bab ii a. hakikat partisipasi komite sekolah 1. pengertian …digilib.uinsby.ac.id/1167/5/bab...
TRANSCRIPT
37
BAB II
A. Hakikat Partisipasi Komite Sekolah
1. Pengertian Part is ipasi
Partisipasi masyarakat terhadap pertumbuhan dan perkembangan
pendidikan Islam, seiring dengan munculnya Islam itu sendiri. Hal ini dapat
ditandai dengan proses pendidikan Islam pada awal Nabi Muhammad saw. Era
Rasūl Allah ini, partisipasi masyarakat khusunya sahabat terhadap pendidikan
Islam cukup tinggi.
Rasūl Allah menggerakkan dan mendorong umat Islam untuk
berpartisipasi terhadap penyebaran ajaran Islam dengan melalui empat
pilar, yaitu: (1) pilar sepuh atau tokoh masyarakat yang diwakili oleh Abu Bakr
al-Siddiq; (2) pilar keamanan atau stabilitas masyarakat diwakili oleh Umar ibn
Khattāb; (3) pilar ekonomi atau dunia usaha, diwakili oleh Utsmān ibn Affān;
dan (4) pilar kecendekiaan muda diwakili oleh Ali ibn Abī Tālib.
Empat pilar inilah yang kemudian menghantarkan keberhasilan
pendidikan Islam era awal. Pada era Rasūl Allah, masyarakat secara sadar,
insyaf, dan aktif berpartisipasi terhadap pengembangan pendidikan Islam baik
finansial, pikiran, tenaga, bahkan apa saja yang mereka miliki termasuk diri
mereka sekali pun. Pengorbanan yang mereka lakukan bersama-sama Rasūl Allah
untuk penyebaran ajaran Islam dapat dikatakan sebagai bentuk partisipasi aktif.
Di Indonesia, partisipasi masyarakat terhadap pendidikan Islam
sejalan dengan munculnya Islam. Bentuk dan aktivitas lembaga pendidikan
madrasah, lebih bersifat penyebaran agama dengan partisipasi masyarakat yang
38
tinggi. Masyarakat bahu membahu berpartisipasi secara aktif untuk
menyelenggarakan pendidikan Islam, baik pikiran, materi, dan tenaga, dengan
mengalami berbagai dinamika pada setiap masa, yaitu masa Islam masuk di
Indonesia, masa kolonial Belanda dan Jepang, masa Orde Lama dan Orde
Baru.1
Secara umum peranan masyarakat dalam dunia pendidikan dapat dibagi
menjadi dua; pertama, peranan masyarakat dalam wujud yang berpartisipasi (to
participate), dan yang kedua peranan masyarakat dalam wujud yang terlibat aktif
(to involve).2 Dalam kamus bahasa inggris kata participation mempunya arti
pengambilan bagian, pengikutsertaan.3 Sedangkan dalam devinisi yang lain kata
partisipasi diterjemahkan sebagai “ keikutsertaan”, “keterlibatan “ dan
“pembagian peran”. Berbagai definisi partisipasi dikaji dalam berbagai proyek,
dokumentasi, dan buku panduan, kebanyakan menunjukkan penekanan dan
konteks partisipasi dalam terminology yang beragam salah satunya adalah:
Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek atau
program tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan tetapi dalam buku yang
sama terdapat beberapa pengertian partisipasi yang sesuai4
1 Maskur Husain, Partisipasi Masyarakat Terhadap Sekolah Di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Malang I, (Tesis, Universitas Muhammadiyah Malang, 2008), 189-190. 2 A.Isa Anshori, “Media Komunikasi Pengembangan Masyarakat Madani,: Partisipasi
Masyarakat Dalam Pendidikan” , el-Ijtima’, Vol. 3 No 1 (Januari-Juni 2002), 74. 3 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia, 1996),
419. 4 Wahyudin Sumpeno, Masyarakat Sekolah, ( Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 132. Partisipasi
adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri kehidupan dan lingkungan mereka, dan Partisipasi adalah keterlibatan sukarela masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri.
39
Partisipasi masyarakat mengacu kepada adanya keikutsertaan masyarakat
secara nyata dalam suatu kegiatan. Partisipasi itu bisa berupa gagasan, kritik
membangun, dukungan dan pelaksanaan pendidikan5
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
ditetapkan bahwa “(a) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran
serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan
organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
pelayanan dan (b) Masyarakat dapat berperan serta sebagai: sumber, pelaksana
dan pengguna hasil pendidikan”.6 Sedangkan Uphoff berpendapat bahwa
kerangka kerja merekonstruksi partisipasi mengandung tiga dimensi yakni
konteks, tujuan, dan lingkungan. Partisipasi ini berkembang menjadi (1)
partisipasi dalam mengambil kebijakan dan keputusan; (2) partisipasi dalam
melaksanakan; (3) partisipasi memperoleh keuntungan; dan (4) partisipasi dalam
mengevaluasi. Hal ini memberi gambaran bahwa kedudukan masyarakat dalam
manajemen sekolah amat penting untuk memajukan kualitas sekolah.7
Dari beberapa rumusan dan pokok pikiran di atas penulis mencoba
mengambil kesimpulan bahwa partisipasi merupakan serangkaian kegiatan yang
sistematis dan terstruktur dengan melibatkan masyarakat untuk mengambil
inisiatif, pengambilan keputusan, menetapkan tujuan, perencanaan, pelaksanaan,
5 E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, ( Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2009),
170. 6 Cut zahri Harun, “Sumber Daya Pendidikan Merupakan Penunjang Utama dalam Menghasilkan Manusia Unggul melalui Program Sekolah Binaan” ,Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 2 No 073, Tahun ke- 14, (Juli 2008), 624. 7 Syaiful Sagala, H,Manajemen Strategik dalam Mutu Pendidikan, ( Bandung : CV ALVABETA, 2011 ), 238-239.
40
pengorganisasian, dan mengevaluasi dengan mengoptimalkan potensi dan
kemampuan yang ada padanya.
2. Hakikat Komite Sekolah
Komite Sekolah merupakan suatu badan atau lembaga non-politis dan non
profit, dibentuk berdasarkan musyawarah yang demokratis oleh para stake holders
pendidikan di tingkat sekolah sebagai representasi dari berbagai unsure yang
bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan.8
Menurut Asmoni komite Sekolah adalah nama badan yang berkedudukan
pada satu satuan pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah, atau
beberapa satuan pendidikan yang sama di satu kompleks yang sama.
Nama Komite Sekolah merupakan nama generic. Artinya, bahwa nama
badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing satuan
pendidikan, seperti Komite sekolah, Komite Pendidikan, Komite Pendidikan Luar
Sekoah, Dewan Sekolah, Majelis Sekolah, Majelis Madrasah, Komite TK, atau
nama lainnya yang disepakati. Dengan demikain, organisasi yang ada tersebut
dapat memperluas fungsi, peran, dan keanggotaannya sesuai paduan ini atau
melebur menjadi organisasi baru, yang bernama Komite Sekolah (SK Mendiknas
Nomor 004/U/2002). Peleburan BP3 atau bentuk-bentuk organisasi yang ada di
sekolah, kewenangannya akan berkembang sesuai dengan kebutuhan dalam
wadah Komite Sekolah.
Sedangkan menurut Masimangun komite sekolah adalah badan mandiri
yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu,
8 Nanang Fattah, Sistem Penjamin Mutu Pendidikan, ( Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2012), 149-150.
41
pemerataan, dan efisien pengelolaan pendidikan disatuan pendidikan, baik pada
pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar
sekolah. Hal senada juga diungkapkan Asmoni yang menungkapkan bahwa
komite sekolah merupakan suatu lembaga nonprofit dan nonpolitis, dibentuk
berdasarkan musyawarah yang demokratis oleh para stakeholders (semua
komponen) pendidikan pada tingkat satuan pendidikan sebagai representasi dari
berbagai unsur yang bertanggung jawab terhadap peningkatan proses dan hasil
pendidikan.9 Komite sekolah merupakan badan yang bersifat mandiri, tidak
mempunyai hubungan hierarkis dengan sekolah manapun lembaga pemerintah
lainnya. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa komite
sekolah merupakan lembaga yang mewadahi masyarakat dan orang tua untuk
memberikan partisipasinya baik berupa materi, tenaga maupun pikiran dalam
meningkatkan mutu pendidikan
Penyelenggaraan otonomi daerah merupakan suatu upaya
pemberdayaan daerah dan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dalam segala bidang kehidupan, tidak terkecuali dalam bidang
pendidikan. Kebijakan otonomi pendidikan ini berdampak pada penerapan
MBS (Manajemen Berbasis Sekolah/School Based Management), yang
membuka peluang lebih besar bagi masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif
dalam pengelolaan pendidikan.
Pada tanggal 2 April 2002 dibentuklah suatu lembaga mandiri yang
merupakan suatu wadah peran serta masyarakat yang bernama Dewan Pendidikan
9 Nanang Fattah, Sistem Penjamin Mutu Pendidikan, 149-150.
42
dan Komite Sekolah. Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
merupakan salah satu implementasi keputusan Mendiknas Nomor 004/U/2002
tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Kebijakan ini merupakan
konsekuensi dari upaya meletakkan landasan yang kuat bagi terselenggaranya
pendidikan yang lebih demokratis, transparan, dan efisien dengan pelibatan
partisipasi masyarakat. Pembentukan Komite Sekolah juga didasarkan pada pasal
56 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pedidikan Nasional,
seperti yang dijelaskan dalam acuan oprasional dan indikator kinerja Komite
Sekolah, antara lain :
a. Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan
yang meliputi perencanaan, pegawasan dan evaluasi program pendidikan melalui
Dewan Pendidian dan Komite Sekolah;
b. Dewan Pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan
dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan
pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta
pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota yang
tidak mempunyai hubungan hierarkis;
c. Komite Sekolah/Madrasah, sebagai lembaga mandiri dibentukdan berperan
dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikandengan memberikan
pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta
pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Sebagai langkah
penerapan dari keputusan Mendiknas Nomor 044/U/2002 dan pasal 56
Undang-undang Sistem Pedidikan Nasional 2003 tersebut di atas serta dalam
43
rangka peningkatan kualitas pendidikan, diperlukan adanya suatu kerjasama
yang erat antara sekolah, masyarakat dan orang tua. Hal ini penting, karena
sekolah memerlukan partisipasi masyarakat secara universal dalam
menyusun program yang relevan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka
dibentuklah suatu wadah yang menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat
dalam Komite Sekolah.
Dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Pendidikan Nasional
(Mendiknas) Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah, butir 1.1 dinyatakan bahwa Komite Sekolah adalah “Badan mandiri
yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu,
pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan pada satuan pendidikan, baik
prasekolah, jalur sekolah maupun luar sekolah”.10 Sedangkan pada butir 1.2
dinyatakan bahwa “Nama badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
masing-masing satuan pendidikan, seperti Komite Sekolah, Komite Pendidikan,
Komite Pendidikan Luar Sekolah, Dewan Sekolah, Majelis Sekolah, Majelis
Madrasah, Komite TK, atau nama lain yang disepakati”.11 Dalam buku
Himpunan Keputusan Mendiknas Republik Indonesia12 disebutkan bahwa
Komite Sekolah adalah badan mandiri yang berfungsi mewadahi peran
serta masyarakat dalam rangka untuk meningkatkan mutu, pemerataan, dan
efisiensi pengelolaan pendidikan ditiap-tiap satuan pendidikan baik pada
pendidikan pra-sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Komite
10 Mendiknas, 11. 11 Ibid. 12 12 Menteri Pendidikan Nasional. Himpunan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika, 2006),7.
44
Sekolah dapat juga diartikan sebagai suatu badan atau lembaga non-profit dan
non-politis yang dibentuk berdasarkan musyawarah yang demokratis oleh
para stakeholders pendidikan pada tingkat satuan pendidikan sebagai representasi
dari berbagai unsur yang bertanggungjawab terhadap peningkatan kualitas proses
dan hasil pendidikan.13
Berdasarkan dari paparan uraian di atas, Komite Sekolah merupakan
badan yang bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan hirarkis dengan
sekolah maupun lembaga pemerintah lainnya. Posisi sekolah maupun
Komite Sekolah mengacu kepada kewenangan (otonomi) masing-masing
berdasarkan ketentuan yang berlaku. Sedangkan nama badan yang disepakati
oleh SD Islam Maryam adalah Komite Sekolah.
3. Kedudukan dan Sifat Komite Sekolah
Komite sekolah merupakan suatu badan yang mandiri dan
berkedudukan di satuan pendidikan, tidak mempunyai hubungan hirarkis dengan
lembaga pemerintahan lainnya, Posisi komite sekolah, satuan pendidikan, dan
lembaga- lembaga pemerintah lainnya mengacu pada kewenangan masing-
masing berdasarkan ketentuan yang berlaku.14 Untuk terciptanya suatu
masyarakat sekolah yang kompak dan sinergis, maka komite sekolah merupakan
bentuk atau wujud kebersamaan yang dibangun melalui kesepakatan ( surat
Keputusan Mendiknas Nomor :044/U/2002)
Komite sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada satu satuan
pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah, atau beberapa satuan
13 Nanang Fattah, Sistem Penjamin Mutu Pendidikan, 149-150. 14 Ibid. 151.
45
pendidikan yang sama di satu komplek yang sama. Nama komite sekolah adalah
satu nama yang generik. Artinya, bahwa nama badan disesuaikan dengan kondisi
dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan, seperti komite sekolah, komite
pendidikan, komite pendidikan luar sekolah, dewan sekolah, majelis sekolah,
majelis madrasah, komite TK, atau nama lain yang disepakati. Dengan demikian,
organisasi yang ada tersebut dapat memperluas fungsi, peran, keanggotaan sesuai
dengan panduan atau melebur menjadi organisasi baru, yang bernama komite
sekolah ( Surat Keputusan Mendiknas Nomor :044/U/2002). Peleburan BP3 atau
bentuk-bentuk organisasi lain yang ada di sekolah kewenangannya berkembang
sesuai kebutuhan dalam wadah komite sekolah.15
Pembentukan komite sekolah menjadi lebih kuat dari asfek legilitasnya,
karena telah dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pasal 56 sebagai berikut :
1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan
yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan
melalui dewan pendidikan dan komite sekolah; 2) Dewan pendidikan sebagai
lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan
pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga,
sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi,
dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis; 3) Komite sekolah
sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu
pelayanan pendidikan dengan memberi pertimbangan arahan dan dukungan
15 Surat Keputusan Mendiknas Nomor :044/U/2002.
46
tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan; 4) ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite
sekolah sebagai dimaksud dalam ayat (1) , (2), dan (3) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
4. Tujuan Komite Sekolah
Komite Sekolah yang dibentuk untuk memantapkan dan mengembangkan
keterlibatan orang tua siswa dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan secara lebih rinci memiliki tujuan-tujuan. Adapun tujuan dibentuknya
Komite Sekolah adalah sebagai berikut:
a. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat
dalam melahirkan kebijakan operasional dan program
pendidikan disatuan pendidikan.
b. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat
dalam penyelenggaran pendidikan disatuan pendidikan.
c. Menciptakan suasana dan kondisi transparansi, akuntabel, dan
demokratis dalam penyelenggaran dan pelayanan pendidikan yang
bermutu kompetitif, dan relevan di mana satuan pendidikan dan
kabupaten/kota itu berada.16
Sedangkan menurut Nanang Fattah menambahkan bahwa tujuan dari
pembentukan dewan sekolah atau komite sekolah yang dijabarkan sebagai
berikut:
a. Mewadahi dan meningkatkan partisipasi para stake holders
16 Syaiful Sagala, H, Manajemen Strategik dalam Mutu Pendidikan, ( Bandung : CV ALVABETA, 2011 ), 248.
47
pendidikan pada tingkat sekolah untuk turut serta merumuskan,
menetapkan, melaksanakan dan memonitoring pelaksanaan
kebijakan sekolah dan pertanggung jawaban yang terfokus pada
kualitas pelayanan peserta didik secara proporsional dan terbuka.
b. Mewadahi partisipasi para stake holders yang turut serta dalam
manajemen sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya, berkenaan
dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program sekolah
secara proporsional.
c. Mewadahi partisipan, baik individu maupun kelompok sukarela
(voluntir) pemerhati atau pakar pendidikan yang peduli pada kualitas
pendidikan secara proporsional dan professional selaras dengan
kebutuhan sekolah;
d. Menjembatani dan turut serta memasyarakatkan kebijakan sekolah
kepada pihak-pihak yang mempunyai keterkaitan dan kewenangan di
tingkat daerah.17
Dengan demikian tujuan dibentuknya Komite Sekolah adalah untuk
mewadahi partisipasi para stakeholder agar turut serta dalam operasional
manajemen sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya, berkenaan dengan
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program sekolah secara proporsional,
sehingga Komite Sekolah dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Di
samping itu juga, badan ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat sekitar.
