bab ii tinjauan pustaka
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Sistem Pengendalian Intern
1.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern
Sebelumnya istilah yang dipakai untuk pengendalian intern adalah
sistem pengendalian intern, sistem pengawasan intern dan struktur
pengendalian intern. Mulai tahun 2001 istilah resmi yang digunakan IAI
adalah pengendalian intern. Menurut Sukrisno Agoes dikutip dari IAI
”Auditing (pemeriksaan akuntan) oleh KAP edisi ketiga” (2004, 75)
pengendalian intern sebagai suatu proses yang dijalankan oleh dewan
komisaris, manajemen, dan personel lain entitas yang didesain untuk
memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan berikut
ini: (a) keandalan laporan keuangan, (b) efektifitas dan efisiensi operasi, dan
(c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
Zaki Baridwan dalam bukunya ”Sistem Akuntansi” (1991, 13) dalam
arti sempit, pengendalian intern merupakan pengecekan penjumlahan, baik
dalam penjumlahan mendatar (cross footing) maupun penjumlahan menurun
(footing). Dalam arti luas, pengendalian intern tidak hanya meliputi
pengecekan, tetapi meliputi semua alat yang dipergunakan manajemen untuk
melakukan pengawasan.
1
Menurut Zaki Baridwan yang dikutip dari AICPA ”Sistem Akuntansi”
(1991, 13), pengawasan intern itu meliputi struktur organisasi dan semua
cara-cara serta alat-alat yang dikoordinasikan yang digunakan dalam
perusahaan dengan tujuan untuk menjaga keamanan harta milik perusahaan,
memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi, memajukan efisiensi di
dalam operasi, dan membantu menjaga dipatuhinya kebijaksanaan
manajemen yang telah ditetapkan lebih dahulu.
Menurut George H. Bodnar dan William S. Hopwood dalam bukunya
”Sistem Informasi Akuntansi Edisi 9” (2006, 11) pengendalian internal
merupakan satu proses yang dirancang untuk menyediakan keyakinan yang
rasional atas tercapainya tujuan (1) reliabilitas laporan keuangan, (2)
efektivitas dan efisiensi operasi perusahaan, (3) kesatuan organisasi dengan
aturan serta regulasi yang ada.
Menurut Al Haryono Jusup yang dikutip dari Committee of
Sponsoring Organizations (COSO) ”Auditing (Pengauditan)” (2001, 252),
laporan COSO mengungkapkan konsep-konsep dasar yang terkandung dalam
pengendalian intern sebagai berikut:
Pengendalian intern adalah suatu proses. Ini berarti bahwa
pengendalian intern merupakan cara untuk mencapai tujuan, bukan
tujuan itu sendiri. Pengendalian intern terdiri dari serangkaian
tindakan yang melekat dan terintegrasi dalam infrstruktur satuan
usaha.
2
Pengendalian intern dipengaruhi oleh manusia. Pengendalian intern
bukan hanya terdiri dari buku pedoman kebijakan dan formulir-
formulir, tetapi juga orang-orang pada berbagai jenjang dalam
suatu organisasi, termasuk dewan komisaris, manajemen, serta
personil lainnya.
Pengendalian intern hanya diharapkan memberikan keyakinan
memadai, bukannya keyakinan penuh, bagi manajemen dan dewan
komisaris satuan usaha karena adanya kelemahan-kelemahan
bawaan yang melekat pada seluruh sistem pengendalian intern dan
perlunya mempertimbangkan biaya dan manfaat yang
bersangkutan dengan penetapan pengendalian tersebut.
Pengendalian intern adalah alat untuk mencapai tujuan-tujuan
dalam berbagai hal yang satu sama laintumpang-tindih yaitu
pelaporan keuangan, kesesuaian, dan operasi.
Definisi yang dikemukakan oleh COSO tersebut memberikan
pengertian bahwa pengendalian intern adalah merupakan suatu proses yang
dijalankan oleh dewan komisaris dan personel lainnya, yang dirancang untuk
memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga golongan
tujuan berikut : (a) efektivitas dan efisiensi operasi; (b) keandalan laporan
keuangan; dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
3
Berdasarkan beberapa definisi yang diungkapkan sebelumnya, maka
dapat disimpulkan bahwa Sistem Pengendalian Intern adalah suatu proses
yang dilaksanakan organisasi dan orang-orang yang terkait di dalamnya,
dalam rangka menciptakan kebijaksanaan yang terkoordinasi sehingga
terkelolanya organisasi untuk menjaga keamanan harta perusahaan,
mengecek keandalan data akuntansi, memperoleh efektifitas dan efisiensi
operasi, dipatuhinya setiap kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh
manajemen dan membuat tercapainya tujuan akhir suatu usaha.
Pengendalian intern terdiri dari 5 komponen yang meliputi: (a).
Control environment; (b). Risk assessment; (c). Control activities; (d).
Information and Communication; dan (e). Monitoring. (COSO, 1994;
Konrath, 2002 dan Whittington, 2001:242): Konrath (2002), menggambarkan
lima komponen pengendalian intern seperti gambar berikut ini:
4
Infrastructure
INFORMATION AND COMMUNICATION
CONTROL ACTIVITIES
RISK ASSESSMENT
CONTROL ENVIRONMENT(foundation)
Monitoring(ongoing)
Sumber: Konrath, (2002: 207)Skema 2.1
Komponen Pengendalian intern
Menurut Sukrisno Agoes dikutip dari IAI ”Auditing (pemeriksaan
akuntan) oleh KAP edisi ketiga” (2004, 75), pengendalian intern terdiri dari
lima komponen yang saling terkait sebagai berikut:
a Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi,
mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya. Lingkungan
pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian
intern, menyediakan disiplin dan struktur.
5
b Penaksiran risiko adalah identifikasi entitas dan analisis terhadap
risiko yang relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu
dasar untuk menentukan bagaimana risiko harus dikelola.
c Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang
membantu menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan.
d Informasi dan komunikasi adalah pengidentifikasian, penangkapan,
dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan waktu yang
memungkinkan orang melaksanakan tanggung jawab mereka.
e Pemantauan adalah proses yang menentukan kualitas kinerja
pengendalian intern sepanjang waktu.
