bab iii biografi prof. dr. zakiah daradjat dan...

34
33 BAB III BIOGRAFI Prof. Dr. ZAKIAH DARADJAT DAN KONSEPNYA TENTANG PENDIDIKAN AGAMA PADA USIA REMAJA A. BIOGRAFI Prof. Dr. ZAKIAH DARADJAT 1. Riwayat Hidup Prof. Dr. Zakiah Daradjat dilahirkan pada 6 November 1926 di tanah Minang, tepatnya di kampong tanah Merapak, Kecamatan Ampek Angkek, bukit Tinggi. 1 Ayahnya Haji Daradjat Ibnu Husain yang bergelar Raja Ameh (Raja Emas) dan ibunya Hj. Rofi’ah binti Abdul Karim. Prof. Dr. Zakiah Daradjat dilahirkan sebagai anak pertama dari sebelas bersaudara. Dan suatu hal yang sudah dipastikan bahwa beliau mendapat bekal pendidikan awal (keluarga) secara memuaskan, baik di bidang umum, terlebih lagi di bidang agama, sehingga mengantarkan beliau pada kesuksesan seperti sekarang ini. Disamping dikenal sebagai konselor, psikolog maupun psikoterapis, khususnya dunia terapi yang dijiwai nilai- nilai Islam yang berpijak pada Al-Qur’an. Pendidikan Prof. Dr. Zakiah Daradjat diawali periode 1944 dengan menamatkan pendidikan di Standar school (SD) Muhammadiyah yang masuk pagi, sementara sorenya mengikuti Sekolah Diniyah (SD khusus agama), setelah menamatkan, beliau melanjutkan pendidikan pada Kulliyatul Muballighoh di Padang Panjang, lalu setelah itu melanjutkan ke tingkat SMP dan lulus pada tahun 1947. Dan pada tahun 1951 beliau lulus dari SMA di Bukit Tinggi. Pada tahun 1951, Prof. Dr. Zakiah Daradjat melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Tarbiyah di PTAIN Yogyakarta dan menyelesaikan lima tahun dengan gelar Doktoral Satu (BA) pada tahun 1956. 1 Arif Subhan, “Prof. Dr. Zakiah Daradjat Membangun Lembaga Pendidikan Islam Berkualitas”, dalam “Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan Islam di Indonesia : 70 Tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat”, (Jakarta: Diterbitkan atas kerjasama Pusat Penelitian IAIN Syarif Hidayatullah dengan Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 4.

Upload: lambao

Post on 06-Feb-2018

259 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

33

BAB III

BIOGRAFI Prof. Dr. ZAKIAH DARADJAT DAN KONSEPNYA

TENTANG PENDIDIKAN AGAMA PADA USIA REMAJA

A. BIOGRAFI Prof. Dr. ZAKIAH DARADJAT

1. Riwayat Hidup

Prof. Dr. Zakiah Daradjat dilahirkan pada 6 November 1926 di

tanah Minang, tepatnya di kampong tanah Merapak, Kecamatan Ampek

Angkek, bukit Tinggi.1 Ayahnya Haji Daradjat Ibnu Husain yang bergelar

Raja Ameh (Raja Emas) dan ibunya Hj. Rofi’ah binti Abdul Karim. Prof.

Dr. Zakiah Daradjat dilahirkan sebagai anak pertama dari sebelas

bersaudara. Dan suatu hal yang sudah dipastikan bahwa beliau mendapat

bekal pendidikan awal (keluarga) secara memuaskan, baik di bidang

umum, terlebih lagi di bidang agama, sehingga mengantarkan beliau pada

kesuksesan seperti sekarang ini. Disamping dikenal sebagai konselor,

psikolog maupun psikoterapis, khususnya dunia terapi yang dijiwai nilai-

nilai Islam yang berpijak pada Al-Qur’an.

Pendidikan Prof. Dr. Zakiah Daradjat diawali periode 1944 dengan

menamatkan pendidikan di Standar school (SD) Muhammadiyah yang

masuk pagi, sementara sorenya mengikuti Sekolah Diniyah (SD khusus

agama), setelah menamatkan, beliau melanjutkan pendidikan pada

Kulliyatul Muballighoh di Padang Panjang, lalu setelah itu melanjutkan ke

tingkat SMP dan lulus pada tahun 1947. Dan pada tahun 1951 beliau

lulus dari SMA di Bukit Tinggi.

Pada tahun 1951, Prof. Dr. Zakiah Daradjat melanjutkan

pendidikannya ke Fakultas Tarbiyah di PTAIN Yogyakarta dan

menyelesaikan lima tahun dengan gelar Doktoral Satu (BA) pada tahun

1956.

1 Arif Subhan, “Prof. Dr. Zakiah Daradjat Membangun Lembaga Pendidikan

Islam Berkualitas”, dalam “Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan Islam di Indonesia : 70 Tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat”, (Jakarta: Diterbitkan atas kerjasama Pusat Penelitian IAIN Syarif Hidayatullah dengan Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 4.

34

Setelah Prof. Dr. Zakiah Daradjat mencapai tingkat Doktoral satu

(BA), beliau mendapatkan beasiswa dari Depag untuk melanjutkan studi

di Ein Shame University Cairo Mesir. Dan kesempatan ini tidak beliau sia-

siakan, terbukti dua tahun kemudian yaitu pada tahun 1958 berhasil

menyelesaikan program Ein shame university. Dan berhasil meraih gelar

MA dengan Thesis tentang Problem Remaja dengan Spesialisasi Mental

Hygine dari Universitas ‘Ains Shams. Selama menempuh S2 inilah beliau

mulai mengenal klinik kejiwaan. Beliau bahkan sudah sering berlatih

praktik konsultasi psikologi di klinik Universitas.

Dalam kalangan pemikir Islam Indonesia, beliau termasuk salah

seorang generasi pertama Indonesia “ dari kalangan santri” yang berhasil

meraih gelar sarjana di luar negeri dalam bidang psikologi.

Di antara jabatan penting yang pernah dijabatnya yaitu :

- Direktur Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam tahun

1972-1984.

- Anggota Dewan Pertimbangan Agung tahun 1983-1988.

- Direktur Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijogo Yogyakarta

sejak 1986.

Sebagai seorang intelektual yang agamis beliau mempunyai

komitmen serta pengetahuan keislaman yang memadai. Hal ini

nampak dalam pandangan-pandangannya dalam berbagai ceramah,

diskusi dan seminar, juga dituliskan di berbagai media massa,

disamping pada berbagai aktifitasnya dan pada berbagai jabatan yang

pernah diembannya, yang selalu mengeluarkan ide-ide yang bersifat

religius.

Adapun aktifitasnya beliau dalam kegiatan ilmiah lebih dari 140

kali yang berskala nasional dan 22 kali yang berskala internasional.

Mengenai aktifitas dalam bidang kemasyarakatan di antaranya yaitu :

a. Salah seorang pendiri dan ketua lembaga pendidikan kesejahteraan

jiwa di Universitas Islam Jakarta tahun 1969-1989.

