmi dan sudah ditetapkan menjadi SOP yang isinya telah sesuai dengan

peraturan. SOP telah dilaksanakan

dan telah ada mekanisme monitoring terhadap SOP serta

mekanisme tetap untuk penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak

dilaksanakan

LEVEL BUKTI DUKUNG INDIKATOR (V)

1 Tidak ada rumusan alur kerja tentang pemilihan penyedia

2 Ada Bagan alur kerja sederhana tentang pemilihan penyedia yang dijadikan acuan dan/atau belum ditetapkan menjadi SOP

3 Bagan alur kerja tentang pemilihan penyedia telah dirumuskan menjadi SOP (ada mutu baku yang terukur) dan sudah ditetapkan oleh pimpinan, namun substansi dan atau tata cara penyusunan belum sesuai peraturan perundang-undangan

SOP yang telah ditetapkan belum dijalankan

4 SOP tentang pemilihan penyedia sudah ditetapkan dan sudah dilaksanakan (observasi dan portofolio pelaksanaan SOP)

5 Sudah ada SOP tentang pemilihan penyedia yang terintegrasi dengan sistem monitoring.

Dokumen evaluasi dan tindak lanjut

VARIABEL : TATA LAKSANA

SUB VARIABEL : PEMILIHAN PENYEDIA

LEVEL 1

INITIAL

LEVEL 2

REPEATABLE

LEVEL 3

DEFINED

LEVEL 4

MANAGED

LEVEL 5

OPTIMIZED

Belum ada dokumen yang mengatur tata

laksana (SOP) tentang penyimpanan

dokumen asli

pemilihan penyedia barang/jasa

Pedoman tata laksana penyimpanan dokumen

asli pemilihan penyedia barang/jasa sudah

disusun namun belum

mengikuti notasi resmi atau belum ditetapkan

menjadi SOP

Pedoman tata laksana penyimpanan dokumen

asli pemilihan penyedia barang/jasa sudah disusun

berdasarkan notasi resmi

dan sudah ditetapkan menjadi SOP. Akan tetapi

SOP yang telah ditetapkan belum sesuai dengan

peraturan dan atau belum

diimplementasikan seluruhnya

Pedoman tata laksana Penyimpanan Dokumen Asli

Pemilihan Penyedia Barang/Jasa sudah disusun berdasarkan notasi

resmi dan sudah ditetapkan

menjadi SOP yang isinya telah sesuai dengan peraturan. SOP

telah dilaksanakan namun belum ada sistem monitoring terhadap

SOP dan mekanisme tetap untuk

penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak dilaksanakan.

Pedoman tata laksana Penyimpanan Dokumen Asli Pemilihan Penyedia

Barang/Jasa sudah disusun berdasarkan notasi resmi dan sudah

ditetapkan menjadi SOP yang isinya

telah sesuai dengan peraturan. SOP telah dilaksanakan dan telah ada

sistem monitoring terhadap SOP serta mekanisme tetap untuk

penanganan apabila ada bagian

SOP yang tidak dilaksanakan

LEVEL BUKTI DUKUNG INDIKATOR (V)

1 Tidak ada rumusan alur kerja tentang penyimpanan dokumen asli pemilihan penyedia barang/jasa

2 Ada Bagan alur kerja sederhana tentang penyimpanan dokumen asli pemilihan penyedia barang/jasa yang dijadikan acuan

dan/atau belum ditetapkan menjadi SOP

3 Bagan alur kerja tentang penyimpanan dokumen asli pemilihan penyedia barang/jasa telah dirumuskan menjadi SOP (ada mutu

baku yang terukur) dan sudah ditetapkan oleh pimpinan, namun substansi dan atau tata cara penyusunan belum sesuai peraturan

perundang-undangan

SOP tentang penyimpanan dokumen asli pemilihan penyedia barang/jasa yang telah ditetapkan belum dijalankan

4 SOP tentang penyimpanan dokumen asli pemilihan penyedia barang/jasa sudah ditetapkan dan sudah dilaksanakan (observasi

dan portofolio pelaksanaan SOP)

5 Sudah ada SOP tentang penyimpanan dokumen asli pemilihan penyedia barang/jasa yang terintegrasi dengan system monitoring.

