2
BAB I
HAKIKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
PENDAHULUAN
Istilah belajar sebenamya telah lama dan banyak dikenal.
Bahkan pada era sekarang ini, hampir semua orang mengenal istilah
belajar. Namun apa sebenamya belajar itu, rasanya masing-masing
orang mempunyai tangkapan yang tidak sama.
Sejak manusia ada, sebenamya ia telah melaksanan aktivitas
belajar. Oleh sebab itu, kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa
aktivitas itu telah ada sejak adanya manusia.
Mengapa manusia melaksanakan aktivitas belajar ?
Jawabannya adalah karena belajar itu salah satu kebutuhan manusia.
Bahkan ada ahli yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk
belajar. Oleh karena manusia adalah makhluk belajar, maka
sebenamya di dalam dirinya terdapat potensi untuk diajar.
Pada masa sekarang ini, belajar menjadi sesuatu yang tak dapat
terpisahkan dari kehidupan manusia. Hampir di sepanjang waktunya,
manusia banyak melaksanakan “ritual-ritual” belajar.
Apa sebenamya belajar itu, banyak ahli yang memberikan
batasan. Belajar mempunyai sejumlah ciri yang tak dapat dibedakan
dengan kegiatan-kegiatan lain yang bukan belajar. Oleh karena itu,
3
tidak semua kegiatan yang meskipun mirip belajar dapat disebut
dengan belajar.
Dalam proses pengajaran, unsur proses belajar memegang
peranan yang penting / vital. Mengajar adalah proses membimbing
kegiatan belajar, dan kegiatan mengajar hanya bermaksan bila terjadi
kegiatan belajar siswa. Oleh karena itu, adalah penting sekali bagi
setiap guru memahami sebaik-baiknya tentang proses belajar siswa,
agar ia dapat memberikan bimbingan dan menyediakan lingkungan
belajar yang tepat dan serasi bagi siswa.
1. PENGERTIAN BELAJAR
1.1. Pengertian belajar yang dipergunakan sehari – hari
Dalam pengertian yang umum atau populer, belajar adalah
mengurupulkan sejumlah pengetahuan. Pengetahuan tersebut
diperoleh dari seseorang yang lebih tahu atau yang sekarang ini
dikenal dengan guru. Dalam belajar, pengetahuan tersebut
dikumpulkan sedikit demi sedikit hingga akhirnya menjadi banyak.
Orang yang banyak pengetahuannya diidentifikasi sebagai orang
yang banyak belajar, sementara orang yang sedikit pengetahuannya
diidentifikasi sebagai orang yang sedikit belajar, dan orang yang
tidak berpengetahuan dipandang sebagai orang yang tidak belajar.
Belajar dalam pengertian mengurupulkan sejumlah
pengetahuan demikian, tampaknya masih diikuti juga sampai
4
sekarang. Orang baru dikatakan belajar manakala sedang membaca
bacaan, membaca sejumlah tugas mata kuliah atau mata pelajaran,
membaca buku pelajaran. Seorang murid yang sedang mengerjakan
tugas-tugas matematika biasa disebut sedang belajar. Orang yang
sedang menimba pengetahuan pada bangku sekolah lazim juga
dikenal sebagai pelajar. Bahkan orang yang banyak menguasai ilmu
pengetahuan lazim dikenal dengan kaum terpelajar. Singkat
perkataan, belajar dalam pengertian umum atua populer adalah suatu
upaya yang dimaksudkan untuk menguasai sejumlah pengetahuan.
Pengetahuan belajar demikian, secara konseptual tampakanya
sudah mulai ditinggalkan orang, meskipun secara praktikal masih
banyak yang menganut. Ini karena berkembang pesatnya teknologi
informasi seperti sekarang ini. Guru tidak lagi dipandang sebagai
satu-satunya sumber informasi yang dapat memberikan informasi apa
saja kepada para pembelajar.
Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat
tafsirannya tentang “belajar”. Sering kai pula perumusan dan tafsiran
itu berbeda satu sama lain. Dalam uraian ini kita akan berkenalan
dengan beberapa perumusan saja, guna melengkapi dna memperluas
pandangan kita tentang mengajar.
5
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakukan
melalui pengalaman. (leaming is defined as the modifkation
or strengthening of behavior through experincing).
Menurut pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu
proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar
bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni
mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan,
melainkan perubahan kelakuan.
Pengertian ini sangat berbeda dengan pengertian lain tentang
belajar, yang mengatakan bahwa belajar adalah memperoleh
pengetahuan, belajar adalah latihan-latihan pembentukan kebiasaan
secara otomatis, dan seterusnya.
Sejalan dengan perumusan diatas, ada pula tafsisan lain
tentang belajar, yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses
perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan
lingkungan.
Dibandingkan dengan pengertian pertama, maka jelas, tujuan
belajar itu prinsipnya sama, yakni perubahan tingkah laku, hanya
berbeda cara atau usaha pencapaiannya. Pengeritan ini menitik
beratkan pada interaksi antara individu dengan lingkungan. Di dalam
interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman belajar. William
Burton mengemukakan bahwa : A good leaming situation consist of a
6
rkh and baried series of leaming experiences unified around a
vigorous purpose, and carried on in interaction with a rkh, varried
and provocative environment.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa :
a. Situasi belajar harus bertujuan dan tujuan-tujuan itu diterima baik
oleh masyarakat. Tujuan merupakan salah satu aspek dari belajar.
b. Tujuan dan maksud belajar timbul dari kehidupan anak sendiri.
c. Di dalam mencapai tujuan itu, siswa senantiasa akan menemui
kesulitan, rintangan-rintangan dan situasi-situasi yang tidak
menyenangkan.
d. Hasil belajar yang utama adalah pola tingkah laku yang bulat.
e. Proses belajar terutama mengerjakan hal-hal yang sebenamya.
Belajar apa yang diperbuat dan mengerjakan apa yang dipelajari.
f. Kegiatan-kegiatan dan hasil-hasil belar dipersatukan dan
dihubungkan dengan tujuan dalam situasi belajar.
g. Siswa memberikan reaksi secara keseluruhan.
h. Siswa mereaksi sesuatu aspek dari lingkungan yang bermakna
baginya.
i. Siswa diarahkan dan dibantu oleh orang-orang yang berada dalam
lingkungan itu.
7
j. Siswa diarahkan ke tujuan-tujuan lain, baik yang berkaitan
maupun yang tidak berkaitan dengan tujuan utama dalam situasi
belajar.
Teori belajar selalu bertolak dari sudut pandangan psikologi
belajar tertentu. Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan,
maka berbarengan dengan itu bermunculan pula berbagai teori
tentang belajar. Justru dapat dikatakan, bahwa dengan tumbuhnya
pengetahuan tentang belajar, maka psikologi dalam pendidikan
menjadi berkembang secara pesat. Di dalam masa perkembangan
psikologi pendidikan di jaman mutakhir ini muncullah secara
beruntun aliran psikologi pendidikan masing-masing yaitu :
- Psikologi behavioristik
- Psikologi kognitif
- Psikologi humanistik
Ketiga aliran psikologi pendidikan di atas tumbuh dan
berkembang secara beruntun, dari periode ke periode berikutnya.
Dalam setiap periode perkembangan aliran psikologi tersebut
bermunculan teori-teori tentang belajar. Bertolak dari kenyataan itu,
maka berbagai teori belajar yang ada dapat dikelompokkan menjadi
tiga kelompok teori belajar, masing-masing yaitu :
- Teori-teori belajar dari psikologi behavioristik.
- Teori-teori belajar dari psikologi kognitif
8
- Teori-teori belajar dari psikologi humanistik.
Para penulis buku psikologi belajar, umumnya mendefinisikan
belajar sbagai suatu perubahan tingkah laku dalam diri seseorang
yang relatif menetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman. Selain
itu, ahli-ahli psikologi mempunyai pandangan yang berada mengenai
apa belajar itu.
Dalam pandangan psikologis, setidak-tidaknya ada empat
pandangan mengenai belajar.
Pertama, pandangan yang berasal dari aliran psikologi
behavioristik. Menurut pandangan ini, belajar dilaksanakan dengan
kontrol instrumental dari lingkungan. Guru mengkondisikan
sedemikian sehingga pembelajar atau siswa mau belajar. Mengajar
dengan demikian dilaksanakan dengan kondisioning, pembiasaan,
peniruan. Hadian dan hukuman sering ditawarkan dalam mengajar
dan belajar demikian. Kedaulatan guru dalam belajar demikian relatif
tinggi, sementara kedaulatan siswa sebalikya, relatif rendah.
Kedua, pandangan yang berasal dari psikologi humanistik.
Pandangan humanistik ini merupakan anti tesa pandangan
behavioristik. Dalam pandangan demikian, belajar dapat dilakukan
sendiri oleh siswa. Dalam belajar demikian siswa senantiasa
menemukan sendiri mengenai sesuatu tanpa banyak campur tangan
9
dari guru. Peranan guru dalam mengajar dan belajar demikian relatif
rendah, sementara kedaulatan guru relatif rendah.
Ketiga, pandangan yang berasal dari psikologi kognitif.
Pandangan ini merupakan konvergensi dari pandangan behavioristik
dan humanistik. Menurut pandangan demikian belajar merupakan
perpaduan dari usaha pribadi dengan kontrol instrumental yang
berasal dari lingkungan. Oleh karena itu, metode belajar yang cocok
dalam pandangan ini adalah eksperimentasi.
Berdasarkan diagram sebagaimana pada diagram 1.1.
diketahui, bahwa dalam pandangan psikologi behavioristik, tanggung
jawab siswa dalam belajar rendah, sedangkan tanggung jawab guru
dalam mengajar tinggi. Sebaliknya, dalam pandangan psikologi
humanisti, tanggung jawab guru rendah sedangkan tanggung jawab
siswa tinggi. Sementara itu, dalam pandangan psikologi kognitif,
tanggung jawab guru dan siswa sama-sama sedang.
Selain ketiga pandangan tersebut, ada pandangan keempat
dari psikologi gestalt. Menurut pandangan psikologi gestalt, belajar
adalah usaha yang bersifat totalitas dari individu, oleh karena totalitas
lebih bermakna dibandingkan dengan sebagian-sebagian.
1.2. Pengertian belajar menurut psikologi behavioristik
Behaviorisme adalah suatu studi tentang kelakuan manusia.
Timbulnya aliran ini disebabkan rasa tidak puas terhadap teori
10
psikologi daya dan teori mental state. Sebabnya ialah karena aliran-
aliran terdahulu hanya menekankan pada segi kesadaran saja.
Berkat pandangan dalam psikologi dan naturalisme science
maka timbullah aliran baru ini. Jiwa atau sensasi atau image tak dapat
diterangkan melalui jiwa itu sendiri karena sesungguhnya jiwa itu
adalah respons-respons psikologis. Aliran lama memandang badan
adalah sekunder, padahal sebenamya justru menjadi titik pangkal
bertolak. Natural science melihat semua realita sebagai gerakan-
gerakan (movemant), dan pandangan ini mempengaruji timbulnya
behaviorisme. Metode instrospeksi sesungguhnya tidak tepat, sebab
menimbulkan pandangan yang berbeda-beda terhadap objek luar.
Karena itu harus dkarai metode yang objektif dan ilmiah. Dari
eksperimen menunjukkan bahwa tikus dapat membedakan antara
wama hijau dan wama merah dan dapat pula dilatih. Jadi kesadaran
itu tiada gunanya.
Dalam behaviorisme, masalah matter (zat) menempati
kedudukan yang utama. Dengan tingkah laku segala sesuatu tentang
jiwa dapat diterangkan. Behaviorisme dapat menjelaskan segala
kelakuan manusia secara seksama dan menyediakan perogram
pendidikan yang efektif.
11
Dari uraian tersebut, ternyata konsepsi behaviorisme besar
pengaruhnya terhadap masalah belajar. Belajar ditafsirkan sebagai
latihan-latihan pembentukan hubungan antara stimulus dan respons.
Dengan memberikan rangsangan (stimulus), maka anak akan
mereaksi dengan respons. Hubungan situmulus - respons ini akan
menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar, jadi pada
dasamya kelakuan anak adalah terdiri atas respons-respons tertentu
terhadap stimulus-stimulus tertentu. Dengan latihan-latihan
pembentukan maka hubungan-hubungan itu akan semakin menjadi
kuat. Inilah yang disebut S-R Bond Theory.
Beberapa teori belajar dari psikologi behavioristik
dikemukakakn oleh para psikolog behavioristik. Mereka ini sering
disebut “ Contemporary Behaviorists” atau jg disebut “S-R
Psychologists”. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu
dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement)
dari lingkungan. Dengan demikian, dalam tingkah laku belajar
terdapat jalinan yang erat antara reaksi-rekasi behavioral dengan
stimulasinya.
Guru-guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa
tingkah laku murid-murid merupakan reaksi-reaksi terhadap
lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang, dan bahwa
segenap tingkah laku adalah merupakan hasil belajar. Kita dapat
12
menganalisis kejadian tingkah laku dengan jalan mempelajari latar
belakang penguatan (reinforcement) terhadap tingkah laku tersebut.
Teori-teori yang mengawali perkembangan psikologi
behavioristik
Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa belajar menurut
psikologi behavioristik adalah suatu kontrol instrumental yang
berasal dari lingkungan. Belajar tidaknya seseorang bergantung
kepada faktor-faktor kondisional yang diberikan oleh lingkungan.
Oleh karena itu, teori ini juga dikenal dengan teori conditioning.
Tokoh-tokoh psikologi behavioristik mengenai belajar ini antara lain
adalah : Pavlov, Watson, Gutrie dan Skinner.
Psikologi aliran behavioristik mulai mengalami
perkembangan dengan lahimya teori-teori tentang belajar yang
dipelopori oleh Thondike, Pavlov, Wabon, dan Ghuyhrie. Mereka
masing-masing telah mengadakan penelitian yang menghasilkan
penemuan-penemuan yang berharga mengenai hal belajar.
Pada mulanya pendidikan dan pengajaran di Amerika serikat
di dominasi oleh pengaruh Thondike (1874-1949). Teori belajar
Thondike disebut “connectionism”, karena belajar merupakan proses
pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respons. Teori ini
sering disebut “trial dan error leaming” individu yang belajar
melakukan kegiatan melalui proses “trial and error” dalam rangka
13
memilih respon yang tepat bagi stimulus tertentu. Thondike
mendasarkan teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah
laku berbagai binatang antara lain kucing, tingkah laku anak-anak
dan orang dewasa.
Objek penelitian dihadapkan kepada situasi baru yang belum
dikenal dan membiarkan objek melakukan berbagai pada aktivitas
untuk merespon situasi itu. Dalam hal itu, objek mencoba berbagai
cara beraksi sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat
koneksi sesuatu rekasi dengan stimulasinya. Ciri-ciri belajar dengan
“trial and error” yaitu :
1. Ada motif pendorong aktivitas
2. Ada berbagai respon terhadap situasi
3. Ada eliminasi respon-respon yang gagal / salah ; dan
4. Ada kemajuan rekasi-reaksi mencapai tujuan. Dari penelitiannya
itu Thondike menemukan hukum – hukum :
(1) “law of readiness”, jika reaksi terhadap stimulus didukung
oleh kesiapan untuk bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi
menjadi memuaskan
(2) “law of exercise”, makin banyak dipraktekkan atau
digunakannya hubungan stimulus respon, makin kuat
hubungan itu. Praktek perlu disertai dengan “reward”.
14
(3) “law of effect” , bilamana terjadi hubungan antara stimulus
dan respon dan dibarengi dengan “state of affairs” yang
memuaskan, maka hubungan itu menjadi lebih kuat. Bilamana
hubungan dibarengi “state of affairs” yang mengganggu,
maka kekuatan hubungan menjadi berkurang.
Sementara Thondike mengadakan penelitiannya, di Rusia
Ivan Pavlov (1849-1936) juga menghasilkan teori belajar yang
disebut “classkal conditioning” atau “stimulus substitution”. Mula-
mula teori conditioning ini dikembangnkan oleh Pavlov (1972).
Teori Pavlov berkembang dari percobaan laboratoris terhadap
anjing. Dalam percobaan ini, anjing diberi stimulus bersyarat
sehingga terjadi reaksi bersyarat pada anjing.
Ia melakukan percobaan terhadap anjing. Anjing tersebut
diberi makanan dan diberi lampu. Pada saat diberi makanan dan
lampu keluarkan respon anjing tersebut berupa keluamya air liur.
Demikian juga jika dalam pemberikan makanan tersebut
disertai dengan bel, air liur tersebut juga keluar.
Pada saat bel atau lampu diberikan mendahului makanan,
anjing tersebut juga mengeluarkan air liur. Makanan yang diberikan
tersebut oleh Pavlov disebutu sebagai perangsangan yang bersyarat,
sementara bel atau lampu yang menyertai disebut sebagai perangsang
bersyarat.
15
Terhadap perangsang tak bersyarat yang disertai dengan
perangsang bersyarat tersebut, anjing memberikan respons berupa
keluamya air liur. Selanjutnya, ketika perangsang bersyarat (bel,
lampu) diberikan tanpa perangsang tak bersyarat anjing tersebut tetap
memberikan respon dalam bentuk keluamya air liur. Oleh karena
perangsang bersyarat (sebagai pengganti perangsang tak bersyarat :
makanan) ini ternyata dapat menimbulakn respons, maka dapat
berfungsi sebagai conditioned. Karena itu, teori Pavlov ini dikenal
teori classkal conditioning. Menurut Pavlov pengkondisian yang
dilakukan pada anjing demikian ini, dapat juga berlaku pada manusia.
Teori kondisioning Pavlov tersebut dapat dimodelkan sebagai
berikut :
Bel / lampu + makan air liur (berulang-ulang)
Bel / lampu air liur
Teori kondisioning ini lebih lanjut dikembangkan oleh
Watson (1970) adalah orang pertama di Amerika Serikat yang
mengembangkan teori belajar berdasarkan hasil penelitian Pavlov.
Watson berpendapat, bahwa belajar merupakan proses terjadinya
refleks-refleks atau respons-respons bersyarat melalui stimulus
pengganti. Menurut Watson, manusia dilahirkan dengan beberapa
refleks dan reaksi-reaksi emosional berupa takut, cinta dan marah.
16
Semua tingkah laku lainnya terbentuk oleh hubungan-hubungan
stimulus-respon baru melalui “conditioning”.
Salah satu percobaannya adalah terhadap anak umur 11 bulan
dengan seekor tikus putih. Rasa takut dapat timbul tanpa dipelajari
dengan proses ekstinksi, dengan mengulang stimulus bersyarat tanpa
di barengi stimulus tak bersyarat.
E.R. Guthrie memperluas penemuan Watson tentang belajar.
Ia mengemukakan prinsip belajar yang disebut “the law of
association” yang berbunyi : suatu kombinasi stimulus yang telah
menyertai suatu gerakan, cenderung akan menimbulkan gerakan itu,
apabila kombinasi stimulus itu muncul kembali. Dengan kata lain,
jika anda mengerjakan sesuatu dalam situasi tertentu, maka nantinya
dalam situasi yang sama anda akan mengerjakan hal serupa lagi.
Menurut gutrie, belajar memerlukan reward dan kedekatan antara
stimulus dan respon. Gutrie berpendapat, bahwa hukuman itu tidak
baik dan tidak pula buruk. Efektif tidaknya hukuman tergantung pada
apakah hukuman itu menyebabkan murid belajr ataukah tidak ?
Teori belajar kondisioning ini kemudian dikembangkan oleh
Gutrie (1935-1942). Gutrie berpendapat bahwa tingkah laku manusia
dapat diubah : tingkah laku jelek dapat diubah menjadi baik. Teori
Gutrie berdasarkan atas model penggantian stimulus saut ke stimulus
yang lain. Responsi atas suatu situasi cenderung di ulang manakala
17
individu menghadapi situasi yang sama. Inilah yang disebut dengan
asosiasi.
Menurut Gutrie, setiap situasi belajar merupakan gabungan
berbagai stimulus (dapat intemal dan dapat ekstemal) dan respon.
Dalam situasi tertentu, banyak stimulus yang berasosiasi dengan
banyak respon. Asosiasi tersebut, dapat benar dan dapat juga salah.
Ada tiga metode pengubahan tingkah laku menurut teori ini,
yaitu :
a. Metode respon bertentangan. Misalnya saja, jika anak jijik
terhadap sesuatu, sebutlah misalkan saja boneka, maka permainan
anak yang disukai tersebut diletakkan di dekat boneka. Dengan
meletakkan permainan di dekat boneka, dan ternyata boneka
tersebut sebenamya tidak menjijikkan, lambat laun anak tersebut
tidak jijik lagi kepada boneka. Peletakan permainan yang paling
disukai tersebut dapat dilakukan secara berulang-ulang.
b. Metode membosankan. Misalnya saja anak kecil suka mengisap
rokok. Ia disuruh merokok terus sampai bosan ; dan setelah
bosan, ia akan berhenti merokok dengan sendirinya.
c. Metode mengubah lingkungan. Jika anak bosan belajar, maka
lingkungan belajarnya dapat diubah-ubah sehingga ada suasana
lain dan memungkinkan ia betah belajar.
18
Selanjutnya, Skinner mengembangkan teori kondisioning
dengan menggunakan tikus sebagai kelinci percobaan. Dari hasil
percobaannya Skinner membedakan respon menjadi dua, ialah respon
yang timbul dari stimulus tertentu dan operant (instrumental) respons
yang timbul dan berkembang karena diikuti oleh perangsang tertentu.
Oleh karena itu, teori Skinner ini dikenal dengan operant
conditioning.
Seperti halnya Thondike, Skinner menganggap “reward” atau
“reinforcement” sebagai faktor terpenting dalam proses belajar.
Skinner berpendapat, bahwa tujuan psikologi adalah meramal dan
mengontrol tingkah laku. Skinner membagi dua jenis respon dalam
proses belajar, yakni :
(1). Responsents : respon yang terjadi karena stimulus khusus
misalnya Pavlov
(2). Operants : respon yang terjadi karena situasi random
Perbedaan penting antara Pavlov’s classkal conditioning dan
Skinner’s operant conditioning ialah dalam classkal conditioning,
akibat-akibat suatu tingkah laku itu. Reinforcement tikdak
diperlakukan karena stimulusnya menimbulkan respon yang
diinginkan.
Operant conditioning, suatu situasi belajar dimana suatu
respons dibuat lebih kuat akibat reinforcement langsung.
19
Dalam percobaannya terhadap tikus-tikus dalam sangkar,
digunakan suatu “diskriminative stimulus” (tanda untuk memperkuat
respons) misalnya tombol, lampu, pemindah makanan. Disamping
itu, digunakan pula suatu “reinforcemen stimulus, berupa makanan”.
Dalam pengajaran, operants conditioning menjamin respon-
respon terhadap stimulus. Apabila murid tidak menunjukkan reaksi-
reaksi terhadap stimulus guru tak mungkin dapat membimbing
tingkah lakunya ke arah tujuan behavior. Guru berperan penting di
dlaam kelas untuk mengontrol dan mengarahkan kegiatan belajar ke
arah tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.
Jenis-jenis stimulus :
(1) Jenis-jenis stimulus
(2) Positive reinforcement : Penyajian stimulus yang meningkatkan
probabilitas suatu respon
(3) Negative rinforcement : Pembatasan stimulus yang tidak
menyenangkan, yang jika dihentikan akan mengakibatkan
probabilitas respon
(4) Hukuman : pemberian stimulus yang tidak menyenangkan
misalnya : “Contradktion or reprimand”. Bentuk hukuman lain
berupa penangguhan stimulus yang menyenangkan (removing
adalah pelasant or reinforcing stimulus).
20
(5) Primary rinforcement : stimulus pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan fisiologis
(6) Modifikasi tingkah laku guru : Perlakuan guru terhadap murid-
murid berdasarkan minat dan kesenangan mereka.
Jadwal reinforcement menguraikan tentang kapan dan
bagaimana suatu respon diperbuat ? Ada empat cara penjadwalan
reinforcement :
1. “Fixed-ratio schedule”; yang didasarkan pada penyajian bahan
pelajaran, yang mana pemberi reinforcement baru memberikan
penguatan respon setelah terjadi jumlah tertentu dari respon.
2. “Variable ratio schedule”; yang didasarkan penyajian bahan
pelajaran dengan penguat setelah rata-rata respon
3. “Fixed interval schedule”; yang didasarkan atas satuan waktu
tetapi diantara “reinforcement”
4. “variable interval schedule”; pemberian renforcement menurut
respon betul yang pertama setelah terjadi kesalahan-kesalahan
respon.
Paling tidak tidak, ada enam konsep operant conditioning ini
yaitu :
a. Penguatan positif dan negatif
b. Shopping, ialah proses pembentukan tingkah laku yang makin
mendekati tingkah laku yang diharapkan.
21
c. Pendekatan suksesif, ialah proses pembentukan tingkah laku yang
menggunakan penguatan pada saat tepat hingga respon pun sesuai
dengan yang diisyaratkan.
d. Extention, ialah proses penghentian kegiatan sebagai akibat dari
ditiadakannya penguatan.
e. Chaining of respons, ialah respon dan stimulus yang berangkaian
satu sama lain
f. Jadwal penguatan ialah variasi pemberian peguatan : rasio tetap
dan bervariasi, interval tetap dan bervariasi.
g. Menurut
Menurut thondike, belajar dapat dilakukan dengan mencoba-
coba (trial and error).mencoba-coba ini dilakukan, manakala
seseorang tidak tahu bagaimana harus memberikan respon atas
sesuatu. Dalam mencoba-coba ini seseorang mungkin akan
menemukan respoons yang tepat berkaitan dengan persoalan yang
dihadapinya.
Karakteristik belajar trial dan error adalah sebagai berikut :
a. Adanya motivatie pada diri seseorang yang mendorong untuk
melakukan sesuatu
b. Seseorang berusaha melakukan berbagai macam respons dalam
rangka memenuhi motive-motivenya.
22
c. Respons-respons yang dirasakan tidak bersesuaian dengan
motivenya dihilangkan
d. Akhirnya seseorang mendapatkan jenis respon yang paling tepat.
Beberapa hukum belajr yang ditemukan oleh Thoendike
adalah sebagai berikut :
a. Hukum kesiapan (law of readiness). Jika seseorang siap
melakukan sesuatu, dan ia melakukannya, maka ia puas.
Sebaliknya, jika ia siap melakukan sesuatu, tetapi tidak
melakukannya, maka ia tidakpuas. Implikasi dari hukum ini
adalah, bahwa motivasi sangat penting dalam belajar. Sebab
pemuas yang antara lain berupa terpemenuhinya motif-motif
seseorang, menjadikan seseorang belajar berulang-ulang.
b. Hukum latihan (low of exercise). Jika seseorang mengulang-ulang
respons terhadap suatu stimulus, maka akan memperkuat
hubungan antara respon dan stimulus. Sebaliknya jika respons
tersebut tidak digunakan, hubungannya dengan stimulus semakin
lemah. Tetapi lemah dan kuatnya hubungan antara respons dan
stimulus tersebut tergantung kepada memuaskan tidaknya respons
yang diberikan. Implikasi hukum ini adalah baha belajar dimulai
dari tingkatan yang mudah berangsur-angsur menuju yang sukat.
Berangkat dari yang sederhana berangsur-angsur menuju ke yang
kompelks.
23
c. 0hukum akibat (law of effect). Manakala hubungan antara respon
dengan stimulus menimbulkan kepuasan, maka tingkatan
penguatannya kian besar. Sebaliknya jika hubungan antara respon
dengan stimulus menimbulkan ketidak puasan, maka tingkatan
penguatannya kian lemah. Dengan perkataan lain, hukum akibat
ini punya keyakinan bahwa orang punya kecenderungan
mengulang respon yang memuaskan dengan menghindari respon
yang tidak memuaskan. Hukum ini membawa implikasi
kebenaran bagi diadakannya eksperimentasi dalam belajar.
Selain mengemukakan tiga hukum belajar, Tondike
mengemukakan prinsip-prinsip belajar, yaitu :
a. Pada saat seseorang berhadapan dengan sebuah situasi yang bagi
dia termasuk baru, berbagai ragam respon ia lakukan. Respon
tersebut ada kalanya berbeda-beda sampai yang bersangkutan
memperoleh respon yang benar.
b. apa yang ada pada diri seseorang, baik itu berupa pengalaman,
kepercayaan, sikap dan hal-hal lain yang telah ada pada dirinya,
turut menentukan tercapainya tujuan yang ingin dicapai.
c. Pada diri seseorang sebenamya terdapat potensi untuk
mengadakan seleksi terhadap unsur-unsur penting dari yang
kurang atau penting hingga akhirnya dapat menentukan respon
yang tepat.
24
d. Orang cenderung memberikan respon yang sama terhadap situasi
yang sama.
e. Orang cenderung mengadakan assosiative shiffing, ialah
menghubungkan respon yang ia kuasai dengan situasi tertentu
tatkala menyadari bahwa respon yang ia kuasai dengan situasi
tersebut mempunyai hubungan.
f. Manakala suatu respon cocok dengan situasinya relatif mudah
untuk dipelajari (concept belongingness).
1.3. Pengertian Belajar Menurut Psikologi Kognitif
Ada beberapa ahli yang belum merasa puas terhadap
penemuan-penemuan para ahli sebelumnya mengenai belajr sebagai
proses hubungan stimulus-respon-reinforcement. Mereka
berpendapat, bahwa tingkahlaku seseorang tidak hanya dikontrol oleh
Reward dan reinforcement. Mereka ini adalah para ahli jiwa aliran
kognitif. Menurut pendapat mereka, tingkah laku seseorang
senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau
memikirkan seseorang terlibat langsung dalam situsi itu dan
memperoleh insight untuk pemecahan masalah. Jadi kaun kognitif
berpandangan, bahwa tingkahlaku seseorang lebih bergantung kepada
insight terhadap hubungan-hubungan yang ada dalam suatu situasi.
Keseluruhan adalah lebih dari bagian-bagiannya. Mereka memberi
25
tekanan pada organisasi pengamatan atas stimulus di dalam
lingkungan serta faktor-faktor yang mempengaruhi pengamatan.
Menurut psikologi kognitif, belajar dipandang sebagai suatu
usaha untuk mengerti tentang sesuatu. Usaha untuk mengerti tentang
sesuatu tersebut, dilakukan secara aktif oleh pembelajar. Keaktifan
tersebut dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi,
memecahkan masalah, mencermati lingkungan. Mempraktekkan,
mengabaikan dan respon-respon yang lainnya guna mencapai tujuan.
Para psikolog kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang
dipunyai sebelumnya, sangat menentukan terhadap perolehan belajar
:yang berhasil dipelajari yang berhasil diingat dan yang mudah
dilupakan.
Salah satu teori belajar yang berasal dari psikologi kognitif
adalah teori pemerosesan informasi. Menurut teori ini, belajar
dipandang sebagaoi proses pengolahaninformasi dalam otak manusia.
Sedangkan pengolahan oleh otak manusia sendiri dimulai dengan
pengatan (penginderaan) atas informasi yang berada dalam
lingkungan manusia, penyimpanan (baik untuk jangka waktu pendek
maupun panjang), penyimpanan / pengkodean / penyadian terhadap
informasi-informasi yang tersimpan, dan setelah membentuk
pengertian, kemudian dikeluarkan kembalii oleh pembelajar.
26
Menurut teori ini suatu informasi yang berasal dari
lingkungan pembelajar, pada awalnya diterima oleh reseptor.
Reseptor-sreseptor tersebut memberikan simbol-simbol informasi
yang ia terima, dan kemudian diteruskan ke registor penginderaan
yang terdapat pada saraf pusat. Dengan demikian, informasi-
informasi yang diterima oleh registor penginderaan telah mengalami
transformasi.
Informasi yang masuk ke dalam syaraf pusat tersdebut
kemudian disimpan dalam waktu pendek. Informasi-informasi yang
disimpan dalam waktu sebentar ini, sebagian diantaranya diteruskan
ke memori jangka pendek, sedangkan selebihnya hilang dari sistem.
Proses pereduksian seperti ini dikenal juga dengan persepsi selektif.
Sementara memori jangka pendek lazim juga dikenal dengan memori
kerja dan kesadaran. Kapasitas memori jangka pendek ini amat
terbatas, waktunya juga pendek.
Informasi dalam memori jangka pendek dapat ditranspormasi
dalam bentuk kode-kode dan selanjutnya, diteruskan ke memori
jangka panjang. Saat transpormasi, informasi-informasi baru
terintegrasi dengan informasi-informasi lama yang sudah tersimpan
dalam memori jangka panjang bertahan lama, dan disiapkan untuk
dipergunakan di kemudian hari.
27
Pengeluaran kembali atas informasi-informasi yang
terseimpan dalam memori jangka panjang adalah dengan
pemanggilan. Dalam pikiran yang sadar, informasi mengalir dari
memori jangka panjang ke memori jangka pendek, dan kemudian
kegenerator respon. Sementara untuk respon otomatis, informasi
mengalir langsung dari memori jangka panjang kegenerator respon
selama pemanggilan.menurut psikologi belajr kognitif, reinforcemen
sangat penting juga dalam belajar, meskipun alasan yang
dikemukakan berbeda dengan psikologi behavioristik. Sebab,
manakala menurut psikolog behavioristik reinforcemen berfungsi
sebagai pemerkuat respon atau tingkah laku, maka menurut psikolog
kognitif, berfungsi sebagai sumber umpan balik, megurangi keragu-
raguan hingga mengarah kepada pengertian.
Teori kognitif berpijak pada tiga hal yaitu :
(1) Perantara sentral (central intermediaries)
(2) Proses-proses pusat otak (central brain), misalnya ingatan atau
ekpektasi merupakan integrator tingkah laku yang bertujuan.
Pendapat ini berdasarkan pada inferensi tingkah laku yang
tampak (diamati)
(3) Pertanyaan tentang apa yang dipelajari ? Jawabannya adalah
struktur kognitif, bahwa yang dipelajari adalah fakta, kita
mengetahui dimana adanya, yang mengetahui altemate routes
28
illustratis cognitive structure . variabel tingkah laku non habitual
adalah struktur kognitif sebagai bagian dari apa yang dipelajari.
(4) Pemahaman dalam pemecahan masalah. Pemecahan suatu
masalah ialah dengan cara menyajikan pengalaman lampau
dalam bentuk struktur perseptual yang mendasari terjadinya
insight (pemahaman) di mana adanya pemgetian mengenai
hubungan-hubungan yang essensial. Perferensi yang digunakan
adalah the contemporary structuring of the problem.
Prinsip-prinsip belajar teori kognitif :
(1) Gambaran perseptual sesuai dengan masalah yang
dipertunjukkan kepada siswa adalah kondisi belajar yang
penting. Suatu masalah belajar yang trstruktur dan disajikan
upaya gambaran-gambaran yang esensial terbuka terhadap
inspeksi dari siswa.
(2) Organisasi pengetahuan harus merupakan sesuatu mendasar bagi
guru atau perencana pendidikan. Susunanya dari yang sederhana
ke yang kompleks, dalam arti dari keseluruhan yang sederhana
ke keseluruhan yang lebih kompleks. Masalah bagian
keseluruhan adalah masalah organisasi dan tidak bertalian
dengan teori pola kompleksitas. Sesuai dengan pandangan
mengenai pertumbuhan kognitif, maka organisasi pengetahuan
tergantung pada tingkat perkembangan siswa.
29
(3) Belajar dengan pemahaman (understanding) adalah lebih
permanen (menetap) dan lebih memungkinkan untuk
ditransferkan, dibandingkan dengan rte leaming atau belajar
dengan formula. Berbeda dengan teori stimulus respon, teori
yang menitikberatkan pada pentingnya kebermaknaan dalam
belajar dan mengingat (retention).
(4) Umpan balik kognitif mempertunjukkan pengetahuan yang benar
dan tepat dan mengoreksi kesalahan belajr. Siswa menerima atau
menolak sesuatu berdasarkan konsekuensi dari apa yang telah
diperbuatnya. Dalam hal ini kognitif setara dengan penguatan
(reinforcement) pada S-R theory, tetapi teori kognitif cenderung
menempatkan titik beratnya pada pengujian hipotesis melalui
umpan balik.
(5) Penetapan tujuan (goal setting) penting sebagai motivasi belajar.
Keberhasilan dan kegagalan menjadi hal yang menentukan cara
menetapkan tujuan untuk waktu yang akan datang.
(6) Berfikir defergen menuju ke ditemukannya pemecahan masalah
atau terciptanya produk yang berilai dan menyenagkan. Berbeda
dengan berfikir konvergen yang menuju ke mendapatkan
jawaban-jawaban yang benar secara logika. Berfikir defergen
menuntut dukungan (umpan balik) bagi upaya tentatif seseoranbg
30
yang orisinil agar supaya dia dapat mengamati dirinya sebagai
kreatif potensial.
Teori Belajar Cognitive-Field dari Lewin
Bertolak dari penemuan Gestalt Psychology, Kurt Lewin
(1892-1947) mengembangkan suatu teori belajar cognitive field
dengan menaruh perhatian kepadakepribadian dan psikologi sosial.
Lewin memandang masing-mading individu berada di dalam suatu
medan kekuatan, yang bersifat psikologis. Medan kekuatan
psikologis dimana individu bereaksi disebut life space. Life space
mencakup perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi,
misalnya : orang-orang yang ia jumpai, objek materiil yang ia hadapi,
serta fungsi-fungsi kejiwaan yang ia miliki. Lewin berpendapat,
bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan-
kekuatan, baik dalam diri individu seperti tujuan, kebutuhan, tekanan
kejiwaan, maupun dari luar diri individu seperti sebagai akibat dari
perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif itu
adalah hasil dari dua macam kekuatan, satu dari struktur medan
kognisi itu sendiri, yang lainnya dari kebutuhan dan motivasi intemal
individu. Lewin memberikan peranan yang lehih penting pada
motivasi dari reward.
31
Teori Belajar Cognitive Development dari Piaget
Dalam teorinya Piaget memandang bahwa proses berfikir
sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju
abstrak.
Piaget adalah seorang psikolog developmental karena
penelitiannya mengenai tahap-tahap perkembangan pribadi serta
perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajr individu.
Dia adalah salah seorang psikolog suatu teori komperhensif tentang
perkembangan intelegensi atau proses berfikir. Menurut Piaget,
pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemampuan
mental baru yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektual
adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Apabila ahli biologi
menekankan penjelasan tentang pertumbuhan struktur
memungkinkan individu mengalami penyesuaian diri dengan
lingkungna, maka Piaget tekanan penyelidikannya lain. Piaget
menyelidiki masalah yang sama dari segi penyesuaian / adaptasi
manusia serta meneliti perkembangan intelektual atau kognisi
berdasarkan dalil bahwa struktur intelektual terbentuk di dalam
individu akibat interaksinya dengan lingkungan.
Piage memakai istilah scheme secara interchageably, Piaget
memakai istilah scheme secara interchangeably dengan istilah
32
struktur. Scheme adalah pola tingkah laku yang dapat diulangulang.
Scheme berhubungan dengan :
- Refleks-refleks pembawaan, misalnya bemafas, makan, minum
- Scheme mental, misalnya scheme of classifkation, scheme of
operation (pola tingkah laku yang masih sukar diamati seperti
sikap), scheme of operation (pola tingkah laku yang dapat
diamati).
Menurut Piaget, intelegensiitu sendiri terdiri dari tiga aspek
yaitu :
a. Struktur, disebut juga scheme seperti yang dikemukakan di atas.
b. Isi disebut juga content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala
individu menghadapi sesuatu masalah.
c. Fungsi, disebut juga fungcion, yang berhubungan dengan cara
seseorang mencapai kemajuan intelektual, fungsi itu sendiri
terdiri dari dua macam fungsi invarian, yaitu organisasi dan
adaptasi.
- Organisasi, berupa kecakapan seseorang / organisme dalam
menyusun proses-proses fisik dan psikis dalam bentu sistem-
sistem yang koheren.
- Adaptasi, yaitu adaptasi individu terhadap lingkungannya.
Adaptasiini terdiri dari dua macam proses komplementer yaitu
asimilasi dan akomodasi.
33
+ Asimilasi : Proses penggunaan struktur atau kemampuan individu
untuk menghadapi masalah dalam lingkungannya.
+ Akomodasi : Proses perubahanrespon individu terhadap stimuli
lingkungannya.
Dengan penjelasan seperti di atas dapatlah kita ketahui
tentang bagaimana terjadinya pertumbuhan dan perkembangan
individu.
Pertumbuhan intelektual terjadi karena adanya proses yang
kontinu dari adanya equlibrium-equilibrium. Bila individu dapat
menjaga adanya equilibrium, individu akan dapat mencapai tingkat
perkembangan intelektual yang lebih tinggi. Pengaplikasian di dlaam
belajar, perkembangan kognitif bergantung kepada komodasi.
Kepada siswa harus diberikan suatu area yang belum diketahui agar
ia dapat belajar, karena ia tak dapat belajar dari apa yang telah
diketahuinya saja. Ia tak dapat menggantngkan diri pada asimilasi.
Dengan adanya area baru ini siswa akan mengadakan usaha untuk
dapat mengakomodasi. Situasi atau area itulah yang akan
mempermudahpertumbuhan kognitif.
Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa pertumbuhan
intelektual anak mengandung tiga aspek, yaitu structure, content, dan
function. Anak yang sedang mengalami perkembangan. Struktur dan
kontent intelektualnya berubah / berkembang. Fungsi dan adaptasi
34
akan mtersusun sehingga berubah / berkembang. Fungsi dan adaptasi
akan tersusun sehingga melahirkan suatu rangkaian perkembangan,
masing-masing mempunyai struktur psikologis khusus yang
menentukan kecakapan pikir anak. Maka Piaget mengartikan
inteligensi adalah sejumlah struktur piskologis yang ada pada tingkat
perkembangan khusus.
Tahap-tahap Perkembangan
Piaget mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi
transisi tahap perkembangan anak, yaitu :
1. Kematangan
2. pengalaman fisik / lingkungan
3. transmisi sosial
4. equilibrium atau self regulation
Selanjutnya ia membagi tingkat-tingkat perkembangan
1. Tingkat sensori motoris 0.0 – 2.0 Tiap
2. tingkat preoperasinal 2.0 – 7.0 anak
3. tingkat operasi konkret 7.0 – 11.0 ber-
4. tingkat operasi formal 11.0 - beda
Penjelasan :
1. Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan
digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih
35
kompleks. Pada masa kanak-kanak ini, anak belum mempunyai
konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui
hal-hal yang ditangkap dengan inderanya.
2. tingkat preoperasional
anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas
pada hal-hal yang dapat ia jumpai (dilihat) di dalam
lingkungannya saja. Baru pada menjelang akhir tahun ke-2 anak
telah mulai mengenal simbol / nama. Dalam hubungan ini Philips
(1969) membagi atas :
1. concreteness
2. interversibility
3. centering, (ini tampak adanya egocentisme)
4. state vs transformation, dan
5. transductive reasoning
1. tingkat operasi konkret
anak telah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi
belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak. Kecakapan
kognitif anak :
(1) Combinativy classifkation
(2) Reversibility
(3) Associativity
(4) Identity
(5) Serializing
36
Anak mulai kurang egocentrisme-nya dan lebih sociocentris
(anak mulai membentuk peer group)
2. Tingkat operasi formal
Anak telah mempunyai pemikiran abstrak pada bentuk-bentuk
kompleks. Flavell (1963) memberikan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Pada pemikiran anak remaja adalah hypothetko-deductive.
Ia telah dapat membuat hipotesis-hipotesis dari suatu
problema dan membuat keputusan terhadap problema itu
secara tepat, tetapi anak kecil belum dapat menyimpulkan
apakah hipotesisnya ditolak atau diterima.
b. Periode propositional thinking
Remaja telah dapat meberikan statemen atu proposisi
berdasarkan pada data yang konkret. Tetapi kaang-kadang ia
berhadapan dengan proporsi yang bertentangan dengan fakta.
c. Periode combinatorial thinking
Bila remaja itu mempertimbangkan tentang pemecahan
problem ia telah dapat memisahkan faktor-faktor yang
menyangkut dirinya dan mengkombinasi faktor-faktor itu.
