bab ii tinjauan pustaka 2.1 seismik borehole

23
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismik Borehole Metode seismik borehole merupakan metode yang dapat mendeteksi segala jenis gelombang seismik yang menjalar kebawah permukaan bumi. Output dari metode seismik borehole ini adalah untuk mengetahui struktur lapisan bawah permukaan bumi [8]. Gambar 2.1 Prinsip kerja seismik borehole [9]. Berdasarkan gambar 2.1 pengukuran seismik borehole menggunakan sensor 3 sumbu yaitu sumbu x, y dan z. Sensor sumbu x dan y (komponen horizontal) digunakan untuk melihat gelombang S (Shear) yang memiliki arah peregerakan partikel gelombang S

Upload: others

Post on 23-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismik Borehole

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Seismik Borehole

Metode seismik borehole merupakan metode yang dapat mendeteksi segala jenis

gelombang seismik yang menjalar kebawah permukaan bumi. Output dari metode

seismik borehole ini adalah untuk mengetahui struktur lapisan bawah permukaan bumi

[8].

Gambar 2.1 Prinsip kerja seismik borehole [9].

Berdasarkan gambar 2.1 pengukuran seismik borehole menggunakan sensor 3 sumbu

yaitu sumbu x, y dan z. Sensor sumbu x dan y (komponen horizontal) digunakan untuk

melihat gelombang S (Shear) yang memiliki arah peregerakan partikel gelombang S

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismik Borehole

5

(Shear) tegak lurus dengan arah gelombangnya (Gambar 2.2b). Oleh karena itu,

komponen horizontal akan lebih jelas untuk gelombang S. Sedangkan sensor sumbu z

(komponen vertikal) digunakan untuk melihat gelombang P (Pressure) yang memiliki

arah pergerakan partikel sejajar dengan arah gelombangnya (Gambar 2.2a). Oleh

karena itu, kedatangan gelombang P akan lebih jelas terlihat pada komponen vertikal.

Gambar 2.2 Arah rambat dan gerak partikel pada a) gelombang P b) gelombang S [10].

Dalam pengukuran dilapangan, gelombang S sangatlah sulit untuk dideteksi oleh

sensor getaran. Sehingga agar dapat didetesi maka dapat dilakukan pembentukan

gelombang S sebanyak dua kali dengan arahnya yang saling berlawanan (1800). Selain

itu, sumber yang diberikan berasal dari pinggiran sebelah kanan-kiri dan depan-

belakang papan atau besi yang digunakan sebagai sumber getaran.

2.2 Perangkat Keras

Perangkat keras merupakan perangkat atau komponen-komponen secara fisik yang

digunakan dalam rancang bangun alat seismik borehole. Pada penelitian ini perangkat

keras yang digunakan yaitu sensor, pemguat sinyal, Arduino Mega, dan ADC.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismik Borehole

6

2.2.1 Sensor

Sensor merupakan perangkat yang berfungsi untuk mendeteksi sinyal sinyal yang

berasal dari perubahan suatu energi. Secara umum, berdasarkan fungsi dan

penggunaannya sensor dibagi menjadi 3 yaitu sensor mekanis, sensor optik, dan sensor

panas. Pada penelitian ini jenis sensor yang digunakan adalah sensor mekanis. Sensor

mekanis merupakan sensor yang mendeteksi peubahan gerak mekanis, seperti

perpindahan atau pergeseran atau posisi, gerak lurus dan melingkar, tekanan, aliran,

level, dan sebagainya. Jenis sensor yang digunakan pada penelitian ini adalah

akselerometer MEMS kapasitif dikarenakan sensor akselerometer tersebut dapat

digunakan untuk mendeteksi sinyal frekuensi rendah dan tinggi. Sinyal frekuensi

rendah berfungsi untuk memberikan informasi event yang terjadi pada panjang

gelombang lebih besar dari ratusan meter. Sedangkan untuk sinyal frekuensi tinggi

(dalam orde kHz) berhubungan dengan aktivitas pada Panjang gelombang dalam

beberapa meter saja [11].

(a) (b)

Gambar 2.3 (a) Bentuk fisik akselerometer MEMS Colibrys SF1500SN.A dan (b) Skema

akselerometer MEMS [12].

