bab ii tinjauan pustaka a. tanaman pakcoyrepository.ump.ac.id/9354/3/kona areka_bab ii.pdf · bab...
TRANSCRIPT
-
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Pakcoy
Pakcoy (Brassica rapa L) adalah jenis tanaman sayur - sayuran yang
termasuk keluarga Brassicaceae. Tumbuhan pakcoy berasal dari China dan
telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di China. Saat ini pakcoy
dikembangkan di Filipina, Malaysia, Indonesia dan Thailand (Adiwilaga,
2010)
Menurut Suhardiyanto dan Purnama, (2011) taksonomi dari tanaman
pakcoy adalah
Kingdom: Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Rhoeadales
Famili : Brassicaceae
Genus : Brassica
Spesies : Brassica rapa L.
Secara morfologis, daun pakcoy bertangkai, berbentuk oval, berwarna
hijau tua, dan mengkilat, tidak membentuk kepala, tumbuh agak tegak atau
setengah mendatar, tersusun dalam spiral rapat, melekat pada batang yang
tertekan. Tangkai daun, berwarna putih atau hijau muda, gemuk dan
berdaging, tanaman mencapai tinggi 15–30 cm. Pakcoy mempunyai
kecocokan terhadap iklim, cuaca dan tanah di Indonesia sehingga bagus untuk
dikembangkan. Tanaman paksoi termasuk dalam jenis sayur sawi yang mudah
diperoleh dan cukup ekonomis. Saat ini pakcoy dimanfaatkan oleh masyarakat
dalam berbagai masakan.
Sayuran ini memiliki banyak kelebihan dibandingkan famili sawi-
sawian yang lain diantaranya: waktu panen singkat, daya adaptasi luas (tidak
peka terhadap perubahan suhu), dan kualitas produknya tahan lama karena
dapat disimpan hingga 10 hari setelah panen pada suhu 0-5 ºC dengan
Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019
-
5
kelembaban 95%. Tanaman ini mengandung 93% air, 3% karbohidrat, 1,7%
protein, 0,7% serat, dan 0,8% abu. Di samping itu juga banyak mengandung
vitamin seperti ß-karoten, vitamnin B, dan vitamin C, serta mineral seperti Ca,
P, Mg, Fe, dan sodium (Depkes, 1981; Elzebroek & Wind, 2008; Perwitasari
et al. 2012). Bagian pakcoy yang dikonsumsi adalah bagian daunnya atau
seluruh bagian tanaman yang berada di atas permukaan tanah (Haryanto,
2006).
Di Asia Tenggara pakcoy dapat tumbuh sepanjang tahun di dataran
rendah, suhu optimum untuk pertumbuhan pak choi adalah 20-25oC. Suhu
rata-rata di kota Medan saat ini cukup tinggi, pada kondisi berawan suhu udara
dapat mencapai 34oC dengan kelembaban 60-80% (BMKG, 2013). Suhu yang
cukup tinggi ini dikhawatirkan dapat mengurangi produksi pakcoy, sementara
permintaan akan sayuran ini terus meningkat. Menurut Perwitasari et al.
(2012) kandungan betakaroten pada pakcoy dapat mencegah penyakit katarak.
Selain mengandung betakaroten yang tinggi, pakcoy juga mengandung banyak
gizi diantaranya protein, lemak nabati, karbohidrat, serat, Ca, Mg, sodium,
vitamin A, dan Vitamin C. Pakcoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman
sayuran berumur pendek ( 45 hari). Pakcoy jarang dimakan mentah,
umumnya digunakan untuk bahan sup atau sebagai hiasan (garnish) (Edie dan
Bobihoe, 2010).
Pakcoy digunakan masyarakat sebagai bahan makanan sayuran,
disamping fungsinya sebagai sayuran, pakcoy juga memiliki berbagai manfaat
diantaranya memperbaiki dan memperlancar pencernaan, menghilangkan rasa
gatal pada tenggorokan bagi penderita batuk, penyembuh penyakit kepala,
bahan pembersih darah, serta memperbaiki fungsi ginjal (Sudarma, 2013).
