bab ii kajian pustaka 2.1 legetan (synedrella nodiflora)eprints.umm.ac.id/53788/3/bab ii.pdf ·...

29
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Legetan (Synedrella nodiflora) 2.1.1 Taksonomi Legetan (Synedrella nodiflora) Famili Asteraceae atau Compositae (dikenal sebagai keluarga aster, daisy, atau bunga matahari) adalah keluarga tumbuhan berbunga terbesar dalam istilah anggota spesies. Nama ‘Asteraceae’ berasal dari tipe genus Aster, sedangkan ‘Compositae’, adalah nama lama namun masih tetap dipergunakan. Compositae berarti berhubungan dengan karakteristik bunga jamak, tipe tertentu dari pseudanthium ditemukan hanya pada beberapa keluarga angiospermae. Penelitian yang mempelajari tentang famili ini disebut dengan synantherologi. Compositae adalah famili tumbuhan berbunga yang terbesar yang terdiri dari sekitar 950 genus dengan kurang lebih 20.000 spesies. Famili ini dibagi menjadi 13 ordo, yaitu Heliantheae, Astereae, Anthemideae, Arctotidae, Inuleae, Senecioneae, Calenduleae, Eupatorieae, Vernonieae, Cynareae, Mutisieae, Liabeae dan Lactuceae (Cichorieae) (Rahman, 2008). Tumbuhan Synedrella nodiflora masuk dalam famili Asteraceae dengan genus Synedrella, termasuk tumbuhan herba dengan tinggi kira-kira 50-90 cm, batang berdaun dengan biji besar, tumbuh di taman dan lingkungan sekitar (di pinggir jalan, di dekat rumah) dan tumbuh baik di tanah lembap dan subur (Stone l970; Swarbrick, 1997; Wagner et al., 1999; dalam Raphael, et al., 2016).

Upload: others

Post on 02-Jan-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Legetan (Synedrella nodiflora)

2.1.1 Taksonomi Legetan (Synedrella nodiflora)

Famili Asteraceae atau Compositae (dikenal sebagai keluarga aster, daisy,

atau bunga matahari) adalah keluarga tumbuhan berbunga terbesar dalam istilah

anggota spesies. Nama ‘Asteraceae’ berasal dari tipe genus Aster, sedangkan

‘Compositae’, adalah nama lama namun masih tetap dipergunakan. Compositae

berarti berhubungan dengan karakteristik bunga jamak, tipe tertentu dari

pseudanthium ditemukan hanya pada beberapa keluarga angiospermae. Penelitian

yang mempelajari tentang famili ini disebut dengan synantherologi. Compositae

adalah famili tumbuhan berbunga yang terbesar yang terdiri dari sekitar 950 genus

dengan kurang lebih 20.000 spesies. Famili ini dibagi menjadi 13 ordo, yaitu

Heliantheae, Astereae, Anthemideae, Arctotidae, Inuleae, Senecioneae,

Calenduleae, Eupatorieae, Vernonieae, Cynareae, Mutisieae, Liabeae dan

Lactuceae (Cichorieae) (Rahman, 2008). Tumbuhan Synedrella nodiflora masuk

dalam famili Asteraceae dengan genus Synedrella, termasuk tumbuhan herba

dengan tinggi kira-kira 50-90 cm, batang berdaun dengan biji besar, tumbuh di

taman dan lingkungan sekitar (di pinggir jalan, di dekat rumah) dan tumbuh baik

di tanah lembap dan subur (Stone l970; Swarbrick, 1997; Wagner et al., 1999;

dalam Raphael, et al., 2016).

9

Synedrella nodiflora adalah tanaman yang berasal dari Amerika, namun

saat ini menyebar secara tropis dan terdapat di seluruh wilayah Asia Tenggara, di

dataran India, di Andamans dan Afrika Barat. Tumbuhan ini juga dapat ditemukan

di Bangladesh, Jepang, Spanyol, Cina, dan Inggris. Berikut adalah taksonomi

tumbuhan legetan (Synedrella nodiflora) (Adjibode; Tougan; Youssao; Mensah;

Hanzen; Koutinhouin, 2015).

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Asterales

Famili : Asteraceae

Genus : Synedrella

Spesies : Synedrella nodiflora (L.) Gaertn.

Gambar 2.1 Tumbuhan legetan (Synedrella nodiflora) (Sumber: CABI, 2009)

10

2.1.2 Morfologi Legetan (Synedrella nodiflora)

Synedrella nodiflora adalah tumbuhan berumur pendek berbatang tegak

dengan panjang kira-kira 30-80 cm dan berbunga dalam setahun. Tumbuhan

dengan sistem akar dangkal biasanya memiliki banyak percabangan. Percabangan

tegak atau mendatar, terkadang batangnya berkayu, bercabang dikotom mulai

dasar tumbuhan, tumbuhan ini cenderung memiliki internodus yang panjang dan

nodus menggembung; membulat atau sedikit miring di bagiannya, lembut,

seringkali berbulu halus, dan biasanya tingginya sekitar 50 cm. Bagian batang

yang lebih rendah, memiliki akar pada nodus terutama dalam kondisi basah. Daun-

daunnya tersusun dalam pasangan saling bersilangan dengan panjang 4-9 cm,

berbentuk lonjong hingga bulat telur dengan tiga urat daun yang menonjol dan

tepi daun yang rata, berambut halus dengan tangkai daun pendek, serta

digabungkan oleh sebuah bubungan pada batang. Bunga pada tumbuhan legetan

berbentuk kecil dengan tandan yang penuh membentuk 2-8 bunga majemuk pada

nodus dan ujungnya melewati tiga tingkatan tumbuhan; setiap bunga majemuk

terdiri dari beberapa tangkai tegak yang panjangnya 3-5 mm (Adjibode, et al.,

2015).

