bab ke tujuh belas kuhperdata
TRANSCRIPT
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
BAB KE TUJUH BELAS
Tentang Penanggungan Utang
A. Definisi
Menurut Pasal 1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga
guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi
perikatan si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.
B. Mengenai Sifat-Sifat Penanggungan
Tiada penanggungan jika tidak ada suatu perikatan pokok yang
sah. Namun dapatlah seorang memajukan diri sebagai penanggung untuk
suatu perikatan, walaupun perikatan itu dapat dibatalkan dengan suatu
tangkisan yang hanya mengenai dirinya pribadi si berutang, misalnya
dalam hal kebelumdewasaan. (pasal 1821).
Dalam hal tersebut menunjukkan bahwa penanggung itu adalah
suatu “perjanjian accessoir”1, seperti halnya dengan perjanjian hipotik dan
pemberian gadai, yaitu bahwa eksistensi atau adanya penanggungan itu
tergantung dari adanya suatu perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang
pemenuhannya ditanggung atau dijamin dengan perjanjian penanggungan
itu. Kemudian adanya kemungkinan diadakannya suatu perjanjian
penanggungan terhadap suatu perjanjian pokok, yang dapat dimintakan
pembatalannya (“vernietigbaar”, “voidable”), misalnya suatu perjanjian
(pokok) yang diadakan oleh seorang yang belum dewasa.
1 Subekti, R. 1995. Aneka Perjanjian. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Seorang penanggung (“borg”, “guarantor”) tidak dapat
mengikatkan diri untuk lebih, maupun dengan syarat-syarat yang lebih
berat daripada perikatannya si berutang. Adapun penanggungan boleh
diadakan untuk hanya sebagian saja dari utangnya, atau dengan syarat-
syarat yang kurang. Jika penanggungan diadakan untuk lebih dari
utangnya, atau dengan syarat-syarat yang lebih berat maka perikatan itu
tidak sama sekali batal, melainkan ia adalah sah hanya untuk apa yang
diliputi oleh perikatan pokoknya. (pasal 1822). Perikatan dalam suatu
perjanjian yang sifatnya “mengabdi” kepada suatu perjanjian pokok, tidak
bias melebihi perikatan yang diterbitkan oleh perjanjian pokok itu.
Seorang dapat memajukan diri sebagai penanggung dengan tidak
telah diminta untuk itu oleh orang untuk siapa ia mengikatkan dirinya,
bahkan di luar pengetahuan orang itu. Adalah diperbolehkan juga untuk
menjadi penanggung tidak saja untuk si berutang utama tetapi juga untuk
seorang penanggung orang itu. (pasal 1823). Menurut ketentuan pasal
1823, diperbolehkan bahwa seorang penanggung bukan si debitur
memenuhi kewajibannya. Orang seperti ini dinamakan sub-penanggung
(“sub-borg”, “sub-guarantor”)
Penanggungan utang tidak dipersangkakan tetapi harus diadakan
dengan pernyataan yang tegas, tidaklah diperbolehkan untuk memperluas
penanggungan hingga melebihi ketentuan-ketentuan yang menjadi syarat
sewaktu mengadakannya. (pasal 1824). Kewajiban si penanggung tidak
boleh diperluas hingga melebihi apa yang menjadi kesanggupannya.
Penanggungan yang tak terbatas untuk suatu perikatan pokok,
meliputi segala akibat utangnya bahkan terhitung biaya-biaya gugatan
yang dimajukan terhadap si berutang utama, dan terhitung pula segala
biaya yang dikeluarkan setelah si penanggung utama diperingatkan
tentang itu (pasal 1825). Kewajiban yang secara maksimal dapat
dipikulkan kepada seorang penanggung utang, yaitu: pembayaran seluruh
jumlah utangnya debitur ditambah (apabila sampai jadi perkara) dengan
biaya perkara ditambah lagi dengan biaya peringatan si penanggung dan
lain-lain biaya sampai saat si penanggung itu memenuhi semua
kewajibannya.
Perikatan-perikatan para penanggung berpindah kepada ahli waris-
ahli warisnya. (pasal 1826). Menurut asas hukum kewarisan, para ahli
waris mewarisi semua aktiva dan pasiva dari pewaris. Kewajiban seorang
penanggung untuk membayar utangnya seorang debitur termasuk pasiva
dari pewaris.
