masalah infestasi ektoparasit pada beberapa … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa...

51
MASALAH INF JENIS BU FAK IN FESTASI EKTOPARASIT PADA BE URUNG ELANG DI HABITAT EKS- SURYA KUSUMA WIJAYA KULTAS KEDOKTERAN HEWAN NSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 EBERAPA -SITU

Upload: trinhminh

Post on 13-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA JENIS BURUNG ELANG DI HABITAT EKS

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWANINSTITUT PERTANIAN BOGOR

MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA JENIS BURUNG ELANG DI HABITAT EKS-

SURYA KUSUMA WIJAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008

MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA -SITU

Page 2: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Masalah Infestasi Ektoparasit Pada

Beberapa Jenis Burung Elang Di Habitat Eksi-situ di Laboratorium Entomologi

FKH IPB adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing, serta belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2008

Surya Kusuma Wijaya

NRP B04104120

Page 3: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

ABSTRACT

SURYA KUSUMA WIJAYA. Ectoparasite Infestation on Spesies of Eagles in Ex-

Situ Habitat. Under the supervised by UPIK KESUMAWATI HADI.

The infestation of ectoparasite can cause many detriments in animal such

as decreasing of body weights and production, alopecia, traumatic, irritation, and

death. The purposed of this research was to identify the spesies of ectoparasite

which infestating several spesies of eagles, the distribution, and the infestation in

several ex-situ habitat in Indonesia. Sample was taken from several spesies of

eagles i.e. brahminy kite, changeable hawk-eagle, crested serpent eagle, javan

hawk-eagle, and white bellied sea eagle. Collecting sites sample were Ragunan

Zoo, Cikananga Animal Rescue Center, Bandung Zoo, and Indonesian Safari

Park. The research was done in July 2007 until January 2008. The ectoparasites

found were lice Anatoecus dentatus and Lipeurus caponis, and mite

Pterolichoidea. Lice, Anatoecus dentatus was found in Brahminy kite in Taman

Margasatwa Ragunan. Lice, Lipeurus caponis was found in brahminy kite and

crested serpent eagle in Bandung Zoo. Mite, Pterolichoidea was found in

changeable hawk-eagles Cikananga Animal Rescue Center and Bandung Zoo.

The presence of ectoparasites caused many detriments in eagle. Infestated eagle

would suffer irritation, feather fall, and primary feather damage so it could not fly

and become stress. The appearance of eagle also changes. Poor condition of

health and housing management will make the infestation of ectoparasite

become worse.

Page 4: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

ABSTRAK

SURYA KUSUMA WIJAYA. Masalah Infestasi Ektoparasit pada Beberapa Jenis

Burung Elang di Habitat Eks-Situ. Dibimbing oleh UPIK KESUMAWATI HADI.

Infestasi ektoparasit pada hewan dapat menimbulkan kerugian berupa

penurunan bobot badan, penurunan produksi, kerontokan rambut atau bulu,

trauma, iritasi, anemia, dan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk

mengidentifikasikan jenis-jenis ektoparasit yang ada pada beberapa jenis burung

elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia.

Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung elang yaitu elang

bondol, elang brontok, elang jawa, elang laut perut putih, dan elang ular bido.

Tempat pengambilan spesimen yaitu Taman Margasatwa Ragunan, Pusat

Penyelamatan Satwa Cikananga, Kebun Binatang Bandung, dan Taman Safari

Indonesia. Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2007 hingga Januari 2008.

Ektoparasit yang ditemukan adalah kutu Anatoecus dentatus dan Lipeurus

caponis serta tungau Pterolichoidea. Kutu Anatoecus dentatus ditemukan pada

burung elang bondol di Taman Margasatwa Ragunan. Kutu Lipeurus caponis

ditemukan pada burung elang ular bido dan elang bondol di Kebun Binatang

Bandung. Tungau Pterolichoidea ditemukan pada burung elang brontok di Pusat

Penyelamatan Satwa Cikananga dan Kebun Binatang Bandung. Keberadaan

ektoparasit mengakibatkan kerugian besar bagi burung elang. Burung elang

yang terinfestasi akan mengalami iritasi, kerontokan bulu, dan kerusakan bulu-

bulu primer sehingga elang tidak bisa terbang dan stres. Tampilan elang pun

menjadi berubah. Manajemen kandang dan kesehatan yang buruk akan

memperparah kejadian kejadian ektoparasit.

Page 5: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA

JENIS BURUNG ELANG DI HABITAT EKS-SITU

SURYA KUSUMA WIJAYA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2008

Page 6: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

Judul Skripsi : Masalah Infestasi Ektoparasit pada Beberapa Jenis Burung

Elang di Habitat Ek-Situ

Nama : Surya Kusuma Wijaya

NRP : B04104120

Menyetujui, Dosen Pembimbing

drh. Upik Kesumawati Hadi, MS, Ph.D

NIP 131 415 083

Mengetahui, Wakil Dekan

Fakultas Kedokteran Hewan

Dr. Nastiti Kusumorini

NIP 131 669 942

Tanggal Lulus :

Page 7: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT

karena dengan nikmat dan karunia yang telah dianugerahkan-Nya, penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis sangat berterimakasih kepada Ibu Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi,

MS. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah merelakan waktunya untuk

memberikan bimbingan dengan kasih sayang, sabar, dan semangat selama

penelitian sampai skripsi ini terwujud.