Bijinya berwarna coklat kehitaman hingga hitam (kadang-kadang lebih

pucat) dan bersifat dimorfik. Biji bunga kecilnya berbentuk rata, polos,

panjangnya 3-5 mm, dengan gigi menunjuk ke atas di sepanjang sayap marjinal

yang pucat. Biji bunga kecil menebal, memanjang, dengan panjang 3-4 mm,

dengan 2-4 bulu-bulu kaku pada ujungnya. Kedua tipe biji memproduksi individu

11

yang identik, di mana biji tersebut memproduksi kedua tipe biji yang sama pula

(Adjibode, et al., 2015).

Perkecambahan biji adalah secara epigeal. Panjang hipokotil adalah 8-19

mm, seringkali berwarna keunguan, dan halus. Kotiledon berbentuk lonjong

dengan panjang 6-8 mm, seringkali berwarna kemerahan atau keunguan dan

bertangkai pendek. Pasangan daun muda sama dengan daun yang dewasa namun

berukuran lebih kecil (Adjibode, et al., 2015).

2.1.3 Kandungan Legetan (Synedrella nodiflora)

Synedrella nodiflora Gaertn. digunakan sebagai tapal untuk sakit rematik,

sedangkan sarinya digunakan untuk mengobati sakit telinga. Penelitian yang

dilakukan oleh (Rathi & Gopalakrishnan, 2005) membuktikan, efek dari ekstrak

petroleum ether (400-600C), benzena, kloroform, methanol dan air dengan bagian

aerial dari Synedrella nodiflora telah diujikan dapat menyebabkan kematian 50%

(median lethal dose) pada larva Spodoptera litura instar IV (Rathi &

Gopalakrishnan, 2005). Aktivitas yang berbeda disebabkan oleh spesies vegetal ini

di seluruh dunia. Tumbuhan ini mengandung komponen bioaktif seperti flavonoid,

alkaloid, tanin dan lainnya, dan digunakan dalam mengobati berbagai macam

penyakit serta daunnya dikonsumsi sebagai sayuran dan menjadi pakan bagi ternak

tertentu (Adjibode et al., 2015).

Penggunaan S. nodiflora (L.) Gaertn berbeda-beda pada setiap negara. Di

India, daun S. nodiflora (L.) Gaertn. secara tradisional digunakan untuk mengobati

rematik. Di Malaysia, digunakan sebagai obat luar untuk mengobati peradangan,

12

sakit kepala dan sakit telinga. Di Ghana, air rebusan tanaman ini diberikan secara

oral untuk mengatasi epilepsi. Daun tanaman Synedrella nodiflora (L.) Gaertn.

digunakan untuk mengatasi cegukan dan kasus aborsi terancam. Profil fitokimia

menunjukkan adanya alkaloid, triterpen, saponin, poliosa dalam ekstrak Synedrella

nodiflora (L.) Gaertn. dengan bahan pelarut yang bervariasi. Saat ini secara

toksikologi, sifat insektisida, larvasida, antibakteri, antioksidan, antidiare,

hipoglikemi dan anti-peradangan dari tanaman ini telah dilaporkan (Ray, 2013).

Keseluruhan tumbuhan adalah diuretik dan laksatif. Aktivitas anti-peradangan

insektisida dan analgesik telah dilaporkan (Chowdury, et al., 2013).

2.2 Nyamuk Anopheles sp.

2.2.1 Taksonomi Anopheles sp.

Anopheles diperkenalkan sebagai genus nyamuk pada tahun 1818 oleh

Johann Wilhelm Meigen, seorang ahli entomologi terkenal asal Jerman dengan

penelitian revolusionernya tentang Diptera. Sedikit yang telah diselesaikan pada

taksonomi Anopheles ini sampai pada penemuannya selama dua dekade terakhir

pada abad ke 19 tentang nyamuk yang menyebarkan mikrofilaria dan malaria yang

disebabkan protozoa, di mana beliau memulai sebuah perjalanan untuk

mengumpulkan, memberi nama dan mengklasifikasikan serangga ini (Harbach,

2013). Taksonomi dari Anopheles sp. adalah sebagai berikut (Sutanto, et al.,

2008).

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

13

Kelas : Insecta

Ordo : Diptera

Famili : Culicidae

Genus : Anopheles

Spesies : Anopheles sp.

Pengklasifikasian subgenus Anopheles saat ini didasarkan terutama pada

jumlah dan posisi setae (ruas) khusus pada gonokosit genital jantan. Saat ini, genus

Anopheles termasuk 465 yang telah diberi nama secara formal yang tidak

seimbang dibagi menjadi antara tujuh subgenus: Anopheles (tersebar di seluruh

dunia, 182 spesies), Baimaia (Asia, satu spesies), Cellia (Eropa, 220 spesies),

Kerteszia (Neotropika, 12 spesies) Lophodomya (Neotropikal, 6 spesies),

Nyssorhynchus (Neotropikal, 39 spesies) dan Stethomyia (Neotropikal, 5 spesies)

(Harbach, 2013).

Empat subgenus Anopheles, yaitu Anopheles, Cellia, Kerteszia dan

Nyssarhynchu, termasuk spesies yang menularkan parasit malaria ke manusia.

Kebanyakan vektor spesies Anopheles yang telah ditemukan spesies yang

berkerabat dekat dan kompleks. Tujuan klasifikasi adalah untuk mengelompokkan

dan mengkategorikan entitas (kesatuan) biologis yang berbagi beberapa pemersatu

karakteristik. Pengklasifikasian diperkenalkan oleh Ernst Mayr & W.J dalam

bukunya sebagai “The arrangement of similar entities (objects) in a hierarchical

series of nested classes, in which each more inclusive higher-level class is

subdivided comprehensively into less inclusive classes at the next lower level.”

