bab ii studi pustaka

52
BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya dukung yang berlainan. Perkerasan yang dibuat dari campuran aspal dengan agregat, digelar di atas suatu permukaan material granular mutu tinggi disebut perkerasan lentur, sedangkan perkerasan yang dibuat dari slab-slab beton ( Portland Cement Concrete ) disebut perkerasan “Rigid” ( FAA, 2009 ). Pada struktur perkerasan bekerja muatan roda pesawat terjadi sampai beberapa juta kali selama periode rencana. Setiap kali muatan ini lewat, terjadi defleksi lapisan permukaan dan lapisan dibawahnya. Pengulangan beban (repetisi) menyebabkan terjadinya retakan yang pada akhirnya mengakibatkan kerusakan /kegagalan total. Perkerasan dibuat dengan tujuan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta ketebalan dari setiap lapisan harus cukup aman untuk menjamin bahwa beban pesawat yang bekerja tidak merusak perkerasan lapisan di bawahnya ( Basuki, 1986 ). Perkerasan lentur terdiri dari satu lapisan bahan atau lebih yang digolongkan sebagai lapisan permukaan, lapisan pondasi, dan lapisan pondasi bawah yang

Upload: fauzi-mufqi

Post on 03-Feb-2016

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

std

TRANSCRIPT

BAB II

STUDI  PUSTAKA

1.1. Pendahuluan

Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan

kekerasan dan daya dukung yang berlainan. Perkerasan yang dibuat dari campuran

aspal dengan agregat, digelar di atas suatu permukaan material granular mutu

tinggi disebut perkerasan lentur, sedangkan perkerasan yang dibuat dari slab-slab

beton ( Portland Cement Concrete ) disebut perkerasan “Rigid” ( FAA, 2009 ).

Pada struktur perkerasan bekerja muatan roda pesawat terjadi sampai

beberapa juta kali selama periode rencana. Setiap kali muatan ini lewat, terjadi

defleksi lapisan permukaan dan lapisan dibawahnya. Pengulangan beban (repetisi)

menyebabkan terjadinya retakan yang pada akhirnya mengakibatkan kerusakan

/kegagalan total. Perkerasan dibuat dengan tujuan untuk memberikan permukaan

yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta ketebalan dari setiap lapisan

harus cukup aman untuk menjamin bahwa beban pesawat yang bekerja tidak

merusak perkerasan lapisan di bawahnya ( Basuki, 1986 ).

Perkerasan lentur terdiri dari satu lapisan bahan atau lebih yang

digolongkan sebagai lapisan permukaan, lapisan pondasi, dan lapisan pondasi

bawah yang terletak di atas lapisan tanah dasar yang telah dipersiapkan. Lapisan

tanah dasar dapat berupa galian atau timbunan. Lapisan permukaan terdiri dari

bahan berbitumen yang berfungsi untuk memberikan permukaan yang halus yang

dapat memikul beban-beban yang bekerja dan berpengaruh pada lingkungan untuk

jangka waktu operasional tertentu untuk menyebarkan beban yang bekerja

kelapisan dibawahnya. Lapisan pondasi atas adalah bahan yang terdiri dari

material berbutir dengan bahan pengikat atau tanpa pengikat yang berfungsi

memikul beban yang bekerja dan menyebarkan ke lapisan-lapisan dibawahnya

( Yoder dan Witczak, 1975 ).

Fungsi perkerasan adalah untuk menyebarkan beban ke tanah dasar dan

semakin besar kemampuan tanah dasar untuk memikul beban, maka tebal lapisan

perkerasan yang dibutuhkan semakin kecil. Karena keseluruhan struktur

perkerasan didukung sepenuhnya oleh tanah dasar, maka identifikasi dan evaluasi

terhadap struktur tanah dasar adalah sangat penting bagi perencanaan tebal

perkerasan.

Pada perencanaan perkerasan pada runway, memiliki konsep dasar yang

sama dengan perencanaan perkerasan pada jalan raya, dimana perencanaan

berdasarkan beban yang bekerja dan kekuatan bahan yang digunakan untuk

mendukung beban yang bekerja. Namun, pada aplikasi sesungguhnya, tentu

terdapat perbedaan pada perencanaan perkerasan runway dan jalan raya, yaitu :

1. Jalan raya dirancang untuk kendaraan yang berbobot sekitar 9000 lbs,

sedangkan runway dirancang untuk memikul beban pesawat yang rata-rata

berbobot jauh lebih besar yaitu sekitar 100.000 lbs.

2. Jalan raya direncanakan mampu melayani perulangan beban (repetisi)

1000-2000 truk per harinya. Sedangkan ruway direncanakan untuk

melayani repetisi beban 20.000 sampai 40.000 kali selama umur rencana.

3. Tekanan ban pada kendaran yang bekerja kira-kira 80-90 psi. Sedangkan

pada runway tekanan ban yang bekerja diatasnya adalah mencapai 400

psi.

4. Perkerasan jalan raya mengalami distress yang lebih besar karena beban

bekerja lebih dekat ke tepi lapisan, berbeda pada runway dimana beban

bekerja pada bagian tengah perkerasan.

Ada beberapa metode perencanaan perkerasan bandar udara walaupun tidak

terdapat satu metode yang banyak digunakan dan diterima oleh banyak pihak,

namun terdapat beberapa metode yang dapat diajukan. Metode-metode tersebut

adalah : Metode ICAO ( LCN ), metode FAA dan metode CBR.

1.2. Fasilitas Pendukung Bandar Udara

Sebuah bandar udara adalah suatu komponen yang saling berkaitan antara

satu komponen dengan yang lainnya, sehingga analisa dari satu kegiatan tanpa

memperhatikan pengaruhnya terhadap kegiatan yang lain bukan merupakan

pemecahan yang memuaskan. Sebuah bandar udara melingkupi kegiatan yang

sangat luas, yang mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda, bahkan kadang

berlawanan, seperi misalnya kegiatan keamanan yang membatasi sedikit mungkin

hubungan antara land side dan air side, sedangkan kegiatan pelayanan

memerlukan sebanyak mungkin pintu terbuka dari land side ke air side agar

pelayanan berjalan lancar.

Sistem bandar udara dibagi dua, yaitu :

1. Sisi darat ( land side )

2. Sisi udara ( air side )

Sistem bandar udara dari sisi darat terdiri dari sistem jalan penghubung (jalan

masuk bandara), lapangan parkir, dan bangunan terminal. Sedangkan sistem

bandar udara dari sisi udara terdiri dari taxiway, holding pad, exit taxiway,

runway, terminal angkasa, dan jalur penerbangan di angkasa ( Horonjeff dan

McKelvey, 1993 ). Dalam sistem lapangan terbang, sifat-sifat kendaraan darat

dan kendaraan udara mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perencanaan

bandar udara. Penumpang dan pengiriman barang berkepentingan terhadap waktu

yang dijalani mulai dari keluar rumah sampai ke tempat tujuan, tetapi tidak

berpengaruh terhadap lama waktu perjalanan darat ataupun udara. Dengan alasan

lain, jalan masuk menuju lapangan terbang perlu mendapatkan perhatian dalam

pembuatan rancangan bandar udara. Berikut adalah gambar fasilitas pendukung

sistem penerbangan pada bandar udara :

Gambar 2.1 Diagram sistem penerbangan

Beberapa istilah kebandar-udaraan yang perlu diketahui adalah sebagai berikut

( Basuki, 1986; Sandhyavitri dan Taufik, 2005 ) :

• Airport, yaitu area daratan atau air yang secara regular dipergunakan untuk

kegiatan take-off and landing pesawat udara. Diperlengkapi dengan

fasilitas untuk pendaratan, parkir pesawat, perbaikan pesawat, bongkar

muat penumpang dan barang, dilengkapi dengan fasiltas keamanan dan

terminal building untuk mengakomodasi keperluan penumpang dan

barang dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi.