Zaki Baridwan dalam bukunya “Sistem Akuntansi” (1991, 18-19),
pengawasan intern, dalam arti luas termasuk…pengawasan-pengawasan yang
dapat dibedakan sebagai pengawasan akuntansi (accounting control) atau
pengawasan administrative (administrative control) sebagai berikut:
a. Pengawasan akuntansi terdiri dari struktur organisasi dan semua
metode dan prosedur yang terutama berkaitan dengan, dan
berhubungan langsung pada, pengamanan aktiva dan dapat
dipercayainya catatan financial. Pengawasan akuntansi biasanya
mencakup pengawasan-pengawasan seperti system pengesahan dan
persetujuan, pemisahan tugas diantara pihak yang mencatat dan
membuat laporan dengan pihak pelaksana atau penyimpanan aktiva,
pengawasan pisik atas aktiva, dan internal auiditing.
6
b. Pengawasan administrative terdiri dari struktur organisasi dan semua
metode dan prosedur yang terutama berkaitan dengan efisiensi
operasi dan kepatuhan pada kebijaksanaan manajemen dan biasanya
hanya mempunyai hubungan yang tidak langsung dengan catatan
financial. Pengawasan administrative ini biasanya mencakup
pengawasan-pengawasan seperti analisis statistic, penelitian waktu
dan gerak (time and motion studies), laporan pelaksanaan
(performance reports), program latihan karyawan, dan control
kualitas.
1.2 Tujuan dan Fungsi Pengendalian Intern
1.2.1 Tujuan Sistem Pengendalian Intern
Zaki Baridwan dalam bukunya “Sistem Akuntansi” (1991, 13) tujuan
system pengendalian intern antara lain:
a. Menjaga keamanan harta milik perusahaan
Kekayaan fisik suatu perusahaan dapat dicuri, disalahkan atau hancur
karena kecelakaan tersebut dilindungi dengan pengendalian yang
memadai.
b. Memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi.
Manajemen memerlukan informasi keuangan yang teliti dan andal
untuk menjalankan kegiata usahanya. Banyak informasi yang yang
digunakan oleh manajemen untuk dasar pengambilan keputusan
penting. Pengendalian intern dirancang untuk memberikan jaminan
7
proses pengolahan data akuntansi akan menghasilkan informasi
keuangan yang teliti dan andal.
c. Memajukan efisiensi dalam operasi.
Pengendalian intern ditujukan untuk mencegah usaha yang tidak perlu
atau pemborosan dalam segala kegiatan bisnis perusahaan dan untuk
mencegah penggunaan sumber daya perusahaanyang tidak efisien.
d. Membantu menjaga agar tidak ada yang menyimpang dari
kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan lebih dahulu
Untuk mencapai tujuan perusahaan, manajemen menetapkan kebijakan
dan prosedur. Struktur pengendalian intern ditujukan untuk
memberikan jaminan yang memadai agar kebijakan manajemen
dipatuhi oleh karyawan perusahaan.
Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa pengendalian intern
bertujuan untuk menjaga integritas informasi akuntansi, melindungi aktiva
perusahaan terhadap kecurangan, pemborosan, dan pencurian yang dilakukan
oleh pihak baik dari dalam maupun dari luar perusahaan. Selainitu
pengendalian intern juga harus dapat memudahkan pelacakan kesalahan baik
yang disengaja atau tidak, sehingga memperlancar prosedur audit.
Agar dapat berjalan efektif, pengendelian intern memerlukan adanya
pembagian tanggung jawab yang jelas dalam organisasi. Setiap fungsi harus
ada penanggungjawabnya secara khusus. Tujuannya adalah agar setiap
karyawan dapat mengkonsentrasikan perhatian kepada lingkup tanggung
jawabnya masing-masing, sehingga tidak ada fungsi yang tidak tertangani.
8
2.2.2. Fungsi Sistem Pengendalian Intern
System pengendalian intern berfungsi untuk mencegah hal-hal yang
dapat membawa kerugian bagi perusahaan antara lain:
a. Mencegah terjadinya penyimpangan, misalnya laporan keuangan yang
sengaja disajikan secara salah dan tidak menyajikan data dengan
sebenarnya.
b. Mencegah terjadinya kecurangan, biasanya menyangkut perbuatan
yang tidak jujur, penipuan atau perbuatan lain yang sengaja dan
merugikan perusahaan seperti:
- Pencurian uang atau aktiva lain secara langsung
- Pencurian uang dengan tidak mempertanggungjawabkannya
sebagai penerima
- Pencurian uang dengan jalan melakukan peneluaran yang tidak sah
c. Mencegah terjadinya pemborosan, misalnya pemakaian aktiva tetap
seperti mesin-mesin, kendaraan, dan sebagaimana berlebihan melewati
batas normal.
d. Mencegah terjadinya kesalahan dan kekeliruan dalam menentukan
standar kerja
Selain keempat fungsi di atas pengendalian intern juga berfungsi:
a. Menetapkan apakah organisasi administrasi perusahaan memenuhi
syarat-syarat pengendalian intern atau tidak.
9
b. Menetapkan apakah pelaksanaan kegiatan perusahaan sesuai dengan
kebijaksanaan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh pimpinan
perusahaan.
c. Memeriksa apakah system pemeriksaan dan laporan-laporan dapat
dipercaya.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa system pengendalian intern
bukanlah dimaksudkan untuk meniadakan semua kemungkinan terjadinya
kesalahan dan penyelewengan. Tetapi setidaknya dengan system
pengendalian intern yang baik akan dapat menekan terjadinya kesalahan dan
penyelewengan dalam batas-batas yang layak dan kalaupun kesalahan dan
penyelewengan terjadi hal ini dapat diketahui dan diatasi dengan cepat.
2.3. Unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern
Zaki Baridwan dalam bukunya “Sistem Akuntansi” (1991, 14-16),
suatu system pengawasan intern yang memuaskan harus memilki unsur-unsur
sebagai berikut:
a. Suatu struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab-tanggung
jawab fungsional secara tepat.
Suatu dasar yang berguna dalam menyusun struktur organisasi
perusahaan adalah pertimbangan bahwa organisasi itu harus fleksibel
dalam arti memungkinkan adanya penyesuaian-penyesuaian tanpa
harus mengadakan perubahan total. Selain itu organisasi yang disusn
harus dapat menunjukkan garis-garis wewenang dan tanggung jawab
yang jelas, dalam arti jangan sampai terjadi adanya overlap fungsi
10
masing-masing bagian. Untuk dapat memenuhi syarat bagi adanya
suatu pengawasan yang baik, hendaknya struktur organisasi dapat
memisahkan fungsi-fungsi operasional, penyimpanan, dan pencatatan.
