budhi ardiyandhani - core.ac.uk fileaktualisasi diri pada ak tivis gerakan mahasiswa berdasarkan...
TRANSCRIPT
AKTUALISASI DIRI PADA AKTIVIS GERAKAN MAHASISWA
BERDASARKAN TEORI CARL ROGERS
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Budhi Ardiyandhani
NIM : 039114108
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
AKTUALISASI DIRI PADA AKTIVIS GERAKAN MAHASISWA
BERDASARKAN TEORI CARL ROGERS
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Budhi Ardiyandhani
NIM : 039114108
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Manusia adalah bagian dari alam semesta dan bersatu
dengan inti universal …
Semua yang perlu kita lakukan adalah membuka hati kita dan
membiarkan diri menjadi satu dengan waktu dan ruang yang ada …
Wujud kehidupan tanpa pertentangan antara ego kita dan seluruh
dunia.
Jangan mengisolasi diri kita dari inti universal.
Jangan memisahkan diri kita dengan kekuatan hidup
Karya ini kupersembahkan untuk:
Orang tua terbaikku (Thank’s Dad atas pengorbanan & kasih sayang
yang tlah kau berikan slama 11 tahun terakhir ini ’n just for My
Mom berbahagialah di sana, doaku slalu untukmu ... I Miss U ...)
Kakak & adik-adik-Qu: Argo, Tha-Tha & Tyo (Makasih buat support-
nya...Roda kehidupan akan slalu berputar & Aqu kan selalu ada
untuk kalian...), ’n Mba’ Arum (yang sabar ya...)
Semua orang terkasih, yang tlah memberi makna & warna serta berproses
dalam kehidupanku … (moga makin menjadi pribadi yang dewasa ...)
SEMOGA KARYA INI BERMANFAAT BAGI SEMUA PIHAK …
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis
ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 28 Maret 2008
Budhi Ardiyandhani
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
AKTUALISASI DIRI PADA AKTIVIS GERAKAN MAHASISWA BERDASARKAN TEORI CARL ROGERS
BUDHI ARDIYANDHANI Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2008
Penelitian ini menggunakan kerangka teori aktualisasi diri Carl Rogers.
Teori aktualisasi diri Carl Rogers mengungkapkan bahwa aktualisasi diri individu ikut berperan dalam mengatasi perkembangan zaman serta perubahan-perubahan lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa peranan aktualisasi diri sejalan dengan peran aktivis Gerakan Mahasiswa yaitu untuk mengatasi berbagai permasalahan dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan proses aktualisasi diri pada aktivis Gerakan Mahasiswa. Desain penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif kualitatif, dengan pendekatan fenomenologi. Data penelitian diperoleh dengan metode wawancara semi terstruktur pada tiga orang subjek aktivis Gerakan Mahasiswa yang pernah menjabat sebagai koordinator Gerakan Mahasiswa. Analisis data berdasarkan respon verbal subjek penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivis Gerakan Mahasiswa cenderung mengalami peningkatan hidup secara eksistensial yaitu memiliki perilaku fleksibel dalam menangani suatu hal sesuai situasi yang dihadapi dan berperilaku kreatif baik ketika mengalami kegagalan atau tidak (subjek memiliki perilaku yang fleksibel dan kreatif). Berkaitan dengan peningkatan kepercayaan pada organisme, hal ini terjadi dalam dua dinamika. Dinamika pertama adalah aktivis Gerakan Mahasiswa cenderung tidak mengalami peningkatan kepercayaan pada organisme terkait dengan dirinya ketika menghadapi norma sosial, yaitu takut atas adanya penilaian dan reaksi negatif dari orang lain. Dinamika kedua adalah aktivis Gerakan Mahasiswa cenderung mengalami peningkatan kepercayaan pada organismenya, yaitu subjek cenderung mampu mengambil keputusan sendiri atas pilihan hidupnya. Kata kunci: aktualisasi diri, aktivis Gerakan Mahasiswa, peningkatan hidup
secara eksistensial, peningkatan kepercayaan pada organisme.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
SELF ACTUALIZATION TOWARD STUDENT MOVEMENT ACTIVIST BASED ON CARL ROGERS THEORY
BUDHI ARDIYANDHANI Sanata Dharma University
Yogyakarta 2008
This research employed the fundamental theory of self actualization by Carl Rogers. This theory revealed how self actualization plays a role of each individual’s portray in dealing with not only global development, but also in our environment changes. It furthermore, showed that the role of self actualization is come along with the role of Student Movement activists; that is to deal with current problems and changed that occurring in the society. This research aimed is to described the process of self actualization toward student Movement activists. Describe the qualitative study with the phenomenology approach was employed as the research design. Meanwhile, the research data was gained by conducting semi-structured interview to three student movement activists, who in the past experienced as student movement coordinators, as the research subject. The data analysis, therefore, was elaborated based on verbal responses of the research subject.
The results of this research revealed that student movement activists tended to undergo an increasingly existential living in form of having flexible behavior as they encounter a critical situation and condition. In addition, they also behaved in a well creative attitude as they experienced failure or even success (subjects behaved in flexible and creative way). Related to the increasing trust in his organism, that happened in to two dynamica. The first dynamica is student movement activists tended not to experience the increasing trust in his organism if related to social norm, that is a cautious behavior toward the society’s negative reaction and judgement. The second dynamica is student movement activists tended to experience the increasing trust in his organism, that is subjects tended to determine their life choices instead. Key word: self actualization, Student Movement activist, increasingly existential
living, and increasing trust in his organism.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Syukur tiada batas penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa sehingga pada akhirnya karya ini berhasil diselesaikan dengan baik. Berbagai
proses dan pengalaman baru telah dilewati sejak awal pembuatan skripsi dan
tentunya melibatkan berbagai pihak yang dengan hati terbuka memberikan
motivasi bagi penulis. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, penulis
sampaikan kepada:
1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S. Psi., M. Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi
yang telah memberi kesempatan pada mahasiswa untuk mengembangkan diri
di Fakultas Psikologi.
2. Ibu Silvia Carolina, M. Y. M, S. Psi., M. Si., yang telah memberikan
dukungan bagi penulis agar segera menyelesaikan studi.
3. Ibu Agnes Indar Etikawati, S. Psi., M. Psi., selaku dosen pembimbing
akademik atas kebaikan dan kesediaan konsultasinya.
4. Bapak Heri Widodo, S. Psi., M. Psi., sebagai dosen pembimbing skripsi yang
berdedikasi tinggi, yang telah memberikan waktu, dukungan, masukan,
pengertian, kritik dan teguran yang sangat berarti bagi penulis dalam
penyusunan skripsi sehingga karya ini berhasil saya selesaikan (makasi
banyak atas kesabarannya Pak…sukses slalu untuk Bapak…).
5. Bapak C. Wijoyo Adinugroho, S. Psi, yang telah memberikan masukan-
masukan lewat diskusi skripsi dan pengalaman hidup (sukses untuk studinya).
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Bapak Drs. Indarto, SU (alm), terima kasih pernah memberikan pesan yang
konstruktif sehingga selalu menjadi spirit bagi penulis (saya bersyukur pernah
belajar dengan Bapak, itulah titik penggalian minat yang sesungguhnya).
7. Semua dosen fakultas Psikologi yang telah memberikan kesempatan untuk
berproses menimba pengetahuan (Bu Ratri, Bu Nimas, Bu Titik, Bu Ari, Bu
Lusi, Pak Didik, Pak Pratik, Bu Tanti, Pak Minto, Pak Wahyudi, Pak Priyo,
Bu Susan, Mba’ Eta, Pak Cahyo, Rm. Purnomo, Bu Dewa).
8. Kedua orang tua & keluarga terkasih yang telah memberikan dukungan moral,
spiritual, dan material selama hidup penulis (kalian yang terbaik untukku…).
9. Keempat subjek penelitian, semoga tetap semangat untuk perjuangkan aspirasi
sosial kalian... (meski salah satu subjek tidak sampai proses terakhir...).
10. Bapak Tatang Iskarna, S. S., M. Hum. dan Drs. Bambang. L., M. Si., yang
pernah memberikan kesempatan penulis untuk berkarya di PMB Humas USD
serta mas Devy BAA ‘n teman-teman admission staff PMB.
11. Romo Baskara T. Wardaya, S. J, Pak Tri, Mbak Monic, Mbak Endang di
PUSDEP USD, yang menyediakan diri berdiskusi di awal pembuatan skripsi.
12. Mas Muji, Mas Gandung, Pak Gie, Mbak Nani’, Mas Doni yang telah banyak
membantu dalam semua hal terkait perkuliahan (makasih banget smuanya...)
13. Semua sahabat yang sangat berarti dalam hidupku…thanks for everything...
Anny & Devy (sobat suka duka-Qu), Sr. Hedwig (penasehat spiritual-Qu),
Jane, Hanny, Dita, Anita, Fenty, Rachel, Toa …tempat berbagi pengalaman hidup
dan kesediaan hati kalian untukku; Dadang UNAIR buat semua support-nya;
Danang atas persahabatannya; Ronald sukses buatmu dimanapun sekarang berada;
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Rubby atas bantuan dan diskusinya; Ade atas semangatnya; Galih untuk ide
brilliant-mu; Abe atas pemilihan dosen pembimbing; serta Anton, Arif, Ius &
Nanang yang telah membantu diskusi maupun teknis penting penyelesaian skripsi.
Keluarga besar ‘Agatha kost’ (Bapak & Ibu Yoseph; Vita TI ‘04; Gatha,
Ina, Beatrix, Stella, Reny, mb’ Desy; Nia, Sisco Yamie, Desi P. Mat ’05; mb’
Prima, Deta, Nisi, Hetty Farmasi).
14. Keluarga Mahasiswa Buddhis USD 2004-2006 (Ivan, Sun Ming, Elvin, A Fu,
Hansen, dkk) makasih untuk semua kebersamaan dan pembelajaran dharma-
nya…jagalah spirit yang pernah kita bangun.
15. BEMF Psikologi 2004-2005 (mas Adi dkk) dan BEMU 2005-2006 (Camelia
dkk), makasih atas semua proses pembelajaran yang telah dilalui.
16. Romo Agung, Sr. Okta, Fr. Didik, Mba’ Nita & Mba’ Tiwi di CM (Campus
Ministry) USD, makasih atas semangat pluralisme-nya.
17. FORMALIN (Forum Lintas Iman) USD: Bli Adi Banteng, Mba’ Ika, Mba’
Tina, Mayos UPN, Kak John...difference make as beautiful, thank’s 4 all.
18. Temen-temen kelompok ex penelitian sosial Psi 2003 (Herdian, Mia, Benny,
Indri, Rondang, Atok, ’n Diana), KKN angkatan 33 (Yenny, Manggar, Adit,
Stella, Emma, Arien, Bambang)
19. Marin, Ocha, Anna, Nana, Ita, (Psi ’03), Fanny, Tyas, Bella (Psi ’04), Hendrik
UGM, Mufly & Surya-1 UNDIP, Dion TI ’03, Siska Man ’03, Heri TE ’02,
Diana UAJY, Fr. Christ, Fr. Louis Butong, & Fr. OQ.
20. Semua pihak dan teman-temanku yang tidak dapat disebutkan satu
persatu…makasih atas pengalaman hidup yang kualami bersama kalian...
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………........ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………….. ii
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………...... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA …………………………… vi
ABSTRAK ………………………………………………………… vii
ABSTRACT ………………………………………………………… viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ……… ix
KATA PENGANTAR …………………………………………….. x
DAFTAR ISI ………………………………………………………. xiii
DAFTAR TABEL …………………………………………………. xvi
DAFTAR SKEMA ……………………………………………… xvii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………. 1
A. Latar Belakang Masalah …………………………………. 1
B. Perumusan Masalah ……………………………………… 8
C. Tujuan Penelitian …………………………………………. 8
D. Manfaat Penelitian ………………………………………… 9
1. Manfaat Teoretis ……………………………………… 9
2. Manfaat Praktis ………………………………………. 9
BAB II DASAR TEORI …………………………………………… 10
A. Gambaran Kepribadian Carl Rogers ……………………... 10
1. Struktur Kepribadian …………………………………. 10
a. Organisme ………………………………………… 10
b. Diri ………………………………………………... 12
c. Organisme dan Diri ………………………………. 14
2. Dinamika Kepribadian ……………………………….. 15
a. Tendensi Aktualisasi ……………………………... 15
b. Aktualisasi Diri …………………………………… 17
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Individu Yang Berfungsi Penuh
(The Fully Functioning Person) ………………….. 25
3. Aktualisasi Diri atau Proses Menuju Individu Yang
Berfungsi Penuh (The Fully Functioning Person) …… 39
B. Aktivis Gerakan Mahasiswa ……………………………… 43
1. Pengertian Aktivis ……………………………………. 43
2. Gerakan Mahasiswa (GM) …………………………… 43
a. Pengertian Gerakan Mahasiswa ………………….. 43
b. Tujuan Gerakan Mahasiswa ……………………… 45
c. Aktivitas Gerakan Mahasiswa ……………………. 46
C. Proses Aktualisasi Diri Pada Aktivis Gerakan Mahasiswa
Berdasarkan Teori Carl Rogers …………………………… 47
BAB III METODE PENELITIAN …………………………………. 51
A. Jenis Penelitian …………………………………………… 51
B. Variabel Penelitian ..……………………………………… 52
C. Subjek Penelitian …………………………………………. 54
D. Batasan Penelitian ……………………………………….. 55
E. Metode Pengumpulan Data ……………………………… 55
F. Prosedur Penelitian ……………………………………… 58
G. Metode Analisis Data …………………………………… 59
1. Organisasi Data …………………………………….... 59
2. Pengkodean ………………………………………….. 60
3. Interpretasi …………………………………………… 60
H. Keabsahan Data ………………………………………….. 61
1. Credibility ……………………………………………. 61
2. Dependability ………………………………………… 62
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .………….. 63
A. Hasil Penelitian …………………………………………... 63
1. Pelaksanaan Penelitian ……………………………….. 63
2. Identitas Subjek Penelitian …………………………… 67
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Deskripsi Subjek dan Hasil Penelitian……………….. 68
a. Subjek 1 …………………………………………... 68
b. Subjek 2 …………………………………………... 89
c. Subjek 3 …………………………………………... 114
4. Kategorisasi Hasil Penelitian …………………………. 143
5. Hasil Penelitian Gabungan Ketiga Subjek …………… 144
B. Pembahasan ………………………………………………. 145
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………. 157
A. Kesimpulan ………………………………………….......... 157
B. Saran ………………………………………….................. 158
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………...... 160
LAMPIRAN ………………………………………….................. 164
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tabel 1. Pedoman Umum Wawancara
(general guide interview) ………………………….. 56
2. Tabel 2. Identitas Subjek 1 (LR), 2 (RG) dan 3 (BX) ............. 67
3. Tabel 3. Kategorisasi Hasil Wawancara ................................. 163
4. Tabel 4. Kategorisasi Hasil Wawancara Lengkap................... 168
5. Tabel 5. Hasil Penelitian Lengkap Persamaan
dan Contoh Kasus Subjek LR, RG, & BX .............. 184
6. Tabel 6. Ringkasan Persamaan Hasil Penelitian
subjek LR, RG, dan BX ………………….............. 198
7. Tabel 7. Persamaan dan Contoh Kasus Subjek LR & RG. .......... 199
8. Tabel 8. Persamaan dan Contoh Kasus Subjek LR & BX ...... 207
9. Tabel 9. Persamaan dan Contoh Kasus Subjek RG & BX ............ 214
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR SKEMA
Halaman
1. Skema 1. Proses Aktualisasi Diri berdasarkan
teori Carl Rogers ………………………………… 34
2. Skema 2. Hasil penelitian subjek 1 ………………………… 72
3. Skema 3. Hasil penelitian subjek 2 ………………………… 92
4. Skema 4. Hasil penelitian subjek 3 ………………………… 117
5. Skema 5. Hasil penelitian gabungan subjek 1, 2 & 3 ……… 144
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial. John Dewey (dalam
Veerger, 1985), filsuf sosial Amerika, mengemukakan bahwa ada tiga pendapat
mengenai konsep masyarakat dan hubungannya dengan individu. Konsep yang
pertama yaitu individu ada untuk masyarakat, kedua bahwa masyarakat ada untuk
individu, dan ketiga masyarakat dan individu saling tergantung dan berkorelasi
satu sama lain. Oleh karena itu, mahasiswa sebagai individu yang merupakan
bagian dari masyarakat sudah sewajarnya apabila mereka ikut berpartisipasi aktif
atau berkontribusi dalam memajukan masyarakatnya.
Mahasiswa memiliki citra akademis dengan kemampuan nalar logis,
kritis, dan sistematis. Mahasiswa juga dikatakan memiliki kesadaran akan tugas
bagi perubahan dan kemajuan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Apabila
dilihat dari perspektif tanggung jawabnya, mahasiswa dilihat sebagai perintis
perubahan dan perbaikan (agent of social change) bagi kemajuan masyarakatnya.
Mereka juga diharapkan agar mampu mengatasi berbagai permasalahan yang ada.
Pada proses pematangan selanjutnya, mereka diharapkan memiliki ide-ide atau
konsep-konsep yang berhubungan dengan persoalan real dalam kehidupan
masyarakatnya (http:/www.bigs.or.id/bujet/5-3/artikel4.htm).
Arbi Sanit (1990), tokoh intelektual yang aktif mengikuti perkembangan
Gerakan Mahasiswa, juga mengemukakan dua peran pokok pemuda (mahasiswa).
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Peran pertama adalah sebagai kekuatan korektif terhadap penyimpangan yang
terjadi dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Hal ini berarti bahwa
mahasiswa sebagai pemuda sebaiknya tidak tinggal diam ketika ada
penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat. Peran kedua adalah sebagai
penerus kesadaran masyarakat luas akan problema (masalah) yang ada dan
menumbuhkan kesadaran tersebut untuk menerima alternatif perubahan yang
dikemukakan atau didukung oleh pemuda itu sendiri sehingga masyarakat berubah
ke arah kemajuan (dalam Widjojo, 1999).
Mahasiswa dalam merealisasikan perannya, tentunya dipengaruhi oleh
karakteristik-karakteristik sesuai dengan tahap perkembangan yang sedang
dialaminya, yaitu berada pada masa remaja akhir atau memasuki masa dewasa
awal. Hurlock (1980) mengungkapkan bahwa remaja akhir memiliki beberapa
karakteristik. Remaja akhir dalam konteks ini adalah mahasiswa. Karakteristik
pertama, yaitu emosi mahasiswa cenderung meninggi. Mahasiswa memiliki
keinginan untuk memberontak, tidak akan tinggal diam, dan melakukan
perubahan ketika melihat sesuatu yang tidak disukainya. Karakteristik kedua yaitu
mahasiswa berusaha untuk mencari identitas diri, terkait penjelasan mengenai
siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat. Karakteristik ketiga, yaitu
mahasiswa memiliki idealisme atau cita-cita, yang mana terkadang idealisme
tersebut tidak realistik. Karakteristik keempat, yaitu mahasiswa bersikap
ambivalen terhadap setiap perubahan. Mereka terlihat menginginkan dan
menuntut suatu kebebasan, tetapi mereka cenderung takut bertanggung jawab
pada akibat yang ditimbulkan.
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Mahasiswa merupakan bagian dari pemuda. Karakteristik mahasiswa
menurut Hurlock sejalan dengan pandangan Depernas (Dewan Perancang
Nasional) yang mengemukakan bahwa sifat khas pemuda cenderung semakin
berani, dinamis, revolusioner, radikal, dan kritis. Depernas (1961-1969) juga
menyatakan bahwa semakin berkembangnya pengertian dan penghargaan akan
nilai-nilai pada diri mahasiswa, maka akan semakin terbentuk pandangan hidup
dan cita-citanya. Cita-cita mahasiswa tersebut sudah berorientasi pada kegiatan-
kegiatan sosial, tidak hanya terbatas pada lingkungan keluarga dan sekolahnya
(dalam Surakhmad, 1980). Karakteristik-karakteristik mahasiswa itu, mungkin
dapat membantu atau menghalangi kemampuan mahasiswa dalam
mengaktualisasikan dirinya.
Rogers mengatakan bahwa individu yang bertambah besar (usianya)
akan mengalami perkembangan “diri”. Pada masa ini, tekanan pada tendensi
aktualisasi beralih dari segi fisiologis ke segi psikologis (berpusat pada
kepribadian). Menurut pemikiran-pemikiran Rogers, dapat disimpulkan bahwa
perubahan tendensi aktualisasi pada individu dimulai pada masa kanak-kanak dan
berakhir pada masa adolesensi/ remaja (dalam Schultz, 1991). Setelah “diri” mulai
muncul, maka akan terlihat kecenderungan ke arah aktualisasi diri, yang mana
aktualisasi diri ini akan berlangsung terus dalam kehidupan individu.
Menurut Hurlock (1980), masa awal mahasiswa berada dalam tahap
perkembangan masa remaja akhir dan memasuki masa dewasa awal. Berdasarkan
pemikiran Rogers dan Hurlock tersebut, berarti mahasiswa yang berada pada masa
remaja akhir dan memasuki masa dewasa awal, dapat dikatakan sebagai individu
3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang sudah memasuki masa awal terjadinya aktualisasi diri. Proses aktualisasi diri
mahasiswa ini akan dapat terus berlangsung pada masa dewasa awal, yaitu ketika
mahasiswa berada di Perguruan Tinggi. Selanjutnya, pergerakan aktualisasi diri
dapat mengalami pergerakan sampai sepanjang usianya. Batasan usia mahasiswa
yang terlibat dalam organisasi Gerakan Mahasiswa sebagai bagian dari Gerakan
Pemuda ini mengacu pada pandangan Depernas (Dewan Perancang Nasional).
Depernas (1961-1969) menyatakan bahwa batas usia pemuda yang terlibat dalam
organisasi Gerakan Pemuda yaitu antara 15-35 tahun (dalam Surakhmad, 1980).
Dalam penelitian ini, usia mahasiswa yang menjadi subjek penelitian yaitu
dimulai usia 18 sampai 35 tahun.
Aktualisasi diri merupakan suatu proses yang tidak bersifat statis dan
berlangsung terus dalam kehidupan individu serta berorientasi ke masa yang akan
datang (Rogers, 1961). Pengaktualisasian diri individu dapat dicapai melalui
perluasan pengalaman, pencarian stimulus, dan aktivitas-aktivitas lain yang bisa
merangsang pengungkapan potensi-potensinya (Rogers, 1959, dalam Koeswara,
1989). Mahasiswa sebagai seorang individu juga tidak akan pernah berhenti untuk
mencari aktivitas-aktivitas untuk mengaktualisasikan diri dan mengeksplorasi
dunianya sesuai dengan bakat, minat, dan potensi yang dimilikinya.
Berdasarkan kedua pemikiran di atas dapat dikatakan bahwa salah satu
hal yang penting bagi mahasiswa dalam aktualisasi diri yaitu terlibat dalam
aktivitas-aktivitas dan menemukan berbagai pengalaman dalam hidupnya. Salah
satu aktivitas yang diikuti oleh mahasiswa yaitu terlibat dalam Gerakan
Mahasiswa. Gerakan Mahasiswa dalam konteks ini adalah kegiatan yang dilandasi
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
spirit atau semangat kepemudaan dan ideologi tertentu yang bergerak untuk
memperjuangkan kepentingan publik (rakyat) lewat berbagai aktivitas seperti
berdiskusi serius, dialog, membuat petisi, demonstrasi, mogok, maupun terlibat
dalam ruang ‘eksperimentasi’ yang lain. Ruang ‘eksperimentasi’ yang dimaksud
adalah media untuk merealisasikan potensi mereka, seperti advokasi perburuhan,
petani, Pedagang Kaki Lima, Sekolah Masyarakat, maupun Gerakan-Gerakan di
bidang sosial lainnya. Mahasiswa yang terlibat dalam aktivitas Gerakan
Mahasiswa dinamakan sebagai aktivis Gerakan Mahasiswa. Oleh karena itu,
apabila melihat dari sudut pandang teori Carl Rogers, peneliti mengasumsikan
bahwa aktualisasi diri dapat terbentuk dari pengalaman-pengalaman yang
diperoleh dari aktivitas atau keterlibatan mahasiswa dalam Gerakan Mahasiswa.
Carl Rogers merupakan tokoh psikologi penganut aliran humanistik.
Oleh karena itu, Rogers memandang individu dalam arah yang cenderung
optimistik dan positif (Rogers, dalam Koeswara, 1989). Aktualisasi diri menurut
Rogers (1961) merupakan proses pergerakan pengungkapan potensi-potensi
individu ke arah pertumbuhan yang positif. Aktualisasi diri dipahami sebagai
proses menuju tujuan akhir yaitu menjadi individu yang berfungsi penuh (fully
functioning person). Individu yang berfungsi penuh ini ditandai dengan tiga
karakteristik, yaitu adanya peningkatan keterbukaan terhadap pengalaman,
peningkatan hidup secara eksistensial, dan adanya peningkatan kepercayaan pada
organisme. Rogers (dalam Cremers, 1987) juga mengemukakan bahwa individu
yang berfungsi sepenuh-penuhnya atau pribadi yang ideal merupakan gambaran
ideal yang utopis. Meskipun demikian, dinyatakan bahwa individu dikatakan
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“lebih baik” jika ia berusaha untuk mencapai pribadi ideal tersebut (bergerak ke
arah adanya peningkatan tiga karakteristik fully functioning person), walaupun
pribadi yang ideal itu tidak akan pernah dicapai sepenuh-penuhnya. Penelitian ini
menggunakan konsep aktualisasi diri Carl Rogers yang beraliran humanistik yang
memandang individu secara positif. Oleh karena itu, konsekuensi dari penggunaan
konsep humanistik tersebut yaitu bahwa hasil penelitian ini akan cenderung
melihat lebih banyak sisi positif dari aktivis Gerakan Mahasiswa.
Dilihat dari segi peranan aktualisasi diri, dapat dikatakan bahwa
aktualisasi diri merupakan hal yang penting karena pada akhirnya aktivis Gerakan
Mahasiswa akan lebih mampu melakukan tanggung jawabnya dengan baik.
Aktivis Gerakan Mahasiswa juga akan lebih dapat menyikapi berbagai kondisi,
situasi, orang, masalah, atau pengalaman baru lainnya dalam lingkungannya yang
tentunya syarat dengan kedinamisan dan perubahan secara lebih adaptif.
Pandangan tersebut didasari oleh asumsi Rogers (dalam Schultz, 1991) yaitu
bahwa aktualisasi diri individu ikut berperan dalam mengatasi perkembangan
zaman serta perubahan-perubahan lingkungan. Aktualisasi diri juga penting bagi
individu untuk dapat menyesuaikan diri dan memiliki fleksibilitas serta kreatifitas.
Hal ini menunjukkan bahwa peranan aktualisasi diri sejalan dengan peran aktivis
Gerakan Mahasiswa yaitu untuk mengatasi berbagai permasalahan dan perubahan
yang terjadi dalam masyarakat secara lebih baik.
Berkebalikan dengan peran penting adanya aktualisasi diri tersebut,
apabila tidak ada proses aktualisasi diri pada aktivis Gerakan Mahasiswa maka
mereka cenderung tidak akan mampu menjadi individu penggerak atau pelopor
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
perbaikan bagi kemajuan masyarakatnya. Aktivis Gerakan Mahasiswa juga akan
cenderung berperilaku yang tidak adaptif dan tidak kreatif atas situasi yang
dihadapinya. Hal ini didasari oleh asumsi Rogers yang menyatakan bahwa
individu yang tidak mengalami aktualisasi diri akan cenderung defensif,
berperilaku tidak fleksibel, tidak spontan, dan tidak kreatif. Konsekuensi dari
tidak adanya aktualisasi diri akan menyebabkan individu cenderung memilih
kehidupan yang aman daripada mencari tantangan, dorongan, maupun rangsangan
baru dalam hidupnya (dalam Schultz, 1991 dan Hall & Lindzey, 1993).
Berikut ini merupakan salah satu contoh gambaran realita perubahan
yang pernah terjadi dalam masyarakat Indonesia secara umum yaitu lahirnya era
reformasi demokrasi yang disebabkan oleh masalah ekonomi politik.
Permasalahan ekonomi politik tersebut diawali adanya penyerbuan markas Partai
Demokrasi Indonesia pada tahun 1996 (peristiwa 27 Juli), tingkat kecurangan
yang tinggi dalam Pemilihan Umum tahun 1997, krisis moneter pada akhir tahun
1997, runtuhnya pemerintahan presiden Soeharto pada Mei 1998, peristiwa
Semanggi I November 1998, penolakan Sidang Umum MPR September 1999
yang berakhir dengan munculnya peristiwa Semanggi II hingga Januari-Agustus
2001 yaitu adanya tuntutan mundurnya Abdurrahman Wahid sebagai presiden RI
dan peristiwa-peristiwa lain yang terjadi sampai tahun 2007.
Para aktivis Gerakan Mahasiswa yang masih aktif saat ini, rata-rata
merupakan aktivis yang tidak terlibat dalam melahirkan era reformasi. Meskipun
demikian, keberhasilan penegakan demokratisasi atas peristiwa-peristiwa tersebut
dapat ditentukan oleh peran aktif perjuangan aktivis Gerakan Mahasiswa, yang
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mana didukung oleh aktualisasi diri. Oleh karena itu, perubahan-perubahan yang
dilakukan aktivis pada peristiwa-peristiwa di atas dapat dijadikan sebagai tolak
ukur dalam melihat aktualisasi diri aktivis Gerakan Mahasiswa yang ada saat ini.
Berdasarkan paparan di atas, peneliti tertarik untuk perlunya melakukan
penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana aktualisasi diri atau
proses menuju tercapainya individu yang berfungsi penuh (fully functioning
person) yang terjadi dalam diri para aktivis Gerakan Mahasiswa berdasarkan teori
Carl Rogers.
B. Perumusan Masalah
Permasalahan pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
bagaimana aktualisasi diri pada aktivis Gerakan Mahasiswa berdasarkan teori Carl
Rogers?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
deskripsi aktualisasi diri pada aktivis Gerakan Mahasiswa berdasarkan teori Carl
Rogers.
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoretis
a. Hasil penelitian dapat bermanfaat untuk memberikan wawasan
pendeskripsian aktualisasi diri pada remaja akhir/ dewasa awal berdasarkan
teori Carl Rogers.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan kontribusi wacana
di bidang Psikologi, terutama Psikologi Pertumbuhan, Psikologi Kepribadian
maupun Psikologi Sosial mengenai deskripsi aktualisasi diri secara konkret
pada diri remaja (khususnya remaja akhir/ dewasa awal).
2. Manfaat praktis
a. Bagi aktivis Gerakan Mahasiswa, penelitian ini dapat membantu mereka
untuk mengetahui deskripsi aktualisasi diri sehingga mereka dapat melakukan
hal-hal yang fleksibel dan adaptif, serta kreatif.
b. Bagi mahasiswa pada umumnya, hasil penelitian dapat memberi informasi
mengenai bagaimana aktualisasi diri pada aktivis Gerakan Mahasiswa
sehingga mampu memahami karakteristik maupun perilaku yang dilakukan
oleh aktivis.
c. Bagi pihak Universitas, hasil penelitian dapat digunakan untuk membantu
melihat karakteristik pemikiran maupun perilaku aktivis Gerakan Mahasiswa
sehingga akan menciptakan pemahaman dan interaksi yang lebih kondusif.
d. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi
mahasiswa yang akan melakukan penelitian serupa.
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
DASAR TEORI
A. Gambaran Kepribadian Carl Rogers
Carl Rogers memandang dirinya sebagai orang yang berpandangan
humanistik dalam psikologi kontemporer. Psikologi humanistik memandang
individu secara lebih penuh dengan harapan dan optimistik. Diri individu
memiliki potensi-potensi untuk menjadi sehat dan tumbuh secara kreatif (dalam
Hall & Lindzey, 1993). Hal tersebut berarti bahwa Rogers memandang individu
dengan arah yang cenderung positif.
1. Struktur Kepribadian
a. Organisme
Rogers (1959) mengungkapkan bahwa organisme adalah tempat dari
seluruh pengalaman. Pengalaman tersebut meliputi segala sesuatu yang secara
potensial terdapat dalam kesadaran individu setiap saat. Pengalaman juga terdiri
dari proses-proses psikologis, kesan-kesan sensoris, dan aktivitas-aktivitas
motoris (Rogers 1951, dalam Suryabrata, 2003). Organisme adalah keseluruhan
individu. Keseluruhan pengalaman tersebut disebut medan fenomenal. Medan
fenomenal merupakan “frame of reference” atau kerangka pemikiran dari
individu dan hanya dapat diketahui oleh individu tersebut. Tingkah laku individu
tergantung pada kenyataan subyektif, bukan pada keadaan-keadaan
perangsangnya atau kenyataan luar (Rogers, 1959, dalam Hall & Lindzey, 1993).
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Medan fenomenal berbeda dengan medan kesadaran. Medan kesadaran
berisi sebagian dari pengalaman individu, sedangkan medan fenomenal
merupakan keseluruhan dari pengalaman individu (Rogers, 1959, dalam Hall &
Lindzey, 1993). Medan fenomenal terdiri dari pengalaman sadar dan pengalaman
tak sadar, sehingga dikatakan bahwa sifat dari medan fenomenal adalah disadari
dan tidak disadari. Sifat tersebut tergantung apakah pengalaman yang mendasari
medan fenomenal itu dilambangkan atau tidak dilambangkan (Rogers, dalam
Suryabrata, 2003). Meskipun demikian, organisme dapat membedakan kedua jenis
pengalaman tersebut dan bereaksi terhadap pengalaman tak sadar, yang mana
peristiwa ini disebut subsepsi (subception). Subsepsi adalah mekanisme ketika
organisme diperingatkan akan adanya pengalaman yang mengancam dirinya
(Rogers, 1961).
Rogers (dalam Hall & Lindzey, 1993) mengatakan bahwa pengalaman
yang tidak tepat disadari menyebabkan tingkah laku individu tidak adaptif.
Individu dapat bertingkah laku secara realistis apabila ia mampu mencocokan
informasi yang diterima dan yang mendasari pemikirannya dengan sumber
informasi lain atas pengalaman-pengalaman yang disadari dengan dunia nyata.
Tingkah laku individu menjadi tidak realistis ketika ia tidak atau kurang mampu
mencocokan informasi yang diterima dan yang mendasari pemikirannya dengan
sumber informasi lain atas persepsi-persepsi tertentu.
Rogers (1977) mengemukakan bahwa hal-hal yang dialami atau
dipikirkan individu merupakan dugaan sementara tentang suatu kenyataan, yang
dapat benar atau salah (yang sebenarnya bukanlah kenyataan baginya). Individu
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
akan mengambil keputusan apabila ia sudah mencocokan ketepatan informasi
yang diterima dan yang mendasari pemikiran sementaranya dengan sumber-
sumber informasi yang lain. Sebagian besar individu menerima begitu saja
pengalamannya sebagai gambaran yang tepat tentang kenyataan dan tidak
memperlakukannya sebagai hipotesis tentang kenyataan. Hal ini menyebabkan
individu memiliki konsepsi yang salah mengenai diri maupun dunia luarnya.
Rogers juga mengemukakan bahwa “pribadi yang utuh” adalah individu yang
sepenuhnya terbuka pada data yang dialami dalam dirinya dan yang dialaminya
dari dunia luar (dalam Hall & Lindzey, 1993).
Rogers (dalam Suryabrata, 2003) mengemukakan sifat-sifat organisme
yaitu sebagai berikut:
1) Organisme bereaksi sebagai keseluruhan terhadap medan phenomenal, dengan
tujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2) Organisme mempunyai satu motif dasar yaitu: mengaktualisasikan,
mempertahankan, dan mengembangkan diri.
3) Organisme mungkin melambangkan pengalamannya, sehingga hal itu
disadari, atau mungkin menolak pelambangan itu, sehingga pengalaman-
pengalaman itu tak disadari, atau mungkin juga organisme itu mengabaikan
pengalaman-pengalamannya.
b. Diri
Diri adalah konseptual gestalt yang terorganisasi dan konsisten yang
terdiri dari persepsi-persepsi tentang sifat-sifat dari diri subjek atau diri obyek dan
persepsi-persepsi tentang hubungan-hubungan antara diri subjek atau diri obyek
12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan orang-orang lain dan dengan berbagai aspek kehidupan beserta nilai-nilai
yang melekat pada persepsi-persepsi ini. Sejalan dengan Rogers, Allport
mengungkapkan bahwa gambaran diri yaitu bagaimana individu melihat dirinya
dan pendapatnya tentang dirinya (dalam Schultz, 1991).
“Diri” merupakan sebagian dari medan fenomenal, yang mana terbentuk
karena lama-kelamaan terpisah dari medan fenomenal. Sifat-sifat “diri” yaitu
berada dalam kesadaran meskipun tidak harus disadari; bersifat lentur dan
berubah-ubah; suatu proses; suatu entitas spesifik pada setiap saat (Rogers, 1959,
dalam Hall & Lindzey, 1993). Kelenturan dan kedinamisan sifat ‘diri’ akan
muncul ketika adanya kedekatan antara diri real dan diri ideal. Kedekatan antara
diri real dan diri ideal ini menyebabkan individu dapat melakukan penyesuaian
diri. Apabila perbedaan jarak antara diri real dan diri ideal adalah besar, maka
individu merasa tidak puas dan tidak dapat menyesuaikan diri (Rogers, dalam Hall
& Lindzey, 1993). Rogers juga mengemukakan bahwa ‘diri’ merupakan suatu
keseluruhan proses psikologis yang menguasai tingkah laku dan penyesuaian diri.
‘Diri’ dipahami sebagai suatu proses aktif yaitu berpikir dan mengamati.
Rogers (dalam Suryabrata, 2003) mengemukakan bahwa diri (self)
adalah bagian dari medan fenomenal yang terdeferensiasikan dan terdiri dari pola-
pola pengamatan dan penilaian sadar atas “I” atau “me”. Sifat-sifat self (diri)
yaitu sebagai berikut:
1) Self berkembang dari interaksi organisme dengan lingkungannya.
2) Self mungkin menginteraksikan nilai-nilai orang lain dan mengamatinya
dalam cara (bentuk) yang tidak wajar.
13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3) Self mengejar (menginginkan) consistency (keutuhan/kesatuan, keselarasan).
4) Organisme bertingkah laku dalam cara yang selaras (consistent) dengan self.
5) Pengalaman-pengalaman yang tak selaras dengan struktur self diamati sebagai
ancaman.
6) Self mungkin berubah sebagai hasil dari pematangan (maturation) dan belajar.
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa “diri” adalah bagian dari
medan fenomenal yang terdeferensiasikan (pemisahan dari medan fenomenal),
yang terdiri dari persepsi-persepsi (pola pengamatan dan penilaian sadar) tentang
sifat-sifat dari diri subjek atau diri obyek dan tentang hubungan-hubungan antara
diri subjek atau diri obyek dengan orang lain dan dengan berbagai aspek
kehidupan beserta nilai-nilai yang melekat pada persepsi-persepsi ini.
c. Organisme dan Diri
Individu akan memiliki penyesuaian yang baik, matang, dan berfungsi
sepenuhnya apabila pengalaman-pengalaman yang disadari yang membentuk diri
sungguh-sungguh mencerminkan pengalaman-pengalaman organisme. Individu
tersebut akan menerima pengalaman seluruh organismiknya tanpa merasa cemas
atau terancam. Hal itu menjadikan individu mampu berpikir secara realistis.
Tingkah laku individu menjadi tidak defensif dan pemikirannya tidak kaku
(rigid). Sebaliknya, individu akan menjadi lebih terbuka pada pengalaman-
pengalamannya dan memiliki pemikiran yang terbuka serta fleksibel (Rogers,
1959, dalam Hall & Lindzey, 1993).
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Dinamika Kepribadian
a. Tendensi Aktualisasi
1) Pandangan Umum tentang Tendensi Aktualisasi
Rogers mengemukakan bahwa tendensi aktualisasi adalah motivasi dasar
yang tidak hanya mempengaruhi tingkah laku manusia saja, tetapi semua
organisme yang hidup. Tendensi aktualisasi ini berusaha mewujudkan dan
mengembangkan semua kemungkinan inheren (bawaan) dari organisme. Pada
umumnya, pada setiap organisme, baik yang berada pada perkembangan yang
rendah ataupun tinggi, terdapat suatu daya yang mendorong organisme untuk
mengembangkan dan memenuhi potensi-potensi pembawaan lahirnya (dalam
Koeswara, 1989 dan Hall & lindzey, 1993). Maslow (1976b) juga
mengungkapkan bahwa hampir pada setiap bayi yang baru lahir terdapat kemauan
yang aktif ke arah pertumbuhan atau aktualisasi potensi-potensi manusia (dalam
Hall & Lindzey, 1993).
Pada keadaan normal, setiap organisme hidup bertujuan untuk
memperkuat dan mempertahankan diri melalui reproduksi dan mengatur diri.
Tendensi otonomi ini tidak dapat dihilangkan oleh kontrol dari kekuatan-kekuatan
atau pengaruh-pengaruh eksternal. Hal ini disebabkan karena tendensi aktualisasi
hanya dapat dihalangi tetapi tidak pernah dapat dihancurkan (Rogers, dalam
Cremers, 1987).
2) Pengertian Tendensi Aktualisasi
Rogers (1957) mengatakan bahwa tendensi aktualisasi adalah dorongan
yang paling menonjol dan memotivasi eksistensi serta mencakup tindakan yang
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mempengaruhi keseluruhan kepribadian. Rogers (1951) mengemukakan bahwa
organisme memiliki satu kecenderungan (tendensi) dasar yaitu
mengaktualisasikan, mempertahankan, dan mengembangkan organisme yang
mengalami. Sifat dari tendensi ini yaitu selektif, hanya memberi perhatian pada
aspek-aspek lingkungan yang memungkinkan individu bergerak secara konstruktif
ke arah pemenuhan dan kebulatan (dalam Hall & Lindzey, 1993).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tendensi aktualisasi
adalah dorongan yang paling menonjol dan memotivasi tindakan untuk
mengaktualisasikan, mempertahankan, dan mengembangkan organisme yang
mengalami.
3) Proses Tendensi Aktualisasi pada Individu
Tendensi aktualisasi dibawa sejak lahir dan meliputi komponen-
komponen pertumbuhan, baik fisiologis maupun psikologis. Pada masa awal
kehidupan individu, tendensi tersebut lebih terarah pada segi-segi fisiologis.
Tendensi aktualisasi yang terkait dengan kebutuhan fisiologis dasar yaitu akan
makanan, air, dan udara. Tendensi aktualisasi ini berfungsi untuk memenuhi dan
mempertahankan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah dasar, serta memungkinkan
individu untuk terus hidup. Selain itu, tendensi aktualisasi juga penting untuk
meningkatkan pematangan dan pertumbuhan individu (Rogers, dalam Schultz,
1991).
Rogers juga mengatakan bahwa tendensi aktualisasi pada tingkat
fisiologis tidak dapat dikekang. Tendensi ini mendorong individu ke arah depan,
dari salah satu tingkat pematangan ke tingkat pematangan berikutnya. Usaha
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
individu dalam aktualisasi akan mengarahkan ke arah pertumbuhan dan
peningkatan, serta ke arah tujuan yang berfungsi semakin kompleks sehingga
dapat menjadi semuanya menurut kemampuan untuk menjadi (dalam Schultz,
1991).
b. Aktualisasi Diri
1) Pengertian Aktualisasi Diri
Rogers (1957, dalam Schultz, 1991) mengemukakan bahwa sejak bayi,
setiap individu adalah orang yang sadar, terarah dari dalam (inner directed) dan
bergerak ke arah aktualisasi diri. Individu mengalami suatu proses aktualisasi diri,
yang berorientasi ke depan sehingga mendorong individu untuk mengembangkan
segala segi dari dirinya. Aktualisasi diri diasumsikan sebagai suatu proses menjadi
diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat serta potensi-potensi psikologisnya
yang unik. Sejalan dengan aktualisasi diri menurut Rogers, Maslow
mengemukakan bahwa semua individu memiliki kecenderungan yang dibawa
sejak lahir untuk mengaktualisasikan diri. Aktualisasi diri merupakan salah satu
kebutuhan diri yang dimiliki oleh individu (dalam Schultz 1991). Perls juga
memandang bahwa aktualisasi diri menjadi ‘seseorang’ sebagai tujuan bawaan
pada semua umat manusia, tumbuhan dan hewan. Hal itu merupakan kebutuhan
dasar semua makhluk hidup (dalam Schultz, 1991).
Rogers menyatakan bahwa individu yang mengalami aktualisasi diri
akan cenderung mampu untuk percaya pada dirinya sendiri dan berperilaku
fleksibel dalam keputusan serta tindakan yang dipilihnya. Individu tersebut juga
dapat bertingkah secara spontan, berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai
17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
respon dalam menghadapi berbagai stimulus kehidupan yang beragam di sekitar
mereka. Berbeda dengan hal tersebut, individu yang tidak mengalami aktualisasi
diri maka akan cenderung defensif, berperilaku tidak fleksibel, tidak spontan, dan
tidak kreatif. Hal ini menyebabkan individu itu cenderung memilih kehidupan
yang aman daripada mencari tantangan, dorongan, maupun rangsangan baru
dalam hidupnya (dalam Schultz, 1991). Dengan demikian, individu yang memiliki
fleksibilitas cenderung dapat menyesuaikan diri dengan kondisi-kondisi
kehidupan yang selalu berubah (Rogers, dalam Suryabrata, 1993).
Rogers dan Maslow memiliki persamaan dan perbedaan mengenai teori
aktualisasi diri. Persamaan konsep aktualisasi diri antara Rogers dan Maslow
yaitu kedua tokoh tersebut termasuk dalam teori kepribadian humanistik yang
berpandangan secara positif dan optimistik terhadap pertumbuhan individu.
Individu yang berkepribadian sehat ditandai dengan adanya aktualisasi diri (dalam
Schultz, 1991). Menurut Hjelle & Ziegler (1981), Rogers dan Maslow
menekankan hal yang sama mengenai pertumbuhan dan perubahan individu yaitu
bertitik tolak dari konsep penjadian (becoming) (dalam Koeswara, 1989). Rogers
dan Maslow juga mengakui kelebihan mendasar dari dimensi subjektif dan
kecenderungan menuju aktualisasi diri. Aktualisasi diri menunjukkan realisasi
kapasitas inheren untuk tumbuh dan berkembangnya individu (dalam Graham,
2005).
Perbedaan konsep aktualisasi diri antara Rogers dan Maslow yaitu
bahwa menurut Rogers (1961), aktualisasi diri dipahami sebagai suatu proses atau
pergerakan ke arah individu yang berfungsi penuh (fully functioning person) yang
18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ditandai dengan karakteristik adanya peningkatan keterbukaan pada pengalaman,
peningkatan hidup secara eksistensial, dan peningkatan kepercayaan pada
organisme pada individu. Menurut Maslow, aktualisasi diri merupakan salah satu
kebutuhan universal individu. Pencapaian aktualisasi diri individu dipandang
secara hierarkis, yaitu individu baru akan mencapai aktualisasi diri ketika individu
tersebut sudah memuaskan empat kebutuhan yang berada di tingkat lebih rendah
(pada tingkatan sebelumnya), yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa
aman, kebutuhan akan memiliki dan rasa cinta, dan kebutuhan akan harga diri.
Hal ini berarti bahwa pemuasan dari empat kebutuhan tersebut menjadi prasyarat
individu untuk mencapai aktualisasi diri. Masing-masing dari keempat kebutuhan
itu, minimal harus dipuaskan sebagiannya sebelum muncul kebutuhan aktualisasi
diri (dalam Schultz, 1991).
Rogers mengatakan bahwa proses pengaktualisasian diri ini dibantu oleh
pengalaman dan proses belajar seseorang terhadap pengalaman tersebut. Individu
bebas untuk mengaktualisasikan dirinya dan untuk mengembangkan seluruh
potensinya (dalam Schultz, 1991). Setelah aktualisasi diri berlangsung maka
individu dapat menuju ke tujuan terakhir yaitu menjadi orang yang berfungsi
sepenuhnya. Tujuan dari aktualisasi diri yaitu mencapai penentuan diri
semaksimal mungkin, berusaha untuk mengurangi ketergantungan, dan
meningkatkan kedaulatan serta kreativitas (Rogers, 1961).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aktualisasi diri
menurut teori Carl Rogers adalah suatu proses individu untuk menjadi diri sendiri,
mengungkapkan potensi-potensi psikologis yang unik, dan berusaha ke arah
19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pertumbuhan diri yang optimal sehingga menjadi individu yang berfungsi penuh
(the fully functioning person).
2) Proses Terbentuknya Aktualisasi Diri
Rogers (dalam Schultz, 1991) kemudian mengemukakan bahwa ketika
individu bertambah besar (usianya bertambah), maka “diri” mulai berkembang.
Pada masa ini, tekanan pada aktualisasi individu akan berubah dari segi fisiologis
ke segi psikologis. Tubuh individu, bentuk, dan fungsi-fungsinya yang khusus
telah mencapai tingkat perkembangan dan pertumbuhan yang lebih dewasa.
Individu mengalami perkembangan organ-organ tubuh dan proses fisiologis yang
semakin kompleks serta sampai pada perkembangan sifat-sifat jenis kelamin
sekunder pada masa remaja.
Setelah itu, aktualisasi akan berpusat pada kepribadian (psikologis).
Perubahan tersebut mulai pada masa kanak-kanak dan selesai pada akhir masa
adolesensi (remaja). Setelah “diri” mulai muncul, maka tendensi aktualisasi akan
mulai menjadi aktualisasi diri. Fokus pencapaian aktualisasi adalah untuk
mencapai satu tujuan hidup yaitu menjadi pribadi yang teraktualisasikan dirinya
atau pribadi yang utuh (Rogers, 1951, dalam Schultz, 1991).
Rogers (1959) membedakan antara tendensi mengaktualisasikan pada
organisme dengan tendensi mengaktualisasikan pada diri. Tendensi aktualisasi
akan tetap relatif selaras jika ‘diri’ dan seluruh pengalaman organisme relatif
sesuai. Apabila terdapat ketidakselarasan antara ‘diri’ dan pengalaman maka
tendensi umum untuk mengaktualisasikan organisme akan membentuk tendensi
untuk mengaktualisasikan diri (dalam Hall & Lindzey, 1993). Hal ini didukung
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
oleh Perls yang mengungkapkan bahwa aktualisasi diri hanya dapat terjadi
melalui integrasi berbagai bagian dari diri. Dalam hal ini berarti bahwa aktualisasi
diri akan terjadi ketika adanya keselarasan atas bagian-bagian dari diri (dalam
Schultz, 1991).
Tendensi dasar pertumbuhan akan mengaktualisasikan dan
mengekspansikan diri sendiri. Hal ini akan terlihat paling jelas ketika individu
diamati dalam jangka waktu yang lama. Tendensi dasar juga menjadikan adanya
suatu gerak maju yang terus menerus pada kehidupan setiap individu (Rogers,
dalam Hall & Lindzey, 1993).
3) Hal-Hal Yang Dapat Membantu Terbentuknya Proses Aktualisasi Diri
Rogers mengungkapkan bahwa proses aktualisasi diri ditentukan oleh
kekuatan-kekuatan dari lingkungan sosial individu. Hal ini berarti bahwa proses
aktualisasi diri ini dapat dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan
pembelajaran individu. Proses pembentukan oleh pengalaman dan belajar ini,
terutama dalam masa kanak-kanak. Aktualisasi diri akan berubah sejalan dengan
perkembangan hidup individu (dalam Schultz, 1991). Perls juga mengatakan
bahwa masyarakat dapat mencegah aktualisasi diri yang wajar, spontan, dan
penuh. Perls menyebut aktualisasi diri dengan nama “pertumbuhan otentik”
(dalam Schultz, 1991). Sejalan dengan Rogers dan Perls, Maslow mengungkapkan
bahwa lingkungan budaya dapat dan sering menghambat perkembangan manusia
ke arah aktualisasi diri (dalam Goble, 1987).
