bab 2 tinjauan pustaka - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39739/3/bab ii.pdfdapat membantu...

20
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Daun jambu biji (Psidium guajava L.) Daun jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan daun tunggal yang berbentuk bulat telur, ujungnya tumpul, pangkal membulat dan tepinya rata. Daun jambu biji (Psidium guajava L.) memiliki panjang 6-14 cm dan lebar 3- 6 cm. Daun ini berwarna hijau kekuningan dan mempunyai pertualangan yang menyirip (Ide, 2011). Helai daun berbentuk bulat telur agak jorong, ujung tumpul, pangkal membulat, tepi rata agak melekuk ke atas. Buahnya berbentuk bulat sampai bulat telur, berwarna hijau sampai hijau kekuningan. Daging buah tebal berwarna putih kekuningan. Biji buah banyak mengumpul ditengah, kecil- kecil, keras, berwarna kuning kecoklatan (Tanri, 2013). Gambar tanaman daun jamu biji dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini. (Tanri, 2013) Gambar 2.1 Daun jambu biji

Upload: lamphuc

Post on 27-May-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Daun jambu biji (Psidium guajava L.)

Daun jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan daun tunggal yang

berbentuk bulat telur, ujungnya tumpul, pangkal membulat dan tepinya rata.

Daun jambu biji (Psidium guajava L.) memiliki panjang 6-14 cm dan lebar 3-

6 cm. Daun ini berwarna hijau kekuningan dan mempunyai pertualangan yang

menyirip (Ide, 2011).

Helai daun berbentuk bulat telur agak jorong, ujung tumpul, pangkal

membulat, tepi rata agak melekuk ke atas. Buahnya berbentuk bulat sampai

bulat telur, berwarna hijau sampai hijau kekuningan. Daging buah tebal

berwarna putih kekuningan. Biji buah banyak mengumpul ditengah, kecil-

kecil, keras, berwarna kuning kecoklatan (Tanri, 2013). Gambar tanaman daun

jamu biji dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini.

(Tanri, 2013)

Gambar 2.1

Daun jambu biji

5

2.2 Taksonomi daun jambu biji

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Genus : Psidium

Spesies : Psidium guajava L. (Tanri, 2013)

2.3 Kandungan daun jambu biji (Psidium guajava L.)

Kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam daun jambu biji yang

dapat membantu penyembuhan luka adalah alkaloid, saponin, tanin dan

flavonoid (Ndukwe et al, 2013).

2.3.1 Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa kimia bersifat basa yang

mengandung satu atau lebih atom nitrogen, umumnya tidak berwarna,

dan berwarna jika mempunyai struktur kompleks dan bercincin aromatik.

Alkaloid merupakan golongan terbesar senyawa metabolit sekunder pada

tumbuhan. Telah diketahui sekitar 5.500 senyawa alkaloid terbesar di

berbagai family. Alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai bagian

tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit kayu (Simbala, 2009).

Salah satu kandungan daun jambu biji adalah alkaloid yang dapat

meningkatkan trombosit. Trombosit akan mengeluarkan adenosin

6

difosfat (ADP) yang kemudian menyebabkan permukaan trombosit

melekat pada lapisan trombosit yang pertama. Trombosit yang baru

melekat mengeluarkan lebih banyak ADP sehingga bertambah jumlah

trombosit yang melekat. Proses penumpukan trombosit didukung oleh

tromboksan A2 yang secara langsung mendorong agregasi trombosit

sehingga dapat mempercepat pembekuan darah dengan cara

mengeluarkan lebih banyak ADP (Damhoeri dkk, 2011).

2.3.2 Saponin

Saponin merupakan salah satu kelas senyawa glikosida, steroid,

triterpenoid struktur dan spesifisitas yang memiliki solusi koloid bentuk

dalam air dan berbusa seperti sabun. Saponin dapat diklasifikasikan

sebagai steroid, triterpenoidal atau alkaloid tergantung pada sifat aglikon,

dan bagian aglikon dari saponin disebut sebagai sapogenin yang

umumnya oligosakarida. Steroid saponin hormon dapat dikelompokkan

menjadi lima kelompok dengan reseptor yang mengikat mereka,

glukokortikoid, kortikoid, mineral, androgen, estrogen, prostagen,

vitamin D derivate seperenam, dan erathormon terkait sistem. Steroid

dalam studi klinis modern telah mendukung sebagai anti inflamasi dan

analgesik agen (Astuti dkk, 2011).