• Airfield, yaitu area daratan atau air yang dapat dipergunakan untuk

kegiatan take-off and landing pesawat udara, fasilitas untuk pendaratan,

parkir pesawat, perbaikan pesawat dan terminal building untuk

mengakomodasi keperluan penumpang pesawat.

• Aerodrom, yaitu area tertentu baik di darat maupun di air (meliputi

bangunan sarana dan prasarana, instalasi infrastruktur, dan peralatan

penunjang) yang dipergunakan baik sebagian maupun keseluruhannya

untuk kedatangan, keberangkatan penumpang dan barang, pergerakan

pesawat terbang. Namun aerodrom belum tentu dipergunakan untuk

penerbangan yang terjadwal.

• Aerodrom reference point, yaitu letak geografi suatu aerodrom.

• Landing area, yaitu bagian dari lapangan terbang yang dipergunakan untuk

take off dan landing, tidak termasuk terminal area.

• Landing strip, yaitu bagian yang berbentuk panjang dengan lebar tertentu

yang terdiri atas shoulders dan runway untuk tempat tinggal landas dan

mendarat pesawat terbang.

• Runway (r/w), yaitu bagian memanjang dari sisi darat bandara yang

disiapkan untuk lepas landas dan tempat mendarat pesawat terbang.

• Taxiway (t/w), yaitu bagian sisi darat dari bandara yang dipergunakan

pesawat untuk berpindah (taxi) dari runway ke apron atau sebaliknya.

• Apron, yaitu bagian bandara yang dipergunakan oleh pesawat terbang

untuk parkir, menunggu, mengisi bahan bakar, mengangkut dan

membongkar muat barang dan penumpang. Perkerasannya dibangun

berdampingan dengan terminal building.

• Holding apron, yaitu bagian dari bandara yang berada didekat ujung

landasan yang dipergunakan oleh pilot untuk pengecekan terakhir dari

semua instrumen dan mesin pesawat sebelum take off. Dipergunakan juga

untuk tempat menunggu sebelum take off.

• Holding bay, yaitu area diperuntukkan bagi pesawat untuk melewati

pesawat lainnya atau berhenti.

• Terminal Building, yaitu bagian dari bandara yang difungsikan untuk

memenuhi berbagai keperluan penumpang dan barang, mulai dari tempat

pelaporan tiket, imigrasi, penjualan ticket, ruang tunggu, cafetaria,

penjualan souvenir, informasi, komunikasi, dan sebagainya.

• Turning area, yaitu bagian dari area di ujung landasan pacu yang

dipergunakan oleh pesawat untuk berputar sebelum lepas landas.

• Over run (o/r), yaitu bagian dari ujung landasan yang dipergunakan untuk

mengakomodasi keperluan pesawat gagal lepas landas. Over run biasanya

terbagi 2 (dua) : (i) Stop way : bagian over run yang lebarnya sama dengan

runway dengan diberi perkerasan tertentu, dan (ii) Clear way: bagian over

run yang diperlebar dari stop way, dan biasanya ditanami rumput.

• Fillet, yaitu bagian tambahan dari perkerasan yang disediakan pada

persimpangan runmway atau taxiway untuk menfasilitasi beloknya

pesawat terbang agar tidak tergelincir keluar jalur perkerasan yang ada.

• Shoulders, yaitu bagian tepi perkerasan baik sisi kiri kanan maupun muka

dan belakang runway, taxiway dan apron.

1.3. Konfigurasi Bandar Udara

Konfigurasi bandar udara adalah jumlah dan arah orientasi dari landasan serta

penempatan bangunan terminal termasuk lapangan parkirnya yang relatif terhadap

landasan pacu.

Jumlah landasan bergantung pada volume lalu-lintas dan orientasi

landasan, tergantung pada arah angin dominan yang bertiup, tetapi kadang juga

bergantung pada luas tanah yang tersedia bagi pengembangan. Karena orientasi

utama dalam bandar udara adalah landasan pacu (runway), maka penempatan

landasan hubung (Taxiway) pun harus benar-benar tepat sehingga lokasinya

memberi kemudahan dalam melayani penupang. Orientasi yang paling penting

dalam perencanaan bandar udara adalah: Landasan pacu (Runway, landasan

hubung (Taxiway) dan tempat parkir ( Apron ).

1.3.1. Landas Pacu (Runway)

Runway adalah jalur perkerasan yang dipergunakan oleh pesawat terbang

untuk mendarat (landing) dan melakukan lepas landas (take off). Menurut

Horonjeff (1994), sistem runway terdiri dari terdiri dari perkerasan struktur,

bahu landasan (shoulder), bantal hembusan (blast pad), dan daerah aman

runway (runway end safety area). Pada dasarnya landasan pacu diatur

sedemikian rupa untuk :

a) Memenuhi persyaratan pemisahan lalu lintas udara.

b) Meminimalisasi gangguan akibat operasional suatu pesawat dengan

pesawat lainnya, serta akibat penundaan pendaratan.

c) Memberikan jarak landas hubung yang sependek mungkin dari daerah

terminal menuju landasan pacu.

d) Memberikan jumlah landasan hubung yang cukup sehingga pesawat

yang mendarat dapat meninggalkan landasan pacu yang secepat

mungkin dan mengikuti rute yang paling pendek ke daerah terminal.

Konfigurasi runway ada bermacam-macam, dan konfigurasi itu biasanya

merupakan kombinasi dari beberapa macam konfigurasi dasar (basic

configuration).

Konfigurasi dasar itu adalah :

a) Landasan Pacu Tunggal

b) Landasan Pacu Paralel

c) Landasan Pacu Dua Jalur

d) Landasan Pacu yang Berpotongan

e) Landasan Pacu V-terbuka

1.3.2. Landasan Hubung

Fungsi utama dari landasan hubung (taxiway) adalah untuk memberikan

jalan masuk dari landasan pacu ke daerah terminal dan hanggar pemeliharaan

atau sebaliknya. Landasan hubung diatur sedemikian rupa sehingga pesawat

yang baru mendarat tidak mengganggu gerakan pesawat yang sedang bergerak

perlahan untuk lepas landas. Pada bandar udara yang sibuk dimana pesawat

yang akan menuju landasan pacu diduga akan bergerak serentak dalam dua

arah, harus disediakan landasan hubung yang sejajar satu sama lain. Pada

bandar udara yang sibuk, landasan hubung harus terletak di berbagai tempat di

sepanjang landasan pacu, sehingga pesawat yang baru mendarat dapat

meninggalkan landasan pacu secepat mungkin sehingga landasan pacu dapat

digunakan oleh pesawat yang lain.

