bab ii tinjauan pustaka 2.1 klasifikasi jalan. bab ii... · lain: klasifikasi menurut fungsi jalan,...

34
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Jalan Jalan Raya pada umumnya dapat digolongkan dalam 5 klasifikasi, antara lain: klasifikasi menurut fungsi jalan, klasifikasi menurut kelas jalan, dan klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan. 2.1.1. Klasifikasi menurut Fungsi Jalan (menurut UU no. 38/Th. 2004) Klasifikasi menurut fungsi jalan terdiri atas 4 kategori, antara lain: 1. Jalan Arteri yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. 2. Jalan Kolektor yaitu yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi 3. Jalan Lokal yaitu yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah masuk tidak dibatasi. 4. Jalan Lingkungan yaitu yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

Upload: lekhanh

Post on 12-Mar-2019

259 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Jalan

Jalan Raya pada umumnya dapat digolongkan dalam 5 klasifikasi, antara

lain: klasifikasi menurut fungsi jalan, klasifikasi menurut kelas jalan, dan

klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan.

2.1.1. Klasifikasi menurut Fungsi Jalan (menurut UU no. 38/Th. 2004)

Klasifikasi menurut fungsi jalan terdiri atas 4 kategori, antara lain:

1. Jalan Arteri

yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan

ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan

masuk dibatasi secara berdaya guna.

2. Jalan Kolektor

yaitu yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan

pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan

rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi

3. Jalan Lokal

yaitu yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan

setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah,

dan jumlah masuk tidak dibatasi.

4. Jalan Lingkungan

yaitu yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan

lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata

rendah.

6

2.1.2 Klasifikasi menurut Status Jalan (menurut UU no. 38/Th. 2004)

Klasifikasi menurut status jalan terdiri atas 5 kelompok, antara lain:

1. Jalan Nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem

jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan

jalan strategis nasional, serta jalan tol.

2. Jalan Provinsi, merupakan jalan lokal kolektor dalam sistem jaringan jalan

primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota

kabupaten/kota, antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.

3. Jalan Kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan

primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota

kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota.

4. Jalan Kota, merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder

yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota.

5. Jalan Desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan

dan/atau antarpemukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

2.1.3 Klasifikasi menurut Tipe Lajur ( menurut MKJI 1997)

Klasifikasi menurut tipe lajurnya antara lain: dua lajur dua arah terbagi

(2/2UD), empat lajur dua arah (tak terbagi atau 4/2UD, dan terbagi atau 4/2D),

enam lajur 2 arah terbagi (6/2D), serta jalan satu arah (1-3/1).

2.2 Kinerja Ruas Jalan Perkotaan

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

didefinisikan sebagai segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara

permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum

pada satu sisi jalan atau jalan di/dekat pusat perkotaan dengan penduduk lebih dari

100.000 jiwa. Variabel kinerja ruas jalan perkotaan antara lain: arus lalu lintas,

kapasitas, derajat kejenuhan, kecepatan arus bebas, kecepatan tempuh, dan

perilaku lalu lintas.

2.2.1 Arus dan Komposisi Lalu Lintas

Arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan (bermotor maupun tak bermotor)

yang melewati suatu titik pada jalan per satuan waktu. Semua nilai arus lalu lintas

7

(per arah dan total) dalam satuan kendaraan per jam diubah menjadi satuan mobil

penumpang (smp) per jam dengan menggunakan ekivalensi mobil penumpang

(emp) yang diturunkan secara empiris untuk tipe kendaraan sebagai berikut:

a. Kendaraan ringan/Light Vehicle (LV), yaitu kendaraan bermotor dua as

beroda 4 dengan jarak as 2,0 – 3,0 m (termasuk mobil penumpang, opelet,

mikrobis, pick up dan truk kecil sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

b. Kendaraan berat/Heavy Vehicle (HV), yaitu kendaran bermotor dengan

jarak as lebih dari 3,50 m, biasanya beroda lebih dari 4 (termasuk bis, truk

2 as, truk 3 as dan truk kombinasi sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

c. Sepeda motor/Motorcycle (MC), yaitu kendaraan bermotor beroda dua

atau tiga (termasuk sepeda motor dan kendaraan beroda 3 sesuai sistem

klasifikasi Bina Marga).

d. Kendaraan tak bermotor/UnMotorized (UM), yaitu kendaraan tak

bermotor yang digerakkan oleh tenaga manusia atau hewan seperti sepeda

becak, kereta kuda, dan gerobak dorong.

Ekivalensi mobil penumpang (emp) pada masing-masing tipe kendaraan

tergantung pada tipe jalan dan arus lalu lintas total yang dinyatakan dalam

kend/jam dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel. 2.1 Nilai Ekivalen Mobil Penumpang untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi

Tipe jalan

Jalan tak terbagi

Arus lalu

lintas

total dua arah

(kend/jam)

Emp

HV

MC

Lebar jalur lalu lintas WC

(m)

6 6

Dua lajur tak terbagi

(2/2 UD)

0

1800

1.3

1.2

0.5

0.35

0.40

0.25

Empat lajur tak

terbagi (4/2 UD)

0

3700

1.3

1.2

0.40

0.25

Sumber: Departemen PU (1997)

8

2.2.2 Kapasitas

Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, Kapasitas

adalah jumlah maksimum kendaraan bermotor yang melintasi suatu penampang

tertentu pada suatu ruas jalan dalam satuan waktu tertentu. Sedangkan kapasitas

dasar adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melintasi suatu penampang

pada suatu jalur atau jalan selama 1 (satu) jam, dalam keadaan jalan dan lalu lintas

yang mendekati ideal dapat dicapai. Besarnya kapasitas jalan perkotaan dapat

diformulasikan sebagai berikut :

C = CO x FCW x FCSP x FCSF x FCCS (smp/jam) (2.1)

Keterangan:

C = Kapasitas sesunguhnya (smp/jam)

Co = Kapasitas dasar (smp/jam)

FCw = Faktor penyesuaian lebar jalan

FCsp = Faktor penyesuaian pemisah arah

FCsf = Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan

FCcs = Faktor pnyesuaian ukuran kota

2.2.2.1 Kapasitas Dasar

Kapasitas dasar (base capacity) merupakan kapasitas pada kondisi ideal.