Mohammad Noor Syam, dalam “Dasar-dasar Ilmu Pendidikan”
17 Nanang Fattah, Sistem Penjamin Mutu Pendidikan, 150.
48
mengemukakan bahwa hubungan masyarakat dengan pendidikan sangat
bersifat korelatif, bahkan seperti telur dan ayam. Masyarakat maju disebabkan
karena pendidikan, dan pendidikan yang maju hanya akan ditemukan dalam
masyarakat yang maju pula.18 Bagaimanapun kemajuan dan keberadaan suatu
lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh peran serta masyarakat yang ada.
Karena itu, jangan mengharap pendidikan dapat berkembang dan tumbuh
sebagaimana yang diharapkan, tanpa dukungan dan partisipasi masyarakat,
mewujudkan suatu pendidikan yang berkualitas sangat mustahil bisa terwujud
dengan maksimal.
Oleh karena itu pula, tujuan dibentuknya Komite Sekolah adalah
untuk mengembangkan program pendidikan dengan melibatkan peran serta
masyarakat sehingga melahirkan kebijakan dan tanggung jawab terhadap
peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan.
5. Tugas Dan Fungsi Komite Sekolah
Untuk menjalankan perannya, Komite Sekolah memiliki fungsi
mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap
penyelenggraan pendidikan yang bermutu. Dalam buku Panduan Umum
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah19 dijabarkan fungsi Komite Sekolah
(pada level sekolah) dan menurut keputusan Mendiknas Nomor 044/U/2002
adalah sebagai berikut:
a. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap
18 Hasbullah, Dasar-dasara Ilmu Pendidikan, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2001), 96. 19 Departemen Pendidikan Nasional. Panduan Umum Dewan Pendidikan dan Kinerja Komite
Sekolah. (Jakarta : Dirjen Dikdasmen, 2004), 12.
49
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;
b. Melakukan kerja sama dengan masyarakat (perorangan/ dunia usaha/
organisasi/ dunia idustri) dan pemerintah berkenaan dengan
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu;
c. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan dan berbagai
kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat;
d. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan
pendidikan mengenai:
(1). Kebijakan dan program pendidikan;
(2). Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Sekolah (RAPBS);
(3). Kriteria kinerja satuan;
(4). Kriteria tenaga kependidikan.
(5). Kriteria fasilitas pendidikan;
(6). Hal-hal yang terkait dengan pendidikan;
e. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan
guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan;
f. Menggalang dan masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan
pendidikan disatuan pedidikan.
g. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan , program,
penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
Realisasi peran dan fungsi komite sekolah sebagaimana dipaparkan di
atas dapat dilakukan secara optimal apabila yang duduk di komite sekolah
adalah orang-orang yang benar-benar ingin mengabdikan dirinya dalam bidang
50
pendidikan, bukan mencari jabatan, kedudukan, apalagi hanya untuk mencari
makan di sekolah. Kata-kata terakhir inilah yang patut direnungkan oleh para
pengurus Komite Sekolah untuk mempercepat peningkatan kualitas pendidikan
sehingga setiap sekolah mampu menghasilkan lulusan-lulusan yang berkualitas
dan berkarakter.20
Komite Sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya, melakukan
akuntabilitas sebagai berikut:
a. Komite Sekolah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan program
sekolah kepada stakeholders secara periodik, baik yang berupa
keberhasilan maupun kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran
program sekolah;
b. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban bantuan masyarakat baik
berupa materi (dana dan barang bergerak maupun tidak bergerak),
maupun non materi (tenaga dan pikiran) kepada masyarakat maupun
pemerintah setempat.
Adapun secara lebih rinci berdasarkan paparan di atas dapat kita
paparkan tugas dan fungsi Komite Sekolah adalah sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan rapat komite sesuai dengan program yang ditetapkan.
b. Bersama-sama dengan sekolah/madrasah merumuskan dan menetapkan
visi dan misi.
c. Bersama-sama dengan sekolah/madrasah menyusun standar pelayanan
pembelajaran di sekolah/madrasah.
20 E. Mulyasa, Manajamen Pendidikan Karakter, ( Jakarta, Bumi Aksara, 2012), 76.
51
d. Bersama-sama dengan sekolah/madrasah menyusun rencana strategi
pengembangan sekolah/madrasah.
e. Bersama-sama dengan sekolah/madrasah menyusun dan menetapkan
rencana program tahunan sekolah/madrasah termasuk dalam penyusunan
dan penetapan RAPBS/M.
f. Membahas dan turut menetapkan pemberian tambahan kesejahtraan
berupa honorium yang diperoleh dari masyarakat kepada kepala
sekolah/madrasah, tenaga pendidik, dan tenaga kependidikan
sekolah/madrasah.
g. Bersama-sama dengan sekolah/madrasah mengembangkan potensi ke
arah prestasi unggulan, baik yang bersifat akademis (ujian semester,
UAN) maupun yang bersifat non-akademis (keagamaan, olah raga,
seni, dan lain sebagainya).
h. Menghimpun dan menggali sumber dana dari masyarakat
untuk meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan.
i. Mengelola kontribusi masyarakat berupa non-material (tenaga,
pikiran) yang ditujukan kepada peningkatan kualitas pelayanan
sekolah/madrasah.
j. Mengevaluasi program sekolah / madrasah secara proporsional sesuai
dengan kesepakatan dengan pihak sekolah/madrasah, meliputi
pengawasan penggunaan sarana dan prasarana, pengawasan keuangan
secara berkala dan berkesinambungan.
k. Mengidentifikasi berbagai permasalahan dan memecahkannya bersama-
52
sama dengan pihak sekolah/madrasah (termasuk juga dengan melibatkan
masyarakat dan orang tua murid).
l. Memberikan respon terhadap kurikulum yang dikembangkan secara
terstandar nasional maupun lokal.
m. Memberikan motivasi, penghargaan (baik yang berupa materi maupun
non- materi) kepada tenaga kependidikan atau kepada seseorang yang
berjasa kepada sekolah/madrasah secara proporsional.
n. Membangun jaringan kerjasama dengan pihak luar (sekolah/madrasah)
yang bertujan untuk meningkatkan kualitas pelayanan proses dan hasil
pendidikan.
o. Memantau kualitas proses pelayanan dan hasil pendidikan di
sekolah/madrasah yang bersangkutan.
p. Mengkaji laporan pertanggungjawaban pelaksanaan program yang
dikonsultasikan oleh kepala sekolah/madrasah.
q. Menyampaikan usul atau rekomendasi kepada pemerintah daerah
untuk meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan sesuai dengan
kebutuhan sekolah/madrasah dan masyarakat.21 Disisi lain peran dan
fungsi dari komite sekolah adalah juga memberikan kontribusi terhadap
sekolah menurut Satori (2001:8) menyangkut kelembagaan sebagai
berikut:22
21 Nanang Fattah, Sistem Penjamin Mutu Pendidikan, 156. 22 (1), Penyusunan perencanaan strategic sekolah, yaitu strategic pembengunan sekolah untuk perspektif 3-4 tahun ke depan. Dalam dokumen ini dibahas visi dan misi sekolah, analisis posisi untuk mengkaji kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi sekolah, kajian isu-isu strategic sekolah, penyusunan program prioritas dan sarana pengembangan sekolah, perumusan program, perumusan strategi pelaksanaan program, cara pengendalian dan evaluasinya, (2),
53
6. Peran Komite Sekolah
Komite Sekolah memiliki peran yang sangat strategis, yaitu sebagai
wadah untuk menyalurkan peran serta masyarakat. Peran serta masyarakat dalam
pendidikan lebih tega disebutkan dalam keputusan Mendiknas No. 044/U/2002
tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Baik Dewan Pendidikan
maupun Komite Sekolah, mereka berperan sebagai:
a. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan
pelaksanaan kebijakan pendidikan;
b. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial,
pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan;
c. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan
akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan; Penyusunan Perencanaan Tahunan Sekolah, yang merupakan elaborasi dariperencanaan strategic sekolah, dalam perencanaan tahunan dibahas program-program operasional sekolah yang merupakan implementasi program prioritas yang dirumuskan secara rinci dalam perencanaan strategic sekolah yang disertai perencanaan anggaran nya, (3), Mengadakan pertemuan terjadwal untuk menampung dan membahas berbagai kebutuhan, masalah, aspirasi sertaide-ide yang disampaikan oleh lembaga anggota komite sekolah. Hal-hal tersebut merupakan refleksi kepedulian para stakeholder sekolah terhadap berbagai aspek kehidupan sekolah yang ditujukan pada upaya-upaya bagi perbaikan, kemajuan dan pengembangan sekolah, (4), Memikirkan upaya-upaya yang mungkin dilakukan untuk memajukan sekolah, terutama yang menyangkut kelengkapan fasilitas sekolah, fasilitas pendidikan, pengadaan biaya pendidikan bagi pengembangan keunggulan kompetitif dan komperatif sekolah sesuai dengan aspirasi stakeholder sekolah. Perhatian terhadap masalah yang dimaksudkan agar sekolah setidak-tidaknya memenuhi standar pelayanan minimum yang dipersyaratkan, (5), Mendorong sekolah melakukan internal monitoring ( School self-assessment), evaluasi diri dan melaporkan hasil-hasilnya untuk dibahas dalam forum Komite Sekolah, (6), Membahas hasil-hasil tes standar yang dilakukan oleh lembaga/institusi eksternal dalam upaya menjaga jaminan mutu (quality assurance) serta memelihara kondisi pembelajaran sekolah sesuai dengan tuntutan standar minimum kompetensi peserta didik (basic minimum competency) seperti yang diatur dalam PP nomor 25 tahun 2000, UUSPN No. 20 tahun 2003, dan sejumlah PP yang menyertainya, (7), Membahas Laporan Tahunan Sekolah sehingga memperoleh gambaran yang tepat atas penerimaan Komite Sekolah. Laporan Tahunan Sekolahtersebut merupakan bahan untuk melakukan review sekolah selanjutnya disampaikan kepada Dinas Perndidikan Kabupaten/Kota. Review sekolah merupakan kegiatan penting untuk mengetahui keunggulan sekolah disertai analisis kondisi-kondisi pendukungnya. Sebaliknya untuk mengetahui kelemahan-kelemahan sekolah disertai analisis factor-faktor penyebabnya. Review sekolah merupakan media saling mengisi pengalaman sekaligus saling belajar antar sekolah dalam upaya meningkatkan kenerja masing-masing, Syaiful Sagala, H,Manajemen Strategik dalam Mutu Pendidikan, ( Bandung : CV ALVABETA, 2011 ), 241.
54
d. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (legislatif) dengan masyarakat. Dan E Mulyasa menambahkan23
e. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
f. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan atau organisasi),
dan dunia kerja, pemerintah, dan DPRD dalam rangka penyelenggaraan
pendidikan yang berkualitas.
g. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan dan berbagi
kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan.
h. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada
pemerintah daerah dan DPRD, berkaitan dengan;
1, kebijakan dan program pendidikan;
2, kriteria kinerja pendidikan di daerahnya;
3, kriteria tenaga kependidikan, termasuk kepala sekolah;
4, kriteria sarana dan prasaranapendidikan sesuai dengan kemampuan
daerah; dan
5, berbagai kebijakan pendidikan lain.24
Komite Sekolah sebagai badan pertimbangan bagi sekolah memiliki arti,
bahwa Komite Sekolah dipandang sebagai mitra kerja Kepala Sekolah yang dapat
diajak bermusyawarah tentang masa depan sekolah. Melalui Komite Sekolah
orang tua dan masyarakat dapat ikut merumuskan visi, misi, tujuan, sasaran yang
23 Mulyasa, E, Mejadi Kepala Sekolah Profesional, ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011 ),
190. 24 Syaiful Sagala, H,Manajemen Strategik dalam Mutu Pendidikan, ( Bandung : CV ALVABETA,
2011 ), 250.
55
akan dicapai oleh sekolah, sampai dengan menetapkan cara atau strategi
yang akan ditempuh untuk mencapainya yang berupa rumusan kebijakan,
program, dan kegiatan sekolah.
Peran Komite Sekolah sebagai pendukung bagi penyelenggaraan
dan upaya peningkatan kualitas pendidikan dapat berupa dukungan finansial,
tenaga, dan dukungan pikiran. Secara nyata pemberian dukungan ini dapat
diwujudkan diantaranya dengan pemecahan masalah kekurangan guru, biaya
sekolah bagi anak kurang mampu, dan tenaga untuk ikut memperbaiki sekolah
yang rusak.
Pemberdayaan bantuan sarana dan prasarana yang diperlukan disekolah
melalui sumber daya yang ada pada masyarakat, hal ini dilakukan dengan
berkoordinasi dengan Dewan Pendidikan.
Peran pengawasan yang dijalankan oleh Komite Sekolah merupakan jenis
pengawasan masyarakat. Fungsi pengawasan yang dilakukan meliputi kontrol
terhadap pengambilan keputusan dan perencanaan pendidikan di sekolah, di
samping alokasi dana dan sumber-sumber daya bagi pelaksanaan program
di sekolah. Komite Sekolah juga melakukan fungsi kontrolnya terhadap
keberhasilan pendidikan di sekolah yang dilihat dari mutu output
pendidikan. Hasil pengawasan terhadap sekolah akan dijadikan bahan
pertimbangan yang cukup menentukan bagi penyelenggaraan pendidikan dan
peningkatan kualitas/mutu pendidikan.
Komite Sekolah sebagai penghubung atau mediator antara sekolah,
orang tua, dan masyarakat memiliki arti, bahwa aspirasi orang tua dan masyarakat
56
akan disalurkan melalui Komite Sekolah untuk disampaikan kepada sekolah.
Selain itu, aspirasi orang tua dan masyarakat secara langsung dapat
disalurkan oleh masyarakat kepada Kepala sekolah. Peran sebagai mediator ini
memerlukan kecermatan dalam mengidentifikasi kepentingan, kebutuhan, dan
keluhan orang tua siswa dan masyarakat. Aspirasi yang disalurkan melalui
Komite Sekolah dimanfaatkan oleh sekolah sebagai masukan bagi koreksi ke
arah perbaikan. Komite Sekolah juga berperan dalam mensosialisasikan
berbagai kebijakan dan program yang telah ditetapkan sekolah sehingga dapat
akuntabel (dipertanggungjawabkan) kepada masyarakat. Bagi Komite Sekolah
peran yang harus dijalankan sebagai mediator adalah pemberdayaan sumber
daya yang ada pada orang tua siswa bagi pelakasanaan pendidikan di sekolah.
