bab ii tinjauan pustaka a. tanaman pakcoyrepository.ump.ac.id/9354/3/kona areka_bab ii.pdf · bab...

15
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Pakcoy Pakcoy (Brassica rapa L) adalah jenis tanaman sayur - sayuran yang termasuk keluarga Brassicaceae. Tumbuhan pakcoy berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di China. Saat ini pakcoy dikembangkan di Filipina, Malaysia, Indonesia dan Thailand (Adiwilaga, 2010) Menurut Suhardiyanto dan Purnama, (2011) taksonomi dari tanaman pakcoy adalah Kingdom: Plantae Divisio : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Ordo : Rhoeadales Famili : Brassicaceae Genus : Brassica Spesies : Brassica rapa L. Secara morfologis, daun pakcoy bertangkai, berbentuk oval, berwarna hijau tua, dan mengkilat, tidak membentuk kepala, tumbuh agak tegak atau setengah mendatar, tersusun dalam spiral rapat, melekat pada batang yang tertekan. Tangkai daun, berwarna putih atau hijau muda, gemuk dan berdaging, tanaman mencapai tinggi 15–30 cm. Pakcoy mempunyai kecocokan terhadap iklim, cuaca dan tanah di Indonesia sehingga bagus untuk dikembangkan. Tanaman paksoi termasuk dalam jenis sayur sawi yang mudah diperoleh dan cukup ekonomis. Saat ini pakcoy dimanfaatkan oleh masyarakat dalam berbagai masakan. Sayuran ini memiliki banyak kelebihan dibandingkan famili sawi- sawian yang lain diantaranya: waktu panen singkat, daya adaptasi luas (tidak peka terhadap perubahan suhu), dan kualitas produknya tahan lama karena dapat disimpan hingga 10 hari setelah panen pada suhu 0-5 ºC dengan Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019

Upload: others

Post on 24-Oct-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 4

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tanaman Pakcoy

    Pakcoy (Brassica rapa L) adalah jenis tanaman sayur - sayuran yang

    termasuk keluarga Brassicaceae. Tumbuhan pakcoy berasal dari China dan

    telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di China. Saat ini pakcoy

    dikembangkan di Filipina, Malaysia, Indonesia dan Thailand (Adiwilaga,

    2010)

    Menurut Suhardiyanto dan Purnama, (2011) taksonomi dari tanaman

    pakcoy adalah

    Kingdom: Plantae

    Divisio : Spermatophyta

    Kelas : Dicotyledonae

    Ordo : Rhoeadales

    Famili : Brassicaceae

    Genus : Brassica

    Spesies : Brassica rapa L.

    Secara morfologis, daun pakcoy bertangkai, berbentuk oval, berwarna

    hijau tua, dan mengkilat, tidak membentuk kepala, tumbuh agak tegak atau

    setengah mendatar, tersusun dalam spiral rapat, melekat pada batang yang

    tertekan. Tangkai daun, berwarna putih atau hijau muda, gemuk dan

    berdaging, tanaman mencapai tinggi 15–30 cm. Pakcoy mempunyai

    kecocokan terhadap iklim, cuaca dan tanah di Indonesia sehingga bagus untuk

    dikembangkan. Tanaman paksoi termasuk dalam jenis sayur sawi yang mudah

    diperoleh dan cukup ekonomis. Saat ini pakcoy dimanfaatkan oleh masyarakat

    dalam berbagai masakan.

    Sayuran ini memiliki banyak kelebihan dibandingkan famili sawi-

    sawian yang lain diantaranya: waktu panen singkat, daya adaptasi luas (tidak

    peka terhadap perubahan suhu), dan kualitas produknya tahan lama karena

    dapat disimpan hingga 10 hari setelah panen pada suhu 0-5 ºC dengan

    Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019

  • 5

    kelembaban 95%. Tanaman ini mengandung 93% air, 3% karbohidrat, 1,7%

    protein, 0,7% serat, dan 0,8% abu. Di samping itu juga banyak mengandung

    vitamin seperti ß-karoten, vitamnin B, dan vitamin C, serta mineral seperti Ca,

    P, Mg, Fe, dan sodium (Depkes, 1981; Elzebroek & Wind, 2008; Perwitasari

    et al. 2012). Bagian pakcoy yang dikonsumsi adalah bagian daunnya atau

    seluruh bagian tanaman yang berada di atas permukaan tanah (Haryanto,

    2006).

