bab ii tinjauan pustaka 2.1. tinjauan umum tanaman jarak ...eprints.umm.ac.id/41829/3/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum Tanaman Jarak Merah (Jatropha gossypifolia)
2.1.1 Taksonomi Tanaman
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Jatropha
Spesies : Jatropha gossypifolia L.
Gambar 2.1Daun Jatropha gossypifolia L. (silva et al, 2017)
2.1.2 Morfologi Jatropha gossypifolia
Jatropha gossypifoliaL. adalah tanaman semak dengan daun berwarna
merah.Daun tersusun bergantian sepanjang batang dan bisa berwarna hijau terang,
hijau gelap, merah tua atau merah keunguan terang tergantung pada biotep,
varietas atau kematangan daun.Daun terdiri atas 3-5 lobus dengan panjang antara
16-19 cm dan lebar 10-13 cm. Batang jarak merah tebal dengan rambut kelenjar
yang kasar. Kulit batangnya tipis berwarna hijau atau merah ketika muda dan
batangnya berubah menjadi putih saat sudah tua. Batang dapat mengeluarkan
getah berair yang sangat lengket.Jatropha gossypifolia L. memiliki system akar
dangkal yang berdaging dengan empat akar lateral pendek yang kuat dan akar
tersier yang halus (Bebawi, 2017).
6
Bunga Jatropha gossypifolia L.berwarna merah muda sampai ungu gelap
dibagian luar kelopak bunga, dengan pusat kuning terang.Bunga jantan berbentuk
corong dengan diameter 6-9 mm. Bunga betina sangat mirip dengan bungan
jantan tapi memiliki ukuran yang lebih besar, dengan diameter hingga 9 mm.
terdiri atas 8 benang sari yang menyatu menjadi tabung yang tersusun bebas
dengan dua tingakatan antera yang tidak sama panjangnya. Ada 3 antera yang
berukuran besar di tingkat atas dan 5 yang berukuran kecil dibagian bawah.Butir
serbuk sari berbentuk bulat dengan warna kuning cerah dan memiliki lapisan
lengket, beminyak. Buah terdiri dari 3 lobus (trilokular), berbentuk bulat dan
berwarna hijau terang dan akan berubah warna menjadi hijau pucat atau cokelat
saat matang. Saat biji tanaman dibelah akan terlihat lapisan yang berwarna putih
tipis (Bebawi, 2017)
2.1.3 Habitat dan Distribusi
Jatropha gossypifolia L. dikenal luas sebagai tanaman “bellyache bush”
dan merupakan tanaman obat tradisional yang digunakan untuk berbagai macam
pengobatan.Tanaman ini tersebar luas di negara-negara tropis, subtropis, dan
daerah kering seperti Afrika dan Amerika.Di negara Brazil, tanaman ini banyak
tumbuh didaerah Amazon, Catinga, dan hutan Atlantik.Jarak merah juga tersebar
luas di beberapa negara bagian utara, timur laut, selatan dan tenggara.Jarak merah
sangat mudah beradaptasi dengan berbagai lingkungan terutama iklim basah/
musim kering seperti di Australia Utara, dimana tanaman ini juga dapat tumbuh di
daerah dataran rendah seperti tepi aliran sungai.Jatropha gossypifolia L. tidak
dapat bertahan hidup di daerah yang tidak ada sinar matahari, karena tanaman
jarak merah membutuhkan sinar matahari untuk tetap bertahan hidup dan berbuah
lebih lama (Bebawi, 2017)
2.1.4 Kandungan Senyawa Tanaman Jatropha gossypifolia L.
Berbagai senyawa kimia yang ada di dalam jarak merah telahbanyak
diteliti, beberapa literatur telah melaporkan adanya beberapa kandungan senyawa
kimia antara lain asam lemak, gula, alkaloida, asam amino, coumarins, steroid,
flavonoid, lignan, protein, saponin, tannin, dan terpenoid (Silva et al, 2014).
7
Tabel II. 1Kandungan Senyawa Jatropha gossypifolia L.
Bagian tanaman Klasifikasi Senyawa
Batang
Coumarin-lignoids - Arylnaphthalene
lignin
- Gadain
- Jatrophan
Flavonoid, fenol,
saponin, tannin
Daun
Alkaloida - Ricinine
Cardiac glycoside - Apigenin
- Isovitexin
- Orientin
Falvonoid - Vitexin
- Isovitexin
Fenol, Steroid, Saponin
Akar
Alkaloida
- 2α-
Hydroxyjatrophone
- 2β-Hydroxy-5,6-
isojatrophone
- 2β-
Hydroxyjatrophone
Diterpen - Citlalitrione
- Falodone
- Jatropholone A
- Jatropholone B
- Jatrophone
Flavonoid, fenol,
saponin, tannin
Biji
Ester - asam arakidat
- asam kaprilat
- asam laurat
- asam linoleat
- asam miristat
Asam lemak - asam palmitat
- asam risinoleat
- asam sterat
- asam vernolat
Serat, flavonoid, fenol,
protein, saponin, tannin
-
(Silva et al, 2014).
8
2.1.5 Manfaat tanaman Jatropha gossypifolia L
Jatropha gossypifolia L telah terbukti secara ilmiah memiliki aktivitas
sebagai antiradang, antidiare, antipiretik, antimikroba, antidiabetes, dan
antihemorrhagics.Berdasarkan penelitian Bhagat et al, bahwa ekstrak methanol
daun dari Jatropha gossypifolia L memiliki aktivitas anti-inflamasi akut dan
kronik sistemik yang signifikan. Ekstrak pada dosis oral 500 mg/kg dan 1000
mg/kg, mampu menghambat edema pankreas karagenan akut pada tikus dan pada
dosis oral 50 mg/kg dan 100mg/ kg menghambat pembentukan granuloma pellet
katun kronis pada tikus (Silva et al, 2014).
2.1.6 Tinjauan Aktivitas Antibakteri Tanaman Jatropha gossypifolia
Tanaman Jatropha gossypiifolia secara umum memiliki aktivitas
antibakteri, antijamur, antiparasit, dan antiviral.Senyawa terisolasi J.
gossypiifoliayang berfungsi sebagai antimikroba adalah dari makotiklik diterpene
jatrophenone, yang memberikan aktivitas antibakteri in vitro yang signifikan
terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
Hasil uji aktivitas antibakteri dengan menggunakan berbagai pelarut pada
saat proses ekstraksi, yaitu pelarut petroleum ester, kloroform, alkohol. Uji
antibakteri dilakukan pada bakteri Gram positif dan Gram negatif dengan kontrol
positif ampisilin (Dhale & Birari, 2010).
