bab 2 - tinjauan pustaka

25
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Surveilans Epidemiologi 2.1.1. Definisi Surveilans Epidemiologi Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus-menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan (WHO). Dalam surveilans, data yang diperoleh adalah data umum, tidak spesifik untuk suatu penyakit tertentu. Oleh karena itu, dikembangkan suatu sistem yang mengedepankan analisis atau kajian epidemiologi suatu penyakit yaitu surveilans epidemiologi. Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah- masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggaran program kesehatan (Kepmenkes RI No. 1116 tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan). Pelaksanaan surveilans 7 Universitas Indonesia

Upload: rizky-maulani-kartikasari

Post on 29-Oct-2015

151 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

l

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Surveilans Epidemiologi

2.1.1. Definisi Surveilans Epidemiologi

Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi

data secara sistematik dan terus-menerus serta penyebaran informasi kepada unit

yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan (WHO). Dalam surveilans,

data yang diperoleh adalah data umum, tidak spesifik untuk suatu penyakit

tertentu. Oleh karena itu, dikembangkan suatu sistem yang mengedepankan

analisis atau kajian epidemiologi suatu penyakit yaitu surveilans epidemiologi.

Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus

menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang

mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-

masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan

secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan

penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggaran program kesehatan

(Kepmenkes RI No. 1116 tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem

Surveilans Epidemiologi Kesehatan). Pelaksanaan surveilans epidemiologi

dilakukan melalui jejaring kerja antara unit-unit surveilans dengan sumber data,

antara unit-unit surveilans epidemiologi dengan pusat-pusat penelitian dan kajian,

program intervensi kesehatan dan unit-unit surveilans lainnya. Jejaring kerja

sistem surveilans epidemiologi kesehatan dapat dilihat pada Gambar 2.1.

7

Universitas Indonesia

Page 2: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

8

Jejaring Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan

Gambar 2.1. Jejaring Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan

Sumber: Kepmenkes RI No. 1116 tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem

Surveilans Epidemiologi Kesehatan

Universitas Indonesia

UPT/Dinkes Kab/Kota

Hubungan struktural/komando

Hubungan koordinatif & konsultatif

Hubungan koordinatif & Sharing informasi dan konsultatif serta umpan balik

B/BTKL

Swasta

UPT Dinkes Propinsi

Jaringan Surveilans

Epidemiologi unit-unit kerja Dinkes

Kab/Kota

Jejaring Surveilans Epidemiologi unit-unit kerja Dinkes

Propinsi

Perjan

Mitra

Departemen Kesehatan

Jejaring Surveilans

Epidemiologi Utama

Puslitbang

Pusat Data

Perguruan Tinggi

BPS

BMKG

LSM

Profesi

Badan Internasional Regional dan Bilateral

Badan POM

dsb

Page 3: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

9

2.1.2. Mekanisme Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi

Pelaksanaan surveilans epidemiologi berdasarkan aktivitas pengumpulan

datanya terbagi dua, yaitu berupa surveilans aktif dan pasif. Surveilans aktif

adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi, dimana unit surveilans

mengumpulkan data dengan cara mendatangi unit pelayanan kesehatan,

masyarakat atau sumber data lainnya. Surveilans pasif dilakukan berupa

pengumpulan data dengan cara menerima data tersebut dari unit pelayanan

kesehatan, masyarakat, atau sumber data lainnya (Kepmenkes RI No. 1116 tahun

2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi

Kesehatan). Mekanisme atau tata kerja surveilans epidemiologi yang dilaksanakan

oleh BBTKL-PP Jakarta dalam rangka Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)

dilakukan dengan langkah-langkah berikut (Pedoman Teknis Surveilans

Epidemiologi BBTKL PP) :

1. Menyiapkan kerangka acuan

Dalam kegiatan ini, dilakukan rancangan analisis sistematis terhadap data,

informasi, rumor, maupun dugaan atau gejala yang diperkirakan akan menjadi

faktor risiko potensial penyakit. Kerangka acuan ini sekurang-kurangnya

memuat latar belakang, justifikasi pelaksanaan kegiatan, tujuan dan sasaran,

mekanisme pelaksanaan, ketersediaan sumber daya dan rancangan

rekomendasi tindak lanjut.