Si berutang yang diwajibkan memberikan seorang penanggung
harus memajukan seorang yang mempunyai kecakapan untuk
mengikatkan dirinya yang cukup mampu untuk memenuhi perikatannya
dan yang berdiam di wilayah Indonesia. (pasal 1827). Syarat-syarat yang
ditetapkan si penanggung yang harus diajukan oleh debitur itu adalah
wajar karena kalau tidak demikian ada kemungkinan bahwa
penanggungan itu tidak ada artinya.
Pasal 1828 dihapuskan.
Apabila si penanggung yang telah diterima oleh si berpiutang
secara sukarela atau atas putusan hakim, kemudian menjadi tak mampu,
maka haruslah ditunjuk seorang penanggung baru. (pasal 1829). Yang
dimaksudkan di sini adalah situasi saat seorang penanggung jatuh pailit.
Barangsiapa yang oleh undang-undang atau karena suatu putusan
hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak, diwajibkan memberikan
seorang penanggung, padahal ia tidak berhasil mendapatkannya,
diperbolehkan sebagai gantinya memberikan suatu jaminan gadai atau
hipotik. (pasal 1830).
C. Akibat-Akibat Penanggungan Antara Si Berutang dan Si Penanggung
Si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si
berpiutang selainjika si berutang lalai, sedangkan benda-benda si berutang
ini harus lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya. (pasal
1831). Apabila si penanggung dituntut untuk membayar utangnya debitur
(yang ditanggung olehnya), ia berhak untuk menuntut supaya dilakukan
lelang-sita lebih dahulu terhadap kekayaan debitur.
Si penanggung tidak dapat menuntut supaya benda-benda si
berutang lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya:
1o. apabila ia telah melepaskan hak istimewa untuk menuntut
supaya
benda-benda si berutang lebih dahulu disita dan dijual.
2o. apabila ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan si
berutang utama secara tanggung-menanggung, dalam hal mana
akibat-akibat perikatannya diatur menurut asas-asas yang
ditetapkan untuk utang-utang tanggung-menanggung.
3o. jika si berutang dapat memajukan suatu tangkisan yang hanya
mengenai dirinya sendiri secara pribadi.
4o. jika si berutang berada dalam keadaan pailit.
5o. dalam hal penanggungan yang diperintahkan oleh hakim.
(pasal
1832).
Si berpiutang tidak diwajibkan menyita dan menjual lebih dahulu
benda-benda si berutang selain apabila itu diminta oleh si penanggung
pada waktu ia pertama kali dituntut di muka hakim. (pasal 1833).
Si penanggung yang menuntut supaya benda-benda si berutang
lebih dahulu disita dan dijual diwajibkan menunjukkan kepada si
berpiutang benda-benda si berutang dan membayar lebih dahulu biaya
yang diperlukan untuk melaksanakan penyitaan serta penjualan tersebut.
Tak diperbolehkan ia menunjuk pada benda-benda yang sedang menjadi
buah persengketaan di muka hakim, maupun yang sudah dijadikan
tanggungna hipotik untuk utang yang bersangkutan, dan yang sudah tidak
ada di tangan si berutang maupun pula benda-benda yang terletak di luar
wilayah Indonesia. (pasal 1834).
Apabila si penanggung, menurut pasal yang lalu, telah
menunjukkan benda-benda si berutang dan telah membayar lebih dahulu
uang yang diperlukan untuk penyitaan dan penjualan benda-benda itu,
maka si berpiutang bertanggung jawab terhadap si penanggung hingga
sejumlah harga benda-benda yang ditunjuk itu, tentang ketidakmampuan
si berutang yang dengan tidak adanya tuntutan, terjadi sesudah itu. (pasal
1835).
Jika beberapa orang telah mengikatkan diri sebagai penangggung
untuk seorang berutang yang sama, lagipula untuk utang yang sama, maka
masing-masing adalah terikat untuk seluruh utang itu. (pasal 1836).