Selain itu, Berkowitz (1980) juga mengatakan bahwa norma sosial
menentukan perilaku individu pada suatu situasi yang dihadapi. Perilaku individu
21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terkait dengan apa yang dipikirkan atas apa yang akan dilakukan pada beberapa
situasi berdasarkan harapan orang lain (lebih pada harapan orang lain dan bukan
individu itu sendiri). Secara lebih khusus, apabila dilihat berdasarkan norma yang
berlaku dalam masyarakat, dalam konteks penelitian ini yaitu masyarakat Jawa,
maka perilaku individu masih dipengaruhi oleh etika Jawa. Meskipun etika Jawa
sudah mengalami kemerosotan dalam penggunaannya pada kehidupan sehari-hari,
namun masih tetap berpengaruh pada individu yang berada dalam masyarakat
tersebut (Hardjowirogo, 1983 dan Kartodirdjo, 1987/1988). Menurut Magnis
Suseno (1996), etika Jawa adalah seluruh norma dan penilaian yang digunakan
oleh masyarakat Jawa untuk mengetahui bagaimana mereka harus bersikap
maupun bertindak dalam kehidupannya. Salah satu hal yang ditekankan dalam
etika Jawa adalah menjaga keselarasan dengan orang lain. Hal ini didasari oleh
prinsip kerukunan yang mengacu pada keadaan masyarakat yang harmonis,
selaras, tenang dan tenteram, tanpa perselisihan dan pertentangan, dan saling
membantu. Tuntutan kerukunan memiliki dua segi, segi yang pertama yaitu tidak
mengganggu ketenangan dan keselarasan sosial atau menghindari terjadinya
konflik. Segi yang kedua yaitu menjaga keselarasan dalam pergaulan, dimana
yang diatur adalah permukaan hubungan-hubungan sosial yang tampak dan perlu
mencegah terjadinya konflik terbuka. Masyarakat memiliki harapan agar individu
berperilaku yang selaras dengan lingkungan sosialnya. Berdasarkan pengertian
tersebut dapat dikatakan bahwa individu Jawa dalam perilakunya cenderung akan
memikirkan bagaimana pandangan sosial masyarakat atas akibat perilaku yang
dilakukannya. Kehidupan diri individu tidak dapat terlepas dari lingkungan sosial.
22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Perilaku yang dipilih oleh individu tentunya akan terkait dengan perilaku
keselarasan yang diharapkan masyarakatnya. Apabila terdapat ketidakselarasan
dengan lingkungan maka diri individu akan mengalami ketidakseimbangan,
bahkan mendapat sanksi sosial.
Carl Gustav Jung (1945) mengemukakan pendapatnya mengenai
mengenai persona. Menurut Jung, persona merupakan kepribadian publik. Persona
adalah topeng yang dipakai individu sebagai respon atas tuntutan-tuntutan
kebiasaan dan tradisi masyarakat (dalam Hall & Lindzey, 1993). Hal ini berarti
bahwa individu diharapkan oleh masyarakat untuk melakukan suatu peranan
tertentu. Apabila individu mengidentifikasikan diri dengan persona maka ia akan
lebih sadar akan peran yang dimainkan daripada menjadi dirinya sendiri. Dalam
hal ini, dapat terjadi individu tidak dapat mengaktualisasikan dirinya (Jung
menyebut aktualisasi diri dengan sebutan realisasi diri).
Rogers (1959) mengungkapkan secara lebih khusus bahwa dalam diri
individu terdapat kebutuhan yang penting dan mendasar yang menjadi prasyarat
bagi pertumbuhan diri yang sehat. Kebutuhan tersebut dinamakan kebutuhan akan
penghargaan positif (need for positive regard). Setiap individu memiliki
kebutuhan akan penghargaan positif, yaitu untuk memperoleh penerimaan sikap
atau perlakuan yang baik, dihargai, dan dicintai secara hangat oleh orang lain.
Kebutuhan akan pengharagaan positif bersifat inheren dan bawaan, namun dalam
perkembangan dan pemuasannya dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Penghargaan positif tersebut dikatakan bisa menunjang tendensi pengaktualisasian
apabila diperoleh individu tanpa syarat. Penghargaan positif tanpa syarat
23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memungkinkan diri (self) individu untuk bebas dari ancaman-ancaman dan bebas
untuk tumbuh dan berubah sehingga pada akhirnya individu dapat mencapai
pertumbuhan diri yang optimal menjadi orang yang berfungsi penuh (fully
functioning person) (dalam Hall & Lindzey, 1993).
4) Sifat Aktualisasi Diri
Sifat aktualisasi diri menurut Rogers (dalam Schultz, 1991), yaitu
sebagai berikut:
a) Aktualisasi diri berlangsung terus
Aktualisasi diri merupakan proses yang dialami oleh individu.
Aktualisasi diri tidak pernah merupakan suatu kondisi yang statis atau selesai.
Individu memiliki orientasi ke masa yang akan datang untuk mengembangkan
segala segi dari dirinya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini yang menjadi pusat
perhatian peneliti adalah manifestasi saat sekarang, dalam arti ketika subjek
melibatkan diri dalam aktivitas yang dijalani ataupun kondisi terakhir individu
yang menjadi subjek penelitian.
b) Aktualisasi diri adalah suatu proses yang sukar dan terkadang menyakitkan
Aktualisasi diri merupakan suatu ujian, rentangan, dan pecutan terus-
menerus terhadap semua kemampuan individu. Rogers mengungkapkan bahwa
aktualisasi diri merupakan keberanian untuk mengada dan berani meluncurkan
diri sepenuhnya dalam arus kehidupan. Individu mengalami kehidupan dan
merasakan hal-hal yang jauh lebih dalam dibandingkan individu yang tidak
teraktualisasikan dirinya. Kebahagiaan bukan merupakan tujuan dalam diri
24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
individu yang mengaktualisasikan diri, tetapi merupakan hasil sampingan dan
perjuangan dalam aktualisasi diri.
c) Individu-individu yang mengaktualisasikan diri adalah benar-benar diri mereka
sendiri
Pengaktualisasi diri tidak tersembunyi dibalik topeng atau kedok yang
berbeda-beda menjadi sesuatu yang sebenarnya bukan diri mereka
sendiri/menyembunyikan sebagian diri mereka. Pengaktualisasi diri bebas dari
harapan-harapan dan rintangan-rintangan yang diberikan masyarakat atau orang
tua mereka. Mereka telah mengatasi aturan-aturan tersebut. Akan tetapi individu
yang mengaktualisasi diri ini tidaklah agresif atau dengan sengaja tidak
konvensional dalam mencemoohkan aturan-aturan dari orang tua atau masyarakat.
Mereka menyadari bahwa diri mereka dapat berfungsi sebagai individu-individu
dalam sanksi dan garis-garis pedoman yang jelas dari masyarakat.
c. Individu Yang Berfungsi Penuh (The Fully Functioning Person)
Rogers mengemukakan bahwa individu yang berhasil mengikuti
tendensi aktualisasi ke arah aktualisasi diri, ia akan mengalami proses aktualisasi
diri. Proses aktualisasi diri ini berlangsung menuju ke tujuan terakhir yaitu
menjadi individu yang berfungsi sepenuhnya (dalam Schultz, 1991). Menurut
Rogers (1961), individu yang berfungsi penuh (the fully functioning person)
memiliki tiga karakteristik atau ciri, yaitu sebagai berikut:
1) Peningkatan Keterbukaan pada Pengalaman
Hal pertama pada proses menjadi individu yang berfungsi penuh yaitu
melibatkan adanya peningkatan keterbukaan pada pengalaman. Individu yang
25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengalami keterbukaan pada pengalaman berarti melawan kedefensifan.
Kedefensifan merupakan respon organisme terhadap pengalaman-pengalaman
yang dianggap sebagai sesuatu yang mengancam maupun tidak sesuai
(inkongruen) dengan gambar diri individu, baik mengenai dirinya ataupun
mengenai hubungannya dengan dunia luar. Individu telah mengantisipasi
pengalaman yang mengancam tersebut. Hal itu terjadi karena individu mendistorsi
atau menyangkalnya masuk ke kesadaran. Individu yang terbuka pada
pengalaman akan sungguh dapat melihat secara akurat berbagai pengalaman,
perasaan, dan reaksi-reaksi yang tidak sesuai dengan gambar diri yang telah
dimilikinya. Proses keterbukaan pada pengalaman merupakan pengungkapan yang
berkelanjutan (terus-menerus). Hal ini berarti bahwa individu dapat mengalami
berbagai perasaan dan sikap yang selama ini tidak pernah mampu disadarinya atau
tidak pernah ia terima sebagai milik dirinya.
Individu yang secara penuh terbuka pada pengalaman akan menerima
setiap stimulus, baik yang berasal dari dalam organisme atau dari lingkungan.
Stimulus-stimulus tersebut akan diterima dalam kesadaran tanpa terdistorsi oleh
mekanisme subsepsi. Mekanisme subsepsi merupakan mekanisme ketidaksadaran
yaitu organisme diperingatkan akan adanya pengalaman yang mengancam dirinya.
Individu yang terbuka pada pengalaman akan menerima secara lengkap dalam
kesadaran dan menghidupi setiap stimulus. Stimulus tersebut seperti warna, suara,
kenangan masa lalu, ataupun sensasi kengerian, jijik, atau kesenangan.
Individu yang dapat menerima berbagai stimulus dari dalam dan luar
dirinya, menjadi lebih mampu mengalami apa yang terjadi dalam dirinya. Ia
26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menjadi lebih terbuka pada rasa senang, kagum, kelembutan hati, ataupun
keberaniannya. Ia bebas menghidupi perasaannya secara subyektif, sebagaimana
perasaan-perasaan tersebut ada dalam dirinya. Hal ini mengarahkan individu
menjadi semakin sadar atas perasaan-perasaan dan sikap-sikapnya sendiri,
sebagaimana perasaan dan sikap tersebut muncul padanya di tingkatan organik. Ia
juga makin sadar pada realitas sebagaimana keberadaan realitas yang ada di luar
dirinya. Hal ini berarti bahwa individu tidak mempersepsi realitas secara a priori
atau sesuai dengan apa yang sudah dipersepsikan sebelumnya.
Rogers juga mengungkapkan bahwa individu yang semakin memiliki
keterbukaan pada pengalaman, ia akan jauh lebih realistik dalam berhadapan
dengan orang-orang, situasi, dan berbagai masalah baru. Hal ini berarti bahwa
kepercayaannya tidak kaku dan dapat mentoleransi ambiguitas. Individu juga
dapat menerima berbagai pengalaman yang bertentangan dengan dirinya. Ia tidak
memaksakan agar pengalaman yang dialami itu harus sesuai dengan situasi yang
dihadapinya. Keterbukaan kesadaran pada hal-hal yang terdapat dalam diri
individu dan berada dalam situasi yang dihadapi saat ini merupakan sesuatu yang
penting.
2) Peningkatan Hidup secara Eksistensial
Rogers mengungkapkan bahwa individu yang secara penuh terbuka pada
pengalamannya akan melihat tiap momen sebagai sesuatu yang baru dan belum
pernah ada sebelumnya. Konsekuensi dari hidup penuh dalam momen yaitu
individu akan menyadari bahwa “akan jadi apa saya di momen selanjutnya, dan
27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
apa yang akan saya lakukan, tumbuh dari momen itu sendiri, tak akan dapat
diramalkan, baik oleh saya ataupun oleh orang lain”.
Individu yang hidup dalam momen berarti bahwa diri dan kepribadian
individu muncul dari pengalaman yang dialaminya. Pengalaman tersebut tidak
disesuaikan dengan struktur dirinya. Individu menjadi partisipan dalam, pengamat
dari, dan menjadi proses pengalaman organismik yang terus menerus. Individu
yang hidup dalam momen berarti bahwa ia tidak kaku (rigid) atau tidak memiliki
organisasi yang ketat, yang dipaksa masuk ke dalam pengalaman. Hal ini
mengarahkan individu untuk memiliki kemampuan adaptif yang maksimum dan
memiliki organisasi diri yang mengalir (Rogers, 1961).
Di sisi lain, kemampuan untuk bertahan dan penyesuaian diri individu
juga didukung oleh adanya pengaruh kelompok minoritas terhadap mayoritas.
Kenworthy & Miller (2001) mengungkapkan bahwa kelompok minoritas
mempersepsikan bahwa mereka mendapatkan dukungan yang lebih besar dari
kelompok mayoritas atas pandangan yang dimiliki meskipun pada kenyataannya
dukungan tersebut tidak seperti yang mereka bayangkan. Meskipun demikian, hal
itu berpengaruh positif bagi kelompok minoritas, yaitu berfungsi untuk
meyakinkan kelompok minoritas agar bertahan pada kemungkinan situasi yang
dihadapi (dalam Baron, 2005). Sejalan dengan kemampuan bertahannya suatu
kelompok minoritas dalam lingkungan yang dihadapi, Sarwono (1978) dalam
penelitiannya menemukan bahwa aktivis gerakan protes berjumlah sedikit.
Menurut Sarwono, secara kuantitatif terdapat perbedaan jumlah yang mencolok
antara aktivis gerakan protes dengan non aktivis. Dari 2500 responden penelitian,
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
diketahui kalau jumlah aktivis Gerakan hanya 5,4 %, sisanya adalah mahasiswa
yang tergolong pemimpin dan non aktivis. Data penelitian ini menggambarkan
bahwa aktivis gerakan merupakan kelompok minoritas di kampus (dalam Musa,
2006).
Di samping itu, kemampuan individu dalam melakukan penyesuaian diri
atas situasi yang dihadapi juga didukung adanya perasaan harga diri. Hal ini
sesuai dengan Bednar, wells, & Peterson, (1989) & Lazarus (1991) yang
mengungkapkan bahwa harga diri sering meningkat ketika individu berani
mencoba menghadapi masalahnya, bukan menghindarinya. Hal ini berarti bahwa
individu yang berani menghadapi masalah artinya ia tidak defensif atas
pengalaman yang dihadapinya (dalam Santrock, 2002). Selain itu, rendahnya
harga diri dapat menyebabkan masalah penyesuaian diri pada individu (Damon &
Hart, 1988; Fenzel, 1994; Harter & Marold, 1992, Markus & Nurius, 1986,
Pfeffer, 1986, dalam Santrock, 2002). Sejalan dengan hal tersebut, Snider &
Miller (1993) juga mengungkapkan bahwa organisasi kepemudaan dapat memiliki
pengaruh bagi perkembangan individu. Menurut Ericson (1982) terdapat lebih
dari 400 organisasi kepemudaan di Amerika. Selanjutnya, Erikson menjelaskan
secara khusus bahwa remaja yang tergabung dalam kelompok organisasi
kepemudaan lebih mau berpartisipasi dalam aktivitas di masyarakat dan memiliki
harga diri yang lebih tinggi di masa dewasanya dibandingkan dengan individu
yang tidak mengikuti organisasi kepemudaan (dalam Santrock, 2003). Sejalan
dengan adanya hubungan antara harga diri dengan keterlibatan individu dalam
suatu komunitas juga didukung oleh hasil penelitian Boys and Girls Club’s of
29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
American (1989) yang menunjukkan bahwa individu yang berpartisipasi dalam
organisasi kepemudaan secara regular, terlihat lebih berpartisipasi dalam aktivitas
lingkungan masyarakat dan memiliki harga diri yang lebih tinggi (dalam Santrock,
2003).
Kemampuan penyesuaian diri tersebut juga mengarahkan diri individu
untuk sanggup berubah. Individu yang mengalami peningkatan hidup secara
eksistensial melibatkan pengungkapan struktur pengalamannya dalam proses
menghidupi pengalaman. Ia tidak memaksakan evaluasi dan struktur a priori ke
pengalaman yang dialami. Ia juga tidak memasukkan pengalaman agar sesuai
dengan prekonsepsinya. Selain itu, individu tidak merasa terganggu saat aliran
(fluiditas) pengalaman tak cocok dengan struktur prekonsepsi tersebut (Rogers,
1961).
3) Peningkatan Kepercayaan pada Organismenya
Rogers (1961) mengatakan bahwa individu yang mengalami peningkatan
kepercayaan pada organisme berarti bahwa individu memiliki kepercayaan pada
dirinya ketika memilih arah perilaku yang harus diambil di setiap situasi. Individu
tidak mendasarkan arah perilakunya pada suatu prinsip pemandu atau hal-hal yang
ditanamkan suatu kelompok atau institusi. Arah perilaku individu juga tidak
berdasarkan pada penilaian orang lain atau pengalaman masa lalu saat berhadapan
dengan situasi yang sama. Keterbukaan pada pengalaman menyebabkan individu
memiliki peningkatan kepercayaan terhadap reaksi total organismiknya. Ketika
menghadapi suatu situasi baru, individu yang cenderung terbuka pada pengalaman
akan melakukan apa yang “dirasa benar”. Hal inilah yang terbukti sebagai
30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
panduan kompeten dan dapat dipercaya dalam memilih perilaku yang paling
memuaskan.
Individu yang sepenuhnya terbuka pada pengalaman akan memiliki
akses ke seluruh data yang tersedia di suatu situasi. Data tersebut digunakan
sebagai dasar perilakunya. Data ini dapat berupa tuntutan-tuntutan sosial,
kebutuhan individu yang saling bertentangan, ingatan pada situasi yang sama,
maupun persepsi individu akan keunikan situasi yang dihadapi. Individu tersebut
memilih arah perilaku yang paling memuaskan kebutuhannya. Hal ini dilakukan
dengan membiarkan organisme totalnya dan melibatkan kesadarannya untuk
mempertimbangkan tiap stimulus, kebutuhan dan tuntutan, serta
mempertimbangkan intensitas relatif dan nilai penting masing-masing.
Individu yang terbuka pada pengalaman akan menggunakan informasi
yang sesuai situasi yang dihadapi. Individu tidak memperlakukan kenangan-
kenangan dan hal-hal yang telah dipelajari sebagai kenyataan saat ini (yang
sedang terjadi), tetapi sebagai data yang harus diolah. Ia juga tidak menghalangi
pengalaman-pengalaman mengancam untuk masuk ke dalam kesadaran. Individu
akan menemukan bahwa organismenya sungguh-sungguh dapat dipercaya. Hal ini
terjadi karena seluruh data yang tersedia digunakan dan diolah berdasarkan bentuk
akuratnya, bukan bentuk yang telah terdistorsi. Oleh karena itu, perilaku yang
dipilihnya akan cenderung memuaskan semua kebutuhannya, seperti kebutuhan
untuk mengembangkan diri, berafiliasi dengan orang lain, dan lain sebagainya
(Rogers, 1961).
31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Selain itu, Rogers (1961) juga mengatakan bahwa individu dalam proses
mempertimbangkan arah perilakunya tidak akan melanggar organismenya. Proses
tersebut akan selalu menghasilkan jawaban terbaik yang paling mungkin
didapatkan atas seluruh data yang ada, walaupun kadang-kadang data tertentu juga
dapat hilang. Akibat adanya unsur keterbukaan pada pengalaman, individu akan
cepat mengoreksi tiap error (kesalahan) atau tiap hal yang terjadi karena arah
perilaku yang tak memuaskan. Dengan demikian, proses pemilihan arah perilaku
akan juga selalu mengalami proses pengkoreksian. Hal ini disebabkan karena apa
yang dipilih individu akan diuji secara terus-menerus dalam perilaku nyata.
Individu yang semakin terbuka pada seluruh pengalamannya semakin
mungkin percaya pada reaksi-reaksi yang dialami. Ketika individu merasa akan
mengekspresikan kemarahan, ia akan mengekspresikan kemarahan itu dan
merasakan bahwa ekspresi ini memuaskan. Keinginan mengekspresikan
kemarahan ini juga sama hidupnya (sama adanya) dengan keinginan individu
yang lain, seperti keinginan akan afeksi, afiliasi, atau berelasi. Individu merasa
surprised (terkejut bercampur bahagia) dengan keterampilan intuitif yang dimiliki
dalam menemukan solusi-solusi berperilaku untuk menghadapi berbagai masalah
yang ada. Setelah itu, individu baru dapat menyadari bahwa reaksi inner tersebut
bisa dipercaya dan dapat menghasilkan perilaku-perilaku yang memuaskan.
Reaksi inner contohnya adalah dorongan sadar atau tidak sadar, dorongan
emosional, psikomotorik, reflek, kognitif, maupun perasaan (Rogers, 1961).
Di samping itu, peningkatan kepercayaan pada organisme juga dapat
didukung oleh kemampuannya dalam berpikir kritis. Hal ini diungkapkan oleh
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Santrock (2002), bahwa berpikir kritis memampukan individu dalam menggali
makna suatu masalah secara lebih mendalam dan berpikiran terbuka pada
berbagai pendekatan dan pandangan yang berbeda-beda. Hal itu menyebabkan
individu dapat menetapkan apa yang akan diyakini atau dilakukannya untuk
dirinya sendiri. Kepercayaan pada diri sendiri dalam mengambil suatu keputusan
juga didukung oleh pengalaman. Jacobs & Potenza (1990) dan Keating (1990a)
yang mengemukakan bahwa keluasan pengalaman ikut berperan dalam
kemampuan individu mengambil keputusan sendiri.
Alur proses dari ketiga karakteristik individu yang berfungsi penuh (the
fully functioning person) menurut Rogers di atas dapat digambarkan pada skema
di bawah ini (halaman 34).
33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Skema 1. Proses Aktualisasi Diri berdasarkan teori Carl Rogers
HE (Peningkatan Hidup secara Eksistensial)
MH
DK
TK
KP (Peningkatan
Keterbukaan pada Pengalaman)
MA
MS
BMS
KO (Peningkatan
Kepercayaan pd Organisme)
PP
PR
34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Keterangan Skema:
No
Karakteristik Aktualisasi Diri
Indikator Keterangan
MA Melihat secara akurat berbagai pengalaman, perasaan, & reaksi-reaksi yang tidak sesuai dengan gambar diri individu, baik mengenai dirinya atau hubungannya dengan dunia luar
MS Menerima dalam kesadarannya setiap stimulus, baik yang berasal dari dalam organisme atau dari lingkungan.
1. KP: Peningkatan Keterbukaan pada Pengalaman
BMS Bebas menyadari dan menghidupi pengalaman, perasaan & sikap secara subyektif atas apa yang sedang dialami.
MH Setiap momen kehidupan dilihat sebagai sesuatu yang baru dan berfokus pada masa sekarang
DK Diri dan kepribadian muncul dari pengalaman (menjadi partisipan dalam, pengamat dari, dan menyerahkan diri pada kemungkinan-kemungkinan yang sedang berkembang)
2. HE: Peningkatan Hidup secara Eksistensial
TK Tidak kaku (rigid), sanggup berubah, dan adaptif atas pengalaman
PP Percaya atas penilaian-penilaian & keputusan yang akan diambil berdasar diri sendiri atas situasi yang dihadapi (independent & tidak menggantungkan pilihan hidup pada suatu peran atau pihak lain)
3. KO: Peningkatan Kepercayaan pada Organismenya
PR Percaya pada reaksi-reaksi inner yang dialami & bersifat intuitif dalam menghasilkan perilaku-perilaku yang memuaskan untuk mengatasi masalahnya.
= menandakan satu rangkaian proses yang terjadi pada 1 karakteristik aktualisasi diri.
= menyebabkan terjadinya
= karakteristik KP mengarahkan terjadinya karakteristik HE dan KO.
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Rogers (1961) mengemukakan bahwa tiap pandangan mengenai hal-hal
yang ikut menentukan pergerakan ke arah the fully functioning person
mengandung dua implikasi. Dua implikasi dari ketiga karakteristik yang telah
disebutkan di atas, yaitu sebagai berikut:
1) Kebebasan
Implikasi pertama yaitu kebebasan, terkait dengan ‘kehendak bebas’.
Individu bebas untuk menjadi dirinya sendiri atau bersembunyi di balik topeng,
untuk bergerak maju atau justru mundur, untuk berperilaku yang merusak diri
sendiri atau orang lain, atau menjadi bermanfaat, maupun bebas untuk mati atau
hidup. Individu memilih arah perilaku yang paling efektif, baik ketika
menghadapi stimulus internal (dari dalam individu) maupun eksternal (dari luar
individu). Hal ini disebabkan karena perilaku itulah yang akan paling
memuaskannya secara mendalam. Individu yang berfungsi penuh akan mengalami
dan memanfaatkan kebebasan paling mutlak saat ia memilih atau menghendaki
perilaku. Pemilihan perilaku ini dilakukan secara spontan, bebas, dan suka rela
meskipun sebenarnya perilaku tersebut secara mutlak juga terdeterminasi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa individu yang
semakin berproses menuju the fully functioning person, ia akan semakin
mengalami kebebasan dalam memilih. Pilihan individu tersebut akan semakin
terimplementasi secara efektif dalam perilakunya.
2) Kreativitas
Rogers mengungkapkan bahwa individu yang bergerak ke arah the fully
functioning person merupakan individu-individu yang kreatif. Keterbukaan
36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
individu pada dunia dan kepercayaan pada kemampuannya dalam membentuk
hubungan baru dengan lingkungan akan menjadikan individu itu sebagai individu
yang kreatif. Individu tersebut tidak akan selalu harus ‘tersesuaikan’ ke dalam
kebudayaannya. Pada tiap waktu dan tiap budaya, individu akan hidup secara
konstruktif ataupun selaras dengan kebudayaannya. Meskipun demikian, hal itu
seimbang dengan kebutuhan yang telah terpuaskan. Dalam beberapa situasi
budaya, individu mungkin sangat tidak bahagia pada hal-hal tertentu, tapi ia akan
terus bergerak maju menjadi dirinya sendiri. Individu akan berperilaku
sedemikian rupa sebagai cara untuk menyediakan pemuasan maksimum bagi
kebutuhan terdalamnya. Individu tersebut paling mungkin dapat beradaptasi dan
bertahan di berbagai kondisi lingkungan yang berubah-ubah. Individu juga akan
mampu secara kreatif membuat penyesuaian yang benar pada kondisi-kondisi
yang baru maupun yang lama.
Mihaly (1996) mengungkapkan bahwa kreativitas merupakan tindakan
atau produk yang merupakan perubahan dari suatu keberadaan tertentu dan
membutuhkan usaha untuk melakukan perubahan tersebut. Perubahan ini
dilakukan untuk melakukan penyesuaian diri. Piers (1970) juga mengemukakan
bahwa ciri-ciri orang-orang kreatif diantaranya cenderung memiliki rasa ingin
tahu yang besar, tidak puas pada apa yang ada, percaya diri, otonom, bebas dalam
pertimbangan, dan tertarik pada hal-hal yang kompleks (dalam Supriadi, 1994).
Selain itu, Cashdan & Welsh (1966, dalam Supriyadi, 1994) dalam penelitiannya
juga menemukan bahwa siswa SMA yang kreativitasnya tinggi terlihat lebih
mandiri dan mengusahakan perubahan dalam lingkungan, sedangkan siswa yang
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kreativitasnya lebih rendah memiliki otonomi yang rendah dan kurang
menonjolkan diri.
Dilihat dari segi peranan pengalaman belajar terhadap kemampuan
individu dalam berperilaku kreatif, dapat terlihat bahwa perilaku kreatif juga
dibantu oleh pengalaman keterlibatan individu dalam suatu organisasi. Salah satu
hal yang didapatkan dari organisasi yaitu adanya budaya organisasi. Budaya
organisasi terdiri dari asumsi-asumsi dasar yang dipelajari, baik sebagai hasil
memecahkan masalah yang muncul dalam proses penyesuaian dengan lingkungan
maupun organisasi itu sendiri (Schein, 1992, dalam Munandar, 2001). Sejalan
dengan peranan pengalaman belajar individu terhadap kreatifitas juga didukung
oleh Supriadi (1989) dalam studi terhadap para finalis dan pemenang Lomba
Karya Ilmiah Remaja dan Lomba Penelitian Ilmiah Remaja. Hasil penelitian
tersebut membuktikan bahwa responden pemenang lomba lebih mempunyai
pengalaman bermakna dan lebih beragam dibandingkan kelompok pembanding.
Mereka juga lebih unggul dalam kegemaran membaca dan mengarang, serta
keaktifan dalam organisasi. Pengalaman-pengalaman kehidupan responden diduga
mampu menyebabkan mereka menjadi kreatif (dalam Supriadi, 1994).
Sejalan dengan karakteristik-karakteristik dan implikasi karakteristik
individu yang berfungsi penuh menurut teori asli Rogers, Koeswara (1989),
Schultz (1991), dan Cloninger (2004) juga mengemukakan bahwa karakteristik
individu yang berfungsi penuh menurut Rogers ada lima, yaitu keterbukaan pada
pengalaman, hidup secara eksistensial, adanya kepercayaan pada organismenya,
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
adanya kebebasan, dan kreativitas. Meskipun demikian, peneliti hanya
menggunakan tiga karakteristik individu yang berfungsi penuh, yang mana
menggunakan penjelasan teoritis berdasarkan pada teori asli Rogers (1961) agar
tidak terjadi interpretasi yang berlebihan. Karakteristik tersebut yaitu adanya
peningkatan keterbukaan pada pengalaman, peningkatan hidup secara eksistensial,
dan peningkatan kepercayaan pada organismenya.
3. Aktualisasi Diri atau Proses Menuju Individu Yang Berfungsi Penuh
(The Fully Functioning Person)
Rogers (dalam Schultz, 1991) mengungkapkan bahwa individu yang
bertambah besar (usianya bertambah), akan mengalami perkembangan “diri”.
Pada masa ini, aktualisasi individu akan berubah dari segi fisiologis ke segi
psikologis atau berpusat pada kepribadian. Perubahan itu mulai pada masa kanak-
kanak dan selesai pada akhir masa remaja. Setelah “diri” mulai muncul, maka
tendensi aktualisasi akan mulai menjadi aktualisasi diri. Hal ini dapat dikatakan
bahwa aktualisasi diri mulai berlangsung pada masa akhir remaja, lalu memasuki
masa dewasa awal, dan akan terus berlangsung sampai sepanjang hidup individu.
Aktualisasi diri merupakan suatu proses yang berlangsung terus menerus pada
kehidupan setiap individu.
Rogers (1959) mengungkapkan bahwa diri merupakan bagian dari
medan fenomenal yang terdeferensiasikan (pemisahan dari medan fenomenal).
Diri berisi persepsi-persepsi (pola pengamatan dan penilaian sadar) tentang sifat-
sifat dari diri subjek atau diri obyek dan tentang hubungan-hubungan antara diri
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
subjek atau diri obyek dengan orang lain dan dengan berbagai aspek kehidupan
beserta nilai-nilai yang melekat pada persepsi-persepsi ini (dalam Hall & Lindzey,
1993).
Rogers (1961) mengemukakan bahwa aktualisasi diri adalah suatu
proses individu untuk menjadi diri sendiri, mengungkapkan potensi-potensi
psikologis yang unik, dan berusaha ke arah pertumbuhan diri yang optimal
sehingga menjadi individu yang berfungsi penuh (the fully functioning person).
Individu yang mengaktualisasikan diri akan terlihat paling jelas ketika individu
diamati dalam jangka waktu yang lama. Menurut Rogers, menjadi individu yang
berfungsi penuh itu merupakan sesuatu yang utopis dan tidak akan pernah dicapai
individu dalam kehidupannya. Individu yang ideal ini hanya akan menjadi arah
hidup bagi seseorang. Individu dikatakan lebih baik apabila ia berusaha berproses
untuk menuju menjadi individu yang ideal dibandingkan dengan individu yang
tidak berproses (dalam Cremers, 1987). Individu yang mengalami proses
aktualisasi diri menuju keberfungsian penuh inilah yang merupakan individu yang
sehat.
Menurut Rogers (1961), proses pergerakan menjadi individu yang
berfungsi penuh melibatkan tiga karakteristik yaitu adanya peningkatan
keterbukaan pada pengalaman, peningkatan hidup secara eksistensial, dan adanya
peningkatan kepercayaan pada organismenya. Karakteristik pertama yaitu adanya
peningkatan keterbukaan pada pengalaman. Individu yang memiliki keterbukaan
pada pengalaman tidak akan menolak atau mengantisipasi pengalaman-
pengalaman yang dianggap mengancam. Pengalaman yang mengancam ini
40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dipahami sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan gambaran dirinya atau
lingkungan di luar dirinya. Keterbukaan pada pengalaman menjadikan individu
dapat melihat secara akurat berbagai pengalaman, perasaan, dan berbagai reaksi
yang tidak sesuai gambar diri yang dimilikinya. Apabila individu telah mencapai
keterbukaan terhadap pengalaman maka ia akan secara penuh terbuka untuk
menerima setiap stimulus baik stimulus internal maupun eksternal, tanpa
terdistorsi oleh mekanisme pertahanan apapun. Individu akan menghidupi semua
stimulus yang ada pada dirinya dan akan menerimanya secara lengkap dalam
kesadarannya. Individu yang terbuka pada pengalaman juga akan merasa bebas
menghidupi perasaan, sikap, pengalaman-pengalaman sebagaimana adanya.
Karakteristik kedua dari proses menjadi individu yang berfungsi penuh
menurut Rogers yaitu adanya peningkatan hidup secara eksistensial. Individu
yang terbuka pada pengalamannya akan cenderung hidup secara penuh di setiap
momen hidupnya. Individu mampu menganggap setiap momen tersebut sebagai
sesuatu yang baru. Individu yang hidup dalam momen berarti bahwa ia tidak kaku
dan akan membentuk diri dan kepribadiannya berdasarkan pengalaman-
pengalaman yang dialami dan dihidupinya. Ia akan rela menjadi suatu proses
secara terus menerus atau menjadi partisipan dalam proses tersebut. Individu yang
hidup dalam momen juga akan cenderung menjadi seseorang yang adaptif secara
maksimum, menjadi organisme yang mengalir dan sanggup berubah.
Karakteristik ketiga yaitu adanya peningkatan kepercayaan pada
organismenya. Kemampuan individu untuk terbuka pada pengalaman dan hidup
secara penuh di dalam dan dengan setiap perasaan maupun reaksi-reaksinya akan
41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
membuatnya mengindera seakurat mungkin terhadap situasi eksistensial yang
dihadapi. Hal ini mengarahkan individu untuk menggunakan semua informasi
yang dimiliki kemudian menggunakannya dalam kesadarannya. Setelah itu,
individu akan mampu memilih secara bebas atas berbagai kemungkinan perilaku
yang dianggap paling memuaskan saat ini. Pada keberfungsian ini, individu
mampu menaruh kepercayaan lebih pada organismenya karena ia dapat secara
penuh terbuka pada konsekuensi-konsekuensi atas setiap perilaku yang
dilakukannya apabila perilaku tersebut terbukti kurang memuaskan.
Rogers (1961) juga mengungkapkan bahwa individu yang memiliki
keterbukaan pada pengalaman menjadi lebih mampu mengalami seluruh
pengalamannya. Ia menjadi tidak lagi begitu takut pada perasaan-perasaannya dan
lebih terbuka pada berbagai sumber. Ia juga terlibat secara penuh dalam proses
“mengada” dan menjadi dirinya sendiri. Dengan demikian, individu akan realistis
dan penuh bersifat sosial, hidup lebih penuh dalam momen saat ini serta akan
belajar memaknai momen hidup yang sedang dialaminya. Pada akhirnya, individu
akan menjadi organisme yang berfungsi secara penuh dan karena kesadaran akan
dirinya sendiri yang mengalir bebas melalui keterlibatan dalam pengalamannya
maka ia akan menjadi orang yang lebih berfungsi secara penuh.
Selain itu, Rogers (1961) mengatakan bahwa individu yang terbuka
terhadap pengalaman akan memiliki kepercayaan pada kemampuannya dalam
membentuk hubungan baru dengan lingkungannya. Hal ini akan membuat
individu mampu menjadi individu yang hidup kreatif dan konstruktif dalam tiap
momen hidupnya secara harmonis. Individu tersebut juga paling mungkin untuk
42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dapat beradaptasi dan survive (bertahan) dalam kondisi lingkungan yang berubah-
ubah. Ia akan mampu membuat penyesuaian yang benar pada kondisi-kondisi
yang baru maupun yang lama.
B. Aktivis Gerakan Mahasiswa
1. Pengertian Aktivis
Aktivis adalah orang-orang yang melibatkan diri dalam suatu kegiatan
atau perjuangan secara aktif atau agresif. Aktivis juga dapat diartikan sebagai
penggerak (Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, 1991). Mahasiswa
adalah manusia yang sedang berkembang, yang mana pada masa ini memiliki
energi yang lebih. Mahasiswa dapat melakukan banyak hal yang berkaitan dengan
pengembangan potensi diri sampai pada aktivitas kekerasan. Mereka memiliki
gaya yang selalu dinamis dan peran dalam setiap perubahan (Budyawan, 2003).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian
ini aktivis diartikan sebagai mahasiswa yang melibatkan diri dalam kegiatan
secara aktif untuk melakukan pengembangan potensi diri, bersifat dinamis, dan
berperan dalam perubahan.
2. Gerakan Mahasiswa (GM)
a. Pengertian Gerakan Mahasiswa
Gerakan atau pergerakan adalah usaha atau kegiatan yang bergerak di
lapangan sosial, politik, dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996).
Hal ini sejalan dengan pernyataan Hussain Muhammad (1986) yang
43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengemukakan bahwa Gerakan Mahasiswa merupakan gerakan yang dapat
digolongkan dalam gerakan sosial. Jeffrey Haynes (dalam Touraine, 1985)
menjelaskan bahwa gerakan sosial merupakan pelaku yang secara budaya terlibat
dalam konflik sosial atau politik. Gerakan sosial merupakan gerakan yang
dibangun oleh mahasiswa yang mana memiliki bentuk tingkah laku dan
budayanya sendiri. Gerakan Mahasiswa juga digerakkan oleh spirit atau semangat
kepemudaan yang menyala-nyala dan sarat dengan ideologi tertentu (dalam
Hasan, 2006).
Arbi Sanit (1999) mengemukakan bahwa Gerakan Mahasiswa
mempunyai peranan yang sangat besar bagi masyarakat. Mahasiswa sebagai
pelopor dalam setiap perubahan. Hal ini sangat didukung oleh sifat yang melekat
pada diri mahasiswa yaitu kekritisan pemikirannya. Kekritisan mahasiswa, baik
dalam pemikiran maupun tindakannya dapat menyadarkan hati nurani masyarakat.
Meskipun demikian, terkadang apa yang dilakukan oleh mahasiswa tidak
selamanya benar (dalam Hasan, 2006). Musa (2006) mengungkapkan bahwa
Gerakan Mahasiswa merupakan sebuah proses perluasan peran mahasiswa dalam
kehidupan masyarakat. Gerakan Mahasiswa dibangun untuk meningkatkan daya
kritis mahasiswa secara keseluruhan dalam melihat berbagai persoalan yang
sedang dihadapi masyarakat. Persoalan tersebut meliputi konteks lokal, nasional,
maupun internasional.
Berdasarkan uraian di atas, Gerakan Mahasiswa dalam penelitian ini
adalah kegiatan mahasiswa yang bergerak di bidang sosial, yang dilandasi
semangat kepemudaan, ideologi, dan daya kritis untuk menyikapi berbagai
44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
persoalan yang sedang dihadapi masyarakat (baik dalam konteks lokal, nasional,
maupun internasional). Gerakan ini bergerak untuk memperjuangkan kepentingan
publik (rakyat), memiliki cara tersendiri dalam perjuangannya, dan memiliki
kepeloporan dalam setiap perubahan.
b. Tujuan Gerakan Mahasiswa
Jeffrey Haynes (dalam Touraine, 1985) mengatakan bahwa gerakan
sosial atau Gerakan Mahasiswa bertujuan untuk menyerukan dan memadukan
tuntutan mengenai perubahan tatanan sosial, politik, dan ekonomi. Hal ini berarti
bahwa gerakan sosial berusaha menciptakan ruang demokrasi bagi aksi sosial
yang otonom dan menafsirkan kembali norma dan memperbaiki lembaga-lembaga
yang terkait dengan kepentingan masyarakat. Selain itu, gerakan sosial juga
berusaha menggerakkan kelompok-kelompok masyarakat yang dinilai tertindas
atau tereksploitasi. Gerakan Mahasiswa sebagai gerakan sosial juga berusaha
untuk mewujudkan kesadaran politik setiap individu dalam masyarakat demi
menentang segala penindasan yang dilakukan oleh negara (dalam Hasan, 2006).
Tujuan Gerakan Mahasiswa yang lain adalah untuk mencerdaskan
masyarakat, dalam arti agar masyarakat menyadari adanya kesalahan dalam
sistem yang ada di negara kita. Pemerintah cenderung dinilai tidak berpihak pada
masyarakat. Di samping itu, tujuan Gerakan Mahasiswa adalah menciptakan
pemahaman agar mahasiswa (pemuda) menyadari bahwa kelas terdidik
merupakan kelas menengah yang memiliki dua kemungkinan yaitu menjadi
anggota negara atau lembaga negara atau kembali ke masyarakat (turun ke
rakyat). Mahasiswa diharapkan menjadi intelektual organik yaitu menjadi
45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
intelektual yang berpihak pada masyarakat. Intelektual organik merupakan
intelektual yang mampu beradaptasi dengan realita kemasyarakatan yang dihadapi
(Budyawan, 2003).
c. Aktivitas Gerakan Mahasiswa
Aktivitas Gerakan Mahasiswa sering terkait dengan kepentingan publik
(memperjuangkan kepentingan publik atau rakyat) sehingga mendapat perhatian
khusus dari publik dan media massa. Gerakan Mahasiswa memiliki aktivitas
seperti berdiskusi, membuat petisi, demonstrasi, mogok, maupun terlibat dalam
ruang ‘eksperimentasi’ sebagai media menyalurkan potensi dan kapasitas yang
dimilikinya (http:/www.bigs.or.id/bujet/5-3/artikel4.htm). Aktivitas lain yang
dilakukan oleh aktivis Gerakan Mahasiswa adalah melakukan advokasi atau
pendampingan terhadap masyarakat seperti petani, buruh (misalnya buruh
pabrik), dan Pedagang Kaki Lima (PKL) di daerah-daerah kasus. Mereka juga
melakukan diskusi-diskusi atas suatu permasalahan sosial dan melakukan
demonstrasi ketika terjadi masalah yang tidak dapat diselesaikan secara dialogis.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa aktivis
Gerakan Mahasiswa (GM) adalah mahasiswa yang melibatkan diri secara aktif
dalam kegiatan yang bergerak di bidang sosial yaitu memperjuangkan
kepentingan publik (rakyat), untuk melakukan pengembangan potensi diri,
bersifat kritis, dinamis, dan berperan sebagai pelopor dalam perubahan menurut
cara perjuangannya sendiri. Aktivitas aktivis tersebut seperti berdiskusi, membuat
petisi, demonstrasi, mogok, dialog, maupun melakukan pendampingan
46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
masyarakat sosial (petani, buruh pabrik, Pedagang Kaki Lima, atau masyarakat
umum).
C. Proses Aktualisasi Diri Pada Aktivis Gerakan Mahasiswa (GM)
Berdasarkan Teori Carl Rogers
Pada dasarnya individu merupakan makhluk sosial, dalam arti bahwa
individu ada untuk masyarakat dan berelasi dengan masyarakat (John Dewey
dalam Veerger, 1985). Hal ini sejalan dengan apa yang diperjuangkan oleh aktivis
Gerakan Mahasiswa (GM), yaitu mahasiswa sebagai individu yang merupakan
bagian dari masyarakat maka sudah sewajarnya apabila mereka ikut berpartisipasi
aktif dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat (rakyat).
Aktivis Gerakan Mahasiswa sebagai individu, tentunya memiliki
harapan agar dapat melakukan peran aktif dan tanggung jawab sosialnya sebaik
mungkin. Aktivis Gerakan Mahasiswa memiliki tujuan untuk berusaha terlibat
bergerak secara aktif di bidang sosial yaitu memperjuangkan kepentingan publik
(rakyat). Selain itu, aktivis tersebut juga ingin mengembangkan potensi diri,
kekritisan, kedinamisan, dan memiliki jiwa kepeloporan dalam perubahan yang
terjadi dalam maasyarakat menurut cara perjuangannya sendiri. Perubahan
tersebut terkait adanya hal-hal yang dinilai sebagai suatu ketidakadilan,
ketertindasan, kecurangan, dan permasalahan sosial lain yang dialami oleh
masyarakat. Aktivis Gerakan Mahasiswa berusaha untuk melakukan perubahan
ataupun perbaikan menuju keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat melalui
47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keterlibatannya dalam diskusi-diskusi mengenai permasalahan sosial, membuat
petisi, demonstrasi, mogok, dialog, maupun terlibat dalam ruang ‘eksperimentasi’
lain (http:/www.bigs.or.id/bujet/5-3/artikel4.htm). Ruang ‘eksperimentasi’
dipahami sebagai media untuk menyalurkan potensi yang dimiliki, seperti
melakukan pendampingan-pendampingan bagi masyarakat sosial dengan aktif di
Sekolah Masyarakat, advokasi perburuhan, petani, Pedagang Kaki Lima, dan
sebagainya.
Proses aktivis Gerakan Mahasiswa dalam melakukan aksinya untuk
melakukan perbaikan bagi lingkungan sosialnya ditentukan juga oleh aktualisasi
diri. Pandangan tersebut didasari oleh asumsi Rogers yaitu bahwa aktualisasi diri
individu ikut berperan dalam mengatasi perkembangan zaman serta perubahan-
perubahan lingkungan (dalam Schultz, 1991). Hal ini menunjukkan bahwa
peranan aktualisasi diri sejalan dengan peran aktivis Gerakan Mahasiswa yaitu
untuk mendukung mengatasi berbagai permasalahan dan perubahan yang terjadi
dalam masyarakat. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dikatakan mengenai
pentingnya adanya aktualisasi diri, karena pada akhirnya aktivis Gerakan
Mahasiswa akan mampu untuk melakukan perannya dengan lebih baik. Apabila
aktivis Gerakan Mahasiswa tidak memiliki aktualisasi diri maka mereka akan
cenderung tidak dapat fleksibel, adaptif, maupun berperilaku kreatif atas situasi
yang dihadapinya (Rogers, dalam Schultz, 1991).
Pengertian aktualisasi diri dalam penelitian ini mengacu pada teori Carl
Rogers. Aktualisasi diri merupakan suatu proses individu untuk menjadi diri
sendiri, mengungkapkan potensi-potensi psikologis yang unik, dan berusaha ke
48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
arah pertumbuhan diri yang optimal sehingga menjadi orang yang berfungsi
penuh (the fully functioning person) (Rogers, 1961). Peneliti menggunakan
asumsi karakteristik berdasarkan teori Carl Rogers (1961), karakteristik individu
yang berfungsi penuh ada tiga yaitu adanya peningkatan keterbukaan pada
pengalaman, peningkatan hidup secara eksistensial, dan peningkatan kepercayaan
pada organismenya.
Proses peningkatan keterbukaan pada pengalaman merupakan hal
pertama yang sangat penting dalam aktualisasi diri. Individu yang terbuka pada
pengalaman akan menerima semua pengalaman secara fleksibel, yang mana
individu selalu memiliki persepsi baru atas pengalaman yang dialaminya (Rogers,
1961). Aktivis Gerakan Mahasiswa juga penting untuk terbuka pada pengalaman
karena ia akan mampu bersikap fleksibel ketika menghadapi permasalahan-
permasalahan sosial yang coba untuk diperbaiki. Individu yang terbuka pada
pengalamannya akan cenderung menemukan sesuatu yang baru, selalu dinamis
(berubah), dan mau melibatkan diri sebagai proses pada hal-hal yang sedang
dilakukannya. Hal ini menjadikan aktivis Gerakan Mahasiswa tersebut akan
mampu untuk menyesuaikan diri atas berbagai pengalaman baru yang terjadi pada
dirinya. Ketika aktivis menghadapi situasi baru, masalah baru, atau orang-orang
baru maka ia akan dapat menyesuaikan diri. Rogers (1961) juga mengungkapkan
bahwa keterbukaan pada pengalaman juga akan menjadikan individu dapat
bertingkah laku sesuai dengan apa yang menurutnya benar maupun intuitif.
Aktivis Gerakan Mahasiswa akan mampu mempertimbangkan setiap segi dari
situasi-situasi yang dihadapinya secara lebih baik. Adanya rasa kebebasan
49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memutuskan arah perilaku, penting untuk menentukan cara-cara perjuangan yang
dilakukan oleh aktivis Gerakan Mahasiswa karena mereka dapat menyesuaikan
antara pikiran dan tindakan yang akan dilakukan. Selain itu, mereka juga akan
menjadi lebih memiliki pilihan perilaku yang akan dilakukan untuk menegakkan
keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang
diungkapkan Rogers bahwa keterbukaan pada pengalaman dan adanya
kepercayaan pada organisme pada diri aktivis akan mendorong mereka memiliki
sifat yang tidak defensif, sanggup berubah, maupun menyesuaikan diri terhadap
situasi yang dihadapinya.
Berdasarkan pemaparan aktualisasi diri yang mungkin dapat terjadi pada
aktivis Gerakan Mahasiswa di atas, maka penelitian ini merumuskan satu
permasalahan yang penting dan menarik untuk dibahas, yaitu mengenai
bagaimana aktualisasi diri pada aktivis Gerakan Mahasiswa berdasarkan teori
Carl Rogers. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi aktualisasi diri
pada aktivis Gerakan Mahasiswa berdasarkan karakteristik-karakteristik individu
yang berfungsi penuh menurut teori Carl Rogers.
50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Studi deskriptif yang
dimaksudkan adalah peneliti ingin mendapatkan kejelasan dengan
mendeskripsikan data-data yang diperoleh, sedangkan studi kualitatif adalah
proses studi yang digunakan untuk memahami fenomena sosial atau masalah
manusia secara lebih mendalam. Dalam penelitian kualitatif, peneliti membuat
suatu gambaran atas suatu fenomena secara kompleks, melaporkan data-data rinci
dari sumber informan, dan melakukan penelitian dalam setting yang alami serta
mementingkan kedekatan dengan penelitian. Hal ini dilakukan agar diperoleh
pemahaman yang lebih jelas tentang realitas nyata mengenai apa yang diteliti.
Penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan fenomenologi.
Pendekatan fenomenologi merupakan sebuah studi yang menggambarkan makna
dari pengalaman hidup dari beberapa individu tentang sebuah konsep atau
fenomena (Creswell, 1994). Dalam penelitian ini berfokus pada pemahaman
makna dari pengalaman aktualisasi diri yang dialami aktivis Gerakan Mahasiswa
berdasarkan teori Carl Rogers.
51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Variabel Penelitian
Variabel Penelitian dalam penelitian ini adalah aktualisasi diri.
Aktualisasi diri adalah proses individu untuk menjadi diri sendiri dan berusaha ke
arah pertumbuhan diri yang optimal. Berdasarkan penekanan teori aktualisasi diri
Carl Rogers yang menggunakan sudut pandang humanistik, maka karakteristik
aktualisasi diri yang digunakan dalam penelitian ini juga cenderung melihat dalam
arah yang positif (humanistik) pula. Proses tersebut ditandai dengan adanya
pergerakan menuju ke arah individu yang berfungsi penuh (fully functioning
person), dengan tiga karakteristik proses pergerakan yaitu adanya peningkatan
keterbukaan pada pengalaman, peningkatan hidup secara eksistensial, dan
peningkatan kepercayaan pada organisme pada individu.
1. Peningkatan keterbukaan pada pengalaman
a. Menerima dalam kesadaran setiap stimulus seperti warna, suara, konfigurasi
bentuk, kenangan masa lalu, ataupun sensasi kengerian, jijik, atau kesenangan
yang sedang dialami.
b. Bersikap terbuka dan bebas mengalami rasa senang, kagum, kelembutan hati,
keberanian atau lainnya secara subyektif, sebagaimana perasaan-perasaan tersebut
ada dalam dirinya.
c. Tidak mempersepsi realitas sesuai dengan apa yang sudah dipersepsikan
sebelumnya.
d. Memiliki kepercayaan yang tidak kaku dan dapat mentoleransi ambiguitas
(suatu hal yang bermakna mendua).
52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
e. Bersikap realistik (dapat melihat secara senyatanya) ketika menghadapi orang-
orang baru, situasi baru, dan berbagai masalah baru.
2. Peningkatan hidup secara eksistensial
a. Melihat setiap momen kehidupan sebagai sesuatu yang baru/ belum pernah
ada sebelumnya dan berfokus pada masa sekarang.
b. Munculnya diri dan kepribadian dari pengalaman yang sedang dialami.
c. Menjadi partisipan dalam, pengamat dari proses, dan menyerahkan diri pada
kemungkinan-kemungkinan yang sedang berkembang.
d. Bersikap tidak kaku (rigid), sanggup berubah, dan adaptif atas pengalaman.