    Di Asia Tenggara pakcoy dapat tumbuh sepanjang tahun di dataran

    rendah, suhu optimum untuk pertumbuhan pak choi adalah 20-25oC. Suhu

    rata-rata di kota Medan saat ini cukup tinggi, pada kondisi berawan suhu udara

    dapat mencapai 34oC dengan kelembaban 60-80% (BMKG, 2013). Suhu yang

    cukup tinggi ini dikhawatirkan dapat mengurangi produksi pakcoy, sementara

    permintaan akan sayuran ini terus meningkat. Menurut Perwitasari et al.

    (2012) kandungan betakaroten pada pakcoy dapat mencegah penyakit katarak.

    Selain mengandung betakaroten yang tinggi, pakcoy juga mengandung banyak

    gizi diantaranya protein, lemak nabati, karbohidrat, serat, Ca, Mg, sodium,

    vitamin A, dan Vitamin C. Pakcoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman

    sayuran berumur pendek ( 45 hari). Pakcoy jarang dimakan mentah,

    umumnya digunakan untuk bahan sup atau sebagai hiasan (garnish) (Edie dan

    Bobihoe, 2010).

    Pakcoy digunakan masyarakat sebagai bahan makanan sayuran,

    disamping fungsinya sebagai sayuran, pakcoy juga memiliki berbagai manfaat

    diantaranya memperbaiki dan memperlancar pencernaan, menghilangkan rasa

    gatal pada tenggorokan bagi penderita batuk, penyembuh penyakit kepala,

    bahan pembersih darah, serta memperbaiki fungsi ginjal (Sudarma, 2013).

    Dan kandungan yang terdapat pada pakcoy adalah kalori, protein, lemak,

    karbohidrat, serat pangan, Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B, dan Vitamin C

    (Departemen Kesehatan RI, 1981). Kandungan serta manfaat sayuran yang

    ada menyebabkan konsumsi sayur masyarakat Indonesia mengalami

    peningkatan setiap tahun. Namun masih tetap jauh dari tingkat konsumsi yang

    dianjurkan.

    Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019

  • 6

    Menurut Haryanto et al., (2006) tanaman pakcoy telah dibudidayakan

    sejak 2.500 tahun lalu dan termasuk ke dalam famili Brassicaceae. Tanaman

    ini berasal dari daerah subtropis, yaitu China (Tiongkok) dan Asia Timur,

    kemudian menyebar ke Taiwan dan Filipina. Tanaman pakcoy memiliki nilai

    ekonomi yang tinggi dan cocok dikembangkan di daerah subtropis maupun

    tropis. Bagian pakcoy yang dikonsumsi adalah bagian daunnya atau seluruh

    bagian tanaman yang berada di atas permukaan tanah. Menurut Haryanto

    (2006) tanaman pakcoy dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun dataran

    tinggi. Tanaman pakcoy bila ditinjau dari aspek ekonomis dan bisnisnya layak

    untuk dikembangkan atau diusahakan guna memenuhi permintaan konsumen

    yang semakin lama semakin meningkat. Kelayakan tropis Indonesia yang

    sangat cocok untuk komoditas tersebut. Disamping itu, umur panen pakcoy

    relatif pendek yakni 35-40 hari setelah tanam dan hasilnya memberikan

    keuntungan yang memadai.

    Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2015) luas panen tanaman

    pakcoy tahun 2015 sebesar 58.652 ha dan 60.600 ha pada tahun 2016. Adanya

    luas panen yang meningkat, maka akan berdampak pada produksi dan

    produktivitas tanaman pakcoy. Produksi tanaman pakcoy mengalami kenaikan

    dari 600,188 t pada tahun 2015 menjadi 601,198 t pada tahun 2016. Namun

    hal ini berbanding terbalik dengan keadaan produktivitas tanaman pakcoy

    yang mengalami penurunan dari 10,23 t ha-1 pada tahun 2015 menjadi 9,92 t

    ha-1 pada tahun 2016.

    Beradasarkan data yang ditunjukkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia

    (WHO) tahun 2009 masyarakat Jepang menduduki posisi tertinggi dalam

    konsumsi buah dan sayur, yaitu 150 Kg/kapita/tahun. Masyarakat Indonesia

    hanya mengkonsumsi sayuran sebesar 45,46 gram/kapita/hari. Tingkat

    konsumsi ini masih berada di bawah standar FAO untuk memenuhi kebutuhan

    gizi masyarakat, yaitu minimal 180,55 gram/kapita/hari (Suryani, 2015).

    Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019

  • 7

    1. Varietas .

    Varietas adalah peringkat dalam taksonomi tumbuhan dibawah

    spesies. Varietas terbagi menjadi dua yaitu varietas botani dan varietas

    agronomi. Varietas botani adalah populasi tanaman dalam satu spesies

    yang menunjukan perbedaan ciri yang jelas sedangkan pada varietas

    agronomi adalah sekelompok tanaman yang mempunyai satu ciri tertentu

    yang khas yang dapat dibedakan secara jelas serta dapat dipertahankan

    secara generatif ataupun vegetatif, varietas agronomi sering dikenal

    dengan kultivar. Hasil penelitian Dimson (2001) menyebutkan di Arizona

    varietas pakcoy yang banyak ditanam adalah ‘Joi Choy’. Varietas ini

    dipilih karena memiliki karakteristik warna daun hijau tua dan batang

    putih bersih yang digemari oleh masyarakat dan memiliki daya adaptasi

    yang luas. Di Indonesia, pakcoy yang tersedia di pasaran umumnya

    memiliki daya adaptasi yang luas (dapat ditanam di dataran rendah sampai

    tinggi) dan memiliki umur panen yang cukup singkat, yaitu ± 30 hari

    setelah tanam. Menurut Rubatzky and Yamaguchi (1998) keragaman

    morfologis dan periode kematangan cukup besar pada berbagai varietas

    pakcoy, hal itu terlihat dari bentuk warna daun mulai dari hijau pudar

    hingga hijau tua. Perbedaan ini juga terlihat pada umur panen dan daya

    adaptasi dari tiap varietas.

    a. Varietas Grand livina

    Benih Pakchoy Grand livina Produk Benih Unggul jawara

    adaptasi dataran rendah dan tinggi Pertumbuhan cepat dan Seragam

    Bentuk daun bulat dan lebar Tangkai dan tebal . Rasanya lembut dan

    cocok diolah dan dimasak sebagai sayuran ataupun dikonsumsi

    langsung, dengan produksi mencapai Potensi hasil 20-25 ton/ha, Umur

    Panen 30-35 hst.

    b. Varietas Dakota

    Pakcoy untuk dataran rendah - tinggi, tanaman tegak dan tahan

    kekeringan, tahan layu bakteri dan bercak daun alternaria, . Varietas

    pakcoy Dakota merupakan produk inovasi terbaru dari Cap Panah

    Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019

  • 8

    Merah. Produk ini merupakan paket growing kit siap pakai. Dengan

    menggunakan paket growing kit ini, akan memudahkan Anda dalam

    bercocok tanam. Pakcoy Dakota adalah varietas pakcoy berdaun lebar

    dan betuknya oval. Rasanya lembut dan cocok diolah dan dimasak

    sebagai sayuran ataupun dikonsumsi langsung, dengan produksi

    mencapai 20 - 25 ton/ha . Anda hanya membutuhkan waktu 25-30 hari

    panen.

    2. Syarat tumbuh

    a. Ketinggian

    Tempat Ketinggian Tempat yang sesuai dalam budidaya tanaman

    pakcoy yaitu berkisar antara 5 - 1.200 m dpl, namun tanaman pakcoy

    dapat tumbuh optimum diketinggian 100 - 500 m dpl. Semakin tinggi

    tempat penanaman pakcoy maka umur panen akan semakin lama. Dan

    semakin rendah tempat penanaman pakcoy maka umur panen akan

    lebih cepat (Cahyono,2003).

    b. Curah Hujan

    Tanaman pakcoy dapat ditanam sepanjang musim, curah hujan

    yang sesuai untuk budidaya tanaman pakcoy adalah 200 mm/bulan.

    Pakcoy membutuhkan air yang cukup untuk pertumbuhan,akan tetapi

    tanaman ini juga tidak senang pada air yang tergenang, hal ini dapat

    menyebabkan tanaman mudah busuk dan terseranng hama dan

    penyakit (Cahyono,2003).

    c. Tanah

    Tanah yang cocok untuk ditanami pakcoy adalah tanah yang subur,

    gembur dan banyak mengandung bahan organik, tidak tergenang, tata

    aerasi dalam tanah berjalan dengan baik. Derajat kemasaman (PH)

    tanah yang optimum untuk pertumbuhannya adalah antara 6 - 7

    (Cahyono,2003). Kemasaman tanah sangat berpengaruh terhadap

    ketersediaan hara didalam tanah, aktifitas kehidupan jasad renik tanah

    dan reaksi pupuk yang diberikan ke dalam tanah. Penambahan pupuk

    kedalam tanah secara langsung akan mempengaruhi sifat

    kemasamannya, karena dapat menimbulkan reaksi masam, netral

    ataupun basa, yang secara langsung ataupun tidak dapat

    Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019

  • 9

    mempengaruhi ketersediaan hara makro atau hara mikro. Ketersediaan

    unsur hara mikro lebih tinggi pada pH rendah, semakin tinggi pH tanah

    ketersediaan hara mikro semakin kecil (Cahyono, 2003).

