bab ii tinjauan umum a. penghinaan 1. pengertian ...repository.radenfatah.ac.id/6937/2/skripsi bab...

23
BAB II TINJAUAN UMUM A. Penghinaan 1. Pengertian Penghinaan Penghinaan adalah menurut pengertian umum “mengina” adalah menyerang kehormatan dan nama baik seseorang. Akibat daripada serangan ini, biasanya penderita akan merasa malu. Kehormatan yang diserang disini bukan kehormatan dalam bidang seksual, tetapi kehormatan yang mencakup nama baik. Tindak pidana penghinaan sering disebut sebagai tindak pidana kehormatan. Hadirnya delik penghinaan dalam KUHP tidak lain dimaksudkan untuk melindungi kehormatan seseorang. Dalam perbuatan yang dianggap sebagai penghinaan, bukan hanya kehormatan yang harus di lindungi tetapi juga nama baik. Makanya ada beberapa ketentuan dalam delik penghinaan salah satu unsur deliknya harus dibuktikan adalah terserangnya kehormatan dan nama baik (geod naam). Tindak pidana penghormatan sering pula disebut sebagai tindak pidana penghormatan. Dalam pembuatan perbuatan yang dianggap sebagai penghinaan, bukan hanya kehormatan yang harus dilindungi tetapi juga nama baik. Maka ada beberapa ketentuan dalam delik penghinaan salah satu deliknya harus dibuktikan adalah terserangnya kehormatan dan nama baik (geode naam) adalah terserangnya. 1 Pengertian penghinaan menurut kamus hukum adalah penyerangan sengaja atas kehormatan atau nama baik secara lisan maupun secara tulisan dengan maksud untuk diketahui oleh orang banyak. 2 Menurut Ledeng Marpuang, istilah tindak pidana penghinaan pada umunya juga biasa digunakan untuk tindak pidana terhadap penghormatan. Dipandang dari segi sisi sasaran atau objek delik, yang merupakan maksud atau tujuan dari pasal tersebut yakni melindungi kehormatan, maka tindak pidana terhadap kehormatan, lebih tepat. Tindak pidana penghormatan penghinaan 1 Leden Marpaung, Tindak Pidana terhadap Penghormatan (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 7. 2 J.T.C. Simorangkir, Rudy T.Erwin, dan Prasetyo, Kamus Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), 124.

Upload: others

Post on 27-Jan-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB II

    TINJAUAN UMUM

    A. Penghinaan

    1. Pengertian Penghinaan

    Penghinaan adalah menurut pengertian umum “mengina” adalah menyerang

    kehormatan dan nama baik seseorang. Akibat daripada serangan ini, biasanya

    penderita akan merasa malu. Kehormatan yang diserang disini bukan kehormatan

    dalam bidang seksual, tetapi kehormatan yang mencakup nama baik. Tindak pidana

    penghinaan sering disebut sebagai tindak pidana kehormatan. Hadirnya delik

    penghinaan dalam KUHP tidak lain dimaksudkan untuk melindungi kehormatan

    seseorang. Dalam perbuatan yang dianggap sebagai penghinaan, bukan hanya

    kehormatan yang harus di lindungi tetapi juga nama baik. Makanya ada beberapa

    ketentuan dalam delik penghinaan salah satu unsur deliknya harus dibuktikan

    adalah terserangnya kehormatan dan nama baik (geod naam).

    Tindak pidana penghormatan sering pula disebut sebagai tindak pidana

    penghormatan. Dalam pembuatan perbuatan yang dianggap sebagai penghinaan,

    bukan hanya kehormatan yang harus dilindungi tetapi juga nama baik. Maka ada

    beberapa ketentuan dalam delik penghinaan salah satu deliknya harus dibuktikan

    adalah terserangnya kehormatan dan nama baik (geode naam) adalah terserangnya.1

    Pengertian penghinaan menurut kamus hukum adalah penyerangan sengaja atas

    kehormatan atau nama baik secara lisan maupun secara tulisan dengan maksud

    untuk diketahui oleh orang banyak.2 Menurut Ledeng Marpuang, istilah tindak

    pidana penghinaan pada umunya juga biasa digunakan untuk tindak pidana terhadap

    penghormatan. Dipandang dari segi sisi sasaran atau objek delik, yang merupakan

    maksud atau tujuan dari pasal tersebut yakni melindungi kehormatan, maka tindak

    pidana terhadap kehormatan, lebih tepat. Tindak pidana penghormatan penghinaan

    1 Leden Marpaung, Tindak Pidana terhadap Penghormatan (Jakarta: Sinar Grafika,

    2010), 7.

    2 J.T.C. Simorangkir, Rudy T.Erwin, dan Prasetyo, Kamus Hukum (Jakarta: Sinar

    Grafika, 2013), 124.

  • adalah tindak pidana yang menyerang hak seseorang berupa merusak nama baik

    atau kehormatan seseorang.3

    Tindakan penghinaan secara sederhana yaitu suatu tindakan atau sikap yang

    melanggar nama baik atau sikap yang bertentangan dengan tata krama dalam

    memperhatikan kepentingan diri orang lain dalam pergaulan sehari-hari.

