bab i - latahangblog.files.wordpress.com file2 bab i hakikat belajar dan pembelajaran pendahuluan...

276
1

Upload: nguyennguyet

Post on 13-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

2

BAB I

HAKIKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

PENDAHULUAN

Istilah belajar sebenamya telah lama dan banyak dikenal.

Bahkan pada era sekarang ini, hampir semua orang mengenal istilah

belajar. Namun apa sebenamya belajar itu, rasanya masing-masing

orang mempunyai tangkapan yang tidak sama.

Sejak manusia ada, sebenamya ia telah melaksanan aktivitas

belajar. Oleh sebab itu, kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa

aktivitas itu telah ada sejak adanya manusia.

Mengapa manusia melaksanakan aktivitas belajar ?

Jawabannya adalah karena belajar itu salah satu kebutuhan manusia.

Bahkan ada ahli yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk

belajar. Oleh karena manusia adalah makhluk belajar, maka

sebenamya di dalam dirinya terdapat potensi untuk diajar.

Pada masa sekarang ini, belajar menjadi sesuatu yang tak dapat

terpisahkan dari kehidupan manusia. Hampir di sepanjang waktunya,

manusia banyak melaksanakan “ritual-ritual” belajar.

Apa sebenamya belajar itu, banyak ahli yang memberikan

batasan. Belajar mempunyai sejumlah ciri yang tak dapat dibedakan

dengan kegiatan-kegiatan lain yang bukan belajar. Oleh karena itu,

3

tidak semua kegiatan yang meskipun mirip belajar dapat disebut

dengan belajar.

Dalam proses pengajaran, unsur proses belajar memegang

peranan yang penting / vital. Mengajar adalah proses membimbing

kegiatan belajar, dan kegiatan mengajar hanya bermaksan bila terjadi

kegiatan belajar siswa. Oleh karena itu, adalah penting sekali bagi

setiap guru memahami sebaik-baiknya tentang proses belajar siswa,

agar ia dapat memberikan bimbingan dan menyediakan lingkungan

belajar yang tepat dan serasi bagi siswa.

1. PENGERTIAN BELAJAR

1.1. Pengertian belajar yang dipergunakan sehari – hari

Dalam pengertian yang umum atau populer, belajar adalah

mengurupulkan sejumlah pengetahuan. Pengetahuan tersebut

diperoleh dari seseorang yang lebih tahu atau yang sekarang ini

dikenal dengan guru. Dalam belajar, pengetahuan tersebut

dikumpulkan sedikit demi sedikit hingga akhirnya menjadi banyak.

Orang yang banyak pengetahuannya diidentifikasi sebagai orang

yang banyak belajar, sementara orang yang sedikit pengetahuannya

diidentifikasi sebagai orang yang sedikit belajar, dan orang yang

tidak berpengetahuan dipandang sebagai orang yang tidak belajar.

Belajar dalam pengertian mengurupulkan sejumlah

pengetahuan demikian, tampaknya masih diikuti juga sampai

4

sekarang. Orang baru dikatakan belajar manakala sedang membaca

bacaan, membaca sejumlah tugas mata kuliah atau mata pelajaran,

membaca buku pelajaran. Seorang murid yang sedang mengerjakan

tugas-tugas matematika biasa disebut sedang belajar. Orang yang

sedang menimba pengetahuan pada bangku sekolah lazim juga

dikenal sebagai pelajar. Bahkan orang yang banyak menguasai ilmu

pengetahuan lazim dikenal dengan kaum terpelajar. Singkat

perkataan, belajar dalam pengertian umum atua populer adalah suatu

upaya yang dimaksudkan untuk menguasai sejumlah pengetahuan.

Pengetahuan belajar demikian, secara konseptual tampakanya

sudah mulai ditinggalkan orang, meskipun secara praktikal masih

banyak yang menganut. Ini karena berkembang pesatnya teknologi

informasi seperti sekarang ini. Guru tidak lagi dipandang sebagai

satu-satunya sumber informasi yang dapat memberikan informasi apa

saja kepada para pembelajar.

Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat

tafsirannya tentang “belajar”. Sering kai pula perumusan dan tafsiran

itu berbeda satu sama lain. Dalam uraian ini kita akan berkenalan

dengan beberapa perumusan saja, guna melengkapi dna memperluas

pandangan kita tentang mengajar.

5

Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakukan

melalui pengalaman. (leaming is defined as the modifkation

or strengthening of behavior through experincing).

Menurut pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu

proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar

bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni

mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan,

melainkan perubahan kelakuan.

Pengertian ini sangat berbeda dengan pengertian lain tentang

belajar, yang mengatakan bahwa belajar adalah memperoleh

pengetahuan, belajar adalah latihan-latihan pembentukan kebiasaan

secara otomatis, dan seterusnya.

Sejalan dengan perumusan diatas, ada pula tafsisan lain

tentang belajar, yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses

perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan

lingkungan.

Dibandingkan dengan pengertian pertama, maka jelas, tujuan

belajar itu prinsipnya sama, yakni perubahan tingkah laku, hanya

berbeda cara atau usaha pencapaiannya. Pengeritan ini menitik

beratkan pada interaksi antara individu dengan lingkungan. Di dalam

interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman belajar. William

Burton mengemukakan bahwa : A good leaming situation consist of a

6

rkh and baried series of leaming experiences unified around a

vigorous purpose, and carried on in interaction with a rkh, varried

and provocative environment.

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan

bahwa :

a. Situasi belajar harus bertujuan dan tujuan-tujuan itu diterima baik

oleh masyarakat. Tujuan merupakan salah satu aspek dari belajar.

b. Tujuan dan maksud belajar timbul dari kehidupan anak sendiri.

c. Di dalam mencapai tujuan itu, siswa senantiasa akan menemui

kesulitan, rintangan-rintangan dan situasi-situasi yang tidak

menyenangkan.

d. Hasil belajar yang utama adalah pola tingkah laku yang bulat.

e. Proses belajar terutama mengerjakan hal-hal yang sebenamya.

Belajar apa yang diperbuat dan mengerjakan apa yang dipelajari.

f. Kegiatan-kegiatan dan hasil-hasil belar dipersatukan dan

dihubungkan dengan tujuan dalam situasi belajar.

g. Siswa memberikan reaksi secara keseluruhan.

h. Siswa mereaksi sesuatu aspek dari lingkungan yang bermakna

baginya.

i. Siswa diarahkan dan dibantu oleh orang-orang yang berada dalam

lingkungan itu.

7

j. Siswa diarahkan ke tujuan-tujuan lain, baik yang berkaitan

maupun yang tidak berkaitan dengan tujuan utama dalam situasi

belajar.

Teori belajar selalu bertolak dari sudut pandangan psikologi

belajar tertentu. Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan,

maka berbarengan dengan itu bermunculan pula berbagai teori

tentang belajar. Justru dapat dikatakan, bahwa dengan tumbuhnya

pengetahuan tentang belajar, maka psikologi dalam pendidikan

menjadi berkembang secara pesat. Di dalam masa perkembangan

psikologi pendidikan di jaman mutakhir ini muncullah secara

beruntun aliran psikologi pendidikan masing-masing yaitu :

- Psikologi behavioristik

- Psikologi kognitif

- Psikologi humanistik

Ketiga aliran psikologi pendidikan di atas tumbuh dan

berkembang secara beruntun, dari periode ke periode berikutnya.

Dalam setiap periode perkembangan aliran psikologi tersebut

bermunculan teori-teori tentang belajar. Bertolak dari kenyataan itu,

maka berbagai teori belajar yang ada dapat dikelompokkan menjadi

tiga kelompok teori belajar, masing-masing yaitu :

- Teori-teori belajar dari psikologi behavioristik.

- Teori-teori belajar dari psikologi kognitif

8

- Teori-teori belajar dari psikologi humanistik.

Para penulis buku psikologi belajar, umumnya mendefinisikan

belajar sbagai suatu perubahan tingkah laku dalam diri seseorang

yang relatif menetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman. Selain

itu, ahli-ahli psikologi mempunyai pandangan yang berada mengenai

apa belajar itu.

Dalam pandangan psikologis, setidak-tidaknya ada empat

pandangan mengenai belajar.

Pertama, pandangan yang berasal dari aliran psikologi

behavioristik. Menurut pandangan ini, belajar dilaksanakan dengan

kontrol instrumental dari lingkungan. Guru mengkondisikan

sedemikian sehingga pembelajar atau siswa mau belajar. Mengajar

dengan demikian dilaksanakan dengan kondisioning, pembiasaan,

peniruan. Hadian dan hukuman sering ditawarkan dalam mengajar

dan belajar demikian. Kedaulatan guru dalam belajar demikian relatif

tinggi, sementara kedaulatan siswa sebalikya, relatif rendah.

Kedua, pandangan yang berasal dari psikologi humanistik.

Pandangan humanistik ini merupakan anti tesa pandangan

behavioristik. Dalam pandangan demikian, belajar dapat dilakukan

sendiri oleh siswa. Dalam belajar demikian siswa senantiasa

menemukan sendiri mengenai sesuatu tanpa banyak campur tangan

9

dari guru. Peranan guru dalam mengajar dan belajar demikian relatif

rendah, sementara kedaulatan guru relatif rendah.

Ketiga, pandangan yang berasal dari psikologi kognitif.

Pandangan ini merupakan konvergensi dari pandangan behavioristik

dan humanistik. Menurut pandangan demikian belajar merupakan

perpaduan dari usaha pribadi dengan kontrol instrumental yang

berasal dari lingkungan. Oleh karena itu, metode belajar yang cocok

dalam pandangan ini adalah eksperimentasi.

Berdasarkan diagram sebagaimana pada diagram 1.1.

diketahui, bahwa dalam pandangan psikologi behavioristik, tanggung

jawab siswa dalam belajar rendah, sedangkan tanggung jawab guru

dalam mengajar tinggi. Sebaliknya, dalam pandangan psikologi

humanisti, tanggung jawab guru rendah sedangkan tanggung jawab

siswa tinggi. Sementara itu, dalam pandangan psikologi kognitif,

tanggung jawab guru dan siswa sama-sama sedang.

Selain ketiga pandangan tersebut, ada pandangan keempat

dari psikologi gestalt. Menurut pandangan psikologi gestalt, belajar

adalah usaha yang bersifat totalitas dari individu, oleh karena totalitas

lebih bermakna dibandingkan dengan sebagian-sebagian.

1.2. Pengertian belajar menurut psikologi behavioristik

Behaviorisme adalah suatu studi tentang kelakuan manusia.

Timbulnya aliran ini disebabkan rasa tidak puas terhadap teori

10

psikologi daya dan teori mental state. Sebabnya ialah karena aliran-

aliran terdahulu hanya menekankan pada segi kesadaran saja.

Berkat pandangan dalam psikologi dan naturalisme science

maka timbullah aliran baru ini. Jiwa atau sensasi atau image tak dapat

diterangkan melalui jiwa itu sendiri karena sesungguhnya jiwa itu

adalah respons-respons psikologis. Aliran lama memandang badan

adalah sekunder, padahal sebenamya justru menjadi titik pangkal

bertolak. Natural science melihat semua realita sebagai gerakan-

gerakan (movemant), dan pandangan ini mempengaruji timbulnya

behaviorisme. Metode instrospeksi sesungguhnya tidak tepat, sebab

menimbulkan pandangan yang berbeda-beda terhadap objek luar.

Karena itu harus dkarai metode yang objektif dan ilmiah. Dari

eksperimen menunjukkan bahwa tikus dapat membedakan antara

wama hijau dan wama merah dan dapat pula dilatih. Jadi kesadaran

itu tiada gunanya.

Dalam behaviorisme, masalah matter (zat) menempati

kedudukan yang utama. Dengan tingkah laku segala sesuatu tentang

jiwa dapat diterangkan. Behaviorisme dapat menjelaskan segala

kelakuan manusia secara seksama dan menyediakan perogram

pendidikan yang efektif.

11

Dari uraian tersebut, ternyata konsepsi behaviorisme besar

pengaruhnya terhadap masalah belajar. Belajar ditafsirkan sebagai

latihan-latihan pembentukan hubungan antara stimulus dan respons.

Dengan memberikan rangsangan (stimulus), maka anak akan

mereaksi dengan respons. Hubungan situmulus - respons ini akan

menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar, jadi pada

dasamya kelakuan anak adalah terdiri atas respons-respons tertentu

terhadap stimulus-stimulus tertentu. Dengan latihan-latihan

pembentukan maka hubungan-hubungan itu akan semakin menjadi

kuat. Inilah yang disebut S-R Bond Theory.

Beberapa teori belajar dari psikologi behavioristik

dikemukakakn oleh para psikolog behavioristik. Mereka ini sering

disebut “ Contemporary Behaviorists” atau jg disebut “S-R

Psychologists”. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu

dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement)

dari lingkungan. Dengan demikian, dalam tingkah laku belajar

terdapat jalinan yang erat antara reaksi-rekasi behavioral dengan

stimulasinya.

Guru-guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa

tingkah laku murid-murid merupakan reaksi-reaksi terhadap

lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang, dan bahwa

segenap tingkah laku adalah merupakan hasil belajar. Kita dapat

12

menganalisis kejadian tingkah laku dengan jalan mempelajari latar

belakang penguatan (reinforcement) terhadap tingkah laku tersebut.

Teori-teori yang mengawali perkembangan psikologi

behavioristik

Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa belajar menurut

psikologi behavioristik adalah suatu kontrol instrumental yang

berasal dari lingkungan. Belajar tidaknya seseorang bergantung

kepada faktor-faktor kondisional yang diberikan oleh lingkungan.

Oleh karena itu, teori ini juga dikenal dengan teori conditioning.

Tokoh-tokoh psikologi behavioristik mengenai belajar ini antara lain

adalah : Pavlov, Watson, Gutrie dan Skinner.

Psikologi aliran behavioristik mulai mengalami

perkembangan dengan lahimya teori-teori tentang belajar yang

dipelopori oleh Thondike, Pavlov, Wabon, dan Ghuyhrie. Mereka

masing-masing telah mengadakan penelitian yang menghasilkan

penemuan-penemuan yang berharga mengenai hal belajar.

Pada mulanya pendidikan dan pengajaran di Amerika serikat

di dominasi oleh pengaruh Thondike (1874-1949). Teori belajar

Thondike disebut “connectionism”, karena belajar merupakan proses

pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respons. Teori ini

sering disebut “trial dan error leaming” individu yang belajar

melakukan kegiatan melalui proses “trial and error” dalam rangka

13

memilih respon yang tepat bagi stimulus tertentu. Thondike

mendasarkan teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah

laku berbagai binatang antara lain kucing, tingkah laku anak-anak

dan orang dewasa.

Objek penelitian dihadapkan kepada situasi baru yang belum

dikenal dan membiarkan objek melakukan berbagai pada aktivitas

untuk merespon situasi itu. Dalam hal itu, objek mencoba berbagai

cara beraksi sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat

koneksi sesuatu rekasi dengan stimulasinya. Ciri-ciri belajar dengan

“trial and error” yaitu :

1. Ada motif pendorong aktivitas

2. Ada berbagai respon terhadap situasi

3. Ada eliminasi respon-respon yang gagal / salah ; dan

4. Ada kemajuan rekasi-reaksi mencapai tujuan. Dari penelitiannya

itu Thondike menemukan hukum – hukum :

(1) “law of readiness”, jika reaksi terhadap stimulus didukung

oleh kesiapan untuk bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi

menjadi memuaskan

(2) “law of exercise”, makin banyak dipraktekkan atau

digunakannya hubungan stimulus respon, makin kuat

hubungan itu. Praktek perlu disertai dengan “reward”.

14

(3) “law of effect” , bilamana terjadi hubungan antara stimulus

dan respon dan dibarengi dengan “state of affairs” yang

memuaskan, maka hubungan itu menjadi lebih kuat. Bilamana

hubungan dibarengi “state of affairs” yang mengganggu,

maka kekuatan hubungan menjadi berkurang.

Sementara Thondike mengadakan penelitiannya, di Rusia

Ivan Pavlov (1849-1936) juga menghasilkan teori belajar yang

disebut “classkal conditioning” atau “stimulus substitution”. Mula-

mula teori conditioning ini dikembangnkan oleh Pavlov (1972).

Teori Pavlov berkembang dari percobaan laboratoris terhadap

anjing. Dalam percobaan ini, anjing diberi stimulus bersyarat

sehingga terjadi reaksi bersyarat pada anjing.

Ia melakukan percobaan terhadap anjing. Anjing tersebut

diberi makanan dan diberi lampu. Pada saat diberi makanan dan

lampu keluarkan respon anjing tersebut berupa keluamya air liur.

Demikian juga jika dalam pemberikan makanan tersebut

disertai dengan bel, air liur tersebut juga keluar.

Pada saat bel atau lampu diberikan mendahului makanan,

anjing tersebut juga mengeluarkan air liur. Makanan yang diberikan

tersebut oleh Pavlov disebutu sebagai perangsangan yang bersyarat,

sementara bel atau lampu yang menyertai disebut sebagai perangsang

bersyarat.

15

Terhadap perangsang tak bersyarat yang disertai dengan

perangsang bersyarat tersebut, anjing memberikan respons berupa

keluamya air liur. Selanjutnya, ketika perangsang bersyarat (bel,

lampu) diberikan tanpa perangsang tak bersyarat anjing tersebut tetap

memberikan respon dalam bentuk keluamya air liur. Oleh karena

perangsang bersyarat (sebagai pengganti perangsang tak bersyarat :

makanan) ini ternyata dapat menimbulakn respons, maka dapat

berfungsi sebagai conditioned. Karena itu, teori Pavlov ini dikenal

teori classkal conditioning. Menurut Pavlov pengkondisian yang

dilakukan pada anjing demikian ini, dapat juga berlaku pada manusia.

Teori kondisioning Pavlov tersebut dapat dimodelkan sebagai

berikut :

Bel / lampu + makan air liur (berulang-ulang)

Bel / lampu air liur

Teori kondisioning ini lebih lanjut dikembangkan oleh

Watson (1970) adalah orang pertama di Amerika Serikat yang

mengembangkan teori belajar berdasarkan hasil penelitian Pavlov.

Watson berpendapat, bahwa belajar merupakan proses terjadinya

refleks-refleks atau respons-respons bersyarat melalui stimulus

pengganti. Menurut Watson, manusia dilahirkan dengan beberapa

refleks dan reaksi-reaksi emosional berupa takut, cinta dan marah.

16

Semua tingkah laku lainnya terbentuk oleh hubungan-hubungan

stimulus-respon baru melalui “conditioning”.

Salah satu percobaannya adalah terhadap anak umur 11 bulan

dengan seekor tikus putih. Rasa takut dapat timbul tanpa dipelajari

dengan proses ekstinksi, dengan mengulang stimulus bersyarat tanpa

di barengi stimulus tak bersyarat.

E.R. Guthrie memperluas penemuan Watson tentang belajar.

Ia mengemukakan prinsip belajar yang disebut “the law of

association” yang berbunyi : suatu kombinasi stimulus yang telah

menyertai suatu gerakan, cenderung akan menimbulkan gerakan itu,

apabila kombinasi stimulus itu muncul kembali. Dengan kata lain,

jika anda mengerjakan sesuatu dalam situasi tertentu, maka nantinya

dalam situasi yang sama anda akan mengerjakan hal serupa lagi.

Menurut gutrie, belajar memerlukan reward dan kedekatan antara

stimulus dan respon. Gutrie berpendapat, bahwa hukuman itu tidak

baik dan tidak pula buruk. Efektif tidaknya hukuman tergantung pada

apakah hukuman itu menyebabkan murid belajr ataukah tidak ?

Teori belajar kondisioning ini kemudian dikembangkan oleh

Gutrie (1935-1942). Gutrie berpendapat bahwa tingkah laku manusia

dapat diubah : tingkah laku jelek dapat diubah menjadi baik. Teori

Gutrie berdasarkan atas model penggantian stimulus saut ke stimulus

yang lain. Responsi atas suatu situasi cenderung di ulang manakala

17

individu menghadapi situasi yang sama. Inilah yang disebut dengan

asosiasi.

Menurut Gutrie, setiap situasi belajar merupakan gabungan

berbagai stimulus (dapat intemal dan dapat ekstemal) dan respon.

Dalam situasi tertentu, banyak stimulus yang berasosiasi dengan

banyak respon. Asosiasi tersebut, dapat benar dan dapat juga salah.

Ada tiga metode pengubahan tingkah laku menurut teori ini,

yaitu :

a. Metode respon bertentangan. Misalnya saja, jika anak jijik

terhadap sesuatu, sebutlah misalkan saja boneka, maka permainan

anak yang disukai tersebut diletakkan di dekat boneka. Dengan

meletakkan permainan di dekat boneka, dan ternyata boneka

tersebut sebenamya tidak menjijikkan, lambat laun anak tersebut

tidak jijik lagi kepada boneka. Peletakan permainan yang paling

disukai tersebut dapat dilakukan secara berulang-ulang.

b. Metode membosankan. Misalnya saja anak kecil suka mengisap

rokok. Ia disuruh merokok terus sampai bosan ; dan setelah

bosan, ia akan berhenti merokok dengan sendirinya.

c. Metode mengubah lingkungan. Jika anak bosan belajar, maka

lingkungan belajarnya dapat diubah-ubah sehingga ada suasana

lain dan memungkinkan ia betah belajar.

18

Selanjutnya, Skinner mengembangkan teori kondisioning

dengan menggunakan tikus sebagai kelinci percobaan. Dari hasil

percobaannya Skinner membedakan respon menjadi dua, ialah respon

yang timbul dari stimulus tertentu dan operant (instrumental) respons

yang timbul dan berkembang karena diikuti oleh perangsang tertentu.

Oleh karena itu, teori Skinner ini dikenal dengan operant

conditioning.

Seperti halnya Thondike, Skinner menganggap “reward” atau

“reinforcement” sebagai faktor terpenting dalam proses belajar.

Skinner berpendapat, bahwa tujuan psikologi adalah meramal dan

mengontrol tingkah laku. Skinner membagi dua jenis respon dalam

proses belajar, yakni :

(1). Responsents : respon yang terjadi karena stimulus khusus

misalnya Pavlov

(2). Operants : respon yang terjadi karena situasi random

Perbedaan penting antara Pavlov’s classkal conditioning dan

Skinner’s operant conditioning ialah dalam classkal conditioning,

akibat-akibat suatu tingkah laku itu. Reinforcement tikdak

diperlakukan karena stimulusnya menimbulkan respon yang

diinginkan.

Operant conditioning, suatu situasi belajar dimana suatu

respons dibuat lebih kuat akibat reinforcement langsung.

19

Dalam percobaannya terhadap tikus-tikus dalam sangkar,

digunakan suatu “diskriminative stimulus” (tanda untuk memperkuat

respons) misalnya tombol, lampu, pemindah makanan. Disamping

itu, digunakan pula suatu “reinforcemen stimulus, berupa makanan”.

Dalam pengajaran, operants conditioning menjamin respon-

respon terhadap stimulus. Apabila murid tidak menunjukkan reaksi-

reaksi terhadap stimulus guru tak mungkin dapat membimbing

tingkah lakunya ke arah tujuan behavior. Guru berperan penting di

dlaam kelas untuk mengontrol dan mengarahkan kegiatan belajar ke

arah tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.

Jenis-jenis stimulus :

(1) Jenis-jenis stimulus

(2) Positive reinforcement : Penyajian stimulus yang meningkatkan

probabilitas suatu respon

(3) Negative rinforcement : Pembatasan stimulus yang tidak

menyenangkan, yang jika dihentikan akan mengakibatkan

probabilitas respon

(4) Hukuman : pemberian stimulus yang tidak menyenangkan

misalnya : “Contradktion or reprimand”. Bentuk hukuman lain

berupa penangguhan stimulus yang menyenangkan (removing

adalah pelasant or reinforcing stimulus).

20

(5) Primary rinforcement : stimulus pemenuhan kebutuhan-

kebutuhan fisiologis

(6) Modifikasi tingkah laku guru : Perlakuan guru terhadap murid-

murid berdasarkan minat dan kesenangan mereka.

Jadwal reinforcement menguraikan tentang kapan dan

bagaimana suatu respon diperbuat ? Ada empat cara penjadwalan

reinforcement :

1. “Fixed-ratio schedule”; yang didasarkan pada penyajian bahan

pelajaran, yang mana pemberi reinforcement baru memberikan

penguatan respon setelah terjadi jumlah tertentu dari respon.

2. “Variable ratio schedule”; yang didasarkan penyajian bahan

pelajaran dengan penguat setelah rata-rata respon

3. “Fixed interval schedule”; yang didasarkan atas satuan waktu

tetapi diantara “reinforcement”

4. “variable interval schedule”; pemberian renforcement menurut

respon betul yang pertama setelah terjadi kesalahan-kesalahan

respon.

Paling tidak tidak, ada enam konsep operant conditioning ini

yaitu :

a. Penguatan positif dan negatif

b. Shopping, ialah proses pembentukan tingkah laku yang makin

mendekati tingkah laku yang diharapkan.

21

c. Pendekatan suksesif, ialah proses pembentukan tingkah laku yang

menggunakan penguatan pada saat tepat hingga respon pun sesuai

dengan yang diisyaratkan.

d. Extention, ialah proses penghentian kegiatan sebagai akibat dari

ditiadakannya penguatan.

e. Chaining of respons, ialah respon dan stimulus yang berangkaian

satu sama lain

f. Jadwal penguatan ialah variasi pemberian peguatan : rasio tetap

dan bervariasi, interval tetap dan bervariasi.

g. Menurut

Menurut thondike, belajar dapat dilakukan dengan mencoba-

coba (trial and error).mencoba-coba ini dilakukan, manakala

seseorang tidak tahu bagaimana harus memberikan respon atas

sesuatu. Dalam mencoba-coba ini seseorang mungkin akan

menemukan respoons yang tepat berkaitan dengan persoalan yang

dihadapinya.

Karakteristik belajar trial dan error adalah sebagai berikut :

a. Adanya motivatie pada diri seseorang yang mendorong untuk

melakukan sesuatu

b. Seseorang berusaha melakukan berbagai macam respons dalam

rangka memenuhi motive-motivenya.

22

c. Respons-respons yang dirasakan tidak bersesuaian dengan

motivenya dihilangkan

d. Akhirnya seseorang mendapatkan jenis respon yang paling tepat.

Beberapa hukum belajr yang ditemukan oleh Thoendike

adalah sebagai berikut :

a. Hukum kesiapan (law of readiness). Jika seseorang siap

melakukan sesuatu, dan ia melakukannya, maka ia puas.

Sebaliknya, jika ia siap melakukan sesuatu, tetapi tidak

melakukannya, maka ia tidakpuas. Implikasi dari hukum ini

adalah, bahwa motivasi sangat penting dalam belajar. Sebab

pemuas yang antara lain berupa terpemenuhinya motif-motif

seseorang, menjadikan seseorang belajar berulang-ulang.

b. Hukum latihan (low of exercise). Jika seseorang mengulang-ulang

respons terhadap suatu stimulus, maka akan memperkuat

hubungan antara respon dan stimulus. Sebaliknya jika respons

tersebut tidak digunakan, hubungannya dengan stimulus semakin

lemah. Tetapi lemah dan kuatnya hubungan antara respons dan

stimulus tersebut tergantung kepada memuaskan tidaknya respons

yang diberikan. Implikasi hukum ini adalah baha belajar dimulai

dari tingkatan yang mudah berangsur-angsur menuju yang sukat.

Berangkat dari yang sederhana berangsur-angsur menuju ke yang

kompelks.

23

c. 0hukum akibat (law of effect). Manakala hubungan antara respon

dengan stimulus menimbulkan kepuasan, maka tingkatan

penguatannya kian besar. Sebaliknya jika hubungan antara respon

dengan stimulus menimbulkan ketidak puasan, maka tingkatan

penguatannya kian lemah. Dengan perkataan lain, hukum akibat

ini punya keyakinan bahwa orang punya kecenderungan

mengulang respon yang memuaskan dengan menghindari respon

yang tidak memuaskan. Hukum ini membawa implikasi

kebenaran bagi diadakannya eksperimentasi dalam belajar.

Selain mengemukakan tiga hukum belajar, Tondike

mengemukakan prinsip-prinsip belajar, yaitu :

a. Pada saat seseorang berhadapan dengan sebuah situasi yang bagi

dia termasuk baru, berbagai ragam respon ia lakukan. Respon

tersebut ada kalanya berbeda-beda sampai yang bersangkutan

memperoleh respon yang benar.

b. apa yang ada pada diri seseorang, baik itu berupa pengalaman,

kepercayaan, sikap dan hal-hal lain yang telah ada pada dirinya,

turut menentukan tercapainya tujuan yang ingin dicapai.

c. Pada diri seseorang sebenamya terdapat potensi untuk

mengadakan seleksi terhadap unsur-unsur penting dari yang

kurang atau penting hingga akhirnya dapat menentukan respon

yang tepat.

24

d. Orang cenderung memberikan respon yang sama terhadap situasi

yang sama.

e. Orang cenderung mengadakan assosiative shiffing, ialah

menghubungkan respon yang ia kuasai dengan situasi tertentu

tatkala menyadari bahwa respon yang ia kuasai dengan situasi

tersebut mempunyai hubungan.

f. Manakala suatu respon cocok dengan situasinya relatif mudah

untuk dipelajari (concept belongingness).

1.3. Pengertian Belajar Menurut Psikologi Kognitif

Ada beberapa ahli yang belum merasa puas terhadap

penemuan-penemuan para ahli sebelumnya mengenai belajr sebagai

proses hubungan stimulus-respon-reinforcement. Mereka

berpendapat, bahwa tingkahlaku seseorang tidak hanya dikontrol oleh

Reward dan reinforcement. Mereka ini adalah para ahli jiwa aliran

kognitif. Menurut pendapat mereka, tingkah laku seseorang

senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau

memikirkan seseorang terlibat langsung dalam situsi itu dan

memperoleh insight untuk pemecahan masalah. Jadi kaun kognitif

berpandangan, bahwa tingkahlaku seseorang lebih bergantung kepada

insight terhadap hubungan-hubungan yang ada dalam suatu situasi.

Keseluruhan adalah lebih dari bagian-bagiannya. Mereka memberi

25

tekanan pada organisasi pengamatan atas stimulus di dalam

lingkungan serta faktor-faktor yang mempengaruhi pengamatan.

Menurut psikologi kognitif, belajar dipandang sebagai suatu

usaha untuk mengerti tentang sesuatu. Usaha untuk mengerti tentang

sesuatu tersebut, dilakukan secara aktif oleh pembelajar. Keaktifan

tersebut dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi,

memecahkan masalah, mencermati lingkungan. Mempraktekkan,

mengabaikan dan respon-respon yang lainnya guna mencapai tujuan.

Para psikolog kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang

dipunyai sebelumnya, sangat menentukan terhadap perolehan belajar

:yang berhasil dipelajari yang berhasil diingat dan yang mudah

dilupakan.

Salah satu teori belajar yang berasal dari psikologi kognitif

adalah teori pemerosesan informasi. Menurut teori ini, belajar

dipandang sebagaoi proses pengolahaninformasi dalam otak manusia.

Sedangkan pengolahan oleh otak manusia sendiri dimulai dengan

pengatan (penginderaan) atas informasi yang berada dalam

lingkungan manusia, penyimpanan (baik untuk jangka waktu pendek

maupun panjang), penyimpanan / pengkodean / penyadian terhadap

informasi-informasi yang tersimpan, dan setelah membentuk

pengertian, kemudian dikeluarkan kembalii oleh pembelajar.

26

Menurut teori ini suatu informasi yang berasal dari

lingkungan pembelajar, pada awalnya diterima oleh reseptor.

Reseptor-sreseptor tersebut memberikan simbol-simbol informasi

yang ia terima, dan kemudian diteruskan ke registor penginderaan

yang terdapat pada saraf pusat. Dengan demikian, informasi-

informasi yang diterima oleh registor penginderaan telah mengalami

transformasi.

Informasi yang masuk ke dalam syaraf pusat tersdebut

kemudian disimpan dalam waktu pendek. Informasi-informasi yang

disimpan dalam waktu sebentar ini, sebagian diantaranya diteruskan

ke memori jangka pendek, sedangkan selebihnya hilang dari sistem.

Proses pereduksian seperti ini dikenal juga dengan persepsi selektif.

Sementara memori jangka pendek lazim juga dikenal dengan memori

kerja dan kesadaran. Kapasitas memori jangka pendek ini amat

terbatas, waktunya juga pendek.

Informasi dalam memori jangka pendek dapat ditranspormasi

dalam bentuk kode-kode dan selanjutnya, diteruskan ke memori

jangka panjang. Saat transpormasi, informasi-informasi baru

terintegrasi dengan informasi-informasi lama yang sudah tersimpan

dalam memori jangka panjang bertahan lama, dan disiapkan untuk

dipergunakan di kemudian hari.

27

Pengeluaran kembali atas informasi-informasi yang

terseimpan dalam memori jangka panjang adalah dengan

pemanggilan. Dalam pikiran yang sadar, informasi mengalir dari

memori jangka panjang ke memori jangka pendek, dan kemudian

kegenerator respon. Sementara untuk respon otomatis, informasi

mengalir langsung dari memori jangka panjang kegenerator respon

selama pemanggilan.menurut psikologi belajr kognitif, reinforcemen

sangat penting juga dalam belajar, meskipun alasan yang

dikemukakan berbeda dengan psikologi behavioristik. Sebab,

manakala menurut psikolog behavioristik reinforcemen berfungsi

sebagai pemerkuat respon atau tingkah laku, maka menurut psikolog

kognitif, berfungsi sebagai sumber umpan balik, megurangi keragu-

raguan hingga mengarah kepada pengertian.

Teori kognitif berpijak pada tiga hal yaitu :

(1) Perantara sentral (central intermediaries)

(2) Proses-proses pusat otak (central brain), misalnya ingatan atau

ekpektasi merupakan integrator tingkah laku yang bertujuan.

Pendapat ini berdasarkan pada inferensi tingkah laku yang

tampak (diamati)

(3) Pertanyaan tentang apa yang dipelajari ? Jawabannya adalah

struktur kognitif, bahwa yang dipelajari adalah fakta, kita

mengetahui dimana adanya, yang mengetahui altemate routes

28

illustratis cognitive structure . variabel tingkah laku non habitual

adalah struktur kognitif sebagai bagian dari apa yang dipelajari.

(4) Pemahaman dalam pemecahan masalah. Pemecahan suatu

masalah ialah dengan cara menyajikan pengalaman lampau

dalam bentuk struktur perseptual yang mendasari terjadinya

insight (pemahaman) di mana adanya pemgetian mengenai

hubungan-hubungan yang essensial. Perferensi yang digunakan

adalah the contemporary structuring of the problem.

Prinsip-prinsip belajar teori kognitif :

(1) Gambaran perseptual sesuai dengan masalah yang

dipertunjukkan kepada siswa adalah kondisi belajar yang

penting. Suatu masalah belajar yang trstruktur dan disajikan

upaya gambaran-gambaran yang esensial terbuka terhadap

inspeksi dari siswa.

(2) Organisasi pengetahuan harus merupakan sesuatu mendasar bagi

guru atau perencana pendidikan. Susunanya dari yang sederhana

ke yang kompleks, dalam arti dari keseluruhan yang sederhana

ke keseluruhan yang lebih kompleks. Masalah bagian

keseluruhan adalah masalah organisasi dan tidak bertalian

dengan teori pola kompleksitas. Sesuai dengan pandangan

mengenai pertumbuhan kognitif, maka organisasi pengetahuan

tergantung pada tingkat perkembangan siswa.

29

(3) Belajar dengan pemahaman (understanding) adalah lebih

permanen (menetap) dan lebih memungkinkan untuk

ditransferkan, dibandingkan dengan rte leaming atau belajar

dengan formula. Berbeda dengan teori stimulus respon, teori

yang menitikberatkan pada pentingnya kebermaknaan dalam

belajar dan mengingat (retention).

(4) Umpan balik kognitif mempertunjukkan pengetahuan yang benar

dan tepat dan mengoreksi kesalahan belajr. Siswa menerima atau

menolak sesuatu berdasarkan konsekuensi dari apa yang telah

diperbuatnya. Dalam hal ini kognitif setara dengan penguatan

(reinforcement) pada S-R theory, tetapi teori kognitif cenderung

menempatkan titik beratnya pada pengujian hipotesis melalui

umpan balik.

(5) Penetapan tujuan (goal setting) penting sebagai motivasi belajar.

Keberhasilan dan kegagalan menjadi hal yang menentukan cara

menetapkan tujuan untuk waktu yang akan datang.

(6) Berfikir defergen menuju ke ditemukannya pemecahan masalah

atau terciptanya produk yang berilai dan menyenagkan. Berbeda

dengan berfikir konvergen yang menuju ke mendapatkan

jawaban-jawaban yang benar secara logika. Berfikir defergen

menuntut dukungan (umpan balik) bagi upaya tentatif seseoranbg

30

yang orisinil agar supaya dia dapat mengamati dirinya sebagai

kreatif potensial.

Teori Belajar Cognitive-Field dari Lewin

Bertolak dari penemuan Gestalt Psychology, Kurt Lewin

(1892-1947) mengembangkan suatu teori belajar cognitive field

dengan menaruh perhatian kepadakepribadian dan psikologi sosial.

Lewin memandang masing-mading individu berada di dalam suatu

medan kekuatan, yang bersifat psikologis. Medan kekuatan

psikologis dimana individu bereaksi disebut life space. Life space

mencakup perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi,

misalnya : orang-orang yang ia jumpai, objek materiil yang ia hadapi,

serta fungsi-fungsi kejiwaan yang ia miliki. Lewin berpendapat,

bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan-

kekuatan, baik dalam diri individu seperti tujuan, kebutuhan, tekanan

kejiwaan, maupun dari luar diri individu seperti sebagai akibat dari

perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif itu

adalah hasil dari dua macam kekuatan, satu dari struktur medan

kognisi itu sendiri, yang lainnya dari kebutuhan dan motivasi intemal

individu. Lewin memberikan peranan yang lehih penting pada

motivasi dari reward.

31

Teori Belajar Cognitive Development dari Piaget

Dalam teorinya Piaget memandang bahwa proses berfikir

sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju

abstrak.

Piaget adalah seorang psikolog developmental karena

penelitiannya mengenai tahap-tahap perkembangan pribadi serta

perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajr individu.

Dia adalah salah seorang psikolog suatu teori komperhensif tentang

perkembangan intelegensi atau proses berfikir. Menurut Piaget,

pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemampuan

mental baru yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektual

adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Apabila ahli biologi

menekankan penjelasan tentang pertumbuhan struktur

memungkinkan individu mengalami penyesuaian diri dengan

lingkungna, maka Piaget tekanan penyelidikannya lain. Piaget

menyelidiki masalah yang sama dari segi penyesuaian / adaptasi

manusia serta meneliti perkembangan intelektual atau kognisi

berdasarkan dalil bahwa struktur intelektual terbentuk di dalam

individu akibat interaksinya dengan lingkungan.

Piage memakai istilah scheme secara interchageably, Piaget

memakai istilah scheme secara interchangeably dengan istilah

32

struktur. Scheme adalah pola tingkah laku yang dapat diulangulang.

Scheme berhubungan dengan :

- Refleks-refleks pembawaan, misalnya bemafas, makan, minum

- Scheme mental, misalnya scheme of classifkation, scheme of

operation (pola tingkah laku yang masih sukar diamati seperti

sikap), scheme of operation (pola tingkah laku yang dapat

diamati).

Menurut Piaget, intelegensiitu sendiri terdiri dari tiga aspek

yaitu :

a. Struktur, disebut juga scheme seperti yang dikemukakan di atas.

b. Isi disebut juga content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala

individu menghadapi sesuatu masalah.

c. Fungsi, disebut juga fungcion, yang berhubungan dengan cara

seseorang mencapai kemajuan intelektual, fungsi itu sendiri

terdiri dari dua macam fungsi invarian, yaitu organisasi dan

adaptasi.

- Organisasi, berupa kecakapan seseorang / organisme dalam

menyusun proses-proses fisik dan psikis dalam bentu sistem-

sistem yang koheren.

- Adaptasi, yaitu adaptasi individu terhadap lingkungannya.

Adaptasiini terdiri dari dua macam proses komplementer yaitu

asimilasi dan akomodasi.

33

+ Asimilasi : Proses penggunaan struktur atau kemampuan individu

untuk menghadapi masalah dalam lingkungannya.

+ Akomodasi : Proses perubahanrespon individu terhadap stimuli

lingkungannya.

Dengan penjelasan seperti di atas dapatlah kita ketahui

tentang bagaimana terjadinya pertumbuhan dan perkembangan

individu.

Pertumbuhan intelektual terjadi karena adanya proses yang

kontinu dari adanya equlibrium-equilibrium. Bila individu dapat

menjaga adanya equilibrium, individu akan dapat mencapai tingkat

perkembangan intelektual yang lebih tinggi. Pengaplikasian di dlaam

belajar, perkembangan kognitif bergantung kepada komodasi.

Kepada siswa harus diberikan suatu area yang belum diketahui agar

ia dapat belajar, karena ia tak dapat belajar dari apa yang telah

diketahuinya saja. Ia tak dapat menggantngkan diri pada asimilasi.

Dengan adanya area baru ini siswa akan mengadakan usaha untuk

dapat mengakomodasi. Situasi atau area itulah yang akan

mempermudahpertumbuhan kognitif.

Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa pertumbuhan

intelektual anak mengandung tiga aspek, yaitu structure, content, dan

function. Anak yang sedang mengalami perkembangan. Struktur dan

kontent intelektualnya berubah / berkembang. Fungsi dan adaptasi

34

akan mtersusun sehingga berubah / berkembang. Fungsi dan adaptasi

akan tersusun sehingga melahirkan suatu rangkaian perkembangan,

masing-masing mempunyai struktur psikologis khusus yang

menentukan kecakapan pikir anak. Maka Piaget mengartikan

inteligensi adalah sejumlah struktur piskologis yang ada pada tingkat

perkembangan khusus.

Tahap-tahap Perkembangan

Piaget mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi

transisi tahap perkembangan anak, yaitu :

1. Kematangan

2. pengalaman fisik / lingkungan

3. transmisi sosial

4. equilibrium atau self regulation

Selanjutnya ia membagi tingkat-tingkat perkembangan

1. Tingkat sensori motoris 0.0 – 2.0 Tiap

2. tingkat preoperasinal 2.0 – 7.0 anak

3. tingkat operasi konkret 7.0 – 11.0 ber-

4. tingkat operasi formal 11.0 - beda

Penjelasan :

1. Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan

digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih

35

kompleks. Pada masa kanak-kanak ini, anak belum mempunyai

konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui

hal-hal yang ditangkap dengan inderanya.

2. tingkat preoperasional

anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas

pada hal-hal yang dapat ia jumpai (dilihat) di dalam

lingkungannya saja. Baru pada menjelang akhir tahun ke-2 anak

telah mulai mengenal simbol / nama. Dalam hubungan ini Philips

(1969) membagi atas :

1. concreteness

2. interversibility

3. centering, (ini tampak adanya egocentisme)

4. state vs transformation, dan

5. transductive reasoning

1. tingkat operasi konkret

anak telah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi

belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak. Kecakapan

kognitif anak :

(1) Combinativy classifkation

(2) Reversibility

(3) Associativity

(4) Identity

(5) Serializing

36

Anak mulai kurang egocentrisme-nya dan lebih sociocentris

(anak mulai membentuk peer group)

2. Tingkat operasi formal

Anak telah mempunyai pemikiran abstrak pada bentuk-bentuk

kompleks. Flavell (1963) memberikan ciri-ciri sebagai berikut :

a. Pada pemikiran anak remaja adalah hypothetko-deductive.

Ia telah dapat membuat hipotesis-hipotesis dari suatu

problema dan membuat keputusan terhadap problema itu

secara tepat, tetapi anak kecil belum dapat menyimpulkan

apakah hipotesisnya ditolak atau diterima.

b. Periode propositional thinking

Remaja telah dapat meberikan statemen atu proposisi

berdasarkan pada data yang konkret. Tetapi kaang-kadang ia

berhadapan dengan proporsi yang bertentangan dengan fakta.

c. Periode combinatorial thinking

Bila remaja itu mempertimbangkan tentang pemecahan

problem ia telah dapat memisahkan faktor-faktor yang

menyangkut dirinya dan mengkombinasi faktor-faktor itu.