Namun itu masing-masing dari mereka, jika ia tidak telah
melepaskan hak istimewanya untuk meminta pemecahan utangnya, pada
pertama kalinya ia digugat di muka hakim, dapat menuntut supaya si
berpiutang lebih dahulu membagi piutangnya dan menguranginya hingga
bagian masing-masing penanggung utang yang terikat secara sah. Jika
pada waktu salah seorang penanggung menuntut pemecahan utangnya,
seorang atau beberapa orang teman penanggung berada dalam keadaan tak
mampu, maka si penanggung tersebut diwajibkan membayar untuk orang-
orang yang tak mampu itu menurut imabangan bagiannya, tetapi ia tidak
bertanggung jawab jika ketidakmampuan orang-orang itu terjadi setelah
pemecahan utangnya. (pasal 1837).
Jika si berpiutang sendiri secara sukarela telah membagi-bagi
tuntutannya, maka tak bolehlah ia menarik kembali pemecahan utang itu
biarpun beberapa orang di antara para penanggung tidak mampu sebelum
ia membagi-bagi utangnya. (pasal 1838).
D. Akibat-Akibat Penanggungan Antara Si Berutang dan Si
Penanggung, dan Antara Para Penanggung Sendiri
Si penanggung yang telah membayar dapat menuntutnya kembali
dari si berutang utama, baik penanggungan itu telah diadakan dengan
maupun tanpa pengetahuan si berutang utama. Penuntutan kembali ini
dilakukan baik mengenai uang pokoknya maupun mengenai bunga serta
biaya-biaya. Mengenai biaya-biaya tersebut si penanggung hanya dapat
menuntutnya kembali, sekedar ia telah memberitahukan kepada si
berutang utama tentang tuntutan-tuntutan yang ditujukan kepadanya di
dalam waktu yang patut. Si penanggung ada juga mempunyai hak
menuntut penggantian biaya, rugi, dan bunga, jika ada alas an untuk itu.
(pasal 1839).
Si penanggung yang telah membayar, menggantikan demi hukum
segala hak si berpiutang terhadap si berutang. (pasal 1840). Penggantian
ini adalah apa yang dalam hukum perjanjian dinamakan “subrogasi”2,
dalam hal ini subrogasi menurut undang-undang sebagaimana yang
dimaksudkan dalam pasal 1402 sub 3 KUH Perdata.
Jika beberapa orang berutang utama yang bersama-sama memikul
satu utang, masing-masing terikat untuk seluruh utang itu, maka seorang
yang memajukan diri sebagai penanggung untuk mereka kesemuanya,
dapat menuntut kembali segala apa yang telah dibayarnya dari masing-
masing orang berutang tersebut. (pasal 1841). Penanggung dapat menuntut
kembali apa yang telh dibayarnya dari para debitur itu juga secara
tanggung-menanggung, artinya: ia dapat menuntut masing-masing untuk
mengembalikan seluruh jumlah yang telah dibayarnya.
2 Ibid.,p.1.
Si penanggung yang sekali telah membayar utangnya tidak dapat
menuntutnya kembali dari si berutang utama yang telah membayar untuk
kedua kalinya, jika ia tidak telah memberitahukan kepadanya tentang
pembayaran yang telah dilakukannya dengan tidak mengurangi hak-
haknya untuk menuntutnya kembali dari si berpiutang. Jika si penanggung
telah membayar tanpa digugat untuk itu, sedangkan ia tidak
mmberitahukannya kepada si berutang utama, maka ia tidak dapat
menuntutnya kembali dari si berutang utama ini, manakala si berutang
pada waktu dilakukannya pembayaran mempunyai alasan-alasan untuk
menuntut dinyatakannya batal utangnya dengan tidak mengurangi tuntutan
si penanggung terhadap si berpiutang. (pasal 1842).
Si penanggung dapat menuntut si berutang untuk diberikn ganti
rugi untuk dibebaskan dari perikatannya, bahkan sebelum ia membayar
utangnya:
1o. apabila ia digugat di muka hakim untuk membayar.
2o. dihapuskan.
3o. apabila si berutang telah berjanji untuk membebaskannya dari
penanggungannya di dalam suatu waktu tertentu.
4o. apabila utangnya dapat ditagih karena lewatnya jangka waktu
yang
telah ditetapkan untuk pembayarannya.