    B. Morfologi Ulat Grayak

    Ulat grayak (Spodoptera litura F.) merupakan salah satu hama daun

    yang penting karena mempunyai kisaran inang yang luas meliputi kedelai,

    kacang tanah, kubis, ubi jalar, tebu, dan tanaman herba lainnya (Tjahjadi,

    1996). Larva yang masihmuda memakan daun dengan meninggalkan sisa-sisa

    epidermis bagian atas dan tulang daun. Larva instar lanjut memakan daun dan

    tulang daun dan kadang-kadang menyerang polong. Biasanya larva berada di

    permukaan bawah daun dan menyerang secara serentak dan berkelompok.

    Serangan berat menyebabkan tanaman gundul karena daun dan buah habis

    dimakan ulat. Serangan berat pada umumnya terjadi pada musim kemarau dan

    menyebabkan defoliasi daun yang sangat berat (Marwoto dan Suharsono,

    2008). Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) merupakan hama yang

    penting pada tanaman pangan maupun pada tanaman perkebunan, karena larva

    hama ini bersifat polifag.

    Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

    Kingdom : Animalia

    Filum : Arthropoda

    Kelas : Insekta

    Ordo : Lepidoptera

    Famili : Noctuidae

    Genus : Spodoptera

    Spesies : Spodoptera litura F.

    Larva hama ini sering menyebabkan kerusakan daun pada tanaman

    kacang-kacangan, jagung padi, bawang, slada, sawi, kapas, tembakau, dan

    tebu. Siklus hidup berkisar antara 30−60 hari. Larva yang baru keluar dari

    kelompok telur pada mulanya bergerombol sampai instar III (Erwin, 2000).

    Larva berwarna hijau kelabu hitam. Larva terdiri V-VI instar. Lama stadia

    Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019

  • 10

    larva 17 - 26 hari, yang terdiri dari larva instar I antara 5 - 6 hari, instar 2

    antara 3- 5 hari, instar 3 antara 3 - 6 hari, instar 4 antara 2 - 4 hari, dan instar 5

    antara 3 - 5 hari (Erwin, 2000). Instar yang sangat berbahaya bagi tanaman

    adalah instar III dan IV (Laoh et al, 2003). Telur Spodoptera litura F Telur

    berbentuk hampir bulat dengan bagian dasar melekat pada daun (kadang-

    kadang tersusun dua lapis), berwarna coklat kekuningan, diletakkan

    berkelompok masing-masing 25−500 butir. Telur diletakkan pada bagian daun

    atau bagian tanaman lainnya, baik pada tanaman inang maupun bukan inang.

    Bentuk telur bervariasi kelompok telur tertutup bulu seperti beludru

    yang berasal dari bulu-bulu tubuh bagian ujung ngengat betina, berwarna

    kuning kecoklatan (Marwoto dan Suharsono, 2008). Pracaya (2008) juga

    menyebutkan bahwa, telur akan menetas sesudah 3-5 hari. Setelah menetas,

    ulat kecil masih tetap berkumpul untuk sementara. Beberapa hari kemudian,

    ulat tersebar mencari pakan Larva Spodoptera litura F Larva mempunyai warna

    yang bervariasi, memiliki kalung (bulan sabit) berwarna hitam pada segmen

    abdomen keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral dorsal terdapat garis

    kuning.

    Ulat grayak (Spodoptera litura F) yang masih muda berwarna kehijauan,

    sedangkan ulat instar akhirnya berwarna kecoklatan atau abu-abu gelap dan

    berbintik-bintik hitam serta bergaris keputihan. Stadium telur pada serangga

    ini adalah selama 3 hari kemudian dilanjutkan dengan larva instar I yang

    ditandai dengan tubuh larva yang berwarna kuning dengan terdapat bulu-bulu

    halus, kepala berwarna hitam dengan lebar 0,2-0,3 mm, lama instar I adalah 3

    hari. Dilanjutkan dengan larva instar II yang ditandai dengan tubuh berwarna

    hijau dengan panjang 3,75-10 mm, bulu-bulunya tidak terlihat lagi dan pada

    ruas abdomen pertama terdapat garis hitam meningkat pada bagian dorsal

    terdapat garis putih memanjang dari toraks hingga ujung abdomen, pada

    toraks terdapat empat buah titik yang berbaris dua-dua, instar II ini

    berlangsung selama 3 hari. Larva instar III memiliki panjang tubuh 8-15 mm

    dengan lebar kepala 0,5-0,6 mm. Pada bagian kiri dan kanan abdomen

    terdapat garis zig-zag berwarna putih dan bulatan hitam sepanjang tubuh,

    Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019

  • 11

    instar III ini berlangsung selama 4 hari. Mulai instar IV warna bervariasi yaitu

    hitam, hijau, keputihan, hijau kekuningan atau hijau keunguan, panjang tubuh

    13-20 mm, instar IV berlangsung selama 4 hari (Utami et al., 2010)

    Larva yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua

    atau hitam kecoklatan, dan hidup berkelompok. Beberapa hari setelah menetas

    (bergantung ketersediaan makanan), larva menyebar dengan menggunakan

    benang sutera dari mulutnya. Pada siang hari, larva bersembunyi di dalam

    tanah atau tempat yang lembab dan menyerang tanaman pada malam hari atau

    pada intensitas cahaya matahari yang rendah. Biasanya ulat berpindah ke

    tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar (Marwoto dan

    Suharsono, 2008).

