bab i pendahuluan 1.1 latar belakang syndrome

32
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syndrome gawat nafas (respiratory distress syndrome) adalah istilah yang digunakan unyuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keerlambatan perkembangan maturitas paru(Whalley dan wong,1995). Gangguan ini biasanya juga di kenal denga nama hyaline membrane disease(HMD) atau penyakit membrane hyaline, karena pada penyakit ini selalu ditemukn membran hialin yang melapisi alveoli. RDS sering ditemukan pada bayi premature. Insidens berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan ibu semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya, semakin tua usia kehamilan semakin rendah kejadian RDS. Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60- 80% terjadi pada bayi yang lagir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi cukup bulan(matur). Insidens pada bayi premature kulit putih lebih tinggi dari pada bayi kulit hitam dan lebih sering terjadi pada bayi laki-laki dari pada bayi perempuan (Nelson,1999). Selain itu kenaikan frekuensi juga ditemukan pada bayi yang lahir 1

Upload: cahyodani

Post on 14-Jun-2015

7.691 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syndrome

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Syndrome gawat nafas (respiratory distress syndrome) adalah istilah yang

digunakan unyuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan

penyakit yang berhubungan dengan keerlambatan perkembangan maturitas

paru(Whalley dan wong,1995). Gangguan ini biasanya juga di kenal denga nama hyaline

membrane disease(HMD) atau penyakit membrane hyaline, karena pada penyakit ini

selalu ditemukn membran hialin yang melapisi alveoli.

RDS sering ditemukan pada bayi premature. Insidens berbanding terbalik dengan

usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan ibu semakin

tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya, semakin tua usia kehamilan

semakin rendah kejadian RDS.

Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% terjadi pada bayi

yang lagir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32-

36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi cukup bulan(matur). Insidens pada

bayi premature kulit putih lebih tinggi dari pada bayi kulit hitam dan lebih sering terjadi

pada bayi laki-laki dari pada bayi perempuan (Nelson,1999). Selain itu kenaikan

frekuensi juga ditemukan pada bayi yang lahir dari ibuyang menderita gangguan perfusi

darah uterus selama kehamilan misalnya,ibu penderita diabetes, hipertensi, hipotensi,

seksio serta perdarahan antepartum.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang,maka dapat dirumuskan masalahnya

“Sindrom Gawat Napas”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum :

Tujuan pembuatan makalah ini untuk memperoleh pengetahuan mengenai

Sindrom Gawat Napas

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syndrome

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa/mahasiswi di Siti Khadijah

mengenai Sindrom Gawat Napas.

2. Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa/mahasiswi Siti Khadijah

Palembang mengenai Sindrom Gawat Napas.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Secara Teoritis

Menambah khasanah ilmu terutama dalam keperawatan khususnya mengenai

respiratory distress syndrome.

1.4.2 Secara Praktis

1. Bagi Kelompok

Untuk memperoleh pengalaman dan wawasan mengenai respiratory distress

syndrome sehingga terpacu untuk meningkatkan potensi diri sehubungan dengan

penaggulangan Sindrom Gawat Napas.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Bagi pendidikan ilmu keperawatan sebagai bahan bacaan dan menambah

wawasan bagi mahasiswa kesehatan khususnya mahasiswa ilmu keperawatan

dalam hal pemahaman perkembangan dan upaya pencegahan yang berhubungan

dengan Sindrom Gawat Napas yang sebaiknya dimulai sedini mungkin.

2

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syndrome

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Sindrom distress pernapasan dapat dibagi menjadi :

1. Sindrom Distres Pernapasan Dewasa ( ARDS )

2. Sindrom Distres pernapasan Idiopatik Bayi Baru Lahir ( IRDS )

ARDS adalah suatu penyakit yang ditandai oleh kerusakan luas alveolus dan atau

membran kapiler paru. ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada sistem

paru, kardiovaskuler atau tubuh secara luas.

Hyaline Membrane Disease dikenal juga sebagai respiratory distress sydrome

yang idiopatik, merupakan keaadaan akut yang terutama ditemukan pada bayi prematur

saat lahir atau segera setelah lahir, lebih sering pada bayi dengan usia gestasi dibawah 32

minggu yang mempunyai berat dibawah 1500 gram. Kira-kira 60% bayi yang lahir

sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDS.