Tipe sensor akselerometer MEMS yang digunakan pada penelitian ini adalah Colibrys

SF1500SN.A (Gambar 2.3(a)). Adapun spesifikasi dari sensor tersebut dapat dilihat

pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Spesifikasi sensor akselerometer MEMS Colibrys SF1500SN.A [13].

Parameter Unit

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismik Borehole

7

Tegangan Sumber ±6 - ±15 V

Rentang Keluaran Liner ±3 g

Sensitivitas 2,4 ± 0,24 V/g

Noise < 0,5 μgrms/√Hz

Respon Frekuensi DC – 1.500 Hz

Error Linearitas < 1 % (± 1 g)

Pada Gambar 2.3(b), akselerometer MEMS terdiri dari trasduser dan seismic mass.

Transduser adalah sepasang kapasitor C1 (kapasitansi antara Top electrode dengan

Seismic mass) dan C2 (kapasitansi antara Bottom electrode dengan Seismic mass); dan

Seismic mass yang sebagai pusat massa, adalah bagian mekanik mikro dari silikon

dengan pelapisan logam pada permukaan atas dan bawahnya. Mekanik pegas berupa

beam, merupakan daerah silikon yang telah dipotong sangat tipis, menahan Seismic

mass pada lapisan tengah, dan memungkinkan sejumlah kecil gerakan elastis.

Frekuensi resonansi untuk pegas ini umumnya dekat atau di atas satu kHz. Ketika mass

tersebut berubah posisi akibat gaya dari luar, jarak antara pelat-pelat logam berubah,

dan menimbulkan perubahan nilai kapasitansi [14]. Sensitivitas kapasitif tidak

bergantung pada bahan dasar, namun bergantung pada variasi kapasitansi ketika

geometri kapasitor berubah. Nilai kapasitansi plat parallel antara C1 dan C2 dapat dicari

dengan mencari kapasitansi ruang-bebas (𝐶0) antara plat terlebih dahulu melalui

persamaan berikut

𝐶0 = ∈0∈𝐴

𝑑 (2.1)

di mana,

∈𝐴= ∈0∈ 𝐴 (2.2)

sehingga,

𝐶0 = ∈𝐴1

𝑑 (2.3)

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismik Borehole

8

Pada Gambar 2.4 dapat dilihat bahwa kapasitansi antara dua plat, C1 dan C2 adalah

fungsi dari perpindahan yang sesuai x1 dan x2

𝐶1 = ∈𝐴

1

𝑥1= ∈𝐴

1

𝑑 − 𝑥= 𝐶0 + ∆𝐶 (2.4)

𝐶2 = ∈𝐴

1

𝑥2= ∈𝐴

1

𝑑 + 𝑥= 𝐶0 − ∆𝐶 (2.5)

Jika nilai akselerasi sama dengan nol, maka nilai C1 dan C2 sebanding dikarenakan nilai

x1 = x2. Jika x ≠ 0 maka perbedaan kapasitansi dapat dicari menggunakan persamaan

berikut

𝐶1 − 𝐶2 = 2 ∆𝐶 (2.6)

∆𝐶 = ∈𝐴

𝑥

𝑑2 − 𝑥2 (2.7)

Nilai x pada persamaan di atas dapat dicari menggunakan persamaan linear aljabar

linear, sehingga

∆𝐶 𝑥2 + ∈𝐴 𝑥 − ∆𝐶 𝑑2 = 0 (2.8)

Untuk nilai x yang sangat kecil, maka ∆𝐶 𝑥2 dapat diabaikan, sehingga persamaan di

atas dapat dirubah menjadi :

𝑥 ≈ 𝑑2

∈𝐴∆𝐶 (2.9)

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismik Borehole

9

Gambar 2.4 Struktur Akselerometer [14].