Dan kandungan yang terdapat pada pakcoy adalah kalori, protein, lemak,
karbohidrat, serat pangan, Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B, dan Vitamin C
(Departemen Kesehatan RI, 1981). Kandungan serta manfaat sayuran yang
ada menyebabkan konsumsi sayur masyarakat Indonesia mengalami
peningkatan setiap tahun. Namun masih tetap jauh dari tingkat konsumsi yang
dianjurkan.
Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019
-
6
Menurut Haryanto et al., (2006) tanaman pakcoy telah dibudidayakan
sejak 2.500 tahun lalu dan termasuk ke dalam famili Brassicaceae. Tanaman
ini berasal dari daerah subtropis, yaitu China (Tiongkok) dan Asia Timur,
kemudian menyebar ke Taiwan dan Filipina. Tanaman pakcoy memiliki nilai
ekonomi yang tinggi dan cocok dikembangkan di daerah subtropis maupun
tropis. Bagian pakcoy yang dikonsumsi adalah bagian daunnya atau seluruh
bagian tanaman yang berada di atas permukaan tanah. Menurut Haryanto
(2006) tanaman pakcoy dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun dataran
tinggi. Tanaman pakcoy bila ditinjau dari aspek ekonomis dan bisnisnya layak
untuk dikembangkan atau diusahakan guna memenuhi permintaan konsumen
yang semakin lama semakin meningkat. Kelayakan tropis Indonesia yang
sangat cocok untuk komoditas tersebut. Disamping itu, umur panen pakcoy
relatif pendek yakni 35-40 hari setelah tanam dan hasilnya memberikan
keuntungan yang memadai.
Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2015) luas panen tanaman
pakcoy tahun 2015 sebesar 58.652 ha dan 60.600 ha pada tahun 2016. Adanya
luas panen yang meningkat, maka akan berdampak pada produksi dan
produktivitas tanaman pakcoy. Produksi tanaman pakcoy mengalami kenaikan
dari 600,188 t pada tahun 2015 menjadi 601,198 t pada tahun 2016. Namun
hal ini berbanding terbalik dengan keadaan produktivitas tanaman pakcoy
yang mengalami penurunan dari 10,23 t ha-1 pada tahun 2015 menjadi 9,92 t
ha-1 pada tahun 2016.
Beradasarkan data yang ditunjukkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) tahun 2009 masyarakat Jepang menduduki posisi tertinggi dalam
konsumsi buah dan sayur, yaitu 150 Kg/kapita/tahun. Masyarakat Indonesia
hanya mengkonsumsi sayuran sebesar 45,46 gram/kapita/hari. Tingkat
konsumsi ini masih berada di bawah standar FAO untuk memenuhi kebutuhan
gizi masyarakat, yaitu minimal 180,55 gram/kapita/hari (Suryani, 2015).
Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019
-
7
1. Varietas .
Varietas adalah peringkat dalam taksonomi tumbuhan dibawah
spesies. Varietas terbagi menjadi dua yaitu varietas botani dan varietas
agronomi. Varietas botani adalah populasi tanaman dalam satu spesies
yang menunjukan perbedaan ciri yang jelas sedangkan pada varietas
agronomi adalah sekelompok tanaman yang mempunyai satu ciri tertentu
yang khas yang dapat dibedakan secara jelas serta dapat dipertahankan
secara generatif ataupun vegetatif, varietas agronomi sering dikenal
dengan kultivar. Hasil penelitian Dimson (2001) menyebutkan di Arizona
varietas pakcoy yang banyak ditanam adalah ‘Joi Choy’. Varietas ini
dipilih karena memiliki karakteristik warna daun hijau tua dan batang
putih bersih yang digemari oleh masyarakat dan memiliki daya adaptasi
yang luas. Di Indonesia, pakcoy yang tersedia di pasaran umumnya
memiliki daya adaptasi yang luas (dapat ditanam di dataran rendah sampai
tinggi) dan memiliki umur panen yang cukup singkat, yaitu ± 30 hari
setelah tanam. Menurut Rubatzky and Yamaguchi (1998) keragaman
morfologis dan periode kematangan cukup besar pada berbagai varietas
pakcoy, hal itu terlihat dari bentuk warna daun mulai dari hijau pudar
hingga hijau tua. Perbedaan ini juga terlihat pada umur panen dan daya
adaptasi dari tiap varietas.