    Penyerangan kehormatan orang lain akan menimbulkan akibat berupa rasa malu dan

    terkoyaknya harga diri seseorang mempunyai dua sisi nilai yang subjektif dan

    obyektif.

    a. Sisi subjektif berarti adanya pengakuan seseorang bahwa perasaan atau

    kehormatannya terlalu atau terhina akibat perbuatan penghinaan atau yang

    dilakukan orang lain.

    b. Sisi objektif adalah bahwa suatu perkataan atau perbuatan yang dirasakan

    sebagai sebuah penghinaan tersebut harus dinilai dengan akal sehat

    (common sense) bahwa hal tersebut merupakan benar-benar merupakan

    penghinaan dan bukan semata-mata perasan subyektif seseorang. 4

    2. Macam-Macam Penghinaan

    Macam-macam penghinaan antara lain adalah:

    a. Penghinaaan Umum

    Objek penghinaan umum adalah berupa rasa harga diri atau martabat

    mengenai kehormatan nama baik atau martabat mengenai kehormatan dan

    mengenai nama baik orang pribadi (bersifat pribadi). Ada tujuh macam penghinaan

    yang masuk ke dalam penghinaan umum, ialah: 5

    1. Pencemaran lisan/penistaan lisan

    2. Penistaan/penistaan tertulis

    3. Fitnah

    4. Penghinaan ringan

    3 http//www.negarahukum.com /hukum/delikpenghinaan.html. diakses pada 10

    Oktober 2019, Pukul 10.00 WIB

    4 J.satrio, Gugat Perdata Atas Dasar Penghinaan sebagai Tindakan Melawan

    Hukum, (Jakarta: Cita Aditya Bakti, 2005) 45. 5 Adami Chazawi, Hukum Pidana Positif Penghinaan (edisi revisi), (Malang:

    Media Nusa Creative, 2013), 81

    http://www.negarahukum.com/

  • 5. Pengaduan fitnah

    6. Menimbulkan prasangkaan palsu

    7. Penghinaan mengenai orang yang meninggal.

    Menurut R. Susilo penghinan dalam KUHP ada enam macam yaitu sebagai

    berikut:6

    a. Menista secara lisan

    b. Menista dengan surat/tulisan

    c. Menfitnah

    d. Penghinaan ringan

    e. Mengaku secara menfitnah

    f. Tuduhan menfitnah

    b. Penghinaan Khusus

    Objek penghinaan khusus adalah rasa/perasaan harga diri atau martabat

    mengenai kehormatan dan nama baik yang bersifat komunal atau kelompok.

    Berdasarkan pada objek bentuk-bentuk penghinaan khusus ialah perasaan mengenai

    kehormatan dan nama baik yang bersifat sosial, maka bentuk-bentuk penghinaan

    khusus tidak dijadikan tindak pidana aduan, tetapi tindak pidana biasa. Bentuk

    penghinaan khusus ini terjadi pada objek yang bukan orang, melainkan pada badan

    misalnya pemerintah (Pasal 154), atau yang dilakukan pada agama (Pasal 156a).7

    Penghinaan terhadap lambang negara dikategorikan terhadap penghinaan

    khusus yaitu objek bukan orang melainkan suatu benda yang sangat dihormati oleh

    seluruh masyarakat Indonesia dan dengan adanya penghinaan lambang negara dapat

    dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.

    3. Unsur-Unsur Penghinaan

    a. Unsur Obyektif

    1) Perbuatan menyerang

    2) Objek adalah (a) kehormatan orang (b) nama baik orang

    3) Caranya

    6 Rocky, Marbun. Kiat jitu menyelesaikan masalah. (Jakarta: Visi Media, 2011), 31.

    7 Chazawi, Hukum Pidana Positif Penghinaan (edisi revisi), 160-161

  • a) Dengan lisan di muka umum

    b) Dengan tulisan di muka umum

    c) Dengan lisan di muka orang itu sendiri

    d) Dengan perbuatan si muka orang itu sendiri

    e) Dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya

    b. Unsur Subyektif

    Pasal di atas mempunyai kedekatan makna dengan Pasal 310 KUHP,

    namun ada perbedaan diantara kedua pasal tersebut, yaitu:

    1). Dalam Pasal 310 KUHP yang menjadi unsur utama adalah pelaku menyerang

    kehormatan/nama baik korban atau menuduhkan sesuatu yang

    disebarluaskan dan dilakukan dihadapan orang lain korban sehingga

    diketahui orang umum.

    2) Dalam Pasal 313 KUHP yang menjadi unsur utama adalah adanya

    penghinaan tetapi bukan untuk pencemaran nama baik atau menuduhkan

    sesuatu, baik dihadapan umum atau halnya dihadapan korban.8

    Agar penghinaan itu lengkap, maka unsur objektif dan subjektif itu harus

    masuk ke dalam batasan penghinaan. Penjelasan mengenai unsur-unsur yang

    dimaksudkan di atas: 9

    1) Adanya Unsur Perbuatan

    Perbuatan ini harus aktif, tidak boleh diam, dan wujudnya bisa berupa ucapan

    dan bisa berupa perbuatan lain. ucapan bisa beberapa kata, dan bisa berupa

    rangkaian kata atau kalimat panjang. Perbuatan bisa bermacam-macam, bisa dengan

    perbuatan menuduhkan, atau perbuatan isyarat (pada penghinaan ringan).

    Pengertian penghinaan menurut pengertian pertama, jelas terlihat bahwa

    perbuatan penghinaan adalah perbuatan yang menyerang, objeknya kehormatan dan

    nama baik orang. Adapun penghinaan khusus kehormatan dan nama baik adalah

    dimiliki oleh kelompoknya, bukan pada bendanya. Maksudnya subjek kelompok

    8 Marbun, Kiat Jitu Menyelesaikan Masalah , 104.

    9 Chazawi, Hukum Pidana Positif Penghinaan (edisi revisi), 172-173

  • yang dimilikinya. Oleh karena itu perbuatan dalam penghinaan haruslah berupa

    perbuatan menyerang kehormatan dan nama baik, dapatlah diterima.

    2) Unsur Objeknya Kehormatan atau Nama Baik

    Objek penghinaan adalah rasa atau perasaan mengenai diri sendiri, oleh

    karena itu disebut dengan perasaan mengenai harga diri, yang lengkapnya harga diri

    atau martabat bidang kehormatan dan atau nama baik, baik dimiliki oleh perorangan

    maupun kelompok. Pencemaran nama baik tindak pidana tersebut harus dilakukan

    dihadapan orang lain selain korban. Sedangkan pada penghinaan khusus adalah

    penghinaan yang menjadi objek yaitu suatu benda atau badan pemerintah.

