karakterisasi morfologi, anatomi, dan kandungan fitokimia ... · tanaman handeuleum merupakan...
TRANSCRIPT
KARAKTERISASI MORFOLOGI, ANATOMI, DAN
KANDUNGAN FITOKIMIA TANAMAN HANDEULEUM
(Graptophyllum Pictum L. Griff)
DIAN NOVITA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Karakterisasi
Morfologi, Anatomi, Dan Kandungan Fitokimia Tanaman Handeuleum
(Graptophyllum Pictum L. Griff) adalah karya saya dengan arahan komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk karya apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, September 2011
Dian Novita
NRP A252070061
ABSTRACT
DIAN NOVITA. Characterization of Morphology, Anatomy, and Phytochemical Content
of Caricature Plant (Graptophyllum Pictum L. Griff) supervised by NURUL
KHUMAIDA, MUNIF GHULAMAHDI, M. SYAKIR.
Graptophyllum pictum L. Griff, called caricature plant is commonly used as
medicinal plant. Caricature plant is indigenous plant as was reported to prosses that can
function as uncer, laxative, and menstruation problem. However, there were very limited
information about caricature plant accession with high biomass and high phytochemical
content. Therefore exploration to habitat of caricature plant or their production site is
needed to obtain caricature plant accessions with high biomass and high phytochemical
content. The objective of this study was to explore the diversity of caricature plant
accessions, morphology, anatomy, and phytochemicals caricature plant. This study also
objected to analize and the similarity level of 32 caricature plant accesions, and study the
agroecological correlation with morphology, anatomy, and phytochemicals contents of
those accessions. The research was conducted in Indonesian Medicinal and Aromatics
Crop Research Institute (IMACRI) Cimanggu Bogor. The study was started in June 2008
until September 2009. Plant material use in this study was stem cutting of caricature plant
from various locations which previous explorased by KKP3T research team, include
West Java, Central Java, East Java, Central Kalimantan, South Kalimantan, Ambon,
Papua, and IMACRI collections. This experiment was arranged in completely
randomized design with single factor (32 caricature plant accessions based on area of
origin) and two replications. One replication consisted of 10 plants. The results showed
caricature plants fom different location have similarity with plant morphology include
sectional stem cross shape, the surface of the stem, branching, leaf base shape, nervatio,
and leaf abaxial surface. The diversity of plant morphology shape of leaves and leaf
edges. Leaf anatomy analysis result showed that leaf thickness was similar between
handeuleum accessions originated from various locations. In contrast, there was variation
in the stomatal density of handeuleum accessions. Phytochemical analysis of caricature
plant leaves showed that all of the caricature plant accessions have high alkaloids and
glycosides content. There were variations in saponin, tanin, phenolic, flavonoids,
triterpenoids, steroid content of caricature plant accessions.
Key words: handeuleum, characterization, alkaloid, stomata
RINGKASAN
DIAN NOVITA. Karakterisasi Morfologi, Anatomi, dan Kandungan Fitokimia
Tanaman Handeuleum (Graptophyllum Pictum L. Griff) Dibimbing oleh
NURUL KHUMAIDA, MUNIF GHULAMAHDI, M. SYAKIR.
Graptophyllum pictum L. Griff atau lebih dikenal dengan nama
handeuleum merupakan salah satu tanaman obat yang sering digunakan untuk
pengobatan. Tanaman handeuleum merupakan tanaman asli Indonesia dan diduga
berasal dari Irian Jaya. Tanaman handeuleum menghasilkan daun yang dapat
berfungsi sebagai obat seperti wasir, darah tinggi, borok, bisul, pencahar, obat
sakit telinga, dan melancarkan haid. Informasi tentang aksesi tanaman
handeuleum yang memiliki biomassa, dan kandungan fitokimia tertinggi sampai
saat ini masih minim. Untuk itu perlu adanya upaya eksplorasi ke lokasi tumbuh
atau sentra produksi tanaman kemudian dilakukan karakterisasi untuk
mendapatkan aksesi tanaman handeuleum yang mempunyai biomassa dan
kandungan fitokimia tertinggi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keragaman aksesi
tanaman handeuleum melalui eksplorasi ke beberapa daerah sentra/lokasi tumbuh,
mempelajari karakteristik morfologi, anatomi, dan fitokimia tanaman
handeuleum, menganalisis tingkat kemiripan 32 aksesi tanaman handeuleum,
dan mempelajari hubungan agroekologi dengan morfologi, anatomi, dan
fitokimia tanaman handeuleum.
Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman
Obat dan Aromatik (Balittro) Cimanggu Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian
dimulai pada bulan Juni 2008 sampai dengan September 2009. Bahan tanaman
yang digunakan dalam penelitian adalah setek tanaman handeuleum dari berbagai
lokasi hasil eksplorasi sebelumnya oleh Team Peneliti KKP3T antara lain: Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan,
Ambon, Papua, dan koleksi Balittro. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal 32 aksesi dari daerah yang berbeda.
Perlakuan ini diulang dua kali, dan setiap ulangan terdiri dari 10 tanaman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman handeuleum yang berasal
dari berbagai lokasi memiliki kesamaaan morfologi tanaman pada bentuk
penampang melintang batang, permukaan batang, percabangan, bentuk pangkal
daun, bentuk ujung daun, susunan tulang daun, dan permukaan daun. Keragaman
morfologi tanaman terlihat pada bentuk bangun daun dan tepi daun tanaman.
Pengamatan terhadap anatomi tanaman memberikan hasil bahwa tanaman
handeuleum dari 32 lokasi memiliki tebal daun yang tidak berbeda nyata. Namun
demikian peubah jumlah stomata, menunjukkan keragaman pada aksesi yang
berasal dari tempat berbeda. Pengamatan terhadap fitokimia 32 aksesi
handeuleum menunjukkan bahwa kandungan senyawa alkaloid dan glikosida
sangat tinggi pada semua aksesi. Senyawa saponin, tanin, fenolik, flavonoid,
triterpenoid, dan steroid pada aksesi yang berasal dari lokasi berbeda, memiliki
kandungan fitokimia yang berbeda.
Kata kunci: handeuleum, karakterisasi, alkaloid, stomata
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan sebagian besar pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis
dalam bentuk apapun tanpa seijin IPB.
KARAKTERISASI MORFOLOGI, ANATOMI, DAN
KANDUNGAN FITOKIMIA TANAMAN HANDEULEUM
(Graptophyllum Pictum L. Griff)
DIAN NOVITA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Mayor Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Rahmi Yunianti, SP. M.Si.
Judul Tesis : : Karakterisasi Morfologi, Anatomi, dan Kandungan Fitokimia
Tanaman Handeuleum (Graptophyllum Pictum L. Griff)
Nama : Dian Novita
NRP : A252070061
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Nurul Khumaida, M.Si.
Ketua
Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S.
Anggota
Dr. Ir. M, Syakir M.S.
Anggota
Diketahui
Koordinator Mayor
Agronomi dan Hortikultura
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.
Tanggal Ujian: 28 September 2011
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas segala
rahmat-Nya penulisan tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini berjudul
Karakterisasi Morfologi, Anatomi, dan Kandungan Fitokimia Tanaman
Handeuleum (Graptophyllum Pictum L. Griff). Penelitian ini mendapatkan
bantuan pendanaan dari hibah penelitian KKP3T tahun 2009 -2010.
. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Nurul Khumaida, M.Si.,
Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S dan Dr. Ir. M, Syakir M.S. atas
bimbingannya selama penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Dr. Rahmi Yunianti, SP. M.Si selaku dosen penguji luar komisi atas
masukan dan saran yang diberikan demi kesempurnaan tesis ini. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Eny Widajati, MS dari Mayor
Agronomi dan Hortikultura.
Penghargaan penulis sampaikan kepada Team KKP3T dan BALITTRO
yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini, Ibu Natalini Nova Kristiana, Ibu
Tri Lestari, Ibu Dewi Sartiami dan staf kebun, Pak Asep dan Pak Otong. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada Penanggung Jawab Laboratorium
Ekofisiologi Bapak Prof. Dr. Bintoro Djoefrie, yang telah memberikan izin
penggunaan fasilitas laboratorium untuk peng amatan penelitian. Ucapan terima
kasih juga penulis ucapkan kepada Pak Joko teknisi laboratorium ekofisiologi
yang telah banyak membantu dalam preparasi mikroteknik.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan
seperjuangan, ayunda Karlin Agustina, Danner Sagala, Arrin Rosmala, Leo
Mualim, Peny Lestari, Joan Joulanda Grace Kailola, Aries Kusumawati, Pienyani
Rosawanti, Puji Lestari, Richenly Nanlohy, Odit Ferry, Syukur Karamang, Tisna
Prasetyo, mbak Arifah, mbak Selvi, kak Ismadi, kak Alwi, Isnaini, mbak Susi,
rekan-rekan mayor AGH, PBT, teman-teman di Jaikers dan Twinhouse serta
kepada semua sahabat yang namanya tidak disebutkan namanya satu persatu.
Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada keluargaku, Bapak,
Mom, ayunda Lilia Desnatia, Atika Chandra, Sri Armedia, dan kakanda
Adriansyah, adikku Yenny Pusvyta, Barika, Selvita, Anita, Wina, mas Purwasi,
Wie dan keponakanku Kiki, Aldi, Kevin dan Athaya Putri, terima kasih atas doa,
dukungan dan kasih sayang yang tidak pernah berhenti mengalir. Semoga Karya
Ilmiah ini bermanfaat, Amien.
Bogor, September 2011
Dian Novita
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang tanggal 28 November 1973 dari ayah
H. Agusnie dan ibu Hj. Kalsum. Penulis merupakan anak bungsu dari lima
bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi Jurusan
Budidaya Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, dan lulus tahun
1996.
Penulis bekerja sebagai Dosen PNSD Kopertis Wilayah II Sumatera
Bagian Selatan dipekerjakan di Universitas Ratu Samban Bengkulu Utara.
Selanjutnya, pada tahun 2007 penulis melanjutkan studi pada Sekolah
Pascasarjana IPB mengambil program magister pada mayor Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
PENDAHULUAN........................................................................................... 1
Latar Belakang ......................................................................................... 1
Tujuan ....................................................................................................... 3
Hipotesis ................................................................................................... 3
Kerangka Pemikiran .................................................................................. 4
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 5
Tanaman Handeuleum (Graptophyllum pictum (Linn) Griff.) ................ 5
Manfaat Tanaman Handeuleum ................................................................ 6
Agroekologi Lingkungan Tumbuh Handeuleum ..................................... 8
Kandungan Fitokimia Handeuleum ......................................................... 9
Keragaman Tanaman ............................................................................... 12
METODE PENELITIAN ............................................................................... 14
Waktu dan Tempat ................................................................................... 14
Bahan dan Alat ........................................................................................ 14
Metode Penelitian .................................................................................... 14
Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ 17
Pengamatan Penelitian ............................................................................ 17
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 22
Kondisi Umum ......................................................................................... 22
Morfologi Tanaman Handeleum ............................................................... 23
Anatomi Tanaman Handeuleum ............................................................... 33
Kandungan Fitokimia ............................................................................... 35
Produksi Tanaman .................................................................................... 37
Korelasi Bobot Tanaman, Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun ................ 39
Kemiripan Tanaman berdasarkan Karakter Morfologi, Anatomi, dan
Fitokimia ................................................................................................... 40
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 48
Kesimpulan .............................................................................................. 48
Saran ......................................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 49
LAMPIRAN ................................................................................................... 52
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Daftar Aksesi Tanaman Handaeleum...................................................... 15
2. Tinggi, panjang ruas, diameter batang, dan jumlah cabang handeuleum
pada 4 bst ................................................................................................ 27
3. Keragaan peubah daun tanaman handeuleum pada 4 bst ....................... 31
4. Tebal daun dan kerapatan stomata 32 aksesi handeuleum ...................... 34
5. Keragaan kandungan fitokimia 32 aksesi handeuleum ........................... .. 36
6. Bobot tanaman, bobot basah dan bobot kering 32 aksesi handeuleum ... . 38
7. Matrik korelasi tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, berat
basah daun dan bobot kering produksi .................................................... 39
DAFTAR GAMBAR
halaman
1. Diagram alur pemikiran ......................................................................... 4
2. Ilustrasi lintasan metabolik primer pada tanaman ................................. 11
3. Skema tahapan penelitian ....................................................................... 16
4. Bentuk bangun daun ............................................................................... 18
5. Bentuk pangkal daun .............................................................................. 18
6. Bentuk ujung daun ................................................................................. 19
7. Susunan tulang daun .............................................................................. 19
8. Bentuk tepi daun .................................................................................... 19
9. Kondisi lingkungan tumbuh penelitian .................................................. 22
10. Keragaan beberapa aksesi handeleum di lokasi penelitian .................... 22
11. Keragaan batang 32 aksesi handeleum .................................................. 23
12. Grafik pertumbuhan 32 aksesi handeleum ............................................. 25
13. Keragaan 32 aksesi handeleum .............................................................. 28
14. Keragaan bangun daun 32 aksesi handeleum......................................... 29
15. Keragaan pucuk 32 aksesi handeleum ................................................... 32
16. Dendogram kemiripan 32 aksesi handeleum ......................................... 41
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
1. Data klimatologi wilayah Bogor ................................................................. 52
2. Sidik ragam tinggi tanaman handeleum ...................................................... 53
3. Sidik ragam panjang ruas batang handeleum .............................................. 54
4. Sidik ragam diameter batang tanaman handeleum...................................... 55
5. Sidik ragam jumlah cabang tanaman handeleum ........................................ 56
6. Sidik ragam jumlah ruas tanaman handeleum.. .......................................... 57
7. Sidik ragam jumlah daun tanaman handeleum ........................................... 58
8. Sidik ragam panjang daun daun handeleum................................................ 59
9. Sidik ragam lebar daun tanaman handeleum .............................................. 60
10. Sidik ragam panjang tangkai daun handeleum ........................................... 61
11. Sidik ragam tebal daun tanaman handeuleum ........................................... 62
12. Sidik ragam jumlah stomata ........................................................................ 63
13. Tahapan penanaman tanaman handeleum ................................................... 64
14. Denah lokasi penelitian ............................................................................... 65
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia termasuk salah satu pusat (mega center) keanekaragaman hayati.
Meskipun mempunyai keanekaragaman hayati yang melimpah namun sebagian
besar belum diketahui manfaatnya. Kekayaan alamnya yang melimpah dan belum
termanfaatkan secara optimal, mempunyai potensi yang tinggi untuk digunakan
sebagai lahan pengembangan industri herbal medicine dan health food yang
berorientasi ekspor (Pusat Studi Biofarmaka IPB 2008).
Indonesia memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman dan 940 species
diantaranya diketahui berkhasiat sebagai obat (Pusbalitbangtri 1992).
Keanekaragaman hayati Indonesia diperkirakan terkaya kedua setelah Brazil
(Fellows 1992). Potensi yang besar ini jika tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya
sudah pasti tidak akan mempunyai faedah yang besar, sehingga harus dipikirkan
agar penggunaan tanaman obat disertai pula dengan usaha pelestariannya untuk
menunjang penggunaan yang berkelanjutan (Padmawinata 1995).
Perkembangan industri herbal medicine dan health food di Indonesia dewasa
ini meningkat dengan pesat. Pemanfaatan sumberdaya alam hayati, khususnya
dari jenis biofarmaka akan terus berlanjut, sehubungan tradisi kebudayaan
memakai obat tradisional. Kecenderungan ini telah meluas ke seluruh dunia dan
dikenal sebagai gelombang hijau baru new green wave atau trend gaya hidup
kembali ke alam back to nature (Pusat Studi Biofarmaka IPB 2008).
Jika dibandingkan dengan obat alami asal China atau negara-negara lain,
obat alami asal Indonesia tidak berkembang sepesat obat alami asal China. Ada
beberapa titik lemah, selain faktor kurangnya kepercayaan masyarakat,
pengobatan dengan bahan alami Indonesia belum memiliki tradisi
pendokumentasian. Hal ini berbeda dengan China yang terdokumentasi melalui
proses sosialasi, menciptakan unit disiplin tersendiri untuk kemudian membentuk
tradisi keilmuan Timur dengan standard khusus (Maheswari 2002).
Graptophyllum pictum L. Griff atau lebih dikenal dengan nama
handeuleum merupakan salah satu tanaman obat yang secara empiris sering
digunakan untuk pengobatan. Tanaman handeuleum merupakan tanaman asli
Indonesia dan diduga berasal dari Irian Jaya (Heyne 1987). Tanaman ini telah
banyak dibudidayakan di India dan Malaysia. Di Indonesia tanaman ini belum
banyak dibudidayakan dan umumnya dijumpai sebagai tanaman liar, tanaman
pagar dan tanaman hias (Isnawati dan Soediro 2003).
Kebutuhan daun handeuleum (Graptophyllum pictum) untuk bahan baku
industri obat tradisional Indonesia sekitar 30 ton/tahun. Beberapa perusahaan yang
membutuhkan daun tanaman ini antara lain Sidomuncul dan Indo Farma masing-
masing satu sampai dua ton daun handeuleum setiap bulan (Pusat Studi
Biofarmaka IPB 2008).
Tanaman handeuleum menghasilkan daun yang dapat berfungsi sebagai
obat, antara lain untuk obat luar terutama wasir, darah tinggi, borok, bisul,
pencahar, obat sakit telinga, dan dapat melancarkan haid (Wijayakesuma et al.
1992). Hasil pengujian tingkat toksisitas menunjukkan bahwa daun tanaman
handeuleum tergolong aman dan tidak beracun (Dzulkarnain et al. 1996)
Kandungan kimia handeuleum adalah saponin, flavanoid, tannin, glikosida
dan alkaloid. Alkaloid tertentu mempunyai kemampuan mengurangi rasa nyeri
dan bersifat sebagai penenang. Efek analgesik ditunjukkan dengan penurunan
nilai ambang nyeri setelah pemberian ekstrak etanol daun handeuleum pada dosis
3 mg/kg berat badan. Dosis ini setara dengan pemberian aspirin 125 mg/kg berat
badan. Fraksi alkaloid dari ekstrak etanol daun handeuleum bekerja dengan cara
menghambat pembentukan prostaglandin. Ada kaitan antara dosis fraksi alkaloid
daun ungu dengan hambatan prostaglandin (Kalsum 2008).
Ada beberapa jenis tanaman handeuleum antara lain berdaun ungu, hijau,
ungu variegata, dan hijau varigata. Tanaman yang biasanya digunakan sebagai
obat adalah jenis handeuleum Graptophyllum pictum (L.) Griff. var
luridosanguineum Sim (Dalimarta 2002). Tanaman ini berdaun ungu gelap
(Isnawati 2003).
Graptophyllum pictum (L.) Griff dikenal dengan nama daerah handeuleum
(Sunda), daun ungu, daun wungu, tulak, demung, tulak keraton, puding perada,
poksor dan dungu (Jawa), dangora (Melayu), temen-temen (Bali), karoton
(Madura) (Isnawati dan sudiro 2003). Di Sumatera dengan nama pudin (Aceh)
(BPPT 2008), kadi-kadi, daun alifu (Maluku-Ternate), daun alifuru (Ambon) dan
daun nyeri hate (Sumbawa, Nusa Tenggara). Selama ini tanaman handeuleum
dijadikan tanaman hias karena daunnya berwarna merah tua dengan helaian
daunnya yang lonjong lebar. Handeuleum biasanya ditanam bergerombol di
pagar-pagar atau di pot besar. Daunnya indah, ada yang memiliki warna daun
kuning bercak putih, ada juga yang berwarna merah berbintik hijau atau coklat
sawo matang.
Untuk memenuhi peningkatan kebutuhan bahan tanaman sebagai bahan
obat tradisional handeuleum dimasa mendatang, diperlukan informasi yang lebih
lengkap tentang budidaya handeuleum (Djazuli dan Fathan 1999). Informasi
tentang aksesi tanaman handeuleum mana yang memiliki biomassa, dan
kandungan fitokimia tinggi sampai saat ini masih minim. Untuk itu perlu adanya
upaya eksplorasi ke lokasi tumbuh atau sentra produksi tanaman kemudian
dilakukan karakterisasi untuk mendapatkan aksesi tanaman handeuleum yang
mempunyai biomassa dan kandungan fitokimia tinggi.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah: 1) meningkatkan keragaman aksesi tanaman
handeuleum melalui eksplorasi ke beberapa daerah sentra/lokasi tumbuh, 2)
mempelajari karakteristik morfologi, anatomi, dan fitokimia tanaman
handeuleum, 3) menganalisis pertumbuhan dan pola kemiripan 32 aksesi
handeuleum, dan 4) mempelajari hubungan morfologi, anatomi, dan fitokimia
tanaman handeuleum.
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini yaitu: 1) terdapat perbedaan penampilan
morfologi, anatomi, laju pertumbuhan dan kandungan fitokimia tanaman
handeuleum yang berasal dari beberapa lokasi berbeda, 2) lokasi asal aksesi akan
mempengaruhi kemiripan tanaman handeuleum, dan 3) terdapat hubungan
agroekologi dengan morfologi, anatomi, dan fitokimia tanaman handeuleum.
Kerangka pemikiran
Tanaman handeleum diduga merupakan tanaman asli Indonesia’ memiliki
kandungan bioaktif tinggi dan dapat digunakan sebagai obat. Tanaman handeleum
belum banyak dibudidayakan secara intensif. Oleh karena itu perlu dilakukan
eksplorasi untuk meningkatkan keragaman tanaman dan untuk mendapatkan
tanaman yang memiliki kandungan fitokimia dan biomassa tinggi. Diagram alur
pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram alur pemikiran
Kekayaan hayati Indonesia tinggi
Tanaman handeuleum berpotensi untuk dikembangkan sebagai obati
wasir dan sudah digunakan untuk industri obat
Mengumpulkan aksesi melalui eksplorasi
Perlu dilakukan upaya untuk menambah keragaman
Masalah : belum banyak dibudidayakan, perbanyakan dilakukan secara
vegetatif sehingga keragaman sempit,
dan serangan hama tinggi
Upaya untuk meningkatkan keragaman yang nantinya diharapkan akan
mendapatkan kandidat aksesi yang mempunyai
kandungan fitokimia dan biomassa tinggi
Analisis keragaman morfologi, anatomi dan kandungan fitokimia
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Handeuleum (Graptophyllum pictum (Linn) Griff.)
