bab i konsepsi belajar dan pembelajaran
TRANSCRIPT
BAB I
KONSEPSI
BELAJAR dan PEMBELAJARAN
1. Makna Belajar dan Pembelajaran
Pembelajaran dilakukan senantiasa berasosiasi dengan asumsi-asumsi tentang
belajar. Menurut Gagne (1975), belajar merupakan aktivitas mental-intelektual yang
bersifat internal. Aktivitas belajar aktualisasinya adalah proses beroperasinya mental-
intelektual anak. Indikator proses mental-intelektual dapat di lacak dari hasil operasi-
operasi mental-intelektual tersebut. Hasil-hasil operasi mental-intelektual aktualisasinya
berbentuk perubahan perilaku si belajar, berupa dimilikinya kemampuan kognitif baru
seperti memperoleh informasi baru, fakta-fakta baru yang tidak dimiliki sebelumnya,
memahami dan dapat menjelaskan konsep, menerapkan, menganalisis, mensintesis dan
menilai. Selain itu, perubahan perilaku itu, juga diwujudkan anak berupa kemampuan-
kemampuan afektif seperti penghayatan sikap, motivasi, kesediaan anak, penghargaan
terhadap sesuatu dan sejenisnya. Di samping juga , perubahan perilaku anak tersebut
termanifestasikan dalam wujud perubahan keterampilan fisik anak yang berupa
kemampuan mengkordinasikan sistem otot-ototnya untuk melakukan gerakan-gerakan
keterampilan tertentu.
Beroperasinya mental-intelektual anak tersebut di atas, dapat terjadi manakala
ada obyek eksternal di lingkungan sekitar yang menstimulasinya. Obyek eksternal
yang dimaksud dapat berwujud data, fakta, peristiwa, problema, perintah, tugas,
penjelasan, dan sejenisnya. Ini berarti reaksi mental-intelektual tersebut tidak dapat
terjadi tanpa obyek eksternal yang merangsangnya. Jikalau reaksi mental-intelektual itu
tidak terjadi, maka gilirannya belajar itupun tidak terjadi.
11
Terjadinya belajar (reaksi mental-intelektual) pada diri anak, memerlukan
obyek eksternal yang berupa peristiwa ataupun sistem lingkungan, yaitu serangkaian
kondisioning yang dapat merangsang terjadinya belajar pada diri anak. Aktivitas guru
yang berupa kegiatan penciptaan peristiwa atau sistem lingkungan, yang dimaksudkan
agar mental-intelektual anak terdorong dan terangsang untuk melakukan aktivitas
belajar disebut pembelajaran. Dalam kaitan ini Gagne (1975) mendefinisikan
pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang diciptakan dan dirancang untuk
mendorong, menggiatkan dan mendukung belajar siswa (Hanafi dan Manan, 1988:14).
Sedangkan Raka Joni (1980:1) menyebutkan, pembelajaran adalah penciptaan sistem
lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar. Penciptaan sistem lingkungan
berarti menyediakan seperangkat peristiwa-kondisi lingkungan yang dapat merangsang
anak untuk melakukan aktivitas belajar.
1. Faktor-Faktor Penentu Aktualisasi Pembelajaran
Proses pembelajaran adalah kompleks mengingat aktualisasinya melibatkan dan
ditentukan oleh sejumlah faktor. Faktor-faktor aktualisasi pembelajaran tersebut dapat
di lihat pada diagram berikut ini.
12
Secara makro, faktor-faktor penentu pembelajaran tersebut aktualisasinya
didukung oleh sejumlah komponen yang meliputi komponen siswa sebagai raw input,
komponen tujuan pembelajaran sebagai out put, komponen guru, materi, media dan
manajemen pembelajaran sebagai instrumental input. Selain faktor instrumental,
terdapat pula faktor environmental dan structural. Faktor environmental yakni factor
yang tidak secara langsung terlibat dalam proses pembelajaran, tetapi cukup mewarnai
perwujudan proses pembelajaran. Faktor environmental yang dimaksud misalnya
kondisi social ekonomi, kultural, filsafat masyarakat dan sejenisnya. Demikian pula
terdapat faktor struktural adalah setting formal kelembagaan, misalnya tujuan sekolah,
tujuan pendidikan, visi dan misi sekolah. Sehubungan dengan hal itu, berdasarkan
keseluruhan faktor penentunya, proses pembelajaran itu dapat didiagramkan
sebagaimana berikut ini.