2. Manajemen Data

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui unit pelayanan pelanggan, pengamatan

lapangan serta data hasil sharing informasi yang mencakup aspek

bakteriologis, virologi, parasitologis, entomologis, kimiawi, fisika, radiasi

serta data bio marker. Pengumpulan data tersebut dapat dilakukan dengan

memanfaatkan data internal BBTKL PP dan tambahan data eksternal

sebagai pendukumg untuk meperkuat analisis dan penyusunan rekomendasi.

1). Data Internal BBTKL PP

Data internal BBTKL bersumber dari instalasi laboratorium seperti:

data cemaran biologis, kimiawi, fisika pada air, udara, tanah,

Universitas Indonesia

Page 4: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

10

makanan/minuman, sayuran, data vektor dan binatang reservoir

penyakit, data bio marker serta bahan maupun material lainnya.

2). Data Eksternal

Data eskternal merupakan data yang bersumber dari jejaring surveilans

B/BTKL seperti data dari Dinas Kesehatan, KKP, B/BLK, Labkes,

Rumah Sakit dan dari dinas teknis lainnya, swasta maupun masyarakat.

3). Cara Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dalam periode waktu harian, mingguan, bulanan,

atau waktu-waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan. Data yang

dikumpulkan dikelompokkan kedalam jenis-jenis pengujian

laboratorium, dan hasil pengamatan/kajian di lapangan untuk

memudahkan pengolahan dan analisis.

Pengumpulan data internal dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang

berasal dari konsumen oleh instalasi pelayanan teknis. Setelah itu, data

dikelompokkan menurut jenis sampel/spesimen maupun jenis pemeriksaan

yang akan dilakukan. Kemudian, sampel dianalisis di laboratorium

berdasarkan jenisnya dan hasil dari masing-masing instalasi kemudian

dikumpulkan berdasaran jenis sampel/spesimen, hasil jenis pemeriksaan dan

status hasil pemeriksaan berdasarkan baku mutu yang berlaku setempat.

Setelah itu, data hasil jenis pemeriksaan laboratorium kemudian

dikelompokkan berdasarkan wilayah/lokasi, jenis media lingkungan, dan

periode waktu. Apabila masih diperlukan tambahan data maka BBTKL PP

dapat menghimpun data dari instansi (jejaring) terkait seperti Dinas

Kesehatan Propinsi/Kan/Kota, BLK, KKP, BMKG yang disesuaikan

b. Pengolahan dan Analisis Data

1). Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan secara terus menerus maupun insidentil

dengan menggunakan software seperti microsoft office excel, epi info,

SPSS, dan software lainnya untuk kemudian disajikan dalam bentuk

tabel, grafik, maupun mapping berdasarkan variabel epidemiologi.

Dalam pengolahan data ini, diperlukan pula pemilahan data kedalam

kategori yang sifatnya berkelanjutan seperti hasil uji air minum,

Universitas Indonesia

Page 5: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

11

kualitas udara, air badan air, vektor dan reservoir penyakit untuk

kebutuhan analisis kecendrungan (time series) dan data sesaat seperti

hasil penyelidikan epidemiologis dan hasil-hasil kajian lainnya.

2). Analisis

Setelah data diolah, kemudian dianalisis untuk menjelaskan lebih lanjut

tentang berbagai kemungkinan yang telah, sedang, dan yang akan

terjadi dengan mempertimbangan berbagai kecenderungan, hubungan,

dan perbandingan. Analisis data dilakukan dengan metode statistik agar

analisis yang dilakukan tepat, akurat, dan objektif. Teknik analisis

secara statistik yang dilakukan dapat dilakukan secara univariat,

bivariat, maupun muktivariat. Teknik analisis secara univariat

dilakukan dengan mendeskripsikan karakteristik parameter atau

populasi. Teknik analisis bivariat dimaksudkan untuk menggambarkan

kemungkinan terjadinya hubungan atau asosiasi berdasarkan

karakteristik parameter dengan populasi yang terpajan. Sementara

teknik analisis secara multivariat untuk menggambarkan karakteristik

parameter yang paling dominan dari beberapa parameter sebagai

penyebab timbulnya kasus.