14

atau "Penataan entitas serupa (objek) dalam rangkaian kelas bersarang hirarkis, di

mana masing-masing kelas tingkat atas yang lebih inklusif terbagi secara

komprehensif menjadi kelas yang kurang inklusif pada tingkat terendah berikutnya

(Harbach, 2013).

Namun, dalam praktiknya mereka pada dasarnya adalah pengelompokan

subyektif taksiran bawahan yang dianggap mewakili monofiletik kelompok spesies

yang ditugaskan ke peringkat taksonomi berdasarkan morfologi bersama dan

karakteristik biologis yang bukan ukuran kesetaraan filogenetik. Untuk alasan ini,

kategori taksonomi genus Anopheles, termasuk pangkat formal subgenus, tidak

boleh dianggap mewakili barisan filogenetik yang setara (Harbach, 2013).

2.2.2 Morfologi Anopheles sp.

Telur anophelini yang diletakkan satu per satu di atas permukaan air

berbentuk seperti perahu yang bagian bawahnya konveks, bagian atasnya konkaf

dan mempunyai sepasang pelampung yang terletak pada sebuah lateral. Larva

anophelini tampak mengapung sejajar dengan permukaan air, mempunyai bagian-

bagian badan yang bentuknya khas yaitu spirakel pada bagian posterior abdomen,

tergal plate pada bagian tengah sebelah dorsal abdomen dan sepasang bulu palma

pada bagian lateral abdomen. Pupa mempunyai tabung pernapasan yang bentuknya

lebar dan pendek yang digunakan untuk respirasi. Pada nyamuk dewasa palpus

nyamuk jantan dan betina mempunyai panjang hampir sama dengan panjang

probosisnya. Perbedaannya adalah pada nyamuk jantan ruas palpus bagian apikal

berbentuk gada, sedangkan pada nyamuk betina ruas tersebut mengecil. Sayap

15

pada bagian pinggir ditumbuhi sisik-sisik sayap yang berkelompok membentuk

gambaran belang-belang hitam dan putih. Selain itu, bagian ujung sisik sayap

membentuk lengkung (Sutanto et al., 2008).

Nyamuk berukuran antara 4-13 mm dengan tubuh yang rapuh. Kepala

nyamuk memiliki probosis halus dan panjang yang melebihi panjang tubuhnya.

Nyamuk betina menggunakan probosis dipakai untuk mengisap darah, sedangkan

nyamuk jantan untuk mengisap bahan-bahan cair seperti cairan tumbuh-tumbuhan,

buah-buahan dan juga keringat. Terdapat palpus di kiri dan kanan probosis yang

terdiri atas 5 ruas dan sepasang antena yang terdiri atas 15 ruas. Pada nyamuk

jantan antena berambut lebat (plumose) sedangkan pada nyamuk betina berambut

jarang (pilose). Toraks yang tampak (mesonotum) sebagian besar diliputi bulu

halus. Bulu-bulu tersebut berwarna putih/kuning yang bersifat khas untuk setiap

spesies. Terdapat skutelum pada bagian posterior dari mesonotum yang pada

anophelini bentuknya melengkung (rounded). Nyamuk memiliki sayap yang

panjang dan langsing dan memiliki vena yang permukaannya ditumbuhi sisik-sisik

sayap (wing scales) dan letaknya mengikuti vena. Terdapat pula sederetan rambut

di pinggir sayap yang disebut silinder dan terdiri atas 10 ruas. Dua ruas terakhir

berubah menjadi alat kelamin. Nyamuk mempunyai 3 pasang kaki (heksapoda)

yang melekat pada toraks dan tiap kaki terdiri atas femur, 1 ruas tibia dan 5 ruas

tarsus ruas (Sutanto, et al., 2008).

16

Gambar 2.2 Anopheles sp. dewasa

(Sumber: CDC, 2015)

Gambar 2.3 Morfologi larva Anopheles sp.

(Sumber: Gunathilaka, et al., 2014)

17

2.2.3 Cara Perkembangbiakan Anopheles sp.

Karakteristik lingkungan yang mempengaruhi tempat perindukan nyamuk

untuk berkembang adalah lingkungan biologis. Berbagai tumbuhan air seperti

lumut dan ganggang mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk malaria.

Tumbuhan darat juga mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk malaria,

misalnya tumbuhan yang menghalangi masuknya sinar matahari ke tempat

perindukan nyamuk, sehingga pencahayaan akan rendah dan menyebabkan suhu

rendah dan kelembaban menjadi tinggi. Kondisi seperti inilah yang sangat

membantu nyamuk untuk beristirahat setelah menghisap darah hospes sambil

menunggu proses pematangan telurnya (Santjaka dalam Pratama, 2015).

Lingkungan kimia menjadi faktor lain yang berpengaruh terhadap

perkembangbiakan nyamuk di antaranya adalah derajat keasaman, salinitas dan

oksigen terlarut (Pratama, 2015).

Suhu optimum rata-rata untuk perkembangan nyamuk berkisar antara 25-

27oC. Nyamuk bisa bertahan pada suhu rendah tetapi proses metabolismenya

melambat atau bahkan terhambat ketika suhu turun di bawah ambang batas. Proses

fisiologis juga diperlambat pada temperatur tinggi lebih dari 32-35oC. Toleransi

pada suhu berbeda pada tiap spesies dan umumnya spesies tidak akan bertahan

pada peningkatan suhu lingkungan 5-6oC melebihi batas yang spesies biasanya

sesuaikan (World Health Organization (1975) dalam (Mahdalena, Hapsari, &

Ni’mah, 2016).

