bab i pendahuluan 1.1. latar belakangeprints.ums.ac.id/24026/2/bab_i_pendahuluan.pdf · ketinggian,...

32
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Geografi merupakan studi objek tentang permukaan bumi yang mengarah pada sistem ekologi dan sistem keruangan. Sistem ekologi berkaitan terhadap lingkungan hidup manusia, antara kegiatan manusia dan lingkungan. Sistem keruangan berkaitan dengan hubungan antar wilayah dalam hubungan timbal balik yang kompleks dari aktivitas manusia (Haggett, 2001). Permukaan bumi sebagai lingkungan hidup dikaji melalui pendekatan kelingkungan atau ekologi (ecological approach). Geomorfologi yang mengkaji tentang konfigurasi permukaan bumi merupakan bagian dari ilmu geografi fisik (physical geography) menunjukkan gejala alam atau fisikal yang mempengaruhi kehidupan manusia. Gejala alam yang timbul dapat mendukung serta sekaligus membatasi aktivitas manusia. Salah satu gejala alam yang mempengaruhi kehidupan manusia adalah longsorlahan. Longsorlahan (landslide) merupakan proses alam yang terjadi pada musim penghujan di lereng-lereng pegunungan/perbukitan. Longsorlahan menunjukkan perwujudan alam mencari keseimbangan baru yang dinamis. Peristiwa longsorlahan dikenal sebagai gerakan massa tanah, batuan atau kombinasinya, terjadi pada lereng-lereng alam atau buatan hasil dari aktivitas manusia. Menurut Varnes (1978, dalam USGS, 2004), longsorlahan merupakan gerakan lereng tidak stabil yang dapat dibedakan menjadi jatuhan (falls), robohan (topples), longsoran (slides), sebaran (spreads), dan aliran (flows). Indonesia merupakan wilayah yang rentan terhadap bencana longsor. Kejadian bencana alam longsorlahan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Selama kurun waktu 1981-2007, terjadi lebih dari 1.300 bencana longsorlahan di Jawa, yang berarti terjadi 49 kejadian longsor setiap tahun. Jumlah korban luka mencapai 550 orang atau sekitar 20 orang/tahun (Hadmoko, 2009).

Upload: vuquynh

Post on 07-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Geografi merupakan studi objek tentang permukaan bumi yang mengarah

pada sistem ekologi dan sistem keruangan. Sistem ekologi berkaitan terhadap

lingkungan hidup manusia, antara kegiatan manusia dan lingkungan. Sistem

keruangan berkaitan dengan hubungan antar wilayah dalam hubungan timbal

balik yang kompleks dari aktivitas manusia (Haggett, 2001). Permukaan bumi

sebagai lingkungan hidup dikaji melalui pendekatan kelingkungan atau ekologi

(ecological approach). Geomorfologi yang mengkaji tentang konfigurasi

permukaan bumi merupakan bagian dari ilmu geografi fisik (physical geography)

menunjukkan gejala alam atau fisikal yang mempengaruhi kehidupan manusia.

Gejala alam yang timbul dapat mendukung serta sekaligus membatasi aktivitas

manusia. Salah satu gejala alam yang mempengaruhi kehidupan manusia adalah

longsorlahan.

Longsorlahan (landslide) merupakan proses alam yang terjadi pada musim

penghujan di lereng-lereng pegunungan/perbukitan. Longsorlahan menunjukkan

perwujudan alam mencari keseimbangan baru yang dinamis. Peristiwa

longsorlahan dikenal sebagai gerakan massa tanah, batuan atau kombinasinya,

terjadi pada lereng-lereng alam atau buatan hasil dari aktivitas manusia. Menurut

Varnes (1978, dalam USGS, 2004), longsorlahan merupakan gerakan lereng tidak

stabil yang dapat dibedakan menjadi jatuhan (falls), robohan (topples), longsoran

(slides), sebaran (spreads), dan aliran (flows).

Indonesia merupakan wilayah yang rentan terhadap bencana longsor.

Kejadian bencana alam longsorlahan cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Selama kurun waktu 1981-2007, terjadi lebih dari 1.300 bencana longsorlahan di

Jawa, yang berarti terjadi 49 kejadian longsor setiap tahun. Jumlah korban luka

mencapai 550 orang atau sekitar 20 orang/tahun (Hadmoko, 2009).

2

Gambar 1.1 Grafik Jumlah Kejadian dan Korban Bencana Longsorlahan di Pulau Jawa

(Sumber: Hadmoko, 2009)

Longsorlahan merupakan gejala fisik dari proses alam pada lereng

perbukitan/ pegunungan, seperti halnya yang terjadi di Pegunungan Menoreh,

Kabupaten Kulonprogo. Kabupaten Kulonprogo merupakan wilayah yang sering

mengalami peristiwa bencana longsorlahan terutama yang seringkali terjadi ada

empat kecamatan, diantaranya: Kecamatan Samigaluh, Kecamatan Kalibawang,

Kecamatan Girimulyo dan Kecamatan Kokap. Keempat wilayah kecamatan

tersebut pada musim penghujan rawan terhadap bencana longsorlahan serta

merupakan wilayah endemis karena bencana longsorlahan terjadi beberapa kali

setiap tahun.

Kejadian longsorlahan paling banyak terdapat di Kecamatan Girimulyo

sebanyak 60 kejadian, antara lain: tahun 2010 sebanyak 10 kejadian, tahun 2011

sebanyak 44 kejadian, dan tahun 2012 sebanyak 6 kejadian. Kecamatan

Samigaluh juga menunjukkan kejadian yang cukup tinggi sebanyak 42 kejadian,

diantaranya pada tahun 2010 sebanyak 3 kejadian, tahun 2011 sebanyak 25

kejadian, dan tahun 2012 sebanyak 14 kejadian. Informasi kejadian longsorlahan

di Kabupaten Kulonprogo dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut.

Tahun

Orang Terluka

Korban Meninggal

Angka Kejadian

An

gk

a K

ejad

ian

Ora

ng

Ter

luk

a dan

Men

ing

gal

3

Tabel 1.1 Informasi Kejadian Longsorlahan Kabupaten Kulonprogo

No. Tahun Kecamatan Kejadian

1. 2007 Kalibawang 2

Kokap 6

2. 2010 Samigaluh 3

Kalibawang 1

Girimulyo 10

Pengasih 1

3. 2011 Samigaluh 25

Girimulyo 44

Pengasih 4

4. 2012 Samigaluh 14

Kalibawang 9

Girimulyo 6

Kokap 7

Sumber: Kesbanglinmas Kabupaten Kulonprogo (2007) dan BPBD Kabupaten Kulonprogo (2012)

Kejadian longsorlahan pada beberapa kecamatan di Kabupaten Kulonprogo

mengakibatkan korban jiwa dan harta benda serta kerusakan tempat

tinggal/rumah. Kejadian longsorlahan menunjukkan tingkat risiko kerusakan

rumah yang tinggi. Angka tertinggi sebesar 500 unit rumah mengalami kerusakan

pada tahun 2006 (Tabel 1.2). Masyarakat atau penduduk terpaksa memanfaatkan

lahan yang rawan bencana longsorlahan sebagai tempat tinggal dan menjalankan

aktivitas di area rawan bencana longsorlahan demi memenuhi kebutuhan

kelangsungan hidupnya (Kuswaji, 2012). Masyarakat untuk memilih tinggal di

daerah perbukitan yang rawan terjadi longsorlahan karena masyarakat diwarisi

lahan untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dalam penghidupan sesuai

dengan potensi yang ada pada lahan tersebut. Kondisi medan yang berbukit,

ditambah dengan akses yang sulit untuk transportasi, sehingga menyebabkan

masyarakat harus memanfaatkan lahan yang ada untuk menggerakkan kegiatan

ekonominya.

