bab 2 tinjauan pustaka - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39314/3/bab 2.pdf · 1 hasil penapisan...

17
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kaempferia galanga L. 2.1.1 Taksonomi Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Liliopsida Bangsa : Zingiberales Suku : Zingiberaceae Marga : Kaempferia L. Jenis : Kaempferia galanga L. (USDA, 2010) (Preetha, 2016) Gambar 2.1 Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.)

Upload: dobao

Post on 04-May-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kaempferia galanga L.

2.1.1 Taksonomi

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Liliopsida

Bangsa : Zingiberales

Suku : Zingiberaceae

Marga : Kaempferia L.

Jenis : Kaempferia galanga L.

(USDA, 2010)

(Preetha, 2016)

Gambar 2.1

Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.)

6

2.1.2 Morfologi Tanaman Kaempferia galanga L.

Kencur merupakan terna tahunan, berbatang basal tidak begitu

tinggi, lebih kurang 20 cm dan tumbuh dalam rumpun. Daun

tunggal, berwarna hijau dengan pinggir merah kecoklatan

bergelombang. Bentuk daun jorong lebar sampai bundar, panjang

7-15 cm, lebar 2-8 cm, ujung runcing, pangkai berlekuk, dan

tepinya rata. Permukaan daun bagian atas tidak berbulu, sedangkan

bagian bawah berbulu halus. Tangkai daun pendek, berukuran 3-10

cm, pelepah terbenam dalam tanah, panjang 1,5-3,5 cm, berwarna

putih. Jumlah daun tidak lebih dari 2-3 lembar dengan susunan

berhadapan (Damayanti, 2008).

Bunga tunggal, bentuk terompet, panjang sekitar 2,5-5 cm.

Benang sari panjang sekitar 4 mm, berwarna kuning. Putik

berwarna putih atau putih keunguan. Bunga tersusun setengah

duduk, mahkota bunga berjumlah 4-12 buah dengan warna putih

lebih dominan. Tanaman kencur berbeda dengan famili

Zingiberaceae lainnya, yaitu daunnya merapat ke permukaan tanah,

batangnya pendek, akar serabut berwarna coklat kekuningan,

rimpang pendek berwarna coklat, berbentuk jari dan tumpul, bagian

luarnya atau kulit rimpangnya berwarna coklat mengkilat, memiliki

aroma yang spesifik, bagian dalamnya berwarna putih dengan

daging lunak, dan tidak berserat (Damayanti, 2008).

7

(Singh, 2013)

Gambar 2.2

Daun dan Bunga Kaempferia galanga L.

2.1.3 Habitat dan Distribusi Geografis

Kencur adaptif di daerah berketinggian 50–600 m di atas

permukaan laut yang bersuhu 25º – 30º C. Kencur menghendaki 5–

9 bulan basah dan 5–6 bulan kering per tahun. Intensitas cahaya

matahari idealnya penuh (100%) atau ternaungi sampai 25%–30%

hingga tanaman berumur 6 bulan. Syarat lainnya adalah drainase

tanah baik, tekstur tanah lempung sampai lempung liat berpasir,

kemiringan lahan kurang dari 3%, kemasaman tanah 5,5–6,5

(Pujiharti, 2012).

Tanaman kencur ini banyak dibudidayakan di Indonesia,

terutama di pulau Jawa, selain itu juga banyak ditanam di India,

Malaysia, Taiwan, dan Cina.

8

2.1.4 Kandungan Kimia Kaempferia galanga L.

Rimpang kencur paling banyak mengandung alkaloid dan

minyak atsiri, yang terdiri atas sineol, asam sinamat, etil ester,

kamphene, paraeumarin dan asam anisat (Gendrowati, 2013).

Tabel 2.1 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Rimpang

Kencur

Uji Fitokimia Hasil

Alkaloid ++++

Minyak Atsiri +++

Saponin +++

Tanin ++++

Flavonoid ++++

Fenolik +++

Steroid/Triterpenoid -

Glikosida ++++ (Gholib, 2011)

Flavonoid menyebabkan perubahan komponen organik dan

transport nutrisi yang akhirnya akan mengakibatkan timbulnya efek

toksik terhadap jamur (Agrawal, 2011).

Senyawa alkaloid sebagai antibakteri mampu menghambat

sintesis dinding sel bakteri, jika dinding sel bakteri tidak terbentuk

dengan sempurna maka sel bakteri akan lisis dan hancur. Ekstrak

etanol rimpang kencur juga mengandung saponin dan steroid.