Nilai kapasitas dasar tergantung pada tipe jalan, jumlah jalur dan pemisah fisik.

Tabel 2.2 Kapasitas dasar (Co)

Tipe Jalan Kota Kapasitas dasar (Co)

(SMP/jam) Keterangan

Empat lajur tak terbagi atau Jalan

satu arah 1650 Per lajur

Empat lajur tak terbagi 1500 Per lajur

Dua lajur tak terbagi 2900 Total dua arah

Sumber : Departemen PU (1997)

9

2.2.2.2 Faktor Penyesuaian Kapasitas

Faktor penyesuaian kapasitas terdiri dari faktor penyesuaian lebar jalan,

faktor penyesuaian arah, faktor penyesuaian hambatan samping dengan bahu dan

kereb serta faktor penyesuain ukuran kota

a. Faktor penyesuaian kapasitas lebar jalan (FCw)

adalah faktor penyesuaian atau koreksi kapasitas dasar akibat lebar jalan

lalu lintas.

Tabel 2.3 Faktor Penyesuaian kapasitas untuk lebar jalan (FCw)

Tipe Jalan Kota Lebar jalan efektif (m) FCW Ket

4 lajur terbagi atau jalan

satu arah

3.00

3.25

3.50

3.75

4.00

0.92

0.96

1.00

1.04

1.08

Per lajur

4 lajur tak terbagi 3.00

3.25

3.50

3.75

4.00

0.91

0.95

1.00

1.05

1.09

Per lajur

2 lajur tak terbagi 5

6

7

8

9

10

11

0.56

0.87

1.00

1.14

1.25

1.29

1.34

Total dua arah

Sumber : Departemen PU (1997)

b. Faktor penyesuaian kapasitas pemisah arah (FCsp)

Adalah faktor penyesuaian atau koreksi untuk kapasitas dasar akibat

pemisahan arah lalu lintas. Faktor penyesuaian kapasitas pemisah arah (capacity

adjusment factor for directional split) ditentukan dengan cara memasukkan

10

persentase arus ke tabel 2.6. Tabel dibawah ini hanya mencantumkan nilai untuk

jakan dua lajur dua rah (2/2) dan empat lajur dua arah (4/2) tak terbagi. Sedangkan

untuk jalan terbagi dan satu arah, nilai faktor penyesuaiannya adalah 1,0.

Tabel 2.4 Faktor penyesuaian kapasitas pemisah arah (FCsp)

Split arah 50-50 55-45 60-40 65-45 70-30

FCSP 2/2 1.00 0.97 0.94 0.91 0.88

4/2 UD 1.00 0.985 0.97 0.955 0.94

Sumber : Departemen PU (1997)

c. Faktor penyesuaian kapasitas hambatan samping (FCSF)

Adalah faktor penyesuaian atau koreksi untuk kapasitas dasar akibat

hambatan samping sebagai fungsi lebar bahu atau jarak kereb ke penghalang.

Faktor penyesuaian hambatan samping dibagi menjadi 3 bagian, antara lain:

Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dan lebar

bahu (FCSF) pada jalan perkotaan dengan bahu

Tabel 2.5 FCSF untuk pengaruh hambatan samping dan lebar bahu

Tipe jalan

Kelas

Hambatan

Samping

Faktor penyesuaian untuk hambatan

samping dan lebar bahu (FCSF)

Lebar efektif bahu jalan Ws (m)

≤ 0.5 1.0 1.5 ≥ 2.0

4/2D (Terbagi)

VL

L

M

H

VH

0.96

0.94

0.92

0.88

0.84

0.98

0.97

0.95

0.92

0.88

1.01

1.00

0.98

0.95

0.92

1.03

1.02

1.00

0.98

0.96

4/2UD (Tak Terbagi)

VL

L

M

H

VH

0.96

0.94

0.92

0.87

0.80

0.99

0.97

0.95

0.91

0.86

1.01

1.00

0.98

0.94

0.90

1.03

1.02

1.00

0.98

0.95

11

2/2UD (Tak Terbagi

atau jalan satu arah)

VL

L

M

H

VH

0.94

0.92

0.89

0.82

0.73

0.96

0.94

0.92

0.86

0.79

0.99

0.97

0.95

0.90

0.85

1.01

1.00

0.98

0.95

0.91

Sumber : Departemen PU (1997)

Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dan jarak

kereb ke penghalang (FCSF) pada jalan perkotaan dengan kereb.

Tabel 2.6 FCSF untuk pengaruh hambatan samping dan jarak kereb ke penghalang

Tipe jalan

Hambatan

samping

Faktor penyesuaian untuk hambatan

samping dan jarak kereb ke penghalang

(FCSF) Jarak kereb (Wk)

≤ 0.5 1.0 1.5 ≥ 2.0

4/2D (Terbagi) VL

L

M

H

VH

0.95

0.94

0.91

0.86

0.81

0.97

0.96

0.93

0.89

0.85

0.99

0.98

0.95

0.92

0.88

1.01

1.00

0.98

0.95

0.92

4/2UD (Tak

Terbagi)

VL

L

M

H

VH

0.95

0.93

0.90

0.84

0.77

0.97

0.95

0.92

0.87

0.81

099

0.97

0.95

0.90

0.85

1.01

1.00

0.97

0.93

0.90

2/2UD (Tak

Terbagi atau jalan

satu arah)

VL

L

M

H

VH

0.93

0.90

0.86

0.78

0.68

0.95

0.92

0.88

0.81

0.72

0.97

0.95

0.91

0.84

0.77

0.99

0.97

0.94

0.88

0.82

Sumber : Departemen PU (1997)

Tabel 2.5 (lanjutan)

12

d. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh ukuran kota (FCcs)

Adalah faktor penyesuaian atau koreksi kapasitas dasar akibat ukuran kota.

faktor penyesuaian ukuran kota (FCcs) diperoleh dengan memasukkan jumlah

penduduk ke dalam tabel.