4

Tabel 1.2 Informasi Korban/Kerugian Akibat Longsorlahan Kabupaten

Kulonprogo

No. Tahun Korban/Kerugian

Meninggal Mengungsi Luka-luka Kerusakan Rumah

1. 2006 - - - 500

2. 2007 - - - 8

3. 2010 - 6 - 14

4. 2011 4 - 5 5

5. 2012 - 1 - 6

Sumber: Kesbanglinmas Kabupaten Kulonprogo (2007) dan BNPB (2012)

Banyaknya kejadian longsorlahan di Kabupaten Kulonprogo dapat dikaji

menggunakan pendekatan ekspresi topografi terhadap konfigurasi lereng yang

dicerminkan melalui garis kontur. Ekspresi topografi digunakan sebagai

pendekatan pemetaan longsorlahan untuk membuktikan kebenaran di lapangan

tentang daerah yang rawan dan pernah terjadi longsorlahan. Menurut Rogers

(2004), analisis ekspresi topografi dari peta topografi dapat dengan mudah

dimanfaatkan untuk pemetaan bahaya longsorlahan. Ekspresi topografi

menunjukkan konfigurasi lereng melalui bentuk dan pola dari garis kontur,

digunakan sebagai indikator dalam mengidentifikasi longsorlahan. Bentuk dan

pola garis kontur diinterpretasi anomali bentuk kontur berupa “u”, bentuk “v”, dan

bentuk “n” yang mencerminkan daerah lembah, perbukitan, atau pegunungan.

Pola merupakan tingkat kerapatan kontur yaitu rapat dan tidak rapat atau renggang

yang menunjukkan kemiringan, panjang, dan ketinggian daerah, serta

menunjukkan bentuk lereng berupa landai seragam, curam, cembung, dan cekung.

Identifikasi longsorlahan menggunakan interpretasi ekspresi topografi dipertajam

dengan metode visualisasi topografi 3D menggunakan TIN (Triangulated

Irregular Network) yang merepresentasikan permukaan bumi secara akurat.

Ketinggian, bentuk pada permukaan lereng/kelerengan seperti punggung bukit,

dan lembah aliran sungai direpresentasikan melalui TIN (Zeiler, 1999).

Bentuk lereng cekung, curam, dan tebing dapat diketahui secara jelas

melalui interpretasi ekspresi topografi sebagai indikator terhadap kejadian

5

longsorlahan. Lereng berbentuk cekung diperkirakan rawan terjadi longsorlahan

karena air hujan mudah untuk jatuh/masuk ke dalam tanah dengan bidang cekung,

yang lebih cepat mengalami jenuh air dan menimbulkan gerakan geser di sekitar

sumbu yang sejajar dengan permukaan tanah. Gerakan geser pada lereng cekung

dapat tergolong jenis longsoran rotasi (rotational slide) atau slump karena

dicirikan dengan permukaan pecah dengan bidang cekung melengkung ke atas

(Varnes, 1978 dalam USGS, 2004). Lereng curam dapat diperkirakan rawan

terjadi debris flow karena aliran air permukaan yang kuat oleh curah hujan tinggi

yang dapat mengikis dan memindahkan material tanah yang gembur atau batuan

dengan cepat karena bidang kecuraman lereng (Varnes, 1978 dalam USGS, 2004).

Bentuk lereng curam/terjal juga dapat menunjukkan terjadinya longsorlahan

jatuhan, seperti tebing oleh adanya gravitasi, pelapukan dapat melepaskan gerakan

material massa tanah dan batu/batuan. Atas dasar karakteristik atau konfigurasi

lereng yang dicerminkan oleh garis kontur sebagai pendekatan kajian

longsorlahan, maka dituangkan penulisan berjudul: Analisis Ekspresi Topografi

untuk Pemetaan Longsorlahan di Wilayah Kabupaten Kulonprogo.

1.2. Perumusan Masalah

Pemetaan longsorlahan dapat dilakukan menggunakan ekspresi topografi.

Ekspresi topografi merupakan kesan kenampakan permukaan bumi berupa

konfigurasi relief dan kelerengan melalui pola dan bentuk kontur pada peta

topografi. Interpretasi digunakan sebagai metode dalam pemetaan longsorlahan

dan digunakan metode visualisasi topografi 3D melalui TIN.

Berdasarkan latar belakang permasalahan, dapat dirumuskan beberapa

permasalahan berikut.

1. Bagaimanakah identifikasi longsorlahan berdasarkan ekspresi topografi di

daerah penelitian?

2. Bagaimanakah pemetaan longsorlahan melalui pendekatan interpretasi

ekspresi topografi di daerah penelitian?

6

3. Bagaimanakah pemetaan longsorlahan melalui pendekatan interpretasi

ekspresi topografi dipertajam dengan visualisasi topografi 3D dan

pengetahuan kebencanaan lokal?

4. Bagaimanakah akurasi hasil pemetaan berdasarkan kedua metode tersebut?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. mengidentifikasi longsorlahan berdasarkan ekspresi topografi di daerah

penelitian;

2. memetakan longsorlahan dengan interpretasi ekspresi topografi di daerah

penelitian;

3. memetakan longsorlahan dengan visualisasi topografi 3D dan pengetahuan

kebencanaan lokal; dan

4. menguji tingkat ketelitian hasil pemetaan dengan membandingkan kesesuaian

secara keseluruhan melalui survei lapangan.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat ilmiah dan praktis, yaitu:

1. penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi bidang keilmuan dan

tambahan pustaka khususnya mengenai pemetaan longsorlahan berdasarkan

ekspresi topografi dari peta topografi;

2. membuat peta atau memetakan longsorlahan melalui interpretasi peta

topografi (ekspresi topografi) sebagai bahan monitoring longsorlahan saat ini

dan masa mendatang guna berkontribusi dalam manajemen bencana.

1.5. Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya

1.5.1. Peta Topografi

Peta topografi memetakan tempat-tempat di permukaan bumi yang

berketinggian sama dari permukaan laut yang diekspresikan melalui garis kontur,

dengan satu garis kontur mewakili satu ketinggian yang sama (Noor, 2011).

Konfigurasi relief berupa bukit (hill), lembah (valley), punggung bukit (ridge),

7

pelana (saddle), cekungan (depression), alur sungai (draw), taji (spur), tebing

(cliff), bahkan pemotongan dan pengisian daerah (cut and fill) dapat ditafsirkan

melalui interpretasi garis kontur (Department of The Army, 2001).

Bukit pada garis kontur dicirikan dengan bentuk lingkaran konsentris.

Bagian dalam lingkaran tertutup terkecil menunjukkan puncak bukit. Lembah

dicirikan dengan garis kontur berbentuk “u” atau berbentuk “v”. Ujung tertutup

dari bentuk kontur tersebut menunjukkan hulu atau daerah tinggi. Punggung bukit

dicirikan dengan garis kontur berbentuk “u” atau berbentuk “v” yang lebar dengan

pola yang seragam atau teratur. Pelana merupakan dataran tinggi diantara dua

bukit yang dicirikan oleh adanya dua garis kontur yang berbentuk membulat atau

lingkaran konsentris. Cekungan dicirikan oleh garis kontur tertutup yang memiliki

tanda centang menghadap ke arah bawah (tempat yang rendah). Alur sungai

dicirikan dengan garis kontur berbentuk “n” menghadap ke atas atau menunjuk ke

daerah tinggi dan tampak seperti jari yang panjang atau ranting karena berjumlah

lebih dari satu. Taji dicirikan dengan garis kontur yang hampir sama dengan

punggung bukit, berbentuk “u” atau berbentuk “v” dengan pola seragam dan

teratur. Tebing dicirikan oleh garis kontur dimana beberapa garis kontur tampak

menjadi satu garis atau saling menyentuh dan berdekatan garis kontur satu dengan

kontur lain. Pada cut and fill, pemotongan adalah daerah tinggi seperti punggung

bukit yang dipotong oleh jalan seperti jalan kereta api, dicirikan dengan tanda

centang di sepanjang alur garis kontur. Pengisian adalah daerah rendah yang

dilalui oleh jalan, dimana daerah yang lebih rendah dari jalan diisi dengan

material tanah atau batuan agar sejajar dengan permukaan jalan, dicirikan dengan

tanda centang pada alur garis kontur menghadap ke luar (Department of The

Army, 2001). Konfigurasi relief dapat dilihat pada Gambar 1.2 berikut.