Saponin diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : saponin steroid dan

saponin titerpenoid. Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C27)

dengan molekul karbohidrat. Saponin steroid dihidrolisis menghasilkan

suatu aglikon yang dikenal sebagai saraponin. Tipe saponin ini memiliki

efek meningkatkan jumlah trombosit (Prihatman, 2011). Kandungan

7

saponin dapat memicu pembentukan kolagen, yaitu protein struktural

yang berperan dalam proses penyemuhan luka (Damhoeri, 2011).

2.3.3 Tanin

Senyawa tanin secara garis besar mekanisme yang diperkirakan

adalah toksisitas tanin dapat merusak membran sel bakteri dan

pembentukan suatu kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat

menambah daya toksisitas tanin itu sendiri. Tanin diduga dapat

mengerutkan dinding sel atau membran sel sehingga mengganggu

permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terpengaruh permeabilitas, sel tidak

dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhenti atau

bahkan mati (Ajizah, 2010).

Tanin bersifat antiseptik pada permukaan luka, bekerja sebagai

bakteriostatik yang biasanya digunakan untuk melawan infeksi pada

luka, kulit, dan mukosa. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan

biologis. Tanin memiliki efek menangkal radikal bebas, meningkatkan

oksigenasi, meningkatkan kontraksi luka, meningkatkan pembentukan

pembuluh darah, dan jumlah fibroblas (Li dkk, 2011).

Tanin juga berfungsi sebagai astrigen yang dapat menyebabkan

penciutan pori-pori kulit, memperkeras kulit, menghentikan eksudat dan

perdarahan ringan, sehingga mampu menutup luka dan mencegah

perdarahan yang biasa timbul pada luka (Yenti, 2011).

8

2.3.4 Flavonoid

Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol terbesar

yang ditemukan di alam, yang terdiri dari 15 atom karbon, dengan dua

cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propane (C3) sehingga

membentuk susunan C6-C3-C6. Sebagian besar senyawa flavonoid alam

ditemukan dalam bentuk glukosida, dengan unit flavonoid terikat pada

suatu gula. Glikosida adalah kombinasi antara suatu gula dan suatu

alkohol yang saling berikatan melalui ikatan glukosida (Lenny, 2010).

Flavonoid bersifat polar karena mempunyai sejumlah gugus

hidroksil ataupun mengikat gula, oleh karena itu flavonoid umumnya

larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol dan butanol. Flavonoid

dapat digunakan sebagai antioksidan. Antioksidan adalah senyawa yang

melindungi sel terhadap efek kerusakan oleh oksigen reaktif. Flavonoid

juga dapat mempengaruhi kenaikan jumlah trombosit dan memiliki

bioaktifitas sebagai anti kanker, anti virus, anti bakteri, anti peradangan

dan alergi (Sudaryono, 2011).

Quercetin merupakan golongan flavonoid yang dapat menaikkan

jumlah trombosit karena terkandung asam amino serin dan threonin yang

mampu membentuk trombopoetin yang berfungsi dalam proses maturasi

megakariosit menjadi trombosit (Sudaryono, 2011).

Flavonoid quercetin sebagai antiinflamasi yang mampu

menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase, sehingga

produksi prostaglandin dan leukotrien dapat berkurang. Penurunan

9

jumlah prostaglandin dan leukotrien mengakibatkan migrasi sel radang

ke area luka akan berkurang yang menandakan bahwa proses

penyembuhan fase inflamasi dipersingkat, sehingga dapat segera

memasuki faseproliferasi (Nijveldt dkk., 2011).

2.4 Anatomi kulit

Kulit merupakan pelindung tubuh, beragam luas dan tebalnya. Luas kulit

orang dewasa adalah 1,5 m2 - 2 m

2, tebalnya kira-kira 1,5-5 mm, bergantung

pada letak kulit, umur, jenis kelamin, dan keadaan gizi. Kulit paling tipis di

kelopak mata, penis, labium minor, dan bagian medial lengan atas. Kulit tebal

terdapat pada telapak tangan dan kaki, punggung, bahu, dan bokong (Bisono,

2010).

