bab i pendahuluan

30
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Herpes zoster adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh reaktivasi virus varisella zoster (VVZ) yang laten berdiam terutama dalam sel neuronal dan kadang-kadang di dalam satelit ganglion radiks dorsalis dan ganglion sensorik saraf cranial; menyebar ke dermatom atau jaringan saraf yang sesuai dengan segmen yang dipersarafi. Sealma fase reaktivasi, dapat terjadi infeksi VVZ di dalam sel mononuclear darah tepi yang biasanya subklinis. Penyebab reaktivasi tidak sepenuhnya dimengerti tetapi diperkirakan terjadi pada kondisi gangguan imunitas selular. Faktor- faktor yang berpotensi menyebabkan reaktivasi adalah pajanan VVZ sebelumnya (cacar air, vaksinasi), usia lebih dari 50 tahun, keadaan imunokompromais, obat-obatan imunosupresif, HIV/AIDS, transplantasi sumsum tulang atau organ, keganasan, terapi steroid jangka panjang, stress psikologis, trauma, dan tindakan pembedahan. Kejadian HZ meningkat secara dramatis seiring dengan bertambahnya usia. Kira-kira 30% populasi (1 dari 3 orang) akan mengalami HZ selama masa hidupnya, bahkan pada usia 85 tahun, 50% (1 dari 2 orang) akan mengalami HZ selama hidupnya. 1

Upload: rizqy-aulia-cahyantari

Post on 30-Jan-2016

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pendahuluan

TRANSCRIPT

Page 1: Bab i Pendahuluan

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Herpes zoster adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh reaktivasi virus

varisella zoster (VVZ) yang laten berdiam terutama dalam sel neuronal dan kadang-

kadang di dalam satelit ganglion radiks dorsalis dan ganglion sensorik saraf cranial;

menyebar ke dermatom atau jaringan saraf yang sesuai dengan segmen yang dipersarafi.

Sealma fase reaktivasi, dapat terjadi infeksi VVZ di dalam sel mononuclear darah tepi

yang biasanya subklinis. Penyebab reaktivasi tidak sepenuhnya dimengerti tetapi

diperkirakan terjadi pada kondisi gangguan imunitas selular. Faktor-faktor yang

berpotensi menyebabkan reaktivasi adalah pajanan VVZ sebelumnya (cacar air,

vaksinasi), usia lebih dari 50 tahun, keadaan imunokompromais, obat-obatan

imunosupresif, HIV/AIDS, transplantasi sumsum tulang atau organ, keganasan, terapi

steroid jangka panjang, stress psikologis, trauma, dan tindakan pembedahan.

Kejadian HZ meningkat secara dramatis seiring dengan bertambahnya usia. Kira-

kira 30% populasi (1 dari 3 orang) akan mengalami HZ selama masa hidupnya, bahkan

pada usia 85 tahun, 50% (1 dari 2 orang) akan mengalami HZ selama hidupnya.

Lebih dari 53% dokter mendapat kesulitan dalam mendiagnosis HZ sebelum

muncul erupsi (prodromal), sehingga memoerlambat pengobatan HZ. Hal ini menunjukan

perlunya peningkatan pengetahuan tentang diagnosis dini pada primary health care

(Puskesmas). Perlunya memberi informasi dan edukasi kepada pasien tentang penyakit

HZ dan komplikasinya sehingga dapat berobat ke dokter sedini mungkin. Melihat

berbagai permasalahan tersebut di atas, diperlukan diagnosis yang cepat dan pengobatan

yang efektif, aman, dan tepat waktu, untuk menghilangkan nyeri pada fase akut dan

mencegah komplikasi yang dapat terjadi.

Upaya pencegahan lebih baik dilakukan untuk menurunkan angka kejadian zoster,

menurunkan insidensi NPH, serta menurunkan beban penyakit. Saat ini upaya

pencegahan dapat dilakukan dengan lebih efektif melalui vaksinasi herpes zoster.

1

Page 2: Bab i Pendahuluan

Dampak HZ dan NPH terhadap kualitas hidup semakin dikenal, dimana studi

kualitas hidup yang dilakukan oleh Johnson RW et al.2010, menunjukan bahwa HZ dan

NPH berdampak pada 4 area kualitas hidup yaitu:

FISIK : kelelahan, anorexia, penurunan berat badan, insomnia, berkurangnya mobilitas,

inaktifitas fisik.

PSIKOLOGIS : depresi, anxietas, beban emosional kesulitan konsentrasi, ketakutan.

SOSIAL : menarik diri, isolasi, hilangnya kemandirian, perubahan peran sosial,

menurunnya kehadiran dalam kumpulan sosial

AKTIVITAS RUTIN : berpakaian, mandi, makan bepergian, memasak, pekerjaan

rumah, berbelanja, dan aktivitas rutin lain.

Simtom non-nyeri dan komplikasi HZ juga mempengaruhi kualitas hidup.