Dokumen evaluasi dan tindak lanjut

VARIABEL : TATA LAKSANA

SUB VARIABEL : PENYIMPANAN DOKUMEN ASLI PEMILIHAN PENYEDIA BARANG/JASA

LEVEL 1

INITIAL

LEVEL 2

REPEATABLE

LEVEL 3

DEFINED

LEVEL 4

MANAGED

LEVEL 5

OPTIMIZED

Belum ada dokumen yang mengatur tata

laksana (SOP) tentang pelayanan

pelaksanaan

pemilihan penyedia barang/jasa kepada

unit kerja/SKPD

Pedoman tata laksana pelayanan pelaksanaan

pemilihan penyedia barang/jasa kepada unit

kerja/SKPD sudah

disusun namun belum mengikuti notasi resmi

atau belum ditetapkan menjadi SOP

Pedoman tata laksana pelayanan pelaksanaan

pemilihan penyedia barang/jasa kepada unit

kerja/SKPD sudah disusun

berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan

menjadi SOP. Akan tetapi SOP yang telah ditetapkan

belum sesuai dengan

peraturan dan atau belum diimplementasikan

seluruhnya

Pedoman tata laksana Pelayanan Pelaksanaan Pemilihan Penyedia

Barang/Jasa Kepada Unit Kerja/SKPD sudah disusun

berdasarkan notasi resmi dan

sudah ditetapkan menjadi SOP yang isinya telah sesuai dengan

peraturan. SOP telah dilaksanakan namun belum ada sistem

monitoring terhadap SOP dan

mekanisme tetap untuk penanganan apabila ada bagian

SOP yang tidak dilaksanakan.

Pedoman tata laksana Pelayanan Pelaksanaan Pemilihan Penyedia

Barang/Jasa Kepada Unit Kerja/SKPD sudah disusun

berdasarkan notasi resmi dan sudah

ditetapkan menjadi SOP yang isinya telah sesuai dengan peraturan. SOP

telah dilaksanakan dan telah ada sistem monitoring terhadap SOP

serta mekanisme tetap untuk

penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak dilaksanakan

LEVEL BUKTI DUKUNG INDIKATOR (V)

1 Tidak ada rumusan alur kerja tentang pelayanan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa kepada unit kerja/SKPD

2 Ada Bagan alur kerja sederhana tentang pelayanan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa kepada unit kerja/SKPD yang dijadikan acuan dan/atau belum ditetapkan menjadi SOP

3 Bagan alur kerja tentang pelayanan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa kepada unit kerja/SKPD telah dirumuskan

menjadi SOP (ada mutu baku yang terukur) dan sudah ditetapkan oleh pimpinan, namun substansi dan atau tata cara penyusunan belum sesuai peraturan perundang-undangan

SOP tentang pelayanan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa kepada unit kerja/SKPD yang telah ditetapkan belum

dijalankan

4 SOP tentang pelayanan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa kepada unit kerja/SKPD sudah ditetapkan dan sudah

dilaksanakan (observasi dan portofolio pelaksanaan SOP)

5 Sudah ada SOP tentang pelayanan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa kepada unit kerja/SKPD yang terintegrasi dengan system monitoring.