Tabel II. 2 Antibakteri ekstrak daun Jatropha gossypifolia dengan berbagai
pelarut.
No Mikroorganisme Konsentrasi
(mg/ml)
Zona hambat (mm)
Petroleum
eter
kloroform alkohol Ampisilin
(+)
1 Escherichia sp (-) 50
100
8
6
10
8
11
8
14
2 Pseudomonas sp
(-)
50
100
6
5
7
5
12
9
15
3 Staphylococcus
sp (+)
50
100
5
4
8
7
18
15
23
4 Bacillus sp (+) 50
100
8
6
9
8
12
11
20
(Dhale & Birari, 2010)
9
2.2 Tinjauan Umum Tanaman Alpukat ( Persea americana )
2.2.1 Taksonomi Tanaman
Kedudukan tanaman alpukat dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan
diklasifiksikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Laurales
Famili : Lauraceae
Genus : Persea
Spesies : Persea americana Mill
Gambar 2.2Daun Persea americana (Maya et al, 2017)
2.2.2 Morfologi
Tanaman alpukat termasuk tanaman pohon berkayu yang tumbuh
menahun (pe-rennial).Batang berlekuk-lekuk serta berdaun rimbun. Daunnya
tumbuh tunggal, bertangkai dengan panjang 1,5-5 cm, letaknya berdesakan di
ujung ranting, bentuknya jorong hingga bundar telur memanjang, ujung dan
pangkal runcing, bagian tepi kadang agak menggulung ke atas, berbentuk
menyirip, panjang sekitar 10-20 cm, dengan lebar 3-10 cm. Daun muda berwarna
kemerahan dan berambut rapat, daun tua berwarna hijau dan gundul (Chandra,
2013).
Buah alpukat berbentuk bulat sampai lonjong, dengan kulit buah licin
berbintik kuning dengan ketebalan 1-1,5 mm, pangkal buah tumpul atau
meruncing, tergantung jenis dan varietas. Buah yang masih muda akanberwarna
hijau muda dan setelah tua berubah menjadi hijau tua atau hijau kemerah-
10
merahan. Daging buah berwarna kuning atau kuning kehijauan, berbentuk lunak
dan tebal.Setiap buah alpukat hanya memiliki satu biji yang berbentuk jorong
dengan ukuran 6-7,5 cm. Biji alpukat berbentuk biji tunggal berukuran besar yang
di kelilingi daging buah yang lunak. Keping biji berwarna putih kemerahan.
(Chandra, 2013) .
Bunga tersusun dalam tandan yang tumbuh pada ujung-ujung
ranting.Struktur bunga berkelamin dua dan penyerbukannya dibantu oleh lebah
madu karena bunganya mempunyia nektar dan staminod yang berfungsi sebagai
alat pemikat serangga.Proses pembuahan alpukat terjadi padasaat mekarnya bunga
yang terjadi dua kali dalam dua hari berturut-turut. Setiap bunga memiliki
berfungsi sebagai bunga betina pada hari pertama saat bunga sedang mekar, dan
berfungsi sebagai bunga jantan pada hari kedua saat bunga tersebut sedang mekar.
Didaerah dataran tinggi dengan suhu antara 5°-15°C, sifat bunga yang mekar dua
kali akan hilang dan hanya mekar sekali saja sehingga penyerbukan akan lebih
sempurna. Hal tersebut menyebabkan tanaman alpukat yang berada didataran
tinggiakanlebih produktif karena putik dan tepung sari matang dalam waktu yang
bersamaan (homogami) (Hendro, 2007).
2.2.3 Habitat dan Distribusi Geografis
Tanaman ini berasal dari sekitar kawasan Chiapas-Guatemala dan
Honduras.Tanaman ini diseba luaskan oleh para pedagang ke seluruh dunia, baik
di daerah tropik maupun subtropik.Tanaman alpukat di Indonesia lebih dominan
sebagai tanaman pekarangan. Beberapa daerah di Indonesia penghasil terbesar
buah alpukat adalah Jawa Barat, Jawa Timur, sebagian Sumatera, Sulawesi
Selatan, dan Nusa Tenggara (Ketty, 2017).Tanaman alpukat dipercaya sejak lama
sebagai slah atu sumber pengobatan terbaik Masyarakat Cina.Alpukat digunakan
sebagai obat tradisional untuk mengatasi sembelit, paru-paru, penuaan, hingga
memelihara peredaran darah didalam tubuh.
2.2.4 Kandungan Senyawa Alpukat
Tanaman alpukat memiliki beberapa senyawa aktif yang terdapat di daun
antara lain flavonoid, quersetin, dan polifenol, saponin, tannin. Flavonoid dalam
tubuh manusia memiliki fungsi sebagai antibiotik, memiliki mekanisme kerja
dengan cara mengganggu fungsi dari mikroorganisme seperti bakteri dan virus
11
(Dwi dkk, 2016). Hasil skrining fitokimia yang telah dilakukan oleh Maryati
menyatakan bahwa daun alpukat mengandung senyawa metabaloit sekunder
flavonoid, tannin katekat, kuinon, saponin dan steroid/ triterpenoid. Alpukat
mengandung asam linoleat dan asam oleat, dimana kedua senyawa tersebut dapat
membantu menurunkan kadar kolesterol. Senyawa L-glutathione pada alpukat
juga dapat membantu meredakan serta memperbaiki kesehatan usus yang rusak
(Ketty, 2017).
Tabel II. 3Kandungan Senyawa Persea americana L.
