bab ii landasan teori 2.1. pengertian -...
TRANSCRIPT
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian
Perkerasan aspal dan perkerasan beton aspal (asphalt concrete pavement),
juga di sebut perkerasan lentur (flexible pavement), merupakan campuran agregat
batu pecah, pair, material pengisi, dan aspal, yang dihmparkan dan dipadatkan.
Perkerasan lentur dirancang untuk melendut dan kembali ke posisi semula
bersama-sama dengan tanah dasar. Konsep dasar dalam perencanaan ini adalah
menghamparkan lapisan-lapisan permukaan dan lapis pondasi beserta lapisan-
lapisan antaranya, sedemikian hingga regangan pada tanah dasar dapat
dikendaliakan guna mencegah terjadinya defleksi permanen. Tipe dan tebal dari
komponen-komponen struktur perkerasan yang diletakan di atas tanah dasar,
harus dipilih dan dipertimbangkan kekuatan dari tanah dasar tersebut.
Perkerasan lentur akan mempunyai kinerja yang baik, bila perencanaan
dilakukan dengan baik dan seluruh komponen-komponen utama dalam sistem
perkerasan berfungsi dengan baik. Peranan komponen-komponen perkerasan
lentur oleh Federal Highway Administration di kutip dalam Hardiyatmo (2015) :
a. Lapisan aus (wearing course) yang memberikan cukup kekesatan, tahan
gesek, dan penutup kedap air atau drainase air permukaan.
b. Lapisan perkerasan terikat atau tersementasi yang memberikan daya dukung
yang cukup, sekaligus sebagai penghalang air yang masuk ke dalam material
tak terlihat dibawahnya.
c. Lapis pondasi (base course) dan Pondasi bawah (subbase course) tak terikat
yang memberikan tambahan kekuatan, dan ketahanan terhadap pengaruh air
yang merusak struktur perkerasan serta pengaruh degradasi yang lain. (erosi
dan intrusi butiran halus).
d. Tanah dasar (subgrade) yang memberikan cukup kekakuan, kekuatan yang
seragam dan merupakan landasan yang stabil bagi lapisan material perkerasan
diatasnya.
e. Sistem drainase yang dapat membuang air dengan cepat dari sistem
perkerasan, sebelum air menurunkan kualitas lapisan material granuler tak
terikat dan tanah dasar.
5
Bagian perkerasan jalan umumnya meliputi : lapis pondasi bawah, lapis
pondasi atas, dan lapis permukaan. Contoh susunan lapisan perkerasan jalan dapat
dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Susunan Lapis Perkerasan Jalan (SKBI-2.3.26.1987)
Perkerasan lentur terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu : lapis permukaan
(surface course), lapis pondasi (base course), dan lapis pondasi bawah (subbase
course). Lapisan permukaan biasanya dibagi menjadi lapis aus (wearing course)
dan lapis pengikat (binder course) yang diletakkan secara terpisah. Lapis pondasi
dan lapis pondasi bawah juga dapat diletakkan dalam bentuk komposit yang
terdiri dari material-material yang berbeda, yaitu pondasi atas (upper base) dan
pondasi bawah (lower base), atau pondasi bawah bagian atas (upper subbase) dan
pondasi bawah bagian bawah (lower subbase).
Lapisan permukaan (surface course) adalah lapisan paling atas dari
perkerasan lentur yang terletak diatas lapisan pondasi. Lapisan permukkan terdiri
dari lapis aus (wearing course) dan lapis pengikat (binder course). Agar lapis aus
tetap awet, kedap air, rata, dan mempunyai kekesatan, maka lapisan ini harus
disusun dari campuran beraspal panas, bergradasi padat. Lapis pengikat, biasanya
memiliki agregat yang lebih besar dengan kadar apal yang lebih sedikit.
Lapis pondasi (base course) merupakan lapisan yang dihamparkan
dibawah lapis permukaan. Lapis pondasi terletak diatas lapis pondasi bawa, atau
jika lapis pondasi bawah tidak digunakan, di atas tanah dasar. Material lapis
pondasi terdiri dari agregat seperti batu pecah, sirtu, terak pecah (crushed slag)
atau campuran material-material tersebut.
Lapis pondasi bawah (subbase course) maksud penggunaan lapis pondasi
bawah adalah untuk membentuk lapisan perkerasan yang relatif cukup tebal (
untuk penyebaran beban), tetapi dengan biaya yang lebih murah. Material lapis
6 `
pondasi bawah (subbase course) adalah material yang kualitasnya lebih rendah
dari lapis pondasi (base course) (kekuatan plastisitas dan gradasi), tetapi masih
lebih tinggi kualitasnya dibandingkan tanah dasar. Dengan demikian , kualitas
lapis pondasi bawah dapat sangat bervariasi, sejauh persyaratan tebal rancangan
terpenuhi.
Lapis Tambahan (overlay) adalah Perkerasan, secara terus menerus
mengalami tegangan-tegangan akibat beban lalu lintas yang dapat mengakibatkan
kerusakan pada perkerasan. Selain itu, temperatur, kelembapan, dan gerakan tanah
dasar dapat pula menyebabkan kerusakan perkerasan. Untuk hal ini, deteksi dan
perbaikan kerusakan secara dini pada perkerasan akan mencegah kerusakan minor
yang mungkin dapat berkembang menjadi keggalan perkerasan.