Penulis juga berterimakasih kepada Dr. drh. I Wayan T Wibawan, MS.

sebagai dosen pembimbing akademik selama penulis menempuh pendidikan di

fakultas, Dr. drh. Susi Soviana, MS. Sebagai dosen penilai dan penguji,

Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka, SpMP, MSc., seluruh staf dan dosen

Laboratorium Entomologi FKH-IPB yang telah membantu penulis selama

penelitian hingga penyusunan skripsi, pihak Taman Margasatwa Ragunan, pihak

Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga, pihak Kebun Binatang Bandung, pihak

Taman Safari Indonesia, sahabat seperjuangan penelitian (Combo, Dimut, dan

Winda), himpro SATLI, P*Joker (Bapak & Ibu Joko Santoso, Mas Heri, Mas Dwi,

Febi, Nanda, Krido, Dahlan, Supri, dan Rizqi), keluarga Ir. Bambang Murdiono

dan drh. Elok Budi Retnani, MS., kakak Angkatan 41, Angkatan 41 [Asteroidea],

adik Angkatan 41, dan semua pihak yang tidak dapat penulis untuk menyebutkan

satu per satu. Terima kasih banyak atas dukungan, doa, dan semangat yang

telah diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan dan

menyelesaikan penyusunan skripsi.

Terima kasih juga penulis ucapkan sebesar-besarnya kepada Ibunda

Suryati S.Pd, Ayahanda Drs. Sumaryadi, Candara Ari Tyastuti Wijaya, Megawati

Wijaya, dan Dian Puspita Rini Wijaya serta Roni Eka Abadi atas cinta, dukungan,

doa, dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis selama ini.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan

skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun diharapkan untuk

memperbaiki kesalahan yang ada. Semoga skripsi ini berguna untuk kemajuan

ilmu pengetahuan di bidang medis veteriner, khususnya pada satwaliar.

SALAM LESTARI!!!

Bogor, September 2008

Surya Kusuma Wijaya

Page 8: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Intan, Lampung Timur pada tanggal

12 Mei 1986. Penulis merupakan putra kedua dari empat bersaudara dari

pasangan Bapak Drs. Sumaryadi dan Ibu Suryati S.Pd.

Penulis masuk TK Pertiwi Tanjung intan pada tahun 1989, lulus

pada tahun 1992. Penulis kemudian masuk SD N 4 Taman Fajar pada

tahun yang sama dan lulus pada tahun 1998. Penulis meneruskan

pendidikannya di SLTP N 1 Purbolinggo dan lulus tahun 2001. Setelah

menempuh pendidikan SD sampai SLTP di Lampung timur, penulis

berkesempatan melanjutkan pendidikannya di SMU N 9 Yogyakarta.

Penulis menyelesaikan pendidikan SMU pada tahun 2004.

Penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Bogor (FKH IPB) pada tahun 2004 melalui Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI). Penulis aktif di berbagai kegiatan kampus antara lain: kegiatan

Angkatan 41, Himpro Satli, dan Komunitas Seni Steril. Penulis pernah

menjabat wakil ketua Himpro Satli dan asisten praktikum mata kuliah

Parasitologi Veteriner: Ektoparasit selama kuliah.

Page 9: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................iv

DAFTAR TABEL ................................................................................................. v

1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3

2.1 Klasifikasi Burung Elang ......................................................................... 3 2.2 Morfologi Burung Elang ........................................................................... 3

2.2.1 Elang Jawa ................................................................................... 7 2.2.2 Elang Bondol ................................................................................. 8 2.2.3 Elang Brontok ................................................................................ 9 2.2.4 Elang Ular Bido ............................................................................. 9 2.2.5 Elang Laut Perut Putih ................................................................ 10

2.3 Perilaku, Habitat, dan Penyebaran Geografis Burung Elang ................. 11 2.2.1 Elang Jawa ................................................................................. 11 2.2.2 Elang Bondol ............................................................................... 12 2.2.3 Elang Brontok .............................................................................. 13 2.2.4 Elang Ular Bido ........................................................................... 13 2.2.5 Elang Laut Perut Putih ................................................................ 13

2.4 Ektoparasit ............................................................................................ 16

3 METODOLOGI ........................................................................................... 20

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 20 3.2 Pengamatan Habitat Eks-Situ ............................................................... 20 3.3 Pengambilan Spesimen Ektoparasit Secara Manual ............................. 20 3.4 Pengawetan Spesimen ......................................................................... 20 3.5 Identifikasi spesimen ............................................................................. 22 3.6 Analisis Data ......................................................................................... 22

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 23

4.1 Kondisi Habitat Eks-Situ Beberapa Jenis Burung Elang ........................ 23 4.1.1 Taman Margasatwa Ragunan ..................................................... 23 4.1.2 Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga ....................................... 24 4.1.3 Kebun Binatang Bandung............................................................ 27 4.1.4 Taman Safari Indonesia .............................................................. 29

4.2 Pembahasan Umum ............................................................................. 31

5 KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 37

5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 37 5.2 Saran .................................................................................................... 37

6 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 38

Page 10: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

Penyebaran bulu burung ............................................................................... 4

Morfologi bulu burung ................................................................................... 5

Ikatan antar barbule ...................................................................................... 5

Berbagai jenis burung elang di Indonesia ................................................... 15

Pengambilan spesimen ektoparasit secara langsung .................................. 21

Kandang burung elang di Taman Margasatwa Ragunan ............................ 23

Kandang burung elang di Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga .............. 26

Kandang burung elang di Kebun Binatang Bandung ................................... 27

Kandang burung elang di Taman Safari Indonesia...................................... 30

Anatoecus dentatus pada burung elang bondol .......................................... 33

Tungau Pterolichoidea ................................................................................ 34

Lipeurus caponis ......................................................................................... 35

Page 11: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1 Infestasi kutu Anatoecus dentatus di Taman Margasatwa Ragunan ........... 24

2 Infestasi tungau Pterolichoidea di Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga . 26

3 Infestasi tungau Pterolichoidea di Kebun Binatang Bandung ...................... 28

4 Infestasi kutu Lipeurus caponis di Kebun Binatang Bandung ...................... 29

5 Rekapitulasi jenis dan jumlah ektoparasit pada beberapa jenis burung elang di empat lokasi habitat eks-situ ......................................................... 32

Page 12: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

1 PENDAHULUAN

Burung elang merupakan satu contoh dari berbagai jenis burung

pemangsa. Burung elang adalah hewan berdarah panas, mempunyai sayap dan

tubuh yang diselubungi bulu. Burung elang berkembang biak dengan cara

bertelur yang mempunyai cangkang keras di dalam sarang, akan menjaga

anaknya sampai mampu terbang.