Zat gizi Kadar per 100 gram
Air 73,23 g
Energi 670 kJol (160 kcal)
Karbohidrat 8,53 g
Lemak 14,66 g
Protein 2 g
Vitamin B 0,067 mg (5%)
Vitamin C 10 mg (17%)
Vitamin E 2,07 mg
Vitamin K 21,0 mcg
(USDA National Nutrient Database for Standard Reference, 2011)
Tabel II. 4 Senyawa Kimia Daun Alpukat (Persea americana) per 100 gram
Senyawa kimia Kadar per 100 gram
Saponin 1,29±0,08
Tannin 0,68±0,06
Flavonoid 8,11±0,14
Glikosida Sianogenik 0,06±0,02
Alkaloida 0,51±0,21
Fenol 3,41±0,64
Steroid 1.21±0,14
(Arukwe dkk, 2009)
12
Tabel II. 5 Kandungan Mineral Daun Alpukat (Persea americana) per 100 gram
Mineral Kadar per 100 gram
Sodium 80,42±9,12
Calcium 56,13±3,31
Magnesium 75,60±13,31
Phosphorus 48,98±5,50
Potassium 148,92±0,12
Zinc 7,12±2,62
Magnesium 4,84±0,13
Copper 5,71±1.26
(Arukwe dkk, 2009)
2.2.5 Manfaat Tanaman Alpukat (Persea americana)
Tanamanalpukatdapatberkhasiat sebagai obat tradisional.Hampir semua
bagian dari tanaman ini berfungsi sebagai sumber obat-obatan.Bagian tanaman
alpukat yang paling banyak memiliki khasiat adalah bagian daunnya, tetapi bagian
buah juga memiliki kandungan gizi yang tinggi.Penggunaan ekstrak daun alpukat
dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi secara signifikan,
menurunkan kadar glukosa darah serta dapat menurunkan kadar ureum dan
kreatinin pada ginjal (Nur, 2015).
Daun alpukat (Persea americana) memiliki rasa yang pahit dan berkhasiat
sebagai diuretik selain itu juga berkhasiat untuk menyembuhkan kencing batu,
darah tinggi, dan sakit kepala. Daun yang dibuat teh dapat menyembuhkan nyeri
saraf, nyeri lambung, bengkak saluran pernapasan dan haid tidak teratur (Dwi et
al, 2016)
2.2.6 Tinjauan Aktivitas Antibakteri Tanaman Alpukat
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak biji alpukat
(Persea americana) mempunyai daya hambat antibakteri terhadap Enterococcus
faecalis pada konsentrasi 10%, 20%, 40% dan 80%, masing-masing dengan
diameter zona hambat sebesar 2,32 mm, 4,32 mm, 5,92 mm dan 6,30 mm dan
menggunakan kontrol positif khlorheksidin 2% terbentuk diameter zona hambat
13
sebesar 12,25 mm. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji one
way ANOVA kemudian dilanjutkan dengan uji tukey. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa ekstrak etanol biji alpukat memiliki
efektivitas dan konsentrasi optimum ekstrak etanol biji alpukat 80% terhadap
pertumbuhan Enterococcus faecalis (Asri, 2014).
Pengujian zona hambat dilakukan dengan menggunakan ekstrak etil asetat
daun alpukat, memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan S.aureus
dengan konsentrasi 15%, 20%, 25%, dan 35% memiliki diameter zona hambat
yang dihasilkan oleh masing-masing konsentrasi sebesar 7,18; 8,11; 9,15;11,25;
12,45 mm (Cut dkk 2016).
2.3 Tinjauan Tentang Bakteri Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureusmerupakan bakteri yang bersifat aerob dan anaerob
fakultatif, hasil tes katalase positif tahan hidup dalam lingkungan yang
mengandung garam dengan konsentrasi tinggi (halofilik).
2.3.1 Klasifikasi Bakteri Staphylococcus aureus
Kingdom : Eubacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus
Gambar 2.3Staphylococcus aureus (Michael, 2015)
2.3.2 Morfologi dan Identifikasi Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang berbentuk bulat atau
kokus, memiliki diameter 0,4-1,2 μm (rata-rata 0,8 μm). Hasil dari pewarnaan
14
yang berasal dari pembenihan padat akanmenghasilkan susunan bakteri yang
bergerombol seperti buah anggur. Sedangkan yang berasal dari pembenihan cair
akan terlihat kuman yang lepas sendiri-sendiri, berpasangan atau rantai pendek
yang pada umumnya terdiri lebih dari empat sel. Dinding sel S.aureusterdiri atas
kapsul pelindung yang kuat, dengan tebal sekitar 20-40 nm. Dibawah dinding sel
terdapat sitoplasma yang tertutupi oleh membran plasma. Peptidoglikan
merupakan komponen utama penyusun dinding sel bakteri, hampir 50% penyusun
dinding sel. Susunan ini membentuk jaringan dinding sel berlapis yang kuat, yang
dapat menahan tekanan osmotik internal yang tinggi dari staphylococcus.
Pada umumnya, pembiakkanStaphylococcus aureus, memerlukan medium
yang mengandung asam amino dan vitamin-vitamin, seperti threonin, asam
nikotinat, dan biotin.Pembiakkan Staphylococcus aureus diperlukan suhu optimal
sekitar 28-38°C atau sekitar 37°C.pH optimal untuk pertumbuhan bakteri S.aureus
adalah sekitar 7,4. Pada umumnya Staphylococcus aureusdapat tumbuh pada
medium yang biasa dipakai di laboratorium bakteriologi, antara lain :
a. Nutrient Agar Plate (NAP)
Medium ini berfungsi untuk mengetahui adanya pembentukkan pigmen dan
S.aureusakan membentuk pigmen berwarna kuning emas. Koloni yang
tumbuh akanberbentuk bulat, berdiameter 1-2 mm, konveks dengan tepi rata,
permukaan mengkilat dan konsistensinya lunak
b. Blood Agar Plate (BAP)
Medium ini sering dipakai dan koloni yang terbentukakan tampak lebih besar,
dan pada galur yang berbahaya biasanya memberikan zona hemolisa yang
jernih disekitar koloni yang mirip dengan koloni Streptococcus β-hemolyticus
(Dzen et al, 2003).
2.4 Tinjauan Escherichia coli
Escherichia coli pertama kali diidentifikasi oleh dokter hewan Jerman,
Theodor Escherich dalam studinya mengenai system pencernaan pada bayi
hewan. Berikut taksonomi dari Escherichia coli :
2.4.1 Takosonomi Escherichia coli
Domain : Bacteria
Kingdom : Eubacteria
15
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma Proteobacteria
Order : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
Gambar 2.4Escherichia coli (Dennis, 2016)
2.4.2 Morfologi dan Identifikasi
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif, bentuk bulat cenderung
ke batang panjang, terdapat sendiri, berpasang-pasangan dan rangkaian pendek,
bergerak dengan menggunakan flagella, biasanya tidek terbentuk kapsul, tidak
membentuk spora, bersifat aerob dan anaerob fakultatif.E.coli mempunyai peran
yang penting dalam kehidupan sehari-hariyaitu selain sebagai flora normal di usus
besar, E.coli juga menghasilkan kolisinn yang dapat melindungi saluran
pencernaan dari bakteri pathogen. Bakteri Escherichia coliakan berubah menjadi
pathogen apabila pindah habitatnya yang normal kebagian lain dalam inangnya.