Jerome bruner dengan Discovely Leaming-nya

Yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari Piaget

yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif di dalam

belajr di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang

37

disebutnya discovery leeaming, yaitu dimana murid mengorganisasi

bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedor ini

berbeda dengan reception leaming atau expositoryteaching, dimana

guru menerangkan informasi dan murid harus mempelajari semua

bahan / informasi itu.

Banyak pendapat yang mendunkung discovery leaming itu,

diantaranya J. Dewey (1933) dengan complete art of reflective

activity aau dikenal dengan problem solving. Ide Bruner itu ditulis

dalam bukunya Process of Education. Di dalam buku itu ia

melaporkkan hasil dari suatu konferensi diantara suatu para ahli

science. Ahli sekolah / pengajaran dan pendidik tentang pengajaran

science. Dalam hal ini /ia mengemukakan pendapatnya, bahwa mata

pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk intelektual

yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pada tingkat

permulaan pengajaran hendaknya dapat diberikan melalui cara-cara

yang bermakna, dan makin meningkat ke arah yang abstrak.

Bruner mendapat pertanyaan, bagaimana kita dapat

mengembangkan program pengajaran yang lebih efektif bagi anak

yang muda ? Jawaban Bruner ialah dengan mengkoordinasikan

metode penyajian bahan itu, yang sesuai dengan tingkat kemajuan

anak. Tingkat-tingkat kemajuan anak dari tingkatt kamajuan anak

(anactive) ke representasi konret (konek) dan akhirnya ke tingkat

38

representasi yang abstrak (symbolk). Demikian juga dalam

penyesuaian kurikulum. Pemyataan lain dan process of education

ialah tentang bagaimana mata pelajaran itu harus diajarkan.

Kurikulum dari suatu mata pelajaran harus ditentukan oleh

pengertian yang sangat fundamental bahwa hal itu dapat dicapai

berdasarkan prinsip-prinsip yang memberikan struktur bagi mata

pelajaran itu. Maka di dalam mengajar harus dapat diberikan kepada

murid struktur dari mata pelajaran itu, murid harus mempelajari

prinsip-prinsip itu sehingga terbentuklah suatu disiplin. Sekali murid

mengetahui prinsip itu ia problem di dalam disiplin itu. Bruner

menyebutkan hendaknya guru harus memberikan kesempatan kepada

muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist,

historin, atau ahli matematika.Biarkanlah murid-murid kita

menemukan arti bagi diri mereka endiri, dan memungkinkan mereka

untuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang dimengerti

mereka.

the act of discovery dari Bruner:

1. Adanya suatu kenaikan berkala di dalam potensi intelektual.

2. Ganjaran intrinsik lebih ditekankan daripada intrinsik.

3. Murid yang mempelajari bagaimana menemukan berarti murid itu

menguasai metode discovery leaming.

39

4. Murid lebilh senang mengingat-ingat informasi .

1.4. Pengertian Belajar Menurut Psikologi Humanistik

Pada akhir tahun 1940-an muncul suatu perspektif psikologi

baru. Orang-orang yang terlibat dalam penerapan psikologilah yang

berjasa dalam perkembangan ini, misalnya ahli-ahli psikologi klinik,

pekerja-pekerja sosial dan konseler. Gerakan ini erkembang, dan

kemudian dikenal sebagai psikologi humanistik, eksestensial,

perceptual, atau fenomenologikal. Psikologi ini berusaha untuk

memahami perilaku seseorang dari sudut si pelaku (behaver), bukan

dari pengamat (observer).

Dalam dunia pendidikan, aliran humanistik muncul pada

tahun 1960 sampai 1970-an dan mungkin perubahan-perubahan dan

inovasi yang terjadi selama dua dekade yang terakhir pada abad 20

ini pun juga akan menuju pada arah ini (John Jarolimak ek, Cliffor D

Foste, 1976, halaman 330)

Perhatian psikologi humanistik yang terutama tertuju pada

masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing

oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada

pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik

aliran humanistik penyusunan dan penyajian materi pelajaran barus

sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa.

40

Tujuan utama para pendidik ialah membantu siswa untuk

mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu

untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan

membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri

mereka (Hamachek, 1977, p. 148).

Psikologi humanistik berkeyakinan bahwa anak termasuk

makhluk yang unik, beragam, berbeda antara satu dengan yang lain.

Keberagaman yang ada pada diri anak, hendaknya dikukuhkan.

Dengan demikian, seorang pendidik atau guru bukanlah bertugas

untuk membentuk anak menjadi manusia sesuai yang ia kehendaki,

melainkan memantapkan visi yang telah ada pada anak itu sendiril

untuk itu, seorang pendidik pertama kali membantu anak untuk

memahami diri mereka sendiri, dan tidak memaksakan

pemahamannya sendiri mengenai diri siswa.

Keberagaman anak tidak saja dari segi lahir, melainkan yang

terutama adalah dari segi batinnya. Oleh karena itu, jika ingin

memahami anak, tidak dapat dengan menggunakan perspektif orang

yang memahami, melainkan dengan menggunakan perspektif orang

yang dipahami.

Behaviorisme Versus Humanistik

Dalam menyoroti masalah perilaku, ahli-ahli psikologi

behavioral dan humanistik mempunyai pandangan yang sangat

41

berbeda. Perbedaan ini dikenal sebagai freedom of determination

issue. Para behaviorest memandang orang sebagai makhluk reaktif

yang memberikan responsnya terhadap lingkungannya. Pengalaman

lampau dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka.

Sebaliknya para humanistik mempunyai pendapat bahwa tiap orang

itu menentukan perilaku mereka sendiri. Mereka bebas dalam

memilih kualitas hidup mereka, tidak terikat oleh lingkungannya.

Sebagaimana disebtakan diatas, bahwa pandangan psikologi

humanistik merupakan anti tesa dari pandangan psikologi

behavioristik. Eka dalam pandangan psikologi behavioristik, belajar

merupakan kontrol instrumental yang dilakukan oleh lingkungan,

maka dalam pandangan psikologi humanistik justru sebaliknya.

Belajar dilakukan dengan cara memberikan kebebasan yang sebesar-

besarnya kepada individu.

Tokoh-Tokoh Humanistik

Ada beberapa tokoh yang menonjol dalam aliran humanistik

seperti: Combs, Maslov, dan Rogers

1) Combs :

Combs dan kawan-kawan menyatakan apabila kita ingin

memahami perilaku orang kita harus mencoba memahami dunia

persepsi orang itu. Apabila kita ingin mengubah perilaku

42

seseorang, kita harus berusaha mengubah keyakinan atau

pandangan orang itu, perilaku dalamlah yang membedakan

seseorang dari yang lain. Combs dan kawankawan selanjutnya

mengatakan bahwa perilaku buruk itu sesungguhnya tak lain

hanyalah dari ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu

yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Apabila seorang

guru mengeluh bahwa siswanya tidak mempunyai motivasi untuk

melakukan sesuatu, ini sesungguhnya berarti, bahwa siswa itu

tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu yang

dikehendaki oleh guru itu. Apabila guru itu memberikan aktivitas

yang lain, mungkin sekali siswa akan memberikan reaksi yang

positif. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada

leaming, yaitu:

1. Pemerolehan informasi baru,

2. Personalisasi informasi, ini pada individu.

Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan

dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila subject

matter-nya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal

arti tidaklah menyatu pada subject matter itu, dengan kata lain di

individulah yang memberikan arti tadi kepada subject matter itu.

Sehingga yang penting ialah bagaimana caranya membawa si

siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari subject matter

43

itu, bagaimana siswa itu menghubungkan subject matter itu

dengan kehidupannya (Principles of Instruction Design oleh

Robert M. Gayne & Leshe J. Briggs, halaman 212).

Combs memberikan lukisan persepsi diri dan persepsi dunia

seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik

pusat satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri

dan lingkaran besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh

peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang

pengaruhya pada individu dan makin dekat peristiwa-peristiwa itu

dari persepsi diri makin besar pengaruhnya terhadap perilakunya.

Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri,

makin mudah hal itu terlupakan.

2) Maslov

Teori didasarkan atas asumsi bahwa di dalam diri kita ada dua hal

:

(1) Suatu usaha yang positif untuk berkembang

(2) Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu,

(maslov, 1968)

Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan

takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut

untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang

44

sudah ia miliki dan sebagainya. Tetapi mendorong untuk maju ke

arah keutuhan, keunikan diri, menghadapi dunia luar dan pada

saat itu juga ia dapat menerima diri sendifi (self).

Maslov membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi

tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan

pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat

menginginkan kebutuhan yang terletak di tasnya, ialah kebutuhan

mendapatkan rasa aman dan seterusnya. Hirarki kebutuhan

manusia menurut Maslov ini mempunyai implikasi yang penting

yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-

anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar tidak

mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum

terpenuhi.

3) Carl Rogers

Salah seorang tokoh psikologi humanistik adalah Carl Rogers,

seorang ahli psikoterapi. la mempunyai pandangan bahwa siswa

yang belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan dibiarkan

belajar bebas. Tidak itu saja, siswa juga diharapkan dapat

membebaskan dirinya hingga ia dapat mengambil keputusan

sendiri dan berani bertanggung jawab atas keputusan-keputusan

yang ia ambil atau pilih.

45

Dalam belajar demikian, anak tidak dketak menjadi oran lain

melainkan dibiarkan dan dipupuk untuk menjadi dirinya sendiri.

la tidak direkayasa agar terikat kepada orang lain, bergantung

kepada pihak lain dan memenuhi harapan orang lain. la dibiarkan

agar tetap bisa menjadi arsitek buat dirinya sendiri.

Rogers mengemukakan prinsip-prinsip belajar humanistik

sebagai berikut :

a. Hasrat untuk belajar

Hasrat untuk belajar merupakan suatu hal yang bersifat

alamiah bagi manusia. Ini disebabkan adanya hasrat ingin tahu

manusia yang terus menerus terhadap dunia dengan segala isinya.

Hasrat ingin tahu yang demikian terhadap dunia sekelilingnya,

menjadikan penyebab seseorang senantiasa berusaha mencari

jawabannya. Dalam proses mencari jawaban inilah, seseorang

mengalami aktivitas-aktivitas belajar.

b. Belajar bermakna.

Dalam pandangan psikologi humanistik makna sangat penting

dalam belajar. Seorang beraktivitas atau tidak senantiasa akan

menimbang-nimbang apakah aktivitas tersebut menipunyai

makna buat dirinya. Sebab, sesuatu yang tak bermakna bagi

dirinya, tentu tidak akan ia lakukan.

c. Belajar tanpa hukuman.

46

Hukuman memang dapat saja membuat seseorang untuk

belajar. Tetapi, hasil belajar demikian tidak akan bertahan lama.

la melakukan aktivitas sekedar menghindari ancaman hukuman.

Pada hal, manakala hukuman tak ada, aktivitaspun tidak akan

dilakukan. Oleh karena itu, agar anak belajar justru harus

dibebaskan dari ancaman hukuman.

Belajar yang terbebas dari ancaman hukuman demikian im

menjadikan penyebab anak bebas melakukan apa saja, mencoba-

coba sesuatu yang bermanfaat buat dirinya. mengadakan

eksperimentasi-eksperimentasi hingga anak dapat menemukan

sendiri mengenai sesuatu yang baru. Kreativitas anak dalam

belajar yang bebas dari ancaman hukuman dengan sendirinya

juga akan meningkat.

d. Belajar dengan inisiatif sendiri.

Belajar dengan inisiatif sendiri pada diri pembelajar sebenamya

menyiratkan betapa tingginya motivasi internal yang dipunyai.

Pembelajar yang banyak berinisiatif tatkala belajar, senantiasa

mencari cara-cara hingga dia berhasil dalam belajarnya. Inisialif

yang lahir dari diri sendiri im juga menunjukkan rendalmya

dependensi pembelajar terhadap orang lain. la akan bebas

melakukan apa saja dalam belajarnya. dan tidak terikat oleh

rekayasa-rekayasa yang berasal dari lingkungannya. Pada diri

47

pembelajar yang kaya inisiatif, terdapat kemampuan untuk

mengarahkan dirinya sendiri, menentukan pilihannya sendiri serta

berusaha menimbang-nimbang sendiri mana hal yang baik bagi

dirinya. la akan berusaha dengan totalitas pribadinya untuk

mencapai sesuatu yang ia cita-citakan.

e. Belajar dan perubahan.

Dunia terus berubah, dan siapapun di dunia ini tak ada yang

dapat menangkal perobahan. Oleh karena itu, pembelajar haruslah

dapat belajar dalam segala kondisi dan situasi yang serba

berubah. Kalau tidak, ia akan terlindas oleh perubahan.

Dengan demikian, belajar yang sekedar mengingat fakta,

menghafal sesuatu, dipandang tidak cukup. Orang harus dapat

menyesuaikan dalam sebuah dunia yang senantiasa berubah.

Dalam bukunya freedom to learn, ia menunjukkan sejumlah

prinsip-prinsip belajar humanistik yang penting, di antaranya

adalah :

(1) Manusia itu mempunyai kemampuan untuk belajar secara

alami.

(2) Belajar yang signifikan terjadi apabila subject matter di

rasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-

maksudnya sendiri.

48

(3) Belajar yang menyangkut suatu perubahan di dalam persepsi

mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan

cenderung untuk ditolaknya.

(4) Tugas-tugas belajar yang mengancam diri adalah lebilh

mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-

ancaman dari luar itu semakin kecil

(5) Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman

dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan

terjadilah proses belajar

(6) Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan

melakukannya.

(7) Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses

belajar dan ikut bertanggung-jawab terhadap proses belajar

itu.

(8) Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi

siswa seutuhnya baik perasaan maupun intelek, merupakan

cara yang dapat memberikan basil yang mendalam dan

lestari.

(9) Kepercayaan tehadap diri sendiri, kemerdekaan. kreativitas

lebih mudah dicapai terutama siswa dibiasakan untuk mawas

diri dan mengeritik dirinya sendiri dan penilaian diri orang

lain merupakan cara kedua yang penting.

49

(10) Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia

modern ini adalah belajar mengenai proses belajar. suatu

keterbukaan yang terus-menerus terhadap pengalaman dan

penyatuannya ke dalam dirinya sendiri mengenai proses

perubahan itu.

1.5. Pengertian Belajar Menurut Psikologi Gestalt.

Dalam aliran ini ada beberapa istilah yang artinya sama ialah:

field, pattera, organisme, closure, integration, wholistk,

configuration, dan gestalt. Karena itu psikologi gestalt sering disebut

psikologi organisme atau field theory.

Menurut aliran ini, jiwa manusia adalah suatu keseluruhan

yang berstruktur. Suatu keseluruhan bukan terdiri dari bagian-bagian

atau unsur-unsur. Unsur-unsur itu berada dalam keseluruhan menurut

struktur yang telah tertentu dan saling berinteralisi satu sama lain,

Contoh: kepala manusia bukan merupakan penjumlahan daripada

batok kepala, telinga, bidung, mata, mulut, rambut, dagu, dan

sebagainya, melainkan kepala itu adalah suatu keseluruhan yang

bermakna, di mana unsur-unsur tadi teletak pada struktumya masing-

masing. Mata tidak mungkin terletak di ibu jari, hidung tidak

mungkin terletak di tengah-tengah dada dan seterusnya. Pada

struktumya masing-masing itulah bagian-bagian dapat berfungsi

50

sebagaimana mestinya. Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam

hubungan keseluruhan itu. Lagi pula sesuatu hal, perbuatan, benda

lain-lain hanya bermakna dalam hubungan dengan situasi tertentu.

Misalnya: emas (perhiasan) hanya bermakna dalam situasi di mana

ada pesta. para tamu umumnya memakai perhiasan yang indah-indah,

akan tetapi akan tidak bermakna dalam situasi padang pasir di mana

seseorang sedang mengalami rasa haus dan dahaga.

Pandangan ini sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang

belajar. Beberapa pokok yang perlu mendapat perhatian antara lain

ialah :

(1) Timbulnya kelakuan adalah berkat interaksi, antara individu dan

lingkungan dimana faktor apa yang telah dimiliki (natural

endowment) lebih menonjol.

(2) Bahwa individu berada dalam keadaan keseimbangan dinamis,

adanya gangguan terhadap keseimbangan itu akan mendorong

timbulnya kelakuan.

(3) Mengutamakan segi pemahaman (insight)

(4) Menekankan kepada adanya situasi sekarang, dimana individu

menemukan dirinya

(5) Yang utama dan pertama adalah keseluruhan, dan bagian-bagian

hanya bermakna jika berada dalam keseluruhan itu.

51

Prinsip-prinsip Belajar gestalt (field theory )

1) Belajar dimulai dari suatu keseluruhan. Keseluruhan yang

menjadi permulaan, baru menuju ke bagian-bagian. Dari

keseluruhan organisasi mata pelajaran menuju tugas-tugas harian

yang beruntun. Belajar dimulai dari satu unit yang kompleks

menuju ke hal-hal yang mudah dimengerti, deferensiasi

pengetahuan dan kecakapan.

2) Keseluruhan memberikan makna kepada bagian-bagian. Bagian-

bagian terjadi dalam suatu keseluruhan. Bagian-bagian itu hanya

bermakna dalam rangka keseluruhan tadi. Dengan demikian

keseluruhan yang memberikan makna terhadap suatu bagian,

misal : sebuah ban mobil hanya bemakna kalau menjadi bagian

dari mobil, sebagai roda. Sebuah papan tulis hanya bermakna

sebagai papan tulis kalau ia berada dalam kelas, sebuah tiang

kayu hanya bermakna sebagai tiang kalau menjadi satu dari

rumah dan sebagainya.

3) Individuasi bagian-bagian dari keseluruhan. Mula-mula anak

melihat sesuatu sebagai keseluruhan. Bagian-bagian dilihat

dalam hubungan fungsional dengan keseluruhan. Tetapi lambat

laun ia mengadakan deferensiasi bagian-bagian itu dari

keseluruhan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil atau

kesatuan yang lebih kecil contoh: mula-mula anak melihat

52

mengenal wajah ibunya sebagai keseluruhan kesatuan. Lambat

laun dia dapat memisahkan mana mata ibu, mana hidung ibu,

mana telinga ibu, kemudian ia melihat bahwa wajah ibunya itu

cantik atau jelek, atau menarik dan sebagainya.

4) Anak belajar dengan menggunakan pemahaman atau insight.

Pemahaman adalah kemampuan melihat hubungan-hubungan

antara berbagai faktor atau unsur dalam situasi yang problematis,

seperti simpanse dapat melihat hubungan antara beberapa buah

kotak menjadi sebuah tangan untuk mengambil buah pisang

karena ia sedang lapar.

Tokoh psikologi gestalt ini antara lain adalah Kohler, Koffka

dan Wertheimer. Menurut pandangan psikologi gestalt, belajar terdiri

atas hubungan stimulus respon yang sederhana tanpa adanya

pengulangan ide atau proses berfikir.

Psikologi kognitif mulai berkembang dengan lahimya teori

belajar Gestalt ini. Peletak dasar psikologi gestalt adalah Mex

Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan

problem solving. Sumbangannya ini diikuti oleh Kurt koffka (1886-

1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum

pengamatan, kemudian Wollgang Kohler (1887-1959) yang meneliti

tentang insight pada simpanse. Penelitian-penelitian mereka

menumbuhkan psikologi gestalt yang menekankan bahasan pada

53

masalah konfigurasi, struktur dan pemetaan dalam pengalaman.

Kaum gestalt berpendapat, bahwa pengalaman itu berstruktur yang

terbentuk dalam suatu keseluruhan. Orang yang belajar, mengamati

stimuli dalam keseluruhan yang terorganisasi, bukan dalam bagian-

bagian yang terpisah.

Suatu konsep yang penting dalam teori gestalt adalah tentang

"insight", yaitu pengamatan/pemahaman mendadak terhadap

hubungan-hubungan antar bagian-bagian di dalam suatu situasi

permasalahan. Insight itu sering dihubungkan dengan pemyataan

spontan "aha" atau "oh", “sec-now".

Kohler (1927) menemukan tumbuhnya insight pada seekor

simpanse dengan menghadapkan simpanse pada masalah bagaimana

memperoleh pisang yang terletak di luar kurungan atau tergantung di

atas kurungan. Dalam eksperimen itu Kohler mengamati, bahwa

kadangkala simpanse dapat memecahkan masalah secara mendadak,

kadangkala gagal meraih pisang, kadang kala duduk merenungkan

masalah, dan kemudian secara tiba-tiba menemukan pemecahan

masalah.

Wertheimer (1945) menjadi orang gestalt yang mula-mula

menghubungkan pekerjaannya dengan proses belajar di kelas. Dari

pengamatannya itu. ia menyesalkan penggunaan metode menghafal

54

di sekolah dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian

bukan hafalan akademis.

Menurut pandangan gestaltis, semua kegiatan belajar (baik

pada simpanse maupun pada manusia) menggunakan insight atau

pemahaman terhadap hubungan-hubungan, terutama hubungan-

hubungan antara bagian dengan keseluruhan. Menurut psikologi

gestalt, tingkat kejelasan atau keberartian dari apa yang diamati

dalam situasi belajar adalah lebih meningkatkan belajar seseorang

daripada dengan hukuman dan ganjaran.

Menurut psikologi gestalt setiap pengalaman itu senantiasa

struktur. Setiap respon yang diberikan oleh seseorang terhadap

stimulan, sebenamya tidak tertuju kepada suatu bagian melainkan

teriuju kepada sesuatu yang bersifat kompleks.

Adapun hukum-hukum belajar menurut psikologi adalah

sebagai berikut :

a. Hukum kesamaan (law of similarity). Menurut hukum ini, sesuatu

yang sama cenderung membentuk satu kesatuan. Perhatikan

gambar berikut ini:

$ Y @ h

$ Y @ h

$ Y @ h

55

b. Hukum penuh makna (law of pragnanz). Menurut hukum ini,

pengamatan terhadap sesuatu objek cenderung dikaitkan dengan

makna objek tersebut bagi seseorang. Makna objek tersebut bagi

seseorang, bisa berupa bentuknya, ukurannya, warnanya dan

sebagainya.

c. Hukum kedekatan ( law of proximity ). Menurut hukum ini,

sesuatu yang berdekatan cenderung membentuk satu kesatuan,

periksa gambar berikut ini

ab cd ef gh

d. Hukum ketutupan (law of closure ). Menurut hukum ini, hal-hal

yang tertutup membentuk suatu kesatuan. Perhatikan gambar

berikut

a b c d e f

e. Hukum-hukum kontinyutas ( law of goof continuation )

Menurut hukum ini, hal-hal yang merupakan kontinyuitas

membentuk suatu kesatuan.

56

Menurut psikologi gestalt, wawasan atau yang lazim disebut

sebagai insight dipandang sebagai inti belajar. Oleh karena itu, dalam

belajar yang mestinya ditanamkan adalah pengertian siswa mengenai

sesuatu yang harus dipelajari.

2. CIRI - CIRI BELAJAR

Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa belajar adalah

perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya pengalaman. Oleh

karena itu, ada sejumlah ciri belajar yang dapat dibedakan dengan

kegiatan-kegiatan lain selain belajar. Pertama, belajar dibedakan

dengan kematangan. Kedua, belajar dibedakan dengan perubahan

kondisi fisik dan mental. Ketiga hasil belajar bersifat relatif menetap.

Berdasarkan pengertian belajar diatas. maka pada hakikatnya

"belajar menunjuk ke perubahan dalam tingkah laku si subjek dalam

situasi tertentu berkat pengalamannya yang berulang-ulang, dan

perubahan tingkah taku tersebut tak dapat dijelaskan atas dasar

kecendrungan-kecendrungan respon bawaan, kematangan atau

keadaan temporer dari subjek (misalnya keletihan, dsb)".

1) Belajar berbeda dari kematangan.

Kematangan adalah sesuatu yang dialami oleh manusia karena

perkembangan-perkembangan bawaan. Tanpa melalui aktivitas

57

belajarpun, pada saat tertentu, orang akan mengalami

kematangan. Oleh karena itu, kematangan akan dialami oleh

seseorang, meskipun ia sendiri tidak mensengaja. Kematangan

yang ada pada diri seseorang juga bukan karena satu upaya yang

dilakukan oleh orang lain (misalnya saja guru).

Kematangan umumnya ditandai oleh adanya perubahan-

perubahan pada diri seseorang, baik yang bersifat fisik maupun

psikis. Adanya perubahan pada diri seseorang semisal dari belum

bisa berjalan pada umur tertentu menjadi bisa berjalan pada umur

selanjutnya, tidaklah akibat dari aktivitas belajar. Demikian juga,

dari seseorang belum bisa berbkara kemudian menjadi bisa

berbkara, juga bukan karena aktivitas belajar melainkan karena

adanya proses kematangan.

Berbeda dengan belajar, ia adalah suatu proses yang disengaja

dan secara sadar. Belajar adalah suatu aktivitas yang dirancang,

atau sebagai akibat interaksi antara individu dengan

lingkungannya.

2) Belajar dibedakan dari perubahan kondisi fisik dan mental.

Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang disengaja.

Perubahan tersebut bisa berupa dari tidak talm menjadi tahu, dari

tidak mengerti menjadi mengerti, dari tidak dapat mengerjakan

sesuatu menjadi dapat mengedakan sesuatu, dari memberikan

respon yang salah atas stimulus-stimulus ke arah memberikan

58

respon yang benar. Berarti perubahan fisik dari kecil menjadi

besar, dari kurus menjadi gemuk, dan pendek menjadi semakin

tinggi bukanlah karena proses belajar, dan oleh karena itu tidak

dapat disebut sebagai proses belajar.

3) Hasil belajar relatif menetap

Hasil belajar relatif menetap, dan tidak berubah-ubah. Perubahan

tingkah laku yang sifatnya relatif tidak menetap, bukanlah karena

proses belajar. Orang setiap kali dapat berubah. Perubahan-

perubahan demikian, tidak sama dengan perubahan-perubahan

dalam belajar. Oleh karena itu, tidak semua perubahan yang ada

pada diri seseorang dianggap sebagai hasil belajar. Hanya

perubahan-perubahan tertentu saja yang memenuhi syarat untuk

disebut sebagai belajar.

3. TUJUAN DAN UNSUR-UNSUR DINAMIS DALAM

BELAJAR

Tujuan dan unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah dua hal

yang sangat penting dalam belajar. Tujuan umumnya mengarahkan

seseorang yang sedang belajar ke arah kegiatan tertentu. Sementara

unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah suatu perangkat yang turut

menghantarkan sesemang yang sedang mencapai tujuan belajar.

Tujuan Belajar

59

Setiap manusia kreativitas, sepanjang aktivitas tersebut

disadari, senantiasa dimaksudkan bagi pencapaian tujuan tertentu.

Demikian juga seseorang yang sedang berkreativitas belajar. tentulah

dimaksudkan bagi pencapaian tujuan.

Paling tidak ada empat alasan mengapa tujuan belajar ini

perlu dirumuskan oleh pembelajar. Pertama, agar ia mempunyai arah

dalam berkreativitas belajar. Kedua, agar ia dapat menilai seberapa

target belajar telah ia capai atau belum. Ketiga agar waktu dan

tenaganya tidak tersita untuk kegiatan selain belajar.

3.1. Tujuan belajar dalam hubungannya dengan perubahan

tingkah laku.

Salah satu ciri belajar pada diri seseorang adalah terdapatnya

perubahan tingkah laku pada dirinya. Adanya perubahan tingkah laku

ini menjadikan seorang pembelajar berubah dari suatu kondisi ke

kondisi tertentu. Perubahan tingkah laku dalam diri pembelajar

umumnya dapat diamati (obsevable). Oleh karena itu, ketika

pembelajar mau mengadakan aktivitas belajarnya, perlu merumuskan

tujuan belajar buat dirinya sendiri.

Dalam merumuskan tujuan belajar yang terkait dengan

perubahan tingkah laku ini, seseorang pembelajar pertama kali

haruslah mengenali mengenai dirinya sendiri. Pengenalan terhadap

60

dirinya sendiri ini sangat penting guna merumuskan kebutuhan

kebutuhan belajarnya. Pengenalan mengenai diri sendiri ini juga bisa

terhindar dari mempelajari sesuatu yang sudah dikuasai, disamping

dapat terhindar juga dari mempelajari sesuatu yang tidak

dimaksudkan untuk dipelajari.

Tujuan belajar yang dikaitkan dengan perubahan tingkah laku

ini mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a. Jelas siapa yang berubah (dalam hal ini adalah pembelajar sendiri,

dan bukan pengajar).

b. Jelas perubahannya, dari tidak bisa sesuatu menjadi bisa sesuatu.

c. Jelas waktunya, yaitu kapan perubahan tingkah laku tersebut

berlangsung dan tercapai.

d. Jelas ukuran perubahannya, yang lazim ditunjukkan secara

kuantitatif.

e. Jelas cara menghukumya, yaitu perubahan tersebut dapat diukur

dengan cara bagaimana.

f. Dirumuskan dengan kata-kata yang kongkrit (observable).

Sebagai contoh, setelah menelaah Bab I, pembelajar dapat

menjelaskan 4 ciri-ciri tingkah laku menyimpang secara lisan. Kata

pertama, pembelajar, menunjukkan dengan jelas siapa yang berubah

tingkah lakunya setelah melakukan aktivitas, dalam hal ini adalah

pembelajar bukan pengajar (unsur pertama). Kata-kata dapat

menjelaskan menunjukkan terdapatnya perubahan tingkah laku pada

61

diri pembelajar: dari tidak bisa menjelaskan menjadi bisa

menjelaskan (unsur kedua). Kata-kata setelah menelaah bab I

menunjukkan waktu perubahan (unsur ketiga). Kata-kata 4 ciri-ciri

tingkah laku menyimpang menunjukkan ukuran perubahan.

Bandingkan misalnya dengan kata-kata: ciri-ciri tingkah laku

menyimpang. Kata-kata ini tidak menunjukkan berapa jumlah ciri

tingkah laku menyimpang (unsur keempat). Kata secara lisan

menunjukkan bagaimana perubahan tingkah laku tersebut diukur.

Sebab, pengukuran terhadap bisa tidaknya seseorang menjelaskan

secara lisan dan secara tertulis. membutuhkan cara pengukuran

tersendiri. Oleh karena itu, bentuk perubahan tingkah laku tesebut

haruslah jelas (unsur kelima). Kata menjelaskan pada rumusan tujuan

menunjukkan bahwa ia dapat diamati secara konkrit. Bandingkan

misaInya dengan kata memahami, mengerti. merasakan, menikmati.

Kata-kata disebutkan terakhir ini tidak dapat diamati (tidak

observable).

Bloom dan kawan-kawan (1956) membuat taksonomi tujuan

belajar yang terkait dengan perubahan tingkah laku ini. Ia

mengkategorisasikan tujuan (bukan memisahkan, karena semestinya

tidak untuk dipisah-dipisahkan) menjadi tiga kawasan, ialah kawasan

tersebut, masing-masing mempunyai sub kawasan masing-masing

yang disusun mulai dari yang sederhana sampai dengan yang

kompleks.

62

Kawasan pertama, cognitive terdiri dari knowledge,

comprehension, applkation, analysis, syntihesis don evaluation.

secara berturut-turut akan dijelaskan sebagai berikut :

a. Knowledge, dapat diartikan dengan pengetahuan. Sub kawasan

ini mementingkan aspek ingatan. Oleh karena itu, sub kawasan ini

lebih tepat untuk diartikan mengingat terhadap materi-materi

yang pernah dipelajari. Mengingat kembali terhadap fakta-fakta

yang pernah dipelajari, teori-teori yang pernah ditelaah. dalam

kawasan kognitive ini dipandang berada pada tingkat terendah.

b. Comprehension dapat diartikan dengan kemampuan untuk

menangkap pengertian mengenai sesuatu. Pada sub kawasan ini,

seseorang dapat menterjemahkan sesuatu, mengambil kata lain

dari suatu kata atau pengertian, mengambil inti dari suatu bacaaan

dan membuat prakiraan-prakiraan.

c. Applkation lazim diberi makna sebagai suatu kemampuan untuk

menerapkan apa-apa yang pernah dipelajari ke dalam situasi yang

senyatanya. Pada sub kawasan ini, seseorang yang sedang belajar

mampu menerapkan, mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori

dalam situasi praktis.

d. Analysis adalah suatu kentamptian untuk merinci,

menghubungkan, menguraikan rincian dan saling hubungan

antara bagian satu dengan bagian lainnya.

63

e. Synthesis adalah suatu kemamptian untuk menyatukan hal-hal

yang tak menyatu menjadi sebuah kesatuan yang utuh. Dengan

kemampuan synthesis ini sesuatu yang sebelumnya terbelah-belah

terkristal dan kemudian dapat diformulasikan ke dalam forinula

yang tak terbelah.

f. Evaluation adalah suatu kemampuan unluk menentukan baik-

buruk, berharga-tidak berharga, bernilai-tidak bernilai

mengenai suatu hal. Penentuan tersebut didasarkan atas patokan-

patokan yang dilmat pada masa sebelumnya. Kemampuan

mengadakan evaluasi ini termasuk jenis kemampuan yang

tertinggi dalam kawasan kognitive ini.

Kawasan kedua, affective ineliputi empat sub kawasan

berikut: receiving, responding, valuing, organization,

characteristization by a value or value complex. Secara berturut-turut

dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Receiving atau penerimaan, adalah kemampuan seseorang untuk

menghadirkan kediriannya pada sebuah even atau stimulus-

stimulus yang ia terima. Menghadirkan diri demikian ini,

meskipun dalam tataran rendah. telah dapat meliput kesadaran

seseorang. Hasil belajar pada sub kawasan ini telah memunculkan

sebuah kesadaran yang paling simpel sampai dengan hadimya

perhatian yang terpilih.

64

b. Responding atau pemberian tanggapan. Kemampuan ini relatif

febih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan sub kawasan

receiving. Jika pada sub kawasan receiving seseorang

menghadirkan kediriannya pada sebuah even, maka dalam sub

kawasan responding ini seseorang memberikan tanggapan/

respon/jawaban atas even-even yang ia terima.

c. Valuing atau pemberian nilai. Yang dimaksud dengan pemberian

nilai di sini adalah memberikan harga terhadap suatu fenomena,

benda, kejadian atau even, Sub kawasan ini menjadikan seseorang

bisa menerima nilai tertentu dan menunjukkan komitmennya pada

nilai tertentu. Oleh karena itu, pada sub kawasan ini seseoarang

tampak tingkatan integritasnya: keajegan, integritas.

d. Organization atau pengorganisasian adalah upaya untuk

memadukan berbagai jenis nilai yang berbeda-beda. Dari nilai-

nilai yang berbeda tersebut, kemudian dibangun menjadi suatu

sistem nilai. Ada semacam sintesa nilai-nilai yang beragam,

hingga menjadi suatu kesatuan nilai. Antara nilai satu dengan

yang lain dicoba hubungkan. Bila terdapat konflik di antara nilai-

nilai tersebut dicoba pecahkan.

e. Characterization of value or value complex atau karakterisasi

dengan suatu nilai. Pada sub kawasan ini seseorang mempunyai

sistem nilai yang dapat mengendalikan tingkah lakunya dalam

65

kehidupan hingga dapat membentuk gaya hidup yang khas,

berbeda dengan orang lain. Hasil belajar pada sub kawasan ini

bisa menjadikan seseorang menyesuaikan diri secara personal,

sosial dan emosional.

Kawasan ketiga psycomotor, mencakup tujuh sub kawasan

dari yang tingkatan terendah hingga tingleatan tertinggi. Ke tujuh sub

kawasan ini adalah perception, set, guided respon, mechanism,

complex overt respon, adaptation dan origination. Sub-sub kawasan

ini dapat d1Jelaskan sebagai berikut:

a. Perception atau persepsi. Yang dimaksud dengan persepsi di sini

adalah penggunaan indera untuk memperoleh petunjuk ke arah

motorik. Pada sub kawasan ini, seseorang mengindera stimulus-

stimulus yang berasal dari lingkungannya guna persiapan untu

membimbing aktivitas-aktivitas motoriknya.

b. Set atau kesiapan. Sub kawasan ini meliputi mental set, physkal set

dan emotional set. Pada subleawasan ini, seseorang bersedia

mengambil tindakan-tindakan berdasarkan persepsinya terhadap

stimulus atau fenomena-fenomena yang berasal dari agkungannya.

c. Guided respon atau respon terpimpin. Pada sub kawasan ini

seseorang mulai berada pada proses belajar keterampilan yang

lebib komplek. Pada sub kawasan ini seseorang terlibat dalam

66

proses peniruan yang diperformansikan, selanjumya mencoba

menggunakan tanggapan dalam menangkap suatu motorik.

d. Mechanism atau mekanisme. Pada sub kawasan ini responrespon

yang telah dipelajari oleh seseorang telah berubah menjadi

kebiasaan dan gerakan-gerakan yang ditampilkan, dilakukan

dengan penuh kepercayaan dan kemahiran.

e. Complex over respons atau respon nyata yang kompleks. Pada

sub kawasan ini seseorang yang lagi belajar, melakukan gerakan

dengan mudah disamping mempunyai kontrol yang baik. Kadar

motorik pada sub kawasan ini relatif cukup tinggi. Sebab,

gerakan-gerakan pada sub kawasan ini relatif cepat, cermat

termasuk pada hal-hal yang rumit dan tepat meskipun disertai

dengan energi yang minimal.

f. Adaptation atau penyesuaian. Yang dimaksud dengan

penyesuaian adalah sebuah keterampilan dimana seseorang dapat

mengolah gerakan hingga sesuai dengan tuntutan kondisional dan

situational, termasuk yang problematis sekalipun.

g. Origination atu penciptaan. Sub kawasan ini termasuk paling

tinggi tingkatannya dibandingkan dengan sub kawasan

sebelumnya, oleh karena unsur kreativitas sudah masuk di sini.

Performansi seseorang yang belajar pada sub kawasan ini

67

umumnya ditandai dengan hal-hal yang serba baru, misaInya

membuat pola-pola baru, merancang hal-hal baru.

3.2. Tujuan belajar sebagai pembentukan pemahaman nilai dan

sikap.

a. Tujuan belajar sebagai sasaran pembentukan pemahaman

Tujuan belajar memang merupakan sasaran bagi pembentukan

pemahaman seseorang terhadap hal-hal yang dipelajari. Pemahaman

seseorang terhadap hal-hal yang dipelajari, sebutlah saja dunia

dengan segala isinya, sangatlah penting artinya bagi pembelajar.

Pemahaman pembelajar tehadap dunia dengan segala isinya

tidak saja mendatangkan kepuasan bagi pembelajar, melainkan dapat

menempatkan diri pembelajar pada posisi strategik. la akan

mempunyai peta dimana ia harus menempatkan diri, ia akan

mengetalmi apa yang harus ia pertuat dan apa yang tidak ia perbuat.

Terjadinya bentrokan-bentrokan di dunia, sebenamya

disebabkan kurang adanya saling pemahaman di antara mereka.

MimbuInya saling curiga, juga dapat disebabkan kurang adanva

saling pemahaman. Oleh karena itu terbentuknya pemahaman

pembelajaran terhadap sesuatu yang dipelajari, tidak saja bermanfaat

bagi dirinya sendiri, melainkan bermanfaat juga bagi linkungannya

68

Pemahaman seseorang terhadap orang lain, malahan dapat

menjadikan seseorang melihat orang lain tidak semata dengan

menggunakan perspektif sendiri. la mencoba menangkap seseorang

dengan menggunakan perspektif orang yang dipandang. Dengan cara

pandangan demikian, ia akan mengenal orang yang dipandang

tersebut dalam keadaan yang senyatanya, dan tidak terbatas pada

persepsinya sendiri.

Pemahaman terhadap orang lain, juga menjadikan seseorang

tidak risau, jika melihat orang lain berbeda dengan dirinya. la. juga

sekaligus tidak membuat dirinya agar seperti orang lain, dan

sebaliknya tidak menuntut orang lain agar seperti dirinya. la akan

menjadi dirinya sendiri, dan memahami jika orang lain juga seperti

dirinya.

Singkat kata, pemahaman adalah suatu dasar bagi segala akan

seseorang. Ia memberikan kontribusi yang besar bagi sukses tidaknya

seseorang. Lebih jauh pemahaman menjadikan seseorang saling

mengerti, dan lehih lanjut lagi saling menghargai. Pemahaman

sekaligus mencegah timbuInya saling curiga, dan lebih jauh lagi

mencegah timbuInya saling bentrokan.

b. Tujuan belajar sebagai sasaran pembentukan nilai dan sikap.

69

Setiap masyarakat, masyarakat manapun, pasti menganut

sebuah nilai, Nilai dinlaksud, adakalanya merupakan produk

masyarakat pada kurun waktu yang sejaman dengan mereka.

Malahan, pada masa sekarang ini, nilai-nilai yang dianut oleh sebuah

masyarakat, dapat merupakan kristalisasi dari hasil dialog antara

nilai-nilai yang diwariskan oleh generasi sebelumnya dengan yang

sejaman dengan mereka.

Di era globalisasi seperti saat sekarang, sebagai akibat dari

melesatnya perkembangan teknologi komunikasi, nilai-nilai yang

dianut oleh masyarakat, dapat merupakan kristalisasi hasil dialog

antara nilai-nilai yang selama ini dianut dengan nilai-nilai baru yang

datang dari dunia luar. Oleh karenanya, nilai-nilai yang dianut oleh

masyarakat dewasa ini semakin beragam.

Dalam belajar, ada nilai-nilai tertentu yang harus diupayakan

terbentuk pada diri pembelajar. Nilai-nilai yang dibentukkan pada

diri pembelajar tersebut, tentu nilai-nilai luhur yang secara universal

dianut oleh hampir setiap masyarakat, disamping nilai-nilai luhur

yang spesifik dianut oleh masyarakat dimana pembelajar tersebut

berada.

Nilai-nilai luhur yang hampir dianut oleh setiap masyarakat

secara universal misaInya adalah: kebenaran, kejujuran, keindaban,

kemerdekaan, saling membantu dan memberi manfaat. Sementara

70

nilai-nilai luhur yang dianut oleh masyarakat secara spesifik

khususnya di lingkungan pembelajar banyak ragamnya, seberagam

jumlah pembelajar.

Disamping tujuan belajar terkait dengan pembentukan nilai,

sekaligus juga terkait dengan pembentukan sikap. Terbentuknya

sebuah sikap, lazim juga didasarkan atas sehuah nilai. Meskipun nilai

bukanlah satu-satunya yang menentukan sikap. Berbedanya nilai-

nilai yang dianut oleb seseorang lazim menjadikan penyebab

berbedanya seseorang dalam menyikapi sesuatu. Sebab, nilai-nilai

yang dianut seseorang turut menentukan persepsi seseorang tentang

sesuatu. Pada hal persepsi seseorang terhadap sesuatu lazimnya juga

turut menentukan sikap seseorang terhadap sesuatu.

c. Tujuan belajar sebagai sasaran pembentukan, keterampilan-

keterampilan personil-sosial, kognitif dan instrumental.

Setiap pembelajar, tentu memiliki kekhasan tertentu yang

berbeda dengan pembelajar lain. Oleb karena itu, dalam belaiar

seorang pembelajar haruslah mengembangkan kekhasan-kekhasan

yang dimiliki. Keterampilan personal yang dimiliki. Keterampilan

p.ersonal yang dimiliki oleh pembelajar, haruslah dibentuk dan

dikembangkan secara terus menerus. Dengan cara demikian, maka

71

pembelajar akan berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan ciri

khas atau karakteristik yang ada pada dirinya.