Burung elang dikenal sebagai burung pemangsa berukuran besar, memiliki

kemampuan terbang yang kuat, sayap yang lebar, paruh yang besar dan tajam,

serta kuku yang kuat. Burung elang juga memiliki penglihatan tajam untuk

melihat mangsa dari jarak yang jauh. Dengan kemampuan seperti ini, burung

elang berada di puncak rantai makanan pada ekosistem. Posisi tersebut dalam

rantai makanan berperan sebagai penyeimbang ekosistem agar satwa-satwa lain

pada tingkat bawah rantai makanan jumlahnya tidak berlebihan.

Seluruh jenis burung elang termasuk ke dalam ordo Falconiformes (atau

Ciconiiformes menurut skema Zipcode) (Anonim 2001a). Seluruh ordo ini

merupakan pemakan daging (karnivora). Burung elang memiliki rentang umur

yang panjang, dan laju reproduksi yang rendah. Seluruh elang berpasangan

secara monogami. Spesies burung elang yang terdapat di Indonesia adalah

Elang Brontok, Elang Jawa, Elang Ular Bido (Prawiradilaga et al. 2002), Elang

Bondol, dan Elang Laut Perut Putih (Coates & Bishop 2000). Burung elang jawa

merupakan satwa endemik Indonesia yang populasinya semakin menurun.

Jumlah total populasi burung elang jawa yang ada diperkirakan tinggal 50-60

pasang (Meyburg et al. 1989 dalam Shannaz et al. 1995) dan tergolong genting

(endangered) menurut kriteria International Union for Conservation of Nature

(IUCN) (Anonim 2008b). Rusaknya habitat, perburuan liar, bencana alam, dan

kendala dalam penangkaran merupakan masalah-masalah yang sering dihadapi

dalam mempertahankan jumlah populasi burung elang terutama burung elang

jawa (Shannaz et al. 1995).

Ektoparasit merupakan permasalahan klasik yang merugikan, namun tidak

mendapat perhatian yang baik. Kerugian yang ditimbulkan sangat besar, mulai

dari penurunan bobot badan, penurunan produksi, kerontokan rambut atau bulu,

trauma, iritasi, anemia, sampai dengan kematian. Masalah tersebut sering terjadi

di peternakan-peternakan sampai dengan satwaliar yang ada di dalam hutan.

Hal ini akan berdampak buruk pada jumlah populasi satwaliar. Pengendalian

ektoparasit bukan hal yang mudah untuk dilakukan dan membutuhkan waktu

Page 13: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

bertahun-tahun dalam pengerjaannya. Ektoparasit dapat berperan dalam

penyebaran penyakit antar satwa. Hal ini dapat lebih buruk lagi apabila pada

suatu tempat merupakan wilayah endemik suatu penyakit dan ektoparasit

berperan sebagai vektornya. Ektoparasit tersebut dapat berupa lalat, nyamuk,

kutu, pinjal, caplak, dan tungau. Perannya sebagai ektoparasit tidak sama,

tergantung pada stadium perkembangan dan perilaku. Selain itu, ektoparasit

dapat menularkan penyakit pada hewan ke manusia (bersifat zoonosis) (Hadi &

Soviana 2000). Hal ini yang perlu dikaji lebih lanjut karena penelitian tentang

ektoparasit pada satwaliar belum banyak dilakukan. Iklim indonesia yang panas

(tropis) merupakan salah satu faktor pendukung dari banyaknya jenis ektoparasit

yang terdapat pada, hewan kesayangan, hewan ternak, maupun satwaliar.

Jenis-jenis ektoparasit pada burung elang belum tercatat dengan rinci dan

juga belum diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

jenis-jenis ektoparasit yang ada pada beberapa jenis burung elang serta sebaran

dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia.

Manfaat hasil penelitian ini adalah memberikan informasi bagi

pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ektoparasit pada satwaliar yang

saat ini belum mendapat perhatian dari para peneliti. Penelitian ini juga

diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut untuk upaya-upaya pengendalian

ektoparasit pada satwaliar.

Page 14: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Burung Elang

Berdasarkan ciri-ciri morfologi yang dimilikinya, kelompok burung elang

termasuk ke dalam famili Accipitridae subfamili Accipitrinae (Anonim 2001a).

Secara rinci, klasifikasi burung elang adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Subkingdom : Bilateria

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Aves

Subkelas : Neornithes

Ordo : Ciconiiformes/Falconiformes

Subordo : Ciconii/Accipitres

Famili : Accipitridae

Subfamili : Accipitrinae

Indonesia memiliki beberapa spesies burung elang, antara lain : Elang

Brontok, Elang Jawa, Elang Ular Bido (Prawiradilaga et al. 2002), Elang Bondol,

dan Elang Laut Perut Putih (Coates & Bishop 2000).