Respiratory distres syndrome adalah perkembangan yang imatur pada sistem

pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai

Hyaline Membrane Disesae.

RDS adalah keadaan hipoksia dan cedera paru yang terjadi akibat atelektasis

primer yang luas.

Bangunan paru janin dan produksi surfactan penting untuk fungsi respirasi

normal. Bangunan paru dari produksi surfaktan bervariasi pada masing-masing bayi.

Bayi prematur lahir sebelum produksi surfactan memadai. Surfactan, suatu senyawa

lipoprotein yang mengisi alveoli, mencegah alveolar colaps dan menurunkan kerja

respirasi dengan menurunkan tegangan permukaan. Pada defisiensi surfactan, tegangan

permukaan meningkat, menyebabkan kolapsnya alveolar dan menurunnya komplians

paru, yang mana akan mempengaruhi ventilasi alveolar  sehingga terjadi hipoksemia dan

hiperkapnia dengan acidosis respiratory. Reduksi pada ventilasi akan menyebabkan

ventilasi dan perfusi sirkulasi paru menjadi buruk, menyebabkan keadaan hipoksemia.

3

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syndrome

Hipoksia jaringan dan acidosis metabolik terjadi berhubungan dengan atelektasis dan

kegagalan pernafasan yang progresif.

Atelektasis primer mengacu kepada keadaan kolapsnya alveolus secara

substansial yang dijumpai pada bayi baru lahir. Dengan kolapsya alveolus maka

ventilasi berkurang. Timbul hipoksia yang menyebabkan cedera paru dan terpacunya

reaksi peradangan. Peradangan menyebabkan edema dan pembengkakkan ruang

interstisium yang semakin menurunkan pertukaran gas antara kapiler dan alveolus yang

masih berfungsi. Peradangan juga menyebabkan terbentuknya membran-membran hialin

yang merupakan akumulasi fibrin putih di alveolus. Pengendapan fibrin tersebut

semakin menurunkan pertukaran gas serta compliance paru maka usaha bernapas

meningkat.

Penurunan ventilasi alveolus menyebabkan penurunan V/Q dan vasokonstriksi

arteriol paru. Vasokonstriksi paru dapat menyebabkan peningkatan volume dan tekanan

jantung kanan, sehingga terjadi pirau darah dari atrium kanan, melalui foramen ovale

bayi baru lahir yang masih paten, langsung ke atrium kiri. Demikian juga, resistensi paru

yang tinggi juga dapat menyebabkan darah deoksigenasi melewatkan paru dan langsung

di salurkan ke sisi kiri tubuh melalui duktus arteriosus dan menyebabkan pirau kanan ke

kiri. Pirau kanan ke kiri memperburuk keadaan hipoksia, sehingga timbul sianosis berat.

Untuk setiap usaha melakukan ventilasi pada alveolus yang kolaps, bayi harus

mengeluarkan sejumlah besar energi. Pengeluaran energi tersebut akan diiringi oleh

peningkatan kebutuhan oksigen yang semakin memperah sianosis. Seiring dengan

peningkatan kebutuhan oksigen bayi terperangkap dalam suatu siklus umpan balik

positif.

Pada awalnya bayi akan memperlihatkan napas yang cepat dan dangkal sebagai

usaha untuk memenuhi kebutuhan oksigennya yang tinggi, sehinga pada analisis gas

darah mula-mula terjadi alkalosisi respiratorik karena karbon dioksida terbuang. Namun,

bayi akan segera kelelahan karena kesulitan mengembangkan alveolus dan parunya dan

tidak dapat mempertahankan usaha respirasinya. Apabila hal ini terjadi, maka usaha

bernapas melambat dan gas darah memperlihatkan asidosis respiratorik dan dimulainya

kegagalan pernapasan.

4

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syndrome

Maka dijelaskan dengan skema ini

Peningkatan Usaha Bernapas

+ +

Peningkatan Kebutuhan Oksigen

Sewaktu usaha bernapas meningkat maka kebutuhan oksigen juga meningkat yang

kemudian meningkatkan usaha bernapas.

