dasar dasar analisis kestabilan lereng mei 2007

33
Dasar Dasar Dasar Dasar-Dasar Analisis Kestabilan Lereng Dasar Analisis Kestabilan Lereng Dasar Analisis Kestabilan Lereng Dasar Analisis Kestabilan Lereng Dikompilasi oleh: Saifuddin Arief 3 Mei 2007

Upload: ritayuli

Post on 14-Aug-2015

99 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

sadd

TRANSCRIPT

Page 1: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

DasarDasarDasarDasar----Dasar Analisis Kestabilan LerengDasar Analisis Kestabilan LerengDasar Analisis Kestabilan LerengDasar Analisis Kestabilan Lereng

Dikompilasi oleh:

Saifuddin Arief

3 Mei 2007

Page 2: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 1

DasarDasarDasarDasar----Dasar Analisis Kestabilan LerengDasar Analisis Kestabilan LerengDasar Analisis Kestabilan LerengDasar Analisis Kestabilan Lereng

1. Pendahuluan

Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu dengan

bidang horisontal. Lereng dapat terbentuk secara alamiah karena proses geologi atau

karena dibuat oleh manusia. Lereng yang terbentuk secara alamiah misalnya lereng

bukit dan tebing sungai, sedangkan lereng buatan manusia antara lain yaitu galian dan

timbunan untuk membuat jalan raya dan jalan kereta api, bendungan, tanggul sungai

dan kanal serta tambang terbuka. Beberapa contoh lereng buatan diperlihatkan dalam

gambar-gambar berikut ini.

Gambar 1. Bendungan tipe urukan

Page 3: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 2

Gambar 2. Jalur kereta api

Gambar 3. Timbunan untuk jalan raya

Page 4: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 3

Gambar 4. Tambang terbuka

Suatu longsoran adalah keruntuhan dari massa tanah yang terletak pada sebuah lereng

sehingga terjadi pergerakan massa tanah ke bawah dan ke luar. Longsoran dapat

terjadi dengan berbagai cara, secara perlahan-lahan atau mendadak serta dengan

ataupun tanpa tanda-tanda yang terlihat.

Setelah gempa bumi, longsoran merupakan bencana alam yang paling banyak

mengakibatkan kerugian materi maupun kematian. Kerugian dapat ditimbulkan oleh

suatu longsoran antara lain yaitu rusaknya lahan pertanian, rumah, bangunan, jalur

transportsi serta sarana komunikasi.

Analisis kestabilan lereng harus berdasarkan model yang akurat mengenai kondisi

material bawah permukaan, kondisi air tanah dan pembebanan yang mungkin bekerja

pada lereng. Tanpa sebuah model geologi yang memadai, analisis hanya dapat

dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang kasar sehingga kegunaan dari hasil

analisis dapat dipertanyakan.

Page 5: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 4

2. Lereng Alami

Lereng alami yang telah berada dalam kondisi yang stabil selama puluhan atau bahkan

ratusan tahun dapat tiba-tiba runtuh sebagai akibat dari adanya perubahan kondisi

lingkungan, antara lain seperti perubahan bentuk topografi, kondisi air tanah, adanya

gempa bumi maupun pelapukan. Kadang-kadang keruntuhan tersebut juga dapat

disebabkan oleh adanya aktivitas konstruksi seperti pembuatan jalan raya, jalan kereta

api, saluran air dan bendungan.

Terdapat beberapa kesulitan yang dihadapi dalam analisis kestabilan lereng alami

karena beberapa hal sebagai berikut:

� kesulitan untuk mendapatkan data masukan, (seperti model geologi, hubungan

tegangan-regangan, distribusi tekanan air pori), yang memadai.

� tingginya tingkat ketidakpastian mengenai mekanisme longsoran yang

mungkin terjadi serta proses-proses penyebabnya.

Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan dalam analisis kestabilan lereng alami

antara lain yaitu menentukan apakah longsoran yang mungkin terjadi merupakan

longsoran yang pertama kali atau longsoran yang terjadi pada bidang geser yang sudah

ada serta kemungkinan terjadinya longsoran apabila dibuat suatu pekerjaan konstruksi

atau penggalian pada lereng.

3. Lereng Buatan

3.1 Timbunan

Analisis kestabilan lereng timbunan biasanya lebih mudah dan mempunyai

ketidakpastian yang lebih rendah daripada lereng alami dan galian. Hal ini disebabkan

karena material yang digunakan untuk timbunan dapat dipilih dan dikontrol dengan

baik.

Page 6: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 5

Untuk timbunan dari material yang takberkohesi, seperti kerikil, pasir atau lanau,

parameter yang mempengaruhi kestabilan timbunan yaitu: sudut gesek, berat satuan

tanah, tekanan air pori dan sudut kemiringan lereng. Longsoran yang terjadi pada

timbunan tipe ini biasanya merupakan gelinciran translasional atau gelinciran

rotasional yang dangkal. Tekanan air pori yang diakibatkan oleh rembesan akan

mengurangi kestabilan timbunan, seringkali dalam analisis diasumsikan muka air

tanah berada pada permukaan lereng dan rembesan sejajar dengan permukaan lereng.

Kondisi ini biasanya terjadi pada hujan yang sangat deras dan lama.