2.2 Morfologi Burung Elang

Burung elang jantan dan betina pada satu spesies memiliki warna dan

bentuk tubuh yang sama, perbedaan hanya terletak pada ukuran tubuh. Burung

elang betina lebih besar dari pada jantan. Burung elang muda memiliki ciri-ciri

umum yaitu warna mata yang gelap dan warna bulu yang lebih gelap. Burung

elang dewasa memiliki warna mata dan warna bulu yang lebih terang (Brown

1976 dalam Lisah 1992).

Bulu pada unggas merupakan organ fungsional yang kompleks, dibentuk

dari poliferasi sel-sel epidermis berupa protein keratin. β-keratin pada bulu,

cakar, dan paruh terdiri atas untaian protein dengan ikatan hidrogen yang

menjadi lipatan β. Lipatan tersebut kemudian akan berbelit dan berikatan silang

dengan jembatan sulfida sehingga menjadi lebih kuat daripada α-keratin pada

rambut, tanduk, dan kuku mamalia. Bulu melindungi unggas dari air dan

temperatur dingin (Anonim 2008a). Bulu pada burung elang berfungsi untuk

menjaga suhu tubuh burung elang, sekitar 440 C (Peterson 1980 dalam Lisah

1992).

Page 15: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

bulu kapital

bulu humeral

bulu alar

bulu ventral

bulu spinal atau dorsal

bulu femoral

bulu krural

bulu kaudal

Bulu pada sayap dan ekor juga berperan penting sebagai kendali

penerbangan, sehingga penyebarannya memiliki pola tertentu (Gambar 1). Bulu

memiliki berat yang ringan, tetapi bila ditimbang beratnya dua sampai tiga kali

lebih besar dari pada berat tulang (Anonim 2008a).

Bulu dibagi menjadi dua tipe dasar yaitu bulu penutup dan bulu halus. Bulu

penutup disebut juga bulu Pennaceous atau bulu luar yang tersebar ke seluruh

tubuh. Beberapa bulu penutup berubah menjadi bulu untuk terbang pada sayap

(remigres) dan ekor (rectrices). Morfologi bulu penutup terdiri atas rachis, barb,

barbule, dan barbicel (Gambar 2). Rachis adalah tiang utama bulu. Cabang dari

rachis membentuk barb yang bercabang lagi menjadi barbule. Barbule memiliki

kaitan kecil disebut barbicel, yang dapat melekatkan antar barbule (Gambar 3).

Bulu halus adalah bulu-bulu yang berada di bawah bulu penutup. Barbicel pada

bulu halus tidak mengait satu dengan lainnya sehingga antar barbule menjadi

terpisah. Struktur tersebut menyebabkan udara dapat mengalir di antara bulu

halus sehingga suhu tubuh tetap terjaga. Pada ujung bulu terdapat pemanjangan

rachis yang membentuk calamus, masuk ke dalam folikel kulit (Anonim 2008a)

Gambar 1 Penyebaran bulu burung (Anonim 2008a)

Page 16: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

Keterangan :

1. Bulu penutup

2. Rachis

3. Barb

4. Bagian bulu halus

5. Calamus

Gambar 2 Morfologi bulu burung (Anonim 2008a)

Keterangan : (1) bagian barb (2,3) barbule yang saling mengikat

Gambar 3 Ikatan antar barbule (Anonim 2008a)

Page 17: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

Sistem indera penglihatan dan pendengaran elang berkembang dengan

baik. Mata burung elang dilengkapi dengan penglihatan monokular (ke samping)

dan binokular (ke depan). Burung elang dapat melihat benda dengan jarak yang

cukup jauh. Burung elang dapat membedakan pola warna dan terang-gelap.

Retina burung elang 4-8 kali lebih peka dari pada mata manusia (Peterson 1980

dalam Lisah, 1992) karena retinanya terdiri atas sel-sel kerucut yang sensitif

terhadap warna dan sel-sel batang yang sensitif terhadap gelap. Spektrum warna

yang dimiliki mata burung elang lebih luas daripada mata manusia (Fox 1995).

Pendengaran merupakan cara berkomunikasi untuk sesama terutama pada saat

mencari pasangan dan hubungan induk-anakan (Brown 1976 dalam Lisah 1992).

Burung elang dapat mendengar suara dengan jangkauan yang lebih besar

daripada manusia dan dapat membedakan frekuensi suara. Tulang

pendengarannya hanya ada satu dengan lipatan jaringan yang dapat

mengurangi vibrasi dengan cepat di gendang telinga sehingga memudahkan

burung elang untuk mendeteksi suara dalam waktu 0.6-2.5 milidetik (Fox 1995).

Struktur tulang pada burung elang berbeda dengan mamalia. Tulangnya

tidak sepadat tulang mamalia dan terdapat rongga-rongga udara. Rongga ini

berhubungan dengan sistem kantung hawa. Struktur tersebut disebut Os

Pneumatii, membuat tulang burung elang menjadi lebih ringan dan kokoh. Tulang

kaki bagian bawah mengandung sumsum tulang untuk pembentukan sel darah

merah. Tulang pelvis atau synsacrum dan notarium merupakan struktur

gabungan yang dapat dipisahkan menjadi berbagai macam tulang, membuat

tubuh burung elang menjadi kaku. Tulang leher burung elang sangat fleksibel

mengikuti pergerakan kepala dan kompensasi dari kekakuan tulang-tulang tubuh

serta bola mata yang relatif tidak bergerak (Fox 1995).

Struktur pencernaannya burung elang hampir sama dengan unggas pada

umumnya. Dimulai dari paruh atau mulut, esofagus, tembolok, proventrikulus,

ventrikulus (gizard), usus, rektum, dan berakhir di kloaka. Otot lambungnya

berdinding tipis, burung elang tidak perlu menggerus makanannya.