    3) Unsur Akibat Perbuatan

    Dari perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik orang, menimbulkan

    akibat mana merupakan rasa/perasaan tercemarnya atau terserangnya harga diri atau

    martabat mengenai kehormatan atau nama baik.

    4) Unsur Kesengajaan

    Kesengajaan ini dapat berupa kehendak yang ditujukan pada perbuatan,

    maupun ditujukan pada akibat atau pada keadaan diketahui umum perihal yang

    mempermalukan bagi seseorang. Dengan demikian, penghinaan dapat diberi

    batasan sebagai “sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang yang

    menimbulkan perasaan terserangnya harga/martabat atau memperlakukan atau

    menghinakan orang”. Pengertian penghinaan tersebut, berlaku untuk penghinaan

    umum atau khusus.

    B. Lambang Negara

    1. Sejarah Lambang Negara

    Garuda sebagai muncul dalam berbagai kisah, sudah menjadi lambang

    kerajaan atau stempel di Jawa, seperti kerajaan Airlangga. Di Bali yang dalam

    banyak kisah Garuda melambangkan kebajikan, pengetahuan, kekuatan, kesetiaan,

    dan disiplin. Garuda sebagai kendaraan wishnu memiliki idat pemelihara dan

    penjaga tatanan alam semesta. Dalam tradisi Bali, Garuda dimuliakan sebagai

    “Tuan segala makhluk yang dapat terbang” dan “Raja Agung para burung”.

  • Garuda merupakan kendaraan (wahana) wishnu tampil di berbagai candi

    kuno di Indonesia, seperti Prambanan, Mendut, Sojiwan, Penataran, Belahan,

    Sukuh, dan Cetho dalam bentuk relief atau arca. Di Prambanan terdapat sebuah

    candi Wishnu yang dipersembahkan. Di Candi Siwa Prambanan tedapat relief

    episode Ramayana yang menggambarkan Garuda yang juga bangsa dewa burung

    (Jatayu) mencoba menyelamatkan Sinta dari cengkeraman Rahwana. Arca

    Anumerta Airlangga digambarkan sebagai wishnu tengah mengendarai Garuda dari

    Candi Belahan mungkin adalah arca Garuda Jawa Kuna paling terkenal, kini Arca

    ini disimpan di Museum Trowulan.10

    Garuda menjadi lambang Kerajaan Samudera Pasai yang dulu kala berpusat

    di Aceh Utara. Kerajaan Samudera Pasai didirikan oleh Sultan Malikussaleh

    (Meurah Silu) pada abad ke-13 atau pada tahun 1267 yang dikisahkan oleh seorang

    pertualang Ibnu Batuthah dalam bukunya Tuhfat al-Nazha yang menuturkan, bahwa

    Samudera Pasai sudah menjadi pusat studi Islam di kawasan Asia Tenggara.

    Lambang Kerajaan Samudera Pasai yang berlambangkan burung dirancang oleh

    Sultan Samudera Pasai Sultan Zainal Abidin yang memiliki makna sebagai syiar

    agama yang luas, berani dan bijaksanaa. Lambang berisi kalimat Tauhid dan Rukun

    Islam yang rinciannya, kepala burung itu bermakna Basmallah, sayap dan kakinya

    merupakan ucapan dua kalimat syahadat, dan badan burung itu merupakan rukun

    Islam.

    Setelah perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1949, disusul pengakuan

    kedaulatan Indonesia oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar pada tahun

    1949, dirasakan perlunya Indonesia (saat itu republik Indonesia Serikat) memiliki

    lambang negara. Tanggal 10 januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama

    Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio

    Sultan Abdurrahman Hamid Alkadrie II (Sultan Hamid II) dengan susunan panitia

    teknis M. Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M, A Pellaupessy, Moh,

    Natsir, dan R.M Ng. Poetatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi

    usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.

    10

    http://id.wikipedia. Org/wiki/lambang_Negara_Indonesia, diakses tanggal 12

    Desember 2019, pukul 11.00 WIB.

    http://id.wikipedia/

  • Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk

    melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan

    sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya M . Yamin

    dan karya Sultan Hamid II. Pada proses selanjutnya yang terima Pemerintah dan

    DPR adalah rancangan Sultan Hamid II, sedangkan karya M.Yamin ditolak, karena

    menyertakan sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh Jepang.11

    Dalam rangka mencari ide untuk membuat lambang negara, Sultan Hamid II

    mencari inspirasi mulai dari satu tempat ke berbagai wilayah Kalimantan Barat.

    Nulanya, Sultan Hamid II mengunjungi Sintang hingga kemudian bertolak ke Putus

    Sibau. Di Putus Sibau, pihak swaparaja mengusulkan kepada Sultan Hamid II untuk

    menggunakan lambang burung Elang. Namun usul itu urung diterima, karena Sultan

    Hamid II lebih tertarik pada lambang burung Garuda yang menjadi lambang

    kerajaan Sintang. Hingga Sultan Hamid II pun berinisiatif menjamin lambang

    Kerajaan Sintang untuk menjadi lambang negara Indonesia.

    Lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan

    Bhinneka Tungal Ika berbentuk burung Garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah

    kanan ( dari sudut pandang Garuda), perisai berbentuk menyerupai jantung yang

    digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan Semboyan Bhinneka Tungkal Ika

    yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang dicengkeram

    oleh Garuda. Lambang dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang

    dikemudian disumparnakan oleh Sultan Soekarno, dan diresmikan pemakaiannya

    sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang Kabinet Republik Indonesia

    Serikat tanggal 11 Februari 1950. Lambang negara ini diatur dalam Peraturan

    Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 yang diundangkan dalam Lembaran Negara

    Nomor 111 dan penjelasanya dalam tambahan Lembaran Negara Nomor 176 Tahun

    1951 pada 28 November 1951.

