bab ii tinjauan umum a. penghinaan 1. pengertian ...repository.radenfatah.ac.id/6937/2/skripsi bab...
TRANSCRIPT
-
BAB II
TINJAUAN UMUM
A. Penghinaan
1. Pengertian Penghinaan
Penghinaan adalah menurut pengertian umum “mengina” adalah menyerang
kehormatan dan nama baik seseorang. Akibat daripada serangan ini, biasanya
penderita akan merasa malu. Kehormatan yang diserang disini bukan kehormatan
dalam bidang seksual, tetapi kehormatan yang mencakup nama baik. Tindak pidana
penghinaan sering disebut sebagai tindak pidana kehormatan. Hadirnya delik
penghinaan dalam KUHP tidak lain dimaksudkan untuk melindungi kehormatan
seseorang. Dalam perbuatan yang dianggap sebagai penghinaan, bukan hanya
kehormatan yang harus di lindungi tetapi juga nama baik. Makanya ada beberapa
ketentuan dalam delik penghinaan salah satu unsur deliknya harus dibuktikan
adalah terserangnya kehormatan dan nama baik (geod naam).
Tindak pidana penghormatan sering pula disebut sebagai tindak pidana
penghormatan. Dalam pembuatan perbuatan yang dianggap sebagai penghinaan,
bukan hanya kehormatan yang harus dilindungi tetapi juga nama baik. Maka ada
beberapa ketentuan dalam delik penghinaan salah satu deliknya harus dibuktikan
adalah terserangnya kehormatan dan nama baik (geode naam) adalah terserangnya.1
Pengertian penghinaan menurut kamus hukum adalah penyerangan sengaja atas
kehormatan atau nama baik secara lisan maupun secara tulisan dengan maksud
untuk diketahui oleh orang banyak.2 Menurut Ledeng Marpuang, istilah tindak
pidana penghinaan pada umunya juga biasa digunakan untuk tindak pidana terhadap
penghormatan. Dipandang dari segi sisi sasaran atau objek delik, yang merupakan
maksud atau tujuan dari pasal tersebut yakni melindungi kehormatan, maka tindak
pidana terhadap kehormatan, lebih tepat. Tindak pidana penghormatan penghinaan
1 Leden Marpaung, Tindak Pidana terhadap Penghormatan (Jakarta: Sinar Grafika,
2010), 7.
2 J.T.C. Simorangkir, Rudy T.Erwin, dan Prasetyo, Kamus Hukum (Jakarta: Sinar
Grafika, 2013), 124.
-
adalah tindak pidana yang menyerang hak seseorang berupa merusak nama baik
atau kehormatan seseorang.3
Tindakan penghinaan secara sederhana yaitu suatu tindakan atau sikap yang
melanggar nama baik atau sikap yang bertentangan dengan tata krama dalam
memperhatikan kepentingan diri orang lain dalam pergaulan sehari-hari.
Penyerangan kehormatan orang lain akan menimbulkan akibat berupa rasa malu dan
terkoyaknya harga diri seseorang mempunyai dua sisi nilai yang subjektif dan
obyektif.
a. Sisi subjektif berarti adanya pengakuan seseorang bahwa perasaan atau
kehormatannya terlalu atau terhina akibat perbuatan penghinaan atau yang
dilakukan orang lain.
b. Sisi objektif adalah bahwa suatu perkataan atau perbuatan yang dirasakan
sebagai sebuah penghinaan tersebut harus dinilai dengan akal sehat
(common sense) bahwa hal tersebut merupakan benar-benar merupakan
penghinaan dan bukan semata-mata perasan subyektif seseorang. 4
2. Macam-Macam Penghinaan
Macam-macam penghinaan antara lain adalah:
a. Penghinaaan Umum
Objek penghinaan umum adalah berupa rasa harga diri atau martabat
mengenai kehormatan nama baik atau martabat mengenai kehormatan dan
mengenai nama baik orang pribadi (bersifat pribadi). Ada tujuh macam penghinaan
yang masuk ke dalam penghinaan umum, ialah: 5
1. Pencemaran lisan/penistaan lisan
2. Penistaan/penistaan tertulis
3. Fitnah
4. Penghinaan ringan
3 http//www.negarahukum.com /hukum/delikpenghinaan.html. diakses pada 10
Oktober 2019, Pukul 10.00 WIB
4 J.satrio, Gugat Perdata Atas Dasar Penghinaan sebagai Tindakan Melawan
Hukum, (Jakarta: Cita Aditya Bakti, 2005) 45. 5 Adami Chazawi, Hukum Pidana Positif Penghinaan (edisi revisi), (Malang:
Media Nusa Creative, 2013), 81
http://www.negarahukum.com/
-
5. Pengaduan fitnah
6. Menimbulkan prasangkaan palsu
7. Penghinaan mengenai orang yang meninggal.
Menurut R. Susilo penghinan dalam KUHP ada enam macam yaitu sebagai
berikut:6
a. Menista secara lisan
b. Menista dengan surat/tulisan
c. Menfitnah
d. Penghinaan ringan
e. Mengaku secara menfitnah
f. Tuduhan menfitnah
b. Penghinaan Khusus
Objek penghinaan khusus adalah rasa/perasaan harga diri atau martabat
mengenai kehormatan dan nama baik yang bersifat komunal atau kelompok.