Pemisahan fungsi-fungsi ini diharapkan dapat mencegah timbulnya
kecurangan-kecurangan dalam perusahaan.
b. Suatu system wewenang dan prosedur pembukuan yang baik, yang
berguna untuk melakukan pengawasan akuntansi yang cukup terhadap
harta milik, utang-utang, pendapatan-pendapatan, dan biaya-biaya.
System wewenang dan prosedur pembukuan dalam suatu perusahaan
merupakan alat bagi manajemen untuk melakukan pengawasan
terhadap operasi dan transaksi-transaksi yang terjadi dan juga untuk
mengklasifikasikan data akuntansi dengan tepat. Klasifikasi data
akuntansi ini dapat dilakukan dalam rekening-rekening buku besar.
Susunan rekening-rekening dalam buku besar biasanya disebut chart
of accounts.
c. Praktek-praktek yang sehat harus dijalanakan dalam melakukan tugas-
tugas dan fungsi-fungsi setiap bagian dalam organisasi.
Yang dimaksud dengan praktek-praktek yang sehat adalah setiap
pegawai dalam perusahaan melaksanakan tugasnya sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan.
Praktek yang sehat ini harus berlaku untuk seluruh prosedur yang ada,
sehingga pekerjaan suatu bagian akan langsung dicek oleh bagian
lainnya. Pekerjaan pengecekan seperti ini dapat terjadi bila struktur
11
organisasi dan prosedur yang disusun itu sudah memisahkan tugas-
tugas dan wewenang-wewenang sehingga tidak ada satu bagian pun
dalam perusahaan yang mengerjakan suatu transaksi dari awal sampai
akhir.
d. Suatu tingkat kecakapan pegawai yang sesuai dengan tanggung
jawabnya.
Tingkat kecakapan pegawai mempengaruhi sukses atau tidaknya suatu
system pengendalian intern. Apabila sudah disusun suatu struktur
organisasi yang tepat dan prosedur-prosedur yang baik tetapi tingkat
kecakapan pegawai tidak mempengaruhi syarat-syarat yang diminta,
sulit diharapkan bahwa system pengendalian intern akan berhasil baik.
Untuk mendapatkan pegawai yang tingkat kecakapannya sesuai
dengan kebutuhan perusahaan harus dilakukan:
- Seleksi dan tes-tes terhadap calon pegawai baru agar dapat
ditentukan apakah calon pegawai yang bersangkutan memenuhi
criteria yang diinginkan perusahaan.
- Apabila pegawai sudah diterima bekerja perlu diadakan latihan-
latihan agar dapat meningkatkan kecakapan pegawai tersebut.
- Pengecekan pelaksanaan pekerjaan dari para pegawai dan menilai
hasil-hasil yang telah dicapai
Perlu diingat bahwa pegawai yang cukup cakap untuk suatu pekerjaan
bukan berarti pegawai yang tingkat pendidikannya tinggi, sehingga
gajinya juga tinggi tapi mungkin juga dengan pendidikan menengah
12
sudah cukup. Hal-hal seperti ini perlu dipertimbangkan agar diperoleh
pegawai yang cukup cakap tetapi juga ekonomis.
Unsur-unsur ini merupakan dasar bagi pengendalian intern yang baik,
dan apabila salah satu dari elemen ini tidak terpenuhi maka akan
menimbulkan ketimpangan dan menghambat keberhasilan system
pengendalian intern yang diterapkan.
2.4. Keterbatasan Struktur Pengendalian Intern
Secara teoritis perusahaan menghendaki suatu system pengendalian
intern yang sempurna, tetapisecara praktis system pengendalian intern yang
sempurna sulit untuk dicapai. Hal-hal ini disebabkan adanya factor-faktor
yang memabatasi bekerjanya suatu system pengendalian intern. Menurut Al
Haryono Jusup dalam bukunya “Auditing (Pengauditan)” (2001, 254-255),
keterbatasan struktur pengendalian intern perusahaan didasari oleh hal-hal
berikut ini:
Kesalahan dalam pertimbangan. Seringkali terjadi, manajemen dan
personil lainnya melakukan pertimbangan yang kurang matang dalam
pengambilan keputusan bisnis, atau dalam melakukan tugas-tugas
rutin karena kecurangan informasi, keterbatasan waktu, atau penyebab
lainnya.
Kemacetan. Kemacetan pada pengendalian yang telah berjalan bisa
terjadi Karena petugas salah mengerti dengan instruksi, atau
melakukan kesalahan karena kecerobohan, kebingungan, atau
kelelahan.
13
Kolusi. Kolusi atau persekongkolan yang dilakukan oleh seorangn
pegawai dengan pegawai lainnya, atau dengan pelanggan, atau
pemasok, bisa tidak terdeteksi oleh struktur pengendalian intern.
Pelanggaran oleh manajemen. Manajemen bisa melakukan
pelanggaran atas kebijakan atau prosedur-prosedur untuk tujuan-tujuan
tidak sah, seperti keuntungan pribadi atau membuat laporan keuangan
menjadi nampak baik. Praktik pelanggaran oleh manajemen meliputi
pula pemberian informasi yang tidak benar secara sengaja kepada
auditor atau pihak lain, misalnya dengan membuat dokumen palsu
untuk mendukung penjualan transaksi penjualan fiktif.
Biaya dan Manfaat. Biaya penyelenggaraan suatu struktur
pengendalian intern seyogyanya tidak melebihi manfaat yanag akan
diperoleh dari penerapan pengendalian intern tersebut. Oleh karena itu
walaupun pengendalian untuk suatu hal diperlukan, namun kadang-
kadang tidak diterapkan oleh perusahaan, karena biaya
penyelenggaraan atau manfaatnya tidak sepadan dengan manfaatnya.
2.5 Pengertian, Tujuan dan Sasaran Raskin
Menurut Pedum raskin (2009, 1), program raskin merupakan bagian
integral dari program penanggulangan kemiskinan, yang bersinergi dengan
program pembangunan lainnya, seperti program perbaikan gizi, peningkatan
kesehatan, pendidikan dan peningkatan produktivitas masyarakat.
Tujuan Program Raskin adalah mengurangi beban pengeluaran RTS
melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras.
14
Sasaran Program Raskin Tahun 2009 adalah berkurangnya beban
pengeluaran 18,5 juta RTS dalam mencukupi kebutuhan pangan beras,
melalui pendistribusian beras bersubsidi sebanyak 15 kg/RTS/bulan dengan
harga tebus Rp 1.600 per kg netto di TD.