2.2 Etiologi

2.2.1 IRDS

1. Prematuritas dengan paru-paru yang imatur (gestasi dibawah 32 minggu)

dan tidak adanya, gangguan atau defisiensi surfactant

2. Bayi prematur yang lahir dengan operasi Caesar

3. Penurunan suplay oksigen saat janin atau saat kelahiran pada bayi matur

atau prematur.

2.2.2 ARDS

Terjadi akibat cedera langsung pada kapiler paru atau alveolus.Namun karena

kapiler dan alveolus berhubungan sangat erat maka destruksi yang luas pada salah

satunya biasanya menyebabkan destruksi yang lain.Hal ini terjadi akibat pengeluaran

enzim-enzim litik oleh sel-sel yang mati,serta reaksi peradangan yang terjadi setelah

cedera dan kematian sel.contoh-contoh kondisi yang mempengaruhi kapiler dan alveolus

disajikan di bawah ini.

1. Destruksi Kapiler

Apabila kerusakan berawal di membran kapiler,maka akan terjadi pergerakan

plasma dan sel darah merah keruangan interstisium. Hal ini meningkatkan jarak yang

harus di tempuh oksigen dan karbondioksida untuk berdifusi, sehingga kecepata

pertukaran gas menurun. Cairan yang menumpuk di cairan interstisium bergerak ke

5

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syndrome

dalam alveolus,mengencerkan surfaktan dan meningkatkan tegangan permukaan.

Gaya yang di perlukan untuk mengembangkan alveolus menjadi sangat meningkat.

Peningkatan tegangan permukaan ditambah oleh edema dan pembengkakan ruang

interstisium dapat menyebabkan atelektasis kompresi yang luas, sehingga

compliance paru berkurang. Hal ini kemudian menyebabkan penurunan ventilasi dan

hipoksia. Penyebab kerusakan kapiler paru antara lain adalah septicemia, pancreatitis

dan uremia. Pneumonia, inhalasi asap, trauma dan tenggelam juga dapat merusak

kapiler.

2. Destruksi Alveolus

Apabila alveolus adalah tempat awal terjadinya kerusakan, maka luas

permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas berkurang sehingga kecepatan

pertukaran gas juga menurun. Penyebab kerusakan alveolus antara lain adalah

pneumonia, aspirasi dan inhalasi asap. Toksisitas oksigen yang timbul setelah 24-36

jam terapi oksigen tinggi, juga dapat menjadi penyebab kerusakan membran alveolus

melalui pembentukan radikal-radikal bebas oksigen.

Tanpa oksigen, jaringan vaskular dan paru mengalami hipoksia sehingga

semakin memyebabkan cedera dan kematian sel. Apabila alveolus dan kapiler telah

rusak, maka reaksi peradangan akan terpacu yang menyebabkan terjadinya edema

dan pembengkakan ruang interstisium serta kerusakan kapiler dan alveolus di

sekitarnya. Dalam 24 jam setelah awitan ARDS, terbentuk membran hialin didalam

alveolus. Membran ini adalah pengendapan fibrin putih yang bertambah secara

progresif dan semakin mengurangi pertukaran gas.Akhirnya terjadi fibrosis

menyebabkan alveolus lenyap. Ventilasi, respirasi dan perfusi semuanya terganggu.

Angka kematian akibat ARDS adalah sekitar 50%.

2.3 Faktor Resiko

1. Prematuritas

2. Kelompok bayi baru lahir

Semakin prematur bayi semakin tinggi terjadi IRDS, sel-sel alveolus penghasil

surfaktan belum matang sampai usia gestasi antara 28 dan 32 minggu.