Untuk mendapatkan besarnya output tegangan dari proof mass dapat menggunakan

persamaan

(𝑉𝑥 + 𝑉0)𝐶1 + (𝑉𝑥 − 𝑉0)𝐶2 = 0 (2.10)

Persamaan 2.9 dapat disederhanakan lagi dengan menggunakan persamaan 2.3 atau 2.4

dan 2.8, sehingga didapatkan persamaan

𝑉𝑥 = 𝑉0

𝐶2 − 𝐶1

𝐶2 + 𝐶1=

𝑥

𝑑𝑉0 (2.11)

Dikarenakan perubahan kapasitansi sebanding dengan tegangan keluaran sensor, maka

perpindahan akan sebanding dengan tegangan keluaran akselerometer (Vx)

𝑥 ≈ 𝑉𝑥 (2.12)

Untuk sebuah pegas yang ideal, berdasarkan hukum Hooke, gaya yang diberikan pada

pegas adalah

𝐹𝑆 = 𝑘𝑆 𝑥 (2.13)

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismik Borehole

10

di mana 𝑘𝑆 adalah konstanta pegas. Berdasarkan hukum II newton, gesekan pada udara

diabaikan dikarenakan sangat kecil sehingga didapat persamaan

𝐹𝑆 = 𝑚 𝑎 (2.14)

sehingga fungsi akselerasi sebagai fungsi perpindahan x adalah sebagai berikut

𝑎 = 𝑘𝑆

𝑚 𝑥 (2.15)

dengan demikian,

𝑎 ≈ 𝑉𝑥 (2.16)

Dari persamaan 2.15 dapat kita simpulkan bahwa, tegangan keluaran sensor merupakan

respon percepatan/akselerasi terhadap getaran yang diterima oleh sensor [16].

2.2.2 Penguatan Sinyal ( Operational Amplifier )

Penguatan sinyal atau sering disebut Op-Amp (Operational Amplifier) sangat

dibutuhkan dalam suatu instrumentasi, dikarenakan jika ada sinyal yang diterima oleh

sensor sangat kecil, maka sinyal tersebut butuh untuk dikuatkan agar keluaran dari

sinyal dapat terbaca dan sesuai dengan yang diinginkan. Ada beberapa karakteristik

yang harus dimiliki oleh sebuah penguat sinyal agar dapat dikategorikan sebagai

sebuah ideal Op-Amp [15], yaitu:

(1) Penguatan tak hingga (A = ∞);

(2) Tegangan keluaran, VO = 0, ketika tegangan masukan V1 = V2 (Gambar 2.5);

Gambar 2.5 Rangkaian persamaan op-amp [15].

(3) Impedansi masukan tak hingga (Rd = ∞);

(4) Impedansi keluaran nol (RO = 0); dan

(5) Lebar pita tak hingga (tidak ada batasan respon frekuensi).

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismik Borehole

11

Selain karakteristik di atas, ada 2 aturan dasar yang harus dimiliki oleh sebuah op-amp

[17,18], yaitu:

(1) Ketika op-amp dalam rentang linearnya, dua terminal masukan harus dalam

tegangan yang sama (ground yang sama); dan

(2) Tidak ada arus yang saling mengalir pada dua terminal masukan op-amp.

Tipe penguatan yang sering digunakan dalam instrumentasi adalah tipe penguatan

diferensial, dikarenakan tipe penguat diferensial cocok untuk menguatkan sinyal yang

sangat kecil. Tipe penguat diferensial ada yang menggunakan satu, dua, atau tiga op-

amp. Untuk penelitian ini, tipe penguat diferensial yang digunakan adalah tipe penguat

diferensial menggunakan tiga op-amp atau biasa disebut penguat instrumentasi. Karena

penguat diferensial menggunakan tiga op-amp memiliki penguatan yang lebih besar

dari penguat menggunakan dua op-amp maupun satu op-amp. Untuk lebih jelasnya,

berikut penjelasan terkait perbedaan antara penguat diferensial dua op-amp dan

penguat tiga op-amp.

(1) Penguat diferensial menggunakan dua op-amp [16,17] (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Penguat diferensial dengan dua op-amp [16,17].