2.6 Dasar-dasar Hukum Program Raskin
Peraturan perundangan yang menjadi landasan pelaksanaan program
Raskin adalah:
1. Undang-Undang No. 7 Tahun 1996, tentang Pangan.
2. Undang-Undang No. 19 Tahun 2003, tentang Badan Usaha Milik
Negara (BUMN).
3. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah.
4. Undang-Undang No. 47 Tahun 2009, tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010.
5. Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1986 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang No.8 Tahun 1985.
6. Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002, tentang Ketahanan
Pangan.
7. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2003, tentang Pendirian
Perusahaan Umum BULOG.
8. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah.
15
9. Peraturan Presiden RI No. 13 Tahun 2009, tentang Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan.
10. Peraturan Presiden RI No. 21 Tahun 2009, tentang Rencana Kerja
Pemerintah Tahun 2010.
11. Inpres Nomor 8 tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan Nasional.
12. Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang “Perubahan atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah”.
13. Kepmenko Kesra No. 35 Tahun 2008 tentang Tim Koordinasi
Raskin Pusat.
2.7 Pengelolaan dan Pengorganisasian Program Raskin
1. Pengelolaan
Pengelolaan Raskin memiliki prinsip nilai-nilai dasar yang menjadi
landasan atau acuan setiap pengambilan keputusan dalam pelaksanaan
rangkaian kegiatan, yang diyakini mampu mendorong terwujudnya tujuan
program Raskin. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
a. Keberpihakan kepada Rumah Tangga Sasaran Penerima
Manfaat (RTS-PM) Raskin, bermakna mengusahakan RTS-PM
Raskin dapat memperoleh beras kualitas baik, cukup sesuai alokasi
dan terjangkau.
b. Transparansi, bermakna membuka akses informasi kepada
16
pemangku kepentingan Raskin terutama RTS-PM Raskin, yang harus
mengetahui dan memahami adanya kegiatan Raskin serta dapat
melakukan pengawasan secara mandiri.
c. Partisipatif, bermakna mendorong masyarakat terutama RTS-PM
Raskin berperan secara aktif dalam setiap tahapan pelaksanaan
program Raskin, mulai dari tahap perencanaan, sosialisasi,
pelaksanaan dan pengendalian.
d. Akuntabilitas, bermakna bahwa setiap pengelolaan kegiatan Raskin
harus dapat dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat setempat
maupun kepada semua pihak yang berkepentingan sesuai dengan
peraturan dan ketentuan yang berlaku atau yang telah disepakati.
2. Pengorganisasian
Dalam rangka pelaksanaan program Raskin tahun 2009 dipandang
perlu mengatur organisasi pelaksana program Raskin. Untuk mengefektifkan
pelaksanaan program dan pertanggungjawabannya, dibentuk Tim Koordinasi
Raskin di tingkat pusat sampai kecamatan dan Pelaksana Distribusi Raskin di
tingkat desa/kelurahan serta tim lainnya sesuai kebutuhan yang diatur dan
ditetapkan melalui keputusan pejabat yang berwenang.
Penanggung jawab pelaksanaan program Raskin di pusat adalah
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, di provinsi adalah
gubernur, di kabupaten/kota adalah bupati/walikota, di kecamatan adalah
camat dan di desa/kelurahan adalah kepala desa/lurah.
17
a. Tim Koordinasi Raskin Pusat
Tim Koordinasi Raskin Pusat beranggotakan unsur dari Kementerian
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen
Keuangan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Sosial, Departemen
Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKP), dan Perum BULOG.
1) Kedudukan
Tim Koordinasi Raskin Pusat berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat.
2) Tugas
Melaksanakan koordinasi kebijakan perencanaan dan anggaran,
pelaksanaan, fasilitasi, monitoring dan evaluasi serta menerima
pengaduan dari masyarakat tentang pelaksanaan program Raskin.
3) Fungsi
Mengkoordinasikan dan merumuskan kebijakan Raskin sebagai bagian
dari kebijakan penanggulangan kemiskinan.
4) Struktur dan Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Pusat
Tim Koordinasi Raskin Pusat terdiri dari Pengarah, Pelaksana dan
18
Sekretariat. Pengarah terdiri dari Ketua dari unsur Kementerian
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Anggota terdiri dari
unsur Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Departemen
Dalam Negeri, Departemen Keuangan, Departemen Sosial,
Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, BPS, BPKP dan Perum
BULOG.
Pelaksana terdiri dari ketua, wakil ketua/ketua bidang dan Anggota.
Ketua Pelaksana adalah Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan
Sosial dan Perumahan Rakyat Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat; Wakil Ketua I /Bidang Kebijakan Perencanaan
adalah Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas; Wakil Ketua II
/Bidang Kebijakan Anggaran adalah Direktur Anggaran III, Ditjen
Anggaran Departemen Keuangan; Wakil Ketua III /Bidang
Pelaksanaan dan Distribusi adalah Direktur Pelayanan Publik Perum
BULOG; Wakil Ketua IV /Bidang Fasilitasi, Monev dan Pengaduan
adalah Direktur Usaha Ekonomi Masyarakat Ditjen PMD Departemen
Dalam Negeri.
Anggota Tim terdiri dari unsur-unsur Kementerian Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen
Keuangan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Sosial,
19
Departemen Pertanian, Badan Pusat Statistik, BPKP, dan Perusahaan
Umum BULOG.
Skema 2.2
b. Tim Koordinasi RASKIN Provinsi
Gubernur bertanggung jawab atas pelaksanaan program Raskin di
20
TIM KOORDINASI RASKIN PUSAT
Wakil Ketua II/ Bidang Kebijakan Anggaran : Direktur Anggaran III, Ditjen Anggaran Departemen Keuangan
PELAKSANA
SEKRETARIAT
Anggota :
1. Deputi Bidang Koord Pertanian dan Kelautan, Kementerian Koord Bidang Perekonomian;
2. Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Departemen Dalam Negeri;
3. Direktur Jenderal Anggaran, Departemen Keuangan; 4. Direktur Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial,
Departemen Sosial; 5. Deputi Bidang Statistik Sosial, BPS; 6. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Hidup, Bappenas; 7. Deputi Kepala BPKP Bidang Polsoskam; 8. Direktur Utama, Perum BULOG.