    Sultan Hamid II, Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad

    Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Mereka

    bertiga sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita

    11

    Ujang Charda, Pendidikan Pancasila, untuk Pendidikam Tinggi (Depok: PT

    RajaGrafindo Persada, 2018), 48-49.

  • merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhinneka

    Tunggal Ika”. Tanggal 8 Februari 1950, rancangan lambang negara yang dibuat

    Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno.

    Lambang negara akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam sidang Kabinet RIS

    pada tanggal 11 Februari 1950. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda

    Pancasila masih “Gundul” dan tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini. Presiden

    Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu

    kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada Tanggal 15 Februari 1950.

    12

    2. Pengertian Lambang Negara

    Garuda Pancasila sebagai lambang negara Indonesia merupakan jati diri

    bangsa dan identitas negara Kesatuan Republik Indonesia. Garuda Pancasila

    merupakan simbol cerminan kedaulatan negara di dalam tata pergaulan dengan

    negara-negara lain dan menjadi cerminan kemandirian dan eksitensi negara

    Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dengan demikian,

    lambang negara bukan sekedar merupakan pengakuan atas Indonesia sebagai

    bangsa dan negara, melainkan menjadi simbol atau lambang negara yang dihormati

    dan dibanggakan warga negara Indonesia. 13

    Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera,

    Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan yang menjadi landasan

    pengertian lambang negara: 14

    a. Pasal 46

    “Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila

    yang kepalanya menoleh lurus ke sebalah kanan, perisai berupa jantung yang

    digantung dengan rantai pada leher Garuda, dengan semboyan Bhinneka

    Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda”.

    12

    Charda, Pendidikan Pancasila untuk Pendidikan Tinggi, 51. 13

    Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera,

    Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. 14

    Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang

    Negara serta Lagu Kebangsaan,

  • b. Pasal 47

    (1) Garuda dengan perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 memiliki

    paruh, sayap, ekor, dan cakar yang mewujudkan lambang tenaga

    pembangunan.

    (2) Garuda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki sayap yang masing-

    masing berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher

    berbulu 45.

    c. Pasal 48

    (1) Di tengah-tengah perisai sebagimana di maksud dalam Pasal 46 terdapat

    sebuah garis hitam tebal yang melukiskan katulistiwa.

    (2) Pada perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdapat lima buah

    ruang yang mewujudkan dasar Pancasila sebagai berikut:

    a. Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di

    bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima.

    b. Dasar kemanusiaan yang adil dan beradab dilambangkan dengan tali

    rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai.

    c. Dasar persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di

    bagian kiri atas perisai.

    d. Dasar kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam

    permusyawaratan/perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di

    bagian kanan atas perisai, dan

    e. Dasar keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia dilambangkan

    dengan kapas dan padi di bagian kanan atas bawah perisai.

    d. Pasal 49

    Lambang negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas:

    a. Warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah perisai.

    b. Warna putih di bagian kiri atas dan kanan bahwah perisai.

    c. Warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda.

    d. Warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung, dan

  • e. Warna alam untuk seluruh gambar lambang.

    e. Pasal 50

    ”Bentuk warna dan perbandingan ukuran lambang negara sebagimana dimaksud

    dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 49 tercantum dalam lampiran yang tidak

    dipisahkan dari undang-undang ini”.

    Berdasarkan Pasal yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun

    2009 mengenai lambang negara tedapat penjelasan makna pada ruang perisai:15

    1. Ketuhanan Yang Maha Esa, dilambangkan dengan perisai hitam dengan bintang

    emas berkepala lima (bersudut lima), bintang emas sendiri dapat diartikan

    sebagai sebuah cahaya seperti layaknya Tuhan yang menjadi cahaya kerohanian

    bagi setiap manusia.

    2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, dilambangkan rantai yang disusun atas

    gelang-gelang kecil yang menandakan hubungan manusia satu sama lain yang

    saling membantu, gelang yang persegi menggambarkan pria sedangkan gelang

    yang melingkar menggambarkan wanita.

    3. Persatuan Indonesia, dilambangkan dengan pohon beringin (ficus benjamina) di

    bagian kiri atas perisai berlatar putih, pohon beringin merupakan sebuah pohon

    Indonesia yang berakar tunjang. Sebuah akar tunjang yang menunjang pohon

    besar ini dengan tumbuh sangat dalam ke dalam tanah. Hal ini mencerminkan

    kesatuan dan persatuan Indonesia. Pohon beringin juga mempunyai banyak akar

    yang menggelantung dari ranting-rantingnya. Ini mencerminkan Indonesia

    sebagai negara kesatuan namum memiliki berbagai latar belakang budaya yang

    berbeda-beda.

    4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam

    Permusyawaratan/Perwakilan, yang disimbolkan dengan kepala banteng pada

    bagian kanan atas perisai berlatar merah. Lembu liar atau benteng merupakan

    binatang sosial yang suka berkumpul, sama halnya dengan manusia dimana

    15

    www.markijar.com/2017/01/arti-dan-makna-lambang-dan-simbol.html?m=1,

    diakses pada 15 Februari 2020 Pukul 18.00 WIB

    http://www.markijar.com/2017/01/arti-dan-makna-lambang-dan-simbol.html?m=1

  • dalam pengambilan keputusan harus dilakukan secara musyawarah salah satunya

    dengan car berkumpul.