a. Varietas Grand livina
Benih Pakchoy Grand livina Produk Benih Unggul jawara
adaptasi dataran rendah dan tinggi Pertumbuhan cepat dan Seragam
Bentuk daun bulat dan lebar Tangkai dan tebal . Rasanya lembut dan
cocok diolah dan dimasak sebagai sayuran ataupun dikonsumsi
langsung, dengan produksi mencapai Potensi hasil 20-25 ton/ha, Umur
Panen 30-35 hst.
b. Varietas Dakota
Pakcoy untuk dataran rendah - tinggi, tanaman tegak dan tahan
kekeringan, tahan layu bakteri dan bercak daun alternaria, . Varietas
pakcoy Dakota merupakan produk inovasi terbaru dari Cap Panah
Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019
-
8
Merah. Produk ini merupakan paket growing kit siap pakai. Dengan
menggunakan paket growing kit ini, akan memudahkan Anda dalam
bercocok tanam. Pakcoy Dakota adalah varietas pakcoy berdaun lebar
dan betuknya oval. Rasanya lembut dan cocok diolah dan dimasak
sebagai sayuran ataupun dikonsumsi langsung, dengan produksi
mencapai 20 - 25 ton/ha . Anda hanya membutuhkan waktu 25-30 hari
panen.
2. Syarat tumbuh
a. Ketinggian
Tempat Ketinggian Tempat yang sesuai dalam budidaya tanaman
pakcoy yaitu berkisar antara 5 - 1.200 m dpl, namun tanaman pakcoy
dapat tumbuh optimum diketinggian 100 - 500 m dpl. Semakin tinggi
tempat penanaman pakcoy maka umur panen akan semakin lama. Dan
semakin rendah tempat penanaman pakcoy maka umur panen akan
lebih cepat (Cahyono,2003).
b. Curah Hujan
Tanaman pakcoy dapat ditanam sepanjang musim, curah hujan
yang sesuai untuk budidaya tanaman pakcoy adalah 200 mm/bulan.
Pakcoy membutuhkan air yang cukup untuk pertumbuhan,akan tetapi
tanaman ini juga tidak senang pada air yang tergenang, hal ini dapat
menyebabkan tanaman mudah busuk dan terseranng hama dan
penyakit (Cahyono,2003).
c. Tanah
Tanah yang cocok untuk ditanami pakcoy adalah tanah yang subur,
gembur dan banyak mengandung bahan organik, tidak tergenang, tata
aerasi dalam tanah berjalan dengan baik. Derajat kemasaman (PH)
tanah yang optimum untuk pertumbuhannya adalah antara 6 - 7
(Cahyono,2003). Kemasaman tanah sangat berpengaruh terhadap
ketersediaan hara didalam tanah, aktifitas kehidupan jasad renik tanah
dan reaksi pupuk yang diberikan ke dalam tanah. Penambahan pupuk
kedalam tanah secara langsung akan mempengaruhi sifat
kemasamannya, karena dapat menimbulkan reaksi masam, netral
ataupun basa, yang secara langsung ataupun tidak dapat
Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019
-
9
mempengaruhi ketersediaan hara makro atau hara mikro. Ketersediaan
unsur hara mikro lebih tinggi pada pH rendah, semakin tinggi pH tanah
ketersediaan hara mikro semakin kecil (Cahyono, 2003).
B. Morfologi Ulat Grayak
Ulat grayak (Spodoptera litura F.) merupakan salah satu hama daun
yang penting karena mempunyai kisaran inang yang luas meliputi kedelai,
kacang tanah, kubis, ubi jalar, tebu, dan tanaman herba lainnya (Tjahjadi,
1996). Larva yang masihmuda memakan daun dengan meninggalkan sisa-sisa
epidermis bagian atas dan tulang daun. Larva instar lanjut memakan daun dan
tulang daun dan kadang-kadang menyerang polong. Biasanya larva berada di
permukaan bawah daun dan menyerang secara serentak dan berkelompok.
Serangan berat menyebabkan tanaman gundul karena daun dan buah habis
dimakan ulat. Serangan berat pada umumnya terjadi pada musim kemarau dan
menyebabkan defoliasi daun yang sangat berat (Marwoto dan Suharsono,
2008). Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) merupakan hama yang
penting pada tanaman pangan maupun pada tanaman perkebunan, karena larva
hama ini bersifat polifag.
Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Noctuidae
Genus : Spodoptera
Spesies : Spodoptera litura F.
Larva hama ini sering menyebabkan kerusakan daun pada tanaman
kacang-kacangan, jagung padi, bawang, slada, sawi, kapas, tembakau, dan
tebu. Siklus hidup berkisar antara 30−60 hari. Larva yang baru keluar dari
kelompok telur pada mulanya bergerombol sampai instar III (Erwin, 2000).
Larva berwarna hijau kelabu hitam. Larva terdiri V-VI instar. Lama stadia
Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019
-
10
larva 17 - 26 hari, yang terdiri dari larva instar I antara 5 - 6 hari, instar 2
antara 3- 5 hari, instar 3 antara 3 - 6 hari, instar 4 antara 2 - 4 hari, dan instar 5
antara 3 - 5 hari (Erwin, 2000). Instar yang sangat berbahaya bagi tanaman
adalah instar III dan IV (Laoh et al, 2003). Telur Spodoptera litura F Telur
berbentuk hampir bulat dengan bagian dasar melekat pada daun (kadang-
kadang tersusun dua lapis), berwarna coklat kekuningan, diletakkan
berkelompok masing-masing 25−500 butir. Telur diletakkan pada bagian daun
atau bagian tanaman lainnya, baik pada tanaman inang maupun bukan inang.
Bentuk telur bervariasi kelompok telur tertutup bulu seperti beludru
yang berasal dari bulu-bulu tubuh bagian ujung ngengat betina, berwarna
kuning kecoklatan (Marwoto dan Suharsono, 2008). Pracaya (2008) juga
menyebutkan bahwa, telur akan menetas sesudah 3-5 hari. Setelah menetas,
ulat kecil masih tetap berkumpul untuk sementara. Beberapa hari kemudian,
ulat tersebar mencari pakan Larva Spodoptera litura F Larva mempunyai warna
yang bervariasi, memiliki kalung (bulan sabit) berwarna hitam pada segmen
abdomen keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral dorsal terdapat garis
kuning.
Ulat grayak (Spodoptera litura F) yang masih muda berwarna kehijauan,
sedangkan ulat instar akhirnya berwarna kecoklatan atau abu-abu gelap dan
berbintik-bintik hitam serta bergaris keputihan. Stadium telur pada serangga
ini adalah selama 3 hari kemudian dilanjutkan dengan larva instar I yang
ditandai dengan tubuh larva yang berwarna kuning dengan terdapat bulu-bulu
halus, kepala berwarna hitam dengan lebar 0,2-0,3 mm, lama instar I adalah 3
hari. Dilanjutkan dengan larva instar II yang ditandai dengan tubuh berwarna
hijau dengan panjang 3,75-10 mm, bulu-bulunya tidak terlihat lagi dan pada
ruas abdomen pertama terdapat garis hitam meningkat pada bagian dorsal
terdapat garis putih memanjang dari toraks hingga ujung abdomen, pada
toraks terdapat empat buah titik yang berbaris dua-dua, instar II ini
berlangsung selama 3 hari. Larva instar III memiliki panjang tubuh 8-15 mm
dengan lebar kepala 0,5-0,6 mm. Pada bagian kiri dan kanan abdomen
terdapat garis zig-zag berwarna putih dan bulatan hitam sepanjang tubuh,
Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019
-
11
instar III ini berlangsung selama 4 hari. Mulai instar IV warna bervariasi yaitu
hitam, hijau, keputihan, hijau kekuningan atau hijau keunguan, panjang tubuh
13-20 mm, instar IV berlangsung selama 4 hari (Utami et al., 2010)
Larva yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua
atau hitam kecoklatan, dan hidup berkelompok. Beberapa hari setelah menetas
(bergantung ketersediaan makanan), larva menyebar dengan menggunakan
benang sutera dari mulutnya. Pada siang hari, larva bersembunyi di dalam
tanah atau tempat yang lembab dan menyerang tanaman pada malam hari atau
pada intensitas cahaya matahari yang rendah. Biasanya ulat berpindah ke
tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar (Marwoto dan
Suharsono, 2008).