18

Tumbuh-tumbuhan juga sangat berpengaruh terhadap kehidupan nyamuk,

tumbuh-tumbuhan berfungsi sebagai tempat meletakan telur, tempat berlindung,

tempat mencari makanan dan berlindung bagi larva dan tempat hinggap istirahat

nyamuk dewasa selama menunggu siklus gonotropik. Selain itu adanya berbagai

jenis tumbuhan pada suatu tempat dapat digunakan sebagai indikator dalam

memperkirakan adanya jenis-jenis nyamuk tertentu (Direktorat Jenderal

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dalam Pratama, 2015).

Daur hidup nyamuk Anopheles dimulai dari telur – larva/jentik – pupa –

nyamuk dewasa yang membutuhkan waktu antara 10-14 hari. Masa kawin nyamuk

Anopheles betina sampai masa mencari darah berlangsung antara 1-2 hari (Depkes

RI, 1999; dalam Hakim, 2007). Jika nyamuk betina menggigit penderita malaria

yang parasitnya sudah dalam bentuk gamet, maka masa inkubasi ekstrinsik di

dalam tubuh nyamuk Anopheles untuk Plasmodium falciparum berlangsung antara

10-12 hari, sedangkan P. vivax berlangsung antara 8-11 hari. Setelah terjadi

sporozoit di dalam kelenjar ludah nyamuk Anopheles dan apabila menggigit

manusia lainnya, maka masa inkubasi intrinsik di dalam tubuh manusia untuk P.

falciparum berlangsung antara 12 hari, sedangkan P.vivax berlangsung antara 13-

17 hari (Depkes RI (1999) dalam Hakim, 2007). Sehingga sejak ditemukan kondisi

lingkungan yang memungkinkan daur hidup nyamuk Anopheles berlangsung

sampai timbulnya penderita malaria kedua dan seterusnya tersedia waktu antara

33-40 hari untuk P. falciparum dan antara 32-44 hari untuk P.vivax. Apabila

kondisi lingkungan memungkinkan untuk mendeteksi daur hidup nyamuk

19

Anopheles, sehingga kegiatan antisipasi untuk mencegah penyebaran kasus

malaria yang lebih luas atau mencegah timbulnya KLB (kejadian luar biasa) yang

berlangsung lebih dari 32-44 hari dapat terlaksana (Hakim, 2007).

2.2.4 Ekologi Anopheles sp.

Anopheles ditemukan di seluruh dunia sekitar 2.000 spesies dan diketahui 60

spesies di antaranya adalah penular malaria. Terdapat sekitar 80 spesies di

Indonesia dengan 24 spesies di antaranya terbukti menularkan malaria. Sifat setiap

spesies berbeda-beda tergantung dari faktor seperti iklim, geografis, dan tempat

perindukannya. Anopheles sp. hidup sesuai dengan kondisi lingkungan setempat.

Terdapat misalnya nyamuk yang hidup di air payau (Anopheles sundaicus dan

Anopheles subpictus), di sawah (Anopheles aconitus) dan air bersih pegunungan

(Anopheles maculatus) (Prabowo dalam Pratama, 2015). Keadaan lingkungan

seperti suhu, kelembapan, curah hujan, salinitas, derajat keasaman, oksigen

terlarut, tumbuhan air dan hewan air lainnya sangat menetukan kehidupan nyamuk

(Suwito dalam Pratama, 2015).

Keberadaan tumbuhan dan hewan air mempengaruhi kepadatan larva.

Tumbuhan air seperti bakau, lumut, ganggang dan tumbuhan lain dapat

melindungi larva nyamuk dari sinar matahari (Febriani dalam Pratama, 2015).

Selain tempat berlindung, tumbuhan air juga lebih disukai karena dapat berlindung

dari predator dan kemungkinan hanyut terbawa oleh aliran air (Pratama, 2015).

Spesies Anopheles sangat beragam berdasarkan ekosistem dan daerah

sebarannya. Faktor-faktor lingkungan yang menentukan penyebaran spesies

20

Anopheles di antaranya adalah lingkungan fisik yang terdiri atas ketinggian

tempat, pemanfaatan lahan, kondisi cuaca dan habitat perkembangbiakan. Setiap

jenis spesies Anopheles memiliki karakteristik habitat perkembangbiakan yang

berbeda-beda pada setiap zona geografi. Perbedaan tersebut berhubungan dengan

kemampuan adaptasi spesies nyamuk terhadap kondisi fisika-kimia perairan dan

terutama ketersediaan makanan dan persyaratan hidup bagi stadium pradewasanya.

Selain itu faktor cuaca, khususnya hujan akan berpengaruh terhadap ketersediaan

habitat perkembangbiakannya (Noshirma, et al., dalam Mahdalena, et al., 2016).

2.2.5 Perilaku Anopheles sp.

Pada dasarnya semua nyamuk Anopheles baik yang menjadi vektor atau

bukan vektor lebih menyukai darah hewan, karena nyamuk Anopheles bersifat

zoofilik (Lefaan., et al. dalam Mahdalena et al., 2016). Darah ternak besar seperti

kerbau dan sapi lebih disukai oleh nyamuk Anopheles. Barodji dalam Mahdalena,

et al (2016) menyatakan bahwa di daerah-daerah yang tidak ada sapi atau kerbau,

maka sebagian besar nyamuk vektor tertangkap mengisap darah orang maupun

hinggap di dalam rumah, hanya sebagian kecil yang tertangkap di kandang

kambing dan sekitarnya (Mulyono, et al., dalam Mahdalena, et al., 2016).

Keberadaan kandang ternak yang berdekatan dengan rumah dapat menurunkan

kontak manusia dengan nyamuk, ada jenis nyamuk tertentu yang lebih menyukai

darah hewan dibandingkan dengan darah manusia (zoofilik) (Willa & Adnyana.,

dalam Mahdalena, et al., 2016).