Dokumen evaluasi dan tindak lanjut

VARIABEL : TATA LAKSANA

SUB VARIABEL : PELAYANAN PELAKSANAAN PEMILIHAN PENYEDIA BARANG/JASA KEPADA UNIT/SATUAN

KERJA

LEVEL 1

INITIAL

LEVEL 2

REPEATABLE

LEVEL 3

DEFINED

LEVEL 4

MANAGED

LEVEL 5

OPTIMIZED

Belum ada dokumen yang mengatur tata

laksana (SOP) tentang penyusunan

laporan pelaksanaan

pemilihan penyedia barang/jasa

Pedoman tata laksana penyusunan laporan

pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa

sudah disusun namun

belum mengikuti notasi resmi atau belum

ditetapkan menjadi SOP

Pedoman tata laksana penyusunan laporan

pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa

sudah disusun

berdasarkan notasi resmi dan sudah ditetapkan

menjadi SOP. Akan tetapi SOP yang telah ditetapkan

belum sesuai dengan

peraturan dan atau belum diimplementasikan

seluruhnya

Pedoman tata laksana Penyusunan Laporan Pelaksanaan

Pemilihan Penyedia Barang/Jasa sudah disusun berdasarkan notasi

resmi dan sudah ditetapkan

menjadi SOP yang isinya telah sesuai dengan peraturan. SOP

telah dilaksanakan namun belum ada sistem monitoring terhadap

SOP dan mekanisme tetap untuk

penanganan apabila ada bagian SOP yang tidak dilaksanakan.

Pedoman tata laksana Penyusunan Laporan Pelaksanaan Pemilihan

Penyedia Barang/Jasa sudah disusun berdasarkan notasi resmi

dan sudah ditetapkan menjadi SOP

yang isinya telah sesuai dengan peraturan. SOP telah dilaksanakan

dan telah ada sistem monitoring terhadap SOP serta mekanisme

tetap untuk penanganan apabila

ada bagian SOP yang tidak dilaksanakan

LEVEL BUKTI DUKUNG INDIKATOR (V)

1 Tidak ada rumusan alur kerja tentang penyusunan laporan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa

2 Ada Bagan alur kerja sederhana tentang penyusunan laporan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa yang dijadikan acuan dan/atau belum ditetapkan menjadi SOP

3 Bagan alur kerja telah dirumuskan menjadi SOP tentang penyusunan laporan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa (ada

mutu baku yang terukur) dan sudah ditetapkan oleh pimpinan, namun substansi dan atau tata cara penyusunan belum sesuai peraturan perundang-undangan

SOP tentang penyusunan laporan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa yang telah ditetapkan belum dijalankan

4 SOP tentang penyusunan laporan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa sudah ditetapkan dan sudah dilaksanakan

(observasi dan portofolio pelaksanaan SOP)

5 Sudah ada SOP tentang penyusunan laporan pelaksanaan pemilihan penyedia barang/jasa yang terintegrasi dengan system

monitoring.

Dokumen evaluasi dan tindak lanjut

VARIABEL : TATA LAKSANA

SUB VARIABEL : PENYUSUNAN LAPORAN PELAKSANAAN PEMILIHAN PENYEDIA BARANG/JASA

LEVEL 1 INITIAL

LEVEL 2 REPEATABLE

LEVEL 3 DEFINED

LEVEL 4 MANAGED

LEVEL 5 OPTIMIZED

Sebagai panitia

pengadaan

Sebagai anggota ULP

tetapi masih menjadi pegawai satker/SKPD

(belum penuh waktu)

Sebagian atau seluruh

anggota Pokja ULP sudah menjadi pegawai tetap ULP

tetapi belum menjadi pejabat fungsional PPBJ

Sudah ada anggota Pokja yang

menjadi pejabat fungsional PPBJ namun jumlahnya belum

sesuai formasi

Seluruh anggota Pokja sudah

menjadi Pejabat Fungsional PPBJ dan jumlahnya sudah sesuai

formasi

LEVEL BUKTI DUKUNG INDIKATOR (V)

1 Tidak ada SK pengangkatan sebagai pegawai ULP

2 Belum ada SK Pengangkatan pegawai tetap ULP

3 Surat keputusan penempatan pegawai anggota pokja dan pegawai administrasi

4 Sudah ada SK pengangkatan tenaga fungsional bagi sebagian/seluruh anggota pokja

5 Seluruh anggota pokja sudah ada SK pengangkatan tenaga fungsional dan jumlah sudah sesuai perhitungan formasi

VARIABEL : SUMBER DAYA MANUSIA

SUB VARIABEL : STATUS KEPEGAWAIAN ANGGOTA ULP

LEVEL 1 INITIAL

LEVEL 2 REPEATABLE

LEVEL 3 DEFINED

LEVEL 4 MANAGED

LEVEL 5 OPTIMIZED

Belum ada

pengembangan kompetensi pegawai

melalui diklat, magang ataupun metode reguler

lainnya setiap tahun

Sudah ada

pengembangan kompetensi pegawai

misalnya melalui diklat, magang ataupun metode

lainnya, namun tidak ada

pola perencanaannya

Sudah ada pola

perencanaan pengembangan kompetensi

pegawai namun belum ada monitoring evaluasi

pengembangan kompetensi.