Selain keterampilan-keterampilan personal dibentuk,

keterampilan sosial pembelajar juga perlu dibentuk. Pembentukan

keterampilan sosial demikian tampak urgensinya manakala dilihat

kedudukan pembelajar yang tidak saja sebagai makhluk individu

melainkan juga sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial,

pembelajar haruslah dapat berinteraksi secara baik dengan

lingkungan sosiaInya, sesama manusia. Maka dari itu, pembentukan

keterampilan-keterampilan sosial pada diri pembelajar dimaksudkan

untuk menyiapkan pembelajar agar dapat hergabung dan berinteraksi

secara baik dengan lingkungan sosialnya.

Dengan perkataan lain, jika pembentukan keterampilan

personal dimaksud untuk mengembangkan potensi-potensi bawaan

yang ada pada diri pembelajar, maka keterampilan sosial antara lain

dimaksudkan mengkomunikasikan keterampilan personal yang telah

terbentuk dalam lingkungan sosiaInya.

Pembentukan keterampilan kognitif dimaksudkan agar

pembelajar secara terus-menerus menimba ilmu pengetahuan, tanpa

batas. Keterampilan kognitif pada diri pembelajar menjadikan

pembelajar haus secara terus menerus terhadap ilmu pengetahuan.

Dengan pengembangan yang terus menerus pembelajar tidak akan

72

ketinggalan dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan yang

demikian pesat. Dengan pembentukan keterampilan kognitif ini maka

pembelajar memandang belajar bukan sebagai beban melainkan

menjadi sebuah kebutuhan.

Pembentukan keterampilan instrumental pada diri pembelajar,

mengarahkan pembelajar sadar pada pembangunan yang sedang

digalakkan. Jika keterampilan instrumental ini telah terbentuk pada

diri pembelajar, maka pembelajar punya kesadaran yang sedemikian

dalam terhadap pembangunan yang sedang dilaksanakan. Dengan

demikian ia mengambil bagian secara aktif di dalamnya, dan tidak

sekedar sebagai penonton saja. Kesadaran untuk secara terus menerus

membangun dirinya sendiri dan membangun masyarakat, lingkungan

dan bangsanya adalah sasaran bagi pembentukan keterampilan

instrumental ini.

Keterampilan instrumental ini adalah tindak lanjut konkrit

dari keterampilan-keterampilan yang ingin dibentuk sebelumnya:

keterampilan personal, sosial dan kognitif

3.3. Unsur - unsur dinamis yang terkait di dalam proses belajar

Yang dimaksud dengan unsur-unsur dinamis dalam belajar

adalah unsur-unsur yang dapat berubah dalam proses belajar.

Perubahan unsur-unsur tersebut dapat berupa: dan tidak ada menjadi

ada atau sebaliknya, dari lemah menjadi kuat dan sebaliknya, dari

73

sedikit menjadi banyak dan sebaliknya. Unsur-unsur dinamis tersebut

meliputi: motivasi, bahan belajar, alat bantu belajar, suasana belajar

dan kondisi subjek pembelajar. Berikut ini akan dijelaskan tentang :

1) Motivasi dan upaya memotivasi siswa untuk belajar.

2) Bahan belajar dan upaya penyediaannya.

3) Alat bantu belajar dan upaya penyediaanya.

4) Suasana belajar dan upaya pengembangannya.

5) Kondisi subjek belajar dan upaya penyiapan dan peneguhannya.

1. Motivasi dan Upaya Memotivasi Siswa Untuk Belajar

Motivasi berasal dari kata Inggris motivation yang berarti

dorongan, pengalasan dan motivasi. Kata kerjanya adalah to motivate

yang berarti mendorong, menyebabkan merangsang. Slotive sendiri

berarti alasan, sebab, dan daya penggerak (echols, 1984). Motif

adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong individu

tersebut untuk melakukan aktivitas-aktivitas rertentu guna mencapai

tujuan yang diinginkan (suryabrata, 1984). Secara serupa Winkels

(1987) mengemukakan bahwa motif adalah adanya penggerak dalam

diri seseorang untuk melakukan alstivitas tertentu demi mencapai

suatu tujuan tertentu pula.

Dalam kegiatan belajar mengajar, dikenal adanya motivasi

belajar, yaitu motivasi yang diterapkan dalam kegiatan belajar.

Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri

74

siswa yang menimbulkan kegiatan belajar mengajar. kelangsungan

belajar itu demi mencapai suatu tujuan (Winkels, 1987).

Motivasi belajar memegang peranan penting dalam

memberikan gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar

sehingga yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang

banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar. Siswa yang mempunyai

motivasi tinggi sangat sedikit yang tertinggal belajarnya dan sangat

sedikit pula kesalahan dalam belajarnya (Palardi, 1975).

Secara garis besar motivasi dapat dibedakan menjadi dua

ialah intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah

motivasi yang berasal dari dalam tanpa ada rangsangan dari luar,

sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar.

Ada beberapa ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar

yang tinggi. Ini dapat dikenali melalui proses belajar mengajar di

kelas, sebagaimana dikemukakan Brown (1981) sebagai berikut:

menarik kepada guru, artinya tidak membenci atau bersikap acuh tak

acuh, tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan. mempunyai

antusias yang tinggi seta mengendalikan perhatiannya terutama

kepada guru, ingin selalu bergabung dalam kelompok kelas, ingin

identitas dirinya diakui oleh orang lain, tindakan, kebiasaan, dan

moraInya selalu dalanu kontrol diri, selalu mengingat pelajaran dan

mempelajarinya kembali, dan selalu terkontrol oleh lingkungammya.

75

Sardiman (1986) mengemukakan bahwa ciri-ciri motivasi

yang ada pada diri seseorang adalah: tekun dalam menghadapi tugas

atau dapat bekerja secara terus menerus dalam waktu lama, ulet,

menghadapi kesulitan, dan tidak mudah putus asa, tidak cepat puas

atas prestasi yang diperoleh, menunjukkan minat yang besar terhadap

bermacam-macam masalah belajar, lebih suka bekerja sendiri dan

tidak bergantung kepada orang lain, tidak cepat bosan dengan tugas-

tugas yang rutin, dapat mempertahankan pendapatnya, tidak mudah

melepaskan apa yang diyakini: senang mencari dan memecahkan

masalah.

Beberapa upaya yang dapat ditempuh untuk memotivasi siswa

agar belajar ialah :

a. Kenalkan siswa pada kemampuan yang ada pada dirinya sendiri.

Dengan mengenal kemampuan dirinya, siswa akan tahu kelebihan

dan kekurangannya. Dengan mengetahui kelebihan dirmya, ia

mengukuhkan dan memperkuat kelebihan tersebut. Dengan

mengetabui kekurangan yang ada pada dirinya, siswa akan

berusaha menyempurnakan melalui aktivitas belajar. Di sini siswa

akan timbul motivasi belajarnya.

b. Bantulah siswa untuk merumuskan tujuan belajarnya. Sebab,

dengan merumuskan tujuan belajar ini, siswa akan mendapatkan

jalan yang jelas dalam melaksanakan aktivitas belajar. Siswa juga

76

akan mempunyai target-target belajar, dan ia berusaha untuk

mencapainya.

c. Tunjukkan kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas yang dapat

mengarahkan bagi pencapaian tujuan belajar. Dengan

ditunjukkannya aktivitas-aktvitas yang dapat mencapai tujuan,

siswa tersebut tidak melakukan aktivitas lain yang tidak ada

kaitannya dengan pencapaian tujuan dan target belajar. Dengan

cara demikian waktu dan tenaga siswa dapat secara efektif dan

efisien dipergunakan mencapai target belajarnya.

d. Kenalkanlah siswa dengan hal-hal yang baru. Sebab hal-hal baru

ini dapat "menghidupkan kembali" hastat ingin tahu siswa.

Adanya rasa ingin tahu yang demikian besar, menimbulkan gairah

bagi siswa untu beraktifitas belajar.

e. Buatlah variasi-variasi dalam kegiatan belajar mengajar, supaya

siswa tidak bosan. Sebab, kebosanan pada diri siswa, termasuk

dalam aktivitas belajar, hanya akan memperlemah motivasi saja.

f. Adakan evaluasi terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh

siswa. Sebab, evaluasi yang dilakukan terhadap keberhasilan

belajar siswa ini, akan mendorong siswa untuk belajar. karena

ingin dikatakan berhasil belajarnya.

g. Berikan umpan balik terhadap tugas-tugas yang diberikan dan

evaluasi yang telah dilakukan. Dengan adanya umpan balik, siswa

77

akan mengetahui mana aktivitas belajarnya yang benar dan mana

yang kurang benar, mana pekerjaannya yang sesuai dan mana

pekerjaannya yang tidak sesuai.

2. Bahan belajar dan upaya penyediaannya

Bahan belajar sangat penting bagi siswa yang melakukan

aktivitas belajar. Tanpa ada yang dipelajari, kemungkinan siswa bisa

belajar dengan baik. Oleh karena itu, supaya siswa dapat belajar

dengan baik, maka bahan belajar ini harus tersedia.

Yang dimaksud bahan belajar adalah sesuatu yang harus

dipelajari oleh pembelajar dalam melaksanakan aktivitas belajarnya.

Bahan ini, bisa berasal dari guru, bisa berasal dari buku-buku teks,

paper, makalah, artikel, disamping dapat berasal dari lapangan objek

tertentu.

Penyediaan bahan belajar ini sangat bergantung kepada tujuan

belajar, karakteristik siswa, siasat belajar yang harus ditempuh oleh

siswa dan faktor ketersediaaan tidaknya bahan belajar. Jika tujuan

belajar yang ingin ditempuh diaksentuasikan pada penguasaan

pengetahuan, mungkin bahan belajarnya akan lain dengan tujuan

belajar yang diaksentuasikan pada penguasaan konsep-konsep, maka

pertyediaan bahan belajarnya lain sekali dengan tujuan belajar yang

dimaksudkan untuk memperoleh pengalaman langsung.

78

Karakteristik siswa juga mempengaruhi penyediaan bahan

belajar. Pada siswa yang bertipe auditif, mungkin membutuhkan

bahan belajar yang berlainan dengan siswa yang bertipe visual.

Siasat belajar yang harus ditempuh oleh siswa juga

menentukan bahan belajarnya. Siasat belajar dimana guru menjadi

tokoh sentralnya, umumnya gurulah yang menjadi penyedia bahan

belajar. Bahkan dalam siasat belajar semacam ini siswa

menggantungkan bahan belajar yang dipelajari dari ceramah atau

penyampaian yang dilakukan oleh gurunya. Sementara siasat belajar

di mana siswa diharapkan bisa belajar secara mandiri, bahan belajar

tersebut telah disediakan secara utuh sekaligus beserta petunjuk atau

cara mempelajarinya. Pengajaran dengan bahan belajar modul dan

balian belajar buku teks, adalah sekian dari banyak contoh dan siasat

belajar mandiri oleh siswa.

Apapun faktor yang menentukan bahan belajar ini, akhirnya

juga bergantung kepada faktor ketersediaan tidaknya. Mudah

didapatkan tidaknya bahan belajar ini, sangat menentukan

penyediaan baban belajar. Apalagi kalau sulit atau tidak mudah

didapatkan, maka penyediaan bahan belajar ini sangat repot.

Sungguhpun demikian bahan belajar bagi siswa haruslah

diupayakan penyediaannya. Dalam penyediaan bahan belajar ini,

faktor-faktor yang harus menjadi pertimbangan adalah :

79

a. Cukup menarik. Ini patut menjadi peninibangan, agar bahan

belajar tersebut menggugah rasa ingin tahu siswa dan

menimbulkan hasrat belajar. Eka bahannya sendiri tidak menarik,

maka cara penyajiannya yang menaiik. Jadi kalau bahan belajar

tersebut terpaksa tidak menarik, haruslah dikemas dengan

menggunakan kemasan yang menarik.

b. Isinya relefan. Relevan isi ini, lazimnnya dikaitkan dengan tujuan

belajar. Isi bahan belajar haruslah mendukung dan memberi

kontribusi bagi pencapain tujuan belajar. Relevan isi ini, juga

berkaitan dengan faktor kondisional dan situasional siswa.

c. Mempunyai sekuensi yang tepat. Sekuensi atau urutan penyajian

ini sangat penting diperhatikan dalanu penyediaan bahan belajar.

Seharusuya sekuensi bahan ini dari yang sederhana menuju ke

yang kompleks.

d. Informasi yang dibutuhkan ada. Ini sangat penting, agar bahan

belajar yang akan dipelajari tersebut tidak kering,

e. Ada soal latihan. Ini sangat penting, agar siswa dapat menguji diri

sendiri, seberapa banyak !a telah menguasai bahan yang

dipelajari.

f. Ada jawaban kunci untuk soal latihan. Kegunaan kunci jawaban

bagi soal latihan ini adalah siswa dapat mencocokkan hasil-hasil

latihannya dengan kunci.

80

g. Ada tes yang sesuai. Tes yang sesuai ini, tentu bergantung kepada

bahan belajarnya.

h. Terdapat petunjuk untuk mengadakan perbaikan. Baban belajar

harus dilengkapi dengan petunjuk bagaimana siswa harus

memperbaiki belajarnya, jika ada diantara bahan belajar yang

belum terkuasai.

i. Ada petunjuk lanjutan untuk mempelajari bahan selanjumya.

Setelah berhasil menguasai bahan belajar tertentu siswa tidak

akan menungggu petunjuk guru untuk mempelajari bahan

selanjutnya.

3. Alat bantu belajar dan upaya penyediaannya.

Alat bantu belajar termasuk salah satu unsur dinamis dalam

belajar, kesusukannya juga penting, oleh karena dapat membantu

terhadap belajar siswa. Dengan sebuah alat bania bahan belajar yang

abstrak bisa konkrit. Dengan alat bantu bahan belajar yang tidak

menarik bisa menjadi menarik. Dengan alat bantu bahan belajar yang

meragukan dapat diyakinkan karena dapat dibuktikan secara empirik

Alat bantu belajar lazim juga disebut media belajar dan piranti

Belajar, meskipun tidak semua median belajar dapat berfungsi

sebagai alat bantu. Alat bantu belajar ada kalanya dibeli di toko-toko

buku. atau stationary, tetapi adakalanya dibuat sendiri oleh

81

pembelajar bersama-sama dengan gurunya. Pada kasus vang pertama

pembelajar mendapatkan secara given.

Hal-hal yang dapat dijadikan sebagai patokan dalam upaya

menyediakan alat bantu belajar adalah :

a. Jenis kemampuan apa yang ditargetkan untuk dikuasai oleh

pembelajar.

b. Faktor ketersediaan alat bantu tersebut

c. Faktor keterjangkauannya

d. Kepraktisan dan daya tahan alat bantu.

e. Keefektifan dan keefisienan alat bantu

Contoh alat bantu sederhana adalah pena. pensil, papan tulis,

kapur tulis, penggaris, penghapus. Contoh alat bantu yang

penggunaannya membutuhkan keterampilan tertentu adalah skala,

rubrik, jangka, 0HP, video, tape recorder, dan media audiovisual

lainnya. Beherapa upaya penyediaan bahan antara lain adalab:

a. Pembelian, jika mampu

b. Pengajuan kepada pemerintah

c. Permobonan bantuan melalui sponsor

d. Membuat sendiri, jika bisa

e. Menggerakkan dan mengajak para pembelajar untuk menciptakan

dengan memanfaatkan alam sekitar

4. Suasana belajar dan upaya pengembangannya

82

Dalam pandangan tradisional suasana belajar yang kondusif

adalahh jika di dalam sebuah kelas terasa tenang sementara para

siswa bisa mendengarkan apa yang diceramahkan gurunya. Oleh

karena itu, pandangan tradisional tsb, maka kelas yang baik dalam

belajar mengajar adalah kelas yang siswanya duduk dengan tenang,

berdiam diri sambil mendengarkan pengajaran yang dilakukan guru.

Umumnya, siswa tidak berani mengajukan pertanyaan terhadap hal-

hal yang deceermahkan guru, terkecuali guru telah memberikan

kesempatan.

Dalam pandangan sekarang suasana belajar yang kondusif

adalah suasana yang mendukung bagi terciptanya kegiatan belajar.

Yaitu suasana yang interaktif dimana para siswa giat belajar. suasana

yang interaktif belajar di dalamnya, tentu tidak dibatasi ketika

ditunggui oleh gurunya. Pada saat guru sedang menunggui misalkan

saja, siswa tetap aktif dan giat belajar.

Suasana belajar yang kondusif demikian tidak terjadi dengan

sendirinya. la harus dirancang oleh guru melalui sebuah rancangan

pengajaran sebuah suasana belajar dikatakan kondusif manakala :

a. Siswa tekun mengerjakan sesuatu yang semestinya dikerjakan.

b. Siswa aktif berinteraksi tidak saja hanya dengan gurunya

melainkan aktif berinteraksi dengan siswa-siswa yang lain.

83

c. Siswa secara bebas mengerjakan segala hal yang dapat mencapai

tujuan belajarnya.

d. Kreativitas siswa mendapatkan penghargaan yang sepantasnya,

dan bakan sebaliknya.

Agar suasana belajar tersebut kondusif, maka upaya-upaya

yang dapat dilakukan adalah :

a. Buatlah kontak pengajaran dengan para siswa

b. Rancanglah aktivitas belajar siswa

c. Berikan kebebasan kepada siswa untuk mengemukakan

pendapatnya.

d. Buatlah suasana yang demokratis. agar tidak menakutkan bagi

para siswa dalana beraktivitas.

e. Rancanglah ruangan belajar sefleksibel mungkin hingga mudah

dirubah-ubah.

f. Jangan gampang memberikan penghukumn terhadap siswa, lebih-

lebibh jika kepada siswa yang belum tentu bersalah.

g. Hargailah siswa-siswa mencoba cara-cara dan metede-metode

baru

5. Kondisi Subjek Belajar dan Upaya Penyiapan dan

Peneguhannya.

84

Kondisi subjek belajar sebenamya berbeda-beda. Kondisi

subjek belajar yang kelihatannya samapun, manakala diteliti lebib

dalam, akan kelibatan perbedaannya. Oleh karena stu, dalam

kclompok siswa yang homogen pun, sebenamya kalau dilihat lebih

dalam akan tampak heterogenitasnya.

Kondis subjek belajar dapat dibedakan atas hal-hal yang

bersifat lahiriah, dan hal-hal yang bersifat batiniah atau hal-hal yang

bersifat fisik dan hal-hal yang hersifat psikologis. Dari segi lahiriah

atau fisik, subjek belajar bisa berbeda: ukuran tubuhnya, kekuatan

tubuhnya, kesehatan fisiknya, daya tahan fisiknya, kesegaran dan

kebugam jasmaninya. Mereka yang berada pada kondisi lebih,

misalnya lebih besar/tingai. khib kuat lebih sehat lebih tinggi daya

tahannya dan khib segarIbLigar, umumnya tehih mendukung bagi

aktivitas belajarnya dibandingkan dengan mereka yang berada pada

posisi kurang.

Dari segi psikis, kondisi subjek belajar juga berbeda dari segi:

intelegensinya, bakatnya, militansi kerjanya, motivasi instrinsik atau

motivasi berprestasinya, kematangannya aspirasi dan punya, ambisi-

ambisinya.

Mereka yang mempunyai inteligensi tinggi umumnya lebih

gampang berhasilnya dibandingkan yang berintelegensi rendah.

Demikian juga yang mempunyai bakat khusus, yang tinggi militansi

85

kerjanya, yang tinggi motivasi intrinsiknya, yang besar ambisinya,

dan yang lebih stabil emosinya.

Oleh karena beragamnya kondisi subjek belajar tersebut, dan

tidak senuttiasa menetapnya kondisi belajar tersebut, maka hs ada

upaya-upaya unruk menyiapkan mereka dan sekaligus

meneguhkannya. Dengan penyiapan yang terancang dan dengan

upaya-upaya peneguhan diharapkan mendukung aktivitas belajar.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan kondisi

objek belajar khususnya dari segi fisiknya adalah:

a. Memenuhi subjek belajar dengan gizi dan nutrisi-nutrisi yang

diperlukan.

b. Penyegaran fisik subjek belajar dengan olahraga atau latihan-

latihan fisik seperti senam.

c. Memeriksakan tubuh subjek belajar secara teratax kepada dokter

agar dapat dicegah timbulnya penyakit yang memungkinkan

terganggunya belajar mengajar.

Sementara itu, upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk

mempersiapkan psikis subjek belajar adalah :

a. Memperkenalkan dengan lingkungan belajar yang mangkin baru

bagi mereka.

b. Memelihara keseimbangan emosi mereka, agar secara psikologis

mereka merasa aman.

86

c. Mengasah kondisi psikis mereka dengan latihan-latihan.

d. Menerima mereka apa adanya dengan segala kelebihan dan

kekurangannya sehingga subjek belajar tidak merasa tertolak oleh

lingkungunya.

4. PENGERTIAN DAN CIRI - CIRI PEMBELAJARAN.

4.1. Pengertian pembelajaran yang ditarik dari pengertian

populer

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi

unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan

prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.

Manusia terlibat dalam sistim pengajaran terdiri dari: siswa, guru dan

tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material meliputi

buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografl, slide, dan film audio

dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruang kelas,

perlengkapan audio visual juga komputer. Prosedur meliputi jadwal

dan metode penyampaian informasi, praktek, belajar, ujian dan

sebagainya.

Rumusan tersebut tidak terbatas dalam ruang saja. Sistim

pembelajaran dapat dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar

di kelas, atau di sekolah, karena diwamai dengan organisasi dan

87

interaksi antara berbagai komponen yang saling berkaitan untuk

pembelajaran peserta didik.

4.2. Pengertian pembelajaran yang ditarik dari pengertian

belajar menurut abli psikologi.

Istilah belajar dan mengajar adalah dua peristiwa yang

berbeda tetapi terdapat hubungan yang erat, bahkan terjadi kaitan dan

interaksi saling mempengaruhi dan saling menunjang satu sama lain.

Banyak ahli yang telah merumuskan pengertian mengajar

berdasarkan pandangannya masing-masing. Perumusan dan tinjauan

itu masing-masing memiliki kebaikan dan kelemahan. berbagai

rumusan yang ada pada dasarnya berlandaskan pada teori tertentu.

a. Mengajar adalah upaya menyampaikan pengetahuan kepada

peseta didik/siswa di sekolah.

Rumusan ini sesuai dengan pendapat dalam teori pendidikan

yang mementingkan mata ajaran yang harus dipelajari oleh peserta

didik. Dalam rumusan ini terkandung konsep-konsep sebagai berikut:

1. Pembelajaran merupakan persiapan di masa depan

Masa depan kehidupan anak ditentukan oleb orang tua. Mereka

dianggap paling mengetahui apa dan bagaimana kehidupan itu.

Itu sebabnya, orang tua berkewajiban menentukan akan dijadikan

88

apa peserta didik. Sekolah berfungsi mempersiapkan mereka agar

mampu hidup dalam masyarakat yang akan datang.

2. Pembelajaran merupakan proses penyampaian pengetahuan

Penyampaian pengetahuan dilaksanakan dengan menggunakan

metode imposisi, dengan cara menuangkan pengetahuan kepada

siswa. Umumnya guru menggunakan metode "formal step" dari J.

Herbart berdasarkan asas asosiasi dan reproduksi atas

tanggapan/kesan. Cara penyampaian pengetahuan tersebut

berdasarkan ajaran dalann psikologi asosiasi.

3. Tinjauan utama pembelajaran ialah penguasaan pengetahuan.

Pengetahuan sangat penting bagi manusia. Barang siapa

menguasai pengetahuan, maka dia dapat berkuasa.: “knowledge is

power". Pengetalman bersumber dari perangkat mata ajaran yang

disampaikan di sekolah. Para pakar yang mendukung teori ini

berpendapat bahwa mata ajaran berasal dari pengalaman-

pengalaman orang tua, masa lampau yang berlangsung sepanjang

kehidupan manusia. Pengalaman-pengalaman itu diselidiki,

disusun secara sistematis dan logis, sehingga tercipta yang kita

sebut mata ajaran (H. Alberty 1953). Mata ajaran itu diuraikan,

disusun dan dimuat dalam buku pelajaran dan berbagai referensi

lainnya.

89

4. Guru dipandang sebagai orang yang sangat berkuasa.

Peranan guru sangat dominan. Dia menentukan segala hal yang

dianggap tepat untuk disajikan kepada para siswanva. Guru

dipandang sebagai orang yang serba mengetahui, berarti guru

adalah yang paling pandai. Dia mempersiapkim tugas-tugas

memberikan latihan-latihan dan menentukan peraturan kemajuan

tiap siswa.

5. Siswa selalu bersikap dan betindak pasif

Siswa dianggap sebagai tong kosong, belum mengetahui apa-apa.

Dia hanya menerima apa yang diberikan okh gurunya. Siswa

bersikap sebagai pendengar, pengikut, pelaksana tugas.

Kebutuhan, minat. tujuan, abilitas dan lain-lain yang dimiliki oleh

siswa diabaikan dan tidak mendapat perhatian guru.

6. Kegiatan pembelajaran hanya berlangsung dalam kelas.

Pembelajaran dilaksanakan dalam batas-batas ruang kelas saja,

sedangkan pembelajaran di luar kelas tak pernah dilakukan.

Tembok sekolah menjadi benteng yang kuat yang membatasi

hubungan-hubungan dengan kehidupan masyarakat. Para siswa

duduk pada bangku yang berdiri kokoh, tak bisa dipindah-

pindahkan. Mereka duduk dengan rapi dan kaku secara rutin

setiap hari. Ruangan kelas dipandang sebagai ruang penyelamat,

90

ruang memberi kehidupan. Belajar dalam batas-batas ruangan itu

adalah yang paling baik.

Wrighstone, berkata sebagai berikut :

........... the immediate implications of the older principles when they

are applied to the classroom:

1) The classroom is a restrkted from of social life, and Aildren's

experiences are limited there in to academk lessons.

2) The qukkest an most through method of leaming lessons is to

allot a certain portion of the school day it instruction in separate

subjects.

3) Children's interests whkh do not confrom to the set currkulum

should be the regarded.

4) The real objectives of classroom instruction, consist to a belajar

degree in the aguisition of the content matter of each subject.

5) Teaching the conventional subjects is the wisest method of

achieving social progress (J. Wayner Wrighstone, 1935).

b. Mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi

muda melalui lembaga pendidikan sekolah.

91

Rumusan ini bersifat lebih umum bila dibandinglean dengan

rumusan pertama, namun antara keduanya memiliki pola pikiran

yang seirama. Implikasi dari rumusan ini adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran bertujuan membentuk manusia berbudaya.

Peserta didik hidup dalam pola kebudayaan masyarakatnya.

Manusia berbudaya adalah manusia yang mampu hidup dalam

pola tersebut. Peserta didik diajar agar memiliki kemainpuan dan

kepribadian sesuai dengan kehidupan budaya masyarakat itu.

2. Pembelajaran berarti suatu proses pewarisan.

Para siswa dipandang sebagai keturunan orang tua dan orang tua

adalah keturunan neneknya dan seterusnya, demikian terus terjadi

proses turun temurun. Dengan sendirmya apa yang dimiliki oleh

nenek moyang pada masa lampau itu harus diwariskan kepada

keturunan berikumya. Upaya pewarisan itu dilakukan metalui

berbagai prosedur: pengajaran, media hubungan pribadi dan

sebagainya. Bila dilakukan melalui pengajaran, maka proses yang

telah dikemukakan dalam proses perumusan pertama berlaku dan

dilaksanakan dengan teknik yang sama.

3. Bahan pembelajaran bersumber dari kebudayaan.

Yang termasuk kebudayaan adalah kebiasaan orang berpikir dan

berbuat seperti: kehidupan keluarga, cara menyediakan makanan,

92

bahasa, pemerintahan, ukuran moral, kepereayaan agama, dan

bentuk-bentuk ekspresi seni. Kebudayaan merupakan kumpulan

daripada warisan sosial dalam masyarakat. Berdasarkan pada

pengertian mi, kebudayaan itu bersifat non material., dan bersifat

abstrak, ada dalam jiwa dan kepribadian manusia. Benda-benda

bersifat material sesungguhnya adalah hasil dari keterampilan

manusia (Worcester, 1969).

Kebudayaan dan hasil kebudayaan diwariskan kepada siswa yang

umumnya berupa benda-benda dan non benda, tertulis dan lisan,

dan berbagai bentuk tingkah laku norma dan lain-lain.

4. Siswa sebagai generasi muda ahli waris kebudayaan

Generasi muda berfungsi sebagai generasi penerus. Mereka perlu

dipersiapkan sedemikian rupa agar benar-benar siap melanjutkan

hasil yang telah dicapai oleh generasi yang ada sekarang.

Kebudayaan yang diwariskan kepada mereka harus dikuasai dan

dikembangkan, sehingga mereka menjadi warga masyarakat yang

lebih berbudaya. Dalam hal ini, diakui bahwa anak sedang berada

dalam tahap perkembangan dan menuju ketingkatan yang lebih

dewasa, dalam arti, menjadi manusia yang berbudaya. Mereka

harus mampu memanfaatkan teknologi, sebagai aspek dari

kebudayaan, untuk kehidupannya. serta mampu mengadakan

93

penemuan-penemuan baru, mengembangkan kebudayaan yang

telah ada.

c. Pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk

menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik.

Rumusan ini dianggap lebih maju dibandingkan dengan

rumusan terdahulu, sehab lebih menitik beratkan pada unsur peserta

didik, lingkungan, dan proses belajar. Perumusan ini sejalan dengan

pendapat dari Me. Donald, yang mengemukakan sebagai berikut:

“educational, in the sense used here, is a process or an activity

whkh is directed at producing desirable changes in the

behavior of human beings (Me. Donal, 1959)

artinya :

Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang bertujuan

menghasilkan perubahan tingkah laku manusia.

Implikasi dari pengertian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan bertujuan mengembangkan atau mengubah tingkah

aku peserta didik

Pribadi adalah suatu sistem yang bersifat unik, terintegrasi dan

terorganisasi yang meliputi semua jenis tingkah laku individu.

Pada hakikatnya pribadi tidak lain daripada tingkah laku itu

94

sendiri. Kepribadian mempunyai ciri-ciri: (1). Berkembang secara

berkelanjutan sepanjang hidup manusia, (2). Pola organisasi

kepribadian berbeda-beda untuk setiap orang dan bersifat unik,

(3). Kepribadian hersifat dinamis, terus berubah meialui cara-cara

tertentu. Tingkah laku manusia memiliki dua aspek, yakni: (1).

Aspek objektif, yang bersifat struktural, yakni aspek jasmaniah,

(2). Aspek subjektif, yang besifat fungsional, yakni aspek

rohaniah.

2. Kegiatan pembelajaran berupa pengorganisasian lingkungan

Perkembangan tingkah laku seseorang adalah berkat pengaruh

dari lingkungan. Lingkungan kita artikan secara luas, yang terdiri

dari lingkungna alam dan lingkungan sosial. Lingkungan sosial

sering lebih berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang.

Melalui interaksi antara individu dan lingkunganya, maka siswa

memperoleh pengalaman, yang pada gilirannya berpengaruh

terhadap perkembangan tingkah lakunya. Hal ini sesuai dengan

pendapat bahwa pendidikan adalah suatu proses sosialisasi di

mana anak didik disiapkan sesuai dengan norma-norma yang

berlaku dalam masyarakat sekitamya.

Sekolah berfungsi menyediakan lingkungan yang dibutuhkan

bagi perkembangan tingkah laku siswa, antara lain menyiapkan

95

program belajar, bahan belajar, metode mengajar, alat mengajar

dan lain-lain. Selain dari itu, pribadi guru sendiri, suasana kelas,

kelompok siswa, lingkungan di luar sekolah, semua menjadi

lingkungan belajar yang bermakna bagi perkembangan siswa.

3. Peserta didik sebagai suatu organisme yang hidup.

Peserta didik memiliki berbagai potensi yang siap untuk

berkembang, misalnya, kebutuhan, minat, tujuan, abilitas,

intelegensi, emosi dan lain-lain. Tiap individu peserta didik

mampu berkembang menurut pola dan caranya sendiri. Mereka

dapat melakukan berbagai aktivitas dan mengadakan interaksi

dengan lingkungannya.

Aktivitas belajar sesungguhnya bersumber dari dalam diri

peserta didik. Guru berkewajiban menyediakan lingkungan yang

serasi agar aktivitas itu menuju ke arah tujuan yang diinginkan.

Dalam hal ini guru bertindak sebagai organisator belajar bagi

siswa yang potensial itu, sehingga tercapai tujuan pembelajaran

secara optimal.

d. Pembelajaran adalah upaya mempersiapkan peserta didik

untuk menjadi warga masyarakat yang baik.

96

Rumusan ini didukung oleh para pakar yang menganut

pandangan bahwa pendidikan itu berorientasi kepada kebutuhan

tuntutan masyarakat. Implikasi dari rumusan/pengertian ini,adalah

sebagai berikut:

1. Tujuan pembelajaran

Pembentukan warga negara yang baik adalah warga negara

yang dapat bekerja di masyarakat. Seorang warga negara yang

baik bukan menjadi konsumen, tetapi yang lebih penting ialah

menjadi seorang produsen. Untuk menjadi seorang produsen,

maka dia barus memiliki keterampilan berbuat dan bekerja,

menghasilkan barang-barang dan benda kebutuhan masyarakat.

Motto yang dikemukakan: "benign habitat for good living",

artinya seorang warga negara yang baik bila dapat

menyumbangkan dirinya kepada kebidupan yang baik.

2. Pembelajaran berlangsung dalam suasanan kerja.

Program pembelajaran diselenggarakan dalam suasana kerja.

dimana para siswa mendapat latihan dan pengalaman praktis.

Karena itu, suasana yang diperlukan adalah suasana yang aktual,

seperti dalam keadaan sesungguhnya. Para siswa mengerjakan

97

hal-hal menarik minatnya dan sesuai dengan kebutuhan

masyarakat.

3. Peserta didik/siswa sebagai calon warga negara yang memiliki

potensi untuk bekerja.

Siswa memiliki bermacam kemampuan, minat, dan

Kebutuhan, antara lain kebutuhan ingin berdiri sendiri, ingin

punya pekerjaan. Siswa tidak menginginkan berdiam dengan

pasif, semua ingin melakukan kegiatan, bermain, atau bekerja.

Energi mereka miliki perlu mendapat penyaluran sebagaimana

mestinya. Jikalau energi itu tidak disalurkan, maka dapat

menyebabkan tingkah laku yang tidak diharapkan, Perumusan

atas kebutuhan itu, pengembangan minat dan sikap, penyaluran

energi yang berlebihan sebaiknya dilakukan dengan cara

menyediakan kesempatan bekerja, mencari pengalaman yang

praktis, dan memupuk keterampilan jasmaniah-rohaniah. Dengan

berkembang kemampuan kerja, maka tuntutan dan harapan

masyarakat dapat dipenuhi. Pada dasamya tidak ada masyarakat

yang menginginkan anak-anaknya menjadi barisan penganggur.

4. Guru sebagai pimpinan don pembimbing bengkel kerja.

98

Sesuai dengan tujuan tersebut, sekolah merupakan suatu

ruang workshop dan oleh karenanya guru harus mampu

memimpin dan membimbing siswa belajar bekerja dalam bengkel

sekolah. Guru-guru harus menguasai program keterampilan

khusus dan menguasai strategi pembelajaran keterampilan, serta

menyediakan proyek-proyek kerja yang menciptakan berbagai

kesibukan yang bermakna. Dalam hal mi, peranan guru dalam

sekolah komprehensif adalah sangat penting.

e. Pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa

menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.

Pandangan ini didukung oleh para pakar yang berorientasi

pada kehidupan masyarakat. Sekolah dari masyarakat adalah suatu

integrasi. Pendidikan adalah di sini dan sekarang ini (G.E. Olson,

1945). Implikasi dari pengertian ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan pembelajaran ialah mempersiapkan siswa untuk hidup

dalam masyarakat.

Sekolah berfungsi menyiapkan siswa untuk menghadapi

berbagai masalah dalam kehidupan, mereka bukan dipersiapkan

untuk menghadapi masa depan yang masih jauh, 10 atau 20 tahun

ke depan, melainkan untuk memecahkan masalah seharihari

dalam lingkungannya, di rumah dan di masyarakat.

99

2. Kegiatan pembelajaran berlangsung dalam hubungan sekolah

don masyarakat.

Masyarakat diartikan sebagai laboratorium belajar yang paling

besar. Sumber-sumber masyarakat tak pernah habis sebagai

sumber belajar. Prosedur penyelenggaraan ialah dengan

membawa siswa ke dalam masyarakat dengan karyawisata,

survei, berkemah dan lain-lain, atau dengan cara membawa

masyarakat ke dalam sekolah sebagai nara sumber. Dengan

demikian, masyarakat akan memberikan sumbangan yang besar

terhadap pendidikan anak, dan sebaliknya, sekolah akan

memberikan bantuan dalam memecahkan masalah-masalah dalam

masyarakat. Sekolah juga berfungsi turut memperbaiki kehidupan

masyarakat sekitamya.

3. Siswa belajar secara aktif.

Siswa bukan saja aktif belajar di laboratorium sekolah,

mencari pengalaman kerja dalam berbagai lapangan kehidupan, -

tapi juga aktif bekerja langsung di masyarakat. Dengan cara ini.

semua potensi yang mereka miliki menjadi hidup dan

berkembang. Siswa turut merencanakan, berdiskusi, meninjau.

membuat laporan, dan lain-lain, sehingga perkembangan

pribadinya selaras dengan kondisi lingkungan masyarakatnya.

4. Guru bertugas sebagai komunikator

100

Guru juga bertugas sebagai penghubung antara sekolah dan

masyarakat. Guru mempersiapkan rencana awal pembelajaran,

kemudian menyusun rencana lengkap bersama para siswa sebagai

persiapan melaksanakan di lapangan. Guru harus mengenal

dengan baik keadaan masyarakat sekitamya, supaya dapat

menyusun proyek kerja bagi para siswa. Kelas -ialu melakukan

inventarisasi masalah-masalah yang muncul jalam masyarakat,

kemudian diupayakan pemecahannya. Pranan sebagai

komunikator, bukan saja memerlukan pengetahuan dalam bidang

pendidikan dan apresiasi, namun diperlukan pula keterampilan

berintegrasi dan bekeda sama dengan masyarakat.

Berdasarkan teori-teori tersebut semakin jelaslah bahwa

kegiatan dan proses pembelajaran itu sangat kompleks.

Pandangan-pandangan yang telah dibahas itu, akan menjadi lebih

jelas setelah mempelajari uraian-uraian berikumya.

4.3 CIRI-CIRI PEMBELAJARAN

Ada tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem

pembelajaran, antara lain adalah:

1. Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur, yang

merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran, dalam suatu

rencana khusus.

101

2. Kesaling tergantungan (interdependence), antara unsur-unsur

sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu kescluruhan. Tiap

unsur bersifat essensial, dan memberikan sumbangannya kepada

sistem pembelajaran.

3. Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang

hendak dicapai. Ciri ini menjadi dasar perbedaan antara sistem

yang dibuat oleh manusia dan sistem yang alami (natural). Sistem

yang dibual oleh manusia, seperti: sistem transportasi, sistem

komunikasi, sistem pemerintahan, semuanya memiliki tujuan.

Sistim alami (natural) seperti sistem ekologi, sistem kehidupan

hewan, memiliki unsur-unsur yang saling ketergantungan satu

sama lain, disusun sesuai dengan rencana tertentu, tetapi tidak

mempunyai tujuan tertentu. Tujuan sistem menuntun proses

merancang sistem. Tujuan sistem pembelajaran agar siswa

belajar. Tugas seorang perancang sistem ialah mengorganisasi

tenaga. material, dan prosedur, agar siswa belajar secara efisien

dan efektif. Dengan proses mendisain sistem pembelajaran si

perancang membuat rancangan untuk memberikan kemudahan

dalam upaya mencapai tujuan sistem pembelajaran tersebut.

5. TUJUAN DAN UNSUR-UNSUR DINAMIS

PEMBELMARAN.

102

5.1. Tujuan pembelajaran yang menunjang tercapainya tujuan

belajar.

Pembelajaran dimaksudkan terciptanya suasana sehingga

siswaa belajar. Tujuan pembelajaran haruslah menunjang dan dalam

tercapainya tujuan belajar.

Dahulu, ketika pembelajaran dimaksudkan sebagai kadar

penyampaian ilmu pengetahuan, pembelajaran tak terkait dengan

blajar. termasuk tujuannya. Sebab, jika guru telah menyampaikan

ilmu pengetahuan. tercapailah maksud atau tujuan pembelajaran

tersebut.

Pembelajaran model dahulu itu, memang tidak dicoba

terkaitkan dengan belajar itu sendiri. Pembelajaran lebih onsentrasi

pada kegiatan guru dan tidak terkonsentrasi pada kegiatan siswa.

Jika pada masa sekarang ini pembelajaran dicoba terkaitkan

dengan belajar, maka dalam merancang aktivitas pembelajaran, guru

harus belajar dari aktivitas belajar siswa. Aktivitas belajar siswa

harus dijadikan titik tolak dalam merancang pembelajaran.

Implikasi dari adanya keterkaitan antara kegiatan

pembelajaran dan kegiatan belajar siswa tersebut adalah usunnya

tujuan pembelajaran yang dapat menunjang apainya tujuan belajar.

Muatan-muatan yang termaktub dalam tujuan belajar, haruslah

termaktub juga dalam tujuan pembelajaran.

103

Contoh kongkiit tujuan pembelajaran yang kongruen dengan

tujuan belajar adalah sebagai berikut :

Tujuan Belajar Tujuan Pembelajaran

Setelah menelaah teks butir-butir

pertama pancasila siswa dapat

menjelaskan kaitan antara butir

pertama dengan butir kedua secara

benar dengan menggunakan kata-kata

sendiri.

Setelah siswa dibelajarkan dengan cara

menelaah teks butir pertama pancasila

siswa dapat menjelaskan kaitan antara

butir pertama dengan butir kedua

secara benar dengan menggunakan

kata-kata sendiri.

Setelah mengamati berbagai tumbuh-

tunibuhan di kebun percobaan sekolah,

siswa dapat membedakan antara

tumbuhtumbuhan yang berkeping satu

dan yang berkeping dua. Setelah

dibelajarkan dengan cara mengamati

tumbuh-tumbuhan di kebun percobaan

sekolah, siswa dapat menibedakan

tumbuh-tumbuhan yang berkeping satu

dengan tumbuhan berkeping dua.

Setelah siswa dibelajarkan dengan cara

menclaah teks butir pertama pancasila,

siswa dapat menjelaskan kaitan antara

butir portama dengan butir kedua

secara benar dengan menggunakan

kata-kata yang ada pada teks Setelah

mengamati berbagai tumbuh-tumbuhan

di kebun percobaan sekolah, siswa

dapat membedakan antara tumbuh-

tumbuhan yang berkeping satu dengan

yang berkeping dua.

104

Setelah dibelajarkan dengan cara

membaca buku teks dan berdiskusi

dengan teman-temannya siswa dapat

membedakan tumbuh-tumbuhan yang

berkeping satu dengan yang berkeping

dua.

Setelah menelaah teks butir-butir

pertama pancasila siswa dapat

menjelaskan kaitan antara butir

pertama dengan butir kedua secara

benar dengan menggunakan kata-kata

sendiri

Setelah menelaah teks butir-butir

pertama pancasila, siswa dapat

menjelaskan kaitan antara butir

pertama dengan butir kedua secara

benar dengan menggunakan kata-kata

sendiri.

Setelah siswa dibelajarkan dengan cara

menelaah teks butir pertama pancasila,

siswa dapat menjelaskan kaitan antara

butir pertama dengan butir kedua

secara benar dengan menggunakan

kata-kata yang ada pada teks

Dari contoh yang disebutkan tersebut sangatlah jelas, bahwa

tujuan pembelajaran yang kongruen dengan tujuan belajar siswa

adalah :

1. Punya kesamaan tercapainya tujuan dari segi waktu, yaitu setelah

siswa belajar dan atau dibelajarkan.

2. Punya kesamaan tercapainya tujuan dari segi substansinya, aitu

siswa bisa "apa" setelah belajar dan atau dibelajarkan.

3. Punya kesamaan tercapainya tujuan dari segi cara mencapainya.

4. Punya kesamaan takaran dalam pencapaian tujuan.

105

5. Punya kesamaan dari segi pusat kegiatan, yaitu sama-sama berada

pada diri siswa.

Agar tujuan pembelajaran yang kongruen dengan tujuan

belajar tersebut jelas, berikut disajikan contoh tujuan pembelajaran

yang tidak kongruen dengan tujuan belajar :

Contoh yang disebutkan tersebut, jelas menunjukkan tidak

kongruen antara tujuan pembelajaran dengan tujuan belajar. Oleh

karena itu tujuan pembelajaran demikian ini tidak menunjang

pencapaian tujuan belajar. Ada perbedaan titik tekan antara tujuan

belajar dengan tujuan pembelajaran. Pada contoh pertama dan kedua.

substansi tujuan belajar telah dikacaukan oleh substansi tujuan

pembelajaran. Sedangkan pada contoh ketiga dan keempat. tujuan

belajar telah dikacaukan oleh tujuan pembelajaran dari segi cara

penyampaiannya.

5.2. Unsur-unsur dinamis pembelajaran kongruen dalam proses

belajar siswa/mahasiswa

a. Motivasi belajar menuntut sikap tanggap dari pihak guru serta

kemampuan untuk mendorong motivasi dengan berbagai upaya

pembelajaran. Ada beberapa prinsip yang dapat digunakan oleh

guru dalam rangka memotivasi siswa agar belajar, ialah:

106

1. Prinsip kebermaknaan, siswa termotivasi untuk mempelajari

hal-hal yang bermakna bagi dirinya,

2. Prasyarat, siswa lebih suka mempelajari sesuatu yang baru

jika dia memiliki pengalaman prasyarat (prerckuisit).

3. Model, siswa lebih suka memperoleh tingkah laku baru bila

disajikan dengan suatu model perilaku yang dapat diamati dan

ditim.

4. Komunikasi terbuka, siswa lebih suka belajar bila penyajian

ditata agar supaya pesan-pesan guru terbuka terhadap

pendapat siswa.

5. Daya tarik, siswa lebih suka belajar bila perhatiannya tertarik

oleh penyajian yang menyenangkan/menarik.

6. Aktif dan latihan, siswa lebih senang belajar bila dia dapat

berperan aktif dalam latihan/praktik dalam upaya mencapai

tujuan pembelajaran

7. Latihan yang terbagi, siswa lebih suka belajar bila latihan-

latihan dilaksanakan dalamjangka waktu yang pendek.

8. Tekanan instruksional, siswa lebih suka belajar terus bila

kondisi pembelajaran menyenangkan baginya.

9. Keadaan yang menyenangkan, siswa lebih suka belajar terus

bila kondisi-kondisi pembelajaran menyenangkan bagmya.

b. Sumber-sumber yang digunakan sebagai bahan belajar terdapat

pada:

107

1. Buku pelajaran yang sengaja disiapkan dan berkenan dengan

mata ajaran tertentu. Bahan-bahan tersebut dapat berupa

sumber pokok dan sumber pelengkap. Pemilihim buku-buku

sumber telah ditetapkan dalam pedoman kurikulum dan

berdasarkan pilihan guru berdasarkan pertimbangan tertentu.

Buku-buku tersebut mungkin telah tersedia di perpustakaan

sekolah, atau harus dibeli di pasaran buku.

2. Pribadi guru sendiri pada dasamya merupakan sumber tak

tertulis dan sangat penting serta sangat kaya dan luas, yang

perlu dimanfaatkan secara maksimal. Itu sebabnya, guru

senantiasa diminta agar terus belajar untuk memperkaya dan

memperluas serta mendalami ilmu pengetalman, sehingga

pada waktunya dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan

belajar yang berdaya guna bagi kepentingan proses belajar

siswa.

3. Sumber masyarakat, juga merupakan sumber yang paling

kaya bagi bahan belajar siswa. Hal-hal yang tidak tertulis

dalam buku dan belum terkuasai oleh guru, ternyata ada

dalam, masyarakat berupa objek, kejadian dan peninggalan

sejarah. Hal-hal tersebut dapat digunakan sebagai bahan

belajar. Untuk itu, guru perlu menyiapkan program

pembelajaran dalam upaya memanfaatkan masyarakat sebagai

sumber bahan belajar bagi siswanya.

108

c. Pengadaan alat-alat bantu belajar dilakukan oleh guru, siswa

sendiri dan bantuan orang ma. Namun, harus dipertimbangkan

kesesuaian alat bantu belajar itu dengan tujuan belajar,

kemampuan siswa sendiri, bahan yang dipelajari, dan

ketersediaannya di sekolah. Prinsip kesesuaian ini perlu

diperhatikan karena sering terjadi pemilihan dan penggunaan

suatu alat bantu belajar ternyata tidak cocok untuk pengajaran dan

ternyata tidak banyak pengaruhya terhadap keberhasilan belajar

siswa. Prosedur yang harus ditempuh adalah:

1. Memilih dan menggunakan alat bantuan yang tersedia di

sekolah sesuai dengan rencana pembelajaran.

2. Siswa memilih dan membuat sendiri alat bantu yang

diperlukan, berdasarkan petunjuk dan bantuan guru.

3. Membeli di pasaran bebas scandamya alat yang diperlukan itu

ada di pasaran dan cocok dengan kegiatan belajar yang akan

ditakukan.

d. Untuk menjamin dan membina suasana belajar yang efektif. guru

dan siswa dapat melakukan beberapa upaya sebapi berikut:

1. Sikap guru sendiri terhadap pembelajaran di kelas. Guru

diharapkan bersikap menunjang, membantu, adil, dan terbuka

dalam kelas. Sikap-sikap tersebut pada gilirannya akan

menciptakan suasana yang menyenangkan dan

109

menggairahkan serta menciptakan antusiasme terhadap

pelajaran yang sedang diberikan.

2. Perlu adanya kesadaran yang tinggi di kalangan siswa untuk

membina disiplin dan tata tertib yang baik di dalam kelas.

Suasana yang disiplin ini juga ditentukan oleh perilaku guru,

kemampuan guru memberikan pengajaran. serta suasana

dalam diri siswa sendiri.

3. Guru dan siswa berupaya menciptakan hubungan dan

kerjasama yang serasi, selaras dan seimbang dalam kela. yang

dijiwai oleh rasa kekeluargaan dan kebersamaan rasa

tenggang rasa dan tanggung jawab untuk kepentingan

bersama ternyata lebih efektif dibandingkan dengan suasana

dengan persaingan, berusaha untuk kopentingan sendiri, dan

pergaulan guru siswa yang renggang dan kaku.

e. Subjek belajar yang berada dalam kondisi kurang mantap perlu

diberikan binaan. Pembinaan kesehatan, penyesuaian bahan

belajar dengan tingkat kecerdasan siswa, memperhatikan kesiapan

belajar yang tepat waktunya, penyesuaian bahan, belajar dengan

kemampuan dan bakatnya, dan memberikan pengalaman-

pengalaman perekuisit, semua kondisi itu perlu terus dikontrol

oleh guru. Sediakan waktu yang khusus untuk mengenal dan

mengetahui dengan seksama semua kondisi subjek belajar. Bila

110

diketahui terdapat ketidak seimbangan dan gangguan pada

kondisi mereka, maka guru perlu segera melakukan upaya untuk

memperbaiki dan meningkatkannya.

5.3. Unsur-unsur dinamis pembelajaran pada diri guru.

a. Motivasi untuk membelajarkan siswa.

Guru harus memiliki motivasi untuk membelajarkan siswa.

Motivasi itu sebaiknya timbul dari kesadaran yang tinggi untuk

mendidik peserta didik menjadi warga negara yang bak. Jadi guru

memiliki hasrat untuk menyiapkan siswa menjadi pribadi yang

memiliki pengetahuan dan kemampuan tertentu. Namun, diakui

bahwa motivasi pembelajaran itu sering timbul karena insentif

yang diberikan, sehingga guru melaksanakan tugasnya sebaik

mungkin. Kedua jenis motivasi itu diperlukan untuk

membelajarkan siswa.

b. Kondisi guru siap membelajarkan siswa.

Guru perlu memiliki kemampuan dan proses pembelajaran,

disamping kemampuan kepribadian dan kemampuan

kemasyarakatan. Kemampuan dalam proses pembelajaran sering

disebut kemampuan profesional. Guru perlu berupaya

111

meningkatkan kemampuan-kemampuan tersebut agar senantiasa

berada dalam kondisi siap untuk membelajarkan siswa.

112

BAB II

PRINSIP BELAJAR DAN APLIKASINYA

2.1. PRINSIP-PRINSIP BELAJAR YANG TERKAIT DENGAN

PROSES BELAJAR

Banyak teori dan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan

oleh para ahli yang satu dengan yang lain memiliki persamaan dan

perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa

prinsip yamg relatif berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai

dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu

meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru dalam apaya

meningkatkan mengajarnya. Prinsip-prinsip itu berkaitan dengan

perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan

langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan

penguatan. serta perbedaan individual.

2.1.1 Perhatian dan Motivasi

Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan

belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap

bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gage n

Berliner, 1984: 335 ). Perhatian terhadap belajar akan timbul pada

siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya.

113

Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang

dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih Ianjut atau diperlukan

dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk

mempelajarinya. Apabila perhatian alami ini tidak ada maka siswa

perlu dibangkitkan perhatiannya.

Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan yang

sangat penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang

menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat

dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil (gage dan

Berliner, 1984 : 372).

"Motivation is the concept we use when we ddescribe the

force action on or whitin an organism yo initiate and direct behavior"

Demikian menurut H.L. Petri (Petri, Herbet L, 1986: 3).

Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran.

Sebagai tujuan, motivasi merupakan salah satu tujuan dalam

mengajar. Guru berharap bahwa siswa tertarik dalam kegiatan

intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai alat,

motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan

hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar

siswa dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan.

Motivasi mempunyai kaitan yang crat dengan minat. Siswa

yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu

cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul

114

motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi juga

dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianggap penting dalan,

kehidupannya. Perubahan nilai-nilai yang dianut akan mengubah

tingkah laku manusia dan motivasinya. Karenanya, bahan-bahan

pelajaran yang disajikan hendaknya disesuaikan dengan minat siswa

dan tridak bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam

masyarakat.

Sikap siswa, seperti haInya motif menimbulkan dan

mengarahkan aktivitasnya. Siswa yang menyukai matematika akan

merasa senang belajar matematika dan terdorong untulk belajar lebih

giat, demikian pula sebaliknya. Karenanya adalah kewajiban bagi

guru untuk bisa menanamkan sikap positif pada diri siswa terhadap

mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.

Insentif, suatu hadiah yang diharapkan diperoleh sudah

melakukan kegiatan, dapat menimbulkan motif. Hal ini merupakan

dasar teori belajar B.F. Skinner dengan operant conditioning-nya'

(Hal ini dibkarakan lebih lanjut dalam prinsip balikan dan

penguatan).

Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya

sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain,

dari guru, orang tua, teman dan sebagainya. Motivasi juga dibedakan

atas motif intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif intrinsik adalah tenaga

115

pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai

contoh, seorang siswa yang dengan sungguh-sungguh mempelajari

mata pelajaran di sekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang

dipelajarinya. Sedangkan motil ekstrinsik adalah tenaga pendorong

yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi

penyertaanya. Sebagai contoh, siswa belajar sungguh-sungguh bukan

disebabkan ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya telapi

didorong oleh keinginan naik kelas atau mendapat ijazah. Naik kelas

dan mendapat ijazah adalah penyerta dari keberhasilan belajar.

Motif intrinsik dapat bersifat internal, datang dari diri sendiri,

dapat juga bersifat eksternal, datang dari luar. Motif ekstrinsik bisa

bersifat eksternal, walaupun lebih banyak bersifat ekstemal. Motif

ekstrinsik dapat juga berubah menjadi motif intrinsik yang disebut

'Iransformasi motir'. Sebagai contoh. seorang siswa belajar di

Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LIPTK) karena

menuruti keinginan orang tuanya yang menginginkan anaknya

menjadi guru. Mula-mula motifnya adalah ekstrinsik, yaitu ingin

menyenangkan orang tuanya, tetapi setelah belajar heberapa lama di

LPTK ia menyenangi pelajaran-pelajaran yang digelutinya dan

senang belajar untuk menjadi guru. Jadi motif pada siswa itu yang

semula ekstrinsik menjadi intrinsik.

116

Perhatian

Perhatian erat sekali kaitannya dengan motivasi bahkan tidak

dapat dipisahkan. Perhatian ialah pemusatan energi psikis (fikiran

dan perasaan) terhadap suatu objek. Makin terpusat perhatian pada

pelajaran, proses belajar makin baik dan hasilnya akan makin haik

pula. Oleh karena itu guru harus selalu berusaha supaya perhatian

siswa terpusat pada pelajaran. Memunculkan perhatian seseorang

pada suatu objek dapat diakibatkan oleh dua hal.

Pertama, orang itu merasa bahwa objek tersebut mempunyai

kaitan dengan dirinya umpamanya dengan kebutuhan, cita cita,

pengalaman, bakat, minat.

Kedua, Objek itu sendiri dipandang memiliki sesuatu yang

lain dari yang lain, atau yang lain dari yang biasa, lain dari yang pada

umumnya muncul.

Perhatikan contoh kasus dibawah ini

1. Rukiah, salah seorang siswa disuatu sekolah dasar sangat tertarik

dengan penjelasan ibu gurunya tentang perpindahan penduduk.

sehingga ia sungguh-sungguh memperhatikan pelajaran tersebut,

karena ia pernah dibawa orang tuanya bertransmigrasi.

2. Sekelompok siswa disuatu sekolah dasar pada sutu waku

mengikuti pelajaran dengan penuh perhatian karena guru

117

mengajarkan pelajaran tersebut dengan menggunakan alat peraga

yang sebelumnya guru tersebut belum pernah melakukannya.

3. Sekelompok siswa sedang asyik mengerjakan tugas kelompok,

dalam pelajaran IPA. KeRhatannya mereka sangat sungguh-

sungguh menerjakan tugas tersebut. Biasanya mereka belajar

cukup mendengarkan ceramah dari guru.

Ketiga contoh diatas menggambarkan siswa yang belajar

dengan penuh perhatian akan tetapi penyebabnya berbeda.

Contoh pertama, Rukiah belajar dengan penuh perhatian.

Karena pelajaran tersebut memiliki kaitan dengan pengalamannya.

Pelajaran tersebut ada kaitan dengan diri siswa. Pada contoh kedua,

siswa belajar dengan penuh perhatian, karena guru mengajar dengan

menggunakan alat peraga, (cara guru mengajar lain dan

kebiasaannya)

Demikian pula contoh ketiga, siswa belajar dengan penuh

perhatian Karena guru menggunakan metode yang bervariasi tidak

hanya ceramah).

Dari uraian dan contoh diatas dapat disimpulkan, bahwa :

1. Belajar dengan permh perhatian pada pelajaran yang sedang

dipelajari, proses dan hasilnya akan lebih baik.

118

2. Upaya guru memumbuhkan dan meningkatkan perhatian siswa

terhadap pelajaran dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara

lain:

a. Mengaitkan pelajaran dengan pengalaman, kebutuhan, cita-

cita, bakat atau minat siswa.

b. Menciptakan situasi pembelajaran yang tidak monoton.

Umpamanya penggunaan metode mengajar yang bervariasi,

penggunaan media, tempat belajar tidak terpaku hanya

didalam kelas saja.

Coba anda pilih salah satu pokok bahasan dari salah satu mata

pelajaran yang biasa anda ajarkan. Kemukakan upaya apa yang harus

anda lakukan untuk:

1. Menarik perhalian siswa dengan cara mengailkan pelajaran

tersebut dengan diri siswa (umpamanya dengan pengalaman

mereka).

2. Menarik perhatian siswa dengan cara menciptakan situasi

pembelajaran yang bervariasi (umpamanya dalam penggunaan

metode mengajar)

2.2. KEAKTIFAN BELAJAR

Kecendrungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak

adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk

119

berbuat sesuatu, mempunyai kemampuan dan aspirasi sendiri. Belajar

tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan

kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif

mengalami sendri. Mon Dewey misalnya mengemukakan, bahwa

belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk

dirmya sendiri. maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri. Guru

sekedar pembimbing dan pengarah (John Dewy 1916. dalam Dak ks,

1937:3 1).

Menurut teori kognitif. belajar menunjukkan adanya jiwa

yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak

sekadar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. (Gage

and Berliner, 1984 : 267). Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif,

konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu

mencari. menermakan fakta. menganalisis, menafsirkan dan menairik

kesimpulan,

Thomdike mengemukakan keakifan siswa dalam belajar

dengan bukum "lah. of exercise " -nya yang menyatakan bahwa

belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Mc Keachk berkenan

dengan prinsip keaktifan mengemukakan babwa individu merupakan

"manusia belajar yang selalu ingin tahu, sosial,” (MC Keachk,

1976:230 dari Gredler MEB terjemahan Munandir, 1991:105).

120

Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan

keaktifan. Keaktifan itu beraneka ragam bentuknya. Mulai dari

kegiatan fisik yang mudah kita amati sampai kegiatan psikis yang

susah diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar,

menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Contoh

kegiatan psikis misaInya menggunakan khasanah pengetahuan yang

dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan

satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan basil percobaan, dan

kegiatan psikis yang lain.

Seperti yang telah dibahas di depan bahwa belajar iu sendiri

adalah akivitas, yaitu aktivitas mental dan emosional. Bila ada siswa

) yang duduk di kelas pada saat pelajaran berlangsung, akan tetapi

mental emosionainya tidak terlibat akif didalam situasi pembelajaran

itu, Pada hakikamya siswa tersebut tidak ikut belajar.

Oleh karena itu guru jangan sekali-kali membiarkan ada siswa

yang tidak ikut aktif belajar. Lebih jauh dari sekedar mengaktifkan

siswa belajar, guru harus berusaha meningkatkan kadar aktifitas

belaiar tersebut.

Kegiatan mendengarkan penjelasan guru, sudah menunjukkan

adanya aktivitas belajar. Akan tetapi barangkali kadarnya perlu

ditingkinkan dengan metode mengajar lain.

121

Sekali untuk memantapkan pemahaman anda tentang upaya

meningkatkan kadar aktivitas belajar siswa, coba anda tetapkan salah

satu pokok bahasan dari salah satu mata pelajaran yang biasa

diajarkan. Silahkan anda rancang kegiatan-kegiatan belajar yang

bagaimana yang harus siswa anda lakukan, supaya kadar aktivitas

belajair mereka relatif tinggi.

Bila sudah selesai anda kerjakan, silahkan diskusikan deingan

guru lain disekolah anda atau guru sesama peserta program

2.3. KETERLIBATAN LANGSUNG DALAM BELAJAR

Di muka telah dibkarakan bahwa belajar haruslah dilakukan

sendiri oleh siswa yang, belajar adalah mengalami, belajar tidak bisa

dilimpahkan kepada orang lain. Edgar Dale dalam penggolongan

pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerueut pengalamannya

mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar

melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman

langsung siswa tidak sekadar mengamati secara langsung tetapi ia

harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan

bertanggung jawab tehadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang yang

belajar membuat tempe, yang paling baik apabila ia terlihat secara

langsng dalam perbuatan (direct performance), bukan sekadar

melihat bagaimana orang menikmati tempe (demonstrating), apalagi

122

sekadar mendengar orang bercerita bagaimana cara pembuatan tempe

(telling).

Pentingnya ketelibatan langsung dalam belajar dikemukakan

oleh John Dewey dengan "leaming by doing"-nya. Belajar sebaiknya

dialami melalui perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan oleh

siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok, dengan cara

memecahkan masalah (prolem solving). Guru bertindak sebagai

pembimbing dan fasilitator.

Keterlibatan siswa di dalam belajar jangan diartikan

keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah

keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif

dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan

dan intemalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilat, dan

juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan

keterampilan.

2.4. PENGULANGAN BELAJAR

Prinsip belajar yang menekankan perlunva pengulangan

barangkali yang paling tua adalah yang dikemukakan oleh teori

Psikologi Dava. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya

yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap,

mengingat. mengkhayal, merasakan. berpikir. dan sebagainya.

123

Dengan mengadakan pengulangan maka dasya-daya tersebut akan

berkembang. Seperti hainya pisau yang selalu diasah akan menjadi

tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-

pengulangan akan menjadi sempuma.

Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori

psikologi Asosiasi atau Koneksionisme dengan tokoh yang terkenal

Thorndike. Berangkat dari salah satu hukum belajarnya “law of

exercise", ia mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan

hubungan antara stimulus dan respons. dan pengulangan terhadap

pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respons

benar. Seperti kata pepatah "latihan menjadikan sempuma"

(Thomdike, 1931b:20. dari Gredlei, Marget E Bell, terjemahan

Munandir, 1991: 51).Psikologi Conditioning yang merupakan

perkembangan lebih lanjut dari Koneksionisme juga menekankan

pentingnya pengulangan dalam belajar. Kalau pada Koneksionisme,

belajar adalah pembentukan hubungan stimulus dan respons maka

pada psikologi conditioning respons akan timbul bukan karena saja

stimulus, tetapi juga oleh stimulus yang dikondisikan. Banyak

tingkah laku manusia yang terjadi karena kondisi, misalnya siswa

berbaris masuk ke kelas karena mendengar bunyi lonceng, kendaman

berhenti ketika lampu Ialu lintas berwarna merah. Menurut teori ini

perilaku individu dapat dikondisikan, dan belajar merupakan upaya

untuk mengkondisikan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu.

124

Mengajar adalah membentuk kebiasaan, mengulang-ulang sesuatu

perbuatan sehingga menjadi suatu kebiasaan dan pembiasaan tidak

perlu selalu oleh stimulus yang sesungguhnya, tetapi dapat juga oleh

stimulus penyerta.

Ketiga teori tersebut menekankan pentingnya prinsip

pengulangan dalam belajar walaupun dengan tujuan yang berbeda.

Yang pertama pengulangan untuk melatih daya-daya jiwa sedangkan

yang kedua dan ketiga pengulangan untuk respons yang benar dan

membentuk kebiasaan- kabiasaan. Walaupun kita tidak japat

menerima bahwa belajar adalah pengulangan seperti yang

dikemukakan ketiga teori tersebut, karena tidak dapat dipakai untuk

menerangkan semua bentuk belajar, namun prinsip pengulangan

masih relevan sebagai dasar pembelajaran. Dalam belajar tetap

diperlukan latihan/pengulangan. Metode drill dan stereotyping adalah

bentuk belajar yang menerapkan prinsip pengulangan (Gage dan

Berliner, 1984: 259).

2.5. SIFAT MERANGSANG DAN MENANTANG DARI

MATERI YANG DIPELAIARI

Teori Medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan

bahwa dalam, situasi belajar berada dalam suatu medan atau

lapangan psikologis. Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu

125

tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yang

mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi

hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahasa belajar tersebut.

Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah

tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru,

demikian seterusnya. Agar pada anak timbul motif yang Kuat untuk

mengatasi hambatan dengan baik maka bahan belajar haruslah

menantang. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar haruslah

menantang.tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat

siswa bergairah untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru, yang

banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa

tertantang untuk mempelajarinya. Pelajaran yang memberi

kesempatan pada siswa untuk menermakan konsep-konsep, prinsip-

prinsip, dan generalisasi akan menyebabkan siswa berusaha meneari

dan menemukan konsp-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi

tersebut. Bahan belajar yang telah mendan saja kurang menarik bagi

siswa.

Penggunaan metode eksperimen, inkuiri, diskoveri juga

memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebili giat dan

sungguh-sunggub. Penguatan positif maupun negatif juga akan

menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh

gaujaran atau terhindar dari hukum yang tidak menyenangkan.

126

2.6. PEMBERIAN BALIKAN ATAU UMPAN BALIK DAN

PENGUATAN BELAJAR

Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan

terutama ditekankan oleh teori belajar operant Conditioning dari B.F.

Skinner. Kalau pada teori conditioning yang diberi kondisin adalah

stimulusnya, maka pada operant conditioning yang diperkuat adalah

responsnya. Kunci dari teori belajar im adalah law of effect - nya

Thomdike. Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui

dan mendapatkan hasil yang haik. Hasil, apalagi hasil yang baik,

akan merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengarub baik

bagi usaha belajar selanjutnya. Namum dorongan belajar itu menurut

B.E Skinner tidak saja oleh penguatan yang menyenangkan tetapi

juga ada yang tidak menyenangkan. Atau dengan kata lain penguatan

positif maupun negatif dapat memperkuat belajar (gage dan Berliner,

1984: 272).

Siswa belajar sunggub-sungguh dan mendapatkan nilai yang

baik dalam ulangan. Nilai yamg baik itu mendorong anak untuk

belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operant

conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya anak yang

mendapatkan nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut

tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong tuk belajar

lebih giat. Di sini nilai buruk dan dan rasa takut lidak naik kelas juga

127

bisa mendorong anak untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut

penguatan negatif. Di sini siswa mencoba menghindar dari peristiwa

yang tidak menyenangkan, maka penguatanatan negatif juga disebut

escape conditioning, Format sajian berupa tanya jawab, diskusi,

eksperimen, metode penemuan, dan sebagainya merupakan cara

belajar-mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan dan

penguatan. Balikan yang segera diperoleh siswa setelah belajar

melalui penggunaan metode-metode ini akan membuat siswa

terdorong untuk belajar lebih giat dan bersemangat.

2.7. IMPLIKASI PRINSIP-PRINSIP BELAJAR

Siswa sebagai "primus motor” (motor utama) dalam kegiatan

pembelajaran, dengan alasan apapun tidak dapat mengabaikan begitu

saja adanya prinsip- prinsip belajar. Justru pada siswa akan berhasil

dalam pembelajaran, jika mereka menyadari implikasi prinsip-prinsip

belajar terhadap diri mereka.

2.7.1. Perhatian dan Motivasi

Siswa dituntut untuk memberikan perhatian terhadap semua

ungsangan yang mengarah ke arah pencapaian tujuan belajar. Adanya

tuntutan untuk selalu memberikan perhatian ini, menyebabkan siswa

128

harus membangkitkan perhatiannya kepada segala pesan yang

dipelajarinya. Pesan-pesan yang menjadi isi pelajaran seringkali

dalam bentuk rangsangan suara, warna. bentuk, gerak, dan

rangsangan lain yang dapat diindra. Dengan demikian siswa

diharapkan selalu melatih indranya untuk memperhatikan rangsangan

yang muncul dalam prosses pembelajaran.

Peningkatan/pengembangan minat im merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi motivasi (Gage dan Berliner, 1984:373). Contob

kegiatan atau perilaku siswa, baik fisik atau psikis, seperti

mendengarkan ceramah guru, membandingkan konsep sebelumnya

dengan konsep yang baru diterima, mengamati secara cermat gerakan

psikomotorik yang dilakukan guru, atau kegiatan sejenis lainnya.

Senma kegiatan atau perilaku tersebut harus dilakukan oleh siswa

secara sadar sebagai upaya untuk meningkatkan motivasi belajarnya.

Sedangkan implikasi prinsip motivasi bagi siswa adalah

disadarinya oleh siswa bahwa motivasi belajar yang ada pada diri

mereka harus dibangkitkan dan mengembangkan secara terus

menerus. Untuk dapat membangkitkan dan mengembangkan motivasi

belajar mereka secara terus menerus, siswa dapat melakukannya

dengan menentukan atau mengetahm tujuan belajar yang hendak

dicapai. menanggapi secara positif pujian atau dorongan dari orang

lain, menentukan target atau sasaran penyelesaian tugas belajar, dan

129

perilaku sejenis lainnya. Dari contoh-contoh perilaku siswa untuk

meningkatkan dan membangkitkan motivasi belajar, dapat ditandai

bahwa perilaku-perilaku tersebut bersifat psikis.

2.7.2. Keaktifan

Sebagai "primus motor" dalam kegiatan pembelajaran maupun

kegiatan belajar, siswa dituntut untuk selalu aktif memproses dan

mengolah perolehan belajarnya. Untuk dapat memproses dan

mengolah perolehan belajarnya secara efektif, perilaku-perilaku

seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis

hasil percobaan, ingin tahu hasil dan kimia, membuat karya tulis,

membuat kliping, dan prilaku sejenis lainnya. Implikasi prinsip

keaktifan bagi siswa lebih lanjut menuntut keterlibatan langsung

siswa dalam proses pembelajaran.

2.7.4. Keterlibatan langsung/ berpengalaman

Hal apapun yang dipelajari siswa, maka ia harus

mempelajarinya sendiri. Tidak ada seorangpun dapat melakukan

kegiatan belajar tersebut untuknya (Davies, 1987:32). Pemyataan ini.

secara mutlak menuntut adanyan keterlibatan langsung dari "tiap

siswa dalam kegiatan belajar pembelajaran. Implikasi prinsip ini

dituntut pada para siswa agar tidak segan-segan mengerjakan segala

tugas belajar yang dibeerikan kepada mereka. Dengan keterlibatan

130

langsung inj, secara logis akan menyebabkan mereka memperoleh

pengalaman atau berpengalaman. Bentuk-bentuk perilaku yang

merupakan implikasi prinsip keterlibatan langsung bagi siswa

misalnya adalah siswa ikut dalam pembuatan lapangan bola voli,

siswa melakukan reaksi kimia, siswa berdiskusi untuk membuat

laporan, siswa membaca puisi di depan kelas, dan perilaku sejenis

lainnya. Bentuk perilaku keterlibatan langsung siswa tidak secara

mutlak menjamin terwujudnya prinsip keaktifan pada diri siswa.

Namun demikian, perilaku keterlibatan siswa secara langsung dalam

kegiatan belajar pembelajaran dapat diharapkan mewujudkan

keaktifan siswa.

2.7.5. Pengulangan

Penguasaan secara penuh dari setiap langkah kemungkinkan

belajar secara keseluruhan lebih berarti (Davies, 1987:32 ). Dari

pemyataan inilah pengulangan masih diperlukan merasa bosan dalam

melakukan pengulangan. Bentuk-bentuk perilaku pembelajaran yang

merupakan implikasi prinsip pengulangan, diantaranya menghafal

unsur-unsur kimia setidp valensi, mengerjakan soal-soal lingkungan,

Jachan, menghafal nama-nama latin tumbuhan, atau menghafal

tahun-tahun terjadinya peristiwa sejarah.

2.7.6. Tantangan

131

Prinsip belajar ini bersesuaian dengan pemyataan bahwa

apabila siswa diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri,

maka ia lebih termotivasi untuk belajar, ia akan belajar dan

mengingat secara lebih baik (Davies, 1987: 32). Hal ini berarti siswa

selalu menghadapi tantangan untuk memperoleh. memproses, dan

mengolah setiap pesan yang ada dalam kegiatan pembelajaran.

Implikasi prinsip tantangan bagi siswa adatah tuntutan dimilikinya

kesadaran pada diri siswa akan adanya kebutuhan untuk selalu

memperoleh, memproses. dan mengolah pesan. Sclain itu, siswa juga

harus memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala

permasalahan yang dihadapinya. Bentuk-bentuk perilaku siswa yang

merupakan implikasi dari prinsip tantangan ini diantaranya adalah

melakukan eksperimen, melaksanakan tugas terbimbing maupun

mandiri, atau mencari tahu pemecahan suatu masalah.

2.7.7. Balikan dan Penguatan

Siswa selalu membutuhkan suatu kepastian dari kegiatan yang

dilakukan, apakah benar atau salah? Dengan demikian siswa akan

selalu memiliki pengetahuan tentang hasil (knowledge of result),

yang sekaligus merupakan penguat (reinforce) bagi penguatan

bentuk-bentuk perilaku siswa yang memungkinkan diantaranya

adalah dengan segera mencocokkan jawaban dengan kunci jawaban,

132

menerima kenyataan terhadap skor atau nilai yang dicapai, atau

menerima teguran dari gurulorang tua karena hasil belajar yang jelek.

2.7.8. Perbedaan Individual

Setiap siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang

berbeda satu dengan yang lain. Karena hal inilah, setiap siswa belajar

menurut tempo (kecepatan)nya sendiri dan untuk setiap kelompok

umur terdapat variasi kecepatan belajar (Davies, 1987: 32).

Kesadaran bahwa dirinya berbeda dengan siswa lain, akan membantu

siswa menentukan cara belaiar dan sasaran belajar bagi dirinya

sendiri. Implikasi adanya prinsip perbedaim individual diantaranya

adalah menentukan tempat duduk di kelas, menyusun jadwal belajar,

atau memilih bahwa implikasi adanya prinsip perbedaan individu

bagi siswa dapat berupa perilaku fisik maupun psikis. Untuk

memperjelas implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa, anda dapat

mengidentifikasi dari kegiatan siswa dalam kegiatan pembelajaran

sebagai indikatornya.

2.7.9. Perbedaan individual

Belajar tidak dapat diwakilkan kepada orang lain. Tidak

belajar, berarti tidak akan memperoleh kemampuan. Belajar dalam

arti proses mental dan emosional terjadi secara individual. Jika kita

133

mengajar disuatu kelas sudah barang tentu kadar aktivitas belajar

para siswa beragam.

Disamping itu, siswa yang belajar sebagai pribadi tersendiri,

yang memiliki perbedaan dari siswa lain. Perbedaan itu mungkin

dalam hal pengalaman, minat, bakat, kebiasaan belajar, kecerdasan,

tipe belajar dan sebagainya..

Guru yang menyamaratakan siswa menganggap semua siswa

sama. sehingga memperlakukan mereka sama kepada semua. pada

prinsipnya bertentangan dengan hakikat manusia, khususnya siswa.

Guru yang bijaksana akan menghargai dan memperlakukan

siswa sesuai dengan hakikat mereka masingmasing. Suatu tindakan

guru yang dipandang tepat terhadap seorang siswa, belum tentu tepat

untuk siswa yang lain. Akan tetapi ada perlakuan yang memang harus

sama terhadap semua.

Demikian pula yang menyangkut pelajaran. Pelajaran mana

yang harus dipelajari oleh semua siswa dan peIajaran mana yang

boleh dipilih oleh siswa sesuai dengan bakat mereka.

Perlakuan guru terhadap siswa yang cepat harus berbeda dii i

perlakuaii terhadap siswa yang termasuk lamban. Siswa yang lamban

perlu banyak dibantu sedangkan siswa yang cepat dapa diberi

kesempatan lebih dulu maju atau melakukan pengayaan.

134

Didalam menggunakan metode mengajar, guru perlu

menggunakan metode mengajar yang bervariasi, sebab mungkin

siswa yang kita ajar memiliki tipe belajar yang berbeda. Siswa yang

memiliki tipe belajar yang auditif akan lebih mudah belajar melalui

pendengaran. Siswa yang memiliki tipe belajar yang motorik akan

memiliki tipe belajar visual akan lebih mudah belajar melalui

penglihatan. sedangkan siswa yang memiliki tipe belajar motorik

akan lebih mudah belajar melalui perbuatan.

Untuk keperluan itu semua guru perlu memahami pribadi

masing-masing yang menjadi bimbingannya.

Oleh karena itu catatan pribadi siswa sangat bermanfaat.

Setiap siswa perlu dikatat tentang kecerdasannya, bakatnya, tipe

belajarnya, latar belakang kehidupan orang tuanya, kemampuan

panca indranya, penyakit yang dideritanya, bahkan kejadian sehari-

hari yang dianggap penting. Semua itu harus dkatat pada catatan

pribadi siswa. Buku catatan pribadi siswa itu harus diisi secara rutin

dan terus mengikuti pribadi siswa tersebut ke kelas dan ke jenjang

pendidikan berikutnya.

Buku catatan pribadi tiap siswa kelas 1 setelah mereka naik

kelas II harus diserahkan pada guru kelas II untuk digunakan dan

diisi dengan data baru, begitulah seterusnya sampai kejenjang

pendidikan berikumya.

135

Adakah buku catatan pribadi tiap siswa dikelas tempat anda

mengajar? Bila ada coba pelajari:

1. Data apa saja yang dicatat

2. Kapan buku tersebut diisi

3. Pernahkah buku catatan pribadi tersebut digunakan, dan untak

apa

4. Bagaimana saran anda untuk pemanfaatan buku catatan pribadi

tersebut : data dan pengisiannya serta penggunaanya.

Jika ternyata belum ada, coba buat sebuah model buku catatan

pribadi siswa yang menurut anda cukup lengkap untuk keperluan

pembimbingan belajar terhadap siswa, Itulah lima prinsip belajar

telah kita diskusikan. Silahkan anda pelajari berbagai sumber tentang

belajar. Akan tetapi paling tidak kelima prinsip diatas hendaknya

menjadi pegangan kita didalam membelajarkan siswa-siswa kita.

Belajar terjadi pada suatu system lingkungan belajar yang

terdiri dari komponen atau unsur tujuan, bahan pelajaran, strategi,

alat, siswa dan guru. Sebagai suatu system, unsur-unsur

penabelajaran tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi. Oleh

karena itu pemilihan dan penggunaan strategi belajar mengajar tidak

dapat dilepaskan dari pertimbangan unsur-unsur lain didalam system

pembelajaran. Yang menjadi unsur utama ialah tujuan pembelajaran.

Semua unsur didalam pembelajaran harus sesuai dengan tujuan

136

pembelajaran. Oleh karena itu tujuan pembelajaran harus ditetapkan

lebih dulu.

Bagaimana implikasi tujuan, bahan pelajaran, alat dan siswa

terhadap penggunaan strategi belajar mengajar akan kita diskusikan

pada kegiatan belajar berikutnya. Untuk memantapkan pemahaman

anda terhadap materi yang anda pelajari kerjakanlah latihan dibawah

ini.

1. Identifikasikanlah kegiatan pembelajaran yang anda rancang.

Apakah kegiatan pembelajarannya termasuk belajar meialui

pengalaman ataukah melalui pengamatan?

2. Kegiatan apa yang dapat dilakukan guru untuk membangkitkan

motifasi belajar siswa?

3. Kegiatan apa yang dapat dilakukan guru untuk menarik perhatian

siswa?

Untuk memudahkan anda dalam mengerjakan latihan diatas

bacalah rambu-rambu pengerjaan latihan berikut ini. Rambu-rambu

pengerjaan latihan.

1. Ambillah salah satu rencana pembelajaran yang akan anda

laksanakan. Identifikasi setiap langkah kegiatan pembelajaran

yang akan anda tempuh. Dari hasil identifikasi ini anda akan

mengetahui apakah kegiatan pembelajaran yang anda rancang

137

lebih menekankan pada belajar melalui pengalaman (langsung

dan tak langsung) ataukah melalui pengamatan.

2. Untuk menjawab pertanyaan ini anda hendaknya mengingat

kembali materi yang membahas teknik-teknik membangkitkan

motivasi belajar siswa. Untuk lebih meyakinkan anda

observasilah teman anda yang sedang mengajar. Catatlah kegiatan

pembelajaran yang dilaksanakan teman anda yang dapat

membangkitkan motivasi belajar siswa.

3. Selain anda harus mengingat kembali materi tentang teknik-

teknik menarik perhatian siswa, anda juga dapat melakukan

observasi atau meminta teman anda mengobservasi anda yang

sedang mengajar. Catatlah kegiatan-kegiatan yang dapat menarik

perhatian siswa selama kegiatan pembelajaran.

Sekarang tiba saamya anda membaca rangkuman dibawah ini

unuk lebih memantapkan ingatan anda terhadap materi yang telah

dipelajari.

Belajar memiliki tiga atribu pokok ialah:

1. Belajar merupakan proses mental dan emosional atau aktivitas

pikiran dan perasaan.

2. Hasil belajar berupa perubahan perilaku, baik menyangkut

kognitif psikomotorik maupun afektif.

Siswa merupakan imdividual yang unik artinya tidak ada dua

orang siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaim satu

138

dengan lain. Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis,

kepribadian dan sifat-sifatnya.

Perbedaan individual ini pada cara dan hasil belajar siswa.

Karenanya perbedaan individu perlu diperhaikan pleh guru dalam

upaya pembelajaran. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan

disekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individual,

umumnya pelaksanaan pembelajaran dikelas dengan melihat siswa

sebagai individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang

kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.

Pembelajaran yang bersifat klasikal yang mengabaikan

perbedaan individual dapa diperbaiki dengan beberapa cara. Antara

lain penggunaan metode atau straegi belajar mengajar yang ervariasi

sehingga perbedaan perbedaan kemampuan siswa dapat terlayani.

Juga penggunaan media instruksional akan membantu melayani

perbedaan siswa dalam cara belajar. Usaha lain untuk memperbaiki

pembelajaran klasikal adalah dengan memberikan tambahan

pelajaran atau pengayaan pelajaran bagi siswa yang pandai, dan

memberikan bimbingan belajar bagi anak yang kurang. Disamping in

dalam memberikan tugas hendaknya disesuikan dengan minat dan

kemampuan siswa sehingga bagi siswa yang pandai, sedang, maupun

kurang akan merasakan berhasil didalam belajar. Sebagai unsur

139

primer dan sekunder dalam pembelajaran, maka dengan sendirinya

dan guru teimplikasi adanya prinsip-prinsip belajar.

Implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru, tampak

dalam setiap kegiatan perilaku mereka selama proses pembelajaran

berlangsung. Namun demikian, perlu disadari bahaya implementasi

prinsip-prinsip belajar sebagai implikasi prinsip-prinsip belajar bagi

siswa dan guru tidak semuanya terwujud dalam setiap proses

pembelajaran.

140

BAB III

DASAR PENGEMBANGAN KURIKULUM

Kurikulum dan pendidikan adalah dua hal yang erat berkaitan,

tak dapat dipisahkan sama dengan yang lain. Sistem pendidikan yang

dijalankan pada zaman modern ini tak mungkin tanpa melibatkan

keikutsertaan kurikulum. Tak mungkin ada Kegiatan pendidikan

tanpa kurikulum. Kebutuhan akan adanya aktivitas pendidikan selalu

berarti kebutuhan adanya kurikulum. Dalam kurikulum itulah

tersimpul segala sesuatu yang harus lijadikan pedoman bagi

pelaksanaan pendidikan. Pemikiran tentang adanya kurikulum adalah

setua dengan adanya sistem pendidikan itu sendiri.

Hubungan antara pendidikan dan kurikulum adalah hubungan

antara tujuan dan isi pendidikan. Suatu tujuan, tegasnya tujuan

pendidikan yang ingin dicapai, akan dapat terlaksana jika alat sarana,

isi, atau tegasnya kurikulum yang dijadikan dasar acuan ini relevan.

Artinya sesuai dengan tujuan pendidikan tersebut. Hal itu dapat

diartikan bahwa kurikulum dapat membawa kita ke arah tercapainya

tujuan pendidikan. karena kurikulum merupakan isi dan sarana untuk

mencapai tujuan pendidikan, maka kurikulum berisi nilai-nilai atau

cita-cita yang sesuai dengan pandangan hidup bangsa. Pada

141

hakekatnya, proses pendidikan yang dijalankan adalah usaha untuk

merealisasikan nilai-nilai dan ide-ide tersebut.

Pada dasamya tujuan pendidikan yang pokok (atau hakiki,

esensial, prinsipil ini tetap karena ia berhubungan dengan sistem nilai

atau pandangan hidup suatu bangsa. Akan tetapi. hal itu tidak berarti

kurikulum pun harus statis, tak pernah mengalami perubahan.

Kurikulum pun harus selalu dikembangkan sesuai dengan

perkembangan kebutuhan masyarakat.. masyarakat yang dinamis

akan selalu mengalami perkembangan, selalu menuntut adanya

perubahan sesuai dengan perubahan zaman. Pada hakekamya, hal

itupun dapat dipandang sebagai akibat sistem pendidikan yang

dijalankan yang sudah diperhitungkan. Dengan kata lain adanya

keadaan masyarakat yang dinamis dan terbukti terhadap adanya

usaha-usaha pembaharuan sesuai dengan perkembangan zaman

tersebut, merupakan keberhasilan sistem pendidikan, tanpa

mengakibatkan berbagai faktor lain yang juga berperan.

Dalam banyak hal, kurikulum dapat dijadikan ukuran kualitas

proses dan keluaran pendidikan yang dijalankan. Dalam suatu

kurikulum sekolah telah tergambar tentang berbaga pengetahuan,

keterampilan, sikap serta nilai-nilai yang diharapkan dimiliki oleh

setiap lulusan suatu sekolah. Akan tetapi kurikulum bukanlah

merupakan satu-satunya faktor penentu "kualitas seperti yang

142

disarankan didalamnya. Masih terdapat berbagai faktor lain yang

turut menunjang kualitas atau keberhasilan kegiatan pendidikan yang

dijalankan. Misalnya saja masalah sarana dan prasarana, situasi dan

kondisi lingkungan, kualitas guru sebagai pelaksana pendidikan dan

sebagainya. Penting bagi guru adalah ia harus benar-benar menyadari

peranannya sebag pelaksana pendidikan yang amat menentukan. Hal

itu menunt kepadanya untuk memahami dan menguasai berbagai

masalah pendidikan, antara lain masalah kurikulum.

3.1. Pengertian Kurikulum

3.1.1 Kurikulum Sebagai Jembatan Meraih Ijazah

Istilah "kurikulum" memiliki berbagai tafsiran yan

dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembang kurikulum

sejak dulu sampai dengan dewasa. ini. Tafsiran-tafsi tersebut

berbeda-beda satu sama lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan

pandangan dari pakar bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari

bahasa latin yakni "currculae", artinya jarak yang harus ditempuh

oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengerti kurikulum ialah jangka

waktu pendidikan yang harus ditemp oleh siswa yang bertujuan untuk

memperoleh Ijazah.

Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh

ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakekatnya merupakan suatu bukti,

bahwa siswa telah menempuh suatu Kurikulum yang berupa rencana

143

pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu

jarak antara satu tempat ke tempat lainnya dan akhirnya mencapai

finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan

yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan

dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.

Pengertian Kurikulum

(Oleh Burhan Nurgiyantoro dalam bukunya Dasar-Dasar

Pengembangan Karikalum Sekolah)

Istilah kurikulum semula berasal dari istilah yang

dipergunakan dalam dunia taktik curere yang berarti "berlari' . Istilah

tersebut erat hubungannya dengan kata curier atau kurir yang berarti

penghubung atau seseorang yang bertugas menyampaikan sesuatu

kepada orang atau tempat lain. Seseorang kurir harus menempuh

suatu perjalanan untuk mencapai tujuan, maka istilah kurikulum

kemudian diartikan sebagai orang sebagai suatu jarak yang harus

ditempuh (S. Nasution, 1980 : 5).

Dari istilah atletik kurikulum mengalami perpindahan arti

kedunia pendidikan. Sebagai misal pengertian kurikulum seperti yang

tercantum dalam Webster's Intemational Dktionary " .

Currculum ; Course ; a specified fixed course of study, is in a

school or collage. as one leading to degree.

144

Kurikulum kemudian diartikan sebagai sejumlah mata

pelajaran atau ilmu pengetalman yang ditempult atau dikuasai untuk

mencapai suatu tingkat tertentu atau ijazah. Disamping itu, kurikulum

juga diartikan sebagai suatu rencana yang disengaja dirancang untuk

mencapai sejumlah tujuan pendidikan. Itulah sebabnya orang pada

waktu lalu juga menyebut kurikulum dengan istilah “Rencana

Pelajaran" yang merupakan terjemahan istilah Leerplan. Rencana

pelajaran merupakan salah satu komponen dalam asas-asas didaktik

yang harus dikuasai (atau paling tidak diketahui) oleh seorang guru

atau calon guru.

Pengertian kurikulum sebagai yang tercantum dalam kamus

Webster yang dikutip diatas, kiranya ada kesesuaiannya dengan

perumusan yang dikemukakan oleh Stenhouse berikut : Currkulum is

the planned conipesite effort of any school to guide pupil leaming to

ward prederennined learning outcome (Larence Stenhouse, 1976 : 4).

Defenisi-defenisi kurikulum yang bersifat tradisional biasanya

masih menampakkan adanya kecenderungan penekanan pada rencana

pelajaran untuk menyampaikan mata-mata peiajaran (subject matter)

kepada anak didik yang biasanya berisi kebudayaan. (hasil budidaya)

masa lampau atau sejumlah ilmu pengetahuan. Anak yang berhasil

melewati tahap ini akan atau herhak memperoleh ijazah. Kabudayaan

atau sejumlah ilmu pengetahuan yang akan disampaikan tersebut

bersumber pada buku-buku yang baik atau dianggap bermutu,

145

sehingga kurikulum terutama dalam hal tujuan instruksional dan

pemilihan bahan pengajaran lebih banyak ditentukan atau

dipengaruhi oleh buku- buku tersebut.

Dihubungkan dengan kebutuhan pengalaman anak yang

diharapkan terpenuhi melalui kegiatan belajar-mengajar sekolah,

ternyata hal tersebut kurang menguntungkan karena ia membatasi

pengalaman anak dalam proses belajar-mengajar kelas saja dan

kurang inemperhatikan pengalaman-pengalaman lain yang diperoleh

di luar kelas. Kurikulum yang bersi demikian. hanya menekankan

aspek intelektual saja yang harus dikuasai siswa dan mengabaikan

aspek-aspek yang lain yang juga sangat berpengaruh dalam

perkembangan kejiwaan siswa. Kurikulum macam ini biasanya

disebut Subject Centere Curiculum, yaitu kurikulum yang berpusat

pada materi pelajaran Sejalan dengan perkembangan zaman dan

kebutuhan masyarakat, pendirian tradisional mengenai kurikulum

tersebut ditinggalkan orang karena dianggap terlalu sempit dan atau

paling tidak orang berusaha mencari kemungkinan-kemungkinan

baru, sebab pada kenyataanya pula seperti halnya dengan masalah-

masalah lain, belum dapat meninggalkan (atau mungkin

meninggalkan) sama sekali pendirian tradisonal. dasarkan pendirian

diatas, yakni pendirian tradisional, kurikulum dijalankan (mau tak

mau) berpusat pada guru atau but Teacher Centered Curiculum.

Pandangan yang lebih kemudian ingin mengubah pandangan tersebut

146

dengan memperhatikan minat dan kebutuhan anak, karena anaklah

sebenamya yang menjadi subjek didik. Anak tak boleh hanya

dipeerlakukan sebagai objek yang statis, melainkan harus

diperhatikan kebutuhannya sesuai dengan perkembangan jiwanya

karena itu, terjadilah pergeseran dalam dunia pendidikan dari suject

atau teacher centered ke student centered. Kurikulum yang sesuai

dengan pandangan terakhir itu disebut Child Centered curiculum. Hal

itu terutama disebabkan oleh pengaruh penemuan-penemuan

dibidang psikologi. khususnya psikologi kembangan.

Adanya pergeseran tentang kurikulum tersebut juga terlibat

pada defenisi-defenisi kurikulum yang dikemukakan orang. misalnya

menurut George A. Beauchamp (1964 : 4) kurikulum adalahah "It as

all activities of children under the jurisdktion of the school”Dalam

pengertian ini kurikulum mencakup segala kegiatan, yang disediakan

dan direncanakan sekolah. Konsep lain misalnya mengatakan bahwa

kurikulum tidak terbatas pada kegiatan saja, melainkan meneakup

seluruh pengalaman yang diperoleh siswa, baik intelektual,

emosional, sosial maupun pengalaman galaman yang lain.

Sebagai bahan perbandingan mengenai pengertian kriikulum

menurut konsep batu, barikut dikemukakan lagi denisi-defenisi yang

lain.

147

A sequence of potensial experiences it set up in the school for

the purpose of disciplining children and yuouth in group ways

of thingking and acting (Smith dalam Beauchamp : 5).

atau

Curriculum is all of the planned experiences providedby the

school to assist the pupils in attaining children the designated

learning outcomes to the best their abilitie (Neagly dalam

Lawrence : 4).

David Pratt dalam Curriculum Design and Development

(1980 : 4) mendefenisikan kurikulum secara sederhana, yaitu sebagai

seperangkat organisasi pendidikan formal atau pusat-pusal latihan.

Selanjumya ia membuat implikasi secara lebih ekplisit tentang

defenisi yang dikemukakannya tersebut menjadi enam hal. yaitu :

1. Kurikulum adalah suatu rencana atau intentions, ia mungkin

hanya berupa perencanaan (mental) saja. tapi pada umumnya

diwujudkan dalam bentuk tulisan.

2. Kurikulum bukanlah kegiatan, melainkan perencanaan atau

rancangan kegiatan;

3. Kurikulum berisi berbagai macam hal seperti masalah apa yang

harus dikembangkan pada diri siswa, evaluasi untuk menafsirkan

hasil belajar, bahan dan peralatan yang dipergunakan, kualitas

guru yang dituntut dan sebagainya.

148

4. Kurikulum melibatkan maksud atau pendidikan formal, maka ia

sengaja mempromosikan belajar dan menolak sifat rambang tanpa

rencana, atau kegiatan tanpa belajar.

5. Sebagai perangkat organisasi pendidikan, kurikulum menyatukan

berbagai komponen seperti tujuan, isi. sistem penilaian dalam

satu kesatuan yang tak terpisahkan. Atau dengan kata lain,

kurikulum adalah sebuah sistem

6. Pendidikan dan latihan dimaksudkan untuk menghindari

kesalahpahaman yang terjadi jika suatu hal dilalaikan.

Defenisi diatas yang kemudian disertai dengan berbagai

implikasinya, dapat memberikan gambaran yang lebih nyata tentang

kurikulum, walau mungkin tidak sepenuhnya kita terima atau pahami.

Misalnya saja dikatakan bahwa kurikulum mungkin hanya berupa

perencanaan secara mental, dalam arti tidak diwujudkan dalam

bentuk tertulis. Bagaimana jadinya jika ada (mungkin hanya

sebagian) kurikulum yang tidak ditutis, tentunya akan mengundang

berbagai permasalahan.

Kurikulum merupakan suatu yang dijadikan pedoman dalam

segala kegiatan pendidikan yang dilakukan, termasuk kegiatan

belajar mengajar di kelas. Dalam hal ini kita dapat memandang

bahwa kurikulum merupakan suatu program yang didesain,

direncanakan, dikembangkan dan akan dilaksanakan dalam situasi

149

belajar mengajar yang sengaja diciptakan di sekolah. Atas dasar hal

tersebut, kurikulum kemudian dapat didefenisikan sebagai suatu

program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk

mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu (Winamo Surahmad,

1977 : 5).

Kiranya defenisi tersebut lebih sederhana dan jelas

rumusannya. Pendidikan merupakan suatu pendidikan yang

mempunyai tujuan-tujuan tertentu, merupakan program yang

direncanakan, disusun dan diatur untuk kemudian dilaksanakan di

sekolah melalui cara-cara yang telah ditentukan pula. Jika defenisi

diatas diperbandingkan dengan defenisi-defenisi yang dikemukakan

lebih dahulu, sebenamya tidak ada perbedaan yang prinsipil. Sentua

defenisi yang ditunjuk sama-sama menyebut kurikulum sebagai

rencana-rencana kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan belajar

yang dilakukan siswa yang tentunya dimaksudkan untuk memperoleh

sejumlah pengalaman (baca tujuan) tertentu.

Dalam pembkaraan selanjurnya, jika disebut-sebut kurikulum

pengertiannya menunjuk pada defenisi yang terakhir diatas.

3.1.2 Kurikulum Sebagai Materi Pelajaran

Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh

dan dipelajari oleh siswa unluk mempoleh sejumlah pengetahuan.

150

Mata ajaran dipandang sebagai pengalaman orang tua atau

pengalaman orang-orang pandai masa yang telah disusun secara

sistematis dan logis. Misalinya, pengalaman dan penemuan-

penemuan masa lampau, maka diadakan pemilihan dan selanjutnya

disusun secara sistematis, artinya menurut urutan tertentu, dan logis,

artinya dapat diterima dan pikiran. Mata ajaran tersebut mengisi

materi pelajaran yang disampaikan pada siswa sehingga memperoleh

sejumiah pengetahuan yang berguna baginya. Semakin banyak

pengalaman dan penemuan-penemuan maka semakin banyak pula

mata ajaran yang harus disusun dalam kurikulum dan harus dipelajari

oleh siswa disekolah.

3.1.3 Kurikulum Sebagai Rencana Kegiatan Pembelajaran

Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan

untuk pembelajaran siswa. Dengan program ini siswa inelakukan

berbagai kegiatan belajar, sehingga menjadi perubahan dan

perkembangan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan

dan pembelajaran. Dengan kata lain sekolah menyediakan lingkungan

yang memberikan kesempatan belajar bagi siswa. Itu sebabnya, suatu

kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar maksud tersebut dapat

tercapai. Kurikulum tidak terbatas pada mata ajaran saja, melainkan

melipiuti segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan

151

siswa, seperti bangunan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman,

perlengkapan dll. Hal ini berarti semua hal dan semua orang yang

terlibat dalam memberikan bantuan kepada siswa termasuk ke dalam

kurikulum.

3.1.4 Kurikulum Sebagai Pengalaman Pelajar

Perumusan atau pengertian kurikulum lainnya agar berbeda

dengan pengertian-pengertian sebelumnya yang lebih menekankan

bahwa kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar.

Pengertian ini menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum

tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga

kegiatan-kegiatan diluar kelas. Tak ada pemisahan yang tegas dntara

ekstra dan intra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan

pengalaman belajar bagi siswa pada hakekatnya adalah

kurikulum.Kurikulum adalah seperangkat rencana dan peraturan

mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai

pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Isi kurikulum

merupakan susunan dan bahan kajian dan untuk mencapai tujuan

penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan, dalam rangka

upaya pencapai tujuan pendidikan nasional.

3.2. Landasan Pengembangan Kurikulum

3.1 Filosofis

152

Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau cita-cita

masyarakat. Berdasarkan cita-cita tersebut terdapat landasan, man

dibawa kemana pendidikan anak. Filsafat pendidikan

menggambarkan manusia yang ideal yang diharapkan oleh

masyarakat. Dengan kata lain filsafat pendidikan merupakan

pandangan hidup masyarakat. Filsafat pendidikan menjadi landasan

untuk merancang tujuan pendidikan, prinsip pendidikan serta

seperangkat pengalaman belajar lainnya.

Hal ini menunjukkan pada kebutuhan pembangunan sesuai

dengan sektor-sektor yang perlu dibangun itu sendiri, yakni bidang

industri, pertanian, tenaga kerja, perdagangan, transportasi dll.

Pembangunan SDM yang berkualitas diarahkan untuk meningkatkan

kwalitas SDM yang mampu mendukung -pembangunan ekonomi dan

pembangunan dibidang-bidang lainnya. Implikasi dari upaya

pembangunan tersebut maka diperlukannya peningkatan

produktifitas, peningkatan pendidikan nasional yang merata dan

bermutu, peningkatan dan perluasan pendidikan keahlian sesuai

dengan kebutuhan bidang-bidang pembangunan tersebut. dan

pembangunan iptek yang mantap.

Gambaran tentang proses dan tujuan pembangunan tersebut

diatas sekaligus menggambarkan kebutuhan pembangunan secara

keseluruhan. Hal mana memberikan implikasi tertentu terhadap

153

pendidikan di perguruan tinggi. Dengan kata lain penyelenggara

pendidikan di perguruan tinggi harus disesuaikan dan diarahkan pada

upaya-upaya dan kebutuhan pembangunan, yang mencangkup

pembangunan ekonomi dan pengembangan SDM yang berkwalitas.

Penyelenggaraan pendidikan diarahkan untuk menyiapkan peserta

didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan

keilmuan dan keahlian, yang berisi mendukung tercapainya cita-cita

nasional. yakni suatu masyaral yang maju, mandiri dan sejahtera.

2.2 Iptek dan Seni

Pembangunan didukung oleh perkembangan iptek dalam

rangka mempercepat terwujudnya ketangguhan dan Keunggu bangsa.

Dukungan iptek terhadap pembangunan dimaksud untuk memacu

pembangunan untuk menuju terwujudnya masyarakat yang mandiri,

maju dan sejahtera. Di sisi lain perkembangan iptek itu sendiri

berlangsung semakin cepat berbarengan dengan persaingan antar

bangsa semakin meluas sehingga diperlukan penguasan dan

pengembangan iptek yang pada gilirannya mengandung implikasi

tertentu terhadpa pengembangan sumber daya manusia supaya

memiliki kemampua dalam penguasaan dan pemanfaatan serta

pengembangan dalam bidang iptek. Untuk mencapai tujuan dan

kemampuan tersebut, beberapa hal yang dapat dijadikan dasar :

154

1. Pembangunan iptek harus beraada dalam keseimbangan yang

dinamis dan efektif dengan pembinaan SDM. pengembangan

sarana dan prasarana iptek, pelaksanaan penelitian pengembangan

serta rekayasa produksi barang dan jasa.

2. Pembangunan iptek tertuju pada peningkatn kwalitas, yaitu untuk

meningkatkan kwalitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.

3. Pembangunan iptek harus sclaras dengan nilai-nilai agama, nilai

luhur budaya bangsa, kondisi sosial budaya dan lingkungan

hidup.

4. Pembangunan iptek harus berpijak pada upaya peningkatan

produktifitas, efisiensi dan efektifitas penelitian dan

pengembangan yang lebih tinggi.

5. Pembangunan iptek berdasarkan pada asas pemanfaatan yang

dapat memberikan nilai tambah dan memberikaxt pemecahan

masalah konkrit dalam pembangunan.

Penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan iptek

dilaksanakan oleh berbagai pihak, yakni :

1. Pemerintah, mengembangkan dan memanfaatkan iptek untuk

menunjang pembangunan di segala bidang.

2. Masyarakat, yang memanfaatkan iptek untuk pengembangan

masyarakat secara swadaya.

3. Akademisi terutama dilingkungan perguruan tinggi yang

memanfaatkan iptek untuk disumbangkan pada pembangunan.

155

4. Pengusaha, untuk kepentingan meningkatkan produktifitas.

3. Komponen Pengenibangan Kurikulum

3.1 Tujuan Kurikulum

Tujuan kurikulum setiap satuan pendidikan harus mengacu

pada pencapaian tujuan pendidikan nasional, sebagai mana telah

ditetapkan pada UU no.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Dalam skala yang lebih luas, kurikulum merupakan sesuatu

alat pendidikan dalam rangka pengembangan SDM yang berkwalitas.

Kurikulum menyediakan kesempatan yang luas bagi peserta didik

untuk mengalami prosdes pendidikan dan pembelajaran unutuk

mencapai target tujuan pendidikan nasional khususnya dan SDM

yang berkwalitas umumnya. Tujuan itu dikategorikan sebagai tujuan

umum kurikulum.

Tujuan mata ajaran. Mata ajaran dikelompokkan menjadi

beberapa bidang studi, yakni :

1. Bidang studi bahasa dan seni

2. Bidang studi IPS

3. Bidang studi IPA

4. Bidang studi pendidikan jasmani dan kesehatan

156

Setiap bidang studi meliputi mata ajaran tertentu. Misalnya

bidang studi IPS, terdiri dari mata ajaran ekonomi, sosiologi,

geografi, sejarah dll.

Setiap mata ajaran mempunyai tujuan sendiri dan berbeda

dengan tujuan yang hendak dicapai oleh mata ajaran lainnya. Tujuan

mata ajaran merupakan penjabaran dari tujuan kurikulum dalam

rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Sebagai contoh kita

pilih, kita pilih tujuan mata ajaran berhitung, sebagai berikut :

1. Menanamkan, memupuk dan mengembangkan pengetahuan dan

kecakapan dasar berhitung yang praktis.

2. Menanamkan, memupuk dan mengembangkan kemampuan

berpikir logis dan kritis dalam pola berpikir abstrak, sehingga

mampu memecahkan soal-soal yang dihadapi dalam kehidupan

sehari-hari.

3. Menanamkan, memupuk dan mengembangkan kemampuan untuk

hemat dan pandai menghargai waktu, rasional dan ekonomis.

4. Menanamkan, memupuk dan mengembangkan sikap gotong

royong, jujur, serta percaya kepada diri sendiri.

Berdasarkan tujuan tersebut, baik tujuan umum maupun

tujuan khusus selanjutnya dapat ditetapkan atau direncanakan dalam

materi pelajaran.

157

3.2 Materi Kurikulum

Materi kurikulum pada hakekatnya adalah isi kurikulum.

Dalam UU pendidikan tentang Sistim Pendidikan Nasional telah

ditetapkan bahwa "isi kurikulum merupakan bahan kajian dan

pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan

yang bersangkutan dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan

nasional". Sesuai dengan rumusan tersebut, isi kurikulum

dikembangkan dan disusun berdasarkan prinsip-prinsip :

1. Materi kurikulum bempa bahan pembelajaran yang terdiri dari

bahan kajian atau topik-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh

siswa dalam proses belajar dan pembelajaran.

2. Materi kurikulum mengacu pada pencapaian tujuan masing-

masing satuan pendidiknan. Perbedaan dalam ruang lingkup dan

urutan bahan pelajaran disebabkan oleh perbedaan tujuan satuan

pendidikan tersebut.

3. Materi kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan

nasional. Dalam hal ini, tujuan pendidikan nasional mempakan

target tertinggi yang hendak dicapai melalui penyampaian materi

kurikulum.

Materi kurikulum mengandung aspek-aspek tertentu sesuai

dengan tujuan kurikulum yang meliputi :

158

1. Teori, seperangkat konsep atau defenisi dan preposisi yang saling

berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang

gejala dengan menspesifikasi hubungan-hubungan antara variabel

dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.

2. Konsep, suatu abstraksi yang dibentuk oleh generalisasi dari

kekhususan - kekhususan. Konsep adalah defenisi singkat dari

sekelompok fakta atau gejala.

3. Generalisasi, kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus,

bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam

penelitian.

4. Prinsip, adalah ide utama, pola skema yang ada dalam materi

yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep

5. Prosedur, adalah suatu seri langkah-langkah yang berurutan

dalam materi pelajaran yang harus dilakukan oleh siswa.

6. Fakta, adalah sejumlah informasi khusus dalam materi dianggap

penting, terdiri dari terminologi, orang, tempat dan kejadian.

7. Istilah, adalah kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus

diperkenalkan dalam materi

8. Contoh atau illustrasi ialah suatu hal atau tindakan atau dan

khusus diperkenalkan dalam materi

9. Definisi, ialah penjelasan tentang makna atau pengertian tentang

sesuatu.

159

10. Preposisi, suatu pernyataan atau pendapat yang tak perlu diberi

argumentasi.

3.3. Organisasi Kurikulum

Organisasi kurikulum terdiri dari beberapa bentuk yang

masing-masing memiliki ciri-ciri sendiri :

1. Mata pelajaran terpisah-pisah

Kurikulum terdiri dari sejumlah mata ajaran yang terpisah-pisah,

seperti sejarah, ilmu pasti, bahasa Indonesia, dll. Tiap mata ajaran

disampaikan sendiri-sendiri tanpa ada hubungannya dengan mata

ajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu, dan

tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan

siswa. Semua materi diberikan sama.

2. Mata ajaran – mata ajaran berkorelasi

Korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-

kelemahan sebagai akibat pemisahan mata ajaran. Prosedur yang

ditempuh ialah menyampaikan pokok-pokok yang saling

berkorelasi guna memudahkan siswa memahami pelajaran

tersebut.

3. Bidang studi

Beberapa mata ajaran yang sejenis dan memiliki ciri-ciri yang

sama dikorelasikan dalam satu bidang pengajaran, misaInya

160

bidang studi bahasa Indonesia, meliputi membaca, bercerita,

mengarang,dan sebagainya.

4. Program yang berpusat pada anak

Program ini adalah orientasi baru dimana krrikulum dititik

beraikan pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata

ajaran. Guru menyiapkan program yang meliputi kegiatan-

kegiatan yang menyajikan kehidupan anak, misalnya ekskursi dan

cerita. Dengan cam memperkaya dan mempertuas macam-macam

kegiatan, peserta didik dapat memperoleh pengetahuan dan

keterampilan. Cara lain untuk melaksanakan kurikulum ini ialah

pengajaran dimulai dari kelompok siswa yang belaju, kemudin

guru bersam siswa tersebut menyusun program bagi mereka. Para

siswa akan memperoleh pengalaman melalui program ini.

5. Core Program

Core artinya inti atau pusat. Core program adalah suatu program

inti berupa suatu unit atau masalah. Masalah diambil dari satu

mata ajaran tertentu, misalnya bidang studi IPS. Beberapa mata

ajaran lainnya diberikan melalui kegiatan belajar dalam upaya

memecahkan masalah tersebut. Mata ajaran tersebut tidak

diberikan secara terpisah. Biasanya dalam program itu telah

disarankan pengalaman-pengalaman yang akan diperoleh oleh

siswa dalam garis besarnya. Berdasarkan pengalaman yang

161

disarankan itu, guru dan siswa memilih, merencanakan dan

mengembangkan suatu unit kerja yang sesuai dengan minat,

kemampuan dan kebutuhan siswa.

6. Eclectic Program

Eclectic program adalah suatu program yang mencari

keseimbangan antara organisasi kurikulum yang berpusat pada

mata ajaran dan yang berpusat pada peserta didik. Caranya ialah

memilih unsur-unsur yang dianggap baik yang terdapat pada

kedua jems organisasi tersebut, kemudian unsur-unsur itu

diintegrasikan menjadi suatu program. Program ini sesuai dengan

minat, kebutahan dan kematangan peserta didik, Ruang lingkup

dan umum bahan pelajaran telah ditentukan sebelumnya, dan

kemudian perinciannya dikerjakan oleh guru dan siswa. Sebagian

waktu digunakan secara untuk pengajaran langsung, misalnya

pengajaran keterampilan dan sebagian waktu lainnya disediakan

untuk unit kerja. Program ini juga menyediakan kesempatan

untuk bekerja kreatif, mengembangkan apresiasi dan pemahaman.

Pembagian waktu disesualkan dengan kegiatan untuk mencapai

tujuan.

3.4 Evaluasi kurikulum

162

Evaluasi merupakan suatu komponen kurikulum, karena

kurikulum adalah pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar

mengajar. Dengan evaluasi dapat diperoleh invormasi yang akurat

tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keherhasilan belajar

siswa. Berdasarkan informasi itu dapat dibuat keputusan tentang

kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbingan

yang perlu diberlakukan.

Aspek-aspek yang perlu dinilai benitik tolak dari aspekaspek

tujuan yang hendak dicapai, baik tujuan kurikulum, tujuan

pembelajaran dan tujuan belajar siswa. Setiap aspek yang dinilai

berpangkal pada kemampuan apa yang hendak dikembangkan,

sedangkan tiap kemamptran itu mengandung unsur-unsur

pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai. Penetapan aspek

yang dinilai mengacu pada kriteria keberhasilan yang telah

ditentukan dalam kurikulum tersebut.

Jents penilaian yang dilaksanakan tergantung pada tujuan

diselenggarakannya penilaian tersebut. MisaInya, penilaian formatif

dimaksudkan untuk mengetahui kemajuan siswa dan dalam upaya

melakukan perbaikan yang dibutuhkan. Berbeda dengan penilaian

summatif yang bermaksud menilai kemajuan siswa setelah satu

semester atau dalam periode tertentu, untuk mengetahui

perkembangan siswa secara menyeluruh.

163

Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu

instrument penilaian, ialah validitas, reliabilitas, obiektifitas,

kepraktisan, dan pembedaan. Disamping itu perlu diperhatikan bahwa

penilaian harus objektif, dilakukan berdasarkan tanggung jawab

kelompok guru, rencana yang rinci dan terkait dengan pelaksanaan

kurikulum, sesuai dengan tujuan dan materi kurikulum,

menggunakan alat ukur yang handal dan mudah dilaksanakan serta

memberikan hasil yang akurat.

3. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum

4.1 Prinsip Relevansi (kesesualan)

Pengembangan kurikulum yang meliputi tujuan, isi dan sistem

penyampaiannya harus relevant dengan kebutuhan dan sesuai dengan

kebutuhan dan keadaan masyarakat, tingkat perkembangan dan

kebutuhan sisiwa. serta serasi dengan perkembangan iptek.

4.2 Prinsip Kontinuitas (berkesinambungan)

Kurikulum disusun secara berkesinambungan, artinya baglan,

aspek, materi, bahan kajian, disusun secara berurutan. tidak terlepas-

lepas, melainkan satu sama lain memiliki hubungan fungsional yang

bermakna, sesuai dengan jenjang pendidikan, struktur dan tingkat

perkembangan siswa. Dengan prinsip mi tampak jelas alur dan

164

keterkaitan di dalam kurikulum tersebut sehingga mempermudah

guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.

4.3 Prinsip Fleksibelitas (keluwesan)

Kurikulum yang luwes mudah disesuaikan, diubah dilengkapi

atau dikurangi berdasarkan tuntutan dan keadaan ekosistem dan

kemampuan setempat, jadi tidak statis atau kaku Misalnya dalam suatu

kurikulum disediakan program pendidikan keterampilan industri dan

pertanian. Pelaksanaannya di kota, tapi karena ketidaktersediaan lahan,

maka yang dilaksanakan adalah program pendidikan keterampilan

industri. Sebaliknya pelaksanaannya di desa ditekankan pada program

pendidikan keterampilan pertanian. Dalam hal im lingkungan sekitar,

keadaan masyarakat dan ketersediaan tenaga dan peralatan menjadi

faktor pertimbangan dalam rangka pelaksanaan kurikulum.

FUNGSI KURIKULUM

Setiap lembaga pendidikan formal maupun nonfomal dalam

penyelenggaraan kegiatan sehari-harinya berlandaskan kurikulum-

kurikulum itu sendiri dalam hal ini dapat berupa : (1). Rancangan

kurikulum, yaitu buku kurikulum suatu lembaga pendidikan; (2)

Pelaksanann kurikulum, yaitu proses pendidikan untuk mencapai

165

tujuan pendidikan ; dan (3). Evaluasi kurikulum, yaitu penilaian atau

penelitian basil-hasil pendidikan.

Dengan lingkup pendidikan formal. kegiatan merancang

melaksanakan dan menitai kurikulum tersebut, yaitu yang

dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan, dilaksanakan

sebagai program pengajaran.

Berbicara masalah fungsi kurikulum kita dapat meninjaunya

dari tiga segi, yaitu fungsi bagi sekolah yang bersangkutan, bagi

sekolah pada tingkat diatasnya dan fungsi bagi masyarakat (Winamo

Surahmad ; 6).

1. Fungsi bagi sekolah yang berungkutan

Fungsi kurikulum bagi sekolah yang bersangkutan ini paling

tidak dapat disebutkan dua macam. Pertama, sebagai alat untuk

mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan. Manifestasi

kurikulum dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah adalah berupa

program pengajaran. Program pengajaran itu sendiri merupakan suatu

sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang kesemuanya

dimaksudkan sebagai uapaya untuk mencapai tujuan pendidikan.

Tujuan pendidikan yang akan dicapai tersebut disusun secara

berjenjang mulai dart tujuan pendidikan yang bersifat nasional sampai

tujuan instruksional. Jika tujuan instruksional tercapai (hasilnya

166

langsung dapat diukur melalui kegiatan belajar mengajar di kelas) pada

gilirannya akan tercapai pula tujuan-tujuan pada jenjang diatasnya.

Setiap kurikulum sekolah pasti didalamnya tereantum tujuan-tujuan

pendidikan yang akan atau harus dicapai melalui kegiatan pengajaran.

Kedua, kurikulum dijadikan pedoman untuk mengatur

kegiatn-kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di sekolah. Dalam

pelaksanaan pengajaran misalnya, telah ditentukan macam-macam

bidang studi, alokasi waktu, pokok bahasan atau materi pengajamn

untuk tiap semester, sumber bahan, metode atau cara pengajaran, alat

dan media pengajaran yang diperlukan. Disamping itu. kurikulum

juga mengatur hal-hal yang berhubungan dengan jenis program cara

penyelenggaraan, strategi pelaksanaan, penanggung jawab, sua dan

prasarana dan sebagainya.

2. Fungsi bagi sekolah tingkat diatasnya

Dalam hal ini kurikulum dapat untuk mengontrol atau

memelihara keseimbangan proses pendidikan. Dengan mengetahui

kurikulum sekolah pada tingkat tertentu, maka kurikulum pada

tingkat diatasnya dapat mengadakan penyesuaian Misalnya saja, jika

suatu bidang studi telah diberikan pada kurikulum sekolah ditingkat

bawahnya, harus dipertimbangkan lagi pemilihannya pada kurikulum,

sekolah tingkatan diatasnya terutama dalam hal pemulihan bahan

167

pengajaran. Penyesuaian bahan tersebut dimaksudkan untuk

menghindari keterulangan penyampaian yang bisa berakibat

pemborosan waktu dan yang lebih penting lagi adalah untuk menjaga

kesinambungan bahan pengajaran itu.

Disamping itu, terdapat juga kurikulum yang berfungsi untuk

menyiapkan tenaga pengajar. Bila satu sekolah atau lembaga

pendidikan bertujuan menghasilkan tenaga guru (LPTK),. Maka

lembaga tersebut harus mengetahui kurikulum sekolah pada tingkat

dibawahnya tempat calon guru yang dipersiapkan itu akan mengaju.

Misalnya murid SPG harus mengetabui kurikulum SD, mahasiswa

IKIP/FKG harus menguasai kurikulum kurikulum SMTP dan SMTA.

Jika di SD, SMP dan SMA kegiatw pengajaran disampaikan dengan

sistem PPSI, maka sekolah-sekolah yang bertugas mengadakan guru

untuk sekolah-sekolah tersebut harus membekali calon-calonnya

dengan kemampuan memtruat PPSI.

3. Fungsi bagi Masyarakat

Padatamatan sekolah memang dipersiapkan untuk terjun

dimasyarakat atau tugasnya untuk bekerja sesuai dengan

keterampilan profesi yang dimilikinya. Oleh karena itu, kurikulum

sekolah haruslah mengetahui atau mencerminkan hal-hal yang

menjadi kebutuhan masyarakat atau para pemakai keluaran sekolah.

168

Untuk keperluan itu perlu ada kerja sama antara piliak sekolah

dengan pihak luar dalam hal pemberrahan kurikulum yang

diharapkan. Dengan demikian, masyarakat atau para pemakai lulusan

sekolah dapat memberikan bantuan, kritik atau saran-saran yang

berguna bagi penyempumaan program pendidikan di sekolah.

Dewasa ini kesesuaian antara program kurikulum dengan

kebutuhan masyarakat harus benar-benar diusahakan. Hal itu

mengingat seringnya terjadi kenyataan balwa lulusan selsolah halum

siap pakai atau tidak sesuai dengan tenaga yang dibutuhkan dalm

lapangan pekerjaan. Akibatnya, walau semakin menumpuk tenaga

kerja yang ada, kita tak dapat mengisi lapangan pekerjaan yang

tersedia karena tidak memiliki keterampilan atau keterampilan yang

dimilikinya tidak sesuai dengan yang dibutuhkan pada lapangan

pekerjaan. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, ada seorang tokoh

pendidikan yang mengemukakan agar sekolah tingluat SD sudah

dibuat menjadi dua jalur, yaitu jalur akademis (dipersiapkan untuk

melanjutkan sekolah) dan jalur vokasional (dipersiapkan untuk segera

bekerja). Hal itu berdasarkan kenyataan penelitian bahwa masih

sebagian besar anak tamatan SD yang tidak meneruskan pendidikan

ke tingkat di atasnya.

Sering terjadi karena suatu tingkat keterampilan yang

dibutuhkan dalam suatu tingkat pekerjaan, maka hal itu segera

diajarkan di sekolah. Sebagai contoh hal yang berhubungan dengan

169

keguruan misalnya dapat disebutkan perabekalan keterampilan

menibuat satuan pelajaran. Pada waktu itu, yaitu permulann

diterapkannya PPSI dalam sistem pengajaran di Indonesia sesuai

dengan tuntutan kurikulum '75, calon guru segera diberi keterampilan

membuatnya (sekarang Model Perencanaan Pengajaran). Boleh

dikatakan bahwa pembekalan atau pengajaran keterampilan tersebut

semata-mata disebabkan tuntutan pekerjaan kelak.

Penyiapan keterampilan para tamatan sekolah untuk bakal

terjun di masyarakat kerja, juga ditentukan oleh suatu misi sekolah,

apakah ia sekolah umum atau kejuruan. Misi suatu sekolah apakah ia

bertugas mempersiapkan tamatannya untuk meneruskan pendidikan

ke jenjang yang lebih tinggi (jalur akademis), atau untuk bekerja

(jaIur vokasional), atau untuk kedua-duanya, akan mewamai

pendidikan keterampilan yang diajarkan oleh pibak sekolah yang

bersangkutan. Dengan adanya hal itu, para pemakai lulusan sekolah

tentunya sudah tanggap, Julusan dengan keterampilan mana (atau

apa) yang mereka butuhkan dan itu harus dialamatkan pada sekolah

yang sesui dengan misinya.

KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM

Seperti dikemukakan oleh Pratt diatas, kurikulum adalah

sebuah sistem, sebagai suatu sistem, ia pasti mempunyai komponen-

170

komponen atau bagian-bagian yang saling mendukung dan membentuk

satu kesatuan yang terpisahkan. Komponen-komponen dalam sebuah

sistem bersifat harmonis, tidak saling bertentangan. Kurikulum sebagai

suatu program pendidikan yang direncanakan dan akan direncanakan

mempunyai loomponen-komponen pokok tujuan, isi, organisasi dan

stratei (Winarno Surahmad: 9).

1. Tujuan

Kurikulum adalah suatu program yang dimaksudkan untuk

mencapai sejumlah tujuan pendidikan. Tujuan itulah yang dijadikan

arah atau acuan segala kegiatan pendidikan yang dijalankan. Berhasil

atau tidaknya program pengajaran di sekolah dapat diukur dari

seberapa jauh dan banyaknya tujuan-tujuan tersebut. Dalam setiap

kurikulum sekolah pasti dcantumkan tujuan-tujuan pendidikan yang

akan atau harus dicapai oleh sekolah yang bersangkutan. Ada dua

tujuan yang terdapat dalam sebuah kurikulum sekolah yaitu sebagai

berikut :

a. Tujuan Pendidikan yang harus dicapai secara keseluruhan

Tujuan ini biasanya meliputi aspek-aspek pengetalman.

keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diharapkan oleh para

lulusan sekolah yang bersangkutan. Itulah sebabnya tujuan ini

171

disebut tujuan institusional atau kelembagaan. Didalam sebuah

kurikulum sekolah, terdapat dua macam Tujuan institusional

umum dan khusus yang keduanya selalu menunjukkan

keinstitusionalannya. (kedua tujuan ini biasanya dkantumkan

dalam Buku 1 suatu kurikulum sekolah).

b. Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang studi

Tujuan ini adalah penjabaran tujuan institusional diatas yang

meliputi tujuan kurikulum dan instuksional yang terdapat dalam

setiap GBYP (Garis-garis Besar Program Pengajaran) tiap bidang

studi. Baik tujuan kurikulum maupun instruksional juga

meneakup aspek-aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan

nilai-nilai yang dihuapkan dimiliki anak setelah mempelajari tiap

bidang studi atan pokok bahasan dalam proses pengajaran.

2. Isi

Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yarag diberikan

kepada anak dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai

tujuan. Isi kurikulum meliputi jenis-jenis bidang studi yang diajarkan

dan isi program masing-masing bidang studi tersebut. Jenis-jenis

bidang studi ditentukan atas dasar tujuan institusional sekolah yang

bersangkutan. Jadi, ia berdasarkan kriteria apa suatu bidang studi

menopang tujuan int atau tidak. Berdasarkan kriteria itu, maka jenis

172

bidang studi yang diberikan pada suatu sekolah, misalnya SMA, akan

berbeda dengan sekolah yang lain, misalnya SPG.

Isi program suatu bidang studi yang diajarkan sebenamya

adalah isi kurikulum itu sendiri, atau ada juga yang menyebutnya

sebagai silabus. Silabus biasanya dijabarkan ke dalam bentuk pokok-

pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan, serta uraian bahan

pelajaran. Uraian bahan pelajaran inilah yang dijadikan dasar

pengambilan bahan dalam setiap kegiatan belajar mengajar di kelas

oleh pihak guru, Penentuan pokok-pokok dan sub-sub pokes bahasan

didasarkan pada tujuan instruksional.

3. Organisasi

Organisasi kurikulum adalah struktur program kurikulum

yang berupa kerangka program-program pengajaran yang akan

disampaikan kepada siswa. Organisasi kurikulum dapat dibedakan

menjadi dua macam, yaitu struktur horizontal dan struktur vertikal.

Struktur horizontal berhubungan dengan masalah pengorganisasian

kurikulum dalam bentuk penyusunan bahan-bahan pengajaran yang

akan disampaikan. Bentuk-bentuk penyusunan mata-mata pelajaran

itu dapat secara terpisah (sparate subject), kelompok-kelompok mata

pelajaran (correlated), atau penyatuan seluruh pelajaran

173

dikembangkan di sekolah, yaitu misalnya program pendidikan

moupun, akademis, keguruan keterampilan dan lain-lain.

Struktur vertikal berhubungan dengan masalah pelaksanaan

kurikulum di sekolah. MisaInya apakah kurikulum dilaksanakan

dengan sistem kelas, tanpa kelas atau gabungan antara keduanya

dengan sistem unit waktu semester atau catur wulan. Termasuk dalam

hal ini adalah Juga masalah pembagian waktu untuk masing-masing

bidang studi untuk setiap tingkatan. Misalnya bidang studi Bahasa

Indonesia, diberikan selama berapa jam tiap minggu pada SMP/SMA

kelas I, II dan Ill. Demikian pula halnya dengan bidang-bidang studi

yang lain.

4. Stretegi

Dengan komponen strategi dimaksudkan strategi pelaksanaam

kurikulum di sekolah. Masalah strategi pelaksana itu dapat dilihat

dalam cara yang ditempuh dalam melaksanakan pengajaran,

penilaian, bimbingan dan konseling, pengaturan kegiatan sekolah

sceara keseluruhan, pemilihan metode pengajaran, alat atau media

pengajaran dan sebagainya. Dalam pelaksanaan pengajaran misalnya,

dilakukan dengan pendekatan PPSI (berlaku untuk setiap bidang

studi) atau dengan cara lain seperti sistem pengajaran modul, paket

pelajaran dan sebagainya

174

KOMPONEN KURIKULUM

(Drs. Hendyat Soetopo, MYd dan Drs. Wasty Soemanto, MYd dalam

bukunya Pembinaan don Pengembangan Kurikulum Sekolah)

1. Komponen Tujuan

Tentang komponen tujuan ini kita akan mengenal tingkat-

tingkat Tujuan yang satu dengan yang lain merupakan satu kesatuan

dalam mewujudkan cita-cita pendidikan dalam konteks pembangunan

manusia Indonesia.

Seperti telah dikemukakan dalam bagian yang Ialu, kurikulum

merupakan suatu program untuk mencapai sejumlah tujuan

pendidikan tertentu. Oleh karena itu, dalam kurikulum suatu sekolah

telah terkandung tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai melalm

sekolah yang bersangkutan.

Ada dua jenis tujuan yang terkandung di dalam kurikulum

suatu sekolah :

1. Tujuan yang ingin dicapai sekolah secara keseluruhan.

Selaku lembaga pendidikan setiap, setiap sekolah mempunyai

sejumlah tujuan yang ingin dicapai. Tujuan-tujuan tersebut

biasanya digambarkan dalam bentuk pengetahuan, ketarampilan

dan sikap yang kita harapkan dimiliki murid setelah mereka

menyelesaikan seluruh program pendidikan dari sekolah tersebut.

175

Tujuan dari sekolah tersebut kita namakan tujuan institusional

atau tujuan lembaga, misainya tujuan SD, tujuan SMP, tujuan

SPG dart seterusnya. Atas dasar tujuan-tujuan institusional itulah

kemudian ditetapkan bidangbidang studi atau bidnag pengajuan

yang akan diajukan pada sekolah yang bersangkutan.

2. Tujuan yang ingin dicapai dalam setiap bidang studi

Disamping tujuan institusional yang ingin dicapai oleh sekolah

secara keseluruhan, setiap bidang studi dalam kurikulum suatu

sekolah juga mempunyai sejumlah tujuan yang ingin dicapainya.

Tujuan-tujuan inipun digambarkan dalam berruk pengetahuan,

keterampilan dan sikap-sikap yang kita harapkan dinliliki oleh

murid setelah mempelajari suatu bidang studi pada suatu sekolah

tertentu. Oleh karena itu ada tujuan IPA dan SD tujuan

matematika di SMP, tujuan ilmu kegurun di SPG dan sebagainya.

Tujuan-tujuan setiap bidang studi dalam kurikulum suatu sekolah

tentunya ada yang kita sebut tujuan kurikuler dan ada pula yang

kita sebut tujuan instruksional, dimna tujuan instruksional

merupakan penjabaran lebih lanjut dari tujuan kurikuler. Atas

dasar tujuan kurikuler dan tujuan instruksional inilah kemudian

ditetapkan bahan pengajaran yang diajarkan dalam setiap bidang

studi pada suatu sekolah tertentu.

176

Dalam hubungannya dengan pembahasan tujuan pendidikan ini

berikut diulas tentang tujuan pendidikan secara hirarkis sesuai

dengan urutan tujuan yang ada di Indonesia.

Urutan tujuan pendidikan tersebut diawali dari tujuan

Pendidikan Nasional, kemudia Tujuan Institusional, Tujuan

Kurikuler sampai pada tujuan Instruksional.

1. Tujuan Pendidikan Nasional

Tujuan Pendidikan Nasional adalah merupakan tujuan pendidikan

yang tertinggi dalam kegiatan di negara kita. Tujuan ini sangat

umum dan sangat ideal, yang penggambarannya disesuaikan

dengan falsafah negara yaitu Pancasila.

Selanjutnya dalam GBHN telah digariskan tujuan Pendidikan

Nasional adalah :

Tujuan Pendidikan Nasional adalah membentuk

manusia pembangunan sehat jasmani dan rohaninya,

memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat

mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab

dalam menyuburkan sikap demokrasi dan penuh

tanggung rasa, dapat mengembangkan kecerdasan

yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur,

177

mencintai bangsanya dan sesama manusia dongan

ketentuan yang temaktub dalam IJUD 1945”

Secara ekspilisit maka tujuan pendidikan nasional itu dapat

dijabarkan sebagai membentuk manusia yang Pancasilais;

- Scehat jasmani dan rohani ;

- Berpengetahuan dan berketerampilan

- Bertanggung jawab

- Demokrasi;

- Tanggung rasa

- Cerdas ;

- Berbudi pekerti yang luhur ; dan

- Mencintai bangsa dan sesamanya.

2. Tujuan Institusional

Sistem persekolahan di negara kita adalah berjenjang yang

melembaga pada suatu tingkatan. Untuk itu maka pada tiap lembaga

hendaknya juga digariskan adanya suatu tujuan pendidikan yang kita

sebut tujuan institusional. Selanjutnya kita akan mengenal tujuan

institusional SD, SMP, SMA, SKKA, STM, SPG dan sebagainya.

Tentu saja tujuan institusional itu hendaknya menceminkan

dan menggambarkan tujuan pendidikan nasional yang akan dicapai

melalui lembaga pendidikan itu. Agar tidak tercapai penyimpangan

178

maka tiap tujuan institusional harus didahului dengan pengertian

pendidikan, dasar pendidikan dan tujuan pendidikan nasional. Hal ini

disamping untuk menghindari penyimpangan juga untuk menghindari

salah penafsiran yang emungkinkan tidak tercapainya Tujuan

pembangunan dan pendidikan nasional.

Sebagai gambaran maka dapat kita kemukakan kerangka

tujuan pendidikan di SPG (Sekolah Pendidikan Guru) sebagai

lembaga Pendidikan Guru yaitu

I. Pengetian Pendidikan

II. Dasar Pendidikan

III. Tujuan Pendidikan Nasional

IV. Tujuan Umum Pendidikan Sekolah Pendidikan Guru.

Tujuan Khusus Sekolah Pendidikan Guru. Dalam hubungan

ini kita akan mencoba memberikan gambaran tentang tujuan umum

dan khusus pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru :

(1) Tujuan Unrum Pendidikan Sekolah Pendidikan Guru; ialah agar

lulusannya:

a. Sehat jasmani dan rohani,

b. Menjadi warga negara Indonesia yang bemoral Pancasila

yang memiliki sifat-sifat yang bark dan konstruktif sebagai

warga masyarakat, serta menerima dan percaya kepada

179

kaidah-kaidah dan cara-cara pengalaman agama masing-

masing baik dalam peribadatan maupun kehidupan lainnya.

c. Memiliki pengetahun, keterampilan dan nilai serta sikap yang

diperlukan untuk:

3. Melaksanakan tugasnya secara efektif sebagai guru di Lembaga

Pendidikan Dasar yaitu SD atau TK.

4. Mengembangkan dan mengamalkan ilmu dan profesinya.

5. Menggunakan pronsip pendidikan seumur hidup di sekolah

maupun di luar sekolah sebagai alat utama bagi kemajuan pribadi

dan masyarakat.

6. Mengembangkan dan membina kepemimpinan yang demokratis

yang bertanggung jawab dalam interaksi sosial dengan murid-

murid daur anak-anak.

7. Menggunakan prinsip kemanusiaan, demokrasi dan keadilan

sosial dalam kehidupan, pergaulan sekolah dan keluarga secara

bertanggung jawab.

(2) Tujuan Khusus Pendidikan Sekolah Pendidikan Guru ialah agar

lulusannya :

a. Memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk kepentingan

dirinya dan atau untuk melaksanakan program pengajaran di

SI), dalam bidang :

180

1. Agama/Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Malia Esa yang

dianutnya.

2. Dasar pembinaan Moral Pancasila sesuai dengan

ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945.

3. Perkembangan dan perjuangan bangsa Indonesia dan

bangsa-bangsa di dunia pada umumnya.

4. Bahasa Indonesia yang tepat dan baik.

5. O1ah raga, kesehatan dan rekreasi.

6. Bahasa Inggris yang cukup untuk memahami uraian yang

sederhana.

7. Matematika

8. Ilmar Pengetahun Alam

9. Ilmu Pengetahuan Sosial

10. Kesenian yang meliputi seni rupa, seni musik dan atau

seni drama dan tari.

11. Pendidikan keterampilan yang meliputi jasa, kerajinan

dan teknik, Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK),

pertaman, peternakan dan atau perikanan.

12. Ilmu Keguruan dan meliputi pedagogik, dasar dan tujuan

pendidikan nasional Indonesia, dasar psikologis dan

interaksi belajar mengajar, psikologis pendidikan,

psikologis perkembangan, teknik penilaian pendidikan,

181

bimbingan dan penyuluhan, metodik dan didaktik umum,

alat bantu dan komunikasi pendidikan, metodik khusus

untuk tiap bidang studi yang diajukan pendidikan dasar

dan pendidikan dan pengembangan.

b. Memiliki keterampilan yang diperlukan untuk

1. Menjalankan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Berpartisipasi dalam masyarakat sebagai warga negara

Indonesia yang bermoral Pancasila dan sehat.

3. Merencanakan dan melaksanakan interaksi edukatif

dengan murid dalam mengerjakan bidang pengajaran

yang diberikan di pendidikan dasar yang meliputi

kemampuan menyusun program pengajaran. kemampuan

melaksanakan program yang telah disusun dengan

menggunakan metode teknik, dan alat yang sesuai

kemampuan mengidentifikasikan kesulitan-kesulitan dan

memberikan bimbingan kepada murid yang menghadapi

kesulitun.

4. Memimpin dan melaksanakan tugas administrasi sekolah.

5. Berinteraksi dengan murid, masyarakat dan kalangan

dunia pendidikan.

6. Mengarang dan menulis.

7. Melaksanakan kegiatan dalam memanfaatkan sumber

lingkungan.

182

8. Melaksanakan penelitin sederhana.

c. Memiliki nilai dan sikap yang meliputi

1. Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Cinta kasih kepada anak, bersedia untuk menyesuaikan

diri kepada berbagai kepada keadaan anak dan

memperlakukan anak secara obyektif.

3. Menghargai seni budaya bangsa sendiri, dan selektif

terhadap pengaruh kebudayaan asing.

4. Bersedia untuk saling mengoreksi cara-cara mengajar

yang bisa dilakukan.

5. Rendah hati, terbuka, peka terhadap kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi, terruama dalam hubungannya

dengan profesi keguruan dan pendidikan, bercita-cita

untuk maju, bersedia untuk bertindak sebagai perintis,

percaya kepada diri sendiri.

6. Disiplin, berdedikasi, loyal dan bertanggung jawab

kepada tugas dan mengutamakan prestasi.

7. Makarya dan efisien.

8. Hidup sehat.

9. Mempunyai kebiasaan membaca dan belajar dengan baik.

3. Tujuan Kurikuler

183

Suatu lembaga pendidikan dalam melaksanakan kegiatan

pendidikan akan memberikan sejumlah isi pengajaran yang disusun

sedemikian rupa sehingga merupakan sejumlah pengalaman belajar

yang menunjang tercapainya tujuan Pendidikan. Dalam hal ini

dapatlah dirumuskan babwa yang dimaksud dengan tujuan yang akan

dicapai setelah si anak mengikuti sejumiah program pengajaran yang

diberikan dalam lembaga pendidikan itu. Dalam hal ini maka

menurut SPG ditetapkan sejumlah 11 (sebelas) tujuan kurikuler yang

barus dicaapai oleh seseorang anak/siswa setelah menamatkan

pendidikan di SPG. Tentu saja karena ini merupakan hirarki dari

tujuan institusional dan tujuan pendidikan nasional maka tujuan

kurikuler ini harus mencerminkan dan mengambarkan tujuan

ilistitusional dan tujuan pendidikan nasional itu. Atau dengan kata

lain maka penjabaran dari tujuan institusional dan tujuan pendidikan

harus nampak pada tujuan kurikuler ini.

4. Tujuan Instruksional

Tujuan instruksional ini merupakan penjabaran yang terakhir

dari tujuan-tujuan yang terdahulu dan lebih atas. Tujuan ini

diharapkan dapat tercapai pada saat terjadinya proses belajar

mengajar secara langsung yang terjadi pada setiap hari. Dalam

pelaksanaannya tujuan ini harus dirumuskan pada saat penyusunan

atuan pelajaran.

184

Untuk tujuan instruksional im kita bedakan 2 (dua) jenis

tujuan yaitu :

a. Tujuan instruksional umum yang sudah dirumuskan didalam

kurikuler.

b. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) untuk Tujuan ini

perumusannya dilakukan oleh guru sendiri pada saat menyusun

satuan pelajaran. Dalam tujuan ini diharapkan setelah anak

menerima pelajaran terjadi perubahan tingkah laku yang nyata

dan dapat diukur.

Guru dalam merumuskan tujuan ini hendaknya

memperhatikan hal-hal ini yang merupakan syarat TIK :

a. TIK hendaknya mengunakan istilah -istilah yang operasional

misainya menuliskan, menyebutkan, menunjukan. menghitung, dan

sebagainya, serta menghindari istilah-istilah yang non operasional

misalnya mengetahui, memahami. menghargai, meyakini dan

sebagainya.

b. TIK hendaknya mempakan hasil belajar siswa.

c. TIK hendaknya terwujud dalam tingkah laku yang spesifik. TIK

hendaknya megandung hanya satu jenis tingkah laku.

2. Komponen Materi (Isi dan Struktur Program)

1. Isi Kurikulum

185

Sebagai mana kurikulum 1975 maka untuk kurikulum SPG

yang berlaku saat berisi :

(1) Pokok-pokok bahasan adalah merupakan perincian bidang

pengajaran untuk dijadikab bahan pelajaran bagi para. siswa agar

mencapai tujuan yang telah ditetapkan

(2) Bahan pengajaran adalah mutan penyampaian pokok bahasan

tersebut dari yang satu ke tahun pelajaran yang berikutnya, dari

semester yang satu ke semester yang berikutnya

(3) Sumber bahan yaitu bempa resources dimana proses belajar

mengajar memperoleh sejumlah pengalaman belajar. Sumber ini

dapat berupa tempat (museum, kantor, stasiun dan sebagainya),

orang ( camat, kep. Desa, petani, sopir dan sebagainya), atau

barang cetakan (buku, majalah, surat kabar, brosur dan

sebagainya.)

(4) Garis-garis besar program pengajaran (GBPP), adalah

merupakan penjelasan terperinci dari setiap bidang pengajaran

yang telah ditentukan pembagian dan penyebaran waktunya

dalam seminggu, catur wulan, semester seperti yang diatur dalam

struktur program kurikulum, dalam GBPP berisi:

(a) Tujuan kurikululer

(b) Tujuan instruksional

(c) Pokok babasan/sub pokok bahasan

(d) Bahan pengajaran

186

(e) Sumber bahan.

2. Sruktur Program

Untuk struktur program ini jelasnya dapat dilihat pada

lampiran. Program pendidikan (di SPG)

Program Pendidikan di SPG terdiri dari :

1. Pendidikan untum meliputi pendidikan Agama, Pendidikan Moral

Pancasila, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, o1ah Raga dan

Kesehatan.

2. Pendidikan Keguruan meliputi ilmu keguruan dan praktek

keguruan.

3. Pergajaran di SD/pendidikan spesialisasi/pembangunan meliputi

IPS, Matematika, Pendidikan Kesenian, Pendidikan

Keterampilan.

3. Koomponen Organisasi don Strategi

Disamping tujuan dan isi, setiap kurikulum mengandung

unsur organisasi dan strategi.

1. Organisasi

Struktur (susunan) program suatu kurikulum mengenai apa yang

disebut struktur horizontal dan struktur vertikal.

a. Struktur Horizontal

187

Struktur horizontal suatut kurikulum berkenaan dengan

apakah kurikulum im diorganisasikan dalam bentuk :

1. Mata-mata pelajaran secara terpisah (subjec centered)

misalnya : Biologi, Fisika, Sejarah, Ilmu bumi dan

sebagainya.

2. Kelompok-kelompok mata pelajaran yang kita sebut

bidang studi (broadfield) misalnya IPS, IPA. Kesenian,

Matematika dan sebagainya.

3. Kesatuan program tanpa mengenai mata pelajam maupun

bidang studi (integrated program).

Selanjutnya, dalam struktur horizontal tercakup pula

jenis-jenis program yang dikembangkan dalam kurikulum

tersebut, misalnya program pendidikan unnum, program

pendidikan keguruan, program spesialisasi dan

sebagainya.

b. Struktur Vertikal

Struktur vertikal suatu kurikulum berkenaan dengan apakah

kurikulum tersebut dilaksanakan melalui :

3. Sistem kelas misalnya kelas l, II, III dan seterusnya dimana

kenaikan kelas diadakan disetiap tahun secara serempak.

188

4. Program tanpa kelas, dimana perpindahan dui suatu tingkat

program ke tingkat program berikutnya dapat dilakukan setiap

waktu tampa harus menunggu teman-teman yang lain.

5. Kombinasi antara sistem A dan B.

Selanjumya, dalam struktur vertikal ini tercakup pula sistom unit

waktu yang digunakan, misalnya apakah sistem semester atau

catur wulan.

Akhirnya struktur program ini menyangkut pula masalah

penjadwalan dan pembagian waktu untuk masing-masing bidang

studi, isi kurikulum pada setiap tingkat atau kelas.

2. Strategi

Strategi pelaksanaan suatu kurikulum tergambar dari cara

yang ditempuh didalam melaksanakan pengajaran, dan didalam

mengadakan penilaian, cara didalam melaksanakan bimbingan

dan penyuluhan dan cara dalam mengatur kegiatan sekolah secara

keseluruhan.

Cara dalam melaksanakan pengajaran mencakup baik cara

yang berlaku secara umum maupun cata dalam menyajikan setiap

bidang studi, termasuk cara (metode) mengajar dan pelajaran

yang digunakan.

Komponen metode ini menyangkut komponen metode atau

upaya apa saja yang dipakai agar tujuan pendidikan dapat

tercapai. Dalam hal ini tentu saja metode yang dipergunakan

189

hendaknya relevan terhadap tujuan yang ditetapkan sebelumnnya,

dengan mempertimbangkan kemampuan guru, lingkungan anak

serta sarana pendidikan yang ada. Dalam pelaksanaannya tidak

ada satu metode yang baik untuk segala tujuan, atau dengan kata

lain kita harus memperhatikan tujuan dan situasi, karena suatu

metode cocok untuk mencapai suam tujuan akan tetapi belum

tentu cocok untuk mencapai suatu tujuan yang lain. Untuk itu

guru harus mengetahm kapan ia harus menggunakan metode

mengingat sifat-sifat polivalent dan polipragmatis dari suatu

metode.

Dengan polipragmatis dimaksud adalah penggunaan satu

metode untuk mencapai tujuan lebih dari satu tujuan; sedang

polivalent adalah penggunaan lebih dari satu metode untuk

mencapai satu tujuan. Dalam penympaian seperti kurikulum yang

berIalw niisalnya (kurikulum 1975) kurikulum SPH juga

menggunakan pendekatan PPSI yang dikembangkan melalui

satuan pelajaran dan modul. Dengan metode ini proses pengajaran

(belajar-mengajar) dipandang sebagai suaw sistem. Adapun

macam-macam metode dapatlah kita kemukakan sebagai contoh

metode ceramah, tanya jawab, demonstrasi, eksperimen,

pemberian tugas, karyawisata, sosiodrama, bermain peranan,

kerja kelompok diskusi, simposium, seminar dan sebagainya.

190

4. Komponen Sarana dalam Kurikulum Lembaga Pendidikan

Guru (SPG) meliputi

a. Sarana personal yang terdin dan

a. Guru

b. Tenaga edukatif yang tidak mengajw seperti konselon

c. Tenaga teknis non edukatif misaInya tenaga tata usaha.

b. Sarana material yang terdiri dari

1) Bahan instruksional dalam bentuk bahan instruksional,

teksbook, alat atau media pendidikan, sumber yang

menyediakan bahan instruksional atau pengalaman belajar dan

sebagainya.

2) Sarana fisik yang terdin dari gedung sekolah, kantor,

laboratorium, lapangan batsman sekolah dan sebagainya.

3) Biaya operasional yaitu tersedianya biaya dan dana untuk

penyelengguaan pendidikan.

c. Sarana Kepemimpinan

Sarana kepemimpinam ini akan memberi dukungan dan

pengamanan pelaksanaan, serta member! bimbingan. penggunaan

dan menyempurnakan program pendidikan.

d. Sarana Administrasi

Pendidikan administratif disini dapat disebutKan sebagai

- Pedoman Khusus Bidang Pengajaran

191

- Pedoman Penyusunan Sawn Pelajaran

- Pedoman Praktek Keguruan

- Pedoman Bimbingan Siswa

- Pedoman Administrasi Dan Supervisi

e. Komponen Evalusasi

Pendidikan adalah sebagian dari keperluan manusia. Sekolahpun

mempalari keperluan dari masyarakat. Untuk itu maka sekolah

termasuk juga didalamnya termasuk juga harus peka terhadap

perubahan-pembahan yang terjadi di masyuakat. Oleh karena itu

kurikulum sebagai bahan konsumsi dari anal didik dm sekaligus

juga konsumsi bagi masywakat juga harus dinilai terus menems

serta menyclums terhadap bahan atau program pengajuan.

Disamping itu penilaian terhadap kurikulum dimaksudkan juga

sebagai feedback terhadap tujuan, materi metode dan sarana

dalam rangka membina dan memperkembangkan kurikulum lebih

lanjut. Sedangkan penilaian dapat dilakukan oleh semua pihak

baik dari kalangan masyarakat luas maupun dari kalangan

petugas-petugas pendidik.

1.1. LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

Landasan Pengembangan Kurikulum dapat meniadi titik tolak

sekaligus titik sampai. Titik tolak berarti pengembangan kurikulum

192

dapat didorong oleh pembahaman tertentu seperti penemu.an teori

belajar yang baru dan perubahan tuntutan masyarakat terhadap fungsi

sekolah. Titik sampai berarti kuirikulum harus dikembangkan

sedemikian rupa sehingga dapat merealisasikan perkembangan

tertentu, seperti dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

tuntutan-tuntutan sejarah masa lalu, perbedaan latar belakang murid,

nilai-nilai filsafat suatu masyarakat dan tuntutan-tuntutan kultur

tertentu.

Disini hanya dipaparkan landasan secara umum dan sepintas,

sedangkan uraian secara detail dapat dibaca pada kurikulum man

dapat dijabarkan sendiri sesuai dengan kondisi Indonesia. Tentang

landasan ini para ahli mengemukakan berbagai pendapat, sebagai

gambaran ummin kami paparkan pandangan tiga ahli kurikulum.

Landastur Pengembangan Kurikulum

1.2. KURIKULUM DAN LANDASAN PENGEMBANGAN

KURIKULUM

1. Pengembangan Kurikulum

No Aspek Saylor &

Alexander Ausbrey Haan Hilda Taba

1. Sosiologi Contenporary The variety

background of

children

- The analysis

society

- The analysis of

193

culture

- Current conception

of the funtions of

the school

No Aspek Saylor &

Alexander Ausbrey Haan Hilda Taba

2. Filosofis An Expression

of values

Methods &

values of e free

society

-

3. Psikologis Child as a

learner

- Dynamic of

children’s

learning

- Theory of

individual

growth

- Complex

factor that

Psycology of learning

- Learning theories

- The concept of

development

- The transfers of

learning

4. Contribute to

children’s

personality

growth.

- Social and culture

learning

- The extension of

learning

5. “Scientific” - - The nature of

194

knowledge

- The content of the

disciplines

Apabila diajukan pertanyaan : apakah kurikulum, itu ? setiap

orang yang ditanya akan menjawab sama atau berbeda satu sama

yang lain. Adanya jawaban yang bervariasi terhadap pertanyaan

tersebut sesuai dengan pendapat para ahli yang juga bervariasi

mengenai pengertian kurikulum im.

Kata "kurikulum" berasal dari satu kata bahasa asing yang

berarti "jalur pacu", dari secara tradisional kurikulum sekolah

disajikan seperti itut (ibarat jalan) bagi kebanyakan orang jais, (1976

: 6). Labih lanjut Zais (1976) mengemukakan berbagai pengertian

kurikulum, yakni : (i). Kurikulum sebagai program pelajaran, (ii).

Kurikulum sebagai isi pelajaran, (iii). Kurikulum sebagai pengalaman

belajar yang direncanakan, (vi). Kurikulum, sebagai pengalaman

dibawah tanggung jawab sekolah, dan (v). kurikulum sebagai suatu

rencama (tertulis) untuk dilaksanakan. Sedangkan Tanner dan Tanner

(1980) mengungkapkan konsep-konsep : (i). Kurikulam sebagai

pengetahuan yang diorganisasikan, (ii). Kurikulum sebagai modus

mengajar, (iii). Kurikulum sebagai arena pengajaran, (iv). Kurikulum

sebagai pengalaman, (v). kurikulum sebagai pengalaman belajar

195

terbimbing, (vi). Kurikulum sebagai kehidupan terbimbing, (vii).

Kurikulum sebagai suam rencana pembelajaran, (viii). Kurikulum

sebaga sistem produksi sceara teknologis, dan (ix). Kurikulum

sebagai tujuan. Untuk memudahkan dan menyederhanakan

pembahasan, berikut merupakan penyimpulan dari konsep-konsep

kurikulum yang terdiri dari (i). Kurikulum sebagai jalan meraih

ijazah, (ii). Kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran, (iii).

Kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran, (vi Kurikulum

sebagai basil belajar, dan (v). kurikulum sebag pengelaman belajar.

a. Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah. Seperti kita ketahai

bersama, kurikulum merupakan syarat mutlak dalam pendidikan

formal. Boleh dikata, tidak ada pendidikan formal tanpa ada

kurikulum. Pada pendidikan formal terdapat jenjang jenjang

pendidikan yang selalu berakhir dengan ijazah atau Surat Tanda

Tamat Behijar (STTB). Seseorang yang telah menyelesaikan satu

jenjang pendidikan, dalum kenyataannya telah melalui suatu jalur

pacuan yang terdiri dari berbagai mata pelajaran/bidang studi

beserta isi pelajarannya dan berakhir pada ijazah. Para pendidik

profesional juga memandang curriculum as the relatively

standardize grown coveret by students in their rece toward the

finish line (diploma)" (Zais, 1976 : 6 ).

196

Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya dapat kiranya disimpulkan

bahwa kurikulum mempakan jalan yang berisi sejumlah mata

pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran yang barus dilalui untuk

meraih ijazah.

b. Kurikulum sebagai mata don isi pelajaran. Kurikulum sebagai

jalan meraih ijazah mengisyaratkan adanya sejumlah mata

pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran yang barus diselesaikan

oleh siswa. Selain itu, jika ada orang yang bertanya : apa

kurikulumnya ? seringkali dijawab bahwa kurikulum adalah

PMP, Babasa Indonesia dan yang lain. Jawaban bahwa kurikulum

terdiri dari berbagai mata pelajaran sudah sejak lama ada, bahkan

sampai sekarang masili sering terbaca ataupun terdengar.

Schubert (1986) mengemukakan bahwa penyebutan kurikulum

yang demikian sama halnya menyamakan kurikulum dengan mata

pelajaran (Sumantri, 1988 : 2). Lebih jauh, orang sering menyebut

bahwa isi dari pelajaran tertentu dalam program dikatakan

sebagai kurikulum (Zais, 1976 : 7). Dengan demikian, tidaklah

mengejutkan apabila ada orang mengemukakan kurikulum

sebagai mata dan isi pelajaran.

c. Kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran. Winecoff

(1988 : 1), mengemukakan : "The curriculum is generally difined

as a plan the developed Ii facilitate the teachingfleaming process

197

under the direction and guidance of a school, college or

university and its members. "Defenisi kurikulum seperti

dikemukakan oleh Winecoff (1988) tersebut, secara jelas

menunjukkan kepada kita bahwa kurikulum didefenisikan sebagai

suatu rencana yang dikembangkan untuk mendukung proses

mengajar/belajar di dalam arahan dan bimbingan sekolah,

akademi atau universitas dan para anggota stafnya. Alexander dan

Saylor (1974 dalam Bondi dan Wiles, 1989 : 7) mengungkapkan

pula bahwa kurikulum sebagai suatu rancangan untuk

menyediakan seperangkat kesempatan belajar agar mencapai

tujuan. Kurikulum sebagai sam rencana kegiatan pembelajaran

sudah selayaknya mencakup komponen-komponen kegiatan

pembelajaran, namun demikian komponen-komponen kegiatan

pembelajaran yang dirancang dalam kurikulum masih bersifat

umum dan luwes untuk lanjut oleh guru.

d. Kurikulum sebagai hasil Belajar. Popham dan Baker

mendefiniskan kurikulum sebagai 'All planner leaming out comes

for whkh the scholl is responsible" Tanner & Tanner, 1980 : 24).

Secara jelas diutarakan oleh Popham dan Baker bahwa semua

rencana hasit belajar (Kamig out comes) yang merupakan

tanggung jawab sekolah adalah kurikulum. Adanya defenisi ini

mengubah pandangan penanggung jawals sekolah dari kurikulum

198

sebagai alat menjadi kurikulum sebagai tujuan. Bahkan Tanner &

Tanner (1980 :43) memandang kurikulum sebagai rekonstruksi

pengetahuan dan pengalaman, yang secara sistematis

dikembangkan dengan bantuan sekolah (atau universitas) agar

memungkinkan siswa menambah penguasaan pengetahuan dan

pengalamannya. Dengan demikian, kurikulum sebagai hasil

belajar mempakan serangkaian hasil belajar yang diharapkan.

Namun demikian bukan berarti dalam kurikulum tidak

diorganisasikan cara-cara sistematis untuk mewujudkan hasil-

hasil belajar yang diharapkan.

e. Kurikulum sebagai pengalaman belajar. Dari empat konsep

kurikulum yang diuraikan sebelumnya, dapatlah kita menandai

bahwa setiap orang yang terlibat dalam pengimplementasian

kurikulum tersebut akan memperoleh pengalam belajar. Foshay

mengamati bahwa sebelum tahun 1930-an istilah kurikulum

dideferusikan sebagai "semua pengalaman seorang siswa yang

diberikan dibawah bimtbingan sekolah" (Tanner & Tanner, 1980:

14) sedangkan Krug (1956 dalam Zais, 1976 : 8) menunjukkan

kurikulum sebagai "All the means employed by the school to

provide students with opportunities for desirable leaming

experiences". Jelas defenisi Krug ini menunjukkan kepada kita

bahwa semua yang bemaksud dipakai oleh sekolah untuk

199

menyediakan kesempatan-kesempatan bagi siswa memperoleh

pengalaman-pengalaman belajar yang diperlukan sekali adalah

kurikulum. Berdasarkan defenisi kurikulum, belajar tersebut

dapat diperoleh di dalam sekolah maupun di luar sekolah

sepanjang direncanakan atau dibimbing pihak sekolah. Dengan

demikian, kurikulum sebagai pengalaman belajar mencakup pula

tugas-tugas belajar yang diberikan oleh guru untuk dikerjakan

sesuatu.

Kelima konsep tentang kurikulum, yakni : (I). Kurikulum

sehagai jalan meraih ijazah, (ii). Kunkulum sebagai mata dan isi

pelajaran, (iii). Kurikulum sebagi rencana kegiatan belajar,

(iv).Kurikulum sebagai hasil belajar, dan (v). kurikulum sebagai

penglaman belajar, semua benar tergantung dari cara memandangnya.

Guru dapat memilih satu atau lebih konsep kurikulum yang dijadikan

acuannya. Dalam UU RI No. 2 tahun 1989 pasal 1 (9) menyebutkan

bahwa : " kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan

mengenai isi dan bahan" serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar " (Depdikbud, 1989: 3),

sedangkan dalam pasal 37 menyebutkan: " kurikulum disusun untuk

mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan

tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan

lingkungan, kebutuhan pembangunan nasioanal, perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan

200

jenjang masingmasing satuan pendidikan " (Depdikbud, 1989 : 15).

Rumusan penjabaran kurikulum seperti termaktub dalam UU Sistem

Pendidikan Nasional, bila dikaji merupakan konsep kurikulum yang

cukup lengkap dn menyeluruh. Dalam rumusan tersebut tampak

dengan jelas bahwa kurikulum perlu dan harus dikembangkan.

2. Landasan Pengembangan Karikalum

Kurikulum merupakan wahana belajar mengajar yang dinamis

sehingga perlu dinilai dan dikembangkan secara terus menerus dan

berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang ada dalam

masyarakat (Depdikbud, 1986: 1). Adapun yang dimaksud dengan

pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang menentukan

bagaimna pembuatan kurikulum akan berjalan. Hal tersebut meliputi

pertanyaan-pertanyaan berikut : Siapa akan dilibatkan dalam

pembuatan kurikulum, guru, administrator, orang tua, atau siswa ?

Apa prosedur yang akan digunakan dalam pembuatan kurikulum,

petunjuk administratif, konlisi fakultas (staf pengajar) atau konsultasi

universitas ? jika komisi yang digunakan, bagaimana mereka akan

diatur ? (Zais, 1976 : 17) sedangkan Bondi dan Wiles (1989 : 87)

mengemukakan babwa pengembangan kurikulum yang terbaik adalah

proses yang meliputi banyak hal yakni : (1) kemudahan-kemudahan

suatu analisis tujuan, (2) rancangan suatu program, (3) penerapan

serangkaian pengalaman yang berhubungan, dan (4) peralatan dalam

201

evaluasi proses ini. Secara singkat, pengembangan kurikulum adalah

suatu perbuatan kompleks yang mencakup berbagai jenis keputusan

(Taba, 1962 : 6).

Agar pengembangan kurikulum dapat berhasil sesuai dengan

yang diinginkan, maka dalam pengembangan kurikulum diperlakan

landasan-landasan pengembangan kurikulum. Seperti yang tercantum

dalam kurikulum SP, dalam landasan program dan pengembangan

dikemukakan bahwa pengembangan kurikulum mengacu pada tiga

unsur, yaitu : (1). Nilai dasar yang mempakan falsafah dalam

penyelidikan manusia seutuhnya, (2). Fakta empirik yang tercermin

dari pelaksanaan kurikulum, baik berdasarkan penilaian kurikulum

studi, maupun surve lainnya. (3). Landasan teori yang menjadi arahan

pengembangan dan kerangka penyorotannya (Depdikbud, 1986 : 1).

Hal yang dikemukakan dalam "Landasan Program dan

Pengembangan Kurikulum" merupakan contoh adanya landasan-

landasan pengembangan kurikulum, yang acapkali disebut sebagai

determinan (faktor-faktor penentu) pengembangan kurikulum.

a. Landasan Filosofis. Pendidikan ada dan berada dalam kehidupan

masyarakat sehingga apa yang dikehendaki oleh masyarakat

untuk dilestarikan diselenggarakan melalui pendidikan (dalam arti

seluas-luasnya) (Raka, Joni, 1983 : 6). Segala kehendak yang

dimiliki oleh masyarakat merupakan sumber nilai yang

memberikan arah pada pendidikan. Dengan demikian pandangan

202

dan wawasan yang ada dalam masyarakat merupakan pandangan

dan wawasan dalam pendidikan, atau dapat dikatakan bahwa

filsafat yang hidup dalam masyarakat merupakan landasan

filosofis pertyelenggaraan pendidikan. Filsafat boleh jadi

didefinisikan sebagai suatu studi tentang : hakikat realitas,

hakikat ilmu pengetalman, hakikat sistem nilai, hakikat nilai

kebaikan, hakikat keindahan dan hakikat pikiran (Winecoff, 1988:

13). Oleh karena itu landasan filosofis pengembangan kurikulum

adalah hakikat realitas, ilmu pengetahuan, sistem nilai, nilai

kebaikan, keindahan, dan hakikat pikiran yang ada dalam

masysarakat. Secara logis dan realistis, landasan filosofis

pengembangan kurikulum dari satu sistem berbeda dengan

pendidikan yang lain. Juga landasan filosofis pengembangan

kurikulum dan suatu lembaga berbeda dengan lembaga yang lain.

Perbedam tersebut sangat terasa dalam masyarakat yang

majemuk. Untuk landasan filosofis pengembangan kurikulum

secara cepat dan tepat kita pastikan, yakni nilai dasar yang

merupakan falsafah dalam pendidikan manusia seutuhnya yakni

pancasila.

b. landsaan Sosial- Budaya - Agama. Realitas sosial-budaya -

agama yang ada dalam masyarakat merupakan bahan kajian

pengembangan kurikulum untuk digunakan sebagai landasan

pengembangan kurikulum. Masyarakat adalah suatu kelompok

203

individu-individu yang diorganisasikan mereka sendiri ke dalam

kelompok-kelompok berbeda ( Zais, 1976 : 157; Raka Joni, 1983

: 5 ). Masyarakat sebagai kelompok individu-individu mempunyai

pengaruh terhadap individu-individu dan sebaliknya, individu-

individu itu pada taaf-taraf tertentu juga mempunyai pengaruh

terhadap masyarakat (Raka Joni, 1983 :5) kebersaman individu-

individu dalam masyarakat diikat dan terikat oleh nilai-nilai

individu yang menjadi pegangan Mdup dalam interaksi di antana

mereka. Nilai-nilai yang perlu dipertahankan dan dihomati oleh

individu-individu dalam masyarakat tersebut, mencakup nilai-

nilai keagamaan dan nilai-nilai sosial budaya. Nilai-nilai

keagamaam berhubungan erat dengan kepercayaan masyarakat

terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang mereka anut. Oleh

kreena nilai agama berhubungan dengan kepereayaan, maka pada

umumnya bersifat langgeng sampai masyarakat pemeluknya

melepaskan kepereayaannya (Rika Joni, 1983 : 5). Nilai-nilai

sosial- budaya masyarakat bersumber pada basil karya akal budi

manusia, sehingga dalam mencrima, menyebarluaskan,

melestrikan dan atau melepaskannya manusia menggunakan

akalnya. Dengan demikian, apabila terhadap nilai-nilai sosial

budaya yang tidak berterima atau bersesuaian dengan akaInya

akan dilepaskan. Oleh karena itu, nilai-nilai sosial budaya lebih

bersifat sementara bila dibanding nilai-nilai keagamaan. Untuk

204

menerima melaksanakan, menyebarluaskan. pelestarian, atau

penolakan dan pelepasan nilai-nilai sosial budaya-agama, maka

masyarakat memanfaatkan pendidikan yang dirancang melalui

kurikulum. Jelas kiranya bagi kita. mengapa salah satu landasan

pengembangan kurikulum adalah nilai-nilai sosial-budaya-agama.

c. Landasan ilmu pengetahuan teknologi dan seni. Pendidikan

merupakan usaha penyiapan subjek didik ( siswa) meng hadapi

lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat

( Raka Joni, 1983: 25 ). Perubahan masarakat mencakup nilai

yang disepakati oleh masyarakat tersebut. Sedangkan seluruh

nilal yang telah disepakati oleh msyarakat dapat pula tersebut,

sedangkan seluruh nilai yang disepakati oleh masyarakat dapat

pula disebut sebagai kebudayaan. Oleh karena itu, kebudayaan

dapat dikatakan sebagai suatu konsep yang memiliki

kompleksitas tinggi (Zais, 1987: 157). Namun dengan demikian

menurut Damd Joesoep (1982 dalam Raka Joni, 1983 : 40) bahwa

sumber ratusan ribu nilai yang ada dalam masyarakat ntuk

perkembangan melalui proses pendidikan ada tiga yaitu : pikiran (

logika), perasaan (estetika), dan kemuan (etika). Ilmu

pengetahuan dan tehnologi adalah nilai-nilai yang bersumber

pada pikiran atau logika, sedangkan seni bersumber pada

perasaaan atau estetika. Mengingat pendidikan merupakan upaya

penyiapan siswa menghadapi perubaban yang makin pesat,

205

temasuk didalamya perubahan ilmu pengetahuan, tehnologi, dan

seni.

d. Landasan perkembangan masyarakat. Salah satu ciri masyarakat

adalah selalu berkembang. Mungkin pada msyarakat tertentu

perkembangannya tersebut sangat lambat tetapi masyarakat

lainnya cepat baik sanggat cepat (Nana Sy Sukmadinata,

1988:66). Perkembangan masyarakat juga dipengaruhi oleh

falsafah hidup, nilai-nilai, ipteks, dan kebutuhan yang ada dalam

masyarakat. Falsafah hidup akan mengarahkan perkembangan

masyarakat. Nilai-nilai sosial budaya agama akan merupakan

penyaringan nilai-nilai lain yang menghambat perkembangan

masyarakat. lpteks mendukung kegiatan msyarakat, dan

kebutuhan msyarakat akan membantu menetapkan perkembangan

yang dilaksanakan. Perkembangan masyarakat akan menuntut

tersedianya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan

masyarakat maka, diperlukan rancangannya berupa kurikulum

yang landasan pengembangannya berupa perkembangan

masyarakat itu sendiri.

Pengertian kurikulum dan Iandasan-landasan pengembangan

kurikulum yang telah diuraikan sebelumnya, akan merupakan

dasar untuk mengkaji pembelajaran dan pengembangan

kurikulum lebili lanjut. Tugas-tugas berikut ini akan membantu

206

memantapkan perasaan anda mengenai pengertian kurikulum dan

landasan - landasan pengembangan kurikulum.

1.3. Komponen dan Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum.

1. Komponen kurikulum

Sebelum melaksanakan kegiatan pengembangan kurikulum,

seorang pengembang terlebih dahulu mengenal konaponen atau

elemen atau unsur kurikulum. Seperti yang dikemukakan Tyler (1950

dalam Tabs, 1962 : 422) bahwa "it is important as a part of a

compherensive theory or organization to indkate just what kinds of

elements. An in a given currkulum it is important to identify the

partkular elements that shall be used" Dari pemyataan Tyler tersebut,

tampak pentingnya mengenal komponen atau elemen atau unsur

kurikulum. Herrck (1950 dalam Taba, 1962: 425) mengemukakan 4

(empat) elemen, yakni : tujuan (obejetives), mata pelajaran (subject

matter), metode dan organisasi (method and organization), dan

evaluasi (evolution). Sedangkan ahli yang lain mengemukakan bahwa

kurikulum terdiri dari 4 komponen dasur: (1) aim, goals, and

objektive, (2) content, (3) leaming activities, don (4)evaluations

(Zais, 1976: 295). Nana Sy. Sukmadinata (1988 : 110) menemukan

empat konaporten dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah

tujuan, isi atau materi, proses atau isi penyampaian, serta evaluasi.

Berdasarkan uraian tentang komponen-komponen kurikulum

207

sebelumnya, yakni komponen kurikulum yang terdiri dari : tujuan,

materil pengalaman belajar, organisasi, dan evaluasi.

a. Tujuan. Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum mempakan

kekuatan-kekuatan fundamental yang peka sekali, karena hasil

yang diinginkan tidak hanya sangat mempengaruhi bentuk

kurikulum, tetapi memberikan arah dan fokus untuk selmh

program pendidikan (Zais, 1976 : 297). Apa yang diutarakan oleh

Zais mengenai pentingnya tujuan adalah benar adanya, karena

tidak ada satupun aspekaspek pendidikan yang lain bertentangan

dengan tujuan. Dalam kenyataannya aspek-aspek pendidikan

selalu mempertanyakan tentang tujuan. Lebili lanjut Zais (1976 :

307) mengklasifikasik" tujuan menjadi tiga yakni aims, goal, dan

objetives, yang ketiganya mempakan suatu hirarki vertikal.

Adanya klasifikasi tujuan kurikulum seperti yang disampaikan

oleh Zais juga tersurat dalam tujum kurikulum indonesia.

Hirearki vertikal tujuan kurikulum di Indonesia, paling tinggi

adalah tujuan pendidikan nasional, kemudian tujuan

kelembagaan, diikuti tujuan kurikuler, dan tujuan pengajaran.

Tujuan pendidikan nasional merupukan tujuan kurikulum

tertinggi yang bersumber pada falsafah bangsa (pancasila) dan

kebutuhan masyarakat tertuang dalam GBHN dan UU-SPN.

Tujuan kelembagaan (tujuan institusional) mempakan tujuan yang

menjabarkan tujun pendidikan nasional, bersumber pada tujuan

208

tiap jenjang pendidikan dalam UU-SPN, karekteristik mata

pelajaran bidang studi, karakteristik lembaga, dan kebutuhan

masyarakat. Tujuan yang terbawah dari hirarki tuju" kurikulum

Indonesia adalah tujuan pengajaran., yakni suatu tujuan yang,

menjabarkan tujuan kurikuler dan bersumber pada karakteristik

mata pelajaran/bidang studi dan karakteristik siswa. Tujuan

pengajuan terbagi menjadi dua macam, yakni Tujuan Umum

Pengajoran (TUP) dan Tujuan Kbusus Pengajaran (TKP). Apabila

dikaji lebih lanjut akan kita temukan bahwa dalam perumusannya,

tujuan tersusun hirarki vertikal dari yang tertinggi ke yang

terendah dan sebaliknya, untuk pencapaiannya secara hirarki

vertikal daii tujuan yang terendah ke tujuan yang lebib tinggi.

Untuk memperjelas uraian, berikut mempakan hirarki nujuan

kurikulum Indonesia.

Hirarki tujun kurikulum secara vertikal di Indonesia seperti

terurai sebelumnya, tersurat seperti terurai sebelumnya,

Jenjang Tujuan Dokumen Penanggung Jawab

Tujuan Pendidikan UU SPN & GBHN Menteri Dikbud

Tujuan

Kelembagaan

Kurikulum Tiap

Lembaga

Kepala Sekolah

Tujuan Kurikuler GBBP Guru Mata Pelajaran /

Bidang Studi / Kelas

Tujuan Pengajaran GBPP & Rancangan Guru Mata Pelajaran

209

Pembelajaran

tersurat sampai dengan Kurikulum Yang Disempumakan (KYD)

SD/SLTP/SLTA tahun 1984/1985 atau 1985/1986. Hierarki

tujuan kurikulum secara vertikal tersebut dapat saja berkembang

atau dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan atau

perkembangan zaman.