Kulit merupakan organ tubuh terluas yang menutupi seluruh tubuh,

berfungsi sebagai pelindung yang melawan panas, cahaya, luka, dan infeksi.

Kulit juga meregulasi suhu tubuh menyimpan air dan lemak, sebagai organ

sensor, mencegah kehilangan air, dan mencegah masuknya bakteri.

Karakteristik kulit pada seluruh tubuh bervariasi (dalam hal ketebalan, warna,

dan tekstur). Kepala mengandung lebih banyak folikel rambut dari pada bagian

tubuh lainnya, sementara telapak kaki tidak mengandung satupun folikel

rambut, tetapi telapak tangan dan kaki memiliki kulit yang lebih tebal. Kulit

tersusun dari beberapa lapisan, setiap lapisan mempunyai fungsi yang spesifik

yaitu terdiri dari epidermis, dermis dan subkutan (Bisono, 2010).

Kulit merupakan salah satu organ yang terbesar yang menyusun 16% dari

berat badan. Kulit terdiri dari dua lapis utama, epitel pemukaan disebut

10

epidermis dan jaringan ikat dibawahnya, dermis dan korium, di bawah dermis

terdapat selapis jaringan ikat longgar, hipodermis, yang pada beberapa tempat

terdiri dari jaringan lemak (Bloom, 2012).

(Bloom, 2012)

Gambar 2.2

Anatomi kulit lapisan epidermis, dermis dan hipodermis

2.4.1 Epidermis

Epidermis terdapat pada permukaan tubuh dengan ketebalan

bervariasi antara 0,7 mm sampai dengan 0,12 mm, namun dapat

mencapai ketebalan 0,08 mm pada telapak tangan dan 1,4 mm pada

telapak kaki. Epidermis adalah epitel berlapis gepeng tersusun oleh

banyak lapis sel yang disebut keratinosit. Mereka secara tetap

diperbaharui melalui mitosis sel dalam lapisan basal, secara berangsur-

angsur digeser kepermukaan lapisan epitel. Selama perjalanan, mereka

berdeferensiasi memperbesar dan mengumpulkan filamen keratin makin

banyak dalam sitoplasma. Mendekati permukaan, mereka mati dan badan

sel mirip sisik mati itu secara perlahan dilepaskan. Waktu yang

dibutuhkan mencapai permukaan adalah 20-30 hari. Modifikasi struktur

selama perjalanan ini disebut sitomorfis dari sel epidermis. Bentuknya

11

yang berubah pada tingkat yang berbeda dalam epitel memungkinkan

pembagian dalam empat zona dalam potongan histologik tegak lurus

terhadap permukaan kulit. Mereka adalah stratum basal, stratum

spinosum (malpighi), stratum granulosum, stratum lusidum dan stratum

korneum (Bloom, 2012).

2.4.2 Dermis

Dermis merupakan lapis kulit kuat dari jaringan ikat yang

merupakan bagian terbesar tebal kulit. Dermis mengandung pembuluh

darah, pembuluh limfe, folikel rambut, kelenjar keringat, berkas kolagen

dan nervus. Dermis dijaga kesatuannya oleh protein yang dinamakan

kolagen, dibuat oleh fibroblast. Lapisan ini juga mengandung reseptor

nyeri dan sentuh (Bloom, 2012).

Dermis dapat dibedakan menjadi 2 lapisan. Stratum papilare

superfisial dan stratum retikulare. Stratum papilare superfisial terdiri atas

fibroblast dan jenis sel jaringan ikat lain, tersebar luas diantara berkas-

berkas serat kolagen halus, terutama kolagen tipe III. Serat ini

mengandung anyaman longgar serat-serat elastin dan banyak kapiler.