Jika Rf2 = R1, Rf1 = R2, tegangan keluaran VO adalah

𝑉𝑂 = 𝑉𝐼𝑁2 − 𝑉𝐼𝑁1 (1 + 𝑅1

𝑅2 +

2𝑅1

𝑅𝑔) (2.17)

sehingga tegangan keluaran total dari tipe penguat ini adalah

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismik Borehole

12

𝑉𝑂 = ( 𝑉𝐼𝑁2 − 𝑉𝐼𝑁1) 𝐺 (2.18)

dengan penguatan G,

𝐺 = (1 + 𝑅1

𝑅2 +

2𝑅1

𝑅𝑔) (2.19)

(2) Penguat diferensial menggunakan tiga op-amp [16,17] (Gambar 2.7).

Gambar 2.7 Penguat diferensial dengan tiga op-amp [16, 17].

Jika Rf2 = Rf1, R4 = R2, R3 = R1, tegangan keluaran VO adalah

VO = 𝑉𝑛𝑖𝑛𝑣 − 𝑉𝑖𝑛𝑣 (1 + 2𝑅𝑓1

𝑅𝑔) (

𝑅2

𝑅1) (2.20)

sehingga tegangan keluaran total dari tipe penguat ini adalah

𝑉𝑂 = ( 𝑉𝑛𝑖𝑛𝑣 − 𝑉𝑖𝑛𝑣) 𝐺 (2.21)

dengan penguatan G,

𝐺 = (1 + 2𝑅𝑓1

𝑅𝑔) (

𝑅2

𝑅1) (2.22)

Untuk spesifik tipe penguat diferensial tiga op-amp (penguat instrumentasi) yang

digunakan pada penelitian ini adalah penguat isntrumentasi AD620. Penguat

instrumentasi AD620 adalah penguat instrumentasi monolitik berdasarkan modifikasi

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismik Borehole

13

dari pendekatan penguat diferensial tiga op-amp klasik. Skema rangkaian AD620 dapat

dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Skema sederhana AD620 [18].

Resistor penguatan internal, R1 dan R2, dipangkas ke nilai absolut 24,7 kΩ,

memungkinkan penguatan diprogram secara akurat dengan resistor eksternal tunggal

[19], sehingga berdasarkan persamaan 2.21, penguatan G sebesar

𝐺 = 49.4𝑘Ω

𝑅𝑔+ 1 (2.23)

Gambar 2.9 Perbandingan AD620 dengan Penguat diferensial 3 op-amp biasa [18].

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismik Borehole

14

Berdasarkan Gambar 2.9, AD620 lebih efisien dan efektif dibandingkan dengan

penguat diferensial 3 op-amp biasa. Di mana perbedaan eror yang dihasilkan antara

kedua penguat memiliki selisih 10.000 PPM of full scale.

2.2.3 Arduino Mega

Arduino Mega merupakan board mikrokontroler yang berbasis pada chip

ATmega2560. Board ini memiliki pin I/O yang cukup banyak di antaranya adalah 54

buah digital I/O pin (15 pin di antaranya adalah PWM) yang dapat digunakan sebagai

input atau output dan 16 pin analog berlabel A0 sampai A15 sebagai ADC, setiap pin

analog memiliki resolusi sebesar 10-bit. Arduino Mega 2560 dilengkapi dengan pin

dengan fungsi khusus sebagai berikut [19]:

1. Port Serial 4 buah: Port Serial 0, yaitu Pin 0 (RX) dan Pin 1 (TX); Port Serial 1,

yaitu Pin 19 (RX) dan Pin 18 (TX); Port Serial 2, yaitu Pin 17 (RX) dan Pin 16

(TX); dan Port Serial 3, yaitu Pin 15 (RX) dan Pin 14 (TX). Pin RX digunakan

untuk menerima data serial dan Pin TX untuk mengirim data serial.

2. Pin External Interrupts 6 buah: Pin 2 (Interrupt 0), Pin 3 (Interrupt 1), Pin 18

(Interrupt 5), Pin 19 (Interrupt 4), Pin 20 (Interrupt 3), dan Pin 21 (Interrupt 2).

3. Pin PWM 15 buah: pin 2-13, dan pin 44-46.

4. Pin SPI: Pin 50 (MISO), Pin 51 (MOSI), Pin 52 (SCK), Pin 53 (SS), digunakan

untuk komunikasi SPI menggunakan SPI Library.

5. pin I2C: Pin 20 (SDA) dan Pin 21 (SCL) , komunikasi I2C menggunakan wire

library.