Material lapis tambahan dapat berupa semen aspal atau beton semen
portland diatas perkerasan lam. Sebelum pekerjaan lapis tambahan dilakukan,
maka harus diketahui lebih dulu jenis-jenis kerusakan perkerasnnya, yaitu
kerusakan yang sifatnya fungsional atau struktural. Hal ini, karena tipe kerusakan
akan menentukan jenis lapisan tambahan yang akan dilakukan. Kerusakan
fungsional adalah kerusakan pada gangguan kerataan permukaan dan tekstur
permukkan, sedangkan kerusakan struktural adalah kerusakan yang menyangkut
penurunan kemampuan struktur perkerasan dalam mendukung beban lalu lintas.
Pekerjaan evaluasi struktur perkerasan diperlukan sebelum dilakukan
rehabilitasi. Karena rehabilitasi ini dikerjakan pada perkerasan yang sudah ada,
maka sebelum menagani pekerjaan tersebut, perlu dipelajari dulu segala sesuatu
terkait dengan kerusakan perkerasan dan cara penangannya. Secara umum,
evaluasi perkerasan dibagi menjadi tiga aktifitas oleh Asphalt Institute MS-17
dikutip dari Hardiyatmo (2015) :
1) Melakukan penelitian karakteristik fungsional (kualitas berkendaraan dan
kekerasan permukaan).
2) Melakukan survei kondisi dan kerusakan.
3) Melakukan uji struktur perkerasan ( tidak merusak dan merusak).
Evaluasi struktur perkerasan memberikan informasi yang dibutuhkan untuk :
a) Analisis sisa umur perkerasan dan perancangan lapis tambahan.
b) Monitiring (pemantauan) tingkat jaringan dari kinerja perkerasan.
7
c) Pengambilan keputusan terkait dengan program-program pemeliharaan dan
rencana rehabilitasi.
Selama pengumulan data dan proses evaluasinya, harus diperoleh
informasi yang cukup untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi.
Faktor-faktor penting yang juga harus diperhatikan dalam penilaian kinerja
perkerasan untuk evaluasi adalah :
1) Pola hujan dan evaporasi
2) Permebilitas lapis aus (wearing course)
3) Kedalaman muka air tanah
4) Permebilitas relatif dari komponen lapisan perkerasan.
5) Bahu jalan, apakah tertutup atau tidak.
6) Tipe perkerasan
Evaluasi struktur perkerasan selama masa pelayanan merupakan kunci
aktifitas sistem manajemen perkerasan di tingkat proyek, maupun tingkat
jaringan. Cara-cara mengevaluasi struktur perkerasan dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu
1) Uji merusak (destructive test)
2) Uji tak merusak (non destructive test)
2.2. Metode Analisa Komponen
2.2.1. Jumlah Lajur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Jalur rencana salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya, yang
menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur, maka
jumlah jalur ditentukan dari lebar perkerasan. Untuk ketentuan jumlah lajur dapat
dilihat pada Tabel 2.1 tentang jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan.
Tabel 2.1 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n)
L<5,5 m
5,5 m < L < 8,25 m
8,25 m < L < 11,25 m
11,25 m < L < 15 m
15 m < L < 18,75 m
1 jalur
2 jalur
3 jalur
4 jalur
5 jalur
Sumber : ( SKBI-2.3.26.1987 )
8 `
Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan maupun berat
yang melewati jalur rencana dapat ditentukan melalui Tabel 2.2 tentang koefisien
distribusi kendaraan.
Tabel 2.2 Koefisien Distribusi Kendaran
Jumlah Lajur Kendaran ringan Kendaraan berat
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 lajur 1 1 1 1 2 lajur 0,6 0,5 0,7 0,5 3 lajur 0,4 0,4 0,5 0,475 4 lajur - 0,3 - 0,45 5 lajur - 0,25 - 0,425 6 lajur - 0,2 - 0,4
Sumber : ( SKBI-2.3.26.1987 )
2.2.2. Angka Ekivalen (e) Beban Sumbu Kendaraan
Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap
Kendaraan) ditentukan menurut Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Angka Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan Beban Sumbu Angka Ekivalen
Kg Lb Sumbu tungal Sumbu ganda
1000 2205 0.0002 - 2000 4409 0.0036 0.0003 3000 6614 0.0183 0.0016 4000 8818 0.0577 0.0050 5000 11023 0.1410 0.0121 6000 13227 0.2923 0.0251 7000 15432 0.5415 0.0466 8000 17636 0.9238 0.0794 8160 18000 1.0000 0.0860 9000 19841 1.4798 0.1273 10000 22045 2.2555 0.1940 11000 24250 3.3022 0.2840 12000 26454 4.6770 0.4022 13000 28659 6.4419 0.5540 14000 30863 8.6647 0.7452 15000 33068 11.4184 0.9820 16000 35272 14.7815 1.2712
Sumber : ( SKBI-2.3.26.1987 )
9
2.2.3. Lalu Lintas Harian Rata-rata
a. Lalu lintas harian rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan ditentukan pada
awal umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median
atau masing-masing arah jalan dengan mediam.
b. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
𝐿𝐸𝑃 = ∑ LHR j x Cj x Ej
𝑛
𝐽=1
Keterangan : j = jenis kendaraan
c. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dapat dihitung dengan rumus :
LEA = ∑ LHR j (1 + 𝑖)𝑈𝑅 𝑥 𝐶𝑗 𝑥 𝐸𝑗
𝑛
𝐽=1
Keterangan : i = perkembangan lalu lintas
d. Lintas Ekivalen Tengah (LET) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
LET = 1
2 x (LEP +LEA)
e. Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rumus :
LER = LET x FP
FP = UR/10
Dimana FP = Faktor penyesuaian
UR = Umur rencana
3.2.4. Daya Dukung Tanah Dasar
Daya Dukung Tanah (DDT) ditetapkan berdasarkan grafis kolerasi antara
CBR (California Bearing Ratio). Nilai CBR yang dimaksud adlah CBR lapangan
dan CBR laboratorium. Jika digunkan CBR lapangan, maka pengambilan contoh
tanah dasar dilakukan dengan tabung (undistrub), kemudian direndam dan
diperiksa nilai CBRnya. Dapat juga diukur langsung di lapangan. CBR lapangan
biasanya digunakan untuk perencanaan lapis tambahan (overlay).
CBR alboratorium umumnya dipakai untuk pembangunan jalan baru.
Sementara ini dianjurkan untuk mendasarkan daya dukung tanah dasar hanya
kepada pengukuran nilai CBR. Cara-cara lain hanya digunakan bila telah disertai
data-data yang dipertanggung jawabkan. Cara-cara tersebut berupa : Group Index,
10 `
Plate Bearing Test atau R-value. Nilai yang mewakili dari sejumlah CBR yang
dilaporkan, dapat ditentukan menggunakan grafik pada Gambar 2.2 dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
a) Tentukan nilai-nilai CBR terendah
b) Tentukan berapa bnayak nilai CBR yang sama dan lebih besar dari masing-
masing nilai CBR
c) Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100% dan jumlah lainya
merupakan presentase dari 100%
d) Buat grafik hubungan antara CBR dan presentase jumlah
e) Nilai CBR yang mewakili didapat dari angka presentase 90%
f) Nilai DDT didapat dari grafik korelasi CBR-DDT dengan menarik garis
Horizontal 90˚ dari CBR ke DDt.
Gambar 2.2 Korelasi CBR dan DDT (SKBI-2.3.26.1987)
2.2.5. Faktor Regional (FR)
Keadaan lapangan mencakup permebilitas tanah, perlengkapan drainase,
bentuk alinyemen serta presentase kendaraan berat, dan kendaraan yang berhenti,
maupun keadaan iklim mencakup curah hujan rata-rata pertahun.
11
Persyaratan pengguna disesuaikan dengan “Peraturan Pelaksanaan
Pembangunan Jalan Raya” edisi terbaru. Maka pengaruh keadaan lapangan yang
mencakup permebilitas tanah dan perlengkapan drainase dapat dianggap sama.
Dengan demikian dalam penentuan tebal perkerasan faktor regional yang
berpengaruh adalah alinyemen horizontal (tikungan) dan aliynemen vertikal
(kelandaian), presentase kendaraan berat, kendaraan berhenti, serta iklim (curah
hujan) dapat dilihat pada Tabel 2.4 tentang faktor regional.
Tabel 2.4 Faktor Regional
Kelandaian I
(<6%)
Kelandaiaan II (6-
10) %
Kelandaiaan II
(>10) %
% kendaraan berat
≤30% >30% ≤30% >30% ≤30% >30% Iklim I <900 mm/th 0,5 1,0-1,5 1,0 1,5-2,0 1,5 2,0-2,5
Iklim II > 900 mm/th 1,5 2,0-2,5 2,0 2,5-3,0 2,5 3,0-3,5 Sumber : ( SKBI-2.3.26.1987 )
Catatan : pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan,
pemberhentian, tikungan (r = 30m), FR ditambah 0,5. Pada daerah rawa FR
ditambah 1,0.
2.2.6. Indeks Permukaan (IP)
Indeks permukaan ini menyatakan nilai kerataan atau kehalusan serta kuat
permukaan yang berkaitan dengan tingkat pelayanan bagi kendaraan yang lewat.
Berikut nilai-nilai IP :
IP =1,0: menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga
sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.
IP = 1,5 : tingkat pelayanan rendah
IP = 2,0 : tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih bagus
IP = 2,5 : merupakaan permukaan jalam yang masih cukup stabil dan baik
Dalam menentukan indeks permukaan (IPt) pada akhir umur rencana perlu
dipertimbangkan beberapa faktor klasifikasi fungsioal jalan dan jumlah Lintas
Ekivalen Rencana (LER), untuk menentukan nilai tersebut dapat dilihat pada
Tabel 2.5 tentang indeks permukaan pada akhir umur rencana.