1.3.3. Apron Tunggu (Holding Apron)

Apron tunggu yaitu bagian dari bandar udara yang berada didekat ujung

landasan yang dipergunakan oleh pilot untuk pengecekan terakhir dari semua

instrumen dan mesin pesawat sebelum take off. Dipergunakan juga untuk

tempat menunggu sebelum take off.

1.4. Karakteristik Pesawat Terbang

Sebelum kita merancang sebuah bandar udara lengkap dengan fasilitasnya,

dibutuhkan pengetahuan tentang spesisikasi pesawat terbang secara umum untuk

merencanakan prasarananya. Pesawat yang digunakan untuk operasional

penerbangan mempunyai kapasitas bervariasi mulai dari 10 hingga 1000

penumpang. Pesawat terbang ” General Aviation” dikategorikan sebagai pesawat-

pesawat terbang berukuran kecil jika memiliki daya angkut berkisar 50 orang.

Beberapa karakteristik dari penerbangan umum tipikal maupun pesawat

terbang komuter (commuter) jarak pendek, termasuk yang digunakan pada

kepentingan perusahaan. Untuk menyadari bahwa karakter-karakter tersebut,

seperti berat kosong, kapasitas penumpang, dan panjang landasan pacu tidak dapat

dibuat secara tepat dalam pembuatan tabel tersebut karena terdapat banyak faktor

yang dapat mengubah nilai-nilai didalamnya. Ukuran roda pendaratan utama dan

tekanan udara pada ban tipikal untuk beberapa pesawat terbang juga harus

diperhitungkan una perencanaan lanjut. Karakter yang dijelaskan di atas adalah

perlu untuk perencanaan bandar udara. Berat pesawat terbang memiliki peran

penting untuk menentukan tebal perkerasan landasan pacu, landas hubung,

taxiway, dan perkerasan appron. Bentangan sayap dan dan panjang badan pesawat

mempengaruhi ukuran appron, yang akan mempengaruhi susunan gedung-gedung

terminal. Ukuran pesawat juga menentukan lebar landasan pacu, landas hubung

dan jarak antar keduanya, serta mempengaruhi jari-jari putar yang dibutuhkan saat

pesawat akan parkir. Kapasitas penumpang mempunyai pengaruh penting dalam

menentukan pengadaan fasilitas-fasilitas yang ada di dalam terminal. Panjang

landasan pacu mempengaruhi sebagian besar daerah yang dibutuhkan suatu

bandar udara.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan geometrik lapangan

terbang adalah :

a) Karakteristik dan ukuran pesawat yang direncanakan akan beroperasi di

bandar udara

b) Perkiraan volume penumpang

c) Kondisi meteorologi (rata-rata temperatur udara maksimum dan rata-rata

kecepatan angin)

d) Elevasi permukaan bandar udara

e) Kondisi lingkungan setempat, misalnya ketinggian gedung-gedung

eksisting yang ada disekitar bandar udara.

Dilihat dari faktor-faktor diatas, maka faktor tersebut hampir sama dengan

parameter dalam menentukan suatu panjang landasan pacu (runway), karena itu

setiap bandar udara harus memiliki data-data tersebut diatas. Seperti halnya dalam

karakteristik kemampuan pesawat yang berpengaruh langsung terhadap penentuan

panjang landasan pesawat dan temperatur yang juga mempengaruhi panjang

landasan, bila suatu temperatut tinggi, maka diperlukan landasan yang lebih

panjang.

Kondisi lingkungan lapangan terbang yang berpengaruh terhadap panjang

landasan pacu (runway) adalah temperatur, angin permukaan, kemiringan

landasan pacu, ketinggian lapangan terbang dari permukaan laut dan kondisi

permukaan landasan. Seberapa jauh hal-hal diatas mempengaruhi panjang

landasan pacu, hanya merupakan pendekatan, namun demikian analisa terhadap

hal-hal diatas akan menguntungkan terhadap perhitungan landasan pacu.

Selanjutnya untuk semua perhitungan panjang landasan pacu dipakai standar

yang disebut ARFL (Aeroplane Reference Field Length), yaitu landasan pacu

minimum yang dibutuhkan untuk lepas landas, pada kondisi berat landas

maksimum (maximum take off weight), elevasi muka laut, kondisi atmosfer

normal, keadaan tanpa ada angin yang bertiup landasan pacu tanpa kemiringan

( kemiringan = 0 ). Perbedaan dalam menentukan kebutuhan panjang landasan

pacu (runway), disebabkan oleh faktor-faktor lokal, yang mempengaruhi

kemampuan pesawat. Panjang landasan pacu yang dibutuhkan oleh pesawat sesuai

dengan kemampuannya menurut perhitungan pabrik yang disebutkan ARFL.

Maka bila ada suatu landasan yang dipertanyakan terhadap kemampuan pesawat

yang akan mendarat di landasan itu, maka harus dikonfirmasikan kepada ARFL.

1.5. Geometrik Landasan Pacu

International Civil Aviation Organization (ICAO), dan Federal Aviation

Administration (FAA) telah memberikan ketentuan dan kriteria-kriteria dalam

membuat perancangan bandar udara yang meliputi fasilitas-fasilitas yang tersedia,

lebar, kemiringan (gradien), jarak pisah landasan pacu, landsan hubung, dan hal-

hal lainnya yang berhubungan dengan daerah pendaratan yang dipengaruhi oleh

variasi prestasi pesawat, cara penerbang, dan kondisi cuaca. Ketentuan yang

diberikan oleh FAA hampir sama dengan ketentuan yang diberikan oleh ICAO,

yang memberikan keseragaman fasilitas-fasilitas bandar udara yang ada di

Amerika Serikat, dan memberikan pedoman bagi para perencana bandar udara dan

operator pesawat terbang mengenai fasilitas-fasilitas yang harus disediakan pada

masa yag akan datang.

Klasifikasi pelabuhan udara oleh ICAO untuk mengadakan penyeragaman itu

ditunjukkan dengan kode A, B, C, D, dan E. Dasar dari pembagian kelas-kelas ini

adalah didasarkan pada pengelompokan panjang runway (landasan pacu) bandara

tersebut saja, tidak berdasarkan pada fungsi dari bandara tersebut.

Tabel 2.1 Klasifikasi bandar udara oleh ICAO

Dimensi pesawat adalah dasar utama dalam perencanaan geometrik bandar

udara. Untuk dimensi yang berhubungan dengan perencanaan runway, pesawat

dikelompokkan berdasarkan dimensinya masing-masing menjadi 4 kelas. Kelas-

kelas ini berdasarkan pada dimensi wings-pan ( lebar sayap), under carriage width

(lebar bagian bawah), wheel-treat atau wheel-base (jarak antara kepala dengan

Tanda Kode Panjang Runway(ft)

Panjang Runway(m)

A >7.000 >2.133

B 5.000-7.000 1.524-2.133

C 3.000-5.000 914-1.524

D 2.500-3.000 762-914

E 2.000-2.500 610-762

roda dan roda dengan badan). Masing-masing kelas itu dapat dilihat pada tabel 2.2

berikut :

Tabel 2.2 Tabel kelas pesawat yang berhubungan dengan perencanaan geometrik

Elemen-elemen landasan pacu meliputi :

• Perkerasan struktur (structural pavement), berfungsi untuk mendukung

beban yang bekerja pada runway yaitu beban pesawat sehingga mampu

melayani lalu-lintas pesawat.