6. Pin LED, yaitu buit-in LED yang terhubung pada pin 13.

Board ini sudah sangat lengkap, sudah memiliki segala sesuatu yang dibutuhkan untuk

sebuah mikrokontroller. Bentuk fisik dari Arduino Mega dapat dilihat pada Gambar

2.10.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismik Borehole

15

Gambar 2.10 Arduino Mega [19].

Spesifikasi Arduino Mega ditunjukan pada Tabel 2.2 berikut:

Tabel 2. 2 Spesifikasi Arduino Mega [19].

Spesifikasi Keterangan

Mikrokontroler ATMega2560

Tegangan Operasi 5 V

Tegangan input 7-12 V

Tegangan input (limit) 6-20V

Pin Digital I/O 54, 6 di antaranya PWM output

Pin Analog Input 16 buah

Arus DC per Pin I/O 20 mA

Arus DC untuk Pin 3.3 V 50 mA

Memori Flash 250, 8 KB digunakan bootloader

2.2.4 ADC ( Analog Digital Converter )

ADC merupakan sebuah perangkat yang digunakan untuk mengubah suatu data

kontinu terhadap waktu (analog) menjadi suatu data diskrit terhadap waktu (digital).

ADC banyak digunakan sebagai pengatur proses industri, komunikasi digital dan

rangkaian pengukuran/pengujian. Umumnya ADC digunakan sebagai perantara antara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismik Borehole

16

sensor yang kebanyakan analog dengan sistem komputer seperti sensor suhu, cahaya,

tekanan/berat, aliran dan sebagainya kemudian diukur dengan menggunakan sistem

digital (komputer). Ada beberapa hal hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan

ADC yaitu tegangan maksimum yang dapat dikonversikan oleh ADC dari rangkaian

pengkondisi sinyal, resolusi, pewaktu eksternal ADC, tipe keluaran, ketepatan dan

waktu konversinya [20]. Selain itu, ADC juga memiliki 2 kaaraktek prinsip [20], yaitu:

1. Kecepatan sampling suatu ADC menyatakan seberapa sering sinyal analog

dikonversikan kebentuk sinyal digital pada selang waktu tertentu. Kecepatan

sampling biasanya dinyatakan dalam sample per second (SPS) atau Hz.

2. Resolusi ADC menentukan ketelitian nilai hasil konversi ADC. Sebagai contoh:

ADC 8-bit akan memiliki output 8-bit data digital, ini berarti sinyal input dapat

dinyatakan dalam 255 (2n – 1) nilai diskrit. ADC 12-bit memiliki 12-bit output

data digital, ini berarti sinyal input dapat dinyatakan dalam 4096 nilai diskrit. Dari

contoh di atas ADC 12-bit akan memberikan ketelitian nilai hasil konversi yang

jauh lebih baik daripada ADC 8-bit.

Ada 3 tahapan yang dilakukan ADC untuk merubah sinyal analog menjadi sinyal

digital, yaitu:

1. Pencuplikan

Pencuplikan merupakan proses pegambilan nilai diskrit pada suatu data dalam

waktu tertentu dengan periode yang tetap. Proses pencuplikan pada ADC dapat

dilihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Proses Pencuplikan pada ADC [20].

2. Kuantisasi

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismik Borehole

17

Kuantisasi dalam pemrosesan sinyal disebut sebagai suatu proses pemetaan nilai

input yang berasal dari hasil proses pencuplikan. Proses kuantisasi pada ADC dapa

dilihat pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Proses Kuantisasi pada ADC [20].

Pada teori sampling kecepatan pengambilan sampel (frekuensi sampling) dari

sinyal analog yang akan dikonversi haruslah memenuhi kriteria Nyquist,

𝑓𝑠 > 2 𝑓𝑖𝑛𝑀𝑎𝑥 (2.24)

Di mana “Frekuensi sampling (fs) minimum adalah 2 kali frekuensi sinyal analog

yang akan dikonversi (finMax)” [21]. Apabila kriteria Nyquist tidak dipenuhi maka

akan timbul efek aliasing. Aliasing merupakan pengaruh yang menyebabkan

sinyal-sinyal yang berbeda menjadi tidak dapat dibedakan satu sama lain (atau

menjadi alias sinyal yang lain) saat rekonstruksi sampel. Aliasing juga

menggambarkan distorsi atau artifak yang dihasilkan saat sinyal direkonstruksi

dari sampel di mana gambaran yang diberikan berbeda dari sinyal kontinu.