Saponin juga merupakan senyawa aktif yang mempunyai

aktivitas antifungi. Mekanisme kerja saponin sebagai antijamur

adalah menurunkan tegangan permukaan sehingga mengakibatkan

naiknya permeabilitas atau kebocoran sel dan mengakibatkan

senyawa intraseluler akan keluar. Senyawa ini berdifusi melalui

membran luar dan dinding sel yang rentan, lalu mengikat membran

9

sitoplasma dan mengganggu dan mengurangi kestabilan itu. Hal ini

menyebabkan sitoplasma bocor keluar dari sel yang mengakibatkan

kematian sel (Nuria dkk, 2009).

Senyawa steroid dapat mengakibatkan kebocoran pada lisosom

bakteri. Interaksi steroid dan membran fosfolipid bakteri akan

menyebabkan menurunnya integritas membrane dan terjadi

perubahan morfologi membran bakteri (Hayati et al., 2017).

Rimpang kering dari Kaempferia galanga L. mengandung 2,5

sampai 4% minyak esensial yang banyak digunakan dalam

penyedap makanan, wewangian, dan obat-obatan. Penelitian baru-

baru ini menunjukkan potensi antijamur, antibakteri, antibiofilm,

antioksidan dan aktivitas antitumor dari minyak esensial yaitu

minyak atsiri yang diisolasi dari rimpang Kaempferia galanga L

(Kumar, 2014). Kandungan kimia aktif dari minyak atsiri yang

diperoleh dari analisis gas kromatografi dan spektrofotometri

massa adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Hasil Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Rimpang

Kencur (Kaempferia galanga L.) secara GC-MS

No Area

% Senyawa Kimia

1 0,71 Alpha-Pinene

2 1,67 Camphene

3 2,09 Beta-Pinene

4 0,50 Myrcene

5 3,42 (+)-3-Carene

6 0,37 1-Limonene

7 65,98 Ethyl Cinnamate

8 1,61 Hexadecane

9 23,65 Ethyl p-methoxycinnamate

Tot

al 100

(Lely dan Rahmanisah, 2017)

10

Ethyl cinnamate dan ethyl-p-methoxycinnamate dan

merupakan golongan ester yang memiliki peran sebagai nematisida,

antikanker, antituberkulosis, anti-inflamasi, antifungal and larvisida

(Kumar, 2014).

(Kumar, 2014)

Gambar 2.3

Gambar Rantai Kimia Ethyl Cinnamate

(Kumar, 2014)

Gambar 2.4

Gambar Rantai Kimia Ethyl-p-methoxycinnamate

2.1.5 Manfaat Kaempferia galanga L.

Kencur (Kaempferia galanga L.) banyak digunakan sebagai

bahan baku obat tradisional (jamu), fitofarmaka, industri

kosmetika, penyedap makanan dan minuman, rempah, serta bahan

campuran saus, rokok pada industri rokok kretek. Secara empirik

kencur digunakan sebagai penambah nafsu makan, infeksi bakteri,

obat batuk, disentri, tonikum, ekspektoran, masuk angin, sakit perut

(Pujiharti, 2012). Kencur juga juga memiliki bermacam-macam

kegunaan lain, diantaranya sebagai antibakteri, antifungi, analgesik,

11

anti-inflamasi, antioksidan, antivirus, antihipertensi,

antikarsinogenik, antinosiseptif, antituberkulosis dan larvasida.

Minyak atsiri rimpang kencur juga digunakan sebagai bahan

parfum, obat-obatan, dan untuk aromaterapi inhalan dan pijat untuk

mengurangi kecemasan, stres, dan depresi (Kumar, 2014).

2.1.6 Efek Antijamur Kaempferia galanga L.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmi,

Roebiakto, dan Lutpiatina (2016) menunjukkan bahwa ekstrak

rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) dapat menghambat

pertumbuhan jamur Candida albicans secara in vitro. Selain itu,

penelitian yang dilakukan oleh Gholib (2009) juga membuktikan

bahwa ekstrak rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) dapat

menghambat pertumbuhan koloni jamur Trichophyton

mentagrophyte.

2.2 Malassezia furfur

2.2.1 Taksonomi

Kingdom : Fungi

Divisi : Basidiomycota

Class : Malasseziomycetes

Ordo : Malasseziales

Family : Malasseziaceae

Genus : Malassezia

Spesies : Malassezia furfur

(NCBI, 2014)

12

(Kundu dan Garg, 2012)

Gambar 2.5

Gambaran “Spaghetti and Meatballs” pada Malassezia furfur

dengan pemeriksaan KOH

2.2.2 Sinonim

Pityrosporum orbiculare, Pityrosporum ovale (Janik, 2008).

