klasifikasi ilmu menurut imam al-ghazali sebagai asas pendidikan islam _ inpasonline.pdf

20
Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam admin January 21st, 2014, 9:15 am 1 comment 2351 views Breaking News Makna Akal dalam Perspektif Semantik al-Qur’an 1. Home 2. Pendidikan Islam 3. Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam ★★★★★ Oleh: Muhammad Saad Pendahuluan Prof. Syaed Muhammad Naquib al-Attas menjelaskan tujuan pendidikan adalah untuk meningkatkan intelektual, dan keseimbangan jiwa individu peserta didik yang lebih baik, bukan saja sebagai warga negara, akan tetapi menjadi manusia bagi dirinya sendiri . Idealnya pendidikan memberikan andil besar dalam memberi solusi terhadap krisis kemanusiaan yang kini melanda kehidupan. Mulai pendidikan, kita ingin menghasilkan manusia yang jujur, bersemangat, pekerja keras, tidak malas, berani, kreatif, cinta kebersihan, toleran dan sebaginya. Namun pada kenyataanya, akhir-akhir ini pendidikan terasa mandul dalam mencetak manusia seutuhnya sebagaimana tujuan pendidikan pada awalnya. Orientasi pendidikan hanya berkutat pada pencapaian kesuksesan kehidupan bermasyarakat dan ekonomi saja. Di sisi lain, kerusakan moral semakin meningkat. Mulai dari merebaknya pergaulan bebas dan perzinahan, narkoba, tawuran antar pelajar sampai pada taraf pembunuhan. Berita tentang kenakalan peserta didik setiap hari menjejali mata dan telinga kita. Dampak modernisasi dan paradigm dikotomis dalam dunia pendidikan membuat manusia mengedepankan aspek kogniti dari pada aspek afektif dan psikomotorik; pendidikan yang terlampau mengutamakan kecerdasan intelektual, ketrampilan dan pancaindra, dan kurang memperhatikan kecerdasan emosional, spiritual, sosial dan berbagai kecerdasan lainnya menyebabkan out put dan out come pendidikan parsial. Pendidikan yang terlalu kognitif telah mengubah orientasi belajar parasiswa menjadi semata-mata meraih nilai tinggi. Hal ini cenderung mendorong peserta didik untuk mengejar nilai dengan tidak jujur, seperti mencontek, menjiplak dan HOME PROFIL INPAS ARTIKEL BERITA OPINI GHAZWUL FIKRI WORLDVIEW INPAS TV

Upload: muhamad-nazmi-sutarman

Post on 16-Jan-2016

88 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pl,,mkmaioinqnuhahbceyksgdy

TRANSCRIPT

Page 1: Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam _ InpasOnline.pdf

Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan

Islam

admin January 21st, 2014, 9:15 am 1 comment 2351 views

Breaking News Makna Akal dalam Perspektif Semantik al-Qur’an

1. Home

2. Pendidikan Islam

3. Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam

★★★★★

Oleh: Muhammad Saad

Pendahuluan

Prof. Syaed Muhammad Naquib al-Attas menjelaskan tujuan pendidikan

adalah untuk meningkatkan intelektual, dan keseimbangan jiwa individu

peserta didik yang lebih baik, bukan saja sebagai warga negara, akan

tetapi menjadi manusia bagi dirinya sendiri .

Idealnya pendidikan memberikan andil besar dalam memberi solusi

terhadap krisis kemanusiaan yang kini melanda kehidupan. Mulai

pendidikan, kita ingin menghasilkan manusia yang jujur, bersemangat,

pekerja keras, tidak malas, berani, kreatif, cinta kebersihan, toleran dan

sebaginya.

Namun pada kenyataanya, akhir-akhir ini pendidikan terasa mandul dalam mencetak manusia seutuhnya sebagaimana

tujuan pendidikan pada awalnya. Orientasi pendidikan hanya berkutat pada pencapaian kesuksesan kehidupan

bermasyarakat dan ekonomi saja. Di sisi lain, kerusakan moral semakin meningkat. Mulai dari merebaknya pergaulan

bebas dan perzinahan, narkoba, tawuran antar pelajar sampai pada taraf pembunuhan. Berita tentang kenakalan

peserta didik setiap hari menjejali mata dan telinga kita.

Dampak modernisasi dan paradigm dikotomis dalam dunia pendidikan membuat manusia mengedepankan aspek

kogniti dari pada aspek afektif dan psikomotorik; pendidikan yang terlampau mengutamakan kecerdasan intelektual,

ketrampilan dan pancaindra, dan kurang memperhatikan kecerdasan emosional, spiritual, sosial dan berbagai

kecerdasan lainnya menyebabkan out put dan out come pendidikan parsial.

Pendidikan yang terlalu kognitif telah mengubah orientasi belajar parasiswa menjadi semata-mata meraih nilai tinggi.

Hal ini cenderung mendorong peserta didik untuk mengejar nilai dengan tidak jujur, seperti mencontek, menjiplak dan

HOME PROFIL INPAS ARTIKEL BERITA OPINI GHAZWUL FIKRI WORLDVIEW

INPAS TV

Page 2: Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam _ InpasOnline.pdf

sebagainya. Sistemp endidikan seperti ini membuat manusia berpikir secara parsial dan dikotomis.

Padahal, padahakikatnya pendidikan dualisme ini tidak dikenal dalam dunia pendidikan Islam. Hal ini terbukti dengan

kehadiran para ulama’ dahulu sekaligus menjadi ilmuwan semisal Al-Kindi merupakan seorang filsuf sekaligus

agamawan. Ibn Sina, selain ahli dalam bidang kedokteran, filsafat, psikologi, dan musik, beliau juga seorang ulama.

Al-Khawarizimi adalah ulama yang ahli matematika. Ibn Rusyd, seorang faqih yang mampu menghasilkan karya

magnum opus-nya Bidayat Al-Mujtahid, yang mampu mensinergikan filsafat dan ilmu fiqh,Ibn Khaldun dikenal

sebagai ulama peletak dasar sosiologi modern dalam magnum opus-nya Al-Muqaddimah, yang sampai sekarang

banyak ahli yang mengkajinya baik dari dari kalangan ummat Islam maupun para orientalisme.

Imam al-Ghazali, walaupun belakangan popular karena kehidupan dan ajaran sufistiknya, sebenarnya beliau telah

melalui berbagai bidang ilmu yang diketahuinya, mulai dari ilmu fiqh, kalam, falsafah, hingga tasawuf.

Meski begitu dalam satu karya al-Ghazali tidak melulu membahas satu bahasan keilmuan saja namun berbagai ilmu

terkadang dibahas dalam satu kitab. Semisal Ihya’ Ulumuddin. Dalam kitab tersebut membahas tentang konsep ilmu,

konsep Aqidah, fiqh dan lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa al-Ghazali adalah seorang representatif ulama’

integral dengan keilmuanya.