Berdasarkan pada objek bentuk-bentuk penghinaan khusus ialah perasaan mengenai
kehormatan dan nama baik yang bersifat sosial, maka bentuk-bentuk penghinaan
khusus tidak dijadikan tindak pidana aduan, tetapi tindak pidana biasa. Bentuk
penghinaan khusus ini terjadi pada objek yang bukan orang, melainkan pada badan
misalnya pemerintah (Pasal 154), atau yang dilakukan pada agama (Pasal 156a).7
Penghinaan terhadap lambang negara dikategorikan terhadap penghinaan
khusus yaitu objek bukan orang melainkan suatu benda yang sangat dihormati oleh
seluruh masyarakat Indonesia dan dengan adanya penghinaan lambang negara dapat
dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.
3. Unsur-Unsur Penghinaan
a. Unsur Obyektif
1) Perbuatan menyerang
2) Objek adalah (a) kehormatan orang (b) nama baik orang
3) Caranya
6 Rocky, Marbun. Kiat jitu menyelesaikan masalah. (Jakarta: Visi Media, 2011), 31.
7 Chazawi, Hukum Pidana Positif Penghinaan (edisi revisi), 160-161
-
a) Dengan lisan di muka umum
b) Dengan tulisan di muka umum
c) Dengan lisan di muka orang itu sendiri
d) Dengan perbuatan si muka orang itu sendiri
e) Dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya
b. Unsur Subyektif
Pasal di atas mempunyai kedekatan makna dengan Pasal 310 KUHP,
namun ada perbedaan diantara kedua pasal tersebut, yaitu:
1). Dalam Pasal 310 KUHP yang menjadi unsur utama adalah pelaku menyerang
kehormatan/nama baik korban atau menuduhkan sesuatu yang
disebarluaskan dan dilakukan dihadapan orang lain korban sehingga
diketahui orang umum.
2) Dalam Pasal 313 KUHP yang menjadi unsur utama adalah adanya
penghinaan tetapi bukan untuk pencemaran nama baik atau menuduhkan
sesuatu, baik dihadapan umum atau halnya dihadapan korban.8
Agar penghinaan itu lengkap, maka unsur objektif dan subjektif itu harus
masuk ke dalam batasan penghinaan. Penjelasan mengenai unsur-unsur yang
dimaksudkan di atas: 9
1) Adanya Unsur Perbuatan
Perbuatan ini harus aktif, tidak boleh diam, dan wujudnya bisa berupa ucapan
dan bisa berupa perbuatan lain. ucapan bisa beberapa kata, dan bisa berupa
rangkaian kata atau kalimat panjang. Perbuatan bisa bermacam-macam, bisa dengan
perbuatan menuduhkan, atau perbuatan isyarat (pada penghinaan ringan).
Pengertian penghinaan menurut pengertian pertama, jelas terlihat bahwa
perbuatan penghinaan adalah perbuatan yang menyerang, objeknya kehormatan dan
nama baik orang. Adapun penghinaan khusus kehormatan dan nama baik adalah
dimiliki oleh kelompoknya, bukan pada bendanya. Maksudnya subjek kelompok
8 Marbun, Kiat Jitu Menyelesaikan Masalah , 104.
9 Chazawi, Hukum Pidana Positif Penghinaan (edisi revisi), 172-173
-
yang dimilikinya. Oleh karena itu perbuatan dalam penghinaan haruslah berupa
perbuatan menyerang kehormatan dan nama baik, dapatlah diterima.
2) Unsur Objeknya Kehormatan atau Nama Baik
Objek penghinaan adalah rasa atau perasaan mengenai diri sendiri, oleh
karena itu disebut dengan perasaan mengenai harga diri, yang lengkapnya harga diri
atau martabat bidang kehormatan dan atau nama baik, baik dimiliki oleh perorangan
maupun kelompok. Pencemaran nama baik tindak pidana tersebut harus dilakukan
dihadapan orang lain selain korban. Sedangkan pada penghinaan khusus adalah
penghinaan yang menjadi objek yaitu suatu benda atau badan pemerintah.
3) Unsur Akibat Perbuatan
Dari perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik orang, menimbulkan
akibat mana merupakan rasa/perasaan tercemarnya atau terserangnya harga diri atau
martabat mengenai kehormatan atau nama baik.
4) Unsur Kesengajaan
Kesengajaan ini dapat berupa kehendak yang ditujukan pada perbuatan,
maupun ditujukan pada akibat atau pada keadaan diketahui umum perihal yang
mempermalukan bagi seseorang. Dengan demikian, penghinaan dapat diberi
batasan sebagai “sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang yang
menimbulkan perasaan terserangnya harga/martabat atau memperlakukan atau
menghinakan orang”. Pengertian penghinaan tersebut, berlaku untuk penghinaan
umum atau khusus.
B. Lambang Negara
1. Sejarah Lambang Negara
Garuda sebagai muncul dalam berbagai kisah, sudah menjadi lambang
kerajaan atau stempel di Jawa, seperti kerajaan Airlangga. Di Bali yang dalam
banyak kisah Garuda melambangkan kebajikan, pengetahuan, kekuatan, kesetiaan,
dan disiplin. Garuda sebagai kendaraan wishnu memiliki idat pemelihara dan
penjaga tatanan alam semesta. Dalam tradisi Bali, Garuda dimuliakan sebagai
“Tuan segala makhluk yang dapat terbang” dan “Raja Agung para burung”.