13
Sumber: Syamsudin, A, (1983:18), yang telah dimodifikasi oleh Suprihadi Saputro,
2004
2. Deskripsi Tindak Pembelajaran
Johnson dalam Raka Joni (1980) meninjau kompleksitas dengan
menyebutnya keanekaragaman tindakan pembelajaran seperti uraian berikut.
a. Dari segi jenis kegiatan guru:
pemberian penjelasan verbal.
demonstrasi.
pemeliharaan tata tertib kelas.
pengadaan dan pemeliharaan catatan-catatan.
penjagaan dan pembinaan kesehatan mental siswa.
penilaian hasil belajar.
b. Dari segi tujuan belajar yang ingin di capai:
tujuan kognitif.
tujuan afektif.
tujuan psikomotor.
c. Dari segi prinsip realitas dalam pembelajaran
dalam situasi nyata, seperti magang.
stimulasi dalam arti aspek-aspek tertentu pada situasi nyata yang diciptakan
sebagai setting belajar.
abstraksi, yaitu pengenalan realitas melalui simbol-simbol.
d. Dari segi komponen tingkah laku guru
(belajar) (mengajar)
drive......................pembangkitan motivasi
14
cue........................pengarahan persepsi
response...................pemancingan response
reward.....................manipulasi reward
d. Dari segi kubu-kubu teori belajar, mengajar sebagai:
behavior modification (conditioning, stimulus response, dan operant conditioning)
cognitif restructuring (cognitive assimilation, discovery learning, inquiry approach,
dan problem solving)
identification/modeling.
3. Dimensi Pembelajaran Sebagai Sistem
Proses pembelajaran (proses belajar-mengajar) dapat dilihat sebagai sistem.
Sistem artinya kesatuan komponen yang saling berinteraksi (saling berhubungan) dan
berinterdependensi (saling bergantung satu dengan yang lain) dalam suatu proses
menuju tercapainya tujuan tertentu. Sistem mempunyai ciri-ciri: (1) terdiri atas
komponen-komponen (unsur-unsur), (2) antar komponen terjadi interaksi dan
interdepensi sebagai satu kesatuan, (3) tiap-tiap komponen memiliki fungsi masing-
masing, (4) setiap fungsi menjalankan tugasnya masing-masing, (5) Kesatuan
komponen yang menimbulkan nilai tambah, (6) terdapat proses (pemrosesan masukan
menjadi hasil). Oleh karena pembelajaran merupakan sistem, yang selanjutnya
disebut sistem pembelajaran maka sistem pembelajaran memiliki ciri-ciri
sebagaimana ciri-ciri sistem.
Komponen-komponen pembentuk proses pembelajaran menurut Moedjiono,
dkk. (1996:19--20), meliputi berikut ini.
Siswa, yakni seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi
pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
15
Guru, yakni seorang yang bertindak sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar,
katalisator kegiatan belajar mengajar, dan peranan lainnya yang memungkinkan
berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.
Tujuan, yakni pernyataan tentang perubahan perilaku yang diinginkan terjadi
pada siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. Perubahan perilaku
tersebut mencakup peruba-han koginitif, psikomotorik, dan afektid. Isi pelajaran,
yakni segala informasi berupa fakta, prinsip dan konsep yang diperlukan untuk
mencapai tujuan.
Metode, yakni cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mendapat informasi dari orang lain, dimana informasi tersebut dibutuhkan
mereka untuk mencapai tujuan.
Media, yakni bahan pembelajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan
untuk menyajikan informasi kepada para siswa agar mereka dapat mencapai tujuan.
Evaluasi, yakni cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan
hasilnya. Evaluasi dilakukan terhadap seluruh komponen kegiatan belajar mengajar
dan sekaligus mememberikan balikan bagi setiap komponen kegiatan belajar
mengajar.
4. Dimensi Tujuan dan Hasil Pembelajaran
Dimensi tujuan dan hasil pembelajaran memiliki dua dimensi. Kedua dimensi
tujuan dan hasil tersebut, adalah berikut ini.
a. Instructional effects, yakni tujuan pengajaran yang secara eksplisit hendak
dicapai dalam proses pembelajaran. Tujuan ini berupa Tujuan Khusus
Pembelajaran. Dimensi instructional effect menurut taksonomi Benyamin S.
Bloom dalam Kibler (1974:90), mencakup tiga aspek, (1) aspek kognitif, (2) aspek
afektif, dan (3) aspek psikomotor. Sementara taksonomi tujuan pembelajaran
menurut Gagne meliputi lima kategori, yakni: (1) informasi verbal, (2)
16
keterampilan intelektual, (3) strategi kognitif, (4) sikap, dan (5) psikomotorik
(Saputro, Suprihadi,1993:26).
b. Nurturant effects, yakni tujuan pengiring sebagai tujuan sampingan yang
tercapainya akibat perilaku belajar yang dila-kukan anak. Tujuan ini aktualisasinya
pada pola peri-laku anak umpamanya: sikap kritis, terbuka, gemar membaca,
kemampuan mengemukakan pendapat dan sebagainya.