Sudah disusun pola

perencanaan pengembangan kompetensi dan sudah ada

monitoring evaluasi pelaksanaan pengembangan

kompetensi, namun belum

menggunakan sistem berbasis teknologi informasi.

Sudah disusun pola perencanaan

pengembangan kompetensi pegawai dan sudah ada monitoring

evaluasi serta tindak lanjut yang sistematis. Selain itu sistem

pengembangan kompetensi telah

terakomodasi dalam sistem berbasis teknologi informasi.

LEVEL BUKTI DUKUNG INDIKATOR (V)

1 Tidak ada pegawai yang dikirim mengikuti diklat, magang atau metode lainnya

2 Ada pegawai yang dikirim mengikuti diklat, magang atau metode lainnya namun masih dilakukan secara acak, tanpa ada kriteria dan perencanaan

Surat tugas mengikuti diklat

3 Dokumen perencanaan pengembangan kompetensi pegawai tahunan

4 Dokumen monitoring evaluasi pengembangan kompetensi pegawai

5 Sistem informasi/aplikasi tentang perencanaan pengembangan kompetensi pegawai

VARIABEL : SUMBER DAYA MANUSIA

SUB VARIABEL : PENGEMBANGAN KOMPETENSI

LEVEL 1 INITIAL

LEVEL 2 REPEATABLE

LEVEL 3 DEFINED

LEVEL 4 MANAGED

LEVEL 5 OPTIMIZED

Belum ada target

kinerja pegawai

Sudah ada target kinerja

pegawai namun belum dijadikan komitmen pencapaian

yang disetujui pimpinan

Sudah ada target kinerja

pegawai yang telah dijadikan komitmen

pencapaian yang disetujui pimpinan

namun belum ada

mekanisme reward/punishment atas

pencapaiannya

Sudah ada target kinerja pegawai

yang telah dijadikan komitmen pencapaian yang disetujui

pimpinan, ada mekanisme reward/punishment atas

pencapaiannya namun masih

manual belum berbasis teknologi informasi

Sudah ada target kinerja

pegawai yang telah dijadikan komitmen pencapaian yang

disetujui pimpinan, ada mekanisme

reward/punishment atas

pencapaiannya dan telah berbasis teknologi informasi

LEVEL BUKTI DUKUNG INDIKATOR (V)

1 Belum ada dokumen penetapan kinerja pegawai

2 Ada dokumen penetapan kinerja pegawai yang belum mendapatkan persetujuan pimpinan

3 Ada dokumen penetapan kinerja pegawai yang sudah mendapatkan persetujuan pimpinan

4 Ada dokumen penetapan kinerja pegawai dan sudah ada mekanisme reward/punishment atas pencapainnya

5 Ada dokumen penetapan kinerja pegawai dan sudah ada mekanisme reward/punishment atas pencapainnya yang sudah berbasis

teknologi informasi

Ada dokumen evaluasi dan tindak lanjut perbaikan kinerja pegawai

VARIABEL : SUMBER DAYA MANUSIA

SUB VARIABEL : KINERJA PEGAWAI

LEVEL 1 INITIAL

LEVEL 2 REPEATABLE

LEVEL 3 DEFINED

LEVEL 4 MANAGED

LEVEL 5 OPTIMIZED

Belum ada target kinerja

organisasi/ULP

Sudah ada target kinerja

organisasi/ULP, namun belum mengacu dokumen

perencanaan dan belum ada mekanisme monitoring

evaluasi atas pencapaiannya

Sudah ada target kinerja

organisasi/ULP yang mengacu pada dokumen

perencanaan dan sudah ada mekanisme

monitoring evaluasi atas

pencapaiannya namun belum ada rencana

tindak lanjut perbaikan kinerja.