Pengembangan hierarki kurikulum secara. vertikal di Indonesia

tertampak dalam draft kurikulum tahun 1994/1995. Hirarki tujuan

kurikulum vertikal yang tersurat dalam draft kurikulum

1994/1995 tersebut diawali dari tujuan pendidikan nasional,

kemudian tujuan kelembagaan, tujuan kurikuler, tujuan bidang

studi, tujuan kelas dan tujuan catur wulan serta Tujuan

pengajaran. Secara garis besar hierarki tujuan kurikulum dalam

draft kurikulum 1994/1995 tersebut, ditujukan untuk lebili tajam

diharapkan dapat memudahkan guru menjabarkan.

b. Materi pengalaman belajar. Hal yang mempakan fungsi khusus

dari kurikulum pendidikan fonnal adalah memilih dan menyusun

isi (komponen kedua dari kurikulum) supaya keinginan tujuan

kurikulum dapat dicapai dengan dan paling efektif dan supaya

pengetahuan paling penting yang diinginkan pada jalumya dapat

disajikan secara efektif (Zais, 1976: 322). Selain itu untuk

mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan diperlukan

210

bahan ajaran (Nana Sy. Sukmadinata, 1988 : 114). Namun

demikian sebenarnya tidak cukup hanya isil bahan ajaran

saja yang dipikirkan dalam kegiatan kurikulum, lebih dari itu

adalah pengalaman belajar yang mampu mendukung pencapaian

tujuan secara lebili efektif. Hal ini berarti kita memandang

kurikulum sebagai suatu rencana untuk belajar, dan tujuan

menentukan belajar apa yang penting, maka kurikulum secara

pasti mencakup seleksi, dan organisasilmateri dan pengalaman

belajar (Taba, 1962 : 266). Isi atau materi kurikulum adalah

semua pengetalman, keterampilan, nilai-nilai, dan sikap yang

terorganisasi dalam mata pelajaran/bidang studi. Sedangkan

pengalaman belajar dapat diartikan sebagai kegiatan belajar

tentang atau Belajar bagaimana disiplin berpikir dan strata

disiplin thou. Dengan demikian jelaslah bahwa baik materi/isi

kurikulum dan pengalaman belajar barus dipikirkan dan dikaji

serta diorganisasikan dalam pengembangan kurikulum.

Pentingnya materi/isi kurikulum dan pengalaman belajar dapat

kita lihat pada pernyataan Taba (1962 : 263) berikut ini :

Selecting the content, with accompanying leaming experiences, in

one of the two central derision in currkulum making, and there

fore rational method of going about it is a matter of great concert

"

211

c. Organisasi. Perbedaan antara behijar di sekolah dan belajar

dalam kehidupan adalah dalam hal pengorganisasian secara

formal di sekolah. Jika kurikulum merupakan suatu rencana untuk

belajar maka isi dan pengalaman belajar membutuhkan

pengorganisasian sedemikian rupa sehingga berguna bagi tujuan-

tujuan pendidikan (Taba, 1962 : 290). Berdasarkan pendapat Taba

tersebut, jelas babwa materi dan pengalaman Belajar dalam

kurikulum diorganisasikan untuk mengefektifkan pencapaian

tujuan. Namam demikian, perlu kita sadari bahwa

pengorganisasian kurikulum merupakan kegiatan yang sulit dan

kompleks. Sukar dan kompleknya pengorganisasian kurikulum

dikareakan kegiatan tersebut bertalian dengan aplikasi serta

pengetahuan yang ada tentang pertumbuhan dan perkembangan

peserta didik, dan masalah proses pembelajaran (Sumantri, 1988 :

23).Masalah-masalah utama organisasi kurikulum berkisar pada

ruang lingkup (scope), sekuensi kontinuitas, dan integrasi.

Evaluasi. Evaluasi merupakan komponen ke empat

kurikulum, mungkin merupakan aspek kegiatan pendidikan yang

dipandang paling kecil (Zais, 1976 : 369). Evaluasi ditujukan untuk

melakukan evaluasi terhadap belajar sisiwa (basil dan proses)

mampun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, Lebih lanjut Zais

(1976 : 378) mengemukakan evaluasi kurikulum secara luas

merupakan suatu usaha sangat besar yang kompleks yang mencoba

212

menantang untuk mengkondifikasi proses salah satu dari istilah

sekuensi atau komponen-komponen. Evaluasi kurikulum secara luas

tidak hanya menilai dokumen tertulis, tempat yang lebih penting

adalah kurikulum yang diterapkan sebagai bahan-bahan fungsional

dari kejadian-kejadian yang meliputi interaksi siswa, guru, material,

dan lingkungan. Adapun peran evaluasi dalam kurikulum secara

keseluruhan baik evaluasi belajar sisiwa maupun keefektifan

kurikulum dan pembelajaran, dapat digunakan sebagai dasan

pengembangan kurikulum. Dari uraian tentang evaluasi jelaslah

bahwa evaluasi bukanlah komponen atau kegiatan pendidikan yang

kecil. Sebagai konponen kurikulum, evaluasi merupakan bagian

integral dari kurikulum. Kegiatan evaluasi akan memberikan

informasi dan data tentang perkembangan belajar siswa maupun

keefektifan kurikulum dan pembelajaran, hingga dapat dilihat

keputusan-keputusan pembelajaran dan pendidikan secara tepat.

213

BAB IV

MOTIVASI BELAJAR

4.1. Pengertian dan Pentingnya Motivasi

Motivasi berasal dari kata Inggris motivation yang berarti

dorongan, pengalasan dan motivasi. Kata kerjanya adalah to motivate

yang berarti mendorong, menyebabkan dan merangsang. Motivate

sendiri berarti alasan, sebab dan daya penggerak (Echols, 1984).

Motif adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong individu

tersebut amok melakukan aktifitas-aktifitas tertentu guna mencapai

tujuan yang diinginkan (Suryabrata, 1994). Secara serupa Winkels

(1987) mengemukakan bahwa motif adalah penggerak dalam diri

seseorang mau melakukan aktifitas-aktifitas tertentu dalam mencapai

suatu tujun tertentu pula.

Dalam kegiatan belajar mengajar, dikenal adanya motivasi

belajar, yaitu motivasi yang diterapkan dalam kegiatan belajar.

Motivasi belajar adalah keseluruhan dari penggerak psikis dalam diri

siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan

belajar itu demi mencapai suatu tujuan (Winskel, 1987).

Motivasi belajar memegang peranan penting dalam

memberikan gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar

sehingga yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi linggi

214

yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar. Siswa yang

mempunyai motiasi belajar tinggi sangat sedikit yang tertinggal

belajarnya dan sangat sedikit putus kesalahan dalam belajarnya

(Palardi, 1975).

Ada beberapa ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar

yang tinggi. Ini dapat dikenali dalam proses belajar mengajar di

kelas, sebagaimana dikemukakan Brown (1981) sebagai berikut:

tertarik kepada guru, artinya tidak membenci atau bersikap acuh tak

acuh ; tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan ; mempunyai

antusias yang tinggi serta mengendalikan perhatiannya

215

terutama kepada guru, ingin selalu bergabung dalam kelompok kelas;

ingin identitas dirinya diakui oleh orang lain; tindakan, kebiasaan,

dan moralnya selalu dalam kontrol diri; selalu mengingat pelajaran

dan mempelajarinya kembali; dan selalu terkontrol oleh

lingkungannya.

Sardiman (1986) mengemukakan bahwa ciri-ciri motivasi

yang ada pada diri seseorang adalah: tekun dalam menghadapi tugas

atau dapat bekerja secara. terus menerus dalam waktu lama; ulet

dalam menghadapi kesulitan dan tidak mudah putus asa, tidak cepat

puas atas prestasi yang diperoleh; menunjukkan minat yang besar

terhadap bermacam-macam masalah belajar; lebih suka bekerja

sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain; tidak cepat bosan

dengan tugas-tugas rutin; dapat mempertahankan pendapatnya; tidak

mudah melepaskan apa yang diyakini; senang mencari dan

memecahkan masalah.

Suatu hal yang penting adalah bahwa motivasi pada setiap

tingkat yang diatas hanya dapat dibangkitkan apabila telah

diperngaruhii tingkat motivasi di bawahnya. Bila kita ingin anak

belajar dengan baik (tingkat 5), maka haruslah terpengaruh tingkat 1-

4. Anak yang lapar, merasa tidak aman, yang tidak dikasihi, yang

tidak diterima sebagai anggota masyarakat kelas, yang guncang harga

dirinya, tidak akan dapat belajar dengan baik.

216

Motivasi kelakuan manusia merupakan topik yang sangat

luas. Banyak macam motivasi dan para ahli meneliti tentang

bagaimana asal dan perkembangannya dan menjadi suatu "daya"

dalam mengarahkan kelainan seseorang. Motivasi diakui sebagai hal

yang sangat penting bagi pelajaran di sekolah.

Ada sejumlah tokoh yang meneliti soal motivasi belajar ini.

Hewitt (1968) mengemukakan bahwa "attentional set” merupakan

dasar bagi perkembangan motivasi yakni yang bersifat sosial. artinya

anak itu suka bekerja sama dengan anak-anak lain dan dengan guru, ia

mengharapkan penghargaan dari teman-temannya dan mencegah

celaan mereka, dan ingin mendapatkan harga dirinya di kalangan

kawan sekelasnya. Selanjutnya anak itu memperoleh motivasi anak

menguasai pelajaran (matery), termasuk penguasaan kemampuan

intelektual. Dengan reinforcement yakni penghargaan atas

keberhasilannya motivasi itu dapat dipupuk. Taraf motivasi tertinggi

menurut hewitt ialah motivasi untak "achievemenf' atau keberhasilan

yang merupakan syarat agar anak im didorong oleh kemauannya

sendiri dan merasa kepuasan dalam mengatasi tugas-tugas yang kian

bertambah sulit dan berat. Bila taraf ini tercapai, maka anak itu

sanggup untuk belajar sendiri.

Juga peneliti lain mengemukakan pentingnya reinforcement

berupa pujian, penghargaan yang diberikan bila hasil belajar anak

mendekati bentuk kelakuan yang di inginkan, dan tidak perlu di

217

tunggu sampai hasil belajarnya benar sepenuhnya. Siswa perlu

diberitahukan tentang hasil pekerjaanya sehingga ia dapat menilai

keberhasilannya dan kegagalannya. Akhirnya anak itu harus

meningkat dalam bentuk penghargaan dari yang konkrit kepada rasa

putas atas keberhasilannya menurut standar yang ditentukannya

sendiri.

Pentingnya motivasi

Secara konseptual motivasi berkaitan erat dengan prestasi atau

perolehan belajar. Pembelajaran yang tinggi motivasi, umumnya

tinggi pula perolehan belajarnya. Sebaliknya, pembelajaran yang

rendah motivasinya, rendah pula perolehan belajarnya. Demikin juga

pembelajuan yang sedang-sedang saja motivasinya, umumnya

perolehan belajannya juga sedang-sedang saja.

Banyak riset yang membuktikan bahwa tingginya motivasi

dalam belajar berhubungan dengan tingginya prestasi belajar. Bahkan

pada saat ini, kaitan antara motivasi dengan perolehan dan atau

prestasi ini tidak hanya dalam belajar. Dalam kerjapun, motivasi mi

juga sangat prating. Salah satu hasil peneliti juga menunjukkan

bahwa siswa yang mempunyai motivasi-berprestasi umumnya juga

mempunysu prestasi yang lebih tinggi. Pegawai atau karyawan yang

mempunyaj motivasi berprestasi tinggi juga menunjukkan

218

performansi profesional yang diharapkan atau di atas rata-rata teman

atau sejawatnya.

Bahkan dewasa ini, ada juga yangg mengembangkan motivasi

berprestasi atau motivasi belajar ini menjadi motif berkompetensi

yang dimaksud dengan berkompetensi adalah dorongan-dorongan

untuk menguasai kompetensi keahliannya. Terbukti dengan jelas,

bahwa mereka yang mempunyai motivasi kompetensi yang tinggi

cenderung lebih mengusai bidang-bidangnya dibandingkan dengan

mereka yang rendah motif kompetensinya.

Oleh karena itu, motivasi belajar sangat urgen dalam

peningkatan perolehan belajar. Dalam khasanah kepustakaan

kependidikan, motivasi sering-sering disebut secara berulang-ulang

sebagai variabel yang banyak menentuk perolehan belajar. Bahkan,

orang yang sukses disegala bidang, lebih banyak disebabkan oleh

tingginya motivasi yang mereka punyai.

Juga untuk belajar diperlukan motivasi "motivation is dan

essential condition of learning". Hasil belajarpun banyak ditentuk

oleh motivasi. Makin tepat motivasi yang kita berikut, makin berhasil

pelajaran itu. Motivasi menentukan intensitas usaha anak belajar.

Motivasi melepaskan energi atau tenaga yang ada pada

seseorang.

219

Setiap motivasi bertalian erat dengan suatu tujuan. Tensing

dan Hillary mungkin ingin membuktikan kesanggupan manusia.

untuk menaklukan puncak tertinggi itu. Tukang becak menahankan

panas dan hujan untuk meneari nafkah bagi anak istrinya

Motivasi mempunyai tiga fungsi:

(a) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagal penggerak atau

motor yang melepaskan energi.

(b) Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak

dicapai.

(c) Menyeleksi perbuatan. yakni menentukan perbuatan-perbuatan

apa yang harus dijalankan yang serasi guna mencapai Tujuan itu,

dengan menyampingkan perbuatan-perbuatan yang tak bermanfaat

bagi tujuan ini. Seorang yang betul-betul bertekad menang dalam

pertandingan, tak akan menghabiskan waktunya bermain karena,

sebab tidak serasi dengan tujuan.

Dalam bahasa schari-hari motivasi dinyatakan dengan; hasrat,

keinginan, maksud, tekad, kenuman, dorongan, kebutahan, kehendak,

cita-cita, keharusan, kesedihan dan sebagainya.

4.2. Sifat Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik

220

Motivasi dapat di bedakan atas motivasi intrinsik dan

motivasi ekstrinsik. Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah

motivasi yang berasal dari dalam individu.

Ausabel (1968) berpendapat babwa modyasi yang dikaitkan

dengan motivasi sosial tidak begitu penting dibandingkan dengan

motivasi yang bertalian dengan penguasaan tugas dan keberhasilan.

Motivasi serupa ini bersifat intrinsik dan keberhasilannya akan

memberi rasa kepuasan. Selain ini keberhasilan itu mempertinggi

harga dirinya dan rasa kemampuannya.

Dalam hal pertama ia didorong oleh motivasi intrinsik yakni

ia ingin mencapai tujuan yang terkandung didalam perbuatan belajar

itu. Dalam belajar telah terkandung tujuan menambah pengetahuan

"intrinsk motivations are inherent in the learning situasions and meet

pupil needs and purposes". Demikian pula bila semang main

badminton untuk menikmatinya, didorong oleh motivasi intrinsik,

yakni 'for the pleasure of the activity".

Motivasi belajar secara intrinsik sebenamya memang telah

ada. Ini sesuai dengan teori, yang memandang bahwa segala tindakan

manusia, termasuk belajar, adalah karena terdapatnya tanggungjawab

internal pada diri manusia itu. Manusia, dalam sudut pandang teori

ini, memang termsuk makhluk yang baik: tinggi tanggungjawabnya,

suka bekerja termasuk belajar, tinggi militansi kerja atau belajarnya,

221

selaia ingin berprestasi. Berarti, dalam diri manusia sebenarnya

terdapat dorongan-dorongan yang kuat untuk belajar.

Sungguhpun demikian, rekayasa lingkungan perlu diberikan

agar seseorang tetap belajar. Rekayasa lingkungan antara lain dapat

berupa motivasi ekstrinsik. Mengapa motivasi ekstrinsik perlu

diberikan, tak lain karena seseorang tidak senantiasa bemda dalam

keadaan menetap. Bisa terjadi, seseorang yang mempunyai motivasi

belajar intrinsik yang demikian tinggi tiba-tiba melemah. Supaya

melemahnya motivasi intrinsik ini tidak sampai berada pada

tingkatan yang sangat rendah, perlu dikontrol dengan menggunakan

motivasi ekstrinsik.

Pada orang yang tingleat motivasi intrinsiknya rendah, justru

motivasi ekstrinsik ini sangat diperlukan. Motivasi ekstrinsik yang

diberikan secara tepat, justru secara berlahan dapat mencangkokkan

motivasi intrinsik mtuk belajar manakala belajar yang direkayasa

dengan motivasi ekstrinsik tersebut telah menjadi kebiasaan bagi

pembelajar. Bahkan kalau sudah sampai di tahap mempribadi,

seseorang akan tinggi motivasi belajarnya secara intrinsik.

Adakah suatu kenyataan, bahwa anak manusia itu tidak sama,

termasuk motivasinya. Ketidaksamaan dalam motivasi intrinsik yang

dipunyai ini, dapat dikurangi dengan memberikan motivasi eksuinsik.

222

Bila seorang belajar untuk mencari penghargaan berupa

angka, hadiah, diploma, dan sebagainya. Ini didorong oleh motivasi

ekstrinsik, oleh sebab tujuan-tujuan itu terletak di luar perbuatan itu,

yakni tidak terkandung didalam perbuatan itu sendiri. "The goal is

artifkially introduced". Tujuan itu bukan sesuatu yang wajar dalam

kegiatan. Anak-anak didorong oleh motivasi intrinsik, bila mereka

belajar agar lebib sanggup mengatasi kesulitan kesulitan hidup, agar

memperoleh pengertian, pengetahum, sikap yang baik, penguasaan

kecakapan. Hasil-hasil itu sendiri telah merupakan hadiah.

"The reward of a thing well done is to have done

it"(Emerson). Ganjarant bagi sesuatu yang dilakukan dengan baik

ialah telah melakukannya. Jadi motivasi ekstrinsik disini tidak perlu.

Akan tetapi di sekolah sering digunakan motivasi ekstrinsik

seperti angka-angka, pujian, ijazah, kenaikan tingkat, celaan,

hukuman, dan sebagainya. Motivasi eksifinsik dipakai oleh sebab

pelajaran-pelajaran sering tidak dengan sendirinya menarik dan guru

sering kurang mampu untuk membangkitkan minat anak.

Membangkitkan motivasi tidak mudah. Untuk itu guru perlu

mengenal murid, dan mempunyai kesanggupan Kreatif untuk

menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan dan minat anak.

4.3. Motivasi dalam Belajar dan Unsur-Unsur yang

mempengamhi motivasi belajar

223

Motivasi sangat krusial dalam belajar dan pembelajaran. pada

hal, motivasi belajar tersebut juga dipengaruhi oleh banyak unsur

antara lain: cita-cita aspirasi penubelajar, kemampuan pembelajar,

kondisi pembelajar, kondisi lingkungan belajar, unsur-unsur dinamis

belajar. Pembelajaran dan upaya-upaya guru dalam membelajarkan

pembelajar. Oleh karena itu, unsur-unsur yang mempengaruhi

tersebut, perlu diketahui dan diperhatikan oleh guru yang

membelajarkan pembelajar. Agar dapat mendukung lebih optimal

terhadap motivasi belajar. Jika unsur-unsur yang mempenguuhi

tersebut tidak diketahui dan tidak diperhatikan, bisa menjadi

penyebab rendahnya motivasi belajar para pembelajar.

Sebagai konsekuensi atas perhatian guru terhadap unsurunsur

yang mempengaruhi motivasi belajar dan unsur-unsur yang

mempengamhi tersebut, guru hendaknya senantiasa berupaya

meningkatkan motivasi belajar. Upaya meningkatkan motivasi

belajar tersebut dilakukan dengan cara mengoptimalkan penerapan

prinsip-prinsip belajar, mengoptimalkan unsur-unsur belajr /

pembalajaran, mengoptimalkan pemanfaatan pengalaman

kemampuan yang di miliki oleh pembelajar dan mengembangkan

cita-cita dan aspirasi pembelajar.

Ausubel mengatakan adanya hubungan antara motivasi dan

belajar. Motivasi bukan mempakan syarat mutlak untuk belajar tak

224

perlu lebih dahulu ditunggu adanya motivasi sebelum kita

mengajarkan sesuatu. Bahkan kita dapat mengabaikan motivasi dan

memusatkan perhatian kepada pengajaran itu sendiri. Bila belajar itu

berhasil, maka akan timbul motivasi itu dengn sendirinya dan

keinginan untuk lebih banyak belajar. Sukses dalam belajar akan

membangkitkan motivasi untuk belaiar.

Menurut Skinner(1968) masalah motivasi bukan soal

memberikan motivasi, akan tetapi mengatur kondisi belai sehingga

memberikan reinforcement.

Motivasi yang dianggap lebih tinggi tarafnya daripada

penguasaan tugas ialah "achievement motivation" yakni motivasi

untuk mencapai atau menghasilkan sesuatu. Motivasi ini lebib

mantap dan memberikan dorongan kepada sejumlah besar kegiatan,

termasuk yang berkaitan dengan pelajari, di sekolah. McClelland

(1965) yang menyelidiki berbagai hal yang dapat mempertinggi

motivasi ini, misalnya dengan merumuskan tujum dengan jelas,

mengetahui kemajuan yang dicapai, merasa turut benanggungjawab,

dan lingkungan sosial yang menyokong.

Peneliti lain, White (1959) mengemukakan konsep

kompetensi. Motivasi kompetensi mempunyai dasar biologis, jadi

juga terdapat pada binatang, antara lain motivasi menyalidiki

aktivitas manipulasi. Ada pula peneliti yang mencari motiyasj positif

225

yang dinyatakan dengan istilah "mastery”, "egoinvolvement"

(keterlibatan diri), dan lain-lain. White berpendapat bahwa kegiatan

anak tak dapat dijelaskan dengan dorongan untuk memuaskan

kebutuhan makan, minum, dan sebagainya. Akan tetapi karena

kegiatan untuk berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya

yang memberikan rasa mampu. Setiap orang ingin menguasai

lingkungannya.

Walaupun teori-teori motivasi berbeda-beda, nanum dalam

praktek pendidikan penerapannya bersamaan. Pelajar harus diberikan

ganjaran (reward) berupa pujian, angka ang baik, rasa keberhasilan

atas hasil belajarnya, sehingga ia lebih tertarik oleh pelajaran.

Keberhasilan dalam interaksi dengan lingkungan belajar, penguasaan

tujuan program pendidikan memberikan rasa kepuasan dan karena ini

merupakan sumber motivasi yang terus menerus bagi pelajar,

sehingga ia sanggup belajar sendiri sepanjang bidupnya, yang dapat

dianggap sebagai salah samtu hasil pendidikan yang paling penting.

Unsur-Unsur Yang Mempengaruhi Motivasi

Ada beberapa unsur yang mempengaruhi motivasi belajar.

Unsur-unsur tersebut adalah :

1. Cita-cita / aspirasi pembelajar

2. Kemampuan pembelajar

226

3. Kondisi pembelajar

4. Kondisi lingkungan belajar

5. Unur-unsur dinamis belajar Ipembelajaran

6. Upaya guru dalam membelajarkan pembelajar

Unsur-unsur tersebut dijelaskan sebagaimana pada uraian

berikut :

a. Cita-cita / aspirasi pembelajaran

Setiap manusia senantiasa mempunyai cita-cita atau aspirasi

tertentu didalam hidupnya temasuk pembelajar. Cita-cita atau aspirasi

ini senantiasa ia kejar dan ia perjuangkan. Bahkan tidak juang,

meskipun rintagan yang ditemui sangat banyak dalam mengejar cita-

cita dan aspirasi tersebut seseorang tetap berusaha semaksimal

mungkin karena hal tersebut berkaitan dengan cita-cita dan

aspirasinya. Oleh karena itu, cita-cita dan aspirasi sangat

mempengaruhi terhadap motivasi belajar seseorang.

Seseorang yang bercita-cita menjadi dokter, pada saat masih

sedang belajar dijenjang pendidikan dasar, tentu menggemari

terhadap mata pelajaran-mata pelajaran dan bacaan-bacaan yang

berkaitan erat dengan ilmu kesehatan. Meskipun mata pelajaran

tersebut masih terintegrasi dengan mata pelajaran IPA, ia akan lebih

bergairah dengan mata pelajaran tersebut. Oleh karena itu. ia akan

227

lebih temotivasi mempelajari mata pelajaran tersebut dibandingkan

dengan mata pelajaran yang lainnya.

Sebaliknya seseorang yang kebetulan berstatus mahasisma

dan dahulunya bercita-cita menjadi ahli hukum tetapi ia dipaksa oleh

orang tuanya mengambil jurusan teknik elektro. Dapat dipastikan

kesungguhan belajarnya akan berkurang karena apa yang ia pelajari

tidak sesuai dengan cita-cita dan aspirasinya. Ketidaksungguhan

dalam belajar demikian ini tentu lantaran jurusan yang dipaksakan

oleh orang tuanya tidak cocok dengan cita-cita dan aspirasinya. Ia

kendor motivasinya, bisa jadi, pada saat-saat masih disekolah

menengah ia tinggi motivasi belajarnya sebaliknya pada saat sudah

menjadi mahasiswa motivasi yang tinggi tersebut berubah menjadi

rendah. Itulah sebabnya, maka cita-cita dan aspirasi pembelajaran ini

perlu diperhitungkan dalam rangka meningkatkan motivasi belajar

seseorang, karena cita-cita atau aspirasi ini mempengaruhi motivasi

belaiar.

Jika kaitan antara cita-cita atau aspirasi pembelajar dengan

motivasi dan perolehan belajar ini diskemakan seperti tampak

dibawah ini:

CITA-CITA /

ASPIRASI

PEMBELAJAR

MOTIVASI

BELAJAR

PEMBELAJAR

PEROLEHAN

BELAJAR

PEMBELAJAR

228

b. Kemampuan PeMbelajar

Kemampuan manusia satu dengan yang lain tidaklah sama.

Menuntut seseorang sebagaimana orang lain dari bingkai penglihatan

demikian tentulah tidak diberikan. Sebab, orang yang mempunyai

kemampuan rendah akan sangat susah menyerupai orang yang

mempunyai kemampuan tinggi; dan sebaliknya orang yang

berkemampun tinggi, akan menjadi malas jika dituntut sebagaimana

mereka yang berkemampuan rendah.

Oleh karena itu, kemampuan pembelajar ini haruslah

diperhatikan dalam proses belajar pembelajaran. Kemampuan

pembelajar erat hubungannya dan bahkan mempengaruhi motivasi

belajar pembelajar. Bisa terjadi, seseorang menjadi rendah motivasi

belajarnya terhadap bidang tertentu oleh karena yang bersangkutan

rendah kemampuannya dibidang tersebut.

Jika kaitan antara kemampunn pembelajar dengan motivasi

dan perolehan belajar ini diskemakan sebagai berikut:

Kemampuan

Pembelajaran

Motivasi Belajar

Pembelajaran

Perolehan Belajar

Pembelajaran

229

c. Kondisi pembelajar

Kondisi pembelajar dapsat dibedakan atas kondisi fisiknya

dan kondisi psikologisnya. Dua macam kondisi ini, fisik dan

psikologis, umumnya saling mempengamhi satu sama lain. Jiwa yang

sehat terdapat pada tubuh yang sehat. Dalam realitasnya juga berlaku

kebalikannya. Bila seseorang kondisi psikologisnya tidak sehat, bisa

berpengaruh juga terhadap ketahanan dan kesehatan fisiknya.

Sangatlah jelas dan sering dirasakan oleh siapapun jika

kondisi fisik dalam keadaan lelah, umumnya motivasi belajar

seseorang akan menurun. Sebaliknya jika kondisi fisik berada dalam

keadaan bugar dan segar, motivasi belajar bisa meningkat. Berarti,

kondisi fisik seseorang mempengaruhi motivasi belajarnya. Orang

yang sudah sangat lelah tidak baik kalau belajar. Demikian juga kalau

sedang sakit, tidak bails untuk dipaksa belajar.

Dalam kondisi psikologis terganggu, sebutlah misalnya stress,

juga tidak bisa mengkonsentrasikan diri terhadap hal-hal yang

dipelajari. Kmena tidak bisa konsentrasi, mka gairah belajarnya

menurun. Keadaan demikian ini, bisa menjadikan seseorang belajar

merasa terpaksa dan tidak banyak bemotivasi.

Jelaslah bahwa kondisi pembelajar, baik yang bersifat fisik

maupun psikis, sama-sama berpengaruh terhadap motivasi

belajarnya. Ada kalanya seseorang yang pada masa-masa sebelumnya

230

bemotivasi belajar tinggi, tiba-tiba menjadi rendah hanya karena

kondisi fisik dan psikologisnya terganggu atau sakit. Tidak jarang,

seseorang yang motivasi belajarnya biasa-biasa saja, tiba-tiba

berubah karena kondisi fisik dan psikologisnya dalam keadaan prima.

Jika diskemakan, kondisi pembelajar dalam kaitannya dengan

motivasi dan perolehan belajar adalah sebagai berikut:

d. Kondisi lingkungan belajar

Sudah umum diketahui bahwa yang menentukan motivasi

belajar seseorang, selain faktor individu juga faktor lingkungan.

lebih-lebih lingkungan belajar. Sebab, individu secara sadar ataukah

tidak, senantiasa tersosialisasi oleb lingkungannya. Lingkungan

belajar ini meliputi : lingkungan fisik dan lingkungan sosial.

Yang dimaksud dengan lingkurigan fisik adalah tempat

dimana pembelajar tersebut belajar. Apakah tempat belajarnya

nyaman ataukah tidak, apakah tempatnya segar atau pengap. Hal-hal

demikian ini berpengaruh terhadap motivasi belajar. Demikian juga

yang amburadul, tidak memberikan gairah bagi belajar seseorang.

Sebaiknya tempat yang teratur, yang tertata rapi, mendorong

Kemampuan

Pembelajaran

Motivasi Belajar

Pembelajaran

Perolehan Belajar

Pembelajaran

231

seseorang bergairah belajar. Tempat belajar yang berisik oleh suara

bisa menganggu belajar, yang tenang, bisa menimbulkan gairah

belajar. Jadi lingkungan fisik berpengaruh terhadap motivasi belajar.

Lingkungan sosial adalah suatu lingkungan seseorang dalm

kaitannya dengan orang lain. Contohnya berupa lingkungan

sepermainan, lingkungan sebaya, kelompok belajar. Sungphpun

faktor pribadi pribadi seseorang lebih menentukan terhadap diri

sendiri tetapi harus diakui bahwa lingkungan sosial juga menentukan

motivasi belajar seseorang. Contohnya jika dalam lingkungan sosial

seseorang tidak terbiasa dengan aktivitas belajar maka bukan budaya

belajar itu yang dikembangkan oleh seseorang.

Dalam lingkungan yang kompetitif untuk belajar, seseorang

yang berada dilingkungan tersebut akan terbawa serta untuk belajar

seperti orang lain. Baik secara sadar atau tidak. Kaitan antara kondisi

lingkungan belajar dengan motivasi dan perolehan belajar adalah

sebagai berikut :

e. Unsur-Unsur Dinamis belajar pembelajar

Kemampuan

Pembelajaran

Motivasi Belajar

Pembelajaran

Perolehan Belajar

Pembelajaran

232

Unsur dinmis belajar pembelajar meliputi hal-hal sebagai

berikut :

a. Motivasi dan upaya memotivasi siswa untuk belaiar

b. Bahan belajar dan upaya penyediannya

c. Alat bantu belajar dan upaya penyediaannya

d. Suasana belajar dan upaya pengembangannya

e. Kondisi subjek belajar dan upaya penyiapan dan peneguhannya

Oleh karena itu, unsur- unsur dinamis dennkian ini patut

diperhatikan agar motivasi belajar pembelajar menjadi tinggi.

tingginya motivasi belajar berimplikasi bagi maksimainya perolehan

belajar pembelajar.

Unsur dinamis belajar dan pembalajar Motivasi belajar

pembelajar Perolehan belajar pembelajar jika kaitan antara unsur-

unsur dinamis dalam belajar dengan motivasi dan perolehan belajar

adalah sebagai berikut :

f. Upaya Guru dalam Membelajarkan pembelajar

Upaya guru dalam membelajarkan pembelajar juga

berpengaruh terhadap motivasi belajar. Guru yang tinggi gairahnya

Unsur dinamis

belajar dan

pembelajar

Motivasi Belajar

Pembelajaran

Perolehan Belajar

Pembelajaran

233

dalam membelajarkan pembelajar, menjadikan pembelajar juga

bergairah belajar, guru yang sungguh-sunggub dalam membelajukan

pembelajar, menjadikan tingginya motivasi belajar pembelajar. Pada

guru yang demikian umumnya mempersiapkan diri dengan matang

dan senantiasa memberikan yang terbaru dan terbaik kepada

pembelajar. Oleh karena yang di berikan tersebut menarik. Terbaik

dan mungkin terbaru. Maka tingkat aktualitasnya sangat tinggi

dimata pembelajar. Sebagai akibatnya, hal-hal yang disajikan oleh

guru menjadi menarik dimata pembelajar. Menariknya hal-hal yang

diberikan ini hisa menjadikan tingginya motivasi pembelajar.

Sebaliknya pada guru yang tidak bergairah dalar

membelajarkan pembelajar, umumnya mengulang saja pelajaran yang

di berikan dari tahun ketahun. Proses belajar pembelajar terasa kering

dan kehilangan nuansa. Akibat dari proses belajar pembelajaran

demikian ini, pembelajar tidak bergairah dan babkan mungkin

kehilangan motivasi. Hal demikian bisa lebib parah lagi. manakala

guru yang membelajarkan tersebut sudah puas dengan keadaan yang

demikian ini.

Oleh karena itu, upaya guru untuk membelajarkan pembelajar

sangat krusial dalam meningkatkan motivasi pembelajar. Jika di

skemakan antara upaya guru untuk membelajarkan pembelajar

234

dengan motivasi dan perolehan belajar pembelajar adalah sebagai

berikut :

Upaya Meningkatkan motivasi belajar

Upaya belajar senantiasa bergelombang. Adakalanya bergerak

naik dan adakalanya bergerak turun. Tidak jarang motivasi belajar

hanya mendatar saja. Oleh karena demikian " watak" motivasi

tersebut, maka diperlukan upaya untuk meningkatkannya. Dengan

demikian, motivasi belajar yang di punyai oleh pembelajar bisa

cenderung naik dan atau minimal Menetap.

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh guru guna

meningkatkan motivasi pembelajar, yaitu :

1. Mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip belajar

2. Mengoptimalkan unsur-unsur dinamis belajar / pembelajaran

3. Mengoptimalkan pemanfaatan pengalaman / kemampuan yang

telah dimiliki dalam belajar

4. Mengembangkan cita-cita / aspirasi dalam belajar

Upaya guru

membelajarkan

Pembelajaran

Motivasi Belajar

Pembelajaran

Perolehan Belajar

Pembelajaran

235

Secara berturut-turut, ketiga cara tersebut di kemukakan

sebagai berikut :

1. Mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip belajar

Ada beberapa prinsip yang harus dipedomani dalam belajar.

Prinsip tersebut adalah :

a. Prinsip perhatian dan motivasi belajar

b. Prinsip keaktifan belajar

c. Prinsip keterlibatan langsung pembelajar

d. Prinsip pengulangan belajar

e. Prinsip sifat perangsang dan menantang dari materi yang

dipelajari

f. Prinsip pemberian balikan dan penguruan dalam belajar

g. Prinsip perbedaan individual antar belajar

Ketujuh prinsip ini diterapkan secara optimal agar pembelajar

mempunyai motivasi yang tinggi dalam belajar.

Ada dua cara dalam mengoptimalkan penerapan prinsip

belajar tersebut. Pertama, menyusun strategi-strategi sehingga

prinsip-prinsip tersebut dapat terterapkan secara optimal. Strategi

disini, dari pandangan-pandangan dan temuan-temuan teoritik dan

dapat pula digali dari kiat guru sendiri. Temuan-temuan ahli

psikologi pendidikan dan temuan-temuan ahli pengajaran part[ digali

236

hingga dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan penerapan

prinsip-prinsip belajar.

Kedua, menjauhkan konstrain-konstrain (kendala-kendala)

yang ditemui dalam mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip

belajar. Kendala demikian ini patut dijauhkan, agar tidak

mengganggu bagi penerapan prinsip-prinsip belajar.

2. Mengoptimalkan Unsur-Unsur Dinamis Belajar / Pembelajaran

Mengingat unsur-unsur belajar / pembelajaran dapat

mempengaruhi motivasi, maka ia perlu di optimalkan penerapannya.

Pengoptimalan demikian mi perlu dilakukan agar motivasi belajar

siswa juga optimal.

Cara mengoptimalkan unsur-unsur dinamis dalam belajar /

pembelajaran dalah : pertama, menyediakan secara kreatif berbagai

unsur belajar pembelajaran tersebut dalm setting belajar

pembelajaran. Penyediaan secara kreatif ini perlu dilakukan, katena

umumnya ketika tidak ada guru dan menerima kondisi tersebut apa

adanya. Contohnya peralatan pengajaran yang tidak tersedia dapat

disediakan dengan merancang sendiri bersama-sama dengan

pembelajar.

Kedua, memanfaatkan sumber-sumber diluar sekolah

sehingga keterbatasan yang dimiliki oleh sekolah dapat

ditanggulangi. Hal demikian dapat dilakukan dengan banyak

237

mengadakan kerjasama dengan sejumlah lembaga diluar sekolah

bahkan diluar dunia pendidikan.

3. Mengoptimalkan Pemanfaatan Pengalaman / Kemampuan

Yang Telah Dimiliki Dalam belajar

Setiap pembelajar mempunyai kemampuan dan pengalamn-

pengalaman tertentu yang berbeda antara satu dengan yang lain.

Kemampuan dan pengalaman yang berbeda demikian ini hendaknya

tidak justru menjadi konstrain dalam aktivitas belajarnya.

Kemampuan atau pengalaman masa Ialu ini bisa didapatkan oleh

pembelajw melalui aktivitas belajar, dan bisa juga didapatkan oleh

pembelajar melalui aktivitas lain atau aktivitas non belajar.

Pengalaman dan kemampuan masa Ialu ini bisa menjadi konstrain

untuk belajar berikutnya, tetapi tidak jarang bisa mendukung

aktivitas belajar. Pengalaman dan kemampuan masa lain bisa menjadi

konstrain belajar, manakala dipandang bertentangan dengan

pengalaman belajar berikutnya oleh pembelajar. Pengalaman dan

kemampuan masa Ialu bisa mendukung terhadap aktivitas belajar

manakala sesuai dengan pengalaman belajar berikutnya. Tidak itu

saja pengalamana atau kemampuan masa lalu malahan bisa menjadi

prasyarat bagi pengalaman berikutnya. dan jika kasus yang trakhir ini

terjadi, maka pembelajar tidak dapat mempelajari mata pelajaran

berikutnya, tanpa yang bersangkutan telah mempunyai kemampuan

238

dan pengalaman yang diprasyaratkan. Dkk dan Cany (1981)

menyebut pengalamn dan kemampuan demikian dengan entry

behavior.

Yang harus diupayakan guru agar kemampuan atau

pengalaman masa lalu justru mendukung terhadap aktivitas belajar

adalah :

a. Biarkan pembelajar dapat menangkap apa yang dipelajari

sekarang ini dari perspektif kemmpuan dan pengalaman masa

lalunya. Jangan dipaksa menggunakan perspektif gurunya.

b. Kaitkan aktivitas belajar pada masa sekarang ini dengan

kemampuan dan pengalaman yang sudah dipunyai oleh

pembelajar.

c. Gali dulu pengalaman dari kemampuan yang sudah dimiliki oleh

pembelajar melalui tes lisan atau tertulis sebelum menyampaikan

materi berikutnya.

d. Beri kesempatan kepada pembelajar untuk membandingkan apa

yang sekarang dipelajari dengan kemampuan dan pengalaman

yang telah dimiliki.

4. Mengembangkan Cita-Cita / Aspirasi Dalam Belajar

Cita-cita adalah sesuatu yang dikejar oleh seseorang.

Kegiatan-kegiatan seseorang, utamanya kegiatan belajar. Lebih

239

banyak teraksentuasi pada pengejaran dan atau pencapaian cita-cita

atau aspirasi tersebut. Maka dari itu cita-cita atau sapirasi tersebut

harus senantiasa dikembangkan dalam pembelajaran.

Penjurusan yang ada disekolah-sekolah kita, tidak lain adalah

demi penampungan aspirasi dan cita-cita yang berbeda dari masing-

masing pembelajar. Demikian juga dengan adanya kurikulum muatan

tokal, yang antara daerah yang satu dengan yang lain berbeda, adalah

dalam rangka menampung aspirasi dan cita-cita yang berbeda antara,

pembelajar didaerah satu dengan daerah lainnya. Persoalannya

adalah, apakah memang benar bahwa dalam pemilihan jurusan

tersebut memang benar-benar sesuai dengan cita-cita dan aspirasi

pembelajar ? mengingat yang menjadi pertimbangan dalam

penjurusan tersebut tidak semata-mata cita-cita dan aspirasi

melainkan banyak hal lain seperti daya tampung masing-masing

jurusan, tersedia tidaknya prasarana dan sarana.

Aspirasi / cita-cita dapat dikembangkan dalam belajar

pembelajaran, dengan beberapa langkah sebagai berikut :

a. Kenalilah aspirasi dan cita-cita pembelajar. Pengenalan ini dapat

dilakukan dengan melalm penyebaran daftar isian yang dapat

memuat sejumlah cita-cita atau aspirasi pembelajar. Dari

sejumlah aspirasi atau cita-cita tersebut, pembelajar masih

diliarapkan anak merangking dari yang paling diminaati sampai

240

dengan yang paling tidak diminati. Pengenalan aspirasi ini dapat

dilakukan dengan mengadakan tes minat kepada pembelajar.

Dengan tes minat, akan diketabui jenis-jenis pekerjaan apa

dimasa depan yang paling diminati dan menjadi cita-cita

pembelajar.

b. Hasil pengenalan atas cita-cita aspirasi tersebut dapat

dikomunikasikan kepada siswa dan orangmanya. Orang tua ini

patut juga diberi tahu, agar tidak memaksakan kehendaknya

kepada putra-putrinya, karena mungkin pembelajar tersebut

mempunyai cita-cita atau aspirasi yang berbeda dengan

orangtuanya.

c. Sediakan program-program yang dapat mengembanglum aspirasi

dan cita cita tersebut. Setelah program-program tersebut

disediakan, barulah para pembelajar diberi kesempatan untuk

mengambil program yang sesuai dengan aspirasi dan cita-citanya.

Persoalannya hanyalah, apakah mungkin hat demikian dilakukan

disekolah-sekolah kita mengingat kurikulum yang tersentralkan

dari pusat ?

Jenis Motivasi Yang Didasarkan Motif Primer Dan Sekunder

Motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

241

1. Motivasi Primer

Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-

motif dasar. Motif-motif dasar tersebut umumnya berasal dari segi

biologis atau jasmani manusia. Manusia adalah makluk berjasmani,

sehingga perilakunya terpengaruh oleh tasting atau kebutuhan

jasmaninya.

Ahli lain, Freud berpendapat bahwa insting memiliki empat

ciri, yaitu tekanan, sasaran, objek dan sumber.tekanan adalah

kekuatan yang memotivasi individu amok bertingkah laku. Semakin

besar energi dalana insting, maka tekanan terhadap individu semakin

besar. Sasaran insting adalah kepuasan atau kesenangan. Kepuasan

tercapai, bila tekanan energi dalam insting berkurang. Sebagai

ilustrasi, keinginan makan berkurang bila individu masih kenyang.

Objek insting adalah hal-hal yang mermaskan insting. Hal-hal yang

memutuskan insting tersebut dapat berasal dari luar individu atau dari

dalam individu. Adapun sumber insting adalah keadaan kejasmaniah

individu. Segenap insting manusia dapat di bedakan menjadi dua

jenis, yaitu insting kehidupan (life instinest ) dan insting kematian

(death instinest ). Insting kehidupan terdiri dari insting yang

bertujuan memelihara kelangsungan hidup. lnsting kehidupan

tersebut berupa makan. minum, istirahat dan memelihara keturunan.