Kestabilan lereng timbunan dari material yang berkohesi seperti lempung, pasir

berlempung, tergantung pada beberapa faktor sebagai berikut: sudut gesek, kohesi,

berat jenis tanah, tekanan air pori dan geometri lereng. Longsoran yang biasanya

terjadi pada jenis timbunan ini biasanya merupakan gelinciran yang dalam dengan

permukaan yang menyentuh bagian atas dari lapisan keras yang berada di bawah

timbunan.

Untuk timbunan yang dibuat di atas material yang mempunyai kekuatan geser lemah,

selain kekuatan geser material timbunan maka juga harus dipertimbangkan kekuatan

geser material pondasi. Timbunan dapat mengalami retakan-retakan tarik pada

permukaannya apabila terjadi penurunan pada material pondasi yang diakibatkan oleh

penambahan beban. Penurunan juga dapat menyebabkan keruntuhan sebagai akibat

dari ketidakcocokan tegangan-regangan diantara timbunan dengan pondasi di

bawahnya. Untuk menghindari hal ini dapat dibuat beberapa perkuatan pada timbunan

atau jika memungkinan dengan membuang material lunak pada pondasi.

Kestabilan timbunan harus ditentukan untuk beberapa kondisi sebagai berikut:

� Kestabilan jangka pendek atau akhir konstruksi

� Kestabilan jangka panjang

� Penurunan muka air tanah mendadak

Page 7: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 6

Metode analisis dan pengujian untuk menentukan parameter kekuatan geser dari

ketiga kondisi tersebut diberikan pada Tabel 1. Kestabilan lereng jangka pendek dapat

juga dianalisis dengan menggunakan konsep tegangan efektif jika lereng dapat

terdrainase dengan cepat.

Tabel 1. Kondisi Kestabilan Lereng Timbunan dan Galian

Kondisi Metode Analisis Pengujian Kekuatan geser

Kestabilan jangka

pendek atau

akhir konstruksi

Tegangan total

Tekan takterkekang (Unconfined compression)

Triaksial takterkonsolidasi-takterdrainase

(Unconsolidated-Undrained, UU)

Triaksial terkonsolidasi-takterdrainase

(Consolidated-Undrained, CU) tanpa pengukuran

tekanan air pori

Kestabilan jangka

panjang Tegangan efektif

Geser langsung (Direct shear)

Triaksial terkonsolidasi terdrainase

(Cconsolidated-Drained ,CD)

Triaksial terkonsolidasi-takterdrainase

(Consolidated-Undrained, CU) dengan

pengukuran tekanan air pori

Penurunan muka

air tanah secara

mendadak

Tegangan total

Triaksial terkonsolidasi-takterdrainase

(Unconsolidated-Undrained, UU)

Triaksial terkonsolidasi-terdrainase

(Consolidated-Undrained, CU) tanpa pengukuran

tekanan air pori

Kestabilan timbunan akan berfluktuasi selama proses kontruksi dilakukan dan juga

setelah konstruksi selesai. Hal ini diakibatkan karena perubahan kekuatan geser

material pada timbunan yang disebabkan oleh perubahan tekanan air pori dan

perubahan beban yang bekerja pada timbunan. Ilustrasi dari kondisi kestabilan

timbunan di atas tanah lempung diberikan pada Gambar 5.

Page 8: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 7

Kestabilan lereng timbunan akan berkurang apabila tinggi timbunan dinaikkan karena

lereng akan semakin tinggi dan beban pada pondasi juga bertambah. Sebagai

akibatnya maka kestabilan jangka pendek atau kestabilan pada akhir konstruksi

timbunan biasanya merupakan kondisi kestabilan yang paling kritis dan lebih

menentukan daripada kestabilan jangka panjang. Setelah timbunan selesai dibuat

maka faktor keamanan akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur timbunan

karena adanya konsolidasi pada timbunan dan berkurangnya tekanan air pori sehingga

kekuatan geser timbunan akan bertambah.

Gambar 5. Kondisi kestabilan timbunan di atas tanah lempung

Page 9: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 8

3.2 Galian

Tujuan dari rancangan galian adalah untuk menentukan tinggi dan sudut kemiringan

lereng yang optimum sehingga lereng tetap stabil dalam jangka waktu yang

diinginkan. Lamanya kondisi kestabilan lereng yang harus dipenuhi ditentukan oleh

apakah galian bersifat permanen atau sementara, pekerjaan perawatan yang dirancang

pada lereng serta pemantauan kondisi kestabilan yang dipasang pada lereng.

Galian dapat dibuat dengan sudut kemiringan tunggal atau menggunakan sudut

kemiringan yang bervariasi sesuai dengan tipe material yang digali. Misalnya untuk

lereng yang terdiri dari material tanah dan batuan, sudut kemiringan lereng batuan

dapat dibuat lebih terjal daripada lereng tanah. Penggalian lereng juga dapat dilakukan

secara berjenjang dengan menggunakan berm untuk setiap interval ketinggian.

Apabila penggalian dilakukan secara berjenjang maka harus dilakukan analisis untuk

kestabilan lereng secara keseluruhan maupun lereng tunggal pada setiap jenjang.

Parameter-parameter yang mempengaruhi kondisi kestabilan lereng antara lain yaitu:

� Geometri lereng

� Kekuatan geser material

� Berat satuan materil

� Tekanan air pori.

