batak-cerita dahulu

34
Page1 Cerita Dahulu (Bagian-1) Kerajaan Nirwana (Banua Ginjang) Sesaat aku tiba di puncak sebuah gunung yang disebut sebagai Dolok Pusuk Buhit, di Tanah Batak. Konon Dolok Pusuk Buhit adalah sebagai tempat asal muasal Bangsa Batak, bahkan menurut legendanya adalah sebagai tempat asal mula pertama sekali manusia ada dan menyebar kesegala penjuru di bumi ini. Beginilah legenda cerita yang dimitoskan: Tersebutlah Mulajadi Nabolon pencipta alam semesta beserta isinya yang bersemayam di Banua Ginjang. Mulajadi Nabolon menciptakan tujuh tingkat langit dan benda benda langit, dan matahari disebutkan sebagai anaknya, sebagaimana selalu disebutkan para leluhur Bangsa Batak dalam mantra (doa) pemujaannya seperti: “Ya Tuhan Tiga yang esa (Debata Natolu), tiga rupa, tiga kekuasaan dari langit berlapis tujuh, dari embun berlapis tujuh, yang sehati dan sepakat dengan Tuhan Pencipta Alam Semesta (Mulajadi Nabolon), Maha Pembimbing Maha Pengajar”. Maka diciptakanlah langit bertingkat tujuh yang kelak sebagai tempat bersemayamnya arwah manusia berdasarkan amal dan perbuatan selama hidupnya di bumi Banua Tonga. Langit yang ke tujuh merupakan singgasana Mulajadi Nabolon dengan para dewa-dewa lainnya. Mulajadi Nabolon juga menciptakan belangit seperti Matahari, Bulan, dan Bintang. Matahari disebutkan sebagai anak dari Mulajadi Nabolon dan disebut juga sebagai Angkalau bila sedang terjadi gerhana. Bila terjadi gerhana matahari maka disebut Bulan menelan Matahari, demikian sebaliknya bila terjadi gerhana bulan maka disebut Bulan ditelan oleh Matahari. Bulan diciptakan satu buah tetapi mendapat tiga nama sesuai dengan suasana keberadaannya, yaitu Bulan Sasabi, Bulan Tula, Bulan Mate. Demikian pula bintang-bintang yang jumlahnya ribuan bahkan jutaan jumlahnya tetapi hanya beberapa yang mempunyai nama antara lain adalah Bintang Sialapariama, Bintang Sialasungsang, Bintang Marihur, Bintang Martimus, Bintang Bisnu, Bintang Borma, Bintang Sori, Bintang Ilala, Bintang Sijombut, Bintang Sigaraniapi, Bintang Sidongdong, dan lainnya yang tidak disebutkan namanya satu persatu. Mulajadi Nabolon lalu menciptakan para penghuni Banua Ginjang yang bertugas sebagai pembawa pesan dan utusan untuk segala ciptaan. Maka tersebut pula malaikat yang disebut Leangleangmandi berwujud sejenis serangga untung-untung besar. Leangleangmandi mendapat tugas sebagai penyampai pesan diantara para dewa-dewa dengan Mulajadi Nabolon. Debata Asiasi berwujud sejenis burung dan tiga fungsi, benama Manuk Patiaraja, Manuk Hulambujati, dan Manuk Mandoangdoang. Ada juga dewa penghuni Banua Ginjang yang disebut sebagai Debata Natolu, berwujud manusia bernama Debata Bataraguru, Debata Sori, Debata Mangalabulan.

Upload: juslin1979

Post on 27-Dec-2015

156 views

Category:

Documents


36 download

TRANSCRIPT

Page 1: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e1

Cerita Dahulu (Bagian-1)

Kerajaan Nirwana (Banua Ginjang)

Sesaat aku tiba di puncak sebuah gunung yang disebut sebagai Dolok Pusuk Buhit, di Tanah Batak. Konon Dolok Pusuk Buhit adalah sebagai tempat asal muasal Bangsa Batak, bahkan menurut legendanya adalah sebagai tempat asal mula pertama sekali manusia ada dan menyebar kesegala penjuru di bumi ini. Beginilah legenda cerita yang dimitoskan:

Tersebutlah Mulajadi Nabolon pencipta alam semesta beserta isinya yang bersemayam di Banua Ginjang. Mulajadi Nabolon menciptakan tujuh tingkat langit dan benda benda langit, dan matahari disebutkan sebagai anaknya, sebagaimana selalu disebutkan para leluhur Bangsa Batak dalam mantra (doa) pemujaannya seperti:

“Ya Tuhan Tiga yang esa (Debata Natolu), tiga rupa, tiga kekuasaan dari langit berlapis tujuh, dari embun berlapis tujuh, yang sehati dan sepakat dengan Tuhan Pencipta Alam Semesta (Mulajadi Nabolon), Maha Pembimbing Maha Pengajar”.

Maka diciptakanlah langit bertingkat tujuh yang kelak sebagai tempat bersemayamnya arwah manusia berdasarkan amal dan perbuatan selama hidupnya di bumi Banua Tonga. Langit yang ke tujuh merupakan singgasana Mulajadi Nabolon dengan para dewa-dewa lainnya. Mulajadi Nabolon juga menciptakan belangit seperti Matahari, Bulan, dan Bintang. Matahari disebutkan sebagai anak dari Mulajadi Nabolon dan disebut juga sebagai Angkalau bila sedang terjadi gerhana.

Bila terjadi gerhana matahari maka disebut Bulan menelan Matahari, demikian sebaliknya bila terjadi gerhana bulan maka disebut Bulan ditelan oleh Matahari. Bulan diciptakan satu buah tetapi mendapat tiga nama sesuai dengan suasana keberadaannya, yaitu Bulan Sasabi, Bulan Tula, Bulan Mate. Demikian pula bintang-bintang yang jumlahnya ribuan bahkan jutaan jumlahnya tetapi hanya beberapa yang mempunyai nama antara lain adalah Bintang Sialapariama, Bintang Sialasungsang, Bintang Marihur, Bintang Martimus, Bintang Bisnu, Bintang Borma, Bintang Sori, Bintang Ilala, Bintang Sijombut, Bintang Sigaraniapi, Bintang Sidongdong, dan lainnya yang tidak disebutkan namanya satu persatu.

Mulajadi Nabolon lalu menciptakan para penghuni Banua Ginjang yang bertugas sebagai pembawa pesan dan utusan untuk segala ciptaan. Maka tersebut pula malaikat yang disebut Leangleangmandi berwujud sejenis serangga untung-untung besar. Leangleangmandi mendapat tugas sebagai penyampai pesan diantara para dewa-dewa dengan Mulajadi Nabolon. Debata Asiasi berwujud sejenis burung dan tiga fungsi, benama Manuk Patiaraja, Manuk Hulambujati, dan Manuk Mandoangdoang. Ada juga dewa penghuni Banua Ginjang yang disebut sebagai Debata Natolu, berwujud manusia bernama Debata Bataraguru, Debata Sori, Debata Mangalabulan.

Page 2: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e2

Di Surga Banua Ginjang sebagai tempat bersemayamnya Mulajadi Nabolon dan para dewa-dewa, ada tumbuh sebatang pohon yang disebut pohon Sangkamadeha atau Sikkam Mabarbar atau Siara Sundung Disebutkan Sikkam Mabarbar karena dipercaya sebagai peramal kehidupan manusia. Disebut siara Sundung karena pohon itu tumbuh di Nirwana dan sampai di Dunia Tengah. Siara Sundung yaitu sejenis pohon beringin, dimana ulat dari pohon itu terjatuh di Banua Ginjang dan menjelma menjadi dewa tritunggal yang disebut Debata Asiasi mempunyai tiga peran sebagai Manuk Patiaraja dan disebut juga sebagai Manuk Hulambujati dan juga disebut sebagai Manuk Mandoangdoang. Dewa, Debata Asiasi adalah satu wujud yang memiliki tiga perilaku sesuai fungsi dan penugasannya oleh Mahapencipta Mulajadi Nabolon.

Para penghuni Banua Ginjang didalam kekuasa Kerajaan Mulajadi Nabolon adalah Leangleangmandi, Untunguntung Nabolon, Borongborong Badar, Lampulampu Nabolon, Debata Asiasi yang berwujut tritunggal yaitu Manuk Patiaraja, Manuk Hulambujati, Manuk Mandoangdoang, sebagai mahluk dewa yang melayani Mulajadi Nabolon untuk alam semesta dan segala isinya yang diciptakannya. Lalu Melalui dewa-dewi langit ini, mereka menciptakan penghuni surga di Banua Ginjang yang akan memerintah segala alam ciptaan seperti Debata Natolu yang terdiri dari Debata Bataraguru, Debata Sori, Debata Mangalabulan, lalu Na mapultak sian bulu yang terdiri dari tiga putri dan kemudian masing-masing menjadi istri Debata Natolu yaitu Siboru Portibulan, Siboru Malimbim, Siboru Anggarana. Demikianlah nama-nama dan generasi penghuni Banua Ginjang yang menjadi dewa-dewa di dalam Kerajaan Mulajadi Nabolon.

Debata Asiasi dalam perilaku sebagai Manuk Patiaraja mempunyai tiga butir telur yang besarnya seukuran kendi dan tidak mampu dieraminya sehingga dia menjumpai malaikat Leangleangmandi agar mau menyampaikan pesan kepada Mulajadi Nabolon. Pesan itu disampaikan Leangleangmandi kepada yang mulia Mulajadi Nabolon yang kemudian bertitah melalui Leangleangmandi agar Manuk Patiaraja mengerami telurnya dan menyiapkan sebelas butir beras untuk dimakannya setiap bulan satu butir sambil menggeser posisi telurtelur tersebut selama satu tahun. Maka Manuk Patiaraja melaksanakan titah tersebut, dan pada bulan keduabelas paruhnya terasa gatal lalu dia mematuk telur-telur tersebut satu persatu dan keluarlah mahluk dewa berwujud manusia. Dari telur pertama bernama Debata Bataraguru yang akan menjadi pemegang kuasa yang sebagai sumber Keabadian, Kebijaksanaan, Hukum Keadilan, Hukum Kerajaan, Pengetahuan, menguasai nasib dan takdir. Dari telur kedua keluar mahluk dewa bernama Debata Sori, yang nantinya memegang kuasa atas manusia untuk kebesaran, keagungan, dan kharisma. Dari telur ketiga keluar Debata Mangalabulan yang berkuasa atas manusia untuk memberi Kekuasaan, Kekuatan, Kesaktian. Ke tiga dewa-dewa ini disebut sebagai Debata Natolu.

Demikianlah terlahir tiga dewa yang akan menguasai alam ciptaan Mulajadi Nabolon. Beberapa lama kemudia Debata Asiasi berganti dalam wujud Manuk Hulambujati juga mengerami tiga potong bambu, sama halnya seperti wujud Manuk Patiaraja yang menetaskan tiga butir telur yang menjadi Debata Natolu. Manuk Hulambujati kemudian

Page 3: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e3

mengeluarkan tiga putri cantik yang masing-masing satu dari setiap bambu. Dari bambu pertama keluar putri bernama Siboru Portibulan, dari bambu kedua keluar putri Siboru Malimbim, dan dari bambu ketiga keluar putri Siboru Anggarana. Demikian pula terlahirnya tiga dewi yang menjadi penghuni surga.

Setelah tiga putri tersebut dewasa, Debata Asiasi ingin agar putri-putri ini mendapat pasangannya, maka dia menghubungi Leangleangmandi agar menyampaikan permohonannya kepada Mulajadi Nabolon yang kemudian mengabulkannya dengan bertitah agar ketiga putri tersebut menjadi istri-istri dari Debata Natolu sesuai urutannya, dan demikianlah mereka berpasang-pasangan. Mulajadi Nabolon bertitah kepada mereka bahwa Debata Bataraguru dan keturunannya akan menguasai segala misteri Banua Ginjang seperti ilmu-ilmu kebijaksanaan dan keadilan bagi seluruh ciptaan. Kemudian kepada Debata Sori diberi kuasa keduniaan di Banua Tonga berupa kekuasaan, kebesaran, keagungan, charisma. Debata Mangalabulan dan keturunannya kuasa menguasai Banua Toru dengan segala misteri pencobaan, bencana-bencana sebagai konsekwensi bagi ciptaannya.

Dari pasangan Debata Bataraguru dengan Siboru Portibulan mendapat keturunan dua anak laki-laki bernama Mulasongta, Mulasongti dan dua putri Siboru Sorbajati dan Siboru Deakparujar. Dari pasangan Debata Sori dengan Siboru Malimbim mendapat keturunan bernama Sorimatinggi dan Sorimatonga, dan dua putri bernama Nan Bauraja, Narudang Ulubegu. Sementara dari pasangan Debata Mangalabulan dengan Siboru Anggarana mendapat keturunan bernama Raja Odapodap, Raja Padoha, dan dua putri Siniangnaga, Leang Nagarusta.

Karena para keturunan Debata Natolu sudah berumur dewasa maka Mulajadi Nabolon melalui Leangleangmandi kepada Debata Asiasi yang bernama Mandoangdoang memberi aturan hukum yang harus berlaku selamanya untuk hubungan kekerabatan diantara keluarga-keluarga Debata Natolu yaitu Anak Batara Guru harus mengawini putri Debata Soripada, Anak Debata Soripada harus mengawini putri Debata Mangalabulan, dan Anak Debata Mangalabulan harus mengawini putri Debata Bataraguru. Aturan perkawinan diantara keturunan dewa-dewa inilah yang menjadi awal adanya tatanan kekerabatan di Banua Ginjang yang disebut ‘Dalihan Natolu’ sehingga penghuni langit di Banua Ginjang tidak boleh melakukan perkawinan berpantang diluar yang dititahkan oleh Mulajadi Nabolon.