Tabel 2.7 Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh ukuran kota (FCcs)

Penduduk kota

(juta jiwa) Faktor koreksi ukuran kota

> 3,0 1,04

1,0 – 3,0 1,00

0,5 – 1,0 0,94

0,1 – 0,5 0,90

< 0,1 0,86

Sumber : Departemen PU (1997)

Agar dapat menggunakan tabel faktor penyesuaian kapasitas untuk

pengaruh hambatan samping, maka perlu dilakukan konversi kejadian hambatan

samping pada lokasi studi yang nilainya terdapat pada tabel 2.11 dan untuk kelas

hambatan samping dapat dilihat pada tabel 2.12

Tabel 2.8 Faktor berbobot hambatan samping

Tipe kejadian hambatan samping

Simbol Bobot

Pejalan kaki yang berjalan dan menyeberang PED 0,5

Kendaraan lambat SMV 0,4

Kendaraan masuk dan keluar dari/ke lahan

samping EEV 0,7

Parkir dan kendaraan berhenti PSV 1,0

Sumber : Departemen PU (1997)

13

Tabel 2.9 Kelas hambatan samping untuk jalan perkotaan

Kelas hambatan

samping (SFC) Kode

Jumlah berbobot

kejadian per 200m

per jam (dua sisi)

Kondisi khusus

Sangat rendah VL < 100 Daerah pemukiman, jalan

dengan jalan samping

Rendah L 100 – 299

Daerah pemukiman,

beberapa kendaraan umum,

dsb

Sedang M 300 – 499

Daerah industri, beberapa

toko di sisi jalan

Tinggi H 500 – 899 Daerah komersial aktivitas

sisi jalan tinggi

Sangat tinggi VH > 900

Daerah komersial, dengan

aktivitas pasar di samping

jalan

Sumber : Departemen PU (1997)

2.2.3 Derajat Kejenuhan

Derajat Kejenuhan/Degree of Saturation (DS) merupakan rasio volume

(Q) terhadap Kapasitas (C) yang digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan

tingkat kinerja simpang dan segmen jalan serta digunakan dalam analis perilaku

lalu lintas berupa kecepatan. Persamaan dasar Derajat Kejenuhan adalah:

DS =

(2.2)

Keterangan:

DS = Derajat Kejenuhan

Q = Volume lalu lintas (smp/jam)

14

C = Kapasitas (smp/jam)

2.2.4 Kecepatan Arus Bebas

Kecepatan Arus Bebas/Free Flow Speed (FV) didefinisikan sebagai

kecepatan rata-rata teoritis (km/jam) pada tingkat arus nol, yaitu kecepatan yang

akan dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi

oleh kendaraan bermotor lainnya di jalan. Persamaan untuk menghitung kecepatan

arus bebas adalah sebagai berikut:

FV = (FVo + FFVw) x FFVSF x FFVcs (2.3)

Keterangan:

FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan sesungguhnya (km/jam)

FVo = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam)

FFVw = Faktor Penyesuaian lebar jalur lalu lintas efektif

FFVSF = Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping

FFVcs = Faktor penyesuian ukuran kota

2.2.4.1 Kecepatan Arus Bebas Dasar

Adalah kecepatan arus bebas segmen jalan pada kondisi ideal tertentu.

Untuk nilai kecepatan arus bebas dasar terdapat pada tabel 2.13.

Tabel 2.10 Kecepatan Arus Bebas Dasar (FVo) untuk jalan perkotaan

Tipe Jalan Kecepatan Arus Bebas Dasar (FVo)

LV HV MC Rata-rata

6/2D atau 3/1 61 52 48 57

4/2D atau 2/1 57 50 47 55

4/2UD 53 46 43 51

2/2UD 44 40 40 42

Sumber : Departemen PU (1997)

15

2.2.4.2 Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif

Penyesuaian atau koreksi akibat lebar jalur lalu lintas ditentukan

berdasarkan jenis jalan dan lebar jalur lalu lintas efektif (Wsc). Nilai penyesuaian

atau koreksi akibat lebar jalur lalu dapat dilihat pada tabel 2.13.

Tabel 2.11 Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas (FFVw) pada kecepatan arus

bebas kendaraan ringan jalan perkotaan

Tipe jalan Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif (Wsc)

(m) FFVw

4/2D (terbagi atau

jalan satu arah)

Per Lajur

3,00

3,25

3,50

3,75

4,00

-4,00

-2,00

0,00

2,00

4,00

4/2UD

Per Lajur

3,00

3,25

3,50

3,75

4,00

-4,00

-2,00

0,00

2,00

4,00

2/2UD

Total Dua Arah

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

11,00

-9,50

-3,00

0,00

3,00

4,00

6,00

7,00

Sumber : Departemen PU (1997)

16

2.2.4.3 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas

Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas dapat dibagi menjadi dua

bagian, antara lain:

1. Faktor Penyesuaian Hambatan Samping

Adalah faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar akibat hambatan

samping sebagai fungsi lebar bahu atau jarak kereb ke penghalang. Dalam

menentukan faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan atau kereb

dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

Faktor penyesuain untuk pengaruh hambatan samping dan lebar bahu (FFVSF)

pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk jalan perkotaan dengan

bahu

Tabel 2.12 Faktor penyesuaian untuk pengaruh hambatan samping dan lebar bahu

(FFVSF) pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk jalan

perkotaan dengan bahu

Tipe jalan

Kelas

hambatan

samping

Faktor penyesuaian untuk hambatan

samping dan lebar bahu (FVSF)