-
Garuda merupakan kendaraan (wahana) wishnu tampil di berbagai candi
kuno di Indonesia, seperti Prambanan, Mendut, Sojiwan, Penataran, Belahan,
Sukuh, dan Cetho dalam bentuk relief atau arca. Di Prambanan terdapat sebuah
candi Wishnu yang dipersembahkan. Di Candi Siwa Prambanan tedapat relief
episode Ramayana yang menggambarkan Garuda yang juga bangsa dewa burung
(Jatayu) mencoba menyelamatkan Sinta dari cengkeraman Rahwana. Arca
Anumerta Airlangga digambarkan sebagai wishnu tengah mengendarai Garuda dari
Candi Belahan mungkin adalah arca Garuda Jawa Kuna paling terkenal, kini Arca
ini disimpan di Museum Trowulan.10
Garuda menjadi lambang Kerajaan Samudera Pasai yang dulu kala berpusat
di Aceh Utara. Kerajaan Samudera Pasai didirikan oleh Sultan Malikussaleh
(Meurah Silu) pada abad ke-13 atau pada tahun 1267 yang dikisahkan oleh seorang
pertualang Ibnu Batuthah dalam bukunya Tuhfat al-Nazha yang menuturkan, bahwa
Samudera Pasai sudah menjadi pusat studi Islam di kawasan Asia Tenggara.
Lambang Kerajaan Samudera Pasai yang berlambangkan burung dirancang oleh
Sultan Samudera Pasai Sultan Zainal Abidin yang memiliki makna sebagai syiar
agama yang luas, berani dan bijaksanaa. Lambang berisi kalimat Tauhid dan Rukun
Islam yang rinciannya, kepala burung itu bermakna Basmallah, sayap dan kakinya
merupakan ucapan dua kalimat syahadat, dan badan burung itu merupakan rukun
Islam.
Setelah perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1949, disusul pengakuan
kedaulatan Indonesia oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar pada tahun
1949, dirasakan perlunya Indonesia (saat itu republik Indonesia Serikat) memiliki
lambang negara. Tanggal 10 januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama
Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio
Sultan Abdurrahman Hamid Alkadrie II (Sultan Hamid II) dengan susunan panitia
teknis M. Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M, A Pellaupessy, Moh,
Natsir, dan R.M Ng. Poetatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi
usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
10
http://id.wikipedia. Org/wiki/lambang_Negara_Indonesia, diakses tanggal 12
Desember 2019, pukul 11.00 WIB.
http://id.wikipedia/
-
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk
melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan
sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya M . Yamin
dan karya Sultan Hamid II. Pada proses selanjutnya yang terima Pemerintah dan
DPR adalah rancangan Sultan Hamid II, sedangkan karya M.Yamin ditolak, karena
menyertakan sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh Jepang.11
Dalam rangka mencari ide untuk membuat lambang negara, Sultan Hamid II
mencari inspirasi mulai dari satu tempat ke berbagai wilayah Kalimantan Barat.
Nulanya, Sultan Hamid II mengunjungi Sintang hingga kemudian bertolak ke Putus
Sibau. Di Putus Sibau, pihak swaparaja mengusulkan kepada Sultan Hamid II untuk
menggunakan lambang burung Elang. Namun usul itu urung diterima, karena Sultan
Hamid II lebih tertarik pada lambang burung Garuda yang menjadi lambang
kerajaan Sintang. Hingga Sultan Hamid II pun berinisiatif menjamin lambang
Kerajaan Sintang untuk menjadi lambang negara Indonesia.
Lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan
Bhinneka Tungal Ika berbentuk burung Garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah
kanan ( dari sudut pandang Garuda), perisai berbentuk menyerupai jantung yang
digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan Semboyan Bhinneka Tungkal Ika
yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang dicengkeram
oleh Garuda. Lambang dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang
dikemudian disumparnakan oleh Sultan Soekarno, dan diresmikan pemakaiannya
sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang Kabinet Republik Indonesia
Serikat tanggal 11 Februari 1950. Lambang negara ini diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 yang diundangkan dalam Lembaran Negara
Nomor 111 dan penjelasanya dalam tambahan Lembaran Negara Nomor 176 Tahun
1951 pada 28 November 1951.
Sultan Hamid II, Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad
Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Mereka
bertiga sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita
11
Ujang Charda, Pendidikan Pancasila, untuk Pendidikam Tinggi (Depok: PT
RajaGrafindo Persada, 2018), 48-49.
-
merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhinneka
Tunggal Ika”. Tanggal 8 Februari 1950, rancangan lambang negara yang dibuat
Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno.
Lambang negara akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam sidang Kabinet RIS
pada tanggal 11 Februari 1950. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda
Pancasila masih “Gundul” dan tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini. Presiden
Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu
kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada Tanggal 15 Februari 1950.