Jerome bruner dengan Discovely Leaming-nya
Yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari Piaget
yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif di dalam
belajr di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang
37
disebutnya discovery leeaming, yaitu dimana murid mengorganisasi
bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedor ini
berbeda dengan reception leaming atau expositoryteaching, dimana
guru menerangkan informasi dan murid harus mempelajari semua
bahan / informasi itu.
Banyak pendapat yang mendunkung discovery leaming itu,
diantaranya J. Dewey (1933) dengan complete art of reflective
activity aau dikenal dengan problem solving. Ide Bruner itu ditulis
dalam bukunya Process of Education. Di dalam buku itu ia
melaporkkan hasil dari suatu konferensi diantara suatu para ahli
science. Ahli sekolah / pengajaran dan pendidik tentang pengajaran
science. Dalam hal ini /ia mengemukakan pendapatnya, bahwa mata
pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk intelektual
yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pada tingkat
permulaan pengajaran hendaknya dapat diberikan melalui cara-cara
yang bermakna, dan makin meningkat ke arah yang abstrak.
Bruner mendapat pertanyaan, bagaimana kita dapat
mengembangkan program pengajaran yang lebih efektif bagi anak
yang muda ? Jawaban Bruner ialah dengan mengkoordinasikan
metode penyajian bahan itu, yang sesuai dengan tingkat kemajuan
anak. Tingkat-tingkat kemajuan anak dari tingkatt kamajuan anak
(anactive) ke representasi konret (konek) dan akhirnya ke tingkat
38
representasi yang abstrak (symbolk). Demikian juga dalam
penyesuaian kurikulum. Pemyataan lain dan process of education
ialah tentang bagaimana mata pelajaran itu harus diajarkan.
Kurikulum dari suatu mata pelajaran harus ditentukan oleh
pengertian yang sangat fundamental bahwa hal itu dapat dicapai
berdasarkan prinsip-prinsip yang memberikan struktur bagi mata
pelajaran itu. Maka di dalam mengajar harus dapat diberikan kepada
murid struktur dari mata pelajaran itu, murid harus mempelajari
prinsip-prinsip itu sehingga terbentuklah suatu disiplin. Sekali murid
mengetahui prinsip itu ia problem di dalam disiplin itu. Bruner
menyebutkan hendaknya guru harus memberikan kesempatan kepada
muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist,
historin, atau ahli matematika.Biarkanlah murid-murid kita
menemukan arti bagi diri mereka endiri, dan memungkinkan mereka
untuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang dimengerti
mereka.
the act of discovery dari Bruner:
1. Adanya suatu kenaikan berkala di dalam potensi intelektual.
2. Ganjaran intrinsik lebih ditekankan daripada intrinsik.
3. Murid yang mempelajari bagaimana menemukan berarti murid itu
menguasai metode discovery leaming.
39
4. Murid lebilh senang mengingat-ingat informasi .
1.4. Pengertian Belajar Menurut Psikologi Humanistik
Pada akhir tahun 1940-an muncul suatu perspektif psikologi
baru. Orang-orang yang terlibat dalam penerapan psikologilah yang
berjasa dalam perkembangan ini, misalnya ahli-ahli psikologi klinik,
pekerja-pekerja sosial dan konseler. Gerakan ini erkembang, dan
kemudian dikenal sebagai psikologi humanistik, eksestensial,
perceptual, atau fenomenologikal. Psikologi ini berusaha untuk
memahami perilaku seseorang dari sudut si pelaku (behaver), bukan
dari pengamat (observer).
Dalam dunia pendidikan, aliran humanistik muncul pada
tahun 1960 sampai 1970-an dan mungkin perubahan-perubahan dan
inovasi yang terjadi selama dua dekade yang terakhir pada abad 20
ini pun juga akan menuju pada arah ini (John Jarolimak ek, Cliffor D
Foste, 1976, halaman 330)
Perhatian psikologi humanistik yang terutama tertuju pada
masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing
oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada
pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik
aliran humanistik penyusunan dan penyajian materi pelajaran barus
sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa.
40
Tujuan utama para pendidik ialah membantu siswa untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu
untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan
membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri
mereka (Hamachek, 1977, p. 148).
Psikologi humanistik berkeyakinan bahwa anak termasuk
makhluk yang unik, beragam, berbeda antara satu dengan yang lain.
Keberagaman yang ada pada diri anak, hendaknya dikukuhkan.
Dengan demikian, seorang pendidik atau guru bukanlah bertugas
untuk membentuk anak menjadi manusia sesuai yang ia kehendaki,
melainkan memantapkan visi yang telah ada pada anak itu sendiril
untuk itu, seorang pendidik pertama kali membantu anak untuk
memahami diri mereka sendiri, dan tidak memaksakan
pemahamannya sendiri mengenai diri siswa.
Keberagaman anak tidak saja dari segi lahir, melainkan yang
terutama adalah dari segi batinnya. Oleh karena itu, jika ingin
memahami anak, tidak dapat dengan menggunakan perspektif orang
yang memahami, melainkan dengan menggunakan perspektif orang
yang dipahami.
Behaviorisme Versus Humanistik
Dalam menyoroti masalah perilaku, ahli-ahli psikologi
behavioral dan humanistik mempunyai pandangan yang sangat
41
berbeda. Perbedaan ini dikenal sebagai freedom of determination
issue. Para behaviorest memandang orang sebagai makhluk reaktif
yang memberikan responsnya terhadap lingkungannya. Pengalaman
lampau dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka.
Sebaliknya para humanistik mempunyai pendapat bahwa tiap orang
itu menentukan perilaku mereka sendiri. Mereka bebas dalam
memilih kualitas hidup mereka, tidak terikat oleh lingkungannya.
Sebagaimana disebtakan diatas, bahwa pandangan psikologi
humanistik merupakan anti tesa dari pandangan psikologi
behavioristik. Eka dalam pandangan psikologi behavioristik, belajar
merupakan kontrol instrumental yang dilakukan oleh lingkungan,
maka dalam pandangan psikologi humanistik justru sebaliknya.
Belajar dilakukan dengan cara memberikan kebebasan yang sebesar-
besarnya kepada individu.
Tokoh-Tokoh Humanistik
Ada beberapa tokoh yang menonjol dalam aliran humanistik
seperti: Combs, Maslov, dan Rogers
1) Combs :
Combs dan kawan-kawan menyatakan apabila kita ingin
memahami perilaku orang kita harus mencoba memahami dunia
persepsi orang itu. Apabila kita ingin mengubah perilaku
42
seseorang, kita harus berusaha mengubah keyakinan atau
pandangan orang itu, perilaku dalamlah yang membedakan
seseorang dari yang lain. Combs dan kawankawan selanjutnya
mengatakan bahwa perilaku buruk itu sesungguhnya tak lain
hanyalah dari ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu
yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Apabila seorang
guru mengeluh bahwa siswanya tidak mempunyai motivasi untuk
melakukan sesuatu, ini sesungguhnya berarti, bahwa siswa itu
tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu yang
dikehendaki oleh guru itu. Apabila guru itu memberikan aktivitas
yang lain, mungkin sekali siswa akan memberikan reaksi yang
positif. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada
leaming, yaitu:
1. Pemerolehan informasi baru,
2. Personalisasi informasi, ini pada individu.
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan
dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila subject
matter-nya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal
arti tidaklah menyatu pada subject matter itu, dengan kata lain di
individulah yang memberikan arti tadi kepada subject matter itu.
Sehingga yang penting ialah bagaimana caranya membawa si
siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari subject matter
43
itu, bagaimana siswa itu menghubungkan subject matter itu
dengan kehidupannya (Principles of Instruction Design oleh
Robert M. Gayne & Leshe J. Briggs, halaman 212).
Combs memberikan lukisan persepsi diri dan persepsi dunia
seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik
pusat satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri
dan lingkaran besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh
peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang
pengaruhya pada individu dan makin dekat peristiwa-peristiwa itu
dari persepsi diri makin besar pengaruhnya terhadap perilakunya.
Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri,
makin mudah hal itu terlupakan.
2) Maslov
Teori didasarkan atas asumsi bahwa di dalam diri kita ada dua hal
:
(1) Suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2) Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu,
(maslov, 1968)
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan
takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut
untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang
44
sudah ia miliki dan sebagainya. Tetapi mendorong untuk maju ke
arah keutuhan, keunikan diri, menghadapi dunia luar dan pada
saat itu juga ia dapat menerima diri sendifi (self).
Maslov membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi
tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan
pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat
menginginkan kebutuhan yang terletak di tasnya, ialah kebutuhan
mendapatkan rasa aman dan seterusnya. Hirarki kebutuhan
manusia menurut Maslov ini mempunyai implikasi yang penting
yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-
anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar tidak
mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum
terpenuhi.
3) Carl Rogers
Salah seorang tokoh psikologi humanistik adalah Carl Rogers,
seorang ahli psikoterapi. la mempunyai pandangan bahwa siswa
yang belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan dibiarkan
belajar bebas. Tidak itu saja, siswa juga diharapkan dapat
membebaskan dirinya hingga ia dapat mengambil keputusan
sendiri dan berani bertanggung jawab atas keputusan-keputusan
yang ia ambil atau pilih.
45
Dalam belajar demikian, anak tidak dketak menjadi oran lain
melainkan dibiarkan dan dipupuk untuk menjadi dirinya sendiri.
la tidak direkayasa agar terikat kepada orang lain, bergantung
kepada pihak lain dan memenuhi harapan orang lain. la dibiarkan
agar tetap bisa menjadi arsitek buat dirinya sendiri.
Rogers mengemukakan prinsip-prinsip belajar humanistik
sebagai berikut :
a. Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar merupakan suatu hal yang bersifat
alamiah bagi manusia. Ini disebabkan adanya hasrat ingin tahu
manusia yang terus menerus terhadap dunia dengan segala isinya.
Hasrat ingin tahu yang demikian terhadap dunia sekelilingnya,
menjadikan penyebab seseorang senantiasa berusaha mencari
jawabannya. Dalam proses mencari jawaban inilah, seseorang
mengalami aktivitas-aktivitas belajar.
b. Belajar bermakna.
Dalam pandangan psikologi humanistik makna sangat penting
dalam belajar. Seorang beraktivitas atau tidak senantiasa akan
menimbang-nimbang apakah aktivitas tersebut menipunyai
makna buat dirinya. Sebab, sesuatu yang tak bermakna bagi
dirinya, tentu tidak akan ia lakukan.
c. Belajar tanpa hukuman.
46
Hukuman memang dapat saja membuat seseorang untuk
belajar. Tetapi, hasil belajar demikian tidak akan bertahan lama.
la melakukan aktivitas sekedar menghindari ancaman hukuman.
Pada hal, manakala hukuman tak ada, aktivitaspun tidak akan
dilakukan. Oleh karena itu, agar anak belajar justru harus
dibebaskan dari ancaman hukuman.
Belajar yang terbebas dari ancaman hukuman demikian im
menjadikan penyebab anak bebas melakukan apa saja, mencoba-
coba sesuatu yang bermanfaat buat dirinya. mengadakan
eksperimentasi-eksperimentasi hingga anak dapat menemukan
sendiri mengenai sesuatu yang baru. Kreativitas anak dalam
belajar yang bebas dari ancaman hukuman dengan sendirinya
juga akan meningkat.
d. Belajar dengan inisiatif sendiri.
Belajar dengan inisiatif sendiri pada diri pembelajar sebenamya
menyiratkan betapa tingginya motivasi internal yang dipunyai.
Pembelajar yang banyak berinisiatif tatkala belajar, senantiasa
mencari cara-cara hingga dia berhasil dalam belajarnya. Inisialif
yang lahir dari diri sendiri im juga menunjukkan rendalmya
dependensi pembelajar terhadap orang lain. la akan bebas
melakukan apa saja dalam belajarnya. dan tidak terikat oleh
rekayasa-rekayasa yang berasal dari lingkungannya. Pada diri
47
pembelajar yang kaya inisiatif, terdapat kemampuan untuk
mengarahkan dirinya sendiri, menentukan pilihannya sendiri serta
berusaha menimbang-nimbang sendiri mana hal yang baik bagi
dirinya. la akan berusaha dengan totalitas pribadinya untuk
mencapai sesuatu yang ia cita-citakan.
e. Belajar dan perubahan.
Dunia terus berubah, dan siapapun di dunia ini tak ada yang
dapat menangkal perobahan. Oleh karena itu, pembelajar haruslah
dapat belajar dalam segala kondisi dan situasi yang serba
berubah. Kalau tidak, ia akan terlindas oleh perubahan.
Dengan demikian, belajar yang sekedar mengingat fakta,
menghafal sesuatu, dipandang tidak cukup. Orang harus dapat
menyesuaikan dalam sebuah dunia yang senantiasa berubah.
Dalam bukunya freedom to learn, ia menunjukkan sejumlah
prinsip-prinsip belajar humanistik yang penting, di antaranya
adalah :
(1) Manusia itu mempunyai kemampuan untuk belajar secara
alami.
(2) Belajar yang signifikan terjadi apabila subject matter di
rasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-
maksudnya sendiri.
48
(3) Belajar yang menyangkut suatu perubahan di dalam persepsi
mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan
cenderung untuk ditolaknya.
(4) Tugas-tugas belajar yang mengancam diri adalah lebilh
mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-
ancaman dari luar itu semakin kecil
(5) Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman
dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan
terjadilah proses belajar
(6) Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan
melakukannya.
(7) Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses
belajar dan ikut bertanggung-jawab terhadap proses belajar
itu.
(8) Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi
siswa seutuhnya baik perasaan maupun intelek, merupakan
cara yang dapat memberikan basil yang mendalam dan
lestari.
(9) Kepercayaan tehadap diri sendiri, kemerdekaan. kreativitas
lebih mudah dicapai terutama siswa dibiasakan untuk mawas
diri dan mengeritik dirinya sendiri dan penilaian diri orang
lain merupakan cara kedua yang penting.
49
(10) Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia
modern ini adalah belajar mengenai proses belajar. suatu
keterbukaan yang terus-menerus terhadap pengalaman dan
penyatuannya ke dalam dirinya sendiri mengenai proses
perubahan itu.
1.5. Pengertian Belajar Menurut Psikologi Gestalt.
Dalam aliran ini ada beberapa istilah yang artinya sama ialah:
field, pattera, organisme, closure, integration, wholistk,
configuration, dan gestalt. Karena itu psikologi gestalt sering disebut
psikologi organisme atau field theory.
Menurut aliran ini, jiwa manusia adalah suatu keseluruhan
yang berstruktur. Suatu keseluruhan bukan terdiri dari bagian-bagian
atau unsur-unsur. Unsur-unsur itu berada dalam keseluruhan menurut
struktur yang telah tertentu dan saling berinteralisi satu sama lain,
Contoh: kepala manusia bukan merupakan penjumlahan daripada
batok kepala, telinga, bidung, mata, mulut, rambut, dagu, dan
sebagainya, melainkan kepala itu adalah suatu keseluruhan yang
bermakna, di mana unsur-unsur tadi teletak pada struktumya masing-
masing. Mata tidak mungkin terletak di ibu jari, hidung tidak
mungkin terletak di tengah-tengah dada dan seterusnya. Pada
struktumya masing-masing itulah bagian-bagian dapat berfungsi
50
sebagaimana mestinya. Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam
hubungan keseluruhan itu. Lagi pula sesuatu hal, perbuatan, benda
lain-lain hanya bermakna dalam hubungan dengan situasi tertentu.
Misalnya: emas (perhiasan) hanya bermakna dalam situasi di mana
ada pesta. para tamu umumnya memakai perhiasan yang indah-indah,
akan tetapi akan tidak bermakna dalam situasi padang pasir di mana
seseorang sedang mengalami rasa haus dan dahaga.
Pandangan ini sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang
belajar. Beberapa pokok yang perlu mendapat perhatian antara lain
ialah :
(1) Timbulnya kelakuan adalah berkat interaksi, antara individu dan
lingkungan dimana faktor apa yang telah dimiliki (natural
endowment) lebih menonjol.
(2) Bahwa individu berada dalam keadaan keseimbangan dinamis,
adanya gangguan terhadap keseimbangan itu akan mendorong
timbulnya kelakuan.
(3) Mengutamakan segi pemahaman (insight)
(4) Menekankan kepada adanya situasi sekarang, dimana individu
menemukan dirinya
(5) Yang utama dan pertama adalah keseluruhan, dan bagian-bagian
hanya bermakna jika berada dalam keseluruhan itu.
51
Prinsip-prinsip Belajar gestalt (field theory )
1) Belajar dimulai dari suatu keseluruhan. Keseluruhan yang
menjadi permulaan, baru menuju ke bagian-bagian. Dari
keseluruhan organisasi mata pelajaran menuju tugas-tugas harian
yang beruntun. Belajar dimulai dari satu unit yang kompleks
menuju ke hal-hal yang mudah dimengerti, deferensiasi
pengetahuan dan kecakapan.
2) Keseluruhan memberikan makna kepada bagian-bagian. Bagian-
bagian terjadi dalam suatu keseluruhan. Bagian-bagian itu hanya
bermakna dalam rangka keseluruhan tadi. Dengan demikian
keseluruhan yang memberikan makna terhadap suatu bagian,
misal : sebuah ban mobil hanya bemakna kalau menjadi bagian
dari mobil, sebagai roda. Sebuah papan tulis hanya bermakna
sebagai papan tulis kalau ia berada dalam kelas, sebuah tiang
kayu hanya bermakna sebagai tiang kalau menjadi satu dari
rumah dan sebagainya.
3) Individuasi bagian-bagian dari keseluruhan. Mula-mula anak
melihat sesuatu sebagai keseluruhan. Bagian-bagian dilihat
dalam hubungan fungsional dengan keseluruhan. Tetapi lambat
laun ia mengadakan deferensiasi bagian-bagian itu dari
keseluruhan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil atau
kesatuan yang lebih kecil contoh: mula-mula anak melihat
52
mengenal wajah ibunya sebagai keseluruhan kesatuan. Lambat
laun dia dapat memisahkan mana mata ibu, mana hidung ibu,
mana telinga ibu, kemudian ia melihat bahwa wajah ibunya itu
cantik atau jelek, atau menarik dan sebagainya.
4) Anak belajar dengan menggunakan pemahaman atau insight.
Pemahaman adalah kemampuan melihat hubungan-hubungan
antara berbagai faktor atau unsur dalam situasi yang problematis,
seperti simpanse dapat melihat hubungan antara beberapa buah
kotak menjadi sebuah tangan untuk mengambil buah pisang
karena ia sedang lapar.
Tokoh psikologi gestalt ini antara lain adalah Kohler, Koffka
dan Wertheimer. Menurut pandangan psikologi gestalt, belajar terdiri
atas hubungan stimulus respon yang sederhana tanpa adanya
pengulangan ide atau proses berfikir.
Psikologi kognitif mulai berkembang dengan lahimya teori
belajar Gestalt ini. Peletak dasar psikologi gestalt adalah Mex
Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan
problem solving. Sumbangannya ini diikuti oleh Kurt koffka (1886-
1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum
pengamatan, kemudian Wollgang Kohler (1887-1959) yang meneliti
tentang insight pada simpanse. Penelitian-penelitian mereka
menumbuhkan psikologi gestalt yang menekankan bahasan pada
53
masalah konfigurasi, struktur dan pemetaan dalam pengalaman.
Kaum gestalt berpendapat, bahwa pengalaman itu berstruktur yang
terbentuk dalam suatu keseluruhan. Orang yang belajar, mengamati
stimuli dalam keseluruhan yang terorganisasi, bukan dalam bagian-
bagian yang terpisah.
Suatu konsep yang penting dalam teori gestalt adalah tentang
"insight", yaitu pengamatan/pemahaman mendadak terhadap
hubungan-hubungan antar bagian-bagian di dalam suatu situasi
permasalahan. Insight itu sering dihubungkan dengan pemyataan
spontan "aha" atau "oh", “sec-now".
Kohler (1927) menemukan tumbuhnya insight pada seekor
simpanse dengan menghadapkan simpanse pada masalah bagaimana
memperoleh pisang yang terletak di luar kurungan atau tergantung di
atas kurungan. Dalam eksperimen itu Kohler mengamati, bahwa
kadangkala simpanse dapat memecahkan masalah secara mendadak,
kadangkala gagal meraih pisang, kadang kala duduk merenungkan
masalah, dan kemudian secara tiba-tiba menemukan pemecahan
masalah.
Wertheimer (1945) menjadi orang gestalt yang mula-mula
menghubungkan pekerjaannya dengan proses belajar di kelas. Dari
pengamatannya itu. ia menyesalkan penggunaan metode menghafal
54
di sekolah dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian
bukan hafalan akademis.
Menurut pandangan gestaltis, semua kegiatan belajar (baik
pada simpanse maupun pada manusia) menggunakan insight atau
pemahaman terhadap hubungan-hubungan, terutama hubungan-
hubungan antara bagian dengan keseluruhan. Menurut psikologi
gestalt, tingkat kejelasan atau keberartian dari apa yang diamati
dalam situasi belajar adalah lebih meningkatkan belajar seseorang
daripada dengan hukuman dan ganjaran.
Menurut psikologi gestalt setiap pengalaman itu senantiasa
struktur. Setiap respon yang diberikan oleh seseorang terhadap
stimulan, sebenamya tidak tertuju kepada suatu bagian melainkan
teriuju kepada sesuatu yang bersifat kompleks.
Adapun hukum-hukum belajar menurut psikologi adalah
sebagai berikut :
a. Hukum kesamaan (law of similarity). Menurut hukum ini, sesuatu
yang sama cenderung membentuk satu kesatuan. Perhatikan
gambar berikut ini:
$ Y @ h
$ Y @ h
$ Y @ h
55
b. Hukum penuh makna (law of pragnanz). Menurut hukum ini,
pengamatan terhadap sesuatu objek cenderung dikaitkan dengan
makna objek tersebut bagi seseorang. Makna objek tersebut bagi
seseorang, bisa berupa bentuknya, ukurannya, warnanya dan
sebagainya.
c. Hukum kedekatan ( law of proximity ). Menurut hukum ini,
sesuatu yang berdekatan cenderung membentuk satu kesatuan,
periksa gambar berikut ini
ab cd ef gh
d. Hukum ketutupan (law of closure ). Menurut hukum ini, hal-hal
yang tertutup membentuk suatu kesatuan. Perhatikan gambar
berikut
a b c d e f
e. Hukum-hukum kontinyutas ( law of goof continuation )
Menurut hukum ini, hal-hal yang merupakan kontinyuitas
membentuk suatu kesatuan.
56
Menurut psikologi gestalt, wawasan atau yang lazim disebut
sebagai insight dipandang sebagai inti belajar. Oleh karena itu, dalam
belajar yang mestinya ditanamkan adalah pengertian siswa mengenai
sesuatu yang harus dipelajari.
2. CIRI - CIRI BELAJAR
Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa belajar adalah
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya pengalaman. Oleh
karena itu, ada sejumlah ciri belajar yang dapat dibedakan dengan
kegiatan-kegiatan lain selain belajar. Pertama, belajar dibedakan
dengan kematangan. Kedua, belajar dibedakan dengan perubahan
kondisi fisik dan mental. Ketiga hasil belajar bersifat relatif menetap.
Berdasarkan pengertian belajar diatas. maka pada hakikatnya
"belajar menunjuk ke perubahan dalam tingkah laku si subjek dalam
situasi tertentu berkat pengalamannya yang berulang-ulang, dan
perubahan tingkah taku tersebut tak dapat dijelaskan atas dasar
kecendrungan-kecendrungan respon bawaan, kematangan atau
keadaan temporer dari subjek (misalnya keletihan, dsb)".
1) Belajar berbeda dari kematangan.
Kematangan adalah sesuatu yang dialami oleh manusia karena
perkembangan-perkembangan bawaan. Tanpa melalui aktivitas
57
belajarpun, pada saat tertentu, orang akan mengalami
kematangan. Oleh karena itu, kematangan akan dialami oleh
seseorang, meskipun ia sendiri tidak mensengaja. Kematangan
yang ada pada diri seseorang juga bukan karena satu upaya yang
dilakukan oleh orang lain (misalnya saja guru).
Kematangan umumnya ditandai oleh adanya perubahan-
perubahan pada diri seseorang, baik yang bersifat fisik maupun
psikis. Adanya perubahan pada diri seseorang semisal dari belum
bisa berjalan pada umur tertentu menjadi bisa berjalan pada umur
selanjutnya, tidaklah akibat dari aktivitas belajar. Demikian juga,
dari seseorang belum bisa berbkara kemudian menjadi bisa
berbkara, juga bukan karena aktivitas belajar melainkan karena
adanya proses kematangan.
Berbeda dengan belajar, ia adalah suatu proses yang disengaja
dan secara sadar. Belajar adalah suatu aktivitas yang dirancang,
atau sebagai akibat interaksi antara individu dengan
lingkungannya.
2) Belajar dibedakan dari perubahan kondisi fisik dan mental.
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang disengaja.
Perubahan tersebut bisa berupa dari tidak talm menjadi tahu, dari
tidak mengerti menjadi mengerti, dari tidak dapat mengerjakan
sesuatu menjadi dapat mengedakan sesuatu, dari memberikan
respon yang salah atas stimulus-stimulus ke arah memberikan
58
respon yang benar. Berarti perubahan fisik dari kecil menjadi
besar, dari kurus menjadi gemuk, dan pendek menjadi semakin
tinggi bukanlah karena proses belajar, dan oleh karena itu tidak
dapat disebut sebagai proses belajar.
3) Hasil belajar relatif menetap
Hasil belajar relatif menetap, dan tidak berubah-ubah. Perubahan
tingkah laku yang sifatnya relatif tidak menetap, bukanlah karena
proses belajar. Orang setiap kali dapat berubah. Perubahan-
perubahan demikian, tidak sama dengan perubahan-perubahan
dalam belajar. Oleh karena itu, tidak semua perubahan yang ada
pada diri seseorang dianggap sebagai hasil belajar. Hanya
perubahan-perubahan tertentu saja yang memenuhi syarat untuk
disebut sebagai belajar.
3. TUJUAN DAN UNSUR-UNSUR DINAMIS DALAM
BELAJAR
Tujuan dan unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah dua hal
yang sangat penting dalam belajar. Tujuan umumnya mengarahkan
seseorang yang sedang belajar ke arah kegiatan tertentu. Sementara
unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah suatu perangkat yang turut
menghantarkan sesemang yang sedang mencapai tujuan belajar.
Tujuan Belajar
59
Setiap manusia kreativitas, sepanjang aktivitas tersebut
disadari, senantiasa dimaksudkan bagi pencapaian tujuan tertentu.
Demikian juga seseorang yang sedang berkreativitas belajar. tentulah
dimaksudkan bagi pencapaian tujuan.
Paling tidak ada empat alasan mengapa tujuan belajar ini
perlu dirumuskan oleh pembelajar. Pertama, agar ia mempunyai arah
dalam berkreativitas belajar. Kedua, agar ia dapat menilai seberapa
target belajar telah ia capai atau belum. Ketiga agar waktu dan
tenaganya tidak tersita untuk kegiatan selain belajar.
3.1. Tujuan belajar dalam hubungannya dengan perubahan
tingkah laku.
Salah satu ciri belajar pada diri seseorang adalah terdapatnya
perubahan tingkah laku pada dirinya. Adanya perubahan tingkah laku
ini menjadikan seorang pembelajar berubah dari suatu kondisi ke
kondisi tertentu. Perubahan tingkah laku dalam diri pembelajar
umumnya dapat diamati (obsevable). Oleh karena itu, ketika
pembelajar mau mengadakan aktivitas belajarnya, perlu merumuskan
tujuan belajar buat dirinya sendiri.
Dalam merumuskan tujuan belajar yang terkait dengan
perubahan tingkah laku ini, seseorang pembelajar pertama kali
haruslah mengenali mengenai dirinya sendiri. Pengenalan terhadap
60
dirinya sendiri ini sangat penting guna merumuskan kebutuhan
kebutuhan belajarnya. Pengenalan mengenai diri sendiri ini juga bisa
terhindar dari mempelajari sesuatu yang sudah dikuasai, disamping
dapat terhindar juga dari mempelajari sesuatu yang tidak
dimaksudkan untuk dipelajari.
Tujuan belajar yang dikaitkan dengan perubahan tingkah laku
ini mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. Jelas siapa yang berubah (dalam hal ini adalah pembelajar sendiri,
dan bukan pengajar).
b. Jelas perubahannya, dari tidak bisa sesuatu menjadi bisa sesuatu.
c. Jelas waktunya, yaitu kapan perubahan tingkah laku tersebut
berlangsung dan tercapai.
d. Jelas ukuran perubahannya, yang lazim ditunjukkan secara
kuantitatif.
e. Jelas cara menghukumya, yaitu perubahan tersebut dapat diukur
dengan cara bagaimana.
f. Dirumuskan dengan kata-kata yang kongkrit (observable).
Sebagai contoh, setelah menelaah Bab I, pembelajar dapat
menjelaskan 4 ciri-ciri tingkah laku menyimpang secara lisan. Kata
pertama, pembelajar, menunjukkan dengan jelas siapa yang berubah
tingkah lakunya setelah melakukan aktivitas, dalam hal ini adalah
pembelajar bukan pengajar (unsur pertama). Kata-kata dapat
menjelaskan menunjukkan terdapatnya perubahan tingkah laku pada
61
diri pembelajar: dari tidak bisa menjelaskan menjadi bisa
menjelaskan (unsur kedua). Kata-kata setelah menelaah bab I
menunjukkan waktu perubahan (unsur ketiga). Kata-kata 4 ciri-ciri
tingkah laku menyimpang menunjukkan ukuran perubahan.
Bandingkan misalnya dengan kata-kata: ciri-ciri tingkah laku
menyimpang. Kata-kata ini tidak menunjukkan berapa jumlah ciri
tingkah laku menyimpang (unsur keempat). Kata secara lisan
menunjukkan bagaimana perubahan tingkah laku tersebut diukur.
Sebab, pengukuran terhadap bisa tidaknya seseorang menjelaskan
secara lisan dan secara tertulis. membutuhkan cara pengukuran
tersendiri. Oleh karena itu, bentuk perubahan tingkah laku tesebut
haruslah jelas (unsur kelima). Kata menjelaskan pada rumusan tujuan
menunjukkan bahwa ia dapat diamati secara konkrit. Bandingkan
misaInya dengan kata memahami, mengerti. merasakan, menikmati.
Kata-kata disebutkan terakhir ini tidak dapat diamati (tidak
observable).
Bloom dan kawan-kawan (1956) membuat taksonomi tujuan
belajar yang terkait dengan perubahan tingkah laku ini. Ia
mengkategorisasikan tujuan (bukan memisahkan, karena semestinya
tidak untuk dipisah-dipisahkan) menjadi tiga kawasan, ialah kawasan
tersebut, masing-masing mempunyai sub kawasan masing-masing
yang disusun mulai dari yang sederhana sampai dengan yang
kompleks.
62
Kawasan pertama, cognitive terdiri dari knowledge,
comprehension, applkation, analysis, syntihesis don evaluation.
secara berturut-turut akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Knowledge, dapat diartikan dengan pengetahuan. Sub kawasan
ini mementingkan aspek ingatan. Oleh karena itu, sub kawasan ini
lebih tepat untuk diartikan mengingat terhadap materi-materi
yang pernah dipelajari. Mengingat kembali terhadap fakta-fakta
yang pernah dipelajari, teori-teori yang pernah ditelaah. dalam
kawasan kognitive ini dipandang berada pada tingkat terendah.
b. Comprehension dapat diartikan dengan kemampuan untuk
menangkap pengertian mengenai sesuatu. Pada sub kawasan ini,
seseorang dapat menterjemahkan sesuatu, mengambil kata lain
dari suatu kata atau pengertian, mengambil inti dari suatu bacaaan
dan membuat prakiraan-prakiraan.
c. Applkation lazim diberi makna sebagai suatu kemampuan untuk
menerapkan apa-apa yang pernah dipelajari ke dalam situasi yang
senyatanya. Pada sub kawasan ini, seseorang yang sedang belajar
mampu menerapkan, mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori
dalam situasi praktis.
d. Analysis adalah suatu kentamptian untuk merinci,
menghubungkan, menguraikan rincian dan saling hubungan
antara bagian satu dengan bagian lainnya.
63
e. Synthesis adalah suatu kemamptian untuk menyatukan hal-hal
yang tak menyatu menjadi sebuah kesatuan yang utuh. Dengan
kemampuan synthesis ini sesuatu yang sebelumnya terbelah-belah
terkristal dan kemudian dapat diformulasikan ke dalam forinula
yang tak terbelah.
f. Evaluation adalah suatu kemampuan unluk menentukan baik-
buruk, berharga-tidak berharga, bernilai-tidak bernilai
mengenai suatu hal. Penentuan tersebut didasarkan atas patokan-
patokan yang dilmat pada masa sebelumnya. Kemampuan
mengadakan evaluasi ini termasuk jenis kemampuan yang
tertinggi dalam kawasan kognitive ini.
Kawasan kedua, affective ineliputi empat sub kawasan
berikut: receiving, responding, valuing, organization,
characteristization by a value or value complex. Secara berturut-turut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Receiving atau penerimaan, adalah kemampuan seseorang untuk
menghadirkan kediriannya pada sebuah even atau stimulus-
stimulus yang ia terima. Menghadirkan diri demikian ini,
meskipun dalam tataran rendah. telah dapat meliput kesadaran
seseorang. Hasil belajar pada sub kawasan ini telah memunculkan
sebuah kesadaran yang paling simpel sampai dengan hadimya
perhatian yang terpilih.
64
b. Responding atau pemberian tanggapan. Kemampuan ini relatif
febih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan sub kawasan
receiving. Jika pada sub kawasan receiving seseorang
menghadirkan kediriannya pada sebuah even, maka dalam sub
kawasan responding ini seseorang memberikan tanggapan/
respon/jawaban atas even-even yang ia terima.
c. Valuing atau pemberian nilai. Yang dimaksud dengan pemberian
nilai di sini adalah memberikan harga terhadap suatu fenomena,
benda, kejadian atau even, Sub kawasan ini menjadikan seseorang
bisa menerima nilai tertentu dan menunjukkan komitmennya pada
nilai tertentu. Oleh karena itu, pada sub kawasan ini seseoarang
tampak tingkatan integritasnya: keajegan, integritas.
d. Organization atau pengorganisasian adalah upaya untuk
memadukan berbagai jenis nilai yang berbeda-beda. Dari nilai-
nilai yang berbeda tersebut, kemudian dibangun menjadi suatu
sistem nilai. Ada semacam sintesa nilai-nilai yang beragam,
hingga menjadi suatu kesatuan nilai. Antara nilai satu dengan
yang lain dicoba hubungkan. Bila terdapat konflik di antara nilai-
nilai tersebut dicoba pecahkan.
e. Characterization of value or value complex atau karakterisasi
dengan suatu nilai. Pada sub kawasan ini seseorang mempunyai
sistem nilai yang dapat mengendalikan tingkah lakunya dalam
65
kehidupan hingga dapat membentuk gaya hidup yang khas,
berbeda dengan orang lain. Hasil belajar pada sub kawasan ini
bisa menjadikan seseorang menyesuaikan diri secara personal,
sosial dan emosional.
Kawasan ketiga psycomotor, mencakup tujuh sub kawasan
dari yang tingkatan terendah hingga tingleatan tertinggi. Ke tujuh sub
kawasan ini adalah perception, set, guided respon, mechanism,
complex overt respon, adaptation dan origination. Sub-sub kawasan
ini dapat d1Jelaskan sebagai berikut:
a. Perception atau persepsi. Yang dimaksud dengan persepsi di sini
adalah penggunaan indera untuk memperoleh petunjuk ke arah
motorik. Pada sub kawasan ini, seseorang mengindera stimulus-
stimulus yang berasal dari lingkungannya guna persiapan untu
membimbing aktivitas-aktivitas motoriknya.
b. Set atau kesiapan. Sub kawasan ini meliputi mental set, physkal set
dan emotional set. Pada subleawasan ini, seseorang bersedia
mengambil tindakan-tindakan berdasarkan persepsinya terhadap
stimulus atau fenomena-fenomena yang berasal dari agkungannya.
c. Guided respon atau respon terpimpin. Pada sub kawasan ini
seseorang mulai berada pada proses belajar keterampilan yang
lebib komplek. Pada sub kawasan ini seseorang terlibat dalam
66
proses peniruan yang diperformansikan, selanjumya mencoba
menggunakan tanggapan dalam menangkap suatu motorik.
d. Mechanism atau mekanisme. Pada sub kawasan ini responrespon
yang telah dipelajari oleh seseorang telah berubah menjadi
kebiasaan dan gerakan-gerakan yang ditampilkan, dilakukan
dengan penuh kepercayaan dan kemahiran.
e. Complex over respons atau respon nyata yang kompleks. Pada
sub kawasan ini seseorang yang lagi belajar, melakukan gerakan
dengan mudah disamping mempunyai kontrol yang baik. Kadar
motorik pada sub kawasan ini relatif cukup tinggi. Sebab,
gerakan-gerakan pada sub kawasan ini relatif cepat, cermat
termasuk pada hal-hal yang rumit dan tepat meskipun disertai
dengan energi yang minimal.
f. Adaptation atau penyesuaian. Yang dimaksud dengan
penyesuaian adalah sebuah keterampilan dimana seseorang dapat
mengolah gerakan hingga sesuai dengan tuntutan kondisional dan
situational, termasuk yang problematis sekalipun.
g. Origination atu penciptaan. Sub kawasan ini termasuk paling
tinggi tingkatannya dibandingkan dengan sub kawasan
sebelumnya, oleh karena unsur kreativitas sudah masuk di sini.
Performansi seseorang yang belajar pada sub kawasan ini
67
umumnya ditandai dengan hal-hal yang serba baru, misaInya
membuat pola-pola baru, merancang hal-hal baru.
3.2. Tujuan belajar sebagai pembentukan pemahaman nilai dan
sikap.
a. Tujuan belajar sebagai sasaran pembentukan pemahaman
Tujuan belajar memang merupakan sasaran bagi pembentukan
pemahaman seseorang terhadap hal-hal yang dipelajari. Pemahaman
seseorang terhadap hal-hal yang dipelajari, sebutlah saja dunia
dengan segala isinya, sangatlah penting artinya bagi pembelajar.
Pemahaman pembelajar tehadap dunia dengan segala isinya
tidak saja mendatangkan kepuasan bagi pembelajar, melainkan dapat
menempatkan diri pembelajar pada posisi strategik. la akan
mempunyai peta dimana ia harus menempatkan diri, ia akan
mengetalmi apa yang harus ia pertuat dan apa yang tidak ia perbuat.
Terjadinya bentrokan-bentrokan di dunia, sebenamya
disebabkan kurang adanya saling pemahaman di antara mereka.
MimbuInya saling curiga, juga dapat disebabkan kurang adanva
saling pemahaman. Oleh karena itu terbentuknya pemahaman
pembelajaran terhadap sesuatu yang dipelajari, tidak saja bermanfaat
bagi dirinya sendiri, melainkan bermanfaat juga bagi linkungannya
68
Pemahaman seseorang terhadap orang lain, malahan dapat
menjadikan seseorang melihat orang lain tidak semata dengan
menggunakan perspektif sendiri. la mencoba menangkap seseorang
dengan menggunakan perspektif orang yang dipandang. Dengan cara
pandangan demikian, ia akan mengenal orang yang dipandang
tersebut dalam keadaan yang senyatanya, dan tidak terbatas pada
persepsinya sendiri.
Pemahaman terhadap orang lain, juga menjadikan seseorang
tidak risau, jika melihat orang lain berbeda dengan dirinya. la. juga
sekaligus tidak membuat dirinya agar seperti orang lain, dan
sebaliknya tidak menuntut orang lain agar seperti dirinya. la akan
menjadi dirinya sendiri, dan memahami jika orang lain juga seperti
dirinya.
Singkat kata, pemahaman adalah suatu dasar bagi segala akan
seseorang. Ia memberikan kontribusi yang besar bagi sukses tidaknya
seseorang. Lebih jauh pemahaman menjadikan seseorang saling
mengerti, dan lehih lanjut lagi saling menghargai. Pemahaman
sekaligus mencegah timbuInya saling curiga, dan lebih jauh lagi
mencegah timbuInya saling bentrokan.
b. Tujuan belajar sebagai sasaran pembentukan nilai dan sikap.
69
Setiap masyarakat, masyarakat manapun, pasti menganut
sebuah nilai, Nilai dinlaksud, adakalanya merupakan produk
masyarakat pada kurun waktu yang sejaman dengan mereka.
Malahan, pada masa sekarang ini, nilai-nilai yang dianut oleh sebuah
masyarakat, dapat merupakan kristalisasi dari hasil dialog antara
nilai-nilai yang diwariskan oleh generasi sebelumnya dengan yang
sejaman dengan mereka.
Di era globalisasi seperti saat sekarang, sebagai akibat dari
melesatnya perkembangan teknologi komunikasi, nilai-nilai yang
dianut oleh masyarakat, dapat merupakan kristalisasi hasil dialog
antara nilai-nilai yang selama ini dianut dengan nilai-nilai baru yang
datang dari dunia luar. Oleh karenanya, nilai-nilai yang dianut oleh
masyarakat dewasa ini semakin beragam.
Dalam belajar, ada nilai-nilai tertentu yang harus diupayakan
terbentuk pada diri pembelajar. Nilai-nilai yang dibentukkan pada
diri pembelajar tersebut, tentu nilai-nilai luhur yang secara universal
dianut oleh hampir setiap masyarakat, disamping nilai-nilai luhur
yang spesifik dianut oleh masyarakat dimana pembelajar tersebut
berada.
Nilai-nilai luhur yang hampir dianut oleh setiap masyarakat
secara universal misaInya adalah: kebenaran, kejujuran, keindaban,
kemerdekaan, saling membantu dan memberi manfaat. Sementara
70
nilai-nilai luhur yang dianut oleh masyarakat secara spesifik
khususnya di lingkungan pembelajar banyak ragamnya, seberagam
jumlah pembelajar.
Disamping tujuan belajar terkait dengan pembentukan nilai,
sekaligus juga terkait dengan pembentukan sikap. Terbentuknya
sebuah sikap, lazim juga didasarkan atas sehuah nilai. Meskipun nilai
bukanlah satu-satunya yang menentukan sikap. Berbedanya nilai-
nilai yang dianut oleb seseorang lazim menjadikan penyebab
berbedanya seseorang dalam menyikapi sesuatu. Sebab, nilai-nilai
yang dianut seseorang turut menentukan persepsi seseorang tentang
sesuatu. Pada hal persepsi seseorang terhadap sesuatu lazimnya juga
turut menentukan sikap seseorang terhadap sesuatu.
c. Tujuan belajar sebagai sasaran pembentukan, keterampilan-
keterampilan personil-sosial, kognitif dan instrumental.
Setiap pembelajar, tentu memiliki kekhasan tertentu yang
berbeda dengan pembelajar lain. Oleb karena itu, dalam belaiar
seorang pembelajar haruslah mengembangkan kekhasan-kekhasan
yang dimiliki. Keterampilan personal yang dimiliki. Keterampilan
p.ersonal yang dimiliki oleh pembelajar, haruslah dibentuk dan
dikembangkan secara terus menerus. Dengan cara demikian, maka
71
pembelajar akan berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan ciri
khas atau karakteristik yang ada pada dirinya.
Selain keterampilan-keterampilan personal dibentuk,
keterampilan sosial pembelajar juga perlu dibentuk. Pembentukan
keterampilan sosial demikian tampak urgensinya manakala dilihat
kedudukan pembelajar yang tidak saja sebagai makhluk individu
melainkan juga sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial,
pembelajar haruslah dapat berinteraksi secara baik dengan
lingkungan sosiaInya, sesama manusia. Maka dari itu, pembentukan
keterampilan-keterampilan sosial pada diri pembelajar dimaksudkan
untuk menyiapkan pembelajar agar dapat hergabung dan berinteraksi
secara baik dengan lingkungan sosialnya.