Page 4: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e4

Awal Falsafah Batak 'Dalihan Natolu'

Silsilah Kerajaan Banua Ginjang Ciptaan Mulajadi Nabolon

Demikianlah dewa dan dewi sebagai penghuni Banua Ginjang dan mereka bukan dilahirkan secara biologis, tetapi berdasarkan proses dan hukum-hukum yang berlaku di Banua Ginjang atas Titah Mulajadi Nabolon. Keturunan mereka bertumbuh dewasa dan demikian pula Debata Mangalabulan bergundah gulana karena anaknya yang kedua bernama Odapodap berwujud ‘ilik’ sejenis kadal besar sehingga dia selalu sembunyi dan hampir tak pernah keluar dari tempat tinggalnya. Oleh karena itu maka Debata Mangalabulan memohon kepada Mulajadi Nabolon agar merestui untuk mengawinkan anaknya ini kepada salah satu putri abangnya Debata Bataraguru, dan permohonan itu disetujui karena itu memang sudah hukumnya. Debata Mangalabulan datang kepada Debata Bataraguru menyampaikan maksud hatinya, maka dia meminta putrinya Siboru

Page 5: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e5

Sorbajati untuk setuju ditunangankan kepada Si Raja Odapodap, namun Siboru Sorbajati bersusah hati karena mengetahui Siraja Odapodap yang berwujud ‘ilik’, tetapi dia tidak mampu menolak permintaan ayahnya karena memang sudah hukumnya demikian. Kekalutan pikirannya membuat dia mengambil keputusan untuk turun saja ke Banua Tonga yang pada saat itu masih diselimuti oleh lautan dan tak ada tempat untuk berpijak.

Siboru Sorbajati meminta kepada ayahnya agar dilaksanakan acara gondang (seperangkat alat musik tradisional yang digunakan dalam acara ritual semalaman dan agar dia dapat manortor (menari tarian tradisional) sebagai perpisahan kepada keluarganya. Acara dilaksanakan, Siboru Sorbajati sangat serius dan asyik menari sehingga dia mengalami kesurupan. Dalam keadaan kesurupan, Siboru Sorbajati seolah mendapat kekuatan luarbiasa sehingga dia mampu melompat ke Banua Tonga yang masih diselimuti oleh air.

Cerita Dahulu (Bagian-2)

Polemeik Perkawinan dan Lahirnya Pasangan Manusia Pertama di Bumi

Oleh karena demikianlah hukum yang memang harus berlaku dan tak boleh dilanggar, maka Debata Bataraguru meminta putri keduanya Siboru Deakparujar untuk mau menggantikan kakaknya agar ditunangankan kepada Siraja Odapodap. Sama halnya seperti putri Siboru Sorbajati yang tak mampu menolak permintaan ayahnya untuk menggantikan pertunanganan kakaknya itu, namun putri Siboru Deakparujar memang agak lebih licik dibanding kakaknya Siboru Sorbajati lalu mengiakan permintaan itu dan memohon seraya meminta persyaratan kepada Mulajadi Nabolon untuk memberikan segumpal kapas yang akan ditenunnya untuk membuat ulos (sejenis selendang yang digunakan dalam acara ritual) barulah dia akan menerima perjodohannya.

Maka melalui malaikat Leangleangmandi, Mulajadi memberikan kepada Siboru Deakparujar segumpal kapas dan dia mulai memintal kapas itu menjadi benang untuk selanjutnya akan dibuatnya menjadi Ulos. Dia bekerja siang dan malam melakukan pemintalan benang namun benang tersebut tidak juga bertambah banyaknya. Siboru Deakparujar memang sengaja berbuat demikian karena pada siang harinya tungkul benang yang sudah menggulung banyak benang, malamnya malah ditanggalinya lagi sehingga pada pagi berikutnya tungkul tersebut masih tetap seperti semula juga.

Kelicikan ini diketahui oleh Mulajadi Nabolon hanyalah untuk mengulurulur waktu saja agar dia tidak jadi ditunangankan kepada Siraja Odapodap. Kemudian Mulajadi Nabolon bersama Leangleangmandi datang menjumpai Siboru Deakparujar untuk menanyakan ulos yang dia tenun, Sewaktu bertemu Mulajadi Nabolon, Siboru Deakparujar gemetaran sehingga benang pintalannya terjatuh ke halaman dan bergulingguling tebenam kedalam lobang yang sangat dalam sehingga diapun tidak dapat menariknya kembali. Kemudian Siboru Deakparujar memohon kepada Mulajadi Nabolon agar

Page 6: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e6

dikabulkan dan dia diijinkan melanjutkan pemintalannya tanpa mengulanginya kembali dari awal.

Mulajadi Nabolon bertitah dan mengatakan: “Ambillah tongkat ‘Tudutudu Tualang’, lalu ikatkan ujung pintalan benangmu dan tancapkan tongkatnya ke tanah, lalu tarik benangnya hatihati.” Maka titah itupun dilakukan Siboru Deakparujar. Dia menggulung benang pintalan tersebut ke tongkat ‘Tudutudu Tualang’, namun semakin digulung tungkul tersebut semakin terjatuh lebih dalam yang akhirnya menarik Siboru Deakparujar melorot terjatuh dan tergantung diangkasa di atas lautan, itulah Banua Tonga. Saat tergantung pada utas benang pintalan di atas lautan, dia tersadar dan menangis tersedusedu sambil memanggil Leangleangmandi untuk menyampaikan permohonan maafnya kepada Mulajadi Nabolon agar mau memberi segumpal tanah untuk tempatnya berpijak.

Permohonan tersebut dipenuhi oleh Mulajadi Nabolon dan tanah tersebut diserahkan oleh Leangleangmandi kepadanya. Maka disanalah Siboru Deakparujar menjejakkan kakinya dan melaksanakan kegiatannya di tanah yang sudah disediakan baginya di Banua Tonga. Sementara Mulajadi Nabolon mengirim Raja Padoha pergi ke lautan menjumpai Boru Sorbajati untuk menjadi pasangan dan menguasai Banua Toru dan kemudian disebut bernama Naga Padoha.

Setelah sekian lama mengerjakan tenunan itu, Siboru Deakparujar bertemu dengan Naga Padoha yang menyapanya: “Hai Siboru Deakparujar!, mengapa engkau ada disini? Leangleangmandi sudah berulang kali mundar mandir untuk menjemputmu dari Banua Tonga ini”, kata Si Naga Padoha bertanya. Siboru Deakparujar semakin geram mendengar bahwa Leangleangmandi mau menjemputnya ke Banua Ginjang. Sambil menggerutu dia mengatakan tak akan mau dipaksa dijodohkan dengan Raja Odapodap. “Pekerjaan inilah yang paling perlu bagiku” katanya sambil terus memintal benang menjadi ulos, yang kemudian digelarnya menjadi semakin lebar dan semakin lebar sehingga menjadi tanah untuk dia bisa leluasa berpijak di Banua Tonga. Namun tanah yang ditempanya dari ulos terebut sering runtuh akibat Naga Padoha sering menggoyang badannya, karena naga padoha memang diberi kuasa dari Banua Toru untuk memperingatkan manusia apabila tidak mengindahkan hukum-hukum yang sudah dititahkan.

Siboru Deakparujar merasa kesal dan mencurigai bahwa ada yang diberi kuasa di Banua Toru untuk mengganggu pekerjaannya, lalu dia berniat untuk menghentikan rontoknya tanah yang ditempanya itu dan dia datang memohon kepada Leangleangmandi untuk memintakan demban (daun Sirih) dari eda-nya (eda = saudara sepupu perempuan) bernama Nan Bauraja dan Narudang Ulubegu, masing masing satu lembar, lalu dia mengunyahnya. Maka Siboru Deakparujar menjadi Cantik setelah memakan sirih tersebut, bibirnya terlihat memerah, nafasnya menjadi wangi. Ampas sirih yang dimakannya dibuatnya mewarnai ulos yang ditenunnya, disebutlah ulos itu bernama ‘Ulos Bintang Maratur’. Air liur sirih dimulutnya disemburkannya ke pundak Naga

Page 7: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e7

Padoha yang menguasai Banua Toru sehingga Naga Padoha menoleh kepadanya dan melihat Siboru Deakparujar memang menjadi cantik dengan bibir yang merah dan gigi putih berkilau bagai intan, dan beraroma semerbak mewangi disekelilingnya.

Lalu Naga Padoha bertanya: “Apa yang kau perbuat pada dirimu sehingga engkau menjadi cantik dan harum mewangi?” Siboru Deakparujar berkata: “Itulah sebagai tanda bahwa aku seorang putri raja yang bersopan santun dan selalu wangi dan cantik”. Maka Naga Padoha juga meminta agar dia bisa memiliki apa yang dilakukan oleh Siboru Deakparujar agar dia sebagai penghuni Banua Toru yang terkenal buruk rupa dapat pula menjadi cantik. Siboru Deakparujar bersedia memberikan permintaan Naga Padoha dengan suatu syarat bahwa Naga Padoha harus rela diikat dan dipasung, maka dia berkata: “Jika engkau memang menginginkan itu, satu syarat harus dipenuhi yaitu apa yang aku katakan harus engkau penuhi. Syarat itu adalah bahwa engkau harus kupasung lebih dahulu, agar dapat kuberikan padamu. Jika engkau mengharapkan yang lebih baik untuk diberikan, engkau harus dipasung mulai dari kaki, pinggang sampai dengan tanganmu.”

Maka pemasungan itu dilakukan Siboru Deakparujar sehingga tanah yang ditempa Siboru Deakparujar tidak lagi runtuh lagi. Pada saat Siboru Deakparujar menggelar ulos yang ditempa menjadi tanah berpijaknya maka bentuk tanah tersebut sesuai dengan bentuk ulos yang digelar merata bergelombang dan masih kosong tanpa ditumbuhi oleh tumbuh-tumbuhan. Sementara Siboru Sorbajati yang tadinya terjun ke lautan berkeinginan menjumpai adiknya di daratan yang ditempanya, namun sesampainya di darat dia beruabh menjadi sebuah pohon yang disebut pohon Bagot sejenis pohon Aren.

Siboru Deakparujar kemudian memanggil Leangleangmandi untuk memohon kepada Mulajadi Nabolon untuk diberikan tumbuh-tumbuhan karena tanah yang ditempa tersebut begitu tandus, sangat panas pada siang hari dan sangat dingin pada malam hari. Maka Leangleangmandi menjumpai Mulajadi Nabolon dan dia memberi sebuah karung untuk diberikan kepada Boru Deakparujar. Setelah karung tersebut diserahkan oleh Leangleangmandi dan dibuka oleh Siboru Deakparujar ternyata segala jenis benih tanaman. Setelah disemaikannya maka bertumbuhlah segala jenis tumbuh-tumbuhan di tanah yang sudah ditempa oleh Siboru Deakparujar.

Siboru Deakparujar bersenang hati berjalan-jalan dihamparan tanah sambil memandang di sekitarnya melihatlihat keindahan segala sesuatu yang tumbuh ditanah yang sudah ditempanya dengan kerja keras. Tanpa sepengetahuannya, Mulajadi Nabolon mengutus Leangleangmandi membawa Siraja Odapodap turun ke Banua Tonga agar berjumpa dengan Siboru Deakparujar sesuai hukumnya bahwa dia memang harus dipasangkan dengan Odapodap.

Di suatu hari Siboru Deakparujar melihat bekas tapak kaki yang tidak begitu serupa dengan tapak kakinya. Lalu dia merenung dan berpikir dalam hatinya: “Siapa gerangan

Page 8: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e8

yang melewati tempat ini tanpa sepengetahuanku”. Karena tiada seorangpun tempat bertanya maka dia hanya diam saja melihat bekas telapak kaki tersebut. Siboru Deakparujar berharap agar suatu saat dapat melihat siapa yang meninggalkan bekas jejak telapak kaki tersebut. Namun tanpa disangka dia bertemu dengan Siraja Odapodap. Sesaat Siraja Odapodap menyapa tunangannya tersebut: “Rupanya engkau berada disini? Engkau telah lama ditakdirkan menjadi jodohku” katanya merayu, lalu Siboru Deakparujar menyahut: ”Oh no…no… tidak my friend! jika ada yang cocok, bukan kau orangnya, kawan!”. “Enam tahun menantimu sebenarnya sudah cukup lama bagiku dan membosankan, bahkan kini sudah tahun ketujuh maka masanya untuk kita bersanding” ujar Siraja Odapodap.

Siboru Deakparujar merasa terhina dengan ucapan Siraja Odapodap, karena dia merasa lebih cantik dan anggun dan tidak cocok dipasangkan dengan Odapodap yang buruk rupa mirip komodo. Lalu dia bermohon kepada Leangleangmandi: “Bawalah aku ke Banua Ginjang, karena aku telah rindu kepada ayahku Debata Bataraguru” katanya memohon sambil memakai kelicikannya agar dapat menghindar dari takdir berpasangan dengan Odapodap. Leangleangmandi lalu menjawab: “aku tidak akan boleh membawamu ke Banua Ginjang sebelum bertanya dahulu kepada Mulajadi Nabolon.” Namun permohonan tersebut tetap disampaikannya, kemudian Mulajadi Nabolon berseru kepada Leangleangmandi: “Seandainyapun Aku memanggilnya untuk kembali ke Banua Ginjang, sementara hatinya tetap saja ingin tinggal di Banua Tonga, maka biarlah dia tetap di Banua Tongah. Apabila engkau membawanya, engkau akan kena hukuman dariKu” kata Mulajadi.

Leangleangmandi menyampaikan pesan tersebut kepada Siboru Deakparujar dan diapun termenung sambil berpikir: “Rupanya hal ini sudah menjadi nasib dan takdir bagiku”. Siraja Odapodap kemudian berkata: “Jangan engkau bersedih sayangku! bahwa apa yang telah di takdirkan saatnya pasti akan datang, karena apabila sudah jodoh tidak akan dapat dielakkan”, katanya menggoda. Kemudian Siboru Deakparujar menangis dan bermohon kepada Leangleangmandi agar menyampaikan pesan kepada Mulajadi Nabolon supaya merestui saja perkawinannya dengan Siraja Odapodap, karena takdir memang tak dapat dielakkan lagi. Lalu Mulajadi Nabolon bersabda: “Biarkanlah dia memberkati dirinya sendiri, bukan karena perintahku maka dia mau, tetapi karena tidak ada jalan lain lagi maka dia berkata demikian. Tetapi walaupun begitu bukan berarti mereka tidak akan berkembang dengan baik dan sejahtera, akan tetapi dia akan tetap kena hukuman akibat perbuatannya selama ini”. Siboru Deakparujar kemudian bermohon kepada Leangleangmandi: “Jika harus dihukum juga, aku tetap tidak mau kawin dengan Siraja Odapodap, akan tetapi apabila Mulajadi Nabolon memberitahukan apa bentuk hukuman tersebut, maka aku akan mengambil sikap dan keputusan untuk mengiyakan” katanya dengan sikap tegas. Kemudian Leang-leangmandi menyampaikan permohonan tersebut kepada Mulajadi Nabolon, maka Mulajadi Nabolon bersabda: “Engkau akan bersusah payah, dan engkau akan berkeringat untuk mencari makanmu di tanah yang kau bentuk”.