Beberapa simtom tertentu menyebabkan disabilitas bagi pasien, bahkan pada pasien yang

tidak mengalami nyeri berat. Satu dari 10 pasien imunokompeten, mengalami setidaknya

1 komplikasi non-nyeri. Komplikasi non-nyeri yang dapat menyebabkan disabilitas

permanen misalnya komplikasi mata, neurologis (misal kelumpuhan saraf perifer dan

cranial, defisit motorik, paresis). Pasien herpes juga mempunyai risiko stroke lebih besar

(studi retrospektif Taiwan menyatakan HZ meningkatkan 1.31 kali risiko stroke dan

herpes zoster ophtalmicus meningkatkan 4.52 kali risiko stroke).

Tingginya infeksi varicella di Indonesia terbukti pada studi yang dilakukan Jufri,

et al tahun 1995 – 1996 dimana 2/3 dari populasi berusia 15 tahun seropositive terhadap

antibody varicella. Dari total 2231 pasien herpes zoster pada 13 rumah sakit pendidikan

di Indonesia(2011-2013). Puncak kasus HZ terjadi pada usia 45-64 : 851 (37.95% dari

total kasus HZ). Tren HZ cenderung terjadi pada usia yang lebih muda. Gender wanita

lebih cenderung mempunyai insiden lebih tinggi. Total kasus NPH adalah 593 kasus

(26.5% dari total kasus HZ). Puncak kasus NPH pada usia 45 – 64 yaitu 250 kasus NPH

(42% dari total kasus NPH). Komplikasi herpes zoster pada mata dari Departemen Kulit

dan Kelamin RS prof.Dr.R.D. Kandaou, FK Universitas Sam Ratulangi di Manado tahun

2008 – 2013 adalah presentase HZ ophtalmicus di Kandou hospital 39/224 = 17.41% ,

sama insidennya antara mata kanan dan kiri. Hampir 2 kali lipat insidensinya pada

wanita. Insiden tertinggi 45-64 tahun (48%) dan ≥ 65 tahun (35%)

2

Page 3: Bab i Pendahuluan

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa penyebab herpes zoster ?

2. Bagaimana virology dari herpes zoster?

3. Bagaimana diagnosis pada herpes zoster?

4. Apa komplikasi dari herpes zoster?

5. Bagaimana penatalaksanaan herpes zoster?

C. TUJUAN

1. Mengetahui penyebab herpes zoster

2. Mengetahui virology dari herpes zoster

3. Mengetahui diagnosis pada herpes zoster

4. Mengetahui komplikasi dari herpes zoster

5. Mengetahui penatalaksanaan herpes zoster

6.

3

Page 4: Bab i Pendahuluan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Virologi Virus Varicella Zoster

Varicella zoster virus (VZV) adalah herpes virus yang merupakan penyebab dari 2

penyakit berbeda yaitu varicella (juga dikenal cacar air) dan herpes zoster ( dikenal sebagai

shingles/cacar ular/cacar api/dompo). VZV merupakan anggota dari keluarga Herpesviridae

seperti herpes simplex virus (HSV) tipe 1 dan 2 cytomegalovirus (CMV), Eipstein-Barr virus

(EBV), human herpesvirus 6 (HHV-6), human herpesvirus 7 (HHV-7), dan herpesvirus 8

(HHV-8). Virus varicella adalah virus DNA, alphaherpesvirus, dengan besar genom 125.000

bp, berselubung dan berdiameter 80-120 nm. Virus mengkode kurang lebih 70-80 protein,

salah satunya enzim thymidine kinase yang rentan terhadap obat antivirus karena

memfosforilasi acyclovir sehingga menghambat replikasi DNA virus. Virus menginfeksi sel

Human diploid fibroblast in vitro, sel limfosit T teraktivasi, sel epital dan sel epidermal in

vivo untuk replikasi produktif, serta sel neuron. Virus varicella dapat membentuk sel sintia

dan menyebar secara langsung dari sel ke sel.

Infeksi primer dengan VZV atau varicella pada umumnya ringan, merupakan penyakit

self limited yang biasanya ditemukan pada anak-anak ditandai dengan demam ringan dan

disertai vesikel berisi cairan yang gatal pada seluruh tubuh. Sesudah infeksi primer varicella,

VZV menetap dan laten dalam akar ganglion sensoris dorsalis. Sesudah beberapa decade,

virus neurotropik ini dapat reaktivasi dan menyebabkan herpes zoster. Zoster ditandai dengan

erupsi vesikel unilateral yang nyeri khasnya mengikuti dermatom saraf sensorik.

Varicella ditransmisi melalui rute respirasi. Virus menginfeksi sel epitel dan limfosit di

orofaring dan saluran napas atas atau pada konjuntiva, kemudian limfosit terinfeksi akan

menyebar ke seluruh tubuh. Virus kemudian masuk kekulit melalui kontak lesi di kulit. Lesi

vesicular akan berubah menjadi putular setelah infiltrasi sel radang. Selanjutnya lesi akan

terbuka dan kering membentuk krusta, umunya sembuh tanpa bekas. Waktu dari pertama kali

kontak dengan VZV sampai muncul gejala klinis adalah 10 – 21 hari, rata-rata 14 hari.

Setelah infeksi primer, virus akan menginfeksi secara laten neuron ganglia cranial dan dorsal.

