bab ii tinjauan pustaka
DESCRIPTION
tpTRANSCRIPT
-
5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka
1/14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Arang Aktif
Arang adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil
pembakaran bahan yang mengandung karbon. Arang ini tersusun dari atom-
atom C secara kovalen membentuk struktur heksagonal datar ini tampak
seolah-olah seperti pelat-pelat datar yang saling bertumpuk satu sama lain
dengan sela-sela di antaranya. Sebagian pori-pori yang terdapat pada arang
tersebut masih tertutup oleh hidrokarbon, ter, dan senyawa organik lainnya.
Komponen dari arang ini adalah karbon terikat (fixed carbon), abu, air,
nitrogen, dan sulfur (Djatmiko etal,1986).
Arang aktif adalah padatan amorf yang mempunyai luas permukaan dan
jumlah pori yang sangat banyak, berbentuk padatan hitam yang tidak berasa
dan tidak berbau. Definisi lain mengatakan arang aktif adalah bentuk generik
dari bermacam produk yang mengandung karbon yang telah diaktivasi untuk
meningkatkan luas permukaannya. Arang aktif berbentuk kristal mikro, karbon
non grafit, yang pori-porinya telah mengalami proses pengembangan
kemampuan untuk menyerap gas dan uap air dari campuran gas dan zat-zat
yang tidak terlarut atau terdispersi dalam cairan. Tiap-tiap kristal, biasanya
terdiri dari 3 atau 4 lapisan atom karbon dengan sekitar 20-30 atom karbon
heksagonal pada tiap lapisan. Arang aktif adalah arang yang telah mengalami
proses aktifasi untuk meningkatkan luas permukaannya dengan jalan membuka
pori-porinya sehingga daya adsorpsinya dapat ditingkatkan.
Struktur arang aktif dapat digambarkan sebagai sebuah jaringan berpilin
dari lapisan datar karbon yang tidak sempurna, yang dihubungsilangkan oleh
grup jembatan alifatik. Pola difraksi sinar x menunjukkan bahwa arang aktif
berbentuk non grafit, amorf, karena jaringan hubungan atau jembatan silang
yang tidak teratur menghambat pembentukan kembali struktur, bahkan ketika
dipanaskan sampai 3000C.
-
5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka
2/14
Luas permukaan, dimensi, dan distribusi dari arang aktif tergantung dari
bahan baku, kondisi karbonisasi, dan proses aktivasi. Ukuran pori arang aktif
diklasifikasikan menjadi 3, yaitu mikropori (diameter < 2 nm), mesopori
(diameter 2-50 nm), dan makropori (diameter > 50 nm).
Arang aktif mengandung unsur selain karbon yang terikat secara kimiawi,
yaitu hidrogen dan oksigen. Kedua unsur tersebut berasal dari bahan baku
yang tertinggal akibat tidak sempurnanya karbonisasi atau dapat juga terjadi
ikatan pada proses aktivasi. Adanya hidrogen dan oksigen mempunyai
pengaruh yang besar pada sifat-sifat karbon aktif. Unsur unsur iniberkombinasi dengan unsur-unsur atom karbon membentuk gugus fungsional
misalnya: gugus karboksilat, gugus hidroksifenol, gugus kuinon tipe karbonil,
gugus normalakton, lakton tipe flueresence, asam karboksilat anhidrida dan
peroksida siklis. ( Jankowski, et al; 1991).
B. Pembuatan Arang Aktif
Arang aktif dapat dibuat dari berbagai bahan yang mengandung karbon
baik yang berasal dari tumbuhan, binatang dan barang tambang. Bahan-bahan
tersebut antara lain kayu, serbuk gergajian kayu, batu bara, tempurung kelapa,
tempurung biji-bijian, sekam padi, tongkol jagung, ampas penggilingan tebu,
ampas pembuatan kertas, tulang binatang dan lain-lain.
Pembuatan arang aktif terdiri dari dua tahap utama, yaitu proses karbonasi
bahan baku dan proses aktifasi bahan terkarbonasi pada temperatur tinggi.
