bab ii tinjauan pustaka

Upload: scribdandre

Post on 09-Oct-2015

45 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tp

TRANSCRIPT

  • 5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka

    1/14

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    A.

    Arang Aktif

    Arang adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil

    pembakaran bahan yang mengandung karbon. Arang ini tersusun dari atom-

    atom C secara kovalen membentuk struktur heksagonal datar ini tampak

    seolah-olah seperti pelat-pelat datar yang saling bertumpuk satu sama lain

    dengan sela-sela di antaranya. Sebagian pori-pori yang terdapat pada arang

    tersebut masih tertutup oleh hidrokarbon, ter, dan senyawa organik lainnya.

    Komponen dari arang ini adalah karbon terikat (fixed carbon), abu, air,

    nitrogen, dan sulfur (Djatmiko etal,1986).

    Arang aktif adalah padatan amorf yang mempunyai luas permukaan dan

    jumlah pori yang sangat banyak, berbentuk padatan hitam yang tidak berasa

    dan tidak berbau. Definisi lain mengatakan arang aktif adalah bentuk generik

    dari bermacam produk yang mengandung karbon yang telah diaktivasi untuk

    meningkatkan luas permukaannya. Arang aktif berbentuk kristal mikro, karbon

    non grafit, yang pori-porinya telah mengalami proses pengembangan

    kemampuan untuk menyerap gas dan uap air dari campuran gas dan zat-zat

    yang tidak terlarut atau terdispersi dalam cairan. Tiap-tiap kristal, biasanya

    terdiri dari 3 atau 4 lapisan atom karbon dengan sekitar 20-30 atom karbon

    heksagonal pada tiap lapisan. Arang aktif adalah arang yang telah mengalami

    proses aktifasi untuk meningkatkan luas permukaannya dengan jalan membuka

    pori-porinya sehingga daya adsorpsinya dapat ditingkatkan.

    Struktur arang aktif dapat digambarkan sebagai sebuah jaringan berpilin

    dari lapisan datar karbon yang tidak sempurna, yang dihubungsilangkan oleh

    grup jembatan alifatik. Pola difraksi sinar x menunjukkan bahwa arang aktif

    berbentuk non grafit, amorf, karena jaringan hubungan atau jembatan silang

    yang tidak teratur menghambat pembentukan kembali struktur, bahkan ketika

    dipanaskan sampai 3000C.

  • 5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka

    2/14

    Luas permukaan, dimensi, dan distribusi dari arang aktif tergantung dari

    bahan baku, kondisi karbonisasi, dan proses aktivasi. Ukuran pori arang aktif

    diklasifikasikan menjadi 3, yaitu mikropori (diameter < 2 nm), mesopori

    (diameter 2-50 nm), dan makropori (diameter > 50 nm).

    Arang aktif mengandung unsur selain karbon yang terikat secara kimiawi,

    yaitu hidrogen dan oksigen. Kedua unsur tersebut berasal dari bahan baku

    yang tertinggal akibat tidak sempurnanya karbonisasi atau dapat juga terjadi

    ikatan pada proses aktivasi. Adanya hidrogen dan oksigen mempunyai

    pengaruh yang besar pada sifat-sifat karbon aktif. Unsur unsur iniberkombinasi dengan unsur-unsur atom karbon membentuk gugus fungsional

    misalnya: gugus karboksilat, gugus hidroksifenol, gugus kuinon tipe karbonil,

    gugus normalakton, lakton tipe flueresence, asam karboksilat anhidrida dan

    peroksida siklis. ( Jankowski, et al; 1991).

    B. Pembuatan Arang Aktif

    Arang aktif dapat dibuat dari berbagai bahan yang mengandung karbon

    baik yang berasal dari tumbuhan, binatang dan barang tambang. Bahan-bahan

    tersebut antara lain kayu, serbuk gergajian kayu, batu bara, tempurung kelapa,

    tempurung biji-bijian, sekam padi, tongkol jagung, ampas penggilingan tebu,

    ampas pembuatan kertas, tulang binatang dan lain-lain.

    Pembuatan arang aktif terdiri dari dua tahap utama, yaitu proses karbonasi

    bahan baku dan proses aktifasi bahan terkarbonasi pada temperatur tinggi.