Page 9: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e9

Setelah mereka sudah menjadi suami istri di Banua Tonga dan Siboru Deakparujar pun hamil. Dia berbahagia bahwa akan ada yang bewarisi tanah yang sudah dia bentuk dengan bersusah payah. Dia berharap agar Mulajadi Nabolon tidak menjatuhkan kutuk karena pembangkangannya walaupun akhirnya dia mematuhi perintah menjadikan Odapodap sebagai suaminya. Melalui Leangleangmandi dia memohon kepada Mulajadi Nabolon meminta penawar-bala yaiu ‘tawar perselisihan’ dan ‘berkat tuah agung’ serta ‘tawar mulajadi’. Leangleangmandi kemudian memberikan kepada Siboru Deakparujar dan diselipkan pada kain dan sanggulnya. Kemudian Mulajadi Nabolon berkata kepada Leangleangmandi: “Katakanlah kepada Siboru Deakparujar, apabila kandungannya sudah lahir, obat penawar itu akan menjadi sanggul-sanggul(warisan) untuk tanah yang ditempanya”.

Mengetahui hal tersebut Siboru Deakparujar terpana karena merasa malu karena dia tahu mungkin akan ada masalah dengan kehamilannya sebagai warisan kutuk yang memang harus terjadi padanya. Berselang beberapa hari, Siboru Deakparujar melahirkan kandungannya, namun bentuknya seperti gumpalan bulatan, tidak berkaki, tidak bertangan dan tidak berkepala disebut gumul (bulat) mirip kumbang disebut ‘Jugul Meang’. Mulajadi Nabolon menitahkan kepada Boru Deakparujar agar yang lahir nanti harus dikubur karena itulah akan menyempurnah kan bumi. Rambutnya menjadi tanah liat, Tulang-tulangnya menjadi batu-batuan, dan darahnya akan merekatkan bumi.

Selang waktu berikutnya Siboru Deakparujar hamil kembali, kemudian lahirlah anak kembar satu laki-laki dan satu perempuan. Nama anak laki-laki Siraja Ihat Manisia dan menjadi permulaan manusia laki-laki. Nama anak perempuan Siboru Itham Manisia itulah asal-usul ibu manusia sebagai pasangan manusia pertama di bumi yang dilahirkan langsung oleh pasangan dewa dan dewi Raja Odapodap dan Siboru Deakparujar. Setelah anak ke-dua anak kembar itu bertumbuh menjadi besar, Siboru Deakparujar berniat dan memesankan kepada Leangleangmandi, agar keluarganya dari Banua Ginjang datang untuk bergembira serta merestui anaknya yang dua itu dan menanyakan bagaimana nasib selanjutnya ke dua anak itu dikemudian hari, karena ke dua anak itu adalah lahir dari pasangan dewa dan dewi dari Banua Ginjang dan akan tinggal di Banua Tonga. Ke dua anak itu disebutlah setengah dewa-dewi dan setengah manusia.

Cerita Dahulu (Bagian-3)

Warisan Hukum dan Takdir bagi Manusia di Bumi (Banua Tonga)

Leangleangmandi menyampaikan niat Siboru Deakparujar agar Mulajadi Nabolon dan dewa-dewa di Banua Ginjang datang berkunjung ke Banua Tonga dan memberkati keluarga Siboru Deakparujar. Mulajadi Nabolon mengumpulkan semua penghuni Banua Ginjang dan berkumpul dibawah pohon Sangkamadeha sebagai Sikkam Mabarbar Siara Sundung. Lalu Mulajadi Nabolon bertitah kepada semua penghuni Banua Ginjang dan berkata: “Siboru Deakparujar sudah bekerja keras mengelola bumi menjadi indah dan

Page 10: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e10

pantas untuk dimilikinya, dan dia sudah mendapat keturunan dari pasangannya Siraja Odapodap, maka kita akan turun ke Banua Tonga untuk memberkati mereka dan semua ciptaan. Tetapi sebelum turun ke Banua Tonga kalian akan aku bekali kuasa untuk mengatur semua ciptaan sesuai dengan porsi kuasa masing-masing.”

Sebelum menyampaikan titah kuasa kepada masing-masing dewa maka Mulajadi Nabolon menggeser tubuhnya dari bersender di batang pohon Sikkam Mabarbar Siara Sundung sehingga pohon itu bergoyang mengakibatkan ulat-ulat dari pohon itu jatuh ke dalam air di lautan di Banua Tonga, dan itulah menjadi awal kehidupan dilaut. Kemudian Mulajadi Nabolon bersandar lagi ke batang pohon Sikkam Mabarbar Siara Sundung sehingga pohon itu kembali bergoyang dan menjatuhkan ulat-ulat ke tanah yang ditempa oleh Siboru Deakparujar di Banua Tonga dan ulat-ulat tersebut menjadi asal mula terjadinya semua jenis mahluk yang ada di daratan dan yang terbang diudara. Maka tersebutlah jenis-jenis burung disebut juga sebagai manuk yang berkokok memberitahu tanda akan terjadi terang hari, terciptalah burung ambaroba memberitahukan terik matahari, terciptalah serangga sese memberi tanda sore hari, terciptalah sosoit dan araroma memberi tanda pergantian masa.

Lalu Mulajadi Nabolon mulai menyampaikan titahnya kepada dewa-dewa mengenai patokan menjadi tatanan kehidupan manusia yang akan dikuasai oleh para dewa-dewa. Dia mengambil satu buah dari pohon Sikkam Mabarbar Siara Sundung dan mencampakkannya ke Bumi di Banua Tonga lalu biji buah itu tumbuh berbuah dan mati, lalu buah yang jatuh itu tumbuh berbuah dan mati lagi. Demikianlah pohon itu ada di Bumi menjadi pertanda waktu di siang hari. Benih pohon Sikkam Mabarbar Siara Sundung yang tumbuh di Bumi disebutlah namanya menjadi Arasundung.

Pohon Arasundung menjadi penunjuk waktu selama siang hari dimulai dari bertunas di Binsar Mata ni Ari (terbit matahari) sampai Mate Ari (terbenam matahari), disebutlah mulai tumbuh bernama ‘Komis’, lalu berdaun dinamai ‘Bisnu’, lalu berbunga dinamai ‘Sori’, lalu berbuah dinamai ‘Hala’, kemudian buah itu jatuh dan mati dinamai ‘Borma’. (Tunas/Binsar, Tumbuh/Komis, Berdaun/Bisnu, Berbunga/Sori, Berbuah/Hala, Buah Jatuh/Borma).

Demikianlah pohon Arasundung ini berulang-ulang tumbuh setiap hari, setiap bulan dan setiap tahun maka pohon ini tumbuh berantai sambung menyambung. Karena pertumbuhan pohon ini menjadi penunjuk waktu setiap hari maka disebutlah namanya ‘Ari-ara’, kemudian menjadi ‘Hari-ara’. Dalam perjalanan tumbuhnya pohon Hariara selama setahun, siang hari dipengaruhi oleh angin dan matahari dan malamnya dipengaruhi oleh Bulan dan Bintang, maka ada terjadi perubahan yang berulang-ulang. Pengaruh tanda waktu itulah disebut sebagai Pane Nabolon. Pohon Hariara yang tumbuh diatas delapan buah akar yang kuat yang mewakili Desa Naualu mengikuti arah mata angin yang disebut namanya berturutan sebagai: Purba, Anggoni, Dangsina, Nariti, Pastima, Manabia, Utara, Irisanna.

Page 11: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e11

Batangnya mengeluarkan dua belas cabang yang mewakili perputaran bulan dalam setahun dan dinamai sebagai: Sipaha Sada, Sipaha Dua, Sipaha Tolu, Sipaha Opat, Sipaha Lima, Sipaha Onom, Sipaha Pitu, Sipaha walu, Sipaha Sia, Sipaha Sampulu, Li, dan Hurung. Itulah nama-nama dua belas bulan yang ada dalam setahun. Lalu dari setiap cabang keluar dua ranting berpasangan dan dari semua duabelas cabang seluruhnya ada dua puluh empat ranting yang masing-masing dinamai: ‘Haroro ni Panangko’ selepas tengah malam, Tahuak Manuk-1, Tahuak Manuk-2, Buha-buha Ijuk, Torang Ari, Binsar Mata ni Ari, Pangului, Tarbakta, Tarbakta Raja, Sagang ni Ari, Humara Hos, Hos ni Ari, Guling, Guling Dao, Tolugala, Duagala, Sagala, Mate Ari, Samon, Hatiha Mangan, Tungkap Hudon, Sampe Modom, Sampe Modom na Bagas, Tonga Borngin. Itulah yang disebut penunjukwaktu, dinamai ‘Ombas’.

Kemudian dari setiap ranting tumbuh daun masing-masing berjumlah tiga puluh helai yang melambangkan hari demi hari dalam satu bulan kehidupan manusia dan dinamai: Artia, Suma, Anggara, Muda, Boraspati, Singkora, Samisara, Antian ni Aek, Suma ni Mangadop, Anggara Sampulu, Muda ni Mangadop, Boraspati ni Tano, Singkora Purnama, Samisara Purnama, Tula, Suma ni Holom, Anggara ni Holom, Boraspati ni Holom, Singkora Mora Turun, Samisara Mora Turun, Antian ni Angga, Suma ni Mate, Anggara na Begu, Muda ni Mate, Boraspati na Gok, Bulan na Gok, Singkora Duduk, Samisara Bulan Mate, Hurung, Ringkar.

Mulajadi Nabolon memerintahkan Pane Nabolon bersama istrinya Siboru Lindungbulan untuk berkuasa atas segala benda-benda langit. Mereka mempunyai dua anak yang terlahir kembar bernama Sialapariama dan Sialasungsang yang kegiatannya seharian adalah berkeliling-keliling di angkasa dan dari banua Tonga terlihat sebagai bintang. Mereka saling tidak sepaham satu samalainnya dan berpandangan saling bertolak belakang. Apabila satu di utara maka yang satunya di selatan, tetapi keduanya ditugaskan untuk memeriksa perjalanan semua bintang-bintang dan bulan yang bergerak di malam hari. Demikianlah mereka terlihat setiap malam berkeliling mengitari delapan penjuru mata angin ‘desa na ualu’ mengamati Bulan Sasabi, Bulan Tula, Bulan Mate, termasuk dua belas nama bulan, sampai kepada pengamatan Bintang Marihur, Bintang Martimus, Bintang Bisnu, Bintang Borma, Bintang Sori, Bintang Ilala, Bintang Sijombut, Bintang Sigaraniapi, Bintang Sidongdong, dan lainnya yang mempengaruhi kehidupan tumbuh-tumbuhan dan manusia yang ada di Banua Tonga.

Tersebutlah ke dua Bintang Sialapariama dan Bintang Sialasungsang yang aktif dimalam hari berkelapkelip melumpatlumpat kesanakemari di malam hari seolah sedang menarinari, disebutlah namanya Pane Nabolon, ternyata kedua bintang tersebut sedang berkelahi. Mereka disebut ‘munsatunsat’ kesana kemari untuk saling mengintip mencari kelemahan masing-masing sambil menyusun startegi mengalahkan lawan. ‘Munsat’ menjadi ‘Monsak’ yang berarti ‘pencak’ dan itulah asalmuasal seni beladiri ‘marmonsak’.

Page 12: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e12

Bintang Sialapariama dan Bintang Sialasungsang bentuknya sama yaitu seperti dua ekor naga setengah melingkar, tetapi mereka mempunyai pendirian dan sifat-sifat yang berlawanan, dan apabila mereka bertemu kepala dengan kepala untuk berkelahi maka dunia akan kiamat. Mereka bergerak mengitari Desa Naualu sepanjang tahun. Sialapariama bertindak sebagai sipemelihara pertanian, sementara Sialasungsang bertindak sebagai sipemelihara ternak. Apabila Sialapariama dan Sialasungsang sedang bergerak, maka mereka akan saling mempengaruhi pergerakan bulan. Bila kepala Sialapariama berada di arah Purba, maka kepala Sialasungngsang akan berada di Pastima, demikian sebaliknya, dan bila kepala Sialapariama berada di Utara maka kepada Sialasungsang akan berada di Dangsina. Ke arah mana posisi kepala mereka berada maka akan mempengaruhi tiga pergerakan bulan. Bila kepala ada di arah Purba maka bulan sipaha sada, sipaha dua, sipaha tolu akan dipengaruhi oleh Pane Nabolon menjadi satu musim. Maka dalam setahun akan ada empat musim yang dipengaruhi oleh Pane Nabolon, yang akan berguna bagi manusia untuk melakukan kegiatannya bertani dan beternak. Pada saat munculnya pergerakan bulan di malam hari maka kemunculan bulan dari mulai Bulan Sasabi, Bulan Tula, dan Bulan Mate selama dua belas bulan setahun juga akan menentukan takdir dan sifat-sifat manusia. Saat tenggelamnya Bulan Mate di suatu bulan tertentu sampai muncul kembali Bulan Mate di bulan berikutnya, demikian seterusnya perjalanannya selama dua belas bulan dalam setahun akan mempengaruhi sifat-sifat manusia dari kelahirannya, maka disebutlah peredaran bulan ini sebagai ‘Parmesa’.

Dua belas Parmesa disebut sebagai Nitano yang bermula dari Anggara ni Begu di bulan Sipaha Sada sampai Suma ni Mate di bulan Sipaha Dua, Marsaba bermula dari Anggara ni Begu di bulan Sipaha Dua sampai Suma ni Mate di bulan Sipaha Tolu, Mesa bermula dari Anggara ni Begu di bulan Sipaha Tolu sampai Suma ni Mate di bulan Sipaha Opat, Harahata bermula dari Anggara ni Begu di bulan Sipaha Opat sampai Suma ni Mate di bulan Sipaha Lima, Singa bermula dari Anggara ni Begu di bulan Sipaha Lima sampai Suma ni Mate di bulan Sipaha Onom, Hania bermula dari Anggara ni Begu di bulan Sipaha Onom sampai Suma ni Mate di bulan Sipaha Pitu, Tala bermula dari Anggara ni Begu di bulan Sipaha Pitu sampai Suma ni Mate di bulan Sipaha Ualu, Martiha bermula dari Anggara ni Begu di bulan Sipaha Ualu sampai Suma ni Mate di bulan Sipaha Sia, Dano bermula dari Anggara ni Begu di bulan Sipaha Sia sampai Suma ni Mate di bulan Sipaha Sampulu, Marhara bermula dari Anggara ni Begu di bulan Sipaha Sampulu sampai Suma ni Mate di bulan Li, Martumba bermula dari Anggara ni Begu di bulan Li sampai Suma ni Mate di bulan Hurung, Mena bermula dari Anggara ni Begu di bulan Hurung sampai Suma ni Mate di bulan Sipaha Sada. Berdasarkan pergerakan benda-benda langit yang mempengaruhi alam dan manusia dicatat dalam setahun menjadi kalender yang disebut Parhalaan.