8

Gambar 1.2 Konfigurasi relief pada peta topografi (Department of The Army, 2001)

Selain relief, garis kontur dapat menunjukkan jenis atau bentuk lereng,

yaitu lereng landai seragam (gentle), lereng curam (steep), lereng cembung

(convex), dan lereng cekung (concave) (Aamli Kam, 2006; Department of The

Army, 2001). Lereng landai dicirikan dengan garis kontur berbentuk “u” yang

seragam dan tampak lembut serta pola kontur yang tidak rapat (sedang). Lereng

curam dicirikan oleh garis kontur yang sangat rapat. Lereng cembung dicirikan

dengan pola yang sangat rapat pada kaki lereng, dan pada atas lereng memiliki

pola renggang. Sebaliknya pada lereng cekung sangat rapat garis konturnya pada

atas lereng dan lebih renggang pada kaki lereng atau lereng bawah (Department of

The Army, 2001). Pola dan bentuk garis kontur pada topografi yang

mencerminkan konfigurasi relief dan lereng menunjukkan kesan kenampakan

permukaan bumi yang merupakan ekspresi topografi.

1. BUKIT 4. PELANA 7. TAJI 10. PENGISIAN

2. LEMBAH 5. CEKUNGAN 8. TEBING

3. PUNGGUNG BUKIT 6. ALUR SUNGAI 9. PEMOTONGAN

9

.

Gambar 1.3 Lereng cembung dan lereng cekung (Aamli Kam, 2006)

Gambar 1.4 Lereng landai dan lereng curam (Aamli Kam, 2006)

10

Gambar 1.5 Bentuk lembah “v” dan bentuk lembah “u” (Aamli Kam, 2006)

Gambar 1.6 Bukit dan jurang (Aamli Kam, 2006)

11

1.5.2. Interpretasi Peta Topografi

Interpretasi peta merupakan kegiatan melihat dan mengamati sebuah peta

dan mencari penjelasan terhadap pola dari objek tersebut (Muehrcke, 1978).

Interpretasi peta topografi lebih menekankan pada pengamatan terhadap garis

kontur untuk menafsirkan medan atau konfigurasi relief dan kelerengan suatu

daerah.

Beberapa konfigurasi lereng dapat terlihat melalui interpretasi ekspresi

topografi, seperti lereng datar, landai, agak miring, miring, terjal, dan amat terjal.

Data topografi penting karena terdapat keterkaitan terhadap proses gerak massa

ataupun longsorlahan yang bekerja pada sebidang lahan dengan kelerengan

tertentu (Suharjo, 1996). Data peta topografi dapat memberikan informasi tentang

relief atau kelerengan dari garis konturnya. Melalui ekspresi topografi, peneliti

melakukan interpretasi terhadap pola dan bentuk garis kontur untuk dilakukan

identifikasi longsorlahan.

Peta topografi menyediakan atau memberikan informasi tentang

komponen lereng. Komponen lereng yang digunakan untuk mengidentifikasi

longsorlahan adalah kemiringan, panjang, bentuk, dan ketinggian (Cooke and

Doornkamp, 1994; Suprapto, 1998; Van Zuidam, 1979; Dackombe and Gardiner,

1983). Peta topografi juga menunjukkan adanya kekerasan batuan, struktur, dan

proses yang mungkin terjadi pada daerah di peta tersebut (Noor, 2006). Unsur

terpenting dari interpretasi peta topografi untuk identifikasi longsorlahan adalah

memperhatikan bentuk dan pola kontur. Bentuk kontur “u”, atau bentuk “v”,

bentuk “o” dan bentuk “n” menunjukkan konfigurasi daerah yaitu relief atau

kelerengan berupa daerah lembah, perbukitan, atau pegunungan (Aamli Kam,

2006; Department of The Army, 2001). Pola kontur rapat dan tidak rapat atau

renggang/jarang menunjukkan kemiringan, panjang, dan ketinggian daerah. Selain

itu pola kontur juga menunjukkan kekerasan batuan. Pola kontur rapat

menujukkan batuan keras, dan pola kontur renggang/jarang menunjukkan batuan

lunak atau lepas. Pola kontur yang menutup atau melingkar diantara pola kontur

lainnya menunjukkan puncak bukit dan menunjukkan batuan yang lebih keras dari

batuan sekitarnya (Noor, 2006).

12

Menurut Rogers (2004) berbagai kombinasi yang digunakan sebagai

indikator ekspresi topografi untuk mengidentifikasi tipe atau jenis longsorlahan,

sebagai berikut.

1. Divergent contours, kontur dimana terdapat kurva lereng atas dan kurva

lereng bawah (kontur berbentuk “n” dan kontur berbentuk “u”) yang

menunjukkan anomali atau penyimpangan garis kontur.

2. Crenulated contours, kontur yang menunjukkan pola gelombang atau lekukan

pada kurva lereng atas maupun kurva lereng bawah.

3. Arcuate headscarp evacuation areas, kontur berbentuk kurva lengkung pada

batas bukit dari longsorlahan yang dibentuk karena terjadi penghilangan atau

perpindahan material longsoran ke lereng bawah.

4. Isolated topographic benches, kontur dengan kurva lengkung atas (bentuk kontur

“n”) yang menunjukkan rotasi/putaran bidang luncur (slump) pada permukaan

lereng atas.

5. Extended topographic ridges or isolated topographic knobs, kontur yang

menunjukkan terjadi gerakan perpindahan geser yang menarik massa material

punggung bukit ke lereng bawah.

6. Sudden up- or down-slope turns in hillside contours, kontur dimana lereng bukit

bergerak turun. Sering disebabkan oleh gerakan lereng bawah dari bagian yang

terisolasi atau terjadi pemisahan dari lereng bukit.

7. Stepped topography, kontur yang menunjukkan penurunan lereng

(retrogressive slump) atau sebaran lateral lereng (lateral spreading) dengan

periode yang berulang.

8. Fan profiles, kontur yang berbentuk kipas, seperti kenampakan geomorfologi

berupa kipas aluvial, yang kemungkinan besar adalah endapan cuping

(depositional lobes) dapat berupa aliran runtuhan (debris flows), aliran tanah

(earth flows), atau sebaran lateral (lateral spreads).

Pemetaan longsorlahan dilakukan dengan metode interpretasi ekspresi

topografi secara visual yang dipertajam menggunakan metode visualisasi

topografi 3D dengan membangun data topografi (garis kontur) menjadi bentuk

TIN serta didasari local knowledge yaitu pengetahuan/pemahaman terhadap

13

longsorlahan. Konfigurasi permukaan lereng/kelerengan seperti punggung bukit,

pelana, cekungan, tebing dan lembah aliran sungai dapat direpresentasikan secara

akurat (Zeiler, 1999), sehingga upaya pengidentifikasian longsorlahan diperjelas

dengan menggunakan TIN.