    5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, dilambangkan dengan padi dan

    kapas di bagian kanan bawah perisai yang berlatar putih. Kapas dan padi

    (mencerminkan pangan dan sandang) merupakan kebutuhan pokok semua

    masyarakat Indonesia tanpa melihat status maupun kedudukannya. Ini

    mencerminkan persamaaan sosial dimana tidak adanya kesenjangan sosial antara

    satu dan yang lainnya.

    Salah satu identitas yang melekat pada Bangsa Indonesia adalah sebuah

    bangsa yang mejemuk. Kemajemukan bangsa ini tercemin pada ungkapan Bhineka

    Tunggal Ika yang terdapat pada simbol nasional burung Garuda dengan simbol yang

    mewakili sila-sila dalam dasar negara Pancasila.

    Kemajemukan ini merupakan perpaduan dari unsur-unsur yang menjadi inti

    identitas di atas sejarah, kebudayaan, suku bangsa, agama dan bahasa:16

    1. Sejarah

    menurut catatan sejarah, kebesaran dua kerajaan Nusantara tersebut telah

    membekas pada semangat perjuangan bangsa Indonesia pada abad-abad

    berikutnya ketika penjajahan asing menancapkan kuku imperialismenya.

    Semangat juang bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah telah menjadi ciri

    khas bangsa Indonesia yang menjadi salah satu identitas nasionalnya.

    2. Kebudayaan

    Aspek kebudayaan yang menjadi unsur pembentuk identitas nasional meliputi

    tiga unsur, yaitu akal budi, peradaban, dan pengetahuan. Akal budi bangsa

    Indonesia dapat dilihat pada sikap ramah dan santun kepada sesama. Adapun,

    unsur identitas peradabannya tercemin dari keberadaan dasar negara Pancasila

    sebagai nilai-nilai bersama bangsa Indonesia majemuk. Sebagai bangsa

    maritim, keandalan bangsa Indonesia dalam pembuatan kapal Penisi di masa

    16

    Ubaedillah dan Rozak Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, 53.

  • lalu merupakan identitas pengetahuan bangsa Indonesia lainnya yang tidak

    dimiliki bangsa lain di dunia.

    2. Suku bangsa

    Kemajemukan yang bersifat alamiah tersebut, tradisi bangsa Indonesia untuk

    hidup bersama dalam kemajemukan merupakan unsur lain pembentuk

    identitasnya yang harus terus dikembangkan dan dibudayakan. Kemajemukan

    alamiah bangsa Indonesia dapat dilihat pada keberadaan ribuan suku, bahasa,

    dan budaya.

    2. Agama

    merupakan identitas lain dari kemajemukan alamiah Indonesia. Keragaman

    agama dan keyakinan di Indonesia tidak hanya dijamin oleh konstitusi negara,

    tetapi juga merupakan suatu rahamat Tuhan Yang Maha Esa yang harus

    dipelihara dan disyukuri bangsa Indonesia.

    3. Bahasa Indonesia

    Salah satu identitas Nasional Indonesia yang penting. Sekalipun Indonesia

    memiliki ribuan bahasa daerah, kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa

    penghubung berbagai kelompok etnis yang mendiami Kepulauan Nusantara

    memberikan nilai identitas tersendiri bagi bangsa Indonesia.

    Berdasarkan nilai-nilai budaya suatu bangsa yang bersifat khas dan

    membedakannya dengan bangsa lain. Sifat identitas nasional yang relatif dan

    konteksual mengharuskan setiap bangsa untuk selalu kritis terhadap identitas

    nasionalnya serta selalu menyegarkan pemahaman dan pemaknaan terhadap jati diri

    bangsa dan negara.

    3. Penggunaan Lambang Negara

    Penggunaan lambang negara menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun

    2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan:17

    1. Pasal 51

    a. Dalam gedung, kantor, atau ruang kelas satuan pendidikan.

    b. Luar gedung atau kantor.

    17

    Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan

  • c. Lambang, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita

    negara.

    d. Paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah.

    e. Uang logam dan uang kertas.

    f. Materai.

    2. Pasal 52

    a. Sebagai cap atau kop surat jabatan.

    b. Sebagai cap dinas untuk kantor.

    c. Pada kertas bermaterai.

    d. Pada surat dan lencana gelar pahlawan, tanda jasa, dan tanda kehormatan.

    e. Sebagai lencana atau atribut pejabat negara, pejabat pemerintah atau waraga

    Negara Indonesia yang sedang mengemban tugas negara di luar negeri.

    f. Dalam penyelenggaraan peristiwa resmi.

    g. Dalam buku dan majalah yang diterbitkan oleh Pemerintah.

    h. Dalam buku kumpulan undang-undang.

    i. Di rumah warga Negara Indonesia.18

    c. Pasal 53

    1). Penggunaan Lambang Negara di dalam gedung adalah untuk menunjukkan

    kewibawaan negara yang penggunaanya dibatasai hanya kantor dinas:

    1. Gedung dan/atau kantor Presiden dan Wakil Presiden.

    2. Gedung dan/atau kantor lembaga negara

    3. Gedung dan/atau kantor instansi pemerintah.

    4. Gedung dan/atau kantor lainnya

    2) Penggunaan Lambang Negara di luar gedung atau kantor sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 51 huruf b pada:

    a. Istana Presiden dan Wakil Presiden.

    b. Rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden

    18

    Pasal 52 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

  • c. Gedung atau kantor dan rumah jabatan kepala perwakilan Republik

    Indonesia di luar negeri.

    d. Rumah jabatan gubernur, bupati, walikota, dan camat.

    3) Penggunaan Lambang Negara di dalam gedung atau kantor sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 51 huruf a dan di luar gedung atau kantor sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 51 huruf b diletakkan pada tempat tertentu.

    4) Penggunaan Lambang Negara pada lembaran negara, tambahan lembaran

    negara, berita negara, dan tambahan berita negara sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 51 huruf c diletakkan di bagian tengah atas halaman dokumen.

