bab ii kajian pustaka 2.1 legetan (synedrella nodiflora)eprints.umm.ac.id/53788/3/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Legetan (Synedrella nodiflora)
2.1.1 Taksonomi Legetan (Synedrella nodiflora)
Famili Asteraceae atau Compositae (dikenal sebagai keluarga aster, daisy,
atau bunga matahari) adalah keluarga tumbuhan berbunga terbesar dalam istilah
anggota spesies. Nama ‘Asteraceae’ berasal dari tipe genus Aster, sedangkan
‘Compositae’, adalah nama lama namun masih tetap dipergunakan. Compositae
berarti berhubungan dengan karakteristik bunga jamak, tipe tertentu dari
pseudanthium ditemukan hanya pada beberapa keluarga angiospermae. Penelitian
yang mempelajari tentang famili ini disebut dengan synantherologi. Compositae
adalah famili tumbuhan berbunga yang terbesar yang terdiri dari sekitar 950 genus
dengan kurang lebih 20.000 spesies. Famili ini dibagi menjadi 13 ordo, yaitu
Heliantheae, Astereae, Anthemideae, Arctotidae, Inuleae, Senecioneae,
Calenduleae, Eupatorieae, Vernonieae, Cynareae, Mutisieae, Liabeae dan
Lactuceae (Cichorieae) (Rahman, 2008). Tumbuhan Synedrella nodiflora masuk
dalam famili Asteraceae dengan genus Synedrella, termasuk tumbuhan herba
dengan tinggi kira-kira 50-90 cm, batang berdaun dengan biji besar, tumbuh di
taman dan lingkungan sekitar (di pinggir jalan, di dekat rumah) dan tumbuh baik
di tanah lembap dan subur (Stone l970; Swarbrick, 1997; Wagner et al., 1999;
dalam Raphael, et al., 2016).
9
Synedrella nodiflora adalah tanaman yang berasal dari Amerika, namun
saat ini menyebar secara tropis dan terdapat di seluruh wilayah Asia Tenggara, di
dataran India, di Andamans dan Afrika Barat. Tumbuhan ini juga dapat ditemukan
di Bangladesh, Jepang, Spanyol, Cina, dan Inggris. Berikut adalah taksonomi
tumbuhan legetan (Synedrella nodiflora) (Adjibode; Tougan; Youssao; Mensah;
Hanzen; Koutinhouin, 2015).
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Synedrella
Spesies : Synedrella nodiflora (L.) Gaertn.
Gambar 2.1 Tumbuhan legetan (Synedrella nodiflora) (Sumber: CABI, 2009)
10
2.1.2 Morfologi Legetan (Synedrella nodiflora)
Synedrella nodiflora adalah tumbuhan berumur pendek berbatang tegak
dengan panjang kira-kira 30-80 cm dan berbunga dalam setahun. Tumbuhan
dengan sistem akar dangkal biasanya memiliki banyak percabangan. Percabangan
tegak atau mendatar, terkadang batangnya berkayu, bercabang dikotom mulai
dasar tumbuhan, tumbuhan ini cenderung memiliki internodus yang panjang dan
nodus menggembung; membulat atau sedikit miring di bagiannya, lembut,
seringkali berbulu halus, dan biasanya tingginya sekitar 50 cm. Bagian batang
yang lebih rendah, memiliki akar pada nodus terutama dalam kondisi basah. Daun-
daunnya tersusun dalam pasangan saling bersilangan dengan panjang 4-9 cm,
berbentuk lonjong hingga bulat telur dengan tiga urat daun yang menonjol dan
tepi daun yang rata, berambut halus dengan tangkai daun pendek, serta
digabungkan oleh sebuah bubungan pada batang. Bunga pada tumbuhan legetan
berbentuk kecil dengan tandan yang penuh membentuk 2-8 bunga majemuk pada
nodus dan ujungnya melewati tiga tingkatan tumbuhan; setiap bunga majemuk
terdiri dari beberapa tangkai tegak yang panjangnya 3-5 mm (Adjibode, et al.,
2015).
Bijinya berwarna coklat kehitaman hingga hitam (kadang-kadang lebih
pucat) dan bersifat dimorfik. Biji bunga kecilnya berbentuk rata, polos,
panjangnya 3-5 mm, dengan gigi menunjuk ke atas di sepanjang sayap marjinal
yang pucat. Biji bunga kecil menebal, memanjang, dengan panjang 3-4 mm,
dengan 2-4 bulu-bulu kaku pada ujungnya. Kedua tipe biji memproduksi individu
11
yang identik, di mana biji tersebut memproduksi kedua tipe biji yang sama pula
(Adjibode, et al., 2015).
Perkecambahan biji adalah secara epigeal. Panjang hipokotil adalah 8-19
mm, seringkali berwarna keunguan, dan halus. Kotiledon berbentuk lonjong
dengan panjang 6-8 mm, seringkali berwarna kemerahan atau keunguan dan
bertangkai pendek. Pasangan daun muda sama dengan daun yang dewasa namun
berukuran lebih kecil (Adjibode, et al., 2015).