Pandangan terhadap fenomena pendidikan di atas memberikan inspirasi pada penulis untuk menguraikan pentingnya

konsep klasifikasi ilmu al-Ghazali sebagai azaspendidikan Islam.

Biografi Imam al-Ghazali

Nama lengkapnya Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali al-Thusi. Beliau lahir pada

tahun 450 H/1058 M , di desa Ghazlah Thabran, wilayah Khurasan Iran.

Al-Ghazali dikenal sebagai sosok intelektual muslim yang cerdas, brilian, tawadhu, bijaksana, sangat mencintai dan

haus terhadap ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, al-Ghazali digelari sebagai Hujjatul Islam, karena kepiawaiannya

dan keahliannya dalam berbagai disiplin ilmu (multi disipliner).

Ayahnya seorang sufi yang saleh dengan profesi menjadi pemintal wol. Al-Ghazali pertama belajar Alqur'an langsung

dari ayahnya. Sepeninggal ayahnya, al-Ghazali beserta saudaranya, Ahmad dititipkan pada teman ayahnya, Ahmad

bin Muhammad bin ar-Razikani, seorang sufi besar untuk dibimbing dan dipelihara.

Kemudian, oleh kawan ayahnya itu, al-Ghazali dimasukkan ke sebuah sekolah. Ditempat ini, al-Ghazali belajar ilmu

fiqh kepada Yusuf an-Nassaj yang juga seorang sufi. Setelah tamat, ia melakukan pelajarannya ke Kota Jurjan

Beberapa tahun kemudian, ia pergi ke Naisabur dan belajar kepada Imam al-Juwauini, yang dikenal ImamHaramain,

seorang tokoh aliran Asy'ariyyah.Al-Ghazali kemudian dipercaya untuk menggantikan al-Juwaeni mengajar setiap kali

gurunya berhalangan.Dari Naisabur, ia pindah ke Muaskar dan berkenalan dengan Nidzhamul Mulk, Perdana

Menteri Bani Saljuk.

Nidzhamul Mulk mengangkat al-Ghazali sebagai pengajar pada tahun 1091 M. di Madrasah Nizhamiyyah, Baghdad

yang didirikan oleh Nizhamul Mulk sendiri. Di kota inilah al-Ghazali menjadi terkenal, halaqah pengajiannya semakin

ramai. Disamping mengajar, beliau juga menyusun makalah-makalah yang isinya membantah pikiran-pikiran golongan

batiniah, golongan filosof dan lain-lain.

Page 3: Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam _ InpasOnline.pdf

Pada tahun 1095 M, al-Ghazali meninggalkan kedudukan yang terhormat di Baghdad, menuju Mekah. Hal ini al-

Ghazali lakukan karena ia tertimpa keragu-raguan tentang kegunaan pekerjaannya, sehingga ia terkena penyakit yang

tidak bisa diobati psiko theraphy. Kemudian untuk beberapa waktu al-Ghazali menetap di Damaskus, mengisolir diri,

merenung, membaca, menulis dan berkontemplasi sebagai seorang sufi. Di puncak menara mesjid Jami’ Damaskus,

al-Ghazali memperoleh kesempurnaan tashawwuf-nya. Pada tahu yang sama, beliau mengarang sebuah kitab yang

munomental hingga saat ini, kitab Ihya’ Ulumuddin .

Al-Ghazali tinggal di Damaskus kurang lebih dua tahun. Ditempat ini pula al-Ghazali memiliki banyak kesempatan

menulis karya ilmiah. Karena desakan para penguasa, dalam hal ini Muhammad saudara Barkijaruq. Al-Ghazali mau

kembali mengajar di sekolah Nizhamiyahdi Naisabur pada tahun 1106 M. pekerjaan ini pun hanya berlangsung dua

tahun. Setelah itu, ia kembali ke Thus. Kemudian, beliau mendirikan sebuah sekolah untuk para fuqaha dan sebuah

biara untuk para mutashawwifun. Beliau meninggal pada tahun 505 H/1111 M dalam usia 54 tahun di kota Thus.

Klasifikasi Ilmu al-Ghazali

Ilmu secaraumum menurut imam al-Ghazali terbagi menjadi menjadi dua klasifikasi diantaranya: ilmu muamalahdan

ilmu mukasyafah. Ilmu muamalahdikelompokkan menjadi ilmu fardhlu ‘aindan ilmu fardhlu kifayah. Sedangkan ilmu

fardhu 'ain itu terdiri dari ilmu syar'iyahsaja.Ilmu fardhlu kifayah itu ada yang syar’iah ada yang ilmu ghoyru syar'iyah.

Yang ilmu ghoyru syar’iyah bagi menjadi tiga ada yang mahmudah, madzmumah dan ilmu mubah. Ilmu yang

madzmumah bukan termasuk fardhlu kifayah.

Sebenaranya al-Ghazali masih memperinci lebih detail lagi tentang kalisifikasinya. Namun penulis menguraikan

klasifikasi al-Ghazali dalam bidang-bidang pokok. Sebab hal tersebut cukup sebagai dasar azas pendidikan Islam.

Pembagaian ilmu fardhlu 'ain dan fardhlu kifayah tidak sama dengan dikotomi ilmu, sebab ia hanyalah pembagaian

hirarki ilmu pengetahuan berdasarkan kepada tingkat kebenarannya. Kalsifikasi al-Ghazali ini tetap harus dilihat dalam

sudut pandang yang integral, dimana yang pertama merupakan azas dan rujukan bagi yang kedua.

Ilmu Muamalah

Ilmu Muamalah adalah ilmu yang daripadanya dituntut mengetahui serta mengamalkannya. Ilmu Muamalah terbagi

kepada ilmu lahir yakni ilmu mengenai amalan anggota badan dan ilmu batin yakni ilmu mengenai amalan-amalan hati.

Ilmu yang berjalan atas anggota- anggota badan menjadi adat dan ibadah. Sedangkan bagian batin yang berhubungan

dengan keadaan hati dan akhlak jiwa terbagi menjadi tercela dan terpuji. Dengan kata lain ilmu Muamalah adalah ilmu

mengenai keadaan hati yang mengajarkan nilai-nilai mulia dan melarang tindakan yang melanggar kesusilaan pribadi

dan etika sosial syari’ah.

Ilmu muamalah terdiri dari ilmu fardhlu 'ain dan ilmu fardhlu kifayah. Ilmu fardhlu 'ain sendiri hanya membahas ilmu

syariah. Sedangkan ilmu fardhlu kifayah memiliki 4 klasifikasi yaitu: ilmu syari'yah, ilmu ghoyru syari'yah. Ilmu ghoyru

syaii'yah terbagi menjadi mahmudah, madzmumahdan ilmu mubah. Ilmu madzmumah dan ilmu mubah tidak masuk

dalam tidak masuk dalam pembahasan dalam fardhlu kifayah.

