bab 2 - tinjauan pustaka

26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Aspal Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan. Aspal terbuat dari minyak mentah, melalui proses penyulingan atau dapat ditemukan dalam kandungan alam sebagai bagian dari komponen alam yang ditemukan bersama sama material lain. Aspal dapat pula diartikan sebagai bahan pengikat pada campuran beraspal yang terbentuk dari senyawa- senyawa komplek seperti Asphaltenese, Resins dan Oils. Aspal mempunyai sifat visco-elastis dan 6

Upload: hebron-kala-tasik

Post on 27-Dec-2015

42 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

c c

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspal

Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat

sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika

dipanaskan sampai temperatur tertentu, dan kembali membeku jika

temperatur turun. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material

pembentuk campuran perkerasan jalan.

Aspal terbuat dari minyak mentah, melalui proses penyulingan atau

dapat ditemukan dalam kandungan alam sebagai bagian dari komponen alam

yang ditemukan bersama sama material lain. Aspal dapat pula diartikan

sebagai bahan pengikat pada campuran beraspal yang terbentuk dari

senyawa-senyawa komplek seperti Asphaltenese, Resins dan Oils. Aspal

mempunyai sifat visco-elastis dan tergantung dari waktu pembebanan. ( The

Blue Book–Building & Construction, 2009)

Jenis – jenis aspal beton yang ada di Indonesia saat ini secara umum

adalah :

1. Laston (lapisan aspal beton), aspal beton yang menggunakan agregat

bergradasi menerus. Karakteristik terpenting dari laston adalah stabilitas.

Laston biasa disebut pula Asphalt Concrete (AC). Laston dibagi

berdasarkan Fungsinya yaitu:

6

Page 2: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

a. Laston sebagai lapisan aus atau asphalt concrete wearing course

(AC-WC). Tebal minimum 4 cm.

b. Laston sebagai lapis pengikat atau asphalt concrete binder course

(AC-BC). Tebal minimum 6 cm.

c. Laston sebagai lapis pondasi atau asphalt concrete base (AC-

Base). Tebal minimum 7.5 cm.

2. Lataston (lapis tipis aspal beton), aspal beton yang menggunakan agregat

bergradasi senjang. Lataston disebut juga HRS (Hot Rolled Sheet).

Karakteristik terpenting dari HRS adalah durabilitas dan fleksibilitas.

Sesuai dengan fungsi nya lataston mempunyai 2 macm campuran yaitu :

a. Lataston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama HRS-WC (Hot

Rolled Sheet-Wearing Course). Tebal nominal minimum HRS

adalah 3 cm.

b. Lataston sebagai pondasi, di kenal dengan nama HRS-Base (Hot

Rolled Sheet-Base). Tebal minimum HRS-base adalah 3.5 cm

3. Latasir ( lapisan tipis aspal pasir ) adalah beton aspal untuk jalan dengan

lalu lintas ringan, khususnya dimana agregat kasar sulit di peroleh.

Latasir biasa pula di sebut dengan SS (Sand Sheet) atau HRSS (Hot

Rolled Sand Sheet), semua gradasi agregatnya, campurannya latasir dapat

di bedakan atas :

a. Latasir Kelas A, Dikenal dengan nama HRSS-A atau SS-A, Tebal

nominal minimum HRSS-A adalah 1.5 cm

7

Page 3: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

b. Latasir kelas B , dikenal dengan nama HRSS-B atau SS-B, tebal

nominal minimum HRSS-B adalah 2 cm. Gradasi agregat HRSS-B

lebih kasar dari HRSS-A (Sukirman,S., 2003)

Tabel 2.1 Nominal Minimum Campuran beraspal

Jenis Campuran SimbolTebal Nominal

Minimum (cm)

Latasir Kelas A SS-A 1,5

Latasir Kelas B SS-B 2,0

LatastonLapis Aus HRS-WC 3,0

Lapis Pondasi HRS-Base 3,5

Laston

Lapis Aus AC-WC 4,0

Lapis Antara AC-BC 6,0

Lapis Pondasi AC-Base 7,5

Sumber : Spesifikasi Umum Divisi Aspal 2010

2.2 Agregat

Agregat adalah suatu bahan yang terdiri dari mineral padat , berupa

masa berukur ataupun berupa fragmen – fragmen. Agregat mempunyai

peranan yang sangat penting dalam perkerasan jalan, dimana agregat

menempati proporsi terbesar dalam campuran, umumnya berkisar antara 90%

- 95% dari berat total campuran.

