bab ii tinjauan pustaka 2.pdf
TRANSCRIPT
-
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Leptosperosis
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
mikroorganisme Leptospira interogans tanpa meandang bentuk spesifik
serotipenya. Penyakit ini dikemukakan pertama kali oleh Weil pada tahun 1886
yang membedakan penyakit yang disertai icterus ini dengan penyakit lain yang juga
menyebabkan icterus. Bentuk yang beratnya dikenal sebagai Weils disease.
Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever, swamp
fever, autumnal fever, infectious jaundice, field fever, cane tutter fever, dan lain-
lain.1
Leptospirosis acap kali luput didiagnosis karena gejala klinis tidak spesifik,
dan sulit dilakukan konfirmasi diagnose tanpa uji laboratorium. Kejadian luar biasa
leptospirosis dalam decade terakhir di beberapa Negara telah menjadikan
leptospirosis sebagai salah satu penyakit yang termasuk the emerging infectious
disease. 1
2.2 Penyebab Leptospirosis (Etiologi)
Leptopsirosis disebabkan oleh genus leptospira, family treponemataceae,
suatu mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organisme ini yakni berbelit, tipis,
fleksibel, panjangnya 5-15 um, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2
um (gambar 1). Salah satu ujung organisme sering membengkak, membentuk suatu
kait. Terdapat gerak rotasi aktif, tetapi tidak ditemukan adanya flagella. Spirochaeta
ini demikian halus sehingga dalam mikroskop lapangan gelap hanya dapat terlihat
sebagai rantai kokus kecil-kecil. Dengan pemeriksaan lapangan redup pada
mikroskop biasa morfologi leptospira secara umum dapat dilihat. Untuk mengamati
lebih jelas gerakan leptospira digunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield
microscope). Leptospira membutuhkan media dan kondisi yang khusus untuk
tumbuh dan mungkin membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk membuat
-
4
kultur yang positif. Dengan medium Fletchers dapat tumbuh dengan baik sebagai
obligat aerob. 1
Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies: L. interrogans
yang pathogen dan L. biflexa yang non pathogen/ saprofit. Tujuh spesies dari
leptospira pathogen sekarang ini telah diketahui dasar ikatan DNA-nya, namun
lebih praktis dalam klinik dan epidemiologi menggunakan klasifikasi yang
didasarkan atas perbedaan serologis. Spesies L. interrogans dibagi menjadi
beberapa serogrup dan serogrup ini dibagi menjadi banyak reservoir menurut
komposisi antigennya. Saat telah ditemukan lebih dari 250 servorar yang tergabung
dalam 23 serogrup. Beberapa serovar L. interrogans yang dapat menginfeksi
manusia diantaranya adalah: L. icterohaemorrhagia, L. canicola, L. Pomona, L.
grippothyphosa, L. javanica, L. celledoni, L. ballum, L. pyrogenes, L. automnalis,
L. hebdomadis, L. bataviae, L. tarassovi, L. panama, L. andamana, L. shermani, L.
ranarum, L. bufonis, L. cpenhageni, L. australis, L. cynopteri, dan lain lain. 1
2.3 Mekanisme terjadinya Leptospirosis
Penularan
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air, atau tanah, lumpur yang telah
terkontaminasi oleh urin binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut
terjadi jika terjadi luka/erosi pada kulit ataupun selaput lender. Air tergenang atau
mengalir lambat yang terkontaminasi urin binatang infeksius memainkan peranan
dalam penularan penyakit ini, bahkan air yang deras pun dapat berperan. Kadang-
kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan binatang yang sebelumnya terinfeksi
leptospira, atau kontak dengan kultur leptospira di laboratorium. Ekspos yang lama
pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang utuh juga dapat
menularkan leptospira. Orang-orang yang mempunyai resiko tinggi mendapat
penyakit ini adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan,
pekerja tambang, pekerja di rumah potong hewan atau orang-orang yang
mengadakan perkemahan di hutan, dokter hewan. Faktor resiko tertular
leptospirosis terdapat pada tabel 2.1. 1
-
5
Tabel 2.1 Resiko penularan Leptospira2
Patogenesis
Terdapat dua fase infeksi leptospira dalam tubuh yakni fase septicemia
(leptosperemia) dan fase imun. Patogenesis leptospirosis hingga saat ini belum
diketahui secara pasti. Pada penelitian yang dilakukan pada hewan coba dengan
septicemia leptospira, ditemukan kerusakan pembuluh darah pada beberapa organ.
Hingga saat ini belum diketahui secara pasti mekanisme utama kerusakan
pembuluh darah pada infeksi leptospira.1
Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lender,
memasuki aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan
tubuh. Kemudian terjadi respon imunologi baik secara seluler maupun humoral
sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibody spesifik. Walaupun
demikian beberapa organisme ini masih bertahan pada daerah yang terisolasi secara
imunologi seperti di dalam ginjal dimana sebagaian mikro orhanisme akan
mencapai convoluted tubules, bertahan disana dan dilepaskan melalui urin.