Ilmu fardhu kifayah ghoyru syari'yah ialah ilmu yang bukan syari'yah namun sangat dibutuhkan terkait dengan

kemaslahatan dunia. Dalam hal ini imam al-Ghazali memberikan contoh: Kedokteran(Al-Thib), Matematika (Hisab),

ilmu teknik (shana’at), pertanian (al-falah), pelayaran (al-Hiyakah), politik (al-Siyasah), bekam (al-Hijamah) dan

menjahit (al-Khiyath).

Page 4: Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam _ InpasOnline.pdf

Al-Ghazali beralasan bahwa ilmu kedokteran penting bagi kemaslahatan masyarakat sebab ilmu kedokteran

dibutuhkan dalam kesehatan.Begitu pula ilmu matematika sangat dibutukan dalam kehidupan sehari-hari semisal

dalam muamalah perdagangan, pembagian waris, washiat dal lain-lainnya.Ilmu-ilmu di atas menurut al-Ghazali apabila

tidak ada satu dari kelompok suatu mayarakat yang mempelajari, maka semua masyarakat yang ada mendapatkan

dosa. Al-Ghazali mencontohkan apabila satu kelompok masyarakat tidak ada yang mempelajari ilmu bekam, maka

banyak orang yang terkena penyakit, hal ini yang kemudian akan mempercepat kerusakan.

Para ulama’ dalam memposisikan ilmu fardhlu 'ain sesuai dengan bidangnyamasing-masing. Misal: para mutakallimun

berasumsi bahwa ilmu kalam (ilmu tauhid) adalah ilmu fardhlu 'ain sebab, bagi mereka dengan ilmu kalam seseorang

dapat menemukan mengetahui ketauhidan Dzat dan sifat Allah. Sementara itu para Fuqaha’ bahwa ilmu fiqh adalah

ilmu fardhlu 'ain sebab dengan fiqh seseorang dapat beribadah dan mengetahui perkara halal dan haram serta

mengetahui perkara yang haram dan yang halal dalam bermuamalah.

Sedang ilmu fardhlu kifayah adalah ilmu yang wajib dipelajari oleh sebagian masyarakat Islam, bukan seluruhnya.

Dalam fardhlu kifayah, kesatuan masyarakat Islam secara bersama memikul tanggung jawab kefardhluan untuk

menuntutnya.

Ilmu Mukasyafah

Dalam ilmu Mukasyafah, Imam al- Ghazali menjelaskan bahwa ilmu ini adalahpuncak dari semua ilmu karena

berhubungan dengan hati, ruh, jiwa dan pensucian jiwa. Ilmu diibaratkan seperti cahaya yang menerangi hati

seseorang dan mensucikan dari sifat-sifat tercela. Dengan membuka cahaya itu, maka perkara dapat diselesaikan,

didengar, dilihat dan dibaca yang pada akhirnya dapat membuka hakikat ma’rifat dengan dzatullah subhannahu wa

ta’ala. Ilmu ini adalah puncak ilmu yang dimiliki para siddiqun dan muqarrabun.

Merekabisa mengetahui hakekat dan makna kenabian, wahyu, serta lafadznya malaikat, perbuatan setan kepada

manusia, cara penampakan malaikat kepada Nabi,cara penyampaian wahyu kepada Nabi,mengetahui seisi langit dan

bumi, mengetahui hati dan bercampurnya setan dengan malaikat, mengetahui sorga dan neraka, adzab kubur, shirath,

mizan, dan hisab. Mengetahui sebuah makna pertemuan dengan Allah SWT dengan melihat wajah-Nya Yang Maha

Mulia, dsb. Inilah ilmu yang tidak tertulis di dalam buku dan tidak dibicarakan kecuali ahlinya saja yang bisa

merasakannya. Di lakukan dengan cara berdzikir dan secara rahasia. Ilmu ini adalah ilmu samar.

Pendidikan Islam dan Problematikanya

1. Definisi Pendidikan Islam

Istilah “pendidikan” dalam konteks Islam lebih banyak dengan menggunakan istiah “al-tarbiyyah, al-ta’lim dan al-

ta’dib”. Setiap istilah ini memiliki makna yanng berbeda, karena perbedaan teks dan konteks kalimatnya, walaupun

dalam hal tertentu, istilah-istilah tersebut mempunyai kesamaan.

Menurut Mushtofa al-ghaylani, tarbiyyah lebih bermakna penanaman akhlak yang mulia pada jiwa yang sedang

tumbuh dengan cara memberi petunjuk nasihat, sehingga ia memiliki potensi-potensi dan kompentensi jiwa yang

mantap, yang membuahkan sifat-sifat bijak, baik cinta akan kreasi dan berguna bagi tanah airnya.

Pengertian ta’lim menurut Abul Fatah Jalal sebagai proses pembentukan pengetahuan, pemahaman, pengertian,

tanggung jawab dan penanaman amanah, sehingga terjadi takziyyah (penyucian) atau pembersihan diri manusia dari

segala kotoran dan menjadikan diri manusia berada dalam suatu kondisi yang memungkikan untuk menerima al-

Page 5: Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam _ InpasOnline.pdf

hikmah serta mempelajari segala apa yang bermanfaat baginya dan yang tidak diketahui.

Ta’dib sebagai istilah yang paling mewakili dari makna pendidikan berdasarkan Al Qur’an dan Al Hadits

dikemukakan oleh Syed Naquib Al Attas. Al Attas memaknai pendidikan dari hadits.

Al-Attas meng-klaim bahwa konsep ta’dib adalah konsep paling representatif mewakili pendidikan Islam, alasan al-

Attas adalah “struktur konsep ta’dib sudah mencakupunsur-unsur ilmu (‘ilm), instruksi (ta’lim) dan pembinaan yang

baik (tarbiyah)sehingga tidak perlu lagi dikatakan bahwa konsep pendidikan Islam adalah sebagaimana terdapat

dalam tiga serangkai konsep tarbiyah, ta’lim, ta’dib.

Konsep tarbiyah pada saat ini telah mengalami reduksi dan akhirnya memiliki kesamaan arti dengan konsep

pendidikan Barat. Mengingat istilah tarbiyah adalah suatu terjemahan yang jelas dari istilah “education” menurut artian

Barat. Meskipun para penganjur penggunaan istilah tarbiyah terus membela istilah itu yang mereka katakan sebagai

dikembangkan dari al-Qur’an, pengembangannya didasarkan atas dugaan belaka. Dengan kata lain, menurut al-Attas,

hal inimengungkapkan ketidak sadaran mereka atas struktur semantik sistem konseptual al-Qur’an.

2. Problem Pendidikan Islam

Tantangan yang dihadapi oleh dunia pendidikan Islam saat ini begitu kompleks.Diantara salahsatunya ialah Pendidikan

model materialistis. Pendidikan demikian hanya menganggap pendidikan sebagai investasi rekayasa sosial yang akan

membentuk kembali tatanan sosial-ekonomi. Pada akhirnya pendidikan dijadikan mobilisasi sosial-ekonomi individu

atau negara.