c. Kesimpulan, Rekomendasi, dan Rencana Tindak Lanjut

1). Kesimpulan

Kesimpulan merupakan penjelasan akhir dari serangkaian proses yang

dilakukan mulai dari tahap pengumpulan data, pengolahan, dan analisis

data serta pembahasan. Kesimpulan dituangkan dalam bentuk poin-poin

yang menggambarkan hal-hal penting yang harus ditindaklanjuti.

2). Rekomendasi

Rekomendasi merupakan tindak lanjut dari poin-poin kesimpulan yang

berisi saran-saran untuk perbaikan dengan mempertimbangkan

kemampuan sumber daya, teknologi, dan dampak yang mungkin terjadi

untuk kemudian disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan,

baik internal BBTKL PP Jakarta maupun instansi terkait atau

masyarakat.

Universitas Indonesia

Page 6: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

12

3). Rencana Tindak Lanjut

Rencana tindak lanjut merupakan bentuk rancangan rangkaian kegiatan

yang dituangkan dalam kerangka acuan atau proposal upaya

pencegahan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya peningkatan

kadar polutan, kepadatan, penyebaran yang mengarah kepada terjadinya

pencemaran, peningkatan penularan dan peningkatan kasus.

3. Penyebaran Informasi

Penyebaran informasi dapat dilaksanakan setelah hasil analisis atau setelah

penyusunan rekomendasi dan rencana tindak lanjut sesuai dengan kebutuhan

atau pertimbangan tertentu. Bentuk informasi yang diberikan dapat berupa

laporan, pointers, executive summary, resume/kronologis kejadian. Bentuk

ilmiah penyebaran informasi dapat dilakukan melalui penerbitan buletin,

jurnal, seminar atau lokakarya. Penyebaran informasi perlu dilakukan secepat

mungkin kepada pihak-pihak terkait melalui komunikasi langsung antar jajaran

pimpinan, surat menyurat, email dan media lainnya agar dapat dilakukan

tindakan segera.

2.2. Kejadian Luar Biasa

Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian

kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah

dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada

terjadinya wabah (PP RI No. 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah

Penyakit Menular). Menurut Kepmenkes No. 949 tahun 2004 tentang Sistem

Kewaspadaan Dini KLB KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian

kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu

daerah dalam kurun waktu tertentu.

Kejadian Luar Biasa penyakit dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan

kesakitan dan kematian yang berdampak pula pada sektor pariwisata, ekonomi

dan sosial, sehingga membutuhkan perhatian dan penanganan oleh semua pihak

yang terkait. Apabila terjadi suatu penyakit hingga menimbulkan KLB, maka

perlu dilakukan upaya penyelidikan dan penanggulangan segera. Upaya

Universitas Indonesia

Page 7: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

13

penyelidikan KLB dapat dilakukan dengan menetapkan kepastian terjadinya KLB,

identifikasi penyebab timbulnya KLB, mencari sumber penularan dan faktor yang

mempengaruhinya, dan menetapkan kebijakan program pencegahan dan

pengendalian.

2.3. Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa

2.3.1. Definisi Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa

Menurut Permenkes RI Nomor 949 tahun 2004 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa, Sistem

Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa merupakan kewaspadaan terhadap

penyakit berpotensi KLB beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan

menerapkan teknologi surveilans epidemiologi dan dimanfaatkan untuk

meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-upaya pencegahan dan

tindakan penanggulangan kejadian luar biasa yang cepat dan tepat. Sistem

kewaspadaan dini (Early Warning System) bertujuan untuk mengidentifikasi

kemungkinan kecil atau dampak yang besar suatu kontaminasi mikroba dalam

suatu sumber air atau distribusi sistem dalam waktu tertentu untuk memenuhi

respon lokal yang efektif untuk mencegah suatu pajanan (Foran and Brosnan,

2000). Sistem kewaspadaan dini KLB yang dilakukan haruslah dapat dipercaya,

sensitif, spesifik, dapat diulang, dan dapat diverifikasi dengan didukung oleh

prosedur quality assurance (QA) atau quality control (QC) yang tepat (Foran and

Brosnan, 2000).