3. Peningkatan kepercayaan pada organisme
a. Percaya pada penilaian & keputusan/ perilaku yang akan diambil pada situasi
yang dihadapi berdasar pada diri sendiri, yaitu tidak tergantung pada prinsip
pemandu/ kode-kode yang ditanamkan suatu kelompok atau institusi/ penilaian
orang lain (istri, teman, dan lain-lainnya)/ pengalaman masa lalu saat menghadapi
situasi yang sama.
b. Melakukan apa yang “dirasa benar” dalam memilih perilaku yang paling
memuaskan ketika menghadapi suatu situasi baru.
c. Perilaku yang dipilihnya akan cenderung memuaskan semua kebutuhannya,
kebutuhan untuk mengembangkan diri, berafiliasi dengan orang lain, dan lain
sebagainya.
d. Percaya pada reaksi-reaksi inner yang dialami & bersifat intuitif dalam
menghasilkan perilaku-perilaku untuk mengatasi masalahnya.
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
e. Mengekspresikan keinginan, seperti keinginan marah, afeksi, afiliasi, atau
relasi ketika “merasa akan” mengekspresikan keinginan tersebut dan merasakan
bahwa ekspresi ini memuaskan (Rogers, 1961).
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah tiga orang subjek dengan kriteria sebagai
berikut:
1. Aktivis Gerakan Mahasiswa yang terlibat aktif dalam organisasi minimal 2
tahun. Pertimbangannya yaitu bahwa responden telah cukup terlibat dalam
aktivitas dan memiliki pengetahuan atau pengalaman yang cukup luas dan
mendalam sehingga memungkinkan peneliti mendapatkan data dan informasi
yang memadai mengenai hal yang diteliti.
2. Subjek saat ini menjalani aktivitas berdasarkan ruang eksperimentasi yang
sesuai dengan kapasitas dan potensinya.
3. Subjek pernah atau sedang memegang salah satu jabatan penting atau
koordinator dalam organisasi tersebut. Asumsi dasarnya adalah apabila subjek
pernah atau sedang memegang kepengurusan penting dalam organisasi maka ia
akan lebih memaknai pengalaman yang dialami.
Pengambilan sampel menggunakan cara bola salju/berantai
(snowball/chain sampling), yaitu pengambilan sample yang dilakukan secara
berantai dengan meminta informasi pada orang yang telah diwawancarai atau
dihubungi sebelumnya (Patton, 1990, dalam Poerwandari 2005).
54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D. Batasan Penelitian
Batasan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
karakteristik aktualisasi diri aktivis Gerakan Mahasiswa berdasarkan teori Carl
Rogers:
1. Adanya peningkatan keterbukaan terhadap pengalaman.
2. Adanya peningkatan hidup secara eksistensial.
3. Adanya peningkatan kepercayaan pada organisme.
E. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah metode wawancara. Metode wawancara adalah percakapan dan tanya
jawab yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara kualitatif
dilakukan untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subyektif yang
dipahami individu terkait dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan
eksplorasi terhadap isu tersebut (Banister dalam Poerwandari, 2005).
Jenis wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara semi
terstruktur. Pada proses wawancara ini, peneliti dilengkapi pedoman wawancara
yang sangat umum, yang mencantumkan isu-isu yang harus diambil terkait
dengan hal yang menjadi fokus penelitian tanpa menentukan urutan pertanyaan
terlebih dahulu. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti
mengenai aspek -aspek yang harus ditanyakan atau dibahas, sekaligus menjadi
55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
daftar pengecek apakah aspek-aspek relevan tersebut telah ditanyakan atau
dibahas (Poerwandari, 2005).
Wawancara ini mengambil waktu khusus dengan subjek dan dilakukan
dalam bentuk bersama antara peneliti dengan subjek secara sendiri-sendiri atau
satu per satu. Hal ini dilakukan agar wawancara dapat berlangsung secara lebih
intensif karena hanya dilakukan oleh dua orang dan memungkinkan terjadinya
komunikasi dua arah yang lebih intensif.
Adapun pedoman umum wawancara (general guide interview) yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
Tabel 1. Pedoman Umum Wawancara (general guide interview)
No
Karakteristik Aktualisasi
Diri
Indikator Hal yang ingin diungkap
1. Melihat secara akurat berbagai pengalaman, perasaan, & reaksi-reaksi yang tidak sesuai dengan gambar diri individu, baik mengenai dirinya atau hubungannya dengan dunia luar. (MA)
1. Bagaimana kamu menyikapi berbagai pengalaman, perasaan atau reaksi-reaksi yang tidak sesuai dengan gambar dirimu, baik mengenai dirimu atau hal-hal yang berhubungan dengan dunia di luar dirimu?
2. Menerima dalam kesadarannya setiap stimulus, baik yang berasal dari dalam organisme atau dari lingkungan. (MS)
1. Hal-hal apa yang kamu lakukan ketika menghadapi stimulus-stimulus, baik stimulus yang muncul dari dalam diri kamu sendiri atau yang berasal dari luar diri kamu?
1. Peningkatan Keterbukaan pada Pengalaman (KP)
3. Bebas menyadari dan menghidupi pengalaman, perasaan & sikap secara subyektif atas
1. Dapatkah kamu menceritakan bagaimana sikap kamu ketika mengalami pengalaman yang sedang kamu alami
56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
apa yang sedang dialami. (BMS)
saat ini? 2. Bagaimana perasaanmu
ketika kamu mengalami suatu pengalaman yang sedang kamu alami saat ini?
1. Setiap momen kehidupan dilihat sebagai sesuatu yang baru dan berfokus pada masa sekarang (MH)
1. Bagaimana kamu memandang momen kehidupanmu saat ini?
2. Hal-hal apa saja yang menjadi fokus hidup kamu pada masa sekarang?
3. Sejauh mana pengalaman masa lalumu yang saat ini masih cenderung berpengaruh terhadap hidupmu?
2. Diri dan kepribadian muncul dari pengalaman (menjadi partisipan dalam, pengamat dari, dan menyerahkan diri pada kemungkinan-kemungkinan yang sedang berkembang) (DK)
1.Dapatkah kamu menceritakan mengenai hal-hal apa saja yang berbeda tentang diri, kepribadian, sifat maupun karakteristik kamu antara sebelum terlibat dalam pengalaman baru dan ketika telah terlibat dalam pengalaman baru ?
2. Peningkatan Hidup secara Eksistensial (HE)
3. Tidak kaku (rigid), sanggup berubah, dan adaptif atas pengalaman (TK)
1. Hal-hal apa saja yang kamu lakukan ketika menghadapi suatu pengalaman yang baru?
2. Dapatkah kamu menceritakan bagaimana cara-cara yang kamu lakukan dalam menyesuaikan diri terhadap pengalaman baru?
3. Peningkatan Kepercayaan pada Organismenya (KO)
1. Percaya atas penilaian-penilaian & keputusan yang akan diambil berdasar diri sendiri atas situasi yang dihadapi (independent & tidak menggantungkan
1. Sejauh mana peranan diri kamu sendiri dalam melakukan penilaian-penilaian & pengambilan keputusan atas suatu hal yang akan diambil?
2. Bagaimana peranan orang lain di sekitarmu ketika kamu dihadapkan dalam
57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pilihan hidup pada suatu peran atau pihak lain) (PP)
situasi pengambilan keputusan?
2. Percaya pada reaksi-reaksi inner yang dialami & bersifat intuitif dalam menghasilkan perilaku-perilaku yang memuaskan untuk mengatasi masalahnya. (PR)
1. Bagaimana peranan reaksi-reaksi inner dalam dirimu untuk menghasilkan perilaku yang memuaskan untuk mengatasi masalah yang kamu hadapi?
F. Prosedur Penelitian
Peneliti dalam melakukan penelitian akan membuat langkah-langkah
untuk masuk dalam setting lapangan sehingga memudahkan dalam mendapatkan
data. Langkah-langkah tersebut sebagai berikut:
1. Membuat pedoman wawancara (interview guide) yang sesuai dengan maksud
dan tujuan penelitian.
2. Meminta izin pada subjek untuk mengadakan penelitian dengan menjelaskan
hal-hal umum yang akan ditanyakan atau dibahas dalam wawancara. Peneliti
tidak menyebutkan tujuan penelitian secara detail dengan pertimbangan untuk
mendapatkan data yang sesungguhnya tanpa adanya manipulasi oleh subjek.
3. Melakukan pengambilan data penelitian, yaitu wawancara pertama dan kedua
dengan waktu dan tempat yang berbeda dan sesuai dengan kesepakatan waktu
antara peneliti dan subjek.
4. Setelah peneliti melakukan pengambilan data secara keseluruhan dan
melakukan koding, kemudian melakukan validasi komunikatif data penelitian
58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pada subjek.
5. Peneliti menyerahkan surat pernyataan penelitian dan meminta pengesahan
dari subjek.
6. Peneliti mengemukakan pada subjek mengenai tujuan penelitian di akhir
proses penelitian (debrief).
G. Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Organisasi Data
Data-data yang sudah diperoleh dari serangkaian proses penelitian
diorganisasikan secara rapi, sistematis dan selengkap mungkin. Organisasi data
yang sistematis memungkinkan peneliti untuk memperoleh kualitas data yang
baik, mendokumentasikan analisis yang dilakukan, menyimpan data dan analisis
yang berkaitan dengan penyelesaian penelitian (Highlen & Finley, 1996 dalam
Poerwandari 2005). Data-data yang diorganisasikan dalam penelitian ini antara
lain:
a. Data mentah berupa kaset rekaman dan catatan hasil wawancara.
b. Data yang sudah dikoding/ ditandai dengan kode-kode.
c. Pengkategorian dari pengkodean yang sudah dilakukan.
59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Pengkodean
Pengkodean yaitu membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh,
yang mana dimaksudkan untuk mengorganisasikan dan mensistematiskan data
secara lengkap dan mendetail sehingga dapat memunculkan gambaran tentang
topik yang diteliti (Poerwandari, 2005). Pada penelitian ini, gambaran yang
dimaksudkan yaitu tentang tiga karakteristik aktualisasi diri berdasarkan teori
Carl Rogers.
Langkah-langkah pengkodean yang dilakukan meliputi:
a. Menyusun transkip verbatim (kata demi kata) hasil wawancara dengan
memberi tiga kolom kosong yang tersedia di sebelah kanan transkrip verbatim.
Ketiga ruang kosong tersebut berfungsi untuk kolom analisis awal (padatan
faktual), interpretasi, dan kode materi.
b. Peneliti memberikan penomoran secara kontinyu pada baris-baris transkrip.
c. Peneliti memberikan nama untuk masing-masing berkas dengan kode tertentu
dan membubuhkan tanggal di tiap berkas. Hal ini dilakukan untuk mempermudah
pencarian data apabila dibutuhkan kembali. Contoh pemberian nama berkas:
THW & K. S-1. 14sep07: transkrip hasil wawancara dan koding subjek 1 pada
tanggal 14 September 2007.
3. Interpretasi
Setelah langkah-langkah di atas terpenuhi maka peneliti dapat mulai
menganalisa dengan memberikan perhatian pada substansi. Peneliti membaca
transkip berulang-ulang untuk mengidentifikasi tema-tema yang muncul dan
memperoleh ide umum tentang tema, sekaligus untuk menghindari kesulitan
60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengambil kesimpulan (Poerwandari, 2005). Interpretasi data merupakan usaha
memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas atas hasil penelitian
yang dilakukan (Moleong, 2007).
H. Keabsahan Data
1. Credibility
Credibility menjadi istilah yang dipilih untuk mengganti konsep
validitas yang dimaksudkan untuk merangkum bahasan menyangkut kualitas
penelitian kualitatif. Menurut Poerwandari (2005), kredibilitas studi kualitatif
terletak pada keberhasilannya mencapai maksud mengeksploitasi masalah atau
mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang
kompleks. Deskripsi mendalam yang menjelaskan kemajemukan (kompleksitas)
aspek-aspek yang terkait dan interaksi berbagai aspek menjadi salah satu ukuran
kredibilitas penelitian kualitatif.
Stangle dan Sarantakos (dalam Poerwandari, 2005) menyatakan bahwa
dalam penelitian kualitatif, validitas dicoba dicapai tidak melalui manipulasi
variabel melainkan melalui orientasinya dan upayanya mendalami dunia empiris
dengan menggunakan metode yang paling cocok untuk pengambilan data dan
analisis data. Konsep yang dipakai antara lain validitas kumulatif, validitas
komunikatif, validitas argumentatif dan validitas ekologis. Dalam penelitian
tentang Aktualisasi Diri Pada Aktivis Gerakan Mahasiswa Berdasarkan Teori Carl
Rogers ini, konsep yang dipakai adalah validitas komunikatif yaitu dilakukan
61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
melalui dikonfirmasikannya kembali data dan analisisnya pada responden
penelitian. Alasan menggunakan validasi komunikatif karena materi penelitian ini
berfokus pada pemahaman diri berdasarkan sudut pandang dan pengertian subjek
penelitian.
2. Dependability
Dependability menggantikan istilah reliabilitas dalam penelitian
kuantitatif. Melalui konstruk dependability peneliti memperhitungkan perubahan-
perubahan yang mungkin terjadi menyangkut fenomena yang diteliti, juga
perubahan dalam desain sebagai hasil pemahaman yang lebih mendalam tentang
setting yang diteliti (Poerwandari, 2005).
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini guna mencapai
dependability penelitian, antara lain:
a. Melakukan pencatatan fenomena secara rinci dan teliti.
b. Membuat interrelasi aspek-aspek yang terkait dalam penelitian.
c. Mengungkapkan secara terbuka proses dan elemen-elemen penelitian
sehingga memungkinkan orang lain melakukan penelitian (objektif).
62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian diperoleh dari setiap subjek dengan menggunakan
metode pengumpulan data yaitu wawancara, yang menggunakan panduan umum
mengenai karakteristik-karakteristik aktualisasi diri/ proses menuju individu yang
berfungsi penuh (the fully functioning person) pada subjek aktivis Gerakan
Mahasiswa berdasarkan teori Carl Rogers.
Fokus penelitian ini yaitu pada masa sekarang, yang tentunya juga akan
terkait dengan masa lalu dan masa depan. Masa lalu yaitu masa sebelum subjek
menjadi aktivis Gerakan Mahasiswa. Masa sekarang yaitu masa ketika subjek
sudah menjadi aktivis Gerakan Mahasiswa, terhitung sejak masa menjadi aktivis
selama kurang lebih setengah tahun. Pertimbangannya adalah bahwa dengan
kurun waktu tersebut diasumsikan mereka sudah mulai cukup mengikuti proses
berpergerakan. Masa depan yaitu masa yang akan datang, ditandai dengan adanya
suatu orientasi cita-cita atau harapan yang dimiliki subjek saat ini.
1. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian pada ketiga subjek dilaksanakan dengan tiga kali wawancara,
yaitu dua kali wawancara pengambilan data dan satu kali wawancara
pengkonfirmasian (validasi) data yang telah diambil pada wawancara sebelumnya.
63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
a. Subjek 1 (LR)
1) Wawancara 1
Hari/ tanggal : Jumat/ 14 September 2007
Waktu : 10.30 - 12.00 WIB
Tempat : SBY (Serikat Buruh Yogya), Yogyakarta
Topik wawancara : Materi penelitian pada panduan umum wawancara
(lampiran 1 dan 2), yang disesuaikan dengan konteks subjek.
2) Wawancara 2
Hari/ Tanggal : Jumat/ 30 November 2007
Waktu : 20.05 - 20.25 WIB
Tempat : Kampus III USD Paingan, Yogyakarta
Topik wawancara :
a) Materi penelitian pada panduan umum wawancara (lampiran 1 dan 2),
yang belum ditanyakan ketika wawancara 1.
b) Peneliti menanyakan kembali jawaban subjek yang masih kurang lengkap
pada wawancara 1.
3) Wawancara 3 (validasi komunikatif)
Hari/ Tanggal : Selasa/ 11 Desember 2007
Waktu : 16.15 - 17.25 WIB
Tempat : Kampus III USD Paingan, Yogyakarta
Topik wawancara : Mengkonfirmasikan data penelitian hasil wawancara 1 dan
2 subjek yang bertujuan untuk melihat konsistensi jawaban
subjek, untuk menghindari kekeliruan persepsi peneliti atas
64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
data yang telah diperoleh, dan melengkapi data apabila data
tersebut kurang lengkap.
b. Subjek 2 (RG)
1) Wawancara 1
Hari/ tanggal : Jumat/ 31 Oktober 2007
Waktu : 20.15 – 21.20 WIB
Tempat : Hall Kampus UPN, Babarsari, Yogyakarta
Topik wawancara : Materi penelitian pada panduan umum wawancara
(lampiran 1 dan 2), yang disesuaikan dengan konteks
subjek.
2) Wawancara 2
Hari/ Tanggal : Rabu/ 5 Desember 2007
Waktu : 17.05 – 18.10 WIB
Tempat : Kampus UPN Babarsari, Yogyakarta
Topik wawancara :
a) Materi penelitian pada panduan umum wawancara (lampiran 1 dan 2),
yang belum ditanyakan ketika wawancara 1.
b) Peneliti menanyakan kembali jawaban subjek yang masih kurang lengkap
pada wawancara 1.
3) Wawancara 3 (validasi komunikatif)
Hari/ Tanggal : Jumat, 14 Desember 2007
Waktu : 17.00 - 17.10 WIB
Tempat : Ruang KOIN, UPN Babarsari Yogyakarta
65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Topik wawancara : Mengkonfirmasikan data penelitian hasil wawancara 1 dan
2 subjek yang bertujuan untuk melihat konsistensi jawaban
subjek, untuk menghindari kekeliruan persepsi peneliti atas
data yang telah diperoleh, dan melengkapi data apabila data
tersebut kurang lengkap.
c. Subjek 3 (BX)
1) Wawancara 1
Hari/ tanggal : Minggu/ 4 November 2007
Waktu : 12.00 – 13.45 WIB
Tempat : Base camp Organisasi, Yogyakarta
Topik wawancara : Materi penelitian pada panduan umum wawancara
(lampiran 1 dan 2), yang disesuaikan dengan konteks
subjek.
2) Wawancara 2
Hari/ Tanggal : Minggu, 9 Desember 2007
Waktu : 22.05 – 22.45 WIB
Tempat : Paingan, Yogyakarta
Topik wawancara :
a) Materi penelitian pada panduan umum wawancara (lampiran 1 dan 2),
yang belum ditanyakan ketika wawancara 1
b) Peneliti menanyakan kembali jawaban subjek yang masih kurang lengkap
pada wawancara 1.
66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3) Wawancara 3 (validasi komunikatif)
Hari/ Tanggal : Selasa, 18 Desember 2007
Waktu : 15.25 - 16.15 WIB
Tempat : Base camp Organisasi, Yogyakarta
Topik wawancara : Mengkonfirmasikan data penelitian hasil wawancara 1 dan
2 subjek yang bertujuan untuk melihat konsistensi jawaban
subjek, untuk menghindari kekeliruan persepsi peneliti atas
data yang telah diperoleh, dan melengkapi data apabila data
tersebut kurang lengkap.
2. Identitas Subjek Penelitian
Tabel 2. Identitas Subjek 1 (LR), 2 (RG) dan 3 (BX)
No Keterangan Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3
1. Nama LR RG BX
2. Jenis kelamin Laki-laki Laki-laki Laki-laki
3. Usia 25 tahun 25 tahun 21 tahun
4. Fakultas/
Universitas
Ilmu Sejarah/
USD
Ilmu Sejarah/
USD
Fisip/ UPN
5. Suku Jawa Jawa Jawa
6. Agama Katolik Katolik Islam
7. Status Belum
Menikah
Belum
Menikah
Belum
Menikah
8. Organisasi
eksperimentasi
Sarekat Buruh
Yogyakarta
(SBY), Pusat
Studi
Gerakan Jogya
Bangkit (GJB)
Badan
Eksekutif
Mahasiswa
(BEM)
67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Masyarakat
(PSM)
Fakultas
9. Gerakan
Mahasiswa
TADJAM
(Tarekat
Djoeang
Muda) USD
TADJAM
(Tarekat
Djoeang
Muda) USD
KOMIK
(Komunitas
Mahasiswa
Kritis) UPN
3. Deskripsi Subjek dan Hasil Penelitian
Berikut ini peneliti akan memaparkan pelaksanaan penelitian, deskripsi
subjek dan hasil penelitian pada masing-masing subjek.
a. Subjek 1
1) Deskripsi Subjek
Subjek 1 (untuk selanjutnya akan disebut dengan LR), pada awalnya
rambut LR gondrong di bawah bahu. Ia memotong rambutnya dengan alasan
fungsional kerja, yaitu aktivitas pekerjaannya saat ini membutuhkan kerapian
karena harus menghadapi pihak-pihak formal seperti institusi, perusahaan maupun
DPRD. Ketika menjalankan fungsinya sebagai seorang advokat di SBY (Serikat
Buruh Yogya), ia menyadari bahwa potongan rambut cukup berperan dalam
efektifnya komunikasi dan relasi interpersonal. Hal ini disebabkan karena ia
sering berhadapan dengan orang dari pihak birokrasi pemerintahan maupun
perusahaan, bahkan ketika harus maju ke pengadilan dalam rangka
memperjuangkan hak-hak buruh.
Pada kehidupan sehari-hari, LR lebih sering memakai celana jeans dan
kemeja karena menurutnya ia mencoba menyesuaikan dengan situasi perusahaan
atau fungsi advokasinya. Ketika LR berada di lingkungan rumahnya pun, ia
68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengatakan bahwa dirinya cenderung menyesuaikan tata berpakaiannya untuk
kepentingan bersosialisasi, seperti ketika berhadapan dengan tetangga-
tetangganya.
Secara akademis, LR mengatakan bahwa nilai perkuliahannya cukup
baik. LR juga memiliki pengetahuan yang cukup, baik mengenai mata kuliahnya
maupun pengetahuan-pengetahuan lain di luar perkuliahannya. LR mengatakan
bahwa ketika ia bertemu dengan orang-orang dari luar organisasinya, ia sering
berdiskusi sehingga memperoleh pengetahuan, informasi, jaringan maupun relasi
baru. Selain itu, ia juga memiliki rasa keingintahuan yang tinggi akan suatu hal
sehingga ia senang ketika menghadapi hal-hal baru.
Dilihat dari relasi dengan keluarganya, LR mengungkapkan bahwa
dirinya memiliki relasi yang cukup baik dengan ibunya, meskipun tidak begitu
terbuka dalam menceritakan masalah pribadinya. LR cenderung menceritakan
masalah pribadinya dengan teman dekatnya ataupun adiknya. Berkaitan dengan
pembiayaan kuliahnya, LR mengakui bahwa ia tidak sepenuhnya dibiayai oleh
orang tuanya, sejak awal ia sudah mencari biaya sendiri.
Berdasarkan kemampuan penyesuaian diri LR, dapat dilihat bahwa ia
cenderung melakukan pembacaan situasi sebelum menghadapi orang maupun
situasi baru. LR mengatakan bahwa setelah itu, ia mencoba untuk berinteraksi
sesuai dengan kondisi yang dihadapinya. Ketika LR menghadapi orang lain yang
terlihat tidak bersedia untuk diajak berkomunikasi maka ia hanya menyapanya
biasa saja. LR akan mengajak orang lain berkomunikasi apabila orang tersebut
dilihat cukup tertarik untuk berinteraksi dengan dirinya.
69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Saat wawancara, LR terlihat cukup bersemangat dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Dengan cukup antusias, LR
memberikan banyak penjelasan yang cukup mendetail mengenai pekerjaannya
dan pemikiran-pemikirannya terkait aktivitas pilihan hidupnya saat ini. Ketika
peneliti bertanya tentang beberapa pertanyaan yang sifatnya pribadi, seperti relasi
interpersonal dengan lawan jenis, pengalaman yang tidak terlupakan, ataupun
karakter diri, LR agak lama dalam menjawab. Awalnya ia terlihat agak kaget,
tetapi akhirnya dapat menjelaskan pengalaman-pengalamannya dengan cukup
lancar. LR mengatakan bahwa penyebabnya adalah dirinya cenderung merasa
kebingungan ketika peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti di atas.
Hal itu disebabkan karena ia sangat jarang ditanya pertanyaan yang agak pribadi
semacam itu. Menurutnya, ia lebih mudah menjawab pertanyaan-pertanyaan
terkait aktivitas/ kegiatan maupun ide pemikiran daripada pertanyaan yang
dianggapnya agak pribadi. LR juga mengungkapkan jika persoalannya terletak
pada bagaimana ia menjelaskan hal-hal yang tidak biasanya diceritakan pada
orang lain.
LR mengatakan bahwa dirinya cukup disegani oleh kawan-kawannya di
organisasi karena ia termasuk senior yang dinilai sudah cukup berpengalaman. LR
sering dijadikan tempat bertanya bagi kawan-kawannya baik mengenai ideologi,
buku-buku, aktivitas, bahkan alur birokrasi pekerjaannya. Hal ini juga didukung
oleh kegemarannya membaca buku. Sebelum aktif di SBY (sebagai koordinator),
ia aktif bergerak di organisasi intra kampus yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa
tingkat Universitas dan menjabat sebagai Menteri Luar Negeri. Oleh karena itu, ia
70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sudah terbiasa dengan situasi kondisi di luar kampus. Hal ini juga didukung
karena ia juga aktif di organisasi ekstra kampus yaitu FPPI (Front Perjuangan
Pemuda Indonesia), basis TADJAM (Tarekat Joeang Muda) USD sejak tahun
2003. Hal ini membuatnya cenderung lebih dapat memahami dialektika
masyarakat yang berkembang. Salah satunya karena ia sudah terbiasa melakukan
analisa sosial (ansos) atas berbagai permasalahan masyarakat.
2) Hasil Penelitian
Hasil penelitian subjek LR dapat dilihat pada Skema 2 Hasil Penelitian
Aktualisasi Diri Pada Aktivis Gerakan Mahasiswa Berdasarkan Teori Carl
Rogers, pada halaman 72.
71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Setiap individu mengalami proses aktualisasi diri yang berbeda-beda,
begitu juga dengan hasil temuan penelitian pada subjek LR. Karakteristik proses
aktualisasi diri yang pertama yaitu adanya peningkatan keterbukaan pada
pengalaman. Hal ini terlihat dalam diri LR yang cenderung dapat melihat
pengaruh positif dan negatif atas perilaku pacaran anggota lain dalam organisasi,
padahal sebenarnya organisasi menganjurkan tidak boleh pacaran lebih dahulu.
LR cenderung setuju apabila pengaruh pacaran itu positif, yaitu dalam tataran
komunikasi saja. Ia tidak setuju apabila hal tersebut berpengaruh negatif bagi
temannya, dalam arti pengaturan waktu menjadi kacau, terjadinya perubahan
wacana maupun karakter temannya. LR juga mengatakan bahwa temannya boleh
pacaran dengan teman satu organisasi tapi harus serius. Hal ini seperti apa yang
diungkapkannya,
“... Jadi tahu kalau ... oh ini sedang berhubungan dengan A B C D E, dia dilihat dari ... katanya kalau ini memang dia tidak terpengaruh dengan ... tidak terpengaruh negatif ... jadi kalau dia mempunyai hubungan tapi kemudian pengaruhnya positif ... paling nggak papa ... ya nggak ... nggak jadi masalah ... ya paling komunikasi aja ... Tapi kalau negatif, semisal mungkin ada pengaruh-pengaruh lain yang masuk ... biasa kan ... (163-169). Pengaruh lain ... dia ... ingin cepat ingin mapan, kemudian dia ... ingin ... e ... manage waktunya itu agak kacau ... kemudian ada perubahan karakter ... ya semacam itu ... ya sudah ada perubahan wacana dan lain sebagainya ... kan susah kan kalau wacananya memang terlalu anu itu kan ...” (THW & K. S-1. 14sept07, 171-174).
LR juga mengatakan,
“...Nggak, itu cuman cuman anjuran kalau temen-temen itu kan kalau bisa, kalau sama organisasi dia harus serius, kalau nggak serius ... yo ... kuwi kurang ajar kuwi ... (185-187). Sama sak sak sa or ... ehm ... makanya kalau sak o sa or dia sak or ... satu organisasi gitu kan, pacaran ... nggak papa, asal serius ...” (THW & K. S-1. 14sept07, 189-190).
73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Peningkatan keterbukaan pengalaman LR juga terlihat dari adanya
penerimaan atas reaksi dan penilaian negatif dari orang lain, yaitu ia cenderung
dapat menerima protes dari teman ketika mendapat protes atau bicaranya
dikatakan keras. LR mengatakan bahwa,
“ ... masalahnya kalau di kampus ya biasa ... saya kalau temen-temen ngobrol ada yang complain apa gitu keras atau apa atau terlalu cepat atau terlalu ... langsung to the point atau apa gitu ya ada ... (836-839)…sering ketemu orang banyak itu ngomongnya harus ... harus gini ... kalau mereka mungkin lebih cenderung study oriented kalau ketemu ini ... wataknya ... pasti lain gitu kan ... ya terserah ... (THW & K. S-1. 14sept07, 846-848).
Meskipun LR cenderung dapat menerima stimulus dari luar dirinya,
namun ia cenderung menolak atau melarikan diri dari stimulus yang muncul
dalam dirinya. Hal ini menunjukkan bahwa di sisi lain, LR cenderung tidak
mengalami peningkatan keterbukaan pada pengalaman. Ketika ia merasa
kesepian, ia hanya merasa sepi kemudian langsung mencari teman atau membaca
buku untuk pelarian atau menghilangkan rasa sepi yang dirasakan tersebut. LR
mengatakan,
“ ... kalau sepi ya sepi gitu aja ... (511). Cari teman ... kadang itu hanya untuk sekedar ingin tertawa…kalau nggak bisa, ya ehm ... mungkin cara lain … baca buku ... masalahnya di sekre (sekretariat kantor) nggak ada TV ... jadi paling main remi apa heart ya (jenis permainan di komputer). Pelariannya mungkin seperti itu ...Baca buku ... biasanya tuh baca buku, nonton TV kalau ada TV, kalau ada kendaraan ya jalan-jalan entah ke mana ... kalau pas agak capek, ya pergi ke suatu tempat ... ke pantai ... Depok misalnya ... kan kalau lagi pusing ...” (THW & K. S-1. 30nov07, 59; 62-71).
LR cenderung berfokus pada apa yang dilakukan saat ini dan memiliki
persiapan untuk masa depannya. Kegiatan yang sedang dikerjakan LR saat ini
cenderung ditujukan untuk mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan untuk
mewujudkan harapan atau cita-citanya. Hal ini menunjukkan bahwa LR
cenderung mengalami hidup yang berfokus pada momen saat ini.. LR sedang
74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
melakukan beberapa persiapan untuk membuat Pusat Studi Buruh di Yogya, yang
sudah ingin diwujudkan sejak dahulu, seperti yang diungkapkan LR,
“Saya kan di SBY... kan gini ... kan saya pengin punya Pusat Studi ... Nah, SBY itu Pusat Studi ... saya punya impian Pusat Studi sendiri...Ya ... panjang ya itu, banyak ... nanti saya ... kurang tau perkembangannya seperti apa ... tapi kan dari organisasi sendiri itu akan ada membentuk sebuah jaringan besar ... seperti jaringan internasional ... bagan besarnya saya masih kurang paham, tapi kalau diri saya sendiri ... ini kan ada ruang-ruang kosong yang perlu diisi. Jadi saya harus mempersiapkan. Paling nggak persiapan ... kita harus persiapkan ... ehm ... kita harus membangun infrastruktur besar dan lain sebagainya. Jadi kita harus punya banyak tenaga ... Ya ... fokus aja ...” (THW & K. S-1. 14sept07, 538-539; 549-550; 560-566).
LR mendapatkan relasi, jaringan, ilmu pengetahuan baru dari kegiatan
saat ini dan selalu ingin tahu. Hal ini mungkin disebabkan karena LR cenderung
hidup pada momen saat ini. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada
diri LR cenderung adanya peningkatan hidup secara eksistensial. Hal ini seperti
yang diungkapkannya,
“Ya malah saya mendapatkan merasa mendapatkan teman yang luas untuk bereksplorasi dan tentu itu ... e ...Dalam hal ini, bukan hanya dari pengalaman tapi juga ... e ... ilmu, jaringan dan lain sebagainya, di mana kemudian dia tahu hal-hal di belakang layar (kembali kerja, belum PHK) gitu. (299-304). Ada hal-hal yang membuat kita selalu ingin tahu” (THW & K. S-1. 14sept07, 308-309).
Ketika bertemu dan berbicara dengan anak NGO (Non Government
Organization), Pusat Studi, maupun dari tempat lain, LR mengatakan bahwa ia
menjadi tahu dan paham mengenai ilmu-ilmu yang baru orang baru. Hal ini
seperti diungkapkan,
“ … kan ketemu dengan anak-anak NGO, ada anak-anak mana, ada anak-anak Pusat Studi, kebetulan saya pengin Pusat Studi ... jadi harus punya banyak ... e ... masukan ... entah itu entah wacana apa ... Jadi mahasiswa Sejarah tapi saya bisa ngomong masalah ekonomi makro, mikro, entah Psikologi Pertumbuhan, manajemen konflik, e ... Sejarah Perburuhan itu sendiri, terus nanti Fisipol ehm Ilmu Hukum, atau Ilmu Hubungan Politik antar institusi, dan kemudian ada pertimbangan hukum dan lain sebagainya berbagai macam ... Undang-Undang dan sebagainya, sampai kritik ... kritik ideologi, kritik pendidikan dan sebagainya itu ya harus paham ...” (THW & K. S-1. 14sept07, 1129-1137).
75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LR juga mendapatkan hal-hal baru dari kegiatan membaca, yaitu setelah
membaca ia menemukan bahwa penyelesaian suatu konflik bukankah sebuah
harmoni (impian). Apabila seseorang melihat konflik sebagai harmonitas maka
akan memundurkan semangat atau menjadikan orang tersebut lari dari konflik
untuk mencari hal yang harmoni atau ideal. Menurutnya, konflik sebaiknya
dihadapi dan diselesaikan saat ini juga, seperti diungkapkan,
“E ... harmoni ... harmonitas itu impian ... kalau tidak selalu diselesaikan ... menyelesaikan sebuah konflik itu nggak ada harmoni. Tapi ini kan kita selalu menyimpulkan keinginan untuk selalu mapan ... hal-hal harmoni dan sebagainya. Itu agak sedikit mundurkan semangat semangat seseorang untuk lebih baik dengan menghadapi konflik ... tapi malah dia lari dari konflik ... untuk mencari yang harmoni ideal-ideal ini ...” (THW & K. S-1. 30nov07, 14-19).
LR tidak suka membaca buku Chicken Soup karena isinya cenderung
terkait motivasi, yang menurutnya hanya angan-angan saja, happy ending dan
segalanya linear. Hal ini cenderung membuat orang selalu fokus pada harapan-
harapan saja dan tidak bekerja secara nyata. LR memandang bahwa kehidupan
bukanlah sesuatu yang linear. Bagi dirinya, tidak masalah apabila hanya
memfasekan hidup asalkan bukan menganggap bahwa hidup itu linear. Ia
mengungkapkan,
“ Saya nggak suka hal-hal yang happy ending ... Karena banyak hal yang realitanya itu nggak ada (ketawa kecil) ... Kalau happy ending gitu kan ... segalanya itu linear ... lurus ... Jelas nggak linear ... ehm ... ya ... nggak nggak bisa linear-linear amat sih kalau ada yang bertahan hidup yang ada fase-fasenya itu nggak masalah ... nggak masalah memfasekan hidup itu ... memfasekan itu nggak masalah ... tapi kalau maksudnya linear ... gitu kan terlalu linear kaya di sinetron itu kan ... “ (THW & K. S-1. 14sept07, 423-425; 431-437; 440; 443-448).
Berkaitan dengan pengalaman relasi LR dengan teman lawan jenisnya, ia
mengatakan bahwa sampai saat ini dirinya masih cenderung merasa kurang
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
nyaman atas relasinya terhadap lawan jenis. Hal ini mungkin terjadi karena ia
memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan di masa lalunya, yang mungkin
terjadi karena pengalaman kegagalan atau penolakan di masa lalu. Hal ini
menunjukkan bahwa pada diri LR cenderung tidak mengalami peningkatan hidup
secara eksistensial. LR cenderung masih dibayangi pengalaman masa lalunya. Ia
menjadi kurang percaya dan kurang berani pada cewek karena takut terulangnya
hal yang pernah dialaminya dulu, seperti diungkapkan oleh LR,
“ E … ya jadi kurang percaya itu pasti ya … tapi kadang itu ya agak nggak berani … nanti terulang lagi … Opo yo opo? Lah … ”Ini kalau model anaknya gini … mungkin itu nanti karakternya bisa jadi gini …, malah lebih parah lagi …” (THW & K. S-1. 30nov07, 48-50).
Dalam kehidupan di organisasinya, LR terlihat memiliki penyesuaian
diri ketika menangani masalah yang terjadi. LR menggunakan langkah-langkah
penanganan masalah sesuai dengan posisi teman, dengan melihat apakah itu
kader/ anggota/ koordinator lain. Hal ini menunjukkan bahwa pada diri LR
cenderung mengalami peningkatan hidup secara eksistensial, terkait dengan
tingkat keadaptifan atau penyesuaian diri terhadap situasi dan kondisi yang
dihadapi. Masalah yang dihadapi LR dalam hal ini yaitu apabila ada teman dalam
organisasi yang pacaran tidak serius. Ia mengatakan,
“ Tergantung ... posisi dia di organisasi itu apa ... kalau misalnya posisinya dia itu kader, mungkin masih bisa diajak ngobrol tapi kalau posisinya udah sesama CO ... ya udah ... kita pakai komunikasi model alat ... e ... modelnya itu kultural kerjanya dia ... siapa dia harus di ... kita ngobrol sendiri sebentar ... Karena kalau dia itu sudah di luar struktural ... itu bukan bukan tanggung jawab organisasi ... kan nggak boleh mencampuradukkan ini ... nanti kan kacau ... Ya, paling dia ... sedikit ... ehm ... ditegur, pertama, ditegur, terus ngomong, diajak ngobrol, kalau masih terus lama-kelamaan ya diekskomunikasi biasanya...” (THW & K. S-1. 14 sept07, 215-221; 227-229).
77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LR juga cenderung dapat bersikap fleksibel dan adaptif dalam
menangani penempatan kader organisasi, yang mana menempatkan kader sesuai
dengan kesiapannya. Hal ini terlihat pada ungkapannya,
“ ... liat dulu dari e ... kalau memang psikologisnya nggak siap ya mungkin ... ini akan diposkan ke bidang lain ... tapi kalau dari awal memang ... kalau dia bisa memproyeksikan dirinya sesuai dengan proyeksi organisasi ... dan kemudian organisasi bisa memberikan caranya dan ini dan ini ... ehm ... dia mampu. Jadi sebetulnya itu nggak ada masalah ... Entah nanti itu mempunyai pilihannya apa apa apa gitu ... tapi dia mempunyai tetap mempunyai komunikasi “ (THW & K. S-1. 14 sept07, 975-979; 981-982).
Ketika menghadapi teman satu organisasi yang menggunakan tempat
diskusi untuk berpacaran, LR akan menegaskan bahwa tempat tersebut untuk
berdiskusi bukan untuk tempat pacaran. Hal ini diungkapkan,
“ Ya kalau sampai dia pacaran ... atau acara suka sekamar gitu, wis koyo model kost-kost-an gitu. Ini kan modelnya rumah basis ini kan untuk ruang ‘asah pikiran’, bukan untuk ruang kaya gituan. Makanya itu kan koridornya jelas. Kalau nggak produktif, lebih baik nggak “ (THW & K. S-1. 14 sept07, 239-242).
Kecenderungan LR untuk bersikap adaptif juga terlihat dengan adanya
penyesuaian ketika ia akan masuk ke politik praksis atau sektoral. Menurutnya,
jika ia akan masuk ke politik praksis maka tidak perlu membawa identitas
mahasiswa dan jika akan masuk ke sektoral atau saat berbicara dengan buruh, ia
harus melepas almamater mahasiswa. Ia mengungkapkan bahwa,
“ … kalau ke politik itu berarti personal, nggak nggak perlu bawa emblem, elemen dan lain sebagainya itu terserah bawa bendera itu nggak boleh ... karena kalau dia masuk ke sektoral mau tidak mau dia harus lepas … e ... almamaternya ... e ... egonya sebagai seorang mahasiswa ... Kalau ngomong secara intelektual di depan buruh itu ya nggak nyambung ... sama aja ma mahasiswa KKN “(THW & K. S-1. 14 sept07, 781-790).
Ketika LR berdiskusi dengan teman non organisasi mengenai masalah
yang sedang dihadapi, ia cenderung mencoba untuk menyesuaikan tahap
komunikasinya dengan teman tersebut. LR mengungkapkan,
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“ Kalau ngobrol dengan teman di luar organisasi mencoba untuk menyesuaikan tahap komunikasinya karena agar nantinya menjadi nyambung pembicaraannya. Jadi kalau dalam pengambilan keputusan dalam organisasi atau apa ... apa, mungkin kita bisa ngobrol, tapi kalau temen ... temen deket dalam artian di luar gitu ya kita ... ya menyesuaikan juga tahap komunikasinya ... jadi nggak nggak ... nggak kalau banyak ngobrolin masalah yang ini, itu kan malah jadi nggak nyambung ... “ (THW & K. S-1. 14 sept07, 1027-1030).
Demikian juga pada saat LR menghadapi orang baru dalam lingkungan
yang karakteristiknya baru, ia akan mencoba untuk menyesuaikan diri. Jika ada
teman yang tidak sepemikiran dengan dirinya, maka kadang ia harus memiliki
sifat yang tidak keras pada teman yang sesama bersifat keras. Hal ini terlihat
ketika LR mengungkapkan perbedaan karakteristik temannya di UNY dengan
USD. Ia mengungkapkan,
“ Ya memang beda sih ... kalau ketemu itu ya kadang harus mempunyai juga sifat yang nggak kaya’ mereka itu kan ... atos karo atos gitu kan (keras sama keras) kadang harus … kalau di situ mentok ya harus cari ke luar. Ya untuk tau, pertama mungkin ... kalau sudah tau kemudian memahami, kemudian menentukan juga pendapat kita ... nggak cuma sebagai seorang puritan yang hanya ... jadi pengekor atau pengikut aja ... “(THW & K. S-1. 30nov07, 75-76; 87-89).
Penyesuaian diri LR dalam menghadapi orang baru juga terlihat ketika ia
bertemu dengan orang baru, ia akan melihat dahulu orang tersebut, ngobrol atau
dalam forum dilihat seperti apa dulu lalu kemudian bersikap, menyapa-nyapa. Ia
mengatakan,
“ Tergantung sih anaknya gitu ... jadi kalau biasanya kita nyapa ya nyapa biasa ... Kalau mau nanti biasa ya ... biasa ... Kalau nanti dia ada apa ... forum atau apa kita ngobrol ... baru tahu gitu kan ... baru kita nentuin sikap. “ (THW & K. S-1. 14sept07, 1147-1148; 1151-1153).
Di lingkungan tempat tinggalnya, LR juga cenderung memiliki
penyesuaian diri ketika bersosialisasi dengan masyarakat/ tetangganya. Ia
mencoba memberikan penjelasan dengan menggunakan bahasa yang halus ketika
ada tetangga yang bertanya mengenai rambutnya yang gondrong. LR juga
79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memotong rambutnya yang gondrong untuk kebutuhan sosialisasinya.
Menurutnya, hal ini disebabkan karena ia juga memikirkan orang lain kalau ingin
bersosialisasi. Ia mengatakan,
“… Ya, kalau mereka bertanya ... itu kan mereka bertanya dengan bahasa yang halus … Ya, mungkin ada perbaikan sedikit, itu nanti kan ... Kita harus memikirkan banyak orang juga ... Nanti kalau mau bersosialisasi kita nggak boleh anti sosial gitu kan ...” (THW & K. S-1. 14 sept07, 1274-1276).
Meskipun demikian, di sisi lain LR juga cenderung menetapkan sikap
penyesuaiannya dalam batasan fungsional, artinya ia akan menyesuaikan diri jika
hal itu merupakan hal yang fungsional. Hal tersebut diungkapkannya,
“ … Ya ... itu dampaknya ... makanya kalau fungsional nggak masalah ... kalau nggak fungsional ya nggak perlu ... Nggak masalah sih ... rambut gondrong itu bukan masalah style atau apa ... tapi malas potong rambut aja ...” (THW & K. S-1. 14 sept07, 1291-1292).
Selain memiliki penyesuaian diri pada situasi yang dihadapi, LR juga
cenderung sanggup berubah dan mencoba hal-hal baru. Kesanggupan LR untuk
berubah atau mencari alternatif lain atas kegagalannya dilakukan ketika berkaitan
dengan tugas organisasinya. Hal ini terlihat berbeda dengan kegagalan yang
diakibatkan atas pengalaman relasi terhadap lawan jenisnya. Ketika LR
mengalami kegagalan dalam memperjuangkan kenaikan UMP (Upah Minimum
Provinsi), ia mencoba menggunakan cara penanganan memperjuangkan ketetapan
UMP yang baru. Cara lain tersebut contohnya dengan mengembangkan metode
atau membuat jaringan yang lebih kuat. Ia mengatakan bahwa,
“ ... itu ... Kalau kita gagal di sini kita bisa cari jalan yang lain ... Jangan sampai kita berhenti hanya cuma sampai di sini ... metodenya kita harus kembangkan lagi ... kalau kita udah advokasinya itu lain seperti advokasi sampai pengadilan terus kita pake ... e ... jalan politik, kita pakai jalan intelektual, kita pakai jalan apa lagi ... pokoknya kita sampai kita punya jaring yang betul-betul kuat “ (THW & K. S-1. 14 sept07, 375-373; 379-383).
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kesanggupan LR untuk mencoba hal baru jika mengalami kegagalan,
juga terlihat ketika ia mengalami kegagalan dalam berdemo. Cara lain yang
dilakukan LR yaitu dengan gerakan intelektual atau gerakan jaringan. Hal ini
diungkapkan LR dalam validasi komunikatif.
LR juga cenderung mencoba cara baru dalam advokasi buruh jika
mengalami suatu kegagalan. Ia mencoba cara lain yaitu seperti mendatangi DPR
atau ke pengadilan meskipun dirasa sulit dan juga pernah akan ke Komnas HAM.
Ia mengungkapkan,
“ Ada jalur lain di luar jalur yuridis yang bisa ditempuh ... semisal tekanan politik dan lain sebagainya ... ke DPR atau entah di pengadilan ... tapi kalau di Jogja kesulitan. Jadi jalur politis, mungkin ada jalur lain misalnya ada Komnas HAM dan sebagainya, itu pernah akan ditempuh tapi ... e ... beresiko juga soalnya buruh ... akan menjadi ajang eksploitasi, di-blow up media ... ya karena itu jalur politis kan? “ (THW & K. S-1. 14 sept07, 737-742).
Selain adanya kesanggupan untuk mencoba cara baru ketika mengalami
kegagalan, LR juga bersedia mengikuti kegiatan baru yang memang belum pernah
ia ikuti sebelumnya, yaitu mengikuti pertemuan mahasiswa - buruh. Menurut LR,
pada awalnya ia merasa takut karena belum mencoba. Ia mengikuti kegiatan baru
itu karena sudah berdasarkan pertimbangan atau analisa resiko lebih dulu. Hal ini
diungkapkan,
“ ...Itu kan karena kita belum pernah melakukan hal itu dan kita takut. waktu pertemuan mahasiswa - buruh itu kan ... waktu kita bertemu dengan berbagai macam elemen ... ehm ... pihak itu kan ... juga situasi takut ... apalagi ini daerah konflik ... Paling ya ... ada ketakutan dikit itu kan paling nanti kan juga ... resikonya itu kan sudah pasti dihitung. Ya, kadang nekat, kadang nekat, oh ... kadang nekat tapi ... e ... ya nggak pa pa sih ... advonturem? Terus terang ... advonturem ... (petualangan). Ya, pertimbangannya itu kan mungkin kita harus tetep mikir ini risikonya, itu pasti, itu kan ... “ (THW & K. S-1. 14 sept07, 257-258; 260-262; 267-270; 278-279).
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam kehidupan sehari-hari, LR cenderung tidak ritualistik terhadap
tata cara pelaksanaan ajaran agamanya tersebut. Perilaku yang tidak ritualistik ini
ditunjukkan LR sejak sebelum menjadi aktivis sampai sekarang. Meskipun LR
beragama Katholik, meyakini ajaran Yesus dan menjadikan perjuangan Yesus
yang reformis sebagai tuntunan hidup atau sebagai masukan untuk menentukan
pilihan hidup, tapi ia tidak kaku terhadap tata cara gereja. Menurut LR, hal itu
disebabkan karena ajaran Yesus dianggap sudah direduksi menjadi hukum Gereja
yang merupakan buatan Gereja organisasi. Ia mengungkapkan,
“ Nggak nggak ada ... Nggak ada ... Ya ada sih ... sering ... ya ... mungkin rosario tapi itu kan ya ... hanya sekedar untuk merilekskan tapi nggak ... bukan jawaban gitu kan ... merilekskan iya ... E ... Yesus itu kan kalau mau dikatakan ya dia sebagai seorang yang reformis tapi ini kemudian diii ... direduksi ajarannya itu ... direduksi sedemikian rupa menjadi ajaran yang semata-mata hanya mengedepankan ... e ... hukum Gereja, hukum Gereja yang buatan Gereja organisasi. Sebetulnya kalau Dia itu mengajarkan kan sebetulnya dia tidak mengajarkan sebuah organisasi. Dia tidak mengajarkan sebuah agama “. (THW & K. S-1. 14 sept07, 46-50; 74-79).
LR juga mengungkapkan bahwa ajaran agama yang diyakininya tidak
menjadi pedoman dalam hidupnya, tetapi hanya sebagai masukan saja, seperti
yang diungkapkannya,
“ Ya, itu itu itu itu itu jadi agak ... agak ... nggak nggak jadi pedoman ya, cuman itu jadi masukan aja. Kalau dari agama itu nggak ada ... (THW & K. S-1. 14 sept07, 90-91; 97).
Disamping itu, LR cenderung berperilaku positif terhadap reaksi negatif
dari orang lain. Pada awalnya ia merasa bingung atas adanya reaksi negatif
tersebut. Ia mencoba berperilaku positif dengan tetap menyapa temannya itu dan
bersikap terbuka, meski dianggap artis atau demonstran. LR mencoba memahami
konsekuensi sebagai aktivis dan menanggapi dengan terserah ketika dianggap
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
seperti artis, demonstran, bahkan diidentifikasi bukan sebagai kelompok teman-
teman kampusnya. Ia tidak merasa terganggu dengan reaksi negatif tersebut dan
menganggap tidak masalah. Hal ini diungkapkan,
“ Kalau pertama-tama ya mungkin agak bingung gitu ... Ya ... ya dianggap artis kaya gitu, demostran dan sebagainya (sambil tertawa) ... yo ... yo luweh ... sak karepmu kono ... wong aku yo ra po po to ... wong kuliah ya kuliah, normal biasa ... kalau datang-datang ya biasa ... bukan ... wong dari awal itu memang kita harus tau, paham, kalau pendidikan dari awal itu kan esensinya kan nggak cuman itu ... dari awalnya itu kan sudah ada diskusi panjang gitu lho ... Ya biasa aja ... say hello ya say hello ... ya se ... sebisa mungkin terbuka. Kalau dunia memang sejarahnya gerakan, mahasiswanya itu kan mungkin nanti bisa terlihat ... jadi kita nggak bisa nyalahin ... yo wis ra popo ra masalah ...” (THW & K. S-1. 14 sept07, 881; 893-899; 920; 929; 933-934).
Berkaitan dengan tanggung jawab kuliahnya, LR cenderung tidak adaptif
karena ia merasa susah mengikuti prosedur kuliah dan menomorduakan
kuliahnya. Ketika dikonfirmasi oleh peneliti, LR juga mengatakan bahwa dirinya
merasa terbebani dengan kuliahnya. Hal ini diungkapkan,
“ ... saya terus terang ... kalau logika awalnya itu nggak ... saya nggak nggak bisa menerima kuliah itu harus lulus sekian lulus sekian SKS ... sekian tahun begitu-gitu ... agak susah gitu kan ... agak susah ... agak susah” (THW & K. S-1. 14 sept07, 586-589).