35

b. Pendiri dan Ketua Yayasan Islam “Ruhama” di Jakarta tahun 1983.

c. Salah seorang pendiri dan ketua yayasan kesejahteraan mental Bina

Amalah di Jakarta tahun 1990.

Beberapa aktifitas lainnya adalah berupa pengisian acara kuliah

subuh di RRI (1960), pengisian mimbar agama Islam (1969). Dan

sejak tahun 1983 beliau aktif mengisi acara kependidikan dan

keagamaan di beberapa radio swasta, yaitu radio El-sinta Jakarta, radio

PBB Serang, radio Famor Bandung dan radio Merkurius Padang.

2. Karya-karyanya

Sebagai salah seorang intelektual beliau banyak mengadakan

penelitian tentang kesehatan mental dan pembinaan Pendidikan agama

di Indonesia. Adapun di antara hasil karya dan terjemahan beliau

adalah :

a. Remaja Harapan dan Tantangan.

b. Peranan Agama dalam Kesehatan Mental.

c. Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia.

d. Ilmu Pendidikan Islam.

e. Ilmu Jiwa Agama.

f. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah.

g. Pendidikan Agama dalam Pendidikan Mental.

h. Problema Remaja di Indonesia.

i. Pendidikan Orang Dewasa.

j. Ketenangan dan Kebahagiaan dalam Keluarga.

k. Perawatan Jiwa Untuk Anak-anak.

l. Pokok-pokok Kesehatan Jiwa / Mental, Jilid 1 dan 2 (terjemahan

dari kitab : Ushusus Shihah An- Nafsiyah, oleh Prof Dr. Abdul

Aziz el-Qudsy).

3. Kiprahnya dalam bidang Psikologi

36

Dari sekian banyak kiprahnya dalam berbagai kegiatan,

kehadiran Prof. Dr. Zakiah Daradjattampaknya lebih dikenal dan tak

bias lepas dari psikologi agama atau kesehatan mental. Kesehatan

mental dan psikologi agama adalah disiplin ilmu yang keahliannya

ditekoni dan disosialisakannya secara konsisten, tak kenal lelah dan

bosan melalui berbagai media; buku, artikel, makalah, diskusi atau

seminar, juga melalui ceramah di berbagai forum, kemudian melalui

radio dan televisi, serta dalam mengajar di berbagai lembaga

pendidikan.

Prof. Dr. Zakiah Daradjat adalah orang yang pertama kali

merintis dan memperkenalkan psikologi agama di lingkungan

Perguruan Tinggi Islam di Indonesia. Buku karangan beliau bukan

saja menjadi bacaan wajib di perguruan tinggi terutama mengenai

Pendidikan Agama dan Psikologi Agama, tetapi juga menjadi rujukan

bagi kalangan perguruan tinggi, para pendidik, dan pengambil

kebijakan di bidang pendidikan dan sosial keagamaan bahkan menjadi

bacaan populer masyarakat umum.

Kiprah Prof. Dr. Zakiah Daradjat di bidang psikologi sepanjang

karier akademik dan intelektualnya berusaha mencari kaitan antara

terapi pendidikan dengan nilai-nilai agama. Dalam kaitan ini beliau

menjadi fenomena menarik. Ia ingin mengintegrasikan pendekatan

agama dengan ilmu pengetahuan modern. Dengan merujuk kepada

berbagai literatur, baik berasal dari barat maupun dari Islam,

ditemukan sintesa baru : agama memiliki peran yang sangat

fundamental dalam memahami esensi kejiwaan manusia. Karena itu

agama dapat dijadikan pijakan psikologi.

Sebagai seorang psikolog religi Prof. Dr. Zakiah Daradjat

berusaha meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku

atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang. Menurutnya cara

berpikir, bersikap, bereaksi, dan bertingkah laku tidak bisa dipisahkan

37

dari keyakinan agama. Sebab, keyakinan itu masuk dalam konstruksi

kepribadian manusia.

Sebagai seorang psikolog religi Prof. Dr. Zakiah Daradjat juga

melihat doa sebagai terapi mental. Menurutnya, doa sangat berperan

sebagai ketentraman batin. Dengan berdoa kita memupuk rasa optimis.

Doa bahkan mempunyai manfaat bagi pembinaan dan peningkatan

semangat hidup. Doa mampu mnyembuhkan stress dan gangguan

jiwa. Dengan kata lain, doa mempunyai fungsi kuratif, preventif, dan

konstruktif bagi kesehatan mental.2

Dalam praktek konsultasinya, dalam rangka membantu

penyembuhan terhadap gangguan kejiwaan yang diderita seorang

pasien, Prof. Dr. Zakiah Daradjat pada umumnya menggunakan

metode non-directive psycho therapy dengan menyisipkan ajaran

agama yang relevan dengan kondisi atau bentuk gangguan jiwa yang

dialami oleh seorang pasien. Sisipan agama itu sendiri dilakukan

dengan metode dialog sehingga tidak menimbulkan kesan bahwa

si pasien merasa digurui. Dalam metode ini tiodak diperlukan

penganalisaan lebih dalam terhadap semua pengalaman yang telah

dilalui oleh penderita. Ahli jiwa menerima penderita sebagaimana

adanya dan mulai perawatan langsung, atau dapat dikatakan bahwa

diagnosa merupakan bagian dari paerwatan. Teori mengakui bahwa

tiap-tiap individu mampu menolong dirinya apabila ia mendapat

kesempatan untuk itu. Maka perawatan jiwa merupakan pemberian

kesempatan bagi penderita untuk mengnal dirinya dan problema-

problema yang dideritanya serta kemudian mencari jalan untuk

mengatasinya.3

2 Dadang Hawari, “Agama, Psikiater dan Kesehatan Jiwa (Refleksi atas pemikiran

Zakiah Daradjat)”, dalam “Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan Islam di Indonesia: 70 Tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat”, op. cit, hlm. 134.

3 Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung

Agung, 1970), hlm. 76.

38

Prof. Dr. Zakiah Daradjat juga menggunakan metode clien-

centered therapy dari Carls Rogers yang memberikan kesempatan

sepenuhnya kepada psien untuk mengungkapkan penderitaan yang

dialaminya. Pasien menjadi center dari perawatan, sedang beliau aktif

mendengarkan semua ungkapan pasien itu kemudian memantulkan

atau merelaksasikan perasaan yang terkandung dalam ungkapan

si pasien. Dengan demikian terjadi proses pencerahan pada diri

si pasien yang membawanya kepada kesadaran terhadap masalah yang

dihadapi dan mampu mengatasinya.4

Di sinilah pentingnya peran pribadi Prof. Dr.Zakiah Daradjat

sebagai pribadi yang ramah, lemah lembut, mau mendengarkan orang

lain, tidak sombong atau angkuh, gemar menolong orang lain

penyayang, mempunyai kepribadian menarik ditambah keahlian

psikologi dan ilmu agama yang dimilikinya.