• Bahu landasan (shoulder), yang terletak berdekatan dengan tepi

perkerasan yang berfungsi untuk menahan erosi akibat hembusan mesin jet

dan menampung peralatan untuk pemeliharaan saat kondisi darurat.

• Bantalan hembusan (blast pad), adalah suatu area yang dirancang khusus

untuk mencegah erosi permukaan pada ujung-ujung landasan pacu akibat

hembusan mesin jet yang terus-menerus atau berulang-ulang. Biasanya

area ini ditanami dengan rumput. ICAO menetapkan panjang bantal

hembusan 100 kaki, sedangkan FAA menetapkan panjang bantal

hembusan harus 100 kaki untuk penggunaan pesawat kelas I, 150 kaki

untuk penggunaan pesawat kelas II, 200 kaki untuk penggunaan pesawat

kelas III dan IV dan , dan 400 kaki untuk kelompok rancangan V dan VI.

• Daerah aman untuk landasan pacu (runway safety area) adalah daerah

yang bersih tanpa benda-benda yang mengganggu, dimana terdapat saluran

drainase, memiliki permukaan yang rata, dan mencakup bagian

perkerasan, bahu landasan, bantalan hembusan, dan daerah perhentian,

apabila diperlukan. Daerah ini selain harus mampu untuk mendukung

peralatan pemeliharaan saat keadaan darurat juga harus mampu menjadi

Group Jenis-Jenis Pesawat

I B 727-100, B 737-100, B 737-200, DC 9.30, DC. 9-40

II BAC 111 (kebanyakan pesawat-pesawat bermesin 2dan 3)

III DC 8S, B 707, B 720, B 727-200, DC 10, L 10H

IV Jenis pesawat yang lebih besar dari group III

tempat aman bagi pesawat seandainya pesawat keluar dari jalur landasan

pacu. ICAO menetapkan bahwa daerah aman landsan pacu harus lurus

sepanjang 275 kaki dari setiap ujung landasan pacu untuk runway yang

menggunakan pesawat rencana kelas III dan IV, dan untuk seluruh landsan

pacu dengan operasi0operasi instrumentasi. FAA menetapkan bahwa

daerah aman landsan pacu harus memiliki panjang 240 kaki dari ujung

landasan pacu untuk pesawat kecil dan 1000 kaki untuk seluruh rancangan

kelas pesawat rencana.

• Perluasan area aman (safety area extended), dibuat apabila dianggap

perlu, yang bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan

terjadinya kecelakaan yang disebabkan karena pesawat mengalami

undershoot ataupun overuns. Panjang area ini normalnya adalah 800 kaki,

tetapi itu bukan suatu ukuran baku karena bergantung pada kebutuhan

lokal dan luas area yang tersedia.

Menurut ICAO, ada 5 faktor koreksi yang mempengaruhi perencanaan panjang

runway, yaitu :

1. Faktor koreksi ketinggian dari muka air laut ( Altitude of the Airport),

kalau letak pelabuhan udara semakin tinggi dari muka air laut, maka udara

semakin tipis, temperatur semakin kecil, sehingga panjang landasan pacu

harus semakin panjang.

2. Faktor koreksi temperatur, keadaan temperatur di bandar udara pada tiap

tempat tidaklah sama. Makin tinggi temperatur di suatu bandar udara,

maka semakin panjang landasan pacu yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan

karena semakin tinggi temperatur udara maka semakin kecil density nya,

yang mengakibatkan daya desak pesawat berkurang. Sehingga dituntut

panjang runway yang lebih panjang.

3. Faktor koreksi gradient (kemiringan memanjang), dimana tanjakan pada

landasan akan menyebabkan kebutuhan akan landasan pacu yang lebih

panjang dan pada landasam pacu yang datar. Begitu juga sebaliknya,

apabila landasan menurun maka panjang landasan pacu dapat lebih

pendek. Sebagai standardisasi untuk runway, tiap 1% kenaikan gradien

landasan akan membutuhkan penambahan panjang landasan pacu

sebanyak 7% sampai dengan 10%.

4. Faktor koreksi angin (Surface wind), dimana apabila kondisi arah angin

sejajar dengan arah gerak pesawat maka kebutuhan akan panjang landasan

akan semakin besar, sebaliknya apabila arah angin berlawanan dengan

arah gerak pesawat maka kebutuhan akan panjang landasan pacu akan

semakin kecil.

5. Faktor koreksi kondisi permukaan landasan, dimana apabila pada

permukaan landasan pacu terdapat genangan air, maka pada saat pesawat

akan mengudara akan mengalami hambatan kecepatan, sehingga

dibutuhkan landasan pacu yang lebih panjang.

1.6. Struktur Perkerasan Landas Pacu

Perkerasan didefenisikan sebagai struktur yang terdiri dari satu atau lebih

lapisan perkerasan yang dibuat dari bahan terpilih. Perkerasan dapat berupa

aggregat bermutu tinggi yang diikat dengan aspal yang disebut perkerasan lentur,

atau dapat juga plat beton yang disebut perkerasan kaku.

Perkerasan dimaksudkan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman

pada segala kondisi cuaca, serta tebal dari setap lapisan harus cukup aman untuk

menjamin bahwa beban pesawat yang bekerja tidak merusak lapisan dibawahnya.

Perkerasan lentur dapat terdiri dari satu lapisan atau lebih yang digolongkan

sebagai permukaan (surface course), lapisan pondasi atas (base course), dan

lapisan pondasi bawah (subbase course) yang terletak di antara pondasi atas dan

lapisan tanah dasar (subgrade) yang telah dipersiapkan.

Lapisan permukaan terdiri dari campuran bahan berbitumen (biasanya aspal)

dan agregat, yang tebalnya bervariasi tergantung dari kebutuhan. Fungsi utamanya

adalah untuk memberikan permukaan yang rata agar lalu-lintas menjadi aman dan

nyaman dan juga untuk memikul beban yang bekerja diatasnya dan

meneruskannya kelapisan yang ada dibawahnya. Lapisan pondasi atas dapat

terdiri dari material berbutir kasar dengan bahan pengikat (misalnya dengan aspal

atau semen) atau tanpa bahan pengikat tetapi menggunakan bahan penguat

(misalnya kapur). Lapisan pondasi harus dapat memikul beban-beban yang

bekerja dan meneruskan dan menyebarkannya ke lapisan yang ada dibawahnya.

Lapisan pondasi bawah dapat terdiri dari batu alam yang dipecahkan terlebih

dahulu atau yang alami. Seringkali digunakan bahan sirtu (batu-pasir) yang

diproses terlebih dahulu atau bahan yang dipilih dari hasil galian di tempat

pekerjaan. Tetapi perlu diketahui bahwa tidak setiap perkerasan lentur

memerlukan lapisan pondasi bawah. Sebaliknya perkerasan yang tebal dapat

terdiri dari beberapa lapisan pondasi bawah.