Mulajadi Nabolon berfirman bahwa alam semesta akan menyediakan sumber kehidupan bagi manusia sesuai tahapan-tahapan yang belaku di dalam setiap perputaran benda-benda langit ciptaanNya. Setiap takdir kehidupan manusia akan tergambar di pohon Sikkam Mabarbar Siara Sundung tersebut. Kemudian Mulajadi Nabolon bertitah bahwa

Page 13: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e13

semua takdir manusia akan tertulis semuanya di Pohon Sikkam Mabarbar Siara Sundung maka inilah sebagai pohon kehidupan manusia dikemudian hari, kemudian dijelaskan sebagai berikut:

Takdir manusia yang berumur panjang akan tertulis di akar pohon itu, dan takdir manusia sebagai raja diraja, raja agung yang tak kurang suatu apapun dan mencapai umur yang panjang akan tertulis di akar yang mengarah sebelah Timur yang disebut Purba.

Takdir manusia sebagai raja biasa tertulis di akar pohon sebelah Tenggara yang disebut Anggoni.

Takdir manusia menjadi orang yang sangat kaya, tertulis di akar sebelah Selatan yang disebut Dangsina.

Takdir manusia menjadi orang kaya biasa tertulis di akar sebelah Barat Daya yang disebut Naradia.

Takdir manusia menjadi seorang dukun tertulis di akar sebelah Barat yang disebut sebagai Pastina.

Takdir manusia menjadi rumah tangga yang harmonis tertulis di akar sebelah Barat Laut yang disebut Manabia.

Takdir manusia yang mempunyai banyak suami dan banyak istri, dan menjadi mikin melarat akan tertulis di akar sebelah Utara yang disebut Utara.

Takdir manusia yang hidup mengabdi pada orang lain tertulis di akar sebelah Timur Laut yang disebut Irisanna.

Takdir Manusia yang baru punya anak kemudian meninggal akan tertulis di batang kayu.

Takdir manusia yang meninggal masih anak-anak akan tertulis di cabang. Takdir manusia yang hanya mencapai umur remaja akan tertulis di Dahan Pohon. Takdir Manusia yang meninggal saat muda akan tertulis di Ranting. Takdir Manusia yang meninggal di dalam kandungan tertulis pada Daun yang

sudah jatuh. Takdir Manusia yang meninggal saat sudah bisa duduk tertulis pada Tangkai

daun yang sudah tua. Takdir Manusia yang meninggal saat merangkak tertulis pada ujung daun yang

akan jatuh. Takdir Manusia yang meninggal saat belajar berjalan tertulis pada Tangkai Daun. Takdir Manusia yang meninggal saat bisa berbicara tertulis pada Daun yang

sudah busuk. Takdir Manusia yang di masuki roh tertulis pada Dahan yang bercabang. Takdir Perempuan yang dapat mengobati tertulis pada Ranting yang sudah tua. Takdir Manusia yang sakti tertulis pada Buah yang bagus. Takdir Manusia penakut dan orang bodoh tertulis pada Buah yang tidak bagus. Takdir Manusia pencuri tertulis pada buah yang hendak jatuh. Demikianlah

takdir dan suratan tangan kehidupan manusia.

Page 14: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e14

Kemudian Mulajadi Nabolon bertitah kepada Debata Asiasi yang berwujud Manuk Mandoangdoang, bahwa mereka akan diberi tugas untuk memberikan tanda-tanda bagi manusia yang kemudian harus dilaksanakan oleh manusia. Apabila kalian turun ke Banua Tonga atas perintahku, maka itulah sebagai pertanda bagi manusia untuk menyediakan persembahan syukur kepadaku sebagai pencipta alam semesta. Demikianlah pertanda tersebut:

Apabila suatu hari nanti dari keturunanmu melihat paruhmu maka segera buat sebuah persembahan berupa babi Simenengeneng agar segala tanaman yang kamu tanam membuahkan hasil.

Apabila kamu menampakkkan perutmu, maka manusia harus segera membuat sebuah persembahan berupa ayam putih agar tidak terjadi mara bahaya.

Bila kamu menampakkan kupingmu, maka manusia harus segera membuat sebuah persembahan berupa kambing putih agar tidak terjadi wabah penyakit.

Bila kamu menampakkan jengger maka manusia harus segera membuat persembahan berupa kuda merah agar tidak terjadi kelaparan.

Bila kamu menampakkan ekor, maka manusia segera membuat dupa persembahan berupa kerbau agar tidak sampai niat jahat dari kekuatan roh jahat merasuki manusia.

Bila kamu menampakkan bulu, maka manusia harus segera membuat persembahan berupa lembu agar tidak terjadi kegelapan.

Bila kamu menampakkan badanmu, maka manusia harus segera membuat persembahan berupa kerbau yang mempunyai empat pusaran bulu agar manusia sehat dan mempunyai rejeki melimpah.

Kemudian Mulajdi Nabolon bertitah lagi kepada Debata Asiasi agar sewaktu turun ke Banua Tonga maka kamu harus menyampaikan kepada manusia yang aku katakan ini sebagai pertanda bahwa manusia suatu waktu kelak akan mengalaminya. Maka demikianlah katakan yang akan terjadi pada manusia:

Bila kamu menyentuh kepala manusia maka katakanlah bahwa nantinya manusia akan mengalami kematian suami atau istri atau anak.

Bila kamu menyentuh bagian mata manusia maka katakanlah bahwa nantinya manusia akan menangis.

Bila kamu menyentuh bagian telinga manusia maka katakanlah bahwa nantinya manusia akan disusahkan oleh telinganya.

Bila kamu menyentuh bagian mulut maka katakanlah bahwa nantinya manusia akan disusahkan oleh mulutnya.

Bila kamu menyentuh pipinya maka katakanlah bahwa nantinya manusia akan mendapat penyakit luar.

Bila kamu menyentuh lehernya maka katakanlah bahwa manusia nantinya akan mengalami penyakit dalam.

Bila kamu menyentuh bahu dan pundaknya maka katakanlah bahwa nantinya manusia akan mengalami susah payah untuk kehidupannya.

Page 15: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e15

Bila kamu menyentuh punggungnya maka katakanlah bahwa manusia nantinya akan mengalami penyakit yang akan susah menggerakkan tubuhnya.

Bila kamu menyentuh tangannya maka katakanlah bahwa manusia akan mengalami kesusahan dengan sesamanya.

“Demikianlah katakan kepada manusia dan mereka akan mewarisi keturunan bagai bintang dilangit dan bagai pasir dipantai banyaknya dengan segala kuasa yang aku sampaikan kepadamu untuk engkau berikan sebagai takdir bagi manusia”.

Lalu Mulajadi Nabolon bersabda kepada Bataraguru:

“Wahai engkau Bataraguru, Akulah Mulajadi Nabolon, Maha Mulia, Maha Kuasa, Maha Bijaksana, Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha Pemurah, Maha Pengampun. Engkaulah yang kuberi kuasa untuk Kebijaksanaan, Hukum Keadilan, Hukum Kerajaan, Pengetahuan, menguasai nasib dan takdir. Engkau pemegang timbangan ‘Gantang Tarajuan’ akan berkuasa dan senantiasa dari Bukit Siunggas ke Bukit Parsambilan, dari embun berlapis tujuh, dari langit tujuh tingkat, dari lembah Sitandiang Sitolu Rupa, dari hutan Pungu ke hutan keramat di Gua Sibada-Bada, dari pohon kayu Simanualang, dari ujung dahan sampai ke akar di ujung bumi, dari batu Garagajulu itulah tempat pensucianmu, dari tikar bambu duri, dari simpang empat, dari rotan terbalik yang bercabang sampai ke Batu Sigiling-giling, dari pohon Kayu Junjung Buhit, dari pohon Hariara yang tumbuh di langit itulah jalanmu ke Banua Ginjang dan Banua Tonga. Turun ke Banua Tonga untuk mengambil dan mengantar keperluan manusia melalui Batu Siungkap-ungkapon melangkahi tangga batu permukaan datar yang terbuat dari gading jalanmu menjumpai manusia, sebab engkaulah yang memakai sorban tudung kepala ‘Talungkup’ seperti perahu besar berikat kepala dari kain berpilin tiga warna, punya Gagak Hitam, punya Burung Nanggarjati di taman bukit yang ditumbuhi pohon bagot, di taman yang ditumbuhi pohon Sirih, jika suatu hari nanti manusia datang kepadamu berikanlah mereka kehidupan sebab engkaulah yang membuka telinga pendengaran manusia, mengetahui kata-kata yang salah dan benar, juga membuka telinga manusia. Engkau menunggang kuda hitam dan memakai baju hitam”.

Demikianlah Mulajadi Nabolon bertitah kepada Debata Bataraguru dan Mulajadi Nabolon bertitah kepada Debata Sori:

“Wahai Debata Sori, Akulah Mulajadi Nabolon, Maha Mulia, Maha Kuasa, Maha Bijaksana, Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha Pemurah, Maha Pengampun. Engkau kuberi kuasa atas manusia untuk segala Keabadian, Hukum Kesucian, Kemuliaan dan Kharisma. Jagalah manusia seperti bayi, gembalakan manusia, jagalah manusia sewaktu mencari nafkah. Engkau menunggang kuda putih, berpakaian putih dan berikat kepala merah, engkau menyandang pisau bermata dua, membuka mata manusia untuk mengetahui yang benar dan yang salah. Ajarkan manusia bahwa akan ada kehidupan roh abadi selain hidup semasa hidup manusia, Ajarkan manusia bahwa hidup dan mati adalah kuasaku, Ajarkan manusia supaya bersyukur atas apapun yang dialaminya

Page 16: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e16

dibumi, Ajarkan manusia bahwa mereka akan mendapat ‘Tumpal Hangoluan’ kelak sesuai dengan perbuatannya di bumi”.

Kemudian Mulajadi Nabolon bertitah kepada Debata Mangalabulan:

“Wahai Debata Mangalabulan, Akulah Mulajadi Nabolon, Maha Mulia, Maha Kuasa, Maha Bijaksana, Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha Pemurah, Maha Pengampun. Engkaulah yang berkuasa atas manusia untuk Kekuasaan, Kekuatan, Kesaktian. Engkau disebut juga Debata Mangalabulan dan keturunanmu Bala Bulan, Bulan Martabun, Bulan Marubun, Datu Paratalatal, Datu Parusulusul, yang mengendarai kuda sembrani merah, memakai pakaian baju merah berikat kepala putih, memakai pisau bermata dua, tombak berujung dua, dan sebagai mula kuasa pengobatan perdukunan. Keturunanmu disebut juga sebagai Raja Padoha, Naga Padoha Niaji yang berwujud Ular Naga bertanduk tujuh, berkuasa di Banua Toru dan menjadi sumber segala malapetaka bagi manusia yang tidak mematuhi ‘patik’ dan ‘uhum’ seperti yaitu Dalihan Natolu dan Tarombo.”

Kemudian Mulajadi Nabolon berkata kepada semua dewa-dewa:

”Wahai dewa-dewa, itulah kuasa-kuasa yang kuberikan kepadamu agar manusia dapat meminta kuasa itu untuk kebajikan manusia memuliakanku. Dengan kuasa-kuasa itu maka manusia akan mempunyai perbedaan-perbedaan sesuai dengan kuasa yang dimilikinya”. Kemudian mereka turun dari Banua Ginjang; Mulajadi Nabolon, Debata Asiasi, Debata Natolu dan dewa-dewa lainnya turun dari langit dari parlangitan, melalui benang yang dipintal oleh Siboru Deakparujar ke Banua Tonga dan mereka tiba dimana Siboru Deakparujar, Raja Odapodap beserta dua anaknya Raja Ihat Manisia dan Siboru Itam Manisia berada. Tempat itulah yang disebut Sianjur Mula-mula, Sianjur Mulajadi, Sianjur Mulatompa di puncak Dolok Pusuk Buhit, yang berhadapan dengan laut, disana mengalir air terjun melingkar, dan kolam yang dikelilingi jabi-jabi tempat untuk memcuci muka dan mandi disiang hari dan malam hari. Tempat itu diapit oleh dua lautan dimana Dolok Pusuk Buhit bertumpu. Disitu juga terdapat tempat keramat Nalaga dimana Mulajadi Nabolon menjejakkan kakinya di Banua Tonga.”

Maka mereka yang tinggal di Banua Tonga membuat sajian persembahan kepada Mulajadi Nabolon berupa Kuda Putih yang disebut Hoda Sihapaspili, Daun Kemangi, dan Daun Sirih, yang disajikan diatas benda-benda berharga yang disebut Homitan, agar manusia dapat dan mampu berhubungan langsung dengan Mulajadi Nabolon. Kemudian kepada Debata Natolu diberikan sajian persembahan berupa Jeruk Purut, Daun Kemangi, dan Tuak Tangkasan yang disajikan diatas cawan. Kepada Debata Asiasi disajikan persembahan berupa Lampet dan itak, Daun Sirih dan bunga-bungaan yang wangi, lalu mereka diberkati. Lalu bersabdalah Mulajadi Nabolon agar para dewa menyampaikan hukum-hukum dan pengetahuan kepada manusia. Kemudian Mulajadi Nabolon bersama para dewa naik ke Banua Ginjang melalui benang yang dipintal oleh Siboru Deakparujar.

Page 17: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e17

Siboru Deakparujar dan Raja Odapodap juga turut serta ke Banua Ginjang karena mereka memang dewa dan dewi penghuni Banua Ginjang, tetapi Debata Asiasi bersama Raja Ingotpaung masih tinggal untuk menyampaikan kodrat dan takdir yang akan diterima oleh Raja Ihat manusia dan Siboru Itam Manisia. Sewaktu Mulajadi Nabolon dan para dewa naik ke Banua Ginjang melalui benang yang dipintal oleh Siboru Deakparujar maka Raja Ihat Manisia dan Siboru Itam manisia ingin ikut serta ke Banua Ginjang, tetapi benang tersebut terputus dan melayang layang ke segala arah Desa Naualu, maka tinggallah mereka di Banua Tonga bersama Debata Asiasi untuk mendapatkan takdir. Debata Asiasi akan mengajarkan semua Patik dan Uhum yang sudah difirmankan oleh Mulajadi Nabolon.