Stratum retikulare yang lebih dalam terdiri atas berkas-berkas serat

kolagen kasar, yang berhimpitan, terutama kolagen tipe I dan anyaman

serat elastin. Jenis sel dari dermis yang biasa dijumpai dalam jaringan

ikat adalah fibroblast, makrofag, limfosit, dan sel mast, disana terdapat

kelompok kecil sel lemak pada bagian yang lebih dalam dari stratum

retikulare. Dermis memiliki dasar vaskular luas yang kapilernya meluas

sampai ke papila dermis, memungkinkan nutrient berdifusi ke dalam

12

epidermis yang avaskuler. Sel lain membentuk muskulus arektor pili

yang berinsersio pada bagian folikel rambut (Bloom 2012).

2.4.3 Hipodermis atau jaringan subkutan

Subkutan adalah lapisan kulit terdalam. Subkutan, terdiri dari

jaringan kolagen dan sel lemak yang membantu mempertahankan suhu

tubuh dan melindungi tubuh dari luka. Lapisan ini juga disebut

hipodermis, yang berupa jaringan ikat longgar dengan serat kolagen

halus tersusun paralel dan beberapa diantaranya menyatu dengan serat

kolagen dari dermis. Sel lemak lebih banyak daripada dalam dermis.

Lemak subkutan cenderung menumpuk pada daerah tertentu. Tidak ada

atau sedikit lemak ditemukan dalam jaringan subkutan kelopak mata atau

penis, namun di abdomen, paha, dan bokong dapat mencapai ketebalan

3cm atau lebih. Lapisan lemak ini disebut sebagai pannikulus adiposus

(Bloom, 2012)

2.5 Luka laserasi

Luka adalah suatu cedera dimana kulit robek, terpotong atau tertusuk,

atau trauma benda tumpul yang menyebabkan kontusi. Luka dikategorikan dua

jenis yaitu luka terbuka dan tertutup. Luka terbuka diklasifikasikan

berdasarkan obyek penyebab luka antara lain : luka insisi, luka laserasi, luka

abrasi, luka tusuk, luka penetrasi, dan luka tembak. Luka tertutup dibagi

menjadi tiga : kontusi, hematoma dan luka tekan. Luka tertutup memiliki

bahaya yang sama dengan luka terbuka. (Suryadi, 2013).

13

Luka laserasi adalah luka yang bentuknya tidak beraturan, tepi tidak

teratur dan membentuk luka terbuka sedalam kulit bahkan sampai jaringan

dibawahnya. Luka ini biasanya lebih banyak disebabkan oleh benda tumpul

dari pada benda tajam. Luka laserasi sering terkontaminasi dengan kotoran,

lemak, atau bagian lain yang berada dibawah jaringan dan faktor-faktor

tersebut sangat mungkin menyebabkan luka menjadi infeksi (Gross, 2004).

Luka laserasi adalah luka dengan tepi yang bergerigi, tidak teratur, seperti luka

yang dibuat oleh kaca atau goresan kawat (Smeltzer, 2001). Gambar luka

laserasi dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini.

(A.D.A.M., Inc; 2009 Nucleus Medical Media, Inc)

Gambar 2.3

Luka laserasi

2.6 Penyembuhan luka

Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar berjalan secara

alami. Luka akan terisi jaringan granulasi lalu ditutup oleh jaringan epitel.

Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder atau sanatio per secundam

intentionem. Cara ini biasanya memakan waktu cukup lama dan meninggalkan

parut yang kurang baik, terutama kalau lukanya menganga lebar. Luka akan

menutup dibarengi dengan kontraksi hebat. Bila luka hanya mengenai

epidermis dan sebagian atas dermis, terjadi penyembuhan melalui proses

14

migrasi sel epitel dan kemudian terjadi replikasi/mitosis epitel. Sel epitel baru

ini akan mengisi permukaan luka. Proses ini disebut epitelisasi yang

merupakan bagian dari proses penyembuhan luka, pada penyembuhan luka

jenis ini kontraksi yang terjadi tidaklah dominan. Cara penyembuhan lain

adalah penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem, yang terjadi

bila luka segera diupayakan bertaut biasanya dengan bantuan jahitan (De jong,

2011).

Penyembuhan luka terdiri dari tiga fase, yaitu fase inflamasi, fase

proliferasi dan fase maturasi atau remodelling. Antara fase yang satu dan fase

lainnya memiliki rentang waktu yang saling bersinggungan atau tumpang

tindih (De jong, 2011). Fase penyembuhan luka secara seluler, biokimia dan

mekanik dapat dilihat pada gambar 2.4 dibawah ini.

(Schwartz, 2007)

Gambar 2.4

Fase Penyembuhan Luka Secara Seluler, Biokimia dan Mekanik

15

2.6.1 Fase Inflamasi

Fase inflamasi merupakan fase pertama proses penyembuhan luka.

Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan

tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokontriksi, pengerutan

pembuluh darah yang putus (retraksi), dan hemostasis. Hemostasis terjadi

karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket dan

bersama dengan jala fibrin yang terbentuk, membekukan darah yang keluar

dari pembuluh darah. Trombosit yang berlekatan akan berdegranulasi,

melepas kemoaktratan yang menarik sel radang, mengaktifkan fibroblast

lokal dan sel endotel serta vasokontriktor, sementara itu terjadi reaksi

inflamasi (De jong, 2011).

Pada fase inflamasi dimulai setelah cidera sampai hari ke-5 pasca

cidera. Tujuan utama fase ini adalah hemostasis, menghilangkan jaringan

yang mati dan pencegahan kolonisasi maupun infeksi oleh agen

mikrobial patogen. Komponen jaringan yang mengalami cidera, meliputi

fibrillar collagen dan tissue factor, akan mengaktivasi jalur koagulasi

ekstrinsik dan mencegah pendarahan lebih lanjut pada fase ini. Agregasi

platelet akan membentuk plak pada pembuluh darah yang cidera. Selama

proses ini berlangsung, platelet akan mengalami degranulasi dan

melepaskan beberapa growt factor, seperti Platelet-derivied Growth

Factor (PDGF) dan Transforming Growth Factor β (TGF-β). Hasil akhir

dekade koagulasi jalur intrinsik dan ekstrinsiik adalah konversi

fibrinogen menjadi fibrin (Gurtner, 2007)

16

Proses koagulasi akan mengaktifkan kaskade komplemen, setelah

terjadi hemostasis. Sel mast dan jaringan ikat menghasilkan serotonin

dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi

eksudasi cairan, penyerbukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat

yang menyebabkan udem. Tanda dan gejala klinik radang menjadi jelas

berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu hangat

(kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor) (De jong, 2011).

Pada fase ini akan ditemukan netrofil pada dua hari pertama dan

berperan penting untuk memfagositosis jaringan mati dan mencegah

infeksi. Makrofag juga akan mengikuti netrofil menuju luka setelah 48-

72 jam dan menjadi sel predominan setelah hari ke-3 pasca cidera.

Makrofag juga berperan utama memproduksi berbagai growt factor yang

dibutuhkan dalam produksi matriks estrakseluler oleh fibrolas dan

pembentukan neovaskularisasi (Gurtner, 2007).

Limfosit T adalah sel inflamasi lain yang secara rutin menginvasi

luka, dengan jumlah yang lebih kecil dari makrofag. Limfosit T mengalami

puncaknya sekitar 1 minggu post-injury dan sebagai jembatan transmisi dari

fase inflamasi ke fase proliferasi penyembuhan. Data signifikan mendukung

hipotesis bahwa limfosit T memainkan peran aktif dalam modulasi

lingkungan luka. Penipisan dari limfosit T menurunkan kekuatan dan

konten kolagen, sementara penipisan selektif dari subset CD8+ limfosit

T supresor meningkatkan penyembuhan luka. Penipisan subset helper

CD4 tidak berpengaruh. Limfosit juga memberikan suatu efek down-

regulating pada sintesis kolagen fibroblast oleh interferon IFN-γ, TNF-α,

17

dan IL-1. Efek ini hilang jika sel-sel secara fisik terpisah, menunjukkan

bahwa sintesis matriks ekstraseluler diatur tidak hanya melalui faktor

larutan tetapi juga oleh kontak langsung sel antara limfosit dan fibroblast

(Schwartz, 2000).