Proses karbonasi adalah proses penguraian selulosa organik menjadi unsurkarbon dan pengeluaran unsur-unsur non karbon yang berlangsung pada suhu
600-700 C (Kienle, 1986). Proses karbonasi dapat dilakukan dengan bahan
pada suhu 500 C selama 4-5 jam (Pari, 1991). Proses aktifasi merupakan
proses untuk menghilangkan hidrokarbon yang melapisi permukaan arang
sehingga dapat meningkatkan porositas arang (Cooney, 1980 dan Guerrero et
al., 1970). Proses aktifasi arang dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu proses
aktifasi gas dan proses aktifasi kimia.
-
5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka
3/14
1. Aktifasi Gas
Prinsip dasar aktivasi gas adalah pemberian uap air atau gas CO2 kepada
arang yang telah dipanaskan. Arang yang telah dihaluskan dimasukkan
kedalam tungku aktifasi, lalu dipanaskan pada suhu 800-1000 C sambil
dialirkan uap air atau gas CO2. Pada suhu dibawah 800 C, oksidasi
berlangsung sangat lambat, sedangkan pada suhu di atas 1000 C dapat terjadi
kerusakan kisi-kisi heksagonal. Reaksi yang terjadi :
H2O + C CO + H2, H = + 117 kJ
2H2O + C CO2+ 2H2, H = + 75 kJ
CO2+ C 2CO, H = + 157 kJ
Reaksi yang terjadi adalah reaksi endoterm, sehingga aktifasi yang terjadi
menjadi kurang efektif akibat panas yang terbentuk berkurang. Salah satu hal
yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah membakar gas-gas
yang terbentuk (Kienle, 1986).
Selama pengaktifan dengan gas pengoksidasi, lapisan karbon kristalit yang
tidak teratur mengalami pergeseran yang menyebabkan permukaan kristalit
atau celah menjadi terbuka sehingga gas pengaktif yang lembam dapat
mendorong residu hidrokarbon seperti senyawa ter, fenol, metanol dan
senyawa lain, yang menempel pada permukaan arang. Cara yang efektif untuk
mendesak residu tersebut adalah dengan mengalirkan gas pengoksidasi pada
permukaan materi karbon (Pari, 1996).
2. Aktifasi Kimia
Prinsip dasar aktifasi kimia adalah perendaman arang dengan senyawa
kimia sebelum dipanaskan. Arang direndam dalam larutan pengaktifasi selama
24 jam kemudian ditiriskan, lalu dipanaskan pada suhu 600-900 C selama 1-2
jam. Pada suhu tinggi ini bahan pengaktif akan masuk di antara sela-sela
-
5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka
4/14
lapisan heksagonal dan selanjutnya membuka permukaan yang tertutup
sehingga luas permukaan yang aktif bertambah besar (Kienle, 1986). Bahan
pengaktif mempengaruhi proses pirolisis sehingga pembentukan ter dibatasi
sampai tingkat minimum dan jumlah fase cairnya lebih sedikit dari jumlah
karbonasi normal (Hasani, 1996).
Bahan kimia yang dapat digunakan antara lain H3PO4, NH4Cl, AlCl3,
HNO3, KOH, NaOH, H3BO3, KMnO4, SO2, H2SO4, K2S, ZnCl2, CaCl2, dan
MgCl2(Kienle, 1986 dan Sudradjat, 1994). Aktifasi kimia dengan H3PO4lebih
banyak dilakukan karena arang aktif yang dihasilkan biasanya memiliki pori
yang lebih baik dengan rendaman tinggi. Aktifasi menggunakan kombinasi
H3PO4 dan uap air sangat dianjurkan (Kienle et al., 1986 dan Baker et
al.,1997).
C. Kegunaan Arang Aktif
Ada dua macam jenis arang aktif yang dibedakan menurut fungsinya :
1.
Arang Penyerap Gas (Gas Adsorbent Carbon)
Jenis arang ini digunakan untuk menjerap kotoran berupa gas, sebab pori-
porinya berukuran mikro yang menyebabkan molekul gas akan mampu
melewatinya, tapi molekul dari cairan tidak bisa melewatinya. Contohnya dapat
ditemui pada karbon terpurung kelapa.
2.