Setelah seluruh takdir disampaikan oleh Debata Asiasi kepada Raja Ihat Manisia dan Siboru Itam Manisia maka naiklah Debata Asiasi ke Banua Ginjang melalui Batu Nanggarjati, dan selanjutnya Debata Asiasi menjadi penghubung antara manusia dan Mulajadi Nabolon di Banua Ginjang. Demikianlah manusia berkembang beranak-pinak keseluruh Desa Naualu sampai saat ini.

Cerita Dahulu (Bagian-4)

Penyempurnahan Bumi dan Penyempurnahan Manusia Pengisi Bumi

Kemudian Mulajadi Nabolon memberkati bumi menjadi berguna didalam kehidupan manusia sehingga manusia dan bumi diseluruh mata angin Desa Naualu yang akan dihuni oleh keturunan manusia saling hidup dalam ketergantungan, maka Mulajadi Nabolon menata Desa Naualu dan membuat Matahari menjadi pembentuk jenis-jenis logam di Bumi dan demikianlah tanah dibumi diberkati oleh Mulajadi Nabolon dan menjadi:

Purba disebelah Timur sebagai simbol dimulainya kegiatan kehidupan dibumi dimana Matahari mulai menampakkan sinar keemasan, maka terciptalah unsur ‘Emas’ mewakili arah mata angin ini.

Anggoni disebelah Tenggara, dimana matahari sudah naik condong ke arah yang menyinari bumi dengan warna yang lebih merah dari emas maka terciptalah unsur ‘Suasa’.

Dangsina diarah Selatan menggambarkan matahari sudah memancarkan sinar kehidupan berwarna terang benderang maka terciptalah unsur ‘Perak’.

Nariti disebelah Barat Daya menggambarkan suasana Matahari berada pada posisi hampir tegak lurus di atas kepala sehingga cahaya yang dipancarkan begitu terik yang akan menguji ketahanan bumi sehingga tanah menjadi ‘Batu’.

Pastima disebelah Barat menggambarkan posisi matahai berada tepat di atas kepala sehingga seluruh energi matahari secara penuh mengenai permukaan bumi yang mengakibatkan batu menjadi hitam, maka terciptalah ‘Timah’.

Page 18: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e18

Manabia disebelah Barat Daya dipengaruhi oleh pergerakan matahari yang mulai condong ke arah terbenam sehingga sinar matahari perlahan akan mengurangi intensitasnya dan warna mulai menuju kemerahan redup, maka unsur bumi tercipta menjadi ‘Tembaga’.

Utara yang berada di arah Utara dipengaruhi oleh pergerakan sinar matahari yang semakin condong tenggelam, maka unsur bumi tercipta menjadi ‘Besi’.

Dan terakhir adalah Desa Irisanna di arah Timur laut dimana posisi matahari tinggal selangkah lagi untuk istirahat menghidupi bumi, maka unsur bumi tercipta menjadi ‘Kayu’.

Demikianlah Matahari menghidupi dan menyinari Desa Naualu di delapan arah mata angin sehingga lengkaplah pada hari itu matahari melaksanakan tugasnya menghidupi kegiatan di bumi di siang hari dan mataharipun tenggelam. Bumi semakin sempurna dengan bertumbuh dan berkembangnya tumbuh-tumbuhan, binatang-binatang berkembang biak di daratan dan dilautan, bumi pun telah mengandung berbagai unsur logam yang akan menghiasi keberadaan bumi dalam suatu kesempurnaan. Maka sempurnalah Bumi sebagai tempat manusia berkembang dan berketurunan.

Demikian pula Raja Ihat Manisia menjadi pasangan dengan Siboru Itam Manisia menjalani hidupnya setelah mendapat berkat dari Mulajadi Nabolon dan para dewa-dewa. Mereka adalah manusia yang langsung terlahir dari pasangan dewa-dewi dan sementara bersemayam di Banua Tonga untuk melahirkan manusia yang akan berketurunan atas perintah Mulajadi Nabolon. Tiba disuatu masa, Siboru Itam Manisia mengandung, maka berniatlah mereka untuk memohon kepada Mulajadi Nabolon melalui Debata Asiasi. Lalu mereka membuat sajian-sajian persembahan seperti Lepat dan itak, Daun Sirih dan bunga-bungaan yang wangi lalu martonggo memanjatkan doa agar Debata Asiasi dapat datang menjumpai mereka.

Lalu datanglah Debata Asiasi dalam wujud burung seperti Kupu-kupu besar, yang wajahnya bertabur bintang rumiris, paruhnya terbuat dari besi dan kakinya berlilitkan gelang yang berkilauan intan, berkata kepada Raja Ihat manisia serta Siboru Itam Manisia: “Apa yang hendak kamu minta wahai manusia!” maka mereka meminta agar diberikan petunjuk bagaimana kelak mempersiapkan kelahiran anak-anak mereka. Maka Debata Asiasi kemudian berkata: “Kalian akan mendapatkan keturunan tiga orang dan kalian akan menjadi berlima”. Kemudian berkata lagi: “Aku akan menutup ubun-ubun, yang menggerakkan jantung, yang menggerakkan hati, yang membuka mata, yang membuka mulut, yang memisah jari-jari pada anak yang ada dikandunganmu”.

Kemudian Debata Asiasi berkata lagi: “Aku akan menyediakan tempat untuk tujuh belas roh-roh yang akan bersemayam ditubuh anak-anakmu dan roh-roh itulah yang dia bawa didalam kehidupannya kelak”. Kemudian Debata Asiasi memberkati anak yang ada dikandungan itu dengan ke tujuh belas tempat roh-roh ditubuh manusia yang diberikan Mulajadi Nabolon untuk disampaikan oleh Debata Asiasi yaitu:

Page 19: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e19

1. Tuan Dirante Bosi diubun-ubun, 2. Sirambo Naumpung dirambut, 3. Siataran Nabolak diwajah, 4. Tuan Silinong-linong dimata, 5. Tuan Dibatu Holing di telinga, 6. Tuan Dibatu Juguk dihidung, 7. Sirobur Sirom-sirom di tenggorok, 8. Raja Aksara dikening, 9. Raja Muda diotak, 10. Sidari Mardumpang dibibir, 11. Singalu Ihataran di gigi, 12. Raja Alim di dada, 13. Si Aji Runggu-runggu di jantung, 14. Si Aji Humik di hati, 15. Raja-Kuat di pusar, 16. Sidari Mangambat dilangkah, 17. Si Aji Porjat ditelapak kaki”.

Demikianlah tujuh belas tempat roh bersemayam sudah dibukakankan kepada keturunan manusia. Kemudian berkata lagi Debata Asiasi: “Mintalah apa yang kalian mau untuk mengisi roh itu setelah anak-anakmu lahir dikemudian hari, yaitu dengan membuat sajian persembahan, melakukan tortor dan tonggo-tonggo”. Apabila engkau meminta kepada Debata Bataraguru, maka engkau harus manortor dengan pakaian berwarna Hitam. Apabila engkau meminta kepada Debata Sori, maka engkau harus manortor dengan berpakaian berwarna putih. Apabila engkau meminta kepada Debata Mangalabulan, maka engkau harus manortor dengan memakai pakaian merah”.

Setelah tepat waktunya, maka Siboru Itam manisia melahirkan anak kembar tiga yang sudah diberkati dengan tujuh belas roh kehidupan yang akan diisi dengan segala ilmu sepanjang hidupnya. Anak-anak tersebut diberi nama Miok-miok, Patundal Nabegu, dan Aji Lapas-lapas. Maka Raja Ihat Manisia dan Siboru Itam Manisia mempersiapkan sajiansajian persembahan untuk mengisi roh yang harus dimiliki manusia sesuai waktunya. Mereka mempersiapkan dua macam sajian, yang satu berupa Lampet dan Iitak, Daun Sirih dan bunga-bungaan yang wangi untuk menyembah Debata Asiasi sebagai penyampai berkat dan yang kedua mereka mempersiapkan sajian berupa Jeruk Purut, Daun Kemangi, dan Tuak Tangkasan yang disajikan diatas cawan, kemudian manortor dengan pakaian hitam dan ulos yang diwariskan oleh ibunya Siboru Deakparujar dan berseru berdoa:

“Wahai engkau Debata Asiasi, Debata yang diutus Mulajadi Nabolon, Debata yang kusayangi dan yang menyayangiku, Debata yang kupanggil, Debata yang tidak perlu diberi apa-apa, Engkau yang membawa kuasa dari para dewa di surga, kuasa yang menutup ubun-ubun, kuasa yang membuka mata, yang menjernihkan pendengaran, yang membuka mulut, yang menyejukkan hati, yang mendetakkan jantung dan

Page 20: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e20

memisahkan jari-jari bagi kami manusia. Berkatilah kami, berilah anak-anak kamu roh dari Mulajadi Nabolon, tujuh roh yang mengisi awal kehidupannya, roh Tuan Dirante Bosi diubun-ubun, roh Sirambu Naumpung dirambut, roh Siataran Nabolak diwajah, roh Tuan Silinong-linong dimata, roh Tuan Dibatu Holing di telinga, roh Tuan Dibatu Juguk dihidung, roh Sirobur Sirom-sirom di kerongkongan.”

Lalu mereka manortor sebanyak tujuh kali mengelilingi sajian persembahan dimana setiap mengelilingi satu kali sambil menyebut roh yang diminta. Kemudian Debata Asiasi memberkati mereka dengan mengisi ketujuh roh tersebut kepada anak anaknya. Dengan berkat roh-roh tersebut maka mereka bertumbuh menjadi pemuda-pemuda sempurnah, gagah perkasa yang telah dipenuhi oleh tujuh roh pelindung didalam diri mereka masing-masing.

Kemudian apabila tiba pula saatnya manusia harus diisi berkat roh lainnya, maka mereka berlima mengadakan ritual yang sama dengan dua jenis sesajian sebagaimana dilakukan sebelumnya, dan melaksanakan tortor dengan mamakai pakaian berwarna putih, sambil berkeliling lima kali melingkari sajian dan menyebut roh yang diminta satu persatu untuk setiap mengelilingi sesajian. Maka Debata Asiasi datang sambil membawa dan mengisi roh Raja Aksara dikening, roh Raja Muda diotak, roh Sidari Mardumpang dibibir, roh Singalu Ihataran di gigi, roh Raja Alim di dada. Setelah lima roh tersebut bertambah kepada anak-anak nya maka mereka semakin tumbuh perkasa yang nanti kelak akan dapat menguasai bumi.

Sejalan dengan perjalanan waktu maka tiba pulalah waktunya untuk mengirim lima roh terakhir untuk mencapai kesempurnaan manusia untuk menguasai bumi. Sebagaimana dilakukan sebelumnya, merekapun mempersiapkan sesajian dan manortor sambil menyebut lima roh yang akan diisi sambil mengelilingi sesajian sebanyak lima kali untuk lima roh yang diminta mereka yaitu roh Si Aji Runggu-runggu di jantung, roh Si Aji Humik di hati, roh Raja-Kuat di pusar, roh Sidari Mangambat dilangkah, roh Si Aji Porjat ditelapak kaki. Lengkaplah seluruh tujuh belas roh yang diisi kepada tiga anak manusia tersebut Raja Miok-miok, Patundal Nabegu, dan Aji Lapas-lapas. Kemudian Debata Asiasi bertitah bahwa apabila manusia menggunakan tujuh belas roh yang ada pada dirinya sesuai keperluannya maka mereka akan menguasai bumi.

Cerita Dahulu (Bagian-5)

Perkembangan dan Penyebaran Manusia di Bumi

Tiga anak manusia itu selalu berjalan berdampingan dihutan-hutan, gunung-gunung sambil berburu binatang untuk dimakan maupun untuk sajian persembahan. Disuatu hari sewaktu mereka berjalan bersama, mereka mendengar suara-suara nyanyian, berpantun, tertawa-tawa yang datang dari arah kolam pemandian yang terbentuk dari aliran air-terjun, lalu merekapun menghentikan langkahnya lalu berseru menanyakan

Page 21: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e21

siapa yang ada dikolam pemandian itu, tiba-tiba senyap dari suara dan terlihat tujuh wanita cantik terbang ke angkasa dan menghilang.

Pada kesempatan berikutnya mereka bertiga berniat untuk mengintip dan mengetahui siapa wanita yangmandi tersebut. Tiba suatu saat tujuh putri yang sedang mandi tersebut tanpa sadar sudah diamati oleh tiga anak manusia itu. Ke tiga anak manusia itu terpesona melihat ke tujuh putri yang sedang mandi itu, maka secara diam-diam mereka bertiga berniat menangkap tiga diantara tujuh putri tersebut. Lalu Raja Miok-miok, Patundal Nabegu, dan Aji Lapas-lapas memilih yang tercantih bagi mereka dan mengambil pakaian tiga putri tersebut. Sewaktu ke tujuh putri tersebut menyadari ada kehadiran manusia maka mereka pergi terbang ke angkasa namun tiga diantaranya tertinggal karena pakaiannya telah diambil oleh tiga anak manusia. Demikianlah Raja Miok-miok, Patundal Nabegu, dan Aji Lapas-lapas membawa masing-masing satu putri menghadap kepada orangtuanya dan mereka diberkati menjadi pasangan dan berkembanglah keturunan manusia.

Demikian kejadiannya manusia berkembang berketurunan generas-bergenerasi menguasai bumi yang mampu dikuasainya. Dalam perjalanan kehidupannya Raja Miok-miok lebih banyak memakai dan mempertinggi roh Sidari Mardumpang, roh Si Raja Alim, roh Si Aji Humik. Oleh karena kuasa atas roh-roh ini dikuasai oleh Debata Sori yang bertahta di Banua Ginjang, maka Raja Miok-miok lebih mengabdi kepadanya dan dia membangun Dinasti kerajaannya bernama Dinasti Sori yang berlangsung selama beratus-ratus generasi. Patundal Nabegu, dalam perjalanan kehidupannya mengabdi kepada Debata Mangalabulan yang menguasai roh Si Aji Runggu-runggu, roh Si Raja Kuat, roh Sidari Mangambat. Sementara Aji Lapas-lapas mengabdi kepada Debata Bataraguru yang menguasai roh Si Raja Aksara, roh Si Raja Muda, roh Si Aji Porjat.