Bentuk longsoran yang terjadi pada galian dengan material yang homogen biasanya

berupa sebuah busur lingkaran. Untuk galian pada material yang tidak homogen

bentuk longsorannya akan dipengaruhi oleh distribusi kekuatan geser dalam lereng

dan biasanya bidang runtuhnya bukan berupa sebuah busur lingkaran.

Kestabilan lereng galian juga harus ditentukan untuk beberapa kondisi sebagai

berikut:

� Kestabilan jangka pendek atau akhir konstruksi

� Kestabilan jangka panjang

� Penurunan muka air tanah mendadak

Page 10: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 9

Metode analisis dan pengujian kekuatan geser untuk ketiga kondisi tersebut diberikan

pada Tabel 1. Kestabilan lereng jangka pendek dapat juga dianalisis dengan

menggunakan konsep tegangan efektif apabila air pada lereng dapat terdrainasi

dengan cepat.

Kondisi kestabilan lereng galian akan bervariasi dari waktu ke waktu baik pada saat

proses konstruksi maupun setelah pekerjaan konstruksi selesai. Hal ini disebabkan

oleh adanya perubahan tekanan air pori, tegangan geser dan pembebanan pada lereng

yang mengakibatkan perubahan kekuatan geser material. Variasi kondisi kestabilan ini

ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Kondisi kestabilan galian pada tanah lempung

Page 11: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 10

Kestabilan jangka panjang dari lereng galian biasanya lebih menentukan dari pada

kestabilan jangka pendek atau pada saat akhir konstruksi. Hal ini karena setelah galian

selesai dibuat, tekanan air pori akan meningkat, tanah akan mengembang dan menjadi

lebih lemah sehingga kekuatan geser tanah berkurang dan kondisi kestabilan lereng

juga berkurang. Apabila galian dibuat pada material yang mempunyai permeabilitas

yang tinggi maka kondisi kestabilan lereng pada saat akhir konstruksi dan kestabilan

untuk jangka panjang dianggap sama.

4. Tujuan Perhitungan

Tujuan dari analisis kestabilan lereng antara lain adalah sebagai berikut:

� Membuat desain yang aman dan ekonomis untuk galian, timbunan, bendungan,

tanggul.

� Merupakan dasar bagi rancangan ulang lereng setelah mengalami longsoran.

� Memperkirakan kestabilan lereng selama konstruksi dilakukan dan untuk

jangka waktu yang panjang.

� Mempelajari kemungkinan terjadinya longsoran, baik pada lereng buatan

maupun lereng alamiah.

� Menganalisis penyebab terjadinya longsoran dan cara memperbaikinya.

� Mempelajari pengaruh gaya-gaya luar pada kestabilan lereng.

5. Tipe –Tipe Longsoran

Longsoran dapat diklasifikasikan menurut jenis pergerakan massa runtuh, tipe

material dan kecepatan longsoran. Berdasarkan pergerakan massa runtuhnya

longsoran dapat diklasifikasikan sebagai gelinciran (sliding), runtuhan (falling),

gulingan (toppling), aliran (flowing). Berdasarkan tipe materialnya, longsoran dapat

dibedakan menjadi dua yaitu longsoran batuan dan longsoran tanah.

Gelinciran (sliding) merupakan pergerakan massa ke arah bawah dan ke luar yang

disebabkan oleh tegangan geser yang bekerja pada permukaan runtuh melebihi

Page 12: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 11

tahanan geser yang dimiliki oleh material pada permukaan runtuh. Dua tipe utama dari

longsoran tipe gelinciran yaitu rotasional dan translasional.

Gelinciran rotasional (rotational sliding) merupakan longsoran dengan bidang runtuh

yang cekung ke atas. Bentuk bidang runtuh tersebut seringkali dihampiri sebagai

busur lingkaran, gabungan dari busur lingkaran dengan bidang planar, atau gabungan

dari beberapa garis lurus. Longsoran dengan bidang runtuh berbentuk busur lingkaran

biasanya sering terjadi pada tanah yang homogen. Untuk tanah yang tidak homogen,

bentuk bidang runtuh yang paling mungkin terjadi adalah bidang runtuh yang bukan

busur lingkaran. Gelinciran rotasional juga dapat terjadi pada batuan yang telah

mengalami proses pelapukan dan alterasi yang kuat ataupun pada timbunan dari

batuan-batuan yang dihasilkan oleh kegiatan penambangan.

Gelinciran translational (translational sliding) yaitu gelinciran yang terjadi dengan

bidang runtuh yang berupa bidang planar. Gelinciran translasional antara lain dapat

terjadi pada lapisan tanah tipis yang berada di atas material yang sangat kokoh, seperti

lereng timbunan dari material takberkohesi. Longsoran translasional juga dapat terjadi

pada lereng di mana terdapat bidang lemah yang mempunyai jurus yang sejajar

dengan permukaan lereng serta sudut kemiringan yang lebih besar dari pada sudut

gesek material.