Leptospira dapat dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai beberapa minggu
setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Leptospira dapat
dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat
lenyap dari darah setelah terbentuknya agglutinin. Setelah fase leptosperemia 4-7
hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler.
Leptospiruria berlangsung 1-4 minggu. 1
-
6
Patologi
Ginjal
Interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi pada
keptospirosis yang dapat tejadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi
akibat tubular nekrosis akut. Adanya peranan nefrotoksin, reaksi imunologis,
iskemia ginjal, hemolysis, dan invasi langsung mikroorganisme juga berperan
menimbulkan kerussakan ginjal. 1
Hati
Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal
dan prolferasi sel kupfer dengan kolestatis. Pada kasus-kasus yang diotopsi,
sebagian ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat
diantara sel-sel parenkim. 1
Otot rangka
Pada otot rangka terjadi perubahan-perubahan nekrotis, vakuolisasi dan kehilangan
striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira disebabkan invasi langsung
leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada otot. 1
Mata
Leptospira dapat masuk ke ruang anterior dari mata selama fase leptosperemia dan
bertahan beberapa bulan walaupun antibody yang terbentuk cukup tinggi. Hal inni
akan menyebabkan uveitis. 1
Pembuluh darah
Terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang akan
menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan/pteki pada mukosa,
permukaan serosa, dan organ viscera serta perdarahan bawah kulit. 1
-
7
2.4 Diagnosis Leptospirosis
Gambaran Klinis
Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari. Gambaran
klinis dapat dilihat pada tabel 2.2. Leptosperosis mempunyai dua fase penyakit yang
khas yakni fase leptosperemia dan fase imun. 1
Tabel 2.2 Gambaran Klinis pada Leptospirosis1
Fase leptosperemia
Fase ini ditandai dengan adanya leptospira didalam darah dan cairan
serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala
biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis, dan
pinggang disertai nyeri tekan. Myalgia dapat diikuti dengan hipersetesi kulit,
demam tinggi yang disertai menggigil, juga didapati mual dengan atau tanpa
muntah disertai mencret, bahkan pada sekitar 25 % kasus disertai penurunan
kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit berat, bradikardi relative, dan icterus
(50%). Pada hari ke 3-4 dapat dijumpai adanya konjunctiva suffusion dan fotofobia.
Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk macular, makulopapular atau
urtikaria. Kadang-kadang dijumpai splenomegaly, hepatomegaly, serta
limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat ditangani pasien akan
membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan organ-organ yang terlibat dan
fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang lebih
berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam selama 1-3 hari, setelah
itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun. 1
Sering Demam, menggigil, sakit kepala,
meningismus, anoreksia, myalgia,
conjunctival suffusion, mual, muntah, nyeri
abdomen, icterus, hepatomegaly, ruam
kulit, fotofobia
Jarang Pneumonitis, hemaptoe, delirium,
perdarahan, diare, edema, spleenomegali,
arthralgia, gagal ginjal, peroferal neuritis,
pankreatitis, parotitis, epididymitis,
hematemesis, asites, miokarditis
-
8
Fase Imun
Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibody, dapat timbul demam
yang mencapai suhu 40oC disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa
sakit yang menyeluruh pada leher, perut dan otot-otot kaki terutama otot betis.
Terdapat perdarahan epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia,
ikterik. Perdarahan paling jelas terlihat pada fase ikterik, purpura, ptechiae,
epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifestasi perdarahan yang paling sering.