Gambar 1.7 Anomali topografi digunakan dalam identifikasi longsor (Rogers, 2004)

Gambar 1.8 Anomali topografi terkait dengan landsliding. Gambar menunjukkan slide

translasi (translational slide) yang besar dengan earth flows yang lebih kecil dan slumps

pada massa longsor (slide mass) (Rogers, 2004)

14

1.5.3. Longsorlahan (Landslide)

Longsorlahan mendeskripsikan berbagai proses yang menghasilkan

pergerakan ke luar dan ke bawah (terlepas) dari material pembentuk lereng berupa

batuan, tanah, atau kombinasinya. Material dapat bergerak dengan jatuhan,

robohan, longsoran, sebaran, atau aliran (Varnes, 1978 dalam USGS, 2004).

Gambar 1.9 berikut menunjukkan ilustrasi grafis dari longsorlahan, disertai

penjelasan istilah dari kenampakan longsorlahan.

Gambar 1.9 Jenis longsorlahan slump-earth flow, dan penamaan bagian-bagiannya (Varnes,

1978 dalam USGS, 2004)

Crown merupakan mahkota berupa material yang terletak di bagian

tertinggi gawir utama. Crown cracks menunjukkan retakan pada mahkota dari

material penyusun lereng seperti kekar. Main scarp merupakan lereng curam

utama pada bidang kontak antara material bergerak dengan gawir besar. Head

menunjukkan bagian sepanjang batas atas antara material bergerak dengan gawir

besar. Minor scarp merupakan lereng curam minor dari material bergerak. Surface

of rupture menujukkan rekahan permukaan pada bidang longsor. Main body

merupakan tubuh utama pelongsoran. Toe of surface of rupture adalah bagian kaki

yang mengalami rekahan permukaan pada bidang peluncuran. Surface of

separation merupakan pemisahan permukaan berupa garis perpotongan antara

bagian terbawah bidang longsor dengan permukaan lereng. Foot menunjukkan

15

material longsor pada permukaan lereng. Transverse cracks merupakan retakan

melintang dari material longsor. Transverse ridge berupa punggungan melintang

dari material longsor. Radial cracks merupakan susunan jari-jari yang melingkar

dari material longsor, dan toe menujukkan jari-jari kaki dari material longsor

sejauh material tersebut bergerak.

Berbagai jenis longsorlahan dapat dibedakan oleh jenis material yang

terlibat dan mekanisme pergerakan. Sistem klasifikasi pergerakan berdasarkan

parameter jenis material ditunjukkan Tabel 1.3 berikut.

Jenis Pergerakan

Jenis Material

Batuan dasar Teknika Tanah

Berbukit kasar Berbutir halus

Jatuhan Jatuhan batu Jatuhan bahan rombakan Jatuhan tanah

Robohan Robohan batu Robohan bahan rombakan Robohan tanah

Longsoran

Rotasi Nendatan batu Nendatan bahan rombakan Nendatan tanah

Translasi

Longsoran blok

batu

Longsoran blok bahan

rombahan

Longsoran blok

tanah

Longsoran batu Longsoran bahan rombakan Longsoran tanah

Sebaran Lateral Sebaran batu Sebaran bahan rombakan Sebaran tanah

Aliran Aliran batu

(rayapan dalam)

Aliran bahan rombakan Aliran tanah

Majemuk (Kompleks) Gabungan dua atau lebih jenis pergerakan

Sumber: Varnes (1978, dalam USGS 2004)

Meskipun longsorlahan sangat terkait pada daerah pegunungan,

longsorlahan dapat terjadi di daerah dengan relief rendah. Longsorlahan yang

terjadi di daerah relief rendah sebagai wujud aktivitas cut and fill (jalan dan

penggalian bangunan), aktivitas gerakan sungai, longsorlahan sebaran lateral,

runtuhan dari tumpukan limbah tambang (khususnya batubara), dan berbagai

lereng terkait aktivitas galian tambang dan tambang terbuka. Jenis-jenis

longsorlahan paling umum menurut Varnes (1978, dalam USGS, 2004) dijelaskan

sebagai berikut dan diilustrasikan pada Gambar 1.10.

16

1. Longsoran

Longsoran (slides) merupakan gerakan penurunan lereng dari tanah atau

massa batuan sebagai perlapisan struktur batuan pada permukaan yang terpecah

atau zona regangan geser yang kuat. Longsoran dicirikan dengan adanya

permukaan geser yang jelas, pergerakan massa pada hubungan antara tanah atau

batuan yang mendasarinya.

Dua jenis utama dari longsoran, yaitu: longsoran rotasi dan longsoran

translasi. Longsoran rotasi (rotational slide) merupakan longsoran dimana

permukaan pecah dengan bidang cekung melengkung ke atas

dan gerakan geser berotasi sekitar sumbu yang sejajar dengan permukaan tanah

dan melintang terhadap longsoran (Gambar 1.10.A). Longsoran translasi

(translational slide) merupakan massa bergerak geser disepanjang bidang

permukaan dengan sedikit rotasi atau mundur miring (Gambar 1.10.B). Terdapat

longsoran blok (block slide) merupakan longsoran translasi dimana massa batuan

bergerak dengan terdiri dari satu unit atau beberapa unit terkait yang bergerak

menuruni lereng sebagai massa relatif koheren (Gambar 1.10.C).

2. Jatuhan

Jatuhan (falls) merupakan gerakan pelepasan tanah atau batuan dari

permukaan yang curam atau tebing, dimana gerakan perpindahan sedikit atau

tidak terjadi yang kemudian material turun melalui udara dengan jatuh, berguling,

dan memantul. Jatuhan sangat dipengaruhi gravitasi, pelapukan mekanis, dan

tekanan air pori. Jatuhan menunjukkan gerakan mendadak dengan massa berupa

material geologi, seperti batu dan batuan besar, yang terlepas dari lereng curam

atau tebing (Gambar 1.10.D).

3. Robohan

Robohan (topples) merupakan gerakan rotasi maju keluar dari kemiringan

massa tanah atau batuan dengan perpindahan massa di sekitar titik atau sumbu

bawah pusat gravitasi (Gambar 1.10.E).

4. Aliran

Aliran (flows) merupakan gerakan turbulen massa cair yang berat, baik air

atau udara sebagai fluida pori (misalnya seperti tanah padat basah atau tanah pasir

17

kering). Ada gradasi dari aliran ke longsoran tergantung pada kadar air dan

pergerakan. Ada lima kategori dasar jenis longsor aliran (flow), antara lain:

a. aliran runtuhan (debris flow), adalah bentuk gerakan massa yang cepat

dimana kombinasi tanah lepas, batuan, bahan organik, udara, dan air mengalami

perpaduan material sebagai cairan yang mengalir menuruni lereng (Gambar

1.10.F). Aliran runtuhan < 50% berupa material halus. Aliran runtuhan umumnya

disebabkan oleh aliran air permukaan yang kuat, karena berat curah hujan atau

pencairan salju yang cepat, yang mengikis dan memindahkan tanah yang gembur

atau batuan di lereng curam. Aliran runtuhan umumnya juga memindahkan dari

jenis longsorlahan lain yang terjadi pada lereng yang curam, jenuh air, dan

sebagian besar terdiri dari lumpur dan material berupa pasir. Sumber daerah aliran

runtuhan sering berkaitan dengan selokan yang curam, dan aliran runtuhan

biasanya ditandai dengan adanya kipas runtuhan yang menempati pada bibir

selokan. Kebakaran yang menggunduli lereng vegetasi mengakibatkan lereng

menjadi sangat rentan terhadap aliran runtuhan.

b. longsoran runtuhan (debris avalanche), adalah gerakan material tanah,

batuan atau es yang sangat cepat (Gambar 1.10.G).

c. aliran tanah (earthflow), memiliki karakteristik berbentuk "jam pasir"

(Gambar 1.10.H). Material lereng mencair dan bergerak, membentuk mangkuk

atau depresi di kepala permukaan lereng. Alirannya memanjang dan biasanya

terjadi pada material halus atau tanah liat dan batuan di lereng sedang dan dalam

kondisi jenuh air. Namun, juga mungkin pada aliran kering dengan material

granular atau berupa butiran-butiran kecil.

d. semburan/aliran lumpur (mudflow), adalah aliran tanah yang terdiri dari

material yang cukup basah mengalir cepat dan mengandung setidaknya 50% pasir,

debu, dan tanah liat berukuran partikel. Aliran lumpur (mudflow) dan aliran

runtuhan (debris flow) umumnya disebut sebagai "mudslide."

e. rayapan (creep), adalah gerakan terasa lambat, stabil, turun dari lereng-

pembentuk tanah atau batuan. Gerakan disebabkan oleh tekanan yang cukup

memotong atau meretakkan material permukaan lereng yang menghasilkan

pergeseran deformasi, namun terlalu kecil untuk menghasilkan aktivitas gesernya.