8

Page 4: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

1. Agregat Kasar

a. Fraksi agregat kasar harus dari batu pecah mesin dan disiapkan

dalam ukuran nominal sesuai dengan jenis campuran yang

direncanakan seperti ditunjukan.

b. Fraksi agregat kasar untuk rancangan campuran adalah yang

tertahan ayakan No.8 (2,36 mm) yang dilakukan secara basah dan

harus bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan yang

tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan yang diberikan

dalam

c. Agregat kasar yang digunakan, dalam hal apapun tidak boleh

menggunakan agregat kasar kotor dan berdebu serta jumlah bahan

lolos ukuran 0,075 mm tidak boleh lebih besar dari 1%.

Agregat kasar pada campuran beraspal berfungsi memberikan kekuatan

yang pada akhirnya mempengaruhi stabilitas dalam campuran, dengan

kondisi saling mengunci (interlocking) dari masing-masing partikel

agregat.

9

Page 5: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

Tabel 2.2 Nominal Minimum Campuran beraspal

Pengujian Standar Nilai

Kekekalan bentuk agregat terhadap

larutan natrium dan magnesium sulfatSNI 3407:2008 Maks.12 %

Abrasi dengan

mesin Los Angeles

Campuran AC

bergradasi kasar

SNI 2417:2008

Maks. 30%

Semua jenis

campuran aspal

bergradasi lainnya

Maks. 40%

Kelekatan agregat terhadap aspalSNI 03-2439-

1991Min. 95 %

Angularitas (kedalaman dari permukaan

<10 cm)

DoT‟s

Pennsylvania

Test Method,

PTM No.621

95/90 1

Angularitas (kedalaman dari permukaan

≥ 10 cm)80/75 1

Partikel Pipih dan Lonjong

ASTM D4791

Perbandingan

1 :5

Maks. 10

%

Material lolos Ayakan No.200SNI 03-4142-

1996Maks. 1 %

Sumber : Spesifikasi Umum Divisi Aspal 2010

2. Agregat Halus

10

Page 6: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

a. Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir

atau hasil pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos

ayakan No.8.

b. Fraksi agregat halus pecah mesin dan pasir harus ditempatkan

terpisah dari agregat kasar.

c. Pasir alam dapat digunakan dalam campuran AC sampai suatu

batas yang tidak melampaui 15% terhadap berat total campuran

Tabel 2.2 Nominal Minimum Campuran beraspal

Pengujian Standar Nilai

Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997

Min 50% untuk SS,

HRS dan AC

bergradasi Halus Min

70% untuk AC

bergradasi kasar

Material Lolos Ayakan No.

200SNI 03-4428-1997 Maks. 8%

Kadar Lempung SNI 3423 : 2008 Maks 1%

Angularitas (kedalaman dari

permukaan < 10 cm)AASHTO TP-33

atau

ASTM C1252-93

Min. 45

Angularitas (kedalaman dari

permukaan < 10 cm)Min. 40

Sumber : Spesifikasi Umum Divisi Aspal 2010

2.3 Filler

11

Page 7: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

Filler adalah bahan penggisi rongga dalam campuran (void in mix) yang

berbutir halus yang lolos saringan no.30 dan dimana persentase berat yang

lolos saringan no.200 minimum 75%. Adapun fungsi filler adalah:

a. Untuk memodifikasi gradasi agregat halus, sehingga berat jenis

agregat meningkat dan jumlah aspal yang diperlukan untuk

mengisi rongga akan berkurang.

b. Mengisi ruang antar agregat halus dan kasar serta meningkatkan

kepadatan dan stabilitas.

c. Mengisi rongga dan menambah bidang kontak antar butir agregat

sehigga akan meningkatkan kekuatan campuran.

d. Bila dicampur dengan aspal, filler akan membentuk bahan pengikat

yang berkonsistensi tinggi sehingga mengikat butiran agregat secara

bersama- sama

e. Menguranggi rongga udara (air void).