Escherichia dianggap sebagai genus dengan hanya satu spesies yang mempunyai
beberapa ratus tipe antigenik.Tipe-tipe ini dicirikan menurut kombinasi yang
berbeda-beda dari antigen 0 (antigen lipopolisakarida somatik di dalam dinding
sel), K (antigen polisakarida kapsul), dan H (antigen flagella). Antigen K dibagi
dibagi menjadi antigen L, A atau B berdasarkan cirri fisiknya yang berbeda-beda
(Ruth, 2009).
Berbagai galur E.coli memiliki peranan penting dalam penyakit gastro
intestinal sedangkan mekanisme patogenik diare karena E.coliyang bervariasi dan
kompleks.Salah satu dari mekanisme patogenik ini adalah dengan melibatkan
produksi berbagai macam senyawa enterotoksin. Beberapa diantaranya
berhubungan dengan penyakit manusia, sementara yang lain berhubungan dengan
16
infeksi pada hewan. Tanpa memandang system hospes, organ sasaran dari
enterotoksin E.coli adalah usus kecil, dan hasilnya berupa diare sebagai akibat
dari pengeluaran carian dan elektrolit(Dzen et al, 2003)
Escherichia coli adalah penyebab utama terjadinya infeksi saluran kemih
dan diperkirakan sekitar 90% Infeksi saluran kemih pada wanita muda disebabkan
oleh E.coli.Infeksi saluran kemih terjadi karena adanya perbedaan struktur
anatomisnya, kematangan seksual, perubahan traktus urogenitalis selama
kehamilan dan kelahiran, serta karena tumor. Gejala-gejala dari terjadinya Infeksi
saluran kemih antara lain adalah poliuria, disuria, hematuria, dan piuria serta nyeri
panggul berhubungan dengan infeksi saluran kemih bagian atas (Dzen et al, 2003)
2.5 Tinjauan Tentang Antibiotik
Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba terutama fungi,
yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Berdasarkan
sifat toksisitasnya selektif dibagi menjadi 2 yaitu, ada antimikroba yang bersifat
menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal dengan aktivitas bakteriostatik, dan
ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisidal.
Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau
membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM)
sedangkan kadar minimal untuk membunuh mikroba disebut dengan kadar bunuh
minimal (KBM). Berdasarkan mekanisme kerjanya antimikroba dibagi dalam
kelompok (Amir dkk, 2009):
1. Mengganggu metabolisme sel mikroba
2. Menghambat sintesis dinding sel mikroba
3. Mengganggu permeabilitas membrane sel mikroba
4. Menghambat sintesis protein sel mikroba
5. Menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba
Secara garis besar antimikroba dibagi menjadi dua jenis yaitu yang
membunuh kuman (bakterisidal) dan yang hanya menghambat pertumbuhan
kuman (bakteriostatik). Antibiotik yang termasuk bakterisidal antara lain,
aminoglikosida, kotrimoksazol, sefalosporin dan lain-lain. Sedangkan antibiotik
yang memiliki sifat bakteriostatik, dimana penggunaannya tergantung status
imunologi pasien, seperti klindamisin, kloramfenikol dan lain-lain (Utami, 2011).
17
2.5.1 Antibiotik Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan golongan antibiotik yang aktif melawan bakteri
Gram positif-negatif dalam cakupan yang luas.Antibiotikini berkerja dengan cara
berikatan pada subunit 50S ribosom bakteri dan akan menghambat sintesis protein
pada reaksi peptidil transferase. Kloramfenikol antibiotika yang berspketrum luas,
aktif tidak hanya melawan bakteri tetapi juga terhadap mikroorganisme lainnya
seperti riketsia.Pemberian Kloramfenikol dapat melalui intravena atau
oral.Kloramfenikol diabsorpsi sepenuhnya melalui rute oral karena sifat
lipofiliknya, dan didistribusikan secara laus hingga keseluruh tubuh.
Kloramfenikol dapat memasuki CSF normal dengan mudah.
Kloramfenikol dapat menghambat oksidase fungsi campuran
hepatik.Ekskresi obat tergantung pada konversinya menjadi glukuronida di dalam
hati, yang kemudian diekskresikan oleh tubuh melalui tubulus ginjal.Penggunaan
klinis kloramfenikol terbatas pada infeksi yang membahayakan jiwa karena
kloramfenikol mimiliki efek sampingyang serius.Salah satunya dapat
menyebabkan gray baby syndrome, efek samping ini terjadi pada neonatus jika
dosis regimen kloramfenikol tidak disesuaikan secara tepat.Hal ini terjadi karena
eonatus memiliki kapasitas yang rendah untuk melakukan glukuronilasi terhadap
anatibiotika, dan neonatus mempunyai fungsi ginjal yang belum berkembang
secara maksimal. Oleh sebab itu, neonatus mempunyai kemampuan yang rendah
untuk mengekskresikan obat ini, yang terakumulasi mencapai kadar yang dapat
mengganggu fungsi dari ribosom mitokondria. Hal ini menyebabkan beberapa
keadaan antara lain depresi pernafasan, kolaps kardiovaskuler, sianosis, dan
kematian (Kathy et al, 2009)
Gambar 2.5Kloramfenikol (FI V, 2014)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Andrio et al (2015) pada
ekstrak tunikata (Polycarpa aurata) dengan menggunakan metode difusi Kirby
Bauer, kontrol positif menggunakan kloramfenikol dapat menghambat bakteri
18
Staphylococcus aureus dengan rata-rata diameter zona hambat 27,55 mm
sedangkan pada bakteri Escherichia coli 34, 86 mm.