1.6.1. Struktur Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Menurut Basuki, ( 1986 ) dalam buku ”Merancang Merencanakan

Lapangan Terbang”, perkerasan flexible adalah suatu perkerasan yang

mempunyai sifat elastis, maksudnya adalah perkerasan akan melendut saat

diberi pembebanan. Adapun struktur lapisan perkerasan lentur sebagai berikut

:

1. Tanah dasar (Sub Grade)

Tanah dasar (sub grade) pada perencanaan tebal perkerasan akan

menentukan kualitas konstruksi perkerasan sehingga sifat–sifat tanah

dasar menentukan kekuatan dan keawetan konstruksi landasan pacu.

Banyak metode yang dipergunakan untuk menentukan daya dukung

tanah dasar, dari cara yang sederhana sampai kepada cara yang rumit

seperti CBR (California Bearing Ratio), MR (Resilient Modulus), dan

K (Modulus Reaksi Tanah Dasar). Di Indonesia daya dukung tanah

dasar untuk kebutuhan perencanaaan tebal lapisan perkerasan

ditentukan dengan menggunakan pemeriksaan CBR.

Penentuan daya dukung tanah dasar berdasarkan evaluasi hasil

pemeriksaan laboratorium tidak dapat mencakup secara detail (tempat

demi tempat), sifat – sifat daya dukung tanah dasar sepanjang suatu

bagian jalan. Koreksi–koreksi perlu dilakukan baik dalam tahap

perencanaan detail maupun tahap pelaksanaan, disesuaikan dengan

kondisi tempat. Koreksi–koreksi semacam ini akan di berikan pada

gambar rencana atau dalam spesifikasi pelaksanaan.

Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut :

a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu

akibat beban lalu lintas.

b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar

air.

c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti

pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan

kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.

d. Lendutan dan lendutan selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari

macam tanah tertentu.

e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang

diakibatkanya, yaitu pada tanah berbutir kasar ( Granular Soil ) yang tidak

dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.

2. Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)

Lapisan pondasi bawah (Sub Base Course) adalah bagian dari

konstruksi perkerasan landasan pacu yang terletak di antara tanah

dasar ( Sub Grade ) dan lapisan pondasi atas ( Base Course ).

Menurut Horonjeff dan McKelvey, ( 1993 ) fungsi lapisan pondasi

bawah adalah sebagai berikut :

a. Bagian dari konstruksi perkerasan yang telah mendukung dan

menyebarkan beban roda ke tanah dasar.

b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang murah agar

lapisan – lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya

(penghematan biaya konstruksi).

c. Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam lapisan pondasi

atas.

3. Lapisan Pondasi Atas ( Base Coarse )

Lapisan pondasi atas ( Base Coarse ) adalah bagian dari

perkerasan landasan pacu yang terletak diantara lapisan pondasi

bawah dan lapisan permukaan. Fungsi lapisan pondasi atas adalah

sebagai berikut :

a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban

roda dan menyebarkan beban lapisan dibawahnya.

b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.

c. Bantalan terhadap lapisan pondasi bawah.

4. Lapisan Permukaan ( Surface Course )

Lapisan permukaan (Surface Course) adalah lapisan yang terletak

paling atas. Lapisan ini berfungsi sebagai berikut :

a. Lapisan perkerasan penahan beban roda, lapisan yang

mempunyai stabilitas yang tinggi untuk menahan beban roda

selama masa pelayanan.

b. Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya

tidak meresap ke lapisan dibawahnya.

c. Lapisan aus ( wearing Course ), lapisan yang langsung

menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah

nenjadi aus.

d. Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawah, sehingga

lapisan bawah yang memikul daya dukung lebih kecil akan

menerima beban yang kecil juga.

Penggunaan lapisan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air,

di samping itu bahan aspal sendiri memberikan tegangan tarik, yang berarti

mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas. Pemilihan

bahan untuk lapisan permukaan perlu dipertimbangkan kegunaanya, umur rencana

serta pentahapan konstruksi agar tercapai manfaat yang sebesar – besarnya dari

biaya yang dikeluarkan.

1.6.2. Struktur Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Perkerasan kaku adalah suatu perkerasan yang mempunyai sifat dimana

saat pembebanan berlangsung perkerasan tidak mengalami perubahan bentuk,

artinya perkerasan tetap seperti kondisi semula sebelum pembebanan

berlangsung. Sehingga dengan sifat ini, maka dapat dilihat apakah lapisan

permukaan yang terdiri dari plat beton tersebut akan pecah atau patah.

Perkerasan kaku ini biasanya terdiri dua lapisan yaitu :

a. Lapisan permukaan (surface course) yang dibuat dari plat beton

b. Lapisan pondasi (base course)

Pada perkerasan kaku biasanya dipilih untuk : Ujung landasan, pertemuan

antara landasan pacu dan taxiway, apron dan daerah-daerah lain yang dipakai

untuk parkir pesawat atau daerah-daerah yang mendapat pengaruh panas blast jet

dan limpahan minyak ( Basuki, 1986 ).

1.7. Sistem Drainase Bandar Udara

Sistem drainase adalah aspek yang sangat penting dalam perencanaan bandar

udara. Drainase yang baik akan menjamin dan menjaga umur perkerasan.

Drainase yang kurang baik akan menimbulkan genangan air pada permukaan yang

dapat membahayakan pesawat yang akan melakukan pendaratan dan lepas

landas.Fungsi dari sistem drainase bandar udara adalah sebagai berikut :

a. Mengalirkan dan membuang air permukaan dan bawah tanah yang berasal

dari tanah di sekitar bandar udara.

b. Membuang air permukaan yang berasal dari permukaan bandar udara.

1.8. Metode-metode Perencanaan Perkerasan

Dalam merencanakan perkerasan suatu landasan pacu, terdapat berbagai

metode-metode yang digunakan untuk mendesain perkerasannya. Pola

penyelesaiannya pun berbeda-beda pula, namun semuanya sama-sama bertujuan

untuk menghasilkan desain perkerasan yang aman dan terjamin. Beberapa

pertimbangan dalam desain perkerasan landasan pacu meliputi :

a. Prosedur pengujian bahan untuk subgrade dan komponen-komponen

lainnya harus akurat dan teliti.

b. Metode yang dipakai harus sudah dapat diterima umum dan sudah

terbukti telah menghasilkan desain perkerasan yang memuaskan.

c. Dapat dipakai untuk mengatasi persoalan-persoalan perkerasan landasan

pacu dalam waktu yang relatif singkat.

Adapun beberapa metode yang digunakan untuk merencanakan suatu perkerasan

landasan pacu terurai di bawah ini.

1.8.1. Metode California Division of Highway (CBR )

Pada sejarah singkatnya, metode CBR pertama kali digunakan oleh

California Division of Highway yaitu badan pengembangan jalan milik

pemerintah negara bagian California di Amerika serikat. Metode ini adalah

berdasarkan atas investigasi kekuatan daya dukung tanah dasar. Investigasi ini

meliputi 3 jenis utama kegagalan yang terjadi pada perkerasan, yaitu : (1)

pergeseran lateral material pada lapisan pondasi akibat adanya penyerapan air

oleh lapisan perkerasan, (2) penurunan yang terjadi pada lapisan di bawah

perkerasan, dan (3) lendutan yang berlebihan pada perkerasan akibat adanya

beban yang berkerja.