6

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syndrome

Ada 3 hal berkaitan dengan IRDS :

Bayi yang lahir sebelum surfaktan terbentuk

Di alveolus akan menghadapi tegangan permukaan alveolus yang sangat

tinggi setiap kali bernapas, ini berperan menyebabkan atelektasis primer yang

dijumpai pada IRDS

Alveolus bayi prematur berukuran sangat kecil dan tidak berlipat-lipat

Ini merupakan faktor yang berperan meningkatkan tekanan yang harus

dilakukan untuk mengatasi tegangan permukaan

Bayi prematur memiliki otot dada yang lemah dan belum berkembang

Mustahil bayi tanpa surfaktan dapat berhasil mengembangkan alveolusnya

dari waktu ke waktu,napas demi napas.

3. Kelompok lain bayi baru lahir yang beresiko menderita IRDS adalah bayi

yang lahir dari ibu Diabetes Melitus Dependen-insulin. Tampaknya isulin yang

disuntikkan menghambat pembentukkan surfaktan.

2.4 Gambaran Klinis ( biasanya sejak lahir )

1. Dispnoe Berat

2. Penurunan Compliance Paru

3. Pernapasan yang dangkal dan cepat pada mulanya yang menyebabkan

alkalosis respiratorik karena ( CO2 ) karbondioksida banyak terbang.

4. Peningkatan kecepatan penapasan

5. Kulit kehitaman akibat hipoksia

6. Retraksi antargia atau dada setiap kali bernapas

7. Napas cuping hidung

8. Banyak bayi selamat dari IRDS, dimana gejala mereda dan menghilang

biasanya dalam 3 hari.

9. Takipnea ( > 60x/mnt)

10. Mendengkur

Didapatkan gejala lain seperti :

1. Bradikardi

7

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syndrome

2. Hipotensi

3. Kardiomegali

4. Edema terutama didaerah dorsal tangan atau kaki

5. Hipotermi

6. Tonus otot yang menurun

2.5 Patofisiologi

Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk

berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis

dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama

disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.

Surfaktan adalah substansi yang merendahkan teganagn permukaan alveolus

sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu menahan sisa udara

fungsional ( kapasitas residu fungsional ) ( Ilmu kesehatan anak, 1985 ).

Surfaktan juga menyebabkan ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang

rendah. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi surfaktan menimbulkan

ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi. Tkanpa

surfaktan janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang. Oleh karena itu perlu

usaha yang keras untuk mengembangkan parunya.pada setiap hembusan napas

(ekspirasi) sehingga untuk pernapasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks

yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang kuat. Akibatnya setiap kali

bernapas menjadi sukar seperti saat pertama kali bernapas ( saat kelahiran ). Sebagai

akibatnya janin lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini

daripada yang ia terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya

kelelahan bayi akan ktidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat

menyebabkan atelektasis.

Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary vascular

resistance (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal. Akibatnya terjadi

hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di

8

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syndrome

samping itu peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi darah

janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arterious dn foramen ovale.

Kolaps paru ( atelektasis ) akan menyebabkan gangguan ventilasi pulmonal yang

menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah konstruksi vaskularisasi pulmonal

yag menimbulkan penurunan oksigenisasi jaringan dan selanjutnya menyebabkan

metabolisme anaerobic. Metabolisme anaerobik menghasilkan timbunan asam laktat

sehingga terjadi asidosis metabolik pada bayi dan penurunan curah jantung yang

menurunkan perfusi ke organ vital. Akibat lain adalah kerusakan endotel kapiler dan

epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan

terbentuknya fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jarngan epitel yang nekrotik

membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Membran ialin ini melapisi

alveoli dan menghambat pertukaran gas.

Atlektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbondioksida dari

sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan PH menyebabkan

vasokontriksi yang makin berat. Dengan penurunan sirkulasi paru dan dan perfusi

alveolar , PaO2 akan menuru tajam, PH juga akan menurun tajam serta materi yang

diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke dalam alveoli.

Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh PH, suhu, dan perfusi normal.

Asfiksia, Hipoksemia, dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan

hipovolemia, hipotensi, dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan

epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh

penatalaksanna pernapasan yang mengakibatkan penurunan surfaktan lebih lanjut.

RDS adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri dan mengikuti masa deteriosasi

( kurang lebih 48 jam ) dan jika tidak ada komplikasi paru akan membaik dalam 72 jam.