Dengan perkataan lain, jika pembentukan keterampilan
personal dimaksud untuk mengembangkan potensi-potensi bawaan
yang ada pada diri pembelajar, maka keterampilan sosial antara lain
dimaksudkan mengkomunikasikan keterampilan personal yang telah
terbentuk dalam lingkungan sosiaInya.
Pembentukan keterampilan kognitif dimaksudkan agar
pembelajar secara terus-menerus menimba ilmu pengetahuan, tanpa
batas. Keterampilan kognitif pada diri pembelajar menjadikan
pembelajar haus secara terus menerus terhadap ilmu pengetahuan.
Dengan pengembangan yang terus menerus pembelajar tidak akan
72
ketinggalan dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan yang
demikian pesat. Dengan pembentukan keterampilan kognitif ini maka
pembelajar memandang belajar bukan sebagai beban melainkan
menjadi sebuah kebutuhan.
Pembentukan keterampilan instrumental pada diri pembelajar,
mengarahkan pembelajar sadar pada pembangunan yang sedang
digalakkan. Jika keterampilan instrumental ini telah terbentuk pada
diri pembelajar, maka pembelajar punya kesadaran yang sedemikian
dalam terhadap pembangunan yang sedang dilaksanakan. Dengan
demikian ia mengambil bagian secara aktif di dalamnya, dan tidak
sekedar sebagai penonton saja. Kesadaran untuk secara terus menerus
membangun dirinya sendiri dan membangun masyarakat, lingkungan
dan bangsanya adalah sasaran bagi pembentukan keterampilan
instrumental ini.
Keterampilan instrumental ini adalah tindak lanjut konkrit
dari keterampilan-keterampilan yang ingin dibentuk sebelumnya:
keterampilan personal, sosial dan kognitif
3.3. Unsur - unsur dinamis yang terkait di dalam proses belajar
Yang dimaksud dengan unsur-unsur dinamis dalam belajar
adalah unsur-unsur yang dapat berubah dalam proses belajar.
Perubahan unsur-unsur tersebut dapat berupa: dan tidak ada menjadi
ada atau sebaliknya, dari lemah menjadi kuat dan sebaliknya, dari
73
sedikit menjadi banyak dan sebaliknya. Unsur-unsur dinamis tersebut
meliputi: motivasi, bahan belajar, alat bantu belajar, suasana belajar
dan kondisi subjek pembelajar. Berikut ini akan dijelaskan tentang :
1) Motivasi dan upaya memotivasi siswa untuk belajar.
2) Bahan belajar dan upaya penyediaannya.
3) Alat bantu belajar dan upaya penyediaanya.
4) Suasana belajar dan upaya pengembangannya.
5) Kondisi subjek belajar dan upaya penyiapan dan peneguhannya.
1. Motivasi dan Upaya Memotivasi Siswa Untuk Belajar
Motivasi berasal dari kata Inggris motivation yang berarti
dorongan, pengalasan dan motivasi. Kata kerjanya adalah to motivate
yang berarti mendorong, menyebabkan merangsang. Slotive sendiri
berarti alasan, sebab, dan daya penggerak (echols, 1984). Motif
adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong individu
tersebut untuk melakukan aktivitas-aktivitas rertentu guna mencapai
tujuan yang diinginkan (suryabrata, 1984). Secara serupa Winkels
(1987) mengemukakan bahwa motif adalah adanya penggerak dalam
diri seseorang untuk melakukan alstivitas tertentu demi mencapai
suatu tujuan tertentu pula.
Dalam kegiatan belajar mengajar, dikenal adanya motivasi
belajar, yaitu motivasi yang diterapkan dalam kegiatan belajar.
Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri
74
siswa yang menimbulkan kegiatan belajar mengajar. kelangsungan
belajar itu demi mencapai suatu tujuan (Winkels, 1987).
Motivasi belajar memegang peranan penting dalam
memberikan gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar
sehingga yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang
banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar. Siswa yang mempunyai
motivasi tinggi sangat sedikit yang tertinggal belajarnya dan sangat
sedikit pula kesalahan dalam belajarnya (Palardi, 1975).
Secara garis besar motivasi dapat dibedakan menjadi dua
ialah intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah
motivasi yang berasal dari dalam tanpa ada rangsangan dari luar,
sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar.
Ada beberapa ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar
yang tinggi. Ini dapat dikenali melalui proses belajar mengajar di
kelas, sebagaimana dikemukakan Brown (1981) sebagai berikut:
menarik kepada guru, artinya tidak membenci atau bersikap acuh tak
acuh, tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan. mempunyai
antusias yang tinggi seta mengendalikan perhatiannya terutama
kepada guru, ingin selalu bergabung dalam kelompok kelas, ingin
identitas dirinya diakui oleh orang lain, tindakan, kebiasaan, dan
moraInya selalu dalanu kontrol diri, selalu mengingat pelajaran dan
mempelajarinya kembali, dan selalu terkontrol oleh lingkungammya.
75
Sardiman (1986) mengemukakan bahwa ciri-ciri motivasi
yang ada pada diri seseorang adalah: tekun dalam menghadapi tugas
atau dapat bekerja secara terus menerus dalam waktu lama, ulet,
menghadapi kesulitan, dan tidak mudah putus asa, tidak cepat puas
atas prestasi yang diperoleh, menunjukkan minat yang besar terhadap
bermacam-macam masalah belajar, lebih suka bekerja sendiri dan
tidak bergantung kepada orang lain, tidak cepat bosan dengan tugas-
tugas yang rutin, dapat mempertahankan pendapatnya, tidak mudah
melepaskan apa yang diyakini: senang mencari dan memecahkan
masalah.
Beberapa upaya yang dapat ditempuh untuk memotivasi siswa
agar belajar ialah :
a. Kenalkan siswa pada kemampuan yang ada pada dirinya sendiri.
Dengan mengenal kemampuan dirinya, siswa akan tahu kelebihan
dan kekurangannya. Dengan mengetahui kelebihan dirmya, ia
mengukuhkan dan memperkuat kelebihan tersebut. Dengan
mengetabui kekurangan yang ada pada dirinya, siswa akan
berusaha menyempurnakan melalui aktivitas belajar. Di sini siswa
akan timbul motivasi belajarnya.
b. Bantulah siswa untuk merumuskan tujuan belajarnya. Sebab,
dengan merumuskan tujuan belajar ini, siswa akan mendapatkan
jalan yang jelas dalam melaksanakan aktivitas belajar. Siswa juga
76
akan mempunyai target-target belajar, dan ia berusaha untuk
mencapainya.
c. Tunjukkan kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas yang dapat
mengarahkan bagi pencapaian tujuan belajar. Dengan
ditunjukkannya aktivitas-aktvitas yang dapat mencapai tujuan,
siswa tersebut tidak melakukan aktivitas lain yang tidak ada
kaitannya dengan pencapaian tujuan dan target belajar. Dengan
cara demikian waktu dan tenaga siswa dapat secara efektif dan
efisien dipergunakan mencapai target belajarnya.
d. Kenalkanlah siswa dengan hal-hal yang baru. Sebab hal-hal baru
ini dapat "menghidupkan kembali" hastat ingin tahu siswa.
Adanya rasa ingin tahu yang demikian besar, menimbulkan gairah
bagi siswa untu beraktifitas belajar.
e. Buatlah variasi-variasi dalam kegiatan belajar mengajar, supaya
siswa tidak bosan. Sebab, kebosanan pada diri siswa, termasuk
dalam aktivitas belajar, hanya akan memperlemah motivasi saja.
f. Adakan evaluasi terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
siswa. Sebab, evaluasi yang dilakukan terhadap keberhasilan
belajar siswa ini, akan mendorong siswa untuk belajar. karena
ingin dikatakan berhasil belajarnya.
g. Berikan umpan balik terhadap tugas-tugas yang diberikan dan
evaluasi yang telah dilakukan. Dengan adanya umpan balik, siswa
77
akan mengetahui mana aktivitas belajarnya yang benar dan mana
yang kurang benar, mana pekerjaannya yang sesuai dan mana
pekerjaannya yang tidak sesuai.
2. Bahan belajar dan upaya penyediaannya
Bahan belajar sangat penting bagi siswa yang melakukan
aktivitas belajar. Tanpa ada yang dipelajari, kemungkinan siswa bisa
belajar dengan baik. Oleh karena itu, supaya siswa dapat belajar
dengan baik, maka bahan belajar ini harus tersedia.
Yang dimaksud bahan belajar adalah sesuatu yang harus
dipelajari oleh pembelajar dalam melaksanakan aktivitas belajarnya.
Bahan ini, bisa berasal dari guru, bisa berasal dari buku-buku teks,
paper, makalah, artikel, disamping dapat berasal dari lapangan objek
tertentu.
Penyediaan bahan belajar ini sangat bergantung kepada tujuan
belajar, karakteristik siswa, siasat belajar yang harus ditempuh oleh
siswa dan faktor ketersediaaan tidaknya bahan belajar. Jika tujuan
belajar yang ingin ditempuh diaksentuasikan pada penguasaan
pengetahuan, mungkin bahan belajarnya akan lain dengan tujuan
belajar yang diaksentuasikan pada penguasaan konsep-konsep, maka
pertyediaan bahan belajarnya lain sekali dengan tujuan belajar yang
dimaksudkan untuk memperoleh pengalaman langsung.
78
Karakteristik siswa juga mempengaruhi penyediaan bahan
belajar. Pada siswa yang bertipe auditif, mungkin membutuhkan
bahan belajar yang berlainan dengan siswa yang bertipe visual.
Siasat belajar yang harus ditempuh oleh siswa juga
menentukan bahan belajarnya. Siasat belajar dimana guru menjadi
tokoh sentralnya, umumnya gurulah yang menjadi penyedia bahan
belajar. Bahkan dalam siasat belajar semacam ini siswa
menggantungkan bahan belajar yang dipelajari dari ceramah atau
penyampaian yang dilakukan oleh gurunya. Sementara siasat belajar
di mana siswa diharapkan bisa belajar secara mandiri, bahan belajar
tersebut telah disediakan secara utuh sekaligus beserta petunjuk atau
cara mempelajarinya. Pengajaran dengan bahan belajar modul dan
balian belajar buku teks, adalah sekian dari banyak contoh dan siasat
belajar mandiri oleh siswa.
Apapun faktor yang menentukan bahan belajar ini, akhirnya
juga bergantung kepada faktor ketersediaan tidaknya. Mudah
didapatkan tidaknya bahan belajar ini, sangat menentukan
penyediaan baban belajar. Apalagi kalau sulit atau tidak mudah
didapatkan, maka penyediaan bahan belajar ini sangat repot.
Sungguhpun demikian bahan belajar bagi siswa haruslah
diupayakan penyediaannya. Dalam penyediaan bahan belajar ini,
faktor-faktor yang harus menjadi pertimbangan adalah :
79
a. Cukup menarik. Ini patut menjadi peninibangan, agar bahan
belajar tersebut menggugah rasa ingin tahu siswa dan
menimbulkan hasrat belajar. Eka bahannya sendiri tidak menarik,
maka cara penyajiannya yang menaiik. Jadi kalau bahan belajar
tersebut terpaksa tidak menarik, haruslah dikemas dengan
menggunakan kemasan yang menarik.
b. Isinya relefan. Relevan isi ini, lazimnnya dikaitkan dengan tujuan
belajar. Isi bahan belajar haruslah mendukung dan memberi
kontribusi bagi pencapain tujuan belajar. Relevan isi ini, juga
berkaitan dengan faktor kondisional dan situasional siswa.
c. Mempunyai sekuensi yang tepat. Sekuensi atau urutan penyajian
ini sangat penting diperhatikan dalanu penyediaan bahan belajar.
Seharusuya sekuensi bahan ini dari yang sederhana menuju ke
yang kompleks.
d. Informasi yang dibutuhkan ada. Ini sangat penting, agar bahan
belajar yang akan dipelajari tersebut tidak kering,
e. Ada soal latihan. Ini sangat penting, agar siswa dapat menguji diri
sendiri, seberapa banyak !a telah menguasai bahan yang
dipelajari.
f. Ada jawaban kunci untuk soal latihan. Kegunaan kunci jawaban
bagi soal latihan ini adalah siswa dapat mencocokkan hasil-hasil
latihannya dengan kunci.
80
g. Ada tes yang sesuai. Tes yang sesuai ini, tentu bergantung kepada
bahan belajarnya.
h. Terdapat petunjuk untuk mengadakan perbaikan. Baban belajar
harus dilengkapi dengan petunjuk bagaimana siswa harus
memperbaiki belajarnya, jika ada diantara bahan belajar yang
belum terkuasai.
i. Ada petunjuk lanjutan untuk mempelajari bahan selanjumya.
Setelah berhasil menguasai bahan belajar tertentu siswa tidak
akan menungggu petunjuk guru untuk mempelajari bahan
selanjutnya.
3. Alat bantu belajar dan upaya penyediaannya.
Alat bantu belajar termasuk salah satu unsur dinamis dalam
belajar, kesusukannya juga penting, oleh karena dapat membantu
terhadap belajar siswa. Dengan sebuah alat bania bahan belajar yang
abstrak bisa konkrit. Dengan alat bantu bahan belajar yang tidak
menarik bisa menjadi menarik. Dengan alat bantu bahan belajar yang
meragukan dapat diyakinkan karena dapat dibuktikan secara empirik
Alat bantu belajar lazim juga disebut media belajar dan piranti
Belajar, meskipun tidak semua median belajar dapat berfungsi
sebagai alat bantu. Alat bantu belajar ada kalanya dibeli di toko-toko
buku. atau stationary, tetapi adakalanya dibuat sendiri oleh
81
pembelajar bersama-sama dengan gurunya. Pada kasus vang pertama
pembelajar mendapatkan secara given.
Hal-hal yang dapat dijadikan sebagai patokan dalam upaya
menyediakan alat bantu belajar adalah :
a. Jenis kemampuan apa yang ditargetkan untuk dikuasai oleh
pembelajar.
b. Faktor ketersediaan alat bantu tersebut
c. Faktor keterjangkauannya
d. Kepraktisan dan daya tahan alat bantu.
e. Keefektifan dan keefisienan alat bantu
Contoh alat bantu sederhana adalah pena. pensil, papan tulis,
kapur tulis, penggaris, penghapus. Contoh alat bantu yang
penggunaannya membutuhkan keterampilan tertentu adalah skala,
rubrik, jangka, 0HP, video, tape recorder, dan media audiovisual
lainnya. Beherapa upaya penyediaan bahan antara lain adalab:
a. Pembelian, jika mampu
b. Pengajuan kepada pemerintah
c. Permobonan bantuan melalui sponsor
d. Membuat sendiri, jika bisa
e. Menggerakkan dan mengajak para pembelajar untuk menciptakan
dengan memanfaatkan alam sekitar
4. Suasana belajar dan upaya pengembangannya
82
Dalam pandangan tradisional suasana belajar yang kondusif
adalahh jika di dalam sebuah kelas terasa tenang sementara para
siswa bisa mendengarkan apa yang diceramahkan gurunya. Oleh
karena itu, pandangan tradisional tsb, maka kelas yang baik dalam
belajar mengajar adalah kelas yang siswanya duduk dengan tenang,
berdiam diri sambil mendengarkan pengajaran yang dilakukan guru.
Umumnya, siswa tidak berani mengajukan pertanyaan terhadap hal-
hal yang deceermahkan guru, terkecuali guru telah memberikan
kesempatan.
Dalam pandangan sekarang suasana belajar yang kondusif
adalah suasana yang mendukung bagi terciptanya kegiatan belajar.
Yaitu suasana yang interaktif dimana para siswa giat belajar. suasana
yang interaktif belajar di dalamnya, tentu tidak dibatasi ketika
ditunggui oleh gurunya. Pada saat guru sedang menunggui misalkan
saja, siswa tetap aktif dan giat belajar.
Suasana belajar yang kondusif demikian tidak terjadi dengan
sendirinya. la harus dirancang oleh guru melalui sebuah rancangan
pengajaran sebuah suasana belajar dikatakan kondusif manakala :
a. Siswa tekun mengerjakan sesuatu yang semestinya dikerjakan.
b. Siswa aktif berinteraksi tidak saja hanya dengan gurunya
melainkan aktif berinteraksi dengan siswa-siswa yang lain.
83
c. Siswa secara bebas mengerjakan segala hal yang dapat mencapai
tujuan belajarnya.
d. Kreativitas siswa mendapatkan penghargaan yang sepantasnya,
dan bakan sebaliknya.
Agar suasana belajar tersebut kondusif, maka upaya-upaya
yang dapat dilakukan adalah :
a. Buatlah kontak pengajaran dengan para siswa
b. Rancanglah aktivitas belajar siswa
c. Berikan kebebasan kepada siswa untuk mengemukakan
pendapatnya.
d. Buatlah suasana yang demokratis. agar tidak menakutkan bagi
para siswa dalana beraktivitas.
e. Rancanglah ruangan belajar sefleksibel mungkin hingga mudah
dirubah-ubah.
f. Jangan gampang memberikan penghukumn terhadap siswa, lebih-
lebibh jika kepada siswa yang belum tentu bersalah.
g. Hargailah siswa-siswa mencoba cara-cara dan metede-metode
baru
5. Kondisi Subjek Belajar dan Upaya Penyiapan dan
Peneguhannya.
84
Kondisi subjek belajar sebenamya berbeda-beda. Kondisi
subjek belajar yang kelihatannya samapun, manakala diteliti lebib
dalam, akan kelibatan perbedaannya. Oleh karena stu, dalam
kclompok siswa yang homogen pun, sebenamya kalau dilihat lebih
dalam akan tampak heterogenitasnya.
Kondis subjek belajar dapat dibedakan atas hal-hal yang
bersifat lahiriah, dan hal-hal yang bersifat batiniah atau hal-hal yang
bersifat fisik dan hal-hal yang hersifat psikologis. Dari segi lahiriah
atau fisik, subjek belajar bisa berbeda: ukuran tubuhnya, kekuatan
tubuhnya, kesehatan fisiknya, daya tahan fisiknya, kesegaran dan
kebugam jasmaninya. Mereka yang berada pada kondisi lebih,
misalnya lebih besar/tingai. khib kuat lebih sehat lebih tinggi daya
tahannya dan khib segarIbLigar, umumnya tehih mendukung bagi
aktivitas belajarnya dibandingkan dengan mereka yang berada pada
posisi kurang.
Dari segi psikis, kondisi subjek belajar juga berbeda dari segi:
intelegensinya, bakatnya, militansi kerjanya, motivasi instrinsik atau
motivasi berprestasinya, kematangannya aspirasi dan punya, ambisi-
ambisinya.
Mereka yang mempunyai inteligensi tinggi umumnya lebih
gampang berhasilnya dibandingkan yang berintelegensi rendah.
Demikian juga yang mempunyai bakat khusus, yang tinggi militansi
85
kerjanya, yang tinggi motivasi intrinsiknya, yang besar ambisinya,
dan yang lebih stabil emosinya.
Oleh karena beragamnya kondisi subjek belajar tersebut, dan
tidak senuttiasa menetapnya kondisi belajar tersebut, maka hs ada
upaya-upaya unruk menyiapkan mereka dan sekaligus
meneguhkannya. Dengan penyiapan yang terancang dan dengan
upaya-upaya peneguhan diharapkan mendukung aktivitas belajar.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan kondisi
objek belajar khususnya dari segi fisiknya adalah:
a. Memenuhi subjek belajar dengan gizi dan nutrisi-nutrisi yang
diperlukan.
b. Penyegaran fisik subjek belajar dengan olahraga atau latihan-
latihan fisik seperti senam.
c. Memeriksakan tubuh subjek belajar secara teratax kepada dokter
agar dapat dicegah timbulnya penyakit yang memungkinkan
terganggunya belajar mengajar.
Sementara itu, upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk
mempersiapkan psikis subjek belajar adalah :
a. Memperkenalkan dengan lingkungan belajar yang mangkin baru
bagi mereka.
b. Memelihara keseimbangan emosi mereka, agar secara psikologis
mereka merasa aman.
86
c. Mengasah kondisi psikis mereka dengan latihan-latihan.
d. Menerima mereka apa adanya dengan segala kelebihan dan
kekurangannya sehingga subjek belajar tidak merasa tertolak oleh
lingkungunya.
4. PENGERTIAN DAN CIRI - CIRI PEMBELAJARAN.
4.1. Pengertian pembelajaran yang ditarik dari pengertian
populer
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan
prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.
Manusia terlibat dalam sistim pengajaran terdiri dari: siswa, guru dan
tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material meliputi
buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografl, slide, dan film audio
dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruang kelas,
perlengkapan audio visual juga komputer. Prosedur meliputi jadwal
dan metode penyampaian informasi, praktek, belajar, ujian dan
sebagainya.
Rumusan tersebut tidak terbatas dalam ruang saja. Sistim
pembelajaran dapat dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar
di kelas, atau di sekolah, karena diwamai dengan organisasi dan
87
interaksi antara berbagai komponen yang saling berkaitan untuk
pembelajaran peserta didik.
4.2. Pengertian pembelajaran yang ditarik dari pengertian
belajar menurut abli psikologi.
Istilah belajar dan mengajar adalah dua peristiwa yang
berbeda tetapi terdapat hubungan yang erat, bahkan terjadi kaitan dan
interaksi saling mempengaruhi dan saling menunjang satu sama lain.
Banyak ahli yang telah merumuskan pengertian mengajar
berdasarkan pandangannya masing-masing. Perumusan dan tinjauan
itu masing-masing memiliki kebaikan dan kelemahan. berbagai
rumusan yang ada pada dasarnya berlandaskan pada teori tertentu.
a. Mengajar adalah upaya menyampaikan pengetahuan kepada
peseta didik/siswa di sekolah.
Rumusan ini sesuai dengan pendapat dalam teori pendidikan
yang mementingkan mata ajaran yang harus dipelajari oleh peserta
didik. Dalam rumusan ini terkandung konsep-konsep sebagai berikut:
1. Pembelajaran merupakan persiapan di masa depan
Masa depan kehidupan anak ditentukan oleb orang tua. Mereka
dianggap paling mengetahui apa dan bagaimana kehidupan itu.
Itu sebabnya, orang tua berkewajiban menentukan akan dijadikan
88
apa peserta didik. Sekolah berfungsi mempersiapkan mereka agar
mampu hidup dalam masyarakat yang akan datang.
2. Pembelajaran merupakan proses penyampaian pengetahuan
Penyampaian pengetahuan dilaksanakan dengan menggunakan
metode imposisi, dengan cara menuangkan pengetahuan kepada
siswa. Umumnya guru menggunakan metode "formal step" dari J.
Herbart berdasarkan asas asosiasi dan reproduksi atas
tanggapan/kesan. Cara penyampaian pengetahuan tersebut
berdasarkan ajaran dalann psikologi asosiasi.
3. Tinjauan utama pembelajaran ialah penguasaan pengetahuan.
Pengetahuan sangat penting bagi manusia. Barang siapa
menguasai pengetahuan, maka dia dapat berkuasa.: “knowledge is
power". Pengetalman bersumber dari perangkat mata ajaran yang
disampaikan di sekolah. Para pakar yang mendukung teori ini
berpendapat bahwa mata ajaran berasal dari pengalaman-
pengalaman orang tua, masa lampau yang berlangsung sepanjang
kehidupan manusia. Pengalaman-pengalaman itu diselidiki,
disusun secara sistematis dan logis, sehingga tercipta yang kita
sebut mata ajaran (H. Alberty 1953). Mata ajaran itu diuraikan,
disusun dan dimuat dalam buku pelajaran dan berbagai referensi
lainnya.
89
4. Guru dipandang sebagai orang yang sangat berkuasa.
Peranan guru sangat dominan. Dia menentukan segala hal yang
dianggap tepat untuk disajikan kepada para siswanva. Guru
dipandang sebagai orang yang serba mengetahui, berarti guru
adalah yang paling pandai. Dia mempersiapkim tugas-tugas
memberikan latihan-latihan dan menentukan peraturan kemajuan
tiap siswa.
5. Siswa selalu bersikap dan betindak pasif
Siswa dianggap sebagai tong kosong, belum mengetahui apa-apa.
Dia hanya menerima apa yang diberikan okh gurunya. Siswa
bersikap sebagai pendengar, pengikut, pelaksana tugas.
Kebutuhan, minat. tujuan, abilitas dan lain-lain yang dimiliki oleh
siswa diabaikan dan tidak mendapat perhatian guru.
6. Kegiatan pembelajaran hanya berlangsung dalam kelas.
Pembelajaran dilaksanakan dalam batas-batas ruang kelas saja,
sedangkan pembelajaran di luar kelas tak pernah dilakukan.
Tembok sekolah menjadi benteng yang kuat yang membatasi
hubungan-hubungan dengan kehidupan masyarakat. Para siswa
duduk pada bangku yang berdiri kokoh, tak bisa dipindah-
pindahkan. Mereka duduk dengan rapi dan kaku secara rutin
setiap hari. Ruangan kelas dipandang sebagai ruang penyelamat,
90
ruang memberi kehidupan. Belajar dalam batas-batas ruangan itu
adalah yang paling baik.
Wrighstone, berkata sebagai berikut :
........... the immediate implications of the older principles when they
are applied to the classroom:
1) The classroom is a restrkted from of social life, and Aildren's
experiences are limited there in to academk lessons.
2) The qukkest an most through method of leaming lessons is to
allot a certain portion of the school day it instruction in separate
subjects.
3) Children's interests whkh do not confrom to the set currkulum
should be the regarded.
4) The real objectives of classroom instruction, consist to a belajar
degree in the aguisition of the content matter of each subject.
5) Teaching the conventional subjects is the wisest method of
achieving social progress (J. Wayner Wrighstone, 1935).
b. Mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi
muda melalui lembaga pendidikan sekolah.
91
Rumusan ini bersifat lebih umum bila dibandinglean dengan
rumusan pertama, namun antara keduanya memiliki pola pikiran
yang seirama. Implikasi dari rumusan ini adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran bertujuan membentuk manusia berbudaya.
Peserta didik hidup dalam pola kebudayaan masyarakatnya.
Manusia berbudaya adalah manusia yang mampu hidup dalam
pola tersebut. Peserta didik diajar agar memiliki kemainpuan dan
kepribadian sesuai dengan kehidupan budaya masyarakat itu.
2. Pembelajaran berarti suatu proses pewarisan.
Para siswa dipandang sebagai keturunan orang tua dan orang tua
adalah keturunan neneknya dan seterusnya, demikian terus terjadi
proses turun temurun. Dengan sendirmya apa yang dimiliki oleh
nenek moyang pada masa lampau itu harus diwariskan kepada
keturunan berikumya. Upaya pewarisan itu dilakukan metalui
berbagai prosedur: pengajaran, media hubungan pribadi dan
sebagainya. Bila dilakukan melalui pengajaran, maka proses yang
telah dikemukakan dalam proses perumusan pertama berlaku dan
dilaksanakan dengan teknik yang sama.
3. Bahan pembelajaran bersumber dari kebudayaan.
Yang termasuk kebudayaan adalah kebiasaan orang berpikir dan
berbuat seperti: kehidupan keluarga, cara menyediakan makanan,
92
bahasa, pemerintahan, ukuran moral, kepereayaan agama, dan
bentuk-bentuk ekspresi seni. Kebudayaan merupakan kumpulan
daripada warisan sosial dalam masyarakat. Berdasarkan pada
pengertian mi, kebudayaan itu bersifat non material., dan bersifat
abstrak, ada dalam jiwa dan kepribadian manusia. Benda-benda
bersifat material sesungguhnya adalah hasil dari keterampilan
manusia (Worcester, 1969).
Kebudayaan dan hasil kebudayaan diwariskan kepada siswa yang
umumnya berupa benda-benda dan non benda, tertulis dan lisan,
dan berbagai bentuk tingkah laku norma dan lain-lain.
4. Siswa sebagai generasi muda ahli waris kebudayaan
Generasi muda berfungsi sebagai generasi penerus. Mereka perlu
dipersiapkan sedemikian rupa agar benar-benar siap melanjutkan
hasil yang telah dicapai oleh generasi yang ada sekarang.
Kebudayaan yang diwariskan kepada mereka harus dikuasai dan
dikembangkan, sehingga mereka menjadi warga masyarakat yang
lebih berbudaya. Dalam hal ini, diakui bahwa anak sedang berada
dalam tahap perkembangan dan menuju ketingkatan yang lebih
dewasa, dalam arti, menjadi manusia yang berbudaya. Mereka
harus mampu memanfaatkan teknologi, sebagai aspek dari
kebudayaan, untuk kehidupannya. serta mampu mengadakan
93
penemuan-penemuan baru, mengembangkan kebudayaan yang
telah ada.
c. Pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk
menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik.
Rumusan ini dianggap lebih maju dibandingkan dengan
rumusan terdahulu, sehab lebih menitik beratkan pada unsur peserta
didik, lingkungan, dan proses belajar. Perumusan ini sejalan dengan
pendapat dari Me. Donald, yang mengemukakan sebagai berikut:
“educational, in the sense used here, is a process or an activity
whkh is directed at producing desirable changes in the
behavior of human beings (Me. Donal, 1959)
artinya :
Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang bertujuan
menghasilkan perubahan tingkah laku manusia.
Implikasi dari pengertian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan bertujuan mengembangkan atau mengubah tingkah
aku peserta didik
Pribadi adalah suatu sistem yang bersifat unik, terintegrasi dan
terorganisasi yang meliputi semua jenis tingkah laku individu.
Pada hakikatnya pribadi tidak lain daripada tingkah laku itu
94
sendiri. Kepribadian mempunyai ciri-ciri: (1). Berkembang secara
berkelanjutan sepanjang hidup manusia, (2). Pola organisasi
kepribadian berbeda-beda untuk setiap orang dan bersifat unik,
(3). Kepribadian hersifat dinamis, terus berubah meialui cara-cara
tertentu. Tingkah laku manusia memiliki dua aspek, yakni: (1).
Aspek objektif, yang bersifat struktural, yakni aspek jasmaniah,
(2). Aspek subjektif, yang besifat fungsional, yakni aspek
rohaniah.
2. Kegiatan pembelajaran berupa pengorganisasian lingkungan
Perkembangan tingkah laku seseorang adalah berkat pengaruh
dari lingkungan. Lingkungan kita artikan secara luas, yang terdiri
dari lingkungna alam dan lingkungan sosial. Lingkungan sosial
sering lebih berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang.
Melalui interaksi antara individu dan lingkunganya, maka siswa
memperoleh pengalaman, yang pada gilirannya berpengaruh
terhadap perkembangan tingkah lakunya. Hal ini sesuai dengan
pendapat bahwa pendidikan adalah suatu proses sosialisasi di
mana anak didik disiapkan sesuai dengan norma-norma yang
berlaku dalam masyarakat sekitamya.
Sekolah berfungsi menyediakan lingkungan yang dibutuhkan
bagi perkembangan tingkah laku siswa, antara lain menyiapkan
95
program belajar, bahan belajar, metode mengajar, alat mengajar
dan lain-lain. Selain dari itu, pribadi guru sendiri, suasana kelas,
kelompok siswa, lingkungan di luar sekolah, semua menjadi
lingkungan belajar yang bermakna bagi perkembangan siswa.
3. Peserta didik sebagai suatu organisme yang hidup.
Peserta didik memiliki berbagai potensi yang siap untuk
berkembang, misalnya, kebutuhan, minat, tujuan, abilitas,
intelegensi, emosi dan lain-lain. Tiap individu peserta didik
mampu berkembang menurut pola dan caranya sendiri. Mereka
dapat melakukan berbagai aktivitas dan mengadakan interaksi
dengan lingkungannya.
Aktivitas belajar sesungguhnya bersumber dari dalam diri
peserta didik. Guru berkewajiban menyediakan lingkungan yang
serasi agar aktivitas itu menuju ke arah tujuan yang diinginkan.
Dalam hal ini guru bertindak sebagai organisator belajar bagi
siswa yang potensial itu, sehingga tercapai tujuan pembelajaran
secara optimal.
d. Pembelajaran adalah upaya mempersiapkan peserta didik
untuk menjadi warga masyarakat yang baik.
96
Rumusan ini didukung oleh para pakar yang menganut
pandangan bahwa pendidikan itu berorientasi kepada kebutuhan
tuntutan masyarakat. Implikasi dari rumusan/pengertian ini,adalah
sebagai berikut:
1. Tujuan pembelajaran
Pembentukan warga negara yang baik adalah warga negara
yang dapat bekerja di masyarakat. Seorang warga negara yang
baik bukan menjadi konsumen, tetapi yang lebih penting ialah
menjadi seorang produsen. Untuk menjadi seorang produsen,
maka dia barus memiliki keterampilan berbuat dan bekerja,
menghasilkan barang-barang dan benda kebutuhan masyarakat.
Motto yang dikemukakan: "benign habitat for good living",
artinya seorang warga negara yang baik bila dapat
menyumbangkan dirinya kepada kebidupan yang baik.
2. Pembelajaran berlangsung dalam suasanan kerja.
Program pembelajaran diselenggarakan dalam suasana kerja.
dimana para siswa mendapat latihan dan pengalaman praktis.
Karena itu, suasana yang diperlukan adalah suasana yang aktual,
seperti dalam keadaan sesungguhnya. Para siswa mengerjakan
97
hal-hal menarik minatnya dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
3. Peserta didik/siswa sebagai calon warga negara yang memiliki
potensi untuk bekerja.
Siswa memiliki bermacam kemampuan, minat, dan
Kebutuhan, antara lain kebutuhan ingin berdiri sendiri, ingin
punya pekerjaan. Siswa tidak menginginkan berdiam dengan
pasif, semua ingin melakukan kegiatan, bermain, atau bekerja.
Energi mereka miliki perlu mendapat penyaluran sebagaimana
mestinya. Jikalau energi itu tidak disalurkan, maka dapat
menyebabkan tingkah laku yang tidak diharapkan, Perumusan
atas kebutuhan itu, pengembangan minat dan sikap, penyaluran
energi yang berlebihan sebaiknya dilakukan dengan cara
menyediakan kesempatan bekerja, mencari pengalaman yang
praktis, dan memupuk keterampilan jasmaniah-rohaniah. Dengan
berkembang kemampuan kerja, maka tuntutan dan harapan
masyarakat dapat dipenuhi. Pada dasamya tidak ada masyarakat
yang menginginkan anak-anaknya menjadi barisan penganggur.
4. Guru sebagai pimpinan don pembimbing bengkel kerja.
98
Sesuai dengan tujuan tersebut, sekolah merupakan suatu
ruang workshop dan oleh karenanya guru harus mampu
memimpin dan membimbing siswa belajar bekerja dalam bengkel
sekolah. Guru-guru harus menguasai program keterampilan
khusus dan menguasai strategi pembelajaran keterampilan, serta
menyediakan proyek-proyek kerja yang menciptakan berbagai
kesibukan yang bermakna. Dalam hal mi, peranan guru dalam
sekolah komprehensif adalah sangat penting.
e. Pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa
menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.
Pandangan ini didukung oleh para pakar yang berorientasi
pada kehidupan masyarakat. Sekolah dari masyarakat adalah suatu
integrasi. Pendidikan adalah di sini dan sekarang ini (G.E. Olson,
1945). Implikasi dari pengertian ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan pembelajaran ialah mempersiapkan siswa untuk hidup
dalam masyarakat.
Sekolah berfungsi menyiapkan siswa untuk menghadapi
berbagai masalah dalam kehidupan, mereka bukan dipersiapkan
untuk menghadapi masa depan yang masih jauh, 10 atau 20 tahun
ke depan, melainkan untuk memecahkan masalah seharihari
dalam lingkungannya, di rumah dan di masyarakat.
99
2. Kegiatan pembelajaran berlangsung dalam hubungan sekolah
don masyarakat.
Masyarakat diartikan sebagai laboratorium belajar yang paling
besar. Sumber-sumber masyarakat tak pernah habis sebagai
sumber belajar. Prosedur penyelenggaraan ialah dengan
membawa siswa ke dalam masyarakat dengan karyawisata,
survei, berkemah dan lain-lain, atau dengan cara membawa
masyarakat ke dalam sekolah sebagai nara sumber. Dengan
demikian, masyarakat akan memberikan sumbangan yang besar
terhadap pendidikan anak, dan sebaliknya, sekolah akan
memberikan bantuan dalam memecahkan masalah-masalah dalam
masyarakat. Sekolah juga berfungsi turut memperbaiki kehidupan
masyarakat sekitamya.
3. Siswa belajar secara aktif.
Siswa bukan saja aktif belajar di laboratorium sekolah,
mencari pengalaman kerja dalam berbagai lapangan kehidupan, -
tapi juga aktif bekerja langsung di masyarakat. Dengan cara ini.
semua potensi yang mereka miliki menjadi hidup dan
berkembang. Siswa turut merencanakan, berdiskusi, meninjau.
membuat laporan, dan lain-lain, sehingga perkembangan
pribadinya selaras dengan kondisi lingkungan masyarakatnya.
4. Guru bertugas sebagai komunikator
100
Guru juga bertugas sebagai penghubung antara sekolah dan
masyarakat. Guru mempersiapkan rencana awal pembelajaran,
kemudian menyusun rencana lengkap bersama para siswa sebagai
persiapan melaksanakan di lapangan. Guru harus mengenal
dengan baik keadaan masyarakat sekitamya, supaya dapat
menyusun proyek kerja bagi para siswa. Kelas -ialu melakukan
inventarisasi masalah-masalah yang muncul jalam masyarakat,
kemudian diupayakan pemecahannya. Pranan sebagai
komunikator, bukan saja memerlukan pengetahuan dalam bidang
pendidikan dan apresiasi, namun diperlukan pula keterampilan
berintegrasi dan bekeda sama dengan masyarakat.
Berdasarkan teori-teori tersebut semakin jelaslah bahwa
kegiatan dan proses pembelajaran itu sangat kompleks.
Pandangan-pandangan yang telah dibahas itu, akan menjadi lebih
jelas setelah mempelajari uraian-uraian berikumya.
4.3 CIRI-CIRI PEMBELAJARAN
Ada tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem
pembelajaran, antara lain adalah:
1. Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur, yang
merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran, dalam suatu
rencana khusus.
101
2. Kesaling tergantungan (interdependence), antara unsur-unsur
sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu kescluruhan. Tiap
unsur bersifat essensial, dan memberikan sumbangannya kepada
sistem pembelajaran.
3. Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang
hendak dicapai. Ciri ini menjadi dasar perbedaan antara sistem
yang dibuat oleh manusia dan sistem yang alami (natural). Sistem
yang dibual oleh manusia, seperti: sistem transportasi, sistem
komunikasi, sistem pemerintahan, semuanya memiliki tujuan.
Sistim alami (natural) seperti sistem ekologi, sistem kehidupan
hewan, memiliki unsur-unsur yang saling ketergantungan satu
sama lain, disusun sesuai dengan rencana tertentu, tetapi tidak
mempunyai tujuan tertentu. Tujuan sistem menuntun proses
merancang sistem. Tujuan sistem pembelajaran agar siswa
belajar. Tugas seorang perancang sistem ialah mengorganisasi
tenaga. material, dan prosedur, agar siswa belajar secara efisien
dan efektif. Dengan proses mendisain sistem pembelajaran si
perancang membuat rancangan untuk memberikan kemudahan
dalam upaya mencapai tujuan sistem pembelajaran tersebut.
5. TUJUAN DAN UNSUR-UNSUR DINAMIS
PEMBELMARAN.
102
5.1. Tujuan pembelajaran yang menunjang tercapainya tujuan
belajar.
Pembelajaran dimaksudkan terciptanya suasana sehingga
siswaa belajar. Tujuan pembelajaran haruslah menunjang dan dalam
tercapainya tujuan belajar.
Dahulu, ketika pembelajaran dimaksudkan sebagai kadar
penyampaian ilmu pengetahuan, pembelajaran tak terkait dengan
blajar. termasuk tujuannya. Sebab, jika guru telah menyampaikan
ilmu pengetahuan. tercapailah maksud atau tujuan pembelajaran
tersebut.
Pembelajaran model dahulu itu, memang tidak dicoba
terkaitkan dengan belajar itu sendiri. Pembelajaran lebih onsentrasi
pada kegiatan guru dan tidak terkonsentrasi pada kegiatan siswa.
Jika pada masa sekarang ini pembelajaran dicoba terkaitkan
dengan belajar, maka dalam merancang aktivitas pembelajaran, guru
harus belajar dari aktivitas belajar siswa. Aktivitas belajar siswa
harus dijadikan titik tolak dalam merancang pembelajaran.
Implikasi dari adanya keterkaitan antara kegiatan
pembelajaran dan kegiatan belajar siswa tersebut adalah usunnya
tujuan pembelajaran yang dapat menunjang apainya tujuan belajar.
Muatan-muatan yang termaktub dalam tujuan belajar, haruslah
termaktub juga dalam tujuan pembelajaran.
103
Contoh kongkiit tujuan pembelajaran yang kongruen dengan
tujuan belajar adalah sebagai berikut :
Tujuan Belajar Tujuan Pembelajaran
Setelah menelaah teks butir-butir
pertama pancasila siswa dapat
menjelaskan kaitan antara butir
pertama dengan butir kedua secara
benar dengan menggunakan kata-kata
sendiri.
Setelah siswa dibelajarkan dengan cara
menelaah teks butir pertama pancasila
siswa dapat menjelaskan kaitan antara
butir pertama dengan butir kedua
secara benar dengan menggunakan
kata-kata sendiri.
Setelah mengamati berbagai tumbuh-
tunibuhan di kebun percobaan sekolah,
siswa dapat membedakan antara
tumbuhtumbuhan yang berkeping satu
dan yang berkeping dua. Setelah
dibelajarkan dengan cara mengamati
tumbuh-tumbuhan di kebun percobaan
sekolah, siswa dapat menibedakan
tumbuh-tumbuhan yang berkeping satu
dengan tumbuhan berkeping dua.
Setelah siswa dibelajarkan dengan cara
menclaah teks butir pertama pancasila,
siswa dapat menjelaskan kaitan antara
butir portama dengan butir kedua
secara benar dengan menggunakan
kata-kata yang ada pada teks Setelah
mengamati berbagai tumbuh-tumbuhan
di kebun percobaan sekolah, siswa
dapat membedakan antara tumbuh-
tumbuhan yang berkeping satu dengan
yang berkeping dua.
104
Setelah dibelajarkan dengan cara
membaca buku teks dan berdiskusi
dengan teman-temannya siswa dapat
membedakan tumbuh-tumbuhan yang
berkeping satu dengan yang berkeping
dua.
Setelah menelaah teks butir-butir
pertama pancasila siswa dapat
menjelaskan kaitan antara butir
pertama dengan butir kedua secara
benar dengan menggunakan kata-kata
sendiri
Setelah menelaah teks butir-butir
pertama pancasila, siswa dapat
menjelaskan kaitan antara butir
pertama dengan butir kedua secara
benar dengan menggunakan kata-kata
sendiri.
Setelah siswa dibelajarkan dengan cara
menelaah teks butir pertama pancasila,
siswa dapat menjelaskan kaitan antara
butir pertama dengan butir kedua
secara benar dengan menggunakan
kata-kata yang ada pada teks
Dari contoh yang disebutkan tersebut sangatlah jelas, bahwa
tujuan pembelajaran yang kongruen dengan tujuan belajar siswa
adalah :
1. Punya kesamaan tercapainya tujuan dari segi waktu, yaitu setelah
siswa belajar dan atau dibelajarkan.
2. Punya kesamaan tercapainya tujuan dari segi substansinya, aitu
siswa bisa "apa" setelah belajar dan atau dibelajarkan.
3. Punya kesamaan tercapainya tujuan dari segi cara mencapainya.
4. Punya kesamaan takaran dalam pencapaian tujuan.
105
5. Punya kesamaan dari segi pusat kegiatan, yaitu sama-sama berada
pada diri siswa.