Insting kematian tertuju pada penghancuran seperti, merusak,

242

menganiaya, atau membunuh orang lain atau diri sendiri. Menurut

Freud energi bekerja memelihara keseimbangan fisik. Insting bekerja

seumur hidup. Yang mengalami perubahan adalah cara pemuasan

atau objek pemuasan.

2. Motivasi Sekunder

Motivasi sekunder adalah motivasi yang dipelajari. Hal ini

berbeda dengan motivasi primer. Sebagai ilusirasi, orang yang lapar

akan tertarik pada makanan tanpa berpikir. Untuk memperoleh

makanan tersebut orang harus bekerja terlebih dahulu. Agar dapat

bekerja dengan baik, orang harus belajar bekerja. Bekerja dengan

haik merupakan motivasi sekunder, bila orang bekerja dengan baik,

maka ia memperoleh gaji berupa uang. Uang tersebut berupa penguat

motivasi sekunder, Uang merupakan penguat unnum. Setelah in

bekerja dengan baik maka ia dapat membeli makanan untuk

menghilangkan rasa lapar.

Menurut beberapa ahli, manusia adalah makluk sosial.

Perilakunya tidak hanya terpengaruh oleh faktor biologis saja. Tetapi

juga faktor-faktor sosial. Perilaku manusia terpengaruh oleh tiga

komponen penting seperti afektif, koqnitif, dan konatif. Komponen

afektif adalah aspek emosional. komponen ini terdiri dari motif

sosial, sikap dan emosi. Komponen koqnitif adalah aspek intelektual

243

yang terkait dengan pengetahuan. Komponan konatif adalah terkait

dengan kemauan dan kebiasaan bertindak.

Perilaku motivasi sekunder juga terpengaruh oleh adanya

sikap. Sikap adalah suatu motif yang dipelajari. Ciri-ciri sikap, yakni

:

- merupakan kecenderungan berpikir, merasa, kemudian bertindak

- memiliki daya dorong bertindak

- relatif bersikap tetap

- kecenderungan melakukan penilaian

- dapat timbul dari dari pengalaman, dapat dipelajari atau berubah.

Perilaku juga terpengaruh oleh emosi. Emosi menunjukkan

adanya sejenis kegoncangan seseorang. Kegoncangan tersebut

disertai proses jasmani, perilaku dan kesadaran. Emosi memiliki

fungsi sebagai pembangkit tenaga, pemberi informasi pada oranglain,

pembawa pesan dalam hubungan dengan orang lain, sumber

informasi tentang diri seseorang.

Perilaku juga terpengaruh oleh adanya pengetahuan yang

dipercaya. Pengetahuan yang dipercaya tersebut adakalanya

berdasarkan akal, ataupun tak berdasar akal sehat pengetahuan

tersebut dapat mendorong terjadinya perilaku.

244

BAB V

PENDEKATAN CBSA DALAM PEMBELAJARAN

5.1. KONSEP CBSA DALAM PEMBELAJARAN

Cara belajar siswa aktif merupakan suatu upaya dalam

pembaruan pendidikan dan pembelajaran. Kendatipun cara ini

tergolong baru, namun sesungguhnya konsep ini telah lama

dikembangkan, hanya perwujudannya yang masih baru dalam sistem

pembelajaran di sekolah-sekolah kita. Karena itu, ada baiknya guru-

guru mengenal dan memahaminya lebih seksama agar mampu

menerapkan secara efektif.

5.1.1. Pengertian Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)

CBSA adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang

menitik beratkan pada keaktifan siswa, yang merupakan inti dari

kegiatan belajar. Pada hakekatnya, keaktifan belajar terjadi dan

terdapat pada semua perbuatan belajar, tetapi kadamya yang berbeda

tergantung pada kegiatannya, materi yang dipelajari dan tujuan yang

hendak dicapai.

Dalam CBSA, kegiatan belajar diwujudkan dalam berbagai

bentuk kegiatan, seperti: mendengarkan, berdiskusi, membuat

sesuatu, menulis laporan, memecahkan masalah, memberikan

prakarsa/gagasan, menyusun rencana, dan sebagainya- Keaktifan itu

245

da yang dapat diamati dan ada pula yang tidak dapat diamati secara

langsung. Setiap kegiatan tersebut menuntut keterlibatan intelektual-

emosional siswa dalam proses pembelajaran melalui asimilasi, dan

akomodasi kognitif untuk mengembangkan pengetahuan, tindakan,

serta pengalaman langsung dalam rangka membentuk keterampilan

(motorik, kognitif dan sosial), penghayatan serta internalisasi nilat-

nilai dalam pembentukan sikap (Raka Joni, 1980, h. 2).

Sejak dimunculkannya pendekatan CBSA dalam lingkungan

pendidikan ditanah air, konsep CBSA telah mengalami

perkembangan yang cukup jauh. Pendekatan CBSA dinilai sebagai

suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa

secara fisik, mental, intelektual dan emosional guna memperole hasil

belajar yang bempa perpaduan antara matra kognitif, afekisi. dan

psikomotorik, (A. Yasin, 1984,h.24).

Dalam kerangka sistem belajar mengajar, terdapat komponen

proses yakni keaktifan fisik, mental, intelektual dan emosional dan

komponen produk, yakni hasil belajar berupa keterpaduan aspek-

aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik Secara lebili rinci

komponen produk tersebut mencakup berbagai kemampuan:

menamati, menginterprestasikan, meramalkan. mengkaji,

menggeneralisasikan, menemukan, mendiskusikan, dan

mengkomonikasikan hasil penemuan. Aspek-aspek kemampun

246

tersebut dikembangkan secara terpadu melalui sistem pembelajaran

berdasarkan pendekatan CBSA.

5.1.2 Rasional CBSA dalam pembelajaran

Penerapan dan pendayagunaan konsep CBSA dalam

pembelajaran merupakan kebutuhan dan sekaligus sebaga. keharusan

dalam kaitannya dengan upaya merealisasikan Sistem Pendidikan

Nasional untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang pada

gilirannya berimplikasi terhadap sistem pembelajaran yang efektif.

Siswa peserta didik dipandang dari dua sisi yang berkaitan,

yakni sebagai objek pembelajaran dan sebagai subjek yang belajar.

Siswa sebagai subjek dipandang sebagai manusia yang potensial

sedang berkembang, memiliki keinginan-keinginan-harapan dan

tujuan hidup, aspirasi dan motivasi dan berbagai kemungkinan

potensi lainnya. Siswa sebagai objek dipandan: sebagai yang

memiliki potensi yang perlu dibina, diarahkan dan dikembangkan

melalui proses pembelajaran. Karena itu proses pembelajaran harus

dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip manusiawi (humanistik),

misainya melalm suasana kekeluargaan terbuka dan bergairah serta

berpariasi sesuai dengan keadaan perkembangan siswa bersangkutan.

Pelaksanaan proses pembelajaran dititik beratkan pada

keaktifan siswa belajar dan keaktifan guru menciptakan lingkungan

belajar yang serasi dan menantang. Penerapan CBSA dilakukan

247

dengan cara mengfungsionalisasikan seluruh potensi manusiawi

siswa melalui penyediaan lingkungan belajar yang meliputi aspek-

aspek bahan pelajaran, guru, media pembelajaran, suasana kelas dan

sebagainya. Cara belajar di sesuaikan dengan minat dim pemberian

kemudahan kepada siswa untuk memperoleh pemahaman,

pendalaman, dan pengendapan sehingga hasil belajar berintemalisasi

dengan pribadi siswa. Dalam kondisi ini semua unsur pribadi siswa

aktif seperti emosi, perasaan, intelektual, pengindran, fisik dan

sebagainya.

CBSA dapat berlangsung dengan efektif, bila guru

melaksanakan peran dan fungsinya secara aktif dan kreatif,

mendorong dan membantu serta berupaya mempenguruhi siswa

untuk mencapai tujuan pembelajaran dan belajar yang telah

ditentukan. Keaktifan guru dilakukan pada tahap-tahap kegiatan

perencanaan, pelaksanaan, pellilaian dan tindak lanjut

pembelajaran.Peranan guru bukan sebagai orang yang menuangkan

materi pelajaran kepada siswa, melainkan bertindak sebagai

pembantu dan pelayanan bagi siswanya. Siswa aktif belajar,

sedangkan guru memberikan fasilitas belajar, bantuan dan pelayanan.

Beherapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru, ialah:

1) menyiapkan lembaran kerja

2) Menyusun tugas bersama siswa;

3) Memberikan informasi tentang kegiatan yang akan dilakukan;

248

4) Memberikan bantuan dan pelayanan kepada siswa apabila siswa

mendapat kesulitan;

5) Menyampaikan pertanyaan yang bersifat asuhan;

6) Membantu mengarahkan rumusan kesimpulan umum;

7) Memberikan bantuan dan pelayanan khusus kepada siswa yang

lambat;

8) Menyalurkan bakat dan minat siswa;

9) Mengamati setiap aktivitas siswa.

Kegiatan-kegiatan tersebut menunjukkan, bahwa

pembelajaran berdasarkan pendekatan CBSA tidak diartikan guru

menjadi fasif, melainkan tetap harus aktif namun tidak bersikap

mendominasi siswa dan menghambat perkembangan potensinya Guru

bertindak sebagai guru inquiry, dan fasilitator.

5.1.3 Kadar Cara Belajar Siswa Aktif

Kadar MA ditandai oleh semakin banyaknya dan

bervariasinya keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses belajar

mengajar. Semakin banyak dan semakin beragamnya keaktifan dan

keterlibatan siswa, maka semakin tinggi pula kadar ke-CBSA-annya.

Sebaliknya, semakin sedikit keaktifan dan keterlibatan siswa dalam

proses belajar mengajar, maka berarti semakin rendah kadar CBSA

tersebut.

249

Kadar CBSA itu dalam rangka sistem belajar mengajar

menunjukkan ciri-ciri, sebagai berilmu :

1) Pada tingkat masukan, ditandai oleh:

a. Adanya keterlibatan siswa dalam merumuskan kebutuhan

pembelajaran sesuai dengan kemampuan, minat, pengalaman,

motivasi, aspirasi yang telah dimiliki sebagai baban masukan

untuk melakukan kegiatan belajar.

b. Adanya keterlibatan siswa dalam menyusun rancangan belajar

dan pembelajaran, yang menjadi acuan baik bagi siswa mupun

bagi guru.

c. Adanya keterlibatan siswa dalam memilih dan menyediakan

sumber bahan pembelajaran.

d. Adanya keterlibatan siswa dalam pengadaan media

pembelajaran yang akan digunakan sebagai alat bantu belajar.

e. Adanya kesadaran dan keinginan belajar yang tinggi serta

motivasi untuk melakukan kegiatan belajar.

2) Pada tingkat proses, kadar CBSA ditandai dengan:

a. Adanya keterlibatan siswa secara fisik, mental, emosional,

intelektual, dan personal dalam proses belajar.

b. Adanya berbagai keaktifan siswa mengenal, memahami,

menganalisis, berbuat, memutuskan, dan berbagai kegiatan

250

belajar lainnya yang mengandung unsur kemandirian yang

cukup tinggi.

c. Keterlibatan secara aktif oleh siswa dalam menciptakan

suasana belajar yang serasi, selaras dan seimbang dalam

proses belajar dan pembelajaran.

d. Keterlibatan siswa menunjang upaya guru menciptakan

lingkungan belajar untuk memperoleh pengalaman belajar

serta turut membantu mengorganisasikan lingkungan belajar

itu, baik secara individual maupun secara kelompok.

e. Keterlibatan siswa dalam meneari imformasi dari berbagai

sumber yang berdaya guna dan tepat guna bagi mereka sesuai

dengan rencana kegiatan belajar yang telah mereka rumuskan

sendiri.

f. Keterlibatan siswa dalam mengajukan prakarsa, memberikan

jawaban atas penanyaan guru, mengajukan penanyaan/

masalah dam berupaya menjawabnya sendiri, menilai jawaban

dari rekannya, dan memecahkan masalah yang timbul selama

berlangsungnya proses belajar mengajar tersebut.

3) Pada tingkat produk, kadar CBSA ditandai oleh:

a. Ketertibatan siswa dalam menilai diri sendiri, menilai teman

sekelas.

251

b. Keterlibatan siswa secara mandiri mengerjakan tugas

menjawab tes dan mengisi instrumen penilaian lainnya yang

diajukan oleh guru.

c. Keterlibatan siswa menyusun laporan baik tertulis maupun

lisan yang berkenaan dengan hasil belajar.

d. Keterlibatan siswa dalam menilai produk-produk kerja

sebagal hasil belajar dan pembelajaran.

Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat ditentukan derajat kadar

CBSA dalam suatu proses belajar mengajar, dan bila mungkin di

klasifikasikan menjadi: kadar tinggi, kadar sedang, dan kadar rendah.

Kendatipun tampak, bahwa keaktifan guru sangat menonjol, namun

tidak berarti keaktifan guru di abaikan. Tanpa upaya dan pengaruh

serta arahan guru sebagai fasilitator dan pengorganisasian belajar,

maka kadar CBSA yang diinginkan tak mungkin tercapai. Guru tetap

bertanggungjawab menciptakan lingkungan belajar yang mampu

mengundang / menantang siswa untuk belajar.

5.1.4 Rambu-Rambu Penyelenggaraan CBSA

Pembelajaran berdasarkan CBSA menuntut kondisi-kondisi

tertentu untuk menjamin kadar CBSA yang tinggi guna mencapai

tujuan pembelajaran atau hasil belajar siswa pada tingkat optimal.

Penyelenggaraan pembelajaran CBSA tersebut ditandai oleh

indikator-indikator sebagai berikut:

252

1) Derajat partisipasi dan responsif siswa yang tinggi. Para siswa

berperan serta secara aktif dan bersikap responsif dalam proses

pembelajaran. Siswa tidak tinggal diam hanya menunggu stimuli

yang disampaikan oleh guru, melainkan berperan aktif

menentukan stimuli misalnya merumuskan suatu masalah dan

mencari jawahan serdiri (responsif) atas masalah tersebut. Pada

waktu guru menyajikan suatu topik, siswa aktif-responsif

mempertanyakan materi yang terkandung didalamnya. Kedua

contoh tersebut sebagai landa, bahwa siswa berperan serta dalam

proses pembelajaran.

2) Keterlibatan siswa dalam pelaksanaan pembuatan tugas. Pada

dasarnya sejak disusunnya perencanaan tugas-tugas, para siswa

telah dapat diaktifkan peran sertanya. Siswa dapat mengajukan

usul dan minat tugas yang diinginkannya dengan asumsi bahwa

tugas tersebut sesuai dengan kemampuannya. Pada waktu

pembuatan tugas, siswa melaksanakan kegiatan kelompok atau

dengan belajar mandiri. Pada waktu penilaian tugas (hasil

pekerjaannya), siswa hendaknya aktif menilai tugas-tugas

temannya dan hasil kerjanya sendiri dalam bentuk menilai dirinya

sendiri (self evaluation). Hal ini menunjukan, bahwa tersedia

berbagai kemungkinan dimana siswa dapat berperan aktif dalam

pelaksarman tugas-tugas yang dikondisikan dalam pembelajaran.

253

3) Peningkatan kadar CBSA dalam proses pembelajaran juga

ditentukan oleh faktor guru. Guru hendaknya menyadari tujuan-

tujuan belajar yang ingin dicapai, baik dalam arti efek

instruksional maupun efek pengiring, dan dalam pada itu

memiliki wawasan dan penguasaan yang memadai tentang

bermacam-macam stategi belajar mengajar yang dimanfaatkan

untuk mencapai tujuan belajar. Sudah barang tentu penguasaan

teknik yang mantap juga merupakan persyaratan sebelum seorang

guru bisa secara Kreatif merancang dan menginformasikan

program belajar mengajar (T.R aka Joni, 1985, h. 18),

4) Pendekatan CBSA pada dasarnya dapat diterapkan sentua strategi

dan metode mengajar, walaupun kadaannya berbeda- beda.

Penggunaan metode mengajar, secara berpariasi dapat

memberikan peluang penerapan CBSA dengan kadar yang tinggi.

Namun demikian, pemilihan metode tersebut tetap harus ditandasi

oleh tujuan yang hendak dicapai, bahan pelajaran yang hendak

dipelajari, kondisi subjek belajar itu sendiri (motivasi,

pengalaman awal, kondisi kesehatan, keadaan mental, dan lain-

lain), serta penguasaan guru terhadap metode tersebut. Dengan

demikian, keaktivan siswa belajar tetap terarah, terbimbing, dan

diharapkan mencapai hasil secara optimal.

5) Penyediaan media dan peralatan serta berbagai fasilitas belajar

tetap diperlukan, agar tercipta lingkungan belajar yang menantang

254

dan merangsang serta meningkatkan kegiatan belajar siswa.

Pengetahuan dan keterampilan dalam bidang kemediaan dan

teknologi hardware sangat diisyaratkan. Media dan alat

merupakan alat bantu bagi siswa kendatipun mereka diminta

untuk memilih dan menggunakannya sendiri sesuai dengan

aktivitas belajarnya.

6) Keaktifan belajar berdasarkan CBSA tidak jarang menimbulkan

kesulitan balajar pada siswa, misalnya teknik-teknik belajar,

memilih bahan, menilai hasil kegiatan, tim masalah-masalah lain.

Itu sebabnya, bimbingan dan pembelajaran remedial pada waktu

tertentu diperlukan untuk membantu siswa bersangkutan,

sehingga kecepatan belajar dan penyelesaian tugas-tugas tetap

terus berlangsung menyertai rekan-rekannya yang tidak mendapat

kesulitan.

7) Kondisi lingkungan kelas/sekolah turut berpengaruh terhadap

pelaksanaan pembelajaran berdasarkan CBSA. Pengaturan, dan

pembinaan lingkungan ini perlu mendapat dari pihak guru melalui

kerja sama dengan guru-guru lainnya serta para siswa sendiri.

Termasuk dalam lingkungan kelas juga suasana. disiplin kelas

yang baik.

5.2 PENERAPAN CBSA

255

Pendekatan CBSA dapat diterapkan dalam pembelajaran

dalam bentuk dan teknik:

Pemanfaatan waktu luang

Pemanfaatan waktu luang di rumah oleh siswa memungkinkan

dilakukanya kegiatan belajar aktif, dengan cara menyusun rencana

belajar, memilah bahan untuk dipelajari, dan menilai penguasaan

bahan sendiri. Jika pemanfaman waktu tersebut dilakukan secara

saksama dan berkesinambungan akan memberikan manfaat yang baik

dalam menunjang keberhasilan belajar di sekolah.

Pembelajaran Individual

Pembelajaran individual adalah pembelajaran yang

disesuaikan dengan karakteristik perbedaan individu tiap siswa,

seperti: minat abilitet, bakat, kecerdasan, dan sebagainya. Guru dapat

mempersiapkan / merencanakan tugas-tugas belajar bagi para siswa,

sedang pilihan dilakukan oleh siswa masing-masing, dan selanjutnya

tiap siswa aktif belajar secara perseorangan. Teknik lain, kegiatan

belajar dilakukan dalam bentuk kelompok, yang terdiri dari siswa

yang memiliki kemampuan, minat bakat yang sama.

Belajar kelompok

Belajar kelompok memiliki kadar CBSA yang cukup tinggi.

teknik pelaksanaannya dapat dalam bentuk kerja kelompok, diskusi

kelompok, diskusi kelas, diskusi terbimbing, dan diskusi ceramah.

256

Dalam situasi belajar kelompok, masing-msing anggota dapat

mengajukan gagasan, pendapat, pertanyaan, jawaban, keritik dan

sebagainya. Siswa aktif berpartisipasi, berelasi dan berinteraksi satu

dengan yang lainya.

Bertanya jawab

Kegiatan tanya jawab antara guru dan siswa, antara siswa

dengan siswa, dan antara kelompok siswa dengan kelompok lainnya

memberikan peluang cukup banyak bagi setiap siswa belajar aktif.

Kadar CBSA-nya akan lebih besar jika pertanyaan-pertanyaan timbul

dan diajukan oleh pihak siswa dan dijawab oleh siswa lainnya. Guru

bertindak sebagai pengatur lalulintas atau distributor, dan dianggap

perlu guru melakukan koreksi dan perbaikan terhadap pertanyaan dan

jawaban-jawaban tersebut.

Belajar Inquiry/discovery (belajar mandiri)

Dalam strategi belajar ini siswa melakukan proses mental

intelektual dalann upaya memecahkan masalah. Dia sendiri

merumuskan suatu masalah, mengumpulkan data, menguji hipotesis,

dan menarik kesimpulan serta mengaplikasikan hasil belajarnya.

Dalam konteks ini, keaktifan siswa belajar memang lebih menonjol,

sedangkan kegiatan guru hanya mengarah membimbing, memberikan

fasilitas yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan inquirynya.

257

Strategi dan kemampun inquiry ini, akan diuraikan lebih lanjut dalam

pembahasan mengenai keterampilan proses sebagai bagian dari

CBSA.

Pengajaran unit

Strategi pengajaran ini berpusat pada suatu masalah atau suatu

proyek. Pada tahap-tahap kegiatan belajar ditempuh tahap-tahap

kegiatan utama, yakni: tahap pendahuluan dimana siswa melakukan

orientasi dan perencanaan awal; tahap pengembangan dimana siswa

melakukan kegiatan mencari sendin informasi selanjumya

menggunakan informasi itu dalam kegiatan praktik, tahap kegiatan

kulminasi, dimana siswa mengalami kegiatan penilaian, pembuatan

laporan dan tiddak lanjut.

Berdasarkan beberapa contoh strategi pembelajaran tersebut

di atas, maka semakin jelas tentang bagai mana penerapan

pendekatan CBSA tersebut dalam proses pembelajaran. kendatipun

dengan kadar yang berbeda-beda.

5.3 PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SEBAGAI

BAGIAN DARI CBSA

5.3.1 Rasional keterampilan proses dalam pembelajaran

258

Pembelajaran adalah suatu proses interaksi (hubungan timbal

balik) antara guru dengan siswa. Dalam proses tersebut memberikan

bimbingan dan menyediakan berbagai kesempatan yang dapat

mendorong siswa belajar dan untuk memperoleh pengalaman sesuai

dengan tujuan pembelajaran. Tercapainya tujuan pembelajaran

ditandai oleh tingkat penguasaan kemampuan dan pembentukan

kepribadian.

Proses pembelajaran melibatkan terbagi kegiatan dan tindakan

yang perlu dilakukan oleh siswa untuk memperoleh basil belajar yang

baik. Kesempatan untuk melakukan kegiatan dan perolehan hasil

belajar ditentukan oleh pendekatan yang digunakan oleh guru-siswa

dalam proses pembelajaran tersebut.

Suatu prinsip untuk memilih pendekatan pembelajaran ialah

belajar melalui proses mengalami secara langsung untuk memperoleh

basil belajar yang bermakna. Proses tersebut dilaksanakan melalui

interaksi antara siswa dengan lingkungannya. Dalam proses im siswa

bermotivasi dan sering melakukan kegiatan belajar yang menarik dan

bermakna bagi dirinya. Ini berarti, peranan pendekatan belajar

mengajar sangat penting dalam kaitannya dengan keberhasilan

belajar.

Dalam kurikulum telah ditegaskan, bahwa penerapan

pendekatan dalam proses belajar mengajar diarahkan untuk

mengembangkan kemampuan-kemampuan dasar dalam diri siswa

259

supaya mampu menemukan dan mengelola perolehannya. Pendekatan

mi disebut "pendekatan proses". Proses pembelajaran yang

menerapkan pendekatan ini mengacu kepada siswa agar belajar

berorientasi pada belajar bagaimana belajar (Depdikbud, 1980).

5.3.2 Pengertian keterampilan proses dan kaitannya dengan

CBSA

Pendekatan dalam keterampilan proses ialah pendekatan

pembelajaran yang bertujuan mengembangkan sejumiah kemampuan

fisik dan mental sebagai dasar untuk mengembangkan kemampuan

yang lebih tinggi pada diri siswa. Kemampuan-kemampun fisik dan

mental tersebut pada dasarnya leiah dimiliki oleh siswa meskipun

masih sederhana dan perlu dirangsang agar. Menunjukkan jati

dirinya. Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan

memproses perolehan, anak akan mampu menemukan dan

mengembangkan sendiri fakta dan konsep menumbuhkan dan

mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Keterampilan-

keterampilan itu sendiri menjadi roda penggerak dan penemuan dan

pengembangan fakta dan konsep serta pertumbuhan dan

pengembangan sikap dan nilai. Seluruh gerak atau tindakan dalan

proses belajar mengajar akan menciptakan kondisi cara belajar siswa

aktif (Conny Se a 1990).

Pengertian tersebut menunjukkan, bahwa dengan

keterampilan proses siswa berupaya menemukan mengembangkan

260

konsep dalam materi ajaran. Konsep-konsep yang telah

dikembangkan int berguna untuk menunjang pengembangan

kemampuan selanjutnya. Interaksi antara kemampuan dan konsep

melalui proses balajar mengajar selanjutnya mengembangkan sikap

dan nilai pada diri siswa misalnya kreativitas, kritis, ketelitian, dan

kemampu memecahkan masalah.

Pendapat yang senada diungkapkan oleh Gagne yang

merumuskan pengertian keterampilan proses dalam bidang ilmu

pengetahuan alam (sains): pengetahuan tentang konsep-konsep dari

prinsip-prinsip yang dapat diperoleh siswa bila dia memilhi

kemampum-kemampuan dasar tertentu, yaitu keterampilan proses

sains yang dibutuhkan untuk menggunakan sains. Keterampilan-

keterampilan dalam bidang sains itu meliputi: mengamati.

menggolongkan, berkomunikasi, mengukur, mengenal dengan

menggunakan hubungan ruang/waktu, menarik kesimpulan

menyusun definisi operasional, mengendalikan variabel. menafsirkan

data, dan bereksperimen.

Berdasarkan konsep pemikiran di atas maka pendekatan

keterampilan proses diartikan sebagai pendekatan dalam perencanaan

pembelajaran yang menitikberatkan pada aktivitas dan kreativitas.

siswa untuk mengembangkan kemampuan fisik dan mental yang

sudah dimiliki ketingkat yang lebih tinggi dalam memproses

perolehan belajamya. Hal ini menunjukkan, babwa ketempilan proses

erat kaitannya dengan CBSA.

261

5.3.3 Kemampuan keterampilan dasar yang perlu dilatih dalam

keterampilan proses

Keterampilan proses sebagai suatu pendekatan proses

pembelajaran mengarah pada pengembangan kennampman fisik dan

mental yang mendasar sebagai pendorong untuk mengembangkan

kemampman yang lebih tinggi pada diri siswa.

Ada tujuh jenis kemampuan yang hendak dikembangkan

melalui proses pembelajuan berdasarkan pendekatan keterampilan

proses, yakni:

1) Mengamati ; Siswa harus mampu menggunakan alat-alat

inderanya : melihat, mendengar, meraba, mencium dan merasa.

Dengan kemampuan ini, dia dapat mengumpulkan data /

informasi yang relevan dengan kepentingan belajarnya.

2) Menggolongkan / mengklasifikasikan ; Siswa harus terampil

mengenal perbedaan dan persaman atas hasil pengamatannya

terhadap suatu objek, serta mengadakan klasifikasi berdasarkan

ciri khusus, tujuan, atau kepentingan tertentu. Pembuatan

klasifikasi memerlukan kecermatan dalam melakukan

pengamatan.

3) Menafsirkan (meginterpretasikan) ; Siswa harus memiliki

keterampilan menafsirkan fakta, data, informasi, atau peristiwa.

Keterampilan ini diperlukan untuk melakukan percobaan atau

penelitian sederhana.

262

4) Meramalkan ; Siswa harus memiliki keterampilan

menghubungkan data, fakta, dan informasi. Siswa dituntut

terampil mengantisipasi dan meramalkan kegiatan atau peristiwa

yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang.

5) Menerapkem; siswa harus mampu menerapkan konsep yang telah

dipelajari dan dikuasai ke dalam situasi dan pengalaman baru.

Keterampilan ini digunakan untuk menjelaskan tentang apa yang

akan terjadi dan dialami oleh siswa dalam proses belajarnya.

6) Merencanakan penelitian; siswa harus mampu menentukan

masalah dan variabel-vatiabel yang akan diteliti, tujuan, dan

ruang lingkup penelitian. Dia harus menentukan langkah-langkah

kerja pengumpulan dan pengolahan data serta prosedur

melakukan penelitian.

7) Mengkomunikasikan; Siswa harus mampu menyusun dan

menyampaikan laporan secara sistimatis dan menyampaikan

perolehannya, baik proses maupun hasil belajarnya kepada siswa

lain dan peminat lainnya.

5.3.4 Penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran

Siswa bentuk penerapan keterampilan proses dalam

pembelajaran adalah pemecahan masalah atau inquiry (penemuan).

1) Pengertian pemecahan masalah

263

Masalah pads. hakekatnya merupakan bagian dalam

kehidupan manusia. Tiap orang tidak pernah luput dari masalah,

baik yang bersifat sederhana maupun yang sulit. Masalah yang

sederhana dapat dijawab melalui proses berpikir yang sederhana,

sedangkan masalah yang rumit memerlukan langkah-langkah

pemecahan yang rumit pula. Masalah pada hakekatnya adalah

mengundang jawaban. Suatu pertanyaan mempunyai peluang

tertentu untuk dijawab dengan tepat, bila pertanyaan iu

dirumuskan dengan baik dan sistematis. lni berarti, pemecahan

suatu masalah menuntut kemampuan tertentu pada diri individu

yang hendak memecahkan masalah tersebut.

Pemecahan masalah adalah suatu proses mental dan

intelektual dalam menemukan suatu nasalah dan memecahkannya

berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat

diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Proses penecahan

masalah memberikan kesempatan peserta didik berperan aktif

dalam mempelajari, mencari dan menemukan sendiri informasil

data untuk diolah menjadi konsep, prinsip, read, atau kesimpulan.

Dengan kata lain, pemecahan masalah menuntut kemampuan

memproses infomasi untuk membuat keputusan tertentu.

Kemampuan memecahkan masalah harus ditunjang oleh

kemampuan penalaran, yakni kemampuan melihat hubungan

sebab akibat. Kemampuan penalaran memerlukam upaya

264

peningkatan kemampuan dalam mengamati, bertanya,

berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Pemikiran

terarah pada hal-hal yang bertalian dengan upaya mencari

jawaban terhadap persoalan yang dibadapi. Upaya ini

memerlukan berpikir kneatif dan kemampuan menjajaki bidang-

bidang baru serta menghasilkan temuan-temuan baru.

Para peserta didik harus dilatih tentang tata cara memecahkan

masalah dengan mengembangkan kemampun berpikir yang

terarah untuk menghasilkan gagasan mengenai berbagai

kemungkinan memecahkan masalah, dalam kaitannya dengan

upaya mencapai tujuan.

2) Langkah-langkah pemecahan masalah

Dalam proses pembelajaran, di samping perlunya penalaran

yang baik, tetapi juga penting menguasai lingkungan langkah-

langkah memecahkan masalah secara tepat.

Langkah-lmgkah tersebut pada umumnya terdiri dari

1. Siswa menghadapi masalah, artinya dia menyadari adanya

suatu masalah tertentu;

2. Siswa merumuskan masalah, artinya menjabarkan masalah

dengan jelas dan spesifikasi;

265

3. Siswa merumuskan hipotesis, artinya merumuskan

kemungkinan-kemungkinan jawaban atas masalah tersebut,

yang masih perlu diuji kebenarannya;

4. Siswa mengumpulkan dan mengolah data / informasi dengan

teknik dan prosedur tertentu;

266

BAB V1

KONSEP DASAR EVALUASI BELAJAR DAN

PEMBELAJARAN

6.1. PENGERTIAN KEDUDUKAN DAN SYARAT-SYARAT

UMUM EVALUASI

Mengapa evaluasi hasil belajar pembelajaran perlu dilakukan?

Karena dengan evaluasilah, akan diketahui apakah proses belajar

mengajar, dimana pembelajaran dan guru berinteraksi, telah

mencapai sasaran yang dikehendaki ataukah belum. Secara rinci,

alasan-alasan bagi perlunya evaluasi pembelajar adalah sebagai

berikut:

1. Kemampuan mengajar guru akan diketahui, setelah diadakan

evaluasi.

2. Taraf penguasa pembelajaran terhadap materi pelajaran yang

diberikan akan diketahui setelah diadakan evaluasi.

3. Letak kesulitan pembelajar akan diketahui setelah diadakan

evaluasi.

4. Tingkat kesukaran dan kemudahan bahan pelajaran yang

diberikan pembalajar akan diketahui setelah diadakan evaluasi.

5. Termanfaatkan didalmya sarana dan fasilitas pendidikan akan

diketahui setelah adanya evaluasi.

267

6. Remidi-remidi spa saja yang dapat diberikan kepada

pembelajaran yang mengalami kesulitan juga. akan diketalmi

setelah melihat hasil

7. Tujuan tujuan pengajaran yang telah dirumuskan akan diketabui

seberapa tingkat pencapaiannya setelah diadakan evaluasi.

8. Pembelajar dapat dikelompokkan kedalam kelompok mana juga

akan diketahui setelah evaluasi.

9. Pembelajar maua yang perlu mendapatkan prioritas dalam

bimbingan penyuluhan, dan mana yang tidak menjadi prioritas

akan diketahui setelah evaluasi.

Jelaslah bahwa evaIuasi sangat penting dilakukan guna

memberikan pelayanan sebaik mungkin, dari lebih jauh sangat

penting bagi pencapaian tujuan pendidikan.

6.1.1 Pengertian evaluasi

Kata evaluasi merupakan pengindonesiaan dari kata

evaluation dalam bahasa inggris, yang lazim diartikan dengan

penaksiran atau penilaian. Kata kerjanya adalah evaluate yang berarti

menaksir atau menilai. Sedangkan orang yang menilai atau menaksir

disebut sebagai evaluator (Echols, 1975).

Secara harfiah kata evaluasi berasal dan bahasa Inggris

Evaluation; dalam bahasa Arab: al-taqdir; dalam bahasa Indonesia

berarti: pnilaian. Akar katanya adalah value; dalam Babasa Arab ; al-

qimah; dalam bahasa Indonesia berarti; nilai. Dengan demikian

268

secara harfiah, evaluasi pendidikan (educationnal evaluation = al-

Taqdir al-Tarbawiy) dapat diartikan sebagai penilaian-penilaian

dalam (bidang) pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan kegiatan pendidikan.

Adapun dui segi istilah, sebagaimana dikemukakan oleh

Edwind Wandt dam Gerald W. Brown (1977): Evaluation refer to act

or process to determining the value of some thing. Menurut definisi

int, maka istilah evaluasi itu menunjuk kepada atau mengandung

pengertian: suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai

dari sesuatu. Apabila definisi evaluasi yang dikemukakan oleh Edwin

Wandt dan geral W Brown itu untuk memberikan definisi tentang

evaluasi pendidikan, maka evaluasi pendidikan itu dapat diberi

pengertian sebagai; suatu tindakan atau kegiatan (yang dilaksanakan

dengan maksud) atau suatia proses (yang berlangsung dalam rangka)

menetukan nulai dari segala sesuatu dalam dunia pendidikan (yaitu

segala sesuatu yang berhubungan dengan, atau yang terjadi di

lapangan pendidikan). Atau singkatnya: Evaluasi pendidikan adalah

kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat

diketahui mutu atau hasil-hasilnya.

Mengingat sangat luasnya pembicaraan tentang penilaian

pendidikan, maka dalam buku ini, pembicaraan hanya akan dibatasi

pada penilaian atau evaluasi yang dilaksanakan di sekolah. Berbkara

tentang pengertian evaluasi pendidikan, di tanah air kita, lembaga

269

administrasi negara mengemukakan batasan mengenai Evaluasi

Pendidikan sebagai berikut:

1) Proses/kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan,

dibanding tujuan yang telah ditentukan;

2) Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feed

back) bagi penyempurnaan pendidikan

Secara teminologis, evaluasi dikemukak oleh para ahli

sebagai berikut:

1. Grounlund (1976) mengartikan evaluasi sebagai berikut:

.... a systematk process of determining the extent to whkh

instructional objectives are achieved by pupil.

2. Nurkancana (1983) menyatakan bahwa evaluasi dilakukan

berkenaan dengan proses kegiatan untuk menentukan nilai

sesuatu.

3. Raka Joni (1975) mengartikan evaluasi sebagai berikut: 'suatu

proses dimana kita mempertimbangkan sesuatu barang atau gejala

dengan mempertimbangkan patokan-patokan tertentu, patokan-

patokan mana mengandung pengertian baik tidak baik, memadai

tidak memadai, memenuhi syarat tidak memenuhi symat dengan

perkataan lain kita menggunakan Value Judgement.

Berdasarkan pengertian pengertian diatas, sangatlah jelas

bahwa evaluasi adalah suatu proses menentukan nilai seseorang

270

dengan menentukan patokan-patokan tertentu untuk mencapai suatu

Tujuan. Evaluasi hasil belajar pembelajaran adalah suatu proses

menentukan nilai prestasi belajar pembelajar dengan menentukan

patokan patokan tertentu guna mencapai tujuan pengajaran yang telah

ditentukan sebelumnya.

6.1.2 Perbedaan Pengukuran dan Penilaian

Sebelum dilakukan evaluasi terkhir dahulu dilakukan

pengukuran.Secara etimologis, pengukuran merupakan terjemahan

darl measurement (Echols,1975). Secara terminologis, pengukuran

diartikan sebagai suatu usaha untuk mengetalmi sesuatu sebagaimana

adanya. Oleh karena sesuatu yang diukur itu bermaksud diketahui

secara apa adanya, maka dalam pengukuran sedikitpun penafsiran

mengenai sesuatu. Sebagaimana adanya mengandung sesuatu

pengertian bahwa sesuatu yang diukur tidak holeh dibandingkan

dengan sesuatu yang lainnya.

Jika pengertian evaluasi dan pengukuran tersebut ditarik ke

setting belajar dan pembelajaran, maka dapat dikemukakan

pengertian sebagai berikut:

1. Pengukuran adalah suatu upaya atau aktivitas yang dimaksudkan

untuk mengetahui belajar pembelajaran sebagaimana adanya,

meliputi: hasil belajar pembelajaran. proses belajar pembelajaran,

271

mereka yang terlibat dalam belajar pembelajaran (pembelajar dan

guru).

2. Penilaian atau evaluasi adalah suatu aktivitas yang bermaksud

menentukan nilai belajar pembelajaran (baik belumnya/tidaknya,

berhasil belumnya/tidaknya, memadai belum/tidaknya, belajar

pembelajaran, yang meliputi hasil belajar, proses belajar dan mereka

yang terlibat dalam belajar pembelajaran ).

Oleh karena pengukuran adalah salah satu kegiatan yang

berada dalam evaluasi, maka orang yang mengevaluasi sebenamya

juga melakukan aktivitas pengukuran. Evaluasi pendidikan. dengan

demikian juga mencakup penguluaran pendidikan. Evaluasi belajar

pembelajaran juga mencakup pengukuran belajar dan pembelajaran.

6.1.3 Pengertian Evaluasi Dalam Proses Pendidikan

Berbkara tentang pengertian istilah evaluasi pendidikan

ditanah air kita, Lembaga Administrasi Negara mengemukakan

batasan mengenai evaluasi pendidikan sebagai berikut: Evaluasi

pendidikan adalah:

1. Proses atau kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan,

dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan

2. Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feed

back) bagi penyempurnaan pendidikan

272

Bertitik tolak dari uraian diatas, maka apabila defenisi tentang

evaluasi pendidikan itu dituangkan dalm bentuk bagan berikut.

Bagan tersebut memperlihatkan kepada kita bahwa dalam

proses penilaian dilakukan pembandingan antara informasi- infomasi

yang telah berhasil dihimpun dengan kriteria tertentu, untuk

kemudian diambil keputusan atau dirumuskan kebijaksanaan tertentu.

Kriteria atau tolak ukur yang dipegangi tidak lain adalah tujuan yang

sudah ditentikan terlebih dahulu sebelum kegiatan pendidikan itu

dilaksanakan..

BAGAN TENTANG EVALUASI PENDIDIKAN

6.2 KEDUDUKAN EVALUASI DALAM PROSES

PENDIDIKAN

Kedudukan evaluasi dalam belajar dari pembelajaran sungguh

sangat penting, dan bahkan dapat dipandang sebagai bagian yang tak

terpisalikan dengan keseluruhan proses belajar dan pembelajaran.

Penting karena dengan evaluasi atom diketahui apakah belajar dan

Tujuan

Pendidikan

yang telah

ditentukan

Proses /

Kegiatan

Pencapaian

Tujuan

Hasil-hasil

pendidikan

yang telah

dapat dicapai

273

pembelajaran tersebut telah mencapai tujuuan ataukah belum.

Dengan evaluasi juga akan diketahui faktor-faktor apa saja yang

menjadikan penyebab belajar dan pembelajaran tersebut berhasil dart

faktor-faktor apa saja yang menjadikan penyebab belajar dan

pembelajaran tidak atau belum berhasil. Tidak hanya itu, dengan

evaluasi juga diketahui dimanakah letak kegagalan dan kesuksesan

belajar dan pembelajaran. Padahal dikehuinya hal tersebut, akan

dapat dijadikan sebagai titik tolak dalam mengadakan perbaikan

belajar duo pembelajaran.

Evaluasi juga punya kedudukan yang tak terpisahkan dari

belajar dan pembelajaran secara keseluruhan, karena strategi belajar

dan pembelajaran, proses belajar dan pembelajaran menempatkan

evaluasi sebagai salah satu langkahnya. Hampir semua ahli prosedur

sistem instruksional menempatkan evaluasi ini sebagai langkah-

langkahnya. Perhatikan pula langkah-langkah pembelajaran yang

dikemukakan oleh para ahli berikut, pasti kita akan tahu betapa tidak

dapat terpisahkan evaluasi tersebut dengan keseluruhan proses belajar

dan pembelajaran.

1. Mentout Kauffman, langkah-langkah yang harus ditempuh dalitm

belajar pembelajaran adalah dengan menggunakan model

pemecahan masalah sebagai berikut:

a. Identifikasi masalah.

274

b. Menentukan syarat-syarat dan altematif pemecahan masalah

c. Memilih strategi pemecahan masalah.

d. Melaksanakan pemecahan msalah.

e. Menentukan keefektifan hasil

f. Mengadakan revisi atas keseluruhan langkah a sampai dengan

Imgkah c.

Jelaslah bahwa langkah c (menentukan keefektifan hasil) pada

dasarnya tidak berbeda dengan evaluasi itu sendiri. Dan dari

langkah menentukan keefektifan basil tersebut baru dapat

dilakukan revisi atas keseluruhan langkah sebelumnya.

2. Menurut Glaser, proses belajar pembelajaran haruslah menempuh

prosedur-prosedur sebagai berikut :

a. Merumuskan teori pembelajaran (instuksional objectives) b.

Memutuskan situasi permulaan siswa

b. Menentukan prosedur pembelajaran.

c. Penilaian terhadap perfomansi

d. Umpan balik.

Jelaslah bahwa evaluasi (sebagaimana pada langgkah d)

sangat diperlukan dan merupakan bagian yang tidak dapat

terpisahkan dalam proses belajar pembelajaran. Hal serupa dapat

juga dibaca pada prosedur belajar pembelajaran yang

dikemukakan para ahli berikut.

3. Menurut Kemp

275

a. topcs and general purposes.

b. student characteristks

c. learning objectives

d. Subject content.

e. Pre test

f. Teaching/ leaming activities and resources

g. Evaluation.

4. Menumt Gelder

a. Merumuskan tujuan instruksional.

b. Analisis situasi.

c. Menentukan aktivitas guru, aktivitas pembelajar, mata

pembelajaran dan alat bantu pembelajaran.

d. Evaluasi

5. Menurut model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem

lnstruksional):

a. Merumuskan tujuan

b. Mengembangkan alat evaluasi

c. Merumuskan kegiatan belajar pembelajaran

d. Mengembangkan program kegiatan

e. Pelaksanaan kegiatan belajar pembelajaran.

276