Jarak bahu efektif (WS)

≤ 0.5 1.0 1.5 ≥ 2.0

4/2D (Terbagi)

VL

L

M

H

VH

1.02

0.98

0.94

0.89

0.84

0.97

0.96

0.93

0.89

0.85

0.99

0.98

0.95

0.92

0.88

1.01

1.00

0.98

0.95

0.92

4/2UD (Tak

Terbagi)

VL

L

M

H

VH

1.02

0.98

0.93

0.87

0.80

0.97

0.95

0.92

0.87

0.81

0.99

0.97

0.95

0.90

0.85

1.01

1.00

0.97

0.93

0.90

2/2UD (Tak

Terbagi atau jalan

VL

L

0.93

0.90

0.95

0.92

0.97

0.95

0.99

0.97

17

satu arah) M

H

VH

0.86

0.78

0.68

0.88

0.81

0.72

0.91

0.84

0.77

0.94

0.88

0.82

Sumber : Departemen PU (1997)

Faktor penyesuain untuk pengaruh hambatan samping dan jarak kereb ke

penghalang (FFVSF) pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk jalan

perkotaan dengan kereb

Tabel 2.13 Faktor penyesuain untuk pengaruh hambatan samping dan jarak kereb

ke penghalang (FFVSF) pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan

untuk jalan perkotaan dengan kereb

Tipe jalan

Kelas

hambatan

samping

Faktor penyesuaian untuk hambatan

samping dan lebar bahu (FVSF)

Jarak bahu efektif (WS)

≤ 0.5 1.0 1.5 ≥ 2.0

4/2D (Terbagi) VL

L

M

H

VH

1.00

0.97

0.93

0.87

0.81

0.97

0.96

0.93

0.89

0.85

0.99

0.98

0.95

0.92

0.88

1.01

1.00

0.98

0.95

0.92

4/2UD (Tak

Terbagi)

VL

L

M

H

VH

1.00

0.96

0.91

0.84

0.77

1.01

0.98

0.93

0.87

0.81

1.01

0.99

0.96

0.90

0.85

1.02

1.00

0.98

0.94

0.90

2/2UD (Tak

Terbagi atau jalan

satu arah)

VL

L

M

H

VH

0.98

0.93

0.87

0.78

0.68

0.99

0.95

0.89

0.81

0.72

1.00

0.96

0.92

0.84

0.77

1.00

0.98

0.95

0.88

0.82

Sumber : Departemen PU (1997)

Tabel 2.12 (lanjutan)

18

2. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FFVcs)

Adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas akibat ukuran kota. Untuk

memperoleh faktor penyesuaian ukuran kota (FFVcs) yaitu dengan memasukkan

jumlah penduduk.

Tabel 2.14 Faktor penyesuaian untuk pengaruh ukuran kota pada kecepatan arus

bebas kendaraan ringan (FFVcs) jalan perkotaan

Penduduk kota

(juta jiwa) Faktor koreksi ukuran kota

> 3,0 1,03

1,0 – 3,0 1,00

0,5 – 1,0 0,95

0,1 – 0,5 0,93

< 0,1 0,90

Sumber : Departemen PU (1997)

2.2.5 Tingkat Pelayanan

Tingkat pelayanan adalah indikator yang dapat mencerminkan tingkat

kenyamanan ruas jalan, yaitu perbandingan antara volume lalu lintas yang ada

terhadap kapasitas jalan tersebut (Dep.PU, 1997).

Tingkat pelayanan jalan ditentukan dalam suatu skala interval yang terdiri

dari 6 (enam) tingkat. Tingkat-tingkat ini dinyatakan dengan huruf A yang

merupakan tingkat pelayanan tertinggi sampai F yang merupakan tingkat

pelayanan paling rendah. Apabila volume lalu lintas meningkat, maka tingkat

pelayanan jalan menurun karena kondisi lalu lintas yang memburuk akibat

interaksi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pelayanan. Adapun

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pelayanan, antara lain: volume,

kapasitas, dan kecepatan.

19

Tabel 2.15 Hubungan antara tingkat pelayanan, karakteristik arus lalu lintas dan

rasio volume terhadap kapasitas

Tingkat

Pelayanan Keterangan

Derajat

Kejenuhan

(DS)

A

Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi dan

volume lalu lintas rendah. Pengemudi dapat memilih

kecepatan yang diinginkan tanpa hambatan.

0,00 – 0,35

B Dalam zona arus stabil. Pengemudi memiliki

kebebasan yang cukupdalam memilih kecepatan. 0,36 – 0,54

C Dalam zona arus stabil. Pengemudi dibatasi dalam

memilih kecepatan. 0,55 – 0,77

D

Mendakati arus yang tidak stabil. Dimana hampir

seluruh pengemudi akan dibatasi (terganggu).

Volume pelayanan berkaitan dengan kapasitas yang

dapat ditolerir.

0,78 – 0,93

E

Volume lalu lintas mendekati atau berada pada

kapasitasnya. Arus tidak stabil dengan kondisi yang

sering terhenti.

0,94 – 1,00

F

Arus yang dipaksakan atau macet pada kecepatan

yang rendah. Antrean yang panjang dan terjadi

hambatan-hambatan yang besar.

>1,00

Sumber: Tamin (1998)

Tingkat pelayanan jalan tidak hanya dapat dilihat dari perbandingan rasio

Q/C, namun juga tergantung dari besarnya kecepatan operasi pada suatu ruas

jalan. Kecepatan operasi dapat diketahui dari survai langsung di lapangan.

Apabila kecepatan operasi telah didapat, maka dapat dibandingkan dengan

kecepatan optimum (kecepatan yang dipilih pengemudi pada saat kondisi

tertentu). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.2.