Filler juga berpengaruh terhadap kadar aspal optimum melalui luas

permukaan dari partikel mineralnya. Penggunaan filler yang terlalu banyak

cenderung menghasilkan campuran yang mudah retak, sedangkan kandungan

filler yang rendah juga akan menjadikan campuran yang lebih peka terhadap

temperatur dimana campuran akan selalu lunak pada cuaca panas. Bahan

pengisi yang ditambahkan harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan

dan bila diuji dengan pengayakan sesuai SNI 03-1968-1990 harus

mengandung bahan yang lolos ayakan no. 200 tidak kurang dari 75 % dari

beratnya. Semua campuran beraspal mengandung bahan pengisi tidak kurang

dari 1 % dari berat total agregat.

12

Page 8: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

Filler atau bahan pengisi yang digunakan adalah semen. Semen

merupakan salah satu bahan perekat yang jika dicampur dengan air mampu

mengikat bahan-bahan padat seperti pasir dan batu menjadi suatu kesatuan

kompak. ( Edwin simajuntak, 2013 )

2.4 Ijuk

Serat Ijuk diperoleh dari pohon aren (arenga pinnatamerr), yang

secara tradisional sering di gunakan sebagai bahan pembungkus pangkal-

pangkal kayu yang ditanam dalam tanah untuk mencegah serangan rayap.

Kegunaan tersebut didukung oleh sifat ijuk yang elestis, keras, tahan air, dan

sulit dicerna oleh organisme perusak.

Adapun yang menjadi pertimbangan lain dari pemeriksaan ijuk adalah

sebagai berikut:

1. Pohon Aren merupakan pohon yang tumbuh meyebar jumlah disejumlah

wilayah Indonesia.

2. Serat ijuk mempunyai sifat yang lentur.

3. Serat ijuk tidak mudah rusak dan tahan terhadap perubahan cuaca.

4. Serat ijuk yangdi cerna oleh organisme perusak

5. Harga serat ijuk yang jauh lebih murah dibandingkan dari serat lain.

2.5 Pengujian yang pernah dilakukan

JF. Soandrijanie Linggo dan P. Eliza Purnamasari, 2007 meneliti

tentang pengaruh serat serabut kelapa sebagai bahan tambah dengan filler

serbuk bentonit pada HRS-Base dan HRS-WC. Penelitian ini dilakukan

dengan benda uji menggunakan perbandingan berat 3% additive serat serabut

13

Page 9: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

kelapa dan variasi filler serbuk bentonit dengan abu batu 4:0, 3:1, 2:2, 1:3,

dan 0:4. Kadar aspal untuk masing-masing variasi 5%, 6%, 7%, 8%, 9%, dan

10%. Selain itu juga sebagai pembanding dibuat HRS-Base dan HRS-WC

tanpa menggunakan additive dan filler serbuk bentonit. Masing-masing

variasi dibuat duplo, sehingga jumlah seluruh benda uji 144 buah. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa penggunaan serat serabut kelapa sebagai

bahan tambah dan filler serbuk bentonit pada HRS-Base dan HRS-WC hanya

memenuhi syarat pada variasi 1 (bentonit : abu batu = 4 : 0) dan variasi 4

(1:3) dengan kadar aspal 9%, serta variasi 3 dengan kadar aspal 9% dan 10%.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Nur Ali, 2013 meneliti tentang

studi penggunaan serat ijuk sebagai bahan tambah pada aspal porous liquid

asbuton. Bahan pengikat yang digunakan penelitian ini adalah 100% liquid

Asbuton sebagai substitusi aspal minyak dengan kadar 8.5% dari berat total

campuran dan menggunakan standar gradasi Australia (kadar optimum)