Pemahaman laten VZV laten memperlihatkan ada 5 gen yang diekpesikan. Antibodi yang

4

Page 5: Bab i Pendahuluan

terbentuk berperan protektif akan menetap sepanjang hidup, memperlihatkan kemampuan

immunoglobulin anti VZV untuk mengatasi penyakit. Sel T sitotoksik yang terbentuk 2-3

hari setelah awitan varicella mengurangi ke keparahan penyakit. Imunitas selular sangat

penting berperan dalam mencegah reaktivasi virus dan zoster. Jika imunitas selular spesifik

terhadap VZV menurun, virus dapat reaktivasi dari ganglion turun melalui axon saraf ke sel

epitel bereplikasi dan menyebabkan zoster dermatomal. Pada individu dengan gangguan

sistem imun berat dapat terjadi zoster disseminate.

Menurut teori Hope Simpson, sesudah infeksi primer VZV, selain VZV akan menetap

laten di ganglion saraf dorsalis, infeksi ini akan menimbulkan kekebalan seluler spesifik

VZV yang menghambat kemampuan virus VZV laten untuk rekativasi. Kekebalan selular

spesifik VZV ini menurun bertahap sejalan usia, namun secara berkala juga di booster oleh

infeksi subklinis akibat paparan VZV (misal ketika merawat anak dengan cacar air).

Beberapa episode reaktivasi terjadi namun dengan cepat dihambat oleh respon imun sehingga

tidak ada ruam yang timbul. Hope Simpson menyebutkan kasus abortif ini containes

reversion yang kadang menimbulkan nyeri di dermatom terkait tanpa timbul ruam, disebut

zoster sine herpete. Seiring berjalannya usia, kekebalan spesifik terhadap VZV bisa turun

dibawah batas ambang, yang menyebabkan reaktivasi virus dan menyebabkan herpes zoster.

Besarnya jumlah VZV yang diproduksi selama episode herpes zoster meningkatkan lagi

kekebalan terhadap VZV, sehingga hal ini menjelaskan mengapa jarang terjadi rekurensi

pada individu yang imunokompeten.

B. Diagnosis Herpes Zoster

1) Diagnosis Klinis

Gejala Prodromal

Berlangsung 1- 5 hari. Keluhan biasanya diawali dengan nyeri pada daerah

dermatom yang akan timbul lesi dan dapat berlangsung dalam waktu yang bervariasi.

Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung terus-menerus atau sebagai serangan

yang hilang timbul. Keluhan bervariasi dari rasa gatal, kesemutan, panas, pedih, nyeri

tekan, hiperestesi sampai rasa ditusuk-tusuk. Selain nyeri, dapat didahului dengan

cegukan atau sendawa. Gejala konstitusi berupa malaise, sefalgia, other flu symptoms,

5

Page 6: Bab i Pendahuluan

yang biasanya akan menghilang setelah erupsi kulit timbul. Kadang-kadang terjadi

limfadenopati regional.

Erupsi Kulit

Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang

dipersarafi oleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian tubuh, yang

tersering di daerah ganglion torakalis. Lesi dimulai dengan macula eritemaskuamosa,

kemudian terbentuk papul-papul dan dalam waktu 12-24 jam lesi berkembang menjadi

vesikel. Pada hari ketiga berubah menjadi pustule yang akan mengering menjadi krusta

dalam 7-10 hari. Krusta dapt bertahan sampa 2 minggu kemudian mengelupas. Pada saat

ini biasanya nyeri segmental juga menghilang. Lesi baru dapat terus muncul sampai hari

ketiga dan kadang-kadang sampai hari ketujuh. Erupsi kulit yang berat dapat

meninggalkan macula hiperpigmentasi dan jaringan parut (pitted scar). Erupsi umumnya

disertai nyeri (60-90%).

Variasi Klinis

Pada beberapa kasus nyeri segmental tidak diikuti erupsi kulit, keadaan ini disebut

zoster sine herpete. Herpes zoster abortif adalah bila perjalanan penyakit berlangsung

singkat dan kelainan kulit hanya berupa vesikel dan eritema. Herpes zoster oftalmikus

adalah herpes zoster yang menyerang cabang pertamanervus trigeminus. Erupsi kulit

sebatas mata sampai ke vertex, tetapi tidak melalui garis tengah dahi. Bila mengenai anak

cabang nasosilaris (adanya vesikel pada puncak hidung yang dikenal sebagai tanda

Hutchinson, sampai kantus medialis) harus diwaspadai kemungkinan terjadinya

komplikasi pada mata. Sindrom Ramsay Hunt, herpes zoster di liang telinga luar atau

membrana timpani, disertai paresis fasialis yang nyeri, gangguan lakrimasi, gangguan

pengecap 2/3 bagian depan lidah, tinnitus, vertigo, dan tuli. Kelainan tersebut sebagai

akibat virus menyerang nervus fasialis dan nervus auditorius. Herpes zoster aberans

adalah herpes zoster disertai vesikel minimal 10 buah yang melewati garis tengah. Herpes

zoster pada imunokompromais adalah perjalanan penyakit dan manifestasi klinisnya

berubah, seringkali tidak spesifik, sering rekurens, berlangsung lebih lama (lebih dari 6

minggu), cenderung kronik persisten, menyebar ke alat-alat dalam terutama paru, hati,

dan otak. Gejala prodromal lebih hebat, erupsi kulit lebih berat ( bula hemoragik,

hiperkeratotik, nekrotik), lebih luas (aberans/multidermatom/diseminata), lebih nyeri, dan

6

Page 7: Bab i Pendahuluan

komplikasi lebih sering terjadi. Herpes zoster pada ibu hamil, ringan kemungkinan terjadi

komplikasi jarang. Risiko infeksi pada janin dan neonatus dari ibu hamil dengan HZ juga

sangat kecil. Karena alasan tersebut, HZ pada kehamilan tidak diterapi dengan antiviral.