1. Biologi Ulat Grayak
a. Telur
Imago betina meletakkan telur pada malam hari, telur
berbentuk bulat sampai bulat lonjong telur diletakkan secara
berkelompok di atas permukaan daun tanaman. Dalam satu kelompok
jumlah telur 30-100 butir, telur-telur dapat menetas dalam waktu 2-4
hari. Kelompok telur ditutupi oleh rambut-rambut halus yang berwarna
putih, kemudian telur berubah menjadi kehitam-hitaman pada saat
akan menetas. Telur umumnya menetas pada pagi hari.
b. Larva
Larva S. litura mempunyai warna yang bervariasi, mempunyai kalung
atau bulan sabit berwarna hitam pada segmen abdomen yang keempat
dan kesepuluh. Pada sisi lateral dan dorsal terdapat garis kuning. Ulat
yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau
hitam kecoklat-coklatan dan hidup berkelompok. Beberapa hari
kemudian, larva menyebar dengan menggunakan benang sutera dari
mulutnya. Biasanya ulat berpindah ke tanaman lain secara
bergerombol dalam jumlah besar. Warna dan perilaku ulat instar
terakhir mirip ulat tanah, perbedaan hanya pada tanda bulan sabit,
berwarna hijau gelap dengan garis punggung warna gelap memanjang.
Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019
-
12
Perkembangan larva instar awal terutama menyebar ke bagian pucuk-
pucuk tanaman dan membuat lubang gerekan pada daun kemudian
masuk ke dalam kapiler daun. Stadium larva berkisar 9-14 hari. Larva
instar akhir bergerak dan menjatuhkan diri ke tanah dan setelah berada
di dalam tanah larva tersebut memasuki pra pupa dan kemudian
berubah menjadi pupa.
c. Pupa
Pupa S. litura berwarna cokelat muda dan pada saat akan
menjadi imago berubah menjadi cokelat kehitam-hitaman. Pupa
memiliki panjang 9-12 mm, dna bertipe obtek, pupa berada di dalam
tanah dengan kedalaman ± 1 cm, dan sering dijumpai pada pangkal
batang, terlindung di bawah daun kering atau di bawah partikel tanah.
Pupa berkisar 5-8 hari bergantung pada ketinggian tempat di atas
permukaan laut.
d. Imago
Imago memliki panjang berkisar 10-14 mm dengan jarak
rentangan sayap 24-30 mm. Sayap depan berwarna putih keabu-abuan,
pada bagian tengah sayap depan terdapat tiga pasang bintik-bintik
yang berwarna perak. Sayap belakang berwarna putih dan pada bagian
tepi berwarna cokelat gelap (Kalshoven (1981); Samharinto (1990).
2. Daerah penyebaran ulat grayak.
Spodoptera litura F (= Prodenia litura) termasuk dalam famili
Noctuidae, Ordo Lepidoptera. Nama umum serangga ini adalah Common
cutworm, Tobacco cutworm, Cotton bowlworm, dan Armyworm.
Armyworm mula-mula dialih bahasakan menjadi ulat tentara kemudian
menjadi ulat grayak (Soekarna 1985). Daerah penyebaran Spodoptera litura
F . tersebar luas di beberapa negara tropik dan subtropik, yaitu Jepang,
Korea, Cina, Asia Selatan, Asia Tenggara, Australia, dan beberapa pulau
di Pasifik (Suryana dan Mochida 1987). Di Indonesia ulat grayak terdapat
di 22 propinsi dengan luas serangan rata-rata mencapai 11,163 ha/tahun.
Daerah serangan utamanya adalah Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019
-
13
Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Utara (Ditlintan-ATA 1989). Hasil
survei di 18 Kabupaten propinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa S. litura
dijumpai di 16 Kabupaten, di Kabupaten Malang dan Bondowoso tidak
ditemukan karena S. litura kelangkaan tanaman kedelai saat pengamatan
(Tengkano et al. 1991). Meskipun para petani telah melakukan
pengendalian dengan insektisida, tingkat kerusakan daun masih di atas
12,5%.
Tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh hama ini sangat
merugikan, karena dapat menurunkan kualitas, jumlah produksi dan
kegagalan panen. Ulat grayak (Spodoptera litura F) bersifat polifag atau
dapat hidup pada berbagai jenis tanaman, seperti tomat, sawi, kubis, cabai,
buncis, bawang merah, terong, kentang, kangkung, bayam, padi, jagung,
tebu, jeruk, jarak kepyar, pisang, tembakau dan kacang-kacangan. Namun,
kerusakan yang disebabkan biasanya dikendalikan para petani
menggunakan insektisida senyawa sintesis yang dianggap lebih efektif.