    Proses karbonasi adalah proses penguraian selulosa organik menjadi unsurkarbon dan pengeluaran unsur-unsur non karbon yang berlangsung pada suhu

    600-700 C (Kienle, 1986). Proses karbonasi dapat dilakukan dengan bahan

    pada suhu 500 C selama 4-5 jam (Pari, 1991). Proses aktifasi merupakan

    proses untuk menghilangkan hidrokarbon yang melapisi permukaan arang

    sehingga dapat meningkatkan porositas arang (Cooney, 1980 dan Guerrero et

    al., 1970). Proses aktifasi arang dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu proses

    aktifasi gas dan proses aktifasi kimia.

  • 5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka

    3/14

    1. Aktifasi Gas

    Prinsip dasar aktivasi gas adalah pemberian uap air atau gas CO2 kepada

    arang yang telah dipanaskan. Arang yang telah dihaluskan dimasukkan

    kedalam tungku aktifasi, lalu dipanaskan pada suhu 800-1000 C sambil

    dialirkan uap air atau gas CO2. Pada suhu dibawah 800 C, oksidasi

    berlangsung sangat lambat, sedangkan pada suhu di atas 1000 C dapat terjadi

    kerusakan kisi-kisi heksagonal. Reaksi yang terjadi :

    H2O + C CO + H2, H = + 117 kJ

    2H2O + C CO2+ 2H2, H = + 75 kJ

    CO2+ C 2CO, H = + 157 kJ

    Reaksi yang terjadi adalah reaksi endoterm, sehingga aktifasi yang terjadi

    menjadi kurang efektif akibat panas yang terbentuk berkurang. Salah satu hal

    yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah membakar gas-gas

    yang terbentuk (Kienle, 1986).

    Selama pengaktifan dengan gas pengoksidasi, lapisan karbon kristalit yang

    tidak teratur mengalami pergeseran yang menyebabkan permukaan kristalit

    atau celah menjadi terbuka sehingga gas pengaktif yang lembam dapat

    mendorong residu hidrokarbon seperti senyawa ter, fenol, metanol dan

    senyawa lain, yang menempel pada permukaan arang. Cara yang efektif untuk

    mendesak residu tersebut adalah dengan mengalirkan gas pengoksidasi pada

    permukaan materi karbon (Pari, 1996).

    2. Aktifasi Kimia

    Prinsip dasar aktifasi kimia adalah perendaman arang dengan senyawa

    kimia sebelum dipanaskan. Arang direndam dalam larutan pengaktifasi selama

    24 jam kemudian ditiriskan, lalu dipanaskan pada suhu 600-900 C selama 1-2

    jam. Pada suhu tinggi ini bahan pengaktif akan masuk di antara sela-sela

  • 5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka

    4/14

    lapisan heksagonal dan selanjutnya membuka permukaan yang tertutup

    sehingga luas permukaan yang aktif bertambah besar (Kienle, 1986). Bahan

    pengaktif mempengaruhi proses pirolisis sehingga pembentukan ter dibatasi

    sampai tingkat minimum dan jumlah fase cairnya lebih sedikit dari jumlah

    karbonasi normal (Hasani, 1996).

    Bahan kimia yang dapat digunakan antara lain H3PO4, NH4Cl, AlCl3,

    HNO3, KOH, NaOH, H3BO3, KMnO4, SO2, H2SO4, K2S, ZnCl2, CaCl2, dan

    MgCl2(Kienle, 1986 dan Sudradjat, 1994). Aktifasi kimia dengan H3PO4lebih

    banyak dilakukan karena arang aktif yang dihasilkan biasanya memiliki pori

    yang lebih baik dengan rendaman tinggi. Aktifasi menggunakan kombinasi

    H3PO4 dan uap air sangat dianjurkan (Kienle et al., 1986 dan Baker et

    al.,1997).

    C. Kegunaan Arang Aktif

    Ada dua macam jenis arang aktif yang dibedakan menurut fungsinya :

    1.

    Arang Penyerap Gas (Gas Adsorbent Carbon)

    Jenis arang ini digunakan untuk menjerap kotoran berupa gas, sebab pori-

    porinya berukuran mikro yang menyebabkan molekul gas akan mampu

    melewatinya, tapi molekul dari cairan tidak bisa melewatinya. Contohnya dapat

    ditemui pada karbon terpurung kelapa.

    2.