Tabel II. 6 Hasil pengukuran diameter zona hambat ekstrak kasar, Fraksi MeOH-
air, fraksi heksana, dan fraksi kloroform Tunikata (Polycarpa aurata)
terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
Ulangan
Diameter Zona Hambat (mm) terhadap bakteri Staphylococcus
aureus
Ekstrak
kasar
Fraksi
n-
heksan
Fraksi
kloroform
Fraksi
methanol-
air
Kotrol
(+)
Kontrol
(-)
A1 7,20 0,00 8,38 0,7 27,00 0,00
A2 5,25 0,00 10,00 2,5 30,30 0,00
A3 8,00 0,00 8,30 1,5 25,35 0,00
Rata-rata 6,81 0,00 8,90 1,60 27,55 0,00
(Andrio et al,2015)
Tabel II. 7Hasil pengukuran diameter zona hambat ekstrak kasar, Fraksi MeOH-
air, fraksi heksana, dan fraksi kloroform Tunikata (Polycarpa aurata)
terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 25922
Ulangan
Diameter Zona Hambat (mm) terhadap bakteri Escherichia coli
Ekstrak
kasar
Fraksi
n-
heksan
Fraksi
kloroform
Fraksi
methanol-
air
Kotrol
(+)
Kontrol
(-)
A1 6,24 0,00 7,55 0,00 35,00 0,00
A2 6,30 0,00 6,25 0,01 35,35 0,00
A3 6,50 0,00 7,30 0,20 34,23 0,00
Rata-rata 6,34 0,00 7,03 0,07 34,86 0,00
(Andrio et al,2015)
Kontrol positif menunujukkan perbedaan yang nyata, karena menghasilkan
aktivitas antibakteri yang paling besar terhadap bakteri uji dibandingkan kontrol
negatif, ekstrak ataupun fraksi bahan uji.
19
2.5.2 Resistensi Antibiotik
Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan
didunia tekait dengan banyaknya kejadian infeksi yang disebabkan oleh bakteri.Di
negara berkembang sekitar 30-80% penderita yang dirawat dirumah sakit
mendapat antibiotik.Dari presentase tersebut 20-65% penggunaannya dianggap
tidap tepat, penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menimbulkan masalah
resistensi dan efek obat yang tidak dikehendaki (Lestari, 2011).Penggunaan
antibiotik yang relatif tinggi dapat menimbulkan berbagai permasalahan dan
merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap
antibiotik.Selain berdampak pada angka morbiditas dan mortalitas juga dapat
memberi dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi
(Permenkes, 2011).
Resistensi didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri
dengan pemberian antibiotik secara sistemik dengan dosis normal yang
seharusnya atau kadar hambat minimalnya. Sedangkan multiple drugs resistensi
adalah sebagai resistensi yang terjadi terhadap dua atau lebih obat maupun
klasifikasi obat. Sedangkan cross resistensi adalah terjadinya resistensi suatu obat
yang diikuti dengan oabtlain yang belum pernah digunakan (Tripathi, 2003).
Bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik karena bakteri dapat
mengurangi atau bahkan menghilangkan efektivitas dari suatu
antibiotik.Resistensi terjadi akibat adanya mutasi genetik pada bakteri. Saat ini
sudah banyak diketahui mikroba resisten, termasuk methicillin resistant
Staphylococcus aureus (MRSA), methicillin resistant coagulase negative
Staphylococcus (MRCNS), dan juga vancomycin resistant Enterococcus (VRE).
Methicillin resistant Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama infeksi
nosokomial dan komunitas.Secara umum bakteri dapat menjadi resisten terhadap
suatu antimikroba melalui 3 mekanisme :
a). Obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya didalam sel mikroba, pada kuman
gram negatif, hal ini terjadi karena molekul antimikroba yang kecil dan polar
dapat menembus dinding luar dan masuk ke dalam sel melalui lubang kecil
disebut dengan porin. Apabila porin menghilang atau mengalami mutasi maka
masuknya antimikroba ini akan terhambat.
20
b). Inaktivasi obat, mekanisme ini sering mengakibatkan terjadinya resistensi
terhadap golongan aminoglikosida dan beta laktam karena mikroba mampu
membuat enzim yang merusak kedua golongan antimikroba tersebut.
c). Mikroba mengubah tempat ikatan (binding site), mekanisme ini telihat pada
S.aureus yang resisten terhadap metisilin. Kuman ini mengubah Penicillin
Binding Protein nya sehingga afinitasnya menurun terhadap metisilin dan
antibiotik beta laktam lainnya.
2.6 Tinjauan Senyawa Metabolit Sekunder Sebagai Antibakteri
1). Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah senyawa metabolit sekunder yang bersifat polar
karena mempunyai gugus hidroksil tidak tersubtitusi menjadi ikatan
hidrogen.Senyawa flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang
memiliki aktivitas biologis yaitu sebagai relaksasi otot, diuretik, antiinflamasi,
analgetik dan antioksidan (Laila dkk, 2017).Senyawa flavonoid memiliki
kemampuan untuk menginaktivasi protein (enzim) pada membrane sel bakteri
sehingga menyebabkan struktur protein rusak dan terjadi ketidakstabilan pada
dinding sel, sehingga bakteri kehilangan bentuk dan mengalami lisis (Putri, dkk
2017).
2). Alkaloida
Senyawa alkaloid memiliki kandungan nitrogen dan bersifat basa serta
memiliki aktivitas farmakologis.Alkaloida merupakan senyawa dengan jumlah
paling besar, sehingga dapat digolongkan dengan beberapa cara, yaitu berdasarkan
jenis cincin heterosiklik nitrogen, berdasarkan jenis asal alkaloid, berdasarkan
asal-usul biogenetik (Gunawan dkk,2016). Aktivitas biologis senyawa alkaloida
terjadi karena adanya gugus basa yang mengandung nitrogen, gugus basa ini akan
mengalamai kontak dengan bakteri dan akan bereaksi dengan senyawa-senyawa
asam amino yang merupakan penyusun dinding sel bakteri dan juga DNA bakteri
yang merupakan penyusun utama dari inti sel bakteri. Reaksi yang terjadi antara
asam dan basa akan menyebabkan susunan asam amino berubah dan terjadi
ketidakseimbangan genetik pada asam DNA sehingga DNA bakteri akan
mengalami kerusakan. Kerusakan yan terjadi pada DNA bakteri akan mendorong
terjadinya lisis pada inti bakteri (Angelina dkk, 2012).