Conjunctiva injection dan conjunctival suffusion dengan icterus merupakan tanda
patognomosis untuk leptospirosis. 1
Terjadinya meningitis merupakan tanda pada fase ini, walaupun hanya 50%
gejala dan tanda meningitis, tetapi pleositosis pada CSS dijumpai pada 50-90%
pasien. Tanda-tanda meningeal dapat menetap dalam beberapa minggu, tetapi
biasanya menghhilang setelah 1-2 hari. Pada fase ini leptospira dapat dijumpai
dalam urin. 1
Tabel 2.3 Leptospirosis Anicterik dan Icterik3
Pada umumya diagnosis awal leptospirosis sulit, karena pasien biasanya
dating dengan meningitis, hepatitis, nefritis, influenza, sindrom syok toksik, demam
yang tidak diketahui asalnya dan diatetesis hemoragik, bahkan beberapa kasus
datang sebagai pankreatitis. Pada anamnesis, penting diketahui tentang riwayat
pekerjaan pasien, apakah termasuk kelompok resiko tinggi. Gejala/keluhan didapati
demam yang muncul mendadak, sakit kepala terutama di bagian frontal, nyeri otot,
mata merah/fotofobia, mual atau muntah. Pada pemeriksaan fisik dijumpai demam,
bradikardia, nyeri tekan otot, hepatomegaly dan lain lain. Pada pemeriksaan
laboratorium darah rutin bisa dijumpai lekositosis, normal atau sedikit menurun
disertai gambaran netrofilia dan laju endap darah yang meninggi. Pada urin
-
9
dijumpai proteinuria, leukosituria dan torak (cast). Bila organ hati terlibat, bilirubin
direk meningkat tanpa peningkatan transaminase, BUN, ureum dan kreatinin juga
bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal. Trombositopenia terdapat pada
50% kasus. Diagnose pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi.1
Kultur. dengan mengambil specimen dari darah atau xairan serebrospinal segera
pada awal gejala. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan mengambil
specimen pada fase leptospiremia serta belum diberi antibiotic. Kultur urin diambil
setelah 2-4 minggu onset penyakit. Pada specimen yang terkontaminasi, inokulasi
hewan dapat digunakan. 1
Serologi. Jenis Uji Serologi dapat dilihat pada tabel 2.4. Pemeriksaan untuk
mendeteksi adanya leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan polymerase
chain reaction (PCR), silver stain atau fluroscent antibody stain, dan mikroskop
lapang gelap. 1
Tabel 2.4. Jenis Uji Serologi padda Leptospirosis1
Microscopis Agglutination Test (MAT) Macroscopic Slide agglutination Test
(MAST)
Uji carik celup:
- Lepto dipstick - Lepto tek lateral flow
Aglutinasi lateks kering (leptotek dry out)
Indirect fluorescent antibody test (IFAT)
Indirect haemagglutination test (IHA)
Uji aglutinasi lateks
Complement fixation tes (CFT)
Enzyme linked immunosorbant assay
(ELISA)
Microcapsule agglutination test
Patoc slide agglutination test (PSAT) Sensitized erythrocyte lysis test (SEL)
Counter immune electrophoresis (CIE)
Peranan kultur dan uji serologi dapat dilihat pada Tabel 2.5.
-
10
Tabel 2.5 Peranan Uji Diagnostik Pada Leptospirosis2
Klasifikasi Leptospirosis
Klasifikasi diagnostik pada leptospirosis, diantaranya:4
1. Suspect: hanya terdapat manifestasi klinis pada pasien
2. Probable: terdiri dari manifestasi klinis dan rapid diagnostic test
3. Confirmed: terdiri dari manifestasi klinis dan menunjukkan hasil positif pada
pemeriksaan serologi (PCR/MAT) ataupun pada pemeriksaan kultur.
-
11
Tabel 2.6 Klasifikasi diagnostik leptospirosis4
-
12
Tabel 2.7 Pemeriksaan Laboratoris Leptospirosis2
Differential Diagnosis2
1. Malaria
2. Dengue
3. Typhoid
4. Tuberculosis
5. Influenza
6. Pneumonia
7. Urinary tract infection
8. Viral hepatitis
2.5 Penanganan Leptospirosis
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan
mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting
pada leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan
membaik dengan membaiknya kondisi pasien. Namun pada beberapa pasien
membutuhkan tindakan hemodialisa temporer.1
Pemberian antibiotic harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian
dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berbagai jenis antibiotic pilihan dapat
dilihat pada tabel 2.8. untuk kasus leptospirosis berat, pemberian intra vena
-
13
penisilin G, amoksisilin, ampisilin, atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan
untuk kasus ringan dapat diberikan antibiotika oral tetrasiklin, diksisiklin,
ampisilin, atau amoksisilin maupunn sefalosporin. 1
Tabel 2.8 Pengobatan dan Kemoprofilaksis Leptospirosis1
Indikasi Regimen Dosis
Leptospirosis
Ringan
Doksisiklin
Ampisilin
Amoksisilin
2 x 100 mg
4 x 500-750 mg
4 x 500 mg
Leptospirosis
Sedang/Berat
Penisilin G
Ampisilin
Amoksisilin
1,5 juta unit / 6 jam (I.V)
1 gram / 6 jam (I.V)
1 gram / 6 jam (I.V)
Kemoprofilaksis Doksisiklin 200 mg / minggu
Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotika pilihan utama, namun perlu
diingat bahwa anti-biotika bermanfaat jika leptospira masih di darah (fase
leptospiremia). Pada pemberian penisilin, dapat muncul reaksi Jarisch-Herxherimer
4 sampai 6 jam setelah pemberian intra vena, yang menunjukkan adanya aktivitas
anti leptospira. Tindakan suportif diberikan sesuai dengan kepaarahan penyakit dan
komplikasi yang timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diatur
sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal secara umum. Jika terjadi
azotemia/uremia berat sebaiknya dilakukan dialisis. 1
2.6 Komplikasi Leptospirosis
Komplikasi leptospirosis dapat dilihat pada tabel 2.9.2
Tabel 2.9 Komplikasi Leptospirosis2
-
14
2.7 Prognosis
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus,
angka kematian 5 % pada usia dibawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai
30-40 %.1