    5) Penggunaan Lambang Negara pada paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang

    diterbitkan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf d

    diletakkan di bagian tengah halaman dokumen.

    Penggunaan lambang negara di dalam gedung atau kantor dan di luar gedung

    atau kantor diletakkan pada tempat tertentu. Yang dimaksud dengan “penggunaan

    lambang negara di luar gedung atau kantor” adalah penggunaan lambang negara

    sebagai lambang keistimewaan yang penggunaannya ditempatkan di muka sebelah

    luar pada rumah jabatan (ambtswoning) yang disediakan khusus untuk pejabat

    negara, sedangkan yang dimaksud “tempat tertentu” adalah tempat yang pantas,

    menarik perhatian orang, mudah dilihat, dan tampak baik bagi pandangan mata

    semua orang yang datang dan berada di gedung atau kantor tersebut. Penggunaan

    lambang negara pada lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara,

    dan tambahan berita negara diletakkan di bagian tengah atas halaaman pertama

    dokumen. Penggunaan lambang negara pada paspor, ijazah, dan dokumen resmi

    yang diterbitkan pemerintah diletakkan di bagian tengah halaman dokumen.

    Pasal 54

    1) Lambang Negara sebagai cap atau kop surat jabatan sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 52 huruf a digunakan oleh:

    a. Presiden dan Wakil Presiden.

    b. Majelis Permusyawaratan Rakyat.

    c. Dewan Perwakilan Rakyat.

  • d. Dewan Perwakilan Daerah.

    e. Mahkamah Agung dan Badan Peradilan.

    f. Badan Pemeriksa Keuangan.

    g. Menteri dan pejabat setingkat menteri.

    h. Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan

    sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, konsul jenderal, konsul,

    dan kuasa usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul kehormatan.

    i. Gubernur, bupati, atau walikota.

    j. Notaris, dan

    k. Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang.

    2) Penggunaan Lambang Negara sebagai cap dinas untuk kantor sebagimana

    dimaksud dalam Pasal 52 huruf b digunakan untuk kantor:

    a. Presiden dan Wakil Presiden

    b. Majelis Permusyawaratan Rakyat.

    c. Dewan Perwakilan Rakyat.

    d. Dewan Perwakilan Daerah.

    e. Mahkamah Agung dan Badan Peradilan.

    f. Badan Pemeriksa Keuangan.

    g. Menteri dan pejabat setingkat menteri

    h. Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan

    sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, konsl jenderal, konsul,

    dan kuasa usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul

    kehormatan.

    i. Gubernur, bupati atau walikota.

    j. Notaris, dan

    k. Pejabat negara lainnya yang digunakan dalam penyelenggaraan peristiwa

    resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf f dipasang pada gapura

    dan/atau bangunan lain yang pantas.

  • Pasal 55

    1) Dalam hal Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan Bendera

    Negara, gambar Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden, Penggunaanya

    diatur dengan ketentuan:

    a. Lambang Negara ditempatkan di sebelah kiri dan lebih tinggi daripada

    Bendera Negara, dan

    b. Gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden ditempatkan

    sejajar dan dipasang lebih rendah daripada Lambang Negara.

    2) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

    dipasang di dinding, Lambang Negara diletakkan di tengah atas anatara

    gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden.

    Lambang negara sebagai lencena atau atribut dipasang pada pakaian di dada

    sebelah kiri, lambang negara yang digunakan dalam penyelenggaraan peristiwa

    resmi dipasang pada gapura dan/atau bangunan lain yang pantas. Dalam hal

    Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan Bendera, gambar Presiden

    dan/atau gambar Wakil Presiden. Bendera negara dipasang di dinding, lambang

    negara diletakkan di tengah atas antara gambar resmi Presiden dan/atau gambar

    wakil Presiden.

    Ukuran lambang negara disesuaikan dengan ukuran ruangan dan tempat

    sebagaimana tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-

    Undang Nomor 24 Tahun 2009. Lambang negara sebagaimana dimaksud dibuat

    dari bahan yang kuat. Yang dimaksud dengan “lambang negara dibuat dari bahan

    yang kuat” adalah bahwa lambang negara harus dibuat dari bahan cor semen, metal,

    campuran besi atau campuran bahan lain yang liat dan kuat, sehingga bentuk

    lambang negara terlihat kokoh dan kuat, dapat digunakan untuk waktu yang lama,

    tidak mudah patah, hancur ataupun tidak cepat rusak. 19

    19

    Charda, Pendidikan Pancasila Untuk Pendidikan Tinggi, 60.

  • C. Tindak Pidana

    1. Pengertian Tindak Pidana

    Pidana berasal dari kata straf (Belanda), yang adakalanya disebut dengan

    istilah hukuman. Istilah pidana lebih tepat dengan istilah hukuman, karena hukum

    sudah lazim merupakan terjemahan recht. Pidana lebih tepat didefenisikan sebagai

    suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan oleh negara pada seseorang atau

    beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatannya yang

    melanggar larangan hukum pidana.20

    Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam buku hukum

    pidana Belanda yaitu stafbaarfeit yang terdiri dari 3 (tiga) kata yakni straf yang

    diterjemahkan dengan pidana dan hukum, baar yang diterjemahkan dengan dapat

    atau boleh, dan feit yang diterjemahkan tindak, peristiwa, pelanggaran, dan

    perbuatan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak memberikan

    penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu sendiri, biasanya

    tindak pidana disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa latin yakni

    delictum. Istilah strafbaarfeit atau kadang disebut dengan delict (delik)

    diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan berbagai istilah. 21

    .

    Berdasarkan rumusan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa istilah

    pidana sama saja dengan istilah delik yang diredaksi aslinya strafbaarfeit.

