bab 2 - tinjauan pustaka
DESCRIPTION
c cTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aspal
Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat
sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika
dipanaskan sampai temperatur tertentu, dan kembali membeku jika
temperatur turun. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material
pembentuk campuran perkerasan jalan.
Aspal terbuat dari minyak mentah, melalui proses penyulingan atau
dapat ditemukan dalam kandungan alam sebagai bagian dari komponen alam
yang ditemukan bersama sama material lain. Aspal dapat pula diartikan
sebagai bahan pengikat pada campuran beraspal yang terbentuk dari
senyawa-senyawa komplek seperti Asphaltenese, Resins dan Oils. Aspal
mempunyai sifat visco-elastis dan tergantung dari waktu pembebanan. ( The
Blue Book–Building & Construction, 2009)
Jenis – jenis aspal beton yang ada di Indonesia saat ini secara umum
adalah :
1. Laston (lapisan aspal beton), aspal beton yang menggunakan agregat
bergradasi menerus. Karakteristik terpenting dari laston adalah stabilitas.
Laston biasa disebut pula Asphalt Concrete (AC). Laston dibagi
berdasarkan Fungsinya yaitu:
6
a. Laston sebagai lapisan aus atau asphalt concrete wearing course
(AC-WC). Tebal minimum 4 cm.
b. Laston sebagai lapis pengikat atau asphalt concrete binder course
(AC-BC). Tebal minimum 6 cm.
c. Laston sebagai lapis pondasi atau asphalt concrete base (AC-
Base). Tebal minimum 7.5 cm.
2. Lataston (lapis tipis aspal beton), aspal beton yang menggunakan agregat
bergradasi senjang. Lataston disebut juga HRS (Hot Rolled Sheet).
Karakteristik terpenting dari HRS adalah durabilitas dan fleksibilitas.
Sesuai dengan fungsi nya lataston mempunyai 2 macm campuran yaitu :
a. Lataston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama HRS-WC (Hot
Rolled Sheet-Wearing Course). Tebal nominal minimum HRS
adalah 3 cm.
b. Lataston sebagai pondasi, di kenal dengan nama HRS-Base (Hot
Rolled Sheet-Base). Tebal minimum HRS-base adalah 3.5 cm
3. Latasir ( lapisan tipis aspal pasir ) adalah beton aspal untuk jalan dengan
lalu lintas ringan, khususnya dimana agregat kasar sulit di peroleh.
Latasir biasa pula di sebut dengan SS (Sand Sheet) atau HRSS (Hot
Rolled Sand Sheet), semua gradasi agregatnya, campurannya latasir dapat
di bedakan atas :
a. Latasir Kelas A, Dikenal dengan nama HRSS-A atau SS-A, Tebal
nominal minimum HRSS-A adalah 1.5 cm
7
b. Latasir kelas B , dikenal dengan nama HRSS-B atau SS-B, tebal
nominal minimum HRSS-B adalah 2 cm. Gradasi agregat HRSS-B
lebih kasar dari HRSS-A (Sukirman,S., 2003)
Tabel 2.1 Nominal Minimum Campuran beraspal
Jenis Campuran SimbolTebal Nominal
Minimum (cm)
Latasir Kelas A SS-A 1,5
Latasir Kelas B SS-B 2,0
LatastonLapis Aus HRS-WC 3,0
Lapis Pondasi HRS-Base 3,5
Laston
Lapis Aus AC-WC 4,0
Lapis Antara AC-BC 6,0
Lapis Pondasi AC-Base 7,5
Sumber : Spesifikasi Umum Divisi Aspal 2010
2.2 Agregat
Agregat adalah suatu bahan yang terdiri dari mineral padat , berupa
masa berukur ataupun berupa fragmen – fragmen. Agregat mempunyai
peranan yang sangat penting dalam perkerasan jalan, dimana agregat
menempati proporsi terbesar dalam campuran, umumnya berkisar antara 90%
- 95% dari berat total campuran.
8
1. Agregat Kasar
a. Fraksi agregat kasar harus dari batu pecah mesin dan disiapkan
dalam ukuran nominal sesuai dengan jenis campuran yang
direncanakan seperti ditunjukan.
b. Fraksi agregat kasar untuk rancangan campuran adalah yang
tertahan ayakan No.8 (2,36 mm) yang dilakukan secara basah dan
harus bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan yang
tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan yang diberikan
dalam
c. Agregat kasar yang digunakan, dalam hal apapun tidak boleh
menggunakan agregat kasar kotor dan berdebu serta jumlah bahan
lolos ukuran 0,075 mm tidak boleh lebih besar dari 1%.