Handeuleum dikenal sebagai Caricature plant (Inggris), Gertenschriftblatt
(Jerman). Indonesia sendiri memiliki berbagai macam nama daerah: handeuleum,
daun temen-temen (Sunda), daun putri (Ambon), temen (Bali), kabi-kabi
(Ternate) dan dongo-dongo (Tidore). Masyarakat Madura menyebutnya karoton
dan karotong. Daerah Jawa mengenal daun ini dengan nama daun ungu, demung,
tulak, dan wungu (Heyne 1987).
Menurut United States Department of Agriculture (USDA) (2008),
taksonomi handeuleum sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Dicotyledonae
Subkelas : Asteridae
Ordo : Scrophulariales
Family : Acanthaceae
Genus : Graptophyllum
Spesies : Graptophyllum pictum (L.) Griff
Handeuleum merupakan tumbuhan perdu yang memiliki batang tegak
(BPPT 2008). Tanaman ini berbentuk perdu dan tumbuh lurus dengan ketinggian
berkisar antara 1.5-3 m (Heyne 1987). Tanaman ini memiliki batang berkayu,
cabang bersudut tumpul, berbentuk galah dan beruas rapat (Lenny 2006).
Daun mempunyai struktur posisi daun yang letaknya berhadap-hadapan.
Sebagai tanaman penghasil daun, pemanenan seringkali dilakukan secara
bertahap. Pemanenan yang dilakukan dengan pemangkasan bagian vegetatif dapat
merangsang pembentukan cabang baru (Dalimarta 2002). Daun tunggal
bertangkai pendek, bulat telur sampai lanset. Ujung dan pangkal runcing, tepi
bergelombang, pertulangan menyirip, panjang 8-20 cm, lebar 3-13 cm, permukaan
atas warnanya ungu mengkilap, kulit dan daun berlendir (Lenny 2006).
Pembungaan majemuk, keluar dari ujung batang, tersusun dalam rangkaian
berupa tandan yang panjangnya 3-12 cm, berwarna merah keunguan (Lenny
2006). Bunga bersusun dalam satu rangkaian tandan yang berwarna merah tua
(Dalimarta 2002). Tumbuhan ini berbunga sepanjang tahun, namun di Jawa jarang
sekali menghasilkan buah. Buah berbentuk lonjong, warnanya ungu kecoklatan.
Biji kadang-kadang dua, bentuknya bulat, warnanya putih (Dalimarta 2002). Rasa
buahnya kurang enak (Lenny 2006).
Penelitian yang dilaksanakan di Balittro Bogor mulai bulan Agustus 1997
sampai Januari 1998 menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang nyata antara
perlakuan pemupukan dengan pemangkasan terhadap pertumbuhan dan
produktivitas tanaman handeuleum. Pemupukan NPK dan pupuk kandang
meningkatkan produktivitas dan status hara tanaman handeuleum. Perlakuan
pemangkasan dapat meningkatkan bobot daun secara nyata. Produktivitas
tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan kombinasi pemangkasan dan
pemupukan terutama pupuk kandang dan panen awal dengan cara pemangkasan
antara umur 2-4 bulan setelah tanam (Djazuli dan Fathan 1999).
Manfaat Tanaman Handeuleum
Komoditas tanaman obat unggulan versi Badan POM (2001) telah
ditetapkan yaitu sambilito, pegagan, jati belanda, tempuyung, temulawak,
handeuleum, cabe jawa, sanrego, pasak bumi, pace, daun jinten, dan kencur.
Teknologi budidaya untuk sebagian komoditas sudah tersedia. Hasil penelitian
menjelaskan bahwa fraksi alkaloid dari ekstrak handeuleum memiliki efek
analgesik atau anti inflamasi pada hewan percobaan. Efek analgesik ditunjukkan
dengan penurunan nilai ambang nyeri setelah pemberian ekstrak alkaloid
handeuleum (Kalsum 2008).
Ekstrak etanol daun handeuleum dapat menurunkan kadar total lipid serum
darah dari 564 mg/dl menjadi 483 mg/dl dan menurunkan kadar kolesterol LDL
serum darah dari 35.4 mg/dl menjadi 24.4 mg/dl. Ekstrak etanol daun handeuleum
walau tidak secara nyata berpengaruh terhadap HDL juga dapat menurunkan
kadar LDL dari 52.4 mg/dl menjadi 49.8 mg/dl. Kesimpulan dari penelitian ini
bahwa pemberian ekstrak etanol daun handeuleum mampu menurunkan kadar
total lipid dan kolesterol LDL serta tidak berpengaruh terhadap kadar HDL
(Mu’minah 2007).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Kumuma (2006) diperoleh hasil bahwa
ekstrak etanol daun handeuleum mampu menurunkan kadar kolesterol dan berat
badan mencit yang diovariektomi. Pemberian ekstrak etanol daun handeuleum
mampu menurunkan kadar kolesterol serum darah dengan kadar kolesterol dari
111.5 mg/dl menjadi 81.7 mg/dl dan menurunkan berat badan mencit yang
diovariektomi dari 28.742 g menjadi 27.704 g.
Ekstrak daun handeuleum (Graptophyllum pictum (L.) Griff) pada
konsentrasi 0.5 mg/0.05 ml minyak zaitun mempunyai efek estrogenik yang
paling baik pada uterus dibandingkan ekstrak daun handeuleum 0.1 mg/0.05 ml
minyak zaitun dan ekstrak daun handeuleum 1 mg/0.05 ml minyak zaitun. Hal ini
ditunjukkan dengan peningkatan diameter, tebal lapisan mukosa, panjang sel
epitel rongga dan kelenjar, tetapi tidak meningkatkan tebal lapisan otot sirkuler.
Efek estrogenik ekstrak daun handeleum lebih rendah bila dibandingkan efek
estrogenik dari ethinyl estradiol (Suhargo 2005).
Bagian tanaman handeuleum yang digunakan untuk mengobati penyakit
wasir atau hemorrhoid antara lain daun, kulit batang dan bunganya. Daun
berkhasiat untuk mengatasi wasir (hemorrhoids) dan sembelit (konstipasi),
bunganya untuk mengatasi datang haid tidak lancar. Cara pemakaian daun yaitu
daun segar sebanyak 10-15 g direbus lalu diminum. Untuk pemakaian luar, daun
atau kulit batang secukupnya dibersihkan lalu diperas. Gunakan untuk menutup
bisul, borok, luka, sakit telinga, payudara bengkak karena bendungan asi atau
bagian tubuh yang bengkak (memar) akibat terbentur benda keras atau terpukul.
Air perasan daun untuk sakit telinga. Rebusan daun wungu dapat menghilangkan
gejala hemorrhoids) eksternum derajat II (Sardjono et al. dalam Dalimarta 2008).
Agroekologi Lingkungan Tumbuh Handeuleum
Pengembangan obat tradisional juga didukung oleh Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia tentang fitofarmaka, yang berarti perlu adanya
pengendalian mutu simplisia yang akan digunakan untuk bahan baku obat atau
sediaan galenik. Salah satu cara untuk mengendalikan mutu simplisia adalah
dengan melakukan standarisasi simplisia dan ekstrak (sediaan galenik), karena
khasiat suatu tanaman tergantung pada kandungan kimianya, dimana kandungan
kimia ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain tempat tumbuh, iklim, curah
hujan, dan cara panen.
Pengembangan komoditas pertanian pada wilayah yang sesuai dengan
tanaman akan memberikan hasil yang optimal dengan kualitas prima. Selain itu
yang tidak kalah pentingnya adalah aspek managemen dalam mengelola lahan
yang didasarkan pada sifat-sifat lahan untuk mencapai produktivitas yang
berkelanjutan (Djaenudin et al. 2002). Pemilihan lahan yang sesuai untuk
diusahakan pada suatu kawasan ditentukan berdasarkan pada keadaan lereng,
tekstur, tingkat kemasaman dan suhu (Amien 1997).
Handeuleum cocok tumbuh di daerah dataran rendah sampai ketinggian
1.250 meter di atas permukaan laut (BPPT 2008).Tanaman handeuleum banyak
terdapat di daerah subur berhawa panas hingga sejuk. Tanaman ini tumbuh baik
pada tempat terbuka yang terkena sinar matahari, dengan iklim kering atau
lembab. Tanaman ini tersebar di negara India, Malaysia, Siam, serta hampir
tersebar di seluruh Indonesia (Isnawati dan Sudiro 2003).
Semua tanaman berinteraksi satu sama lain dengan lingkungan sejenisnya
(tanaman yang sama), dengan tanaman lain dan dengan lingkungan fisik tempat
hidupnya. Dalam proses interaksi ini, tanaman saling mempengaruhi satu dengan
lainnya dan dengan lingkungan sekitarnya. Demikian pula berbagai faktor
lingkungan mempengaruhi kegiatan hidup tanaman (Jumin 2002).
Sistem pertanian yang efisien, berproduksi tinggi dan berkelanjutan dapat
dicapai antara lain dengan memanfaatkan sumber daya lahan berdasarkan
karakteristik, kemampuan dan kesesuaiannya (Syafrudin et al. 2004). Untuk
tumbuh, dan berproduksi tinggi dengan kualitas hasil yang baik, maka tanaman
harus dibudidayakan pada lingkungan yang sesuai (Amien 1994).
Dalam kaitannya dengan pengembangan potensi wilayah untuk sektor
pertanian, keragaman sifat lahan akan sangat menentukan jenis komoditas yang
dapat diusahakan serta tingkat produktivitasnya. Hal ini disebabkan setiap
komoditas pertanian memerlukan sifat lahan yang spesifik untuk dapat tumbuh
dan berproduksi dengan optimal (Djaenudin et al. 2000).
Kaitan faktor-faktor lingkungan satu sama lainnya mempengaruhi fungsi
fisiologis dan morfologis tanaman. Respon tanaman sebagai akibat faktor
lingkungan terlihat pada penampilan tanaman (performance). Tanaman berusaha
menanggapi kebutuhan khususnya selama siklus hidup, kalau faktor lingkungan
tidak mendukung. Tanggapan ini dapat terlihat berupa perubahan morfologis
ataupun proses fisiolgis. Walaupun genotipenya sama, pada lingkungan yang
berbeda, penampilan tanaman akan berbeda pula (Jumin 2002).
Standarisasi diperlukan agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam yang
akhirnya dapat menjamin efek farmakologi tanaman tersebut. Masalah yang
dihadapi adalah bagaimana dapat menentukan keseragaman mutu simplisia dan
ekstrak suatu tanaman yang tumbuh dari beberapa daerah yang mempunyai
ketinggian, keadaan tanah dan cuaca yang berbeda.
Kandungan Fitokimia Handeuleum
Senyawa fitokimia sebagai senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman
mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesehatan termasuk fungsinya
dalam pencegahan terhadap penyakit degeneratif. Beberapa senyawa fitokimia
yang diketahui mempunyai fungsi fisiologis adalah karotenoid, fitosterol, saponin,
glikosinolat, polifenol, inhibitor protease, monoterpen, fitoestrogen. sulfida, dan
asam fitat. Kandungan kimia handeuleum adalah saponin, flavanoid, tannin,
glikosida dan alkaloid. Alkaloid tertentu mempunyai kemampuan mengurangi
rasa nyeri dan bersifat sebagai penenang (Badan POM 2001).
Pemeriksaan terhadap golongan senyawa kimia menunjukkan adanya
golongan antosianin, leukoantosianin. Pemeriksaan secara kualitatif dengan reaksi
warna dan kromatografi kertas ditemukan tanin galat, sedangkan pemeriksaan
asam fenolat dari ekstrak 95 % menggunakan kromatografi kertas dua dimensi
diduga mengandung asam protokatekuat. Pemeriksaan lebih lanjut dengan
kromatografi kertas preparatif yang kemudian dikarakteristik dengan
spektofotometer ultra violet diduga adanya flavon dan flavonol (3-hidroksi
tersubtitusi) (Isnawati dan Soediro 2003).
Batang handeleum mengandung kalsium oksalat, asam forlat dan lemak.
Kandungan zat tersebut mengakibatkan tanaman bersifat diurietik atau
meluruhkan kencing, mempercepat pemasakan bisul, mempunyai pencahar yang
memperlancar buang air besar (mild laxative) dan melembutkan kulit (emolien).
Handeuleum mengandung senyawa yang memiliki manfaat untuk mengobati
berbagai penyakit, diantaranya wasir, memperlancar peredaran darah dan bersifat
antiinflamasi. Zat yang diduga berperan mengobati penyakit tersebut adalah
golongan glikosida, steroid, dan flavonoid. Hasil analisis korelasi menunjukkan
khlorofil tidak berkorelasi dengan glikosida, steroid, dan flavonoid. Tetapi
berkorelasi dengan anthosianin (Lestari 2011).
Metabolisme primer pada tanaman menghasilkan prekursor bagi
metabolisme sekunder untuk membentuk metabolisme sekunder. Jika
metabolisme tanaman terhambat, maka prekursor bagi metabolisme sekunder
berkurang sehingga kandungan bahan bioaktif menurun. Wibowo (2000)
menyebutkan bahwa handeuleum mampu hidup pada ketinggian 800 m dpl.
Semakin tinggi dataran tersebut, semakin tua warna daun handeuleum. Hal ini
terjadi karena peningkatan senyawa flavonoid yang dikandungnya. (Kristina dan
Mardiningsing 2008).
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan kandungan saponin dalam
tanaman handeuleum sangat bervariatif. Saponin merupakan senyawa yang diduga
memiliki efek seperti esterogen (Taylor 2004). Fungsi Saponin yang telah
diketahui antara lain anti kanker dan anti oksidan (dihasilkan oleh komponen
senyawa glikosenosides) (Park et al. 2005), obat penenang dan pereda kegelisahan
(antianxiety) (Anonimous 2005) dan menghasilkan madecocassoside yang dapat
memacu produksi kolagen. Seperti diketahui bahwa kolagen tersebut berperan
besar dalam meregenerasi sel, termasuk sel telur (ovum) pada wanita dan sel
sperma pada pria (Aninomous 2006).
Komposisi metabolit sekunder tanaman berbeda diantara tanaman dan
didalam jaringan tanaman. Genotipe (kultivar atau varietas) adalah penentu utama
komposisi metabolisme sekunder tanaman. Walau ekspresinya dipengaruhi secara
kuat oleh tekanan lingkungan, iklim, paparan sinar ultaviolet (Dixon dan Paiva
1995). Pada gambar 2 disajikan ilustrasi lintasan metabolik primer pada tanaman.
Gambar 2. Ilustrasi lintasan metabolik primer pada tanaman (Kaufman et al.
1999)
Dalam proses produksinya, lintasan metabolisme sekunder fitokimia yang
satu seringkali memiliki jalur lintasan terkait dengan jenis lainnya. Jalur lintasan
metabolime sekunder dapat merupakan turunan atau kelanjutan dari jalur lintasan
metabolit sekunder lainnya. Metabolit sekunder ini juga dapat memiliki prekursor
yang sama, namun memiliki lintasan yang berbeda. Inilah yang menyebabkan
peningkatan konsentrasi satu jenis metabolit sekunder akan menurunkan atau turut
meningkatkan konsentrasi metabolit sekunder lainnya (Cseke et al. 2006).
CO2
Chlorophylls
Monoterpens
Sesquiterpens
Diterpens
Triterpens
Tetraterpens (β-carotene)
Polyterpens
Tetrapyrrol
es
Polyketides
Steroids
Malonic acid
pathway
DOP/MEP pathway
Mevalonic acid
pathway
Terpenoids pathway
IPP
Solar
Energy
C3 & C4
photosynthesis
with Calvin Cycle
Carbohydrates
Pentose phosphate pathway
Erythrose 4-phosphate
Shicimic acid
pathway
Aromatic amino acid
Nitrogen-containing
secondary product (alkaloids)
Phenylpropanoids pathway
Anthocyanin
Glycolysis
Pyruvic acid
Acetyl CoA
Tricarboxylic acid
cycle
Aliphatic amino acid
S-adenosyl methionine
Phenolic compounds
Flavonoid
s
Lignin Tannins
Senyawa lain yang terdapat pada tanaman handeleum adalah steroid.
Kandungan steroid dalam penelitian ini sangatlah bervariatif, dari nol sampai
dengan skor 4. Menurut Vickery dan Vickery (1981) steroid adalah bahan bioaktif
yang termasuk dalam kelompok tetrasiklik triterpenoid. Selanjutnya dikatakan
bahwa asam mevalonat merupakan prekursor bagi steroid atau yang termasuk ke
dalam kelompok kolesterol. Pada tanaman handeulum, kandungan fitokimia
tanaman yang menjadi penanda tanaman ini adalah vomivoliol termasuk dalam
kelompok triterpenoid.
Keragaman Tanaman
Dalam proses pemuliaan tanaman ada beberapa hal penting yang umum
dilakukan, yaitu: 1) mengenali karakter morfologi dan fisiologi serta respon secara
patologi dari suatu species tanaman yang penting untuk adaptasi terhadap
lingkungan, hasil dan kualitas tanaman tersebut, 2) merancang teknik yang akan
mengevaluasi potensi genetik untuk karakter-karakter tersebut dalam proses
penapisan spesies yang diinginkan, 3) mencari sumber-sumber gen untuk karakter
yang diinginkan yang bisa digunakan dalam program pemuliaan tanaman dan
mengkombinasikan potensi genetik untuk karakter-karakter ini ke dalam varietas
atau kultivar baru (Poehlman 1983).
Berbagai usaha untuk membedakan dan mengklasifikasikan tanaman dengan
dasar karakter morfologi telah dilakukan. Penanda morfologi digunakan dalam
deskripsi taksonomi karena lebih mudah, lebih cepat, sederhana dan lebih murah.
Disamping itu prosesnya tidak membutuhkan teknologi yang mahal. Sifat-sifat
morfologi yang diamati haruslah yang memiliki nilai heritabilitas yang tinggi dan
stabil pada beberapa lokasi percobaan, karena umumnya penampakan sifat yang
nampak pada morfologi tanaman sangat dipengaruhi lingkungan (Maxted, et al.
1997).
Setiap spesies tanaman mempunyai deskripsi morfologi yang spesifik.
Deskripsi morfologi tanaman telah diterbitkan oleh International Board of Plant
Genetic Resources (IBPGR 1984) dan International Plant Genetic Resources
Institute (IPGRI 1996) untuk mempermudah dalam identifikasi karakter morfologi
dan agronomi tanaman.
Penanda morfologi ini telah lama dan banyak digunakan terutama untuk
mengatasi masalah duplikasi plasma nutfah di lapang (Sismon dan Sherperd 1955)
Disamping itu juga digunakan untuk identifikasi kekerabatan dan keragaman
genetik antar klon/kultivar dan masih terus digunakan sampai saat ini di luar
maupun di dalam negeri seperti dilakukan oleh Vuylsteke et al. (1988) yang
melihat keragaman genetik berdasarkan fenotipe terhadap tanaman. Identifikasi
variasi fenotipe juga telah digunakan untuk membuat pengelompokkan plasma
nutfah yang dilakukan oleh Ortiz et al. (1993).
Kekerabatan secara fenotipe merupakan kekerabatan yang didasarkan pada
analisis sejumlah penampilan fenotipe dari suatu organisme. Hubungan
kekerabatan antara dua individu atau populasi dapat diukur berdasarkan kesamaan
sejumlah karakter dengan asumsi bahwa karakter-karakter berbeda disebabkan
oleh adanya perbedaan susunan genetik. Karakter pada makhluk hidup
dikendalikan oleh gen. Gen merupakan potongan DNA yang hasil aktivitasnya
(ekspresinya) dapat diamati melalui perubahan karakter morfologi yang dapat
diakibatkan oleh pengaruh lingkungan (Hadiati 2003).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Obat
dan Aromatik (Balittro) Cimanggu Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai
pada bulan Juni 2008 sampai dengan September 2009. Analisis fitokimia
dilakukan di Laboratorium Balittro, sedangkan analisis anatomi daun dilakukan di
laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah setek tanaman
handeuleum dari berbagai lokasi hasil eksplorasi Team Peneliti KKP3T antara
lain: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Selatan, Ambon, Papua, dan koleksi Balittro. Koleksi aksesi disajikan pada
Tabel 1. Bahan lain yang digunakan antara lain polybag dengan volume 10 Kg,
media tanam, pupuk kandang sapi, pupuk urea, insektisida, kutek, dan bahan
kimia untuk analisis fitokimia.
Peralatan yang digunakan meliputi: cangkul, sekop, ember. Alat-alat yang
digunakan untuk pengamatan adalah timbangan, mistar, jangka sorong, oven,
pisau silet, pinset, selotip, gelas objek, sigmat mikrometer, mikroskop cahaya,
kamera, dan alat-alat laboratorium untuk analisis fitokimia,.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), yang terdiri
dari satu faktor perlakuan yaitu aksesi yang berasal dari lokasi berbeda (32
aksesi). Setiap perlakuan diulang 2 kali dan setiap ulangan terdiri dari 10 tanaman.
Model linier aditif yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut: Y ij = µ + Ti + єij
dimana : i = perlakuan
j = ulangan
Yij = respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke i, ulangan ke j
µ = nilai tengah umum
Ti = pengaruh perlakuan ke i
єij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke i, ulangan ke j
Hasil penelitian yang berupa data kuantitatif dianalisis dengan
menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf nyata (α) 5 % menggunakan
program SAS. Apabila hasil uji F nyata, dilanjutkan dengan uji Duncan
(Duncan’s Multiple Range Test-DMRT). Analisis kemiripan dan korelasi
dilakukan dengan menggunakan program Minitab versi 14. Hasil analisis
kemiripan disajikan dalam bentuk dendogram. Daftar daerah asal aksesi yang
digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 1. Skema tahapan penelitian
disajikan pada Gambar 3.