2.3.2. Sistem Kewaspadaan Dini Situasi Khusus Arus Mudik Lebaran

Dalam kegiatan SKD arus mudik dilakukan pemantauan faktor risiko

penyakit berupa wawancara penjamah makanan di TPM yang terdapat di stasiun

untuk mengetahui tentang higiene sanitasi makanan. Kemudian dilakukan pula

pengambilan sampel makanan, air minum, dan air bersih di TPM yang terdapat di

terminal dan stasiun. Pemantauan dan pengambilan sampel dilakukan untuk

meminimalisasi KLB penyakit terutama penyakit menular berpotensial wabah

seperti food and water borne disesase. Sampel hasil pemantauan kemudian

Universitas Indonesia

Page 8: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

14

dianalisis di laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan bakteriologis dan kimia

pada makanan, air minum, dan air bersih.

2.3.2.1 Sampel Makanan

a. Alat dan Bahan Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel makanan dilakukan di sembilan lokasi yaitu empat stasiun

dan lima terminal. Pada setiap lokasi dipilih lima TPM dan pada masing-

masing TPM diambil 2 jenis makanan untuk dijadikan sampel. Alat dan bahan

yang diperlukan dalam pengambilan sampel makanan antara lain: 90 buah

stoples kaca kecil beserta tutup (untuk analisis bakteriologi), 90 buah plastik

obat (untuk analisis kimia), penjepit atau sendok untuk mengambil makanan,

pembakar spirtus, alkohol 70 %, korek api, sarung tangan, masker, cooler box,

label, dan pulpen atau spidol.

b. Alat dan Bahan Analisis Sampel

Alat dan bahan untuk analisis biologi sampel makanan antara lain: inkubator,

pembakar spirtus, korek api, spidol, pipet elektrik, 86 buah pipet ukur 10 ml,

rak tabung reaksi, coloni counter, 86 sampel makanan, larutan BPS, larutan

LMX, larutan BHI, larutan BPW, 430 buah tabung reaksi berisi Lactose Broth

(LTB) double, 860 buah tabung reaksi berisi Lactose Broth (LTB) single.

c. Prosedur Pengambilan Sampel Makanan

1. Menyediakan peralatan yang akan digunakan untuk mengambil sampel

dan diletakkan pada satu tempat

2. Meminta 2 sampel makanan yang akan dijadikan sampel kepada pemilik

TPM

3. Mensterilkan area kerja pengambilan sampel dan tangan dengan alkohol

70 %

4. Menyalakan pembakar spiritus

5. Membuka wadah tutup sampel sedikit lalu memegangnya dengan tangan

kiri, kemudian melewatkan mulut wadah sampel yang telah terbuka diatas

api namun tidak sampai terbakar

6. Mensterilkan alat pengambil sampel (sendok) dengan cara

menyemprotkannya dengan alkohol 70 % lalu dilewatkan diatas api.

Universitas Indonesia

Page 9: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

15

7. Mengambil sampel makanan dengan menggunakan sendok yang telah

disterilkan secukupnya

8. Memasukkan sampel makanan yang telah diambil kedalam stoples kaca

kecil (untuk analisis bakteriologi) dan plastik obat (untuk analisis kimia)

9. Melewatkan mulut wadah sampel diatas api spiritus, lalu menutupnya

dengan rapat

10. Memberikan label pada masing-masing wadah sampel berupa jenis

makanan, tanggal, dan lokasi pengambilan sampel

d. Posedur Analisis Biologi pada Makanan

1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk melakukan analisis

sampel makanan

2. Mengambil 5 buah tabung reaksi berisi LTB double dan 10 buah tabung

reaksi berisi LTB single, lalu meletakkannya pada tabung reaksi dengan

urutan 5 tabung reaksi berisi LTB double lalu 10 tabung reaksi berisi LTB

single

3. Memberi tanda menggunakan spidol marker pada tabung reaksi pertama

yaitu tanggal dilakukannya analisis, kemudian memberi tanda angka 10

(artinya 10 ml), kemudian angka 1 (artinya 1 ml) pada tabung reaksi

keenam, dan angka 0,1 (artinya 0,1 ml) pada tabung reaksi kesebelas.