Sudah ada target kinerja

organisasi/ULP yang mengacu pada dokumen perencanaan dan

sudah ada mekanisme monitoring evaluasi atas pencapaiannya dan

rencana tindak lanjut perbaikan

kinerja namun belum berbasis teknologi informasi

Sudah ada target kinerja

organisasi/ULP yang mengacu pada dokumen perencanaan

dan sudah memiliki mekanisme monitoring

evaluasi disertai rencana

tindak lanjut perbaikan kinerja berbasis teknologi informasi

LEVEL BUKTI DUKUNG INDIKATOR (V)

1 Belum ada dokumen penetapan kinerja ULP

2 Ada dokumen penetapan kinerja instansi namun target yang ditetapkan belum sama dengan target yang ditetapkan dalam

dokumen perencanaan (renja SKPD/renja kementerian/lembaga pemerintah non kementerian)

3 Ada dokumen penetapan kinerja instansi dan target yang ditetapkan sudah sama dengan target yang ditetapkan dalam dokumen

perencanaan (renja SKPD/renja kementerian/lembaga pemerintah non kementerian) serta sebagian target sudah tercapai

4 Ada dokumen penetapan kinerja ULP dan target yang ditetapkan sudah sama dengan target yang ditetapkan dalam dokumen perencanaan (renja SKPD/renja kementerian/lembaga pemerintah non kementerian) serta sudah ada mekanisme monitoring

evaluasi dan rencana tindak lanjut hasil monev

5 Ada dokumen penetapan kinerja instansi dan target yang ditetapkan sudah sama dengan target yang ditetapkan dalam dokumen perencanaan (renja SKPD/renja kementerian/lembaga pemerintah non kementerian) serta sudah ada mekanisme monitoring

evaluasi dan rencana tindak lanjut hasil monev yang berbasis teknologi informasi

VARIABEL : SUMBER DAYA MANUSIA

SUB VARIABEL : KINERJA ORGANISASI/ULP

LEVEL 1 INITIAL

LEVEL 2 REPEATABLE

LEVEL 3 DEFINED

LEVEL 4 MANAGED

LEVEL 5 OPTIMIZED

Belum ada manajemen

resiko dalam proses seleksi penyedia

barang/jasa

Sudah ada manajemen resiko

dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa namun

belum ada prosedur baku-nya (SOP)

ULP sudah menetapkan

prosedur baku (SOP) pengelolaan resiko dalam

pengadaan barang/jasa namun belum dilakukan

monitoring evaluasi pelaksanaannya

ULP sudah menetapkan

prosedur baku (SOP) pengelolaan resiko dalam

pengadaan barang/jasa dan sudah dilakukan monitoring

evaluasi pelaksanaannya namun belum berbasis

teknologi informasi

ULP sudah menetapkan prosedur

baku (SOP) pengelolaan resiko dalam pengadaan barang/jasa dan

sudah dilakukan monitoring evaluasi pelaksanaannya serta sudah

berbasis teknologi informasi

LEVEL BUKTI DUKUNG INDIKATOR (V)

1 Belum ada dokumen analisis resiko

2 Ada anggota pokja yang mampu menjelaskan bagaimana mengelola resiko

3 Ada Dokumen SOP pengelolaan resiko yang ditetapkan oleh ULP

4 Ada Dokumen SOP pengelolaan resiko yang ditetapkan oleh ULP dan ada dokumen penerapan/lembar kontrol oleh anggota pokja

5 Ada Dokumen SOP pengelolaan resiko yang ditetapkan oleh ULP, ada dokumen penerapan/lembar kontrol oleh anggota pokja dan telah dilaksanakan dengan berbasis teknologi informasi

VARIABEL : MANAJEMEN

SUB VARIABEL : MANAJEMEN RESIKO

LEVEL 1 INITIAL

LEVEL 2 REPEATABLE

LEVEL 3 DEFINED

LEVEL 4 MANAGED

LEVEL 5 OPTIMIZED

Informasi dikelola oleh masing-

masing unit atau petugas secara manual.