21

Rata-rata lama hidup nyamuk yang mengandung parasit malaria adalah

21 hari. Pada suhu 220C parasit malaria dalam tubuh nyamuk membutuhkan waktu

19 hari untuk menjadi dewasa sedangkan pada suhu 300C hanya membutuhkan

waktu delapan hari (Susanto dalam Indriyati et al., 2016). Kelembaban juga

berpengaruh terhadap tingkat aktivitas nyamuk. Pada kisaran kelembaban tertentu,

aktivitas nyamuk ada yang kurang aktif dan ada yang lebih aktif. Nyamuk

Anopheles sp. paling banyak menggigit di luar rumah pada kelembaban 84%-88%

dan di dalam rumah 70%-80% (Mading dan Kazwani dalam Indriyati, et al.,

2016).

Sistem pernapasan pada nyamuk menggunakan trakea dengan lubang-

lubang yang disebut spirakel. Spirakel terbuka tanpa adanya mekanisme pengatur,

ketika kelembaban rendah akan terjadi penguapan air dari dalam tubuh nyamuk

sehingga mengakibatkan keringnya cairan tubuh nyamuk. Salah satu musuh

nyamuk adalah penguapan (Mofu dalam Mahdalena, et al., 2016). Nyamuk akan

lebih aktif pada kelembaban yang lebih tinggi (World Health Organization, 1975;

dalam Mahdalena, et al., 2016).

2.3 Tinjauan Umum Larvasida

Dewasa ini upaya pemberantasan penyakit malaria dilakukan melalui

pemberantasan vektor penyebab malaria (nyamuk Anopheles) dan dilanjutkan

dengan melakukan pengobatan kepada mereka yang diduga menderita malaria atau

pengobatan juga sangat perlu diberikan pada penderita malaria yang terbukti

positif secara laboratorium. Dalam hal pemberantasan malaria selain dengan

22

pengobatan langsung juga sering dilakukan dengan jalan penyemprotan rumah dan

lingkungan sekeliling rumah dengan racun serangga, untuk membunuh nyamuk

dewasa upaya lain juga dilakukan untuk memberantas larva nyamuk (Hiswani,

2004).

Larvasida dari zat kimia digunakan sebagai pemberantas larva nyamuk

Anopheles secara kimiawi. Zat-zat yang termasuk dalam kelompok ini adalah

solar/minyak tanah, altosid, temephos, paris green, fention, dll. Selain zat-zat

kimia tersebut di atas dapat juga menggunakan herbisida yaitu zat kimia yang

dapat mematikan tumbuh–tumbuhan air yang digunakan sebagai tempat

berlindung bagi larva nyamuk (Hiswani, 2004).

Insektisida yang digunakan dalam pemanfaatannya digunakan sebagai

pengendali vektor memiliki bahan aktif yang berbeda-beda, namun kebanyakan

insektisida di Indonesia memiliki bahan aktif dari golongan Piretroid (Astarini

dalam Ekawati, et al., 2017). Insektisida piretroid yang dipakai di Indonesia

diantaranya transflutrin, d-Alletrin, permetrin dan sipermetrin. Selain piretroid,

masyarakat Indonesia juga banyak memakai bahan aktif lain sebagai usaha untuk

pengendalian serangga di Indonesia seperti DEET, Propoxur, Temephos,

Organophosphat dan minyak atsiri (Kusumastuti dalam Ekawati, et al., 2017).

Sebagian masyarakat di Indonesia menganggap bahwa pemakaian insektisida atau

repelen cukup untuk serangga dan cukup sebagai usaha pengendalian vektor

(Ahmadi, et al. dalam Ekawati et al., 2017).

23

Penggunaan abate (temephos) di Indonesia sudah sejak tahun 1976. Empat

tahun kemudian yakni tahun 1980, abate (temephos) ditetapkan sebagai bagian

dari program pemberantasan massal Aedes aegypti di Indonesia. Bisa dikatakan

abate (temephos) sudah digunakan lebih dari 30 tahun (Felix dalam Nugroho,

2011). Selain itu salah satu hal penting yang harus dicermati adalah munculnya

resistensi dari berbagai macam spesies nyamuk yang menjadi vektor penyakit

(Nugroho, 2011). Pemakaian insektisida yang berulang dapat menambah resiko

terkontaminasinya air oleh residu pestisida, terutama air minum. Penggunaan

temephos secara oral sangat tidak dianjurkan, sehingga keberadaannya dalam air

minum sangat tidak diharapkan. Biaya yang tinggi juga menjadi hal penting yang

harus diperhatikan dalam penggunaan pestisida kimiawi selain munculnya

resistensi vektor. Telah terdapat laporan bahwa resistensi larva nyamuk Aedes

aegypti yang ditemukan di beberapa negara, di antaranya Brazil, Bolivia,

Argentina, Kuba, French, Karibia dan Thailand. Selain itu juga terdapatnya

laporan tentang kejadian resistensi larva nyamuk Aedes aegypti terhadap temephos

di Surabaya (Aradilla, 2009; dalam Ekawati, et al., 2017).

Terdapat empat metode pengendalian vektor, salah satunya adalah metode

kontrol biologis dengan menggunakan bahan-bahan alami (World Health

Organization, 2012; dalam Astriani & Widawati, 2016). Penggunaan tanaman

untuk mengendalikan hama serangga telah banyak digunakan oleh masyarakat

tradisional zaman dahulu (Dharmagadda et al., dalam Astriani & Widawati, 2016).

24

Penggunaan larvasida alami memililiki beberapa keuntungan, antara lain

degradasi atau penguraian yang cepat oleh sinar matahari, udara, kelembaban, dan

komponen alam lainnya, sehingga mengurangi risiko pencemaran tanah dan air.