4. Dimensi Manajerial dalam Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran memiliki dua aspek manajemen.
a. Instructional Management, yakni manajemen yang berhubungan dengan
pengelolaan komponen-komponen pembelajaran. Dilihat dari fungsi perencanaan
pembelajaran, hasil kegiatan manajemen berupa rancangan pembelajaran atau
perencanaan pembelajaran, yang dituangkan dalam satuan pembelajaran.
Sedangkan fungsi-fungsi manajemen yang lain seperti fungsi pengorganisasian,
fungsi kordinasi, fungsi kontrol, dan lain-lain, terwujud secara integral dalam
tindak pembelajaran yang dilakukan guru.
b. Classroom Management, yakni tindakan guru yang mengacu pada penciptaan
iklim kelas agar kondusif bagi kegiatan belajar anak. Ruang lingkup kegiatan
manajemen kelas meliputi (1) penciptaan iklim sosial kelas, (2) penciptaan iklim
sosio-emosional kelas, dan (3) pengelolaan fisikal kelas.
5. Dimensi Proses dalam Pembelajaran
Pembelajaran mengimplisitkan adanya dimensi proses. Dari sisi proses,
pembelajaran terdiri atas beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut meliputi: tahap-tahap
pembelajaran, pendekatan, strategi, taktik, metode, teknik, dan prosedur pembelajaran.
a. Tahapan Proses Pembelajaran
Pembelajaran sebagai suatu proses kegiatan, terdiri atas tiga fase atau
tahapan. Fase-fase proses pembelajaran yang dimaksud meliputi, yaitu tahap
17
perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi (Jacobsen, Egen dan Kauchak,
1989:9--12).
Tahap Perencanaan. Kegiatan pembelajaran yang baik senantiasa bertolak dari
rencana yang matang. Perencanaan pembelajaran yang matang, berisi tentang
tujuan yang akan dicapai, materi atau isi pembelajaran yang relevan dengan tujuan,
interaksi belajar-mengajar yang cocok dengan tujuan, media dan sumber belajar
yang mendukung, materi - bentuk dan teknik evaluasi yang tepat untuk mengukur
pencapaian tujuan, serta alokasi waktu yang diperlukan.
Tahap Pelaksanaan. Tahap ini merupakan tahap implementasi atau tahap
penerapan atas disain perencanaan yang telah dibuat guru. Hakekat dari tahap
pelaksanaan adalah kegiatan opera-sional pembelajaran itu sendiri. Dalam tahap
ini, secara operasional guru melakukan interaksi belajar-mengajar melalui
penerapan berbagai strategi, metode dan teknik pembelajaran, serta pemanfaatan
seperangkat media dan sumber-sumber pembelajaran yang telah direncanakan.
Tahap Evaluasi. Pada tahap ini kegiatan guru adalah melakukan penilaian. Ada
dua aspek yang dijadikan sasaran penilaian, yakni: (1) proses pembelajaran yang
dilakukan guru, dan hasil-hasil instruksional. Penilaian atas proses pembelajaran
bertu-juan untuk mengkaji : (1) kesesuaian kegiatan operasional pembelajaran
dengan disain perencanaannya, dan (2) efektivitas dan efisiensi proses
pembelajaran. Sedangkan penilaian hasil bertujuan untuk mengkaji tingkat
pencapaian tujuan pembelajaran oleh anak.
b. Aspek Pendekatan dalam Pembelajaran
Aktualisasi proses pembelajaran merupakan manifestasi dari penerapan aspek
pendekatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran terbentuk oleh konsepsi,
wawasan teoritik dan asumsi-asumsi teoritik yang dikuasai guru tentang hakekat
pembelajaran. Pada tataran selanjutnya, konsepsi, wawasan dan asumsi tersebut gilir-
18
annya akan mempengaruhi cara pandang, dan pola pikir guru dalam memahami hakekat
pembelajaran. Sebagai implikasi dari pemahaman guru tentang hakekat pembelajaran
tersebut, gilirannya akan menentukan tindak guru dalam perancangan maupun dalam
pelaksanaan proses pembelajaran. Dengan perkataan lain pendekatan pembelajaran
gilirannya akan bermuara pada tindak pembelajaran yang dilaksanakan guru baik pada
tahap perencanaan maupun dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang aktual.