Proventrikulus bersatu dengan ventrikulus menjadi satu organ yang berdinding

tipis berbentuk seperti buah pir. Burung elang dapat memuntahkan bahan-bahan

yang tidak diinginkan seperti bulu atau rambut hewan yang dimangsa (Fox

1995).

Sistem respirasi burung elang berfungsi sebagai pertukaran udara dan

pengaturan suhu tubuh. Burung elang memiliki sistem aliran udara yang

Page 18: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

berbeda, udara melewati paru-paru menuju ke kantung udara. Burung elang

tidak memiliki diafragma yang bebas. Otot interkostal dan sternum membantu

untuk memompa kantung udara. Proses tersebut memiliki sinkronisasi dengan

kepakan sayap saat terbang. Burung elang membutuhkan banyak oksigen yang

didapatkan dari cadangan kantong udara, sehingga burung elang tidak perlu

bernafas cepat-cepat tetapi bernafas yang dalam. Burung elang hanya bernafas

15-30 kali permenit. Suhu tubuh yang tinggi dan metabolisme yang cepat

dibutuhkan burung elang untuk terbang (Fox 1995).

Sistem transportasi burung elang terdiri atas jantung dan pembuluh darah

(arteri, vena, dan kapiler). Jantung burung elang memiliki empat ruangan dengan

berat sekitar tujuh gram atau 0,9 persen dari total berat badan. Denyut jantung

rata-rata pada keadaan normal sekitar 80-90 kali permenit. Denyut jantung dapat

meningkat drastis setelah melakukan aktifitas hingga 250 kali permenit (Fox

1995).

2.2.1 Elang Jawa

Burung elang Jawa (Spizaetus bartelsi) dalam bahasa Inggris disebut

Javan Hawk-eagle memiliki klasifikasi sebagai berikut (Anonim 2001b) :

Famili : Accipitridae

Genus : Spizaetus

Spesies : Spizaetus bartelsi

Burung elang jawa yang baru menetas memiliki bulu seperti kapas yang

berwarna putih. Bulu tersebut bertahan hingga umur sekitar dua minggu,

kemudian akan diganti dengan bulu jarum yang dapat berkembang mendekati

bulu sempurna seiring dengan pertumbuhan badan. Selama periode ini, jambul

mulai tumbuh. Anak burung elang jawa memiliki warna mata hitam, warna kepala

dan mahkotanya coklat, kumis mesial belum terbentuk, iris berwarna coklat tua

(saat lahir) berubah menjadi biru keabu-abuan (muda), jambul berwarna hitam

dengan ujung putih, punggung dan sayap berwarna coklat, serta bagian ekor

berwarna keabu-abuan (Widodo 2004).

Burung elang jawa dewasa memiliki berat sekitar 2,5 kg dan panjang tubuh

antara 60-70 cm (Gambar 4). Tubuh burung elang jawa jantan dewasa lebih kecil

daripada betina. Ciri khas burung elang jawa adalah jambul yang terdiri atas dua

sampai empat bulu yang panjangnya sekitar 12 cm. Bulu jambul berwarna hitam

dengan ujung putih. Warna dibagian tubuhnya bervariasi dari putih, kecoklatan,

sampai hitam. Kepala dan tengkuk berwarna coklat berangan, punggung dan

Page 19: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

sayap berwarna coklat gelap, leher berwarna putih dengan garis hitam

ditengahnya, ekor berwarna coklat bergaris hitam, mahkota dan kumis mesial

berwarna hitam, dan bagian tubuh yang lain berwarna putih dengan coreten

coklat gelap dan kuning tua kemerahan. Mata burung dewasa berwarna kuning

dengan iris berwarna kuning terang dan biru keabu-abuan pada elang jawa

muda. Paruh burung elang jawa berwarna gelap dengan garis pada pinggirnya.

Lubang hidung kecil. Kaki berwarna putih dengan garis melintang coklat tua.

Bulu kaki sampai di bagian metatarsus. Taji tajam dengan jari yang kokoh

(Cahyono 2001).

Ketika terbang, burung elang jawa serupa dengan burung elang brontok

(Spizaetus cirrhatus) fase terang, namun cenderung nampak lebih kecoklatan,

dengan perut terlihat lebih gelap, serta berukuran sedikit lebih kecil. Bunyi

nyaring tinggi, berulang-ulang, klii-iiw atau ii-iiiw, bervariasi antara satu hingga

tiga suku kata, atau bunyi bernada tinggi dan cepat kli-kli-kli-kli-kli. Sedikit

banyak, suaranya ini mirip dengan suara burung elang brontok meski

perbedaannya cukup jelas dalam nadanya (Anonim 2008b).

2.2.2 Elang Bondol

Burung elang Bondol (Haliastur indus) atau Brahminy Kite memiliki

klasifikasi sebagai berikut (Anonim 2001c) :

Famili : Accipitridae

Genus : Haliastur

Spesies : Haliastur indus

Anakan burung elang bondol berwarna coklat, bercoret, dan bersisik

bungalan. Ekor agak berpalang, serta memiliki bagian lebih pucat di sayap

bagian bawah bulu primer. Perbedaan antara burung muda dengan dewasa

adalah ujung ekornya bundar bukan menggarpu (Cahyono 2001).

Burung elang bondol berukuran panjang sekitar 45-52 cm, dengan lebar

sayap 110-125 cm, panjang ekor 18-22 cm (Gambar 4). Burung elang bondol

memiliki warna putih pada kepala, leher, dada, dan perut bagian depan. Bagian

sayap atas sampai ekor berwarna coklat kepirangan. Ujung sayap berwarna

hitam. Iris berwarna coklat dengan paruh-sera berwarna abu-abu kehijauan.

Tungkai dan kaki elang bondol berwarna kuning suram. Pekikannya mengelih

dan mengeong-ngeong “syii-ii-ii, kwiiaa, atau kyeeer” sambil terbang (Rijal 2008).