    Pengertian peristiwa pidana atau delik di atas mengandung makna sebagai suatu

    perbuatan yang hukum pidana di larang dan disertai dengan ancaman atau hukuman

    bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut. Tindak pidana ialah perbuatan

    melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan

    dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.22

    2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

    Pada hakikatnya, setiap perbuatan pidana harus terdiri dari unsur-unsur

    lahirlah (fakta) oleh perbuatan, mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan

    20

    Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Jakarta, PT Raja Grafindo

    Persero, 2007) 24. 21

    Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), 61. 22

    M. Hamdan, Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup, (Bandung: Mandar

    Maju, 2000). 35.

  • karena kedua memunculkan kejadian dalam alam lahir (dunia) unsur-unsur

    perbuatan pidana. 23

    a. Unsur Subjektif

    Unsur subjektif merupakan unsur yang berasal dari dalam diri pelaku tindak

    pidana. unsur subjektif pada umumnya merupakan keadaan-keadaan yang dapat

    ditemukan di dalam diri pelaku termasuk dalam kategori ini adalah keadaan jiwa

    atau batin pelaku. Menurut Lamintang, bahwa unsur-unsur subjektif dari tindak

    pidana adalah:

    1) Kesengajaan atau kealapaan (dolus dan culpa).

    2) Memiliki maksud atau tujuan.

    3) Merencanakan lebih dahulu, misalnya pada tindak pidana pembunuhan

    berencana (Pasal 340 KUHP).

    4) Perasaan takut misalnya perumusan Pasal 306 KUHP.

    Bertolak dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur

    subjektif meliputi:

    1) Kemampuan bertanggung jawab, dan

    2) Adanya kesalahan yang terdiri dari kesengajaan (dolus) dan kealpaan

    (culpa).

    b. Unsur Objektif

    Unsur Objektif merupakan unsur yang berasal dari luar diri si pelaku.

    Lamintang merinci unsur-unsur objektif dari tindak pidana sebagai berikut:

    1) Sifat melawan hukum.

    2) Kualitas atau keadaan dalam diri pelaku, dan

    3) Kausalitas, yaitu hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab

    dengan suatu kenyataan antara suatu kenyataan sebagai akibat.

    Menurut Simons yang dimaksud dengan Strafbaar Feit meliputi unsur-

    unsur: 24

    23

    Moeljotno, Asas-Asas Hukum Pidana, 64. 24

    Nandang Sambas dan Ade Mahmud, Perkembangan Hukum Pidana dan Asas-Asas dalam RKUHP, (Bandung: PT Refika Aditama), 102-103.

  • 1) Perbuatan manusia.

    2) Diancam dengan pidana.

    3) Melawan hukum.

    4) Dilakukan dengan kesalahan.

    5) Oleh orang yang bertanggungjawab.

    D. Sanksi Pidana

    1. Pengertian Sanksi Pidana

    Pengertian sanksi menurut hukum pidana, sanksi dalam kamus besar bahasa

    Indonesia, berarti hukuman atas pelanggaran. Dalam hukum pidana, sanksi disebut

    dengan tindakan (straf) atau disebut juga pidana (maatregel). Sanksi pidana adalah

    suatu hukuman sebab akibat, sebab adalah kasusnya dan akibat akan memperoleh

    sanksi baik masuk penjara ataupun terkena hukuman lain dari pihak berwajib.

    Sanksi pidana merupakan suatu jenis sanksi yang bersifat nestapa yang diancamkan

    atau dikenakan terhadap perbuatan atau pelaku perbuatan pidaan atau tindak pidana

    yang dapat mengganggu atau membahayakan kepentingan hukum. Sanksi pidana

    pada dasarnya merupakan suatu penjamin untuk merehabilitasi perilaku dari pelaku

    kejahatan tersebut, namun tidak jarang bahwa sanksi pidana diciptakan sebagai

    suatu ancaman dari kebebasan manusia itu sendiri. Sanksi pada umumnya adalah

    alat pemaksa agar seseorang mentaati norma-norma yang berlaku.

    2. Macam-Macam Sanksi

    Menurut ketentuan Pasal 10 KUHP terdapat beberapa jenis hukuman yang

    dapat dijatuhkan pada seseorang yang telah melakukan tindak pidana, di mana

    hukuman akan dijatuhkan itu dapat berupa:

    1. Pidana pokok:

    a. Pidana mati.

    b. Kurungan

    c. denda

    2. Pidana tambahan:

    a. Pencabutan hak-hak tertentu.

    b. Perampasan barang-barang tertentu.

  • c. Pengumuman putusan hakim.25

    3. Sanksi Menurut Hukum Pidana Islam

    Sanksi di dalam hukum pidana Islam disebut hukum atau uqubah. ‘uqubah

    yang artinya yaitu balasan bagi seseorang yang melanggar ketentuan syara’ yang

    ditetapkan Allah dan Rasul-Nya demi kemaslahatan manusia. Dalam menetapkan

    hukuman, seorang hakim menggunakan prinsip ikhtiyath: hindari hukuman had

    terhadap perkara subhat, dan lebih baik salah memaafkan daripada salah

    menjatuhkan hukuman.26

    Pengertian hukuman sebagaimana dikemukakan oleh

    Abdul Qadir Awdah hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk

    kemaslahatan, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara.27

    Sanksi hukuman dibagi menjadi beberapa macam sesuai dengan tindak

    pidananya, antara lain:

    1. Hukuman ditinjau dari segi terdapat atau tidak terdapat nashnya dalam Al-

    Quran dan al-Hadist. Maka hukuman dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

    1) hukuman yang ada nashnya, yaitu hudud, qishas, diyat, dan kaffarat.