Petani menggunakan insektisida kimia yang intensif dan dengan frekuensi
dan dosis yang tinggi.
Pestisida kimia mempunyai dampak negatif bagi kehidupan
makhluk hidup dan lingkungannya. Penggunaan insektisida sintesis juga
dapat merusak organisme nontarget, resistensi hama, dan menimbulkan
efek residu pada tanaman dan lingkungan (Laoh, 2003). Kekhawatiran
akan dampak negatif dari penggunaan insektisida sintetik tersebut
menimbulkan kebutuhan akan adanya alternatif yang dapat dipakai untuk
mengendalikan populasi hama dan serangga vektor sampai pada tingkat
yang tidak merugikan secara ekonomi, dan lingkungan.
Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019
-
14
C. Pestisida Nabati
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain yang digunakan untuk
mengendalikan berbagai hama. Bagi petani jenis hama yaitu tungau,
tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur),
bakteria, dan virus, nematoda (cacing yang merusak akar), siput, tikus, burung
dan hewan lain yang dianggap merugikan (Djojosumarto, 2008). Dahulunya,
manusia menggunakan pestisida nabati dalam pembasmian hama, namun
sejak ditemukannya diklorodifenil trikloroetan (DDT) tahun 1939,
penggunaan pestisida nabati sedikit demi sedikit ditinggalkan sehingga
manusia beralih ke pestisida kimia.
Penggunaan pestisida kimia yang tidak rasional menimbulkan dampak
buruk dari segi lingkungan maupun dari segi kesehatan manusia. Dari segi
lingkungan pestisida kimia dapat menyebabkan pencemaran air berdampak
luas, misalnya dapat meracuni sumber air minum, meracuni makanan hewan,
ketidakseimbangan ekosistem sungai dan danau, pengrusakan hutan akibat
hujan asam, dan sebagainya. Pestisida juga dapat mengubah perilaku dan
morfologi pada hewan. Selain itu dapat meracuni dan membunuh biota laut
seperti fitoplankton. Matinya fitoplankton berpengaruh pada rantai makanan
sehingga menyebabkan ekosistem air terganggu. Selain itu juga dapat
menyebabkan kematian pada ikan. (Fatmawati, 2012).
Dari segi kesehatan manusia pestisida kimia dapat meracuni manusia
melalui mulut, kulit, dan pernafasan. Sering tanpa disadari bahan kimia
beracun tersebut masuk ke dalam tubuh seseorang tanpa menimbulkan rasa
sakit yang mendadak dan mengakibatkan keracunan kronis. Seseorang yang
menderita keracunan kronis, ketahuan setelah selang waktu yang lama, setelah
berbulan atau bertahun. Keracunan kronis akibat pestisida saat ini paling
ditakuti, karena efek racun dapat bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan
kanker pada tubuh), mutagenic (kerusakan genetik untuk generasi yang akan
datang), dan teratogenic (kelahiran anak cacad dari ibu yang keracunan)
(Fatmawati, 2012). Penggunaan pestisida sintetis yang dinilai praktis untuk
mengendalikan serangan hama, ternyata membawa dampak negatif bagi
lingkungan sekitar bahkan bagi penggunanya sendiri.
Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019
-
15
Namun dibutuhkan suatu alternatif lain yang tidak berdampak negatif
seperti pestisida nabati yang ramah lingkungan (Al- Qodar, 2008). Pestisida
nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang
relatif mudah dibuat dengan kemampuan yang terbatas, karena pestisida nabati
ini bersifat mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan
relatif aman bagi manusia, serta ternak. Pestisida nabati ini berperan sebagai
racun kontak dan racun perut (Anonim, 2007).