dengan 6 variasi penambahan kadar ijuk dari 0% sampai 5% dimana interval

penambahannya 1% terhadap berat aspal. Aspal porous dengan bahan tambah

serat ijuk dibuat dalam bentuk briket benda uji, dimana jumlah briket/benda

uji yang direncanakan menggunakan pendekatan bahwa setiap parameter

aspal porous yang diuji dibuat 3 buah sampel. Hal ini dilakukan pada setiap

variasi penambahan kadar ijuk untuk bahan pengikat aspal liquid asbuton

100% dengan menggunakan hanya satu variasi kadar aspal yaitu 8.5%

sehingga ada 6 kadar ijuk yang dicoba dan memerlukan jumlah briket

keseluruhan sebanyak 3x6x4 = 72 buah briket. Untuk bahan tambah yang

digunakan yaitu serat ijuk yang telah dibersihkan dan dipotong-potong 0.5

cm. Pengujian sifat bahan penyusun campuran aspal porous berupa agregat

14

Page 10: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

kasar dan agregat halus serta aspal liquid Asbuton dilakukan sesuai jenis dan

metode pengujian yang berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Komposisi campuran aspal porous dengan penambahan serat ijuk pada

penelitian ini bervariasi dari 0% sampai 5% dengan interval penambahan 1%

terhadap berat aspal.

Dari hasil penelitian ini di dapatkan kesimpulan:

1. Persentase serat ijuk ideal yang diperoleh dari hasil analisis grafik

hubungan yang memenuhi spesifikasi parameter karakteristik aspal

porous dan karakteristik Marshall didapatkan nilai kadar ijuk optimum

sebesar 1%.

2. Penggunaan serat ijuk sebagai bahan tambah (additive) dalam campuran

aspal porous memberikan pengaruh terhadap karakteristik campuran pada

kadar optimum sebesar 1 % yang ditinjau dari segi kekuatan atau

karakteristik Marshall yaitu ;

a. Nilai cantabro loss menurun menunjukkan interlocking antar agregat

yang semakin baik sehingga bahaya disentegrasi pada aspal porous

dapat diminimalisir.

b. Meningkatkan stabilitas campuran yaitu meningkatkan kemampuan

campuran aspal porous untuk memikul beban lalu lintas / lebih tahan

terhadap deformasi, membuktikan bahwa ijuk dapat memberikan

penguncian antar partikel lebih baik sehingga dapat menahan

struktur agregat kokoh pada posisinya.

c. Nilai binder drain down menurun menunjukkan bahwa adanya

penambahan ijuk ke dalam campuran dapat mengurangi kepekaan

aspal terhadap suhu.

15

Page 11: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

3. Penggunaan serat ijuk sebagai bahan tambah (additive) dalam campuran

aspal porous memberikan pengaruh terhadap karakteristik campuran pada

kadar optimum sebesar 1 % yang ditinjau dari karakteristik fungsi aspal

porous dimana nilai porositas dan permeabilitasnya menunjukkan adanya

penurunan, tetapi penurunan tersebut tidak terlalu besar dan masih

menghasilkan parameter kinerja yang nilainya tetap berada dalam batas

toleransi kriteria standar yang sekaligus masih memenuhi syarat

karakteristik fungsi aspal porous sebagai drainase.

2.6 Pengujian Agregat

2.6.1 Pengujian Keausan Agregat (Abrasi)

Untuk mengetahui ketahanan agregat terhadap beban maka dilakukan

pemeriksaan keausan tersebut dengan mesin Los Angeles. Keausan

dinyatakan sebagai perbandingan antara berat bahan aus yang lolos

saringan No. 12 terhadap berat semula.

2.6.2 Pengujian Analisa Saringan Agregat Halus dan Agregat Kasar

Rumus analisa saringan ialah :

Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui pembagian butir

(gradasi) agregat kasar dan agregat halus dengan menggunakan saringan

dan hasilnya dinyatakan dalam persen (%) lolos dari masing-masing

saringan.