Selain itu, larvasida umumnya alami memiliki sifat toksis yang lebih rendah

terhadap mamalia karena sifat inilah yang menyebabkan larvasida alami

memungkinkan dalam penerapannya bagi kehidupan manusia (Amalia, 2004;

Novizan, 2002; dalam Pratiwi, 2012).

Senyawa toksik tanaman dapat dikelompokkan berdasarkan senyawa

pembentuknya seperti toksin yang terdiri dari senyawa alkaloid, glikosida,

senyawa sulfur, senyawa fenol, dan senyawa kimia lainnya. Senyawa alkaloid

banyak terkandung di dakam akar, biji, kayu, dan bagian daun dari tanaman.

Fungsi alkaloid bagi tanaman adalah sebagai pelindung dari serangan hama dan

pengatur kerja hormon. Senyawa saponin merupakan salah satu bahan toksik asal

tanaman yang merupakan hasil metabolit sekunder dari tanaman, memiliki tekanan

permukaan yang dapat menurunkan aktivitas, menginduksi pembentukan busa, dan

dapat menghemolisis sel darah merah. Toksisitas dari senyawa saponin diduga

karena senyawa ini memiliki sifat dapat menurunkan tegangan permukaan (surface

tension) (Alsuhendra dan Ridawati, 2013). Tanin adalah senyawa polifenol yang

dapat membentuk senyawa kompleks dengan protein. Tanin tidak dapat dicerna

lambung dan mempunyai daya ikat dengan protein, karbohidrat, vitamin, dan

mineral (Ridwan, Satrij, Darusman, & Handharyani, 2010). Sedangkan flavonoid

25

berperan sebagai racun pernapasan sehingga menyebabkan kematian larva

(Ahdiyah dan Purwani, 2015).

Keuntungan dalam menggunakan larvasida nabati adalah karena larvasida

nabati hanya sedikit meninggalkan residu pada komponen lingkungan dan bahan

makanan, sehingga lebih aman daripada larvasida sintetis. Selain itu zat pestisidik

dalam larvasida nabati lebih cepat terurai di alam, sehingga tidak menimbulkan

resistensi pada sasaran. Bahan pembuat larvasida nabati juga mudah didapat dan

disediakan di rumah sehingga memudahkan penggunaannya (Pratiwi dalam Nisa,

dkk., 2015).

Pengendalian vektor tergantung pada penggunaan insektisida serangga

yang diaplikasikan terhadap larva nyamuk. Larvasida seperti temephos

organofosfat telah banyak digunakan dalam program kesehatan masyarakat (Tikar,

et al., dalam Astriani & Widawati, 2016). Bahan insektisida seperti temephos

organofosfat telah diberlakukan sebagai program kesehatan masyarakat dan

memang memiliki efektifitas yang tinggi untuk menurunkan jumlah vektor

nyamuk di masyarakat, namun karena penggunaannya yang berulang-ulang dapat

memberikan dampak resisten untuk vektor itu sendiri (World Health Organization,

1992; dalam Astriani & Widawati, 2016). Dalam rangka meningkatkan pilihan

yang dapat digunakan dalam kesehatan masyarakat sangat dibutuhkan larvasida

yang dapat menghindari masalah tersebut (Astriani & Widawati, 2016).

26

2.4 Tinjauan Umum Sumber Belajar

2.4.1 Pengertian Sumber Belajar

Menurut Association for Educational Communications and Technology

dalam Setiyani (2010) sumber pembelajaran adalah segala sesuatu atau daya yang

dapat dimanfaatkan oleh guru, baik secara terpisah maupun dalam bentuk

gabungan, untuk kepentingan belajar mengajar dengan tujuan meningkatkan

efektivitas dan efisiensi tujuan pembelajaran.

Sumber belajar merupakan hal yang sangat penting bagi seorang guru.

Sumber belajar mencakup apa saja yang dapat digunakan untuk membantu seorang

guru dalam belajar, mengajar dan menampilkan kompetensinya. Sebagian besar

guru cenderung memanfaatkan buku teks sebagai satu-satunya sumber belajar.

Masih banyak para guru-guru di Indonesia yang menjadikan buku teks sebagai

satu-satunya patokan dalam mengajar. Padahal banyak sumber belajar selain buku

yang justru sangat efektif dalam meningkatkan pemahaman siswa seperti

lingkungan sekitar, perpustakaan, benda dan lain sebagainya (Nur, 2012).

Pemilihan sumber belajar yang berkualitas akan sangat bermakna dan

bermanfaat dalam mencapai tujuan pembelajaran yang dapat memberikan

pemahaman mendalam bagi peserta didik mengenai konsep-konsep Sains. Hal ini

dikarenakan dengan pemilihan sumber belajar yang berkualitas dapat menjadikan

peserta didik langsung memahami tujuan dari suatu pembelajaran. Begitu pun

sebaliknya, jika sumber belajar yang dimanfaatkan tidak berkualitas maka akan

27

dapat mengurangi atau menghambat pemahaman peserta didik terhadap suatu

pembelajaran (Nur, 2012).

2.4.2 Jenis-jenis Sumber Belajar

Menurut Association for Educational Communications and Technology

dalam Setiyani, 2010) sumber pembelajaran dapat dikelompokan menjadi dua

bagian, yaitu:

1. Sumber pembelajaran yang sengaja direncanakan (learning resources by

design), yakni semua sumber yang secara khusus telah dikembangkan

sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar

yang terarah dan bersifat formal; dan

2. Sumber pembelajaran yang karena dimanfaatkan (learning resources by

utilization), yakni sumber belajar yang tidak secara khusus didesain untuk

keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan, diaplikasikan, dan

dimanfaatkan untuk keperluan belajar.

Adapun klasifikasi sumber belajar menurut Seels dan Richey dalam

Abdullah (2012) sebagai berikut.