2.1.3 Kandungan Legetan (Synedrella nodiflora)
Synedrella nodiflora Gaertn. digunakan sebagai tapal untuk sakit rematik,
sedangkan sarinya digunakan untuk mengobati sakit telinga. Penelitian yang
dilakukan oleh (Rathi & Gopalakrishnan, 2005) membuktikan, efek dari ekstrak
petroleum ether (400-600C), benzena, kloroform, methanol dan air dengan bagian
aerial dari Synedrella nodiflora telah diujikan dapat menyebabkan kematian 50%
(median lethal dose) pada larva Spodoptera litura instar IV (Rathi &
Gopalakrishnan, 2005). Aktivitas yang berbeda disebabkan oleh spesies vegetal ini
di seluruh dunia. Tumbuhan ini mengandung komponen bioaktif seperti flavonoid,
alkaloid, tanin dan lainnya, dan digunakan dalam mengobati berbagai macam
penyakit serta daunnya dikonsumsi sebagai sayuran dan menjadi pakan bagi ternak
tertentu (Adjibode et al., 2015).
Penggunaan S. nodiflora (L.) Gaertn berbeda-beda pada setiap negara. Di
India, daun S. nodiflora (L.) Gaertn. secara tradisional digunakan untuk mengobati
rematik. Di Malaysia, digunakan sebagai obat luar untuk mengobati peradangan,
12
sakit kepala dan sakit telinga. Di Ghana, air rebusan tanaman ini diberikan secara
oral untuk mengatasi epilepsi. Daun tanaman Synedrella nodiflora (L.) Gaertn.
digunakan untuk mengatasi cegukan dan kasus aborsi terancam. Profil fitokimia
menunjukkan adanya alkaloid, triterpen, saponin, poliosa dalam ekstrak Synedrella
nodiflora (L.) Gaertn. dengan bahan pelarut yang bervariasi. Saat ini secara
toksikologi, sifat insektisida, larvasida, antibakteri, antioksidan, antidiare,
hipoglikemi dan anti-peradangan dari tanaman ini telah dilaporkan (Ray, 2013).
Keseluruhan tumbuhan adalah diuretik dan laksatif. Aktivitas anti-peradangan
insektisida dan analgesik telah dilaporkan (Chowdury, et al., 2013).
2.2 Nyamuk Anopheles sp.
2.2.1 Taksonomi Anopheles sp.
Anopheles diperkenalkan sebagai genus nyamuk pada tahun 1818 oleh
Johann Wilhelm Meigen, seorang ahli entomologi terkenal asal Jerman dengan
penelitian revolusionernya tentang Diptera. Sedikit yang telah diselesaikan pada
taksonomi Anopheles ini sampai pada penemuannya selama dua dekade terakhir
pada abad ke 19 tentang nyamuk yang menyebarkan mikrofilaria dan malaria yang
disebabkan protozoa, di mana beliau memulai sebuah perjalanan untuk
mengumpulkan, memberi nama dan mengklasifikasikan serangga ini (Harbach,
2013). Taksonomi dari Anopheles sp. adalah sebagai berikut (Sutanto, et al.,
2008).
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
13
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Genus : Anopheles
Spesies : Anopheles sp.
Pengklasifikasian subgenus Anopheles saat ini didasarkan terutama pada
jumlah dan posisi setae (ruas) khusus pada gonokosit genital jantan. Saat ini, genus
Anopheles termasuk 465 yang telah diberi nama secara formal yang tidak
seimbang dibagi menjadi antara tujuh subgenus: Anopheles (tersebar di seluruh
dunia, 182 spesies), Baimaia (Asia, satu spesies), Cellia (Eropa, 220 spesies),
Kerteszia (Neotropika, 12 spesies) Lophodomya (Neotropikal, 6 spesies),
Nyssorhynchus (Neotropikal, 39 spesies) dan Stethomyia (Neotropikal, 5 spesies)
(Harbach, 2013).
Empat subgenus Anopheles, yaitu Anopheles, Cellia, Kerteszia dan
Nyssarhynchu, termasuk spesies yang menularkan parasit malaria ke manusia.
Kebanyakan vektor spesies Anopheles yang telah ditemukan spesies yang
berkerabat dekat dan kompleks. Tujuan klasifikasi adalah untuk mengelompokkan
dan mengkategorikan entitas (kesatuan) biologis yang berbagi beberapa pemersatu
karakteristik. Pengklasifikasian diperkenalkan oleh Ernst Mayr & W.J dalam
bukunya sebagai “The arrangement of similar entities (objects) in a hierarchical
series of nested classes, in which each more inclusive higher-level class is
subdivided comprehensively into less inclusive classes at the next lower level.”
14
atau "Penataan entitas serupa (objek) dalam rangkaian kelas bersarang hirarkis, di
mana masing-masing kelas tingkat atas yang lebih inklusif terbagi secara
komprehensif menjadi kelas yang kurang inklusif pada tingkat terendah berikutnya
(Harbach, 2013).
Namun, dalam praktiknya mereka pada dasarnya adalah pengelompokan
subyektif taksiran bawahan yang dianggap mewakili monofiletik kelompok spesies
yang ditugaskan ke peringkat taksonomi berdasarkan morfologi bersama dan
karakteristik biologis yang bukan ukuran kesetaraan filogenetik. Untuk alasan ini,
kategori taksonomi genus Anopheles, termasuk pangkat formal subgenus, tidak
boleh dianggap mewakili barisan filogenetik yang setara (Harbach, 2013).