Page 20: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

2.2.3 Elang Brontok

Burung elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) atau Changeable Hawk-eagle

memiliki klasifikasi sebagai berikut (Anonim 2001d) :

Famili : Accipitridae

Genus : Spizaetus

Spesies : Spizaetus cirrhatus

Burung elang brontok berwarna coklat tua pada bagian punggung,

berwarna putih pada bagian perut dan penutup sayap bawah. Bagian kepala

burung elang remaja lebih pucat, sayap terlihat lebih sempit, dan garis-garis pada

ekor tidak begitu nampak. Panjang tubuh burung elang bondol sekitar 60-80 cm

(Coates & Bishop 2000).

Burung elang dengan tubuh besar dan ramping, panjang paruh sekitar 3,7

cm, dan panjang kaki sekitar 10,2 cm (Gambar 4). Sayapnya lebar, ekor

membulat, dan jambul pendek. Mata berwarna kuning terang pada burung elang

dewasa dan gelap pada burung elang remaja. Warna bulu digolongkan dalam

dua fase, yaitu fase gelap dan fase terang. Fase gelap, seluruh tubuh berwarna

coklat gelap mengarah ke hitam dengan garis hitam pada ujung ekor. Warna

ekornya coklat dengan garis melintang sehingga terlihat kontras. Fase gelap

muda berwarna gelap seluruhnya. Fase terang, tubuh bagian atas berwarna

coklat batik dan berwarna putih bergaris-garis coklat kehitaman memanjang.

Garis mata dan kumis berwarna hitam. Bentuk peralihan merupakan bentuk

diantara fase gelap dan fase terang. Perbedaannya terlihat pada bentuk

coretan dan garis serta pola warna. Suaranya memekik tajam

“kwip..kwip..kwip..kwip..kwiah” meninggi atau “kwi-hiww” (Prawiradilaga et al.

2002).

2.2.4 Elang Ular Bido

Burung elang Ular Bido (Spilornis cheela) atau Crest Serpent Eagle

memiliki klasifikasi sebagai berikut (Anonim 2001e) :

Famili : Accipitridae

Genus : Spilornis

Spesies : Spilornis cheela

Burung elang ular bido dewasa memiliki dada berwarna kecoklatan hitam

dengan bercak putih. kepala, leher, dan ekornya berwarna hitam dengan bercak

putih pula (Gambar 4). Tubuhnya besar dengan ukuran kurang lebih 55-60 cm.

Punggung, sayap, perut, bulu penutup ekor, dan tunggingnya berwarna

Page 21: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

kecoklatan hitam dengan bercak putih. Burung elang tersebut akan terlihat

berwarna hitam lurik putih pada saat terbang jika diamati dari bawah. Paruhnya

kuning dengan bentangan sayap yang lebar. Ujung sayap membulat serta ekor

yang pendek. Terdapat garis abu-abu lebar di tengah garis hitam pada ekor.

Ujung sayap berwarna putih. Burung elang ular bido remaja memiliki pola warna

yang sama dengan elang dewasa, tetapi warnanya lebih coklat dan lebih banyak

warna bercak putih. Suaranya nyaring dan melengking “klik-klik” yang khas

dengan tekanan pada dua nada terakhir atau “kokokoko” yang lembut

(Prawiradilaga et al. 2002).

2.2.5 Elang Laut Perut Putih

Burung elang Laut Perut Putih (Haliaeetus leucogaster) atau White Bellied

Sea Eagle memiliki klasifikasi sebagai berikut (Anonim 2001f) :

Famili : Accipitridae

Genus : Haliaeetus

Spesies : Haliaeetus leucogaster

Anakan burung elang laut perut putih berwarna coklat tua, bercoret, dan

bertotol. Kadang-kadang terlihat pita dada hitam. Pola warna sayap terlihat dari

bawah adalah coklat muda pada bagian depan dan sebagian pangkal dari bulu

primer. Ujung bulu primer berwarna hitam (Coates & Bishop 2000).

Burung elang laut perut putih termasuk elang besar dengan ukuran 60-70

cm. Burung elang dewasa berwarna putih pada kepala, leher, dan bagian perut

(gambar 4). Sayap bagian atas berwarna abu-abu gelap. Pola sayap bagian

bawah memperlihatkan bulu primer bagian dalam berwarna putih, kontras

dengan bulu sekunder dan ujung bulu primer luar yang berwarna abu-abu gelap.

Ekor berbentuk seperti baji dengan pangkal berwarna hitam, semakin bertambah

usia semakin semakin pucat bagian putih tersebut. Ketika terbang, sayap

terentang membentuk huruf “V” (Tan 2001).

Burung elang laut perut putih merupakan burung yang berisik, biasanya di

pagi dan sore hari. Suaranya keras “ah-ah-ah-ah” bergema seperti duet atau

“qua-qua-qua” seperti angsa. Saat bersuara, kepala menghadap ke angkasa

(Anonim 2008e).

Page 22: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

2.3 Perilaku, Habitat, dan Penyebaran Geografis Burung Elang

2.3.1 Elang Jawa

Burung elang jawa berburu dari tempat bertenggernya di atas pohon-pohon

yang tinggi di dalam hutan. Burung ini menyergap dengan sigap dan tangkas

aneka mangsanya yang berada di dahan pohon maupun yang di atas tanah

seperti, reptil, burung-burung sejenis walik dan punai, dan bahkan ayam

kampung. Selain itu, mamalia berukuran kecil sampai sedang seperti tupai dan

bajing, kalong, musang, sampai dengan anak monyet juga menjadi menu sehari-

hari (Anonim 2008b).