B. Konsep-konsep Pendidikan Agama Pada Usia Remaja Menurut

Prof. Dr. Zakiah Daradjat.

Pada dasarnya konsep pendidikan agama itu mencakup kehidupan

manusia seutuhnya, tidak hanya memperhatikan segi aqidah saja, juga

tidak memperhatikan segi ibadah saja, akan tetapi jauh lebih luas dan lebih

dalam daripada itu, konsep pendidikan agama (Islam) dapat kita jabarkan

sebagai berikut :

1. Pendidikan agama (Islam) mencakup semua dimensi manusia

sebagaimana ditentukan oleh Islam.

2. Pendidikan agama (Islam) menjangkau kehidupan di dunia dan

di akhirat secara seimbang.

4 Murni Djamal, “Perkembangan Psikologi Agama di Indonesia”, dalam

“Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan Islam di Indonesia : 70 Tahun Prof. dr. Zakiah Daradjat”, op. cit, hlm. 145.

39

3. Pendidikan agama (Islam) memperhatikan manusia dalam semua gerak

kegiatannya, serta mengembangkan padanya daya hubungan dengan

orang lain.

4. Pendidikan agama (Islam) berlanjut sepanjang hayat, mulai dari

manusia sebagai janin dalam kandungan ibunya, sampai kepada

berakhirnya kehidupan di dunia ini.

5. Maka kurikulum pendidikan agama (Islam), akan menghasilkan

manusia yang memperoleh hak di dunia dan hak di akhirat nanti.5

Dari konsep dasar inilah penulis memandang perlu untuk

memikirkan tentang pendidikan agama pada usia remaja. Setelah

mengkaji secara teliti dan seksama keseluruhan pemikiran Prof. Dr. Zakiah

Daradjat, ada tiga poin yang dapat dijadikan konsep dasar pendidikan

agama pada usia remaja, yaitu :

1. Keluarga Sebagai Dasar Pembinaan dan Pendidikan Agama Bagi

Remaja.

Islam mengajarkan bahwa pendidikan itu berlangsung seumur

hidup, dari buaian sampai ke liang lahat. Konsep pendidikan sepanjang

usia ini jelas mengakui dan diwajibkan melaksanakan pendidikan

dalam keluarga, dimana anak dilahirkan dan dibesarkan, karena

pembinaan dan pendidikan agama bagi remaja dalam keluarga ini

merupakan awal dari suatu usaha agar menjadi manusia yang

bertaqwa, cerdas dan terampil.

Kesempurnaan agama Islam nampak dalam kecermatan dan

ketelitiannya dalam mengatur secara terperinci. Segala masalah yang

berkaitan dengan kehidupan keluarga yang menjadi pondasi bagi

pendidikan anak-anaknya. Allah menginginkan agar kehidupan rumah

tangga muslim selalu tenang, tentram dan bahagia, penuh kasih

sayang, saling menyayangi, selalu menghargai dan menghormati

mewujudkan cita-cita.

5 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah,

(Jakarta: Ruhama, 1995), hlm. 35.

40

Manusia pada umumnya pasti melalui proses pengasuhan dari

orang tua, setidak-tidaknya dalam jangka waktu tertentu berada dalam

asuhannya. Sangat jarang sekali terjadi seorang anak lahir langsung

diserahkan kepada orang lain.

Keluarga sebagai lingkungan awal pertumbuhan anak harus diisi

dengan hal-hal positif, begitu juga dengan pembinaan pendidikan

agama dapat berlangsung bersamaan dengan perkembangan

kepribadian, sehingga dapat menjadi permulaan yang baik baik

perkembangan kepribadian remaja selanjutnya.

Adapun pelaksanaan pendidikan agama di dalam keluarga

meliputi antara lain: keteladanan orang tua dalam kehidupan sehari-

hari yang mencerminkan keimanan dan ketaatan beribadah, perlakuan

terhadap anak sesuai dengan ketentuan agama, dipenuhi kasih sayang

dan pengertian. Latihan dan pembiasaan dalam keluarga untuk

melaksanakan ibadah, latihan mendengar dan membaca doa-doa dan

beberapa ayat Al-Qur’an yang akan bias menumbuhkan sikap positif

cinta kepada Allah dan rosul-Nya serta suka melaksanakan ajaran

agama.

Perlu diketahui, bahwa agama bukan ibadah saja. Agama

mengatur seluruh segi kehidupan. Semua penampilan ibu dan bapak

dalam kehidupan sehari-hari yang disaksikan dan dialami oleh remaja

bernafaskan agama, disamping latihan dan pembiasaan tentang agama,

perlu dilaksanakan sejak dini sesuai dengan pertumbuhan dan

perkembangan jiwanya. Apabila remaja tidak mendapatkan

pendidikan, latihan dan pembiasaan keagamaan waktu kecilnya, ia

akan besar dengan sikap tidak acuh atau anti agama. 6

Pembinaan kehidupan beragama bagi remaja, sebenarnya adalah

dalam rangka mempersiapkan dirinya agar dengan jalan mengamalkan

ajaran-ajaran agama itu, ia akan dapat memperoleh kehidupan yang

6 Ibid., hlm. 165.

41

baik dan menyenangkan. Pembinaan pendidikan remaja dalam

keluarga berlangsung sejak lahir sampai dewasa. Bahkan setelah

dewasapun orang tua masih berhak memberikan nasehat kepada

anaknya. Dalam hal ini, pendidikan keluarga harus tetap menjadi

dasar yang melandasinya,.

Ada keluarga muslim yang tidak memahami hakekat ini, bahwa

pendidikan dalam keluarga dianggap berakhir jika anaknya sudah

dimasukkan ke lembaga-lembaga pendidikan lain. Dengan demikian,

anak bisa lepas kontrol, sehingga banyak terjadi ketidakharmonisan

antara apa yang diterima di rumah dengan yang di luar rumah. Hal ini

bisa menjadi biang keladi kenakalan remaja. Menjadi kenyataan

seperti apa yang diterangkan oleh Prof. Dr. Zakiah Daradjat bahwa

keadaan orang tua, sikapnya terhadap anak sebelum dan sesudah lahir,

ada pengaruhnya terhadap mental anak.7

Kunci keberhasilan pendidikan agama di sekolah bukan terutama

terletak pada metode pendidikan agama yang digunakan dan

penguasaan bahan; kunci pendidikan agama di sekolah sebenarnya

terletak pada pendidikan agama dalam rumah tangga. Inti pendidikan

agama dalam rumah tangga itu ialah hormat kepada Tuhan, orang tua

dan guru. Bila anak didik tidak hormat kepada guru, berarti juga ia

tidak akan menghormati agama. Bila agama islam dan guru tidak

dihormati, maka metode pendidikan agama yang baik pun tidak ada

artinya.8

Oleh karena itu, agama Islam harus memegang peranan yang

utama dalam sistem kehidupan dan hubungan dalam keluarga. Sebab

agama itu benar-benar mempengaruhi manusia dan memuaskan

kecenderungan alaminya ke arah kebenaran dan wujud-wujud yang

suci. Maka tidak ada jalan bagi setiap manusia yang bercita-cita untuk

7 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1977), cet. 9,

hlm. 66. 8 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja

rosdakarya, 1992), hlm. 158-159.