2.2.2 Morfologi Anopheles sp.
Telur anophelini yang diletakkan satu per satu di atas permukaan air
berbentuk seperti perahu yang bagian bawahnya konveks, bagian atasnya konkaf
dan mempunyai sepasang pelampung yang terletak pada sebuah lateral. Larva
anophelini tampak mengapung sejajar dengan permukaan air, mempunyai bagian-
bagian badan yang bentuknya khas yaitu spirakel pada bagian posterior abdomen,
tergal plate pada bagian tengah sebelah dorsal abdomen dan sepasang bulu palma
pada bagian lateral abdomen. Pupa mempunyai tabung pernapasan yang bentuknya
lebar dan pendek yang digunakan untuk respirasi. Pada nyamuk dewasa palpus
nyamuk jantan dan betina mempunyai panjang hampir sama dengan panjang
probosisnya. Perbedaannya adalah pada nyamuk jantan ruas palpus bagian apikal
berbentuk gada, sedangkan pada nyamuk betina ruas tersebut mengecil. Sayap
15
pada bagian pinggir ditumbuhi sisik-sisik sayap yang berkelompok membentuk
gambaran belang-belang hitam dan putih. Selain itu, bagian ujung sisik sayap
membentuk lengkung (Sutanto et al., 2008).
Nyamuk berukuran antara 4-13 mm dengan tubuh yang rapuh. Kepala
nyamuk memiliki probosis halus dan panjang yang melebihi panjang tubuhnya.
Nyamuk betina menggunakan probosis dipakai untuk mengisap darah, sedangkan
nyamuk jantan untuk mengisap bahan-bahan cair seperti cairan tumbuh-tumbuhan,
buah-buahan dan juga keringat. Terdapat palpus di kiri dan kanan probosis yang
terdiri atas 5 ruas dan sepasang antena yang terdiri atas 15 ruas. Pada nyamuk
jantan antena berambut lebat (plumose) sedangkan pada nyamuk betina berambut
jarang (pilose). Toraks yang tampak (mesonotum) sebagian besar diliputi bulu
halus. Bulu-bulu tersebut berwarna putih/kuning yang bersifat khas untuk setiap
spesies. Terdapat skutelum pada bagian posterior dari mesonotum yang pada
anophelini bentuknya melengkung (rounded). Nyamuk memiliki sayap yang
panjang dan langsing dan memiliki vena yang permukaannya ditumbuhi sisik-sisik
sayap (wing scales) dan letaknya mengikuti vena. Terdapat pula sederetan rambut
di pinggir sayap yang disebut silinder dan terdiri atas 10 ruas. Dua ruas terakhir
berubah menjadi alat kelamin. Nyamuk mempunyai 3 pasang kaki (heksapoda)
yang melekat pada toraks dan tiap kaki terdiri atas femur, 1 ruas tibia dan 5 ruas
tarsus ruas (Sutanto, et al., 2008).
16
Gambar 2.2 Anopheles sp. dewasa
(Sumber: CDC, 2015)
Gambar 2.3 Morfologi larva Anopheles sp.
(Sumber: Gunathilaka, et al., 2014)
17
2.2.3 Cara Perkembangbiakan Anopheles sp.
Karakteristik lingkungan yang mempengaruhi tempat perindukan nyamuk
untuk berkembang adalah lingkungan biologis. Berbagai tumbuhan air seperti
lumut dan ganggang mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk malaria.
Tumbuhan darat juga mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk malaria,
misalnya tumbuhan yang menghalangi masuknya sinar matahari ke tempat
perindukan nyamuk, sehingga pencahayaan akan rendah dan menyebabkan suhu
rendah dan kelembaban menjadi tinggi. Kondisi seperti inilah yang sangat
membantu nyamuk untuk beristirahat setelah menghisap darah hospes sambil
menunggu proses pematangan telurnya (Santjaka dalam Pratama, 2015).
Lingkungan kimia menjadi faktor lain yang berpengaruh terhadap
perkembangbiakan nyamuk di antaranya adalah derajat keasaman, salinitas dan
oksigen terlarut (Pratama, 2015).
Suhu optimum rata-rata untuk perkembangan nyamuk berkisar antara 25-
27oC. Nyamuk bisa bertahan pada suhu rendah tetapi proses metabolismenya
melambat atau bahkan terhambat ketika suhu turun di bawah ambang batas. Proses
fisiologis juga diperlambat pada temperatur tinggi lebih dari 32-35oC. Toleransi
pada suhu berbeda pada tiap spesies dan umumnya spesies tidak akan bertahan
pada peningkatan suhu lingkungan 5-6oC melebihi batas yang spesies biasanya
sesuaikan (World Health Organization (1975) dalam (Mahdalena, Hapsari, &
Ni’mah, 2016).
18
Tumbuh-tumbuhan juga sangat berpengaruh terhadap kehidupan nyamuk,
tumbuh-tumbuhan berfungsi sebagai tempat meletakan telur, tempat berlindung,
tempat mencari makanan dan berlindung bagi larva dan tempat hinggap istirahat
nyamuk dewasa selama menunggu siklus gonotropik. Selain itu adanya berbagai
jenis tumbuhan pada suatu tempat dapat digunakan sebagai indikator dalam
memperkirakan adanya jenis-jenis nyamuk tertentu (Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dalam Pratama, 2015).