LR cenderung tidak bisa ikuti prosedur kuliah karena merasa susah
untuk membiasakan diri pada ketentuan-ketentuan sehingga berfokus pada
pembuatan Pusat Studi.
“ Ya prosedural ... ya makanya ... agak susah gitu loh ... agak susah untuk ... membiasakan diri untuk hal-hal ... Kalau ini seumpamanya ... kalau saya tembaknya Pusat Studi ini jadi dulu. Jadi dulu, kemudian ini bisa berjalan, jadi waktu saya sudah sampai suatu titik saya kembali ke kuliah, selesai saya balik lagi kemudian satu titik perlu ... e ... perlu ada refreshing otak ... saya kembali kuliah ... selesai saya kembali lagi gitu. Jadi, kuliah ini untuk men-support...” (THW & K. S-1. 14 sept07, 589-596).
Ketidakadaptifan LR terhadap tanggung jawab kuliahnya disebabkan
karena adanya benturan antara jadwal kuliah dengan kegiatannya. Ia juga merasa
83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terganggu dengan kondisi tersebut. Bagi LR, kuliah atau pendidikan formal itu
sebagai pelengkap, seperti diungkapkan,
“ Ya ... hal yang mengganggu ... ehm ... kalau hal yang mengganggu itu ya banyak ... maksudnya kalau ini konteksnya dengan kuliah, ya pasti banyak, ya jadwal gitu kan ... benturan jadwal ... kemudian benturan ... idealitas itu pasti ada ... ya paling cuma itu ... kalau saya pribadi ya memang ... ya kuliah itu ... ehm ... ya sebagai pelengkap, pelengkap sebetulnya ... kalau mau sebetulnya pendidikan formal itu lebih ke pelengkap ...” (THW & K. S-1. 14 sept07, 996-999; 1012-1014).
LR cenderung menolak kemungkinan gagal atas pembuatan Pusat Studi
yang sedang dilakukannya. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena adanya
kegagalan di masa lalu. Menurut LR, Pusat Studi ini merupakan satu-satunya
Pusat Studi Perburuhan di Yogya. Oleh karena itu, pembuatan Pusat Studi
tersebut tidak boleh gagal lagi, dan harus jadi. Ia mencoba dan tidak boleh gagal.
Ia mengatakan,
“ ... Ngga ... karena ini satu-satunya studi pusat perburuhan di Jogja dan di Jawa Tengah Nggak boleh gagal lagi ini ... sudah terlalu banyak kegagalan Kalau kita motivasinya memang kuat ya harus ... harus jadi ... nggak boleh nggak ...tapi kita kan nyoba nggak mau gitu ...” (THW & K. S-1. 14sept07, 605-606; 612; 614-615; 632-633).
LR cenderung berperilaku negatif ketika menghadapi hal yang
memperlihatkan ambiguitas. Ketika LR berdiskusi dengan teman kampusnya yang
masih membicarakan hal-hal normatif kampus atau fashion, ia akan mengejek
teman tersebut. Bahan pembicaraan itu berbeda dengan dirinya yang sudah tidak
membicarakan hal-hal seperti itu lagi. LR menganggap bahan pembicaraan itu
tidak produktif dan ambigu.
Ia mengatakan,
“ … model ketemu kita sudah biasa diskusi mereka biasanya curhat ... itu kan tidak bisa menjadi ehm ... ya komunikasinya itu ambigue ... ambigue ... Ambigue-nya ... kita itu ngomongnya yang sudah nggak ngomongin ngopo, besok pake baju apa, pulsanya habis gimana, itu aja sudah ... nggak ... nggak yo ... terus wis ... ra mikir gitu kan ... ya nek kono yo mikir apa ... fashion opo sing opo ... ya mau gimana kan
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kalau Sadhar itu kan kaya gitu ... “ (THW & K. S-1. 14sept07, 871-873; 875-878).
Sebelum menjadi aktivis, LR sudah mengambil keputusan sendiri atas
pilihan hidupnya. Ia memutuskan tentang pembiayaan kuliahnya, yaitu membayar
kuliah dengan biaya sendiri. Saat ibunya mengatakan agar biaya kuliah LR jangan
sampai di atas satu juta rupiah, ia nekat memutuskan kuliah dengan biaya sendiri.
Sampai sekarang LR kuliah dengan mencari biaya sendiri.
“ Ya kalau kuliah itu jangan sampai mahal-mahal, jangan sampai di atas satu juta ... kalau lebih ya nggak bisa kuliah ... gitu kan ... Tapi ya nekat aja, kuliah dengan biaya sendiri tentunya ... ya memang pakai biaya sendiri ...” (THW & K. S-1. 14sept07, 1193-1195).
Pengambilan keputusan berdasarkan diri sendiri ini, juga ditunjukkan
ketika LR mendapat masukan dari teman organisasinya terkait pilihan hidupnya.
LR menjadikan berbagai masukan dari teman-temannya itu sebagai bahan
pertimbangan saja. Meskipun ia memperoleh banyak masukan yang cukup
membantu, tetapi pengambilan keputusan tetap ditangannya sendiri, seperti yang
diungkapkan,
“ Biasanya kalau anak-anak itu nggak terlalu mencampuri keputusan decision, decision itu nggak terlalu, tapi waktu dia ehm ... memperhitungkan hal-hal-hal ini, mungkin mereka banyak ... banyak membantu ... dari sudut pandangnya yang banyak ... , tapi kalau decision memang aku ... aku sendiri ... (THW & K. S-1. 14sept07, 1038-1041).
Di sisi lain, LR cenderung merasa takut pada penilaian dan reaksi negatif
orang lain atas pilihan perilaku yang dilakukannya. Berkaitan dengan lingkungan
organisasi yang diikuti LR, ia cenderung merasa takut atas adanya penilaian atau
stigma negatif dari orang lain yang ditujukan pada anak Gerakan Mahasiswa. Hal
ini terlihat ketika LR memberi alasan terkait ketidaksetujuannya jika ada teman-
teman Gerakan Mahasiswa yang pacaran main-main dengan orang di luar
85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
organisasi. Hasil penelitian ini menunjukkkan bahwa LR mungkin tidak
mengalami peningkatan kepercayaan pada organisme dirinya. Ia mengungkapkan,
“ Kalau dia maen-maen, dengan orang di luar, kalau dia sampe stigmanya e ... kena anak-anak ya ini ... ehm ... “ (THW & K. S-1. 14sept07, 194-195).
Selain itu, kecenderungan merasa takut akan adanya stigma negatif dari
orang lain atas anak Gerakan Mahasiswa juga ditunjukkan ketika LR berdiskusi
dengan teman non organisasinya. Ia cenderung mengkomentari hal-hal yang
memang perlu dikomentari saja karena nanti akan adanya stigma/ penilaian
negatif atas anak Gerakan, seperti ungkapannya,
“… kalau dalam diskusi itu ya memang kita ngomong, tapi kalau dalam hal-hal ya semacam komentar-komentar gitu ya kita sebaiknya menghindari sebisa mungkin ... Ya stigmanya itu tadi ... (THW & K. S-1. 14sept07, 941-945).
Ketika LR berada di lingkungan organisasi SBY (Serikat Buruh Yogya),
ia juga terlihat merasa takut akan adanya evaluasi atas pekerjaan yang
dilakukannya. LR mempertimbangkan dampak dari suatu pengambilan keputusan
apakah itu ke organisasi, politis, dan lainnya, agar sebagai koordinator jangan
sampai dievaluasi/ dinilai gagal. Hal ini diungkapkan,
“ … jangan sampai ini blunder (self error), jangan sampai ini hilang, harus bagaimana pun dipertahankan oleh CO harus, ini nanti kalau sampai gagal, evaluasinya juga CO (coordinator). Ya CO-nya itu gagal …” (THW & K. S-1. 14sept07, 764-767).
Dalam relasinya dengan keluarga, sampai saat ini LR juga cenderung
merasa takut jika dianggap bodoh oleh ibunya sehingga ia tidak menceritakan
masalahnya pada ibunya. Ia mengungkapkan,
“ Jangan sampai, suatu hal yang ...e...dianggap masalah seorang anak, masalah itu ... orang tua akan menanggapi dengan baik. Ya bisa jadi, itu malah kamu tuh goblok ... dan lain sebagainya ... itu malah sebuah tanda kebodohan ... “ (THW & K. S-1. 14sept07, 1167; 1170-1171; 1173-1174).
86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LR terlihat menggunakan mekanisme pertahanan diri, dengan
mengatakan bahwa orang tua terlalu sibuk untuk membicarakan masalah anaknya.
Hal ini diungkapkannya,
“ Mereka juga terlalu sibuk untuk ngobrol masalah itu “ (THW & K. S-1. 14sept07, 1175).
Perasaan takut mendapat reaksi negatif dari orang lain tersebut juga
ditunjukkan LR ketika ia berada di lingkungan sekolahnya dahulu. Saat SMP-
SMA, LR tidak terlalu memikirkan norma agama karena nantinya akan celaka
kalau menunjukkan identitas diri pada orang lain yang non Katolik. Hal yang
dialami LR saat itu yaitu diolok-olok atau mendapat diskriminasi dari gurunya
karena ia memiliki keyakinan yang berbeda dengan keyakinan mayoritas teman-
temannya. Ia mengatakan,
“ Tapi kalau sesudah SMP SMA-nya itu kan, kebetulan di negeri jadi banyak temen yang non, jadi kita memang di ... ya nggak terlalu mikirin hal-hal itu. Ya ... makanya nggak terlalu ... pusing ... atau ... apa ... kalau malah kita menunjukkan identitasnya malah celaka kan ... “ (THW & K. S-1. 14sept07, 23-26).
Selain dalam keluarga dan lingkungan sekolahnya, LR juga cenderung
memiliki rasa takut mendapat penilaian negatif dari teman pergaulannya. Hal ini
ditunjukkan ketika LR lebih memilih untuk tidak menceritakan pengalaman
pribadinya karena takut diolok-olok oleh temannya.
“ … karena tuh biasanya hanya menjadi bahan olok-olokan sama temen-temen itu kan … ya kaya’ event-event atau relasi sama temen lawan jenis gitu kan … pernah itu pengalaman jadi semacam putra batik atau ya waktu masuk kuliah dulu itu kan … mending kan ga usah diceritakan … (THW & K. S-1. 30nov07, 3-6).
Sebelum LR mengatakan alasan sebenarnya bahwa nantinya akan
diolok-olok temannya jika ia menceritakan pengalaman pribadinya, ia hanya
mengatakan kalau hal itu tidak penting untuk diceritakan, seperti diungkapkannya,
87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“ Ehm ... just let them something secret like unspoken (hanya suatu rahasia yang tidak untuk diceritakan)... gitu aja ... kalau itu kan kalau diceritakan gitu nggak ... nggak terlalu penting ... “ (THW & K. S-1. 14sept07, 130-132).
Perilaku LR juga ada yang cenderung tergantung pada pilihan orang
tuanya. Dalam hal berpakaian misalnya, ia berpakaian rapi menurut keinginan
ibunya dan tidak berdasar pada kenyamanan diri sendiri. Meskipun sebenarnya
LR lebih suka berpakaian yang praktis, ia memilih berpakaian sesuai keinginan
ibunya karena ingin menyenangkan hati ibunya. Ia mengatakan,
“ Ya, kalau di depan beliau ... ya diusahakan kita menyenangkan hati beliau ...” (THW & K. S-1. 14sept07, 1224).
Selain itu, perilaku beragama LR juga cenderung tergantung atas
tuntutan orang lain. Hal ini diakui LR bahwa pemahaman ajaran agama yang
diyakininya terlalu dangkal dan tidak sampai mempengaruhi perilakunya. Ia
mengungkapkan,
“ Nggak ... nggak ada pengaruhnya ... (ketawa kecil) Sama sekali nggak ... Ya mungkin ada itu kalau pas apa gitu kan ... kalau ketemu dengan orang ... yang mungkin nuntutnya itu, ya mungkin kita bisa menyesuaikan tapi kalau masalah itu sampai mempengaruhi sampai ke pribadi dan sebagainya dari sudut pandang dan sebagainya ya belum ... belum nyampai ke situ ... terlalu dangkal rasanya ... pelajaran saya ... “ (THW & K. S-1. 14sept07, 110; 112-115).
LR cenderung tidak berani menilai karakter diri sendiri. Menurutnya,
penilaian karakter dirinya sendiri harus ditanyakan ke orang lain karena orang
lainlah yang dianggap lebih mengerti dan lebih terbuka. Hal ini diungkapkan,
“ … karakter itu mungkin harus ditanyakan ke orang lain ...(795) Tapi kalau karakter yang lain mungkin ... e ... mungkin harus tanya sama orang lain juga ... soalnya kita kan jarang bertemu dengan ... e ... di luar orang ... temen-temen kan ... kalau sama temen-temen memang kulturnya terbentuk lebih ... lebih ... mungkin terbuka ... di situ (THW & K. S-1. 14sept07, 801-814).
88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. Subjek 2
1) Deskripsi Subjek
Subjek 2 (selanjutnya akan disebut RG) adalah seorang mahasiswa yang
kuliah di Universitas Pembangunan Negeri (UPN) Yogyakarta. Ia mulai aktif
dalam Gerakan Mahasiswa sejak awal tahun pertama kuliahnya yaitu tahun 2004.
Pada awalnya ia banyak ditawari oleh berbagai jenis Gerakan Mahasiswa yang
ada di kampusnya. Setelah mencoba mengenal masing-masing karakteristik
organisasi tersebut, ia memutuskan untuk masuk ke komunitas KOMIK
(Komunitas Mahasiswa Kritis).
Setelah satu tahun aktif menjadi angggota organisasi, RG dicalonkan
untuk menjadi koordinator di KOMIK oleh teman-temannya. Keputusan menjadi
koordinator KOMIK tersebut juga karena mendapat dukungan dari kawan-
kawnanya. Hal itu juga didukung oleh aktivitas RG sebelumnya yang memang
sudah aktif di organisasi dalam divisi pendidikan. Menurutnya, tugas menjadi
koordinator sesuai dengan bekal yang sudah dimilikinya.
RG juga aktif di KOIN (Komunitas Organisasi Internasional) UPN, yang
merupakan suatu wadah organisasi yang didirikan untuk mengembangkan aspirasi
dan potensi mahasiswa yang berminat dalam hal berdiskusi ataupun kegiatan
ilmiah yang lainnya. Hal ini didukung oleh kegemarannya membaca buku, yang
menurutnya sebelum masuk organisasi ia juga sudah senang membaca buku.
Di lingkungan rumahnya, saat ini RG sudah tidak terlalu mengikuti
dinamika Perkumpulan Pemuda karena ia harus kuliah di Yogyakarta. Meskipun
demikian, RG masih menyempatkan diri untuk ikut membangun atau
89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengaktifkan kegiatan-kegiatan yang ada dalam Perkumpulan Pemuda tersebut.
Cara yang dilakukan RG yaitu dengan memberikan pengetahuan pada rekan-
rekannya dalam forum diskusi ketika ia pulang ke daerah asalnya. Ia juga
mengatakan bahwa dirinya pernah menjadi pembicara ketika diberi kesempatan
oleh rekan di Perkumpulan Pemuda. RG juga cukup menyempatkan diri untuk
memberikan masukan-masukan atau solusi lewat SMS (Short Message Service)
apabila ada rekannya di Perkumpulan Pemuda yang mengkonsultasikan kegiatan
atau situasi yang dihadapi.
Secara akademis, RG mengatakan bahwa ia memiliki pengetahuan dan
nilai yang cukup dalam perkuliahannya. RG juga senang menambah
pengetahuannya dengan cara berdiskusi mengenai permasalahan-permasalahan
baru yang sedang terjadi dalam masyarakat dengan orang-orang yang
dijumpainya. Selain itu, ia juga mencoba untuk mengikuti kegiatan-kegiatan baru
yang dapat mendukung pengetahuannya, baik secara akademis maupun non
akademis.
Dilihat dari relasi dengan keluarganya, RG memiliki hubungan yang
cukup baik. RG mengungkapkan bahwa orang tuanya tidak menganut feodalisme.
Hal ini terlihat dari bahasa yang digunakan ketika ia berkomunikasi dengan orang
tuanya, bahwa mereka sudah tidak harus berbahasa menggunakan krama inggil.
Secara sosial, RG juga terlihat dapat menyesuaikan diri. Hal ini terliha
ketika ia menghadapi masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Ketika
berkomunikasi dengan rekan sebaya atau orang tua yang bersedia berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa ngoko, maka ia berbahasa ngoko. RG mengatakan
90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bahwa hal itu memungkinkan kedekatan relasi karena apabila menggunakan
bahasa krama inggil akan cenderung ada jarak dalam relasi mereka. Meskipun
demikian, RG tetap mencoba menggunakan bahasa krama inggil ketika
menghadapi orang tua di lingkungan rumahnya yang masih menggunakan bahasa
tersebut dalam berkomunikasi.
Berkaitan dengan relasi interpersonal dengan lawan jenisnya, RG
mengatakan bahwa untuk saat ini ia memutuskan untuk tidak menjalin relasi
intensif terlebih dahulu karena lebih berkonsentrasi pada aktivitas Gerakan
Mahasiswa. RG mengatakan bahwa hal itu telah menjadi komitmen pribadinya
saat ini. Pada saatnya nanti, apabila RG sudah memiliki cukup waktu maka ia baru
akan memiliki pacar. RG juga mengatakan hal itu terkait dengan kesibukan
aktivitasnya.
2) Hasil Penelitian
Hasil penelitian subjek RG dapat dilihat pada Skema 3 Hasil Penelitian
Aktualisasi Diri Pada Aktivis Gerakan Mahasiswa Berdasarkan Teori Carl
Rogers, pada halaman 92.
91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
RG cenderung menolak reaksi negatif dari orang lain mengenai karakter
atau sifat dirinya. Ketika RG dan komunitasnya dikatakan komunis oleh teman
dari organisasi lain, ia menanggapi dengan mengatakan bahwa organisasi lain
tersebut tidak adil. Menurutnya, mereka hanya berani bicara negatif di belakang
RG. Penolakan penilaian orang lain atas karakteristik dirinya, memperlihatkan
bahwa RG cenderung tidak mengalami peningkatan keterbukaan pada
pengalaman. Ia mungkin tidak bisa melihat secara akurat atas reaksi orang lain
yang berbeda dengan persepsinya. RG juga mengatakan bahwa penilaian tersebut
menjadikan ia dijauhi oleh mahasiswa baru, seperti diungkapkan,
“ Jadi kalau rata-rata organ lain tu nggak fair ... dia nggak berani ngomong sama kita langsung ... secara ketemu gitu bagus, baik, gini-gini-gini kok, ya–ya. Padahal di belakangnya ngomong gini-gini, itu orang-orang komunis, dijauhin. Terutama anak-anak baru (756-759). Artinya mereka takut, eh ... bukan takut. Mereka mungkin menjaga jarak dengan kita. Padahal kita belum pernah ngobrol bersama gitu, Masalahnya seperti itu. Ya cuma di belakang nggak berani tampak ... (THW & K. S-2. 31okt07, 761-763).
Berkaitan dengan pilihan hidup orang lain yang berbeda dengan pilihan
hidup RG, ia terlihat cenderung dapat menerima pilihan hidup orang lain tersebut.
Hal ini ditunjukkan dengan penerimaan RG atas pilihan aktivitas teman yang
berbeda dengannya dalam menggunakan waktu luang. RG sendiri lebih memilih
menggunakan waktu luangnya dengan mencari buku di Gramedia daripada jalan-
jalan ke mall atau nonton film. Ia mengatakan,
“ Pernah Mbak, tapi cuma ke Gramedia cari buku “ (THW & K. S-2. 31okt07, 632).
RG merasa kasihan pada teman yang lebih menghabiskan uang dan
waktu yang dimilikinya untuk hal-hal seperti itu. Menurutnya, uang tersebut lebih
baik ditabung untuk masa depan. RG menanggapi bahwa pilihan aktivitas
93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
temannya itu mungkin karena mereka belum tahu saja, kalau mereka sudah tahu
nanti akan berkurang sendiri intensitasnya. Hal ini diungkapkan,
“ Ya apa ya ... Kadang dia-nya kasihan, jadi kadang dia ... ya mungkin belum tahu aja. Waktu kok cuma dihabisin buat ke sana aja … Karena e ... masyarakat Jogja itu kan sebenarnya buat ... bagaimana kita bisa menabung di masa tua. Tapi kok ke mana cuma bisa ... mau menghabiskan waktu aja, percuma saja. Kasihannya di situ. Ketika saya bilang nggak nggak mungkin, oh pasti mereka belum udah tahu aja. Jadi nanti kalau udah tahu juga. Tapi kalau misalnya udah tahu juga akan berkurang sendiri kok, kaya’ gitu ... “ (THW & K. S-2. 31okt07, 636-645).
Ketika RG menghadapi reaksi sinis dari saudaranya terkait dirinya yang
merupakan seorang demonstran, ia merasa biasa saja. RG juga mengatakan bahwa
reaksi itu terjadi karena mungkin mereka belum mengetahui saja. Hal ini
memperlihatkan bahwa RG cenderung dapat menerima reaksi dan penilaian
negatif dari orang lain. RG mengungkapkan,
“ Kadang juga merasa ada pandangan sinis mungkin ya ... dari beberapa saudara gitu ya ... Tapi ya biasa aja kalau saya ... Ya mungkin karena mereka belum tahu aja, nanti kalau udah tau ... “ (THW & K. S-2. 31okt07, 265-267).
Dilihat dari segi tanggung jawab RG terhadap orang tuanya, ia
cenderung dapat menerima tanggung jawab kuliah yang diberikan pada dirinya.
Menurut RG, pada semester 7 ini, mata kuliah yang diambil semakin sedikit,
namun kegiatannya semakin banyak. Hal itu menyebabkan waktu kuliahnya
menjadi lebih lama. Ketika RG diingatkan oleh orang tuanya mengenai kuliahnya,
ia memikirkan tanggung jawab untuk menyelesaikan kuliahnya tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa RG mungkin dapat menerima stimulus yang berasal dari luar
dirinya. Langkah yang akan diambil RG yaitu akan mengejar ketertinggalan
kuliahnya saat SP (Semester Pendek), seperti diungkapkan,
“ … oh misalnya ditanyain orang tua, kapan lulus, gitu kan atau kuliahmu pie? Nah, itu udah mulai berpikir, o iya saya masih punya tanggung jawab sama orang tua dengan nyelesein kuliah gitu kan ... trus akhirnya trus berpikir, oia, berarti saya masih
94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
harus mengejar, kaya’ gitu juga. Paling juga nanti dikejar di SP (Semester Pendek)” (THW & K. S-2. 31okt07, 440-444).
Berkaitan dengan disiplinitas atau aturan yang diberikan oleh orang
tuanya, RG mengatakan bahwa orang tuanya sendiri lebih menyerahkan hal itu
sebagai tanggung jawab. Menurutnya, ia akan melaksanakan tanggung jawab
pendidikan dari orang tua dengan memanfaatkan semaksimal mungkin apa yang
telah diberikan padanya. Hal ini diungkapkan,
“ E ... menurut saya lebih ke tanggung jawab sih ... orang tua saya lebih ke tanggung jawab ... terserah kamu mau seperti apa tapi yang jelas itu adalah tanggung jawab dirimu sendiri ... kamu mau jadi apa terserah yang jelas bahwa orang tua tuh ini hanya bisa memberi kamu pendidikan, saya coba manfaatkan semaksimal mungkin apa yang diberikan orang tua … “ (THW & K. S-2. 5des07, 537-541).
Dilihat dari dinamika RG dengan organisasi yang diikuti, RG cenderung
dapat menerima pandangan dan pemikiran organisasi bahwa hidup akan berarti
jika berbuat sesuatu untuk diri sendiri dan orang lain. Ia mengungkapkan,
“ Jadi sebenarnya, e ... dari organisasi sendiri tu memberi kita bahwa, masukan lah setidaknya kita berbuat sesuatu untuk diri kita sendiri dan orang banyak, gitu Mbak (391-393). Iya, ada perubahan pemikiran sih. Seiring perjalanan juga, jadi kalau dulu pengennya ya hidup ini mapan, dibantu orang tua ... kalau sekarang ya pengen gimana supaya bisa berusaha sendiri Mbak ... “ (THW & K. S-2. 31okt07, 404-406).
RG cenderung dapat menerima perbedaan perlakuan dari orang tuanya,
antara dirinya dengan saudara perempuannya. Menurut RG, di rumah, orang
tuanya lebih memprioritaskan saudaranya yang cewek daripada dirinya sehingga
kadang merasa diperlakukan secara berbeda, namun ia merasa biasa saja. Hal ini
menunjukkan bahwa RG mungkin dapat menerima stimulus yang berasal dari luar
dirinya, yaitu pola asuh orang tuanya. Ia juga mengatakan bahwa laki-laki tidak
boleh cengeng, seperti diungkapkan,
95
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“ … sebenarnya yang paling diprioritaskan yang cewek … Ya kadang seperti itu ... tapi ya biasa aja lah Mbak ... Laki-laki kok cengeng … “ (THW & K. S-2. 31okt07, 536; 541-542).
Dalam kehidupannya, RG cenderung merasa bebas dan fleksibel dalam
menjalani falsafah hidup pilihannya, serta terbuka dalam melakukan pilihan
tersebut. RG memiliki falsafah hidup, yaitu untuk berani dalam menghadapi hidup
dan harus berbuat sesuatu saat hidup agar hidupnya tidak sia-sia. Hal ini
diungkapkan,
“ ... Kalau saya sih, “Hiduplah dengan berani dan matilah dengan berani”. Karena itu kaya’ ambil dari falsafah Cina juga. Kalau misalnya kita tidak bisa berbuat sesuatu di saat kita hidup, ya ... betapa sia-sianya kita hidup. Jadi ya, berani aja hadapi hidup ... “ (THW & K. S-2. 31okt07, 211-214).
Falsafah hidup RG yang lain yaitu bahwa hidup harus berjuang untuk
mengubah dan adanya kebebasan, apakah mau mengubah hidup atau tidak.
Baginya hidup itu bahwa diri sendirilah yang harus berjuang untuk mengubah. Ia
mengatakan,
“ Sesuatu itu kalau tidak kita sendiri yang merubah itu tidak akan pernah berubah. Itu kan dalam Al’Quran tu kan ada ... e ... surat apa itu ya, yang berbunyi “Kalau Tuhan tidak akan pernah merubah sesuatu kecuali kalo ada usaha dari manusia ... ” (273-276) ... e ... suatu masyarakat itu juga harus berubah, ya cara berubahnya itu ya melalui perjuangan dia sendiri yang dia lakukan. Kalau dia tidak melakukan perjuangan ya monggo berarti kan artinya sebenarnya Tuhan tidak menggariskan takdir secara ini lho takdir, gitu kan ... (THW & K. S-2. 31okt07, 277-281).
Keterbukaan RG pada pengalaman mungkin dapat membuatnya untuk
mengalami pengalaman hidup yang mendalam atau berkesan. RG menceritakan
pengalaman hidup yang paling berkesan yaitu ketika ia sakit, ia dirawat oleh
teman-temannya. Ia juga ditolong ketika dalam situasi yang mendesak. Hal ini
menyebabkan RG menganggap teman-teman organisasinya lebih dari sekedar
saudara. RG mengungkapkan,
96
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“ Oia, ya ini. Sama temen-temen di organisasi itu Mbak, karena kalau temen-temen di organisasi itu lebih dari sekedar, mungkin lebih dari sekedar saudara lah kalau menurut saya. Ya pernah saya suatu ketika itu kan sakit … Bahkan saya juga pernah terdampar di suatu tempat karena nggak ada kendaraan to ... Jadi kalau ... lebih dari sekedar saudara lah Mbak sampai seperti itu “ (THW & K. S-2. 31okt07, 562-574).
RG mendapatkan semangat, kebijaksanaan, dan pandangan lain yang
baru setelah membaca buku. Hal ini menunjukkan bahwa RG cenderung
mengalami peningkatan hidup secara eksistensial, yaitu mendapatkan hal-hal baru
dari kegiatan yang dilakukan saat ini. Bagi RG, membaca merupakan suatu
keharusan. Apabila ia tidak membaca maka merasa ada yang hilang. Ia
mengatakan,
“ … Ya memang kalo membaca itu keharusan Mbak “ (THW & K. S-2. 31okt07, 615).
Dengan membaca, RG juga merasa semangatnya muncul kembali,
apalagi jika suasana hatinya sedang tidak baik. Selain itu, ia juga mendapat
banyak kebijaksanaan, terbuka terhadap pandangan lain dan mengerti secara
menyeluruh atas suatu hal. Hal itu diungkapkan,
... e ... nilai-nilai yang baik itu kan membikin spirit kita juga ... ya itu yang membangkitkan spirit. Kalau dapat bacaan pas lagi apa ... situasinya nggak mood terus apa gitu ... kan kadang jadi merasa ada semangat lagi ... gitu kan ... Terus kadang jadi ... kan ada juga banyak kebijaksanaan, kadang kalau di ... di buku-buku itu ya bisa jadi memandang sesuatu itu bisa lebih terbuka ... entah ada pandangan lain atau masukan ... Sebenarnya lewat membaca itu kan ... coba merangkum sudut pandang yang berbeda dan mengambil di tengahnya itu seperti apa ... mungkin lebih menyeluruh gitu ya “ (THW & K. S-2. 5des07, 250-255; 260-263).
Berkaitan dengan fokus hidup pada masa sekarang, terlihat bahwa RG
cenderung berfokus pada apa yang dilakukan saat ini dan memiliki persiapan
untuk masa depannya. RG mencoba untuk fokus pada aktivitas demonstrasi yang
dilakukan saat ini. Ia melakukan aksi demo tapi tidak kaku atas targetnya.
Menurut RG, saat ini yang dianggap penting adalah membangun kesadaran
97
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
masyarakat terlebih dahulu, suatu saat nanti kesadaran masyarakat akan
meningkat. RG mengungkapkan,
“ Sebenarnya target aksi itu kan, membangun kesadaran politik ... lah, kesadaran masyarakat ... Dalam arti ketika kita melakukan aksi di jalan, bukan semata-mata targetnya berhasil atau tidak tapi membangun kesadaran kolektif di tingkat masyarakat. Artinya ... e ... ya mungkin apa yang kita lakukan hari ini itu hanya 10, 20, 30 atau 100 orang ... Tapi saya yakin suatu saat nanti ketika kesadaran masyarakat udah jadi itu bisa jadi ratusan ribuan atau bahkan jutaan orang atau lebih. Karena memang itu artinya udah terbangun ... lah kesadaran di tingkat masyarakat “ (THW & K. S-2. 31okt07, 184-193).
Selain itu, RG juga memiliki pertimbangan atas pilihan hidupnya. Bagi
RG, ia memiliki suatu cita-cita tapi tetap fokus melakukan yang sekarang, seperti
diungkapkan,
“ Cita-cita saya apa gitu ... sebagai orientasi ke depan ... Yang penting tetep punya orientasi tapi ya melakukan apa yang sekarang ... “ (THW & K. S-2. 5des07, 543; 552).
Dilihat dari fokus kegiatan organisasi yang saat ini diikuti RG, terlihat
bahwa ia cenderung berfokus pada kegiatannya di BEM (Badan Eksekutif
Mahasiswa). RG mengatakan bahwa saat ini ia aktif di BEM dan harapannya
setelah selesai kuliah atau kegiatan-kegiatannya yaitu membenahi Perkumpulan
Pemuda di daerahnya. Hal ini disebabkan karena ada perubahan yang cukup besar
atas kesadaran remajanya. Ia menilai bahwa saat ini teman-teman di daerahnya
lebih banyak yang memilih untuk bersenang-senang dan tidak bisa diarahkan. Hal
ini diungkapkan,
“ Harapannya sih iya seperti itu juga ... kalau nanti udah selesai kuliah, kegiatannya udah selesai, misalnya BEM dan sebagainya yang menyita waktu ini kan ... kalau nanti udah ga aktif lagi ya mungkin harapannya ke sana lagi karena saya lihat cukup banyak yang harus dibenahi karena ada semacam perubahan yang cukup besarlah di konteks kesadaran remajanya ... pemudanya ... berubah dari yang zaman saya sampai sekarang ... sekarang banyak seneng-senengnya tok ... ga bisa diarahkan juga … “ (THW & K.S-2. 5des07, 45-52).
98
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kecenderungan RG dalam berfokus pada hidupnya saat ini juga dapat
dilihat dengan adanya komitmen pada hal yang dilakukan sekarang. RG memiliki
komitmen pada kegiatan BEM & KOMIK sehingga saat ini ia tidak
memprioritaskan keinginan untuk punya pacar. Saat ini hal yang utama bagi RG
adalah komitmen kegiatannya, meskipun terkadang ia juga ingin punya pacar. Ia
mengatakan,
“ Kadang kasihan juga Mbak kalau misalnya punya cewek. E ... dia mungkin bisa jadi urutan keempat atau urutan kelima dari skala prioritas apa ya, sehari-hari kegiatan. Makanya kasihan nanti, kalau dia udah jadi temen, temen deket gitu tiba-tiba diabaikan begitu saja ... Iya, kadang kepengen juga Mbak … “ (THW & K. S-2. 31okt07, 498-501; 505).
Ketika RG mengikuti pertemuan BEM di luar kampus, ia tidak merasa
rendah diri meski jabatannya paling rendah. Ia merasa tidak masalah mengikuti
pertemuan aliansi BEM walaupun posisinya hanya sebagai gubernur, sedangkan
teman yang lain sebagai presiden, seperti diungkapkan,
“ Nah itu ketika pertemuan aliansi BEM Yogyakarta itu yang paling, yang paling rendah itu ya saya. Yang lain presiden gitu ya, saya gubernur sendiri ... tapi ya nggak masalah bagi saya, nggak merasa rendah diri “(THW & K. S-2. 31okt07, 601-604).
Pengalaman RG yang tak terlupakan di masa lalu dan masih diingat
sampai masa sekarang yaitu ketika ditinggal oleh bapaknya untuk sekolah.
Menurutnya, hikmah yang diperoleh sampai sekarang adalah tidak ada gunanya
menjadi sombong. Hal itu disebabkan karena hidup itu ada saatnya ketika di atas
maupun di bawah. Adanya sifat RG yang tidak sombong, yang mana diperoleh
dari pengalaman masa lalunya menunjukkan bahwa ia mungkin dapat menemukan
sifat diri atau kepribadian berdasarkan atas pengalaman yang dialami. RG
mengatakan,
99
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“ … yang tak terlupakan itu pengalaman saat bapak saya sekolah-sekolah terus itu ... sampai sekarang hidup ini ternyata nggak semulus yang kita bayangkan ... kadang kita ada di bawah tapi kadang juga di atas gitu ... Sebenarnya nggak ada guna kalau merasa besar, sombong ... karena semua itu akan pernah kita lalui ... “ (THW & K.S-2. 5des07, 397-398; 408-411).
Berbeda dengan penemuan sifat diri yang positif atas pengalaman
masa lalu RG pada pemaparan di atas, ia juga cenderung menemukan sifat diri
yang negatif atas pengalaman di masa lalunya. Dahulu ia merasa minder dan
merasa kecil ketika temannya mengejek bahwa ia tidak memiliki televisi. Hal ini
diungkapkan,
“ Ya, dulu tuh merasa apa? ... kecil, minder ... soalnya juga kan waktu itu di lingkungan semua udah pada punya TV (televisi) itu kan ... Ada anak kecil yang senengnya suka ngece ... ”wek ... wek ... nggak punya TV, nggak punya TV ... ” (THW & K.S-2. 5des07, 413-416).
Berkaitan dengan penyesuaian diri RG terhadap situasi dan kondisi
yang sedang dihadapi, ia cenderung memiliki fleksibilitas dalam beberapa hal. RG
cenderung adaptif dalam memberlakukan ketentuan pada saat demonstrasi, sesuai
dengan latar belakang organisasi yang bergerak. Hal ini terlihat ketika RG
menjadi korlap (koordinator lapangan), ia bisa menyesuaikan dan memberlakukan
ketentuan berdasarkan apakah itu dari organisasi intra kampus/ BEM ataukah
ekstra kampus/ Gerakan Mahasiswa. Hal ini diungkapkan,
“ ya ... ketika saya jadi korlap itu … kampus Atmajaya, Fakultas Hukum kala itu dia coba untuk apa tidak taat tu lho sama korlap … Tapi yang terjadi dia coba untuk tidak taat. Dan akhirnya ... saya katakan kalau misalnya dari barisan massa aksi tidak taat sama korlap saya perintahkan untuk ke luar saja. Dan kalau misalnya tidak taat juga, saya tuduh sebagai provokator dan saya silahkan kepada kepolisian untuk menarik ke luar gitu ... Aliansi BEM itu kan organ intra. Yang jelas ini bukan organ ekstra. Tapi, temen-temen dari Fakultas Hukum maunya itu. Ya mungkin karena banyak background-nya juga dari temen-temen LMND ya mungkin. Jadi kemudian yang terjadi temen-temen dari Fakultas Hukum ke luar gitu kan, ke luar dari barisan dan pulang ... “ (THW & K. S-2. 31okt07, 149-156; 158-163).
100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
RG juga cenderung memiliki penyesuaian ketika menggunakan bahasa
dalam berkomunikasi. Ia menyesuaikan bahasa menurut siapa yang dihadapi dan
kepahaman atas bahasa yang digunakan. Meskipun RG merasa tidak sreg dengan
feodalisme dalam budaya masyarakat, seperti berbahasa krama inggil, namun ia
menyadari bahwa masyarakat masih menghargai budaya tersebut. Ketika
menghadapi masyarakat yang masih feodal, ia mencoba untuk menyesuaikan
bahasa yang digunakan. Hal ini diungkapkan,
“ Ya ini Mbak ... seumuran kita atau lebih tua jauh dari kita ... kalau saya melihat seperti itu. Kalau masih seumuran kita ya coba untuk ya nggak usah pakai bahasa krama inggil ... tapi kalau misalnya udah tua, tua banget ya itu nggak ngerti bahasa kalau kita ngomong ... ngomong ngoko gitu, ya tetep coba komunikasinya ya lewat itu ... (bahasa krama inggil) “ (THW & K.S-2. 5des07, 486-491).
Sikap fleksibilitas dan keadaptifan ini juga ditunjukkan RG ketika saat
ini ia menjalankan aktivitas kampus dan Perkumpulan Pemuda di daerahnya. RG
mengungkapkan,
“ Jadi kalau untuk yang telah diperbuat saya dan teman-teman ... masih sebatas membangun ruang-ruang kesadaran Mbak ... dikonteks mahasiswa itu ... Ya jadi sebenarnya kan kenapa bisa kaya KOIN (Kelompok Organisasi Internasional) ini … Kebetulan kalau saya ... di rumah gitu kan ada perkumpulan juga ... model pemuda-pemuda ... Persatuan Pemuda-Pemuda yang sebelumnya juga sukanya main bola dan sebagainya ... Terus coba pengen sharing organisasi gitu loh ... ”Ya sudah, kamu sering-sering ngisi gitu RG”, kata temen-temen ... lalu saya “O ya kalau ada kesempatan saya mau” ... gitu” (THW & K.S-2. 5des07, 4-6; 20-25).
Sikap adaptif RG mungkin juga akan dilakukan pada masa depan atau
masa yang akan datang. Penyesuaian diri tersebut akan dilakukan seperti ketika
nantinya akan menghadapi masyarakat di luar kampus. RG mungkin akan
mengkomunikasikan atau menjelaskan mengenai partisipasi politik pada
masyarakat, yang mana disesuaikan dengan bahasa mereka bukan bahasa ilmiah
kampus. Ia mengatakan,
101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“ Tapi mungkin kalau menjelaskannya tidak dengan serta merta gitu kan kemudian pakai bahasa kita ... ilmiah dan sebagainya yang ada di kampus, tapi kan pakai bahasa mereka, gimana caranya supaya bisa membahasakannya itu kan… “ (THW & K.S-2. 5des07, 133-136).
Selain itu, di masa depan, RG mungkin juga akan melakukan
penyesuaian ketika menghadapi orang/ instansi yang memanfaatkan situasi gempa
bumi untuk keperluan pribadinya. Ia akan mencoba mengkomunikasikan pada
pihak tersebut apabila memiliki kesempatan. Hal itu juga dilakukan tidak dengan
serta merta karena ada etikanya. Hal ini diungkapkan,
“ Pertama kali mungkin membatin Mbak ... ”kok kaya gini sih tingkah lakunya, perilakunya” ... tapi kalau misalnya ada kesempatan buat ngobrol gitu ya ... pasti harus disindir, diomongkan juga ... kadang kan kita nggak punya kesempatan mau ... masa tiba-tiba ya langsung ngomong “o ... gini ... gini ... gini ... ”, kan ya juga secara etika kan juga nggak baik … ya kita coba ngomong ... fair-fair-an, flor-flor-an gitu ... ”kok kaya gini modelnya ya, maksudnya apa? “ (THW & K.S-2. 5des07, 299-303; 305-306).
Hal yang dilakukan RG saat ini ketika menghadapi beberapa
pengalaman yang kurang sesuai dengan dirinya yaitu dengan mencoba
memberikan pandangan, mengkomunikasikan pandangan tersebut maupun
mencari penyelesaian permasalahan secara bersama. Ia juga cenderung
membebaskan pilihan orang lain. Pengalaman-pengalaman yang dihadapi
tersebut, ditunjukkan dengan perilaku RG seperti di bawah ini.
Di lingkungan sosial masyarakat, RG mencoba untuk
mengkomunikasikan pandangannya ketika menghadapi masyarakat yang
dianggap masih pragmatis. Perilaku ini dilakukan RG pada masa sekarang dan
mungkin juga akan dilakukan pada masa depan. Menurutnya, saat ini masyarakat
masih memberlakukan pembagian status sosial atau pemenuhan kebutuhan yang
berdasar pada titel seseorang. Ia mencoba memberikan pandangan bahwa hari ini
102
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sebaiknya harus dapat mendobrak pandangan pragmatis tersebut. Meskipun RG
mengkomunikasikan pandangannya, ia mencoba mengembalikan pilihan itu pada
masyarakat. RG mengatakan,
“ Ya kalau saya ya paling cuman memberikan pandangan saya ... pandangan saya kalau misalnya bahwa hari ini tuh harus coba ke luar untuk mendobrak pembagian status sosial ... kemudian kalau orang itu harus memenuhi kebutuhannya tidak berdasar titel aja ... Paling selain ngobrol-ngobrol ya coba diskusi ... .ya dengan sedikit nulis itu aja ... (THW & K.S-2. 5des07, 169-172; 174-175).
Di lingkungan teman-temannya, RG juga cenderung
mengkomunikasikan pandangannya ketika ada teman yang berbeda pandangan
dengan dirinya. Pertama kalinya RG akan melemparkan pertanyaan mengenai
bagaimana pandangan ideal menurut mereka. Setelah itu, apabila pandangan
temannya benar-benar rasional maka RG akan menerima pandangan tersebut.
Berbeda ketika pandangan temannya dianggap tidak rasional, maka RG akan
berargumen tertentu. Hal ini diungkapkan,
“ Saya kembaliin aja sih ... kalau ada beda pandangan itu ya, ... e ... ya kembali ... e ... melemparkan pertanyaan pada mereka sebenarnya yang ideal dari pandangan temen atau kalian itu apa gitu ... Trus kemudian kalau dia menjelaskan secara rasional ... dan memang bener-bener rasional gitu kan ... mungkin saya bisa nerimanya. Tapi kalau ternyata menurut saya itu tidak rasional ya kemudian terjadi memang apa, beradu argumen, yang terjadi kan seperti itu ... “ (THW & K. S-2. 31okt07, 310-316).
Di lingkungan organisasi, RG juga cenderung memberikan pandangan
atau mengkomunikasikan dan mencari penyelesaian bersama atas hal yang
dihadapi. Ketika terdapat peraturan organisasi yang baku, namun dinilai kurang
sesuai dengan dirinya, RG mencoba mengajak komunikasi bersama semua teman.
Setelah itu, RG akan membuat forum bersama untuk mengevaluasi peraturan
tersebut, seperti diungkapkan,
103
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“ … mengajak komunikasi dengan semua teman ... O berarti ini sudah menyimpang dari organisasi ... kemudian kita buatkan forum bareng buat evaluasi-lah “kenapa sih harus seperti ini” ... gitu loh ... Pasti ini ada kan sekian dari temen-temen yang ngerasa nggak sreg lagi “ (THW & K. S-2. 5des07, 360-362).
Ketika menghadapi anggota organisasinya yang masih aktif di organisasi
namun mencoba untuk bermain di ruang politik, RG cenderung memberikan
pandangan/ mengkomunikasikan dan membebaskan pilihan anggota untuk
menjadi politisi atau bukan aktivis Gerakan. Menurutnya, ia akan mempersilakan
anggotanya untuk menentukan pilihannya. RG akan tetap membangun
komunikasi dengan anggota tersebut karena bagaimanapun tetap menjadi jaringan
organisasi. Ia mengatakan,
“ Bagi saya kalau misalnya dia coba untuk bermain di ruang sana ya silakan ... monggo ... tapi saya masih tetap konsisten buat apa? E ... berjuang di wilayah saya gitu ... artinya ya tetap harus coba dibangun komunikasi kalau saya ... “ (THW & K. S-2. 5des07, 378-381).
Ketika anggota tersebut masih ingin aktif di organisasi namun juga
memilih di jalur politisi, maka langkah awal yang diambil RG yaitu dengan
menarik garis tegas. Ia langsung tidak memperbolehkan anggota tersebut. Hal itu
disebabkan karena pada awalnya memang sudah ada orientasi bersama bahwa
organisasi tidak boleh bersinggungan dengan politik. Meskipun demikian, RG
akan tetap menjaga komunikasi dengan anggota tersebut. RG mengatakan,
“ O tidak boleh, langsung tidak boleh ... kemudian tetap ditarik garis tegas ... biarkan dia bermain di ruang sana tapi tetap komunikasi ... “(THW & K. S-2. 5des07, 384-385).
Hal yang pertama kali dilakukan RG yaitu dengan mengajak berbicara
anggota itu mengenai alasan mengapa ia memilih jalur politik. Apabila anggota
tersebut memang sudah memilih jalur politik, maka ia mempersilakan keinginan
anggotanya untuk bereksperimentasi, seperti diungkapkan,
104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“ Coba untuk komunikasi, pendekatan kultural gitu dengan ngobrol-ngobrol gitu ... ”kok kamu di ini kenapa sih?” ... Kalau emang udah pilihan dia dan emang eksperimentasi kan keinginannya di wilayah itu kok ... “ (THW & K. S-2. 5des07, 389-381).
Di lingkungan kampus, RG juga menunjukkan perilaku memberikan
pandangan/ mengkomunikasikan dan membebaskan pilihan teman yang memilih
untuk hanya berorientasi kuliah. RG menanggapi respon negatif temannya
tersebut dengan tetap berkawan dan mengatakan bahwa dia tidak pernah
memaksakan pandangan dirinya karena hal itu merupakan pilihan bagi orang
tersebut. RG mencoba menjelaskan mengenai realita, kemudian membiarkan
mereka atas pilihannya. Hal ini diungkapkan,
“ Ini modelnya ini Mbak kalau saya ... nggak pernah maksa ... jadi dikasih pilihan ... ”orang hidup itu kan pilihan”, jadi kita coba menjelaskan realita kemudian biar mereka yang memilih ... “ (THW & K. S-2. 5des07, 98-100).
Perilaku RG yang mencoba memberikan/ mengkomunikasikan
pandangan pada teman kampusnya tersebut juga terlihat pada saat ia menghadapi
keluarganya. Ketika RG menghadapi situasi di mana ia harus menentukan pilihan
hidup terkait sekolahnya, ia mencoba memberikan pandangan/
mengkomunikasikan dengan berbicara pada orang tuanya. RG mengungkapkan,
“ Ya coba untuk ngomong juga ... ngobrol ... kalau saya maunya gini loh ... “ (THW & K. S-2. 5des07, 223).
Selain adanya kecenderungan sikap RG untuk menyesuaikan diri
terhadap pengalaman hidupnya, ia juga memiliki kesanggupan untuk berubah dan
mencoba hal baru. RG merasa sangat kecewa, susah dan sakit sekali ketika
ditinggalkan temannya yang selama ini dianggap sebagai patokan dirinya.
Meskipun demikian, akhirnya RG menyemangati dirinya sendiri untuk bangkit. Ia
105
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
juga menganggap bahwa peristiwa kehilangan atau datang perginya teman
merupakan hal yang biasa, seperti dikatakan,
“ Oia, ditinggalin temen. Apalagi temen satu jurusan, dua. Itu bener-bener mengecewakan banget Mbak. Oh sakit banget itu. Jadi kaya’. yang jadi patokan saya gitu, misalnya temen saya disaat saya susah dan sebagainya, tiba-tiba hilang ... ya memang kembali menyemangati diri sendiri, teman itu ada datang, pergi, kemudian hilang itu udah wajar lah “ (THW & K. S-2. 31okt07, 741-742; 744-746; 749-750).
Seiring perjalanan RG sebagai seorang aktivis, terlihat adanya
perubahan mengenai cara yang dilakukan untuk menyuarakan aspirasi
masyarakat. Hal ini diakui RG bahwa ketika awal menjadi aktivis, ia cenderung
hanya menggunakan aksi demonstrasi dalam aktivitasnya. Saat ini, cara yang
dilakukan RG mengalami perubahan yaitu sanggup untuk mencoba cara-cara baru
selain demonstrasi. Cara yang dilakukan RG tersebut seperti aksi tulis, diskusi, &
aksi teatrikal. Ia mengungkapkan,
“ Seiring dengan waktu, pakai cara lain seperti aksi tulis, diskusi, aksi teatrikal Cara lain itu ya dengan aksi tulis, lewat diskusi, ya juga aksi teatrikal ... “ (THW & K. S-2. 5des07, 109).
Berkaitan dengan adanya reaksi negatif dari orang lain, terlihat bahwa
RG cenderung dapat berperilaku positif dengan mencoba melakukan pendekatan
dan diskusi ketika menghadapi reaksi negatif teman. Ketika ada teman RG yang
mengatakan bahwa dirinya adalah komunis/ demonstran, maka ia akan langsung
mendekati dan mengajak bicara teman tersebut. Menurut RG, awalnya ia akan
bertanya pada temannya mengenai apa maksudnya mengatakan hal-hal negatif
tentang dirinya. Hal ini diungkapkan,
“ Kalau di kampus sendiri kebetulan kampus FISIP ini juga cukup ... e ... ini juga mandangnya kebanyakan itu aneh seperti orang aneh ... Tapi lambat laun sekarang udah nggak lagi ... Kalau pertama kali dulu waktu 2004 itu mandangnya aneh gitu. Woi, itu demonstran ... Ada yang bilang itu ada yang sampai nyebut oh itu komunis gitu ... tapi ya udah nggak apa-apa dibiarkan aja ... (323-328)
106
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ya, kemudian langsung dicari siapa yang bilang gitu kan, langsung dideketin, langsung diajak ngobrol maksudnya apa gitu ... “ (THW & K. S-2. 31okt07, 344-345).
Pada masa lalu sebelum RG menjadi aktivis, perilakunya cenderung
ritualistik dalam melaksanakan ajaran agama. Ia melaksanakan sholat dengan
teratur dan menganggap hal itu sebagai rutinitas, seperti diungkapkan,
“ Dahulu sholat karena sebagai rutinitas, kalau sholat berjamaah banyak temannya, juga berharap hidup lancar … Ya itu masih menjadi semacam rutinitas Mbak ... “ (THW & K. S-2. 5des07, 515).
Perilaku yang cenderung ritualistik pada masa lalu RG tersebut
berbeda dengan masa sekarang. Dalam kehidupan sehari-hari saat ini, RG
menunjukkan perilaku yang cenderung tidak ritualistik pada tata cara pelaksanaan
ajaran agamanya. RG melakukan sholat tidak sebagai rutinitas, tapi lebih
disebabkan karena esensinya. Saat ini, setelah mengkaji, bertemu orang-orang,
maupun membaca, ia mempertanyakan ulang apakah sholat sebagai rutinitas saja.