4. Mengambil 10 buah stoples kecil yang berisi sampel makanan yang sudah

diambil dan 10 buah stoples kecil kosong beserta tutup. Kemudian,

memberi label pada stoples berupa nomor sampel, lokasi pengambilan

sampel, dan tanggal analisis.

5. Mengambil setengah dari masing-masing sampel makanan yang telah

diambil, lalu memasukkannya kedalam 10 stoples kosong. Jika makanan

tersebut bersifat kering, maka ditambahkan larutan BPS hingga seluruh

bagian sampel makanan terendam air.

6. Menambahkan larutan BHI kedalam 10 stoples berisi sampel makanan,

dan larutan BPW kedalam 10 stoples berisi sampel makanan lainnya.

Universitas Indonesia

Page 10: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

16

7. Sampel makanan yang sudah ditambahkan larutan BPW, lalu dituangkan

kedalam larutan LMX secukupnya. Kemudian, larutan dikocok dan

dimasukkan kedalam inkubator selama 1x24 jam.

8. Sementara untuk sampel makanan yang telah ditambahkan larutan BHI

dilakukan pengenceran dengan cara sebagai berikut :

a. Menyalakan pembakar spirtus menggunakan korek api

b. Mengambil pipet ukur dengan ketelitian 10 ml, dan memasangnya pada

penghisap elektrik.

c. Melewatkan pipet diatas api, lalu mengambil sebanyak 10 ml sampel

makanan dari stoples dan menuangkannya pada tabung reaksi pertama

yang berisi LTB double. Lakukan hal yang sama pada keempat tabung

reaksi lainnya yang berisi LTB double.

d. Selanjutnya, mengambil 5 ml sampel makanan dari sstoples yang sama

dan menuangkannya masing-masing 1 ml pada tabung reaksi keenam

hingga kesepuluh yang berisi LTB single.

e. Kemudian, mengambil 0.5 ml sampel makanan dari stoples yang sama

dan menuangkan masing-masing 0.1 ml pada tabung reaksi kesebelas

hingga kelima belas

f. Mengocok tabung yang telah dituangkan sampel makanan, dan

memasukkannya kedalam inkubator.

9. Lakukan prosedur 1-8 untuk sampel makanan lainnya.

10. Setelah sampel diinkubasi, kemudian dilakukan identifikasi keberadaan

bakteri.

a. Identifikasi Salmonella sp

1. Menginkubasikan sampel makanan selama 24 ±2 jam pada suhu

35-37 °C

2. Setelah selesai diinkubasi, kemudian menuangkan sampel dari

tabung reaksi kedalam cawan petri

3. Mendinginkan sampel makanan yang terdapat di cawan hingga

sampel makanan menjadi padatan.

4. Mengidentifikasi sampel makanan menggunakan koloni counter

Universitas Indonesia

Page 11: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

17

5. Koloni Salmonella sp akan menunjukkan bentuk bulat, warna

merah muda dengan atau tanpa titik hitam di tengah

b. Identifikasi Bacillus cereus

1. Menginkubasikan sampel makanan selama 24-28 jam pada suhu

35-37 °C

2. Setelah selesai diinkubasi, kemudian menuangkan sampel dari

tabung reaksi kedalam cawan petri

3. Mendinginkan sampel makanan yang terdapat di cawan hingga

sampel makanan menjadi padatan.