Daur hidup nyamuk Anopheles dimulai dari telur – larva/jentik – pupa –
nyamuk dewasa yang membutuhkan waktu antara 10-14 hari. Masa kawin nyamuk
Anopheles betina sampai masa mencari darah berlangsung antara 1-2 hari (Depkes
RI, 1999; dalam Hakim, 2007). Jika nyamuk betina menggigit penderita malaria
yang parasitnya sudah dalam bentuk gamet, maka masa inkubasi ekstrinsik di
dalam tubuh nyamuk Anopheles untuk Plasmodium falciparum berlangsung antara
10-12 hari, sedangkan P. vivax berlangsung antara 8-11 hari. Setelah terjadi
sporozoit di dalam kelenjar ludah nyamuk Anopheles dan apabila menggigit
manusia lainnya, maka masa inkubasi intrinsik di dalam tubuh manusia untuk P.
falciparum berlangsung antara 12 hari, sedangkan P.vivax berlangsung antara 13-
17 hari (Depkes RI (1999) dalam Hakim, 2007). Sehingga sejak ditemukan kondisi
lingkungan yang memungkinkan daur hidup nyamuk Anopheles berlangsung
sampai timbulnya penderita malaria kedua dan seterusnya tersedia waktu antara
33-40 hari untuk P. falciparum dan antara 32-44 hari untuk P.vivax. Apabila
kondisi lingkungan memungkinkan untuk mendeteksi daur hidup nyamuk
19
Anopheles, sehingga kegiatan antisipasi untuk mencegah penyebaran kasus
malaria yang lebih luas atau mencegah timbulnya KLB (kejadian luar biasa) yang
berlangsung lebih dari 32-44 hari dapat terlaksana (Hakim, 2007).
2.2.4 Ekologi Anopheles sp.
Anopheles ditemukan di seluruh dunia sekitar 2.000 spesies dan diketahui 60
spesies di antaranya adalah penular malaria. Terdapat sekitar 80 spesies di
Indonesia dengan 24 spesies di antaranya terbukti menularkan malaria. Sifat setiap
spesies berbeda-beda tergantung dari faktor seperti iklim, geografis, dan tempat
perindukannya. Anopheles sp. hidup sesuai dengan kondisi lingkungan setempat.
Terdapat misalnya nyamuk yang hidup di air payau (Anopheles sundaicus dan
Anopheles subpictus), di sawah (Anopheles aconitus) dan air bersih pegunungan
(Anopheles maculatus) (Prabowo dalam Pratama, 2015). Keadaan lingkungan
seperti suhu, kelembapan, curah hujan, salinitas, derajat keasaman, oksigen
terlarut, tumbuhan air dan hewan air lainnya sangat menetukan kehidupan nyamuk
(Suwito dalam Pratama, 2015).
Keberadaan tumbuhan dan hewan air mempengaruhi kepadatan larva.
Tumbuhan air seperti bakau, lumut, ganggang dan tumbuhan lain dapat
melindungi larva nyamuk dari sinar matahari (Febriani dalam Pratama, 2015).
Selain tempat berlindung, tumbuhan air juga lebih disukai karena dapat berlindung
dari predator dan kemungkinan hanyut terbawa oleh aliran air (Pratama, 2015).
Spesies Anopheles sangat beragam berdasarkan ekosistem dan daerah
sebarannya. Faktor-faktor lingkungan yang menentukan penyebaran spesies
20
Anopheles di antaranya adalah lingkungan fisik yang terdiri atas ketinggian
tempat, pemanfaatan lahan, kondisi cuaca dan habitat perkembangbiakan. Setiap
jenis spesies Anopheles memiliki karakteristik habitat perkembangbiakan yang
berbeda-beda pada setiap zona geografi. Perbedaan tersebut berhubungan dengan
kemampuan adaptasi spesies nyamuk terhadap kondisi fisika-kimia perairan dan
terutama ketersediaan makanan dan persyaratan hidup bagi stadium pradewasanya.
Selain itu faktor cuaca, khususnya hujan akan berpengaruh terhadap ketersediaan
habitat perkembangbiakannya (Noshirma, et al., dalam Mahdalena, et al., 2016).
2.2.5 Perilaku Anopheles sp.
Pada dasarnya semua nyamuk Anopheles baik yang menjadi vektor atau
bukan vektor lebih menyukai darah hewan, karena nyamuk Anopheles bersifat
zoofilik (Lefaan., et al. dalam Mahdalena et al., 2016). Darah ternak besar seperti
kerbau dan sapi lebih disukai oleh nyamuk Anopheles. Barodji dalam Mahdalena,
et al (2016) menyatakan bahwa di daerah-daerah yang tidak ada sapi atau kerbau,
maka sebagian besar nyamuk vektor tertangkap mengisap darah orang maupun
hinggap di dalam rumah, hanya sebagian kecil yang tertangkap di kandang
kambing dan sekitarnya (Mulyono, et al., dalam Mahdalena, et al., 2016).
Keberadaan kandang ternak yang berdekatan dengan rumah dapat menurunkan
kontak manusia dengan nyamuk, ada jenis nyamuk tertentu yang lebih menyukai
darah hewan dibandingkan dengan darah manusia (zoofilik) (Willa & Adnyana.,
dalam Mahdalena, et al., 2016).
21
Rata-rata lama hidup nyamuk yang mengandung parasit malaria adalah
21 hari. Pada suhu 220C parasit malaria dalam tubuh nyamuk membutuhkan waktu
19 hari untuk menjadi dewasa sedangkan pada suhu 300C hanya membutuhkan
waktu delapan hari (Susanto dalam Indriyati et al., 2016). Kelembaban juga
berpengaruh terhadap tingkat aktivitas nyamuk. Pada kisaran kelembaban tertentu,
aktivitas nyamuk ada yang kurang aktif dan ada yang lebih aktif. Nyamuk
Anopheles sp. paling banyak menggigit di luar rumah pada kelembaban 84%-88%
dan di dalam rumah 70%-80% (Mading dan Kazwani dalam Indriyati, et al.,
2016).