2.6.2 Fase Proliferasi

Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol

adalah proses proliferasi fibroblast. Fibroblast berasal dari sel mesenkim

yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam

aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang

akan mempertautkan tepi luka. Serat dibentuk dan dihancurkan kembali

untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung

mengerut. Sifat ini bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast,

menyebabkan tarikan pada tepi luka, pada akhir fase ini kekuatan

regangan luka mencapai 25% jaringan normal (De jong, 2011).

Pada fase proliferasi berlangsung mulai hari ke-4 hingga hari ke-

21 pasca cidera. Pada fase ini matriks fibrin yang didominasi oleh platelet

dan makrofag secara gradual digantikan oleh jaringan granulasi yang

tersusun dari kumpulan fibroblas, makrofag dan sel endotel yang

membentuk matriks ekstraselular dan neovaskular. Fibroblas merupakan

sel yang sangat berperan dalam fase ini (Gurtner, 2007).

Fibroblast yang terisolasi pada luka mensintesis kolagen lebih

banyak daripada fibroblast biasa, mereka berkembang biak lebih sedikit,

dan mereka secara aktif melakukan kontraksi matriks. Lingkungan luka

18

kaya sitokin memainkan peran penting dalam perubahan fenotipik dan

aktivasi mediator. Sel endotel juga berproliferasi secara ekstensif selama

fase penyembuhan. Sel-sel ini berpartisipasi dalam pembentukan kapiler

baru (angiogenesis), suatu proses yang penting untuk keberhasilan

penyembuhan luka. Sel endotel bermigrasi dari venula utuh yang dekat

dengan luka. Migrasi mereka, replikasi, dan pembentukan tubulus baru

kapiler berada di bawah pengaruh sitokin dan growth factor seperti TNF-

α, TGF-β, dan VEGF, meskipun banyak sel lain yang menghasilkan

VEGF, tetapi makrofag merupakan sumber utama dalam penyembuhan

luka dan VEGF reseptor utamanya terletak pada sel endotel (Schwartz,

2000).

Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan

berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel

baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya bisa terjadi

ke arah yang lebih rendah atau datar, sebab epitel tak dapat bermigrasi ke

arah yang lebih tinggi. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling

menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka (De jong, 2011).

Epitelisasi terjadi sampai tiga kali lebih cepat di lingkungan yang lembab

(di bawah balutan oklusif atau balutan semipermeabel) daripada di

lingkungan yang kering (Morison, 2004).

Bersama dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia

dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah

proses pematangan dalam fase penyudahan (De Jong, 2011).

19

2.6.3 Fase Maturasi/ Remodelling

Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari

penyerapan kembali jaringan yang berlebihan dan penataan kembali

jaringan yang dibentuk. Fase ini berlangsung dari hari ke-21 hingga

sekitar 1 tahun. Perubahan yang terjadi adalah penurunan kepadatan sel

dan vaskularisasi, pembuangan matriks temporer yang berlebihan dan

penataan serat kolagen pada luka untuk meningkatkan kekuatan jaringan

baru (Gurtner, 2007).

Luka dan integritas kekuatan mekanik di luka baru ditentukan oleh

kuantitas dan kualitas kolagen yang baru disimpan. Pengendapan matriks

pada lokasi luka mengikuti pola karakteristik fibronektin dan kolagen

tipe III merupakan perancah matriks awal glukosaminoglikan dan

proteoglikan merupakan komponen matriks signifikan berikutnya, dan

kolagen tipe I adalah matriks akhir. Setelah beberapa minggu pasca injuri

jumlah kolagen dalam luka mencapai plateau, tapi kekuatan terus

meningkat selama beberapa bulan lagi. Pembentukan fibril dan cross-

linking fibril menghasilkan penurunan kelarutan kolagen, peningkatan

kekuatan, dan peningkatan ketahanan terhadap degradasi enzimatik

matriks kolagen. Remodelling jaringan parut berlanjut terus hingga 6

sampai 12 bulan pasca cedera, dengan secara bertahap menghasilkan

jaringan parut yang matang, avaskular, dan aselular (Schwartz, 2000).