Tabel 1. Daftar Aksesi Tanaman Handaeleum
N0 Asal lokasi Bentuk dan warna daun Batang
01 Bogor Jawa Barat oval, ungu ungu
02 Manoko Jawa Barat oval, ungu ungu
03 Sukamenak Pengalengan Jawa Barat oval, ungu ungu
04 Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat oval, ungu ungu
05 Ciwidey Jawa Barat oval, ungu ungu
06 Margamukti Pengalengan Jawa Barat oval, ungu ungu
07 Jawa Timur oval, ungu ungu
08 Kalimantan Tengah oval, ungu ungu
09 Kalimantan Selatan oval, ungu ungu
10 Soabali 1 Maluku oval, ungu ungu
11 Soabali 2 Maluku oval, ungu ungu
12 Salahutu Maluku oval, ungu ungu
13 Leihitu Maluku oval, ungu ungu
14 BTN Maluku oval, ungu ungu
15 Urimesing Maluku oval, ungu ungu
16 Waena Papua oval, ungu ungu
17 Angkasa Dok V Jayapura Papua oval, ungu ungu
18 Pengunungan Cyclops Sentani Papua oval, ungu ungu
19 Cigombong Papua oval, ungu ungu
20 Menteng Bogor panjang, variegata hijau-putih hijau
21 Cigombong Papua panjang, variegata hijau-putih coklat
22 Angkasa Dok V Jayapura Papua panjang, variegata hijau-putih coklat
23 Bogor Jawa Barat panjang, variegata hijau-putih putih
24 Kalimantan Selatan panjang, variegata hijau-putih putih
25 Cigombong Papua panjang, variegata hijau-putih putih
26 Lusikaya Maluku oval, variegata hijau-kuning (daun
muda), variegata hijau-putih-pink
(daun tua)
merah, agak
ungu
27 Cigombong Papua oval, variegata hijau-kuning (daun
muda), variegata hijau-putih-pink
(daun tua)
merah, agak
ungu
28 Angkasa Dok V Jayapura Papua oval, variegata hijau-kuning (daun
muda), variegata hijau-putih-pink
(daun tua)
merah
29 Waena Papua oval, variegata hijau-kuning (daun
muda), variegata hijau-putih-pink
(daun tua)
merah
30 Abepura Pantai Papua Oval, ungu ungu
kecoklatan
31 Waena Papua Oval, hijau agak ungu merah
32 Malabar Pengalengan Jawa Barat ungu ungu
Gambar 3. Skema tahapan penelitian
Koleksi plasma nutfah Balittro
(18 aksesi)
Eksplorasi di Jawa Barat,
Papua, dan Pulau Maluku
Tanaman Induk
(32 aksesi)
Perbanyakan
Persemaian
Pengamatan morfologi, anatomi, laju pertumbuhan, dan
kandungan fotokimia
Tanaman ditumbuhkan dibawah paranet 70 %
Analisis data
Klasterisasi
Pelaksanaan Penelitian
Bahan tanam yang diteliti terdiri atas 32 aksesi, yang berasal dari koleksi
Balittro (18 aksesi), ditambah dengan aksesi baru hasil eksplorasi dari Jawa Barat
(Pengalengan), Maluku, dan Papua. Bahan tanam berupa setek batang dari
masing-masing aksesi berukuran 3-5 ruas dan memiliki 2 daun. Setek disemaikan
di dalam bak pasir dan disungkup dengan plastik selama 2 minggu.
Setelah setek berakar, tanaman dipindahkan ke polybag ukuran 0,5 Kg untuk
selanjutnya diaklimatisasi selama 2 minggu. Selanjutnya tanaman dipindahkan ke
dalam polybag ukuran 10 Kg dan ditumbuhkan di bawah paranet 70 persen.
Media tanam yang digunakan adalah tanah dan pupuk kotoran sapi dengan
perbandingan 2:1 dan diinkubasi selama satu minggu.
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiraman, serta pengendalian hama
dan penyakit. Pengendalian hama dilakukan dengan melakukan penyemprotan
insektisida setiap minggu.
Pengamatan Penelitian
Peubah yang diamati dalam penelitian ini antara lain :
A. Peubah Morfologi
1. Bentuk penampang melintang batang, dikategorikan :
a. bulat
b. bersegi
c. pipih
2. Permukaan batang, dikategorikan :
a. licin (rata)
b. beralur
3. Percabangan pada batang, dikategorikan :
a. monopodial (batang pokok terlihat jelas)
b. simpodial (batang pokok sukar ditentukan)
c. menggarpu (batang setiap kali menjadi dua cabang yang sama besarnya)
4. Tinggi tanaman (cm). Pengukuran dilakukan satu bulan setelah transplanting
(BST) sampai dengan tanaman berumur 4 BST, dengan cara mengukur
pangkal batang sampai dengan titik tumbuh yang terletak di ujung batang
utama.
5. Diameter batang (mm). Pengukuran dilakukan setiap bulan dari awal
penanaman sampai berumur 4 BST. Pengukuran dilakukan di bagian tengah
buku pada pangkal batang yang berada 5 cm diatas permukaan tanah.
6. Warna batang. Diamati pada batang bagian bawah dan batang bagian atas
tanaman pada saat tanaman berumur 4 BST.
7. Jumlah buku. Penghitungan dilakukan dari pangkal batang sampai pucuk
tanaman. Pengukuran dilakukan setiap bulan tanaman berumur 4 BST.
8. Bobot batang (gram). Pengukuran dilakukan pada saat tanaman berumur 5
BST.
9. Bentuk bangun daun (Gambar 4), dikategorikan :
a. bulat telur
b. memanjang
c. jorong
d. lanset
a b c d
Gambar 4. Bentuk bangun daun
10. Panjang daun (cm). Pengamatan dilakukan dengan mengukur panjang daun
kedua yang telah mekar sempurna.
11. Lebar daun (cm). Pengamatan dilakukan dengan mengukur lebar daun kedua
yang telah sempurna
12. Panjang tangkai daun
13. Bentuk pangkal daun (Gambar 5), dikategorikan :
a. meruncing
b. tumpul
c. membulat
a b c
Gambar 5. Bentuk pangkal daun
14. Bentuk ujung daun (Gambar 6), dikategorikan :
a. bulat
b. tumpul
c. menajam
d. tajam
e. meruncing
f. bersepatu
a b c d e f
Gambar 6. Bentuk ujung daun
15. Bentuk susunan tulang daun (Gambar 7), dikategorikan :
a. membusur
b. menjari
c. sejajar
d. menyirip
e. seperti jaring
a b c d e
Gambar 7. Susunan tulang daun
16. Bentuk tepi daun (Gambar 8), dikategorikan
a. rata
b. bergelombang
c. bergerigi kecil
d. biserrate
e. denticulate
f. lainnya
a b c d e
Gambar 8. Bentuk tepi daun
17. Permukaan daun, dikategorikan :
a. licin
b. gundul
c. kasap
18. Bobot daun. Pengukuran dilakukan pada saat tanaman berumur 5 BST.
Peubah bentuk penampang melintang batang, permukaan batang, percabangan
pada batang, bentuk bangun daun, bentuk pangkal daun, bentuk ujung daun,
bentuk susunan tulang daun, bentuk tepi daun, permukaan daun, dikategorikan
menurut Tjitrosoepomo (1989).
B. Peubah Anatomi :
1. Ketebalan daun (mm). Dihitung dengan mengukur tebal daun kedua dari
pucuk tanaman.
2. Kerapatan stomata (jumlah stomata/luas bidang pandang). Pengamatan
dilakukan dengan menghitung kerapatan stomata yang ada pada daun bagian
bawah.
C. Peubah Kandungan Fitokimia :
Analisa fitokimia. Dilakukan untuk mengetahui kandungan flavonoid,
alkaloid, saponin, tanin, steroid secara kualitatif. Analisa ini dilakukan pada saat
tanaman berumur 5 BST.
Pengujian kandungan fitokimia tanaman dilakukan sesuai prosedur pada
laboratorium kimia analitik sebagai berikut:
1. Pembuatan ekstrak : 10 g sampel kering yang sudah dihaluskan direndam
dalam 100 ml metanol selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah didapatkan
ekstrak kemudian disaring dan diuapkan dengan alat rotavapor (suhu 30oC-
40oC) hingga didapatkan residunya.
2. Pengujian alkaloid : 2 mg residu dari sampel kering yang telah diekstrak
ditambahkan 10 ml khloroform-amoniak kemudian disaring. Larutan hasil
saringan (filtrat) ditambah beberapa tetes H2SO4 2 M kemudian dikocok
sampai terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan keruh dan lapisan tidak berwarna.
Lapisan yang tidak berwarna dipipet ke dalam tabung reaksi lalu dibagi
menjadi dua bagian. Masing-masing larutan ditambah beberapa tetes reagen
Dragondorf, Mayer, dan Wagner. Uji positif alkaloid bila menghasilkan
endapan berwarna jingga setelah ditambah reagen Dragendorf, putih
kekuningan untuk reagen Mayer dan endapan coklat setelah ditambah
reagen Wagner.
3. Pengujian triterpenoid: 2 mg residu dari sampel kering yang telah diekstrak
dilarutkan dalam dietil eter sampai larut. Fraksi yang larut dalam dietil eter
ditambahkan pereaksi Liebermann-Buchard (3 tetes asam asetat anhidrat + 1
tetes H2SO4 pekat). Bila dihasilkan warna hijau menandakan positif adanya
steroid, sedangkan warna merah atau ungu, positif adanya triterpenoid.
4. Pengujian saponin, flavonoid dan tanin: 2 mg residu dari sampel kering yang
telah diekstrak ditambahkan aquades secukupnya, kemudian dipisahkan
kira-kira 3 ml filtrat ke dalam 3 tabung reaksi. Pada tabung pertama
ditambahkan logam Mg, beberapa tetes HCl pekat dan larutan amil alkohol,
kemudian dikocok. Timbulnya warna kuning kemerahan pada fraksi amil
alkohol menandakan uji positif flavonoid. Pada tabung kedua dilakukan uji
saponin, larutan dalam tabung dikocok secara vertikal, bila timbul busa yang
stabil setinggi + 1 cm selama 10 menit menandakan positif adanya saponin.
Pada tabung reaksi ketiga, filtrat ditambahkan FeCl3 1% bila menghasilkan
warna biru-hitam menandakan positif adanya tanin (Harbone 1987).
HASIL DAN PEMBAHASAN
KONDISI UMUM
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balittro Cimanggu Bogor
Jawa Barat. Lokasi berada pada lahan dengan ketinggian + 225 m diatas
permukaan laut. Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata 25,5 oC,
curah hujan rata-rata perbulan sebesar 187,5 mm, kelembaban nisbi 83,8 persen.
Data iklim selama penelitian disajikan pada Lampiran 1. Keadaan lingkungan
tumbuh dan pertumbuhan keragaan beberapa aksesi berturut-turut disajikan pada
Gambar 9 dan 10.
Gambar 9. Kondisi lingkungan tumbuh penelitian
Analisis Karakter Agronomi
Gambar 10. Keragaan beberapa aksesi handeuleum di lokasi penelitian
Morfologi Tanaman
Tinggi Tanaman, Panjang Ruas, Diameter Batang, dan Jumlah Cabang
Handeuleum mempunyai penampang melintang batang berbentuk bulat
dengan permukaan batang licin. Batang memiliki buku yang merupakan tempat
duduknya daun. Sistem percabangan handeuleum adalah monopodial. Bentuk
batang 32 aksesi handeuleum dapat dilihat pada Gambar 11.
1 2 3 4 5 6
7 8 9 10 11 12
13 14 15 16 17 18
19 20 21 22 23 24 25
26 27 28 29 30 31 32
Gambar 11. Keragaan batang 32 aksesi handeuleum. Aksesi 1. Bogor Jawa Barat, 2. Manoko Jawa
Barat, 3. Sukamenak Pengalengan Jawa Barat, 4. Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat,
5. Ciwidey Jawa Barat, 6. Margamukti Pengalengan Jawa Barat, 7. Jawa Timur,
8. Kalimantan Tengah, 9. Kalimantan Selatan, 10. Soabali 1 Maluku, 11. Soabali 2
Maluku, 12. Salahutu Maluku, 13. Leihitu Maluku, 14. BTN Maluku, 15. Urimesing
Maluku, 16. Waena Papua, 17. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 18. Pengunungan
Cyclops Sentani Papua, 19. Cigombong Papua, 20. Menteng Bogor, 21. Cigombong
Papua, 22. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 23. Bogor Jawa Barat, 24. Kalimantan
Selatan, 25. Cigombong Papua, 26. Lusikaya Maluku, 27. Cigombong Papua,
28. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 29. Waena Papua, 30. Abepura Pantai, 31. Waena
Papua, 32. Malabar Pengalengan Jawa Barat
Berdasarkan hasil pengukuran tinggi tanaman pada umur satu bulan
setelah transplanting (1 BST) aksesi paling tinggi berasal dari Jawa Timur (24,32
cm). Tinggi aksesi ini tidak berbeda nyata dengan aksesi dari Ciwidey Jawa Barat,
Waena Papua, Malabar Pengalengan Jawa Barat, Bogor, Manoko, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Selatan, dan Cigombong Papua, Sedangkan aksesi paling
pendek adalah aksesi 21 yang berasal dari Angkasa Dok V Papua (8.26 cm).
Pada dua BST, aksesi tertinggi berasal dari Jawa Timur (31.38 cm). Tinggi
aksesi ini tidak berbeda nyata dengan aksesi dari Bogor, Ciwidey, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Selatan, Waena Papua, Cigombong Papua, dan Malabar
Pengalengan. Aksesi terpendek berasal dari Angkasa Doc V Papua (17.74 cm)
Pada tiga BST, aksesi tertinggi berasal dari Jawa Timur (45.10 cm). Tinggi
aksesi ini tidak berbeda nyata dengan tinggi aksesi dari Kalimantan Tengah,
Bogor, Manoko, Ciwidey Jawa Barat, Rancamanyar Margamukti Pengalengan,
Waena Papua, Pengunungan Cyclops Sentani Papua, Malabar Pengalengan.
Aksesi yang paling pendek adalah aksesi yang berasal dari Cigombong Papua
(15.80 cm).
Pada empat BST aksesi tertinggi berasal dari Kalimantan Tengah. Tinggi
tanaman ini tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman yang berasal dari Bogor
Jabar, Manoko Jabar, Ciwidey Jabar, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Soabali
Maluku & Pegunungan Cyclops Sentani Papua. Aksesi yang berasal dari
Cigombong Papua. Data pengamatan tinggi tanaman disajikan pada Lampiran 2.
Dinyatakan oleh Harjadi (1991), pertumbuhan tanaman ditunjukkan oleh
pertambahan ukuran dan berat kering yang tidak dapat balik. Pertambahan ukuran
dan berat kering dari organisme mencerminkan bertambahnya protoplasma yang
mungkin terjadi karena ukuran dan jumlah sel bertambah. Faktor luar yang paling
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman adalah, 1) tanah, 2) energi
penyinaran, dan 3) udara. Faktor lainnya seperti gulma, serangan hama dan
penyakit secara langsung mengurangi potensi produksi. Ketersediaan unsur hara,
kerapatan tanaman, arah daun, varietas, dan lebar barisan juga dapat
mempengaruhi dan menaikkan potensi hasil tanaman. Grafik pertumbuhan 32
aksesi handeuleum selama empat bulan disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman 32 aksesi handeuleum
Untuk peubah panjang ruas, aksesi 3 dari Kalimantan Selatan memiliki
ruas terpanjang (8.5 cm). Panjang ruas yang dimiliki aksesi ini tidak berbeda
nyata dengan panjang ruas aksesi dari Jawa Timur, Bogor, Manoko Jawa Barat,
Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat, dan Waena Papua. Aksesi dari Cigombong
Papua memiliki ruas terpendek (22.2 cm). Data pengamatan panjang ruas selama
4 bulan disajikan pada lampiran 3.
Diameter batang tanaman 32 aksesi handeuleum menunjukkan perbedaan
yang nyata. Pada 1 dan 2 BST, aksesi 2 yang berasal Jawa timur memiliki
diameter tertinggi. Pengamatan pada 3 dan 4 BST, aksesi 1 dari Bogor Jawa
Barat memiliki diameter batang tertinggi (8.75 mm). Diameter batang aksesi ini
tidak berbeda nyata dengan diameter batang aksesi dari Manoko Jawa Barat,
Sukamenak Pengalengan Jawa Barat, Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat,
Ciwidey Jawa Barat, Margamukti Pengalengan Jawa Barat, Jawa Timur,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Soabali 1 Maluku, Soabali 2 Maluku,
Leihitu Maluku, BTN Maluku, Urimesing Maluku, Waena Papua, Angkasa Dok
V Jayapura Papua, Pengunungan Cyclops Sentani Papua, Lusikaya Maluku,
Waena Papua, Malabar Pengalengan Jawa Barat. Aksesi 24 yang berasal dari
daerah Kalimantan Selatan memiliki diameter batang paling kecil (4.89 mm).
Data pengamatan diameter batang tanaman disajikan pada Lampiran 4.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4
Bulan Setelah Tanam (BST)
Tin
ggi
Tan
aman
(cm
).
1234567891011121314151617181920212223242526272829303132
Aksesi
Jumlah cabang terbanyak pada 1 BST dimiliki aksesi 21 yang berasal dari
Cigombong Papua. Pengamatan pada 2, 3 dan 4 BST, aksesi 32 yang berasal dari
Malabar Pengalengan Jawa Barat memiliki jumlah cabang tertinggi. Jumlah
cabang yang dimiliki aksesi ini tidak berbeda nyata dengan jumlah cabang yang
dimiliki aksesi dari Malabar Pengalengan Jawa Barat, BTN Maluku, Cigombong
Papua, Angkasa Doc V Papua, Waena Papua, Bogor Jawa Barat, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Selatan, Leihitu Maluku, Pegunungan Cyclops Papua, dan
Jawa Timur. Jumlah cabang paling sedikit pada 4 BST dimiliki aksesi 15 yang
berasal dari Urimesing Maluku (3.8). Data pengamatan jumlah cabang pada 1
sampai 4 BST disajikan pada Lampiran 5.
Pengamatan pada 1, 2, dan 4 BST terhadap peubah jumlah ruas
memberikan hasil tertinggi pada aksesi 32 yang berasal dari Malabar Pengalengan
Jawa Barat. Jumlah ruas pada aksesi ini tidak berbeda nyata dengan jumlah ruas
pada aksesi 31 dari Waena Papua, aksesi 5 Ciwidey Jawa Barat, aksesi 25
Cigombong Papua dan aksesi 29 Waena Papua. Aksesi 6 dari Margamukti
Pengalengan Jawa Barat dan aksesi 15 dari Urimesing Maluku memiliki jumlah
ruas paling sedikit. Data hasil pengamatan jumlah ruas disajikan pada Lampiran 6.
Berdasarkan pengamatan tinggi tanaman pada 4 BST, diperoleh hasil
tertinggi pada aksesi 8 dari Kalimantan Tengah (74.4 cm). Tinggi aksesi ini tidak
berbeda nyata dengan tinggi tanaman dari Kalimantan Selatan, Bogor, Jawa
Timur, Manoko Jawa Barat, Ciwidey Jawa Barat, Pegunungan Cyclops Sentani
Papua. Aksesi 21 dari Cigombong Papua merupakan aksesi terpendek (23.9 cm).
Pengamatan diameter batang menunjukan, aksesi 1 dari Bogor Jawa Barat
memiliki diameter batang tertinggi (8,75 cm). Diameter batang aksesi ini tidak
berbeda nyata dengan aksesi dari Manoko Jawa Barat, Sukamenak Pengalengan
Jawa Barat, Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat, Ciwidey Jawa Barat,
Margamukti Pengalengan Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Tengah,
Kalimantan Selatan, Soabali 1 Maluku, Soabali 2 Maluku, Leihitu Maluku, BTN
Maluku, Urimesing Maluku, Waena Papua, Angkasa Dok V Jayapura Papua,
Pengunungan Cyclops Sentani Papua, Lusikaya Maluku, Cigombong Papua,
Waena Papua, Malabar Pengalengan Jawa Barat. Tanaman terpendek adalah
aksesi 24 yang berasal dari Kalimantan Selatan. Data tinggi tanaman, panjang
ruas, diameter batang dan jumlah cabang handeuleum pada 4 BST disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Tinggi tanaman, panjang ruas, diameter batang dan jumlah cabang
handeuleum pada 4 BST.
No Lokasi asal Tinggi
tanaman
Panjang
ruas
Diameter
batang
Jumlah
cabang
..cm.. ..cm.. ..mm..