Gambar 7. Sketsa longsoran tipe gelinciran rotasional

Page 13: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 12

Gambar 8. Sketsa longsoran tipe gelinciran translasional

Runtuhan (fall) merupakan jatuhnya bongkahan batuan yang terlepas dari lereng yang

terjal. Bongkahan batuan tersebut dapat jatuh melayang di udara, kemudian setelah

menyentuh permukaan bumi memantul ke atas, mengelinding atau kombinasi dari dua

pergerakan tersebut. Massa batuan jatuh tersebut mempunyai energi kinetik dan

kecepatan yang sangat tinggi. Keruntuhan tipe ini juga dapat didahului oleh tipe

keruntuhan lainnya seperti gelinciran dan gulingan.

Gambar 9. Sketsa longsoran tipe runtuhan

Page 14: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 13

Gulingan (topple) adalah tergulingnya beberapa blok-blok batuan yang diakibatkan

oleh momen guling yang bekerja pada blok-blok batuan tersebut. Longsoran tipe ini

biasanya terjadi pada lereng-lereng terjal atau bahkan vertikal yang memiliki bidang

takmenerus yang hampir tegak lurus. Momen guling tersebut dihasilkan oleh berat

blok batuan dan juga dapat diakibatkan oleh gaya hidrostatik dari air yang mengisi

pada bidang takmenerus.

Gambar 10. Sketsa Longsoran Tipe Gulingan

Pada longsoran tipe aliran (flow), material bergerak ke arah bawah lereng seperti suatu

cairan. Salah satu contoh bentuk keruntuhan tipe aliran adalah lahar. Longsoran tipe

gelinciran dapat berubah secara bertahap menjadi suatu aliran apabila terjadi

perubahan kadar air dan kecepatan selama pergerakan material.

Gambar 11. Sketsa Longsoran Tipe Aliran

Page 15: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 14

Rayapan adalah salah satu bentuk dari longsoran tipe aliran yang lain. Rayapan

mempunyai kecepatan pergerakan yang sangat lambat dan dapat terjadi pada semua

jenis lereng. Tanda-tanda terjadinya rayapan antara lain yaitu pohon yang melengkung

dan miring, tiang listrik yang miring serta jalan atau pagar yang bergeser dari posisi

awalnya.

Gambar 12. Sketsa Longsoran Tipe Rayapan

Kadangkala tipe pergerakan massa runtuh merupakan kombinasi dua atau lebih dari

tipe longsoran di atas, seperti gelinciran dan gulingan, gelinciran dan jatuhan,

gelinciran dan aliran. Kombinasi bentuk keruntuhan terjadi karena adanya perubahan

bentuk pergerakan massa runtuh selama massa runtuh ini bergerak dan berpindah ke

tempat lain yang lebih rendah.

Klasifikasikan longsoran menurut kecepatan pergerakannya massa runtuhnya.

ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 3 adalah daftar dari beberapa kemungkinan

kerusakan yang ditimbulkan oleh longsoran.

Page 16: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 15

Tabel 2. Klasifikasi Longsoran Menurut Kecepatan Pergerakan Massa Runtuh

(Varnes, 1978)

Tabel 3. Kemungkinan Kerusakan Yang Mungkin Ditimbulkan Longsoran

Page 17: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 16

6. Faktor-Faktor Yang Dapat Menyebabkan Terjadinya Longsoran

Gaya-gaya yang bekerja pada lereng secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua

yaitu gaya-gaya yang cenderung untuk menyebabkan material pada lereng untuk

bergerak ke bawah dan gaya-gaya yang menahan material pada lereng sehingga tidak

terjadi pergerakan atau longsoran.

Berdasarkan hal tersebut, Terzaghi (1950) membagi penyebab-penyebab terjadinya

longsoran menjadi dua kelompok yaitu:

1. Penyebab-penyebab eksternal yang menyebabkan naiknya gaya geser yang bekerja

sepanjang bidang runtuh, antara lain yaitu:

� Perubahan geometri lereng

� Penggalian pada kaki lereng

� Pembebanan pada puncak atau permukaan lereng bagian atas.

� Gaya vibrasi yang ditimbulkan oleh gempa bumi atau ledakan.

� Penurunan muka air tanah secara mendadak

2. Penyebab-penyebab internal yang menyebabkan turunnya kekuatan geser material,

antara lain yaitu:

� Pelapukan

� Keruntuhan progressive

� Hilangnya sementasi material,

� Berubahnya struktur material

Akan tetapi menurut Varnes (1978) terdapat sejumlah penyebab internal maupun

eksternal yang dapat menyebabkan naiknya gaya geser sepanjang bidang runtuh

maupun menyebabkan turunnya kekuatan geser material, bahkan kedua hal tersebut

juga dapat dipengaruhi secara serentak.

Terdapatnya sejumlah tipe longsoran menunjukkan beragamnya kondisi yang dapat

menyebabkan lereng menjadi tidak stabil dan proses-proses yang memicu terjadinya

longsoran, yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu kondisi

Page 18: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 17

material (tanah/batuan), proses geomorphologi, perubahan sifat fisik dari lingkungan

dan proses yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia. Berikut ini adalah daftar singkat

dari faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsoran.

Tabel 4. Daftar dari Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Longsoran

Page 19: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 18

Kondisi material bukan merupakan penyebab terjadinya longsoran melainkan kondisi

yang diperlukan agar longsoran dapat terjadi. Meskipun material pada lereng

mempunyai kekuatan geser yang cukup lemah, longsoran tidak akan terjadi apabila

tidak ada proses-proses pemicu longsoran yang bekerja.