12 `
Tabel 2.5 Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana LER* Klasifikasi jalan
Lokal Kolektor Arteri Tol
<10 1,0-1,5 1,5 1,5-2,0 - 10-100 1,5 1,5-2,0 2 -
100-1000 1,5-2,0 2 2,0-2,5 - >1000 - 2,0-2,5 2,5 2,5
Sumber : ( SKBI-2.3.26.1987 )
*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal
Catatan : pada proyek penunjang jalan, jalan murah atau jalan darurat
maka IP dipakai 1,0. Dalam menentukan Indeks Permukaan pada awal umur
rencana (IPo) perlu di perhatikan jenis lapis permukaan jalan pada awal umur
rencana. Didalam menentukan nilai indeks permukaan pada awal umur renancana
lihat Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana Jenis Permukaan
IPo Roughess *) (mm/Km)
LASTON ≥ 4 ≤ 1000
3,9-3,5 >1000
LASBUTAG 3,9-3,5 ≤ 2000 3,4-3,0 > 2000
HRA 3,9-3,5 ≤ 2000 3,4-3,0 > 2000
BURDA 3,9-3,5 < 2000 BURTU 3,4-3,0 < 2000
LAPEN 3,4-3,0 ≤ 3000 2,9-2,5 > 3000
LATSBUM 2,9-2,5 BURAS 2,9-2,5 LATASIR 2,9-2,5 JALAN TANAH ≤ 2,4 JALAN KRIKIL ≤ 2,4 Sumber : ( SKBI-2.3.26.1987 )
2.2.7. Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Koefisien Kekuatan Relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaanya
sebagai pelapis permukaan, pondasi atas, pondasi bawah ditentukan secara
korelasi suatu nilai Marshal Test (untuk bahan aspal), kuat tekan (untuk bahan
yang distabilisasi dengan semen dan kapur), atau CBR (bahan lapis pondasi
bawah).
13
Jika alat Marshal test tidak tersedia, maka kekuatan (stabilitas) bahan
beraspal bisa diukur dengan cara lain seperti Hveem Test,Hubbard Field dan
Smith Triaxial. Nilai koefisien relatif berkembang dengan seiringnya penelitian
terhadap bahan lapis perkerasan itu sendiri, sehingga angka koefisien kekuatan
relatif dapat di ubah sesuai dengan bahan yang digunakan. Penentuan nilai
koefisien kekuatan relatif bahan dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Koefisien Kekuatan Relatif Koefsien Kekuatan Relatif Kekuatan Bahan
Jenis Bahan
a 1 a 2 a 3
Ms
(kg)
Kt
(kg/cm)
CBR
(%)
0,40 - - 744 - - 0,35 - - 590 - - Laston 0,35 - - 454 - - 0,30 - - 340 - - 0,35 - - 744 - - 0,31 - - 590 - - Lasbutag 0,28 - - 454 - - 0,26 - - 340 - - 0,30 - - 340 - - HRA 0,26 - - 340 - - Aspal macadam 0,25 - - - - - Lapen (mekanis) 0,20 - - - - - Lapen (manual) - 0,28 - 590 - - - 0,26 - 252 - - Laston Atas - 0,24 - 340 - - - 0,23 - - - - Lapen (mekanis) - 0,19 - - - - Lapen (manual)
- 0,15 - - 22 - stab. Tanah dengan semen
- 0,13 - - 18 -
- 0,15 - - 22 - stab. Tanah dengan kapur
- 0,13 - - 18 - - 0,14 - - - 100 Batu Pecah (kelas A) - 0,13 - - - 80 Batu Pecah (kelas B) - 0,12 - - - 60 Batu Pecah (kelas C) - - 0,13 - - 70 Sirtu/Pitrun (kelas A) - - 0,12 - - 50 Sirtu/Pitrun (kelas B) - - 0,11 - - 30 Sirtu/Pitrun (kelas C)
- - 0,10 - - 20 Tanah/lempung kepasiran
Sumber : ( SKBI-2.3.26.1987 )
14 `
2.2.8. Indeks Tebal Perkerasan (ITP)
Indeks tebal perkerasan lentur didapatkan dengan menarik garis pada
grafik nomogram yang sudah tersedia pada SNI 1732-1989-F dalam lampiran,
dengan melihat maing-masing nilai yang diambil dari Indeks permukaan (IPo dan
IPt). Dimana nilai Daya Dukung Tanah Dasar (DDT), Lintas Ekivalen Rata-rata
(LER). Faktor Regional (FR) saling berpengaruh. Langkah-langkah menggunakan
Gambar 2.3 nomogram tersebut adalah sebagai berikut :
a) Ada 9 jenis nomogram tergantung pada nilai indeks permukaan awal (IPo)
dan indeks permukaan akhir (IPt)
b) Menentukan titik nilai daya dukung tanah (DDT) yang didapat dari korelasi
dengan CBR
c) Menentukan titiknilai LER yang telh didapat dari perhitungan
d) Kemudiantarik garis lurus dari 2 titik (DDT dan LER) hingga mengenai garis
ITP
e) Tentukan titik nilai FR dari tabel 3.5
f) Dari titik ITP yang didapat, disambungan dengan titik FR hingga mengenai
garis ITP
Gambar 2.3. Contoh Nomogram ITP(SKBI-2.3.26.1987)
2.2.9. Batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan
Pada perkerasan lentur setiap lapisan, baik lapisan permukaan maupun
lapisan pondasi bawah dan atas memiliki batas minimum berdasarkan Indeks
Tebal Perkerasan yang didapat dari monogram. Batas-batas minimum tebal lapis
perkerasan untuk setiap lapisannya dapat dilihat dari Tabel 2.8 dan Tabel 2.9 .