1 Bogor Jawa Barat 68.9 a-c 7.3 a-c 8.75 a 7.5 a-h
2 Manoko Jawa Barat 62.9 a-e 6.7 a-d 6.81 a-i 6.0 d-j
3 Sukamenak Pengalengan Jawa
Barat
57.3 c-f 4.8 e-h 6.69 a-i 6.0 d-j
4 Rumah Itam Pengalengan Jawa
Barat
58.7 c-f 6.6 a-e 7.87 a-f 5.7 e-j
5 Ciwidey Jawa Barat 63.4 a-e 4.7 e-h 6.96 a-i 6.2 d-j
6 Margamukti Pengalengan Jawa
Barat
57.9 c-f 4.3 f-h 7.77 a-f 5.5 f-j
7 Jawa Timur 67.9 a-d 7.9 ab 8.45 a-c 7.7 a-h
8 Kalimantan Tengah 74.3 a 6.4 b-f 8.12 a-e 6.7 a-j
9 Kalimantan Selatan 73.2 ab 8.5 a 8.40 a-d 6.3 c-j
10 Soabali 1 Maluku 54.6 ef 4.3 f-h 7.28 a-g 4.3 ij
11 Soabali 2 Maluku 59.3 c-f 4.4 f-h 6.88 a-i 5.0 g-j
12 Salahutu Maluku 56.6 d-f 4.5 f-h 6.42 c-i 5.2 f-j
13 Leihitu Maluku 57.5 c-f 4.9 d-h 8.45 a-c 7.0 a-i
14 BTN Maluku 53.7 ef 5.6 c-g 6.89 a-i 9.2 a-c
15 Urimesing Maluku 55.2 ef 4.9 d-h 6.76 a-i 3.8 j
16 Waena Papua 59.7 c-f 7.5 a-c 7.46 a-g 6.5 b-j
17 Angkasa Dok V Jayapura Papua 62.7 b-e 5,0 d-h 7.52 a-f 6.2 d-j
18 Pengunungan Cyclops Sentani
Papua
63.8 a-e 4.7 e-h 7.83 a-f 7.3 a-h
19 Cigombong Papua 58.3 c-f 7.7 a-d 6.31 d-i 5.5 f-j
20 Menteng Bogor 40.4 gh 5.0 d-h 5.79 f-i 4.3 ij
21 Cigombong Papua 23.9 j 3.2 hi 5.09 hi 6.7 a-j
22 Angkasa Dok V Jayapura Papua 32.2 h-j 3.2 hi 5.89 f-i 4.8 h-j
23 Bogor Jawa Barat 27.3 ij 3.4 hi 6.15 e-i 5.5 f-j
24 Kalimantan Selatan 28.7 ij 4.7 e-h 4.89 i 5.0 g-j
25 Cigombong Papua 34.5 h-j 2.1 i 5.39 g-i 4.8 h-j
26 Lusikaya Maluku 41.7 gh 4.7 e-h 6.68 a-i 9.5 a
27 Cigombong Papua 38.4 g-i 3.61 g-i 7.04 a-h 8.8 a-d
28 Angkasa Dok V Jayapura Papua 39.9 gh 4.2 gh 6.61 b-i 8.5 a-e
29 Waena Papua 32.3 h-j 3.5 g-i 6.49 c-i 7.8 a-g
30 Abepura Pantai Papua 40.0 gh 3.1 hi 6.18 e-i 5.0 g-j
31 Waena Papua 47.9 fg 4.1 g-i 7.25 a-g 8.0 a-f
32 Malabar Pengalengan Jawa Barat 57.3 c-f 3.5 hi 8.66 ab 9.3 ab
Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom
peubah yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05
Keragaan 32 aksesi handeuleum yang berasal dari berbagai lokasi disajikan pada
Gambar 13.
1 2 3 4 5 6 7 8
9 10 11 12 13 14 15 16
17 18 19 20 21 22 23 24
25 26 27 28 29 30 31 32
Gambar 13. Keragaan tajuk 32 aksesi handeuleum . Aksesi 1. Bogor Jawa Barat,
2. Manoko Jawa Barat, 3. Sukamenak Pengalengan Jawa Barat, 4.
Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat, 5. Ciwidey Jawa Barat, 6.
Margamukti Pengalengan Jawa Barat, 7. Jawa Timur, 8. Kalimantan
Tengah, 9. Kalimantan Selatan, 10. Soabali 1 Maluku, 11.
Soabali 2 Maluku, 12. Salahutu Maluku, 13. Leihitu Maluku, 14. BTN
Maluku, 15. Urimesing Maluku, 16. Waena Papua, 17. Angkasa Dok
V Jayapura Papua, 18. Pengunungan Cyclops Sentani Papua, 19.
Cigombong Papua, 20. Menteng Bogor, 21. Cigombong Papua, 22.
Angkasa Dok V Jayapura Papua, 23. Bogor Jawa Barat, 24.
Kalimantan Selatan, 25. Cigombong Papua, 26. Lusikaya Maluku,
27. Cigombong Papua, 28. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 29.
Waena Papua, 30. Abepura Pantai Papua, 31. Waena Papua, 32.
Malabar Pengalengan Jawa Barat
Daun
Daun handeuleum mempunyai bentuk pangkal daun meruncing, bentuk
ujung daun meruncing, susunan tulang daun menyirip, permukaan daun licin.
Keragaman terlihat pada karakter bentuk bangun daun. Sebagian besar aksesi
mempunyai bentuk bangun daun bulat telur, kecuali aksesi dari Cigombong
Papua, Menteng Bogor, Angkasa Dok V Jayapura Papua (Gambar 14). Perbedaan
ini dapat terjadi karena aksesi ini merupakan varietas yang berbeda dengan aksesi
lainnya. Bentuk daun 32 aksesi disajikan pada Gambar 14.
1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19 20
21 22 23 24 25 26
27 28 29 30 31 32
Gambar 14. Keragaan bangun daun 32 aksesi handeuleum. Aksesi 1. Bogor Jawa
Barat, 2. Manoko Jawa Barat, 3. Sukamenak Pengalengan
Jawa Barat, 4. Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat, 5. Ciwidey Jawa
Barat, 6. Margamukti Pengalengan Jawa Barat, 7. Jawa Timur, 8.
Kalimantan Tengah, 9. Kalimantan Selatan, 10. Soabali 1 Maluku, 11.
Soabali 2 Maluku, 12. Salahutu Maluku, 13. Leihitu Maluku, 14. BTN
Maluku, 15. Urimesing Maluku, 16. Waena Papua, 17. Angkasa Dok V
Jayapura Papua, 18. Pengunungan Cyclops Sentani Papua, 19.
Cigombong Papua, 20. Menteng Bogor, 21. Cigombong Papua, 22.
Angkasa Dok V Jayapura Papua, 23. Bogor Jawa Barat, 24. Kalimantan
Selatan, 25. Cigombong Papua, 26. Lusikaya Maluku, 27.
Cigombong Papua, 28. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 29. Waena
Papua, 30. Abepura Pantai Papua, 31. Waena Papua, 32. Malabar
Pengalengan Jawa Barat
Aksesi pada penelitian ini terdiri dari empat varietas, yaitu 22 aksesi
memiliki daun berwarna ungu polos (Grapthopyllum pictum varietas
luridosanguineum Sim), 3 aksesi berdaun hijau varigata putih (Graptophyllum
pictum var alba variga), 3 aksesi berdaun putih kekuningan (Grapthopyllum
pictum var auria variaga) dan 4 aksesi berdaun varigata hijau putih kemerahan
(Graptophyllum pictum var purpureum variagatum).
Menurut Darmawan dan Baharsjah (2010), daun merupakan organ
tanaman yang memiliki fungsi utama sebagai tempat terjadinya fotosintesis dan
mengekspor hasilnya ke seluruh bagian tanaman. Ditambahkan oleh Jongschaap
et al. (2007), pertumbuhan ukuran daun dibutuhkan untuk menentukan
penerimaan radiasi matahari dan kebutuhan transpirasi. Pengukuran ukuran daun
yang dapat dilakukan dengan cepat dan mudah juga diperlukan untuk mengukur
kebutuhan air, efisiensi penggunaan air, menentukan evapotranspirasi aktual dan
over potensial evapotranspiration.
Pengamatan daun handeuleum pada 1 BST, dipeoleh hasil aksesi 25 dari
Cigombong Papua memiliki daun paling banyak (13,2). Jumlah daun yang
dimiliki aksesi ini tidak berbeda nyata dengan aksesi 5 dari Ciwidey Jawa Barat
(11,60). Jumlah daun paling sedikit dimiliki aksesi 6 yang berasal dari
Margamukti Pengalengan Jawa Barat (4.40). Pada 2 BST dan 3 BST, aksesi 32
yang berasal dari Malabar Pengalengan Jawa Barat memiliki jumlah daun
tertinggi. Data pengukuran jumlah daun disajikan pada Lampiran 7.
Pengukuran terhadap panjang daun pada 1 BST, diperoleh hasil aksesi 16
yang berasal dari Waena Papua memiliki daun terpanjang (14.14 cm) Panjang
daun aksesi ini tidak berbeda nyata dengan panjang daun aksesi 20 yang berasal
dari Menteng Bogor, aksesi 32 dari Malabar Pengalengan Jawa Barat, aksesi 1
dari Bogor Jawa Barat, aksesi 14 dari BTN Maluku, 17 dari Angkasa Dok V Jaya
pura Papua, 19 dari Cigombong Papua. Daun paling pendek dimiliki aksesi 25
yang berasal dari Cigombong Papua. Pengamatan pada 2, 3, 4 BST menunjukkan
hasil, aksesi 20 yang berasal dari Menteng Bogor memiliki daun terpanjang. Data
pengukuran panjang daun disajikan pada Lampiran 8
Pengamatan 4 BST dapat dilihat pada Tabel 3. Jumlah daun terbanyak
terdapat pada aksesi 26 dari Lusikaya Maluku sebanyak 83 lembar. Jumlah daun
yang dimiliki aksesi ini tidak berbeda nyata dengan jumlah daun aksesi dari
Malabar Pengalengan Jawa Barat, Cigombong Papua, Angkasa Dok V Jayapura
Papua, Waena Papua, Bogor Jawa Barat, Kalimantan Selatan, BTN Maluku,
Waena Papua, Angkasa Dok V Jayapura Papua, Pengunungan Cyclops Sentani
Papua, Menteng Bogor. Aksesi yang berasal dari Urimesing Maluku memiliki
jumlah daun paling sedikit sebanyak 49 lembar. Pengamatan daun tanaman
handeuleum pada 4 BST disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Keragaan peubah daun tanaman handeuleum pada 4 BST No Lokasi asal Jumlah
daun
Panjang
daun
Lebar
daun
Panjang
tangkai
daun
.. cm.. .. cm.. ...cm..
1 Bogor Jawa Barat 70.8 a-e 17.6 b-d 8.62 a-d 0.70 b-e
2 Manoko Jawa Barat 58.3 b-f 16.4 b-i 8.80 a-d 0.75 bc
3 Sukamenak Pengalengan Jawa
Barat
57.0 c-f 17.2 b-f 9.03 a-c 0.75 bc
4 Rumah Itam Pengalengan Jawa
Barat
60.2 b-f 16.8 b-h 8.45 b-e 0.63 c-g
5 Ciwidey Jawa Barat 58.5 b-f 16.0 c-k 8.83 a-d 0.68 b-f
6 Margamukti Pengalengan Jawa
Barat
56.3 d-f 18.0 ab 9.08 a-c 0.63 c-g
7 Jawa Timur 67.8 a-f 17.4 b-e 9.13 ab 0.68 b-f
8 Kalimantan Tengah 61.3 b-f 17.6 a-d 9.50 a 0.68 b-f
9 Kalimantan Selatan 63.5 a-f 17.7 a-c 9.52 a 0.67 b-f
10 Soabali 1 Maluku 49.2 f 17.2 b-f 8.65 a-d 0.72 b-d
11 Soabali 2 Maluku 54.7 ef 16.9 b-h 9.15 ab 0.77 b
12 Salahutu Maluku 58.2 b-f 16.6 b-i 8.98 a-c 0.72 b-d
13 Leihitu Maluku 67.8 a-f 16.1 c-k 8.58 a-e 0.72 bc
14 BTN Maluku 74.8 a-e 15.0 i-m 7.43 fg 0.63 c-g
15 Urimesing Maluku 47.5 f 14.9 i-m 8.63 a-d 0.65 b-f
16 Waena Papua 62.3 a-f 16.2 c-i 8.25 b-f 0.60 d-h
17 Angkasa Dok V Jayapura Papua 62.2 a-f 15.7 e-k 8.22 b-f 0.60 d-h
18 Pengunungan Cyclops Sentani
Papua
67.5 a-f 16.5 b-i 8.00 d-f 0.62 d-h
19 Cigombong Papua 64.7 a-f 16.7 b-i 8.10 c-f 0.67 b-f
20 Menteng Bogor 63.0 a-f 19.3 a 5.92 i 0.88 a
21 Cigombong Papua 74.3 a-e 15.6 e-k 3.05 l 0.68 b-f
22 Angkasa Dok V Jayapura Papua 58.5 b-f 17.1 b-g 3.43 l 0.57 f-h
23 Bogor Jawa Barat 70.7 a-e 10.6 n 4.48 k 0.50 hi
24 Kalimantan Selatan 72.8 a-e 10.2 n 5.02 jk 0.43 i
25 Cigombong Papua 76.8 a-d 11.8 n 5.60 ij 0.50 hi
26 Lusikaya Maluku 82.8 a 14.3 lm 6.92 gh 0.60 d-h
27 Cigombong Papua 77.8 a-c 13.8 lm 6.87 gh 0.58 e-h
28 Angkasa Dok V Jayapura Papua 78.0 a-c 14.3 k-m 6.82 gh 0.58 e-h
29 Waena Papua 67.5 a-f 13.8 m 6.33 hi 0.52 f-i
30 Abepura Pantai Papua 56.0 d-f 14.7 k-m 7.02 gh 0.62 d-h
31 Waena Papua 75.3 a-d 15.8 d-k 7.93 d-f 0.63 c-g
32 Malabar Pengalengan Jawa Barat 79.2 ab 15.3 g-l 7.65 efg 0.62 d-h
Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom
peubah yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05
Pengamatan tangkai daun memberikan hasil, aksesi 20 dari Menteng
Bogor memiliki tangkai daun terpanjang (0,88 cm). Aksesi 24 dari Kalimantan
Selatan memiliki tangkai daun terpendek (0.43 cm). Berikut ini adalah gambar
bagian pucuk 32 aksesi handeleum (Gambar 15).
1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19 20
21 22 23 24 25 26
27 28 29 30 31 32
Gambar 15. Keragaan pucuk 32 aksesi handeuleum. Aksesi 1. Bogor Jawa Barat, 2. Manoko Jawa
Barat, 3. Sukamenak Pengalengan Jawa Barat, 4. Rumah Itam Pengalengan Jawa
Barat, 5. Ciwidey Jawa Barat, 6. Margamukti Pengalengan Jawa Barat, 7. Jawa
Timur, 8. Kalimantan Tengah, 9. Kalimantan Selatan, 10. Soabali 1 Maluku,
11. Soabali 2 Maluku, 12. Salahutu Maluku, 13. Leihitu Maluku, 14. BTN Maluku,
15. Urimesing Maluku, 16. Waena Papua, 17. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 18.
Pengunungan Cyclops Sentani Papua, 19. Cigombong Papua, 20. Menteng Bogor,
21. Cigombong Papua, 22. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 23. Bogor Jawa Barat,
24. Kalimantan Selatan, 25. Cigombong Papua, 26. Lusikaya Maluku, 27.
Cigombong Papua, 28. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 29. Waena Papua, 30.
Abepura Pantai Papua, 31. Waena Papua, 32. Malabar Pengalengan Jawa Barat
Untuk peubah panjang daun, aksesi dari Menteng Bogor memiliki daun
terpanjang, (19.30 cm). Panjang daun aksesi ini tidak berbeda nyata dengan aksesi
yang berasal dari Margamukti Pengalengan Jawa Barat, Kalimantan Tengah,
Kalimantan Selatan. Aksesi 24 yang berasal dari Kalimantan Selatan memiliki
daun terpendek (10.21 cm).
Untuk peubah lebar daun, pada bulan pertama, aksesi 16 yang berasal dari
Waena Papua memiliki daun terlebar (6.25). Pada pengamatan 2, dan 3 BST,
aksesi 8 dari Kalimantan Tengah memiliki daun terlebar. Pada 4 BST, aksesi 9
dari Kalimantan Selatan memiliki daun terlebar (9.52 cm). Data pengukuran lebar
daun disajikan pada Lampiran 9.
Pengukuran panjang tangkai daun pada Lampiran 9 memperlihatkan
bahwa aksesi 20 dari Mentang Bogor memiliki tangkai daun terpanjang. Dan
tangkai daun terpendek pada aksesi 25 yang berasal dari Cigombong Papua. Data
pengukuran panjang tangkai daun disajikan pada Lampiran 10.
Variasi genetik yang luas merupakan hal yang pokok dan penting dalam
upaya pemuliaan suatu tanaman, sehingga koleksi dan pemeliharaan plasma
nutfah merupakan hal yang penting (Frey 1981). Keragaman fenotipe yang terlihat
dan terdapat dalam satu jenis (species) disebabkan oleh faktor lingkungan dan
keragaman genetik umumnya berinteraksi satu sama lainnya dalam
mempengaruhi penampilan fenotipe tanaman (Makmur 1992).
Anatomi Tanaman Handeuleum
Di dalam daun terdapat aktifitas fotosintesis berupa kloropas. Informasi
tentang tentang anatomi daun handeuleum sangat diperlukan. Dalam penelitian
ini, karakter anatomi yang diamati adalah tebal daun dan kerapatan stomata
tanaman.
Pengamatan terhadap tebal daun memberikan hasil, aksesi 32 yang berasal
dari Malabar Pengalengan Jawa Barat memiliki daun paling tebal 8,6 µm). Tebal
daun yang dimiliki aksesi ini tidak berbeda nyata dengan tebal daun yang dimiliki
aksesi 16 dari Waena Papua, aksesi 5 dari Ciwidey Jawa Barat, aksesi 25 dari
Cigombong Papua, aksesi 29 dan 31 dari Waena Papua. Daun yang paling tipis
terdapat pada aksesi 6 yang berasal dari Margamukti Pengalengan Jawa Barat dan
aksesi 20 dari Menteng bogor (4.8 µm). Data pengamatan tebal daun pada 1
sampai 3 BST disajikan pada lampiran 11.
Pengamatan terhadap kerapatan stomata diperoleh hasil Aksesi 22 dari
daerah Angkasa Dok V Papua mempunyai kerapatan stomata tertinggi (117.3).
Kerapatan stomata aksesi ini tidak berbeda nyata dengan aksesi dari Salahitu
Maluku, Cigombong Papua, Waena Papua, Bogor, Kalimantan Tengah,
Kalimantan Selatan dan Manoko Jawa Barat. Aksesi 20 dari Menteng Bogor
memiliki jumlah stomata paling sedikit (50). Pengukuran tebal daun dan kerapatan
stomata pada daun bagian bawah disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Tebal daun dan kerapatan stomata 32 aksesi handeuleum
No Lokasi asal Tebal daun Kerapatan
stomata
...... mm ….. buah / mm2
1 Bogor Jawa Barat 0.187 a 53.8 f-h
2 Manoko Jawa Barat 0.185 ab 90.7 a-f
3 Sukamenak Pengalengan Jawa Barat 0.183 ab 57.3 e-h
4 Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat 0.185 ab 74.7 b-h
5 Ciwidey Jawa Barat 0.183 ab 77.8 b-h
6 Margamukti Pengalengan Jawa Barat 0.178 ab 76.8 b-h
7 Jawa Timur 0.167 ab 71.5 b-h
8 Kalimantan Tengah 0.177 ab 86.0 a-h
9 Kalimantan Selatan 0.160 ab 76.5 b-h
10 Soabali 1 Maluku 0.167 ab 70.0 b-h
11 Soabali 2 Maluku 0.176 ab 64.8 c-h
12 Salahutu Maluku 0.165 ab 81.0 a-h
13 Leihitu Maluku 0.175 ab 60.5 c-h
14 BTN Maluku 0.183 ab 51.0 gh
15 Urimesing Maluku 0.177 ab 57.7 d-h
16 Waena Papua 0.183 ab 58.0 d-h
17 Angkasa Dok V Jayapura Papua 0.175 ab 61.7 c-h
18 Pengunungan Cyclops Sentani Papua 0.170 ab 50.3 h
19 Cigombong Papua 0.173 ab 69.3 b-h
20 Menteng Bogor 0.182 ab 50.0 h
21 Cigombong Papua 0.180 ab 105.7 ab
22 Angkasa Dok V Jayapura Papua 0.182 ab 117.3 a
23 Bogor Jawa Barat 0.178 ab 93.5 a-e
24 Kalimantan Selatan 0.178 ab 99.5 abc
25 Cigombong Papua 0.177 ab 105.5 ab
26 Lusikaya Maluku 0.168 ab 60.3 d-h
27 Cigombong Papua 0.178 ab 77.5 b-h
28 Angkasa Dok V Jayapura Papua 0.173 ab 88.8 a-g
29 Waena Papua 0.170 ab 88.3 a-h
30 Abepura Pantai Papua 0.170 ab 95.8 a-d
31 Waena Papua 0.180 ab 77.0 b-h
32 Malabar Pengalengan Jawa Barat 0.167 ab 74.0 b-h
Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom peubah
yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05
Tumbuhan yang tumbuh pada habitat yang berbeda menunjukkan
perbedaan struktur yang merupakan adaptasi secara evolusi terhadap kondisi-
kondisi habitat yang spesifik. Faktor lingkungan lain yang mempengaruhi adalah
faktor cahaya. Daun yang tumbuh dalam intensitas cahaya yang tinggi
menunjukkan tingkatan seromorfik yang tinggi dibandingkan dengan kekurangan
cahaya. Reaksi perkembangan ini merupakan dasar untuk diferensiasi daun yang
kena sinar matahari atau di tempat teduh. Daun yang kena sinar matahari
bentuknya lebih kecil, tebal dan palisadenya berdiferensiasi dari daun yang tidak
kena sinar matahari (Suradinata, 1998).
Pengumpulan aksesi tanaman dari berbagai daerah di Indonesia dan
penyilangan adalah salah satu cara untuk dapat meningkatkan keragaman genetik.
Peningkatan keragaman dapat juga dilakukan dengan bantuan teknologi kultur
jaringan dan induksi mutasi (Kristina dan Mardiningsih 2008).
Kandungan Fitokimia
Berdasarkan hasil analis kualitatif, memperlihatkan hasil bahwa pada daun
32 aksesi handeuleum terdapat senyawa alkaloid dan glikosida dengan kadar yang
cukup tinggi (4+). Namun demikian kandungan alkaloid, saponin, tanin, fenolik,
flavonoid, triterpenoid, dan steroid, bervariasi pada setiap aksesi.