Masa bertelur tercatat mulai bulan Januari hingga Juni. Sarang berupa

tumpukan ranting-ranting berdaun yang disusun tinggi di atas cabang pohon

setinggi 20-30 m dari permukaan tanah. Telur berjumlah satu butir yang dierami

selama kurang-lebih 47 hari (Anonim 2008b).

Pohon-pohon yang dijadikan sarang merupakan jenis-jenis pohon hutan

yang tinggi, seperti rasamala (Altingia excelsa), pasang (Lithocarpus dan

Quercus), tusam (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), dan kisireum

(Eugenia clavimyrtus). Sarang burung elang jawa tidak selalu jauh berada di

dalam hutan. Sarang yang pernah ditemukan hanya sejarak 200-300 m dari

tempat rekreasi (Anonim 2008b).

Burung elang Jawa menyebar jarang-jarang di habitatnya. Total jumlahnya

hanya sekitar 137-188 pasang burung, atau perkiraan jumlah individu elang ini

berkisar antara 600-1.000 ekor (Anonim 2008b).

Burung elang jawa hidup di hutan tropis dari daerah pantai sampai

ketinggian antara 3.000 m di atas permukaan air laut, tetapi burung elang jawa

lebih menyukai daerah dengan ketinggian sekitar 200-2.000 m di atas

permukaan air laut (dpl). Hutan yang dihuni meliputi hutan primer, hutan

sekunder, dan hutan produksi (Prawiradilaga 1999 dalam Widodo 2004).

Penyebaran burung elang jawa hanya terbatas pada pulau Jawa, yaitu Ujung

Kulon, Gn. Halimun, Gn. Salak, Gn. Gede, Gn. Gede Pangrango, Gn.

Papandayan, Gn. Patuha, Gn. Segera, Gn. Slamet, Gn. Besar, Gn. Prahu, Gn.

Merapi, Gn. Wilis, Gn. Arjuno, Gn. Iyang, Karang Anyar, TN Meru Betiri, Kalibaru,

Ijen, dan TN Alas Purwo (Sözer 1995 dalam Widodo 2004). Kharateristik pohon

untuk sarang burung elang jawa menurut penelitian Afianto tahun 2001, yaitu

pohon tertinggi dan terbesar di sekitarnya, terdapat tajuk pohon yang relatif

terbuka, pandangan sarang terbuka ke arah lembah. Wilayah yang dikunjungi

Page 23: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

secara tetap adalah wilayah yang yang dapat menyuplai makanan, minuman,

dan tempat berlindung serta bersarang. Wilayah tersebut disebut wilayah jelajah

atau home range (Boughey 1973, Pyke 1983, & Noordwijk 1985 dalam Alikodra

2002). Elang jawa memiliki area teritori yang ditandai dengan urin, feses, dan

sekresi lainnya. Daerah teritori dipertahankan dari satwa lain, misalnya dengan

mengeluarkan suara atau melawan satwa tersebut secara langsung. Umumnya,

luas daerah teritori lebih sempit daripada daerah jelajah (Alikodra 2002).

2.3.2 Elang Bondol

Burung elang bondol memiliki kebiasaan terbang melayang-layang sambil

mengintai mangsanya dengan ketinggian 20-50 m. Burung elang bondol akan

terbang menukik untuk menangkap mangsanya jika mangsanya sudah terlihat.

Makanan utama burung elang bondol adalah ikan, katak, reptil, dan sedikit

serangga. Selain itu, burung elang bondol juga sering terbang di atas pelabuhan

kapal pembawa ikan untuk mencuri ikan-ikan tersebut. Burung elang bondol pun

mampu merebut makanan burung pemangsa lainnya seperti burung elang laut

perut putih. Musim kawin terjadi pada bulan November-Desember. Burung elang

bondol sering melakukan akrobatik di udara untuk menarik perhatian pasangan

baik di dekat pasangan maupun di dekat sarangnya. Burung elang bondol

memanfaatkan pohon-pohon besar dan tinggi untuk membangun sarang. Sarang

terbuat dari ranting-ranting pohon yang disusun rapi yang direkatkan dengan

lumpur. Beberapa diantaranya memanfaatkan pohon yang sudah mati. Tinggi

sarang di daerah berpantai dan hutan mangrove berkisar 5-6 m, sedangkan pada

daerah kering sekitar 20-30 m. Tebal sangkar antara 15-30 cm, lebarnya 60-90

cm. Sarang tersebut akan digunakan kembali dan diperbaiki sehingga sarang

menjadi semakin tebal. Jarak antar sarang pasangan burung elang bondol

sekitar 100 m. Burung elang bondol bertelur dua sampai tiga butir telur yang

berwarna putih dengan totol-totol merah kecoklatan (Tan 2001).

Burung elang Bondol dapat ditemukan sendirian atau bersama-sama

dalam kelompok di atas perairan. Mengunjungi kawasan pantai, pesisir sungai,

rawa-rawa, danau, dan hutan pegunungan terbuka sampai ketinggian 3.000 m

(Admin 2007).

Burung elang bondol merupakan penetap umum. Daerah penyebaran

Burung elang Bondol di Indonesia adalah di seluruh Sumatera, Kalimantan, Jawa

dan Bali. Namun saat ini keberadaan burung elang Bondol di Jawa dan Bali

sudah sangat jarang. Burung elang bondol yang terdapat di Cagar Alam Pulau

Page 24: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

Rambut Jakarta, diperkirakan tinggal 10 ekor. Meski bukan burung migran antar

benua, penyebaran elang bondol juga ditemukan di India, Cina Selatan, Filipina,

Australia, dan juga di beberapa negara lainnya (Rijal 2008). Burung elang bondol

juga tersebar di seluruh kawasan Wallacea (Coates & Bishop 2000).