42

dapat hidup bahagia selamanya, kecuali dengan memeluk keyakinan

yang kuat dan taat beragama Islam.

Keluarga, utama orang tua, memiliki kedudukan yang istimewa

di mata anak-anaknya. Karena orang tua mempunyai tanggung jawab

yang besar untuk mempersiapkan dan mewujudkan kecerahan hidup

masa depan remaja, maka mereka dituntut untuk berperan aktif dalam

membimbing anaknya yang sudah menginjak masa remaja, yang dalam

kehidupannya di dunia penuh dengan cobaan dan godaan. Dalam hal

ini ibu bapaknya menempati posisi sebagai tempat rujukan bagi nak,

baik dalam soal moral maupun untuk memperoleh informasi.

Sebagai rujukan moral, orang tua harus memberikan teladan yang

baik. Oleh karena itu seorang bapak atau ibu dituntut untuk bertingkah

laku yang baik dan benar dalam kebiasaannya sehari-hari, harus

mencerminkan sebagai orang yang taat beragama Islam. Dengan

demikian orang tua akan selalu menempatkan dirinya pada posisi

sebagai panutan, pemberi teladan dan rujukan moral yang dapat

dipertanggungjawabkan bagi anak-anaknya.

Kedudukan orang tua sebagai rujukan dalam bidang kehidupan,

misalnya dalam pemilihan pekerjaan dan jodoh, mereka perlu memberi

informasi secukupnya agar dapat memberikan alternatif bagi anak

untuk menentukan pilihan. Dengan informasi dari orang tuanya itu

anak akan memperoleh gambaran tentang masa depannya. Dalam hal

seorang anak menghadapi problema hidup, maka orang tua dapat

bertindak sebagai penasehat dengan memberikan pandangannya.

Untuk itu orang tua harus melibatkan ajaran agama yang harus dihayati

dan diamalkan dalam kehidupan.

Jadi peranan dan pengaruh orang tua dalam pembinaan agama

dan dalam usahanya untuk menjadikan generasi manusia yang

beragama , mengambil porsi besar dalam mengisi kehidupan rohani

dalam membentuk kepribadian remaja. Keberhasilan orang tua dalam

mendidik anaknya, baik membentuk kepribadian agamanya, maupun

43

dalam mempersiapkan mentalnya, sangat besar andilnya bagi anak

dalam mengalami perkembangan jiwa selanjutnya dalam menempuh

periode kehidupan selanjutnya sesudah mempunyai kapribadian yang

mantap.

Dalam perkembangan selanjutnya remaja bias mendapta

pendidikan agama sejak awal. Baik secara teori maupun praktek.

Praktek hidup keagamaan ini sangat penting bagi seorang remaja

supaya dibiasakan, agar dapat membentuk kepribadian seorang remaja

melalui praktek keagamaan.

Jadi dengan demikian dapat disadari betapa pentingnya peranan

keluarga sebagai peletak dasar pola pembentukan kepribadian melalui

pembinaan dan pendidikan agama tersebut. Dan sudah dibuktikan

bahwa sebagian besar orang-orang yang berhasil dalam hidupnya

adalah karena didikan keluarga yang baik dan berhasil membina

keluarga pula.

2. Pengaruh Lingkungan Terhadap Pendidikan Agama Pada Usia

Remaja.

Kadar pengaruh lingkungan terhadap manusia berbeda sesuai

dengan segi-segi pertumbuhan kepribadian manusia. Pengaruh

lingkungan lebih besar apabila anak mulai meningkat dewasa. Ketika

itu hubungan dengan lingkungan alam dan manusia serta ruang

geraknya sudah semakin luas.

Yang dimaksud dengan lingkungan adalah ruang lingkup luar

yang berinteraksi dengan manusia, yang dapat berwujud benda-benda

seperti air, udara, bumi, langit, matahari dan sebagainya dan berbentuk

bukan benda seperti manusia pribadi, kelompok, institusi, sistem,

undang-undang, adat kebiasaan, dan sebagainya.9

9 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara bekerjasama

dengan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam DEPAG, 1992), hlm. 56.

44

Ajaram Islam seperti yang tertera dalam ayat-ayat Al Qur’an

Hadits nabi dan pendapat para ahli, meskipun tidak menentukan factor

lingkungan sebagai factor pokok yang mempengaruhi pertumbuhan

manusia, namun tidak kurang sumber-sumber yang menerangkan serta

mengakui akan pengaruh faktor ini dalam pertumbuhan watak dan

tingkah laku.

Keluarga, masjid dan sekolah sebagai suatu lingkungan

pendidikan kadang-kadang kurang memberikan peluang terhadap

dorongan anak untuk mengembangkan diri secara sendiri atau kearah

berdiri sendiri. Anak-anak muda itu ingin memperlihatkan

kejantanannya, membuktikan kemampuan dan menjelajahi serta

mencoba segala sesuatu untuk membuktikan kebolahannya dengan

cara-cara dan pandangannya sendiri atau kelompoknya. Berkenaan

dengan itu, dalam suatu lingkungan sering terjadi “perbenturan”

antara mereka dengan pandangan serta tatanan masyarakat “kolot” atau

pandangan atau tatanan yang telah mapan dalam lingkungannya.

Benturan-benturan itu tidak mengurangi kebutuhannya untuk dapat

berdiri sendiri secara wajar dan upayanya untuk tetap melaksanakan

segala rencana dan angan-angannya, bahkan mungkin menjadi lebih

bersemangat lagi untuk melakukan percobaan-percobaan.10

Karena pendidikan anak dalam keluaraga adalah bersifat kodrati,

maka hal ini harus menjadi pundamen bagi pendidikan yang diterima

di luar rumah tangga. Karena seorang remaja harus terus

mengembangkan kualitas dirinya, maka dalam hal ini tidaklah

mungkin seorang remaja memperoleh seluruh pendidikan dan

bimbingan pendidikan agama yang diperlukan dari anggota

keluargnya. Untuk itu anak membutuhkan lingkungan pendidikan yang

lain seperti di sekolah dan lembaga-lembaga agama.