Metabolit sekunder merupakan bahan alami yang senyawanya dihasilkan
oleh tanaman dalam jumlah besar dan tidak memiliki fungsi langsung terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Taiz dan Zaiger, 2002). Senyawa
metabolit sekunder ini dimanfaatkan bagi tanaman untuk mempertahankan
kehidupannya dalam melawan bakteri, fungi, serta dianalogikan sebagai sistem
kekebalan tubuh (Vickery dan Vickery, 1981).
Menurut Geissman dan Crout (1969) metabolit sekunder merupakan reaksi
yang spesifik menggunakan katalis enzimatis dengan bahan dasar yang berasal
dari metabolisme primer untuk menghasilkan senyawa-senyawa kompleks,
khususnya kelompok senyawa triterpenoid dipengaruhi BAS-amyrin-synthase.
Kandungan fitokimia tanaman handeleum disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Keragaan kandungan fitokimia 32 aksesi handeuleum
No Lokasi asal Alk Spn Tn Fn Flv Tri Str Gli
1 Bogor Jawa Barat 4+ 1+ 1+ 1+ 4+ 2+ 3+ 4+
2 Manoko Jawa Barat 4+ 2+ 1+ 1+ 4+ 2+ 3+ 4+
3 Sukamenak Pengalengan Jawa Barat 4+ 2+ 1+ 1+ 4+ 3+ 1+ 4+
4 Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat 4+ 2+ 1+ 1+ 4+ 3+ 1+ 4+
5 Ciwidey Jawa Barat 4+ 3+ 1+ 1+ 3+ 3+ 1+ 4+
6 Margamukti Pengalengan Jawa Barat 4+ 3+ 1+ 1+ 4+ 3+ 1+ 4+
7 Jawa Timur 4+ 1+ 1+ 1+ 4+ 4+ - 4+
8 Kalimantan Tengah 4+ 1+ 1+ 1+ 3+ 4+ - 4+
9 Kalimantan Selatan 4+ 1+ 1+ 1+ 4+ 2+ 3+ 4+
10 Soabali 1 Maluku 4+ 2+ 1+ 1+ 4+ 3+ 2+ 4+
11 Soabali 2 Maluku 4+ + 1+ 1+ 4+ 2+ 3+ 4+
12 Salahutu Maluku 4+ 2+ 1+ 1+ 4+ 2+ 3+ 4+
13 Leihitu Maluku 4+ 2+ 1+ 1+ 2+ + 4+ 4+
14 BTN Maluku 4+ 3+ 1+ 1+ 3+ + 4+ 4+
15 Urimesing Maluku 4+ 3+ 2+ 1+ 4+ 2+ 2+ 4+
16 Waena Papua 4+ 3+ + 1+ 4+ + 3+ 4+
17 Angkasa Dok V Jayapura Papua 4+ 3+ 2+ 1+ 3+ 2+ 3+ 4+
18 Pengunungan Cyclops Sentani Papua 4+ 3+ 2+ 1+ 4+ 2+ 3+ 4+
19 Cigombong Papua 4+ 3+ 2+ 1+ 4+ 1+ 3+ 4+
20 Menteng Bogor 4+ 2+ 1+ 1+ 4+ - 4+ 4+
21 Cigombong Papua 4+ 2+ 1+ 1+ 4+ - 4+ 4+
22 Angkasa Dok V Jayapura Papua 4+ 2+ 2+ 1+ 4+ - 4+ 4+
23 Bogor Jawa Barat 4+ 1+ 1+ 1+ 4+ - 4+ 4+
24 Kalimantan Selatan 4+ 2+ 1+ 1+ 4+ 2+ 3+ 4+
25 Cigombong Papua 4+ 2+ 2+ 1+ 4+ 1+ 3+ 4+
26 Lusikaya Maluku 4+ 2+ - 1+ 2+ 1+ 4+ 4+
27 Cigombong Papua 4+ - - 1+ 3+ 1+ 4+ 4+
28 Angkasa Dok V Jayapura Papua 4+ - - 1+ 3+ 2+ 3+ 4+
29 Waena Papua 4+ - 1+ 1+ 3+ 1+ 4+ 4+
30 Abepura Pantai Papua 4+ - 1+ 1+ 3+ 1+ 4+ 4+
31 Waena Papua 4+ - 1+ 1+ 3+ 1+ 4+ 4+
32 Malabar Pengalengan Jawa Barat 4+ - - 1+ 2+ 1+ 4+ 4+
Keterangan: Alk= Alkaloid, Spn= Saponin, Tn= Tanin, Fn= Fenolik, Flv=
Flavonoid, Tri = Triterpenoid, Str = Steroid, gli= glikosida 1+= positif
lemah, 2+ = positif, 3+ = positif kuat, 4+= positif kuat sekali
Dari hasil analisis yang didapatkan, diperoleh hasil bahwa pada semua
aksesi yang diamati, semuanya memiliki kandungan alkaloid dan glikosida positif
kuat sekali. Kandungan saponin positif kuat terdapat pada aksesi 3 yang berasal
dari Ciwidey Jawa Barat, aksesi 6 Margamukti Pengalengan Jawa Barat, aksesi
14 dari BTN Maluku, aksesi 15 dari Urimesing Maluku, aksesi 16 dari Waena
Papua , aksesi 17 dari Angkasa Dok V Jayapura Papua, aksesi 18 dari
Pengunungan Cyclops Sentani Papua, aksesi 19 dari Cigombong Papua.
Kandungan senyawa lainnya seperti tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, dan
steroid handeuleum pada berbagai aksesi sangat bervariasi mulai dari tidak
terdeteksi sampai positif kuat sekali.
Produksi Tanaman
Produksi tanaman merupakan resultan dari proses fotosintesa, penurunan
asimilat akibat respirasi dan translokasi bahan kering ke dalam hasil tanaman.
Peningkatan produksi berbanding lurus dengan pertumbuhan relatif dan hasil
bersih fotosintesa. Pertumbuhan berhubungan langsung dengan rasio luas daun,
berat daun spesifik, dan asimilat per unit daun. Peningkatan komponen tersebut
akan meningkatkan pula hasil yang diperoleh. Produksi tanaman ditentukan oleh
kegiatan yang berlangsung dalam sel dan jaringan tanaman. Bahan kering adalah
penumpukan fotosintat pada sel dan jaringan. Penumpukan fotosintat dapat berupa
buah, biji, daun dan batang (Jumin 2002).
Berdasarkan pengamatan, aksesi 8 dari Kalimantan Tengah, aksesi 9 dari
Kalimantan Selatan, dan aksesi 32 dari Malabar Pengalengan mempunyai bobot
tanaman tertinggi (130 gram/tanaman). Bobot daun aksesi ini tidak berbeda nyata
dengan bobot aksesi yang berasal dari Bogor Jawa Barat, Manoko Jawa Barat,
Sukamenak Pengalengan Jawa Barat, Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat,
Ciwidey Jawa Barat, Margamukti Pengalengan Jawa Barat, Jawa Timur, Soabali 1
Maluku, Soabali 2 Maluku, Salahutu Maluku, Leihitu Maluku, BTN Maluku,
Urimesing Maluku, Waena Papua, Angkasa Dok V Jayapura Papua, Pengunungan
Cyclops Sentani Papua, Cigombong Papua, dan Lusikaya Maluku. Aksesi 21 dari
Cigombong Papua mempunyai bobot tanaman terendah (60 gr/tan). Peubah bobot
basah daun tanaman, aksesi dari Waena Papua memiliki bobot tertinggi (95
gr/tan). Bobot aksesi ini tidak berbeda nyata dengan bobot aksesi dari Kalimantan
Tengah, Kalimantan Selatan, Malabar Pengalengan Jawa Barat, Bogor Jawa
Barat, Manoko Jawa Barat, Sukamenak Pengalengan Jawa Barat, Rumah Itam
Pengalengan Jawa Barat, Ciwidey Jawa Barat, Margamukti Pengalengan Jawa
Barat, Jawa Timur, Soabali 1 Maluku, Soabali 2 Maluku, Salahutu Maluku,
Leihitu Maluku, BTN Maluku, Urimesing Maluku, Angkasa Dok V Jayapura
Papua, Pengunungan Cyclops Sentani Papua, Cigombong Papua, dan Lusikaya
Maluku. Bobot basah daun terendah dimiliki aksesi dari Cigombong Papua (60
gram). Data produksi tanaman disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Bobot tanaman, bobot basah daun dan bobot kering produksi 32 aksesi
handeuleum
No Lokasi asal Bobot tanaman Bobot basah
daun
Bobot kering
produksi
..gram/tanaman ..gram/tanaman ..gram/tanaman
1 Bogor Jawa Barat 120.0 a-c 70.83 a-d 10 b-g
2 Manoko Jawa Barat 90.83 a-f 69.17 a-d 10 b-g
3 Sukamenak
Pengalengan
81.67 a-f 62.5 a-d 9.0 c-g
4 Rumah Itam
Pengalengan Jawa Barat
83.3 a-f 65.83 a-d 10 b-g
5 Ciwidey Jawa Barat 82.5 a-f 60.83 a-d 8.7 c-g
6 Margamukti
Pengalengan
93.3 a-f 68.33 a-d 9.3 b-g
7 Jawa Timur 98.33 a-f 70.0 a-d 9.8 b-g
8 Kalimantan Tengah 130.0 a 90.0 ab 13.33 abc
9 Kalimantan Selatan 130.0 a 88.33 ab 12.5b-e
10 Soabali 1 Maluku 90.0 a-f 63.3 a-d 9.3 b-g
11 Soabali 2 Maluku 123.33 ab 83.33 a-c 12.83 b-e
12 Salahutu Maluku 114.17 a-e 76.67 a-c 12.3 b-f
13 Leihitu Maluku 102.5 a-f 68.33 a-d 10.3 b-g
14 BTN Maluku 101.67 a-f 75.0 a-d 12.17 b-f
15 Urimesing Maluku 83.3 a-f 61.67 a-d 9.3 b-g
16 Waena Papua 86.67 a-f 65.83 a-d 10.5 b-g
17 Angkasa Dok V Papua 117.5 a-d 90.83 ab 11.67 b-g
18 Pengunungan Cyclops
Sentani Papua
116.67 a-e 89.17 ab 11.50 b-g
19 Cigombong Papua 113.33 a-e 79.17 a-c 11.67 b-g
20 Menteng Bogor 129.17 a 81.7 a-c 13.50 abc
21 Cigombong Papua 60.0 f 40.8 d 6.3 g
22 Angkasa Dok V Papua 72.5 c-f 58.3 b-d 8.0 d-g
23 Bogor Jawa Barat 75.83 b-f 57.5 b-d 8.2 d-g
24 Kalimantan Selatan 67.5 e-f 50.8 c-d 7.7 e-g
25 Cigombong Papua 82.5 a-f 65.0 a-d 9.8 b-g
26 Lusikaya Maluku 93.33 a-f 71.67 a-d 9.7 b-g
27 Cigombong Papua 84.17 a-f 60.0 a-d 9.0 c-g
28 Angkasa Dok V Papua 90.0 a-f 65.0 a-d 8.7 c-g
29 Waena Papua 70.0 d-f 55.0 b-d 7.5 fg
30 Abepura Pantai Papua 82.5 a-f 60.83 a-d 10.3 b-g
31 Waena Papua 126.7 a 95.0 a 14.44 ab
32 Malabar Pengalengan
Jawa Barat
130.0 a 90.83 ab 17.67 a
Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom peubah
yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05
Bobot kering produksi dan bobot tertinggi didapat pada aksesi yang
berasal dari Malabar Pengalengan Jawa Barat (17.75 gr/tan). Hasil yang diperoleh
pada tanaman ini tidak berbeda nyata dengan aksesi yang berasal dari Waena
Papua, Kalimantan Tengah dan Menteng Bogor. Bobot kering produksi terendah
diperoleh dari aksesi dari Cigombong Papua (6.3 gr/tan).
Korelasi antara Komponen Peubah Pertumbuhan dan Produksi
Karakter diameter batang pada penelitian ini berkorelasi nyata dengan
karakter jumlah cabang, dan berkorelasi sangat nyata terhadap karakter luas daun,
dan tinggi tanaman. Karakter jumlah cabang berkorelasi nyata dengan karakter
jumlah ruas. Karakter jumlah ruas berkorelasi positif sangat nyata dengan karakter
jumlah daun. Karakter panjang daun berkorelasi dengan lebar daun, dan tangkai
daun. Karakter lebar daun berkorelasi sangat nyata dengan karakter tangkai daun,
berat kering daun, dan tinggi tanaman. Karakter berat kering tanaman berkorelasi
sangat nyata dengan karakter tinggi tanaman.
Roy (2000) menyatakan bahwa korelasi menggambarkan keeratan
hubungan antara satu karakter dengan karakter lainnya. Ditambahkan oleh Mattjik
dan Sumertajaya (2002) menyatakan bahwa koofisien korelasi adalah koofisien
yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan linear antara dua peubah atau
lebih. Besaran dari koofisien korelasi tidak menggambarkan hubungan sebab
akibat antara dua peubah atau lebih, tetapi semata-mata menggambarkan
keterkaitan linier antar peubah. Koofisien korelasi (r) nilainya berkisar antara -1
dan 1 (-1<r<1). Nilai r yang semakin mendekati -1 atau 1 menunjukkan semakin
erat hubungan linier antara kedua peubah tersebut. Sedangkan nilai r yang
mendekati nol menggambarkan hubungan kedua peubah tersebut tidak linier.
Nilai korelasi antar karakter yang diamati dari 32 aksesi disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Matrik korelasi tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, bobot basah
daun dan bobot kering produksi.
DB JC JD PD LD TD Tk D JR BK T
DB JC 0,482*
JD 0,279 0,685**
PD 0,257 -0,066 -0,280
LD 0,454** 0,073 -0,200 0,533**
TD -0,059 -0,174 -0,182 0,033 -0,068
Tk D 0,098 -0,139 -0,191 0,596** 0,369* 0,105
JR 0,262 0,403* 0,554** -0,143 -0,022 -0,096 -0,116
BK 0,275 0,098 0,195 0,277 0,380* -0,158 0,314 0,136 T 0,569** 0,212 -0,015 0,553** 0,827** -0,121 0,327 0,079 0,551**
PR 0,166 0,004 -0,050 0,187 0,105 -0,039 0,092 -0,181 0,124 0,268
Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5 %, ** = berbeda sangat nyata pada taraf 1 %, DB =
Diameter batang, JC = Jumlah cabang, JD = Jumlah daun, PD = Panjang daun, LD
= Lebar daun, TD = Tebal daun, Tk D = Panjang tangkai daun, JR = Jumlah ruas,
BK = Berat kering, T = Tinggi, PR = Panjang ruas
Gomez dan Gomez (1995) menyatakan tanda negatif atau positif pada
rmenunjukkan arah perubahan pada satu peubah secara nisbi terhadap perubahan
yang lainnya. Nilai r negatif apabila perubahan positif pada satu peubah
berhubungan dengan perubahan negatif pada peubah lainnya, dan positif apabila
kedua peubah berubah ke arah yang sama. Falconer (1981) menyatakan bahwa
hubungan antara dua karakter yang dapat diamati secara langsung adalah korelasi
fenotipik. Untuk mengevaluasi hubungan antara karakter tanaman handeuleum,
maka dilakukan uji korelasi. Analisis dilakukan untuk mengetahui adanya
keeratan hubungan dua peubah atau lebih, dan bila ada maka diukur tingginya
derajat keeratan hubungan tersebut dengan koofisien korelasi. Besarnya koofisien
korelasi (r) tidak menggambarkan hubungan sebab akibat antara dua peubah atau
lebih, tetapi hanya menggambarkan keterkaitan linier antar peubah. Koofisien
korelasi dinotasikan dengan r dan nilai yang berkisar antara 1 hingga -1 (Mattjik
dan Sumertajaya 2006).
Dalam menentukan sifat-sifat yang ada kaitannya dengan sifat yang diuji,
maka diperlukan informasi hubungan antara sifat-sifat tersebut dengan sifat-sifat
yang diperbaiki. Adanya hubungan antar satu sifat atau lebih sangat baik, sebagai
indikator untuk memperbaiki suatu sifat melalui sifat lainnya (Permadi et al.
1993).
Kemiripan Tanaman Handeuleum berdasarkan Karakter
Morfologi, Anatomi dan Fitokimia
Variasi genetik yang luas merupakan hal yang pokok dalam upaya
pemuliaan suatu tanaman. Sehingga koleksi dan pemeliharaan plasma nutfah
merupakan hal penting (Frey 1981). Keragaman fenotipe yang terdapat pada
spesies dapat disebabkan karena faktor lingkungan dan genetik. Keragaman
sebagai akibat faktor lingkungan dan keragaman genetik umumnya berinteraksi
satu sama lainnya dalam mempengaruhi penampilan fenotipe tanaman (Makmur,
1992; Frey 1981)
Terdapat beberapa karakter seperti karakter morfologi, fisiologi, biokimia,
dan ekologi. Karakter morfologis mencerminkan sifat struktural baik pada sel,
ataupun pada tingkat di atasnya. Karakter fisiologis merupakan karakter non
struktural yang menentukan aktivitas metabolik. Karakter biokimia adalah sifat
struktural dari molekut termasuk DNA dan produk dari DNA. Karakter ekologis
adalah merupakan sifat nonstruktural seperti daya adaptasi organisme yang
merupakan produk dari interaksi antara organisme dengan lingkungannya (Wiley
1981).
Aksesi handeuleum yang berasal dari wilayah yang berdekatan tidak selalu
menggerombol dalam satu kelompok. Hal ini berarti tingkat kemiripan suatu
aksesi tidak ditentukan oleh kedekatan wilayah asalnya (Gambar 16). Dengan
tingkat kemiripan 60 persen, maka aksesi handeleum terbagi menjadi empat
kelompok. Kelompok pertama terdiri dari aksesi yang berasal dari Bogor (1),
Jawa Timur (7), Waena Papua (16), Manoko Jawa Barat (2), Angkasa Dok V
Jayapura Papua (17), Cigombong Papua (19), Pengunungan Cyclops Sentani
Papua (18), Ciwidey Jabar (5), Kalimantan Tengah (8), Kalimantan Tengah (9),
Leihitu Maluku (13), BTN Maluku (14) Waena Papua (31). Sukamenak
Pengalengan Jabar (3), Rumah Itam Pengalengan Jabar (4), Salahutu Maluku
(12), Rancamanyar Margamukti Pengalengan Jabar (6), Soabali 2 Maluku (11),
(Soabali 1 Maluku 10), Soabali 1 Maluku (15). Berdasarkan hasil pengamatan 32
aksesi handeuleum diperoleh hasil klaster sebagai berikut.
Gambar 16. Dendogram kemiripan 32 aksesi handeuleum. Aksesi 1. Bogor Jawa Barat, 2.
Manoko Jawa Barat, 3. Sukamenak Pengalengan Jawa Barat, 4. Rumah Itam
Pengalengan Jawa Barat, 5. Ciwidey Jawa Barat, 6. Margamukti Pengalengan Jawa
Barat, 7. Jawa Timur, 8. Kalimantan Tengah, 9. Kalimantan Selatan, 10. Soabali
1 Maluku, 11. Soabali 2 Maluku, 12. Salahutu Maluku, 13. Leihitu Maluku, 14. BTN
Maluku, 15. Urimesing Maluku, 16. Waena Papua, 17. Angkasa Dok V Jayapura
Papua, 18. Pengunungan Cyclops Sentani Papua, 19. Cigombong Papua, 20. Menteng
Bogor, 21. Cigombong Papua, 22. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 23. Bogor Jawa
Barat, 24. Kalimantan Selatan, 25. Cigombong Papua, 26. Lusikaya Maluku, 27.
Cigombong Papua, 28. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 29. Waena Papua, 30.
Abepura Pantai Papua, 31. Waena Papua, 32. Malabar Pengalengan Jawa Barat
Observations
Sim
ilari
ty
2527282629242321223020321510116124331141398518191721671
38,18
58,78
79,39
100,00
60 persen kemiripan
Kelompok kedua adalah aksesi yang berasal dari Malabar Pengalengan
Jawa Barat (32). Kelompokan ketiga adalah aksesi yang berasal dari Menteng
Bogor (20), Abepura Pantai Papua (30), Angkasa Dok V Jayapura Papua (22),
Cigombong Papua (21), Bogor Jabar (23), Kalimantan Selatan 24, Waena
Papua (29), Lusikaya Maluku (26), Angkasa Dok V Jayapura Papua (28),
Cigombong Papua (27), dan kelompok keempat adalah aksesi yang berasal dari
Cigombong Papua (25).
Penelitian yang dilakukan oleh Rao et al. (2008) juga menunjukkan
tanaman yang berasal dari wilayah geografis yang berbeda mengelompok pada
grup yang sama, dan tanaman dari wilayah geografis yang sama berada pada
kelompok atau grup yang berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa keragaman
geografis tidak selalu menunjukkan keragaman genetik. Lebih lanjut identifikasi
penggerombolan genotipe-genotipe yang ada akan memberikan informasi
genotipe dengan karakter baik yang dapat digunakan untuk mengembangkan
benih ataupun klon elite sebagai material persilangan ataupun pembentukan
varietas.
Pembahasan Umum
Pemuliaan tanaman merupakan usaha untuk memperbaiki bentuk dan sifat
tanaman yang lebih cepat dibandingkan dengan perbaikan melalui seleksi alam.
Langkah awal yang perlu dilakukan dalam kegiatan pemuliaan tanaman adalah
pembentukan populasi dasar dengan keragaman yang tinggi. Makmur (1992)
menyatakan bahwa mengoleksi plasma nutfah baik dari dalam maupun luar negeri
dengan melakukan introduksi merupakan salah satu langkah awal dalam program
pemuliaan tanaman. Genotipe-genotipe yang dikoleksi kemudian dikarakterisasi
dan dilakukan studi keanekaragaman untuk memberikan informasi tentang
keragaman tanaman.