Dalam pengabdiannya kepada Debata Bataraguru, Aji Lapaslapas selalu menyediakan sesajian lalu manortor dan martonggo untuk diberikan kebijakan dan kepintaran. Maka Debata Bataraguru memberikan ilmu pengetahuan tentang aksara, dan melalui Debata Asiasi maka diturunkan sebanyak tujuh belas aksara sama seperti banyaknya roh yang bersemayam pada mereka, kemudian ada empat tanda bunyi suara, satu tanda pangolat, satu tanda hamisaran bunyi sengau, dan satu kumpulan tanda hitungan. Disuruhnya anaknya Mangarapintu mempersiapkan bambu dan kulit kayu yang disebut Laklak agar aksara yang disampaikan Debata Bataraguru dapat diukir dikulit kayu tersebut. Setelah seluruh aksara telah dipahat dan diukir oleh oleh Siaji Lampaslampas bersama anaknya Mangarapintu, maka senanglah dia dan bertambah pengetahuannya dan lembaran Laklak kulit kayu yang berisi aksara itu dinamai Lopian. Maka terciptalah aksara dan tanda-tanda bacanya untuk dipergunakan oleh manusia di dalam kehidupannya. Ke tiga anak manusia dan pasangannya hidup secara kelompok berkelompok namun masih dalam satu hukum dasar yang disebut ‘Patik Dalihan Natolu’.

Page 22: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e22

Kelompok Raja Miokmiok menjadi kelompok manusia berkulit merah, sementara kelompok Patundal Nabegi menjadi kelomok manusia berkulit putih, sedang kelompok Aji Lampaslampas menjadi kelompok manusia berkulit hitam. Mereka hidup berdampingan antar kelompok dan berumur panjang sampai ada yang berusia seribu tahun umurnya. Demikianpula manusia beranak pinak berkelompok-kelompok dan masing-masing mempunyai peran dimasyarakatnya sesuai dengan dominasi roh-roh yang bersemayam di dalam dirinya, ada yang berfungsi sebagai pemimpin seperti raja, ada sebagai masyarakat biasa, semuanya hidup rukun, makmur turun temurun ribuan tahun lamanya.

Demikianpula Raja Miokmiok berketurunan generasi ke generasi Siraja Ingotingot, Siraja Hatahutan, Simarimbulubosi, Siporhasladang, Siraja Marhosa, Siraja Niasi, Siraja Ijolma, Sianggobanua, Siraja Domia, Siraja Mandapoti. Demikianpula Patundal Nabegu berketurunan dan bergenari sampai dua belas generasi, demikianpula Aji Lampaslampas berketurunan sebanyak dua belas generasi, sehingga manusia bertambah banyak, ratusan ribu banyaknya. Generasi-generasi manusia ini masih keturunan langsung dari para dewa yang turun ke Banua Tonga untuk melahirkan nenek moyangnya. Mereka adalah keturunan manusia yang cerdas, berpengetahuan tinggi, dan mampu berhubungan langsung dengan para dewa di Banua Ginjang. Dari awal generasi mereka patuh akan ‘Patik dan Uhum’ yang diturunkan langsung dari Banua Ginjang yaitu yang disebut ‘Dalihan Natolu’.

Seiring dengan perjalanan waktu maka generasi demi generasi berkembang dengan pengetahuan teknologi yang tinggi memampukan mereka dapat berkomunikasi satu sama lainnya hanya dengan kekuatan pikiran telepati. Mereka dapat bepergian ke berbagai tempat dengan wujud maya atau dengan sejenis kendaraan yang dapat melayang-layang di angkasa. Sedemikian berkembangnya pengetahuan manusia itu, demikianpula bertambah banyak yang berperilaku menyimpang dari ajaran-ajaran yang dititahkan oleh Mulajadi Nabolon. Sementara di Banua Ginjang pun terjadi juga pertengkaran antara Sihalapariama dan Sihalasungsang yang belum mau berdamai sehingga mereka tidak lagi mau bertemu satu sama lain, Tetapi Mulajadi Nabolon tidak begitu mempersoalkan mereka yang tidak mau berjumpa satu sama lain, karena kalaupun berjumpa mungkin akan kacau semua angkasa.

Debata Natolupun melihat perangai manusia sudah jauh menyimpang lalu mereka berembuk untuk melaporkan perangai manusia ini kepada Mulajadi Nabolon agar merestui pemberian hukuman kepada manusia. Ketika Debata Natolu menyampaikan laporan mereka maka Mulajadi Nabolon setuju untuk menghukum manusia tetapi bagi mereka yang patuh menjalankan ‘Dalihan Natolu’ dan memelihara ‘Tarombo’ supaya diberikan kekuatan agar dapat lolos dari hukuman yang akan dijatuhkan kepada manusia.

Manusia yang tetap mematuhi ‘Patik dohot Uhum’ akan memiliki kesempatan untuk selamat. Manusia yang berbudi luhur, menghormati ajaran leluhur, berhati jujur dan

Page 23: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e23

membela kebenaran akan masuk ke Banua Ginjang sesuai perilaku dan ditempatkan di langit pertama sampai ketujuh. Manusia yang terutama tidak memelihara ‘Tarombo dan Dalihan Natolu’ akan keluar dari Kerajaan Mulajadi dan menjadi penghuni Banua Toru dan masuk menjadi kelompok ‘Hatoban = Budak’ dan tak lagi masuk kepada kelompok bangsa pilihan.

Demikianlah kuasa diberikan kepada Naga Padoha, belenggunya dilepas dari ikatannya dan bumi bergoncang, beterbangan dan pindah dari tempatnya. Api dan lahar keluar dari mulut Naga Padoha, pitu-pintu air dibuka oleh penguasanya, matahari bersembunyi bertahun-tahun lamanya, Bulan dan Bintang menyingkir di malam hari. Tak ada lagi kehangatan matahari, seluruh bumi menjadi dingin sehingga kehangatan ulos tidak mampu menghambat dingin, bumi gelap gulita sehingga manusia yang tidak memiliki ‘sahala’ dan ‘tondi’ dari Mulajadi Nabolon menemui ajalnya.

Segala manusia yang tidak menyembah dan memberikan sesajian kepada Naga Padoha sebagai penguasa Banua Toru binasa. Akibat merontanya Naga Padoha maka semua yang dimiliki manusia hancur binasa. Sejumlah kecil manusia dari kelompok keturunan Raja Miokmiok, Patundal Nabegu, dan Aji Lampaslampas yang tetap memegang ajaran leluhur dapat selamat walaupun mereka ada yang terpencar kesegala penjuru dunia. Ada juga kelompok manusia yang mampu meloloskan diri ke angkasa luar.

Demikianlah murka itu menimpa Bumi yang tadinya indah menjadi porak poranda, bahkan bongkahan bumi berpindah pindah tidak karuan membentuk pulau-pulau kecil. Untuk kurun waktu yang lama suasana bumi menjadi gelap gulita dan tiada penerangan dimalam hari. Matahari tidak memunculkan diri dan bulan pun bersembunyi. Awan gelap menutupi angkasa dan mahluk yang hidup di angkasapun ikut binasa. Dataran menjadi gunung-gunung yang muncul disana sini dan tidak terlihat pepohonan tumbuh. Kemarahan Naga Padoha layaknya tidak akan berhenti untuk menghukum manusia menuju hari kiamatnya. Keputusasaan dan kepasrahan manusia berserah kepada maha pencipta Mulajadi Nabolon membuatnya sadar akan ketidak berdayaannya sebagai ciptaan yang harus menjaga ciptaan lainnya.

Demikianlah kelompok-kelompok manusia yang memiliki ‘Sahala’ dan ‘Tondi’ dari Mulajadi Nabolon menjadi selamat, tetapi mereka sudah terpencar kesegala penjuru Bumi. Mereka kembali menjadi manusia yang tidak memiliki apa-apa lagi, tak mampu bahkan untuk berpakaian seperti nenek moyangnya terdahulu, bahkan merekapun sulit mencari makanan dengan berburu binatang yang masih tersisa selamat dari bencana, termasuk serangga dan binatang melata yang mampu beradaptasi dengan keadaan masa itu. Adapula jenis binatang yang terkena bencana menjadi berubah drastis kepintarannya dan mampu menyelamatkan diri dan bahkan menjadi seperti manusia dan hidup berdampingan dengan manusia.

Kelompok keturunan Raja Miokmiok bertahan hidup di Bonapasogit, sebagian terdampar ke berbagai pulau-pulau. Ada yang ke arah Barat, ada yang ke Timur, ada

Page 24: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e24

yang ke Utara, dan ada yang ke Selatan, sampai ke Asia kecil, dan sampai pula ke Benua Amerika. Setelah mereka dapat bertahan ribuan tahun sampai keadaan Bumi menjadi pulih kembali maka kehidupan merekapun berkembang menjadi bangsa-bangsa. Dari kelompok keturunan inilah bangsa yang hidup di Kepulauan Nusantara, Bangsa Melanesia, Bangsa Mikronesia, Bangsa Amerika, Bangsa Indus, Bangsa Andaman.

Kelompok Patundal Nabegu terdampar menyelamatkan diri ke Asia Barat. Setelah mereka dapat bertahan ribuan tahun sampai keadaan Bumi menjadi pulih kembali maka kehidupan merekapun berkembang menjadi bangsa-bangsa. Dari keturunan kelompok inilah bangsa yang hidup di Irak, Turki dan berkembang menyebar sampai ke Eropah, dan sebagian menyebar ke Asia Kecil di Pakistan, India, Mongolia. Oleh karena Bumi di kawasan ini lebih lama mengalami pemulihan sehingga mereka menjadi nomad dan berpindah jauh ke segala penjuru Eropa dalam kelompok-kelompok kecil.

Kelompok Aji Lampaslampas terdampar menyelamatkan diri ke Afrika. Setelah mereka dapat bertahan ribuan tahun sampai keadaan Bumi menjadi pulih kembali maka kehidupan merekapun berkembang menjadi bangsa-bangsa. Dari keturunan kelompok inilah bangsa yang hidup di Sudan, Etiopia, dan sebagian mengembara ke Afrika Utara menjadi bangsa Mesir. Sebagian kecil kelompok manusia yang pada masa itu sudah mengembangkan teknologi maju mengungsi ke angkasa luar dan setelah ribuan tahun mereka menjadi bangsa Alien. Sementara adajuga kelompok binatang cerdas mampu selamat dan menjadi manusia Purba.

Cerita Dahulu (Bagian-6)

Dinasti Batak Menetap di Tanah Kelahiran Manusaia Pertama

Tersebutlah seorang bijaksana di antara sedikit manusia yang tersisa dari keturunan Raja Miokmiok yang tetap menghuni Bonapasogit memohon ampun kepada Mulajadi Nabolon untuk menghentikan kemarahan Naga Padoha yang berniat membinasakan manusia dan mahluk lainnya. Manusia tersebut mendapat petunjuk dari Mulajadi Nabolon untuk mengikat Naga Padoha. Manusia yang mengikat Naga Padoha tersebut disebutlah namanya Sisiak Dibanua, yang mempunyai arti ‘Seorang yang mengalami penderitaan dibumi’.

Demikianlah Sisiak Dibanua berupaya menata kembali kehidupan masyarakatnya. Mereka menjadi taat kepada Mulajadi Nabolon, kepada para dewa-dewa dan kepada penguasa-penguasa di Banua Ginjang, Banua Tonga, Banua Toru. Bumi membentuk kehidupan yang baru, kegelapan menjadi terang, awan gelap menyingkir dari angkasa, Matahari memunculkan dirinya, bulan keluar dari persembunyiannya, air mengalir dari gunung-gunung membentuk alur yang baru, hujan turun membasahi ketandusan, tunas-tunas segala tumbuh-tumbuhan berkembang dan binatang-binatang berkembang biak memenuhi bumi.

Page 25: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e25

Siklus alam berjalan menjadi lebih baik. Manusia dicukupkan dengan ketersediaan pangan yang berlimpah. Manusia hidup berumur panjang dan bertubuh tinggi dan besar. Manusia bertambah banyak jumlahnya sehingga mereka hidup berkelompok-kelompok untuk mengolah bumi sesuai keperluannya. Pengetahuan mereka semakin bertambah dan menggali kembali peradabannya yang sudah diajarkan oleh Mulajadi Nabolon dan para dewa-dewa kepada nenek moyangnya terdahulu. Mereka melakukan banyak ritual-ritual penyembahan kebada pencipta dan nenek moyangnya sebagai wujut pengucapan syukur kepada pencipta, dan alam-pun telah menyediakan kehidupan kepada mereka. Maka mereka ada yang hidup di lembah, pegunungan, ada di dataran rendah, ada di tepi pantai pinggiran laut. Berkerkembanglah manusia berketurunan generasi bergenerasi.

Sedemikian banyaknya manusia, ratusan ribu banyaknya bahkan sudah jutaan, maka mereka perlu mengembangkan wilayah pemukiman yang dapat mendukung ketersediaan pangan bagi mereka. Setelah manusia berkembang seratus generasi maka mereka secara berkelompok-kelompok yang sepaham berbagi wilayah yang disebut: Kelompok Sijau Nias ke arah Dangsina menyeberang lautan ke pulau Nias, Kelompok ‘Siujung Aceh’ yang bermigrasi ke arah Pastina, dan Kelompok yang tetap menempati wilayah asal mereka yang dipimpin oleh Raja Bonang-bonang. Kelompok Sijau Nias mengembangkan peradaban masyarakatnya dengan segala kebiasaan-kebiasaan yang menjadi adat istiadatnya.

Demikian pula Siujung Aceh mengembangkan peradaban masyarakatnya dengan segala kebiasaan-kebiasaan yang menjadi adat istiadatnya, dan kelompok yang dipimpin Raja Bonang-bonang juga mengembangkan mayarakatnya sesuai kebiasaan-kebiasaan yang menjadi adat istiadatnya demikianpula berkembang sejarahnya masing-masing. Peristiwa ini memicu manusia menyebar ke penjuru dunia mencari tempat bermukim yang lebih baik untuk kelompoknya dan sebagian kelompok menutup diri didalam keterbatasan dan merasa terpuaskan di alam lingkungannya.

Generasi demi generasi dari kelompok Raja Bonang-bonang bermukim diwilayah peradaban tua nenek moyangnya yaitu dikawasan Pusuk Buhit dan pulau Samosir termasuk dipinggiran luar Danau Toba. Mereka sudah mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang bercocok tanam dan mengolah lahan, ilmu perbintangan, ilmu pengobatan, ilmu tentang hukum, ilmu pemerintahan, dan keagamaan. Semua ilmu yang berkembang saling berkaitan dan berhubungan satu sama lainnya, karena itulah disebut Bonang-bonang.