Data dan informasi

sudah disimpan secara teratur oleh masing-

masing perangkat kerja, namun masih bersifat

manual.

Data dan informasi sudah

dikelola secara terpadu pada satu unit pengolah

dan penyimpan data, namun masih dilakukan

secara manual.

Data sudah dikelola

secara terpadu pada satu unit pengolah dan

penyimpan data, secara komputerisasi, namun

masih memerlukan

pengolahan dan entry data secara manual pada

setiap jenis data.

Data sudah dikelola secara terpadu

pada satu unit pengolah dan penyimpan data, secara

komputerisasi. Entry data dilakukan sekaligus pada saat pelaksanaan

setiap proses pengadaan. Data hasil

kerja otomatis masuk dalam sistem informasi

LEVEL BUKTI DUKUNG INDIKATOR (V)

1 Proses penyimpanan data pada panitia pengadaan, masih manual dan tidak teratur

2 Proses penyimpanan data dilakukan secara teratur pada masing-masing unit kerja tetapi masih manual

3 Proses penyimpanan data dilakukan secara terpadu tetapi masih manual

4 Data sudah dikelola secara komputerisasi, namun masih memerlukan pengolahan dan entry data secara manual pada setiap jenis

data

5 Sudah ada aplikasi yang sudah terintegrasi dan terotomatisasi untuk mendokumentasikan data dan informasi

VARIABEL : MANAJEMEN

SUB VARIABEL : MANAJEMEN INFORMASI

LEVEL 1 INITIAL

LEVEL 2 REPEATABLE

LEVEL 3 DEFINED

LEVEL 4 MANAGED

LEVEL 5 OPTIMIZED

Belum ada perencanaan

kegiatan ULP

Sudah ada perencanaan

kegiatan namun belum terpola dan

terdokumentasi

Sudah ada pola perencanaan

yang terdokumentasi, namun belum ada monitoring

evaluasi terhadap pelaksanaan perencanaan

kegiatan ULP

Sudah ada pola

perencanaan yang terdokumentasi, dan telah

ada monitoring evaluasi pelaksanaan perencanaan

namun belum berbasis

teknologi informasi

Sudah ada pola perencanaan yang

terdokumentasi dan telah ada sistem monitoring evaluasi dan

berbasis teknologi informasi

LEVEL BUKTI DUKUNG INDIKATOR (V)

1 Tidak ada dokumen pelaksanaan perencanaan kegiatan.

2 Ada dokumen perencanaan kegiatan namun belum ada pola pelaksanaanya. Dilakukan secara insidentil baik dari segi waktu

maupun tahapannya

3 Ada dokumen perencanaan kegiatan.

Ada SOP Perencanaan Kegiatan namun belum dilaksanakan secara menyeluruh sesuai SOP

Belum ada dokumen monitoring evaluasi perencanan kegiatan

4 Ada dokumen perencanaan kegiatan.

Ada SOP Perencanaan Kegiatan yang telah dilaksanakan secara menyeluruh sesuai SOP

Ada dokumen monitoring evaluasi perencanaan kegiatan

5 Ada system informasi perencanaan kegiatan yang terlaksana secara menyeluruh dengan berbasis teknologi informasi.

VARIABEL : MANAJEMEN

SUB VARIABEL : PERENCANAAN KEGIATAN

LEVEL 1 INITIAL

LEVEL 2 REPEATABLE

LEVEL 3 DEFINED

LEVEL 4 MANAGED

LEVEL 5 OPTIMIZED

Belum ada pengawasan

oleh pimpinan ULP

Sudah ada pengawasan

oleh pimpinan ULP namun masih dilakukan

secara insidental

Sudah ada pola

pengawasan yang terstruktur oleh pimpinan

ULP namun belum ada mekanisme tindak

lanjutnya yang ditetapkan

dalam SOP

Sudah ada pola pengawasan

yang terstruktur oleh pimpinan ULP dan sudah ada

mekanisme tindak lanjut yang ditetapkan dalam SOP namun

pelaksanaannya masih

manual

Sudah ada pola pengawasan yang

terstruktur oleh pimpinan ULP dan sudah ada mekanisme tindak lanjut

yang ditetapkan dalam SOP serta telah berbasis teknologi informasi

LEVEL BUKTI DUKUNG INDIKATOR (V)