18

Pada umumnya ada tiga jenis longsor rayapan: (1) musiman, dimana gerakan

dalam kedalaman tanah dipengaruhi oleh perubahan musim, kelembaban tanah

dan suhu tanah; (2) terus menerus, dimana tekanan geser terus menerus melebihi

kekuatan material; dan (3) progresif, dimana lereng yang mencapai titik kerusakan

sebagai gerakan massa dari jenis longsor lain. Rayapan ditunjukkan dengan

adanya batang pohon yang melengkung atau miring, pagar atau dinding penahan

bengkok, tiang atau pagar miring, dan ombakan kecil berupa getaran dari tanah

atau pegunungan (Gambar 1.10.I).

5. Sebaran Lateral

Sebaran lateral (lateral spreads) merupakan gerakan perluasan tanah

kohesif atau massa batuan yang terkombinasi dengan turunnya massa yang patah

menjadi material lembut yang mendasarinya (Gambar 1.10.J). Rekahan

permukaan tidak menunjukkan permukaan yang geser secara kuat. Sebaran dapat

diakibatkan dari amblesan tanah (liquefaction) atau aliran dan tekanan dari

material lunak. Longsor ini biasanya dipicu oleh tanah yang bergerak cepat,

seperti selama gempa bumi, juga karena kegiatan yang ditimbulkan oleh manusia.

Ketika material yang koheren, baik batuan dasar atau tanah, bertumpu pada

material-material yang lunak, unit atas permukaan terjadi perpecahan material dan

meluas, tanah mengalami surut, terjadi translasi, rotasi, dan mengalami hancuran

tanah. Sebaran lateral dalam material dengan butiran halus di lereng dangkal

biasanya progresif. Longsoran terjadi tiba-tiba di area kecil dan menyebar dengan

cepat. Seringkali awal terjadinya adalah kemerosotan, namun dalam beberapa

material gerakan terjadi tanpa alasan yang jelas. Kombinasi dari dua atau lebih

dari jenis longsoran tersebut dikenal sebagai longsorlahan yang kompleks.

19

Gambar 1.10 Jenis-jenis peregerakan longsorlahan (Varnes, 1978 dalam USGS, 2004)

1.5.4. Penelitian Sebelumnya

Rogers and Doyle (2004) melakukan penelitian dengan tujuan utama

adalah untuk menguji validitas tata topografi (topographic protocols) dalam

mengidentifikasi longsorlahan berdasarkan ekspresi topografi di zona seismik

New Madrid, Missouri dan Arkansas. Metode yang digunakan dalam penelitian

ini difokuskan pada identifikasi awal daerah yang terduga terjadi longsoran

menggunakan protokol topografi berdasarkan ekspresi topografi, pemeriksaan

foto udara, survei lapangan dan penampang geofisik. Pemetaan menggunakan

kunci drainase dan topografi untuk mengenali karakteristik situs

anomali/penyimpangan khas dari garis kontur terhadap berbagai bentuk

longsorlahan, diantaranya lateral spreads, slump-earthflows, translational block

20

slides, shallow retrogressive slump complexes, and theater-head slump-flow

complexes. Foto udara digunakan sebagai informasi kajian terhadap batuan dasar,

struktur batuan, dan pemetaan tingkat kejadian longsorlahan. Penelitian ini

menunjukkan bahwa peta topografi dapat dengan mudah dimanfaatkan untuk

pemetaan bahaya longsorlahan. Bentuk yang paling umum dari ekspresi topografi

yaitu: kontur divergen (divergent contours), lekukan kurva kontur (crenulated

contours), bentuk kurva lengkung pada batas bukit (arcuate headscarp evacuation

areas), bentuk kontur “n” yang terisolasi (isolated topographic benches),

punggung bukit yang terisolasi (extended topographic ridges or isolated

topographic knobs), lereng bukit bergerak turun (sudden up- or down-slope turn

in hillside contours), pergeseran/perpindahan pola (stepped topography), dan

profil kipas (fan profiles).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa longsorlahan yang telah dipetakan

terjadi akibat pengaruh guncangan tanah yang intensif terkait dengan peristiwa

gempa bumi tahun 1811 – 1812 di New Madrid. Sebanyak 254 terjadi

longsorlahan di LaGrange, pulau Stubbs, Helena, antara lain: 98 jenis

longsorlahan slumps atau retrogressive slump complexes; 66 block slide; 52 earth

flows; 20 theater-head erosion complexes; dan teridentifikasi 18 lateral spreads.

Angka yang tinggi ditunjukkan pada jenis longsorlahan slumps yang

dimungkinkan oleh faktor karakteristik material yang homogen pada Crowley’s

Ridge. Jenis rotational slumps juga menunjukkan bentuk material yang homogen.

Longsoran paling tinggi terjadi pada Villey Ridge yang ditunjukkan dengan

kebenaran/kenyataan bahwa di lokasi tersebut jauh lebih dekat terhadap episenter

gempa tahun 1811 – 1812 serta di lokasi tersebut pernah terjadi guncangan tanah

yang keras/besar.

Fernandes et al (2004) melakukan penelitian yang bertujuan untuk

memetakan kerawanan/bahaya longsorlahan serta untuk mengetahui indeks

potensi longsorlahan menggunakan kontrol topografi dengan pemodelan spasial

dan pembuktian lapangan dengan lokasi kajian di daerah cekungan/lembah sungai

wilayah Quitite dan Papagaio di Meksiko, daerah aliran di sisi Barat pegunungan

tinggi Tijuca (The Tijuca Massif) dengan luas wilayah sekitar 2,13 - 2,22 km2

dan

21

wilayah tersebut hampir sebanyak 100 kejadian longsorlahan telah dipetakan

tahun 1996. Metode yang digunakan adalah pemetaan kejadian longsorlahan dan

pemetaan lapangan menggunakan DEM (digital elevation model), menyelidiki

karakteristik topografi (lereng, bentuk lereng perbukitan, pertambahan area akibat

kejadian longsorlahan sebelumnya, dan arah hadap lereng), serta menggunakan

data/peta vegetasi yang dioverlay dengan peta bekas/kejadian longsorlahan

sebelumnya. Kajian kerentanan longsorlahan menggunakan model SHALSTAB

(model matematis deterministik) untuk menentukan kerentanan relatif terhadap

longsorlahan serta kondiktivitas hidrolik tanah yang memiliki peranan penting

terhadap longsorlahan terutama pada daerah perbukitan tropis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi frekuensi dan indeks

potensi longsorlahan pada empat karakteristik topografi yang dikaji (lereng,

bentuk lereng berbukit, pertambahan area, dan arah hadap lereng)

