bab ii tinjauan umum tentang protokol kyoto a. latar...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PROTOKOL KYOTO
A. Latar Belakang Lahirnya Protokol Kyoto
Sejak di deklarasikan Stockholm 1972 oleh masyarakat Internasional
dimana persoalan lingkungan hidup menjadi pusat perhatian masyarakat
Internasional sebagaimana tercantum di dalam prinsip 22 dari deklarasi tersebut
menetapkan bahwa:
“State shall co-operate to develop further the international law
regarding liability and compensation for the victims of pollution and
other environmental damage caused by activities within the jurisdiction
or control of such States to areas beyond their jurisdiction.”
Konperensi Stockholm 1972 tersebut ternyata tidak mampu untuk mencegah
rusaknya lingkungan hidup sehingga rusaknya lingkungan menjadi semakin parah.
Satu dasawarsa setelah dilaksanakannya Konferensi Stockholm 1972, masyarakat
Internasional berusaha untuk mengurangi rusaknya lingkungan.
Untuk itu Komisi Sedunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (World
Commission on Environment and Development) menyelesaikan tugasnya pada
tahun 1987 dan mengumumkan laporannya, dikenal dengan nama Laporan
Brundtland, yang berjudul Hari Depan Kita Bersama (Our Common Future).
Laporan tersebut bertemakan tentang Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development).
Pembangunan berkelanjutan tersebut dimaksudkan sebagai pembangunan
yang berwawasan jangka panjang yang meliputi jangka waktu antar generasi yang
tidak bersifat serakah untuk kepentingan diri sendiri, melainkan memperhatikan
juga kepentingan anak cucu dengan berusaha meninggalkan sumber daya yang
cukup dan lingkungan yang sehat serta mendukung kehidupan umat manusia
dengan sejahtera.16
Dalam waktu tidak kurang dari dua puluh tahun setelah dilaksanakannya
Konperensi Stockholm 1972, pada tanggal 3 sampai dengan 14 Juni 1992 di Rio
de Janeiro, Brasil, diadakan Konperensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Lingkungan dan Pembangunan (United Nations Conference on Environment and
Development), dikenal juga dengan nama KTT Bumi (Konperensi Tingkat Tinggi
Bumi) membicarakan masalah keselamatan bumi. KTT Bumi yang dihadiri oleh
lebih kurang 100 kepala negara dan kepala pemerintahan telah menghasilkan: (1)
Deklarasi Rio; (2)Agenda 21; (3) Konvensi tentang Perubahan Iklim; (4)
Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati, dan (5) Prinsip-prinsip tentang
Hutan.
Konsep pembangunan berkelanjutan dalam hubungannya dengan
lingkungan hidup tidaklah menyebabkan semakin bertambah baiknya kualitas
lingkungan di dunia, sehingga masyarakat Internasional membutuhkan komitmen
baru untuk mengelola lingkungan dengan lebih baik lagi.
17
16 Anto Ismu Budianto, Hukum dan Lingkungan Hidup Di Indonesia, (Jakarta:
Perpustakaan Nasional, 2001), hal. 191. 17 Ibid, hal 192.
Salah satu yang dihasilkan dalam konperensi tingkat tinggi bumi (KTT
bumi) adalah konvensi tentang perubahan iklim, adapun yang melatar belakangi
lahirnya konvensi tersebut sebagaimana diuraikan dibawah ini.
Gagasan dan program untuk menurunkan emisi GRK secara internasional
telah dilakukan sejak tahun 1979. Program itu memunculkan sebuah gagasan
dalam bentuk perjanjian internasional, yaitu Konvensi Perubahan Iklim, yang
diadopsi pada tanggal 14 Mei 1992 dan berlaku sejak tanggal 21 Maret 1994.
Pemerintah Indonesia turut menandatangani perjanjian tersebut dan telah
mengesahkannya melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994.18
Protokol Kyoto bertujuan menjaga konsentrasi GRK di atmosfir agar
berada pada tingkat yang tidak membahayakan sistem iklim bumi. Untuk
mencapai tujuan itu, Protokol mengatur pelaksanaan penurunan emisi oleh negara
Agar Konvensi tersebut dapat dilaksanakan oleh Para Pihak, dipandang
penting adanya komitmen lanjutan, khususnya untuk negara pada Annex I (negara
industri atau negara penghasil GRK) untuk menurunkan GRK sebagai unsur
utama penyebab perubahan iklim. Namun, mengingat lemahnya komitmen Para
Pihak dalam Konvensi Perubahan Iklim, Conference of the Perties (COP) III yang
diselenggarakan di Kyoto pada bulan desember tahun 1997 menghasilkan
kesepakatan Protokol Kyoto yang mengatur dan mengikat Para Pihak negara
industri secara hukum untuk melaksanakan upaya penurunan emisi GRK yang
dapat dilakukan secara individu atau bersama-sama.
18 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol To The
United Nations Framework Convention On Climate Change (Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim), Kementrian Lingkungan Hidup, 2004, hal. 8.
industri sebesar 5% di bawah tingkat emisi tahun 1990 dalam periode 2008-2012
melalui mekanisme Implementasi Bersama (Joint Implementation), Perdagangan
Emisi (Emission Trading), dan Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean
Development Mechanism).19
Protokol Kyoto terdiri atas 28 Pasal dan 2 Annex:
20
• Annex A: Gas Rumah Kaca dan kategori sektor/sumber.
• Annex B: Kewajiban penurunan emisi yang ditentukan untuk Para
Pihak.
Materi pokok yang terkandung dalam Protokol Kyoto, antara lain hal-hal
berikut.
a. Defenisi
Protokol Kyoto mendefinisikan beberapa kelembagaan Konvensi dan
Protokol, di antaranya Conference of the Parties (COP) dan Intergovernmental
Panel on Climate Change (IPCC) beserta fungsinya dalam pelaksanaan Konvensi
dan Protokol. Ditetapkan juga bahwa Para Pihak pada Annex I Konvensi (negara
industri, termasuk Rusia dan negara Eropa Timur lain yang ekonominya berada
dalam transisi menuju pasar bebas) wajib menurunkan emisi sesuai dengan Annex
B.21
19 Ibid, hal. 8-9. 20 Ibid, hal. 10. 21 Ibid, hal. 10-11.
b.Kebijakan dan Tata Cara
Pasal 2 Protokol Kyoto mengatur kebijakan dan tata cara dalam mencapai
komitmen pembatasan dan penurunan emisi oleh negara pada Annex I serta
kewajiban untuk mencapai batas waktu komitmen tersebut. Di samping itu,
Protokol juga mewajibkan negara industri untuk melaksanakan kebijakan dan
mengambil tindakan untuk meminimalkan dampak yang merugikan dari
perubahan iklim terhadap pihak lain, khususnya negara berkembang.22
Protokol juga mengatur tata cara penurunan emisi GRK secara bersama-
sama. Jumlah emisi GRK yang harus diturunkan tersebut dapat meringankan
negara yang emisinya tinggi, sedangkan negara yang emisinya rendah atau bahkan
karena kondisi tertentu tidak mengeluarkan emisi dapat meringankan beban
kelompok negara yang emisinya tinggi.