Pernyataan lainnya adalah bahwa aliasing merupakan akibat dari penggunaan data

diskret dan bukan yang kontinu [22].

3. Pengkodean

Pengkodean merupakan proses mengubah nilai hasil kuantisasi ke dalam suatu

nilai berbentuk biner atau digital (0/1). Proses pengkodean dapat dilihat pada

Gambar 2.13.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismik Borehole

18

Gambar 2.13 Proses Pengkodean pada ADC [20].

Nilai dari proses pengkodean ADC adalah 2n. Contohnya ADC 3-bit memiliki

kuantisasi kode (N) sebanyak 23 = 8 kode. Kode ini menyatakan tingkatan nilai

analog dalam nilai digital. Semakin tinggi jumlah bit suatu ADC, semakin banyak

kode digital yang merepresentasikan suatu tegangan analog tertentu.

Secara matematis pengkodean ADC dapat dituliskan dengan persamaan.

𝐷𝑎𝑡𝑎 𝐷𝑖𝑔𝑖𝑡𝑎𝑙 (𝐼𝑛𝑡𝑒𝑔𝑒𝑟) = 𝑉𝑖𝑛

𝑉𝑟𝑒𝑓 (2𝑛 − 1) (2.25)

Tiap kode memiliki perbedaan nilai tegangan analog, Q sebesar

Q = 𝑉𝑟𝑒𝑓

2𝑛 (2.26)

Vref berkaitan dengan jenjang tiap kelompok dalam proses kuantisasi, resolusi

ADC berkaitan dengan jumlah maksimal data ADC (2n), di mana maksimal data

berhubungan dengan proses pengkodean. Jika tegangan referensi, Vref = 8 V, untuk

ADC 3-bit, tiap kenaikan 1-bitnya menyatakan nilai 1 V (Gambar 2.14(a)).

Perubahan tegangan masukan tiap 1 V, akan dikonversi sempurna tanpa ada

kesalahan (error). Namun bila tegangan analog berubah secara perlahan (ada nilai

tegangan analog orde desimal), akan terjadi kesalahan pengonversian. Misalnya

tegangan 2,5 V, akan ada dua kemungkinan kode digitalnya, yaitu 010 atau 011

(Gambar 2.14(b)). Jika Vref = 0,8 V, perbedaan nilai tiap bit berubah menjadi 100

mV. Sehingga memungkinkan untuk melakukan pengukuran dengan rentang

tegangan yang lebih kecil (0 V hingga 0.8 V) dengan akurasi yang tinggi [20].

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismik Borehole

19

(a)

(b)

Gambar 2.14 (a) ADC 3-bit, (b) Magnitudo rentang error pada ADC 3-bit [20].

Tipe ADC yang digunakan pada penelitian ini adalah ADS1256, yaitu ADC dengan

resolusi 24-bit. Adapun spesifikasi dari ADS1256 dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Spesifikasi ADS1256 [23].

Parameter Unit

Tegangan Sumber 5 V

Tegangan Referensi 2,5 V

Resolusi 24-bit

Kecepatan Pencuplikan 10 – 14.400 SPS

Komunikasi SPI

SCLK 4 MHz

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismik Borehole

20

2.3 Perangkat Lunak

Perangkat lunak berfungsi sebagai penghubung antara pengguna dan perangkat keras.

2.3.1 Arduino IDE

Integrated Development Enviroment (IDE) Arduino merupakan software yang bahasa

pemrograman Java berguna untuk menulis program, meng-compile menjadi kode biner

dan meng-upload kedalam memori mikrokontroler. Arduino IDE yang ada saat ini

adalah versi 1.6.7. Arduino IDE terdiri dari:

1. Editor program merupakan sebuah window yang memungkinkan pengguna menulis

dan mengedit program dalam bahasa processing;

2. Compiler, merupakan sebuah modul yang mengubah kode program (bahasa

processing) menjadi kode biner. Mikrokontroler hanya dapat mengerti kode biner,

maka dari itu compiler sangat diperlukan dalam hal ini; dan

3. Uploader, merupakan sebuah modul yang memuat kode biner dari komputer

kedalam memori dipapan Arduino.