Agregat kasar pada campuran beraspal berfungsi memberikan kekuatan
yang pada akhirnya mempengaruhi stabilitas dalam campuran, dengan
kondisi saling mengunci (interlocking) dari masing-masing partikel
agregat.
9
Tabel 2.2 Nominal Minimum Campuran beraspal
Pengujian Standar Nilai
Kekekalan bentuk agregat terhadap
larutan natrium dan magnesium sulfatSNI 3407:2008 Maks.12 %
Abrasi dengan
mesin Los Angeles
Campuran AC
bergradasi kasar
SNI 2417:2008
Maks. 30%
Semua jenis
campuran aspal
bergradasi lainnya
Maks. 40%
Kelekatan agregat terhadap aspalSNI 03-2439-
1991Min. 95 %
Angularitas (kedalaman dari permukaan
<10 cm)
DoT‟s
Pennsylvania
Test Method,
PTM No.621
95/90 1
Angularitas (kedalaman dari permukaan
≥ 10 cm)80/75 1
Partikel Pipih dan Lonjong
ASTM D4791
Perbandingan
1 :5
Maks. 10
%
Material lolos Ayakan No.200SNI 03-4142-
1996Maks. 1 %
Sumber : Spesifikasi Umum Divisi Aspal 2010
2. Agregat Halus
10
a. Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir
atau hasil pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos
ayakan No.8.
b. Fraksi agregat halus pecah mesin dan pasir harus ditempatkan
terpisah dari agregat kasar.
c. Pasir alam dapat digunakan dalam campuran AC sampai suatu
batas yang tidak melampaui 15% terhadap berat total campuran
Tabel 2.2 Nominal Minimum Campuran beraspal
Pengujian Standar Nilai
Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997
Min 50% untuk SS,
HRS dan AC
bergradasi Halus Min
70% untuk AC
bergradasi kasar
Material Lolos Ayakan No.
200SNI 03-4428-1997 Maks. 8%
Kadar Lempung SNI 3423 : 2008 Maks 1%
Angularitas (kedalaman dari
permukaan < 10 cm)AASHTO TP-33
atau
ASTM C1252-93
Min. 45
Angularitas (kedalaman dari
permukaan < 10 cm)Min. 40
Sumber : Spesifikasi Umum Divisi Aspal 2010
2.3 Filler
11
Filler adalah bahan penggisi rongga dalam campuran (void in mix) yang
berbutir halus yang lolos saringan no.30 dan dimana persentase berat yang
lolos saringan no.200 minimum 75%. Adapun fungsi filler adalah:
a. Untuk memodifikasi gradasi agregat halus, sehingga berat jenis
agregat meningkat dan jumlah aspal yang diperlukan untuk
mengisi rongga akan berkurang.
b. Mengisi ruang antar agregat halus dan kasar serta meningkatkan
kepadatan dan stabilitas.
c. Mengisi rongga dan menambah bidang kontak antar butir agregat
sehigga akan meningkatkan kekuatan campuran.
d. Bila dicampur dengan aspal, filler akan membentuk bahan pengikat
yang berkonsistensi tinggi sehingga mengikat butiran agregat secara
bersama- sama
e. Menguranggi rongga udara (air void).
Filler juga berpengaruh terhadap kadar aspal optimum melalui luas
permukaan dari partikel mineralnya. Penggunaan filler yang terlalu banyak
cenderung menghasilkan campuran yang mudah retak, sedangkan kandungan
filler yang rendah juga akan menjadikan campuran yang lebih peka terhadap
temperatur dimana campuran akan selalu lunak pada cuaca panas. Bahan
pengisi yang ditambahkan harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan
dan bila diuji dengan pengayakan sesuai SNI 03-1968-1990 harus
mengandung bahan yang lolos ayakan no. 200 tidak kurang dari 75 % dari
beratnya. Semua campuran beraspal mengandung bahan pengisi tidak kurang
dari 1 % dari berat total agregat.
12
Filler atau bahan pengisi yang digunakan adalah semen. Semen
merupakan salah satu bahan perekat yang jika dicampur dengan air mampu
mengikat bahan-bahan padat seperti pasir dan batu menjadi suatu kesatuan
kompak. ( Edwin simajuntak, 2013 )
2.4 Ijuk
Serat Ijuk diperoleh dari pohon aren (arenga pinnatamerr), yang
secara tradisional sering di gunakan sebagai bahan pembungkus pangkal-
pangkal kayu yang ditanam dalam tanah untuk mencegah serangan rayap.
Kegunaan tersebut didukung oleh sifat ijuk yang elestis, keras, tahan air, dan
sulit dicerna oleh organisme perusak.