c.Target Penurunan Emisi
Target penurunan emisi yang dikenal dengan nama Quantified Emission
Limitation and Reduction Objectives (QELROs) yang dijelaskan dalam pasal 3
dan 4 Protokol Kyoto adalah ketentuan poko dalam Protokol Kyoto. Emisi GRK
menurut Annex A Protokol Kyoto meliputi: Carbon Dioxide (CO2), Methane
(CH4), Nitrous Oxide (N2O), Hydrofluorocarbon (HFC), Perfluorocarbon (PFC),
dan Sulfurhexafluoride (SF6). Target penurunan emisi GRK bagi negara pada
Annex I Konvensi diatur dalam Annex B Protokol Kyoto. Ketentuan ini
merupakan pasal yang mengikat bagi negara pada Annex I.
23
22 Ibid, hal. 11. 23 Ibid, hal. 11-12.
d. Implementasi Bersama
Implementasi Bersama adalah mekanisme penurunan emisi yang dapat
dilaksanakan antarnegara industri yang diuraikan dalam pasal 6 Protokol Kyoto.
Implementasi Bersama itu mengutamakan cara-cara yang paling murah atau yang
paling menguntungkan. Kegiatan Implementasi Bersama tersebut akan
menghasilkan unit penurunan emisi atau Emission Reduction Units (ERU).24
Kewajiban bersama antara negara industri yang termasuk pada Annex I
dengan negara berkembang disesuaikan dengan prinsip tanggung jawab bersama
yang dibedakan. Hal ini di jabarkan dalam Pasal 10 merupakan penekanan
kembali kewajiban tersebut tanpa komitmen baru bagi Para Pihak, baik negara
industri maupun negara berkembang seperti dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
Konvensi Perubahan Iklim. Pasal 11 menekankan kewajiban negara industri yang
menjadi Pihak dalam Protokol Kyoto serta termasuk pada Annex II Konvensi
untuk menyediakan dana baru dan dana tambahan, termasuk alih teknologi untuk
melaksanakan komitmen Pasal 10 Protokol Kyoto.
e. Tanggung Jawab Bersama yang Dibedakan
25
Mekanisme Pembangunan Bersih yang diuraikan dalam Pasal 12 Protokol
Kyoto merupakan prosedur penurunan emisi GRK dalam rangka kerja sama
negara industri dengan negara berkembang. Negara industri melakukan investasi
di negara berkembang untuk mencapai target penurunan emisinya. Sementara itu,
f. Mekanisme Pembangunan Bersih
24 Ibid, hal. 12. 25 Ibid.
negara berkembang berkepentingan dalam mencapai tujuan utama Konvensi dan
tujuan pembangunan berkelanjutan. Kegiatan penurunan emisi melalui MPB harus
disertifikasi oleh entitas operasional yang ditunjuk oleh Conference of the Perties
serving as the Meeting of the Parties (COP/MOP).26
Lembaga-lembaga yang berfungsi melaksanakan Protokol Kyoto adalah
COP/MOP sebagai lembaga tertinggi pengambil keputusan Protokol (Pasal 13);
Sekretariat Protokol juga berfungsi sebagai Sekretariat Konvensi melakukan
tugas-tugas administrasi Protokol (Pasal 14); dan Subsidiary Body for Scientific
and Technological Advice (SBSTA), sebagai Badan Pendukung yang memberi
masukan ilmiah kepada COP/MOP untuk membuat keputusan (Pasal 15).
g. Kelembagaan
27
Perdagangan Emisi sebagaimana diatur dalam Pasal 17 merupakan
mekanisme perdagangan emisi yang hanya dapat dilakukan antarnegara industri
untuk menghasilkan Assigned Amounts Unit (AAU). Negara industri yang emisi
GRK-nya di bawah batas yang diizinkan dapat memperdagangkan kelebihan jatah
emisinya dengan negara industri lain yang tidak dapat memenuhi kewajibannya.
Namun, jumlah emisi GRK yang diperdagangkan dibatasi agar negara pembeli
tetap memenuhi kewajibannya.
h. Perdagangan Emisi
28
26 Ibid, hal 12-13. 27 Ibid, hal. 13. 28 Ibid.
i. Prosedur Penataan dan Penyelesaian Sengketa
Ketidaktaatan (non compliance) atas kewajiban yang ditentukan dalam
Protokol diselesaikan sesuai dengan prosedur dan mekanisme penataan yang ada
dalam ketentuan Pasal 18 Protokol Kyoto. Sesuai dengan Pasal 19 Protokol
Kyoto, apabila terjadi perselisihan di antara Para Pihak, proses penyelesaian
sengketa (dispute settlement) mengacu Pasal 14 Konvensi.29
Protokol Kyoto adalah sebuah persetujuan sah di mana negara-negara
perindustrian akan mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara kolektif