Program yang ditulis menggunakan Software Arduino (IDE) disebut sketsa. Sketsa ini

ditulis dalam editor teks dan disimpan dengan ekstensi file “dot ino” (.ino). Editor

memiliki fitur untuk memotong dan untuk mencari / mengganti teks. Daerah pesan

memberikan umpan balik saat menyimpan dan mengekspor dan juga menampilkan

kesalahan. Konsol menampilkan output teks dengan Arduino Software (IDE),

termasuk pesan kesalahan yang lengkap dan informasi lainnya. Pojok kanan bawah

jendela menampilkan papan dikonfigurasi dan port serial. Tombol toolbar

memungkinkan untuk memverifikasi dan mengupload program, membuat, membuka,

dan menyimpan sketsa, dan membuka monitor serial. Tampilan Software Arduino

(IDE) dapat dilihat pada Gambar 2.15.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismik Borehole

21

Gambar 2.15 Tampilan Arduino IDE.

2.3.2 Microsoft Visual Studio

Microsoft Visual Studio merupakan perangkat lunak yang dapat digunakan untuk

mengembangkan sebuah aplikasi baik untuk desktop, mobile, maupun website. Visual

Studio menyediakan berbagai macam kompiler yakni antara lain Visual C++, Visual

C#, Visual Basic dot NET (vb.NET), Visual InterDev, Visual J++, Visual J#, Visual

FoxPro, dan Visual SourceSafe. Penelitian ini menggunakan Visual Studio untuk

merancang tampilan untuk menyimpan data, melakukan pengaturan disaat

pengambilan data dan menmapilkan data dalam bentuk x, y dan z. Tampilan Microsoft

Visual Studio dapat dilihat pada Gambar 2.16.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismik Borehole

22

Gambar 2.16 Tampilan Microsoft Visual Studio.

2.3.3 Notepad ++

Notepad++ dapat menampilkan serta menyunting teks dan berkas kode sumber berbasis

bahasa pemprograman yang dijalankan pada sistem operasi Windows. Pengguna

Notepad++ tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkan lisensi aplikasi ini

karena free-device. Selain itu notepad++ memiliki tampilan yang sangat baik, fitur fitur

yang ada didalamnya sudah lengkap dan sangat simple dan ringan. Pada penelitian ini,

notepad digunakan untuk menyimpan data pengukuran dalam bentuk .txt. Tampilan

notepad ++ dapat dilihat pada Gambar 2.17.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismik Borehole

23

Gambar 2.17 Tampilan notepad ++.

2.5 Sistem Komunikasi Data

Sistem komunikasi data sangat dibutuhkan untuk membangun sebuah emebeded

system. Dalam perancangan sistem seismik borehole, sistem komunikasi yang

digunakan yaitu komunikasi serial UART (RS-232) dan komunikasi Serial Peripheral

Interface (SPI).

2.5.1 Komunikasi Serial UART (RS-232)

Komunikasi serial UART (RS-232) merupakan komunikasi yang terjadi antara

transmitter (TX) dengan receiver (RX). Sistem komunikasi serial UART dikenal

sebagai sistem komunikasi yang asinkron. Sistem komunikasi tersebut dikatakan

asinkron dikarenakan tidak terdapat kontrol ketika data dikirim atau tidak ada jaminan

bahwa kedua perangkat yang berkomunikasi memiliki kecepatan detak yang sama.

Operasi pada Arduino Mega umumnya menggunakan clock kristal tunggal, sehingga

perbedaan kecepatan dapat menjadi masalah ketika dua perangkat yang sama sama

dilengkapi dengan sumber detak yang berbeda saling berkomunikasi.