Arang fasa cair (Liquid-Phase Carbon)
Arang jenis ini digunakan untuk menyerap kotoran atau zat yang tidak
diinginkan dari cairan atau larutan karena memiliki pori-pori berukuran makro
yang memungkinkan molekul berukuran besar masuk. Biasanya arang tersebut
terbuat dari batu bara atau selulosa.
Saat ini arang aktif telah digunakan secara meluas dalam industri kimia,
pangan, dan farmasi. Umumnya arang aktif digunakan sebagai bahan penjerap
dan pemurni, dalam jumlah kecil digunakan sebagai katalis.
-
5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka
5/14
D. Adsorpsi
Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan
maupun gas) terikat pada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu film
(lapisan tipis) pada permukaan padatan tersebut. Berbeda dengan absorpsi
dimana fluida terserap oleh fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan.
Definisi lain menyatakan adsorpsi sebagai suatu peristiwa penyerapan pada
lapisan permukaan atau antar fasa, dimana molekul dari suatu materi
terkumpul pada bahan pengadsorpsi atau adsorben.
Adsorpsi adalah pengumpulan dari adsorbat diatas permukaan adsorben,
sedang absorpsi adalah penyerapan dari adsorbat kedalam adsorben dimana
disebut dengan fenomena sorption. Materi atau partikel yang diadsorpsi
disebut adsorbat, sedang bahan yang berfungsi sebagai pengadsorpsi disebut
adsorben.
Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu adsorpsi fisika (disebabkan
oleh gaya Van Der Waals (penyebab terjadinya kondensasi gas untukmembentuk cairan) yang ada pada permukaan adsorbens) dan adsorpsi kimia
(terjadi reaksi antara zat yang diserap dengan adsorben, banyaknya zat yang
teradsorbsi tergantung pada sifat khas zat padatnya yang merupakan fungsi
tekanan dan suhu).
Mekanisme peristiwa adsorpsi dapat diterangkan sebagai berikut: molekul
adsorbat melalui suatu lapisan batas permukaan luar adsorben (difusi
eksternal), sebagian ada yang teradsorpsi di permukaan, sebagian besar
berdifusi lanjut didalam pori-pori adsorben (difusi internal). Bila kapasitas
adsorpsi masih sangat besar, sebagian besar akan teradsorpsi dan terikat
dipermukaan, namun apabila permukaan sudah jenuh atau mendekati jenuh
dengan adsorbat, maka dapat terjadi 2 hal:
1.
Terbentuknya lapisan adsorpsi kedua dan seterusnya diatas adsorbat yang
telah terikat di permukaan, gejala ini disebut adsorpsi multilayer.
-
5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka
6/14
2. Tidak terbentuk lapisan kedua dan seterusnya sehingga adsorbat yang
belum teradsorpsi berdifusi keluar pori dan kembali ke arus fluida.
Proses adsorpsi pada arang aktif terjadi melalui 3 tahap besar, yaitu :
1. Zat terserap pada arang bagian luar.
2. Zat bergerak menuju pori-pori arang.
3. Zat terserap ke dinding bagian dalam arang.
Isoterm adsorpsi menunjukan hubungan kesetimbangan antara konsentrasi
adsorbat di fluida dan konsentrasi adsorbat di permukaan adsorben pada suhu
tetap. Kesetimbangan terjadi apabila laju pengikatan adsorben terhadap
adsorbat menjadi sama dengan laju pelepasannya. Menurut istilah
termodinamika tentang kesetimbangan fasa dikatakan bahwa potensial kimia
antara adsorbat di fasa fluida dan yang terikat di adsorben adalah sama.
Perlu dikemukakan bahwa pencapaian keadaan setimbang tersebut tidak
berarti bahwa seluruh potensi adsorbat telah digunakan. Kemampuan
maksimum suatu adsorben untuk mengadsorpsi suatu adsorbat disebut sebagai
kapasitas adsorbsi dari adsorben tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi
adsorbsi adalah:
1.
Karakteristik fisis dan kimia adsorben, seperti luas pemukaan, ukuran
pori-pori, dan komposisi kimia.