Seperti telah disebutkan bahwa proses pembelajaran terdiri atas komponen-
komponen. Masing-masing komponen memiliki aspek-aspek pembelajaran yang luas
barangkali seluas cara guru memandangnya. Karena itulah, maka cara pandang dan
wawasan teoritik yang digunakan oleh masing-masing guru mengenai aspek-aspek dari
tiap-tiap komponen pembelajaran menjadi sangat beragam. Keragaman wawasan teoritik
dan cara pandang guru mengenai aspek-aspek dari masing-masing komponen
pembelajaran tersebut, gilirannya akan mempengaruhi keragaman pendekatan
pembelajaran yang digunakan, baik pada tataran perencanaan maupun pada tataran
pelaksanaan pembelajaran.
Mengingat pendekatan pembelajaran bertumpu pada aspek-aspek dari masing-
masing komponen pembelajaran, maka dalam setiap pembelajaran, akan tercakup
penggunaan sejumlah pendekatan secara serempak. Oleh karena itu, pendekatan-
pendekatan dalam setiap satuan pembelajaran akan bersifat multi pendekatan.
Penggunaan multi pendekatan dalam pembelajaran tersebut dapat dikaji, misalnya
dalam penyusunan perencanaan pembelajaran, terdapat macam-macam pendekatan.
Untuk mengorganisasikan komponen-komponen perencanaan, misalnya guru dapat
menggunakan pendekatan sistem. Sementara dalam perumusan tujuan pembelajaran,
terdapat pendekatan behavioristik, yang mengharuskan rumusan tujuan pembelajaran
bersifat observable dan measurable. Dari target pencapaian tujuan pembelajaran,
terdapat berbagai pendeka-tan yakni pendekatan kognitif, pendekatan afektif,
pendekatan psikomotorik atau ketiga-tiganya. Demikian pula pendekatan-pendekatan
dalam kegiatan pembelajaran aktual, dikenal pula multi pendekatan. Dari sudut
aktivitas belajar siswa, dikenal beberapa pendekatan, yaknipendekatan belajar aktif,
19
pendekatan belajar reseptif, pendekatan proses, pendekatan konsep. Dari sudut hubun-
gan guru-murid, dikenal pendekatan humanistik. Dengan demikian, dalam setiap proses
pembelajaran, akan berisi sejumlah pendekatan yang diterapkan secara serempak dari
masing-masing aspek dan komponen pembelajaran.
c. Aspek Strategi dan Taktik
Pembelajaran sebagai proses, aktualisasinya mengimplisitkan adanya strategi.
Strategi berkaitan dengan perwujudan proses pembelajaran itu sendiri. Strategi
pembelajaran berwujud sejumlah tindakan strategis guru. Keseluruhan tindakan guru
tersebut membentuk suatu pola dalam satu keutuhan yang integral. Nilai strategis suatu
tindakan guru dapat diuji dan dikaji berdasarkan rasionalitas dan keefektifan serta
efisiensi tindakan tersebut dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Bertolak dari
gambaran yang diuraikan tersebut di atas, maka strategi pembelajaran dapat diartikan
sebagai keseluruhan pola atau bentuk tindakan strategis guru dalam merealisasi
kegiatan pembelajaran untuk pencapaian tujuan pembelajaran.
Terkait dengan pelaksanaan strategi adalah taktik pembelajaran. Taktik
pembelajaran berhubungan dengan tindakan teknis untuk menjalankan strategi.
Pelaksanaan strategi operasionalisasinya memerlukan kiat-kiat teknis, agar nilai
strategis setiap aktivitas yang dilakukan guru-murid di kelas dapat diwujudkan. Kiat-
kiat teknis tertentu terwujud dalam bentuk tindakan prosedural. Kiat teknis-prosedural
dari setiap aktivitas guru-murid di kelas tersebut dinamakan taktik pembelajaran.
Dengan perkataan lain, taktik pembelajaran adalah kiat-kiat teknis-prosedural dari
suatu tindakan guru dan siswa dalam pembelajaran aktual di kelas.
Kiat untuk melaksanakan prosedur aktivitas di kelas, di samping bersifat
terencana, juga bersifat kondisional dan transaksional. Artinya sejumlah aktivitas guru
maupun siswa dalam pembelajaran tidak semata-mata terpagu oleh perencanaan yang
ada. Berdasarkan realita bahwa guru secara seketika di kelas dapat melakukan
perubahan-perubahan unsur tertentu tindakan pembelajarannya. Tindakan ini dilakukan
20
guru dengan maksud untuk membuat penyesuaian-penyesuaian tindakan dengan
realitas kondisi seketika yang terjadi di kelas. Kiat untuk menjalankan aktivitas kelas
yang sifatnya kondisional dan transaksional tersebut dinamakan siasat. Dengan
demikian, siasat pembelajaran adalah trik-trik atau tindakan khusus yang diputuskan
seketika oleh guru berdasarkan penyesuaian-penyesuaiannya terhadap realitas kondisi
yang ada di kelas.
d. Aspek Metode dan Teknik Pembelajaran
Aktualisasi pembelajaran berbentuk serangakaian interaksi dinamis antara
guru-murid atau murid dengan lingkungan belajarnya. Interaksi guru-murid atau murid
dengan lingkungan belajarnya tersebut dapat mengambil berbagai cara. Cara-cara
interaksi guru-murid atau murid dengan lingkungan belajar tersebut lazimnya
dinamakan metode.