Proses-proses pemicu longsoran dapat terjadi secara alami, seperti hujan lebat dengan

intensitas yang cukup tinggi, gempa bumi, erosi pada kaki lereng, maupun pemicu

yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia, seperti penggalian pada kaki lereng,

pembebanan pada permukaan lereng bagian atas, peledakan, penggundulan hutan.

Untuk beberapa kasus tertentu, longsoran dapat terjadi tanpa proses pemicu yang jelas

karena merupakan kombinasi dari beberapa proses, seperti keruntuhan progressif atau

pelapukan, yang menyebabkan terjadi longsoran secara perlahan.

7. Pengaruh Beberapa Macam Faktor Terhadap Kondisi Kestabilan

Kestabilan suatu lereng akan bervariasi sepanjang waktu. Hal ini antara lain

disebabkan adanya musim hujan dan musim kering sehingga terdapat perubahan

musiman dari permukaan air tanah atau terjadi perubahan kekuatan geser material

yang diakibatkan oleh proses pelapukan. Penurunan kestabilan lereng dapat juga

terjadi secara drastis apabila terjadi perubahan yang tiba-tiba, seperti hujan lebat

dengan intensitas yang tinggi, erosi pada kaki lereng atau pembebanan pada

permukaan lereng. Ilustrasi yang menggambarkan adanya variasi atau perubahan

kondisi kestabilan diperlihatkan pada gambar 13.

Kondisi kestabilan lereng berdasarkan tahapan kondisi kestabilannya dapat dibagi

menjadi tiga tahap sebagai berikut:

� Sangat stabil, pada tahap ini lereng mempunyai tahanan yang cukup besar

untuk mengatasi gaya-gaya yang menyebabkan lereng menjadi tidak stabil.

� Cukup stabil, pada kondisi lereng lereng mempunyai kekuatan yang tahanan

yang sedikit lebih besar daripada gaya-gaya yang menyebabkan lereng

menjadi tidak stabil serta terdapat kemungkinan untuk terjadi keruntuhan

Page 20: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 19

lereng pada suatu waktu apabila gaya-gaya yang menyebabkan terjadinya

longsoran mencapai suatu nilai tertentu.

� Tidak stabil, lereng dinyatakan berada dalam kondisi tidak apabila telah

terdapat pergerakan secara kontinu atau berselang-seling.

Gambar 13. Variasi dari Faktor Keamanan Terhadap Waktu

Pembagian ketiga tahapan kondisi kestabilan tersebut sangat berguna dalam

mempelajari penyebab-penyebab ketidakstabilan lereng dan membaginya menjadi dua

berdasarkan fungsinya yaitu:

� Faktor-faktor penyebab pendahuluan yaitu faktor-faktor yang dapat

menyebabkan lereng menjadi rentan terhadap longsoran sehingga merubah

kondisi kestabilan lereng dari sangat aman menjadi cukup aman.

� Faktor-faktor pemicu longsoran yaitu faktor-faktor yang memicu sehingga

terjadi pergerakan pada lereng atau lereng mengalami longsoran. Faktor

pemicu akan menurunkan kondisi kestabilan lereng dari cukup aman menjadi

tidak stabil.

Page 21: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 20

8. Konsep Dasar Mekanika Untuk Analisis Kestabilan Lereng

Tegangan Efektif

Tegangan efektif merupakan konsep yang sangat penting dalam bidang rekayasa

geoteknik. Konsep tegangan efektif ini ditemukan oleh Karl Terzaghi pada tahun

1920. Tegangan efektif didefinisikan sebagai berikut:

u−σ=σ' [1]

dimana: σ’ = tegangan normal efektif

σ = tegangan normal total

u = tekanan air pori

Tegangan normal total dan tekanan air pori dapat dihitung atau diperkirakan dari berat

satuan dan tebal lapisan tanah/batuan dan letak muka air tanah. Tegangan normal

efektif tidak dapat diukur, hanya bisa dihitung apabila tegangan normal total dan

tekanan air pori diketahui.

Persamaan Mohr-Coulomb

Pada umumnya dalam analisis kestabilan lereng digunakan persamaan Mohr-Coulomb

untuk menyatakan kekuatan geser material. Menurut kriteria Mohr-Coulomb,

kekuatan geser material terdiri dari dua komponen yaitu kohesi dan sudut gesek.

Persamaan Mohr-Coulomb dalam bentuk tegangan efektif adalah sebagai berikut:

φσ+=τ tan'c [2]

dimana: τ = tegangan geser

c = kohesi

σ’ = tegangan normal efektif

φ = sudut geser

Page 22: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 21

Gambar 14. Ilustrasi kekuatan geser Mohr-Coulomb

Faktor keamanan

Faktor keamanan (F) didefinisikan sebagai perbandingan dari kekuatan geser yang

diperlukan agar setimbang terhadap kekuatan geser material yang tersedia.

m

aFττ

= [3]

dimana: τa = kekuatan geser material yang tersedia

τm = kekuatan geser material yang diperlukan agar tepat setimbang.

Kekuatan geser material yang tersedia (τa) dihitung dengan menggunakan Persamaan

Mohr-Coulomb, sedangkan kekuatan geser yang diperlukan agar tepat setimbang (τa)

dihitung dengan menggunakan persamaan kesetimbangan.