    Arang fasa cair (Liquid-Phase Carbon)

    Arang jenis ini digunakan untuk menyerap kotoran atau zat yang tidak

    diinginkan dari cairan atau larutan karena memiliki pori-pori berukuran makro

    yang memungkinkan molekul berukuran besar masuk. Biasanya arang tersebut

    terbuat dari batu bara atau selulosa.

    Saat ini arang aktif telah digunakan secara meluas dalam industri kimia,

    pangan, dan farmasi. Umumnya arang aktif digunakan sebagai bahan penjerap

    dan pemurni, dalam jumlah kecil digunakan sebagai katalis.

  • 5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka

    5/14

    D. Adsorpsi

    Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan

    maupun gas) terikat pada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu film

    (lapisan tipis) pada permukaan padatan tersebut. Berbeda dengan absorpsi

    dimana fluida terserap oleh fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan.

    Definisi lain menyatakan adsorpsi sebagai suatu peristiwa penyerapan pada

    lapisan permukaan atau antar fasa, dimana molekul dari suatu materi

    terkumpul pada bahan pengadsorpsi atau adsorben.

    Adsorpsi adalah pengumpulan dari adsorbat diatas permukaan adsorben,

    sedang absorpsi adalah penyerapan dari adsorbat kedalam adsorben dimana

    disebut dengan fenomena sorption. Materi atau partikel yang diadsorpsi

    disebut adsorbat, sedang bahan yang berfungsi sebagai pengadsorpsi disebut

    adsorben.

    Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu adsorpsi fisika (disebabkan

    oleh gaya Van Der Waals (penyebab terjadinya kondensasi gas untukmembentuk cairan) yang ada pada permukaan adsorbens) dan adsorpsi kimia

    (terjadi reaksi antara zat yang diserap dengan adsorben, banyaknya zat yang

    teradsorbsi tergantung pada sifat khas zat padatnya yang merupakan fungsi

    tekanan dan suhu).

    Mekanisme peristiwa adsorpsi dapat diterangkan sebagai berikut: molekul

    adsorbat melalui suatu lapisan batas permukaan luar adsorben (difusi

    eksternal), sebagian ada yang teradsorpsi di permukaan, sebagian besar

    berdifusi lanjut didalam pori-pori adsorben (difusi internal). Bila kapasitas

    adsorpsi masih sangat besar, sebagian besar akan teradsorpsi dan terikat

    dipermukaan, namun apabila permukaan sudah jenuh atau mendekati jenuh

    dengan adsorbat, maka dapat terjadi 2 hal:

    1.

    Terbentuknya lapisan adsorpsi kedua dan seterusnya diatas adsorbat yang

    telah terikat di permukaan, gejala ini disebut adsorpsi multilayer.

  • 5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka

    6/14

    2. Tidak terbentuk lapisan kedua dan seterusnya sehingga adsorbat yang

    belum teradsorpsi berdifusi keluar pori dan kembali ke arus fluida.

    Proses adsorpsi pada arang aktif terjadi melalui 3 tahap besar, yaitu :

    1. Zat terserap pada arang bagian luar.

    2. Zat bergerak menuju pori-pori arang.

    3. Zat terserap ke dinding bagian dalam arang.

    Isoterm adsorpsi menunjukan hubungan kesetimbangan antara konsentrasi

    adsorbat di fluida dan konsentrasi adsorbat di permukaan adsorben pada suhu

    tetap. Kesetimbangan terjadi apabila laju pengikatan adsorben terhadap

    adsorbat menjadi sama dengan laju pelepasannya. Menurut istilah

    termodinamika tentang kesetimbangan fasa dikatakan bahwa potensial kimia

    antara adsorbat di fasa fluida dan yang terikat di adsorben adalah sama.

    Perlu dikemukakan bahwa pencapaian keadaan setimbang tersebut tidak

    berarti bahwa seluruh potensi adsorbat telah digunakan. Kemampuan

    maksimum suatu adsorben untuk mengadsorpsi suatu adsorbat disebut sebagai

    kapasitas adsorbsi dari adsorben tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi

    adsorbsi adalah:

    1.

    Karakteristik fisis dan kimia adsorben, seperti luas pemukaan, ukuran

    pori-pori, dan komposisi kimia.