Dominasi sikap yang seperti ini di dalam dunia pendidikan telah melahirkan patologi psiko-sosial, terutama di

kalangan peserta didik dan orang tua, menurut Pof SM. Al-Attas sebagai “penyakit diploma”, yaitu usaha dalam

meraih suatu gelar pendidikan bukan karena kepentingan pendidikan itu sendiri, malainkan karena nilai-nilai ekonomi

dan sosial.

Disamping perencanaan yang buruk dan cara penenganan yang salah, keadaan seperti ini sebenernya bersumber dari

kebingungan intelektual dan hilangnya identitas kebudayaan yang disebabkan oleh pengaruh sekularisasi yang

berkesinambungan konsep negara ala Barat. Problem terberatdalamdunia Islam itu ada dua. Pertama dikotomi Ilmu,

yang kemudian berdampak pada dualisme pendidikan.Yang terakhir ini adalah problem yang kedua.

Dikotomi Ilmu

Dikotomiilmu dipahami sebagai pemisahan antara ilmu dan agama yang kemudian berkembang menjadi fenomena

dikotomik-dikotomik lainnya, seperti dikotomi ulama dan intelektual, dikotomi dalam dunia pendidikan Islam dan

bahkan dikotomi dalam diri muslim itu sendiri (split personality) .

Meskipun dikotomi ini adalah problem kontemporer namun keberadaannya tentu tidak lepas dari proses historisitas

yang panjangsehingga bisa muncul sekarang ini. Dikotomi ilmu muncul bersamaan dengan pergolakan peradaban

Barat.

Dalam kajian historis, dikotomi ilmu mulai muncul bersamaan dengan masa renaissance di Barat. Berawal dari

perlawanan masyarakat intelektual Barat terhadap dominasi gereja terhadap sosio-relegius dan sosio-intelektual di

Eropa. Gereja kala itu melembagakan ajaran-ajaran Kristen dan mejadikannya sebagai penentu kebenaran ilmiah.

Akibatnya, temuan-temuan ilmiah yang bertentangan dengan doktrin-doktrin tersebut harus dibatalkan demi

Page 6: Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam _ InpasOnline.pdf

supremasi gereja. Copernicus danGalileo Galilei yang dituduh murtad, bid‘ah dan atheis karena berpendapat bahwa

bumi mengelilingi matahari yang bertentangan dengan doktrin agama. Maka keduannya terkena hokum Inquisisi

dengan dibunuh.

Karena arus modernisasi yang tak terbendung, maka teolog Barat menafsirkan bible dengan tafsiran baru. Oleh

karena itu, maka bergulirlah gagasan sekularisasi. Tafsiran baru ini menolak adanya alam agamis yang lebih bagus dari

pada alam ini. Kesimpulannya, gagasan sekularisasi muncul karena ketidak sanggupan doktrin dan dogma gereja

Keristen untuk berhadapan dengan peradaban Barat yang terbentuk dari bebrapa unsur. Intidari sekuresasi adalah

proses pemisahan aktifitas dunia dengan agama.

Satu dari tiga komponen proses sekulerisasi telahmenjadi azas epistemology Barat yaitu pengosongan nilai-nilai rohani

disenschantment of nature. Sains bisa berkembang dan maju, jika dunia ini dikosongkan dari tradisi atau. Jadi, dengan

cara apa pun, semua makna-makna ruhani keagamaan ini mesti dihilangkan dari alam. Maka, ajaran-ajaran agama

dan tradisi harus disingkirkan. Jadi, alam tabi’i bukanlah suatu entitas suci (divine entity).

Ketika mega komponen sekularisasi menjadi azas epistemologi Barat modern yang melahirkan dualisme epistemologi.

Struktur dualisme epistemologi Barat modern telah melepaskan dirinya dari teologi, yang melepaskan fisika dari

metafisika.

Dualisme epistemologi Barat sekular telah menjadi embrio lahirnya dikotomi ilmu.Untuk mendapatkan sebuah ilmu,

maka pengetahuan itu harus dipisah dari hal-hal metafisik, bersumber pada panca indra dan akal. Sedangkan ilmu

agama bukanlah ilmu sains karena obyek yang diteliti bukan empiris, oleh karena itu harus ada dikotomi antara ilmu

saint dan ilmu agama.

Sejak saat itulah konsep ilmu yang dihasilkan oleh ilmuwan Barat tidak lepas dari pengaruh sekularisme,

utilitarianisme, dan materialisme. Dampak dikotomi ilmu adalah munculnya ilmuan-ilmuan atheis semisal Ludwig

Feurbach dan Charles Darwin, dan dualisme pendidikan yang kemudian menjelma dalam peribadi peserta didik yang

mendua (split personality).

Dualisme Pendidikan

Dulaisme pendidikan adalah konsekwensi logis dari dikotomi ilmu Barat. Dalam kaitannya dengan pendidikan,

dualisme merupakan konsep yang berhubungan dengan wujudnya dua sistem pendidikan umum dan sistem

pendidikan agama yang berbeda dan keduanya tidak berintegrasi. Oleh itu, perjalanan kedua sistem pendidikan ini

selalu berlawanan antara satu sama lain. Sistem pendidikan agama (tradisional) tumpuannya adalah kepada ilmu-ilmu

agama, sedangkan sistem pendidikan umum (modern) lebih menumpukan kepada ilmu-ilmu yang tidak ada sangkut

pautnya dengan agama (sekuler).

Secara operasional, persoalan dualisme pendidikan tersebut membawa dampak berupa pengelolaan pendidikan

nasional yang tidak punya dasar pijakan yang jelas. Hal ini terjadi karena dalam pelaksanaannya pemerintah Indonesia

menganut pola kolonialisme Belanda, juga merupakan refleksi dari pergumulan dua basis politik, Islam dan

nasionalisme, yang sejak awal kemerdekaan tidak bisa dielakkan.

Di sini kemudian muncul dua lembaga pendidikan dalam menangani pendidikan yang ada. Pertama lembaga

pendidikan umum untuk pendidikan ilmu umum yang berada di bawah naungan mentri pendidikan. Sedangakan untuk

pendidikan agama, masih berada dibawah lindungan mentri agama.

Page 7: Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam _ InpasOnline.pdf

Secara intelektual, persoalan muncul dengan adanya dikotomisasi kurikulum, yakni kurikulum umum dan kurikulum

agama. Akibatnya, terjadi pula dikotomisasi kelulusan antar dua lembaga. Lebih parah lagi ditinjau dari sisi keahlian,

adanya dikotomisasi itu seakan-akan telah menciptakan label Islam dan label non-Islam terhadap kelulusan

pendidikannya. Selain itu karena masih sering lulusan madrasah mendapat perlakuan diskriminatif karena dianggap

kemampuan umumnya belum setara dengan sekolah umum. Ketika masuk ke perguruan tinggi atau ke dunia kerja

perlakuan diskriminatif tersebut sangat dirasakan oleh lulusan madrasah sebagai produk pendidikan Islam.