sebesar 5,2% dibandingkan dengan tahun 1990 (namun yang perlu diperhatikan
adalah, jika dibandingkan dengan perkiraan jumlah emisi pada tahun 2010 tanpa
Protokol, target ini berarti pengurangan sebesar 29%). Tujuannya adalah untuk
mengurangi rata-rata emisi dari enam gas rumah kaca – karbon dioksida, metan,
nitrous oxida, sulfur heksafluorida, HFC, dan PFC – yang dihitung sebagai rata-
rata selama masa lima tahun antara 2008-2012. Target nasional berkisar dari
pengurangan 6% untuk Uni Eropa, 7% untuk AS, 6% untuk Jepang, 0% untuk
Rusia, dan penambahan yang diizinkan sebesar 8% untuk Australia dan 10%
untuk Islandia. Target penurunan emisi dikenal dengan nama quantified emission
limitation and reducation commitment (QELROs) merupakan pokok
permasalahan dalam seluruh urusan Protokol Kyoto dengan memiliki implikasi
serta mengikat secara hukum, adanya periode komitmen, digunakannya rosot
B. Ruang Lingkup Protokol Kyoto
29 Ibid, hal. 13-14.
(sink) untuk mencapai target, adanya jatah emisi setiap pihak di Annex I, dan
dimasukannya enam jenis gas rumah kaca seperti CO2, CH4, N2O, HFC, PFC dan
SF6 (basket of gases) dan disertakan dengan CO2. Protokol Kyoto adalah protokol
kepada Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim atau yang dikenal
sebagai UNFCCC. UNFCCC ini diadopsi pada Pertemuan Bumi di Rio de Jenerio
pada 1992. Semua pihak dalam UNFCCC dapat menanda tangani atau
meratifikasi Protokol Kyoto, sementara pihak luar tidak diperbolehkan. Protokol
Kyoto diadopsi pada sesi ketiga Konferensi Pihak Konvensi UNFCCC pada 1997
di Kyoto, Jepang.30
Protokol kyoto terdiri dari 28 pasal dengan dua lampiran sebagai berikut:
31
1. Definisi
2. Kebijakan dan Tindakan
3. Komitmen Pembatasan dan Pengurangan Emisi
4. Pemenuhan Bersama atas Komitmen
5. Isu-isu Metodologi
6. Pengalihan dan Perolehan Unit Pengurangan Emisi (implementasi
bersama)
7. Komunikasi Informasi
8. Peninjauan Informasi
30 http://mcarmand.blogspot.com/2009/03/isi-protokol-kyoto.html, "Tujuan Protokol
Kyoto”, terakhir diakses pada tanggal 25 November 2010. 31 Daniel Murdiyarso, op.cit., hal. 5.
9. Peninjauan Protokol
10. Kelanjutan untuk mempercepat implementasi komitmen
11. Mekanisme Keuangan
12. Mekanisme Pembangunan Bersih
13. Konferensi Para Pihak yang merupakan Pertemuan Para Pihak Protokol
14. Sekretariat
15. Badan-badan Pembantu
16. Proses Konsultasi Miltilateral
17. Perdagangan Emisi
18. Ketidakpatuhan
19. Penyelesaian Sengketa
20. Amandemen
21. Adopsi dan Amandemen Lmpiran
22. Hak Suara
23. Depositori
24. Tandatangan dan Ratifikasi, Penerimaan, Persetujuan atau Aksesi
25. Efektivitas
26. Reservasi
27. Pengunduran Diri
28. Naskah Asli
Annex A : Gas-gas rumahkaca dan sektor-sektor dalam kategori sumber.
Annex B : Pembatasan emisi atau komitmen pengurangan oleh Para Pihak.
Substansi penting yang berkaitan dengan implementasi Protokol Kyoto
terdapat dalam pasal-pasal sebagai berikut :32
1. Isu utama dan yang bersifat mengikat adalah komitmen atau target
penurunan emisi negara-negara maju (Pasal 3 dan 4).
2. Untuk mencapai komitmen tersebut disediakan berbagai mekanisme yang
ditentukan dalam pasal-pasal 6, 12, dan 17.
3. Pasal-pasal 5, 7, dan 8 diuraikan untuk menggambarkan bagaimana
integritas Protokol Kyoto dipertaruhkan.
4. Pasal 18 akan menjadi pasal yang secara hukum mengikat. Dengan pasal
ini mekanisme penataan terhadap pencapaian target penurunan emisi akan
diatur dengan segala konsekuensi terhadap ketidaktaatannya.
Setelah Protokol Kyoto diadopsi di CoP3 pembicaraan mengenai
implementasi instrumen hukum ini telah melalui jalan yang cukup berliku mulai
dari Buenos Aires tahun 1998 (CoP4), Bonn tahun 1999 (CoP5), Den Haag tahun
2000 (CoP6), Bonn awal tahun 2001 (CoP6-Bagian II), Marrakesh, Maroko, akhir
tahun 2001 (CoP7), dan New Delhi (CoP8) akhir tahun 2002. Semangat
perundingan pun mengalami pasang-surut dan mencapai titik terendahnya pada
awal tahun 2001 ketika Amerika Serikat (AS) menentang dan menolak perjanjian
internasional ini tiga bulan setelah CoP6 bulan November 2000 di Den Haag.
Namun, pada CoP7 di Marrakesh, bulan November 2001 Para Pihak yang telah
terpolarisasi dalam kelompok negara maju dan negara berkembang telah saling
32 Ibid, hal. 6.
memberi dan menerima dan tidak mempertahankan posisi masing-masing yang
dipegang teguh pada CoP-CoP sebelumnya. Kesepakatan yang dicapai pada CoP7
tidak terlepas dari peranan CoP6-Bagian II yang diadakan 6 bulan sebelumnya di
Bonn. CoP6-Bagian II inilah yang telah melapangkan jalan bagi Para Pihak
terutama negara-negara industri untuk meratifikasi Protokol. Semangat
multilaterisme telah didemonstrasikan di Bonn dan Maroko. Harapan banyak
pihak adalah bahwa Protokol akan segera efektif dan operasional. Tanda-tanda ke
arah itu sudah ditunjukkan dalam CoP7 dimana banyak pimpinan delegasi
menyatakan bahwa negaranya telah memulai upaya ratifikasi seawal mungkin.33
Target penurunan emisi yang dikenal dengan nama quantified emission
limitation and reducation commitments (QELROs) adalah inti dari seluruh urusan
Protokol Kyoto. Sebagaimana diuraikan dalam Pasal 3, Target Kyoto memiliki
beberapa implikasi sebagai berikut :
34
• Dimasukkannya enam jenis GRK (basket of gases) dan disetarakan
dengan CO2.
• Mengikat secara hukum (legally binding)
• Adanya periode komitmen (commitment period)
• Digunakannya rosot (sink) untuk mencapai target
• Adanya jatah emisi (assigned amount) setiap Pihak Annex I
33 Ibid, hal. 7. 34 Ibid, hal. 36.
Sifat yang mengikat mengenai kewajiban atau target penurunan emisi
adalah aspek penting dari Protokol Kyoto (Pasal 3.1). Jika Para Pihak yang
termasuk dalam Annex I tidak memiliki ikatan, maka mereka dapat dengan mudah
mengubah tindakan-tindakannya sehingga tujuan Protokol tidak tercapai.
Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 3.2 mengamanatkan agar negara-negara
Annex I dapat mendemonstrasikan penurunan emisi menjelang tahun 2005. Tahun
2005 menjadi penting untuk membuktikan komitmen negara-negara maju karena
sejak awal banyak Pihak (AOSIS, EU, dan ornop) telah mengusulkan agar
kesungguhan itu dapat didemonstrasikan kemajuannya sejak tahun awal 1990.
Manurut Pasal 3.5 dan 3.6 dan sesuai dengan keputusan CoP2 (Decision 9/CP.2)
untuk CEIT tahun awalnya dapat ditentukan secara luwes.35
Konsep mengenai periode komitmen (untuk yang pertama tahun 2008-
2012) adalah usulan AS yang memungkinkan Para Pihak melakukan penyesuaian
pencapaian targetnya dalam jangka suatu jangka waktu atau periode tertentu.
Alasannya adalah, pertama, jika karena sesuatu dan lain hal target suatu tahun
tidak tercapai, maka pada tahun-tahun berikutnya (dalam periode yang sama)
Pihak tersebut dapat mengejar ketinggalannya. Sebaliknya jika penurunan
emisinya melampaui target, maka kelebihannya dapat digunakan pada tahun-tahun
berikutnya asalkan dalam periode yang sama. Diterimanya prinsip ini tidak
membatalkan ketentuan yang lain bahwa pada tahun 2005 kemajuan sudah harus
dapat ditunjukkan. Kedua, terdapat keluwesan dalam hal waktu pencapaian target.
Ketiga, dengan periode yang relatif panjang akan memberikan waktu kepada
35 Ibid, hal. 37.
setiap Pihak yang termasuk dalam Annex I untuk mengakumulasikan perdagangan
emisi. Dengan konsep ini kemudian muncul masalah penyesuaian target
penurunan emisi sebelum penataannya dimonitor dan diverifikasi, sebab untuk
periode komitmen pertama (2008-2012) besar kemungkinan penilaiannya akan
dilakukan pada tahun 2014. Pergeseran dan penyesuaian ini akan menimbulkan
kerumitan negosiasi dalam periode komitmen berikutnya. 36
Aktivitas alih-guna lahan dan kehutanan melalui aforestasi, reforestasi dan
deforestasi yang menyebabkan meningkatnya penyerapan GRK oleh rosot dapat
digunakan oleh Para Pihak yang termasuk dalam Annex I untuk mencapai target
emisinya (Pasal 3.3). Tetapi, jika pada tahun 1990 kegiatan tersebut sebagai
sumber emisi, maka besarnya emisi harus diperhitungkan dalam penentuan garis
awal (baseline) sesuai dengan Pasal 3.7. Selanjutnya Pasal 3.4 menentukan bahwa
kegiatan tambahan di lahan pertanian dan kehutanan oleh Para Pihak yang
termasuk dalam Annex I juga dapat diperhitungkan sebagai emisi dari sumber
atau penyerapan oleh rosot. Perhitungan untuk kegiatan tambahan tersebut
menurut ketentuan Pasal 3.4 berlaku pada periode komitmen kedua dan
selajutnya. Jika suatu Pihak dapat memperhitungkannya dalam periode komitmen
pertama dengan catatan kegiatan tersebut telah berlangsung sejak 1990.
37
Pasal 3.7 menekankan besarnya jatah emisi yang artinya emisi yang boleh
dilakukan oleh Para Pihak yang termasuk dalam Annex I agar tetap mencapai
36 Ibid, hal. 37-38. 37 Ibid, hal. 38.
target pengurangan. Target tersebut dibedakan untuk setiap Pihak yang bervariasi
dari kewajiban menurunkan emisi sebesar 8 persen (EU) sampai izin
meningkatkan emisi hingga 10 persen (Islandia).38
Secara rata-rata kewajiban seluruh Annex B akan menurunkan emisi
paling sedikit sebesar 5 persen (Pasal 3.1). Dalam periode komitmen pertama
besarnya jatah ini akan sama dengan QELROs. Setiap periode pelaporan, jatah
tersebut dapat naik atau turun tergantung tingakat prestasi atau kegagalan Pihak
tersebut dalam mencapai targetnya. Perhitungan jatah emisi suatu Pihak dalam
Annex B dalam suatu periode komitmen dilakukan dengan menghitung jatah
emisi satu tahun dikalikan lima. Contoh, emisi seluruh GRK Jepang pada tahun
1990 adalah 1.173 juta ton setara CO2, maka dengan jatah emisi sesuai dengan
Annex B sebesar 94 persen (supaya dapat mengurangi emisi sebesar 6 persen),
Jepang memiliki jatah emisi tahunan dalam suatu periode komitmen pertama
sebesar 1.102 juta ton setara CO2, sehingga jatah emisi dalam periode komitmen
tersebut adalah 5.513 juta ton atau 5,5 giga ton setara CO2 bukan 5,9 giga ton
kalau tanpa Target Kyoto.
39
Penurunan emisi GRK yang ditargetkan meliputi CO2, CH4, N O, HFC,
PFC, dan SF . Pendekatan ini dikenal dengan nama basket approach. Meskipun
sulit karena ketidakpastian mengenai sumber dan rosot gas-gas tersebut, namun
dipastikan pendekatan ini merupakan target tunggal untuk enam macam gas
38 Ibid.
39 Ibid, hal. 39.
sekaligus. Besarnya penurunan emisi untuk gas-gas tersebut dinyatakan dalam
nilai yang setara CO2. Tahun awal perhitungan untuk tiga gas pertama adalah
1990, sedang untuk tiga gas terakhir adalah 1995 (Pasal 3.8). Dengan cara ini Para
Pihak akan mendapat kebebasan berdasarkan kesiapannya untuk menurunkan
emisi gas yang harus diprioritaskan. Tiga gas yang terkahir, yang tidak diusulkan
EU, tetapi diusulkan AS dan Kanada, meskipun jumlahnya sedikit kemampuannya
memanaskan atmosfir lebih-lebih besar dari tiga gas pertama dan pertumbuhannya
sangat cepat khususnya di AS dan Jepang.40
Bumi yang hanya satu ini terbungkus oleh gas yang secara keseluruhan
disebut “atmosfir”. Apabila dibandingkan dengan bumi, lapisan atmosfir
sangatlah tipis, karena tebalnya hanya sekitar 90 km, sedangkan jari-jari bumi
sekitar 6400 km. Atmosfir ini terdiri dari berbagai macam gas, antara lain
nitrogen, oksigen, karbon dioksida, uap air, dan lain sebagainya sebagaimana
tersebut di bawah ini:
C. Aspek Yuridis Perubahan Iklim
41
Tabel 1 : Komposisi Kimia Atmosfir.