Konsekuensi atas hal ini yaitu sholat RG menjadi tidak teratur (bolong-bolong).
RG melakukan sholat ketika ia memang merasa sreg ingin sholat dan mendekat
pada Tuhan. Menurutnya, untuk apa melakukan sholat jika tidak mengetahui
esensinya. Hal ini diungkapkan,
“ Sering masih bolong-bolong ya Mbak ... sepanjang kemudian perjalanan mungkin seperti apa gitu ... akhirnya pada satu titik coba untuk mempertanyakan semuanya, mempertanyakan ulang ... ” (THW & K. S-2. 5des07, 497).
RG juga mengungkapkan,
“ Mempertanyakan kenapa harus sholat ... dan sebagainya .. (501-505) Menurut saya gitu ... jadi kalau mau sholat itu ya lebih karena diri ... datengnya dari diri kita sendiri. Jadi, tidak terjebak pada rutinitas ... ”kenapa sih saya harus sholat subuh pagi?” ... dan sebagainya gitu ... padahal jangan-jangan kita nggak tahu esensinya ngapa ...
107
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kalau saya sholat kan sekarang bolong-bolong ... jadi kalau pas lagi kepengin (eh ... kok kepengen) ... maksudnya lagi sreg sholat ya sholat ... makanya bolong-bolong ... kacau juga ini lagian ... Ya kalau pengen sholat ya sholat ... bener-bener pengen mendekat gitu ... “ (THW & K. S-2. 5des07, 524-532).
Pada situasi tertentu di masa sekarang, RG cenderung berperilaku
positif atas reaksi negatif orang lain yang tidak sesuai dengan dirinya. Meskipun
demikian, RG juga cenderung berperilaku negatif terhadap respon negatif orang
lain. Hal ini terlihat ketika menghadapi teman yang hanya berorientasi kuliah, ia
terus mengajak dan mengencangkan diskusi terhadap temannya itu, sehingga
memunculkan protes. RG mengatakan,
“ ... responnya juga baik tapi ada juga yang menganggap bahwa ”kamu itu tuh hati-hati dengan pola pikirmu RG!” dan sebagainya, ya menurutnya kita ini kuliah ya kuliah aja ... intensitas untuk ngobrolnya coba untuk dikencengin aja lagi Mbak ... malahan dikencengin biar setidaknya kan kalau kaya orang ‘dikoreki’ telinganya kan lama-lama juga gitu ... “ (THW & K. S-2. 31okt07, 86-90; 94-96).
Kecenderungan berperilaku negatif atas reaksi negatif orang lain di
masa sekarang tersebut sejalan dengan apa yang terjadi di masa lalunya. RG
langsung berkelahi atau mengejar teman yang mengejek dirinya karena ia tidak
memiliki televisi, seperti diungkapkan,
“ Kalau dulu ... masih kecil itu kan biasanya lebih suka berkelahi juga kan ... Iya kadang ... iya langsung saya kejar ... tapi kan mereka lari ... “ (THW & K. S-2. 5des07, 423; 427).
Berkaitan dengan kegiatan organisasinya, RG juga cenderung tidak
sanggup berubah atas suatu hal yang sudah ada. RG masih menggunakan pola
lama dalam pembuatan proposal, meskipun ia menganggap bahwa cara tersebut
dianggap sebagai cara yang oportunis (memanfaatkan). Meskipun ia tahu bahwa
cara yang dilakukan itu mendidik untuk memanipulasi, namun ia sendiri juga
masih mengikuti model tersebut. RG mengungkapkan,
108
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“ Ya itu termasuk kaum oportunis ... suka memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan ... Ya kalau aku lihat sebenarnya situasi ... dan mungkin karena lingkungan dan budaya ... yang udah jadi ... misalnya “wah ini ada kesempatan yang bisa makan-makan dana” ... Misalnya kaya saya di organisasi kemahasiswaan gitu ya ... bikin proposal tuh harus besar dananya ... Ini kan sebenarnya mendidik kita untuk memanipulasi, padahal kan seharusnya nggak ... kadang tuh saya juga bingung … Pola itu sudah dibangun di ruang-ruang pendidikan di organisasi kemahasiswaan “ (THW & K. S-2. 5des07, 267-270; 273-277; 279-280).
RG juga mengatakan,
“ Aman Mbak ... main yang aman ... karena kan organisasi kemahasiswaan ini kan organisasi sosial, nggak ada gaji, nggak ada kompensasi ... Jadi kalau saya sih lebih gimana baiknya ... supaya sesuai dengan dana kebutuhan. Kaya gitu terus ... dan akhirnya sudah menjadi trend dari beberapa organisasi ... bikin proposal gede-gede ... “ (THW & K. S-2. 5des07, 284-290).
Sebelum menjadi aktivis, RG cenderung mengambil keputusan sendiri
atas pilihan organisasi yang akan diikutinya. Hal ini terlihat ketika RG memilih
masuk organisasi KOMIK berdasarkan keputusannya sendiri, meskipun
berdasarkan hasil diskusi dengan teman-temannya.
“ Dan yang paling bisa merasionalkan saya kala itu ya teman-teman, teman-teman dari KOMIK (Komunitas Mahasiswa Kritis) itu ... Pas saya masuk 2004 itu juga pas berdiri juga baru waktu di beberapa bulan gitu trus tiba-tiba teman-teman langsung mengajak ngobrol ... diskusi. Ya ... akhirnya sepakat sering ngobrol, enak gitu ... (55-60) Dan sebelum saya kenal KOMIK itu juga temen-temen LMND itu kan juga dia ngajak saya diskusi dan saya ya cukup tertarik juga oh ada juga ya ternyata kelompok-kelompok diskusi tapi kemudian nggak begitu nyaman juga ... “ (THW & K. S-2. 31okt07, 72-75).
Pada masa sekarang, ketika RG akan menentukan pilihan atas aliran
agama yang diyakininya. Ia melihat bahwa agama saat ini lebih dijadikan sebagai
organisasi dan alat politik. Meskipun sebagian besar keluarganya menganut aliran
Muhammadiyah, tapi RG tidak memilih aliran agama tersebut.
“ Saya, kalau bapak saya itu dari Muhammadiyah ... Dan keluarga besar saya rata-rata dari Muhammadiyah. Kalau saya sendiri tu lepas dari itu semua Mbak karena bagi saya, ketika melihat agama saat ini tu lebih ke organisasi ... organisasi politik ... lah karena dia cuma sebatas ya gini-gini ... dan cenderung ketika beragama, kita ikut aliran mana atau mana itu cukup sebagai alat politik kala negosiasi kekuasaan dan lain sebagainya. Rata-rata seperti itu sekarang “ (THW & K. S-2. 31okt07, 291-297).
109
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Keputusan RG menjadi koordinator KOMIK, selain disebabkan karena
ia mendapat kepercayaan dan dukungan dari teman-temannya juga berdasarkan
atas dirinya sendiri, yaitu ia merasa senang menulis tentang propaganda dan sudah
mempunyai pengalaman di tahun sebelumnya. Ia mengatakan,
“ Saya dicalonkan begitu Mbak, dicalonkan sama temen-temen, kebetulan dipercaya juga. Trus juga ini sih karena juga seneng nulis juga, jadi kan bikin selebaran-selebaran buat propagandanya kaya’ gitu. Yang tahun kemaren saya di bidang Propaganda “ (THW & K. S-2. 31okt07, 419-424).
Setelah masuk organisasi dan menjadi aktivis, RG memiliki keyakinan
atas penilaiannya terkait esensi kuliah. Ia merasa adanya kesadaran sehingga
memiliki pemikiran baru atas esensi kuliah dan pada akhirnya ia juga berbuat
sesuatu, seperti diungkapkan,
“ O ya, kalo di-share-kan waktu pertama kali lebih banyak ke orientasi diri dari beberapa kawan, termasuk saya ... Habis kuliah itu mau ke mana ... sebenarnya kuliah itu esensinya apa ... Ya kita mencoba tuk ... e ... menarik ke akarnya dulu. Kenapa sih harus kuliah, berapa banyak orang yang bisa kuliah. Dan akhirnya kita sampai pada satu titik di mana oh, berarti saya harus bisa berbuat sesuatu ya. Oh berarti kita ini orang yang sangat beruntung dan kita bisa berbuat apa sih sebenernya buat teman-teman kita yang lain, buat ... e ... orang-orang yang tidak seberuntung kita ... “ (THW & K. S-2. 31okt07, 92-98).
RG juga merasa yakin pada penilaiannya terkait wajarnya kenaikan
UMP bahwa gaji dosen/ guru tidak seimbang dengan jasanya membangun
peradapan. RG ingin mengambil topik skripsi tentang hubungan industrial. Hal ini
disebabkan karena ia ingin menyoroti konteks hubungan industrial yang
menurutnya hampir setiap tahun ada masalah mengenai ketetapan UMP. RG
mengungkapkan,
“ … yang paling berjasa pas saat membangun peradaban sebuah manusia seharusnya dia yang diberi lebih banyak. Guru itu sebenarnya udah membangun peradaban, karena di bikin segala sesuatu lah yang kita, kemudian kita pakai, kita konsumsi dan lain sebagainya. Tapi, selalu dan selalu itu kenapa dia yang selalu tidak bisa sejahtera. Guru juga sebenarnya dia kan sangat berperan dalam membangun peradaban manusia, tapi juga gajinya kok kecil. Dosen juga kaya’ gitu. Ya aneh tu kalau di Indonesia ini.
110
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Politisi yang cuma ngomong ke sana-kemari nggak jelas, kadang bikin konflik. Ngomong-nya juga dia, malah gajinya besar. Nggak seimbang lah “ (THW & K. S-2. 31okt07, 480-489).
Selain itu, RG memiliki keyakinan pada penilaiannya bahwa wanita
bisa menjadi pemimpin. Meskipun dalam ajaran Islam dikatakan jika pemimpin
itu haruslah laki-laki, tapi RG bersedia jika dipimpin wanita, karena lebih melihat
kemampuan atau kapasitasnya bukan aturan agama. Hal ini diungkapkan,
“ Kalau pandangan saya, siapapun yang mampu ya yang jadi pemimpin gitu ... lebih ke kemampuan, kapasitas, jadi siap untuk memimpin dan dipimpinlah Mbak ... “ (THW & K. S-2. 5des07, 327-33).
RG juga merasa yakin pada penilaiannya bahwa bapaknya adalah
orang hebat. Ketika ada penilaian negatif dari tetangga, ia merasa biasa saja tidak
ambil pusing dan membiarkan saja karena baginya bapaknya orang yang hebat,
seperti diungkapkan,
“ Ya nggak begitu ambil pusing sih Mbak, cuma kalau menurut saya sih Mbak ... biarin mereka bilang seperti apa gitu ... toh juga kalau bapak saya itu orang yang hebat kalau saya bilang itu ... “ (THW & K. S-2. 5des07, 452-454).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada masa sekarang, RG
cenderung merasa takut atas penilaian dan reaksi negatif orang lain terhadap
dirinya. Ia merasa khawatir atas stigma komunis dari orang lain. Ketika
demonstrasi bersama aktivis dari kampus lain, ia mengambil keputusan untuk
membubarkan massa dari kampus lain tersebut karena ada kekhawatiran atas
stigma komunis dari orang luar. Ia mengatakan,
“ Ya daripada nanti ini Mbak, ada hal-hal yang tidak diinginkan misalnya ini ... e ... dituduh apa misalnya, komunis ... “ (THW & K. S-2. 31okt07, 168-169).
Saat RG berada di bangku SMU sampai awal kuliah (sebelum menjadi
aktivis), ia bercita-cita menjadi PNS agar mapan dan status sosialnya dipandang
111
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
oleh masyarakat. Hal ini mungkin disebabkan karena RG merasa takut atas
penilaian negatif masyarakat atas status sosialnya nanti.
“ Ya kalau dulu cita-citanya tu kan pengen menjadi Pegawai Negeri gitu. Minimal mapan lah Mbak. Orang, di masyarakat waktu itu pandangannya kan kalau jadi Pegawai Negeri tu orang mapan, walaupun gajinya sedikit banyak utang. Tapi udah punya status sosial tertentu di tingkatan masyarakat “ (THW & K. S-2. 31okt07, 385-388).
Setelah menjadi aktivis, pandangan RG berubah bahwa hidup akan
menjadi berarti jika setidaknya mampu berbuat sesuatu untuk diri sendiri dan
orang lain. Selain itu, pemikiran juga berubah, dulu RG ingin hidup mapan dan
dibantu orang tuanya tapi sekarang ia ingin berusaha sendiri. Ia mengungkapkan,
“ … dari organisasi sendiri tu memberi kita bahwa, masukan lah setidaknya kita berbuat sesuatu untuk diri kita sendiri dan orang banyak, gitu Mbak. Iya, ada perubahan pemikiran sih. Seiring perjalanan juga, jadi kalau dulu pengennya ya hidup ini mapan, dibantu orang tua ... kalau sekarang ya pengen gimana supaya bisa berusaha sendiri Mbak ... “ (THW & K. S-2. 31okt07, 391-393; 404-406).
Berkaitan dengan cita-cita masa depannya, RG memilih menjadi dosen
agar bebas bicara dan tidak mendapat kecaman dari publik, seperti diungkapkan,
“ Iya, pengen jadi dosen sebenarnya. Lebih enak jadi akademisi, akademisi tu dia mau bicara apa mau. Malah bisa buat membangun kesadaran baru juga di tingkatan mahasiswa atau masyarakat umum dan lain sebagainya. Dibanding misalnya kita jadi politisi atau jadi apa misalnya. Kalau kita gagal ya dapet kecaman publik dan lain sebagainya “ (THW & K. S-2. 31okt07, 732-736).
Pada awal menjadi aktivis, RG berdemonstrasi dengan alasan ingin
masuk media massa sehingga ia selalu menempatkan diri di barisan paling depan
ketika aksi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa RG mungkin lebih percaya
dengan penilaian publik/ orang lain daripada penilaian dirinya sendiri. Ia juga
berdemonstrasi karena heroisme peran mahasiswa, seperti diungkapkan,
“ Kalo pertama kali saya ikut aksi tu, ... e ... pengen di depan. Pertama kali, ya hampir rata-rata ... lah dari teman-teman tu selalu pengen di depan. Pengen masuk media “ (THW & K. S-2. 31okt07, 116-118).
112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“ … yang pertama kali yang terasa ya sebagai mahasiswa ya harus demo ... ya heroisme ... “ (THW & K. S-2. 5des07, 110-111).
RG merasa yakin pada kata hatinya dan tidak takut saat melakukan
demonstrasi. RG menganggap bahwa aksi demonstrasi yang dilakukan merupakan
salah satu wujud dalam menyuarakan aspirasi masyarakat, seperti diungkapkan,
“ … tidak ada rasa ketakutan apa-apa. Tapi yang jelas bahwa sekarang ini bagi saya adalah salah satu wujud bagaimana kita bisa menyuarakan situasi yang berkembang kala itu misalnya kaya’ kenaikan BBM dan lain sebagainya kan. Sampai kebijakan UMP (Upah Minimum Provinsi), ya problem-problem kerakyatan lah yang diusung. Bukan problem-problem misalnya politik elit dan lain sebagainya “ (THW & K. S-2. 31okt07, 120-125).
Secara pribadi, RG cenderung memilih menyuarakan aspirasi
masyarakat karena menurutnya masyarakat seharusnya sadar atas politik. Ia
mengungkapkan,
“ ... sebenarnya kan ini juga dari dan bersama-sama dengan teman-teman juga ... ruang-ruang diskusi dari temen-temen juga kalau apa ... masyarakat kita itu sebenarnya juga butuh untuk kita sadarkan juga kan ... Nah, kita bisa masuknya itu lewat problem-problem masyarakat yang ada di situ, kenapa sih ... ada problem kaya gin “ (THW & K. S-2. 5des07, 128-132).
Sebelum masuk kuliah atau menjadi aktivis, RG pernah diminta untuk
menuruti pilihan orang tuanya dan diarahkan untuk masuk menjadi polisi, namun
ia tidak mau karena merasa bahwa itu bukan pandangan hidup dan keinginannya,
seperti diungkapkan,
“ Saya nggak mau, itu bukan pandangan hidup saya, bukan keinginan saya lah, dari dulu “ (THW & K. S-2. 31okt07, 524-525).
Seandainya orang tua RG tetap menyuruh dirinya untuk masuk polisi,
ia tetap mengikuti kata hati sendiri untuk tetap kuliah. Menurut RG, apabila ia
merasa tidak sreg maka tidak mau dipaksa, seperti diungkapkan,
“ E ... saya sendiri tetep ikuti kata hati sendiri ... kalau emang saya nggak sreg ya nggak mau kalau dipaksa “ (THW & K. S-2. 5 des07, 228-229).
113
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Subjek 3
1) Deskripsi Subjek
Subjek 3 (selanjutnya akan disebut BX) mulai mengenal dunia aktivis
Gerakan Mahasiswa sejak ia masih SMU. Dahulu BX bersekolah di Seminari
namun akhirnya ia ke luar dan melanjutkan pendidikannya di SMU Pangudi
Luhur kota Y. Saat itu, BX cukup aktif membaca buku atau koran “Suara
Independen” maupun melihat situasi yang berkembang di masyarakat sekitar
tahun 1998, ketika adanya reformasi. Ia juga banyak memperoleh pengetahuan
dengan membaca buku maupun berdiskusi dengan dengan teman-temannya yang
saat itu sudah lebih dahulu menjadi aktivis. BX mengatakan bahwa pada awalnya
ia menjadi aktivis cenderung karena pengaruh lingkungan. Saat ini, pilihan hidup
menjadi aktivis GM disebabkan lebih karena kesadaran pribadi.
BX melibatkan diri dalam Gerakan Jogya Bangkit (GJB), yang
menurutnya sebagai ruang eksperimentasi selain di FPPI. Meskipun saat ini GJB
terlihat vacum (mengalami kekosongan kegiatan) namun diakui oleh bahwa
dirinya masih terlibat dalam Gerakan tersebut. BX aktif di GJB (Gerakan Jogya
Bangkit), yang didirikan sebagai respon atas peristiwa gempa bumi yang melanda
Yogyakarta pada tahun 2006 lalu. Ia bersama dengan teman-temannya mencoba
untuk memberikan bantuan bagi masyarakat melalui Gerakan teresbut.
Menurutnya, motivasi utama tetap bergabung di GJB karena adanya semangat
persekawanan, yang memunculkan berbagai kritik otokritik, masukan, semangat
berpergerakan yang membangun dirinya maupun adanya persamaan ideologi yang
dimilikinya.
114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sebelum masuk GJB, BX menjabat sebagai koordinator dengan basis
FPPI (Front Perjuangan Pemuda Indonesia) yang ada di USD. Selain itu, BX juga
terlibat dalam sektoral Mahasiswa di FMY (Front Mahasiswa Yogyakarta) pada
tahun 2000-2001. BX juga pernah terlibat sebagai ketua kegiatan yang merupakan
kerja sama dengan PUSDEP (Pusat Studi Dokumentasi Etika dan Politik) USD
tahun 2004. Saat itu kegiatan yang dilakukan seperti pemutaran film, bedah buku,
maupun diskusi-diskusi.
Dilihat dari relasi dengan keluarganya, BX cenderung memiliki relasi
yang cukup baik. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan BX, bahwa orang
tuanya cenderung bersikap demokratis dalam mendidik anak-anaknya. Orang tua
BX memberikan kebebasan pilihan baginya untuk menentukan pilihan hidupnya,
seperti pilihan perkuliahannya. Meskipun demikian, orang tuanya mengatakan
asalkan dapat menyesuaikan dengan faktor ekonomi keluarganya. Selain itu, BX
mengungkapkan bahwa dirinya sering bercandaan dengan ayahnya.
Secara sosial, BX terlihat cukup dapat menyesuaikan diri. BX
mengungkapkan bahwa ia cenderung menghargai pemikiran beberapa tetangga di
masyarakatnya yang melihat Jawa sebagai hal yang klenik saja. Ia juga
menghargai kegiatan-kegiatan ceremonial atau ritualistik yang dilakukan
masyarakatnya. Meskipun ia merasa kurang cocok dengan pilihan beberapa
anggota dalam masyarakatnya, namun ia tidak mempermasalahkannya. Apabila
memiliki kesempatan maka BX akan mencoba untuk memberikan penjelasan
secara rasional dengan cara menjalin komunikasi atas hal tersebut. Namun
115
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
demikian, BX menyerahkan sepenuhnya atas pilihan yang dipilih oleh
tetangganya tersebut.
Berkaitan dengan relasi interpersonal dengan lawan jenisnya, BX
memandang bahwa hal itu juga cukup penting dalam kehidupannya. BX mencoba
berkomitmen pada aktivitas yang diikuti, namun ia juga menjalin relasi intensif
dengan pacarnya. BX mengatakan bahwa untuk saat ini memang ada perubahan
pada dirinya, yang mana berbeda dengan ketika ia tidak memiliki pacar.
Perbedaannya yaitu untuk saat ini harus belajar memahami dan saling pengertian
untuk keharmonisan relasinya tersebut.
2) Hasil Penelitian
Hasil penelitian subjek BX dapat dilihat pada Skema 4 Hasil Penelitian
Aktualisasi Diri Pada Aktivis Gerakan Mahasiswa Berdasarkan Teori Carl
Rogers, pada halaman 117.
116
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa subjek BX cenderung menolak ketika
dinilai idealis oleh orang lain. Menurutnya, dahulu ia sering dikatakan bahwa
dirinya adalah orang yang idealis oleh banyak orang. BX tidak menerima
penilaian tersebut karena menurutnya ide-ide yang ia miliki dan hal yang
dilakukannya itu realistis. Ia mengungkapkan,
“ Dulu dulu … itu sering banyak saya diunekke (dikatakan) … wah itu orang idealis … tak jawab … loh sing idealis ki sapa (loh yang idealis itu siapa ...)… justru bukankah ide ide saya … apa yang saya lakukan justru realistis kan seperti itu …” (THW & K. S-3. 4nov07, 555-558).
Di lingkungan keluarganya, sebelum menjadi aktivis sampai saat ini BX
juga terlihat cenderung dapat menerima pandangan dan perlakuan atas pola asuh
orang tua serta faktor ekonomi keluarganya. Pola asuh tersebut menyebabkan
orang tuanya membebaskan BX dalam memilih sekolahnya. Menurutnya, hal itu
juga ikut membentuk karakter dirinya, seperti diungkapkan,
“ ... gitu dan kemudian saya milih sekolah milih apa gitu ndak pernah diarahkan ... supaya milih sendiri aja ... nah mungkin kultur itu gitu kan membentuk karakter-karakter yang aneh-aneh gitu kan ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 71-74).
BX cenderung menerima pengertian mengenai hak dan kewajiban dari
orang tuanya. Ayah dan ibu BX memberikan kebebasan pilihan sekolah pada
dirinya, asalkan mereka mampu membiayai. Bagi BX, yang terpenting kemudian
adalah tentang sejauh mana hak dan kewajiban antara orang tua dan anak. Hal
inilah yang kemudian dipelajari dari orang tuanya. Hal ini diungkapkan,
“ Ibu saya itu pokoknya sesuai dengan pilihanmu ... semuanya lah ... bapak saya ... ibu saya cenderung ke ngono (seperti itu) ... ya saya milih sekolah ke jurusan apa gitu ya dibiarkan saja ... ya asal wong tuwa nek sekolah nek iso ngragati ... gitu kan ... (ya asal orang tua kalau sekolah kalau bisa membiayai ...), bagi saya kemudian relasi hak dan kewajiban itu kan yang penting ... nah ini yang kemudian orang Jawa itu pentingnya kan di situ juga ... karena bagi saya itu yang kemudian di ... yang saya pelajari dari orang tua saya kan di situ ... hak dan kewajiban ... orang tua haknya sejauh mana kewajibannya sejauh mana ... anak juga seperti itu “ (THW & K. S-3. 4nov07, 98-106).
118
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sampai saat ini ketika menjadi aktivis, BX cenderung percaya pada hal-
hal di luar kekuatan manusia. Ia percaya pada kekuatan supra. Kepercayaan BX
pada hal-hal supra dalan kehidupan sehari-hari, semisal orang tuanya yang
pensiunan Pegawai Negeri tapi dapat menyekolahkan kelima anaknya.
Menurutnya, rejeki itu ada saja datangnya. Begitu juga adanya masalah yang
datang terus, seperti ungkapannya,
“ Nah terus kemudian kalau ya saya percaya pada kekuatan yang supra gitu saya percaya ... gitu aja ... (281-282) ... kekuatan yang supra seperti itu monggo (silahkan) itu kan itu kan ... ehm ... tidak selalu pada peristiwa yang heboh ... tetapi pada peristiwa-peristiwa yang sederhana ... gitu kan dalam harian ... la koyo misale (contohnya seperti) kalau saya memahami itu simbok (ibu) saya itu kan pensiunan ... anake lima sekolah kabeh kuliah (anaknya lima, sekolah semua kuliah) ... pensiunan lo ming’an (hanya pensiunan saja) ... kalau dirasional ... ya ndak bisa ndak mungkin bisa menyekolahkan anak lima itu ... wong cuma pensiunan ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 286-292). “ Lo tapi kan di situ kan ada bagi saya ... iki kok yo ana ana wae gitu kan ... ana ana wae rejeki dan ana ana wae masalah ... (ini kan ada ada saja rejeki ... ada ada saja masalah ...) “ (THW & K. S-3. 4nov07, 299-300).
Selain itu, BX juga percaya adanya makhluk halus yang menunggui G.
Merapi. Ia juga dapat menerima cara orang lain seperti menaruh sesajen di pohon,
dengan pemikiran bahwa hal itu sebagai cara dalam menjaga relasi dengan alam.
Hal ini diungkapkan,
“ Tuhan juga menciptakan roh ... gitu kan ... sebenarnya kan ... ketika itu terjadi komunikasi yang harmonis gitu kan ... nah sebenarnya bisa berjalan dengan baik gitu kan ... ” (THW & K. S-3. 4nov07, 370-372).
BX juga mengakui kalau ia percaya adanya energi yang besar, yang
mungkin dapat berupa makhluk halus yang menunggui pohon, seperti
diungkapkan,
“ Saya percaya bahwa di sana ada energi yang besar gitu kan ... Ya mungkin, bisa wujudnya jadi mahluk halus ... mahluk apa ... yang kasar juga boleh lah ... seperti itu .. tapi di situ saya ada energi ... ada kekuatan misalnya orang dengan mudah percaya
119
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
misalnya apa ya ... ehm ... entah santet atau apa gitu ... ya bagi saya ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 378-383).
Pengalaman nyata BX terkait kepercayaan pada adanya energi atau
kekuatan lain yang di luar kekuatan manusia ditunjukkan pada peristiwa seperti
saat di Panti Rapih. Waktu itu menurut BX, ada pasien yang dioperasi, namun
salah satu alat operasinya tertinggal di dalam tubuhnya. Seorang suster mengajak
berdoa karena tidak mungkin dilakukan operasi lagi untuk mengambil alat itu.
Akhirnya alat operasi tersebut dapat dikeluarkan dari tubuh pasien hanya dengan
melalui doa. Contoh-contoh peristiwa tersebut menunjukkan adanya penerimaan
atas hal-hal yang ada di luar diri BX. Ia menegaskan pengalaman ini,
“ ... karena ini pernah terjadi pengalaman di Panti Rapih ... tahun berapa lupa saya ... ada seorang pasien operasinya ... salah satu alat operasinya ... mbuh (entah) gunting pa apa ... salah satu alat kecil tapi ... mbuh pipet pa apa gitu ... tertinggal di dalam ... terus kemudian bingung to masa’ operasi lagi ... gitu terus ada seorang suster yang mengajak berdoa ... ya prinsipnya sama seperti itu ... dia mengeluarkan itu ... bisa ... karena prinsipnya .... ya seko apa dari ... apa ... ehm ... benda padat yang di dalam itu diubah energinya misalnya menjadi energi panas ... nah dia akan ke luar melalui panas tubuh ... ketika dia ke luar ... dikembalikan pada wujud energi yang dipadatkan dalam bentuk benda itu misalnya kan seperti itu kan bisa ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 393-402).
BX juga terlihat cenderung dapat menerima suatu pilihan hidup, yaitu
gaya hidup hedonis orang lain yang berbeda dengannya. Menurutnya, hal itu
disebabkan karena setiap orang memiliki pilihannya sendiri dalam hidupnya.
Meskipun BX dapat menerima gaya hidup hedonis orang lain, namun ia pun
merasa khawatir terhadap gaya hidup kaum muda saat ini tersebut. BX juga
mengatakan bahwa gaya hidup hedonis generasi muda saat ini disebabkan karena
disorientasi arah hidup. Hedonisme merupakan trend zaman sekarang yang sejajar
dengan tingginya tingkat konsumsi. Menyikapi hal tersebut, BX menganggapnya
sebagai bahan bercandaan dan hanya menjadikan sebagai bahan pembicaraan saja
120
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
karena gaya hidup itu adalah pilihan mereka meskipun merisaukan. Hal ini
diungkapkan,
“ ... bagi saya ya tidak tahu arah ... disorientasi mungkin bagi saya kalau melihat generasi muda yang hedonis ... misalkan dengan gaya hidup ... seperti itu ... ” (THW & K. S-3. 4nov07, 727-729).
BX juga mengatakan,
“ Yo ming tak nggo obrolan wae (ya hanya dijadikan bahan pembicaraan saja) karena bagi saya … ya itu pilihane de’e ngono (itu pilihannya dia) dan itu saya anggap sebagai trend zaman sekarang seperti itu ... ya udah gitu kan … itu karena hedonisme itu kan … bagi saya kemudian dengan ehm … pararel dengan tingginya tingkat konsumsi … nah itu lo yang bagi saya yang kemudian itu ... itu sebenarnya merisaukan ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 740-745).
Di lingkungan organisasi, penerimaan BX atas suatu stimulus yaitu ia
cenderung menerima anjuran dari organisasi. Anjuran organisasi tersebut bahwa
organisasi mengakomodir tentang tanggung jawab personal aktivis, baik terkait
urusan keluarga ataupun akademis. BX mengungkapkan bahwa masing-masing
aktivis memiliki persoalan dan tanggung jawab personal sendiri, misalnya dengan
keluarga. Apabila aktivis memiliki urusan keluarga maka lebih disarankan untuk
mengurus keluarganya terlebih dahulu. BX mengungkapkan,
“ ... di FPPI itu kan ada ... dikenal ada beberapa medan gitu kan ... ada medan politik ... medan Gerakan ... terus medan organisasi ... terus ditambahi sama temen-temen medan untuk wilayah personal ... itu kan dijenengi (diberi nama) medan perasaan ... nah itu kan untuk mengakomodir hal-hal seperti itu ... ya bisa dimaklumi ... karena ya medan personal itu kan sebenarnya tidak hanya pada relasi interpersonal dengan sesama ... he he h sesama ... dengan lawan jenis gitu ... tapi ya masing-masing dari kita bagi saya ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 1189-1195).
Ia juga mengatakan,
“ dan ... saya kira organisasi dan Gerakan bisa mengakomodir hal hal semacam itu ... dan kalaupun ada hal hal lain ... misalnya ibu saya sakit ya ... temen temen biasanya menyarankan ya ... ngurusono (urusilah) ibumu ... gitu loh misalnya ... (1206-1209) ... ketika IP-ne elek ya itu tanggunganmu (IP-nya jelek ya itu tanggung jawab kamu) ... gitu kan ...“ (THW & K. S-3. 4nov07, 1214-1215).
121
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dilihat dari segi religiusitas, BX juga cenderung dapat menerima
persamaan dan perbedaan atas hal-hal yang berlainan konsep. BX bisa mencari
kesamaan ataupun perbedaan antara ajaran Jawa dengan Katolik. Ia juga terlihat
menerima persamaan dan perbedaan ajaran antara Katolik dan Jawa. BX
mengatakan,
“ He em ... tak anggep sama memang banyak samanya ... kalau mau dicari samanya … La nopo kok (mengapa kok ...) umat Katolik kok disebut putra Allah ... terus apa hubunganku karo (dengan) Yesus ... ngono wae to (gitu aja kan) ... Yesus ki bapakku pa ? ... lak yo ora ... (kan ya tidak ...) (THW & K. S-3. 4nov07, 413-414; 416-418).
Pencarian dan penerimaan akan persamaan konsep agama Katolik dan Jawa
tersebut, BX mengatakan,
“ La iya ... ning kan umpamane nek di’nganu (Ya iya ...tapi kan semisal kalau di ...) apa ya Yesus ki bapakku apa mbahku (eyangku) ... karena kalau di kalau di Jawa gitu kan Allah Tuhan yang mawujud ... Gusti Allah pangeran sing mawujud ki siapa (Tuhan yang mewujudkan diri itu siapa ?) ... orang tua ... itu lo kalau orang Jawa ... paling tidak bagi saya ... ” (THW & K. S-3. 4nov07, 416-424).
Berbeda dengan adanya penerimaan terhadap hal-hal di luar dirinya,
sampai saat ini BX juga cenderung menolak perlakuan yang berupa sikap disiplin
orang tuanya. Ia mengatakan kalau merasa tidak suka dengan cara disiplinitas
yang diterapkan oleh ibunya. Menurutnya ibunya sangat disiplin padahal ia
cenderung susah untuk bangun pagi. Ketika ibunya membangunkan tidur BX,
ibunya sampai capai. Hal ini diungkapkan,
“ Ra seneng aku kon disiplin-disiplin nganggo cara ibu ... (aku tidak suka disuruh disiplin-disiplin menurut cara ibu). Nganti ibu saya itu kan wis jeleh to ... nggugah saya esuk-esuk itu ... la yo uwis ... yo uwis ... bagi saya yo uwis ... nek yo iso ... nek wis ono bapak saya itu ya intine kon nglumrahi wae ... (Ibu saya sampai capek ... membangunkan saya pagi-pagi itu ... ya sudah kan ... ya sudah ... bagi saya ya sudah ... kalau ya bisa ..., kalau sudah ada bapak saya itu ya intinya disuruh memaklumi) “ (THW & K. S-3. 4nov07, 85-86; 90-94).
122
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penolakan atas stimulus dari luar dirinya juga tampak pada masa
sekarang ketika BX memberikan tanggapan pada orang yang menanyakan tentang
alasan kuliahnya yang tidak selesai-selesai. Ia menanggapi pertanyaan dengan
mengajak berpikir dan mengatakan pada orang tersebut bahwa kuliah yang tidak
selesai-selesai itu adalah pilihannya. Ia juga mengatakan bahwa motto hidupnya
adalah mencintai dan menjalani apa yang telah dipilih. Hal ini cukup terlihat
sebagai pertahanan diri/ defense mechanism berupa rasionalisasi. BX
mengungkapkan,
“ Nyantai wae…nyantai (merasa santai saja), saya kemudian mengajak orang lain untuk berpikir…coba…saya punya pilihan dan saya menjalani pilihan itu…Dulu kan temen-temen saya satu angkatan dan juga saya punya motto yang buat saya sangat menarik…sangat menarik…yaitu bahasa latin…”Amo et facio quod volo”…”Aku mencintai dan menjalani apa yang telah ku pilih … “ (THW & K. S-3. 4nov07, 85-90).
Dalam menjalani kehidupannya, BX cenderung memfokuskan diri pada
apa yang dilakukan saat ini dan memiliki persiapan untuk masa depan. Hal ini
ditunjukkan ketika saat ini ia berfokus dengan terlibat di Karang Taruna untuk
mempersiapkan cita-citanya dalam membentuk partai. BX mengatakan bahwa
selain masih di GJB, ia juga terlibat di Karang Taruna di kampungnya. Arah
keterlibatan BX di Karang Taruna yaitu mencari massa dari sekarang untuk cita-
citanya nanti membentuk sebuah partai. Menurutnya, berpergerakan itu dimulai
dari proses panjang dalam berpikir dan berkawan. Ia mengatakan,
“ ... saya kembali ke kampung ... ya paguyuban pemuda neng dusun saya ... saya kembali ke sana ... Saya sok misalnya bikin partai wae ... ya itu massa saya eee ... la yo kudu dinganu tekan saiki no ... he he he he (Saya besok akan membuat partai saja ... ya itu massa saya ... eee ... ya harus di’ anu dari sekarang ...). Insya Allah ... he he he he ... ya ... sebagai cita-cita kan boleh saja ... karena ketika dalam proses yang panjang berpikir dan bergerak bersama temen-temen juga pengalaman saya itu ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 534-535; 540-542; 545-547).
123
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ia juga menambahkan bahwa boleh saja menginginkan sesuatu yang ideal asalkan
tidak lepas dari situasi riil, seperti ungkapannya,
“ Jadi besok misalnya ya ... itu hanya tapi kalau saya ya … ya jenenge (namanya) berpergerakan gitu kan mulai dari berkawan gitu … berawal dari proses berpikir dan berkawan gitu … kalau saya kan di situ … ya berpikir mulai dari sesuatu yang ideal sih nggak masalah asal tidak lepas dari situasi riil … “
Fokus pada apa yang dilakukan saat ini juga tampak ketika sekarang BX
mempelajari karakteristik masyarakat Kalimantan Timur, mempersiapkan diri
baik fisik maupun mental jika diminta untuk ke sana sekarang. Menurutnya, ia
akan pergi ke Kalimantan Timur sebentar, namun tidak langsung menetap/
meninggalkan kuliahnya. Selain itu, orientasi BX saat ini adalah untuk segera
lulus kuliah. Setelah itu ia ingin ke luar Jawa untuk mengembangkan potensi di
daerah tersebut. Dia mengatakan nantinya akan memberi pengetahuan dan
ketrampilan masyarakat di sana, seperti diungkapkan,
“ ... masyarakat harus diberi pengetahuan dan ketrampilan ... nek muni (kalau bicara) potensi lagi potensi kerja ... saya belum bisa membayangkan potensi profit ekonomisnya ... walaupun dengan situasi itu ... saya akan lakukan usaha apa pun pasti di sana laku ... Ya dimateng-matengke ... ning nek arep mangkat yo mengko lagi golek utangan “ (THW & K. S-3. 4nov07, 628-631; 638).
Hal ini juga ditegaskan BX dalam validasi komunikatif, bahwa baginya
everything is negosiable apapun bisa dinegosiasikan. Maksud BX dalam arti
keberangkatannya ke luar Jawa bisa diatur. Apabila ia berangkat maka akan
tinggal di sana 1 minggu atau 1 bulan dulu. Ia tidak akan meninggalkan
kuliahnya. Menurutnya, apapun dapat dibicarakan bersama karena adanya
demokrasi yang intinya adalah musyawarah untuk mencari jalan yang terbaik.
Setelah BX menjadi aktivis GM, ia melihat adanya perubahan karakter
dirinya yaitu menjadi lebih konsepsional dan lebih berani dalam memperjuangkan
124
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sesuatu. Apabila melakukan sesuatu, ia menjadi berpikir ulang, lebih berani, lebih
konsepsional. BX mengungkapkan,
“ ... kalau nganu satu lebih berani ... gitu kan ... lebih berani terus kemudian kalau punya sesuatu hal itu dalam memperjuangkannya ... lebih konsepsional dalam menjalaninya ... nah ini bisa sebagai nilai lebih tapi bisa sebagai hal yang negatif karena kebanyakan aktivis itu kan kokean omong (kabanyakan bicara) ... nah .. itu lho karena dia berkutat untuk sesuatu itu secara konsepsional ... harus dirumuskan dulu macem-macem ... gitu kan ... nanti tinggal menjalani gitu ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 86-91).
Berkaitan dengan alasan spiritual BX sebelum memilih menjadi aktivis,
BX mengatakan bahwa ia mendapat inspirasi menjadi aktivis dari pengalamannya.
Pengalaman tersebut seperti pengalaman retreat: jalan salib dan membaca buku.
Pengalaman ini membuatnya mengetahui bahwa Yesus sebagai sosok yang juga
melakukan perlawanan sampai Dia disalib. Ia mengakui jika hal ini mendalam di
dalam hatinya, seperti diungkapkan,
“ Ber ... rohaniah … iya ... heem kalau pengalaman spiritual itu kan dulu ketika di Seminari itu tahun ke dua kalau nggak keliru itu saya kaya’ pernah ikut ... ehm nggak ikut ehm ada acara retreat gitu kan … re ... re … artinya kembali tret atret … he he he h ... nah itu gitu kan terus kemudian ehm … kemudian di sana … itu ada waktu itu saya lagi Katolik Katolik’e ya … ya manggone nang (tinggalnya di ...) sekolah Katolik kaya ngono (seperti itu) toh ... nah itu terus ehm … jalan salib gitu ehm … saya memilih buku … tulisannya Leonardo Boff … itu seorang tokoh teolog pembebasan gitu kan … nah saya menggunakan jalan salib yaitu jalan salib itu gitu kan ... nah bagaimana sosok Yesus itu … Tuhannya orang orang Katolik itu ... itu kan … juga melakukan sekian proses perlawanan sampai dia disalib … nah itu kisah itu menginspirasi … menggurat jelas dalam dunia batin saya waktu itu … “ (THW & K. S-3. 4nov07, 112-124).
Meskipun kurang terlihat jelas mengenai perubahan karakter dirinya, BX
mengatakan bahwa pada saat itu dalam dirinya ada pengolahan kepribadian dan
semangat berpergerakan. Akhirnya BX membulatkan tekad untuk tidak hanya
kuliah lalu bekerja mapan, tapi berpergerakan sebagai pilihan hidup.
Ia mengungkapkan,
125
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“ ... bahwa kemudian saya banyak referensi ... ehm … rohaniah gitu kan dalam dalam dalam … mengolah kepribadian dan semangat berpergerakan itu… pada waktu itu saya membulatkan … nah ini pilihan gitu kan .. bukan sekedar sekedar … gembreng gembreng gembreng nanti lulus ya kemudian terus balik kerja biasa … macem-macem … nah saya memilih ini sebagai pilihan gitu kan walaupun jadi … maka saya sebut gerakan entah berorganisasi … dalam berpergerakan entah dalam organisasi apa nah kemudian semangat dan ideologis itu harus diupayakan “ (THW & K. S-3. 4nov07, 126-128; 134-139).
Penemuan nilai hidup sederhana dan hormat pada leluhur diperoleh BX
dari proses di dalam keluarganya. Ia mengakui bahwa nilai-nilai tersebut tidak
diperoleh secara langsung namun melalui proses dan kemudian mencoba
menginternalisasinya. Hal itu diungkapkan,
“ Ya bagaimana menjaga, ehm ... saya tidak menemukan itu secara khusus dalam keluarga tapi dalam proses dan berdinamika dengan keluarga dengan banyak orang dan saya gumpalkan dalam diri saya ... gitu bagaimana kemudian menghormati leluhur seperti itu tetep saya pegang dan sekian kebajikan Jawa yang lain ... Menghormati leluhur baik yang udah meninggal atau yang masih hidup terus kemudian hidup yang sederhana seperti itu gitu ... karena ehm ... ya bagi saya itu yang menarik kemudian ... ya aku ki wong Jawa ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 153-157; 160-162).
Selain memperoleh nilai hidup dari proses dalam keluarganya, BX juga
memperoleh nilai hidup baru dari proses hidup bersama masyarakat. Ketika BX
melakukan penelitian di daerah Kuningan Cigugur Jawa Barat, ia berproses
bersama dengan masyarakat di sana. Menurutnya, nilai yang diperoleh adalah
masih sangat setia menghormati leluhur, bagaimana menjaga kelestarian alam dan
banyak hal yang lain. Ia juga mencoba untuk mengambil dan
menginternalisasikan nilai-nilai hidup tersebut, seperti diungkapkan,
“ ... penelitian saya ke daerah Kuningan Cigugur Jawa Barat ... ... saya hidup beberapa hari di sana dan kemudian berdinamika di sana Ehm ... banyak sekali ... Ya ... mereka masih sangat setia menghormati leluhur ... bagaimana mereka menjaga kelestarian alam ... dan banyak hal yang lain ... dan saya juga mencoba untuk mengambil....syukur-syukur menginternalisasikannya ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 912-913; 933-934; 941-943).
126
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pengalaman momen gempa 2006 membuat BX menemukan sifat baru
yaitu menginternalisasi sifat solidaritas yang tinggi. Ia merasa luar biasa karena
hanya waktu tidak ada sekian menit, muncul solidaritas sosial yang hebat. BX
mengungkapkan,
“ ... kemudian dari sana muncul solidaritas sosial yang hebat .. gitu kan ... “ Ya diinternalisasi jelas dan itu menjadi referensi yang penting ... gitu kan ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 961; 967).
Berkaitan dengan obsesi dirinya, BX mengatakan bahwa ia tidak
terobsesi dengan sekolahnya. Pengalaman yang dialami BX membuatnya dapat
menemukan kekuatan dan kerapuhan diri. Ia melihat bahwa dunia ini dinamis,
bisa berubah, dan dirinya adalah pribadi yang bisa berubah. Ketika orang lain
memberikan tanggapan mengenai kuliahnya yang belum selesai, ia melihat ada
kekuatan dan kerapuhan dalam dirinya serta keinginan untuk berubah, seperti
diungkapkan,
“ Karena kemudian saya melihat di dunia ini apapun bisa berubah, dinamis dan diri saya adalah pribadi yang bisa berubah…seperti itu. Dan di situ bagi saya, itu kekuatan tetapi juga keringkihan, ringkih gitu kan atau kerapuhan…mudah ringkih kan mudah patah… “ (THW & K. S-3. 9des07, 61-64).
Ia juga mengungkapkan hal tersebut secara jelas pada pengalaman
konkretnya,
“ … ketika saya kemana-mana, saya ketemu banyak orang tetapi kan juga punya kerapuhan kalau ada orang yang menembak “loh kowe sekolah ora rampung-rampung…kowe ki ngopo?...” (loh kamu sekolah tidak selesai-selesai, kamu itu kenapa?), seperti itu misalnya…jadi bisa buyar kan kemudian…Tapi saya ki mencoba melihat prioritas, kalau saya di situ… Kalau berkaitan dengan obsesi saya secara pribadi karena saya melihat itu…bahwa siapapun harus berubah. (66-72). Nyantai wae…nyantai (merasa santai saja), saya kemudian mengajak orang lain untuk berpikir…coba…saya punya pilihan dan saya menjalani pilihan itu…Dulu kan temen-temen saya satu angkatan dan juga saya punya motto yang buat saya sangat menarik…sangat menarik…yaitu bahasa latin… Amo et facio quod volo”…”Aku mencintai dan menjalani apa yang telah ku pilih”…(THW & K. S-3. 9des07, 85-90).
127
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sebelum masuk Gerakan Mahasiswa, BX sudah berdinamika dengan
berbagai aktivitas. BX juga berdiskusi dengan teman, Romo, maupun aktivis GM
ketika ia bersekolah di Seminari. Selain itu, ia membaca buku, dan melihat situasi
riil masyarakat Indonesia yang diikuti dengan berbagai aksi mahasiswa, seperti
diungkapkan,
“ Sebelum kuliah ... Tapi baru berdinamika dengan berbagai aktivitas gitu kan ... belum masuk organisasi secara resmi ... perjumpaan ehm ... perjumpaan-perjumpaan dengan temen-temen itu gitu kan ... dulu kan berawal ketika saya masih di asrama gitu kan ... terus kemudian ... nah di asrama itu saya kan sering maen ... dengan beberapa orang gitu kan ... asrama saya dulu di kota X ... terus kemudian ... ada tokoh yang bagi saya menarik misalnya ada Romo K ya saya sering maen ke sana ... terus kemudian sering berjumpa ... kalau liburan saya datang ke kampus kebetulan ada temen yang waktu itu udah menjadi aktivis ... mahasiswa gitu ... itu kemudian saya pinjam buku-buku dan macem-macemnya gitu kan “ (THW & K. S-3. 4nov07, 2; 4; 9-10; 13-19).
BX kemudian merefleksikan hal-hal yang sudah ia lakukan. Setelah melalui
serangkaian proses tersebut, ia memutuskan untuk menjadi aktivis. Hal ini
menunjukkan bahwa BX terlibat dalam proses mencari suatu hal dan menjadi
partisipan pada suatu aktivitas. Hal ini diungkapkan,
“ Nah saya di Seminari itu kemudian ... dinamika ... ya nggo refleksi. ehm ... apa yang memang situasi masyarakatnya lagi panas gitu kan ... media masa koran tu kalau memberitakan aksi-aksi mahasiswa ... seperti itu terus menerus kan ... menjelang ‘98 itu ... kemudian kami pada waktu itu bisa menjumpai bacaan-bacaan yang alternatif ... misale dulu ada majalah namanya “Suara Independen” seperti itu loh kita bisa ... orang bisa mengakses itu ... terus kemudian ide-ide seputar teologi pembebasan walaupun di Seminari karena masih di Seminari Menengah itu tidak didiskusikan tapi kami udah membaca itu ... gitu kan ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 24; 27-35).
Hal tersebut didukung data dalam validasi komunikatif, BX
mengungkapkan bahwa ia melewati serangkaian proses sebelum menjadi aktivis.
Proses tersebut seperti berdinamika dengan orang lain, membaca, melihat situasi
nyata, refleksi, adanya kritik otokritik, saling menguatkan, berkomitmen dalam
persekawanan.
128
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berkaitan dengan keadaptifan atau penyesuaian diri, sejak sebelum
menjadi aktivis BX terlihat fleksibel dalam melakukan sesuatu hal terkait dengan
adat istiadatnya. BX cenderung tidak ritualistik pada tata cara pelaksanaan adat
Jawa. Ia mengungkapkan,
“ Ndak ... tapi kalau mau lakukan ya dilakukan aja ... gitu “ (THW & K. S-3. 4nov07, 168).
Selain itu, perilaku BX sampai saat ini yang cenderung tidak ritualistik
yaitu meskipun ia percaya dengan adanya energi lain namun ia tidak menghidupi
pada laku keseharian. Ia mengikuti hal klenik karena menurutnya hal itu dinilai
positif, ada kearifan lokal dan spirit. Hal ini diungkapkan,
“ … walaupun saya tetap percaya ada kehidupan yang mungkin tidak terlihat atau apa. Di sana ada energi gitu kan…tapi kemudian menghidupi itu pada laku keseharian seperti itu…saya tidak…gitu kan… Ikut, kalau saya tetep ikut…karena saya juga melihat bahwa itu juga merupakan hal yang positif bagi saya….karena melalui dengan labuhan atau apa misalnya, kalau ada kesempatan … ikut saya pasti ikut. Kan di situ juga sebenarnya ada kearifan lokal…menjaga relasi dengan alam dan sebagainya…itu kan terjadi di situ… Iya dari itu justru itu…ada spirit tersendiri itu di sana kan itu…” (THW & K. S-3. 9des07, 122-125; 130-136).
Pada masa sekarang, keadaptifan diri BX juga terlihat dengan adanya
penyesuaian yaitu seandainya BX berada bersama orang Batak asli, ia akan
mencoba kemampuan adaptifnya. Ia pernah masuk dalam komunitas Batak yang
tinggal di Jawa. Setelah berproses, ia mengetahui karakteristik orang Batak
tersebut yaitu mereka lebih slow, sudah seperti orang Jawa daripada orang.
Seandainya BX tinggal bersama orang Batak yang karakteristiknya keras, ia tidak
mempermasalahkannya. Ia akan mencoba kemampuan adaptif, karena menurut
pengalamannya orang Jawa itu memiliki kemampuan adaptif yang cukup besar.
Jadi, hal tersebut tidak menjadi persoalan. Bagi BX, ketika ia masuk kandang
129
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ayam ya berkokok, kalau masuk kandang macan ya mengaum, baginya, orang
Jawa seperti itu. Ada Hindu, Buddha, China, penjajah, komunis datang diterima.
Hal ini diungkapkan dalam validasi komunikatif (30).
Adanya penyesuaian dengan mencoba untuk nyaman dan akhirnya benar
merasa nyaman ketika berada dengan orang Jakarta. Menurutnya, yang lebih
mengganggu yaitu orang Jakarta karena mereka adalah urban sedangkan dirinya
hanya orang desa yang tinggal di Yogya. Ia menyikapi hal tersebut dengan
cenderung menikmati saja, mencoba untuk merasa nyaman (menyaman-
nyamankan dirinya) dan akhirnya nyaman benar.
BX mengungkapkan,
“ ... bagi saya mengganggu ... mengganggu ya bener bener mengganggu .. bagi saya itu kan sebenarnya etnis etnis Jakarta ... gitu ... itu jauh lebih mengganggu kalau pengalaman saya ... (THW & K. S-3. 4nov07, 866-868).