Metode ini bertujuan untuk mendesain suatu perkerasan yang kokoh yang

dibuat dari bahan bahan material yang dipersiapkan. Sehingga untuk memprediksi

karakter atau sifat material yang akan digunakan untuk perkerasan maka pada

tahun 1929 diperkenalkan suatu test uji bahan yang disebut test uji CBR

(California Bearing Ratio). Uji CBR dilakukan pada banyak jenis material yang

dianggap representatif terhadap material yang akan digunakan untuk bahan

pondasi.

CBR adalah persentase perbandingan antara kuat penetrasi suatu material

uji terhadap kuat penetrasi bahan standar berupa batu pecah yang memiliki CBR

100 persen. Kemudian karena metode ini memiliki prosedur yang sederhana,

korps insinyur dari Angkatan Darat Amerika Serikat mengadopsi metode ini untuk

mendesain perkerasan lapangan udara dan jalan raya untuk kebutuhan yang

mendadak pada saat Perang Dunia II. Penggunaan metode ini memungkinkan

perencanaan untuk menentukan ketebalan lapisan sub base, base, dan surface yang

diperlukan untuk memakai kurva-kurva desain, dengan prosedur pengujian test

terhadap tanah yang sederhana.

1.8.1.1. Tanah Dasar

Sampel tanah dasar untuk pengujian CBR diuji dalam laboratorium untuk

menentukan nilai CBR. Pengujian dilakukan dengan melakukan pemadatan

dengan kadar air tertentu. Dalam penentuan nilai CBR, apabila pada tiap area

yang dari sampel tanah didapat nilai CBR yang berbeda, maka perencanaan tebal

perkerasan ditentukan berbeda-beda sesuai dengan nilai CBR dari tanah pada area

tersebut.

1.8.1.2. Menentukan Equivalent Single Wheel Load ( ESWL )

ESWL adalah nilai yang menunjukkan beban roda tunggal yang akan

menghasilkan respon dari struktur perkerasan pada satu titik tertentu di dalam

struktur perkerasan,dimana besarnya sama dengan beban yang dipikul pada titik

roda pendaratan. Dalam penentuan nilai ESWL biasanya prosedur

perhitungannya berdasarkan tegangan vertikal, lendutan dan regangan.

1.8.1.3. Menentukan Pesawat Rencana

Pesawat rencana dapat ditentukan dengan melihat jenis pesawat yang

beroperasi dan besar MSTOW (Maksimum Structural Take Off Weight) dan data

jumlah keberangkatan tiap jenis pesawat yang berangkat tersebut. Lalu dipilih

jenis pesawat yang menghasilkan tebal perkerasan yang paling besar. Pemilihan

pesawat rencana ini pada dasarnya bukanlah berasumsi harus berbobot paling

besar, tetapi jumlah keberangkatan yang paling banyak melalui landasan pacu

yang direncanakan. 

Pesawat rencana kemudian ditetapkan sebagai pesawat yang

membutuhkan tebal perkerasan yang paling besar dan tidak perlu pesawat yang

paling besar yang beroperasi di dalam bandara.

1.8.1.4. Menentukan Lalu-Lintas Pesawat

Pada metode CBR, jumlah total repetisi beban pesawat rencana yang telah

dihitung dalam bentuk ESWL selama umur rencana digunakan untuk menghitung

tebal perkerasan total. Total repetisi pesawat rencana tersebut mencakup data

keberangkatan dan kedatangan pesawat rencana. Dari data yang diperoleh maka

dapat ditentukan jumlah lintasan pesawat tahunan yang direncanakan dengan cara

mengalikan jumlah penerbangan setiap minggunya dalam satu tahun.

1.8.1.5. Menentukan Tebal Perkerasan

Metode ini dikembangkan berdasarkan teori yang telah diteliti dan

pendekatan empiris. Untuk mendapatkan tebal perkerasan total, metode ini

memberikan persamaan sebagai berikut :

dimana : t = Tebal perkerasan yang dibutuhkan (inci)

P = Beban pesawat yang dipikul roda ( pound)

p = Tekanan udara pada roda (psi)

Penelaahan yang baru dilakukan baru-baru ini terhadap perkerasan yang

menerima beban mewakili beban poros roda pendaratan utama pesawat

beratdengan susunan banyak roda menunjukkan bahwa tebal perkerasan yang

terdapat pada pengulangan-pengulangan beban yang lebih besar adalah kurang

memadai. Oleh karenanya persamaan di atas diperbaharui lagi menjadi :

dimana : t = Ketebalan perkerasan yang dibutuhkan (inci)

P = Beban yang dipikul oleh roda setelah dihitung ESWL.

C = Faktor repetisi beban

P = Tekanan Udara pada Roda ( psi )

1.8.1.6. Syarat Tebal Minimum Untuk Lapisan Pondasi dan

Permukaan

- Pembebanan berat

Tabel 2.3 Syarat Tebal Minimum Lapisan Pondasi dan Permukaan

- Pembebanan medium

Tabel 2.4 Syarat Tebal Minimum Lapisan Pondasi dan Permukaan

- Pembebanan ringan

Tabel 2.5 Syarat tebal Minimum Lapisan Pondasi dan Permukaan

1.8.2. Metode FAA

Metode perencanaan FAA yang dibahas pada bab ini adalah metode

perencanaan yang mengacu pada standar perencanaan perkerasan FAA Advisory

Traffic

Area

Tebal Minimum (in)Base ( CBR 100) Base (CBR 80)

Permukaan Base Total Permukaan Base Total

A

B

C

D

5

4

4

3

10

9

9

6

15

13

13

9

6

5

5

3

9

8

8

6

15

13

13

9

Traffic

Area

Tebal Minimum (in)

Base ( CBR 100) Base (CBR 80)

Permukaan Base Total Permukaan Base Total

A

B

C

4

3

3

6

6

6

10

9

9

5

4

4

6

6

6

11

10

10

TrafficArea

Tebal Minimum (in)

Base ( CBR 100) Base (CBR 80)Permukaan Base Total Permukaan Base Total

B

C

3

3

6

6

9

9

4

3

6

6

10

9

Circular (AC) 150/5320-6E (FAA, 2009). Metode ini adalah pengembangan

perencanaan perkerasan berdasarkan metode CBR.

1.8.2.1. Klasifikasi Tanah

Metode yang dikembangkan oleh Federal Aviation Administration (FAA)

ini pada dasarnya menggunakan statistik perbandingan kondisi lokal dari

tanah, sistem drainase dan cara pembebanan untuk berbagai tingkah laku

beban. Klasifikasi tanah didasarkan atas hal-hal berikut ini :

a) Butiran yang tertahan pada saringan no. 10.

b) Butiran yang lewat saringan no. 10 tetapi ditahan no. 40.

c) Butiran yang lewat saringan no. 40 tetapi tertahan saringan no. 200.

d) Butiran yang lewat saringan no. 200.

e) Liquid Limit.

f) Plasticity Index.