5o. setelah lewatnya waktu sepuluh tahun jika perikatan pokok
tidak
mengandung suatu jangka waktu tertentu untuk
pengakhirannya, kecuali apabila perikatan pokok sedemikian
sifatnya, hingga ia tidak dapat diakhiri sebelum lewatnya suatu
waktu tertentu, seperti suatu perwalian. (pasal 1843).
Jika berbagai orang telah mengikatkan dirinya sebagai penanggung
untuk seorang berutang yang sama, lagipula untuk utang yang sama, maka
si penanggung yang telah melunasi utangnya dalam hal yang teratur dalam
nomor 1o dari pasal yang lalu, begitu pula apabila si berutang telah
dinyatakan pailit, mempunyai hak untuk menuntutnya kembali dari orang-
orang penanggung yang lainnya, masing-masing untuk bagiannya.
Ketentuan ayat kedua dari pasal 1293 adalah berlaku dalam hal ini. (pasal
1844).
E. Hapusnya Penanggungan Utang
Perikatan yang diterbitkan dari penanggungan hapus karena sebab-
sebab yang sama, sebagaimana yang menyebabkan berakhirnya perikatan-
perikatan lainnya. (pasal 1845).
Percampuran yang terjadi di antara pribadinya si berutang utama
dan pribadinya si penanggung utang, sekali-kali tidak mematikan tuntutan
hukum si berpiutang sebagai penanggungnya si penanggung. (pasal 1846).
Si penanggung utang dapat menggunakan terhgadap si berpiutang
segala tangkisan yang dapat dipakai oleh si berutang utama dan mengenai
utangnya yang ditanggung itu sendiri. Namun tak bolehlah ia memajukan
tangkisan-tangkisan yang melulu mengenai pribadi si berutang. (pasal
1847).
Si penanggung dibebaskan apabila ia karena salahnya si berpiutang
tidak lagi dapat menggantikan hak-haknya, hipotik-hipotiknya dan hak-
hak istimewanya dari si berpiutang itu. (pasal 1848).
Jika si berpiutang secara sukarela menerima suatu benda tak
bergerak maupun suatu bend lain sebagai pembayaran atas uang pokok
maka si penanggung dibebaskan karenanya, biarpun benda itu kemudian
karena suatu putusan hakim oleh si berpiutang harus diserahkan kepada
seorang lain. (pasal 1849).
Suatu penundaan pembayaran belaka yang oleh si berpiutang
diberikan kepada si berutang, tidak membebaskan si penanggung utang,
namun si penanggung utang dalam hal ini dapat menuntut si berutang
dengan maksud memaksanya untuk membayar atau untuk membebaskan
si penanggung dari penanggungannya. (pasal 1850).
F. Kesimpulan
Penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak
ketiga guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi
perikatan si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.
Tiada penanggungan jika tidak ada suatu perikatan pokok yang sah.
eksistensi atau adanya penanggungan itu tergantung dari adanya suatu
perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang pemenuhannya ditanggung atau
dijamin dengan perjanjian penanggungan itu. Kemudian adanya
kemungkinan diadakannya suatu perjanjian penanggungan terhadap suatu
perjanjian pokok, yang dapat dimintakan pembatalannya (“vernietigbaar”,
“voidable”), misalnya suatu perjanjian (pokok) yang diadakan oleh
seorang yang belum dewasa. Seorang penanggung (“borg”, “guarantor”)
tidak dapat mengikatkan diri untuk lebih, maupun dengan syarat-syarat
yang lebih berat daripada perikatannya si berutang.
G. Saran
Dibentuk sedemikian rupa peraturan-peraturan mengenai
penanggungan dengan tidak merugikan pihak manapun, baik pihak yang
berutang, yang berpiutang maupun pihak penanggung. Sehingga
pelaksanaan penanggungan utang dapat terlaksana dengan baik.
Diharapkan pula tindakan tegas pejabat hukum dalam mengawasi dan
menangani masalah penanggungan utang, jangan sampai terjadi
penyelesaian masalah yang berbuntut kepada suatu tindakan pidana.
H. Daftar Pustaka
Subekti, R. 2004. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: PT.
Pradnya Paramita.
Subekti, R. 1995. Aneka Perjanjian. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Subekti, R. 2008. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta : PT.
Intermasa.