1. Pesan yaitu informasi yang disampaikan oleh komponen yang lain, biasanya

berupa fakta, makna, dan ide. Pesan yang berkaittan dengan konteks

pembelajaran yaitu terkait dengan konten bidang studi yang akan

direkonstruksi dan dikelola kembali oleh peserta didik.

2. Orang tertentu yaitu mereka yang terlibat dalam menyimpan dan atau

menyalurkan pesan.

28

3. Bahan adalah yang merupakan kelompok alat yang juga disebut dengan

perangkat lunak. Bahan berfungsi sebagai penyimpan pesan sebelum

disalurkan dengan menggunakan alat yang telah dirancang. Bahan yaitu

segala sesuatu yang berupa teks tertulis, web, rekaman elektronik, cetak, ,

dan Iain-Iain yang dapat digunakan untuk belajar.

4. Alat merupakan benda-benda yang berbentuk fisik yang sering disebut

dengan perangkat keras, yang berfungsi untuk menyajikan bahan

pembelajaran. Alat yang dimaksud tersebut seperti komputer, OHP, kamera,

radio, televisi, film bingkai, tape recorder, dan VCD/DVD.

5. Teknik merupakan pedoman langkah-langkah dalam penyampaian pesan.

Dengan kata lain, teknik adalah cara atau prosedur yang digunakan orang

dalam kegiatan pembelajaran untuk tercapai tujuan pembelajaran.

6. Latar merupakan lingkungan di mana pesan akan ditransmisikan.

2.4.3 Fungsi Sumber Belajar

Sumber belajar mempunyai fungsi mempermudah jalan menuju

tercapainya tujuan pengajaran. Hal ini dilandasi dengan keyakinan bahwa proses

belajar mengajar dengan bantuan sumber belajar mempertinggi kegiatan belajar

anak didik yang akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik dari

pada tanpa bantuan sumber belajar (Djamarah, S.B dan Zain, A; dalam Jailani &

Hamid, 2016).

Sumber belajar berfungsi sebagai saluran komunikasi dan mampu

berinteraksi dengan siswa dalam suatu kegiatan pendidikan dan pembelajaran.

29

Oleh karena itu guru harus dapat mengembangkan dan merancang sumber belajar

secara sistematis yang disesuaikan dengan kebutuhan kegiatan pembelajaran yang

akan dilaksanakan dan juga berdasarkan pada karakteristik para siswa yang akan

mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut (Nur, 2012).

Morrison dan Kemp mengatakan bahwa sumber belajar yang ada harus

dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam suatu pembelajaran. Fungsi dari sumber

belajar adalah sebagai berikut.

1. Meningkatkan produktivitas pembelajaran, melalui: membantu pengajar

untuk menggunakan waktu secara lebih baik dan pengurangan beban

pengajar dalam menyajikan informasi, hal ini akan menjadikan lebih

banyaknya waktu untuk membina dan mengembangkan minat belajar

peserta didik.

2. Memungkinkan pembelajaran yang bersifat lebih individual, melalui:

pengurangan kontrol pengajar yang tradisional dan kaku serta pemberian

kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan

kemampuannya.

3. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pengajaran, melalui:

perencanaan program pembelajaran yang sistematis dan pengembangan

bahan pembelajaran berbasis penelitian.

4. Memantapkan pembelajaran, melalui: peningkatan kemampuan dalam

penggunaan berbagai media komunikasi serta penyajian data dan informasi

secara lebih konkrit.

30

5. Memungkinkan belajar secara seketika, melalui: pengurangan batas antara

pelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang bersifat

lebih konkrit dan memberikan pengetahuan yang bersifat langsung.

6. Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, terutama dengan

adanya media massa, melalui: pemanfaatan secara bersama dengan lebih

luas tentang kejadian-kejadian yang langka, serta menyajikan informasi

yang dapat menembus batas geografis (Morrison, G.R; dalam Abdullah,

2012).

Sardiman, A.M dalam Jailani & Hamid (2016) menyatakan bahwa

kegunaan sumber belajar dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut.

1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam

bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka).

2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera.

3. Dengan mengunakan sumber belajar pendidikan dengan cara tepat dan

bervariasi dan dapat diatasi sikap pasif anak didik.

4. Dengan sifat yang unik pada siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan

pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan pendidikan

ditentukan sama untuk siswa maka guru akan banyak mengalami kesulitan

bilamana semuanya itu diatasi sendiri.

2.4.4 Prinsip Penggunaan Sumber Belajar oleh Guru

Menurut Ditjend. Dikti dalam Jailani & Hamid (2016) guru harus mampu:

1. menggunakan sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari,

31

2. mengenalkan dan menyajikan sumber belajar,

3. menerangkan peranan berbagai sumber belajar dalam pembelajaran,

4. menyusun tugas-tugas penggunaan sumber belajar dalam bentuk tingkah

laku,

5. mencari sendiri bahan dari berbagai sumber,

6. memilih bahan sesuai dengan prinsip dan teori belajar,

7. menilai keefektifan penggunaan sumber belajar sebagai bagian dari bahan

pembelajaran,

8. merencanakan kegiatan penggunaan sumber belajar secara efektif.

Guru dalam menggunakan sumber belajar hendaknya memperhatikan

sejumlah prinsip tertentu agar penggunaan sumber belajar tersebut dapat mencapai

hasil yang baik. Prinsip-prinsip itu menurut Sudjana, seperti dikutip Djamarah

(2016) adalah:

1. Menentukan sumber belajar dengan tepat; artinya, guru lebih dulu memilih

sumber belajar mana yang sesuai dengan tujuan dan bahan pelajaran yang

akan diajarkan.