    Misalnya hukuman bagi pezina, perampok, pencuri, pemberontak,

    pembunuh dan orang yang mendzihar istrinya. Adapun penjelasan dari

    macam-macam sanksi hukum hudud, qishas, diyat, dan kaffarat yaitu:

    a. Hudud

    Hudud adalah kosa kata dalam bahasa Arab yang merupakan bentuk

    jama’ (plural) dari kata had yang asal artinya pembatas antara dua

    benda. dinamakan had karena mencegah bersatunya sesuatu dengan

    yang lainnya. Ada juga yang menyatakan bahwa kata had berarti al-

    man’u (pencegah), sehingga dikatakan hudud Allah adalah perkara-

    perkara yang dilarang oleh Allah untuk dilakukan atau dilarang untuk

    dilanggar.28

    25

    Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, (Bandung: PT Raja Grafindo

    Persada), 190. 26

    Mugiyono, Fiqh Islam, (UIN Raden Fatah Palembang, 2017), 227. 27

    Abdul Al-Qadir Awdah, al-Tasyir al-jinal al-Islami, Bairun al-Kutub, 1963,.609. 28

    A. Djazuli, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), 29.

  • b. Qishas

    Qishas adalah pembalasan yang serupa dengan perbuatan

    pembunuhan melukai merusakan anggota badan atau menghilangkan

    manfaatnya, sesuai pelanggarannya. Qishas dibagi dua macam yaitu:

    1) Qishas jiwa, hukum bunuh bagi tindak pidana pembunuhan.

    2) Qishas anggota badan, yakni hukum qishas atau tindak pidana

    melukai, merusakkan anggota badan, atau menghilangkan manfaat

    anggota badan.

    c. Diyat

    Diyat adalah harta yang wajib dikeluarkan karena tindakan pidana

    dan diberikan kepda korban atau keluarganya. Diyat tersebut terdapat

    pada tindak pidana yang mengharuskan qishas didalamnya, juga pada

    tindak pidana yang tidak terdapat qishas di dalamnya.29

    Diyat terbagi

    dalam dua macam yaitu:

    1) Diyat mughalladzah (denda yang berat) yaitu disebabkan karena

    membunuh seorang yang merdeka Islam secara sengaja.

    2) Diyat mukhaffafah (diyat ringan) yaitu disebabkan karena

    pembunuhan seorang Islam tanpa sengaja.30

    d. Kaffarat

    Kaffarat adalah tebusan dengan melakukan perbuatan-perbuatan

    yang telah ditentukan oleh syari’at Islam karena melakukan kesalahan

    atau pelanggaran yang diharamkan oleh Allah SWT. Adapun macam-

    macam kaffarat adalah :

    1) Kafarat karena pembunuhan.

    2) Kaffarat karena melanggar sumpah.

    3) Kaffarat karena membunuh binatang pada waktu melaksanakan

    ihram

    4) Kaffarat karena zihar.

    29

    Zulkarnain Lubis dan Bakti Ritonga, Dasar-Dasar Hukum Acara Jinayah,

    (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), 3. 30

    Rahmad Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2010),157.

  • 5) Kaffarat karena melakukan hubungan intim suami istri pada waktu

    puasa.

    2) Hukuman yang tidak ada nashnya, hukuman ini disebut dengan

    hukuman ta’zir, seperti percobaan melakukan tindak pidana, tidak

    melaksanakan amanah, sanksi palsu, dan melanggar aturan lalu lintas.31

    2. Hukuman ditinjau dari segi hubungannya antara suatu hukuman dengan

    hukuman lain, dapat dibagi empat:

    1. Hukuman pokok, yaitu hukuman yang asal bagi suatu kejahatan, seperti

    hukuman mati bagi pembunh dan hukuman jilid bagi pezina ghair muhsan.

    2. Hukuman pengganti, yaitu hukuman yang menempati hukuman pokok,

    apabila hukuman pokok itu tidak dapat dilaksanakan karena suatu alasan

    hukum, seperti hukuman denda bagi pembunuh yang disengaja yang

    dimaafkan qishasnya oleh keluarga korban.

    3. Hukuman tambahan, yaitu hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku atas

    dasar mengikuti hukuman pokok, seperti terhalangnya seorang pembunuh

    untuk mendapatkan warisan dari harta terbunuh.

    4. Hukuman pelengkap, yaitu hukuman yang dijatuhkan sebagai pelengkap

    terhadap hukuman yang telah dijatuhkan, seperti mengalungkan tangan

    pencuri yang telah dipotong dilehernya. Hukuman ini harus berdasarkan

    keputusan hakim tersendiri. Sedangkan hukuman pngganti tidak

    memerlukan keputusan hakim tersendiri.

    3. Hukuman ditinjau dari segi kekuasaan hakim yang menjatuhkan hukuman,

    maka hukuman dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

    1. Hukuman yang memiliki satu batas tertentu, dimana hakim tidak dapat

    menambah ata mengurangi batas itu, seperti hukuman had.

    2. Hukuman yang memiliki dua batas yaitu batas tertinggi dan batas terendah,

    dimana hakim dapat memilih hukuman yang paling adil dijatuhkan kepada

    terdakwa, seperti dalam kasus-kasus maksiat yang diancam dengan ta’zir.

    31

    Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2010),165.

  • 4. Hukuman ditijau dari sasaran hukum, hukuman dibagi menjadi empat:

    1. Hukuman badan, yaitu hukuman yang dikenakan kepada badan manusia,

    seperti hukan jilid.

    2. Hukuman yang dikenakan kepada jiwa, yaitu hukuman yang mati.

    3. Hukuman yang dikenakan kepada kemerdekaan manusia, seperti hukuman

    penjara atau pengasingan.

    4. Hukuman harta, yaitu hukuman yang dikenakan kepada harta, seperti diyat,

    denda, dan perampasan.32

    32

    A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam),

    (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000), 28-29.