Umumnya untuk mengatasi hal tersebut, dapat digunakan bit tambahan berupa start bit

dan stop bit di setiap paket data yang dikirim. Kedua perangkat yang yang

berkomunikasi harus memiliki sistem konfigurasi yang sama. Pada sistem komunikasi

pada umumnya, data dikirim dalam banyak paket, maka kecepatan akan berkurang,

dikarenakan terdapat bit ekstra yang harus dikirim (Gambar 2.18). Demikian pula, jika

kedua perangkat berkomunikasi dengan kecepatan sampling yg berbeda, sistem

komunikasi akan gagal atau salah kirim dalam menerjemahkan. Salah satu solusi yang

digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan komunikasi

secara Serial Peripheral Interface (SPI).

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismik Borehole

24

Gambar 2.18 Transfer data serial RS-232 [24].

2.5.2 Komunikasi Serial Peripheral Interface (SPI)

SPI adalah protokol komunikasi secara synchronous antara dua perangkat (master dan

slave), yang memisahkan antara jalur data dan jalur detak. Komunikasi SPI pertama

kali dikembangkan oleh Motorola (sekarang Freescale), dan diterapkan secara luas oleh

berbagai perushaan semikonduktor. Dalam koneksinya, device yang terhubung satu

sama lain akan bersifat Full Duplex, yaitu ada device yang bertindak sebagai Master

dan Slave. Master device adalah perangkat yang memulai sambungan dengan cara

menginisialisai SPI address dari slave device, sehingga master dan slave dapat

menerima ataupun mengirim data dalam waktu bersamaan. Dalam penerapannya, SPI

banyak digunakan pada komunikasi antarperangkat yaitu EEPROM, ADC, DAC,

sensor, dan aktuator lainnya.

SPI menggunakan dua pin untuk transfer data, yaitu SDI (Din) dan SDO (Dout). Bus

SPI memiliki sebuah SCLK (Shift Clock) yang berfungsi sebagai penyedia detak untuk

sinkroniasasi data dan memilki satu atau lebih CE (Chip Enable) yang berfungsi untuk

memilih satu slave mana yang akan berkomunikasi dengan master. Pada beberapa

perangkat pin SDI disebut sebagai MOSI (Master Out - Slave In), SDO disebut sebagai

MISO (Master In - Slave Out), SCLK disebut sebagai SCK dan CE disebut sebagai SS

(Slave Select).

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismik Borehole

25

Gambar 2.19 Arsitektur SPI [25].

Pada Gambar 2.19 dapat dilihat bahwa SPI terdiri dari 2 buah shift register yang

terletak dibagian slave dan master. Pembangkit detak terletak pada bagian master yang

memberi detak pada shift register pada bagian master dan slave. Kedua shift register

memiliki lebar 8-bit, sehingga shift register akan melakukan pertukaran data setelah 8-

detak. Jika master ingin mengirim 1 byte (8-bit) maka master akan meletakkan data

pada shift register. Setelah 8-detak maka isi dari shift register akan sampai pada slave,

begitu juga sebaliknya. Namun perlu di ingat bahwa komunikasi SPI yang terjadi pada

jalur MISO maupun MOSI terjadi ketika jalur SS dalam keadaan low. Komunikasi SPI

dapat terjadi pada lebih dari dua alat, seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.20.

Gambar 2.20 Komunikasi SPI dengan multiple slave [25].

Dari Gambar 2.20 dapat dilihat bahwa semua pin MISO, MOSI, dan SCK dari master

akan terkoneksi secara parallel ke 3 Slave device. Namun ada 3 pin SS dari master yang

masing-masing pinnya terpisah dan hanya terkoneksi ke pin SS dari setiap slave. Pin

SS-lah yang akan bergantian unutk memilih slave mana yang akan dilakukan

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seismik Borehole

26

komunikasi dengan master. Dapat dilihat pada Gambar 2.20, master berkomunikasi

dengan 3 slave, maka diperlukan jalur SS1 untuk slave 1, jalur SS2 untuk slave 2 dan

jalur SS3 untuk slave 3. Untuk menghindari tabarakan pada data maka pada pin SS1,

SS2, dan SS3 tidak boleh diberikan logic low atau 0 secara bersamaan. Namun untuk

memberikan logic low atau 0 harus dilakukan secara bergantian (menunggu transfer data

selesai pada satu slave).