Kesetimbangan Batas

Misalkan suatu blok terletak di atas suatu bidang miring, maka satu-satunya gaya yang

bekerja pada blok yaitu gaya gravitasi atau berat blok. Berat blok akan menyebabkan

blok di atas bidang runtuh bergerak ke bawah. Gaya berat bekerja pada arah vertikal

ke bawah dan dapat diuraikan ke dalam dua komponen yaitu gaya yang searah dengan

kemiringan bidang runtuh dan gaya yang tegak lurus terhadap bidang runtuh.

Komponen gaya berat yang searah bidang runtuh akan menyebabkan blok

menggelincir ke arah bawah, besarnya gaya ini adalah

αsinWWT = [4]

Page 23: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 22

Sedangkan komponen gaya yang tegak lurus atau normal terhadap bidang miring

cenderung mempertahankan kondisi kesetimbangan blok massa, besarnya gaya ini

adalah.

αcosWWN = [5]

Gambar 15. Efek gaya gravitasi terhadap blok massa di atas bidang runtuh.

Tegangan normal yang bekerja pada bidang miring yaitu

A

W ασ cos= [6]

dimana A adalah luas dasar blok. Sedangkan tegangan geser yang menyebabkan

gelinciran yaitu:

A

W ατ sin= [7]

Dengan mensubstitusikan persamaan [6] ke persamaan Mohr-Coulomb, diperoleh

besarnya kekuatan geser yang tersedia untuk menahan gelinciran sebagai berikut:

φατ tancos

A

Wca += [8]

Kondisi kesetimbangan batas yaitu kondisi dimana blok dalam keadaan tepat

setimbang. Kekuatan geser yang diperlukan agar kondisi tepat setimbang (τm) adalah

sebagai berikut.

Fa

m

ττ = [9]

dimana F adalah faktor keamanan dan τa merupakan kekuatan geser yang dimiliki oleh

material.

Page 24: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 23

Dengan mengunakan persamaan kesetimbangan didapat bahwa besarnya τm sama

dengan τ pada persamaan [7]. Sehingga dengan menggunakan persamaan [7], [8] dan

[9] dihasilkan persamaan berikut ini.

+= φψψtan

cos1sin

A

Wc

FA

W [10]

ψφψ

sin

tancos

W

WcAF

+= [11]

Dari persamaan di atas terlihat bahwa kondisi kesetimbangan batas adalah suatu

kondisi dimana faktor keamanan lereng sama dengan satu (F = 1). Apabila nilai F

lebih besar dari satu (F > 1) maka secara teoritis blok berada dalam kondisi stabil dan

apabila nilai F lebih kecil dari satu (F < 1) maka blok akan mengelincir ke bawah.

9. Data-Data Untuk Analisis Kestabilan Lereng

Secara umum data yang diperlukan untuk analisis kestabilan lereng yaitu:

� Topografi

� Geologi

� Sifat geoteknis material

� Kondisi air tanah

� Pembebanan pada lereng

Topografi.

Supaya penyelidikan lapangan dapat dilakukan dengan baik harus terdapat peta yang

cukup akurat yang menunjukkan letak dari lubang-lubang bor untuk penyelidikan,

daerah pemetaan struktur geologi serta lokasi dari penampang melintang yang

dianalisis.

Geologi

Beberapa kondisi geologi yang diperlukan dalam analisis kestabilan lereng, yaitu: tipe

mineral pembentuk material lereng, bidang-bidang diskontinuitas dan perlapisan,

Page 25: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 24

tingkat intensitas pelapukan, kedalaman pelapukan, sejarah dari keruntuhan

sebelumnya dan keadaan tegangan di tempat.

Tipe longsoran yang mungkin terjadi sangat dipengaruhi oleh kondisi dari bidang-

bidang takmenerus pada daerah yang distudi. Berikut ini adalah sketsa dari beberapa

bentuk tipe longsoran dan kondisi bidang-bidang takmenerus yang mempengaruhinya.

Selama proses pekerjaan penggalian lereng kondisi geologi harus terus dikaji dan

desain lereng dapat dimodifikasi ulang apabila ternyata kondisi geologi yang aktual

berbeda dengan yang diasumsikan. Pada umumnya data geologi yang tersedia

biasanya sangat terbatas sehingga dapat menghasilkan beragam interpretasi. Oleh

sebab itu kondisi geologi harus selalu diamati selama pekerjaan berlangsung serta

mempertimbangkan kemungkinan adanya perubahan rancangan lereng apabila kondisi

aktual di lapangan berbeda dengan kondisi geologi yang diasumsikan.

Page 26: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 25

Gambar 16. Pengaruh Kondisi Bidang-bidang takmenerus terhadap

Tipe-tipe Longsoran

Page 27: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 26

Sifat material

Sifat material yang diperlukan dalam analisis kestabilan lereng yaitu parameter

kekuatan geser dan berat satuan material. Parameter kekuatan geser merupakan sifat

material terpenting karena faktor keamanan dinyatakan dalam bentuk perbandingan

kekuatan geser yang tersedia dan kekuatan geser yang diperlukan, sehingga penentuan

parameter kekuatan geser harus seakurat mungkin. Parameter kekuatan geser terdiri

dari komponen yaitu kohesi dan sudut geser. Untuk analisis lereng yang telah

mengalami longsoran harus diperhatikan tentang kekuatan geser sisa.