Klasifikasi tanah diatas hanya membutuhkan analisa mekanis (analisa

saringan) serta penentuan liquid limit dan plasticity index. Namun untuk

menentukan baik buruknya jenis tanah kita tidak hanya mendasarkan kepada

analisa laboratorium, tetapi memerlukan penelitian di lapangan terutama yang

berhubungan dengan drainase, kemampuan melewatkan air permukaan.

Drainase yang jelek akan menghasilkan subgrade yang tidak stabil, dengan

sistem drainase yang baik, maka akan menghindarkan subgrade dari genangan air,

topografi, jenis tanah, dan muka air tanah akan berpengaruh pada sistem drainase

di lapangan. Drainase yang jelek akan menghasilkan subgrade yang labil, dengan

sistem drainase yang baik maka menghindarkan subgrade dari genangan air dan

akan menjaga kestabilan subgrade.

FAA telah membuat klasifikasi tanah, untuk perencanaan perkerasan yang

dibagi dalam 13 kelas dari E1 sampai E13. Klasifikasi ini diambil dari Airport

Paving FAA, Advisory Circular, adalah sebagai berikut :

• Group E1

Adalah jenis tanah yang mempunyai gradasi tanah yang baik, kasar,

butiran-butiran tanahnya tetap stabil walaupun sistem drainasenya tidak

baik. Di negara-negara beriklim dingin tanah grup E1 tidak terpengaruh

oleh salju yang merugikan, biasanya terdiri dari pasir bergradasi baik,

kerikil tanpa butiran-butiran halus.

• Group E2

Jenis tanah mirip dengan grup E1, tetapi kandungan pasirnya lebih sedikit,

dan mungkin mengandung presentase lumpur dan tanah liat yang lebih

banyak. Tanah dalam kelas ini bisa menjadi tidak stabil apabila sistem

drainasenya tidak baik.

• Group E3 dan E4

Terdiri dari tanah yang berbutir halus, tanah berpasir dengan gradasi lebih

jelek dibanding dengan grup E1 dan E2. Grup ini terdiri dari pasir berbutir

halus tanpa daya kohesi, atau tanah liat berpasir dengan kualitas

pengikatan mulai dari cukup sampai baik.

Tabel 2.6 Klafifikasi Tanah Dasar untuk Perencanaan Perkerasan oleh FAA

• Group E5

Terdiri dari tanah yang bergradasi yang jelek, dengan kandungan lumpur

dan tanah liat campuran lebih dari 35% tetapi kurang dari 45%, dengan

Group

tanah

Analisa saringan

Liquid

Limit

Plas

ticity

Index

Sudgrade Class% bahantersisa

saringanno. 10

% Bahan lebih kecil darisaringan no. 10

Drainas

e baik

Drainasejelek

Pasirkasarlolos

saringanno. 10

tapiditahansaringan

no.40

Pasirhaluslewat

saringanno. 40ditahanno.200

Campuran lumpur

dantanah liatlolos no.

200

Kerikil

E1

E2

E3

E4

Butiran

halus

E5

E6

E7

E8

E9

E10

E11

E12

0-45

0-45

0-45

0-45

0-55

0-55

0-55

0-55

0-55

0-55

0-55

0-55

40

15

60

85

15

25

25

35

45

45

45

45

45

45

45

45

25

25

25

35

40

40

50

60

40

70

80

80

6

6

6

10

15

10

10-30

15-40

30

20-50

30

Fa  atau

Fa

Fa  atauRa

F1  atauFa

F1  atauRa

Fa atau Ra

F1 atau Ra

F2 atau Rb

F3 atau Rb

F3 atau Rb

F4 atau Rc

F5 atau Rc

F6 atau Rc

F7 atau Rd

F8 atau Rd

F9 atau Re

F10       atauFa

E13 TANAH GAMBUT, TIDAK BISA DIGUNAKAN

plastisitas index antara 10-15.

• Group E6

Terdiri dari lumpur yang berpasir dengan index plastisitas yang sangat

rendah. Jenis ini relatif stabil bila kering atau pada moisture content

rendah. Stabilitasnya akan kurang bahkan hilang dan menjadi sangat

lembek dalam keadaan basah, maka sangat sukar dipadatkan kecuali jika

moiture content nya betul-betul dikontrol dengan sangat teliti sesuai

kebutuhan.

• Group E7

Termasuk didalamnya tanah liat berlumpur, tanah liat berpasir, pasir

berlempung dan lumpur berlempung, mempunyai rentang konsitensi kaku

sampai lunak ketika kering dan plastis ketika basah.

• Group E8

Mirip dengan E7, tetapi pada liquid limit yang lebih tinggi akan

menghasilkan derajat pemampatan yang lebih besar, pengembangan

pengerutan dan stabilitas yang lebih rendah dibawah kondisi kelembaban

yang kurang menguntungkan.

• Group E9

Terdiri dari campuran lumpur dan tanah liat sangat elastis dan sangat sulit

dipadatkan. Stabilitasnya rendah, baik keadaan basah dan kering.

• Group E10

Adalah tanah liat yang berlumpur dan tanah liat yang membentuk

gumpalan keras dalam keadaan kering, serta sangat plastis bila basah. Pada

pemadatan perubahan volumenya sangat besar, mempunyai kemampuan

mengembang menyusut dan sangat elastis.

• Group E11

Mirip dengan tanah grup E10, tetapi mempunyai liquid limit yang lebih

tinggi, termasuk didalamnya tanah dengan liquid limit antara 70-80

dengan index plastisitas diatas 30.

• Group E12

Jenis tanah yang mempunyai liquid limit di atas 80, tidak diukur

berapapun index plastisitasnya.

• Group E13

Meliputi semua jenis tanah rawa organik, seperti gambut, mudah dikenal

di lapangan. Dalam keadaan asli, sangat rendah stabilitasnya, sangat

rendah densitynya dan sangat tinggi kelembabannya.

Karena perencanaan perkerasan merupakan suatu masalah rekayasa yang

kompleks sehingga perencanaan ini melibatkan banyak pertimbangan dari banyak

variabel. Parameter-parameter yang dibutuhkan untuk merencanakan perkerasan

meliputi berat kotor lepas landas pesawat (MSTOW), konfigurasi dan ukuran roda

pendaratan utama dan volume lalu-lintas. Kurva-kurva perencanaan terpisah

disajikan untuk roda pendaratan tunggal, roda tandem, roda tandem ganda, dan

pesawat berbadan lebar.

Langkah pertama prosedur adalah menentukan ramalan keberangkatan

pesawat tahunan dari setiap type pesawat dan mengelompokkannya ke dalam

pesawat menurut konfigurasi roda pendaratan. Berat landas maksimum dari setiap

pesawat digunakan dan 95% dari berat pasawat ini dipikul oleh roda pendaratan

utama.