12
2. Pengertian Lambang Negara
Garuda Pancasila sebagai lambang negara Indonesia merupakan jati diri
bangsa dan identitas negara Kesatuan Republik Indonesia. Garuda Pancasila
merupakan simbol cerminan kedaulatan negara di dalam tata pergaulan dengan
negara-negara lain dan menjadi cerminan kemandirian dan eksitensi negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dengan demikian,
lambang negara bukan sekedar merupakan pengakuan atas Indonesia sebagai
bangsa dan negara, melainkan menjadi simbol atau lambang negara yang dihormati
dan dibanggakan warga negara Indonesia. 13
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera,
Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan yang menjadi landasan
pengertian lambang negara: 14
a. Pasal 46
“Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila
yang kepalanya menoleh lurus ke sebalah kanan, perisai berupa jantung yang
digantung dengan rantai pada leher Garuda, dengan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda”.
12
Charda, Pendidikan Pancasila untuk Pendidikan Tinggi, 51. 13
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera,
Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. 14
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang
Negara serta Lagu Kebangsaan,
-
b. Pasal 47
(1) Garuda dengan perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 memiliki
paruh, sayap, ekor, dan cakar yang mewujudkan lambang tenaga
pembangunan.
(2) Garuda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki sayap yang masing-
masing berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher
berbulu 45.
c. Pasal 48
(1) Di tengah-tengah perisai sebagimana di maksud dalam Pasal 46 terdapat
sebuah garis hitam tebal yang melukiskan katulistiwa.
(2) Pada perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdapat lima buah
ruang yang mewujudkan dasar Pancasila sebagai berikut:
a. Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di
bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima.
b. Dasar kemanusiaan yang adil dan beradab dilambangkan dengan tali
rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai.
c. Dasar persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di
bagian kiri atas perisai.
d. Dasar kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di
bagian kanan atas perisai, dan
e. Dasar keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia dilambangkan
dengan kapas dan padi di bagian kanan atas bawah perisai.
d. Pasal 49
Lambang negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas:
a. Warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah perisai.
b. Warna putih di bagian kiri atas dan kanan bahwah perisai.
c. Warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda.
d. Warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung, dan
-
e. Warna alam untuk seluruh gambar lambang.
e. Pasal 50
”Bentuk warna dan perbandingan ukuran lambang negara sebagimana dimaksud
dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 49 tercantum dalam lampiran yang tidak
dipisahkan dari undang-undang ini”.
Berdasarkan Pasal yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2009 mengenai lambang negara tedapat penjelasan makna pada ruang perisai:15
1. Ketuhanan Yang Maha Esa, dilambangkan dengan perisai hitam dengan bintang
emas berkepala lima (bersudut lima), bintang emas sendiri dapat diartikan
sebagai sebuah cahaya seperti layaknya Tuhan yang menjadi cahaya kerohanian
bagi setiap manusia.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, dilambangkan rantai yang disusun atas
gelang-gelang kecil yang menandakan hubungan manusia satu sama lain yang
saling membantu, gelang yang persegi menggambarkan pria sedangkan gelang
yang melingkar menggambarkan wanita.
3. Persatuan Indonesia, dilambangkan dengan pohon beringin (ficus benjamina) di
bagian kiri atas perisai berlatar putih, pohon beringin merupakan sebuah pohon
Indonesia yang berakar tunjang. Sebuah akar tunjang yang menunjang pohon
besar ini dengan tumbuh sangat dalam ke dalam tanah. Hal ini mencerminkan
kesatuan dan persatuan Indonesia. Pohon beringin juga mempunyai banyak akar
yang menggelantung dari ranting-rantingnya. Ini mencerminkan Indonesia
sebagai negara kesatuan namum memiliki berbagai latar belakang budaya yang
berbeda-beda.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, yang disimbolkan dengan kepala banteng pada
bagian kanan atas perisai berlatar merah. Lembu liar atau benteng merupakan
binatang sosial yang suka berkumpul, sama halnya dengan manusia dimana
15
www.markijar.com/2017/01/arti-dan-makna-lambang-dan-simbol.html?m=1,
diakses pada 15 Februari 2020 Pukul 18.00 WIB
http://www.markijar.com/2017/01/arti-dan-makna-lambang-dan-simbol.html?m=1
-
dalam pengambilan keputusan harus dilakukan secara musyawarah salah satunya
dengan car berkumpul.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, dilambangkan dengan padi dan
kapas di bagian kanan bawah perisai yang berlatar putih. Kapas dan padi
(mencerminkan pangan dan sandang) merupakan kebutuhan pokok semua
masyarakat Indonesia tanpa melihat status maupun kedudukannya. Ini
mencerminkan persamaaan sosial dimana tidak adanya kesenjangan sosial antara
satu dan yang lainnya.
Salah satu identitas yang melekat pada Bangsa Indonesia adalah sebuah
bangsa yang mejemuk. Kemajemukan bangsa ini tercemin pada ungkapan Bhineka
Tunggal Ika yang terdapat pada simbol nasional burung Garuda dengan simbol yang
mewakili sila-sila dalam dasar negara Pancasila.
Kemajemukan ini merupakan perpaduan dari unsur-unsur yang menjadi inti
identitas di atas sejarah, kebudayaan, suku bangsa, agama dan bahasa:16
1. Sejarah
menurut catatan sejarah, kebesaran dua kerajaan Nusantara tersebut telah
membekas pada semangat perjuangan bangsa Indonesia pada abad-abad
berikutnya ketika penjajahan asing menancapkan kuku imperialismenya.