42
Nama Unsur
Nitrogen Oksigen Argon Neon Helium Kripton
Lambang N2 O2 Ne Ne He Kr
Konsentrasi 78,01 20,946 9170 18,2 5,24 1,14
Satuan % (vol) Ppmv Ppmv Ppmv Ppmv
Keterangan Tetap % (vol) tetap Tetap Tetap Tetap Tetap
40 Ibid. 41 Anto Ismu Budianto, op.cit., hal. 193. 42 Ibid, hal. 194.
Xenon Uap air Ozon Hidrogen Karbondioksida Metan Nitrogenmonoksida Nitrogendioksida Hidrogensulfida Hidrogenklorida Amoniak Sulfurdioksida Brom Yodium Khlorida Sulfat Nitrat Amonium Natrium Potasium Kalsium Magnesium Quarz Mineral-mineral Zat-zat organik Potasium Kalsium Magnesium Quarz Mineral-mineral Zat-zat organik
Xe H2O O3 H2 CO2 CH4 N2O NO2 H2S HCl NH3 SO2 Br J Cl SO4 NO3 NH Na K Ca Mg SiO2 - - K Ca Mg SiO2 - -
0,086 2 2 50 317 1,5 30 0,1 1 1 0,3 1 - 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 5
Ppmv %(vol) Pphmv Pphmv Ppmv Ppmv Pphmv Pphmv Pphmv Pphmv Pphmv Pphmv - Pphmv ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3 ug/m3
Tetap Sangat berubah Berubah Berubah Berubah di dekat permukaan Berubah Berubah di dekat permukaan Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah Sangat berubah
Sumber: Moh. Soerjani, Rofiq Ahmad, Rozy Munir.
Keterangan:
% = persen volume
Ppmv = Perts per million by volume
Pphmv = Perts per hundred by volume
ug/m3 = mikrogram per meter kubik di dekat permukaan tanah
s = sangat
Ditinjau dari suhunya, atmosfir tersusun dari lapisan-lapisan yang disebut
troposfir, stratosfir, mesosofir, dan termosfir, sebagaimana tersebut di bawah ini.
Tabel 2 : Susunan lapisan atmosfir berdasarkan profil suhu.43
Nama Unsur
Tinggi (km) Suhu (ºC)
Troposfir ± 0 s/d 11 15 s/d -60 Stratosfir ± 11 s/d 49 -60 s/d -10 Mesosfir ± 49 s/d 80 -10 s/d -90 Termosfir ± 80 s/d diatas 110 -90 s/d diatas -30
Sumber: Moh. Soerjani, Rofiq Ahmad, Rozy Munir.
Pada dasarnya perubahan iklim dapat terjadi karena alam dan karena
campur tangan manusia, serta dapat berlangsung dalam skala luas maupun kecil.
Perubahan iklim alami adalah perubahan iklim yang ditimbulkan oleh
adanya proses-proses alam yang tidak karena campur tangan manusia. Perubahan
iklim alami umumnya terjadi dalam skala besar, sedangkan campur tangan
manusia umumnya menyebabkan perubahan iklim dalam skala kecil, namun tidak
tertutup kemungkinan terjadinya perubahan iklim dalam skala besar.44
Perubahan iklim global adalah peristiwa naiknya intensitas efek rumah
kaca (ERK) yang terjadi karena adanya gas dalam atmosfir yang menyerap sinar
panas, yaitu sinar infra merah, yang dipancarkan oleh bumi. Gas yang ada dalam
atmosfir disebut gas rumah kaca (GRK). Penyerapan sinar infra merah itu
menyebabkan sinar panas terperangkap sehingga naiklah suhu permukaan bumi.
Apabila tidak ada gas rumah kaca dan karena itu tidak ada pula efek rumah kaca,
suhu permukaan bumi rata-rata hanya -18°C. Keadaan tersebut masih terlalu
43 Ibid, hal. 195. 44 Ibid.
dingin bagi kehidupan makhluk hidup. Dengan adanya efek rumah kaca, maka
suhu bumi rata-rata adalah 15°C, seperti yang ada pada saat ini.45
Naiknya volume air laut maka permukaan laut akan naik. Dengan laju
kenaikan kadar gas rumah kaca seperti sekarang maka diperkirakan pada sekitar
tahun 2030 suhu kan naik dengan kisaran 1,5-4,5°C, dan akan meyebabkan
naiknya permukaan laut sebesar 25 sampai dengan 140 cm. Dampak naiknya
permukaan laut adalah tergenangnya daerah pantai yang rendah, seperti daerah
pantai Jakarta, Surabaya, dan Semarang. Masalah peresapan air laut di sungai dan
di bawah tanah akan semakin berat. Kenaikan permukaan laut juga akan
menyebabkan naiknya laju erosi pantai. Untuk setiap kenaikan permukaan laut
maka 1 cm garis pantai akan mundur 1 m, sehingga kenaikan permukaan laut 25
cm sampai dengan 140 cm akan menyebabnkan mundurnya garis pantai sejauh 25
sampai dengan 140 m.
46
Dalam persoalan pemanasan global, manusia harus bertindak sebelum ada
bukti, karena pada saat manusia memiliki bukti kuat tentang pengaruh pemanasan
global maka sudah terlambat untuk menghentikannya. Ada beberapa hal yang
sudah diketahui bahwa atmosfir bumi, seperti halnya kaca pada rumah kaca,
membiarkan sinar dan kehangatan matahari masuk tetapi mencegah panas keluar,
karena tanpa atmosfir maka bumi akan sedingin Bulan. Selain itu gas-gas tertentu,
seperi karbondioksida, uap air, dan klorofluorokarbon (CFC) buatan manusia
membuat atmosfir bekerja seperti rumah kaca. Disadari pula bahwa manusia telah
45 Ibid, hal. 195-196. 46 Ibid, hal. 196.
meningkatkan emisi rumah gas rumah kaca selama beberapa dasawarsa, sehingga
konsentrasi gas tersebut akan meningkatkan suhu bumi. Seberapa besar
peningkatannya, seberapa cepat, dan apa akibatnya bagi manusia merupakan
persoalan-persoalan yang mengemuka pada akhir-akhir ini. 47
Dampak dari perubahan iklim global diperkirakan akan memunculkan
ancaman baru. Diperkirakan pada abad ini jutaan orang diberbagai belahan bumi
akan menderita kelaparan sebgai akibat langsung dari perubahan iklim. Produksi
pertanian akan menurun cukup tajam di Asia. Kemudian persediaan air di
Australia dan Selandia Baru diperkirakan akan menyusut. Di Eropa risiko banjir
diperkirakan pula akan meningkat. Sementara itu didaerah pesisir timur Amerika
Serikat diperkirakan akan mengalami gelombang badai besar dan erosi di wilayah
pantai dan pesisir. Selanjutnya di Afrika diperkirakan semakin meluasnya padang
pasir gersang. Ancaman lingkungan di masa depan tersebut merupakan hasil
kesimpulan dari sekitar 700 saintis yang tergabung dalam IPPC
(Intergovernmental Panel on Climate Change), yang diminta Perserikatan
Bangsa-Bangsa untuk meneliti perubahan iklim yang akan terjadi di masa
depan.