20

Gambar 2.1 Tingkat pelayanan berdasarkan volume dengan kapasitas yang

dibandingkan dengan kecepatan operasi

Sumber: Tamin (2000)

2.3 Zona Selamat Sekolah (ZoSS)

2.3.1 Tipe Zona Selamat Sekolah (ZoSS)

Tipe Zona Selamat Sekolah (ZoSS) menurut Dirjen Hubdat, 2006,

ditentukan berdasarkan tipe jalan jumlah lajur, kecepatan rencana jalan, dan jarak

pandangan henti yang diperlukan. Berdasarkan tipe ZoSS dapat ditentukan batas

kecepatan ZoSS, panjang ZoSS dan perlengkapan jalan yang dibutuhkan. Apabila

terdapat lebih dari 1 (satu) sekolah yang berdekatan (jarak < 80 meter) maka

ZoSS dapat digabungkan sesuai dengan kriteria panjang yang diperlukan.

21

Tabel 2.16 Kebutuhan Perlengkapan Jalan berdasarkan Tipe ZoSS

Tipe

Jalan

Jarak

Pandang

Henti

(meter)

Batas

Kecepatan

Rencana

(km/jam)

Batas

Kecepata

n ZoSS

(km/jam)

Tipe

ZoSS

Panjang

ZoSS

(meter)

Kebutuhan

Minimum

Kebutuhan

Tambahan

2 Lajur

Tak

Terbagi

(2/2UD)

50 – 85 41 - 60 25 2UD-

25 150

Marka ZoSS,

Zebra Cross,

rambu-rambu

lalu lintas,

marka jalan

zigzag warna

kuning,

pemandu

penyeberang

Pita

penggaduh,

APILL

Pelikan,

APILL

Berkedip

35 - 50 30 – 40 20 2UD-

20 80

Marka ZoSS,

Zebra Cross,

rambu-rambu

lalu lintas,

pemandu

penyeberang

kuning

Marka jalan

zigzag

warna

kuning, Pita

penggaduh,

APILL

Pelikan,

APILL

Berkedip

4 Lajur

Tak

Terbagi

(4/2UD)

50 – 85 41 - 60 25 4UD-

25 150

Marka ZoSS,

Zebra Cross,

rambu-rambu

lalu lintas,

marka jalan

zigzag warna

kuning, pita

penggaduh,

pemandu

penyeberang

APILL

Pelikan,

APILL

Berkedip

35 - 50 30 – 40 20 4UD-

20 80

Pita

penggaduh,

APILL

Pelikan,

APILL

Berkedip

4 Lajur

Terbagi

(4/2D)

50 – 85 41 - 60 25 2D-

25 200

Marka ZoSS,

Zebra Cross,

rambu-rambu

lalu lintas,

marka jalan

zigzag warna

kuning, pita

penggaduh,

APILL

Pelikan,

pemandu

penyeberang

APILL

Berkedip

22

35 - 50

30 – 40 20 4D-

20 100

Marka ZoSS,

Zebra Cross,

rambu-rambu

lalu lintas,

marka jalan

zigzag warna

kuning, pita

penggaduh,

pemandu

penyeberang

APILL

Pelikan,

APILL

Berkedip

> 4 Lajur dan/atau kecepatan >60

km/jam Perlu Penyeberangan tidak sebidang

Sumber: Ditjen Hubdat, 2006

Ada beberapa bentuk dan ukuran Zona Selamat Sekolah berdasarkan tipe

ruas jalannya, diantaranya:

Gambar 2.2 Bentuk dan Ukuran Zona Selamat Sekolah pada Ruas Jalan tipe

2/2UD

Sumber: Ditjen Hubdat (2014)

Tabel 2.16 (lanjutan)

23

Gambar 2.3 Bentuk dan Ukuran Zona Selamat Sekolah pada Ruas Jalan tipe

4/2UD

Sumber: Ditjen Hubdat (2014)

Gambar 2.4 Bentuk dan Ukuran Zona Selamat Sekolah pada Ruas Jalan tipe 2/2D

Sumber: Ditjen Hubdat (2014)

24

Gambar 2.5 Bentuk dan Ukuran Zona Selamat Sekolah pada Ruas Jalan tipe 4/2D

Sumber: Ditjen Hubdat (2014)

2.3.2 Fasilitas Perlengkapan Jalan pada Zona Selamat Sekolah

Dijelaskan mengenai fasilitas pada Zona Selamat Sekolah yang sesuai

dengan peraturan Ditjen Hubdat nomor: SK 3236/AJ.403/DRDJ/2006 dan SK

1304/AJ.403/DJPD/2014.

2.3.2.1 Marka Jalan

a. “ZONA SELAMAT SEKOLAH” merupakan marka berupa kata-kata sebagai

pelangkap rambu batas kecepatan Zona Selamat Sekolah.

25

Gambar 2.6 Ukuran Huruf “ZONA SELAMAT SEKOLAH”

Sumber: Ditjen Hubdat (2006)

b. “TENGOK KANAN-KIRI” adalah marka kata-kata yang terletak di tepi zebra

cross. Marka ini dimaksudkan agar penyeberang khususnya peneberang anak-

anak memperhatikan datangnya kendaraan sebelum menyeberang.

Gambar 2.7 Ukuran Huruf “TENGOK KANAN – KIRI”

Sumber: Ditjen Hubdat, 2006

26

c. Marka “AWAL ZoSS” dan marka “AKHIR ZoSS”

Gambar 2.8 Marka “AWAL ZoSS” dan marka “AKHIR ZoSS”

Sumber: Ditjen Hubdat, 2014

d. Tanda Pemukaan Jalan Larangan Parkir (marka zig-zag warna kuning) yang

dpasang sepanjang Zona Selamat Sekolah.