Semangat juang bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah telah menjadi ciri
khas bangsa Indonesia yang menjadi salah satu identitas nasionalnya.
2. Kebudayaan
Aspek kebudayaan yang menjadi unsur pembentuk identitas nasional meliputi
tiga unsur, yaitu akal budi, peradaban, dan pengetahuan. Akal budi bangsa
Indonesia dapat dilihat pada sikap ramah dan santun kepada sesama. Adapun,
unsur identitas peradabannya tercemin dari keberadaan dasar negara Pancasila
sebagai nilai-nilai bersama bangsa Indonesia majemuk. Sebagai bangsa
maritim, keandalan bangsa Indonesia dalam pembuatan kapal Penisi di masa
16
Ubaedillah dan Rozak Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, 53.
-
lalu merupakan identitas pengetahuan bangsa Indonesia lainnya yang tidak
dimiliki bangsa lain di dunia.
2. Suku bangsa
Kemajemukan yang bersifat alamiah tersebut, tradisi bangsa Indonesia untuk
hidup bersama dalam kemajemukan merupakan unsur lain pembentuk
identitasnya yang harus terus dikembangkan dan dibudayakan. Kemajemukan
alamiah bangsa Indonesia dapat dilihat pada keberadaan ribuan suku, bahasa,
dan budaya.
2. Agama
merupakan identitas lain dari kemajemukan alamiah Indonesia. Keragaman
agama dan keyakinan di Indonesia tidak hanya dijamin oleh konstitusi negara,
tetapi juga merupakan suatu rahamat Tuhan Yang Maha Esa yang harus
dipelihara dan disyukuri bangsa Indonesia.
3. Bahasa Indonesia
Salah satu identitas Nasional Indonesia yang penting. Sekalipun Indonesia
memiliki ribuan bahasa daerah, kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
penghubung berbagai kelompok etnis yang mendiami Kepulauan Nusantara
memberikan nilai identitas tersendiri bagi bangsa Indonesia.
Berdasarkan nilai-nilai budaya suatu bangsa yang bersifat khas dan
membedakannya dengan bangsa lain. Sifat identitas nasional yang relatif dan
konteksual mengharuskan setiap bangsa untuk selalu kritis terhadap identitas
nasionalnya serta selalu menyegarkan pemahaman dan pemaknaan terhadap jati diri
bangsa dan negara.
3. Penggunaan Lambang Negara
Penggunaan lambang negara menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan:17
1. Pasal 51
a. Dalam gedung, kantor, atau ruang kelas satuan pendidikan.
b. Luar gedung atau kantor.
17
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan
-
c. Lambang, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita
negara.
d. Paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah.
e. Uang logam dan uang kertas.
f. Materai.
2. Pasal 52
a. Sebagai cap atau kop surat jabatan.
b. Sebagai cap dinas untuk kantor.
c. Pada kertas bermaterai.
d. Pada surat dan lencana gelar pahlawan, tanda jasa, dan tanda kehormatan.
e. Sebagai lencana atau atribut pejabat negara, pejabat pemerintah atau waraga
Negara Indonesia yang sedang mengemban tugas negara di luar negeri.
f. Dalam penyelenggaraan peristiwa resmi.
g. Dalam buku dan majalah yang diterbitkan oleh Pemerintah.
h. Dalam buku kumpulan undang-undang.
i. Di rumah warga Negara Indonesia.18
c. Pasal 53
1). Penggunaan Lambang Negara di dalam gedung adalah untuk menunjukkan
kewibawaan negara yang penggunaanya dibatasai hanya kantor dinas:
1. Gedung dan/atau kantor Presiden dan Wakil Presiden.
2. Gedung dan/atau kantor lembaga negara
3. Gedung dan/atau kantor instansi pemerintah.
4. Gedung dan/atau kantor lainnya
2) Penggunaan Lambang Negara di luar gedung atau kantor sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 huruf b pada:
a. Istana Presiden dan Wakil Presiden.
b. Rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden
18
Pasal 52 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
-
c. Gedung atau kantor dan rumah jabatan kepala perwakilan Republik
Indonesia di luar negeri.
d. Rumah jabatan gubernur, bupati, walikota, dan camat.
3) Penggunaan Lambang Negara di dalam gedung atau kantor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 huruf a dan di luar gedung atau kantor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 huruf b diletakkan pada tempat tertentu.
4) Penggunaan Lambang Negara pada lembaran negara, tambahan lembaran
negara, berita negara, dan tambahan berita negara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 huruf c diletakkan di bagian tengah atas halaman dokumen.
5) Penggunaan Lambang Negara pada paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang
diterbitkan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf d
diletakkan di bagian tengah halaman dokumen.
Penggunaan lambang negara di dalam gedung atau kantor dan di luar gedung
atau kantor diletakkan pada tempat tertentu. Yang dimaksud dengan “penggunaan
lambang negara di luar gedung atau kantor” adalah penggunaan lambang negara
sebagai lambang keistimewaan yang penggunaannya ditempatkan di muka sebelah
luar pada rumah jabatan (ambtswoning) yang disediakan khusus untuk pejabat
negara, sedangkan yang dimaksud “tempat tertentu” adalah tempat yang pantas,
menarik perhatian orang, mudah dilihat, dan tampak baik bagi pandangan mata
semua orang yang datang dan berada di gedung atau kantor tersebut. Penggunaan
lambang negara pada lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara,
dan tambahan berita negara diletakkan di bagian tengah atas halaaman pertama
dokumen. Penggunaan lambang negara pada paspor, ijazah, dan dokumen resmi
yang diterbitkan pemerintah diletakkan di bagian tengah halaman dokumen.