Dalam buku acuan operasional dan indikator kinerja Komite
Sekolah25 dijelaskan, bahwa Komite Sekolah mempunyai penjabaran peran
dalam kegiatan operasional Komite Sekolah, adapun penjabarannya adalah
sebagai berikut:
1. Peran Komite Sekolah sebagi pemberi pertimbangan (advisory
agency), indikator kinerjanya dengan memberikan masukan dan pertimbangan
mengenai:
a. Kebijakan pendidikan;
b. Program pendidikan;
c. Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS);
d. Kriteria kinerja satuan;
25 Departemen Pendidikan Nasional. Acuan Oprasional dan Indikator Kinerja Komite Sekolah.
(Jakarta : Dirjen Dikdasmen, 2004), 13.
57
e. Kriteria tenaga kependidikan;
f. Kriteria fasilitas pendidikan.
2. Peran Komite Sekolah sebagai pendukung (supporting agency),
indikator kinerjanya yaitu:
a. Mendorong orang tua untuk berpartisipasi dalam pendidikan;
b. Mendorong masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan;
c. Menggalang dana dalam rangka pembiayaan pendidikan;
d. Mendorong tumbuhnya perhatian masyarakat terhadap penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu;
e. Mendorong tumbuhnya komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu.
3. Peran Komite Sekolah sebagai pengontrol (controlling agency), indikator
kinerjanya yaitu:
a. Melakukan evaluasi dalam setiap kegiatan;
b. Melakukan pengawasan terhadap kebijaksanaan program penyelenggaraan
pendidikan;
c. Melakukan pengawasan terhadap kebijaksanaan program keluar
pendidikan.
4. Peran Komite Sekolah sebagai mediator, indikator kinerjanya yaitu:
a. Melakukan kerja sama dengan masyarakat;
b. Menampung aspirasi, ide, tuntutan dan berbagai kebutuhan pendidikan
yang diajukan oleh masyarakat;
c. Menganalisis aspirasi ide, tuntutan dan berbagai kebutuhan pendidikan
58
yang diajukan oleh masyarakat.
Selain peran yang telah disebutkan di atas, peran nyata yang dilaksanakan
Komite Sekolah adalah sebagai mitra atau partner bagi pemerintah daerah
atau sekolah. Badan ini memiliki peran sebatas memberikan pertimbangan atau
pilihan-pilihan yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah dan sekolah,
serta memberikan dukungan, kontrol, dan menjembatani kepentingan
masyarakat dan penyelenggaraan pendidikan.
Peran Komite Sekolah memberikan pertimbangan dalam penentuan
dan pelaksanaan kebijakan pendidikan, mendukung penyelenggaraan
pendidikan, mengontrol dan mediator antara pemerintah dengan masyarakat.
Di samping itu juga berfungsi mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen
masyarakat terhadap pendidikan berkualitas, melakukan kerjasama dengan
masyarakat, menampung dan menganalisa aspirasi, memberi masukan,
mendorong orang tua murid dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan,
menggalang dana dari masyarakat dan melakukan evaluasi.
Maka dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan, orang tua dan
masyarakat mempunyai potensi signifikan dalam berperan aktif. Antara lain
orang tua turut belajar kaitannya dengan birokrasi kependidikan skala kecil dalam
satuan pendidikan (sekolah), mendorong aktif kegiatan di sekolah, menciptakan
situasi lingkungan belajar yang kondusif, sehingga peserta didik dapat belajar
dengan tenang dan menyenangkan sebagai berikut : Menciptakan budaya
belajar di rumah. Pada jam-jam belajar, orang tua juga sebaiknya ikut belajar,
misalnya membaca tafsir atau ayat-ayat Al-Qur’an, membaca majalah, menulis
59
puisi, dan menulis program kerja, sehingga tercipta budaya belajar26 dan juga
orang tua perlu mengetahui perkembangan anaknya di sekolah serta turut serta
dalam pengadaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan belajar
mengajar. Di sinilah letak urgensi (pentingnya) mengoptimalkan keberadaan
Komite Sekolah sebagai partner dan rekan kerja orang tua murid, masyarakat,
dan sekolah sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan dan kualitas output
yang memuaskan semua pihak.
7. Struktur Organisasi Komite Sekolah
a. Keanggotaan Komite Sekolah
Keanggotaan Komite Sekolah berasal dari unsur-unsur yang ada dalam
masyarakat, unsur dewan guru, yayasan atau lembaga penyelenggara
pendidikan, badan pertimbangan desa dapat pula dilibatkan sebagai Komite
Sekolah. Anggota Komite Sekolah yang berasal dari unsur masyarakat berasal
dari orang tua wali peserta didik (bapak atau ibu yang putra atau putrinya
bersekolah di satuan pendidikan tersebut), tokoh masyarakat yang menjadi
panutan masyarakat yaitu orang yang ucapannya benar-benar didengar
sehingga apa yang dikatakannya diikuti oleh masyarakat, tokoh pendidikan,
dunia usaha atau industri (penguasaha industri, jasa, asosiasi dan lain-lain),
26 Namun tidak hanya usulan itu saja tetapi menurut penulis ada beberapa saran yang menurut
penulis di anggap unrgen antara lain : kedua, Memprioritaskan tugas yang terkait secara langsung dengan pembelajaran di sekolah. Jika banyak kegiatan yang harus dilakukan anak, maka utamakan yang terkait dengan tugas pembelajaran, ketiga, Mendorong anak untuk aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi sekolah, baik yang bersifat kurikuler maupun ekstrakurikuler, keempat, Memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan gagasan, ide, dan berbagai aktivitas yang menunjang kegiatan belajar, kelima, Menciptakan situasi yang demokratis di rumah, agar terjadi tukar pendapat dan pikiran sebagai sarana belajar dan membelajarkan, keenam, Memahami apa yang telah, sedang, akan dilakukan oleh sekolah, dalam mengembangkan potensi anaknya, ketujuh, Menyediakan sarana belajar yang memadai, sesuai dengan kemampuan orang tuadan kebutuhan sekolah. Mulyasa, E, Mejadi Kepala Sekolah Profesional, 168.
60
organisasi profesi tenaga kependidikan, wakil alumni, wakil peserta didik.
Unsur dewan guru, yayasan atau lembaga penyelenggara pendidikan, badan
pertimbangan desa, sebanyak-banyaknya berjumlah 3 (tiga) orang. Jumlah
anggota Komite Sekolah sekurang-kurangnya 9 (sembilan) orang dan
jumlahnya gasal, yang ditetapkan dalam AD/ART.27
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keanggotaan Komite
Sekolah terdiri atas:
1. Perwakilan orang tua/wali peserta didik berdasarkan jenjang kelas yang
dipilih secara demokratis.
2. Tokoh masyarakat (ketua RT/RW/RK, kepala dusun, ulama,
budayawan, pemuka adat).
3. Anggota masyarakat yang mempunyai perhatian atau dijadikan figur
dan mempunyai perhatian untuk meningkatkan mutu pendidikan.
4. Pejabat pemerintah setempat (Kepala Desa/Lurah, Kepolisian, Koramil,
Depnaker, Kadin, dan instansi lain).
5. Dunia usaha/industri (pengusaha industri, jasa, asosiasi, dan lain-lain).
6. Pakar pendidikan yang mempunyai perhatian pada peningkatan mutu
pendidikan.
7. Organisasi profesi tenaga pendidikan (PGRI, ISPI, dan lain-lain).
8. Perwakilan siswa bagi tingkat SLTP/SMU/SMK yang dipilih secara
demokratis berdasarkan jenjang kelas.
27 Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan komite Sekolah, Panduan Umum Dewan pendidikan dan Komite Sekolah, (Jakarta: 2002), 6.
61
9. Perwakilan forum alumni SD/SLTP/SMU/SMK yang telah dewasa dan
mandiri.
10. Unsur dewan guru, yayasan atau lembaga penyelenggara pendidikan,
badan pertimbangan desa dapat pula dilibatkan sebagai anggota
Komite Sekolah (maksimal 3 orang).
b. Kepengurusan Komite Sekolah
Pengurus Komite Sekolah ditetapkan berdasarkan AD/ART yang
sekurang-kurangnya terdiri atas seorang ketua, sekretaris, bendahara, dan bidang-
bidang tertentu sesuai dengan kebutuhan. Pengurus komite dipilih dari dan oleh
anggota secara demokratis. Khusus jabatan ketua komite bukan berasal dari
kepala satuan pendidikan. Jika diperlukan dapat diangkat petugas khusus yang
menangani urusan administrasi Komite Sekolah dan bukan pegawai sekolah,
berdasarkan kesepakatan rapat Komite Sekolah.
Pengurus Komite Sekolah adalah personal yang ditetapkan berdasarkan
kriteria sebagai berikut.
1. Dipilih dari dan oleh anggota secara demokratis dan terbuka dalam
musyawarah Komite Sekolah.
2. Masa kerja ditetapkan oleh musyawarah anggota Komite Sekolah.
3. Jika diperlukan pengurus Komite Sekolah dapat menunjuk atau dibantu
oleh tim ahli sebagai konsultan sesuai dengan bidang keahliannya.
Mekanisme kerja pengurus Komite Sekolah dapat diidentifikasikan
sebagai berikut :
62
1. Pengurus komite Sekolah terpilih bertanggung jawab kepada musyawarah
anggota sebagai forum tertinggi sesuai AD dan ART.
2. Pengurus Komite Sekolah menyusun program kerja yang disetujui melalui
musyawarah anggota yang berfokus pada peningkatan mutu pelayanan
pendidikan peserta didik.
3. Apabila pengurus Komite Sekolah terpilih dinilai tidak produktif dalam
masa jabatannya, maka musyawarah anggota dapat memberhentikan dan
mengganti dengan kepengurusan baru.
Pembiayaan pengurus Komite Sekolah diambil dari anggaran Komite
Sekolah yang ditetapkan melalui musyawarah.
(1). Pengurus sekurang-kurangnya terdiri atas: Ketua, Sekretaris dan
Bendahara.
(2). Pengurus dipilih dari dan oleh anggota.
(3). Ketua bukan berasal dari kepala satuan pendidikan.28
Pengurus dari anggota Komite Sekolah yang telah dipilih secara
demokratis harus segera menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga. Oleh karena itu, pada umumnya ada pembentukan tim kecil yang
diberi tugas untuk menyusun rancangannya kemudian dibahas dalam rapat-
rapat pleno Komite Sekolah. Berdasarkan Keputusan Mendiknas Nomor
044/U/202, Anggaran Dasar Komite Sekolah sekurang-kurangnya memuat:29
a. Nama dan tempat kedudukan;
b. Dasar, tujuan dan kegiatan; 28 Mendiknas, Lampiran II, 13. 29 Departemen Pendidikan Nasional. Panduan Umum Dewan Pendidikan dan Kinerja Komite
Sekolah. (Jakarta : Dirjen Dikdasmen, 2004), 19.
63
c. Keanggotaan dan kepengurusan;
d. Hak dan kewajiban anggota dan pengurus;
e. Keuangan;
f. Mekanisme kerja-kerja dan rapat-rapat;
g. Perubahan AD dan ART, serta pembubaran organisasi.
Lebih lanjut dijelaskan, bahwa Anggaran Rumah Tangga sekurang kurangnya
memuat:
a. Mekanisme pemilihan dan penetapan anggota dan pengurus;
b. Rincian tugas Komite Sekolah;
c. Mekanisme rapat;
d. Kerjasama dengan pihak lain;
e. Ketentuan penutup.30
c. Pembentukan Komite Sekolah
Pembentukan Komite Sekolah harus dilakukan secara transparan,
akuntabel, dan demokratis. Dilakukan secara transparan adalah bahwa Komite
Sekolah harus dibentuk secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat secara luas
mulai dari tahap pembentukan panitia persiapan, proses sosialisasi oleh panitia
persiapan, kriteria calon anggota, proses seleksi calon anggota, pengumuman
calon anggota, proses pemilihan, dan penyampaian hasil pemilihan. Dilakukan
secara akuntabel adalah bahwa panitia persiapan hendaknya menyampaikan
laporan pertanggungjawaban kinerjanya maupun penggunaan dana kepanitiaan.
Dilakukan secara demokratis adalah bahwa dalam proses pemilihan anggota dan
30 Ibid, 20.
64
pengurus dilakukan dengan musyawarah mufakat. Jika dipandang perlu pemilihan
anggota dan pengurus dapat dilakukan melalui pemungutan suara.
d. Mekanisme Pembentukan Komite Sekolah
Pembentukan komite Sekolah diawali dengan pembentukan panitia
persiapan yang dibentuk oleh kepala satuan pendidikan dan/atau oleh atau oleh
masyarakat. Panitia persiapan berjumlah sekurang-kurangnya 5 (lima) orang yang
terdiri atas kalangan praktisi pendidikan (seperti guru, kepala satuan pendidikan,
penyelenggara pendidikan), pemerhati pendidikan (LSM peduli pendidikan, tokoh
masyarakat, tokoh agama, dunia usaha dan industri), dan orang tua peserta didik.
Panitia persiapan bertugas mempersiapkan pembentukan Komite Sekolah
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mengadakan forum sosialisasi kepada masyarakat (termasuk
pengurus/anggota BP3, Majelis Sekolah, dan Komite Sekolah yang sudah
ada) tentang Komite Sekolah menurut keputusan ini.
2. Menyusun kriteria dan mengidentifikasi calon anggota berdasarkan usulan
dari masyarakat;
3. Menyeleksi anggota berdasarkan usulan dari masyarakat;
4. Mengumumkan nama-nama calon anggota kepada masyarakat;
5. Menyusun nama-nama anggota terpilih;
6. Memfasilitasi pemilihan pengurus dan anggota Komite Sekolah;
7. Menyampaikan nama pengurus dan anggota Komite Sekolah kepada
kepala satuan pendidikan.
8. Panitia Persiapan dinyatakan bubar setelah Komite Sekolah terbentuk.
65
e. Penetapan Pembentukan Komite Sekolah
Calon anggota Komite Sekolah yang disepakati dalam musyawarah atau
mendapat dukungan suara terbanyak melalui pemungutan suara secara langsung
menjadi anggota Komite Sekolah sesuai dengan jumlah anggota yang disepakati
dari masing-masing unsur. Komite Sekolah ditetapkan untuk pertama kali dengan
Surat Keputusan kepala satuan pendidikan, dan selanjutnya diatur dalam AD dan
ART. Misalnya dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga disebutkan
bahwa pemilihan anggota dan pengurus Komite Sekolah ditetapkan oleh
musyawarah anggota Komite Sekolah.