15
Tabel 2.8 Tebal Minimum Lapis Permukaan
ITP
Tebal
Minimum Bahan
<3,00
Lapis Pelindung, BURAS, BURTU/BURDA 3,00-6,70 5 LAPEN/Aspal macadam, HRA, Asbuton, Laston 6,71-7,49 7,5 LAPEN/Aspal macadam, HRA, Asbuton, Laston 7,50-9,99 7,5 Asbuton,Laston
≥ 10 10 Laston Sumber : ( SKBI-2.3.26.1987 )
Tabel 2.9 Tebal Minimum Lapis Pondasi Atas
ITP Tebal
Minimum Bahan
<3,00 15 batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur
3,00-7,49 20 batu pecah, stailisasi tanah dengan kapur
10 laston atas
7,50-9,99 20 *) batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam
15 laston atas
10.00-12,14 20 batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, lapen, laston atas
≥ 11,15 25 batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam, lapen, laston atas
Sumber : ( SKBI-2.3.26.1987 )
Untuk tebal minimum lapisan pondasi bawah adalah, setiap nilai IPT lapis
pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm.
2.2.10. Analisa Komponen Perkerasan
Perhitungan perencenaan didasrkan pada kekuatan relatif masing-masing
lapisan perkerasan jangka panjang, diman penentuan tebal perkerasan dinyatakan
oleh ITP dengan rumus :
ITP = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3
Dimana : a1,a2,a3 = koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan
: D1,D2,D3 = tebal masing-masing lapisan perkrasan (cm)
*) 1 = Lapisan Permukaan
2 = Lapisan pondasi atas
3 = Lapisan pondasi bawah
16 `
2.3. Metode AASHTO
2.3.1. Analisis Lalu Lintas
Volume lalu lintas pada jalan raya utama, umumnya akan bertambah
secara eksponensial dari tahun ke tahun. Karena itu, diperlukan untuk
mengestimasi volume lalu lintas sesuai dengan umur rancangan. Volume lalu
lintas pada beberapa jalan kolektor atau arteri kecil, dapat bertambah secara linier,
namun volume lalu lintas pada beberapa jalan perumahan tidak berubah dengan
waktu. Faktor pertumbuhan lalu lintas (R) dinyatakan oleh persamaan :
𝑅 =(𝑛 + 𝑖)𝑛 − 1
𝑖
Dengan,
i = pertumbuhan lalu lintas pertahun
𝑛 = umur rancanagan
Apabila setelah waktu tertentu (n-tahun) pertumbuhan lalu lintas tidak
terjadi lagi, maka R menjadi :
𝑅 =(𝑛 + 𝑖)𝑛 − 1
𝑖= (𝑛 − 𝑛𝑚)((𝑛 + 𝑖)𝑛𝑚 − 1
Langkah-langkah hitungan volume lalu lintas rancangan total bisa
bervariasi, dan tergantung pada data yang tersedia sebelumnya. Bila volume total
kendaraan pada tahun pertama (𝐸𝑆𝐴𝐿)0, dan konstanta pertumbuhan pada setiap
tahun adalah i%, maka beban lajur rancangan untuk suatu periode analisis n
tahun dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
(𝐸𝑆𝐴𝐿)𝑛 = (𝐸𝑆𝐴𝐿)0𝑥 𝑅 𝑥𝐷𝐷 𝑥𝐷𝐿
Dengan,
(𝐸𝑆𝐴𝐿)𝑛 = ESAL pada tahun ke-n
(𝐸𝑆𝐴𝐿)0 = ESAL pada tahun pertama
𝐷𝐷 = faktor distribusi lalu lintas
𝐷𝐿 = faktor distribusi jalur
R = faktor pertumbuhan lalu lintas
Dalam Hary Christady Hardiyatmo (2015), (𝐸𝑆𝐴𝐿)𝑛 dinotasikan sebagai
𝑊18. Angka 18 menyatakan nilai beban gandar standar yang dijadikan acuan yaitu
18 kip atau 80 kN. persamaan untuk menentukan lalu lintas pada lajur rancangan
ditulisakan dalam bentuk :
17
𝑊18 = 𝐷𝐷 x 𝐷𝐿 x ѿ18
Dengan,
𝑊18 = jumlah lalu lintas pada lajur dan periode rancangan
ѿ18 = jumlah kumulatif beban gandar standar untuk lalu lintas 2 arah
2.3.2. Kemampuan Pelayanan (Serviceability)
Nilai kemampuan pelayanan awal untuk perkerasan lentur menurut Hary
Christady Hardiyatmo (2015), 𝑝0 = 4,2. Niali pelayanan akhir (𝑝𝑡), untuk
kebayakan fasilitas jalan raya adalah :
𝑝0 = 2,5 untuk jalan utama
𝑝𝑡 = 2,0 untuk volume lalu lintas rendah
Kehilangan kemampuan pelayanan total (total loss of serviceability)
dinyatakan oleh :
∆PSI = 𝑝0 − 𝑝𝑡
2.3.3. Reliabilitas (Reliability) R
Reliabilitas menyatakan tingkat kemungkinan bahwa perkerasan yang
dirancang akan tetap memuaskan selama masa pelayanan. Nilai R tersebut
digunakan untuk mengakomodasi kemungkinan ketidak tepatan hitungan volume
lalu lintas dan kinerja perkerasan. Parameter R juga menyatakan kemungkinan
probabilitas bahwa perkerasan yang dirancang akan mempunyai tingkatan kinerja
yang tinggi daripada tingkat kemampuan pelayanan akhir, di akhir umur
rancangan. Nilai R yang lebih besar menunjukan kinerja perkerasan yang lebih
baik, namun membutuhkan tebal perkerasan yang lebih tebal, untuk menentukan
nilai reliabilitas dan devisiasi standar normal dapat dilihat pada Tabel 2.10 dan
Tabel 2.11
Tabel 2.10 Nilai reliabilitas R
Tipe jalan Niali R %
Perkotaan Pedesaan
Jalan bebas hambatan
Utama
Arteri
Kolektor
lokal
90 - 99,9
85 – 99
80 – 99
80 – 95
50 – 80
85 – 99,9
80 – 95
75 – 95
75 – 95
50 – 80
Sumber : (AASHTO,1993)
18 `
Tabel 2.11 Hubungan antara R dengan ZR(devisiasi standar normal) R % 𝒁𝑹 R % 𝒁𝑹
50
60
70
75
80
85
90
91
92
0,0000
-0,253
-0,524
-0,674
-0,841
-1,037
-1,282
-1,340
-1,405
93
94
95
96
97
98
99
99,9
99,99
-1,476
-1,555
-1,645
-1,751
-1,881
-2,054
-2,327
-3,090
-3,750
Sumber : (AASHTO,1993)
2.3.4. Devisiasi Standar Keseluruhan (𝑺𝟎)
Devisiasi standar normal (overal standard deviation, 𝑆0) merupakan
parameter yang digunakan guna memperhitungkan adanya variasi dari input data.