Sistem pernapasan pada nyamuk menggunakan trakea dengan lubang-
lubang yang disebut spirakel. Spirakel terbuka tanpa adanya mekanisme pengatur,
ketika kelembaban rendah akan terjadi penguapan air dari dalam tubuh nyamuk
sehingga mengakibatkan keringnya cairan tubuh nyamuk. Salah satu musuh
nyamuk adalah penguapan (Mofu dalam Mahdalena, et al., 2016). Nyamuk akan
lebih aktif pada kelembaban yang lebih tinggi (World Health Organization, 1975;
dalam Mahdalena, et al., 2016).
2.3 Tinjauan Umum Larvasida
Dewasa ini upaya pemberantasan penyakit malaria dilakukan melalui
pemberantasan vektor penyebab malaria (nyamuk Anopheles) dan dilanjutkan
dengan melakukan pengobatan kepada mereka yang diduga menderita malaria atau
pengobatan juga sangat perlu diberikan pada penderita malaria yang terbukti
positif secara laboratorium. Dalam hal pemberantasan malaria selain dengan
22
pengobatan langsung juga sering dilakukan dengan jalan penyemprotan rumah dan
lingkungan sekeliling rumah dengan racun serangga, untuk membunuh nyamuk
dewasa upaya lain juga dilakukan untuk memberantas larva nyamuk (Hiswani,
2004).
Larvasida dari zat kimia digunakan sebagai pemberantas larva nyamuk
Anopheles secara kimiawi. Zat-zat yang termasuk dalam kelompok ini adalah
solar/minyak tanah, altosid, temephos, paris green, fention, dll. Selain zat-zat
kimia tersebut di atas dapat juga menggunakan herbisida yaitu zat kimia yang
dapat mematikan tumbuh–tumbuhan air yang digunakan sebagai tempat
berlindung bagi larva nyamuk (Hiswani, 2004).
Insektisida yang digunakan dalam pemanfaatannya digunakan sebagai
pengendali vektor memiliki bahan aktif yang berbeda-beda, namun kebanyakan
insektisida di Indonesia memiliki bahan aktif dari golongan Piretroid (Astarini
dalam Ekawati, et al., 2017). Insektisida piretroid yang dipakai di Indonesia
diantaranya transflutrin, d-Alletrin, permetrin dan sipermetrin. Selain piretroid,
masyarakat Indonesia juga banyak memakai bahan aktif lain sebagai usaha untuk
pengendalian serangga di Indonesia seperti DEET, Propoxur, Temephos,
Organophosphat dan minyak atsiri (Kusumastuti dalam Ekawati, et al., 2017).
Sebagian masyarakat di Indonesia menganggap bahwa pemakaian insektisida atau
repelen cukup untuk serangga dan cukup sebagai usaha pengendalian vektor
(Ahmadi, et al. dalam Ekawati et al., 2017).
23
Penggunaan abate (temephos) di Indonesia sudah sejak tahun 1976. Empat
tahun kemudian yakni tahun 1980, abate (temephos) ditetapkan sebagai bagian
dari program pemberantasan massal Aedes aegypti di Indonesia. Bisa dikatakan
abate (temephos) sudah digunakan lebih dari 30 tahun (Felix dalam Nugroho,
2011). Selain itu salah satu hal penting yang harus dicermati adalah munculnya
resistensi dari berbagai macam spesies nyamuk yang menjadi vektor penyakit
(Nugroho, 2011). Pemakaian insektisida yang berulang dapat menambah resiko
terkontaminasinya air oleh residu pestisida, terutama air minum. Penggunaan
temephos secara oral sangat tidak dianjurkan, sehingga keberadaannya dalam air
minum sangat tidak diharapkan. Biaya yang tinggi juga menjadi hal penting yang
harus diperhatikan dalam penggunaan pestisida kimiawi selain munculnya
resistensi vektor. Telah terdapat laporan bahwa resistensi larva nyamuk Aedes
aegypti yang ditemukan di beberapa negara, di antaranya Brazil, Bolivia,
Argentina, Kuba, French, Karibia dan Thailand. Selain itu juga terdapatnya
laporan tentang kejadian resistensi larva nyamuk Aedes aegypti terhadap temephos
di Surabaya (Aradilla, 2009; dalam Ekawati, et al., 2017).
Terdapat empat metode pengendalian vektor, salah satunya adalah metode
kontrol biologis dengan menggunakan bahan-bahan alami (World Health
Organization, 2012; dalam Astriani & Widawati, 2016). Penggunaan tanaman
untuk mengendalikan hama serangga telah banyak digunakan oleh masyarakat
tradisional zaman dahulu (Dharmagadda et al., dalam Astriani & Widawati, 2016).
24
Penggunaan larvasida alami memililiki beberapa keuntungan, antara lain
degradasi atau penguraian yang cepat oleh sinar matahari, udara, kelembaban, dan
komponen alam lainnya, sehingga mengurangi risiko pencemaran tanah dan air.
Selain itu, larvasida umumnya alami memiliki sifat toksis yang lebih rendah
terhadap mamalia karena sifat inilah yang menyebabkan larvasida alami
memungkinkan dalam penerapannya bagi kehidupan manusia (Amalia, 2004;
Novizan, 2002; dalam Pratiwi, 2012).
Senyawa toksik tanaman dapat dikelompokkan berdasarkan senyawa
pembentuknya seperti toksin yang terdiri dari senyawa alkaloid, glikosida,
senyawa sulfur, senyawa fenol, dan senyawa kimia lainnya. Senyawa alkaloid
banyak terkandung di dakam akar, biji, kayu, dan bagian daun dari tanaman.