Dalam pandangan Prof. Dr. Zakiah Daradjat pendidikan Agama

(Islam) sangat penting untuk diberikan secara dini sebagai wahana

10 Ibid., hlm. 70.

45

membentuk kepribadian remaja. Berbicara mengenai pembentukan

kepribadian berarti pembinaan manusia seutuhnya dalam kaitannya

dalam pendidikan agama Islam, lanjut Prof. Dr. Zakiah Daradjat,

dalam diri manusia terdapat tujuh dimensi pokok yang masing-masing

yaitu : fisik, akal, agama, akhlak, kejiwaan, rasa keindahan dan sosial

kemasyarakatan.11

Untuk mendapatkan sosok manusia seutuhnya, maka semua

dimensi tersebut perlu ditumbuh suburkan melalui pendidikan baik

dalam keluarga, sekolah dan masyarakat secara seimbang serasi dan

terpadu, tidak ada satu dimensi yang mengalahkan dimensi lainnya,

jika ada pengunggulan terhadap satu dimensi dan terlepas dari dimensi

lainnya, manusia itu tidak utuh lagi di saat itu manusia akan

mengalami kegoncangan bahkan mungkin timbul berbagi kejahatan.

Ketegangan, ketidak pedulian, persengketaan bahkan peperangan. 12

Dimensi fisik yang bertujuan untuk kesehatan tubuh yang terkait

dengan ibadah akhlak dan dimensi kepribadian lainnya sangat perlu

digiatkan sejak dini seperti shalat, bersuci dari hadast kecil maupun

besar.13 Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dimensi tubuh harus

dijaga, dipelihara, agar tetap bersih dan mampu menjalankan

fungsinya.

Pada pembinaan dimensi akal tidak hanya sekedar mengetahui

dan memikirkan kepentingan pikiran itu saja, akan tetapi ia merupakan

cara untuk mengenal Allah SWT dan menyembah-Nya serta mencari

kebahagiaan.14 Untuk itu pendidikan akal harus disertai dengan

11 Ibid., hlm. 1. 12 Ibid., hlm. 19. 13 Zakiah Daradjat, Remaja Harapan dan Tantangan, (Jakarta: Ruhama, 1995),

hlm. 4. 14 Ibid., hlm. 7.

46

pendidikan agama sebab tanpa keyakinan beragama akan gagal dalam

memberikan kebahagiaan kepada yang memilikinya.15

Pendidikan akal hendaknya memperhatikan pembinaan daya akal

dan melatihnya, agar dapat digunakan untuk kebaikan. Petunjuk

pendidikan akal dalam Islam adalah sebagai berikut : 16

a. Jangan mengikuti persangkaan dan perkiraan terhadap hal yang

berkaitan dengan pikiran.

b. Hendaknya di dalam sistem pendidikan ini ditanamkan sifat

tersebut pada angka satu secara terus menerus dalam menghadapi

segala persoalan.

c. Akal mempunyai hak untuk mengkritik dengan berani dan merasa

bebas.

d. Pendidikan agama (Islam) berusaha melatih manusia untuk

memikirkan segala sesuatu, dan memeriksa bagian-bagiannya serta

memahami apa yang dikatakan kepadanya, lalu memikirkannya,

serta tidak menerima tanpa bukti.

e. Akal dilatih berdasarkan pengalaman, penginderaan, dan kemudian

memberikan kebebasan kepada akal untuk mengarahkannya dan

menyusun semua temuan penginderaan tersebut.

f. Pendidikan akal juga tertuju kepada pendidikan kata hati dalam

hati (nurani). Dalam Al Qur’an diakui bahwa Nur Ilahi

mempunyai peranan penting dalam pengembangan pengetahuan

manusia.

g. Allah menghimbau manusia untuk membaca terus menerus baik

membaca Al-Qur’an, alam, atau membaca dengan merenungkan

para penghuni langit dan bumi.

15 Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung

Agung, 1970), hlm. 31. 16 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Bandung:

Ruhama, 1998), hlm. 8.

47

h. Pendidikan Islam mengajak orang untuk membuka pikirannya,

dengan arti bahwa ia terdidik untuk hidup di dalam masanya dan

di dalam semua masa artinya ia tidak berpikir kaku atau fanatik.

Namun pengembangan daya pikir dan pemanfaatannya tidak

boleh menyimpang dari ketentuan Allah. Karena manusia mempunyai

kecenderungan kepada hal-hal yang buruk fungsi agama (iman) yang

ditumbuhkembangkan sejak kecil menyatu ke dalam kepribadian yang

membawa ketentraman batin dan kebahagiaan. Orang-orang yang

mempercayai benda-benda keramat biasanya tenang selama benda

tersebut ada padanya, atau terasa memberi manfaat. Akan tetapi jika

benda keramat itu hilang atau tidak menolong lagi maka yang

bersangkutan akan merasa gelisah dan kebingungan. Obyek keimanan

tidak akan pernah hilang dan tidak akan berubah manfaatnya adalah

iman yang ditentukan oleh agama.

Bila kesehatan dan kekuatan tubuh manusia baik, akal pikirannya

berkembang, serta mampu melaksanakan penelitian, penemuan,

mungkin manusia dapat tersesat dalam hidupnya menjadi bangga diri

sombong dan mungkin memusuhi orang lain, bahkan dapat

menghancurkan dirinya sendiri. Agama amat sangat dibutuhkan untuk

mengendalikan diri. Bila dimensi akidah berkembang secara serentak

dengan tubuh dan akal, kegoncangan itu tidak akan terjadi. Maka

pendidikan agama harus sejalan dengan perkembangan pikiran.

Akhlak merupakan inti dari ajaran Islam yang harus dipelajari,

sehingga akhlak berkembang bersamaan dengan perkembangan

dimensi fisik, akal, dan akidah. Islam mementingkan akhlak, bahkan

rasulullah mengatakan bahwa beliau diutus Allah SWT untuk

menyempurnakan akhlak yang mulia.

Masalah kejiwaan menjadi penentu dari berbagai aspek

kehidupan manusia, ia merupakan kekuatan dari dalam yang

memadukan semua unsur pada diri manusia, ia menjadi penggerak dari

dalam yang membawa manusia kepada pencapaian tujuannya,

48

memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya, pribadi dan kelompok.

Kegagalan pendidikan dan pembinaan kejiwaan ini menyebabkan

penyakit dan gangguan kejiwaan yang membias juga pada penyakit

jasmani (Psiko Somatic).17

Betapa banyak orang yang tidak bahagia di dalam kehidupannya,

kendatipun seluruh dimensi yang lainnya sudah tumbuh dan

berkembang dengan baik. Dan hal tersebut terjadi sebagai akibat dari

masalah kejiwaan yang tidak selesai. Masalah kejiwaan inilah yang

pada dunia maju tidak mendapat perhatian semakin mengganggu dan

tidak menentramkan batin. Islam banyak membicarakan dimensi

kejiwaan dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia, yang harus

pula ditumbuhkembangkan secara seimbang dengan dimensi

lainnya. 18

Dimensi keindahan tidak bisa diabaikan, bahkan sebaliknya perlu

dikembangkan, karena keindahan itu menggerakkan batin sehingga

dapat meringankan kehidupan yang penuh dengan kegiatan rutin dan

menjadikan manusia merasakan nialai-nilai serta lebih mampu

menikmati keindahan hidup.19

Dan yang terakhir adalah dimensi sosial kemasyarakatan.