Herpes zoster pada neonatus jarang ditemukan. Penyakit biasanya ringan, sembuh tanpa

gejala sisa. HZ pada neonatus, tidak membutuhkan terapi antiviral. Herpes zoster pada

anak ringan, banyaj menyerang daerah servikal bawah, Juga tidak membutuhkan

pengobatan dengan antiviral.

2) Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium diperlukan bila terdapat gambaran klinis yang

meragukan. Tes Tzanck (adanya perubahan sitologi sel epitel dimana terlihat multi

nucleated giant cell).

3) Diagnosis Banding

Stadium praerupsi : nyeri akut segmentasi sulit dibedakan dengan nyeri yang timbul

karena penyakit sistemik sesuai dengan lokasi anatomic.

Stadium erupsi : herpes simpleks herpetiformis, dermatitis kontak iritan, dermatitis

venenata, penyakit Duhring, luka bakar, autoinokulasi vaksinia, bakterial setempat.

C. Komplikasi herpes zoster

1. Komplikasi kutaneus

Infeksi sekunder : dapat menghambat penyembuhan dan pembentukan jaringan parut

(selullitis, impetigo, dll)

Gangren superfisialis : menunjukan HZ yang berat, mengakibatkan hambatan

penyembuhan dan pembentukan jaringan parut.

2. Komplikasi neurologis

Neuralgia paska herpes (NPH) adalah nyeri yang menetap di dermatom yang

terkena 3 bulan setelah erupsi HZ menghilang. Insidensi NPH berkisar sekitar 10-40%

dari kasus HZ. NPH merupakan aspek HZ yang paling mengganggu pasien secara

fungsional dan psikososial. Pasien dengan NPH akan mengalami nyeri konstan ( terbakar,

nyeri berdenyut), nyeri intermitten (tertusuk-tusuk), dan nyeri yang dipicu stimulus

seperti allodinia (nyeri yang dipicu stimulus normal seperti sentuhan, dll). Risiko NPH

meningkat pada usia >50 tahun (27x lipat): nyeri prodromal lebih lama atau lebih hebat,

7

Page 8: Bab i Pendahuluan

erupsi kulit lebih hebat (luas dan berlangsung lama) atau intensitas nyerinya lebih hebat.

Risiko lain: distribusi di daerah oftalmik, ansietas, depresi, kurangnya kepuasan hidup,

wanita, diabetes. Walaupun mendapat terapi antivirus, NPH tetap terjadi pada 10-20%

pasien HZ dan sering kali refrakter terhadap oengobatan, walau pengobatan sudah

optimal, 40% tetap merasa nyeri.

3. Komplikasi mata

Keterlibatan saraf trigeminal cabang pertama menyebabkan HZ oftalmikus,

terjadi pada 10-25% dari kasus HZ, yang dapat menyebabkan hilangnya penglihatan,

nyeri menetap lama, dan atau luka parut. Keratitis (2/3 dari pasien HZO), konjungtivitis,

uveitis, episkleritis, skleritis, koroiditis, neuritis optika, retinitis, retraksi kelopak, ptosis,

dan glaukoma.

4. Komplikasi THT

Sindrom Ramsay-Hunt sering disebut HZ Optikus merupakan komplikasi pada

THT yang jarang terjadi namun dapat serius. SIndrom ini terjadi akibat reaktivasi VZV di

ganglion genikulata saraf fasialis. Tanda gejala sindrom Ramsay Hunt meliputi HZ di

liang telinga luar atau membrane timpani, disertai paresis fasialis bagian depan lidah,

tinnitus, vertigo, dan tuli. Banyak pasien yang tidak pulih sempurna.

5. Viseral

Dipertimbangkan bila ditemukan nyeri abdomen dan distensi abdomen.

Komplikasi visceral pada HZ jarang terjadi, komplikasi yang dapat terjadi misalnya

hepatitis, miokarditis, pericarditis, arthritis.

D. Herpes zoster pada keadaan khusus

1. Usia lanjut (immunosenescence)

Immunosenescence merupakan suatu proses kompleks yang ditandai dengan

penurunan fungsi sistem imun seseorang seiring dengan bertambahnya usia. Insiden HZ

meningkat tajam pada usia 50-60 tahun dan terus meningkat pada usia >60 tahun, bahkan

pada studi kohort menunjukan pada usia 85 tahun, 1 dari 2 orang akan terkena HZ. Hal

ini terjadi akibat penurunan imunitas seluler spesifik terhadap virus varicella zoster.