Proses perbaikan ini terutama dikaitkan dengan meningkatkan produksi dan ketersediaan

materi surfaktan.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

2.6.1 Penentuan faktor komplikasi perlu dilakukan dengan tes spesifik, seperti :

1. Darah

9

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syndrome

2. Urine dan glukosa darah ( untuk mengetahui hipoglikemia )

3. Kalsium serum ( untuk meningkatkan hipokalsemia )

4. Analisis gas darah ( menentukan PH serum )

5. PaO2 ( tes untuk hipoksia )

2.6.2 Diagnostik prenatal

Untuk menentukan maturitas paru dilakukan pemeriksaan ( tes cairan amnion )

yang disebut rasio L/S ( lesitin banding spingomielin ). Rasio L/S ini berguna untuk

menentukan maturitas paru. Fosfolipid disintesis di sel alveolar dan kinsentrasi dalam

cairan amnion selalau berubah selama masa kehamilan. Pada mulanya spingomielin

lebih banyak, tetapi kira-kira pada usia kehamilan 32-33 minggu konsenrasi menjadi

seimbang kemudian spingomielin berkurang dan lesitin meningkat secara berarti sampai

usia kehamilan 35 minggu dengan rasio 2:1.

2.7 Penatalaksanaan

2.7.1 Keperawatan

1. Pengobatan RDS diarahkan untuk pencegahan

Pencegahan Penyebab lain dari kematian bayi antara lain adalah perhatian

terhadap di mana dan dalam posisi apa bayi ditempatkan dan usaha-usaha untuk

mencegah penganiyayaan anak.

2. Pemberian minum per oral tidak diperbolehkan selama fase akut

penyakit, karena dapat menyebabkan aspirasi. Pemberian minum dapat diberikan

melalui parenteral.

3. Tindakan Pendukung yang Krusial

Mempertahankan ventilasi dan oksigenisasi adekuat

Mempertahankan keseimbangan asam-basa

Mempertahankan suhu lingkungan netral

Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat

Mencegah hipotermia

Mempertahankan cairan dan elektrolit yang adekuat

10

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syndrome

4. Pertimbangan Keperawatan

Dalam merawat bayi RDS perawat harus melakukan observasi cermat

dan intensif, masalah kompleks yang berhubungan dengan terapi pernapasan

harus diperhatikan terutama pengobatan yang kontinu terhadap hipoksemia dan

asidosis. Fungsi keperawatan yang paling penting adalah mengamati respon bayi

terhadap terapi, mucus mungkin terkumpul di saluran pernapasan yang akan

menghambat saluran pernapasan dan srlang endotrakea (ET). Pengisapan hanya

dilakukan bila diperlukan dan berdasarkan pertimbangan terhadap bayi tersebut.

Pertimbangan terhadap pengisapan termasuk auskultasi dada, pembuktian bahwa

oksigenisasi rendah, kelebihan kelembaban paada selang ET dan kepekaan bayi.

Pada saat melakukan pengisapan mukus, perawat harus menyadari dan

waspada tentang hal berikut.

Pengisapan bukan prosedur yang aman karena dapat menyebabkan

spasme bronkus, bradikardia karena stimulasi saraf fagal, hipoksia, dan

peningkatan tekanan intracranial sehingga mendorong bayi pada keadaan

hemoragi intraventrikular. Tindakan ini tidak boleh dilakukan secara rutin, tehnik

pengisapan ini dapat menyebabkan infeksi, kerusakan jalan pernapasan bahkan

pneumotoraks.

Penting diperhatiakn bahwa pengisapan yang terus menerus akan ikut

mengeluakan udara bersamaan dengan keluarnya mucus. Oleh karena itu sekali

pengisapan tidak boleh lebih dari 5 detik ( pengisapan menyebabkan saluran

udara terambat )

Tujuan pengisapan jalan napas buatan adalah menjaga terbukanya jalan

napas, bukan bronkus. Pengisapan yang dilakukan di luar ET dapat

menyebabkan lesi trauma pada trakea.

Awasi oksigenisasi atau oksimeter denyut nadi sebelum, selama dan

sesudah pengisapan untuk memberi penilaian yang terus menerus terhadap status

oksigenisasi dan untuk menghindari hipoksemia.