4. Mengidentifikasi sampel makanan menggunakan koloni counter

5. Koloni Bacillus cereus akan menunjukkan bentuk bulat, berwarna

biru turquoise (biru peacock) dengan zona presipitasi berwarna

biru, diameter ±5 mm

c. Identifikasi Staphylococcus aureus

1. Menginkubasikan sampel makanan selama 18-24 jam pada suhu

35-37 °C

2. Setelah selesai diinkubasi, kemudian menuangkan sampel dari

tabung reaksi kedalam cawan petri

3. Mendinginkan sampel makanan yang terdapat di cawan hingga

sampel makanan menjadi padatan.

4. Mengidentifikasi sampel makanan menggunakan koloni counter

5. Koloni Staphylococcus aureus akan menunjukkan bentuk bulat,

berwarna abu-abu hingga hitam, diameter 2-3 mm, permukaan

halus, cembung, terdapat zona bening (hemolisa) di sekitar media.

2.3.2.2 Sampel Air Minum dan Air Bersih

Pengambilan sampel air minum dan air bersih dilakukan pada tempat yang

sama dengan pengambilan sampel maanan yaitu di empat stasiun dan lima

terminal. Pada setiap lokasi dipilih lima Tempat Pengolah Makanan (TPM) dan

pada masing-masing TPM diambil sampel air minum dan air bersih.

Universitas Indonesia

Page 12: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

18

a. Alat dan Bahan Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel air minum da air bersih dilakukan di sembilan lokasi yaitu

empat stasiun dan lima terminal. Pada setiap lokasi dipilih lima TPM dan pada

masing-masing TPM diambil air minum dan air bersih untuk dijadikan sampel.

Alat dan bahan yang diperlukan dalam pengambilan sampel makanan antara

lain: stoples kaca kecil beserta tutup (untuk analisis bakteriologi dan kimia),

pembakar spirtus, alkohol 70 %, korek api, sarung tangan, masker, cooler box,

label, dan pulpen atau spidol.

b. Prosedur Pengambilan Sampel Air Minum dan Air Bersih

1. Menyediakan peralatan yang akan digunakan untuk mengambil sampel

dan diletakkan pada satu tempat

2. Meminta air bersih dan air minum dijadikan sampel kepada pemilik TPM

3. Mensterilkan area kerja pengambilan sampel dan tangan dengan alkohol

70 %

4. Menyalakan pembakar spiritus

5. Membuka wadah tutup sampel sedikit lalu memegangnya dengan tangan

kiri, kemudian melewatkan mulut wadah sampel yang telah terbuka diatas

api namun tidak sampai terbakar

6. Mensterilkan mulut keran air atau pun teko dengan melweatkannya di atas

api.

7. Mengambil sampel air minum dan air bersih

8. Memasukkan sampel air minum dan air bersih yang telah diambil kedalam

stoples kaca kecil

9. Melewatkan mulut wadah sampel diatas api spiritus, lalu menutupnya

dengan rapat

10. Memberikan label pada masing-masing wadah sampel berupa nama

sampel, tanggal, dan lokasi pengambilan sampel

2.4 Peraturan-peraturan yang Digunakan

Pemeriksaan bakteriologis makanan dilakukan untuk memeriksa keberadaan

bakteri patogen tertentu seperti Eschericia coli, Salmonella sp, Staphylococcus

Universitas Indonesia

Page 13: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

19

aureus, dan Bacillus Cereus untuk kemudian dibandingkan dengan baku mutu

menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 1096 tahun 2011 tentang Higiene

Sanitasi Jasa Boga. Menurut Permenkes tersebut, makanan yang dikonsumsi harus

higienis, sehat dan aman yaitu bebas dari cemaran bakteri seperti Eschericia coli

dan sebagainya. Hasil pemeriksaan laboratorium pun harus menunjukkan angka

kuman Eschericia coli 0 (nol). Pemeriksaan kimia pada makanan dilakukan untuk

memeriksa keberadaan bahan-bahan kimia berbahaya tertentu dalam makanan

yaitu arsen (As), sianida (Sn) dan nitrit (NO2). Peraturan yang mengatur yaitu

Peraturan Menteri Kesehatan No. 1096 tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasa

Boga. Menurut Permenkes tersebut, makanan yang dikonsumsi harus higienis,

sehat dan aman yaitu bebas dari cemaran kimia seperti timah hitam, arsen,

kadmium, seng, tembaga, pestisida, dan sebagainya.