Pengurus dan anggota komite terpilih dilaporkan kepada pemerintah
daerah dan dinas pendidikan setempat. Untuk memperoleh kekuatan hukum,
Komite Sekolah dapat dikukuhkan oleh pejabat pemerintahan setempat. Misalnya
Komite Sekolah untuk SD dan SLTP dikukuhkan oleh Camat dan Kepala Cabang
Dinas Pendidikan Kecamatan; SMU/SMK dikukuhkan oleh Kepala Dinas
Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota.
f. Tata Hubungan A nta r Org a n i sa s i
Penyelenggaraan pendidikan jalur sekolah sesuai dengan jenjang dan
jenis, baik negeri maupun swasta, telah diatur melalui perundang-undangan serta
perangkat peraturan yang mengikutinya. Selain itu setiap penyelenggaraan
persekolahan dibina oleh instansi yang berwenang. Dengan demikian, kondisi
tersebut berimplikasi terhadap tatanan dan hubungan baik vertikal maupun
horizontal yang baku antara sekolah dengan instansi lain. Hubungan-hubungan
66
tersebut bisa berupa laporan, konsultasi, koordinasi, pelayanan, dan kemitraan.31
g. Program Kerja Komite Sekolah dan Indikator Kinerja Komite Sekolah
Untuk melaksanakan roda organisasi, Komite Sekolah harus menyusun
program kerja, baik dalam jangka pendek, menengah, dan jangka panjang.
Program kerja ini harus segera disusun setelah sturktur krpengurusan dan
keanggotaanya dibentuk, serta telah memiliki AD/ART.
Penyusunan program kerja Komite Sekolah perlu memperhatikan atau
berdasarkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Program kerja Komite Sekolah merupakan penjabaran peran dan fungsi
Komite Sekolah. Program kerja Komite Sekolah jangan sampai keluar dari
peran dan fungsi Komite Sekolah. Apa yang dapat atau tidak dapat dan
harus dilakukan oleh Komite Sekolah tidak lain harus tetap dalam koridor
yang tertuang dalam peran dan fungsi Komite Sekolah. Dengan kata lain,
program kerja Komite Sekolah harus merupakan penjabaran operasional
dari peran dan fungsi Komite Sekolah.
2. Berdasarkan data dan informasi yang akurat yang diperoleh dari kondisi
dan permasalahan nyata yang dihadapi oleh sekolah. Program kerja
Komite Sekolah harus disusun berdasarkan data dan informasi tentang
sekolah yang bersangkutan. Proses penyusunan program kerja Komite
Sekolah perlu mempertimbangkan masukan dan pertimbangan dari
sekolah. Untuk memperoleh data dan informasi yang lebih akurat, maka
Komite Sekolah seyogyanya dapat melakukan observasi langsung ke
31 Suparlan Dkk, Pemberdayaan Komite Sekola ,(Modul 1dan 2 , (Jakarta: DepDiknas, 2006), 12.
67
orang tua siswa, misalnya untuk mengetahui data yang akurat tentang
jumlah siswa yang berasal dari keluarga yang kurang mampu.
3. Sesuai dengan kaidah penyusunan program kerja pada umumnya, program
kerja Komite Sekolah disusun menganut kaidah SMART (specific,
measurable, achievable, dan time frame). Dalam menyususn program
kerja Komite Sekolah harus memperhatikan kaidah SMART, yakni: (a)
spesifik, (b) dapat diukur keberhasilan dan taraf pencapainnya, (c) dapat
dicapai dan dapat diperoleh, (d) berorientasi pada hasil dan proses, dan (e)
dengan jadwal yang jelas.
4. Pelaksanaan program kerja Komite Sekolah harus dipertanggung jawabkan
kepada masyarakat. Salah satu prinsip Komite Sekolah adalah
akuntabilitas. Oleh karena itu, hasil pelaksanaan program kerja Komite
Sekolah harus dipertanggung jawabkan, bukan hanya kepada orang tua
tetapi juga kepada masyarakat. Sekolah dan Komite Sekolah harus
membuat laporan pertanggungjawaban secara periodik atau setiap akhir
tahun pelajaran kepada orang tua siswa dan masyarakat. Hal ini sama
dengan apa yang dilakukan oleh institusi pemerintah yang memiliki
kewajiban untuk membuat Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP) pada setiap akhir tahun kegaiatan.
68
Ace Suryani dan Dasim Budimansyah (2004) yang dikutip oleh
Chasbullah melukiskan beberapa indikator dari peran komite sekolah
sebagai berikut:32
Tabel I Indikator Peran Komite sekolah
Peran Komite Sekolah
Fungsi Manajemen
Indikator Kerja
Sebagai Advisory Agency (pemberi pertimbangan)
Sebagai upporting Agency pendukung
1. Perencanaan Sekolah
2. Pelaksanaan
Program Kurikulum PBM dan Penilaian
3. Pengadaan
Sumberdaya Pendidikan (SDM dan anggaran)
1. Sumber daya
Identifikasi sumber daya pendidikan dalam masyarakat
Memberikan masukan RAPBS Menyelenggarakan rapat RAPBS Memberikan pertimbangan perubahan
RAPBS Ikut mensahkan RAPBS bersama
kepala sekolah Memberikan masukan terhadap proses
pengelolaan pendidikan di sekolah Memberikan masukan terhadap
proses pembelajaran kepada guru-guru
Identifikasi potensi sumber daya pendidikan dalam masyarakat
Memberikan pertimbangan tentang tenaga kependidikan yang dapat diperbantukan di madrasah
Memberikan pertimbangan tentang sarana dan prasarana yang dapat diadakan di madrasah
Memberikan pertimbangan tentang anggaran yang dapat dimanfaatkan di madrasah
Pemantauan terhadap kondisi
32 Hasbullah, Otonomi Pendidikan; Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap
Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 90.
69
2. Sarana dan
Prasarana
3. Anggaran
ketenagaan pendidikan di madrasah Mobilisasi guru sukarelawan di
madrasah Mobilisasi tenaga kependidikan non
guru di madrasah Memantau kondisi sarana/prasarana di
madrasah Mobilisasi bantuan sarana/prasarana
di madrasah Koordinasi dukungan sarana /
prasarana di madrasah Evaluasi pelaksanaan dukungan Memantau kondisi anggaran
pendidikan di madrasah Mobilisasi dukungan terhadap
anggaran pendidikan di madrasah Koordinasi dukungan terhadap
anggaran pendidikan di madrasah Evaluasi pelaksanaan dukungan
anggaran di madrasah
70
Tabel I Indikator Peran Komite sekolah
Peran Komite
Sekolah
Fungsi
Manajemen
Indikator Kerja
Sebagai Controlling (pengontrol)
1. Kontrol terhadap Perencanaan Madrasah
2. Kontrol terhadap pelaksanaan Program madrasah
Pengawasan terhadap proses pengambilan keputusan di madrasah
Penilaian terhadap kualitas kebijakan di madrasah
Pengawasan terhadap proses perencanaan di madrasah
Pengawasan terhadap kualitas perencanan di madrasah
Pengawasan terhadap kualitas program madrasah
Pengawasan terhadap organisasi madrasah
Pengawasan terhadap penjadwalan program madrasah
Pengawasan terhadap alokasi anggaran untuk pelaksanaan program madrasah
Pengawasan terhadap sumber daya pelaksanaan program madrasah
Pengawasan terhadap program partisipasi madrasah
Sebagai Mediator Agency
(penghubung)
1. Kontrol terhadap Output pendidikan
1. Perencanaan
Penilaian terhadap hasil Ujian Nasional
Penilaian terhadap angka partisipasi madrasah
Penilaian terhadap angka mengulang madrasah
Penilaian terhadap angka bertahan di Madrasah
Menjadi penghubung antara Komite sekolah (KM) dengan masyarakat, KM dengan dewan
71
2. Pelaksanaan Program
3. Sumber Daya
Pendidikan, serta KM dengan madrasah
Identifikasi aspirasi pendidikan dalam masyarakat
Membuat usulan kebijakan dan program pendidikan kepada madrasah.
Sosialisasi kebijakan dan program pendidikan madrasah terhadap masyarakat
Memfasilitasi berbagai masukan terhadap kebijakan program terhadap madrasah
Menampung pengaduan dan keluhan terhadap kebijakan dan program madrasah
Mengkomunikasikan pengaduan dan keluhan masyarakat terhadap instansi terkait dalam bidang pendidikan di madrasah
Identifikasi sumber daya di madrasah
Identifikasi sumber daya masyarakat
Mobilisasi bantuan masyarakat untuk pendidikan di madrasah
Identifikasi sumber daya di
adrasah Identifikasi sumber daya asyarakat Mobilisasi bantuan masyarakat
untuk pendidikan di madrasah
72
B. Pengelolaan Internasional Class Programme
1. Konsep Dasar Pengelolaan
a. Pengertian
Pengelolaan merupakan kata lain dari manajemen. Manajemen berasal
dari bahasa inggris management, akar katanya adalah manage yang memiliki arti
mengatur, mengurus, melaksanakan, mengelola.33 Manajemen adalah suatu
proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan
suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-
maksud yang nyata. Manajemen adalah suatu kegiatan, pelaksanaannya adalah
managing atau pengelolaan, sedang pelaksananya disebut manager atau
pengelola.34
Manajemen menurut Houghton sebagaimana dikutip oleh Ibrahim
Ismat Mutowi dan Amin Ahmad Khasan dalam buku al Ushul al-Idaroyati
littarbiyyah, bahwa Yang dimaksud dengan manajemen adalah suatu aktifitas
yang melibatkan proses pengarahan, pengawasan, dan pengerahan segenap
kemampuan untuk melakukan suatu aktifitas dalam suatu organisasi.35
العاملة ودفع القوى الرقابة التوجیھ و یطلق على الذي االدارة ھي ااالصطالح ان
العمل في المنشاءة الى
Yang dimaksud dengan manajemen adalah suatu aktifitas yang
melibatkan proses pengarahan, pengawasan, dan pengerahan segenap 33 John M. Echols dan Hasan Shadaly, Kamaus Bahasa Inggris Indonesia, (Jakarta: PT.
Gramedia, 1992), 372. 34George R. Terry dan Leslie W. Rue, Dasar-Dasar Manajemen, (Jakarta: Bumi aksara,2003), 1. 35 Ibrahim Ismat Mutowi dan Amin Ahmad Khasan, Al-Ushul Al-Idharoh Littarbiyah, (Riyad:
Dar al-Syurq, 1998/1416 H), 8.
73
kemampuan untuk melakukan suatu aktifitas dalam suatu organisasi.
Henry L. Sisk mendefinisikan “Management is the coordination of all
resource through the processes of planning, organizing,directing, and
controlling in order to attain stated objectifies”.
Manajemen adalah mengkoordinasikan semua sumber-sumber melalui
proses-proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan di
dalam ketertiban untuk tujuan.36
b. Fungsi-fungsi Manajemen
1) Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang
hendak dicapaidan menetapkan jalan dan sumber yang diperlukan untuk
mencapai tujuan itu, seefektif dan seedisien mungkin. Perencanaan merupakan
tindakan menetapkan terlebih dahulu apa yang akan dikerjakan, bagaimana
mengerjakannya, apa harus dikerjakan dan dan siapa yang mengerjakannya.37
Perencanaan perlu dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam
melakukan tidakan sehingga menyebabkan kerugian bagi organisasi. 38
Perencanaan dan rencana sangat penting, karena: 1) tanpa perencanaan
dan rencana berarti tidak ada tujuan yang dicapai; 2) tanpa perencanaan dan
rencana tidak ada pedoman pelaksanaan, sehingga banyak pemborosan; 3)
rencana adalah dasar pengendalian, kerana tanpa adanya rencana pengendalian
tidak dapat dilakukan; 4) tanpa adanya perencanaan dan rencana, berarti tidak 36Henry L. Sisk, Principles Of Management A Sistem Approach to the Management Process, (Chicago: Publishing Company, 1969), 10. 37 Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), 49. 38 Barnawi & M. Arifin, Manajemen Sarana & Prasarana Sekolah, (Jogjakarta,Ar-Ruzz Media,2012), 21.
74
ada keputusan dan proses manajemen pun tidak ada.39
2) Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian merupakan proses penyusunan struktur organisasi
yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber-sumber daya yang dimilikinya,
dan lingkungan yang melingkupinya. Dua aspek utama proses penyusunan
struktur organisasi adalah departementalisasi dan pembagian kerja.
Departementalisasi merupakan pengelompokan kegiatan-kegiatan yang sejenis
dan saling berhubungan dapat dikerjakan bersama. Hal ini akan tercermin pada
struktur formal suatu organisasi, dan tampak atau ditunjukkan oleh suatu bagan
organisasi. Pembagian kerja adalah pemerincian tugas pekerjaan agar setiap
individu dalam organisasi bertanggung jawab untuk melaksanakan sekumpulan
kegiatan yang terbatas. Kedua aspek ini merupakan dasar proses
pengorganisasian suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
secara efisien dan efektif.40
3) Penggerakan/Pelaksanaan (Actuating)
Penggerakan merupakan aktualisasi dari perencanaan dan
pengorganisasian secara konkrit. Perencanaan dan pengorganisasian tidak
akan mencapai tujuan yang ditetapkan tanpa adanya aktualisasi dalam bentuk
kegiatan. Perencanaan bagaikan garis start dan penggerakan adalah
bergeraknya mobil menuju tujuan yang diinginkan berupa garis finish, garis
finish tidak akan dicapai tanpa adanya gerak mobil.
Berdasarkan rencana aksi, penangggung jawab program kemudian
39 Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen:dasar penegrtian dan masalah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), 91. 40 Barnawi & M. Arifin, Manajemen Sarana & Prasarana Sekolah, 24.
75
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang telah disusun. Dalam pelaksanaan program,
dibutuhkan suatu pengarahan dari pimpinan, agar pelaksanaan tugas dapat berjalan
dengan lancar. Pengarahan yang dilakukan sebelum memulai bekerja, berguna
untuk menekankan hal-hal yang perlu ditangani, urutan prioritas, prosedur
kerja dan lain-lainnya agar pelaksanaan pekerjaan dapat efektif dan efisien.
Pengarahan yang dilakukan selama melaksanakan tugas bagi orang-orang
yang terlibat dimaksudkan untuk mengingatkan ataupun meluruskan apabila
terjadi penyelewengan atau penyimpangan.41
4) Pengawasan (Controlling)
Pengawasan merupakan pengontrol kegiatan yang telah dilaksanakan,
apakah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan atau tidak. Pengawasan
diterapkan dalam fungsi manajemen, agar pelaksanaan kegiatan yang telah
ditetapkan tidak melenceng dari perencanaannya, kalaupun ada penyimpangan-
penyimpangan maka dilakukan perbaikan.
Pengawasan adalah kegiatan untuk mengetahuli realisasi pelaku
personel dalam organisasi, dan apakah tingkat pencapaian tujuan sesuai dengan
yang dikehendaki, serta hasil pengawasan tersebut apakah dilakukan
perbaikan.42
5) Penilaian (Evaluting)
Evaluasi artinya menilai semua kegiatan untuk menemukan indikator
yang menyebabkan sukses atau gagalnya pencapaian tujuan, sehingga dapat
41 Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana, Manajemen Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media, 2008), 12. 42 Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung: CV. Alfabet, 2000), 59.
76
dijadikan bahan kajian berikutnya. Dalam mengkaji masalah yang dihadapi,
rumuskan solusi alternatif yang dapat memperbaiki kelemahan-kelemahan yang
ada dan meningkatkan kualitas keberhasilan dimasa yang akan datang. Evaluasi
sebagai fungsi manajemen merupakan aktifitas untuk meneliti dan mengetahui
pelaksanaan yang telah dilakukan dalam proses keseluruhan organisasi
mencapai hasil sesuai dengan rencana atau program yang telah
ditetapkan dalam rangka pencapaian tujuan. Dengan mengetahui kesalahan-
kesalahan atau kekurangan-kekurangan, perbaikan dan pencarían solusi yang
tepat dapat ditemukan dengan mudah.43
6) Penganggaran (Budgetting)
Penganggaran merupakan rencana detail mengenai perolehan dan
penggunaan keuangan maupun sumber daya organisasi lainnya pada periode
yang telah ditentukan. Anggaran merupakan representasi dari perencanaan
masa depan organisasi yang disusun dalam bentuk laporan formal secara
kuantitatif. Ada dua hal yang perlu dicermati berkaitan dengan anggaran, yaitu
perencanaan dan pengontrolan biaya.