Kalsifikasi Ilmu al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam

Dalam klasifikasi ilmu, al-Ghazali menghiraki ilmu menjadi dua bagian. Ilmu fardhlu 'ain dan ilmu fardhlu kifayah.

Menurut al-Attas, apa yang dilakukan al-Ghazali ini adalah mengutamakan muatan ilmu dari pada metode sendiri.

Sebab menurut al-Attas manusia memiliki sifat dualistis, bagi mereka ilmu pengetahuan yang baik adalah dapat

mengakomodir kebutuhan spiritual yang permanen dan sekaligus kebutuan material dan emosional. Namun hal ini

bukan berarti al-Ghazali mengabaikan metode. Bagi al-Ghazali bahwa kemuliaan sebuah ilmu ditentukan oleh buahnya

dan keaslian prinsip-prinsipnya (watsaqat al-dalil wa qawwatihi), dan yang pertama itu lebih penting dari yang kedua.

Sebagai contoh, walaupun tidak setepat matematika, ilmu kedokteran lebih penting bagi seseorang. Begitu juga ilmu

agama, (ilmu al-din) adalah lebih mulia dari ilmu kedokteran.

Artinya kurikulum pendidikan Islam bila merujuk kepada Imam al-Ghazali sesuai dengan konsep klasifikasinya, maka

pembelajaran yang diutamakan adalah dari segi konten martabat ilmu itu sendiri. Bila begitu maka isi kurikulum

pendidikan Islam dimulai dengan ilmu fardhlu 'ain kemudian ilmu fardhlu kifayah.

a. IlmuFardhuAin

Ilmu fardhlu 'ain adalah ilmu yang wajib dituntut oleh semua muslim, yang berakal dan baligh. Bagi al-Attas ilmu

fardhlu 'ain tidaklah ilmu pengetahuan yang kaku dan tertutup sebagaimana pengertian yang populer terjadi. Cakupan

Fardhlu 'ain sangat luas sesuai dengan perkembangan dan tanggung jawab spiritual, sosial, dan profesional seseorang.

Hal ini berarti bahwa mencari ilmu tingkat tinggi secara keagamaan adalah wajib dan sarana yang lebih baik untuk

memperolehnya merupakan syarat mutlak, maka wajib pula menguasai ilmu-ilmu yang membantu memperoleh ilmu

yang lebih tinggi tersebut.

Sebagimana definisi fardhlu 'ain, bahwa yang wajib mempelajari ilmu ini adalah bagi mereka yang berakal dan baligh,

maka pendidikan ilmu fardhlu 'ain sudah dipelajari dan diamalkan ketika peserta didik mengijak masa tersebut.

Menurut kholili hasib MA, pendidikan ilmu fardhlu 'ain bisa dibebankan kepada anak setingkat kelas VI Madrasah.

Sebab dalam usia itu peserta didik sudah menginjak pada masa baligh sehingga beban ilmu fardhlu 'ain sudah bisa

ditaklifkankepada mereka.

Bagi al-Ghazali ilmu fardhlu 'ain ilmu yang berdasakan pada wahyu meliputi: pertama: ilmu aqidah atau ilmu kalam :

ilmu yang membahas Tuhan, kemudian juga ilmu tentang para Nabi. Ilmu kalam juga membahas tentang ilmu al-

sam’iyat yaitu ilmu yang dijelaskan dalam nash al-Qur’an maupun as-Sunnah seperti malikat, kitab-kitab Allah,

qadhla’ dan qadar Allah, mu’jizat, hari akhir, pertanyaan kubur, ni’mat dan adzab kubur, pahala dan siksa, hari

kebangkitan, syafa’at Nabi saw, hari perhitungan, penimbangan amal, telaga, jembatan, surga, neraka, ‘arsy, kursy,

lauh, sampai pada hidupnya para syuhada’ di dalam kubur.

Melihat betapa kompleks yang dibahas dalam ilmu kalam, serta kebutuhannya begitu urgent bagi peserta didik

muslim. Maka dalam pengaplikasian terhadap kurikulum pendidikan Islam, porsi yang diberikan kepada ilmu kalam

Page 8: Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam _ InpasOnline.pdf

hendaknya mendapatkan porsi yang lebih banyak. Pembahasan ilmu kalam tidak sebatas peserta didik faham dan

hapal akan materi pelajaran namun peserta didik harus benar-benar mampu menghayati dan memanfaatkan ilmu

tersebut.

Strategial-Ghazali dalam penyampaian materi ilmu kalam bagi pemula ialah disyaratkan seorang pendidik untuk

mentransfer langsung materi tersebut kepada peserta didik. Peserta didik tidak dibiarkan menela’ah ilmu kalam

dengan otodidak baik memalaui bacaan, penelitian atau nash-nash dalil naqli. Sebab akal peserta didik belum mampu

menyerap makna yang dikehendaki dalam teks tersebut. Dikhawatirkan kemudian menjadikan rancunya pemikiran

peserta didik karena keterbatasan akal yang dimiliki dalam memahami teks secara individual. Jika hal itu mampu

diaplikasikan dalam diri peserta didik, maka ilmu kalam akan menjadi dasar cara pandang (worldview) terhadap

setiap realitas yang ada dengan cara pandang tauhidi.

Hirarki ilmu fardhlu 'ain yang kedua menurut al-Ghazali adalah ilmu fiqh. Menurut al-Attas ilmu fiqh merupakan ilmu

prinsip-prinsip dan pengamalan Islam (Islam, Iman dan Ihsan) yang pengetahuan syariatnya adalah aspek yang penting

dalam pendidikan Islam.

Dalam hal ini al-Ghazali mengelompokkan ilmu fardhlu 'aindalam ilmu fiqh diantaranya: Bersuci (Thaharah), Sholat,

zakat, puasa (Shaum), dan haji, selebihnya termasuk pembahasan ilmu fardhlu kifayah. Kecuali bagi beberapa

individu-individu yang kondisinya membutuhkan ilmu fiqhtersebut. Seperti misalnya; seorang peserta didik pada saat

yang sama dihadapkan problem pemecahan hak waris, maka kondisi individu inilah yang menjadikan ilmu faraidhl

yang pada awalnya adalah ilmu fardhlu kifayah mengalami dinamis fardhlu 'ain.