Menurunnya immunitas seluler spesifik terhadap virus varicella zoster juga

8

Page 9: Bab i Pendahuluan

menyebabkan meningkatnya insidensi nyeri prodromal, meningkatnya keparahan HZ,

dan peningkatan insiden NPH.

NHP merupakan komplikasi paling sering. Komplikasi HZ lai yang sering terjadi

pada usia lanjut adalah inflamasi ocular pada HZ oftalmikus, stroke sekunder akibat

arthritis granulomatous di arteri carotid internal pada HZ oftalmikus paresis motorik,

sindrom Ramsay Hunt, dan ifneksi bakteri sekunder pada lesi HZ. Seperti pada berbagai

penyakit lain pada pasien usia lanjut, HZ dapat menunjukan tanda dan gejala yang tidak

khas seperti adanya nyeri segmental yang tidak diikuti erupsi kulit; kelumpuhan fasial

akut, tuli, vertigo, atau disgeusia; penglihatan kabur dan nyeri mata, demam, delirium,

meningismus (meningoensefalitis). Pada lesi perioral dan gluteal sulit dibedakan

zosteriform herpes simpleks. Oleh karena itu diagnosis perlu ditunjang dengan

pemeriksaan laboratorium.

2. Immunikompromais

Disfungsi imunitas seluler pada pasien immunokompromais merupakan pemicu

HZ yang potensial, sehingga insiden HZ meningkat pada pasien immunokompromais

seperti gangguan limfoproliferatif, kanker, pemberian kemoterapi,dll. Infeksi HIV/AIDS

merupakan penyebab terbanyak reaktivasi HZ.pada penderita HIV bisa terjadi serangan

rekuren dari HZ. Pada penderita imunokompromais dengan VZV infeksi/reaktivasi

ditemukan keadaan sebagai berikut : infeksi varisella dengan penyebaran visceral, herpes

zoster dengan diseminasi kutan, herpes zoster dengan diseminasi visceral dan kutan,

reaktivasi penyebaran VZV infeksi dengan diseminasi hematogenous, herpes zoster yang

persisten pada infeksi dermatom, VZV infeksi kronik dikulit setelah penyebaran

hematogenous.

Anamnesa :

Melakukan anamnesa yang teliti tentang keadaan penderita seperti adanya riwayat

seksual, penasun, penularan vertical ibu ke anak, riwayat adanya penggunaan obat ARV;

tanda-tanda konstitusi dari ifeksi ARV seperti infeksi akut, flu like syndrome, diare,

batuk, penurunan berat badan; riwayat pemakaian obat kemoterapi, steroid jangka

panjang; penyakit yang dicurigai sebagai penyebab penyakit imunodefisiensi.

9

Page 10: Bab i Pendahuluan

Gambaran klinik:

Ditemukan penyebaran infeksi varisella yang rekuren tanpa adanya gejala Herpes

Zoster, dimana lesi vesikel dan pustule sangat banyak.

Ditemukan adanya gejala herpes zoster yang menyerang beberapa dermatom

sekaligus

Adanya gejala herpes zoster yang disertai dengan vesikel dan bula yang tersebar

(herpes zoster generalisata)

Adanya lesi herpes zoster yang menetap berupa papul dan nodul yang menjadi

hyperkeratosis dan veruka pada satu dermatom

Ulkus kronik yang menetap selama berbulan-bulan dimana penyembuhan dari

ulkus sangat lambat.

Terjadinya gambaran bula didaerah tangan dan tumit dilanjutkan penyebaran

tanpa mengikuti dermatom. Lesi kronis yang berupa nodul, ulkus, krusta. Reaksi

pasca inflamasi berupa hipo dan hiperpigmentasi.

Ditemukan adanya gejala sistemik yang menyerang mata dan retina, gangguan

penglihatan sampai buta.

Gejala sistem saraf.

Prognosa :

Pada lesi yang menyerang organ visceral terutama pada kemoterapi, mortalitas mencapai

30%. Apalagi kalau jumlah limfosit menurun menjadi <500/mikroliter. Varisela

pneumoni dapat muncul 3-7 hari setelah serangan infeksi kulit, berlangsung 2-4 minggu.

Gejala CNS muncul 4-8 hari setelah infeksi dan akan memberikan prognosa jelek.

3. Komorbid lain

Pada studi case control yang dilakukan Riduan et.al 2012, dari data sekitar 60.000 pasien

HZ usia 20-64 tahun. Diantara 10 penyakit kronis (tanpa mengikutsertakan pasien

imunokompromasi) yang paling sering ditemukan di Amerika (rhinitis alergika, penyakit

oaru obstruktif kronis, penyakit jantung koroner, depresi, diabetes mellitus, gout,

hiperlipidemia, hipertensi, hipotiroidsm, dan osteoarthritis), maka 8 penyakit kronis

tersebut signifikan meningkatkan risiko HZ, kecuali gout dan hipertensi.

10

Page 11: Bab i Pendahuluan

E. Penatalaksanaan herpes zoster

1. Strategi 6 A

Dalam penatalaksanaan HZ, dikenal 6A: attract patient early,asses patient fully, antiviral

theraphy, analgetic, antidepressant, allay anxietas-counselling.