21
3). Triterpenoid
Triterpenoid adalah merupakan senyawa yang berbentuk siklik atau asiklik
dan sering memiliki gugus alkohol, aldehida, atau asam karboksilat (Eni,
2006).Senyawa triterpenoid dapat dikelompokan menjadi triterpenoid trisiklik,
tetrasiklik dan pentasiklik.Triterpenoid tetrasiklik menarik perhatian karena
dengan biosintesis steroid, contohnya lanosterol.Triterpenoid pentasiklik
merupakan triterpenoid yang paing penting dan tersebar luas, contohnya ɑ-amirin
dan β-amirin.Senyawa triterpenoid pada umumnya ditemukan pada tumbuhan
berbiji dan hewan.Beberapa triterpenoid menunjukkan aktivitas fisiologis dan
senyawa ini merupakan komponen aktif dalam tumbuhan obat yang telah
digunakan utnuk penyakit termasuk diabetes, gangguan menstruasi, patukan ular,
gangguan kulit, keruskan hati, dan malaria.Terpenoid merupakan senyawa fenol
yang bersifat lipofilik. Terpenoid bekerja sebagai antibakteri dengan cara merusak
membrane sel (Robinson, 1995)
4). Saponin
Saponin adalah suatu glikosida alamiah yang terikat dengan steroid atau
trterpena. Saponin terdiri dari sapogenin yaitu bagian yang bebas dari glikosida
yang disebut juga aglikon. Sapogenin mengikat sakarida yang panjangnya
bervariasi dari monosakarida hingga mencapai 11 unit monosakarida.Sapogenin
bersifat lipofilik serta sakarida yang hidrofilik makan saponin bersifat
amfifiik.Dengan demikian saponin dapat membentuk busa dan merusak membran
sel karena bisa membentuk ikatan dengan lipida dari membran sel (Rosidah et al,
2014).
5). Tannin
Tannin merupakan senyawa kompleks yang banyak terdapat pada
tumbuhan, biasanya merupakan campuran polifenol yang sukar untuk dipisahkan
karena tidak dalam bentuk kristal. Tannin dapat menyebabkan denaturasi protein
dengan membentuk kompleks dengan protein melalui kekuatan non-spesifik
seperti ikatan hidrogen dan efek hidrofilik sebagaimana ikatan kovalen,
menginaktifkan adhenin kumam, menstimulasi sel-sel fagosit yang berperan
dalam respon imun selular. Mekanisme tannin sebgai antibakteri adalah dengan
cara merusak membrane pada sel bakteri. Tannin menyebabkan permeabilitas sel
22
bakteri terganggu. Akibatnya, metabolisme bakteri terganggu dan akhirnya lisis
dan mati (Ajizah, 2004).
2.7 Tinjauan Tentang Metode Pengujian Antibakteri
Pada uji ini, yang akan diukur adalah respons pertumbuhan populasi
mikroorganisme terhadap agen antimikroba. Salah satu manfaat dari uji
antimikroba adalah didapatnya satu sistem pengobatan yang efektif dan efisien.
Beberapa cara pengujian antibakteri adalah sebagai berikut :
2.7.1 Metode Difusi
Suatu uji aktivitas antibakteri dengan menggunakan suatu cakram kertas
saring, yaitu cawan yang berliang renik dan suatu silinder tidak beralas yang
mengelilingi obat dalam jumlah tertentu ditempatkan pada pembenihan padat
yang telah ditanami dengan biakan bakteri yang diperiksa setelah pengeraman.
Garis tengah daerah hambatan jernih yang mengelilingi obat dianggap sebagai
ukuran kekuatan hambatan terhadap bakteri yang diperiksa. Syarat jumlah bakteri
uji kepekaan/ sensitivitas yaitu 105-10
8 CFU/mL (Hermawan dkk, 2007)
2.7.1.1 Metode Cakram Kertas
Pada cara ini, digunakan suatu cakram keras saring yang befungsi sebagai
tempata zat antimikroba. Kertas saring tersebut kemudian diletakkan pada
lempeng agar yang telah diinokulasi mikroba uji, kemudian diinkubasi pada
waktu tertentu dan suhu tertentu, sesuai dengan kondisi optimum dari mikroba
uji.Pada umumnya, hasil yang di dapat bisa diamati setelah inkubasi 18-24 jam
dengan suhu 37°C.Hasil pengamatan yang diperoleh berupa ada atau tidaknya
daerah bening yang terbentuk disekeliling kertas cakram yang menunjukkna zona
hambat pada bakteri. (Greenwood, 1995)
Metode cakram kertas ini memiliki beberapa keuntungan dan
kerugian.Keuntungannya adalah mudah dilakukan, tidak memerlukan peralatan
khusus dan relative murahnya.Kerugiannya adalah ukuran zona bening yang
terbentuk tergantung oleh kondisi inkubasi, inokulum, predifusi dan preinkubasi
serta ketebalan medium. (Greenwood, 1995).
2.7.1.2 Metode Lubang/ Sumuran
Metode difusi secara sumuran dilakukan dengan membuat sumuran
dengan diameter tertentu pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme
23
uji. Sumuran dibuat tegak lurus terhadap permukaan media.Antibitik diinokulasi
kedalam sumuran ini dan diinkubasikan, setelah itu hasilnya dibaca seperti pada
difusi paper disk.Luasnya zona jernih merupakan petunjuk kepekaan
mikroorganisme terhadap antibiotik.Selain itu. Luasnya zona jernih juga berkaitan
dengan kecepatan berdifusi antibiotik dalam media (Lay, 1994)
2.7.1.3 Metode Parit
Pada lempeng agar yang telah diinokulasikan dengan bakteri uji dibuat
sebidang parit.Parit ini berisi zat antimikroba, kemudian diinkubasi pada waktu
dan suhu optimum yang sesuai untuk uji mikroba. Hasil pengamatan yang akan
diperoleh berupa ada atau tidaknya zona hambat yang ada disekitar parit.
2.7.2 Metode Dilusi
Metode ini dilakukan dengan mencampurkan zat antimikroba dan media
agar, yang kemudian diinokulasi dnegan mikroba uji. Hasil pengamatan yang
akan diperoleh berupa tumbuh atau tdaknya mikroba didalam media. Aktivitas zat
antimikroba ditentukan dengan melihat konsentrasi hambat minimum yang
merupakan konsetrasi terkecil dari zat antimikroba uji yang memberikan efek
penghambatan terhadap ppertumbuhan mikroba uji (Pratiwi, 2008).