Metode merupakan bagian dari sejumlah tindakan strategis yang menyangkut
tentang cara bagaimana interaksi pembelajaran dilakukan. Metode dilihat dari
fungsinya merupakan seperangkat cara untuk melakukan aktivitas pembelajaran. Ada
beberapa cara dalam melakukan aktivitas pembelajaran, misalnya dengan
berceramah, berdiskusi, bekerja kelompok, bersimulasi, berdemontrasi dan lain-lain.
Setiap metode memiliki aspek teknis dalam penggunaannya. Aspek teknis
yang dimaksud adalah gaya dan variasi dari setiap pelaksanaan metode pembelajaran
(Raka Joni, 1980). Gaya dan variasi dalam penggunaan metode seringkali bersifat
individual, sesuai kemampuan dan kemamuan masing-masing guru. Di samping itu,
karena penggunaan taktik dan siasat tertentu oleh guru dalam menghadapi situasi
tertentu, maka teknik pembelajaran yang dila-kukan guru akan berpola tertentu pula.
e. Prosedur Pembelajaran
Pembelajaran dari sisi proses, berlangsung dalam bentuk serangkaian
kegiatan yang berjalan secara bertahap. Kegiatan pembelajaran berlangsung dari satu
tahap ketahap selanjutnya, sehingga membentuk alur yang konsisten. Tahapan proses
21
pembelajaran menurut Herbart bergerak dari tahap apersepsi, interaksi, inferensi,
generalisasi, aplikasi, dan evaluasi. Tahap-tahap pembelajaran yang secara konsisten
berbentuk alur peristiwa pembelajaran tersebut merupakan prosedur pembelajaran.
Karena itu, prosedur pembelajaran adalah serangkaian tahap-tahap aktivitas
pembelajaran sehingga terbentuk suatu alur peristiwa pembelajaran.
6. Dimensi Isi-Pesan Pembelajaran
Isi pembelajaran dapat dilihat dari dua segi, (1) substansi isi pembelajaran, (2)
aspek nilai-nilai didaktis isi pembelajarannya.
a. Substansi isi pembelajaran.
Berdasarkan struktur pengetahuan yang dipelajari, isi pembelajaran meliputi,
(1) fakta, (2) konsep, (3) generalisasi/ dalil/ hukum/ rumus/aksioma, (4) keterampilan,
dan (5) sikap. Merill dalam Gafur (1979) menyebutkan isi pembelajaran meliputi, fakta,
konsep, prosedur, dan prinsip. Sedangkan Jerold E. Kemp dalam Gafur (1979),
menyebutkan isi pembelajaran merupakan gabungan dari (1) pengeta-huan yang
berupa fakta, informasi, (2) keterampilan yang berupa prosedur, keadaan, syarat-
syarat, dan (3) sikap. Dari sudut jenis-jenis belajar, isi pembelajaran meliputi, (1)
informasi, (2) konsep, (3) prinsip, (4) keterampilan, dan (5) sikap (Saputro, Suprihadi,
1993:60-66).
b. Aspek nilai-nilai formal isi pembelajaran.
Aspek nilai-nilai didaktis-formal isi pembelajaran meliputi aspek, (1) aspek
intelektual (keterampilan intelektual, kreativitas, strategi kognitif, keterampilan
analisis-sintesis, keterampi-an pemecahan masalah, dan sejenis nya, (2) aspek sosial,
(3) aspek moral etis, dan pertimbangan moral (4) aspek estetis, (5) aspek sikap, (6)
aspek emosional, dan kecerdasan emosional, (7) aspek individual ( motivasi,
konsep diri, kesadaran diri), dan (8) keterampilan (keterampilan manual dan motorik).
22
7. Dimensi Interaksi-Komunikasi dalam Pembelajaran
Pembelajaran terwujud dalam bentuk interaksi timbal balik secara dinamis
antara guru dan siswa. Guru pada saat tertentu berposisi sebagai perangsang atau
stimulasi yang memancing anak untuk bereaksi sebagai wujud aktivitasnya yang
disebut belajar. Pada saat yang lain guru bereaksi atas aksi-aksi yang diperbuat anak.
Interaksi diantara kedua belah pihak berjalan secara dinamis berangkat dari kondisi
awal melalui titik-titik sepanjang garis kontinum hingga akhir kegiatan pembelajaran.