2.2.3 Morfologi dan Identifikasi

M. furfur merupakan flora normal yang sering ditemukan pada

permukaan kulit atau tubuh manusia dan hewan (Kumala, 2009).

Pertama kali pada tahun 1853, Robin menemukan jamur penyebab

Pityriasis versicolor yang dinamakan Microsporum fufur. Pada

tahun 1889, Bailon memberi nama M. furfur pada jamur tersebut.

Pada awalnya, genus Malassezia hanya diketahui terdiri dari dua

spesies yaitu M. furfur dan M. pachydermatis. Saat ini telah dikenal

14 spesies Malassezia yaitu M. furfur, M. pachydermatis, M.

sympodialis, M. globosa, M. obtusa, M. restrica, M. slooffiae, M.

dermatis, M. japonica, M. nana, M. yamatoensis, M. caprae, M.

equina, M. cuniculi (Cabanes, 2014). Bentuk M. furfur berupa

hifa-hifa pendek, lurus atau bengkok berkelompok, spora bulat

berkelompok dan berukuran 3-8 µm (Prianto, 2008; Kumala,

13

2009). Koloni M. furfur akan tumbuh dengan baik pada media

Sabouraud Dextrose Agar (SDA) yang diinkubasi 72 jam pada

suhu 37°C (Kumala, 2009).

Malassezia furfur terdiri atas susunan sebagai berikut:

a. Dinding Sel

M. furfur termasuk salah satu organisme eukariotik

lipofilik yang komponen dinding selnya terdiri dari mannan,

glukan, dan khitin. Mannan merupakan polimer manose yang

berikatan dengan protein dan membentuk mannoprotein.

Mannoprotein ini terletak pada lapisan paling luar dari dinding

sel jamur. Glukan merupakan polimer glukosil yang berfungsi

menguatkan dinding sel. Khitin adalah polimer dari N-acetyl-

D-glucosamin (GlcNac) yang tidak mudah larut dan membuat

dinding sel jamur menjadi kaku. Khitin ini analog seperti

khitin pada kerang atau selulosa pada tanaman (Kumala,

2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Shibata et al.

(2009) bahwa dinding sel dari M. furfur terdiri dari rangkaian

peptide yang disebut dengan Mannan. Peptide ini terikat

dengan protein binding sebagai penyusun terluar dari dinding

sel jamur. Mannan melapisi struktur hidrofobik yang tebal

dibawahnya, sehingga fungsi dari Mannan sangat penting

sebagai pertahanan dan mekanisme transport dalam mengambil

zat makanan (nutrisi) dan mengeluarkan sisa hasil metabolisme

(Shibata et al., 2009).

14

b. Membran Sel

Membran sel M. furfur seperti sel eukariotik lainnya

terdiri dari lapisan fosfolipid ganda. Membran protein ini

memiliki aktifitas enzim seperti mannan sintase, khitin sintase,

glukan sintase, ATPase, dan protein yang mentransport fosfat.

Terdapatnya membran sterol pada dinding sel memegang

peranan penting sebagai target antimikotik dan kemungkinan

merupakan tempat bekerjanya enzim-enzim yang berperan

dalam sintesis dinding sel (Reiss et al., 1992; Helenius et al.,

2008).

c. Mitokondria

Mitokondria merupakan pembangkit daya sel. Dengan

menggunakan energi yang diperoleh dari penggabungan

oksigen dengan molekul-molekul makanan, organel ini

memproduksi ATP (Tjampakasari, 2006; Reiss et al., 1992).

d. Vakuola

Vakuola berperan dalam sistem pencernaan sel, sebagai

tempat penyimpanan lipid, granula polifosfat dan sebagai

pengatur tekanan turgor. Mikrotubul dan mikrofilamen berada

dalam sitoplasma. Mikrofilamen berperan penting dalam

terbentuknya hifa (Reiss et al., 1992; Emr et al., 2008).

e. Nukleus

Nukleus M. furfur merupakan organel paling penting

menonjol dalam sel. Organ ini dipisahkan dari sitoplasma oleh

membran yang terdiri dari 2 lapisan. Semua DNA kromosom

15

disimpan dalam nukleus, terkemas dalam serat-serat kromatin.

Isi nukleus berhubungan dengan sitosol melalui pori-pori

nucleus (Reiss et al., 1992; Allis et al., 2008).