membuktikan/memperlihatkan bahwa lereng dengan sudut/kemiringan antara

18,6º - 37,0º berfrekuensi besar terjadi longsorlahan di daerah cekungan/lembah

sungai wilayah Quitite dan Papagaio. Indeks potensi longsorlahan juga

bertambah/meningkat ketika kemiringan lereng pada batas kemiringan 37,1º -

55,5º. Bentuk lereng berbukit menunjukkan peran utama dalam kontrol distribusi

longsorlahan di kedua lembah sungai tersebut. Meskipun bentuk lereng cembung

adalah berfrekuensi besar, indeks potensi lahan pada bentuk lereng cekung tiga

kali lebih besar daripada bentuk lereng selain cekung. Lokasi topografi dengan

pertambahan area yang tinggi, meskipun memiliki frekuensi yang rendah di

cekungan/lembah sungainya (1 – 4%) tetapi menunjukkan nilai indeks potensi

lahan tertinggi karena faktor kejadian longsorlahan sebelumnya. Arah hadap

lereng menunjukkan peninggalan yang kuat dari struktur batuan, sekitar 70%

lereng bukit di daerah cekungan/lembah sungai Quitite dan Papagaio menghadap

ke arah Barat Daya, Barat, dan Barat Laut. Nampak jelas bahwa pada lembah

sungainya, struktur batuan yang bekerja memiliki peranan yang sangat penting

dalam pengendalian/kontrol arah hadap lereng. Hasil model SHALSTAB

menunjukkan nilai perbandingan lokasi tidak stabil (lereng) dengan lokasi aktual

22

longsorlahan pada lembah sungai tersebut, dimana dipicu oleh badai hujan

hebat/besar pada Februari 1996.

Kuswaji (2012) melakukan penelitian bertujuan: mengetahui karakteristik

bentuklahan kejadian longsorlahan di pegunungan Kulonprogo, menganalisis

secara komprehensif antara bentuklahan dan tanah dengan kejadian longsorlahan

di pegunungan Kulonprogo, menyusun tipologi pedogeomorfik wilayah rawan

longsorlahan di pegunungan Kulonprogo berdasarkan karakteristik bentuklahan

dan tanahnya. Metode yang digunakan adalah metode survei, perolehan data

secara sampling dengan analisis gabungan kualitatif dan kuantitatif. Kejadian

longsorlahan yag ada dikaji secara geomorfik dan pedologis untuk mengetahui

tipologi pedogeomorfik kejadian longsorlahan mendatang. Cara pengambilan

sampel dilakukan secara purposif (purposive sampling). Variabel yang diamati,

diukur, dan dikaji meliputi variabel geomorfik (bentuklahan), variabel

antropogenik, dan variabel pedologis (perkembangan tanah) yang menjadi faktor

kejadian longsorlahan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Karakteristik bentuklahan pada

kejadian longsorlahan di Pegunungan Kulonprogo dikelompokkan menjadi enam

kelompok, yaitu Perbukitan Denudasional, Lereng Atas Perbukitan Denudasional,

Lereng Kaki Perbukitan Denudasional, Perbukitan Struktural, Lereng Atas

Perbukitan Struktural, dan Lereng Kaki Perbukitan Struktural. Tingkat

perkembangan tanah awal (initial), sedang (juvenile), dan lanjut (venile)

dikelompokkan menjadi tiga jenis tanah (great group soil): Troportents,

Eutropepts, dan Hapludalfs. Tingkat kerawanan longsorlahan dikelompokkan

menjadi tiga: rendah, sedang, tinggi. Tipologi pedogeomorfik kejadian

longsorlahan dikelompokkan menjadi tujuh: Perbukitan Denudasional Troporhent

dengan tingkat kerawanan longsorlahan sedang, Perbukitan Denudasional

Hapludalf dengan tingkat kerawan longsorlahan sedang, Lereng Atas Perbukitan

Denudasional Eutropept dengan tingkat kerawanan longsorlahan tinggi, Lereng

Kaki Perbukitan Denudasional Troportent dengan tingkat kerawanan longsorlahan

rendah, Perbukitan Struktural Troportent dengan tingkat kerawanan longsor

sedang, Lereng Atas Perbukitan Struktural Eutropept dengan tingkat kerawanan

23

longsorlahan tinggi, dan Lereng Kaki Perbukitan Struktural Eutropept dengan

tingkat kerawanan longsorlahan ringan. Perbandingan penelitian sebelumnya

dapat dilihat pada Tabel 1.4.

1.6. Kerangka Penelitian

Peta topografi menyajikan unsur alami dan unsur buatan manusia yang

merepresentasikan kondisi fisik permukaan bumi. Informasi terpenting dari peta

topografi adalah terdapat garis kontur yang menunjukkan konfigurasi relief dan

kelerengan daerah. Kesan kenampakan dari lereng (kemiringan, panjang, dan

bentuk) pada garis kontur menunjukkan ekspresi topografi. Ekspresi topografi

dapat digunakan untuk pemetaan longsorlahan melalui interpretasi bentuk dan

pola garis kontur. Daerah longsorlahan ditunjukkan oleh penyimpangan garis

kontur dari bentuk “n” menjadi “u” atau “v” dan sebaliknya. Pada daerah

pelongsoran dicirikan oleh bentuk kontur “n” dan rapat menunjukkan lereng yang

curam, sedangkan daerah timbunan material pelongsoran ditunjukkan oleh bentuk

kontur “u” dan renggang. Pola kontur di daerah longsorlahan juga dapat

digunakan untuk memperkirakan panjang dan kemiringan lereng.

Daerah rawan longsorlahan biasanya terdapat di daerah perbukitan atau

pegunungan yang curam. Daerah yang curam dicirikan oleh garis kontur yang

rapat, pola kontur rapat menjadi indikator untuk interpretasi lereng. Lereng atas

merupakan titik rawan longsorlahan yang dicirikan oleh bentuk kontur setelah “o”

di bawah puncak bukit (di bawah garis kontur “o”). Lereng kaki yang berbentuk

cekung juga merupakan titik rawan longsorlahan yang dicirikan oleh bentuk

kontur “n” atau bentuk “u” terbalik dengan posisi ketinggian dari atas ditunjukkan

melalui interval kontur (Ci), juga dengan pola garis kontur pada kaki lereng

cekung lebih renggang dan semakin ke atas garis kontur semakin rapat.

24

Tabel 1.4 Perbandingan Penelitian Peneliti dan Penelitian Sebelumnya

Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil

Rogers

and

Doyle,

2004

Pemetaan Kemungkinan

Longsorlahan dari pengaruh

Seismik di bukit Benton dan

punggung bukit Crowley,

zona 24ctual24 New Madrid,

Kansas dan Missouri

1. Menguji validitas tata topografi

(topographic protocols) dalam

mengidentifikasi longsorlahan

berdasarkan ekspresi topografi di zona

seismik New Madrid, Missouri dan

Arkansas

Survei Longsorlahan yang telah dipetakan terjadi sebanyak 254

terjadi longsorlahan di LaGrange, pulau Stubbs, Helena,

antara lain: 98 jenis longsorlahan slumps atau

retrogressive slump complexes; 66 block slide; 52 earth

flows; 20 theater-head erosion complexes; dan

teridentifikasi 18 lateral spreads.