Beberapa manfaat yang dapat dipetik oleh organisasi yang melakukan
penganggaran, antara lain:
a) Anggaran mengomunikasikan rencana manajemen ke seluruh bagian
di dalam organisasi;
b) Anggaran akan memaksa manajer untuk memikirkan masa depan
organisasi dan merencanakan bagaimana cara mencapainya;
43 Hikmat, Manajemen Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 124.
77
c) Proses penganggaran akan mengalokasikan sumber daya
organisasi ke seluruh bagian organisasi secara efektif dan efisien;
d) Prosese penganggaran akan meminimalisir terjadinya aktifitas yang
kurang optimal;
e) Anggaran akan mengoordinasi aktifitas-aktifitas di dalam organisasi
dengan mengintegrasikan rencana di masing-masing bagian;
f) Anggaran akan mendefinisikan tujuan dan sasaran yang akan menjadi
benchmarks dalam mengevaluasi kinerja organisasi.
7) Motivasi (Motivating)
Motivasi merupakan salah satu alat atasan agar bawahan mau bekerja
keras dan bekerja cerdas sesuai dengan yang diharapkan . Pengetahuan tentang
pola motivasi membantu para manejer memahami sikap kerja pegawai masing-
masing. Manajer dapat memotivasi pegawainya dengan cara berbeda-beda
sesuai dengan pola masing-masing yang paling menonjol. Bawahan perlu
dimotivasi karena ada bawahan yang baru mau bekerja setelah dimotivasi
atasannya. Motivasi dari luar disebut motivasi ekstrinsik. Di pihak lain, ada
pula bawahan yang bekerja atas motivasi dari dirinya sendiri. Motivasi yang
timbul dari dalam diri sendiri disebut motivasi intrinsic. Motovasi intrinsic
biasanya lebih bertahan lama dan efektif dibandingkan motivasi ekstrinsik. 44
8) Pemberdayaan (Empowering)
Pemberdayaan merupakan suatu istilah yang sering digunakan oleh
pimpinan untuk mengoptimalkan fungsi dan peran warga yang dipimpinnya.
44 Husaini Usman, Manajemen teori Praktik & Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,2008), 244.
78
Pemberdayaan merupakan pemberian wewenang kepada karyawan untuk
merencanakan, mengendalikan, dan membuat keputusan tentang pekerjaan yang
menjadi tanggungjawabnya, tanpa harus mendapatkan otorisasi secara eksplisit dari
manajer di atasnya.45
Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan karyawan, tetapi melibatkan
mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh- sungguh berarti. Salah
satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menyususn pekerjaan yang
memungkinkan para karyawan untuk mengambil keputusan mengenai perbaikan
proses pekerjaannya dengan parameter yang ditetapkan dengan jelas.
Beberapa aspek manajemen yang secara langsung dapat diserahkan
sebagai urusan yang menjadi kewenangan tingkat sekolah menurut H.
Budimansyah (2012)46 adalah sebagai berikut:
Pertama, menetapkan visi, misi, strategi, tujuan, logo, lagu, dan tata tertib
sekolah. Urusan ini amat penting sebagai modal dasar yang harus dimiliki
sekolah. Setiap sekolah seyogyanya telah dapat menyusun dan menetapkan sendiri
visi, misi, strategi, tujuan, logo, lagu, dan tata tertib sekolah. Ini merupakan bukti
kemandirian awal yang harus ditunjukkan oleh sekolah. Jika masa lalu sekolah
lebih dipandang sebagai lembaga birokrasi yang selalu menunggu perintah dan
petunjuk dari atas, dalam era otonomi daerah ini sekolah harus telah memiliki
kesadaran untuk menentukan jalan hidupnya sendiri. Sudah barang tentu, sekolah
45 Gunawan sudarmanto, “Optimalisasi pemberdayaan unsur-unsur terkait pengelolaan sekolah yang
mandiri dan berkualitas”http://blog.unila.ac.id/radengunawans/Manajemen-Pendidikan.pdf, akses: 07/07/2013.
46H. Budimansyah, Fungsi Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah: Dalam Meningkatkan Mutu pendidikan, Seminar yang disampaikan pada Optimalisasi Fungsi Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah 1 Nopember 2012, Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan, (Jakarta, 2012), 12-14 .
79
harus menjalin kerjasama sebaik mungkin dengan orangtua dan masyarakat
sebagai mitra kerjanya. Bahkan dalam menyusun program kerjanya, sebagai
penjabaran lebih lanjut dari visi, misi, strategi, dan tujuan sekolah tersebut,
orangtua dan masyarakat yang tergabung dalam Komite Sekolah, serta seluruh
warga sekolah harus dilibatkan secara aktif dalam menyusun program kerja
sekolah, dan sekaligus lengkap dengan Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Sekolah (RAPBS).
Kedua, memiliki kewenangan dalam penerimaan siswa baru sesuai dengan
ruang kelas yang tesedia, fasilitas yang ada, jumlah guru, dan tenaga administratif
yang dimiliki. Berdasarkan sumber daya pendukung yang dimilikinya, sekolah
secara bertanggung jawab harus dapat menentukan sendiri jumlah siswa yang
akan diterima, syarat siswa yang akan diterima, dan persyaratan lain yang terkait.
Sudah barang tentu, beberapa ketentuan yang ditetapkan oleh dinas pendidikan
kabupaten/kota perlu mendapatkan pertimbangan secara bijak.
Ketiga, menetapkan kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler yang akan
diadakan dan dilaksanakan oleh sekolah. Dalam hal ini, dengan
mempertimbangkan kepentingan daerah dan masa depan lulusannya, sekolah
perlu diberikan kewenangan untuk melaksanakan kurikulum nasional dengan
kemungkinan menambah atau mengurangi muatan kurikulum dengan meminta
pertimbangan kepada Komite Sekolah. Kurikulum muatan lokal, misalnya dalam
mengambil kebijakan untuk menambah mata pelajaran seperti Bahasa Inggris dan
bahasa asing lainnya, komputer, dsb. Sudah barang tentu, kebijakan itu diambil
setelah meminta pertimbangan dari Komite Sekolah, termasuk resiko anggaran
80
yang diperlukkan untuk itu. Dalam kaitannya dengan penetapan kegiatan
ekstrakurikuler, sekolah juga harus meminta pendapat siswa dalam menentukan
kegiatan ekstrakurikuler yang akan diadakan oleh sekolah.
Oleh karena itu sekolah dapat melakukan pengelolaan biaya operasio-nal
sekolah, baik yang bersumber dari pemerintah Kabupaten/Kota maupun dari
masyarakat secara mandiri. Untuk mendukung program sekolah yang telah
disepakati oleh Komite Sekolah diperlu-kan ketepatan waktu dalam pencairan
dana dari pemerintah kabupaten/kota. Oleh kaarena itu praktik birokrasi yang
menghambat kegiatan sekolah harus dikurangi.
Keempat, pengadaan sarana dan prasana pendidikan, termasuk buku
pelajaran dapat diberikan kepada sekolah, dengan memperhatikan standar dan
ketentuan yang ada. Misalnya, buku murid tidak seenaknya diganti setiap tahun
oleh sekolah, atau buku murid yang akan dibeli oleh sekolah adalah yang telah
lulus penilaian, dsb. Pemilihan dan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di
sekolah dapat dilaksanakan oleh sekolah, dengan tetap mengacu kepada standar
dan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat atau provinsi dan
kabupaten/kota.
Kelima, penghapusan barang dan jasa dapat dilaksanakan sendiri oleh
sekolah, dengan mengikuti pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah, provinsi,
dan kabupaten. Yang biasa terjadi justru, karena kewenangan penghapusan itu
tidak jelas, barang dan jasa yang ada di sekolah justru tidak pernah dihapuskan,
meskipun ternyata barang dan jasa itu sama sekali telah tidak berfungsi atau
malah telah tidak ada barangnya.
81
Keenam, proses pengajaran dan pembelajaran. Ini merupakan kewenangan
profesional sejati yang dimiliki oleh lembaga pendidikan sekolah. Kepala sekolah
dan guru secara bersama-sama merancang proses pengajaran dan pembelajaran
yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan lancar dan berhasil.
Proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan
direkomendasikan sebagai model pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh
sekolah. Pada masa sentralisasi pendidikan, proses pembelajaran pun diatur secara
rinci dalam kurikulum nasional. Dalam era otonomi daerah, kurikulum nasional
sudah berkembang menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). bahkan
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sudah dalam penyempurnaan
Kurikulum 2013 sehingga para guru tidak akan terpasung lagi kreativitasnya
dalam melaksanakan dan mengembangkan kurikulum.
Ketujuh, urusan teknis edukatif yang lain sejalan dengan konsep
manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) merupakan urusan
yang sejak awal harus menjadi tanggung jawab dan kewenagan setiap satuan
pendidikan.
C. Pengertian Sekolah Bertaraf Internasional (Internasional Class
Programme)
Sekolah bertaraf internasional (SBI) adalah sekolah nasional yang
menyiapkan peserta didik berbasis standar nasional pendidikan (SNP) Indonesia
berkualitas internasional dan lulusannya berdaya saing internasional.47 Proses
47 Iif Khoiru Ahmadi, Sofan Amri, Strategi Pembelajaran Sekolah Berstandar Internasional &
nasional, (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2010),1.
82
belajar mengajar di sekolah ini menekankan pengembangan daya kreasi, inovasi,
dan eksperimentasi untuk memacu ide-ide baru yang belum pernah ada.
Pengembangan SBI di Indonesia didasari oleh Undang-undang No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 50 Ayat 3. Dan
pengembangan pada rintisan SBI dibagi dalam empat model: sekolah baru (newly
developed SBI), model pengembangan sekolah yang ada (existing developed SBI),
model terpadu dan model kemitraan. Dari keempat model penyelenggaraan itu
SBI dikembangkan dengan 8 prinsip utama, yaitu: 1), pengembangan SBI
mengacu pada SNP + X SBI = SNP + X. Di mana SNP meliputi 8 standar SNP,
yaitu, kompetensi lulusan, isi, proses, sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga
kependidikan, manajemen, pembiayaan, penilaian sedangkan X adalah nilai plus,
yaitu penguatan, pengayaan, pengembangan, perluasan, pendalaman melalui
adaptasi atau adopsi terhadap standar pendidikan, baik dari dalam maupun luar
negeri yang telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional, 2), SBI
dikembangkan berdasarkan atas kebutuhan dan prakarsa sekolah (demand driven
and bottom up), 3), kurikulum berstandar internasional yang ditunjukkan oleh
pengembangan isi yang mutakhir dan canggih dengan perkembangan ilmu
pengetahuan global, 4), SBI menerapkan manajemen berbasis sekolah (MBS)
dengan tata kelola yang baik, 5), SBI menerapkan proses belajar mengajar yang
pro perubahan dan inovatif, 6), SBI menerapkan prinsip-prinsip
kepemimpinanyang memiliki visi ke depan (visioner), 7), SBI harus memiliki
SDM yang profesional, baik tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan, 8),
penyelenggaraan SBI harus didukung oleh sarana dan prasarana yang lengkap,
83
relevan, mutakhir dan canggih seperti laptop di laboratorium, LCD, TV dan media
pendidikan penunjang lainnya.48
Seiring dengan perkembangan dunia di era globalisasi saat ini, kebutuhan
pendidikan anak Indonesia tidak lagi sekedar menuntut ilmu dan pengetahuan
melalui buku-buku bacaan, tetapi juga harus dapat mengakses ilmu pengetahuan
melalui berbagai media informasi dan teknologi. Di samping itu, untuk menjadi
pelaku-pelaku unggul dalam pembangunan di masa depan, maka anak Indonesia
perlu dipersiapkan untuk dapat menjalin komunikasi dan kerjasama secara global.
Hal ini berkaitan dengan proyeksi penerapan ilmu pengetahuan yang mereka
miliki dengan kemampuan komunikasi dalam bahasa asing (bahasa Inggris).
Sehubungan dengan hal tersebut, sudah saatnya bagi dunia pendidikan Indonesia,
khususnya pihak sekolah untuk melihat tantangan seperti ini, yakni menyiapkan
individu yang unggul dalam menerapkan ilmu pengetahuan mereka dalam bahasa
asing (bahasa Inggris) serta dapat mengakses berbagai ilmu pengetahuan dan
teknologi melalui berbagai media informasi. Salah satu solusi dalam dunia
pendidikan untuk menghadapi tantangan seperti itu adalah dengan mengadakan
program kelas internasional (International Class Program)
International Class Program (ICP) merupakan suatu kelompok belajar
yang menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris untuk semua mata pelajaran
kecuali muatan lokal kebahasaan dan mata pelajaran bahasa Indonesia dalam
pelaksanaan aktifitas pembelajaran,49 serta memanfaatkan Information
48 Ibid, 29-30. 49 Damayanti, Nia Wahyu. Kajian Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Pada
84
Technology (IT) pada proses pembelajaran. International Class Program (ICP)
menggunakan KTSP yang telah dikembangkan oleh tim ahli pengembang
kurikulum yang mensintesis KTSP berdasarkan standar nasional dan CIPP
(Cambridge International Primary Program).50 Hal ini dilakukan dalam rangka
membekali siswa dengan kemampuan nasional dan internasional.
D. Konsep Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
1. Filosofi Eksistensialisme dan Esensialisme
Penyelenggaraan SBI didasari filosofi eksistensialisme dan esensialisme
(fungsionalisme). Filosofi eksistensialisme berkeyakinan bahwa pendidikan harus
menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal
mungkin melalui fasilitas yang dilaksanakan melalui proses pendidikan yang
bermartabat, properubahan, kreatif, inovatif, dan eksperimentif), menumbuhkan
dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik.51
Filosofi eksistensialisme berpandangan bahwa dalam proses belajar mengajar,
peserta didik harus diberi perlakuan secara maksimal untuk mengaktualkan,
mengeksiskan, menyalurkan semua potensinya, baik potensi (kompetensi)
intelektual (IQ), emosional (EQ), dan Spiritual (SQ).
Filosofi esensialisme menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi
dan relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu, keluarga, maupun
kebutuhan berbagai sektor dan sub-sub sektornya, baik lokal, nasional, maupun
Pembelajaran Tematik Matematik Di Kelas II ICP (International Class Program) SDLaboratorium Universitas Negeri Malang. (Skripsi Universitas Negeri Malang : Tidak Dipublikasikan) ,10.
50 Ibid, 9. 51 Kir Haryana, Konsep Sekolah Bertaraf Internasional (artikel),(2007, Jakarta: Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Pertama), 37.
85
internasional. Terkait dengan tuntutan globalisasi, pendidikan harus
menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing secara
internasional.52 Karena pendidikan adalah proses yang disengaja untuk
membentuk kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual, social dan
spiritual kearah insan kamil. Dalam kontek kini dan mendatang, lima pilar
menjadi pondasi pendidikan PISI.