Ketika pertama kali ke Jakarta dan menghadapi orang Jakarta, BX merasa heran,
tetapi ia mencoba menikmati dan akhirnya merasa nyaman, seperti diungkapkan,
“ Ya gumun(heran) tetapi cenderung tak nikmati wae lah ... Akhirnya ya dinyaman-nyaman’ke ... ya menjadi nyaman betulan ... “ (THW & K. S-3. 4nov07876; 881).
BX mengungkapkan ketika ia menghadapi suatu perubahan atau hal-hal
yang berbeda, ia akan mencoba mengelola hal tersebut agar menjadi terarah.
Menurutnya, ketika ia menemukan hal-hal yang sangat benar-benar berbeda, ia
akan memahami sepaham pahamnya. Pertama kalinya, BX akan menerima
perubahan itu apa adanya, tidak menolak, tetap menerima kemudian mengelola
supaya perubahan tersebut menjadi terarah. Hal ini diungkapkan,
“ Ya saya pahami ... saya pahami sepaham pahamnya ... ya udah diterima ... pertama ... pertama bagi saya ... perubahan itu diterima gitu kan diterima apa adanya itu dulu ... gitu lho ... jangan ditolak menurut saya ... ya tetep menerima itu kemudian dikelola
130
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
supaya ya ... perubahan ini terarah jadinya gitu kan ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 980-983).
Berkaitan dengan kuliahnya, saat ini BX juga terlihat memiliki
penyesuaian diri. Ia berusaha untuk segera menyelesaikan kuliahnya karena
biayanya mahal. Hal ini diakui BX, sejak awal kuliah, ia tidak terobsesi untuk
kuliah secepat mungkin karena ia melihat prioritas namun sekarang ia ingin segera
menyelelesaikan kuliahnya, seperti diungkapkan,
“ Kalau berkaitan dengan obsesi saya secara pribadi karena saya melihat itu…bahwa siapapun harus berubah. Ya saat ini misalnya, dulu terobsesi misalnya nek iso yo S2 iso cepet (kalau bisa ya S2 bisa cepat)…tapi saya tidak pernah dulu kalau kuliah bilang secepat mungkin…tidak pernah karena sejak awal…dulu waktu PMME Pelatihan Menjadi Mahasiswa Efektif…tapi kan yo nek sekarang dituntut cepet, dikon cepet soale larang…(kalau sekarang disuruh cepat karena mahal…) “ (THW & K. S-3. 4nov07, 71-76; 80-82).
Selain adanya penyesuaian diri, BX juga memiliki kesanggupan untuk
berubah dan mencoba hal baru. Ketika BX belum menjadi aktivis, ia mengatakan
bahwa setelah ia ke luar dari Seminari, ia membangun semangat dan belajar
spiritualitas. Saat tiba-tiba ke luar dari Seminari, BX merasa berat karena ternyata
memang bukan jalan hidupnya di sana. Meskipun BX tidak bisa menjadi pastor,
namun kemudian ia bisa menerima dan justru bangga. Hal ini terlihat bahwa BX
cenderung memiliki kesanggupan untuk mencoba hal baru ketika mengalami
pengalaman yang sulit, seperti diungkapkan,
“… dulu ketika saya di Seminari…Nek cah Seminari ki dididik ben dadi Romo (kalau anak Seminari itu dididik untuk menjadi Romo)…Yang pasti pernah terobsesi untuk menjadi Pastor…ya memang jalan hidup saya tidak di sana…Walaupun ketika mendapati refleksi seperti ini ya berat…yo untuk menerima karena yo setiap orang punya pengalaman seperti itu…yang mungkin sama seperti saya yang juga ke luar … tiba-tiba ke luar jadi Romo, kemudian membangun semangat dan macem-macem itu kan…bahkan mulai belajar spiritualitas…macem-macem itu ya didasari “loh, kok ora (loh kok tidak…)…ternyata saya tidak bisa ke sana” dan akhirnya emang awalnya berat… “(THW & K. S-3. 9des07, 28-30; 35-38; 40-44).
131
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Selain itu, pada masa sekarang, kesanggupan mencoba hal baru
ditunjukkan oleh BX dengan mengatakan bahwa ada banyak cara untuk
menghormati leluhur. Berkaitan dengan adanya budaya Jawa seperti ritual yang
dilakukan untuk leluhur, ia menanggapi bahwa hal ritual tersebut bisa dilakukan
atau tidak dilakukan. Ia mengatakan,
“ Kalau itu mau dilakukan ya silahkan kalau ndak juga ndak apa apa kalau menurut saya ... gitu lo ... asal ada konsistensinya ... nek ngono ya ... konsekuensinya dia harus tau konsekuensinya ... kalau ndak juga harus tau konsekuensinya ... karena bagi saya jalan untuk memuliakan leluhur gitu kan ada banyak jalan ... gitu ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 308-312).
Menurut BX, terkadang ia percaya pada hal klenik dan terkadang juga
tidak percaya. Hal klenik pasti ada penjelasan rasionalnya. Ia juga mencoba
berdiskusi dengan orang lain untuk mencari penjelasan mengenai hal klenik,
seperti diungkapkan,
“ Ya kadang percaya kadang tidak ... gitu … karena bagi saya se-klenik kleniknya apa gitu kan pasti ada rasionalisasinya ... saya menarik justru ketika saya belajar Sejarah karena di jurusan Sejarah gitu ... saya mencoba mencari problem-nya kan bagi saya problem energi ...317-320 ketika berjumpa dengan mas M ... dosen Sastra UGM ... itu ... nah dia memberi penjelasan ya karena ... ehm ... apa leluhur kita mewarisi pengetahuan itu dengan sistem transformasi mereka gitu kan 326-328 ... kalau kemudian orang-orang modern menggunakan pendekatannya yang dicari ... itu kan ada misalnya pendekatan geomorfologi ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 331-333).
Kesanggupan BX untuk mencoba mencari cara lain jika mengalami
suatu kegagalan terlihat dalam pengalaman aksi demonstrasi menolak RUU
Sisdiknas. Ketika merasa kecewa karena gagal meraih target dari aksi
demonstrasi, ia tidak terus hanya kecewa. BX tetap berusaha dan melihat
mengenai peluang yang ada. Ia mengungkapkan,
“ Ya ... gelo kecewa ya tentu gitu lho ... tapi berusaha supaya ora ming nggelani (tidak hanya kecewa) ... tapi kemudian ... la ... iki butuh strategi apa meneh (ini butuh strategi apa lagi) ... apakah masih ada peluang lagi gitu kan ... Nah ... kemudian iki
132
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terus kudu ngopo ... gitu kan ... ora terus meneng wae (ini terus harus melakukan apa ... tidak terus diam saja) ... bagi saya kan di situ ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 990-992; 996-997).
Ia juga mengatakan,
“ ... waktu demo menolak RUU Sistem Pendidikan Nasional ... Sisdiknas ... Dua ribu tiga ... walaupun ketika kami berjuang pada waktu itu di Jogja dengan mata pena ... dengan melalui tulisan di media cetak misalnya waktu itu ... walaupun pada waktu itu ... sampai dengan perwakilan guru ... mengundang beberapa orang di Jogja sampai ke Kedung Bulus itu ... ya nglobi-nglobi (melobi-lobi) ... anggota DPR-RI macem-macem ... terus kemudian ya ... walaupun pada waktu itu ya tetep gagal ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 1003-1004; 1007-1010, 1013-1014).
Bagi BX, ketika mengalami suatu kegagalan maka tidak hanya diam saja, namun
ia terus mencari alternatif cara yang lain, seperti diungkapkan,
“ nah ketika ini tidak tercapai kemudian strateginya apa untuk mensiasati ini yang tidak tercapai itu ... Nah pada waktu itu terus ... oh berarti perlu pendidikan politik bagi guru guru ... nah kita melakukan itu sampai tiga kali ... ya kita melakukan itu ... gitu lho ... nah kemudian ketika ini gagal ya kemudian kita cari alternatifnya ... gitu kan ... jalannya ... ngono lho (gitu loh ...) “ (THW & K. S-3. 4nov07, 1057-1060; 1062-1064).
Kesanggupan BX untuk mencoba hal baru juga terlihat ketika peristiwa
gempa bumi 2006. Hal itu dilakukan BX dengan ikut bergerak memberikan
bantuan pada korban bencana. Saat terjadi gempa, hal pertama yang dilakukan BX
adalah bersama orang-orang di sekitar rumahnya, mencoba menahan warga yang
berlari-lari karena adanya isu tsunami. Ia memberi penjelasan rasional pada warga
tersebut. Setelah itu, BX membuat posko bersama tetangga, lalu berkeliling-
keliling Bantul dan ke mana-mana untuk menyalurkan bantuan.
Hal ini diungkapkan,
“ Awal ya bareng orang-orang sekitar rumah. Waktu ada isu Tsunami pada lari-lari, mencoba menahan-nahan karena tidak mungkin yang namanya Tsunami sampai daerah sini…karena jaraknya sangat jauh dari pantai dan ketinggian Yogya sekitar 30an atau e… lupa. Saya memberikan penjelasan rasional sama tetangga kiri kanan, lalu membuat posko bersama dengan tetangga, setelah itu ke luar kampung, mulai kontak dengan teman-teman yang lain. Setelahnya lalu keliling-keliling ke mBantul
133
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan ke mana-mana, memberi bantuan dengan koordinasi teman…seperti di daerah Kepatihan…juga kampung saya, lalu kesibukan lain. (THW & K. S-3. 9des07, 154-162).
Ketika terjadi gempa bumi 2006, terdapat pihak-pihak yang cenderung
memiliki tendensi demi kepentingan pribadinya. BX menanggapi hal itu dengan
mencoba memberikan inspirasi agar masyarakat kritis dan melakukan pendekatan-
pendekatan untuk mengusahakan bantuan bagi masyarakat. BX bersama Gerakan-
nya memberi bantuan pasir dan masyarakat hanya mengganti biaya transportasi. Ia
juga melakukan pendekatan-pendekatan personal, baik pada tukang tambang
maupun beberapa lurah di kecamatan Pakem dan akhirnya mendapat bantuan
pasir 20 truk. Hal ini diungkapkan,
“ Loh real waktu itu bahwa itu kami melakukan bantuan dengan logistik, kami juga mengadakan pasir yang murah…Waktu itu ada lembaga…yang dia menyediakan transportasinya, lebih murah, gratis dia…kalau dengan GJB, ya udah kita ambil pasir-pasir dari Merapi, transfer ke masyarakat dengan harga yang murah tadi … “ (THW & K. S-3. 9des07, 190-191;193-194).
Ia juga mengungkapkan,
“ Pada waktu itu kan sampai, bahkan kami berhadapan … dengan sebuah LSM besar…yang justru demi proyek mereka…proyek pembangunan rumah itu kan…dia di daerah kali Progo…minta diprioritaskan sama penambang itu… (197-201) Kemudian saya bilang…”Oalah Pak, mbok ora usah diundake…jelas wong-wong yo njikuk nggon mu kok…” … ”wah mbok jangan dinaikkan segitu, dinaikinnya sedikit aja…untuk ganti lembur. Nah itu kan seperti itu misalnya…kita cobalah pendekatan-pendekatan lain…gitu (211-216). Ya kita kemudian… … ya kita ketemu, ketemu di Merapi dengan beberapa lurah…di kecamatan Pakem itu karena pada waktu itu ada proyek pembangunan sebuah proyek pemerintah pusat di daerah sana…boleh diambil…daripada pasir’e dibuang ya mending disumbangkan ke mBantul…Gratis dari sana disumbangkan…20 truk waktu itu…dan warga, saya cuma untuk mengganti transportnya aja warga … gitu …” (THW & K. S-3. 9des07, 218-225).
Berkaitan dengan adanya pergeseran terhadap budaya Jawa, BX
mengakui bahwa ia membiarkan saja. Ia hanya mencoba untuk mengusahakan
134
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
melalui pemikiran dan mengkomunikasikan. Ketika BX menghadapi masyarakat
yang hanya melihat Jawa sebagai sesuatu yang mistis, ia mengajak masyarakat
berpikir agar memiliki pemahaman yang rasional. Meskipun BX percaya pada
kehidupan yang tidak terlihat atau adanya energi lain, namun tidak menghidupi
kepercayaan tersebut pada laku keseharian, seperti diungkapkan,
“ Tidak, biarin aja…ketika mereka ngajak klenik-klenik, saya menjadi orang Barat yang mengajak berpikir rasional, walaupun saya tetap percaya ada kehidupan yang mungkin tidak terlihat atau apa. Di sana ada energi gitu kan…tapi kemudian menghidupi itu pada laku keseharian seperti itu…saya tidak…gitu kan … Ya saya mencoba merasionalkan pemahaman mereka melalui ngomong-ngomong gitu kan… ” (THW & K. S-3. 9des07, 121-125; 127-128).
Ketika ada kegiatan yang klenik, BX tetap mengikuti semisal ia
memiliki kesempatan. Kegiatan itu contohnya seperti labuhan. Menurutnya, hal
tersebut positif diiikuti karena mengandung kearifan lokal (menjaga relasi dengan
alam) dan juga mengandung spirit. Hal ini menunjukkan bahwa keadaptifan BX
juga ditunjukkan dengan cara mencoba memberikan pandangan atau
mengkomunikasikan atas suatu hal yang dihadapi. BX mengungkapkan,
“ Ikut, kalau saya tetep ikut…karena saya juga melihat bahwa itu juga merupakan hal yang positif bagi saya….karena melalui dengan labuhan atau apa misalnya, kalau ada kesempatan ikut saya pasti ikut. Kan di situ juga sebenarnya ada kearifan lokal…menjaga relasi dengan alam dan sebagainya…itu kan terjadi di situ…Iya dari itu justru itu…ada spirit tersendiri itu di sana kan itu… ” (THW & K. S-3. 9des07, 130-134; 136).
Pengalaman BX yang lain yaitu ketika ada orang lain yang memandang
bahwa budaya Jawa cenderung mistik, maka ia akan mencoba memberikan
penjelasan. Menurutnya, budaya Jawa merupakan suatu kebudayaan. Budaya
Jawa bukanlah sesuatu yang hanya mistik, namun terdapat banyak hal dalam sub
sistem kebudayaan. Setelah BX memberi penjelasan, biasanya tidak terjadi
135
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pertentangan pendapat namun orang lain tersebut menjadi setuju dengannya,
seperti diungkapkan,
“ Ya tak jelaske kan ... bahwa ada banyak hal sub sistem kebudayaan itu … Ndak ... sih biasanya orang-orang terus sepakat dengan saya ... oh iya ... maka jangan kemudian memistikan pada hal yang mistik klenik gitu kan ... iya padahal tidak hanya itu gitu kan ... ada banyak hal yang lain kalau itu terus ya akan bahaya gitu kan karena seolah-olah Jawa itu menjadi tidak rasional menjadi kuno terus menerus gitu kan ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 262; 264-268).
Ketika menghadapi situasi lingkungan yang tidak mendukung, BX
mencoba untuk bertahan dalam kondisi tersebut. Saat SD, BX juga memiliki
kesanggupan untuk bertahan dalam situasi yang tidak mendukung. BX tetap
bergaul dengan teman etnis lain yang memiliki gap ekonomi di sekolahnya. Hal
ini diakui bahwa BX merasa santai ketika bersekolah di lingkungan yang
mayoritas etnis Cina. Menurutnya, yang menjadi permasalahan adalah gap
ekonomi bukan gap rasial. Meskipun demikian, ia tetap berusaha bergaul dengan
etnis Cina, seperti diungkapkan,
“ Ya saya tetep berusaha bergaul dengan mereka ya ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 822)
Dalam situasi masyarakat sekarang yang mengalami kelunturan
pengetahuan lokal dan relasi sosial (berdasarkan nilai lokal dan religi), kejawaan
BX semakin diteguhkan dari pengalaman membaca buku, filsafat Barat sampai
Marxisme, dan post kolonial. Hal ini diungkapkan,
“ Justru bisa seperti itu, tapi kalau pengalaman saya ketika membaca buku macem-macem, filsafat Barat tetek bengek itu sampai marxisme sampai post marxisme itu kan bahkan sampai post kolonial justru saya semakin diteguhkan ke-Jawa-an saya ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 187-190).
Ketika berelasi dengan Tuhan dan banyak hal yang tidak terjembatani
lalu terjawab melalui penjelasan Jawa. Ia menggunakan cara dengan mengajak
136
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
teman-temannya untuk memaknai ulang atas warisan leluhur seperti solidaritas
sosial, menghormati leluhur, menjaga harmoni dan keselarasan. Ia juga
berpandangan bahwa banyak orang menemukan kejawaan melalui beragama
Katolik, juga dari Jawa ke Islam lalu ke Jawa. BX mengungkapkan,
“ ... karena ketika saya misalnya berkutat pada relasi dengan Tuhan gitu kan ... karena banyak hal-hal yang tidak terjembatani dalam agama dan itu kemudian terjawab dengan penjelasan-penjelasan Jawa ... saya pengalaman saya ...... nah kan saya sejak beberapa waktu yang lalu itu kan mengajak kawan itu untuk me ... memaknai ulang atas warisan-warisan leluhur gitu ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 192-195; 206-208).
BX juga cenderung sanggup bertahan untuk tetap terlibat di GJB. Pada
awalnya, hal itu dilakukan karena adanya semangat dan persekawanan serta
sebagai warga lokal yang terkena bencana, sehingga BX ikut bergerak memberi
bantuan. Saat ini, BX tidak menjadi pengurus inti GJB namun ia masih memiliki
perhatian pada kegiatan di sana. Hal yang menggerakkan BX terlibat di GJB
adalah visi misi lembaga lalu semangat dan kekuatan persekawanan yang
membuat komunitas tetap hidup. Hal ini diungkapkan,
“ Ya di situ tapi kan udah bukan pengurus to ... bukan pengurus intinya ... Ya visi misinya itu bagi saya ... “(THW & K. S-3. 4nov07, 505; 514).
Motivasi pribadi BX untuk tetap terlibat di GJB yaitu memiliki
kesamaan ideologi dengan visi organisasi dalam konteks GJB. Menurutnya, GJB
berdiri sebagai respon gempa sehingga sebagai warga lokal BX ikut bergerak atau
mencari bantuan untuk ikut membantu korban. Hal ini diungkapkan,
“ Tentu saja ada…kan saya juga punya ideologi…yang sama dengan visi itu…dan yang kedua karena konteksnya GJB, karena GJB lahir itu itu sebagai respon adanya gempa…Saya warga mBantul, tetangga saya kena…rumahnya ambruk gitu kan…sebagai warga lokal saya coba bergerak … “(THW & K. S-3. 9des07, 140-144).
137
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Meskipun BX, memiliki kecenderungan perilaku yang adaptif, namun
dalam beberapa situasi ia terlihat berperilaku negatif. BX berperilaku negatif
terhadap respon orang lain yang tidak sesuai dengan dirinya. Hal ini terlihat ketika
ia menantang berkelahi teman Sdnya karena temannya tersebut dianggap
sombong. Diakui oleh BX, waktu kecil pernah menantang berkelahi temannya
yang sombong, diungkapkannya,
“Ya misale ... le umuk kebangeten ngono kuwi ... tantang gelut wae toh ... ngono misale ... terus ... (ya contohnya ... yang sombong keterlaluan seperti itu ... ditantang berkelahi saja kan ... seperti itu) “ (THW & K. S-3. 4nov07, 832-834)
Perilaku negatif ini juga terlihat pada masa sekarang ini. Ketika
menghadapi teman organisasi yang pekerjaannya tidak selesai, BX mengkritik
keras teman itu dan mendiamkannya jika ia ngambek. BX mengatakan,
“Ya keras kalau saya tetepan … pada orang-orang seperti itu … Ya mengkritiknya keras ... Ya ana sing mutung ... (Ya ada yang ngambek). Yo tak nengke wae lah ... wong sing mutung de’e … (Ya tak biarkan saja lah ... orang yang ngambek dia kok) ” (THW & K. S-3. 4nov07, 1173; 1175; 1180; 1183-1184).
Ketidakadaptifan BX terlihat dalam hal adanya ketidaksanggupan untuk
berubah atas suatu hal yang sudah ada. Berkaitan dengan kuliahnya, ia
mengambil topik skripsi yang sudah dimiliki sebelumnya. Alasan pengambilan
topik itu bahwa topik tersebut yang paling mudah agar tidak perlu belajar lagi dan
cepat selesai. Ia mengatakan,
“ Ya saya yang paling gampang yang nggak usah belajar lagi gitu kan ... Ya pertimbangan teknis ... cepet ... supaya tidak perlu banyak baca buku ... Jadi ya saya tinggal buka-buka tulisan saya yang lama tak create piye ... sumber-sumbernya juga sumber lama ... terus tak olah udah ada ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 472; 476; 480-481).
Berkaitan dengan kepercayaan pada dirinya, sebelum menjadi aktivis,
BX terlihat tidak yakin pada penilaiannya sendiri. BX mengatakan bahwa, ia
138
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menjadi aktivis karena merasa merupakan suatu panggilan. Ia juga berkata bahwa
menjadi aktivis karena faktor lingkungan atau persekawanan, tapi penekanan
awalnya berasal dari keluarga, seperti diungkapkan,
“ Mungkin panggilan ... he he he he ... kalau panggilan itu mau dipungkiri gimana ... mungkin juga lho ...... mungkin kalau saya kondisi paling awal … Berangkat dari situasi keluarga … kaya’-nya gitu … Ya dia apa … saya mendapat kalau misalnya pelajaran demokrasi atau apa justru dari keluarga … bapak saya tu orang Jawa gitu kan … “ (THW & K. S-3. 4nov07, 41-42; 49-50; 55-56).
Dulu, memilih menjadi aktivis karena faktor lingkungan dan juga
pengetahuan, tapi yang terpenting adalah unsur persekawanan/ teman. Pada masa
sekarang, BX mengakui bahwa ia memutuskan menjadi aktivis karena adanya
kesadaran pribadi. Meskipun tidak ada faktor lingkungan, ia tetap memilih
menjadi aktivis. Apabila pada waktu lalu, hal ini belum tentu. Keputusan saat ini
untuk menjadi aktivis disebabkan karena menurutnya mungkin sudah berada pada
wilayah kesadaran, seperti diungkapkan,
“ … sekarang karena soale sudah bilang pada wilayah kesadaran, itu kan ketika bilang kesadaran…itu bagi saya sudah maktub atau utuh…ada banyak unsur di dalam kesadaran itu… Sekarang iya secara pribadi, tapi kalau dulu belum tentu… “(THW & K. S-3. 9des07, 98-100; 107).
Ketika BX mengalami masalah, pertama kalinya ia akan dihadapi sendiri
lalu ia akan bercerita pada teman, orang tua, dan siapa saja. Apabila BX mendapat
masukan, maka masukan tersebut akan dijadikan sebagai bahan referensi.
Keputusan akhir selalu berdasarkan diri sendiri. Apabila masukan dari orang lain
dirasa baik maka kalau menurutnya bisa dijalankan maka hal itu akan dilakukan.
Ia mengatakan,
“ Ya kalau aku kalau ada masukan yo ming tak anggep referensi kok (hanya kuanggap sebagai referensi) ... dan keputusan itu ya selalu dari saya sendiri ... tidak pernah dari orang lain ... tak anggep referensi karo kebetulan kalau kok yo apik ngono to ... yo
139
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
nek iso tak lakoni nek mbok menowo apik ... gitu (saya anggap referensi dan kalau kebetulan kok ya baik ... ya kalau bisa kulakukan ... kalau mungkin baik ...) “ (THW & K. S-3. 4nov07, 457-462).
Selain itu, BX juga memiliki penilaian bahwa di Indonesia banyak orang
menuntut hak tanpa diikuti kewajiban sehingga ia mengkritisinya. BX mengkritisi
tentang hak dan kewajiban. Menurut BX, di Indonesia itu hak selalu diikuti
dengan kewajiban namun kalau konsep politik di negara manapun, kalau hak itu
hak, tidak diikuti kewajiban. Ia mengatakan bahwa saat ini di Indonesia, orang
kebanyakan menuntut hak tapi tidak diikuti kewajiban, seperti diungkapkan oleh
BX,
“ ... termasuk saya itu dulu mengkritisi konsep yang ada di Indonesia mengenai hak dan kewajiban ... karena kalau di Indonesia ... hak itu selalu diikuti dengan kewajiban ... kalau di konsep politik di negara manapun ... setahu saya ... hak yo hak ... tidak diikuti dengan kewajiban ...110-113 Nah itu yang sekarang luntur ... gitu lo ... bagi saya ... artinya masing-masing orang tu haknya sejauh mana ... dia punya kewajiban sejauh mana gitu kan yang penting, tapi kan orang sekarang kebanyakan menuntut hak terus gitu ... seperti itu ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 718-721).
Terkait dengan keberadaan agama, BX juga memiliki penilaian sendiri.
Ia menganggap bahwa agama merupakan bagian pembentuk identitas seseorang,
bukanlah sesuatu yang mutlak. Baginya, agama hanya akan mengkotak-kotakan
sehingga ia mengosongkan kolom agama yang ada di KTP. BX memilih identitas
Jawa daripada Katolik. Hal ini diungkapkan,
“... tapi kalau kemudian diminta identitas gitu kan ... saya memilih Jawa bahkan dulu kan dalam KTP saya kan kolom agamanya kan kosong ... karena kemudian bagi saya yo ... agama ya agama kemudian kalau dia melekat pada identitas ya ya ... itu bagian dari pembentuk identitas seseorang gitu ... tapi bukan sesuatu hal yang mutlak ... itu lo bagi saya ... (THW & K. S-3. 4nov07, 755-759).
Menurut BX, motivasi pemberian identitas agama di KTP itu bermuatan
politis, jadi lebih baik dihilangkan atau diganti dengan identitas pendidikan karena
berguna untuk menunjukkan kapasitas seseorang, seperti diungkapkan,
140
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“ Ya dilangi ... dilangi ... justru mungkin kalau perlu diganti misalnya pendidikan ... itu bagi saya lebih lebih tepat artinya seseorang misalnya dilihat dalam KTP-nya ... bisa menunjukkan kapasitasnya ... dia untuk apa ... dia punya kapasitas kemampuan seperti apa ... itu kan dari pendidikannya ... “(THW & K. S-3. 4nov07, 768-771).
BX merasa yakin atau mantap untuk memilih berpergerakan dan
memfokuskan diri ke tugas organisasi. BX mencoba memfokuskan diri ke tugas
organisasi karena merasa lebih mantap dan cenderung mengalahkan relasi
interpersonal. Subjek merasa sreg, baik ketika jomblo (tidak punya pacar)
ataupun ketika memiliki pacar. Menurutnya, hal itu disebabkan karena merupakan
pilihan hidupnya. BX mengungkapkan,
“ Ya karena rasane luwih mantep di sana gitu lho ... (rasanya lebih mantap di sana). Iya ... dan ini kemudian relasi interpersonal itu cenderung dikalahkan gitu ... Yo nek iso dilakoni ya ra popo ... nek ora ya ra po po(ya kalau bisa dilakukan ya tidak apa-apa ... kalau tidak ya tidak apa-apa) ... kalau saya kan gitu ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 1144-1145; 1157; 1161-1163).
Berkaitan dengan lingkungan sosial, BX terlihat dapat menerima
pemikiran bahwa masyarakat memiliki pemikiran sendiri untuk bertindak dalam
suatu situasi. Menurutnya, ketika banyak orang atau instansi yang memanfaatkan
peristiwa gempa bumi demi keuntungan pribadi, masyarakat cenderung tidak
memikirkannya. Hal itu disebabkan karena dalam situasi darurat, masyarakat pasti
membutuhkan bantuan. Mereka akan menerima semua bantuan, tidak
mempermasalahkan darimana saja asal bantuan tersebut maupun tendensi yang
ada. Hal ini ditunjukkan dengan pengalaman BX ketika peristiwa gempa bumi
tahun 2006, seperti diungkapkan,
“ … masyarakat itu cenderung ora urusan…yang namanya bencana, kondisi darurat gitu kan…yang namanya bantuan ya pasti diterima…baik itu bantuan dari komunis, atheis dan lain sebagainya…pasti diterima. Jadi mau nggak mau, tidak bisa ditolak kehadiran orang-orang seperti itu…tapi saya yakin masyarakat punya pemikiran sendiri untuk bertindak…w2
141
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ya biarin saja kalau saya…soale mau dilawan ya juga sulit, tapi kalau bisa kan ya kita memberikan inspirasi… Dengan Gerakan kita…memberikan inspirasi bagi orang-orang itu…terutama bagi masyarakat supaya lebih kritislah masyarakatnya… “ (THW & K. S-3. 9des07, 169-174 ; 178-182).
Di sisi lain, terlihat bahwa BX cenderung merasa takut akan penilaian
dan reaksi negatif dari orang lain. Ia mengatakan bahwa ketika mengalami
kegagalan saat aksi demonstrasi, tidak memperlihatkan kegagalan tersebut ke
publik karena akan dinilai bodoh oleh orang lain. BX mengungkapkan,
“ ... tidak kalau dipantulkan secara publik ya akan menjadi kebodohan bagi saya gitu ... seperti itu ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 1072-1074).
Berkaitan dengan relasi interpersonalnya, BX juga menunjukkan adanya
perasaan takut jika ditertawakan atau diejek teman seorganisasi sehingga
mengalahkan relasi dengan lawan jenis. Menurutnya, anak Gerakan memang
cenderung mengalahkan relasi interpersonal (lawan jenis) dan berfokus pada tugas
organisasi. Alasannya yaitu bukan karena kerja organisasi yang nantinya menjadi
tidak selesai, tetapi lebih karena diintrik atau ditertawakan teman, seperti
dikatakan BX,
“ Iya ... cenderung seperti itu ... dan biasanya seperti itu ... dan kalau organisasi nganu saya kira nggak juga tapi hanya ditertawakan temen gitu ... karena diintrik temen itu lebih berat dari pada diintrik lawan politik gitu kan ... “ (THW & K. S-3. 4nov07, 1166-1168).
Selain itu, BX tidak menceritakan momen titik balik dia dan keluarganya
yang dinilai paling berkesan karena ia cenderung merasa malu. Ia
mengungkapkan,
“ Apa ya…??? Ada, tapi ora tak sebut…(ada, tapi tidak saya sebutkan)
142
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Karena itu momen yang nganulah…titik balik…berikut titik balik yang momen itu sangat berarti bagi saya dan keluarga saya…Ya … he he he malu nanti…” (THW & K. S-3. 9des07, 13; 7-18; 20).
Ketika BX mendapatkan tawaran beasiswa untuk sekolah ke Belanda, ia
menolak. Hal itu disebabkan karena ia cenderung tidak yakin pada dirinya.
Awalnya ia mengatakan bahwa alasan penolakan itu adalah aktivitas yang diikuti
dan adanya konsekuensi atas penerimaan beasiswa, seperti diungkapkan,
“ ... ya sempat gelo tapi ya ra po po (sempat kecewa tapi ya tidak apa-apa) ... saya pada waktu itu memilih menolak karena ada pertimbangan lain juga ... 594-596 Aktivitas bisa ... kemudian ada mungkin ada ketergantungan ketergantungan yang mengikuti seperti konsekuensi ... “ 598-599).
Dalam validasi komunikatif, BX mengungkapkan bahwa alasan
penolakan atas beasiswa tersebut karena ada orang lain yang lebih berhak dan
lebih bisa mendapatkan beasiswa tersebut (21).
4. Kategorisasi Hasil Penelitian Persamaan dan Contoh Kasus Subjek LR,
RG, & BX
Secara keseluruhan, hasil penelitian dari ketiga subjek (LR, RG, dan
BX) memiliki beberapa persamaan sub karakteristik yang dialami (dapat dilihat
pada lampiran hal 199-226).
5. Hasil Penelitian Gabungan Ketiga Subjek
Hasil penelitian subjek LR, RG, dan BX dapat dilihat pada Skema 5.
Hasil Penelitian Aktualisasi Diri Pada Aktivis Gerakan Mahasiswa Berdasarkan
Teori Carl Rogers, pada halaman 144.
143
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivis Gerakan Mahasiswa
cenderung mengalami peningkatan hidup secara eksistensial yaitu memiliki
perilaku fleksibel dalam menangani suatu hal sesuai situasi yang dihadapi dan
berperilaku kreatif baik ketika mengalami kegagalan atau tidak (subjek memiliki
perilaku yang fleksibel dan kreatif). Berkaitan dengan peningkatan kepercayaan
pada organisme, hal ini terjadi dalam dua dinamika. Dinamika pertama adalah
aktivis Gerakan Mahasiswa cenderung tidak mengalami peningkatan kepercayaan
pada organisme terkait dengan dirinya ketika menghadapi norma sosial, yaitu
merasa takut atas adanya penilaian dan reaksi negatif dari orang lain. Dinamika
kedua adalah aktivis Gerakan Mahasiswa cenderung mengalami peningkatan
kepercayaan pada organismenya, yaitu subjek cenderung mampu mengambil
keputusan sendiri atas pilihan hidupnya.
Berkaitan dengan peningkatan hidup secara eksistensial, subjek aktivis
GM memperlihatkan adanya perilaku adaptif dan fleksibel dalam menangani suatu
hal sesuai situasi dan kondisi yang dihadapi. Pengalaman yang dijumpai para
aktivis GM tersebut seperti ketika mereka menghadapi pemberlakuan ketentuan
aktivitas sesuai latar belakang organisasi, berkomunikasi dengan orang dalam
forum GM maupun orang non GM, dan penempatan kader dalam GM. Subjek
cenderung melakukan penyesuaian diri pada tiap keadaan yang dihadapi. Rogers
(dalam Suryabrata 2003) mengemukakan bahwa ‘diri’ merupakan suatu
keseluruhan proses psikologis yang menguasai tingkah laku dan penyesuaian diri.
145
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
‘Diri’ dipahami sebagai suatu proses aktif yaitu berpikir dan mengamati. Dalam hal
ini, ketika subjek melihat suatu keadaan tertentu, ia akan mencoba berpikir dan
mengamati hal-hal apa yang mungkin dilakukan untuk menangani hal tersebut.
Proses yang terjadi pada diri subjek ini dapat membantu subjek melakukan
penyesuaian diri atas situasi yang sedang dihadapi.
Pengalaman yang diperoleh subjek aktivis GM dari aktivitas berorganisasi
juga dapat membantu subjek dalam melakukan perilaku yang adaptif. Rogers
(dalam Suryabrata, 2003) memberikan konsep yang lebih khusus yaitu bahwa self
mungkin berubah sebagai hasil dari pematangan (maturation) dan belajar. Individu
yang mengalami proses belajar akan mengalami kematangan. Konsep ini
menunjukkan bahwa ‘diri’ subjek dapat mengalami perubahan-perubahan ketika
menjumpai berbagai pengalaman pembelajarannya yang kemudian mengalami
kematangan di organisasi Gerakan Mahasiswa. Perubahan-perubahan yang
dijumpai tersebut mengarahkan subjek untuk melakukan penyesuaian diri.
Hasil penelitian Sarwono (1978) menunjukkan bahwa secara kuantitatif
terdapat perbedaan jumlah yang mencolok antara aktivis gerakan protes (dalam
konteks ini Gerakan Mahasiswa) dengan non aktivis. Dari 2500 responden
penelitian, diketahui kalau jumlah aktivis Gerakan hanya 5,4 %, sisanya adalah
mahasiswa yang tergolong pemimpin dan non aktivis. Data penelitian ini
menggambarkan bahwa aktivis Gerakan merupakan kelompok minoritas di kampus
(dalam Musa, 2006). Meskipun aktivis GM adalah kaum minoritas, namun sampai
sekarang keberadaan mereka masih tetap eksis memperjuangkan aspirasinya.
Kecenderungan aktivis GM yang sanggup bertahan, didukung hasil penelitian
146
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kenworthy & Miller (2001) yang mengungkapkan bahwa kelompok minoritas
mempersepsikan kalau mereka mendapatkan dukungan yang lebih besar dari
kelompok mayoritas atas pandangan yang dimiliki meskipun pada kenyataannya
dukungan tersebut tidak seperti yang mereka bayangkan. Meskipun demikian, hal
itu berpengaruh positif bagi kelompok minoritas, yaitu berfungsi untuk meyakinkan
minoritas agar bertahan pada kemungkinan situasi yang meragukan (dalam Baron,
2005). Dalam hal ini, aktivis GM mungkin mempersepsikan bahwa pandangan dan
aspirasi sosial mereka cenderung didukung oleh kalangan non aktivis. Berdasarkan
kedua hasil penelitian tersebut, mendukung bahwa aktivis GM sebagai kaum
minoritas memiliki kesanggupan bertahan dalam situasi lingkungan yang dihadapi.
Kemampuan bertahan pada individu juga dapat terkait dengan harga diri.
Hal ini didukung oleh Bednar, wells, & Peterson, (1989) & Lazarus (1991) yang
mengungkapkan bahwa harga diri sering meningkat ketika individu mengalami
suatu masalah dan mencoba menghadapinya, bukan menghindarinya. Individu yang
berani menghadapi masalah berarti ia tidak defensif (dalam Santrock, 2002).
Rendahnya harga diri dapat menyebabkan masalah penyesuaian diri pada individu
(Damon & Hart, 1988; Fenzel, 1994; Harter & Marold, 1992, Markus & Nurius,
1986, Pfeffer, 1986, dalam Santrock, 2002). Snider & Miller (1993) juga
mengungkapkan bahwa organisasi kepemudaan dapat memiliki pengaruh bagi
perkembangan individu. Menurut Ericson (1982) terdapat lebih dari 400 organisasi
kepemudaan di Amerika. Erikson menjelaskan secara khusus bahwa remaja yang
tergabung dalam kelompok organisasi kepemudaan lebih mau berpartisipasi dalam
aktivitas di masyarakat dan memiliki harga diri yang lebih tinggi di masa
147
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dewasanya dibandingkan dengan individu yang tidak mengikuti organisasi
kepemudaan (dalam Santrock, 2003). Hasil penelitian Boys and Girls Club’s of
American (1989) menunjukkan bahwa individu yang berpartisipasi dalam
organisasi kepemudaan secara regular, terlihat lebih berpartisipasi dalam aktivitas
lingkungan masyarakat dan memiliki harga diri yang lebih tinggi (dalam Santrock,
2003). Berdasarkan berbagai hasil penelitian di atas dapat dikatakan bahwa subjek
aktivis GM cenderung memiliki perilaku yang sanggup bertahan dan beradaptasi,
memiliki aktivitas yang berorientasi sosial dan mungkin memiliki harga diri yang
tinggi. Secara lebih khusus, dapat dikatakan bahwa kemampuan penyesuaian diri
individu didukung adanya harga diri sehingga ia mampu bertahan dalam situasi
yang dihadapi.
Kemampuan adaptasi pada aktivis GM ini juga dapat mengarahkan subjek
untuk sanggup berubah dalam melakukan alternatif baru. Alternatif baru yang
dimaksudkan adalah perilaku yang dilakukan subjek, baik itu perilaku yang belum
pernah dilakukan sebelumnya atau perilaku yang dilakukan ketika mengalami
kegagalan. Kesanggupan subjek melakukan perilaku baru saat mengalami
kegagalan ini menunjukkan bahwa aktivis GM cenderung memiliki perilaku yang
kreatif. Perilaku kreatif aktivis GM dalam melakukan hal yang belum pernah
dilakukan sebelumnya terlihat ketika subjek berani mengikuti suatu aktivitas baru
(yang belum pernah diikuti sebelumnya) di medan eksperimentasinya. Perilaku
kreatif yang dilakukan saat mengalami kegagalan, terlihat seperti ketika subjek
mencari cara-cara lain selain demonstrasi saat mereka gagal menolak suatu
kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan. Subjek juga mengusahakan
148
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pendekatan-pendekatan baru dalam membantu korban bencana alam maupun
mencari alternatif lain dalam aktivitasnya di medan eksperimentasi GM. Munculnya
perilaku kreatif ini dapat disebabkan karena sebagai individu subjek memiliki sifat
‘kedekatan antara diri real (diri yang sesungguhnya) dan diri ideal (diri yang
diharapkan). Menurut (Rogers, 1959), ‘kedekatan antara diri real dan diri ideal’
memiliki sifat yang lentur dan berubah-ubah (dalam Hall &Lindzey, 1993).
Kelenturan dan berubahnya ‘diri’ disebabkan karena adanya proses penilaian-
penilaian dari individu. Oleh karena itu, ‘kedekatan diri real dan diri ideal’ yang
bersifat khas ini dapat mempengaruhi keterampilan penyesuaian diri individu dalam
menghadapi lingkungan sesuai dengan kemampuannya. Sejalan dengan hal
tersebut, Rogers (dalam Suryabrata, 2003) mengemukakan bahwa organisme
mempunyai satu motif dasar yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan, dan
mengembangkan diri. Motif dasar itu dapat muncul (teraktualisasikan) atau tidak
muncul (tidak teraktualisasikan). Dalam hal ini, terlihat bahwa dalam diri subjek
aktivis GM muncul motif-motif dasar tersebut. Hal itu mengarahkan subjek yang
berperilaku kreatif dengan berusaha mencari alternatif cara baru ketika mereka
mengalami kegagalan dalam memperjuangkan aspirasi sosialnya.
Cashdan & Welsh (1966) menemukan bahwa siswa SMA yang
kreativitasnya tinggi terlihat lebih mandiri dan mengusahakan perubahan dalam
lingkungan, sedangkan siswa yang kreativitasnya lebih rendah memiliki otonomi
yang rendah dan kurang menonjolkan diri. Piers (1970) menemukan bahwa ciri-ciri
orang-orang kreatif diantaranya cenderung memiliki rasa ingin tahu yang besar,
tidak puas pada apa yang ada, percaya diri, otonom, bebas dalam pertimbangan, dan
149
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tertarik pada hal-hal yang kompleks (dalam Supriadi, 1994). Selain itu, Mihaly
(1996) juga mengungkapkan bahwa kreativitas merupakan tindakan atau produk
yang merupakan perubahan dari suatu keberadaan tertentu dan membutuhkan usaha
untuk perubahan tersebut. Berdasarkan penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai
bahan perbandingan bahwa aktivis GM yang cenderung sanggup melakukan
perubahan dalam situasi yang dihadapi, memiliki rasa ingin tahu, maupun otonom
dapat disebabkan karena ia memiliki kreativitas.
Perilaku kreatif aktivis GM juga diperoleh dari pembelajaran organisasi.
Pembelajaran perilaku kreatif ini dinamakan budaya organisasi. Aktivis GM yang
terbiasa dengan aktivitas berdiskusi, tentunya akan melakukan pembicaraan-
pembicaraan dalam forum terkait alternatif cara yang dilakukan ketika menghadapi
kegagalan. Budaya organisasi terdiri dari asumsi-asumsi dasar yang dipelajari, baik
sebagai hasil memecahkan masalah yang muncul dalam proses penyesuaian dengan
lingkungan maupun organisasi itu sendiri (Schein, 1992, dalam Munandar, 2001).
Dalam hal ini, terlihat bahwa subjek melakukan pembelajaran mengenai cara
pemecahan masalah dari organisasinya yaitu ketika subjek menghadapi kegagalan
maka akan melakukan cara baru yang mungkin efektif dilakukan oleh anggota
aktivis GM yang lain. Di samping itu, forum diskusi GM juga memungkinkan
terjadinya interaksi antar aktivis GM untuk menemukan berbagai pemikiran dan
tindakan yang kreatif. Hal ini didukung oleh pendapat Rogers (dalam Suryabrata,
2003) yang mengungkapkan bahwa self berkembang dari interaksi organisme
dengan lingkungannya. Hal ini dapat berarti bahwa perilaku kreatif subjek
didapatkan dari interaksinya dengan organisasi. Perilaku kreatif berhubungan
150
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan pengalaman individu. Hal ini juga didukung Supriadi (1989) dalam studi
terhadap para finalis dan pemenang Lomba Karya Ilmiah Remaja dan Lomba
Penelitian Ilmiah Remaja, membuktikan bahwa responden lebih mempunyai
pengalaman bermakna dan lebih beragam dibandingkan kelompok pembanding.
Mereka juga lebih unggul dalam kegemaran membaca dan mengarang, serta
keaktifan dalam organisasi. Pengalaman-pengalaman kehidupan responden diduga
mampu menyebabkan mereka menjadi kreatif (dalam Supriadi, 1994). Sejalan
dengan hasil penelitian ini, dapat menunjukkan bahwa perilaku kreatif aktivis GM
juga dapat didukung dengan adanya berbagai pengalaman yang dimilikinya.
Sebagian besar subjek aktivis GM juga banyak terlibat dalam pengalaman
berorganisasi dan memiliki hobi membaca serta menulis.
Berkaitan dengan peningkatan kepercayaan pada organisme, hal ini terjadi
dalam dua dinamika. Dinamika pertama yaitu bahwa aktivis GM cenderung tidak
mengalami peningkatan kepercayaan pada organismenya terkait dengan dirinya
ketika menghadapi norma sosial. Aktivis GM cenderung terlihat merasa takut akan
penilaian negatif dari pihak lain. Secara umum, persamaan ketakutan yang dialami
ketiga aktivis GM ini terkait dengan adanya stigma negatif yang berasal dari
masyarakat umum/ publik. Hal ini menunjukkan bahwa proses aktualisasi diri dapat
ditentukan oleh kekuatan-kekuatan dari lingkungan sosial seorang individu Rogers
(dalam Schultz, 1991). Dalam hal ini terlihat bahwa stigma atau penilaian negatif
dari masyarakat merupakan kekuatan sosial yang dapat menghalangi proses
aktualisasi diri subjek. Perasaan takut subjek akan stigma komunis maupun reaksi
verbal negatif atau dinilai bodoh dari orang lain cenderung membuat diri subjek
151
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tidak dapat berperilaku sesuai dengan apa yang diinginkannya. Hal ini juga
didukung oleh Perls (dalam Schultz, 1991), bahwa masyarakat dapat mencegah
aktualisasi diri yang wajar, spontan, dan penuh (Perls menyebut aktualisasi diri
dengan nama “pertumbuhan otentik”). Subjek cenderung tidak dapat berperilaku
spontan karena merasa nantinya akan mendapat penilaian negatif dari orang lain.
Perasaan takut subjek akan penilaian negatif dari masyarakat ini juga dapat
disebabkan karena adanya tuntutan peran atas dirinya sebagai aktivis GM.
Kecenderungan masyarakat yang menilai bahwa aktivis dapat berperan dalam
membantu mengatasi persoalan-persoalan real yang terjadi dalam masyarakat juga
menentukan pola perilaku tertentu pada diri aktivis GM. Subjek cenderung
melakukan perilaku-perilaku yang sesuai dengan peran tersebut. Hal itu mungkin
saja terjadi karena masyarakat cenderung memberikan penilaian positif jika subjek
berhasil dalam melakukan peranan sosialnya. Keinginan akan penilaian positif dari
masyarakat atas apa yang dilakukan tersebut dinamakan Rogers (1961) sebagai
kebutuhan akan penghargaan positif (need for positive regard). Menurut Rogers,
penghargaan positif yang tanpa syarat memungkinkan diri (self) individu untuk
bebas dari ancaman-ancaman dan bebas untuk tumbuh dan berubah. Berkebalikan
dengan hal tersebut, dalam hal ini terlihat bahwa subjek mendapatkan penghargaan
positif yang bersyarat dari masyarakat. Penghargaan positif bersyarat dari
masyarakat hanya akan didapatkan jika subjek melakukan peran sesuai harapan
masyarakat. Penghargaan akan pandangan positif yang bersyarat ini menyebabkan
individu tidak dapat mencapai aktualisasi diri atau pertumbuhan diri yang optimal
menjadi orang yang berfungsi penuh (fully functioning person). Secara umum dapat
152
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dilihat bahwa subjek menganggap penilaian negatif dari masyarakat itu sebagai
ancaman sehingga mereka berusaha untuk mengatasinya. Sejalan dengan Rogers,
Maslow (dalam Goble, 1987) mengungkapkan bahwa lingkungan budaya dapat dan
sering menghambat perkembangan manusia ke arah aktualisasi diri.
Subjek sebagai individu sosial tentunya memiliki peranan bagi masyarakat
sosialnya. Ketika subjek melakukan peranan sosial itu, akan terkait dengan harapan
masyarakat atas peran tersebut. Keberhasilan atau kegagalan atas peran yang
dilakukan memiliki konsekuensi penilaian sosial. Pembahasan hal ini digunakan
asumsi Carl Gustav Jung mengenai persona. yang mana merupakan kepribadian
publik. Jung (1945) mengemukakan bahwa persona adalah topeng yang dipakai
individu sebagai respon atas tuntutan-tuntutan kebiasaan dan tradisi masyarakat.
Hal ini berarti bahwa individu diharapkan oleh masyarakat untuk melakukan suatu
peranan tertentu (dalam Hall & Lindzey, 1993). Hal ini juga didukung oleh
Berkowitz (1980) yang mengatakan bahwa norma sosial menentukan perilaku
individu pada suatu situasi. Perilaku individu itu terkait dengan apa yang
dipikirkannya atas apa yang menjadi harapan orang lain untuk ia lakukan pada
beberapa situasi (lebih pada harapan orang lain dan bukan individu itu sendiri).
Dalam hal ini berarti bahwa subjek cenderung memperlihatkan dirinya yang sesuai
dengan harapan masyarakat, yaitu sebagai agen perubahan sosial (agent of social
change) yang dapat berperan mengatasi masalah real dalam masyarakat. Ketika
mereka mengalami kegagalan, maka berusaha untuk tidak menampakkan kegagalan
atas peranan yang dilakukan. Untuk mendukung hal ini, pada salah satu kasus
153
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
subjek juga mengakui bahwa dirinya cenderung tidak memperlihatkan kegagalan
akan perjuangan yang dilakukan karena nantinya akan dianggap bodoh oleh publik.
Salah satu aktivitas subjek aktivis GM yaitu demonstrasi. Demonstrasi
dilakukan sebagai salah satu cara untuk melakukan protes atas kebijakan
pemerintah yang dinilai merugikan kepentingan publik. Sejalan dengan hal tersebut,
Sarwono (1978, dalam Musa, 2006) juga mengungkapkan bahwa aktivis diartikan
sebagai mahasiswa yang pernah ikut dalam suatu gerakan protes (minimum satu
kali). Ketika subjek aktivis GM melakukan suatu protes, mereka cenderung berpikir
bahwa apa yang dilakukannya itu akan mendapat penilaian dari orang lain. Hal ini
dapat terkait dengan faktor budaya. Semua subjek dalam penelitian ini berasal dari
suku Jawa dan sampai saat ini mereka tinggal dalam lingkungan masyarakat Jawa.
Meskipun saat ini etika Jawa sudah mengalami pergeseran, generasi muda dianggap
kurang menghargai nilai-nilai warisan leluhur dan tidak berperilaku sesuai dengan
citra yang diidealkan masyarakat Jawa namun etika Jawa masih berlaku dalam
kehidupan masyarakat. Hal itu diungkapkan oleh Hardjowirogo (1983) dan
Kartodirdjo (1987/1988). Oleh karena itu, etika Jawa yang masih berlaku tersebut
dapat menyebabkan adanya rasa takut akan penilaian orang lain pada diri subjek.
Menurut Suseno (1996), individu Jawa memiliki pandangan dan sikap hidup yang
berdasarkan etika Jawa. Salah satu hal yang ditekankan dalam etika Jawa adalah
menjaga keselarasan dengan orang lain. Hal ini didasari oleh prinsip kerukunan
yang mengacu pada keadaan masyarakat yang harmonis, selaras, tenang dan
tenteram, tanpa perselisihan dan pertentangan. Salah satu segi yang ditekankan
yaitu menjaga keselarasan dalam pergaulan dan perlu mencegah terjadinya konflik
154
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terbuka. Masyarakat memiliki harapan agar individu berperilaku yang selaras
dengan lingkungan sosialnya. Aksi demonstrasi atau gerakan protes dapat dianggap
sebagai konflik terbuka sehingga masyarakat (orang lain) cenderung melakukan
penilaian negatif atas aksi yang mereka lakukan. Aksi tersebut dapat dikatakan
sebagai perilaku yang tidak mendukung keselarasan dalam masyarakat. Menurut
Magnis Suseno (1996) apabila terdapat ketidakselarasan dengan lingkungan maka
diri individu akan mengalami ketidakseimbangan, bahkan mendapat sanksi sosial.