Dimensi ini membentuk manusia muslim yang bertumbuh secara sosial

dan menjadikan Hamba Allah yang saleh dengan menanamkan

kerukunan sosial di dalam dirinya dan melatih dalam pergaulan

kemasyarakatan.20

Pendidikan Islam bagi generasi muda harus mencangkup seluruh

dimensi manusia yang satu dan yang lainnya yang saling berkait dan

tidak satu dimensi pun yang dijadikan primadona terhadap dimensi

17 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, op. cit., hlm. 15. 18 Zakiah Daradjat, Remaja Harapan dan Tantangan, op. cit., hlm. 71. 19 Ibid., hlm. 17. 20 Ibid., hlm. 18.

49

yang lainnya. Bila tidak dilakukan demikian, maka generasi muda akan

pincang, dan tidak mampu mencapai kebahagiaan.

Allah SWT telah mengisaratkan demikian, namun tidak semua

orang beriman mampu mengarah apa yang telah ditentukan Allah

tersebut. Dimana kuncinya?

Kuncinya adalah pendidikan agama yang mampu menumbuh-

kembangkan iman pada diri manusia serta dapat menjelaskan manfaat

ajaran agama dalam kehidupan nyata, sehingga orang merasa bahwa

iman, ibadah dan akhlak, merupakan kebutuhan jiwannya. Bukan

hanya kewajiban kepada Allah SWT saja. 21

Prof. Dr. Zakiah Daradjat menjelaskan bahwa sesungguhnya

pendidikan agama pada masa remaja harus dilaksanakan melalui

berbagai segi kehidupan remaja itu sendiri, mulai dari tata krama sopan

santun cara bergaul, cara berpakaian dan cara bermain yang tidak

bertentangan dengan ajaran Islam.

Menurut Sigmund Freud, mengapa orang harus berperilaku

agama, Freud melihat bahwa agama itu adalah reaksi manusia atas

ketakutaannya sendiri. Dalam buku Totem dan Taboo (1913), Freund

mengatakan bahwa : “Tuhan adalah refleksi dari Oedipus Complex

kebencian kepada ayah dibuktikan sebagai ketakutan kepada

Tuhan “.22

Suatu kenyataan yang mencemaskan belakangan ini adalah

keberanian sementara remaja melakukan pelangaran-pelanggaran

susila, baik wanita maupun pria. Bahkan diantara mereka ada yang

berpendapat, bahwa hubungan antara wanita dan pria tidak perlu

dibatasi dan tidak usah dikontrol oleh orang tua. Biasanya kenakalan

seperti ini disertai dengan tindakan-tindakan mengganggu masyarakat.

21 Ibid., hlm. 72. 22 Djamaluddin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islam, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1994), hlm. 71.

50

Pada umumnya anak-anak remaja yang dengan mudah melakukan

pelanggaran asusila adalah mereka yang jarang mendapatkan

pembinaan dan pendidikan agama. 23

Sikap para remaja yang mengejar kemajuan lahiriah tanpa

mengindahkan nilai-nilai yang bersumber pada ajaran agama yang

dianutnya nenyebabkan generasi remaja kebingungan bergaul karena

apa yang dipelajarinya di sekolah bertentangan dengan apa yang

dialaminya di dalam masyarakat. Kontradiksi yang terdapat

dalam kehidupan remaja menghambat pembinaan remaja karena

pembinaan agama terjalin dalam pembinaan pribadinya. Apabila

faktor-faktor yang membina itu bertentangan antara satu dengan yang

lain, maka akan goncanglah jiwa yang dibina terutama mereka yang

sedang mengalami pertumbuhan dan perubahan yang cepat pada usia

remaja. Kegoncangan jiwa dapat dicontohkan seperti kenakalan remaja

dan penyalahgunaan narkotik dan sebagainya.

Melihat bagaimana pentingnya pembinaan agama pada masa

remaja menjadikan kita harus benar-benar mampu mendidik, membina

dan mengusahakan supaya kehidupan di lingkungan remaja kita tidak

terlepas dari segi-segi dan nilai-nilai agama.karena agama adalah tidak

hanya berorientasi kepada dunia saja atau kepada akherat saja tetapi

kepada keseimbangan antara keduanya.

3. Fungsi Pendidikan Agama Bagi Kehidupan Dan Masa Depan Remaja

a. Memberikan bimbingan dalam hidup

Peranan orang tua dalam mendampiungi anaknya yang sudah

dalam tahap akhir dalam proses perkembangan jiwannya penting

sekali. Namun banyak ornag tua yang kurang mampu memahami

anaknya yang telah mendekati masa dewasa itu. Bagian terakhir

23 Zakiah Daradjat, Perawatan Jiwa untuk Anak-anak, (Yogyakarta: Bulan

Bintang, 1976), hlm. 481.

51

dari perkembangan remaja adalah perkembangan jiwa sosial dan

kepribadian pada masa tersebut terlihat adanya perhatian terhadap

hari depannya.

Melalui ibu bapaknya, diletakkan benih utama bagi

kepribadian anak akan berkembang dimasa depan. Bapak

ibunyalah orang yang pertama mewariskan kebudayaan dan

mengajarkan agama pada anak. Gelombang baru dialami para

remaja adalah pencarian identitas diri dan kecondongan kepada

berteman pada lawan jenis. Dalam hal ini agama amat diperlukan.

Bagi remaja yang telah mendapat pendidikan agama secara baik

dan tepat di masa depan sebelumnya tidak akan mengalami

kegoncangan yang berarti terutama bila orang tuanya

memperlakukan dengan cara demokratis. Bagi remaja yang kurang

bekal keagamaan, akan mengalami kesulitan dalam tahap akhir

sehingga mereka mudah tersesat kepada pelanggaran nilai-nilai

agama. 24

Menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat pendidikan agama

hendaknya dapat mewarnai kepribadian remaja, sehingga agama

itu berfungsi menjadi bagian dari dirinya yang dapat

mengendalikan dirinya dalam hidupnya di kemudian hari.

Kebiasaan hidup yang agamis bagi remaja akan melahirkan

manusia yang cenderung bertingkah laku baik dan mengajak kehal

kebaikan dan menjauhi yang dilarang dengan aktif menjalankan

24 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, op. cit.,

hlm. 92.

52

53

54

55

56

57

58

59

perintah shalat dalam rangka mewujudkan dan membuktikan

ketaatannya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

Dua macam perbuatan baik tersebut yaitu mengajak atau

memerintahkan untuk berbuat baik dan melarang perbuatan yang

buruk sebagi kepribadian yan harus dimiliki oleh seorang remaja,

melalui pendidikan Agama Islam yang baiik dan berhasil. Hal ini

adalah demi untuk kepentingan masa depan remaja agar dapat

hidup dengan tenang.