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cari dan dilusi padat.
1). Metode dilusi cair
Metode ini mengukur KHM (Kadar Hambat Minimum) dan KBM (Kadar
Bunuh Minimum). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran
agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji
Pratiwi, 2008)
2). Metode dilusi padat
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media
padat.Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji
dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008).
2.7.3 Metode Bioautografi
Menurut Betina (1972), bioautografi adalah suatu metode pendeteksian
untuk menemukan suatu senyawa antimikroba yang belum teridentifikasi dengan
cara melokalisir aktivitas antimikroba tersebut pada suatu kromatogram. Metode
ini memanfaatkan pengerjaan kromatografi lapis tipis.Pada bioautografi ini
24
didasarkan atas efek biologi berupa antibakteri, antiprotozoa, antitumor dan lain-
lain dari substansi yang diteliti.Ciri khas dari prosedur bioautografi adalah
didasarkan atas teknik difusi agar, dimana senyawa antimikrobanya dipindahkan
dari lapisan KLT ke medium agar yang telah diinokulasikan dengan merata
bakteri uji yang peka. Dari hasil inkubasi pada suhu dan waktu tertentu akan
terlihat zona hambatan disekeliling spot dari KLT yang telah ditempelkan pada
media agar. Zona hambat ditampakkan oleh aktivitas senyawa aktif yang terdapat
didalam bahan yang diuji terhadap pertumbuhan mikroorganisme uji.
Bioautografi dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu :
1). Bioautografi Langsung
Bioautografi langsung, yaitu dimana mikroorganismenya tumbuh secara
langsung diatas lempeng Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Prinsip kerja dari
metode ini adalah suspensi mikroorganisme uji yang peka dalam medium cair
disemprotkan pada permukaan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang telah
dihilangkan sisa-sisa eluen yang menempel pada lempeng kromatogram. Setelah
itu dilakukan inkubasi pada suhu dan waktu tertentu.
2). Biautografi kontak
Bioautografi kontak, dimana senyawa antimikroba dipindahkan dari
lempeng KLT ke medium agar yang telah diinokulasikan bakteri uji yang peka
secara merata dan kontak langsung.Metode ini didasarkan atas difusi dari senyawa
yang telah dipisahkan dengan Kromatografi Lapis Tipis atau kromatografi
kertas.Lempeng kromatografi tersebut ditempatkan diatas permukaan Nutrien agar
yang telah diinokulasikan dengan mikroorganisme yang sensitive terhadap
senyawa antimikroba yang dianalisis.Setelah 15-30 menit, lempeng kromatografi
tesebut dipindahkan dari permukaan medium. Senyawa antimikroba yang telah
berdifusi dari lempeng kromatogram kedalam media agar akan menghambat
pertumbuhan bakteri setelah diinkubasi pada waktu dan suhu yang tepat sampai
noda yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme uji tampak pada
permukaan membentuk zona yang jernih. Untuk memperjelas digunakan indicator
aktivitas dehidrogenase.
3). Bioautografi pencelupan
25
Bioautografi pencelupan, dimana medium agar telah diinokulasikan
dengan suspense bakteri tuang diatas lempeng Kromatografi Lapis Tipis
(KLT).Lempeng KLT yang telah dieluasi diletakan dalam cawan petri, sehingga
permukaan tertutup oleh medium agar yang berfungsi sebagai base layer. Setelah
base layernya memadat, dituangkan medium yang telah disuspensikan mikroba uji
yang berfungsi sebagai seed layer. Kemudian diinkubasi pada suhu dan waktu
tertentu yang sesuai.
2.8 Standar Mc. Farland
Standar Mc. Farland digunakan untuk standarisasi jumlah bakteri dalam
cairan dengan membandingkan kekeruhan uji suspensi dengan standar Mc.
Farland.Standar Mc. Farland adalah larutan kimia yang terdiri atas BaCl2 dan
H2SO4, reaksi antara kedua bahan kimia ini menghasilkan endapan halus
BaCl2.Sebelum menggunakan, Mc.Farland harus dikocok dulu sampai homogen
kemudian ditambah aliquot kedalam tabung yang digunakan untuk menyiapkan
suspensi inokulum, tabung harus ditutup rapat agar tidak terjadi evaporasi.
Sebelum digunakan suspensi haru dikocok dengan baik agar barium sulfat
terdistribusikan dengan baik. Standar yang paling umum digunakan di
laboratorium mikrobiologi klinis adalah 0,5 Mc. Farland yang disiapkan untuk uji
antimikroba. Standar Mc Farland harus disimpan dalam posisi tega pada suhu 4°-
25°C dan terhindar dari cahaya matahari. Dalam kondisi seperti ini standar Mc
Farland dapat bertahan selama 12 minggu dari tanggal awal pembuatan.(Dalynn,
2014).
Cara pembuatan standar Mc.Farland :
a. Campurkan standar Mc Farland pada vortex. Pastikan standar Mc Farland
dipindahkan secara kuantitatif ke dalam tabung reaksi yang memiliki
ukuran dan diameter yang sama dengan tabung rekasi yang digunakan
untuk persiapan tes suspensi.
b. Siapkan sebuah tes suspensi dengan perlakuan yang baru, biakan murni
dari organism uji dan inokulsi kaldu yang sesuai
c. Kemudian bandingkan secara visual kejenuhan dari tes suspensi dengan
standar Mc Farland dengan membadingkan garis kejernihan pada kartu
Wickerham.
26
d. Apabila tes suspensi tidak terlalu jernuh, makan inokulasi dengan
penambahan mikroorganisme atau inkubasi tabung reaksi sampai
kejenuhannya sesuai dengan standar Mc Farland. Apabila dilusi di
perlukan, gunakan pipet steril dan tambahkan broth atau saline yang cukup
untuk mendapatkan kejenuhan yang sesuai dengan standar Mc Farland.