2. Menetapkan atau memperhitungkan subjek dengan tepat; artinya, perlu

memperhitungkan penggunaan sumber belajar tersebut sesuai dengan

kemampuan anak didik.

3. Menyajikan sumber belajar dengan tepat; artinya, teknik dan metode

penggunaan sumber belajar dalam pengajaran harus disesuaikan dengan

tujuan, waktu, bahan metode, dan sarana yang ada.

32

4. Menempatkan atau memperlihatkan sumber belajar pada waktu, tempat dan

situasi yang tepat; artinya, kapan dan dalam situasi mana pada waktu

mengajar sumber belajar digunakan. Tentu tidak setiap saat atau selama

proses belajar mengajar terus menerus memperlihatkan atau menjelaskan

sesuatu dengan sumber belajar pengajaran (Jailani & Hamid, 2016).

2.4.5 Kriteria Pemilihan Sumber Belajar

Dick dan Carey dalam Jailani & Hamid, 2016) menyatakan bahwa

kriteria dalam memilih sumber belajar adalah sebagai berikut.

1. Sesuai dengan tujuan pembelajaran.

2. Tersedianya sumber setempat, artinya bila sumber belajar yang

bersangkutan tidak terdapat pada sumber-sumber yang ada maka sebaiknya

dibeli atau dirancang atau dibuat sendiri.

3. Tersedianya dana, tenaga, dan fasilitas yang cukup untuk mengadakan

sumber belajar tersebut.

4. Faktor yang menyangkut keluwesan, kepraktisan, dan ketahanan sumber

belajar yang bersangkutan untuk jangka waktu yang relatif lama.

5. Efektivitas biaya dalam jangka waktu yang relatif lama.

2.4.6 Cara Pemilihan Sumber Belajar

Pendayagunaan sumber belajar dapat disesuaikan dengan kebutuhan,

Macbeath dan Mortimore dalam Abdullah (2012) menyatakan bahwa pada waktu

melakukan pemilihan sumber belajar perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai

berikut.

33

1. Kesesuaian sumber belajar dengan tujuan; pemilihan sumber belajar

hendaknya berdasarkan tujuan yang akan dicapai. Beberapa kemungkinan

tujuan penggunaan sumber belajar, antara lain untuk menimbulkan

motivasi, memberikan informasi, mempermudah pemecahan masalah, dan

untuk menguasai keterampilan tertentu.

2. Ekonomis; pemilihan sumber hendaknya mempertimbangkan nilai

ekonomisnya.

3. Praktis dan sederhana. Sumber belajar yang praktis artinya mudah dalam

penggunaannya dan sederhana artinya tidak memerlukan berbagai

perlengkapan yang canggih atau kompleks dalam penggunaannya.

4. Mudah diperoleh. Sumber belajar yang baik adalah yang mudah diperoleh

baik dari segi dekatnya jarak antara tempat sumber belajar dengan pemakai

maupun juga jumlah sumber belajar yang ada cukup banyak.

2.4.7 Hasil Penelitian sebagai Sumber Belajar

Penelitian dapat dijadikan sebagai sumber belajar harus melalui kajian

proses dan identifikasi hasil penelitian. Agar dapat digunakan sebagai sumber

belajar, maka penelitian tersebut dapat ditinjau dari kajian proses dan hasil

penelitian. Proses kajian penelitian berkaitan dengan pengembangan keterampilan

sedangkan hasil penelitiannya berupa fakta dan konsep (Munajah & Susilo, 2015).

Menurut Suhardi dalam Munajah & Susilo (2015), sumber belajar

biologi adalah segala sesuatu baik benda maupun gejalanya yang dapat

dipergunakan untuk memperoleh pengalaman dalam rangka pemecahan

34

permasalahan biologi tertentu. Perlu dilakukan analisis terhadap sebuah hasil

penelitian yang akan dijadikan sebagai sumber belajar, di antaranya adalah sebagai

berikut.

1. Kejelasan potensi

Potensi suatu objek sendiri ditentukan oleh ketersediaan objek dan

permasalahan yang dapat diungkap untuk menghasilkan fakta-fakta dan

konsep-konsep dari hasil penelitian yang harus dicapai dalam kurikulum.

Kejelasan potensi ditunjukkan oleh ketersediaan objek dan ragam

permasalahan yang dapat diungkapkan dalam penelitian ini.

2. Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran

Kesesuaian yang dimaksud adalah hasil penelitian dengan kompetensi

dasar (KD) pembelajaran.

3. Kejelasan sasaran

Sasaran kejelasan dari penelitian ini adalah objek dan subjek penelitian.

4. Kejelasan informasi yang diungkap

Kejelasan informasi dalam penelitian ini dapat dilihat dari 2 aspek yaitu

dari segi proses dan produk penelitian yang disesuaikan dengan kurikulum.

5. Kejelasan pedoman eksplorasi

Kejelasan pedoman eksplorasi memerlukan prosedur kerja dalam

pelaksanaan penelitian yang meliputi penentuan sampel penelitian, alat dan

bahan, cara kerja, pengolahan data dan penarikan kesimpulan.

6. Kejelasan perolehan yang didapatkan

35

Kejelasan perolehan yang diharapkan yaitu berupa proses dan produk

penelitian yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar berdasarkan

aspek-aspek dalam tujuan belajar biologi yang meliputi perolehan kognitif,

afektif dan psikomotorik.

36

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan secara

skematis seperti berikut ini.

Insektisida sintetis

Kesehatan manusia

tergangguResistensi vektor

Keseimbangan ekosistem

berubah

Larvasida alami

Daun legetan

(Synedrella nodiflora)

Ekstraksi

Uji larvasida

Larva nyamuk mati

Tidak terjadi resistensi Ekosistem stabil

Sumber belajar Biologi

Flavonoid, tanin, saponin

Gambar 2.3 Kerangka konsep