Hal ini memperlihatkan bahwa penilaian atau reaksi negatif masyarakat dapat
dikatakan sebagai konsekuensi atau sanksi sosial atas perilaku yang dilakukan oleh
aktivis GM. Hal ini menyebabkan adanya perasaan takut pada diri subjek atas aksi
yang dilakukannya.
Dinamika kedua dari peningkatan kepercayaan pada organismenya, yaitu
bahwa aktivis GM cenderung mengalami peningkatan kepercayaan pada
organismenya. Mereka memiliki kepercayaan pada dirinya ketika memutuskan
pilihan hidupnya. Ketika subjek mendapatkan masukan dari orang lain akan
dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Pengambilan keputusan di tangan aktivis
GM atas suatu pilihan hidupnya, terlihat seperti memutuskan untuk membiayai
pendidikan sendiri, menjadi koordinator GM, dan memilih solusi atas masalah yang
sedang dihadapi secara sendiri. Kecenderungan aktivis GM dalam berpikir kritis
mungkin dapat mendukung pemilihan keputusan ditangan sendiri. Sarwono (1978)
mengungkapkan bahwa menurut penelitiannya diketahui kalau aktivis lebih
berpengalaman dan lebih kritis dibandingkan non aktivis (dalam Musa, 2006).
Berpikir kritis memampukan individu dalam menggali makna suatu masalah secara
155
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lebih mendalam dan berpikiran terbuka pada berbagai pendekatan dan pandangan
yang berbeda-beda. Hal itu menyebabkan individu dapat menetapkan apa yang akan
diyakini atau dilakukannya untuk dirinya sendiri (Santrock, 2002). Dalam hal ini
dapat dikatakan bahwa subjek aktivis GM memiliki kepercayaan pada dirinya untuk
memutuskan pilihan hidup sendiri karena memiliki kemampuan berpikir kritis.
Kemampuan berpikir kritis pada subjek juga dapat dipelajari dari pembelajaran
organisasi dengan melakukan berbagai diskusi dan analisa. Selain itu, kepercayaan
pada diri subjek atas pilihan hidupnya dapat disebabkan karena adanya pengalaman
menghadapi masalah-masalah dalam organisasi. Bernard, Wells, & Peterson (1989)
& Lazarus (1991) mengungkapkan bahwa rasa percaya diri individu akan
meningkat ketika individu bersedia menghadapi masalah-masalahnya daripada
menghindarinya. Perilaku ini menghasilkan suatu evaluasi diri yang menyenangkan
yang dapat mendorong terjadinya persetujuan terhadap diri sendiri, yang akhirnya
bisa meningkatkan rasa percaya dirinya (dalam Santrock, 2002). Hal ini juga
didukung oleh Jacobs & Potenza (1990) dan Keating (1990a) bahwa keluasan
pengalaman ikut berperan dalam kemampuan individu mengambil keputusan
sendiri. Dalam hal ini terlihat bahwa subjek aktivis GM yang sering mengalami
pengalaman berupa permasalahan atau konflik dan mereka mau berusaha untuk
mengatasinya akan dapat meningkatkan kepercayaan pada dirinya. Rogers (1961)
juga mengungkapkan bahwa adanya peningkatan keterbukaan pada pengalaman
akan mengarahkan individu mengalami peningkatan kepercayaan pada dirinya.
Keberanian aktivis GM dalam menghadapi masalah atau pengalaman baru
menunjukkan adanya keterbukaan pada pengalaman.
156
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa secara
umum, pada masa hidup saat ini subjek cenderung mengalami pergerakan
aktualisasi diri. Proses aktualisasi diri dalam diri subjek diawali dengan adanya
peningkatan keterbukaan pada pengalaman. Peningkatan keterbukaan pada
pengalaman ini mengarahkan subjek untuk mengalami peningkatan hidup secara
eksistensial. Subjek yang mengalami peningkatan keterbukaan pada pengalaman
juga terarah untuk mengalami peningkatan kepercayaan pada organismenya.
Secara eksplisit, terlihat bahwa subjek mengalami peningkatan
keterbukaan pada pengalaman yaitu menerima suatu pilihan hidup yang berbeda
dengan dirinya. Peningkatan hidup secara eksistensial yang paling dominan yaitu
fleksibel dan adaptif dalam menangani suatu hal sesuai situasi dan kondisi yang
dihadapi. Selain itu, subjek cenderung sanggup berubah dan mencoba hal baru.
hal ini berarti subjek memiliki perilaku yang cenderung kreatif dan sanggup
melakukan perubahan ketika menghadapi kondisi lingkungan yang syarat dengan
perubahan, terkait dengan masalah-masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat.
Berkaitan dengan peningkatan kepercayaan pada organisme, hal ini terjadi dalam
dua dinamika. Dinamika pertama adalah aktivis Gerakan Mahasiswa cenderung
tidak mengalami peningkatan kepercayaan pada organisme terkait dengan dirinya
157
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ketika menghadapi norma sosial, yaitu takut atas adanya penilaian dan reaksi
negatif dari orang lain. Dinamika kedua adalah aktivis Gerakan Mahasiswa
cenderung mengalami peningkatan kepercayaan pada organismenya, yaitu subjek
cenderung mampu mengambil keputusan sendiri atas pilihan hidupnya.
B. Saran
Penelitian ini masih jauh dari sempurna dan memiliki beberapa
kelemahan. Berdasarkan kelemahan-kelemahan yang ada, peneliti mengajukan
beberapa saran agar dapat dijadikan bahan evaluasi dan perbaikan.
1. Bagi subjek penelitian
Subjek agar dapat lebih meyakini jalan hidup yang telah dipilih yaitu
sebagai seorang aktivis dan agar perilaku yang dilakukan tidak harus selalu
mengikuti pandangan orang lain, namun perilaku tersebut tetap adaptif.
2. Bagi organisasi Gerakan Mahasiswa
Hasil penelitian ini yaitu masih adanya rasa takut pada aktivis GM atas
pandangan sosial agar dapat dijadikan sebagai salah satu tema ketika melakukan
kaderisasi/ regenerasi maupun Latihan Dasar Gerakan Mahasiswa lainnya. Hal ini
bermanfaat agar perilaku aktivis GM tidak harus selalu mengikuti pandangan
sosial, tetapi perilaku tersebut tetap adaptif dengan lingkungan sosialnya.
3. Bagi peneliti selanjutnya, apabila hendak melakukan penelitian serupa harap
memperhatikan:
158
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
a. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan sebaiknya lebih lengkap,
baik observasi maupun triangulasi data yaitu mewawancarai orang-orang yang
signifikan dengan subjek penelitian atau mencari second opinion sehingga hasil
penelitian akan lebih sempurna.
b. Metode penelitian
Penelitian dikembangkan dengan metode kuantitatif agar dapat
menghasilkan deskripsi yang lebih mendalam pada aspek tertentu atas populasi
yang diteliti.
c. Subjek penelitian
Berkaitan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa subjek
cenderung merasa takut akan pandangan masyarakat yang masih memiliki etika
Jawa, peneliti selanjutnya apabila akan melakukan penelitian dengan topik yang
serupa agar mencari subjek yang berasal dari suku bangsa yang bervariasi untuk
mengurangi bias budaya.
d. Penggunaan teori lain
Penelitian ini menggunakan teori humanistik sehingga hasil penelitian
menunjukkan dalam arah yang cenderung positif. Peneliti selanjutnya dapat
melakukan penelitian pada subjek yang berkarakteristik sama dengan
menggunakan kerangka teori yang lain. Hal ini bertujuan agar dapat memperoleh
hasil penelitian berdasarkan sudut pandang yang lain seperti menggunakan teori
psikodinamika atau psikoanalisis, misalnya Mekanisme Pertahanan Diri pada
Aktivis Gerakan Mahasiswa.
159
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Baron, R. A & Byrne, D. 2005. Psikologi Sosial Jilid 2 (edisi 10). Jakarta: Erlangga. Berkowitz, Leonard. 1980. A Survey of Social Psychology. (2 nd. ed.). New York:
Holt, Rinehart and Winston. Budyawan, Agung. 2003. Panduan Insadha 2003. Yogyakarta : Universitas Sanata
Dharma. Cloninger, Susan. 2004. Theories of Personality: Understanding Person. (4th ed).
New Jersey: Prentice Hall. Creswell, John. W. 1998. Qualitative Inquiry And Research Design: Choosing
among five tradition. California: Sage Publications, Inc. Goble, Frank. G. 1971. Mazhab Ketiga: Psikologi Humanisik Abraham
Maslow. (Supratiknya, penerjemah, 1987). Yogyakarta: Kanisius. Graham, Helen. 2005. Psikologi Humanistik: Dalam Konteks Budaya, Sosial, dan
Sejarah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hall, Calvin. S & Lindzey, Gardner. 1993. Teori-Teori Psikodinamik (Klinis).
(Supratiknya, editor, 1993). Yogyakarta : Kanisius. Hall, Calvin. S & Lindzey, Gardner. 1993. Teori-Teori Holistik (Organismik-
Fenomenologis). (Supratiknya, editor, 1993). Yogyakarta : Kanisius. Hardjowirogo, Marbangun. 1983. Manusia Jawa. Jakarta: Yayasan Idayu. Hurlock, Elizabeth. B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Kartodirdjo, Sartono. 1987/1988. Beberapa Segi Etika dan Etiket Jawa.
Yogyakarta: Depdikbud. Koeswara, E. 1989. Motivasi: Teori dan Penelitiannya. Bandung: Penerbit Angkasa. Moleong, Lexy. J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. Munandar, Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press. Poerwandari, E. K. 2005. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku
Manusia. Jakarta : LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
160
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Rogers, CR. 1961. On Becoming A Person: A Therapist’s View of Psychotherapy.
Boston: Houghton Mifflin Company. Rogers, CR. 1987. Antara Engkau dan Aku. (Cremers, Agus, penyunting)
Jakarta: PT. Gramedia. Santrock, John. W. 2002. Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. Santrock, John. W. 2003. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup
(Jilid 1 edisi 5). Jakarta: Erlangga. Sikszentmihalyi, Mihaly.1996. Creativity: Flow and The Psychology of Discovery
and Invention. New York: Harper Collins publisher. Sternberg, Robert. J. 2003. The Psychologist Companion: A Guide to Scientific
Writing for Students and Researchers (4 th ed.). New York: Cambridge University Press.
Surakhmad, Winarko. 1980. Psikologi Pemuda: Sebuah Pengantar Dalam
Perkembangan Pribadi dan Interaksi Sosialnya. Bandung: Jemmars. Suryabrata, Sumadi. 2003. Psikologi Kepribadian. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada. Suseno, Frans Magnis. 1996. Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang
Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: PT. gramedia Pustaka Utama. Veerger, K. J. 1985. Realitas Sosial: Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan
Individu-Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi. Jakarta: PT. Gramedia.
Widjojo, Muridan. S. 1999. Penakluk Rezim Orde Baru Gerakan Mahasiswa 1998.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. --------. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi ke-2). Depdikbud: Balai
Pustaka. --------. 2004. Pedoman Penulisan Skripsi. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma. Hasan, Effendi. 2006. Mahasiswa dan Gerakan Perubahan.
www.acehinstitute.org.opini_efendi_hasan_211206_mahasiswa&gerakan_perubahan.htm. (diambil tanggal 10 Agustus 2007)
161
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Musa, Adie Usman. 2006. Melihat Kembali Dinamika Gerakan Mahasiswa. http://my.opera.com/adieusman/blog/show.dml/363457 (diambil tanggal 15 Agustus 2007)
Sarwono, Sarlito. W. 1979. Perbedaan antara Pemimpin dan Aktivis dalam
Gerakan Protes Mahasiswa: Suatu Studi Psikologi Sosial. Jakarta: Prisma (http://my.opera.com/adieusman/blog/show.dml/363457) (diambil tanggal 15 Agustus 2007)
http://www.bigs.or.id/bujet/5-3/artikel4.htm (diambil tanggal 8 September 2007)
162
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
A. Tabel
1. Tabel Kategorisasi Hasil Wawancara
a. Tabel 3. Kategorisasi Hasil Wawancara
b. Tabel 4. Kategorisasi Hasil Wawancara Lengkap
2. Tabel Hasil Penelitian
a. Tabel 5. Hasil Penelitian Lengkap Persamaan dan Contoh Kasus Subjek
LR, RG, & BX
b. Tabel 6. Ringkasan Persamaan Hasil Penelitian subjek LR, RG, dan BX
c. Tabel 7. Persamaan dan Contoh Kasus Subjek LR & RG.
d. Tabel 8. Persamaan dan Contoh Kasus Subjek LR & BX
e. Tabel 9. Persamaan dan Contoh Kasus Subjek RG & BX
B. Surat Pernyataan Subjek Penelitian
1. Surat Pernyataan Subjek 1
2. Surat Pernyataan Subjek 2
3. Surat Pernyataan Subjek 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3. Kategorisasi Hasil Wawancara
Aktualisasi Diri Pada Aktivis Gerakan Mahasiswa Berdasarkan Teori Carl Rogers
Subjek No.
Karakteristik
Aktualisasi Diri
Kode 1 2 3
1.1 KP. MA
KP. MA (-) 1.1.1. Menolak reaksi negatif
pihak lain mengenai karakter atau sifat dirinya.
KP. MA (-) 1.1.1. Menolak reaksi negatif
pihak lain mengenai karakter atau sifat dirinya.
1. KP (Peningkatan Keterbukaan
pada Pengalaman) 1.2 KP.
MS KP. MS (+) 1.2.1. Menerima suatu pilihan
hidup orang lain yang berbeda dengan dirinya.
1.2.2. Menerima reaksi & penilaian negatif orang lain.
KP. MS (+) 1.2.1. Menerima suatu pilihan
hidup orang lain yang berbeda dengannya.
1.2.2. Menerima reaksi & penilaian negatif orang lain.
1.2.3. Menerima pandangan, pemikiran, masukan, perlakuan & tanggung jawab pihak di luar dirinya.
KP. MS (+) 1.2.1. Menerima suatu pilihan
hidup orang lain yang berbeda dengannya.
1.2.3. Menerima pandangan, pemikiran, masukan, perlakuan & tanggung jawab pihak di luar dirinya.
1.2.4. Menerima persamaan & perbedaan atas hal yang berlainan konsep.
1.2.5. Percaya pada hal-hal tertentu yang di luar kekuatan manusia.
163
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KP. MS (-) 1.2.7. Menolak perasaan yang
sedang dialami dirinya.
KP. MS (-) 1.2.8. Menolak pandangan,
pemikiran, masukan, perlakuan & tanggung jawab pihak di luar dirinya.
1.3 KP. BMS
KP. BMS (+) 1.3.1. Bebas & fleksibel dalam
menjalani falsafah hidup pilihannya, serta terbuka pada pelaksanaan pilihan tersebut.
1.3.2. Mengalami pengalaman hidup yang mendalam/ berkesan.
2.1 HE. MH
HE. MH (+) 2.1.1. Mendapatkan hal-hal baru
dari kegiatan saat ini & selalu ingin tahu.
2.1.2. Fokus pada apa yang dilakukan saat ini dan ada persiapan untuk masa depan.
HE. MH (+) 2.1.1. Mendapatkan hal-hal baru
dari kegiatan saat ini. 2.1.2. Fokus pada apa yang
dilakukan saat ini dan ada persiapan untuk masa depan.
2.1.3. Adanya komitmen pada hal yang dilakukan saat ini
HE. MH (+) 2.1.2. Fokus pada apa yang
dilakukan saat ini dan ada persiapan untuk masa depan.
2. HE (Peningkatan Hidup secara Eksistensial)
2.2 HE. DK HE. DK (-) 2.2.4. Adanya sifat diri yang
positif atau negatif akibat penolakan/ kegagalan di masa lalu.
HE. DK (+) 2.2.1. Adanya pengolahan
kepribadian, perubahan karakter diri ataupun penemuan sifat & nilai
HE. DK (+) 2.2.1. Adanya pengolahan
kepribadian, perubahan karakter diri ataupun penemuan sifat & nilai hidup
164
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
hidup baru atas suatu proses pengalaman baru.
2.2.2. Adanya sifat diri yang positif atau negatif atas pengalaman masa lalu sampai sekarang.
baru atas suatu proses pengalaman baru.
2.2.3. Adanya proses yang terus-menerus dalam mencari suatu hal & menjadi partisipan dengan terlibat pada aktivitas.
2.3 HE. TK
HE. TK (+) 2.3.1. Tidak kaku/ tidak ritualistik
pada tata cara pelaksanaan sesuatu hal.
2.3.2. Fleksibel dan adaptif dalam menangani suatu hal sesuai situasi & kondisi yang dihadapi
2.3.3. Sanggup berubah & mencoba hal baru.
2.3.4. Berperilaku positif terhadap reaksi negatif dari orang lain
2.3.5. Adanya penyesuaian pada situasi & kondisi, baik yang sudah biasa atau baru.
HE. TK (+) 2.3.1. Tidak kaku/ tidak
ritualistik pada tata cara pelaksanaan sesuatu hal.
2.3.2. Fleksibel dan adaptif dalam menangani suatu hal sesuai situasi & kondisi yang dihadapi.
2.3.3. Sanggup berubah & mencoba hal baru.
2.3.4. Berperilaku positif terhadap reaksi negatif dari orang lain.
2.3.6. Memberikan pandangan, mengkomunikasikan & mencari penyelesaian permasalahan secara bersama serta membebaskan pilihan orang lain.
HE. TK (+) 2.3.1. Tidak kaku/ tidak
ritualistik pada tata cara pelaksanaan sesuatu hal.
2.3.2. Fleksibel dan adaptif dalam menangani suatu hal sesuai situasi & kondisi yang dihadapi.
2.3.3. Sanggup berubah & mencoba hal baru.
2.3.5. Memberikan pandangan, mengkomunikasikan & mencari penyelesaian permasalahan secara bersama serta membebaskan pilihan orang lain.
2.3.6. Sanggup bertahan dalam situasi yang tidak mendukung atau mencari solusi untuk mempertahankan sesuatu hal.
165
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HE. TK (-) 2.3.7. Tidak adaptif terhadap
tanggung jawab dirinya. 2.3.8. Menolak kemungkinan
gagal atas hal yang sedang dilakukan karena pengalaman masa lalu.
2.3.9. Berperilaku negatif terhadap respon orang lain yang tidak sesuai dengan dirinya
HE. TK (-) 2.3.9. Berperilaku negatif
terhadap respon orang lain yang tidak sesuai dengan dirinya.
2.3.10. Tidak sanggup berubah atas suatu hal yang sudah ada.
2.3.11. Kaku/ ritualistik pada tata cara pelaksanaan sesuatu hal.
HE. TK (-) 2.3.9. Berperilaku negatif
terhadap respon orang lain yang tidak sesuai dengan dirinya.
2.3.10. Tidak sanggup berubah atas suatu hal yang sudah ada.
KO. PP (+) 3.1.1. Mengambil keputusan
sendiri atas pilihan hidupnya
KO. PP (+) 3.1.1. Mengambil keputusan
sendiri atas pilihan hidupnya.
3.1.2.Yakin pada penilaian dan keputusannya atas suatu hal, baik terkait dirinya ataupun realitas sosial, ekonomi, agama, politik.
KO. PP (+) 3.1.1. Mengambil keputusan
sendiri atas pilihan hidupnya.
3.1.2. Yakin pada penilaian dan keputusannya atas suatu hal, baik terkait dirinya ataupun realitas sosial, ekonomi, agama, politik.
3. KO (Peningkatan Kepercayaan
pada Organismenya)
3.1 KO. PP
KO. PP (-) 3.1.3. Takut penilaian dan reaksi
negatif orang lain. 3.1.4. Perilaku tergantung
penilaian & kehendak pihak lain atau peran tertentu.
3.1.5. Tidak berani menilai karakter diri sendiri.
KO. PP (-) 3.1.3. Takut penilaian dan reaksi
negatif orang lain. 3.1.4. Perilaku tergantung
penilaian & kehendak pihak lain atau peran tertentu.
KO. PP (-) 3.1.3. Takut penilaian dan reaksi
negatif orang lain. 3.1.6. Tidak yakin pada penilaian
& keputusannya atas suatu hal, baik terkait dirinya ataupun realitas sosial, ekonomi, agama, politik.
166
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3.2 KO. PR KO. PR (+) 3.2.1. Yakin pada kata hati/
reaksi inner dalam memilih pilihan hidup/ perilaku yang memuaskan dirinya
Keterangan:
1. Penggunaan tanda (+) dan (-) pada kode karakteristik aktualisasi diri
a. + (positif) artinya bahwa adanya peningkatan (adanya proses pergerakan) ke arah aktualisasi diri pada individu.
Contoh:
Karakteristik HE. TK (+), artinya bahwa adanya peningkatan Hidup secara Eksistensial yaitu tidak kaku, sanggup berubah, dan
adaptif atas pengalaman pada diri pada subjek.
Sub karakteristik 2.3.1 Tidak kaku/ tidak ritualistik pada tata cara pelaksanaan sesuatu hal.
b. - (negatif) artinya bahwa tidak adanya peningkatan ke arah aktualisasi diri pada individu.
Contoh:
Karakteristik HE. TK (-), artinya bahwa tidak adanya peningkatan Hidup secara Eksistensial yaitu kaku, tidak sanggup berubah,
dan tidak adaptif atas pengalaman pada diri pada subjek.
Sub karakteristik 2.3.8. Tidak adaptif terhadap tanggung jawab dirinya.
167
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 4 . Kategorisasi Hasil Wawancara Lengkap
Aktualisasi Diri Pada Aktivis Gerakan Mahasiswa Berdasarkan Teori Carl Rogers
Subjek No.
Karakteristik Aktualisasi
Diri
Kode
LR
RG
BX 1.2 KP. MA KP. MA (-)
1.1.1. Menolak reaksi negatif pihak lain mengenai karakter atau sifat dirinya.
♦ Menolak reaksi negatif: jika dikatakan komunis oleh organisasi lain.
KP. MA (-) 1.1.1. Menolak reaksi negatif
pihak lain mengenai karakter atau sifat dirinya.
♦ Menolak reaksi negatif: dinilai idealis oleh orang lain
1. KP (Peningkatan Keterbukaan
pada Pengalaman)
1.2 KP. MS KP. MS (+) 1.2.1. Menerima suatu pilihan
hidup orang lain yang berbeda dengan dirinya.
♦ Menerima pilihan teman yang memilih pacaran, yang mana berbeda dengan pilihan dirinya.
1.2.2. Menerima reaksi & penilaian negatif orang lain. ♦ Menerima protes dari teman
ketika dinilai bicaranya keras.
KP. MS (+) 1.2.1. Menerima suatu pilihan
hidup orang lain yang berbeda dengannya.
♦ Menerima pilihan aktivitas teman yang berbeda dengannya dalam menggunakan waktu luang.
1.2.2. Menerima reaksi & penilaian negatif orang lain.
♦ Menerima reaksi negatif: reaksi sinis keluarganya terkait dirinya yang merupakan seorang
KP. MS (+) 1.2.1. Menerima suatu pilihan
hidup orang lain yang berbeda dengannya.
♦ Menerima gaya hidup hedonis orang lain yang berbeda dengan pilihan hidupnya karena tiap orang punya pilihan sendiri dalam hidupnya, meski ia khawatir terhadap itu.
1.2.3. Menerima pandangan, pemikiran, masukan,
168
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
demonstran. 1.2.3. Menerima pandangan,
pemikiran, masukan, perlakuan & tanggung jawab pihak di luar dirinya.
♦ Menerima pandangan & pemikiran organisasi bahwa hidup akan berarti jika berbuat sesuatu untuk diri sendiri & orang lain
♦ Menerima tanggung jawab kuliah dari orang tua.
♦ Menerima perbedaan perlakuan dari orang tua antara dirinya dengan saudara perempuannya.
♦ Menerima tanggung jawab pendidikan dari orang tua dengan memanfaatkan semaksimal mungkin apa yang diberikan padanya.
perlakuan & tanggung jawab pihak di luar dirinya.
♦ Menerima pandangan & perlakuan pola asuh orang tua dan faktor ekonomi keluarga yang membentuk karakter dirinya.
♦ Menerima pandangan: pengertian mengenai hak dan kewajiban dari orang tuanya.
♦ Menerima pemikiran bahwa organisasi mengakomodir tentang tanggung jawab personal aktivis, baik terkait urusan keluarga ataupun akademis (IP).
1.2.4. Menerima persamaan & perbedaan atas hal yang berlainan konsep.
♦ Menerima persamaan & perbedaan ajaran antara Katolik dan Jawa.
1.2.5. Percaya pada hal-hal tertentu yang di luar kekuatan manusia.
♦ Percaya pada kekuatan supra yang di luar kekuatan manusia.
169
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
♦ Percaya pada adanya makhluk halus dan menerima cara orang lain dalam menjaga relasi dengan alam.
♦ Percaya pada energi atau kekuatan lain yang di luar kekuatan manusia.
KP. MS (-) 1.2.7. Menolak perasaan yang
sedang dialami dirinya. ♦ Menolak perasaan kesepian
yang sedang dialami dirinya, yaitu melarikan diri dari kesepian dengan melakukan aktivitas lain.
KP. MS (-) 1.2.8. Menolak pandangan,
pemikiran, masukan, perlakuan & tanggung jawab pihak di luar dirinya.
♦ Menolak perlakuan/ sikap disiplin orang tua karena ia susah bangun pagi.
♦ Menolak perlakuan: tanggapan orang lain mengapa kuliahnya tidak segera selesai, menurutnya hal itu merupakan pilihannya (terlihat adanya pertahanan diri/ defense).
1.3 KP.BMS KP. BMS (+) 1.3.1. Bebas & fleksibel dalam
menjalani falsafah hidup pilihannya, serta terbuka pada pelaksanaan pilihan tersebut.
170
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
♦ Bebas menjalani falsafah hidup untuk menghadapi hidup dengan berani & berbuat sesuatu.
♦ Bebas & fleksibel menjalani falsafah hidup bahwa hidup harus berjuang untuk merubah & bebas apakah mau mengubah hidup atau tidak.
1.3.2. Mengalami pengalaman hidup yang mendalam/ berkesan.
♦ Mengalami pengalaman hidup yang mendalam & berkesan saat sakit, yaitu ketika sakit dirawat teman-temannya & ditolong ketika dalam situasi mendesak.
2. HE (Peningkatan Hidup secara Eksistensial)
2.1 HE. MH
HE. MH (+) 2.1.1. Mendapatkan hal-hal
baru dari kegiatan saat ini & selalu ingin tahu.
♦ Mendapatkan relasi, jaringan, ilmu pengetahuan baru dari kegiatan saat ini & selalu ingin tahu.
♦ Mendapatkan nilai baru bahwa penyelesaian konflik tidaklah harmoni setelah
HE. MH (+) 2.1.1. Mendapatkan hal-hal baru
dari kegiatan saat ini. ♦ Mendapatkan semangat,
kebijaksanaan, dan pandangan lain yang baru dari membaca buku.
2.1.2. Fokus pada apa yang dilakukan saat ini dan ada persiapan untuk masa depan.
♦ Fokus pada aktivitas
HE. MH (+) 2.1.2. Fokus pada apa yang
dilakukan saat ini dan ada persiapan untuk masa depan.
♦ Fokus dengan terlibat di Karang Taruna,mempersiapkan cita-citanya membentuk partai.
♦ Fokus pada saat ini dengan mempelajari karakteristik
171
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
membaca. ♦ Mendapatkan ilmu-ilmu baru
dari pengalaman bertemu orang baru & selalu ingin tahu
2.1.2. Fokus pada apa yang dilakukan saat ini dan ada persiapan untuk masa depan.
♦ Fokus pada pekerjaan yang dilakukan saat ini, yaitu tidak terlalu berangan-angan dan berfokus bekerja saat ini.
♦ Fokus pada persiapan membuat Pusat Studi yang dilakukan saat ini, yaitu membuat persiapan untuk Pusat Studi yang diinginkan pada masa depan.
demonstrasi yang dilakukan saat ini, yaitu melakukan aksi demo tapi tidak kaku atas targetnya bahwa yang penting membangun kesadaran masyarakat terlebih dahulu.
♦ Fokus pada apa yang dilakukan saat ini, yaitu memiliki suatu cita-cita tapi tetap fokus melakukan yang sekarang.
2.1.3. Adanya komitmen pada hal yang dilakukan saat ini.
♦ Adanya komitmen pada kegiatan BEM & KOMIK sehingga saat ini tidak prioritaskan keinginan punya pacar.
masyarakat Kalimantan Timur, persiapan fisik-mental serta siap jika diminta ke sana sekarang (akan ke sana sebentar, tidak langsung menetap/ meninggalkan kuliahnya).
172
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HE. DK (+) 2.2.1. Adanya pengolahan
kepribadian, perubahan karakter diri ataupun penemuan sifat & nilai hidup baru atas suatu proses pengalaman baru.
♦ Adanya sifat diri yang positif: tidak rendah diri ketika mengikuti pertemuan BEM di luar kampus meski jabatannya paling rendah.
♦ Adanya sifat diri yang positif: tidak sombong karena pernah mengalami pengalaman hidup saat di bawah.
2.2 HE. DK HE. DK (-) 2.2.3. Adanya sifat diri yang
negatif akibat pengalaman/ kegagalan di masa lalu.
♦ Adanya sifat kurang berani & kurang percaya akibat kegagalan/ penolakan relasi dengan lawan jenis di masa lalu.
HE. DK (-) 2.2.3. Adanya sifat diri yang
negatif atas pengalaman/ kegagalan masa lalu.
♦ Adanya sifat diri yang negatif: minder & merasa kecil atas ejekan teman karena dahulu tidak memiliki televisi.
HE. DK (+) 2.2.1. Adanya pengolahan
kepribadian, perubahan karakter diri ataupun penemuan sifat & nilai hidup baru atas suatu proses pengalaman baru.
♦ Adanya perubahan karakter diri: lebih konsepsional & lebih berani memperjuangkan sesuatu setelah menjadi aktivis.
♦ Adanya penemuan nilai baru lewat pengalaman jalan salib/ membaca dan adanya pengolahan kepribadian/ semangat berpergerakan lewat pengalaman dalam Gerakan.
♦ Adanya penemuan nilai hidup sederhana & hormat pada leluhur dari proses dalam keluarga dan menginternalisasinya.
♦ Adanya penemuan nilai hidup baru yaitu memperoleh nilai-nilai hidup dari proses hidup bersama. masyarakat di Cigugur.
173
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
♦ Adanya penemuan sifat baru yaitu menginternalisasi sifat solidaritas yang tinggi dari pengalaman momen gempa 2006.
♦ Adanya penemuan sifat: menemukan kekuatan dan kerapuhan diri atas suatu proses pengalaman barunya.
2.2.2. Adanya proses yang terus-menerus dalam mencari suatu hal & menjadi partisipan dengan terlibat pada aktivitas.
♦ Adanya serangkaian proses sebelum menjadi aktivis seperti dinamika dengan orang lain, membaca, melihat situasi nyata, refleksi, adanya kritik otokritik, saling menguatkan, berkomitmen dalam persekawanan.
2.3 HE. TK
HE. TK (+) 2.3.1. Tidak kaku/ tidak
ritualistik pada tata cara pelaksanaan sesuatu hal.
♦ Tidak ritualistik pada tata
HE. TK (+) 2.3.1. Tidak kaku/ tidak ritualistik
pada tata cara pelaksanaan sesuatu hal.
♦ Tidak ritualistik pada tata cara pelaksanaan ajaran agama:
HE. TK (+) 2.3.1. Tidak kaku/ tidak
ritualistik pada tata cara pelaksanaan sesuatu hal.
♦ Tidak ritualistik pada tata cara praktek/ pelaksanaannya
174
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
cara pelaksanaan ajaran agama. meski meyakini ajaran agamanya.
2.3.2. Fleksibel dan adaptif dalam menangani suatu hal sesuai situasi & kondisi yang dihadapi
♦ Fleksibel dan adaptif dalam penanganan masalah menurut posisi orang, dengan melihat apakah itu kader/ anggota/ koordinator lain.
♦ Fleksibel dan adaptif dalam menangani penempatan kader organisasi sesuai kesiapannya.
♦ Adaptif dalam menempatkan keberfungsian tempat sesuai fungsinya.
♦ Adanya penyesuaian dengan melihat apakah masuk ke politik praksis atau sektoral.
♦ Adaptif dalam menempatkan tahap komunikasi dengan orang lain.
♦ Adanya penyesuaian dalam menghadapi orang baru
sholat, yang mana dilakukan tidak sebagai rutinitas, tapi lebih karena esensinya.
2.3.2. Fleksibel dan adaptif dalam menangani suatu hal sesuai situasi & kondisi yang dihadapi.
♦ Adaptif dalam memberlakukan ketentuan saat demo sesuai sesuai dengan latar belakang organisasi yang diusung.
♦ Adaptif dalam menggunakan bahasa sesuai siapa yang dihadapi & kepahaman, apakah dalam keluarga atau masyarakat.
♦ Fleksibel dan adaptif dalam menjalankan aktivitas kampus dan Perkumpulan Pemuda di daerahnya.
♦ Adaptif dalam mengkomunikasikan atau menjelaskan partisipasi politik pada masyarakat sesuai bahasa mereka bukan bahasa ilmiah kampus.
♦ Adaptif dalam menghadapi orang/ instansi yang
meski tetap memegang nilai-nilai Jawa.
♦ Tidak ritualistik: tidak menghidupi pada laku keseharian meskipun percaya pada energi lain; ia mengikuti hal klenik karena positif, ada kearifan lokal & spirit.
2.3.2. Fleksibel dan adaptif dalam menangani suatu hal sesuai situasi & kondisi yang dihadapi.
♦ Adanya penyesuaian dengan mencoba kemampuan adaptif seandainya berada bersama orang Batak asli.
♦ Adanya penyesuaian dengan mencoba untuk nyaman dan akhirnya benar merasa nyaman ketika berada dengan orang Jakarta.
♦ Adanya penyesuaian dengan mengelola perubahan yang dialami atau hal-hal yang berbeda agar menjadi terarah.
♦ Adanya penyesuaian saat ini untuk segera menyelesaikan kuliah karena biaya mahal.
175
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dalam lingkungan yang karakteristik-nya baru.
♦ Adanya penyesuaian dalam
menghadapi orang baru. ♦ Adanya penyesuaian dalam
bersosialisasi dengan masyarakat/ tetangga di rumahnya.
2.3.3. Sanggup berubah & mencoba hal baru.
♦ Sanggup mengikuti pertemuan mahasiswa - buruh yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
♦ Sanggup mencoba cara penanganan ketetapan UMP yang baru jika mengalami kegagalan.
♦ Sanggup mencoba cara baru selain berdemo, yaitu melakukan cara lain selain berdemo dengan gerakan intelektual atau gerakan jaringan.
♦ Sanggup mencoba cara advokasi buruh yang baru jika mengalami kegagalan.
memanfaatkan situasi gempa bumi untuk keperluan pribadinya.
2.3.3. Sanggup berubah & mencoba hal baru.
♦ Sanggup berubah: berusaha bangkit ketika ketika kehilangan teman.
♦ Sanggup mencoba cara-cara baru selain demonstrasi dengan aksi tulis, diskusi, & aksi teatrikal.
2.3.4. Berperilaku positif terhadap reaksi negatif dari orang lain.
♦ Berperilaku positif dengan pendekatan dan diskusi ketika menghadapi reaksi sinis teman.
2.3.5. Memberikan pandangan, mengkomunikasikan & mencari penyelesaian permasalahan secara bersama serta membebaskan pilihan orang lain.
♦ Memberikan pandangan/ mengkomunikasikan & membebaskan pilihan atas pandangan pragmatis orang dalam masyarakatnya.
2.3.3. Sanggup berubah & mencoba hal baru.
♦ Sanggup berubah & mencoba banyak cara untuk menghormati leluhur dan berdiskusi untuk mencari penjelasan hal klenik.
♦ Sanggup mencoba mencari cara lain atas kegagalan target demonstrasi menolak RUU Sisdiknas.
♦ Sanggup mencoba hal baru dengan membangun semangat dan belajar spiritualitas setelah ke luar dari Seminari.
♦ Sanggup berubah & mencoba hal baru dengan ikut bergerak untuk memberikan bantuan pada korban bencana.
♦ Sanggup mencoba hal baru dengan memberikan inspirasi agar masyarakat kritis & melakukan pendekatan-pendekatan untuk mengusahakan bantuan bagi masyarakat.
176
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.3.4. Berperilaku positif terhadap reaksi negatif dari orang lain.
♦ Berperilaku positif dengan tetap menyapa teman & terbuka meski dianggap artis atau demonstran.
♦ Memberikan pandangan/ mengkomunikasikan & mencari penyelesaian permasalahan ketika berbeda pandangan dengan teman.
♦ Memberikan pandangan/ mengkomunikasikan & mencari penyelesaian bersama atas pemberlakuan aturan organisasi yang diikutinya.
♦ Memberikan pandangan/ mengkomunikasikan & membebaskan pilihan anggota untuk menjadi politisi atau bukan aktivis Gerakan.
♦ Memberikan pandangan/ mengkomunikasikan & membebaskan pilihan teman yang memilih hanya berorientasi kuliah.
♦ Memberikan pandangan/ mengkomunikasikan mengenai pilihan hidupnya dengan berbicara dengan orang tua.
2.3.5. Memberikan pandangan, mengkomunikasikan & mencari penyelesaian permasalahan secara bersama serta membebaskan pilihan orang lain.
♦ Memberikan pandangan/ mengkomunikasikan dengan mengajak berpikir rasional dan ngomong-ngomong saat ada masyarakat (yang hanya melihat Jawa sebagai sesuatu yang mistis) mengajak pada hal klenik.
♦ Memberikan pandangan/ mengkomunika-sikan dengan memberi penjelasan pada orang lain yang melihat Jawa cenderung mistis saja.
2.3.6. Sanggup bertahan dalam situasi yang tidak mendukung atau mencari solusi untuk mempertahankan sesuatu hal.
♦ Sanggup bertahan dalam situasi masyarakat yang mulai luntur kejawaannya &
177
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
semakin diteguhkan nilai-nilai kejawaannya dalam situasi tersebut.
♦ Sanggup bertahan untuk tetap terlibat di GJB karena semangat dan persekawanan serta sebagai warga lokal yang terkena bencana sehingga ikut bergerak memberi bantuan.
♦ Sanggup bertahan dalam situasi yang tidak mendukung dengan tetap bergaul dengan teman etnis lain yang ada gap ekonomi di sekolahnya.
HE. TK (-) 2.3.6. Tidak adaptif terhadap
tanggung jawab dirinya. ♦ Tidak adaptif terhadap
tanggung jawab kuliahnya, yaitu merasa susah mengikuti prosedur kuliah & menomorduakan kuliahnya karena merasa menjadi beban.
♦ Tidak adaptif terhadap tanggung jawab kuliahnya, yaitu adanya benturan antara
HE. TK (-) 2.3.8. Berperilaku negatif terhadap
respon orang lain yang tidak sesuai dengan dirinya.
♦ Berperilaku negatif: terus mengajak dan mengencangkan diskusi terhadap teman yang hanya berorientasi kuliah, sehingga memunculkan protes.
♦ Berperilaku negatif: berkelahi terhadap reaksi negatif: ejekan teman karena dahulu tidak memiliki televisi.
HE. TK (-) 2.3.8. Berperilaku negatif
terhadap respon orang lain yang tidak sesuai dengan dirinya.
♦ Berperilaku negatif: menantang berkelahi dengan teman karena dianggap sombong.
♦ Berperilaku negatif: mengkritik keras teman Gerakan yang tidak selesai kerjaannya dan mendiamkan-
178
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kuliah dengan kegiatannya (terlihat adanya defense rasionalisasi).
2.3.7. Menolak kemungkinan gagal atas hal yang sedang dilakukan karena pengalaman masa lalu.
♦ Menolak kemungkinan gagal atas pembuatan Pusat Studi yang sedang dilakukan akibat kegagalan masa lalu.
2.3.8. Berperilaku negatif terhadap respon orang lain yang tidak sesuai dengan dirinya
♦ Berperilaku negatif dengan mengejek teman jika tidak sesuai dengannya, yaitu menganggap ambiguitas sebagai sesuatu yang tidak produktif sehingga mengejek temannya.
2.3.9. Tidak sanggup berubah atas
suatu hal yang sudah ada. ♦ Tidak sanggup berubah pada
cara melakukan pembuatan proposal yang masih ikuti pola lama yang dianggap negatif.
2.3.10. Kaku/ ritualistik pada tata cara pelaksanaan sesuatu hal.
♦ Ritualistik pada tata cara pelaksanaan ajaran agama: sholat, yang mana dahulu sholat dianggap sebagai rutinitas.
nya jika ngambek. 2.3.9. Tidak sanggup berubah
atas suatu hal yang sudah ada.
♦ Tidak sanggup berubah terkait pengambilan topik skripsi dengan alasan topik itu yang paling mudah agar tidak perlu belajar lagi dan cepat selesai.
3. KO (Peningkatan Kepercayaan
pada Organismenya)
3.1 KO. PP
KO. PP (+) 3.1.1. Mengambil keputusan
sendiri atas pilihan hidupnya
♦ Mengambil keputusan sendiri dalam keputusan
KO. PP (+) 3.1.1. Mengambil keputusan
sendiri atas pilihan hidupnya. ♦ Mengambil keputusan sendiri
untuk masuk KOMIK, yaitu keputusan masuk organisasi
KO. PP (+) 3.1.1. Mengambil keputusan
sendiri atas pilihan hidupnya.
♦ Mengambil keputusan sendiri bahwa saat ini menjadi aktivis
179
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang diambil, yaitu masukan teman hanya sebagai pertimbangan, keputusan ditangan sendiri.
♦ Mengambil keputusan sendiri atas pembiayaan kuliahnya, yaitu memutuskan kuliah dengan biaya sendiri, masukan orang tua sebagai pertimbangan.
KOMIK berdasarkan dirinya meskipun melalui diskusi dengan teman.
♦ Mengambil keputusan sendiri atas pemilihan aliran agamanya.
♦ Mengambil keputusan sendiri menjadi koordinator KOMIK, meskipun didukung oleh teman-temannya.
3.1.2.Yakin pada penilaian dan keputusannya atas suatu hal, baik terkait dirinya ataupun realitas sosial, ekonomi, agama, politik.
♦ Yakin pada penilaiannya atas esensi kuliah yang mana juga harus berbuat sesuatu.
♦ Yakin pada penilaiannya terkait wajarnya kenaikan UMP bahwa gaji dosen/ guru tidak seimbang dengan jasanya membangun peradapan.
♦ Yakin pada penilaiannya bahwa wanita bisa menjadi pemimpin, tergantung kemampuan bukan aturan agama, sehingga bersedia jika dipimpin wanita.
♦ Yakin pada penilaiannya bahwa
secara kesadaran pribadi. ♦ Mengambil keputusan sendiri
jika menghadapi masalah, meskipun tetap menerima masukan orang lain.
3.1.2. Yakin pada penilaian dan keputusannya atas suatu hal, baik terkait dirinya ataupun realitas sosial, ekonomi, agama, politik.
♦ Yakin pada penilaiannya bahwa di Indonesia banyak orang menuntut hak tanpa diikuti kewajiban sehingga ia mengkritisinya.
♦ Yakin pada penilaiannya bahwa agama itu bagian pembentuk identitas bukan sesuatu yang mutlak dan hanya akan mengkotak-kotakan sehingga ia mengosongkan kolom agama KTP.
♦ Yakin pada penilaiannya dengan merasa mantap memilih berpergerakan dan fokus ke tugas organisasi karena itu merupakan pilihan
180
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bapaknya adalah orang hebat, meskipun ada cemoohan tetangga sehingga ia tidak mengambil pusing.
hidupnya saat sebelum semester 8.
♦ Yakin pada penilaiannya bahwa masyarakat punya pemikiran sendiri untuk bertindak dalam suatu situasi sehingga ia membiarkan saja, namun tetap memberi inspirasi agar masyarakat kritis.
KO. PP (-) 3.1.3. Takut penilaian dan
reaksi negatif orang lain. ♦ Takut mendapat reaksi
negatif: olok-olok/ diskriminasi dari teman atau guru, jika menunjukkan identitas dirinya.
♦ Takut mendapat reaksi negatif: olok-olok dari teman, jika menceritakan pengalaman pribadi.
♦ Takut pada reaksi negatif: stigma negatif dari orang lain atas anak Gerakan Mahasiswa.
♦ Takut adanya evaluasi gagal dari orang lain, yaitu posisi
KO. PP (-) 3.1.3. Takut penilaian dan reaksi
negatif orang lain. ♦ Takut pada reaksi negatif:
khawatir atas stigma komunis dari orang lain.
♦ Takut penilaian negatif masyarakat atas status sosialnya nanti.
♦ Takut reaksi negatif: mendapat kecaman dari publik sehingga memilih menjadi dosen agar bebas bicara.
3.1.4. Perilaku tergantung penilaian & kehendak pihak lain atau peran tertentu.
♦ Perilaku berdemo pada awalnya berdasar alasan masuk media
KO. PP (-) 3.1.3. Takut penilaian dan reaksi
negatif orang lain. ♦ Takut penilaian negatif:
ketakutan dinilai bodoh oleh orang lain jika memperlihatkan kegagalan ke publik.
♦ Takut reaksi negatif: ketakutan ditertawakan/ diejek teman sehingga mengalahkan relasi dengan lawan jenis.
♦ Takut penilaian dan reaksi negatif orang lain: merasa malu nantinya sehingga tidak menceritakan momen titik balik yang dinilai paling
181
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dirinya sebagai koordinator jangan sampai dievaluasi gagal.
♦ Takut penilaian dan reaksi negatif: stigma negatif dari orang lain atas anak Gerakan Mahasiswa
♦ Takut penilaian dan reaksi negatif: dianggap bodoh oleh orang tuanya, jika bercerita tentang masalahnya.
3.1.4. Perilaku tergantung penilaian & kehendak pihak lain atau peran tertentu.
♦ Tidak yakin pada diri atas pemahaman ajaran agama & perilaku beragama tergantung tuntutan orang lain.
♦ Perilaku berpakaian tidak sesuai dengan keinginannya tapi untuk menyenangkan hati orang tuanya.
3.1.5. Tidak berani menilai karakter diri sendiri.
♦ Tidak berani menilai karakter diri sendiri/ harus
massa & hanya karena heroisme atas peran mahasiswa.
♦ Perilaku sholat karena ada banyak kawannya yang sholat.
berkesan. 3.1.6. Tidak yakin pada
penilaian & keputusannya atas suatu hal, baik terkait dirinya ataupun realitas sosial, ekonomi, agama, politik.
♦ Tidak yakin pada penilaiannya, yaitu awal menjadi aktivis karena faktor lingkungan atau persekawanan.
♦ Tidak yakin pada penilaian mengenai beasiswa yang diberikan padanya karena ada orang lain yang lebih berhak dan lebih bisa mendapatkannya.
182
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ditanyakan ke orang lain karena lebih mengerti
3.2 KO. PR KO. PR (+) 3.2.1. Yakin pada kata hati/ reaksi
inner dalam memilih pilihan hidup/ perilaku yang memuaskan dirinya.
♦ Yakin pada kata hati dan merasa tidak takut saat demonstrasi karena merasa untuk menyuarakan aspirasi masyarakat.
♦ Yakin pada kata hati sendiri
untuk tetap kuliah daripada masuk polisi, yang mana karena pilihan itu sesuai pandangan & keinginannya, meski diminta orang tuanya.
183
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 5. Hasil Penelitian Lengkap Persamaan dan Contoh Kasus Subjek LR, RG, & BX
“Aktualisasi Diri Pada Aktivis Gerakan Mahasiswa Berdasarkan Carl Rogers”
Contoh Kasus
No
Karakteristik
Sub Karakteristik
Persamaan LR RG BX
1. KP (Peningkatan Keterbukaan
pada Pengalaman)
KP. MS (Menerima dalam kesadarannya setiap stimulus, baik yang berasal dari dalam organisme atau dari lingkungan)
(+)
1. Menerima suatu pilihan hidup orang lain yang berbeda dengan dirinya.
1. Menerima pilihan teman yang memilih pacaran, yang mana berbeda dengan pilihan dirinya (cara berelasi dengan lawan jenis)
1. Menerima pilihan aktivitas teman yang berbeda dengannya dalam menggunakan waktu luang (pengelolaan waktu luang)
1. Menerima gaya hidup hedonis orang lain yang berbeda dengan pilihan hidupnya karena tiap orang punya pilihan sendiri dalam hidupnya, meski ia khawatir terhadap itu (gaya hidup)
2. HE (Peningkatan Hidup secara Eksistensial)
HE. MH (Setiap momen kehidupan dilihat sebagai sesuatu yang baru dan berfokus pada masa sekarang)
(+)
1. Fokus pada apa yang dilakukan saat ini dan ada persiapan untuk masa depan.
1. Fokus pada pekerjaan yang dilakukan saat ini, yaitu tidak terlalu berangan-angan dan berfokus bekerja saat ini (kegiatan yang dilakukan saat ini)
1. Fokus pada aktivitas demonstrasi yang dilakukan saat ini, yaitu melakukan aksi demo tapi tidak kaku atas targetnya
1. Fokus dengan terlibat di Karang Taruna, mempersiapkan cita-citanya membentuk partai (kegiatan pemuda di lingkungan rumah)
184
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bahwa yang penting membangun kesadaran masyarakat terlebih dahulu (aktivitas aktivis Gerakan Mahasiswa)
2. Fokus pada persiapan membuat Pusat Studi yang dilakukan saat ini, yaitu membuat persiapan untuk Pusat Studi yang diinginkan pada masa depan (lokus pekerjaan aktivis)
2. Fokus pada apa yang dilakukan saat ini, yaitu memiliki suatu cita-cita tapi tetap fokus melakukan yang sekarang (kegiatan hidup yang dilakukan saat ini)
2. Fokus pada saat ini dengan mempelajari karakteristik masyarakat Kalimantan Timur, persiapan fisik-mental serta siap jika diminta ke sana sekarang (akan ke sana sebentar, tidak langsung menetap/ meninggalkan kuliahnya) (mempelajari karakteristik masyarakat suatu
185
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
daerah untuk tujuan aksi di masa depan)
1. Tidak ritualistik pada tata cara praktek/ pelaksanaannya meski tetap memegang nilai-nilai Jawa (pelaksanaan ajaran adat budaya Jawa)
HE. TK (Tidak kaku (rigid), sanggup berubah, dan adaptif atas pengalaman)
(+)
1.Tidak kaku/ tidak ritualistik pada tata cara pelaksanaan sesuatu hal.