Tanaman handeuleum diduga berasal dari Papua (Wibowo 2000).
Ketersediaan aksesi tanaman handeuleum sangat terbatas atau keragaman
genetiknya sempit. Eksplorasi yang dilakukan tahun 2008 telah menghasilkan
koleksi menjadi 38 aksesi di Balittro. Analisis GCMS membuktikan adanya
potensi tanaman handeuleum dapat digunakan sebagai herbal dan dapat
dikelompokkan ke dalam tanaman obat degeneratif (Khumaida 2008).
Variasi genetik dalam populasi akan membantu dalam mengefisienkan
kegiatan seleksi. Apabila variasi genetik dalam suatu populasi besar, maka akan
menunjukkan individu dalam populasi sangat beragam, sehingga peluang untuk
memperoleh genotipe yang diharapkan besar (Bahar dan Zein 1993).
Lebih lanjut ditambahkan oleh Frey (1981), variasi genetik yang luas
merupakan hal yang pokok dan penting dalam upaya pemuliaan suatu tanaman,
sehingga koleksi dan pemeliharaan plasma nutfah merupakan hal yang penting
Keragaman fenotipe yang terlihat dan terdapat dalam satu jenis (spesies)
disebabkan oleh faktor lingkungan dan keragaman genetik umumnya berinteraksi
satu sama lainnya dalam mempengaruhi penampilan fenotipe tanaman.
Pengumpulan aksesi tanaman dari berbagai daerah di Indonesia dan
penyilangan adalah salah satu peluang yang dapat meningkatkan keragaman
genetik dan hal lain yang memungkinkan mengingat tanaman handeuleum dapat
berbunga. Peningkatan keragaman selanjutnya dapat dilakukan dengan bantuan
teknologi kultur jaringan dan induksi mutasi (Kristina dan Mardiningsih 2008).
Handeuleum merupakan tanaman obat yang memiliki potensi yang besar
untuk dibudidayakan dalam skala yang luas karena khasiatnya yang banyak.
Handeuleum memiliki keragaman genetik yang sempit karena tidak terbentuk biji,
perbanyakannya hanya melalui perbanyakan vegetatif. Selain itu, handeuleum
memiliki hama utama larva Doleschallia bisaltide yang dapat menurunkan hasil
hingga 70 persen (Baringbing dan Mardiningsih 2000).
Untuk meningkatkan keragaman tanaman handeleum yang mempunyai
hasil produksi yang tinggi dan tahan terhadap serangan hama, maka perlu
dilakukan eksplorasi dan karakterisasi tanaman handeuleum di beberapa lokasi
tumbuh. Keragaman genetik ini penting, untuk kegiatan pemuliaan tanaman
selanjutnya.
Genotipe-genotipe yang terseleksi diharapkan akan memiliki nilai
heritabilitas yang tinggi. Pendugaan nilai heritabilitas bertujuan untuk mengetahui
pengaruh faktor genetik terhadap penampilan fenotip dibandingkan pengaruh
faktor lingkungan. Suatu populasi yang secara genetik berbeda, hidup pada
lingkungan yang sama kemungkinan besar dapat memperlihatkan nilai duga
heritabilitas yang berbeda untuk suatu karakter yang sama. Begitu pula
sebaliknya, suatu genotipe tertentu tidak selalu memberikan respon yang sama
terhadap lingkungan yang berbeda. Nilai heritabilitas dipengaruhi oleh antara lain
faktor karakteristik populasi, sampel genotipe yang dievaluasi, serta metode
penghitungan (Fehr 1987).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, aksesi yang berasal Kalimantan
Tengah, aksesi dari Kalimantan Selatan, dan aksesi 32 dari Malabar Pengalengan
mempunyai bobot tanaman tertinggi (130 gram/tanaman). Bobot aksesi ini tidak
berbeda nyata dengan bobot aksesi yang berasal dari Bogor Jawa Barat, Manoko
Jawa Barat, Sukamenak Pengalengan Jawa Barat, Rumah Itam Pengalengan Jawa
Barat, Ciwidey Jawa Barat, Margamukti Pengalengan Jawa Barat, Jawa Timur,
Soabali 1 Maluku, Soabali 2 Maluku, Salahutu Maluku, Leihitu Maluku, BTN
Maluku, Urimesing Maluku, Waena Papua, Angkasa Dok V Jayapura Papua,
Pengunungan Cyclops Sentani Papua, Cigombong Papua, dan Lusikaya Maluku.
Peubah bobot basah daun tanaman, aksesi dari Waena Papua memiliki
bobot tertinggi (95 gr/tan). Bobot aksesi ini tidak berbeda nyata dengan bobot
aksesi dari Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Malabar Pengalengan Jawa
Barat, Bogor Jawa Barat, Manoko Jawa Barat, Sukamenak Pengalengan Jawa
Barat, Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat, Ciwidey Jawa Barat, Margamukti
Pengalengan Jawa Barat, Jawa Timur, Soabali 1 Maluku, Soabali 2 Maluku,
Salahutu Maluku, Leihitu Maluku, BTN Maluku, Urimesing Maluku, Angkasa
Dok V Jayapura Papua, Pengunungan Cyclops Sentani Papua, Cigombong Papua,
dan Lusikaya Maluku.
Untuk bobot kering produksi, bobot tertinggi didapat pada aksesi yang
berasal dari Malabar Pengalengan Jawa Barat (17.75 gr/tan). Hasil yang diperoleh
pada tanaman ini tidak berbeda nyata dengan hasil yang diperoleh tanaman yang
berasal dari Waena Papua, Kalimantan Tengah dan Menteng Bogor. Dari data
tersebut aksesi yang memiliki bobot tanaman, bobot basah daun tanaman,
produksi yang tinggi adalah aksesi yang berasal dari Waena Papua, Kalimantan
Tengah, Malabar Jawa Barat.
Secara umum ketersediaan hara yang tinggi dapat meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Mitchel dan Chassi 2009). Tanaman
akan memberikan hasil produksi yang tinggi jika lingkungan tempat tumbuh
optimal. Pengukuran terhadap tebal daun memberikan hasil bahwa tebal daun
antar aksesi tanaman handeulem dalam penelitian ini tidak berbeda nyata. Namun
demikian terdapat perbedaan yang nyata pada kerapatan stomata daun bagian
bawah tanaman handeuleum.
Menurut Hetherington dan Woodward (2003), dalam lingkungan yang
sama, kerapatan stomata lebih dipengaruhi oleh faktor genetik. Pola stomata
dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan. Disampaikan juga oleh Schluter et al.
(2002) kerapatan stomata ditentukan oleh kondisi lingkungan yang merata selama
perkembangan daun, tetapi menjadi tetap setelah daun mencapai dewasa.
Stomata mempunyai peranan penting dalam proses fotosintesis. Kurva
laju asimilasi CO2 yang dihasilkan pada kondisi cahaya matahari penuh
mengindikasikan bahwa kerapatan stomata yang meningkat dapat menstimulasi
fotosintesis pada tanaman yang mengarah pada densitas fluk foton yang lebih
tinggi (Schuleter et al. 2002).
Xu dan Zhou (2008) menyatakan bahwa kerapatan stomata daun
berkorelasi positif dengan konduktansi stomata terhadap uap air dan laju asimilasi
bersih CO2 daun. Kerapatan stomata juga berkorelasi positif dengan efisiensi
penggunaan air yang mengindikasikan bahwa peningkatan kerapatan stomata
daun berkaitan erat dengan penggunaan air yang lebih tinggi.
Tanaman handeleum dalan penelitian ini memiliki kandungan fitokimia
dengan komposisi yang beragam. Tanaman ini mengandung alkaloid dan
glikosida dalam jumlah yang tinggi (4+). Terdapat perbedaan komposisi
kandungan saponin, tanin, fenolik, flavonoid dan triterpenoid pada aksesi yang
berasal dari tempat yang berbeda. Menurut Saharkhiz dan Omidbaiqi (2008),
Jumlah metabolit sekunder dalam tanaman obat dipengaruhi oleh jenis dan jumlah
unsur hara.
Biosintesis metabolit sekunder dalam tanaman obat dan aromatik
dipengaruhi secara kuat oleh faktor-faktor lingkungan (Stutte 2006). Samoesom
(1992) menyatakan bahwa faktor-faktor iklim seperti radiasi matahari, suhu dan
air dan tanah, sifat fisika, kimia dan mikrobiologi mempengaruhi proses
pembentukan fitokimia tanaman.
Tanaman handeuleum yang berasal dari semua lokasi memiliki
kandungan alkaloid yang tinggi. Hal ini mungkin merupakan bentuk adaptasi
tanaman untuk mencegah serangan hama. Diketahui bahwa tanaman handeuleum
ini sangat rentan terhadap serangan hama ulat Doleschallia bisaltide. Untuk
mencegah kerusakan yang ditimbulkan serangga fitofag, tanaman juga
membangun pertahanan dengan menghasilkan senyawa metabolit sekunder.
Metabolit sekunder merupakan senyawa yang diproduksi sebagian besar tanaman
untuk mencegah atau meminimalisasi kerusakan akibat serangan serangga
(Pujiasmanto et al. 2007). Senyawa tersebut dapat berupa senyawa repellent,
deterrent, toksik, atau atraktan bagi musuh alami herbivora (Panda dan Kush
1995).
Pada banyak penelitian dilaporkan bahwa alkaloid berfungsi sebagai
sistem pertahanan tanaman terhadap herbivora dibanding dengan species yang
sama dengan kandungan alkaloid rendah (Vilarino dan Revetta 2008). Alkaloid
merupakan komponen penting sistem pertahanan tanaman terhadap herbivora.
Selain sebagai pelindung tanaman dari suhu tinggi dan ultra violet. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa senyawa ini bersifat toksik dan menghambat
pertumbuhan dan perkembangan larva (Anizewski 2007).
Van Zandt dan Agrawal (2004) menyatakan bahwa resistensi tanaman
terhadap herbivora meliputi perubahan komposisi senyawa yang bersifat toksik
dan antinutrisi bagi herbivora, serta penampakan morfologi seperti kekerasan
daun, kerapatan trikoma, duri dan bulu pada tumbuhan.
Menurut Lestari (2010), terdapat beberapa solusi dalam menangani
serangan Doleschallia bisaltide pada tanaman handeuleum. Salah satunya adalah
penggunaan varietas resisten. Penggunaan varietas resisten merupakan salah satu
metode pengendalian hama terpadu. Dalam rangka perakitan varietas resisten,
diperlukan pengetahuan mengenai besarnya dampak kerusakan yang ditimbulkan
larva D. Bisaltide terhadap aksesi handeuleum serta mekanisme resistensi setiap
aksesi tanaman handeuleum terhadap serangga tersebut.
Dari analisis yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa aksesi handeuleum
yang berasal dari wilayah yang berdekatan tidak selalu menggerombol dalam satu
kelompok. Hal ini berarti tingkat kemiripan suatu aksesi tidak ditentukan oleh
kedekatan wilayah asalnya. Dengan tingkat kemiripan 60 persen, maka aksesi
handeleum terbagi menjadi empat kelompok. Tanaman yang berasal dari wilayah
geografis yang berbeda mengelompok pada grup yang sama, dan tanaman dari
wilayah geografis yang sama berada pada kelompok atau grup yang berbeda.
Pengamatan terhadap bobot tanaman dan bobot basah daun, memberikan
hasil yang nyata. Secara tabulasi, tanaman yang berasal dari Kalimantan Tengah
memiliki hasil berat tanaman dan berat basah tertinggi. Untuk berat kering
produksi, tanaman yang berasal dari Malabar Pengalengan Jawa Barat memiliki
hasil tertinggi. Hasil yang diperoleh dari tanaman ini tidak berbeda nyata dengan
hasil yang didapat dari tanaman yang berasal dari Waena Papua dan Kalimantan
Tengah. Untuk kegiatan budidaya tanaman yang mengharapkan tanaman dengan
bobot biomasa dan kandungan fitokimia tinggi, maka tanaman yang berasal dari
Kalimantan Tengah dapat menjadi pilihan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, simpulan adalah sebagai
berikut :
1. Terdapat perbedaan karakter morfologi, anatomi dan kandungan fitokimia
pada 32 aksesi handeuleum yang berasal dari lokasi yang berbeda.
2. Aksesi yang berasal dari wilayah yang berdekatan tidak selalu memiliki
kemiripan karakter agronomi, anatomi dan fitokimia.
3. Terdapat korelasi positif antara karakter diameter batang dengan jumlah
cabang, luas daun, dan tinggi tanaman. Karakter jumlah cabang dengan jumlah
ruas. Karakter jumlah ruas dengan jumlah daun. Karakter panjang daun
dengam lebar daun, dan tangkai daun. Karakter lebar daun berkorelasi dengan
karakter tangkai daun, berat kering daun, dan tinggi tanaman, berat kering
tanaman berkorelasi dengan tinggi tanaman.
4. Aksesi yang berasal dari Kalimantan Tengah dan Jawa Timur memiliki
kandungan triterpenoid tertinggi.
5. Aksesi dari Kalimantan Tengah memiliki bobot tanaman paling tinggi.
Saran
Saran yang disampaikan antara lain:
1. Kegiatan budidaya tanaman handeleum untuk tujuan komersial, disarankan
untuk menggunakan aksesi yang mempunyai produksi dan kandungan
fitokimia tinggi, seperti aksesi yang berasal dari Kalimantan Tengah.
2. Dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kandungan senyawa vomifoliol
yang merupakan penanda tanaman handeuleum.
DAFTAR PUSTAKA
Aniszewski T. 2007. Alkaloids-Secretof Live: Alkaloids chemisteryy. Biological
significance, applications and ecological role. Amsterdam, Boston,
Heidelberg: Elsevier.
[Anonimous]. 2005. Alternative terapies. www.uspharmacist.com [update 21
November 2009]
[Anonim]. 2006. Terapi Sayur dan Buah untuk Kesuburan Suami Istri.
www.mediasehat.com. [update 21 November 2009]
Baringbing B, Mardiningsih TL 2000. Serangga perusak daun ungu
Graptophyllum pictum (L.) Griff). Warta Tumbuhan Obat Indonesia 6(3):
15-17
BPPT. 2008. Handeuleum (Graptophyllum pictum (Linn) Griff.). Sentra Informasi
IPTEK. Jakarta.
BPOM. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Vol 1: 77-79
Dalimartha S. 2002. Atlas tumbuhan obat Indonesia Jilid I. Trubus Agriwidya.
Jakarta.
Darmawan J, Baharsjah J. 2010. Dasar-dasar Fisiologi Tanaman. Jakarta. SITC
Departemen Pertanianan. 2007. Rata-rata kerusakan dan tingkat stadia hama pada
tanaman handeuleum. Buletin Teknik Pertanian:2007: 12
Djazuli M dan Fathan R. Pengaruh pemupukan dan pemangkasan terhadap
pertumbuhan, status hara, dan produktivitas tanaman handeuleum
(Graptophyium pictum (L.) Griff). Jurnal Litri Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat 1999:5:70-73.
Dzulkarnain B, Yun Astuti dan Nurendah. Keamanan/daya racun tanaman obat
indonesia. Cermin Dunia Farmasi 1996:27:5-16.
Falconer DS, MacKay TFC. 1996. Introduction to Quantitative Genetics. 4nd
edition. Longman. London
Frey, KJ. 1981. Plant breeding H. Iowa. The Iowa State University Press.
Gomez K.A, dan Arturo G. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian.
Universitas Indonesia. Jakarta
Hadiati S, Sumakdjaja D. 2002. Keragaman pola pita pada beberapa genotipe
nenas berdasarkan analisis isozim. Jurnal Bioteknologi Pertanian 7(2):62-
70
Harbone JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun cara modern menganalisis
tumbuhan. Terbitan ke-2. Bandung. ITB
Harjadi SS. Yahya S. 1988. Fisiologi Stess Lingkungan. IPB Bogor
Herbert R B. 1995 Biosintesis Metabolit Sekunder. Chapman and Hall Ltd.
New York. 243 p
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Badan Litbang Departemen
Kehutanan, penerjemah. Jakarta: Yayasan Sarana Wanajaya. Terjemahan
dari: De Nuttige Planten van Indonesie.
Isnawati A, dan Soediro I. 2003. Pemeriksaan senyawa-senyawa turunan fenol
daun handeuleum (Graptophyllum pictum (L.) Griff). Media Litbang
Kesehatan 13:1-5
Jumin, H.B. 2002 Agronomi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Jongschaap REE, Coree WJ. Bindraban PS, Brandenburg W. 2007. Claims and
Fact on Jatropha curcas L. Global Jatropa curcas evaluation, breeding,
and propagation program. Plant Research International BV. Wigenigen
Kalsum U, Permatasari N, dan Nurdiana. 2008. Peran alkaloid Graptophyllum
pictum L Griff sebagai anti inflamasi dan hambatan sintesa prostaglandin.
Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Kaufman PB, Cseke LJ, Warber S, Duke JA, Brielmann HL. 1999. Natural
Products from Plants. Florida: CRC Press LCC.
Kristina N.N dan Mardiningsih T 2008. Keragaman tanaman handeleum
(Graptophyllum Pictum (l.) Griff.). Warta Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Industri, Vol 14 no 2: 11-14
Khumaida N. et al. 2008. Kearifan lokal penduduk Jawa Barat, Maluku, dan
Papua dalam memanfaatkan tanaman obat handeleum (Graptophyllum
pictum L.). Di dalam: Hanafi M, Artati N, Darmawan A, Fajriah S, editor.
Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia (TOI) XXXV.
Serpong, 13-14 November 2008. erpong: PUSPITEK. Halaman 284-290
Kumuma D. The influence of etanol extract of handeuleum's leaf (Graptophyllum
Pictum (L.) Griff.) to the body weight and cholesterol concentration blood
serum of ovariectomized mice. Surabaya: Universitas Airlangga; 2006
Lestari F, 2010. Praseleksi sifat resistensi tanaman handeleum (Grapthophyllum
pictum (L.) Griff.) terhadap Doleschallia bisaltide Cremer (Lepidoptera:
Nympalidae) [thesis] Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Lenny S. 2006. Isolasi dan uji bioaktifitas kandungan kimia utama puding merah
dengan metoda uji Brine Shrimp. Medan : Universitas Sumatera Utara;
Maheswari. 2002. Pemanfaatan obat alami: potensi dan prospek
pengembangannya. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Makmur A 1992. Pengantar pemuliaan tanaman. PT Reneka Cipta. Jakarta
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan. Jilid I. Ed ke 2.
Bogor. IPB Press
Maxted NBV, Lloyod F, and Hawkes JG. 1997. Estimation of Genetic Diversity.
In Plant Genetic Conservation. Capman & Hall.
Mitchel ER, Balrizarini M, White WH. 2003. Broad-sense heritabilities, genetic
correlations, and selection indices for sugarcane borer resistence and their
relations to yield loss. Crop Sci 43(5): 1729-1735
Mu’minah. 2007. Pengaruh ekstrak etanol daun handeuleum (Graptophyium
pictum (L.) Griff.) terhadap kadar total lipid, kolesterol LDL dan HDL
serum darah mencit (Mus musculus) yang diovariektomi. Surabaya:
Universitas Airlangga.
Padmawinata K. 1995. Potensi, peluang dan kendala pengembangan agroindustri
tanaman obat. Balittro
Park JD, Rhoe DK. Lee YH. 2005. Biological activities and chemistery of saponin
from panax gingseng C.A. Meyer. Phytochemistry Reviews 4:159-175
Phoelman JM. 1983. Breeding Field Crop 2 nd edition. AVI Publishing
Company, inc. Connecticut.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. 1992. Sumbangan
penelitian dalam pembangunan perkebunan rakyat. Bogor
Pusat Studi Biofarmaka, IPB-Bogor. 2008. Pasar domestik dan ekspor produk
tanaman obat (biofarmaka). Bogor : Institut Pertanian Bogor
Rao GR, Korwar GR, Shanker AK, Ramakrishna YS. 2008. Genetic associations,
variability and diversity in seed characters, growth, reproductive
phenology and yield in Jatropa curcas (L.) accessions. Trees 22:697-709
Roy D. 2000. Plant breeding. Analysis an Exploitation of Variation. New delhi:
Narosa Publishing House
Simmonds NW and Shepherd. The taxonomy and origins of the cultivated
bananas. Journal Linnean Scociety London1955:55:302-312
Sastrosupadi A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian.
Kanisius. Yogyakarta
Saluhargo. Efek estrogenik ekstrak daun handeuleum (Graptophyllum pictum (L)
Griff) pada histologi uterus mencit betina ovariektomi. Berk. Penel.
Hayati. 2005:10:107–110.
Taiz L, Zeiger E. 1991. Plant Physiology. Tokyo. Benyamin/Cumming Publ Com.
Taylor L. 2000. Plant Based Drugs and Medicine. Raintree Nutrition Inc
Taylor L. 2004. The healing power of rainforest herb. http://www.rain-
tree.com/book2.html. [4 November 2008]
Tjitrosoepomo G. 1985. Morfologi Tumbuhan. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta. 268 p.
[USDA] United States Department of Agriculture. 2008. Classification for
Kingdom Plantae Down to Genus Graptophyllum Nees.
Ortiz RD, Vuylsteke, and Swennen. 1993. Phenotipic variation an grouping of
musa germplasm. Agronomi Abstracts. Am. Soc Agronomy, Madison: 92.
Wibowo H. 2000. Beberapa formulasi obat tradisional yang mengandung
komponen daun ungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) Warta Tumbuhan
Obat Indonesia 6(3) 9-12
Wijayakusuma HS, Dalimarta dan Wirian AS. 1992. Tanaman berkhasiat
Indonesia 4. Pustaka Kartini. 45-47
Willey, EO. 1981. Pylogenetic-The Theory and Practice of Phylogenetics
Systematics. New York. John Willey & son Interscience Publication.