Gambar 2.9 Marka Zigzag kuning pada Zona Selamat Sekolah

Sumber: Ditjen Hubdat, 2014

27

e. Pita penggaduh dapat dipasang untuk meningkatkan kewaspadaan. Sesuai no

SK 1304/AJ.403/DJPD/2014 pasal 5, pita penggaduh dipasang pada jarak 50

meter dari garis terluar ZoSS dengan ketinggian 1 (satu) centimeter yang

berjumlah minimal 5 (lima) buah.

Gambar 2.10 Pita Penggaduh pada Zona Selamat Sekolah

Sumber: Ditjen Hubdat, 2006

2.3.2.2 Rambu Lalu Lintas

Rambu-rambu lalu lintas (selanjutnya disebut rambu) yang digunakan

pada Zona Selamat Sekolah, antara lain :

1. Rambu peringatan hati-hati.

2. Papan peringatan berupa kata-kata “KURANGI KECEPATAN ZONA

SELAMAT SEKOLAH”.

3. Rambu Peringatan Penyeberangan Orang.

4. Rambu Peringatan Lampu Pengatur Lalu Lintas.

5. Rambu Batas Kecepatan Maksimum dengan papan tambahan informasi

perioda batasan kecepatan.

28

6. Rambu Larangan Parkir sepanjang Zona Selamat Sekolah.

7. Rambu Petunjuk Tempat Penyeberangan Jalan.

8. Rambu Batas Akhir Kecepatan Maksimum.

Gambar 2.11 Rambu-rambu Lalu Lintas pada Zona Selamat Sekolah

Sumber: Ditjen Hubdat, 2006

2.3.3 Prosedur penyelenggaraan Zona Selamat Sekolah

Sesuai dengan Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Nomor

SK 3236/AJ/403/DRJD/2006 tentang Uji Coba Penerapan Zona Selamat Sekolah

di 11 (Sebelas) Kota di Pulau Jawa, maka prosedur penyelenggaraan Zona

Selamat Sekolah adalah seperti pada Gambar 2.6 Prosedur tersebut menjelaskan

urutan mulai dari analisis kebutuhan sampai evaluasi terhadap implementasi

ZoSS.

29

Gambar 2.12 Diagram Prosedur Penyelenggaraan Zona Selamat Sekolah

Sumber: Ditjen Hubdat, 2006

TAHAP I

TAHAP II

TAHAP III

TAHAP IV

30

Uraian prosedur sesuai bagan alir pada Gambar 2.7 dapat dijelaskan sebagai

berikut:

Tahap I

1. Pengajuan usulan ZoSS

Berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan ZoSS, usulan

penyelenggaraan ZoSS disusun dan diajukan oleh pihak sekolah dalam hal

ini dewan guru bersama Komite Sekolah. Usulan ZoSS diajukan kepada

Instansi yang terkait di tingkat Kabupaten/Kota (Dinas Perhubungan/LLAJ

Kabupaten/Kota).

Tahap II

2. Evaluasi teknik usulan ZoSS

Dinas Perhubungan/LLAJ Kabupaten/Kota setempat meneliti

usulan ZoSS dengan cara melakukan survai perilaku penyeberang,

kecepatan lalu lintas, volume lalu lintas, dan perilaku pengantar serta

survai inventarisasi mengenai fungsi dan tipe jalan, batas kecepatan

rencana, lokasi/posisi sekolah, dan jumlah siswa. Survai ini dilaksanakan

untuk mengetahui kondisi perilaku pemakai jalan dan kondisi lalu lintas

sebelum dilaksanakannya ZoSS.

3. Pemenuhan Kriteria ZoSS

Hasil dari analisis menjadi masukan untuk menyatakan apakah

ZoSS yang diajukan sudah memenuhi kriteria atau belum. Pemenuhan

kriteria ZoSS diindikasikan: bila dari ke-4 (empat) hasil survai

menunjukkan satu nilai dikategorikan belum selamat, maka program ZoSS

dapat diterapkan di lokasi terpilih, apabila dari hasil analisis diindikasikan

bahwa dari ke-4 (empat) hasil survai menunjukkan seluruhnya

dikategorikan sudah selamat, maka pada lokasi tersebut belum diperlukan

program ZoSS dan Dinas Perhubungan/LLAJ setempat kemudian

menyampaikannya kepada pihak sekolah.

31

Tahap III

4. Status Jalan dan Persetujuan Penyelenggaraan ZoSS

Apabila usulan memenuhi kriteria, maka Dinas Perhubungan/LLAJ

setempat kemudian melanjutkan usulan untuk mendapatkan persetujuan

penggunaan jalan sebagai lokasi ZoSS sesuai dengan status jalan

dimana sekolah berada, yaitu:

a. Jalan Nasional, persetujuan diberikan oleh Dirjen Perhubungan

Darat Departemen Perhubungan

b. Jalan Provonsi, Persetujuan diberikan oleh Gubernur

c. Jalan Kabupaten/Kota, persetujuan diberikan oleh Bupati atau

Walikota

5. Implementasi ZoSS

Implementasi ZoSS dapat dilaksanakan setelah mendapat

persetujuan penggunaan jalan untuk program ZoSS dari pejabat yang

berwenang terkait dengan status jalan (Dirjen Perhubungan Darat,

Departemen Perhubungan atau Gubernur atau Bupati/Walikota).

Tahap IV

6. Evaluasi implementasi ZoSS

Evaluasi implementasi ZoSS dilaksanakan untuk mengetahui

kondisi perilaku pemakai jalan dan lalu kondisi lintas sesudah

dilaksanakannya Zona Selamat Sekolah (ZoSS). Survai yang dilaksanakan

pada tahap ini meliputi survai karakteristik penyeberang, survai kecepatan

sesaat, survai volume lalu lintas, dan survai perilaku pengantar. Hasil

survai ini kemudian harus dibandingkan dengan hasil survai sebelum

program ZoSS dilaksanakan, untuk melihat apakah terjadi perubahan

perilaku siswa, guru, dan orang tua serta masyarakat sekitar.