Fernandes

et al, 2004

Kontrol Topografi terhadap

Longsorlahan di wilayah Rio

De Janeiro: Pemodelan dan

Pembuktian Lapangan

1. Memetakan kerawanan/ bahaya longsor

2. Mengetahui indeks potensi longsor

menggunakan kontrol topografi dengan

pemodelan spasial dan pembuktian

lapangan dengan lokasi kajian di daerah

cekungan/lembah sungai wilayah

Quitite dan Papagaio di Meksiko

Survei Distribusi frekuensi dan indeks potensi longsorlahan pada

empat karakteristik topografi yang dikaji (lereng, bentuk

lereng berbukit, pertambahan area, dan arah hadap lereng)

membuktikan/memperlihatkan bahwa lereng dengan

sudut/kemiringan antara 18,6º - 37,0º berfrekuensi besar

terjadi longsorlahan di daerah cekungan/lembah sungai

wilayah Quitite dan Papagaio.

Model SHALSTAB menunjukkan nilai perbandingan

lokasi tidak stabil (lereng) dengan lokasi aktual

longsorlahan pada lembah sungai tersebut, dimana dipicu

oleh badai hujan hebat/besar pada Februari 1996.

Kuswaji,

2012

Tipologi Pedogeomorfik

Kejadian Longsorlahan di

Pegunungan Kulonprogo

2. Mengetahui karakteristik bentuklahan

kejadian longsorlahan di daerah

penelitian.

Survei Karakteristik bentuklahan pada kejadian longsorlahan di

Pegunungan Kulonprogo dikelompokkan menjadi enam

kelompok, yaitu Perbukitan Denudasional, Lereng Atas

25

Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil

Daerah Istimewa Yogyakarta

Indonesia

3. Menganalisis secara komprehensif

antara bentuklahan dan tanah dengan

kejadian longsorlahan di daerah

penelitian.

4. Menyusun tipologi pedogeomorfik

wilayah rawan longsorlahan di daerah

penelitian berdasarkan karakteristik

bentuklahan dan tanahnya.

Perbukitan Denudasional, Lereng Kaki Perbukitan

Denudasional, Perbukitan Struktural, Lereng Atas

Perbukitan Struktural, dan Lereng Kaki Perbukitan

Struktural. Tingkat perkembangan tanah awal, sedang, dan

lanjut dikelompokkan menjadi tiga jenis tanah (great

group soil): Troportents, Eutropepts, dan Hapludalfs.

Tingkat kerawanan longsorlahan dikelompokkan menjadi

tiga: rendah, sedang, tinggi. Tipologi pedogeomorfik

kejadian longsorlahan dikelompokkan menjadi tujuh:

Perbukitan Denudasional Troporhent dengan tingkat

kerawanan longsorlahan sedang, Perbukitan Denudasional

Hapludalf dengan tingkat kerawan longsorlahan sedang,

Lereng Atas Perbukitan Denudasional Eutropept dengan

tingkat kerawanan longsorlahan tinggi, Lereng Kaki

Perbukitan Denudasional Troportent dengan tingkat

kerawanan longsorlahan rendah, Perbukitan Struktural

Troportent dengan tingkat kerawanan longsor sedang,

Lereng Atas Perbukitan Struktural Eutropept dengan

tingkat kerawanan longsorlahan tinggi, dan Lereng Kaki

Perbukitan Struktural Eutropept dengan tingkat kerawanan

longsorlahan ringan.

26

Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil

Al

Wahidy,

2012

Ekspresi Topografi untuk

Pemetaan Longsorlahan di

wilayah Kabupaten

Kulonprogo

1. Menyusun kunci identifikasi

longsorlahan berdasarkan ekspresi

topografi.

2. Memetakan longsorlahan dengan

interpretasi ekspresi topografi.

3. Memetakan longsorlahan dengan

visualisasi topografi 3D dan

pengetahuan kebencanaan lokal.

4. Menguji tingkat ketelitian hasil

pemetaan dengan membandingkan

kesesuaian secara keseluruhan melalui

survei lapangan.

Survei Kejadian longsorlahan di lapangan paling banyak

ditemukan di Kecamatan Kokap sebanyak 4 titik yaitu di

Desa Hargomulyo dengan kemiringan lereng 65%, Desa

Hargotirto dengan kemiringan lereng 90%, dan di Desa

Kalirejo dengan kemiringan lereng 65% dan kemiringan

lereng 30%. Empat titik kejadian longsorlahan tersebut

merupakan bukti kebenaran dari analisis ekspresi topografi

dan TIN. Jenis longsorlahan dapat diketahui satu tipe

longsornya berupa longsorlahan jenis rotational slump di

Desa Pagerharjo Kecamatan Samigaluh, dari ekspresi

kontur divergen yang ditunjukkan dengan kunci

interpretasi ekspresi topografi yaitu daerah pelongsoran

dicirikan oleh bentuk kontur “n” dan rapat, sedangkan

daerah timbunan material pelongsoran ditunjukkan oleh

bentuk kontur “u” dan renggang.

27

Pemetaan longsorlahan semakin diperjelas atau dipertajam dengan metode

visualisasi topografi 3D melalui pemodelan spasial kontur menjadi 3D dalam

bentuk TIN (Triangulated Irregular Network) menggunakan SIG. Longsorlahan

dari metode interpretasi maupun metode visualisasi topografi 3D menunjukkan

longsorlahan eksisting, yaitu longsorlahan yang sudah terjadi di masa lampau dari

kondisi aktual lereng mengalami longsorlahan. Lereng menjadi pendekatan utama

sekaligus variabel terhadap kejadian longsorlahan. Konfigurasi lereng dari peta

topografi merupakan ekspresi topografi untuk memetakan atau mengetahui

bahaya longsorlahan yang dicerminkan melalui garis kontur.

Identifikasi longsorlahan menggunakan metode visualisasi topografi 3D

melalui pemodelan TIN sangat membantu dalam mengetahui konfigurasi lereng.

Bentuk lereng cembung, lereng cekung, lereng landai seragam, bentuk depresi

lereng, panjang lereng dan ketinggian lereng dapat diketahui secara jelas yang

dapat memudahkan dalam pengidentifikasian.

1.7. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei karena

kajian longsorlahan melalui interpretasi berdasarkan ekspresi topografi divalidasi

dengan survei lapangan untuk pembuktian hasil analisis dengan pengamatan

terhadap kejadian longsor sebelumnya, disertai wawancara masyarakat setempat

dengan kriteria warga yang menghuni di daerah penelitian ± 10 tahun. Teknik

sampling penelitian secara purposif (purposive sampling), berdasarkan pada

kondisi topografi berupa lereng daerah penelitian. Metode survei bersifat

deskriptif karena kajian longsorlahan dilakukan mendasarkan pada interpretasi

peta topografi berdasarkan ekspresi topografi untuk mengetahui kondisi aktual

lereng mengalami longsorlahan. Longsorlahan yang dikaji dari interpretasi

ekspresi topografi merupakan analisis data secara kualitatif. Analisis data dari

ekspresi topografi dikombinasikan dengan visualisasi topografi 3D menggunakan

TIN dalam identifikasi longsorlahan.

28

Gambar 1.11 Diagram Alir Penelitian

Interpretasi

Visualisasi Topografi

3D (TIN)

Peta Tentatif Longsorlahan

Hasil Interpretasi Ekspresi

Topografi

Pengetahuan lokal

bencana

Studi Literatur:

Karakteristik

Longsorlahan

Identifikasi dan Pemetaan Longsorlahan

Peta Tentatif Longsorlahan Hasil

Visualisasi Topografi 3D dan

Pengetahuan Lokal

Uji akurasi:

Kesesuaian secara keseluruhan

hasil pemetaan dalam Matriks

Kesalahan

Penentuan sampel

Reinterpretasi

Survei Lapangan

Peta Longsorlahan Hasil

Interpretasi Ekspresi

Topografi

Peta Longsorlahan Hasil Visualisasi

Topografi 3D

Kunci Interpretasi

(Tentatif)

Kunci

Interpretasi

Analisa dan Laporan

Peta Titik-titik Longsor

Peta Topografi Digital skala 1: 25000:

Ekspresi Topografi dari Garis Kontur

29

Metode penelitian diuraikan ke dalam langkah atau tahapan penelitian,

sebagai perwujudan implementasi kegiatan penelitian untuk mencapai tujuan.