Pada masa ini perkembangan spiritual masyarakat antara pencipta, para dewa-dewa, arwah leluhur menjadi sesuatu yang sakral dan tidak boleh dipermain-mainkan. Pada masa ini sudah berkembang aksara sebagai media sakral dan suci. Orang yang memegang dan menguasai aksara menjadi orang pintar, panutan, tempat bertanya, memiliki kesaktian dan kemampuan supranatural, menjadi media untuk berhubungan dengan arwah leluhur dan Mulajadi Nabolon dan para dewa-dewa. Maka mereka inilah

Page 26: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e26

yang disebut ‘datu’. Mereka mengenal kepintaran dibidang perbintangan seperti Parmesa, Parhalaan, Penunjuk waktu dari mulai jam, hari, bulan, dan tanda-tanda alam.

Pada masa ini sudah berkembang pemerintahan yang berbentuk kerajaan, namun seorang raja bukanlah berbentuk absolut, namun kepemimpinan seorang raja lebih banyak bersifat ‘Hasangapon’ diluar konteks harta dan kekayaan, karena tidak ada istilah perbudakan, melainkan harmoni kehidupan merupakan kehidupan yang normatif. Masyarakat memegang teguh ‘Dalihan Natolu’ sebagai roh kehidupan bermasyarakat yang tidak memandang bulu dari strata mana seseorang berinteraksi dengan sesamanya.

Ritual-ritual kemasyarakatan yang menyajikan kurban sajian berupa tanam-tanaman, ternak dan binatang dari mulai ihan (ikan batak), manuk (ayam/burung), kambing-domba, kuda, kerbau, gajah, sebagai pengejawantahan pengucapan syukur kepada pencipta alam semesta. Pada masa ini sudah berkembang pantun-pantun dan puisi sebagai alat komunikasi diantara sesama masyarakat. Pemerintahan sudah terbagi atas beberapa tingkatan (bukan kasta) dari tingkatan regional sampai terpusat yang dipimpin oleh seorang raja.

Demikianlah kelompok generasi Raja Bonang-bonang ini berkembang menjadi suatu Dinasti yang mengembangkan masyarakatnya selama ribuan tahun dan menjadi makmur tanpa mengenal adanya konflik internal maupun eksternal. Sejarah bangsa ini berulang kembali, semuanya karena sifat manusianya yang tidak lagi menjaga keseimbangan alamnya, sampai suatu ketika malapetaka bencana alam yang maha dahsyat kembali menghancurkan keberadaan Dinasti ini, bahkan sampai kedaratan dan kepulauan lain yang mengitari Sumatera seperti kepulauan Andaman, Afrika, Asia dan Semenanjung.

Tatanan kehidupan masyarakat juga ikut berantakan layaknya tak berjalan lagi sistim kemasyarakatan yang sudah sedemikian maju sebelum terjadinya bencana alam itu. Masyarakat terpecah belah kedalam kelompok-kelompok kecil. Kebanyakan mereka secara berkelompok memutuskan untuk keuar dari kawasan tanah leluhurnya. Kelompok-kelompok masyarakat ini tersebutlah kelompok-kelompok yang membentuk dinasti-dinasti baru seperti;

Dinasti Mbahar yang kemudian menjadi asal muasal Suku Batak Karo, Dinasti Gayo yang kemudian menjadi asal muasal Suku Batak Gayo, Dinasti Alas yang menjadi asal muasal Suku Batak Pakpak dan kemudian terjadi pencabangan Suku Batak Dairi, Dinasti Nagaisori yang kemudian menjadi asal muasal suku-suku di Selatan sampai ujung Sumatra seperti Minangkobau, Maulae, Purajungan, Pugalumbang, Raja Nabasa, Bungkulan, sementara dipusat tanah leluhur bermukim yang sulung Dinasti Raja Tantan Debata.

Page 27: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e27

Dinasti Raja Tantan Debata berkembang mengikuti tatanan kehidupan masyarakat leluhurnya terdahulu. Demikian pula kelompok Deanggo, Tauraja, Bagaslaut. Mereka sudah melakukan hubungan dagang dengan kelompok-kelompok masyarakat dari pencabangan terdahulu yaitu dari suku-suku di Aceh, Gayo, Nias. Hubungan dari luar sudah berlangsung saat itu yaitu dengan keturunan-keturunan manusia terdahulu yang sudah terdampar di kepulauan-kepulauan lain, benua lain dan semenanjung lainnya.

Hubungan dengan dunia luar ini belum begitu padat intensitasnya sebagaimana hubungan dagang jual beli atau barter, melainkan manusia dari benua lain berkunjung sebatas yang diistilahkan mudik sambil membawa kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh mereka dari tanah leluhurnya untuk keperluan ritual. Ilmu pengetahuan tertinggi dibumi sudah mereka miliki, seni pahatan, seni ukir-ukiran, lukisan dengan warna dominan hitam-putih-merah, teknologi bagunan, dan bercocok tanam.

Sistim Pemerintahan sudah berkembang yang dipimpin oleh Maharaja yang disebut ‘Siraja Batak’. Siraja Batak bukanlah nama seorang raja melainkan sebagai nama kelompok dinasti yang turun temurun memegang kultur dan peradaban Batak dengan menerapkan ‘Dalihan Natolu’ secara utuh sebagaimana nenek moyangnya terdahulu dari kelompok Dinasti Raja Bonang-bonang dan kelompok Dinasti Raja Tantan Debata.

Kelompok-kelompok terdahulu yang sudah menyebar keseluruh penjuru bumi tidak lagi mempunyai kesamaan peradaban dengan peradaban masyarakat yang bermukim di tanah leluhur manusia itu. Intensitas hubungan dengan dunia luar sudah demikian ramai yang mengakibatkan sering terjadinya ekses-ekses keamanan negri.

Pada masa Dinasti ini Siraja Batak mengembangkan pengamanan negrinya dengan membentuk berkelompok-kelompok pasukan, dari mulai pasukan infantri, pasukan berkuda termasuk kereta perang berkuda, pasukan gajah, dengan persenjatan seperti ambalang, panah-busur dan tameng. Sementara pasukan laut diperlengkapi di pintu-pintu muara sungai yang dimasuki oleh kapal-kapal. Para datu mengembangkan jenis-jenis senjata rahasia yang difungsikan mampu untuk terbang, yang hanya ditempatkan disekitar pusat pemerintahan saja. Semua perangkat-perangkat pertahanan yang demikian ditempatkan dikawasan jauh dari pusat pemerintahan, seperti dipantai-pantai dan akses yang bisa dimasuki oleh musuh.

Pusat pemerintahan ditempatkan di tanah leluhur di pulau yang dikelilingi oleh kanal air yang besar dan luas sehingga akan menyulitkan musuh untuk masuk ke pusat pemerintahan. Pusat pemerintahan ini lebih tepatnya disebut sebagai kawasan suci yang sakral. Di kawasan sakral ini terdapat airterjun dan tempat pemandian raja dan keluarganya. Disinilah Siraja Batak bermukim sebagai maharaja yang lebih banyak mengabdi sebagai utusan Tuhan untuk membawa bangsanya menjadi aman sentosa dan makmur tanpa kekurangan sesuatu apapun. Siraja Batak hanya merupakan sebutan bagi kelompok yang disebut Bangsa Batak dan berkembang generasi demi generasi ribuan tahun lamanya dan tertutup sebagai pemerintahan teokrasi.

Page 28: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e28

Dalam pemerintahan turun temurun Siraja Batak sampailah dimasa salah satu raja dari Siraja Batak mempunyai dua orang menteri yang sangat bijaksana dan sangat berkuasa atas pemerintahan Dinasti Siraja Batak. Kedua menteri mengendalikan pemerintahan sementara Siraja Batak hanya sebagai maharaja yang dianggap berhubungan langsung dengan Mulajadi Nabolon dan para dewa-dewa. Ke dua menteri tersebut bernama Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon. Untuk memberikan pembagian kekuasaan kepada ke dua menterinya maka Siraja Batak bermohon doa kepada Mulajadi Nabolon agar diberikan kebijaksanaan kepadanya untuk menentukan fungsi ke dua menterinya itu, maka dia berdoa:

“Hamba memanggil dan berdoa kepada yang mulia leluhurku Debata Asiasi, Debata Natolu, tiga kekuasaan, tiga kerajaan, dikediaman yang mulia, Mulajadi Nabolon, yang awal dari segala yang ada, yang awal dari hikmat, hikmat dari malaikat Siuntunguntung Nabolon, malaikat Leangleangmandi, yang selalu membawa rejeki dimasa kesulitan, selalu ringan kaki bila diminta bantuan, selalu datang berkunjung mengayomi, selalu membukakan pintu bila dikunjungi, yang suka mencerahkan langit, suka mengumpulkan embun dikala terik matahari, yang bersedia menyampaikan sembah sujut kepada yang mulia Mulajadi Nabolon. Datanglah yang mulia dari surga Banua Ginjang, dari tempat yang maha tinggi, dari langit diatas langit, dari embun bertujuh lapis, dari langit tiga tumpuan, datanglah yang mulia; tidur diawali kesenangan, pengayoman diawali dari nama baik, niat diawali dari ingatan, kata pembuka diawali tabuhan gendang, menari diawali irama gendang. Kami sangat mengenal yang mulia dari surga pemilik telaga beriakriak, pemilik air berlimpah ruah, pemilik batu galangan, pemilik cawan suci, pemilik kuda sibelang, pemilik malaikat siburung sakti Patiaraja, pengiring balatentara. Agar yang mulia memberkati kami, hikmat mulia, hikmat kerajaan, menjadi bagian dari anakku yang dua ini, Tatea Bulan dan Isumbaon.”

Demikian Siraja Batak berdoa ‘martonggo’ dan dipenuhi oleh Mulajadi Nabolon dengan mengirimkan dua bandul gulungan kitab. Kitab pertama berisi tetang hadatuon (ilmu pengobatan), habeguon (ilmu gaib), parmonsahon (ilmu beladiri), pangaliluon (ilmu sulap/menghilang, dan disebut sebagai kitab ‘Pustaha Homitan’ dan diserahkan kepada Guru Tatea Bulan. Kitab kedua berisi tentang harajaon (ilmu pemerintahan), paruhumon (ilmu tentang hukum), parumaon (ilmu tentang tatakota), partigatigaon (ilmu perdagangan) disebut sebagai kitab ‘Pustaha Paradaton’ dan diserahkan kepada Raja Isombaon.

Dengan sedemikian banyak ilmu-ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa Siraja Batak maka dinasti ini sangat makmur, aman, tenteram, sentosa, dan menjadi pusat peradaban bagi dunia luar sampai ke benua-benua lain. Pusat pemerintahan di kawasan Toba hanya sebagai kota suci dan menjadi tahta raja-raja, sementara kegiatan rakyat berserak sepanjang Banuarea. Ada juga kerajaan-kerajaan lainnya dari turunan generasi sebelumnya yang tunduk kepada kemaharajaan Siraja Batak seperti Raja Asiasi Tunggulniuji dan Langkasomalidang, namun mereka berkembang dan membentuk komunitasnya diluar kawasan leluhur.

Page 29: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e29

Dinasti Siraja Batak berlangsung ribuan tahun lamanya sampai suatu ketika kembali bencana mahadahsyat terjadi lagi akibat Naga Padoha terlepas lagi dari ikatannya, dia mengutuk, menggeliat dan mengguncangkan badannya sehingga api membakar, batu dan debu berhamburan, bumi gelap dan dingin, Air dari laut naik sampai kepuncak gunung menghancurkan segala yang dilaluinya. Dinasti ini hilang tertimbun batu dan debu puluhan meter dibawah kisaran pusat kota suci dan bahkan hancur terbakar api dari muntahan yang keluar dari mulut Naga Padoha, tereret oleh aliran air dan hanyut terbawa sampai keujung bumi. Puluhan ribu manusia yang bertempat tinggal dikawasan disekitar pusat kota suci punah. Manusia-manusia dari kerajaan-kerajaan luar ikut hancur lebur akibat bencana kemarahan Naga Padoha. Dataran subur diluar kota suci menjadi bergunung-gunung dan berbukit-bukit tertimbun tanah yang berguncang dan berhamburan, sehingga semuanya terlihat memerah dan tandus. Sejak kejadian ini kehidupan manusia sudah tidak lagi tertata.

Cerita Dahulu (Bagian-7)

Berkembangnya Dinasti-dinasti Marga

Tersebutlah sekelompok orang dari keturunan dinasti Siraja Batak setelah sembilan dinasti yang merindukan dan mencari tanah leluhur mereka setelah ribuan tahun hilang lenyap dari pandangan dan hati mereka , yang tercatat adalah Raja Biak-biak, Siboru Biding Laut, Sariburaja, Siboru Pareme, Limbong Mulana, Anting Sabungan, Sagalaraja, Sinta Haumasan, Silauraja, Nan Tinjo. Mereka hanya mengelana dimana masingmasing dapat hidup seadanya saja. Mereka mengenang sejarah peradaban leluhur namun tidak menemukan apa-apa, tak berbekas adanya peninggalan peradaban, hanya hutan belantara, tetapi roh dan naluri mereka mengatakan kebenaran mereka menemukan tanah leluhurnya.

Dalam perjalanan menyusuri tanah suci leluhurnya mereka tiba di bekas pusat kota suci dan Raja Biakbiak dan saudaranya menemukan kitab ‘Pustaha Homitan’. Kemudian menyusul datang seorang bernama Sorimangaraja yang juga ingin mengenang dan mencari tanah suci leluhurnya, dan dia menetap di pinggir kota suci dan dia menemukan peninggalan leluhurnya yaitu ‘Pustaha Paradaton’ dan inilah menjadi modal hidupnya di tanah leluhur itu. Sehingga mereka ada sepuluh orang yang sampai ditanah suci leluhur dan Mereka memulai kehidupan mereka kembali dari awal seperti kehidupan nenek moyang mereka ribuan tahun silam.

Sementara keturunan yang bermukim diluar tanah suci leluhur seperti Raja Asiasi Tunggulniuji dan Langka somalidang bergenerasi dan berketurunan dengan kelompoknya. Diantara mereka terjadi hubungan perkawinan, diantaranya Sariburaja mengawini dua orang istri, Siboru Pareme dan Siboru Mangiring Laut yang diambil dari luar kelompok sepuluh ini. Kemudian Sorimangaraja mengambil tiga orang istri yaitu Siboru Paromas, Siboru Biding Laut dan Siboru Sanggul Haomasan. Yang lainnya dari

Page 30: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e30

kelompok ini mengambil istri dari luar kelompok sepuluh ini. Raja Biak-biak dikatakan bertubuh kate sehingga terlihat seperti tidak memiliki tangan dan kaki, namun memiliki ilmu kesaktian yang tinggi setelah dia bertemu Debata Bataraguru, maka dia disebut juga sebagai titisan dewa yang tidak bisa mati (immortal). Demikianlah mereka beranak pinak, generasi demi generasi.