Interaksi dinamis guru-siswa dalam pembelajaran dapat terwujud dalam
berbagai bentuk hubungan. Interaksi guru-murid dapat mengambil bentuk hubungan
langsung, yakni interaksi secara tatap muka. Dalam bentuknya yang lain hubungan
guru-siswa bersifat tidak langsung, yakni melalui perantaraan material pembelajaran
seperti paket belajar, modul pembelajaran, penyelesaian tugas-tugas terstruktur, dan
sejenis-nya. Di samping itu interaksi guru-siswa terealisasi melalui hubungan yang
bersifat campuran. Meskipun guru telah memanfaatkan material pembelajaran, tetapi
guru tetap hadir dalam pembelajaran.
Pola arus interaksi guru-murid di kelas memiliki berbagai kemungkinan arus
komunikasi. Sedikitnya menurut H.C Lindgren dalam Raka Joni (1980), ada empat
pola arus komunikasi: (1) komunikasi guru-siswa searah, (2) komunikasi dua arah --
arus bolak-balik--, (3) komunikasi dua arah antara guru-siswa dan siswa-siswa, (4)
komunikasi optimal total arah. Arus komunikasi dalam pembelajaran ada pula yang
membedakan kedalam dua jenis, yakni one way traffic comunication dan two way
traffic comunication.
Pengaturan materi interaksi, dapat dibedakan dalam beberapa bentuk
pengaturan. Pengaturan materi dapat dibedakan menjadi tiga sifat, yakni implisit,
eksplisit, dan implikatif. Pengaturan materi secara implisit yakni pengaturan materi
yang bersifat terselubung. Makna (meaning) isi komunikasi tersirat dibalik yang
tersurat. Sedangkan pengaturan secara eksplisit, bila mana makna isi komunikasi,
tersurat secara lahiriah atau tekstual. Sementara pengaturan secara implikatif, yakni
23
pengaturan materi komunikasi yang maknanya hanya dapat ditemukan dari apa yang
tersorot oleh proses komunikasi tersebut.
Komunikasi di kelas, Charles (1980:48), membedakan adanya tiga tipe
tuturan guru. Pertama, Informing Talk, tipe ini contonya adalah, guru menyampaikan
informasi faktual, menjelaskan prosedur, memberikan petunjuk dan tugas-tugas. Kedua,
Eliciting Talk, yakni tuturan guru yang diwujudkan dalam bentuk tanyajawab, memberi
perintah. Ketiga, Reacting Talk, yakni penuturan guru sebagai reaksi atas tuturan atau
perilaku anak. Reacting Talk, dapat dibedakan atas dua bentuk, yakni: (1) acceptance,
tuturan guru yang menyatakan menerima misalnya: ya, setuju, bagus, dan seterusnya,
(2) rejection, penuturan guru yang berisi pernyataan menolak: tidak, salah, tidak setuju,
dan seterusnya.
Komunikasi dalam pembelajaran bersifat kondisional-transaksional. Artinya
dalam komunikasi pembelajaran dimungkinkan adanya penyesuaian-penyesuaian
terhadap situasi dan kondisi yang berkembang selama proses pembelajaran berlangsung.
Penyesuaian-penyesuaian itu dimungkinkan karena proses pembelajaran selalu dina-
mis, sehingga perubahan-perubahan itu, sangat dimungkinkan terjadi pada setiap saat.
Perubahan-perubahan dalam pembelajaran dapat disebabkan oleh faktor-faktor diluar
perencanaan guru. Oleh karena itu, proses pembelajaran tidak harus sepenuhnya
bersesuaian dengan disain yang telah dibuat pada tahap perencanaan.
8. Prinsip-prinsip Umum Pembelajaran
Ada beberapa prinsip pembelajaran yang perlu diperhatikan untuk membantu
kemudahan belajar anak. Prinsip pembelajaran tersebut bertolak dari asumsi dasar
(postulat) tentang hal-hal yang menjadi penentu kemudahan dan keberhasilan belajar
anak. Prinsip-prinsip pembelajaran yang dimaksud, diantaranya adalah berikut ini.
1. Prinsip Motivasi Belajar
Keberhasilan belajar siswa bergantung pula pada derajat motivasi belajar
yang dimilikinya. Siswa yang sukses dalam belajarnya, banyak didukung oleh derajat
24
motivasi yang tinggi untuk berhasil. Sebaliknya, fasilitas belajar yang baik, cara guru
mengajar yang optimal, kurikulum sekolah yang modern, lingkungan belajar yang
kondusif dan seterusnya, tidak dengan sendirinya dapat menjamin kesuksesan belajar
anak bilamana tidak dilandasi oleh motivasi belajar yang tinggi dari siswa itu sendiri.