Dalam konteks aplikasi, merujuk kepada strategi pendidikan al-Ghazali. Maka ilmu Fiqh meliputi Thaharah, sholat,

zakat puasa dan haji, hendaknya dimasukan kurikulum pendidikan dengan porsi lebih namun sedikit dibawah setelah

ilmu kalam. Peserta didik tidak saja hanya diberikan penjelasan tentang tata cara, syarat-rukun ilmu fiqh. Namun

seorang pendidik harus bisa memberikan kepada peserta didik nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalam

pembelajaran ilmu fiqh tersebut. Sehingga menyadarkan peserta didik bahwa apa yang dipelajari bukan saja berkaitan

dengan hal-hal kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seorang muslim yang sudah aqil-baligh, lebih dari itu peserta

didik dapat menginsafi nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam ilmu fiqh tersebut.Contoh: ketika membahas tentang

sholat dihubungkan denganfadhilah sholat dengan mengungkap rahasia-rahasia keistimewaan sholat berdasarkan al-

Qur’an dan sunnah.

Ilmu fardhlu 'ain yang ketiga adalah al-Qur’an; membaca dan tafsirannya. Sebab al-Qur’an adalah sumber otoritas

dalam ajaran Islam. Fungsi al-Qur’an bagi umat Islam adalah: sebagai tanda kerasulan Muhammad Saw dan sebagai

petunjuk (Al-Baqarah: 185) yang mencakup orientasi pendidikan akidah dan akhlaq (Al-Isra’: 09), ibadah (QS. Al-

Dhariyat: 56).

Al-Ghazali menekanan dalam studi al-Qur’an yang utama adalah bacaannya. Sebab dengan mempelajari bacaan

adalah bagian dari menjaga kelestarian al-Qur’an. Strategi al-Ghazali dalam mengaplikasikan studi al-Qur’an ialah:

pertama beliau selalu menunjukkan rahasia keutamaan (fadhlilah) membaca al-Qur’an untuk memberikan informasi

kepada peserta didik bahwasanya dibalik kewajiban mempelajari al-Qur’an ada hikmah yang agung.

Strategi kedua, agar peserta didik menjaga adab ketika mempelajari al-Qur’an. Adapun tatacara bagi peserta didik

dalam belajar dan mengamalkan qira’at al-Qur’an ada dua cara: dhohirdan bathin. Tata cara dhohir meliputi: kedaan

qari’ (pembaca) suci dengan berwudhu’ dan bersih baik pakaian maupun tempat, mulut sebagai aktifitas membaca

juga harus bersih dari makanan, mengawali dengan ta’awudz, membaca al-Qur’an dengan tartil, bila faham arti

Page 9: Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam _ InpasOnline.pdf

disarankan membacan dengan khusyu’memahami arti dan masih banyak lainya

Sedangkan Adab yang mengenai bathin itu, diperinci lagi menjadi arti memahami asal kalimat, cara hati membesarkan

kalimat Allah, menghadirkan hati dikala membaca sampai ketingkat memperluas, memperhalus perasaan dan

membersihkan jiwa. Dengan demikian, kandungan al-Qur’an yang dibaca dengan perantaraan lidah, dapat bersemi

dalam jiwa dan meresap kedalam hati sanubarinya.

Ilmu fardhlu 'ain keempat bagi al-Ghazali adalah ilmu tashawwuf. Ilmu ini mempelajari tentang metafisika untuk

mengetahui derajat dan sunnatullah, serta ilmu yang dengan ilmu tersebut seorang hamba dapat membersihkan

penyakit hati serta dengan ilmu tashawwuf seorang hamba dapat membedakan ciri-ciri Allah dengan ciri-ciri setan.

Dalam mengaplikasikan ilmu tashawwauf pada kurikulum pendidikan Islam maka terlebih dahulu peserta didik

diberikan wawasan tentang ilmu jiwa diantaranya tentang konsep diri (nafs), ruh, hati dan akal. Dalam mentrasfer ilmu

keempat fakultas (nafs, ruh, aql dan qalb) harus dalam satu paket, dan memberikan penjelasan akan hubungan satu

sama lainnya. Kemudian penjelasan tentang empat fakultas tersebut melibatkan ilmu fardhu kifayah biologi tentang

anatomi.

Suatu strategi pendidikan yang luar bisa yang diajarkan oleh al-Ghazali sebab dengan demikian maka telah terjadi

integrasi ilmu syariah dan aqliyah. Hal ini yang kemudian bisa membangun jiwa peserta didik bahwasannya konsep

ilmu dalam Islam adalah integral dan sinergis, bukan dikotomi. Ini akan kami bahas pada pembahasan tersendiri.

Peserta didik harus memahami makna demi makna dari istilah, qolb, Ruh, Nafs dan aql yang masing-masing fakultas

ini memilki makna secara dhohir dan bathin. Ketika memberikan pengertian dhohir, al-Ghazali menjelaskannya

dengan dengan detail dengan menggunakan ilmu anatomi dan psikologi. Jadi ilmu anatomi yang merupakan bagian dari

ilmu biologi dan hukumnya fardhlu kifayah, pada saat ini ia mengalami dinamisasi menjadi fardhlu 'ain, sebab

dibutuhkan untuk menjelaskan ilmu tashawwuf yang merupakan ilmu fardhlu 'ain.

Penjelasan al-Ghazali tentang konsep jiwa (nafs), ruh, hati (qalb) dan aql. Dalam makna yang kedua, semua memiliki

akar kesamaan dan satu sama lain saling berhubungan. Hal ini beliau katakan bahwasannya semua makna qalb, ruh,

nafs dan aql adalah sama-sama bisikan Rabbani-Ruhani yang datangnya dari Allah untuk diseru kepada kebenaran.

Setelah faham tentang pengertian qalb, ruh, nafs dan aql, beserta potensi-potesinya, kemudian al-Ghazali membahas

tentang melatih dan melatih hati dan mebersihkannya dari penyakit (riyadhlah al-nafsi wa tahdzi bihi). Arti Riyadhla al-

Nafs adalah, Maksud dari mujâhadah dan riyâdhatun nafs dalam mendidik akhlak, menurut al-Ghazali adalah

mendorong jiwa untuk melakukan amalan-amalan yang dituntut oleh akhlak yang dituntut. Maknanya, cara untuk

memperbaiki jiwa adalah dengan menghilangkan berbagai kenistaan dan akhlak buruknya, serta meraih keutamaan

dan akhlak-akhlak yang baik . Dalam bahasan ini meliputi fadhilah, hakikat dan cara memperoleh akhlak yang baik

(husn al-khuluq).

Pendidikan tashawwuf ini harus benar-benar mendapat perhatian serius, sebab pembentukan karakter seorangmurid

bersumber dari pendidikan tasawwuf. Hendaknya seorang guru dalam memberikan pelajaran ini memperhatikan

perindividu peserta didiknya agar diketahui sifat-sifat negatif dominan peserta didik yang harus dibenahi. Al-Ghazali

menuturkan bahwa seorang guru dalam bidang tasawwuf seperti seorang dokter, dimana ia harus mendiagnose setiap

pasienya untuk mengetahui penyakit yang diderita, agar obat yang diberikan sesuai dengan penyakit pasien tersebut.