Agar tujuan pembelajaran yang kongruen dengan tujuan
belajar tersebut jelas, berikut disajikan contoh tujuan pembelajaran
yang tidak kongruen dengan tujuan belajar :
Contoh yang disebutkan tersebut, jelas menunjukkan tidak
kongruen antara tujuan pembelajaran dengan tujuan belajar. Oleh
karena itu tujuan pembelajaran demikian ini tidak menunjang
pencapaian tujuan belajar. Ada perbedaan titik tekan antara tujuan
belajar dengan tujuan pembelajaran. Pada contoh pertama dan kedua.
substansi tujuan belajar telah dikacaukan oleh substansi tujuan
pembelajaran. Sedangkan pada contoh ketiga dan keempat. tujuan
belajar telah dikacaukan oleh tujuan pembelajaran dari segi cara
penyampaiannya.
5.2. Unsur-unsur dinamis pembelajaran kongruen dalam proses
belajar siswa/mahasiswa
a. Motivasi belajar menuntut sikap tanggap dari pihak guru serta
kemampuan untuk mendorong motivasi dengan berbagai upaya
pembelajaran. Ada beberapa prinsip yang dapat digunakan oleh
guru dalam rangka memotivasi siswa agar belajar, ialah:
106
1. Prinsip kebermaknaan, siswa termotivasi untuk mempelajari
hal-hal yang bermakna bagi dirinya,
2. Prasyarat, siswa lebih suka mempelajari sesuatu yang baru
jika dia memiliki pengalaman prasyarat (prerckuisit).
3. Model, siswa lebih suka memperoleh tingkah laku baru bila
disajikan dengan suatu model perilaku yang dapat diamati dan
ditim.
4. Komunikasi terbuka, siswa lebih suka belajar bila penyajian
ditata agar supaya pesan-pesan guru terbuka terhadap
pendapat siswa.
5. Daya tarik, siswa lebih suka belajar bila perhatiannya tertarik
oleh penyajian yang menyenangkan/menarik.
6. Aktif dan latihan, siswa lebih senang belajar bila dia dapat
berperan aktif dalam latihan/praktik dalam upaya mencapai
tujuan pembelajaran
7. Latihan yang terbagi, siswa lebih suka belajar bila latihan-
latihan dilaksanakan dalamjangka waktu yang pendek.
8. Tekanan instruksional, siswa lebih suka belajar terus bila
kondisi pembelajaran menyenangkan baginya.
9. Keadaan yang menyenangkan, siswa lebih suka belajar terus
bila kondisi-kondisi pembelajaran menyenangkan bagmya.
b. Sumber-sumber yang digunakan sebagai bahan belajar terdapat
pada:
107
1. Buku pelajaran yang sengaja disiapkan dan berkenan dengan
mata ajaran tertentu. Bahan-bahan tersebut dapat berupa
sumber pokok dan sumber pelengkap. Pemilihim buku-buku
sumber telah ditetapkan dalam pedoman kurikulum dan
berdasarkan pilihan guru berdasarkan pertimbangan tertentu.
Buku-buku tersebut mungkin telah tersedia di perpustakaan
sekolah, atau harus dibeli di pasaran buku.
2. Pribadi guru sendiri pada dasamya merupakan sumber tak
tertulis dan sangat penting serta sangat kaya dan luas, yang
perlu dimanfaatkan secara maksimal. Itu sebabnya, guru
senantiasa diminta agar terus belajar untuk memperkaya dan
memperluas serta mendalami ilmu pengetalman, sehingga
pada waktunya dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan
belajar yang berdaya guna bagi kepentingan proses belajar
siswa.
3. Sumber masyarakat, juga merupakan sumber yang paling
kaya bagi bahan belajar siswa. Hal-hal yang tidak tertulis
dalam buku dan belum terkuasai oleh guru, ternyata ada
dalam, masyarakat berupa objek, kejadian dan peninggalan
sejarah. Hal-hal tersebut dapat digunakan sebagai bahan
belajar. Untuk itu, guru perlu menyiapkan program
pembelajaran dalam upaya memanfaatkan masyarakat sebagai
sumber bahan belajar bagi siswanya.
108
c. Pengadaan alat-alat bantu belajar dilakukan oleh guru, siswa
sendiri dan bantuan orang ma. Namun, harus dipertimbangkan
kesesuaian alat bantu belajar itu dengan tujuan belajar,
kemampuan siswa sendiri, bahan yang dipelajari, dan
ketersediaannya di sekolah. Prinsip kesesuaian ini perlu
diperhatikan karena sering terjadi pemilihan dan penggunaan
suatu alat bantu belajar ternyata tidak cocok untuk pengajaran dan
ternyata tidak banyak pengaruhya terhadap keberhasilan belajar
siswa. Prosedur yang harus ditempuh adalah:
1. Memilih dan menggunakan alat bantuan yang tersedia di
sekolah sesuai dengan rencana pembelajaran.
2. Siswa memilih dan membuat sendiri alat bantu yang
diperlukan, berdasarkan petunjuk dan bantuan guru.
3. Membeli di pasaran bebas scandamya alat yang diperlukan itu
ada di pasaran dan cocok dengan kegiatan belajar yang akan
ditakukan.
d. Untuk menjamin dan membina suasana belajar yang efektif. guru
dan siswa dapat melakukan beberapa upaya sebapi berikut:
1. Sikap guru sendiri terhadap pembelajaran di kelas. Guru
diharapkan bersikap menunjang, membantu, adil, dan terbuka
dalam kelas. Sikap-sikap tersebut pada gilirannya akan
menciptakan suasana yang menyenangkan dan
109
menggairahkan serta menciptakan antusiasme terhadap
pelajaran yang sedang diberikan.
2. Perlu adanya kesadaran yang tinggi di kalangan siswa untuk
membina disiplin dan tata tertib yang baik di dalam kelas.
Suasana yang disiplin ini juga ditentukan oleh perilaku guru,
kemampuan guru memberikan pengajaran. serta suasana
dalam diri siswa sendiri.
3. Guru dan siswa berupaya menciptakan hubungan dan
kerjasama yang serasi, selaras dan seimbang dalam kela. yang
dijiwai oleh rasa kekeluargaan dan kebersamaan rasa
tenggang rasa dan tanggung jawab untuk kepentingan
bersama ternyata lebih efektif dibandingkan dengan suasana
dengan persaingan, berusaha untuk kopentingan sendiri, dan
pergaulan guru siswa yang renggang dan kaku.
e. Subjek belajar yang berada dalam kondisi kurang mantap perlu
diberikan binaan. Pembinaan kesehatan, penyesuaian bahan
belajar dengan tingkat kecerdasan siswa, memperhatikan kesiapan
belajar yang tepat waktunya, penyesuaian bahan, belajar dengan
kemampuan dan bakatnya, dan memberikan pengalaman-
pengalaman perekuisit, semua kondisi itu perlu terus dikontrol
oleh guru. Sediakan waktu yang khusus untuk mengenal dan
mengetahui dengan seksama semua kondisi subjek belajar. Bila
110
diketahui terdapat ketidak seimbangan dan gangguan pada
kondisi mereka, maka guru perlu segera melakukan upaya untuk
memperbaiki dan meningkatkannya.
5.3. Unsur-unsur dinamis pembelajaran pada diri guru.
a. Motivasi untuk membelajarkan siswa.
Guru harus memiliki motivasi untuk membelajarkan siswa.
Motivasi itu sebaiknya timbul dari kesadaran yang tinggi untuk
mendidik peserta didik menjadi warga negara yang bak. Jadi guru
memiliki hasrat untuk menyiapkan siswa menjadi pribadi yang
memiliki pengetahuan dan kemampuan tertentu. Namun, diakui
bahwa motivasi pembelajaran itu sering timbul karena insentif
yang diberikan, sehingga guru melaksanakan tugasnya sebaik
mungkin. Kedua jenis motivasi itu diperlukan untuk
membelajarkan siswa.
b. Kondisi guru siap membelajarkan siswa.
Guru perlu memiliki kemampuan dan proses pembelajaran,
disamping kemampuan kepribadian dan kemampuan
kemasyarakatan. Kemampuan dalam proses pembelajaran sering
disebut kemampuan profesional. Guru perlu berupaya
111
meningkatkan kemampuan-kemampuan tersebut agar senantiasa
berada dalam kondisi siap untuk membelajarkan siswa.
112
BAB II
PRINSIP BELAJAR DAN APLIKASINYA
2.1. PRINSIP-PRINSIP BELAJAR YANG TERKAIT DENGAN
PROSES BELAJAR
Banyak teori dan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan
oleh para ahli yang satu dengan yang lain memiliki persamaan dan
perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa
prinsip yamg relatif berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai
dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu
meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru dalam apaya
meningkatkan mengajarnya. Prinsip-prinsip itu berkaitan dengan
perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan
langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan
penguatan. serta perbedaan individual.
2.1.1 Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan
belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap
bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gage n
Berliner, 1984: 335 ). Perhatian terhadap belajar akan timbul pada
siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya.
113
Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang
dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih Ianjut atau diperlukan
dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk
mempelajarinya. Apabila perhatian alami ini tidak ada maka siswa
perlu dibangkitkan perhatiannya.
Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan yang
sangat penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang
menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat
dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil (gage dan
Berliner, 1984 : 372).
"Motivation is the concept we use when we ddescribe the
force action on or whitin an organism yo initiate and direct behavior"
Demikian menurut H.L. Petri (Petri, Herbet L, 1986: 3).
Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran.
Sebagai tujuan, motivasi merupakan salah satu tujuan dalam
mengajar. Guru berharap bahwa siswa tertarik dalam kegiatan
intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai alat,
motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan
hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar
siswa dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan.
Motivasi mempunyai kaitan yang crat dengan minat. Siswa
yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu
cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul
114
motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi juga
dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianggap penting dalan,
kehidupannya. Perubahan nilai-nilai yang dianut akan mengubah
tingkah laku manusia dan motivasinya. Karenanya, bahan-bahan
pelajaran yang disajikan hendaknya disesuaikan dengan minat siswa
dan tridak bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat.
Sikap siswa, seperti haInya motif menimbulkan dan
mengarahkan aktivitasnya. Siswa yang menyukai matematika akan
merasa senang belajar matematika dan terdorong untulk belajar lebih
giat, demikian pula sebaliknya. Karenanya adalah kewajiban bagi
guru untuk bisa menanamkan sikap positif pada diri siswa terhadap
mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
Insentif, suatu hadiah yang diharapkan diperoleh sudah
melakukan kegiatan, dapat menimbulkan motif. Hal ini merupakan
dasar teori belajar B.F. Skinner dengan operant conditioning-nya'
(Hal ini dibkarakan lebih lanjut dalam prinsip balikan dan
penguatan).
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya
sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain,
dari guru, orang tua, teman dan sebagainya. Motivasi juga dibedakan
atas motif intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif intrinsik adalah tenaga
115
pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai
contoh, seorang siswa yang dengan sungguh-sungguh mempelajari
mata pelajaran di sekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang
dipelajarinya. Sedangkan motil ekstrinsik adalah tenaga pendorong
yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi
penyertaanya. Sebagai contoh, siswa belajar sungguh-sungguh bukan
disebabkan ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya telapi
didorong oleh keinginan naik kelas atau mendapat ijazah. Naik kelas
dan mendapat ijazah adalah penyerta dari keberhasilan belajar.
Motif intrinsik dapat bersifat internal, datang dari diri sendiri,
dapat juga bersifat eksternal, datang dari luar. Motif ekstrinsik bisa
bersifat eksternal, walaupun lebih banyak bersifat ekstemal. Motif
ekstrinsik dapat juga berubah menjadi motif intrinsik yang disebut
'Iransformasi motir'. Sebagai contoh. seorang siswa belajar di
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LIPTK) karena
menuruti keinginan orang tuanya yang menginginkan anaknya
menjadi guru. Mula-mula motifnya adalah ekstrinsik, yaitu ingin
menyenangkan orang tuanya, tetapi setelah belajar heberapa lama di
LPTK ia menyenangi pelajaran-pelajaran yang digelutinya dan
senang belajar untuk menjadi guru. Jadi motif pada siswa itu yang
semula ekstrinsik menjadi intrinsik.
116
Perhatian
Perhatian erat sekali kaitannya dengan motivasi bahkan tidak
dapat dipisahkan. Perhatian ialah pemusatan energi psikis (fikiran
dan perasaan) terhadap suatu objek. Makin terpusat perhatian pada
pelajaran, proses belajar makin baik dan hasilnya akan makin haik
pula. Oleh karena itu guru harus selalu berusaha supaya perhatian
siswa terpusat pada pelajaran. Memunculkan perhatian seseorang
pada suatu objek dapat diakibatkan oleh dua hal.
Pertama, orang itu merasa bahwa objek tersebut mempunyai
kaitan dengan dirinya umpamanya dengan kebutuhan, cita cita,
pengalaman, bakat, minat.
Kedua, Objek itu sendiri dipandang memiliki sesuatu yang
lain dari yang lain, atau yang lain dari yang biasa, lain dari yang pada
umumnya muncul.
Perhatikan contoh kasus dibawah ini
1. Rukiah, salah seorang siswa disuatu sekolah dasar sangat tertarik
dengan penjelasan ibu gurunya tentang perpindahan penduduk.
sehingga ia sungguh-sungguh memperhatikan pelajaran tersebut,
karena ia pernah dibawa orang tuanya bertransmigrasi.
2. Sekelompok siswa disuatu sekolah dasar pada sutu waku
mengikuti pelajaran dengan penuh perhatian karena guru
117
mengajarkan pelajaran tersebut dengan menggunakan alat peraga
yang sebelumnya guru tersebut belum pernah melakukannya.
3. Sekelompok siswa sedang asyik mengerjakan tugas kelompok,
dalam pelajaran IPA. KeRhatannya mereka sangat sungguh-
sungguh menerjakan tugas tersebut. Biasanya mereka belajar
cukup mendengarkan ceramah dari guru.
Ketiga contoh diatas menggambarkan siswa yang belajar
dengan penuh perhatian akan tetapi penyebabnya berbeda.
Contoh pertama, Rukiah belajar dengan penuh perhatian.
Karena pelajaran tersebut memiliki kaitan dengan pengalamannya.
Pelajaran tersebut ada kaitan dengan diri siswa. Pada contoh kedua,
siswa belajar dengan penuh perhatian, karena guru mengajar dengan
menggunakan alat peraga, (cara guru mengajar lain dan
kebiasaannya)
Demikian pula contoh ketiga, siswa belajar dengan penuh
perhatian Karena guru menggunakan metode yang bervariasi tidak
hanya ceramah).
Dari uraian dan contoh diatas dapat disimpulkan, bahwa :
1. Belajar dengan permh perhatian pada pelajaran yang sedang
dipelajari, proses dan hasilnya akan lebih baik.
118
2. Upaya guru memumbuhkan dan meningkatkan perhatian siswa
terhadap pelajaran dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara
lain:
a. Mengaitkan pelajaran dengan pengalaman, kebutuhan, cita-
cita, bakat atau minat siswa.
b. Menciptakan situasi pembelajaran yang tidak monoton.
Umpamanya penggunaan metode mengajar yang bervariasi,
penggunaan media, tempat belajar tidak terpaku hanya
didalam kelas saja.
Coba anda pilih salah satu pokok bahasan dari salah satu mata
pelajaran yang biasa anda ajarkan. Kemukakan upaya apa yang harus
anda lakukan untuk:
1. Menarik perhalian siswa dengan cara mengailkan pelajaran
tersebut dengan diri siswa (umpamanya dengan pengalaman
mereka).
2. Menarik perhatian siswa dengan cara menciptakan situasi
pembelajaran yang bervariasi (umpamanya dalam penggunaan
metode mengajar)
2.2. KEAKTIFAN BELAJAR
Kecendrungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak
adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk
119
berbuat sesuatu, mempunyai kemampuan dan aspirasi sendiri. Belajar
tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan
kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif
mengalami sendri. Mon Dewey misalnya mengemukakan, bahwa
belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk
dirmya sendiri. maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri. Guru
sekedar pembimbing dan pengarah (John Dewy 1916. dalam Dak ks,
1937:3 1).
Menurut teori kognitif. belajar menunjukkan adanya jiwa
yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak
sekadar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. (Gage
and Berliner, 1984 : 267). Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif,
konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu
mencari. menermakan fakta. menganalisis, menafsirkan dan menairik
kesimpulan,
Thomdike mengemukakan keakifan siswa dalam belajar
dengan bukum "lah. of exercise " -nya yang menyatakan bahwa
belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Mc Keachk berkenan
dengan prinsip keaktifan mengemukakan babwa individu merupakan
"manusia belajar yang selalu ingin tahu, sosial,” (MC Keachk,
1976:230 dari Gredler MEB terjemahan Munandir, 1991:105).
120
Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan
keaktifan. Keaktifan itu beraneka ragam bentuknya. Mulai dari
kegiatan fisik yang mudah kita amati sampai kegiatan psikis yang
susah diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar,
menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Contoh
kegiatan psikis misaInya menggunakan khasanah pengetahuan yang
dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan
satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan basil percobaan, dan
kegiatan psikis yang lain.
Seperti yang telah dibahas di depan bahwa belajar iu sendiri
adalah akivitas, yaitu aktivitas mental dan emosional. Bila ada siswa
) yang duduk di kelas pada saat pelajaran berlangsung, akan tetapi
mental emosionainya tidak terlibat akif didalam situasi pembelajaran
itu, Pada hakikamya siswa tersebut tidak ikut belajar.
Oleh karena itu guru jangan sekali-kali membiarkan ada siswa
yang tidak ikut aktif belajar. Lebih jauh dari sekedar mengaktifkan
siswa belajar, guru harus berusaha meningkatkan kadar aktifitas
belaiar tersebut.
Kegiatan mendengarkan penjelasan guru, sudah menunjukkan
adanya aktivitas belajar. Akan tetapi barangkali kadarnya perlu
ditingkinkan dengan metode mengajar lain.
121
Sekali untuk memantapkan pemahaman anda tentang upaya
meningkatkan kadar aktivitas belajar siswa, coba anda tetapkan salah
satu pokok bahasan dari salah satu mata pelajaran yang biasa
diajarkan. Silahkan anda rancang kegiatan-kegiatan belajar yang
bagaimana yang harus siswa anda lakukan, supaya kadar aktivitas
belajair mereka relatif tinggi.
Bila sudah selesai anda kerjakan, silahkan diskusikan deingan
guru lain disekolah anda atau guru sesama peserta program
2.3. KETERLIBATAN LANGSUNG DALAM BELAJAR
Di muka telah dibkarakan bahwa belajar haruslah dilakukan
sendiri oleh siswa yang, belajar adalah mengalami, belajar tidak bisa
dilimpahkan kepada orang lain. Edgar Dale dalam penggolongan
pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerueut pengalamannya
mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar
melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman
langsung siswa tidak sekadar mengamati secara langsung tetapi ia
harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan
bertanggung jawab tehadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang yang
belajar membuat tempe, yang paling baik apabila ia terlihat secara
langsng dalam perbuatan (direct performance), bukan sekadar
melihat bagaimana orang menikmati tempe (demonstrating), apalagi
122
sekadar mendengar orang bercerita bagaimana cara pembuatan tempe
(telling).
Pentingnya ketelibatan langsung dalam belajar dikemukakan
oleh John Dewey dengan "leaming by doing"-nya. Belajar sebaiknya
dialami melalui perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan oleh
siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok, dengan cara
memecahkan masalah (prolem solving). Guru bertindak sebagai
pembimbing dan fasilitator.
Keterlibatan siswa di dalam belajar jangan diartikan
keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah
keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif
dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan
dan intemalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilat, dan
juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan
keterampilan.
2.4. PENGULANGAN BELAJAR
Prinsip belajar yang menekankan perlunva pengulangan
barangkali yang paling tua adalah yang dikemukakan oleh teori
Psikologi Dava. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya
yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap,
mengingat. mengkhayal, merasakan. berpikir. dan sebagainya.
123
Dengan mengadakan pengulangan maka dasya-daya tersebut akan
berkembang. Seperti hainya pisau yang selalu diasah akan menjadi
tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-
pengulangan akan menjadi sempuma.
Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori
psikologi Asosiasi atau Koneksionisme dengan tokoh yang terkenal
Thorndike. Berangkat dari salah satu hukum belajarnya “law of
exercise", ia mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan
hubungan antara stimulus dan respons. dan pengulangan terhadap
pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respons
benar. Seperti kata pepatah "latihan menjadikan sempuma"
(Thomdike, 1931b:20. dari Gredlei, Marget E Bell, terjemahan
Munandir, 1991: 51).Psikologi Conditioning yang merupakan
perkembangan lebih lanjut dari Koneksionisme juga menekankan
pentingnya pengulangan dalam belajar. Kalau pada Koneksionisme,
belajar adalah pembentukan hubungan stimulus dan respons maka
pada psikologi conditioning respons akan timbul bukan karena saja
stimulus, tetapi juga oleh stimulus yang dikondisikan. Banyak
tingkah laku manusia yang terjadi karena kondisi, misalnya siswa
berbaris masuk ke kelas karena mendengar bunyi lonceng, kendaman
berhenti ketika lampu Ialu lintas berwarna merah. Menurut teori ini
perilaku individu dapat dikondisikan, dan belajar merupakan upaya
untuk mengkondisikan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu.
124
Mengajar adalah membentuk kebiasaan, mengulang-ulang sesuatu
perbuatan sehingga menjadi suatu kebiasaan dan pembiasaan tidak
perlu selalu oleh stimulus yang sesungguhnya, tetapi dapat juga oleh
stimulus penyerta.
Ketiga teori tersebut menekankan pentingnya prinsip
pengulangan dalam belajar walaupun dengan tujuan yang berbeda.
Yang pertama pengulangan untuk melatih daya-daya jiwa sedangkan
yang kedua dan ketiga pengulangan untuk respons yang benar dan
membentuk kebiasaan- kabiasaan. Walaupun kita tidak japat
menerima bahwa belajar adalah pengulangan seperti yang
dikemukakan ketiga teori tersebut, karena tidak dapat dipakai untuk
menerangkan semua bentuk belajar, namun prinsip pengulangan
masih relevan sebagai dasar pembelajaran. Dalam belajar tetap
diperlukan latihan/pengulangan. Metode drill dan stereotyping adalah
bentuk belajar yang menerapkan prinsip pengulangan (Gage dan
Berliner, 1984: 259).
2.5. SIFAT MERANGSANG DAN MENANTANG DARI
MATERI YANG DIPELAIARI
Teori Medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan
bahwa dalam, situasi belajar berada dalam suatu medan atau
lapangan psikologis. Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu
125
tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yang
mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi
hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahasa belajar tersebut.
Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah
tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru,
demikian seterusnya. Agar pada anak timbul motif yang Kuat untuk
mengatasi hambatan dengan baik maka bahan belajar haruslah
menantang. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar haruslah
menantang.tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat
siswa bergairah untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru, yang
banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa
tertantang untuk mempelajarinya. Pelajaran yang memberi
kesempatan pada siswa untuk menermakan konsep-konsep, prinsip-
prinsip, dan generalisasi akan menyebabkan siswa berusaha meneari
dan menemukan konsp-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi
tersebut. Bahan belajar yang telah mendan saja kurang menarik bagi
siswa.
Penggunaan metode eksperimen, inkuiri, diskoveri juga
memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebili giat dan
sungguh-sunggub. Penguatan positif maupun negatif juga akan
menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh
gaujaran atau terhindar dari hukum yang tidak menyenangkan.
126
2.6. PEMBERIAN BALIKAN ATAU UMPAN BALIK DAN
PENGUATAN BELAJAR
Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan
terutama ditekankan oleh teori belajar operant Conditioning dari B.F.
Skinner. Kalau pada teori conditioning yang diberi kondisin adalah
stimulusnya, maka pada operant conditioning yang diperkuat adalah
responsnya. Kunci dari teori belajar im adalah law of effect - nya
Thomdike. Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui
dan mendapatkan hasil yang haik. Hasil, apalagi hasil yang baik,
akan merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengarub baik
bagi usaha belajar selanjutnya. Namum dorongan belajar itu menurut
B.E Skinner tidak saja oleh penguatan yang menyenangkan tetapi
juga ada yang tidak menyenangkan. Atau dengan kata lain penguatan
positif maupun negatif dapat memperkuat belajar (gage dan Berliner,
1984: 272).
Siswa belajar sunggub-sungguh dan mendapatkan nilai yang
baik dalam ulangan. Nilai yamg baik itu mendorong anak untuk
belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operant
conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya anak yang
mendapatkan nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut
tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong tuk belajar
lebih giat. Di sini nilai buruk dan dan rasa takut lidak naik kelas juga
127
bisa mendorong anak untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut
penguatan negatif. Di sini siswa mencoba menghindar dari peristiwa
yang tidak menyenangkan, maka penguatanatan negatif juga disebut
escape conditioning, Format sajian berupa tanya jawab, diskusi,
eksperimen, metode penemuan, dan sebagainya merupakan cara
belajar-mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan dan
penguatan. Balikan yang segera diperoleh siswa setelah belajar
melalui penggunaan metode-metode ini akan membuat siswa
terdorong untuk belajar lebih giat dan bersemangat.
2.7. IMPLIKASI PRINSIP-PRINSIP BELAJAR
Siswa sebagai "primus motor” (motor utama) dalam kegiatan
pembelajaran, dengan alasan apapun tidak dapat mengabaikan begitu
saja adanya prinsip- prinsip belajar. Justru pada siswa akan berhasil
dalam pembelajaran, jika mereka menyadari implikasi prinsip-prinsip
belajar terhadap diri mereka.
2.7.1. Perhatian dan Motivasi
Siswa dituntut untuk memberikan perhatian terhadap semua
ungsangan yang mengarah ke arah pencapaian tujuan belajar. Adanya
tuntutan untuk selalu memberikan perhatian ini, menyebabkan siswa
128
harus membangkitkan perhatiannya kepada segala pesan yang
dipelajarinya. Pesan-pesan yang menjadi isi pelajaran seringkali
dalam bentuk rangsangan suara, warna. bentuk, gerak, dan
rangsangan lain yang dapat diindra. Dengan demikian siswa
diharapkan selalu melatih indranya untuk memperhatikan rangsangan
yang muncul dalam prosses pembelajaran.
Peningkatan/pengembangan minat im merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi motivasi (Gage dan Berliner, 1984:373). Contob
kegiatan atau perilaku siswa, baik fisik atau psikis, seperti
mendengarkan ceramah guru, membandingkan konsep sebelumnya
dengan konsep yang baru diterima, mengamati secara cermat gerakan
psikomotorik yang dilakukan guru, atau kegiatan sejenis lainnya.
Senma kegiatan atau perilaku tersebut harus dilakukan oleh siswa
secara sadar sebagai upaya untuk meningkatkan motivasi belajarnya.
Sedangkan implikasi prinsip motivasi bagi siswa adalah
disadarinya oleh siswa bahwa motivasi belajar yang ada pada diri
mereka harus dibangkitkan dan mengembangkan secara terus
menerus. Untuk dapat membangkitkan dan mengembangkan motivasi
belajar mereka secara terus menerus, siswa dapat melakukannya
dengan menentukan atau mengetahm tujuan belajar yang hendak
dicapai. menanggapi secara positif pujian atau dorongan dari orang
lain, menentukan target atau sasaran penyelesaian tugas belajar, dan
129
perilaku sejenis lainnya. Dari contoh-contoh perilaku siswa untuk
meningkatkan dan membangkitkan motivasi belajar, dapat ditandai
bahwa perilaku-perilaku tersebut bersifat psikis.
2.7.2. Keaktifan
Sebagai "primus motor" dalam kegiatan pembelajaran maupun
kegiatan belajar, siswa dituntut untuk selalu aktif memproses dan
mengolah perolehan belajarnya. Untuk dapat memproses dan
mengolah perolehan belajarnya secara efektif, perilaku-perilaku
seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis
hasil percobaan, ingin tahu hasil dan kimia, membuat karya tulis,
membuat kliping, dan prilaku sejenis lainnya. Implikasi prinsip
keaktifan bagi siswa lebih lanjut menuntut keterlibatan langsung
siswa dalam proses pembelajaran.
2.7.4. Keterlibatan langsung/ berpengalaman
Hal apapun yang dipelajari siswa, maka ia harus
mempelajarinya sendiri. Tidak ada seorangpun dapat melakukan
kegiatan belajar tersebut untuknya (Davies, 1987:32). Pemyataan ini.
secara mutlak menuntut adanyan keterlibatan langsung dari "tiap
siswa dalam kegiatan belajar pembelajaran. Implikasi prinsip ini
dituntut pada para siswa agar tidak segan-segan mengerjakan segala
tugas belajar yang dibeerikan kepada mereka. Dengan keterlibatan
130
langsung inj, secara logis akan menyebabkan mereka memperoleh
pengalaman atau berpengalaman. Bentuk-bentuk perilaku yang
merupakan implikasi prinsip keterlibatan langsung bagi siswa
misalnya adalah siswa ikut dalam pembuatan lapangan bola voli,
siswa melakukan reaksi kimia, siswa berdiskusi untuk membuat
laporan, siswa membaca puisi di depan kelas, dan perilaku sejenis
lainnya. Bentuk perilaku keterlibatan langsung siswa tidak secara
mutlak menjamin terwujudnya prinsip keaktifan pada diri siswa.
Namun demikian, perilaku keterlibatan siswa secara langsung dalam
kegiatan belajar pembelajaran dapat diharapkan mewujudkan
keaktifan siswa.
2.7.5. Pengulangan
Penguasaan secara penuh dari setiap langkah kemungkinkan
belajar secara keseluruhan lebih berarti (Davies, 1987:32 ). Dari
pemyataan inilah pengulangan masih diperlukan merasa bosan dalam
melakukan pengulangan. Bentuk-bentuk perilaku pembelajaran yang
merupakan implikasi prinsip pengulangan, diantaranya menghafal
unsur-unsur kimia setidp valensi, mengerjakan soal-soal lingkungan,
Jachan, menghafal nama-nama latin tumbuhan, atau menghafal
tahun-tahun terjadinya peristiwa sejarah.
2.7.6. Tantangan
131
Prinsip belajar ini bersesuaian dengan pemyataan bahwa
apabila siswa diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri,
maka ia lebih termotivasi untuk belajar, ia akan belajar dan
mengingat secara lebih baik (Davies, 1987: 32). Hal ini berarti siswa
selalu menghadapi tantangan untuk memperoleh. memproses, dan
mengolah setiap pesan yang ada dalam kegiatan pembelajaran.
Implikasi prinsip tantangan bagi siswa adatah tuntutan dimilikinya
kesadaran pada diri siswa akan adanya kebutuhan untuk selalu
memperoleh, memproses. dan mengolah pesan. Sclain itu, siswa juga
harus memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala
permasalahan yang dihadapinya. Bentuk-bentuk perilaku siswa yang
merupakan implikasi dari prinsip tantangan ini diantaranya adalah
melakukan eksperimen, melaksanakan tugas terbimbing maupun
mandiri, atau mencari tahu pemecahan suatu masalah.
2.7.7. Balikan dan Penguatan
Siswa selalu membutuhkan suatu kepastian dari kegiatan yang
dilakukan, apakah benar atau salah? Dengan demikian siswa akan
selalu memiliki pengetahuan tentang hasil (knowledge of result),
yang sekaligus merupakan penguat (reinforce) bagi penguatan
bentuk-bentuk perilaku siswa yang memungkinkan diantaranya
adalah dengan segera mencocokkan jawaban dengan kunci jawaban,
132
menerima kenyataan terhadap skor atau nilai yang dicapai, atau
menerima teguran dari gurulorang tua karena hasil belajar yang jelek.
2.7.8. Perbedaan Individual
Setiap siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang
berbeda satu dengan yang lain. Karena hal inilah, setiap siswa belajar
menurut tempo (kecepatan)nya sendiri dan untuk setiap kelompok
umur terdapat variasi kecepatan belajar (Davies, 1987: 32).
Kesadaran bahwa dirinya berbeda dengan siswa lain, akan membantu
siswa menentukan cara belaiar dan sasaran belajar bagi dirinya
sendiri. Implikasi adanya prinsip perbedaim individual diantaranya
adalah menentukan tempat duduk di kelas, menyusun jadwal belajar,
atau memilih bahwa implikasi adanya prinsip perbedaan individu
bagi siswa dapat berupa perilaku fisik maupun psikis. Untuk
memperjelas implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa, anda dapat
mengidentifikasi dari kegiatan siswa dalam kegiatan pembelajaran
sebagai indikatornya.
2.7.9. Perbedaan individual
Belajar tidak dapat diwakilkan kepada orang lain. Tidak
belajar, berarti tidak akan memperoleh kemampuan. Belajar dalam
arti proses mental dan emosional terjadi secara individual. Jika kita
133
mengajar disuatu kelas sudah barang tentu kadar aktivitas belajar
para siswa beragam.
Disamping itu, siswa yang belajar sebagai pribadi tersendiri,
yang memiliki perbedaan dari siswa lain. Perbedaan itu mungkin
dalam hal pengalaman, minat, bakat, kebiasaan belajar, kecerdasan,
tipe belajar dan sebagainya..
Guru yang menyamaratakan siswa menganggap semua siswa
sama. sehingga memperlakukan mereka sama kepada semua. pada
prinsipnya bertentangan dengan hakikat manusia, khususnya siswa.
Guru yang bijaksana akan menghargai dan memperlakukan
siswa sesuai dengan hakikat mereka masingmasing. Suatu tindakan
guru yang dipandang tepat terhadap seorang siswa, belum tentu tepat
untuk siswa yang lain. Akan tetapi ada perlakuan yang memang harus
sama terhadap semua.
Demikian pula yang menyangkut pelajaran. Pelajaran mana
yang harus dipelajari oleh semua siswa dan peIajaran mana yang
boleh dipilih oleh siswa sesuai dengan bakat mereka.
Perlakuan guru terhadap siswa yang cepat harus berbeda dii i
perlakuaii terhadap siswa yang termasuk lamban. Siswa yang lamban
perlu banyak dibantu sedangkan siswa yang cepat dapa diberi
kesempatan lebih dulu maju atau melakukan pengayaan.
134
Didalam menggunakan metode mengajar, guru perlu
menggunakan metode mengajar yang bervariasi, sebab mungkin
siswa yang kita ajar memiliki tipe belajar yang berbeda. Siswa yang
memiliki tipe belajar yang auditif akan lebih mudah belajar melalui
pendengaran. Siswa yang memiliki tipe belajar yang motorik akan
memiliki tipe belajar visual akan lebih mudah belajar melalui
penglihatan. sedangkan siswa yang memiliki tipe belajar motorik
akan lebih mudah belajar melalui perbuatan.
Untuk keperluan itu semua guru perlu memahami pribadi
masing-masing yang menjadi bimbingannya.
Oleh karena itu catatan pribadi siswa sangat bermanfaat.
Setiap siswa perlu dikatat tentang kecerdasannya, bakatnya, tipe
belajarnya, latar belakang kehidupan orang tuanya, kemampuan
panca indranya, penyakit yang dideritanya, bahkan kejadian sehari-
hari yang dianggap penting. Semua itu harus dkatat pada catatan
pribadi siswa. Buku catatan pribadi siswa itu harus diisi secara rutin
dan terus mengikuti pribadi siswa tersebut ke kelas dan ke jenjang
pendidikan berikutnya.
Buku catatan pribadi tiap siswa kelas 1 setelah mereka naik
kelas II harus diserahkan pada guru kelas II untuk digunakan dan
diisi dengan data baru, begitulah seterusnya sampai kejenjang
pendidikan berikumya.
135
Adakah buku catatan pribadi tiap siswa dikelas tempat anda
mengajar? Bila ada coba pelajari:
1. Data apa saja yang dicatat
2. Kapan buku tersebut diisi
3. Pernahkah buku catatan pribadi tersebut digunakan, dan untak
apa
4. Bagaimana saran anda untuk pemanfaatan buku catatan pribadi
tersebut : data dan pengisiannya serta penggunaanya.
Jika ternyata belum ada, coba buat sebuah model buku catatan
pribadi siswa yang menurut anda cukup lengkap untuk keperluan
pembimbingan belajar terhadap siswa, Itulah lima prinsip belajar
telah kita diskusikan. Silahkan anda pelajari berbagai sumber tentang
belajar. Akan tetapi paling tidak kelima prinsip diatas hendaknya
menjadi pegangan kita didalam membelajarkan siswa-siswa kita.
Belajar terjadi pada suatu system lingkungan belajar yang
terdiri dari komponen atau unsur tujuan, bahan pelajaran, strategi,
alat, siswa dan guru. Sebagai suatu system, unsur-unsur
penabelajaran tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi. Oleh
karena itu pemilihan dan penggunaan strategi belajar mengajar tidak
dapat dilepaskan dari pertimbangan unsur-unsur lain didalam system
pembelajaran. Yang menjadi unsur utama ialah tujuan pembelajaran.
Semua unsur didalam pembelajaran harus sesuai dengan tujuan
136
pembelajaran. Oleh karena itu tujuan pembelajaran harus ditetapkan
lebih dulu.
Bagaimana implikasi tujuan, bahan pelajaran, alat dan siswa
terhadap penggunaan strategi belajar mengajar akan kita diskusikan
pada kegiatan belajar berikutnya. Untuk memantapkan pemahaman
anda terhadap materi yang anda pelajari kerjakanlah latihan dibawah
ini.
1. Identifikasikanlah kegiatan pembelajaran yang anda rancang.
Apakah kegiatan pembelajarannya termasuk belajar meialui
pengalaman ataukah melalui pengamatan?
2. Kegiatan apa yang dapat dilakukan guru untuk membangkitkan
motifasi belajar siswa?
3. Kegiatan apa yang dapat dilakukan guru untuk menarik perhatian
siswa?
Untuk memudahkan anda dalam mengerjakan latihan diatas
bacalah rambu-rambu pengerjaan latihan berikut ini. Rambu-rambu
pengerjaan latihan.
1. Ambillah salah satu rencana pembelajaran yang akan anda
laksanakan. Identifikasi setiap langkah kegiatan pembelajaran
yang akan anda tempuh. Dari hasil identifikasi ini anda akan
mengetahui apakah kegiatan pembelajaran yang anda rancang
137
lebih menekankan pada belajar melalui pengalaman (langsung
dan tak langsung) ataukah melalui pengamatan.
2. Untuk menjawab pertanyaan ini anda hendaknya mengingat
kembali materi yang membahas teknik-teknik membangkitkan
motivasi belajar siswa. Untuk lebih meyakinkan anda
observasilah teman anda yang sedang mengajar. Catatlah kegiatan
pembelajaran yang dilaksanakan teman anda yang dapat
membangkitkan motivasi belajar siswa.
3. Selain anda harus mengingat kembali materi tentang teknik-
teknik menarik perhatian siswa, anda juga dapat melakukan
observasi atau meminta teman anda mengobservasi anda yang
sedang mengajar. Catatlah kegiatan-kegiatan yang dapat menarik
perhatian siswa selama kegiatan pembelajaran.
Sekarang tiba saamya anda membaca rangkuman dibawah ini
unuk lebih memantapkan ingatan anda terhadap materi yang telah
dipelajari.
Belajar memiliki tiga atribu pokok ialah:
1. Belajar merupakan proses mental dan emosional atau aktivitas
pikiran dan perasaan.
2. Hasil belajar berupa perubahan perilaku, baik menyangkut
kognitif psikomotorik maupun afektif.
Siswa merupakan imdividual yang unik artinya tidak ada dua
orang siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaim satu
138
dengan lain. Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis,
kepribadian dan sifat-sifatnya.
Perbedaan individual ini pada cara dan hasil belajar siswa.
Karenanya perbedaan individu perlu diperhaikan pleh guru dalam
upaya pembelajaran. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan
disekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individual,
umumnya pelaksanaan pembelajaran dikelas dengan melihat siswa
sebagai individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang
kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.
Pembelajaran yang bersifat klasikal yang mengabaikan
perbedaan individual dapa diperbaiki dengan beberapa cara. Antara
lain penggunaan metode atau straegi belajar mengajar yang ervariasi
sehingga perbedaan perbedaan kemampuan siswa dapat terlayani.
Juga penggunaan media instruksional akan membantu melayani
perbedaan siswa dalam cara belajar. Usaha lain untuk memperbaiki
pembelajaran klasikal adalah dengan memberikan tambahan
pelajaran atau pengayaan pelajaran bagi siswa yang pandai, dan
memberikan bimbingan belajar bagi anak yang kurang. Disamping in
dalam memberikan tugas hendaknya disesuikan dengan minat dan
kemampuan siswa sehingga bagi siswa yang pandai, sedang, maupun
kurang akan merasakan berhasil didalam belajar. Sebagai unsur
139
primer dan sekunder dalam pembelajaran, maka dengan sendirinya
dan guru teimplikasi adanya prinsip-prinsip belajar.
Implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru, tampak
dalam setiap kegiatan perilaku mereka selama proses pembelajaran
berlangsung. Namun demikian, perlu disadari bahaya implementasi
prinsip-prinsip belajar sebagai implikasi prinsip-prinsip belajar bagi
siswa dan guru tidak semuanya terwujud dalam setiap proses
pembelajaran.
140
BAB III
DASAR PENGEMBANGAN KURIKULUM
Kurikulum dan pendidikan adalah dua hal yang erat berkaitan,
tak dapat dipisahkan sama dengan yang lain. Sistem pendidikan yang
dijalankan pada zaman modern ini tak mungkin tanpa melibatkan
keikutsertaan kurikulum. Tak mungkin ada Kegiatan pendidikan
tanpa kurikulum. Kebutuhan akan adanya aktivitas pendidikan selalu
berarti kebutuhan adanya kurikulum. Dalam kurikulum itulah
tersimpul segala sesuatu yang harus lijadikan pedoman bagi
pelaksanaan pendidikan. Pemikiran tentang adanya kurikulum adalah
setua dengan adanya sistem pendidikan itu sendiri.
Hubungan antara pendidikan dan kurikulum adalah hubungan
antara tujuan dan isi pendidikan. Suatu tujuan, tegasnya tujuan
pendidikan yang ingin dicapai, akan dapat terlaksana jika alat sarana,
isi, atau tegasnya kurikulum yang dijadikan dasar acuan ini relevan.
Artinya sesuai dengan tujuan pendidikan tersebut. Hal itu dapat
diartikan bahwa kurikulum dapat membawa kita ke arah tercapainya
tujuan pendidikan. karena kurikulum merupakan isi dan sarana untuk
mencapai tujuan pendidikan, maka kurikulum berisi nilai-nilai atau
cita-cita yang sesuai dengan pandangan hidup bangsa. Pada
141
hakekatnya, proses pendidikan yang dijalankan adalah usaha untuk
merealisasikan nilai-nilai dan ide-ide tersebut.
Pada dasamya tujuan pendidikan yang pokok (atau hakiki,
esensial, prinsipil ini tetap karena ia berhubungan dengan sistem nilai
atau pandangan hidup suatu bangsa. Akan tetapi. hal itu tidak berarti
kurikulum pun harus statis, tak pernah mengalami perubahan.
Kurikulum pun harus selalu dikembangkan sesuai dengan
perkembangan kebutuhan masyarakat.. masyarakat yang dinamis
akan selalu mengalami perkembangan, selalu menuntut adanya
perubahan sesuai dengan perubahan zaman. Pada hakekamya, hal
itupun dapat dipandang sebagai akibat sistem pendidikan yang
dijalankan yang sudah diperhitungkan. Dengan kata lain adanya
keadaan masyarakat yang dinamis dan terbukti terhadap adanya
usaha-usaha pembaharuan sesuai dengan perkembangan zaman
tersebut, merupakan keberhasilan sistem pendidikan, tanpa
mengakibatkan berbagai faktor lain yang juga berperan.