Adapun yang menjadi pertimbangan lain dari pemeriksaan ijuk adalah
sebagai berikut:
1. Pohon Aren merupakan pohon yang tumbuh meyebar jumlah disejumlah
wilayah Indonesia.
2. Serat ijuk mempunyai sifat yang lentur.
3. Serat ijuk tidak mudah rusak dan tahan terhadap perubahan cuaca.
4. Serat ijuk yangdi cerna oleh organisme perusak
5. Harga serat ijuk yang jauh lebih murah dibandingkan dari serat lain.
2.5 Pengujian yang pernah dilakukan
JF. Soandrijanie Linggo dan P. Eliza Purnamasari, 2007 meneliti
tentang pengaruh serat serabut kelapa sebagai bahan tambah dengan filler
serbuk bentonit pada HRS-Base dan HRS-WC. Penelitian ini dilakukan
dengan benda uji menggunakan perbandingan berat 3% additive serat serabut
13
kelapa dan variasi filler serbuk bentonit dengan abu batu 4:0, 3:1, 2:2, 1:3,
dan 0:4. Kadar aspal untuk masing-masing variasi 5%, 6%, 7%, 8%, 9%, dan
10%. Selain itu juga sebagai pembanding dibuat HRS-Base dan HRS-WC
tanpa menggunakan additive dan filler serbuk bentonit. Masing-masing
variasi dibuat duplo, sehingga jumlah seluruh benda uji 144 buah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan serat serabut kelapa sebagai
bahan tambah dan filler serbuk bentonit pada HRS-Base dan HRS-WC hanya
memenuhi syarat pada variasi 1 (bentonit : abu batu = 4 : 0) dan variasi 4
(1:3) dengan kadar aspal 9%, serta variasi 3 dengan kadar aspal 9% dan 10%.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Nur Ali, 2013 meneliti tentang
studi penggunaan serat ijuk sebagai bahan tambah pada aspal porous liquid
asbuton. Bahan pengikat yang digunakan penelitian ini adalah 100% liquid
Asbuton sebagai substitusi aspal minyak dengan kadar 8.5% dari berat total
campuran dan menggunakan standar gradasi Australia (kadar optimum)
dengan 6 variasi penambahan kadar ijuk dari 0% sampai 5% dimana interval
penambahannya 1% terhadap berat aspal. Aspal porous dengan bahan tambah
serat ijuk dibuat dalam bentuk briket benda uji, dimana jumlah briket/benda
uji yang direncanakan menggunakan pendekatan bahwa setiap parameter
aspal porous yang diuji dibuat 3 buah sampel. Hal ini dilakukan pada setiap
variasi penambahan kadar ijuk untuk bahan pengikat aspal liquid asbuton
100% dengan menggunakan hanya satu variasi kadar aspal yaitu 8.5%
sehingga ada 6 kadar ijuk yang dicoba dan memerlukan jumlah briket
keseluruhan sebanyak 3x6x4 = 72 buah briket. Untuk bahan tambah yang
digunakan yaitu serat ijuk yang telah dibersihkan dan dipotong-potong 0.5
cm. Pengujian sifat bahan penyusun campuran aspal porous berupa agregat
14
kasar dan agregat halus serta aspal liquid Asbuton dilakukan sesuai jenis dan
metode pengujian yang berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Komposisi campuran aspal porous dengan penambahan serat ijuk pada
penelitian ini bervariasi dari 0% sampai 5% dengan interval penambahan 1%
terhadap berat aspal.
Dari hasil penelitian ini di dapatkan kesimpulan:
1. Persentase serat ijuk ideal yang diperoleh dari hasil analisis grafik
hubungan yang memenuhi spesifikasi parameter karakteristik aspal
porous dan karakteristik Marshall didapatkan nilai kadar ijuk optimum
sebesar 1%.
2. Penggunaan serat ijuk sebagai bahan tambah (additive) dalam campuran
aspal porous memberikan pengaruh terhadap karakteristik campuran pada
kadar optimum sebesar 1 % yang ditinjau dari segi kekuatan atau
karakteristik Marshall yaitu ;
a. Nilai cantabro loss menurun menunjukkan interlocking antar agregat
yang semakin baik sehingga bahaya disentegrasi pada aspal porous
dapat diminimalisir.
b. Meningkatkan stabilitas campuran yaitu meningkatkan kemampuan
campuran aspal porous untuk memikul beban lalu lintas / lebih tahan
terhadap deformasi, membuktikan bahwa ijuk dapat memberikan
penguncian antar partikel lebih baik sehingga dapat menahan
struktur agregat kokoh pada posisinya.
c. Nilai binder drain down menurun menunjukkan bahwa adanya
penambahan ijuk ke dalam campuran dapat mengurangi kepekaan
aspal terhadap suhu.