Pasal 54
1) Lambang Negara sebagai cap atau kop surat jabatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52 huruf a digunakan oleh:
a. Presiden dan Wakil Presiden.
b. Majelis Permusyawaratan Rakyat.
c. Dewan Perwakilan Rakyat.
-
d. Dewan Perwakilan Daerah.
e. Mahkamah Agung dan Badan Peradilan.
f. Badan Pemeriksa Keuangan.
g. Menteri dan pejabat setingkat menteri.
h. Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan
sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, konsul jenderal, konsul,
dan kuasa usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul kehormatan.
i. Gubernur, bupati, atau walikota.
j. Notaris, dan
k. Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang.
2) Penggunaan Lambang Negara sebagai cap dinas untuk kantor sebagimana
dimaksud dalam Pasal 52 huruf b digunakan untuk kantor:
a. Presiden dan Wakil Presiden
b. Majelis Permusyawaratan Rakyat.
c. Dewan Perwakilan Rakyat.
d. Dewan Perwakilan Daerah.
e. Mahkamah Agung dan Badan Peradilan.
f. Badan Pemeriksa Keuangan.
g. Menteri dan pejabat setingkat menteri
h. Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan
sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, konsl jenderal, konsul,
dan kuasa usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul
kehormatan.
i. Gubernur, bupati atau walikota.
j. Notaris, dan
k. Pejabat negara lainnya yang digunakan dalam penyelenggaraan peristiwa
resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf f dipasang pada gapura
dan/atau bangunan lain yang pantas.
-
Pasal 55
1) Dalam hal Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan Bendera
Negara, gambar Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden, Penggunaanya
diatur dengan ketentuan:
a. Lambang Negara ditempatkan di sebelah kiri dan lebih tinggi daripada
Bendera Negara, dan
b. Gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden ditempatkan
sejajar dan dipasang lebih rendah daripada Lambang Negara.
2) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dipasang di dinding, Lambang Negara diletakkan di tengah atas anatara
gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden.
Lambang negara sebagai lencena atau atribut dipasang pada pakaian di dada
sebelah kiri, lambang negara yang digunakan dalam penyelenggaraan peristiwa
resmi dipasang pada gapura dan/atau bangunan lain yang pantas. Dalam hal
Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan Bendera, gambar Presiden
dan/atau gambar Wakil Presiden. Bendera negara dipasang di dinding, lambang
negara diletakkan di tengah atas antara gambar resmi Presiden dan/atau gambar
wakil Presiden.
Ukuran lambang negara disesuaikan dengan ukuran ruangan dan tempat
sebagaimana tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2009. Lambang negara sebagaimana dimaksud dibuat
dari bahan yang kuat. Yang dimaksud dengan “lambang negara dibuat dari bahan
yang kuat” adalah bahwa lambang negara harus dibuat dari bahan cor semen, metal,
campuran besi atau campuran bahan lain yang liat dan kuat, sehingga bentuk
lambang negara terlihat kokoh dan kuat, dapat digunakan untuk waktu yang lama,
tidak mudah patah, hancur ataupun tidak cepat rusak. 19
19
Charda, Pendidikan Pancasila Untuk Pendidikan Tinggi, 60.
-
C. Tindak Pidana
1. Pengertian Tindak Pidana
Pidana berasal dari kata straf (Belanda), yang adakalanya disebut dengan
istilah hukuman. Istilah pidana lebih tepat dengan istilah hukuman, karena hukum
sudah lazim merupakan terjemahan recht. Pidana lebih tepat didefenisikan sebagai
suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan oleh negara pada seseorang atau
beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatannya yang
melanggar larangan hukum pidana.20
Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam buku hukum
pidana Belanda yaitu stafbaarfeit yang terdiri dari 3 (tiga) kata yakni straf yang
diterjemahkan dengan pidana dan hukum, baar yang diterjemahkan dengan dapat
atau boleh, dan feit yang diterjemahkan tindak, peristiwa, pelanggaran, dan
perbuatan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak memberikan
penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu sendiri, biasanya
tindak pidana disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa latin yakni
delictum. Istilah strafbaarfeit atau kadang disebut dengan delict (delik)
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan berbagai istilah. 21
.
Berdasarkan rumusan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa istilah
pidana sama saja dengan istilah delik yang diredaksi aslinya strafbaarfeit.
Pengertian peristiwa pidana atau delik di atas mengandung makna sebagai suatu
perbuatan yang hukum pidana di larang dan disertai dengan ancaman atau hukuman
bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut. Tindak pidana ialah perbuatan
melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.22
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana
Pada hakikatnya, setiap perbuatan pidana harus terdiri dari unsur-unsur
lahirlah (fakta) oleh perbuatan, mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan
20
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Jakarta, PT Raja Grafindo
Persero, 2007) 24. 21
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), 61. 22
M. Hamdan, Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup, (Bandung: Mandar
Maju, 2000). 35.