1. Learning to Know (belajar untuk tahu). Pada proses pembelajaran melalui
paradigm ini, santri (anak didik) akan dapat memahami dan menghayati
bagaimana suatu pengetahuan dapat diperoleh dari fenomena yang
terdapat dalam lingkungannya. Melalui proses pendidikan seperti ini,
diharapkan lahir generasi yang memiliki kepercayaan bahwa manusia
sebagai khalifah Allah dimuka bumi untuk mengelola dan
mendayagunakan alam. Untuk mencapai cirri masyarakat belajar,
diperlukan pemahaman yang jelas tentang “apa” yang perlu diketahui,
“bagaimana” mendapatkan ilmu pengetahuan, “mengapa” ilmu
pengetahuan perlu diketahui, “untuk apa” dan “siapa” yang akan
menggunakan ilmu pengetahuan itu.
2. Learning to Do (Belajar untuk melakukan). Proses pembelajaran dengan
penekanan agar peserta didik menghayati proses belajar dengan
melakukan sesuatu yang bermakna “Active Learning”. Peserta didik
memperoleh kesempatan belajar dan berlatih untuk dapat menguasai dan
memiliki standard kompetensi dasar yang disyaratkan dalam dirinya.
52 Ibid, 37-38.
86
Proses pembeljaran yang dilakukan menggali dan menemukan informasi
(information searching and exploring), mengolah dan informasi dan
mengambil keputusan (information processing and decision making skill),
serta memecahkan masalah secarakreatif (creative problem solving skill)
3. Learning to be (Belajar untuk menjadi diri sendiri). Proses pembelajaran
yang memungkinkan melahirkan manusia terdidik. Manusia terdidik ialah
manusia yang mempunyai tanggung jawab dan kepercayaan diri untuk
berkembang secara mandiri.
4. Learning to Live Together (Belajar untuk Hidup Bersama). Proses
pembelajaran yang memungkinkan melahirkan manusia yang menghayati
hubungan antar manusia secara intensif dan terus menerus saling
menghormati dan menghargai berbagai perbedaan etnis, agama, suku,
keyakinan politik, dan kepentingan ekonomi.
5. Learning to belive (Belajar untuk beriman). Proses pembelajaran yang
mengantarkan manusia sebagai manusia relegius.53
Dalam mengaktualkan kedua filosofi tersebut, empat pilar pendidikan,
yaitu: learning to know, learning to do, learning to live together, and learning to
be merupakan patokan berharga bagi penyelarasan praktek-praktek
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, mulai dari kurikulum, guru, proses
belajar mengajar, sarana dan prasarana, hingga sampai penilainya.54
53 T2EDI, Penyelenggaraan PISI (Program Kelas Internasional), (Malang,2003), 4-5. 54 Kir Haryana, Konsep Sekolah Bertaraf Internasional, 37-38.
87
2. SNP + X (OECD)
Rumusan SNP + X (OECD) maksudnya adalah SNP singkatan dari
Standar Nasional Pendidikan plus X. Sedangkan OECD singkatan dari
Organization for Economic Cooperation and Development atau sebuah
organisasi kerjasama antar negara dalam bidang ekonomi dan pengembangan.
Anggota organisasi ini biasanya memiliki keunggulan tertentu dalam bidang
pendidikan yang telah diakui standarnya secara internasional. Dengan demikian
pendidikan yang berkualitas mutlak diperlukan. Perbaikan untuk peningkatan
mutu pendidikan telah dilakukan, diantaranya melalui rencana strategis “
memperkaya standard isi nasional dengan standard isi internasional”. Rencana
strategis ini dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan sekolah melalui
pengembangan, perluasan dan pendalaman kurikulum standard nasional
pendidikan dengan mengakomodasi kurikulum dari Negara-negara OECD.55
Berikut ini negara yang termasuk anggota OECD ialah Australia,
Austria, Belgium, Canada, Czech Republic, Denmark, Finland, France, Germany,
Greece, Hungary, Iceland, Ireland, Italy, Japan, Korea, Luxembourg, Mexico,
Netherlands, New Zealand, Norway, Poland, Portugal, Slovak Republic,
Spain, Sweden, Switzerland, Turkey, United Kingdom, United States dan
Negara maju lainnya seperti Chile, Estonia, Israel, Russia, Slovenia,
Singapore, dan Hongkong.56
Dengan mengadopsi kurikulum dari Negara-negara maju di dunia
Internasional, maka RSDBI berkarakter sebagai pendidikan berwawasan
55 T2EDI, Penyelenggaraan PISI (Program Kelas Internasional), (Malang,2003),2. 56 Kir Haryana, Konsep Sekolah Bertaraf Internasional, 41.
88
Internasional yang mampu menghasilkan lulusan yang menguasai kemampuan
kunci global, seperti bahasa Internasional, teknologi informasi sehingga memiliki
kesetaraan kemampuan dalam persaingan global dengan rekannya dari Negara
maju.57
Sebagaimana dalam“Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah
Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah tahun
2007”, bahwa sekolah/madrasah internasional adalah yang sudah memenuhi
seluruh Standar Nasioanal Pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan mengacu
pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic
Cooperation and Development (OECD) dan atau Negara maju lainnya yang
mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, sehingga memiliki
daya saing Internasional.
Jadi, SNP+X di atas artinya bahwa dalam penyelenggaraan SBI,
sekolah/madrasah harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan (Indonesia)58
dan ditambah dengan indikator X, maksudnya ditambah atau diperkaya
(dikembangkan/ diperluas/diperdalam) dengan standar anggota OECD di atas
atau dengan pusat- pusat pelatihan, industri, lembaga-lembaga tes/sertifikasi
inter-nasional, seperti Cambridge, IB, TOEFL/TOEIC, ISO, pusat-pusat studi dan
organisasi-organisasi multilateral seperti UNESCO, UNICEF, SEAMEO, dan
sebagainya.
57 T2EDI, Penyelenggaraan PISI (Program Kelas Internasional),2. 58 Standar Nasional Pendidikan meliputi; standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian.( Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan).
89
Ada dua cara yang dapat dilakukan sekolah/madrasah untuk memenuhi
karakteristik (konsep) Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), yaitu sekolah yang
telah melaksanakan dan memenuhi delapan unsur SNP sebagai indikator kinerja
minimal ditambah dengan (X) sebagai indikator kinerja kunci tambahan. Dua cara
itu adalah:
(1) adaptasi, yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam
SNP dengan mengacu (setara/sama) dengan standar pendidikan salah satu
anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan
tertentu dalam bidang pendidikan, diyakini telah memiliki reputasi mutu
yang diakui secara internasional, serta lulusannya memiliki kemampuan
daya saing internasional; dan (2) adopsi, yaitu penambahan atau
pengayaan/pendalaman/penguatan/perluasan dari unsur-unsur tertentu yang belum
ada diantara delapan unsure SNP dengan tetap mengacu pada standar pendidikan
salah satu anggota OECD/negara maju lainnya.59
E. Landasan Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional
Di bawah ini landasan hukum yang menjadi pijakan Sekolah Bertaraf
Internasional.
a. UU Sisdiknas Pasal 50 Ayat 3 Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada
semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan
yang bertaraf internasional.60
59 Kir Haryana, Konsep Sekolah Bertaraf Internasional (artikel), 2007, (Jakarta: Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Pertama), 41. 60 Anonim, Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ( 2006, WIPRESS).
90
b. Kebijakan Pokok Pembangunan Pendidikan Nasional dalam Rencana
Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009.
1). Pemerataan dan Perluasan Akses.
2). Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing. Salah satunya pembangunan
sekolah bertaraf internasional untuk meningkatkan daya saing bangsa.
Dalam hal ini, pemerintah perlu mengembangan SBI pada tingkat
kabupaten/kota melalui kerja sama yang konsisten antara Pemerintah
dengan Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan untuk
mengembangkan SD, SMP, SMA, dan SMK yang bertaraf internasional
sebanyak 112 unit di seluruh Indonesia.
3). Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Pencitraan Publik.61
F. Landasan Pengembangan dan Manajemen PISI (Pendidikan Integrasi
Standar Internasional)
Landasan berfikir PISI adalah manajemen berbasis sekolah (School Base
Management). Kemandirian kelembagaan melalui manajemen berbasis sekolah
memberi peluang sekolah melakukan pengembangan. Peluang tersebut
terproyeksikan dalam KTSP serta pengoperasian manajemen akademiknya.
Sekema tersebut dapat dilihat pada gambar. 62
61Anonim, Rencana Startegis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009, 2006,
(Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional.). 62 T2EDI, Penyelenggaraan PISI (Program Kelas Internasional), (Malang,2003),1.
91
Sedangkan Manajemen sebagai bagian dalam penataan mekanisme
pendidikan. Model manajemen kini yang sering dikenal dengan manajemen
berbasis sekolah (School Base Management). Kemandirian kelembagaan melalui
manajemen berbasis sekolah, terproyeksikan dalam pengoperasian manajemen
akademiknya.
Model manajemen akademik di PISI menerapkan manajemen akademik
yang berbasis anak, aktualisasinya berupa pemberian kebebasan anak untuk maju
sesuai dengan kecepatannya (perlu persetujuan/kebijakan kepala akademik di
yayasan). Konsep ini yang dikenal dengan acceleration learning model, anak
maju secara berkelanjutan (continous progress). Model ini akan relevan dengan
belajar anak pada penerapan cara belajar siswa aktif.
Dengan cara belajar tersebut, tentunya akan terakomodasi pula ke dalam
system manajemen akademik sebagai pendukung belajarnya. Model manajemen
akademik sebagaimana yang diajukan tersebut dapat mewadahi dan menjangkau
ketentuan ketuntasan belajar pada jenjang sekolah, dan model menajemen
akademik tersebut dapat meningkatkan efisiensi belajar anak dengan member
92
peluang bagi anak untuk dapat menyelesaikan seluruh kompetensinya lebih
cepat.63
G. Karakteristik Sekolah Bertaraf Internasional
1. Karakteristik Visi
Dalam sebuah lembaga/organisasi, menentukan visi sangat penting
sebagai arahan dan tujuan yang akan dicapai. Tony Bush & Merianne Coleman
menjelaskan visi untuk menggambarkan masa depan organisasi yang
diinginkan. Itu berkaitan erat dengan tujuan sekolah atau perguruan tinggi, yang
diekspresikan dalam nilai-nilai dan menjelaskan arah organisasi yang diinginkan.
Tony Bush & Merianne Coleman mengutip pendapat Block, bahwa visi adalah
masa depan yang dipilih, sebuah keadaan yang diinginkan.64
Visi Sekolah Bertaraf Internasional adalah terwujudnya insan
Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara internasional.65 Sedangkan
menurut T2EDI menambahkan adalah menyiapkan peserta didik sukses sebagai
warga yang memiliki ketrampilan abad 21, dan memiliki kecerdasan budaya,
spiritual, emosional, social dan hidup damai dalam komunitas global.66 Visi ini
mengisyaratkan secara tidak langsung gambaran tujuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh sekolah model SBI, yaitu mewujudkan insan Indonesia
yang cerdas dan kompetitif/memiliki daya saing secara internasional.
63 Ibid, 12. 64 Tony Bush & Merianne Coleman, Manajemen Strategis Kepemimpinan Pendidikan,(terj.) oleh
Fahrurozi. (2006, Yogyakarta: IRCiSoD) 363-37. 65 Kir Haryana, Konsep Sekolah Bertaraf Internasional (artikel), 2007, (Jakarta: Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Pertama),43. 66 T2EDI, Penyelenggaraan PISI (Program Kelas Internasional), (Malang,2003),14.
93
2. Karakteristik Esensial
Karakteristik esensial dalam indikator kunci minimal (SNP) dan indikator
kunci tambahan (x) sebagai jaminan mutu pendidikan bertaraf internasional
dapat dilihat pada table di bawah ini.
Karakteristik Esensial SNP-SBI sebagai Penjaminan Mutu
Pendidikan Bertaraf Internasional (SBI)67
No
.
Obyek Penjamin
Mutu (Unsur
Pendidikan dalam SNP)
Indikator
Kinerja
Kunci Minimal
(dalam SNP)
Indikator Kunci Tambahan
sebagai(x-nya)
I Akreditasi Berakreditasi A
dari BAN Sekolah
dan Madrasah
Berakreditasi tambahan dari badan
akreditasi sekolah pada salah satu
lembaga akreditasi pada salah satu
Negara anggota OECD dan/atau
Negara maju lainnya yang mempunyai
keunggulan tertentu dalam bidang
pendidikan
II Kurikulum (Standar Isi)
dan Standar Kompetensi
Lulusan
Menerapkan KTSP Sekolah telah menerapkan system
administrasi akademik berbasis
teknologi informasi dan komunikasi
(TIK) dimana setiap siswa dapat
mengakses transkipnya masing-
masing.
Memenuhi Standar
Isi
Muatan pelajaran (isi) dalam
kurikulum telah setara atau lebih tinggi
dari muatan pelajaran yang sama pada
sekolah unggul dari salah satu Negara
diantara 30 negara anggota OECD
dan/atau dari Negara maju lainnya.
Memenuhi SKL Penerapan standar kelulusan yang
setara atau lebih tinggi dari SNP
67 Teguh Triwiyanto & Ahmad Yusuf Sobri, Panduan Mengelola Sekolah Bertaraf Internasional, (Jogjakarta : Ar Ruzz Media, 2010) 24-27.
94
Meraih mendali tingkat Internasional
pada berbagai kompetensi sains,
matematika, teknologi, seni, dan olah
raga. III Proses Pembelajaran Memenuhi Standar
Proses • Proses Pembelajaran pada semua
mata pelajaran telah menjadi teladan
atau rujukan bagi sekolah lainnya
dalam pengembangan akhlak mulia,
budi pekerti luhur, kepribadian
unggul, kepemimpinan, jiwa
kewirausahaan, jiwa patriot, dan jiwa
innovator
• Proses pembelajaran telah diperkaya
dengan model-model proses
pembelajaran sekolah unggul dari
salah satu Negara diantara 30 negara
anggota OECD dan/atau Negara
maju lainnya.
• Penerapan proses pembelajaran
berbasis TIK pada semua mapel
• Pembelajaran pada mapel IPA,
Matematika, dan lainnya dengan
bahasa Inggris, kecuali mapel bahasa
Indonesia.
IV Penilaian Memenuhi Standar
Penilaian Sistem/model penilaian telah
diperkaya dengan system/model
penilaian dari sekolah unggul di salah
satu Negara diantara 30 negara
anggota OECD dan/atau Negara maju
lainnya. V Pendidik Memenuhi Standar
Pendidik • Guru sains, matematika, dan
teknologi mampu mengajar
dengan bahasa inggris
• Semua guru mampu menfasilitasi
pembelajaran berbasis TIK
• Minimal 20% guru berpendidikan
95
S2/S3 dari perguruan tinggi yang
program studinya terakreditasi A
VI Tenaga Kependidikan Memenuhi Standar
Tenaga
Kependidikan
• Kepala sekolah berpendidikan
minimal S2 dari perguruan tinggi
yang program studinya
terakreditasi A
• Kepala sekolah telah menempuh
pelatihan kepala sekolah yang
diakui oleh pemerintah
• Kepala sekolah mampu berbahasa
inggris secara aktif
• Kepala sekolah memiliki visi
Internasional, mampu membangun
jejaring Internasional, memiliki
kompetensi manajerial, serta jiwa
kepemimpinan dan enterprenual
yang kuat
VII Sarana Prasarana Memenuhi Standar
Sarana Prasarana
• Setiap ruang kelas dilengkapi sarana
pembelajaran berbasis TIK
• Sarana perpustakaan TELAH
dilengkapi dengan sarana digital
yang memberikan akses ke sumber
pembelajaran berbasis TIK di
seluruh dunia
• Dilengkapi dengan ruang multi
media, ruang unjuk seni budaya,
fasilitas olah raga, klinik, dan lain-
lain.