Fungsi alkaloid bagi tanaman adalah sebagai pelindung dari serangan hama dan
pengatur kerja hormon. Senyawa saponin merupakan salah satu bahan toksik asal
tanaman yang merupakan hasil metabolit sekunder dari tanaman, memiliki tekanan
permukaan yang dapat menurunkan aktivitas, menginduksi pembentukan busa, dan
dapat menghemolisis sel darah merah. Toksisitas dari senyawa saponin diduga
karena senyawa ini memiliki sifat dapat menurunkan tegangan permukaan (surface
tension) (Alsuhendra dan Ridawati, 2013). Tanin adalah senyawa polifenol yang
dapat membentuk senyawa kompleks dengan protein. Tanin tidak dapat dicerna
lambung dan mempunyai daya ikat dengan protein, karbohidrat, vitamin, dan
mineral (Ridwan, Satrij, Darusman, & Handharyani, 2010). Sedangkan flavonoid
25
berperan sebagai racun pernapasan sehingga menyebabkan kematian larva
(Ahdiyah dan Purwani, 2015).
Keuntungan dalam menggunakan larvasida nabati adalah karena larvasida
nabati hanya sedikit meninggalkan residu pada komponen lingkungan dan bahan
makanan, sehingga lebih aman daripada larvasida sintetis. Selain itu zat pestisidik
dalam larvasida nabati lebih cepat terurai di alam, sehingga tidak menimbulkan
resistensi pada sasaran. Bahan pembuat larvasida nabati juga mudah didapat dan
disediakan di rumah sehingga memudahkan penggunaannya (Pratiwi dalam Nisa,
dkk., 2015).
Pengendalian vektor tergantung pada penggunaan insektisida serangga
yang diaplikasikan terhadap larva nyamuk. Larvasida seperti temephos
organofosfat telah banyak digunakan dalam program kesehatan masyarakat (Tikar,
et al., dalam Astriani & Widawati, 2016). Bahan insektisida seperti temephos
organofosfat telah diberlakukan sebagai program kesehatan masyarakat dan
memang memiliki efektifitas yang tinggi untuk menurunkan jumlah vektor
nyamuk di masyarakat, namun karena penggunaannya yang berulang-ulang dapat
memberikan dampak resisten untuk vektor itu sendiri (World Health Organization,
1992; dalam Astriani & Widawati, 2016). Dalam rangka meningkatkan pilihan
yang dapat digunakan dalam kesehatan masyarakat sangat dibutuhkan larvasida
yang dapat menghindari masalah tersebut (Astriani & Widawati, 2016).
26
2.4 Tinjauan Umum Sumber Belajar
2.4.1 Pengertian Sumber Belajar
Menurut Association for Educational Communications and Technology
dalam Setiyani (2010) sumber pembelajaran adalah segala sesuatu atau daya yang
dapat dimanfaatkan oleh guru, baik secara terpisah maupun dalam bentuk
gabungan, untuk kepentingan belajar mengajar dengan tujuan meningkatkan
efektivitas dan efisiensi tujuan pembelajaran.
Sumber belajar merupakan hal yang sangat penting bagi seorang guru.
Sumber belajar mencakup apa saja yang dapat digunakan untuk membantu seorang
guru dalam belajar, mengajar dan menampilkan kompetensinya. Sebagian besar
guru cenderung memanfaatkan buku teks sebagai satu-satunya sumber belajar.
Masih banyak para guru-guru di Indonesia yang menjadikan buku teks sebagai
satu-satunya patokan dalam mengajar. Padahal banyak sumber belajar selain buku
yang justru sangat efektif dalam meningkatkan pemahaman siswa seperti
lingkungan sekitar, perpustakaan, benda dan lain sebagainya (Nur, 2012).
Pemilihan sumber belajar yang berkualitas akan sangat bermakna dan
bermanfaat dalam mencapai tujuan pembelajaran yang dapat memberikan
pemahaman mendalam bagi peserta didik mengenai konsep-konsep Sains. Hal ini
dikarenakan dengan pemilihan sumber belajar yang berkualitas dapat menjadikan
peserta didik langsung memahami tujuan dari suatu pembelajaran. Begitu pun
sebaliknya, jika sumber belajar yang dimanfaatkan tidak berkualitas maka akan
27
dapat mengurangi atau menghambat pemahaman peserta didik terhadap suatu
pembelajaran (Nur, 2012).
2.4.2 Jenis-jenis Sumber Belajar
Menurut Association for Educational Communications and Technology
dalam Setiyani, 2010) sumber pembelajaran dapat dikelompokan menjadi dua
bagian, yaitu:
1. Sumber pembelajaran yang sengaja direncanakan (learning resources by
design), yakni semua sumber yang secara khusus telah dikembangkan
sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar
yang terarah dan bersifat formal; dan
2. Sumber pembelajaran yang karena dimanfaatkan (learning resources by
utilization), yakni sumber belajar yang tidak secara khusus didesain untuk
keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan, diaplikasikan, dan
dimanfaatkan untuk keperluan belajar.
Adapun klasifikasi sumber belajar menurut Seels dan Richey dalam
Abdullah (2012) sebagai berikut.
1. Pesan yaitu informasi yang disampaikan oleh komponen yang lain, biasanya
berupa fakta, makna, dan ide. Pesan yang berkaittan dengan konteks
pembelajaran yaitu terkait dengan konten bidang studi yang akan
direkonstruksi dan dikelola kembali oleh peserta didik.
2. Orang tertentu yaitu mereka yang terlibat dalam menyimpan dan atau
menyalurkan pesan.