    1. Biologi Ulat Grayak

    a. Telur

    Imago betina meletakkan telur pada malam hari, telur

    berbentuk bulat sampai bulat lonjong telur diletakkan secara

    berkelompok di atas permukaan daun tanaman. Dalam satu kelompok

    jumlah telur 30-100 butir, telur-telur dapat menetas dalam waktu 2-4

    hari. Kelompok telur ditutupi oleh rambut-rambut halus yang berwarna

    putih, kemudian telur berubah menjadi kehitam-hitaman pada saat

    akan menetas. Telur umumnya menetas pada pagi hari.

    b. Larva

    Larva S. litura mempunyai warna yang bervariasi, mempunyai kalung

    atau bulan sabit berwarna hitam pada segmen abdomen yang keempat

    dan kesepuluh. Pada sisi lateral dan dorsal terdapat garis kuning. Ulat

    yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau

    hitam kecoklat-coklatan dan hidup berkelompok. Beberapa hari

    kemudian, larva menyebar dengan menggunakan benang sutera dari

    mulutnya. Biasanya ulat berpindah ke tanaman lain secara

    bergerombol dalam jumlah besar. Warna dan perilaku ulat instar

    terakhir mirip ulat tanah, perbedaan hanya pada tanda bulan sabit,

    berwarna hijau gelap dengan garis punggung warna gelap memanjang.

    Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019

  • 12

    Perkembangan larva instar awal terutama menyebar ke bagian pucuk-

    pucuk tanaman dan membuat lubang gerekan pada daun kemudian

    masuk ke dalam kapiler daun. Stadium larva berkisar 9-14 hari. Larva

    instar akhir bergerak dan menjatuhkan diri ke tanah dan setelah berada

    di dalam tanah larva tersebut memasuki pra pupa dan kemudian

    berubah menjadi pupa.

    c. Pupa

    Pupa S. litura berwarna cokelat muda dan pada saat akan

    menjadi imago berubah menjadi cokelat kehitam-hitaman. Pupa

    memiliki panjang 9-12 mm, dna bertipe obtek, pupa berada di dalam

    tanah dengan kedalaman ± 1 cm, dan sering dijumpai pada pangkal

    batang, terlindung di bawah daun kering atau di bawah partikel tanah.

    Pupa berkisar 5-8 hari bergantung pada ketinggian tempat di atas

    permukaan laut.

    d. Imago

    Imago memliki panjang berkisar 10-14 mm dengan jarak

    rentangan sayap 24-30 mm. Sayap depan berwarna putih keabu-abuan,

    pada bagian tengah sayap depan terdapat tiga pasang bintik-bintik

    yang berwarna perak. Sayap belakang berwarna putih dan pada bagian

    tepi berwarna cokelat gelap (Kalshoven (1981); Samharinto (1990).

    2. Daerah penyebaran ulat grayak.

    Spodoptera litura F (= Prodenia litura) termasuk dalam famili

    Noctuidae, Ordo Lepidoptera. Nama umum serangga ini adalah Common

    cutworm, Tobacco cutworm, Cotton bowlworm, dan Armyworm.

    Armyworm mula-mula dialih bahasakan menjadi ulat tentara kemudian

    menjadi ulat grayak (Soekarna 1985). Daerah penyebaran Spodoptera litura

    F . tersebar luas di beberapa negara tropik dan subtropik, yaitu Jepang,

    Korea, Cina, Asia Selatan, Asia Tenggara, Australia, dan beberapa pulau

    di Pasifik (Suryana dan Mochida 1987). Di Indonesia ulat grayak terdapat

    di 22 propinsi dengan luas serangan rata-rata mencapai 11,163 ha/tahun.

    Daerah serangan utamanya adalah Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur,

    Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019

  • 13

    Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Utara (Ditlintan-ATA 1989). Hasil

    survei di 18 Kabupaten propinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa S. litura

    dijumpai di 16 Kabupaten, di Kabupaten Malang dan Bondowoso tidak

    ditemukan karena S. litura kelangkaan tanaman kedelai saat pengamatan

    (Tengkano et al. 1991). Meskipun para petani telah melakukan

    pengendalian dengan insektisida, tingkat kerusakan daun masih di atas

    12,5%.

    Tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh hama ini sangat

    merugikan, karena dapat menurunkan kualitas, jumlah produksi dan

    kegagalan panen. Ulat grayak (Spodoptera litura F) bersifat polifag atau

    dapat hidup pada berbagai jenis tanaman, seperti tomat, sawi, kubis, cabai,

    buncis, bawang merah, terong, kentang, kangkung, bayam, padi, jagung,

    tebu, jeruk, jarak kepyar, pisang, tembakau dan kacang-kacangan. Namun,

    kerusakan yang disebabkan biasanya dikendalikan para petani

    menggunakan insektisida senyawa sintesis yang dianggap lebih efektif.

    Petani menggunakan insektisida kimia yang intensif dan dengan frekuensi

    dan dosis yang tinggi.

    Pestisida kimia mempunyai dampak negatif bagi kehidupan

    makhluk hidup dan lingkungannya. Penggunaan insektisida sintesis juga

    dapat merusak organisme nontarget, resistensi hama, dan menimbulkan

    efek residu pada tanaman dan lingkungan (Laoh, 2003). Kekhawatiran

    akan dampak negatif dari penggunaan insektisida sintetik tersebut

    menimbulkan kebutuhan akan adanya alternatif yang dapat dipakai untuk

    mengendalikan populasi hama dan serangga vektor sampai pada tingkat

    yang tidak merugikan secara ekonomi, dan lingkungan.

    Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019

  • 14

    C. Pestisida Nabati

    Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain yang digunakan untuk

    mengendalikan berbagai hama. Bagi petani jenis hama yaitu tungau,

    tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur),

    bakteria, dan virus, nematoda (cacing yang merusak akar), siput, tikus, burung

    dan hewan lain yang dianggap merugikan (Djojosumarto, 2008). Dahulunya,

    manusia menggunakan pestisida nabati dalam pembasmian hama, namun

    sejak ditemukannya diklorodifenil trikloroetan (DDT) tahun 1939,

    penggunaan pestisida nabati sedikit demi sedikit ditinggalkan sehingga

    manusia beralih ke pestisida kimia.

    Penggunaan pestisida kimia yang tidak rasional menimbulkan dampak

    buruk dari segi lingkungan maupun dari segi kesehatan manusia. Dari segi

    lingkungan pestisida kimia dapat menyebabkan pencemaran air berdampak

    luas, misalnya dapat meracuni sumber air minum, meracuni makanan hewan,

    ketidakseimbangan ekosistem sungai dan danau, pengrusakan hutan akibat

    hujan asam, dan sebagainya. Pestisida juga dapat mengubah perilaku dan

    morfologi pada hewan. Selain itu dapat meracuni dan membunuh biota laut

    seperti fitoplankton. Matinya fitoplankton berpengaruh pada rantai makanan

    sehingga menyebabkan ekosistem air terganggu. Selain itu juga dapat

    menyebabkan kematian pada ikan. (Fatmawati, 2012).

    Dari segi kesehatan manusia pestisida kimia dapat meracuni manusia

    melalui mulut, kulit, dan pernafasan. Sering tanpa disadari bahan kimia

    beracun tersebut masuk ke dalam tubuh seseorang tanpa menimbulkan rasa

    sakit yang mendadak dan mengakibatkan keracunan kronis. Seseorang yang

    menderita keracunan kronis, ketahuan setelah selang waktu yang lama, setelah

    berbulan atau bertahun. Keracunan kronis akibat pestisida saat ini paling

    ditakuti, karena efek racun dapat bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan

    kanker pada tubuh), mutagenic (kerusakan genetik untuk generasi yang akan

    datang), dan teratogenic (kelahiran anak cacad dari ibu yang keracunan)

    (Fatmawati, 2012). Penggunaan pestisida sintetis yang dinilai praktis untuk

    mengendalikan serangan hama, ternyata membawa dampak negatif bagi

    lingkungan sekitar bahkan bagi penggunanya sendiri.

    Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019

  • 15

    Namun dibutuhkan suatu alternatif lain yang tidak berdampak negatif

    seperti pestisida nabati yang ramah lingkungan (Al- Qodar, 2008). Pestisida

    nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang

    relatif mudah dibuat dengan kemampuan yang terbatas, karena pestisida nabati

    ini bersifat mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan

    relatif aman bagi manusia, serta ternak. Pestisida nabati ini berperan sebagai

    racun kontak dan racun perut (Anonim, 2007).