Oleh karena itu, motivasi belajar dari siswa memegang peranan penting bagi
keberhasilan belajarnya.
Pentingnya peranan motivasi untuk mencapai keberhasilan belajar
mengingatkan guru untuk mampu mendorong siswa agar memiliki motivasi yang tinggi
dalam belajarnya. Oleh karena itu, dalam pembelajaran, mendorong timbulnya motivasi
merupakan tugas guru yang tidak dapat dielakan. Untuk itu, guru dituntut agar memiliki
kecermatan dalam memperhatikan kondisi motivasi belajar anak. Sehingga guru peka
terhadap kondisi motivasi belajar anak-anak. Kepekaan guru itu sangat diperlukan
mengingat dalam kurun waktu pembelajaran, motivasi belajar anak bersifat pasang
surut. Berhubung demikian, maka sepanjang pembelajaran, guru dituntut untuk
senantiasa mampu mempertahankan dan memperbaharui motivasi anak.
Derajat motivasi belajar anak dapat diamati dari perilaku belajar anak
dikelas. Ada tiga aspek perilaku belajar siswa yang memperlihatkan adanya motivasi
positif dalam belajarnya (Worell dan Stilwell, 1981: 282) . Pertama,adanya inisiasi
aktivitas belajar anak, yang diperlihatkan oleh perilaku anak dengan indikator sebagai
berikut: (1) anak menunjukkan minat dan keingintahuan yang tinggi, (2) tingginya
perhatian anak terhadap pembelajaran yang disajikan, (3) mempunyai dorongan yang
kuat untuk menyelesaikan sejumlah tugas dari guru.
Kedua, kuantitas dan kualitas usaha anak dalam upaya mencapai kesuksesan
belajarnya. Hal ini tampak dari usaha anak untuk belajar keras, menggunakan waktu
untuk belajar secara optimal, memanfaatkan waktu untuk belajar di perpustakaan,
banyak membaca buku, melengkapi fasilitas belajarnya.
Ketiga, tingkat ketepatan dalam menyelesaikan tugas-tugas dari guru. Adanya
motivasi positif dalam belajar, diperlihatkan anak dengan sikap senang untuk
25
memecahkan masalah-masalah yang ditugaskan kepadanya dan meningkatnya
partisipasi anak dalam penyelesaian tugas-tugas kelompok.
Motivasi menjadi sumber tenaga bagi perilaku belajar anak. Tanpa disertai
motivasi yang kuat, anak tidak akan memiliki usaha yang kuat untuk beraktivitas belajar.
Sebaliknya, dengan motivasi yang kuat, dapat mnjadi tenaga pendorong kuatnya usaha
belajar siswa. Kuatnya motivasi tersebut, gilirannya dapat berpengaruh terhadap
prestasi belajar yang dicapai anak ( Worell dan Stilwell, 1981:294).
Ada dua sumber motivasi yang dapat dijadikan landasan untuk memotivasi
anak. Pertama, motivasi yang bersumber dari dalam diri anak, dan kedua, motivasi
yang bersumber dari luar diri anak. Motivasi yang bersumber dari dalam menjadi
kontrol internal bagi anak dalam mengelola perilaku belajarnya sendiri (self
management of learning). Sedangkan motivasi yang bersumber dari luar (lingkungan
anak), dapat diciptakan guru dengan menciptakan kondisi yang dapat menarik minat
anak, misalnya dengan gaya mengajar yang antusias, memberikan balikan, dan
memberikan reward or incentives (Worell dan Stilwell, 1981: 299).
2. Prinsip Keaktifan
Keaktifan belajar berarti keterlibatan intelektual dan emosional anak,
disamping keterlibatan fisik dalam perilaku belajarnya. Pola keaktifan sebagaimana
yang dimaksud, mengimplisitkan perlunya penerapan Cara Belajar Siswa aktif dalam
pembelajaran. Konsep Cara Belajar Siswa Aktif merupakan pengertian yang secara
jelas telah menunjuk makna dan atau isi pengertiannya itu sendiri. Cara Belajar Siswa
Aktif yaitu konsep yang menjelaskan peranan aktif siswa dalam proses belajar.
Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa cara belajar siswa aktif merupakan
prinsip pembelajaran yang merangsang munculnya aktifitas siswa secara individual
maupun berkelompok. Mengapa aktifitas siswa merupakan sorotan dalam pembelajaran?
Kiranya dapat dipahami bahwa kebermaknaan hasil belajar (kualitas hasil belajar)
sangat bergantung pada tingkat keaktifan siswa. Peranan aktif siswa dalam kegiatan
pembelajaran memegang peranan yang amat penting. Dalam hal retensi hasil belajar (
26
apakah hasil belajar tahan lama dalam ingatan siswa), dipengaruhi oleh tingkat
keaktifan belajarnya.