Apabila terjadi penurunan, harus dilakukan perbaikan yang dapat

dilaksanakan melalui terapi perilaku berupa kampanye ataupun program

lainnya (misalnya: polisi sahabat anak, bersepeda sehat, yuk menyeberang,

pembangunan JPO, penegakan hukum dsb) dan harus dirinci penyebab

32

terjadinya penurunan tersebut. Apabila kondisi perilaku tetap sama

ataupun lebih baik, tetap harus dilakukan pemantauan dan dijaga. Evaluasi

terhadap penyelenggaraan ZoSS pada tahap pertama perlu dilakukan

setelah 3 (tiga) bulan implementasi ZoSS. Setelah itu evaluasi dapat

dilakukan setiap 6 (enam) bulan atau dapat dipercepat apabila dirasakan

perlu. Berdasarkan hasil survai evaluasi ZoSS, dapat diketahui apakah

implementasi ZoSS sesuai dengan rencana atau tidak.

7. Perbaikan Rencana ZoSS

Perbaikan Rencana ZoSS dapat berupa perbaikan tata letak ZoSS

atau peningkatan kepatuhan pengguna jalan dan siswa melalui peningkatan

sosialisasi tentang ZoSS dan manfaatnya (berupa leaflet, sosialisasi lewat

media cetak dan elektronik, ceramah ke sekolah, lomba keselamatan dan

lain-lain).

2.4 Survai Zona Selamat Sekolah

Berdasarkan peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat no SK:

3236/AJ.403/DRDJ/2006, kondisi keselamatan pengguna Zona Selamat Sekolah

disebabkan oleh 2 faktor, yaitu; perilaku pengguna ZoSS dan karakteristik lalu

lintas pada ZoSS. Oleh karena itu akan dilakukan beberapa survai untuk

mendapatkan data dari faktor-faktor tersebut.

2.4.1 Survai Perilaku Penyeberang

Metode analisis karakteristik Penyeberang Jalan yang digunakan adala

sesuai dengan Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Darat no: SK.

3236/AJ.403/DRJD/2006 tentang Uji Coba Penerapan Zona Selamat Sekolah.

Pada metode ini digunakan cara acak sederhana dengan waktu pengambilan saat

masuk dan pulang sekolah. Jumlah sampel pada masing-masing sekolah adalah

minimal 10% dari jumlah siswa di sekolah tersebut. Ada 4 (empat) kriteria atau 7

(tujuh) perilaku yang akan dinilai terhadap karakter siswa dalam menyeberang

jalan, yaitu:

a. Prosedur baku cara menyeberang (4T)

b. Cara menyeberang (berjalan atau berlari)

33

c. Fasilitas yang digunakan (dengan zebra cross atau tanpa zebra

cross)

d. Status penyeberang (mandiri atau tidak mandiri)

Seorang penyeberang dikatakan “mandiri” jika berusia diatas 10 tahun

atau jika berusia dibawah 10 tahun dengan kawalan orang dewasa.

Tiap prosedur yang ditaati akan diberi nilai 1 (satu), jika tidak ditaati akan

diberi nilai 0 (nol). Lalu nilai dari seluruh prosedur tersebut dijumlahkan menjadi

Skor. Jika Skor = 7 maka Nilai Kelompok (P) = 1, sedangkan jika Skor < 7 maka

Nilai Kelompok (P) = 0

2.4.2 Survai Perilaku Pengantar

Menurut Dirjen Perhubungan Darat no: SK. 3236/AJ.403/DRJD/2006

tentang Uji Coba Penerapan Zona Selamat Sekolah, hal-hal yang harus

diperhatikan untuk mengetahui karakteristik pengantar/penjempu meliput :

a. Posisi kendaraan pengantar (di depan sekolah/ di seberang sekolah)

b. Lokasi berhenti (pada tempatnya/ sembarang tempat)

c. Keluar/turun dan naik anak dari kendaraan (di trotoar/ di badan jalan)

Tiap prosedur yang dilakukan dengan patuh diberi nilai 1 (satu), jika tidak

dipatuhi akan diberi nilai 0 (nol). Lalu nilai dari seluruh prosedur tersebut

dijumlahkan menjadi Skor. Jika Skor = 3 maka Nilai Kelompok (P) = 1,

sedangkan jika Skor < 3 maka Nilai Kelompok (P) = 0

2.4.3 Survai Kecepatan Sesaat (Spot Speed)

Menurut Dirjen Perhubungan Darat no: SK. 3236/AJ.403/DRJD/2006

tentang Uji Coba Penerapan Zona Selamat Sekolah, kecepatan sesaat kendaraan

diperoleh sesuai kecepatan rata-rata ruang.

Dengan sampel pilot survai minimal sebanyak 30 kendaraan (untuk

masing-masing kendaraa ringan dan sepeda motor) selanjutnya akan diperoleh

jumlah sampel representatif. Data hasil survai menggunakan sampel representatif

tersebut diolah dan diperoleh rata-rata kecepatan sesaat kendaraan.

34

2.5 Efektivitas Zona Selamat Sekolah

Efektivitas berasal dari kata “efektif” yang mengandung pengertian

dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Menurut pendapat Mahmudi dalam bukunya "Manajemen Kinerja

Sektor Publik" mendefinisikan efektivitas merupakan hubungan antara output

terhadap pencapaian tujuan. Semakin besar kontribusi (sumbangan) output

terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau

kegiatan (Mahmudi, 2005:92).

Zona Selamat Sekolah bertujuan untuk mencegah terjadinya kecelakaan

guna menjamin keselamatan anak di sekolah (no SK. 1304/AJ.403/DJPD/2014

pasal 1 ayat 2). Yang mana tujuan tersebut berusaha untuk dicapai dengan output

berupa Perilaku Penyeberang, Perilaku Pengantar dan Kecepatan Sesaat

Kendaraan. Oleh karena itu, berdasarkan pengertian diatas efektivitas suatu Zona

Selamat Sekolah dapat diketahui dari seberapa besar kontribusi output dalam

pencapaian tujuan ZoSS.