Berdasarkan kondisi pengujian di laboratorium atau pengujian di lapangan terdapat

dua tipe kekuatan geser material yaitu: kekuatan geser takterdrainase dan kekuatan

geser terdrainase. Kekuatan geser takterdrainase digunakan apabila analisis kestabilan

lereng dilakukan dengan pendekatan tegangan total, sedangkan kekuatan geser

terdrainase digunakan apabila analisis kestabilan lereng dilakukan dengan pendekatan

tegangan efektif.

Air tanah

Kondisi air tanah merupakan salah satu parameter terpenting dalam analisis kestabilan

lereng, karena seringkali terjadi longsoran yang diakibatkan oleh kenaikan tegangan

air pori yang berlebih. Tekanan air pori tidak diperlukan apabila dilakukan analisis

kestabilan dengan tegangan total. Gaya hidrostatik pada permukaan lereng yang

diakibatkan oleh air yang menggenangi permukaan lereng juga harus dimasukkan

dalam perhitungan kestabilan lereng, karena gaya ini mempunyai efek perkuatan pada

lereng.

Pada umumnya keberadaan air akan mengurangi kondisi kestabilan lereng yang antara

lain karena menurunkan kekuatan geser material sebagai akibat naiknya tekanan air

pori, bertambahnya berat satuan material, timbulnya gaya-gaya rembesan yang

ditimbulkan oleh pergerakan air.

Page 28: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 27

Pembebanan pada lereng

Data lain yang diperlukan dalam analisis kestabilan lereng yaitu gaya-gaya luar yang

bekerja pada permukaan lereng, seperti beban dinamik dari lalu-lintas, beban statik

dari bangunan atau timbuna di atas lereng, peledakan. Gaya-gaya luar ini harus

dimasukkan dalam perhitungan karena dapat mempunyai efek mengurangi kondisi

kestabilan lereng.

Geometri Lereng

Data geometri lereng yang diperlukan yaitu data mengenai sudut kemiringan dan

tinggi lereng. Geometri lereng alami dapat ditentukan dengan membuat penampang

vertikal berdasarkan peta topografi. Sedangkan untuk lereng buatan, geometri lereng

ditentukan dari desain lereng yang akan dibuat.

Dari semua data yang dibutuhkan dalam analisis kestabilan lereng, data mengenai

kekuatan geser dan kondisi air tanah merupakan data yang terpenting dan mempunyai

pengaruh yang sangat besar terhadap keakuratan dan keterpercayaan hasil perhitungan

analisis kestabilan lereng. Sayangnya penentuan kedua data tersebut secara akurat dan

dapat mewakili kondisi yang sebenarnya di lapangan merupakan hal yang sulit untuk

dilakukan oleh sebab itu untuk kedua macam data tersebut digunakan pendekatan

yang konservatif.

10. Efek Tiga Dimensi

Pada umumnya kestabilan lereng dianggap sebagai persoalan dua dimensi dengan

mengasumsikan bahwa lereng berada dalam kondisi regangan bidang, sehingga

bidang gelinciran dianggap mempunyai lebar yang takterhingga. Analisis dua dimensi

pada umumnya akan menghasilkan faktor keamanan yang relatif lebih kecil dibanding

apabila analisis dilakukan dengan metode tiga dimensi. Hal ini disebabkan karena

pada analisis dua dimensi, pengaruh dari sisi-sisi pinggir bidang runtuh tidak

dimasukkan dalam perhitungan faktor keamanan.

Page 29: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 28

Secara umum analisis kestabilan lereng menggunakan pendekatan dua dimensi cukup

memadai untuk perancangan lereng karena memberikan faktor keamanan yang

konservatif. Analisis kestabilan lereng dengan menggunakan pendekatan tiga dimensi

disarankan dipergunakan dalam analisis balik dari lereng yang mengalami longsoran.

Kekuatan geser yang diperoleh dari perhitungan analisis balik selanjutnya dapat

dipergunakan dalam perancangan perbaikan lereng yang runtuh maupun untuk

perancangan lereng baru pada daerah yang memiliki kondisi yang hampir sama.

Apabila efek tiga dimensi tidak dimasukkan dalam analisis balik maka dapat

mengakibatkan nilai kekuatan geser yang dihasilkan terlalu tinggi dari nilai yang

sebenarnya.

Analisis tiga dimensi juga sangat berguna dalam analisis kestabilan lereng yang

mempunyai topografi yang komplek, lereng dengan kondisi air tanah yang cukup

komplek, lereng dengan material yang memiliki kekuatan geser yang berbeda cukup

significant antara material pada bidang runtuh dan material diatasnya. Hal ini

dikarenakan analisis tiga dimensi dapat memasukkan adanya variasi spasial tersebut

ke dalam perhitungan faktor keamanan.

11. Analisis Balik

Longsoran merupakan hal yang sering terjadi dalam kegiatan operasional

penambangan maupun konstruksi sipil. Apabila hal tersebut terjadi maka seringkali

dilakukan analisis balik untuk memperkirakan kekuatan geser material pada saat

terjadinya longsoran. Hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan hasil

pengujian kekuatan geser di laboratorium untuk mendapatkan parameter kekuatan

geser yang dapat dipercaya dapat perhitungan analisis kestabilan lereng selanjutnya.