2.3 Pityriasis Versicolor

Definisi

Pityrisiasis Versicolor (P. Versicolor) adalah infeksi

superfisial kronik pada stratum korneum yang disebabkan oleh M.

furfur. Makula hipopigmentasi atau hiperpigmentasi, yang

berkelok-kelok dan diskret, timbul di kulit, biasanya di dada,

punggung bagian atas, lengan, atau abdomen. Lesi bersifat kronik

dan muncul dalam bentuk bercak makula di atas kulit yang

mengalami perubahan warna, yang dapat membesar dan menyatu,

tetapi pembentukan sisik, peradangan, dan iritasi bersifat minimal

(Mitchell, 2008).

Epidemiologi

P. Versicolor bisa mengenai semua orang di berbagai iklim,

namun angka kejadiannya sangat tinggi di daerah beriklim tropis,

terkadang sampai 60% dari total popuasi menunjukkan tanda klinis

penyakit ini (Patel et al., 2017).

Etiologi

P. Versicolor disebabkan oleh jamur M. furfur yang pada

kondisi tertentu berubah dari fase ragi yang saprofit menjadi bentuk

miselium yang bersifat parasit. Faktor predisposisinya adalah

lingkungan daerah tropis, hiperhidrosis, pemakaian kontrasepsi

16

oral, pemakaian kortikosteroid sistemik, penyakit Chushing’s,

immunosupresi dan keadaan malnutrisi (Kundu dan Garg, 2012).

Patogenesis

M. furfur mensintesis zat metabolit spesifik yang disebut

pityriacitrin yang dapat menyerap sinar ultraviolet. Selain itu, M.

furfur juga memetabolisme berbagai macam jenis lemak seperti

arakidonat atau vaccenic acids dan kemudian menghasilkan azelaic

acids sebagai salah satu metabolit. Azelaic acids menghambat

aktivitas tirosinase dalam memproduksi melanin yang bisa

mengakibatkan persisten hipopigmentasi kulit selama beberapa

bulan bahkan tahun (Kundu dan Garg, 2012).

Gejala Klinis

Gambaran khas P. Versicolor adalah makula bersisik

berbentuk oval atau bundar yang tersebar pada area tubuh tertentu

meliputi dada, punggung bagian atas, dan lengan atas. Makula

sering bersatu membentuk potongan pigmen yang tidak beraturan,

warnanya bervariasi dari hampir putih sampai merah muda, dan

merah kecoklatan. Gambaran sisik dikatakan seperti debu atau

furfuraceous, scrapping bagian ini bisa digunakan untuk

pemeriksaan penunjang guna menegakkan diagnosis. Biasanya

pasien merasakan gatal, tetapi gejala ini tidak selalu muncul

(Kundu dan Garg, 2012).

17

Diagnosis

Diagnosis P. Versicolor ditegakkan dengan pemeriksaan

mikroskopik langsung pada kerokan kulit yang terinfeksi, diberikan

KOH 10-20 %, diwarnai dengan calcofluor white. Ditemukan

adanya hifa pendek tak bercabang dan sel sferis. Lesi tersebut juga

menunjukkan fluoresensi di bawah lampu Wood (Mitchell, 2008).

Terapi

Pengobatan dapat dilakukan dengan cara topikal atau sistemik.

Obat-obat topikal antara lain preparat selenium sulfida lotion 2,5%

yang diaplikasikan pada kulit yang terinfeksi selama 7-10 menit

lalu dibilas, penggunaannya sebanyak 3-4 kali dalam satu minggu.

Selain itu juga bisa menggunakan shampo ketokonazol 2%

diaplikasikan pada lesi dan dibiarkan selama 5 menit lalu dibilas,

terapi ini dilakukan selama 3 hari berturut-turut. Pilihan lainnya

bisa menggunakan terbinafin 1% diaplikasikan 2 kali/hari pada lesi

selama 7 hari. Pengobatan sistemik menggunakan ketokonazol atau

itrakonazol juga sangat efektif untuk P. Versicolor. Dosis untuk

ketokonazol bervariasi antara 200 mg/hari selama 7 atau 10 hari.

Sedangkan untuk itrakonazol dengan dosis 200-400 mg/hari selama

3-7 hari (Kundu dan Garg, 2012).

18

2.4 Malassezia Folliculitis

Definisi

Malassezia Folliculitis merupakan keadaan di mana folikel

rambut mengalami peradangan atau infeksi (Benson dan Hengge,

2017).

Etiologi dan Patogenesis

M. furfur diklasifikasikan sebagai jamur yang menyerang

superfisial kulit di mana secara definisi berarti tidak menginvasi

lapisan yang lebih dalam dari epitelium. Namun, pada Malassezia

Folliculitis jamur M. furfur mengenai ostium folikuler dan segmen

dalam dari folikel rambut (Kundu dan Garg, 2012).