P:318
Van Zandt PA, Agrawal AA. 2004. Specifity of induced plant responses to
specialist herbivores of the common milkweed Asclepias syriaca. Oikos
104:401-109
Vickery ML, Vickery B. 1981. Secondary Plant Metabolism. Hongkong: The
Macmillan Press.
Vilarino MP, Ravetta DA. 2007. Toleran to herbivory in lupin genotypes with
different alkaloid contration: interspesific differences between Lupinus
albus L and L. Angustifolus L. Env Ironmental and Exp Bot 63 (1): 130-
136.
Vuysteke D, Swennen R, Wilson GF, and De Lenghe E. 1988. Phenotypic
variation among in vitro propagated plantain. Scientia Horticulture
Lampiran 1. Data Klimatologi Wilayah Bogor
Elevasi : 190 (m dpl)
Lokasi : 06.5536 LS, 106.7498 BT
Waktu : Januari - Desember 2008
Bulan Temperatur (
oC) KA
(km/jam) Kelembaban
Nisbi (%)
Penyinaran Matahari Curah hujan (mm)
Rata-rata Maksimum Minimum lama intens HH RR
Januari 25.7 31.1 22.1 84 61 223 20 251
Februari 24.4 28.1 22.1 90 18 254 29 377
Maret 25.1 30.9 22 87 53 240 28 673
April 25.6 31.5 22.2 86 65 257 25 527
Mei 25.8 31.7 21.9 82 81 254 18 277
Juni 25.6 31.5 21.8 83 83 79 253 16 171,5
Juli 25.2 32.0 20.6 77 77 93 272 8 172,4
Agustus 25.6 31.7 21.8 81 81 72 317 15 162
Septermber 25.9 32.8 21.7 80 80 82 355 30 343,2
Oktober 25.8 32.2 22.0 84 84 70 356 25 311,3
November 25.8 31.3 22.5 86 86 57 315 21 509
Desember 25.5 30.5 22.4 87 87 44 201 30 254,7
Rata-rata 25,5 31,4 21,9 82,6 83,8 64,7 274,6 178,8 187,5
Lampiran 2. Sidik ragam tinggi tanaman handeleum
Parameter DB JK KT F Hit KK Pr>F
Tinggi bulan 1 31 3575,53 115,34 6,3 28.63 <0.0001
Tinggi bulan 2 31 5506,5 117,63 9,01 21.95 <0.0001
Tinggi bulan 3 31 14187.82 457.67 16,15 16.73 <0.0001
Tinggi bulan 4 31 36614.74 1181.12 15.81 16.76 <0.0001
No Lokasi asal Bulan ke
1 2 3 4
.. cm ...
1 Bogor Jawa Barat 21.96 ab 30.48 ab 45.58 a 68.9 a-c
2 Manoko Jawa Barat 18.18 a-c 24.60 b-f 39.8 a-d 62.9 a-e
3 Sukamenak Pengalengan Jawa Barat 15.04 c-e 20.32 e-k 32.08 e-g 57.3 c-f
4 Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat 15.82 b-d 20.70 e-j 32.08 e-g 58.7 c-f
5 Ciwidey Jawa Barat 24.24 a 28.60 a-c 41.38 a-c 63.4 a-e
6 Margamukti Pengalengan Jawa Barat 8.66 ef 16.18 h-m 32.32 ef 57.9 c-f
7 Jawa Timur 24.32 a 31.38 a 45.10 a 67.9 a-d
8 Kalimantan Tengah 18.78 a-c 26.6 a-e 44.23 a 74.3 a
9 Kalimantan Selatan 18.76 a-c 27.56 a-d 43.17 ab 73.2 ab
10 Soabali 1 Maluku 12.28 d-f 18.46 g-l 30.52 f-h 54.6 ef
11 Soabali 2 Maluku 13.00 c-f 21.12 d-j 34.47 c-f 59.3 c-f
12 Salahutu Maluku 12.08 d-f 17.00 h-l 31.73 e-g 56.6 d-f
13 Leihitu Maluku 13.72 c-f 17.66 h-l 33.92 d-f 57.5 c-f
14 BTN Maluku 16.02 b-d 21.94 d-i 34.07 d-f 53.7 ef
15 Urimesing Maluku 12.28 d-f 18.04 g-l 32.70 ef 55.2 ef
16 Waena Papua 24.02 a 29.84 ab 40.60 a-d 59.7 c-f
17 Angkasa Dok V Jayapura Papua 16.4 b-c 22.36 c-h 39.77 a-d 62.7 b-e
18 Pengunungan Cyclops Sentani Papua 13.52 c-f 21.96 d-i 41.15 a-c 63.8 a-e
19 Cigombong Papua 21.74 ab 25.72 a-f 36.35 b-f 58.3 c-f
20 Menteng Bogor 11.32 d-f 15.70 h-m 22.70 ij 40.4 gh
21 Cigombong Papua 10.92 d-f 13.70 k-m 15.80 k 23.9 j
22 Angkasa Dok V Jayapura Papua 8.26 f 12.74 m 17.52 jk 32.2 h-j
23 Bogor Jawa Barat 8.68 ef 12.52 lm 19.22 i-k 27.3 ij
24 Kalimantan Selatan 13.20 c-f 15.12 j-m 20.50 i-k 28.7 ij
25 Cigombong Papua 10.28 d-f 13.82 k-m 23.30 ij 34.5 h-j
26 Lusikaya Maluku 12.22 d-f 15.12 j-m 24.02 h-j 41.7 gh
27 Cigombong Papua 11.46 d-f 16.32 h-m 23.88 h-j 38.4 g-i
28 Angkasa Dok V Jayapura Papua 12.22 d-f 15.38 i-m 23.90 h-j 39.9 gh
29 Waena Papua 12.02 d-f 15.12 j-m 21.30 i-k 32.3 h-j
30 Abepura Pantai Papua 10.10 d-f 13.66 k-m 25.27 g-i 40.0 gh
31 Waena Papua 14.12 c-f 19.56 f-k 31.22 gf 47.9 fg
32 Malabar Pengalengan Jawa Barat 21.82 ab 30.16 ab 38.83 a-e 57.3 c-f
Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom
yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05
Lampiran 3. Sidik ragam panjang ruas batang handeleum
Parameter DB JK KT F Hit KK Pr>F
bulan 1 31 367.77 11.86 5.76 31.59 <0.0001
bulan 2 31 337.66 10.89 4.99 30.15 <0.0001
bulan 3 31 473.15 15.26 6.12 31.35 <0.0001
bulan 4 31 553.05 17.84 1.83 60.52 0.0085
No Lokasi asal Bulan ke
1 2 3 4
… cm ..
1 Bogor Jawa Barat 6.82 ab 6.88 a-c 7.17 a-c 7.3 a-c
2 Manoko Jawa Barat 6.60 a-c 6.66 a-d 7.00 a-d 6.7 a-d
3 Sukamenak Pengalengan Jawa Barat 4.38 d-f 4.50 d-g 4.60 e-g 4.82 e-h
4 Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat 4.76 b-f 5.56 b-f 5.35 c-g 6.6 a-e
5 Ciwidey Jawa Barat 4.52 c-f 4.34 e-g 3.85 gf 4.66 e-h
6 Margamukti Pengalengan Jawa Barat 3.98 e-g 4.24 e-g 4.42 e-g 4.27 f-h
7 Jawa Timur 7.82 a 8.14 a 8.03 ab 7.9 ab
8 Kalimantan Tengah 6.44 a-d 6.32 a-e 6.27 b-e 6.4 b-f
9 Kalimantan Selatan 7.38 a 8.18 a 8.56 a 8.5 a
10 Soabali 1 Maluku 3.54 e-g 4.68 c-g 4.43 e-g 4.3 f-h
11 Soabali 2 Maluku 4.24 e-g 4.14 e-g 4.45 e-g 4.35 f-h
12 Salahutu Maluku 4.40 d-f 4.26 e-g 4.57 e-g 4.5 f-h
13 Leihitu Maluku 3.94 e-g 4.74 c-g 5.48 c-g 4.93 d-h
14 BTN Maluku 5.22 b-e 5.08 c-g 5.58 c-f 5.6 c -g
15 Urimesing Maluku 3.32 e-g 3.90 fg 4.55 e-g 4.87 d-h
16 Waena Papua 7.50 a 7.64 ab 8.95 a 7.5 a-c
17 Angkasa Dok V Jayapura Papua 4.92 b-f 5.06 c-g 4.93 d-g 5,04 d-h
18 Pengunungan Cyclops Sentani Papua 4.26 e-g 4.38 e-g 4.38 e-g 4.72 e-h
19 Cigombong Papua 6.54 a-c 7.36 ab 7.68 ab 7.7 a-d
20 Menteng Bogor 4.64 c-f 4.94 c-g 5.22 c-g 5.0 d-h
21 Cigombong Papua 3.64 e-g 3.78 fg 3.53 gf 3.2 hi
22 Angkasa Dok V Jayapura Papua 2.08 g 2.80 g 3.50 gf 3,17 hi
23 Bogor Jawa Barat 2.8 fg 3.14 g 3.50 gf 3.4 hi
24 Kalimantan Selatan 4.50 c-f 4.80 c-g 4.78 e-g 4.67 e-h
25 Cigombong Papua 2.10 g 3.38 fg 3.90 gf 2.02 i
26 Lusikaya Maluku 3.98 e-g 4.50 d-g 4.73 e-g 4.7 e-h
27 Cigombong Papua 3.72 e-g 3.88 fg 3.60 gf 3.61 g-i
28 Angkasa Dok V Jayapura Papua 4.26 e-g 4.68 c-g 4.12 e-g 4.17 gh
29 Waena Papua 3.06 e-g 2.92 g 3.43 gf 3.5 g-i
30 Abepura Pantai Papua 2.94 fg 3.12 g 3.25 g 3.1 hi
31 Waena Papua 4.32 d-f 4.18 e-g 4.05 gf 4.05 g-i
32 Malabar Pengalengan Jawa Barat 2.76 fg 4.68 c-g 3.33 gf 3.45 hi
Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05
Lampiran 4. Sidik ragam diameter batang tanaman handeleum
Parameter DB JK KT F Hit KK Pr>F
bulan 1 31 61.82 1.99 4.01 17.42 <0.0001
bulan 2 31 45.74 1.47 3.12 15.12 <0.0001
bulan 3 31 86.24 2.78 3.06 16.86 <0.0001
bulan 4 31 193.57 6.24 2.88 21.06 <0.0001
No Asal lokasi Bulan ke
1 2 3 4
.. mm..
1 Bogor Jawa Barat 4.61 a-d 5.49 ab 7.03 a 8.75 a
2 Manoko Jawa Barat 4.87 a-c 5.03 a-f 5.82 a-h 6.81 a-i
3 Sukamenak Pengalengan Jawa Barat 3.34 g-i 4.07 f-h 5.75 a-h 6.69 a-i
4 Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat 3.74 c-i 4.21 e-h 5.79 a-h 7.87 a-f
5 Ciwidey Jawa Barat 3.02 i 3.39 h 5.79 a-h 6.96 a-i
6 Margamukti Pengalengan Jawa Barat 3.93 c-i 4.35 d-h 6.26 a-e 7.77 a-f
7 Jawa Timur 5.54 a 5.85 a 6.95 ab 8.45 a-c
8 Kalimantan Tengah 4.49 b-f 4.96 a-f 6.07 a-g 8.12 a-e
9 Kalimantan Selatan 4.99 a-c 5.26 a-e 6.57 a-d 8.40 a-d
10 Soabali 1 Maluku 3.62 e-i 4.21 e-h 4.81 f-i 7.28 a-g
11 Soabali 2 Maluku 4.13 c-g 4.59 c-h 6.17 a-f 6.88 a-i
12 Salahutu Maluku 4.22 b-g 4.38 c-h 5.78 a-h 6.42 c-i
13 Leihitu Maluku 4.77 a-d 5.39 a-d 6.82 a-c 8.45 a-c
14 BTN Maluku 4.57 a-e 4.61 b-f 5.67 b-h 6.89 a-i
15 Urimesing Maluku 3.47 f-i 4.03 f-h 5.45 d-i 6.76 a-i
16 Waena Papua 5.21 ab 5.42 a-c 6.17 a-f 7.46 a-g
17 Angkasa Dok V Jayapura Papua 4.56 a-e 4.74 b-f 6.06 a-g 7.52 a-f
18 Pengunungan Cyclops Sentani Papua 3.71 d-i 4.59 c-g 5.99 a-h 7.83 a-f
19 Cigombong Papua 4.56 a-e 4.77 b-f 5.15 e-i 6.31 d-i
20 Menteng Bogor 3.20 g-i 3.54 gh 4.75 g-i 5.79 f-i
21 Cigombong Papua 4.02 c-g 4.41 c-h 5.05 e-i 5.09 hi
22 Angkasa Dok V Jayapura Papua 3.33 g-i 4.38 c-h 4.67 hi 5.89 f-i
23 Bogor Jawa Barat 3.64 e-i 4.17 f-h 5.34 d-i 6.15 e-i
24 Kalimantan Selatan 4.00 c-h 4.14 f-h 4.37 i 4.89 i
25 Cigombong Papua 3.05 hi 4.42 c-h 4.94 e-i 5.39 g-i
26 Lusikaya Maluku 4.27 b-g 4.69 b-f 5.56 c-h 6.68 a-i
27 Cigombong Papua 3.68 e-i 4.50 c-g 5.66 c-i 7.04 a-h
28 Angkasa Dok V Jayapura Papua 4.04 c-h 4.31 e-h 5.54 c-i 6.61 b-i
29 Waena Papua 3.95 c-h 4.06 f-h 5.03 e-i 6.49 c-i
30 Abepura Pantai Papua 3.56 e-i 4.12 f-h 5.22 e-i 6.18 e-i
31 Waena Papua 3.91 c-i 4.73 b-f 5.98 a-h 7.25 a-g
32 Malabar Pengalengan Jawa Barat 3.58 e-i 4.73 b-f 6.0 a-h 8.66 ab
Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05
Lampiran 5. Sidik ragam jumlah cabang tanaman handeleum
Parameter DB JK KT F Hit KK Pr>F
bulan 1 31 27.34 0.88 2.00 174.11 <0.0001
bulan 2 31 1.95.89 6.32 2.65 44.87 <0.0001
bulan 3 31 302.81 9.77 2.58 36.69 <0.0001
bulan 4 31 454.41 14.66 3.38 32.39 <0.0001
Kode Asal lokasi Bulan ke
1 2 3 4
1 Bogor Jawa Barat 1 ab 4.4 b-d 5.2 b-i 7.5 a-h
2 Manoko Jawa Barat 0.4 ab 2.8 c-e 4.3 d-i 6.0 d-j
3 Sukamenak Pengalengan Jawa
Barat
0.4 ab 3.2 b-e 4.3 d-i 6.0 d-j
4 Rumah Itam Pengalengan Jawa
Barat
0 b 3.4 b-e 4.8 b-i 5.7 e-j
5 Ciwidey Jawa Barat 0 b 3.0 b-e 5.0 b-i 6.2 d-j
6 Margamukti Pengalengan Jawa
Barat
0 b 1.8 e 4.3 d-i 5.5 f-j
7 Jawa Timur 0.2 b 3.6 b-e 5.8 a-h 7.7 a-h
8 Kalimantan Tengah 0 b 2.6 c-e 4.0 e-i 6.7 a-j
9 Kalimantan Selatan 0.6 ab 3.4 b-e 4.2 e-i 6.3 c-j
10 Soabali 1 Maluku 0 b 1.8 e 3.3 g-i 4.3 ij
11 Soabali 2 Maluku 0.2 b 2.8 c-e 3.0 i 5.0 g-j
12 Salahutu Maluku 0 b 2.4 de 6.7 e-i 5.2 f-j
13 Leihitu Maluku 0.4 ab 4.0 b-e 5.3 a-i 7.0 a-i
14 BTN Maluku 0.2 b 4.0 b-e 7.3 ab 9.2 a-c
15 Urimesing Maluku 0 b 2.0 de 3.2 hi 3.8 j
16 Waena Papua 0.6 ab 4.0 b-e 5.3 a-i 6.5 b-j
17 Angkasa Dok V Jayapura Papua 0 b 4.2 b-e 5.7 a-i 6.2 d-j
18 Pengunungan Cyclops Sentani
Papua
0 b 3.2 b-e 6.3 a-f 7.3 a-h
19 Cigombong Papua 0.6 ab 3.0 b-e 5.3 a-h 5.5 f-j
20 Menteng Bogor 0 b 3.0 b-e 4.7 b-i 4.3 ij
21 Cigombong Papua 1.4 a 5.4 b 6.3 a-f 6.7 a-j
22 Angkasa Dok V Jayapura Papua 0 b 3.2 b-e 4.7 b-i 4.8 h-j
23 Bogor Jawa Barat 0.2 b 2.6 c-e 5.8 a-h 5.5 f-j
24 Kalimantan Selatan 1.0 ab 3.0 b-e 5.2 b-i 5.0 g-j
25 Cigombong Papua 1.4 a 3.6 b-e 6.0 a-g 4.8 h-j
26 Lusikaya Maluku 0.8 ab 3.4 b-e 7.0 a-d 9.5 a
27 Cigombong Papua 0.6 ab 4.2 b-e 6.5 a-e 8.8 a-d
28 Angkasa Dok V Jayapura Papua 0.8 ab 3.4 b-e 6.3 a-f 8.5 a-e
29 Waena Papua 0.8 ab 3.4 b-e 7.0 a-d 7.8 a-g
30 Abepura Pantai Papua 0 b 3.2 b-e 4.5 c-i 5.0 g-j
31 Waena Papua 0.4 ab 4.6 bc 7.2 a-c 8.0 a-f
32 Malabar Pengalengan Jawa
Barat
0.2 b 7.8 a 8.0 a 9.33ab
Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom
yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05
Lampiran 6. Sidik ragam jumlah ruas tanaman handeleum
Parameter DB JK KT F Hit KK Pr>F
bulan 2 31 115.20 3.72 3.19 17.69 <0.0001
bulan 3 31 141.03 4.55 2.41 16.79 <0.0001
bulan 4 31 222.52 7.17 1.94 16.99 <0.0001
No Lokasi asal Bulan ke
1 2 3 4
1 Bogor Jawa Barat 6.2 b-f 8.0 b-e 11.33 c-f 6.2 b-f
2 Manoko Jawa Barat 6.0 b-f 8.33 b-e 11.0 c-f 6.0 b-f
3 Sukamenak Pengalengan Jawa
Barat
6.2 b-f 7.67 b-e 11.0 c-f 6.2 b-f
4 Rumah Itam Pengalengan Jawa
Barat
6.0 b-f 7.0 c-e 11.0 c-f 6.0 b-f
5 Ciwidey Jawa Barat 7.6 ab 10.0 ab 12.83 a-
d
7.6 ab
6 Margamukti Pengalengan Jawa
Barat
4.8 f 7.33 c-e 10.00 ef 4.8 f
7 Jawa Timur 6.4 b-f 8.33 b-e 12.17 a-f 6.4 b-f
8 Kalimantan Tengah 5.4 ef 8.0 b-e 11.17 c-f 5.4 ef
9 Kalimantan Selatan 5.6 d-f 8.0 b-e 10.83 c-f 5.6 d-f
10 Soabali 1 Maluku 5.6 d-f 7.33 c-e 11.17 c-f 5.6 d-f
11 Soabali 2 Maluku 5.6 d-f 8.0 b-e 10.83 c-f 5.6 d-f
12 Salahutu Maluku 12.0 f 7.67 b-e 10.83 c-f 12.0 f
13 Leihitu Maluku 5.8 c-f 7.0 c-e 11.33 c-f 5.8 c-f
14 BTN Maluku 6.0 b-f 7.67 b-e 11.0 c-f 6.0 b-f
15 Urimesing Maluku 5.2 f 7.33 c-e 10.50 c-f 5.2 f
16 Waena Papua 6.2 b-f 8.67 a-e 11.33 c-f 6.2 b-f
17 Angkasa Dok V Jayapura Papua 5.8 c-f 7.0 c-e 11.17 c-f 5.8 c-f
18 Pengunungan Cyclops Sentani
Papua
6.0 b-f 9.0 a-c 11.83 b-f 6.0 b-f
19 Cigombong Papua 5.8 c-f 6.67 de 10.67 c-f 5.8 c-f
20 Menteng Bogor 4.8 f 7.0 c-e 9.50 f 4.8 f
21 Cigombong Papua 7.0 b-e 9.33 a-c 12.17 a-f 7.0 b-e
22 Angkasa Dok V Jayapura Papua 6.4 b-f 6.33 e 10.50 c-f 6.4 b-f
23 Bogor Jawa Barat 5.8 c-f 7.33 c-e 11.0 c-f 5.8 c-f
24 Kalimantan Selatan 6.0 b-f 7.67 b-e 10.50 c-f 6.0 b-f
25 Cigombong Papua 7.4 a-c 7.0 c-e 14.0 ab 7.4 a-c
26 Lusikaya Maluku 5.6 d-f 8.40 b-e 11.0 c-f 5.6 d-f
27 Cigombong Papua 6.4 b-f 8.80 a-d 14.67 a 6.4 b-f
28 Angkasa Dok V Jayapura Papua 6.0 b-f 10.2 ab 10.60 c-f 6.0 b-f
29 Waena Papua 7.2 a-d 8.20 b-e 11.17 c-f 7.2 a-d
30 Abepura Pantai Papua 5.4 ef 7.60 b-e 10.17 d-f 5.4 ef
31 Waena Papua 7.6 ab 9.60 a-c 12.33 a-e 7.6 ab
32 Malabar Pengalengan Jawa
Barat
8.6 a 11.0 a 13.0 a-c 8.6 a
Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang
sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05
Lampiran 7. Sidik ragam jumlah daun tanaman handeleum
Parameter DB JK KT F Hit KK Pr>F
bulan 1 31 596.7 19.25 3.16 35.37 <0.0001
bulan 2 31 3334.5 107.57 3.51 25.62 <0.0001
bulan 3 31 7992.87 257.8 2.26 23.84 0.0006
bulan 4 31 15296.12 493.42 2.26 22.55 0.0006
No Lokasi asal Bulan ke
1 2 3 4
1 Bogor Jawa Barat 8.40 b-e 25.6 b-e 50.67 a-c 70.83 a-e
2 Manoko Jawa Barat 6.00 c-f 17.8 e-h 41.83 b-f 58.33 b-f
3 Sukamenak Pengalengan Jawa
Barat
8.20 b-f 21.0 d-h 38.33 b-f 57.0 c-f
4 Rumah Itam Pengalengan Jawa
Barat
6.40 c-f 21.4 d-h 47.67 a-b 60.17 b-f
5 Ciwidey Jawa Barat 11.60 ab 23.2 c-g 43.50 b-f 58.50 b-f
6 Margamukti Pengalengan Jawa
Barat
4.40 f 15.8 gh 35.0 b-f 56.33 d-f
7 Jawa Timur 6.40 c-f 23.6 c-g 51.17 a-c 67.83 a-f
8 Kalimantan Tengah 6.0 c-f 18.4 e-h 41.0 b-f 61.33 b-f
9 Kalimantan Selatan 5.80 c-f 22.0 d-h 43.5 b-f 63.50 a-f
10 Soabali 1 Maluku 6.0 c-f 16.2 f-h 32.33 b-f 49.17 f
11 Soabali 2 Maluku 5.80 c-f 17.6 e-h 31.33 b-f 54.67 ef
12 Salahutu Maluku 6.0 c-f 17.2 e-h 40.17 b-f 58.17 b-f
13 Leihitu Maluku 6.40 c-f 22.4 d-h 47.17 b-f 67.83 a-f
14 BTN Maluku 6.60 c-f 19.6 d-h 51.17 a-c 74.83 a-e
15 Urimesing Maluku 4.60 ef 14.4 h 36.67 b-f 47.50 f
16 Waena Papua 8.60 b-d 22.6 d-h 51.33 a-c 62.33 a-f
17 Angkasa Dok V Jayapura Papua 6.20 c-f 22.8 d-h 45.67 b-f 62.17 a-f
18 Pengunungan Cyclops Sentani
Papua
5.60 d-f 17.6 e-h 39.67 b-f 67.50 a-f
19 Cigombong Papua 8.0 b-f 19.6 d-h 43.67 b-f 64.67 a-f
20 Menteng Bogor 4.40 f 17.4 e-h 38.67 b-f 63.00 a-f
21 Cigombong Papua 8.0 b-f 31.0 a-c 61.67 a-c 74.33 a-e
22 Angkasa Dok V Jayapura Papua 5.60 d-f 22.0 d-h 41.33 b-f 58.50 b-f
23 Bogor Jawa Barat 5.0 d-f 18.6 e-h 47.33 a-e 70.67 a-e
24 Kalimantan Selatan 8.8 b-d 21.4 d-h 48.67 a-b 72.83 a-e
25 Cigombong Papua 13.2 a 32.6 ab 53.33 ab 76.83 a-d
26 Lusikaya Maluku 6.60 c-f 20.8 d-h 48.67 a-b 82.83 a
27 Cigombong Papua 7.8 c-f 24.8 a-d 46.50 a-e 77.83 a-c
28 Angkasa Dok V Jayapura Papua 7.2 c-f 19.2 d-h 49.50 a-d 78.0 a-c
29 Waena Papua 8.0 b-f 21.0 d-h 48.67 a-b 67.50 a-f
30 Abepura Pantai Papua 5.0 d-f 22.8 d-h 39.17 b-f 56.0 d-f
31 Waena Papua 7.0 c-f 27.4 a-d 46.50 a-e 75.33 a-d
32 Malabar Pengalengan Jawa
Barat
9.6 bc 34.0 a 61.0 a 79.17 ab
Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang
sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05
Lampiran 8. Sidik ragam panjang daun
Parameter DB JK KT F Hit KK Pr>F
bulan 1 31 535.10 17.26 5.03 17.84 <0.0001
bulan 2 31 676.85 21.83 5.72 15.84 <0.0001
bulan 3 31 758.98 24.48 8.11 12.34 <0.0001
bulan 4 31 789.75 25.48 14.17 8.55 <0.0001
No Lokasi asal Bulan ke
1 2 3 4
… cm...