Dalam banyak hal, kurikulum dapat dijadikan ukuran kualitas
proses dan keluaran pendidikan yang dijalankan. Dalam suatu
kurikulum sekolah telah tergambar tentang berbaga pengetahuan,
keterampilan, sikap serta nilai-nilai yang diharapkan dimiliki oleh
setiap lulusan suatu sekolah. Akan tetapi kurikulum bukanlah
merupakan satu-satunya faktor penentu "kualitas seperti yang
142
disarankan didalamnya. Masih terdapat berbagai faktor lain yang
turut menunjang kualitas atau keberhasilan kegiatan pendidikan yang
dijalankan. Misalnya saja masalah sarana dan prasarana, situasi dan
kondisi lingkungan, kualitas guru sebagai pelaksana pendidikan dan
sebagainya. Penting bagi guru adalah ia harus benar-benar menyadari
peranannya sebag pelaksana pendidikan yang amat menentukan. Hal
itu menunt kepadanya untuk memahami dan menguasai berbagai
masalah pendidikan, antara lain masalah kurikulum.
3.1. Pengertian Kurikulum
3.1.1 Kurikulum Sebagai Jembatan Meraih Ijazah
Istilah "kurikulum" memiliki berbagai tafsiran yan
dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembang kurikulum
sejak dulu sampai dengan dewasa. ini. Tafsiran-tafsi tersebut
berbeda-beda satu sama lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan
pandangan dari pakar bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari
bahasa latin yakni "currculae", artinya jarak yang harus ditempuh
oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengerti kurikulum ialah jangka
waktu pendidikan yang harus ditemp oleh siswa yang bertujuan untuk
memperoleh Ijazah.
Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh
ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakekatnya merupakan suatu bukti,
bahwa siswa telah menempuh suatu Kurikulum yang berupa rencana
143
pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu
jarak antara satu tempat ke tempat lainnya dan akhirnya mencapai
finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan
yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan
dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.
Pengertian Kurikulum
(Oleh Burhan Nurgiyantoro dalam bukunya Dasar-Dasar
Pengembangan Karikalum Sekolah)
Istilah kurikulum semula berasal dari istilah yang
dipergunakan dalam dunia taktik curere yang berarti "berlari' . Istilah
tersebut erat hubungannya dengan kata curier atau kurir yang berarti
penghubung atau seseorang yang bertugas menyampaikan sesuatu
kepada orang atau tempat lain. Seseorang kurir harus menempuh
suatu perjalanan untuk mencapai tujuan, maka istilah kurikulum
kemudian diartikan sebagai orang sebagai suatu jarak yang harus
ditempuh (S. Nasution, 1980 : 5).
Dari istilah atletik kurikulum mengalami perpindahan arti
kedunia pendidikan. Sebagai misal pengertian kurikulum seperti yang
tercantum dalam Webster's Intemational Dktionary " .
Currculum ; Course ; a specified fixed course of study, is in a
school or collage. as one leading to degree.
144
Kurikulum kemudian diartikan sebagai sejumlah mata
pelajaran atau ilmu pengetalman yang ditempult atau dikuasai untuk
mencapai suatu tingkat tertentu atau ijazah. Disamping itu, kurikulum
juga diartikan sebagai suatu rencana yang disengaja dirancang untuk
mencapai sejumlah tujuan pendidikan. Itulah sebabnya orang pada
waktu lalu juga menyebut kurikulum dengan istilah “Rencana
Pelajaran" yang merupakan terjemahan istilah Leerplan. Rencana
pelajaran merupakan salah satu komponen dalam asas-asas didaktik
yang harus dikuasai (atau paling tidak diketahui) oleh seorang guru
atau calon guru.
Pengertian kurikulum sebagai yang tercantum dalam kamus
Webster yang dikutip diatas, kiranya ada kesesuaiannya dengan
perumusan yang dikemukakan oleh Stenhouse berikut : Currkulum is
the planned conipesite effort of any school to guide pupil leaming to
ward prederennined learning outcome (Larence Stenhouse, 1976 : 4).
Defenisi-defenisi kurikulum yang bersifat tradisional biasanya
masih menampakkan adanya kecenderungan penekanan pada rencana
pelajaran untuk menyampaikan mata-mata peiajaran (subject matter)
kepada anak didik yang biasanya berisi kebudayaan. (hasil budidaya)
masa lampau atau sejumlah ilmu pengetahuan. Anak yang berhasil
melewati tahap ini akan atau herhak memperoleh ijazah. Kabudayaan
atau sejumlah ilmu pengetahuan yang akan disampaikan tersebut
bersumber pada buku-buku yang baik atau dianggap bermutu,
145
sehingga kurikulum terutama dalam hal tujuan instruksional dan
pemilihan bahan pengajaran lebih banyak ditentukan atau
dipengaruhi oleh buku- buku tersebut.
Dihubungkan dengan kebutuhan pengalaman anak yang
diharapkan terpenuhi melalui kegiatan belajar-mengajar sekolah,
ternyata hal tersebut kurang menguntungkan karena ia membatasi
pengalaman anak dalam proses belajar-mengajar kelas saja dan
kurang inemperhatikan pengalaman-pengalaman lain yang diperoleh
di luar kelas. Kurikulum yang bersi demikian. hanya menekankan
aspek intelektual saja yang harus dikuasai siswa dan mengabaikan
aspek-aspek yang lain yang juga sangat berpengaruh dalam
perkembangan kejiwaan siswa. Kurikulum macam ini biasanya
disebut Subject Centere Curiculum, yaitu kurikulum yang berpusat
pada materi pelajaran Sejalan dengan perkembangan zaman dan
kebutuhan masyarakat, pendirian tradisional mengenai kurikulum
tersebut ditinggalkan orang karena dianggap terlalu sempit dan atau
paling tidak orang berusaha mencari kemungkinan-kemungkinan
baru, sebab pada kenyataanya pula seperti halnya dengan masalah-
masalah lain, belum dapat meninggalkan (atau mungkin
meninggalkan) sama sekali pendirian tradisonal. dasarkan pendirian
diatas, yakni pendirian tradisional, kurikulum dijalankan (mau tak
mau) berpusat pada guru atau but Teacher Centered Curiculum.
Pandangan yang lebih kemudian ingin mengubah pandangan tersebut
146
dengan memperhatikan minat dan kebutuhan anak, karena anaklah
sebenamya yang menjadi subjek didik. Anak tak boleh hanya
dipeerlakukan sebagai objek yang statis, melainkan harus
diperhatikan kebutuhannya sesuai dengan perkembangan jiwanya
karena itu, terjadilah pergeseran dalam dunia pendidikan dari suject
atau teacher centered ke student centered. Kurikulum yang sesuai
dengan pandangan terakhir itu disebut Child Centered curiculum. Hal
itu terutama disebabkan oleh pengaruh penemuan-penemuan
dibidang psikologi. khususnya psikologi kembangan.
Adanya pergeseran tentang kurikulum tersebut juga terlibat
pada defenisi-defenisi kurikulum yang dikemukakan orang. misalnya
menurut George A. Beauchamp (1964 : 4) kurikulum adalahah "It as
all activities of children under the jurisdktion of the school”Dalam
pengertian ini kurikulum mencakup segala kegiatan, yang disediakan
dan direncanakan sekolah. Konsep lain misalnya mengatakan bahwa
kurikulum tidak terbatas pada kegiatan saja, melainkan meneakup
seluruh pengalaman yang diperoleh siswa, baik intelektual,
emosional, sosial maupun pengalaman galaman yang lain.
Sebagai bahan perbandingan mengenai pengertian kriikulum
menurut konsep batu, barikut dikemukakan lagi denisi-defenisi yang
lain.
147
A sequence of potensial experiences it set up in the school for
the purpose of disciplining children and yuouth in group ways
of thingking and acting (Smith dalam Beauchamp : 5).
atau
Curriculum is all of the planned experiences providedby the
school to assist the pupils in attaining children the designated
learning outcomes to the best their abilitie (Neagly dalam
Lawrence : 4).
David Pratt dalam Curriculum Design and Development
(1980 : 4) mendefenisikan kurikulum secara sederhana, yaitu sebagai
seperangkat organisasi pendidikan formal atau pusat-pusal latihan.
Selanjumya ia membuat implikasi secara lebih ekplisit tentang
defenisi yang dikemukakannya tersebut menjadi enam hal. yaitu :
1. Kurikulum adalah suatu rencana atau intentions, ia mungkin
hanya berupa perencanaan (mental) saja. tapi pada umumnya
diwujudkan dalam bentuk tulisan.
2. Kurikulum bukanlah kegiatan, melainkan perencanaan atau
rancangan kegiatan;
3. Kurikulum berisi berbagai macam hal seperti masalah apa yang
harus dikembangkan pada diri siswa, evaluasi untuk menafsirkan
hasil belajar, bahan dan peralatan yang dipergunakan, kualitas
guru yang dituntut dan sebagainya.
148
4. Kurikulum melibatkan maksud atau pendidikan formal, maka ia
sengaja mempromosikan belajar dan menolak sifat rambang tanpa
rencana, atau kegiatan tanpa belajar.
5. Sebagai perangkat organisasi pendidikan, kurikulum menyatukan
berbagai komponen seperti tujuan, isi. sistem penilaian dalam
satu kesatuan yang tak terpisahkan. Atau dengan kata lain,
kurikulum adalah sebuah sistem
6. Pendidikan dan latihan dimaksudkan untuk menghindari
kesalahpahaman yang terjadi jika suatu hal dilalaikan.
Defenisi diatas yang kemudian disertai dengan berbagai
implikasinya, dapat memberikan gambaran yang lebih nyata tentang
kurikulum, walau mungkin tidak sepenuhnya kita terima atau pahami.
Misalnya saja dikatakan bahwa kurikulum mungkin hanya berupa
perencanaan secara mental, dalam arti tidak diwujudkan dalam
bentuk tertulis. Bagaimana jadinya jika ada (mungkin hanya
sebagian) kurikulum yang tidak ditutis, tentunya akan mengundang
berbagai permasalahan.
Kurikulum merupakan suatu yang dijadikan pedoman dalam
segala kegiatan pendidikan yang dilakukan, termasuk kegiatan
belajar mengajar di kelas. Dalam hal ini kita dapat memandang
bahwa kurikulum merupakan suatu program yang didesain,
direncanakan, dikembangkan dan akan dilaksanakan dalam situasi
149
belajar mengajar yang sengaja diciptakan di sekolah. Atas dasar hal
tersebut, kurikulum kemudian dapat didefenisikan sebagai suatu
program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk
mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu (Winamo Surahmad,
1977 : 5).
Kiranya defenisi tersebut lebih sederhana dan jelas
rumusannya. Pendidikan merupakan suatu pendidikan yang
mempunyai tujuan-tujuan tertentu, merupakan program yang
direncanakan, disusun dan diatur untuk kemudian dilaksanakan di
sekolah melalui cara-cara yang telah ditentukan pula. Jika defenisi
diatas diperbandingkan dengan defenisi-defenisi yang dikemukakan
lebih dahulu, sebenamya tidak ada perbedaan yang prinsipil. Sentua
defenisi yang ditunjuk sama-sama menyebut kurikulum sebagai
rencana-rencana kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan belajar
yang dilakukan siswa yang tentunya dimaksudkan untuk memperoleh
sejumlah pengalaman (baca tujuan) tertentu.
Dalam pembkaraan selanjurnya, jika disebut-sebut kurikulum
pengertiannya menunjuk pada defenisi yang terakhir diatas.
3.1.2 Kurikulum Sebagai Materi Pelajaran
Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh
dan dipelajari oleh siswa unluk mempoleh sejumlah pengetahuan.
150
Mata ajaran dipandang sebagai pengalaman orang tua atau
pengalaman orang-orang pandai masa yang telah disusun secara
sistematis dan logis. Misalinya, pengalaman dan penemuan-
penemuan masa lampau, maka diadakan pemilihan dan selanjutnya
disusun secara sistematis, artinya menurut urutan tertentu, dan logis,
artinya dapat diterima dan pikiran. Mata ajaran tersebut mengisi
materi pelajaran yang disampaikan pada siswa sehingga memperoleh
sejumiah pengetahuan yang berguna baginya. Semakin banyak
pengalaman dan penemuan-penemuan maka semakin banyak pula
mata ajaran yang harus disusun dalam kurikulum dan harus dipelajari
oleh siswa disekolah.
3.1.3 Kurikulum Sebagai Rencana Kegiatan Pembelajaran
Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan
untuk pembelajaran siswa. Dengan program ini siswa inelakukan
berbagai kegiatan belajar, sehingga menjadi perubahan dan
perkembangan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan
dan pembelajaran. Dengan kata lain sekolah menyediakan lingkungan
yang memberikan kesempatan belajar bagi siswa. Itu sebabnya, suatu
kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar maksud tersebut dapat
tercapai. Kurikulum tidak terbatas pada mata ajaran saja, melainkan
melipiuti segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan
151
siswa, seperti bangunan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman,
perlengkapan dll. Hal ini berarti semua hal dan semua orang yang
terlibat dalam memberikan bantuan kepada siswa termasuk ke dalam
kurikulum.
3.1.4 Kurikulum Sebagai Pengalaman Pelajar
Perumusan atau pengertian kurikulum lainnya agar berbeda
dengan pengertian-pengertian sebelumnya yang lebih menekankan
bahwa kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar.
Pengertian ini menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum
tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga
kegiatan-kegiatan diluar kelas. Tak ada pemisahan yang tegas dntara
ekstra dan intra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan
pengalaman belajar bagi siswa pada hakekatnya adalah
kurikulum.Kurikulum adalah seperangkat rencana dan peraturan
mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Isi kurikulum
merupakan susunan dan bahan kajian dan untuk mencapai tujuan
penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan, dalam rangka
upaya pencapai tujuan pendidikan nasional.
3.2. Landasan Pengembangan Kurikulum
3.1 Filosofis
152
Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau cita-cita
masyarakat. Berdasarkan cita-cita tersebut terdapat landasan, man
dibawa kemana pendidikan anak. Filsafat pendidikan
menggambarkan manusia yang ideal yang diharapkan oleh
masyarakat. Dengan kata lain filsafat pendidikan merupakan
pandangan hidup masyarakat. Filsafat pendidikan menjadi landasan
untuk merancang tujuan pendidikan, prinsip pendidikan serta
seperangkat pengalaman belajar lainnya.
Hal ini menunjukkan pada kebutuhan pembangunan sesuai
dengan sektor-sektor yang perlu dibangun itu sendiri, yakni bidang
industri, pertanian, tenaga kerja, perdagangan, transportasi dll.
Pembangunan SDM yang berkualitas diarahkan untuk meningkatkan
kwalitas SDM yang mampu mendukung -pembangunan ekonomi dan
pembangunan dibidang-bidang lainnya. Implikasi dari upaya
pembangunan tersebut maka diperlukannya peningkatan
produktifitas, peningkatan pendidikan nasional yang merata dan
bermutu, peningkatan dan perluasan pendidikan keahlian sesuai
dengan kebutuhan bidang-bidang pembangunan tersebut. dan
pembangunan iptek yang mantap.
Gambaran tentang proses dan tujuan pembangunan tersebut
diatas sekaligus menggambarkan kebutuhan pembangunan secara
keseluruhan. Hal mana memberikan implikasi tertentu terhadap
153
pendidikan di perguruan tinggi. Dengan kata lain penyelenggara
pendidikan di perguruan tinggi harus disesuaikan dan diarahkan pada
upaya-upaya dan kebutuhan pembangunan, yang mencangkup
pembangunan ekonomi dan pengembangan SDM yang berkwalitas.
Penyelenggaraan pendidikan diarahkan untuk menyiapkan peserta
didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
keilmuan dan keahlian, yang berisi mendukung tercapainya cita-cita
nasional. yakni suatu masyaral yang maju, mandiri dan sejahtera.
2.2 Iptek dan Seni
Pembangunan didukung oleh perkembangan iptek dalam
rangka mempercepat terwujudnya ketangguhan dan Keunggu bangsa.
Dukungan iptek terhadap pembangunan dimaksud untuk memacu
pembangunan untuk menuju terwujudnya masyarakat yang mandiri,
maju dan sejahtera. Di sisi lain perkembangan iptek itu sendiri
berlangsung semakin cepat berbarengan dengan persaingan antar
bangsa semakin meluas sehingga diperlukan penguasan dan
pengembangan iptek yang pada gilirannya mengandung implikasi
tertentu terhadpa pengembangan sumber daya manusia supaya
memiliki kemampua dalam penguasaan dan pemanfaatan serta
pengembangan dalam bidang iptek. Untuk mencapai tujuan dan
kemampuan tersebut, beberapa hal yang dapat dijadikan dasar :
154
1. Pembangunan iptek harus beraada dalam keseimbangan yang
dinamis dan efektif dengan pembinaan SDM. pengembangan
sarana dan prasarana iptek, pelaksanaan penelitian pengembangan
serta rekayasa produksi barang dan jasa.
2. Pembangunan iptek tertuju pada peningkatn kwalitas, yaitu untuk
meningkatkan kwalitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
3. Pembangunan iptek harus sclaras dengan nilai-nilai agama, nilai
luhur budaya bangsa, kondisi sosial budaya dan lingkungan
hidup.
4. Pembangunan iptek harus berpijak pada upaya peningkatan
produktifitas, efisiensi dan efektifitas penelitian dan
pengembangan yang lebih tinggi.
5. Pembangunan iptek berdasarkan pada asas pemanfaatan yang
dapat memberikan nilai tambah dan memberikaxt pemecahan
masalah konkrit dalam pembangunan.
Penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan iptek
dilaksanakan oleh berbagai pihak, yakni :
1. Pemerintah, mengembangkan dan memanfaatkan iptek untuk
menunjang pembangunan di segala bidang.
2. Masyarakat, yang memanfaatkan iptek untuk pengembangan
masyarakat secara swadaya.
3. Akademisi terutama dilingkungan perguruan tinggi yang
memanfaatkan iptek untuk disumbangkan pada pembangunan.
155
4. Pengusaha, untuk kepentingan meningkatkan produktifitas.
3. Komponen Pengenibangan Kurikulum
3.1 Tujuan Kurikulum
Tujuan kurikulum setiap satuan pendidikan harus mengacu
pada pencapaian tujuan pendidikan nasional, sebagai mana telah
ditetapkan pada UU no.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Dalam skala yang lebih luas, kurikulum merupakan sesuatu
alat pendidikan dalam rangka pengembangan SDM yang berkwalitas.
Kurikulum menyediakan kesempatan yang luas bagi peserta didik
untuk mengalami prosdes pendidikan dan pembelajaran unutuk
mencapai target tujuan pendidikan nasional khususnya dan SDM
yang berkwalitas umumnya. Tujuan itu dikategorikan sebagai tujuan
umum kurikulum.
Tujuan mata ajaran. Mata ajaran dikelompokkan menjadi
beberapa bidang studi, yakni :
1. Bidang studi bahasa dan seni
2. Bidang studi IPS
3. Bidang studi IPA
4. Bidang studi pendidikan jasmani dan kesehatan
156
Setiap bidang studi meliputi mata ajaran tertentu. Misalnya
bidang studi IPS, terdiri dari mata ajaran ekonomi, sosiologi,
geografi, sejarah dll.
Setiap mata ajaran mempunyai tujuan sendiri dan berbeda
dengan tujuan yang hendak dicapai oleh mata ajaran lainnya. Tujuan
mata ajaran merupakan penjabaran dari tujuan kurikulum dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Sebagai contoh kita
pilih, kita pilih tujuan mata ajaran berhitung, sebagai berikut :
1. Menanamkan, memupuk dan mengembangkan pengetahuan dan
kecakapan dasar berhitung yang praktis.
2. Menanamkan, memupuk dan mengembangkan kemampuan
berpikir logis dan kritis dalam pola berpikir abstrak, sehingga
mampu memecahkan soal-soal yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Menanamkan, memupuk dan mengembangkan kemampuan untuk
hemat dan pandai menghargai waktu, rasional dan ekonomis.
4. Menanamkan, memupuk dan mengembangkan sikap gotong
royong, jujur, serta percaya kepada diri sendiri.
Berdasarkan tujuan tersebut, baik tujuan umum maupun
tujuan khusus selanjutnya dapat ditetapkan atau direncanakan dalam
materi pelajaran.
157
3.2 Materi Kurikulum
Materi kurikulum pada hakekatnya adalah isi kurikulum.
Dalam UU pendidikan tentang Sistim Pendidikan Nasional telah
ditetapkan bahwa "isi kurikulum merupakan bahan kajian dan
pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan
yang bersangkutan dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan
nasional". Sesuai dengan rumusan tersebut, isi kurikulum
dikembangkan dan disusun berdasarkan prinsip-prinsip :
1. Materi kurikulum bempa bahan pembelajaran yang terdiri dari
bahan kajian atau topik-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh
siswa dalam proses belajar dan pembelajaran.
2. Materi kurikulum mengacu pada pencapaian tujuan masing-
masing satuan pendidiknan. Perbedaan dalam ruang lingkup dan
urutan bahan pelajaran disebabkan oleh perbedaan tujuan satuan
pendidikan tersebut.
3. Materi kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional. Dalam hal ini, tujuan pendidikan nasional mempakan
target tertinggi yang hendak dicapai melalui penyampaian materi
kurikulum.
Materi kurikulum mengandung aspek-aspek tertentu sesuai
dengan tujuan kurikulum yang meliputi :
158
1. Teori, seperangkat konsep atau defenisi dan preposisi yang saling
berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang
gejala dengan menspesifikasi hubungan-hubungan antara variabel
dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
2. Konsep, suatu abstraksi yang dibentuk oleh generalisasi dari
kekhususan - kekhususan. Konsep adalah defenisi singkat dari
sekelompok fakta atau gejala.
3. Generalisasi, kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus,
bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam
penelitian.
4. Prinsip, adalah ide utama, pola skema yang ada dalam materi
yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep
5. Prosedur, adalah suatu seri langkah-langkah yang berurutan
dalam materi pelajaran yang harus dilakukan oleh siswa.
6. Fakta, adalah sejumlah informasi khusus dalam materi dianggap
penting, terdiri dari terminologi, orang, tempat dan kejadian.
7. Istilah, adalah kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus
diperkenalkan dalam materi
8. Contoh atau illustrasi ialah suatu hal atau tindakan atau dan
khusus diperkenalkan dalam materi
9. Definisi, ialah penjelasan tentang makna atau pengertian tentang
sesuatu.
159
10. Preposisi, suatu pernyataan atau pendapat yang tak perlu diberi
argumentasi.
3.3. Organisasi Kurikulum
Organisasi kurikulum terdiri dari beberapa bentuk yang
masing-masing memiliki ciri-ciri sendiri :
1. Mata pelajaran terpisah-pisah
Kurikulum terdiri dari sejumlah mata ajaran yang terpisah-pisah,
seperti sejarah, ilmu pasti, bahasa Indonesia, dll. Tiap mata ajaran
disampaikan sendiri-sendiri tanpa ada hubungannya dengan mata
ajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu, dan
tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan
siswa. Semua materi diberikan sama.
2. Mata ajaran – mata ajaran berkorelasi
Korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-
kelemahan sebagai akibat pemisahan mata ajaran. Prosedur yang
ditempuh ialah menyampaikan pokok-pokok yang saling
berkorelasi guna memudahkan siswa memahami pelajaran
tersebut.
3. Bidang studi
Beberapa mata ajaran yang sejenis dan memiliki ciri-ciri yang
sama dikorelasikan dalam satu bidang pengajaran, misaInya
160
bidang studi bahasa Indonesia, meliputi membaca, bercerita,
mengarang,dan sebagainya.
4. Program yang berpusat pada anak
Program ini adalah orientasi baru dimana krrikulum dititik
beraikan pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata
ajaran. Guru menyiapkan program yang meliputi kegiatan-
kegiatan yang menyajikan kehidupan anak, misalnya ekskursi dan
cerita. Dengan cam memperkaya dan mempertuas macam-macam
kegiatan, peserta didik dapat memperoleh pengetahuan dan
keterampilan. Cara lain untuk melaksanakan kurikulum ini ialah
pengajaran dimulai dari kelompok siswa yang belaju, kemudin
guru bersam siswa tersebut menyusun program bagi mereka. Para
siswa akan memperoleh pengalaman melalui program ini.
5. Core Program
Core artinya inti atau pusat. Core program adalah suatu program
inti berupa suatu unit atau masalah. Masalah diambil dari satu
mata ajaran tertentu, misalnya bidang studi IPS. Beberapa mata
ajaran lainnya diberikan melalui kegiatan belajar dalam upaya
memecahkan masalah tersebut. Mata ajaran tersebut tidak
diberikan secara terpisah. Biasanya dalam program itu telah
disarankan pengalaman-pengalaman yang akan diperoleh oleh
siswa dalam garis besarnya. Berdasarkan pengalaman yang
161
disarankan itu, guru dan siswa memilih, merencanakan dan
mengembangkan suatu unit kerja yang sesuai dengan minat,
kemampuan dan kebutuhan siswa.
6. Eclectic Program
Eclectic program adalah suatu program yang mencari
keseimbangan antara organisasi kurikulum yang berpusat pada
mata ajaran dan yang berpusat pada peserta didik. Caranya ialah
memilih unsur-unsur yang dianggap baik yang terdapat pada
kedua jems organisasi tersebut, kemudian unsur-unsur itu
diintegrasikan menjadi suatu program. Program ini sesuai dengan
minat, kebutahan dan kematangan peserta didik, Ruang lingkup
dan umum bahan pelajaran telah ditentukan sebelumnya, dan
kemudian perinciannya dikerjakan oleh guru dan siswa. Sebagian
waktu digunakan secara untuk pengajaran langsung, misalnya
pengajaran keterampilan dan sebagian waktu lainnya disediakan
untuk unit kerja. Program ini juga menyediakan kesempatan
untuk bekerja kreatif, mengembangkan apresiasi dan pemahaman.
Pembagian waktu disesualkan dengan kegiatan untuk mencapai
tujuan.
3.4 Evaluasi kurikulum
162
Evaluasi merupakan suatu komponen kurikulum, karena
kurikulum adalah pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar. Dengan evaluasi dapat diperoleh invormasi yang akurat
tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keherhasilan belajar
siswa. Berdasarkan informasi itu dapat dibuat keputusan tentang
kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbingan
yang perlu diberlakukan.
Aspek-aspek yang perlu dinilai benitik tolak dari aspekaspek
tujuan yang hendak dicapai, baik tujuan kurikulum, tujuan
pembelajaran dan tujuan belajar siswa. Setiap aspek yang dinilai
berpangkal pada kemampuan apa yang hendak dikembangkan,
sedangkan tiap kemamptran itu mengandung unsur-unsur
pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai. Penetapan aspek
yang dinilai mengacu pada kriteria keberhasilan yang telah
ditentukan dalam kurikulum tersebut.
Jents penilaian yang dilaksanakan tergantung pada tujuan
diselenggarakannya penilaian tersebut. MisaInya, penilaian formatif
dimaksudkan untuk mengetahui kemajuan siswa dan dalam upaya
melakukan perbaikan yang dibutuhkan. Berbeda dengan penilaian
summatif yang bermaksud menilai kemajuan siswa setelah satu
semester atau dalam periode tertentu, untuk mengetahui
perkembangan siswa secara menyeluruh.
163
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu
instrument penilaian, ialah validitas, reliabilitas, obiektifitas,
kepraktisan, dan pembedaan. Disamping itu perlu diperhatikan bahwa
penilaian harus objektif, dilakukan berdasarkan tanggung jawab
kelompok guru, rencana yang rinci dan terkait dengan pelaksanaan
kurikulum, sesuai dengan tujuan dan materi kurikulum,
menggunakan alat ukur yang handal dan mudah dilaksanakan serta
memberikan hasil yang akurat.
3. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum
4.1 Prinsip Relevansi (kesesualan)
Pengembangan kurikulum yang meliputi tujuan, isi dan sistem
penyampaiannya harus relevant dengan kebutuhan dan sesuai dengan
kebutuhan dan keadaan masyarakat, tingkat perkembangan dan
kebutuhan sisiwa. serta serasi dengan perkembangan iptek.
4.2 Prinsip Kontinuitas (berkesinambungan)
Kurikulum disusun secara berkesinambungan, artinya baglan,
aspek, materi, bahan kajian, disusun secara berurutan. tidak terlepas-
lepas, melainkan satu sama lain memiliki hubungan fungsional yang
bermakna, sesuai dengan jenjang pendidikan, struktur dan tingkat
perkembangan siswa. Dengan prinsip mi tampak jelas alur dan
164
keterkaitan di dalam kurikulum tersebut sehingga mempermudah
guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.
4.3 Prinsip Fleksibelitas (keluwesan)
Kurikulum yang luwes mudah disesuaikan, diubah dilengkapi
atau dikurangi berdasarkan tuntutan dan keadaan ekosistem dan
kemampuan setempat, jadi tidak statis atau kaku Misalnya dalam suatu
kurikulum disediakan program pendidikan keterampilan industri dan
pertanian. Pelaksanaannya di kota, tapi karena ketidaktersediaan lahan,
maka yang dilaksanakan adalah program pendidikan keterampilan
industri. Sebaliknya pelaksanaannya di desa ditekankan pada program
pendidikan keterampilan pertanian. Dalam hal im lingkungan sekitar,
keadaan masyarakat dan ketersediaan tenaga dan peralatan menjadi
faktor pertimbangan dalam rangka pelaksanaan kurikulum.
FUNGSI KURIKULUM
Setiap lembaga pendidikan formal maupun nonfomal dalam
penyelenggaraan kegiatan sehari-harinya berlandaskan kurikulum-
kurikulum itu sendiri dalam hal ini dapat berupa : (1). Rancangan
kurikulum, yaitu buku kurikulum suatu lembaga pendidikan; (2)
Pelaksanann kurikulum, yaitu proses pendidikan untuk mencapai
165
tujuan pendidikan ; dan (3). Evaluasi kurikulum, yaitu penilaian atau
penelitian basil-hasil pendidikan.
Dengan lingkup pendidikan formal. kegiatan merancang
melaksanakan dan menitai kurikulum tersebut, yaitu yang
dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan, dilaksanakan
sebagai program pengajaran.
Berbicara masalah fungsi kurikulum kita dapat meninjaunya
dari tiga segi, yaitu fungsi bagi sekolah yang bersangkutan, bagi
sekolah pada tingkat diatasnya dan fungsi bagi masyarakat (Winamo
Surahmad ; 6).
1. Fungsi bagi sekolah yang berungkutan
Fungsi kurikulum bagi sekolah yang bersangkutan ini paling
tidak dapat disebutkan dua macam. Pertama, sebagai alat untuk
mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan. Manifestasi
kurikulum dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah adalah berupa
program pengajaran. Program pengajaran itu sendiri merupakan suatu
sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang kesemuanya
dimaksudkan sebagai uapaya untuk mencapai tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan yang akan dicapai tersebut disusun secara
berjenjang mulai dart tujuan pendidikan yang bersifat nasional sampai
tujuan instruksional. Jika tujuan instruksional tercapai (hasilnya
166
langsung dapat diukur melalui kegiatan belajar mengajar di kelas) pada
gilirannya akan tercapai pula tujuan-tujuan pada jenjang diatasnya.
Setiap kurikulum sekolah pasti didalamnya tereantum tujuan-tujuan
pendidikan yang akan atau harus dicapai melalui kegiatan pengajaran.
Kedua, kurikulum dijadikan pedoman untuk mengatur
kegiatn-kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di sekolah. Dalam
pelaksanaan pengajaran misalnya, telah ditentukan macam-macam
bidang studi, alokasi waktu, pokok bahasan atau materi pengajamn
untuk tiap semester, sumber bahan, metode atau cara pengajaran, alat
dan media pengajaran yang diperlukan. Disamping itu. kurikulum
juga mengatur hal-hal yang berhubungan dengan jenis program cara
penyelenggaraan, strategi pelaksanaan, penanggung jawab, sua dan
prasarana dan sebagainya.
2. Fungsi bagi sekolah tingkat diatasnya
Dalam hal ini kurikulum dapat untuk mengontrol atau
memelihara keseimbangan proses pendidikan. Dengan mengetahui
kurikulum sekolah pada tingkat tertentu, maka kurikulum pada
tingkat diatasnya dapat mengadakan penyesuaian Misalnya saja, jika
suatu bidang studi telah diberikan pada kurikulum sekolah ditingkat
bawahnya, harus dipertimbangkan lagi pemilihannya pada kurikulum,
sekolah tingkatan diatasnya terutama dalam hal pemulihan bahan
167
pengajaran. Penyesuaian bahan tersebut dimaksudkan untuk
menghindari keterulangan penyampaian yang bisa berakibat
pemborosan waktu dan yang lebih penting lagi adalah untuk menjaga
kesinambungan bahan pengajaran itu.
Disamping itu, terdapat juga kurikulum yang berfungsi untuk
menyiapkan tenaga pengajar. Bila satu sekolah atau lembaga
pendidikan bertujuan menghasilkan tenaga guru (LPTK),. Maka
lembaga tersebut harus mengetahui kurikulum sekolah pada tingkat
dibawahnya tempat calon guru yang dipersiapkan itu akan mengaju.
Misalnya murid SPG harus mengetabui kurikulum SD, mahasiswa
IKIP/FKG harus menguasai kurikulum kurikulum SMTP dan SMTA.
Jika di SD, SMP dan SMA kegiatw pengajaran disampaikan dengan
sistem PPSI, maka sekolah-sekolah yang bertugas mengadakan guru
untuk sekolah-sekolah tersebut harus membekali calon-calonnya
dengan kemampuan memtruat PPSI.
3. Fungsi bagi Masyarakat
Padatamatan sekolah memang dipersiapkan untuk terjun
dimasyarakat atau tugasnya untuk bekerja sesuai dengan
keterampilan profesi yang dimilikinya. Oleh karena itu, kurikulum
sekolah haruslah mengetahui atau mencerminkan hal-hal yang
menjadi kebutuhan masyarakat atau para pemakai keluaran sekolah.
168
Untuk keperluan itu perlu ada kerja sama antara piliak sekolah
dengan pihak luar dalam hal pemberrahan kurikulum yang
diharapkan. Dengan demikian, masyarakat atau para pemakai lulusan
sekolah dapat memberikan bantuan, kritik atau saran-saran yang
berguna bagi penyempumaan program pendidikan di sekolah.
Dewasa ini kesesuaian antara program kurikulum dengan
kebutuhan masyarakat harus benar-benar diusahakan. Hal itu
mengingat seringnya terjadi kenyataan balwa lulusan selsolah halum
siap pakai atau tidak sesuai dengan tenaga yang dibutuhkan dalm
lapangan pekerjaan. Akibatnya, walau semakin menumpuk tenaga
kerja yang ada, kita tak dapat mengisi lapangan pekerjaan yang
tersedia karena tidak memiliki keterampilan atau keterampilan yang
dimilikinya tidak sesuai dengan yang dibutuhkan pada lapangan
pekerjaan. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, ada seorang tokoh
pendidikan yang mengemukakan agar sekolah tingluat SD sudah
dibuat menjadi dua jalur, yaitu jalur akademis (dipersiapkan untuk
melanjutkan sekolah) dan jalur vokasional (dipersiapkan untuk segera
bekerja). Hal itu berdasarkan kenyataan penelitian bahwa masih
sebagian besar anak tamatan SD yang tidak meneruskan pendidikan
ke tingkat di atasnya.
Sering terjadi karena suatu tingkat keterampilan yang
dibutuhkan dalam suatu tingkat pekerjaan, maka hal itu segera
diajarkan di sekolah. Sebagai contoh hal yang berhubungan dengan
169
keguruan misalnya dapat disebutkan perabekalan keterampilan
menibuat satuan pelajaran. Pada waktu itu, yaitu permulann
diterapkannya PPSI dalam sistem pengajaran di Indonesia sesuai
dengan tuntutan kurikulum '75, calon guru segera diberi keterampilan
membuatnya (sekarang Model Perencanaan Pengajaran). Boleh
dikatakan bahwa pembekalan atau pengajaran keterampilan tersebut
semata-mata disebabkan tuntutan pekerjaan kelak.
Penyiapan keterampilan para tamatan sekolah untuk bakal
terjun di masyarakat kerja, juga ditentukan oleh suatu misi sekolah,
apakah ia sekolah umum atau kejuruan. Misi suatu sekolah apakah ia
bertugas mempersiapkan tamatannya untuk meneruskan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi (jalur akademis), atau untuk bekerja
(jaIur vokasional), atau untuk kedua-duanya, akan mewamai
pendidikan keterampilan yang diajarkan oleh pibak sekolah yang
bersangkutan. Dengan adanya hal itu, para pemakai lulusan sekolah
tentunya sudah tanggap, Julusan dengan keterampilan mana (atau
apa) yang mereka butuhkan dan itu harus dialamatkan pada sekolah
yang sesui dengan misinya.
KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM
Seperti dikemukakan oleh Pratt diatas, kurikulum adalah
sebuah sistem, sebagai suatu sistem, ia pasti mempunyai komponen-
170
komponen atau bagian-bagian yang saling mendukung dan membentuk
satu kesatuan yang terpisahkan. Komponen-komponen dalam sebuah
sistem bersifat harmonis, tidak saling bertentangan. Kurikulum sebagai
suatu program pendidikan yang direncanakan dan akan direncanakan
mempunyai loomponen-komponen pokok tujuan, isi, organisasi dan
stratei (Winarno Surahmad: 9).
1. Tujuan
Kurikulum adalah suatu program yang dimaksudkan untuk
mencapai sejumlah tujuan pendidikan. Tujuan itulah yang dijadikan
arah atau acuan segala kegiatan pendidikan yang dijalankan. Berhasil
atau tidaknya program pengajaran di sekolah dapat diukur dari
seberapa jauh dan banyaknya tujuan-tujuan tersebut. Dalam setiap
kurikulum sekolah pasti dcantumkan tujuan-tujuan pendidikan yang
akan atau harus dicapai oleh sekolah yang bersangkutan. Ada dua
tujuan yang terdapat dalam sebuah kurikulum sekolah yaitu sebagai
berikut :
a. Tujuan Pendidikan yang harus dicapai secara keseluruhan
Tujuan ini biasanya meliputi aspek-aspek pengetalman.
keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diharapkan oleh para
lulusan sekolah yang bersangkutan. Itulah sebabnya tujuan ini
171
disebut tujuan institusional atau kelembagaan. Didalam sebuah
kurikulum sekolah, terdapat dua macam Tujuan institusional
umum dan khusus yang keduanya selalu menunjukkan
keinstitusionalannya. (kedua tujuan ini biasanya dkantumkan
dalam Buku 1 suatu kurikulum sekolah).
b. Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang studi
Tujuan ini adalah penjabaran tujuan institusional diatas yang
meliputi tujuan kurikulum dan instuksional yang terdapat dalam
setiap GBYP (Garis-garis Besar Program Pengajaran) tiap bidang
studi. Baik tujuan kurikulum maupun instruksional juga
meneakup aspek-aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan
nilai-nilai yang dihuapkan dimiliki anak setelah mempelajari tiap
bidang studi atan pokok bahasan dalam proses pengajaran.
2. Isi
Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yarag diberikan
kepada anak dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai
tujuan. Isi kurikulum meliputi jenis-jenis bidang studi yang diajarkan
dan isi program masing-masing bidang studi tersebut. Jenis-jenis
bidang studi ditentukan atas dasar tujuan institusional sekolah yang
bersangkutan. Jadi, ia berdasarkan kriteria apa suatu bidang studi
menopang tujuan int atau tidak. Berdasarkan kriteria itu, maka jenis
172
bidang studi yang diberikan pada suatu sekolah, misalnya SMA, akan
berbeda dengan sekolah yang lain, misalnya SPG.
Isi program suatu bidang studi yang diajarkan sebenamya
adalah isi kurikulum itu sendiri, atau ada juga yang menyebutnya
sebagai silabus. Silabus biasanya dijabarkan ke dalam bentuk pokok-
pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan, serta uraian bahan
pelajaran. Uraian bahan pelajaran inilah yang dijadikan dasar
pengambilan bahan dalam setiap kegiatan belajar mengajar di kelas
oleh pihak guru, Penentuan pokok-pokok dan sub-sub pokes bahasan
didasarkan pada tujuan instruksional.
3. Organisasi
Organisasi kurikulum adalah struktur program kurikulum
yang berupa kerangka program-program pengajaran yang akan
disampaikan kepada siswa. Organisasi kurikulum dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu struktur horizontal dan struktur vertikal.
Struktur horizontal berhubungan dengan masalah pengorganisasian
kurikulum dalam bentuk penyusunan bahan-bahan pengajaran yang
akan disampaikan. Bentuk-bentuk penyusunan mata-mata pelajaran
itu dapat secara terpisah (sparate subject), kelompok-kelompok mata
pelajaran (correlated), atau penyatuan seluruh pelajaran
173
dikembangkan di sekolah, yaitu misalnya program pendidikan
moupun, akademis, keguruan keterampilan dan lain-lain.
Struktur vertikal berhubungan dengan masalah pelaksanaan
kurikulum di sekolah. MisaInya apakah kurikulum dilaksanakan
dengan sistem kelas, tanpa kelas atau gabungan antara keduanya
dengan sistem unit waktu semester atau catur wulan. Termasuk dalam
hal ini adalah Juga masalah pembagian waktu untuk masing-masing
bidang studi untuk setiap tingkatan. Misalnya bidang studi Bahasa
Indonesia, diberikan selama berapa jam tiap minggu pada SMP/SMA
kelas I, II dan Ill. Demikian pula halnya dengan bidang-bidang studi
yang lain.
4. Stretegi
Dengan komponen strategi dimaksudkan strategi pelaksanaam
kurikulum di sekolah. Masalah strategi pelaksana itu dapat dilihat
dalam cara yang ditempuh dalam melaksanakan pengajaran,
penilaian, bimbingan dan konseling, pengaturan kegiatan sekolah
sceara keseluruhan, pemilihan metode pengajaran, alat atau media
pengajaran dan sebagainya. Dalam pelaksanaan pengajaran misalnya,
dilakukan dengan pendekatan PPSI (berlaku untuk setiap bidang
studi) atau dengan cara lain seperti sistem pengajaran modul, paket
pelajaran dan sebagainya
174
KOMPONEN KURIKULUM
(Drs. Hendyat Soetopo, MYd dan Drs. Wasty Soemanto, MYd dalam
bukunya Pembinaan don Pengembangan Kurikulum Sekolah)
1. Komponen Tujuan
Tentang komponen tujuan ini kita akan mengenal tingkat-
tingkat Tujuan yang satu dengan yang lain merupakan satu kesatuan
dalam mewujudkan cita-cita pendidikan dalam konteks pembangunan
manusia Indonesia.
Seperti telah dikemukakan dalam bagian yang Ialu, kurikulum
merupakan suatu program untuk mencapai sejumlah tujuan
pendidikan tertentu. Oleh karena itu, dalam kurikulum suatu sekolah
telah terkandung tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai melalm
sekolah yang bersangkutan.
Ada dua jenis tujuan yang terkandung di dalam kurikulum
suatu sekolah :
1. Tujuan yang ingin dicapai sekolah secara keseluruhan.
Selaku lembaga pendidikan setiap, setiap sekolah mempunyai
sejumlah tujuan yang ingin dicapai. Tujuan-tujuan tersebut
biasanya digambarkan dalam bentuk pengetahuan, ketarampilan
dan sikap yang kita harapkan dimiliki murid setelah mereka
menyelesaikan seluruh program pendidikan dari sekolah tersebut.
175
Tujuan dari sekolah tersebut kita namakan tujuan institusional
atau tujuan lembaga, misainya tujuan SD, tujuan SMP, tujuan
SPG dart seterusnya. Atas dasar tujuan-tujuan institusional itulah
kemudian ditetapkan bidangbidang studi atau bidnag pengajuan
yang akan diajukan pada sekolah yang bersangkutan.
2. Tujuan yang ingin dicapai dalam setiap bidang studi
Disamping tujuan institusional yang ingin dicapai oleh sekolah
secara keseluruhan, setiap bidang studi dalam kurikulum suatu
sekolah juga mempunyai sejumlah tujuan yang ingin dicapainya.
Tujuan-tujuan inipun digambarkan dalam berruk pengetahuan,
keterampilan dan sikap-sikap yang kita harapkan dinliliki oleh
murid setelah mempelajari suatu bidang studi pada suatu sekolah
tertentu. Oleh karena itu ada tujuan IPA dan SD tujuan
matematika di SMP, tujuan ilmu kegurun di SPG dan sebagainya.
Tujuan-tujuan setiap bidang studi dalam kurikulum suatu sekolah
tentunya ada yang kita sebut tujuan kurikuler dan ada pula yang
kita sebut tujuan instruksional, dimna tujuan instruksional
merupakan penjabaran lebih lanjut dari tujuan kurikuler. Atas
dasar tujuan kurikuler dan tujuan instruksional inilah kemudian
ditetapkan bahan pengajaran yang diajarkan dalam setiap bidang
studi pada suatu sekolah tertentu.
176
Dalam hubungannya dengan pembahasan tujuan pendidikan ini
berikut diulas tentang tujuan pendidikan secara hirarkis sesuai
dengan urutan tujuan yang ada di Indonesia.
Urutan tujuan pendidikan tersebut diawali dari tujuan
Pendidikan Nasional, kemudia Tujuan Institusional, Tujuan
Kurikuler sampai pada tujuan Instruksional.
1. Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan Pendidikan Nasional adalah merupakan tujuan pendidikan
yang tertinggi dalam kegiatan di negara kita. Tujuan ini sangat
umum dan sangat ideal, yang penggambarannya disesuaikan
dengan falsafah negara yaitu Pancasila.
Selanjutnya dalam GBHN telah digariskan tujuan Pendidikan
Nasional adalah :
Tujuan Pendidikan Nasional adalah membentuk
manusia pembangunan sehat jasmani dan rohaninya,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat
mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab
dalam menyuburkan sikap demokrasi dan penuh
tanggung rasa, dapat mengembangkan kecerdasan
yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur,
177
mencintai bangsanya dan sesama manusia dongan
ketentuan yang temaktub dalam IJUD 1945”
Secara ekspilisit maka tujuan pendidikan nasional itu dapat
dijabarkan sebagai membentuk manusia yang Pancasilais;
- Scehat jasmani dan rohani ;
- Berpengetahuan dan berketerampilan
- Bertanggung jawab
- Demokrasi;
- Tanggung rasa
- Cerdas ;
- Berbudi pekerti yang luhur ; dan
- Mencintai bangsa dan sesamanya.
2. Tujuan Institusional
Sistem persekolahan di negara kita adalah berjenjang yang
melembaga pada suatu tingkatan. Untuk itu maka pada tiap lembaga
hendaknya juga digariskan adanya suatu tujuan pendidikan yang kita
sebut tujuan institusional. Selanjutnya kita akan mengenal tujuan
institusional SD, SMP, SMA, SKKA, STM, SPG dan sebagainya.
Tentu saja tujuan institusional itu hendaknya menceminkan
dan menggambarkan tujuan pendidikan nasional yang akan dicapai
melalui lembaga pendidikan itu. Agar tidak tercapai penyimpangan
178
maka tiap tujuan institusional harus didahului dengan pengertian
pendidikan, dasar pendidikan dan tujuan pendidikan nasional. Hal ini
disamping untuk menghindari penyimpangan juga untuk menghindari
salah penafsiran yang emungkinkan tidak tercapainya Tujuan
pembangunan dan pendidikan nasional.
Sebagai gambaran maka dapat kita kemukakan kerangka
tujuan pendidikan di SPG (Sekolah Pendidikan Guru) sebagai
lembaga Pendidikan Guru yaitu
I. Pengetian Pendidikan
II. Dasar Pendidikan
III. Tujuan Pendidikan Nasional
IV. Tujuan Umum Pendidikan Sekolah Pendidikan Guru.
Tujuan Khusus Sekolah Pendidikan Guru. Dalam hubungan
ini kita akan mencoba memberikan gambaran tentang tujuan umum
dan khusus pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru :
(1) Tujuan Unrum Pendidikan Sekolah Pendidikan Guru; ialah agar
lulusannya:
a. Sehat jasmani dan rohani,
b. Menjadi warga negara Indonesia yang bemoral Pancasila
yang memiliki sifat-sifat yang bark dan konstruktif sebagai
warga masyarakat, serta menerima dan percaya kepada
179
kaidah-kaidah dan cara-cara pengalaman agama masing-
masing baik dalam peribadatan maupun kehidupan lainnya.
c. Memiliki pengetahun, keterampilan dan nilai serta sikap yang
diperlukan untuk:
3. Melaksanakan tugasnya secara efektif sebagai guru di Lembaga
Pendidikan Dasar yaitu SD atau TK.
4. Mengembangkan dan mengamalkan ilmu dan profesinya.
5. Menggunakan pronsip pendidikan seumur hidup di sekolah
maupun di luar sekolah sebagai alat utama bagi kemajuan pribadi
dan masyarakat.
6. Mengembangkan dan membina kepemimpinan yang demokratis
yang bertanggung jawab dalam interaksi sosial dengan murid-
murid daur anak-anak.
7. Menggunakan prinsip kemanusiaan, demokrasi dan keadilan
sosial dalam kehidupan, pergaulan sekolah dan keluarga secara
bertanggung jawab.
(2) Tujuan Khusus Pendidikan Sekolah Pendidikan Guru ialah agar
lulusannya :
a. Memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk kepentingan
dirinya dan atau untuk melaksanakan program pengajaran di
SI), dalam bidang :
180
1. Agama/Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Malia Esa yang
dianutnya.
2. Dasar pembinaan Moral Pancasila sesuai dengan
ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945.
3. Perkembangan dan perjuangan bangsa Indonesia dan
bangsa-bangsa di dunia pada umumnya.
4. Bahasa Indonesia yang tepat dan baik.
5. O1ah raga, kesehatan dan rekreasi.
6. Bahasa Inggris yang cukup untuk memahami uraian yang
sederhana.
7. Matematika
8. Ilmar Pengetahun Alam
9. Ilmu Pengetahuan Sosial
10. Kesenian yang meliputi seni rupa, seni musik dan atau
seni drama dan tari.
11. Pendidikan keterampilan yang meliputi jasa, kerajinan
dan teknik, Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK),
pertaman, peternakan dan atau perikanan.
12. Ilmu Keguruan dan meliputi pedagogik, dasar dan tujuan
pendidikan nasional Indonesia, dasar psikologis dan
interaksi belajar mengajar, psikologis pendidikan,
psikologis perkembangan, teknik penilaian pendidikan,
181
bimbingan dan penyuluhan, metodik dan didaktik umum,
alat bantu dan komunikasi pendidikan, metodik khusus
untuk tiap bidang studi yang diajukan pendidikan dasar
dan pendidikan dan pengembangan.
b. Memiliki keterampilan yang diperlukan untuk
1. Menjalankan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Berpartisipasi dalam masyarakat sebagai warga negara
Indonesia yang bermoral Pancasila dan sehat.
3. Merencanakan dan melaksanakan interaksi edukatif
dengan murid dalam mengerjakan bidang pengajaran
yang diberikan di pendidikan dasar yang meliputi
kemampuan menyusun program pengajaran. kemampuan
melaksanakan program yang telah disusun dengan
menggunakan metode teknik, dan alat yang sesuai
kemampuan mengidentifikasikan kesulitan-kesulitan dan
memberikan bimbingan kepada murid yang menghadapi
kesulitun.
4. Memimpin dan melaksanakan tugas administrasi sekolah.
5. Berinteraksi dengan murid, masyarakat dan kalangan
dunia pendidikan.
6. Mengarang dan menulis.
7. Melaksanakan kegiatan dalam memanfaatkan sumber
lingkungan.
182
8. Melaksanakan penelitin sederhana.
c. Memiliki nilai dan sikap yang meliputi
1. Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Cinta kasih kepada anak, bersedia untuk menyesuaikan
diri kepada berbagai kepada keadaan anak dan
memperlakukan anak secara obyektif.
3. Menghargai seni budaya bangsa sendiri, dan selektif
terhadap pengaruh kebudayaan asing.
4. Bersedia untuk saling mengoreksi cara-cara mengajar
yang bisa dilakukan.
5. Rendah hati, terbuka, peka terhadap kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, terruama dalam hubungannya
dengan profesi keguruan dan pendidikan, bercita-cita
untuk maju, bersedia untuk bertindak sebagai perintis,
percaya kepada diri sendiri.
6. Disiplin, berdedikasi, loyal dan bertanggung jawab
kepada tugas dan mengutamakan prestasi.
7. Makarya dan efisien.
8. Hidup sehat.
9. Mempunyai kebiasaan membaca dan belajar dengan baik.
3. Tujuan Kurikuler
183
Suatu lembaga pendidikan dalam melaksanakan kegiatan
pendidikan akan memberikan sejumlah isi pengajaran yang disusun
sedemikian rupa sehingga merupakan sejumlah pengalaman belajar
yang menunjang tercapainya tujuan Pendidikan. Dalam hal ini
dapatlah dirumuskan babwa yang dimaksud dengan tujuan yang akan
dicapai setelah si anak mengikuti sejumiah program pengajaran yang
diberikan dalam lembaga pendidikan itu. Dalam hal ini maka
menurut SPG ditetapkan sejumlah 11 (sebelas) tujuan kurikuler yang
barus dicaapai oleh seseorang anak/siswa setelah menamatkan
pendidikan di SPG. Tentu saja karena ini merupakan hirarki dari
tujuan institusional dan tujuan pendidikan nasional maka tujuan
kurikuler ini harus mencerminkan dan mengambarkan tujuan
ilistitusional dan tujuan pendidikan nasional itu. Atau dengan kata
lain maka penjabaran dari tujuan institusional dan tujuan pendidikan
harus nampak pada tujuan kurikuler ini.
4. Tujuan Instruksional
Tujuan instruksional ini merupakan penjabaran yang terakhir
dari tujuan-tujuan yang terdahulu dan lebih atas. Tujuan ini
diharapkan dapat tercapai pada saat terjadinya proses belajar
mengajar secara langsung yang terjadi pada setiap hari. Dalam
pelaksanaannya tujuan ini harus dirumuskan pada saat penyusunan
atuan pelajaran.
184
Untuk tujuan instruksional im kita bedakan 2 (dua) jenis
tujuan yaitu :
a. Tujuan instruksional umum yang sudah dirumuskan didalam
kurikuler.
b. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) untuk Tujuan ini
perumusannya dilakukan oleh guru sendiri pada saat menyusun
satuan pelajaran. Dalam tujuan ini diharapkan setelah anak
menerima pelajaran terjadi perubahan tingkah laku yang nyata
dan dapat diukur.
Guru dalam merumuskan tujuan ini hendaknya
memperhatikan hal-hal ini yang merupakan syarat TIK :
a. TIK hendaknya mengunakan istilah -istilah yang operasional
misainya menuliskan, menyebutkan, menunjukan. menghitung, dan
sebagainya, serta menghindari istilah-istilah yang non operasional
misalnya mengetahui, memahami. menghargai, meyakini dan
sebagainya.
b. TIK hendaknya mempakan hasil belajar siswa.
c. TIK hendaknya terwujud dalam tingkah laku yang spesifik. TIK
hendaknya megandung hanya satu jenis tingkah laku.
2. Komponen Materi (Isi dan Struktur Program)
1. Isi Kurikulum
185
Sebagai mana kurikulum 1975 maka untuk kurikulum SPG
yang berlaku saat berisi :
(1) Pokok-pokok bahasan adalah merupakan perincian bidang
pengajaran untuk dijadikab bahan pelajaran bagi para. siswa agar
mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(2) Bahan pengajaran adalah mutan penyampaian pokok bahasan
tersebut dari yang satu ke tahun pelajaran yang berikutnya, dari
semester yang satu ke semester yang berikutnya
(3) Sumber bahan yaitu bempa resources dimana proses belajar
mengajar memperoleh sejumlah pengalaman belajar. Sumber ini
dapat berupa tempat (museum, kantor, stasiun dan sebagainya),
orang ( camat, kep. Desa, petani, sopir dan sebagainya), atau
barang cetakan (buku, majalah, surat kabar, brosur dan
sebagainya.)
(4) Garis-garis besar program pengajaran (GBPP), adalah
merupakan penjelasan terperinci dari setiap bidang pengajaran
yang telah ditentukan pembagian dan penyebaran waktunya
dalam seminggu, catur wulan, semester seperti yang diatur dalam
struktur program kurikulum, dalam GBPP berisi:
(a) Tujuan kurikululer
(b) Tujuan instruksional
(c) Pokok babasan/sub pokok bahasan
(d) Bahan pengajaran
186
(e) Sumber bahan.
2. Sruktur Program
Untuk struktur program ini jelasnya dapat dilihat pada
lampiran. Program pendidikan (di SPG)
Program Pendidikan di SPG terdiri dari :
1. Pendidikan untum meliputi pendidikan Agama, Pendidikan Moral
Pancasila, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, o1ah Raga dan
Kesehatan.
2. Pendidikan Keguruan meliputi ilmu keguruan dan praktek
keguruan.
3. Pergajaran di SD/pendidikan spesialisasi/pembangunan meliputi
IPS, Matematika, Pendidikan Kesenian, Pendidikan
Keterampilan.
3. Koomponen Organisasi don Strategi
Disamping tujuan dan isi, setiap kurikulum mengandung
unsur organisasi dan strategi.
1. Organisasi
Struktur (susunan) program suatu kurikulum mengenai apa yang
disebut struktur horizontal dan struktur vertikal.
a. Struktur Horizontal
187
Struktur horizontal suatut kurikulum berkenaan dengan
apakah kurikulum im diorganisasikan dalam bentuk :
1. Mata-mata pelajaran secara terpisah (subjec centered)
misalnya : Biologi, Fisika, Sejarah, Ilmu bumi dan
sebagainya.
2. Kelompok-kelompok mata pelajaran yang kita sebut
bidang studi (broadfield) misalnya IPS, IPA. Kesenian,
Matematika dan sebagainya.
3. Kesatuan program tanpa mengenai mata pelajam maupun
bidang studi (integrated program).
Selanjutnya, dalam struktur horizontal tercakup pula
jenis-jenis program yang dikembangkan dalam kurikulum
tersebut, misalnya program pendidikan unnum, program
pendidikan keguruan, program spesialisasi dan
sebagainya.
b. Struktur Vertikal
Struktur vertikal suatu kurikulum berkenaan dengan apakah
kurikulum tersebut dilaksanakan melalui :
3. Sistem kelas misalnya kelas l, II, III dan seterusnya dimana
kenaikan kelas diadakan disetiap tahun secara serempak.
188
4. Program tanpa kelas, dimana perpindahan dui suatu tingkat
program ke tingkat program berikutnya dapat dilakukan setiap
waktu tampa harus menunggu teman-teman yang lain.
5. Kombinasi antara sistem A dan B.
Selanjumya, dalam struktur vertikal ini tercakup pula sistom unit
waktu yang digunakan, misalnya apakah sistem semester atau
catur wulan.
Akhirnya struktur program ini menyangkut pula masalah
penjadwalan dan pembagian waktu untuk masing-masing bidang
studi, isi kurikulum pada setiap tingkat atau kelas.
2. Strategi
Strategi pelaksanaan suatu kurikulum tergambar dari cara
yang ditempuh didalam melaksanakan pengajaran, dan didalam
mengadakan penilaian, cara didalam melaksanakan bimbingan
dan penyuluhan dan cara dalam mengatur kegiatan sekolah secara
keseluruhan.
Cara dalam melaksanakan pengajaran mencakup baik cara
yang berlaku secara umum maupun cata dalam menyajikan setiap
bidang studi, termasuk cara (metode) mengajar dan pelajaran
yang digunakan.
Komponen metode ini menyangkut komponen metode atau
upaya apa saja yang dipakai agar tujuan pendidikan dapat
tercapai. Dalam hal ini tentu saja metode yang dipergunakan
189
hendaknya relevan terhadap tujuan yang ditetapkan sebelumnnya,
dengan mempertimbangkan kemampuan guru, lingkungan anak
serta sarana pendidikan yang ada. Dalam pelaksanaannya tidak
ada satu metode yang baik untuk segala tujuan, atau dengan kata
lain kita harus memperhatikan tujuan dan situasi, karena suatu
metode cocok untuk mencapai suam tujuan akan tetapi belum
tentu cocok untuk mencapai suatu tujuan yang lain. Untuk itu
guru harus mengetahm kapan ia harus menggunakan metode
mengingat sifat-sifat polivalent dan polipragmatis dari suatu
metode.
Dengan polipragmatis dimaksud adalah penggunaan satu
metode untuk mencapai tujuan lebih dari satu tujuan; sedang
polivalent adalah penggunaan lebih dari satu metode untuk
mencapai satu tujuan. Dalam penympaian seperti kurikulum yang
berIalw niisalnya (kurikulum 1975) kurikulum SPH juga
menggunakan pendekatan PPSI yang dikembangkan melalui
satuan pelajaran dan modul. Dengan metode ini proses pengajaran
(belajar-mengajar) dipandang sebagai suaw sistem. Adapun
macam-macam metode dapatlah kita kemukakan sebagai contoh
metode ceramah, tanya jawab, demonstrasi, eksperimen,
pemberian tugas, karyawisata, sosiodrama, bermain peranan,
kerja kelompok diskusi, simposium, seminar dan sebagainya.
190
4. Komponen Sarana dalam Kurikulum Lembaga Pendidikan
Guru (SPG) meliputi
a. Sarana personal yang terdin dan
a. Guru
b. Tenaga edukatif yang tidak mengajw seperti konselon
c. Tenaga teknis non edukatif misaInya tenaga tata usaha.
b. Sarana material yang terdiri dari
1) Bahan instruksional dalam bentuk bahan instruksional,
teksbook, alat atau media pendidikan, sumber yang
menyediakan bahan instruksional atau pengalaman belajar dan
sebagainya.
2) Sarana fisik yang terdin dari gedung sekolah, kantor,
laboratorium, lapangan batsman sekolah dan sebagainya.
3) Biaya operasional yaitu tersedianya biaya dan dana untuk
penyelengguaan pendidikan.
c. Sarana Kepemimpinan
Sarana kepemimpinam ini akan memberi dukungan dan
pengamanan pelaksanaan, serta member! bimbingan. penggunaan
dan menyempurnakan program pendidikan.
d. Sarana Administrasi
Pendidikan administratif disini dapat disebutKan sebagai
- Pedoman Khusus Bidang Pengajaran
191
- Pedoman Penyusunan Sawn Pelajaran
- Pedoman Praktek Keguruan
- Pedoman Bimbingan Siswa
- Pedoman Administrasi Dan Supervisi
e. Komponen Evalusasi
Pendidikan adalah sebagian dari keperluan manusia. Sekolahpun
mempalari keperluan dari masyarakat. Untuk itu maka sekolah
termasuk juga didalamnya termasuk juga harus peka terhadap
perubahan-pembahan yang terjadi di masyuakat. Oleh karena itu
kurikulum sebagai bahan konsumsi dari anal didik dm sekaligus
juga konsumsi bagi masywakat juga harus dinilai terus menems
serta menyclums terhadap bahan atau program pengajuan.
Disamping itu penilaian terhadap kurikulum dimaksudkan juga
sebagai feedback terhadap tujuan, materi metode dan sarana
dalam rangka membina dan memperkembangkan kurikulum lebih
lanjut. Sedangkan penilaian dapat dilakukan oleh semua pihak
baik dari kalangan masyarakat luas maupun dari kalangan
petugas-petugas pendidik.
1.1. LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Landasan Pengembangan Kurikulum dapat meniadi titik tolak
sekaligus titik sampai. Titik tolak berarti pengembangan kurikulum
192
dapat didorong oleh pembahaman tertentu seperti penemu.an teori
belajar yang baru dan perubahan tuntutan masyarakat terhadap fungsi
sekolah. Titik sampai berarti kuirikulum harus dikembangkan
sedemikian rupa sehingga dapat merealisasikan perkembangan
tertentu, seperti dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
tuntutan-tuntutan sejarah masa lalu, perbedaan latar belakang murid,
nilai-nilai filsafat suatu masyarakat dan tuntutan-tuntutan kultur
tertentu.
Disini hanya dipaparkan landasan secara umum dan sepintas,
sedangkan uraian secara detail dapat dibaca pada kurikulum man
dapat dijabarkan sendiri sesuai dengan kondisi Indonesia. Tentang
landasan ini para ahli mengemukakan berbagai pendapat, sebagai
gambaran ummin kami paparkan pandangan tiga ahli kurikulum.
Landastur Pengembangan Kurikulum
1.2. KURIKULUM DAN LANDASAN PENGEMBANGAN
KURIKULUM
1. Pengembangan Kurikulum
No Aspek Saylor &
Alexander Ausbrey Haan Hilda Taba
1. Sosiologi Contenporary The variety
background of
children
- The analysis
society
- The analysis of
193
culture
- Current conception
of the funtions of
the school
No Aspek Saylor &
Alexander Ausbrey Haan Hilda Taba
2. Filosofis An Expression
of values
Methods &
values of e free
society
-
3. Psikologis Child as a
learner
- Dynamic of
children’s
learning
- Theory of
individual
growth
- Complex
factor that
Psycology of learning
- Learning theories
- The concept of
development
- The transfers of
learning
4. Contribute to
children’s
personality
growth.
- Social and culture
learning
- The extension of
learning
5. “Scientific” - - The nature of
194
knowledge
- The content of the
disciplines
Apabila diajukan pertanyaan : apakah kurikulum, itu ? setiap
orang yang ditanya akan menjawab sama atau berbeda satu sama
yang lain. Adanya jawaban yang bervariasi terhadap pertanyaan
tersebut sesuai dengan pendapat para ahli yang juga bervariasi
mengenai pengertian kurikulum im.
Kata "kurikulum" berasal dari satu kata bahasa asing yang
berarti "jalur pacu", dari secara tradisional kurikulum sekolah
disajikan seperti itut (ibarat jalan) bagi kebanyakan orang jais, (1976
: 6). Labih lanjut Zais (1976) mengemukakan berbagai pengertian
kurikulum, yakni : (i). Kurikulum sebagai program pelajaran, (ii).
Kurikulum sebagai isi pelajaran, (iii). Kurikulum sebagai pengalaman
belajar yang direncanakan, (vi). Kurikulum, sebagai pengalaman
dibawah tanggung jawab sekolah, dan (v). kurikulum sebagai suatu
rencama (tertulis) untuk dilaksanakan. Sedangkan Tanner dan Tanner
(1980) mengungkapkan konsep-konsep : (i). Kurikulam sebagai
pengetahuan yang diorganisasikan, (ii). Kurikulum sebagai modus
mengajar, (iii). Kurikulum sebagai arena pengajaran, (iv). Kurikulum
sebagai pengalaman, (v). kurikulum sebagai pengalaman belajar
195
terbimbing, (vi). Kurikulum sebagai kehidupan terbimbing, (vii).
Kurikulum sebagai suam rencana pembelajaran, (viii). Kurikulum
sebaga sistem produksi sceara teknologis, dan (ix). Kurikulum
sebagai tujuan. Untuk memudahkan dan menyederhanakan
pembahasan, berikut merupakan penyimpulan dari konsep-konsep
kurikulum yang terdiri dari (i). Kurikulum sebagai jalan meraih
ijazah, (ii). Kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran, (iii).
Kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran, (vi Kurikulum
sebagai basil belajar, dan (v). kurikulum sebag pengelaman belajar.
a. Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah. Seperti kita ketahai
bersama, kurikulum merupakan syarat mutlak dalam pendidikan
formal. Boleh dikata, tidak ada pendidikan formal tanpa ada
kurikulum. Pada pendidikan formal terdapat jenjang jenjang
pendidikan yang selalu berakhir dengan ijazah atau Surat Tanda
Tamat Behijar (STTB). Seseorang yang telah menyelesaikan satu
jenjang pendidikan, dalum kenyataannya telah melalui suatu jalur
pacuan yang terdiri dari berbagai mata pelajaran/bidang studi
beserta isi pelajarannya dan berakhir pada ijazah. Para pendidik
profesional juga memandang curriculum as the relatively
standardize grown coveret by students in their rece toward the
finish line (diploma)" (Zais, 1976 : 6 ).
196
Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya dapat kiranya disimpulkan
bahwa kurikulum mempakan jalan yang berisi sejumlah mata
pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran yang barus dilalui untuk
meraih ijazah.
b. Kurikulum sebagai mata don isi pelajaran. Kurikulum sebagai
jalan meraih ijazah mengisyaratkan adanya sejumlah mata
pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran yang barus diselesaikan
oleh siswa. Selain itu, jika ada orang yang bertanya : apa
kurikulumnya ? seringkali dijawab bahwa kurikulum adalah
PMP, Babasa Indonesia dan yang lain. Jawaban bahwa kurikulum
terdiri dari berbagai mata pelajaran sudah sejak lama ada, bahkan
sampai sekarang masili sering terbaca ataupun terdengar.
Schubert (1986) mengemukakan bahwa penyebutan kurikulum
yang demikian sama halnya menyamakan kurikulum dengan mata
pelajaran (Sumantri, 1988 : 2). Lebih jauh, orang sering menyebut
bahwa isi dari pelajaran tertentu dalam program dikatakan
sebagai kurikulum (Zais, 1976 : 7). Dengan demikian, tidaklah
mengejutkan apabila ada orang mengemukakan kurikulum
sebagai mata dan isi pelajaran.
c. Kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran. Winecoff
(1988 : 1), mengemukakan : "The curriculum is generally difined
as a plan the developed Ii facilitate the teachingfleaming process
197
under the direction and guidance of a school, college or
university and its members. "Defenisi kurikulum seperti
dikemukakan oleh Winecoff (1988) tersebut, secara jelas
menunjukkan kepada kita bahwa kurikulum didefenisikan sebagai
suatu rencana yang dikembangkan untuk mendukung proses
mengajar/belajar di dalam arahan dan bimbingan sekolah,
akademi atau universitas dan para anggota stafnya. Alexander dan
Saylor (1974 dalam Bondi dan Wiles, 1989 : 7) mengungkapkan
pula bahwa kurikulum sebagai suatu rancangan untuk
menyediakan seperangkat kesempatan belajar agar mencapai
tujuan. Kurikulum sebagai sam rencana kegiatan pembelajaran
sudah selayaknya mencakup komponen-komponen kegiatan
pembelajaran, namun demikian komponen-komponen kegiatan
pembelajaran yang dirancang dalam kurikulum masih bersifat
umum dan luwes untuk lanjut oleh guru.
d. Kurikulum sebagai hasil Belajar. Popham dan Baker
mendefiniskan kurikulum sebagai 'All planner leaming out comes
for whkh the scholl is responsible" Tanner & Tanner, 1980 : 24).
Secara jelas diutarakan oleh Popham dan Baker bahwa semua
rencana hasit belajar (Kamig out comes) yang merupakan
tanggung jawab sekolah adalah kurikulum. Adanya defenisi ini
mengubah pandangan penanggung jawals sekolah dari kurikulum
198
sebagai alat menjadi kurikulum sebagai tujuan. Bahkan Tanner &
Tanner (1980 :43) memandang kurikulum sebagai rekonstruksi
pengetahuan dan pengalaman, yang secara sistematis
dikembangkan dengan bantuan sekolah (atau universitas) agar
memungkinkan siswa menambah penguasaan pengetahuan dan
pengalamannya. Dengan demikian, kurikulum sebagai hasil
belajar mempakan serangkaian hasil belajar yang diharapkan.
Namun demikian bukan berarti dalam kurikulum tidak
diorganisasikan cara-cara sistematis untuk mewujudkan hasil-
hasil belajar yang diharapkan.
e. Kurikulum sebagai pengalaman belajar. Dari empat konsep
kurikulum yang diuraikan sebelumnya, dapatlah kita menandai
bahwa setiap orang yang terlibat dalam pengimplementasian
kurikulum tersebut akan memperoleh pengalam belajar. Foshay
mengamati bahwa sebelum tahun 1930-an istilah kurikulum
dideferusikan sebagai "semua pengalaman seorang siswa yang
diberikan dibawah bimtbingan sekolah" (Tanner & Tanner, 1980:
14) sedangkan Krug (1956 dalam Zais, 1976 : 8) menunjukkan
kurikulum sebagai "All the means employed by the school to
provide students with opportunities for desirable leaming
experiences". Jelas defenisi Krug ini menunjukkan kepada kita
bahwa semua yang bemaksud dipakai oleh sekolah untuk
199
menyediakan kesempatan-kesempatan bagi siswa memperoleh
pengalaman-pengalaman belajar yang diperlukan sekali adalah
kurikulum. Berdasarkan defenisi kurikulum, belajar tersebut
dapat diperoleh di dalam sekolah maupun di luar sekolah
sepanjang direncanakan atau dibimbing pihak sekolah. Dengan
demikian, kurikulum sebagai pengalaman belajar mencakup pula
tugas-tugas belajar yang diberikan oleh guru untuk dikerjakan
sesuatu.
Kelima konsep tentang kurikulum, yakni : (I). Kurikulum
sehagai jalan meraih ijazah, (ii). Kunkulum sebagai mata dan isi
pelajaran, (iii). Kurikulum sebagi rencana kegiatan belajar,
(iv).Kurikulum sebagai hasil belajar, dan (v). kurikulum sebagai
penglaman belajar, semua benar tergantung dari cara memandangnya.
Guru dapat memilih satu atau lebih konsep kurikulum yang dijadikan
acuannya. Dalam UU RI No. 2 tahun 1989 pasal 1 (9) menyebutkan
bahwa : " kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai isi dan bahan" serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar " (Depdikbud, 1989: 3),
sedangkan dalam pasal 37 menyebutkan: " kurikulum disusun untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan
tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan
lingkungan, kebutuhan pembangunan nasioanal, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan
200
jenjang masingmasing satuan pendidikan " (Depdikbud, 1989 : 15).
Rumusan penjabaran kurikulum seperti termaktub dalam UU Sistem
Pendidikan Nasional, bila dikaji merupakan konsep kurikulum yang
cukup lengkap dn menyeluruh. Dalam rumusan tersebut tampak
dengan jelas bahwa kurikulum perlu dan harus dikembangkan.
2. Landasan Pengembangan Karikalum
Kurikulum merupakan wahana belajar mengajar yang dinamis
sehingga perlu dinilai dan dikembangkan secara terus menerus dan
berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang ada dalam
masyarakat (Depdikbud, 1986: 1). Adapun yang dimaksud dengan
pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang menentukan
bagaimna pembuatan kurikulum akan berjalan. Hal tersebut meliputi
pertanyaan-pertanyaan berikut : Siapa akan dilibatkan dalam
pembuatan kurikulum, guru, administrator, orang tua, atau siswa ?
Apa prosedur yang akan digunakan dalam pembuatan kurikulum,
petunjuk administratif, konlisi fakultas (staf pengajar) atau konsultasi
universitas ? jika komisi yang digunakan, bagaimana mereka akan
diatur ? (Zais, 1976 : 17) sedangkan Bondi dan Wiles (1989 : 87)
mengemukakan babwa pengembangan kurikulum yang terbaik adalah
proses yang meliputi banyak hal yakni : (1) kemudahan-kemudahan
suatu analisis tujuan, (2) rancangan suatu program, (3) penerapan
serangkaian pengalaman yang berhubungan, dan (4) peralatan dalam
201
evaluasi proses ini. Secara singkat, pengembangan kurikulum adalah
suatu perbuatan kompleks yang mencakup berbagai jenis keputusan
(Taba, 1962 : 6).
Agar pengembangan kurikulum dapat berhasil sesuai dengan
yang diinginkan, maka dalam pengembangan kurikulum diperlakan
landasan-landasan pengembangan kurikulum. Seperti yang tercantum
dalam kurikulum SP, dalam landasan program dan pengembangan
dikemukakan bahwa pengembangan kurikulum mengacu pada tiga
unsur, yaitu : (1). Nilai dasar yang mempakan falsafah dalam
penyelidikan manusia seutuhnya, (2). Fakta empirik yang tercermin
dari pelaksanaan kurikulum, baik berdasarkan penilaian kurikulum
studi, maupun surve lainnya. (3). Landasan teori yang menjadi arahan
pengembangan dan kerangka penyorotannya (Depdikbud, 1986 : 1).
Hal yang dikemukakan dalam "Landasan Program dan
Pengembangan Kurikulum" merupakan contoh adanya landasan-
landasan pengembangan kurikulum, yang acapkali disebut sebagai
determinan (faktor-faktor penentu) pengembangan kurikulum.
a. Landasan Filosofis. Pendidikan ada dan berada dalam kehidupan
masyarakat sehingga apa yang dikehendaki oleh masyarakat
untuk dilestarikan diselenggarakan melalui pendidikan (dalam arti
seluas-luasnya) (Raka, Joni, 1983 : 6). Segala kehendak yang
dimiliki oleh masyarakat merupakan sumber nilai yang
memberikan arah pada pendidikan. Dengan demikian pandangan
202
dan wawasan yang ada dalam masyarakat merupakan pandangan
dan wawasan dalam pendidikan, atau dapat dikatakan bahwa
filsafat yang hidup dalam masyarakat merupakan landasan
filosofis pertyelenggaraan pendidikan. Filsafat boleh jadi
didefinisikan sebagai suatu studi tentang : hakikat realitas,
hakikat ilmu pengetalman, hakikat sistem nilai, hakikat nilai
kebaikan, hakikat keindahan dan hakikat pikiran (Winecoff, 1988:
13). Oleh karena itu landasan filosofis pengembangan kurikulum
adalah hakikat realitas, ilmu pengetahuan, sistem nilai, nilai
kebaikan, keindahan, dan hakikat pikiran yang ada dalam
masysarakat. Secara logis dan realistis, landasan filosofis
pengembangan kurikulum dari satu sistem berbeda dengan
pendidikan yang lain. Juga landasan filosofis pengembangan
kurikulum dan suatu lembaga berbeda dengan lembaga yang lain.
Perbedam tersebut sangat terasa dalam masyarakat yang
majemuk. Untuk landasan filosofis pengembangan kurikulum
secara cepat dan tepat kita pastikan, yakni nilai dasar yang
merupakan falsafah dalam pendidikan manusia seutuhnya yakni
pancasila.
b. landsaan Sosial- Budaya - Agama. Realitas sosial-budaya -
agama yang ada dalam masyarakat merupakan bahan kajian
pengembangan kurikulum untuk digunakan sebagai landasan
pengembangan kurikulum. Masyarakat adalah suatu kelompok
203
individu-individu yang diorganisasikan mereka sendiri ke dalam
kelompok-kelompok berbeda ( Zais, 1976 : 157; Raka Joni, 1983
: 5 ). Masyarakat sebagai kelompok individu-individu mempunyai
pengaruh terhadap individu-individu dan sebaliknya, individu-
individu itu pada taaf-taraf tertentu juga mempunyai pengaruh
terhadap masyarakat (Raka Joni, 1983 :5) kebersaman individu-
individu dalam masyarakat diikat dan terikat oleh nilai-nilai
individu yang menjadi pegangan Mdup dalam interaksi di antana
mereka. Nilai-nilai yang perlu dipertahankan dan dihomati oleh
individu-individu dalam masyarakat tersebut, mencakup nilai-
nilai keagamaan dan nilai-nilai sosial budaya. Nilai-nilai
keagamaam berhubungan erat dengan kepercayaan masyarakat
terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang mereka anut. Oleh
kreena nilai agama berhubungan dengan kepereayaan, maka pada
umumnya bersifat langgeng sampai masyarakat pemeluknya
melepaskan kepereayaannya (Rika Joni, 1983 : 5). Nilai-nilai
sosial- budaya masyarakat bersumber pada basil karya akal budi
manusia, sehingga dalam mencrima, menyebarluaskan,
melestrikan dan atau melepaskannya manusia menggunakan
akalnya. Dengan demikian, apabila terhadap nilai-nilai sosial
budaya yang tidak berterima atau bersesuaian dengan akaInya
akan dilepaskan. Oleh karena itu, nilai-nilai sosial budaya lebih
bersifat sementara bila dibanding nilai-nilai keagamaan. Untuk
204
menerima melaksanakan, menyebarluaskan. pelestarian, atau
penolakan dan pelepasan nilai-nilai sosial budaya-agama, maka
masyarakat memanfaatkan pendidikan yang dirancang melalui
kurikulum. Jelas kiranya bagi kita. mengapa salah satu landasan
pengembangan kurikulum adalah nilai-nilai sosial-budaya-agama.
c. Landasan ilmu pengetahuan teknologi dan seni. Pendidikan
merupakan usaha penyiapan subjek didik ( siswa) meng hadapi
lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat
( Raka Joni, 1983: 25 ). Perubahan masarakat mencakup nilai
yang disepakati oleh masyarakat tersebut. Sedangkan seluruh
nilal yang telah disepakati oleh msyarakat dapat pula tersebut,
sedangkan seluruh nilai yang disepakati oleh masyarakat dapat
pula disebut sebagai kebudayaan. Oleh karena itu, kebudayaan
dapat dikatakan sebagai suatu konsep yang memiliki
kompleksitas tinggi (Zais, 1987: 157). Namun dengan demikian
menurut Damd Joesoep (1982 dalam Raka Joni, 1983 : 40) bahwa
sumber ratusan ribu nilai yang ada dalam masyarakat ntuk
perkembangan melalui proses pendidikan ada tiga yaitu : pikiran (
logika), perasaan (estetika), dan kemuan (etika). Ilmu
pengetahuan dan tehnologi adalah nilai-nilai yang bersumber
pada pikiran atau logika, sedangkan seni bersumber pada
perasaaan atau estetika. Mengingat pendidikan merupakan upaya
penyiapan siswa menghadapi perubaban yang makin pesat,
205
temasuk didalamya perubahan ilmu pengetahuan, tehnologi, dan
seni.
d. Landasan perkembangan masyarakat. Salah satu ciri masyarakat
adalah selalu berkembang. Mungkin pada msyarakat tertentu
perkembangannya tersebut sangat lambat tetapi masyarakat
lainnya cepat baik sanggat cepat (Nana Sy Sukmadinata,
1988:66). Perkembangan masyarakat juga dipengaruhi oleh
falsafah hidup, nilai-nilai, ipteks, dan kebutuhan yang ada dalam
masyarakat. Falsafah hidup akan mengarahkan perkembangan
masyarakat. Nilai-nilai sosial budaya agama akan merupakan
penyaringan nilai-nilai lain yang menghambat perkembangan
masyarakat. lpteks mendukung kegiatan msyarakat, dan
kebutuhan msyarakat akan membantu menetapkan perkembangan
yang dilaksanakan. Perkembangan masyarakat akan menuntut
tersedianya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan
masyarakat maka, diperlukan rancangannya berupa kurikulum
yang landasan pengembangannya berupa perkembangan
masyarakat itu sendiri.
Pengertian kurikulum dan Iandasan-landasan pengembangan
kurikulum yang telah diuraikan sebelumnya, akan merupakan
dasar untuk mengkaji pembelajaran dan pengembangan
kurikulum lebili lanjut. Tugas-tugas berikut ini akan membantu
206
memantapkan perasaan anda mengenai pengertian kurikulum dan
landasan - landasan pengembangan kurikulum.
1.3. Komponen dan Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum.
1. Komponen kurikulum
Sebelum melaksanakan kegiatan pengembangan kurikulum,
seorang pengembang terlebih dahulu mengenal konaponen atau
elemen atau unsur kurikulum. Seperti yang dikemukakan Tyler (1950
dalam Tabs, 1962 : 422) bahwa "it is important as a part of a
compherensive theory or organization to indkate just what kinds of
elements. An in a given currkulum it is important to identify the
partkular elements that shall be used" Dari pemyataan Tyler tersebut,
tampak pentingnya mengenal komponen atau elemen atau unsur
kurikulum. Herrck (1950 dalam Taba, 1962: 425) mengemukakan 4
(empat) elemen, yakni : tujuan (obejetives), mata pelajaran (subject
matter), metode dan organisasi (method and organization), dan
evaluasi (evolution). Sedangkan ahli yang lain mengemukakan bahwa
kurikulum terdiri dari 4 komponen dasur: (1) aim, goals, and
objektive, (2) content, (3) leaming activities, don (4)evaluations
(Zais, 1976: 295). Nana Sy. Sukmadinata (1988 : 110) menemukan
empat konaporten dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah
tujuan, isi atau materi, proses atau isi penyampaian, serta evaluasi.
Berdasarkan uraian tentang komponen-komponen kurikulum
207
sebelumnya, yakni komponen kurikulum yang terdiri dari : tujuan,
materil pengalaman belajar, organisasi, dan evaluasi.
a. Tujuan. Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum mempakan
kekuatan-kekuatan fundamental yang peka sekali, karena hasil
yang diinginkan tidak hanya sangat mempengaruhi bentuk
kurikulum, tetapi memberikan arah dan fokus untuk selmh
program pendidikan (Zais, 1976 : 297). Apa yang diutarakan oleh
Zais mengenai pentingnya tujuan adalah benar adanya, karena
tidak ada satupun aspekaspek pendidikan yang lain bertentangan
dengan tujuan. Dalam kenyataannya aspek-aspek pendidikan
selalu mempertanyakan tentang tujuan. Lebili lanjut Zais (1976 :
307) mengklasifikasik" tujuan menjadi tiga yakni aims, goal, dan
objetives, yang ketiganya mempakan suatu hirarki vertikal.
Adanya klasifikasi tujuan kurikulum seperti yang disampaikan
oleh Zais juga tersurat dalam tujum kurikulum indonesia.
Hirearki vertikal tujuan kurikulum di Indonesia, paling tinggi
adalah tujuan pendidikan nasional, kemudian tujuan
kelembagaan, diikuti tujuan kurikuler, dan tujuan pengajaran.
Tujuan pendidikan nasional merupukan tujuan kurikulum
tertinggi yang bersumber pada falsafah bangsa (pancasila) dan
kebutuhan masyarakat tertuang dalam GBHN dan UU-SPN.
Tujuan kelembagaan (tujuan institusional) mempakan tujuan yang
menjabarkan tujun pendidikan nasional, bersumber pada tujuan
208
tiap jenjang pendidikan dalam UU-SPN, karekteristik mata
pelajaran bidang studi, karakteristik lembaga, dan kebutuhan
masyarakat. Tujuan yang terbawah dari hirarki tuju" kurikulum
Indonesia adalah tujuan pengajaran., yakni suatu tujuan yang,
menjabarkan tujuan kurikuler dan bersumber pada karakteristik
mata pelajaran/bidang studi dan karakteristik siswa. Tujuan
pengajuan terbagi menjadi dua macam, yakni Tujuan Umum
Pengajoran (TUP) dan Tujuan Kbusus Pengajaran (TKP). Apabila
dikaji lebih lanjut akan kita temukan bahwa dalam perumusannya,
tujuan tersusun hirarki vertikal dari yang tertinggi ke yang
terendah dan sebaliknya, untuk pencapaiannya secara hirarki
vertikal daii tujuan yang terendah ke tujuan yang lebib tinggi.
Untuk memperjelas uraian, berikut mempakan hirarki nujuan
kurikulum Indonesia.
Hirarki tujun kurikulum secara vertikal di Indonesia seperti
terurai sebelumnya, tersurat seperti terurai sebelumnya,
Jenjang Tujuan Dokumen Penanggung Jawab
Tujuan Pendidikan UU SPN & GBHN Menteri Dikbud
Tujuan
Kelembagaan
Kurikulum Tiap
Lembaga
Kepala Sekolah
Tujuan Kurikuler GBBP Guru Mata Pelajaran /
Bidang Studi / Kelas
Tujuan Pengajaran GBPP & Rancangan Guru Mata Pelajaran
209
Pembelajaran
tersurat sampai dengan Kurikulum Yang Disempumakan (KYD)
SD/SLTP/SLTA tahun 1984/1985 atau 1985/1986. Hierarki
tujuan kurikulum secara vertikal tersebut dapat saja berkembang
atau dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan atau
perkembangan zaman.
Pengembangan hierarki kurikulum secara. vertikal di Indonesia
tertampak dalam draft kurikulum tahun 1994/1995. Hirarki tujuan
kurikulum vertikal yang tersurat dalam draft kurikulum
1994/1995 tersebut diawali dari tujuan pendidikan nasional,
kemudian tujuan kelembagaan, tujuan kurikuler, tujuan bidang
studi, tujuan kelas dan tujuan catur wulan serta Tujuan
pengajaran. Secara garis besar hierarki tujuan kurikulum dalam
draft kurikulum 1994/1995 tersebut, ditujukan untuk lebili tajam
diharapkan dapat memudahkan guru menjabarkan.
b. Materi pengalaman belajar. Hal yang mempakan fungsi khusus
dari kurikulum pendidikan fonnal adalah memilih dan menyusun
isi (komponen kedua dari kurikulum) supaya keinginan tujuan
kurikulum dapat dicapai dengan dan paling efektif dan supaya
pengetahuan paling penting yang diinginkan pada jalumya dapat
disajikan secara efektif (Zais, 1976: 322). Selain itu untuk
mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan diperlukan
210
bahan ajaran (Nana Sy. Sukmadinata, 1988 : 114). Namun
demikian sebenarnya tidak cukup hanya isil bahan ajaran
saja yang dipikirkan dalam kegiatan kurikulum, lebih dari itu
adalah pengalaman belajar yang mampu mendukung pencapaian
tujuan secara lebili efektif. Hal ini berarti kita memandang
kurikulum sebagai suatu rencana untuk belajar, dan tujuan
menentukan belajar apa yang penting, maka kurikulum secara
pasti mencakup seleksi, dan organisasilmateri dan pengalaman
belajar (Taba, 1962 : 266). Isi atau materi kurikulum adalah
semua pengetalman, keterampilan, nilai-nilai, dan sikap yang
terorganisasi dalam mata pelajaran/bidang studi. Sedangkan
pengalaman belajar dapat diartikan sebagai kegiatan belajar
tentang atau Belajar bagaimana disiplin berpikir dan strata
disiplin thou. Dengan demikian jelaslah bahwa baik materi/isi
kurikulum dan pengalaman belajar barus dipikirkan dan dikaji
serta diorganisasikan dalam pengembangan kurikulum.
Pentingnya materi/isi kurikulum dan pengalaman belajar dapat
kita lihat pada pernyataan Taba (1962 : 263) berikut ini :
Selecting the content, with accompanying leaming experiences, in
one of the two central derision in currkulum making, and there
fore rational method of going about it is a matter of great concert
"
211
c. Organisasi. Perbedaan antara behijar di sekolah dan belajar
dalam kehidupan adalah dalam hal pengorganisasian secara
formal di sekolah. Jika kurikulum merupakan suatu rencana untuk
belajar maka isi dan pengalaman belajar membutuhkan
pengorganisasian sedemikian rupa sehingga berguna bagi tujuan-
tujuan pendidikan (Taba, 1962 : 290). Berdasarkan pendapat Taba
tersebut, jelas babwa materi dan pengalaman Belajar dalam
kurikulum diorganisasikan untuk mengefektifkan pencapaian
tujuan. Namam demikian, perlu kita sadari bahwa
pengorganisasian kurikulum merupakan kegiatan yang sulit dan
kompleks. Sukar dan kompleknya pengorganisasian kurikulum
dikareakan kegiatan tersebut bertalian dengan aplikasi serta
pengetahuan yang ada tentang pertumbuhan dan perkembangan
peserta didik, dan masalah proses pembelajaran (Sumantri, 1988 :
23).Masalah-masalah utama organisasi kurikulum berkisar pada
ruang lingkup (scope), sekuensi kontinuitas, dan integrasi.
Evaluasi. Evaluasi merupakan komponen ke empat
kurikulum, mungkin merupakan aspek kegiatan pendidikan yang
dipandang paling kecil (Zais, 1976 : 369). Evaluasi ditujukan untuk
melakukan evaluasi terhadap belajar sisiwa (basil dan proses)
mampun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, Lebih lanjut Zais
(1976 : 378) mengemukakan evaluasi kurikulum secara luas
merupakan suatu usaha sangat besar yang kompleks yang mencoba
212
menantang untuk mengkondifikasi proses salah satu dari istilah
sekuensi atau komponen-komponen. Evaluasi kurikulum secara luas
tidak hanya menilai dokumen tertulis, tempat yang lebih penting
adalah kurikulum yang diterapkan sebagai bahan-bahan fungsional
dari kejadian-kejadian yang meliputi interaksi siswa, guru, material,
dan lingkungan. Adapun peran evaluasi dalam kurikulum secara
keseluruhan baik evaluasi belajar sisiwa maupun keefektifan
kurikulum dan pembelajaran, dapat digunakan sebagai dasan
pengembangan kurikulum. Dari uraian tentang evaluasi jelaslah
bahwa evaluasi bukanlah komponen atau kegiatan pendidikan yang
kecil. Sebagai konponen kurikulum, evaluasi merupakan bagian
integral dari kurikulum. Kegiatan evaluasi akan memberikan
informasi dan data tentang perkembangan belajar siswa maupun
keefektifan kurikulum dan pembelajaran, hingga dapat dilihat
keputusan-keputusan pembelajaran dan pendidikan secara tepat.
213
BAB IV
MOTIVASI BELAJAR
4.1. Pengertian dan Pentingnya Motivasi
Motivasi berasal dari kata Inggris motivation yang berarti
dorongan, pengalasan dan motivasi. Kata kerjanya adalah to motivate
yang berarti mendorong, menyebabkan dan merangsang. Motivate
sendiri berarti alasan, sebab dan daya penggerak (Echols, 1984).
Motif adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong individu
tersebut amok melakukan aktifitas-aktifitas tertentu guna mencapai
tujuan yang diinginkan (Suryabrata, 1994). Secara serupa Winkels
(1987) mengemukakan bahwa motif adalah penggerak dalam diri
seseorang mau melakukan aktifitas-aktifitas tertentu dalam mencapai
suatu tujun tertentu pula.
Dalam kegiatan belajar mengajar, dikenal adanya motivasi
belajar, yaitu motivasi yang diterapkan dalam kegiatan belajar.
Motivasi belajar adalah keseluruhan dari penggerak psikis dalam diri
siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan
belajar itu demi mencapai suatu tujuan (Winskel, 1987).
Motivasi belajar memegang peranan penting dalam
memberikan gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar
sehingga yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi linggi
214
yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar. Siswa yang
mempunyai motiasi belajar tinggi sangat sedikit yang tertinggal
belajarnya dan sangat sedikit putus kesalahan dalam belajarnya
(Palardi, 1975).
Ada beberapa ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar
yang tinggi. Ini dapat dikenali dalam proses belajar mengajar di
kelas, sebagaimana dikemukakan Brown (1981) sebagai berikut:
tertarik kepada guru, artinya tidak membenci atau bersikap acuh tak
acuh ; tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan ; mempunyai
antusias yang tinggi serta mengendalikan perhatiannya
215
terutama kepada guru, ingin selalu bergabung dalam kelompok kelas;
ingin identitas dirinya diakui oleh orang lain; tindakan, kebiasaan,
dan moralnya selalu dalam kontrol diri; selalu mengingat pelajaran
dan mempelajarinya kembali; dan selalu terkontrol oleh
lingkungannya.
Sardiman (1986) mengemukakan bahwa ciri-ciri motivasi
yang ada pada diri seseorang adalah: tekun dalam menghadapi tugas
atau dapat bekerja secara. terus menerus dalam waktu lama; ulet
dalam menghadapi kesulitan dan tidak mudah putus asa, tidak cepat
puas atas prestasi yang diperoleh; menunjukkan minat yang besar
terhadap bermacam-macam masalah belajar; lebih suka bekerja
sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain; tidak cepat bosan
dengan tugas-tugas rutin; dapat mempertahankan pendapatnya; tidak
mudah melepaskan apa yang diyakini; senang mencari dan
memecahkan masalah.
Suatu hal yang penting adalah bahwa motivasi pada setiap
tingkat yang diatas hanya dapat dibangkitkan apabila telah
diperngaruhii tingkat motivasi di bawahnya. Bila kita ingin anak
belajar dengan baik (tingkat 5), maka haruslah terpengaruh tingkat 1-
4. Anak yang lapar, merasa tidak aman, yang tidak dikasihi, yang
tidak diterima sebagai anggota masyarakat kelas, yang guncang harga
dirinya, tidak akan dapat belajar dengan baik.
216
Motivasi kelakuan manusia merupakan topik yang sangat
luas. Banyak macam motivasi dan para ahli meneliti tentang
bagaimana asal dan perkembangannya dan menjadi suatu "daya"
dalam mengarahkan kelainan seseorang. Motivasi diakui sebagai hal
yang sangat penting bagi pelajaran di sekolah.
Ada sejumlah tokoh yang meneliti soal motivasi belajar ini.
Hewitt (1968) mengemukakan bahwa "attentional set” merupakan
dasar bagi perkembangan motivasi yakni yang bersifat sosial. artinya
anak itu suka bekerja sama dengan anak-anak lain dan dengan guru, ia
mengharapkan penghargaan dari teman-temannya dan mencegah
celaan mereka, dan ingin mendapatkan harga dirinya di kalangan
kawan sekelasnya. Selanjutnya anak itu memperoleh motivasi anak
menguasai pelajaran (matery), termasuk penguasaan kemampuan
intelektual. Dengan reinforcement yakni penghargaan atas
keberhasilannya motivasi itu dapat dipupuk. Taraf motivasi tertinggi
menurut hewitt ialah motivasi untak "achievemenf' atau keberhasilan
yang merupakan syarat agar anak im didorong oleh kemauannya
sendiri dan merasa kepuasan dalam mengatasi tugas-tugas yang kian
bertambah sulit dan berat. Bila taraf ini tercapai, maka anak itu
sanggup untuk belajar sendiri.
Juga peneliti lain mengemukakan pentingnya reinforcement
berupa pujian, penghargaan yang diberikan bila hasil belajar anak
mendekati bentuk kelakuan yang di inginkan, dan tidak perlu di
217
tunggu sampai hasil belajarnya benar sepenuhnya. Siswa perlu
diberitahukan tentang hasil pekerjaanya sehingga ia dapat menilai
keberhasilannya dan kegagalannya. Akhirnya anak itu harus
meningkat dalam bentuk penghargaan dari yang konkrit kepada rasa
putas atas keberhasilannya menurut standar yang ditentukannya
sendiri.
Pentingnya motivasi
Secara konseptual motivasi berkaitan erat dengan prestasi atau
perolehan belajar. Pembelajaran yang tinggi motivasi, umumnya
tinggi pula perolehan belajarnya. Sebaliknya, pembelajaran yang
rendah motivasinya, rendah pula perolehan belajarnya. Demikin juga
pembelajuan yang sedang-sedang saja motivasinya, umumnya
perolehan belajannya juga sedang-sedang saja.
Banyak riset yang membuktikan bahwa tingginya motivasi
dalam belajar berhubungan dengan tingginya prestasi belajar. Bahkan
pada saat ini, kaitan antara motivasi dengan perolehan dan atau
prestasi ini tidak hanya dalam belajar. Dalam kerjapun, motivasi mi
juga sangat prating. Salah satu hasil peneliti juga menunjukkan
bahwa siswa yang mempunyai motivasi-berprestasi umumnya juga
mempunysu prestasi yang lebih tinggi. Pegawai atau karyawan yang
mempunyaj motivasi berprestasi tinggi juga menunjukkan
218
performansi profesional yang diharapkan atau di atas rata-rata teman
atau sejawatnya.
Bahkan dewasa ini, ada juga yangg mengembangkan motivasi
berprestasi atau motivasi belajar ini menjadi motif berkompetensi
yang dimaksud dengan berkompetensi adalah dorongan-dorongan
untuk menguasai kompetensi keahliannya. Terbukti dengan jelas,
bahwa mereka yang mempunyai motivasi kompetensi yang tinggi
cenderung lebih mengusai bidang-bidangnya dibandingkan dengan
mereka yang rendah motif kompetensinya.
Oleh karena itu, motivasi belajar sangat urgen dalam
peningkatan perolehan belajar. Dalam khasanah kepustakaan
kependidikan, motivasi sering-sering disebut secara berulang-ulang
sebagai variabel yang banyak menentuk perolehan belajar. Bahkan,
orang yang sukses disegala bidang, lebih banyak disebabkan oleh
tingginya motivasi yang mereka punyai.
Juga untuk belajar diperlukan motivasi "motivation is dan
essential condition of learning". Hasil belajarpun banyak ditentuk
oleh motivasi. Makin tepat motivasi yang kita berikut, makin berhasil
pelajaran itu. Motivasi menentukan intensitas usaha anak belajar.
Motivasi melepaskan energi atau tenaga yang ada pada
seseorang.
219
Setiap motivasi bertalian erat dengan suatu tujuan. Tensing
dan Hillary mungkin ingin membuktikan kesanggupan manusia.
untuk menaklukan puncak tertinggi itu. Tukang becak menahankan
panas dan hujan untuk meneari nafkah bagi anak istrinya
Motivasi mempunyai tiga fungsi:
(a) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagal penggerak atau
motor yang melepaskan energi.
(b) Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak
dicapai.
(c) Menyeleksi perbuatan. yakni menentukan perbuatan-perbuatan
apa yang harus dijalankan yang serasi guna mencapai Tujuan itu,
dengan menyampingkan perbuatan-perbuatan yang tak bermanfaat
bagi tujuan ini. Seorang yang betul-betul bertekad menang dalam
pertandingan, tak akan menghabiskan waktunya bermain karena,
sebab tidak serasi dengan tujuan.
Dalam bahasa schari-hari motivasi dinyatakan dengan; hasrat,
keinginan, maksud, tekad, kenuman, dorongan, kebutahan, kehendak,
cita-cita, keharusan, kesedihan dan sebagainya.
4.2. Sifat Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik
220
Motivasi dapat di bedakan atas motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik. Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah
motivasi yang berasal dari dalam individu.
Ausabel (1968) berpendapat babwa modyasi yang dikaitkan
dengan motivasi sosial tidak begitu penting dibandingkan dengan
motivasi yang bertalian dengan penguasaan tugas dan keberhasilan.
Motivasi serupa ini bersifat intrinsik dan keberhasilannya akan
memberi rasa kepuasan. Selain ini keberhasilan itu mempertinggi
harga dirinya dan rasa kemampuannya.
Dalam hal pertama ia didorong oleh motivasi intrinsik yakni
ia ingin mencapai tujuan yang terkandung didalam perbuatan belajar
itu. Dalam belajar telah terkandung tujuan menambah pengetahuan
"intrinsk motivations are inherent in the learning situasions and meet
pupil needs and purposes". Demikian pula bila semang main
badminton untuk menikmatinya, didorong oleh motivasi intrinsik,
yakni 'for the pleasure of the activity".
Motivasi belajar secara intrinsik sebenamya memang telah
ada. Ini sesuai dengan teori, yang memandang bahwa segala tindakan
manusia, termasuk belajar, adalah karena terdapatnya tanggungjawab
internal pada diri manusia itu. Manusia, dalam sudut pandang teori
ini, memang termsuk makhluk yang baik: tinggi tanggungjawabnya,
suka bekerja termasuk belajar, tinggi militansi kerja atau belajarnya,
221
selaia ingin berprestasi. Berarti, dalam diri manusia sebenarnya
terdapat dorongan-dorongan yang kuat untuk belajar.
Sungguhpun demikian, rekayasa lingkungan perlu diberikan
agar seseorang tetap belajar. Rekayasa lingkungan antara lain dapat
berupa motivasi ekstrinsik. Mengapa motivasi ekstrinsik perlu
diberikan, tak lain karena seseorang tidak senantiasa bemda dalam
keadaan menetap. Bisa terjadi, seseorang yang mempunyai motivasi
belajar intrinsik yang demikian tinggi tiba-tiba melemah. Supaya
melemahnya motivasi intrinsik ini tidak sampai berada pada
tingkatan yang sangat rendah, perlu dikontrol dengan menggunakan
motivasi ekstrinsik.
Pada orang yang tingleat motivasi intrinsiknya rendah, justru
motivasi ekstrinsik ini sangat diperlukan. Motivasi ekstrinsik yang
diberikan secara tepat, justru secara berlahan dapat mencangkokkan
motivasi intrinsik mtuk belajar manakala belajar yang direkayasa
dengan motivasi ekstrinsik tersebut telah menjadi kebiasaan bagi
pembelajar. Bahkan kalau sudah sampai di tahap mempribadi,
seseorang akan tinggi motivasi belajarnya secara intrinsik.
Adakah suatu kenyataan, bahwa anak manusia itu tidak sama,
termasuk motivasinya. Ketidaksamaan dalam motivasi intrinsik yang
dipunyai ini, dapat dikurangi dengan memberikan motivasi eksuinsik.
222
Bila seorang belajar untuk mencari penghargaan berupa
angka, hadiah, diploma, dan sebagainya. Ini didorong oleh motivasi
ekstrinsik, oleh sebab tujuan-tujuan itu terletak di luar perbuatan itu,
yakni tidak terkandung didalam perbuatan itu sendiri. "The goal is
artifkially introduced". Tujuan itu bukan sesuatu yang wajar dalam
kegiatan. Anak-anak didorong oleh motivasi intrinsik, bila mereka
belajar agar lebib sanggup mengatasi kesulitan kesulitan hidup, agar
memperoleh pengertian, pengetahum, sikap yang baik, penguasaan
kecakapan. Hasil-hasil itu sendiri telah merupakan hadiah.
"The reward of a thing well done is to have done
it"(Emerson). Ganjarant bagi sesuatu yang dilakukan dengan baik
ialah telah melakukannya. Jadi motivasi ekstrinsik disini tidak perlu.
Akan tetapi di sekolah sering digunakan motivasi ekstrinsik
seperti angka-angka, pujian, ijazah, kenaikan tingkat, celaan,
hukuman, dan sebagainya. Motivasi eksifinsik dipakai oleh sebab
pelajaran-pelajaran sering tidak dengan sendirinya menarik dan guru
sering kurang mampu untuk membangkitkan minat anak.
Membangkitkan motivasi tidak mudah. Untuk itu guru perlu
mengenal murid, dan mempunyai kesanggupan Kreatif untuk
menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan dan minat anak.
4.3. Motivasi dalam Belajar dan Unsur-Unsur yang
mempengamhi motivasi belajar
223
Motivasi sangat krusial dalam belajar dan pembelajaran. pada
hal, motivasi belajar tersebut juga dipengaruhi oleh banyak unsur
antara lain: cita-cita aspirasi penubelajar, kemampuan pembelajar,
kondisi pembelajar, kondisi lingkungan belajar, unsur-unsur dinamis
belajar. Pembelajaran dan upaya-upaya guru dalam membelajarkan
pembelajar. Oleh karena itu, unsur-unsur yang mempengaruhi
tersebut, perlu diketahui dan diperhatikan oleh guru yang
membelajarkan pembelajar. Agar dapat mendukung lebih optimal
terhadap motivasi belajar. Jika unsur-unsur yang mempenguuhi
tersebut tidak diketahui dan tidak diperhatikan, bisa menjadi
penyebab rendahnya motivasi belajar para pembelajar.
Sebagai konsekuensi atas perhatian guru terhadap unsurunsur
yang mempengaruhi motivasi belajar dan unsur-unsur yang
mempengamhi tersebut, guru hendaknya senantiasa berupaya
meningkatkan motivasi belajar. Upaya meningkatkan motivasi
belajar tersebut dilakukan dengan cara mengoptimalkan penerapan
prinsip-prinsip belajar, mengoptimalkan unsur-unsur belajr /
pembalajaran, mengoptimalkan pemanfaatan pengalaman
kemampuan yang di miliki oleh pembelajar dan mengembangkan
cita-cita dan aspirasi pembelajar.
Ausubel mengatakan adanya hubungan antara motivasi dan
belajar. Motivasi bukan mempakan syarat mutlak untuk belajar tak
224
perlu lebih dahulu ditunggu adanya motivasi sebelum kita
mengajarkan sesuatu. Bahkan kita dapat mengabaikan motivasi dan
memusatkan perhatian kepada pengajaran itu sendiri. Bila belajar itu
berhasil, maka akan timbul motivasi itu dengn sendirinya dan
keinginan untuk lebih banyak belajar. Sukses dalam belajar akan
membangkitkan motivasi untuk belaiar.
Menurut Skinner(1968) masalah motivasi bukan soal
memberikan motivasi, akan tetapi mengatur kondisi belai sehingga
memberikan reinforcement.
Motivasi yang dianggap lebih tinggi tarafnya daripada
penguasaan tugas ialah "achievement motivation" yakni motivasi
untuk mencapai atau menghasilkan sesuatu. Motivasi ini lebib
mantap dan memberikan dorongan kepada sejumlah besar kegiatan,
termasuk yang berkaitan dengan pelajari, di sekolah. McClelland
(1965) yang menyelidiki berbagai hal yang dapat mempertinggi
motivasi ini, misalnya dengan merumuskan tujum dengan jelas,
mengetahui kemajuan yang dicapai, merasa turut benanggungjawab,
dan lingkungan sosial yang menyokong.
Peneliti lain, White (1959) mengemukakan konsep
kompetensi. Motivasi kompetensi mempunyai dasar biologis, jadi
juga terdapat pada binatang, antara lain motivasi menyalidiki
aktivitas manipulasi. Ada pula peneliti yang mencari motiyasj positif
225
yang dinyatakan dengan istilah "mastery”, "egoinvolvement"
(keterlibatan diri), dan lain-lain. White berpendapat bahwa kegiatan
anak tak dapat dijelaskan dengan dorongan untuk memuaskan
kebutuhan makan, minum, dan sebagainya. Akan tetapi karena
kegiatan untuk berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya
yang memberikan rasa mampu. Setiap orang ingin menguasai
lingkungannya.
Walaupun teori-teori motivasi berbeda-beda, nanum dalam
praktek pendidikan penerapannya bersamaan. Pelajar harus diberikan
ganjaran (reward) berupa pujian, angka ang baik, rasa keberhasilan
atas hasil belajarnya, sehingga ia lebih tertarik oleh pelajaran.
Keberhasilan dalam interaksi dengan lingkungan belajar, penguasaan
tujuan program pendidikan memberikan rasa kepuasan dan karena ini
merupakan sumber motivasi yang terus menerus bagi pelajar,
sehingga ia sanggup belajar sendiri sepanjang bidupnya, yang dapat
dianggap sebagai salah samtu hasil pendidikan yang paling penting.
Unsur-Unsur Yang Mempengaruhi Motivasi
Ada beberapa unsur yang mempengaruhi motivasi belajar.
Unsur-unsur tersebut adalah :
1. Cita-cita / aspirasi pembelajar
2. Kemampuan pembelajar
226
3. Kondisi pembelajar
4. Kondisi lingkungan belajar
5. Unur-unsur dinamis belajar Ipembelajaran
6. Upaya guru dalam membelajarkan pembelajar
Unsur-unsur tersebut dijelaskan sebagaimana pada uraian
berikut :
a. Cita-cita / aspirasi pembelajaran
Setiap manusia senantiasa mempunyai cita-cita atau aspirasi
tertentu didalam hidupnya temasuk pembelajar. Cita-cita atau aspirasi
ini senantiasa ia kejar dan ia perjuangkan. Bahkan tidak juang,
meskipun rintagan yang ditemui sangat banyak dalam mengejar cita-
cita dan aspirasi tersebut seseorang tetap berusaha semaksimal
mungkin karena hal tersebut berkaitan dengan cita-cita dan
aspirasinya. Oleh karena itu, cita-cita dan aspirasi sangat
mempengaruhi terhadap motivasi belajar seseorang.
Seseorang yang bercita-cita menjadi dokter, pada saat masih
sedang belajar dijenjang pendidikan dasar, tentu menggemari
terhadap mata pelajaran-mata pelajaran dan bacaan-bacaan yang
berkaitan erat dengan ilmu kesehatan. Meskipun mata pelajaran
tersebut masih terintegrasi dengan mata pelajaran IPA, ia akan lebih
bergairah dengan mata pelajaran tersebut. Oleh karena itu. ia akan
227
lebih temotivasi mempelajari mata pelajaran tersebut dibandingkan
dengan mata pelajaran yang lainnya.
Sebaliknya seseorang yang kebetulan berstatus mahasisma
dan dahulunya bercita-cita menjadi ahli hukum tetapi ia dipaksa oleh
orang tuanya mengambil jurusan teknik elektro. Dapat dipastikan
kesungguhan belajarnya akan berkurang karena apa yang ia pelajari
tidak sesuai dengan cita-cita dan aspirasinya. Ketidaksungguhan
dalam belajar demikian ini tentu lantaran jurusan yang dipaksakan
oleh orang tuanya tidak cocok dengan cita-cita dan aspirasinya. Ia
kendor motivasinya, bisa jadi, pada saat-saat masih disekolah
menengah ia tinggi motivasi belajarnya sebaliknya pada saat sudah
menjadi mahasiswa motivasi yang tinggi tersebut berubah menjadi
rendah. Itulah sebabnya, maka cita-cita dan aspirasi pembelajaran ini
perlu diperhitungkan dalam rangka meningkatkan motivasi belajar
seseorang, karena cita-cita atau aspirasi ini mempengaruhi motivasi
belaiar.
Jika kaitan antara cita-cita atau aspirasi pembelajar dengan
motivasi dan perolehan belajar ini diskemakan seperti tampak
dibawah ini:
CITA-CITA /
ASPIRASI
PEMBELAJAR
MOTIVASI
BELAJAR
PEMBELAJAR
PEROLEHAN
BELAJAR
PEMBELAJAR
228
b. Kemampuan PeMbelajar
Kemampuan manusia satu dengan yang lain tidaklah sama.
Menuntut seseorang sebagaimana orang lain dari bingkai penglihatan
demikian tentulah tidak diberikan. Sebab, orang yang mempunyai
kemampuan rendah akan sangat susah menyerupai orang yang
mempunyai kemampuan tinggi; dan sebaliknya orang yang
berkemampun tinggi, akan menjadi malas jika dituntut sebagaimana
mereka yang berkemampuan rendah.
Oleh karena itu, kemampuan pembelajar ini haruslah
diperhatikan dalam proses belajar pembelajaran. Kemampuan
pembelajar erat hubungannya dan bahkan mempengaruhi motivasi
belajar pembelajar. Bisa terjadi, seseorang menjadi rendah motivasi
belajarnya terhadap bidang tertentu oleh karena yang bersangkutan
rendah kemampuannya dibidang tersebut.
Jika kaitan antara kemampunn pembelajar dengan motivasi
dan perolehan belajar ini diskemakan sebagai berikut:
Kemampuan
Pembelajaran
Motivasi Belajar
Pembelajaran
Perolehan Belajar
Pembelajaran
229
c. Kondisi pembelajar
Kondisi pembelajar dapsat dibedakan atas kondisi fisiknya
dan kondisi psikologisnya. Dua macam kondisi ini, fisik dan
psikologis, umumnya saling mempengamhi satu sama lain. Jiwa yang
sehat terdapat pada tubuh yang sehat. Dalam realitasnya juga berlaku
kebalikannya. Bila seseorang kondisi psikologisnya tidak sehat, bisa
berpengaruh juga terhadap ketahanan dan kesehatan fisiknya.
Sangatlah jelas dan sering dirasakan oleh siapapun jika
kondisi fisik dalam keadaan lelah, umumnya motivasi belajar
seseorang akan menurun. Sebaliknya jika kondisi fisik berada dalam
keadaan bugar dan segar, motivasi belajar bisa meningkat. Berarti,
kondisi fisik seseorang mempengaruhi motivasi belajarnya. Orang
yang sudah sangat lelah tidak baik kalau belajar. Demikian juga kalau
sedang sakit, tidak bails untuk dipaksa belajar.
Dalam kondisi psikologis terganggu, sebutlah misalnya stress,
juga tidak bisa mengkonsentrasikan diri terhadap hal-hal yang
dipelajari. Kmena tidak bisa konsentrasi, mka gairah belajarnya
menurun. Keadaan demikian ini, bisa menjadikan seseorang belajar
merasa terpaksa dan tidak banyak bemotivasi.
Jelaslah bahwa kondisi pembelajar, baik yang bersifat fisik
maupun psikis, sama-sama berpengaruh terhadap motivasi
belajarnya. Ada kalanya seseorang yang pada masa-masa sebelumnya
230
bemotivasi belajar tinggi, tiba-tiba menjadi rendah hanya karena
kondisi fisik dan psikologisnya terganggu atau sakit. Tidak jarang,
seseorang yang motivasi belajarnya biasa-biasa saja, tiba-tiba
berubah karena kondisi fisik dan psikologisnya dalam keadaan prima.
Jika diskemakan, kondisi pembelajar dalam kaitannya dengan
motivasi dan perolehan belajar adalah sebagai berikut:
d. Kondisi lingkungan belajar
Sudah umum diketahui bahwa yang menentukan motivasi
belajar seseorang, selain faktor individu juga faktor lingkungan.
lebih-lebih lingkungan belajar. Sebab, individu secara sadar ataukah
tidak, senantiasa tersosialisasi oleb lingkungannya. Lingkungan
belajar ini meliputi : lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Yang dimaksud dengan lingkurigan fisik adalah tempat
dimana pembelajar tersebut belajar. Apakah tempat belajarnya
nyaman ataukah tidak, apakah tempatnya segar atau pengap. Hal-hal
demikian ini berpengaruh terhadap motivasi belajar. Demikian juga
yang amburadul, tidak memberikan gairah bagi belajar seseorang.
Sebaiknya tempat yang teratur, yang tertata rapi, mendorong
Kemampuan
Pembelajaran
Motivasi Belajar
Pembelajaran
Perolehan Belajar
Pembelajaran
231
seseorang bergairah belajar. Tempat belajar yang berisik oleh suara
bisa menganggu belajar, yang tenang, bisa menimbulkan gairah
belajar. Jadi lingkungan fisik berpengaruh terhadap motivasi belajar.
Lingkungan sosial adalah suatu lingkungan seseorang dalm
kaitannya dengan orang lain. Contohnya berupa lingkungan
sepermainan, lingkungan sebaya, kelompok belajar. Sungphpun
faktor pribadi pribadi seseorang lebih menentukan terhadap diri
sendiri tetapi harus diakui bahwa lingkungan sosial juga menentukan
motivasi belajar seseorang. Contohnya jika dalam lingkungan sosial
seseorang tidak terbiasa dengan aktivitas belajar maka bukan budaya
belajar itu yang dikembangkan oleh seseorang.
Dalam lingkungan yang kompetitif untuk belajar, seseorang
yang berada dilingkungan tersebut akan terbawa serta untuk belajar
seperti orang lain. Baik secara sadar atau tidak. Kaitan antara kondisi
lingkungan belajar dengan motivasi dan perolehan belajar adalah
sebagai berikut :
e. Unsur-Unsur Dinamis belajar pembelajar
Kemampuan
Pembelajaran
Motivasi Belajar
Pembelajaran
Perolehan Belajar
Pembelajaran
232
Unsur dinmis belajar pembelajar meliputi hal-hal sebagai
berikut :
a. Motivasi dan upaya memotivasi siswa untuk belaiar
b. Bahan belajar dan upaya penyediannya
c. Alat bantu belajar dan upaya penyediaannya
d. Suasana belajar dan upaya pengembangannya
e. Kondisi subjek belajar dan upaya penyiapan dan peneguhannya
Oleh karena itu, unsur- unsur dinamis dennkian ini patut
diperhatikan agar motivasi belajar pembelajar menjadi tinggi.
tingginya motivasi belajar berimplikasi bagi maksimainya perolehan
belajar pembelajar.
Unsur dinamis belajar dan pembalajar Motivasi belajar
pembelajar Perolehan belajar pembelajar jika kaitan antara unsur-
unsur dinamis dalam belajar dengan motivasi dan perolehan belajar
adalah sebagai berikut :
f. Upaya Guru dalam Membelajarkan pembelajar
Upaya guru dalam membelajarkan pembelajar juga
berpengaruh terhadap motivasi belajar. Guru yang tinggi gairahnya
Unsur dinamis
belajar dan
pembelajar
Motivasi Belajar
Pembelajaran
Perolehan Belajar
Pembelajaran
233
dalam membelajarkan pembelajar, menjadikan pembelajar juga
bergairah belajar, guru yang sungguh-sunggub dalam membelajukan
pembelajar, menjadikan tingginya motivasi belajar pembelajar. Pada
guru yang demikian umumnya mempersiapkan diri dengan matang
dan senantiasa memberikan yang terbaru dan terbaik kepada
pembelajar. Oleh karena yang di berikan tersebut menarik. Terbaik
dan mungkin terbaru. Maka tingkat aktualitasnya sangat tinggi
dimata pembelajar. Sebagai akibatnya, hal-hal yang disajikan oleh
guru menjadi menarik dimata pembelajar. Menariknya hal-hal yang
diberikan ini hisa menjadikan tingginya motivasi pembelajar.
Sebaliknya pada guru yang tidak bergairah dalar
membelajarkan pembelajar, umumnya mengulang saja pelajaran yang
di berikan dari tahun ketahun. Proses belajar pembelajar terasa kering
dan kehilangan nuansa. Akibat dari proses belajar pembelajaran
demikian ini, pembelajar tidak bergairah dan babkan mungkin
kehilangan motivasi. Hal demikian bisa lebib parah lagi. manakala
guru yang membelajarkan tersebut sudah puas dengan keadaan yang
demikian ini.
Oleh karena itu, upaya guru untuk membelajarkan pembelajar
sangat krusial dalam meningkatkan motivasi pembelajar. Jika di
skemakan antara upaya guru untuk membelajarkan pembelajar
234
dengan motivasi dan perolehan belajar pembelajar adalah sebagai
berikut :
Upaya Meningkatkan motivasi belajar
Upaya belajar senantiasa bergelombang. Adakalanya bergerak
naik dan adakalanya bergerak turun. Tidak jarang motivasi belajar
hanya mendatar saja. Oleh karena demikian " watak" motivasi
tersebut, maka diperlukan upaya untuk meningkatkannya. Dengan
demikian, motivasi belajar yang di punyai oleh pembelajar bisa
cenderung naik dan atau minimal Menetap.
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh guru guna
meningkatkan motivasi pembelajar, yaitu :
1. Mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip belajar
2. Mengoptimalkan unsur-unsur dinamis belajar / pembelajaran
3. Mengoptimalkan pemanfaatan pengalaman / kemampuan yang
telah dimiliki dalam belajar
4. Mengembangkan cita-cita / aspirasi dalam belajar
Upaya guru
membelajarkan
Pembelajaran
Motivasi Belajar
Pembelajaran
Perolehan Belajar
Pembelajaran
235
Secara berturut-turut, ketiga cara tersebut di kemukakan
sebagai berikut :
1. Mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip belajar
Ada beberapa prinsip yang harus dipedomani dalam belajar.
Prinsip tersebut adalah :
a. Prinsip perhatian dan motivasi belajar
b. Prinsip keaktifan belajar
c. Prinsip keterlibatan langsung pembelajar
d. Prinsip pengulangan belajar
e. Prinsip sifat perangsang dan menantang dari materi yang
dipelajari
f. Prinsip pemberian balikan dan penguruan dalam belajar
g. Prinsip perbedaan individual antar belajar
Ketujuh prinsip ini diterapkan secara optimal agar pembelajar
mempunyai motivasi yang tinggi dalam belajar.
Ada dua cara dalam mengoptimalkan penerapan prinsip
belajar tersebut. Pertama, menyusun strategi-strategi sehingga
prinsip-prinsip tersebut dapat terterapkan secara optimal. Strategi
disini, dari pandangan-pandangan dan temuan-temuan teoritik dan
dapat pula digali dari kiat guru sendiri. Temuan-temuan ahli
psikologi pendidikan dan temuan-temuan ahli pengajaran part[ digali
236
hingga dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan penerapan
prinsip-prinsip belajar.
Kedua, menjauhkan konstrain-konstrain (kendala-kendala)
yang ditemui dalam mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip
belajar. Kendala demikian ini patut dijauhkan, agar tidak
mengganggu bagi penerapan prinsip-prinsip belajar.
2. Mengoptimalkan Unsur-Unsur Dinamis Belajar / Pembelajaran
Mengingat unsur-unsur belajar / pembelajaran dapat
mempengaruhi motivasi, maka ia perlu di optimalkan penerapannya.
Pengoptimalan demikian mi perlu dilakukan agar motivasi belajar
siswa juga optimal.
Cara mengoptimalkan unsur-unsur dinamis dalam belajar /
pembelajaran dalah : pertama, menyediakan secara kreatif berbagai
unsur belajar pembelajaran tersebut dalm setting belajar
pembelajaran. Penyediaan secara kreatif ini perlu dilakukan, katena
umumnya ketika tidak ada guru dan menerima kondisi tersebut apa
adanya. Contohnya peralatan pengajaran yang tidak tersedia dapat
disediakan dengan merancang sendiri bersama-sama dengan
pembelajar.
Kedua, memanfaatkan sumber-sumber diluar sekolah
sehingga keterbatasan yang dimiliki oleh sekolah dapat
ditanggulangi. Hal demikian dapat dilakukan dengan banyak
237
mengadakan kerjasama dengan sejumlah lembaga diluar sekolah
bahkan diluar dunia pendidikan.
3. Mengoptimalkan Pemanfaatan Pengalaman / Kemampuan
Yang Telah Dimiliki Dalam belajar
Setiap pembelajar mempunyai kemampuan dan pengalamn-
pengalaman tertentu yang berbeda antara satu dengan yang lain.
Kemampuan dan pengalaman yang berbeda demikian ini hendaknya
tidak justru menjadi konstrain dalam aktivitas belajarnya.
Kemampuan atau pengalaman masa Ialu ini bisa didapatkan oleh
pembelajw melalui aktivitas belajar, dan bisa juga didapatkan oleh
pembelajar melalui aktivitas lain atau aktivitas non belajar.
Pengalaman dan kemampuan masa Ialu ini bisa menjadi konstrain
untuk belajar berikutnya, tetapi tidak jarang bisa mendukung
aktivitas belajar. Pengalaman dan kemampuan masa lain bisa menjadi
konstrain belajar, manakala dipandang bertentangan dengan
pengalaman belajar berikutnya oleh pembelajar. Pengalaman dan
kemampuan masa Ialu bisa mendukung terhadap aktivitas belajar
manakala sesuai dengan pengalaman belajar berikutnya. Tidak itu
saja pengalamana atau kemampuan masa lalu malahan bisa menjadi
prasyarat bagi pengalaman berikutnya. dan jika kasus yang trakhir ini
terjadi, maka pembelajar tidak dapat mempelajari mata pelajaran
berikutnya, tanpa yang bersangkutan telah mempunyai kemampuan
238
dan pengalaman yang diprasyaratkan. Dkk dan Cany (1981)
menyebut pengalamn dan kemampuan demikian dengan entry
behavior.
Yang harus diupayakan guru agar kemampuan atau
pengalaman masa lalu justru mendukung terhadap aktivitas belajar
adalah :
a. Biarkan pembelajar dapat menangkap apa yang dipelajari
sekarang ini dari perspektif kemmpuan dan pengalaman masa
lalunya. Jangan dipaksa menggunakan perspektif gurunya.
b. Kaitkan aktivitas belajar pada masa sekarang ini dengan
kemampuan dan pengalaman yang sudah dipunyai oleh
pembelajar.
c. Gali dulu pengalaman dari kemampuan yang sudah dimiliki oleh
pembelajar melalui tes lisan atau tertulis sebelum menyampaikan
materi berikutnya.
d. Beri kesempatan kepada pembelajar untuk membandingkan apa
yang sekarang dipelajari dengan kemampuan dan pengalaman
yang telah dimiliki.
4. Mengembangkan Cita-Cita / Aspirasi Dalam Belajar
Cita-cita adalah sesuatu yang dikejar oleh seseorang.
Kegiatan-kegiatan seseorang, utamanya kegiatan belajar. Lebih
239
banyak teraksentuasi pada pengejaran dan atau pencapaian cita-cita
atau aspirasi tersebut. Maka dari itu cita-cita atau sapirasi tersebut
harus senantiasa dikembangkan dalam pembelajaran.
Penjurusan yang ada disekolah-sekolah kita, tidak lain adalah
demi penampungan aspirasi dan cita-cita yang berbeda dari masing-
masing pembelajar. Demikian juga dengan adanya kurikulum muatan
tokal, yang antara daerah yang satu dengan yang lain berbeda, adalah
dalam rangka menampung aspirasi dan cita-cita yang berbeda antara,
pembelajar didaerah satu dengan daerah lainnya. Persoalannya
adalah, apakah memang benar bahwa dalam pemilihan jurusan
tersebut memang benar-benar sesuai dengan cita-cita dan aspirasi
pembelajar ? mengingat yang menjadi pertimbangan dalam
penjurusan tersebut tidak semata-mata cita-cita dan aspirasi
melainkan banyak hal lain seperti daya tampung masing-masing
jurusan, tersedia tidaknya prasarana dan sarana.
Aspirasi / cita-cita dapat dikembangkan dalam belajar
pembelajaran, dengan beberapa langkah sebagai berikut :
a. Kenalilah aspirasi dan cita-cita pembelajar. Pengenalan ini dapat
dilakukan dengan melalm penyebaran daftar isian yang dapat
memuat sejumlah cita-cita atau aspirasi pembelajar. Dari
sejumlah aspirasi atau cita-cita tersebut, pembelajar masih
diliarapkan anak merangking dari yang paling diminaati sampai
240
dengan yang paling tidak diminati. Pengenalan aspirasi ini dapat
dilakukan dengan mengadakan tes minat kepada pembelajar.
Dengan tes minat, akan diketabui jenis-jenis pekerjaan apa
dimasa depan yang paling diminati dan menjadi cita-cita
pembelajar.
b. Hasil pengenalan atas cita-cita aspirasi tersebut dapat
dikomunikasikan kepada siswa dan orangmanya. Orang tua ini
patut juga diberi tahu, agar tidak memaksakan kehendaknya
kepada putra-putrinya, karena mungkin pembelajar tersebut
mempunyai cita-cita atau aspirasi yang berbeda dengan
orangtuanya.
c. Sediakan program-program yang dapat mengembanglum aspirasi
dan cita cita tersebut. Setelah program-program tersebut
disediakan, barulah para pembelajar diberi kesempatan untuk
mengambil program yang sesuai dengan aspirasi dan cita-citanya.
Persoalannya hanyalah, apakah mungkin hat demikian dilakukan
disekolah-sekolah kita mengingat kurikulum yang tersentralkan
dari pusat ?
Jenis Motivasi Yang Didasarkan Motif Primer Dan Sekunder
Motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
241
1. Motivasi Primer
Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-
motif dasar. Motif-motif dasar tersebut umumnya berasal dari segi
biologis atau jasmani manusia. Manusia adalah makluk berjasmani,
sehingga perilakunya terpengaruh oleh tasting atau kebutuhan
jasmaninya.
Ahli lain, Freud berpendapat bahwa insting memiliki empat
ciri, yaitu tekanan, sasaran, objek dan sumber.tekanan adalah
kekuatan yang memotivasi individu amok bertingkah laku. Semakin
besar energi dalana insting, maka tekanan terhadap individu semakin
besar. Sasaran insting adalah kepuasan atau kesenangan. Kepuasan
tercapai, bila tekanan energi dalam insting berkurang. Sebagai
ilustrasi, keinginan makan berkurang bila individu masih kenyang.
Objek insting adalah hal-hal yang mermaskan insting. Hal-hal yang
memutuskan insting tersebut dapat berasal dari luar individu atau dari
dalam individu. Adapun sumber insting adalah keadaan kejasmaniah
individu. Segenap insting manusia dapat di bedakan menjadi dua
jenis, yaitu insting kehidupan (life instinest ) dan insting kematian
(death instinest ). Insting kehidupan terdiri dari insting yang
bertujuan memelihara kelangsungan hidup. lnsting kehidupan
tersebut berupa makan. minum, istirahat dan memelihara keturunan.