-
karena kedua memunculkan kejadian dalam alam lahir (dunia) unsur-unsur
perbuatan pidana. 23
a. Unsur Subjektif
Unsur subjektif merupakan unsur yang berasal dari dalam diri pelaku tindak
pidana. unsur subjektif pada umumnya merupakan keadaan-keadaan yang dapat
ditemukan di dalam diri pelaku termasuk dalam kategori ini adalah keadaan jiwa
atau batin pelaku. Menurut Lamintang, bahwa unsur-unsur subjektif dari tindak
pidana adalah:
1) Kesengajaan atau kealapaan (dolus dan culpa).
2) Memiliki maksud atau tujuan.
3) Merencanakan lebih dahulu, misalnya pada tindak pidana pembunuhan
berencana (Pasal 340 KUHP).
4) Perasaan takut misalnya perumusan Pasal 306 KUHP.
Bertolak dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur
subjektif meliputi:
1) Kemampuan bertanggung jawab, dan
2) Adanya kesalahan yang terdiri dari kesengajaan (dolus) dan kealpaan
(culpa).
b. Unsur Objektif
Unsur Objektif merupakan unsur yang berasal dari luar diri si pelaku.
Lamintang merinci unsur-unsur objektif dari tindak pidana sebagai berikut:
1) Sifat melawan hukum.
2) Kualitas atau keadaan dalam diri pelaku, dan
3) Kausalitas, yaitu hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab
dengan suatu kenyataan antara suatu kenyataan sebagai akibat.
Menurut Simons yang dimaksud dengan Strafbaar Feit meliputi unsur-
unsur: 24
23
Moeljotno, Asas-Asas Hukum Pidana, 64. 24
Nandang Sambas dan Ade Mahmud, Perkembangan Hukum Pidana dan Asas-Asas dalam RKUHP, (Bandung: PT Refika Aditama), 102-103.
-
1) Perbuatan manusia.
2) Diancam dengan pidana.
3) Melawan hukum.
4) Dilakukan dengan kesalahan.
5) Oleh orang yang bertanggungjawab.
D. Sanksi Pidana
1. Pengertian Sanksi Pidana
Pengertian sanksi menurut hukum pidana, sanksi dalam kamus besar bahasa
Indonesia, berarti hukuman atas pelanggaran. Dalam hukum pidana, sanksi disebut
dengan tindakan (straf) atau disebut juga pidana (maatregel). Sanksi pidana adalah
suatu hukuman sebab akibat, sebab adalah kasusnya dan akibat akan memperoleh
sanksi baik masuk penjara ataupun terkena hukuman lain dari pihak berwajib.
Sanksi pidana merupakan suatu jenis sanksi yang bersifat nestapa yang diancamkan
atau dikenakan terhadap perbuatan atau pelaku perbuatan pidaan atau tindak pidana
yang dapat mengganggu atau membahayakan kepentingan hukum. Sanksi pidana
pada dasarnya merupakan suatu penjamin untuk merehabilitasi perilaku dari pelaku
kejahatan tersebut, namun tidak jarang bahwa sanksi pidana diciptakan sebagai
suatu ancaman dari kebebasan manusia itu sendiri. Sanksi pada umumnya adalah
alat pemaksa agar seseorang mentaati norma-norma yang berlaku.
2. Macam-Macam Sanksi
Menurut ketentuan Pasal 10 KUHP terdapat beberapa jenis hukuman yang
dapat dijatuhkan pada seseorang yang telah melakukan tindak pidana, di mana
hukuman akan dijatuhkan itu dapat berupa:
1. Pidana pokok:
a. Pidana mati.
b. Kurungan
c. denda
2. Pidana tambahan:
a. Pencabutan hak-hak tertentu.
b. Perampasan barang-barang tertentu.
-
c. Pengumuman putusan hakim.25
3. Sanksi Menurut Hukum Pidana Islam
Sanksi di dalam hukum pidana Islam disebut hukum atau uqubah. ‘uqubah
yang artinya yaitu balasan bagi seseorang yang melanggar ketentuan syara’ yang
ditetapkan Allah dan Rasul-Nya demi kemaslahatan manusia. Dalam menetapkan
hukuman, seorang hakim menggunakan prinsip ikhtiyath: hindari hukuman had
terhadap perkara subhat, dan lebih baik salah memaafkan daripada salah
menjatuhkan hukuman.26
Pengertian hukuman sebagaimana dikemukakan oleh
Abdul Qadir Awdah hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk
kemaslahatan, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara.27
Sanksi hukuman dibagi menjadi beberapa macam sesuai dengan tindak
pidananya, antara lain:
1. Hukuman ditinjau dari segi terdapat atau tidak terdapat nashnya dalam Al-
Quran dan al-Hadist. Maka hukuman dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) hukuman yang ada nashnya, yaitu hudud, qishas, diyat, dan kaffarat.