15
3. Penggunaan serat ijuk sebagai bahan tambah (additive) dalam campuran
aspal porous memberikan pengaruh terhadap karakteristik campuran pada
kadar optimum sebesar 1 % yang ditinjau dari karakteristik fungsi aspal
porous dimana nilai porositas dan permeabilitasnya menunjukkan adanya
penurunan, tetapi penurunan tersebut tidak terlalu besar dan masih
menghasilkan parameter kinerja yang nilainya tetap berada dalam batas
toleransi kriteria standar yang sekaligus masih memenuhi syarat
karakteristik fungsi aspal porous sebagai drainase.
2.6 Pengujian Agregat
2.6.1 Pengujian Keausan Agregat (Abrasi)
Untuk mengetahui ketahanan agregat terhadap beban maka dilakukan
pemeriksaan keausan tersebut dengan mesin Los Angeles. Keausan
dinyatakan sebagai perbandingan antara berat bahan aus yang lolos
saringan No. 12 terhadap berat semula.
2.6.2 Pengujian Analisa Saringan Agregat Halus dan Agregat Kasar
Rumus analisa saringan ialah :
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui pembagian butir
(gradasi) agregat kasar dan agregat halus dengan menggunakan saringan
dan hasilnya dinyatakan dalam persen (%) lolos dari masing-masing
saringan.
16
2.6.3 Pengujian Berat Jenis dan penyerapan agregat kasar dan halus
a. berat jenis curah ialah perbandingan antara berat agregat kering dan
berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan
jenuh pada suhu 25°C.
b. berat jenis kering permukaan jenuh yaitu perbandingan antara berat
agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam keadan jenuh pada suhu 25°C.
c. berat jenis semu ialah perbandingan antara berat agregat kering dan
berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan
kering pada suhu 25°C.
d. penyerapan ialah perbandingan berat air yang dapat diserap quarry
terhadap berat agregat kering, dinyatakan dalam persen.
2.7 Pengujian fisik aspal
Pengujian sifat fisik aspal dilakukan untuk menentukan sifat fisik dan
kimiawi aspal. Sebelum melakukan seluruh pengujian secara lengkap,
diperlukan persiapan serta penyediaan alat dan bahan.
2.7.1. Pengujian Berat Jenis Aspal
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan berat jenis aspal dengan
menggunakan pikometer. Berat jenis aspal adalah perbandingan antara
berat aspal dengan berat air suling pada suhu tertentu
2.7.2. Pengujian Penetrasi
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui ukuran tingkat – tingkat
kekerasan bahan aspal
17
2.7.3. Pengujian Titik Lembek
Tujuan dari pengujian ini adalah menentukan angka titik lembek aspal
yang berkisar antara 30-200°C dengan cara ring and ball yang di
tandai dengan jatuh nya bola baja ke plat dasar
2.7.4. Pengujian Daktilitas
Tujuan Pengujian ini adalah untuk mengetahui pertambahan panjang
maksimum bitumen sebelum putus yang tidak di tarik antar dua
cetakan dengan kecepatan tarik dan suhu tertentu ( SNI 06-2432-1991)
2.8 Pemeriksaan Filler
2.8.1 Pengujian Berat Jenis Filler
Pengujian ini bertujuan mengetahui berapa berat jenis filler dengan
mengunakan alat picnometer. Berat jenis ini mengunakan minyak
tanah untuk perbandingan dalam keadaan kosong dan dalam keadaan
terisi filler.
2.8.2 Pengujian Analisa saringan
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui berapa presentase lolos
saringan No. 200 dan tertahan No. 200 dalam ketentuan persyaratan
filler.
2.9 Pengujian Serat Ijuk
2.9.1 Pengujian Berat Jenis
Pengujian ini dimaksud untuk mengetahui berat jenis pada serat ijuk.
Pengujian ini mengunakan alkohol 70% untuk perendaman dan
piknometer untuk melakukan perbandingan.