2.3.3 Elang Brontok

Burung elang brontok menghuni kawasan dataran rendah sampai hutan

pegunungan, sering terlihat berburu terbang melayang atau menyambar dari atas

pohon (Prawiradilaga et al. 2002).

Penyebarannya burung elang brontok mulai dari India sampai Asia

tenggara. Penyebaran di Indonesia yaitu Sunda besar, Nusa tenggara, dan

wilayah Wallacea meliputi Flores (dataran rendah hingga 1.700 m dpl, Pulau

Komodo, Paloe, dan Sumbawa (400-lebih dari 1.000 m dpl) (Coates & Bishop

2000). Burung elang tersebut juga ditemukan di Taman Nasional Gunung

Halimun yaitu di daerah Gn. Kendeng, Gn. Botol, Gn. Kempul, Gn. Buligir Putih,

Gn. Bodas, Gn. Batu, Gn. Bedil, Gn. Bintang Gading, Cigudeg, Ciusul, dan

Neglasari (Prawiradilaga et al. 2002).

2.3.4 Elang Ular Bido

Burung elang ular bido sering terlihat terbang melingkar di daerah

pedesaan, kebun, hutan, dan sawah. Burung elang ular bido terbang dengan

suara ribut. Makanannya bermacam-macam, antara lain: reptilia dan amfibia.

Hidupnya sendirian atau berpasangan (Iskandar 1989). Pasangan sering saling

memanggil dan memperlihatkan gerakan akrobatik hebat yang lambat pada saat

bercumbu. Bila tidak terbang, burung elang tersebut sering bertengger pada

pohon kering di hutan yang teduh sambil mengamati permukaan tanah atau sela-

sela tanaman untuk mencari mangsa (Prawiradilaga et al. 2002).

Penyebarannnya meliputi India, China selatan, Asia tenggara, Sumatra,

kalimantan, Jawa, Palawan, dan Sunda besar (umum ditemui di hutan sampai

ketinggian 1.900 m). Burung elang ular bido dapat dijumpai di Taman Nasional

Gunung Halimun yaitu di daerah Gn. Kendeng, Gn. Botol, Gn. Kempul, Gn.

Buligir Putih, Gn. Bodas, Gn. Batu, Gn. Bedil, Gn. Bintang Gading, Perkebunan

teh Nirmala, Cigaronggong, Cadas Mahpar, dan Koridor Halimun Salak

(Prawiradilaga et al. 2002).

2.3.5 Elang Laut Perut Putih

Burung elang laut perut putih menghuni di pesisir dan pulau-pulau kecil.

Kadang ditemui di sekitar sungai sungai besar, danau, dan rawa-rawa pada

Page 25: MASALAH INFESTASI EKTOPARASIT PADA BEBERAPA … · elang, sebaran, dan infestasinya di beberapa habitat eks-situ di Indonesia. Spesimen ektoparasit diambil dari beberapa jenis burung

daratan rendah sampai 1.700 m dpl. Burung elang laut perut putih menghabiskan

kesehariannya dengan terbang layang atau bertengger di atas batu, pohon, serta

tepi air sambil mengamati dan mencari mangsa. Burung elang laut dapat terbang

rendah di atas permukaan air sejauh satu kilometer dari pantai. Burung elang ini

berburu dengan pasangannya, kadang terlihat bersama-sama dengan burung

elang bondol dan elang hitam. Makanannya utamanya adalah ikan dan ular laut.

Makanan lainnya seperti burung-burung air, mamalia kecil, kepiting, kura-kura,

dan kadang-kadang kelelawar (Tan 2001).

Daerah teritorial burung elang laut perut putih tidak terlihat dengan jelas,

tidak seperti burung pemangsa lainnya. Burung elang akan berteriak kencang di

sekitar sangkar atau tenggerannya yang akan terdengar sampai radius satu

kilometer. Hal ini dilakukan untuk mengusir burung-burung lainnya dan

menghindari konfrontasi. Pasangan burung elang laut perut putih dewasa bila

bertemu akan menampilkan gerakan-gerakan di udara seperti saling mengaitkan

cakar dan jatuh bebas diiringi dengan teriakan keras mirip suara angsa. Tempat

yang dipilih untuk sangkar adalah tempat yang tinggi dan dekat dengan pantai

atau sungai besar. Sangkarnya besar dibuat bersama pasangannya. Ukuran

sangkar berdiameter sekitar 1,5 m dan tingginya mencapai 2 m. Sangkar lama

dapat digunakan kembali, baik oleh pasangan pemilik atau pasangan lain bila

sangkar tersebut sudah ditinggalkan pemiliknya. Ukurannya dapat menjadi lebih

besar seperti gundukan kayu. Induk betina bertelur tiga butir berwarna putih

kebiruan. Telur dierami oleh induk betina dibantu oleh induk jantan selama 50

hari. Tugas induk jantan adalah memberi makan induk betina dan menjaga

sarang. Setelah menetas, anak dirawat oleh induk betina selama 65-70 hari

sampai anak sudah bisa terbang. Indukan bisa merawat dua ekor anak. Anak

dapat mandiri setelah 6 bulan (Tan 2001).

Burung elang remaja dan yang belum berpasangan memiliki daya jelajah

yang besar walaupun jenis burung elang ini bukan termasuk burung migran.

Persebarannya di mulai dari pantai timur India dan Sri Lanka ke selatan Cina

sampai bagian selatan Australia, Tasmania, Papua Nugini, dan kepulauan

Bismarck. Burung elang tersebut dapat hidup di pedalaman hutan yang memiliki

sungai besar seperti di pulau Kalimantan. Jaraknya kurang dari 10 mil dari pantai

(Anonim, 2008c).