16

Page 12: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

2.6.3 Pengujian Berat Jenis dan penyerapan agregat kasar dan halus

a. berat jenis curah ialah perbandingan antara berat agregat kering dan

berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan

jenuh pada suhu 25°C.

b. berat jenis kering permukaan jenuh yaitu perbandingan antara berat

agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya

sama dengan isi agregat dalam keadan jenuh pada suhu 25°C.

c. berat jenis semu ialah perbandingan antara berat agregat kering dan

berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan

kering pada suhu 25°C.

d. penyerapan ialah perbandingan berat air yang dapat diserap quarry

terhadap berat agregat kering, dinyatakan dalam persen.

2.7 Pengujian fisik aspal

Pengujian sifat fisik aspal dilakukan untuk menentukan sifat fisik dan

kimiawi aspal. Sebelum melakukan seluruh pengujian secara lengkap,

diperlukan persiapan serta penyediaan alat dan bahan.

2.7.1. Pengujian Berat Jenis Aspal

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan berat jenis aspal dengan

menggunakan pikometer. Berat jenis aspal adalah perbandingan antara

berat aspal dengan berat air suling pada suhu tertentu

2.7.2. Pengujian Penetrasi

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui ukuran tingkat – tingkat

kekerasan bahan aspal

17

Page 13: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

2.7.3. Pengujian Titik Lembek

Tujuan dari pengujian ini adalah menentukan angka titik lembek aspal

yang berkisar antara 30-200°C dengan cara ring and ball yang di

tandai dengan jatuh nya bola baja ke plat dasar

2.7.4. Pengujian Daktilitas

Tujuan Pengujian ini adalah untuk mengetahui pertambahan panjang

maksimum bitumen sebelum putus yang tidak di tarik antar dua

cetakan dengan kecepatan tarik dan suhu tertentu ( SNI 06-2432-1991)

2.8 Pemeriksaan Filler

2.8.1 Pengujian Berat Jenis Filler

Pengujian ini bertujuan mengetahui berapa berat jenis filler dengan

mengunakan alat picnometer. Berat jenis ini mengunakan minyak

tanah untuk perbandingan dalam keadaan kosong dan dalam keadaan

terisi filler.

2.8.2 Pengujian Analisa saringan

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui berapa presentase lolos

saringan No. 200 dan tertahan No. 200 dalam ketentuan persyaratan

filler.

2.9 Pengujian Serat Ijuk

2.9.1 Pengujian Berat Jenis

Pengujian ini dimaksud untuk mengetahui berat jenis pada serat ijuk.

Pengujian ini mengunakan alkohol 70% untuk perendaman dan

piknometer untuk melakukan perbandingan.

2.10 Perencanaan Campuran Beraspal Panas

18

Page 14: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

Perencanaan campuran mencakup kegiatan pemilihan dan penentuan

proporsi material untuk mencapai sifat-sifat akhir dari campuran aspal yang

diinginkan. Tujuan dari perencanaan campuran aspal adalah untuk

mendapatkan campuran efektif dari gradasi agregat dan aspal yang akan

menghasilkan campuran aspal yang memiliki sifat-sifat campuran sebagai

berikut :

a. Stabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan deformasi

permanen yang disebabkan oleh lalu lintas, baik beban yang bersifat statis

maupun dinamis sehingga campuran akan tidak mudah aus,

bergelombang , melendut, bergeser dan lain-lain.

b. Fleksibilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan terhadap

defleksi akibat beban lalu lintas tanpa mengalami keretakan yang

disebabkan oleh :

1) Beban yang berlangsung lama yang berakibat terjadinya kelelahan

pada lapis pondasi atau pada tanah dasar yang disebabkan oleh

pembebanan sebelumnya.

2) Lendutan berulang yang disebabkan oleh waktu pembebanan lalu

lintas yang berlangsung singkat.