Pembersihan diri dari virus-virus hati adalah langkah utama dalam pendidikan tasawwuf sebab dengan bersihnya diri

Page 10: Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam _ InpasOnline.pdf

adalah syarat mendapatkan hakikat ilmu, sebab ilmu itu hidangan jamuan mulya dari Allah yang bersumber dari wahyu

yang mulya pula. Oleh karenanya orang yang menerima ilmu adalah orang yang mulya dengan bersih jiwanya.

Setelah mengetahui penyakit jiwa yang bersarang di hati peserta didik, maka dilakukan pengobatan dengan

menggunakan metode sesuai penyakitnya masing-masing. Pembersihan hati dari sifat buruk ini dilakukan dengan

dengan bertahap hal ini agar melatih jiwa untuk berubah dari kebiasaan buruk menjadi baik.

Dalam pandangan al Ghazali, meniscayakan aspek teoritis dan praktis, dan penyembuhan hanya terjadi melalui proses

yang bersifat teoritis dan praktis secara bersamaan. Teoritis berarti mempelajari dan menganalisa akhlak yang buruk,

dan praktis bermakna merubah akhlak buruk tersebut dengan akhlak yang berlawanan.

b. IlmuFradhuKifayah

Adapun untuk mengaplikasikan ilmu fardhu kifayah dalam kurukulum pendidikan Islam, ilmu fardhlu kifayah untuk

ilmu syariah semisal ilmu fiqh tetap satu paket dengan ilmu fiqh fardhlu 'ain, namun porsi waktu bisa dikurangi, dan

pembahasan tidak se-intens pembahasan ilmu fiqh yang fardhl 'ain. Cukup bagi peserta didik hanya memahami ilmu

fiqh tersebut. Begitu pula ilmu fardhu kifayah syariah yang lainnya. Sedangkan ilmu fardhlukifayah ghayru syar'iyah,

semua dipelajari namun dengan porsi dan durasi waktu di bawah ilmu fardhlu 'ain.

Namun bila ternyata ilmu-ilmu fardhlu kifayah itu sekiranya dibutuhkan untuk mencapai ilmu fardhu ain, maka

hukumilmu fardhu kifayah yang dibutuhkan ilmu fardhlu 'ain tersebut berubah menjadi ilmu fardhlu 'ain pula. Contoh:

dalam pelajaran ilmu al-Qur’an untuk bisa memabaca al-Qur’an secara fashih maka diperlukan ilmu tajwid,

karenanya ilmu tajwid menjadi ilmu fardhlu 'ain.

Tidak itu saja, ilmu fardhlu kifayah-pun mengalami dinamisasi ilmu fardhlu 'ain ketika eksistensinya diperlukan dalam

kebutuhan sosial masyarakat. Contoh: ketika salah satu warga masyarakat ada yang meninggal dunia, namu tidak ada

seorang-pun masyarakat yang memiliki ilmu tentang janazah, kecuali peserta didik yang ada, maka kebutuhan ilmu

janazah yang dimilki peserta didik, pada awalnya ilmu fardhlu klifayah akan terkonversi menjadi ilmu fardhlu 'ain. Hal

itu berlaku bagi semua ilmu fardhlukifayah, baik yang syar'iyah maupun ghayru syar'iyah.

Klasifikasi Ilmu Sebagai Aaas Pendidikan Itegral

Ilmu fardhlu kifayah sebagai azas pendidikan Islam meliputi ilmu syariah dan ilmu ghoyru syari'ah. Ilmu fardhlu kifayah

syari'ah ini yang dimaksud oleh al-Ghazali adalah ilmu syariah yang selain ilmu fardhlu 'ain. Misal: ilmu fiqh selain yang

masuk dalam lima rukun Islam tadi: janazah, muamalah, faraidhl, nikah, hudud, jizyah dan lain.

Adapun ilmu fardhlu kifayah yang ghoyru syar'iah meliputi ilmu kedokteran, ilmu matematika, ilmu astronomi , ilmu

pengetahuan sosial, ilmu pengetauan alam (biologi) dan ilmu sejarah. Pengetahuan ini tidak diwajibkan kepada semua

muslim kecuali dalam kasus-kasus tertentu. Akan tetapi harus ada salah satu yang mempelajarinya, bila tidak maka

akan mendapatkan dosa semua serta akan menanggung akibatnya.

Adapun untuk mengaplikasikannya dalam kurukulum pendidikan Islam, ilmu fardhlu kifayah untuk ilmu fiqh tetap satu

paket dengan ilmu fiqh fardhlu 'ain, namun porsi waktu bisa dikurangi, dan pembahasan tidak se-intens pembahasan

ilmu fiqh yang fardhl'ain. Cukup bagi peserta didik hanya memahami ilmu fiqh tersebut. Begitu pula ilmu fardhu kifayah

syariah yang lainnya dan ilmu fardhlukifayah ghayru syar'iyah, semua dipelajari namun dengan porsi dan durasi waktu

di bawah ilmu fardhlu 'ain.

Must read×

Imam Nawawi, Imam Hadits Yang Zuhud

Islamisasi Alam Melayu Lahirkan Budaya Intelektualisme

Sunni

Top

Page 11: Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam _ InpasOnline.pdf

Namun bila ternyata ilmu-ilmu fardhlu kifayah itu sekiranya dibutuhkan untuk mencapai ilmu fardhu ain, atau tanpa

ilmu fardhu kifayah, ilmu fardhu ain tidak bisa dicapai, maka hukum ilmu-ilmu fardhu kifayah yang dibutuhkan ilmu

fardhlu 'ain tersebut berubah menjadi ilmu fardhlu 'ain pula. Contoh: dalam pelajaran ilmu al-Qur’an untuk bisa

memabaca al-Qur’an secara fashih maka diperlukan ilmu tajwid, karenanya ilmu tajwid menjadi ilmu fardhlu 'ain.

Tidak itu saja, ilmu fardhlu kifayah-pun mengalami dinamisasi ilmu fardhlu 'ain ketika eksistensinya diperlukan dalam

kebutuhan sosial masyarakat. Contoh: ketika salah satu warga masyarakat ada yang meninggal dunia, namu tidak ada

seorang-pun masyarakat yang memiliki ilmu tentang janazah, kecuali peserta didik yang ada, maka kebutuhan ilmu

janazah yang dimilki peserta didik, pada awalnya ilmu fardhlu klifayah akan terkonversi menjadi ilmu fardhlu 'ain. Hal

itu berlaku bagi semua ilmu fardhlukifayah, baik yang syar'iyah maupun ghayru syar'iyah.

Dalam kaitannya dengan pendidikan integral berbasik klasifikasi ilmu al-Ghazali, yang dimaksud penulis ialah

menjadikan konsep ilmu fardhu ain sebagai landasan dari ilmu fardhu kifayah ghoyru syar’iyah seprti ilmu biologi,

matematika, ekonomi, kedokteran, piskologi, sosiologi dan lai sebagainya. Juga yang dimaksud dalam penjelasan bab

kali ini adalah menggunakan ilmu ghoyru syar'iyah sebagai bagian dari metode penjelasan tentang ilmui fardhlu 'ain.