    2. Karakteristik fisis dan kimia adsorbat, seperti ukuran molekul, kepolaran

    molekul, dan komposisi kimianya

    3. Konsentrasi adsorbat dalam fasa cair.

    4. Karakteristik fasa cair yaitu pH dan temperature.

    Suatu zat dapat digunakan sebagai adsorben untuk tujuan pemisahan bila

    mempunyai sifat dari adsorpsi yaitu: selektif, berpori (mempunyai luas

    permukaan per satuan massa yang besar), dan mempunyai daya ikat yang kuat

    terhadap zat yang hendak dipisahkan secara fisik ataupun kimia. Pembesaran

    luas permukaan dapat dilakukan dengan pengecilan partikel adsorben akan

  • 5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka

    7/14

    tetapi, dalam berbagai pemakaian, ukuran partikel harus memenuhi syarat lain,

    seperti tidak boleh terbawa serta dalam aliran fluida, sehingga terdapat aturan

    pada ukuran partikel.

    E. Singkong

    Singkong yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, adalah

    pohon tahunan tropika atau subtropika dari keluargaEuphorbiaceae. Umbinya

    dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya

    sebagai sayuran.

    Singkong memiliki nama latin Manihot utilissima. Merupakan umbi atau

    akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan

    panjang 50-80 cm. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan.

    Umbi singkong tidak tahan disimpan meskipun ditempakan di lemari

    pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat

    terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia.

    Klasifikasi tanaman singkong adalah sebagai berikut:

    Kelas :Dicotiledoneae

    Sub Kelas :Arhichlamydeae

    Ordo :Euphorbiales

  • 5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka

    8/14

    Famili :Euphorbiaceae

    Sub Famili :Manihotae

    Genus :Manihot

    Spesies :Manihot esculenta

    Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat, namun

    sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun

    singkong karena mengandung asam amino metionin. Singkong merupakan

    tanaman pangan dan perdagangan (crash crop). Sebagai tanaman perdagangan,

    singkong meghasilkan starch, gaplek, tepung singkong, etanol, gula cair,

    sorbitol, MSG, tepung aromatik, danpellet. Sebagai tanaman pangan, singkong

    merupakan sumber karbohidrat bagi sekitar 500 juta manusia di dunia.

    Singkong merupakan penghasil kalori terbesar dibandingkan dengan tanaman

    lain perharinya.

    F. Kulit Singkong

    Hampir semua makhluk hidup, termasuk hewan dan tumbuhan,

    mengandung karbon, seperti tulang manusia, tulang sapi, pelepah daun pisang,

    tempurung, hingga kulit singkong. Kulit singkong mengandung 59,31 persen

    karbon, dengan kandungan karbon yang cukup banyak, menjadikan kulit

    singkong mempunyai potensi untuk dijadikan bahan baku pembuatan arang

    aktif.

  • 5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka

    9/14

    Secara umum, masyarakat sudah mengenal arang aktif yang terbuat dari

    tempurung kelapa namun, ada bahan lain yang bisa menghasilkan produk yang

    sama yaitu kulit singkong. Limbah kulit singkong ini bisa dimanfaatkan

    menjadi produk karbon aktif, selain itu dengan mengolah limbah kulit singkong

    dapat mengurangi limbah yang dibuang ke lingkungan, mengingat saat ini telah

    banyak industry yang menggunakan singkong sebagai bahan baku pembuatan

    produknya. Proses pembuatan karbon aktif dari limbah kulit singkong ini

    sangat sederhana, yakni melalui proses karbonisasi dan aktivasi. Dengan pori-

    pori banyak dan besar, karbon aktif kulit singkong sangat potensial

    mengenyahkan bau dan warna minyak yang rusak serta dapat meningkatkan

    kualitas minyak yang rusak.

    G. Minyak Goreng

    Lemak dan minyak merupakan suatu trigliserida yang terbentuk dari

    kondensasi satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak. Lemak dan

    minyak sebagai bahan pangan dibagi menjadi dua golongan yaitu, lemak yang

    siap dikonsumsi tanpa dimasak misalnya mentega, dan lemak yang dimasak

    bersama-sama bahan pangan atau dijadikan sebagai medium penghantar panas

    dalam memasak bahan pangan misalnya minyak goreng (Winarno,1992).

    Minyak goreng didefinisikan sebagai minyak yang diperoleh dengan cara

    pemurnian minyak nabati dan dipergunakan sebagai bahan makanan.