Devisiasi standar keseluruhan dipilih sesuai dengan kondisi lokal. AASHTO
(1993) menyarankan :
Untuk perkerasan lentur : 𝑆0 di antara 0,40-0,50
Untuk perkerasan kaku : 𝑆0 di antara 0,30-0,40
2.3.5. Modulus Resilient (𝑴𝑹)
Modulus resilient adalah suatu ukuran kemampuan tanah atau lapis
pondasi granuler dalam menahan deformasi akibat beban berulang. Pada
kebanyakan tanah, jika tingkat tegangan bertambah, maka sifat tegangan
reganganya menjadi tidak linier. Hubungan 𝑀𝑅 dan CBR tanah dasar disarankan
oleh Shell Oil Co. Dan Ashpalt Institute (MS-23) dikutip dari Hardiyatmo (2015)
adalah:
𝑀𝑅 = 1500 (CBR) (psi) atau,
𝑀𝑅 =10,3 (CBR) (Mpa)
Terdapat persamaan-persamaan empirik lain sebagai berikut:
U.S. Army Waterway Experiment Station
𝑀𝑅 = 5409 (𝐶𝐵𝑅)0,711 (psi)
Transport And Road Research Laboratory
𝑀𝑅 = 1500 (𝐶𝐵𝑅)0,64 (psi)
19
Modulus resilient di pengaruhi oleh perubahan kadar air oleh pengaruh
musim. Nilai kerusakan relatif (𝑢𝑓) digunakan untuk menyesuaikan nilai modulus
resilient akibat pengaruh ini. Kerusakan relatif dihitung untuk setiap 𝑀𝑅 yang
ditentukan setiap musim. Untuk menghitung nilai 𝑢𝑓 rata-rata musiman, maka
seluruh 𝑢𝑓 dijumlajkan dan dibagi jumlah musim. Menurut AASHTO (1993) :
𝑢𝑓 = = 1,18 𝑋 108
𝑀𝑅2,32
𝑀𝑅 efektif yang memperhitungkan 𝑢𝑓 dinyatakan oleh :
𝑀𝑅(𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓) = √1,18 𝑋 108
𝑢𝑓(𝑚𝑢𝑠𝑖𝑚𝑎𝑛)
2,32
Dengan 𝑀𝑅 dinyatakan dalam 103 psi
2.3.6. Koofesien Lapisan (Layer Coefficient)
Koefisien lapisan (𝑎𝑖) menyatakan hubungan empiris antara SN untuk
suatu struktur perkerasan dengan tebal lapisan, yang menyatakan kemampuan
relatif dari suatu material agar berfungsi sebagai komponen struktural dari
perkerasanya oleh Yoder dan Witczack, 1975 Dikutip oleh Hardiyatmo (2015).
Koefisien lapis dari pondasi granuler (granuler base layer) tak dirawat (𝑎2) dapat
ditentukan menggunakan persamaan :
𝑎2 = 0,249 ( 𝐿𝑜𝑔10𝑀𝑅)-0,977
Dan untuk lapis pondasi bawah (granuler subbase layer) digunkan
persamaan
𝑎3 = 0,227 ( 𝐿𝑜𝑔10𝑀𝑅)-0,839
Koefisien lapisan yang digunakan sebagai komponen struktural dapat
dilihat pada Tabel 2.12 .