Tingkat efektivitas suatu Zona Selamat Sekolah ditentukan oleh tingkat

kepatuhan yang terjadi dari tiap output atau parameter diatas yaitu Perilaku

Penyeberang, Perilaku Pengantar dan Kecepatan Sesaat Kendaraan. Semakin

tinggi tingkat kepatuhan, maka semakin tinggi pula tingkat efektivitas suatu Zona

Selamat Sekolah, begitu juga sebaliknya.

Menggunakan data survai Perilaku Penyeberang dan Perilaku Pengantar

yang sebelumnya sudah ditabulasikan dapat diketahui tingkat kepatuhan dengan

rumus:

x 100% (2.5)

Keterangan:

P = nilai Kelompok

n = jumlah sampel

35

Menggunakan data survai Kecepatan Sesaat Kendaraan, suatu kendaraan

dianggap mematuhi peraturan jika kecepatan yang digunakan saat melewati ZoSS

≤ 20 km/jam. Maka digunakan rumus:

x 100% (2.6)

Hasil dari tingkat kepatuhan tersebut selanjutya dapat diplot pada tabel 2.18 untuk

memperoleh Tingkat Efektifitas

Tabel 2.17 Hubungan Tingkat Kepatuhan terhadap Tingkat efektivitas Zona

Selamat Sekolah

Tingkat Kepatuhan Tingkat Efektivitas

80% - 100% Sangat Efektif

60% - 79,99% Efektif

40% - 59,99% Cukup Efektif

20% - 39,99% Kurang Efektif

0% - 19,99% Tidak Efektif

Sumber: Sugiyono (2012)

2.6 Penentuan Jumlah Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang ingin diteliti dengan

menggunakan prosedur tertentu yang mampu mewakili atau menggambarkan

karakteristik dan keberadaan populasi yang sesungguhnya. Kemampuan Sampel

yang diambil untuk mewakili kondisi populasi pada dasarnya dipengaruhi oleh 3

faktor utama, antara lain:

a. Tingkat variabilitas parameter yang ditinjau dari seluruh populasi yang

ada.

b. Tingkat ketelitian yang dibutuhkan untuk mengukur parameter yang

diteliti.

c. Besarnya populasi parameter yang akan disurvai.

Langkah-langkah untuk menentukan jumlah sampel yang representatif, antara

lain:

36

1. Melakukan survai pendahuluan untuk memeriksa apakah metode yang

akan digunakan sudah sesuai untuk data yang ingin dicari serta memeriksa

kelengkapan formulirnya.

2. Berdasarkan besaran parameter tersebut dapat dihitung

a. Rata-rata (mean) sampel

=

(2.7)

Dimana:

= nilai rata-rata

= nilai data sampel

n = jumlah sampel

b. Standar Deviasi

Sd =

(2.8)

Dalam pengambilan sampel, jika tingkat ketelitian yang diinginkan

sebesar 95% berarti bahwa besarnya tingkat kesalahan yang ditoleransi tidak lebih

dari 5%. Maka, besarnya standard error yang ditunjukkan pada tabel distribusi

normal adalah 1,96 dari acceptable sampling error (Se) yang mana besarnya

adalah 5% dari sample mean.

Se = 0,05 x mean parameter yang dikaji

Oleh karena itu, besarnya acceptable sampling error adalah:

Se(x) = Se/1,96 (2.9)

Secara matematis, besarnya jumlah sampel dari suatu populasi dapat dirumuskan

sebagai berikut:

Untuk populasi yang besarnya tak terhingga (infinite)

n’ =

(2.10)

37

keterangan:

n’ = jumlah sampel repesentatif

Sd2

= standar deviasi kuadrat

(Se(x))2 = acceptable sampling error dikuadratkan

Untuk populasi yang jumlahnya hingga

n =

(2.11)

keterengan :

n = jumlah sampel minimal

n’ = jumlah sampel repesentatif

N = jumlah populasi

Jadi untuk analisis kecepatan kendaraan, perilaku pennyeberang dan perilaku

pengantar diperlukan pilot survey pada daerah studi dengan spesifikasi 95%.

Namun jika suatu obyek yang diteliti sudah diketahui populasinya, maka

langsung dapat menggunakan rumus Slovin dalam mencari sampel representatif

dari obyek yang akan diteliti. Berikut adalah rumus Slovin:

n =

(2.12)

keterengan :

n = jumlah sampel minimal

e = nilai toleransi tingkat kesalahan

N = jumlah populasi

2.7 Skala Likert

Menurut Sugiyono dalam bukunya ”Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan

R&D”, Skala Likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam

kuesioner dan merupakan skala yang digunakan untuk mengukur persepsi, sikap

atau pendapat seseorang atau kelompok mengenai sebuah peristiwa atau fenomena

38

sosial, berdasarkan definisi operasional yang telah ditetapkan oleh peneliti yang

selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian.

Dan pada evaluasi, skala likert digunakan untuk: menilai keberhasilan

suatu kebijakan atau program; menilai manfaat pelaksanaan suatu kebijakan atau

program; dan mengetahui kepuasan stakeholder terhadap pelaksanaan suatu

kebijakan atau program.

Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi

indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak dalam

menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.

Jawaban dari setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert

mempunyai gradasi dari sangat positif menjadi sangat negatif. Untuk keperluan

analisis kuantitatif, maka jawaban ini dapat diberi skor. Skor tertinggi terdapat

pada jawaban yang ideal bagi suatu pertanyaan atau pernyataan tersebut.

Data yang diperoleh dengan gradasi skor tersebut adalah berupa data

interval dan data rasio. Untuk menentuan persentase efektivitas obyek yang diuji

terhadap keseluruhan pertanyaan dapat digunakan rumus sebagai berikut:

x 100% (2.13)