    Salah satu yang dapat dijadikan pestisida nabati adalah daun pepaya dan

    belimbing wuluh. Daun pepaya (Carica papaya L.) mengandung senyawa

    toksik terhadap hewan uji larva nyamuk seperti saponin, alkaloid karpain,

    papain, flavonoid (Intan, 2012). Kandungan daun pepaya diantaranya senyawa

    papain merupakan racun kontak yang masuk ke dalam tubuh serangga melalui

    lubanglubang alami dari tubuh serangga.Senyawa papain juga bekerja sebagai

    racun perut yang masuknya melalui alat mulut pada serangga. Kemudian

    cairan tersebut masuk lewat kerongkongan serangga dan selanjutnya masuk

    saluran pencernaan yang akan menyebabkan terganggunya aktivitas makan.

    Selain adanya kandungan senyawa toksik, tanaman pepaya mudah didapat

    karena masyarakat banyak yang membudidayakannya.

    Daun pepaya yang digunakan berasal dari perkebunan rumah dan

    menggunakan daun yang tua. Belimbing wuluh mengandung senyawa

    glukosid, tanin, asam folat, peroksida, kalsium oksalat, sulfur dan kalium

    sitrat. Belimbing wuluh secara tradisional sudah lama dimanfaatkan sebagai

    bahan pengobatan alami (Azzamy, 2010). Setiap tanaman yang mengandung

    racun memiliki konsentrasi yang berbedabeda bahwa semakin tinggi

    konsentrasi, maka jumlah racun yang mengenai kulit serangga makin banyak,

    sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan menyebabkan kematian

    serangga lebih banyak (Sutayo dan Wirioadmodjo, 1997).

    Tanaman yang berinteraksi dengan serangga menyebabkan adanya

    usaha mempertahankan diri sehingga tanaman mampu memproduksi metabolit

    sekunder untuk melawan serangga hama. Dengan adanya zat bioaktif yang

    dikandung oleh tanaman akan menyebabkan aktifitas larva terhambat, ditandai

    dengan gerakan larva lambat, tidak memberikan respon gerak, nafsu makan

    Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019

  • 16

    kurang dan akhirnya mati (Sutayo dan Wirioadmodjo, 1997). Pengendalian

    hama dan penyakit tanaman menggunakan agens hayati dan pestisida nabati

    telah banyak dilakukan. Ekstrak daun tapak liman, mimba, sirih, dan serai

    wangi ternyata memiliki potensi menekan penyakit bulai pada jagung manis

    (Sekarsari et al. 2013). Prayogo (2011) melaporkan pestisida nabati serbuk biji

    srikaya dan biji jarak yang dikombinasikan dengan cendawan entomopatogen

    Lecanicillium lecanii mampu meningkatkan efikasi pengendalian telur kepik

    cokelat dibandingkan dengan aplikasi secara tunggal. Pengendalian hayati

    penyakit bulai menggunakan kombinasi agens pengendali biologi

    Trichoderma viride dan B. subtilis lebih efektif daripada aplikasi secara

    tunggal (Sadoma et al. 2011).

    D. Insektisida Nabati Ekstrak Mengkudu

    Insektisida nabati merupakan pestisida yang dapat menjadi alternatif

    untuk mengurangi penggunaan insektisida sintetis. Insektisida nabati adalah

    insektisida yang bahan aktifnya berasal dari tanaman atau tumbuhan dan

    bahan organik lainnya yang berkhasiat mengendalikan serangan hama pada

    tanaman. Salah satu tanaman yang yang juga bisa digunakan sebagai

    insektisidanabati adalah tanaman mengkudu.

    Tanaman mengkudu diklasifikasikan sebagai berikut :

    Kingdom : Plantae

    Divisi : Spermatophyta

    Subdivisi : Angiospermae

    Kelas : Dicotyledone

    Anak kelas : Sympetalae

    Bangsa : Rubiales

    Suku : Rubiaceae

    Genus : Morinda

    Spesies : Morinda citrifolia

    Rukmana (2002) memaparkan bahwa mengkudu termasuk jenis tanaman

    yang umumnya memiliki batang pendek dan banyak cabang dengan

    Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019

  • 17

    ketinggian pohon sekitar 3-8 m di atas permukaan tanah serta tumbuh secara

    liar di hutan-hutan, tegalan, pinggiran sungai, dan pekarangan. Mengkudu

    dapat tumbuh di berbagai tipe lahan dan iklim pada ketinggian tempat dataran

    rendah sampai 1.500 m diatas permukaan laut dengan curah hujan 1500– 3500

    mm/tahun, pH tanah 5-7, suhu 22-30 oC dan kelembaban 50-70% (Rukmana

    2002).