20 `
Tabel 2.12 Koefiseien lapisan (ai) Tipe Material 𝒂𝒊(1/in)
Lapisan permukaan aspal (𝒂𝟏) : Campuran aspal panas bergradasi padat 0,44 Aspal pasir 0,40 Campuran dipakai ulang di tempat 0,20 Campuran dipakai ulang olah pabrik 0,40(0,40-0,44) Lapis Pondasi (𝒂𝟐) Batu pecah 0,14(0,08-0,14) Kerikil berpasir 0,07 Pondasi pozolanik 0,28(0,25-0,30) Pondasi dirawat kapur 0,22(0,15-0,300 Pondasi dirawat semen 0,27 tanah semen 0,20 Pondasi dirawat aspal, gradasi kasar 0,34 Pondasi dirawat aspal, gradasi pasir 0,30 Campuran dipakai ulang diolah di tempat 0,20 Campuran dipakai ulang dolah di pabrik 0,40(0,40-0,44) Camuran aspal panas gradasi padat 0,44 Lapis pondasi bawah (𝒂𝟑) Kerikil berpasir 0,11 Lempung Berpasir 0,08(0,05-0,10) Tanah dirawat kapur 0,11 Lempung dirawat kapur 0,16(0,14-0,18) Batu pecah 0,14(0,08-0,14)
Sumber : (AASHTO,1993)
2.3.7. Kualitas Drainase
Kinerja jangka panjang perkerasan sangat dipengaruhi oleh air yang
mempengaruhi kekuatan struktur perkersan. Faktor yang mempengaruhi kinerja
pekerasan sebagai berikut :
Kualitas drainase yang menentukan berapa lama air dapat disingkirkan dari
perkerasan.
Hari efektif hujan selama satu tahun yang menyebabkan komponen struktur
perkerasan menjadi mendekati jenuh air. Pengaruh ini, sangat bergantung pada
hujan rata-rata tahunan dan kondisi drainase.
Untuk menentukan modolus resilient lapisan perkerasan dapat dilihat pada
Gambar 2.4 dan Gambar 2.5.
21
Gambar 2.4. Korelasi lapisan dari lapis pondasi granuler tak dirawat (a2)
(Hardiyatmo 2015)
Gambar 2.5. Variasi koefisien dari lapis pondasi bawah granuler
(Hardiyatmo 2015)
2.3.8. Koefisien Drainase
Dalam perancangan perkerasan lentur, diperlukan koefisien modifikasi
lapisan atau disebut juga koefisien drainase, yang digunakan untuk mengantisipasi
pengaruh drainase terhadap kinerja lapis pondasi dan lapis pondasi bawah.
Koefisien drainase (𝑚𝑖) oleh pengaruh kualitas drainase ini dinotasikan sebagai
𝑚2 (untuk lapis pondasi) dan 𝑚3 (untuk lapis pondasi bawah). Untuk menentukan
nilai kualitas drainase jalan, dapat dilihat pada Tabel 2.13 tentang koefisien
drainase.
22 `
Tabel 2.13 Koefisien drainase
Kualitas drainase
Persen waktu struktur perkerasan terkena air hingga tinggkat
kelembabanya mendekati jenuh air (P)
< 1% 1-5% 5-25% > 25%
Sempurna Baik Sedang Buruk Sangat buruk
1,40-1,35 1,35-1,25 1,25-1,15 1,15-1,05 1,05-0,95
1,35-1,30 1,25-1,15 1,15-1,05 1,05-0,80 0,95-0,75
1,30-1,20 1,15-1,00 1,00-0,80 0,80-0,60 0,75-0,40
1,20 1,00 0,80 0,60 0,40
Sumber : (AASHTO,1993)
2.3.9. Angka Struktural ( Structural Number, 𝑺𝑵𝒆𝒇𝒇)
Angka struktural didefinisikan sebagai angka indeks yag berasal dari
analisis lalu lintas, kondisi tanah di bawah jalan, dan faktor regional. Besaran SN
menyatakan nilai abstrak kekuatan struktur perkerasan yang terbentuk dari
kekuatan gabungan antara dukungan tanah (𝑀𝑅), jumlah total beban gandar
tunggal ekivalen 18 kip, kemampuan pelayanan akhir, dan kondisi lingkungan.
Angka indeks ini dapat dikonversikan ke dalam tebal dari berbagai macam lapis
perkerasan fleksibel, yaitu melalui penggunaan koefisien-koefisien lapisan dari
material pembentuknya. Angka struktural SN dinyatakan oleh persamaan :
𝑆𝑁𝑒𝑓𝑓 = 𝑎1.𝐷1 + 𝑎2.𝐷2.𝑚2 + 𝑎3.𝐷3.𝑚3
Dengan,
𝑆𝑁𝑒𝑓𝑓 = angka struktural efektif perkerasan eksisting yang akan diberi
lapis tambahan
𝐷1 = tebal lapis permukaan (in)
𝐷2. = tebal lapis pondasi (in)
𝐷3. = tebal lapis pondasi bawah (in)
𝑚2 = koefisien drainase untuk lapis pondasi
𝑚3 = koefisien drainase untuk lapis pondasi bawah
𝑎1.𝑎2.𝑎3. = berturut-turut koefisien lapisan untuk lapis permukaan, lapis
pondasi, dan lapis pondasi bawah
Nilai-nilai tebal lapisan minimum campuran aspal dan lapis pondasi
menurut AASHTO dan Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah (Pt T-
01-2001-B) dapat dilihat pada Tabel 2.14.