1 Bogor Jawa Barat 12.34 a-c 14.58 a-c 16.27 ab 17.58 b-d
2 Manoko Jawa Barat 10.70 c-f 13.38 b-f 14.50 b-f 16.43 b-i
3 Sukamenak Pengalengan Jawa
Barat
9.84 c-f 13.04 b-g 15.17 a-e 17.22 b-f
4 Rumah Itam Pengalengan Jawa
Barat
10.26 c-f 12.48 b-g 14.87 b-f 16.80 b-h
5 Ciwidey Jawa Barat 10.40 c-f 12.04 b-g 13.60 c-g 16.02 c-k
6 Margamukti Pengalengan Jawa
Barat
9.68 c-f 12.6 b-g 14.93 b-f 18.01 ab
7 Jawa Timur 11.28 b-d 13.54 b-f 15.08 a-f 17.40 b-e
8 Kalimantan Tengah 10.32 c-f 14.96 ab 16.53 ab 17.63 a-d
9 Kalimantan Selatan 9.12 d-g 13.80 b-d 15.77 a-c 17.73 a-c
10 Soabali 1 Maluku 11.14 cd 13.72 b-c 15.37 a-d 17.18 b-f
11 Soabali 2 Maluku 10.90 c-e 13.26 b-f 16.55 ab 16.85 b-h
12 Salahutu Maluku 10.88 c-e 13.12 b-f 15.30 a-d 16.63 b-i
13 Leihitu Maluku 11.44 b-d 12.70 b-g 15.82 a-c 16.08 c-k
14 BTN Maluku 11.54 a-d 11.96 b-g 14.27 b-f 15.03 i-m
15 Urimesing Maluku 10.42 c-f 12.26 b-g 14.47 b-f 14.92 i-m
16 Waena Papua 14.14 a 14.42 ab 16.10 ab 16.17 c-i
17 Angkasa Dok V Jayapura Papua 11.88 a-d 14.56 abc 14.25 b-f 15.70 e-k
18 Pengunungan Cyclops Sentani
Papua
11.32 b-d 14.84 ab 16.23 ab 16.47 b-i
19 Cigombong Papua 11.66 a-d 11.80 c-g 14.13 b-f 16.70 b-i
20 Menteng Bogor 13.96 ab 16.60 a 17.38 a 19.30 a
21 Cigombong Papua 9.50 c-g 10.52 f-h 11.32 g-j 15.60 e-k
22 Angkasa Dok V Jayapura Papua 10.96 c-e 10.94 d-h 12.85 e-i 17.05 b-g
23 Bogor Jawa Barat 7.02 gh 8.40 hi 9.57 j 10.57 n
24 Kalimantan Selatan 6.46 h 7.0 i 9.40 j 10.21 n
25 Cigombong Papua 5.70 h 7.38 i 10.80 ij 11.80 n
26 Lusikaya Maluku 9.54 c-g 11.78 c-g 13.25 d-h 14.27 lm
27 Cigombong Papua 10.10 c-f 12.08 b-g 13.07 d-h 13.80 lm
28 Angkasa Dok V Jayapura Papua 10.26 c-f 10.68 e-h 13.18 d-h 14.27 klm
29 Waena Papua 9.12 e-h 10.10 gh 11.05 h-j 13.83 m
30 Abepura Pantai Papua 8.00 f-h 11.50 d-h 12.72 f-i 14.70 k-m
31 Waena Papua 10.80 c-f 12.88 b-g 13.17 d-h 15.83 d-k
32 Malabar Pengalengan Jawa
Barat
12.28 a-c 12.92 b-g 13.6 b-g 15.27 g-l
Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang
sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05
Lampiran 9. Sidik ragam lebar daun tanaman handeleum
Parameter DB JK KT F Hit KK Pr>F
bulan 1 31 146.74 4.73 9.77 15.01 <0.0001
bulan 2 31 241.43 7.79 10.39 16.14 <0.0001
bulan 3 31 451.51 14.56 25.04 11.52 <0.0001
bulan 4 31 553.30 17.85 34.80 9.47 <0.0001
No Lokasi asal
Bulan ke
1 2 3 4
... cm ..
1 Bogor Jawa Barat 5.58 a-c 6.06 a-f 7.72 a-d 8.62 a-d
2 Manoko Jawa Barat 5.24 a-d 6.44 a-e 7.45 b-d 8.80 a-d
3 Sukamenak Pengalengan Jawa
Barat
4.28 d-f 6.18 a-f 7.60 a-d 9.03 a-c
4 Rumah Itam Pengalengan Jawa
Barat
4.60 c-f 6.00 a-f 7.40 b-d 8.45 b-e
5 Ciwidey Jawa Barat 4.06 e-g 5.30 d-h 7.02 dc 8.83 a-d
6 Margamukti Pengalengan Jawa
Barat
4.60 c-f 6.72 a-c 7.87 a-d 9.08 a-c
7 Jawa Timur 5.28 a-d 6.34 a-f 7.43 b-d 9.13 ab
8 Kalimantan Tengah 5.16 a-d 7.26 a 8.62 a 9.50 a
9 Kalimantan Selatan 4.68 c-f 6.42 a-e 7.97 a-c 9.52 a
10 Soabali 1 Maluku 4.82 b-e 5.96 b-h 7.62 a-d 8.65 a-d
11 Soabali 2 Maluku 5.12 a-d 5.90 b-h 8.31 ab 9.15 ab
12 Salahutu Maluku 5.38 a-c 5.70 c-h 7.73 a-d 8.98 a-c
13 Leihitu Maluku 5.50 a-c 6.20 a-f 7.72 a-d 8.58 a-e
14 BTN Maluku 5.40 a-c 5.02 f-h 7.07 cd 7.43 fg
15 Urimesing Maluku 4.82 b-e 5.82 b-h 7.83 a-d 8.63 a-d
16 Waena Papua 6.26 a 5.4 c-h 7.53 b-d 8.25 b-f
17 Angkasa Dok V Jayapura Papua 5.78 ab 7.12 ab 7.30 b-d 8.22 b-f
18 Pengunungan Cyclops Sentani
Papua
5.56 a-c 6.56 a-d 8.22 ab 8.00 d-f
19 Cigombong Papua 5.60 a-c 5.08 e-h 6.87 de 8.10 c-f
20 Menteng Bogor 4.30 d-f 5.14 e-h 5.1 f-h 5.92 i
21 Cigombong Papua 2.40 i 2.26 l 2.68 j 3.05 l
22 Angkasa Dok V Jayapura Papua 3.0 hi 2.34 l 2.85 j 3.43 l
23 Bogor Jawa Barat 2.92 hi 3.74 i-k 3.88 i 4.48 k
24 Kalimantan Selatan 3.18 g-i 3.54 jk 4.40 hi 5.02 jk
25 Cigombong Papua 2.42 i 3.12 kl 4.71 g-i 5.60 ij
26 Lusikaya Maluku 4.52 c-f 5.02 f-h 5.75 f 6.92 gh
27 Cigombong Papua 4.80 b-e 4.78 f-h 6.03 ef 6.87 gh
28 Angkasa Dok V Jayapura Papua 4.72 b-f 4.64 h-j 5.85 f 6.82 gh
29 Waena Papua 4.56 c-f 4.78 f-h 5.5 g 6.33 hi
30 Abepura Pantai Papua 3.76 fg 5.14 e-h 5.93 f 7.02 gh
31 Waena Papua 4.86 b-e 5.80 c-h 6.91 c-e 7.93 d-f
32 Malabar Pengalengan Jawa
Barat
5.26 a-d 5.92 b-h 7.02 cd 7.65 efg
Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom
yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05
Lampiran 10. Sidik ragam panjang tangkai daun tanaman handeleum
Parameter DB JK KT F Hit KK Pr>F
bulan 1 31 2.676 0.086 7.14 25.5 <0.0001
bulan 2 31 0.894 0.0288 0.029 23.62 <0.0001
bulan 3 31 1.156 0.0469 4.87 17.73 <0.0001
bulan 4 31 1.469 0.0474 6.31 13.47 <0.0001
No
Lokasi asal Bulan ke
1 2 3 4
… cm..
1 Bogor Jawa Barat 0.46 c-f 0.50 a-e 0.60 a-d 0.70 b-e
2 Manoko Jawa Barat 0.42 c-g 0.50 a-e 0.62 a-d 0.75 bc
3 Sukamenak Pengalengan Jawa Barat 0.42 c-g 0.52 a-d 0.67 ab 0.75 bc
4 Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat 0.48 c-e 0.56 a-c 0.57 a-f 0.63 c-g
5 Ciwidey Jawa Barat 0.42 c-g 0.50 a-e 0.55 b-g 0.68 b-f
6 Margamukti Pengalengan Jawa Barat 0.42 c-g 0.56 a-c 0.58 a-e 0.63 c-g
7 Jawa Timur 0.44 c-g 0.50 a-e 0.53 b-g 0.68 b-f
8 Kalimantan Tengah 0.38 d-h 0.44 b-g 0.67 ab 0.68 b-f
9 Kalimantan Selatan 0.36 d-h 0.50 a-e 0.57 a-f 0.67 b-f
10 Soabali 1 Maluku 0.44 c-g 0.42 b-g 0.55 b-g 0.72 b-d
11 Soabali 2 Maluku 0.44 c-g 0.52 a-d 0.62 a-d 0.77 b
12 Salahutu Maluku 0.46 c-f 0.44 b-g 0.67 ab 0.72 b-d
13 Leihitu Maluku 0.40 c-h 0.44 b-g 0.62 a-d 0.72 bc
14 BTN Maluku 0.38 d-h 0.46 a-f 0.65 a-c 0.63 c-g
15 Urimesing Maluku 0.40 c-h 0.44 b-g 0.58 a-e 0.65 b-f
16 Waena Papua 0.50 c 0.46 a-f 0.58 a-e 0.60 d-h
17 Angkasa Dok V Jayapura Papua 0.42 c-g 0.56 ab 0.58 a-e 0.60 d-h
18 Pengunungan Cyclops Sentani Papua 0.38 d-h 0.54 a-c 0.63 a-d 0.62 d-h
19 Cigombong Papua 0.44 c-g 0.42 b-g 0.63 a-d 0.67 b-f
20 Menteng Bogor 0.98 a 0.58 a-c 0.70 a 0.88 a
21 Cigombong Papua 0.30 f-h 0.40 c-g 0.53 b-g 0.68 b-f
22 Angkasa Dok V Jayapura Papua 0.36 d-h 0.44 b-g 0.50 d-g 0.57 f-h
23 Bogor Jawa Barat 0.32 d-h 0.46 a-f 0.43 f-i 0.50 hi
24 Kalimantan Selatan 0.28 gh 0.28 g 0.38 hi 0.43 i
25 Cigombong Papua 0.24 h 0.32 fg 0.37 i 0.50 hi
26 Lusikaya Maluku 0.44 c-g 0.36 d-g 0.42 g-i 0.60 d-h
27 Cigombong Papua 0.42 c-g 0.44 b-g 0.45 e-i 0.58 e-h
28 Angkasa Dok V Jayapura Papua 0.38 d-h 0.42 b-g 0.45 e-i 0.58 e-h
29 Waena Papua 0.32 d-h 0.32 e-g 0.42 g-i 0.52 f-i
30 Abepura Pantai Papua 0.42 c-g 0.44 b-g 0.53 b-g 0.62 d-h
31 Waena Papua 0.56 c 0.46 a-f 0.55 b-g 0.63 c-g
32 Malabar Pengalengan Jawa Barat 0.72 b 0.62 a 0.52 c-g 0.62 d-h
Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05
Lampiran 11. Sidik ragam tebal daun tanaman handeuleum
Parameter DB JK KT F Hit KK Pr>F
bulan 2 31 0.042 0.0013 1.27 13.86 <0.0001
bulan 3 31 0.094 0.0030 4.42 12.85 <0.0001
bulan 4 31 0.086 0.0028 0.88 10.08 <0.0001
No Lokasi asal Bulan ke
1 2 3
.. µm ..
1 Bogor Jawa Barat 6.2 b-f 8.0 b-e 6.2 b-f
2 Manoko Jawa Barat 6.0 b-f 8.33 b-e 6.0 b-f
3 Sukamenak Pengalengan Jawa
Barat
6.2 b-f 7.67 b-e 6.2 b-f
4 Rumah Itam Pengalengan Jawa
Barat
6.0 b-f 7.0 c-e 6.0 b-f
5 Ciwidey Jawa Barat 7.6 ab 10.0 ab 7.6 ab
6 Margamukti Pengalengan Jawa
Barat
4.8 f 7.33 c-e 4.8 f
7 Jawa Timur 6.4 b-f 8.33 b-e 6.4 b-f
8 Kalimantan Tengah 5.4 ef 8.0 b-e 5.4 ef
9 Kalimantan Selatan 5.6 d-f 8.0 b-e 5.6 d-f
10 Soabali 1 Maluku 5.6 d-f 7.33 c-e 5.6 d-f
11 Soabali 2 Maluku 5.6 d-f 8.0 b-e 5.6 d-f
12 Salahutu Maluku 12.0 f 7.67 b-e 12.0 f
13 Leihitu Maluku 5.8 c-f 7.0 c-e 5.8 c-f
14 BTN Maluku 6.0 b-f 7.67 b-e 6.0 b-f
15 Urimesing Maluku 5.2 f 7.33 c-e 5.2 f
16 Waena Papua 6.2 b-f 8.67 a-e 6.2 b-f
17 Angkasa Dok V Jayapura Papua 5.8 c-f 7.0 c-e 5.8 c-f
18 Pengunungan Cyclops Sentani
Papua
6.0 b-f 9.0 a-c 6.0 b-f
19 Cigombong Papua 5.8 c-f 6.67 de 5.8 c-f
20 Menteng Bogor 4.8 f 7.0 c-e 4.8 f
21 Cigombong Papua 7.0 b-e 9.33 a-c 7.0 b-e
22 Angkasa Dok V Jayapura Papua 6.4 b-f 6.33 e 6.4 b-f
23 Bogor Jawa Barat 5.8 c-f 7.33 c-e 5.8 c-f
24 Kalimantan Selatan 6.0 b-f 7.67 b-e 6.0 b-f
25 Cigombong Papua 7.4 a-c 7.0 c-e 7.4 a-c
26 Lusikaya Maluku 5.6 d-f 8.40 b-e 5.6 d-f
27 Cigombong Papua 6.4 b-f 8.80 a-d 6.4 b-f
28 Angkasa Dok V Jayapura Papua 6.0 b-f 10.2 ab 6.0 b-f
29 Waena Papua 7.2 a-d 8.20 b-e 7.2 a-d
30 Abepura Pantai Papua 5.4 ef 7.60 b-e 5.4 ef
31 Waena Papua 7.6 ab 9.60 a-c 7.6 ab
32 Malabar Pengalengan Jawa Barat 8.6 a 11.0 a 8.6 a
Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom
yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05
Lampiran 12. Sidik ragam jumlah stomata
DB JK KT F Hit KK Pr>F
31 34957.47 1127.66 2.62 27.76 <0.0003
No Lokasi asal Jumlah Stomata
1 Bogor Jawa Barat 53.75 fgh
2 Manoko Jawa Barat 90.67 abcdef
3 Sukamenak Pengalengan Jawa Barat 57.25 efgh
4 Rumah Itam Pengalengan Jawa
Barat
74.67 bcdefgh
5 Ciwidey Jawa Barat 77.75 bcdefgh
6 Margamukti Pengalengan Jawa
Barat
76.75 bcdefgh
7 Jawa Timur 71.50 bcdefgh
8 Kalimantan Tengah 86.0 abcdefgh
9 Kalimantan Selatan 76.50 bcdefgh
10 Soabali 1 Maluku 70.00 bcdefgh
11 Soabali 2 Maluku 64.75 cdefgh
12 Salahutu Maluku 81.0 abcdefgh
13 Leihitu Maluku 60.50 cdefgh
14 BTN Maluku 51.0 gh
15 Urimesing Maluku 57.67 defgh
16 Waena Papua 58.00 defgh
17 Angkasa Dok V Jayapura Papua 61.67 cdefgh
18 Pengunungan Cyclops Sentani
Papua
50.33 h
19 Cigombong Papua 69.33 bcdefgh
20 Menteng Bogor 50.00 h
21 Cigombong Papua 105.67 ab
22 Angkasa Dok V Jayapura Papua 117.25 a
23 Bogor Jawa Barat 93.5 abcde
24 Kalimantan Selatan 99.50 abc
25 Cigombong Papua 105.50 ab
26 Lusikaya Maluku 60.25 defgh
27 Cigombong Papua 77.50 bcdefgh
28 Angkasa Dok V Jayapura Papua 88.75 abcdefg
29 Waena Papua 88.25 abcdefgh
30 Abepura Pantai Papua 95.75 abcd
31 Waena Papua 77.0 bcdefgh
32 Malabar Pengalengan Jawa Barat 74.0 bcdefgh
Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom
yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05
Lampiran 13. Tahapan penanaman tanaman handeleum
Tanaman Induk Persiapan penyemaian Setek batang
Penyemaian Di polybag kecil Media tanam
Pendewasaan Panen produksi Bagian yang dipanen
Penimbangan Perajangan tanaman Penjemuran
Lampiran 14. Denah lokasi penelitian
18 17 34 01
19 16 33 02
20 15 32 03
21 14 31 04
22 13 30 05
23 12 29 06
24 11 28 07
25 10 27 08
26 09 26 09
27 08 25 10
28 07 24 11
29 06 23 12
30 05 22 13
31 04 21 14
32 03 20 15
33 02 19 16
34 01 18 17