2. Karakteristik fisis dan kimia adsorbat, seperti ukuran molekul, kepolaran
molekul, dan komposisi kimianya
3. Konsentrasi adsorbat dalam fasa cair.
4. Karakteristik fasa cair yaitu pH dan temperature.
Suatu zat dapat digunakan sebagai adsorben untuk tujuan pemisahan bila
mempunyai sifat dari adsorpsi yaitu: selektif, berpori (mempunyai luas
permukaan per satuan massa yang besar), dan mempunyai daya ikat yang kuat
terhadap zat yang hendak dipisahkan secara fisik ataupun kimia. Pembesaran
luas permukaan dapat dilakukan dengan pengecilan partikel adsorben akan
-
5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka
7/14
tetapi, dalam berbagai pemakaian, ukuran partikel harus memenuhi syarat lain,
seperti tidak boleh terbawa serta dalam aliran fluida, sehingga terdapat aturan
pada ukuran partikel.
E. Singkong
Singkong yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, adalah
pohon tahunan tropika atau subtropika dari keluargaEuphorbiaceae. Umbinya
dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya
sebagai sayuran.
Singkong memiliki nama latin Manihot utilissima. Merupakan umbi atau
akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan
panjang 50-80 cm. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan.
Umbi singkong tidak tahan disimpan meskipun ditempakan di lemari
pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat
terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia.
Klasifikasi tanaman singkong adalah sebagai berikut:
Kelas :Dicotiledoneae
Sub Kelas :Arhichlamydeae
Ordo :Euphorbiales
-
5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka
8/14
Famili :Euphorbiaceae
Sub Famili :Manihotae
Genus :Manihot
Spesies :Manihot esculenta
Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat, namun
sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun
singkong karena mengandung asam amino metionin. Singkong merupakan
tanaman pangan dan perdagangan (crash crop). Sebagai tanaman perdagangan,
singkong meghasilkan starch, gaplek, tepung singkong, etanol, gula cair,
sorbitol, MSG, tepung aromatik, danpellet. Sebagai tanaman pangan, singkong
merupakan sumber karbohidrat bagi sekitar 500 juta manusia di dunia.
Singkong merupakan penghasil kalori terbesar dibandingkan dengan tanaman
lain perharinya.
F. Kulit Singkong
Hampir semua makhluk hidup, termasuk hewan dan tumbuhan,
mengandung karbon, seperti tulang manusia, tulang sapi, pelepah daun pisang,
tempurung, hingga kulit singkong. Kulit singkong mengandung 59,31 persen
karbon, dengan kandungan karbon yang cukup banyak, menjadikan kulit
singkong mempunyai potensi untuk dijadikan bahan baku pembuatan arang
aktif.
-
5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka
9/14
Secara umum, masyarakat sudah mengenal arang aktif yang terbuat dari
tempurung kelapa namun, ada bahan lain yang bisa menghasilkan produk yang
sama yaitu kulit singkong. Limbah kulit singkong ini bisa dimanfaatkan
menjadi produk karbon aktif, selain itu dengan mengolah limbah kulit singkong
dapat mengurangi limbah yang dibuang ke lingkungan, mengingat saat ini telah
banyak industry yang menggunakan singkong sebagai bahan baku pembuatan
produknya. Proses pembuatan karbon aktif dari limbah kulit singkong ini
sangat sederhana, yakni melalui proses karbonisasi dan aktivasi. Dengan pori-
pori banyak dan besar, karbon aktif kulit singkong sangat potensial
mengenyahkan bau dan warna minyak yang rusak serta dapat meningkatkan
kualitas minyak yang rusak.
G. Minyak Goreng
Lemak dan minyak merupakan suatu trigliserida yang terbentuk dari
kondensasi satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak. Lemak dan
minyak sebagai bahan pangan dibagi menjadi dua golongan yaitu, lemak yang
siap dikonsumsi tanpa dimasak misalnya mentega, dan lemak yang dimasak
bersama-sama bahan pangan atau dijadikan sebagai medium penghantar panas
dalam memasak bahan pangan misalnya minyak goreng (Winarno,1992).
Minyak goreng didefinisikan sebagai minyak yang diperoleh dengan cara
pemurnian minyak nabati dan dipergunakan sebagai bahan makanan.