Pemeriksaan bakteriologis pada air minum dilakukan untuk mengetahui total

coliform dalam air dan untuk pemeriksaan kimia parameter yang akan diperiksa

yaitu arsen (As) dan nitrit (NO2). Hasil pemeriksaan tersebut kemudian

dibandingkan dengan baku mutu menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 492 tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

Berdasarkan peraturan tersebut, kadar maksimum E coli atau fecal coli yang

terdapat dalam air minum adalah 0 (nol). Untuk keberadaan bahan kimia yaitu

arsen (As) kadar maksimum yang diperbolehkan yaitu 0.01 mg/l dan untuk nitrit

(NO2) kadar maksimum yang diperbolehkan yaitu 3 mg/l.

Untuk pemeriksaan air bersih secara bakteriologi dilakukan untuk mengetahui

keberadaan total coliform dalam air, dan pemeriksaan kimia untuk mengetahui

keberadaan air raksa (Hg), kadmium (Cd), arsen (As), selenium (Se), nitrit (NO2),

dan timbal (Pb) dalam air bersih. Hasil pemeriksaan kemudian dibandingkan

dengan baku mutu menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 tahun 1990

tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air. Baku mutu air raksa (Hg)

dalam air bersih berdasarkan peraturan tersebut yaitu 0.001 mg/l, kadmium (Cd)

yaitu 0.01 mg/l, arsen (As) yaitu 0.05 mg/l, selenium (Se) yaitu 0.01 mg/l, nitrit

(NO2) yaitu 0.06 mg/l dan timbal (Pb) yaitu 0.03 mg/l.

Universitas Indonesia

Page 14: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

20

2.5. Higiene dan Sanitasi Makanan

Higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang,

tempat, dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan

penyakit atau gangguan kesehatan (Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 1098 Tahun 2003). Higiene dan sanitasi merupakan sesuatu yang

penting bagi kesehatan, kelangsungan hidup manusia, dan perkembangannya

(Centers for Disease Control and Prevention, 2012).

2.6. Persyaratan Teknis Higiene dan Sanitasi Makanan

Persyaratan teknis higiene dan sanitasi makanan adalah ketentuan-ketentuan

teknis yang ditetapkan terhadap produk rumah makan dan restoran, personel, dan

perlengkapannya yang meliputi persyaratan bakteriologis, kimia, dan fisika

(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1098 Tahun 2003).

Persyaratan teknis higiene dan sanitasi makanan yang harus dipenuhi antara lain

(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1096 Tahun 2011):

1. Bangunan

a. Lokasi tidak dekat dengan sumber pencemaran seperti tempat sampah

umum, WC umum, pabrik cat, dan sumber pencemaran lainnya. Halaman

bersih, tidak bersema, tidak banyak lalat, tersedia tempat sampah yang

bersih dan bertutup; konstruksi bangunan harus kokoh dan aman; lantai

kedap air, rata, tidak retak, tidak licin, dan mudah dibersihkan; permukaan

dinding sebelah dalam rata, tidak lembab, mudah dibersihkan, dan

berwarna terang.

b. Langit-langit harus menutupi seluruh ata bangunan dan terbuat dari bahan

yang permukaannya rata, mudah dibersihkan, tidak menyerap air dan

berwarna terang.

c. Pintu ruang tempat pengolahan makanan dibuat membuka ke arah luar dan

dapat menutup sendiri.

d. Pencahayaan cukup dan tidak boleh menimbulkan silau

e. Ventilasi atau penghawaan harus ada sebagai tempat sirkulasi atau

peredaran udara dengan luas ventilasi 20% dari luas lantai.

Universitas Indonesia

Page 15: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

21

f. Ruang pengolahan makanan memiliki luas sesuai dengan jumlah

karyawan.