Gambar 17 adalah contoh hasil perhitungan analisis balik.

Analisis balik dapat menjadi suatu alat yang sangat efektif dalam mengivestigasi

parameter kekuatan geser tanah atau batuan. Akan tetapi bagaimanapun juga harus

berhati-hati terhadap beberapa kesulitan tersembunyi dalam analisis balik yang

Page 30: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 29

meliputi asumsi dasar yang menganggap massa tanah atau batuan adalah homogen,

perkiraan mengenai geometri lereng dan bidang gelinciran serta kondisi tekanan air

pori pada saat terjadinya longsoran. Pada umumnya semua hal tersebut jarang dapat

dicapai atau dipenuhi.

Gambar 17. Analisis balik pada suatu longsoran di Folkestone Warren, U.K

Lokasi bidang runtuh biasanya hanya diketahui dibeberapa titik saja sehingga harus

dilakukan suatu interpolasi untuk mendapat suatu bidang runtuh. Pendekatan ini dapat

menimbulkan suatu kesalahan dalam perhitungan analisis balik. Apabila bidang

Page 31: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 30

runtuh yang diperkirakan lebih dalam dari yang sebenarnya maka akan menghasilkan

nilai kohesi yang lebih tinggi dan nilai sudut gesek yang lebih rendah dan hasil yang

sebaliknya apabila perkiraan bidang runtuh lebih dangkal dari bidang runtuh yang

sebenarnya.

Data-data mengenai tekanan air pori biasanya hanya sedikit dan tidak akurat bahkan

tekanan air pori pada saat terjadinya keruntuhan hampir selalu tidak diketahui.

Apabila tekanan air pori lebih tinggi dari nilai yang sebenarnya maka akan

menghasilkan nilai parameter kuat geser yang lebih tinggi juga.

12. Permodelan Geoteknik Dalam Analisis Kestabilan Lereng

Permodelan numerik merupakan alat yang ampuh untuk menyelesaikan persoalan-

persoalan dalam rekayasa geoteknik. Definisi mengenai persoalan yang dianalisis

adalah suatu hal yang sangat penting untuk menentukan tingkatan analisis, apakah

diperlukan analisis yang detail atau hanya analisis yang sederhana saja. Sifat-sifat

alami dari persoalan, seperti materialnya berupa tanah atau batuan, tipe keruntuhan,

persoalan dua dimensi atau tiga dimensi, tipe dari hasil analisis atau jenis perhitungan

yang diinginkan (deterministik atau probabilistik), adalah faktor-faktor yang

menentukan dalam pemilihan metode analisis yang akan digunakan.

Beberapa pertimbangan khusus harus diberikan dalam penerapan permodelan numerik

dalam rekayasa geoteknik. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:

� Material tanah dan batuan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan

material teknik lainnya, seperti baja, beton.

� Persoalan kestabilan lereng merupakan persoalan yang rumit karena terdapat

kompleksitas dalam hubungan antara penyebab dan efek yang dapat terjadi

dimana kedua hal tersebut dihubungkan oleh beberapa mekanisme pemicu

keruntuhan yang mungkin, serta kemungkinan adanya penyebab ganda,

misalnya hidro-mekanikal, lihat Gambar 18.

Page 32: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 31

� Secara umum analisis kestabilan lereng harus dilakukan dengan sejumlah

keterbatasan yang ada, antara lain yaitu data yang tidak mencukupi,

pemahaman yang kurang mengenai sifat dan karakteristik dari massa

batuan/tanah, deformasi, geologi dan hidrogeologi.

Gambar 18. Skema dari hubungan penyebab dan efek terhadap keruntuhan lereng.

Objektif dari permodelan numerik untuk persoalan kestabilan lereng dapat berupa

prediktif atau hanya berupa investigasi dari mekanisme keruntuhan yang mungkin

apabila terdapat keterbatasan data. Untuk mengetahui mekanisme keruntuhan yang

dapat terjadi, harus dilakukan beberapa model keruntuhan yang mungkin sehingga

diperoleh suatu pemahanan yang lebih mendalam.

Langkah-langkah yang sebaiknya dilakukan dalam permodelan numerik untuk

mendapatkan hasil yang memuaskan diberikan pada Gambar 19. Selama permodelan,

sebaiknya dimulai dari model yang paling sederhana, kemudian setelah itu baru

tingkat kompleksitas dari model dinaikkan. Analisis sensitivitas harus dilakukan pada

parameter masukan yang penting. Pengaruh variabilitas data terhadap model atau hasil

perhitungan dapat dilakukan melalui analisis probabilitas. Dalam evaluasi model juga

harus dipertimbangkan beberapa aspek lainnya seperti kemungkinan perubahan

Page 33: Dasar Dasar Analisis Kestabilan Lereng Mei 2007

Konsep Dasar Analisis Kestabilan Lereng 32

geometry model, berbagai kondisi batas, tegangan insitu, spasi dan kemenerusan

bidang takmenerus.

Apabila memungkinkan hasil permodelan harus divalidasi dengan observasi lapangan

dan pengukuran di lapangan. Manfaat validasi ini adalah mengetahui keakuratan data

yang digunakan serta untuk menghindari hasil yang tidak realistik maupun hasil yang

tidak masuk akal.

Gambar 19. Diagram Alir Permodelan Numerik Yang Memadai