    Dalam proses menggoreng, minyak berfungsi sebagai penghantar panas

    sehingga proses pemanasan menjadi lebih efisien dibandingkan proses

    pemanggangan, atau perebusan. Proses penggorengan akan meningkatkan cita

    rasa, kandungan gizi dan daya awet serta menambah nilai kalori bahan pangan

    (Winarno, 1992). Mutu minyak goreng ditentukan dari titik asapnya, yaitu suhu

    pemanasan minyak sampai terbentuknya akrolein yang tidak diinginkan yang

    menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Makin tinggi titik asap makin baik

    mutu minyak goreng itu. Titik asap dari minyak goreng tergantung dari kadar

    gliserol bebas.

  • 5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka

    10/14

    Minyak yang telah digunakan untuk menggoreng, titik asapnya akan

    menurun karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Karena itu untuk

    menekan terjadinya hidrolisis, pemanasan lemak atau minyak dilakukan pada

    suhu yang tidak terlalu tinggi, umumnya suhu penggorengan adalah 177-221

    C (Winarno, 1992). Minyak goreng yang telah mengalami pemanasan pada

    suhu tinggi dan digunakan berkali-kali akan menuruk kualitasnya. Pemanasan

    minyak pada suhu tinggi dengan adanya oksigen akan merusak asam-asam

    lemak tidak jenuh yang terdapat dalam minyak. Oksigen akan mengoksidasi

    minyak dengan cepat pada proses penggorengan.

    Kerusakan lemak pada proses penggorengan diakibatkan oleh kontak

    minyak dengan udara, pemanasan yang berlebihan, kontak minyak dengan

    bahan pangan, dan adanya partikel-partikel yang gosong. Kerusakan minyak

    akibat pemanasan dapat dilihat dari perubahan warna, kenaikan kekentalan,

    kandungan asam lemak bebas, peroksida, dan penurunan bilangan iod.

    Kerusakan ini akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi serta penampilan bahan

    pangan yang digoreng.

    Untuk memperpanjang masa pakai minyak goring, maka alat dan kondisi

    penggorengan harus diperhatikan. Selain itu, untuk minyak goreng yang telah

    digunakan untuk menggoreng perlu digunakan filtrasi minyak dengan adsorben

    sehingga kondisi minyak dapat dijaga dengan baik. Adsorben yang dapat

    digunakan adalah kaolin, bentonit, zeolite, alumina, dan arang aktif. Adsorben

    ini dapat menghilangkan sebagian asam lemak bebas, peroksida, dan perbahan

    warna.

    H. Perubahan Sifat Fisika Minyak Goreng Akibat Proses Penggorengan

    Minyak yang mempunyai kandungan asam lemak tidak jenuh seperti

    minyak goreng merupakan bahan yang mudah rusak oleh panas pada proses

    penggorengan, karena pada proses penggorengan, minyak akan mengalami

    pemanasan secara terus menurus dalam waktu tertentu, mengalami kontak

  • 5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka

    11/14

    dengan oksigen di udara, dan adanya kontak minyak dengan air yang ada di

    bahan pangan.

    Reaksi-reaksi kerusakan selama proses penggorengan terjadi secara

    bertahap, mula-mula diawali dengan terjadinya pembentukan warna, oksidasi

    yang diikuti dengan polimerisasi dan pada akhirnya adalah reaksi hidrolisis.

    Proses oksidasi akibat ada oksigen akan menghasilkan hidroperoksida dan

    senyawa karbonil. Tingkat kerusakan yang terjadi dipengaruhi oleh suhu, lama

    pemanasan, zat pengoksidasi, produk hasil reaksi oksidasi, dan komposisi asam

    lemak dalam minyak serta posisi asam lemak tersebut didalam trigliserida.

    Panas penggorengan akan menyebabkan terjadinya oksidasi termal asam

    lemak tidak jenuh yang ditandai oleh penurunan bilangan iod, peningkatan

    kekentalan minyak, bilangan asam, dan bilangan peroksida yang menendakan

    tingginya kandungan karbonil.

    Oksidasi minyak pada suhu tinggi akan menghasilkan senyawa aldehida,

    keton, hidrokarbon,alkohol, lakton, dan senyawa aromatis yang mempunyaibau tengik dan rasa getir. Pada suhu tinggi gliserida-gliserda akan terhidrolisis

    menjadi gliserol dan asam lemak bebas, selanjutnya gliserol akan terpisah

    menjadi okrolein.

    Proses oksidasi akan menghasilkan hidroperoksida yang akan mengalami

    degradasi lebih lanjut melalui tiga reaksi. Pertama reaksi fisi yang akan

    menghasilkan alkohol, aldehida, asam dan hidrokarbon yang mempunyai

    peranan dalam pembentukan flavor dan warna hitam pada minyak. Reaksi yang

    kedua adalah dehidrasi yang menghasilkan keton serta reaksi yang ketiga

    adalah reaksi pembentukan radikal bebas yang membentuk dimer, trimer,

    epoksida dan hidrokarbon yang mempunyaiperan dalam meningkatkan

    kekentalan minyak serta terbentuknya fraksi NAF (Non Urea Adduct Forming)

    dan meningkatkan kekentalan minyak.

  • 5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka

    12/14

    Secara umum produk-produk yang terbentuk karena proses penggorengan

    digolongkan menjadi dua golongan yaitu komponen atsiri yang akan

    mempengaruhi flavor dari bahan pangan dan komponen non-atsiri yang berasal

    dari minyak dan dapat terserap ke dalam bahan pangan.

    Reaksi auto-oksidasi diawali oleh reaksi induksi, dimana sebelum

    terjadinya ketengikan minyak, minyak akan mengikat oksigan dari udara secara

    perlahan-lahan, kemudian mengalami perubahan cita rasa (reversi). Terjadinya

    induksi, menyebabkan kecepatan peningkatan oksigen dari udara akan

    meningkat yang diikuti oleh pembentukan peroksida. Reaksi selanjutnya adalah

    reaksi polimerisasi yang akan meningkatkan kekentalan minyak.

    I.Dampak Limbah Minyak Goreng bagi Lingkungan

    Limbah minyak goreng merupakan masalah yang serius pada lingkungan

    karena dapat menyebabkan timbulnya bau busuk. Pembuangan limbah minyak

    goreng sebagian besar berasal dari minyak goreng nabati. Permasalahan limbah

    minyak goreng ini dihadapi oleh hampir seluruh masyarakat dunia, mengingatsebagian besar penduduk mengunakan minyak goreng dalam proses memasak

    atau untuk kegiatan lainnya. Limbah minyak goreng tersebut berasal dari

    industry makanan, restoran, dan limbah rumah tangga. Beberapa dari limbah

    tersebut dikumpulkan untuk dimanfaatkan menjadi biodiesel, namun tidak

    sedikit pula yang dibiarkan memadat dan akhirnya dibuang dengan cara yang

    sama seperti sampah dapur lainnya. Hal tersebut dapat menyebabkan

    bertambahnya kerusakan lingkungan, contohnya limbah minyak goreng dalam

    jumlah banyak yang dibuang ke laut akan menutup permukaan air laut dan

    menyebabkan gangguan bagi ekosistem laut.

    J.

    Bahaya yang Dapat Ditimbulkan oleh Minyak Goreng yang Rusak Akibat

    Pemanasan

    Adanya peroksida yang terbentuk dari asam lemak tidak jenuh,

    menyebabkan terdekomposisinya peroksida menjadi karbonil danasam

    hidroksi serta adanya oksidasi parsial membentuk polimer-polimer yang

  • 5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka

    13/14

    diisolasi sebagai fraksi NAF (Non Urea Adduct Forming) memegang peranan

    penting terhadap terjadinya penurunan nilai gizi karena panas selama proses

    penggorengan minyak.

    Komponen NAF dapat bersifat toksisitas akut pada hewan percobaan,

    sedangkan peroksida dan karbonil menyebabkan toksisitas yang kronis. Fraksi

    NAF juga bersifat karsinogenik pada hewan kasinogenik pada hewan

    percobaan. Diketahui baha fraksi toksik tersebut mengadung sejumlah

    karbionil dan hidroksil yang sulit diubah dengan hidrogenasi.

    Panas juga menyebabkan ketidakstabilan dari komponen provitamin A

    katotenik. Adanya pembentukan apoksida serta adanya pemecahan rantai dari

    provitamin A katotenik (terutama -karoten yang merupakan kelompok

    karotenoik tertinggi yang ada di dalam minyak) yang diakibatkan oleh proses

    penggorengan (panas). Semakin tinggi penggorengan maka akan semakin

    banyak komponen pecahan dari -karoten dan akan semakin menurunkan

    ketersediaan -karoten dalam minyak.

  • 5/19/2018 Bab II Tinjauan Pustaka

    14/14