Allah SWT menerangkan dalam firmannya :

والمؤمنون والمؤمنات بعضهم أولياء بعض يأمرون

)71:التوبة (بالمعروف وينهون عن المنكر

“Dan orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf mencegah dari yang mungkar” (QS. At Taubah :71) 25

Fungsi agama merupakan hubungan antara manusia agama

dengan Tuhan. Kedudukan seorang remaja sebagai anggota

masyarakat harus menerima hukum-hukum yang mengatur

hubungan dengan Tuhan, masyarakat, alam dan dirinya sendiri.

Jadi di sini agama bersifat mengatur dan mengikat remaja dalam

hubungannya dalam masyarakat dan Tuhan serta dengan dirinya

sendiri sebagai mahluk sosial yang bersedia hidup dan berada

dalam ikatan garis-garis, peraturan yang ditetapkan oleh Allah

SWT.

Melalui agama Islam manusia dapat mengetahui perbedaan

antara yang halal dan yang haram yang bermanfaat dan yang

berbahaya. Seorang anak sejak awal perlu ditanamkan satu

keyakinan yang kuat bahwa agama yang diakui kebenarannya yang

25 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya,

(Semarang: CV. Toha Putra, 1989), hlm. 291.

60

diperintahkan oleh Allah SWT untuk beragama dengan-Nya ialah

hanya Islam. Firman Allah SWT :

)19:آل عمران(إن الدين عند الله األسالم

“Sesungguhnya agama yang diridlai oleh Allah hanyalah Islam “ (Q.S. Ali Imran : 19).26 Karena menurut ketetapan Allah bahwa agama yang diridlai

hanyalah Islam, bagaimanapun bentuk dan manifestasinya setelah

turun dan seterusnya Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah

yang terakhir. Islam adalah agama yang mencangkup manusia

seutuhnya meliputi semua dimensi manusia, tidak ada yang

terbebas dari jangkauan pendidikan Islam.

b. Sebagai penolong dalam kesukaran

Dalam hidup ini tidak sedikit kesukaran dan problem yang

harus dihadapi. Menurut para ahli jiwa sikap dan cara orang

menghadapi kesukaran itu berbeda-beda antara satu dengan yang

lainnya sesuai dengan kepribadiannya dan kepercayaaannya

terhadap lingkungannya apabila kepribadiannya cukup sehat dan

lingkungan tempat hidupnya menyokong dan merasa aman

dengannya maka kesukaran itu akan kurang terasa kepribadiannya

kurang sehat dan suasana lingkungan sering pula mengancam

hidupnya. 27

Jika setiap orang mempunyai keyakinan beragama dan

menjalankan agama dengan sungguh-sungguh tidak perlu adanya

polisi karena setiap orang tidak mau melanggar larangan karena

merasa Tuhan Maha melihat, sebab setiap potensi manusia dapat

digunakan dan dikerahkan untuk kepentingan dan kebahagiaan

bersama bukan untuk dirinya sendiri.

26 Ibid., hlm. 78. 27 Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, op. cit., hlm. 61.

61

Pembangunan kepribadian dan mental, tidak mungkin tanpa

menanam jiwa agama pada tiap-tiap orang karena agamalah yang

memberikan dari luar atau polisi yang mengawasi atau

mengontrolnya. Setiap kali terpikir dan tertarik hatinya kepada hal-

hal yang tidak dibenarkan oleh agamanya, taqwanya akan menjaga

dan menjaga dirinya dari perbuatan yang kurang baik itu.28

Kita mengetahui bahwa kehidupan setiap bangsa terutama

bangsa Indonesia selalu ditandai oleh pergantian generasi secara

berkesinambungan dari waktu ke waktu. Anak-anak pada

waktunya akan menjadi remaja, para remaja akan menjadi dewasa

dan orang dewasa menjadi orang tua. Ini adalah hukum alam yang

pasti dan tidak akan dicegah pastinya.

Oleh karena itu penting sekali untuk memikirkan

pendidikan para remaja guna mendapatkan model-model

pendidikan yang sesuai dengan mereka, sehingga para remaja

berkembang menjadi remaja yang sehat dan kuat badannya, cerdas

dan sarat dengan ilmu pengetahuan, mantap kepribadiannya dan

baik akhlaknya, serta luas pergaulannya. Dan semuanya itu

dilandasi oleh iman dan taqwa kepada Tuhan YME.29

c. Sebagai penentram batin

Kalau kita berbicara pendidikan agama bagi anak muda,

sebenarnya lebih tampak, betapa gelisahnya anak-anak muda yang

tidak pernah mengalami pendidikan agama. Karena masa remaja

itu adalaha usia dimana jiwa sedang bergejolak, penuh dengan

kegelisahan dan pertentangan batin banyak dorongan yang lebih

banyak menyebabkan lebih gelisah lagi. Maka dengan menerapkan

28 Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju

Psikologi Islam, (Yogyakarta: Yayasan Insan Kamil bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, 1995), hlm. 170.

29 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, op. cit.,

hlm. 26.

62

pembinaan agama baik anak muda akan mempunyai fungsi sebagai

penentram dan penenang jiwa, disamping pengendali moral.

Sesungguhnya kebutuhan kejiwaan remaja banyak

dipengaruhi oleh lingkungan dan kebudayaan masyarakat dimana

ia tinggal. Akan tetapi dalam keragaman dan perbedaan kebutuhan

jiwa manusia yang banyak itu. Ada juga kebutuhan jiwa yang

dirasakan oleh tiap-tiap orang. Baik ia sebagai orang kecil, besar,

tua, muda, kaya, miskin maupun kaya sehat atupun terganggu

kesehatan mentalnya, yaitu kebutuhan–kebutuhan yang akan

mendorong serta mengendalikan perbuatannya dan tingkah lakunya

dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan tersebut antara lain :

1) Kebutuhan akan rasa kasih sayang

Kebutuhan akan rasa kasih sayang pada masa remaja

merupakan sesuatu yang prinsip bagi kesehatan jiwa remaja,

karena ia merupakan jalan untuk merasakan penghargaan dan

penerimaan sosial.

Dalam hal ini merupakan perasaaan yang betul, perlu

diakui bahwa kasih sayang itu hendaknya ada pada setiap

remaja dalam setiap lapangan tempat ia bergerak. Maka kasih

sayang harus diungkapkan dalam perbuatan dan kata-kata,

dengan itu remaja merasa bahwa ia obyek penghargaan.30

Remajapun ingin pula menyaingi dirinya. Keinginan itu

tidaklah berdiri sendiri. Karena, jika remaja mendapat kasih

sayang dan penghargaan orang lain, maka ia akan menyerahkan

dirinya kepada meraka. Hal itu akan menimbulkan kepercayaan

kepada dirinya, ia dapat menyayangi dan menerima dirinya.

Kecintaan pada diri sendiri akan mendorongnya untuk bekerja

secara produktif. Maka timbullah pada dirinya keberanian dan

kemampuan untuk membuat hubungan sosial yang baik agar

30 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, op. cit.,

hlm. 26.