48
Dalam laporan IPPC tentang perubhan iklim disebutkan bahwa pemanasan
Bumi akan berlangsung lebih cepat daripada yang pernah diprediksi sebelumnya.
Temperatur secara umum pada abad ini akan meningkat antara 1,4 sampai dengan
5,8 derajat Celcius. Akibatnya tingkat permukaan laut diperkirakan naik sampai
10 cm, yang tentu saja akan mengkhawatirkan bagi penduduk yang tinggal di
47 Ibid, hal. 196-197. 48 Ibid, hal. 197.
kawasan yantg rendah, terutama di pesisir pantai. Beberapa perubahan fisik yang
sudah terjadi pada saat ini diantaranya adalah lautan es di Kutub Utara akan
menyusut sampai 10-15% yang disebabkan mencairnya kutub es tersebut.
Sementara itu laut es Antartika mundur kesebelah selatan sebesar 2,8 derajat
lintang pada tahun 1950-an sampai awal tahun 1970-an. Perubahan tersebut terjadi
hingga sekarang. Lebih jauh IPPC menyatakan akan terjadi kerusakan di hampir
seluruh bagian Bumi sebagaimana disebutkan pada tabel 3 di bawah ini.49
Tabel 3 : Perkiraan Kerusakan Menurut Draft Geneva IPCC 2001.
50
WILAYAH
DAMPAK KERUSAKKAN
Afrika • Hasil tanaman pangan diperkirakan akan menurun : • Ketersediaan air bersih berkurang • Pembentukan padang pasir atau desertifikasi
diperburuk oleh kurangnya rata-rata curah hujan tahunan, khususnya dibagian selatan, utara, dan barat Afrika
• Daerah pesisir pantai di Negeria, Senegal, Zambia, Mesir dan sejumlah wilayah pesisir di bagian timur Afrika Selatan akan mengaklami peningkatan permukaan air laut dan erosi pesisir pantai;
Asia • Temperatur meningkat, musim kering panjang, banjir
dan degradasi lapisan tanah mengakibatkan berkurangnya Asia;
• Kawasan utara Asia, produktivitasnya mungkin meningkat. Namun terjadi peningkatan permukaan air laut dan badai tropis lebih sering terjadi;
• Penduduk di kawasan pesisir yang rendah dengan suhu tropis Asia perlu dipindahkan, jumlahnya diperkirakan mencapai 10 juta orang;
Eropa • Eropa bagian selatan cenderung mudah terkena musim kering dan di wilayah lain serangan banjir akan meningkat;
• Sebagian dari sungai atau gletser Alpina akan
49 Ibid. 50 Ibid, hal. 198.
menghilang pada akhir abad ke 21 • Gelombang panas mungkin akan mengubah tujuan
Turis yang akan menikmati salju musim dingin; • Produksi hasil pertanian akan meningkat di wilayah
utara Eropa namun akan menurun di daerah Selatan Eropa.
Amerika Latin • Banjir dan musim kering panjang akan lebih sering terjadi;
• Hasil panen tanaman penting akan menurun di berapa bagian Amerika Latin;
• Penghidupan para petani di bagian timur laut Brasil akan terpengaruh pada perubahan iklim;
• Terjadi peningkatan penyakit, seperti malaria dan kolera.
Amerika Utara • Produksi pangan dapat menguntungkan dari pemanasan yang rendah, namun akan terjadi efek regional yang cukup besar, seperti penurunan di Padang rumput Canada dan Great Plains Amerika Serikat;
• Peningkatan permukaan air laut akan meningkatkan erosi di wilayah pesisir; Banjir dan serangan badai akan lebih banyak dialami di daerah Florida dan pesisir Atlantik;
• Penyakit demam berdarah dan malaria akan meluas di wilayah Amerika Utara dan akan meningkatkan angka kematian pada kawasan tersebut.
Daerah Kutub • Perubahan iklim di kawasan kutub diperkirakan akan berpengaruh paling besar dibandingkan kawasan lainnya di muka bumi ini;
• Saat ini sudah terjadi penyusutan dan pengurangan ketebalan kutub es di Kutub Utara;
• Distribusi dan limpahan spesies akan terpengaruh; • Stabilisasi gas rumah kaca akan berpengaruh pada
sirkulasi global dan tingkat permukaan air laut. Pulau-pulau Kecil • Diperkirakan permukaan air laut akan meningkat
sekitar dua persepuluh inchi per tahunnya selama 100 tahun ke depan, yang akan mengakibatkan erosi pesisir pantai, kerusakan ekosistem; tenggelamnya pulau-pulau kecil, dan dislokasi penduduk;
• Terumbu karang akan rusak yang berpengaruh pada kehidupan ikan di laut.
Sumber: Republika, 20 Februari 2001.
Perkiraan kerusakan sebagaimana yang dibuat oleh IPPC tersebut di atas
diperkuat dengan bukti-bukti yang didapatkan melalui penelitian yang dilakukan
para peneliti dari Imperial College, London, Inggris dengan membandingkan data-
data satelit ADEOS milik Jepang dan satelit Nimbus 4 milik NASA. Salah satu
kesimpulan yang didapatkan adalah adanya peningkatan karbon dioksida (CO2)
sebagai akibat dari aktivitas manusia dari angka satuan 280 ppm menjadi 360
ppm.51
Upaya mencegah meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir
dimulai oleh masyarakat internasional sejak tahun 1985 dengan dihasilkannya
Konvensi Wina tentang Perlindungan Lapisan Ozon. Selanjutnya pada tahun 1987
dihasilkan pula Protokol Montreal tentang Bahan-Bahan Yang Dapat Merusak
Lapisan Ozon, yang kemudian diamandemen pada tanggal 29 Juni 1990.