Faktor resiko yang dianggap terlibat meliputi kehamilan,

diabetes mellitus, Hodgkin disease, HIV, terapi dengan antibiotik,

kortikosteroid atau immunosupresan. Selain itu, panas yang tinggi

dan kelembaban serta sumbatan pada kulit maupun folikel rambut

dengan bahan kosmetik juga dapat meningkatkan faktor resiko

(Kundu dan Garg, 2012).

Gejala Klinis

Gambaran yang tampak pada Malassezia Folliculitis berupa

beberapa papula folikular monomorfik berukuran 2-4 mm dan

papulopustula dengan eritema perifolikular pada dada, punggung

dan leher. Pada beberapa pasien biasanya ditemukan gambaran ini

bersamaan dengan P. Versicolor, seboroik dermatitis atau kejadian

jerawat (Kundu dan Garg, 2012).

19

Terapi

Terapi topikal diketahui cukup efektif pada beberapa kasus,

tetapi tetap memerlukan terapi sistemik ket okonazol, itrakonazol,

atau flukonazol. Seperti P. Versicolor, Malassezia follicilitis juga

sering mengalami kekambuhan (Erchiga dan Hay, 2010).

2.5 Uji Kepekaan Terhadap Antimikroba In Vitro

Uji kepekaan terhadap antimikroba adalah uji terhadap kemampuan

suatu antimikroba untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang

tumbuh secara invitro (Soleha, 2015).

Metode Dilusi Tabung

Metode ini digunakan untuk menentukan KHM (Kadar

Hambat Minimum) dan KBM (Kadar Bunuh Minimum) dari obat

antimikroba (Dzen et al., 2003). Metode ini menggunakan

antimikroba dengan kadar berbeda yang menurun secara bertahap,

baik dengan media cair maupun padat (Brooks et al., 2013).

Metode dilusi dengan menggunakan media cair menggunakan

satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah tertentu

sel mikroba yang diuji. Masing-masing tabung kemudian diisi

dengan obat yang telah diencerkan pada berbagai macam

pengenceran dalam satuan µg/ml (Soleha, 2015). Selanjutnya, seri

tabung diikubasi dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung

baik secara visual atau menggunakan alat. Konsentrasi terendah

obat pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai

tampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari

20

obat. Selanjutnya biakan dari semua tabung yang jernih

diinokulasikan pada media agar padat, diinkubasikan dan diamati

ada tidaknya koloni mikroba yang tumbuh pada keesokan harinya.

Konsentrasi terendah obat pada biakan padat yang ditunjukkan

dengan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM

dari obat terhadap mikroba uji (Dzen et al., 2003).

Dasar penentuan Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar

Bunuh Minimum (KBM) adalah dimana KHM merupakan

konsenterasi terendah antimikroba yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri dengan melihat kekeruhan pada pembiakan

cair dan KBM ditentukan konsentrasi terendah antimikroba yang

dapat membunuh 99,9% bakteri yang telah diinkubasi (Soleha,

2015).

Metode Difusi Cakram

Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi

agar (Brooks et al., 2013). Prinsip dari metode difusi agar/cakram

adalah obat dijenuhkan ke dalam kertas saring (cakram kertas)

yang kemudian ditanam pada media perbenihan agar padat yang

telah dicampur dengan mikroba uji, kemudian diinkubasi pada suhu

37℃ selama 18-24 jam. Selanjutnya amati adanya zona jernih

disekitar cakram kertas yang menunjukkan tidak adanya

pertumbuhan kuman (Dzen et al., 2003).

Untuk mengevaluasi hasil uji kepekaan tersebut, dapat

dilakukan dua cara, yaitu :

21

a. Cara Kirby Bauer, yaitu dengan membandingkan diameter

dari area jernih (zona hambat) disekitar cakram dengan

tabel standar yang dibuat oleh NCCLS (National

Committee for Clinical Laboratory Standard), sehingga

dapat diketahui kriteria sensitif, sensitif intermediet, dan

resisten (Dzen et al., 2003).

b. Cara Joan-Stokes, yaitu dengan membandingkan diameter

zona hambat bakteri kontrol yang sudah diketahui

kepekaanya terhadap obat tersebut dengan isolat bakteri

yang diuji (Dzen et al., 2003).

Metode difusi agar dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik dan

kimia, selain faktor antara obat dan organisme (misalnya sifat

medium dan kemampuan difusi, ukuran molekular, dan stabilitas

obat). Meskipun demikian, standardisasi faktor tersebut

memungkinkan melakukan uji kepekaan yang baik (Brooks et al.,

2013).