11

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syndrome

2.7.2 Medis

Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah :

1. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder

2. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan

cairan paru

3. Fenobarbital

4. Vitamin E untuk menurunkan produksi radikal bebas oksigen

5. Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk

pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik

6. Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaanya adalah

pemberian surfaktan eksogen.

Surfakatan eksogen adalah derivate dari sumber alami misalnya manusia ( di

dapat dari cairan amnion atau paru sapi,tetapi bisa juga berbentuk surfakatan

buatan )

2.8 Komplikasi

Sebagian bayi yang selamat dari RDS kemudian mengidap displasia

bronkupulmonaris, yaitu suatu penyakit pernapasan kronik yang ditandai oleh

pembentukkan jaringn parut di alveolus, peradangan alveolus dan kapiler, dan hipertensi

paru.

Tanda-tanda dispnu dan hipoksia dapat berlanjut dan menyebabkan kelelahan,

kegagalan pernapasan, dan kematian bayi, biasanya dalam 3 hari.

12

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syndrome

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Riwayat maternal

Menderita penyakit seperti diabetes mellitus

Kondisi seperti perdarahan placenta

Tipe dan lamanya persalinan

Stress fetal atau intrapartus

2. Status infant saat lahir

Prematur, umur kehamilan

Apgar score, apakah terjadi aspiksia

Bayi prematur yang lahir melalui operasi Caesar

3. Cardiovaskular

Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat

Murmur sistolik

Denyut jantung dalam batas normal

4. Integumen

Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral

Pitting edema pada tangan dan kaki

Mottling

5. Neurologis

Immobilitas, kelemahan, flaciditas

Penurunan suhu tubuh

6. Pulmonary

Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 – 100 x )

Nafas grunting

Nasal flaring

Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal

13

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syndrome

Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral)  berhubungan dengan

persentase desaturasi hemoglobin

Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea

7. Pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda dan gejala RDS, gejala tersebut

dapat terjadi pada saat kelahiran atau antara waktu 2 jam. Perkembangan

penyakit terjadi dengan cepat yang dimulai dengan

Takipnea

Pernapaan mendengkur

Retraksi sukostal atau interkostal

Sianosis dan pucat

Meningkatnya gejala lapar udara

Gerakan tubuh berirama

Sentakan dagu

Awalnya suara napas normal kemudian pernapasan dalam.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Insufisiensi respiratory berhubungan dengan penurunan volume dan komplians

paru, perfusi paru dan vintilasi alveolar

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan menghisap, penurunan motilitas usus

3. Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan

sensible dan insesible

4. Koping keluarga inefektif berhubungan dengan ansietas, perasaan bersalah, dan

perpisahan dengan bayi sebagai akibat situasi krisis

3.3 Intervensi dan Rasionalisasi

14

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syndrome

1. Insufisiensi respiratory berhubungan dengan penurunan volume dan komplians

paru, perfusi paru dan vintilasi alveolar

Tujuan 1 : Tanda dan gejala disstres pernafasan, deviasi dari fungsi dan resiko

infant terhadap RDS dapat teridentifikasi

Intervensi Rasional

1. Kaji infant yang beresiko

mengalami RDS yaitu :

- Riwayat ibu dengan daibetes

mellitus atau perdarahan

placenta

- Prematuritas bayi

- Hipoksia janin

- Kelahiran melalui operasi caesar

Pengkajian diperlukan untuk menentukan

intervensi secepatnya bila bayi menunjukkan

adanya tanda disstres nafas dan terutama

untuk memperbaiki prognosa

2. Kaji perubahan status

pernafasan termasuk :

- Takip

nea (pernafasan diatas 60 x per

menit, mungkin 8 –100 x)