Selanjutnya pada tanggal 5 Juni 1992 ditandatangani United Nations Framework
Convention on Climate Change (untuk selanjutnya disebut Konvensi PBB tentang
Perubahan Iklim 1992) oleh sejumlah Negara besar, termasuk Indonesia.
52
Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim 1992 terdiri atas batang tubuh,
yang berisi pembukaan dan 26 pasal mengenai : pengertian; tujuan; prinsip-
prinsip; komitmen; penelitian dan pengamatan sistematik; pendidikan, pelatihan,
dan kesadaran masyarakat; konperensi para pihak; sekretariat; badan pendukung
pelaksana; mekanisme pembiayaan; komunikasi informasi mengenai pelaksanaan;
penyelesaian masalah-masalah pelaksanaan; penyelesaian sengketa; perubahan-
51 Ibid, hal. 199-200. 52 Ibid, hal. 200.
perubahan terhadap konvensi; persetujuan dan perubahan lampiran-lampiran pada
konvensi; protokol; hak suara; depositari; penandatanganan; pengaturan
sementara; ratifikasi, penerimaan, persetujuan, atau aksesi; hal berlakunya;
keberatan-keberatan (reservasi); penarikan diri, dan teks asli. Selanjutnya
dicantumkan lampiran I tentang daftar negara maju dan negara ekonomi transisi
dan lampiran II tentang daftar negara industri maju yang berkewajiban
menyediakan pendanaan.53
Beberapa hal penting dalam konvensi dapat dijelaskan berikut ini,
misalnya yang dimaksud dengan perubahan iklim sebagaimana disebutkan pada
Pasal 1 (2), yaitu :
54
Hal yang menarik dari pengertian tersebut diatas adalah tidak
dimasukkannya unsure alam sebagai salah satu faktor berubahnya iklim.
Selanjutnya Pasal 2 menyebutkan tentang tujuan dari konvensi, yaitu :
“… a change of climate which is attributed directly or indirectly to human
activity that alters the composition of the global atmosphere and which is in
addition to natural climate variability observed over comparable time periods”
55
“….. tercapainya kestabilan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir pada tingkat
yang dapat mencegah perbuatan manusia yang membahayakan sistem iklim.
Tingkat yang demikian itu harus dicapai dalam jangka waktu yang cukup agar
ekosistem dapat menyesuaikan diri dengan perubahan iklim dan untuk menjamin
53 Ibid. 54 Ibid, hal. 200-201. 55 Ibid, hal. 201.
agar produksi pangan tidak terancam serta memungkinkan pembangunan ekonomi
dapat berlanjut terus”
Adapun prinsip-prinsip yang ditentukan untuk mencapai tujuan konvensi
disebutkan pada Pasal 3, yakni :56
1. Prinsip melindungi sistem iklim untuk kepentingan kehidupan generasi
kini dan mendatang atas dasar kesamarataan dan tanggung jawab bersama
yang berbeda, sesuai dengan kemampuan masing-masing;
2. Prinsip kebutuhan dan keadaan khusus negara berkembang, terutama
negara-negara yang rawan terhadap akibat yang merugikan dari perubahan
iklim, dan yang harus memikul beban yang tidak sepadan atau diluar
jangkauan;
3. Prinsip tindakan pencegahan untuk mengantisipasi, mencegah, atau
mengurangi penyebab perubahan iklim dan meringankan akibat yang
merugikan;
4. Prinsip mempunyai hak dan harus memprakarsai pembangunan yang
berkelanjutan;
5. Prinsip harus bekerja sama untuk mengembangkan suatu sistem ekonomi
internasional yang bersifat menunjang dan terbuka menuju pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan yang berkelanjutan pada semua pihak,
khususnya negara berkembang yang memungkinkan untuk menghadapi
persoalan perubahan iklim.
56 Ibid.
Pasal 7 konvensi menyebutkan bahwa konperensi para pihak (Conference
of the Parties atau selanjutnya disebut CoP) ditentukan sebagai badan tertinggi
yang bertugas mengawasi dan memajukan pelaksanaan dari konvensi dan
perangkat-perangkat hukum terkait lainnya. Selanjutnya dalam Pasal 17 dikatakan
bahwa CoP boleh menyetujui dibuatnya protokol pada konvensi yang harus
disampaikan kepada para pihak.57
Protokol Kyoto meminta komitmen dari negara industri maju untuk
menurunkan tingkat emisinya secara keseluruhan sebesar 5% dari tingkatnya pada
tahun 1990. Diharapkan tujuan itu tercapai pada tahun 2008-2012. Negara-negara
Uni Eropa misalnya diminta menurunkan emisinya sebanyak 8% (delapan
persen), sedangkan Jepang 6% (enam persen), dan Amerika Serikat 7% (tujuh
Penjabaran lebih lanjut dari CoP menghasilkan Protokol Kyoto pada tahun
1997. Protokol Kyoto merupakan perjanjian internasional yang mengatur
pembatasan emisi gas-gas penyebab efek rumah kaca. Gas-gas itu antara lain
karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O), dan
klorofluorokarbon (CFC). Gas-gas ini terkonsentrasi di atmosfir, semakin lama
semakin menumpuk, lalu membentuk apa yang disebut efek rumah kaca, dimana
panas matahari masuk ke atmosfir tetapi tidak dapat keluar kembali, ibarat panas
yang terkungkung dalam mobil yang tertutup rapat dan diparkir terjemur matahari.
Semakin menumpuk gas-gas berbahaya tadi, atmosfir makin sulit melepaskan
panas matahari. Bumi akan semakin panas dan perubahan iklim duniapun akan
terjadi.
57 Ibid, hal. 202.
persen). Amerika Serikat, yang menyumbangkan 25% (dua puluh lima persen)
emisi total dunia, menolak Protokol Kyoto. Padahal emisi negara-negara
berkembang besar seperti Korea, Meksiko, Afrika Selatan, Brasil, Argentina, dan
Indonesia apabila di jumlah tidaklah melebihi emisi yang dihasilkan Amerika
Serikat. Adapun alasan Amerika Serikat menolak Protokol Tokyo ini karena tidak
adanya kewajiban yang mengharuskan 80% (delapan puluh persen) penduduk
dunia yang berbeda di negara-negara berkembang untuk mentaati kesepakatan
dalam Protokol Kyoto. Selain itu Amerika Serikat juga menyangsikan
sempurnanya ilmu pengetahuan mengenai pemanasan Bumi dan solusinya,
sehingga dari sebab itu diusulkan untuk mengurangi emisi dengan cara jual beli
karbondioksida global.58
Menurut Amerika Serikat, perdagangan karbon adalah pemecahan terbaik
untuk mengurangi polusi udara. Prinsipnya, industri di negara maju dapat
membuang karbon sebanyak-banyaknya ke udara asalkan membayar kepada
negara yang masih punya hutan sebagai penyerap karbon. Jual beli karbon ini
diukur per ton karbon dioksida yang dapat diserap oleh sebuah kawasan hutan.