    Kandungan senyawa kimia yang terdapat pada mengkudu (Morinda

    citrifolia L.) antara lain minyak atsiri, alkaloid, saponin, flavonoid, polifenol

    dan antrakuinon (Mursito, 2005 dalam Hasnah & Nasril, 2009). Kandungan

    lainnya adalah terpenoid, asam askorbat, scolopetin, serotonin, damnacanthal,

    resin, glikosida, eugenol dan proxeronin (Bangun dan Sarwono, 2005).

    Senyawa tersebut mempunyai sifat toksin yang merupakan senyawa bioaktif.

    Senyawa bioaktif yang terdapat pada tumbuhan merupakan bahan aktif

    pengendalian hama, sehingga dapat dijadikan insektisida nabati.

    Menurut Harborne (1987), senyawa bioaktif menyebabkan adanya

    biologi yang khas seperti toksik menghambat makan, antiparasit, dan

    insektisida nabati. Beberapa penelitian yang menunjukan keberhasilan

    insektisida nabati dalam pengendalian OPT antara lain larutan umbi gadung

    dengan dosis 120 gram/liter paling efektif dalam mengendalikan hama

    Spodoptera litura F. (Butarbutar et al., 2013), biji sirsak dapat menurunkan

    palatabilitas ulat grayak tertinggi yaitu 49,80% (Tohir, 2010), Julaily et al.,

    (2013) mengatakan bahwa ekstrak daun pepaya dengan dosis 100% sangat

    efektif dalam mengendalikan hama Crocidolomia binotalis pada tanaman

    sawi, ekstrak buah mengkudu pada konsentrasi 120 ml/L dan 150 ml/L efektif

    dalam mengendaliakan hama Plutella xylostella pada tanaman sawi di Banda

    Aceh (Hasnah dan Nasril, 2009).

    Pada penelitian Tenrirawe, A (2011), Salah satu kandungan mengkudu

    adalah antrakuinon dan scolopetin yang aktif sebagai anti mikroba, terutama

    bakteri dan jamur. Senyawa antrakuinon dapat melawan bakteri

    Staphylococcus, Bacillus subtilis dan E. Coli. Senyawa scolopetin sangat

    efektif sebagai unsur anti peradangan dan anti alergi (Bangun dan Sarwono,

    Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019

  • 18

    2002). Pada penelitian Sardes (2007), Ekstrak mengkudu dapat mempengaruhi

    mortalitas hama serangga dan juga mempengaruhi persentase mortalitas larva.

    Persentase mortalitas larva Plutella xylostella yang tertinggi yaitu 70,00 %,

    pada perlakuan ekstrak daun mengkudu 400 g/liter air. Jika persentase

    mortalitas hama tinggi maka jumlah pupa dan jumlah imago yang terbentuk

    akan rendah.

    Ekstrak daun mengkudu aktif sebagai bioinsektisida terhadap lalat buah

    (Bactrocera Dorsalis). Ada beberapa jenis serangga yang dapat dibasmi

    dengan insektisida alami dari ekstrak buah mengkudu, antara lain: semut

    merah, belalang, ulat daun, kutu putih, dan berbagai serangga yang menyerang

    tanaman. Insektisida ini juga dapat dimanfaatkan untuk membasmi hama ulat

    sawi (Plutella xylostella L). Kematian ulat sawi setelah disemprot ekstrak

    mengkudu mencapai 90-100% (Hasnah dan Nasril 2009).

    Rosyidah (2007) menyatakan bahwa senyawa flavonoid dan saponin

    dapat menimbulkan kelayuan pada saraf serta kerusakan pada spirakel yang

    mengakibatkan serangga tidak bisa bernafas dan akhirnya mati. Saponin

    bersifat sebagai racun dan antifeedant pada kutu, larva, kumbang dan berbagai

    serangga lain. Proses metabolisme tersebut membutuhkan banyak energi.

    Energi yang digunakan untuk detoksifikasi diperoleh dari energi yang

    seharusnya untuk pertumbuhan dan perkembangan, akibatnya pertumbuhan

    serangga akan terganggu (Ferrar et al.,1989). Senyawa kimia pertahanan

    tumbuhan merupakan metabolik sekunder atau aleleokimia yang dihasilkan

    pada jaringan tumbuhan, dan dapat bersifat toksit, menurunkan kemampuan

    serangga dalam mencerna makanan dan pada akhirnya mengganggu

    pertumbuhan serangga. Senyawa kimia pertahanan tumbuhan meliputi

    saponin, terpenoid dan flavonoid (Ishaaya, 1986; Howe dan Westley, 1988

    dalam Nursal dan Etti, 2005).

    Uji Efektivitas Insektisida…, Kona Areka, Fakultas Pertanian UMP, 2019