Insting kematian tertuju pada penghancuran seperti, merusak,
242
menganiaya, atau membunuh orang lain atau diri sendiri. Menurut
Freud energi bekerja memelihara keseimbangan fisik. Insting bekerja
seumur hidup. Yang mengalami perubahan adalah cara pemuasan
atau objek pemuasan.
2. Motivasi Sekunder
Motivasi sekunder adalah motivasi yang dipelajari. Hal ini
berbeda dengan motivasi primer. Sebagai ilusirasi, orang yang lapar
akan tertarik pada makanan tanpa berpikir. Untuk memperoleh
makanan tersebut orang harus bekerja terlebih dahulu. Agar dapat
bekerja dengan baik, orang harus belajar bekerja. Bekerja dengan
haik merupakan motivasi sekunder, bila orang bekerja dengan baik,
maka ia memperoleh gaji berupa uang. Uang tersebut berupa penguat
motivasi sekunder, Uang merupakan penguat unnum. Setelah in
bekerja dengan baik maka ia dapat membeli makanan untuk
menghilangkan rasa lapar.
Menurut beberapa ahli, manusia adalah makluk sosial.
Perilakunya tidak hanya terpengaruh oleh faktor biologis saja. Tetapi
juga faktor-faktor sosial. Perilaku manusia terpengaruh oleh tiga
komponen penting seperti afektif, koqnitif, dan konatif. Komponen
afektif adalah aspek emosional. komponen ini terdiri dari motif
sosial, sikap dan emosi. Komponen koqnitif adalah aspek intelektual
243
yang terkait dengan pengetahuan. Komponan konatif adalah terkait
dengan kemauan dan kebiasaan bertindak.
Perilaku motivasi sekunder juga terpengaruh oleh adanya
sikap. Sikap adalah suatu motif yang dipelajari. Ciri-ciri sikap, yakni
:
- merupakan kecenderungan berpikir, merasa, kemudian bertindak
- memiliki daya dorong bertindak
- relatif bersikap tetap
- kecenderungan melakukan penilaian
- dapat timbul dari dari pengalaman, dapat dipelajari atau berubah.
Perilaku juga terpengaruh oleh emosi. Emosi menunjukkan
adanya sejenis kegoncangan seseorang. Kegoncangan tersebut
disertai proses jasmani, perilaku dan kesadaran. Emosi memiliki
fungsi sebagai pembangkit tenaga, pemberi informasi pada oranglain,
pembawa pesan dalam hubungan dengan orang lain, sumber
informasi tentang diri seseorang.
Perilaku juga terpengaruh oleh adanya pengetahuan yang
dipercaya. Pengetahuan yang dipercaya tersebut adakalanya
berdasarkan akal, ataupun tak berdasar akal sehat pengetahuan
tersebut dapat mendorong terjadinya perilaku.
244
BAB V
PENDEKATAN CBSA DALAM PEMBELAJARAN
5.1. KONSEP CBSA DALAM PEMBELAJARAN
Cara belajar siswa aktif merupakan suatu upaya dalam
pembaruan pendidikan dan pembelajaran. Kendatipun cara ini
tergolong baru, namun sesungguhnya konsep ini telah lama
dikembangkan, hanya perwujudannya yang masih baru dalam sistem
pembelajaran di sekolah-sekolah kita. Karena itu, ada baiknya guru-
guru mengenal dan memahaminya lebih seksama agar mampu
menerapkan secara efektif.
5.1.1. Pengertian Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
CBSA adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang
menitik beratkan pada keaktifan siswa, yang merupakan inti dari
kegiatan belajar. Pada hakekatnya, keaktifan belajar terjadi dan
terdapat pada semua perbuatan belajar, tetapi kadamya yang berbeda
tergantung pada kegiatannya, materi yang dipelajari dan tujuan yang
hendak dicapai.
Dalam CBSA, kegiatan belajar diwujudkan dalam berbagai
bentuk kegiatan, seperti: mendengarkan, berdiskusi, membuat
sesuatu, menulis laporan, memecahkan masalah, memberikan
prakarsa/gagasan, menyusun rencana, dan sebagainya- Keaktifan itu
245
da yang dapat diamati dan ada pula yang tidak dapat diamati secara
langsung. Setiap kegiatan tersebut menuntut keterlibatan intelektual-
emosional siswa dalam proses pembelajaran melalui asimilasi, dan
akomodasi kognitif untuk mengembangkan pengetahuan, tindakan,
serta pengalaman langsung dalam rangka membentuk keterampilan
(motorik, kognitif dan sosial), penghayatan serta internalisasi nilat-
nilai dalam pembentukan sikap (Raka Joni, 1980, h. 2).
Sejak dimunculkannya pendekatan CBSA dalam lingkungan
pendidikan ditanah air, konsep CBSA telah mengalami
perkembangan yang cukup jauh. Pendekatan CBSA dinilai sebagai
suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa
secara fisik, mental, intelektual dan emosional guna memperole hasil
belajar yang bempa perpaduan antara matra kognitif, afekisi. dan
psikomotorik, (A. Yasin, 1984,h.24).
Dalam kerangka sistem belajar mengajar, terdapat komponen
proses yakni keaktifan fisik, mental, intelektual dan emosional dan
komponen produk, yakni hasil belajar berupa keterpaduan aspek-
aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik Secara lebili rinci
komponen produk tersebut mencakup berbagai kemampuan:
menamati, menginterprestasikan, meramalkan. mengkaji,
menggeneralisasikan, menemukan, mendiskusikan, dan
mengkomonikasikan hasil penemuan. Aspek-aspek kemampun
246
tersebut dikembangkan secara terpadu melalui sistem pembelajaran
berdasarkan pendekatan CBSA.
5.1.2 Rasional CBSA dalam pembelajaran
Penerapan dan pendayagunaan konsep CBSA dalam
pembelajaran merupakan kebutuhan dan sekaligus sebaga. keharusan
dalam kaitannya dengan upaya merealisasikan Sistem Pendidikan
Nasional untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang pada
gilirannya berimplikasi terhadap sistem pembelajaran yang efektif.
Siswa peserta didik dipandang dari dua sisi yang berkaitan,
yakni sebagai objek pembelajaran dan sebagai subjek yang belajar.
Siswa sebagai subjek dipandang sebagai manusia yang potensial
sedang berkembang, memiliki keinginan-keinginan-harapan dan
tujuan hidup, aspirasi dan motivasi dan berbagai kemungkinan
potensi lainnya. Siswa sebagai objek dipandan: sebagai yang
memiliki potensi yang perlu dibina, diarahkan dan dikembangkan
melalui proses pembelajaran. Karena itu proses pembelajaran harus
dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip manusiawi (humanistik),
misainya melalm suasana kekeluargaan terbuka dan bergairah serta
berpariasi sesuai dengan keadaan perkembangan siswa bersangkutan.
Pelaksanaan proses pembelajaran dititik beratkan pada
keaktifan siswa belajar dan keaktifan guru menciptakan lingkungan
belajar yang serasi dan menantang. Penerapan CBSA dilakukan
247
dengan cara mengfungsionalisasikan seluruh potensi manusiawi
siswa melalui penyediaan lingkungan belajar yang meliputi aspek-
aspek bahan pelajaran, guru, media pembelajaran, suasana kelas dan
sebagainya. Cara belajar di sesuaikan dengan minat dim pemberian
kemudahan kepada siswa untuk memperoleh pemahaman,
pendalaman, dan pengendapan sehingga hasil belajar berintemalisasi
dengan pribadi siswa. Dalam kondisi ini semua unsur pribadi siswa
aktif seperti emosi, perasaan, intelektual, pengindran, fisik dan
sebagainya.
CBSA dapat berlangsung dengan efektif, bila guru
melaksanakan peran dan fungsinya secara aktif dan kreatif,
mendorong dan membantu serta berupaya mempenguruhi siswa
untuk mencapai tujuan pembelajaran dan belajar yang telah
ditentukan. Keaktifan guru dilakukan pada tahap-tahap kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, pellilaian dan tindak lanjut
pembelajaran.Peranan guru bukan sebagai orang yang menuangkan
materi pelajaran kepada siswa, melainkan bertindak sebagai
pembantu dan pelayanan bagi siswanya. Siswa aktif belajar,
sedangkan guru memberikan fasilitas belajar, bantuan dan pelayanan.
Beherapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru, ialah:
1) menyiapkan lembaran kerja
2) Menyusun tugas bersama siswa;
3) Memberikan informasi tentang kegiatan yang akan dilakukan;
248
4) Memberikan bantuan dan pelayanan kepada siswa apabila siswa
mendapat kesulitan;
5) Menyampaikan pertanyaan yang bersifat asuhan;
6) Membantu mengarahkan rumusan kesimpulan umum;
7) Memberikan bantuan dan pelayanan khusus kepada siswa yang
lambat;
8) Menyalurkan bakat dan minat siswa;
9) Mengamati setiap aktivitas siswa.
Kegiatan-kegiatan tersebut menunjukkan, bahwa
pembelajaran berdasarkan pendekatan CBSA tidak diartikan guru
menjadi fasif, melainkan tetap harus aktif namun tidak bersikap
mendominasi siswa dan menghambat perkembangan potensinya Guru
bertindak sebagai guru inquiry, dan fasilitator.
5.1.3 Kadar Cara Belajar Siswa Aktif
Kadar MA ditandai oleh semakin banyaknya dan
bervariasinya keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses belajar
mengajar. Semakin banyak dan semakin beragamnya keaktifan dan
keterlibatan siswa, maka semakin tinggi pula kadar ke-CBSA-annya.
Sebaliknya, semakin sedikit keaktifan dan keterlibatan siswa dalam
proses belajar mengajar, maka berarti semakin rendah kadar CBSA
tersebut.
249
Kadar CBSA itu dalam rangka sistem belajar mengajar
menunjukkan ciri-ciri, sebagai berilmu :
1) Pada tingkat masukan, ditandai oleh:
a. Adanya keterlibatan siswa dalam merumuskan kebutuhan
pembelajaran sesuai dengan kemampuan, minat, pengalaman,
motivasi, aspirasi yang telah dimiliki sebagai baban masukan
untuk melakukan kegiatan belajar.
b. Adanya keterlibatan siswa dalam menyusun rancangan belajar
dan pembelajaran, yang menjadi acuan baik bagi siswa mupun
bagi guru.
c. Adanya keterlibatan siswa dalam memilih dan menyediakan
sumber bahan pembelajaran.
d. Adanya keterlibatan siswa dalam pengadaan media
pembelajaran yang akan digunakan sebagai alat bantu belajar.
e. Adanya kesadaran dan keinginan belajar yang tinggi serta
motivasi untuk melakukan kegiatan belajar.
2) Pada tingkat proses, kadar CBSA ditandai dengan:
a. Adanya keterlibatan siswa secara fisik, mental, emosional,
intelektual, dan personal dalam proses belajar.
b. Adanya berbagai keaktifan siswa mengenal, memahami,
menganalisis, berbuat, memutuskan, dan berbagai kegiatan
250
belajar lainnya yang mengandung unsur kemandirian yang
cukup tinggi.
c. Keterlibatan secara aktif oleh siswa dalam menciptakan
suasana belajar yang serasi, selaras dan seimbang dalam
proses belajar dan pembelajaran.
d. Keterlibatan siswa menunjang upaya guru menciptakan
lingkungan belajar untuk memperoleh pengalaman belajar
serta turut membantu mengorganisasikan lingkungan belajar
itu, baik secara individual maupun secara kelompok.
e. Keterlibatan siswa dalam meneari imformasi dari berbagai
sumber yang berdaya guna dan tepat guna bagi mereka sesuai
dengan rencana kegiatan belajar yang telah mereka rumuskan
sendiri.
f. Keterlibatan siswa dalam mengajukan prakarsa, memberikan
jawaban atas penanyaan guru, mengajukan penanyaan/
masalah dam berupaya menjawabnya sendiri, menilai jawaban
dari rekannya, dan memecahkan masalah yang timbul selama
berlangsungnya proses belajar mengajar tersebut.
3) Pada tingkat produk, kadar CBSA ditandai oleh:
a. Ketertibatan siswa dalam menilai diri sendiri, menilai teman
sekelas.
251
b. Keterlibatan siswa secara mandiri mengerjakan tugas
menjawab tes dan mengisi instrumen penilaian lainnya yang
diajukan oleh guru.
c. Keterlibatan siswa menyusun laporan baik tertulis maupun
lisan yang berkenaan dengan hasil belajar.
d. Keterlibatan siswa dalam menilai produk-produk kerja
sebagal hasil belajar dan pembelajaran.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat ditentukan derajat kadar
CBSA dalam suatu proses belajar mengajar, dan bila mungkin di
klasifikasikan menjadi: kadar tinggi, kadar sedang, dan kadar rendah.
Kendatipun tampak, bahwa keaktifan guru sangat menonjol, namun
tidak berarti keaktifan guru di abaikan. Tanpa upaya dan pengaruh
serta arahan guru sebagai fasilitator dan pengorganisasian belajar,
maka kadar CBSA yang diinginkan tak mungkin tercapai. Guru tetap
bertanggungjawab menciptakan lingkungan belajar yang mampu
mengundang / menantang siswa untuk belajar.
5.1.4 Rambu-Rambu Penyelenggaraan CBSA
Pembelajaran berdasarkan CBSA menuntut kondisi-kondisi
tertentu untuk menjamin kadar CBSA yang tinggi guna mencapai
tujuan pembelajaran atau hasil belajar siswa pada tingkat optimal.
Penyelenggaraan pembelajaran CBSA tersebut ditandai oleh
indikator-indikator sebagai berikut:
252
1) Derajat partisipasi dan responsif siswa yang tinggi. Para siswa
berperan serta secara aktif dan bersikap responsif dalam proses
pembelajaran. Siswa tidak tinggal diam hanya menunggu stimuli
yang disampaikan oleh guru, melainkan berperan aktif
menentukan stimuli misalnya merumuskan suatu masalah dan
mencari jawahan serdiri (responsif) atas masalah tersebut. Pada
waktu guru menyajikan suatu topik, siswa aktif-responsif
mempertanyakan materi yang terkandung didalamnya. Kedua
contoh tersebut sebagai landa, bahwa siswa berperan serta dalam
proses pembelajaran.
2) Keterlibatan siswa dalam pelaksanaan pembuatan tugas. Pada
dasarnya sejak disusunnya perencanaan tugas-tugas, para siswa
telah dapat diaktifkan peran sertanya. Siswa dapat mengajukan
usul dan minat tugas yang diinginkannya dengan asumsi bahwa
tugas tersebut sesuai dengan kemampuannya. Pada waktu
pembuatan tugas, siswa melaksanakan kegiatan kelompok atau
dengan belajar mandiri. Pada waktu penilaian tugas (hasil
pekerjaannya), siswa hendaknya aktif menilai tugas-tugas
temannya dan hasil kerjanya sendiri dalam bentuk menilai dirinya
sendiri (self evaluation). Hal ini menunjukan, bahwa tersedia
berbagai kemungkinan dimana siswa dapat berperan aktif dalam
pelaksarman tugas-tugas yang dikondisikan dalam pembelajaran.
253
3) Peningkatan kadar CBSA dalam proses pembelajaran juga
ditentukan oleh faktor guru. Guru hendaknya menyadari tujuan-
tujuan belajar yang ingin dicapai, baik dalam arti efek
instruksional maupun efek pengiring, dan dalam pada itu
memiliki wawasan dan penguasaan yang memadai tentang
bermacam-macam stategi belajar mengajar yang dimanfaatkan
untuk mencapai tujuan belajar. Sudah barang tentu penguasaan
teknik yang mantap juga merupakan persyaratan sebelum seorang
guru bisa secara Kreatif merancang dan menginformasikan
program belajar mengajar (T.R aka Joni, 1985, h. 18),
4) Pendekatan CBSA pada dasarnya dapat diterapkan sentua strategi
dan metode mengajar, walaupun kadaannya berbeda- beda.
Penggunaan metode mengajar, secara berpariasi dapat
memberikan peluang penerapan CBSA dengan kadar yang tinggi.
Namun demikian, pemilihan metode tersebut tetap harus ditandasi
oleh tujuan yang hendak dicapai, bahan pelajaran yang hendak
dipelajari, kondisi subjek belajar itu sendiri (motivasi,
pengalaman awal, kondisi kesehatan, keadaan mental, dan lain-
lain), serta penguasaan guru terhadap metode tersebut. Dengan
demikian, keaktivan siswa belajar tetap terarah, terbimbing, dan
diharapkan mencapai hasil secara optimal.
5) Penyediaan media dan peralatan serta berbagai fasilitas belajar
tetap diperlukan, agar tercipta lingkungan belajar yang menantang
254
dan merangsang serta meningkatkan kegiatan belajar siswa.
Pengetahuan dan keterampilan dalam bidang kemediaan dan
teknologi hardware sangat diisyaratkan. Media dan alat
merupakan alat bantu bagi siswa kendatipun mereka diminta
untuk memilih dan menggunakannya sendiri sesuai dengan
aktivitas belajarnya.
6) Keaktifan belajar berdasarkan CBSA tidak jarang menimbulkan
kesulitan balajar pada siswa, misalnya teknik-teknik belajar,
memilih bahan, menilai hasil kegiatan, tim masalah-masalah lain.
Itu sebabnya, bimbingan dan pembelajaran remedial pada waktu
tertentu diperlukan untuk membantu siswa bersangkutan,
sehingga kecepatan belajar dan penyelesaian tugas-tugas tetap
terus berlangsung menyertai rekan-rekannya yang tidak mendapat
kesulitan.
7) Kondisi lingkungan kelas/sekolah turut berpengaruh terhadap
pelaksanaan pembelajaran berdasarkan CBSA. Pengaturan, dan
pembinaan lingkungan ini perlu mendapat dari pihak guru melalui
kerja sama dengan guru-guru lainnya serta para siswa sendiri.
Termasuk dalam lingkungan kelas juga suasana. disiplin kelas
yang baik.
5.2 PENERAPAN CBSA
255
Pendekatan CBSA dapat diterapkan dalam pembelajaran
dalam bentuk dan teknik:
Pemanfaatan waktu luang
Pemanfaatan waktu luang di rumah oleh siswa memungkinkan
dilakukanya kegiatan belajar aktif, dengan cara menyusun rencana
belajar, memilah bahan untuk dipelajari, dan menilai penguasaan
bahan sendiri. Jika pemanfaman waktu tersebut dilakukan secara
saksama dan berkesinambungan akan memberikan manfaat yang baik
dalam menunjang keberhasilan belajar di sekolah.
Pembelajaran Individual
Pembelajaran individual adalah pembelajaran yang
disesuaikan dengan karakteristik perbedaan individu tiap siswa,
seperti: minat abilitet, bakat, kecerdasan, dan sebagainya. Guru dapat
mempersiapkan / merencanakan tugas-tugas belajar bagi para siswa,
sedang pilihan dilakukan oleh siswa masing-masing, dan selanjutnya
tiap siswa aktif belajar secara perseorangan. Teknik lain, kegiatan
belajar dilakukan dalam bentuk kelompok, yang terdiri dari siswa
yang memiliki kemampuan, minat bakat yang sama.
Belajar kelompok
Belajar kelompok memiliki kadar CBSA yang cukup tinggi.
teknik pelaksanaannya dapat dalam bentuk kerja kelompok, diskusi
kelompok, diskusi kelas, diskusi terbimbing, dan diskusi ceramah.
256
Dalam situasi belajar kelompok, masing-msing anggota dapat
mengajukan gagasan, pendapat, pertanyaan, jawaban, keritik dan
sebagainya. Siswa aktif berpartisipasi, berelasi dan berinteraksi satu
dengan yang lainya.
Bertanya jawab
Kegiatan tanya jawab antara guru dan siswa, antara siswa
dengan siswa, dan antara kelompok siswa dengan kelompok lainnya
memberikan peluang cukup banyak bagi setiap siswa belajar aktif.
Kadar CBSA-nya akan lebih besar jika pertanyaan-pertanyaan timbul
dan diajukan oleh pihak siswa dan dijawab oleh siswa lainnya. Guru
bertindak sebagai pengatur lalulintas atau distributor, dan dianggap
perlu guru melakukan koreksi dan perbaikan terhadap pertanyaan dan
jawaban-jawaban tersebut.
Belajar Inquiry/discovery (belajar mandiri)
Dalam strategi belajar ini siswa melakukan proses mental
intelektual dalann upaya memecahkan masalah. Dia sendiri
merumuskan suatu masalah, mengumpulkan data, menguji hipotesis,
dan menarik kesimpulan serta mengaplikasikan hasil belajarnya.
Dalam konteks ini, keaktifan siswa belajar memang lebih menonjol,
sedangkan kegiatan guru hanya mengarah membimbing, memberikan
fasilitas yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan inquirynya.
257
Strategi dan kemampun inquiry ini, akan diuraikan lebih lanjut dalam
pembahasan mengenai keterampilan proses sebagai bagian dari
CBSA.
Pengajaran unit
Strategi pengajaran ini berpusat pada suatu masalah atau suatu
proyek. Pada tahap-tahap kegiatan belajar ditempuh tahap-tahap
kegiatan utama, yakni: tahap pendahuluan dimana siswa melakukan
orientasi dan perencanaan awal; tahap pengembangan dimana siswa
melakukan kegiatan mencari sendin informasi selanjumya
menggunakan informasi itu dalam kegiatan praktik, tahap kegiatan
kulminasi, dimana siswa mengalami kegiatan penilaian, pembuatan
laporan dan tiddak lanjut.
Berdasarkan beberapa contoh strategi pembelajaran tersebut
di atas, maka semakin jelas tentang bagai mana penerapan
pendekatan CBSA tersebut dalam proses pembelajaran. kendatipun
dengan kadar yang berbeda-beda.
5.3 PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SEBAGAI
BAGIAN DARI CBSA
5.3.1 Rasional keterampilan proses dalam pembelajaran
258
Pembelajaran adalah suatu proses interaksi (hubungan timbal
balik) antara guru dengan siswa. Dalam proses tersebut memberikan
bimbingan dan menyediakan berbagai kesempatan yang dapat
mendorong siswa belajar dan untuk memperoleh pengalaman sesuai
dengan tujuan pembelajaran. Tercapainya tujuan pembelajaran
ditandai oleh tingkat penguasaan kemampuan dan pembentukan
kepribadian.
Proses pembelajaran melibatkan terbagi kegiatan dan tindakan
yang perlu dilakukan oleh siswa untuk memperoleh basil belajar yang
baik. Kesempatan untuk melakukan kegiatan dan perolehan hasil
belajar ditentukan oleh pendekatan yang digunakan oleh guru-siswa
dalam proses pembelajaran tersebut.
Suatu prinsip untuk memilih pendekatan pembelajaran ialah
belajar melalui proses mengalami secara langsung untuk memperoleh
basil belajar yang bermakna. Proses tersebut dilaksanakan melalui
interaksi antara siswa dengan lingkungannya. Dalam proses im siswa
bermotivasi dan sering melakukan kegiatan belajar yang menarik dan
bermakna bagi dirinya. Ini berarti, peranan pendekatan belajar
mengajar sangat penting dalam kaitannya dengan keberhasilan
belajar.
Dalam kurikulum telah ditegaskan, bahwa penerapan
pendekatan dalam proses belajar mengajar diarahkan untuk
mengembangkan kemampuan-kemampuan dasar dalam diri siswa
259
supaya mampu menemukan dan mengelola perolehannya. Pendekatan
mi disebut "pendekatan proses". Proses pembelajaran yang
menerapkan pendekatan ini mengacu kepada siswa agar belajar
berorientasi pada belajar bagaimana belajar (Depdikbud, 1980).
5.3.2 Pengertian keterampilan proses dan kaitannya dengan
CBSA
Pendekatan dalam keterampilan proses ialah pendekatan
pembelajaran yang bertujuan mengembangkan sejumiah kemampuan
fisik dan mental sebagai dasar untuk mengembangkan kemampuan
yang lebih tinggi pada diri siswa. Kemampuan-kemampun fisik dan
mental tersebut pada dasarnya leiah dimiliki oleh siswa meskipun
masih sederhana dan perlu dirangsang agar. Menunjukkan jati
dirinya. Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan
memproses perolehan, anak akan mampu menemukan dan
mengembangkan sendiri fakta dan konsep menumbuhkan dan
mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Keterampilan-
keterampilan itu sendiri menjadi roda penggerak dan penemuan dan
pengembangan fakta dan konsep serta pertumbuhan dan
pengembangan sikap dan nilai. Seluruh gerak atau tindakan dalan
proses belajar mengajar akan menciptakan kondisi cara belajar siswa
aktif (Conny Se a 1990).
Pengertian tersebut menunjukkan, bahwa dengan
keterampilan proses siswa berupaya menemukan mengembangkan
260
konsep dalam materi ajaran. Konsep-konsep yang telah
dikembangkan int berguna untuk menunjang pengembangan
kemampuan selanjutnya. Interaksi antara kemampuan dan konsep
melalui proses balajar mengajar selanjutnya mengembangkan sikap
dan nilai pada diri siswa misalnya kreativitas, kritis, ketelitian, dan
kemampu memecahkan masalah.
Pendapat yang senada diungkapkan oleh Gagne yang
merumuskan pengertian keterampilan proses dalam bidang ilmu
pengetahuan alam (sains): pengetahuan tentang konsep-konsep dari
prinsip-prinsip yang dapat diperoleh siswa bila dia memilhi
kemampum-kemampuan dasar tertentu, yaitu keterampilan proses
sains yang dibutuhkan untuk menggunakan sains. Keterampilan-
keterampilan dalam bidang sains itu meliputi: mengamati.
menggolongkan, berkomunikasi, mengukur, mengenal dengan
menggunakan hubungan ruang/waktu, menarik kesimpulan
menyusun definisi operasional, mengendalikan variabel. menafsirkan
data, dan bereksperimen.
Berdasarkan konsep pemikiran di atas maka pendekatan
keterampilan proses diartikan sebagai pendekatan dalam perencanaan
pembelajaran yang menitikberatkan pada aktivitas dan kreativitas.
siswa untuk mengembangkan kemampuan fisik dan mental yang
sudah dimiliki ketingkat yang lebih tinggi dalam memproses
perolehan belajamya. Hal ini menunjukkan, babwa ketempilan proses
erat kaitannya dengan CBSA.
261
5.3.3 Kemampuan keterampilan dasar yang perlu dilatih dalam
keterampilan proses
Keterampilan proses sebagai suatu pendekatan proses
pembelajaran mengarah pada pengembangan kennampman fisik dan
mental yang mendasar sebagai pendorong untuk mengembangkan
kemampman yang lebih tinggi pada diri siswa.
Ada tujuh jenis kemampuan yang hendak dikembangkan
melalui proses pembelajuan berdasarkan pendekatan keterampilan
proses, yakni:
1) Mengamati ; Siswa harus mampu menggunakan alat-alat
inderanya : melihat, mendengar, meraba, mencium dan merasa.
Dengan kemampuan ini, dia dapat mengumpulkan data /
informasi yang relevan dengan kepentingan belajarnya.
2) Menggolongkan / mengklasifikasikan ; Siswa harus terampil
mengenal perbedaan dan persaman atas hasil pengamatannya
terhadap suatu objek, serta mengadakan klasifikasi berdasarkan
ciri khusus, tujuan, atau kepentingan tertentu. Pembuatan
klasifikasi memerlukan kecermatan dalam melakukan
pengamatan.
3) Menafsirkan (meginterpretasikan) ; Siswa harus memiliki
keterampilan menafsirkan fakta, data, informasi, atau peristiwa.
Keterampilan ini diperlukan untuk melakukan percobaan atau
penelitian sederhana.
262
4) Meramalkan ; Siswa harus memiliki keterampilan
menghubungkan data, fakta, dan informasi. Siswa dituntut
terampil mengantisipasi dan meramalkan kegiatan atau peristiwa
yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang.
5) Menerapkem; siswa harus mampu menerapkan konsep yang telah
dipelajari dan dikuasai ke dalam situasi dan pengalaman baru.
Keterampilan ini digunakan untuk menjelaskan tentang apa yang
akan terjadi dan dialami oleh siswa dalam proses belajarnya.
6) Merencanakan penelitian; siswa harus mampu menentukan
masalah dan variabel-vatiabel yang akan diteliti, tujuan, dan
ruang lingkup penelitian. Dia harus menentukan langkah-langkah
kerja pengumpulan dan pengolahan data serta prosedur
melakukan penelitian.
7) Mengkomunikasikan; Siswa harus mampu menyusun dan
menyampaikan laporan secara sistimatis dan menyampaikan
perolehannya, baik proses maupun hasil belajarnya kepada siswa
lain dan peminat lainnya.
5.3.4 Penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran
Siswa bentuk penerapan keterampilan proses dalam
pembelajaran adalah pemecahan masalah atau inquiry (penemuan).
1) Pengertian pemecahan masalah
263
Masalah pads. hakekatnya merupakan bagian dalam
kehidupan manusia. Tiap orang tidak pernah luput dari masalah,
baik yang bersifat sederhana maupun yang sulit. Masalah yang
sederhana dapat dijawab melalui proses berpikir yang sederhana,
sedangkan masalah yang rumit memerlukan langkah-langkah
pemecahan yang rumit pula. Masalah pada hakekatnya adalah
mengundang jawaban. Suatu pertanyaan mempunyai peluang
tertentu untuk dijawab dengan tepat, bila pertanyaan iu
dirumuskan dengan baik dan sistematis. lni berarti, pemecahan
suatu masalah menuntut kemampuan tertentu pada diri individu
yang hendak memecahkan masalah tersebut.
Pemecahan masalah adalah suatu proses mental dan
intelektual dalam menemukan suatu nasalah dan memecahkannya
berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat
diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Proses penecahan
masalah memberikan kesempatan peserta didik berperan aktif
dalam mempelajari, mencari dan menemukan sendiri informasil
data untuk diolah menjadi konsep, prinsip, read, atau kesimpulan.
Dengan kata lain, pemecahan masalah menuntut kemampuan
memproses infomasi untuk membuat keputusan tertentu.
Kemampuan memecahkan masalah harus ditunjang oleh
kemampuan penalaran, yakni kemampuan melihat hubungan
sebab akibat. Kemampuan penalaran memerlukam upaya
264
peningkatan kemampuan dalam mengamati, bertanya,
berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Pemikiran
terarah pada hal-hal yang bertalian dengan upaya mencari
jawaban terhadap persoalan yang dibadapi. Upaya ini
memerlukan berpikir kneatif dan kemampuan menjajaki bidang-
bidang baru serta menghasilkan temuan-temuan baru.
Para peserta didik harus dilatih tentang tata cara memecahkan
masalah dengan mengembangkan kemampun berpikir yang
terarah untuk menghasilkan gagasan mengenai berbagai
kemungkinan memecahkan masalah, dalam kaitannya dengan
upaya mencapai tujuan.
2) Langkah-langkah pemecahan masalah
Dalam proses pembelajaran, di samping perlunya penalaran
yang baik, tetapi juga penting menguasai lingkungan langkah-
langkah memecahkan masalah secara tepat.
Langkah-lmgkah tersebut pada umumnya terdiri dari
1. Siswa menghadapi masalah, artinya dia menyadari adanya
suatu masalah tertentu;
2. Siswa merumuskan masalah, artinya menjabarkan masalah
dengan jelas dan spesifikasi;
265
3. Siswa merumuskan hipotesis, artinya merumuskan
kemungkinan-kemungkinan jawaban atas masalah tersebut,
yang masih perlu diuji kebenarannya;
4. Siswa mengumpulkan dan mengolah data / informasi dengan
teknik dan prosedur tertentu;
266
BAB V1
KONSEP DASAR EVALUASI BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN
6.1. PENGERTIAN KEDUDUKAN DAN SYARAT-SYARAT
UMUM EVALUASI
Mengapa evaluasi hasil belajar pembelajaran perlu dilakukan?
Karena dengan evaluasilah, akan diketahui apakah proses belajar
mengajar, dimana pembelajaran dan guru berinteraksi, telah
mencapai sasaran yang dikehendaki ataukah belum. Secara rinci,
alasan-alasan bagi perlunya evaluasi pembelajar adalah sebagai
berikut:
1. Kemampuan mengajar guru akan diketahui, setelah diadakan
evaluasi.
2. Taraf penguasa pembelajaran terhadap materi pelajaran yang
diberikan akan diketahui setelah diadakan evaluasi.
3. Letak kesulitan pembelajar akan diketahui setelah diadakan
evaluasi.
4. Tingkat kesukaran dan kemudahan bahan pelajaran yang
diberikan pembalajar akan diketahui setelah diadakan evaluasi.
5. Termanfaatkan didalmya sarana dan fasilitas pendidikan akan
diketahui setelah adanya evaluasi.
267
6. Remidi-remidi spa saja yang dapat diberikan kepada
pembelajaran yang mengalami kesulitan juga. akan diketalmi
setelah melihat hasil
7. Tujuan tujuan pengajaran yang telah dirumuskan akan diketabui
seberapa tingkat pencapaiannya setelah diadakan evaluasi.
8. Pembelajar dapat dikelompokkan kedalam kelompok mana juga
akan diketahui setelah evaluasi.
9. Pembelajar maua yang perlu mendapatkan prioritas dalam
bimbingan penyuluhan, dan mana yang tidak menjadi prioritas
akan diketahui setelah evaluasi.
Jelaslah bahwa evaIuasi sangat penting dilakukan guna
memberikan pelayanan sebaik mungkin, dari lebih jauh sangat
penting bagi pencapaian tujuan pendidikan.
6.1.1 Pengertian evaluasi
Kata evaluasi merupakan pengindonesiaan dari kata
evaluation dalam bahasa inggris, yang lazim diartikan dengan
penaksiran atau penilaian. Kata kerjanya adalah evaluate yang berarti
menaksir atau menilai. Sedangkan orang yang menilai atau menaksir
disebut sebagai evaluator (Echols, 1975).
Secara harfiah kata evaluasi berasal dan bahasa Inggris
Evaluation; dalam bahasa Arab: al-taqdir; dalam bahasa Indonesia
berarti: pnilaian. Akar katanya adalah value; dalam Babasa Arab ; al-
qimah; dalam bahasa Indonesia berarti; nilai. Dengan demikian
268
secara harfiah, evaluasi pendidikan (educationnal evaluation = al-
Taqdir al-Tarbawiy) dapat diartikan sebagai penilaian-penilaian
dalam (bidang) pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan kegiatan pendidikan.
Adapun dui segi istilah, sebagaimana dikemukakan oleh
Edwind Wandt dam Gerald W. Brown (1977): Evaluation refer to act
or process to determining the value of some thing. Menurut definisi
int, maka istilah evaluasi itu menunjuk kepada atau mengandung
pengertian: suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai
dari sesuatu. Apabila definisi evaluasi yang dikemukakan oleh Edwin
Wandt dan geral W Brown itu untuk memberikan definisi tentang
evaluasi pendidikan, maka evaluasi pendidikan itu dapat diberi
pengertian sebagai; suatu tindakan atau kegiatan (yang dilaksanakan
dengan maksud) atau suatia proses (yang berlangsung dalam rangka)
menetukan nulai dari segala sesuatu dalam dunia pendidikan (yaitu
segala sesuatu yang berhubungan dengan, atau yang terjadi di
lapangan pendidikan). Atau singkatnya: Evaluasi pendidikan adalah
kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat
diketahui mutu atau hasil-hasilnya.
Mengingat sangat luasnya pembicaraan tentang penilaian
pendidikan, maka dalam buku ini, pembicaraan hanya akan dibatasi
pada penilaian atau evaluasi yang dilaksanakan di sekolah. Berbkara
tentang pengertian evaluasi pendidikan, di tanah air kita, lembaga
269
administrasi negara mengemukakan batasan mengenai Evaluasi
Pendidikan sebagai berikut:
1) Proses/kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan,
dibanding tujuan yang telah ditentukan;
2) Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feed
back) bagi penyempurnaan pendidikan
Secara teminologis, evaluasi dikemukak oleh para ahli
sebagai berikut:
1. Grounlund (1976) mengartikan evaluasi sebagai berikut:
.... a systematk process of determining the extent to whkh
instructional objectives are achieved by pupil.
2. Nurkancana (1983) menyatakan bahwa evaluasi dilakukan
berkenaan dengan proses kegiatan untuk menentukan nilai
sesuatu.
3. Raka Joni (1975) mengartikan evaluasi sebagai berikut: 'suatu
proses dimana kita mempertimbangkan sesuatu barang atau gejala
dengan mempertimbangkan patokan-patokan tertentu, patokan-
patokan mana mengandung pengertian baik tidak baik, memadai
tidak memadai, memenuhi syarat tidak memenuhi symat dengan
perkataan lain kita menggunakan Value Judgement.
Berdasarkan pengertian pengertian diatas, sangatlah jelas
bahwa evaluasi adalah suatu proses menentukan nilai seseorang
270
dengan menentukan patokan-patokan tertentu untuk mencapai suatu
Tujuan. Evaluasi hasil belajar pembelajaran adalah suatu proses
menentukan nilai prestasi belajar pembelajar dengan menentukan
patokan patokan tertentu guna mencapai tujuan pengajaran yang telah
ditentukan sebelumnya.
6.1.2 Perbedaan Pengukuran dan Penilaian
Sebelum dilakukan evaluasi terkhir dahulu dilakukan
pengukuran.Secara etimologis, pengukuran merupakan terjemahan
darl measurement (Echols,1975). Secara terminologis, pengukuran
diartikan sebagai suatu usaha untuk mengetalmi sesuatu sebagaimana
adanya. Oleh karena sesuatu yang diukur itu bermaksud diketahui
secara apa adanya, maka dalam pengukuran sedikitpun penafsiran
mengenai sesuatu. Sebagaimana adanya mengandung sesuatu
pengertian bahwa sesuatu yang diukur tidak holeh dibandingkan
dengan sesuatu yang lainnya.
Jika pengertian evaluasi dan pengukuran tersebut ditarik ke
setting belajar dan pembelajaran, maka dapat dikemukakan
pengertian sebagai berikut:
1. Pengukuran adalah suatu upaya atau aktivitas yang dimaksudkan
untuk mengetahui belajar pembelajaran sebagaimana adanya,
meliputi: hasil belajar pembelajaran. proses belajar pembelajaran,
271
mereka yang terlibat dalam belajar pembelajaran (pembelajar dan
guru).
2. Penilaian atau evaluasi adalah suatu aktivitas yang bermaksud
menentukan nilai belajar pembelajaran (baik belumnya/tidaknya,
berhasil belumnya/tidaknya, memadai belum/tidaknya, belajar
pembelajaran, yang meliputi hasil belajar, proses belajar dan mereka
yang terlibat dalam belajar pembelajaran ).
Oleh karena pengukuran adalah salah satu kegiatan yang
berada dalam evaluasi, maka orang yang mengevaluasi sebenamya
juga melakukan aktivitas pengukuran. Evaluasi pendidikan. dengan
demikian juga mencakup penguluaran pendidikan. Evaluasi belajar
pembelajaran juga mencakup pengukuran belajar dan pembelajaran.
6.1.3 Pengertian Evaluasi Dalam Proses Pendidikan
Berbkara tentang pengertian istilah evaluasi pendidikan
ditanah air kita, Lembaga Administrasi Negara mengemukakan
batasan mengenai evaluasi pendidikan sebagai berikut: Evaluasi
pendidikan adalah:
1. Proses atau kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan,
dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan
2. Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feed
back) bagi penyempurnaan pendidikan
272
Bertitik tolak dari uraian diatas, maka apabila defenisi tentang
evaluasi pendidikan itu dituangkan dalm bentuk bagan berikut.
Bagan tersebut memperlihatkan kepada kita bahwa dalam
proses penilaian dilakukan pembandingan antara informasi- infomasi
yang telah berhasil dihimpun dengan kriteria tertentu, untuk
kemudian diambil keputusan atau dirumuskan kebijaksanaan tertentu.
Kriteria atau tolak ukur yang dipegangi tidak lain adalah tujuan yang
sudah ditentikan terlebih dahulu sebelum kegiatan pendidikan itu
dilaksanakan..
BAGAN TENTANG EVALUASI PENDIDIKAN
6.2 KEDUDUKAN EVALUASI DALAM PROSES
PENDIDIKAN
Kedudukan evaluasi dalam belajar dari pembelajaran sungguh
sangat penting, dan bahkan dapat dipandang sebagai bagian yang tak
terpisalikan dengan keseluruhan proses belajar dan pembelajaran.
Penting karena dengan evaluasi atom diketahui apakah belajar dan
Tujuan
Pendidikan
yang telah
ditentukan
Proses /
Kegiatan
Pencapaian
Tujuan
Hasil-hasil
pendidikan
yang telah
dapat dicapai
273
pembelajaran tersebut telah mencapai tujuuan ataukah belum.
Dengan evaluasi juga akan diketahui faktor-faktor apa saja yang
menjadikan penyebab belajar dan pembelajaran tersebut berhasil dart
faktor-faktor apa saja yang menjadikan penyebab belajar dan
pembelajaran tidak atau belum berhasil. Tidak hanya itu, dengan
evaluasi juga diketahui dimanakah letak kegagalan dan kesuksesan
belajar dan pembelajaran. Padahal dikehuinya hal tersebut, akan
dapat dijadikan sebagai titik tolak dalam mengadakan perbaikan
belajar duo pembelajaran.
Evaluasi juga punya kedudukan yang tak terpisahkan dari
belajar dan pembelajaran secara keseluruhan, karena strategi belajar
dan pembelajaran, proses belajar dan pembelajaran menempatkan
evaluasi sebagai salah satu langkahnya. Hampir semua ahli prosedur
sistem instruksional menempatkan evaluasi ini sebagai langkah-
langkahnya. Perhatikan pula langkah-langkah pembelajaran yang
dikemukakan oleh para ahli berikut, pasti kita akan tahu betapa tidak
dapat terpisahkan evaluasi tersebut dengan keseluruhan proses belajar
dan pembelajaran.
1. Mentout Kauffman, langkah-langkah yang harus ditempuh dalitm
belajar pembelajaran adalah dengan menggunakan model
pemecahan masalah sebagai berikut:
a. Identifikasi masalah.
274
b. Menentukan syarat-syarat dan altematif pemecahan masalah
c. Memilih strategi pemecahan masalah.
d. Melaksanakan pemecahan msalah.
e. Menentukan keefektifan hasil
f. Mengadakan revisi atas keseluruhan langkah a sampai dengan
Imgkah c.
Jelaslah bahwa langkah c (menentukan keefektifan hasil) pada
dasarnya tidak berbeda dengan evaluasi itu sendiri. Dan dari
langkah menentukan keefektifan basil tersebut baru dapat
dilakukan revisi atas keseluruhan langkah sebelumnya.
2. Menurut Glaser, proses belajar pembelajaran haruslah menempuh
prosedur-prosedur sebagai berikut :
a. Merumuskan teori pembelajaran (instuksional objectives) b.
Memutuskan situasi permulaan siswa
b. Menentukan prosedur pembelajaran.
c. Penilaian terhadap perfomansi
d. Umpan balik.
Jelaslah bahwa evaluasi (sebagaimana pada langgkah d)
sangat diperlukan dan merupakan bagian yang tidak dapat
terpisahkan dalam proses belajar pembelajaran. Hal serupa dapat
juga dibaca pada prosedur belajar pembelajaran yang
dikemukakan para ahli berikut.
3. Menurut Kemp
275
a. topcs and general purposes.
b. student characteristks
c. learning objectives
d. Subject content.
e. Pre test
f. Teaching/ leaming activities and resources
g. Evaluation.
4. Menumt Gelder
a. Merumuskan tujuan instruksional.
b. Analisis situasi.
c. Menentukan aktivitas guru, aktivitas pembelajar, mata
pembelajaran dan alat bantu pembelajaran.
d. Evaluasi
5. Menurut model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem
lnstruksional):
a. Merumuskan tujuan
b. Mengembangkan alat evaluasi
c. Merumuskan kegiatan belajar pembelajaran
d. Mengembangkan program kegiatan
e. Pelaksanaan kegiatan belajar pembelajaran.