Hutan tropis di Asia dapat meyerap 135-250 ton karbon per hektar dengan harga
bervariasi dari US$6 hingga US$45 per ton. Tampaknya perdagangan karbon
tersebut tidak dapat menyelesaikan masalah polusi. Satu hal yang jelas,
perdagangan karbon diharapkan bisa menurunkan suhu bumi., meskipun tidak
berarti bisa menyerap CO2 secara signifikan. Tampaknya kesadaran untuk
mentaati apa yang sudah menjadi komitmen hukum dari masyarakat internasional
58 Ibid.
menjadi faktor yang sangat penting untuk mengurangi perubahan iklim global,
selain itu penanaman pohon secara besar-besaran merupakan salah satu bentuk
partisipasi publik yang bermanfaat untuk menurunkan suhu bumi.59
Secara hukum ratifikasi atau pengsahan suatu Konvensi tidak selalu
ditindaklanjuti dengan pengesahan Protokolnya. Jika ternyata ada negara yang
mengesahkan Konvensi, tetapi menolak Protokolnya, itu adalah hak negara
tersebut karena menurut pertimbangannya terdapat hal-hal yang merugikan.
Dengan kata lain, perlu tidaknya pengesahan adalah kedaulatan setiap negara yang
didasari berbagai pertimbangan, termasuk pertimbangan-pertimbangan politis,
hukum nasional, dan finansial serta peluang melakukan pengembangan bisnis.
Berikut ini adalah uraian tentang implikasi politis sehubungan dengan relasi kita
dengan negara berkembang lainnya, implikasi hukum nasional dan lokal
sehubungan dengan tatanan peraturan secara sektoral, dan keberadaan pemerintah
di daerah.
60
Sebagai bagian dari negara berkembang yang tergabung dalam kelompok
G77+Cina, sangatlah penting bagi Indonesia untuk menjaga solidaritas sejauh
tidak mengorbankan kepentingan nasional. Sebab, dalam negoisasi, dukungan dan
kekompakan tidak hanya diperlukan dalam satu hal saja (misalnya soal perubahan
iklim), tetapi juga hal-hal lain yang mungkin lebih kompleks dan rumit, sehingga
menjaga kesatuan dan kebersamaan politis adalah penting. Hingga saat ini,
sebagian besar negara yang telah menegesahkan Protokol Kyoto adalah negara
berkembang. Bahkan sebagian besar di antara mereka adalah negara-negara
59 Ibid, hal. 202-203. 60 Daniel Murdiyarso, op.cit, hal. 108.
kepulauan yang tergabung di dalam AOSIS yang secara geografis memiliki
kondisi dan tantangan yang sama dengan Indonesia.
Sebagian Negara-negara ASEAN seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand
juga telah mengesahkan Protokol Kyoto dengan alasan dan pertimbangan masing-
masing. Solidaritas kepada sesama anggota ASEAN juga perlu ditunjukkan,
meskipun isu perubahan iklim tidak pernah dibicarakan secara formal dalam
forum ASEAN. Adalah sangat strategis dan wajar bagi Indonesia yang telah
mengesahkan Konvensi Perubahan Iklim, sekali lagi menunjukkan kepeduliannya
akan masalah global tanpa harus mengorbankan kepentingan nasionalnya, melalui
pengesahan Protokol Kyoto. Secara umum langkah ini diperkirakan akan
membawa konsekuensi politik dalam hubungan internasional yang
menguntungkan bagi Indonesia.61
Seperti dicantumkan di dalam Annex A Protokol Kyoto, sektor diartikan
sebagai kategori sumber emisi yang terdiri dari energi (untuk industri, konstruksi,
dan transportasi), proses industri (mineral, kimia, logam, produksi, dan konsumsi
halokarbon dan SF6), pertanian (fermentasi hewan ruminansia, pengelolaan
limbah ternak, penanaman padi, pembakaran residu dan penglolaan tanah), limbah
(penimbunan dan pembakaran limbah padat dan penanganan limbah cair).
Didalam Komunikasi Nasional, penggunaan lahan, alih-guna lahan dan kegiatan
kehutanan (land-use, land-use change and forestry, LULUCF) juga dianggap
sebagai sektor penting. Dengan demikian, sektor-sektor tersebut juga
berhubungan dengan sektor-sektor pembangunan kita. Kita memang wajib lapor
61 Ibid, hal. 108-109.
(lihat Bab 9) tentang emisi kita di sektor-sektor tersebut, tetapi sekaligus juga
memiliki peluang untuk melakukan mitigasi bersama negara maju melalui
mekanisme Kyoto (lihat Bab 5). Dalam perspektif nasional, sektor energi sangat
terkait dengan upaya mitigasi perubahan iklim melalui pengurangan emisi GRK.
Sektor energi merupakan sektor yang strategis untuk ditangani karena proyek-
proyek energi diperkirakan akan memiliki integritas lingkungan yang tinggi,
kepastian yang lebih baik dan risiko yang lebih kecil. Di dalam keputusan CoP7
secara eksplisit dinyatakan bahwa energi terbarukan dan efisiensi energi mendapat
prioritas yang tinggi. Bahkan proyek energi terbarukan dengan kapasitas tidak
lebih dari 15 MW, efisiensi energi yang tidak lebih dari 15 GWh/tahun dan
proyek-proyek energi yang mengemisikan kurang dari 15 kt CO2/tahun akan
mendapat perlakuan khusus untuk di implementasikan dengan segera melalui
prosedur yang sederhana dan jalur yang cepat (fast track). Proyek-proyek skala
kecil tersebut tentu akan mendorong pengembangan kelistrikan di luar sistem
grid, misalnya daerah pegunungan (untuk microhydro power), daerah pedesaan
(untuk solar home system dan hybrid) dan daerah pantai (solar home system,
hybrid dan wind power).62
62 Ibid, hal. 109-110.