VIII Pengelolaan Memenuhi Standar
Pengelolaan
• Sekolah meraih sertifikat ISO 9001
versi 2000 atau sesudahnya (2001,
dst) dan ISO 14000
• Merupakan sekolah multi kultural
• Sekolah telah menjalin hubungan
96
“sister school” dengan sekolah
bertaraf/berstandar Internasional
diluar negeri
• Sekolah terbebas dari rokok,
narkoba, kekerasan, kriminal,
pelecehan seksual, dan lain-lain
• Sekolah menerapkan prinsip
kesetaraan gender dalam semua
aspek pengelolaan sekolah IX Pembiayaan Memenuhi Standar
Pembiayaan
• Menerapkan model pembiayaan
yang efisien untuk mencapai
berbagai target indicator kunci
tambahan
H. Karakteristik Penjamin Mutu (Quality Assurance)
1. Input
Ciri-ciri input SBI diantaranya adalah sebagai berikut:
(1) Telah terakreditasi dari badan akreditasi sekolah di salah satu negara
anggota OECD atau negara maju lainnya.
(2) Standar lulusan lebih tinggi daripada standar kelulusan nasional.
(3) Jumlah guru minimal 20% berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi
yang program studinya terakreditasi A dan mampu berbahasa inggris
aktif. Kepala sekolah minimal S2 dari perguruan tinggi yang program
studinya terakreditasi A dan mampu berbahasa inggris aktif, serta semua
guru mampu menerapkan pembelajaran berbasis TIK.
(4) Tiap ruang kelas dilengkapi sarana dan prasarana pembelajaran berbasis
TIK, perpustakaan dilengkapi sarana digital/ berbasis TIK dan memiliki
ruang dan fasilitas multi media.
97
(5) Menerapkan berbagai model pembiayaan yang efisien untuk mencapai
berbagai target indikator kinerja kunci tambahan.68
(6) Siswa baru (inteke) diseleksi secara ketat melalui saringan rapor SD,
ujian akhir sekolah, scholastic aptitude test (SAT), kesehatan fisik, dan
tes wawancara. Siswa baru SBI memiliki potensi kecerdasan unggul
yang ditunjukkan oleh kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual,
dan berbakat luar biasa.
2. Proses Pembelajaran pada SBI dan PISI
Ciri-ciri proses pembelajaran, penilaian, dan penyelenggaraan SBI sebagai
berikut:
(1) Properubahan, yaitu proses pembelajaran yang mampu menumbuhkan
dan mengembangkan daya kreasi , inovasi, nalar, dan eksperimentasi
untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru, a joy of discovery.
(2) Menerapkan model pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan; student centered; reflective learning, active learning;
enjoyable dan joyful learning, cooperative learning; quantum learning;
learning revolution; dan contextual learning, yang kesemuanya itu
telah memiliki standar internasional.
(3) Menerapkan proses pembelajaran berbasis TIK pada semua mata
pelajaran.
(4) Proses pembelajaran menggunakan bahasa Inggris, khususnya mata
pelajaran sains, matematika, dan teknologi.
68 Iif Khoiru Ahmadi, Sofan Amri, Strategi Pembelajaran Sekolah Berstandar Internasional & nasional, (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2010), 37-38.
98
(5) Proses penilaian dengan menggunakan model penilaian sekolah unggul
dari negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya.
(6) Dalam penyelenggaraan SBI harus menggunakan standar manajemen
internasional, yaitu mengimplementasikan dan meraih ISO 9001 versi
2000 atau sesudahnya dan ISO 14000, dan menjalin hubungan sister
school dengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri.69
Disamping itu T2EDI menambahkan dalam proses pembelajaran
pada PISI adalah:
1. Pembelajaran Optimal.
Dalam rangka mencapai sasaran pembelajaran, maka belajar anak
didik diakomodasikan untuk kegiatan belajar yang memampukan
dirinya untuk menghadapi perubahan budaya kini dan masa depan.
Sehubungan dengan itu, kemampuan belajar yang perlu
ditumbuhkan pada anak adalah untuk:
a. Proses untuk memiliki dan mengalokasikan informasi.
b. Proses untuk memiliki keterampilan tingkat tinggi untuk membuat
generalisasi.
c. Proses untuk memiliki strategi umum memecahkan problema.
d. Proses menetapkan tujuan belajarnya sendiri.
e. Proses mengatur mengevaluasi belajarnya sendiri.
f. Motivasi yang tepat.
69 Kir Haryana, Konsep Sekolah Bertaraf Internasional, 42.
99
g. Dan proses memiliki konsep ilmu pengetahuan yang tepat.70
Proses pembelajaran optimal akan tampak pada optimasi
keterlibatan mental emosional anak pada proses asimilasi dan
akomodasi kognitif dalam pencapaian pengetahuan, perbuatan serta
pengalaman langsung dalam pembentukan keterampilan, dan
penghayatan serta internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan
nilai.
Dengan pembelajaran optimal anak di dorong agar mempunyai:
a. Keterampilan belajar, seperti keterampilan membaca, menulis,
mengamati dan mendengarkan, berkomunikasi verbal dan non
verbal.
b. Keterampilan dasar intelektual seperti mengadakan penalaran,
berfikir kritis, dan menafsirkan data.
c. Keterampilan menggunakan bermacam-macam alat belajar
seperti, media cetak, media masa, internet dan berbagai
intruksional material.
d. Kemampuan mengidentifikasi kebutuhan belajarnya,
e. Dan kemampuan untuk mengelola belajarnya sendiri (self
management).71
2. Tugas dan peran guru dalam pembelajaran optimal
a) Tugas guru
Tugas guru dalam rangka optimasi proses pembelajaran
70 T2EDI, Penyelenggaraan PISI (Program Kelas Internasional), (Malang,2003),8. 71Ibid, 9.
100
adalah sebagai fasilitator yang mampu mengembangkan
kemampuan belajar anak didik. Mengembangkan kondisi-
kondisi belajar yang relevan yang membuat belajar secara wajar
dengan penuh kegembiraan, pembatasan positif terhadap dirinya
sebagai seorang pelajar. Kondisi-kondisi belajar yang
dimaksudkan dicirikan sebagai berikut:
a. Disusun dengan memberikan kesempatan pada anak untuk
melakukan penemuan-penemuan sebagai perolehan hasil
belajar.
b. Menuntun anak dalam mengolah perolehan hasil belajar.
c. Memacu kemampuan mental, fisik, dan social sebagai
penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi.
d. Memberikan kesempatan kepadaanak untuk menunjukkan
kreatifitas, mandiri dan bertanggung jawab kegiatan itu.
e. Memberikan kesempatan kepada anak untuk menetapkan
kegiatan belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing.
f. Membina kesempatan untuk mengembangkan kegiatan
belajar sesuai dengan minat dan perbedaan bakat serta
kecepatan belajar anak.72
b) Peran guru
Peranan guru dalam proses pembelajaran memiliki
berbagai bentuk sesuai dengan pengaruhnya terhadap sikap,
72 Ibid, 9.
101
struktur motivasi dan keterampilan kognitif anak.
a. Pada domain sikap, tugas guru membantu anak untuk
mengambil sikap yang kreatif dalam proses pembelajaran.
Membantu anak untuk berfikir kritis dalam menghadapi
masalah-masalah agar dapat mengatasi secara efektif dan
efisien. Membantu anak untuk memperoleh pengalaman.
b. Pada domain motivasi, tugas guru adalah membangkitkan
anak dalam proses belajar dan membangkitkan keinginan
anak untuk secara kontinyu mau belajar.
c. Sedangkan pada domain kognitif tugas guru adalah
memperlengkapi kemampuan untuk belajar dalam
memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Tugas ini dapat
dikembangkan melalui pembinaan dalam mengenal dan
menggunakan metode-metode ilmiah dan pembinaan untuk
mengenal sumber-sumber belajar.
d. Peran guru dalam proses kegiatan belajar anak, memerankan
berbagai peran; sebagai fasilitator belajar anak, akan
berfungsi sebagai manajer dalam seting belajar anak, sebagai
advisor, penasehat anak dalam menghadapi kesulitan.
Sebagai observer, pengamat kegiatan anak. Dan sebagai
evaluator, yang bertugas untuk mendeteksi kemajuan belajar
anak, sebagai penasehat (advisor) bagi anak-anak.73 Jadi
73 T2EDI, Penyelenggaraan PISI (Program Kelas Internasional), (Malang,2003),10.
102
guru sebagai penasehat berarti harus mampu mendiagnosis
kesulitan belajar anak sehingga dapat memberikan layanan
belajar dengan tepat.
Sedangkan peran dan tugas pendidik dan tenaga kependidikan adalah
dua “ profesi” yang sangat berkaitan erat dengan dunia pendidikan, sekalipun
lingkup keduanya berbeda. Hal ini dapat dilihat dari pengertian keduannyayang
tercantum dalam pasal 1 undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang system
pendidikan. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa tenaga
kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat
untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sementara pendidik adalah
tenaga kependidikan yang berkualitas sebagai guru, dosen, konselor, pamong
belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai
dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.74
e. Penilaian dalam pembelajarn optimal.
Konsekuensi dari tugas dan peranan guru tersebut berdampak
pada system penilaian. Dalam hal ini, penilaian tidak semata-
mata diarahkan pada hasil belajara anak, penilaian pembelajaran
harus mencakupi hasil dan proses belajar anak.
f. Sumber belajar dalam pembelajaran optimal
Implikasi dari proses pembelajaran optimal sumber dalam
pembelajaran bukan semata-mata guru. Tetapi semua orang yang
74 Iif Khoiru Ahmadi, Sofan Amri, Strategi Pembelajaran Sekolah Berstandar, 92.
103
dapat dijadikan nara sumber dalam kegiatan belajar anak.
Guru harus mampu untuk mengordinasikan orang-orang sumber tersebut
agar dapat membantu belajar anak, misalnya ahli pustakawan, polisi, manajer,
direktur, dokter, tukang bangunan, penjaga keamanan dll, dalam hal seting
tempat belajar ini dapat memberikan pengalaman belajar yang berharga.
3. Tujuan Operasional SBI/PISI
Lulusan SBI ditargetkan memiliki beberapa kemampuan bertaraf
nasional plus internasional sekaligus, yang ditunjukkan oleh penguasaan SNP
Indonesia dan penguasaan kemampuan-kemampuan kunci yang diperlukan
dalam era global.
Ciri-ciri output SBI sebagai berikut;
(1) lulusan SBI dapat melanjutkan pendidikan pada satuan pendidikan
yang bertaraf internasional, baik di dalam negeri maupun luar negeri,
(2) lulusan SBI dapat bekerja pada lembaga-lembaga internasional
dan/atau negara-negara lain.
(3) Lulusan SBI mampu meraih medali tingkat internasional pada
berbagai kompetensi sains, matematika, teknologi, seni, dan olah
raga.75
Di samping itu T2ED menambahkan tujuan operasional PISI adalah:
a. Menghasilkan lulusan yang memiliki kecerdasan budaya dengan
ciri kepribadian :
(1). Memahami dan menyadari pentingnya nilai – nilai hidup
75 Kir Haryana, Konsep Sekolah Bertaraf Internasional, 41.
104
(2). Mampu memelihara nilai – nilai hidup
(3). Mampu berbuat sesuatu guna perbaikan dilingkungan
hidupnya.
b. Menghasilkan lulusan yang memiliki kecerdasan spiritual dan
memiliki moralitas yang tinggi dengan ciri – ciri kepribadian :
(1). Menyadari sebagai makhluk
(2). Beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
(3). Menghayati dan mengamalkan nilai – nilai moral Pancasila
(4). Sabar, tabah, tenang, jujur, tegas, adil dan berdisiplin
(5). Menghayati dan mengamalkan etika, tata tertib dan tata krama
sosial kemasyarakatan dan kebagsaan
(6). Berkepribadian ( teguh pendirian ), memiliki self esteem
( harga diri )
c. Menghasilkan lulusan memiliki kecerdasan intelektual, berpengetahuan
luas dan mampu berfikir secara logis, mandiri dan kreatif dengan ciri – ciri
kepribadian :
(1). Gemar, biasa dan butuh membaca
(2). Rajin, dan tekun belajar untuk meningkatkan pengetahuan
(3). Suka meneliti, menyelidik dan selalu ingin tahu
(4). Gemar menulis, menyusun karya penyelidikan
(5). Gemar terhadap karya ilmu pengetahuan dan teknologi
(6). Gemar mengadakan penelitian dan karya
d. Menghasilkan lulusan yang memiliki kepekaan sosial dan penghayatan
105
terhadap nilai – nilai aestetika dengan ciri – ciri kepribadian :
(1). Memiliki kepekaan terhadap nilai estetika
(2). Mampu menghayati nilai – nilai dan karya estetika
(3). Memiliki penghargaan terhadap nilai – nilai dan karya estetika
(4). Memiliki rasa estetika
e. Menghasilkan lulusan yang memiliki kepekaan terhadap rasa kemanusiaan
dan kesadaran terhadap lingkungan hidup dengan ciri kepribadian :
(1). Mampu menghayati rasa senang, gembira, puas
(2). Memiliki rasa senang untuk saling bekerjasama, saling menolong dan
saling menghargai dan menghormati sesama
(3). Memiliki simpati dan empati terhadap sesama
(4). Menghargai dan menghormati karya orang lain
(5). Memiliki kepekaan terhadap masalah sosial kemanusiaan
(6). Memiliki kepedulian terhadap masalah kemanusiaan
f. Menghasilkan lulusan yang memiliki kesadaran terhadap kehidupan
lingkungan dengan ciri kepribadian :
(1). Memahami dan menyadari pentingnya lingkungan hidup
(2). Mampu memelihara lingkungan hidup
(3). Mampu berbuat sesuatu guna perbaikan lingkungan hidup
(4). Memiliki kebiasaan hidup sehat dan bersih
g. Menghasilkan lulusan yang memiliki keterampilanhidup ( Life Skill )
dengan ciri kepribadian :
(1). Keterampilan intelektual ( Intelectual Skill )
106
(2). Keterampilan Sosial ( Social Skill )
(3). Kerajinan tangan ( Manual skill- tecknical skill )
(4). Keterampilan berusaha ( Businees Skill )
(5). Keterampilan berkomunikasi ( Skill Communication )
(6). Memiliki etos dan semangat kerja ( Motivating )
(7). Keterampilan beragama ( Skill For Religius )
(8). Keterampilan mengelola diri ( Self Management Skill )
(9). Keterampilan mata pencaharian ( Economic Skill )
(10). Keterampilan berbudaya76
C. Kerjasama Komite Sekolah Dengan Sekolah dalam Pengelolaan
Internasional Class Programme
Lembaga pendidikan atau sekolah adalah milik masyarakat, dan berada di
tengah-tengah masyarakat. Lembaga pendidikan adalah suatu system yang
tertentu dalam suprasistemnya. Gambaran ini menunjukkan ada hubungan yang
erat antara lembaga pendidikan ( sekolah ) dengan masyarakat atau Komite
Sekolah, yang mengharuskan keduanya menjalin kerjasama, saling memberi dan
menerima. Sekolah dan masyarakat merupakan dua komunitas yang saling
melengkapi antara satu dengan lainnya, bahkan ikut memberikan warna terhadap
perumusan model pembelajaran tertentu di sekolah oleh suatu lingkungan
masyarakat tertentu pula. Sekolah berperan dalam melestarikan dan memindahkan
nilai-nilai kultur pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan agama yang
dianut para guru dan peserta didiknya kepada generasi penerus dan untuk
76 T2EDI, Penyelenggaraan PISI (Program Kelas Internasional), (Malang,2003),14-17.
107
menjamin kemajuan ilmu pengetahuan dan kemajuan sosial dengan menjadi
pelaku aktif dalam perbaikan masyarakat. Sekolah merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dengan masyarakat, bahkan sekolah tumbuh dan berkembang sesuai
dengan tuntutan dan harapan masyarakat.77 Tanpa ada kerjasama antara keduanya,
sebenarnya lembaga pendidikan telah kehilangan sebagian dari fungsinya, begitu
pula halnya dengan komite sekolah atau masyarakat. Lembaga pendidikan tidak
lagi berfungsi sebagai penerang dan pembaruan masyarakat. Masyarakat tidak lagi
memberi dukungan moral dan material kepada lembaga pendidikan atau sekolah,
berarti sama dengan kurang menghiraukan perkembangan putra-putrinya, yang
akhirnya dapat merugikan kedua belah pihak, malah lebih dari itu bangsa dan
negara ikut menderita.