Attract patien early:

Pasien

Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang optimal, pengobatan sedini mungkin

dalam 72 jam setelah erupsi kulit.

Dokter

Diagnosis dini

Anamnesa dan pemeriksaan fisik secara seksama dan lengkap

Asses patient fully

Memperhatikan kondisi khusus pasien misalnya usia lanjut, risiko NPH, risiko

komplikasi mata, sindrom Ramsay Hunt, kemungkinan imunokompromais, kemungkinan

defisit motorik dan kemungkinan terkenanya organ dalam.

Antiviral

Antiviral diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi pada:

Usia >50 tahun

Dengan risiko terjadinya NPH

HZO/sindrom ramsay Hunt/HZ servikal/HZ sacral

Imunokompromais, disseminate/generalisata, dengan komplikasi

Anak-anak, usia < 50 tahun dan perempuan hamil diberikan terapi antiviral bila

disertai risiko terjadinya NPH, HZO/sindrom Ramsay Hunt, imunokompromais,

diseminata/generalisat, dengan komplikasi.

Pengobatan antivirus :

Asiklovir dewasa : 5 x 800 mg/hari selama 7 – 10 hari;atau

Valasiklovir untuk dewasa 3x1 gram/hari selama 7 hari

Famsiklovir untuk dewasa: 3x250 mg/hari selama 7 hari

Pengobatan antivirus pada pasien immunokompromais:

Asiklovir dewasa : 4-5 x 800 mg/hari atau

11

Page 12: Bab i Pendahuluan

Asiklovir iv 3x10 mg/kgBB pada highly immunocompromais, multi

segmental/diseminata.

Valasiklovir untuk dewasa ; 3 x 1 gram/hari atau

Famsiklovir untuk dewasa : 3 x 500 mg/hari

Pada kasus hebat selain pemberian IV asiklovir ditambahkan dengan interferon

alpha 2a.

Dosis asiklovir u

ntuk anak :

< 12 tahun : 30 mg/kgBB untuk 7 hari

>12 tahun : 60 mg/kgBB untuk 7 hari

Analgetic :

Nyeri ringan : parasetamol/NSAID

Nyeri sedang sampai berat : kombinasi opioid ringan (tramadol, kodein) .

Allay anxietas-counselling

o Edukasi mengenai penyakit herpes zoster untuk mengurangi kecemasan serta

ketidakpahaman pasien tentang penyakit dan komplikasinya.

o Mempertahankan kondisi mental dan aktivitas fisik agar tetap optimal

o Memberikan perhatian dapat membantu pasien mengatasi penyakitnya

Pengobatan topical

o Menjaga lesi kulit agar kering dan bersih

o Hindari antibiotik topical kecuali ada infeksi sekunder

o Rasa tidak nyaman, kompres basah dingin steril

Terapi suportif

o Istirahat, makan cukup

o Jangan digaruk

o Pakaian longgat

o Tetap mandi

2. Terapi NPH

12

Page 13: Bab i Pendahuluan

Tujuan : agar pasien dapat segera melakukan aktivitas sehari-hari. Terapi farmakologik

lini pertama: masuk dalam kategorik medium to high efficacy, good strength of evidence,

low of side effect. Terapi non-farmakologik: masuk dalam kategori reports of benefits

limited.

Terapi NPH

Obat Dosis awal Titrasi

Lini pertama :

Trisiklik

antidepresan

Gabapentin

Pregabalin

Lidokain

topical EMLA

10 mg setiap malam

(2 jam sebelum tidur)

100 mg 3x sehari

75 mg 2x sehari

Lidokain gel 5%

Ditingkatkan 20 mg setiap 7 hari menjadi 50

mg kemudian menjadi 100mg dan 150 mg tiap

malam

100-300 mg ditingkatkan setiap 5 hari sampai

dosis 1800-3600 mg perhari

Tingkatkan sampai 150mg 2x perhari dalam 1

minggu

Lini kedua :

Tramadol

50 mg perhari Tingkatkan 50 mg setiap 3-4 hari sampai dosis

antara 100-400 mg perhari dalam dosis terbagi.

3. Indikasi rawat

o Penderita HZ yang luas sampai mengganggu keadaan umum (tidak dapat makan atau

minum).

o HZO/HZ dengan komplikasi

o HZ immunokompromais yang multisegmental atau diseminata

4. Rujukan

o Bila tidak tersedia terapi nonfarmakologis dirujuk ke neurologi

o HZ oftalmik : rujuk ke dokter mata

o Sindrom ramsay hunt rujuk ke dokter THT

o HZ dengan komplikasi: rujuk ke spesialis sesuai dengan organ yang terkena

13

Page 14: Bab i Pendahuluan

o Bila erupsi kulit tidak menyembuh sesuai dengan waktunya, rujuk (kemungkinan

resisten dengan asiklovir)

5. Pencegahan

Metode pencegaha dapat berupa :

o Dengan cara pemakaian asiklovir jangka panjang dengan dosis supresi. Misalnya

asiklovir sering diberikan sebagai obat pencegahan pada penderita leukemia yang

akan melakukan transplantasi sumsum tulang dengan dosis 5 x 200mg/hari, dimulai 7

hari sebelum transplantasi sampai 15 hari sesudah transplantasi

o Pemberian vaksinasi dengan vaksin VZV hidup yang dilemahkan, sering diberikan

pada orang lanjut usia untuk mencegah terjadinya penyakit, meringankan beban

penyakit, serta menurunkan terjadinya komplikasi NPH.