Misalnya hukuman bagi pezina, perampok, pencuri, pemberontak,
pembunuh dan orang yang mendzihar istrinya. Adapun penjelasan dari
macam-macam sanksi hukum hudud, qishas, diyat, dan kaffarat yaitu:
a. Hudud
Hudud adalah kosa kata dalam bahasa Arab yang merupakan bentuk
jama’ (plural) dari kata had yang asal artinya pembatas antara dua
benda. dinamakan had karena mencegah bersatunya sesuatu dengan
yang lainnya. Ada juga yang menyatakan bahwa kata had berarti al-
man’u (pencegah), sehingga dikatakan hudud Allah adalah perkara-
perkara yang dilarang oleh Allah untuk dilakukan atau dilarang untuk
dilanggar.28
25
Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, (Bandung: PT Raja Grafindo
Persada), 190. 26
Mugiyono, Fiqh Islam, (UIN Raden Fatah Palembang, 2017), 227. 27
Abdul Al-Qadir Awdah, al-Tasyir al-jinal al-Islami, Bairun al-Kutub, 1963,.609. 28
A. Djazuli, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), 29.
-
b. Qishas
Qishas adalah pembalasan yang serupa dengan perbuatan
pembunuhan melukai merusakan anggota badan atau menghilangkan
manfaatnya, sesuai pelanggarannya. Qishas dibagi dua macam yaitu:
1) Qishas jiwa, hukum bunuh bagi tindak pidana pembunuhan.
2) Qishas anggota badan, yakni hukum qishas atau tindak pidana
melukai, merusakkan anggota badan, atau menghilangkan manfaat
anggota badan.
c. Diyat
Diyat adalah harta yang wajib dikeluarkan karena tindakan pidana
dan diberikan kepda korban atau keluarganya. Diyat tersebut terdapat
pada tindak pidana yang mengharuskan qishas didalamnya, juga pada
tindak pidana yang tidak terdapat qishas di dalamnya.29
Diyat terbagi
dalam dua macam yaitu:
1) Diyat mughalladzah (denda yang berat) yaitu disebabkan karena
membunuh seorang yang merdeka Islam secara sengaja.
2) Diyat mukhaffafah (diyat ringan) yaitu disebabkan karena
pembunuhan seorang Islam tanpa sengaja.30
d. Kaffarat
Kaffarat adalah tebusan dengan melakukan perbuatan-perbuatan
yang telah ditentukan oleh syari’at Islam karena melakukan kesalahan
atau pelanggaran yang diharamkan oleh Allah SWT. Adapun macam-
macam kaffarat adalah :
1) Kafarat karena pembunuhan.
2) Kaffarat karena melanggar sumpah.
3) Kaffarat karena membunuh binatang pada waktu melaksanakan
ihram
4) Kaffarat karena zihar.
29
Zulkarnain Lubis dan Bakti Ritonga, Dasar-Dasar Hukum Acara Jinayah,
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), 3. 30
Rahmad Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2010),157.
-
5) Kaffarat karena melakukan hubungan intim suami istri pada waktu
puasa.
2) Hukuman yang tidak ada nashnya, hukuman ini disebut dengan
hukuman ta’zir, seperti percobaan melakukan tindak pidana, tidak
melaksanakan amanah, sanksi palsu, dan melanggar aturan lalu lintas.31
2. Hukuman ditinjau dari segi hubungannya antara suatu hukuman dengan
hukuman lain, dapat dibagi empat:
1. Hukuman pokok, yaitu hukuman yang asal bagi suatu kejahatan, seperti
hukuman mati bagi pembunh dan hukuman jilid bagi pezina ghair muhsan.
2. Hukuman pengganti, yaitu hukuman yang menempati hukuman pokok,
apabila hukuman pokok itu tidak dapat dilaksanakan karena suatu alasan
hukum, seperti hukuman denda bagi pembunuh yang disengaja yang
dimaafkan qishasnya oleh keluarga korban.
3. Hukuman tambahan, yaitu hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku atas
dasar mengikuti hukuman pokok, seperti terhalangnya seorang pembunuh
untuk mendapatkan warisan dari harta terbunuh.
4. Hukuman pelengkap, yaitu hukuman yang dijatuhkan sebagai pelengkap
terhadap hukuman yang telah dijatuhkan, seperti mengalungkan tangan
pencuri yang telah dipotong dilehernya. Hukuman ini harus berdasarkan
keputusan hakim tersendiri. Sedangkan hukuman pngganti tidak
memerlukan keputusan hakim tersendiri.
3. Hukuman ditinjau dari segi kekuasaan hakim yang menjatuhkan hukuman,
maka hukuman dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Hukuman yang memiliki satu batas tertentu, dimana hakim tidak dapat
menambah ata mengurangi batas itu, seperti hukuman had.
2. Hukuman yang memiliki dua batas yaitu batas tertinggi dan batas terendah,
dimana hakim dapat memilih hukuman yang paling adil dijatuhkan kepada
terdakwa, seperti dalam kasus-kasus maksiat yang diancam dengan ta’zir.
31
Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2010),165.
-
4. Hukuman ditijau dari sasaran hukum, hukuman dibagi menjadi empat:
1. Hukuman badan, yaitu hukuman yang dikenakan kepada badan manusia,
seperti hukan jilid.
2. Hukuman yang dikenakan kepada jiwa, yaitu hukuman yang mati.
3. Hukuman yang dikenakan kepada kemerdekaan manusia, seperti hukuman
penjara atau pengasingan.
4. Hukuman harta, yaitu hukuman yang dikenakan kepada harta, seperti diyat,
denda, dan perampasan.32
32
A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam),
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000), 28-29.