Di samping itu harus di sadari, bagaimanapun belajar dengan sendirinya
terwujud dalam bentuk keaktifan siswa, walaupun tentu saja dengan derajad yang
berbeda-beda. Keaktifan itu dapat berbentuk aneka ragam sepeti mendengarkan
ceramah, berdiskusi, membuat paper, dan menulis laporan mengadakan simulasi.
Keaktifan yang lebih penting bahkan sulit diamati misalnya menggunakan khasanah
ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah dan menyusun percobaan. Dari
berbagai keaktifan seperti telah disebutkan di atas, dapat dirangkum bahwa keaktifan-
keaktifan kegiatan belajar tersebut, sebagaimana yang dikehendaki oleh prinsip CBSA
(Cara Belajar Siswa Aktif), adalah keaktifan mental-intelektual dan keaktifan
emosional siswa.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hakekat Cara Belajar Aktif
menunjuk pada keterlibatan mental-intelektual siswa dan keterlibatan emosional siswa
didalam kegiatan pembelajaran. Tentu saja, keaktifan-keaktifan intelektual dan
emosional tersebut, aktualisasinya mempersyaratkan keterlibatan langsung dalam
berbagai bentuk keaktifan fisik.
Keaktifan mental intelektual dan keaktifan emosional di samping ini juga
keaktifan fisik dalam aktifitas pembelajaran, berkaitan dengan asimilasi dan
akomodasi kognitif dalam pencapaian pengetahuan, serta penghayatan dan
internalisasi nilai-nilai dalam pembetukan sikap dan nilai.
Rosjidan, dkk (1996:62) menyebutkan, untuk menciptakan keaktifan anak,
kegiatan pembelajaran perlu memperhatikan berikut ini.
a. Tercipta situasi kelas yang memungkinkan siswa belajar dengan bebas dan tidak
terancam, namun tetap terkendali.
b. Kecuali menunjukkan kerangka dasar, guru lebih bersifat tut wuri handayani dalam
proses pembelajaran.
27
c. Siswa dihadapkan dengan topik-topik yang problematis.
d. Tersedia sumber dan media belajar yang diperlukan siswa.
e. Diupayakan adanya pemanfaatan metode, teknik, dan media pembelajaran yang
bervariasi namun tetap relevan dengan tujuan.
f. Proses belajar yang benar dipandang sama pentingnya dengan pemerolehan hasil
yang benar.
g. Terjadi interaksi dan komunikasi multiarah antara guru dengan para siswa atau
anak.
h. Ada sistem reward atau penghargaan yang dapat memuaskan dan meningkatkan
motivasi siswa.
i. Ada kesempatan bagi siswa untuk memperoleh bantuan dan memecahkan masalah-
masalahnya, baik akademik maupun pribadi.
3. Prinsip Pembelajaran Individual
Istilah pembelajaran individual mempunyai arti yang luas, bisa berarti setiap
siswa diberi kebebasan untuk maju berdasarkan kemampuannya . Berbagai bentuk
pembelajaran yang di individual itu semuanya menunjuk kepada perhatian, bantuan dan
perlakuan khusus ditujukan kepada anak yang tidak sama minat dan kemampuannya.
Perbedaan-perbedaan individual pada umumnya dapat dilihat antara lain
berikut ini.
a. Perbedaan kematangan intelektual. Perbedaan ini ditengarahi oleh adanya
perbedaan kemampuan intelektual anak. Beberapa anak lebih cepat untuk
memhami konsep-konsep abstrak, sementara beberapa anak yang lain masih
memerlukan kongkritisasi konsep.
b. Kemampuan berbahasa, beberapa siswa lebih mudah belajar bahan-bahan pelajaran
yang bersifat verbal dan disajikan secara verbal pula.
28
c. Latar belakang pengalaman, beberapa siswa lebih mudah belajar bahan-bahan
pelajaran yang ada hubungannya dengan pengalaman masa lalunya.
d. Cara/gaya belajar, beberapa siswa lebih mudah menyesuaikan diri dengan
kegiatan-kegiatan pembelajaran dan alat-alat pembelajaran yang dipergunakan
daripada siswa yang lain.
e. Bakat dan minat, beberapa siswa lebih bergairah dan tidak menemui kesulitan
mengikuti beberapa mata pelajaran dibandung dengan teman-teman yang lain.
f. Kepribadian, ini menyebabkan siswa bebeda-beda reaksi dan tanggapannya
terhadap tingkah laku/ sikap dan cara-cara guru mengajar. Perbedaan-perbedaan
individual tersebut di atas (dan masih banyak lagi jenis-jenis perbedaan individual)
menuntut perlunya pembelajaran yang diindividualisasikan.
29