Ketua : Sekretaris Kementerian Koord Bidang Kesra RI
PENGARAH
Wakil Ketua III/ Bidang Pelaksanaan dan Ditribusi : Direktur Pelayanan Publik Perum BULOG
Wakil Ketua I/ Bidang Kebijakan Perencanaan Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas
Ketua : Deputi Bidang Koord Perlindungan Sosial dan Perumahan Rakyat Kementerian Koord Bidang Kesejahteraan Rakyat
Wakil Ketua IV/ Bidang Fasilitasi, Monev dan Pengaduan : Direktur Usaha Ekonomi Masyarakat Ditjen PMD Depdagri
wilayahnya dengan membentuk Tim Koordinasi Raskin Tingkat Provinsi
sebagai berikut :
1) Kedudukan
Tim Koordinasi Raskin Provinsi adalah pelaksana program Raskin di
provinsi, yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada
gubernur.
2) Tugas
Tim Koordinasi Raskin Provinsi mempunyai tugas merencanakan,
melaksanakan, mengendalikan, sosialisasi, monitoring, evaluasi, dan
melaporkan pelaksanaan program Raskin di wilayah Provinsi.
3) Fungsi
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Tim Koordinasi Raskin Provinsi
mempunyai fungsi :
a) Koordinasi perencanaan program Raskin di provinsi.
b) Fasilitasi lintas pelaku, komunikasi interaktif, dan penyebarluasan
informasi program Raskin.
c) Pembinaan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Tim Koordinasi
Raskin Kabupaten/Kota.
d) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program Raskin di
kabupaten/kota.
21
4) Struktur dan Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Provinsi
Tim Koordinasi Raskin Provinsi terdiri dari penanggung jawab, ketua,
sekretaris, dan beberapa bidang antara lain: perencanaan, pelaksanaan
distribusi, monev dan pengaduan masyarakat, yang ditetapkan dengan
keputusan gubernur.
Tim Koordinasi Raskin Provinsi beranggotakan unsur-unsur instansi
terkait di tingkat provinsi antara lain Setda, Bappeda,
badan/dinas/lembaga yang berwenang dalam pemberdayaan
masyarakat, Dinas Sosial, Badan Pusat Statistik, badan/dinas/kantor
yang berwenang dalam ketahanan pangan, Perwakilan BPKP dan
Divisi Regional/Sub Divisi Regional Perum BULOG serta lembaga
lain sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.
c. Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota
Bupati/Walikota sebagai penanggung jawab program Raskin di tingkat
kabupaten/kota bertanggung jawab atas pengalokasian Pagu Raskin bagi
seluruh RTS-PM Raskin, penyediaan dan pendistribusian beras,
penyelesaian pembayaran HPB dan adminstrasi distribusi Raskin di
wilayahnya. Untuk penyelenggaraan program Raskin di wilayahnya,
bupati/walikota membentuk Tim Koordinasi Raskin sebagai berikut :
1) Kedudukan
22
Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota adalah pelaksana program
Raskin di kabupaten/kota, yang berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada bupati/walikota.
2) Tugas
Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota mempunyai tugas
merencanakan, melaksanakan, mengendalikan, sosialisasi, monitoring,
evaluasi, dan melaporkan pelaksanaan program Raskin di wilayah
Kabupaten/Kota.
3) Fungsi
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Tim Koordinasi Raskin
Kabupaten/Kota mempunyai fungsi :
a) Perencanaan program Raskin di kabupaten/kota.
b) Fasilitasi lintas pelaku, komunikasi interaktif, dan penyebarluasan
informasi program Raskin di kabupaten/kota.
c) Pembinaan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Tim Koordinasi
Raskin Kecamatan dan Pelaksana Distribusi Raskin di
desa/kelurahan.
d) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program Raskin di
kecamatan, desa/kelurahan.
23
4) Struktur dan Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin
Kabupaten/Kota
Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota terdiri dari penanggung
jawab, ketua, sekretaris, dan beberapa bidang antara lain: Perencanaan,
Pelaksanaan Distribusi, Monev dan Pengaduan Masyarakat, yang
ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota.
Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota terdiri dari
unsur-unsur instansi terkait di tingkat kabupaten/kota antara lain Setda,
Bappeda, badan/dinas/lembaga yang berwenang dalam pemberdayaan
masyarakat, Dinas Sosial, Badan Pusat Statistik, badan/dinas/kantor
yang berwenang dalam ketahanan pangan, Divre/Subdivre /Kansilog
Perum BULOG dan lembaga lain sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan.
d. Tim Koordinasi Raskin Kecamatan
Camat sebagai penanggung jawab di tingkat kecamatan bertanggung
jawab atas pelaksanaan distribusi Raskin, penyelesaian pembayaran HPB
dan adminstrasi distribusi Raskin di wilayahnya. Untuk penyelenggaraan
program Raskin di wilayahnya, camat membentuk Tim koordinasi Raskin
sebagai berikut :
1) Kedudukan
24
Tim Koordinasi Raskin Kecamatan adalah pelaksana program Raskin
di kecamatan, yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada camat.
2) Tugas
Tim Koordinasi Raskin Kecamatan mempunyai tugas merencanakan,
melaksanakan, mengendalikan, sosialisasi, monitoring, dan evaluasi
pelaksanaan program Raskin serta melaporkan hasilnya kepada Tim
Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota.
3) Fungsi
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Tim Koordinasi Raskin
Kecamatan mempunyai fungsi :
a) Perencanaan distribusi program Raskin di kecamatan.
b) Fasilitasi lintas pelaku, komunikasi interaktif, dan penyebarluasan
informasi program Raskin di kecamatan.
c) Pembinaan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Pelaksana
Distribusi Desa/Kelurahan.
d) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program Raskin di
desa/kelurahan.
4) Struktur dan Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Kecamatan
Tim Koordinasi Raskin Kecamatan terdiri dari penanggung jawab
yaitu camat, ketua yaitu sekretaris kecamatan, sekretaris yaitu Kasi
25
Kesejahteraan Sosial, dan anggota terdiri dari aparat Kecamatan,
Koordinator Statistik Kecamatan (KSK), anggota Satker Raskin dan
pihak terkait yang dipandang perlu.
e. Pelaksana Distribusi Raskin di Desa/Kelurahan
Kepala desa/lurah sebagai penanggung jawab di tingkat desa/kelurahan
bertanggung jawab atas pelaksanaan distribusi Raskin, penyelesaian
pembayaran HPB dan adminstrasi distribusi Raskin di wilayahnya.