Kehidupan mereka tidak begitu gemilang lagi seperti leluhur terdahulu sebelum terjadinya bencana. Mereka lebih menutup diri dari dunia luar dan lebih banyak menata kehidupan spiritual daripada kehidupan fisik. Mereka lebih traumatis untuk mengembangkan penataan hunian akibat sering terjadi bencana oleh Naga Padoha. Disamping itu penyakit menular sering menimpa masyarakatnya akibat kondisi alam yang tidak segera pulih normal apabila terjadi bencana. Mereka lebih banyak berupaya untuk menanggulangi kondisi alam yang kurang mendukung untuk hidup dalam ketenteraman. Akibat ketertutupan dari dunia luar, maka mereka lebih terbelakang dibidang pembangunan tatakota yang baik dibanding nenek moyang mereka terdahulu yang sudah memiliki ‘parumaon’ dan ilmu-ilmu lainnya.

Generasi-generasi mereka hidup berkelompok membentuk lima dinasti selama sembilan puluh generasi, sampai kepada perpecahan dan perselisihan kelompok yang membentuk dinasti dinasti kecil, dan generasi inilah yang memulai terbentuknya marga-marga, dan menyebar disemua penjuru mata angin menjadi kurang lebih limaratus kerajaan kecil marga-marga. Pada awalnya dinasti empat, dinasti diantara nan-lima, berkembang dilingkaran dalam kawasan leluhur yaitu Dinasti Sariburaja, Dinasti Limbong-mulana, Dinasti Sagalaraja, dan Dinasti Malauraja sementara satu dinasti yang menyusul kemudian berada di lingkar luar kawasan tanah suci disebut Dinasti Sorimangaraja, dan mereka mulai menata kehidupan sosial masyarakat dan diantara dinasti-dinasti ini terjadi kerukunan hubungan sosial satu sama lainnya.

Dinasti-dinasti dari generasi purba bangsa Batak yang tersebar disekitar kawasan tanah suci Tano Batak ditambah dengan generasi dari Raja Asiasi Tunggulniuji dan Langkasomalidang. Dinasti-dinasti ini turun temurun hingga saat ini dan membentuk kelompok-kelompok marga yang masih memegang sebagian tatanan adat-istiadat leluhurnya, walaupun pada masa ini mereka tidak lagi memakai tatacara kehidupan leluhurnya sebagaimana nenek moyangnya terdahulu yang pernah menjadi yang paling agung peradabannya dimuka bumi ini, tetapi mereka ternyata dapat survive walau hanya mengambil sebagian kecil filosopi nenek moyangnya yaitu ‘Dalihan Natolu’.

Degradasi budaya mereka cenderung untuk hilang karena hubungan-hubungan dengan bangsa-bangsa luar yang sudah lebih berhasil mengembangkan budayanya lebih maju, walaupun bangsa-bangsa luar tersebut adalah berasal dari keturunan leluhur mereka yang menyebar mengisi pelosok bumi sejak penciptaan manusia dan peradabannya.

Pada awal dinasti-dinasti ini berkembang, budaya mereka sudah tak mampu lagi membendung pengaruh-pengaruh yang merugikan tatanan kehidupan mereka,

Page 31: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e31

dikarenakan budaya mereka sempat terputus oleh kuasa alam yang memang datang dari penciptanya. Namun mereka masih mampu tetap berusaha untuk hidup dengan sikap menutup diri dari dunia luar. Ketertutupan dari dunia luar membuat jauh dari modernisasi, sementara masyarakat diluar tanah leluhur sudah mengembangkan kebudayaannya lebih maju mengikuti perkembangan budaya akibat adanya hubungan dagang satu sama lainnya.

Dinasti-dinasti dari keturunan Raja Asiasi Tunggulniuji dan Langkasomalidang mengembangkan kemasyarakatannya diluar tanah leluhur walaupun masih tetap memelihara budaya leluhurnya tetapi sudah banyak juga pengaruh budaya luar yang diserap didalam kehidupan bermasyarakat. Mereka pada umumnya berkembang di daerah pinggir pantai di empat arah mata angin. Namun karena mereka tidak menganut budaya offensif maka dinasti-dinasti ini tidak membangun kerajaan yang berbasis militer yang kuat melainkan hanya sebatas kerajaan berbasis damai dengan perdagangan.

Dinasti-dinasti yang berada di tanah leluhur bermukim di kawasan pegunungan dan lembah yang dikelilingu oleh gunung-gunung, sehingga mereka memang menjadi jauh dari jangkauan dunia luar, baik untuk perdagangan maupun hubungan budaya. Akibatnya dinasti-dinasti marga ini hanya mengandalkan kehidupannya dari bercocok tanam. Oleh karena tidak adanya indikasi ancaman dari luar maka dinasti-dinasti di kawasan tanah leluhur tidak pernah mempersiapkan kekuatan fisik militer melainkan mereka lebih banyak mengembangkan kegiatan yang hubungan dengan penciptanya. Metafisika lebih dominan dikuasai oleh masyarakat dari dinasti-dinasti di kawasan tanah leluhur.

Kemasyarakatan yang sangat tertutup di antara dinasti-dinasti membuat mereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang saling menjaga interaksi antara satu dinasti dengan dinasti lainnya. Hubungan antar dinasti lebih banyak dikarenakan hubungan perkawinan antara masyarakatnya yang kadangkala menimbulkan perselisihan antar dinasti. Hampir tidak pernah tercadi peperangan antar dinasti dikarenakan oleh perebutan lahan atau harta, akan tetapi menjaga harkat dan harga diri dari setiap dinasti menjadi hal yang sangat utama. Ilmu metafisika yang sedemikian berkembangnya sehingga sangat banyak dihasilkan hasil karya berupa manuskrip yang berisi tentang pengobatan, nasihat-nasihat, penanggalan, hukum-hukum, sastra, ritual-ritual, pemerintahan.

Perkembangan budaya tulis yang sedemikian tingginya sehingga mereka tidak memerlukan hubungan budaya dari dunia luar, bahkan dunia luar yang ingin menambah keilmuan dari dinasti-dinasti yang berada di kawasan tanah leluhur tersebut. Dinasti-dinasti ini dipimpin oleh raja-raja yang kemudian bersatu dalam satu kepemimpinan yang disebut Siraja Batak. Siraja Batak bukanlah sebuah nama melainkan gelar yang disepakati oleh raja-raja dari setiap dinasti kepada seorang yang dihormati sebagai Siraja Batak. Kerajaan Batak yang dipimpin oleh Siraja Batak bukanlah kerajaan yang bersifat monarki melainkan lebih bersifat sebagai theokrasi, yang mengurusi tentang keagamaan

Page 32: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e32

dan adat-istiadat. Yang dimaksud adat-istiadat dalam Kerajaan Batak juga menyangkut masalah hukum kemasyarakatan, hukum tataniaga, dan hukum pertanahan.

Perjalanan sejarah keturunan mereka sejak berkembangnya peradaban dari mulai manusia pertama sampai kepada dinasti-dinasti terdahulu ternyata tidak ada yang abadi untuk terus berkembang di dalam kemakmuran masyarakatnya. Sejarah mereka selalu berulah seiring dengan bertambahnya jumlah manusia yang cenderung menjadi lupa kepada penciptanya. Oleh karena itu kerajaan Batak yang berkembang semasa kepemimpinan dua mentri yang terkenal itu lebih cenderung mengembangkan budaya aslinya dan tertutup dari pengaruh dunia luar. Kerajaan Batak menganut azas demokrasi Dalihan Natolu dengan struktur yang disebut Na Opat Maropat yang berarti diseluruh kawasan tanah leluhur Bangsa Batak terbagi atas empat wilayah kerajaan yang dikuasai oleh empat raja, yang terpilih secara supranatural dan diakui oleh raja-raja dari setiap dinasti disetiap wilayah. Raja Maropat adalah empat orang raja yang menguasai satu wilayah kerajaan.

Diantara empat raja ini akan terpilih satu diantaranya menjadi Sihahaan ni Harajaon dan inilah yang disebut sebagai Raja Naopat yang menjadi raja tertinggi di satu wilayah. Disamping Raja Naopat juga didampingi oleh seorang raja yang disebut sebagai Raja Ihutan yang berfungsi sebagai penasihat bagi Raja Naopat sebelum melakukan sesuatu tindakan. Di dalam setiap dinasti marga juga ada terpilih raja-raja yang memimpin daerahnya masing-masing dan disebut sebagai Raja Huta, Raja Lumban, Raja Horja, Raja Bius. Raja-raja ini biasanya dipilih sebagai raja ijolo ni marga dari anak tertua atau anak sibulangbulangan.

Disamping raja-raja yang berbasis struktural pemerintahan yang disebutkan di atas, maka Raja Bius juga mengangkat raja-raja lainnya yang disebut sebagai Raja Parhobas dengan gelar Raja Pande yang berperan sesuai keahliannya dan bukan karena pengaruh politiknya. Raja Pande berperan dibidang pengairan persawahan, juru bicara adat, pandai besi, bangunan, dan lain-lainnya yang diperlukan disetiap daerah Bius. Orang-orang pintar sesuai dengan keahlian dan apengetahuannya sangatlah dihargai dan merupakan profesi pada masa itu yang disebut sebagai ‘datu’. Datu adalah gelar kehormatan yang disandang oleh seseorang sesuai dengan keahliannya. Gelar-gelar datu yang ada pada masa itu antara lain; Datu Parbaringin sebagai gelar ahli dalam menentukan hari-hari baik, Datu Panuju sebagai gelar ahli dalam hal perbintangan-cuaca-musim, Datu Panawar sebagai gelar ahli dalam pengobatan, Datu Partonggotonggo sebagai gelar ahli untuk hubungan roh leluhur, Datu Parmangmang sebagai gelar ahli untuk menolak bala, Datu Pangarambu, Datu Pasipuspus, dan banyak gelar datu lainnya.

Demikianlah Kerajaan Batak berkembang di dalam kehidupan masyarakatnya menjadi aman dan sentosa dengan sedikit terjadi konflik internal. Oleh karena konsep kerajaannya yang tidak mencantumkan perlunya kekuatan militer untuk mencegah adanya ancaman dari luar sehingga konsentrasi pasukan tidak pernah ada, maka pihak

Page 33: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e33

luar memanfaatkan titik lemah ini dan dengan sendirinya mengundang kekerasan dan kerakusan pasukan luar yang pernah menghancurkan Kerajaan Batak ini. Agama leluhur Bangsa Batak yang memang dikhususkan hanya untuk Bangsa Batak saja secara tertutup ternyata bukanlah menjadi jaminan untuk aman di tanah leluhur bangsanya sendiri. Masyarakatnya ternyata lebih bertuhankan berhala dibanding penyembahan kepada Maha Pencipta Mulajadi Nabolon, maka kutukanpun terjadi kepada Bangsa ini.

Perkembangan budaya dari bangsa-bangsa diluar tanah leluhur Bangsa Batak ternyata memunculkan faham-faham keagamaan yang bersifat fanatisme kebenaran diatas kebenaran. Dengan mengatasnamakan kebenaran tuhannya atas anutan keagamaannya maka penganut keagamaan dari luar tanah leluhur Bangsa Batak ini berniat memaksakan anutannya walaupun harus mengangkat pedang untuk membunuh sesama manusia atas nama tuhan mereka yang juga mereka fahami sebagai pencipta manusia. Penganut agama luar ini menganggap bahwa tuhannya menitahkan kepada mereka untuk memaksakan kehendak dengan cara apapun yang mungkin belum mampu dilakukan oleh tuhannya.

Maka demikianlah bangsa Batak ini kembali mengalami kenistaan yang hampir memusnahkan Bangsa ini. Pada saat sekarang ini Bangsa Batak sebagai bangsa yang langsung bergaris keturunan dari manusia pertama sudah mulai terbebas dari kebinasaannya namun kekayaan budaya leluhur sudah mulai terlupakan oleh mereka karena mungkin tidak sempat mereka ketahui dan tentu saja nilai-nilai luhur budaya leluhur yang hilang itu sudah tidak lagi dihargai oleh Bangsa Batak sendiri, apalagi oleh orang lain. Selaras dengan sejarah peradaban mereka, ada kemungkinan besar akan terulang lagi kenistaan yang mungkin pula dan menjadi awal kepunahan Bangsa Batak ini.

Bangsa Batak yang katanya keturunan langsung para dewa-dewa dan menjadi asal dari semua bangsa-bangsa, pada saat ini harus bergaul dengan keturunannya dalam kesetaraan walaupun dalam pikiran insan Bangsa Batak bahwa mereka semuanya adalah keturunan raja-raja. Ratusan bangsa-bangsa yang berkembang mengisi seluruh pelosok Bumi dengan keberagaman sekitar enam ribu bahasa membawakan adat istiadat yang didukung oleh alam lingkungannya sehingga dalam keberagaman itu dapat memunculkan keunggulan masing-masing demi untuk memelihara Bumi yang diwariskan kepada manusia. Bahkan dalam sejarahnya bahwa manusia itu sebenarnya sedemikian jauh dari kesempurnaannya karena untuk sesamanyapun sudah tidak lagi saling mengenal dan bahkan ada kecenderungan yang akan saling mengeliminasi demi kepentingan yang eksklusif.

Sikap apatis dan pasrah dengan keadaan membuat mereka menjadi larut dalam budaya global yang dalam banyak hal mengeliminasi budaya unik yang tercipta sejak awal terciptanya manusia yang beradab. Bahkan masyarakat Bangsa Batak sekarang ini hampir seratus persen menganggap budaya luar itu lebih baik daripada budayanya sendiri, maka akibat pengaruh budaya dan kepercayaan asing yang masuk kedalam

Page 34: Batak-Cerita Dahulu

Pag

e34

tatanan kebudayaannya sehingga terjadilah kata-kata satire dan sinisme diantara mereka yang menyebut Hosom Teal Elat Late, dimana pada masanya dahulu istilah ini tidak pernah ada terlintas dibenak insan Bangsa Batak, yang dalam waktu tidak akan lama lagi bangsa ini diperkirakan punah dari peradabannya.

PERHATIAN: Isi artikel ini adalah bagian dari buku novel Perjalanan Spiritual Ke Tanah Batak adalah Copy Right dan apabila menyadur atau memetik isi novel ini agar meminta izin melalui situs ini, dan harus mencantumkan judul bukunya dan sumbernya dari BATAK ONE http://batakone.wordpress.com.