28
3. Bahan adalah yang merupakan kelompok alat yang juga disebut dengan
perangkat lunak. Bahan berfungsi sebagai penyimpan pesan sebelum
disalurkan dengan menggunakan alat yang telah dirancang. Bahan yaitu
segala sesuatu yang berupa teks tertulis, web, rekaman elektronik, cetak, ,
dan Iain-Iain yang dapat digunakan untuk belajar.
4. Alat merupakan benda-benda yang berbentuk fisik yang sering disebut
dengan perangkat keras, yang berfungsi untuk menyajikan bahan
pembelajaran. Alat yang dimaksud tersebut seperti komputer, OHP, kamera,
radio, televisi, film bingkai, tape recorder, dan VCD/DVD.
5. Teknik merupakan pedoman langkah-langkah dalam penyampaian pesan.
Dengan kata lain, teknik adalah cara atau prosedur yang digunakan orang
dalam kegiatan pembelajaran untuk tercapai tujuan pembelajaran.
6. Latar merupakan lingkungan di mana pesan akan ditransmisikan.
2.4.3 Fungsi Sumber Belajar
Sumber belajar mempunyai fungsi mempermudah jalan menuju
tercapainya tujuan pengajaran. Hal ini dilandasi dengan keyakinan bahwa proses
belajar mengajar dengan bantuan sumber belajar mempertinggi kegiatan belajar
anak didik yang akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik dari
pada tanpa bantuan sumber belajar (Djamarah, S.B dan Zain, A; dalam Jailani &
Hamid, 2016).
Sumber belajar berfungsi sebagai saluran komunikasi dan mampu
berinteraksi dengan siswa dalam suatu kegiatan pendidikan dan pembelajaran.
29
Oleh karena itu guru harus dapat mengembangkan dan merancang sumber belajar
secara sistematis yang disesuaikan dengan kebutuhan kegiatan pembelajaran yang
akan dilaksanakan dan juga berdasarkan pada karakteristik para siswa yang akan
mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut (Nur, 2012).
Morrison dan Kemp mengatakan bahwa sumber belajar yang ada harus
dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam suatu pembelajaran. Fungsi dari sumber
belajar adalah sebagai berikut.
1. Meningkatkan produktivitas pembelajaran, melalui: membantu pengajar
untuk menggunakan waktu secara lebih baik dan pengurangan beban
pengajar dalam menyajikan informasi, hal ini akan menjadikan lebih
banyaknya waktu untuk membina dan mengembangkan minat belajar
peserta didik.
2. Memungkinkan pembelajaran yang bersifat lebih individual, melalui:
pengurangan kontrol pengajar yang tradisional dan kaku serta pemberian
kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan
kemampuannya.
3. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pengajaran, melalui:
perencanaan program pembelajaran yang sistematis dan pengembangan
bahan pembelajaran berbasis penelitian.
4. Memantapkan pembelajaran, melalui: peningkatan kemampuan dalam
penggunaan berbagai media komunikasi serta penyajian data dan informasi
secara lebih konkrit.
30
5. Memungkinkan belajar secara seketika, melalui: pengurangan batas antara
pelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang bersifat
lebih konkrit dan memberikan pengetahuan yang bersifat langsung.
6. Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, terutama dengan
adanya media massa, melalui: pemanfaatan secara bersama dengan lebih
luas tentang kejadian-kejadian yang langka, serta menyajikan informasi
yang dapat menembus batas geografis (Morrison, G.R; dalam Abdullah,
2012).
Sardiman, A.M dalam Jailani & Hamid (2016) menyatakan bahwa
kegunaan sumber belajar dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut.
1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam
bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka).
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera.
3. Dengan mengunakan sumber belajar pendidikan dengan cara tepat dan
bervariasi dan dapat diatasi sikap pasif anak didik.
4. Dengan sifat yang unik pada siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan
pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan pendidikan
ditentukan sama untuk siswa maka guru akan banyak mengalami kesulitan
bilamana semuanya itu diatasi sendiri.
2.4.4 Prinsip Penggunaan Sumber Belajar oleh Guru
Menurut Ditjend. Dikti dalam Jailani & Hamid (2016) guru harus mampu:
1. menggunakan sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari,
31
2. mengenalkan dan menyajikan sumber belajar,
3. menerangkan peranan berbagai sumber belajar dalam pembelajaran,
4. menyusun tugas-tugas penggunaan sumber belajar dalam bentuk tingkah
laku,
5. mencari sendiri bahan dari berbagai sumber,
6. memilih bahan sesuai dengan prinsip dan teori belajar,
7. menilai keefektifan penggunaan sumber belajar sebagai bagian dari bahan
pembelajaran,
8. merencanakan kegiatan penggunaan sumber belajar secara efektif.
Guru dalam menggunakan sumber belajar hendaknya memperhatikan
sejumlah prinsip tertentu agar penggunaan sumber belajar tersebut dapat mencapai
hasil yang baik. Prinsip-prinsip itu menurut Sudjana, seperti dikutip Djamarah
(2016) adalah:
1. Menentukan sumber belajar dengan tepat; artinya, guru lebih dulu memilih
sumber belajar mana yang sesuai dengan tujuan dan bahan pelajaran yang
akan diajarkan.
2. Menetapkan atau memperhitungkan subjek dengan tepat; artinya, perlu
memperhitungkan penggunaan sumber belajar tersebut sesuai dengan
kemampuan anak didik.