23
Tabel 2.14 Tebal minimum campuran beraspal dan lapis pondasi ESAL Campuran
Beraspal
(in)
Lapen Lasbutag Agregat
Lapis
pondasi
< 50.000
50.001-150.000
150.001-500.000
500.001-2.000.000
2.000.001-7.000.000
>7.000.000
1*
2
2,5
3
3,5
4
2
-
-
-
-
-
2
-
-
-
-
-
4
4
4
6
6
6
Sumber : (AASHTO,1993)
*perawat permukaan
2.3.10. Perancangan perkerasan Lentur
Hitungan tebal lapisan perkerasan lentur dilakukan dengan lebih dulu
menentukan angka struktural SN yang dinyatakan dalam persamaan :
𝑙𝑜𝑔10𝑁𝑓 = 𝑍𝑅𝑆0 + 9,36 𝑙𝑜𝑔10(𝑆𝑁𝑓 + 1) − 0,2 + 𝑙𝑜𝑔10⌈
∆𝑝𝑠𝑖
4,2−1,5⌉
0,4+1094
(𝑆𝑁+1)5,19
+
2,32𝑥𝑙𝑜𝑔10𝑀𝑅 − 8,07
𝑁𝑓 = Jumlah beban ekivalen (ESAL)
𝑍𝑅 = Devisiasi standar normal
𝑆0 = Devisiasi standar keseluruhan
∆PSI = Kehilangan kemampuan pelayanan
𝑀𝑅 = Modulus resilient tanah dasar
SN = Angka struktural
Tebal lapis tambahan yang dibutuhkan :
𝐷𝑂𝐿 =𝑆𝑁𝑓−𝑆𝑁𝑒𝑓𝑓
𝑎𝑂𝐿
2.4. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Dalam analisis Bina Marga (1995) atau analisis upah dan bahan tercantum
koefisien- koefisien yang menunjukkan berapa banyak bahan dan jumlah tenaga
kerja yang dipakai untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan persatuan volume.
komponen anggaran biaya pada proyek pemeliharaan meliputi peralatan,
tenaga kerja, bahan, dan biaya lainnya secara tidak langsung harus meliputi biaya
administrasi perkantoran beserta stafnya yang berfungsi mengendalikan
24 `
pelaksanaan proyek serta pajak yang harus dibayar sehubungan dengan adanya
pelaksanaan proyek. Untuk mendapatkan pekerjaan yang efektif dan efisien, maka
komponen alat,tenaga kerja dan bahan perludianalisis penggunaannya.
2.4.1. Analisis Peralatan
Biaya untuk peralatan terdiri dari dua komponen utama yaitu pemilikan
dan biaya pengoperasian. Setelah masing-masing peralatan diketahui biaya
pemilikan dan pengoperasiannya, maka selanjutnya adalah melakukan analisis
jumlah peralatan yang akan digunakan. Dalam perhitungan selanjutnya, karena
peralatan yang digunakan mungkin cukup banyak, maka dalam perhitungan biaya
alat, alat diperhitungkan dalam satu tim peralatan dengan produksi pekerjaan
merupakan produksi terkecil dari alat yang digunakan. Alat-alat lain yang
produksinya lebih besar akan mengalami pengurangan efisiensi karena harus
menunggu alat lain yang produksinya lebih kecil.
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑆𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑎𝑙𝑎𝑡 (𝑅𝑝 𝑆𝑎𝑡⁄ . 𝑃𝑒𝑘) =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐴𝑙𝑎𝑡
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎𝑎𝑛
2.4.2. Analisis Tenaga Kerja
Tenaga kerja pada pekerjaan jalan pada umumnya hanyalah sebagai
pembantu pekerjaan alat yang merupakan fungsi utama dalam penyelesaian
pekerjaan, sehingga tidak perlu dilakukan analisis yang mendalam.
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑆𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑇𝑒𝑎𝑛𝑎𝑔𝑎 (𝑅𝑝 𝑆𝑎𝑡⁄ . 𝑃𝑒𝑘) =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑈𝑝𝑎ℎ 𝑇𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎𝑎𝑛
2.4.3. Analisa Bahan
Analisis kebutuhan bahan sangat diperlukan, karena keterlambatan
pekerjaan biasanya disebabkan keterlambatan dalam penyediaan bahan yang
digunakan. Analisis juga diperlukan, karena pada perhitungan volume pekerjaan
kondisinya adalah padat, sedangkan bahan dipasaran ditawarkan dalam kondisi
tidak padat. Dalam perhitungan jumlah bahan tiap satuan pekerjaan juga
diperhitungkan formula rancangan campuran, karena bahan konstruksi jalan
umumnya tersusun dari beberapa macam bahan seperti : agregat kasar, agregat
halus dan aspal.
Harga Satuan Tenaga (Rp/S.pek) = Jumlah harga Satuan (n) Kuantitas
25
2.4.4. Biaya Tambahan
Biaya-biaya lain yang harus diperhitungkan adalah biaya-biaya tidak
langsung , misalnya administrasi kantor, alat-alat komunikasi, kendaraan kantor,
pajak, asuransi, serta biaya-biaya lain yang harus dikeluarkan, walaupun biaya
tersebut tidak secara langsung terlibat dalam proses pelaksaanaan pekerjaan.
Biaya-biaya ini sering disebut dengan overhead dan biasanya dinyatakan dengan
persen terhadap biaya langsung yang besarnya tidak lebih dari 10%, tidak
termasuk PPN 10%. Demikian juga keuntungan perusahaan sering dinyatakan
dengan persen terhadap biaya langsung yang besarnya juga tidak lebih dari 10%.
2.4.5. Harga Satuan Pekerjaan
Harga satuan pekerjaan adalah jumlah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
menyalesaikan suatu pekerjaan
Harga satuan pekerjaan = Biaya (alat+tenaga kerja+bahan) + Biaya lain