2. Fasilitas Sanitasi

Tersedia tempat mencuci tangan yang terpisah dari tempat mencuci peralatan

maupun bahan makanan. air bersih harus tersedia cukup dan memenuhi

persyararatan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Memiliki jamban dan

kamar mandi yang memenuhi syarat higiene sanitasi. Tempat sampah harus

bertutup dan tersedia dalam jumlah yang cukup.

3. Peralatan

Tersedia tempat pencucian peralatan dan bahan makanan yang pencuciannya

garus menggunakan pembersih atau detergen. Peralatan dan bahan makanan

yang sudah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindungi dari

pencemaran serangga, tikus, dan hewan lainnya. Wadah penyimpanan

makanan yang digunakan harus mempunyai tutup yang dapat menutup

dengan sempurna dan dapat mengeluarkan udara panas dari makanan. tempat

atau wadah juga harus terpisah untuk setiap jenis makanan jadi dan

mempunyai tutup yang dapat menutup dengan sempurna.

4. Ketenagaan

Tenaga atau karyawan pengolah makanan harus berbadan sehat dan tidak

mengidap penyakit menular, semua egiatan pengolahan makanan hasru

dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung tubuh.

5. Makanan

Makanan yang dikonsumsi harus higienis, sehat dan aman yaitu bebas dari

cemaran fisik, kimia dan bakteri. Cemaran fisik seperti pecahan kaca, kerikil,

potongan lidi, rambut, isi staples, dan sebagainya yang dengan penglihatan

secara seksama atau secara kasat mata. Cemaran kimia seperti timah hitam,

arsen, cadmium, seng, tembaga, pestisida, dan sebagainya, yang melalui hasil

pemeriksaan laboratorium memiliki hasil pemeriksaan negatif. Cemaran

biologi seperti bakteri Eschericia coli (E. coli) dan sebagainya yang melalui

hasil pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan menunjukkan angka

kuman E. Coli 0 (nol).

Universitas Indonesia

Page 16: BAB 2 - Tinjauan Pustaka

22

2.7 Higiene Sanitasi Lingkungan Sekitar Tempat Pengolahan Makanan

Lingkungan sekitar rumah makan atau tempat pengolahan makanan harus

bersih dan memiliki manajemen pengolahan sampah yang bagus. Manajemen

pengolahan sampah yang bagus akan menurunkan daya tarik hewan-hewan seperti

serangga, hewan pengerat, dan hama pengganggu makanan. untuk hewan-hewan

serangga seperti lalat yaitu dengan menjaga sanitasi lingkungan rumah makan

melalui managamen yang baik. Untuk mengontrol vektor lain seperti kecoa, dapat

dilakukan dengan menghilanhkan tempat-tempat yang memungkinkan bagi kecoa

untuk bersembunyi dan mengangkat kotak atau barang-barang lain yang terdapat

di lantai. Selain itu, kebersihan kondisi bangunan bangunan juga harus dijaga

seperti lantai, pintu, jendela (Mc Swanne, et al., 2000).

2.8 Higiene Sanitasi Penjamah Makanan

Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan

makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan,

pengangkutan, sampai pada penyajian (Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 1098 Tahun 2003). Penjamah makanan dalam mengolah makanan

harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh.

Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan menggunakan

alat bantu seperti: sarung tangan plastik sekali pakai (disposal), penjepot

makanan, sendok dan garpu. Untuk melindungi pencemaran terhadap makanan

dapat dilakukan dengan menggunakan celemek atau apron, penutup rambut, dan

sepatu kedap air.

Penjamah makanan juga harus mencuci tangannya sesering mungkin ketika

sedang mengolah makanan, termasuk saat setelah memegang bahan makanan

mentah, setelah menggunakan sarung tangan, setelah makanan, minum, setelah

dari kamar mandi, dan setelah kontaminasi potensial lainnya pada tangan

penjamah makanan. Penampilan personal penjamah makanan juga harsu

diperhatikan seperti memiliki kuku tangan yang pendek dan bersih, tidak

menggunakan perhiasan berkebihan, menggunakan seragam atau pakaian yang

bersih, mengikat rambut yang panjang (Centesr for Diseases Control and

Prevention).

Universitas Indonesia