Tabel II. 8Standar Mc Farland
Mc Farland
Standart
1%
BaCl2(mL)
1% H2SO4(mL) Approximate Bacterial
Suspension / mL
0,5 0,05 9,95 1,5 x 108
1,0 0,10 9,90 3,0 x 108
2,0 0,20 9,80 6,0 x 108
3,0 0,30 9,70 9,0 x 108
4,0 0,40 9,60 1,2 x 109
5,0 0,50 9,50 1,5 x 109
6,0 0,60 9,40 1,8 x 109
7,0 0,70 9,30 2,1 x 109
8,0 0,80 9,20 2,1 x 109
9,0 0,90 9,10 2,7 x 109
10,0 1,0 9,00 3,0 x 109
(Anonim, 2014)
2.9 Kombinasi Ekstrak
Di Indonesia terdapat lebih dari 1000 spesies tumbuhan obat yang
sebgaian besar belum teridentifikasi secara ilmiah.Hampir semua daerah di
Indonesia memiliki tumbuhan obat yang telah dibuktikan kemanjurannya secara
empiris. Pengobatan tradisional banyak digunakan oleh masayarakat dalam upaya
preventif, promotif dan rehabilitative (Ira dan Mefi, 2015).
Salah satu tanaman yang memiliki aktivitas antibakteri adalah manggis.
Berdasarkan penelitian uji efektivitas kombinasi ekstrak kulit batang dan kulit
buah manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai antibakteri, masing-masing
dengan konsentrasi 5,5%; 6,25%; 7%; 7,75%; 8,5% dan 4,5%; 5,25%; 6%;
27
6,75%; 7,5%. Sebagai pembanding digunakan antibiotik kloramfenikol
50μg/mL.uji antibakteri dengan diameter zona bening yang paling efektif terdapat
pada perlakuan kombinasi konsentrasi ekstrak kulit buah dan kulit batang manggis
6,25% dan 4,5% yaitu 5,66 mm dengan kategori daya hambat sedang (5-10mm).
hasil dari zona bening baku pembanding kloramfenikol sebagai antibakteri
Shigella dysenteriae yaitu 5,55 mm. hal ini menunjukkan bahwa kombinasi
ektrak lebih efektif terhadap S. dysenteriae dari pada kloramfenikol (Prasaja et al,
2014).
Tanaman lain yang dikombinasi dan memiliki khasiat sebagai antibakteri
adalahekstrak bawang Bombay (Allium cepa L) dan ekstrak daun sambiloto
(Andrographis paniculata Ness).Hasil penelitian menunjukkan kombinasi ekstrak
bawang Bombay dengan konsentrasi 25% dan daun sambiloto konsentrasi 25%
yang menghasilkan rerata zona hambat tercantum pada Tabel II.9. Kombinasi
dari ekstrak bawang Bombay dan daun sambiloto terjadi peningkatan zona hambat
yang signifikan.Hal tersebut kemungkinan karena kandungan senyawa aktif dari
kedua tanaman tersebut bekerja secara sinergis sebagai antibakteri. Senyawa yang
terdapat dalam ekstrak mendenaturasi protein sel sehingga semua aktivitas
metabolisme sel terganggu dan menyebabkan bakteri tidak dapat bertahan hidup.
Tabel II.9Hasil uji aktivitas antibakteri kombinasi Bawang Bombay (Allium cepa
L )dan Daun Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) terhadap
bakteri P. aeruginosa
Ekstrak Zona Hambat (mm)
P. aeruginosa Rerata
Allium cepa L25% 13 14 15 14
Andrographis
paniculata Ness25%
13 14 12 13
Kombinasi (petri 1) 20 21 22
20,3 Kombinasi (petri 2) 20 21 18
Kombinasi (petri 3) 20 21 20
Kontrol + ( NaOCl) 22 22 21 21,7
Kontrol – (aquadest) 0 0 0 0
(Situmeang, 2016)
28
Penelitian yang dilakukan Sudewi & Astuty (2016) tentang kombinasi
ekstrak buah mengkudu dan daun sirsak dalam menghambat bakteri E.coli dan
S.aureus. Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan etanol 96%.
Pengujian daya hambat dilakukan dengan metode difusi agar dengan cara
sumuran dan menggunakan ciprofloksasin sebagai kontrol positif serta aquadest
sebagai kontrol negative. Hasil skrining fitokimia pada ekstrak etanol buah
mengkudu memberikan nilai positif pada golongan fitokimia flavonoid, alkaloida,
tannin, saponin, dan steroid.Sedangkan golongan terpenoid tidak terdapat pada
kandungan ekstrak buah mengkudu.Hasil skrining fitokimia pada ekstrak daun
sirsak menunjukkan kandungan flavonoid, tannin, saponin, dan steroid.Sedangkan
golongan alkaloida dan terpenoid memberikan hasil negatif.
Tabel II. 9 Daya hambat kombinasi ekstrak buah mengkudu dan daun sirsak
terhadap bakteri E.coli dan S.aureus
Bakteri Nama Rata-rata (mm)
E.coli Kombinasi ekstrak
Kontrol (+)
(ciprofloxacin)
Kontrol (–)
(Aquadest)
22,625
43,625
0
S.aureus Kombinasi ekstrak
Kontrol (+)
(ciprofloxacin)
Kontrol(–)
(Aquadest)
25,5
46,375
0
(Sudewi & Astuty, 2016)
Hasil menunjukkan bahwa diameter rerata zona hambat pada kombinasi
ekstrak buah mengkudu dan daun sirsak terhadap bakteri E.coli dan S.aureus yang
terbentuk secara berurutan sebesar 22,625 mm dan 25,5mm sedangkan kontrol
positif memberikan diameter hambat sebesar 43,635 mm dan 46,375 mm.
Diameter zona hambat kontrol negatif sebesar 0 mm. kemampuan daya hambat
yang kuat ini diduga karena adanya kekuatan sinergis dari kombinasi ekstrak buah
mengkudu dan daun sirsak. Efek sinergis bahan aktif merupakan kondisi ketika
efek yang dihasilkan oleh senyawa aktif secara bersamaan lebih besar daripada
jumlah efek tunggal dari masing-masing senyawa aktif.Secara umum
29
pembentukan daerah zona hambat pada bakteri Gram positif lebih besar daripada
Gram negatif.Hal ini terjadi karena adanya perbedaan sensitivitas bakteri terhadap
antibakteri dipengaruhi struktur dinding sel bakteri.Bakteri Gram positif
cenderung lebih sensitif terhadap antibakteri karena struktur dinding sel bakteri
Gram positif lebih sederhana dibandingkan struktur dinding sel bakteri Gram
negatif sehingga memudahkan senyawa antibakteri utnuk masuk kedalam sel
bakteri Gram positif.