1. Tidak ritualistik pada tata cara pelaksanaan ajaran agama, meski meyakini ajaran agamanya (pelaksanaan ajaran agama Katolik)
1. Tidak ritualistik pada tata cara pelaksanaan ajaran agama: sholat, yang mana dilakukan tidak sebagai rutinitas, tapi lebih karena esensinya (pelaksanaan ajaran agama Islam)
2.Tidak ritualistik: tidak menghidupi pada laku keseharian meskipun percaya pada energi lain; ia mengikuti hal klenik karena positif, ada kearifan lokal & spirit (pelaksanaan ritual budaya Jawa)
186
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Fleksibel dan adaptif dalam penanganan masalah menurut posisi orang, dengan melihat apakah itu kader/ anggota/ koordinator lain (penanganan masalah berdasar posisi orang dalam Gerakan Mahasiswa)
1. Adaptif dalam memberlakukan ketentuan saat demo sesuai sesuai dengan latar belakang organisasi yang diusung (ketentuan aktivitas sesuai latar belakang organisasi)
1. Adanya penyesuaian dengan mencoba kemampuan adaptif seandainya berada bersama orang Batak asli (beradaptasi dengan orang dari suku lain)
2. Fleksibel dan adaptif dalam menangani suatu hal sesuai situasi & kondisi yang dihadapi.
2. Fleksibel dan adaptif dalam menangani penempatan kader organisasi sesuai kesiapannya (penempatan kader Gerakan Mahasiswa sesuai kesiapannya)
2. Adaptif dalam menggunakan bahasa sesuai siapa yang dihadapi & kepahaman, apakah dalam keluarga atau masyarakat (penggunaan bahasa untuk komunikasi dengan keluarga/
2. Adanya penyesuaian dengan mencoba untuk nyaman dan akhirnya benar merasa nyaman ketika berada dengan orang Jakarta (beradaptasi dengan orang dari daerah lain)
187
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
masyarakat 3. Adaptif dalam
menempatkan keberfungsian tempat sesuai fungsinya (adaptif dalam keberfungsian tempat)
3. Adaptif dalam menghadapi orang/ instansi yang memanfaatkan situasi gempa bumi untuk keperluan pribadinya (penanganan pada pihak oportunis dalam peristiwa bencana alam)
3. Adanya penyesuaian dengan mengelola perubahan yang dialami atau hal-hal yang berbeda agar menjadi terarah (pengelolaan perubahan -perubahan yang terjadi dalam hidup)
4. Adanya penyesuaian dengan melihat apakah masuk ke politik praksis atau sektoral (penyesuaian pada area eksperimentasi Gerakan Mahasiswa)
4. Fleksibel dan adaptif dalam menjalankan aktivitas kampus dan Perkumpulan Pemuda di daerahnya (adaptif dalam aktivitas kampus & pemuda daerah asal)
4. Adanya penyesuaian saat ini untuk segera menyelesaikan kuliah karena biaya mahal (penyesuaian dalam tanggung jawab kuliah)
188
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Adaptif dalam menempatkan tahap komunikasi dengan orang lain (penggunaan tahap komunikasi dengan orang non Gerakan Mahasiswa)
5. Adaptif dalam mengkomunika-sikan atau menjelaskan partisipasi politik pada masyarakat sesuai bahasa mereka bukan bahasa ilmiah kampus (penggunaan bahasa sesuai masyarakat dalam membangun kesadaran politik)
6. Adanya penyesuaian dalam menghadapi orang baru dalam lingkungan yang karakteristiknya baru (menghadapi teman baru dalam lingkungan kuliah yang baru)
6. Adaptif dalam menggunakan bahasa sesuai siapa yang dihadapi & kepahaman, apakah dalam keluarga atau masyarakat (penggunaan bahasa dalam
189
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
masyarakat yang berbudaya feodal)
7. Adanya penyesuaian dalam menghadapi orang baru (adaptif menghadapi orang baru dalam forum Gerakan Mahasiswa)
8. Adanya
penyesuaian dalam bersosialisasi dengan masyarakat/ tetangga di rumahnya (adaptif dalam bersosialisasi dengan masyarakat lingkungan tempat tinggal)
7. Adaptif dalam menghadapi orang/ instansi yang memanfaatkan situasi gempa bumi untuk keperluan pribadinya (adaptif menangani pihak oportunis dalam peristiwa bencana alam)
190
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Sanggup mengikuti pertemuan mahasiswa - buruh yang belum pernah dilakukan sebelumnya (mengikuti aktivitas Gerakan Mahasiswa yang belum pernah diikuti)
1. Sanggup berubah: berusaha bangkit ketika ketika kehilangan teman (bangkit ketika kehilangan relasi teman Gerakan Mahasiswa)
1. Sanggup berubah & mencoba banyak cara untuk menghormati leluhur dan berdiskusi untuk mencari penjelasan hal klenik (mencoba alternatif dalam mempertahankan nilai budaya yang dihidupi)
3. Sanggup berubah & mencoba hal baru.
2. Sanggup mencoba cara penanganan ketetapan UMP yang baru jika mengalami kegagalan (mencoba alternatif saat gagal melakukan aktivitas medan eksperimentasi Gerakan Mahasiswa).
2. Sanggup mencoba cara-cara baru selain demonstrasi dengan aksi tulis, diskusi, & aksi teatrikal (mencoba alternatif baru dalam aktivitas Gerakan Mahasiswa)
2. Sanggup mencoba mencari cara lain atas kegagalan target demonstrasi menolak RUU Sisdiknas (mencoba alternatif baru dalam aktivitas Gerakan Mahasiswa)
191
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Sanggup mencoba cara baru selain berdemo, yaitu melakukan cara lain selain berdemo dengan gerakan intelektual atau gerakan jaringan (mencoba alternative baru dalam aktivitas Gerakan Mahasiswa)
3. Sanggup mencoba hal baru dengan membangun semangat dan belajar spiritualitas setelah ke luar dari Seminari (mencoba hal baru dengan belajar spiritualitas setelah ke luar dari sekolah agama)
4. Sanggup mencoba cara advokasi buruh yang baru jika mengalami kegagalan (mencoba alternatif saat gagal melakukan aktivitas medan eksperimentasi Gerakan Mahasiswa).
4. Sanggup berubah & mencoba hal baru dengan ikut bergerak untuk memberikan bantuan pada korban (mencoba alternatif baru untuk membantu korban bencana alam)
192
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Sanggup mencoba hal baru dengan memberikan inspirasi agar masyarakat kritis dengan melakukan pendekatan-pendekatan untuk mengusahakan bantuan bagi masyarakat (mengusahakan pendekatan-pendekatan baru untuk mengusahakan bantuan bagi korban bencana alam)
(-) 1.Berperilaku negatif terhadap respon orang lain yang tidak sesuai dengan dirinya.
1. Berperilaku negatif dengan mengejek teman jika tidak sesuai dengannya, yaitu menganggap ambiguitas sebagai
1.Berperilaku negatif: terus mengajak dan mengencangkan diskusi terhadap teman yang hanya
1.Berperilaku negatif: menantang berkelahi dengan teman karena dianggap
sombong
193
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berorientasi kuliah, jika ada protes dari teman (mengkomunikasi-kan pemikiran dirinya secara terus menerus meski mendapat protes dari teman)
(melakukan agresi fisik ketika menghadapi teman yang dianggap berkarakter negatif)
sesuatu yang tidak produktif sehingga mengejek temannya (melakukan agresi verbal pada teman yang diskusinya dianggap ambigu)
2.Berperilaku negatif: berkelahi terhadap reaksi negatif: ejekan teman karena dahulu tidak memiliki televisi (melakukan agresi fisik ketika menghadapi agresi verbal dari teman )
2. Berperilaku negatif: mengkritik keras teman Gerakan yang tidak selesai kerjaannya dan mendiamkan-nya jika ngambek (melakukan agresi verbal ketika ada teman yang tidak menyelesaikan tugas dalam Gerakan Mahasiswa)
194
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1.Mengambil keputusan sendiri dalam keputusan yang diambil yang diambil, yaitu masukan teman hanya sebagai pertimbangan, keputusan ditangan sendiri (keputusan di tangan sendiri ketika ada pilihan hidup, masukan teman Gerakan Mahasiswa sebagai pertimbangan saja)
1. Mengambil keputusan sendiri untuk masuk KOMIK, berdasarkan dirinya meskipun melalui diskusi dengan teman (keputusan masuk Gerakan Mahasiswa di tangan sendiri)
1. Mengambil keputusan sendiri bahwa saat ini menjadi aktivis secara kesadaran pribadi (keputusan menjadi aktivis di tangan sendiri atas kesadaran pribadi)
3.
KO (Peningkatan Kepercayaan
pada Organismenya)
KO. PP (Percaya atas penilaian-penilaian & keputusan yang akan diambil berdasar diri sendiri atas situasi yang dihadapi (independent & tidak menggantungkan pilihan hidup pada suatu peran atau pihak lain))
(+) 1. Mengambil keputusan sendiri atas pilihan hidupnya.
2. Mengambil keputusan sendiri atas pembiayaan kuliahnya, yaitu memutuskan kuliah dengan biaya sendiri, masukan orang tua
2. Mengambil keputusan sendiri atas pemilihan aliran agamanya (memilih aliran keyakinan agama sendiri)
2. Mengambil keputusan sendiri jika menghadapi masalah, meskipun tetap menerima masukan orang lain (keputusan
195
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sebagai pertimbangan (membiayai pendidikan sendiri)
3. Mengambil keputusan sendiri menjadi koordinator KOMIK, meskipun didukung oleh teman-temannya (keputusan menjadi koordinator Gerakan Mahasiswa di tangan sendiri)
di tangan sendiri jika menghadapi masalah, masukan teman sebagai bahan pertimbangan)
(-) 1.Takut penilaian dan reaksi negatif orang lain.
1. Takut mendapat reaksi negatif: olok-olok/ diskriminasi dari teman atau guru, jika menunjukkan identitas dirinya (takut mendapat ejekan dari teman
1. Takut pada reaksi negatif: atas stigma komunis dari orang lain (takut mendapat stigma komunis dari teman lain)
1.Takut penilaian negatif: ketakutan dinilai bodoh oleh orang lain jika memperlihatkan kegagalan ke publik (takut dinilai bodoh oleh orang lain)
196
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sekolah) 2. Takut mendapat
reaksi negatif: olok-olok dari teman, jika menceritakan pengalaman pribadi (takut ejekan dari teman)
2. Takut penilaian negatif masyarakat atas status sosialnya nanti (takut penilaian akan status sosial dari masyarakat)
2. Takut reaksi negatif: ketakutan ditertawakan/ diejek teman sehingga mengalahkan relasi dengan lawan jenis (takut ejekan dari teman Gerakan Mahasiswa)
3. Takut pada reaksi negatif: stigma negatif dari orang lain atas anak Gerakan Mahasiswa (takut stigma negatif dari anak Gerakan lain)
3. Takut reaksi negatif: mendapat kecaman dari publik sehingga memilih menjadi dosen agar bebas bicara (takut reaksi verbal publik terkait proesi masa depannya)
3. Takut penilaian dan reaksi negatif orang lain: merasa malu nantinya sehingga tidak menceritakan momen titik balik yang dinilai paling berkesan (takut dinilai negatif dari teman lain)
197
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 6. Ringkasan Persamaan Hasil Penelitian subjek LR, RG, dan BX
No
Karakteristik
Sub Karakteristik
Persamaan
1. KP (Peningkatan Keterbukaan pada Pengalaman)
KP. MS (Menerima dalam kesadarannya setiap stimulus, baik yang berasal dari dalam organisme atau dari lingkungan)
(+)
Menerima suatu pilihan hidup orang lain yang berbeda dengan dirinya.
HE. MH (Setiap momen kehidupan dilihat sebagai sesuatu yang baru dan berfokus pada masa sekarang)
(+)
Fokus pada apa yang dilakukan saat ini dan ada persiapan untuk masa depan.
Tidak kaku/ tidak ritualistik pada tata cara pelaksanaan sesuatu hal. Fleksibel dan adaptif dalam menangani suatu hal sesuai situasi & kondisi yang dihadapi.
HE. TK (Tidak kaku (rigid), sanggup berubah, dan adaptif atas pengalaman)
(+)
Sanggup berubah & mencoba hal baru.
2. HE (Peningkatan Hidup secara Eksistensial)
HE. TK (Kaku (rigid), tidak sanggup berubah, dan tidak adaptif atas pengalaman).
(-) Berperilaku negatif terhadap respon orang lain yang tidak sesuai dengan dirinya.
3.
KO (Peningkatan Kepercayaan pada Organismenya)
KO. PP (Percaya atas penilaian-penilaian & keputusan yang akan diambil berdasar diri sendiri atas situasi yang dihadapi (independent & tidak menggantungkan pilihan hidup pada suatu peran atau pihak lain)
(+) Mengambil keputusan sendiri atas pilihan hidupnya.
KO. PP (Tidak percaya atas penilaian-penilaian & keputusan yang akan diambil berdasar diri sendiri atas situasi yang dihadapi (dependent & menggantungkan pilihan hidup pada suatu peran atau pihak lain))
(-) Takut penilaian dan reaksi negatif orang lain.
198
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 7 . Persamaan dan Contoh Kasus Subjek LR & RG
“Aktualisasi Diri Pada Aktivis Gerakan Mahasiswa Berdasarkan Carl Rogers”
Contoh Kasus
No Karakteristik
Sub Karakteristik
Persamaan LR RG
1. Menerima suatu pilihan hidup orang lain yang berbeda dengan dirinya.
1. Menerima pilihan teman yang memilih pacaran, yang mana berbeda dengan pilihan dirinya (cara berelasi dengan lawan jenis)
1. Menerima pilihan aktivitas teman yang berbeda dengannya dalam menggunakan waktu luang (pengelolaan waktu luang)
1. KP (Peningkatan Keterbukaan
pada Pengalaman)
KP. MS (Menerima dalam kesadarannya setiap stimulus, baik yang berasal dari dalam organisme atau dari lingkungan)
(+)
2. Menerima reaksi & penilaian negatif orang lain.
1. Menerima protes dari teman ketika dinilai bicaranya keras (menerima agresi verbal teman atas komunikasi yang dilakukan dirinya)
1. Menerima reaksi negatif: reaksi sinis keluarganya terkait dirinya yang merupakan seorang demonstran (menerima reaksi verbal negatif dari saudaranya karena dirinya sebagai aktivis Gerakan Mahasiswa)
2. HE (Peningkatan Hidup secara Eksistensial)
HE. MH (Setiap momen kehidupan dilihat sebagai sesuatu yang baru dan berfokus pada
(+)
1.Mendapatkan hal-hal baru dari kegiatan saat ini & selalu ingin tahu.
1. Mendapatkan relasi, jaringan, ilmu pengetahuan baru dari kegiatan saat ini & selalu ingin tahu (relasi, jaringan, ilmu pengetahuan baru dari kegiatan Gerakan Mahasiswa & selalu ingin tahu)
1. Mendapatkan semangat, kebijaksanaan dan pandangan lain yang baru dari membaca buku (mendapatkan nilai dan pandangan hidup baru dari membaca buku)
199
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Mendapatkan nilai baru bahwa penyelesaian konflik tidaklah harmoni setelah membaca (nilai baru tentang penyelesaian konflik setelah membaca buku)
3. Mendapatkan ilmu-ilmu baru dari pengalaman bertemu orang baru & selalu ingin tahu (ilmu baru setelah bertemu orang baru & selalu ingin tahu)
1. Fokus pada pekerjaan yang dilakukan saat ini, yaitu tidak terlalu berangan-angan dan berfokus bekerja saat ini (kegiatan yang dilakukan saat ini)
1. Fokus pada aktivitas demonstrasi yang dilakukan saat ini, yaitu melakukan aksi demo tapi tidak kaku atas targetnya bahwa yang penting membangun kesadaran masyarakat terlebih dahulu (aktivitas aktivis Gerakan Mahasiswa)
masa sekarang)
2. Fokus pada apa yang dilakukan saat ini dan ada persiapan untuk masa depan.
2. Fokus pada persiapan membuat Pusat Studi yang dilakukan saat ini, yaitu membuat persiapan untuk Pusat Studi yang diinginkan pada masa depan (lokus pekerjaan aktivis di ruang eksperimentasinya)
2.Fokus pada apa yang dilakukan saat ini, yaitu memiliki suatu cita-cita tapi tetap fokus melakukan yang sekarang (kegiatan dalam hidup yang dilakukan saat ini)
200
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HE. DK (Diri dan kepribadian muncul dari pengalaman (menjadi partisipan dalam, pengamat dari, dan menyerahkan diri pada kemungkinan-kemungkinan yang sedang berkembang)
(-) 1. Adanya sifat diri yang negatif akibat pengalaman/ kegagalan di masa lalu.
1. Adanya sifat kurang berani & kurang percaya akibat kegagalan/ penolakan relasi dengan lawan jenis di masa lalu (tidak percaya diri akibat kegagalan relasi dengan lawan jenis di masa lalu)
1. Adanya sifat diri yang negatif: minder & merasa kecil atas ejekan teman karena dahulu tidak memiliki televisi (merasa inferior karena reaksi verbal negatif dari teman)
1. Tidak kaku/ tidak ritualistik pada tata cara pelaksanaan sesuatu hal.
1. Tidak ritualistik pada tata cara pelaksanaan ajaran agama, meski meyakini ajaran agamanya (pelaksanaan ajaran agama Katolik)
1.Tidak ritualistik pada tata cara pelaksanaan ajaran agama: sholat, yang mana dilakukan tidak sebagai rutinitas, tapi lebih karena esensinya (pelaksanaan ajaran agama Islam)
HE. TK (Tidak kaku (rigid), sanggup berubah, dan adaptif atas pengalaman)
(+)
2. Fleksibel dan adaptif dalam menangani suatu hal sesuai situasi & kondisi yang dihadapi.
1. Fleksibel dan adaptif dalam penanganan masalah menurut posisi orang, dengan melihat apakah itu kader/ anggota/ koordinator lain (penanganan masalah berdasar posisi orang
1.Adaptif dalam memberlakukan ketentuan saat demo sesuai sesuai dengan latar belakang organisasi yang diusung (ketentuan aktivitas sesuai
201 201
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dalam Gerakan Mahasiswa) latar belakang organisasi) 2.Fleksibel dan adaptif dalam
menangani penempatan kader organisasi sesuai kesiapannya (penempatan kader Gerakan Mahasiswa sesuai kesiapannya)
2. Adaptif dlm menggunakan bahasa sesuai siapa yang dihadapi & kepahaman, apakah dalam keluarga atau masyarakat (penggunaan bahasa untuk komunikasi dengan keluarga/ masyarakat
3.Adaptif dalam menempatkan keberfungsian tempat sesuai fungsinya (adaptif dalam keberfungsian tempat)
3. Adaptif dlm menghadapi orang/ instansi yg memanfaatkan situasi gempa bumi utk keperluan pribadinya (penanganan pihak oportunis dalam peristiwa bencana alam)
4.Adanya penyesuaian dengan melihat apakah masuk ke politik praksis atau sektoral (penyesuaian pada area eksperimentasi Gerakan Mahasiswa)
4. Fleksibel dan adaptif dalam menjalankan aktivitas kampus dan Perkumpulan Pemuda di daerahnya (adaptif dalam aktivitas kampus & pemuda daerah asal)
5. Adaptif dalam menempatkan tahap komunikasi dengan orang lain (penggunaan tahap komunikasi dengan orang non Gerakan Mahasiswa)
5. Adaptif dalam mengkomunikasikan atau menjelaskan partisipasi politik pada masyarakat sesuai bahasa mereka bukan bahasa ilmiah kampus (penggunaan
202
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bahasa sesuai masyarakat dalam membangun kesadaran politik)
6. Adanya penyesuaian dalam menghadapi orang baru dalam lingkungan yang karakteristiknya baru (menghadapi teman baru dalam lingkungan kuliah yang baru)
6. Adaptif dlm menggunakan bahasa sesuai siapa yg dihadapi & kepahaman, apakah dlm keluarga/ masy (penggunaan bahasa dalam masyarakat yg berbudaya feodal)
7. Adanya penyesuaian dalam menghadapi orang baru (adaptif menghadapi orang baru dalam forum Gerakan Mahasiswa)
8. Adanya penyesuaian dalam bersosialisasi dengan masyarakat/ tetangga di rumahnya (adaptif dalam bersosialisasi dengan masyarakat lingkungan tempat tinggal)
7. Adaptif dalam menghadapi orang/ instansi yang memanfaatkan situasi gempa bumi untuk keperluan pribadinya (adaptif menangani pihak oportunis dalam peristiwa bencana alam)
3. Sanggup berubah & mencoba hal baru.
1. Sanggup mengikuti pertemuan mahasiswa - buruh yang belum pernah dilakukan sebelumnya (mengikuti aktivitas Gerakan Mahasiswa yang belum pernah diikuti)
1. Sanggup berubah: berusaha bangkit ketika ketika kehilangan teman (bangkit ketika kehilangan relasi teman Gerakan Mahasiswa)
203
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Sanggup mencoba cara penanganan ketetapan UMP yang baru jika mengalami kegagalan (mencoba alternatif saat gagal melakukan aktivitas medan eksperimentasi Gerakan Mahasiswa).
3. Sanggup mencoba cara baru selain berdemo, yaitu melakukan cara lain selain berdemo dengan gerakan intelektual atau gerakan jaringan (mencoba alternative baru dalam aktivitas Gerakan Mahasiswa)
4. Sanggup mencoba cara advokasi buruh yang baru jika mengalami kegagalan (mencoba alternatif saat gagal melakukan aktivitas medan eksperimentasi Gerakan Mahasiswa).
2. Sanggup mencoba cara-cara baru selain demonstrasi dengan aksi tulis, diskusi, & aksi teatrikal (mencoba alternatif baru dalam aktivitas Gerakan Mahasiswa)
4. Berperilaku positif terhadap reaksi negatif dari orang lain.
1.Berperilaku positif dengan tetap menyapa teman & terbuka meski dianggap artis atau demonstran (tetap berkomunikasi & bersikap terbuka pada teman yang bereaksi negatif verbal pada
1. Berperilaku positif dengan pendekatan dan diskusi ketika menghadapi reaksi sinis teman (melakukan pendekatan personal & berdiskusi saat menghadapi teman yang
204
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dirinya) bereaksi negatif pada dirinya) 1. Berperilaku negatif: terus
mengajak & mengencangkan diskusi terhadap teman yang hanya berorientasi kuliah, jika ada protes dari teman (mengkomunikasikan pemikiran dirinya secara terus menerus meski mendapat agresi verbal dari teman)
(-) 1. Berperilaku negatif terhadap respon orang lain yang tidak sesuai dengan dirinya.
1. Berperilaku negatif dengan mengejek teman jika tidak sesuai dengannya, yaitu menganggap ambiguitas sebagai sesuatu yang tidak produktif sehingga mengejek temannya (melakukan agresi verbal pada teman yang diskusinya dianggap ambigu)
2. Berperilaku negatif: berkelahi terhadap reaksi negatif: ejekan teman karena dahulu tidak memiliki televisi (melakukan agresi fisik ketika menghadapi agresi verbal dari teman )
1. Mengambil keputusan sendiri dalam keputusan yang diambil yang diambil, yaitu masukan teman hanya sebagai pertimbangan, keputusan ditangan sendiri (keputusan di tangan sendiri ketika ada pilihan hidup, masukan teman Gerakan Mahasiswa sebagai pertimbangan saja)
1. Mengambil keputusan sendiri untuk masuk KOMIK, berdasarkan dirinya meskipun melalui diskusi dengan teman (keputusan masuk Gerakan Mahasiswa di tangan sendiri)
3.
KO (Peningkatan Kepercayaan
pada Organismenya)
KO. PP (Percaya atas penilaian-penilaian & keputusan yang akan diambil berdasar diri sendiri atas situasi yang dihadapi (independent & tidak
(+) 1. Mengambil keputusan sendiri atas pilihan hidupnya.
2. Mengambil keputusan sendiri atas pembiayaan kuliahnya,
2. Mengambil keputusan sendiri atas pemilihan aliran
205
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
agamanya (memilih aliran keyakinan agama sendiri)
yaitu memutuskan kuliah dengan biaya sendiri, masukan orang tua sebagai pertimbangan (membiayai pendidikan sendiri)
3. Mengambil keputusan sendiri menjadi koordinator KOMIK, meskipun didukung oleh teman-temannya (keputusan menjadi koordinator Gerakan Mahasiswa di tangan sendiri)
1.Takut mendapat reaksi negatif: olok-olok/ diskriminasi dari teman atau guru, jika menunjukkan identitas dirinya (takut mendapat ejekan dari teman sekolah)
1. Takut pada reaksi negatif: atas stigma komunis dari orang lain (takut mendapat stigma komunis dari teman lain)
2. Takut mendapat reaksi negatif: olok-olok dari teman, jika menceritakan pengalaman pribadi (takut ejekan dari teman)
2.Takut penilaian negatif masyarakat atas status sosialnya nanti (takut penilaian akan status sosial dari masyarakat)
menggantungkan pilihan hidup pada suatu peran atau pihak lain))
(-) 1. Takut penilaian dan reaksi negatif orang lain.
3. Takut pada reaksi negatif: stigma negatif dari orang lain atas anak Gerakan Mahasiswa (takut stigma negatif dari anak Gerakan lain)
3.Takut reaksi negatif: mendapat kecaman dari publik sehingga memilih menjadi dosen agar bebas bicara (takut reaksi verbal publik terkait profesi masa depannya)
206
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 8. Persamaan dan Contoh Kasus Subjek LR & BX
“Aktualisasi Diri Pada Aktivis Gerakan Mahasiswa Berdasarkan Carl Rogers”
Contoh Kasus
No Karakteristik
Sub Karakteristik
Persamaan LR BX
1. KP (Peningkatan Keterbukaan
pada Pengalaman)
KP. MS (Menerima dalam kesadarannya setiap stimulus, baik yang berasal dari dalam organisme
(+)
1Menerima suatu pilihan hidup orang lain yang berbeda dengan dirinya.
1. Menerima pilihan teman yang memilih pacaran, yang mana berbeda dengan pilihan dirinya (cara berelasi dengan lawan jenis)
1. Menerima gaya hidup hedonis orang lain yang berbeda dengan pilihan hidupnya karena tiap orang punya pilihan sendiri dalam hidupnya, meski ia khawatir terhadap itu (gaya hidup)
1. Fokus pada pekerjaan yang dilakukan saat ini, yaitu tidak terlalu berangan-angan dan berfokus bekerja saat ini
1. Fokus dengan terlibat di Karang Taruna,mempersiapkan cita-citanya membentuk partai
2. HE (Peningkatan Hidup secara Eksistensial)
HE. MH (Setiap momen kehidupan dilihat sebagai sesuatu yang baru dan berfokus pada masa sekarang)
(+)
1. Fokus pada apa yang dilakukan saat ini dan ada persiapan untuk masa depan.
2. Fokus pada persiapan membuat Pusat Studi yang dilakukan saat ini, yaitu membuat persiapan untuk Pusat Studi yang diinginkan pada masa depan (lokus pekerjaan aktivis)
2. Fokus pada saat ini dengan mempelajari karakteristik masyarakat Kalimantan Timur, persiapan fisik-mental serta siap jika diminta ke sana sekarang (akan ke sana sebentar, tidak langsung menetap/ meninggalkan kuliahnya) (mempelajari karakteristik masyarakat
207
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
suatu daerah untuk tujuan aksi di masa depan)
1. Tidak ritualistik pada tata cara praktek/ pelaksanaannya meski tetap memegang nilai-nilai Jawa (pelaksanaan ajaran adat budaya Jawa)
1. Tidak kaku/ tidak ritualistik pada tata cara pelaksanaan sesuatu hal.
1. Tidak ritualistik pada tata cara pelaksanaan ajaran agama, meski meyakini ajaran agamanya (pelaksanaan ajaran agama Katolik)
2. Tidak ritualistik: tidak menghidupi pada laku keseharian meskipun percaya pada energi lain; ia mengikuti hal klenik karena positif, ada kearifan lokal & spirit (pelaksanaan ritual budaya Jawa)
1. Fleksibel dan adaptif dalam penanganan masalah menurut posisi orang, dengan melihat apakah itu kader/ anggota/ koordinator lain (penanganan masalah berdasar posisi orang dalam Gerakan Mahasiswa)
1. Adanya penyesuaian dengan mencoba kemampuan adaptif seandainya berada bersama orang Batak asli (beradaptasi dengan orang dari suku lain)
HE. TK (Tidak kaku (rigid), sanggup berubah, dan adaptif atas pengalaman)
(+)
2. Fleksibel dan adaptif dalam menangani suatu hal sesuai situasi & kondisi yang dihadapi.
2. Fleksibel dan adaptif dalam
menangani penempatan kader organisasi sesuai kesiapannya (penempatan kader Gerakan Mahasiswa sesuai kesiapannya)
2. Adanya penyesuaian dengan mencoba untuk nyaman dan akhirnya benar merasa nyaman ketika berada dengan orang Jakarta (beradaptasi dengan orang dari daerah lain)
208
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Adaptif dalam menempatkan keberfungsian tempat sesuai fungsinya (adaptif dalam keberfungsian tempat)
3. Adanya penyesuaian dengan mengelola perubahan yang dialami atau hal-hal yang berbeda agar menjadi terarah (pengelolaan perubahan -perubahan yang terjadi dalam hidup)
4. Adanya penyesuaian dengan melihat apakah masuk ke politik praksis atau sektoral (penyesuaian pada area eksperimentasi Gerakan Mahasiswa)
5. Adaptif dalam menempatkan tahap komunikasi dengan orang lain (penggunaan tahap komunikasi dengan orang non Gerakan Mahasiswa)
6. Adanya penyesuaian dalam menghadapi orang baru dalam lingkungan yang karakteristiknya baru (menghadapi teman baru dalam lingkungan kuliah yang baru)
7. Adanya penyesuaian dalam menghadapi orang baru (adaptif menghadapi orang baru dalam forum Gerakan
4. Adanya penyesuaian saat ini untuk segera menyelesaikan kuliah karena biaya mahal (penyesuaian dalam tanggung jawab kuliah)
209
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Mahasiswa)
8. Adanya penyesuaian dalam bersosialisasi dengan masyarakat/ tetangga di rumahnya (adaptif dalam bersosialisasi dengan masyarakat lingkungan tempat tinggal)
1. Sanggup mengikuti pertemuan mahasiswa - buruh yang belum pernah dilakukan sebelumnya (mengikuti aktivitas Gerakan Mahasiswa yang belum pernah diikuti)
1. Sanggup berubah & mencoba banyak cara untuk menghormati leluhur dan berdiskusi untuk mencari penjelasan hal klenik (mencoba alternatif dalam mempertahankan nilai budaya yang dihidupi)
3. Sanggup berubah & mencoba hal baru.
2. Sanggup mencoba cara penanganan ketetapan UMP yang baru jika mengalami kegagalan (mencoba alternatif saat gagal melakukan aktivitas medan eksperimentasi Gerakan Mahasiswa).
2. Sanggup mencoba mencari cara lain atas kegagalan target demonstrasi menolak RUU Sisdiknas (mencoba alternatif baru dalam aktivitas Gerakan Mahasiswa)
210
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Sanggup mencoba cara baru selain berdemo, yaitu melakukan cara lain selain berdemo dengan gerakan intelektual atau gerakan jaringan (mencoba alternatif baru dalam aktivitas Gerakan Mahasiswa)
3. Sanggup mencoba hal baru dengan membangun semangat dan belajar spiritualitas setelah ke luar dari Seminari (mencoba hal baru dengan belajar spiritualitas setelah ke luar dari sekolah agama)
4. Sanggup berubah & mencoba hal baru dengan ikut bergerak untuk memberikan bantuan pada korban (mencoba alternatif baru untuk membantu korban bencana alam)
4. Sanggup mencoba cara advokasi buruh yang baru jika mengalami kegagalan (mencoba alternatif saat gagal melakukan aktivitas medan eksperimentasi Gerakan Mahasiswa).
5. Sanggup mencoba hal baru dengan memberikan inspirasi agar masyarakat kritis dengan melakukan pendekatan-pendekatan untuk mengusahakan bantuan bagi masyarakat (mengusahakan pendekatan-pendekatan baru untuk mengusahakan bantuan bagi korban bencana alam)
211
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Berperilaku negatif: menantang berkelahi dengan teman karena dianggap sombong (melakukan agresi fisik ketika menghadapi teman yang dianggap berkarakter negatif)
(-) 1. Berperilaku negatif terhadap respon orang lain yang tidak sesuai dengan dirinya.
1. Berperilaku negatif dengan mengejek teman jika tidak sesuai dengannya, yaitu menganggap ambiguitas sebagai sesuatu yang tidak produktif sehingga mengejek temannya (melakukan agresi verbal pada teman yang diskusinya dianggap ambigu)
2. Berperilaku negatif: mengkritik keras teman Gerakan yang tidak selesai kerjaannya dan mendiamkan-nya jika ngambek (melakukan agresi verbal ketika ada teman yang tidak menyelesaikan tugas dalam Gerakan Mahasiswa)
3.
KO (Peningkatan Kepercayaan
pada Organismenya)
KO. PP (Percaya atas penilaian-penilaian & keputusan yang akan diambil berdasar diri sendiri atas
(+) 1. Mengambil keputusan sendiri atas pilihan hidupnya.
1. Mengambil keputusan sendiri dalam keputusan yang diambil yang diambil, yaitu masukan teman hanya sebagai pertimbangan, keputusan ditangan sendiri (keputusan di tangan sendiri ketika ada masukan dari teman)
1. Mengambil keputusan sendiri bahwa saat ini menjadi aktivis secara kesadaran pribadi (keputusan menjadi aktivis di tangan sendiri atas kesadaran pribadi)
212
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Mengambil keputusan sendiri atas pembiayaan kuliahnya, yaitu memutuskan kuliah dengan biaya sendiri, masukan orang tua sebagai pertimbangan (membiayai pendidikan sendiri)
2. Mengambil keputusan sendiri jika menghadapi masalah, meskipun tetap menerima masukan orang lain (keputusan di tangan sendiri jika menghadapi masalah, masukan teman sebagai bahan pertimbangan
1. Takut mendapat reaksi negatif: olok-olok/ diskriminasi dari teman atau guru, jika menunjukkan identitas dirinya (takut mendapat ejekan dari teman sekolah)
1. Takut penilaian negatif: ketakutan dinilai bodoh oleh orang lain jika memperlihatkan kegagalan ke publik (takut dinilai bodoh oleh orang lain)
2. Takut mendapat reaksi negatif: olok-olok dari teman, jika menceritakan pengalaman pribadi (takut ejekan dari teman)
2. Takut reaksi negatif: ketakutan ditertawakan/ diejek teman sehingga mengalahkan relasi dengan lawan jenis (takut ejekan dari teman Gerakan Mahasiswa)
situasi yang dihadapi (independent & tidak menggantungkan pilihan hidup pada suatu peran atau pihak lain))
(-) 1. Takut penilaian dan reaksi negatif orang lain.
3. Takut pada reaksi negatif: stigma negatif dari orang lain atas anak Gerakan Mahasiswa (takut stigma negatif dari anak Gerakan lain)
3. Takut penilaian dan reaksi negatif orang lain: merasa malu nantinya sehingga tidak menceritakan momen titik balik yang dinilai paling berkesan (takut dinilai negatif dari teman lain)
213
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 9. Persamaan dan Contoh Kasus Subjek RG & BX
“Aktualisasi Diri Pada Aktivis Gerakan Mahasiswa Berdasarkan Carl Rogers”
Contoh Kasus
No Karakteristik
Sub Karakteristik
Persamaan RG BX
KP. MA (Melihat secara akurat berbagai pengalaman, perasaan, & reaksi-reaksi yang tidak sesuai dengan gambar diri individu, baik mengenai dirinya atau hubungannya dengan dunia luar)
(-) 1.Menolak reaksi negatif pihak lain mengenai karakter atau sifat dirinya.
1. Menolak reaksi negatif: jika dikatakan komunis oleh organisasi lain (menolak penilaian ideologi oleh organisasi lain)
1. Menolak reaksi negatif: dinilai idealis oleh orang lain (menolak penilaian karakter diri yang cenderung negatif dari orang lain)
1. KP (Peningkatan Keterbukaan
pada Pengalaman)
KP. MS (Menerima dalam kesadarannya setiap stimulus, baik yang
(+)
1. Menerima suatu pilihan hidup orang lain yang berbeda dengan dirinya.
1. Menerima pilihan aktivitas teman yang berbeda dengannya dalam menggunakan waktu luang (pengelolaan waktu luang)
1. Menerima gaya hidup hedonis orang lain yang berbeda dengan pilihan hidupnya karena tiap orang punya pilihan sendiri dalam hidupnya, meski ia khawatir
214
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terhadap itu (gaya hidup)
1. Menerima pandangan & pemikiran organisasi bahwa hidup akan berarti jika berbuat sesuatu untuk diri sendiri & orang lain (pandangan hidup yang lebih berarti menurut organisasi)
1. Menerima pandangan & perlakuan pola asuh orang tua dan faktor ekonomi keluarga yang membentuk karakter dirinya (pola asuh orang tua & faktor ekonomi keluarga)
2. Menerima tanggung jawab
kuliah dari orang tua (tanggung jawab pendidikan dari orang tua)
2. Menerima pandangan: pengertian mengenai hak dan kewajiban dari orang tuanya (pengertian hak dan kewajiban dari orang tua)
3.Menerima perbedaan perlakuan dari orang tua antara dirinya dengan saudara perempuannya (perbedaan pola asuh orang tua antara dirinya dengan saudaranya)
berasal dari dalam organisme atau dari lingkungan) 2. Menerima
pandangan, pemikiran, masukan, perlakuan & tanggung jawab pihak di luar dirinya
4. Menerima tanggung jawab pendidikan dari orang tua dengan memanfaatkan semaksimal mungkin apa yang diberikan padanya (tanggung jawab atas pendidikan yang diberikan orang tua)
3. Menerima pemikiran bahwa organisasi mengakomodir tentang tanggung jawab personal aktivis, baik terkait urusan keluarga ataupun akademis (IP) (pemikiran organisasi GM mengenai tanggung jawab pribadi aktivis)
215
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Fokus pada aktivitas demonstrasi yang dilakukan saat ini, yaitu melakukan aksi demo tapi tidak kaku atas targetnya bahwa yang penting membangun kesadaran masyarakat terlebih dahulu (aktivitas aktivis Gerakan Mahasiswa)
1. Fokus dengan terlibat di Karang Taruna,mempersiapkan cita-citanya membentuk partai (kegiatan pemuda di lingkungan rumah)
HE. MH (Setiap momen kehidupan dilihat sebagai sesuatu yang baru dan berfokus pada masa sekarang)
(+)
1. Fokus pada apa yang dilakukan saat ini dan ada persiapan untuk masa depan.
2. Fokus pada apa yang dilakukan
saat ini, yaitu memiliki suatu cita-cita tapi tetap fokus melakukan yang sekarang (kegiatan hidup yang dilakukan saat ini)
2. Fokus pada saat ini dengan mempelajari karakteristik masyarakat Kalimantan Timur, persiapan fisik-mental serta siap jika diminta ke sana sekarang (akan ke sana sebentar, tidak langsung menetap/ meninggalkan kuliahnya) (mempelajari karakteristik masyarakat suatu daerah untuk tujuan aksi di masa depan)
2. HE (Peningkatan Hidup secara Eksistensial)
HE. DK (Diri dan kepribadian muncul dari pengalaman (menjadi partisipan dalam,
(+)
1. Adanya pengolahan kepribadian, perubahan karakter diri ataupun penemuan sifat & nilai hidup baru atas suatu proses
1. Adanya sifat diri yang positif: tidak rendah diri ketika mengikuti pertemuan BEM di luar kampus meski jabatannya paling rendah (percaya diri meskipun jabatan organisasi terendah dalam suatu forum)
1. Adanya perubahan karakter diri: lebih konsepsional & lebih berani memperjuangkan sesuatu setelah menjadi aktivis (perubahan karakter diri ke arah positif dalam mlakukan sesuatu)
216
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Adanya penemuan nilai baru lewat pengalaman jalan salib/ membaca dan adanya pengolahan kepribadian/ semangat berpergerakan lewat pengalaman dalam Gerakan (penemuan nilai baru dari pengalaman religiusitas & pengolahan kepribadian dalam GM)
3. Adanya penemuan nilai hidup sederhana & hormat pada leluhur dari proses dalam keluarga dan menginternalisasinya (temukan nilai hidup dari proses di dalam keluarganya)
4. Adanya penemuan nilai hidup baru yaitu memperoleh nilai-nilai hidup dari proses hidup bersama masyarakat di Cigugur (temukan nilai hidup baru dari proses hidup bersama masyarakat)
pengamat dari, dan menyerahkan diri pada kemungkinan-kemungkinan yang sedang berkembang)
pengalaman baru. 2. Adanya sifat diri yang positif: tidak sombong karena pernah mengalami pengalaman hidup saat di bawah (sifat diri positif atas pengalaman hidup yang di bawah)
5. Adanya penemuan sifat baru yaitu menginternalisasi sifat solidaritas yang tinggi dari pengalaman momen gempa
217
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2006 (penemuan sifat positif atas pengalaman bencana alam)
6. Adanya penemuan sifat: menemukan kekuatan dan kerapuhan diri atas suatu proses pengalaman barunya (penemuan sifat diri yang positif & negatif dari proses pengalaman hidupnya)
1. Tidak ritualistik pada tata cara praktek/ pelaksanaannya meski tetap memegang nilai-nilai Jawa (pelaksanaan ajaran adat budaya Jawa)
1.Tidak kaku/ tidak ritualistik pada tata cara pelaksanaan sesuatu hal.
1. Tidak ritualistik pada tata cara pelaksanaan ajaran agama: sholat, yang mana dilakukan tidak sebagai rutinitas, tapi lebih karena esensinya (pelaksanaan ajaran agama Islam)
2. Tidak ritualistik: tidak menghidupi pada laku keseharian meskipun percaya pada energi lain; ia mengikuti hal klenik karena positif, ada kearifan lokal & spirit (pelaksanaan ritual budaya Jawa)
HE. TK (Tidak kaku (rigid), sanggup berubah, dan adaptif atas pengalaman)
(+)
2. Fleksibel dan adaptif dalam menangani suatu hal sesuai situasi & kondisi yang
1. Adaptif dalam memberlakukan ketentuan saat demo sesuai sesuai dengan latar belakang organisasi yang diusung (ketentuan aktivitas sesuai latar
1. Adanya penyesuaian dengan mencoba kemampuan adaptif seandainya berada bersama orang Batak asli (beradaptasi dengan orang dari suku lain)
218
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
belakang organisasi) 2. Adaptif dalam menggunakan
bahasa sesuai siapa yang dihadapi & kepahaman, apakah dalam keluarga atau masyarakat (penggunaan bahasa untuk komunikasi dengan keluarga/ masyarakat
2. Adanya penyesuaian dengan mencoba untuk nyaman dan akhirnya benar merasa nyaman ketika berada dengan orang Jakarta (beradaptasi dengan orang dari daerah lain)
3. Adaptif dalam menghadapi orang/ instansi yang memanfaatkan situasi gempa bumi untuk keperluan pribadinya (penanganan pada pihak oportunis dalam peristiwa bencana alam)
3. Adanya penyesuaian dengan mengelola perubahan yang dialami atau hal-hal yang berbeda agar menjadi terarah (pengelolaan perubahan -perubahan yang terjadi dalam hidup)
4. Fleksibel dan adaptif dalam menjalankan aktivitas kampus dan Perkumpulan Pemuda di daerahnya (adaptif dalam aktivitas kampus & pemuda daerah asal)
dihadapi.
5. Adaptif dalam mengkomunikasikan atau menjelaskan partisipasi politik pada masyarakat sesuai bahasa mereka bukan bahasa ilmiah kampus (penggunaan bahasa sesuai masyarakat dalam
4. Adanya penyesuaian saat ini untuk segera menyelesaikan kuliah karena biaya mahal (penyesuaian dalam tanggung jawab kuliah)
219
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
membangun kesadaran politik) 6. Adaptif dalam menggunakan
bahasa sesuai siapa yang dihadapi & kepahaman, apakah dalam keluarga atau masyarakat (penggunaan bahasa dalam masyarakat yang berbudaya feodal)
7. Adaptif dalam menghadapi orang/ instansi yang memanfaatkan situasi gempa bumi untuk keperluan pribadinya (adaptif menangani pihak oportunis dalam peristiwa bencana alam)
1. Sanggup berubah: berusaha bangkit ketika ketika kehilangan teman (bangkit ketika kehilangan relasi teman Gerakan Mahasiswa)
1.Sanggup berubah & mencoba banyak cara untuk menghormati leluhur dan berdiskusi untuk mencari penjelasan hal klenik (mencoba alternatif dalam mempertahankan nilai budaya yang dihidupi)
3. Sanggup berubah & mencoba hal baru.
2. Sanggup mencoba cara-cara baru selain demonstrasi dengan aksi tulis, diskusi, & aksi teatrikal (mencoba alternatif baru dalam aktivitas Gerakan
2.Sanggup mencoba mencari cara lain atas kegagalan target demonstrasi menolak RUU Sisdiknas (mencoba alternatif baru dalam aktivitas Gerakan
220
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Mahasiswa)
3. Sanggup mencoba hal baru dengan membangun semangat dan belajar spiritualitas setelah ke luar dari Seminari (mencoba hal baru dengan belajar spiritualitas setelah ke luar dari sekolah agama)
4. Sanggup berubah & mencoba hal baru dengan ikut bergerak untuk memberikan bantuan pada korban (mencoba alternatif baru untuk membantu korban bencana alam)
Mahasiswa)
5. Sanggup mencoba hal baru dengan memberikan inspirasi agar masyarakat kritis dengan melakukan pendekatan-pendekatan untuk mengusahakan bantuan bagi masyarakat (mengusahakan pendekatan-pendekatan baru untuk mengusahakan bantuan bagi korban bencana alam)
221
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Memberikan pandangan/ mengkomunikasikan & membebaskan pilihan atas pandangan pragmatis orang dalam masyarakatnya (suatu pandangan yang dimiliki orang lain dalam masyarakatnya)
1.Memberikan pandangan/ mengkomunikasikan dengan mengajak berpikir rasional dan ngomong-ngomong saat ada masyarakat (yang hanya melihat Jawa sebagai sesuatu yang mistis) mengajak pada hal klenik (mengajak diskusi masyarakat agar punya pandangan tentang ke-Jawa-an secara komprehensif)
2. Memberikan pandangan/ mengkomunikasikan & mencari penyelesaian permasalahan ketika berbeda pandangan dengan teman (mencari solusi atas perbedaan pandangan dengan teman)
3. Memberikan pandangan/ mengkomunikasikan & mencari penyelesaian bersama atas pemberlakuan aturan organisasi yang diikutinya (mencari solusi atas aturan yang ada di GM secara bersama)
4. Memberikan pandangan, mengkomunikasikan & mencari penyelesaian permasalahan secara bersama serta membebaskan pilihan orang lain.
4. Memberikan pandangan/ mengkomunikasikan &
2. Memberikan pandangan/ mengkomunikasikan dengan memberi penjelasan pada orang lain yang melihat Jawa cenderung mistis saja (mengajak diskusi masyarakat agar punya pandangan tentang ke-Jawa-an secara komprehensif)
222
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
membebaskan pilihan anggota untuk menjadi politisi atau bukan aktivis Gerakan (membebaskan teman di GM untuk tentukan pilihan peran dari aktivitasnya)
5. Memberikan pandangan/
mengkomunikasikan & membebaskan pilihan teman yang memilih hanya berorientasi kuliah (membebaskan pilihan teman yang hanya berorientasi ke pendidikan akademis)
6. Memberikan pandangan/ mengkomunikasikan mengenai pilihan hidupnya dengan berbicara dengan orang tua (mengkomunikasikan keinginan pendidikan pada orang tua)
(-) 1.Berperilaku negatif terhadap respon orang lain yang tidak sesuai dengan dirinya.
1. Berperilaku negatif: terus mengajak dan mengencangkan diskusi terhadap teman yang hanya berorientasi kuliah, jika ada protes dari teman (mengkomunikasikan
1. Berperilaku negatif: menantang berkelahi dengan teman karena dianggap sombong (melakukan agresi fisik ketika menghadapi teman yang dianggap
223
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pemikiran dirinya secara terus menerus meski mendapat protes dari teman)
berkarakter negatif)
2. Berperilaku negatif: berkelahi terhadap reaksi negatif: ejekan teman karena dahulu tidak memiliki televisi (melakukan agresi fisik ketika menghadapi agresi verbal dari teman )
2. Berperilaku negatif: mengkritik keras teman Gerakan yang tidak selesai kerjaannya dan mendiamkannya jika ngambek (melakukan agresi verbal ketika ada teman yang tidak menyelesaikan tugas dalam Gerakan Mahasiswa)
2. Tidak sanggup berubah atas suatu hal yang sudah ada.
1. Tidak sanggup berubah pada cara melakukan pembuatan proposal yang masih ikuti pola lama yang dianggap negatif (ikuti pola lama pembuatan administrasi kegiatan meski dinilai negatif)
1.Tidak sanggup berubah terkait pengambilan topik skripsi dengan alasan topik itu yang paling mudah agar tidak perlu belajar lagi dan cepat selesai (mempelajari pengetahuan yang sudah ada agar lebih mudah)
1. Mengambil keputusan sendiri untuk masuk KOMIK, berdasarkan dirinya meskipun melalui diskusi dengan teman (keputusan masuk Gerakan Mahasiswa di tangan sendiri)
1.Mengambil keputusan sendiri bahwa saat ini menjadi aktivis secara kesadaran pribadi (keputusan menjadi aktivis di tangan sendiri atas kesadaran pribadi)
3.
KO (Peningkatan Kepercayaan
pada Organismenya)
KO. PP (Percaya atas penilaian-penilaian & keputusan yang akan diambil berdasar diri sendiri atas
(+) 1. Mengambil keputusan sendiri atas pilihan hidupnya.
2. Mengambil keputusan sendiri atas pemilihan aliran
2.Mengambil keputusan sendiri jika menghadapi masalah,
224
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
agamanya (memilih aliran keyakinan agama sendiri)
3. Mengambil keputusan sendiri menjadi koordinator KOMIK, meskipun didukung oleh teman-temannya (keputusan menjadi koordinator Gerakan Mahasiswa di tangan sendiri)
meskipun tetap menerima masukan orang lain (keputusan di tangan sendiri jika menghadapi masalah, masukan teman sebagai bahan pertimbangan)
1. Yakin pada penilaiannya atas esensi kuliah yang mana juga harus berbuat sesuatu (esensi pendidikan yang juga harus berbuat sesuatu)
1.Yakin pada penilaiannya bahwa di Indonesia banyak orang menuntut hak tanpa diikuti kewajiban sehingga ia mengkritisinya (penilaian atas keseimbangan hak dan kewajiban Warga Negara Indonesia)
situasi yang dihadapi (independent & tidak menggantungkan pilihan hidup pada suatu peran atau pihak lain))
2. Yakin pada penilaian dan keputusannya atas suatu hal, baik terkait dirinya ataupun realitas sosial, ekonomi, agama, politik.
2. Yakin pada penilaiannya terkait wajarnya kenaikan UMP bahwa gaji dosen/ guru tidak seimbang dengan jasanya membangun peradapan (ketidakseimbangan penghargaan terhadap jasa profesi di dunia pendidikan)
2. Yakin pada penilaiannya bahwa agama itu bagian pembentuk identitas bukan sesuatu yang mutlak dan hanya akan mengkotak-kotakan sehingga ia mengosongkan kolom agama KTP (identitas diri seharusnya bukan berdasarkan agama namun pendidikan seseorang)
225
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Yakin pada penilaiannya bahwa wanita bisa menjadi pemimpin, tergantung kemampuan bukan aturan agama, sehingga bersedia jika dipimpin wanita (kesediaan dipimpin oleh pemimpin tanpa mempermasalahkan jenis kelamin/ gender, namun kapasitas seseorang)
3. Yakin pada penilaiannya dengan merasa mantap memilih berpergerakan dan fokus ke tugas organisasi karena itu merupakan pilihan hidupnya saat sebelum semester 8 (yakin memilih berpergerakan daripada relasi interpersonal dengan lawan jenis)
4. Yakin pada penilaiannya bahwa bapaknya adalah orang hebat, meskipun ada cemoohan tetangga sehingga ia tidak mengambil pusing (penilaian terhadap orang tuanya secara positif sehingga tidak mempedulikan penilaian negatif dari orang lain)
4. Yakin pada penilaiannya bahwa masyarakat punya pemikiran sendiri untuk bertindak dalam suatu situasi sehingga ia membiarkan saja, namun tetap memberi inspirasi agar masyarakat kritis (memberikan penyadaran pd masy atas situasi yang dihadapi dengan melakukan suatu hal ketika bencana alam).
(-) 1.Takut penilaian dan reaksi negatif orang lain.
1. Takut pada reaksi negatif: atas stigma komunis dari orang lain (takut mendapat stigma komunis dari teman lain)
1. Takut penilaian negatif: ketakutan dinilai bodoh oleh orang lain jika memperlihatkan kegagalan ke publik (takut dinilai bodoh oleh orang lain)
226
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Takut penilaian negatif masyarakat atas status sosialnya nanti (takut penilaian akan status sosial dari masyarakat)
2. Takut reaksi negatif: ketakutan ditertawakan/ diejek teman sehingga mengalahkan relasi dengan lawan jenis (takut ejekan dari teman Gerakan Mahasiswa)
3. Takut reaksi negatif: mendapat kecaman dari publik sehingga memilih menjadi dosen agar bebas bicara (takut reaksi verbal publik terkait profesi masa depannya)
3. Takut penilaian dan reaksi negatif orang lain: merasa malu nantinya sehingga tidak menceritakan momen titik balik yang dinilai paling berkesan (takut dinilai negatif dari teman lain)
227
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI