2011msa_bab ii tinjauan pustaka
TRANSCRIPT
-
TINJAUAN PUSTAKA
Pakan Ayam Broiler
Ayam broiler merupakan salah satu jenis ternak sumber pangan bagi
manusia yang banyak mengandung gizi. Budidaya ayam broiler agar dapat
berlangsung cepat dan aman untuk konsumsi manusia, maka diperlukan pakan
yang bermutu dengan formulasi pakan pada komposisi zat makanan yang
seimbang sesuai kebutuhan gizi ternak. Pakan adalah campuran dari beberapa
bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap maupun yang masih akan dilengkapi,
yang disusun secara khusus untuk dapat dipergunakan sebagai pakan sesuai
dengan jenis ternaknya (Deptan 2007; Mulyantini 2010). Mutu pakan yang baik
harus ada keseimbangan antara protein, energi, vitamin, mineral dan air.
Kebutuhan pakan untuk ayam bergantung pada strain, umur, besar ayam,
aktivitas, suhu lingkungan, kecepatan tumbuh, kesehatan dan imbangan zat pakan.
Zat makanan untuk ternak umumnya terdiri dari 6 jenis, yaitu air, karbohidrat,
protein, lemak, vitamin dan mineral. Untuk mengetahui berapa jumlah zat-zat gizi
yang diperlukan oleh tubuh ternak serta bagaimana menyusun pakan, diperlukan
pengetahuan mengenai mutu dan kuantitas zat-zat gizi. Untuk itu diperlukan
pengujian terhadap kandungan air, mineral, protein kasar, lemak kasar, serat
kasar, asam amino, vitamin dan energi termetabolis (Amrullah 2004; Wahju 1997;
Mulyantini 2010).
Menurut Wahju (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan zat-
zat makanan dan yang sangat penting harus diperhatikan adalah hubungan-
hubungan antara : (1) makanan dan genetik; (2) makanan dan penyakit, cekaman-
cekaman lainnya; dan (3) hubungan-hubungan yang menyangkut fungsi-fungsi
khusus seperti mempertahankan mutu daging.
Beberapa perusahaan menggolongkan pakan ayam broiler dalam 3 fase
yaitu pakan fase starter untuk ayam dari umur 1-18 hari, pakan grower 19-30 hari
dan pakan finisher 31-42 hari (Mulyantini 2010). Menurut BSN (2006), jenis
pakan ayam broiler dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
1. Pakan ayam broiler starter, biasa disebut BR1 merupakan pakan berbentuk
tepung, pelet atau crumble yang diberikan kepada ayam broiler (ayam
pedaging) mulai umur satu hari (DOC) sampai umur 21 hari.
-
6
2. Pakan ayam broiler finisher, biasa disebut BR2 merupakan pakan berbentuk
tepung, pelet atau crumble yang diberikan kepada ayam broiler (ayam
pedaging) mulai umur 22 hari sampai panen.
Tabel 1. Persyaratan mutu pakan ayam broiler starter dan finisher
No. Jenis pengujian Kandungan nutrisi pakan (%)
Ayam broiler Starter Ayam broiler Finisher
1. Air Max 14 Max 14
2. Abu Max 8 Max 8
3. Protein Kasar Min 19 Min 18
4. Lemak kasar Max 7,40 Max 8
5. Serat Kasar Max 6 Max 6
6. Kalsium 0,90 - 1,20 0,90 - 1,20
7. Fosfor Total 0,60 - 1,00 0,60 - 1,00
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (BSN) Tahun 2006
Perbedaan ayam broiler starter dengan finisher terdapat pada kandungan
nutrisinya (Tabel 1). Hal ini mengacu kepada tingkat imbangan energi metabolis
dan protein yang berbeda untuk kedua masa atau umur ayam broiler.
Formula pakan ayam broiler umumnya terdiri dari bahan pakan : jagung
40-50%, bungkil kedelai 25-30%, dedak/pollar 3%, bungkil kelapa 10%, tepung
ikan/tepung daging dan tulang 5 %, minyak kelapa 3 %, mineral
(limestone/dicalsiumphosphat)+vitamin 1-1,5% (Amrullah 2004).
Komposisi Nutrien Pakan
Mutu pakan ayam broiler merupakan faktor yang sangat penting
diperhatikan di dalam industri pakan ternak. Bila suatu pakan tidak memenuhi
persyaratan mutu yang telah ditetapkan, maka pertumbuhan atau produksi ternak
akan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kecuali air, yang hanya satu macam,
kini tidak kurang 15-21 macam mineral, 2 asam lemak, 8-11 asam amino
dianggap esensial bagi hidup ternak. Disamping itu masih terdapat lagi 13-15
vitamin dan bermacam-macam zat makanan yang berupa karbohidrat dan bahan-
bahan aktif yang belum banyak digali kegunaannya. Analisa pakan tersebut sangat
-
7
kompleks dan disederhanakan dengan mengelompokkan zat-zat makanan
berdasarkan sifat fisik dan kimianya. Metode ini dikenal dengan Analisis
Proksimat, yaitu metode terdekat dalam menggambarkan komposisi zat makanan
suatu bahan makanan (Amrullah 2004; Tillman dkk. 1998). Pengujian kimia yang
umum dilakukan pada pakan ayam broiler adalah air, abu, protein kasar, lemak
kasar, serat kasar, kalsium dan fosfor. Pengujian kimia masih menjadi metode uji
yang akurat untuk memberikan hasil uji suatu produk.
Kadar Air
Kadar air dalam pakan berhubungan erat dengan stabilitas pada saat
penyimpanan. Jika pakan ayam broiler yang diproduksi pabrik pakan mengandung
air yang tinggi, maka pabrik pakan akan mengalami kerugian akibat penyusutan.
Kandungan air yang tinggi dapat menyebabkan tumbuhnya bakteri dan jamur
yang dapat menurunkan mutu pakan dan membahayakan ternak yang
mengkonsumsinya. Hal tersebut berakibat menurunkan reputasi pabrik pakan
ternak yang memproduksinya. Oleh karena itu, kadar air dalam pakan perlu
dikontrol (Bates 1993; Tillman dkk. 1998; Amrullah 2004). Menurut BSN (2006),
kandungan air pakan ayam broiler baik starter maupun finisher adalah maksimal
14 %.
Kadar Abu
Kadar abu pada analisis proksimat tidak memberikan nilai nutrisi yang
penting. Jumlah abu dalam makanan hanya penting untuk menentukan
perhitungan BETN. Komponen unsur-unsur mineral dalam bahan makanan yang
berasal dari tanaman sangat bervariasi sehingga nilai abu tidak dapat dipakai
sebagai indeks untuk menentukan jumlah unsur mineral tertentu atau kombinasi
unsur-unsur yang penting. Pada bahan makanan yang berasal dari hewan, kadar
abu berguna sebagai indeks untuk menaksir kadar kalsium dan fosfor. Apabila
kadar abu pakan ayam broiler tinggi, maka nilai mineral terutama kalsium juga
tinggi, begitu sebaliknya, namun agar lebih pasti dilakukan pengujian terhadap
mineral (Tillman dkk. 1998). Menurut BSN (2006) kandungan abu pakan ayam
broiler baik starter maupun finisher adalah maksimal 8 %.
-
8
Kadar Protein Kasar
Protein merupakan nutrisi utama yang mengandung nitrogen dan
merupakan unsur utama dari jaringan dan organ tubuh hewan dan juga senyawa
nitrogen lainnya seperti asam nukleat, enzim, hormone, vitamin dan lain-lain.
Protein dibutuhkan sebagai sumber energi utama karena protein ini terus menerus
diperlukan dalam makanan untuk pertumbuhan, produksi ternak dan perbaikan
jaringan yang rusak (Wahju 1998). Menurut BSN (2006), kandungan protein
kasar pakan ayam broiler baik starter maupun finisher adalah berturut-turut
minimal 19 % dan 18 %.
Protein mengandung karbon sebanyak 5055 %, hidrogen 5-7 % dan
oksigen 20-25 %, juga mengandung nitrogen rata-rata 16 %, sebagian lagi
merupakan unsur sulfur dan sedikit mengandung fosfat dan besi (Perlak I.L.
2009). Protein-protein tersebut dibentuk oleh berbagai kombinasi asam amino
yang terdiri dari 25 atau lebih asam amino yang berikatan dengan ikatan peptida.
Ikatan-ikatan peptida ini dengan berbagai jumlah asam amino menghasilkan
formasi protein seperti pada Gambar 1 (Perry et al. 2003; Tillman dkk. 1998).
COOH O H
R C NH C R
H NH2
Gambar 1. Struktur umum protein
Kadar Lemak Kasar
Lemak dalam pakan ayam broiler digunakan untuk memenuhi kebutuhan
energi pakan, mempertinggi palatabilitas, mencegah pemisahan bahan baku
pakan, menaikkan penyerapan vitamin A dan karoten, mengangkut zat nutrisi non
lemak tertentu, seperti vitamin A, D, E, dan K dan membantu penyerapan
mineral-mineral tertentu, seperti kalsium. Keberadaan lemak juga dapat
menyebabkan pakan menjadi cepat tengik, untuk itu perlu ditambahkan
antioksidan ke dalam pakan ayam broiler (Tillman dkk. 19998).
-
9
Faktor kritis yang perlu diperhatikan mengenai lemak yang terkandung di
dalam pakan adalah potensi terjadinya oksidasi selama penyimpanan. Hal ini
disebabkan oleh rasio antara hidrogen dan oksigen pada lemak sangat besar,
sehingga potensi terjadinya pengikatan oksigen menjadi besar. Pengikatan
oksigen di titik dimana adanya ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh
menyebabkan terbentuknya aldehid dan keton. Aldehid dan keton ini
menyebabkan bau tengik pada pakan (Perry et al. 2003). Menurut BSN (2006),
kandungan lemak kasar pakan ayam broiler baik starter maupun finisher adalah
berturut-turut minimal 7,4 % dan 8 %.
Kadar Serat Kasar
Karbohidrat bermacam-macam jenisnya dan berbeda-beda pula
manfaatnya bagi tubuh. Karbohidrat menjadi dua komponen yaitu serat kasar
yang sukar dicerna dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) yang bersifat mudah
dicerna. Serat kasar adalah karbohidrat yang tidak larut setelah dimasak oleh asam
dan basa. Serat kasar diduga kaya akan lignin dan selulosa sehingga sulit dicerna
oleh monogastrik, sebaliknya BETN yang berisi zat-zat mono, di, tri, dan
polisakaride terutama pati dan kesemuanya mudah larut dalam larutan asam dan
basa mempunyai daya cerna yang tinggi. Serat kasar terdiri dari hemiselulosa,
selulosa dan lignin. Ayam dapat menggunakan hemiselulosa sebagai sumber
energi tapi dalam keadaan terbatas, karena ayam tidak mempunyai enzim selulose.
Pakan yang mengandung serat yang tinggi akan menurunkan mutu nutrisi dan
palatabilitas ternak. Pakan yang lebih tinggi kandungan serat kasarnya lebih amba
dan umumnya lebih rendah nilai energinya. (Tillman dkk. 1998; Amrullah 2004).
Menurut BSN (2006), kandungan serat kasar pakan ayam broiler baik starter
maupun finisher adalah maksimal 6 %.
Kalsium dan Fosfor
Mineral dibutuhkan dalam jumlah kecil, tetapi peranannya mencakup
seluruh fungsi pengelolaan, pertumbuhan dan produksi. Terdapat 16 mineral
esensial yang dibagi menjadi dua golongan, yaitu 7 macam mineral makro dan 9
macam mineral mikro. Pembagian ini didasarkan kepada konsentrasi yang
terdapat dalam tubuh ternak. Umumnya mineral yang digunakan dalam pakan
-
10
ayam broiler adalah kalsium dan fosfor total. Mineral ini berfungsi membantu
pembentukan dan pemeliharaan struktur kerangka tubuh, sistem-sistem enzim,
transpor energi, pembekuan darah, kontraksi otot dan saraf serta keseimbangan
asam basa. Kelebihan kalsium akan mengganggu penggunaan magnesium,
mangan dan seng serta menyebabkan terbentuknya Ca3(PO4)2 tak larut, yang akan
menyebabkan defisiensi fosfor. Kekurangan Ca dan P akan mengalami gangguan
pada tulang dan paruh, lunaknya tulang, lemahnya urat daging dan pertumbuhan
terhambat (Tillman dkk. 1998; Amrullah 2004).
Menurut Mulyantini (2010), kebutuhan mineral, khususnya Ca dan P
sangat mungkin akan banyak direvisi apabila fitase, enzim pendagradasi kompleks
mioinositol, dipertimbangkan perannya dalam pakan. Kalsium dan P merupakan
mineral esensial yang saling berhubungan dalam proses biologis unggas. Oleh
karena itu imbangan kedua mineral tersebut sangat penting. Level P dapat
berpengaruh terhadap penyerapan Ca. Imbangan optimum Ca dan P tersedia
dalam pakan unggas berkisar 1:1 sampai 2:1. Vitamin D dapat membantu
penyerapan kalsium.
Menurut BSN (2006), kandungan kalsium dan fosfor total pakan ayam
broiler baik starter maupun finisher adalah berturut-turut 0,9-1,2 % dan 0,6-1 %.
Near Infrared (NIR) untuk Analisa Pakan Ternak
Metode NIR dapat diterapkan dalam pengujian, apabila telah dilakukan
validasi metode yaitu membandingkannya dengan metode kimia. Untuk itu perlu
dilakukan suatu pengkajian agar metode NIR ini valid dan dapat digunakan dalam
pengawasan mutu pakan di daerah.
Prinsip kerja NIR adalah bila suatu radiasi berinteraksi dengan sampel, ia
akan diabsorpsi, diteruskan atau dipantulkan. Hukum konservasi energi
memungkinkan kejadian tersebut dapat diperhitungkan. Total energi radiasi pada
sampel sama dengan jumlah energi yang diabsorbsi, diteruskan dan dipantulkan.
Dengan demikian bila energi yang dipantulkan dapat diukur dan energi yang
diteruskan diatur supaya mempunyai nilai nol maka energi yang diabsorbsi dapat
dihitung (Williams & Norris 1990; Osborne et al. 1993).
-
11
Suatu molekul mempunyai energi dalam berbagai bentuk misalnya energi
vibrasi yang disebabkan perubahan periodik pada atomnya dari posisi
kesetimbangannya. Di samping itu molekul juga mempunyai energi rotasi
berdasarkan atas perputaran terhadap pusat gravitasinya. Besarnya perbedaan
energi vibrasi dan rotasi pada molekul yang diradiasi akan mempengaruhi
absorbsi near infrared (Adrizal 2007)
Data absorbsi near infrared sangat potensial digunakan untuk analisis
mutu pakan ternak. Keuntungan penggunaan near infrared adalah cepat, murah,
persiapan sampel sederhana, tanpa menggunakan bahan kimia (Leeson &
Summers 1997, 2001; Fontaine et al. 2001; Farrel 1999; Wrigley 1999). Prediksi
dengan metode ini hanya membutuhkan beberapa gram sampel dalam bentuk
tepung dengan ketebalan sampel pada cawan petri minimal 1 mm sampai dengan
7 mm, kemudian disinari menggunakan near infrared. Data reflektan dari
penyinaran tersebut dikonversi menjadi nilai absorbsi, kemudian digunakan untuk
memprediksi komposisi kandungan pakan. Kalibrasi hubungan antara data
absorbsi near infrared dengan masing-masing kandungan gizi pakan adalah
sangat penting. Proses kalibrasi membutuhkan sampel yang banyak dan algoritma
yang sesuai, tetapi bila proses kalibrasi telah selesai maka proses analisis untuk
setiap sampel membutuhkan waktu beberapa menit saja sekitar 10 menit
(Williams & Norris 1990; Osborne et al. 1993).
Basis near infrared spectroscopy adalah chemometric yang
mengaplikasikan matematika ke analisis kimia. Teknik ini merupakan integrasi
spectroscopy, statistik dan ilmu komputer. Model matematika dibangun atas dasar
hubungan antara komposisi kimia dengan absorbansi radiasi sinar near infrared
pada panjang gelombang antara 4000 10.000 cm-1 . Pada spektrum tersebut kita
mengukur terutama vibrasi hidrogen pada ikatan kimia dimana hidrogen terikat
dengan atom lain seperti nitrogen, oksigen dan karbon. Pada umumnya pakan
ternak tidak tembus cahaya, oleh sebab itu analisis near infrared cenderung
menggunakan reflektan daripada transmitan. Cahaya yang dipantulkan oleh
sampel digunakan secara tidak langsung untuk mengukur jumlah energi yang
diabsorbsi oleh sampel. Analisis near infrared mengukur absorbs radiasi oleh
komponen-komponen didalam sampel misalnya, ikatan peptida pada panjang
-
12
gelombang tertentu. Komponen lain juga mengabsorbsi energi, namun bersifat
mengganggu. Untuk mengurangi efek tersebut dilakukan perlakuan matematik
dan regresi linear atau prosedur statistik lainnya pada data tersebut (Williams &
Norris 1990; Osborne et al. 1993).
Menurut Buchi (2006), metode kalibrasi yang banyak digunakan adalah
Multiple Linear Regression (MLR), Principal Component Regression (PCR), dan
Partial Least Squares Regression (PLS). MLR adalah metode penetapan
kuantitatif yang klasik, dimana sudah banyak yang tidak menggunakan lagi.
Metode ini adalah kalibrasi multivariat, dimana tujuannya adalah untuk
memprediksi konsentrasi konstituen berdasarkan pada spektrumnya untuk
mendapatkan persamaan regresi dari semua dimensi secara sederhana. Panjang
gelombang yang digunakan adalah 4000 10.000 cm-1.
Menurut Harjono (2008), Principal components analysis (PCA) secara
umum dikenal sebagai teknik interprestasi multivariat, dimana the loading
dipilih untuk menjelaskan secara maksimal keragaman di dalam variabel. Akan
tetapi, kita akan mempertimbangkan disini sebagai alat statistik melalui
penggunaan komponen-komponen yang diturunkan adalam sebuah model regresi
untuk memprediksi variabel respon yang tidak teramati menggunakan komponen
utama. Komponen utama bertujuan untuk menjelaskan sebanyak mungkin
keragaman data dengan kombinasi linier yang ditemukan yang saling bebas satu
sama lain dan didalam arah keragaman paling besar. Tiap-tiap komponen utama
merupakan kombinasi linier dari semua variabel. Komponen utama pertama
menjelaskan variasi terbesar dari data diikuti dengan komponen utama kedua dan
seterusnya. Terdapat komponen utama yang jumlahnya sama dengan jumlah
variabel yang ada, tetapi biasanya hanya memilih sedikit komponen utama
pertama untuk analisis regresi.
Partial least squares (PLS) adalah sebuah metode reduksi dimensi data,
sejenis dengan PCA, untuk mencari faktor-faktor yang paling relevan dalam
memprediksi dan menginterprestasi data. Regresi PLS meningkatkan
kemampuannya model dari PCA dengan menggunakan variabel respon secara
aktif dalam dekomposisi bilinier prediktor. PCA terfokus pada keragaman di
dalam prediktor, sedangkan PLS fokus pada kovarians diantara respon dan
-
13
prediktor-prediktor. Dengan jalan menyeimbangkan informasi antara prediktor
dan respon, PLS mereduksi dampak dari banyaknya prediktor yang tidak relevan
dengan keragaman data. Estimasi kesalahan prediktor ditingkatkan dengan cara
validasi silang. PCA yang dilanjutkan dengan pemodelan regresi dan PLS-R
dapat diterapkan untuk kalibrasi yang melibatkan dimensi prediktor relatif besar
dengan respon yang relatif sedikit.
Principal Component Regression (PCR) merupakan teknik analisis
multivariat yang dilakukan dengan terlebih dahulu mereduksi komponen dengan
teknik Principal omponent Analysis (PCA) dilanjutkan dengan teknik analisis
regresi antara komponen utama yang baru terhadap respon. PCA telah mulai
dilakukan oleh Pearson (1901) dan kemudian dikembangkan oleh Hotelling
(1933). Aplikasi dari PCA didiskusikan oleh Rao (1964), Cooley dan Lohnes
(1971), dan Gnanadesikan (1977). Perlakuan statistik yang menakjubkan dengan
PCA ditemukan oleh Kshirsagar (1972), Morrison (1976), dan Mardia, Kent, dan
Bibby (1979).
PCR secara khas digunakan untuk model-model regresi linier, dimana
jumlah variabel bebas (prediktor) p adalah sangat banyak, atau dimana antar
prediktor berkorelasi tinggi (multikolinieritas). Salah satu aplikasi PCR yang
cukup penting adalah kalibrasi multivariat, dimana tujuannya adalah untuk
memprediksi konsentrasi konstituen berdasarkan pada spektrumnya. Spektrum
secara khas terdiri dari nilai-nilai yang menjangkau panjang gelombang dengan
kisaran yang luas, sehingga terdiri dari ratusan komponen yang harus dianalisis,
sedangkan faktor konsentrasi umumnya terbatas.
Keuntungan utama dari kalibrasi PCR adalah sebagai berikut:
a. Dekomposisi dari matrik absorbansi menjadi matrik ortogonal yang lebih kecil
memungkinkan terjadinya pengurangan permasalahan dimensional dalam
kasus sistem yang dikondisikan buruk. Jadi, jika terdapat spektrum dengan
korelasi yang tinggi, kita akan selalu memperoleh solusi yang terbaik dalam
hal matrik yang mendekati tunggal.
b. Komponen tambahan yang tidak diketahui atau komponen background dapat
secara otomatis dimodelkan sebagai komponen utama jika konsentrasi dari
komponen tersebut bervariasi terhadap sampel kalibrasi yang berbeda.
-
14
Partial Least-squared regression (PLS-R) pertama kali dikembangkan
oleh Herman Wold, yang tertarik pada aplikasi untuk ilmu sosial khususnya
bidang ekonomi. Namun demikian, PLS-R pertama kali dipopulerkan oleh ahli
kimia dan telah digunakan untuk mengatasi permasalahan kalibrasi dengan
dimensi yang besar, sebagai contoh penggunaan jumlah pengukuran reflektan
yang banyak untuk mengestimasi konsentrasi suatu larutan. PLS juga telah
digunakan oleh Davies dalam kalibrasi multivariat pada angka oktan
menggunakan 226 panjang gelombang NIR.
PLS-R adalah sama dengan PCR yang bertujuan untuk mengestimasi
koefisien regresi dalam model regresi linier dimana terdapat jumlah variabel x
dengan multikolinieritas yang tinggi. Dalam tahap pertama PCR, skor diperoleh
dengan mengekstraksi informasi yang ada didalam variabel x dengan menerapkan
analisis komponen utama (PCA) tanpa menggunakan informasi apapun mengenai
variabel y. Sebaliknya, skor dalam PLS-R dihitung dengan memaksimalkan
kriteria kovarian antara variabel x dan y sehingga dalam teknik ini respon telah
dilibatkan dalam analisis sejak awal. PLS dapat menangani multikolinieritas,
jumlah prediktor yang banyak, dan akibat fokus prediksi, bukan penjelasan, tidak
adanya pemahaman yang baik mengenai hubungan respon terhadap prediktor
tidak menjadi suatu masalah.
Keunggulan utama dari metode PLS-R didasarkan pada proses
dekomposisi matrik konsentrasi C dan matrik absorbansi A yang saling
berhubungan, sehingga dengan algoritma ini dapat diperoleh model kalibrasi yang
sempurna.
Fontaine et al. (2001), telah menggunakan NIR untuk memprediksi
kandungan asam amino esensial beberapa bahan pakan yaitu kedelai, rapeseed
meal, tepung biji bunga matahari, kacang polong, tepung ikan, tepung daging dan
tepung produk samping pemotongan ayam (poultry meal). Kalibrasi dilakukan
dengan Modified Partial Least Squares Regression (MPLS). Hasil terbaik dari
kalibrasi dan validasi untuk tepung ikan menunjukkan koefisien korelasi (r)
berkisar antara 0,92 0,96. Hasil validasi menunjukkan koefisien determinasi
(R2) sebesar 0,89 0,93. SEC berkisar 0,026 % - 1.545 % untuk koefisien
korelasi, sedangkan SECV berkisar 0,034 % - 1.989 %.
-
15
Valdes dan Leesons (1992), telah menggunakan NIR dengan metode
MPLS untuk memprediksi kandungan energi metabolis pada pakan unggas dan
menunjukkan nilai SEP yaitu 58 kkal/kg pakan dari rata-rata 2996 kkal/kg dan
standar deviasi (SD) sebesar 211 kkal/kg. Cozzolino dan Moron (2004), telah
menggunakan NIR dengan metode MPLS untuk memprediksi kandungan trace
mineral dari bahan pakan leguminosa di Uruguay. Hasil yang diperoleh adalah
akurasi yang masih rendah dimana rasio SD/SEP berkisar antara 1.61 sampai
3.70. Prediksi komposisi nutrien pakan kelinci telah dilakukan oleh Xiccato et al.
(1999) dengan mendapatkan nilai SEC dan SEP protein sebesar 0.75 % dan
0.77 %.