14

Page 15: Bab i Pendahuluan

BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama : Nn.AO

Usia : 12 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen

Alamat : Sedandang-Lemahireng

Pekerjaan : Pelajar

No. RM : 080928-2015

B. Anamnesis

1. Keluhan Utama : kulit melepuh di dada sampai punggung kanan

2. Keluhan Tambahan : rasa seperti terbakar di sepanjang dada sampai punggung kanan

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan kulit melepuh di dada sampai punggung sebelah kanan sejak 5

hari yang lalu. Awalnya muncul bintil-bintil didada 2 hari sebelum muncul kulit melepuh,

kemudian disusul bintil yang lebih besar dan terasa nyeri. Kemudian bintil tersebut seperti

menjadi satu, beberapa mengeluarkan cairan berwarna keruh. Dirasakan sangat nyeri seperti

rasa terbakar pada bagian tubuh sebelah kanan dibanding tubuh sebelah kiri. Sebelum bintil-

bintil muncul, pasien mengeluh demam, tidak nafsu makan, pusing, dan nyeri pada

persendian.

4. Riwayat Penyakit Dahulu : riwayat sakit cacar air waktu SD

5. Riwayat Penyakit Keluarga : ibu memiliki riwayat herpes zoster 2 tahun yang lalu.

6. Riwayat Pengobatan :

3 hari yang lalu berobat ke puskesmas dan diberi asiklovir, namun belum membaik.

7. Riwayat Kehidupan Sosial :

Pasien adalah seorang pelajar yang baru saja mengikuti kegiatan berkemah selama 7 hari

sebelum sakit.

C. Pemeriksaan Fisik

II.3.1. Status Generalis

15

Page 16: Bab i Pendahuluan

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Kepala

Bentuk kepala : Normocephale

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Gigi-Mulut : Lengkap, mulut basah

Leher : KGB tidak membesar

Thoraks

Dinding dada : (status dermatologis)

Jantung : Bunyi jantung normal, murmur (-), gallop (-)

Paru : Bunyi napas vesikuler pasa seluruh lapang paru, ronkhi (-)/(-),

wheezing (-)/(-)

Abdomen : Dalam batas normal

Ekstremitas : Edema (-)/(-), sianosis (-), capillary refill time <2 detik

II.3.2. Status Dermatologis

Lokasi : regio torakalis dekstra

Distribusi : segmental

Bentuk : bulat

Susunan : herpetiformis (vesikel berkelompok)

Batas : tegas

Ukuran : plakat

Efloresensi : macula eritematosa,vesikel berkelompok, bula,krusta, erosi

16

Page 17: Bab i Pendahuluan

D. Pemeriksaan Penunjang

-

E. Diagnosis

1. Diagnosis Kerja

Herpes Zoster thorakalis dextra

2. Diagnosis Banding :

Alergi obat

17

Page 18: Bab i Pendahuluan

Dermatitis venenata

Impetigo bulosa

F. Tatalaksana

1. Farmakologis

Valasiklovir 3x1000 mg tab

Paracetamol 3x 500 mg tab

Cetirizine 1x 10 mg tab

Salticin cream

2. Non-Farmakologis

Tirah baring

Nutrisi tinggi protein dan karbohidrat

.

G. Prognosis

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : bonam

Quo ad sanationam : bonam

18

Page 19: Bab i Pendahuluan

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis, pasien datang dengan keluhan kulit melepuh di dada sampai punggung

kanan. Pasien datang dengan keluhan kulit melepuh di dada sampai punggung sebelah kanan sejak 5 hari

yang lalu. Awalnya muncul bintil-bintil didada 2 hari sebelum muncul kulit melepuh, kemudian disusul

bintil yang lebih besar dan terasa nyeri. Kemudian bintil tersebut seperti menjadi satu, beberapa

mengeluarkan cairan berwarna keruh. Dirasakan sangat nyeri seperti rasa terbakar pada bagian tubuh

sebelah kanan dibanding tubuh sebelah kiri. Sebelum bintil-bintil muncul, pasien mengeluh demam, tidak

nafsu makan, pusing, dan nyeri pada persendian. Pasien memiliki riwayat sakit cacar air. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan lesi diregio torakalis dekstra, distribusi segmental, bentuk bulat,s

usunan herpetiformis (vesikel berkelompok), batas tegas, efloresensi macula eritematosa,vesikel

berkelompok, bula,krusta, erosi. Pada herpes zoster terdapat 3 stadium penyakit antara lain prodromal,

erupsi, dan penyembuhan. Pada pasien ini sudah masuk ke dalam fase erupsi, yakni munculnya macula

eritematosa,vesikel berkelompok, bula,krusta, erosi dan lokasi unilateral. Fase erupsi timbul dikarenakan

virus masuk ke kulit melalui sel endotel pembuluh darah dan menyebar ke sel epitel menyebabkan ruam

vesikel varicella. Lesi vesikuluar tersebut akan berubah menjadi pustular setelah infiltrasi sel radang.

Selanjutnya lesi akan terbuka dan kering membentuk krusta. Gejala prodromal juga mendahului pada

pasien ini dengan munculnya demam, pusing, dan nafsu makan berkurang yang disebabkan karena reaksi

inflamasi dari virus yang mengalami reaktivasi

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis herpes zoster torakalis

dekstra karena sesuai dengan perjalanan klinis pasien yakni pada stadium erupsi. Riwayat alergi obat

disangkal, menyingkirkan kemungkinan lesi disebabkan karena konsumsi obat. Pada pemeriksaan tidak

ditemukan papul eritematosa yang merupakan ujud kelainan kulit yang biasa ditemukan pada dermatitis

venenata. Pada pasien , UKK tidak membentuk gambaran lesi yang soliter, yang biasanya terdapat pada

impetigo bulosa. Penatalaksanaan pada pasien ini ialah terapi sesuai dengan 6A yakni pengobatan pasien

dan diagnosis dari dokter, memperhatikan kondisi khusus pada pasien, pemberian antiviral, analgesic,

pengobatan topical. Pemberian valasiklovir dipilih karena potensinya untuk memfosforilasi ikatan DNA

virus lebih tinggi dibanding asiklovir, sehingga meningkatkan angka kesembuhan pada pasien. Pemberian

obat analgetik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri yang muncul pada pasien. Untuk lesi yang belum

pecah diberikan bedak salisil agar lesi tidak terinfeksi. Sedangkan untuk lesi yang sudah pecah diberi

19

Page 20: Bab i Pendahuluan

salep. Pasien perlu istirahat total mengingat reaktivasi virus muncul ketika daya tahan tubuh menurun,

dan diharapkan dengan tirah baring, pasien dapat meningkatkan daya tahan tubuhnya.

20

Page 21: Bab i Pendahuluan

BAB V

KESIMPULAN

Seorang pasien Nn. AO berusia 12 tahun datang dengan keluhan kulit melepuh di dada sampai

punggung kanan. Awalnya muncul bintil-bintil didada 2 hari sebelum muncul kulit melepuh, kemudian

disusul bintil yang lebih besar dan terasa nyeri. Pada pemeriksaan fisik ditemukan lesi diregio torakalis

dekstra, distribusi segmental, bentuk bulat, susunan herpetiformis (vesikel berkelompok), batas tegas,

efloresensi macula eritematosa,vesikel berkelompok, bula,krusta, erosi. Dari hasil anamnesis dan

pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis herpes zoster torakalis dekstra karena sesuai dengan

perjalanan klinis pasien. Penatalaksanaan pada pasien ini ialah terapi sesuai dengan 6A yakni pengobatan

pasien dan diagnosis dari dokter, memperhatikan kondisi khusus pada pasien, pemberian antiviral,

analgesic, pengobatan topical.

21

Page 22: Bab i Pendahuluan

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda. A, Hamzah. M, Aisah. S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keempat,

cetakan pertama, Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005 ; 92 – 99

2. Verma S, Heffernan PM. Fungal Disease. In: Wolff K, Goldsmith AL, Katz IS, Gilchrest

AB, Paller SA, Leffel JD, editors. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 7 th ed.

New York: McGraw Hill; 2008. p. 1807-25

3. Kelompok Studi Herpes Indonesia. Buku Panduan Herpes Zoster di Indonesia. Jakarta:

Badan Penerbit FKUI; 2014

4. Wolff K. Dermatitis. In: Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatrick’s Color Atlas &

Synopsis of Clinical Dermatology 5th ed. Singapore; 2005. p.18-23.

5. Siregar RS. Atlas berwarna. Saripati Penyakit Kulit. Edisi kedua. Jakarta EGC. 2002 ; 17 –

20, 29 – 31.

6. Daili SSE, Menaldi LS, Wisnu MI, editors. Penyakit Kulit yang Umum Di Indonesia.

Jakarta Pusat: PT. Medical Multimedia Indonesia; 2005. p. 22-4, 30.

7. William D James, Timothy G Berger, Dirk M Elston. Editors. Diseases Resulting from

Fungi and Yeast, In:Andrews’ Disease of the Skin: Clinical Dermatology, Tenth Edition.

Philadelphia: W.B Saunders Company. 2006. P297-301

8. Dworkin RH et al., Recommendations for the management of herpes zoster. Clin Infect

Dis. 2007 Jan 1;44 Suppl 1:S1-26.

9. Hata A et al., Risk of Herpes zoster in patients with underlying diseases: a retrospective

hospital-based cohort study Infection. 2011 December; 39(6): 537–544.

10. Heymann AD et al., Diabetes as a risk factor for herpes zoster infection: results of a

population-based study in Israel. Infection. 2008 Jun;36(3):226-30. doi: 10.1007/s15010-

007-6347-x. Epub 2008 May 3.

11. Kempf W, et al. Swiss recommendations for the management of varicella zoster virus

infections. Swiss Med Wkly. 2007 May 5;137(17-18):239-51.

22

Page 23: Bab i Pendahuluan

23