63

dan kasih sayang kepada orang lain dan ini merupakan jalan

penyesuaian diri.

2). Kebutuhan akan rasa aman

Rasa aman adalah kebutuhan jiwa yang paling penting

dalam kehidupan manusia. Setiap orang ingin merasa bahwa

hidupnya ini tidak didorong oleh apa saja. Orang ingin merasa

bahwa tidak ada ancaman apapun terhadap dirinya. Di sinilah

peranan pembinaan agama sangat penting, dengan ajaran

agama memberikan jalan kepada manusia untuk mencapai rasa

aman, rasa tidak takut/ cemas menghadapi hidup ini. Ajaran-

ajaran agama menunjukan cara-cara yang harus dilakukan dan

menjelasakan pula hal-hal yang harus ditinggalkan, supaya kita

dapat mencapai rasa aman selama hidup ini dan selanjutnya

diajarkan pula bagaimana mempersiapkan diri dengan

perbuatan-perbuatan baik dan menjauhkan tindakan-tindakan

yang mengganggu kesenangan orang lain.

Percaya akan adanya Tuhan dan bahwa kekuasaaan-Nya itu

melebihi kekuasaan apapun di dunia ini, memberikan rasa

aman kepada orang yang percaya , bahwa Tuhan itu akan

melindungi dari segala bahaya, karena Tuhan itu maha

penyayang dan pengasih. Inilah sebabnya, maka orang yang

percaya kepada Tuhan terlihat tenang, tentram dan tidak merasa

takut karena ia merasa, bahwa ada Tuhan Yang Maha Kuasa

yang melindunginya.

3). Kebutuhan akan rasa harga diri

Setiap orang, baik anak kecil, orang dewasa maupun

orang tua, membutuhkan rasa harga diri, ingin dihargai dan

diperhatikan. Rasa kurang mendapat penghargaan itu adalah

sangat sakit. Maka orang yang merasa kurang dihargai, dihina/

64

dipandang rendah oleh orang lain, akan berusaha mencari jalan

untuk mempertahankan dirinya.

Bagi orang yang percaya kepada Tuhan, ia merasa

bahwa dirinya dekat dengan Tuhan, karena itu dengan sendiri

ia tidak akan kehilangan rasa harga diri, sebab ia berada dekat

kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Kurangnya penghargaan

orang lain tidak akan banyak menyusahkan fikirannya yang

pentingkan baginya, supaya ia selalu dapat memelihara

perhatian Tuhan, maka ia akan mencari kepuasan dengan

berserah diri kepada Tuhan.

Remaja yang merasa dihargai oleh lngkungannya, akan

merasa bangga terhadap dirinya dan gembira. Maka sikapnya

terhadap dirinya dan orang lain sekitarnya akan positif dan

menyenangkan. Bila yang terjadi sebaliknya, misalnya ia tidak

diperhatikan, diremehkan, tidak ditanggapi bila melakukan

sesuatu, maka perilaku terhadap dirinya dan lingkungannya

menjadi negatif, bahkan sikap kepada agamapun mungkin akan

negatif pula.

4) Kebutuhan akan rasa bebas

Kebebasan dalam batas-batas kewajaran adalah penting

bagi seorang remaja yang sedang dalam masa perkembangan,

jika seorang remaja terlalu dikekang, akibatnya adalah pada

saat memiliki kesempatan untuk bebas, ia akan seperti kuda

lepas dari kekangnya, menjadi liar tak terkendali.

Kebebasan dalam batas yang wajar, tidak berbahaya

dan perlu bagi perkembangan jiwa remaja. Dia hendaknya

mendapat kebebasan untuk mengungkapkan perasaan dan

keinginannya, ia akan merasa tertekan, boleh jadi ia akan

mengalami frustasi, konflik dan sebagainya. Yang diperlukan

orang tua, guru dan lingkungan masyarakat adalah Pembina

65

remaja untuk dapat mengungkapkan perasaannya dengan cara

yang baik, sopan dan diridlai oleh Allah SWT.

5). Kebutuhan akan rasa ingin mengenal

Setiap orang tak mau tinggal diam saja, ketika berhadapan

dengan hal yang samar. Ia akan tahu dan berusaha mempelajari

semua hal yang menjadi keraguan terhadap jiwanya.

Kebutuhan akan mengenal itulah yang membawa kemajuan

yang mendorong orang untuk mempelajari segala sesuatu yang

bertemu dalam hidupnya, itulah yang mendorong ahli-ahli,

mahasiswa-mahasiswa, untuk membuat research (penelitian-

penelitian ilmiah) supaya terjawab semua yang diragukan

(samar).

Akan tetapi tidak semua, yang ingin diketahui oleh manusia

dapat dicapai melalui ilmu pengetahuan. Masih banyak sekali

hal yang menjadi rahasia alam. Dalam hal ini, kepercayaan dan

kebijaksanaan dan kekuasaan Tuhan dibutuhkan, supaya orang

bisa merasa tenang dan tentram.

6). Kebutuhan akan rasa sukses

Setiap kegagalan membawa kepada rasa tidak enak,

baik kegagalan dalam bidang sehari-hari, baik dalam keluarga,

dalam dinas maupun dalam masyarakat. Kegagalan yang

berulang-ulang itu akan membawa orang kepada merasa

pesimis dan putus asa, perasaan putus asa itu akan membawa

hilangnya ketenangan jiwa dan hilanglah rasa bahagia.

Maka hendaklah setiap langkah dan usaha yang

dilakukan menimbulkan rasa, bahwa kita tidak gagal. Tetapi

jadikanlah kegagalan itu pelajaran untuk mendapati sukses.

Sukses akan mendorong kita untuk bekerja lebih giat dan akan

membawa pada sukses yang lain.

66

Dari penganalisaan psikologi terhadap kebutuhan-

kebutuhan jiwa manusia, dapat diambil kesimpulan bahwa baik

disadari atau tidak oleh manusia itu, ia membutuhkan

kepercayaan kepada Tuhan yang akan menolongnya dalam

menghadapi kesukaran atau kegelisahannya, akibat tidak

terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya.31

Di sinilah terletak pentingnya pembinaan agama itu ,

karena ia mengandung ajaran dan cara-cara yang ditentukan

oleh Tuhan untuk kita lakukan dan dipatuhi dalam hidup, baik

dalam berhubungan dengan Tuhan maupun berhubungan

dengan diri sendiri atau orang lain. Bahkan dengan makhluk

hidup yang lain (binatang), tidak mungkin akan kita capai yang

baik hanya dengan pendekatan ilmiah saja, tetapi haruslah

melalui ajaran-ajaran langsung yang diturunkan oleh Tuhan

melalui nabi-nabi dan rasul-rasul-Nya.32

31 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Pembinaan Mental, op. cit.,

hlm. 20. 32 Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, op. cit., hlm. 53.