Salah satu yang dapat dijadikan pestisida nabati adalah daun pepaya dan
belimbing wuluh. Daun pepaya (Carica papaya L.) mengandung senyawa
toksik terhadap hewan uji larva nyamuk seperti saponin, alkaloid karpain,
papain, flavonoid (Intan, 2012). Kandungan daun pepaya diantaranya senyawa
papain merupakan racun kontak yang masuk ke dalam tubuh serangga melalui
lubanglubang alami dari tubuh serangga.Senyawa papain juga bekerja sebagai
racun perut yang masuknya melalui alat mulut pada serangga. Kemudian
cairan tersebut masuk lewat kerongkongan serangga dan selanjutnya masuk
saluran pencernaan yang akan menyebabkan terganggunya aktivitas makan.
Selain adanya kandungan senyawa toksik, tanaman pepaya mudah didapat
karena masyarakat banyak yang membudidayakannya.
Daun pepaya yang digunakan berasal dari perkebunan rumah dan
menggunakan daun yang tua. Belimbing wuluh mengandung senyawa
glukosid, tanin, asam folat, peroksida, kalsium oksalat, sulfur dan kalium
sitrat. Belimbing wuluh secara tradisional sudah lama dimanfaatkan sebagai
bahan pengobatan alami (Azzamy, 2010). Setiap tanaman yang mengandung
racun memiliki konsentrasi yang berbedabeda bahwa semakin tinggi
konsentrasi, maka jumlah racun yang mengenai kulit serangga makin banyak,
sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan menyebabkan kematian
serangga lebih banyak (Sutayo dan Wirioadmodjo, 1997).
Tanaman yang berinteraksi dengan serangga menyebabkan adanya
usaha mempertahankan diri sehingga tanaman mampu memproduksi metabolit
sekunder untuk melawan serangga hama. Dengan adanya zat bioaktif yang
dikandung oleh tanaman akan menyebabkan aktifitas larva terhambat, ditandai
dengan gerakan larva lambat, tidak memberikan respon gerak, nafsu makan
Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019
-
16
kurang dan akhirnya mati (Sutayo dan Wirioadmodjo, 1997). Pengendalian
hama dan penyakit tanaman menggunakan agens hayati dan pestisida nabati
telah banyak dilakukan. Ekstrak daun tapak liman, mimba, sirih, dan serai
wangi ternyata memiliki potensi menekan penyakit bulai pada jagung manis
(Sekarsari et al. 2013). Prayogo (2011) melaporkan pestisida nabati serbuk biji
srikaya dan biji jarak yang dikombinasikan dengan cendawan entomopatogen
Lecanicillium lecanii mampu meningkatkan efikasi pengendalian telur kepik
cokelat dibandingkan dengan aplikasi secara tunggal. Pengendalian hayati
penyakit bulai menggunakan kombinasi agens pengendali biologi
Trichoderma viride dan B. subtilis lebih efektif daripada aplikasi secara
tunggal (Sadoma et al. 2011).
D. Insektisida Nabati Ekstrak Mengkudu
Insektisida nabati merupakan pestisida yang dapat menjadi alternatif
untuk mengurangi penggunaan insektisida sintetis. Insektisida nabati adalah
insektisida yang bahan aktifnya berasal dari tanaman atau tumbuhan dan
bahan organik lainnya yang berkhasiat mengendalikan serangan hama pada
tanaman. Salah satu tanaman yang yang juga bisa digunakan sebagai
insektisidanabati adalah tanaman mengkudu.
Tanaman mengkudu diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledone
Anak kelas : Sympetalae
Bangsa : Rubiales
Suku : Rubiaceae
Genus : Morinda
Spesies : Morinda citrifolia
Rukmana (2002) memaparkan bahwa mengkudu termasuk jenis tanaman
yang umumnya memiliki batang pendek dan banyak cabang dengan
Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019
-
17
ketinggian pohon sekitar 3-8 m di atas permukaan tanah serta tumbuh secara
liar di hutan-hutan, tegalan, pinggiran sungai, dan pekarangan. Mengkudu
dapat tumbuh di berbagai tipe lahan dan iklim pada ketinggian tempat dataran
rendah sampai 1.500 m diatas permukaan laut dengan curah hujan 1500– 3500
mm/tahun, pH tanah 5-7, suhu 22-30 oC dan kelembaban 50-70% (Rukmana
2002).
Kandungan senyawa kimia yang terdapat pada mengkudu (Morinda
citrifolia L.) antara lain minyak atsiri, alkaloid, saponin, flavonoid, polifenol
dan antrakuinon (Mursito, 2005 dalam Hasnah & Nasril, 2009). Kandungan
lainnya adalah terpenoid, asam askorbat, scolopetin, serotonin, damnacanthal,
resin, glikosida, eugenol dan proxeronin (Bangun dan Sarwono, 2005).