1 Tidak ada kegiatan atau tugas pengawasan oleh unsur pimpinan.

2 Ada kegiatan pengawasan oleh pimpinan namun belum ada pola pelaksanaanya. Dilakukan secara insidentil baik dari segi waktu

maupun metodenya

3 Ada dokumen pola pengawasan kegiatan, akan tetapi belum dilaksanakan secara menyeluruh sesuai dengan dokumen tersebut

4 Ada dokumen pola pengawasan yang telah dilaksanakan secara menyeluruh sesuai dokumen tersebut.

Ada pola tindak lanjut dari hasil pengawasan

5 Ada sistem informasi pengawasan kegiatan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan sudah berbasis teknologi informasi

VARIABEL : MANAJEMEN

SUB VARIABEL : PENGAWASAN KEGIATAN

LEVEL 1 INITIAL

LEVEL 2 REPEATABLE

LEVEL 3 DEFINED

LEVEL 4 MANAGED

LEVEL 5 OPTIMIZED

Belum

memiliki sarana dan

prasarana sendiri untuk

menunjang

kegiatan ULP

Sudah memiliki sarana

dan prasarana sendiri untuk kegiatan ULP,

namun belum sesuai dengan standar

gedung/ruangan kerja

ULP

Sudah memiliki sarana dan

prasarana sendiri untuk menunjang kegiatan ULP dan

sudah sesuai standar akan tetapi belum berdasarkan

analisis kebutuhan.

Sudah memiliki sarana dan

prasarana sendiri untuk menunjang kegiatan ULP dan

sudah sesuai standar serta sudah berdasarkan analisis

kebutuhan namun

inventarisasi-nya masih dilakukan secara manual

Sudah memiliki sarana dan prasarana

sendiri untuk menunjang kegiatan ULP dan sudah sesuai standar serta sudah

berdasarkan analisis kebutuhan dan telah dilakukan menggunakan berbasis

teknologi informasi

LEVEL BUKTI DUKUNG INDIKATOR (V)

1 Tidak tersedianya ruangan atau gedung yang dikhususkan untuk ULP dan peralatan kerja khusus ULP

2 Telah tersedia ruangan atau gedung yang digunakan khusus oleh ULP namun tidak ada spesialisasi area-area sesuai standar

Telah tersedia peralatan kerja khusus ULP namun jenisnya belum sesuai standar

3 Telah tersedia ruangan atau gedung yang digunakan khusus oleh ULP dan telah ada spesialisasi area-area sesuai standar

Telah tersedia peralatan kerja yang jenisnya telah sesuai dengan standar

Pemenuhan kebutuhan tidak dilakukan berdasarkan analisis kebutuhan secara kuantitatif maupun kualitatif

4 Pemenuhan kebutuhan telah dilakukan berdasarkan analisis kebutuhan secara kuantitatif maupun kualitatif

Ada dokumen standar pemeliharaan gedung/ruangan dan peralatan kerja

5 Ada aplikasi berbasis teknologi informasi untuk pemeliharaan gedung/ruangan dan peralatan kerja

Standar spesialisasi ruangan ULP:

Ruang rapat Pokja terdiri dari: ruang pertemuan dengan penyedia; ruang kepala dan sekretaris ULP; ruang arsip;

ruang kerja pegawai dan front office).

Standar peralatan (prasarana) kerja ULP: meja kursi pegawai, meja kursi rapat, LCD Projector, perangkat komputer,

scanner, ATK, jaringan internet, alat komunikasi, lemari arsip

VARIABEL : MANAJEMEN

SUB VARIABEL : SARANA PRASARANA