Kolagenolisis adalah hasil dari aktivitas kolagenase, sebuah

metalloproteinase matriks yang membutuhkan aktivasi baik sintesis

kolagen maupun lisin kolagen, keduanya dikendalikan oleh sitokin dan

20

growth factor. Beberapa faktor mempengaruhi kedua aspek remodelling

kolagen tersebut.Sebagai contoh, TGF-β meningkatkan transkripsi

kolagen baru dan juga menurunkan perusahaan kolagen dengan

menstimulasi sintesis inhibitor jaringan dari metalloproteinase.Peristiwa

hemostasis ini, deposisi kolagen, dan degradasi, adalah penentu utama

kekuatan dan integritas luka (Schwartz, 2000).

2.6.4 Re-epitelisasi

Proses ini mengembalikan epidermis utuh seperti semula. Faktor

yang terlibat adalah migrasi keratinosit pada jaringan luka, proliferasi

keratinosit, diferensiasi neoepitelium menjadi epidermis yang berlapis-

lapis, dan mengembalikan Basement Membrane Zone (BMZ) menjadi

utuh yang menghubungkan epidermis dan dermis. Epidermal Growth

Factor (EGF), Keratinocyte Growth Factor (KGF) dan TGF- α

merupakan faktor penting untuk merangsang migrasi keratinosit,

proliferasi dan epitelisasi. Hari ke 7-9 sesudah epitelisasi, BMZ

terbentuk. Struktur kulit pada BMZ terdiri dari banyak protein matriks

ekstraseluler seperti kolagen dan laminins (Li et al, 2007)

2.6.5 Kontraksi luka

Kontraksi luka adalah suatu proses tempat terjadi penyempitan

ukuran luka dengan kehilangan jaringan. Kontraksi timbul cukup awal

dan jangan dikacaukan dengan kontraktur atau sikatrisasi, yang

menyebabkan mengecilnya ukuran jaringan parut dan karena itu

merupakan kejadian tertunda.Pada kontraksi luka, ada pergerakan

sentripetal seluruh kulit, yang hanya dapat terjadi bila kulit dapat

21

bergerak, karena itu, kontraksi jauh lebih efektif pada daerah-daerah kulit

yang bergerak bebas. Mekanisme kontraksi luka belum diketahui dengan

jelas. Mungkin terjadi karena kontraksi serat kolagen atau dengan aksi

sel kontraktil di dalam jaringan granulasi. Kontraksi kolagen tidak

mungkin terjadi karena belum pernah terlihat pada makhluk hidup.Selain

itu, kontraksi luka terjadi sebelum ada banyak kolagen di dalam luka dan

juga kontraksi timbul pada hewan penderita skrobut. Mekanisme

kontraksi lebih disebabkan oleh kontraksi fibroblast (miofibroblast).Sel-

sel ini terdapat di seluruh tubuh, terutama terpusat di sekitar luka terbuka.

Ada dua teori tentang bagaimana miofibroblast ini mendorong tepi-tepi

luka untuk mengurangi ukuran luka 80% dalam waktu 10 hari, salah satu

teori (teori bingkai gambar) mengatakan bahwa miofibril bekerja di balik

tepi luka dan mendorong tepi luka ke depan, ke arah bagian tengah. Teori

lain mengatakan bahwa miofibril pada bagian tengah luka mendorong

tepi-tepi luka ke arahnya (Sabiston, 2007).

Semua luka mengalami beberapa derajat kontraksi. Luka yang

tidak memiliki tepi operasi diperkirakan daerah luka akan berkurang oleh

tindakan ini (penyembuhan dengan niat sekunder), pemendekan jaringan

parut itu sendiri menghasilkan kontraktur. Miofibroblas berperan sebagai

sel utama yang bertanggung jawab untuk kontraksi dan hal ini berbeda

dari fibroblast normal dimana ia memiliki struktur sitoskeletal. Biasanya

sel ini mengandung aktin otot polos-α dalam serabut tebal yang disebut

stress-fibers, yang memberikan kemampuan kontraktil pada

miofibroblas. Aktin otot polos-α ini tidak terdeteksi sampai hari ke-6 dan

22

kemudian meningkat nyata sampai hari ke-15 proses penyembuhan luka.

Setelah 4 minggu proses ini memudar dan sel-sel kemudian mengalami

proses apoptosis (Schwartz, 2000).