3. Menyajikan sumber belajar dengan tepat; artinya, teknik dan metode
penggunaan sumber belajar dalam pengajaran harus disesuaikan dengan
tujuan, waktu, bahan metode, dan sarana yang ada.
32
4. Menempatkan atau memperlihatkan sumber belajar pada waktu, tempat dan
situasi yang tepat; artinya, kapan dan dalam situasi mana pada waktu
mengajar sumber belajar digunakan. Tentu tidak setiap saat atau selama
proses belajar mengajar terus menerus memperlihatkan atau menjelaskan
sesuatu dengan sumber belajar pengajaran (Jailani & Hamid, 2016).
2.4.5 Kriteria Pemilihan Sumber Belajar
Dick dan Carey dalam Jailani & Hamid, 2016) menyatakan bahwa
kriteria dalam memilih sumber belajar adalah sebagai berikut.
1. Sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Tersedianya sumber setempat, artinya bila sumber belajar yang
bersangkutan tidak terdapat pada sumber-sumber yang ada maka sebaiknya
dibeli atau dirancang atau dibuat sendiri.
3. Tersedianya dana, tenaga, dan fasilitas yang cukup untuk mengadakan
sumber belajar tersebut.
4. Faktor yang menyangkut keluwesan, kepraktisan, dan ketahanan sumber
belajar yang bersangkutan untuk jangka waktu yang relatif lama.
5. Efektivitas biaya dalam jangka waktu yang relatif lama.
2.4.6 Cara Pemilihan Sumber Belajar
Pendayagunaan sumber belajar dapat disesuaikan dengan kebutuhan,
Macbeath dan Mortimore dalam Abdullah (2012) menyatakan bahwa pada waktu
melakukan pemilihan sumber belajar perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut.
33
1. Kesesuaian sumber belajar dengan tujuan; pemilihan sumber belajar
hendaknya berdasarkan tujuan yang akan dicapai. Beberapa kemungkinan
tujuan penggunaan sumber belajar, antara lain untuk menimbulkan
motivasi, memberikan informasi, mempermudah pemecahan masalah, dan
untuk menguasai keterampilan tertentu.
2. Ekonomis; pemilihan sumber hendaknya mempertimbangkan nilai
ekonomisnya.
3. Praktis dan sederhana. Sumber belajar yang praktis artinya mudah dalam
penggunaannya dan sederhana artinya tidak memerlukan berbagai
perlengkapan yang canggih atau kompleks dalam penggunaannya.
4. Mudah diperoleh. Sumber belajar yang baik adalah yang mudah diperoleh
baik dari segi dekatnya jarak antara tempat sumber belajar dengan pemakai
maupun juga jumlah sumber belajar yang ada cukup banyak.
2.4.7 Hasil Penelitian sebagai Sumber Belajar
Penelitian dapat dijadikan sebagai sumber belajar harus melalui kajian
proses dan identifikasi hasil penelitian. Agar dapat digunakan sebagai sumber
belajar, maka penelitian tersebut dapat ditinjau dari kajian proses dan hasil
penelitian. Proses kajian penelitian berkaitan dengan pengembangan keterampilan
sedangkan hasil penelitiannya berupa fakta dan konsep (Munajah & Susilo, 2015).
Menurut Suhardi dalam Munajah & Susilo (2015), sumber belajar
biologi adalah segala sesuatu baik benda maupun gejalanya yang dapat
dipergunakan untuk memperoleh pengalaman dalam rangka pemecahan
34
permasalahan biologi tertentu. Perlu dilakukan analisis terhadap sebuah hasil
penelitian yang akan dijadikan sebagai sumber belajar, di antaranya adalah sebagai
berikut.
1. Kejelasan potensi
Potensi suatu objek sendiri ditentukan oleh ketersediaan objek dan
permasalahan yang dapat diungkap untuk menghasilkan fakta-fakta dan
konsep-konsep dari hasil penelitian yang harus dicapai dalam kurikulum.
Kejelasan potensi ditunjukkan oleh ketersediaan objek dan ragam
permasalahan yang dapat diungkapkan dalam penelitian ini.
2. Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran
Kesesuaian yang dimaksud adalah hasil penelitian dengan kompetensi
dasar (KD) pembelajaran.
3. Kejelasan sasaran
Sasaran kejelasan dari penelitian ini adalah objek dan subjek penelitian.
4. Kejelasan informasi yang diungkap
Kejelasan informasi dalam penelitian ini dapat dilihat dari 2 aspek yaitu
dari segi proses dan produk penelitian yang disesuaikan dengan kurikulum.
5. Kejelasan pedoman eksplorasi
Kejelasan pedoman eksplorasi memerlukan prosedur kerja dalam
pelaksanaan penelitian yang meliputi penentuan sampel penelitian, alat dan
bahan, cara kerja, pengolahan data dan penarikan kesimpulan.
6. Kejelasan perolehan yang didapatkan
35
Kejelasan perolehan yang diharapkan yaitu berupa proses dan produk
penelitian yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar berdasarkan
aspek-aspek dalam tujuan belajar biologi yang meliputi perolehan kognitif,
afektif dan psikomotorik.
36
2.5 Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan secara
skematis seperti berikut ini.
Insektisida sintetis
Kesehatan manusia
tergangguResistensi vektor
Keseimbangan ekosistem
berubah
Larvasida alami
Daun legetan
(Synedrella nodiflora)
Ekstraksi
Uji larvasida
Larva nyamuk mati
Tidak terjadi resistensi Ekosistem stabil
Sumber belajar Biologi
Flavonoid, tanin, saponin
Gambar 2.3 Kerangka konsep