Untuk pelaksanaan distribusi Raskin di wilayahnya, kepala desa/lurah
dapat menggunakan Warung Desa sebagai alternatif pelaksana distribusi
Raskin.
Pembentukan Warung Desa diatur dalam Pedoman Teknis tersendiri yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Pedum Raskin.
a) Kedudukan
Pelaksana Distribusi Raskin berkedudukan di bawah dan bertanggung
jawab kepada kepala desa/lurah.
b) Tugas
(1) Menerima dan mendistribusikan beras Raskin dari Satker Raskin
dan menyerahkan/menjual kepada RTS-PM Raskin di TD.
(2) Menerima Hasil Penjualan Beras (HPB) dari RTS-PM Raskin
secara tunai dan menyetorkan ke rekening Bank yang ditunjuk
Divre/Subdivre/Kansilog Perum BULOG atau menyetor secara
26
tunai kepada Satker Raskin.
(3) Menyelesaikan administrasi distribusi Raskin yaitu Berita Acara
Serah Terima (BAST) dan Daftar Penjualan Beras sesuai model
DPM-2.
c) Fungsi
(1) Pendistribusian Raskin kepada RTS-PM Raskin.
(2) Penerimaan uang hasil penjualan beras Raskin secara tunai dari
RTS-PM Raskin dan penyetorannya kepada Satker Raskin atau ke
rekening bank yang ditetapkan Divre/Subdivre/Kansilog Perum
Bulog.
(3) Pengadministrasian distribusi Raskin kepada RTS-PM Raskin.
f. Satker Raskin
1) Kedudukan
Satker Raskin berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada
Kadivre/Kasubdivre/Kakansilog Perum BULOG sesuai tingkatannya.
2) Organisasi
Satker Raskin terdiri dari :
a) Ketua
b) Anggota :
(1) Pegawai Perum BULOG yang ditetapkan melalui Surat
27
Perintah (SP) Kadivre/Kasubdivre/Kakansilog Perum BULOG.
(2) Tenaga bantuan yang ditetapkan oleh ketua satker atas
sepengetahuan Kadivre/Kasubdivre/Kakansilog Perum
BULOG.
3) Tugas dan Kewenangan
Satker Raskin mempunyai tugas, kewenangan dan tanggung jawab :
a) Ketua :
(1) Mempunyai kewenangan mengangkat dan memberhentikan
tenaga bantuan di wilayah kerjanya atas sepengetahuan
Kadivre/Kasubdivre/Kakansilog Perum BULOG.
(2) Mempunyai tugas dan bertanggung jawab atas pelaksanaan
distribusi, penyelesaian HPB, dan administrasi Raskin.
b) Anggota mempunyai tugas membantu dan bersama ketua sebagai
berikut :
(1) Mendistribusikan beras dari gudang Perum BULOG sampai
dengan TD dan menyerahkan kepada Pelaksana Distribusi
Raskin di TD.
(2) Menerima uang HPB atau bukti setor bank dari Pelaksana
Distribusi Raskin dan menyetorkan ke rekening HPB Bulog.
(3) Menyelesaikan administrasi distribusi Raskin yaitu Delivery
Order (DO), BAST, Rekap BAST di kecamatan (model MBA-
28
0) dan pembayaran HPB (Tanda Terima/kuitansi dan Bukti
Setor Bank) serta mengumpulkan DPM-2 dari TD.
Melaporkan pelaksanaan tugas antara lain : realisasi jumlah distribusi
beras, setoran HPB dan BAST di wilayah kerjanya kepada
Kadivre/Kasubdivre/ Kakansilog Perum BULOG secara periodik setiap
bulan.
2.8 Mekanisme Perencanaan dan Pelaksanaan
Kegiatan perencanaan meliputi penetapan pagu Raskin nasional
sampai dengan tingkat desa/kelurahan/kecamatan berdasarkan data RTS BPS,
penetapan RTS-PM berdasarkan kesepakatan hasil Musyawarah
Desa/Kelurahan dan rencana pendistribusian Raskin.
1. Pagu Raskin
a. Pagu Raskin Nasional dialokasikan ke provinsi di seluruh Indonesia
oleh Tim Koordinasi Raskin Pusat berdasarkan data RTS dari BPS
dan kuantum Pagu Raskin Nasional sesuai dengan Undang Undang
No. 41 tahun 2008 tentang APBN 2009.
b. Pagu Raskin Provinsi dialokasikan ke kabupaten/kota oleh Tim
Koordinasi Raskin Provinsi yang dituangkan dalam Keputusan
Gubernur. Penetapan Pagu Raskin Kabupaten/Kota didasarkan pada:
1) Pagu Raskin Provinsi.
2) Data RTS Kabupaten/Kota dari BPS.
29
c. Pagu Raskin Kecamatan/Kelurahan/Desa ditetapkan oleh Tim
Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota dengan Keputusan
Bupati/Walikota. Penetapan pagu Raskin Kecamatan dan
Desa/Kelurahan didasarkan pada:
a. Pagu Raskin Kabupaten/Kota
b. Data RTS Kecamatan, Desa/Kelurahan dari BPS
d. Pagu Raskin di suatu wilayah yang tidak dapat didistribusikan, tidak
dapat dialihkan ke wilayah lain.
e. Apabila pagu Raskin di suatu wilayah tidak dapat diserap sampai
dengan 31 Desember 2009, maka sisa pagu tersebut tidak dapat
disalurkan pada tahun 2010.
2. Penetapan Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM)
a. Penetapan RTS-PM di Desa/Kelurahan menggunakan data BPS yang
terdiri dari Rumah Tangga Sangat Miskin, Miskin, dan Hampir
Miskin. Data tersebut merupakan sasaran program penanggulangan
Kemiskinan secara nasional, termasuk Program Raskin. Oleh karena
itu daftar RTS-PM di setiap Desa/Kelurahan dibuat berdasarkan
nama-nama Rumah Tangga Sasaran hasil pendataan BPS tahun 2008
yang ditetapkan dalam DPM-1 dan ditandatangani oleh Kepala
Desa/Lurah serta disahkan oleh Camat..
b. Apabila terdapat nama-nama RTS data BPS yang sudah tidak sesuai
dengan data riil di Desa/Kelurahan, maka akan dilakukan
30
Musyawarah Desa/Kelurahan sebagai media verifikasi dengan tanpa
mengubah jumlah Pagu RTS-PM setiap Desa/Kelurahan. Dalam
Musyawarah Desa/Kelurahan melibatkan aparat Desa/Kelurahan,
tokoh masyarakat dan perwakilan dari RTS. Kriteria RTS yang
dinyatakan tidak sesuai meliputi::
1) RTS pindah tempat ke luar Desa/Kelurahan.