Dalam proses menggoreng, minyak berfungsi sebagai penghantar panas
sehingga proses pemanasan menjadi lebih efisien dibandingkan proses
pemanggangan, atau perebusan. Proses penggorengan akan meningkatkan cita
rasa, kandungan gizi dan daya awet serta menambah nilai kalori bahan pangan
(Winarno, 1992). Mutu minyak goreng ditentukan dari titik asapnya, yaitu suhu
pemanasan minyak sampai terbentuknya akrolein yang tidak diinginkan yang
menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Makin tinggi titik asap makin baik
mutu minyak goreng itu. Titik asap dari minyak goreng tergantung dari kadar
gliserol bebas.
-
5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka
10/14
Minyak yang telah digunakan untuk menggoreng, titik asapnya akan
menurun karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Karena itu untuk
menekan terjadinya hidrolisis, pemanasan lemak atau minyak dilakukan pada
suhu yang tidak terlalu tinggi, umumnya suhu penggorengan adalah 177-221
C (Winarno, 1992). Minyak goreng yang telah mengalami pemanasan pada
suhu tinggi dan digunakan berkali-kali akan menuruk kualitasnya. Pemanasan
minyak pada suhu tinggi dengan adanya oksigen akan merusak asam-asam
lemak tidak jenuh yang terdapat dalam minyak. Oksigen akan mengoksidasi
minyak dengan cepat pada proses penggorengan.
Kerusakan lemak pada proses penggorengan diakibatkan oleh kontak
minyak dengan udara, pemanasan yang berlebihan, kontak minyak dengan
bahan pangan, dan adanya partikel-partikel yang gosong. Kerusakan minyak
akibat pemanasan dapat dilihat dari perubahan warna, kenaikan kekentalan,
kandungan asam lemak bebas, peroksida, dan penurunan bilangan iod.
Kerusakan ini akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi serta penampilan bahan
pangan yang digoreng.
Untuk memperpanjang masa pakai minyak goring, maka alat dan kondisi
penggorengan harus diperhatikan. Selain itu, untuk minyak goreng yang telah
digunakan untuk menggoreng perlu digunakan filtrasi minyak dengan adsorben
sehingga kondisi minyak dapat dijaga dengan baik. Adsorben yang dapat
digunakan adalah kaolin, bentonit, zeolite, alumina, dan arang aktif. Adsorben
ini dapat menghilangkan sebagian asam lemak bebas, peroksida, dan perbahan
warna.
H. Perubahan Sifat Fisika Minyak Goreng Akibat Proses Penggorengan
Minyak yang mempunyai kandungan asam lemak tidak jenuh seperti
minyak goreng merupakan bahan yang mudah rusak oleh panas pada proses
penggorengan, karena pada proses penggorengan, minyak akan mengalami
pemanasan secara terus menurus dalam waktu tertentu, mengalami kontak
-
5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka
11/14
dengan oksigen di udara, dan adanya kontak minyak dengan air yang ada di
bahan pangan.
Reaksi-reaksi kerusakan selama proses penggorengan terjadi secara
bertahap, mula-mula diawali dengan terjadinya pembentukan warna, oksidasi
yang diikuti dengan polimerisasi dan pada akhirnya adalah reaksi hidrolisis.
Proses oksidasi akibat ada oksigen akan menghasilkan hidroperoksida dan
senyawa karbonil. Tingkat kerusakan yang terjadi dipengaruhi oleh suhu, lama
pemanasan, zat pengoksidasi, produk hasil reaksi oksidasi, dan komposisi asam
lemak dalam minyak serta posisi asam lemak tersebut didalam trigliserida.
Panas penggorengan akan menyebabkan terjadinya oksidasi termal asam
lemak tidak jenuh yang ditandai oleh penurunan bilangan iod, peningkatan
kekentalan minyak, bilangan asam, dan bilangan peroksida yang menendakan
tingginya kandungan karbonil.
Oksidasi minyak pada suhu tinggi akan menghasilkan senyawa aldehida,
keton, hidrokarbon,alkohol, lakton, dan senyawa aromatis yang mempunyaibau tengik dan rasa getir. Pada suhu tinggi gliserida-gliserda akan terhidrolisis
menjadi gliserol dan asam lemak bebas, selanjutnya gliserol akan terpisah
menjadi okrolein.