- Nafas

grunting

- Nasal

flaring

- Retrak

si intercostal, suprasternal atau

Perubahan tersebut mengindikasikan RDS

telah terjadi, panggil dokter untuk tindakan

secepatnya

- Pernafasan

bayi meningkat karena peningkatan

kebutuhan oksigen

- Suara ini

merupakan suara keran penutupan

glotis untuk menghentikan ekhalasi

udara dengan menekan pita suara

- Merupakan

keadaan untuk menurunkan resistensi

dari respirasi dengan membuka lebar

jalan nafas

- Retraksi

mengindikasikan ekspansi paru yang

15

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syndrome

substernal dengan penggunaan

otot bantu nafas

- Cyano

sis

- Episo

de apnea, penurunan suara nafas

dan adanya crakles

tidak adekuat selama inspirasi

- Cyanosis

terjadi sebagai tanda lanjut dengan PO2

dibawah 40 mmHg

- Episode

apneu dan penurunan suara nafas

menandakan distress nafas semakin

berat

3. Kaji tanda yang terkait dengan

RDS

- Pallor

dan pitting edema pada tangan

dan kaki selama 24 jam

- Kelem

ahan otot

- Denyu

t jantung dibawah 100 x per

menit pada stadium lanjut

- Nilai

AGD dengan PO2 dibawah 40

mmHg, pco2 diatas 65 mmHg,

dan pH dibawah 7,15

 

Tanda-tanda tersebut terjadi pada RDS

- Tanda ini terjadi karena

vasokontriksi perifer dan penurunan

permeabilitas vaskuler

- Tanda ini terjadi karena

ekshaution yang disebabkan kehilangan

energi selama kesulitan nafas

- Bradikardia terjadi karena

hipoksemia berat

- Tanda ini mengindikasikan

acidosis respiratory dan acidosis

metabolik jika bayi hipoksik

16

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syndrome

4. Monitor PO2 trancutan atau

nilai pulse oksimetri secara

kontinyu setiap jam

Nilai PO2 traskutan dan pulse oksimetri non

invasif menunjukkan prosentase oksigen saat

inspirasi udara.

 

Tujuan 2. Mempertahankan dan memaksimalkan fungsi pulmonal

Intervensi Rasional

1. Berikan kehangatan dan oksigen

sesuai dengan sbb

- Oksigen yang dihangatkan 31,7C –

33,9C

- Humidifikasi 40% – 60%

Untuk mencegah terjadinya hipotermia

dan memenuhi kebutuhan oksigen

tubuh

 

 

2. Berikan pancuronium bromide

(Pavulon)

 

Obat ini berguna sebagai relaksan otot

untuk mencegah injury karena

pergerakan bayi saat ventilasi

3. Tempatkan bayi  pada lingkungan

dengan suhu normal serta monitor

temperatur aksila setiap jam

Lingkungan dengan suhu netral akan

menurunkan kebutuhan oksigen dan

menurunkan produksi CO2.

4. Monitor vital signs secara kontinyu

yaitu denyut jantung, pernafasan, tekanan

darah, serta auskultasi suara nafas

Perubahan vital signs menandakan

tingkat keparahan atau penyembuhan

5. Observasi perubahan warna kulit,

pergerakan dan aktivitas

Karena perubahan warna kulit,

pergerakan dan aktivitas

mengindikasikan peningkatan

metabolisme oksigen dan glukosa.

Informasi yang penting lainnya adalah

perubahan kebutuhan cairan, kalori

dan kebutuhan oksigen.

6. Pertahankan energi pasien dengan

melakukan prosedur seefektif mungkin.

Mencegah penurunan tingkat energi

infant

17

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syndrome

7. Monitor serial AGD seperti PaO2,

PaCo2, HCO3 dan pH setiap hari atau bila

dibutuhkan

Perubahan mengindikasikan terjadinya

acidosis respiratorik atau metabolik

 

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan menghisap, penurunan motilitas usus.

  Tujuan : Mempertahankan dan mendukung intake nutrisi

Intervensi Rasional

1. Berikan infus D 10% W sekitar 65 –

80 ml/kg bb/ hari

 

Untuk menggantikan kalori yang tidak

didapat secara oral

2. Pasang selang nasogastrik atau

orogastrik untuk dapat memasukkan

makanan jika diindikasikan atau untuk

mengevaluasi isi lambung

Pilihan ini dilakukan jika masukan

sudah tidak mungkin dilakukan.