3) Adanya perubahan volume campuran.

c. Durabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk mempertahankan

kualitasnya dari disintegrasi atas unsur-unsur pembentuknya yang

diakibatkan oleh beban lalu lintas dan pengaruh cuaca. Campuran aspal

harus mampu bertahan terhadap perubahan yang disebabkan oleh :

1) Proses penuaan pada aspal dimana aspal akan menjadi lebih keras.

Hal ini disebabkan oleh pengaruh oksidasi dari udara dan proses

19

Page 15: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

penguapan yang berakibat akan menurunkan daya lekat dan

kekenyalan aspal.

2) Pengaruh air yang menyebabkan kerusakan atau kehilangan sifat lekat

antara aspal dan material lainnya.

d. Impermeability adalah campuran aspal harus bersifat kedap air untuk

melindungi lapisan perkerasan di bawahnya dari kerusakan yang

disebabkan oleh air yang akan mengakibatkan campuran menjadi

kehilangan kekuatan dan kemampuan untuk menahan beban lalu lintas.

e. Pemadatan adalah proses pemampatan yang memberikan volume terkecil,

menggelincir rongga sehingga batas yang disyaratkan dan menambah

kepadatan optimal. Mengingat efek yang timbul oleh pengaruh udara, air

serta pembebanan oleh arus lalu lintas apabila rongga dalam campuran

tidak memenuhi syarat yang ditentukan. Hal ini harus dihindari sehingga

tidak terjadi penyimpangan. Pada pelaksanaan pemadatan dilapangan

sangat rawan akan terjadinya penyimpangan, baik alat-alat yang

digunakan tidak sesuai standar yang ditetapkan maupun jumlah

lintasannya. Hughes dalam Fauziah (2001) menyatakan bahwa sifat fisik

maupun mekanis campuran aspal sangat dipengaruhi oleh teknik

pemadatan benda uji, untuk itu pemilihan teknik pemadatan laboratorium

berpengaruh sangat nyata terhadap campuran aspal sebagai bahan

pembentuk lapis perkerasan jalan. Pemadatan pada hakekatnya adalah

untuk memperluas bidang sentuh antar butiran, sehingga mempertinggi

internal friction yaitu gesekan antar butiran agregat dalam campuran.

Pemadatan merupakan suatu upaya untuk memperkecil jumlah VIM,

sehingga memperoleh nilai struktural yang diharapkan.

20

Page 16: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

f. Temperatur pemadatan merupakan faktor penting yang mempengaruhi

pemadatan, kepadatan hanya bisa terjadi pada saat aspal dalam keadaan

cukup cair sehingga aspal tersebut dapat berfungsi sebagai pelumas. Jika

aspal sudah dalam keadaan cukup dingin maka kepadatan akan sulit

dicapai. Temperatur campuran beraspal panas merupakan satu-satunya

faktor yang paling penting dalam pemadatan, disebabkan temperatur pada

saat pemadatan sangat mempengaruhi viscositas aspal yang digunakan

dalam campuran beraspal panas. Apabila temperatur pada saat pemadatan

rendah, mengakibatkan viscositas aspal menjadi tinggi dan membuat sulit

dipadatkan. Menaikkan temperatur pemadatan atau menurunkan

viscositas aspal berakibat partikel agregat dalam campuran beraspal panas

dapat dipadatkan lebih baik lagi, density menurun dengan cepat ketika

pemadatan dilakukan pada suhu lebih rendah.

g. Workability adalah campuran agregat aspal harus mudah dikerjakan saat

pencampuran, penghamparan dan pemadatan, untuk mencapai satuan

berat jenis yang diinginkan tanpa mengalami suatu kesulitan sampai

mencapai tingkat pemadatan yang diinginkan dengan peralatan yang

memungkinkan.

(sumber ; Kajian Karakteeristik Campuran Aspal Beton Lapis Aus (AC-

WC) Menurut Spesifikasi Umum Bina Marga Edisi 2006 dan 2010)

21