Proses oksidasi akan menghasilkan hidroperoksida yang akan mengalami
degradasi lebih lanjut melalui tiga reaksi. Pertama reaksi fisi yang akan
menghasilkan alkohol, aldehida, asam dan hidrokarbon yang mempunyai
peranan dalam pembentukan flavor dan warna hitam pada minyak. Reaksi yang
kedua adalah dehidrasi yang menghasilkan keton serta reaksi yang ketiga
adalah reaksi pembentukan radikal bebas yang membentuk dimer, trimer,
epoksida dan hidrokarbon yang mempunyaiperan dalam meningkatkan
kekentalan minyak serta terbentuknya fraksi NAF (Non Urea Adduct Forming)
dan meningkatkan kekentalan minyak.
-
5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka
12/14
Secara umum produk-produk yang terbentuk karena proses penggorengan
digolongkan menjadi dua golongan yaitu komponen atsiri yang akan
mempengaruhi flavor dari bahan pangan dan komponen non-atsiri yang berasal
dari minyak dan dapat terserap ke dalam bahan pangan.
Reaksi auto-oksidasi diawali oleh reaksi induksi, dimana sebelum
terjadinya ketengikan minyak, minyak akan mengikat oksigan dari udara secara
perlahan-lahan, kemudian mengalami perubahan cita rasa (reversi). Terjadinya
induksi, menyebabkan kecepatan peningkatan oksigen dari udara akan
meningkat yang diikuti oleh pembentukan peroksida. Reaksi selanjutnya adalah
reaksi polimerisasi yang akan meningkatkan kekentalan minyak.
I.Dampak Limbah Minyak Goreng bagi Lingkungan
Limbah minyak goreng merupakan masalah yang serius pada lingkungan
karena dapat menyebabkan timbulnya bau busuk. Pembuangan limbah minyak
goreng sebagian besar berasal dari minyak goreng nabati. Permasalahan limbah
minyak goreng ini dihadapi oleh hampir seluruh masyarakat dunia, mengingatsebagian besar penduduk mengunakan minyak goreng dalam proses memasak
atau untuk kegiatan lainnya. Limbah minyak goreng tersebut berasal dari
industry makanan, restoran, dan limbah rumah tangga. Beberapa dari limbah
tersebut dikumpulkan untuk dimanfaatkan menjadi biodiesel, namun tidak
sedikit pula yang dibiarkan memadat dan akhirnya dibuang dengan cara yang
sama seperti sampah dapur lainnya. Hal tersebut dapat menyebabkan
bertambahnya kerusakan lingkungan, contohnya limbah minyak goreng dalam
jumlah banyak yang dibuang ke laut akan menutup permukaan air laut dan
menyebabkan gangguan bagi ekosistem laut.
J.
Bahaya yang Dapat Ditimbulkan oleh Minyak Goreng yang Rusak Akibat
Pemanasan
Adanya peroksida yang terbentuk dari asam lemak tidak jenuh,
menyebabkan terdekomposisinya peroksida menjadi karbonil danasam
hidroksi serta adanya oksidasi parsial membentuk polimer-polimer yang
-
5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka
13/14
diisolasi sebagai fraksi NAF (Non Urea Adduct Forming) memegang peranan
penting terhadap terjadinya penurunan nilai gizi karena panas selama proses
penggorengan minyak.
Komponen NAF dapat bersifat toksisitas akut pada hewan percobaan,
sedangkan peroksida dan karbonil menyebabkan toksisitas yang kronis. Fraksi
NAF juga bersifat karsinogenik pada hewan kasinogenik pada hewan
percobaan. Diketahui baha fraksi toksik tersebut mengadung sejumlah
karbionil dan hidroksil yang sulit diubah dengan hidrogenasi.
Panas juga menyebabkan ketidakstabilan dari komponen provitamin A
katotenik. Adanya pembentukan apoksida serta adanya pemecahan rantai dari
provitamin A katotenik (terutama -karoten yang merupakan kelompok
karotenoik tertinggi yang ada di dalam minyak) yang diakibatkan oleh proses
penggorengan (panas). Semakin tinggi penggorengan maka akan semakin
banyak komponen pecahan dari -karoten dan akan semakin menurunkan
ketersediaan -karoten dalam minyak.
-
5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka
14/14