Tabel 2.7 Faktor konversi keberangkatan tahunan pesawat menjadi keberangkatan

tahunan ekivalen pesawat rencana

1.8.2.2. Menentukan Tipe Pendaratan Utama

a. Sumbu Tunggal Roda Tunggal ( Single )

Gambar 2.3 Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda

tunggal

Poros roda

pendaratan pesawatsebenarnya

Poros roda pendaratan

pesawat rencana

Faktor Pengali untuk

keberangkatanekivalen

Roda tunggal     Roda ganda

    Tandem ganda

    Double      tandemganda

    Roda tunggal

    Tandem ganda

    Double      tandemganda

    Roda tunggal

    Roda ganda

    Roda ganda

    Tandem Ganda

0.80.50.51

1.3

0.60.642.01.7

1.7

1.0

Roda ganda

Tandem ganda

Double tandem

ganda

Sumber : Yang, ( 1984 )

b. Sumbu Tunggal Roda Ganda ( Dual wheel)

Gambar 2.4 Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda

ganda

Sumber : Yang, ( 1984 ).

c. Sumbu Tandem Roda Ganda ( Dual Tandem )

Gambar 2.5 Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda

tandem ganda

Sumber : Yang, ( 1984 ).

d. Sumbu Tandem Roda Ganda Dobel ( DDT )

Gambar 2.6 Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda

ganda dobel

Sumber : Yang, ( 1984 ).

1.8.2.3. Menentukan Pesawat Rencana

Pesawat rencana dapat ditentukan dengan melihat jenis pesawat yang

beroperasi dan besar MSTOW (Maksimum Structural Take Off Weight) dan

data jumlah keberangkatan tiap jenis pesawat yang berangkat tersebut. Lalu

dipilih jenis pesawat yang menghasilkan tebal perkerasan yang paling besar.

Pemilihan pesawat rencana ini pada dasarnya bukanlah berasumsi harus

berbobot paling besar, tetapi jumlah keberangkatan yang paling banyak

melalui landasan pacu yang direncanakan.

Pesawat rencana kemudian ditetapkan sebagai pesawat yang

membutuhkan tebal perkerasan yang paling besar dan tidak perlu pesawat

yang paling besar yang beroperasi di dalam bandara. Karena pesawat yang

beroperasi di bandara memiliki angka keberangkatan tahunan yang berbeda-

beda, maka harus ditentukan keberangkatan tahunan ekivalen dari setiap

pesawat dengan konfigurasi roda pendaratan dari pesawat rencana.

1.8.2.4. Menentukan Beban Roda Pendaratan UtamaPesawat (W2)

Untuk pesawat yang berbadan lebar yang dianggap mempunyai MTOW

cukup tinggi dengan roda pendaratan utama tunggal dalam perhitungan

Equivalent Annual Departure ( R1 ) ditentukan beban roda tiap pesawat, 95%

berat total dari pesawat ditopang oleh roda pendaratan utama, dalam

perhitungannya dengan menggunakan rumus :

Dimana :

W2 = Beban roda pendaratan dari masing-masing jenis pesawat

MSTOW = Berat kotor pesawat saat lepas landas

A = Jumlah konfigurasi roda

B = Jumlah roda per satu konfigurasi

P = Persentase beban yang diterima roda pendaratan utama

Tipe roda pendaratan utama sangatlah menentukan dalam perhitungan

tebal perkerasan. Hal ini dikarenakan penyaluran beban pesawat melalui roda-

roda ke perkerasan.

1.8.2.5. Menentukan Nilai Ekivalen Keberangkatan Tahunan Pesawat

Rencana

Pada lalu-lintas pesawat, struktur perkerasan harus mampu melayani

berbagai macam jenis pesawat, yang mempunyai type roda pendaratan yang

berbeda-beda dan bervariasi beratnya. Pengaruh dari beban yang diakibatkan

oleh semua jenis model lalu-lintas itu harus dikonversikan ke dalam pesawat

rencana dengan equivalent annual departure dari pesawat-pesawat campuran

tadi, sehingga dapat disimpulkan bahwa perhitungan ini berguna untuk

mengetahui total keberangkatan keseluruhan dari bermacam pesawat yang

telah dikonversikan ke dalam pesawat rencana. Untuk menentukan R1 dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan :

Dimana :

R1 = Keberangkatan tahunan ekivalen oleh pesawat rencana ( pound )

R2 = Jumlah keberangkatan tahunan oleh pesawat berkenaan dengan

konfigurasi roda pendaratan rencana

W1 = Beban roda pesawat rencana ( pound )

W2 = Beban roda pesawat yang harus diubah

Karena pesawat berbadan lebar mempunyai konfigurasi roda pendaratan

utama yang berbeda dengan pesawat lainnya, maka pengaruhnya terhadap

perkerasan diperhitungkan dengan menggunakan berat lepas landas kotor dengan

susunan roda pendaratan utama adalah roda tunggal yang dikonversikan dengan

nilai yang ada, Dengan anggapan demikian maka dapat dihitung keberangkatan

tahunan ekivalen (Equivalent Annual Departure, R1).

1.8.2.6. Menentukan Tebal Perkerasan Total

Perencanaan perkerasan yang dikembangkan oleh FAA ini adalah

perencanaan untuk masa umur rencana, dimana selama masa layan tersebut harus

tetap dilakukan pemeliharaan secara berkala. Grafik-grafik pada perencanaan

perkerasan FAA menunjukkan ketebalan perkerasan total yang dibutuhkan (tebal

pondasi bawah + tebal pondasi atas + tebal lapisan permukaan). Nilai CBR tanah

dasar digunakan bersama-sama dengan berat lepas landas kotor dan

keberangkatan tahunan ekivalen dari pesawat rencana. Grafik-grafik perencanaan

digunakan dengan memulai menarik garis lurus dari sumbu CBR, ditentukan

secara vertikal ke kurva berat lepas landas kotor (MSTOW), kemudian diteruskan

kearah horizontal ke kurva keberangkatan tahunan ekivalen dan akhirnya

diteruskan vertikal ke sumbu tebal perkerasan dan tebal total perkerasan didapat.

Oleh karena itu, FAA memperbolehkan perubahan tebal perkerasan pada

pemukaan yang berbeda-beda :

• Tebal penuh T pada seluruh daerah kritis, yang digunakan untuk tempat

pesawat yang akan berangkat, seperti apron daerah tunggu ( Holding

Apron), bagian tengah landasan hubung dan landasan pacu (Runway).

• Tebal perkerasan 0.9 T diperlukan untuk jalur pesawat yang akan datang,

seperti belokan landasan pacu berkecepatan tinggi.

• Tebal perkerasan 0.7 T diperlukan untuk tempat yang jarang dilalui

pesawat, seperti tepi luar landasan hubung dan tepi luar landasan pacu.

1.8.2.7. Kurva-kurva Perencanaan Perkerasan

a. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Total Untuk Pesawat

Rencana Beroda Tunggal

Grafik 2.1 Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat

Roda Tunggal Sumber : Basuki, ( 1986 ).

b. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Total Untuk Pesawat

Rencana Beroda Ganda

Grafik 2.2 Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat

Roda Ganda Sumber : Basuki, ( 1986 ).

c. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Total Untuk Pesawat

Rencana Beroda Dual Tandem

Grafik 2.3 Kurva Perencanaa Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda

tandem ganda

Sumber : Basuki, ( 1986 ).

d. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Total Untuk Pesawat

Rencana Beroda Dual Tandem

Grafik 2.4 Kurva Perencanaa Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Dual

Tandem Sumber : Basuki, ( 1986 ).