2.10 Perencanaan Campuran Beraspal Panas
18
Perencanaan campuran mencakup kegiatan pemilihan dan penentuan
proporsi material untuk mencapai sifat-sifat akhir dari campuran aspal yang
diinginkan. Tujuan dari perencanaan campuran aspal adalah untuk
mendapatkan campuran efektif dari gradasi agregat dan aspal yang akan
menghasilkan campuran aspal yang memiliki sifat-sifat campuran sebagai
berikut :
a. Stabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan deformasi
permanen yang disebabkan oleh lalu lintas, baik beban yang bersifat statis
maupun dinamis sehingga campuran akan tidak mudah aus,
bergelombang , melendut, bergeser dan lain-lain.
b. Fleksibilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan terhadap
defleksi akibat beban lalu lintas tanpa mengalami keretakan yang
disebabkan oleh :
1) Beban yang berlangsung lama yang berakibat terjadinya kelelahan
pada lapis pondasi atau pada tanah dasar yang disebabkan oleh
pembebanan sebelumnya.
2) Lendutan berulang yang disebabkan oleh waktu pembebanan lalu
lintas yang berlangsung singkat.
3) Adanya perubahan volume campuran.
c. Durabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk mempertahankan
kualitasnya dari disintegrasi atas unsur-unsur pembentuknya yang
diakibatkan oleh beban lalu lintas dan pengaruh cuaca. Campuran aspal
harus mampu bertahan terhadap perubahan yang disebabkan oleh :
1) Proses penuaan pada aspal dimana aspal akan menjadi lebih keras.
Hal ini disebabkan oleh pengaruh oksidasi dari udara dan proses
19
penguapan yang berakibat akan menurunkan daya lekat dan
kekenyalan aspal.
2) Pengaruh air yang menyebabkan kerusakan atau kehilangan sifat lekat
antara aspal dan material lainnya.
d. Impermeability adalah campuran aspal harus bersifat kedap air untuk
melindungi lapisan perkerasan di bawahnya dari kerusakan yang
disebabkan oleh air yang akan mengakibatkan campuran menjadi
kehilangan kekuatan dan kemampuan untuk menahan beban lalu lintas.
e. Pemadatan adalah proses pemampatan yang memberikan volume terkecil,
menggelincir rongga sehingga batas yang disyaratkan dan menambah
kepadatan optimal. Mengingat efek yang timbul oleh pengaruh udara, air
serta pembebanan oleh arus lalu lintas apabila rongga dalam campuran
tidak memenuhi syarat yang ditentukan. Hal ini harus dihindari sehingga
tidak terjadi penyimpangan. Pada pelaksanaan pemadatan dilapangan
sangat rawan akan terjadinya penyimpangan, baik alat-alat yang
digunakan tidak sesuai standar yang ditetapkan maupun jumlah
lintasannya. Hughes dalam Fauziah (2001) menyatakan bahwa sifat fisik
maupun mekanis campuran aspal sangat dipengaruhi oleh teknik
pemadatan benda uji, untuk itu pemilihan teknik pemadatan laboratorium
berpengaruh sangat nyata terhadap campuran aspal sebagai bahan
pembentuk lapis perkerasan jalan. Pemadatan pada hakekatnya adalah
untuk memperluas bidang sentuh antar butiran, sehingga mempertinggi
internal friction yaitu gesekan antar butiran agregat dalam campuran.
Pemadatan merupakan suatu upaya untuk memperkecil jumlah VIM,
sehingga memperoleh nilai struktural yang diharapkan.
20
f. Temperatur pemadatan merupakan faktor penting yang mempengaruhi
pemadatan, kepadatan hanya bisa terjadi pada saat aspal dalam keadaan
cukup cair sehingga aspal tersebut dapat berfungsi sebagai pelumas. Jika
aspal sudah dalam keadaan cukup dingin maka kepadatan akan sulit
dicapai. Temperatur campuran beraspal panas merupakan satu-satunya
faktor yang paling penting dalam pemadatan, disebabkan temperatur pada
saat pemadatan sangat mempengaruhi viscositas aspal yang digunakan
dalam campuran beraspal panas. Apabila temperatur pada saat pemadatan
rendah, mengakibatkan viscositas aspal menjadi tinggi dan membuat sulit
dipadatkan. Menaikkan temperatur pemadatan atau menurunkan
viscositas aspal berakibat partikel agregat dalam campuran beraspal panas
dapat dipadatkan lebih baik lagi, density menurun dengan cepat ketika
pemadatan dilakukan pada suhu lebih rendah.
g. Workability adalah campuran agregat aspal harus mudah dikerjakan saat
pencampuran, penghamparan dan pemadatan, untuk mencapai satuan
berat jenis yang diinginkan tanpa mengalami suatu kesulitan sampai
mencapai tingkat pemadatan yang diinginkan dengan peralatan yang
memungkinkan.
(sumber ; Kajian Karakteeristik Campuran Aspal Beton Lapis Aus (AC-
WC) Menurut Spesifikasi Umum Bina Marga Edisi 2006 dan 2010)
21