Adapun tahapan penelitian dijelaskan sebagai berikut.

1.7.1 Alat dan Bahan

1.7.1.1 Alat

1. Perangkat keras komputer dengan spesifikasi: Intel Atom N2600 Dualcore, 2

GB of RAM, 320 GB HDD, Graphics Media Accelerator 3600 series 256 of

VGA

2. Perangkat lunak Microsoft Office Word untuk penulisan laporan

3. Perangkat lunak ArcGIS untuk pemrosesan dan penyajian data peta

4. GPS (Global Positioning System) untuk menentukan posisi titik sampel di

lapangan

5. Abney Level atau Clinometer untuk pengukuran kemiringan lereng di

lapangan

6. Kamera digital untuk dokumentasi pengamatan lapangan

1.7.1.2 Bahan

1. Peta Topografi Digital skala 1:25000 tahun 1999 (sumber: BIG)

2. Peta Jaringan Sungai Kabupaten Kulon Progo (sumber: BIG)

3. Peta Administrasi Kabupaten Kulon Progo (sumber: BIG)

1.7.2 Tahapan Penelitian

1.7.2.1 Tahap Persiapan

Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam pengolahan data seperti

menyiapkan data untuk pemetaan longsorlahan yaitu data peta topografi, data peta

jaringan sungai sebagai penunjang terhadap identifikasi longsorlahan serta

perangkat lunak pendukung pengolah data tersebut. Pengumpulan data-data dan

informasi literatur yang diperlukan dalam penelitian melalui interpretasi peta

topografi (ekspresi topografi) untuk identifikasi dan/atau pemetaan longsorlahan,

serta studi kepustakaan terhadap kajian penelitian.

30

1.7.2.2 Tahap Pengolahan Data

Peta topografi dilakukan interpretasi berdasarkan ekspresi topografi dari

bentuk dan pola garis kontur untuk mengidentifikasi longsorlahan. Identifikasi

longsorlahan dipertajam dengan visualisasi topografi 3D berupa pemodelan

spasial TIN ditambah pengetahuan lokal terhadap bencana longsorlahan. Bentuk

lereng cekung, curam, dan tebing dapat diketahui secara jelas melalui pemodelan

tersebut untuk mendukung dalam mengidentifikasi longsorlahan.

1.7.2.3 Tahap Kegiatan Lapangan

Identifikasi longsorlahan menghasilkan delineasi titik-titik longsorlahan

dari interpretasi ekspresi topografi dan menghasilkan delineasi titik-titik

longsorlahan dari pemodelan 3D menggunakan TIN dalam bentuk peta. Kedua

peta tersebut dilakukan pengambilan sampel secara purposif berdasarkan pada

kondisi topografi berupa lereng. Lereng digunakan sebagai dasar atau acuan

penentuan sampel untuk survei di lapangan. Kedua peta divalidasi kebenarannya

melalui pengamatan bekas kejadian longsorlahan sebelumnya, didukung dengan

wawancara terhadap warga setempat. Selain pengamatan terhadap bekas kejadian

longsor, juga dilakukan pengukuran kemiringan lereng dan ketinggian tempat.

1.7.2.4 Tahap Analisis

Menganalisis ekspresi topografi sebagai kunci pemetaan longsorlahan

hasil interpretasi. Pemetaan longsorlahan dipertajam dengan pemodelan TIN

secara 3D ditambah dengan pengetahuan lokal dari aspek geomorfologi dan

pedologi (pedogeomorfik). Peta hasil interpretasi dan pemodelan TIN dilakukan

reinterpretasi yang dilengkapi dengan data titik-titik longsor penelitian

sebelumnya. Peta yang telah direinterpretasi dilakukan uji akurasi/ketelitian

menggunakan matriks kesalahan.

31

1.7.2.5 Tahap Penyelesaian

Produk akhir berupa peta distribusi longsorlahan hasil interpretasi ekspresi

topografi dan hasil visualisasi TIN. Peta hasil interpretasi ekspresi topografi

menunjukkan kunci pemetaan jenis-jenis longsorlahan melalui ekspresi topografi

dari garis kontur. Kedua peta tersebut sebagai hasil akhir dan dilampirkan dalam

laporan.

1.7.3 Uji Ketelitian

Uji ketelitian dilakukan terhadap hasil pemetaan yang diperoleh melalui

interpretasi ekspresi topografi, berupa pengukuran akurasi hasil pemetaan dengan

survei lapangan. Akurasi ditentukan berdasarkan sejumlah titik pengukuran

lapangan dan digambarkan dalam metode Short untuk penghitungan kesesuaian

secara keseluruhan dalam matriks kesalahan.

Matriks kesalahan adalah susunan persegi empat dari baris dan kolom

dimana setiap baris dan kolom menunjukkan kategori hasil interpretasi. Biasanya

kolom menunjukkan data referensi, sedangkan baris menunjukkan data pemetaan.

Matriks kesalahan dihitung dengan membagi jumlah diagonal utama dengan

jumlah lokasi akurat.

1.8. Batasan Operasional

Analisa bahaya adalah identifikasi, studi, dan pemantauan semua bahaya

untuk menentukan potensi, asal, karakteristik, dan perilakunya

(UN/ISDR, 2009).

Bahaya adalah suatu fenomena alam atau buatan yang mempunyai potensi

mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda, dan kerusakan

lingkungan (UN/ISDR, 2009).

Ekspresi Topografi adalah pernyataan atau kenampakan tentang kemiringan

lereng, bentuk lereng, dan panjang lereng maupun hadap ke matahari

(Suharjo, 1996).

Geomorfologi adalah ilmu yang mendeskripsi secara genetis bentuklahan dan

proses-proses yang mengakibatkan terbentuknya bentuklahan tersebut

32

serta mencari hubungan antara bentuklahan dengan proses-proses dalam

susunan keruangan (Van Zuidam, 1979).

Gerak Massa Batuan adalah gerakan menurunnya material lereng yang

mengikuti kemiringan lereng di bawah pengaruh kekuatan gravitasi

tanpa dorongan gerakan air, es atau udara (Summerfield, 1991).

Interpretasi Peta adalah (a) melihat/mengamati sebuah peta dan mencari

penjelasan terhadap pola dari objek tersebut; (b) membandingkan

beberapa peta dari periode yang berbeda dan mempertimbangkan pada

proses produksi terhadap perubahan dalam skala tempat dan waktu

tertentu (Muehrcke, 1978).

Longsorlahan adalah tipe gerak massa batuan yang terjadi secara lambat

hingga sangat cepat dengan material yang berupa batuan atau tanah atau

kombinasi keduanya (Varnes, D.J. 1984 dalam Cooke and Doornkamp,

1994).

Peta Topografi adalah peta yang menyajikan informasi parameter

geomorfologis secara langsung, antara lain: morfometri, relief,

morfografi, kesan topografi yang dicerminkan oleh pola dan kerapatan

garis kontur (Suharjo, 1996).

Sistem Informasi Geografis adalah sistem informasi yang digunakan untuk

memasukkan, menyimpan, memangggil kembali, mengolah,

menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data

geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam

perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam,

lingkungan transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya

(Murai, 2007).

TIN (Triangulated Irregular Network) adalah suatu himpunan titik-titik

lokasi secara tidak beraturan dengan bentuk jaring-jaring segitiga yang

mempunyai nilai ketinggian (z-values) pada tiap-tiap node (Zeiler,

1999).