2) RTS yang sudah tidak layak sebagai penerima manfaat
(meningkat menjadi rumah tangga mampu).
Terhadap kedua kelompok RTS tersebut dapat digantikan dengan
rumah tangga lain yang menurut Musyawarah Desa/Kelurahan
dianggap layak menerima Raskin.
Terhadap nama kepala RTS yang telahg meninggal dunia dan masih
anggap layak menerima Raskin maka akan digantikan oleh anggota
rumah tangganya sesuai data RTS BPS.
c. Kesepakatan hasil Mudes/Muskel pada butir b. Ditetapkan sebagai
RTS-PM sesuai model DPM-1, yang ditetapkan oleh kepala
desa/lurah dan disahkan oleh camat. RTS-PM yang telah terdaftar
dalam DPM-1 diberi kartu identitas Rumah Tangga yang berhak
menerima Raskin.
d. Data RTS-PM Raskin di desa/kelurahan direkap di tingkat kecamatan
dan dilaporkan kepada Tim Koordinasi RASKIN Kabupaten/Kota
sebagai dasar penerbitan SPA.
31
3. Penetapan Titik Distribusi
a. TD yang merupakan tempat penyerahan beras Raskin antara Satker
Raskin kepada Pelaksana Distribusi Raskin pada dasarnya ditetapkan
di kantor desa/kelurahan atau;
b. Di lokasi lain atas kesepakatan tertulis antara pemerintah
kabupaten/kota dan Divre/Subdivre/Kansilog Perum Bulog setempat
yaitu:
1) Bagi Divre/Subdivre/Kansilog yang ingin meningkatkan
pelayanan, maka TD dapat dialihkan dari kantor
desa/kelurahan ke SLS Dusun/RW, atau ;
2) Bagi Divre/Subdivre/Kansilog yang tidak dapat menjangkau
kantor desa/kelurahan, maka TD dapat dialihkan dari kantor
desa/kelurahan ke kantor kecamatan atau tempat lainnya.
4. Rencana Distribusi
Tim Koordinasi Raskin Provinsi dan Tim Koordinasi Raskin
Kabupaten/Kota menyusun rencana distribusi yang meliputi durasi, kuantum
dan jadwal dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a. Waktu dan tata cara pendistribusian disesuaikan dengan situasi dan
kondisi obyektif daerah (geografis, infrastruktur dan sarana
transportasi), perkembangan harga dan kebutuhan beras RTS-PM.
b. Pendistribusian Raskin di suatu kabupaten/kota pada waktu panen raya
32
padi dapat dihentikan dan pendistribusiannya diprioritaskan pada
waktu musim paceklik/harga beras tinggi.
Penyediaan beras disetiap gudang Perum BULOG disesuaikan dengan
rencana distribusi Raskin di wilayah kerjanya, sehingga kelancaran proses
distribusi Raskin dapat terjamin.
5. Mekanisme Distribusi dan Administrasi
Pendistribusian beras dari gudang BULOG ke TD di desa/kelurahan
atau tempat lain yang telah disepakati antara pemerintah kabupaten/kota
dengan Divre/Subdivre/Kansilog Perum BULOG setelah diterbitkannya
SPPB/DO bulan yang bersangkutan, sebagai berikut:
KEPALA GUDANG
33
1
Mulai
TerimaUang
TandaTerima
lurah 1
BAST
Arsip2
Buku Kontrol )Cheklist(
BAST
TT
TerimaTT & BAST
Surat JalanSATGAS
ADMINISTRASI KANTOR KORLAP
KORLAP JURU TIMBANG
34
2Terima
TT, BAST, &SJ Satgas
Buku Kontrol )Cheklist(
BASTTandaTerima Surat Jalan
SATGAS
KEPALA GUDANG
KEPALAGUDANG
35
1
Surat JalanMOBIL
BuktiTimbang
TimbangBeras
BuktiTimbang
BAST
SJ Satgas
Surat JalanMOBIL
BuktiTimbang
PengantaranBeras
TTD & Stempel
JURU TIMBANG SATGAS
Skema 2.3. Mekanisme di atas dapat dilaksanakan setelah diterbitkannya DO/SPPB bulan yang
bersangkutan
Mekanisme pendistribusian dimulai dari diterbitkannya Surat
Permintaan Alokasi hingga distribusi ke TD,sebagai berikut:
a. Bupati/walikota menerbitkan Surat Permintaan Alokasi (SPA) kepada
Kadivre/Kasubdivre/KaKansilog Perum BULOG berdasarkan pagu
Raskin dan rincian di masing-masing kecamatan dan desa/kelurahan.
36
BuktiTimbang
2
2 Arsip2
b. Pada waktu beras akan didistribusikan ke TD,
Kadivre/Kasubdivre/KaKansilog Perum BULOG berdasarkan SPA
menerbitkan SPPB/DO beras untuk masing-masing
kecamatan/desa/kelurahan kepada Satker Raskin. Apabila terdapat
desa/kelurahan yang menunggak pembayaran HPB pada periode
sebelumnya, maka penerbitan SPPB/DO untuk desa/kelurahan tersebut
ditangguhkan sampai ada pelunasan
c. Berdasarkan SPPB/DO, Satker Raskin mengambil beras di gudang
Perum BULOG, mengangkut dan menyerahkan beras Raskin kepada
Pelaksana Distribusi Raskin di TD.
d. Kualitas beras yang diserahkan harus sesuai dengan kualitas standar
beras Raskin. Apabila terdapat beras yang tidak sesuai standar, maka
Pelaksana Distribusi Raskin langsung mengembalikan beras kepada
Satker Raskin untuk ditukar/diganti dengan beras yang standar.
e. Pelaksanaan penyerahan/penjualan beras kepada RTS-PM Raskin
pemegang kartu Raskin atau bukti lain yang ditetapkan setempat,
dilakukan oleh Pelaksana Distribusi Raskin. Realisasi pelaksanaan
penjualan beras dibuatkan daftar penjualan dan pembayaran harga
beras (HPB) sesuai model DPM-2. Daftar penjualan beras
ditandatangani oleh Pelaksana Distribusi Raskin dan diketahui oleh
kepala desa/lurah.