Kementerian Pendidikan Nasional menguraikan bahwa : Sekolah dan
masyarakat memiliki hubungan rasional, yaitu (1) adanya kesesuaian antara fungsi
pendidikan yang dimainkan oleh sekolah dengan kebutuhan masyarakat; (2)
ketepatan sasaran dan target pendidikan yang ditangani oleh sekolah ditentukan
oleh kejelasan perumusan kontrak antara fungsi sebagai layanan pesanan
masyarakat sangat di pengaruhi oleh ikatan objektif antara sekolah dan
masyarakat.78
Kerjasama antara komite sekolah dengan sekolah sangatlah berpengaruh
terhadap perkembangan atau kemajuan anak, dalam hal ini orang tua sebagai
anggota komite sekolah memungkinkan punya pengaruh pada anak-anak mereka.
77 Syaiful Sagala, Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, (Bandung:Alfabeta, 2011), 234. 78 Kementerian Pendidikan Nasional 1990, 5-19.
108
Keluarga adalah tempat yang mula-mula dikenal oleh anak, di keluargalah
pertama kali yang mengenalkan dan mengajarkan sebuah pendidikan kepada anak.
Sebab dalam keluarga ada seorang ibu, Ibu itu adalah madrasah pertama kali yang
dikenal dan dialami langsung oleh seorang anak maka pendidikan harus dimulai
dari diri sendiri (Ibu dan Bapak) barulah kepada keluarga terdekat kemudian
kepada lingkungan masyarakat.
Partisipasi komite sekolah terhadap sekolah, adalah wujud material atau
spiritual, juga jelas mempengaruhi terhadap proses penyelenggaraan pendidikan.
“Penyelenggaraan pendidikan di sekolah melibatkan manusia.”79 Berfungsinya
proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah dalam kenyataannya
tergantung pada kualitas dan kuantitas komponen masyarakat, fasilitas dana dan
perlengkapan pendidikan, soal kualitas dana dan fasilitas tadi kalau dikaji akan
tampak betapa besar dipengaruhi oleh tingkat partisipasi komite sekolah.
Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan suatu proses
komunikasi yang harmonis. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengertian
masyarakat akan kebutuhan dan kegiatan yang diselenggarakan di sekolah.
Dengan mengetahui kebutuhan dan kegiatan sekolah tersebut, masyarakat
terdorong untuk bersedia bekerjasama dalam upaya meningkatkan dan
mengembangkan kuantitas tetapi tetap mengacu kualitas.80 Dalam hubungan ini
sangat diperlukan persepsi yang benar dan tanggung-jawab masyarakat atau
komite sekolah terhadap eksistensi pendidikan persekolahan.
79 Noersam, dkk, Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan , (Surabaya :Usaha Nasional, 1998), 185. 80 Syaiful Sagala, Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, (Bandung:Alfabeta, 2011), 235.
109
Kerjasama antara komite sekolah dengan sekolah paling tidak dapat dilihat
dari dua segi yaitu :
1. Sekolah sebagai patner dari masyarakat atau komite sekolah di dalam
melakukan fungsi pendidikan
2. Sekolah sebagai produser yang melayani pesanan-pesanan pendidikan dari
masyarakat atau komite sekolah
Kerjasama antar komite sekolah dengan sekolah yang mengontraknya
kalau tidak disertai dengan jaminan dan ikatan-ikatan obyektif sebagaimana
layaknya yang terjadi antara pihak pengontrak dengan pihak yang dikontrak, maka
sedikit banyak dan berpengaruh pada penunaian fungsi lembaga pendidikan atau
persekolahan. Untuk itu penggarapan pada tingkat sistematik yang berfungsi
melembagakan kewajiban dan tanggung-jawab komite sekolah terhadap eksistensi
serta produk persekolahan dengan sendirinya menjadi sangat penting. komite
sekolah diharapkan menjadi rantai penghubung antara rumah, siswa dan sekolah.
Dengan kerjasama komite sekolah dan sekolah dapat menyiapkan
bersama situasi yang kaya dengan informasi yang digunakan untuk membuat
sekolah sebagai tempat memperoleh pengalaman yang positif baik bagi para siswa
maupun bagi para anggota keluarga lainnya. juga karena pendidikan didukung
secara langsung dan tidak langsung oleh komite sekolah. Mereka punya hak dan
tanggung-jawab untuk terlibat di dalamnya. Melalui kerja sama ini komite sekolah
dapat memberikan dukungan kepada sekolah baik berupa financial maupun ide-
ide.
110
Ada beberapa hal yang perlu dilaksanakan oleh lembaga pendidikan untuk
menarik perhatian komite sekolah seperti yang di sebutkan oleh salah seorang
ahli, sebagai berikut :
1. Rencana hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat dan monitor
hubungan itu oleh suatu tim. Tim tersebut hendaknya terdiri dari wakil-wakil
pengajar, orang tua dan siswa/mahasiswa.
2. Tentunya frekwensi efektivitas komunikasi Alat komunikasi dapat dipilih
melalui satu atau beberapa dari. (a) barang cetakan. (b). audiovisual. (c) media
identitas lembaga seperti kartu, uniform, lambing, gedung dan sebagainya. (d)
surat kabar. (e) kejadian-kejadian seperti pertemuan ceramah-ceramah dan
kegiatan kampus sekolah lainnya. (f) menghadirkan ahli pidato untuk
mempopulerkan lembaga. Layanan telpon umum dan (h). kontak perseorangan
Masing-masing alat komunikasi hanya cocok untuk kegiatan kerjasama intern.
3. Personalia sekolah perlu dimotivasi untuk berpartisipasi dan didasarkan atas
pertimbangan kondisi rumah dan tetangga bagi kemajuan para
siswa/mahasiswa. Tim mengadakan pertemuan- pertemuan dengan para
personalia, mengajak mereka berpartisipasi dan bergotong royong mengadakan
tugas tertentu.
4. Motivasi para orang tua/masyarakat untuk berpartisipasi dalam program
hubungan dengan lembaga pendidikan dan menyarankan kepada mereka untuk
ikut mengambil keputusan . keputusan yang diambil bersama oleh lembaga
pendidikan, masyarakat dan wakil- wakil siswa/mahasiswa lebih menjamin
111
kelancaran pelaksanaannya dari pada diputuskan hanya oleh lembaga
pendidikan saja.
5. Libatkan orang tua dalam perencanaan tentang pendidikan putra-putri mereka.
Dan libatkan pula mereka dalam memonitor kemajuan putra- putrid tersebut.
Dengan tehnik perlibatan ini para orang tua merasa ikut sebagai personalia
pendidikan, ikut merasa memiliki lembaga pendidikan itu, dan ikut
memperjuangkannya untuk mensukseskan putra-putri mereka dan kemajuan
lembaga.
6. Libatkan orang tua/masyarakat dalam pemecahan masalah yang berkaitan
dengan performan puta-putri mereka. Misalnya kenakalan baik di rumah
maupun di dalam lembaga, kelalaian melakukan tugas- tugas yang diberikan
oleh lembaga, kemalasan belajar, pergaulan yang tidak baik, minum-minuman
keras, narkotika dan sebagainya. Kerjasama ini dimaksud agar masalah itu
lebih mudah dipecahkan dan para orang tua lebih memperhatikan serta
waspada terhadap anak-anak mereka
7. Beri dorongan kepada orang tua agar ikut mendidik putra-putri mereka, seperti
belajar yang teratur, selalu hadir di sekolah kecuali ada halangan yang dapat
dipertanggung-jawabkan, berperilaku yang baik dan sebaginya.
8. Lembaga pendidikan harus memberikan laporan kemajuan para
siswa/mahasiswa kepada orang tua secara teratur dan bermakna. Yang
dimaksud dengan bermakna di sini bukan hanya melapor kemajuan itu dalam
bentuk tertulis saja seperti raport misalnya, melainkan perlu dilengkapi dengan
penjelasan-penjelasan yang dianggap penting. Umpamanya siswa-siswa yang
112
suka mencontoh temannya terpaksa nilai raport pada pelajaran itu dikurangi,
atau seharusnya bisa lebih maju, tapi karena kurang disiplin belajar ia tidak
mencapai kemajuan itu. Hal-hal seperti ini perlu diterangkan kepada orang
tuanya agar orang tua bisa ikut membantu mendidik putra-putrinya di
rumah.”81
Hubungan lembaga pendidikan dengan berbagai pihak merupakan dasar
untuk memudahkan pelaksanaan pendidikan. Hubungan seperti ini meletakkan
sikap dan kebiasaan lembaga pendidikan dan masyarakat bekerjasama
membangun pendidikan. Komunikasi antara lembaga pendidikan dengan komite
sekolah merupakan realiasi teori common sense dalam komunikasi, bukan teori
atau teori kontrol bentuk komunikasi yang diuraikan di atas bukan didasarkan
kepada kompetisi antara lembaga pendidikan dengan masyarakat. Lembaga
pendidikan tidak bersaing dengan masyarakat untuk memperjuangkan
kepentingannya masing-masing. Bukan pula sebagai pengontrol masyarakat
dengan ilmu pengetahuannya yang berlimpah atau sebaliknya agar masyarakat
mengontrol lembaga pendidikan dengan anggapan lembaga pendidikan
menyembunyikan sesuatu, melainkan karena adanya tiga kepentingan yaitu :
1. Komite sekolah punya hak untuk memahami keadaan lembaga pendidikan.
2. Pengetahuan/pemahaman dapat membuat hubungan baik antara lembaga
pendidikan dengan masyarakat atau komite sekolah.
3. Hubungan baik tersebut akan memperbaiki sikap dan cara belajar para
siswa/mahasiswa.
81 Made Pidarta, Perencanaan Pendidikan Partisipasitori Dengan Pendekatan system, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1998), 39.
113
Hubungan yang baik antara lembaga pendidikan dengan komite sekolah
atas dasar common sense dengan komunikasinya yang lancar akan memberikan
peluang yang besar kepada para perencana untuk melaksanakan perencanaan
partisipasi, sehingga dengan hubungan yang baik antara sekolah dengan komite
sekolah akan memacu peningkatan mutu pendidikan di SD Islam Maryam
khususnya dalam pengelolaan Internasional Class Programme “Tata hubungan
antara komite sekolah dengan sekolah (satuan pendidikan) dewan pendidikan
dengan komite-komite sekolah pada satuan pendidikan bersifat koordinatif.”82
Dengan demikian kerjasama komite sekolah dengan sekolah adalah :
1. Mengadakan pengawasan terhadap kelancaran pendidikan atau badan
Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3). BP3 sebagai badan yang
membantu penyelenggaraan pendidikan di sekolah, anggota-anggotanya
diambil dari orang tua siswa atau wali murid yang aktif dan bersedia duduk
dalam badan itu. Kegiatan-kegiatan badan ini sebagian besar baru pada usaha
pengumpulan dana dan mewujudkan dana itu menjadi barang-barang untuk
keperluan sekolah.
2. Mengadakan pertemuan-pertemuan untuk mengevaluasi kegiatan-kegiatan
yang dilakukan di sekolah. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada awal bulan
dan pada awal semester, pihak sekolah menyampaikan kegiatan-kegiatan yang
telah dilakukan, kemudian komite sekolah mengadakan penilaian-penilaian
sehingga setelah ditemukan tempat kekurangan-kekurangan dari kegiatan
82 (Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 044/U/2002), 5.
114
tersebut baru kemudian bersama-sama melakukan langkah-langkah perbaikan
untuk kegiatan selanjutya.
Adapun bentuk partisipasi komite sekolah yang diberikan kepada sekolah
mencakup hal-hal sebagai berikut antara lain :
1) Penyelenggaraan dan pengembangan kurikulum yang memungkinkan
terciptanya keterpaduan antara pihak keluarga sekolah dan masyarakat
2) Peningkatan kualitas pembelajaran pendidikan agama Islam, antara lain dengan
memperbanyak sumber-sumber belajar dari lingkungan keluarga sekolah.
Sekolah dan masyarakat
3) Peningkatan tenaga kependidikan agama Islam baik secara kualitas maupun
kuantitas
4) Pengembangan fasilitas pendukung pendidikan. agama Islam yang mampu
memanfa’atkan potensi orang tua siswa, guru dan tokoh masyarakat
5) Peningkatan supervisi pendidikan agama Islam yang lebih mengarah kepada
pembinaan kemampuan profesional tenaga kependidikan agama Islam
6) Pengembangan system evaluasi pendidikan yang mencakup keseimbangan tiga
ranah pendidikan yaitu : kognitif, efektif dan fsikomotorik dengan melibatkan
pihak sekolah, keluarga dan masyarakat
7) Pengembangan partisipasi timbal balik antara sekolah dan masyarakat guna
memperkokoh keterpaduan proses penyelenggaraan pendidikan agama Islam
8) Pemberdayaan aparat sekolah akan pendidikan agama Islam agar lebih
berperan aktif untuk mensukseskan pencapaian tujuan pendidikan agama Islam
sekolah
115
9) Perbaikan penataan sekolah mencakup tata ruang atau bangunan dan tata
letaknya yang memungkinkan terselenggaranya penyelenggaraan pendidikan
agama Islam yang lebih kondusif
10) Pengembangan ekstra kurikuler keagamaan, yang dapat mendukung kegiatan
kurikuler.”83
Kegiatan tersebut dapat disampaikan dengan lisan atau tertulis melalui
pertemuan konsultasi koordinasi atau pertemuan berkala sebagai bahan masukan
bagi sekolah untuk menetapkan kebijakan operasional di sekolah. Melalui
penyampaian partisipasi atau gagasan tersebut diharapkan dapat saling tukar
menukar informasi tentang keberhasilan sekolah dalam mengatasi berbagai
kesulitan dan penghambat kelancaran pelaksanaan pendidikan khususnya dalam
pengelolaan Internasional Class Progrmme di SD Islam Maryam yang pada
gilirannya akan mengantarkan sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan secara
efektif dan efesien.
Dengan demikian, partisipasi komite sekolah terhadap sekolah atau
lembaga pendidikan sangat diharapkan baik berupa gagasan dana dan pemikiran-
pemikiran yang mampu untuk mengantarkan sekolah untuk mencapai tujuan
pendidikan yang murni.
83 Depag, RI, Himpunan Perundang-Undangan Tentang Pendidikan Nasional, Dirjen Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam, (Jakarta, 2000) 25.