Senyawa tersebut mempunyai sifat toksin yang merupakan senyawa bioaktif.
Senyawa bioaktif yang terdapat pada tumbuhan merupakan bahan aktif
pengendalian hama, sehingga dapat dijadikan insektisida nabati.
Menurut Harborne (1987), senyawa bioaktif menyebabkan adanya
biologi yang khas seperti toksik menghambat makan, antiparasit, dan
insektisida nabati. Beberapa penelitian yang menunjukan keberhasilan
insektisida nabati dalam pengendalian OPT antara lain larutan umbi gadung
dengan dosis 120 gram/liter paling efektif dalam mengendalikan hama
Spodoptera litura F. (Butarbutar et al., 2013), biji sirsak dapat menurunkan
palatabilitas ulat grayak tertinggi yaitu 49,80% (Tohir, 2010), Julaily et al.,
(2013) mengatakan bahwa ekstrak daun pepaya dengan dosis 100% sangat
efektif dalam mengendalikan hama Crocidolomia binotalis pada tanaman
sawi, ekstrak buah mengkudu pada konsentrasi 120 ml/L dan 150 ml/L efektif
dalam mengendaliakan hama Plutella xylostella pada tanaman sawi di Banda
Aceh (Hasnah dan Nasril, 2009).
Pada penelitian Tenrirawe, A (2011), Salah satu kandungan mengkudu
adalah antrakuinon dan scolopetin yang aktif sebagai anti mikroba, terutama
bakteri dan jamur. Senyawa antrakuinon dapat melawan bakteri
Staphylococcus, Bacillus subtilis dan E. Coli. Senyawa scolopetin sangat
efektif sebagai unsur anti peradangan dan anti alergi (Bangun dan Sarwono,
Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019
-
18
2002). Pada penelitian Sardes (2007), Ekstrak mengkudu dapat mempengaruhi
mortalitas hama serangga dan juga mempengaruhi persentase mortalitas larva.
Persentase mortalitas larva Plutella xylostella yang tertinggi yaitu 70,00 %,
pada perlakuan ekstrak daun mengkudu 400 g/liter air. Jika persentase
mortalitas hama tinggi maka jumlah pupa dan jumlah imago yang terbentuk
akan rendah.
Ekstrak daun mengkudu aktif sebagai bioinsektisida terhadap lalat buah
(Bactrocera Dorsalis). Ada beberapa jenis serangga yang dapat dibasmi
dengan insektisida alami dari ekstrak buah mengkudu, antara lain: semut
merah, belalang, ulat daun, kutu putih, dan berbagai serangga yang menyerang
tanaman. Insektisida ini juga dapat dimanfaatkan untuk membasmi hama ulat
sawi (Plutella xylostella L). Kematian ulat sawi setelah disemprot ekstrak
mengkudu mencapai 90-100% (Hasnah dan Nasril 2009).
Rosyidah (2007) menyatakan bahwa senyawa flavonoid dan saponin
dapat menimbulkan kelayuan pada saraf serta kerusakan pada spirakel yang
mengakibatkan serangga tidak bisa bernafas dan akhirnya mati. Saponin
bersifat sebagai racun dan antifeedant pada kutu, larva, kumbang dan berbagai
serangga lain. Proses metabolisme tersebut membutuhkan banyak energi.
Energi yang digunakan untuk detoksifikasi diperoleh dari energi yang
seharusnya untuk pertumbuhan dan perkembangan, akibatnya pertumbuhan
serangga akan terganggu (Ferrar et al.,1989). Senyawa kimia pertahanan
tumbuhan merupakan metabolik sekunder atau aleleokimia yang dihasilkan
pada jaringan tumbuhan, dan dapat bersifat toksit, menurunkan kemampuan
serangga dalam mencerna makanan dan pada akhirnya mengganggu
pertumbuhan serangga. Senyawa kimia pertahanan tumbuhan meliputi
saponin, terpenoid dan flavonoid (Ishaaya, 1986; Howe dan Westley, 1988
dalam Nursal dan Etti, 2005).
Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019