f. Penyerahan beras di TD dituangkan dalam BAST yang ditandatangani
37
oleh Satker Raskin dan Pelaksana Distribusi Raskin serta diketahui
oleh kepala desa/lurah atau pejabat yang ditunjuk dengan nama, tanda
tangan dan stempel.
g. Satker Raskin membuat rekapitulasi BAST di setiap kecamatan sesuai
model MBA-0 yang ditandatangani Satker Raskin dan camat atau
pejabat yang ditunjuk dengan nama, tanda tangan dan stempel.
h. Divre/Subdivre/Kansilog Perum BULOG membuat rekapitulasi MBA-
0 di setiap kabupaten/kota sesuai model MBA-1 dan ditandatangani
oleh Kadivre/Kasubdivre/KaKansilog Perum BULOG dan
bupati/walikota atau pejabat lain yang berwenang dengan nama, tanda
tangan dan stempel.
i. Pembuatan MBA-1 dilakukan secepatnya atau secara periodik yaitu :
1) Realisasi distribusi Raskin tanggal 1-15 dibuat pada tanggal 16
bulan yang bersangkutan.
2) Realisasi distribusi Raskin tanggal 16-31 dibuat pada tanggal 1
bulan berikutnya.
Setelah MBA-1 selesai ditandatangani segera dikirimkan ke divre
dilampiri dengan foto copy SPA dan Rekap SPPB/DO (MDO).
Namun sebelum dikirim dilakukan verifikasi untuk mengetahui
kelengkapan dana keabsahan dokumen.
i. Berdasarkan MBA-1, dibuat rekapitulasi di tingkat divre sesuai format
MBA-2 dan langsung dikirim ke Kantor Pusat Perum BULOG, c/q
38
Divisi Perbendaharaan.
6. Mekanisme Pembayaran dan Administrasi
a. Pembayaran HPB Raskin dari RTS-PM kepada Pelaksana Distribusi
Raskin pada prinsipnya dilakukan secara tunai Rp. 1.600/kg netto di
TD.
b. Pembayaran HPB Raskin dari Pelaksana Distribusi Raskin kepada
Satker Raskin dilakukan setelah menerima HPB Raskin dari RTS-PM.
c. Uang HPB Raskin yang diterima Pelaksana Distribusi Raskin dari
RTS-PM harus langsung diserahkan kepada Satker Raskin atau disetor
langsung ke rekening HPB BULOG melalui Bank setempat oleh
Pelaksana Distribusi Raskin.
d. Atas pembayaran HPB Raskin tersebut, dibuatkan Tanda Terima
Pembayaran (Kuitansi atau TT-HP Raskin) rangkap 3 oleh Satker
Raskin. Terhadap HPB Raskin yang disetor ke Bank, Pelaksana
Distribusi Raskin harus berdasarkan bukti setor asli dan TT-HP Raskin
diberikan setelah dilakukan konfirmasi ke Bank yang bersangkutan.
e. Apabila RTS-PM tidak mampu membayar secara tunai, maka dapat
diangsur dengan jaminan tertulis menggunakan Model MJ dari kepala
desa/lurah yang diketahui camat dan dilampiri daftar nama RTS-PM
Raskin yang belum membayar secara tunai. Pelunasan HPB selambat-
lambatnya dilakukan sebelum jadwal pendistribusian periode
berikutnya. Apabila sampai batas waktu pelunasan tidak dipenuhi,
39
maka alokasi Raskin periode berikutnya ditunda sampai HPB dilunasi.
f. Pelaksana Distribusi Raskin tidak dibenarkan menunda penyerahan
HPB Raskin kepada Satker Raskin atau rekening HPB BULOG.
Apabila sampai dengan jadwal penyaluran berikutnya HPB Raskin
belum disetorkan maka Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota
melakukan upaya penagihan kepada Pelaksana Distribusi Raskin.
g. Apabila Pelaksana Distribusi Raskin melakukan perbuatan melawan
hukum, maka Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota akan mencabut
penunjukan sebagai Pelaksana Distribusi Raskin dan melaporkan
kepada penegak hukum. Untuk kelancaran distribusi Raskin
selanjutnya, maka kepala desa/lurah menunjuk pengganti Pelaksana
Distribusi Raskin.
Pemerintah provinsi/kabupaten/kota/kecamatan/desa/kelurahan
diharapkan dapat menyediakan dana talangan dari APBD atau dari sumber
dana lainnya untuk kelancaran pembayaran HPB Raskin.
2.9 Kerangka Pikir
Perum BULOG di Sulawesi Tenggara merupakan perusahaan yang
diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan usaha logistik pangan.
Salah satu kegiatannya ialah mengadakan Program Beras Untuk Keluarga
Miskin (Raskin). Efektifitas program Raskin dapat dicapai melalui koordinasi
antar instansi/lembaga terkait baik di tingkat pusat maupun daerah.
Koordinasi dilaksanakan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
40
dan pengendalian dengan mengedepankan peran penting partisipasi
masyarakat.
Dalam hal pengendalian, maka diperlukan Sistem Pengendalian Intern
dalam pendistribusian beras untuk keluarga miskin (Raskin) pada Perum
BULOG di Sulawesi Tenggara yang meliputi penentuan keluarga penerima
Raskin, Jumlah alokasi beras, penentuan titik distribusi, mekanisme dan
administrasi distribusi, dan evaluasi.
System pengendalian intern pendistribusian Raskin tidak terlepas dari
bagan alir dan unsure-unsur system pengendalian intern, yang meliputi: (1).
Struktur Organisasi; (2). Sistem otorisasi dan Prosedur Pembukuan; (3).
Praktek yang Sehat; (4) Kecakapan Pegawai.
Untuk itu perusahaan harus menyusun dan menerapkan Sistem
Pengendalian Intern terhadap Pendistribusian Raskin yang baik agar dapat
meningkatkan efektifitas program tersebut agar semua elemen-elemen yang
terlibat dalam program ini dapat melaksanakan tugasnya dengan baik,
sehingga dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi elemen-elemen
yang berkaitan dalam program penerima Raskin.
Berdasarkan uraian di atas, maka secara skematis kerangka pikir
penelitian ini dapat digambarkan pada skema 2.4
Skema 2.4
Kerangka Pikir
41
42
Sistem Pengendalian Intern Pendistribusian Raskin
Unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern Pendistribusian Raskin, meliputi:
a. Struktur Organisasib. System otorisasi dan prosedur
pembukuanc. Praktek yang sehatd. Kecakapan Pegawai
Bagan Alir
Pendekatan Analisis Deskriptif