3. Cek lokasi selang NGT dengan cara :

- Aspirasi isi lambung

- Injeksikan sejumlah udara dan

auskultasi masuknya udara pada

lambung

- Letakkan ujung selang di air, bila

masuk lambung, selang tidak akan

memproduksi gelembung

Untuk mencegah masuknya makanan ke

saluran pernafasan

 

 

  

4. Berikan makanan sesuai dengan

prosedur berikut :

- Elevasikan

kepala bayi

- Berikan

ASI atau susu formula dengan

prinsip gravitasi  dengan ketinggian

Memberikan makanan tanpa

menurunkan tingkat energi bayi

18

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syndrome

6 – 8 inchi dari kepala bayi

- Berikan

makanan dengan suhu ruangan

- Tengkurap

kan bayi setelah makan sekitar 1 jam

5. Berikan TPN jika diindikasikan

 

TPN merupakan metode alternatif untuk

mempertahankan nutrisi jika bowel

sounds tidak ada dan infants berada

pada stadium akut.

3. Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan

sensible dan insesible

Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

Intervensi Rasional

1. Pertahankan pemberian

infus Dex 10% W 60 – 100

ml/kg bb/hari

Penggantian cairan secara adekuat untuk

mencegah ketidakseimbangan

2. Tingkatkan cairan infus 10

ml/kg/hari, tergantung dari urine

output, penggunaan pemanas

dan jumlah feedings

 

Mempertahankan asupan cairan sesuai

kebutuhan pasien. Takipnea dan penggunaan

pemanas tubuh akan meningkatkan kebutuhan

cairan

3. Pertahankan tetesan infus

secara stabil, gunakan infusion

pump

 

Untuk mencegah kelebihan atau kekurangan

cairan. Kelebihan cairan dapat menjadi keadaan

fatal.

4. Monitor intake cairan dan Catatan intake dan output cairan penting untuk

19

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syndrome

output dengan cara :

- Timbang berat badan bayi

setiap 8 jam

- Timbang popok bayi untuk

menentukan urine output

- Tentukan jumlah BAB

- Monitor jumlah asupan

cairan infus setiap hari

menentukan ketidak seimbangan cairan  sebagai

dasar untuk penggantian cairan

5. Lakukan pemeriksaan

sodium dan potassium setiap 12

atau 24 jam

 

Peningkatan tingkat sodium dan potassium

mengindikasikan terjadinya dehidrasi dan

potensial ketidakseimbangan elektrolit

 

4. Koping keluarga inefektif berhubungan dengan ansietas, perasaan bersalah,

dan perpisahan dengan bayi sebagai akibat situasi kritis

Tujuan : Meminimalkan kecemasan dan rasa bersalah, dan mendukung

bounding antara orangtua dan infant

Intervensi Rasional

1. Kaji respon verbal dan non

verbal orangtua terhadap

kecemasan dan penggunaan

koping mekanisme

Hal ini akan membantu mengidentifikasi dan

membangun strategi koping yang efektif

2. Bantu orangtua

mengungkapkan perasaannya

secara verbal tentang kondisi

sakit anaknya, perawatan yang

lama pada unit intensive,

prosedur dan pengobatan infant

Membuat orangtua bebas mengekpresikan

perasaannya sehingga membantu menjalin rasa

saling percaya, serta mengurangi tingkat

kecemasan

3. Berikan informasi yang

akurat dan konsisten tentang

Informasi dapat mengurangi kecemasan

20

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Syndrome

kondisi perkembangan infant

4. Bila mungkin, anjurkan

orangtua untuk mengunjungi

dan ikut terlibat dalam

perawatan anaknya

Memfasilitasi proses bounding

5. Rujuk pasien pada perawat

keluarga atau komunitas

Rujukan untuk mempertahankan informasi yang

adekuat, serta membantu orangtua menghadapi

keadaan sakit kronis pada anaknya.

DAFTAR PUSTAKA

- Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi.

Jakarta: EGC

- Surasmi, Asrinin. 2003. Perawatan Bayi Resiko

Tinggi. Jakarta: EGC

- http://hyaline.membrane.disease/

respiratory.distress.syndrome.blogspod.com/html

Sabtu : 25-10-2009/11.15 WIB

21