Tentunya ilmu fardhlu kifayah ghoyru syar’iyah yang menjadi mata pelajaran atau mata kuliah terlebih dahulu

mengghilangkan pengaruh nilai-nilai Barat yang penuh problem dari ilmu pengetahuan dan kemudian memasukan nilai-

nilai Islami di dalamnya. Hal ini perlu dilakukan karena ilmu pengetahuan kontemporer atau menurut istilah al-Ghazali

ilmu fardhu kifayah ghoyru syar’iyah yang ada masih memiliki nilai-nilai Barat yang humanistik, sekuleristik dan

tentunya dikotomis. Nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu pengetahuan tersebut menurut al-Attas harus dihilangkan

sebab tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam dan dapat menimbulkan bahaya pada akidah muslimin.

Langkah awal dalam pengaplikasian kalsifikasi ilmu al-Ghazali sebagai azas pendidikan integral ialah mendudukan niat

mencari ilmu baik fardhlu 'ain maupun fardhlu kifayah sebagai niatan semata-mata ibadah kepada Allah. Hal ini yang

telah dilakukan oleh ulama’-ulama’ salaf al-Shalih ketika meraka melakukan kegiatan aktivitas belajar mengajar.

Betapa urgent sebuah niat, sampai-sampai Rasul Saw memerintahkan kepada umatnya agar setiap menata niat

beribadah dalam melakukan segala kegiatan. Sabda Rasul Saw:

Artinya: Sesungguhnya Tiada lain yang dinamakan amal (shalih) itu adalah dengan berniat (amal sholih). (HR.

Bukhari).

Dalam merealisasi klasifikasi sebag azas pendidikan integral yang kedua ialah menajdikan ilmu fardhu ain sebagai

landasan ilmu fardhu kifayah. Ilmu biologi dalam pespektif pendidikan integral berbasik fardhu ain dapat dilihat dari

contoh tentang fase embrio. Fase-fase embrio mengacu pada tahap-tahap yang berbeda dari perkembangan seorang

bayi. Ringkasnya, ciri-ciri tahap perkembangan bayi dalam rahim adalah sebagaimana berikut:

(Tahap Pre-embrionik),Pada tahap pertama, zigot tumbuh membesar melalui pembelahan sel, dan terbentuklah

segumpalan sel yang kemudian membenamkan diri pada dinding rahim. Seiring pertumbuhan zigot yang semakin

membesar, sel-sel penyusunnya pun mengatur diri mereka sendiri guna membentuk tiga lapisan.

(Tahap Embrionik)Tahap kedua ini berlangsung selama lima setengah minggu. Pada masa ini bayi disebut sebagai

"embrio". Pada tahap ini, organ dan sistem tubuh bayi mulai terbentuk dari lapisan- lapisan sel tersebut.(Tahap

fetus)Dimulai dari tahap ini dan seterusnya, bayi disebut sebagai "fetus". Tahap ini dimulai sejak kehamilan bulan

kedelapan dan berakhir hingga masa kelahiran. Ciri khusus tahapan ini adalah terlihatnya fetus menyerupai manusia,

dengan wajah, kedua tangan dan kakinya. Meskipun pada awalnya memiliki panjang 3 cm, kesemua organnya telah

Page 12: Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam _ InpasOnline.pdf

Related Post "Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan

Islam"

nampak. Tahap ini berlangsung selama kurang lebih 30 minggu, dan perkembangan berlanjut hingga minggu kelahira.

Informasi mengenai perkembangan yang terjadi dalam rahim ibu, baru didapatkan setelah serangkaian pengamatan

dengan menggunakan peralatan modern. Namun sebagaimana sejumlah fakta ilmiah lainnya, informasi-informasi ini

disampaikan dalam ayat-ayat Al Qur'an dengan cara yang ajaib. Hal ini telah disampaikan oleh Allah dalam QS,

Azzumar: 06 :

Artinya: "... Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat)

demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)

selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?".

Lafadz “dhulumatin tsaalits” dalam ayat ini memberikan informasi bagi dunia kedokteran bahwa di dalam kandungan,

janin memiliki tiga fase yaitu: fase pre-embrionik, fase embrionik, dan fase fetus, sebagimana penjelasan di atas.

Pengaplikasian pendidikan integral ini bias diterapkan kepada semua mata pelajaran pada ilmu fardhu kifayah.

Termasuk integrasi ilmu fardhu ain dengan ilmu fardhu kifayah ialah menjadikan ilmu fardhu kifayah untuk membantu

menguraikan atau menjelaskan ilmu fardhu ain. Hal ini telah dicontohkan penulis dipembahasan di atas tentang

penjelasan nafs, ruh, qalb dan akal yang melibatkan ilmu anatomi.

Tags: featured klasifikasi ilmu al-ghazali asas pendidikan islam

Tweet 0 060Like

Page 13: Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam _ InpasOnline.pdf

Ilmu Nafi’ Menurut Imam al-Ghazali

Page 15: Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam _ InpasOnline.pdf

Pintar Saja Tidak Cukup Tapi Harus Beradab

Page 17: Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam _ InpasOnline.pdf

Pendidikan Menurut Ibn Khaldūn

Facebook Comments

Google+ Comments

Comments

Belum ada ulasan lagi

Tambahkan ulasan sebagai muhamad nazmi

ONE RESPONSE

Facebook social plugin

Also post on Facebook Posting as Muhammad Nazmi Sutarman ▾ Comment

Add a comment...

Page 18: Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam _ InpasOnline.pdf

Leave a reply "Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam"

Name *

Mail (not publish) *

Website *

POST COMMENT

Notify me of follow-up comments by email.

Notify me of new posts by email.

PENDIDIKAN SAINS DALAM SUDUT PANDANG AGAMA ISLAM | TARA AKTAR 1 MONTH AGO

[…] http://inpasonline.com/new/klasifikasi-ilmu-menurut-imam-al-ghazali-sebagai-asas-pendidikan-

islam/ […]

REPLY

Page 19: Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam _ InpasOnline.pdf
Page 20: Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam _ InpasOnline.pdf

Cari kami di Facebook

Inpas Surabaya

944 orang menyukai Inpas Surabaya

Pemalam sosial Facebook

Suka

Jurnal Pemikiran & Peradaban Islam

Hub: Nanang Qosim 081332873806

RECENT POSTS

Makna Akal dalam Perspektif Semantik al-Qur’an

Ilmu Nafi’ Menurut Imam al-Ghazali

Siapa Hendak Padamkam Dakwah?

Meninjau Filosofi Gagasan Islamisasi Sains

Walidah, dengan Aisyiyah Majukan Muslimah

Breaking News Siapa Hendak Padamkam Dakwah?

COPYRIGHT inpasonline.com - powered by Hosting Powerful - Menggunakan Brilliant Mag